Upload
lymien
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN
KUNJUNGAN DPR RI DALAM RANGKA PENGAWASAN PELAKSANAAN
PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI TAHUN 1439 H / 2018 M
KE ARAB SAUDI
MASA SIDANG V TAHUN 2017-2018
TANGGAL 10 - 28 AGUSTUS 2018
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
2018
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 2
TIM KUNJUNGAN KERJA 3
BAB I KERANGKA ACUAN
BAB II OPERASIONAL PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
14
18
BAB III HASIL KUNJUNGAN TIM PENGAWASAN DPR RI
TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI TAHUN
1439H/2018M
21
BAB IV UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN
PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
27
BAB V PENUTUP
31
3
DAFTAR NAMA KUNKER PENGAWASAN DPR RI TERHADAP PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN
IBADAH HAJI TAHAP II KE ARAB SAUDI TAHUN 1439 H/2018 M
Nomor Nama Jabatan Dapil
No. Anggota
1. A-347/F-GER Fadli Zon, S.S., M.Sc. Wakil Ketua DPR RI/
Ketua Tim Jabar V
2. A-495/F-PAN Dr. M. Ali Taher, SH., M.Hum Ketua Banten II
3. A-343/F-GER Dr. Ir. H. D. Sodik Mudjahid, M.Sc.
Waketua Komisi VIII Jabar I
4. A-98/F-PKS H. Iskan Qolba Lubis, MA Waketua Komisi VIII Sumut II
5. A-175/F-PDIP Hj. Alfia Reziani Anggota Komisi VIII Jateng V
6. A-129/F-PDIP Alex Indra Lukman Anggota Komisi VIII Sumbar I
7. A-213/F-PDIP H. Rachmat Hidayat, S.H. Anggota Komisi VIII NTB
8. A-256/F-PG Dr. H. Deding Ishak, S.H., M.M Anggota Komisi VIII Jabar
9. A-274/F-PG Hj.Endang Maria Astuti, S.Sg,SH Anggota Komisi VIII Jateng IV
10. A-345/F-GER H. Ir. Ahmad Riza Patria, MBA Anggota Komisi VIII Jabar III
11. A-407/F-PD H Syofwatillah Mohzaib, S.Sos.I Anggota Komisi VIII Sumsel I
12. A-443/F-PD Ir. Nanang Samodra, K.A., M.Sc. Anggota Komisi VIII NTB
13. A-494/F-PAN Yandri Susanto, S.Pt Anggota Komisi VIII Banten II
14. A-60/F-PKB Drs. H. Bisri Romli,MM Anggota Komisi VIII Jateng X
15. A-524/F-PPP KH Muslich Z.A. Anggota Komisi VIII Jateng VI
16. A-18/F- Nasdem Drs. Hasan Aminuddin, M.Si Anggota Komisi VIII Jatim II
17. A-186/F-PDIP Mohammad Idham Samawi Anggota Komisi V DIY
18. A-319/F-PG Drs. H. Ibnu Munzir Anggota Komisi V Sulbar
19. A-349/F-GER drg. Putih Sari Anggota Komisi IX Jabar VII
20. A-40/F-PKB Handayani, SKM Anggota Komisi IX Jambi
21. IV/c Muhammad Dimyati Soedja Karosid I Biro Persidangan
22. IV/a Sigit Bawono Prasetyo Kabag Setkom VIII DPR RI
23. III/c Husnul Latifah Nur Sekretariat Setkom VIII DPR RI
24. III/c Sumarman Samiyo Warsito Sekretariat Setkom VIII DPR RI
25. Adi Wicaksono Tenaga Ahli Setkom VIII DPR RI
26. Supratman Ajudan Pimpinan DPR RI
27. Rachmanda Primayuda Tenaga Ahli Pimpinan DPR RI
4
BAB I
KERANGKA ACUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyelenggaraan Ibadah Haji merupakan rangkaian kegiatan pengelolaan
pelaksanaan ibadah yang meliputi pembinaan, pelayanan, dan perlindungan
jemaah yang harus dikelola berdasarkan asas keadilan, profesionalitas, dan
akuntabilitas dengan prinsip nirlaba sehingga jemaah dapat menunaikan
ibadah haji sesuai dengan ketentuan dalam ajaran agama Islam. Untuk
menunaikan ibadah haji para jemaah harus mengeluarkan biaya yang tidak
sedikit dan waktu yang lama sehingga diharapkan pelayanan, pembinaan dan
perlindungan dalam penyelenggaraan ibadah haji dapat optimal.
Rangkaian kegiatan dalam penyelenggaraan ibadah haji pada dasarnya
meliputi pendaftaran, penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH),
pengurusan paspor, pengurusan visa, pembinaan/bimbingan calon jemaah
haji, rekruitmen petugas haji, pelayanan kesehatan, pelayanan konsumsi,
pelayanan transportasi dan pelayanan akomodasi. Rangkaian kegiatan harus
sesuai dengan tuntutan Undang-Undang dan juga mengacu kepada prinsip-
prinsip manajemen modern yang meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, pengawasan dan pengontrolan.
Perlu disampaikan bahwa dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2008
tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji disebutkan penyelenggaraan ibadah
haji dilaksanakan berdasarkan asas keadilan, profesionalitas dan akuntabilitas
dengan prinsip nirlaba.
Dalam pelaksanaannya diupayakan setiap tahun terjadi peningkatan
kualitas pelayanan kepada Jemaah haji, mengingat bahwa penyelenggaraan
ibadah haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab
pemerintah.
Penyelenggaraan ibadah haji sesuai pasal 3 Undang Undang No.13 Tahun
2008 bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan
yang sebaik-baiknya bagi Jemaah Haji sehingga Jemaah Haji dapat
menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam.
5
Untuk itu dalam rangka menjalankan tugas fungsi pengawasan tersebut
dipandang perlu melakukan kunjungan lapangan sebagai pelaksanaan fungsi
pengawasan dan untuk mendapatkan informasi langsung tentang
penyelenggaraan ibadah haji yang sedang dilakukan oleh pihak pemerintah.
