39
i i LAPORAN LENGKAP PRAKTEK LAPANG KONSERVASI SUMBERDAYA PERAIRAN  Laporan ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kel ulusan  pada Mata Kuliah Konservasi Sumberdaya Perairan OLEH : KELOMPOK 9 MUH. UJUD ZAM UHUD I1A511011 HARIANTO I1A1110 ENDRIK SAPUTRA I1A111009 SABARUDIN I1A111045 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN JURUSAN PERIKANAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2014

laporan konservasi ujud

Embed Size (px)

Citation preview

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    1/39

    i

    i

    LAPORAN LENGKAP PRAKTEK LAPANG

    KONSERVASI SUMBERDAYA PERAIRAN

    Laporan ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan

    pada Mata Kuliah Konservasi Sumberdaya Perairan

    OLEH :

    KELOMPOK 9

    MUH. UJUD ZAM UHUD I1A511011

    HARIANTO I1A1110

    ENDRIK SAPUTRA I1A111009

    SABARUDIN I1A111045

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    JURUSAN PERIKANAN

    UNIVERSITAS HALU OLEO

    KENDARI

    2014

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    2/39

    ii

    ii

    HALAMAN PENGESAHAN

    Judul : Laporan Lengkap Praktek Lapang Konservasi

    Sumberdaya Perairan

    Laporan Lengkap : Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Pada Mata Kuliah

    Konservasi Sumberdaya Perairan

    Kelompok : 9 (Sembilan)

    Program Studi : 1. Agrobisnis Perikanan

    2. Manajemen Sumberdaya Perairan

    Laporan Lengkap ini

    Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh :

    Koordinator Asisten Asisten Pembimbing

    La Ode Mansyur, S.Pi, M.Si Arwan Arif Rahman

    NIP. 19820218 201012 1 001 NIM. I1A4 10 001

    Mengetahui

    Koordinator Dosen Mata Kuliah,

    Dr. Ir. Andi Irwan Nur, MES

    NIP. 19691028 199403 1 003

    Kendari,........Juni 2014

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    3/39

    iii

    iii

    Tanggal Pengesahan

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izin-Nya,

    praktikan dapat menyelesaikan Laporan Lengkap Praktek Lapang Konservasi

    Sumberdaya Perairan. Laporan lengkap ini disusun sebagai salah satu syarat

    untuk lulus pada mata kuliah Konservasi Sumberdaya Perairan.

    Praktikan menyadari bahwa terwujudnya laporan lengkap ini tidak lepas

    dari bantuan berbagai pihak, maka melalui kesempatan ini praktikan

    menyampaikan terima kasih kepada Asisten Pembimbing dan Teman-teman

    sekalian.

    Dalam penulisan laporan lengkap Konservasi Sumberdaya Perairan ini,

    praktikan menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan dan

    masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan yang praktikan

    miliki. Oleh karena itu, segala koreksi dan saran kearah perbaikan sangat

    praktikan harapkan guna penyempurnaan laporan lengkap praktek lapang

    Konservasi Sumberdaya Perairan.

    Akhir kata, praktikan mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah

    memberikan bantuan kepada praktikan dan semoga laporan lengkap Konservasi

    Sumberdaya Perairan ini dapat bermanfaat sebagaimana yang diharapkan.

    Kendari, Juni 2014

    Penulis

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    4/39

    iv

    iv

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL.............................................................................. i

    HALAMAN PENGESAHAN................................................................ ii

    KATA PENGANTAR ........................................................................... iii

    DAFTAR ISI ......................................................................................... iv

    DAFTAR TABEL.................................................................................. vi

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................. vii

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang..... 1

    B. Tujuan................................................................... 4

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Kebijakan-Kebijakan Tentang Konservasi Sumberdaya

    Perairan................................................... 5

    B. Kawasan Konservasi di Indonesia................................................

    C. Bentuk-Bentuk Konservasi .......

    7

    10

    D. Strategi Pengelolaan Terumbu Karang ........................................E. Teknologi Transplantasi Terumbu Karang Buatan..

    F. Jenis-Jenis Terumbu Karang.....

    1315

    17

    III. METODOLOGI PRAKTEK

    A. Waktu dan Tempat

    B. Alat dan Bahan

    23

    23

    C. Praktek DiLapangan 23

    D. Profil Kelompok.. 24

    IV. PEMBAHASAN

    A. Pemilihan Lokasi .

    B. Pembuatan Rak Transplantasi

    C. Proses Transplantasi

    D. Taging...............................

    25

    26

    26

    29

    V. PENUTUP

    A. Simpulan........ 31

    B. Saran ..... 31

    DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    5/39

    v

    v

    DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    1. Persentasi Habitat Penting yang Telah Dilindungi diSetiap

    Ekoregion.................................................................... 7

    2. Alat dan Bahan yang digunakan beserta

    kegunaannya.................................................................... 23

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    6/39

    vi

    vi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman

    1 Daerah Konservasi yang ada di Indonesia............................ 9

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    7/39

    vii

    vii

    Lampiran

    Dokumentasi Kegiatan (Photo-Photo)

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    8/39

    1

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dunia berdiri di atas pengurasan

    sumberdaya alam (minyak bumi, batu bara, emas, nikel, tembaga, kayu, perak).

    Sebagian besar sumber daya tersebut merupakan sumberdaya yang tidak

    terbaharukan. Ekstraksi dan eksploitasi terhadap sumber daya alam telah sampai

    pada titik yang sangat mengkhawatirkan. Senge (2008) menguraikan bahwa saat

    ini lebih dari 50 juta manusia setiap tahun bermigrasi ke kota-kota. Sumber-

    sumber perekoniman tradisional di desa telah hancur. Kondisi lingkungan,

    khususnya lahan dan perikanan, terdegradasi. Hal ini menyebabkan ketimpangan

    ketimpangan dalam distribusi sumberdaya dan sekaligus dalam gaya hidup

    antara penduduk kota dan desa. Indonesia sedang mengalami masalah ini dan

    akan terus berakumulasi di masa depan.

    Lebih jelas mengenai ketimpangan tersebut di atas, kita menyimak bukti-

    bukti yang dipaparkan James Martin melalui bukunya The Meaning of the 21

    Century (2007). Ia menyatakan bahwa 7% penduduk dunia mengkonsumsi 80%

    energi yang tersedia. Bila kita hitung, konsumsi energi, air, dan sumberdaya alam

    lainnya satu orang di negara maju setara dengan konsumsi 140 orang Afganistan

    atau Ethiopia. James Martin menguraikan ada tiga macam penyebab kehancuran

    sumberdaya alam: penurunan kuantitas sumberdaya alam, pertumbuhan penduduk,

    dan pola konsumsi. Amerika adalah negara yang memberi kontribusi tertinggi

    bagi pelepasan gas carbon dioksida di atmosfer. Pernyataan James Martin tersebut

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    9/39

    2

    mungkin dapat mengkonfirmasi adanya asumsi determinan mengenai ledakan

    penduduk dan batas-batas pembangunan sejak tahun 1970-an.

