Laporan Pendahuluan Halusinasi Mia

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

A. DEFINISIHalusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi pendengaran (auditory-hearing voices or sounds), penglihatan (visual-seeing persons or things), penciuman (olfactorysmelling odors), pengecapan (gustatory-experiencing tastes), (Yosep I., 2011).Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, pengelihatan, pengecapan, perabaan atau penghidu. Klien mersakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012). Menurut Carpenito (2006), perubahan persepsi sensori; halusinasi merupakan keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau berisiko mengalami suatu perubahan dalam jumlah, pola atau interprestasi stimulus yang datang.

B. Faktor Penyebab halusinasi1. Predisposisi 1. Faktor perkembanganTugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.2. Faktor sosiokulturalSeseorang yang merasa tidak diterima di lingkungannya sejak bayi (unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingungannya.3. Faktor biokimiaMempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan yang dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan dimetytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkab teraktivasinya neurotransmitter otak, misalnya terjadi ketidakseimbangan acetylcholin dan dopamin.4. Faktor psikologisTipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalagunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.5. Faktor genetik dan pola asuhPenelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi ini menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.2. Faktor Presipitasi 1. Perilaku Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 membagi halusinasi menjadi lima dimensi yaitu : 1) Dimensi fisikHalusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu lama.2) Dimensi emosional Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.3) Dimensi intelektualDalam dimensi ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.4) Dimensi sosialKlien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan comfort-ing, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol olah individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain cenderung untuk itu. Sehingga penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengupayakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya. 5) Dimensi spiritualHalusinasi klien dimulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spritual untuk menyucikan diri. Irama srikandiannya terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak ada tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi tidak berusaha, menyalakan orang lain dan lingkungan yang menyebabkan takdirnya memburuk.2. Gejala-gejala pemicu kondisi kesehatan lingkungan, sikap dan perilaku seperti yang tercantum pada tabel dibawah ini :

KesehatanNutrisi KurangKurang tidurKetidak seimbangan irama sirkardianKelelahan, infeksiObat-obatan system syaraf pusatKurangnya latihanHambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan

LingkunganLingkungan yang memusuhi, kritisMasalah di rumah tangga Kehilangan kebebasan hidup, pola aktivitas sehari-hariKesukaran dalam berhubungan dengan orang lainIsoalsi sosialKurangnya dukungan sosialTekanan kerja ( kurang keterampilan dalam bekerja)Stigma KemiskinanKurangnya alat transportasiKetidak mampuan mendapat pekerjaan

Sikap/PerilakuMerasa tidak mampu ( harga diri rendah)Putus asa (tidak percaya diri )Merasa gagal (kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diriKehilangan kendali diri (demoralisasi)Merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala tersebut.Merasa malang (tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual )Bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun KebudayaanRendahnya kemampuan sosialisasiPerilaku agresifPerilaku kekerasanKetidak adekuatan pengobatanKetidak adekuatan penanganan gejala.

C. Rentang Respon HalusinasiHalusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.Rentang respon:

Respon Adaptif Respon Maladptif

Pikiran logis Persepsi akurat Emosi konsisten dengan pengalaman Perilaku sesuai Berhubungan sosial Distorsi pikiran Ilusi Reaksi emosi berlebihan atau kurang Perilaku aneh/tidak bisa Menarik diri Gangguan pikir/delusi Halusinasi Sulit berespon emosi Perilaku disorganisasi Isolasi sosial

a. Respon adaptifRespon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaptif :1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.3) Emosi konsisten dengan pengalaman adalah perasaan yang timbul dari pengalaman ahli.4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran.5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan. b. Respon psikososial1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.3) Emosi berlebihan atau berkurang.4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran.5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.c. Respon maladaptifRespon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, meliputi :1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.4) Perilaku tidak terorganisir merupakan sesuatu yang tidak teratur.5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang mengancam.D. Jenis HalusinasiJenis HalusinasiKarakteristik

Pendengaran70 %Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.

Penglihatan 20%Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.

PenghiduMembaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.

PengecapanMerasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

PerabaanMengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

CenestheticMerasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine.

KinistheticMerasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

E. Fase HalusinasiHalusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan keparahannya. Fase halusinasi terbagi empat, yaitu:1. Fase PertamaPada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokuskan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara.Klien masih mampu mengotrol kesadarannya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.2. Fase Kedua Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, klien berada pada tingkat listening pada halusinasi. Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain. 3. Fase KetigaHalusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa aman sementara.4. Fase Keempat.Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.

