Upload
pkmkuntad
View
189
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kondisi sosial ekonomi
Citation preview
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
i
KATA PENGANTAR
Laporan Studi Social Impact and Baseline Assessment ini sesuai dengan arahannya
berisi uraian sejumlah data dasar tentang kondisi sosial pada tiga wilayah studi yaitu
Kabupaten Donggala, Kabupaten Parigi Moutong, dan Kabupaten Sigi. Ketiga wilayah
tersebut dipandang strategis guna menjelaskan dampak sosial dari rencana operasional proyek
PT. Citra Palu Minerals pada kawasan pertambangan emas Poboya Sulawesi Tengah.
Data-data yang dimuat dalam laporan baseline ini mencakup hampir seluruh dimensi
sosial mulai dari faktor geografis, pendidikan, kesehatan, perekonomian, hingga bentuk-
bentuk aktifitas pertambangan yang terdapat di tiga kabupaten tersebut. Tentu saja sangat
disadari bahwa merupakan suatu kesulitan tersendiri dalam memperoleh data sejenis agar para
pembaca laporan ini dapat menganalisisnya dalam kerangka perbandingan antar-kabupaten.
Namun demikian, tim penyusun laporan ini telah berupaya semaksimal mungkin untuk
menghadirkan data yang paling tidak memiliki kesesuaian antara satu dengan yang lainnya.
Kesulitan lain yang seringkali ditemukan dalam menyusun sebuah data baseline
berasal dari penyedia data. Meski kebanyakan catatan statistik di Indonesia lazimnya mengacu
pada laporan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik yang umumnya berisikan data dan
format yang standar, namun tetap saja ketersediaan sumber data masih seringkali dirasa
kurang.
Dengan latar belakang uraian tersebut, maka izinkanlah Kami sebagai pihak yang
paling bertanggung jawab terhadap isi laporan ini menyampaikan permohonan maaf jika
ternyata di sana-sini masih ditemukan sejumlah kekurangan. Semoga laporan Studi Social
Impact and Baseline Assessment dapat memudahkan perencana proyek dalam mencapai
maksud dan tujuan yang diharapkan.
Palu, Desember 2011 Tim Penyusun
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………………. i
Daftar Isi………………………………………………………………………………….. ii
Daftar Tabel………………………………………………………………………………. iii
Daftar Gambar……………………………………………………………………………. vi
KABUPATEN DONGGALA…………………………………………………………… 1
A. Demografi ……………………………………………………………………………. 4
B. Pendidikan …………………………………………………………………………… 5
C. Kesehatan ……………………………………………………………………………. 11
D. Perekonomian ………………………………………………………………………... 14
E. Pemerintahan …………………………………………………………………………. 22
F. Dinamika Sosial ……………………………………………………………………… 31
G. Dampak Kegiatan Pertambangan dan Manfaatnya ……………………………........... 39
KABUPATEN PARIGI MOUTONG …………………………………………………. 44
A. Demografi ……………………………………………………………………………. 45
B. Pendidikan …………………………………………………………………………… 50
C. Kesehatan …………………………………………………………………………….. 56
D. Perekonomian ………………………………………………………………………... 59
E. Pemerintahan ………………………………………………………………………… 60
F. Dinamika Sosial …………………………………………………………………….. 63
G. Dampak Kegiatan Pertambangan dan Manfaatnya ……………………………........... 70
KABUPATE SIGI ………………………………………………………………………. 86
A. Demografi ……………………………………………………………………………. 87
B. Pendidikan …………………………………………………………………………… 88
C. Kesehatan ……………………………………………………………………………. 90
D. Perekonomian ………………………………………………………………………... 93
E. Pemerintahan ………………………………………………………………………… 103
F. Dinamika Sosial ……………………………………………………………………… 105
G. Dampak Kegiatan Pertambangan dan Manfaatnya ……………………………........... 111
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Luas Kabupaten Donggala menurut kecamatan tahun 2009 3
Tabel 2 Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin Tahun 2009 4
Tabel 3. Banyak Sekolah, Murid dan Guru Taman Kanak-Kanak dan Rasio Murid Terhadap Guru menurut kecamatan di Kabupaten Donggala 2009
5
Tabel 4. Banyak Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Dasar Negeri dan Rasio Murid Terhadap Guru menurut kecamatan di Kabupaten Donggala 2009
6
Tabel 5. Banyak Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Dasar Swasta dan Rasio Murid Terhadap Guru menurut kecamatan di Kabupaten Donggala 2009
7
Tabel 6. Banyak Sekolah, Murid dan Guru SLTP Negeri dan Rasio Murid Terhadap Guru menurut kecamatan di Kabupaten Donggala 2009
7
Tabel 7. Banyak Sekolah, Murid dan Guru SLTP Swasta dan Rasio Murid Terhadap Guru menurut kecamatan di Kabupaten Donggala 2009
8
Tabel 8. Banyak Sekolah, Murid dan Guru SMA Negeri dan Rasio Murid Terhadap Guru menurut kecamatan di Kabupaten Donggala 2009
9
Tabel 9. Banyak Sekolah, Murid dan Guru SMA Swasta dan Rasio Murid Terhadap Guru menurut kecamatan di Kabupaten Donggala 2009
9
Tabel 10. Sarana kesehatan di Kabupaten Donggala 2009 13
Tabel 11. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Donggala 2006-2009 14
Tabel 12. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha (Jutaan Rupiah) Tahun 2007-2009
15
Tabel 13. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha (Jutaan Rupiah) Tahun 2007-2009
16
Tabel 14. Distribusi Presentasepdrb Atas Dasar Harga Berlaku 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2009
18
Tabel 15. Distribusi Presentasepdrb Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2009
18
Tabel 16. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha
19
Tabel 17. Pendapatan Regional Dan Angka-Angka Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku
19
Tabel 18 Jumlah Investasi Pemerintah, Swasta dan Masyarakat di Kabupaten Donggala Selang Tahun 2006-2009 (Rupiah)
22
Tabel 19. Daftar Dinas dan Badan Dalam Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Donggala
31
Tabel 20. Agregasi Tanggapan Responden Terhadap Indikator Kebebasan Sipil Di Kabupaten Donggala 2011
33
Tabel 21. Agregasi Tanggapan Responden Terhadap Indikator Hak-Hak Politik Di Kabupaten Donggala 2011
34
Tabel 22. Daftar Nama-Nama Anggota DPRD Kabupaten Donggala Periode 2009-2014
35
Tabel 23. Agregasi Tanggapan Responden Terhadap Indikator Lembaga Demokrasi Di Kabupaten Donggala 2011
36
Tabel 24. Presentase keluarga Miskin Kabupaten Donggala tahun 2009 38
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
iv
Tabel 25. Jenis Konflik di Kabupaten Donggala dalam Periode 2002-2011 38
Tabel 26. Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin di Kabupaten Parigi Moutong Tahun 2009
46
Tabel 27. Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Di Kabupaten parigi Moutong Tahun 2009
47
Tabel 28. Luas Wilayah menurut kecamatan di kabupaten parigi Moutong 2009 47
Tabel 29. Jumlah Penduduk, Kepala Keluarga (KK) dan rata-rata per KK 48 Tabel 30. Kepadatan Penduduk Dan Luas Wilayah Parigi Moutong Tahun 2009 49 Tabel 31. Presentase Angka Melek Huruf Penduduk Berumur 10 tahun ke Atas
Kabupaten parigi Moutong dan Provinsi Sulawesi Tengah 2008-2009 52
Tabel 32. Presentase Penduduk Berumur 10 tahun ke Atas menurut Tingkat Pendidikan yang ditamatkan dan Status Pendidikan di Kabupaten parigi Moutong dan Provinsi Sulawesi Tengah 2008-2009
53
Tabel 33. Presentase Penduduk Laki-Laki Berusia 10 Tahun Keatas Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Di Kabupaten Parigi Moutong
53
Tabel 34. Presentase Penduduk Perempuan Berusia 10 Tahun Keatas Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Di Kabupaten Parigi Moutong
54
Tabel 35. Presentase Penduduk Laki-Laki Dan Perempuan Berusia 10 Tahun Keatas Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Di Kabupaten Parigi Moutong
54
Tabel 36. Rata-rata lama Sekolah Penduduk berumur 5 tahun Ke Atas Kabupaten parigi Moutong dan Provinsi Sulawesi Tengah 2008-2009
54
Tabel 37. Indeks Pendidikan dan Penyusun Kabupaten Parigi Moutong dan Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2009
55
Tabel 38. Jumlah Kasus AFP (Non Polio) di Kabupaten Parigi Moutong 2009 56 Tabel 39. Jumlah Kasus TB Paru di kabupaten Parigi Moutong 2009 56 Tabel 40. Jumlah Kelahiran Dan Jumlah Kematian Bayi Dan Balita Di Kabupaten
Parigi Moutong 2009 57
Tabel 41. Jumlah Kematian Ibu di kabupaten parigi Moutong 2009 58 Tabel 42. Angka Kesakitan Akibat Malaria di Kabupaten Parigi Moutong 2009 58 Tabel 43. Jumlah Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Parigi
Moutong 2009 58
Tabel 44. Jumlah Kasus Diare di Kabupaten Parigi Moutong 2009 59 Tabel 45. Jumlah Penderita dan Kematian pada KLB Menurut Jenis KLB di
Kabupaten Parigi Moutong 2009. 59
Tabel 46. Laju Pertuimbuhan Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha
60
Tabel 47. Daftar Dinas Dan Badan Dalam Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Parigi Moutong
63
Tabel 48. Agregasi Tanggapan Responden Terhadap Indikator Kebebasan Sipil Di Kabupaten Parigi Moutong 2011
65
Tabel 49. Agregasi Tanggapan Responden Terhadap Indikator Hak-Hak Politik Di Kabupaten Parigi Moutong 2011
66
Tabel 50. Daftar nama-Nama Anggota DPRD Kabupaten Parigi Motung Periode 2009-2014
67
Tabel 51. Agregasi Tanggapan Responden Terhadap Indikator Lembaga Demokrasi Di Kabupaten Parigi Moutong 2011
68
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
v
Tabel 52. Presentase Keluarga Miskin Kabupaten Parigi Moutong tahun 2009 69 Tabel 53. Contoh Soil Yang mengandung Emas Di kabupaten parigi Moutong 71 Tabel 54. Contoh Endapan Sungai Yang Mengandung Emas Di Kabupaten Parigi
Moutong 72
Tabel 55. Contoh Batuan Yang Mengandung Emas Di Kabupaten Parigi Moutong 72 Tabel 56. Contoh Soil Yang mengandung Tembaga (Cu), Timah Hitam (Pb), Seng
(Zn) dan Arsen (As) Di kabupaten parigi Moutong 73
Tabel 57. Contoh Endapan Sungai Yang Mengandung Tembaga (Cu), Timah Hitam (Pb), Seng (Zn) dan Arsen (As) Di Kabupaten Parigi Moutong
73
Tabel 58. Hasil Analisis Laboratorium Sampel Bijih Besi Sipayo 73 Tabel 59. Hasil Analisis Laboratorium Sampel Bijih Besi Di Sungai Bugis Desa
Wana Gading Kecamatan Bolano Lambunu 74
Tabel 61. Daftar KK, KP, SIPD Usaha Pertambangan Kabupaten Parigi Moutong 84 Tabel 62. Rasio berdasarkan Jenis Kelamin Penduduk kabupaten Sigi 2009 87 Tabel 63. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan KK serta Tingkat Kepadatan Di
kabupaten Sigi 2009 88
Tabel 64. PDRB ADH Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2009 (Jutaan Rupiah)
94
Tabel 65. PDRB ADH Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2009 (Jutaan Rupiah)
94
Tabel 66. Pendapatan Regional dan Angka-Angka Perkapita Tahun 2007-2009 96 Tabel 67. Pertumbuhan rata-rata realisasi Pendapatan Daerah Tahun 2009-2010 di
kabupaten Sigi 97
Tabel 68. Perbandingan Amtara Target Dan Realisasi Penerimaan PAD Kabupaten Sigi 2009-2010
98
Tabel 69. Proporsi Realisasi Belanja Terhadap Anggaran Belanja Kabupaten Sigi Tahun 2009
99
Tabel 70. Pertumbuhan Belanja Kabupaten Sigi tahun 2009-2010 100 Tabel 71. Kinerja Neraca Daerah Pemerintah daerah kabupaten Sigi 2009 102 Tabel 72. Daftar Dinas dan Badan Dalam Lingkungan Pemerintah Daerah kabupaten
Sigi 105
Tabel 73. Agregasi Tanggapan Responden Terhadap Indikator Kebebasan Sipil Di Kabupaten Sigi 2011
107
Tabel 74. Agregasi Tanggapan Responden Terhadap Indikator Hak-Hak Politik Di Kabupaten Sigi 2011
108
Tabel 75. Daftar nama-Nama Anggota DPRD Kabupaten Sigi Periode 2009-2014 109 Tabel 76. Agregasi Tanggapan Responden Terhadap Indikator Lembaga Demokrasi
Di Kabupaten Sigi 2011 110
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Uraian Halaman Gambar 1 Peta Wilayah Kabupaten Donggala 3 Gambar 2 Pertumbuhan Pendidikan Formal di Kabupaten Donggala 2008-2009 5 Gambar 3 Peta Wilayah Kabupaten Parigi Moutong 46 Gambar 4 Nugget emas/butiran emas hasil panning pendulangan masyarakat
dengan cara tradisional di Desa Lobu Kecamatan Moutong Kabupaten Parigi Moutong.
71
Gambar 5 Nugget Emas/Butiran Emas Hasil Panning Pendulangan Masyarakat Dengan Cara Tradisional di Desa Lobu Kecamatan Moutong Kabupaten Parigi Moutong.
71
Gambar 6 Lokasi Keterdapatan Bijih Besi di Pebukitan Marantasi Sipayo 74 Gambar 7 Kecamatan Tinombo, Berupa Bongkah-Bongkah Berukuran Besar
Lebih Dari 1 M. 74
Gambar 8 Lokasi Keterdapatan Bijih Besi di Pebukitan Marantasi Sipayo 74 Gambar 9 Kecamatan Tinombo, Berupa Bongkah-Bongkah Berukuran Besar
Lebih Dari 1 M. 74
Gambar 10 Material Float yang Mengandung Besi (Kiri) dan Kenampakan Singkapan (Outcrop) Bijih Besi (Kanan) di Tengah Sungai Durian Desa Wanagading Kec. Bolano Lambunu
74
Gambar 11 Material Float yang Mengandung Besi (Kiri) dan Kenampakan Singkapan (Outcrop) Bijih Besi (kanan) di Tengah Sungai Durian Desa Wanagading Kec. Bolano Lambunu
74
Gambar 12 Lokasi Pasir Kuarsa di Marantale 75 Gambar 13 Lokasi Pasir Kuarsa di Sausu 75 Gambar 14 Singkapan Batu Granit 76 Gambar 15 Hasil Polesan Granit 76 Gambar 16 Bongkah Marmer di Parigimpu Kecamatan Parigi 76 Gambar 17 Corak Warna: Abu-abu Kehijauan 76 Gambar 18 Singkapan Batu Marmer Lokasi : Sungai Marantale, Kec. Ampibabo 77 Gambar 19 Sebaran Pebukitan Batu Sekis Hijau (Marmer Hijau) 78 Gambar 20 Kenampakan Sekis Mika di S. Mepanga Kec. Tomini. Dijumpai
Dalam Berbagai Ukuran (kerikil- kerakal) Serta Batuan Kuarsit. 79
Gambar 21 Singkapan Batu Gneis (Granitik) Dengan Spasi Kekar Antara 1,5 - 10 M. Lokasi : Sungai Parigimpu Kec Parigi. Hasil Polesan Gneis (Granitik) Corak Warna : Kecoklatan Strip Putih Kotor
79
Gambar 22 Singkapan Batu Gneis (Granitik) Dengan Spasi Kekar Antara 1,5 - 10 M. Lokasi : Sungai Parigimpu Kec Parigi. Hasil Polesan Gneis (Granitik) Corak Warna : Kecoklatan Strip Putih Kotor
79
Gambar 23 Singkapan Batu Gneis (Granitik) Dengan Spasi Kekar Antara 1,5 - 10 M. Lokasi : Sungai Parigimpu Kec Parigi. Hasil Polesan Gneis (Granitik) Corak Warna : Kecoklatan Strip Putih Kotor
79
Gambar 24 Singkapan Batu Gneis (Granitik) Dengan Spasi Kekar Antara 1,5 - 10 M. Lokasi : Sungai Parigimpu Kec Parigi. Hasil Polesan Gneis (Granitik) Corak Warna : Kecoklatan Strip Putih Kotor
79
Gambar 25 Sebaran Pebukitan Batu Marmer dan Gneis Lokasi : Pebukitan 80
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
vii Gambar Uraian Halaman
Marantale,.Ampibabo. Inzet (Singkapan Batu Gneis) Gambar 26 Penampakan Gamping Limonit 80 Gambar 27 Pencucian Sumur Dengan Kompressor (Well Development by Air
Jetting) Terhadap Salah Satu Sumur Uji di Desa Petapa Kec. Parigi. 83
Gambar 28 Angka Melek Huruf di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2009 89 Gambar 29 Contoh Batuan Galena 111 Gambar 30 Contoh Batuan Galena 111 Gambar 31 Contoh Batuan Mengandung Emas 112 Gambar 32 Contoh Batuan Mengandung Tembaga 113 Gambar 33 Lokasi Belerang 113 Gambar 34 Contoh Batuan Granit 114 Gambar 35 Lokasi Sirtu 114 Gambar 36 Lokasi Lempung 115 Gambar 37 Lokasi Batubara 116
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
viii
KABUPATEN DONGGALA
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
ix
Kabupaten Donggala terletak antara 0o,30” Lintang Utara dan 2o,20” Lintang Selatan
serta 119o,45”-121o,45” Bujur Timur dengan batas wilayah sebagai berikut :
• Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Tolitoli dan Kota Palu
• Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Parigi Moutong, Kota Palu dan
Kabupaten Sigi
• Sebelah Selatan : berbatasan dengan Sulawesi Barat , Kota Palu dan Kabupaten
Sigi
• Sebelah Barat : berbatasan dengan Selat Makassar dan Sulawesi Barat
Berdasarkan letak geografis, kondisi sosio-kultur, potensi sumberdaya alam dan
infrastrukturnya, Kabupaten Donggala dapat dipetakan sebagai berikut: Pantai Barat, meliputi
Kecamatan Labuan, Tanantovea, Sindue, Sindue Tambusabora, Sindue Tobata, Sirenja,
Balaesang, Balaesang Tanjung, Damsol, Sojol, Sojol Utara merupakan daerah pantai dan
memiliki lahan yang relatif subur. Potensi yang menonjol adalah perikanan, pertambangan,
perdagangan, galian penunjang industri. Wilayah ini memiliki potensi tambang yang cukup
besar khususnya mineral, non mineral dan batu bara. Banawa, meliputi Kecamatan Banawa,
Banawa Selatan, Banawa Tengah, Pinembani dan Rio Pakava merupakan daerah yang relatif
subur.
Khusus Kecamatan Banawa sebagai ibukota Kabupaten Donggala, infrastrukturnya
sudah mulai tertata dengan baik sehingga dapat menunjang kegiatan pemerintah dan
masyarakat. Jenjang pendidikan penduduk termasuk yang terbaik dibandingkan dengan
wilayah lain. Potensi pariwisata telah mulai tergarap dengan baik. Bagian terbesar dari
struktur ekonomi adalah pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan.
Sebelum adanya pemekaran Kabupaten sesuai dengan Undang-undang Nomor 27
Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Sigi, Kabupaten Donggala mempunyai luas
10.471,71 Km2 yang terbagi atas 30 Kecamatan dengan 302 Desa dan 9 Kelurahan. Dengan
terbentuknya Kabupaten Sigi sesuai dengan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2008, maka
Kabupaten Donggala pada saat ini memiliki wilayah seluas 5.275,69 Km2 yang terbagi atas
16 kecamatan yaitu: Kecamatan Rio Pakava, Kecamatan Pinembani, Kecamatan Banawa,
Kecamatan Banawa Selatan, Kecamatan Banawa Tengah, Kecamatan Labuan, Kecamatan
Tanantovea, Kecamatan Sindue, Kecamatan Sindue Tambusabora, Kecamatan Sindue Tobata,
Kecamatan Sirenja, Kecamatan Balaesang, Kecamatan Balaesang Tanjung, Kecamatan
Damsol, Kecamatan Sojol, dan Kecamatan Sojol Utara.
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
x
Tabel 1 Luas Kabupaten Donggala Menurut Kecamatan Tahun 2009
No. Kecamatan Luas (Km²) Persentase 1 Rio Pakava 872,16 16,53 2 Pinembani 402,61 7,63 3 Banawa 99,04 1,88 4 Banawa Selatan 430,67 8,16 5 Banawa Tengah 74,64 1,41 6 Labuan 126,01 2,39 7 Tanantovea 302,64 5,74 8 Sindue 177,20 3,36 9 Sindue Tombusabora 211,55 4,01
10 Sindue Tobata 211,92 4,02 11 Sirenja 286,94 5,44 12 Balaesang 348,97 6,61 13 Damsol 732,76 13,89 14 Sojol 705,41 13,37 15
Sojol Utara
139,07 2,64 16 Balaesang Tanjung 228,18 4,32
5.275,69 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Donggala, Tahun 2010 (diolah kembali)
Gambar 1 Peta Wilayah Kabupaten Donggala
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xi A. Demografi
Dari hasil registrasi penduduk akhir tahun 2009 diketahui jumlah penduduk
Kabupaten Donggala mencapai 275.027 jiwa, yang terdiri dari 141.039 jiwa penduduk
laki-laki dan 133.988 jiwa penduduk perempuan. Seiring dengan meningkatnya jumlah
penduduk, maka tingkat kepadatan penduduk juga mengalami peningkatan.
Bila dilihat penyebaran penduduk pada tingkat kecamatan, ternyata Kecamatan
Banawa merupakan wilayah dengan kepadatan tertinggi dengan jumlah penduduk
31.810 jiwa, sedangkan Kecamatan Pinembani merupakan wilayah yang terjarang
penduduknya yaitu sebanyak 5.788 jiwa. Untuk melihat penduduk menurut jenis
kelamin, kepadatan dan rasio jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2 Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin Tahun 2009
No. Kecamatan Jenis kelamin Rasio Jenis kelamin Laki-Laki Perempuan
1 Rio Pakava 11270 10238 110 2 Pinembani 2975 2813 106 3 Banawa 16217 15593 104 4 BanawaSelatan 12012 11218 107 5 BanawaTengah 5171 4817 107 6 Labuan 6839 6353 108 7 Tanantovea 7633 7420 103 8 Sindue 9162 9056 101 9 SindueTombusabora 5780 5456 106 10 SindueTobata 4491 4223 106 11 Sirenja 10233 9879 104 12 Balaesang 11490 11117 103 13 BalaesangTanjung 5261 5005 105 14 Damsol 14791 13996 106 15 Sojol 12957 12261 106 16 Sojol Utara 4759 4543 105
Jumlah 2009 141.039 133.988 105 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Donggala, berbagai tahun 2010
Rasio jenis kelamin di Kabupaten Donggala Tahun 2009 adalah sebesar 105, yang
berarti setiap 100 perempuan terdapat 105 laki-laki atau jumlah penduduk laki-laki lebih
besar dari jumlah penduduk perempuan. Pada tingkat kecamatan, jumlah laki-laki lebih
banyak dari pada penduduk perempuan.
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xii B. Pendidikan
Penduduk Kabupaten Donggala tergolong penduduk muda, berarti pada umumnya
penduduknya masih berada pada usia sekolah. Dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 maka
dibutuhkan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai, terutama dalam rangka
menyukseskan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.
Pada Tahun 2009 jumlah sekolah Taman Kanak-kanak (TK) di Kabupaten
Donggala sebanyak 136 buah dengan murid sebanyak 3.665 orang, sedangkan jumlah
guru sebanyak 407 orang dan rasio antara murid dan guru sebesar 9. Artinya setiap 9
orang siswa Taman Kanak-kanak dilayani oleh 1 orang guru.
Gambar 2 Pertumbuhan Pendidikan Formal di Kabupaten Donggala 2008-2009
0
50
100
150
200
250
300
350
tk sd sltp smu smk
2008 2009 Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Donggala 2010
Tabel 3 Banyaknya Sekolah, Murid, dan Guru Taman Kanak-kanak dan Rasio Murid terhadap Guru Menurut Kecamatan di Kabupaten Donggala 2009
No
Kecamatan
Sekolah
Murid
Guru
Rasio Murid Terhadap Guru
01 Rio Pakawa 11 350 21 17 02 Pinembani - - - - 03 Banawa 13 260 33 8 04 Banawa Selatan 5 130 15 9 05 Banawa Tengah 5 100 14 7 06 Labuan 6 120 34 4 07 Tanantovea 17 554 38 15 08 Sindue 12 384 35 11 09 Sindue Tombusabora 5 105 16 7 10 Sindue Tobata 4 135 14 10 11 Sirenja 20 558 61 9
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xiii 12 Balaesang 13 467 43 11 13 Balaesang Tanjung 9 59 15 4 14 Damsol 10 257 48 5 15 Sojol 5 166 17 10 16 Sojol Utara 1 20 3 7
Jumlah 2009 136 3.665 407 9 2008 155 4.987 664 8 2007 148 4.873 636 8 2006 200 6.840 865 8 2005 186 6.266 622 10
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Donggala 2010
Untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) terdapat 320 unit sekolah yang terdiri dari 289
unit sekolah negeri dan 31 unit sekolah swasta. Suatu hal yang menarik dalam rangka
ikut mencerdaskan kehidupan bangsa adalah adanya peran serta pihak swasta yang
masih sangat nampak terutama pada beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Pinembani,
Kecamatan Tanantovea, Kecamatan Banawa, Kecamatan Banawa selatan, Kecamatan
Labuan dan Kecamatan Sojol.
Jumlah murid SD negeri yang tercatat pada Tahun 2009 adalah 42.383 orang
dengan jumlah guru 1.518 orang sehingga rasio murid terhadap guru adalah sebesar 28.
Sedangkan untuk SD swasta jumlah murid SD 2.367 orang dengan jumlah guru 142
orang sehingga rasio murid terhadap guru adalah sebesar 17.
Tabel 4 Banyaknya Sekolah, Murid, dan Guru Sekolah Dasar Negeri dan Rasio Murid Terhadap Guru Menurut Kecamatan di Kabupaten Donggala 2009
No Kecamatan Sekolah Murid Guru Rasio Murid Terhadap Guru
01 Rio Pakawa 12 2.909 66 44 02 Pinembani 8 1.176 20 59 03 Banawa 26 4.461 158 28 04 Banawa Selatan 27 2.809 75 37 05 Banawa Tengah 10 1.318 47 28 06 Labuan 13 1.492 116 13 07 Tanantovea 14 1.945 148 13 08 Sindue 23 5.352 190 28 09 Sindue Tombusabora 12 1.723 60 29 10 Sindue Tobata 10 1.459 53 28 11 Sirenja 25 3.172 146 22 12 Balaesang 26 4.871 180 27 13 Balaesang Tanjung 19 2.011 96 21 13 Damsol 28 4.074 165 25 14 Sojol 28 3.871 66 59 15 Sojol Utara 8 1.171 24 49
Jumlah 2009 289 42.383 1.518 28 2008 289 40.289 2.413 17 2007 281 37.927 2.363 16 2006 477 59.479 4.304 14 2005 465 56.805 3.513 16
Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Donggala 2010
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xiv
Tabel 5 Banyaknya Sekolah, Murid, dan Guru Sekolah Dasar Swasta dan Rasio Murid Terhadap Guru Menurut Kecamatan di Kabupaten Donggala 2009
No
Kecamatan
Sekolah
Murid
Guru
Rasio Murid Terhadap Guru
01 Rio Pakawa - - - - 02 Pinembani 5 514 25 21 03 Banawa 5 398 30 13 04 Banawa Selatan 5 328 28 12 05 Banawa Tengah - - - - 06 Labuan 4 195 24 8 07 Tanantovea 8 527 16 33 08 Sindue - - - - 09 Sindue Tombusabora - - - - 10 Sindue Tobata - - - - 11 Sirenja - - - - 12 Balaesang - - - - 13 Balaesang Tanjung - - - - 14 Damsol - - - - 15 Sojol 4 405 19 21 16 Sojol Utara - - - -
Jumlah 2009 31 2.367 142 17 2008 21 1.868 158 12 2007 35 2.769 255 11 2006 86 6.089 591 10 2005 64 4.829 187 26
Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Donggala 2010
Pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) terdapat 76 sekolah yang terdiri
dari SLTP/MTs negeri sebanyak 52 buah dan SLTP/MTs swasta sebanyak 24 buah.
Jumlah Murid sebanyak 12.616 orang, dengan jumlah Guru sebanyak 1.099 orang, dan
Rasio Murid terhadap Guru sebesar 11.
Tabel 6 Banyaknya Sekolah, Murid, dan Guru SLTP Negeri dan Rasio Murid terhadap Guru Menurut Kecamatan di Kabupaten Donggala 2009
No
Kecamatan
Sekolah
Murid
Guru
Rasio Murid Terhadap Guru
01 Rio Pakawa 2 674 36 19 02 Pinembani 1 72 12 6 03 Banawa 6 1.477 101 15 04 Banawa Selatan 4 959 39 25 05 Banawa Tengah 3 458 31 15 06 Labuan 2 401 44 9 07 Tanantovea 3 267 40 7 08 Sindue 4 843 81 10 09 Sindue Tombusabora 3 558 28 20 10 Sindue Tobata 4 253 24 11 11 Sirenja 4 979 70 14
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xv
12 Balaesang 3 1.043 72 21 13 Balaesang Tanjung 1 303 28 11 14 Damsol 5 1.236 66 19 15 Sojol 5 894 48 19 16 Sojol Utara 2 270 17 16
Jumlah 2009 52 11.168 737 15 2008 45 9.573 705 14 2007 36 9.003 652 14 2006 60 12.857 1.194 11 2005 61 13.655 1.109 12
Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Donggala 2010
Tabel 7 Banyaknya Sekolah, Murid, dan Guru SLTP Swasta dan Rasio Murid terhadap Guru Menurut Kecamatan di Kabupaten Donggala 2009
No
Kecamatan
Sekolah
Murid
Guru
Rasio Murid Terhadap Guru
01 Rio Pakawa 1 87 24 4 02 Pinembani 1 83 6 14 03 Banawa 1 156 22 7 04 Banawa Selatan 4 130 35 4 05 Banawa Tengah 2 112 11 10 06 Labuan - - - - 07 Tanantovea 4 269 50 5 08 Sindue 3 147 44 3 09 Sindue Tombusabora - - - - 10 Sindue Tobata - - - - 11 Sirenja 1 41 6 7 12 Balaesang 2 275 16 17 13 Balaesang Tanjung 1 184 30 6 14 Damsol - - - - 15 Sojol 2 101 101 1 16 Sojol Utara 1 47 47 1
Jumlah 2009 24 1.448 362 4 2008 26 2.191 392 6 2007 28 2.110 324 7 2006 55 4.659 696 7 2005 49 3.877 520 7
Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Donggala 2010
Pada Tahun 2009 terdapat 23 Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 6 Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK). Jumlah murid SMU sebanyak 7.933 dengan jumlah guru
378 orang, sedangkan SMK menampung sebanyak 1.922 orang siswa yang diasuh oleh
117 orang guru.
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xvi Tabel 8 Banyaknya Sekolah, Murid, dan Guru SMA Negeri dan Rasio Murid Terhadap Guru Menurut Kecamatan di Kabupaten Donggala 2009
No
Kecamatan
Sekolah
Murid
Guru
Rasio Murid Terhadap Guru
01 Rio Pakawa 1 347 10 35 02 Pinembani - - - - 03 Banawa 1 509 30 17 04 Banawa Selatan - - - - 05 Banawa Tengah 1 344 22 16 06 Labuan - - - - 07 Tanantovea - - - - 08 Sindue 1 652 33 20 09 Sindue Tombusabora - - - - 10 Sindue Tobata - - - - 11 Sirenja 1 509 30 17 12 Balaesang 2 591 17 35 13 Balaesang Tanjung - - - - 14 Damsol 2 816 26 31 15 Sojol 1 333 5 67 16 Sojol Utara - - - -
Jumlah 2009 10 4.101 173 24 2008 10 3.509 178 20
2007 9 3.078 178 17 2006 17
5.538 374 15
2005 15 5.418 339 16 Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Donggala 2010
Tabel 9 Banyaknya Sekolah, Murid, dan Guru SMA Swasta dan Rasio Murid Terhadap Guru Menurut Kecamatan di Kabupaten Donggala 2009
No
Kecamatan
Sekolah
Murid
Guru
Rasio Murid Terhadap Guru
01 Rio Pakawa 1 473 11 43 02 Pinembani - - - - 03 Banawa 2 659 32 21 04 Banawa Selatan - - - - 05 Banawa Tengah 1 336 19 18 06 Labuan - - - - 07 Tanantovea 1 50 10 5 08 Sindue 1 591 36 16 09 Sindue Tombusabora - - - - 10 Sindue Tobata - - - - 11 Sirenja 1 434 29 15 12 Balaesang 3 521 30 17 13 Balesang Tanjung - - - - 14 Damsol 2 527 29 18 15 Sojol 1 241 9 27 16 Sojol Utara - - - -
Jumlah 2009 13 3.832 205 19 2008 12 3.615 200 18
2007 12 756 147 5 2006 25 2.185 314 7 2005 24 2.173 267 8
Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Donggala 2010
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xvii Jika dilihat dalam kerangka perbandingan, perkembangan pendidikan sejak Tahun
2005 sampai Tahun 2008 menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan. Kondisi
tersebut dapat dilihat pada setiap jenjang pendidikan, untuk tingkat sekolah TK, terjadi
peningkatan fasilitas gedung rata-rata 8% pertahun, perkembangan murid sebesar 6%
sedangkan jumlah guru terjadi peningkatan sebesar 20% sedangkan rasio murid
terhadap guru sebesar 10.