B. DASAR HUKUM
Pelaksanaan kunjungan kerja Komisi VIII DPR RI dalam rangka Pengawasan
Pelaksanaan Penyelenggaraan Ibadah Haji 1439H/2018M berdasarkan pada:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 20A
ayat (1), “Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi
anggaran dan fungsi pengawasan.”
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPRD, dan
DPD yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 dan
undang-undang No.2 Tahun 2018 Tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, dan DPR, dan DPD Pasal 70
ayat (3), “Fungsi pengawasan DPR RI dilaksanakan melalui pengawasan
atas pelaksanaan undang-undang dan APBN”.
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah
Haji sebagaimaba telah diubah dengan undang-undang nomor 34 tahun
2009, Pasal 3, “Penyelenggaraan Ibadah Haji bertujuan untuk memberikan
pembinaan, pelayanan, dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi
Jemaah Haji sehingga Jemaah Haji dapat menunaikan ibadahnya sesuai
dengan ketentuan ajaran agama Islam”.
C. URGENSI KUNJUNGAN KERJA
Kunjungan kerja DPR RI dalam rangka Pengawasan Pelaksanaan
Penyelenggaraan Ibadah Haji 1439H/2018M ke Arab Saudi yang terdiri dari
Komisi VIII, Komisi V dan Komisi IX bermaksud mendapatkan data dan fakta
riil di Arab Saudi terkait permasalahan yang dihadapi oleh para jemaah haji
Indonesia sehingga diperoleh gambaran nyata terkait permasalahan haji
sebagai bahan untuk pengawasan sehingga pelaksanaan haji Tahun
1439H/2018M dapat berjalan lebih optimal.
6
Selain itu, data dan fakta dari kunjungan pengawasan akan digunakan
untuk bahan-bahan rapat kerja di DPR RI dan untuk pengambilan kebijakan
terkait peningkatan Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, khususnya di
Komisi VIII.
D. TUJUAN
Tujuan kunjungan kerja Pengawasan Pelaksanaan Penyelenggaraan
Ibadah Haji 1439H/2018M adalah untuk:
a. Memastikan bahwa pemerintah memberikan pembinaan, pelayanan, dan
perlindungan yang sebaik-baiknya kepada jemaah haji.
b. Mengumpulkan informasi dan data tentang permasalahan peyelenggaraan
ibadah haji.
c. Merumuskan rekomendasi perbaikan penyelenggaraan ibadah haji yang
akan disampaikan kepada pemerintah.
E. WAKTU PELAKSANAAN
Kunjungan kerja Komisi VIII DPR RI dalam rangka Pengawasan
Penyelenggaraan Ibadah Haji 1439H/2018M ke Arab Saudi terbagi menjadi 2
Tahap yaitu :
1. Tahap I dilakukan pada tanggal 9 - 28 Agustus 2018.
2. Tahap II dilakukan pada tanggal 10-28 Agustus 2018.
F. OBJEK PENGAWASAN HAJI
Sesuai dengan tujuan di atas, maka materi yang diharapkan diperoleh dari
pengawasan persiapan Haji tahun 1439H/2018M, antara lain :
1. Pemondokan untuk penyelenggaraan Ibadah haji tahun 1439H/2018M.
2. Penanganan transportasi untuk penyelenggaraan Ibadah haji
tahun1439H/2018M.
3. Penanganan katering untuk penyelenggaraan Ibadah haji tahun
1439H/2018M.
4. Penanganan kesehatan untuk penyelenggaraan Ibadah haji tahun
1439H/2018M.
5. Pengorganisasian dan pelaksanaan pelayanan jamaah haji untuk tahun
1439H/2018M.
7
BAB II
OPERASIONAL PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI TAHUN 1439H/2018M
Pasal 6 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Ibadah Haji menyebutkan bahwa Pemerintah berkewajiban melakukan
pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dengan menyediakan layanan
administrasi, bimbingan Ibadah Haji, Akomodasi, Transportasi, Pelayanan
Kesehatan, keamanan, dan hal-hal lain yang diperlukan oleh Jemaah Haji.
Adapun Hak Jemaah Haji, tertuang dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor
13 Tahun 2008, yaitu bahwa Jemaah Haji berhak memperoleh pembinaan,
pelayanan, dan perlindungan dalam menjalankan Ibadah Haji, yang meliputi:
a. pembimbingan manasik haji dan/atau materi lainnya, baik di tanah air, di
perjalanan, maupun di Arab Saudi;
b. Pelayanan Akomodasi, konsumsi, Transportasi, dan Pelayanan Kesehatan
yang memadai, baik di tanah air, selama di perjalanan, maupun di Arab
Saudi;
d. Perlindungan sebagai Warga Negara Indonesia;
e. Dokumen lainnya yang diperlukan untuk pelaksanaan Ibadah Haji; dan
f. Pemberian kenyamanan Transportasi dan pemondokan selama di tanah air,
di Arab Saudi, dan saat kepulangan ke tanah air.
Tentang kuota Jemaah haji, pada tahun 1439H/2018M berdasarkan MOU
pemerintah Indonesia dengan pemerintah Arab Saudi pada tanggal 23 Januari
2017 kuota haji Indonesia sebanyak 211.000 orang dan mendapat tambahan
sebesar 10.000 orang sehingga menjadi 221.000 orang. Kuota haji tersebut terdiri
dari 204.000 untuk jemaah haji reguler dan 17.000 untuk jemaah haji khusus.
Berdasarkan keputusan Menteri Agama nomor 75 tahun 2017 tentang penetapan
kuota haji Indonesia Tahun 1438H/2017M ditetapkan kuota jemaah haji reguler
204.000 (92,3%) dan 17.000 jemaah haji khusus (7,7%).
Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun ini ditetapkan rata-rata
sebesar Rp.35.235.602,- atau naik sebesar Rp.345.290,- dibandingkan dengan
tahun lalu sebesar Rp. 34.890.312,-dengan BPIH jemaah tertinggi adalah
embarkasi makassar sebesar Rp.39.507.741,- dan terendah embakasi aceh
sebesar Rp.31.090.010,-. Sedangkan besaran Biaya Tim Petugas Haji Daerah
8
(TPHD) embarkasi makassar Rp.67.214.586,- dan embarkasi aceh
Rp.58.796.855,-. Biaya TPHD ini mencerminkan biaya tidak disubsidi oleh
Pemerintah sehingga bisa terlihat selisih biaya yang semestinya dibayar oleh
jemaah haji sebesar Rp.27.706.845,- dari yang dibayarkan.