    Perairan Indonesia yang luasnya 5,1 juta km2, termasuk Zona Ekonomi

    Eksklusif Indonesia (ZEEI) 2,7 juta km2 memiliki keanekaragaman hayati yang

    tinggi. Salah satu keanekaragaman hayati yang hidup di laut adalah terumbu

    karang. Jumlah jenis karang batu (hard coral) di Indonesia tercatat sebanyak 590

    jenis, yang didominasi oleh karang dari genus Acropora (91 jenis), Montipora (29

    jenis) dan Porites (14 jenis) (Direktur Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

    2007).

    Namun selama setengah abad terakhir, kualitas terumbu karang (coral reef)

    di pulau-pulau kecil Indonesia telah turun hingga 50%. Tercatat antara tahun

    1989-2000, keberadaan terumbu karang dengan tutupan karang hidup sebesar

    telah menurun dari 36% menjadi 29% (Hari Sutanta, 2006).

    Kerusakan ini lebih banyak disebabkan karena aktivitas manusia. Secara

    umum ada dua jenis aktivitas manusia yang memicu kerusakan terumbu karang.

    Pertama, pengambilan ikan secara berlebih. Kedua, pengambilan ikan dengan

    cara-cara yang tidak ramah lingkungan. Pengambilan ikan dengan menggunakan

    bom dan sianida masih sering terjadi di Indonesia. Sebagai akibat kerusakan

    terumbu karang, terjadi abrasi atau pengikisan garis pantai secara serius. Pada saat

    yang sama, memburuknya abrasi juga menyebabkan kerusakan karang dalam

    luasan yang cukup besar.

    Dalam upaya menanggulangi masalah tersebut khususnya dalam rangka

    memulihkan kembali fungsi dan peranan ekosistem terumbu karang sebagai

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    10/39

    3

    habitat biota laut, perlu segera diambil tindakan nyata untuk menjaga kelestarian

    ekosistem karang melalui upaya rehabilitasi sumber daya karang yang sudah

    mengalami kerusakan. Salah satu upaya tersebut dapat dilakukan melalui

    transplantasi karang.

    Pelaksanaan Transplantasi karang telah banyak dipraktekkan di berbagai

    pulau di Indonesia. Akan tetapi biasanya transplantasi dilakukan dengan

    meletakkan sejenis kerangka barang, misalnya kerangka kapal. Mobil, dll yang

    nantinya diharapkan akan menjadi tempat tinggal baru bagi ikan.

    Terumbu Karang merupakan salah satu sumberdaya alam pesisir yang ada

    di Maluku Utara yang penyebarannya tersebar luas dan belum mendapat perhatian

    serius tentang permasalahan didalamnya terutama yang terdapat di perairan pantai

    sulamadaha. Perairan pantai Sulamadaha yang terdapat di kota Ternate termasuk

    salah satu tempat wisata bahari yang memiliki terumbu karang yang sangat indah

    dan menarik. Namun sangat disayangkan. Terumbu karang yang terdapat disekitar

    perairan tersebut terancam rusak. Dalam upaya pelestarian dan pengembangan

    pantai sulamadaha sebagai tempat wisata bahari maka perlu segera diambil

    tindakan nyata untuk menjaga kelestarian ekosistem karang melalui upaya

    rehabilitasi sumberdaya karang, salah satu upaya tersebut dapat dilakukan melalui

    teknologi transplantasi karang sehingga kelestarian dari ekosistem karang dapat

    terjaga.

    Berdasarkan latar belakang tersebut maka dipandang perlu untuk melakukan

    praktek lapang konservasi sumberdaya perairan khususnya tentang transplantasi

    terumbu karang.

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    11/39

    4

    B. Tujuan

    Tujuan dari praktek lapangan konservasi ini adalah :

    1. Untuk mengetahui bagaimana tahapan-tahapan dalam transplantasi karang

    2. Untuk mengetahui jenis-jenis terumbu karang yang akan di transplantasi.

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    12/39

    5

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Kebijakan-Kebijakan Tentang Konservasi Sumberdaya Perairan

    Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya

    Alam Hayati Dan Ekosistemnya. Undang-undang ini mengatur semua aspek yang

    berkaitan dengan konservasi, baik ruang maupun sumber daya alamnya,

    sebagaimana ditegaskan dalam Bagian Penjelasan-nya, bahwa Undang-undang ini

    bertujuan: Untuk mengatur perlindungan sistem penyangga kehidupan,

    pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya,

    serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya agar

    dapat menjamin pemanfaatannya bagi kesejahteraan masyarakat dan peningkatan

    mutu kehidupan manusia. Pasal 1 angka 7: Satwa liar adalah semua binatang

    yang hidup di darat , dan atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai

    sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia.

    Penjelasan Pasal 1 angka 7: Ikan dan ternak tidak termasuk di dalam pengertian

    satwa liar, tetapi termasuk di dalam pengertian satwa. Pengertian konservasi

    menurut undang-undang ini adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang

    pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan

    persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas

    keanekaragaman dan nilainya. Konservasi dilakukan melalui kegiatan : (a)

    perlindungan sistem penyangga kehidupan ; (b) pengawetan keanekaragaman

    jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; dan (c) pemanfaatan secara

    lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (Pasal 5).

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    13/39

    6

    Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Undang-

    Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan memuat ketentuan mengenai

    konservasi di kawasan hutan. Pasal 1 angka 2 undang-undang ini menyatakan

    bahwa yang dimaksud dengan hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa

    hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan

    dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat

    dipisahkan. Selanjutnya Pasal 7 menyatakan bahwa hutan konservasi sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a terdiri dari: (a) kawasan hutan suaka

    alam, (b) kawasan hutan pelestarian alam, dan (c) taman buru. Walaupun

    ketentuan konservasi ini masih berorientasi daratan namun prinsipprinsip

    pengaturan mengenai konservasi secara analogi dimungkinkan untuk diterapkan

    untuk kawasan konservasi di perairan, khususnya untuk memberikan

    perlindungan hukum terhadap ekosistem yang menjadi habitat satwa langka.

    Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. Sepanjang

    berkaitan dengan pengelolaan kawasan konservasi sebagai suatu kesatuan

    ekosistem, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan mengatur

    penetapan status hukum kawasan lautnya. Secara khusus undang-undang ini

    memberikan wewenang kepada Menteri untuk menetapkan status suatu bagian

    laut tertentu sebagai kawasan Suaka Alam Perairan, Taman Nasional Perairan,

    Taman Wisata Perairan, atau Suaka Perikanan. Penetapan status kawasan-

    kawasan laut tersebut bertujuan untuk melindungi dan melestarikan sumber-

    sumber kekayaan\ alam hayati dan ekosistemnya.