Untuk tingkat SD fasilitas gedung terjadi peningkatan sebesar 2%, perkembangan
murid sebesar 6% sedangkan jumlah guru terjadi peningkatan sebesar 10% sedangkan
rasio murid terhadap guru sebesar 15, sementara untuk Sekolah Dasar Swasta fasilitas
gedung terjadi penambahan sebesar 4%, perkembangan murid sebesar 6% sedangkan
jumlah guru terjadi peningkatan sebesar 2% sedangkan rasio murid terhadap guru
sebesar 11.
Untuk tingkat SMP fasilitas gedung terjadi penambahan sebesar 6%,
perkembangan murid sebesar 3% sedangkan jumlah guru terjadi peningkatan sebesar
5% sedangkan rasio murid terhadap guru sebesar 12. sementara untuk SLTP Swasta
fasilitas gedung terjadi penambahan sebesar 10%, perkembangan murid sebesar 23%
sedangkan jumlah guru terjadi peningkatan sebesar 24% sedangkan rasio murid
terhadap guru sebesar 6.
Sementara untuk tingkat SMU peningkatan fasilitas gedung sebesar 8%,
perkembangan murid sebesar 10% dan untuk peningkatan guru sebesar 4% sedangkan
rasio murid terhadap guru sebesar 16.
Berdasarkan data-data diatas kondisi pendidikan di kabupaten Donggala sudah
relatif memadai, namun persebarannya masih timpang, baik dari dari sisi sarana dan
prasarana sekolah maupun distribusi guru pada setiap sekolah, sehingga bisa menjadi
agenda prioritas bagi Pemerintah Daerah untuk memeratakan persebaran guru.
Angka Partisipasi Kasar (APK) pada Tahun 2008 untuk tingkat SD sebesar
98,51%, tingkat SMP sebesar 80,19% dan tingkat SMU sebesar 56,67%. Sementara
Angka Partisipasi Murni (APM) untuk tingkat SD 86,57%, untuk tingkat SMP sebesar
63,65%, untuk tingkat SMU sebesar 39,91% ,untuk angka putus Sekolah tingkat
SD/MI sebesar 0,28% dari jumlah total siswa KLS VI 5.355; tingkat SMP/MTs sebesar
1,49 % dari jumlah total siswa KLS III 3.875 orang; tingkat SMU/MA sebesar 1,22%
dari jumlah total siswa KLS III 1.060 orang dan tingkat SMK sebesar 11% dari jumlah
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xviii total siswa KLS III 427 orang. Selanjutnya untuk angka melek huruf mencapai 99,45%,
dengan rata-rata lamanya sekolah 6,6 tahun.
C. Kesehatan
Pembangunan di bidang kesehatan bertujuan agar semua lapisan masyarakat
memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, murah dan merata. Upaya-upaya
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat telah banyak dilakukan oleh
pemerintah antara lain dengan melakukan penyuluhan kesehatan dan penyediaan
fasilitas kesehatan seperti puskesmas, posyandu, pos obat desa dan penyediaan sarana
air bersih.
Untuk memberikan pelayanan yang lebih merata, maka peranan puskesmas
semakin dirasakan manfaatnya. Pembangunan di bidang kesehatan bertujuan agar semua
lapisan masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, murah dan merata.
Upaya-upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat telah banyak dilakukan
oleh pemerintah kabupaten dengan meningkatkan sarana dan prasarana kesehatan.
Pada Tahun 2009 terdapat Rumah Sakit Umum Pemerintah sebanyak 1 unit;
Puskesmas 13 unit dengan ratio 1:21.000 penduduk, Puskesmas Pembantu 72 unit
dengan ratio 1:4000 penduduk; Puskesmas Keliling 15 unit dengan ratio 1:19.000
penduduk; Polindes 50 Unit dengan ratio 1:5.500 penduduk; Posyandu 379 unit; Bidan
142 orang (berada di desa 86 orang); sementara keluarga miskin sebesar 129.089 jiwa
(kuota 107.572 jiwa). Untuk kondisi tenaga kesehatan Dokter Spesialis 2 Orang; Dokter
Umum 19 Orang, Dokter Gigi 4 Orang; Perawat 27 Orang; Perawat Gigi 7 Orang;
Bidan 111 Orang; Apoteker dan farmasi 4 Orang; Gizi 4 Orang; Teknisi Medis 8 Orang;
Sanitasi 26 Orang; Kesmas 6 Orang; Administrasi 26 Orang.
Pembangunan Puskesmas dan Puskesmas Pembantu terus dilakukan sehingga
Bila dilihat penyebarannya per kecamatan terlihat bahwa pada umumnya hampir semua
kecamatan telah terdapat minimal satu buah puskesmas, kecuali Kecamatan Pinembani.
Dari 16 kecamatan yang telah mempunyai puskesmas rata-rata juga memiliki puskesmas
pembantu paling sedikit dua unit yaitu di Kecamatan Labuan dan Pinembani. Sedangkan
di kecamatan-kecamatan lain jumlah Puskesmas Pembantu jauh lebih banyak bahkan
ada yang mencapai 12 unit yaitu di Kecamatan Damsol.
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xix
Jenis penyakit yang masih banyak diderita oleh penduduk di daerah ini umumnya
adalah penyakit Gangguan Pernapasan (ISPA), Gastritis, Penyakit Kulit, Diare, Penyakit
Sistem Otot dan Jaringan, Hipertensi, Malaria Klinis, Kecelakaan, Asma dan Anemia.
Untuk memberikan kemudahan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
khususnya pegawai negeri dan keluarganya, hingga tahun 2009 pemerintah dengan
program ASKES telah berhasil melayani 19.095 peserta.
Kondisi masalah kesehatan di Kabupaten Donggala masih sangat besar di mana
usia harapan hidup rata-rata 61 tahun. Penduduk yang diperkirakan tidak mencapai usia
40 tahun disebabkan lingkungan tidak higenis dan akses terhadap sarana kesehatan
rendah sebesar 22,9 %,. Sementara itu tingkat kematian ibu per kelahiran hidup pada
Tahun 2007 adalah 33 : 10.071.297/100.000 KH menurun menjadi 22 :
8.080.272/100.000 KH pada tahun 2008; tingkat kematian bayi per kelahiran hidup pada
tahun 2007 sebesar 123 : 10.071.12,2/1000 KH menurun menjadi 82 : 8.080.10,1/1000
KH pada Tahun 2008. Demikian pula Status Gizi Balita; untuk Status Gizi Buruk pada
tahun 2007 sebesar 5,97% menurun menjadi 1,04% pada tahun 2008.
1. Angka Kesakitan
Pola penyakit utama yang mendominasi pada bayi, balita maupun golongan
umur yang lain adalah penyakit ISPA. Di samping itu Kabupaten Donggala masih
juga merupakan daerah malaria. Pada tahun 2007 tercatat kasus malaria sejumlah
1.586 kasus dengan angka kesakitan (AMI) 23,1 per 1.000 penduduk. Kasus Demam
Berdarah Dengue (DHF) di Kabupaten Donggala sebanyak 112 penderita yang
tersebar di 11 kecamatan dengan jumlah kematian 3 orang (CFR = 2,68 persen).
Penyakit Zoonotik terutama Rabies sering terjadi. Pada tahun 2007 jumlah kasus
yang dilaporkan sebanyak 0 kasus dan dari hasil pemeriksaan ditemukan 0 kasus
positif rabies (0 persen).
2. Status Gizi
Status Gizi Kurang pada Tahun 2007 sebesar 18,42% menurun menjadi
6,13% pada tahun 2008; Status Gizi Baik sebesar 16,13% pada tahun 2007
meningkat menjadi 92.06% pada tahun 2008 dan Status Gizi Lebih sebesar 12,48%
pada tahun 2007 menurun menjadi 0,77% pada tahun 2008. Selain itu, pada sisi lain
pemerintah Kabupaten Donggala telah melakukan pembangunan sarana air bersih
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xx
sehingga penduduk yang mempunyai akses terhadap air bersih khususnya di
pedesaan mencapai 62,3 %, demikian pula penduduk yang mempunyai akses
terhadap sarana kesehatan mencapai 60.40%. Dengan berbagai program dan kegiatan
pembangunan kesehatan, di masa depan berbagai indikator kesehatan ini akan
semakin membaik.
3. Sarana dan Prasarana Kesehatan
Untuk memberikan pelayanan yang lebih merata, maka peranan Puskesmas
semakin dirasakan manfaatnya. Pembangunan Puskesmas dan Puskesmas Pembantu
terus dilakukan sehingga pada tahun 2009 telah terdapat 14 Puskesmas dan 72
Puskesmas Pembantu (Kondisi setelah pemekaran Kabupaten Donggala). Bila dilihat
penyebarannya per kecamatan terlihat bahwa pada umumnya hampir semua
kecamatan telah terdapat minimal satu buah Puskesmas, kecuali Kecamatan
Pinembani, Banawa Tengah, Sindue Tambusabora, Sindue Tobata, dan Sojol Utara.
Setiap kecamatan telah mempunyai Puskesmas dan memiliki Puskesmas Pembantu
lebih dari 1 unit. Sementara untuk Kecamatan Sindue, Balaesang dan Sojol masing-
masing memiliki 2 Puskesmas. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.
Tabel 10
Sarana kesehatan di Kabupaten Donggala 2009
Tahun Rumah
Sakit
Rumah
Bersalin
Puskesmas Puskesmas
Pembantu
Toko Obat Berizin
2009 1 - 14 72 7
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Donggala 2010
4. Indikator Keberhasilan Pembangunan Sosial Budaya
Keberhasilan pembangunan social budaya dapat dilihat pada terjadinya
peningkatan kualitas hidup masyarakat dan sangat berpengaruh pada pencapaian
indikator kinerja pemerintah daerah kabupaten Donggala, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Selanjutnya peningkatan kualitas hidup masyarakat,
tercermin dari kenaikan Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index)
yang disusun berdasarkan tiga komponen pokok, yaitu hidup lebih lama (longevity),
pengetahuan (knowledge), dan kehidupan yang lebih layak (decent standard of
living). Kesemuanya merepresentasikan tiga kebutuhan pokok manusia, yaitu
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xxi kesehatan, pendidikan/pengetahuan, dan ekonomi. Masing-masing kemudian
diterjemahkan kedalam variabel yang lebih operasional, yaitu kesehatan diwakili usia
harapan hidup, pendidikan diwakili oleh angka melek huruf dan rata-rata lama
sekolah, dan kemampuan ekonomi diwakili oleh besarnya pengeluaran riil per kapita.
Tabel 11 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Donggala 2006-2009
Tahun
Angka Harapan
Hidup (tahun)
Angka Melek Huruf
(Persen)
Rata-rata Lama
Sekolah (tahun)
Rata-rata Pengeluaran riil
per kapita disesuaikan
(000 Rp)
IPM
Reduksi Short- fall1)
2006-2009
2006 62,80 94,4 7,10 605,7 66,20 1,79 2007 63,33 91,67 7,20 610,20 66,60 2008 63,80 94,40 7,20 614,96 67,51 2009 64,22 94,40 7,26 618,90 68,09
Catatan: 1) mengukur keberhasilan dipandang dari jarak antara yang dicapai dengan kondisi ideal (nilai 100). Sumber : BPS Propinsi Sulawesi Tengah
Ditinjau dari Index Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2006 Kabupaten
Donggala memiliki angka IPM 66,20 persen dan pada Tahun 2007 meningkat
menjadi 66,60 persen. Kemudian tahun 2008 meningkat lagi menjadi 67,51 persen.
Demikian halnya pada tahun 2009 mengalami peningkatan menjadi 68,09. Jika
ditinjau dari peningkatan IPM maka pada tahun 2008 Kabupaten Donggala berada
pada peringkat 314 dari kurang lebih 400 kabupaten di Indonesia. Dan pada Tahun
2009 menurun ke peringkat 321. Artinya meskipun angka IPM Kabupaten Donggala
terus meningkat namun peningkatannya tidak secepat kabupaten-kabupaten yang
lain.
Di masa depan, angka IPM Kabupaten Donggala diharapkan cenderung
meningkat dengan speed yang lebih baik seiring dengan meningkatnya upaya-upaya
pemerintah menangani bidang kesehatan, pendidikan dan peningkatan ekonomi
masyarakat khususnya di pedesaan.
D. Perekonomian
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xxii Perekonomian Kabupaten Donggala menunjukkan perkembangan yang cukup
signifikan. Hal ini tidak terlepas dari pembangunan Kabupaten Donggala yang
dilaksanakan secara bertahap selama ini telah banyak mencapai kemajuan, antara lain
dengan meningkatnya pendapatan perkapita rata-rata penduduk, meningkatnya
kesempatan kerja, meningkatnya produksi berbagai sektor ekonomi yang
mengakibatkan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, meningkatnya derajat kesehatan
dan kecerdasan masyarakat dan bertambahnya kecamatan akibat pemekaran khususnya
di Banawa, Sindue dan Sojol, sehingga diharapkan kendala spasial pelayanan
pemerintah pada masyarakat dapat optimal dan diharapkan makin berkurangnya
daerah yang terisolasi.
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah
bruto seluruh sektor kegiatan ekonomi atau lapangan usaha yang terjadi di suatu
daerah pada periode tertentu utamanya satu tahun. PDRB merupakan salah satu
ukuran untuk melihat kinerja atau perkembangan makro ekonomi suatu daerah.
Pendekatan menggunakan PDRB ini merupakan model pendekatan yang
berdasarkan pada analisis ekonomi makro. Data kemajuan atau perkembangan
PDRB Kabupaten Donggala sampai saat ini dapat dilihat pada Tabel 2.2.1. dan
terbatas hanya pada ruang lingkup yang berdimensi ekonomi.
Bertolak dari data pada Tabel 2.2.1. tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut: Produk Domestik Regional Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Donggala
dari tahun ke tahun mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Dengan
menggunakan harga berlaku (current price), terlihat bahwa bila pada tahun 2007
senilai Rp 2.298.565 juta, meningkat menjadi Rp 2.798.925 juta pada Tahun 2008,
mengalami peningkata mencapai Rp 3.199.032 juta pada Tahun 2009 inilah
capaian PDRB Kabupaten Donggala.
Tabel 12 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xxiii menurut Lapangan Usaha (Jutaan Rupiah) Tahun 2007 – 2009
Lapangan Usaha 2007 2008 2009 1. Pertanian 1.065.012 1.254.783 1.405,947 2. Penggalian 78.897 97.899 119.602 3. Industri Pengolahan 105.429 129.526 151.464 4. Listrik dan Air Bersih 6.409 7.641 9.252 5. Bangunan 158.520 186.986 217.690 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 310.799 387.704 437.934 7. Angkutan dan Komunikasi 141.821 180.713 210.732 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 48.867 59.553 69.298 9. Jasa-jasa 382.810 494.121 577.113 Produk Domestik Regional Bruto 2.298.565 2.798.925 3.199.032
Sumber : BPS Kabupaten Donggala (berbagai tahun)
Seperti halnya PDRB atas dasar harga berlaku, terjadi peningkatan yang
signifikan pula pada Produk Domestik Regional Bruto riil yaitu berdasarkan harga
kontan tahun 2000, dimana pada Tahun 2007 PDRB atas dasar harga konstan
(tabel 2.2.2) sebesar Rp 1.358.006 juta, meningkat menjadi Rp 1.464.880 juta pada
Tahun 2008. Selanjutnya pada Tahun 2009 mencapai sebesar Rp 1.580.915 juta
perkembangan secara sektoral pada Tahun 2009 mengalami kenaikan mencapai
1.580.915 juta rupiah selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 13 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha (Jutaan Rupiah) Tahun 2007 – 2009
Lapangan Usaha 2007 2008 2009 1. Pertanian 599,509 631,490 676,904 2. Penggalian 52,474 57,412 63,965 3. Industri Pengolahan 52,474 57,412 63,965 4. Listrik dan Air Bersih 3,650 3,776 4,169 5. Bangunan 101,752 108,292 117,792 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 203,262 218,568 234,739 7. Angkutan dan Komunikasi 91,256 101,646 110,581 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 22,999 26,243 28,470 9. Jasa-jasa 214,199 244,133 265,359 Produk Domestik Regional Bruto 1,358,006 1,464,880 1,580,915
Sumber : BPS Kabupaten Donggala (berbagai tahun)
2. Struktur Perekonomian
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xxiv
Peranan sektor-sektor ekonomi yang paling dominan dalam pembentukan
PDRB Kabupaten Donggala berasal dari sektor pertanian, dimana sektor ini
mencapai hampir separuh dari keseluruhan PDRB atas dasar harga berlaku, yaitu
sebesar 43,95 persen pada tahun 2009. Peranan terbesar urutan kedua pada
lapangan usaha Jasa-jasa yaitu sebesar 18,04 persen. Sedangkan peranan terbesar
ketiga pada lapangan usaha Perdagangan, Hotel, dan Restoran, yang mencapai
13,69 persen.
Sekalipun peranan enam lapangan usaha yang lain tidak terlalu besar, yaitu
kurang dari 7 persen pada masing-masing lapangan usaha, tetapi tidak dapat
diabaikan. Lapangan usaha Bangunan dan Angkutan dan Komunikasi masih cukup
besar, masing-masing 6.59 persen. Sedangkan lapangan usaha Industri Pengolahan
4,73 persen; Lapangan usaha Penggalian 3,74 persen; Lapangan usaha Keuangan,
Persewaan, dan Jasa Perusahaan 2,17 persen; serta Lapangan usaha Listrik dan Air
Bersih sebesar 0,29 persen.
Dilihat dari pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan yang merupakan
gambaran pertumbuhan ekonomi riil di Kabupaten Donggala tahun 2009, maka
lapangan usaha angkutan dan komunikasi masih memiliki pertumbuhan
terbesar,yakni sebesar 42,82 persen. Lapangan usaha yang memiliki pertumbuhan
terbesar kedua adalah lapangan usaha jasa-jasa yaitu sebesar 16,79 persen, disusul
lapangan usaha bangunan sebesar 7,45 persen, lapangan usaha perdagangan, hotel
dan restoran 14,85 persen, lapangan usaha penggalian 4.05 persen, lapangan usaha
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 1,80 persen, lapangan usaha pertanian
4,99 persen, sedangkan lapangan usaha listrik gas dan air bersih hanya mengalami
pertumbuhan sebesar 0.26 persen, dan terakhir lapangan usaha industry
pengolahan tumbuh sebesar 4,99 persen.
Tabel 14 Distribusi Presentase PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tahun
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xxv
2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007 – 2009
Lapangan Usaha 2007 2008 2009 1. Pertanian 46.33 44.83 43.95 2. Penggalian 3.43 3.50 3.74 3. Industri Pengolahan 4.59 4.63 4.73 4. Listrik dan Air Bersih 0.28 0.27 0.29 5. Bangunan 6.90 6.68 6.80 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 13.52 13.85 13.69 7. Angkutan dan Komunikasi 6.17 6.46 6.59 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.13 2.13 2.17 9. Jasa-jasa 16.65 17.65 18.04 Produk Domestik Regional Bruto 100,00 100,00 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Donggala (berbagai tahun)
Tabel 15 Distribusi Presentase PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007 – 2009
Lapangan Usaha 2007 2008 2009
1. Pertanian 44.15 43.11 42.82 2. Penggalian 3.86 3.92 4.05 3. Industri Pengolahan 5.07 5.01 4.99 4. Listrik dan Air Bersih 0.27 0.26 0.26 5. Bangunan 7.49 7.39 7.45 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 14.97 14.92 14.85 7. Angkutan dan Komunikasi 6.72 6.94 6.99 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 1.69 1.79 1.80 9. Jasa-jasa 15.77 16.67 16.79 Produk Domestik Regional Bruto 100,00 100,00 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Donggala (berbagai tahun)
3. Pertumbuhan Ekonomi
Gambaran Pertumbuhan ekonomi riil dari tahun ke tahun pada periode
2007-2009 dapat dijelaskan bahwa pada Tahun 2007 pertumbuhan ekonomi riil
mencapai 7,58. persen, kemudian naik menjadi 7,87 persen pada Tahun 2008.
Pertumbuhan ekonomi pada Tahun 2009 mengalami peningkatan yang mencapai
sebesar 7.92 persen.
Tabel 16 Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xxvi Menurut Lapangan Usaha
Lapangan Usaha 2007 2008 2009 1. Pertanian 5.66 5.33 7.19 2. Penggalian 10.42 9.41 11.41 3. Industri Pengolahan 6.10 6.41 7.66 4. Listrik dan Air Bersih 6.72 3.45 10.40 5. Bangunan 10.63 6.43 8.77 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 8.55 7.53 7.40 7. Angkutan dan Komunikasi 9.48 11.39 8.79 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9.54 14.11 8.48 9. Jasa-jasa 9.56 13.97 8.69 Produk Domestik Regional Bruto 7.58 7.87 7.92
Sumber : Kabupaten Donggala Dalam Angka (berbagai tahun)
4. Pendapatan Perkapita
Pekembangan PDRB Per kapita Kabupaten Donggala pada periode 2007-
2009 terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Berdasarkan Tabel
2.2.5 perkembangan PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2007 sebesar Rp.
8,767,561 mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya
Selanjutnya pada tahun 2008 PDRB perkapita Kabupaten Donggala meningkat
menjadi Rp. 10.483.298. Demikian pula pada tahun 2009 meningkat lagi menjadi
Rp. 11.744.349. Tabel 17 Pendapatan Regional Dan Angka-Angka Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku
No Lapangan Usaha 2007 2008 2009
Atas Dasar Harga Berlaku 1. Produk Domestik Regional Bruto
Atas dasar harga Pasar 2,298,565 2,798,925 3,199,032 2. Penyusutan Barang-Barang Modal (Juta Rp) 113,779 138,547 158,352 3. Produk Domestik Regional Netto 2,184,786 2,660,378 3,040,680
4. Pajak Tak Langsung Netto 32,180 39,185 44,786
5. Produk Domestik Regional Netto Adb Faktor 2,152,606 2,621,194 2,995,893 6. Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun 262,167 266,989 272,389 7. Produk Domestik Regional Brutto Perkapita 8,767,561 10,483,298 11,744,349 Atas Dasar Harga Konstan 2000
1 Produk Domestik Regional Bruto Atas dasar harga Pasar 1,358,006 1,464,880 1,580,915
2 Penyusutan Barang-Barang Modal (Juta Rp) 67,221 72,512 78,255
3 Produk Domestik Regional Netto 1,290,785 1,392,368 1,502,659
4 Pajak Tak Langsung Netto 19,012 20,508 22,133 5 Produk Domestik Regional Netto Adb Faktor 1,271,773 1,371,860 1,480,527 6 Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun 262,167 266,989 272,389 7 Produk Domestik Regional Brutto
Perkapita 5,179,929 5,486,667 5,803,886 Sumber : Kabupaten Donggala Dalam Angka (berbagai tahun)
5. Investasi
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xxvii Dalam konteks investasi pemerintah, di Kabupaten Donggala masih relatif
kecil dibandingkan dengan beberapa daerah di Indonesia, sehingga diperlukan
sebuah momentum untuk memantapkan koeksistensi antara sektor pemerintah dan
swasta (lokal) maupun masyarakat. Pemerintah tidak dapat eksis tanpa peran serta
swasta, sebaliknya sektor swasta juga sulit tumbuh tanpa akomodasi kebijakan
pemerintah dan peran masyarakat. Sektor swasta, terutama segmen usaha kecil dan
menengah (UKM) merupakan lapisan pembayar pajak dan retribusi yang sangat
potensial untuk meningkatkan investasi sektor publik dengan kepatuhan yang
dapat diandalkan khususnya di Kabupaten Donggala. Pemerintah belum dapat
menjangkau objek pajak tersebut karena ada persoalan komunikasi dan psikologi.
Menyadari peran swasta maupun masyarakat yang semakin penting,
seyogianya pihak birokrasi tidak lagi mengedepankan sikap arogan terhadap
kepentingan swasta dan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan
ekonomi daerah. Pemahaman semacam itu mencerminkan paradigma lama, yakni
pemerintah masih mengandalkan investasi di sektor publik, padahal kesadaran
mengurus perizinan dan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan PKP (Pengusaha
Kena Pajak) sudah mulai tumbuh di kalangan UKM. Untuk itu sikap birokrat
hendaknya lebih mempermudah serta helpful, bukan malah mempersulit ekspansi
jumlah NPWP yang akan menjadi basis penerimaan pajak domestik khususnya
PPh. Sementara peningkatan jumlah permohonan PKP merupakan infrastruktur
yang strategis untuk mencapai target pertumbuhan PPN.
Rendahnya angka realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan
Penanaman Modal Asing (PMA) di Kabupaten Donggala pada umumnya
disebabkan oleh beberapa masalah antara lain sebagai berikut:
• Kemampuan Perbankan di daerah dalam menyediakan dana jangka panjang
untuk membiayai kegiatan investasi yang sangat terbatas;
• Penyediaan infrastruktur dan fasilitas publik di daerah untuk mendukung
kegiatan investasi kurang memadai;
• Kurang tersedianya sumber daya manusia dan tenaga kerja terampil di daerah
yang dibutuhkan dalam kegiatan investasi;
• Daerah masih membutuhkan lanjutan pekerjaan wewenang dalam menentukan
kebijaksanaan investasi termasuk PMA oleh pemerintah pusat.
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xxviii Stabilitas makro ekonomi di Kabupaten Donggala harus menjadi fokus
perhatian pemerintah dalam proses pembangunan ekonomi daerah. Kepentingan
ini harus diletakkan dalam kerangka analisis yang lebih luas, yakni bagaimana
kebijakan ekonomi pemerintah yang ada harus dapat mendukung sepenuhnya
pengembangan investasi baik swasta maupun masyarakat.
Sisi penting dalam kebijakan pemerintah tersebut selayaknya diarahkan
bagi penciptaan yang lebih leluasa (kondusif) bagi perkembangan sektor riil (dunia
usaha). Untuk itu ada beberapa kebijakan makro ekonomi yang terkait langsung
dengan perkembangan tersebut.
Salah satu ciri dari daerah Kabupaten Donggala adalah masih bertumpunya
perekonomian daerah pada sektor primer yang didominasi oleh kegiatan agribisnis
yang mempunyai ketergantungan impor dan belum didukung oleh agroindustri.
Permasalahan muncul dari kondisi ini adalah produk-produk khususnya produk
pertanian daerah masih diperdagangkan dalam bentuk bahan baku dan bukan
dalam bentuk barang setengah jadi atau barang jadi. Untuk menciptakan nilai
tambah bagi daerah, diperlukan pengembangan investasi di berbagai jenis usaha
baik usaha kecil yang digeluti oleh masyarakat maupun usaha besar/sedang yang
akan dimotori oleh swasta.
Investasi atau pembentukan modal merupakan salah satu faktor produksi
yang banyak berperan dalam memacu pertumbuhan ekonomi yang tercermin dari
pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan tidak
mengabaikan faktor lain seperti tenaga kerja, tanah dan teknologi.
Berdasarkan ketersediaan data, BPS hanya mencantumkan data Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) yang merupakan bagian penting dalam
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) karena secara langsung
meningkatkan stok kapital untuk menambah kemampuan masyarakat dalam
menghasilkan output.
Data tentang investasi di Kabupaten Donggala tidak tersedia, sehingga
dilakukan perkiraan dengan cara menggunakan data investasi Propinsi Sulawesi
Tengah yang diproporsionalkan. Dari hasil perhitungan tersebut diperoleh
perkiraan nilai investasi di Kabupaten Donggala seperti terlihat pada tabel berikut
ini.
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xxix
Tabel 18 Jumlah Investasi Pemerintah, Swasta dan Masyarakat di Kabupaten Donggala Selang Tahun 2006-2009 (Rupiah)
Tahun Investasi Pemerintah
Investasi Swasta
Investasi Masyarakat Jumlah
2006 296.230.894.535,29 99.320.447.633,20 80.984.364.501,57 476.535.706.670,06 2007 324.702.082.263,55 103.720.343.001,62 88.318.509.566,06 516.740.934.831,23 2008 378.037.436.581,69 134.588.757.520,99 105.566.608.687,56 618.182.802.790,25 2009 415.841.180.239,86 136.998.357.552,74 110.162.659.552,32 663.002.197.33,93
Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Kabupaten Donggala 2010
E. Pemerintahan
Sebelum ditaklukkan oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1904 wilayah
Kabupaten Donggala adalah wilayah Pemerintah raja-raja yang berdiri sendiri-sendiri
yaitu :
• Kerajaan Palu
• Kerajaan Sigi Dolo
• Kerajaan Kulawi
• Kerajaan Biromaru
• Kerajaan Banawa
• Kerajaan Tawaili
• Kerajaan Parigi
• Kerajaan Moutong
Kerajaan Banawa adalah salah satu kerajaan Melayu yang terdapat di
Sulawesi Tengah. Kerajaan ini sering disebut Kerajaan Donggala Banawa karena
lahir di wilayah Donggala. Kerajaan yang berdiri pada medio abad ke-15 Masehi
ini terlahir berkat andil tokoh legendaris yang berpetualang dari tanah Bugis, yaitu
Sawerigading. Sejak pertama kali didirikan, kerajaan ini mampu mempertahankan
eksistensinya hingga era pasca kemerdekaan Republik Indonesia. Saat ini, Banawa
menjadi wilayah kecamatan yang merupakan ibukota dari Kabupaten Donggala,
Provinsi Sulawesi Tengah.
Pendahulu Kerajaan Banawa adalah suatu perabadan monarki milik Suku
Kaili yang bernama Kerajaan Pudjananti atau yang sering juga disebut sebagai
Kerajaan Banawa Lama. Kerajaan ini diperkirakan masih eksis pada abad ke-11
hingga 13 M, sezaman dengan Kerajaan Singasari yang dilanjutkan oleh
Majapahit. Diperkirakan, Kerajaan Pudjananti mengalami masa kejayaan antara
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xxx
kurun tahun 1220 sampai 1485 M. Kerajaan Pudjananti menjadi salah satu dari tiga
kerajaan tua yang terdapat di Sulawesi Tengah, yaitu Kerajaan Banggai
(Benggawi) dan Sigi.
Dalam sebuah legenda dikisahkan bahwa raja yang paling terkenal dalam
riwayat Kerajaan Pudjananti bernama Raja Lian. Sang penguasa dikisahkan
menikahi seorang wanita dipercaya datang dari alam gaib. Perkawinan ini
membuahkan seorang anak perempuan bernama Gonenggati yang memberi Raja
Lian tujuh orang cucu, masing-masing enam cucu laki-laki dan satu cucu
perempuan. Keenam cucu laki-laki tersebut kemudian menyebar ke daerah-daerah
lain, menikah dengan wanita setempat, dan menjadi penguasa di daerah-daerah
baru tersebut.
Sesuai namanya, pusat pemerintahan Kerajaan Pudjananti diduga kuat
berlokasi di daerah yang bernama Pudjananti atau Ganti. Jarak Pudjananti tidak
begitu jauh dari Donggala, yang kelak menjadi ibukota Kerajaan Banawa, hanya
sekitar 2 kilometer. Pudjananti merupakan kawasan tua yang sudah lama
berpenghuni.
Donggala sudah kesohor sebagai salah satu kota perdagangan yang ramai.
Bahkan, Donggala merupakan kota pelabuhan tertua di Sulawesi Tengah. Kota
pelabuhan ini oleh orang Eropa disebut dengan nama Banava, yang boleh jadi
merupakan akar dari kata Banawa.
Ketenaran bandar niaga Donggala sempat disebutkan dalam lembaran
naskah catatan perjalanan yang ditulis oleh pengelana dari negeri Cina. Seorang
pedagang Eropa, bernama Antonio de Paiva, pada kurun tahun 1542-1543 bertolak
ke Donggala dengan maksud untuk mencari kayu cendana. Pada saat itu, wilayah
Banawa memang banyak ditumbuhi pohon cendana. Hal tersebut dikuatkan
dengan hasil riset yang dilakukan oleh Dr. Boorsman di mana ia menemukan
batang-batang pohon cendana di pegunungan di sekitar Palu dan Donggala.
