48
LAPORAN KASUS PENATALAKSANAAN ANESTESI UMUM PADA LAKI-LAKI 15 TAHUN DENGAN EPIDURAL HEMATOMA + SEVERE HEAD INJURY Oleh : Gama Natakusumawati Steven Okta Chandra Agnes Widyaningsih Salim Pembimbing : dr. L. S. Wibowo , Sp. An SMF ANESTESI RUMAH SAKIT DR. ABDUL AZIZ SINGKAWANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 1

Laporan Kasus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan kasus emergensi

Citation preview

Page 1: Laporan Kasus

LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN ANESTESI UMUM PADA LAKI-LAKI 15 TAHUN

DENGAN EPIDURAL HEMATOMA + SEVERE HEAD INJURY

Oleh :

Gama Natakusumawati

Steven Okta Chandra

Agnes Widyaningsih Salim

Pembimbing :

dr. L. S. Wibowo , Sp. An

SMF ANESTESI

RUMAH SAKIT DR. ABDUL AZIZ SINGKAWANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2015

1

Page 2: Laporan Kasus

LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui laporan kasus dengan judul :

Cephalgia Sekunder Intrakranial

disusun sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian dalam

Kepaniteraan Klinik Stase Neurologi

Telah disetujui,

Singkawang, 26 Juni 2015

Pembimbing laporan kasus,

dr. Hanartoaji A. Pribadi, Sp.S

Disusun oleh :

Gama Natakusumawati

NIM. I11111017

BAB I

PENDAHULUAN

2

Page 3: Laporan Kasus

Cephalgia atau nyeri kepala dapat dikatakan sebagai rasa nyeri atau

rasa tidak mengenakkan pada daerah atas kepala memanjang dari orbital

sampai ke daerah belakang kepala (area oksipital dan sebagian daerah tenguk).

Nyeri kepala adalah nyeri yang berlokasi di atas garis orbitomeatal. Pendapat

lain mengatakan nyeri atau perasaan yang tidak enak diantara daerah orbital

dan oksipiral yang muncul dari struktur nyeri yang sensitif.

Pada tahun 2003, Scher et al meneliti predictor dari onset maupun

remisi dari Chronic Daily Headache (CHD) pada populasi orang dewasa.

Penelitian menunjukkan bahwa 3% dari populasi yang mengeluhkan nyeri

kepala sebanyak 2 sampai 104 hari pertahun dapat berubah menjadi lebih dari

108 hari per tahun. Faktor yang berkaitan dengan dengan CHD biasanya lebih

sering terjadi pada wanita, kulit putih dan pada individu yang mempunyai

edukasi yang rendah. Subjek yang mengalami cephalgia biasanya sebelumnya

pernah menikah, obesitas,dan mempunyai arthritis. Selain itu trauma minor

pada kepala meskipun tidak ditemukan fraktur, kontusio, dan laserasi pada

kulit kepala dapat menyebabkan nyeri kepala. Nyeri kepala biasanya terjadi

pada wanita dengan umur 30-40 tahun.

Penyebab maupun tipe dari nyeri kepala bisa ditentukan dengan

anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan hati-hati. Tanda

klinis yang terkesan berbahaya bisa menjadi tanda-tanda untuk dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut.

BAB II

3

Page 4: Laporan Kasus

PENYAJIAN KASUS

I. Anamnesis

Pasien atas nama Ny. W berusia 32 tahun. Pasien masuk Instalasi Gawat

Darurat Rumah Sakit (RS) Abdul Aziz Singkawang tanggal 27 Mei 2015 dengan

keluhan utama nyeri kepala. Anamnesis dilakukan pada tanggal 28 Mei 2015 melalui

auto anamnesis pada pasien.

Pasien sudah merasakan nyeri kepala sejak awal bulan April 2015 tetapi

pasien tidak menghiraukannya dan mengkonsumsi obat warung untuk mengurangi

rasa sakit. Pada pertengahan bulan April pasien berjalan sambil menggendong anak

dan tiba tiba merasa sakit kepala berdenyut sangat hebat dari bagian tengah kepala

menjalar hingga bagian kepala depan dan belakang tanpa disertai tegang leher. Nyeri

ini disertai dengan kehilangan pandangan sesaat dan muntah menyembur (muntah

proyektil). Pasien tidak dapat beraktivitas dan nyeri terasa terus menerus. Pasien

merasa lebih ringan apabila pasien berbaring. Apabila pasien bangkit untuk duduk

atau berjongkok nyeri kepala semakin bertambah hebat.

Setelah dibiarkan selama dua hari pasien dibawa ke puskesmas dan dinyatakan

memiliki Hb dan tekanan darah yang rendah. Keesokan harinya pasien mendatangi

rumah sakit setempat. Pasien mengeluh nyeri kepala bertambah hebat, mual dan

muntah bertambah frekuensinya. Nyeri kepala tidak berkurang bahkan setelah pasien

diberi obat. Pasien disarankan untuk berobat ke rumah sakit yang lebih lengkap. Akan

tetapi pasien memilih untuk dirawat jalan.

Satu minggu sebelum dibawa kerumah sakit pasien merasa nyeri kepala yang

sangat hebat dari bagian depan kanan menjalar ke kepala depan bagian kiri dan ke

kepala tengah berdenyut hingga mata kiri pasien juling ke tengah. Pasien muntah

menyembur dan tiga hari sebelum masuk rumah sakit dibawa ke Kota Pontianak

untuk berobat dan diberikan obat arsifen. Diketahui juling pada mata hilang akan

tetapi nyeri kepala, mual dan muntah masih terjadi sehingga pasien memutuskan

untuk memeriksakan ke Rumah Sakit Abdul Aziz Singkawang. Riwayat trauma

disangkal.

