Upload
endik-asworo
View
284
Download
21
Embed Size (px)
DESCRIPTION
nurse
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN NEFROLITIASIS
A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Dijelaskan pada (http://perawathati.blogspot.com) nefrolitiasis adalah adanya batu atau
kalkulus dalam pelvis renal batu-batu tersebut dibentuk oleh kristalisasi larutan urin (kalsium
oksolat asam urat, kalium fosfat, struvit dan sistin).
Batu ginjal atau nefrolitiasis adalah suatu keadaan dimana terdapat satu atau lebih batu
didalam pelvis atau kaliks dari ginjal dan merupakan penyebab terbanyak kelainan di saluran
kemih (http://ejournal.unsrat.ac.id).
Nefrolitiasis merujuk pada batu ginjal. Batu atau kalkuli dibentuk di dalam saluran saluran
kemih mulai dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi dari substansi ekskresi di dalam urine
(Nursalam, 2011:65).
Mary Baradero (2009:59) mendefinisikan nefrolitiasis adalah batu ginjal yang ditemukan
didalam ginjal, yang merupakan pengkristalan mineral yang mengelilingi zat organik, misalnya
nanah, darah, atau sel yang sudah mati. Biasanya batu kalkuli terdiri atas garam kalsium (oksalat
dan fosfat) atau magnesium fosfat dan asam urat.
9Pendapat lain menjelaskan batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan suatu keadaan
terdapatnya batu kalkuli di ginjal (Arif Muttaqin, 2011:108).
Batu ginjal adalah terbentuknya batu dalam ginjal (pelvis atau kaliks) dan mengalir
bersama urine (Susan Martin, 2007:726).
Berdasarkan definisi di atas, maka bisa diambil kesimpulan bahwa batu ginjal atau bisa
disebut nefrolitiasis adalah suatu penyakit yang terjadi pada saluran perkemihan karena terjadi
pembentukan batu di dalam ginjal, yang terbanyak pada bagian pelvis ginjal yang menyebabkan
gangguan pada saluran dan proses perkemihan.
2. Anatomi Fisiologi
a. Ginjal
Menurut Mary Baradero (2008:2) ginjal terletak dibelakang peritoneum parietal (retro-
peri-toneal), pada dinding abdomen posterior. Ginjal juga terdapat pada kedua sisi aorta
abdominal dan vena kava inferior. Hepar menekan ginjal ke bawah sehingga ginjal kanan lebih
rendah daripada ginjal kiri. Ukuran setiap ginjal orang dewasa adalah panjang 10 cm, 5,5 cm
pada sisi lebar, dan 3 cm pada sisi sempit dengan berat setiap ginjal berkisar 150 g (Arif
Muttaqin, 2011:3). Ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis yang terdiri
dari jaringan fibrus berwarna ungu tua (Syaifuddin, 2006:237). Tarwoto (2009:314) menjelaskan
ginjal disokong oleh jaringan adipose dan jaringan penyokong yang disebut fasia gerota serta di
bungkus oleh kapsul ginjal, yang berguna untuk mempertahankan ginjal, pembuluh darah, dan
kelenjar adrenal terhadap adanya trauma.
Satuan unit fungsional ginjal adalah nefron. Setiap ginjal memiliki satu juta nefron.
Terdapat dua macam nefron, yaitu kortikal dan juksta medular. Delapan puluh lima persen dari
semua nefron terdiri atas nefron kortikal, sedangkan 15% terdiri atas nefron jukstamedular.
Kedua macam nefron ini diberi nama sesuai dengan letak glomerulinya dalam renal parenkim.
Nefron kortikal berperan dalam konsentarsi dan difusi urine. Struktur urine yang berkaitan
dengan proses pembentukan urine adalah korpus, tubulus renal, tubulus koligentes. Korpus ginjal
terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman yang membentuk ultrafiltrat dari darah. Tubulus
renal terdiri atas tubulus kontortus proksimal, ansa henle, dan tubulus kontortus distal. Ketiga
tubulus renal ini berfungsi dalam reabsorpsi dan sekresi dengan mengubah volume dan
komposisi ultrafiltrat sehingga terbentuk produk akhir, yaitu urine (Mary Baradero, 2008:5).
Nefron jukstamedular adalah nefron yang terletak di korteks renal sebelah dalam dekat medulla
(Arif Muttaqin, 2011:5).
b. Bagian – Bagian dalam Ginjal
Menurut Tarwoto (2009:314) ginjal terdiri dari 3 area yaitu:
1) Korteks
Korteks merupakan bagian paling luar ginjal, dibawah fibrosa sampai dengan lapisan
medulla, tersusun atas nefron-nefron yang jumlahnya lebih dari 1 juta. Semua glomerulus berada
di korteks dan 90% aliran darah menuju korteks.
2) Medula
Medulla terdiri dari saluran-saluran atau duktus collecting yang disebut pyramid ginjal
yang tersusun antara 8-18 buah.
