Upload
ajengsepthiani
View
1.420
Download
201
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI SEDIAAN LIQUIDA DAN SEMISOLIDA
“Sediaan Krim dengan Bahan Aktif Gentamisin Sulfat”
Disusun oleh:
Nama : Ajeng Septhiani
NIM : P17335114034
Kelompok : IV (empat)
Kelas : I-A
Dosen Pembimbing: Hanifa Rahma, M. Si., Apt.
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG
JURUSAN D-III FARMASI
2015
SEDIAAN KRIM DENGAN BAHAN AKTIF GENTAMISIN
SULFAT DENGAN KADAR 0,1%
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mampu menentuan formula dan mengevaluasi dengan tepat sediaan krim
dengan bahan aktif gentamisin sulfat.
II. LATAR BELAKANG
Pada praktikum ini akan dibuat sediaan krim dengan bahan aktif gentamisin sulfat.
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut
atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Kemenkes RI, 2014). Krim merupakan istilah
yang digunakan dalam dunia farmasi, kedokteran dan kosmetik. Krim biasanya digunakan
untu pemakaian pada kulit atau membran mukosa. Krim adalah sediaan solid kental,
umumnya berupa emulsi M/A (krim berair) atau emulsi A/M (krim berminyak) (The Council
of The Royal Pharmaceutical Society of Great Britain, 1994). Pada praktikum ini dibuat krim
tipe air dalam minyak. Karena bahan aktif yang digunakan memiliki kelarutan yang larut
dalam air, sehingga bahan aktif disimpan dalam fase dalam yaitu air.
Beberapa keuntungan sediaan krim yaitu mudah dipakai, mudah dicuci dan
dihilangkan dari kulit dan pakaian, tidak lengket untuk tipe minyak dalam air dan
memberikan dispersi obat yang baik pada permukaan kulit.
Gentamisin adalah antibiotik golongan aminoglikosida yang bersifat bakterisida
terhadap banyak bakteri aerob, gram-negatif dan terhadap beberapa strain stafilokokus.
Dalam sel, aminoglikosida mengikat sub unit ribosom 30S, dan sampai batas tertentu untuk
sub unnit ribosom 50S, menghambat sintesis protein dan menghasilkan kesalahan dalam
transkripsi kode genetik bakteri. Organisme patogen berikut biasanya sensitif terhadap
gentamisin, diantaranya: strain Gram-negatif, spesies Brucella, Calymmatobacterium,
Campylobacter, Citrobacter, Escherichia, Enterobacter, Francisella, Klebsiella, Proteus,
Providencia, Pseudomonas, Serratia, Vibrio, Yersini dan Neisseria. Di antara organisme
Gram-positif seperti strain Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenes dan beberapa
strain Staphylococcus epidermidis, Enterococci dan Streptococcus. (Sweetman, 2009).
Gentamisin juga telah diterapkan untuk pemakaian topikal pada infeksi kulit
digunakan gentamisin dengan konsentrasi 0,1%, kadar tersebut merupakan kadar yang
disarankan, tetapi penggunaan tersebut juga dapat menyebabkan timbulnya resistensi.
Konsentrasi 0,3% digunakan dalam penggunaansediaan topikal untuk mata dan telinga
(Sweetman, 2009).
Sediaan ditujukan untuk penggunaan topikal pada kulit dan gentamisin sulfat sebagai
bahan aktif memiliki kelarutan yang larut dalam air (Kemenkes RI, 2014), maka dibuat
sediaan krim tipe air dalam minyak agar bahan aktif yaitu gentamisin berada di fase dalam
yaitu air. Selain itu bahan aktif memiliki pemerian yang tidak berbau, untuk menambah nilai
tampilan dalam hal aroma dan untuk meningkatkan akseptabilitas pasien maka pada sediaan
ditambahkan pengaroma.
Dosis pemakaian krim gentamisin sulfat yaitu 2 sampai 3 kali sehari, dioleskan
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1978).
III. TINJAUAN PUSTAKA
1. Bahan aktif : Gentamisin Sulfat
Zat Aktif Gentamisin Sulfat
Struktur
(Martindale
36th ed. 2009, p: 282)
Rumus
molekul
(British Pharmacopoeia 2009, p: 2751)
Titik lebur 218-237ºC
(http://www.chemicalbook.com/ChemicalProductProperty_E
N_CB2733991.htm)
Pemerian Serbuk; putih sampai kekuning-kuningan. (FI V hlm. 491)
Kelarutan Larut dalam air; tidak larut dalam etanol, dalam aseton, dalam
kloroform, dalam eter dan dalam benzen. (FI V hlm. 491)
Stabilitas Panas: Gentamisin Sulfat bila disimpan pada suhu 4º atau
25º dalam jarum suntik plastik sekali pakai selama 30
hari menimbulkan endapan cokelat dibeberapa kasus.
(Martindale 36th ed. 2009, p: 282)
Cahaya: Tidak ditemukan dalam literatur Martindale 36th
ed. 2009, JP 15th ed., BP ed. 2009, FI V, European pharm
5th ed., USP 30-NF 25, TPC 12th ed. 1992.
Air: Gentamisin Sulfat dalam larutan air cukup asam
sampai sangat basa secara kimiawi stabil dan
menunjukkan dekomposisi di air buffer mendidih (pH 2-
14). (TPC 12th ed. 1992, p: 880)
pH: Larutan Gentamisin Sulfat dalam pH asam mungkin
membasakan karbondioksida. (Martindale 36th ed. 2009,
p: 282)
Inkompabilitas Aminoglikosida yang aktif dalam vitro oleh berbagai penisilin
dan sefalosporin melalui interaksi dengan cincin beta-laktam,
tingkat inaktivasi tergantung pada suhu, konsentrasi, dan
durasi kontak. Perbedaan aminoglikosida bervariasi dalam
stabilitas mereka, dengan amikasin rupanya yang paling tahan
dan tobramycin paling rentan terhadap inaktivasi; gentamisin
dan netilmisin adalah stabilitas menengah. Beta laktam juga
bervariasi dalam kemampuan mereka untuk menghasilkan
inaktivasi, dengan ampisilin, benzilpenisilin, penisilin dan
antipseudomonal seperti karbenisilin dan tikarsilin
memproduksi inaktivasi ditandai. Inaktivasi juga telah
dilaporkan dengan asam klavulanat. Gentamisin juga tidak
sesuai dengan furosemid, heparin, sodium bikarbonat (pH
asam larutan gentamisin mungkin membebaskan karbon
dioksida), dan beberapa solusi untuk nutrisi parenteral.
Interaksi dengan persiapan memiliki pH basa (seperti
sulfadiazin sodium) , atau obat yang tidak stabil pada pH asam
( misalnya eritromisin garam ), yang cukup dapat diharapkan .
Mengingat potensi mereka untuk ketidakcocokan, gentamisin
dan lainnya aminoglikosida harus umumnya tidak dicampur
dengan obat lain dalam jarum suntik atau larutan infus atau
diberikan melalui intravena yang sama
line. Ketika aminoglikosida diberikan dengan beta laktam,
mereka umumnya harus diberikan pada lokasi terpisah.
(Martindale 36th ed. 2009, p: 282)
Keterangan
lain
Merupakan antibiotik golongan aminoglikosida yang memiliki
aksi bakterisida terhadap banyak bakteri aerob, gram negatif
dan terhadap beberapa strain stafilokokus. (Martindale 36th ed.
2009, p: 282)
Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat. (FI V hlm. 492)
Kadar
penggunaan
Dalam sediaan digunakan Gentamisin Sulfat dengan kadar
0,1%.
2. Parafin Cair
Zat Parafin Cair
Sinonim Avatech; Drakeol; minyak mineral berat; petrolatum cair berat;
petrolatum cair; minyak parafin; paraffinum Liquidum; Sirius;
putih minyak mineral. (HOPE 6th ed. 2009 p: 445)
Struktur Tidak ditemukan dalam literatur Martindale 36th ed. 2009, JP
15th ed., BP ed. 2009, FI V, European pharm 5th ed., USP 30-
NF 25, TPC 12th ed. 1992.
Rumus
molekul
C14-C18 (HOPE 6th ed. 2009 p: 446)
Titik lebur 20ºC
(http://www.perrigo.com.au/upload/product/document/LIQ014
77F_MSDS.pdf)
Pemerian Cairan berminyak, jernih, tidak berwarna, bebas atau praktis
bebas dari fluoresensi. Dalam keadaan dingin tidak berbau,
tidak berasa dan jika dipanaskan berbau minyak tanah lemah.
(FI V hlm. 869)
Kelarutan Parafin Cair tidak larut dalam air, dan dalam etanol; larut
dalam minyak menguap; dapat bercampur dengan minyak
lemak; tidak bercampur dengan minyak jarak. (FI V hlm.869)
Stabilitas Minyak mineral mengalami oksidasi bila terkena panas dan
cahaya. Oksidasi dimulai dengan pembentukan peroksida,
yang menunjukkan periode induksi. Dalam kondisi biasa,
periode induksi mungkin waktu berbulan-bulan atau bertahun-
tahun. Namun, setelah jejak peroksida adalah terbentuk,
oksidasi lebih lanjut autokatalitik dan hasil yang sangat
cepat. Hasil oksidasi dalam pembentukan aldehid dan
asam organik, yang memberi rasa dan bau. Stabilizer mungkin
ditambahkan untuk menghambat oksidasi; hydroxyanisole
butylated, butylated hydroxytoluene, dan alpha tocopherol
yang paling umum digunakan antioksidan. (HOPE 6th ed. 2009
p: 446)
Inkompabilitas Parafin cair inkompatibel dengan oksidator kuat. (HOPE 6th
ed. 2009 p: 446)
Keterangan
lain
Kegunaan: emolien; pelumas; pelarut; adjuvant vaksin.
(HOPE 6th ed. 2009 p: 445)
Penyimpanan Parafin cair harus disimpan dalam wadah kedap udara,
dilindungi dari cahaya, di tempat yang sejuk dan kering.
(HOPE 6th ed. 2009 p: 446)
Kadar
penggunaan
Salep optalmik : 3,0 – 60,0%
Sediaan otik : 0,5 – 3,0%
Emulsi topikal : 1,0 – 32,0%
Larutan topikal : 1,0 – 20,0%
Salep topikal : 0,1 – 95,0%
(HOPE 6th ed. 2009 p: 446)
Dalam sediaan digunakan parafin cair sebanyak 5%.
3. Cetostearyl Alkohol
Zat Cetostearyl Alkohol
Sinonim Stearil alkohol; setil stearil alkohol; Crodacol CS90; Lanette O;
Speziol C16-18 Pharma; Tego Alkanol 1618; Tego Alkanol 6855.