II. Pemeriksaan Fisik 28 Mei 2015

1. Keadaan umum : Tampak Sakit Ringan

4

Page 5: Laporan Kasus

2. Kesadaran : Compos Mentis

3. Tekanan darah : 100/70 mmHg

4. Nadi : 92x/menit

5. Nafas :16x/menit

6. Suhu : 36,5o C

7. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), strabismus (-/-)

8. Telinga : Sekret (-)

9. Hidung : Sekret (-), deviasi septum (-)

10. Tenggorokan : Trakea tidak ada deviasi

11. Mulut : Lidah kotor (-), Oral trush (-)

12. Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba di SIC 5, kurang lebih 1 jari medial dari

linea midklavikularis sinistra

Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi : Bunyi Jantung S1 S2 reguler, Mur-mur (-), Gallop (-)

13. Paru-paru

Inspeksi : Statis=simetris, dinamis=simetris

Palpasi : Nyeri tekan (-)

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi : Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

14. Ekstremitas : Akral hangat, capillary refill kurang dari 2 detik

15. Kulit : Warna kecoklatan, pucat (-)

Status Neurologis

1. Kesadaran : E4M5V6

2. Pupil : Bulat, isokor, diameter Ø 3mm:3mm

Refleks cahaya langsung (+/+)

Refleks cahaya tidak langsung (+/+)

3. Tanda rangsang meningeal:

a. Kaku Kuduk (-)

b. Lasegue (-/-)

c. Kernig (-/-)

d. Patrick (-/-)

e. Kontra Patrick (-/-)

5

Page 6: Laporan Kasus

1. Defisit neurologis : Parese Nervus VI Sinistra

1. Kekuatan Motorik :

2. Refleks Fisiologis :

a. Bisep: +2/+2

b. Trisep: +2/+2

c. Patella: +2/+2

d. Achilles: +2/+2

3. Refleks patologis

Babinski : -/-

4. Sensorik : Dalam batas normal

5. Sistem saraf otonom : Inkontinensia urin (-) alvi (-)

Retensi urin (-) alvi (-)

6. Keseimbangan dan koordinasi : Tidak ada kelainan

7. Fungsi Luhur : Dalam Batas Normal

Hasil Lab Kadar pada Pasien Kadar Normal

Hematokrit 41% 35,0-55,0%

Trombosit 289x103/µL 100-400 103/µL

Leukosit 9,9x103/µL 3,5-11,0 103/µL

Hemoglobin 13,5 gr/dL 11,5-16,5 gr/dL

Ureum 17 mg/dL 10-50 mg/dL

Kreatinin 0,7 mg/dL 0,7-1,2 mg/dL

Natrium 141,4 mmol/L 135-155 mmol/L

Kalium 3,06 mmol/L 3-6 mmol/L

Anti HIV Non-Reaktif

III. Pemeriksaan Penunjang Brain Computed Tomography with Contast

6

5 5 5 5 5 5 5 5

4 4 4 4 4 4 4 4

Page 7: Laporan Kasus

Ekspertisi Brain CT-Scan tanggal 30 Mei 2015:

1. Massa kistik di intraparenkim lobus temporoparietal kanan ukuran ± 5,45 x

4,58 x 6,01 cm yang menyempitkan ventrikel lateral kanan, cornu anterior dan

posterior ventrikel lateral kanan, ventrikel ke III dan ventrikel ke IV serta

mendesak basal ganglia dan talamus kanan dan disertai herniasi subfalcine ke

kiri sejauh 1,59 cm dan edema berbentuk fingerlike disekitarnya suggestif

abses serebri.

2. Tidak tampak tanda-tanda hidrosefalus obstruktif saat ini.

IV. Diagnosis

7

Page 8: Laporan Kasus

Diagnosis Klinis : Chepalgia Sekunder Intrakranial, Paresis Nervus VI Sinistra

Diagnosis Topis : Lobus Temporoparietal Dekstra

Diagnosis Etiologi: SOL suspect Neoplasma

V. Tatalaksana

a. Farmakologi

1. Bangsal

a. IVFD NaCl 0,9% 20 tetes permenit

b. Ranitidin 1 ampul/ 12 jam

c. Manitol 20% sesuai pro tab ( loading manitol 20% habis dalam 30

menit, 15 menit kemudian injeksi furosemid 1 ampul, 6 jam

kemudian infus manitol 20% 4 x 125cc, dosis diturunkan pelan-pelan

setelah beberapa hari)

d. Injeksi deksametason 4x 5mg (dosis diturunkan pelan-pelan setelah

beberapa hari)

e. Metronidazole 3x500mg intravena

f. Cefoperazone 3x2 gr intravena

g. Ondasentron 3x i ampul intravena

h. Antasida 3x1 tablet

i. Parasetamol 3x2 tablet

j. Codein 3x10 mg

2. Rawat Jalan

a. Kapsul campur 3x1 kapsul (parasetamol 400mg + codein 20 mg +

diazepam 1 mg)

b. Ranitidin 2x1 tablet

c. Antasida 3x1 tablet

b. Non Farmakologi

Reseksi Tumor

VI. Prognosis

Ad vitam : dubia ad malam

Ad functionam : dubia ad malam

Ad sanactionam : dubia ad malam

8

Page 9: Laporan Kasus

VII. Follow Up selama Rawat Inap

Tanggal Perkembangan pasien Pengobatan

1 Juni 2015 Nyeri kepala berdenyut

pada bagian atas kepala

hingga ke belakang

kepala berkurang.

Mual, muntah, gelisah.

Terdapat Parese Nervus

VI Sinistra.

a. IVFD NaCl 0,9% 20 tetes permenit

b. Ranitidin 1 ampul/ 12 jam

c. Manitol 20% 4 x 125cc

d. Cefoperazone 3 x 2 gr

e. Injeksi deksametason 4 x 5mg

f. Antasida 3x1 tablet

g. Parasetamol 3x2 tablet

h. Codein 3x20 mg

2 Juni 2015 Nyeri kepala berdenyut

pada kepala sebelah

kanan, tidak ada

fotofobia, mual,tidak

ada muntah, gelisah,

tidak bisa tidur.