Penamaan Banawa sebagai kerajaan dimungkinkan juga terkait erat dengan
nama kapal yang ditumpangi Sawerigading untuk mengarungi samudera, termasuk
mengunjungi Ganti dan Donggala. Sawerigading adalah seorang pangeran dari
Kerajaan Luwu Purba, putera dari Sang Raja Batara Lattu. Nama Sawerigading
dikenal melalui cerita dan kisah dari epik sastra Bugis yang legendaris, yakni La
Galigo.
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xxxi Di suatu tempat yang tidak jauh dari Ganti dan Donggala, kapal yang
ditumpangi rombongan Sawerigading terpaksa berlabuh karena mengalami sedikit
kerusakan. Menurut kepercayaan masyarakat lokal di sana, tempat di mana
Sawerigading menyangga bahteranya itu lantas dikenal dengan nama Langgalopi
yang dalam bahasa Bugis-Donggala berarti galangan perahu.
Langgalopi termasuk wilayah kekuasaan milik Kerajaan Pudjananti.
Sawerigading kemudian memutuskan untuk mengunjungi kerajaan itu. Bukti
bahwa rombongan Sawerigading pernah melalukan pelayaran sampai ke wilayah
kekuasaan Kerajaan Pudjananti termaktub dalam lontar Bugis. Dalam lontar
disebutkan bahwa salah satu daerah jelajah Sawerigading adalah Pudjananti.
Sawerigading sempat berkunjung ke Kerajaan Sigi di Teluk Kaili dan
bermaksud menyunting Ratu Ngilinayo, pemimpin Kerajaan Sigi, untuk dijadikan
istrinya. Akan tetapi, pernikahan itu tidak pernah terjadi karena terjadi gempa bumi
pada saat pembicaraan pinang-meminang dilangsungkan sehingga rencana tersebut
menjadi kacau-balau. Akibat bencana itulah, seperti yang diyakini dalam legenda,
perairan Teluk Palu menjadi kering. Orang-orang yang semula berdomisili di
pegunungan pun mulai turun dan mendirikan permukiman baru di lembah bekas
laut itu serta beranak-pinak hingga sekarang.
Singkat cerita, dari hasil kunjungan ke Kerajaan Pudjananti itu muncul
gagasan untuk menikahkan anak lelaki Sawerigading, yakni La Galigo, dengan
puteri Kerajaan Pudjananti yang bernama Daeng Malino Karaeng Tompo Ri
Pudjananti. Dari perkawinan itu, La Galigo dikarunai dua orang anak, masing-
masing laki-laki dan perempuan. Cucu laki-laki Sawerigading diberi nama
Lamakarumpa Daeng Pabetta La Mapangandro, yang artinya pergi menantang,
menang, dan akhirnya semua menyembah kepadanya?. Sedangkan anak yang
perempuan diberi nama Wettoi Tungki Daeng Tarenreng Masagalae Ri
Pudjananti, yang bermakna bintang tunggal yang diikuti semua orang.
Lamakarumpa Daeng Pabetta La Mapangandro dinikahkan dengan I
Badan Tassa Batari Bana, puteri dari kakak Raja Bone. Setelah pernikahan itu,
Sawerigading dan La Galigo mulai menggagas pendirian pemerintahan baru
sebagai pengganti Kerajaan Pudjananti. Dibuatlah kesepakatan dari raja-raja yang
menurunkan darah bangsawan murni kepada kedua mempelai menghadiahkan
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xxxii seluruh wilayah Kerajaan Pudjananti. Sejak saat itu, sebuah pemerintahan hasil
afiliasi Bugis dan Kaili dengan nama baru, yaitu Kerajaan Banawa.
Kerajaan Banawa resmi berdiri di bawah kepemimpinan seorang ratu,
yakni I Badan Tassa Batari Bana yang bertahta sejak tahun 1485 hingga 1552 M.
Penerus kepemimpinan I Badan Tassa Batari Bana juga seorang perempuan,
bernama I Tassa Banawa. Ratu ke-2 Kerajaan Banawa ini memerintah sejak tahun
1552 sampai dengan 1650 M. Pada masa pemerintahan I Tassa Banawa, wilayah
kekuasaan Kerajaan Banawa semakin bertambah luas. Selain itu, kabinet I Tassa
Banawa juga berhasil merumuskan tata cara atau sistem pemerintahan dan
membentuk Dewan Adat Pittunggota atau semacam lembaga legislatif kerajaan.
Masa pemerintahan I Tassa Banawa berakhir pada tahun 1650 M. Penerus
I Tassa Banawa adalah cucu perempuannya, yaitu Puteri Intoraya. Ratu ke-3
Kerajaan Banawa ini menikah dengan dengan seorang lelaki bernama La
Masanreseng Arung dari Cendana Mandar. Pernikahan pasangan ini dikaruniai
empat orang anak, masing-masing dua laki-laki dan dua perempuan, yang diberi
nama La Bugia, La Lotako, Puteri Nanggiwa, dan Puteri Nanggiana.
Pada era kepemimpinan Ratu Intoraya, pengaruh Islam mulai masuk ke
wilayah Donggala. Penyebaran dan perkembangan ajaran Islam di lingkungan
Kerajaan Banawa, dan juga di seluruh wilayah Sulawesi Tengah, pada medio abad
ke-16 M itu dipelopori oleh kerajaan-kerajaan dari Sulawesi Selatan yang sudah
terlebih dulu memeluk Islam. Pelopor syiar Islam di kawasan Sulawesi Tengah
adalah orang-orang dari Kerajaan Bone dan Wajo.
Sejalan dengan itu, Ratu Intoraya pun menjadi penguasa Kerajaan Banawa
pertama yang memeluk Islam. Tindakan yang dilakukan oleh Ratu Intoraya dan
segenap keluarga Kerajaan Banawa itu membuat sebagian besar rakyat juga turut
berbondong-bondong masuk Islam.
Tidak cuma masuknya ajaran Islam saja yang mewarnai dinamika
kehidupan Kerajaan Banawa pada masa pemerintahan Ratu Intoraya, melainkan
juga pengaruh bangsa-bangsa asing yang datang dari Eropa. Portugis adalah wakil
dari kaum Barat pertama yang memasuki wilayah ini, kemudian disusul oleh
Spanyol dan Belanda lewat kongsi niaganya yakni Vereniging Oost-indische
Compagine (VOC). Namun dalam perkembangan selanjutnya, peta kekuatan di
kawasan tersebut berada dalam dominasi pengaruh kompeni Belanda.
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xxxiii Memasuki tahun ke-19 pemerintahan Ratu Intoraya, VOC sudah menjalin
mitra niaga dengan sejumlah kerajaan di kawasan Sulawesi Tengah, termasuk
dengan Kerajaan Banawa, dan kerajaan-kerajaan Suku Kaili lainnya seperti
Kerajaan Tawaeli, Palu, Loli, dan Sigi. VOC mengadakan kontrak penambangan
emas dengan masing-masing penguasa kerajaan tersebut.
Belanda menawarkan kepada raja-raja lokal yang bersemayam di wilayah
itu untuk pemberian bantuan dalam bidang penanggulangan keamanan. Peluang
Belanda terbuka kian lebar karena pada waktu itu wilayah Kerajaan Banawa dan
kerajaan-kerajaan lain di Sulawesi Tengah sedang rawan kejahatan yang dilakukan
oleh gerombolan perompak dari wilayah Mindanao, Filipina, itu seringkali
menganggu kawasan perairan di Selat Makassar.
Kaum kompeni kian mendapat angin dengan diizinkannya membangun
benteng atau loji. Pemerintahan Ratu Intoraya sebagai orang nomor satu di
Kerajaan Banawa berakhir pada tahun 1698 M. Putra sulung Ratu Inoraya, yakni
La Bugia, naik ke puncak kekuasaan tertinggi kerajaan. Dengan demikian, La
Bugia adalah laki-laki pertama yang menempati singgasana Kerajaan Banawa di
mana tiga penguasa sebelumnya adalah perempuan. Setelah ditabalkan sebagai
raja, La Bugia menyandang gelar kehormatan sebagai La Bugia Pue Uva.
Pada era kepemimpinan Raja La Bugia Pue Uva, kemakmuran warga
masyarakat Kerajaan Banawa semakin maju. Bandar niaga Donggala semakin
mendapat perhatian dari berbagai kalangan sebagai salah satu sentra jaringan
perniagaan di nusantara. Bahkan, saking kondangnya citra Donggala, pada masa
pemerintahan Raja La Bugia Pue Uva ini datang gangguan dari bangsa Portugis
yang berambisi untuk merebut pelabuhan dagang Donggala sehingga terjadi
pertempuran melawan pihak Kerajaan Banawa. Dalam peperangan laut ini, Raja
La Bugia Pue Uva berhasil mempertahankan Donggala dari ancaman Portugis.
Periode pemerintahan Raja La Bugia Pue Uva usai pada tahun 1758 M.
Sebagai anak pertama, Puteri I Sabida adalah orang yang paling berhak untuk
meneruskan tahta ayahandanya. Dengan demikian, Kerajaan Banawa kembali
dipimpin oleh seorang perempuan. Ratu I Sabida mengakhiri masa lajangnya
dengan menikahi seorang pejabat kerajaan yang bernama Madika Matua Banawa.
Pernikahan ini membuahkan tiga orang putera dan seorang puteri, masing-masing
bernama La Bunia, Kalaya, Lauju, dan Puteri I Sandudongie.
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xxxiv
Sosok Ratu I Sabida digambarkan sebagai tokoh wanita yang pemberani
dan sakti mandraguna. Ia memimpin dengan penuh wibawa, tegas, disegani oleh
kawan maupun lawan, dan berhasil membawa Kerajaan Banawa menjadi
peradaban yang sejahtera. Selain itu, Ratu I Sabida juga membuka ruang interaksi
dengan kaum pedagang asing yang singgah di pelabuhan Donggala dan yang
menetap untuk sementara di wilayah Kerajaan Banawa. Pada masa ini, mulai
diperkenalkan cara merajut tenun sutra, yang kini dikenal sebagai kain tenun
Donggala, oleh para saudagar dari Gujarat.
Dalam urusan pewarisan tahta, Ratu I Sabida tampaknya cenderung
memilih Puteri I Sandudongie sebagai calon penerusnya kendati ketiga anaknya
yang lain adalah laki-laki, termasuk anak yang paling sulung. Setelah Ratu I
Sabida meninggal dunia, puteri bungsunya itulah yang diangkat sebagai pelanjut
tahta Kerajaan Banawa. I Sandudongie naik jabatan sebagai ratu pada tahun 1800.
Raja perempuan terakhir dalam sejarah Kerajaan Banawa ini menikah dengan
Magau Lando Dolo dan memperoleh seorang anak laki-laki yang diberi nama La
Sa Banawa.
Pada masa kuasa Ratu Kerajaan Banawa yang ke-6 ini, Belanda juga
berhasil memaksa Ratu I Sandudongie untuk menandatangani sejumlah
kesepakatan yang tentu saja merugikan pihak Kerajaan Banawa. Kontrak
perjanjian yang disodorkan oleh Belanda kepada Ratu I Sandudongie pada tahun
1824, misalnya, memuat isi yang pada intinya semakin menguatkan dominasi
Belanda dalam monopoli perdagangan di Donggala. Salah satu keuntungan
istimewa yang diperoleh Belanda dengan kontrak tersebut adalah bahwa Belanda
diperbolehkan mendirikan Kantor Bea dan Cukai (Doane), beserta macam-macam
fasilitas, dengan dalih memperlancar kegiatan ekonominya.
Setelah menjadi ratu selama 45 tahun, Ratu I Sandudongie wafat pada
tahun 1845. Putera semata wayangnya, La Sa Banawa, ditetapkan selaku
pemimpin Kerajaan Banawa yang berikutnya. Setelah ditahbiskan menjadi raja, La
Sa Banawa memperoleh nama kehormatan La Sa Banawa I Sanggalea Dg Paloera
dan menyandang gelar adat Mpue Mputi. Penguasa ke-7 Kerajaan Banawa ini
mengawini I Palusia dan dikaruniai dua orang anak laki-laki yang diberi nama I
Tolare dan La Marauna.
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xxxv
Di era kepemimpinan Raja La Sa Banawa I Sanggalea Dg Paloera, meski
masih berada di bawah bayang-bayang pengaruh Belanda, popularitas Donggala
kian menjulang. Donggala tidak hanya sebagai kota pelabuhan saja, tetapi juga
sebagai kota pelajar, kota perdagangan, kota pemerintahan, kota perjuangan, dan
kota budaya yang sering menjadi rujukan dan didatangi oleh orang-orang dari
berbagai belahan dunia. Josep Condrad, pengelana sekaligus penulis
berkebangsaan Inggris kelahiran Polandia, menjadikan Donggala sebagai salah
satu tempat penjelajahan yang dilakoninya. Selama masa kunjungan ke Kerajaan
Banawa sejak tahun 1858, Condrad menjalin persahabatan yang erat dengan Raja
La Sa Banawa I Sanggalea Dg Paloera.
Kepala pemerintahan Kerajaan Banawa yang berikutnya adalah La
Makagili yang tidak lain adalah cucu dari Raja La Sa Banawa I Sanggalea Dg
Paloera. Penguasa Kerajaan Banawa yang ke-8 ini menduduki puncak singgasana
sejak tahun 1888 dengan gelar La Makagili Tomai Doda Pue Nggeu dan dikenal
sebagai sosok pemimpin yang paling berani dan gigih melawan penjajah Belanda.
Tepat pada tanggal 23 Juli 1893, pusat pemerintahan Kerajaan Banawa
yang selama ini berlokasi di Pudjananti alias Ganti dipindahkan ke Donggala.
Penetapan Donggala sebagai ibukota Kerajaan Banawa ini bertahan hingga
Kerajaan Banawa bersatu di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sementara itu, tahta Raja La Makagili Tomai Doda Pue Nggeu berakhir pada
permulaan abad ke-20, tepatnya pada tahun 1902.
Dalam perkembangan selanjutnya daerah ini yang merupakan bagian dari
wilayah Sulawesi Tengah dijadikan afdeling Donggala yang meliputi :
• Onder afdeling Palu terdiri dari ;
landschap Kulawi di Kulawi
landschap Sigi Dolo di Biromaru
landschap Palu di Palu
• Onder afdeling Parigi terdiri dari :
landschap Parigi di Parigi
landschap Moutong di Moutong
• Onder afdeling Donggala terdiri dari :
landschap Banawa di Donggala
landschap Tawaili di Tawaili
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xxxvi • Onder afdeling Toli-toli
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1952, terhitung mulai
tanggal 12 Agustus 1952, daerah Sulawesi Tengah terbagi menjadi 2 kabupaten
yaitu : Kabupaten Donggala, wilayahnya meliputi bekas onder afdeling Palu,
Donggala, Parigi dan Toli-toli Kabupaten Poso, wilayahnya meliputi bekas onder
afdeling Poso, Bungku/Mori dan Luwuk.
Tanggal 12 Agustus ditetapkan sebagai tahun lahirnya Kabupaten
Donggala yang diperingati setiap tahun, dengan PP No. 33 tahun 1952, juga
disertai dengan pembentukan lembaga pemerintahan daerah serta badan-badan
perlengkapan lainnya yaitu : Pembentukan DPRDS yang didasarkan undang
undang NIT Nomor 44 tahun 1950 Pembentukan dinas-dinas yang terdiri dari :
• Pertanian
• Kehutanan
• Perikanan Darat
• Kehewanan
• Pengajaran
• Pekerjaan umum
• Kesenian
Selanjutnya berdasarkan UU Nomor 29 Tahun 1953 Tentang Pembentukan
Daerah Tingkat II di Sulawesi Tengah, sekaligus merupakan pemekaran pertama di
mana daerah Kabupaten Donggala dibagi menjadi dua kabupaten daerah Tingkat II
yaitu :
• Kabupaten Daerah Tingkat II Donggala
• Kabupaten Daerah Tingkat II Toli-Toli
Sejak berdirinya Kabupaten Donggala, setidaknya sampai dengan tahun
1999, Kabupaten Donggala menjadikan Kota Palu sebagai ibukota kabupaten yang
nota bene juga adalah ibukota Provinsi Sulawesi Tengah. Bahkan sejak tahun 1978
ketika Palu dikukuhkan menjadi kota administratif (cikal bakal kota
madya/pemekaran kedua) maka Kota Palu saat itu harus menyandang 3 fungsi
yaitu ;
• Sebagai Kota Administratif Palu
• Sebagai ibu kota Kabupaten Donggala, dan
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xxxvii • Sebagai ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1999, Ibukota
Kabupaten Donggala resmi dipindahkan dari Kota Palu, dikembalikan ke Kota
Donggala sendiri yang berjarak 34 km dari Kota Palu.
Pada tahun 2002 kembali terjadi pemekaran di Kabupaten Donggala, sesuai
UU Nomor 10 Tahun 2002 tentang pembentukan Kabupaten Parigi Moutong,
dengan memboyong 6 dari 18 kecamatan di Kabupaten Donggala saat itu. Dalam
perkembangan selanjutnya terjadi pula pemekaran kecamatan di Kabupaten
Donggala, dari 12 kecamatan sepeninggal Kabupaten Parigi Moutong, menjadi 21
kecamatan sampai saat itu (2002).
Berikut nama-nama pejabat Bupati Donggala sejak tahun 1952 sampai
tahun 2013;
1. Intje Naim Dg. Mamangun (1952-1954)
2. R.M Pusadan (1954-1958)
3. Bidin (1958-1960)
4. DM. Lamakarate (1960-1964)
5. HR. Tikoalu (1964-1966)
6. H. Abdul Aziz Lamadjido SH (1966-1979)
7. Drs. Galib Lasahido (careteker-1979)
8. Dr. Yan Moch. Kaleb (1979-1984)
9. Saleh Sandagang, SH (careteker-1984)
10. Drs. H. Ramli Noor (1984-1989)
11. H. Bandjela Paliudju (1989-1994)
12. Drs. H. Sahbuddin Labadjo (1994-1999)
13. H.N. Nabi Bidja S.Sos (1999-2004)
14. H. Adam Ardjad Lamarauna (2004-2006)
15. Drs. H. Habir Ponulele M.M. (2006-sekarang)
Jalannya penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik di
Kabupaten Donggala diimplementasikan oleh 16 dinas dan 9 badan sebagaimana
dapat dilihat pada tabel berikut:
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xxxviii Tabel 19 Daftar Dinas dan Badan Dalam Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Donggala
No Dinas dan Badan Dinas-dinas
1 Dinas Sosial 2 Dinas Perizinan 3 Dinas Pendidikan 4 Dinas Kesehatan 5 Dinas Pekerjaan Umum 6 Dinas Pemuda dan Olahrga 7 Dinas Perikanan dan Kelautan 8 Dinas Kehutanan dan Perkebunan 9 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 10 Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan 11 Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi 12 Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 13 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 14 Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika 15 Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan 16 Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Badan-badan 1 Badan Narkotika 2 Badan Lingkungan Hidup 3 Badan Kepegawaian Daerah 4 Badan Penanggulangan Bencana Daerah 5 Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan 6 Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa 7 Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan 8 Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat 9 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal
Sumber: Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Donggala 2011
F. Dinamika Sosial
Dalam bagian ini akan diuraikan sejumlah anasir dinamika sosial yang
menonjol dan terjadi di Kabupaten Donggala dalam rentang waktu beberapa tahun
terakhir. Anasir dimaksud berkenaan dengan tiga faktor utama: pertama, implikasi
praktek demokrasi dari kebijakan otonomi daerah; kedua, pengentasan kemiskinan
dan peningkatan kesejahteraan masyarakat; dan ketiga, masalah kerentanan sosial
yang ditandai dengan fakta-fakta konflik sosial yang terjadi di Kabupaten Donggala.
1. Kehidupan Demokrasi
Uraian tentang kehidupan demokrasi di Kabupaten Donggala ditinjau dari
tiga indikator utama yaitu: Kebebasan Sipil, Hak-hak Politik, dan Lembaga
Demokrasi. Variabel yang digunakan sebagai ukuran dari indikator kebebasan sipil
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xxxix
mencakup: (1) Kebebasan Berkumpul dan Berserikat, (2) Kebebasan
Berkeyakinan, (3) Kebebasan dari Diskriminasi, dan (4) Kebebasan Berpendapat.
Sementara untuk hak-hak politik variabel yang dijadikan parameter
pengukuran adalah : (1) Hak Memilih; dan (2) Partisipasi dalam Pengambilan
Keputusan dan Pengawasan. Untuk variabel hak memilih, dibagi lagi ke dalam
beberapa sub-variabel yaitu: (a) Kejadian dimana Hak Memilih Masyarakat
Terhambat; (b) Kualitas Daftar Pemilih Tetap (DPT); (c) Persentase Penduduk
yang Menggunakan Hak Pilih dibandingkan dengan yang Memiliki Hak untuk
Memilih dalam Pemilu; dan (d) Persentase Perempuan Terpilih terhadap Total
Anggota DPRD.
Indikator utama terakhir adalah lembaga demokrasi. Dalam indikator ini
terdapat lima variabel yang dijadikan alat ukur yaitu: (a) Pemilu yang Bebas dan
Adil; (2) Peran DPRD; (3) Peran Partai Politik; (4) Peran Birokrasi Pemerintah
Daerah, dan (5) Peradilan yang Independen.
Indikator Kebebasan Sipil yang secara operasional tercermin melalui empat
variabel sebagaimana disebutkan sebelumnya, dijadikan sebagai acuan dalam
sebuah kegiatan survey kehidupan berdemokrasi di Sulawesi Tengah yang
dilaksanakan oleh beberapa lembaga independen, termasuk yang dilaksanakan oleh
Pusat Penelitian Otonomi Daerah Universitas Tadulako. Survey dimaksud
melibatkan 500 responden di masing-masing kabupaten dan kota pada tahun 2011.
Untuk Kabupaten Donggala hasil agregasi dari kegiatan survey termuat dalam
tabel 20.
Berdasarkan tabel tersebut, terlihat jelas bahwa capaian kehidupan
berdemokrasi di Kabupaten Donggala dalam hal kebebasan sipil cukup tinggi yang
ditandai dengan mudahnya berpartisipasi dalam organisasi (93,4%), dan
kemudahan dalam membentuk organisasi (88,4 %). Tingginya tingkat kebebasan
sipil tersebut juga dimungkinkan karena tidak ditemukan adanya regulasi yang
secara khusus mengatur pembentukan organisasi serta partisipasi warga dalam
berorganisasi (83,6%).
Variabel lain yang juga cukup menentukan tingginya kebebasan sipil di
Kabupaten Donggala adalah warga Donggala menilai bahwa selama ini mereka
cukup bebas dalam menjalankan ibadah sesuai agama yang diyakininya (97,6%),
termasuk kebebasan dalam menjalankan berbagai ritual adat-istiadat atau budaya
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xl lokal yang ada di Kabupaten Donggala, dan tidak ditemukan adanya tindak
kekerasan yang mengatasnamakan agama atau kelompok keagamaan tertentu
(98,0%).
Meski demikian, di Kabupaten Donggala masih ditemukan cukup banyak
pernyataan-pernyataan diskriminatif yang bernuansa etnis, agama dan golongan
(77,2 %), yang berdasarkan hasil studi pada umumnya mengemuka pada momen
pemilihan umum di daerah tersebut dengan penekanan pada pernyataan agar warga
cenderung untuk menetapkan pilihan mereka pada “putra daerah.” Patut disyukuri
bahwa kecenderungan tersebut hanya sebatas pernyataan dan tidak ditemukan
fakta signifikan yang berimplikasi pada tindakan diskriminatif (77,8%).
Hasil lain dari studi tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar warga
Kabupaten Donggala merasa bahwa selama ini mereka cukup mudah dalam
menyampaikan aspirasi atau pendapat mereka terkait dengan layanan publik yang
disediakan oleh pemerintah daerah (79,6 %), yang didukung oleh ketersediaan
fasilitas dalam menyampaikan aspirasi tersebut (84,0 %)
Tabel 20 Agregasi Tanggapan Responden Terhadap Indikator Kebebasan Sipil di Kabupaten Donggala 2011
No Variabel dan Sub Variabel Kebebasan Sipil Tabulasi Tanggapan Responden
Persentase
1 Kebebasan Berkumpul dan Berserikat (Sampel N=500) (%) • Kemudahan berpartisipasi dalam organisasi
• Kemudahan dalam membentuk organisasi
• Ada/tidaknya aturan/regulasi khusus dalam pembentukan dan partisipasi dalam organisasi.
Mudah = 467 Sulit = 28 Tidak Menjawab = 5 Mudah = 442 Sulit = 33 Tidak Menjawab =25 Ada = 47 Tidak ada = 418 Tidak Tahu = 25 Tidak Menjawab = 10
93,4 5,6 1,0 88,4 6,6 5,0 9,4 83,6 5,0 2,0
2 Kebebasan Berkeyakinan • Kebebasan melaksanakan praktek keagamaan;
• Kebebasan melaksanakan praktek dan ritual
budaya
Bebas = 488 Kurang Bebas = 5 Tidak Bebas = 0 Tidak Menjawab = 7 Bebas = 479 Kurang Bebas = 12 Tidak Bebas = 3 Tidak Menjawab = 6
97,6 1,0 0,0 1,4 95,8 2,4 0,6 1,2
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xli
• Ada/tidaknya tindak kekerasan yang mengatasnamakan agama/kelompok agama tertentu
Ada = 2 Tidak ada = 490 Tidak Tahu = 5 Tidak Menjawab = 3
0,4 98,0 1,0 0,6
3 Kebebasan dari Diskriminasi • Ada/tidaknya pernyataan diskriminatif
berdasarkan etnis, agama dan golongan
• Ada/tidaknya tindakan diskriminatif berdasarkan etnis, agama dan golongan
Ada = 386 Tidak ada = 69 Tidak Tahu = 22 Tidak Menjawab = 20 Ada = 20 Tidak ada = 389 Tidak Tahu = 44 Tidak Menjawab = 47
77,2 13,8 4,4 4,0 4,0 77,8 8,8 9,4
4 Kebebasan Berpendapat • Kemudahan menyampaikan aspirasi terhadap
layanan publik
• Ada/tidaknya fasilitas menyampaikan aspirasi terhadap layanan publik
Mudah = 398 Sulit = 102 Tidak Menjawab = 0 Ada = 420 Tidak ada = 50 Tidak Tahu = 25 Tidak Menjawab = 5
79,6 20,4 0,0 84,0 10,0 5,0 1,0
Sumber: Diolah Dari Hasil Survey Kehidupan Demokrasi di Sulawesi Tengah, Pusat Studi Otonomi Daerah UNTAD 2011
Untuk indikator utama hak-hak politik, kegiatan survey kehidupan
demokrasi memuat hasil seperti dalam tabel 21 berikut:
Tabel 21 Agregasi Tanggapan Responden Terhadap Indikator Hak-Hak Politik di Kabupaten Donggala 2011
No Variabel dan Sub Variabel Hak-hak Politik Tabulasi Tanggapan Responden
Persentase
1 Hak Memilih (Sampel N=500) (%) • Hambatan Terhadap Hak Memilih
• Kualitas Daftar Pemilih Tetap (DPT)
Terhambat = 275 Tidak Terhambat = 200 Tidak Menjawab = 25 Memuaskan = 198 Buruk = 195 Tidak Tahu = 77 Tidak Menjawab =30
55,0 40,0 5,0 88,4 6,6 5,0
2 Pelibatan Pengambilan Keputusan dan Pengawasan Dalam Proses Pemilihan
Dilibatkan = 202 Tidak Dilibatkan = 260 Tidak Menjawab = 38
40,4 52,0 7,6
Sumber: Diolah Dari Hasil Survey Kehidupan Demokrasi di Sulawesi Tengah, Pusat Studi Otonomi Daerah UNTAD 2011
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xlii Jika mengacu pada tabel di atas, terlihat jelas bahwa lebih dari sebagian
responden 275 (55,0 %) yang dilibatkan dalam studi menyatakan bahwa masih
terdapat hambatan dalam memberikan hak suara atau hak memilih. Jika ditelusuri
secara cermat preferensi keterhambatan dalam memilih memiliki alasan yang
cukup valid. Dalam pemilihan kepala daerah pada tahun 2008 misalnya,
diperkirakan tidak kurang dari 1.200 orang kehilangan hak pilih karena kendala
administratif yaitu mereka tidak masuk dalam daftar pemilih tetap yang
dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Donggala.
Masalah serupa kembali terjadi pada masa pemilihan presiden (2009)
dengan jumlah yang lebih besar serta pada pemilihan Kepala Daerah Provinsi
Sulawesi Tengah (2011). Diperkirakan terdapat sekitar 8.000 penduduk di
Kabupaten Donggala yang kehilangan hak pilih karena tidak tercantum dalam
Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang ditetapkan KPUD Provinsi Sulawesi Tengah.
Tingkat partisipasi warga terkait proses pengambilan keputusan dalam
berbagai kesempatan pemilihan umum di Kabupaten Donggala juga cukup rendah,
di mana lebih dari separuh responden (52,0 %) mengatakan bahwa mereka tidak
pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan apapun menyangkut jalannya
pemilihan di lokasi mereka termasuk dalam pengawasannya. Meski para
responden dimaksud mengakui bahwa terdapat warga yang dilibatkan dalam
pengawasan pemilihan umum, namun sangat jarang kesempatan tersebut diberikan
kepada mereka.
Terkait dengan Persentase Perempuan Terpilih terhadap Total Anggota
DPRD secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 22 Daftar nama-nama Anggota DPRD Kabupaten Donggala Periode 2009-2014
No N a m a Fraksi Jenis Kelamin 1 Ahmad Mardjanu Partai Golkar Lak-Laki 2 Moh Nasir Partai Demokrat Lak-Laki 3 Abd Muis Yahya Partai Patriot Lak-Laki 4 Nasar Abd Halim Partai Hanura Lak-Laki 5 Sofyan Yoto Lembah Partai Golkar Lak-Laki 6 Moh Aswan Partai Golkar Lak-Laki 7 Harsin K Gotian Partai Golkar Lak-Laki 8 Naswin Makmur Partai Demokrat Lak-Laki 9 Simasse Partai Demokrat Lak-Laki 10 Mukrimin Djamaludin Partai Demokrat Lak-Laki
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xliii 11 Soraya Sultan Partai PDIP Perempuan 12 Machmud P Tahawi Partai PDIP Laki-Laki 13 Sitti Aminah Partai Gerindra Perempuan 14 Kurnia Partai Gerindra Perempuan 15 Mesra Kalalo Partai Hanura Perempuan 16 Namrud Mado Partai PPP Lak-Laki 17 Hamzah Maddennuang Partai PPP Lak-Laki 18 Iksan Suki Partai PPP Lak-Laki 19 Amrullah Lapase Partai PPRN Lak-Laki 20 Mohammadong Partai PKS Lak-Laki 21 Goesetra Muthaher Partai PAN Lak-Laki 22 M Fajar Panggagau Partai PAN Lak-Laki 23 Kaharudin Partai PKB Lak-Laki 24 Arty Kailiwati Partai PDP Perempuan
Sumber: DPRD Kabupaten Donggala 2010
Berdasarkan tabel tersebut jumlah anggota DPRD jenis kelamin perempuan
yaitu 5 orang atau 20,8 % dari keseluruhan jumlah anggota DPRD Kabupaten
Donggala Periode 2009-2014.
Tabel 23 Agregasi Tanggapan Responden Terhadap Indikator Lembaga Demokrasi di Kabupaten Donggala 2011
No Variabel dan Sub Variabel Lembaga Demokrasi
Tabulasi Tanggapan Responden
(Sampel N=500)
Persentase
(%) 1 Apakah Pemilu Telah Terlaksana Secara Bebas
dan Adil? Ya = 148 Belum = 192 Tidak Tahu = 90 Tidak Menjawab = 70
29,6 38,4 18,0 14,0
2 Apakah DPRD Telah Berperan Memperjuangkan Kesejahteraan Rakyat?
Ya = 155 Belum = 223 Tidak Tahu = 52 Tidak Menjawab = 70
31,0 44,6 10,4 14,0
3 Apakah Partai Politik Telah Berperan Secara Signifikan Dalam Pendidikan Politik dan Demokrasi?
Ya = 105 Belum = 308 Tidak Tahu = 21 Tidak Menjawab = 66
21,0 61,6 4,2
13,2 4 Apakah Birokrasi Pemerintah Daerah Telah
Berperan Secara Signifikan Dalam Melayani Masyarakat?
Ya = 125 Tidak = 257 Tidak Tahu = 54 Tidak Menjawab = 64
25,0 51,4 10,8 12,8
5 Apakah Peradilan Telah Berfungsi Secara Independen Dalam Proses Hukum?
Ya = 120 Tidak = 254 Tidak Tahu = 59 Tidak Menjawab = 67
24,0 50,8 11,8 13,4
Sumber: Diolah Dari Hasil Survey Kehidupan Demokrasi di Sulawesi Tengah, Pusat Studi Otonomi Daerah UNTAD 2011
Sementara itu jika ditinjau dari indikator lembaga demokrasi, seluruh
indikator yang dijadi tolok ukur menunjukkan betapa masih rendahnya persepsi
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xliv
masyarakat terhadap unsur kelembagaan demokrasi. Hasil studi mengindikasikan
bahwa terdapat 192 responden atau 38,4 % dari seluruh responden terlibat yang
menyatakan bahwa pemilihan umum dalam berbagai level di Kabupaten Donggala
belum dapat dikatakan bebas dan adil, sementara 29,6 persen yang menjawab
bahwa pemilihan umum yang menjadi aktifitas rutin telah dilaksanakan cukup
bebas dan adil. Hasil studi juga memberikan informasi yang cukup menarik bahwa
jika digabungkan terdapat 160 responden yang tidak tidak tahu dan tidak berminat
menjawab pertanyaan tersebut.