(HOPE 6th ed. 2009 p: 150)
Struktur Tidak ditemukan dalam literatur Martindale 36th ed. 2009, JP 15th
ed., BP ed. 2009, FI V, European pharm 5th ed., USP 30-NF 25,
TPC 12th ed. 1992.
Rumus
molekul
Setostearil alkohol campuran alkohol alifatik padat terutama
terdiri dari stearil (C18H38O) dan setil (C16H34O) alkohol. (HOPE
6th ed. 2009 p: 150)
Titik lebur 49–56 °C (HOPE 6th ed. 2009 p: 150)
Pemerian Massa putih atau warna krem, serpihan, pellet, atau granul.
Mempunyai karakteristik aroma manis yang lemah. Pada
pemanasan, cetostearil alcohol melebur menjadi cairan bebas
bahan tersuspensi, jernih, tidak berwarna atau kuning pucat.
(HOPE 6th ed. 2009 p: 150)
Kelarutan Larut dalam etanol (95%), eter dan minyak; praktis tidak larut
dalam air. (HOPE 6th ed. 2009 p: 150)
Stabilitas Cetostearil alkohol stabil di bawah kondisi normal penyimpanan.
Cetostearil alkohol harus disimpan di wadah tertutup baik, tempat
sejuk dan kering. (HOPE 6th ed. 2009 p: 150)
Inkompabilita
s
Inkompatibel dengan oksidator kuat dan garam logam. (HOPE 6th
ed. 2009 p: 150)
Keterangan
lain
Emolien, emulgator, peningkat viskositas. (HOPE 6th ed. 2009 p:
150)
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik, jauh dari oksidator kuat, di tempat
sejuk dan kering. (HOPE 6th ed. 2009 p: 150)
Kadar
penggunaan
2–5 % (HOPE 6th ed. 2009 p: 150)
Dalam sediaan kadar yang digunakan adalah 5%.
4. Cetomacrogolum 1000
Zat Cetomacrogolum 1000
Sinonim Collone NI; Crodex N; Emulgade 1000 NI; Ester Wax NF;
Lipowax P; Masurf Emulsifying Wax NF; Permulgin D;
Polawax; Ritachol 2000; T-Wax. (HOPE 6th ed. 2009 p: 777)
Struktur
(http://apps.who.int/phint/en/p/docf/)
Rumus
molekul
(C2H4O)nC16H34O (http://apps.who.int/phint/en/p/docf/)
Titik lebur Tidak kurang dari 38 °C. (http://apps.who.int/phint/en/p/docf/)
Pemerian Putih atau putih pucat lilin padat atau serpihan yang mencair
ketika dipanaskan untuk memberikan cairan hampir tidak
berwarna yang jelas. Lilin pengemulsi nonionik memiliki bau
samar dari setostearil alkohol. (HOPE 6th ed. 2009 p: 777)
Kelarutan Praktis tidak larut dalam air (formula emulsi), larut dalam alkohol
dan mudah larut dalam eter, kloroform, lebih larut dalam pada
pelarut hidrokarbon dan aerosol propellants. (HOPE 6th ed. 2009
p: 777)
Stabilitas Cetomacrogolum 1000 merupakan bahan stabil dan harus
disimpan dalam wadah tertutup baik ditempat yang sejuk dan
kering. (HOPE 6th ed. 2009 p: 777)
Inkompabilita
s
Cetomacrogolum 1000 inkompatibel dengan tannin, phenol dan
bahan fenolik, resirsinol dan benzokain. Dapat mengurangi
khasiat antibakteri senyawa amonium kuartener. (HOPE 6th ed.
2009 p: 777)
Keterangan
lain
Emulsifying agent; solubilizing agent; stiffening agent. (HOPE
6th ed. 2009 p: 777)
Penyimpanan Cetomacrogolum 1000 harus disimpan dalam wadah tertutup
baik ditempat yang sejuk dan kering. (HOPE 6th ed. 2009 p: 777)
Kadar
penggunaan
Emulsifying agent dengan konsentrasi 15% untuk krim. (HOPE
6th ed. 2009 p: 777)
Dalam sediaan kadar yang digunakan adalah 3%.
5. BHT (Butil Hidroksi Toluen)
Zat BHT (Butil Hidroksi Toluen)
Sinonim Agidol; BHT; 2,6-bis(1,1-dimethylethyl)-4-methylphenol;
butyl-hydroxytoluene; butylhydroxytoluenum; Dalpac;
dibutylated hydroxytoluene; 2,6-di-tert-butyl-p-cresol; 3,5-di-
tert-butyl-4-hydroxytoluene; E321; Embanox BHT; Impruvol;
Ionol CP;Nipanox BHT;OHS28890;Sustane;Tenox
BHT;Topanol;Vianol. (HOPE 6th ed. 2009 p: 75)
Struktur
(HOPE 6th ed. 2009 p: 75)
Rumus
molekul
C15H24O (HOPE 6th ed. 2009 p: 75)
Titik lebur 70ºC.(HOPE 6th ed. 2009 p: 75)
Pemerian Butylated hydroxyl toluene merupakan kristal padat berwarna
kuning putih atau pucat dengan bau fenolik yang samar.
(HOPE 6th ed. 2009 p: 75)
Kelarutan Praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilenglikol, solusi
hidroksida alkali, dan asam mineral berair. Bebas larut dalam
aseton, benzena, etanol (95%), eter, methanol, toluene, minyak
tetap, dan minyak mineral. Lebih larut dari butylated
hydroxyanisole dalam minyak dan lemak makanan. (HOPE 6th
ed. 2009 p: 75)
Stabilitas Paparan cahaya, kelembaban, dan panas menyebabkan
perubahan warna dan hilangnya aktivitas. (HOPE 6th ed. 2009
p: 76)
Inkompabilitas Butylated hydroxytoluene adalah fenolik dan mengalami
reaksi karakteristik fenol. Hal ini tidak kompatibel dengan
oksidator kuat seperti peroksida dan permanganates. Kontak
dengan agen oksidasi dapat menyebabkan pembakaran
spontan. Garam besi menyebabkan perubahan warna dengan
hilangnya aktivitas. Pemanasan dengan jumlah katalitik asam
menyebabkan dekomposisi yang cepat dengan rilis dari
isobutene gas yang mudah terbakar. (HOPE 6th ed. 2009 p:
76)
Keterangan
lain
Kegunaan: Antioksidan. (HOPE ed. 6th p: 75)
Penyimpanan Butylated hydroxytoluene harus disimpan dalam wadah
tertutup baik, terlindung dari cahaya, di tempat yang sejuk dan
kering. (HOPE ed. 6th p: 76)
Kadar
penggunaan
ß-Carotene 0.01%
Edible vegetable oils 0.01%
Minyak esensial and perasa 0.02–0.5%
Fats and oils 0.02%
Minyak ikan 0.01–0.1%
Inhalasi 0.01%
Injeksi IM 0.03%
Injeksi IV 0.0009–0.002%
Formulasi Topikal 0.0075–0.1%
Vitamin A 10 mg per juta unit (HOPE 6thed. 2009 p: 75)
Kadar yang digunakan pada sediaan : 0,01%.
6. Na-EDTA
Zat Na-EDTA
Sinonim Edetas Dinatrii; EDTA disodium; etilendiaminatetraasetat
disodium; edathamil disodium; dinatrium edetat; Asam edetic,
garam disodium. (HOPE 6th ed. 2009 p: 242)
Struktur
(HOPE 6th ed. 2009 p: 242)
Rumus
molekul
C10H14N2Na2O8 (anhydrous)
C10H18N2Na2O10 (dihydrate)
(HOPE 6th ed. 2009 p: 242)
Titik lebur Dekomposisi pada 2528ºC untuk dihidrat. (HOPE 6th ed. 2009
p: 243)
Pemerian Kristal putih, bubuk, tidak berbau dengan rasa sedikit asam.
(HOPE 6th ed. 2009 p: 243)
Kelarutan Na-EDTA praktis tidak larut dalam dalam kloroform dan eter,
sedikit larut dalam etanol (95%), 1 bagian larut dalam 11
bagian air. (HOPE 6th ed. 2009 p: 243)
Stabilitas Na-EDTA kehilangan air kristal jika dipanaskan sampai
120ºC. Larutan encer dinatrium edetat dapat disterilkan dengan
autoclaving. Harus disimpan dalam wadah bebas alkali. Na-
EDTA higroskopis dan tidak stabil bila terkena air. (HOPE 6th
ed. 2009 p: 243)
Inkompabilitas Dinatrium edetat sebagai asam lemah menggeser
karbondioksida dari karbonat dan bereaksi dengan logam
untuk membentuk hidrogen. Hal ini tidak sesuai dengan zat
pengoksidasi kuat, basa kuat, ion logam dan paduan logam.
(HOPE 6th ed. 2009 p: 243)
Keterangan
lain
Kegunaan: Chellating agent. (HOPE ed. 6th p: 242)
Penyimpanan Na-EDTA higroskopis dan tidak stabil saat terkena
kelembaban. Ini harus disimpan dalam wadah tertutup baik di
tempat yang sejuk, tempat yang kering. (HOPE ed. 6th p: 243)
Kadar
penggunaan
Dinatrium edetat digunakan sebagai agen chelating di
berbagai
sediaan farmasi, termasuk obat kumur, tetes mata
persiapan, dan persiapan topikal, (1-3) biasanya pada
konsentrasi antara 0,005 dan 0,1% w / v.
Kadar yang digunakan pada sediaan : 0,05%.
7. Vaselin Album
Zat Vaselin Album
Sinonim Merkur; mineral jelly; petroleum jelly; Silkolene; Snow White;
SoftWhite; vaselinum flavum; yellow petrolatum; yellow
petroleumjelly.
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients 6th Ed 2009, p: 482)
Struktur -
Rumus
molekul
-
Titik lebur 38–60 °C
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients 6th Ed 2009, p: 482)
Pemerian Masa lunak, lengket, bening, putih; sifat ini tetap setelah zat
dileburkan dan dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk.
Berfluoresensi lemah, juga jika dicairkan; tidak berbau; hampir
tidak berasa.
(Farmakope Indonesia Edisi V, hlm 1312)
Kelarutan Praktis tidak larut dalam aseton, etanol. Etanol (95%) panas atau
dingin, gliserin, dan air ; larut dalam benzene, karbon disulfide,
kloroform, eter, heksana, dan minyak atsiri.
