26
BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Berikut ini merupakan alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum mengenai kinetika bahan pangan selama penggorengan. 3.1.1 Alat Alat yang digunakan dalam praktikum kinetika bahan pangan selama penggorengan yaitu sebagai berikut. 1. Deep fryer (panci penggorenegean rendam) 2. Termokopel sebagai alat pengukur suhu kontan penggorengan 3. Piring sterofoam sebagai alat meletakan/menyimpan sampel 4. Penetrometer kerucut sebagai alat pengukur kekeraan bahan 5. Pisau sebagai alat pemotong 6. Stopwatch sebagai alat pengukur waktu saat menggoreng 7. Alat tulis sebagai alat pencatat data hasil percobaan 3.1.2 Bahan Bahan yang dipakai dalam pelaksanaan praktikum kinetika bahan pangan selama penggorengan melliputi :

LAPORAN MP3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

MP3

Citation preview

Page 1: LAPORAN MP3

BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

Berikut ini merupakan alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan

praktikum mengenai kinetika bahan pangan selama penggorengan.

3.1.1 Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum kinetika bahan pangan selama

penggorengan yaitu sebagai berikut.

1. Deep fryer (panci penggorenegean rendam)

2. Termokopel sebagai alat pengukur suhu kontan penggorengan

3. Piring sterofoam sebagai alat meletakan/menyimpan sampel

4. Penetrometer kerucut sebagai alat pengukur kekeraan bahan

5. Pisau sebagai alat pemotong

6. Stopwatch sebagai alat pengukur waktu saat menggoreng

7. Alat tulis sebagai alat pencatat data hasil percobaan

3.1.2 Bahan

Bahan yang dipakai dalam pelaksanaan praktikum kinetika bahan pangan

selama penggorengan melliputi :

1. Kentang sebagai bahan pengujian

2. Chicken Nugget sebagai bahan pengujian

3. Minyak goreng sebagai bahan penggoreng bahan uji

3.2 Prosedur Percobaan

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan praktikum mengenai

kinetika bahan pangan selama penggorengan yaitu sebagai berikut.

A. Mengukur perubahan kekerasan sampel selama penggorengan

1. Mengukur kekerasan satu buah sampel masing-masing bahan uji (kentang

dan nugget) yang tidak digoreng menggunakan penetrometer kerucut

Page 2: LAPORAN MP3

banyak 3 kali pengulangan. Bahan yang tidak digoreng tersebut sebagai

bahan uji pada t = 0.

2. Menyiapkan dan memanaskan penggorengan berisi minyak goreng

secukupnya hingga mencapai suhu konstan sebesar 180oC.

3. Menyiapkan 6 sampel kentang dan nugget dengan menentukan masing-

masing sampel pada t 1 menit, 2 menit, 3 menit, 4 menit, 5 menit, 6 menit

dan 7 menit.

4. Menggoreng setiap bahan uji selama waktu yang telah ditentukan pada

masing-masing sampel.

5. Mengukur nilai kekerasan setiap sampel setelah selesai digoreng sesuai

waktu yang telah ditentukan pada masing-masing sampel menggunakan

piknometer kerucut.

B. Mengukur pengaruh suhu terhadap laju perubahan

Melakukan langkah-langkah percobaan seperti pada langkah kerja A

namun menggunakan minyak goreng dengan suhu konstan 160oC.

C. Melakukan pengujian sensor kematangan sampel

1. Memberikan skor/nilai pada setiap sampel berdasarkan perubahan warna

pada sampel t = 0 menit hingga sampel t = 7 menit.

Range penilaian perubahan warna yaitu sebagai berikut.

1 : Putih

2 : Putih agak kuning

3 : Kuning

4 : Coklat muda

5 : Coklat tua

2. Memberikan skor/nilai pada setiap sampel berdasarkan tingkat

kematangan pada sampel t = 0 menit hingga sampel t = 7 menit.

Range penilaian tingkat kematngan yaitu sebagai berikut.