Selanjutnya anggaran dari Indirect Cost pada tahun 2018 sebesar Rp.
6.327.941.577.970,- selanjutnya ada penambahan komponen safeguarding
sebesar Rp.567.680.885.076,- yang diperuntukan terjadinya selisih kurs dan biaya
untuk haji khusus. Kenaikan anggaran dari indirect cost ini tentu saja harus diikuti
dengan peningkatan nilai manfaat dana kelola haji dan kenaikan bertahap BPIH
jemaah haji sehingga mampu menyeimbangkan neraca keuangan haji.
Perbandingan Kuota dan BPIH Jemaah Haji
NO URAIAN 1437H/2016M 1438H/2017M 1439H/2018
1. Kuota a. Reguler b.Khusus
168.800 155.200
13.600
221.000 204.000
17.000
221.000 204.000
17.000
2. BPIH reguler a.Indirect Cost b. rata2 IC c. rata2 BPIH
Rp.34.641.304 3.941.988.381.348
Rp.25.399.409 Rp.60.040.713
34.890.312 5.486.881.475.537
26.896.477 61.786.789
35.235.602 6.895.622.463.046
33.802.071 69.037.673
Rincian Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Tahun 1439H/2018M berdasarkan embarkasi
No. Embarkasi Haji BPIH
a. Embarkasi Aceh 31.090.010,-
b. Embarkasi Medan 31.840.375,-
c. Embarkasi Batam 32.456.450,-
d. Embarkasi Padang 33.068.245.-
e. Embarkasi Palembang 33.529.675,-
f. Embarkasi Jakarta 34.532.190,-
g. Embarkasi Jakarta (Bekasi) 34.532.190,-
h. Embarkasi Solo 35.933.275,-
i. Embarkasi Surabaya 36.091.845,-
j. Embarkasi Banjarmasin 38.157.084,-
k. Embarkasi Balikpapan 38.525.445,-
l. Embarkasi Makassar 39.507.714,-
m. Embarkasi Lombok 38.798.30,-
Organisasi penyelenggaraan ibadah haji meliputi organisasi permanen dan
organisasi non permanen. Menteri Agama sebagai koordinator sekaligus Amirul
9
Hajj dan Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah serta Sekretaris Jenderal
Kementerian Agama Sebagai penanggung jawab yang didukung oleh struktur
organisasi panitia penyelenggara ibadah haji (PPIH) yang meliputi Kepala daerah
kerja (Kadaker) Bandara, Makkah dan Madinah serta tingkat sektor-sektor
dibawah koordinasi kadaker. Sedangkan petugas kloter yang menyertai jemaah
terdiri dari 5 orang; yang berasal dari Kementerian Agama 2 orang yaitu ketua
kloter dan satu pembimbing ibadah dan dari kementerian kesehatan 3 orang yang
terdiri dari 1 dokter dan 2 perawat. Jumlah kloter pada musim haji tahun ini
sebanyak 511 kloter. Realisasi jumlah jemaah haji reguler yang tiba di Arab Saudi
dimulai tanggal 17 juli sampai 15 agustus 2018 tercatat sebesar 203.351 orang
yang terdiri dari gelombang I dengan 218 kloter sebanyak 87.863 orang,
gelombang II dengan 293 kloter sebanyak 115.488 orang.
Profil jemaah haji reguler perempuan sebesar 112.819 orang atau 55,5%
dan laki-laki 90.532 orang atau 44,5%. Pengalaman jemaah yang sudah pernah
berhaji adalah sebesar 200.369 orang atau 98,5% belum pernah berhaji. Riwayat
pendidikan jemaah haji lulusan sekolah dasar (SD) sebesar 66.283 orang atau
32%, lulusan sekolah menengah atas (SMA) 49.663 atau 24,4%, lulusan sarjana
42.577 orang atau 20,9% dan lulusan sekolah menengah pertama (SMP) 24.616
orang atau 12,1%. Usia jemaah haji antara 51-60 tahun menempati urutan
tertinggi sebanyak 71.871 orang atau 35,4%, usia antara 41-50 tahun sebanyak
54.132 orang atau 26,6%, usia antara 61-74 tahun sebanyak 47.397 orang atau
23,3%, usia dibawah 41 tahun sebanyak 22.577 orang atau 11,1% dan usia diatas
74 tahun sebanyak 7.374 orang atau 3,6%.
Aspek pelayanan, pembinaan dan perlindungan baik selama di tanah air
dan di Arab Saudi bagi jemaah haji Indonesia adalah tugas pemerintah.
Pengawasan selama di Arab Saudi akan difokuskan kepada fasilitas-fasilitas dan
pelayanan yang menjadi Hak Jemaah Haji sesuai dengan kesepakatan pada
Pembahasan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) tahun 1439H/2018M
antara pemerintah dan DPR RI, yaitu pada fasilitas Pemondokan, Katering
konsumsi, Transportasi (Udara dan Darat), fasilitas kesehatan bagi jemaah haji,
pelayanan bimbingan, petugas haji, pelaksanaan arafah-muzdalifah-mina dan
perlindungan jemaah haji.
10
A. Transportasi
Pada musim haji tahun ini jemaah haji Indonesia menggunakan 2 maskapai
penerbangan yaitu Garuda Indonesia dan Saudia Arabia Airline. Semua jemaah
haji Indonesia gelombang 1 akan mendarat langsung di Bandara Amir Muhammad
Bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah dan kepulangan melalui bandara KAAIA Jeddah
dan jemaah haji gelombang II akan mendarat di King Abdul Aziz Jeddah
International Airport (KAAIA) dan kepulangan melalui bandara AMAA Madinah.