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients 6th Ed 2009, p: 482)
Stabilitas Petrolatum merupakan bahan stabil karena sifat hidrokarbonnya
tidak aktif; sebagian besar masalah stabilitas terjadi karena
adanya sejumlah kecil kotoran. Pada
paparan cahaya, kotoran ini dapat dioksidasi menjadi
menghitamkan petrolatum dan menghasilkan bau yang tidak
diinginkan. Luasnya oksidasi bervariasi tergantung pada sumber
petrolatum dan tingkat perbaikan. Oksidasi dapat dihambat oleh
dimasukkannya antioksidan yang sesuai seperti
butylatedhydroxyanisole, hydroxytoluenebutylated, atau
alphatocopherol. Petrolatum tidak boleh dipanaskan untuk waktu
yang lama. Suhu yang diperlukan untuk mencapai fluiditas
lengkap (sekitar 70oC). (Handbook Of Pharmaceutical Excipients
6th Ed 2009, p: 482)
Inkompabilita
s
Merupakan bahan inert yang tidak dapat bercampur dengan
banyak bahan.
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients 6th Ed 2009, hal 482)
Keterangan
lain
Emolien, basis salep
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients 6th Ed 2009, hal 482)
Penyimpanan Harus disimpan di wadah tertutup, terlindungi dari cahaya, dalam
tempat sejuk dan kering.
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients 6th Ed 2009, hal 482)
Kadar
penggunaan
Emolien krim topikal : 10-30%
Emulsi topikal : 4- 25%
Salep topikal : sampai 100%
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients 6th Ed 2009, hal 482
Kadar yang digunakan pada sediaan : 25%.)
8. Propilen glikol
Zat Propilen glikol
Sinonim 1,2 - Dihidroksipropana ; E1520 ; 2 - hidroksipropanol ;
metiletilenaglikol ; metilglikol ; propana - 1,2 - diol ;
propilenglikolum . (HOPE 6th ed. 2009 p: 592)
Struktur
(HOPE 6th ed. 2009 p: 592)
Rumus
molekul
C3H8O2 (HOPE 6th ed. 2009 p: 592)
Titik lebur -59 ºC.(HOPE 6th ed. 2009 p: 592)
Pemerian Tidak berwarna, kental, cairan praktis tidak berbau jelas
dengan manis, rasa sedikit pedas menyerupai glisein. (HOPE
6th ed. 2009 p: 592)
Kelarutan Larut dalam aseton, kloroform, etanol 95%, glisein, air, larut
pada 1 dalam 6 bagian eter, tidak larut dalam minyak mineral
ringan atau minyak tetap, tetapi akan melarutkan beberapa
mintak esensial. (HOPE 6th ed. 2009 p: 592)
Stabilitas Pada suhu dingin, propilen glikol stabil dalam wadah yang
tertutup, tetapi pada suhu tinggi, ditempat terbuka cenderung
mengoksidasi sehinggal menimbulkan produk seperti
propionaldehida, asam laktat, asam piruvat, asam asetat.
Propilen glikol secara kimiawi stabil bila dicampur dengan
etanol 95%, gliserin, air. Larutan dalam air dapat disterilkan
dengan autoklaf. Propilen glikol higroskopis dan harus
disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya,
ditempat sejuk dan kering. (HOPE 6th ed. 2009 p: 593)
Inkompabilitas Propilen glikol tidak kompatibel dengan reagen pengoksidasi
seperti kalsium permanganat.(HOPE 6th ed. 2009 p: 593)
Keterangan
lain
Kegunaan: Pelarut metilparaben dan propilparaben. (HOPE
ed. 6th p: 592)
Penyimpanan Propilen glikol bersifat higroskopis dan harus disimpan dalam
wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, di tempat yang
sejuk dan kering. (HOPE ed. 6th p: 592)
Kadar
penggunaan
Humektan Topikal : 15%
Pengawet larutan dan semisolida : 15-30%
Pelarut atau pelarut campuran :
larutan aerosol : 10-30%
larutan oral : 10-25%
parenteral : 10-60%
Topikal : 5-80% (HOPE 6thed. 2009 p: 592)
Kadar yang digunakan pada sediaan : ? %.
9. Metilparaben
Zat Metilparaben
Sinonim Aseptoform M; CoSept M; E218; metil 4-
hidroksibenzoikasam ester; metagin; Metil Chemosept; metilis
parahidroksibenzoat;metil p-hidroksibenzoat; Metil Parasept;
Nipagin M; SolbrolM; Tegosept M; Uniphen P-23. (HOPE
6thed. 2009 p: 441)
Struktur
(HOPE 6th ed 2009 p: 441)
Rumus
molekul
C8H8O3(HOPE 6th ed. 2009 p: 441)
Titik lebur 125–1280C (HOPE 6th ed. 2009 p: 443)
Pemerian Hablur kecil, tidak berwara atau serbuk hablur, putih; tidak
berbau atau berbau khas lemah; sedikit rasa terbakar. (FI V
hlm.856)
Kelarutan Sukar larut dalam air, dalam benzen dan dalam karbon
tetraklorida; mudah larut dalam etanol dan dalam eter. (FI IV
hlm.856)
Stabilitas Larutanencer metilparabenpada pH3-6
disterilisasidenganautoklafpada 1200C selama 20 menit,
tanpadekomposisi. Larutanencermetilparaben pada pH 3-6
stabil (kurangdari 10% dekomposisi) sampaisekitar 4 tahun di
suhu kamar, sedangkanlarutanmetilparabenpada pH 8 atau di
atasterjadi hidrolisiscepat (10% ataulebihsetelahsekitar 60
penyimpananharipadasuhukamar). (HOPE 6th ed. 2009 p: 443)
Inkompabilitas Metilparaben telah dilaporkan tidak dapat bercampur
denganbahanlain, sepertibentonit, magnesium trisilikat, talk,
tragakan, natrium alginat,minyakesensial,sorbitol, dan
atropin. Metilparaben juga bereaksi dengan berbagai gula dan
alcohol gula yang terkait. Penyerapan Metilparaben oleh
plastic juga telah dilaporkan.; jumlah yang diserap tergantung
pada jenis plastik. Telah dinyatakan bahwa low-density dan
high-density polietilen botol tidak menyerap metilparaben.
Metilparaben berubah warna dengan adanya besi dan tunduk
pada hidrolisis oleh basa lemah dan asam kuat. (HOPE 6th ed.
2009 p: 443)
Keterangan
lain
Kegunaan: Pengawet antimikroba. (HOPE 6th ed. 2009 p:
441)
Penyimpanan Metilparaben harus disimpan dalam wadah yang tertutup di
tempat yang sejukdankering. (HOPE 6th ed. 2009 g: 443)
Kadar
penggunaan
Pada sediaan oral dan suspensi : 0,015-0,2% (HOPE 6th ed.
2009 p: 442)
Kadar yang digunakan pada sediaan : 0,53%.
10. Propilparaben
Zat Propilparaben
Sinonim Aseptoform P; CoSept P; E216; propil 4-hidroksibenzoat asam
ester; Nipagin P; Nipasol M; propagin; Propil Aseptoform;
propilbutex; Propil Chemosept; propilparahidroksibenzoat;
propil p hidroksibenzoat; Propil Parasept; Solbrol P; Tegosept
P; Uniphen P-23.(HOPE 6th ed. 2009 p: 596)
Struktur
(HOPE 6th ed. 2009 p: 596)
Rumus
molekul
C10H12O2(HOPE 6th ed. 2009 p: 596)
Titik lebur 95-99 ºC (www.chemblink.com/products/94-13-3.htm)
Pemerian Serbuk atau hablur kecil, tidak berwarna. (FI V hlm. 1072)
Kelarutan Sangat sukar larut dalam air, sukar larut dalam air mendidih,
mudah larut dalam etanol dan dalam eter. (FI V hlm. 1072)
Stabilitas Larutan encer propilparaben pada pH 3-6 dapat disterilkan
dengan autoklaf, tanpa dekomposisi. Pada pH 3-6, larutan
stabil (kurang dari 10% dekomposisi sampai sekitar 4 tahun
pada suhu kamar, sedangkan pada pH 8 atau diatas akan terjadi
hidrolisis cepat (10% atau lebih setelah 60 hari pada suhu
kamar.(HOPE 6th ed. 2009 p: 597)
Inkompabilitas Aktivitas antimikroba dari propilparaben berkurang jauh pada
surfaktan nonionik sebagai akibat dari micellization.
Penyerapan propilparaben oleh plastik telah dilaporkan,
dengan jumlah yang diserap tergantung pada jenis plastik.
Magnesium silikat alumunium, magnesium trisilikat, oksida
besi kuning, dan biru laut juga telah dilaporkan dapat
menyerap propilparaben sehingga mengurangi efektivitas
pengawet. Propilparaben berubah warna dengan adanya besi
dan terjadi hidrolisis cepat oleh basa lemah dan asam kuat.
(HOPE 6th ed. 2009 p: 597)
Keterangan Pengawet antimikroba.
lain
ADI metilparaben : 10 mg/kg bb. (HOPE 6th ed. 2009 p: 598)
Penyimpanan Propilparaben harus disimpan dalamwadah yang tertutup
dalam sejuk dan kering. (HOPE 6th ed. 2009 p: 597)
Kadar
penggunaan
Larutan oral dan suspensi : 0,01-0,02%. (HOPE 6th ed. 2009
p: 596)
Kadar yang digunakan pada sediaan : 0,01%.
11. Water
Zat Water
Sinonim Aqua purificata; Hidrogen Oksida. (HOPE6thed. 2009 p: 766)
Struktur H H
O
Rumus
molekul
H2O (HOPE6th ed. 2009 p: 766)
Titik lebur 00C (HOPE6thed. 2009 p: 766)
Pemerian Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa.
(HOPE 6thed. 2009 p: 766)
Kelarutan Bercampur dengan sebagian besar pelarut polar. (HOPE 6thed.
2009 p: 766)
Stabilitas Air secara kimiawi stabil di semua keadaan fisiknya, (cair, es
dan uap). (HOPE 6th ed. 2009 p: 766)
Inkompabilitas Dalam formulasi farmasetika air dapat bereaksi dengan obat-
obatan dan eksipien lain yang rentan terhadap hidrolisis
(terdekomposisi dengan adanya air atau uap air) pada
peningkatan suhu, air bereaksi secara kuat dengan logam
alkali dan bereaksi cepat dengan alkali tanah dan oksidasinya
seperti kalsium oksida dan magnesium oksida. Air juga
bereaksi dengan komposisi yang bervariasi,dengan beberapa
bahan organic dan kalsium karbida. (HOPE6thed. 2009 pg:
768)
Keterangan
lain
Kegunaan: Pelarut. (HOPE 6thed. 2009 p: 766)
Penyimpanan Dalam penyimpanan dan distribusi air harus dilindungi dari
ion dan organik kontaminasi, yang akan menyebabkan
peningkatan konduktivitas dan jumlah karbon organik. Air
juga harus dilindungi terhadap masuknya partikel asing dan
mikroorganisme sehingga pertumbuhan mikroba dapat
dicegah atau diminimalkan. Air untuk tujuan tertentu harus
disimpan dalam wadah yang sesuai. (HOPE6th ed. 2009 p:
766)
SPESIFIKASI SEDIAAN
1. Bentuk sediaan : Krim
2. Warna : Putih
3. Bau : Mawar
4. pH sediaan : 4,5-6,5
5. Kadar sediaan : 0,1%
6. Volume sediaan : 5 gram/tube
7. Viskositas : 10000-20000 cPs
DOSIS
2 sampai 3 kali sehari setelah mandi, dioleskan. (Fornas edisi II 1978 hlm. 135)
TINJAUAN PUSTAKA
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (mengandung air tidak
kurang dari 60%). Krim ada dua tipe yakni krim tipe M/A dan tipe A/M. Krim yang dapat
dicuci dengan air (M/A), ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat
digunakan untuk pemberian obat melalui vagina (Syamsuni, 2006).