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    14/39

    7

    B. Kawasan Konservasi di Indonesia

    Dikaji dari perspektif perlindungan terhadap habitat penting (critical

    habitats), hasil gap analysis tahun 2010 terhadap kawasan koservasi di Indonesia

    menyimpulkan bahwa ekosistem terumbu karang Indonesia mencakup luasan 3,29

    juta ha, mangrove 3,45 juta ha, dan luasan padang lamun 1,76 juta ha. Dari luasan

    tersebut, saat ini Indonesia telah melakukan perlindungan dengan menjadi bagian

    wilayah konservasi terhadap 22,7% terumbu karang (747.190 ha), 22,0%

    mangrove (758.472 ha), dan 17,0% padang lamun (304.866 ha). Pencapaian

    perlindungan terhadap habitat penting di tiap-tiap ekoregion disajikan pada Tabel

    1 di bawah ini.

    Tabel 1. Persentasi Habitat Penting yang Telah Dilindungi di Setiap Ekoregion

    Berdasarkan Tabel di atas, maka perlu diupayakan pengembangan

    KKP/KKP3K di ekoregion-ekoregion yang saat ini masih belum memenuhi target,

    terutama di ekoregion Halmahera. Di ekoregion ini belum ada perlindungan

    terhadap habitat penting, baik mangrove, terumbu karang maupun padang lamun.

    Menurut Bohnsack et al. (2000), melindungi sekitar 20 - 30% luasan terumbu

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    15/39

    8

    karang telah terbukti dapat mendukung keberlanjutan ekosistem terumbu karang.

    Sedangkan PISCO (2002) mensinyalir bahwa manfaat optimal dari pengelolaan

    KKP melalui spill-over dan produksi larva akan meningkat pada perlindungan

    terhadap 20-30% luasan habitat penting. Setelah melewati 20-30%, KKP menjadi

    sangat luas, sehingga akan menurunkan produksi perikanan karena menyempitnya

    daerah penangkapan bagi masyarakat. Pendapat Bohnsack hanya terfokus pada

    ekosistem,sedangkan PISCO hanya berorientasi pada hasil penangkapan ikan.

    Menilik luasan kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil

    di Indonesia yang telah mencapai 15,7 juta hektar, tentu masih dibutuhkan

    pengembangan sekitar 4,3 juta ha lagi Kawasan Konservasi Perairan sampai

    dengan 8 tahun mendatang. Kajian untuk memetakan rencana pengembangan

    Kawasan Konservasi Perairan sesuai dengan potensi dan karakteristik wilayah

    telah dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat keanekaragaman hayati

    wilayah perairan Indonesia, dan hasilnya telah dipublikasikan, dengan judul

    Penetapan Prioritas Geografi untuk Konservasi keanekaragaman Hayati Laut di

    Indonesia merupakan hasil kajian dalam menentukan wilayah-wilayah prioritas

    untuk pengembangan Kawasan Konservasi Perairan di masa yang akan datang.

    Buku tersebut merupakan hasil pemikiran para ahli kelautan dalam dan luar negeri

    untuk mengetahui wilayah-wilayah prioritas berdasarkan pada kriteria ekologi

    yang mencakup 3 aspek yaitu: (a) Ketidaktergantikan (irreplaceability) yang

    mencakup tingkat endemisme, keunikan taksonomi, keberadaan spesies langka

    yang berkaitan dengan keanekaragaman spesies dan habitat terumbu karang, ikan

    karang, padang lamun, dan mangrove; (b) kerentanan terhadap perubahan dan

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    16/39

    9

    gangguan alam; dan (c) keterwakilan habitat dalam wilayah perencanaan. Ada 12

    wilayah bioekoregion yang dirangking keanekaragaman hayatinya, batas-batas

    ekoregion peringkat 1 (Papua, prioritas konservasi teratas) sampai ekoregion

    peringkat 12 (Selat Malaka, prioritas konservasi paling rendah), seperti gambar

    berikut.

    Gambar 1. Daerah Konservasi yang ada di Indonesia

    Pengelolaan efektif kawasan konservasi perairan merupakan target utama

    dalam pengembangan kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau

    kecil.Metode evaluasi efektifitas pengelolaan kawasan konservasi di wilayah

    pesisir dan pulau-pulau kecil (E-KKP3K) sedang dikembangkan oleh kementerian

    kelautan dan perikanan. Evaluasi efektivitas tersebut secara ringkas memuat

    tingkat keefektifan pengelolaan dari berbagai aspek, meliputi: tahapan

    pengelolaan, aspek ekologis, aspek sosial ekonomi dan budaya, dan aspek

    penatakelolaan kawasan konservasi perairan. Secara ringkas, terdapat lima level

    (tingkat) pengelolaan, yaitu: MERAH: (Level 1), merupakan kawasan konservasi

    telah diinisiasi, dievaluasi dengan Pencadangan (SK); KUNING: (Level 2)

    kawasan konservasi didirikan, tersedia: lembaga pengelola, zonasi&manajemen

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    17/39

    10

    plan; HIJAU (Level 3); kawasan konservasi dikelola minimum, tersedia : lembaga

    pengelola, zonasi&manajemen plan, penguatan Kelembagaan dan SDM,

    Infrastruktur dan peralatan, upaya-upaya pokok pengelolaan KKP/KKP3K; BIRU

    (Level 4), kawasan konservasi dikelola optimum, pengelolaan KKP/KKP3K telah

    berjalan baik; dan EMAS: (Level 5) kawasan konservasi mandiri, pengelolaan

    KKP/KKP3K telah berjalan baik dan berdampak bagi kesejahteraan masyarakat.

    Perangkat E-KKP3K dapat digunakan untuk melakukan evaluasi atau penilaian

    terhadap efektivitas pengelolaan kawasan konservasi yang meliputi kawasan

    konservasi perairan dan kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau

    kecil di Indonesia. E-KKP3K tingkat makro digunakan oleh Kementerian

    Kelautan dan Perikanan untuk melihat sebaran meruang (spatial) tingkat

    pengelolaan semua kawasan konservasi perairan yang ada di Indonesia, sementara

    E-KKP3K tingkat mikro dapat digunakan untuk melakukan swa-evaluasi terhadap

    kinerja pengelolaan suatu kawasan konservasi perairan sekaligus membuat

    perencanaan untuk meningkatkan kinerja.