Dengan menggunakan pesawat khusus haji (Charter Flight) kedua
maskapai mengangkut keberangkatan dan pemulangan jemaah haji dari
embarkasi haji sampai ke Arab Saudi dan sebaliknya. Biaya penerbangan jemaah
haji merupakan biaya terbesar dari penyelenggaraan ibadah haji dengan biaya
rata-rata sebesar Rp27.495.842,-.
Kebijakan alokasi jumlah jemaah haji yang diangkut bagi kedua maskapai
hendaknya ditinjau ulang kembali dengan memperhatikan on time perfomance,
biaya penerbangan setiap jemaah, pelayanan tambahan bagi jemaah dan
memberikan kesempatan kepada maskapai lainnya. Kebijakan jenis pesawat juga
perlu dipertimbangkan ulang agar mampu menekan jumlah kloter penerbangan.
Transportasi antar kota perhajian diberikan kepada jemaah haji pada rute-
rute sebagai berikut yaitu bandara madinah-pemondokan madinah, madinah-
makkah, jeddah-makkah, makkah-jeddah, makkah-madinah dan pemondokan
madinah-bandara madinah. Layanan ini menggunakan bus dengan spesifikasi
minimal produksi tahun 2013,kapasitas 47 seat, dilengkapi dengan AC, toilet,
bagasi bawah, kulkas dan air minumnya, pengeras suara, alat pemadam
kebakaran, GPS, alat pemecah kaca dan kotak P3K. kondisi bus telah dilakukan
upgrade dari kendaraan yang disediakan oleh muassasah. Perlu diperhatikan
ketersediaan bus cadangan apabila terjadi kerusakan bus yang mogok dan supir
yang bisa berbahasa indonesia agar tidak tersasar serta manajemen koper
jemaah agar tidak hilang maupun nyasar ke tempat tujuan yang berbeda.
Sedangkan transportasi bus shalawat disediakan bagi jemaah haji yang
menempati pemondokan yang berjarak >1.500 meter dengan waktu beroperasi 24
jam setiap harinya. Ada 12 rute angkutan bus shalawat di makkah yang masing-
masing bus akan ditempel stiker rute dan jemaah akan mendapatkan ukuran kartu
nama sesuai dengan lokasi tempat tinggalnya. Wilayah dengan jarak di bawah
11
1.500 meter yang mendapat layanan angkutan shalawat ada 15 hotel dengan
17.010 jemaah haji.
Kendala pada banyaknya rute mengakibatkan ketersediaan bus sebesar
370 bus pada saat dibutuhkan oleh jemaah haji saat akan berangkat ke masjidil
haram menjadi kurang dan karena kondisi kemacetan lalu lintas di mekkah
membuat jemaah lebih lama menunggu bus datang. Saat waktu arafah-mina bus
tidak beroperasi dari tanggal 6-14 dzulhijjah 1439 H atau tanggal 17-25 agustus
2018 atau 9 hari membuat jemaah haji kesulitan untuk berangkat ke masjidil
haram sehingga jemaah banyak yang menggunakan transportasi lain dengan
risiko adanya biaya yang lebih tinggi yang harus dibayar dan tersesat. Untuk itu
perlu ada kebijakan yang lebih terkonsentrasi untuk pemondokan jemaah haji agar
tidak terlalu banyak rute bagi bus shalawat. Banyaknya rute juga menyita untuk
lebih banyak petugas transportasi yang mengatur sehingga mengurangi
kebutuhan petugas haji di pos yang lain.
Layanan transportasi antar kota madinah-makkah sebanyak 2.032
bus,bandara KAAIA jeddah-mekkah sebanyak 2.650 bus dan bandara AMAA
madinah-madinah sebanyak 2.091 bus. Untuk layanan bus mekkah-arafah
sebanyak 1.470 bus, mina-mekkah 1.470 bus, arafah- mudalifah sebanyak 490
bus dan musdalifah-mina sebanyak 350 bus. Khusus untuk muzdalifah-mina
ketersediaan bus dikurangi dengan alasan menghindari kemacetan, namun
membuat jemaah lebih lama menunggu di muzdalifah untuk ke mina, dengan
kondisi berada di area yang terbuka tidak ada tenda. Untuk itu perlu di kaji kembali
ketersediaan bus dari muzdalifah menuju mina agar jemaah dapat diberangkatkan
dengan perhitungan waktu yang sesuai.
Layanan angkutan Masyair sepenuhnya menjadi tanggung jawab
Pemerintah Arab Saudi yang dilaksanakan naqabah. Rute angkutan Masyair
meliuti Makkah-arafah, arafah-muzdalifah, muzdalifah-mina dan mina-makkah.
Tanggal beroperasi bus masyair tgl 8-13 dzulhizzah 1439H.
B. Pemondokan
Pemondokan sesuai dengan keputusan dirjen penyelenggara haji dan
umrah No.55 tahun 2017 tentang pedoman penyediaan akomodasi jemaah haji
Indonesia di Arab Saudi tahun 1438H/2017M standar akomodasi harus memiliki
12
kualitas bangunan dengan kondisi baik dan layak, lift yang memadai dan layak,
lobi dengan luas minimal 50m2 untuk wilayah makkah, lobi dengan kondisi yang
baik dan layak untuk wilayah madinah, tersedia penerangan yang cukup, genset
untuk cadangan listrik dan memiliki tangga darurat. Kelengkapan teknis
akomodasi harus memiliki Air Conditioner (AC) di lobi, resepsionis dan televisi.
Kelengkapan kamar tidur terdiri dari AC, tempat tidur, kasur yang baik dan tebal,
bantal, seprai dan selimut. Kelengkapan kamar mandi terdiri dari perlengkapan
mandi dan kloset. Kelengkapan musholla untuk wilayah makkah terdiri dari AC,
karpet dan tempat wudhu. Serta kelengkapan ruang makan terdiri dari meja, kursi,
tempat cuci tangan dan tempat sampah.