Stabilitas krim akan rusak jika sistem campurannya terganggu oleh perubahan suhu
dan perubahan suhu dan perubahan komposisi ( adanya penambahan salah satu fase secara
berlebihan). Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika sesuai pengenceran yang cocok,
yang harus dilakukan dengan teknik aseptis. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan
dalam waktu 1 (satu) bulan (Syamsuni, 2006).
Basis pada krim dan salep adalah sama, terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu:
A. Basis berminyak/hidrokarbon (oleagenous)
Basis hidrokarbon juga dikenal sebagai basis berminyak, bebas air, inkoporasi air
hanya dalam jumlah kecil dan dengan kondisi yang cukup sulit. Peran utama untuk basis ini
meliputi efek emuliensa (melunakkan), dapat bertahan pada kulit untuk periode waktu yang
cukup lama, mencegah penguapan kelengasan kelembaban dari kulit menuju atmosfer dan
tidak mudah tercuci. Basis hidrokarbon berkerja pula sebagai pembalut oklusif sehingga
meningkatkan hidrasi kulit dengan cara menurunkan kecepatan hilangnya air permukaan.
Juga tidak mengering atau berubah pada proses penuaan. Basis hidrokarbon semisolida
meliputi hidrokarbon cair C16 hingga C30 rantai lurus dan bercabang, terjerat dalam matriks
kristal halus dari hidrokarbon solida berbobot molekul tinggi.
B. Basis absorpsi (absorption base)
Basis absorpsi bersifat hidrofilik, material anhidrous atau basis hidrous (emulsi A/M)
yang mempunyai kemampuan mengabsorpsi air tambahan. Dengan penambahan lanolin,
lanolin isolat, kolesterol, lanosterol atau sterol terasetilasi membuat basis hidrokarbon
menjadi hidrofil. Campuran hidrofil tersebut dikenal sebagai basis absorpsi, hanya saja kata
absorpsi kurang tepat. Walaupun basis mengabsorpsi larutan air dianggap emulsi A/M,
sebetulnya basis absorpsi tidak mengabsorpsi air pada saat berkontak, hanya sesudah cukup
diagitasi basis absorpsi menjadi salap konvesional yang mengandung pengemulsi A/M dalam
jumlah yang cukup besar.
C. Basis tercuci air (water removable base)
Kelompok ini merupakan basis emulsi yang luas digunakan karena dapat tercuci dari
kulit atau pakaian dengan air. Dapat mengandung komponen larut air atau tidak larut air. Dari
sudut teurapeutik, basis tercuci air menunjukkan kemampuan mengabsorpsi buangan serum
(serous) pada kondisi dermatologi.
Basis tercuci air membentuk lapis tipis (film) semi permeabel pada lokasi aplikasi sesudah
penguapan air. Dalam hal ini basis terdiri dari 3 bagian komponen; fasa minyak, pengemulsi,
dan fasa air. Fasa minyak merupakan fasa internal, terdiri dari petrolatum atau liquid
petrolatum. Komponen lain yang ditambahkan ke dalam fasa minyak, seperti setil dan stearil
alkohol, membentuk fasa minyak secara menyeluruh.
D. Basis larut air (water soluble base)
Basis ini hanya mengandung komponen larut air. Basis larut air diacu juga sebagai
bebas lemak (minyak) karena tidak mengandung minyak (oleagenious). Inkoporasi larutan air
sulit dilakukan karena sistem akan segera melunak dengan penambahan air, baik digunakan
untuk bahan nonair maupun bahan padat. Mayoritas komponen basis terdiri dari
polietilenglikol yang merupakan basis larut air (Agoes, 2012).
Penggolongan Krim
Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse mikrokristal asam–asam
lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih
ditujukan untuk pemakain kosmetika dan estetika. Krim dapat juga digunakan untuk
pemberian obat melalui vaginal. Ada 2 tipe krim yaitu krim tipe minyak dalam air (m/a) dan
krim tipe air dalam minyak (a/m). Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis
dan sifat krim yang dikehendaki. Untuk krim tipe a/m digunakan sabun polivalen, span, adeps
lanae, kolsterol dan cera. Sedangkan untuk krim tipe m/a digunakan sabun monovalen,
seperti trietanolamin, natrium stearat, kalium stearat dan ammonium stearat. Selain itu juga
dipakai tween, natrium lauryl sulfat, kuning telur, gelatinum, caseinum, cmc dan
emulygidum. Kestabilan krim akan terganggu/rusak jika sistem campurannya terganggu,
terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi yang disebabkan
perubahan salah satu fase secara berlebihan atau zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu
sama lain.
Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencernya yang cocok dan
dilakukan dengan teknik aseptic. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam jangka
waktu 1 bulan. Sebagai pengawet pada krim umumnya digunakan metil paraben (nipagin)
dengan kadar 0,12% hingga 0,18% atau propil paraben (nipasol) dengan kadar 0,02% hingga
0,05%. Penyimpanan krim dilakukan dalam wadah tertutup baik atau tube ditempat sejuk,
penandaan pada etiket harus juga tertera ’’obat luar’’. Cream M/A Biasanya digunakan pada
kulit, mudah dicuci, sebagai pembawa dipakai pengemulsi campuran surfaktan. Sistem
surfaktan ini juga bisa mengatur konsistensi. Campuran Pengemulsi Yang Sering Dipakai :
Sifat Emulsi M/A Untuk Basis Cream : Dapat diencerkan dengan air. Mudah dicuci
dan tidak berbekas. Untuk mencegah terjadinya pengendapan zat maka ditambahkan zat yang
mudah bercampur dengan air tetapi tidak menguap (propilen glikol). Formulasi yang baik
adalah cream yang dapat mendeposit lemak dan senyawa pelembab lain sehingga membantu
hidrasi kulit. Cream A/M Konsistensi dapat bervariasi, sangat tergantung pada komposisi
fasa minyak & fasa cair. Cream ini mengandung zat pengemulsi A/M yang spesisifik,
seperti : Ester asam lemak dengan sorbitol. Garam– garam dari asam lemak dengan logam
bevalensi (Ansel, 1989).
Alasan Pembuatan Sediaan Krim
Alasan Pembuatan Alasan pembuatan preparat ini untuk mendapatkan efek emolien
atau pelembut jaringan dari preparat tersebut dan keadaan permukaan kulit. Karena emulsi
yang dipakai pada kulit sebagai obat luar bisa dibuat sebagai emulsi m/a (minyak dalam air)
atau emulsi a/m (air dalam minyak), tergantung pada berbagai faktor seperti sifat zat
terapeutik yang akan dimasukan ke dalam emulsi. Zat obat yang akan mengiritasi kulit
umumnya kurang mengiritasi jika ada dalam fase luar yang mengalami kontak langsung
dengan kulit. Tentu saja dapat bercampurnya dan kelarutan dalam air dan dalam minyak dari
zat obat yang digunakan dalam preparat yang di emulsikan menentukan banyaknya pelarut
yang harus ada dan sifatnya yang meramalkan fase emulsi yang dihasilkan .
Pada kulit yang tidak luka, suatu emulsi air dalam minyak biasanya dapat dipakai
lebih rata karena kulit diselaputi oleh suatu lapisan tipis dari sabun dan permukaan ini lebih
mudah dibasahi oleh minyak daripada oleh air. Suatu emulsi air dalam minyak juga lebih
lembut ke kulit, karena ia mencegah mengeringnya kulit dan tidak mudah hilang bila kena
air. Sebaliknya jika diinginkan preparat yang mudah dihilangkan dari kulit dengan air, harus
dipilih suatu emulsi minyak dalam air, harus dipilih suatu emulsi minyak dalam air. Seperti
untuk absorpsi, abnsorpsi melalui kulit (absorpsi perkutan) bisa ditambah dengan mengurangi
ukuran partikel dari fase dalam (Ansel, 1989).
Kelebihan menggunakan sediaan cream adalah:
- Mudah menyebar rata
- Praktis
- Lebih mudah dibersihkan atau dicuci dengan air terutama tipe m/a (minyak dalam air)
- Cara kerja langsung pada jaringan setempat
- Tidak lengket, terutama pada tipe m/a ( minyak dalam air )
- Bahan untuk pemakaian topical jumlah yang diabsorpsi tidak cukup beracun, sehingga
pengaruh aborpsi biasanya tidak diketahui pasien.
- Aman digunakan dewasa maupun anak– anak.
- Memberikan rasa dingin, terutama pada tipe a/m ( air dalam minyak )
- Bisa digunakan untuk mencegah lecet pada lipatan kulit terutama pada bayi, pada fase
a/m ( air dalam minyak ) karena kadar lemaknya cukup tinggi.
- Bisa digunakan untuk kosmetik, misalnya mascara, krim mata, krim kuku, dan deodorant.
- Bisa meningkatkan rasa lembut dan lentur pada kulit, tetapi tidak menyebabkan kulit
berminyak (Ansel, 1989).
Kekurangan menggunakan Sediaan Krim adalah :
- Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe a/m ( air dalam minyak ) karena
terganggu system campuran terutama disebabkan karena perubahan suhu dan perubahan
komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran 2
tipe crem jika zat pengemulsinya tidak tersatukan.
- Susah dalam pembuatannya, karena pembuatan cream mesti dalam keadaan panas.
- Mudah lengket, terutama tipe a/m ( air dalam minyak )
- gampang pecah, disebabkan dalam pembuatan formulanya tidak pas.
- pembuatannya harus secara aseptic
- Pada kulit yang tidak luka, suatu emulsi air dalam minyak biasanya dapat dipakai lebih
rata karena kulit diselaputi oleh suatu lapisan tipis dari sabun dan permukaan ini lebih
mudah dibasahi oleh minyak daripada oleh air. Suatu emulsi air dalam minyak juga lebih
lembut ke kulit, karena ia mencegah mengeringnya kulit dan tidak mudah hilang bila
kena air. Sebaliknya jika diinginkan preparat yang mudah dihilangkan dari kulit dengan
air, harus dipilih suatu emulsi minyak dalam air, harus dipilih suatu emulsi minyak dalam
air. Seperti untuk absorpsi, abnsorpsi melalui kulit (absorpsi perkutan) bisa ditambah
dengan mengurangi ukuran partikel dari fase dalam (Ansel, 1989).