Terdapat Parese Nervus

VI Sinistra.

a. IVFD NaCl 0,9% 20 tetes permenit

b. Ranitidin 1 ampul/ 12 jam

c. Manitol 20% 4 x 125cc

d. Cefoperazone 3 x 2 gr

e. Injeksi deksametason 4 x 5mg

f. Antasida 3x1 tablet

g. Parasetamol 3x2 tablet

h. Codein 3x10 mg

3 Juni 2015 Nyeri kepala berdenyut

pada kepala sebelah

kanan, tidak ada

fotofobia, mual,tidak

ada muntah, gelisah,

tidak bisa tidur.

Terdapat Parese Nervus

VI Sinistra.

a. IVFD NaCl 0,9% 20 tetes permenit

b. Ranitidin 1 ampul/ 12 jam

c. Manitol 20% 3 x 125cc

d. Cefoperazone 3 x 2 gr

e. Injeksi deksametason 4 x 5mg

f. Antasida 3x1 tablet

g. Parasetamol 3x2 tablet

h. Codein 3x10 mg

i. Ondansentron 3x 1 ampul

4 juni 2015 Nyeri kepala berdenyut

pada kepala sebelah

kanan, tidak ada

fotofobia, mual,tidak

ada muntah. Terdapat

a. IVFD NaCl 0,9% 20 tetes permenit

b. Ranitidin 1 ampul/ 12 jam

c. Manitol 20% 2 x 125cc

d. Injeksi deksametason 3 x 5mg

9

Page 10: Laporan Kasus

Parese Nervus VI

Sinistra.

e. Antasida 3x1 tablet

f. Parasetamol 3x2 tablet

g. Codein 3x10 mg

5 Juni 2015 Nyeri kepala berdenyut

pada kepala sebelah

kanan, tidak ada

fotofobia, tidak ada

mual,tidak ada muntah.

Terdapat Parese Nervus

VI Sinistra.

a. IVFD NaCl 0,9% 20 tetes permenit

b. Ranitidin 1 ampul/ 12 jam

c. Manitol 20% 1 x 125cc

d. Injeksi deksametason 3 x 5mg

e. Antasida 3x1 tablet

f. Parasetamol 3x2 tablet

g. Codein 3x10 mg

6 Juni 2015 Nyeri kepala berdenyut

pada kepala sebelah

kanan berkurang, tidak

ada fotofobia, tidak ada

mual,tidak ada muntah.

Terdapat Parese Nervus

VI Sinistra.

a. IVFD NaCl 0,9% 20 tetes permenit

b. Ranitidin 1 ampul/ 12 jam

c. Manitol 20% 1 x 125cc

d. Injeksi deksametason 2x 5mg

e. Antasida 3x1 tablet

f. Parasetamol 3x2 tablet

g. Codein 3x10 mg

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

10

Page 11: Laporan Kasus

A. Cephalgia

a. Definisi

Cephalgia atau nyeri kepala dapat dikatakan sebagai rasa nyeri atau

rasa tidak mengenakkan pada daerah atas kepala memanjang dari orbital

sampai ke daerah belakang kepala (area oksipital dan sebagian daerah tenguk).

Nyeri kepala adalah nyeri yang berlokasi di atas garis orbitomeatal. Pendapat

lain mengatakan nyeri atau perasaan yang tidak enak diantara daerah orbital

dan oksipital yang muncul dari struktur nyeri yang sensitif.

b. Patogenesis

Menurut observasi melalui Ray dan Wolf diketahui bahwa, terdapat

beberapa struktur kranial yang sensitif terhadap rasa sakit yaitu:

1. Kulit, jaringan subkutaneus, otot, arteri ekstrakranial, dan periosteum

2. Daerah disekitar orbita, telinga, kavitas nasal, sinus paranasal

3. Sinus venosus intrakranial, khususnya struktur perikavernosa

4. Bagian dari dura pada bagian otak dasar dan arteri dalam dura dan pia-

arachnoid, khususnya pada bagian proksimal dari anterior dan arteri

serebri media dan segmen intrakranial dari arteri karotis interna

5. Arteri-arteri meningeal media dan temporal superfisial

6. Nervus optikus, okulomotorius, trigeminus, glosofaringeus, vagus, dan

cervikal 1,2, dan 3.

Apapun penyebab nyeri kepala akan ditransmisikan ke sistem saraf

pusat yaitu melalui nervus trigeminus terutama pada nervus trigeminus divisi

pertama dan pada beberapa kasus pada nervus trigeminus divisi kedua yang

menyalurkan impuls yang berasal dari kepala bagian depan, orbita, fosa

kranium anterior dan media, dan permukaan atas tentorium, sphenopalatina

yang merupakan cabang dari nervus fasialis menyalurkan impuls yang berasal

dari regio nasal dan orbital. Pada nervus kranial IX dan X serta nervus yang

berasal dari cervical 1,2, dan 3 mentransmirikan impuls yang berasal dari

permukaan inferior tentorium dan dan seluruh fosa inferior.

Rasa nyeri yang berasal dari struktur supratentorial yaitu nyeri yang

berasal dari dua pertiga bagian kepala. Daerah ini merupakan bagian kepala

yang dipersarafi oleh nervus trigeminus divisi I dan I. Nyeri yang berasal dari

struktur infratentorial yaitu nyeri yang berasal dari vertex, bagian belakang

kepala dan leher yang dipersarafi nervus cervical bagian atas. Nervus cranial

11

Page 12: Laporan Kasus

VII, IX, dan X mempersarafi nyeri yang berasal dari regio naso-orbital,

telinga, dan hidung. Dental atau temporomandibular joint dapat juga

menyebabkan nyeri kepala.

Menurut pengamatan Ray dan Wolff massa intrakranial menyebabkan

nyeri kepala apabila terjadi deformitas, pergeseran, traksi yang cukup keras

pada pembuluh darah dan struktur dural pada bagian otak. Hal ini bisa terjadi

sebelum terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Kebanyakan pasien

dengan tekanan intrakranial yang tinggi mengeluh nyeri kepala bioksipital dan

bifrontal berfluktuasi yang kemungkinan diakibatkan traksi pada pembuluh

darah ataupun dura.

c. Epidemiologi dan Faktor Risiko

Pada tahun 2003, Scher et al. meneliti prediktor dari onset maupun

remisi dari Chronic Daily Headache (CHD) pada populasi orang dewasa.