3) Pelvis
Pelvis merupakan area yang terdiri dari kaliks minor yang kemudian bergabung menjadi
kalik mayor. Empat sampai lima kaliks minor bergabung menjadi kaliks mayor dan dua sampai
tiga kaliks mayor bergabung menjadi pelvis ginjal yang berhubungan dengan ureter bagian
proksimal.
Untuk lebih jelasnya tentang bagian-bagian ginjal dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini.
Gambar 2.1Anatomi Ginjal
http://anfis-mariapoppy.blogspot.comc. Fungsi Ginjal :
Menurut Syaifuddin (2006:237) ginjal memilki beberapa fungsi, yaitu:
1) Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh akan di ekskresikan oleh
ginjal sebagai urine (kemih) yang encer dalam jumlah besar, kekurangan air (kelebihan keringat)
menyebabkan urine yang diekskresi berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan
dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan relative normal.
2) Mengatur keseimbangan osmotik dan mempertahankan keseimbangan ion yang optimal dalam
plasma (keseimbangan elektrolit). Bila terjadi pemasukan/pengeluaran yang abnormal ion-ion
akibat pemasukan garam yang berlebihan/penyakit perdarahan (diare, muntah) ginjal akan
meningkatkan/mengurangi ekskresi ion-ion yang penting (misalnya Na, K, Cl, dan fosfat).
3) Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh. Menurut Tarwoto (2009:318) Pengendalian
asam basa oleh ginjal dilakukan dengan sekresi urin yang urin atau basa, melalui pengeluaran ion
hydrogen atau bikarbonat dalam urin.
4) Ekskresi sisa metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat toksik, obat-obatan, hasil
metabolisme hemoglobin dan bahan kimia asing (pestisida).
5) Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal menyekresikan hormon renin yang berperan penting
mengatur tekanan darah (sistem renin angiotensin aldosteron), membentuk eritropoiesis
mempunyai peranan penting untuk memproses pembentukan sel darah merah (eritropoiesis).
Disamping itu ginjal juga membentuk hormon dihidroksi kolekalsiferol (vitamin D aktif)
yang diperlukan untuk mengabsorbsi ion kalsium di usus.
d. Aliran darah di Ginjal dan Persarafan Ginjal
Menurut Arif Muttaqin (2011:6) ginjal menerima sekitar 1.200 ml darah per menit atau 21
% dari curah jantung. Aliran darah yang sangat besar ini tidak ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan energi yang berlebihan, tetapi agar ginjal dapat secara terus-menerus menyesuaikan
komposisi darah. Dengan menyesuaikan komposisi darah, memastikan keseimbangan natrium,
klorida, kalium, kalsium, fosfat, dan pH serta membuang produk-produk metabolisme urea.
Syaifuddin (2006:239) menjelaskan ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang
mempunyai percabangan arteria renalis. Arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteria renalis
bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri arkuata. Arteri interloburalis
yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan-gumpalan yang
disebut glomerulus. Glomerulus ini dikelilingi oleh alat yang disebut simpai bowman. Disini
terjadi penyaringan pertama dan kapiler darah yang meninggalkan simpai bowman kemudian
menjadi vena renalis mauk ke vena kava inferior.
e. Persyarafan Ginjal
Menurut Syaifuddin (2006:240) ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis
(vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf
ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal. Diatas ginjal ini terdapat
kelenjar suprarenalis, kelenjar ini merupakan sebuah kelenjar buntu yang menghasilkan dua
macam hormon yaitu hormone adrenalin dan hormon kortison.
f. Proses Pembentukan Urin
Menurut Syaifuddin (2006:239) ada 3 tahap dalam pembentukan urine, yaitu :
1) Proses filtrasi
Terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena aferen lebih besar dari permukaan eferen maka
terjadi penyerapan darah. Sedangkan bagian yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali
protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowman yang terdiri dari glukosa, air,
natrium, klorida, sulfat, bikarbonat, dll, yang diteruskan ke tubulus ginjal.
2) Proses reabsorpsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar glukosa, natrium, klorida, fosfat, dan
ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal dengan obligator reabsorpsi terjadi
pada tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan
natrium dan ion bikarbonat. Bila diperlukan akan diserap kembali ke dalam tubulus bagian
bawah. Penyerapannya terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya
dialirkan pada papilla renalis.
3) Proses sekresi
Sisanya penyerapan urine kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan ke piala ginjal
selanjutnya diteruskan ke ureter masuk ke vesika urinaria.
Untuk lebih jelasnya tentang proses pembentukan urine dapat dilihat di gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 2.2Nefron http://cresilda19.blogspot.com/
g) Ureter
Ureter merupakan organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urine
dari pielum ginjal ke dalam kandung kemih (Arif Muttaqin, 2011:17). Panjangnya 25-30 cm
dengan diameter 6mm. berjalan mulai dari pelvis renal setinggi lumbal ke 2 (Tarwoto,
2009:323).