    C. Bentuk-Bentuk Konservasi

    1. Konservasi Tingkat Genetik

    Dalam satu spesies tumbuhan atau hewan bisa terdapat variasi genetik,

    sehingga menimbulkan perbedaan yang jelas. Manusia meskipun satu spesies

    (Homo sapiens), tapi ada orang kulit putih, Negro, Melayu, Mandarin, dan lainnya.

    Macan Tutul dan Kumbang sama-sama spesies Panthera pardus. Bahkan sering

    kakak beradik yang satu tutul yang lain hitam. Variasi genetik misalnya terlihat

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    18/39

    11

    pada jagung. Ada berbagai bentuk, ukuran dan warna jagung: jagung Metro,

    jagung Kuning, jagung Merah. Contoh lain adalah padi. Kita mengenal ribuan

    varietas padi, walaupun padi itu hanya satu spesies (Oriza sativa). Variasi

    genetika merupakan sumber daya pokok yang penting untuk menciptakan varietas

    unggul tanaman pertanian baru. Karena itu istilahnya sumberdaya genetika

    tanaman. Indonesia menawarkan berbagai sumberdaya genetika tanaman dan

    binatang yang sangat berharga guna pemanfaatan saat ini atau di masa mendatang.

    Sedikitnya 6.000 spesies flora dan fauna asli Indonesia dimanfaatkan sehari-hari

    oleh orang Indonesia untuk makanan, obat, pewarna, dll.

    Pembentukan genetik suatu individu tidak statis. Selalu berubah akibat

    faktor internal dan eksternal. Keragaman materi genetik memungkinkan terjadi

    seleksi alam. Umumnya, kian besar populasi suatu spesies kian besar

    keanekaragaman genetiknya, sehingga makin kecil kemungkinannya punah.

    2. Konservasi Tingkat Spesies

    Sangat mengherankan, para cendikiawan lebih tahu berapa banyak bintang

    di galaksi daripada jumlah spesies makhluk hidup di bumi. Hingga kini baru 1,7

    juata spesies teridentifikasi, dari jumlah seluruh spesies yang diperkirakan 5-100

    juta. Kelompok makhluk hidup yang memiliki jumlah spesies terbanyak adalah

    serangga dan mikroorganisme. Sekalipun demikian masih saja ada anggapan,

    bahwa hanya organisme besar seperti tanaman berbunga, mamalia dan vertebrata

    lain, yang mempengaruhi kehidupan manusia secara langsung. Padahal

    mikroorganisme, termasuk alga, bakteri, jamur, protozoa dan virus, vital perannya

    bagi kehidupan di bumi. Contohnya, tak akan ada terumbu karang jika tak ada

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    19/39

    12

    alga. Terganggunya keseimbangan mikroorganisme tanah, dapat menyebabkan

    kualitas kehidupan di tanah merosot, hingga mengakibatkan perubahan besar pada

    ekosistem.

    Suatu wilayah yang memiliki banyak spesies satwa dan tumbuhan,

    keragaman spesiesnya lebi besar, dibandingkan wilayah yang hanya memiliki

    sedikit spesies yang menonjol. Pulau dengan 2 spesies burung dan 1 spesies kadal,

    lebih besar keragamannya daripada pulau dengan 3 spesies burung tanpa kadal.

    Indonesia sangat kaya spesies. Walau luasnya Cuma 1,3% luas daratan dunia,

    Indonesia memiliki sekitar 17% jumlah spesies di dunia. Paling tidak negara kita

    memiliki 11% spesies tumbuhan berbunga, 12% spesies mamalia, 15% spesies

    amphibi dan reptilia, 17% spesies burung, dan 37% spesies ikan dunia. Kekayaan

    dunia serangga kita terwakili oleh 666 spesies capung dan 122 spesies kupu-kupu.

    Spesies didefinisikan secara biologis dan morfologis. Secara biologis, spesies

    adalah Sekelompok individu yang berpotensi untuk ber-reproduksi diantara

    mereka, dan tidak mampu ber-reproduksi dengan kelompok lain. Sedangkan

    secara morfologis, spesies adalah Sekelompok individu yang mempunyai karakter

    morfologi, fisiologi atau biokimia berbeda dengan kelompok lain. Ancaman bagi

    spesies adalah kepunahan. Suatu spesies dikatakan punah ketika tidak ada satu

    pun individu dari spesies itu yang masih hidup di dunia. Terdapat berbagai

    tingkatan kepunahan, yaitu :

    - Punah dalam skala global : jika beberapa individu hanya dijumpai di

    dalam kurungan atau pada situasi yang diatur oleh manusia, dikatakan

    telah punah di alam.

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    20/39

    13

    - Punah dalam skala lokal (extirpated) : jika tidak ditemukan di tempat

    mereka dulu berada tetapi masih ditemukan di tempat lain di alam

    - Punah secara ekologi : jika terdapat dalam jumlah yang sedemikian sedikit

    sehingga efeknya pada spesies lain di dalam komunitas dapat diabaikan

    - Kepunahan yang terutang (extinction debt) : hilangnya spesies di masa

    depan akibat kegiatan manusia pada saat ini

    Diperkirakan pada masa lampau telah terjadi 5 kali episode kepunahan

    massal. Kepunahan massal terbesar diperkirakan terjadi pada akhir jaman permian,

    250 juta tahun lalu. Diperkirakan 77%-96% dari seluruh biota laut punah ketika

    ada gangguan besar seperti letusan vulkanik serentak atau tabrakan dengan

    asteroid yang menimulkan prubahan dramatik pada iklim bumi sehingga banyak

    spesies mengalami kepunahan. Kepunahan sesungguhnya merupakan fenomena

    alamiah, namun mengapa hilangnya spesies menjadi masalah? Pengurangan atau

    penambahan spesies secara efektif ditentukan oleh laju kepunahan dan laju

    spesiasi. Spesiasi adalah proses yang lambat. Selama laju spesiasi sama atau leih

    cepat daripada laju kepunahan maka keanekaragaman hayati akan tetap konstan

    atau bertambah. Pada periode geologi yang lalu hilangnya spesies diimbangi atau

    dilampaui oleh evolusi dan pembentukan spesies baru. Saat ini tingkat kepunahan

    mencapai 100-1000 kali dari tingkat kepunahan. Disebabkan oleh aktivitas

    manusia. Kepunahan saat ini disebut kepunahan keenam.

