Upload
astut-de-luphe
View
286
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan pendahuluan empiema
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN
EMPIEMA
I. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Emphiema thoraksis adalah penyakit yang ditandai dengan adanya
penumpukan cairan terinfeksi atau pus pada kavitas pleural (Brunner and Suddart,
2000). Emphiema thorak juga dapat berarti adanya proses supuratif pada rongga
pleura.
Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) didalam rongga
pleura.Pada awalnya,cairan pleura encer dengan jumlah leukosit rendah,tetapi sering
kali menjadi stadium fibropurulen dan akhirnya sampai pada keadaan dimana paru-
paru tertutup oleh membran eksudat yang kental.Meskipun empiema sering kali
disebabkan oleh komplikasi dari infeksi pulmonal, namun tidak jarang penyakit ini
terjadi karena pengobatan yang terlambat.
Empiema adalah pengumpulan cairan perulen(pus/pes) dalam kapitas
pleura.Pada awalnya, cairan pleural sedikit, dengan hitung leukosit rendah, tetapi
sering kalicairan ini berkembang ketahap fibropurulen dan akhirnya ketahap
dimana cairantersebut membungkus paru dalam membran eksudatif yang
tebal. Kondisi ini apar terjadi jika abses paru meluas sampai kapitas
pleura. Meskipun empiema bukan merupakan komplikasi lazim infeksi paru,
empiema dapat saja terjadi jika pengobatan terlambat.
Empiema merupakan salah satu penyakit yang sudah lama ditemukan dan
berat. Di India terdapat 5 – 10% kasus anak dengan empiema toraks. Empiema toraks
didefinisikan sebagai suatu infeksi pada ruang pleura yang berhubungan dengan
pembentukan cairan yang kental dan purulen baik terlokalisasi atau bebas dalam ruang
pleura yang disebabkan karena adanya dead space, media biakan pada cairan pleura
dan inokulasi bakteri. Empiema paling banyak ditemukan pada anak usia 2 – 9 tahun.
Empiema adalah akumulasi pus diantara paru dan membran yang menyelimutinya
(ruang pleura) yang dapat terjadi bilamana suatu paru terinfeksi. Pus ini berisi sel sel
darah putih yang berperan untuk melawan agen infeksi (sel sel polimorfonuklear) dan
juga berisi protein darah yang berperan dalam pembekuan (fibrin). Ketika pus
terkumpul dalam ruang pleura maka terjadi peningkatan tekanan pada paru sehingga
pernapasan menjadi sulit dan terasa nyeri. Seiring dengan berlanjutnya perjalanan
penyakit maka fibrin-fibrin tersebut akan memisahkan pleura menjadi kantong
kantong (lokulasi). Pembentukan jaringan parut dapat membuat sebagian paru tertarik
dan akhirnya mengakibatkan kerusakan yang permanen.
2. Klasifikasi
a) Fase eksudatif terjadi sebagai reaksi terhadap inflamasi dan infeksi, dan ni ditandai
dengan efusi pleura eksudatif.
b) Fase fibrinoporulen ditandai khas dengan adanya nanah intrapleura dan deposisi
fibrin pada permukaan ppleura. Cairan akan lebih mengental dan cenderung akan
mengadakan lukolasi. Paru-paru menjadi terfixer.
c) Fase organisasi ditandai khas dengan perlekatan paru-paru dan terjadinya paru-paru
reskriktif karena terbentuknya jaringan fibroblastik.sequela yang sering terjadi
adlah fisula bronchopleura dan pleurocutancus.
a. Emphiema akut:
Panas tinggi dan nyeri pleuritik.
Adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura.
Bila dibiarkan sampai beberapa minggu akan menimbulkan toksemia, anemia,
dan clubbing finger .
Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan menimbulkan fistel bronco-pleural.
Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk produktif bercampur dengan darah
dan nanah banyak sekali.
b. Emphiema kronis:
Disebut kronis karena lebih dari 3 bulan.
Badan lemah, kesehatan semakin menurun.
Pucat, clubbing finger.
Dada datar karena adanya tanda-tanda cairan pleura.
Terjadi fibrothorak trakea dan jantung tertarik kearah yang sakit.
Pemeriksaan radiologi menunjukkan cairan.
3. Etiologi
a. Berasal dari Paru
a) Pneumonia
b) Abses Paru
c) Adanya Fistel pada paru
d) Bronchiektasis
e) TB
f) Infeksi fungidal paru
b. Infeksi Diluar Paru
a) Trauma dari tumor
b) Pembedahan otak
c) Thorakocentesis
d) Subdfrenic abces
e) Abses hati karena amuba
c. Bakteriologi
a) Staphilococcus Pyogenes.
Terjadi pada semua umur, sering pada anak. Staphylococcus adalah kelompok
dari bakteri-bakteri, secara akrab dikenal sebagai Staph, yang dapat
menyebabkan banyak penyakit-penyakit sebagai akibat dari infeksi beragam
jaringan-jaringan tubuh. Bakteri-bakteri Staph dapat menyebabkan penyakit
tidak hanya secara langsung oleh infeksi (seperti pada kulit), namun juga
secara tidak langsung dengan menghasilkan racun-racun yang bertanggung
jawab untuk keracunan makanan dan toxic shock syndrome. Penyakit yang
berhubungan dengan Staph dapat mencakup dari ringan dan tidak memerlukan
perawatan sampai berat/parah dan berpotensi fatal.
b) Bakteri gram negative
c) Bakteri anaerob
d) Pneumococcus adalah salah satu jenis bakteri yang dapat menyebabkan infeksi
serius seperti radang paru-paru (pneumonia),meningitis (radang selaput otak)
dan infeksi darah (sepsis).Sebenarnya ada sekitar 90 jenis kuman
pneumokokus, tetapi hanya sedikit yang bisa menyebabkan penyakit gawat.
Bentuk kumannya bulat-bulat dan memiliki bungkus atau kapsul. Bungkus
inilah yang menentukan apakah si kuman akan berbahaya atau tidak.
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala empiema secara umum adalah :
a. Demam
b. Keringat malam
c. Nyeri pleural
d. Dispnea
e. Anoreksia dan penurunan berat badan
f. Auskultasi dada, ditemukan penurunan suara napas
g. Perkusi dada, suara flatness
h. Palpasi , ditemukan penurunan fremitus
Tanda gejala empiema berdasarkan klasifikasi empiema akut dan empiema kronis :
a. Emphiema akut:
Panas tinggi dan nyeri pleuritik.
Adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura.
Bila dibiarkan sampai beberapa minggu akan menimbulkan toksemia, anemia,
dan clubbing finger .
Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan menimbulkan fistel bronco-pleural.
Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk produktif bercampur dengan darah
dan nanah banyak sekali.
b. Emphiema kronis:
Disebut kronis karena lebih dari 3 bulan.
Badan lemah, kesehatan semakin menurun.
Pucat, clubbing finger.
Dada datar karena adanya tanda-tanda cairan pleura.Terjadi fibrothorak trakea
dan jantung tertarik kearah yang sakit.
Pemeriksaan radiologi menunjukkan cairan.
5. Patofisiologi
Infeksi paru dapat menyebabkan terjadinya empiema. Infeksi adalah komplikasi
yang paling sering terjadi. Sumber infeksi yang paling jarang termasuk sepsis
abdomen, yang mana pertama sekali dapat membentuk abses subfrenik sebelum
menyebar ke rongga pleura melalui aliran getah bening. Abses hati yang
disebabkan Entamoeba histolytica mungkin juga terlibat dan infeksi pada faring,
tulang thoraks atau dinding thoraks dapat menyebar ke pleura, baik secara langsung
maupun melalui jaringan mediastinum.
Pleura dan rongga pleura dapat menjadi tempat sejumlah gangguan yang dapat
menghambat pengembangan paru atau alveolus atau keduanya. Reaksi ini dapat
disebabkan oleh penekanan pada paru akibat penimbunan udara, cairan, darah atau
nanah dalam rongga pleura. Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau
keganasan pleura, dan akibat peningkatan permeabelitas kapiler atau gangguan
absorbsi getah bening. Eksudat dan transudat dibedakan dari kadar protein yang
dikandungnya dan berat jenis. Transudat mempunyai berat jenis <1,015 dan kadar
proteinnya kurang dari 3%; eksudat mempunyai berat jenis dan kadar protein lebih
tinggi, karena banyak mengandung sel. Penimbunan cairan dalam rongga pleura
disebut efusi pleura.
Infeksi oleh organisme-organisme patogen menyebabkan jaringan ikat pada
membran pleura menjadi edema dan menghasilkan suatu eksudasi cairan yang
mengandung protein yang mengisi rongga pleura yang dinamakan pus atau nanah. Jika
efusi mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema.
Terjadinya empyema thoraks dapat melalui tiga jalan :
1. Sebagai komplikasi penyakit pneumonia atau bronchopneumonia dan
abscessus pulmonum, oleh karena kuman menjalar per continuitatum dan
menembus pleuravisceralis2.
2. Secara hematogen , kuman dari focus lain sampai di pleura visceralis.
3. Infeksi dari luar dinding thorax yang menjalar ke dalam rongga pleura, misalnya
pada trauma thoracis, abses dinding thorax.
Terjadinya empyema akibat invasi basil piogenik ke pleura, timbul peradangan akut
yang diikuti dengan pembentukan eksudat serous dengan banyak sel-sel PMN
(Polimerphonucleus) baik yang hidup ataupun mati dan meningkatnya kadar protein,
maka cairan menjadi keruh dan kental. Adanya endapan-endapan fibrin akan
membentuk kantong-kantong yang melokalisasi nanah tersebut.Apabila nanah
menembus bronkus timbul fistel bronko pleura, atau menembus dinding thoraks dan
keluar melalui kulit disebut empyema nasessitatis. Stadium ini masih disebut
empyema akutyang lama-lama akan menjadi kronis (batas tak jelas) .Biasanya
empyema merupakan suatu proses luas, yang terdiri atas serangkaian daerah berkotak-
kotak yang melibatkan sebagian besar dari satu atau kedua rongga pleura. Dapat pula
terjadi perubahan pleura parietal. Jika nanah yang tertimbun tersebut tidak disalurkan
keluar,maka akan menembus dinding dada ke dalam parenkim paru-paru dan
menimbulkan fistula.
Piopneumothoraks dapat pula menembus ke dalam rongga perut. Kantung-
kantung nanah yang terkotak-kotak akhirnya berkembang menjadi rongga-rongga
abses berdinding tebal, atau dengan terjadinya pengorganisasian eksudat maka paru-
paru dapat menjadi kolaps sertadikelilingi oleh sampul tebal yang tidak elastis .
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai gambaran tumpul di sudut kostofrenikus
pada posisi posteroanterior atau lateral.
b. Dijumpai gambaran yang homogen pada daerah posterolateral dengan gambaran
opak yang konveks pada bagian anterior yang disebut denganD-shaped
shadow yang mungkin disebabkan oleh obliterasi sudut kostofrenikus ipsilateral
pada gambaran posteroanterior.
c. Organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang berlawanan dengan
efusi.
d. Air-fluid level dapat dijumpai jika disertai dengan pneumotoraks, fistula
bronkopleural.
e. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) :
Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada suatu empiema
yang terlokalisir. Pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan letak
empiema yang perlu dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa drain.
f. Pemeriksaan CT scan :
Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu penebalan dari pleura.
Kadang dijumpai limfadenopati inflamatori intratoraks pada CT scan.
7. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi yang terjadi adalah pengentalan pada pleura. Jika
inflamasi telah berlangsung lama, eksudat dapat terjadi di atas paru yang menganggu
ekspansi normal paru. Dalam keadaan ini diperlukan pembuangan eksudat melalui
tindakan bedah (dekortasi). Selang drainase dibiarkan ditempatnya sampai pus yang
mengisi ruang pleural dipantau melalui rontgen dada dan pasien harus diberitahu
bahwa pengobatan ini dapat membutuhkan waktu lama
Fibrosis pleura
Kolaps paru akibat penekanan cairan pada paru-paru
Panyakit paru restriktif
Pergeseran organ-organ mediastinum
Piopneumotoraks
8. Penatalaksanaan
1) Pengambilan nanah
a. Closed drainage-tube thoracostomy-water seal drainage (WSD)
Indikasi :
a) Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
b) Nanah terus terbentuk setelah 2 minggu
c) Terjadi piopneumotoraks
b. Drainase terbuka (Open drainage)
Indikasi :
Dikerjakan pada empiema kronis akibat pengobatan yang terlambat atau tidak
adekuat.
2) Antibiotika
Antibiotika harus segera diberikan begitu diagnosa ditegakkan dan dosisnya harus
adekuat. Pemilihan antibiotika didasarkan pada hasil pengecatan Gram dari
hapusan nanah. Pengobatan selanjutnya tergantung pada hasil kultur dan
sensitivitasnya. Metronidazole dapat ditambahkan untuk organisme gram negatif
anaerob yang menghasilkanb-laktamase. Sefalosporin generasi kedua seperti
cefoxitin sangat potensial terhadap gram negatif yang menghasilkan b-laktamase.
3) Penutupan rongga empiema
a. Dekortikasi
Drain tidak berjalan dengan baik karena banyak kantung-kantung
Letak empiema sukar dicapai dengan drain
Empiema totalis yang mengalami organisasi pada pleura visceralis.
b. Torakoplasti
Jika empiema tidak mau sembuh karena adanya fistula bronkopleural.
4) Pengobatan kausal
Misalnya abses subfrenik dengan drainase subdiafragmatika, terapi spesifik pada
amubiasis, tuberkulosis, aktinomikosis dan sebagainya. Perbaiki keadaan umum,
fisioterapi untuk membebaskan jalan nafas.
5) Pengobatan tambahan
Perbaiki keadaan umum, fisioterapi untuk membebaskan jalan nafas.
Penanggulangan empiema tergantung dari fase empiema, yaitu :
1. Fase I (Fase Eksudat)
Dilakukan drainase tertutup (WSD) dan dengan WSD dapat dicapai tujuan
diagnostik terapi dan prevensi, diharapkan dengan pengeluaran cairan tersebut
dapat dicapai pengembangan paru yang sempurna.
2. Fase II (Fase Fibropurulen)
Pada fase ini penanggulangan harus lebih agresif lagi yaitu dilakukan drainase
terbuka (reseksi iga/ “open window”) . Dengan cara ini nanah yang ada dapat
dikeluarkan dan perawatan luka dapat dipertahankan. Drainase terbuka juga
bertujuan untuk menunggu keadaan pasien lebih baik dan proses infeksi lebih
tenang sehingga intervensi bedah yang lebih besar dapat dilakukan. Pada fase II
ini VATS surgery sangat bermanfaat, dengan cara ini dapat dilakukan
empiemektomi dan/ atau dekortikasi.
3. Fase III (Fase Organisasi)
Dilakukan intervensi bedah berupa dekortikasi agar paru bebas mengembang atau
dilakukan obliterasi rongga empiema dengan cara dinding dada dikolapskan
(Torakoplasti) dengan mengangkat iga-iga sesuai dengan besarnya rongga empiema,
dapat juga rongga empiema disumpel dengan periosteum tulang iga bagian dalam dan
otot interkostans (air plombage), dan disumpel dengan otot atau omentum (muscle
plombage atau omental plombage).
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data Subjektif : Pasien mengeluhkan sesak napas, Pasien mengeluh rasa berat di
dada yang disertai dengan nyeri, Pasien juga mengeluh batuk, Pasien mengeluh demam.
Data Objektif : Pemeriksaan fisik : Penurunan fremitus, Saat di perkusi terdengar
suara pekak, Auskultasi terdengar suara napas melemah / menghilang, Pemeriksaan
laboratorium :Leukositosis (+). Pemeriksaan Diagnostik : Foto thorax : perselubungan
homogen menutupi struktur paru bawah yang biasanya..
a. Riwayat penyakit sebelumnya
Klien dengan riwayat penyakit masa lalu yang berkaitan dengan riwayat penyakit saat
ini misalnya batuk yang lama dan tidak sembuh sembuh akibat infeksi.
b. Riwayat keluarga
Riwayat penyakit keluarga, misalnya asma ( genetik ) memeiliki peluang besar untuk
terserang empiema
c. Riwayat lingkungan
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman padat, ventilasi rumah yang
kurang juga berperan dalam memperburuk keadaan klien dengan empiema.
d. OBSERVASI
o Keadaan umum
o Suhu
o Nadi
o Tekanan darah
o Pernafasan
o Pemeriksaan Fisik :
a. Demam tinggi dan menggigil (awitan tiba-tiba atau berbahaya).
b. Nyeri dada pleuritik
c. Takipnea dan takikardi
d. mikoplasma, viral dan stafilokokus akan terlihat infiltrat kemerahan.
e. Kultur sputum menunjukkan adanya bakteri
f. Sinar X menunjukkan konsolidasi lobar pada pasien dengan pneumonia
pneumokokus, legionella, klebsiela, dan H.Influenza dan pada pneumonia
g. Pewarnaan garam jika infeksi disebabkan oleh bakteri gram negatif atau
gram posistif.
h. Bronkoskopi
Data yang perlu dikaji :
a. Data Subjektif
Kemungkinan pasien mengeluh
Kemungkinan timbul keluhan pusing dan sakit kepala
Kemungkinan timbul keluhan lemah dan lelah
Kemungkinan pasien merasakan denyut jantung nya bertambah cepat
Kemungkinan timbul keluhan nyeri dada ringan – berat
Kemungkinan pasien mengeluhkan berkeringat
Kemungkinan pasien mengeluh cemas dan takut akan kematian
b. Data Objektif
Pada Pemeriksaan Fisik kemungkinan ditemukan :
Nadi : > 100x / menit dan RR : > 24 x / menit
Penurunan suara napas
Kemungkinan ditemukan kulit pucat dan sianosis
Kemungkinan ditemukan kesulitan untuk bersuara
Kemungkinan ditemukan kelisahang
Pemeriksaan rontgen thorax, kemungkinan ditemukan pembesaran jantung
2. Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan pertukaran gas akibat kerusakan alveoli.
b) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret.
c) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.
d) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispneu,
kelemahan, anoreksia.
e) Kurangnya pengetahuan, tentang kondisi, pengobatan, pencegahan, berhubungan
dengan kurangnya informasi atau tidak mengenal sumber individu.
3. Intervensia. Gangguan pertukaran gas akibat kerusakan alveoli.
Tujuan : NOC
a) Status Pernapasan: pertukaran gas: Pertukaran CO2 atau O2 di alveolar untuk
memertahankan konsentrasi gas darah arteri
b) Status Pernapasan: ventilasi: Perpindahan udara masuk dan keluar dari paru-paru
Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, pasien mempunyai status
pernapasan: pertukaran gas tidak akan terganggu dibuktikan dengan:
a) Status neurologis dalam rentang yang diharapkan
b) Dispnea pada saat istirahat dan aktivitas tidak ada
c) PaO2, PaCO2, pH arteri dan SaO2 dalam batas normal
d) Tidak ada gelisah, sianosis, dan keletihan
Intervens :
a) Kaji bunyi paru, frekuensi napas,kedalaman dan usaha napas serta produksi
sputum
b) Pantau saturasi O2 dengan oksimeter nadi
c) Pantau hasil gas darah (misal PaO2 yang rendah, PaCO2 yang meningkat,
kemunduran tingkat respirasi)
d) Pantau kadar elektrolit
e) Pantau status mental
f) Observasi terhadap sianosis, terutama membran mukosa mulut
g) Auskultasi bunyi napas, tandai area penurunan atau hilangnya ventilasi dan
adanya bunyi tambahan
h) Pantau status pernapasan dan oksigenasi
i) Jelaskan penggunaan alat bantu yang diperlukan (oksigen, pengisap,spirometer)
j) Ajarkan teknik bernapas dan relaksasi
k) Ajarkan teknik perawatan di rumah (pengobatan, aktivitas, alat bantu, tanda dan
gejala yang perlu dilaporkan)
l) Ajarkan batuk efektif
m) Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan akan pemeriksaan gas darah
arteri dan penggunaan alat bantu yang dianjurkan sesuai dengan adanya perubahan
kondisi pasien.
n) Berikan obat yang diresepkan (misal: natrium bikarbonat) untuk mempertahankan
kesiembangan asam-basa
o) Lakukan fisioterapi dada sesuai kebutuhan
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen
Tujuan : NOC
Toleransi aktifitas
Kriteria Hasil : Pasien bertoleransi terhadap aktivitas dengan indikator
a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi,
dan RR
b. Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
c. Keseimbangan aktifitas dan istirahat
Intervensi :
a. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
b. Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
c. Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
d. Monitor pola tidur dan lamanya istirahat pasien
e. Bantu pasien untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologis, dan sosial
f. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Tujuan NOC
a) Status pernapasan: pertukaran gas: SaO2 dalam batas normal, mudah bernapas,
tidak ada dispnea/sianosis/gelisah, temuan sinar X dada dalam rentang yang
diharapkan, pertukaran CO2 atau O2 alveolar untuk memertahankan konsentrasi
gas darah arteri.
b) Ventilasi: pergerakan udara masuk dan keluar paru
Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam, pasien akan:
1) Mempunyai jalan napas paten
2) Dapat mengeluarkan sekret secara efektif
3) Irama dan frekuensi napas dalam rentang normal
4) Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
5) Mampu mendiskripsikan rencana untuk perawatan di rumah
Intervensi :
1. Kaji dan dokumentasikan keefektifan pemberian oksigen, pengobatan yang
diresepkan dan kaji kecenderungan pada gas darah arteri
2. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui adanya
penurunan atau tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi tambahan
3. Pantau status oksigen pasien dan status hemodinamik (tingkat Mean Arterial
Pressure dan irama jantung) segera sebelum, selama dan setelah pengisapan
4. Jelaskan pengunaan peralatan pendukung dengan benar (misalnya oksigen,
pengisapan, spirometer, inhaler)
5. Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa merokok merupakan kegiatan
yang dilarang di dalam ruang perawatan
6. Instruksikan kepada pasien dan keluarga dalam rencana perawatan di rumah
(misal pengobatan, hidrasi, nebulisasi, peralatan, drainase postural, tanda dan
gejala komplikasi)
7. Instruksikan kepada pasien tentang batuk efektif dan teknik napas dalam untuk
memudahkan keluarnya sekresi
8. Ajarkan untuk mencatat dan mencermati perubahan pada sputum seperti: warna,
karakter, jumlah dan bau
9. Berikan oksigen yang telah dihumidifikasi sesuai protap
14) Bantu dengan memberikan aerosol, nebulizer dan perawatan paru lain sesuai
kebijakan institusi
DAFTAR PUSTAKA
http://id.scribd.com/doc/88408841/KONSEP-EMPIEMA#scribd
http://rinanursetyaningsih.blogspot.com/2013/10/empiema.html
http://stikunsap.forumotion.net/t9-diagnosa-tujuan-dan-intervensi-keperawatan-sistem-
pernafasan
WOC
Invas basil piogenik ke pleura Invasi Streptococcis dan Pneomococcus di paru
Peradangan akut diikuti pembentukan eksudat
Sel polimorphonucleus Kadar protein(PMN)
Cairan keruh dan kental
Ada endapan fibrin
Membentuk kantong yag melokalisasi nanah
Menembus bronkus Menembus dinding toraks dan keluar melalui Kulit
Fistel bronkopleuraEmpiema nessensiatis
Empiema Akut Empiema Kronis
Hipersekret Infeksi bakteri Nafsu makan PenatalaksanaanMeningkat stafilococus menurun yang kurang tepat
Dan pneumococusDypnea
Produsi pus Ronchi
Pemasangan WSD
Nyeri pleura
Gangguan pertukaran gas
Intoleransi aktivitas
Bersihan jalan nafas inefektif
Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Resiko infeksi
Kurangnya pengetahuan
tentang kondisi,
pengobatan, pencegahan
a. Sesak nafas b/d ketidakefektifan pola napas
Data Subyektif :
Pasien mengeluhkan napas pendek
Pasien mengeluhkan sesak napas
Pasien mengeluh rasa berat di dada yang disertai dengan nyeri
Pasien juga mengeluh batuk
Data Objektif :
Pemeriksaan fisik :
Penurunan fremitus
Saat di perkusi terdengar suara pekak
Auskultasi terdengar suara napas melemah / menghilang
Perubahan gerakan dada.
Mengambil posisi tiga titik.
Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi.
Penurunan ventilasi semenit.
Penurunan kapasitas vital.
Napas dalam.
Peningkatan diameter anterior-posterior.
Napas cupping hidung.
Ortopnea.
Fase ekspirasi yang lama.
Pernapasan purset-lip.
Kecepatan respirasi.
Rasio waktu.
Penggunaan otot Bantu untuk bernapas
b. Nyeri b/d
Data Subyektif :
Mengungkapakan secara verbal / melaporkan dengan isyarat.
Data Objektif :
Gerakan menghindari nyeri.
Posisi menghindari nyeri.
Perubahan autonomik dari tonus otot.
Perubahan nafsu makan dan makan.
Perilaku menjaga atau melindungi.
c. Hipertermi b/d
Data Subyektif :
Mual
Data Objektif :
Demam
Kulit memerah
Frekuensi napas meningkat
Takikardi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas a. Definisi: ketidakmampuan utk membersihkan sekresi atau obstruksi saluran pernapasan guna empertahankan jalan napas yg bersih b. Batasan karakteristik 1) Bunyi napas tambahan (contoh: ronki basah halus,ronki basah kasar) 2) Perubahan irama dan frekuensi pernpasan 3) Tidak mampu/tidak efektifnya batuk 4) Sianosis 5) Sulit bersuara 6) Penurunan bunyi napas 7) Gelisah
Adanya sputum c. Faktor yang berubungan 1) Obstruksi jalan napas: spasme jalan napas, pengumpulan sekresi, mukus berlebih, adanya jalan
napas buatan, terdapat benda asing, sekresi pada bronki dan eksudat pada alveoli. 2) Fisiologi: disfungsi neuromuskuler, hiperplasia dinding bronkial, PPOK, infeksi, asma, alergi jalan napas dan trauma. d. NOC 1) Status pernapasan: pertukaran gas: SaO2 dalam batas normal, mudah bernapas, tidak ada dispnea/sianosis/gelisah, temuan sinar X dada dalam rentang yang diharapkan, pertukaran CO2 atau O2 alveolar untuk memertahankan konsentrasi gas darah arteri. 2) Ventilasi: pergerakan udara masuk dan keluar paru Contoh penulisan tujuan berdasar Nursing Outcome Classification: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam, pasien akan: 1) Mempunyai jalan napas paten 2) Dapat mengeluarkan sekret secara efektif 3) Irama dan frekuensi napas dalam rentang normal 4) Mempunyai fungsi paru dalam batas normal 5) Mampu mendiskripsikan rencana untuk perawatan di rumah e. NIC prioritas 1) Pengelolaan jalan napas: fasilitas untuk kepatenan jalan udara 2) Pengisapan jalan napas: memindahkan sekresi jalan napas dengan memasukkan sebuah kateter penghisap ke dalam jalan napas oral dan atau trakea. AKTIVITAS: 1) Kaji dan dokumentasikan keefektifan pemberian oksigen, pengobatan yang diresepkan dan kaji kecenderungan pada gas darah arteri 2) Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui adanya penurunan atau tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi tambahan 3) Tentukan kebutuhan pengisapan oral dan atau trakea 4) Pantau status oksigen pasien dan status hemodinamik (tingkat Mean Arterial Pressure dan irama jantung) segera sebelum, selama dan setelah pengisapan 5) Catat tipe dan jumlah sekret yang dikumpulkan. PENDIDIKAN UNTUK PASIEN/KELUARGA: 6) Jelaskan pengunaan peralatan pendukung dengan benar (misalnya oksigen, pengisapan, spirometer, inhaler) 7) Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa merokok merupakan kegiatan yang dilarang di dalam ruang perawatan
Instruksikan kepada pasien dan keluarga dalam rencana perawatan di rumah (misal pengobatan, hidrasi, nebulisasi, peralatan, drainase postural, tanda dan gejala komplikasi) 9) Instruksikan kepada pasien tentang batuk efektif dan teknik napas dalam untuk memudahkan keluarnya sekresi 10) Ajarkan untuk mencatat dan mencermati perubahan pada sputum seperti: warna, karakter, jumlah dan bau 11) Ajarkan pada pasien atau keluarga bagaimana cara melakukan pengisapan sesuai denan kebutuhan. AKTIVITAS KOLABORASI 12) Konsultasikan dengan dokter atau ahli pernapasan tentang kebutuhan untuk perkusi dan atau alat pendukung 13) Berikan oksigen yang telah dihumidifikasi sesuai protap 14) Bantu dengan memberikan aerosol, nebulizer dan perawatan paru lain sesuai kebijakan institusi 15) Beritahu dokter ketika analisa gas darah arteri abnormal AKTIVITAS LAIN 16) Anjurkan aktivitas fisik untuk meningkatkan pergerakan sekresi 17) Lakukan ambulasi tiap dua jam jika pasien mampu18) Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur untuk menurunkan kecemasan dan
peningkatan kontrol diri. 19) Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk menurunkan viskositas sekret
2. Ketidakefektifan pola napas a. Definisi: inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat. b. Batasan karakteristik 1) Pasien mengeluh sesak napas atau napas pendek-pendek 2) Perubahan gerakan dada 3) Penurunan tekanan inspirasi /ekspirasi 4) Penurunan kapasitas vital paru 5) Napas dalam 6) Peningkatan diameter anterior-posterior paru 7) Napas cuping hidung
Ortopnea 9) Fase ekspirasi lama 10) Pernapasan purse lip 11) Pengunaan otot-otot bantu napas c. Faktor yang berubungan 1) Ansietas 2) Posisi tubuh 3) Deformitas tulang 4) Deformitas dinding dada 5) Penurunan energi/terjadi kelelahan 6) Hiperventilasi 7) Sindrom hipoventilasi
Kerusakan muskuloskeletal 9) Imaturitas neurologis 10) Disfungsi neuromuskular 11) Obesitas 12) Nyeri 13) Kerusakan persepsi/kognitif 14) Kelelahan otot-otot respirasi 15) Cedera tulang belakang d. NOC 1) Status Respirasi: Ventilasi: pergerakan udara masuk dan keluar paru 2) Status tanda vital: Suhu, nadi, respirasi dan tekanan darah dalam rentang yang diharapkan dari individu Contoh: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pasien diharapkan menunjukkan status pernapasan: ventilasi tidak terganggu ditandai dengan: 1) Napas pendek tidak ada 2) Tidak ada penggunaan otot bantu 3) Bunyi napastambahan tidak ada 4) Ekspansi dada simetris e. NIC prioritas 1) Pengelolaan jalan napas: fasilitasi untuk kepatenan jalan napas 2) Pemantauan pernapasan: pengumpulan dan analisis data pasien untuk memastikan kepatenan jalan napas dan keadekuatan pertukaran gas. AKTIVITAS 1) Pantau adanya pucat atau sianosis 2) Pantau efek obat terhadap status respirasi 3) Tentukan lokasi dan luasnya krepitasi di tulang dada
4) Kaji kebutuhan insersi jalan napas 5) Observasi dan dokumentasikan ekspansi dada bilateral pada pasien dengan ventilator Pemantauan pernapasan (NIC): 6) Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha respirasi 7) Perhatikan pergerakan dada, kesimetrisannya, penggunaan otot bantu serta retraksi otot supraklavikular dan interkostal
Pantau respirasi yang berbunyi 9) Pantau pola pernapasan: bradipnea, takipnea, hiperventilasi, pernapasan Kussmaul, pernapasan Cheyne-Stokes 10) Perhatikan lokasi trakea 11) Auskultasi bunyi napas, perhatikan area penurunan sampai tidak adanya bunyi napas atau bunyi napas tambahan 12) Pantau kegelisahan, ansietas, dan tersengal-sengal 13) Catat perubahan pada saturasi oksigen dan nilai gas darah arteri PENDIDIKAN UNTUK PESIEN DAN KELUARGA 14) Ajarkan pada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk meningkatkan pola napas. Spesifikan teknik yang digunakan, misal: napas dalam 15) Diskusikan perencanaan perawatan di rumah (pengobatan, peralatan) dan anjurkan untuk mengawasi dan melapor jika ada komplikasi yang muncul. 16) Ajarkan cara batuk efektif AKTIVITAS KOLABORATIF 17) Rujuk pada ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadekuatan ventilator mekanis 18) Laporkan adanya perubahan sensori, bunyi napas, pola pernapasan, nilai AGD, sputum, dst, sesuai kebutuhan atau protokol19) Berikan tindakan(misal pemberian bronkodilator) sesuai program terapi 20) Berikan nebulizer dan humidifier atau oksigen sesuai program atau protokol 21) Berikan obat nyeri untuk pengoptimalan pola pernapasan, spesifikkan jadwal AKTIVITAS LAIN 22) Hubungkan dan dokumentasikan semua data pengkajian (misal: bunyi napas, pola napas, nilai AGD, sputum dan efek obat pada pasien) 23) Ajurkan pasien untuk napas dalam melalui abdomen selama periode distres pernapasan 24) Lakukan pengisapan sesuai dengan kebutuhan untuk membersihkan sekresi 25) Minta pasien untuk pindah posisi, batuk dan napas dalam 26) Informasikan kepada pasien sebelum prosedur dimulai untuk menurunkan kecemasan 27) Pertahankan oksigen aliran rendah dengan nasal kanul, masker, sungkup. Spesifikkan kecepatan aliran. 28) Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan. Spesifikkan posisi. 29) Sinkronisasikan antara pola pernapasan pasien dan kecepatan ventilasi.
3. Gangguan pertukaran gas a. Definisi: : Kelebihan dan kekurangan oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida di membran kapilar-alveolar b. Batasan karakteristik Subyektif: dispnea, sakit pada saat bangun dan gangguan penglihatan Obyektif: 1) Gas darah arteri tidak normal 2) pH arteri tidak normal 3) Ketidaknormalan frekuensi dan kedalaman pernapasan 4) Warna kulit tidak normal 5) Konfusi
6) Sianosis 7) Karbondioksida menurun
Diaforesis 9) Hiperkapnia 10) Hiperkarbia 11) Hipoksia 12) Hipoksemia 13) Iritabilitas 14) Cuping hidung mengembang 15) Gelisah 16) Somnolen 17) Takikardi c. Faktor yang berubungan 1) Perubahan membran kapiler-alveolar 2) Ketidakseimbangan perfusi-ventilasi d. NOC 1) Status Pernapasan: pertukaran gas: Pertukaran CO2 atau O2 di alveolar untuk memertahankan konsentrasi gas darah arteri 2) Status Pernapasan: ventilasi: Perpindahan udara masuk dan keluar dari paru-paru Contoh: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, pasien mempunyai status pernapasan: pertukaran gas tidak akan terganggu dibuktikan dengan: 1) Status neurologis dalam rentang yang diharapkan 2) Dispnea pada saat istirahat dan aktivitas tidak ada 3) PaO2, PaCO2, pH arteri dan SaO2 dalam batas normal 4) Tidak ada gelisah, sianosis, dan keletihan e. NIC 1) Pengelolaan Asam-Basa: meningkatkan keseimbangan asam-basa dan mencegah komplikasi akibat dari ketidakseimbangannya 2) Pengelolaan jalan napas: memfasilitasi kepatenan jalan napas AKTIVITAS KEPERAWATAN 1) Kaji bunyi paru, frekuensi napas,kedalaman dan usaha napas serta produksi sputum 2) Pantau saturasi O2 dengan oksimeter nadi 3) Pantau hasil gas darah (misal PaO2 yang rendah, PaCO2 yang meningkat, kemunduran tingkat respirasi) 4) Pantau kadar elektrolit 5) Pantau status mental 6) Peningkatan frekuensi pemantauan pada saat pasien tampak somnolen 7) Observasi terhadap sianosis, terutama membran mukosa mulut
Identifikasi kebutuhan pasien akan insersi jalan napas aktual/potensial 9) Auskultasi bunyi napas, tandai area penurunan atau hilangnya ventilasi dan adanya bunyi tambahan 10) Pantau status pernapasan dan oksigenasi PENDIDIKAN UNTUK PASIEN DAN KELUARGA 11) Jelaskan penggunaan alat bantu yang diperlukan (oksigen, pengisap,spirometer) 12) Ajarkan teknik bernapas dan relaksasi 13) Jelaskan pada pasien dan keluarga alasan suatu tindakan dilakukan misal: terapi oksigen14) Ajarkan teknik perawatan di rumah (pengobatan, aktivitas, alat bantu, tanda dan gejala yang perlu dilaporkan) 15) Ajarkan batuk efektif AKTIVITAS KOLABORATIF 16) Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan akan pemeriksaan gas darah arteri dan
penggunaan alat bantu yang dianjurkan sesuai dengan adanya perubahan kondisi pasien. 17) Laporkan perubahan sehubungan dengan pengkajian data (misal: bunyi napas, pola napas, analisa gas darah arteri,sputum,efek dari pengobatan) 18) Berikan obat yang diresepkan (misal: natrium bikarbonat) untuk mempertahankan kesiembangan asam-basa 19) Siapkan pasien untuk ventilasi mekanis 20) Berikan oksigen atau udara yang dilembabkan sesuai dengan keperluan 21) Berikan bronkodilator, aerosol, nebulasi AKTIVITAS LAIN 22) Jelaskan kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan prosedur untuk menurunkan ansietas dan meningkatkan rasa kendali 23) Beri jaminan kepada pasien selama periode disstres atau cemas 24) Lakukan higiene mulut secara teratur 25) Lakukan tindakan untuk menurunkan konsumsi oksigen (misal mengurangi kecemasan, pengendalian demam dan nyeri) 26) Atur posisi untuk memaksimalkan potensial ventilasi dan megurangi dispnea 27) Masukkan jalan napas buatan melalui hidung atau nasofaring 28) Lakukan fisioterapi dada sesuai kebutuhan 29) Bersihkan sekret dengan suctioning atau batuk efektif 30) Rencanakan perawatan pasien yang menggunakan ventilator: a). Meyakinkan keadekuatan pemberian oksigen dengan melaporkan ketidaknormalan gas darah arteri, menggunakan ambubeg yang dilekatkan pada sumber oksigen di sisi bed dan melakukan hiperoksigenasi sebelum melakukan pengisapan. b). Meyakinkan keefektifan pola napas dengan megkaji sinkronisasi dan kemungkinan kebutuhan sedasi. c). Memertahankan kepatenan jalan napas dengan melakukan pengisapan dan memertahankan selang endotrakea atau pindahkan ke sisi tempat tidur. d). Memantau komplikasi (pneumotoraks) e). Memastikan ketepatan penempatan selang ET