Penelitian menunjukkan bahwa 3% dari populasi yang mengeluhkan

nyerikepala sebanyak 2 sampai 104 hari pertahun dapat berubah menjadi

lebih dari 108 hari per tahun. Faktor yang berkaitan dengan dengan CHD

biasanya lebih sering terjadi pada wanita, kulit putih dan pada individu yang

mempunyai edukasi yang rendah. Subjek yang mengalami cephalgia biasanya

sebelumnya pernah menikah, obesitas, dan mempunyai arthritis. Selain itu

trauma minor pada kepala meskipun tidak ditemukan fraktur, kontusio, dan

laserasi pada kulit kepala dapat menyebabkan nyeri kepala. Nyeri kepala

biasanya terjadi pada wanita dengan umur 30-40 tahun.

d. Klasifikasi Cephalgia

Sakit kepala merupakan gejala yang diakibatkan berbagai penyebab.

Pada beberapa kelainan, sakit kepala berkaitan dengan tanda-tanda dan gejala

focal neurological. Apabila hal ini terjadi, dokter harus dapat membedakan

antara sakit kepala primer seperti migrain dan sakit kepala simptomatik

sekunder akibat infeksi, inflamasi vaskular, neoplasma, atau epilepsi.

Sakit kepala dalam waktu yang lama (berminggu-minggu ataupun

berbulan-bulan) berkaitan dengan abnormalitas neurologis yang biasanya

diakibatkan lesi otak khususnya pada nyeri kepala yang episodik.

12

Page 13: Laporan Kasus

13

Page 14: Laporan Kasus

Berikut ini klasifikasi nyeri kepala berdasarkan penyebabnya:

1. Nyeri kepala primer

a. Tension type headache

b. Mirgen

c. Cluster headache

2. Nyeri kepala sekunder yang terdiri dari:

a. Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan atau leher

b. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan non vaskuler kranial atau

servikal

c. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan non vaskular intra

kranial

d. Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi

e. Nyeri kepala yang berkaitan dengan hemostasis

f. Nyeri kepala yang berkaitan dengan psikiatrik

14

Page 15: Laporan Kasus

g. Nyeri kepala atau nyeri vaskuler yang berkaitan dengan kelainan

kranium, leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur

fasial dan kranial lainnya

e. Diagnosis Cephalgia

Penyebab maupun tipe dari nyeri kepala bisa ditentukan dengan

anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan hati-hati. Tanda

klinis yang terkesan berbahaya bisa menjadi tanda-tanda untuk dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut. Apabila tidak didapatkan tanda bahaya maka

diagnosis dilakukan berdasarkan gejala klinis dari sindrom primer. Pertanyaan

anamnesis didasarkan pada kualitas, keparahan, lokasi, durasi, waktu ketika

nyeri kepala terjadi, hal yang memperparah ataupun yang memperingan nyeri

kepala.

Pada nyeri kepala yang sekunder atau diakibatkan kondisi lainnya

perlu dicermati onset terjadinya dan gejala yang membuat kondisinya berbeda

dari nyeri kepala primer. Beberapa observasi menyatakan terdapat beberapa

tanda bahaya bagi nyari kepala sekunder yang memerlukan investigasi lebih

jauh:

a. Onset nyeri kepala yang baru atau perubahan onset nyeri kepala pada

pasien berumur lebih dari 50 tahun

b. Thunder clap headache atau nyeri kepala yang tiba-tiba dan nyeri luar

biasa dari beberapa detik hingga beberapa menit. Nyeri ini biasanya

terjadi pada subarachnoid haemorrage diakibatkan ruptur aneurisma

ataupun malformasi arteriovenosa.

15

Page 16: Laporan Kasus

c. Gejala fokal neurological seperti kelemahan tungkai, adanya aura kurang

dari 5 menit sampai degan 1 jam

d. Adanya gangguan kognotif

e. Perubahan frekuensi nyeri kepala, karakteristik, dan gejala lain yang

berkaitan

f. Pemeriksaan neurologis yang abnormal

g. Nyeri kepala yang bertambah dengan perubahan posisi

h. Nyeri kepala yang menyebabkan pasien terbangun pada saat tidur

i. Nyeri kepala yang bertambah apabila terjadi pertambahan aktivitas

ataupun manuver valsava seperti batuk, tertawa, dan mengedan

j. Pasien denganfaktor risiko terjadinya trombosis sinus venosus

k. Gangguan pengelihatan ataupun adanya jaw claudication

l. Kekakuan leher

m. Demam

n. Onset nyeri kepala baru pada pasien dengan human immunodeficiency

virus

o. Onset nyeri kepala baru pada pasien kanker

Pemeriksaan neurologis padda pasien dengan nyeri kepala yaitu:

a. Funduskopi

b. Pemeriksaan nervus kranial, seperti pupil, lapang pandang, pergerakan

bola mata, kekuatan otot wajah dan sensasi serta fungsi bulbar seperti

pergerakan lidah dan palatum

c. Penilaian tonus, kekuatan, refleks, dan koordinasi dari tungkai

d. Respon plantar

e. Penilaian cara berjalan termasuk heel-toe walking

Apabila ditemukan kelainan dan adanya tanda bahaya maka dapat

dilakukan MRI ataupun CT- Scan. Pada pasien dengan tumor otak diketahui

nyeri kepala merupakan gejala yang terjadi pada dua pertiga dari seluruh

pasien dengan tumor otak. Nyeri kepala tidak memiliki gejala khusus, bisa

terasa menusuk ataupun terasa menekan dari dalam, biasanya pasien

mendekripsikan dengan rasa kepala seperti akan pecah. Biasanya nyeri

beberapa menit sampai satu jam atau lebih dan muncul sekali ataupun

beberapa kali dalam sehari. Aktivitas fisik dan perubahan posisi dari kepala

dapat memicu nyeri dimana istirahat dapat menghentikannya. Terbangun pada

16

Page 17: Laporan Kasus

malam hari akibat nyeri kepala biasanya hanya terjadi pada sebagian kecil

pasien. Muntah proyektil dapat terjadi apabila tumor telah membesar. Jika

tumor terdapat unilateral, nyeri kepala biasanya terdapat pada sisi yang sama

dengan tumor. Nyeri dari tumur supratentorial terasa dari bagian depan

menjalar pada bagian sekitar telinga. Nyeri kepala bifrontal ataupun

biokksipital terjadi apabila telah terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Hal

ini juga dapat diperkuat dengan adanya gejala kebutaan transien, kelemahan

pada kaki yang disebut dengan ‘drop attacks’, dan kehilangan kesadaran.

