Upload
lalu-sahri-haris
View
513
Download
58
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KASUS
KEJANG DEMAM KOMPLEKS
Oleh :
Lalu Aditya Haris Pratama
H1A 006 022
Pembimbing
dr. Emelyana Permatasari Sp.A.
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
DI BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD KOTA MATARAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2012
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Lengkap : An. BFA
Umur : 7 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Mataram
Status dalam keluarga : Anak Kandung
Masuk RS tanggal : 8 Juli 2012
II. ANAMNESIS (tanggal 9 Juli 2012 diberitahu oleh orangtua pasien)
Keluhan Utama : Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD Kota Mataram dikeluhkan kejang sejak 2 jam SMRS.
Kejang dikeluhkan sebanyak 3 kali, dengan selang waktu diantara kejang tidak
lebih dari 10 menit. Saat kejang pasien dikeluhakn terlihat kaku, bibirnya terlihat
kebiruan, bola mata pasien hanya tampak bagian putihnya saja, tidak ada busa yang
keluar dari mulut pasien. Pada kejang pertama, kejang hanya dialami pasien pada
kepala dan tangannya saja. Selanjutnya pada kejang kedua dan ketiga, pasien kejang
seluruh badan termasuk kakinya, dengan gerakan tangan seperti menghentak-hentak
ringan, dengan kekakuan pada otot-otot wajahnya dan mata yang hanya terlihat
bagian putihnya saja. Di antara kejang, setelah serangan kejang pasien tampak
tenang dan sadar penuh dan kemudian tertidur, untuk selanjutnya pasien mengalami
kejang lagi. Kejang yang dialami pasien berlangsung 3-5 menit.
Kejang didahului oleh keluhan demam sebelumnya, yang sudah dikeluhkan sejak 2
hari SMRS. Demam dirasakan naik turun, tidak sampai menggigil, terutama saat
sore-malam hari. Saat kejang, demam dirasakan meningkat dan turun lagi setelah
kejang berhenti, disertai keluar keringat banyak dan kesadaran pasien kembali.
Keluhan mual (-), muntah (-), sesak (-), batuk (-), dan pilek (-). BAK kesan normal,
terakhir pada pagi pukul 08.00 WITA (10-7-2012), warna kuning jernih, frekuensi
3-4x/hari, BAK campur darah atau berwarna kemerahan disangkal. BAB (+) tidak
ada keluhan, terakhir pagi pukul 08.00 WITA (10-7-2012), warna kuning,
2
konsistensi lunak, frekuensi 2-3x/hari, BAB campur darah (-), BAB kehitaman (-),
lendir (-).
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat kejang sebelumnya (-), riwayat menderita epilepsi (-).
Riwayat demam sebelumnya (+), namun dengan pemberian penurun panas, keluhan
teratasi. Riwayat alergi (-), sesak napas (-), batuk lama (-).
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga dengan keluhan serupa, riwayat epilepsi dalam keluarga (+)
yaitu paman pasien, riwayat alergi pada keluarga disangkal.
Penyakit keluarga yang diturunkan (-)
Riwayat Keluarga (Ikhtisar)
Pasien adalah anak pertama dan satu-satunya di keluarga.
Riwayat Pribadi
1. Riwayat Kehamilan dan persalinan
Ibu pasien mengaku tidak ada gangguan selama kehamilan. Ibu melakukan
ANC di posyandu selama 4x. Pasien dilahirkan di Puskesmas, dibantu oleh
bidan, lahir normal dan langsung menangis, berat badan lahir 3200 gram.
2. Riwayat Nutrisi
Pasien mendapat ASI hanya sampai usia 6 bulan. Selanjutnya pasien mendapat
PASI berupa bubur dan kadang-kadang nasi sampai sekarang. Pasien masih
menyusu sampai sekarang.
3. Perkembangan dan Kepandaian
Orang tua pasien menyatakan perkembangan anaknya baik dan sesuai dengan
anak yang seumuran dengan pasien. Pasien sudah bisa merangkak dan duduk
dengan bantuan, bisa mengoceh dan memegang barang-barang kecil.
4. Vaksinasi
A. Dasar : B. Ulangan
BCG (1 bulan)
Hepatitis (2 dan 7 bulan)
Polio (2, 4 dan 7 bulan)
DPT (2, 4 dan 7 bulan)
3
Campak
Pasien diakui selalu mendapat imunisasi sesuai jadwal.
III. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 9 Juli 2012, jam 10.00)
o Kesan umum : Sedang
o Kesadaran : Compos Mentis
o Fungsi Vital
Nadi : 120 kali/menit, isi dan tegangan kuat, irama teratur
Pernapasan : 40 kali/menit teratur tipe abdominotorakal
T ax : 37,2 oC
CRT : < 2 detik
Status Gizi
Berat Badan : 8 kg; Panjang Badan: 68 cm
Z score : BB/TB : 0 SD (normal)
BB/U : -0,3 SD (Gizi baik)
PB/U : -0,5 SD (normal)
Status General :
o Kepala dan Leher :
1. Bentuk : normocephali, bulat lonjong, rambut tipis, kelainan (-),
UUB datar, sutura normal, caput succedaneum (-), cephal hematom (-)
2. Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterus (-/-), pupil isokor,
refleks pupil (+/+), edema palpebra (-/-)
3. THT : telinga : struktur dan ukuran telinga normal, otorhea (-)
Hidung : napas cuping hidung (-), rinorhea (-)
Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil tidak membesar
4. Mulut : bibir sianosis (-), lidah dan mukosa mulut normal, struktur gigi
atas dan bawah normal, palatum normal
5. Leher : Pembesaran KGB servikal (-), Pembesaran KGB
Supraklavikula (-), Pembesaran KGB aksiler (-), Kaku kuduk (-).
4
o Thorax :
1. Inspeksi : Retraksi (-), pergerakan dinding dada simetris
2. Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris, massa (-)
3. Perkusi :
Pulmo : sonor pada kedua lapang paru
Cor : batas atas : SIC 2
Batas bawah : SIC 4
Batas Kanan: Garis Parasternal kanan
Batas kiri : Garis axilla anterior sinistra
4. Auskultasi:
Pulmo : vesikuler (+/+) , Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
o Abdomen :
1. Inspeksi : distensi (-), sikatriks (-), DC(-), DS (-), umbilikus normal
2. Auskultasi : BU (+) N
3. Perkusi: timpani pada seluruh lapang abdomen
4. Palpasi: Supel, nyeri tekan (-), hepar, lien dan ginjal tidak teraba,
massa (-).
o Anggota Gerak:
Tungkai Atas Tungkai Bawah
Kanan Kiri Kanan Kiri
Akral hangat + + + +
Edema - - - -
Pucat - - - -
Kelainan bentuk - - - -
Pembengkakan
Sendi
- - - -
Pembesaran KGB
Aksiler
Axilla
Inguinal
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Refleks Fisiologis + (normal) + (normal) + (normal) + (normal)
Refleks Patologis - - - -
5
o Kulit : Ikterus (-), pustula (-), peteki (-), sklofuloderma (-)
o Urogenital : tidak tampak kelainan
o Vertebrae : tidak tampak kelainan
Pemeriksaan Laboratorium (8-7-2012)
Darah lengkap:
WBC : 14,2 x103/ᵤL N = 4x103 – 11x103/ᵤL
RBC : 3,69 x106/ᵤL N = 3,5x106 – 5,0x106/ᵤL
HGB : 8,8 g/dl N = 12 – 16 g/dl
HCT : 24,4% N = 37 – 48%
MCV : 66,3 fL N = 82 – 95 fL
MCH : 23,9 pg N = 27 - 31 pg
MCHC : 29,2 g/dL N = 32,0-37,0 g/dL
PLT : 1120 x103/ᵤL N = 150x103 – 400x103/ᵤL
IV. DIAGNOSIS KERJA
- Kejang Demam Kompleks
- Anemia Hipokromik Mikrositer e.c susp. Defisiensi Fe dd/ Penyakit Kronik
V. DIAGNOSIS BANDING
Epilepsi
VI. RENCANA AWAL
Planning Terapi
- IVFD RL 10 tpm (mikro)
- Cefotaxim 2x400 mg
- Paracetamol syr 3 x Cth ½
- Diazepam 5 mg bila kejang
- Pro transfusi PRC 110 cc
Kebutuhan cairan pada pasien :
Kebutuhan cairan per hari : 8 kg x 100
ml/kgBB/hr = 800 ml/hr
Terapi untuk anemia :
- 4 x 8kg x (12-8,8)
6
Asupan oral (ASI+PASI) = ± 300 ml
Kebutuhan cairan parenteral = 800 ml –
300 ml = 500ml/hr
- 500 ml x 24/60 x 24 =
8,33 tpm 10 tpm
- 4 x 8kg x 3,2
- 102,4 cc
- 110 cc
Planning Diagnostik
- Pemeriksaan Laboratorium : UL, Elektrolit, Glukosa darah, Morfologi Darah
Tepi.
- Pungsi lumbal
- Pemeriksaan EEG
VII. Prognosis : Dubia ad bonam
7
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi dengan kenaikan suhu rektal
diatas 38 C yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Batasan usia kejang
demam antara umur 6 bulan sampai 5 tahun.