-
Formulasi dan Metode Pembuatan
Formula pembentuk krim: Krim merupakan sediaan semi solid, berupa emulsi minyak
dalam air atau air dalam minyak. Berikut ini adalah bahan–bahan penyusun sediaan krim:
- Zat berkhasiat
Sifat fisika dan kimia dari bahan atau zat berkhasiat dapat menentukan cara
pembuatan dan tipe krim yang dapat dibuat, apakah krim tipe minyak dalam air atau tipe air
dalam minyak.
- Minyak
Salah satu fase cair yang bersifat nonpolar
- Air.
Salah satu fase cair yang bersifat polar. Untuk pembuatan digunakan air yang telah
dididihkan dan segera digunakan setelah dingin.
- Pengemulsi
Umumnya berupa surfaktan anion, kation atau nonion.pemilihan surfaktan didasarkan
atas jenis dan sifat krim yang dikehendaki. Untuk krim tipe minyak–air digunakan zat
pengemulsi seperti trietanolaminil stearat dan golongan sorbitan, polisorbat, poliglikol,
sabun. Untuk membuat krim tipe air-minyak digunakan zat pengemulsi seperti lemak bulu
domba, setil alkohol, stearil alkohol, setaseum dan emulgida (Ansel, 1989).
Bahan tambahan; Untuk sediaan semi solid agar peningkatan penetrasi pada
kulit:
- Zat untuk memperbaiki konsistensi Konsistensi
Sediaan topikal diatur untuk mendapatkan bioavabilitas yang maksimal, selain itu
juga dimaksudkan untuk mendapatkan formula yang “estetis” dan “acceptable”. Konsistensi
yang disukai umumnya adalah sediaan yang dioleskan, tidak meninggalkan bekas, tidak
terlalu melekat dan berlemak. Hal yang penting lain adalah mudah dikeluarkan dari tube.
Perbaikan konsistensi dapat dilakukan dengan mengatur komponen sediaan emulsi
diperhatikan ratio perbandingan fasa. Untuk krim adalah jumlah konsentrat campuran zat
pengemulsi.
- Zat pengawet.
Pengawet yang dimaksudkan adalah zat yang ditambahkan dan dimaksudkan untuk
meningkatkan stabilitas sediaan dengan mencegah terjadinya kontaminasi mikroorganisme.
Karena pada sediaan krim mengandung fase air dan lemak maka pada sediaan ini mudah
ditumbuhi bakteri dan jamur. Oleh karena itu perlu penambahan zat yang dapat mencegah
pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Zat pengawet yang digunakan umumnya metil
paraben 0.12 % sampai 0,18 % atau propil paraben 0,02% - 0,05 %.
- Pendapar
Pendapar dimaksudkan untuk mempertahankan pH sediaan untuk menjaga stabilitas
sediaan. pH dipilih berdasarkan stabilitas bahan aktif. Pemilihan pendapar harus
diperhitungkan ketercampurannya dengan bahan lainnya yang terdapat dalam sediaan,
terutama pH efektif untuk pengawet. Perubahan pH sediaan dapat terjadi karena: perubahan
kimia zat aktif atau zat tambahan dalam sediaan pada penyimpanan karena mungkin
pengaruh pembawa atau lingkungan. Kontaminasi logam pada proses produksi atau wadah
(tube) seringkali merupakan katalisator bagi pertumbuhan kimia dari bahan sediaan.
- Pelembab
Pelembab atau humectan ditambahkan dalam sediaan topical dimaksudkan untuk
meningkatkan hidrasi kulit. Hidrasi pada kulit menyebabkan jaringan menjadi lunak,
mengembang dan tidak berkeriput sehingga penetrasi zat akan lebih efektif. Contoh zat
tambahan ini adalah: gliserol, PEG, sorbitol.
- Pengompleks (sequestering)
Pengompleks adalah zat yang ditambahkan dengan tujuan zat ini dapat membentuk
kompleks dengan logam yang mungkin terdapat dalam sediaan, timbul pada proses
pembuatan atau pada penyimpanan karena wadah yang kurang baik. Contoh : Sitrat, EDTA,
dsb.
- Anti Oksidan
Antioksidan dimaksudkan untuk mencegah tejadinya ketengikan akibat oksidasi oleh
cahaya pada minyak tidak jenuh yang sifatnya autooksidasi, antioksidan terbagi atas : a. Anti
oksidan sejati (anti oksigen) Kerjanya: mencegah oksidasi dengan cara bereaksi dengan
radikal bebas dan mencegah reaksi cincin. Contoh: tokoferol, alkil gallat, BHA, BHT. b. Anti
oksidan sebagai agen produksi. Zat-zat ini mempunyai potensial reduksi lebih tinggi sehingga
lebih mudah teroksidasi dibandingkan zat yang lain kadang–kadang bekerja dengan cara
bereaksi dengan radikal bebas. Contoh; garam Na dan K dari asam sulfit. c. Anti oksidan
sinergis. Yaitu senyawa yang bersifat membentuk kompleks dengan logam, karena adanya
sedikit logam dapat merupakan katalisator reaksi oksidasi. Contoh: sitrat, tartrat, EDTA.
- Peningkat Penetrasi.
Zat tambahan ini dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah zat yang terpenetrasi agar
dapat digunakan untuk tujuan pengobatan sistemik lewat dermal (kulit).
Syarat-syarat:
- Tidak mempunyai efek farmakologi.
- Tidak menyebabkan iritasi alergi atau toksik.
- Bekerja secara cepat dengan efek terduga (dapat diramalkan).
- Dapat dihilangkan dari kulit secara normal.
- Tidak mempengaruhi cairan tubuh, elektrolit dan zat endogen lainnya.
- Dapat bercampur secara fisika dan kimia dengan banyak zat.
- Dapat berfungsi sebagai pelarut obat dengan baik.
- Dapat menyebar pada kulit.
- Dapat dibuat sebagai bentuk sediaan.
- Tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.
Pada umumnya senyawa peningkat penetrasi akan meningkatkan permeabilitas kulit
dengan mengurangi tahanan difusi stratum corneum dengan cara merusaknya secara
reversible. Contoh; dimetil sulfida (DMSO), zat ini bersifat dipolar, aprotik dan dapat
bercampur dengan air, pelarut organik pada umumnya (Ansel, 1989).
Metode Pembuatan
- Metode Pelelehan ( fusion)
Zat khasiat maupun pembawa dilelehkan bersama-sama, setelah meleleh diaduk
sampai dingin. Yang harus diperhatikan: kestabilan zat khasiat.
- Metode Triturasi
Zat yng tidak larut dicampur dengan sedikit basis, sisa basis ditambahkan terakhir. Di
sini dapat juga digunakan bantuan zat organik untuk melarutkan zat khasiatnya. Pada skala
industri dibuat dalam skala batch yang cukup besar dan keberhasilan produksi sangat
tergantung dari tahap-tahap pembuatan dan proses pemindahan dari satu tahap pembuatan ke
tahap yang lain. Untuk menjaga stabilitas zat berkhasiat pada penyimpanan perlu
diperhatikan, antara lain: . Kondisi temperatur /suhu . Kontaminasi dengan kotoran .
Kemungkinan hilangnya komponen yang mudah menguap (Ansel, 1989).
IV. PENDEKATAN FORMULA
No. Nama Bahan Jumlah Kegunaan
1. Gentamisin Sulfat 0,1% b/b Bahan aktif
2. BHT 0,01% b/b Antioksidan
3. Metilparaben 0,1% b/b Pengawet antimikroba
4. Propilparaben 0,01% b/b Pengawet antimikroba
5. Propilen glikol 0,53% b/bPelarut metilparaben dan
propilparaben
6. Vaselin album 25% b/b Basis krim
7. Cetostearyl Alkohol 5% b/b Emolien dan peningkat
viskositas
8. Parafin Cair 5% b/b Emolien dan Pelarut
BHT
9. Cetomacrogolum 1000 3% b/b Emulgator
10. Na-EDTA 0,05% b/b Chellating agent
11. Oleum Rosae q.s Pengaroma
12. HCl 0,1 N/NaOH 0,1
N
q.s Adjust pH (bila perlu)
13. Aquadest Ad 100% Pelarut
V. PENIMBANGAN
Dibuat sediaan 5 tube (@ 5 gram)
¿5 g× 5 tube
¿25 g
1. Total sediaan dilebihkan 5%
¿25 g+( 5100
×25 g)¿25 g+1,25 g
¿26,25 g
No
.
Nama Bahan Jumlah yang Ditimbang
1. Gentamisin sulfat=
0,1 g100 g
x26,25 g
¿0,02625 g 0,026 g
2. BHT =
0,01 g100 g
x26,25 g
¿0,002625 g 0,0026 g
3. Metilparaben 0,1%=
0,1 g100 g
x26,25 g
¿0,02625 g 0,026 g
Kelarutan dalam PPG 1 : 5 (HOPE 6th ed. 2009, p. 443)
= 0,026 g x 5
= 0,13 g
4. Propilparaben
0,01%=
0,01 g100 g
x26,25 g
¿0,002625 g 0,0026 g
Kelarutan dalam PPG 1 : 3,9 (HOPE 6th ed. 2009, p. 443)
= 0,0026 g x 3,9
= 0,01014 g 0,01 g
5. Basis krim ¿26,25 g−( 0,026 g+0,0026 g+0,026 g+0,13 g+0,0026 g+0,01 g )
¿26,25 g−0,1972 g
¿26,05 g 26 g
Basis krim
dilebihkan 20%
(Metode triturasi)
¿26 g+( 20100
x26 g)¿26 g+5,2 g
¿31,2 g
Vaselin album 25
%=
25 g100 g
x31,2 g
¿7,8 g
Parafin cair 5%=
5 g100 g
x31,2 g
¿1,56 g
Cetostearil alkohol
5%=
5 g100 g
x31,2 g
¿1,56 g
Cetomakrogolum
1000/Emulsifying
wax 3%
= 3g
100 gx31,2 g
¿0,936 g 0,94 g
Na-EDTA 0,05%=
0,05 g100 g
x31,2 g
¿0,0156 g 0,016 g
Basis sebelum
ditambah 20%
¿ ( vaselinalbum+ parafin cair+cetostearil alkohol+cetomakrogolum1000+Na−EDTA ) ×total sediaan
¿ (25 %+5%+5 %+3 %+0,05 % )×26,25 g
¿38,05 %× 26,25 g
= 38,05100
x26,25 g
¿9,98 g 10 g
6. Aquadest ¿26,25 g−( 0,026 g+0,0026 g+0,026 g+0,13 g+0,0026 g+0,01 g+10 g )
¿26,25 g−10,1972 g
¿16,05 g 16,1 g
Aquadest
dilebihkan 20%¿16,1 g+( 20
100x 16,1g)
= 16,1 g+3,22 g
¿19,32 g 19,32 ml
VI. PROSEDUR PEMBUATAN
A. Pembuatan air bebas CO2 (FI IV hal. 1124)
1. 500 ml air dipanaskan sampai mendidih dalam beaker glass 500 ml.