B. Papil Edema

Papiledema adalah kongesti diskus optikus akibat peningkatan tekanan

intrakranial, yang paling sering disebabkan oleh tumor serebrum, abses, hematom

subdural, malformasi arteriovenosa, perdarahan sub arakhnoid, hidrosefalus,

meningitis, dan ensefalitis.

Menurut Vaughan, terdapat bebrapa etiologi yang menjadi sebab terjadinya

papil edema, yaitu:

17

Page 18: Laporan Kasus

1. Massa intrakranial: tumor serebral, abses, hematoma subdural

2. Malformasi arteriovenosa

3. Perdarahan subarakhnoid

4. Meningitis

5. Ensefalitis

6. Hidrosefalus didapat

7. Pseudomotor serebri yang terdiri dari: pseudomotor serebri sekunder

(kontrasepsi oral, tetrasiklin, terapi steroid, penghentian steroid,

hiperavitaminosisi A, uremia, hipoparatiroidisme, gagal napas) dan hipertensi

intrakranial idiopatik

8. Tumor spinal

9. Polineuropati idiopatik akut (Sindrom Guillain-Barre)

10. Mukopolisakaridosis

11. Kraniosinotosis

12. Penyakit pada orbita seperti tumor dari nervus opticus, thyroid opthalmopathy

13. Penyakit pada mata seperti glaukoma akut, hipotoni karena adanya rudapaksa,

operasi atau uveitis

Pada praktik oftalmologi, papil edema sering disebabkan oleh hipertensi

intrakranial idiopatik. Kelainan ini ditandai oleh peningkatan tekanan intrakranial;

tidak ada kelainan neurologik atau neuroimaging, kecuali segala hal yang terjadi

akibat peningkatan tekanan intrakranial, seperti kelumpuhan nervus kranialis

keenam; komponen cairan serebrospinal normal. Ini merupakan diagnosis hasil

eksklusi, dan sebab-sebab pseudomotor cerebri lainnya harus disingkirkan, misalnya

oklusi sinus venosus cerebralis, terapi vitamin A (retinoid) atau tetrasiklin, uremia,

dan gagal napas.

Penyebab papiledema yang lebih jarang adalah tumor spinal, polineuropatik

idiopatik akut (sinrom Guillain Barre). Mukopolisarkoidosis, dan kraniosinostosis;

dengan berbagai faktor- termasuk penurunan absorpsi cairan serebrospinal,

abnormalitas laju cairan spinal, dan berkurangnya volume kranium- yang dapat

meningkatkan tekanan intrakranial.

Agar papiledema bisa terjadi, ruang subarakhnoid di sekitar nervus opticus

harus paten dan berhubungan dengan nervus opticus retrolaminar melalui kanalis

optikus tulang keruang subarakhnoid intrakranial. Dengan demikian, peningkatan

tekanan intrakranial dapat disalurkan ke nervus opticus retrolaminar. Disana,

18

Page 19: Laporan Kasus

transpor aksonal lambat dan cepat dihambat, serta terjadi distensi akson- paling jelas

di polus posterior dan inferior diskus optikus- sebagai tanda awal papiledema.

Hiperemia diskus dengan pelebaran kapiler-kapiler permukaan, pengaburan batas

diskus peripapilar, dan hilangnya denyut vena spontan adalah tanda-tanda

papiledema ringan. Juga timbul liatan-lipatan retina peripapilar sirkumferensial

(garis Paton).

Menurut pengamatan yang dilakukan oleh Leslie Paton terdapat tiga tanda

mikroskopik saat melakukan penelitian mengenai papil edema pada 39 pasien yang

terkena tumor serebri, ketiga tanda tersebut yaitu:

1. Diskus optikus pada bagian retrolaminar dan retrobulbar mengalami edema

yang parah

2. Akson diskus optikus lapisan prelaminar berkembang membesar secara tidak

normal dan terfragmentasi

3. Vena retina sentral terdilatasi di bagian nervus opticus retrolaminar dan

prelaminar tetapi vena tampak datar pada spatium subarachnoideum.

19

Page 20: Laporan Kasus

20

Page 21: Laporan Kasus

Tinggi elevasi dari papil dapat ditentukan dengan membandingkan pembuluh

darah papil yang terlihat jelas dengan melihat terang pembuluh darah retina. Elevasi

ini diukur dengan dioptri. Biasanya dinyatakan terjadi elevasi bila lebih dari dua

diotptri. Untuk menghindari akomodasi pemeriksa dianjurkan memakai lensa positif

terkuat atau negatif terlemah. Interpretasinya pada mata fakia maka 3 dioptri sesuai

dengan 1 mm. Pada mata afakia maka 2 dioptri sesuai dengan 1 mm. Dinyatakan

edema apabila lebih dari 2-3 dioptri. Dalam dunia kedokteran terdapat sistem

penilaian Frisen yang menilai derajat keparahan papil edema yang dimulai dari

derajat 0 sampai 5.

21

Page 22: Laporan Kasus

Pada Frisen derajat 0 atau disebut juga normal diskus optikus pada

penampakan stereotipik biasanya terlihat elevasi palisan serat saraf bagian nasal,

memperlihatkan densitas serat saraf yang baik. Dengan funduskopi langsung batas

diskus nasal dapat menjadi kabur dibandingkan dengan bagian temporal. Pembuluh

darah berjalan mengalir melalui diskus opticus dan terkadang ditemukan batas yang

kabur dibagian superior.