Bisa juga dikatakan kejang demam apabila ada tanda-tanda selain demam, seperti di
bawah ini :
- Tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat
- Tanpa adanya gangguan elektrolit akut,
- Terjadi pada anak berusia > 1 bulan,
- Dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.
Terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan s/d 3 tahun; insidens tertinggi pada umur 18
bulan.
II. EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan 3% anak-anak dibawah usia 6 tahun pernah menderita kejang
demam. Anak laki-laki lebih sering pada anak perempuan dengan perbandingan 1,4 : 1,0.
Menurut ras maka kulit putih lebih banyak daripada kulit berwarna.
Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta
cepatnya suhu meningkat. Faktor hereditas juga memegang peranan. Lennox
Buchthal (1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang demam
diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang sempurna. Dan 41,2%
anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak normal
hanya 3%.
III. ETIOLOGI
Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam. Demam
sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, radang telinga tengah, infeksi saluran
cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.
Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.
8
Konvulsi jauh lebih sering terjadi dalam 2 tahun pertama dibanding masa
kehidupan lainnya. Cedera intrakranial saat lahir termasuk pengaruh anoksia dan
perdarahan serta cacat kongenital pada otak, merupakan penyebab tersering pada bayi
kecil.
Pada masa bayi lanjut dan awal masa kanak-kanak, penyebab tersering adalah
infeksi akut (ekstra dan intrakranial). Penyebab yang lebih jarang pada bayi adalah tetani,
epilepsi idiopatik, hipoglikemia, tumor otak, insufisiensi ginjal, keracunan, asfiksia,
perdarahan intrakranial spontan dan trombosis, trauma postnatal,dan lain-lain.
Mendekati pertengahan masa kanak-kanak, infeksi ekstrakranial akut semakin
jarang menyebabkan konvulsi, tapi epilepsi idiopatik yang pertama kali tampil sebagai
penyebab penting pada tahun ketiga kehidupan, menjadi faktor paling umum. Penyebab
lain setelah masa bayi adalah kelainan kongenital otak, sisa kerusakan otak akibat trauma,
infeksi, keracunan timbal, tumor otak, glomerulonefritis akut dan kronik, penyakit
degeneratif otak tertentu dan menelan obat.
IV. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak dperlukan suatu
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glukosa. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses
oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah
lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion didalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut
potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya:
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler
9
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadan demam kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10% – 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.
Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun
ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
mutan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut dengan neurotransmiter
dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 oC
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu
40 oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang
demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Sehingga beberapa hipotesa dikemukakan mengenai patofisiologi sebenarnya dari
kejang demam, yaitu:
Menurunnya nilai ambang kejang pada suhu tertentu.
Cepatnya kenaikan suhu.
Gangguan keseimbangan cairan dan terjadi retensi cairan.
Metabolisme meninggi, kebutuhan otak akan O2 meningkat sehingga sirkulasi darah
bertambah dan terjadi ketidakseimbangan.
Dasar patofisiologi terjadinya kejang demam adalah belum berfungsinya dengan
baik susunan saraf pusat (korteks serebri).
10
V. GEJALA KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan
saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akuta, bronkitis, furunklosis dan lain-lain.
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik,
fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak
memberikan reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak
akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.
Secara umum, gejala klinis kejang demam adalah sebagai berikut :
Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-
tiba)
Kejang tonik-klonik atau grand mal
Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-
anak yang mengalami kejang demam)
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung
selama 10-20 detik)
Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama biasanya
berlangsung 1-2 menit
Lidah atau pipinya tergigit
Gigi atau rahangnya terkatup rapat
Inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya)
Gangguan pernafasan
Apneu (henti nafas)
Kulitnya kebiruan.
Setelah mengalami kejang biasanya:
Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau
lebih.
Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi) maupun sakit kepala.
Mengantuk
Linglung (sementara dan sifatnya ringan)
11
Jika kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka kemungkinan terjadinya
cedera otak atau kejang menahun adalah kecil.
VI. KRITERIA KEJANG DEMAM
Untuk itu Livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2
golongan, yaitu:
1. Kejang demam sederhana (Simple febril convulsion)
2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (Epilepsy triggered of by fever)
Kriteria kejang demam menurut Livingtone adalah:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang didalam 1 tahun tidak melebihi 4x.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria
modifikasi Livingston diatas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam.
Kejang kelompok kedua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan
timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja.
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kejang pada seorang anak yang
mengalami demam dan sebelumnya tidak ada riwayat epilepsi. Suhu tubuh yang diukur
dengan cara memasukkan thermometer ke dalam lubang dubur, menunjukkan angka lebih
besar dari 38,9 oC.