Wilayah akomodasi di makkah meliputi 11 sektor yaitu syisyah raudhah,
syisyah raudhah (2), raudhah, mahbas jin, mahbas jin (2), mahbas jin az, rei
bakhsy, misfalah, misfalah (2), jarwal dengan pemondokan di wilayah terdekat 708
meter dan terjauh 4.398 meter. Hotel berjumlah 164 unit dengan daya tampung
208.319 orang dan 3 hotel cadangan. Sistem sewa pemondokan jemaah haji di
mekkah adalah 16 unit dengan sewa multi years, sewa repeat order 110 unit dan
baru di sewa sebanyak 38 unit. Tersebarnya pemondokan di mekkah membuat
terjadinya perbedaan kenyamanan bagi jemaah haji, ada pemondokan yang di
lingkungan sekitarnya seperti terisolasi karena di areaanya tidak ada pertokoan,
area pemondokan yang berada didaerah tanjakan, saat penghentian pembagian
konsumsi jemaah kesulitan untuk mencari makan, saat pennghentian bus
shalawat jemaah kesulitan untuk menuju ke masjidil haram. Untuk itu
pemondokan di mekkah perlu dikaji ulang pemilihan lokasi dengan tetap
memperhatikan kualitas hotel minimal bintang 3 dan fasilitas lainnya yang
dibutuhkan oleh jemaaah.
Wilayah di madinah meliputi 5 sektor yang berada di area markaziah,
dengan jumlah hotel 107 unit yang menggunakan sistem sewa semi musim 75 unit
dan sewa musim penuh 32 unit dengan jarak terdekat adalah 10 meter dan terjauh
650 meter. Manajemen pembagian kamar perlu diperbaiki kembali dengan
mensingkronisasikan antara data tiba jemaah dengan kapasitas hotel karena
adanya kloter jemaah haji yang harus menunggu sampai 12 jam dan berganti
hotel sampai 2 kali di madinah.
13
Pemondokan di arafah mendapatkan 70 maktab (tenda) dengan fasilitas
alas karpet, penerangan lampu, mist fan, toilet, genset dan 30 tenaga kebersihan.
Besarnya jumlah jemaah haji Indonesia menyebabkan tidak mudahnya
mendapatkan pemondokan yang berada di satu lokasi sehingga para jemaah haji
tidak mendapatkan kesetaraan baik menyangkut jarak terdekat dengan masjidil
haram maupun fasilitas pemondokan yang berbeda. Pemondokan jemaah haji
menggunakan sistem qur’ah atau undian terhadap penempatan jemaah haji di
makkah. Dampak dari tersebarnya pemondokan di makkah ini tentu saja banyak
hal diantaranya terbatasnya petugas, berbedanya harga sewa pemondokan,
perbedaan kualitas pemondokan, ketersediaan transportasi bus shalawat, dan
resiko tersesatnya jemaah haji. Harga sewa pemondokan untuk di makkah rata-
rata sebesar SAR 4.450 dan di madinah sebesar SAR 1.200.
C. Konsumsi
Makan jemaah haji selama di Mekkah adalah sebanyak 40 kali dan di
Madinah sebanyak 18 kali.
Pelayanan konsumsi di makkah diberikan sehari 2 (dua) kali yaitu makan
siang dan malam serta 1 (satu) kali makan selamat datang atau jalan untuk
jemaah haji yang datang ke makkah dari madinah.
Konsumsi diberikan di pemondokan dalam kemasan kotak dengan waktu
makan siang puku 08.00-11.00 was, makan malam pukul 16.30-21.30 was dan
snack diberikan bersamaan dengan makan malam. Pelayanan konsumsi selama
arafah-mina-muzdalifah diberikan mulai tanggal 8 dzulhijjah sampai 13 dzulhijjah
siang dengan konsumsi diberikan dalam kemasan kotak.
Pelayanan konsumsi di madinah diberikan 18 kali dengan waktu siang dan
malam dan jeddah 1 kali. Masih terdapat katering yang menyediakan konsumsi
basi bagi jemaah haji sehingga perlu ditingkatkan pengawasan oleh petugas
sebelum diberikan kepada jemaah haji. Perlu diperhatikan waktu distribusi dan
kondisi jalanan yang padat sehingga tepat waktu tiba di pemondokan jemaah.
D. Pelayanan di Arafah-Muzdalifah-Mina
Pelayanan selama di arafah, mina dan muzdalifah jemaah haji Indonesia
dilayani oleh 70 maktab selama di arafah dengan satu maktab terdiri atas 6
14
sampai 7 kloter. Tenda mulai tahun ini seluruh tenda mengalami peningkatan
kualitas dengan sistem permanen, selain itu terjadi peningkatan kualitas karpet,
pendingin udara, mist fan, toilet dan dapur. Pendingin menggunakan mist fan tidak
mampu untuk mendinginkan ruangan dalam tenda, sehingga membuat jemaah
haji mengalami kepanasan. Toilet dirasakan masih mengalami kekurangan
sehingga jemaah masih banyak yang mengantri. Di beberapa maktab terjadi
kepadatan di dalam tenda namun di beberapa maktab yang ada spanduk KBIH
terlihat tidak terlalu padat. Fasilitas dan tenaga kesehatan sudah memadai,
beberapa jemaah mengalami heat stroke atau kepanasan karena berada di luar
tenda dan kurang minum.
Perlu di kaji kembali kebutuhan tenda bagi jemaah haji dan petugas haji,
fasilitas pendingin ruangan, toilet serta mekanisme pembagian jemaah haji ke
maktab agar jemaah tetap nyaman dalam ibadah wukuf di arafah.
Di Mina jemaah haji Indonesia di layani oleh 71 maktab dalam satu maktab
terdiri dari 6 sampai 7 kloter. Fasilitas yang disiapkan untuk jemaah haji yaitu
tenda permanen, karpet, pendingin udara, toilet dan dapur. Selama ini terdapat
jemaah haji Indonesia yang ditempatkan pada kawasan perluasan mina (wilayah
mantiqah dzil/mina jaddid) yang berjarak kurang lebih 7 km dengan jumlah maktab
6 maktab (18.000 jemaah) hal ini membuat para jemaah haji khususnya yang
lanjut usia mengalami kelelahan dan kesasar.