Hasil wawancara mendalam menunjukkan bahwa sebagian warga
masyarakat di Kabupaten Donggala nampaknya telah merasa cukup jenuh dengan
berbagai agenda pemilihan di daerah mereka yang belum menghasilkan perubahan
berarti bagi kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
Hasil studi tersebut secara berturut-turut juga menunjukkan bahwa
sebagian besar responden menyatakan bahwa DPRD belum berperan secara
signifikan dalam memperjuangkan kesejahteraan rakyat (44,6 %), keberadaan
partai politik belum berperan secara signifikan dalam melakukan pendidikan
politik dan demokrasi (61,6 %), birokrasi pemerintah daerah belum berperan
secara signifikan dalam melayani masyarakat (51,4 %), dan lembaga peradilan
belum mencerminkan sebagai sebuah lembaga yang independen atau dengan kata
lain masih seringkali tunduk di bawah kepentingan tertentu (50,8 %).
2. Pengentasan Kemiskinan
Jumlah keluarga miskin yang masih cukup besar, mengindikasikan masih
adanya masalah kesejahteraan sosial yang cukup serius dan masih adanya
kesenjangan sosial. Anak terlantar, masalah kenakalan remaja dan masalah gender,
merupakan potensi menjadi masalah tersendiri dalam bidang kesejahteraan sosial
ekonomi. Juga peningkatan kemampuan masyarakat perdesaan dan perkotaan
untuk memperbaiki kehidupannya secara mandiri dan dalam usaha pemberdayaan
sosial ekonomi rakyat sehingga rakyat mampu menyelesaikan permasalahannya
secara mandiri. Beberapa masalah pokok yang perlu mendapat penanganan serius
berkaitan dengan kemiskinan antara lain :
• Kerawanan Pangan dan kurangnya penanganan masalah gizi kurang dan
rendahnya kemampuan daya beli masyarakat.
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xlv
• Terbatasnya akses atas kebutuhan dasar terutama pendidikan, kesehatan dan
infrastruktur dasar.
• Belum maksimalnya implementasi pelaksanaan tersusunnya sistim
perlindungan sosial yang memadai.
• Rendahnya perluasan kesempatan kerja dan berusaha.
Tabel 24 Persentase Keluarga Fakir Miskin Kabupaten Donggala Tahun 2009
No Kecamatan Tahun 2009
Jumlah KK
Jumlah Keluarga Fakir Miskin
Persentase Perbandingan (%)
1 Rio Pakawa 6,374 40 6.56 2 Pinembani 1,626 40 6.56 3 Banawa 5,966 90 14.75 4 Banawa Selatan 5,942 120 19.67 5 Banawa Tengah 1,943 0 0.00 6 Labuan 3,345 0 0.00 7 Tanantovea 3,462 0 0.00 8 Sindue 4,896 120 19.67 9 Sindue Tombusabora 2,486 0 0.00
10 Sindue Tobata 2,291 0 0.00 11 Sirenja 4,656 120 19.67 12 Balaesang 5,282 80 13.11 13 Balaesang Tanjung 2,410 0 0.00 14 Damsol 7,474 0 0.00 15 Sojol 6,165 0 0.00 16 Sojol Utara 2,490 0 0.00
Jumlah 66,808 610 8,96 Sumber: Diadaptasi dari Kabupaten Donggala Dalam Angka 2010
3. Kerentanan Sosial
Kabupaten Donggala cukup rentan dengan konflik-konflik komunal,
sejumlah insiden konflik yang terjadi di Kabupaten Donggala dalam kurun waktu
beberapa tahun terakhir disajikan melalui tabel berikut:
Tabel 25 Jenis Konflik di Kabupaten Donggala Dalam Periode 2002-2011
No Jenis Konflik Tahun 1 Konflik Di Beberapa Desa Sekitar Kawasan TNLL 2002 2 Konflik Antar-Kampung di Wilayah Kecamatan Dolo 2002-2006 3 Konflik Lahan Antara Orang Da’a dengan UD. Maju di Banawa 2004-2005 4 Konflik Antara Penganut Kepercayaan Lokal - Polisi 2006 5 Konflik Antar-Kampung Labuan - Dalaka 2011
Sumber: berbagai laporan dan pemberitaan media
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xlvi
Jika ditelusuri, di samping masalah klaim kepemilikan tanah/lahan,
beberapa konflik antar-kampung seringkali dipicu oleh persoalan sepele. Konflik
antar-kampung Labuan dengan Dalaka misalnya dipicu oleh kecelakaan lalu lintas
yang melibatkan pemuda pada dua kampung yang berbeda yang kemudian
menyulut kemarahan dan emosi warga meski antara kedua pihak yang bermasalah
sesungguhnya telah berkomitmen untuk menyelesaikan secara kekeluargaan.
4. Dampak Kegiatan Pertambangan dan Manfaatnya
a. Potensi Bahan Tambang di Kabupaten Donggala
Kabupaten Donggala memiliki sejumlah potensi mineral yang secara
ringkas teridentifikasi sebagai berikut:
• Bahan Galian Logam di Kabupaten Donggala
Secara keseluruhan lokasi temuan mineral logam di Kabupaten Donggala
antara lain adalah:
Emas, terdapat pada 7 lokasi. Daerah Poboya merupakan salah satu lokasi
yang diperkirakan mempunyai sumber daya hipotetik 18 juta ton dengan
kadar rata-rata Au = 3,4 gr/ton, merupakan endapan primer tipe
“epithermal low sulphidation”. Kuasa Pertambangan daerah ini dimiliki
oleh PT. Citra Palu Mineral dan keterdapatan cadangan emas berada dalam
kawasan hutan lindung. Hal ini merupakan masalah yang harus dipikirkan
pemecahannya.
Tembaga, terdapat di 6 titik lokasi, kesemuanya masih berupa indikasi
yang ditemukan pada bongkah- bongkah batuan intrusi granodiorit, diorit
dan malihan yang dipotong oleh urat kuarsa.
Timbal, berupa indikasi mineralisasi timbal/galena, ditemukan pada
singkapan maupun bongkah – bongkah batuan intrusi granit dan granodiorit
yang diterobos oleh urat-urat kuarsa, di 6 titik lokasi.
• Bahan Galian Non-Logam di Kabupaten Donggala
Beberapa jenis bahan galian non-logam di daerah Kabupaten Donggala
lokasi dan penyebarannya dapat dilihat pada Gambar 9. Bahan galian tersebut
antara lain adalah granit/diorit/andesit (16 titik lokasi dengan jumlah
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xlvii sumberdaya 281.873,93 juta ton), sirtu/pasir (29 titik lokasi sirtu/pasir, besar
sumberdaya sebanyak 1.80 juta.ton), lempung (4 titik lokasi dengan potensi
sumberdaya sebesar 12,65 juta ton), batu gamping (potensi sumberdaya
berjumlah 695,65 juta ton), sebahagian besar potensi tersebut berada di
Kecamatan Banawa yang merupakan daerah konsesi PT. Cipta Cakra Murti,
marmer (1 titik lokasi), di daerah Desa Parigintu, Kecamatan Parigi, Kabupaten
Donggala dengan luas > 2 ha, sumberdaya 1,10 juta ton, pasir kuarsa, (3 titik
lokasi) dengan jumlah potensi sebesar 0,05 juta ton, felsfar (4 titik lokasi)
dengan jumlah potensi sumberdaya sebesar 40,81 juta ton, kaolin (terdapat
pada 1 titik lokasi), sumberdaya belum diketahui dan sampai sekarang belum
diusahakan, mika (2 titik lokasi), potensi sumber dayanya belum diketahui,
kalsedon (1 titik lokasi), berupa indikasi pada endapan alluvial yang terdiri dari
bongkah-bongkah kalsedon bersama dengan rijang, agat dan jasper, potensi
sumberdaya endapan ini belum diketahui.
• Bahan Galian Batubara dan Gambut
Batubara ditemukan di Desa Toaya hingga Tamarenja, Kecamatan
Sindue, Kabupaten Donggala, merupakan batu bara jenis “peat” hingga “lignit
brown coal” dengan ketebalan 0.15 – 3.0 m, penyebarannya ± 15 ha, terdapat
dalam Formasi Molasa berselang seling dengan lempung dan batupasir. Hasil
analisa batubara tersebut yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan Kabupaten
Donggala menunjukkan komposisi dari kadar air 20,79 %, abu 9,68 %, fix
carbon 29,55 %, belerang 1,26 % dan nilai kalori 4130 kkal. Lokasi
keterdapatan batubara di daerah Donggala dapat dilihat pada Gambar 9.
Potensi sumberdaya batubara belum diketahui.
b. Dampak dan Pemanfaatan Potensi Tambang
Bahan tambang yang pengelolaannya paling menonjol di Kabupaten
Donggala adalah Bahan Galian C pasir dan batu (sirtu). Target Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Kabupaten Donggala masih didominasi oleh pajak Galian C
yang mencapai 66,2 persen. Target PAD 2011 sebelum perubahan senilai Rp.
17,2 miliar atau hanya 2,8 persen dari total anggaran pendapatan Rp597,8
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xlviii miliar didominasi pendapatan dari pajak pengambilan dan pengelolaan galian
C antar-pulau yang ditarget Rp11 miliar ditambah pajak pengambilan dan
pengelolaan galian C lokal senilai Rp408,3 juta, sehingga totalnya Rp,11,4
miliar atau 66,2 persen dari target. Realisasinya pun terbilang baik, di mana
hingga akhir Juni 2011 sudah masuk ke kas daerah sebanyak Rp12,2 miliar
atau 70,9 persen. Meski demikian, dari capaian 66,2 persen, masih sangat
rendah jika dibandingkan dengan potensi Galian C yang terdapat di beberapa
wilayah di Kabupaten Donggala namun ternyata memiliki sejumlah
permasalahan lingkungan.
Salah satu permasalahan pengelolaan Galian C dikemukakan oleh
Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tengah yang mendesak agar pemerintah
daerah menghentikan sementara (moratorium) penambangan Galian C di
perbatasan Kabupaten Donggala dan Kota Palu, karena mengancam
keselamatan masyarakat sekitarnya. Menurut anggota DPRD dimaksud
pemerintah perlu mengevaluasi kembali eksploitasi Galian C berupa pasir dan
batu kerikil (Sirtukil), sebelum kerusakan lingkungan bertambah parah dan
menelan korban jiwa.
Sepuluh tahun lalu, pegunungan Watusampu dan Loli masih indah
dipandang mata karena struktur gunung belum berubah. Sekarang
pemandangan indah itu tidak tampak lagi karena gunung di sekitarnya sudah
dieksploitasi investor pertambangan Galian C. Material dari gunung berupa
batu tersebut diangkut ke Kalimantan untuk kepentingan pembangunan di
kawasan itu. Bukan hanya itu, material Galian C dari Donggala dan Palu juga
tembus ke Malaysia sebagai komoditi ekspor. Tahun 2009 lalu, pemerintah
Kabupaten Donggala menerima pendapatan dari sektor ini lebih dari Rp.10
miliar.
Sementara itu Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi
Tengah kembali mengingatkan pemerintah agar pengelolaan lingkungan hidup
di wilayah Donggala patut menjadi prioritas utama, dengan mengevaluasi
pengelolaan tambang dan hutan. Menurut Walhi dua sektor tersebut yang
paling sering dimanfaatkan oleh pengusaha dengan tanpa memperhatikan
lingkungan. Sebagai konsekuensinya banjir Donggala adalah dampak dari
eksploitasi tersebut.
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xlix
Walhi Sulawesi Tengah juga meminta Pemerintah Daerah Kabupaten
Donggala segera mencabut Izin Usaha Pertambangan PT. Citra Beton Sinar
Perkasa (CBSP), yang ada Desa Sibado. Hal ini terkait dengan penegakan
hukum terkait dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang lingkungan hidup.
Berdasarkan data lapangan yang diambil bersama masyarakat Desa Sibado,
bahwa ada sekitar 211 orang yang mempunyai kebun, kakao, Cengkeh, Durian,
kelapa dan pisang yang tinggal di kiri dan kanan daerah aliran sungai (DAS) di
Desa Sibado yang berpotensi terkena dampak langsung dari penggalian
material nanti, dan juga jalan satu-satunya menuju kantong produksi akan
rusak karena tidak ada jalan alternative lain untuk menuju lokasi tersebut
kecuali lewat jalan itu.
Selain itu sekitar 1.085 Ha sawah yang ada di 6 desa, seperti Balintuma,
Tanjung Padang, Sipi, Sibado, Lompio, dan Tompe akan terancam tidak terairi
lagi karena debit air akan berkurang. Dampak lain yang ditimbulkan oleh
pengelolaan Galian C adalah tergusurnya para perempuan penambang di Desa
Loli Oge Kecamatan Banawa karena mereka tidak memiliki surat izin sehingga
kalah bersaing dengan perusahaan tambang galian C.
Di samping bahan tambang Galian C di Kabupaten Donggala juga terlihat
aktifitas pertambangan emas yang skala kecil yang berada di dua lokasi yaitu:
di Desa Wombo Kecamatan Tanantovea dan di Desa Labuan Kungguma,
Kecamatan Labuan. Meski demikian, pemerintah daerah Kabupaten Donggala
secara tegas menyatakan bahwa aktivitas pertambangan emas di Desa Wombo
Kecamatan Tanantovea Donggala ilegal sampai ada izin resmi dari pemerintah
daerah. Pemerintah Daerah Kabupaten Donggala masih menunggu peraturan
pemerintah (PP) sebagai penjabaran UU Nomor 40 Tahun 2009 tentang
Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Sementara itu, kandungan emas dalam perut Desa Labuan Kungguma,
Kecamatan Labuan, Kabupaten Donggala kini mulai dijarah penambang yang
berasal dari luar wilayah Labuan Kungguma. Aktivitas menambang emas
mereka masih dilakukan tradisional tanpa izin dari pihak manapun. Disinyalir
bahwa para penambang tersebut merupakan penambang yang berpindah dari
tambang emas Poboya di Palu dan Wombo Kabupaten Donggala. Masyarakat
Desa Labuan Kungguma sendiri merasa keberatan dengan eksploitasi terhadap
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
l potensi sumber daya alam (SDA) yang mereka miliki tersebut karena
semestinya dinikmati masyarakat Labuan sendiri bukan orang luar. Sehingga,
untuk menghindari terjadinya benturan antara masyarakat Labuan dengan para
penambang, pemerintah desa telah meminta bantuan pengamanan, sekaligus
pemberhentian kegiatan yang dilakukan para pendulang atau penambang emas.
KA
BUPA
TEN D
ON
GG
ALA
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
li
KABUPATEN
PARIGI MOUTONG
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lii Secara geografis Parigi Moutong terletak diantara 4040’ Lintang Utara dan 0014
Lintang Selatan, serta 119045 dan 121006 Bujur Timur dengan batas-batas wilayah sebagai
berikut:
Utara : Kabupaten Buol, Tolitoli dan Propinsi Gorontalo
Selatan : Kabupaten Poso
Barat : Kota Palu dan Kabupaten Donggala
Timur : Teluk Tomini
Secara administratif Parigi Moutong dibagi dalam 175 desa dan 5 kelurahan dengan
20 kecamatan yaitu: Kecamatan Moutong, Kecamatan Taopa, Kecamatan Bolano
Lambunu, Kecamatan Mepanga, Kecamatan Tomini, Kecamatan Palasa, Kecamatan
Tinombo Selatan, Kecamatan Tinombo, Kecamatan Kasimbar, Kecamatan Toribulu,
Kecamatan Ampibabo, Kecamatan Siniu, Kecamatan Sausu, Kecamatan Balingi,
Kecamatan Torue, Kecamatan Parigi Selatan, Kecamatan Parigi Tengah, Kecamatan Parigi
Barat, Kecamatan Parigi Utara dan Kecamatan Parigi sebagai ibukota Kabupaten.
A. Demografi
Dari hasil Registrasi Penduduk Akhir Tahun 2009 diketahui jumlah penduduk
Kabupaten Parigi-Moutong mencapai 398.483 jiwa, yang terdiri dari penduduk laki-laki
204.709 jiwa dan penduduk perempuan 193.774 jiwa. Jika dilihat penyebaran penduduk
pada tingkat kecamatan, ternyata Kecamatan Parigi merupakan wilayah dengan
kepadatan tertinggi yaitu 705 jiwa/km², sementara kecamatan yang paling jarang
penduduknya adalah Kecamatan Sausu dengan tingkat kepadatan 39 jiwa/km2. Jumlah
penduduk Kabupaten Parigi Moutong mengalami peningkatan yang signifikan akibat
terbukanya lapangan kerja dan pesatnya pembangunan yang mengakibatkan aglomerasi
penduduk dari wilayah lain cukup besar dan pertambahan usia serta kelahiran
penduduk.
Rasio jenis kelamin di Kabupaten Parigi Moutong pada tahun 2009 adalah sebesar
106, yang berarti setiap 100 penduduk perempuan terdapat 106 penduduk laki-laki atau
jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari penduduk perempuan. Demikian pula
terjadi pada tingkat kecamatan. Informasi mengenai rasio jenis kelamin pada setiap
kecamatan di Kabupaten Parigi-Moutong disajikan pada tabel berikut.
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
liii Tabel 26 Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin Di Kabupaten Parigi Moutong Tahun 2009
No Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah Sex Ratio 1 Sausu 10.834 10.072 20.906 108 2 Torue 9.424 8.876 18.300 106 3 Balinggi 8.107 7.787 15.894 104 4 Parigi 13.850 13.504 27.354 103 5 Parigi Selatan 10.623 10 132 20.755 105 6 Parigi Barat 3.504 3.265 6.769 107 7 Parigi Utara 2.873 2.645 5.518 109 8 Parigi Tengah 4.071 3.890 7.961 105 9 Ampibabo 10.286 9.770 20.056 105
10 Kasimbar 10.385 9.741 20.126 107 11 Toribulu 8.274 7.701 15.975 107 12 Siniu 4.282 4.019 8.301 107 13 Tinombo 16 749 15.747 32.496 106 14 Tinombo Selatan 12.605 11.894 24.499 106 15 Tomini 8.791 8.207 16.998 107 16 Mepanga 13. 586 13.149 26.735 103 17 Palasa 12.969 12.239 25.208 106 18 Moutong 9.748 9.425 19.173 103 19 Bolano Lambunu 27.446 25.699 53.145 107 20 Taopa 6.302 6.012 12.314 105
Parigi Moutong 204.709 193.774 398.483 106 Sumber : BPS, Kabupaten Parigi Moutong Dalam Angka Tahun 2010
Gambar 3 Peta Wilayah Kabupaten Parigi Moutong
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
liv
Kabupaten Parigi Moutong yang memiliki 180 desa dan luas wilayah 6.231,85
Km2, secara umum pada tahun 2009 memiliki kepadatan penduduk 64 jiwa per km2 yng
mengalami sedikit peningkatan bila dibadingkan dengan kepadatan penduduk pada
tahun 2008. Kabupaten Parigi Moutong tersebar di 20 Kecamatan. Penduduk terbanyak
berada di Kecamatan Bolano Lambunu dengan jumlah sekitar 53 ribu jiwa Sementara
yang paling sedikit adalah penduduk di Kecamatan Parigi Utara yaitu hanya sekitar 5
ribu jiwa.
Tabel 27 Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Di Kabupaten Parigi-Moutong Tahun 2009
Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah 0 - 4 21. 563 20. 550 42. 113 5 - 9 21. 794 20. 246 42. 040
10 - 14 23. 845 20. 658 44. 503 15 - 19 20. 668 20. 190 40. 858 20 - 24 19. 507 20. 577 40. 084 25 - 29 19. 026 18. 733 37. 759 30 - 34 16. 219 15. 408 31. 627 35 - 39 13. 865 14. 733 28. 598 40 - 44 10. 616 9. 850 20. 466 45 - 49 9. 704 9. 394 19. 098 50 - 54 8. 092 8. 503 16. 595 55 - 59 5. 292 4. 663 9. 955 60 - 64 5. 052 3. 636 8. 688
65 + 9. 466 6. 633 16. 099 ParimoMoutong 2009 204. 709 193. 774 398. 483
2008 195. 132 187. 464 382. 596 Sumber : BPS, Kabupaten Parigi Moutong Dalam Angka Tahun 2010
Luas wilayah masing-masing kecamatan dan tingkat kepadatan penduduk dapat
dilihat pada tabel 27 berikut :
Tabel 28 Luas Wilayah Menurut Kecamatan Di Kabupaten Parigi-Moutong 2009
No Kecamatan Luas (km2) Persentase Kepadatan 1 Sausu 532,22 8.54 39 2 Torue 157,98 2.54 116 3 Balinggi 370,53 5.95 43 4 Parigi 38,82 0.62 705 5 Parigi Selatan 199,68 3.20 104 6 Parigi Barat 82,90 1.33 82 7 Parigi Utara 138,14 2.22 40 8 Parigi Tengah 105,52 1.69 75 9 Ampibabo 220,20 3.53 91 10 Kasimbar 305,69 4.91 (:6
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lv
11 Toribulu 220,27 3.53 73 12 Siniu 149,52 2.40 56 13 Tinombo 592,79 9,51 55 14 Tinombo Selatan 391,23 6,28 63 15 Tomini 292,76 4.70 58 16 Mepanga 226,80 3.64 118 17 Palasa 476,00 7.64 53 18 Moutong 445,08 7.14 43 19 Bolano Lambunu 1 033,70 16.59 51 20 Taopa 252,02 4.04 49 Parigi Moutong 6. 231,85 100,00 64
Sumber : BPS, Kabupaten Parigi Moutong Dalam Angka Tahun 2010 Pada tahun 2009, rata-rata penduduk setiap keluarga di Kabupaten Parigi-
Moutong sebanyak 4 jiwa. Namun demikian terdapat beberapa kecamatan yaitu:
Sausu/Torue, Parigi, Tinombo/Tinombo Selatan memiliki rata-rata penduduk dalam satu
rumah tangga lebih banyak (5 Orang dalam satu rumah tangga) dibandingkan dengan
kecamatan lainnya yang hanya mempunyai 4 orang penduduk dalam satu rumah tangga.
Kondisi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 29 Jumlah Penduduk, Kepala Keluarga (KK) dan rata-rata per KK
No Kecamatan Jumlah Penduduk Jumlah KK
Rata-rata Penduduk
per KK 1 Sausu 20.906 5.164 4 2 Torue 18.300 4.432 4 3 Balinggi 15.894 3.706 4 4 Parigi 27.354 6.310 4 5 Parigi Selatan 20.755 4.837 4 6 Parigi Barat 6.769 1.573 4 7 Parigi Utara 5.518 1 227 4 8 Parigi Tengah 7.961 1.711 5 9 Ampibabo 20.056 4.404 5
10 Kasimbar 20.126 4.555 4 11 Toribulu 15.975 3.581 4 12 Siniu 8.301 1.898 4 13 Tinombo 32.496 7.306 4 14 Tinombo Selatan 24.499 5.322 5 15 Tomini 16.998 3.760 5 16 Mepanga 26.735 6.432 4 17 Palasa 25.208 5.328 5 18 Moutong 19.173 4.339 4 19 Bolano Lambunu 53.145 12.983 4 20 Taopa 12.314 2.891 4
Parigi Moutong 2009 398.483 91.759 4 2008 382.596 91.133 4
Sumber : BPS, Kabupaten Parigi Moutong Dalam Angka Tahun 2010
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lvi Jika Kabupaten Parigi Moutong dilihat dari aspek Luas Wilayah dan kepadatan
Penduduk yang tersebar berdasarkan Kecamatan, maka terdapat gambaran seperti yang
diilustrasikan dalam tabel berikut:
Tabel 30 Kepadatan Penduduk Dan Luas Wilayah Parigi Moutong Tahun 2009
No Kecamatan Luas(km2) Persentase Kepadatan 1 Sausu 532,22 8,54 39 2 Torue 157,98 2,54 116 3 Balinggi 370,53 5,95 43 4 Parigi 38,82 0,62 705 5 Parigi Selatan 199,68 3,20 104 6 Parigi Barat 82,90 1,33 82 7 Parigi Utara 138,14 2,22 40 8 Parigi Tengah 105,52 1,69 75 9 Ampibabo 220,20 3,53 91 10 Kasimbar 305,69 4,91 66 11 Toribulu 220,27 3,53 73 12 Siniu 149,52 2,40 56 13 Tinombo 592,79 9,51 55 14 Tinombo Selatan 391,23 6,28 63 15 Tomini 292,76 4,70 58 16 Mepanga 226,80 3,64 118 17 Palasa 476,00 7,64 53 18 Moutong 445,08 7,14 43 19 Bolano Lambunu 1 033,70 16,59 51 20 Taopa 252,02 4,04 49
Parigi Moutong 6. 231,85 100,00 66 Sumber : BPS, Kabupaten Parigi Moutong Dalam Angka Tahun 2010
Karakteristik fisik Kabupaten Parigi Moutong yang memiliki luas wilayah
6.231,85 Km atau sekitar 5,94% dari luas daratan Propinsi Sulawesi Tengah cukup unik.
Mirip dengan Bulan Sabit, dengan lengkungan garis pantai sepanjang 472 Km.
Sedangkan wilayah bagian utara dari Parigi Utara sampai Moutong didominasi oleh
pegunungan dan perbukitan. Sedangkan dari Parigi sampai Sausu merupakan wilayah
dataran yang menjadi salah satu faktor penunjang tersedianya lahan permukiman dan
pertanian.
Kabupaten Parigi Moutong, salah satu dari 11 Kabupaten yang bersebelahan
langsung dengan Teluk Tomini di ketiga provinsi, ikut mendapat kesempatan emas
meningkatkan taraf hidup masyarakat, khususnya sektor perikanan. Apalagi Parigi
Moutong memiliki garis pantai terpanjang dibandingkan dengan daerah lainnya di
Sulawesi Tengah. Bibir pantai sepanjang 472 kilometer membentang dari ujung
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lvii Kecamatan Sausu di bagian selatan hingga Kecamatan Moutong yang berbatasan
dengan Provinsi Gorontalo di sisi Utara.
B. Pendidikan
Keunggulan sumber daya manusia menjadi faktor mendasar kemajuan suatu
bangsa dan tidak semata-mata tergantung pada keunggulan sumber daya alam. Sumber
daya manusia yang bermutu dalam pengertian teknis, kemampuan, keahlian,
keterampilan, serta nilai-nilai modern lainnya tetap diperlukan dan akan menjadi
prasyarat mutlak untuk dapat mencapai keunggulan bangsa di era persaingan global.
Pergeseran struktur masyarakat juga memiliki dampak mendasar dan berimplikasi
terhadap terjadinya transisi kualifikasi sumber daya manusia suatu gejala universal.
Pendidikan sebagai bentuk investasi yang produktif, baikm individu maupun keluarga
memandang pendidikan sebagai sarana untuk memasuki lingkungan kerja yang bersifat
modern dengan pendapatan yang tinggi.
Pemerintah telah merencanakan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
pada tahun 1994. Program ini mewajibkan setiap warga negara untukbersekolah selama
9 (Sembilan) tahun pada dasar (SD) atau madrasah ibtidaiyah (MI) hingga kelas 9
sekolah menengah pertama (SMP) atau madrasah tsanawiyah (MTs). Perluasan
kesempatan belajar pada pendidikan menengah dan pendidikan tinggi juga nampak
sangat mengesankan sebagai manfaat langsung dari perluasan pendidikan dasar tersebut.
Pada awalnya, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) akan menuntaskan
program wajib belajar (wajar) 9 tahun pada pendidikan dasar (SD dan SMP) paling
lambat tahun 2009. Namun ternyata target tersebut terancam gagal karena masih
banyaknya kendala yang dihadapi dalam penyelenggaraannya, khusus berkaitan dengan
akses pendidikan yang masih relatif rendah, serta mutunya pendidikan, manajemen,
proses dan prestasi siswa masih rendah khususnya di daerah-daerah yang belum maju.
Meskipun sebagian besar anak sekarang mendaftar di sekoalah, tidak semuanya
dapat menyelesaikan pendidikan 9 tahun. Banyak orang tua yang mengeluarkan anak-
anak mereka dari sekolah. Alasan klasik yang mereka lontarkan adalah karena tekanan
kemiskinan. Walaupun berbagai pungutan tambahan, biaya pakaian seragam dan buku
telah dipenuhi denga adanya BOS (Biaya Operasional Sekolah) beberapa tahun ini,
masih ada orang tua yang tega membiarkan anaknya berhenti sekolah sebelum
menyelesaikan SLTP. Mereka ingin anak-anak mereka bekerja di rumah atau di tempat
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lviii kerja (terutama mereka yang bermata pencaharian petani atau berkebun). Di sisi lain,
anak-anak dan juga orang tuanya kurang memiliki kesadaran pentingnya ilmu
pengetahuan untuk masa depan mereka karena kurangnya wawasan pentingnya
pendidikan.
Masalah penting yang patut menjadi perhatian Dinas Pendidikan dan Pengajaran
adalah kualitas pendidikan, yang erat hubungannya dengan sarana dan prasarana
pendidikan antara lain dengan lebih memperhatikan nasib tenaga pengajar khususnya di
daerah-daerah terpencil, bangunan-bangunan sekolah yang sudah tua dan kondisinya
memperhatinkan, dan fasilitas pendidikan lainnya. Dalam keadaan seperti itu, orang tua
dapat langsung menyimpulkan bahwa manfaat yang diperoleh anak-anak dari sekolah
relatif sedikit sehingga lebih baik mereka di rumah atau bekerja.
Pada bagian selanjutnya dari laporan ini disajikan gambaran sejauh mana
pembangunan bidang pendidikan sudah mencapai sasaran. Berbagai indikator sebagai
tolak ukur keberhasilan dan pencapaian bidang pendidikan di Kabupaten Parigi
Moutong adalah (1) persentase melek huruf, (2) tingkat pendidkan yang ditamakan, dan
(3) rata-rata lamanya sekolah.
1. Angka Melek Huruf
Kemampuan melek huruf merupakan kemampuan dasar yang harus
dimiliki oleh setiap manusia dalam rangka mempertahankan kehidupannya dan
lebih mampu mengatasi permasalahn yang dihadapi dirinya maupun manusia lain
di sekitarnya. Begitu pentingnya kemampuan melek huruf bagi kehidupan
manusia, sehingga bisa dikatakan bahwa kemampuan melek huruf bagi kehidupan
hak bagi setiap manusia dan semua pihak harus mendukung serta mengupayakan
agar setiap manusia dapat memenuhi hak tesebut. Orang dewasa yang berada di
sekitar anak, merupakan salah satu pihak yang sangat relevan dalam menunjang
kemampuan melek huruf anak. Dengan kesadaran akan pentingnya kemampuan
melek huruf anak. Dengan kesadaran akan pentingnya kemampuan melek huruf
dan tingkat kemampuan melek huruf yang memadai dari orang tua, orang tua dapat
lebih mampu memfasilitasi perkembangan anak dalam mengahdapi tugas-tugas di
sekolah dan permasalahan lain dalam kehidupan anak di kemudian hari. Secara
makro, pemerintah mempunyai peran penting dalam memfasilitasi penduduknya
untuk memperoleh pendidikan yang memadai agar dapat membaca dan menulis.
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lix
Indikator ini paling umum digunakan untuk mengambarkan kualitas
sumber daya manusia. Peningkatan wawasan pengetahuan masyarakat amat
pengaruhi oleh kemampuan membaca dan menulis. Keterampilan baca tulis ini
dibuthkan utnuk mempelajari dan menguasai keterampilan lainnya. Dengan
kemampuan membaca dan menulis akan sangat meningkatkan peluang untuk
mendapatkan pekerjaan maupun pelayanan yang lebih baik. Kerena itu indikator
ini tidak hanya digunakan untuk menggambarkan keberhasilan pembangunan
bidang pendidikan tetapi juga sebagai indeks keberhasilan pembangunan secara
umum.
Tabel 30 menyajikan gambaran perbandingan angka melek huruf di
Kabupaten Parigi Moutong dan Provinsi Sulawesi Tengah serta komposisinya
menurut jenis kelamin. Proporsi penduduk yang berumur 10 tahun ke atas yang
dapat membaca dan menulis huruf latin termasuk huruf lainnya (penduduk yang
tidak buta huruf) di Kabupaten Parigi Moutong pada tahun 2009 adalah sebesar
93.68 persen, sedangkan untuk Propinsi Sulawesi Tengah sebesar 95.78 persen. Ini
berarti bahwa posisi Kabupaten Parigi Moutong masih lebih rendah dari rata-rata
Propinsi Sulawesi Tengah. Jika dibandingkan denga tahun 2008, angka melek
huruf di Kabupaten Parigi Moutong (93.55 persen) dan Propinsi Sulawesi Tengah
(95,68 persen) menunjukkan peningkatan, walau dengan persentase yang kecil
karena semakin mendekati angka seratus persen.