    D. Strategi Pengelolaan Terumbu Karang

    Suatu pengelolaan yang baik adalah yang memikirkan generasi mendatang

    untuk dapat juga menikmati sumberdaya yang sekarang ada. Dengan demikian

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    21/39

    14

    dalam pengelolaan terumbu karang haruslah mempertimbangkan hal sebagai

    berikut 1) : Pertama, melestarikan, melindungi, mengembangkan, memperbaiki

    dan meningkatkan kondisi atau kualitas terumbu karang dan sumberdaya yang

    terkandung di dalamnya bagi kepentingan seluruh lapisan masyarakat serta

    memikirkan generasi mendatang. Kedua, mendorong dan membantu pemerintah

    daerah untuk menyusun dan melaksanakan program-program pengelolaan sesuai

    dengan karakteristik wilayah dan masyarakat setempat serta memenuhi standar

    yang ditetapkan secara nasional berdasarkan pertimbanganpertimbangan daerah

    yang menjaga antara upaya ekploitasi dan upaya pelestarian lingkungan. Ketiga,

    mendorong kesadaran, partisipasi dan kerjasama/kemitraan dari masyarakat,

    pemerintah daerah, antar daerah dan antar instansi dalam perencanaan dan

    pelaksanaan pengelolaan terumbu karang (Santoso, A. D dan Kardono. 2008).

    Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka dalam pengelolaan terumbu

    karang diperlukan strategi sebagai berikut:

    1. Memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung

    pada pengelolaan terumbu karang :

    a. Mengembangkan mata pencaharian alternatif yang bersifat

    berkelanjutan bagi masyarakat pesisir.

    b. Meningkatkan penyuluhan dan menumbuhkembangkan keadaan

    masyarakat akan tanggung jawab dalam pengelolaan sumberdaya

    terumbu karang dan ekosistem nya melalui bimbingan, pendidik an

    dan penyuluhan tentang ekosistem terumbu karang.

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    22/39

    15

    c. Memberikan hak dan kepastian hukum untuk mengelola terumbu

    karang bagi mereka yang memilikikemampuan.

    2. Mengurangi laku degradasi kondisi terumbu karang yang ada saat ini :

    a. Mengidentifikasi dan mencegah penyebab kerusakan terumbu karang

    secara dini.

    b. Mengembangkan program penyuluhan konservasi terumbu karang dan

    mengembangkan berbagai alternatif mata pencaharian bagi masyarakat

    local yang memanfatakannya.

    c. Meningkatkan efektifitas penegakan hukum terhadap berbagai

    kegiatan yang dilarang oleh hukum seperti pemboman dan

    penangkapan ikan dengan Cyanide.

    3. Mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi,

    pemanfaatan dan status hukumnya:

    a. Mengidentifikasi potensi terumbu karang dan pemanfaatannya.

    b. Menjaga keseimbangan antara pemanfaatan ekonomi dan pelestarian

    lingkungan.

    E. Teknologi Transplantasi Terumbu Karang Buatan

    a. Terumbu karang buatan

    Metode sederhana ini adalah dengan menengelamkan struktur bangunan di

    dasar laut agar dapat berfungsi seperti terumbu karang alami sebagai tempat

    berlindung ikan. Dalam jangka waktu tertentu, struktur yang dibuat dengan

    berbagai bahan seperti struktur beton berbentuk kubah dan piramida, selanjutnya

    membantu tumbuhnya terumbu karang alami di lokasi tersebut. Dengan demikian,

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    23/39

    16

    fungsinya sebagai tempat ikan mencari makan, serta tempat memijah dan

    berkembang biak berbagai biota laut dapat terwujud (Suharsono, 1998).

    b. Pencangkokan

    Metode ini dikenal dengan transplantasi. Dengan memotong karang hidup,

    lalu ditanam di tempat lain yang mengalami kerusakan diharapkan dapat

    mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak dan dapat pula dipakai

    untuk membangun daerah terumbu karang baru yang sebelumnya tidak ada. Bibit

    karang yang sering digunakan pada uji coba transplantasi ini adalah dari genus

    Acropora yang terdiri dari A tenuis, A austera, A formosa, A hyacinthus, A

    divaricata, A nasuta, A yongei, A aspera, A digitifera, A valida, dan A glauca.

    persen. Hal tersebut diperkirakan karena spesiesspesies tersebut memiliki cabang

    yang kecil dan mudah rapuh. Berdasarkan per tambahan tinggi masing-masing

    karang tersebut, setelah berumur satu bulan pertambahan tinggi terbesar dialami

    oleh Acropora yongei (rata-rata 0,4 cm), sedangkan pertambahan tinggi terkecil

    dialami Acropora digitifera, yakni 0,1 cm.

    c. Mineral Accretion

    Metode ini dikembangkan oleh Thomas J. Goreau and Wolf Hilbertz

    seorang ahli biologi dari AS 2). Mereka mengkaitkan terumbu karang pada

    bronjong-bronjong kawat baja yang dialiri listrik DC (direct current) dengan

    voltage rendah. Aliran listrik yang mengalir melalui kawat baja tesebutdiharapkan

    dapat merangsang percepatan pertumbuhan karang. Hasil dari transplantasi model

    ini ternyata lebih cepat 3-5 kali dibanding cara transplantasi cara biasa.

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    24/39

    17

    F. Jenis-Jenis Terumbu Karang

    Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni yang berkaitan dengan

    kondisi lingkungan perairan. Berbagai jenis bentuk pertumbuhan karang

    dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, hydrodinamis (gelombang dan arus),

    ketersediaan bahan makanan, sedimen, subareal exposure dan faktor genetik.

    Berdasarkan bentuk pertumbuhannya karang batu terbagi atas karang Acropora

    dan non-Acropora (English et.al., 1994). Perbedaan Acropora dengan non-

    Acropora terletak pada struktur skeletonnya. Acropora memiliki bagian yang

    disebut axial koralitdan radial koralit, sedangkan non-Acroporahanya memiliki

    radial koralit.

    Hard Coral adalah hewan karang yang membentuk kerangka kapur hasil

    penumpukan oleh jutaan koloni polyp. Terdapat sebanyak sekitar 500 species

    karang menyebar di daerah Indo-Pacific, dengan 70 % nya terdapat di Indonesia,

    yang umumnya berbentuk koloni dan ada beberapa yang hidup soliter seperti

    famili Fungiidae. Genus Acropora merupakan jenis yang melimpah di habitat

    karang.

    Karang lunak atau Soft Corals merupakan karang yang penting dan terkenal

    hidup di habitat karang. Beberapa diantaranya tumbuh dengan cepat dan

    merupakan taman bunga liar 10 ~ 30 m di bawah permukaan laut. Strukturnya

    menyerupai karang keras (Hard corals) yaitu terdiri dari koloni polyp yang

    mengumpulkan makanan berbentuk plankton. Soft corals tidak membentuk

    kerangka kapur yang keras. Tubuhnya berbentuk jaringan lunak ditunjang oleh

    matriks partikel mikroskopis disebut sclerites. Bentuk, ukuran dan ornamen

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    25/39

    18

    sclerites merupakan parameter yang berguna untuk mengidentifikasi jenis-

    jenisnya.