1 : Mentah

2 : Agak mentah

3 : Sedang

Page 3: LAPORAN MP3

4 : Agak matang

5 : Matang

3. Memberikan skor/nilai pada setiap sampel berdasarkan tingkat kekerasan

pada sampel t = 0 menit hingga sampel t = 7 menit.

Range penilaian tingkat kekerasan yaitu sebagai berikut.

1 : Sangat keras

2 : Agak keras

3 : Sedang

4 : Agak lunak

5 : Lunak

Page 4: LAPORAN MP3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penggorengan

Menggoreng merupakan perlakuan panas terhadap bahan untuk

mematangkan bahan. Proses utama yang terjadi selama proses penggorengan

adalah perpindahan panas dan massa, dengan minyak yang berfungsi sebagai

media penghantar panas. Panas yang diterima bahan akan dipergunakan untuk

berbagai keperluan antara lain: untuk penguapan air, gelatinisasi pati, denaturasi

protein, pencoklatan dan karamelisasi (Ratnaningsih et al., 2007).

Penggorengan adalah suatu unit operasi yang digunakan untuk mengubah

eating quality suatu makanan dan memberikan efek pengawetan akibat destruksi

thermal mikroorganisme dan enzim, serta menurunkan aktivitas air. Umur simpan

bahan gorengan hampir semuanya ditentukan oleh kadar air setelah

penggorengan. Tujuan dilakukannya penggorengan adalah untuk menghasilkan

produk yang mengembang dan renyah, selain itu untuk meningkatkan cita rasa,

warna, kandungan gizi dan daya awet produk (Ketaren, 1986).

Suhu permukaan naik dengan cepat dan air menguap sebagai uap air ketika

makanan dimasukkan ke dalam minyak panas. Bagian permukaan mulai

mongering dan selanjutnya evaporasi masuk ke bagian dalam makanan, lalu

terbentuklah crust. Suhu permukaan kemudian naik sampai ke suhu minyak dan

suhu internal dengan lambat naik menjadi 100o C (Fellows, 1990).

Ada dua metode penggorengan yang dibedakan menurut metode transfer

panasnya, yaitu pan frying (sistem gangsa) dan deep fat frying (sistem

penggorengan biasa). Bahan yang digoreng dengan menggunakan metode pan

frying tidak sampai terendam dalam minyak. Transfer panas ke makanan pada

umumnya secara konduksi, yaitu dari permukaan wajan melalui lapisan tipis

minyak. Penggorengan dengan metode deep fat frying, bahan yang digoreng

terendam seluruhnya dalam minyak. Transfer panas pada metode ini merupakan

kombinasi dari konveksi dalam minyak panas dan konduksi ke bagian dalam

makanan, sehingga semua permukaan makanan menerima perlakuan yang sama

untuk mencapai warna dan kenampakan yang seragam. Penggorengan dengan

Page 5: LAPORAN MP3

metode deep fat frying, suhu minyak dapat mencapai 200 sampai 205o C (Ketaren,

1986).

Pemilihan suhu penggorengan merupakan faktor yang menentukan hasil

gorengan yang dinilai berdasarkan kenampakan, flavor, lemak yang terserap dan

stabilitas penyimpanan serta faktor ekonomi. Mutu hasil gorengan dengan

stabilitas penyimpanan yang baik dihasilkan pada suhu penggorengan yang paling

rendah.

Walaupun penggunaan suhu rendah dapat memperbaiki mutu hasil

gorengan, namun jarang diterapkan karena pertimbangan ekonomi. Hal ini

disebabkan karena penggunaan suhu tinggi memerlukan biaya produksi yang

lebih murah dan waktu penggorengan relatif lebih singkat. Suhu menggoreng

yang optimum adalah sekitar 325-390 0F (161-190 0C). Salah satu pertimbangan

digunakan suhu penggorengan yang optimum adalah pengaruhnya langsung

terhadap warna bahan pangan yang digoreng.

Proses penggorengan berlangsung dalam dua tahap pindah panas, yaitu

constant rate period dan falling rate period. Tahap pertama, suhu permukaan naik

hingga titik tertentu dimana air mulai menguap. Air bergerak dari bagian dalam

bahan makanan pada kecepatan yang sama selama terjadi evaporasi pada

permukaan, Oleh karena itu tahap ini disebut constant rate period.