Pada Frisen derajat 1 (Very Early Papilledema) terdiri atas permulaan

perubahan diskus yang muncul sebelum terjadinya pembengkakan diskus secara

jelas. Papilledema biasanya sulit dideteksi pada tingkatan ini. Beberapa tanda telah

22

Page 23: Laporan Kasus

dideskripsikan, seperti adanya hiperemia diskus optikus, kaburnya batas diskus

optikus, pendarahan peripapilar yang berbentuk lidah api, hilangnya pulsasi vena.

Gambaran halo berwarna abu-abu dapat ditemukan dengan pemeriksaan

oftalmoskopi indirect.

Derajat 2 Frisen (Early Papilledema) ditandai dengan kaburnya atau

obskurasi dari batas diskus opticus, peningkatan dari batas nasal diskus opticus, dan

adanya bentuk halo peripapiler yang komplit. Pada Frisen derajat 3 (Moderate

Papilledema) batas dari diskus optikus tidak jelas dan terjadi elevasi. Diameter dari

nervus opticus meningkat, biasanya menghasilkan perluasan dari bintuk buta.

Mangkuk optik masih terpelihara pada derajat ini. Penemuan penting lainnya yaitu

edematosa, kekaburan lapisan serat saraf yang berwarna opak dan juga kekaburan

dari pembuluh darah utama yang meninggalkan diskus. Bentukan halo berwarna

keabuan menjadi lebih jelas.

Pada Frisen derajat 4 (Marked Papilledema) detandai dengan elevasi seluruh

discus opticus, hilangnya bentukan mangkuk optik, terdapat kekaburan batas dari

discus dengan bentukan halo yang sangat jelas. Terdapat edema dan infraksi dari

23

Page 24: Laporan Kasus

lapisan serat saraf yang mengakibatkan kekaburan total dari diskus optikus pada

segmen utama pembuluh darah. Vena pada retina biasanya tampak seperti tertelan

dan berkelok-kelok.

Pada Frisen derajat 5 (Severe Papilledema) terjadinya penonjolan menuju

anterior dengan bentukan seperti kubah. Mangkuk optik lenyap dan bentukan halo

peripapilar menjadi sempit. Tidak didapatkan batas yang membedakan diskus

opticus dengan retina disekitarnya. Kekaburan dari pembuluh darah utama bisa

tampak maupun tidak.

24

Page 25: Laporan Kasus

Ketika papil edema menjadi persisten, pendarahan dan eksudat mulai

menghilang, diskus optikus berkembang menjadi bentukan bulat. Mangkuk optik

yang pada fase akut masih dipertahankan, pada tahap ini lenyap. Setelah periode

beberapa bulan, hiperemia berubah menjadi tampilan abu-abu seperti susu, dengan

hard exudate menjadi sangan jelas pada bagian superfisial. Hal ini bisa salah

didiagnosa sebagai discus opticus drusen. Biasanya kebanyakan pasien dengan

kronik papil edema mengalami atropi lapisan serat saraf.4

Gambaran Frisen derajat 5 dengan dilatasi kapiler dan mikroaneurisma

Gambaran papil edema kronik

Ketika papil edema ini tidak ditangani dengan baik discus opticus akan

menjadi atropi dan pembuluh darah retina menjadi sempit. Dalam beberapa kasus

lapisan serat saraf tidak tampak baik pada saat funduskopi atau slit lamp

25

Page 26: Laporan Kasus

biomicroscopy. Pada beberapa pasien terdapat perubahan pigmen dan lipatan koroid

pada makula, bahkan hamartoma pada epitelium pigmen.

Gambar Papil Atrofi

Gambaran drusen-like body pada papil edema knonik yang atrofi.

Unilateral papil edema terjadi pada Sindrom Foster Kennedy dengan tumor

pada lobus frontalis atau nervus olfactorius dengan triad atropi optic pada satu mata

akibat adanya kompresi, papil edema pada mata lainnya dan adanya anosmia.

Sindrom Foster Kennedy adalah papiledema pada satu sisi disertai atrofi optik akibat

kompresi nervus opticus pada sisi yang lain, umumnya akibat meningioma di dasar

tengkorak. Namun, sindrom ini dapat ditiru oleh neuropati optik iskemik disertai

dengan atrofik pada mata sebelahnya akibat episode sebelumnya. Papiledema dapat

menyerupai endapan drusen caput nervi optici, diskus hiperopia yang kecil, dan serat

saraf bermielin.

26

Page 27: Laporan Kasus

Gambar Sindrom Foster Kennedy

Gejala manifestasi non visual dari papil edema terdiri dari:

1. sakit kepala

2. mual

3. muntah

4. fotofobia

5. Pilek

Gejala manifestasi visual terdiri dari:

1. pandangan yang kabur

2. defek lapang pandang

3. kehilangan lapang pandang pusat

4. diplopia

Berikut ini merupakan pemeriksaan-pemeriksaan untuk mengkonfirmasi

papil edema:

1. Perimetri. Pemeriksaan lapang pandang perlu dilakukan. Sering tampak

pelebaran bintik buta. Dapat juga terlihat hemianopsia pseudo-bitemporal pada

edema diskus yang esktrim. Pada papiledema kronik, terjadi konstrikso atau

penyempitan lapang pandang, terutama bagian inferior, yang muncul bertahap

atau bahkan secara progresif menyebabkan kehilangan ketajaman penglihatan

sentral dan kebutaan total.

27

Page 28: Laporan Kasus

Penurunan Lapang pandang pada pemeriksaan perimetri.

2. Stereocolor photograph juga dapat digunakan untuk melihat perubahan nervus

discus opticus.

3. Neuro imaging emergensi seperti CT cran dan MRI otak dengan kontras untuk

mengidentifikasi lesi massa di sistem saraf pusat.

4. Magnetic resonance venography untuk mendeteksi thrombosis sinus vena

5. Ultrasonography B-scan untuk menghilangkan kecurigaan terhadap disc drusen.

6. Fluorecein aingiography. Papil edema akut menunjukkan peningkatan dilatasi

kapiler peripapilar dengan kebocoran yang lambat. Autofluoresence dapat

memperlihatkan disc drusen.