    Menurut Suharsono (1996), Genus karang yang umum terdapat di Indonesia

    antara lain meliputi :

    1. Genus Acropora ( Familia Acroporidae )

    Genus Acropora memiliki jumlah jenis (species) terbanyak dibandingkan

    genus lainnya pada karang. Karang jenis ini biasanya tumbuh pada perairan jernih

    dan lokasi dimana terjadi pecahan ombak. Bentuk koloni umumnya bercabang

    dan tergolong jenis karang yang cepat tumbuh, namun sangat rentan terhadap

    sedimentasi dan aktivitas penangkapan ikan.

    Karakteristik bentuk rangka kapur genus Acropora antara lain :

    - Koloni biasanya bercabang, jarang sekali menempel ataupun submasif.

    - Koralit dua tipe, yaitu : axial dan radial.

    - Septa umumnya mempunyai dua lingkaran.

    - Columella tidak ada.

    - Dinding koralit dan Coenosteum rapuh.

    - Tentakel umumnya keluar pada malam hari

    2. Genus Montipora ( Familia Acroporidae )

    Genus Montipora sering ditemukan mendominasi suatu daerah. Sangat

    tergantung pada kejernihan suatu perairan. Biasanya berada pada perairan dangkal

    berkaitan dengan intensitas cahaya yang diperolehnya dengan bentuk koloni

    berupa lembaran.

    Karakteristik bentuk rangka kapur genus Montipora antara lain :

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    26/39

    19

    - Bentuk koloni bervariasi, ada yang submasif, laminar, menempel ataupun

    bercabang.

    - Ukuran koralit umumnya kecil.

    - Septa umumnya memiliki dua lingkaran dengan bagian ujung (gigi)

    muncul keluar. Apabila disentuh maka akan terasa tajam.

    - Tidak memiliki Columella.

    - Dinding koralit dan Coenosteum keropos. Coenosteum memiliki beberapa

    tipe: Papillea bila Coenosteum lebih kecil dibandingkan dengan ukuran

    koralit, dan tuberculea jika sebaliknya. Apabila berkelompok mengelilingi

    koralit disebut thecal papillae dan juga ada thecal tuberculae.

    - Tentakel umumnya keluar pada malam hari

    3. Genus Pocillopora ( Familia Pocilloporidae)

    Karakteristik bentuk rangka kapur genus Montipora antara lain :

    - Koloni umumnya berbentuk submasif, bercabang, ataupun bercabang

    dengan bentuk pipih.

    - Koloni ditutupi dengan verrucae.

    - Koralit cekung ke dalam pada verrucae.

    - Koralit mungkin tidak memiliki struktur dalam atau memiliki columella

    yang kurang berkembang.

    - Memilki dua lingkaran septa yang tidak sama.

    - Coenesteum biasanya ditutupi oleh granules (butiran).

    - Tentakel umumya keluar pada malam hari.

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    27/39

    20

    - Genus Pocillopora merupakan satu-satunya genus karang yang memiliki

    verrucae. Hal tersebut menjadi ciri khas yang membedakannya dengan

    genus-genus karang yang lain

    4. Genus Seriatopora ( Familia Pocilloporidae )

    Karakteristik bentuk rangka kapur genus Montipora antara lain :

    - Ciri khas koloninya berbentuk compact bushes dengan cabang yang halus.

    - Koralit tersusun rapi sepanjang cabang.

    - Koralit sebagian besar tenggelam dan struktur internal tidak begitu

    berkembang kecuali columella.

    - Septa umumnya berjumlah satu.

    - Coenosteum ditutupi oleh spinules (duri-duri) yang halus

    5. Genus Favia (Familia Faviidae)

    Karakteristik bentuk rangka kapur genus Favia antara lain :

    - Bentuk koloni umumnya submasif, flat atau dome-shaped.

    - Koralit sebagian besar monocentric (satu colomella dalam satu corallite)

    dan plocoid.

    - Memperbanyak koralit melalui pembelahan intratentacular.

    - Tentakel umumnya keluar pada malam hari

    6. Genus Favites ( Familia Faviidae )

    Struktur rangka kapur genus favia mirip dengan genus favites tapi dapat

    dibedakan dengan perbedaan tipe koralit karang. Tipe koralit Favites tergolong

    ceroid, sedangkan tipe koralit tergolong plocoid. Karakteristik bentuk rangka

    kapur genus Favites antara lain :

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    28/39

    21

    - Bentuk koloni umumnya masif, flat atau dome-shaped

    - Koloni berbentuk monocentric dan ceroid, beberapa berbentuk subplocoid.

    - Pada koloni karang ini antara dua koralit dibatasi oleh satu dinding koralit

    (Johan, 2003)

    7. Genus Porites (Familia Poritidae)

    Genus Porites ini mirip dengan genus Montipora dan Stylaraea, namun

    memiliki beberapa perbedaan. Perbedaan antara porites dengan Montipora ialah

    bahwa Porites memilki bentuk pertumbuhan yang lebih beragam, koralit pada

    Porites lebih besar, kokoh dan tidak ada elaborate thecal perpanjangan dinding

    koralit. Genus Montipora memiliki dua tipe coenosteum, yaitu reticulum papillae

    dan tubercuae. Selain itu, Porites memiliki koralit yang umumnya selalu terlihat

    septanya, sementara montipora hanya memilki perpanjangan gigi septa yang

    menonjol keluar sehingga terasa runcing dan kasar bila disentuh. Karakteristik

    bentuk rangka kapur genus Porites antara lain :

    - Bentuk koloni ada yang flat, masif dan bercabang.

    - Koloni yang masif berbentuk bulat ataupun setengah bulat. Koloni masif

    yang kecil akan terlihat berbentuk seperti helm, dengan diameter dapat

    mencapai lebih dari 5 meter.

    - Koralit berukuran kecil, cekung ke dalam (terbenam) pada badan koloni

    dengan lebar Calice kurang dari 2 mm.

    - Tentakel umumnya keluar pada malam hari

    8. Genus Goniopora (Familia Poritidae)

    Karakteristik bentuk rangka kapur genus Goniopora antara lain :

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    29/39

    22

    - Bentuk koloni columnar, masif dan encrusting.

    - Koralit tebal tapi kadang keropos dan calice memiliki septa yang kokoh

    dan memiliki columella.

    - Polip genus Goniopora berukuran panjang dan keluar baik pada malam

    hari maupun siang hari.

    - Polip genus Goniopora memiliki 24 tentakel

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    30/39

    23

    III. METODOLOGI PRAKTEK

    A. Waktu Dan Tempat

    Praktek Lapang Konservasi Sumberdaya Perairan ini dilaksanakan pada

    Hari Minggu tanggal 25 Mei 2014 pukul 08.00 Wita sampai selesai pukul 13.00

    Wita. Praktek ini bertempat di Desa Tononggeu,Kecamatan Abeli, Kota Kendari,

    Provinsi Sulawesi Tenggara.