F. Tanda Halusinasi1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.2. Menggerakkan bibir tanpa suara.3. Pergerakan mata yang cepat.4. Respon verbal yang lambat.5. Menarik diri dan menghindar dari orang lain.6. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.7. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah.8. Perhatian dengan lingkungan kurang atau hanya beberapa detik.9. Berkonsentrasi terhadap pengalaman sensorinya.10. Sulit berhubungan dengan oranglain.11. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah.12. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.13. Tampak tremor dan berkeringat.14. Perilaku panik, agitasi dan kataton.15. Curiga, bermusuhan, merusak diri, orang lain dan lingkungan.16. Ketakutan.17. Tidak dapat mengurus diri.18. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.G. Pengkajian Klien Dengan HalusinasiSangat penting untuk mengkaji perintah yang diberikan lewat isi halusinasi klien karena mungkin saja klien mendengar perintah untuk menyakiti orang lain, membunuh, atau loncat dari jendela.1. Membina hubungan saling percaya dengan klienTindakan pertama yang harus dilakukan adalah membina hubungan saling percaya dengan klien dengan cara :1. Awali pertemuan dengan selalu mengucapkan salam2. Berkenalan dengan klien. Perkenalkan nama lengkap dan nama panggilan perawat termasuk peran, jam dinas dan senang dipanggil dengan apa. Selanjutnya perawat menanyakan nama klien serta senang dipanggil apa.3. Buat kontrak asuhan. Jelaskan tujuan kita merawat pasien, aktivitas yang dilakukan untuk mencapai tujuan, kapan dan berapa lama aktivitas dilakukan.4. Bersikap empati dengan cara mendengarkan keluhan pasien dengan penuh perhatian, tidak membantah dan tidak menyokong halusinasi klien.2. Mengkaji data objektif dan subjektifBerikut ini jenis-jenis halusinasi beserta data objektif dan subjektifnya : Jenis halusinasiData subjektifData objektif

Halusinasi Dengar

Halusinasi Pengelihatan

Halusinasi Penghidu

Halusinasi Perabaan

Halusinasi Pengecapan

Cenesthetic & kinestetik halucinations Mendengar suara yang menyruh melakukan sesuatu yang berbahaya. Mendengar suara atau bunyi Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap Mendengar seseorang yang sudah meninggal. Mendengar suara yang mengancam diri klien atau suara lain yang membahayakan

Melihat seseorang yang sudah meninggal, melihat mahluk tertentu, bayangan, hantu yang menakutkan, cahaya atau monster.

Mencium sesuatu seperti bau mayat, darah, bayi, atau bau masakan, parfum yang menyenangkan. Klien sering mengatakan mencium bau sesuatu. Tipe halusinasi ini sering menyertai klien demensia, kejang, atau penyakit serebrovaskuler. Merasakan ada sesuatu yang mengerayangi tubuhnya seperti tangan, binatang kecil, mahluk halus. Merasakan sesuatu dipemukaan kulit, merasakan sangat panas atau dingin, merasakan tersengat aliran listrik. Klien seperti sedang merasakan makanan tertentu, rasa tertentu atau sedang mengunyah sesuatu Klien melaporkan fungsi tubuhnya tidak dapat terdeteksi misalnya tidak adanya denyutan di otak, atau sensasi pembentukan urine dalam tubuhnya, perasaan tubuhnya melayang di atas bumi. Mengarahkan telingah pada sumber suara. Bicara atau tertawa sendiri. Marah-marah tanpa sebab. Menutup telingah. Mulut komat-kamit. Ada gerakan tangan.

Tatapan mata pada tempat tertentu. Menunjukkan ke arah tertentu. Ketakutan pada objek yang dilihat. Ekspresi wajah seperti mencium bau sesuatu dengan gerakan cuping hidung, mengarahkan hidung pada tempat tertentu.

Mengusap, menggaruk-garuk, meraba-raba permukaan kulit. Terlihat mengerak-gerakan badan seperti merasakan gerakan.

Seperti mengecap sesuatu. Gerakan mengunyah, meludah dan muntah Klien terlihat menatap tubuhnya sendiri dan terlihat merasakan sesuatu yang aneh ditubuhnya.

3. Mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasiPerawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya halusinasi yang dialami oleh pasien. Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu terjadi halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi sehingga klien tidak larut dalam halusinasinya.4. Mengkaji respon terhadap halusinasiUntuk mengetahui dampak halusinasi pada klien dan respon klien saat halusinasi muncul, perawat dapat menanyakan hal yang dirasakan atau dilakukan.5. Mengkaji tahapan halusinasi klien.Sleep disorder comforting condemning controling conquering 6. Mekanisme Koping.Saat halusinasi timbul. Perawat dapat juga menanyakan ke orang terdekat klien dan mengobservasi dampak halusinasi pada klien. Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi adalah: Regresi, menjadi malas beraktifitas sehari-hari. Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda. Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal. Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien.7. PerilakuHalusinasi benar-benar riil dirasakan oleh klien yang mengalaminya, seperti mimpi saat tidur. Klien mungkin tidak punya cara untuk menentukan persepsi tersebut nyata. Sama halnya seperti seseorang mendengarkan suara- suara dan tidak lagi meragukan orang yang berbicara tentang suara tersebut. Ketidakmampuannya mempersepsikan stimulus secara riil dapat menyulitkan kehidupan klien. Karenanya halusinasi harus menjadi prioritas untuk segera diatasi. Untuk memfasilitasinya klien perlu dibuat nyaman untuk menceritakan perihal haluinasinya.Klien yang mengalami halusinasi sering kecewa karena mendapatkan respon negatif ketika mencoba menceritakan halusinasinya kepada orang lain. Karenanya banyak klien enggan untuk menceritakan pengalamanpengalaman aneh halusinasinya. Selain data tentang halusinasinya, perawat juga dapat mengkaji data yang terkait dengan halusinasi, yaitu: Bicara, senyum dan tertawa sendiri. Menarik diri dan menghindar dari orang lain. Tidak dapat membedakan nyata dan tidak nyata. Tidak dapat memusatkan perhatian/konsentrasi. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungan) dan takut.H. Diagnosa KeperawatanAdapun diagnosa keperawatan klien yang muncul klien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi adalah sebagai berikut:1. Risiko prilaku kekeraSsan (diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal)2. Gangguan persepsi sensori: halusinasi3. Isolasi social4. Harga diri rendah kronis Dari masalah tersebut diatas dapat disusun pohon masalah sebagai berikut:

Resiko Perilaku Kekerasan

Defisit Perawatan DiriEFEK:

Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi PendengaranCORE PROBLEM:

Intoleransi Aktifitas

Isolasi Sosial : Menarik DiriETIOLOGI:

Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah

Dari pohon masalah diatas dapat dirumuskan diagnosa keperawatan sebagai berikut:1. Resiko perilaku kekerasan.2. Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.3. Isolasi sosial: Menarik diri.4. Gangguan konsep diri: harga diri rendah.5. Defisit perawatan diri.

I. Tujuan Asuhan KeperawatanTujuan umum:Klien dapat mengenal, dan mengontrol halusinasi Tujuan itu dapat dirinci sebagai berikut:1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.2. Klien dapat mengenal halusinasinya.3. Klien dapat mengontrol halusinasinya.4. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.5. Klien dapat memanfaatkan obat untuk mengatasi halusinasinya.J. Tindakan Keperawatan1. Strategi Pelaksanaan 1 pada pasien (SP1P)a. Mengidentifikasi jenis, isi, waktu dan frekwensi halusinasi klien.b. Mengidentifikasi situasi yang dapat menimbulkan halusinasi klienc. Mengidenfikasi respon klien terhadap halusinasi kliend. Mengajarkan klien menghardik halusinasi.e. Menganjurkan klien memasukkan cara menghardik ke dalam kegiatan harian.2. Strategi Pelaksanaan 2 pada pasien (SP2P)a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klienb. Melatih klien mengendalikan halusinasinya dengan cara bercakap-cakkap dengan orang lain.c. Menganjurkan klien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian.3. Strategi Pelaksanaan 3 pada pasien (SP3P)a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klienb. Melatih klien mengendalikan halusinasinya dengan cara melakukan kegiatan.c. Menganjurkan klien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian.4. Strategi Pelaksanaan 4 pada pasien (SP4P)a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klienb. Memberikan penkes tentang penggunaan obat secara teraturc. Menganjurkan klien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian.5. Strategi Pelaksanaan 1 pada keluarga (SP1K)a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klienb. Memberikan pendidikan kesehatan tentang halusinasi c. Menjelaskan cara merawat kklien dengan halusinasi.6. Strategi Pelaksanaan 2 pada keluarga (SP2K)a. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien dengan halusinasib. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat langsung kepada klien dengan halusinasi7. Strategi Pelaksanaan 3 pada Keluarga (SP3K)a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat.b. Menjelaskan follow up klien setelah pulang.

K. EvaluasiAsuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil jika:1. Klien mampu memisahkan antara kejadian-kejadian atau situasi-siatuasi realita dan tidak realita.2. Klien mampu tidak berespon terhadap persepsi sensori yang salah.3. Klien menunjukkan kemampuan mandiri untuk mengontrol halusinasi4. Mampu melaksanakan program pengobatan berkelanjutan5. Keluarga mampu menjadi sebuah sistem pendukung yang efektif dalam membantu klien mengatasi masalahnya.

DAFTAR PUSTAKA

Achir Yani S Hamid, dkk. (2000). Buku Pedoman Askep Jiwa I Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan Keperawatan. Depkes RI: Jakarta.Carpenito, L.J. (2006). Diagnosa Keperawatan. Edisi 6. EGC: Jakarta.Damaiyanti, M & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Refika Aditama : BandungKeliat, B.A., dkk. (2009).Model Praktik Keperwatan Profesional Jiwa. EGC: Jakarta.Kumpulan bahan kuliah. Ilmu Keperawatan Jiwa. tidak diterbitkan.Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. EGC: JakartaTownsend, M.C. (1998). Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri: pedoman untuk pembuatan rencana keperawatan. EGC: Jakarta.Yosep, I. (2011). Keperawatan jiwa. Edisi revisi. Revika Aditama : Bandung

11