28

Page 29: Laporan Kasus

Gambar angiogram pada pasien dengan mild papiledema.

C. Cystic Astrocytoma

Glioma merupaka istilah nonspesifik yang mengindikasikan bahwa tumor

berasal dari sel-sel glia seperti astrosit, oligodendrosit, ependim, dan sel-sel pleksus

kosoideus. Astrositoma merupakan glioma yang paling umum terjadi pada orang

29

Page 30: Laporan Kasus

dewasa. Glioma biasanya terjadi pada 55-10 orang per 100.000 penduduk pada

populasi umum, dan tanpa alasan yang jelas glioma maligna terjadi pada orang tua.

Diagnosis dari astrositoma meliputi beberapa hal berikut:

1. Gejala klinis

a. Adanya kejang parsial atau umum yang biasanya terjadi apabila tumor

terletak di korteks dan berkembang perlahan

b. Terjadinya peningkatan intrakranial yang secara umum menunjukkan

adanya perkembangan tumor yang cukup cepat, khususnya pada daerah

yang tersembunyi di otak seperti frontal kanan ataupun lobus tempora. Hal

ini menyebabkan terjadinya nyeri kepala yang progresif, mual, muntah,

penurunan kesadaran, gangguan visual seperti papil edema ataupun diplopia

akibat adanya kelumpuhan nervus abdusens. Dapat juga terjadi hidrosefalus

akibat obstruksi dari cairan serebrospinal.

c. Adanya defisit neurologis berdasarkan letak tumor. Tumor supratentorial

dapat menginduksi adanya defisit motorik dan sensorik, hemianopia, afasia,

30

Page 31: Laporan Kasus

kombinasi dari hemianopsia dan afasia. Tumor pada fossa akan

menunjukkan terjadinya kelumpuhan saraf kranial.

d. Gangguan kognitif apabila terjadi pada lobus frontal, penyebaran tumor ke

mening, atau adanya infiltrasi difus pada otak

2. Pemeriksaan radiologi

Apabila tumor otak telah dicurigai maka MRI dengan dan tanpa infus

gadolinium merupakan metode terbaik untuk menentukan karakteristik massa

seperti lokasi, ukuran, derajat edema, dan contrast enhancement. Apabila MRI

tidak tersedia dapat digunakan CT-Scan. Astrositoma dibagi menjadi dua

kelompok yaitu infiltratif yang biasa disebut dengan astrositoma saja dan

astrositoma non-infiltratif yang biasa disebut dengan pilocytic astrositoma.

Pilocytic astrositoma biasanya berkembang pada anak anak dan dewasa muda

dan biasanya terletak pada traktus optikus, hipotalamus, ganglia basal, dan

fossa posterior seperti serebelum dan batang otak. Pada pencitraan akan

terlihat gambaran bulat atau well-circumscribed dan contrast enhancing

tumours. Bentukan seperti kista biasanya khas pada kelompok ini. Biasanya

astrositoma berkembang secara lambat dan stabil secara spontan. Transformasi

menjadi maligna jarang terjadi. Dalam keadaan yang memungkinkan indikasi

reseksi harus dilakukan dengan prognosis 20 tahun hiddup. Radioterapi cukup

ampuh pada anak-anak yang tidak bisa dilakukan reseksi dengan defisit

neurologis progresif.

Prognosis bergantung kepada umur dan status yang baik pada pasien.

Gambaran histologis menjadi faktor selanjutnya dimana glioblastoma

multiforme memiliki prognosis yang paling buruk.

31

Page 32: Laporan Kasus

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala yang terus menerus memberat

sejak pertengahan April dari mulai bagian depan kepala sampai belakang tanpa

disertai adanya tegang dileher. Onset nyeri kepala yang jelas, terus-menerus, dan

kronik progresif menunjukkan gejala perubahan pola nyeri kepala yang terus

meningkat yang patut dicurigai sebagai nyeri kepala sekunder. Pasien dalam hal ini

memiliki keluhan adanya nyeri yang terus menerus secara tiba-tiba, muntah, dan

juling yang merupakan tanda-tanda bahaya dari nyeri kepala yang mengarah pada lesi

intra kranial.pemeriksaan fisik ditemukan adanya parese nervus VI sinistra yang

menunjukkan adanya defisit neurologis.

Pada pasien dengan tumor otak diketahui nyeri kepala merupakan gejala yang

terjadi pada dua pertiga dari seluruh pasien dengan tumor otak. Nyeri kepala tidak

memiliki gejala khusus, biasanya bisa terasa menusuk ataupun terasa menekan dari

dalam, biasanya pasien mendekripsikan dengan rasa kepala seperti akan pecah.

Biasanya nyeri beberapa menit sampai satu jam atau lebih dan muncul sekali ataupun

beberapa kali dalam sehari. Aktivitas fisik dan perubahan posisi dari kepala dapat

memicu nyeri dimana istirahat dapat menghentikannya. Terbangun pada malam hari

akibat nyeri kepala biasanya hanya terjadi pada sebagian kecil pasien. Muntah

proyektil dapat terjadi apabila tumor telah membesar. Jika tumor terdapat unilateral,

nyeri kepala biasanya terdapat pada sisi yang sama dengan tumor. Nyeri dari tumor

supratentorial terasa dari bagian depan menjalar pada bagian sekitar telinga. Nyeri

kepala bifrontal ataupun biokksipital terjadi apabila telah terjadi peningkatan tekanan

intrakranial. Hal ini juga dapat diperkuat dengan adanya gejala kebutaan transien,

kelemahan pada kaki yang disebut dengan ‘drop attacks’, dan kehilangan kesadaran.

