Upload
rinandityo2508
View
140
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan awal pengujian tarik praktikum material teknik destructive test
Citation preview
Pengujian Tarik
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Mengetahui sifat-sifat mekanis dan perubahan-perubahannya dari suatu
material terhadap tenaga tarikan dan membandingkannya antara beberapa jenis
material yang berbeda serta karakteristik perpatahannya
II. DASAR TEORI
Sampel uji dengan ukuran dan bentuk tertentu ditarik dengan beban kontinyu
sambil diukur pertambahan panjangnya. Data yang didapat adalah perubahan
panjang dan perubahan beban yang selanjutnya ditampilkan dalam bentuk grafik
tegangan-regangan pada gambar 1.1
Gambar 1.1 kuva tegangan regangan
1. Perilaku mekanik material
Dari pengujian tarik, informasi mekanis yang bisa didapatkan adalah :
a. Batas Proporsionalitas (proportionality limit)
Daerah batas dimana tegangan dan regangan mempunyai hubungan
proporsionalitas atau kesetaraan antara satu dengan yang lainnya. Setiap
penambahan tegangan diikuti dengan penambahan regangan dalam hubungan
linier (seperti hubungan y=mx dimana y merupakan tegangan, x regangan, dan
m merupakan slope kemiringan dari modulus kekakuan) titik E dari gambar 1.1
menunjukan batas proporsionalitas dari kurva tegangan regangan
b. Batas Elastis (elastic limit)
Daerah dimana bahan akan kembali kepada panjang semula bila tidak diberi
tegangan luar. Daerah proporsionalitas merupakan bagian dari batas plastis ini.
Bila bahan diteruskan diberikan tegangan dari luar maka batas elastis akan
terlampaui sehingga bahan tidak akan dapat kembali kepada ukuran semula.
Dengan kata lain, batas elastis adalah suatu titik dimana tegangan yang diberikan
akan menyebabkan terjadinya deformasi permanen atau plastis untuk pertama
kalinya. Kebanyakan material memiliki batas elastisitas yang hampir berhimpitan
dengan batas proporsionalitasnya.
c. Titik Luluh (yield point dan kekuatan luluh (yield strength)
Batas di mana material akan terus mengalami deformasi tanpa adanya
penambahan beban. Tegangan yang mengakibatkan bahan menunjukan
mekanisme luluh ini disebut tegangan luluh (yield stress).
Gambar 1.2 Fenomena yield pada kurva hasil uji tarik
Gejala luluh umumnya hanya ditunjukan oleh logam-logam ulet dengan struktur
Kristal BCC dan FCC yang membentuk bentuk interstitial solid solution dari
ataom-atom karbon, boron, hidrogen dan oksigen. Interaksi antara dislokasi dan
atom-atom tersebut menyebabkan baja ulet seperti mild steel menujukan titik
luluh bawah (lower yield point) dan titik luluh atas (upper yield point).
Baja berkekuatan tinggi dan besi tuang yang getas biasanya tidak
memperlihatkan batas luluh yang jelas. Untuk menentukan kekuatan luluh
material seperti ini digunakan suatu metode yang dikenal dengan metode offset.
Dengan metode ini kekuatan luluh (yield strength) ditentukan sebagai tegangan
dimana bahan memperlihatkan batas penyimpangan/deviasi tertentu dari
proporsionalitas dari suatu tegangan dan regangan. Umumnya garis offset
diambil 0.1%-0.2% dari regangan total dimulai dari titik 0, dan ditarik ke atas
sejajar dengan garis proporsional sampai berpotongan dengan kurva. Kekuatan
luluh atau titik luluh menunjukan suatu gambaran kemampuan bahan menahan
deformasi permanen bila digunakan dalam penggunaan struktural yang
melibatkan penambahan mekanik seperti tarik, tekan, bending atau rotasi. Disisi
lain batas luluh ini harus dicapai bila bahan tersebut digunakan dalam proses
manufaktur produk-produk logam seperti rolling, drawing, stretching dan lain-
lain. Dapat dikatakan titik luluh adalah suatu tingkat tegangan yang:
- Tidak boleh dilewati dalam penggunaan struktural (in service)
- Harus dilewati dalam proses manufaktur logam (forming process)
d. Kekuatan Tarik Maksimum (ultimate tensile strength)
Tegangan maksimum yang dapat ditanggung oleh material sebelum terjadinya
perpatahan (fracture). Nilainya σUTS ditentukan dari beban maksimum Fmaks dibagi
luas penampang A0.
Pada material yang ulet tegangan maksimum ditunjukan pada titik S (gambar 1.1)
dan material akan terus berdeformasi hingga titik B. Material yang bersifat
rapuh memberikan perilaku yang berbeda pada tegangan maksimum sekaligus
perpatahan. Dalam kaitannya baik dengan penggunaan struktural maupun dalam
proses forming bahan, kekuatan tarik maksimum adalah tegangan yang sama
sekali tidak boleh dilewati.
e. Kekuatan Putus (breaking strength)
Kekuatan putus merupakan tegangan tarik yang diberikan kepada material
sehingga mengakibatkan material tersebut mengalami perpatahan. Kekuatan
putus ditentukan dengan membagi beban saat putus (Fbreaking) dibagi dengan luas
penampang awal A0. Untuk patahan yang bersifat ulet pada saat beban
maksimum S terlampaui dan bahan terus terderfomasi sampai titik putus B maka
terjadi mekanisme penciutan (necking) sebagai akibat adanya suatu deformasi
yang terlokalisasi. Pada bahan ulet kekuatan putus adalah lebih kecil dari
kekuatan maksimum sedangkan pada bahan getas kekuatan putus adalah sama
dengan kekuatan maksimumnya.