Menurut Syaifuddin (2006:241) lapisan dinding ureter terdiri dari :
1) Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2) Lapisan tengah lapisan otot polos
3) Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Jika karena sesuatu sebab terjadi sumbatan pada aliran urine, terjadi kontraksi otot polos
yang berlebihan yang bertujuan untuk mendorong mengeluarkan sumbatan tersebut dari saluran
kemih. Kontraksi itu dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang secara berkala, sesuai dengan
irama peristaltik ureter (Arif Muttaqin, 2011:17).
Menurut Arif Muttaqin (2011:17) kedua ureter merupakan kelanjutan dari pelvis ginjal
dan membawa urine ke dalam kandung kemih, khususnya ke area yang disebut trigon. Trigon
adalah area segitiga yang terdiri atas lapisan membran mukus yang dapat berfungsi sebagai katup
untuk menghindari refluks urine ke dalam ureter ketika kandung kemih berkontraksi (Mary
Baradero, 2008:5). Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor di daerah trigonum
kandung kemih. Normalnya ureter berjalan secara oblique sepanjang beberapa sentimeter
menembus kandung kemih yang disebut dengan ureter intramural.
h) Vesikula Urinaria ( Kandung Kemih )
Kandung kemih berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian mengeluarkannya
melalui uretra dalam mekanisme miksi/berkemih (Arif Muttaqin, 2011:18).
Menurut Tarwoto (2009:325) kapasitas maksimum kandung kemih pada oran dewasa
sekitar 300-450 ml, dan anak-anak antara 50-200 ml. Pada laki-laki kandung kemih berada
dibelakang simpisis pubis dan didepan rektum, pada wanita kandung kemih berada dibawah
uterus dan didepan vagina. Pada keadaan penuh akan memberikan rangsangan pada saraf aferen
ke pusat miksi sehingga terjadi kontraksi otot detrusor yang mendorong terbukanya leher
kandung kemih, sehingga terjadi proses miksi. Fungsi utama dari ginjal adalah menampung urin
dari ureter dan kemudian dikeluarkan melalui uretra. Dinding kandung kemih memiliki 4 lapisan
jaringan, yaitu:
(1). Lapisan paling dalam adalah mukosa yang menghasilkan mukus.
(2). Lapisan submukosa adalah lapisan otot polos yang satu sama lain membentuk sudut disebut otot
detrusor.
(3). Lapisan paling luar adalah serosa.
Untuk lebih jelasnya tentang anatomi kandung kemih dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah ini.
Gambar 2.3Vesikula Urinaria (Kandung Kemih)
Sumber (http://meladianmaulidah.blogspot.com)
i) Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi
menyalurkan air kemih keluar. Uretra pada pria panjang uretra ± 20 cm, sedangkan pada
perempuan panjangnya ± 3-4 cm (Syaifuddin, 2006:246). Perbedaan panjang inilah yang
menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria. Uretra
dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan kandung kemih dan
uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior
(Arif Muttaqin, 2011:20). Adanya sfingter uretra interna yang dikontrol secara involunter
memungkinkan pengeluaran urine dapat dikontrol. Pada pria saluran ini juga berfungsi sebagai
tempat menyalurkan air mani (Tarwoto,2009:327).
j) Proses Berkemih
Menurut Tarwoto (2009:326) urine diproduksi oleh ginjal sekitar 1 ml/menit, tetapi dapat
bervariasi antara 0,5-20 ml/menit. Aktivitas saraf parasimpatis meningkatkan frekwensi
peristaltik dan stimulasi simpatis menurunkan frekwensi. Banyaknya aliran urine pada uretra di
pengaruhi oleh adanya obstruksi Karena konstriksi ureter dan juga kontriksi arterior afferen yang
berakibat pada penurunan produksi urine, demikian juga pada adanya obstruksi ureter karena
batu.
Kandung kemih dipersarafi oleh saraf dari pelvis , baik sensorik maupun motorik.
Pengaktifan saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi dari otot detrusor. Normalnya spinter
interna pada leher kandung kemih berkontraksi. Sedangkan spinter eksterna dikontrol
berdasarkan kesadaran (volunter), dipersarafi oleh nervus pudendal yang merupakan serat saraf
somatik.
Menurut Syaifuddin (2006:247) kontrol volunter ini hanya mungkin bila saraf-saraf yang
menangani kandung kemih uretra, medulla spinalis dan otak, bila tidak maka terjadi
inkontinensia urine.
3. Etiologi
Menurut Kartika S. W. (2013:183) ada beberapa faktor yang menyebabkan terbentuknya
batu pada ginjal, yaitu :
a. Faktor dari dalam (intrinsik), seperti keturunan, usia (lebih banyak pada usia 30-50 tahun, dan
jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada perempuan.
b. Faktor dari luar (ekstrinsik), seperti geografi, cuaca dan suhu, asupan air (bila jumlah air dan
kadar mineral kalsium pada air yang diminum kurang), diet banyak purin, oksalat (teh, kopi,
minuman soda, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam), kalsium (daging, susu, kaldu, ikan
asin, dan jeroan), dan pekerjaan (kurang bergerak).