Selain itu ditemukan adanya papil edema ketika dilakukan pemeriksaan fisik

yang semakin memperkuat adanya peningkatan tekanan intra karanial. Terjadinya

peningkatan intrakranial yang secara umum menunjukkan adanya perkembangan

tumor yang cukup cepat, khususnya pada daerah yang tersembunyi di otak seperti

frontal kanan ataupun lobus temporal. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya nyeri

kepala yang progresif, mual, muntah, penurunan kesadaran, gangguan visual seperti

papil edema ataupun diplopia akibat adanya kelumpuhan nervus abdusens. Dapat juga

terjadi hidrosefalus akibat obstruksi dari cairan serebrospinal.

32

Page 33: Laporan Kasus

Papil edema adalah kongesti dari papil nervus optikus. Agar papiledema bisa

terjadi, ruang subarakhnoid di sekitar nervus opticus harus paten dan berhubungan

dengan nervus opticus retrolaminar melalui kanalis optikus tulang keruang

subarakhnoid intrakranial. Dengan demikian, peningkatan tekanan intrakranial dapat

disalurkan ke nervus opticus retrolaminar. Disana, transpor aksonal lambat dan cepat

dihambat, serta terjadi distensi akson- paling jelas di polus posterior dan inferior

diskus optikus- sebagai tanda awal papiledema. Hiperemia diskus dengan pelebaran

kapiler-kapiler permukaan, pengaburan batas diskus peripapilar, dan hilangnya

denyut vena spontan adalah tanda-tanda papiledema ringan. Juga timbul liatan-

lipatan retina peripapilar sirkumferensial (garis Paton).

Dari hasil CT-Scan ditemukan massa kistik di intraparenkim lobus

temporoparietal kanan ukuran ± 5,45 x 4,58 x 6,01 cm yang menyempitkan ventrikel

lateral kanan, cornu anterior dan posterior ventrikel lateral kanan, ventrikel ke III

dan ventrikel ke IV serta mendesak basal ganglia dan talamus kanan dan disertai

herniasi subfalcine ke kiri sejauh 1,59 cm dan edema berbentuk fingerlike

disekitarnya suggestif abses serebri.

Akan tetapi, pada anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya

gejala sistemik seperti demam. Selain itu tanda infeksi lain seperti penurunan sistem

imun juga tidak didapatkan yang ditunjukkan dengan pemeriksaan HIV non-reaktif

sehingga pada kasus ini kecurigaan lesi intrakranial akibat toxoplasma ataupun

cryptococcus dapat disingkirkan sehingga gambaran sugestif abses serebri harus

dicari lebih lanjut apakah merupakan nekrosis jaringan sekitar akibat tumor atau hal

lainnya.

Hasil ekspertise menunjukkan ditemukan massa kistik di intraparenkim lobus

temporoparietal kanan ukuran ± 5,45 x 4,58 x 6,01 cm. Tumor otak yang paling

sering terjadi pada orang dewasa adalah glioma. Glioma merupakan istilah

nonspesifik yang mengindikasikan bahwa tumor berasal dari sel-sel glia seperti

astrosit, oligodendrosit, ependim, dan sel-sel pleksus kosoideus. Astrositoma

merupakan glioma yang paling umum terjadi pada orang dewasa. Glioma biasanya

terjadi pada 55-10 orang per 100.000 penduduk pada populasi umum, dan tanpa

alasan yang jelas glioma maligna terjadi pada orang tua. Massa kistik yang

ditemukan dalam kasus ini kemungkinan mirip dengan pencitraan astrocytoma

pylocitic, yang berupa gambaran bulat atau well-circumscribed dan contrast

enhancing tumours. Bentukan seperti kista biasanya khas pada kelompok ini.

33

Page 34: Laporan Kasus

Pemberian medikamentosa seperti mannitol digunakan untuk menurunkan

tekanan intrakranial dengan cara mengeluarkan cairan dengan hairan hiperosmotik

yang dibantu dengan furosemid. Pemberian dexametason berfungsi sebagai anti

inflamasi, anti edema serebri dan juga pereda nyeri. Selain itu obat-obatan lain

seperti paracetamol bekerja dengan membatasi produksi prostaglandin yang

berespon terhadap stimulus nyeri, codein yang merupakan golongan opioid bekerja

pada sistem saraf pusat untuk meredakan nyeri, sedangkan diazepam digunakan

sebagai adjuvant analgesik untuk nyeri neuropati.

Prognosis bergantung kepada umur dan status yang baik pada pasien.

Gambaran histologis melalui pemeriksaan patologi anatomi perlu dilakukan karena

hal ini menjadi faktor selanjutnya dimana bentuk glioblastoma multiforme memiliki

prognosis yang paling buruk.

34

Page 35: Laporan Kasus

DAFTAR PUSTAKA

1. Allan H. Ropper, Robert H. Brown. Adam and Victor’s Principles of Neurology.Mc

Gwar Hill. 2005.

2. Headache Classification Subcommittee of the International Headache Society. The

International Classification of Headache Disorders. Cephalalgia. 2004;24(suppl

1):1:160.

3. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Diagnosis and management of headache

in adults. A national clinical guideline. 2008.

4. Jean Schoen. Peter S Sandor. Headache with focal neurological signs or symptomps: a

complicated differential diagnosis. Lancet Neurol 2004; 3: 237-45.

5. Scher al. et al. factors associated with the onset and remmision of chronic daily

headache in a population-based study. Pain. 2003; 106:81-89.

6. Anthony Bhein et al. Primary brain umours in adults. The Lancet 2003; 361: 3232-31.

7. Collin J Scott. Et al. Diagnosis and Grading of Papilledema in Patients with Raised

Intracranial Pressure Using Optical Coherence Tomography vs Clinical Expert

Assessment Using a Clinical Staging Scale. Arch Ophthamol. 2010;128(6)507-711.

Doi:10/1001/arcgophthalmol.2010.94.

8. Deborah I. Friedman. Papilledema. Clinical Neuro- Ophthalmology. Mc Graw Hill.

2010.

9. Robert H. Brown et al. Principle of Neurology. Mc Graw Hill. 2005.

10. Jonathan D. Trobe. Papilledema: The Vexing Issues. Annual Meeting of The

American of Ophthalmology. J Neuro-Ophthalmol 2011; 31: 175-186

35