2. Hitung 30 menit setelah mendidih.
3. Setelah 30 menit beaker glass ditutup dan didinginkan.
B. Penimbangan1. Gentamisin sulfat ditimbang sebanyak 100 gram di beaker glass 100 ml dengan
menggunakan timbangan analitik.
2. Vaselin Album ditimbang sebanyak 7,8 gram di kertas perkamen dengan
menggunakan timbangan analitik.
3. Paraffin cair ditimbang sebanyak 1,56 gram di beaker glass 50 ml dengan
menggunakan timbangan analitik.
4. Metilparaben ditimbang sebanyak 0,026 gram di kertas perkamen dengan
menggunakan timbangan analitik.
5. Propilparaben ditimbang sebanyak 0,0026 gram di kertas perkamen dengan
menggunakan timbangan analitik.
6. BHT ditimbang sebanyak 0,0026 gram di kertas perkamen dengan menggunakan
timbangan analitik.
7. Propilen glikol ditimbang sebanyak 1,56 gram di cawan penguap dengan
menggunakan timbangan analitik.
8. Cetostearil alkohol ditimbang sebanyak 1,56 gram di kertas perkamen dengan
menggunakan timbangan analitik.
9. Cetomacrogolum ditimbang sebanyak 0,94 gram di kertas perkamen dengan
menggunakan timbangan analitik.
10. Na-EDTA ditimbang sebanyak 0,016 gram di kertas perkamen dengan menggunakan
timbangan analitik.
11. Aquadest di ukur sebanyak 10 ml dan 9,2 ml di gelas ukur 10 ml.
C. Pembuatan Sediaan Krim Gentamisin Sulfat.
1. Mortir dan stamper dipanaskan dengan cara digunakan air panas ke dalam mortir
sampai suhunya 60o-70oC
2. Vaselin album yang telah ditimbang sebanyak7,8 g di kertas perkaman, paraffin cair
yang telah ditimbang sebanyak 1,56 g dicawan penguap, cetostearil alkohol yang
telah ditimbang sebanyak 1,56 g dan cetomacrogolum 1000 yang telah ditimbang
sebanyak 0,94 g dimasukkan dan dicampurkan ke dalam beaker glass 50 ml (beaker
glass fase minyak). Campuran dilebur diatas hotplate hingga suhu mencapai 60o-70oC.
3. Na-EDTA yang telah ditimbang sebanyak 0,016 g di kertas perkamen dan aquadest
yang telah diukur sebanyak 19,2 ml di gelas ukur 10 ml dimasukkan kedalam beaker
glass 50 ml (beaker glass fase air). Campuran dilebur diatas hotplate hingga suhu
mencapai 60o-70oC.
4. Pada keadaan suhu yang sama, Fase ar dan fase minyak dimasukkan secara
bersamaan kedalam mortir. Kemudian digerus kuat sampai terbentuk massa krim.
Basis krim ditimbang sebanyak 26 gram di kertas perkamen. Dimasukkan kembali
kedalam mortir.
5. Gentamisin sulfat ditimbang sebanyak 0,026 g di kertas perkamen, dimasukkan
kedalam mortir, digerus hingga homogen.
6. BHT ditimbang sebanyak 0,0026 g di kertas perlamen, dimasukkan kedalam cawan
penguap, paraffin cair ditambahkan sebanyak 0,0026 g. BHT diaduk hingga larut,
dimasukkan kedalam mortir, digerus hingga homogen. Cawan penguap dibilas
menggunakan aquadest secukupnya sebanyak 2 kali, hasil bilasan dimasukkan
kedalam mortir, digerus hingga homogen.
7. Metilparaben ditimbang sebanyak 0,026 di kertas perkamen, Metilparaben
dimasukkan kedalam cawan penguap, propilen glikol ditambahkan sebanyak 0,13 g.
Metilparaben diaduk hingga larut, dimasukkan kedalam mortir, digerus hingga
homogen. Cawan penguap dibilas menggunakan aquadest secukupnya sebanyak 2
kali, hasil bilasan dimasukkan kedalam mortir, digerus hingga homogen.
8. Popilparaben ditimbang sebanyak 0,0026 di kertas perkamen, Propilparaben
dimasukkan kedalam cawan penguap, propilen glikol ditambahkan sebanyak 0,01 g.
Propilparaben diaduk hingga larut, dimasukkan kedalam mortir, digerus hingga
homogen. Cawan penguap dibilas menggunakan aquadest secukupnya sebanyak 2
kali, hasil bilasan dimasukkan kedalam mortir, digerus hingga homogen.
9. Campuran yang telah homogen ditambahkan oleum rosae sebanyak 3 tetes.
10. Campuran ditimbang masing-masing 5 g untuk 4 tube dengan digunakannya kertas
perkamen.
11. Campuran yang telah ditimbang masing-masing 5 gram dimasukkan ke dalam
masing-masing tube.
12. Masing-masing tube diberikan etiket dan dimasukkan kedalam kemasan sekunder
beserta brosur.
VII. DATA PENGAMATAN EVALUASI SEDIAAN
No Jenis
evaluasi
Prinsip evaluasi Jumlah
sampel
Hasil
pengamatanSyarat
FISIKA
1.Organoleptik
Pemeriksaan visual meliputi
pengamatan bau dan warna
terhadap campuran.
1 tubeWarna: Putih
Bau: Mawar
Warna: Putih
Bau: Mawar
2. Tipe Krim Teteskan sedikit krim pada
kaca arloji, tambahkan
pewarna methylene blue.
1 tube Sediaan
termasuk ke
dalam krim
Zat warna tidak
terlarut dan tidak
berdifusi homogen
Amati perubahan yang terjadi.tipe air dalam
minyak.
pada fase eksternal
berupa air.
(Martin, Farmasi
Fisika, hlm. 1144-
1145).
3. Penentuan
ukuran globul
Menentukan ukuran globul
rata-rata dan distribusinya
dalam selang waktu tertentu
dengan menggunakan
mikroskop.
1 tube Dispensasi
Ukuran globl
berkisar 0,1-10 μm
dan mengikuti
distribusi normal
(Farmasi Fisika,
hlm. 1144).
4. Viskositas Dengan menggunakan
viskosimeter stormer.
- Tekan tombol on/off yang
terdapat dibagian belakang
hingga viskometer dalam
keadaan on.
- Tombol pengunci berfungsi
agar kotakan tidak dapat
turun dan naik saat kita
pakai maka tombol
pengunci harus diputar
hingga benar-benar
terkunci rapat.
- Tombol putaran berfungsi
untuk menurunkan dan
menaikkan spindle ke
dalam cairan.
- Pilih spindle yang tepat
sesuai dengan kekentalan
cairannya. Spindel yang
besar digunakan pada
larutan yang cair/encer dan
1 tube Viskositas
sediaan 150 P
setara dengan
15.000 cP.
Viskositas sediaan
1000-2000 cP.
sebaliknya.
- Sebelum spindle
dimasukkan dalam cairan,
maka harus dipasang dulu
dengan memegang bagian
atas kemudian dipasangkan
pada viskometer bagian
bawah diputar searah jarum
jam.
- Setelah cairan dimasukkan
ke dalam beaker, spindle
yang sudah terpasang
dicelupkan dalam cairan
dengan tombol putaran
sampai ujung bagian bawah
tenggelam dan penyangga
mencapai dasar beaker
tetapi tidak menempel.
- Tekan tombol on pada
bagian depan dan baca
angka yang paling lama
muncul.
- Jika spindle yang
digunakan tidak sesuai
dengan kekentalan cairan
maka data tidak akan
terbaca pada layar.
5. Homogenitas
Mengamati keragaman
distribusi ukuran partikel di
kaca arloji.
1 tube
Sediaan
dinyatakan
homogen.
Partikel berukuran
seragam dan
terdistribusi
merata.
6. pH sediaan Menentukkan pH krim dengan
menggunakan indikator pH
universal, dengan cara
1 tube pH sediaan
6,0.
pH sediaan sekitar
4,5-6,5.
mengencerkan terlebih dulu
sediaan krim yang telah dibuat
dengan sejumlah air sebelum
dicek pH-nya.
7. Isi minimum
Ambil contoh 10 wadah berisi
zat uji. Hilangkan etiket yang
dapat mempengaruhi bobot
pada waktu isi wadah
dikeluarkan. Bersih dan
keringkan wadah, timbang
satu persatu. Keluarkan isi
secara kuantitatif dari masing-
masing wadah, potong ujung
wadah, cuci dengan pelarut
sesuai, hati-hati agar tutup
wadah dan bagian lain tidak
terpisah, keringkan, timbang
wadah kosong tersebut .
Perbedaan antara dua
penimbangan adalah bobot
bersih isi wadah.
1 tube
Tube kosong:
2,231 g
Sediaan dalam
tube: 7,238 g
Bobot sediaan
dalam tube:
bobot sediaan
dalam tube –
bobot tube
kosong =
7,328 g –
2,231= 5,097 g
Bobot bersih rata-
rata dari 10 wadah
tidak kurang dari
bobot yang tertera
pada etiket, dan
tidak ada satu
wadah pun yang
bobot bersih isinya
kurang dari 80%
dari bobot yang
tertera pada etiket
untuk bobot 60
gram atau kurang.
Tidak kurang dari
95% dari bobot
yang tertera pada
etiket untuk bobot
lebih dari 60 gram
dan kurang dari
150 gram.
8.Uji pelepasan
bahan aktif
Uji pelepasan bahan aktif
dengan menggunakan kulit
ular atau selofan.1 tube Dispensasi
Bahan aktif
dinyatakan mudah
terlepas dari
sediaan apabila
waktu tunggu
(bahan aktif dapat
melewati kulit ular
atau selofan)
semakin kecil.
9.
Uji difusi zat
aktif dari
sediaan
Uji difusi zat aktif dari sediaan
dengan menggunakan
membran yang memiliki
komposisi lemak yang sesuai
dengan kulit manusia.
1 tube Dispensasi
10.Stabilitas
krim
Yield value suatu sediaan
viskoelastis dapat ditentukan
dengan menggunakan
penetrometer. Dilakukan uji
dipercepat dengan: agitasi/
sentrifugasi yaitu sediaan
disentrifugasi dengan
kecepatan tinggi (±30.000
RPM. Amati ada pemisahan
atau tidak. (Lachman, hlm.