Berapa penyebab lain adalah :
a. Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti
pembentukan batu saluran kencing.
b. Stasis obstruksi urine
Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah pembentukan batu saluran kencing.
c. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringat sedangkan asupan air
kurang dan tingginya kadar mineral dalam air minum meningkatkan insiden batu saluran kemih.
d. Idiopatik (Arif Muttaqin, 2011:108)
4.
Pathway Nefrotiliasis Bagan 2.1 (http:// wormmoriss.blogspot.com)
Nefrotiliasis
Tindakan
NefrolithotomiPembedahan konservatif
Luka terbukaAnestesi
Tidak adekuatKelemahan fisik
Ruang Pemulihan
Luka sayatanInformasiRuang pemulihan k
Perawatan diriKurangSel rusakPeristaltikOrganisme DientriAspirasiKurangnyaInflamasi
PengetahuanUsus menurunAspirasi Oragnisme dientri
EdemaBradikininCemasCerotaminMediatorResikoPenurunanSkret
Akumulasi
Stimulasi resptorInfeksiNafsu makan
Resiko
NyeriGangguanTak efektifnyaCompresi
NyeriJalan nafasNutrisi
5. Patofisiologi
Menurut (http://alisarjunipadan.blogspot.com) batu terbentuk di traktus urinarius
ketika konsertrasi substansi tertentu seperti Ca oksalat,kalsium fosfat, dan asam urat
meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti
sitrat yang secara normal pencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi
laju pembentukan batu mencakup PH urine dan status cairan pasien.
Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan
tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi (peilonefritis &
cystitis yang disertai menggigil, demam dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus
menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala namun secara fungsional
perlahan-lahan merusak unit fungsional ginjal dan nyeri luar biasa dan tak nyaman
Batu yang terjebak di ureter, menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa. Pasien sering
merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit yang keluar dan biasanya mengandung darah
akibat aksi abrasif batu. Umumnya batu diameter < 0,5-1 cm keluar spontan. Bila nyeri
mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di seluruh area kostovertebral dan muncul mual
dan muntah, maka pasien sedang mengalami kolik renal. Diare dan ketidaknyamanan
abdominal dapat terjadi.
Selain itu ada beberapa teori yang ,membahas tentang proses pembentukan batu yaitu:
a. Teori inti (nucleus):
Kristal dan benda asing merupakan tempat pengendapan kristal pada urine yang sudah
mengalami supersaturasi.
b. Teori matriks:
Matriks organik yang berasal dari serum dan protein urine memberikan kemungkinan
pengendapan kristal.
c. Teori inhibitor kristalisasi:
Beberapa substansi dalam urine menghambat terjadinya kristalisasi, konsentrasi yang rendah
atau absennya substansi ini memungkinkan terjadinya kristalisasi.
Pembentukan batu membutuhkan supersaturasi dimana supersaturasi ini tergantung
dari PH urine, kekuatan ion, konsentrasi cairan dan pembentukan kompleks. Terdapat
beberapa jenis batu, di antaranya :
a. Batu kalsium
Batu jenis ini sering di temukan. Bentuknya besar dengan permukaan halus, dapat bercampur
antara kalsium dengan fosfat. Batu kalsium sering di jumpai pada orang yang mempunyai
kadar vitamin D berlebihan atau gangguan kelenjar paratiroid. Orang menderita kangker,
struke, atau penyakit sarkoidisis juga dapat menderita batu kalsium. Batu kalsium dapat di
sebabkan oleh:
1) Hiperkalsiuria abortif:
Gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya absorbsi khusus yang berlebihan juga
pengaruh vitamin D dan hiperparatiroid.
2) Hiperkal siuria renalis:kebocoran pada ginjal
b. Batu oksalat
Batu oksalat dapat disebabkan oleh
1) Primer autosomal resesif
2) Ingesti-inhalasi: Vitamin C, ethylenglicol, methoxyflurane, anestesi.
3) Hiperoksaloria: inflamasi saluran cerna, reseksi usus halus, by pass jejenoikal, sindrom
malabsorbsi
c. Batu asam urat
Permukaanya halus, berwarna coklat lunak. Batu ini dapat disebabkan oleh:
1) Makanan yang banyak mengandung purin
2) Pemberian sitostatik pada pengobatan neoplasma
3) Dehidrasi kronis
4) Obat: tiazid, lazik, salisilat
d. Batu sturvit
Batu ini biasanya berbentuk tanduk rusa. Biasanya mengacu pada riwayat infeksi, terbentuk
pada urin yang kaya ammonia alkali persisten akibat UTI kronik. Batu sistin terjadi terutama
pada beberapa pasien yang mengalami defek absorbsi sistin.
e. Batu Sistin
Berbentuk kristal kekuningan timbul akibat tingginya kadar sistin dalam urin.keadan ini
terjadi pada penyakit sistinuria. Kelainan herediter yang resesif autosomal dari pengangkutan
asam amino dimembran batas sikat tubulus proksimal meliputi sistim, arginin, ornitin, sitrulin
dan lisin.