    B. Alat dan Bahan

    Alat dan bahan yang digunakan pada saat praktek lapang Konservasi

    Sumberdaya Perairan adalah sebagai berikut :

    Tabel 2. Alat dan bahan Beserta Kegunaannya yang digunakan pada saat Praktek

    Lapang Konservasi Sumberdaya Perairan.

    No Alat dan Bahan Kegunaan

    Alat

    1 Alat tulis Untuk alat menulis

    2 Buku Sebagai alat menulis hasil wawancara

    3 Kamera Untuk dokumentasi praktikum

    Bahan

    1 Bibit karang lunak Sebagai objek pengamatan

    C. Praktek Dilapangan

    Kegiatan yang dilakukan di lapangan pada saat praktek lapang ini adalah :

    1. Mensurvei dan mengenali lokasi kegiatan konservasi dengan melihat

    sekeliling lokasi dilakukannya transplantasi.

    2. Mendengar arahan dari Asisten praktek lapang

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    31/39

    24

    3. Melakukan wawancara kepada pemilik atau penanggung jawab atas lokasi

    konservasi tersebut,

    4. Mencatat semua hasil wawancara yang telah di lakukan dan

    5. Melakukan dokumentasi kegiatan praktek lapang.

    D. Profil Kelompok

    Kelompok 9 (Sembilan) merupakan kelompok praktek lapang konservasi

    sumberdaya perairan yang beranggotakan 4 orang yang terdiri dari dua program

    studi yaitu MSP dan Agrobisnis Perikanan.

    - Muhammad Ujud Zam Uhud : I1A511011

    - Endrik Saputra : I1A111009

    - Sabarudin : I1A111045

    - Harianto :

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    32/39

    25

    IV. PEMBAHASAN

    A. Pemilihan Lokasi

    Usulan inisiatif calon kawasan konservasi perairan dapat diajukan oleh

    orang perseorangan, kelompok masyarakat, lembaga penelitian, lembaga

    pendidikan, lembaga pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat. Pengajuan

    usulan insiatif calon kawasan konservasi perairan sebaiknya dilengkapi dengan

    hasil kajian awal dan peta lokasi, dan disampaikan kepada Menteri Kelautan dan

    Perikanan atau kepala daerah di level propinsi (Gubernur) atau kabupaten/kota

    (Bupati atau Walikota).

    Penetapan kawasan konservasi yang dilakukan hendaknya memikirkan

    beberapa aspek menyangkut ekosistem yg perlu dilindungi. Karena yang menjadi

    objek adalah terumbu karang, maka pemilihan lokasi konservasi haruslah

    ditempat yang sesuai dengan habitat-habitat dari jenis terumbu karang tersebut.

    Lokasinya juga harus melihat dan mempertimbangkan tentang faktor oseanografi,

    kualitas air dan lingkungan kehidupan masyarakat.

    Untuk memudahkan dalam menentukan lokasi yang tepat dalam mengelola

    kawasan menjadi kawasan konservasi maka tekhnologi GPS dan Google Eart

    dapat digunakan. Kembali pada pentingnya suatu kawasan konservasi maka

    kawasan tersebut mesti harus dikontrol dan di beri tanda agar masyarakat tidak

    melakukan kerusakan-kerusakan sehingga kegiatan konservasi tidak terbilang

    percuma. Berdasarkan hasil wawancara, kawasan konservasi yang dipilih oleh

    salah satu perusahaan yang peduli terhadap ekosistem terumbu karang memilih

    untuk mengkonservasi di sekitaran teluk kendari. Hal ini didasari karena

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    33/39

    26

    ekosistem teumbu karang yang ada di sekitar teluk kendari sebagian besar telah

    rusak.

    B. Pembuatan Rak Transplantasi

    Sebelum membuat rak transplantasi maka hendaknya membuat substrat

    tempat dilekatkannya potongan-potongan karang. Substrat di buat dengan adonan

    semen dan dicetak dengan ukuran yang disesuaikan dengan jenis karang.

    Rak transplantasi yang umum terbuat dari rangka besi yang dicat anti karat

    yang tertutupi dengan jaring yang di ikat secara kuat dan rapi. Rangka yang ideal

    berukuran 110 x 100 cm berbentuk segi empat dan pada bagian ujung-ujung/sudut

    segi empat tersebut terdapat kaki-kaki tegak lurus masing-masing sepanjang 50

    cm. Dibagian atasnya di tutupi dengan jaring tempat mengikat substrat karang

    yang berjumlah kurang lebih 12 buah, pada setiap substrat diikat bibit karang,

    dimana jarak masing-masing bibit kurang lebih 25 cm.

    C. Proses Transplantasi

    Setelah semua persiapan-persiapan transplantasi telah selesai maka langkah

    selanjutnya adalah melakukan proses transplantasi. Langkah-lankahnya adalah

    sebagai berikut.

    1. Pengambilan Bibit Karang

    Jenis karang yang digunakan dalam kegiatan transplantasi, yaitu jenis

    karang yang hidup dan tersedia di masing-masing lokasi kegiatan. Berdasarkan

    data inventarisasi DKP (2002) beberapa alternatif jenis karang tersebut antara lain :

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    34/39

    27

    Acrophora tenuis; A. formosa; A. hyancinthus; A, difaricata; A. nasuta; A. yongei;

    A. digitifera; dan A.glauca.

    Pelaksanaan kegiatan transplantasi karang baik untuk pemulihan kembali

    terumbu karang yang telah rusak, untuk pemanfaatan terumbu karang secara

    lestari (perdagangan karang hias), untuk pengembangan wisata bahari maupun

    untuk menunjang kegiatan kegiatan penelitian selalu diawali dengan pembuatan

    media pembibitan transplantasi karang/nursery ground. Kemudian dilanjutkan

    dengan penyediaan bibit, dan diakhiri dengan penebaran anakan hasil

    transplantasi.

    Perbedaan dari setiap kegiatan transplantasi terutama terletak pada jenis

    bibit yang dipakai. Jenis bibit yang dipakai untuk transplantasi perdagangan

    karang hias dipilih dari jenis-jenis karang yang masuk dalam daftar perdagangan

    karang hias. Untuk wisata bahari, jenis bibit yang dipakai berasal dari jenis-jenis

    yang memiliki penampilan warna dan bentuk yang indah serta aman disentuh

    (tidak menimbulkan gatal atau luka). Untuk pemulihan kembali lokasi terumbu

    karang yang telah rusak / rehabilitasi karang, jenis bibit yang dipakai dipilih dari

    jenis - jenis yang terancam punah dilokasi tersebut, pernah hidup di lokasi

    tersebut, dan tersedia sumber bibit yang memadai. Kegiatan transplantasi karang

    yang ditujukan untuk menunjang kegiatan kegiatan penelitian, sumber bibitnya

    disesuaikan dengan jenis-jenis karang yang akan diteliti. bahaya dan pada kategori

    bahaya-katastropik mencapai < 50. Selanjutnya Lalamentik (1991) menyatakan

    bahwa banyak tipe sedimen yang muncul pada dan sekitar terumbu karang,

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    35/39

    28

    termasuk didalamnya hancuran karang yang kasar, berbagai tipe pasir dan lumpur

    yang halus.