Tahap kedua terjadi pada saat kadar air dan suhu permukaan berada di atas

100o C. Kecepatan pengeringan pada tahap ini menurun hingga mencapai nol pada

equilibrium moisture content, yaitu kadar air bahan makanan mencapai

keseimbangan dengan kelembaban udara disekelilingnya. Tahap pengeringan ini

disebut falling rate period. Pada tahap ini mulai terbentuk crust pada bagian

permukaan makan dan zone isotermal 100o C bergerak menuju bagian dalam

produk, sehingga crust menjadi bagian luar zone isotermal tersebut. Tahap

selanjutnya adalah penyeragaman suhu pada produk dan berakhir ketika suhu

pusat produk mencapai suhu maksimum.

Proses pemasakan berlangsung oleh penetrasi panas dari minyak yang

masuk ke dalam bahan pangan. Timbulnya warna pada permukaan bahan

disebabkan oleh reaksi Maillard. Tingkat intensitas warna ini tergantung dari lama

dan suhu menggoreng dan juga komposisi kimia pada permukaan luar dari bahan

Page 6: LAPORAN MP3

pangan, sedangkan jenis minyak yang digunakan berpengaruh sangat kecil

terhadap warna permukaan bahan pangan (Ketaren, 1986).

Makanan gorengan hendaknya memiliki warna coklat yang baik dan

absorbs minyak yang minimal. Faktor paling penting yang mempengaruhi sifat

sifat ini adalah suhu minyak goreng, penggunaan suhu minyak yang terlalu tinggi

menyebabkan pembentukan warna coklat dan crust pada permukaan bahan

makanan terlalu cepat sehingga pemasakan dan pengeringan pada bagian dalam

bahan makanan tidak sempurna. Apabila suhu yang digunakan terlalu rendah,

bahan makanan perlu waktu lebih lama untuk mencapai warna coklat yang

dikehendaki dan semakin lama bahan dalam minyak goreng maka semakin

banyak minyak terabsorbsi.

Proses penggorengan selain menyebabkan perubahan kimia dalam bahan

pangan juga pada minyak gorengnya. Kerusakan minyak goreng ini akan dapat

mempengaruhi mutu bahan pangan dan bahkan dihasilkan produk-produk yang

membahayakan. Degradasi komponen minyak antara lain mengakibatkan titik

asap turun dan akan berlangsung lebih cepat apabila suhu penggorengan lebih

tinggi daripada normal (lebih tinggi 163-196oC). Titik asap ini menunjukkan saat

terbentuknya akrolein yang dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan

(Ketaren, 1986).

Menurut Ketaren (1986), kerusakan (oksidasi) yang lebih lanjut dari

minyak akan menghasilkan alkohol, aldehid, asam dan hidrokarbon yang

menyebabkan flavor dan warna minyak menjadi gelap. Oksidasi minyak juga

dapat menghasilkan radikal bebas dan senyawa-senyawa yang bersifat karsinogen

atau toksik. Kecepatan oksidasi minyak sejalan dengan derajat ketidak-jenuhan

asam lemaknya. Semakin tidak jenuh asam lemak dalam minyak, maka akan

semakin mudah minyak tersebut teroksidasi.

Page 7: LAPORAN MP3

2.2 Deep Frying

Deep frying adalah memasak dengan metode di mana makanan terendam

panas lemak misalnya minyak . Hal ini biasanya dilakukan dengan penggorengan

atau panci Chip, industri, sebuah penggoreng tekanan atau penggoreng vakum

dapat digunakan.

Deep frying diklasifikasikan sebagai metode memasak kering karena tidak

ada air yang digunakan. Karena suhu tinggi yang terlibat dan konduksi panas

tinggi minyak, memasak makanan yang sangat cepat.

Gambar 1. Deep Frying

Jika dilakukan dengan benar, deep-menggoreng tidak membuat makanan

berlebihan berminyak, karena kelembaban dalam makanan repels minyak. Minyak

panas memanaskan air dalam makanan, mengepul itu, minyak tidak bisa melawan

arah aliran ini kuat karena (karena suhu tinggi) uap air mendorong gelembung ke

permukaan. Selama minyak yang cukup panas dan makanan tidak tenggelam

dalam minyak terlalu lama, penetrasi minyak akan terbatas pada permukaan luar.

