20
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sungai adalah salah satu ekosistem perairan yang dipengaruhi oleh banyak faktor, baik oleh aktivitas alam maupun aktivitas manusia di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sungai adalah adalah jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah, mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir. Gambar 1. Sungai Citarik Daerah sungai ini merupakan kawasan Sub DAS Citarik yang bermuara ke S. Citarum. Anak-anak sungai yang mengalir ke sungai ini dari arah Utara (Sumedang) yaitu: S. Citarik Hulu, S. Cikijing, S. Citaraju, S. Cimande, S. Ciburaleng, S. Cibodas, dan Toksikologi Lingkungan Pertanian | Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik 1

lapak toksik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sungai citarik

Citation preview

Page 1: lapak toksik

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sungai adalah salah satu ekosistem perairan yang dipengaruhi oleh banyak faktor, baik

oleh aktivitas alam maupun aktivitas manusia di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sungai adalah

adalah jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah, mulai dari bentuk

kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir.

Gambar 1. Sungai Citarik

Daerah sungai ini merupakan kawasan Sub DAS Citarik yang bermuara ke S. Citarum.

Anak-anak sungai yang mengalir ke sungai ini dari arah Utara (Sumedang) yaitu: S. Citarik

Hulu, S. Cikijing, S. Citaraju, S. Cimande, S. Ciburaleng, S. Cibodas, dan S. Cibedah. Sungai

Cikijing, S. Cimande dan S. Cibodas merupakan sungai-sungai utama saluran pembuangan

limbah cair pabrik. Dari arah Timur-Selatan, sungai-sungai yang bermuara ke S. Citarik yaitu S.

Cijalupang, S. Ciwirama, S. Cikopo, S. Cigentur, dan S. Ciburial. Sungai-sungai yang mengalir

dari arah ini umumnya sedikit digunakan sebagai saluran pembuangan limbah kecuali S.

Cijalupang.

| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik

1

Page 2: lapak toksik

Sungai terkadang digunakan sebagai tempat pembuangan limbah, namun sering

dimanfaatkan sebagai air irigasi bagi persawahan di bagian hilirnya. Selain sungai-sungai

tersebut, di daerah ini terdapat jaringan irigasi yang dikelola oleh Cabang Dinas Kecamatan

Cicalengka dan Kecamatan Majalaya yaitu daerah irigasi (DI) Cikopo dan Majalaya. Adanya

jaringan irigasi ini cukup membantu meningkatkan produktivitas lahan sawah. Namun, seperti

terjadi di Sub DAS Citarik, pihak industri atau pabrik di wilayah Kabupaten Sumedang

membuang limbahnya ke S. Cihideung dan S. Cikijing yang merupakan sumber air irigasi bagi

persawahan di Kabupaten Bandung. Para petani di kawasan tersebut melaporkan beberapa kali

menanam padi dalam setahun tanpa mendapatkan hasil atau hasilnya sangat minim (Suganda,

2002).

I.2 Rumusan Masalah

Sejumlah petani di kawasan Kecamatan Rancaekek dan Kecamatan Solokanjeruk,

Kabupaten Bandung, mengaku selama lebih dari 20 tahun harus menghadapi pencemaran limbah

cair Sungai Citarik, anak Sungai Citarum. Akibat pencemaran tersebut, produksi pertanian tidak

menentu. Bahkan ada sejumlah lahan yang ditanami padi dan mentimun diduga ikut terkena

racun limbah cair. Menurut seorang petani setempat, banyak tanaman padi yang tidak kuat

bertahan setelah dipasok air yang berasal dari Sungai Citarik. Selain itu, menurutnya padi yang

masih berusia di bawah satu bulan dikhawatirkan mendapat ancaman paling mengkhawatirkan

akibat pencemaran tersebut. Sedangkan padi yang usianya di atas satu bulan, bisa dikatakan

aman. Untuk mengantisipasi ancaman limbah cair, harus ada proses pengendapan dan

penyaringan dengan gulma. Jika limbah cair tersebut sudah mengendap di dasar sungai, airnya

aman untuk tanaman. Tapi kalau begitu saja dialirkan maka dapat berakibat kematian pada padi

dan mentimun. Sebelumnya juga dikatakan bahwa beberapa hektar lahan pertanian di Desa

Sukamanah, Kecamatan Rancaekek mati akibat limbah cair.