1081)
1 tube Dispensasi
Yield value antara
100-1.000
dines/cm3
menunjukkan
kemampuan
mudah
tersebar.Nilai di
bawah ini
menunjukkan
sediaan terlalu
lunak dan mudah
mencair, di atas
nilai tersebut
menunjukkan
terlalu keras dan
tidak dapat
tersebar.
11.Uji
kebocoran
Menggunakan desikator
vacum dan penambahan
methylen blue. Jika tube
mengalami kebocoran tube isi
akan keluar dan berwarna biru.
1 tube Dispensasi
Tube tidak
mengalami
kebocoran.
BIOLOGI
12. Efektivitas
pengawetPilih mikroba uji, pilih media
yang sesuai untuk
pertumbuhan mikroba uji,
pembuatan inokula. (FI V,
1 tube Dispensasi Tidak terjadi
peningkatan lebih
tinggi dari log 0,5
unit terhadap nilai
log mikroba awal.
hlm. 1355) (FI V, hlm.1356)
13.
Penetapan
potensi
antibiotik
Lakukan penentapan potensi
seperti tertera pada penetapan
potensi antibiotik secara
mikrobiologi. (FI V, hlm. 492)
Dispensasi
14.
Kandungan
zat
antimikroba
Lakukan dengan cara
menggunakan proses
kromatografi gas.
1 tube
Hasil yang diperoleh
sesuai dengan
parameter
operasional
kromatografi gas
seperti yang tertera
pada tabel.
KIMIA
11.Identifikasi
zar aktif
Spektrum serapan inframerah
zat yang didispersikan dalam
kalium bromida P. (FI V, hlm.
482)
1 tube Dispensasi
Menunjukkan
maksimum hanya
pada bilangan
gelombang yang
sama seperti pada
gentamisin sulfat
BPFI. Menunjukkan
rekasi sulfat seperti
pada uji identifikasi
umum. (FI V, hlm.
482)
12.
Penetapan
kadar zat
aktif
Lakukan penetapan dengan
cara kromatografi cair kinerja
tinggi seperti tertera pada
kromatografi. (FI V, hlm.482)
1 tube Dispensasi
Potensi setara
dengan tidak kurang
dari 590µg per mg
gentamisin dihitung
terhadap zat yang
telah dikeringkan. .
(FI V, hlm.482)
VIII. PEMBAHASAN
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Kemenkes RI, 2014). Krim ada dua
tipe yakni krim tipe M/A dan tipe A/M. Krim yang dapat dicuci dengan air (M/A), ditujukan
untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian obat
melalui vagina (Syamsuni, 2006). Pada praktikum ini dibuat krim tipe air dalam minyak,
karena bahan aktif yang digunakan bersifat larut air sehingga bahan aktif diinginkan berada
di fase dalam yaitu air.
Krim terdiri atas dua fase terpisah yaitu air dan minyak, sehingga diperlukan
penambahan suatu emulgator yang dapat menyatukan kedua fase yang tidak saling bercampur
tersebut menjadi emulsi yang homogen dan stabil. Untuk mencegah penggabungan kembali
globul-globul minyak, dengan membentuk lapisam film diantara globul-globul tersebut
sehingga proses penggabungan menjadi terhalang, pada formulasi sediaan krim gentamisin
sulfat ditambahkan emulgator yaitu cetostearil alkohol dan cotemacrogolum 1000.
Penambahan basis krim cetostearyl alkohol dan cetomacrogolum 1000 dikarenakan sediaan
krim yang dibuat adalah tipe air dalam minyak. Cetostearyl alkohol dan cetomacrogolum
1000 merupakan emulgator yang cocok untuk krim tipe air dalam minyak.
Semua krim memerlukan bahan antimikroba karena fase air mempermudah
pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu, sediaan digunakan sebagai multiple dose dan
disimpan dalam jangka waktu lama. Oleh karena itu pada sediaan ditambahkan bahan
pengawet yaitu metilparaben dan propilparaben. Kombinasi metilparaben dan propil paraben
sebagai pengawet digunakan untuk meningkatkan aktivitas pengawet dan spektrum yang
lebih luas.
Metilparaben memiliki kelarutan yang sukar larut dalam air dan propilparaben
memiliki kelarutan yang sangat sukar larut dalam air (Kemenkes RI, 2014). Metilparaben dan
propilparaben memiliki kelarutan yang mudah larut dalam propilen glikol. Maka dalam hal
ini, pada sediaan digunakan propilen glikol yang berfungsi sebagai pelarut metilparaben dan
propil paraben. Propilen glikol dengan konsentrasi 10% seharusnya digunakan pada sediaan.
Karena propilen glikol 10% dapat berfungsi sebagai penetration enhancer atau peningkat
penetrasi. Bahan aktif yang digunakan yaitu gentamisin sulfat memiliki log P atau koefisien
partisi yang bernilai negatif. Nilai koefisien partisi yang negatif menyebabkan bahan aktif
sulit diabsopsi oleh kulit, sehingga perlu penambahan bahan yang dapat meningkatkan
absorpsi.
Gentamisin adalah antibiotik aminoglikosida yang bersifat bakterisida terhadap
banyak bakteri aerob, gram-negatif dan terhadap beberapa strain stafilokokus. Dalam sel,
aminoglikosida mengikat sub unit ribosom 30S, dan sampai batas tertentu untuk sub unnit
ribosom 50S, menghambat sintesis protein dan menghasilkan kesalahan dalam transkripsi
kode genetik bakteri. Organisme patogen berikut biasanya sensitif terhadap gentamisin,
diantaranya: strain Gram-negatif, spesies Brucella, Calymmatobacterium, Campylobacter,
Citrobacter, Escherichia, Enterobacter, Francisella, Klebsiella, Proteus, Providencia,
Pseudomonas, Serratia, Vibrio, Yersini dan Neisseria. Di antara organisme Gram-positif
seperti strain Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenes dan beberapa strain
Staphylococcus epidermidis, Enterococci dan Streptococcus. (Sweetman, 2009).
Gentamisin juga telah diterapkan untuk pemakaian topikal pada infeksi kulit
digunakan gentamisin dengan konsentrasi 0,1%, kadar tersebut merupakan kadar yang
disarankan, tetapi penggunaan tersebut juga dapat menyebabkan timbulnya resistensi.
Konsentrasi 0,3% digunakan dalam penggunaansediaan topikal untuk mata dan telinga
(Sweetman, 2009). Dosis pemakaian krim gentamisin sulfat yaitu 2 sampai 3 kali sehari,
dioleskan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1978). Pemakaian krim disarankan
setelah mandi karena pada keadaan tersebut kondisi kulit masih lembab dan sel-sel mati pada
kulit sudah dibersihkan, sehingga kulit akan lebih mudah mengabsorpsi.
Absorpsi bahan dari luar kulit ke posisi bawah kulit tercakup masuk ke dalam aliran
darah, disebut sebagai absorpsi perkutan. Pada umunya, absorpsi perkutan dari bahan obat
ada pada preparat dermatologi seperti cairan, gel, salep, krim atau pasta tidak hanya
bergantung pada sifat kimia dan fisika dari bahan obat saja, tapi juga pada sifat apabila
dimasukkan ke dalam pembawa farmasetika dan pada kondisi dari kulit. Cukup dikenal
bahwa walaupun pembawa farmasetika tidak dapat lebih jauh menembus kulit, atau
membawa bahan obat melalui kulit, terhadap kadar dan tingkat penembus kulit, pembawa
tidak mempengaruhi laju dan derajat penetrasi zat obat, dan derajat serta laju penetrasi variasi
dengan berbedanya obat dan berbedanya pembawa. Oleh karena itu untuk absorpsi perkutan
dan efektivitas teurapeutik, tiap kombinasi obat harus diuji secara sendiri-sendiri (Ansel,
1989).
Pada permukaan kulit ada lapisan dari bahan yang diemulsikan terdiri dari campuran
kompleks dari cairan berlemak, keringat dan lapisan tanduk yang dapat terkelupas, yang
terakhir dari lapisan sel epidermis yang tealah mati yang disebut “lapisan tanduk” atau
stratum corneum dan letaknya langsung dibawah lapisan yang diemulsikan. Dibawah lapisan
tanduk yang teratur terdapat “lapisan penghalang” epidermis yang hidup atau “stratum
germinativum”, dan dermis atau kulit sesungguhnya (Ansel, 1989).
Pembuluh darah kapiler dan serabut-serabut syaraf timbul dari jaringan lemak
subkutan masuk ke dalam dermis dan sampai pada epidermis. Kelenjar keringat berada pada
jaringan subkutan menghasilkan produknya dengan cara pembuluh keringat menemukan
jalannya ke permukaan kulit. Kelenjar lemak dan folikel rambut yang berpangkal pada
dermis dan lapisan subkutan juga menemukan jalannya ke permukaan dan nampak seperti
pembuluh dan rambut berturut-turut (Ansel, 1989).
Mungkin obat dapat berpenetrasi kulit yang utuh setelah pemakaian topikal melalui
dinding folikel rambut, kelenjar keringat atau kelenjar lemak atau antara sel-sel dari selaput
tanduk. Sebenarnya bahan obat yang dipakai mudah memasuki kulit yang rusak atau pecah-
pecah, akan tetapi sesungguhnya penetrasi semacam itu bukan absorpsi perkutan yang benar
(Ansel, 1989).
Apabila kulit utuh, maka cara utama untuk penetrasi obat umumnya melalui lapisan
epidermis, lebih baik pada folikel rambut atau kelenjar keringat, karena luas permukaan
terakhir lebih kecil dibandingkan dengan daerah kulit yang tidak mengandung elemen
anatomi ini. Selaput yang menutupi lapisan tanduk umumnya tidak terus-menerus dan
sebenarnya tidak mempunyai daya tahan terhadap penetrasi. Karena susunan dari bermacam-
macam selaput dengan proposi lemak dan keringat yang di produksi dan derajat daya
lepasnya melalui pencucian serta penguapan keringat, selaput bukan penghalang yang
sesungguhnya terhadap pemindahan obat selama tidak memiliki komposisi, ketebalan atau
kelanjutan tertentu (Ansel, 1989).
Absorpsi perkutan suatu obat pada umumnya disebabkan oleh penetrasi langsung obat
melalui stratum corneum, tebal lapisan datar mengeringkan sebagian demi sebagian jaringan
mati yang membentuk permukaan kulit paling luar. Stratum corneum terdiri dari kurang lebih
40% protein (pada umumnya keratin) dan 40% air dengan lemak berupa perimbangannya
terutama sebagai trigliserida, asam lemak bebas, kolesterol dan fosfat lemak. Kandungan
lemak dipekatkan dalam fase ekstraseluler stratum corneum dan sebegitu jauh akan
membentuk membran mengelilingi sel. Komponen lemak dipandang sebagai faktor utama
yang secara langsung bertanggung jawab terhadap rendahnya penetrasi obat melalui stratum
corneum. Sekali molekul obat melalui stratum corneum kemudian dapat terus melalui
jaringan epidermis yang lebih dalam dan masuk ke dermis apabila obat mencapai lapisan
pembuluh kulit maka obat tersebut siap untuk diabsorpsi ke dalam sirkulasi umum (Ansel,
1989).