Namun, jika makanan dimasak dalam minyak terlalu lama, banyak air akan hilang

dan minyak akan mulai menembus makanan. Menggoreng yang benar temperatur

tergantung pada ketebalan dan jenis makanan, tetapi dalam banyak kasus itu

terletak di antara 175-190 ° C (347-374 ° F).

Page 8: LAPORAN MP3

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Laju Perubahan Suhu Terhadap Tekstur Pangan. Available at:

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/51348/F11oma_B

AB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=6 Diakses pada Selasa,

26 Maret 2013.

Haryanti, Pefita. Nilai Kualitas Minyak Selama Penggorengan. Available at :

http://pepitaharyanti.files.wordpress.com/2010/11/skripsi-neni.pdf Diakses

pada Selasa, 26 Maret 2013.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas

Indonesia Press : Jakarta.

Rusendi, Dadi., dkk. 2012. Penuntun Praktikum MK. Teknik Peneangan Hasil

Pertanian Agribisnis. Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Universitas

Padjadjaran.

Zain, Sudryanto, dkk. 2005. Teknk Penangan Hasil Pertanian. Bndung: Pustaka

Giratuna, Universitas Padjadjaran.

Page 9: LAPORAN MP3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggorengan merupakan salah satu proses memasak bahan pangan secara

cepat dan praktis, dengan menggunakan media minyak. Penggorengan dengan

proses pencelupan bahan pangan ke dalam minyak panas (deep frying) sangat

penting dan banyak dilakukan dalam industri makanan.

Tujuan utama dari penggorengan bahan pangan adalah untuk membuat

bahan pangan menjadi masak dan siap dikonsumsi. Selain itu juga bertujuan untuk

memberi warna yang lebih merata dan tekstur bahan pangan yang menarik serta

mengembangkan citarasa dan aroma pada bahan pangan.

Selama proses penggorengan terjadi modifikasi karakteristik suatu bahan

pangan baik secara fisika, kimia dan tanggapan panca indra atau sensorik. Dalam

aspek fisik, tekstur merupakan salah satu parameter mutu makanan yang dapat

dirasakan oleh tangan, jari, lidah, dan gigi. Nilai tekstur suatu bahan pangan dapat

ditentukan melalui nilai gaya tekan bahan pangan.

Dalam praktikum kali ini akan dilakukan percobaan mengenai kinetika

bahan pangan berupa gaya tekan yang dimiliki setiap sampel dengan perlakuan

yang berbeda. Gaya tekan yang diamati akan berkorelasi dengan keadaan teksur

dan kenampakan sensorik lain pada bahan pangan itu sendiri.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dilakukannya percobaan kinetika bahan pangan selama

proses penggorengan antara lain :

1. Mengetahui hubungan nilai gaya tekan suatu bahan pangan terhadap nilai

teksturnya.

2. Mengetahui hubungan kualitas sensorik suatu bahan pangan terhadap

waktu (lamanya) selama proses penggorengan.

3. Mengetahui perbedaan nilai kinetika suatu bahan pangan yang berbeda.

Page 10: LAPORAN MP3

BAB IV

HASIL PERCOBAAN

4.1 Hasil Pengukuran dan Pengamatan

Berikut ini merupakan data hasil pengujian penggorengan pada bahan berupa nugget dan kentang.

Tabel 1. Hasil Pengujian Nugget pada Suhu Penggorengan 160° C

No.

t (menit) Kematangan KelunakanPerubahan

WarnaUji

SensoriUji

Tekan

1. 0 2 5 3 3,33 1,6

2. 1 2 2 3 2,33 1,13

3. 2 2 3 3 2,67 1,23

4. 3 3 3 3 3 0,9

5. 4 3 3 4 3,33 1,2

6. 5 4 4 4 4 0,97

7. 6 4 4 4 4 1,13

8. 7 5 5 5 5 0,97

Tabel 2. Hasil Pengujian Nugget pada Suhu Penggorengan 180° C

No.

t (menit) Kematangan KelunakanPerubahan

WarnaUji

SensoriUji

Tekan

1. 0 1 4 4 3 1,13

2. 1 2 2 2 2 0,93

3. 2 3 3 2 2,67 1,05

4. 3 3 4 3 3,33 1,03

5. 4 4 4 3 3,67 1,23

6. 5 4 4 4 4 1,2167

Page 11: LAPORAN MP3

7. 6 5 5 4 4,67 1,15

8. 7 5 5 5 5 1,3267

Tabel 3. Hasil Pengujian Kentang pada Suhu Penggorengan 160° C

No.

t (menit) Kematangan KelunakanPerubahan

WarnaUji

SensoriUji

Tekan

1. 0 2 3 2 2,33 0,7

2. 1 2 2 1 1,67 1,02

3. 2 3 3 2 2,67 1,15

4. 3 3 4 3 3,33 1,13

5. 4 4 4 3 3,67 1,36

6. 5 4 4 3 3,67 1,33

7. 6 5 5 4 4,67 1,43

8. 7 5 5 4 4,67 2

Tabel 4. Hasil Pengujian Kentang pada Suhu Penggorengan 180° C

No.

t (menit) Kematangan KelunakanPerubahan

WarnaUji

SensoriUji

Tekan

1. 0 1 2 2 1,67 0,67

2. 1 1 1 2 1,33 1,17

3. 2 2 2 2 2 1,316

4. 3 3 3 2 2,67 1,23

5. 4 3 4 2 3 1,26

6. 5 5 5 2 4 1,83

7. 6 5 5 3 4,33 1,5

8. 7 5 5 4 4,67 1,5

Page 12: LAPORAN MP3

4.2 Analisa Data

4.2.1 Penggorengan Nugget pada Suhu 160° C

0 1 2 3 4 5 6 7 80

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

0

1

2

3

4

5

6

3.33

2.332.67

33.33

4 4

51.6

1.131.23

0.9

1.2

0.970000000000001

1.130.9700000000000

01

Uji Tekan Uji Sensori

Waktu (menit)

Uji

Tek

an (

kg)

Uji

Sen

sori

Grafik 1. Hubungan Uji Sensoris dan Uji Tekan Rerata terhadap Waktu pada Penggorengan Nugget Suhu 160°C

4.2.2 Penggorengan Nugget pada Suhu 180° C

0 1 2 3 4 5 6 7 80

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

0

1

2

3

4

5

6

3

2

2.67

3.333.67

4

4.6751.13

0.931.05 1.03

1.23 1.21671.15

1.3267

Uji Tekan Uji Sensori

Waktu (menit)

Uji T

ekan

(kg)

Uji S

enso

ri

Grafik 2. Hubungan Uji Sensoris dan Uji Tekan Rerata terhadap Waktu pada Penggorengan Nugget Suhu 180°C

Page 13: LAPORAN MP3

4.2.3 Penggorengan Kentang pada Suhu 160° C

0 1 2 3 4 5 6 7 80

0.5

1

1.5

2

2.5

00.511.522.533.544.55

2.33

1.67

2.67

3.333.67 3.67

4.67 4.67

0.700000000000001

1.021.15 1.13

1.36 1.33 1.43

2

Uji Tekan Uji SensoriWaktu (menit)

Uji

Tek

an (

kg)

Uji

Sen

sori

Grafik 3. Hubungan Uji Sensoris dan Uji Tekan Rerata terhadap Waktu pada Penggorengan Kentang Suhu 160°C

4.2.4 Penggorengan Kentang pada Suhu 180° C

0 1 2 3 4 5 6 7 80

0.20.40.60.8

11.21.41.61.8

2

00.511.522.533.544.55

1.671.33

2

2.673

44.33

4.67

0.670000000000002

1.171.316

1.23 1.26

1.83

1.5 1.5

Uji Tekan Uji SensoriWaktu (menit)

Uji

Tek

an (

kg)

Uji

Sen

sori

Grafik 4. Hubungan Uji Sensoris dan Uji Tekan Rerata terhadap Waktu pada Penggorengan Kentang Suhu 180°C

Page 14: LAPORAN MP3

BAB V

PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan mengenai uji kinetika bahan

pangan yaitu nugget dan kentang selama proses penggorengan. Pengujian tersebut

meliputi uji sensori dan uji tekan. Pelaksanaan penggorengan menggunakan

meteode deep frying yaitu metode penggorengan dimana bahan yang digoreng

terendam seluruhnya dalam minyak. Suhu yang diujikan saat penggorengan yaitu

1600C dan 180oC dalam pengujian sampel pada waktu (t) yang beragam yaitu t =

0 menit sampai t = 7 menit.

Pengujian bahan yang digunakan (nugget dan kentang) meliputi uji sensori

dan uji tekan. Uji sensori meliputi pengamatan perubahan warna, perubahan

tingkat kekerasan, dan tingkat kematangan bahan, sedangkan uji tekan diukur

menggunakan penetrometer kerucut.

Berdasarkan data hasil percobaan pada nugget dan kentang pada suhu

160oC, diketahui nilai uji sensori saat nugget belum digoreng (t = 0) adalah 3.33,

pada t = 1 menit dan seterusnya (t = 7 menit) nilai uji sensori semakin besar yaitu

5 saat t = 7 menit. Nilai uji sensori 5 menunjukkan bahwa nugget yang awalnya

berwarna putih agak kuning, agak mentah, dan keras, saat digoreng selama 7

menit nugget tersebut menjadi berwarna coklat tua, sangat matang, dan lunak. Hal

tersebut menunjukkan bahwa semakin lama dilakukan proses penggorengan pada

suhu 160oC , maka secara seonsori bahan pangan nilainya akan meningkat hampir

2 kali dari kondisi sebelumnya. Berbeda hal dengan nilai uji tekan nugget. Pada t

= 0 nilai uji tekan nugget yaitu 1.6, sedangkan pada saat setelah proses

penggorengan selama 7 menit, nilai uji tekan semakin menurun hingga pada nilai

0.97. hal tersebut menunjukkan semakin lama bahan pangan dilakukan proses

penggorengan, maka teksturnya akan semakin mudah ditekan (lunak) sehingga

nilai uji tekannya akan semakin kecil.

Begitupun yang terjadi pada kentang yang digoreng pada minyak dengan

suhu 160oC. Uji sensori awal (t = 0) kentang dengan nilai 2.33 menyatakan bahwa

kondisi awal kentang agak mentah, berwarna agak kuning, dan tingkat kekerasan

sedang setelah dilakukan penggorenegan selama 7 menit nilai sensori kentang

Page 15: LAPORAN MP3

menjadi 4.67 yang menunjukkan bahwa kondisi akhir kentang berwarna coklat

tua, sangat lunak, dan sangat matang. Sedangkan dalam nilai uji tekan, berbeda

hal dengan nugget. Semakin lama kentang digoreng, maka nilai uji tekan malah

semakin membesar. Kentang pada kondisi awal memiliki uji tekan 0.7 setelah

digoreng selama 7 menit nilai uji tekan menjadi 2. Hal tersebut menunjukkan

semakin lama dilakukan penggorengan maka kentang akan semakin keras.

Hal di atas (kondisi kentang dan nugget pada T = 160oC) juga terjadi pada

proses penggorengan bahan pangan pada suhu 180oC. Diketahui berdasarkan data

hasil yang diperoleh, pada nugget semakin lama digoreng maka nilai uji sensori

semakin besar sedangkan uji tekannya semakin kecil. Sedangkan jika pada

kentang, nilai uji sensori dan nilai uji tekan semakin lama digoreng maka akan

semakin besar.

Hal-hal yang membedakan dari proses penggorengan pada suhu 160oC dan

180oC juga dapat terlihat pada pengujian sensori dan uji tekannya. Faktor paling

penting yang mempengaruhi pengujian ini adalah suhu minyak goreng.