f. Keuletan (ductility)
Kelenturan merupakan suatu sifat yang menggambarkan kemampuan material
menahan deformasi hingga terjadinya perpatahan. Dalam beberapa keadaan,
sifat lentur ini harus dimiliki oleh material yang ingin dibentuk melalui proses
manufaktur logam, seperti rolling, bending, stretching, drawing, hamering,
cutting, dan sebagainya. Secara umum dilakukan dengan tujuan sebagai :
- Untuk menunjukan perpanjangan dimana suatu logam dapat
berdeformasi tanpa terjadinya patah dalam suatu proses pembentukan
logam.
- Untuk memberikan petunjuk umum mengenai kemampuan logam untuk
berdeformasi secara plastis sebelum patah.
- Sebagai petunjuk adanya perubahan permukaan kemurnian atau kondisi
pengolahaan.
Gambar 1.3 perbandingan kurva uji tarik material ulet dan getas
Ada dua metode pengukuran kelenturan material dengan pengujian tarik, yaitu:
- Persentase perpanjangan (elongation)
Diukur berdasarkan pertambahan panjang ukur setelah perpatahan
terhadap panjang awalnya.
Elongasi, ε (%) = [ ] x 100 %
Dimana Lf adalah panjang akhir dan Lo adalah panjang awal dari benda uji.
- Persentase pengurangan/reduksi penampang
Diukur sebagai pengurangan luas penampang (cross-section) setelah
perpatahan terhadap luas penampang awalnya.
Reduksi penampang, R (%) = [ ] x 100%
dimana Af adalah luas penampang akhir dan Ao luas penampang awal.
g. Modulus Elastisitas (modulus young)
Kekuatan ukuran suatu material. Semakin besar harga modulus ini maka semakin
kecil regangan elastis yang terjadi pada suatu tingat pembebanan tertentu, atau
dapat dikatakan material tersebut semakin kaku (stiff). Modulus kekakuan
tersebut dapat dihitung dari slope kemiringan garis elastis yang linier, dimana:
Dimana α adalah sudut yang dibentuk oleh daerah elastis pada kurva tegangan-
regangan. Modulus elastisistas pada suatu material ditentukan dari ikatan antar
atom-atomnya, sehingga besarnya nilai ini tidak dapat dirubah oleh proses tanpa
merubah struktur bahan. Contoh grafik modulus kekakuan:
Gambar 1.4 grafik tegangan regangan beberapa baja yang memperlihatkan
kesamaan modulus kekakuan
h. Modulus Kelentingan (modulus of resilience)
Ukuran kemampuan material untuk menyerap energi dari luar tanpa terjadinya
kerusakan. Nilai modulus resilience adalah luas segitiga pada area elastis kurva
tegangan-regangan
Gambar 1.5 daerah modulus of resilience
i. Modulus Ketangguhan (modulus of toughness)
Kemampuan material menyerap energi hingga terjadinya perpatahan. Secara
kuantitatif dapat diperoleh dengan menghitung luas area keseluruhan yang ada
dibawah kurva tegangan-regangan. Pertimbangan design yang melibatkan
perhitungan modulus ketangguhan menjadi saat penting untuk komponen-
komponen yang mungkin mengalami pembebanan lebih secara tidak disengaja.
Material yang memiliki modulus ketangguhan yang tinggi akan mengalami
distorsi yang besar karena pembebanan berlebih, tetapi hal ini masih disukai
dibandingkan dengan material yang memiliki modulus yang rendah dimana
patahan akan terjadi tanpa ada suatu peringatan.
Gambar 1.6 kurva tegangan regangan (luas daerah kelabu merupakan total
modulus ketangguhan)
j. Kurva Tegangan Rekayasa dan Sesungguhnya
Kurva tegangan-regangan rekayasa (engineering stress-strain curve) dibuat
berdasarkan dimensi awal yaitu luas area dan panjang dari benda uji. Sementara
untuk mendapatkan kurva tegangan-regangan sesungguhnya (true stress-strain
curve) diperlukan luas area dan panjang aktual pada saat pembebanan yang
terukur. Perbedaan kurva tegangan-regangan rekayasa dan sesungguhnya tidak
terlalu besar pada regangan yang kecil, tetapi akan terdapat perbedaan yang
signifikan jika terjadi pengerasan regangan (strain hardening), yaitu setelah titik
luluh terlampaui. Secara umum perbedaan menjadi besar di dalam daerah
necking.
Pada kurva tegangan-regangan dapat diketahui bahwa beda uji seacra aktual
mampu menahan turunnya beban karena luas penampang awal Ao bernilai
konstan pada saat perhitungan . Sementara pada kurva tegangan-
regangan sesungguhnya luas area aktual adalah selalu turun sehingga terjadinya
perpatahan dan benda uji mampu menahan peningkatan tegangan karena .
Sehingga notasi true stress dan true strain dan hubungannya dengan engineering
stress dan strain adalah:
Gambar. 1.7 kurva perbandingan true dan engineering stress
2. karakteristik perpatahan