Stratum corneum sebagai jaringan keratin akan berlaku sebagai membran buatan
yang semi permeable, dan molekul obat mempenetrasi dengan cara difusi pasif. Jadi, jumlah
obat yang pindah menyebrang lapisan kulit tergantung pada konsentrasi obat, kelarutannya
dalam air dan koefisien partisi minyak atau airnya. Bahan-bahan yang mempunyai sifat larut
dalam keduanya, minyak dan air, merupakan bahan yang baik untuk difusi melalui stratum
corneum seperti juga melalui epidermis dan lapisan-lapisan kulit (Ansel, 1989).
Pada pembuatan krim, yang perlu diperhatikan adalah proses pencampuran meliputi
suhu dan waktu. Pencampuran kedua fase harus benar-benar pada suhu yang sama dan dalam
waktu bersamaan. Agar massa krim dapat mengembang dengan baik dan stabil, digunakan
mortir dan stamper yang panas. Kecepatan pengadukan harus konstan, stabil, dan seksama.
Pencampuran berlangsung terus hingga campuran mengalami pendinginan dengan sendirinya
hingga sekitar 25° C dan berubah konsistensinya menjadi massa krim setengah padat. Pada
praktikum ini, sediaan krim dibuat dengan menggunakan metode triturasi. Karena gentamisin
sulfat sebagai bahan aktif merupakan antibiotik, antibiotik dikhawatirkan tidak tahan panas.
Oleh karena itu digunakan metode triturasi dalam pembuatan sediaan.
Metode pembuatan sediaan krim ada dua, yaitu metode fusion dan metode triturasi.
Pada metode fusion, zat aktif ditambahkan langsung ke dalam fasa minyak/fasa air pada saat
pembuatan basis krim. Metode ini digunakan untuk bahan aktif yang tahan panas. Sedangkan
pada metode triturasi, zat aktif ditambahkan di akhir, setelah basis terbentuk.
Sediaan ditujukan untuk pemakaian topikal sehingga diperlukan pelembab/pelembut,
untuk meningkatktan akseptabilitas pasien maka pada sediaan ditambahkan vaselin album
dan parafin cair. Vaselin album merupakan basis krim yang mudah teroksidasi. Oleh karena
itu, pada sediaan ditambahkan antioksidan yaitu butil hidroxy toluen. BHT sebagai
antioksidan memiliki kelarutan yang praktis tidak larut dalam air dan lebih larut dalam
minyak mineral, maka BHT dilarutkan dalam parafin cair yang merupakan minyak mineral.
Bahan aktif yaitu gentamisin sulfat memiliki pemerian yang tidak berbau (Kemenkes
RI, 2014), untuk menambah nilai tampilan dalam hal aroma dan utnuk meningkatkan
akseptabilitas pasien, maka pada sediaan ditambahkan pengaroma yaitu oleum rossae.
Sediaan harus disimpan dalam wadah tertutup rapat sehingga mencegah penguapan dan
kontaminasi isinya. Bahan dan konstruksinya harus tahan terhadap absorpsi atau difusi isinya.
Maka sediaan disimpan dalam tube yang terbuat dari logam alumunium. Pengunaan wadah
yang terbuat dari logam dapat menimbulkan terbentuknya kelat, untuk mencegah hal tersebut
pada sediaan harus ditambahkan pengompleks, maka pada sediaan ditambahkan chelating
agent yaitu Na EDTA.
Sediaan krim dibuat dengan menggunakan metode triturasi. Basis krim yang
dipanaskan akan menguap dan akan kehilangan bobot. Untuk mengantisipasi kehilangan
bahan selama proses pembuatan, maka penimbangan basis krim dilebihkan 20%. Agar massa
krim yang dimasukkan ke tube tidak kurang, maka total massa krim dilebihkan 5%.
Setelah sediaan selesai dibuat dilakukan evaluasi. Pada evaluasi organoleptik, sediaan
krim diperiksa meliputi pengamatan warna, bau, dan struktur sediaan. Hasil evaluasinya yaitu
warna putih, bau mawar, massa semi solida krim.
Pada evaluasi pH dengan menggunakan indikator pH universal, sediaan krim
diencerkan terlebih dulu dengan sejumlah air, baru kemudian dicek pH-nya. Hasil yang
diperoleh pH sediaan sekitar 6,0.
Pada evaluasi homogenitas, sediaan krim diambil sedikit dengan mengggunakan
sudip, kemudian dioleskan pada kaca arloji dan diratakan. Hasil yang diperoleh sediaan
dinyatakan homogen karena dapat dilihat secara visual, partikel berukuran seragam dan
terdidtribusi merata. Setelah dilakukan evaluasi homogenitas, dilanjutkan dengan evaluasi
tipe krim. Sediaan krim yang dioleskan secara merata di kaca arloji, ditetesi zat warna
methylen blue. Hasil yang diperoleh sediaan krim yang dibuat adalah tipe air dalam minyak,
karena zat warna methylen blue ketika diteteskan tidak tersebar dan hanya pada satu titik. Jika
tipe sediaan krim yang dibuat adalah tipe minyak dalam air, maka zat warna methylen blue
akan terlarut dan berdifusi pada fase eksternal yaitu air. Karena methylen blue larut dalam
air.
Pada evaluasi viskositas dengan meggunakan viskometer stormer, angka yang tercatat
pada layar menunjukkan 150 P atau setara dengan 15.000 cP. Hal ini tidak sesuai dengan
spesifikasi viskositas sediaan yang telah ditetapkan. Praktikan terlalu rendah dalam
memperkirakan viskositas sediaan yang akan dibuat. Evaluasi yang terakhir dilakukan, yaitu
evaluasi uji isi minimum. Evaluasi ini dilakukan dengan cara menimbang tube kosong
sebelum diisi sediaan, kemudian menimbang kembali tube yang telah diisi sediaan, selisih
antara bobot tube yang diisi sediaan dengan bobot tube kosong merupakan bobot isi bersih
sediaan.
IX. KESIMPULAN
Formula yang tepat untuk sediaan yang dibuat adalah sebagai berikut:
No. Nama Bahan Jumlah Kegunaan
1. Gentamisin sulfat 0,1% b/b Bahan aktif
2. BHT 0,01% b/b Antioksidan
3. Metilparaben 0,1% b/b Pengawet antimikroba
4. Propilparaben 0,01% b/b Pengawet antimikroba
5. Propilen glikol 0,53% b/bPelarut metilparaben dan
propilparaben
6. Cetomacrogolum 1000 3% b/b Emulgator
7. Vaselin album 25% b/b Emollient
8. Paraffin liquid 5% b/b Emollient, pelarut BHT
9. Cetostearyl alkohol 5% b/b Emollient, viscosity increasing,
emulgator
10. Na EDTA 0,05% b/b Chelating agent
11. Oleum rossae 0,26% b/b Pengaroma
12. Aquadest Ad 100% Pembawa
Berdasarkan hasil evaluasi didapatkan bahwa hasil evaluasi organoleptik dari sediaan
adalah berwarna putih dan beraroma mawar. pH sediaan didapatkan sekitar 6,0. Homogenitas
sediaan dinyatakan homogen. Nilai viskositas sediaan adalah 15.000 cPs. Tipe krim sediaan
adalah krim air dalam minyak. Isi minimun sediaan adalah 5,097 gram.
Berdasarkan hasil tersebut, sediaan dinyatakan memenuhi syarat karena sebagian
besar hasil evaluasi sesuai dengan spesifikasi sediaan yang telah ditetapkan, walaupun ada
sebagian hasil evaluasi yang tidak sesuai dengan spesifikasi sediaan, namun bukan
merupakan parameter kritis.
X. DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Goeswin. 2012. Sediaan Farmasi Likuida-Semisolida (SFI-7). Bandung. Penerbit ITB
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi IV. Jakarta . UI Press.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia Edisi Kelima.
Jakarta: Departemen Kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Formulariium Nasional Edisi Kedua.
Jakarta: Departemen Kesehatan.
Lachman, L., Lieberman H. A., Kanig, J. L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri
diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, Edisi III. Jakarta: Universitas Indonesia.
Martin, A. 1990. Farmasi Fisika. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Rowe, Raymond C, dkk. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition. London:
Pharmaceutical Press and American Pharmacist Association.
Sweetman, S. C. 2009. Martindale Thirty-sixth Edition The Complete Drug Reference.
London: The Pharmaceutical Press.
Syamsuni, A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: EGC
The Council of The Royal Pharmaceutical Society of Great Britain. 1994. The
Pharmaceutical Codex, 12th ed. London: The Pharmaceutcical Press.
The Departement Of Health British. 2009. British Pharmacopoeia 15th edition. London:
British Pharmacopoeia Commission.
XI. LAMPIRAN
Evaluasi homogenitas Evaluasi viskositas
Evaluasi tipe krim
Kemasan
Etiket
Brosur
Gentamina®
Gentamisin Sulfat
Krim
Tiap gram mengandung:Gentamisin Sulfat yang setara dengan 1 mg Gentamisin.
FARMAKOLOGIGentamina® mengandung Gentamisin Sulfat yang dapat digunakan sebagai Antibakteri yang bersifat bakterisid.
INDIKASIGentamina® diindikasikan untuk infeksi superficial yang peka terhadap Gentamisin Sulfat.Bakteri yang sensitif terhadap krim Gentamina® termasuk :Streptococci (beta-hemolitik grup A, alfa-hemolitik), Staphylococcus aureus, Bakteri gram negatif, Pseudomonas aeroginosa, Aerobacter aerogenes, Escherichia coli, Proteus vulgaris, dan Klebsiella pneumoniae.
EFEK SAMPINGKadang-kadang terjadi iritasi (eritema atau pruritus).
PERINGATAN DAN PERHATIANJika terjadi iritasi atau superinfeksi, pengobatan harus dihentikan dan diberikan pengobatan yang tepat.Tidak dianjurkan untuk pemakaian terus-menerus baik oleh perorangan maupun di rumah sakit, karena dapat menimbulkan resistensi.
CARA PAKAI2 sampai 3 kali sehari setelah mandi, dioleskan pada bagian yang sakit.
KEMASANTube dengan isi bersih 5 g.No. Reg. : DKL1515002729A1
PENYIMPANANSimpan pada suhu kamar (25℃), terlindung dari cahaya. Jauhkan dari jangkauan anak-anak.
KETERANGAN HARUS DENGAN RESEP DOKTER.
Dibuat oleh:PT PHARAFAM FARMABandung – Indonesia