Pemeriksaan penunjang - Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi.
Untuk mencari penyebab kejang demam:
a. Pemeriksaan laboratorium: cari penyebab demam
– Darah perifer lengkap,
– Gula darah,
12
– Elektrolit,
– Kalsium serum,
– Urinalisis,
– dan biakan darah, urin atau feses.
b. Pungsi lumbal singkirkan infeksi SSP
Pada kejang demam pertama
– Umur < 12 bulan: harus dilakukan
– Umur 12-18 bulan: harus difikirkan
– Umur > 18 bulan: tidak dianjurkan, kecuali
• ada gejala meningitis
• atau kecurigaan infeksi intrakranial
c. Pemeriksaan imaging (CT scan atau MRI) dapat diindikasikan pd keadaan :
– adanya riwayat dan tanda klinis trauma kepala,
– kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali, spastik), dan
– adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah
berulang, fontanela anterior membonjol, paresis saraf otak VI, edema
papil).
d. Elektroensefalografi (EEG) dipertimbangkan pada kejang demam kompleks.
VIII. DIAGNOSA BANDING
Diagnosa banding kejang demam adalah :
Epilepsi Trigger Of by Fever (ETOF)
Meningitis
Ensefalitis
Abses otak
IX. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kejang demam meliputi penanganan pada saat kejang dan
pencegahan kejang.
1. Penanganan Pada Saat Kejang
13
Menghentikan kejang: Diazepam dosis awal 0,3-0,5 mg/KgBB/dosis IV (perlahan-
lahan) atau 0,4-0,6mg/KgBB/dosis REKTAL SUPPOSITORIA. Bila kejang masih
belum teratasi dapat diulang dengan dosis yang sama 20 menit kemudian.
Turunkan demam:
Antipiretika: Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5-10
mg/KgBB/dosis PO, keduanya diberikan 3-4 kali perhari
Kompres: suhu >39 oC: air hangat ; suhu >38 oC: air biasa
Pengobatan penyebab: antibiotika diberikan sesuai indikasi dengan penyakit dasarnya
Penanganan suportif lainnya meliputi:
Bebaskan jalan nafas
Pemberian oksigen
Menjaga keseimbangan air dan elektrolit
Pertahankan keseimbangan tekanan darah
2. Pencegahan Kejang
Pencegahan berkala (intermiten) untuk kejang demam sederhana
dengan Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO dan antipiretika pada saat anak menderita
penyakit yang disertai demam
Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata dengan Asam Valproat 15-40
mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2-3 dosis
X. KOMPLIKASI
Komplikasi yg paling umum dari kejang demam, adalah adanya kejang demam
berulang. Sekitar 33% anak akan mengalami kejang berulang jika mereka demam
kembali. Resiko terulangnya kejang demam akan lebih tinggi jika,
Pada kejang yang pertama, anak anda hanya mengalami demam yg tidak terlalu
tinggi.
Jarak waktu antara mulainya demam dengan kejang yg sempit
Ada faktor turunan dari ayah-ibunya
Namun begitu, faktor terbesar adanya kejang demam berulang ini adalah usia.
Semakin muda usia anak saat mengalami kejang demam, akan semakin besar
kemungkinan mengalami kejang berulang.
14
XI. PROGNOSA
Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:
Kejang demam berulang
Epilepsi
Kelainan motorik
Gangguan mental dan belajar
XII. KESIMPULAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rectal lebih dari 38 °C ) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut
Consensus Statement on Febrile Seizure (1980), kejang demam adalah suatu kejadian
pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan
dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab
tertentu. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan
kejang berulang tanpa demam.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada
anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. Kejang (konvulsi )
merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks
cerebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran, aktifitas
motorik dan atau gangguan fenomena sensori.
Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,
serta pemeriksaan penunjang yang baik dan benar. Penatalaksanaan kejang demam
meliputi penanganan pada saat kejang dan pencegahan kejang. Dan kejang demam harus
diterapi dengan baik, sebab bila kejang demam tidak diterapi dengan baik, maka dapat
berkembang menjadi kejang demam berulang, epilepsi, kelainan motorik, serta gangguan
mental dan belajar.
15
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, A., 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III, Jilid II. Jakarta : Media
Aesculapius FK UI
Nelson, W.E., 2000. Nelson Volume 3: Ilmu Kesehatan Anak; Bab 543 (2055 -
2060):Kejang-kejang pada anak. Jakarta: EGC
Pudjiadi., A H., 2010. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia;
Jakarta: Badan Penerbit IDAI
WHO Indonesia. 2010. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Rujukan
Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Alih bahasa: Tim Adaptasi Indonesia. Jakarta:
Depkes RI.
16