6. Gambaran klinis
Keluhan pada penderita nefrolitiasis yaitu :
a. Nyeri dan pegal di daerah pinggang : Lokasi nyeri tergantung dari dimana batu itu berada.
Bila pada piala ginjal rasa nyeri adalah akibat dari hidronefrosis yang rasanya lebih tumpul
dan sifatnya konstan. Terutama timbul pada costovertebral.
b. Hematuria : Darah dari ginjal berwarna coklat tua, dapat terjadi karena adanya trauma yang
disebabkan oleh adanya batu atau terjadi kolik (http://mantrinews.blogspot.com)
c. Batu ginjal menimbulkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi pelvis ginjal serta
ureter proksimal yang menyebabkan kolik.
d. Sumbatan: batu menutup aliran urine akan menimbulkan gejala infeksi saluran kemih:
demam dan menggigil.
e. Gejala gastrointestinal, meliputi:
1) Mual
2) Muntah
3) Diare (Nursalam, 2011:67)
7. Komplikasi
Menurut (Nursalam, 2011:67) komplikasi yang disebabkan dari batu nefrolitiasis
adalah:
a. Sumbatan: akibat pecahan batu
b. Infeksi: akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi.
c. Kerusakan fungsi ginjal: akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan dan pengangkatan
batu ginjal
d. Hidronefrosis (Susan Martin, 2007:727).
8. Test Diagnostik
Menurut (http://mantrinews.blogspot.com) ada beberapa pemeriksaan diagnostik dalam
menegakkan diagnosa nefrolitiasis, yaitu :
a. Urin
1) PH lebih dari 7,6
2) Sediment sel darah merah lebih dari 90%
3) Biakan urin
4) Ekskresi kalsium fosfor, asam urat
b. Darah
1) Hb turun
2) Leukositosis
3) Urium kreatinin
4) Kalsium, fosfor, asam urat
c. Radiologi
1) Foto BNO/NP untuk melihat lokasi batu dan besar batu
2) USG abdomen
3) PIV (Pielografi Intravena)
4) Sistoskpi (Mary Baradero, 2008:61)
9. Penatalaksanaan
Menurut ((http://mantrinews.blogspot.com) penatalaksanaan pada batu ginjal, yaitu:
a. Terapi medis dan simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu yang dapat dilarutkan
adalah batu asam urat, dilarutkan dengan pelarut solutin G. Terapi simtomatik berusaha untuk
menghilangkan nyeri. Selain itu dapat diberikan minum yang lebih/banyak sekitar 2000
cc/hari dan pemberian diuretik bendofluezida 5 – 10 mg/hr.
b. Terapi mekanik (Litotripsi)
Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan untuk membawa
tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini disebut nefrolitotripsi. Salah satu
alternatif tindakan yang paling sering dilakukan adalah ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock
Wave Lithotripsy) adalah tindakan memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan
menggunakan gelombang kejut.
c. Tindakan bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, (alat gelombang kejut).
Pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan mode utama. Namun demikian saat ini
bedah dilakukan hanya pada 1-2% pasien. Intervensi bedah diindikasikan jika batu tersebut
tidak berespon terhadap bentuk penanganan lain. Ini juga dilakukan untuk mengoreksi setiap
abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk memperbaiki drainase urin. Jenis pembedahan
yang dilakukan antara lain:
1) Pielolititomi : jika batu berada di piala ginjal
2) Nefrolithotomi/nefrektomi : jika batu terletak didalam ginjal
3) Ureterolitotomi : jika batu berada dalam ureter
4) Sistolitotomi : jika batu berada di kandung kemih
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut Asmadi (2008:167) pengkajian merupakan tahap awal dari proses
keperawatan. Disini, semua data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status
kesehatan klien saat ini.
Menurut (http://www.dostoc.com) pengumpulan data pada klien dengan nefrolitiasis :
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, no registrasi, diagnose medis,
dan tanggal medis.
2) Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasa sangat mengganggu saat ini. Menurut (Arif
Muttaqin, 2011:110) keluhan utama yang lazim didapatkan adalah nyeri pada pinggang.
Untuk lebih komprehensifnya, pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan pendekatan PQRST.
Tabel 2.1 Pengkajian Nyeri dengan pendekatan PQRST
Pengkajian Teknik Pengkajian, Prediksi Hasil, dan implikasi Klinis
Provoking
Incident
Tidak ada penyebab spesifik yang menyebabkan nyeri,
tetapi pada beberapa kasus di dapatkan bahwa pada
perubahan posisi secara tiba-tiba dari berdiri atau
berbaring berubah ke posisi duduk atau melakukan fleksi
pada badan biasanya menyebabkan keluhan nyeri.