Jemaah haji di mina terlihat berdesakan dan padat di tenda, untuk itu perlu
dikaji kembali kebutuhan tenda di mina serta fasilitas penunjangnya. Selain itu
ketersediaan kursi roda untuk penanganan darurat jemaah haji yang kelelahan
menuju jamarat untuk melempar jumrah perlu dikaji kembali peningkatan
kebutuhannya.
Sedangkan selama berada di muzdalifah penempatan jemaah haji di alam
terbuka, sehingga akan mengganggu kesehatan jemaah haji terutama jika terjadi
cuaca ekstrim, hujan dan angin kencang. Untuk itu dapat diusulkan agar
dilengkapi dengan pelindung dan karpet agar jemaah terlindungi dari panas dan
hujan.
15
E. Kesehatan
Pelayanan kesehatan jemaah haji Indonesia di Arab Saudi menjadi
tanggung jawab Kementerian Kesehatan dan dibawah koordinasi Kementerian
Agama. Pelayanan kesehatan di tiga kota perhajian dilakukan di kantor kesehatan
haji Indonesia (KKHI) daerah kerja yang dilengkapi dengan peralatan dan tenaga
medis baik dokter umum maupun spesialis. KKHI daerah kerja merupakan tempat
rujukan bagi jemaah haji yang tidak tertangani di kantor sektor, sedangkan bagi
jemaah haji yang tidak tertangani di KKHI dirujuk ke rumah sakit Arab Saudi.
Untuk pelayanan kesehatan di makkah telah disiapkan KKHI setara dengan rumah
sakit kelas C di Indonesia kapasitas 250 tempat tidur ditambah dengan pelayanan
kantor di 11 sektor. Jumlah dokter 60 orang, perawat 60 orang, farmasi 17 orang,
ambulans 14 unit, UGD 12 bed, ICU 12 bed dan laboratorium radiologi.
Sedangkan KKHI Madinah dengan fasilitas ambulans 8 unit, UGD 27 bed,
laboratorium, 27 tempat tidur yang didukung oleh 24 dokter, 29 perawat dan
farmasi 4 orang. Pelayanan di madinah telah disiapkan KKHI setara dengan
rumah sakit kelas D di Indonessia dengan kapasitas 65 tempat tidur ditambah
dengan pelayanan kantor di 5 sektor. Pelayanan kesehatan di bandara madinah
maupun jeddah diberikan layanan ambulance yang akan melakukan pelayanan
gawat darurat dan rujukan dari bandara ke rumah sakit di Arab Saudi. Banyaknya
jemaah haji resiko tinggi memerlukan ekstra bagi tenaga kesehatan dalam
melayani jemaah haji untuk itu sangat penting perekrutan tenaga kesehatan yang
memiliki kompetensi tinggi. Ketersediaan peralatan medis serta pendukung medis
seperti ketersediaan kursi roda khususnya di jamarat sehingga dapat mendukung
penanganan pertolongan tim reaksi cepat jemaah haji.
F. Perlindungan
Keamanan dan perlindungan bagi jemaah haji telah dilakukan rekruitmen
unsur TNI dan POLRI. Penyediaan keamanan tersebut diharapkan mampu
membantu dalam mengamankan jemaah yang tersesat dan penyelesaian kasus-
kasus yang merugikan jemaah.
Komposisi petugas haji pada tahun 2018 yaitu Kementerian Agama
sebanyak 2.718 orang dan Kementerian Kesehatan sebanyak 2.038 orang
dengan total jumlah petugas sebanyak 4.756 orang.
16
BAB III
HASIL KUNJUNGAN TIM PENGAWASAN DPR RI TENTANG
PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI TAHUN 1439H/2018M
Penyelenggaraan ibadah haji tahun 1439H/2018M adalah merupakan
rangkaian kegiatan pengelolaan pelaksanaan ibadah haji yang meliputi
pembinaan, pelayanan dan perlindungan jemaah haji. Penyelenggaraan ibadah
haji bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan yang
sebaik-baiknya bagi jemaah haji sehingga jemaah haji dapat menunaikan
ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam.
Tim pengawas haji DPR RI dilakukan dengan tujuan untuk memastikan
pelayanan, pembinaan dan perlindungan dan fasilitas Penyelenggaraan Ibadah
Haji, khususnya di Arab Saudi sesuai dengan tujuan dan kebijakan yang telah
direncanakan oleh Kementerian Agama RI sebagai penanggung jawab.
Puncak ibadah haji tahun 1439H/2018M telah berakhir alhamdulillah
pelaksanaan ibadah haji berjalan lancar, Tim pengawas DPR RI menyampaikan
apresiasi dan ucapan terimakasih kepada seluruh petugas haji Indonesia yang
telah bekerja melayani tamu Allah Jemaah Haji Indonesia. Kementerian Agama
sebagai penanggungjawab penyelenggaraan ibadah haji telah bekerja dengan
baik, namun ada beberapa catatan yang harus diperbaiki, antara lain :
1. Kebijakan pemondokan di Madinah pada tahun ini telah menggunakan sewa
full musim dan blocking time, dan menempati area markaziyah dengan jarak
terjauh mencapai 650 meter dari masjidil nabawi. Namun ternyata kebijakan
ini masih menimbulkan ketidaksiapan pemondokan dengan adanya kloter
jemaah haji yang masih harus menunggu sampai lebih dari 10 jam untuk
masuk ke kamarnya bahkan harus pindah hotel sampai 2 kali, kejadian ini
pada kloter SOC 25.
Pemondokan di Mekkah, masih menggunakan kebijakan pemondokan yang
tersebar di beberapa lokasi di syisah, jarwal, aziziah, mahbas jin, rei bakhsy,
raudhah dan misfalah dengan membentuk 11 sektor layanan pemondokan.