Penggunaan suhu minyak yang terlalu tinggi menyebabkan pembentukan warna

coklat dan crust pada permukaan bahan makanan terlalu cepat sehingga

pemasakan dan pengeringan pada bagian dalam bahan makanan tidak sempurna.

Apabila suhu yang digunakan terlalu rendah, bahan makanan perlu waktu lebih

lama untuk mencapai warna coklat yang dikehendaki dan semakin lama bahan

dalam minyak goreng maka semakin banyak minyak terabsorbsi.

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh pula, tingkat tekstur dan perubahan

warna terjadi pada kedua bahan pangan. Proses pemasakan berlangsung oleh

penetrasi panas dari minyak yang masuk ke dalam bahan pangan. Timbulnya

warna pada permukaan bahan disebabkan oleh reaksi Maillard. Tingkat intensitas

warna ini tergantung dari lama dan suhu menggoreng dan juga komposisi kimia

pada permukaan luar dari bahan pangan, sedangkan jenis minyak yang digunakan

berpengaruh sangat kecil terhadap warna permukaan bahan pangan.

Page 16: LAPORAN MP3

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam pelaksanaan praktikum kinetika

bahan pangan selama proses penggorengan maka dpat disimpulkan beberap hal

yaitu sebgai berikut.

1. Nilai uji sensori nugget yang digoreng selama 7 menit pada suhu 160oC

meningkat dari 3.33 menjadi 5, sedangkan nilai uji tekannya menurun dari

1.6 menjadi 0.97.

2. Nilai uji sensori nugget yang digoreng selama 7 menit pada suhu 180oC

meningkat dari 3 menjadi 5, dan juga nilai uji tekannya meningkat dari

1.13 menjadi 1.32.

3. Nilai uji sensori kentang yang digoreng selama 7 menit pada suhu 160oC

meningkat dari 2.33 menjadi 4.67, jug nilai uji tekannya meningkat dari

0.7 menjadi 2.

4. Nilai uji sensori kentang yang digoreng selama 7 menit pada suhu 180oC

meningkat dari 1.67 menjadi 4.67, juga nilai uji tekannya meningkat dari

0.67 menjadi 1.5.

5. Semakin lama bahan pangan dilkukan proses penggorengan maka bahan

pangan tersebut warnanya berubah semakin tua, tingkat kekerasanny

sangat keras, dan tingkat kematangannya sangat matang.

6. Semakin lama bahan pangan dilakukan proses penggorengan maka nilai

uji tekan akan semakin besar. Hal tersebut menunjukkan lama

penggorengan akan lebih membuat bahan pangan teksturnya semakin

keras.

7. Semakin besar suhu yang digunakan maka tingkat uji sensori akan lebih

besar (warna menjadi lebih tua, semakin matang, dan nilai uji tekan

semakin kecil.

Page 17: LAPORAN MP3

6.2 Saran

Adapun beberapa saran yang dapat dijadikan masukan selama pelaksanaan

praktikum kali ini antara lain sebagai berikut.

1. Sebaiknya tim asistensi memiliki alat cadangan (deep fryer) agar jika pada

saat alat rusak dapat diganti dengan yang lain yang dapat berfungsi dengan

baik sehingga semua shift prktikum dapat melakukan praktikum dengan

baik.

2. Praktikan harus teliti dalam mengukur uji tekan agar perubahan sensor dan

uji tekan dapat sesuai.

3. Sebaiknya praktikan hati-hati dalam menggunakan deep fryer agar

kerusakan alat dikrenakan praktikum dapat dihindari.

Page 18: LAPORAN MP3

LAPORAN PRAKTIKUM

MESIN DAN PERALATAN PENGOLAHAN PANGAN

(Kinetika Bahan Pangan Selama Penggorengan)

Oleh :

Nama : Sayyidatun Nisa

NPM : 240110100097

Shift/Kelompok : 2/2

Hari, Tanggal Praktikum : Rabu, 20 Maret 2013

Co. Assisten : Hendina Pratiwi

RIzky Patria Dewaner

LABORATORIUM INSTRUMENTASI DAN ELEKTRONIKA

JURUSAN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTNIAN

UNIVERSITAS PADJAADJARAN

2013