Quality of
pain
Kualitas nyeri batu ginjal dapat berupa nyeri kolik
ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas
peristaltik otot polos system kalises ataupun ureter
meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari
saluran kemih. Peningkatan peristaltik tersebut
menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat
sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang
memberikan sensai nyeri. Nyeri non-kolik terjadi akibat
peregengan kapsul ginjal karena terjadi terjadi
hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Bila nyeri
mendadak menjadi akut, disertai keluhan nyeri diseluruh
area kostovertebral dan keluhan gastrointestinal seperti
mual dan muntah. Diare dan ketidaknyamanan
abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat
dari reflex retrointestinal dan proksimitas anatomi ginjal
ke lambung, pankreas dan usus besar.
Region,
radiation,
relief
Batu ginjal yang terjebak di ureter menyebabkan keluhan
nyeri yang luar biasa, akut dan kolik yang menyebar ke
paha dan genetalia. Pasien merasa ingin berkemih,
namun hanya sedikit urine yang keluar dan
biasanyamengandung darah akibat aksi abrasive batu.
Keluhan ini disebut kolik ureteral. Nyeri yang berasal
dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita
ke bawah mendekati kandung kemih, sedangkan pada
pria mendekati testis.
Severity
(scale) of
pain
Pasien bisa ditanya dengan menggunakan rentang 0-4
dan pasien akan menilai seberapa jauh yang dirasakan.
0= Tidak ada nyeri
1= Nyeri ringan
2= Nyeri sedang
3= Nyeri berat
4= Nyeri berat sekali/tak tertahan
Skala nyeri pada kolik batu ginjal secara lazim berada
pada posisi 3 di rentang 0-4 pengkajian skala nyeri.
Time Sifat mula timbulnya (onset), tentukan apakah gejala
timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga.
Tanyakan apakah gejala-gejala timbul secara terus
menerus atau hilang timbul (intermiten). Tanyakan apa
yang sedang dilakukan pasien pada waktu gejala timbul.
Lama timbulnya (durasi), tentukan kapan gejala tersebut
pertama kali timbul dan usahakan menghitung
tanggalnya seteliti mungkin. Misalnya, tanyakan kepada
pasien apa yang pertama kali dirasakan tidak biasa atau
tidak enak
3) Riwayat Kesehatan
Menurut (http://perawathati.blogspot.com) riwayat kesehatan di bagi menjadi 3 yaitu :
a) Riwayat penyakit sekarang.
Mengetahui bagaimana penyakit itu timbul, penyebab dan faktor yang mempengaruhi,
memperberat sehingga mulai kapan timbul sampai di bawa ke RS.
b) Riwayat penyakit dahulu.
Klien dengan batu ginjal didapatkan riwayat adaya batu dalam ginjal. Menurut Kartika S. W.
(2013:137) kaji adanya riwayat batu saluran kemih pada keluarga, penyakit ginjal, hipertensi,
gout, ISK kronis, riwayat penyakit bedah usus halus, bedah abdomen sebelumnya,
hiperparatiroidisme, penggunaan antibiotika, anti hipertensi, natrium, bikarbonat, alupurinol,
fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin D.
c) Riwayat penyakit keluarga.
Yaitu mengenai gambaran kesehatan keluarga adanya riwayat keturunan dari orang tua.
d) Riwayat Psikososial
Bagaimana hubungan dengan keluarga, teman sebaya dan bagaimana perawat secara umum.
Menurut Arif Muttaqin (2011:112) pengkajian psikologis pasien meliputi beberapa dimensi
yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi,
kognitif, dan perilaku pasien. Perawat mengumpulkan pemerikasaan awal pasien tentang
kapasitas fisik dan intelektual saat ini, yang menentukan tingkat perlunya pengkajian
psikososialspiritual yang seksama.
2. Pola-pola Fungsi Kesehatan
Menurut (http://perawathati.blogspot.com) pengkajian pola-pola fungsi kesehatan pada
pasien dengan diagnosa nefrolitiasis, yaitu :
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup
Bagaimana pola hidup orang atau klien yang mempunyai penyakit batu ginjal dalam menjaga
kebersihan diri klien perawatan dan tata laksana hidup sehat.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Nafsu makan pada klien batu ginjal terjadi nafsu makan menurun karena adanya luka pada
ginjal.