Tersebarnya pemondokan di mekkah ternyata ada beberapa pemondokan
yang berada di daerah yang memiliki turunan atau tanjakan sehingga
membuat jemaah seperti terisolir dan menyusahkan jemaah yang rata-rata
17
berusi lanjut usia. Jarak pemondokan di mekkah terjauh 4.398 meter dan
terdekat 708 meter membuat jemaah terlihat kelelahan ke masjidil haram
walaupun disediakan bus shalawat bagi jemaah. Beberapa kelemahan
pemondokan di Mekkah antara lain :
a. Tersebarnya pemondokan di mekkah yang berada di 7 lokasi juga
membuat tersebarnya petugas haji sehingga sebaran petugas menjadi
kekurangan di area yang membutuhkan petugas lebih seperti di area
masjidil haram, area pemberangkatan dan kedatangan bus shalawat dan
dukungan bantuan jemaah yang sedang membutuhkan.
b. Mekanisme pembagian kamar untuk jemaah di pemondokan juga masih
terjadi jemaah yang terpisah dengan jemaah kloternya, sehingga perlu
kontrol yang lebih teliti terhadap mekanisme pembagian kamar.
c. Pemondokan yang memiliki jauh dari masjidil haram ketika bus shalawat
berhenti beroperasi membuat jemaah banyak yang berjalan menuju ke
masjidil haram sehingga membuat stamina menurun dan banyak jemaah
juga menggunakan transportasi taxi.
Pemondokan maktab di Arafah ada 70 maktab yang disediakan, terlihat
keluhan dari jemaah terkait dengan pendingin tenda yang hanya
menggunakan mist fan sehingga suhu panas di dalam tenda tidak dapat
dingin. Perlu dikalkulasi kembali kebutuhan tenda di Arafah bagi kebutuhan
jemaah haji serta mekanisme pembagian maktab tenda karena terlihat sangat
padat dan sesak bagi jemaah haji. Toilet dan tempat wudhu juga perlu
ditambah serta dipastikan tetap beroperasi sampai jemaah haji meninggalkan
arafah.
Pemondokan Mina, menjadi catatan karena jemaah berdesakan di dalam
tenda, penempatan jemaah di mina jaddid (mina baru) juga membuat jemaah
haji tidak yakin untuk mabit sehingga banyak jemaah haji mabit di tempat
lempar jumrah dan sekitarnya yang menimbulkan ketidakpastian karena
tempat tersebut dilarang untuk berdiam diri atau untuk berhenti oleh petugas
pemerintah Saudia Arab. Pemerintah harus bisa mengupayakan seluruh tenda
jemaah haji di Mina.
Fasilitas di muzdalifah juga perlu ditingkatkan mengingat jemaah mabit di area
terbuka dengan suhu panas di malam hari dan angin.
18
2. Kebijakan transportasi bagi jemaah cukup baik, namun terdapat temuan yang
menyatakan bahwa ada bis yang digunakan untuk mengantar jemaah dari
Madinah ke Mekkah keluaran tahun 2012. Sedangkan menurut kesepakatan
bis paling tua merupakan keluaran tahun 2013. Hal ini merupakan
pelanggaran kesepakatan yang dibuat antara pihak kemenag dan pihak
muasasah. Timwas merekomendasikan perusahaan transportasi tersebut
tidak digunakan lagi di tahun yang akan datang.
Pengurangan bus pada saat pergerakan dari arafah ke muzdalifah juga
membuat jemaah menunggu lebih lama. Perlu dikalkulasikan kembali
kebutuhan bus untuk mabit di muzdalifah karena jemaah haji berada di area
terbuka dengan suasana suhu panas dan angin sehingga diharapkan tidak
terlalu lama jemaah haji harus menunggu bus datang.
Manajemen bus shalawat perlu ditambah petugas di titik poin kedatangan dan
keberangkatan serta di tempat berhenti agar jemaah haji tidak terlalu
menunggu lama untuk naik bus shalawat.
Pemberhentian operasional bus shalawat juga harus di carikan solusi bagi
jemaah haji yang akan sholat di masjidil haram, karena jemaah banyak yang
pergi ke masjidil haram jalan kaki dan menggunakan trasnportasi umum atau
taxi.
3. Pelayanan katering bagi jemaah haji sudah baik namun citra rasa masakan
indonesia belum berhasil di terapkan seluruhnya, komposisi makanan untuk
nasi perlu diperhatikan kembali karena terlalu kecil porsinya, manajemen
distribusi makanan sampai ke jemaah haji juga perlu diperhatikan karena
banyak jemaah haji yang sudah berangkat ke masjidil haram makanan belum
datang dan ada makanan yang basi karena jemaah saat menerima makanan
sudah melewati waktu untuk dimakan karena ke masjidil haram terlebih
dahulu.
Pada saat berkunjung ke dapur salah satu perusahaan katering, terdapat
fasilitas dapur kurang steril dan higienis. Di salah satu dapur bahkan terdapat
aroma yang tidak sedap keluar dari sekitar dapur katering. Selain itu, terdapat
lalat yang berkeliaran di sekitaran dapur, sehingga perlu direkomendasikan
untuk diperbaiki kembali pengawasan terhadap perusahaan katering.
19
Pemberhentian pemberian makanan pada saat H-4 Arafah Mina membuat
jemaah mengkonsumsi makanan yang tidak teratur dan terkesan seadanya
tanpa memperhatikan asupan yang bergizi. Untuk itu diharapkan Pemerintah
berkerjasama dengan pemiliki pemondokan untuk menyediakan makanan
bagi jemaah haji untuk menjaga jemaah tetap fit dan sehat dalam menjalani
puncak ibadah haji arafah mina.
4. Layanan kesehatan selama penyelenggaraan haji cukup baik, namun
manajemen distribusi obat ke petugas kesehatan di kloter perlu diperbaiki.
Ketersediaan obat yang dibutuhkan oleh jemaah juga perlu diperhatikan
mengingat jemaah ada yang membutuhkan obat namun harus beli ke apotik
atau farmasi di Arab Saudi yang harganya mahal. Seharusnya petugas
kesehatan di kloter dapat mampu meningkatkan tugasnya apabila
pemondokan jemaah tidak berjauhan sehingga bisa saling membantu antar
kloter. Fasilitas kesehatan di KKHI madinah dan mekkah cukup memadai
namun perlu diperhatikan kebutuhan kursi roda bagi jemaah untuk evakuasi
darurat di masjidil haram mekkah, masjid nabawi madinah, arafah, mina,
jamarat, dan di pos kesehatan pemondokan. Petugas tim gerak cepat perlu di
bekali dengan kesiapan peralatan untuk evakuasi bagi jemaah yang
membutuhkan pertolongan darurat sehingga dapat lebih efektif penanganan
bagi jemaah.
5. Petugas haji Indonesia mengalami kenaikan yang cukup signifikan
dibandingkan tahun lalu yang hanya sebanyak 3.500 orang menjadi 4.756
orang pada tahun ini. Namun masih terasa di area yang sering terjadi dimana
jemaah sangat membutuhkan karena tersesat, kelelahan dan sakit seperti di
masjidil haram, masjid nabawi, jamarat terlihat kekurangan petugas. Sehingga
perlu diformulasikan ulang penempatan petugas dengan rencana induk
penyelenggaraan ibadah haji menyangkut penempatan pemondokan,
penempatan area tenda arafah dan mina serta komposisi petugas pelaksana
di lapangan.
6. Manajemen penyelenggaraan ibadah haji tahun 1439H/2018M perlu
mendapat perbaikan diantaranya adalah :
a. Standar operasional penanganan darurat bagi jemaah yang membutuhkan
pertolongan kesehatan dan informasi serta fasilitas penunjangnya.
20
b. Perencanaan penempatan petugas lapangan dan koordinasi komunikasi
antar petugas di lapangan.
c. Mekanisme penempatan jemaah di pemondokan madinah dan mekkah,
penempatan pemondokan jemaah di arafah dan mina, jemaah di bus saat
kedatangan di Arab Saudi, jemaah di arafah-mina dan jemaah di bus antar
kota.
d. Evaluasi dan kontrol petugas penyedia layanan katering, bus dan
pemondokan serta layanan arafah-mina.
21
BAB V
UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
Peningkatan pelayanan penyelenggaraan ibadah haji harus terus dilakukan
agar tidak terulangnya kembali kesalahan dan kelemahan pada masa lalu serta
upaya mewujudkan optimalisasi pelayanan bagi jemaah haji agar mendapatkan
ketenangan dalam beribadah sesuai dengan ajaran agama islam dan
mendapatkan haji yang mabrur.
Diterapkannya UU No.34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji
dimana telah didirikannya Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang sudah
dilantik badan pelaksana dan dewan pengawas oleh Presiden pada rabu 26 juli
2017. Dengan adanya BPKH diharapkan dapat meningkatkan pelayanan bagi
jemaah haji baik dari sisi manfaat imbal hasil dari dana setoran jemaah haji yang
mengendap maupun dari kebutuhan penyelenggaraan ibadah haji baik di dalam
negeri maupun di Arab Saudi.
Persoalan akomodasi pemondokan, katering konsumsi, bus transportasi
dan pesawat maskapai penerbangan adalah komponen biaya terbesar dalam
penyelenggaraan ibadah haji dan setiap tahunnya selalu ada kekurangan dan
kelemahan yang berdampak ketidaknyamanan bagi jemaah haji. Untuk itu perlu
didorong bahwa BPKH dapat memberikan angin segar bagi kebutuhan
peningkatan penyelenggaraan ibadah haji dengan melakukan investasi yang
berkaitan dengan hal tersebut diatas tentu saja dengan pertimbangan syariah,
kehati-hatian dan manfaat nilai imbal hasil atas investasi tersebut.
Upaya peningkatan juga harus dilakukan dengan perbaikan di undang-
undang serta regulasi peraturan turunanya sehingga mampu menjawab kondisi
penyelenggaraan ibadah haji ke depannya. Saat ini sedang dalam proses
pembahasan RUU Penyelenggaraan ibadah haji dan umrah yang diharapkan
dapat menghasilkan undang-undang yang mampu menjawab segala persoalan
dan tantangan haji ke depannya.
Peningkatan hubungan dan kerjasama antara pemerintah Indonesia dan
Pemerintah Arab Saudi serta didukung oleh kerjasama parlemen terkait dengan
penyelenggaraan ibadah haji sehingga mampu meningkatkan kuota haji Indonesia
yang saat ini kembali normal sebanyak 221.000 Orang dengan sebelumnya
22
dipotong akibat pembangunan perluasan masjidil haram dari tahun 2013 sampai
2016 yang menjadi 168.800 kuota jemaah haji. Penyelesaian masalah kuota haji
ini menjadi masalah utama dari seluruh rangkaian penyelenggaraan ibadah haji
mengingat bahwa rata-rata antrian jemaah haji mencapai 15 tahun dan bahkan
ada yang mencapai 38 tahun. Untuk itu perlu adanya diplomasi antar pemerintah
Indonesia dan Arab Saudi mengenai pembicaraan penambahan kuota jemaah haji
setiap tahunnya.
23
BAB VI
PENUTUP
Demikianlah laporan ini disusun sebagai referensi dalam evaluasi
pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji 1439H/2018M dan masukan dalam
pengambilan kebijakan untuk perbaikan dalam penyelenggaraan ibadah haji
berikutnya. Hampir setiap tahun dalam penyelenggaraan ibadah haji masih saja
ditemui berbagai kendala yang disebabkan oleh berbagai hal di antaranya lokasi
di negara Arab Saudi yang tentunya memiliki aturan dan ketentuan khusus yang
harus dipatuhi oleh negara pengirim jemaah haji.
Sesuai dengan amanat UU No.13 Tahun 2008 bahwa pemerintah
berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan dan perlindungan sehingga
jemaah haji dapat memperoleh pelayanan yang baik dan memadai baik di tanah
air maupun di arab Saudi, sehingga jemaah haji dapat menunaikan ibadahnya
sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam yang pada akhirnya diharapkan
memperoleh haji yang mabrur.
Di samping itu, kesempatan untuk menunaikan ibadah haji yang semakin
terbatas dikarenakan kuota visa haji yang tidak naik setiap tahun, menjadi
pertimbangan khusus dalam setiap penyelenggaraan ibadah haji. Sehubungan
dengan hal tersebut, Penyelenggaraan Ibadah Haji harus didasarkan pada prinsip
keadilan untuk memperoleh kesempatan yang sama bagi setiap warga negara
Indonesia yang beragama Islam.