Tabel 31 Persentase Angka Melek Huruf Penduduk Berumur 10 Tahun Ke Atas Kabupaten Parigi Moutong dan Propinsi Sulawesi Tengah Tahun 2008-2009
Daerah 2008 2009
Kabupaten Parigi Moutong 93.55 93.68 Provinsi Sulawesi Tengah 95.68 95.78
Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Parigi Moutong 2010
2. Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan
Tingkat pendidkan yang ditamakan merupakan salah satu indikator dampak
yang menggambarkan tingkat pendidikan yang dicapai (ditamakan) penduduk
umur 10 tahun ke atas yang pernah sekolah. Secara umum penduduk Kabupaten
Parigi Moutong dilihat dari tingkat pendidikannya masih relatif rendah, dengan
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lx
persentase tertinggi pendidikan yang ditamakan SD yaitu sebesar 34.95 persen.
Bahkan masih ditambah lagi dengan persentase yang tidak menyelesaikan
pendidikan SD mencapai 37.11 persen. Angka ini menunjukkan bahwa
kemampuan sumber daya manusia di wilayah ini belum memenuhi standar
pendidikan dasar 9 tahun.
Dari informasi Tabel 31 terlihat bahwa pendidikan yang ditamakan
penduduk Kabupaten Parigi Moutong Tahun 2009 sebagian besar tamat SD,
sementara jenjang pendidikan yang semakin tinggi mempunyai persentase semakin
kecil. Rendahnya proporsi penduduk yang tamat diploma dan perguruan tinggi
sebabkan:
(1). Biaya pendidikan yang relatif tinggi menurut masyarakat bawah,
(2). Sarana pendidikan tinggi dan universitas terbuka yang masih terbatas.
(3). Peran pemerintah masih ditujukan pada pendidikan dasar.
Tabel 32 Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan dan Status Pendidikan Di Kabupaten Parigi Moutong dan Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2009
Staus Pendidikan Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah
Tidak/Belum Pernah Sekolah 5.15 3.49 Tidak/Belum Tamat SD 31.96 21.81 SD 34.95 33.05 SLTP 14.73 18.21 SLTA 11.46 18.12 Akademi/Diploma 1.20 2.04 Universitas 0.55 3.28
Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Parigi Moutong 2010 Tabel 33 Persentase Penduduk Laki-Laki Berusia 10 Tahun Keatas Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan di Kabupaten Parigi Moutong
Laki-Laki Tidak/ Belum
Pernah Sekolah Tidak/ Belum Tamat SD/MI SD/MI SMP/MTs SMA/
SMK/MA AK/
Diploma Universitas Jumlah
4,714 48,836 57,923 21,672 19,534 4,924 4,373 161,976 Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Parigi Moutong 2010
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxi Tabel 34 Persentase Penduduk Perempuan Berusia 10 Tahun Keatas Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan di Kabupaten Parigi Moutong
Perempuan Tidak/ Belum
Pernah Sekolah Tidak/ Belum Tamat SD/MI SD/MI SMP/MTs SMA/
SMK/MA AK/
Diploma Universitas Jumlah
9,52 46,072 49,388 21,882 14,196 3,729 5,623 152,81 Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Parigi Moutong 2010
Tabel 35 Persentase Penduduk Laki-Laki Dan Perempuan Berusia 10 Tahun Keatas Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan di Kabupaten Parigi Moutong
Laki-laki + Perempuan Tidak/ Belum
Pernah Sekolah Tidak/ Belum Tamat SD/MI SD/MI SMP/MTs SMA/
SMK/MA AK/
Diploma Universitas Jumlah
14,234 94,908 107,311 43,555 33,73 8,653 9,997 314,786 Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Parigi Moutong 2010
3. Rata-rata Lama Sekolah
Secara umum tingkat pendidikan penduduk dapat dilihat dari rata-rata lama
sekolah (mean years of scooling), yang merupakan indikator kualitas sumber daya
manusia, yang menunjukkan sampai pada jenjang pendidikan apa tingkat
pendidikan penduduk dewasa. Makin meningkatkannya kualitas sumber daya
manusia secara agregat. Rata-rata lama sekolah Kabupaten parigi Moutong sebesar
7.10 persen tahun 2009. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk di Kabupaten
Parigi Moutong secara rata-rata belum dapat menyelesaikan wajib belajar 9 tahun,
seperti juga diungkapkan dalam sub bab sebelumnya, bahwa tingkat pendidikan
tertinggi yang ditamakan sebagian besar pendudk sekolah SD. Angka ini lebih
rendah dibandingkan Provinsi Sulawesi Tengah yang mencapai 7.81 persen pada
tahun 2008 dan 7.89 persen pada tahun 2009.
Tabel 36 Rata-rata Lama Sekolah Pendududk Berumur 5 Tahun Ke Atas Kabupaten Parigi Moutong dn Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2008-2009
Daerah 2008 2009
Kabupaten Parigi Moutong 7.02 7.10
Provinsi Sulawesi Tengah 7.82 7.89 Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Parigi Moutong 2010
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxii 4. Indeks Pendidikan
Indeks pendidikan dihitung dari dua komponen yaitu angka melek huruf
(Literacy Rate/Lit) dan rata-rata lama sekolah (Mean Years of scooling/MYS).
Angka melek huruf Kabupaten Parigi Moutong adalah 93.68 persen tahun 2009,
meningkat dari tahun 2008 (93.55 persen). Ini berarti masih ada 6.32 persen
penduduk berumur 10 tahun ke atas yang tidak dapat membaca dan menulis.
Sedangkan utnuk Provinsi Sulawesi Tengah, angka melek huruf adalah mencapai
95.78 persen, artinya jumlah penduduk di Provinsi Sulawesi Tengah yang tidak
dapat membaca dan menulis hanya 4.22 persen.
Komponen penyusun indeks pendidikan berikutnya adalah rata-rata lama
sekolah. Angka ini merupakan kombinasi variabel pendidikan yang terdiri dari
angka partisipasi sekolah (APS), jenjang pendidikan yang pernah di duduki, kelas
yang sedang dijalani dan jenjang pendidikan yang ditamakan. Pada tabel 3.21
terlihat bahwa rata-rata lama sekolah di Kabupaten Parigi Moutong pada tahun
2009 adalah7.10 tahun. Angka ini masih lebih rendah dibandingkan Provinsi
Sulawesi Tengah yang mencapai 7.89 tahun. Walaupun demikian, kedua-duanya
masih tertinggal dalam memenuhi target wajib belajar 9 tahun.
Kedua komponen tersebut dihitung indeksnya, mengahasilkan kedua melek
huruf sebesar 93.68 dan indeks rata-rata lama sekolah sebesar 47.31 di Kabupaten
Parigi Maoutong pada tahun 2009. Selanjutnya, sesuai bobot masing-masing,
dihitung indeks pendidikan, yaitu sebesar 78.22. indeks pendidikan di Kabupaten
Parigi Moutong lebih rendah dibandingkan Provinsi Sulawesi Tengah (81.38).
Tabel 37 Indeks Pendidikan dan Penyusun Kabupaten Parigi Moutong dan Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2009
Indikator Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah
2008 2009 2008 2009 Angka Melek Huruf 93.55 93.68 95.68 95.78
Rata-rata Lama Sekolah 7.02 7.10 7.81 7.89
Indeks Melek Huruf 93.55 93.68 95.68 95.78
Indeks Lama Sekolah 46.80 47.31 52.07 52.60
Indeks Pendidikan 77.97 78.22 81.14 81.38 Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Parigi Moutong 2010
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxiii C. Kesehatan
Kondisi tentang derajat kesehatan di Kabupaten Parigi Moutong meliputi indikator
mortalitas, morbiditas, dan status gizi. Mortalitas dilihat dari indikator Angka Kematian
Bayi (AKB) per 1.000 Kelahiran Hidup, Angka Kematian Balita (AKABA) per 1.000
Kelahiran Hidup, Angka Kematian Ibu (AKI) per 100.000 Kelahiran Hidup. Morbiditas
dilihat dari indikator-indikator Angka Kesakitan Malaria per 1.000 Penduduk,
Angka Kesembuhan TB Paru BTA+, Prevalensi HIV (Persentase Kasus Terhadap
Penduduk Berisiko), Angka Acute Flacid Paralysis (AFP) pada anak usia < 15 Tahun
per 100.000 anak, dan Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) per 100.000
Penduduk. Sedangkan status gizi dilihat dari indikator Persentase Balita dengan Status
Gizi di Bawah Garis Merah pada KMS dan Persentase Kecamatan Bebas Rawan Gizi.
Selain indikator tersebut di atas, disajikan pula beberapa indikator tambahan yang
dianggap masih relevan yaitu Angka Harapan Hidup (Eo), dan Angka Kesakitan
beberapa penyakit tertentu lainnya.
Tabel 38 Jumlah Kasus AFP (Non Polio) di Kabupaten Parigi Moutong 2009
Jumlah Penduduk Jumlah Kasus AFP (Non Polio)
AFP Rate (Non Polio)
143,011 2 1.40 Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Parigi Moutong 2010
Tabel 39 Jumlah Kasus TB Paru di Kabupaten Parigi Moutong 2009
Jumlah Kasus TB Paru Prevalensi Jumlah Kematian Akibat TB Paru
Kasus Baru Kasus Lama Kasus Baru+ Kasus Lama
(Per100.000 Penduduk)
L P L+P L P L+P L P L+P L P L+P L P L+P 111 75 186 60 44 104 171 119 290 80 59 70 2 0 2
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Parigi Moutong 2010
1. Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (Eo)
Meningkatnya umur harapan hidup waktu lahir, sekaligus memberikan
gambaran kepada kita bahwa salah satu penyebabnya adalah karena meningkatnya
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxiv
kualitas hidup dan kesehatan masyarakat. Angka harapan hidup waktu lahir di
Kabupaten Parigi Moutong cenderung meningkat dari tahun ke tahun hal ini seiring
dengan adanya asumsi kecenderungan angka kematian bayi yang menurun serta
perubahan komposisi penduduk (penurunan kelompok umur usia muda dan
peningkatan kelompok umur usia tua).
2. Angka Kematian
Tingkat kematian secara umum berhubungan erat dengan tingkat kesakitan,
karena biasanya merupakan akumulasi dari berbagai penyebab terjadinya kematian
baik langsung maupun tidak langsung. Salah satu alat untuk menilai keberhasilan
program pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan selama ini adalah dengan
melihat perkembangan angka kematian dari tahun ke tahun. Besarnya tingkat
kematian dan penyakit penyebab utama kematian yang terjadi pada periode terakhir
dapat dilihat dari berbagai uraian berikut ini:
a. Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator yang sangat penting untuk
mengetahui gambaran tingkat permasalahan kesehatan masyarakat. Faktor-faktor
yang berkaitan dengan penyebab kematioan bayi antara lain adalah tingkat
pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA-KB
serta kondisi lingkungan dan sosial ekonomi. Menurut seksi KIA pada tahun
2009 kematian bayi berjumlah 35 jiwa atau 0,49 persen dari jumlah kelahiran.
Tabel 40 Jumlah Kelahiran dan Jumlah Kematian Bayi dan Balita Di Kabupaten Parigi Moutong 2009
Jumlah Kelahiran Jumlah Kematian
Hidup Mati Hidup+ Mati Bayi Anak Balita Balita
7,039 55 7,094 35 6 41 Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Parigi Moutong 2010
b. Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah kematian anak 0-4 per 1.000
kelahiran bayi. AKABA menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak
dan faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kesehatan anak balita seperti
gizi, sanitasi, dan penyakit infeksi, Tahun 2009 kematian balita 47 jiwa atau 6,6
persen dari jumlah balita yang ada.
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxv
c. Angka Kematian Ibu Maternal (AKI) adalah menggambarkan tingkat kesadaran
perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan
lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, pelayanan
kesehatan waktu melahirkan dan masa nifas. Dari data diperoleh dari seksi KIA
pada Tahun 2009 AKI sebesar 11 per 100.000 kelahiran hidup.
Tabel 41 Jumlah Kematian Ibu di Kabupaten Parigi Moutong 2009
Jumlah Lahir Hidup
Jumlah Kematian Ibu Kematian Ibu Hamil
Kematian Ibu Bersalin
Kematian Ibu Nifas
Jumlah Kematian Ibu
7,039 2 11 1 14 Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Parigi Moutong 2010
d. Angka Kesakitan
Angka kesakitan disajikan dalam bentuk angka prevalensi dan insiden
dari beberapa penyakit antara lain penyakit malaria, demam berdarah dengue dan
penyakit diare. Berdasarkan data pada tahun 2009 di Kabupaten Parigi Moutong
tercatat 2.320 kasus malaria, penyakit demam berdarah dengue (DBD) 130
kasus, dan penyakit diare tercatat 17.495 kasus.
Tabel 42 Angka Kesakitan Akibat Malaria di Kabupaten/Kota Parigi Moutong 2009.
Malaria
Penderita
Meninggal CFR Tanpa Pemeriksaan
Sediaan Darah
Dengan Pemeriksaan
Sediaan Darah 3,114 2,320 0 0.0
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Parigi Moutong 2010
Tabel 43 Jumlah Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten/Kota Parigi Moutong 2009.
Demam Berdarah Dengue (DBD) Jumlah Kasus Meninggal CFR(%)
L P L+P L P L+P L P L+P 68 62 130 1 0 1 1.5 0.0 0.8
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Parigi Moutong 2010
Tabel 44
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxvi Jumlah Kasus Diare di Kabupaten/Kota Parigi Moutong 2009.
Jumlah Penduduk Diare Jumlah Perkiraaan Kasus Diare Ditangani
L P L+P L P L+P JUMLAH % 212,809 200,779 413,588 9,002 8,493 17,495 2,39 14
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Parigi Moutong 2010
e. Status Gizi
• Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR<2500 gram) merupakan
angka yang sifatnya sangat kasar BBLR, berdasarkan data yang diperoleh
dari Seksi Gizi pada Tahun 2009, yaitu tercatat 35 kasus BBLR atau 0,6
persen dari 7.039 kelahiran hidup.
• Status Gizi Balita merupakan gambaran dari status gizi balita yang diperoleh
dari data Seksi Gizi pada Tahun 2009 tercatat dari data keseluruhan 9.513
balita yang ditimbang, 106 atau 1,11 % balita yang memiliki status gizi lebih,
3.506 atau 36,85 berstatus gizi baik, 624 atau 6,56 % balita yang mengalami
gizi kurang, dan 353 balita atau 3,71 % balita yang berstatus gizi buruk
Sementara untuk kejadian luar biasa, data sebagaimana yang termuat
dalam tabel di bawah memberikan informasi tentang 10 jenis penyakit yang
diderita oleh penduduk Kabupaten Parigi Moutong pada tahun 2009.
Tabel 45 Jumlah Penderita dan Kematian pada KLB Menurut Jenis KLB Di Kabupaten Parigi Moutong 2009.
No Jenis Kejadian Luar Biasa
Yang Terserang Jumlah Penduduk Terancam
Jumlah Penderita
Attack Rate (%)
Jumlah Kematian
CFR (%) Jumlah
Kec. Jumlah Desa
1 Diare 18 8 50,959 857 1.68 37 4.32 2 Malaria 3 3 4,433 152 3.43 3 1.97 3 Keracuanan Pangan 8 10 33,872 317 0.94 1 0.32 4 DBD 17 21 210,26 233 0.11 6 2.58 5 AFP 18 20 307,255 20 0.01 1 5.00 6 Chikungunya 6 7 13,869 851 6.14 0 - 7 Suspect Campak 3 3 5,841 62 1.06 0 - 8 Gizi Buruk 4 4 7,792 4 0.05 4 100.00 9 Tetanus Neonatorum 2 2 29,366 2 0.01 0 - 10 Pneumonia 1 1 320 17 5.31 4 23.53
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Parigi Moutong 2010
D. Perekonomian
Perekonomian Kabupaten Parigi-Moutong sudah menunjukkan peningkatan yang
berarti pada semua sektor. Artinya, dari kecendrungan yang berlangsung, telah ada
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxvii sinyal positip khususnya dalam pembangunan ekonomi wilayah tersebut. Indikasi ini
dapat dilihat dari perkembangan PDRB berdasarkan harga konstan tahun 2000 yang
telah mengalami peningkatan. Ini berarti sektor riil tidak diwarnai dengan kelesuan.
Laju pertumbuhan ekonomi dari tahun 2008 ke tahun 2009 (berdasarkan harga
konstan tahun 2000) sebesar 7.5%. Kondisi ini meningkat dibandingkan dengan tahun
sebelumnya yang hanya mencapai 7.51%. Pertumbuhan tersebut ditopang oleh
pertumbuhan diberbagai sektor. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 46 Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha
Lapangan Usaha 2008 2009 1. Pertanian 4,97 5,99 2. Penggalian 11,98 7,19 3. Industri Pengolahan 10,69 8,37 4. Listrik dan Air Bersih 5,67 6,63 5. Bangunan 13,56 8,62 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 12,55 12,1 7. Angkutan dan Komunikasi 7,24 8,59 8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 28,75 7,9
9. Jasa-jasa 8,41 8,57 PDRB 7,51 7,5
Sumber : BPS, Kabupaten Parigi Moutong Dalam Angka Tahun 2010
E. Pemerintahan
Penentuan nasib sendiri dalam artian pembentukan Kabupaten Parigi Moutong
secara yuridis didasari antara lain Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah terutama Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 6 ayat 1 dan 2 yang diperbaharui
lagi dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Selain
itu ada juga Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah terutama Pasal 3, 4 dan 6 yang juga telah
diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 25
Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah
otonom.
Pada awalnya masyarakat daerah Parigi Moutong tersebar ke dalam beratus
bahkan beribu-ribu komunitas di gunung-gunung dan bukit-bukit dalam satu kesatuan
Genealogis. Mereka memisahkan diri di antara kesatuan genealogis lainnya. Sehingga
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxviii oleh Werteim dikenal sebagai sebuah masyarakat komunal yang dipimpin oleh
“Olongian” dan atau “Kemagauan”. Pimpinan yang dinamakan “Magau” atau
“Olongian” kemudian berubah menjadi “Raja” sebagai konsekuensi logis dari pertautan
komunalitas masyarakat Parigi Moutong dengan Hindia Belanda. Keadaan seperti itu
berlangsung hingga datangnya Imperialisme Belanda ke daerah ini sehingga konsep
“Magau” dan “Olongian” berubah menjadi konsep yang namanya “Raja”. Raja inilah
yang dijadikan Pemerintah Hindia Belanda sebagai wakil representasi dari masyarakat
yang plural di wilayah Parigi Moutong. Pada awal abad ke-20, Pemerintah Hindia
Belanda mengadakan kontrak politik yang disebut sebagai perjanjian pendek dengan
Raja-raja seperti Roe di Tojo, Ta Lasa di Poso, Owolu Marunduh di Mori, Kabodi di
Napu termasuk Dg. Malino dan Idjenggi yang dipresentasikan sebagai wakil dari
Kerajaan di Wilayah Parigi Moutong. Namun masuknya Hindia Belanda sebagai suatu
kekuatan politik di Tanah Parigi Moutong juga dibayar mahal oleh putra-putra terbaik
daerah ini sebagai pejuang yang tidak tunduk ke dalam integrasi politik kolonial
Belanda yang antara lain pejuang yaitu Tombolotutu yang bertahan dengan
pandangannya sendiri sebagai bentuk nasionalisme sendiri.
Pada zaman penjajahan belanda masuk masuk menjajah Kerajaan Moutong yang
pada saat itu dipimpin oleh seorang raja yang bernama Tombolotutu terjadilah perang
antara Raja Moutong dengan penjajah Belanda sampai dengan tahun 1901 dan pada
tahun yang sama Raja Tombolotutu masuk hutan untuk bergerilya dan saat itu juga
penjajah Belanda menguasai Kerajaan Moutong, dan pada tahun itu juga Belanda
mengangkat seorang raja dari keturunan Raja Tombolotutu yaitu Raja Borman. Raja
Borman berkuasa mulai tahun 1901 sampai dengan tahun 1924 kemudian Raja Borman
ditangkap oleh Belanda karena mengadakan perlawanan kepada pemerintah Belanda
dan dipenjarakan oleh Belanda di Donggala kemudian pemerintah Belanda mengangkat
wakil dari Raja Borman yang bernama Lambakarang yang berkuasa dari tahun 1925
sampai dengan tahun 1927. Lambakarang kemudian digantikan oleh seorang raja yang
diangkat oleh pemerintah Belanda yang bernama Saenso Lahiya yang memerintah dari
tahun 1927 sampai dengan tahun 1928. Pada tahun 1929 kembali pemerintah Belanda
mengangkat seorang raja dari keturunan Raja Tombolotutu yang bernama raja Kuti
Tombolotutu dilantik di Tomini yang dikenal dengan polu polantiane, berkediaman di
Tinombo dan sebagai pusat pemerintahan dan sebagai benteng pertahanan di Moutong
yang dikenal dengan Buluhye Nopoae.
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxix
Raja kuti tombolotutu berkuasa dari tahun 1929 sampai dengan tahun 1945 dan
berlanjut hingga wafat pada tahun 1965 wilayah kekuasaan raja-raja mouton saat itu
meliputi Kampung Moutong sampai Kampung Tadah.
Pada masa kemerdekaan RI tahun1945 kampung Moutong dipimpin oleh seorang
kepala kampong I yang bernama Sambaragi yang di wilayah kerjanya dari sejoli
perbatasan Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah sampai dengan aedan raya kepala
kampung II bernama Nangku Podungge, kepala kampung III bernama Hi. Tandju.
Kepala kampung IV bernama Baco Nai Lagandja, kepala kampung V bernama Moh.
Wadji Kampung VII Hi. Man Paudi, kepala kampung VIII kembali lagi kepada
Hi.Intjeria Lasarika. Pada tahun 1963 kampung moutong dimekarkan menjadi 3 desa
yaitu :
1. Desa Moutong Timur
2. Desa Moutong Tengah
3. Desa Moutong Barat
Selama 39 tahun Kabupaten Parigi Moutong diperjuangkan, benih ditanam sejak
tanggal 8 Juni 1963 yakni adanya pembentukan Panitia Penuntut Pembentukan
Kabupaten. Setelah diketahui arah perjuangan yang pasti dan jelas maka tanggal 23
Desember tahun 1965 terbentuknya Yayasan Pembangunan Wilayah Pantai Timur
dengan Akte Notaris Nomor 33 tahun 1965. Saat inilah diketahui arah, tujuan dan
hakekat Pembentukan Kabupaten secara Yuridis Formal.
Akhirnya mentari cerah bersinar megah karena pada tanggal 2 Juli 2002
peresmian Kabupaten Parigi Moutong sebagai Kabupaten yang otonom dilakukan di
Gedung PMD Pasar Minggu Jakarta Selatan oleh Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno
atas nama Presiden Republik Indonesia. Delapan hari kemudian tepatnya pada tanggal
10 Juli 2002 dilantiklah Drs. H. Longki Djanggola, M.Si sebagai pejabat Bupati
Kabupaten Parigi Moutong yang dilantik oleh Gubernur Sulawesi Tengah Prof. H.
Aminuddin Ponulele, MS di Parigi Ibukota Kabupaten Parigi Moutong.Kemudian pada
tahun 2008 Kabupaten Parigi Moutong melaksanakan pemilihan kepala daerah periode
2008-2013 kembali Drs. H. Longki Djanggola, M.Si. terpilih sebagai Bupati Kabupaten
Parigi Moutong dan di lantik pada tanggal 9 September 2008 oleh Gubernur Sulawesi
Tengah HB. Paliudju di Auditorium Kantor Bupati Kabupaten Parigi Moutong.
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxx
Jalannya penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik di Kabupaten
Donggala diimplementasikan oleh 16 dinas dan 9 badan sebagaimana dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 47 Daftar Dinas dan Badan Dalam Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Parigi Moutong
No Dinas dan Badan
Dinas-dinas 1 Dinas Sosial 2 Dinas Perizinan 3 Dinas Pendidikan 4 Dinas Kesehatan 5 Dinas Pekerjaan Umum 6 Dinas Pemuda dan Olahrga 7 Dinas Perikanan dan Kelautan 8 Dinas Kehutanan dan Perkebunan 9 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 10 Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan 11 Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi 12 Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 13 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 14 Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika 15 Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan 16 Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Badan-badan 1 Badan Narkotika 2 Badan Lingkungan Hidup 3 Badan Kepegawaian Daerah 4 Badan Penanggulangan Bencana Daerah 5 Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan 6 Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa 7 Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan 8 Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat 9 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal
Sumber: Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Parigi Moutong 2011
F. Dinamika Sosial
Sebagaimana halnya dengan Kabupaten Parigi Moutong, pada bagian ini pun
akan dijelaskan sejumlah unsur-unsur dinamika sosial yang terlihat paling menonjol di
Kabupaten Parigi Moutong yang terjadi dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir.
Unsur-unsur dimaksud mencakup tiga faktor utama: pertama, implikasi praktek
demokrasi dari kebijakan otonomi daerah; kedua, pengentasan kemiskinan dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat; dan ketiga, masalah kerentanan sosial yang
ditandai dengan fakta-fakta konflik sosial yang terjadi di Kabupaten Parigi Moutong.
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxxi 1. Kehidupan Demokrasi
Uraian tentang kehidupan demokrasi di Kabupaten Parigi Moutong ditinjau
dari tiga indikator utama yaitu: Kebebasan Sipil, Hak-hak Politik, dan Lembaga
Demokrasi. Variabel yang digunakan sebagai ukuran dari indikator kebebasan sipil
mencakup: (1) Kebebasan Berkumpul dan Berserikat, (2) Kebebasan
Berkeyakinan, (3) Kebebasan dari Diskriminasi, dan (4) Kebebasan Berpendapat.
Sementara untuk hak-hak politik variabel yang dijadikan parameter
pengukuran adalah: (1) Hak Memilih; dan (2) Partisipasi dalam Pengambilan
Keputusan dan Pengawasan. Untuk variabel hak memilih, dibagi lagi ke dalam
beberapa sub-variabel yaitu: (a) Kejadian Dimana Hak Memilih Masyarakat
Terhambat; (b) Kualitas Daftar Pemilih Tetap (DPT); (c) Persentase Penduduk
yang Menggunakan Hak Pilih dibandingkan dengan yang Memiliki Hak untuk
Memilih dalam Pemilu; dan (d) Persentase Perempuan Terpilih terhadap Total
Anggota DPRD.
Indikator utama terakhir adalah lembaga demokrasi. Dalam indikator ini
terdapat lima variabel yang dijadikan alat ukur yaitu: (a) Pemilu yang Bebas dan
Adil; (2) Peran DPRD; (3) Peran Partai Politik; (4) Peran Birokrasi Pemerintah
Daerah, dan (5) Peradilan yang Independen.
Indikator Kebebasan Sipil yang secara operasional tercermin melalui empat
variabel sebagaimana disebutkan sebelumnya, dijadikan sebagai acuan dalam
sebuah kegiatan survey kehidupan berdemokrasi di Sulawesi Tengah yang
dilaksanakan oleh beberapa lembaga independen, termasuk yang dilaksanakan oleh
Pusat Penelitian Otonomi Daerah Universitas Tadulako. Survey dimaksud
melibatkan 500 responden di masing-masing kabupaten dan kota pada tahun 2011.
Untuk Kabupaten Parigi Moutong hasil agregasi dari kegiatan survey termuat
dalam tabel 47.
Berdasarkan tabel tersebut, terlihat jelas bahwa capaian kehidupan
berdemokrasi di Kabupaten Parigi Moutong dalam hal kebebasan sipil cukup
tinggi yang diindikasikan dengan mudahnya berpartisipasi dalam organisasi
(97,6%), dan kemudahan dalam membentuk organisasi (94,0 %). Tingginya
tingkat kebebasan sipil tersebut juga dimungkinkan karena tidak ditemukan adanya
regulasi yang secara khusus mengatur pembentukan organisasi serta partisipasi
warga dalam berorganisasi (96,0 %).
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxxii Variabel lain yang juga cukup menentukan tingginya kebebasan sipil di
Kabupaten Parigi Moutong adalah warga Parigi Moutong menilai bahwa selama
ini mereka cukup bebas dalam menjalankan ibadah sesuai agama yang diyakininya
(98,0 %), termasuk kebebasan dalam menjalankan berbagai ritual adat-istiadat
atau budaya lokal yang ada di Kabupaten Parigi Moutong (97,2 %), dan tidak
ditemukan adanya tindak kekerasan yang mengatasnamakan agama atau kelompok
keagamaan tertentu (99,0%).
Bila di bandingkan dengan Kabupaten Donggala, maka frekwensi
pernyataan-pernyataan diskriminatif yang bernuansa etnis, agama dan golongan di
Kabupaten Parigi Moutong jauh lebih kecil (47,6 %), termasuk tidak ditemukan
fakta signifikan yang berimplikasi pada tindakan diskriminatif berdasarkan etnis,
agama dan golongan (95,0 %).
Studi juga menunjukkan bahwa sebagian besar warga Kabupaten Parigi
Moutong merasa bahwa selama ini mereka cukup mudah dalam menyampaikan
aspirasi atau pendapat mereka terkait dengan layanan publik yang disediakan oleh
pemerintah daerah (96,4 %), yang didukung oleh ketersediaan fasilitas dalam
menyampaikan aspirasi tersebut (97,2 %) Tabel 48 Agregasi Tanggapan Responden Terhadap Indikator Kebebasan Sipil di Kabupaten Parigi Moutong 2011
No Variabel dan Sub Variabel Kebebasan Sipil Tabulasi Tanggapan Responden
Persentase
1 Kebebasan Berkumpul dan Berserikat (Sampel N=500) (%) • Kemudahan berpartisipasi dalam organisasi
• Kemudahan dalam membentuk organisasi
• Ada/tidaknya aturan/regulasi khusus dalam pembentukan dan partisipasi dalam organisasi.
Mudah = 488 Sulit = 9 Tidak Menjawab = 3 Mudah = 470 Sulit = 20 Tidak Menjawab =10 Ada = 15 Tidak ada = 480 Tidak Tahu = 3 Tidak Menjawab = 2
97,6 1,8 0,6 94,0 4,0 2,0 3,0 96,0 0,6 0,4
2 Kebebasan Berkeyakinan • Kebebasan melaksanakan praktek keagamaan;
• Kebebasan melaksanakan praktek dan ritual
Bebas = 490 Kurang Bebas = 0 Tidak Bebas = 0 Tidak Menjawab = 10 Bebas = 486
98,0 0,0 0,0 2,0 97,2
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxxiii budaya
• Ada/tidaknya tindak kekerasan yang mengatasnamakan agama/kelompok agama tertentu
Kurang Bebas = 5 Tidak Bebas = 0 Tidak Menjawab = 9 Ada = 0 Tidak ada = 495 Tidak Tahu = 5 Tidak Menjawab = 3
1,0 0,0 1,8 0,0 99,0 1,0 0,6
3 Kebebasan dari Diskriminasi • Ada/tidaknya pernyataan diskriminatif
berdasarkan etnis, agama dan golongan
• Ada/tidaknya tindakan diskriminatif berdasarkan etnis, agama dan golongan
Ada = 238 Tidak ada = 246 Tidak Tahu = 10 Tidak Menjawab = 6 Ada = 8 Tidak ada = 475 Tidak Tahu = 15 Tidak Menjawab = 2
47,6 49,2 2,0 1,2 1,6 95,0 3,0 0,4
4 Kebebasan Berpendapat • Kemudahan menyampaikan aspirasi terhadap
layanan publik
• Ada/tidaknya fasilitas menyampaikan aspirasi terhadap layanan publik
Mudah = 482 Sulit = 11 Tidak Menjawab = 7 Ada = 486 Tidak ada = 2 Tidak Tahu = 8 Tidak Menjawab = 4
96,4 2,2 1,4 97,2 0,4 1,6 0,8
Sumber: Diolah Dari Hasil Survey Kehidupan Demokrasi di Sulawesi Tengah, Pusat Studi Otonomi Daerah UNTAD 2011
Untuk indikator utama hak-hak politik, kegiatan survey kehidupan
demokrasi memuat hasil seperti dalam tabel berikut:
Tabel 49 Agregasi Tanggapan Responden Terhadap Indikator Hak-Hak Politik di Kabupaten Parigi Moutong 2011
No Variabel dan Sub Variabel Hak-hak Politik Tabulasi Tanggapan Responden
Persentase
1 Hak Memilih (Sampel N=500) (%) • Hambatan Terhadap Hak Memilih
• Kualitas Daftar Pemilih Tetap (DPT)
Terhambat = 128 Tidak Terhambat = 360 Tidak Menjawab = 12 Memuaskan = 374 Buruk = 102 Tidak Tahu = 8 Tidak Menjawab = 16
25,6 72,0 2,4 74,8 20,4 1,6 3,2
2 Pelibatan Pengambilan Keputusan dan Pengawasan Dalam Proses Pemilihan
Dilibatkan = 391 Tidak Dilibatkan = 90 Tidak Menjawab = 19
78,2 18,0 3,8
Sumber: Diolah Dari Hasil Survey Kehidupan Demokrasi di Sulawesi Tengah, Pusat Studi Otonomi Daerah UNTAD 2011
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxxiv
Jika mengacu pada tabel di atas, nampak jelas bahwa sebagian besar
responden 360 (72,0 %) yang berpartisipasi dalam studi menyatakan bahwa tidak
terdapat hambatan dalam memberikan hak suara atau hak memilih. Tingkat
partisipasi warga terkait proses pengambilan keputusan dalam berbagai
kesempatan pemilihan umum di Kabupaten Parigi Moutong juga jauh lebih baik
bila dibandingkan dengan Kabupaten Donggala , di mana sebagian besar
responden (78,2 %) mengatakan bahwa mereka dilibatkan dalam pengambilan
keputusan terkait jalannya pemilihan di lokasi mereka termasuk dalam
pengawasannya.