    2. Penempelan/Transplantasi Karang

    Penyediaan bibit karang dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan

    beberapa hal yaitu Sistem perwakilan plot koloni diambil tidak lebih 1/8 bagian

    dari plot koloni; tidak merusak koloni; sesuai dengan MSY (potensi) di

    alam/lokasi; pengangkutan bibit dilakukan di dalam air dan dilaksanakan secara

    hati-hati; diambil dari lokasi yang berdekatan dengan lokasi penempatan media

    pembibitan; mempunyai kedalaman perairan yang sama dengan kedalaman

    penempatan media pembibitan; dipilih dari jenis karang yang sehat dan

    mempunyai pertumbuhan cepat. Sedangkan cara pemotongan bibit karang

    dilakukan dengan memperhatikan hal-hal seperti Bibit karang dipotong dari induk

    yang besar, sehat dan mempunyai pertumbuhan yang cepat; bibit dipotong dengan

    panjang lebih kurang 7 cm dengan menggunakan alat pemotong karang yang

    sesuai; bibit diambil pada bagian tunas atau bagian termuda dari induk; volume

    pengambilan bibit dari induk tidak boleh melebihi 1/8 bagian dari bagian induk

    sehingga tidak mengganggu pertumbuhan induk.

    Pada pengikatan bibit pada substrat, perlu diperhatikan pengikatan bibit

    dilakukan didalam air, dengan harapan karang yang ditransplantasi tidak/sedikit

    mengalami stres). Pada pengikatan, bibit diikat seerat mungkin dengan

    menggunakan tali pancing atau klem plastik. Bagian bawah bibit menempel pada

    substrat dengan posisi tegak terikat erat dengan patok substrat.

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    36/39

    29

    Batu karang bisa terkena stress juga karena dia termasuk hewan. Untuk

    mengurangi stress, karang yang akan ditransplantasi dilepaskan secara hati-hati

    dan ditempatkan dalam wadah plastik berlubang serta proses pengangkutan

    dilakukan di dalam air. Sebaiknya operasi ini hanya menghabiskan waktu kurang

    lebih 30 menit setiap tumpukan karang yang akan dipindahkan. Beberapa teknik

    untuk melekatkan karang yang ditransplantasi adalah semen, lem plastik, penjepit

    baja, dan kabel listrik plastik.

    3. Penempatan/Deploy Rak

    Peletakkan/penenggelaman substrat yang sudah diikatkan bibit ke perairan

    laut. Sebelumnya, harus dilakukan terlebih dahulu calon lokasi pengambilan bibit

    karang dan lokasi peletakkan substrat. Usahakan jangan sampai terlalu jauh,

    untuk mempermudah pengangkutan (transportasi bibit). Lokasi pengambilan bibit

    karang dan peletakkan bibit kondisi kualitas airnya harus relatif sama dan jangan

    sampai terlalu mencolok perbedaannya.

    Untuk menghindari terjadinya kerusakan bibit dan untuk memudahkan

    dalam meletakan rak transplantasi maka lokasi yang dipilih hendaknya memiliki

    substrat yang relatif rata dan arus yang tidak terlalu kencang.

    D. Tagging

    Tagging yaitu proses pemberian tanda pada substrat terumbu karang yang

    telah dilakukan tahap transplantasi sebelumnya. Setelah substrat dirasa sudah

    benar-benar kering, maka tahap selanjutnya adalah pemasangan tagging pada

    masing-masing substrat. Pemasangan ini dilakukan untuk mempermudah

    monitoring nantinya, bisa diketahui bibit yang berada disubstrat mana saja yang

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    37/39

    30

    pertumbuhannya baik, kurang baik, rusak, dan lain sebagainya. Selain itu manfaat

    taging apabila karang hias ini di pasarkan maka tagging diperlukan untuk

    melegalkan proses pemasaran karang hias, sebab dalam kertas tagging akan

    memuat kode produksi, tanggal produksidan perusaan yang memproduksi karang

    hias tersebut.

    Pemasangan ini dilakukan dengan cara mengelem taging (yang sudah

    dilaminating, agar tidak basah dan rusak) pada substrat, untuk menambah daya

    kuat maka bias ditambak dengan memakunya secara perlahan dengan paku ukuran

    kecil.

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    38/39

    31

    V. PENUTUP

    A. Simpulan

    Simpulan yang dapat diberikan berdasarkan pembahasan tersebut adalah

    sebagai berikut:

    1. Metode tansplantasi karang hias terdiri dari beberapa tahapan yaitu

    pengambilan bibit, pembuatan rak transplantasi, pembuatan substrat,

    penempelan karang, taging jika diperlukan dan peletakan pada lokasi

    kawasan ekosistem terumbu karang.

    2. Jenis-jenis karang yang dapat di transplantasi umumnya terdiri dari 8

    genus yaitu : Genus Acropora, Genus Montipora. Genus Pocillopora,

    Genus Seriatopora, Genus Favia, Genus Favites, Genus Porites, Genus

    Goniopora

    B. Saran

    Saran praktikan untuk praktek berikutnya sebaiknya praktikan lebih di

    libatkan dalam proses transplantasi karang hias agar makna praktek dapat

    dirasakan oleh masing-masing praktikan.

  • 5/22/2018 laporan konservasi ujud

    39/39

    32

    DAFTAR PUSTAKA

    English, S., Wilkinson, C., Baker,V,. 1994. Survey Manual For Tropical Marine

    Resources. ASEAN Australia Marine Science Project Living Coastal

    Resources. Australia.

    Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut: suatu pendekatan ekologis. Penerbit :

    Gramedia. Jakarta.

    Suharsono. 1996. Jenis-jenis Karang yang Umum dijumpai di Perairan Indonesia.

    Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian dan

    Pengembangan Oseanologi, Proyek Penelitian dan Pengembangan DaerahPantai, Jakarta

    Suharsono. 2006. Buku Petunjuk Metode Penilaian Kondisi Terumbu Karang.

    Pusat penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

    PISCO (2002

    Bohnsack et al. (2000

    Hari Sutanta, 2006

    . Senge (2008

    , A. DdanKardono. 2008

    Suharsono, 1998

    Johan, 2003