Kaji adanya mual dan muntah, nyeri tekan abdomen, diit tinggi purin, kalsium oksalat atau
fosfat, atau ketidakcukupan pemasukan cairan, terjadi abdominal, penurunan bising usus
(Kartika S. W., 2013:187).
c. Pola aktivitas dan latihan
Klien mengalami gangguan aktivitas karena kelemahan fisik gangguan karena adanya luka
pada ginjal.0
d. Pola eliminasi
Bagaimana pola BAB dan BAK pada pasien batu ginjal biasanya BAK sedikit karena adanya
sumbatan atau batu ginjal dalam saluran kemih, BAK normal.
e. Pola tidur dan istirahat
Klien batu ginjal biasanya tidur dan istirahat kurang atau terganggu karena adanya
penyakitnya.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana persepsi klien terdapat tindakan operasi yang akan dilakukan dan bagaimana
dilakukan operasi.
g. Pola sensori dan kognitif
Bagaimana pengetahuan klien tarhadap penyakit yang dideritanya selama di rumah sakit.
h. Pola reproduksi sexual
Apakah klien dengan nefrolitiasis dalam hal tersebut masih dapat melakukan dan selama sakit
tidak ada gangguan yang berhubungan dengan produksi sexual.
i. Pola hubungan peran
Biasanya klien nefrolitiasis dalam hubungan orang sekitar tetap baik tidak ada gangguan.
j. Pola penaggulangan stress
Klien dengan nefrolitiasis tetap berusaha dab selalu melakukan hal yang positif jika stress
muncul.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Klien tetap berusaha dan berdo’a supaya penyakit yang di derita ada obat dan dapat sembuh.
3. Pemeriksaan Fisik Fokus
Menurut Arif Muttaqin (2011:113) pada pemeriksaan fokus nefrolitiasis didapatkan
adanya perubahan TTV sekunder dari nyeri kolik. Pasien terlihat sangat kesakitan, keringat
dingin, dan lemah.
a. Inspeksi
Pada pola eliminasi urine terjadi perubahan akibat adanya hematuri, retensi urine, dan sering
miksi. Adanya nyeri kolik menyebabkan pasien terlihat mual dan muntah.
b. Palpasi
Palpasi ginjal dilakukan untuk mengidentifikasi masa. Pada beberapa kasus dapat teraba
ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.
c. Perkusi
Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan ketokan pada sudut
kostovertebral dan didapatkan respon nyeri.
4. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya atau pasase batu ginjal dan atau
insisi bedah (Susan M. T., 2007:727).
b. Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu,
iritasi ginjal, atau ureter, obstruksi mekanik atau infalamsi (Kartika S. W., 2013:189).
c. Resiko ketidaksimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah
efek sekunder dari nyeri kolik (Arif Muttaqin, 2011:116).
d. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (http://alisarjunipadan.blogspot.com)
e. Defisit pengetahuan (mengenai proses penyakit, pemeriksaan urologi, dan pengobatan)
berhubungan dengan tidak adanya informasi (Mary Baradero, 2008:65).
5. Intervensi
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya atau pasase batu ginjal dan atau
insisi bedah (Susan M. T., 2007:727).
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil : Rasa nyeri teratasi, menunjukkan fostur rileks.
Intervensi :
1) Kaji dan dokumentasikan tipe, intensitas, lokasi dan durasi nyeri.
Rasional : Laporan mengenai nyeri yang hebat mengindikasikan terjadi sumbatan kalkulus/batu atau
obstruksi aliran urine.
2) Laporan mengenai pengurangan nyeri yang mendadak.
Rasional : Mengindiksikan bahwa batu telah berpindah ke saluran yang sempit.
3) Laporan mengenai nyeri yang menyerupai nyeri yang berupa kolik renal.
Rasional : Kolik mengindikasikan pergerakan kalkulus.
4) Beri pemanas eksternal atau kompres hangat pada pinggul yang nyeri.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan dan rileks
5) Ajarkan teknik relaksasi/distraksi
Rasional : mengurangi ketegangan dan kecemasan karena nyeri.
6) Berikan obat anti nyeri/analgesik
Rasional : Untuk menghilangkan rasa nyeri
b. Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu,
iritasi ginjal, atau ureter, obstruksi mekanik atau infalamsi (Kartika S. W., 2013:189).
Tujuan : Perubahan eliminasi urine teratasi
Kriteria hasil : Haematuria tidak ada, Piuria tidak terjadi, rasa terbakar tidak ada, dorongan ingin berkemih
terus berkurang.
Intervensi :
1) Awasi pengeluaran atau pengeluaran urine.
Rasional : Evaluasi fungsi ginjal dengan memperhatikan tanda-tanda komplikasi misalnya infeksi, atau
perdarahan.
2) Tentukan pola berkemih pasien dan perhatikan variasi.
Rasional : Kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf, yang menyebabkan sensasi kebutuhan
berkemih segera.
3) Dorong meningkatkan pemasukan cairan.
Rasional : Segera membilas bakteri, darah, dan debris dan dapat membantu lewatnya batu.
4) Awasi pemeriksaan laboratorium.
Rasional :Peninggian BUN, kreatinin, dan elektrolit mengindikasikan disfungsi ginjal.
c. Resiko ketidaksimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah
efek sekunder dari nyeri kolik (Arif Muttaqin, 2011:116).
Tujuan : Asupan klien terpenuhi.