Beberapa petani lainnya menambahkan bahwa pencemaran Sungai Citarik terjadi karena

limbah cair yang dibuang langsung oleh perusahaan di kawasan Rancaekek. Padahal Sungai

Citarik dimanfaatkan para petani untuk mengairi lahan pertanian yang mencapai ratusan hektare,

di Kec. Solokanjeruk dan Rancaekek. Seharusnya, pengusaha mengolah dan menyaring terlebih

dahulu limbah cairnya sebelum dibuang ke sungai. Terlebih lagi, memasuki musim kemarau ini,

| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik

2

Page 3: lapak toksik

air sisa yang mengalir di sungai tersebut disedot dengan mesin diesel untuk disalurkan ke ratusan

hektare lahan pertanian dengan usia padi rata-rata 1-2 bulan lebih.

Berdasarkan pemantauan, terdapat puluhan mesin diesel yang digunakan para petani

untuk mengalirkan air dari Sungai Citarik ke sawahnya masing-masing. Air yang disedot dari

sungai dan dialirkan ke lahan pertanian itu memanfaatkan sisa air limbah yang menggenang dan

mengalir di aliran sungai tersebut. Bahkan untuk mengairi lahan pertanian di dua kecamatan itu,

petani juga membendung Sungai Citarum untuk mendapatkan genangan air di Sungai Citarik.

Sebab aliran Sungai Citarik sudah sangat minim, selain hanya menyisakan air limbah saja. Kini

para petani hanya bisa memanfaatkan limbah cair untuk mengairi lahan pertaniannya. Sementara

sejumlah anak sungai di Rancaeek, di antaranya Sungai Cikijing, Cikeruh, dan Cimande kini

airnya hitam pekat karena hanya diairi limbah cair pabrik. Biasanya, pada musim kemarau ini

limbah cair yang mengalir di sejumlah sungai sangat kelihatan. Terlihat juga kondisi Sungai

Cikijing yang kini hitam pekat (Riyadi, 2008).

I.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui sumber-sumber dan jenis-jenis

bahan pencemar yang memasuki dan mencemari Sungai Citarik yang notabene digunakan

sebagai sumber irigasi persawahan di daerah sekitarnya.

| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik

3

Gambar 2.

Page 4: lapak toksik

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Kebijakan pemerintah dalam menempatkan kawasan industri di daerah persawahan yang

subur merupakan langkah yang kurang tepat, karena terjadi pengalihan fungsi lahan sawah ke

penggunaan lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi penyusutan lahan sawah

seluas 787 ha dalam beberapa tahun terakhir ini.

Salah satu dampak negatif alih fungsi lahan sawah untuk kawasan industri adalah

terjadinya pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh buangan limbah industri tersebut.

Menurut ketentuan, limbah yang akan dibuang ke lingkungan harus aman bagi lingkungan

biofisik lahan, badan air maupun kesehatan manusia atau hewan. Limbah tersebut harus diolah

terlebih dahulu dalam instalasi pengolah air limbah (IPAL) dan mengalami pemrosesan fisik,

kimia, dan biologi sebelum dibuang ke lingkungan atau badan air/sungai. Namun kenyataannya

limbah buangan tersebut masih sering dikeluhkan masyarakat, karena dampak negatif yang

ditimbulkannya seperti bau, warna, dan gangguan kesehatan.

Tanah yang terkena limbah zat kimia dalam konsentrasi di atas ambang batas, mungkin

tidak sakit meskipun mengandung unsur/senyawa kimia atau logam berat yang berbahaya.

Namun bila tanah tersebut ditanami, maka tanaman tersebut akan mengakumulasi unsur/senyawa

yang berbahaya, sehingga dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia dan

hewan yang mengkonsumsi produk tersebut. Penelitian tentang dampak dan pergerakan jenis-

jenis unsur/senyawa yang terkandung dalam limbah dan kadar unsur/senyawa kimia dalam

limbah tersebut perlu diketahui mulai dari pusat industri sampai ke bagian hilirnya, karena

pengaruh limbahnya akan mempengaruhi luas tanam dan kualitas hasil tanaman, sehingga pada

akhirnya akan menurunkan ketahanan pangan di suatu daerah. Ketahanan pangan bertujuan

untuk meningkatkan ketersediaan komoditas pokok karbohidrat dalam jumlah yang cukup,

terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi oleh masyarakat sepanjang waktu

(Suganda, 2002)

| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik

4

Page 5: lapak toksik

Masalah seperti ini terjadi sebagai akibat perilaku pelaku industri dan penduduk, yang

pada umumnya menjadikan sungai sebagai tempat untuk membuang limbah tanpa melakukan

pengolahan yang tepat. Selain itu, industrialisasi dan urbanisasi yang pesat di daerah aliran

sungai telah menyebabkan pencemaran semakin intens mengotori badan air. Studi-studi yang

disebutkan di atas menunjukkan bahwa air limbah industri menjadi penyebab utama pencemaran

sungai. Penelitian untuk mengidentifikasi sumber-sumber pencemaran serta untuk menemukan

solusi yang tepat untuk meningkatkan kualitas air sungai-sungai yang berada di Indonesia perlu

dilakukan, disamping berupaya meningkatkan peran berbagai pemangku kepentingan yang tidak

dapat dipandang sebelah mata dan tidak dapat diabaikan.

| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik

5

Page 6: lapak toksik

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Sumber Pencemar yang Masuk ke Sungai Citarik

Pabrik tekstil terletak di sepanjang jalan Rancaekek-Cicalengka dan antara Cicalengka-

Majalaya, yaitu di bagian daerah persawahan Rancaekek, Cicalengka, dan Majalaya. Jumlah

pabrik antara Rancaekek-Cicalengka dan Cicalengka-Majalaya adalah 42 buah. Hampir semua

pabrik memiliki IPAL dimana limbah sebelum dilalirkan ke saluran pembuangan melalui

pemrosesan dulu, agar memenuhi baku mutu kualitas air yang dipantau oleh Badan Pengendali

Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDALDA). Baku mutu limbah industri tekstil setelah proses

IPAL sesuai dengan kriteria yang dikeluarkan oleh BAPEDALDA harus memenuhi antara lain:

pH (6-9), air tidak berwarna dan tidak berbau, suhu air < 30 oC, dan kadar BOD dan COD

berturut-turut 85 dan 250 mg/l.

Gambar 3. Kondisi aliran sungai citarik

| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik

6

Page 7: lapak toksik

IV.2 Jenis-Jenis Bahan Pencemar yang Masuk ke Sungai Citarik

IV.2.1 Logam Berat-

Tabel 1. Unsur logam berat dan kandungannya dalam limbah pabrik tekstil dan sungai

Tabel hasil pengamatan di atas diambil dari contoh limbah pabrik dalam tiga bentuk yaitu

cair, lumpur, dan tanah, sedangkan letak pengambilannya sebelum masuk IPAL dan sesudah di

proses di IPAL.

Hasil penelitian menunjukkan kandungan bahan pencemar dan logam berat dalam limbah

terdapat dalam padatan/lumpur. Hal ini ditunjukkan bila lumpurnya dipisahkan dulu, maka kadar

logam berat dalam air limbah hampir tak terdeteksi (Pb, Cd dan Cr). Jika pabrik membuang

limbah setelah melalui proses IPAL yang baik, maka yang akan terkandung dalam limbah adalah

Cu, Zn, Co dan Ni, itupun dalam konsentrasi < 0,04 mg/l. Pada Tabel 5, terlihat kandungan anion

SO4 agak tinggi dibanding lainnya (742-1339 mg/l). Hal ini berkaitan dengan bahan yang

digunakan dalam proses pengolahan limbah yakni senyawa sulfur yang berlebihan (sodium

hydrophosphate).

| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik

7

Page 8: lapak toksik

Sedangkan untuk hasil penelitian terhadap tanah di sekitarnya, semua contoh tanah yang

dianalisis mengandung Cu, Zn, Pb, Cd, Co, Cr, dan Ni. Berdasarkan batas kritis logam berat

dalam tanah menurut Alloway (1993) terdapat tanah sawah yang mengandung logam berat

melampaui batas bawah dari kriteria batas kritis yaitu Cu, Zn, dan Co.

Tabel

2. Rata-rata logam berat pada beberapa contoh tanah di daerah survey

Laporan penelitian Adimihardja (2000, tidak dupublikasikan) menyatakan bahwa telah

terjadi peningkatan kadar logam berat pada lajhan sepanjang sungai citarik yang disekitarnya

terdapat banyak pabrik. Berdasarkan laporan tersebut, Suganda et al (2003) meneliti luas sawah

yang sudah tercemar, kadar logam berat di dalam tanah dan didalam jaringan tanaman.

Kandungan logam berat dalam jerami dan beras umumnya masih di bawah batas kritis, kecuali

Cr tergolong berbahaya (>5 ppm).

| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik

8

Page 9: lapak toksik

Tabel 3. Kisaran kadar logam berat pada jerami padi dan beras yang berasal dari sawah di sekitar pabrik tekstil Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

Kandungan logam berat dalam jerami dan beras umumnya masih di bawah batas kritis,

kecuali Cr tergolong berbahaya (>5 ppm). Kadar Ni dalam jerami dan beras cukup tinggi

dibandingkan dengan logam lainnya tetapi belum ada kriteria kecukupan/nilai batas kritis dalam

tanaman, sehingga tidak dapat disimpulkan. Batas maksimum residu dalam pangan yang

ditetapkan oleh WHO adalah 0,24 ppm untuk Cd, dan 2,0 ppm untuk Pb. Meskipun kadar kedua

unsur logam berat tersebut di dalam beras dari daerah survei masih di bawah batas maksimum

yang disarankan, namun perlu diwaspadai oleh konsumen karena bila dikonsumsi secara

kontinyu akan bersifat akumulatif dan dapat membahayakan kesehatan.

1V.2.2 Kation dan Anion

Untuk kation dan anion, hasil pengamatan Suganda et al (2003) juga diperoleh dari

contoh limbah pabrik yang diambil dalam tiga bentuk yaitu cair, lumpur, dan tanah, sedangkan

letak pengambilannya sebelum masuk IPAL dan sesudah di proses di IPAL.

Tabel 5 mengindikasikan bahwa di dalam air bebas lumpur masih terlarut unsur-unsur

kimia dalam jumlah besar dan berbahaya bagi kesehatan. Bila terakumulasi dalam tanah,

menyebabkan penurunan kualitas tanah akibat berubahnya sifat fisik tanah dan terganggunya

pertukaran kation dalam tanah. Natrium adalah kation dengan kadar tertinggi dalam air bebas

lumpur berkisar antara 217- 830 mg/l. Kadar sulfat (SO4) dalam limbah dapat mencapai 101-

1251 mg/l.

| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik

9

Page 10: lapak toksik

Tabel 4. kation dan anion yang terkandung dalam air limbah pabrik tekstil

Selain itu, hasil pengamatan juga dilaporkan berdasarkan hasil penelitian Nursyamsi et al

(2001) yang mengambil contoh air dari Sub DAS Citarik. Hasil pengamatannya dapat dilihat di

tabel di bawah ini.

Tabel 5. Kadar nitrat, amonium, dan sulfat air dari berbagai sumber air di Sub DAS Citarik

IV.2.2.1 Nitrat

Kadar nitrat dari sumber air di lahan sawah Sub DAS Citarik hanya 4,61 mg/L, lebih

rendah daripada yang di lahan kering (tegalan dan kebun campuran masing-masing 10,61 dan

7,79 mg/L). Sawah mempunyai lapisan kedap air sehingga tingkat pencucian hara rendah atau

bahkan nihil. Selain itu kondisi sawah yang tergenang air mengakibatkan nilai Eh turun sehingga

nitrat berubah menjadi gas N2O dan N2 melalui proses denitrifikasi. Sistem hutan mempunyai

kadar nitrat dalam air paling rendah di Sub DAS Citarik. Sumber pencemar N di hutan relatif

rendah sehingga kadar nitrat pada sumber-sumber air di hutan juga rendah. Rata-rata kadar nitrat

di tegalan DAS Citarik tergolong cukup tinggi (Tabel 6). Nilai tersebut sedikit melewati nilai

ambang batas kadar nitrat air minum yaitu 10 mg/L. Dengan demikian maka sebagian sumur di

lahan kering DAS Citarik tidak layak untuk konsumsi manusia. Bahkan contoh air yang diambil

dari daerah pemukiman dekat pabrik bumbu masak di Namun demikian standar deviasi data ini

tinggi yang menunjukkan variasi konsentrasi nitrat dalam air sumur juga tinggi. Selain itu jumlah

contoh air yang diambil hanya empat contoh sehingga belum dapat disimpulkan.

| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik

10

Page 11: lapak toksik

Tingginya kadar nitrat dalam sumber air atau perairan dapat membahayakan kehidupan

manusia, hewan, dan ikan. Kadar nitrat yang tinggi di dalam air minum dapat menyebabkan

terganggunya sistem pencernaan manusia. Apabila kadarnya melebihi 1,0 mg/L di dalam

makanan bayi maka hal ini dapat menyebabkan gejala blue baby yang dapat menyebabkan

kematian. Untuk keperluan konsumsi sehari-hari kadar nitrat dalam air tidak boleh lebih dari 10

mg/L. Sumber air untuk perikanan akan turun kualitasnya apabila kadar nitrat lebih dari 0,5

mg/L. Nitrat yang terdapat di dalam sumber air seperti air sumur dan sungai umumnya berasal

dari pencemaran bahan-bahan kimia (pupuk urea, ZA, dan lain-lain) di bagian hulu. Pencemaran

ini disebabkan oleh tingkat kehilangan pupuk N yang tinggi, diantaranya melalui proses

pencucian dan aliran permukaan. Besarnya kehilangan dari pupuk N yang diberikan,

diperkirakan sekitar 20-40 % di India, 37 % di California, 68 % di Lousiana, 25 % di Filipina,

dan 52-71 % di Indonesia.

Kadar nitrat dalam mata air tergantung aktivitas sumber pencemar di bagian hulu,

aktivitas penggunaan air sumur itu sendiri, dan tingkat pencucian serta aliran permukaan. Selain

itu, kadar nitrat tersebut juga tergantung potensial redok (Eh). Apabila nilai Eh turun (reduktif),

nitrat akan cepat hilang menjadi gas N2O dan atau N2 melalui proses denitrifikasi. Pada kondisi

reduktif, N-amonium lebih dominan daripada N-nitrat, namun sebaliknya dalam kondisi oksidatif

N-amonium bisa berubah menjadi N-nitrat melalui proses nitrifikasi. Dengan demikian maka

pencucian N dalam sistem yang reduktif akan menghasilkan NH4+, sedangkan dalam sistem yang

oksidatif akan menghasilkan NO3-. Kehilangan N dari lahan pertanian dapat dikurangi dengan

cara mengurangi pencucian, aliran permukaan, dan jumlah N yang diberikan (pupuk dan

pestisida). Aplikasi di lapang biasanya dengan cara: penanaman cover crops, penggunaan green

manures sebagai catch crops (Muller et al., 1989), perbaikan pengelolaan tanah dan air, dan

mengurangi takaran pupuk atau meningkatkan efisiensi pemupukan N. Selain itu perubahan

sistem usaha tani seperti dari sistem lahan kering ke sawah juga dapat mengurangi kehilangan N

terutama kehilangan N dalam bentuk nitrat.

IV.2.2.2 Amonium

| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik

11

Page 12: lapak toksik

Kadar amonium dari sumber air di lahan sawah Sub DAS Citarik yakni 3,18 mg/L, lebih

tinggi daripada di lahan kering (tegalan, kebun campuran, dan hutan masing-masing 0,20, 0,02

dan 0,18 mg/L). Kondisi sawah yang selalu tergenang air dan relatif statis mengakibatkan nilai

Eh turun atau kondisi lingkungan reduktif. Pada kondisi ini amonium relatif stabil dan proses

nitrifikasi yang menghasilkan nitrat juga tertekan karena ketersediaan oksigen yang rendah.

Sumber pencemar N di hutan relatif sedikit sehingga polusi amonium pada sumber-sumber air di

hutan juga rendah. Kadar amonium dalam air sungai di Sub DAS Citarik juga termasuk rendah.

Hal ini menunjukkan bahwa polusi amonium di sumber-sumber air baik di kedua DAS tergolong

tidak serius.

IV.2.2.3 Sulfat

Kadar sulfat dari sumber air di lahan sawah Sub DAS Citarik (17,6 mg/L) lebih tinggi

daripada di lahan kering (tegalan, kebun campuran, dan hutan masing-masing 8,37, 1,54, dan

0,96 mg/L). Data tersebut menunjukkan bahwa polusi sulfat lebih banyak terjadi di lahan sawah

daripada di lahan kering. Sumber pencemar sulfat di lahan pertanian umumnya berasal dari

pupuk ZA. Dengan demikian maka dapat diduga bahwa penggunaan pupuk ZA di lahan sawah

lebih intensif daripada di lahan kering. Namun demikian secara keseluruhan, polusi sulfat pada

lahan pertanian tergolong tidak termasuk serius. Seperti halnya nitrat dan amonium sistem hutan

di Sub DAS Citarik mempunyai kadar sulfat dalam air paling rendah (Tabel 2). Sumber

pencemar S di hutan relatif sedikit sehingga polusi sulfat pada sumber-sumber air di hutan juga

rendah. Kadar sulfat dalam air sungai di Sub DAS Citarik termasuk tinggi (sebesar 42,9 mg/L).

Hal ini menunjukkan bahwa polusi sulfat dalam air sungai di Sub DAS Citarik perlu mendapat

perhatian. Sumber pencemar sulfat di sungai bukan hanya berasal dari lahan pertanian,

melainkan juga berasal dari limbah industri.

Polusi sulfat di perairan diantaranya berasal dari bahan-bahan kimia yang mengandung

sulfat seperti pupuk ZA, pestisida, dan lain-lain. Seperti halnya nitrat, sulfat juga sangat mudah

larut dalam air sehingga akan mudah pula terbawa air cucian dan aliran permukaan. Untuk

keperluan air minum, sumber air harus mempunyai kadar sulfat tidak lebih dari 200 mg/L.

| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik

12

Page 13: lapak toksik

IV.2.3 Penanggulangan

Teknologi remediasi lahan sawah tercemar logam berat di daerah ini diperlukan agar

produk pertanian yang dihasilkan memenuhi kriteria keamanan pangan.

Air limbah yang keluar dari pabrik setelah melalui IPAL diusahakan tidak langsung

dialirkan ke saluran irigasi atau sungai, tetapi perlu dialirkan dulu ke dalam kolam-kolam

yang ditanami tanaman yang mampu menyerap senyawa logam berat.

Pola tanam pada lahan sawah yang terkena limbah, saat ini perlu dikaji ulang dengan

mengganti komoditas yang tidak berorientasi pangan namun bernilai ekonomis.

| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik

13

Page 14: lapak toksik

BAB V

KESIMPULAN

Sungai Citarik merupakan sungai yang bermuara ke Sungai Citarum. Kondisi Sungai

Citarik ini bisa dibilang mengkhawatirkan karena telah tercemar oleh limbah. Terlebih lagi, air

sungai ini digunakan petani sekitar sebagai sumber irigasi untuk persawahannya, sehingga

akhirnya mengakibatkan kematian pada tanaman-tanaman persawahan tersebut. Berdasarkan

pengamatan, sumber bahan pencemar yang masuk ke Sungai Citarik berasal dari limbah industri

tekstil yang berjumlah sekitar 42 buah di sepanjang jalan dekat aliran sungai tersebut. Selain itu,

sumber pencemarnya juga berasal dari hasil kegiatan pertanian seperti penggunaan pupuk,

pestisida kimia, dan sebagainya. Sehingga saat diteliti, bahan-bahan pencemar yang ada di

Sungai Citarik antara lain adalah dari jenis logam berat dan beberapa kation serta anion. Jenis

logam beratnya antara lain Cu, Zn, Co dan Ni. Sedangkan untuk kation dan anion yang paling

dominan adalah Nitrat, Amonium, dan Sulfat. Bahan-bahan pencemar ini sudah jelas merugikan

bagi hasil pertanian warga setempat. Bahkan bahan tercemar ini sampai terserap ke dalam jerami

dan beras. Terkait dengan ini sebaiknya dilakukan penanggulangan dengan cara terbaik, agar

masalah yang ada dapat segera teratasi.

| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik

14