Untuk sub-variabel persentase perempuan terpilih terhadap total anggota
DPRD Kabupaten Parigi Moutong diperoleh data bahwa dari total 40 orang
anggota DPRD Kabupaten Parigi Moutong jumlah perempuan yang terpilih
menjadi anggota DPRD yaitu 7 orang atau 17,5 % dari keseluruhan jumlah
anggota DPRD Kabupaten Parigi Moutong.
Berikut ditampilkan sebuah tabel daftar anggota DPRD Kabupaten Parigi
Moutong:
Tabel 50 Daftar Nama-nama Anggota DPRD Kabupaten Parigi Moutong Periode 2009-2014
No Nama Fraksi Jenis Kelamin 1 I Made Yastina Partai Golkar Laki-laki 2 Ni Wayan Leli Pariani SH Partai Golkar Perempuan 3 Drs Mubin Abidin Partai Golkar Laki-laki 4 Taufik Borman SE Partai Golkar Laki-laki 5 Sugeng Hari Susanto Partai Golkar Laki-laki 6 Yusup SP Partai Golkar Laki-laki 7 I Made Sudarsana Parta Demokrat Laki-laki 8 Drs Suardi Parta Demokrat Laki-laki 9 Haris Lasimpara SP Parta Demokrat Laki-laki 10 Adyana Wirawan Parta Demokrat Perempuan 11 Imam Muslihun Parta Demokrat Laki-laki 12 H Usman Yamin SE Partai Bulan Bintang Laki-laki 13 Sulaiman Mariolo Partai Bulan Bintang Laki-laki 14 Salmin G Lodji Partai Bulan Bintang Laki-laki 15 Jihad Zainudin SP Partai Bulan Bintang Laki-laki 16 H Yusup Borahima SE Partai Keadilan Sejahtera Laki-laki 17 Moh Zain Yoddo Partai Keadilan Sejahtera Laki-laki 18 Rahmat Partai Keadilan Sejahtera Laki-laki 19 H Hasbi Dg Sitaba S.Sos Partai HANURA Laki-laki 20 Arif Al Katiri Partai HANURA Laki-laki 21 Sartin Dauda Partai HANURA Perempuan 22 Santo Partai GERINDRA Laki-laki
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxxv
23 Suyadi Partai GERINDRA Laki-laki 24 Tutin Hernawati S.Th I Partai GERINDRA Perempuan 25 Saiful Bahri Partai Amanat Nasional Laki-laki 26 Hudaiyah Djeber Partai Amanat Nasional Perempuan 27 Ir. Hazairin Paudi Partai Amanat Nasional Laki-laki 28 Abdullah Al Mahdali PKPB Laki-laki 29 Joice Rahmawati Borman PKPB Perempuan 30 Drs Alfres Masboy Tonggiro PDIP Laki-laki 31 Husen Mardjengi PDIP Laki-laki 32 H Rahman P Ondo PKB Laki-laki 33 Kisman DB Sultan PKB Laki-laki 34 Mayasari Kadidi PPP Perempuan 35 Ir H Asmir Ntosa MS PKPI Laki-laki 36 Ilham Sunuh PPRN Laki-laki 37 Asgaf PDK Laki-laki 38 Nasrun Hamzah PIS Laki-laki 39 Gunawan Efendi PPDI Laki-laki 40 I Made Weker PDP Laki-laki
Sumber: DPRD Kabupaten Parigi Moutong 2010
Tabel 51 Agregasi Tanggapan Responden Terhadap Indikator Lembaga Demokrasi di Kabupaten Parigi Moutong 2011
No Variabel dan Sub Variabel Lembaga Demokrasi
Tabulasi Tanggapan Responden
(Sampel N=500)
Persentase
(%) 1 Apakah Pemilu Telah Terlaksana Secara Bebas
dan Adil? Ya = 326 Belum = 160 Tidak Tahu = 10 Tidak Menjawab = 4
65,2 32,0 2,0 0,8
2 Apakah DPRD Telah Berperan Memperjuangkan Kesejahteraan Rakyat?
Ya = 275 Belum = 202 Tidak Tahu = 5 Tidak Menjawab = 18
55,0 40,4 1,0 3,6
3 Apakah Partai Politik Telah Berperan Secara Signifikan Dalam Pendidikan Politik dan Demokrasi?
Ya = 220 Belum = 259 Tidak Tahu = 15 Tidak Menjawab = 6
44,0 51,8 3,0 1,2
4 Apakah Birokrasi Pemerintah Daerah Telah Berperan Secara Signifikan Dalam Melayani Masyarakat?
Ya = 430 Tidak = 20 Tidak Tahu = 2 Tidak Menjawab = 48
86,0 4,0 0,4 9,6
5 Apakah Peradilan Telah Berfungsi Secara Independen Dalam Proses Hukum?
Ya = 235 Tidak = 260 Tidak Tahu = 5 Tidak Menjawab = 0
47,0 52,0 1,0 0,0
Sumber: Diolah Dari Hasil Survey Kehidupan Demokrasi di Sulawesi Tengah, Pusat Studi Otonomi Daerah UNTAD 2011
Sementara itu jika ditinjau dari indikator lembaga demokrasi, terdapat
jawaban yang cukup bervariasi. Hasil studi mengindikasikan bahwa terdapat 326
responden atau 65,2 % dari seluruh responden terlibat yang menyatakan bahwa
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxxvi pemilihan umum dalam berbagai level di Kabupaten Donggala dapat dikatakan
telah terlaksana secara bebas dan adil.
Hasil studi tersebut juga menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden
menyatakan bahwa DPRD telah berperan secara signifikan dalam
memperjuangkan kesejahteraan rakyat (55,0 %), namun keberadaan partai politik
belum berperan secara signifikan dalam melakukan pendidikan politik dan
demokrasi (51,8 %). Capaian yang cukup signifikan terlihat pada birokrasi
pemerintah daerah yang dinilai sangat berperan dalam melayani masyarakat (86,0
%), tetapi sebagaimana yang terlihat di Kabupaten Donggala, lembaga peradilan di
Kabupaten Parigi Moutong juga dinilai belum mencerminkan sebagai sebuah
lembaga yang independen (52,0 %).
2. Pengentasan Kemiskinan
Gambaran mengenai tingkat keberhasilan dalam program pengentasan
kemiskinan di Kabupaten Parigi Moutong dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 52 Persentase Keluarga Fakir Miskin Kabupaten Parigi Moutong Tahun 2009
No Kecamatan Tahun 2009
Jumlah KK Jumlah Keluarga Fakir miskin Persentase
1 Sausu 5,164 1137 7.30 2 Tome 4,432 0 0.00 3 Balinggi 3,706 262 1.68 4 Parigi 6,310 743 4.77 5 Parigi Selatan 4,837 0 0.00 6 Parigi Barat 1,573 471 3.02 7 Parigi Utara 1,227 375 2.41 8 Parigi Tengah 1,711 89 0.57 9 Arnpibabo 4,404 1660 10.66
10 Kasimbar 4,555 944 6.06 11 Toribulu 3,581 878 5.64 12 Siniu 1,898 516 3.31 13 Tinombo 7,306 0 0.00 14 Tinombo Selatan 5,322 1873 12.03 15 Tomini 3,760 154 0.99 16 Mepanga 6,432 689 4.42 17 Palasa 5,328 902 5.79 18 Moutong 4,339 950 6.10 19 Bolano Lambunu 12,983 3930 25.24 20 Taopa 2,891 0 0.00
Jumlah 91.759 15.573 16,97 Sumber: Diolah Dari Kabupaten Parigi Moutong Dalam Angka 2010
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxxvii
Berdasarkan tabel tersebut secara keseluruhan jumlah keluarga fakir miskin
di Kabupaten Parigi Moutong sebesar 15.573 keluarga atau 16,97 % dari total
jumlah kepala keluarga yang ada di kabupaten ini. Jumlah keluarga fakir miskin
terbesar terdapat di Kecamatan Bolano Lambuni dengan persentase sebesar 25,24
% dari total jumlah kepala keluarga, sementara yang terkecil berada di tiga
Kecamatan yaitu masing-masing Kecamatan Tome, Kecamatan Parigi Selatan, dan
Kecamatan Tinombo di mana tidak ditemukan keluarga fakir miskin.
3. Kerentanan Sosial
Meski di Kabupaten Parigi Moutong tidak ditemukan fakta-fakta terjadinya
konflik komunal, namun bukan berarti daerah ini tidak memiliki potensi konflik.
Faktor yang paling potensial memicu konflik jika tidak mendapatkan perhatian
yang serius bersumber dari wilayah perbatasan, baik perbatasan antar-kabupaten
maupun antar-kabupaten dan antar-provinsi. Masalah tapal batas dengan Provinsi
Gorontalo perlu segera diselesaikan yang tentu saja melibatkan pemerintah
Provinsi Sulawesi Tengah.
G. Dampak Kegiatan Pertambangan dan Manfaatnya
Kabupaten Parigi Moutong merupakan daerah yang terletak di garis
Khatulistiwa dan dilalui oleh zona tektonik lempeng yang aktif sehingga memiliki
sumberdaya alam dan bahan galian yang berpotensi dimana sangat memberikan
harapan bagi kemakmuran masyarakatnya.Secara geologis Kabupaten Parigi
Moutong terletak di Mandala Sulawesi Barat dengan kandungan batuan yang
bersifat asam atau granitik. Secara umum wilayah Kabupaten Parigi Moutong
memiliki Potensi Sumberdaya Mineral, Energi dan Air Bawah Tanah. Potensi
tersebut antara lain adalah :
1. Potensi Sumberdaya Mineral
• Batubara
Lokasi : Bukit Malino Besar, Dusun Despot Swakarsa Desa Ongka
Kecamatan Bolano Lambunu. Nilai Kalori : 1820 cal/gr.
• Emas (Au) dan Perak (Ag)
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxxviii Lokasi indikasi keberadaan emas dan perak di Kabupaten Parigi Moutong
tersebar di beberapa tempat yaitu :
- Sungai Mentawa Sausu ,S. Torue,S. Dolago, Kecamatan Sausu.
- Sungai Tombi Ampibabo, Kecamatan Ampibabo.
- Sungai Tamborong Siaga Maninili ,S. Tada, S. Marantasi, Kec. Tinombo
- Sungai Moutong Kec. Moutong
- Sungai Gangga-Lemusa, S. Uwelutu Binangga Kec. Parigi
- Sungai Bugis Swakarsa Wanagading, Pebukitan G. Sari, Pebukitan
Santigi Kecamatan Bolano Lambunu
Gambar 4-5: Nugget emas/butiran emas hasil panning pendulangan masyarakat dengan cara tradisional di Desa Lobu Kecamatan Moutong Kabupaten Parigi Moutong.
Hasil analisa laboratorium terhadap contoh soil, endapan sungai dan batuan
yang mengandung emas dan perak adalah :
Tabel 53 Contoh Soil Yang Mengandung Emas di Kabupaten Parigi Moutong:
No
Lokasi Au (ppb)
Ag (ppm)
1 S. Mentawa Sausu 8-13 1-2 2 S. Torue 5-9 - 3 S. Gangga-Lemusa 6-9 1 4 S. Dolago 10-11 1 5 S. Uwelutu-Binangga 7-10 1 6 S. Tombi 6-32 1 7 S. Tada 8-44 1 8 S. Tamborong 6-24 1
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxxix
9 S. Marantasi 9-10 1 10 S. Bugis Swakarsa Wanagading 6-8 1 11 Perbukitan G. Sari Lambunu 6 1 12 S. Maninili 9 1
Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Parigi Moutong 2010 Tabel 54 Contoh Endapan Sungai Yang Mengandung Emas di Kabupaten Parigi Moutong:
No
Lokasi Au (ppb)
Ag (ppm)
1 S. Dolago 8-9 1 2 S. Uwelutu-Binangga 6-16 1 3 S. Tada 3-10 1 4 S. Tamborong-Maninili Siaga 2-9 1 5 S. Marantasi Sipayo 7-8 1 6 S. Bugis swakarsa Wanagading 5-6 1 7 S. Ogotomubu 5-7 1 8 S. Tombi- Ampibabo 4-20 1 9 S. Mentawa- Sausu 5-9 1-2
Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Parigi Moutong 2010 Tabel 55 Contoh Batuan Yang Mengandung Emas di Kabupaten Parigi Moutong: : No
Lokasi Au
(ppb) Ag
(ppm) 1 S. Mentawa-Sausu 4-9 1-2 2 S. Torue 5--9 1-2 3 S. Uwelutu 5-77 1-2 4 S. Tombi 6-10 2-3 5 S. Tamborong 8-33 1-2 6 S. Marantasi 5-9 1-2 7 S. Ogotomubu 24 2 8 Pebukitan Santigi 8 2 9 S. Ganonggol Gunungsari 5-9 2-6
10 S. Bugis Swakarsa 5-7 2 11 S. Tada 2-14 1
Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Parigi Moutong 2010
• Tembaga (Cu), Timah Hitam (Pb), Seng (Zn) dan Arsen (As)
Lokasi Penyebaran mineral-mineral tembaga (Cu), Timah hitam (Pb), Seng
(Zn) dan Arsen (As) : S.Mentawa Sausu, Pebukitan Tompera Sausu, S.
Mentawa, S.Torue, Pebukitan Tomborong Maninili Siaga, S.Silitunang
Maninili UPT Trans, S. Ganonggol, S. Bugis-Swakarsa, Wanagading, S.
Moutong dan S. Tinombo. Hasil Analisa Laboratorium terhadap mineral-
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxxx
mineral Cu, Pb, Zn dan As terhadap contoh Soil, Endapan Sungai dan Batuan
Adalah : Tabel 56 Contoh Soil Yang Mengandung Tembaga (Cu), Timah Hitam (Pb), Seng (Zn) dan Arsen (As) Di Kabupaten Parigi Moutong:
No
Lokasi Cu (ppm)
Pb (ppm)
Zn (ppm)
As (ppm)
1 S. Sausu 5-36 14-31 30-92 8-12 2 S. Torue 3-4 24 27-35 - 3 S. Gangga-Lemusa 3-4 8-14 14-24 - 4 S. Dolago 3-7 14-16 15-39 2-48 5 S. Uwelutu-Binangga 5-6 14-16 34-36 42-44 6 S. Tombi 60-61 15-30 78-81 20-64 7 S. Tada 10-107 17-25 33-64 2-51 8 S. Tomborong 25-139 22-30 34-48 24-50 9 S. Marantasi 20-30 16-20 57-65 6-8
10 S. Bugis Swakarsa 12-35 5-10 40-49 2 11 Perbukitan G.Sari
Lambunu 17 19 15 2
12 S. Maninili 83 25 102 24 Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Parigi Moutong 2010 Tabel 57 Contoh Endapan Sungai Yang Mengandung Tembaga (Cu), Timah Hitam (Pb), Seng (Zn) dan Arsen (As) Di Kabupaten Parigi Moutong: No
Lokasi Cu
(ppm) Pb
(ppm) Zn
(ppm) As
(ppm) 1 S. Dolago 2-10 7-16 12-39 - 2 S.Uwelutu-Binangga 4-8 6-14 19-45 12-62 3 S. Tada 7-14 7-11 24-36 2 4 S.Tamborong-Maninili 37-88 16-26 68-115 4-26 5 S. Marantasi Sipayo 43-53 24-28 97-117 44 6 S. Bugis Swakarsa 45-66 8-10 57-73 2-4 7 S. Ogotomubu 31-37 10 64-66 2 8 S. Tombi- Ampibabo 36-53 10-13 58-88 6-10 9 S. Mentawa- Sausu 25-35 12-16 61-82 8-16
Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Parigi Moutong 2010
• Bijih Besi (Magnetit dan Hematit) Tabel 58 Hasil Analisis Laboratorium Sampel Bijih Besi di Sipayo:
Kandungan % Metode Keterangan Fe total 12,39 R-SNI-2004 Contoh dianalisis dari
bahan kering (105 – 110 0C)
FeO Nil R-SNI-2004 Fe2O3 18,29 R-SNI-2004
Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Parigi Moutong 2010
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxxxi Tabel 59 Hasil analisis laboratorium Sampel Bijih Besi di Sungai Bugis Desa Wanagading Kec. Bolano Lambunu :
NO. CONTO
Fe Total %
FeO %
Fe2O3 %
TiO2 % KET
001 - BL
9,59
5,57
-
1,39 Biji Besi (Andesit
Magnetisasi), Float
002 - BL
6,02
3,50
-
0,85 Biji Besi (Andesit), Outcrop
003 - BL 4,79 0,18 6,65 0,53 Soil / Laterit 004 - BL 8,74 6,83 - 1,48 Biji Besi, Outcrop 005 - BL 13,39 11,41 - 0,75 Outcrop
Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Parigi Moutong 2010 Gambar 6-9: Lokasi keterdapatan biji besi di pebukitan Marantasi Sipayo Kecamatan Tinombo, berupa bongkah-bongkah berukuran besar lebih dari 1 M. Gambar 10-11. Material Float yang mengandung besi (Kiri) dan Kenampakan singkapan (Outcrop) bijih besi (kanan) di Tengah Sungai Durian Desa Wanagading Kec. Bolano Lambunu
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxxxii • Kaolin
Keberadaan kaolin di daerah Parigi Moutong indikasinya berupa adanya alterasi
batuan beku yang kaya feldspar, membentuk kaolinit.
Lokasi Mineral Kaolin di Kabupaten Parigi Moutong dijumpai di Desa Binangga
Kecamatan Parigi.
• Pasir Silikat (Kuarsa dan Feldspar)
Lokasi Pasir kuarsa menyebar luas di beberapa pantai dan sungai di Kabupaten
Parigi Moutong yaitu :
Pantai Maliali, Tanjung Tambu Sausu, Sausu Piore, Pantai
Malakosa, Pantai Purwosari, Pantai Torue, Pantai Tindaki, Pantai Masi
Nambaru, Sungai Sausu, Sungai Torue, Sungai Sampaloe Torue, Sungai Dolago,
Pantai Avolua, Pantai Marantale, Sungai Tada, Pantai Siaga Maninili, Pantai
Sinei, Pantai Malalang dan Pantai Ogotion.
Hasil analisa laboratorium terhadap pasir silikat (kuarsa dan feldspar) di
Kabupaten Parigi Moutong terdiri dari :
SiO2 = 60,40 – 78,28 % Al2O3 = 11,05 – 23,12 % K2O = 3,77 – 4,36 % Gambar 12. Lokasi pasir kuarsa di Gambar 13.Lokasi pasir kuarsa di Sausu Marantale
• Granit
Lokasi Granit di Kabupaten Parigi Moutong terdapat dipebukitan Dolago,
Parigimpu Kecamatan Parigi, pebukitan Tolai, Torue kacamatan Sausu.
Corak warna : putih bintik hitam.
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxxxiii Hasil Analisa Fisik Laboratorium:
Kuat Tekan = 805 – 1.204,85 kg/cm2
Ketahanan Aus = 0,045 – 0,08 mm/mnt
Penyerapan Air = 0,080 – 0,16 %
Bobot Jenis = 2,60 – 2,61 gr/cm3
Kekekalan Bentuk = Baik/tidak cacat
Gambar 14. Singkapan Batu Granit. Gambar 15. Hasil Polesan Granit
• Marmer
Lokasi Marmer di Kabupaten ini terdapat di Pebukitan Marantale, Avolua
Kecamatan Ampibabo, Pebukitan Pangi, Binangga dan Parigimpu Kecamatan
Parigi. Umumnya merupakan sisipan pada batuan metamorf seperti gneiss.
Corak Warna : Putih strip abu-abu sampai putih kotor.
Gambar 16. Bongkah Marmer di Parigimpu Gambar 17.Hasil Polesan Marmer Kec. Parigi Corak warna : Abuabu kehijauan
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxxxiv
Gambar 18. Singkapan Batu Marmer Lokasi : Sungai Marantale, Kec. Ampibabo A. Close Up singkapan Batu marmer. B. Hasil Polesan Batu Marmer Corak Warna : Putih strip abu-abu C. Hasil Polesan Batu Marmer Corak Warna : Putih strip abu-abu, Hitam strip putih kotor dan Hitam strip abu-abu
Hasil analisa fisik laboratorium :
Kuat Tekan = (800,25-1.450,50) kg/cm2
Ketahanan Aus = (0,040 – 0,095) mm/mnt
Penyerapan Air = (0,15) %
Bobot Jenis = (2,70 – 2,84) gr/cm3
Kekekalan Bentuk = (Baik/tidak cacat)
• Kelompok Batuan Metamorf : Sekis Hijau, Sekis Mika dan Genes
Sekis Hijau (Marmer Hijau)
Lokasi : Pebukitan Ogomojolo Lambori Palasa dan Tingkulan sampai Tomini
Kec. Tomini. Corak warna : Hijau Muda sampai hijau tua dan merah
kecoklatan.
Hasil analisa fisik laboratorium : Kuat Tekan = (485,50 - 845,00) kg/cm2 Ketahanan Aus = ( 0,095 - 0,150) mm/mnt Penyerapan Air = (0,180 - 0,65) % Bobot Jenis (2,73-2,88) gr/cm3 Kekekalan Bentuk = (Baik/tidak cacat)
A B C
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxxxv
Sekis Mika ( Abu-abu )
Lokasi : Pebukitan Ogotumubu, Ambesia, Tilung, Ogobayas Kec. Tomini
dan Pebukitan Papau Moutong.
Genes
Lokasi : Pebukitan Marantale Kecamatan Ampibabo dan Pebukitan Parigimpu
Kecamatan Parigi, Corak Warna : Kecoklatan strip putih kotor.
Gambar 19. Sebaran Pebukitan Batu Sekis Hijau (Marmer Hijau) Lokasi : Sungai Ogomojolo, Lambori Ogomojolo- Tomini A. Singkapan Batu Sekis Hijau (Marmer Hijau) B. Hasil polesan Sekis Hijau Corak Warna : Hijau muda strip putih C. Hasil polesan Sekis Hijau (Marmer Hijau). Corak: Hijau tua D.Hasil Polesan Batu Sekis Merah (Marmer Merah) Corak Warna : Merah kecoklatan
A B C D
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxxxvi
Gambar 20 : Kenampakan sekis mika di S. Mepanga Kec. Tomini. Dijumpai dalam berbagai ukuran (kerikil- kerakal) serta batuan kuarsit.
Gambar 21-24. Singkapan Batu Gneis (Granitik) dengan spasi kekar antara 1,5 - 10 m. Lokasi : Sungai Parigimpu Kec Parigi. Hasil polesan Gneis (Granitik) Corak Warna : Kecoklatan strip putih kotor
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxxxvii
Gambar 25. Sebaran Pebukitan Batu Marmer dan Gneis Lokasi : Pebukitan Marantale,. Ampibabo. Inzet (Singkapan Batu Gneis)
Hasil analisa fisik laboratorium : Kuat Tekan = (818,75) kg/cm2 Ketahanan Aus = (0,095) mm/mnt Penyerapan Air = (0,12) % Bobot Jenis (2,62) gr/cm3 Kekekalan Bentuk = (Baik/tidak cacat)
• Gamping Limonit
Lokasi gamping limonit di Kabupaten Parigi Moutong adalah Perbukitan
Ogabagis (Polu Megang) Sidoan Kecamatan Tinombo dengan corak Warna :
Merah Kecoklatan sampai merah hati.
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxxxviii • Pasir dan Batu (Sirtu)
Lokasi keterdapatan sirtu secara umum pada hampir semua sungai di setiap
desa dan kecamatan di Kabupaten Parigi Moutong yaitu :
Kecamatan Sausu :
Sungai Torono, Sungai Sausu Trans, Sungai Torue, Sungai Tindaki dan
Sungai Mouti.
Kecamatan Parigi :
Sungai Dolago, Sungai Baliara, Sungai, Lemusa, Sungai Bambalemo, Sungai
Binangga dan Sungai Pelawa
Kecamatan Ampibabo :
Sungai Towera, Sungai Tombi, Tapoya dan Sungai Marantale
Kecamatan Tinombo :
Sungai Tinombo, Sungai Bainaa, Sungai Sidoan, Sungai Sigenti dan Sungai
Tada.
Kecamatan Kasimbar :
Sungai Toribulu dan Sungai Kasimbar
Kecamatan Tomini :
Sungai Bobalo, Sungai Palasa, Sungai Lambori, Sungai Tomini, Sungai
Mensung, Sungai Moubang dan Sungai Ogobayas, Sungai Tilung dan Sungai
Ogotumubu.
Kecamatan Moutong dan Bolano Lambunu:
Sungai Lobu, Sungai Taopa, Sungai Lambunu, Sungai Ongka, Sungai Kayu
Agung.
2. Potensi Energi
• Panas Bumi
Lokasi : Desa Kayu Boko Kec. Parigi, dan Desa Kasimbar (Dusun Ranang),
indikasinya berupa pemunculan mata air panas.
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
lxxxix
No. Urut
Nama Desa
Nama
Sungai
Estimasi Daya (MW)
Lokasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Parigi
Tindaki
Kotaraya
Sauran
Tomini
Lambori-Palasa
Marantale Tomini
Maninili
Dolago
Tindaki
Moubang
Ogotunubu
Tampapopa
Ogomojolo
Uwepolo
Boinampal
Maninili
0,700
0,800
0,600
0,600
2,400
0,400
0,090
1,600
0,055
Parigi
Parigi
Tomini
Tomini
Tomini
Tomini
Ampibabo
Tomini
Maninili
• Tenaga Air Mini dan Mikro
• Hilir Migas
Distribusi BBM melalui beberapa Depot dan SPBU antara lain :
- Depot Pertamina Moutong
- Depot Pertamina Olaya
- SPBU Tolai - PSPD Sausu
- SPBU Parigi - PSPD Kasimbar
- SPBU Ampibabo - PSPD Tinombo
- SPBU Moutong - PSPD Mensung
- SPBU Pombalowo
- SPBU Lambunu
• Potensi Air Bawah Tanah
- Eksplorasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Geologi Tata Lingkungan
Bandung yang tertuang dalam Peta Hidrogeologi Lembar Parigi, memberi
gambaran bahwa potensi air bawah tanah di wilayah Kabupaten Parigi
Moutong cukup besar yang tersebar pada beberapa Cekungan Air Bawah
Tanah antara lain Cekungan Air Bawah Tanah Parigi dan sekitarnya ,
Cekungan Air bawah Tanah Ampibabo, Cekungan Air Bawah Tanah Ongka
Malino dan Kotaraya dan Cekungan Air Bawah Tanah Lambunu dan
sekitarnya. Cekungan Air Bawah Tanah di wilayah ini umumnya merupakan
Cekungan Air Bawah Tanah terbuka. rata- rata kedalaman akuifer tertekan
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xc
lebih dari 40 meter, dengan produktifitas sedang sampai tinggi. Dan tinggi
pisometrik lebih dari 1 meter;
- Eksploitasi Air Bawah Tanah telah dilakukan oleh beberapa kegiatan usaha,
antara lain Usaha Pabrik Es, Usaha Ikan Beku, Usaha tempat – tempat
Pencucian Mobil, Usaha Perhotelan/Penginapan, dengan kapasitas
pengambilan masih sangat rendah;
- Telah dilakukan pendataan titik-titik/lokasi pengambilan air bawah tanah
yang digunakan dan dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan usaha diwilayah
Kabupaten Parigi Moutong, Hal ini dilakukan dalam rangka pemberian izin
pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah, dan pajak pengambilan air
bawah dalam penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Jumlah titik
pengambilan yang telah terdata ± 57 buah (Sumur Pantek/ Gali).
- Hasil dari pemboran sumur uji yang dilakukan oleh Bagian Proyek
Pengembangan Airtanah Sulawesi Tengah di Kecamatan Parigi sebanyak 4
buah menunjukkan bahwa potensi air tanah cukup besar. 2 (dua) diantaranya
merupakan sumur artesis positif (flowing) dengan debit + 1.2 ltr/dtk.
Gambar 27 : Pencucian sumur dengan kompressor (well development by air jetting) terhadap salah satu sumur uji di Desa Petapa Kec. Parigi.
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xci Tabel 61 Daftar KK, KP SIPD Usaha Pertambangan Kabupaten Parigi Moutong
No Nama Perusahaan Perizinan dan Nomor Izin
Jangka Waktu (SIPD)
Luas (Ha) Lokasi Bahan
Galian Keterangan
1 PT. Citra Palu Minerals
Kontrak Karya Pemerintah Pusat (PMA) No. B-143/Pres/3/1997 Tgl. 7 Maret 1977
1997-2027 (30 Tahun)
43.242 Kecamatan: Moutong, Tomini, Ampibabo, Parigi, Sausu pada Blok IV,V dan VI
Emas
2 PT. Galara Uwe Mineral
SIPD Pemda Donggala No.188 45/0244 Tgl. 6 April 2002
2002-2022 (20 Tahun)
50 Desa lambori Ogomojolo Palasa Kec.Tomini
Sekis Hijau/ Marmer
3 PT. Graha Istika Utama
Izin Usaha Pertambangan (IUP) Pemda Kab. Parigi
2004-2014 (10 Tahun)
35 Desa Donggulu Kec. Kasimbar
Golongan C (Sirtu)
4 PT. Central Logam Perkasa
KP Eksplorasi. Keputusan Bupati Parigi Moutong No. 540 1/40 74/ Distamben Tgl. 21 Oktober 2005
2005-2008 (3 Tahun)
9.980 Kec. Tinombo, Tomini, Bolano Lambunu, dan Moutong
Bijih Besi
5 PT. Samudera Persada Nusantara
KP Eksplorasi. Keputusan Bupati Parigi Moutong No. 540/10429/Distamben. Tgl. 14 November 2006
2006-2007 (1 tahun)
8.895 Kec. Bolano Lambunu
Bijih Besi
6 PT. Intam KP Penyelidikan Umum. Keputusan Bupati Parigi Moutong No.540/11761/Distamben. Tgl. 31 Mei 2007
1 Tahun
14.250 Kec. Moutong
Emas
7 PT. Kalimantan Zircon Industry
Surat Keterangan Izin Peninjauan (SKIP) No. 543/10735/Distamben. Tgl. 3 Januari 2007
1 Bulan - Sepanjang pantai Kab. Parigi Moutong
Peninjauan indikasi mineral zircon
8 PT. Kemilau Nusantara Khatulistiwa
Kec. Moutong
Emas
Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Parigi Moutong 2010
Selain kegiatan pertambangan yang dikelola oleh perusahaan, di Kabupaten
Parigi Moutong juga terdapat kegiatan pertambangan skala kecil seperti yang ada
di Desa Parigimpu, Desa Matelele dan Desa Binangga. Meski demikian kegiatan
penambangan emas secara tradisional di lokasi tersebut ditutup oleh pemerintah
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xcii daerah Kabupaten Parigi Moutong karena telah mencemari air sungai sebagai
sumber air minum masyarakat. Di samping ketiga lokasi tersebut, emas juga
ditemukan oleh warga Desa Pelawa Baru Kecamatan Parigi Tengah. Penemuan
emas di Desa Pelawa Baru memicu terjadinya penggalian besar-besaran yang
dilakukan secara tradisional oleh warga desa sehingga pemerintah daerah
Kabupaten Parigi Moutong segera mengadakan tindakan pengendalian sesuai
ketentuan yang berlaku.
Penutupan kegiatan penambangan emas skala kecil juga dilakukan
pemerintah daerah Kabupaten Parigi Moutong di Desa Lobu Kecamatan Moutong.
Penutupan lokasi tambang tersebut dilakukan setelah terjadinya bencana longsor di
Menurut pemerintah daerah, pertambangan Tanpa Izin (PETI) yang menewaskan
tiga orang warga Desa Lobu. Pertambangan tradisional Desa Lobu juga telah
mencemari sumber air minum warga dan areal persawahan warga.
KA
BUPA
TEN PA
RIG
I MO
UTO
NG
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xciii
KABUPATEN SIGI
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xciv
A. Demografi
1. Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin
Hasil registrasi penduduk akhir Tahun 2009 oleh BPS Donggala, jumlah
penduduk Kabupaten Sigi mencapai 212.613 jiwa, terdiri 109.502 jiwa penduduk
laki-laki dan 103.112 jiwa penduduk perempuan. Rasio jenis kelamin tahun 2009
adalah sebesar 106, berarti setiap 106 laki-laki terdapat 100 perempuan. Data jumlah
penduduk dan rasio jenis kelamin penduduk kabupaten Sigi disajikan pada tabel
berikut:
Tabel 62 Rasio Berdasarkan Jenis Kelamin Penduduk Kabupaten Sigi 2009
No. Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah Sex Rasio 1 Pipikoro 3,989 3,773 7,762 106 2 Kulawi Selatan 4,413 3,985 8,398 111 3 Kulawi 7,277 6,853 14,13 106 4 Lindu 2,415 2,113 4,528 114 5 Nokilalaki 2,840 2,741 5,581 104 6 Palolo 14,274 12,844 27,118 111 7 Gumbasa 6,026 5,577 11,603 108 8 Tanambulava 4,031 3,783 7,814 107 9 Sigi Biromaru 21,604 20,667 42,271 105 10 Dolo 10,547 9,639 20,186 109 11 Dolo Selatan 7,414 6,920 14,334 107 12 Dolo Barat 6,348 6,114 12,462 104 13 Marawola 10,380 10,359 20,739 100 14 Marawola Barat 3,188 3,134 6,322 102 15 Kinovaro 4,758 4,607 9,365 103 Kabupaten Sigi 2009 109,502 103.112 212,613 106
Sumber: Kabupaten Sigi Dalam Angka 2010
2. Kepadatan Penduduk
Meningkatnya jumlah penduduk juga mempengaruhi tingkat kepadatan
penduduk. Dimana, pada tahun 2009 kepadatan penduduk sebanyak 41 jiwa/km².
Berdasakan tingkat penyebaran penduduk di wilayah kecamatan, maka Kecamatan
Marawola merupakan kecamatan dengan kepadatan tertinggi yaitu 522 jiwa/km²,
sedangkan Kecamatan Pipikoro dan Lindu merupakan kecamatan paling jarang
penduduknya masing-masing sebanyak 7 jiwa/km² dan 8 jiwa/km²
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xcv
Tabel 63 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan KK serta Tingkat Kepadatan Di Kabupaten Sigi 2009
No. Kecamatan Luas
Wilayah Jumlah
Penduduk Jumlah
KK Kepa-datan
Rata-Rata Per
KK 1 Pipikoro 1,053.56 7,762 2,175 7 4 2 Kulawi Selatan 956.13 8,398 2,185 9 4 3 Kulawi 418.12 14,130 4,515 34 3 4 Lindu 552.03 4,528 1,073 8 4 5 Nokilalaki 626.09 5,581 1,942 9 3 6 Palolo 75.19 27,118 7,787 361 3 7 Gumbasa 36.05 11,603 3,069 322 4 8 Tanambulava 584.71 7,814 2,028 13 4 9 Sigi Biromaru 112.18 42,271 12,568 377 3 10 Dolo 38.65 20,186 5,778 522 3 11 Dolo Selatan 70.38 14,334 4,475 204 3 12 Dolo Barat 150.51 12,462 3,526 83 4 13 Marawola 289.60 20,739 4,931 72 4 14 Marawola Barat 176.49 6,322 1,865 36 3 15 Kinovaro 56.33 9,365 2,812 166 3 Kabupaten Sigi 2009 5,196.02 212,613 60,729 41 4
Sumber: Kabupaten Sigi Dalam Angka 2010
3. Komposisi Umur Penduduk
Komposisi atau struktur umur penduduk di Kabupaten Sigi menunjukkan
hampir 40% penduduk masih berusia di bawah 15 tahun, hal ini berarti penduduk
Kabupaten Sigi didominasi kelompok penduduk usia belum produktif dan tentunya
mempengaruhi rasio ketergantungan antara penduduk produktif dan belum
produktif. Berdasarkan perbandingan penduduk usia non-produktif dengan penduduk
usia produktif diketahui besarnya angka ketergantungan tahun 2009 yaitu 74, artinya
setiap 100 orang penduduk usia produktif (15-64 tahun) menanggung sebanyak 74
orang penduduk usia belum produktif ( 0-14 tahun) dan penduduk tidak produktif
(65 tahun ke atas).
B. Pendidikan
Indikator capaian pendidikan antara lain angka melek huruf dan Angka
Partisipasi Murni (APM). Angka melek Huruf (AMH) menunjukkan proporsi penduduk
berusia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau
lainnya. AMH dapat digunakan untuk:
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xcvi • Mengukur keberhasilan program-program pemberantasan buta huruf, terutama di
daerah pedesaan di Indonesia dimana masih tinggi jumlah penduduk yang tidak
pernah bersekolah atau tidak tamat SD.
• Menunjukkan kemampuan penduduk di suatu wilayah dalam menyerap informasi
dari berbagai media.
• Menunjukkan kemampuan untuk berkomunikasi secara lisan dan tertulis. Sehingga
angka melek huruf dapat berdasarkan kabupaten mencerminkan potensi
perkembangan intelektual sekaligus kontribusi terhadap pembangunan daerah.
AMH Kabupaten Sigi berada di atas AMH Provinsi Sulawesi Tengah sebesar
96,38. AMH di Kabupaten Sigi tertinggi ke-empat diantara 10 (sepuluh) kabupaten/kota
di Sulawesi Tengah setelah Kota Palu, Kabupaten Buol dan Poso. Lebih jelasnya posisi
AMH Kabupaten Sigi di Provinsi Sulawesi Tengah adalah sebagai berikut:
Gambar 28
Angka Melek Huruf di Provinsi Sulawesi TengahTahun -2009
Sumber: Kabupaten Sigi Dalam Angka 2010
Hasil perhitungan prakiraan kebutuhan fasilitas pendidikan di Kabupaten Sigi
per kecamatan, terlihat bahwa hampir di seluruh kecamatan membutuhkan penambahan
fasilitas pendidikan baik pendidikan usia dini, pendidikan dasar khususnya SMP
maupun pendidikan menengah SMA/SMK. Dalam pengembangan Kabupaten Sigi ke
depan, minimal pelayanan SMP dan SMA ada di masing-masing kecamatan untuk
memudahkan akses penduduk akan layanan pendidikan dasar dan menengah di
Kabupaten Sigi.
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xcvii Data kinerja pelayanan fasilitas pendidikan di Kabupaten Sigi, terlihat bahwa
kinerja pelayanan yang masih buruk adalah kinerja pelayanan pendidikan usia dini dan
pendidikan menengah dengan indeks layanan masih di bawah 1. Sedangkan pendidikan
dasar kinerja pelayanannya sudah bagus dengan nilai indeks layanan > 1. Wilayah
kecamatan yang membutuhkan penambahan fasilitas pendidikan usia dini yang paling
banyak adalah Kecamatan Marawola Barat, Kecamatan Lindu, dan Kecamatan
Kinovaro. Sedangkan untuk pendidikan menengah kebutuhan paling mendesak adalah
pembangunan sekolah menengah kejuruan khususnya pertanian (sesuai masukan dari
tokoh masyarakat di masing-masing kecamatan). Kebutuhan sekolah menengah
atas/kejuruan mendesak untuk segera dibangun pada hampir seluruh kecamatan di
Kabupaten Sigi, kecuali Kecamatan Dolo. Secara keseluruhan penambahan fasilitas
pendidikan di Kabupaten Sigi pada tahun 2030 adalah sebagai berikut.
• TK membutuhkan tambahan 214 unit sekolah baru.
• SD tidak membutuhkan penambahan unit sekolah baru.
• SMP membutuhkan penambahan 24 unit sekolah baru disebar secara merata di
seluruh kecamatan di Kabupaten Sigi.
• SMA/SMK membutuhkan tambahan 38 unit sekolah baru.
C. Kesehatan
Kesehatan adalah merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin oleh
undang-undang dasar negara. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan. Kesehatan sebagai hak asasi manusia, mengandung
kewajiban untuk menyehatkan yang sakit dan berupaya mempertahankan yang sehat.
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Hal ini melandasi pemikiran
bahwa sehat adalah investasi.
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.
Untuk itu dalam pengorganisasiannya juga harus memperhatikan upaya pembangunan
yang dilaksanakan oleh sektor lain. Sebagai negara yang manganut sistem negara
kesatuan (unitarisme), maka pembangunan daerah merupakan satu sub sistem dari
Pembangunan Kesehatan Nasional. Perlu disadari pula bahwa upaya peningkatan derajat
kesehatan masyarakat akan merupakan investasi jangka panjang yang terus menerus
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xcviii harus menjadi perhatian utama, karena dampak terhadap perbaikan kualitas manusia
diikuti dengan pendidikan dan pelatihan, akan berimplikasi pada perbaikan ekonomi dan
kemajuan Ipteks menuju Indonesia sejahtera. Salah satu bidang yang dijadikan ukuran
bagi kinerja pembangunan adalah bidang kesehatan. Sebagai alat ukur bidang kesehatan
adalah Indeks angka harapan hidup, Indeks angka kekurangan gizi, Indeks penduduk
meninggal karena wabah penyakit.
Indeks Pelayanan Bidang Kesehatan, merupakan bentuk pelayanan pemerintah
yang menunjang tersedianya kebutuhan unit sarana dan prasarana yang terkait dengan
aktivitas perkesehatanan masyarakat. Kapasitas pelayanan yang disediakan pemerintah
harus mampu mendorong sistem perkesehatanan wilayah khususnya perkesehatanan
masyarakat. Bentuk pelayanan pemerintah untuk bidang kesehatan, diantaranya
penyediaan sarana pasar, lembaga keuangan/perkreditan/permodalan, angkutan dan
transportasi, sarana informasi dan telekomunikasi, sarana tempat hiburan dan rekreasi,
pola penganggaran pembangunan, dan lain-lain.
Indeks pelayanan bidang kesehatan, merupakan bentuk pelayanan pemerintah
yang mampu mendorong dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan untuk
masyarakat. Bentuk pelayanan pemerintah untuk bidang kesehatan ini meliputi jumlah
unit sarana bangunan kesehatan (seperti posyandu, puskesmas, rumah sakit, dan
sebagainya), jumlah tenaga medis (seperti bidan, mantri kesehatan, dokter dan
sebagainya), dan fasilitas lainnya yang dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan.
Kabupaten Sigi sebagai salah satu kabupaten yang baru dimekarkan tentu
menghadapi kendala dalam pembangunan kesehatannya. Beberapa kendala yang
dihadapi antara lain:
• Status kesehatan masyarakat masih rendah, terutama pada masyarakat lapisan bawah
atau masyarakat miskin. Demikian pula masih terdapat disparitas status kesehatan
antar wilayah yaitu antara daerah yang maju dan terkebelakang.
• Angka kesakitan dan kematian karena penyakit infeksi dan penyakit menular masih
tinggi. Di lain pihak angka kesakitan penyakit degenaratif makin meningkat.
Disamping itu kita juga menghadapi masalah kesehatan akibat bencana. Oleh karena
itu kita menghadapi beban ganda atau double burden bahkan multiburden dalam
pembangunan kesehatan.
• Perilaku masyarakat belum sepenuhnya mendukung upaya pembangunan kesehatan
dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
xcix
• Masalah pokok lainnya ialah pemerataan, keterjangkauan atau akses pelayanan
kesehatan yang bermutu/ berkualitas masih rendah. Masalah akses pelayanan
kesehatan oleh masyarakat dapat disebabkan oleh geografi, ekonomi dan
ketidaktahuan masyarakat. Berkaitan dengan masalah akses dan mutu pelayanan
kesehatan, masalah kurangnya tenaga kesehatan dan penyebarannya yang tidak
sesuai dengan kebutuhan di lapangan juga merupakan masalah yang pelik.
Pelayanan kesehatan di daerah tertinggal, daerah terpencil, dan daerah perbatasan
masih kurang dapat dilayani oleh tenaga kesehatan yang memadai, baik jumlah
maupun mutunya.
• Kurangnya tenaga kesehatan, apalagi yang berkualitas seperti yang diharapkan,
sangat berkaitan dengan permasalahan yang lebih hulu lagi, yaitu masalah
pendidikan tenaga kesehatan.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut di atas, pemerintah daerah
Kabupaten Sigi melalui Dinas Kesehatan, walaupun dengan kondisi keterbatasan
anggaran, sarana dan prasarana, memprioritaskan program pelayanan kesehatan bagi
masyarakat miskin terutama yang tidak masuk dalam kategori jaminan kesehatan
masyarakat (Jamkesmas).
Pemerintah kabupaten Sigi sangat peduli terhadap peningkatan mutu kesehatan
masyarakatnya. Karena hanya dengan sumberdaya manusia yang sehatlah, maka
pembangunan di daerah ini dapat dijalankan dengan baik. Untuk mewujudkan hal
tersebut, pemerintah terus berupaya meningkatkan mutu pelayanan demikian pula
penyediaan sarana dan prasarana penunjang. Bahkan pemerintah berupaya agar
pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat yang tergolong miskin tidak hanya menjadi
slogan tapi harus segera diwujudkan. Pelayanan kesehatan difokuskan bagi orang miskin
yang tidak memperoleh jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas). Karena masyarakat
miskin secara ekonomi kurang atau bahkan tidak dapat menjangkau pelayanan
kesehatan. Masyarakat miskin banyak yang tinggal di daerah terpencil dan tertinggal,
serta tidak dapat melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat. Karena itu pemerintah
wajib memberikan perhatian bagi masyarakat miskin. Program kesehatan dilaksanakan
di Kabupaten Sigi antara lain penurunan angka kematian ibu dan bayi pada tahun 2010.
Demikian pula sedang diusahakan pelayanan prima melalui pembangunan Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Sigi.
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
c
Peranan puskesmas semakin besaar manfaatnya untuk memberikan pelayanan
yang lebih merata. Pembangunan puskesmas dan pustu hingga tahun 2009 telah terdapat
15 Puskesmas dan 46 Puskesmas Pembantu. Bila dilihat penyebarannya per kecamatan
terlihat bahwa pada umumnya hampir semua kecamatan telah terdapat minimal satu
buah puskesmas, kecuali Kecamatan Kinovaro.
Penambahan fasilitas tersebut juga diikuti oleh penambahan tenaga kesehatan.
Hingga Tahun 2009 telah ditempatkan 10 dokter yang terdiri dari 8 orang dokter umum,
dan 2 orang dokter gigi serta 160 orang bidan. Jenis penyakit yang masih banyak
diderita oleh penduduk di daerah ini umumnya masih didominasi oleh penyakit-penyakit
seperti gangguan pernapasan, penyakit lambung dan khollera/diare.
Untuk memberikan kemudahan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
khususnya pegawai negeri dan keluarganya, hingga Tahun 2009 pemerintah dengan
program ASKES telah berhasil melayani 19.095 peserta atau sebanyak 26.097 keluarga.
D. Perekonomian
1. PDRB Menurut Lapangan Usaha
PDRB Kabupaten Sigi Tahun 2009 berdasarkan Atas Dasar Harga (ADH)
Berlaku sebesar 2.767.158 juta rupiah. Nilai ini mengalami peningkatan
dibandingkan tahun sebelumnya, yang hanya sebesar 2,449,446 juta rupiah.
Demikian pula terjadi peningkatan yang signifikan pada Produk Domestik Regional
Bruto riil yang mencapai 1.489.753 juta rupiah dibandingkan tahun sebelumnya
sebesar 1.381.297 juta rupiah. Dengan demikian secara umum PDRB Kabupaten
Sigi Tahun 2009 baik atas dasar harga berlaku maupun konstan mengalami
peningkatan yang cukup signifikan.
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
ci Tabel 64 PDRB ADH Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007 - 2009 (Jutaan Rp)
No. Lapangan Usaha 2007 2008 2009 1 . Pertanian 1,103,678 1,299,696 1,454,989 2 . Penggalian 42,938 54,959 67,271 3 . Industri Pengolahan 61,985 76,245 87,705 4 . Listrik dan Air Bersih 5,183 6,162 7,632 5 . Bangunan 124,032 145,116 168,047 6 . Perdagangan, Hotel & Restoran 220,843 270,204 301,378 7 . Angkutan dan Komunikasi 106,815 130,505 145,698 8 . Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan 37,927 45,643 51,653
9 . Jasa-Jasa 336,698 420,916 482,783 Produk Domestik Regional Bruto 2,040,099 2,449,446 2,767,158
Sumber : PDRB Kabupaten Sigi 2010
Tabel 65 PDRB ADH Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007 - 2009 (Jutaan Rp)
No. Lapangan Usaha 2007 2008 2009 1 . Pertanian 723,068 768,982 825,754 2 . Penggalian 25,575 27,857 31,498 3 . Industri Pengolahan 36,380 39,178 42,300 4 . Listrik dan Air Bersih 3,284 3,506 3,871 5 . Bangunan 97,006 105,983 115,905 6 . Perdagangan, Hotel & Restoran 135,234 146,298 158,447 7 . Angkutan dan Komunikasi 55,753 60,984 66,647 8 . Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan 20,927 23,086 25,056 9 . Jasa-Jasa 185,249 205,423 220,275
Produk Domestik Regional Bruto 1,282,477 1,381,297 1,489,753 Sumber : PDRB Kabupaten Sigi 2010
2. Kontribusi Sektoral
Peranan sektoral yang paling besar dalam PDRB Kabupaten Sigi Tahun 2009
berasal dari sektor pertanian yang mencapai hampir separuh dari keseluruhan PDRB,
yaitu sebesar 52,58 persen. Peranan terbesar urutan kedua pada sektor jasa-jasa yaitu
sebesar 17,45 persen. Sedangkan peranan terbesar ketiga pada sektor perdagangan,
hotel, dan restoran, yang mencapai 10,89 persen. Sekalipun peranan enam sektor
yang lain tidak terlalu besar, yaitu kurang dari 7 persen pada masing-masing sektor,
tetapi tidak dapat diabaikan. Sektor bangunan dan sektor angkutan dan komunikasi
masih cukup besar peranannya, masing-masing 6,07 persen dan 5,27 persen.
Sedangkan sektor-sektor yang lain peranannya di bawah 4 persen saja. Rincian
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
cii lengkapnya adalah sebagai berikut: sektor industri pengolahan 3,17 persen; sektor
penggalian 2,43 persen; sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 1,87
persen; serta sektor listrik dan air bersih sebesar 0,28 persen.
3. Pertumbuhan Ekonomi
Laju pertumbuhan PDRB riil tahun 2009 mencapai 7,85% meningkat dari
tahun 2008 sebesar 7,71%. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sigi berada di
atas rata-rata pertumbuhan nasional. Artinya masih cukup tinggi dan kondisi ini
dimungkinkan makin baik apabila laju pertumbuhan ekonomi dibarengi pemerataan
pembangunan serta penguatan basis ekonomi Kabupaten Sigi yang sebagian besar
ditopang oleh sektor pertanian.
Bila dilihat masing-masing sektor ekonomi, dimana pada Tahun 2009 setiap
sektor ekonomi mengalami pertumbuhan positif dengan pertumbuhan terbesar terjadi
pada sektor penggalian yaitu sebesar 13,07 persen. Sektor yang mengalami
pertumbuhan terbesar kedua adalah sektor listrik dan air bersih yaitu sebesar 10,4
persen, kemudian disusul sektor bangunan sebesar 9,36 persen, kemudian disusul
lagi sektor angkutan dan komunikasi dan sektor keuangan dan jasa perusahan
masing-masing tumbuh 9,29 persen dan 8,53 persen. Sedangkan yang mengalami
pertumbuhan terendah tahun 2009 adalah sektor jasa-jasa yakni sebesar 7,23 persen.
4. Pendapatan Perkapita
PDRB Perkapita penduduk Kabupaten Sigi terus meningkat dari tahun ke
tahun. Dimana PDRB perkapita Tahun 2009 atas dasar harga berlaku meningkat
cukup tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Dimana pada Tahun 2008, PDRB
perkapita Kabupaten Sigi masih sebesar Rp. 12.115.834, maka pada Tahun 2009
menjadi Rp. 13.533.256 atau meningkat sebesar 11,70 persen. Jika dihitung atas
dasar harga konstan 2000, nilai ini pun meningkat sebesar 6,64 persen, yaitu dari Rp.
6.832.388 pada Tahun 2008 menjadi Rp. 7.285.891 pada Tahun 2009.
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
ciii Tabel 66 Pendapatan Regional dan Angka-Angka Perkapita Tahun 2007–2009
Atas Dasar Harga Berlaku 2007 2008 2009
1. Produk Domestik Regional Bruto ADH Pasar (Jutaan Rupiah)
2,040,099 2,449,446 2,767,158
2. Penyusutan Barang-Barang Modal (Jutaan Rupiah)
100,985 121,248 136,974
3. Produk Domestik Regional Netto ADH Pasar (Jutaan Rupiah)
1,939,114 2,328,199 2,630,184
4. Pajak Tak Langsung Netto (Jutaan Rupiah)
28,561 34,292 38,740
5. Produk Domestik Regional Netto ADB Faktor (Jutaan Rupiah)
1,910,553 2,293,906 2,591,444
6. Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun (Jiwa)
199,767 202,169 204,471
7. Produk Domestik Regional Bruto Perkapita (Rupiah)
10,212,394 12,115,834 13,533,256
Atas Dasar Harga Konstan 1. Produk Domestik Regional Bruto ADH
Pasar (Jutaan Rupiah) 1,282,477 1,381,297 1,489,753
2. Penyusutan Barang-Barang Modal (Jutaan Rupiah)
63,483 66,374 73,743
3. Produk Domestik Regional Netto ADH Pasar (Jutaan Rupiah)
1,218,994 1,312,923 1,416,011
4. Pajak Tak Langsung Netto (Jutaan Rupiah)
17,955 19,338 20,856
5. Produk Domestik Regional Netto ADB Faktor (Jutaan Rupiah)
1,201,039 1,293,585 1,395,154
6. Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun (Jiwa)
199,767 202,169 204,471
7. Produk Domestik Regional Bruto Perkapita (Rupiah)
6,419,862 6,832,388 7,285,891
Sumber : PDRB Kabupaten Sigi 2010
5. Pendapatan Daerah
Kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap APBD Kabupaten Sigi
masih sangat rendah, hal ini terlihat dari jumlah realisasi PAD pada tahun 2009 yang
hanya mencapai 0,6% dari total pendapatan daerah. Hal ini tidak terlepas dari
kondisi Kabupaten Sigi yang merupakan Kabupaten baru (Pemekaran dari kabupaten
Donggala pada tahun 2008). Kondisi ini diperkirakan masih akan terjadi pada tahun
2010, sebagaimana terlihat pada tabel berikut:
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
civ
Tabel 67 Pertumbuhan Rata-Rata Realisasi Pendapatan Daerah Tahun 2009-2010 di Kabupaten Sigi
No Uraian 2009 (Rp) 2010* (Rp) Pertumbuhan
1 Pendapatan 246.325.960.280,40 424.044.000.000,00 72,15%
1.1. Pendapatan Asli Daerah
2.973.675.644,40 2.738.000.000,00 -7,93%
1.2. Dana Perimbangan 230.696.855.517,00 377.782.000.000,00 63,76%
1.3. Lain-Lain Pendapatan Daerah
yang Sah 12.655.429.119,00 43.524.000.000,00 243,92%
Sumber: Diolah dari Buku Laporan Keuangan Daerah Tahun 2009-2010
Secara total, dibandingkan tahun 2009 pendapatan daerah pada tahun 2010
mengalami kenaikan sebesar 72,15%. Namun kenaikan tersebut masih dominan
disumbangkan oleh dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan fiskal pemerintah daerah Kabupaten Sigi termasuk
kategori belum mampu. Namun demikian, hal ini belum mencerminkan
ketidakmampuan daerah dalam mengelola potensinya, tapi lebih disebabkan oleh
masih rendahnya kualitas dan kuantitas sumber daya aparatur dan perangkat
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan sumber-sumber
pendapatan asli daerah.
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sigi pada tahun 2009 tercatat sebesar
7,85%, dan diprediksi akan terus mengalami kenaikan pada tahun-tahun selanjutnya.
Hal ini berarti sektor-sektor penggerak perekonomian di wilayah ini akan dapat
memberikan kontribusi yang lebih berarti pada tahun selanjutnya, jika dapat dikelola
lebih baik.
Perbandingan antara target dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun
2009 menunjukkan indikasi yang positif. Secara total PAD berhasil direalisasikan
119% dari jumlah yang ditargetkan. Gambaran anggaran dan realisasi PAD
Kabupaten Sigi Tahun 2009 disajikan pada tabel berikut:
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
cv
Tabel 68 Perbandingan Antara Target dan Realisasi Penerimaan PAD Kabupaten Sigi 2009-2010
PAD Target Realisasi Rasio Efektivitas
Pajak Daerah 809.625.617,00 891.151.188,00 110,07% Retribusi Daerah 872.518.000,00 818.576.185,00 93,82% Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
- - -
Lain-Lain PAD yang Sah 800.000.000,00 1.263.948.271,40 157,99% Total 2.482.143.617,00 2.973.675.644,40 119,80%
Sumber: Diolah dari Buku Laporan Keuangan Daerah Tahun 2009-2010
Dengan mempertimbangkan rendahnya kemampuan perpajakan daerah (local
taxing power) yang menyebabkan belum optimalnya penerimaan PAD selama ini,
maka diperkirakan untuk 5 (lima) tahun ke depan Kabupaten Sigi masih sangat
mengandalkan pada penerimaan yang berasal dari Pusat/Dana Perimbangan (DAU,
DAK dan Bagi Hasil).
Dilihat dari struktur penerimaan PAD tahun 2009, menunjukkan bahwa pajak
daerah menyumbang PAD sebesar 30%, retribusi daerah sebesar 27,5%, dan lain-
lain PAD yang sah sebesar 42,5%. Sedangkan pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan belum memberikan kontribusi pada PAD Kabupaten Sigi tahun 2009.
Kemampuan penerimaan PAD berimplikasi langsung dengan berbagai upaya
untuk meningkatkan pelayanan dan kegiatan pembangunan lainnya. Oleh karenanya,
pengelolaan PAD di Kabupaten Sigi diupayakan pada intensifikasi penerimaan pajak
daerah dan retribusi daerah mengingat kedua sumber PAD ini sangat strategis.
Berbagai langkah yang telah dilakukan untuk mengoptimalkan PAD antara
lain adalah pendataan objek dan subjek pajak dan retribusi, penyiapan peraturan-
peraturan daerah sebagai dasar hukum pemunggutan, serta sosialisasi dan
penyuluhan pajak dan retribusi daerah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam membayar pajak dan retribusi daerah. Langkah lain yang telah dilakukan
adalah penguatan koordinasi antar dinas/instansi pemungut.
6. Belanja Daerah
Pengelolaan belanja daerah merupakan bagian dari pelaksaaan program
pembangunan untuk mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan.
Mengingat belanja daerah merupakan pengeluaran kas daerah yang menjadi beban
daerah, maka dalam implementasinya pengelolaan belanja daerah didasarkan pada
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
cvi anggaran berbasis kinerja dengan mengacu pada prinsip akuntabilitas, efisiensi dan
efektivitas.
Secara makro, format belanja daerah diintrodusir melalui 2 (dua) kerangka
yaitu Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung. Masing-masing memiliki
rincian belanja tersendiri. Pengelolaan belanja yang utama adalah meningkatkan
efisiensi melalui anggaran berbasis kinerja, meningkatkan pelayanan publik; serta
mengedepankan alokasi belanja yang ideal antara belanja tidak langsung dengan
belanja langsung.
Terkait kebijakan pengalokasiannya, belanja tidak langsung diarahkan untuk
mendukung penyelenggaraan operasional pemerintahan, sedangkan belanja langsung
diarahkan untuk meningkatkan aksesibilitas dan kualitas pendidikan dan kesehatan,
penyediaan infrastruktur dasar, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat
melalui berbagai program dan kegiatan pembangunan seperti penciptaan lapangan
kerja, penanggulangan pengangguran dan kemiskinan. Gambaran belanja Kabupaten
Sigi tahun 2009 terlihat pada tabel
Tabel 69 Proporsi Realisasi Belanja Terhadap Anggaran Belanja Kabupaten Sigi Tahun 2009
No Uraian Anggaran Realisasi %
A Belanja Tidak Langsung 178.726.616.256 169.657.355.686 94,9%
1 Belanja Pegawai 155.635.943.547,00 150.377.790.986,00 96,6%
2 Belanja Bunga - -
3 Belanja Subsidi - -
4 Belanja Hibah 4.232.511.709,00 3.023.108.000,00 71,4%
5 Belanja Bantuan Sosial 2.000.000.000,00 795.012.700,00 39,8%
6 Belanja Bagi Hasil - -
7 Belanja Bantuan Keuangan 16.358.161.000,00 15.461.444.000,00 94,5%
8 Belanja Tidak Terduga 500.000.000,00 -
B Belanja Langsung 72.244.833.615 61.363.392.681
1 Belanja Pegawai 5.555.675.684 5.147.257.350 92,6%
2 Belanja Barang dan Jasa 33.104.701.283 29.373.186.307 88,7%
3 Belanja Modal 33.584.456.648 26.842.949.024 79,9%
Total Belanja 250.971.449.871 231.020.748.367 92,1% Sumber: Diolah dari Buku Laporan Keuangan Daerah Tahun 2009-2010
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
cvii Tabel 70 Pertumbuhan Belanja Kabupaten Sigi Tahun 2009-2010
No Uraian 2009 2010 * %
A Belanja Tidak Langsung 169.657.355.686 261.478.623.384 54,1%
1 Belanja Pegawai 150.377.790.986,00 206.198.350.745 37,1%
2 Belanja Bunga - -
3 Belanja Subsidi - -
4 Belanja Hibah 3.023.108.000,00 34.503.026.639 1041,3%
5 Belanja Bantuan Sosial 795.012.700,00 2.614.746.000 228,9%
6 Belanja Bagi Hasil - -
7 Belanja Bantuan Keuangan 15.461.444.000,00 17.162.500.000 11,0%
8 Belanja Tidak Terduga - 1.000.000.000
B Belanja Langsung 61.363.392.681 170.860.169.661 178,4%
1 Belanja Pegawai 5.147.257.350 13.786.455.692 167,8%
2 Belanja Barang dan Jasa 29.373.186.307 74.450.238.476 153,5%
3 Belanja Modal 26.842.949.024 82.623.475.493 207,8%
Total Belanja 231.020.748.367 432.338.793.045 87,1% Sumber: Diolah dari Buku Laporan Keuangan Daerah Tahun 2009-2010
Sesuai peraturan perundangan yang berlaku, struktur belanja daerah dalam
APBD Kabupaten Sigi tahun 2009-2010 dibedakan menjadi belanja tidak langsung
dan belanja langsung. Alokasi belanja daerah dari tahun 2009 ke tahun 2010
mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya pendapatan daerah.
Peningkatan belanja daerah pada tahun 2010 cukup besar, dari Rp.231.020.748.367
pada tahun 2009 meningkat menjadi Rp 432.338.793.045. Pada tahun 2009, alokasi
belanja pegawai menempati porsi terbesar dalam belanja tidak langsung. Pada tahun
2010, meski terjadi kenaikan volume belanja daerah secara keseluruhan, tetapi
terjadi penurunan proporsi pada belanja pegawai. Jika pada tahun 2009 proporsi
belanja pegawai sebesar 88,6% dari total belanja tidak langsung, tahun 2010
mengalami penurunan menjadi 78,9%.
Selanjutnya, mencermati perkembangan struktur belanja daerah
menunjukkan adanya trend peningkatan belanja langsung dari tahun ke tahun. Tahun
2009, proporsi belanja langsung mencapai 26,6%, sedangkan belanja tidak langsung
sebesar 73,4%. Sebagian besar belanja langsung dialokasikan untuk belanja modal
sebesar 43,7% dan barang dan jasa sebesar 47,9%, sisanya digunakan untuk belanja
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
cviii pegawai. Kondisi ini mengindikasikan alokasi belanja langsung dalam APBD
Kabupaten Sigi mengedepankan kepentingan publik yang lebih besar.
Terkait dengan meningkatnya kegiatan pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan di Kabupaten Sigi di masa mendatang, peningkatan belanja daerah
akan membawa konsekwensi kemampuan keuangan daerah juga harus diupayakan
meningkat.
7. Neraca Daerah
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2001, Neraca Daerah adalah
neraca yang disusun berdasarkan standar akuntansi pemerintah secara bertahap
sesuai dengan kondisi masing masing pemerintah. Neraca Daerah memberikan
informasi mengenai posisi keuangan berupa aset, kewajiban (utang), dan ekuitas
dana pada tanggal neraca tersebut dikeluarkan. Aset, kewajiban, dan ekuitas dana
merupakan rekening utama yang masih dapat dirinci lagi menjadi sub rekening
sampai level rincian obyek.
Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang
Standar Akuntasi Pemerintah, Neraca Daerah merupakan salah satu laporan
keuangan yang harus dibuat oleh Pemerintah Daerah. Laporan ini sangat penting
bagi manajemen pemerintah daerah, tidak hanya untuk memenuhi kewajiban
peraturan perundang-undangan yang berlaku saja, tetapi juga sebagai dasar untuk
pengambilan keputusan yang terarah pada pengelolaan sumber-sumber daya
ekonomi yang dimiliki oleh daerah secara efisien dan efektif. Gambaran umum
Kinerja Neraca Daerah Pemerintah Daerah Kabupaten Sigi selama 2009 seperti
terlihat pada tabel berikut:
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
cix
Tabel 71 Kinerja Neraca Daerah Pemerintah Daerah Kabupaten Sigi 2009
No. Uraian % dari total aset 1. ASET 1.1. ASET LANCAR 6,70% 1.1.1. Kas 6,67% 1.1.3. Persediaan 0,03% 1.2 INVESTASI 1.3. ASET TETAP 93,30% 1.3.1. Tanah 5,43% 132.2. Peralatan dan mesin 9,11% 1.3.3. Gedung dan bangunan 3,27% 1.3.4. Jalan, irigasi, dan jaringan 74,80% 1.3.5. Aset tetap lainnya 0,31% 1.3.6. Konstruksi dalam pengerjaan 0,39%
Sumber: Diolah dari Buku Laporan Keuangan Daerah Tahun 2009-2010
Aset daerah merupakan aset yang memberikan informasi tentang sumber
daya ekonomi yang dimiliki dan dikuasai pemerintah daerah, memberikan manfaat
ekonomi dan sosial bagi pemerintah daerah maupun masyarakat di masa mendatang
sebagai akibat dari kegiatan ekonomi dan sosial yang dilakukan sebelumnya, serta
dapat diukur dalam uang. Pada tahun 2009 aset daerah Kabupaten Sigi didominasi
oleh aset tetap, mencapai 93,30% dari total aset, sedangkan aset lancar hanya
mencapai 6,70%. Komponen terbesar aset tetap daerah adalah jalan, irigasi, dan
jaringan, yang mencapai 74,80%, sedangkan pada aset lancar terkonsentrasi pada kas
daerah sebesar 6,67%.
Neraca daerah tersebut memberikan gambaran yang kurang baik bagi kondisi
keuangan secara umum di Kabupaten Sigi. Kecilnya porsi kas daerah dapat
menimbulkan masalah bagi pemerintah daerah, terutama dalam mendanai
pelaksanaan program dan kegiatan di awal-awal tahun anggaran. Sehingga dapat
berkonsukuensi pada penundaan pelaksanaannya, yang pada akhirnya akan
berdampak pada pelayanan publik. Di sisi aset tetap, terkonsentrasinya aset hanya
pada satu jenis (jalan, irigasi, dan jaringan), tentunya akan berdampak pada
pelayanan publik. Kombinasi dari berbagai aset lainnya (tanah, bangunan, peralatan
dan mesin) sangat dibutuhkan untuk mengoptimalkan berbagai pelayanan kepada
masyarakat.
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
cx
E. Pemerintahan
Pada masa sebelum hindia belanda di wilayah ini yakni khususnya di wilayah
Lembah Palu bagian Selatan telah terdapat beberapa kerajaan yang dikenal antara lain :
• Kerajaan Sigi Dolo
• Kerajaan Kulawi
Selain kerajaan tersebut diatas masih ada lagi kerajaan lain yang perlu diteliti
secara mendalam keberadaannya, tempat pemerintahannya dan hubungannya dengan
kerajaan tersebut di atas gelar pejabat pemerintah pada waktu itu disebut : magau,
madika, langga nunu, galara, pabicara, dan lain-lain.
Struktur, nama dan jabatan aparat kerajaan dan jumlah dewan adat ditetapkan
menurut kondisi, bahasa dan adat istiadat yang berlaku dan membudaya oleh masyarakat
pada daerahnya masing-masing, ada yang sama dan ada pula yang berbeda.
Kedatangan bangsa belanda dengan maksud menjajah daerah ini disambut
dengan perlawanan oleh raja-raja bersama rakyatnya, sehingga perang pun tidak
terhindarkan. Sejarah mencatat pecahnya perang dibeberapa tempat, dimana rakyat
melakukan perlawanan terhadap kolonial belanda, seperti : perang sigi dolo, perang
kulawi, perang palu, perang tatanga dan lain – lain.
Pemerintah hindia belanda dengan politik “devide et impera” atau politik adu
domba terhadap kerajaan –kerajaan tersebut, bertujuan untuk melemahkan dan
melumpuhkan kekuatan raja-raja. Perang tersebut diakhiri dengan penandatanganan
perjanjian yang dikenal dengan “korte vorklaring” yang intinya adalah : pengakuan
terhadap kekuasaan belanda atas wilayah-wilayah kerajaan.
Setelah wilayah-wilayah ditaklukan, dan berdasarkan desentralisasi wet 1904,
maka seluruh daerah kekuasaan raja-raja tersebut dijadikan wilayah administratif berupa
distrik dan onder distrik. Dari beberapa distrik ini bergabung menjadi wilayah swapraja
atau landschap (zell ghurturende landschappend) sebagai dasar untuk mengatur
pemerintahan sendiri yang mulai berlaku pada tahun 1927 dan kemudian diubah
tahun1938 dengan nama “ zelfbestuursregelen”.
Dalam perkembangan selanjutnya daerah donggala dijadikan afdeeling Donggala
yang antara lain meliputi :
• Onder Afdeeling Palu
Landschap Kulawi berkedudukan di Kulawi
Landschap Sigi Dolo berkedudukan di Biromaru
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
cxi Landschap Palu berkedudukan di Palu
Pada masa pendudukan tentara jepang tahun 1942 s/d 1945 kekeuasaan
pemerintahan, berada dibawah pemerintahan bala tentara jepang. Pemerintahan
penduduk jepang melanjutkan struktur pemerintahan daerah menurut versi pemerintah
belanda dalam bidang dekonsentrasi dengan pemakaian istilah dalam bahasa Jepang.
Pemerintahan yang otonom dapat dikatakan tidak ada sama sekali karena
pemerintahan Jepang melarang kehidupan politik bagi rakyat indonesia. Pemerintah
jepang hanya melaksanakan bidang dekonsentrasi berdasarkan osamu soirei nomor 12
dan 13 tahun 1943. Oleh karena masa pendudukan jepang hanya dalam waktu yang
singkat, maka peraturan struktur pemerintahan hampir tidak ada yang mengalami
perubahan.
Setelah Indonesia merdeka Kabupaten Sigi merupakan bagian dari Kabupaten
Donggala. Seiring dengan berjalannya waktu serta adanya aspirasi dan keinginan untuk
memisahkan diri dari Kabupaten Donggala, sebagai konsekuensi atas tuntutan dan
nuansa otonomi daerah. Maka perjuangan untuk membentuk sebuah kabupaten diawali
dengan :
• Terbentuknya forum komunikasi pemekaran kabupaten melalui SK Pengurus
Nomor: 09/FKKP/VII/2003 tanggal 26 juli 2003 yang terdiri dari ketua drs. Habir
Ponulele, MM, dibantu 3 orang wakil ketua dan sekretaris Nurzain, SH dibantu 3
orang wakil serta beberapa bidang.
• Sk Bupati Donggala nomor : 188.45/0437/Bag.Pem Tanggal 11 September 2003.
• Memorandum DPRD Kabupaten Donggala Nomor 2 Tahun 2003 Tanggal 29
Oktober 2003.
Akhirnya berdasarkan Undang-Undang No 27 Tahun 2008 Tanggal 21 juli 2008
Kabupaten Sigi terbentuk sebagai hasil pemekaran wilayah Kabupaten Donggala.
Hinggga Tahun 2010, wilayah administratif Kabupaten Sigi terdiri dari 15 kecamatan,
156 desa dan 1 UPT. Bila ditinjau per kecamatan, Kecamatan Palolo memiliki jumlah
desa terbanyak yaitu 19 Desa, sedangkan Kecamatan Lindu dan Tanambulava masing-
masing hanya 4 Desa.
Dengan struktur pemerintahan yang masih baru, jalannya penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan publik di Kabupaten Sigi diimplementasikan oleh 14 dinas
dan 2 badan sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 72
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
cxii Daftar Dinas dan Badan Dalam Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Sigi
No Dinas dan Badan
Dinas-dinas 1 Dinas Sosial 2 Dinas Kehutanan 3 Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga 4 Dinas Kesehatan 5 Dinas Pekerjaan Umum 6 Dinas Kelautan dan Perikanan 7 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 8 Dinas Pertanian Perkebunan dan Kesehatan Hewan 9 Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi 10 Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 11 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 12 Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika 13 Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan 14 Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Badan-badan 1 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal 2 Badan Lingkungan Hidup
Sumber: Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Sigi 2011
F. Dinamika Sosial
Uraian tentang kehidupan demokrasi di Kabupaten Sigi ditinjau dari tiga
indikator utama yaitu: Kebebasan Sipil, Hak-hak Politik, dan Lembaga Demokrasi.
Variabel yang digunakan sebagai ukuran dari indikator kebebasan sipil mencakup: (1)
Kebebasan Berkumpul dan Berserikat, (2) Kebebasan Berkeyakinan, (3) Kebebasan dari
Diskriminasi, dan (4) Kebebasan Berpendapat.
Sementara untuk hak-hak politik variabel yang dijadikan parameter pengukuran
adalah : (1) Hak Memilih; dan (2) Partisipasi dalam Pengambilan Keputusan dan
Pengawasan. Untuk variabel hak memilih, dibagi lagi ke dalam beberapa sub-variabel
yaitu: (a) Kejadian dimana Hak Memilih Masyarakat Terhambat; (b) Kualitas Daftar
Pemilih Tetap (DPT); (c) Persentase Penduduk yang Menggunakan Hak Pilih
dibandingkan dengan yang Memiliki Hak untuk Memilih dalam Pemilu; dan (d)
Persentase Perempuan Terpilih terhadap Total Anggota DPRD.
Indikator utama terakhir adalah lembaga demokrasi. Dalam indikator ini terdapat
lima variabel yang dijadikan alat ukur yaitu: (a) Pemilu yang Bebas dan Adil; (2) Peran
DPRD; (3) Peran Partai Politik; (4) Peran Birokrasi Pemerintah Daerah, dan (5)
Peradilan yang Independen.
Indikator Kebebasan Sipil yang secara operasional tercermin melalui empat
variabel sebagaimana disebutkan sebelumnya, dijadikan sebagai acuan dalam sebuah
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
cxiii kegiatan survey kehidupan berdemokrasi di Sulawesi Tengah yang dilaksanakan oleh
beberapa lembaga independen, termasuk yang dilaksanakan oleh Pusat Penelitian
Otonomi Daerah Universitas Tadulako. Survey dimaksud melibatkan 500 responden di
masing-masing kabupaten dan kota pada tahun 2011. Untuk Kabupaten Sigi hasil
agregasi dari kegiatan survey termuat dalam tabel 73.
Berdasarkan tabel tersebut, cukup jelas bahwa capaian kehidupan berdemokrasi
di Kabupaten Sigi dalam hal kebebasan sipil cukup tinggi yang ditandai dengan
mudahnya berpartisipasi dalam organisasi (91,0%), dan kemudahan dalam membentuk
organisasi (78,4 %). Tingginya tingkat kebebasan sipil tersebut juga dimungkinkan
karena tidak ditemukan adanya regulasi yang secara khusus mengatur pembentukan
organisasi serta partisipasi warga dalam berorganisasi (89,0%).
Variabel lain yang juga cukup menentukan tingginya kebebasan sipil di
Kabupaten Sigi adalah warga Sigi menilai bahwa selama ini mereka cukup bebas dalam
menjalankan ibadah sesuai agama yang diyakininya (93,2%), termasuk kebebasan dalam
menjalankan berbagai ritual adat-istiadat atau budaya lokal yang ada di Kabupaten Sigi
(85,0), dan tidak ditemukan adanya tindak kekerasan yang mengatasnamakan agama
atau kelompok keagamaan tertentu (96,0%).
Meski demikian, sebagaimana halnya di Kabupaten Donggala, di Kabupaten Sigi
masih ditemukan cukup tinggi persentase dari pernyataan-pernyataan diskriminatif yang
bernuansa etnis, agama dan golongan (82,0 %), namun tidak berimplikasi pada tindakan
diskriminatif (79,0 %).
Hasil lain dari studi tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar warga
Kabupaten Donggala merasa bahwa selama ini mereka cukup mudah dalam
menyampaikan aspirasi atau pendapat mereka terkait dengan layanan publik yang
disediakan oleh pemerintah daerah (71,0 %), yang didukung oleh ketersediaan fasilitas
dalam menyampaikan aspirasi tersebut (80,0 %)
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
cxiv
Tabel 73 Agregasi Tanggapan Responden Terhadap Indikator Kebebasan Sipil di Kabupaten Donggala 2011
No Variabel dan Sub Variabel Kebebasan Sipil Tabulasi Tanggapan Responden
Persentase
1 Kebebasan Berkumpul dan Berserikat (Sampel N=500) (%) • Kemudahan berpartisipasi dalam organisasi
• Kemudahan dalam membentuk organisasi
• Ada/tidaknya aturan/regulasi khusus dalam pembentukan dan partisipasi dalam organisasi.
Mudah = 455 Sulit = 38 Tidak Menjawab = 7 Mudah = 392 Sulit = 77 Tidak Menjawab =31 Ada = 32 Tidak ada = 445 Tidak Tahu = 10 Tidak Menjawab = 13
91,0 7,6 1,4 78,4 15,4 6,2 6,4 89,0 2,0 2,6
2 Kebebasan Berkeyakinan • Kebebasan melaksanakan praktek keagamaan;
• Kebebasan melaksanakan praktek dan ritual
budaya
• Ada/tidaknya tindak kekerasan yang mengatasnamakan agama/kelompok agama tertentu
Bebas = 466 Kurang Bebas = 25 Tidak Bebas = 2 Tidak Menjawab = 7 Bebas = 425 Kurang Bebas = 55 Tidak Bebas = 10 Tidak Menjawab = 10 Ada = 5 Tidak ada = 480 Tidak Tahu = 5 Tidak Menjawab = 10
93,2 5,0 0,4 1,4 85,0 11,0 2,0 2,0 1,0 96,0 1,0 2,0
3 Kebebasan dari Diskriminasi • Ada/tidaknya pernyataan diskriminatif
berdasarkan etnis, agama dan golongan
• Ada/tidaknya tindakan diskriminatif berdasarkan etnis, agama dan golongan
Ada = 410 Tidak ada = 25 Tidak Tahu = 15 Tidak Menjawab = 50 Ada = 20 Tidak ada = 395 Tidak Tahu = 80 Tidak Menjawab = 5
82,0 5,0 3,0 10,0 4,0 79,0 16,0 1,0
4 Kebebasan Berpendapat • Kemudahan menyampaikan aspirasi terhadap
layanan publik
• Ada/tidaknya fasilitas menyampaikan aspirasi terhadap layanan publik
Mudah = 355 Sulit = 112 Tidak Menjawab = 33 Ada = 400 Tidak ada = 70 Tidak Tahu = 25 Tidak Menjawab = 5
71,0 22,4 6,6 80,0 14,0 5,0 1,0
Sumber: Diolah Dari Hasil Survey Kehidupan Demokrasi di Sulawesi Tengah, Pusat Studi Otonomi Daerah UNTAD 2011
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
cxv
Untuk indikator utama hak-hak politik, kegiatan survey kehidupan
demokrasi memuat hasil seperti dalam tabel berikut:
Tabel 74 Agregasi Tanggapan Responden Terhadap Indikator Hak-Hak Politik di Kabupaten Donggala 2011
No Variabel dan Sub Variabel Hak-hak Politik Tabulasi Tanggapan Responden
Persentase
1 Hak Memilih (Sampel N=500) (%) • Hambatan Terhadap Hak Memilih
• Kualitas Daftar Pemilih Tetap (DPT)
Terhambat = 285 Tidak Terhambat = 200 Tidak Menjawab = 15 Memuaskan = 145 Buruk = 250 Tidak Tahu = 50 Tidak Menjawab =55
57,0 40,0 3,0 29,0 50,0 10,0 11,0
2 Pelibatan Pengambilan Keputusan dan Pengawasan Dalam Proses Pemilihan
Dilibatkan = 160 Tidak Dilibatkan = 310 Tidak Menjawab = 30
32,0 62,0 6,0
Sumber: Diolah Dari Hasil Survey Kehidupan Demokrasi di Sulawesi Tengah, Pusat Studi Otonomi Daerah UNTAD 2011
Mengacu pada tabel tersebut, dengan jelas menunjukkan bahwa lebih dari
sebagian responden 285 (57,0 %) yang dilibatkan dalam studi menyatakan bahwa
masih terdapat hambatan dalam memberikan hak suara atau hak memilih. Kasus
ini secara khusus sangat memiliki kemiripan dengan apa yang terjadi di Kabupaten
Donggala di mana banyak warga Sigi yang mengalami hambatan dalam
memberikan hak suaranya karena masalah administrasi pemilihan umum yang
tidak dikelola secara profesional.
Tingkat partisipasi warga terkait proses pengambilan keputusan di
Kabupaten Sigi juga cukup rendah (32,0 %), sebagian besar responden (62,0 %)
mengatakan bahwa mereka tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan
terkait dengan proses pemilihan umum di lokasi mereka termasuk dalam
pengawasannya.
Untuk sub-variabel persentase perempuan terpilih terhadap total anggota
DPRD ditampilkan tabel perbandingan persentase berikut:
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
cxvi Tabel 75 Daftar Nama-Nama Anggota DPRD Kabupaten Sigi Periode 2009-2014
No Nama Fraksi Jenis Kelamin 1 Drs. Budi Luhur Partai Golkar Laki-Laki 2 Rynald BE Taro Partai Golkar Laki-Laki 3 A. Rangan. BBA Partai Golkar Laki-Laki 4 Gesang Yuwono Partai Golkar Laki-Laki 5 Hj. Arlia H. Nontji Partai Golkar Perempuan 6 Umar Baharuddin Larosi Partai Golkar Laki-Laki 7 Ajub Willem Partai Demokrat Laki-Laki 8 H. Ibrahim, SH Partai Demokrat Laki-Laki 9 Annas P. Makalaya. Partai Demokrat Laki-Laki 10 Paulina, SE Partai Gerindra Perempuan 11 Yosias Ntahu Partai Gerindra Laki-Laki 12 Ruswaji. Partai Gerindra Laki-Laki 13 Arman Djurejo Partai PDIP Laki-Laki 14 I Ketut Sudama Partai PDIP Laki-Laki 15 Alfinus Tonta, SH Partai PDS Laki-Laki 16 Sale D. Ratalembah Partai PDS Laki-Laki 17 Andi Muhamad Kasim Radjalangi,SE Partai PBR Laki-Laki 18 Latifa Hi. Abdul Wahab Partai PBR Perempuan 19 Abdul Rifai Arif, S. Pt Partai PKS Laki-Laki 20 Nikmariati Partai PKS Perempuan 21 Alia Idrus Partai PPRN Perempuan 22 Drs. Ali Hanafie Ponulele Partai Hanura Laki-Laki 23 Torki Iturra Partai Barnas Laki-Laki 24 Drs. Living Stones Sango Repulikan Laki-Laki 25 Jamaludin L Nusu PMB Laki-Laki 26 Drs. Hendrik K. Djiloy PAN Laki-Laki 27 James Tulandi Patriot Laki-Laki 28 Abd. Rahman PDK Laki-Laki 29 Hamzah CH Madenuang, S.sos PPP Laki-Laki 30 Ngo Hendrik PKPI Laki-Laki
Berdasarkan tabel tersebut jumlah perempuan yang terpilih menjadi
anggota DPRD Kabupaten Sigi adalah 5 orang atau 16,6 % dari jumlah
keseluruhan anggota DPRD Kabupaten Sigi Periode 2009-2014.
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
cxvii Tabel 75 Agregasi Tanggapan Responden Terhadap Indikator Lembaga Demokrasi di Kabupaten Donggala 2011
No Variabel dan Sub Variabel Lembaga Demokrasi
Tabulasi Tanggapan Responden
(Sampel N=500)
Persentase
(%) 1 Apakah Pemilu Telah Terlaksana Secara Bebas
dan Adil? Ya = 120 Belum = 272 Tidak Tahu = 75 Tidak Menjawab = 33
24,0 54,4 15,0 6,6
2 Apakah DPRD Telah Berperan Memperjuangkan Kesejahteraan Rakyat?
Ya = 114 Belum = 252 Tidak Tahu = 80 Tidak Menjawab = 54
22,8 50,4 16,0 10,8
3 Apakah Partai Politik Telah Berperan Secara Signifikan Dalam Pendidikan Politik dan Demokrasi?
Ya = 97 Belum = 356 Tidak Tahu = 30 Tidak Menjawab = 17
19,4 71,2 6,0 3,4
4 Apakah Birokrasi Pemerintah Daerah Telah Berperan Secara Signifikan Dalam Melayani Masyarakat?
Ya = 125 Tidak = 280 Tidak Tahu = 48 Tidak Menjawab = 47
25,0 56,0 9,6 9,4
5 Apakah Peradilan Telah Berfungsi Secara Independen Dalam Proses Hukum?
Ya = 100 Tidak = 352 Tidak Tahu = 38 Tidak Menjawab = 10
20,0 70,4 7,6 2,0
Sumber: Diolah Dari Hasil Survey Kehidupan Demokrasi di Sulawesi Tengah, Pusat Studi Otonomi Daerah UNTAD 2011
Sementara itu jika ditinjau dari indikator lembaga demokrasi, seluruh
indikator yang dijadi tolok ukur menunjukkan betapa masih rendahnya persepsi
masyarakat terhadap unsur kelembagaan demokrasi. Hasil studi mengindikasikan
bahwa terdapat 192 responden atau 38,4 % dari seluruh responden terlibat yang
menyatakan bahwa pemilihan umum dalam berbagai level di Kabupaten Donggala
belum dapat dikatakan bebas dan adil, sementara 29,6 persen yang menjawab
bahwa pemilihan umum yang menjadi aktifitas rutin telah dilaksanakan cukup
bebas dan adil. Hasil studi juga memberikan informasi yang cukup menarik bahwa
jika digabungkan terdapat 160 responden yang tidak tidak tahu dan tidak berminat
menjawab pertanyaan tersebut.
Hasil wawancara mendalam menunjukkan bahwa sebagian warga
masyarakat di Kabupaten Donggala nampaknya telah merasa cukup jenuh dengan
berbagai agenda pemilihan di daerah mereka yang belum menghasilkan perubahan
berarti bagi kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
Hasil studi tersebut secara berturut-turut juga menunjukkan bahwa
sebagian besar responden menyatakan bahwa DPRD belum berperan secara
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
cxviii signifikan dalam memperjuangkan kesejahteraan rakyat (44,6 %), keberadaan
partai politik belum berperan secara signifikan dalam melakukan pendidikan
politik dan demokrasi (61,6 %), birokrasi pemerintah daerah belum berperan
secara signifikan dalam melayani masyarakat (51,4 %), dan lembaga peradilan
belum mencerminkan sebagai sebuah lembaga yang independen atau dengan kata
lain masih seringkali tunduk di bawah kepentingan tertentu (50,8 %).
G. Dampak Kegiatan Pertambangan dan Manfaatnya
Berdasarkan hasil inventarisasi/survei yang telah dilakukan oleh Departemen
Energi dan Sumber Daya Mineral serta Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Propinsi
Sulawesi Tengah juga oleh pihak swasta, maka kandungan bahan galian yang telah
berhasil di inventarisasi di antaranya :
1. Sumber Daya Mineral
• Galena
Lokasi bahan galian:
- Sungai Lewara Hulu, Kecamatan Marawola
- Urat Galena ± 15 cm, di Desa Bangga Kec. Dolo Selatan Bagian Barat
Keadaan bahan galian :
Penyebaran Galena (Pb) bersama-sama dengan seng (Zn) dan Emas (Au)
Dalam batuan granit berbentuk urat-urat hidrothermal, di Perbukitan Baluase
dan Bulubete terdapat bongkah urat-urat galena berukuran 30-60 cm, dan
urat-urat pada batuan induk granit yang tersebar di sepanjang sungai
Saluri. Di Sungai Lewara Hulu, Kecamatan Marawola juga dijumpai Galena
yang berasosiasi dengan mineral perak (Ag) dan Seng (Zn), berbentuk urat-
urat berukuran 2-10 cm yang menerobos pada batuan induk granodiorit.
Gambar 29: Contoh Batuan Galena Gambar 30: Contoh Batuan Galena
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
cxix
• Emas
Lokasi bahan galian:
- Desa Ngatabaru, Desa Pombewe, Kecamatan Sigi Biromaru, terdapat di
daerah ini merupakan endapan aluvial hasil pelapukan batuan sekis dan
urat-urat kwarsa. Endapan alluvial ini mengandung emas placer. Pada
batuan diorit, granodiorit, monzonite di bagian Timur wilayah ini
dijumpai urat-urat kuarsa berukuran 2-15 cm, yang mengandung
mineralisasi emas, perak, pyrite dan chalcopyrite yang bersifat
sulfida.
- Mineralisasi sulfida di wilayah ini tersebar disepanjang pegunungan
Masomba yang menyebar dari Utara – Selatan dari Ngatabaru hingga
wilayah Kecamatan Palolo.
Gambar 31 : Contoh batuan mengandung emas
• Tembaga
Lokasi bahan galian:
- Kecamatan Lindu
- Kulawi Kec. Kulawi
- Kecamatan Sigi Biromaru, desa Pombewe dan Paneki dijumpai
berukuran 5-15 cm pd bat. Intrusi diorit/granit pada endapan vulkanik
andesit. Berasosiasi dengan Au, Ag, Zn, Al, Pb dan Fe/Mg.
Keadaan bahan galian:
Kenampakan urat sulfida Malachite secara fisik : warna ungu dan kuning
kehijauan, kristal kubik, ductile, berat jenis 8,3g/cm3. Dijumpai sebagai
endapan (deposit) porfiri bentuk bijih, dan urat sulfida pada batuan granit
dan diorit.
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
cxx
Gambar 32: Contoh batuan mengandung tembaga
• Belerang
Lokasi bahan galian: wilayah Bora Kecamatan Sigi Biromaru
Gambar 33: lokasi belerang
• Wolfram-Tungsten
Lokasi bahan galian: Kecamatan Lindu bagian Timur- Tenggara dan
Kecamatan Nokilalaki bagian Selatan Kabupaten Sigi.
Keadaan bahan galian: Ditemukan dalam bentuk Schelite dan Wolframite.
Kadar ± 1.600 ppm.
• Bijih Besi
Lokasi bahan galian: Sungai Lariang Kec. Kulawi Selatan
Keadaan bahan galian: Di Kabupaten Sigi Kecamatan Kulawi Selatan dalam
bentuk magnetit pada batuan basaltik dengan kadar Fe203 > 43 %, Fe total
52 %.
• Granit
Lokasi bahan galian:
- Kecamatan Dolo Selatan
- Kecamatan Marawola Barat
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
cxxi - Kecamatan Palolo
- Kecamatan Marawola
- Kecamatan Pipikoro
Keadaan bahan galian: Granit tersebar dalam bentuk morfologi perbukitan
dengan luas mencapai ribuan hektar. Cadangan terukur berdasarkan hasil
pemetaan semi mikro 1 : 50.000 sebesar 150.000.000 m³, dengan warna yang
yang bervariasi antara lain merah ros, merah hati, coklat, hitam, putih, abu-
abu kebiruan dan abu-abu. Granit di daerah ini mencapai jutaan kubik.
Dengan warnanya yang beraneka ragam dan menarik, granit Mantikole
memiliki potensi untuk dikembangkan dan dimanfaatkan, dengan perkiraan
luas penyebaran 500 Ha.
Gambar 34: Contoh batuan granit
• Pasir dan batu (sirtu)
Lokasi bahan galian: Terdapat hampir di semua sungai yang ada di
Kabupaten/Kota di Propinsi Sulawesi Tengah. Di wilayah Kabupaten Sigi
tersebar di sungai Ngatabaru, Watunonju, Sungai Gumbasa, Sungai Lewara,
Sungai Saluri, Sungai Rogo, Sungai Palu bagian Selatan terdapat sebagai
bongkah-bongkah untuk quari darat.
Gambar 35: Lokasi Sirtu
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
cxxii
Keadaan bahan galian: Pasir berwarna abu-abu gelap berbutir halus sampai
sangat kasar. Komposisi sirtu di daerah penyebaran terdiri dari batuan beku
(granit, andesit, diorit), batuan malihan (sekis, genes), dengan ukuran dari
kerikil sampai bongkah berdiameter 2 mm - 200 cm.
• Kaolin
Lokasi bahan galian: Kecamatan Kulawi
Keadaan bahan galian: Deposit kaolinit di daerah Kulawi Kecamatan Kulawi
cukup murni. Kaolin yang ditemukan di kabupaten lain terbentuk oleh hasil
pelapukan batuan metamorf dan ditemukan banyak mineral pengotor (tidak
murni). Cadangan belum diketahui.
• Lempung
Lokasi bahan galian: Banyak tersebar di wilayah morfologi pedataran
Kecamatan Dolo, Kecamatan Dolo Selatan, Kecamatan Gumbasa,
Kecamatan Kinovaro, Kecamatan Marawola, Kecamatan Marawola Selatan,
Kecamatan Sigi Biromaru, dan Kecamatan Palolo.
Keadaan bahan galian: Endapan lempung ini umumnya menempati daerah
pedataran dengan penyebaran merata dalam jumlah yang banyak. Dari hasil
penelitian, endapan lempung yang ditemukan berupa hasil pelapukan dari
batuan granit, malihan dan vulkanik. Secara megaskopis endapan
lempung yang ditemukan umumnya berwarna abu-abu gelap, kecoklatan
sampai abu-abu kekuningan, plastis, berbutir sangat halus dan padat. Potensi
sumber daya atau cadangan geologi: Kecamatan Dolo. 2.000.000 m³
Kecamatan Marawola : 3.000.000 m³
Gambar 36: Lokasi lempung
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
cxxiii • Batubara
Lokasi bahan galian: Desa Lembantongoa Kec. Palolo
Keadaan bahan galian: Di daerah pedataran ketinggian Lembantongoa Kec.
Palolo Kab. Sigi, terdapat “ browncoal” dengan ketebalan > 100 meter, pada
areal seluas < 800 Ha. Berdasarkan hasil analisa laboratorium PT. Sucofindo
= 2900 kkal – 3500 kkal untuk conto yang berada pada kedalaman < 6 meter
dari top soil.
Gambar 37: Lokasi batubara
2. Panas Bumi
Penyebaran tenaga panas bumi di Kabupaten Sigi yaitu di daerah Bora dan
Pulu dimana mata air panas dengan suhu berkisar 40o – 67o C. Selain itu
didapatkan juga indikasi panas bumi di daerah Mantikole Kecamatan Dolo,
untuk Desa Bora Kecamatan Biromaru terdapat cadangan panas bumi sebesar
8 Mwe, Desa Pulu, cadangan mencapai 58 Mwe, temperatur reservoir 212o C.
Sebagaimana dua kabupaten lainnya, aktifitas pertambangan yang ada di
Kabupaten Sigi juga masih dikelola secara tradisional atau dalam skala kecil. Salah
satu lokasi yang cukup menarik perhatian adalah seperti apa yang terlihat di UPT
Trans Desa Bulu Pontu Jaya Kecamatan Biromaru. Warga setempat mengklaim telah
menemukan lokasi emas di desa tersebut. Informasi ditemukannya emas di lokasi
tersebut telah mendorong ratusan warga melakukan aktivitas penambangan.
Selain warga UPT Trans dan warga Desa Oloboju, lokasi pertambangan yang
terletak di lereng-lereng dan puncak gunung itu turut didatangi warga Desa Sidera,
bahkan sejumlah orang datang dari Poboya. Tanah dan bongkahan batu yang diklaim
KA
BUPA
TEN SIG
I
Laporan Social Impact and Baseline Assessment
cxxiv
mengandung emas kemudian dimasukkan ke dalam karung untuk kemudian dibawa ke
masing-masing rumah penambang untuk didulang.
Menurut Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sigi, kandungan emas di
lokasi tersebut lebih tinggi disbanding yang ada di lokasi tambang Poboya. Menurut
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sigi, pihak pemerintah daerah
sendiri mendorong agar pertambangan tersebut dikelola rakyat. Oleh karena itu, perlu
ada langkah penertiban, setelah itu pemerintah kemudian akan menerbitkan Izin
Pertambangan Rakyat (IPR) agar aktivitas pertambangan tersebut legal dan dapat
dikendalikan dampaknya terhadap lingkungan.
Lebih lanjut menurut Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sigi,
Pemerintah Daerah Kabupaten Sigi juga bermaksud agar pengelolaan sumberdaya
alam itu dilakukan masyarakat secara arif dan tidak bertentangan dengan Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pengelolaan sumberdaya mineral dan
pertambangan. Berdasarkan UU tersebut, dimungkinkan untuk dilakukan eksplorasi
dan eksploitasi oleh pihak perusahaan atau masyarakat. Regulasi pengelolaannya
dibagi dua jenis, yakni Izin Usaha Penambangan (IUP) untuk pengelolaan skala besar,
dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) untuk pengelolaan skala kecil. Dua payung
hukum ini nantinya akan diterbitkan Bupati Sigi.
KA
BUPA
TEN SIG
I