Kriteria hasil : Klien mempertahankan status asupan nutrisi yang adekuat, pernyataan kuat untuk memenuhi
kebutuhan nutrisinya.
Intervensi :
1) Kaji nutrisi klien, turgor kulit, berat badan dan derajat penurunan berat badan, integritas
mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual/muntah dan diare.
Rasional : Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan intervensi.
2) Fasilitasi klien memperoleh diet biasa yang disukai klien (sesuai indikasi) atau dengan
makan sedikit tapi sering.
Rasional : Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki nutrisi.
3) Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan, serta sebelum dan
sesudah intervensi/pemeriksaan oral.
Rasional : Menurunkan rasa tak enak Karena sisa makanan atau bau obat yang dapat merangsang pusat
muntah.
4) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi dan jenis diet yang tepat.
Rasional : Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yang adekuat untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan energi dan kalori sehubungan dengan status hipermetabolik.
5) Kolaborasi untuk pemberian anti muntah
Rasional : Meningkatkan rasa nyaman gastrointestinal dan meningkatkan kemauan asupan nutrisi dan
cairan peroral.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (http://alisarjunipadan.blogspot.com).
Tujuan : Pengetahuan klien tentang penyakit baik.
Kriteria hasil : Klien akan membuka diri meminta Informasi.
Intervensi :
1. Observasi area post op dari tanda-tanda infeksi seperti kemerahan,nyeri,
panas,bengkak,adanya fungsiolesa.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi saluran kemih dan sepsis.
2. Monitor Tanda Tanda Vital
Rasional : Mengetahui perkembangan klien sehingga mengetahui rentang Suhu, nadi, respirasi dan
tekanan darah.
3. Gunakan tehnik steril saat perawatan luka
Rasional : Mengurangi peningkatan jumlah mikroorganisme yang masuk.
4. Ajarkan klien dan keluarga tantang tanda- tanda infeksi dan perawatan luka
Rasinal : Meningkatkan informasi dan pengetahuan klien dan keluarga
5. Kolaborasi medik pemberian antibiotik
Rasional : Antibiotik dapat Membunuh mikroorganisme
e. Defisit pengetahuan (mengenai proses penyakit, pemeriksaan urologi, dan pengobatan)
berhubungan dengan tidak adanya informasi (Mary Baradero, 2008:65).
Tujuan : Memberikan informasi pasien dan keluarga
Kriteria Hasil :Pasien dan keluarga mampu memahami tentang proses penyakit, dan pengobatan.
6. Implementasi
Menurut Nursalam (2011:127) Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana
intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifi. Tahap implementasi dimulai setelah rencana
intervensi disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan
yang diharapkan. Oleh karena itu rencana intervensi yan spesifik dilaksanakan utuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan dari
implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan
memfasilitasi koping.
7. Evaluasi
Menurut Zaidin Ali (2009:174) Evaluasi keperawatan adalah suatu proses menentukan
nilai keberhasilan yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan keperawatan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Marilyn E Doenges (Zaidin Ali, 2009:175) ada 3 komponen penting dalam
evaluasi keperawatan, yakni :
a. Pengkajian Ulang
Pengkajian ulang merupakan pemantauan status klien yang konstan dengan melihat respons
klien terhadap intervensi keperawatan dan kemajuan kearah pencapaian hasil yang
diharapkan dan dilaksanakan terus menerus sampai klien pulang dari rumah sakit/sembuh.
b. Modifikasi rencana keperawatan
Hasil pengkajian ulang merupakan informasi yang sangat penting dalam memodifikasi
rencana keperawatan. Apabila telah terpenuhi kebutuhan fisiologis dasar, seperti udara, air,
makanan, dan keamanan, asuhan keperawatan beralih ke tingkat yang lebih tinggi, misalnya
harga diri. Apabila kebutuhan dasar belum terpenuhi, kebutuhan dasar dipenuhi dahulu dan
kebutuhan yang lebih tinggi ditunda.
c. Penghentian pelayanan
Apabila hasil yang diharapkan telah tercapai dan tujuan yang lebih luas telah terpenuhi,
penghentian pelayanan keperawatan dapat direncanakan. Akan tetapi, hal ini agak sulit bagi
pemecah masalah yang lama, misalnya perubahan nutrisi. Apabila penghentian pelayanan
keperawatan selesai, perhatian pelayanan berfokus pada kemandirian klien dalam mengatasi
masalah sendiri.
Ada dua macam evaluasi keperawatan, yakni evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
a. Evaluasi formatif, yakni hasil observasi/pengamatan dan analisis perawat terhadap respons
klien pada saat pelaksanaan asuhan keperawatan atau sesudahnya.
b. Evaluasi sumatif, yaitu rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisis status
kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang telah ditetapkan. Kesimpulan evaluasi
sumatif menunjukkan adanya perkembangan kesehatan klien atau adanya masalah baru.
Daftar PustakaAli, Zaidin. 2009. Dasar-dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC.Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC.Baradero, Mary et al. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC.