Upload
lythuy
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
II.1 Auditing
Menurut Agoes (2007:3) “Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan
secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan
yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti
pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan kewajaran laporan keuangan
tersebut.”
Menurut Konrath (2002:5) “Auditing adalah suatu proses sistematis untuk secara
objektif mendapatkan dan mengevaluasi bukti mengenai asersi tentang kegiatan-
kegiatan dan kejadian-kejadian ekonomi untuk meyakinkan tingkat keterkaitan antara
asersi tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya
kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Sementara itu Arens, Beasley, dan Elder (2010:4) memberikan definisi sebagai
“Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information and
established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person.”
Dari definisi diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa auditing adalah suatu
proses sistemasis untuk mendapatkan dan mengevaluasi informasi dan bukti kegiatan-
kegiatan dan kejadian-kejadian ekonomi yang telah dilaporkan dalam laporan keuangan
yang telah disusun manajemen yang dilakukan secara kritis dan sistemasis oleh auditor
yang independen dan kompeten dan melaporkan hasilnya dalam bentuk laporan hasil
audit kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
10
II.2 Jenis-Jenis Audit
Agoes (2004:9) menjelaskan jenis audit ditinjau dari jenis pemeriksaannya
dibedakan menjadi:
1) Management audit (operational audit)
Suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk
kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional tersebut sudah dilakukan secara
efektif, efisien, dan ekonomis.
2) Compliance audit (pemeriksaan ketaatan)
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan sudah
mentaati peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku, baik yang
ditetapkan oleh pihak intern perusahaan (manajemen, dewan komisaris) maupun
pihak ekstern (pemerintah, Bapepam, Bank Indonesia, Direktorat Jendral Pajak,
dan lain-lain).
3) Internal audit (pemeriksaan intern)
Pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap
laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan terhadap
kebijakan manajemen yang telah ditentukan.
4) Computer audit
Pemeriksaan oleh KAP terhadap perusahaan yang memproses data akuntansinya
dengan menggunakan EDP (Electronic Data Precessing) system. Ada dua
metode yang biasa dilakukan auditor :
a. Audit around computer
b. Audit through the computer.
11
II.3 Standar Auditing
Auditor harus berpedoman pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Standar ini disebut sebagai
Pernyataan Standar Auditing (PSA). Standar tersebut digunakan auditor sebagai
pedoman pelaksanaan audit atas laporan keuangan klien. Standar Profesional Akuntan
Publik (SPAP) 2011, Standar Auditing seksi 150, menjelaskan mengenai standar
auditing yang terdiri dari :
1) Standar umum
a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian
dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi
dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
2) Standar Pekerjaan Lapangan
a. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus
diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan
lingkup pengujian yang harus dilakukan.
b. Pekerjaan harus direncanakan sebaik – baiknya dan jika digunakan
assisten harus disupervisi dengan semestinya.
c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, pengajuan pertanyaan dan konfirmasi sebagai dasar yang
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang
diaudit.
12
3) Standar Pelaporan
a. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
b. Laporan audit harus menunjukkan keadaan yang didalamnya prinsip
akuntansi tidak secara konsisten diterapkan dalam penyusunan laporan
keuangan periode berjalan dalam hubungannya dengan prinsip akuntansi
yang ditetapkan dalam periode sebelumnya.
c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang
memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit.
d. Laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai
laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa penyataan
demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak
dapat diberikan maka alasannya harus dinyatakan. Dalam semua hal yang
mana auditor dihubungkan dengan laporan keuangan, laporan auditor
harus memuat tanggung jawab yang dipikulnya.
II.4 Jenis-Jenis Auditor
Secara garis besar terdapat empat jenis auditor yang dikenal umum, yaitu auditor
publik (akuntan independen), auditor pemerintah, auditor pajak, dan auditor intern.
1) Auditor Publik
Auditor publik, disebut juga auditor independen, adalah auditor yang berkerja di
Kantor Akuntan Publik (KAP) yang bertanggung jawab atas audit laporan
keuangan historis dari seluruh perusahaan publik dan perusahaan lainnya, baik
perusahaan besar, kecil, ataupun organisasi yang tidak bertujuan mencari laba.
2) Auditor Pemerintah
13
Auditor pemerintah adalah auditor yang bertugas melakukan audit atas keuangan
pada instansi-instansi pemerintah.
3) Auditor Pajak
Direktorat Jendral Pajak (DJP) yang berada di bawah Departemen Keuangan RI,
bertanggung jawab atas penerimaan negara dari sektor perpajakan dan penegakan
hukum dalam pelaksanaan ketentuan perpajakan.
4) Auditor Intern
Auditor intern merupakan auditor yang bekerja pada suatu perusahaan yang
melakukan audit bagi kepentingan manajemen perusahaan.
II.5 Opini Auditor
Opini auditor dalam Agoes (2007:49) dibagi menjadi lima, yaitu :
1) Pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified opinion)
Pendapat wajar tanpa pengecualian berarti auditor menyatakan bahwa laporan
keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi
keuangan, hasil usaha, perubahan ekuistas, dan arus kas suatu entitas sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia,
2) Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan yang ditambahkan
dalam laporan audit bentuk baku (Unqualified opinion with explanatory
language)
Pendapat ini diberikan jika terdapat keadaan tertentu yang mengharuskan auditor
menambahkan paragraf penjelas dalam laporan audit meskipun tidak
mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian yang dinyatakan oleh auditor.
3) Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualified opinion)
14
Pendapat wajar dengan pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan
menyajikan secara wajar, kecuali untuk dampak hal yang berkaitan dengan yang
dikecualikan,
4) Pendapat tidak wajar (Adverse opinion)
Pendapat ini dinyatakan bila menurut pertimbangan auditor laporan keuangan
secara keseluruhan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia,
5) Pernyataan tidak memberikan pendapat (Disclaimer Opinion)
Auditor dapat tidak menyatakan suatu pendapat bilaman ia tidak dapat
merumuskan atau tidak merumuskan suatu pendapat tentang kewajaran laporan
keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
II.6 Kantor Akuntan Publik
Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah tempat penyediaan jasa profesi akuntan
publik bagi masyarakat. Sedangkan akuntan publik atau auditor adalah akuntan yang
berpraktik dalam KAP yang menyediakan berbagai jasa yang diatur dalam SPAP dan
melaksanakan penugasan audit atas laporan keuangan historis, yang menyediakan jasa
audit atas dasar standar auditing yang tercantum dalam SPAP.
Dalam melakukan jasanya, auditor harus berada dalam suatu badan hukum yang
biasa disebut KAP. Auditor dapat bertindak baik sebagai partner maupun sebagai
pegawai pemeriksa dalam KAP tersebut dan KAP dapat berbentuk KAP perseorangan,
yang terdiri dari seorang partner, maupun KAP persekutuan, yang terdiri dari beberapa
partner.
Pola umum dari struktur hirarki personal dalam KAP adalah sebagai berikut :
1) Partner,
15
2) Manajer,
3) Supervisor,
4) Auditor senior,
5) Auditor junior.
II.7 Kantor Akuntan Publik Berafiliasi
Di Indonesia peraturan mengenai kententuan KAP berafiliasi diatur oleh
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2011 Tentanga Akuntan Publik
pasal 35 samapi pasal 37dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008
Tentang Jasa Akuntan Publik pasal 27 sampai pasal 29. Kantor akuntan publik
berafiliasi adalah kantor akuntan publik yang melakukan kerjasama secara langsung
dengan satu Kantor Akuntan Publik Asing (KAPA) atau Organisasi Audit Asing (OAA).
Kerja sama yang dilakukan bersifat berkelanjutan yaitu tidak terbatas hanya
untuk penugasan tertentu yang dinyatakan dalam perjanjian kerja sama.kerja sama yang
dilakukan paling sedikit mencakup bidang jasa audit umum atas laporan keuangan yang
dinyatakan dalam perjanjian kerja sama. KAP yang melakukan kerja sama dengan
KAPA atau OAA dapat mencantumkan nama KAPA atau OAA bersama-sama dengan
nama KAP pada nama kantor, kepala surat, dokumen, dan media lainnya setelah
mendapat persetujuan Sekretaris Jenderal atas nama Menteri. Terdapat reviu mutu paling
sedikit sekali dalam 4 tahun oleh KAPA atau OAA yang dinyatakan dalam perjanjian
kerja sama. KAPA harus lolos syarat-syarat administratif terlebih dahulu sebelum bisa
melakukan kerja sama dengan KAP di Indonesia. KAP tidak boleh menggunakan nama
KAP atau OAA yang sedang digunakan oleh KAP lain.
Menteri dapat mencabut persetujuan pencantuman nama KAPA atau OAA
apabila kerja sama antara KAP dengan KAPA atau OAA berakhir, status terdaftar
16
KAPA atau OAA dibekukan, atau setatus terdaftar KAPA atau OAA dibatalkan.
Sturktur hirarki dan jasa yang diberikan oleh KAPA tidak berbeda dengan jasa yang
diberikan KAP.
II.8 Jasa-Jasa Yang Ditawarkan Kantor Akuntan Publik
Selain jasa pemeriksaan independen terhadap laporan keuangan klien yang
merupakan jasa utama, KAP juga menyediakan jasa atestasi dan assurance. KAP secara
berkesinambungan terus mengembangkan produk-produk dan jasa-jasa baru, termasuk
pula spesialisasi dalam perencanaan keuangan dan penilaian bisnis. Berikut jasa-jasa
yang ditawarkan oleh KAP secara umum, yaitu :
1) Jasa Akuntansi dan Pembukuan
Kebanyakan klien kecil dengan staf akuntansi yang terbatas menyerahkan
pembuatan laporan keuangannya kepada KAP. Sebagian dari klien kecil tersebut
bahkan tidak mempunyai cukup karyawan untuk mengerjakan buku besar dan
ayat jurnalnya. Selanjutnya, KAP melaksanakan serangkaian jasa akuntansi dan
pembukuan untuk memenuhi kebuthan dari para kliennya.
2) Jasa Perpajakan
KAP menyusun surat pemberitahuan pajak (SPT) pajak penghasilan dari
perusahaan dan perseorangan, baik yang merupakan klien audit maupun bukan.
Disamping itu, KAP juga memberukan jasa yang berhubungan dengan pajak
pertambahan nilai, pajak penjualan barang mewah, perencanaan perpajakan, dan
jasa perpajakan lainnya.
3) Jasa Konsultasi Manajemen
Sebagian besar KAP memberikan jasa tertentu yang membuat kliennya dapat
meningkatkan efektifitas operasinya. Jasa yang ditawarkan beragam, mulai dari
17
pemberian saran-saran sederhana guna meningkatkan sistem akuntansi klien
hingga saran dalam strategi pemasaran, isntalasi komputer, dan konsultasi
manfaat aktuaria.
II.9 Kualitas Audit
Parasuraman (1985) dalam Widagdo (2002:9) menyatakan bahwa ada 2 atibut
utama yang mempengaruhi kualitas jasa yaitu expected service dan perceved service.
Apabila jasa yang diterima atau dirasakan sudah sesuai dengan yang diharapkan maka
kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan, jika jasa yang diterima melampaui
harapan pelanggan maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal.
Sebaliknya jika kualitas jasa yang diperoleh lebih rendah dari pada yang diharapkan
maka kualitas jasa dikatakan kurang baik. Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa
tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya
secara konsisten.
Menurut Garvin (1990) dalam Widagdo (2002:9) ada 5 macam perspektif
kualitas yang berkembang. Kelima perspektif inilah yang bisa menjelaskan mengapa
kualitas diartikan secara berbeda-beda. Kelima perspektid itu adalah:
1) Trancedental approach, pendekatan ini memandang bahwa kualitas sebagai
innate excellence, dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahui tetapi sulit
didefinisikan dan dioperasionalkan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan
dalam dunia senin,
2) Product based approach, pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan
karakteristik atau atribut yang dapat dikuantiatifkan dan dapat diukur,
3) Used based approach, pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas
tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling
18
memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang berkualitas paling
tinggi,
4) Manufacturing-based approach, pendekatan ini bersifat suplay-based dan
terutama memperhatikan praktik-praktik perekayasaan dan pemanufakturan,
serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian atau sama denga persyaratan,
5) Value based approach, pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan
harga.
Oleh karena itu, kualitas jasa dapat diukur oleh kepuasan dan pencapaian
ekspektasi yang diterima oleh pengguna jasa tersebut. Akan tetapi kualitas jasa
merupakan suatu bentuk abstrak yang sulit dipahami dan untuk mengukur tingkat
kualitas suatu jasa tidaklah mudah. Kualitas jasa yang dihasilkan suatu penyedia jasa
merupakan kunci penting dalam keberhasilan dan kesuksesan untuk masa sekarang dan
masa depan.
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) menyatakan bahwa audit yang dilakukan
auditor dikatakan berkualitas, jika memenuhi standar auditing dan standar pengendalian
mutu.
Selanjutnya De Angelo (1981) dalam Djamil (2003) mendefinisikan kualitas
audit (audit quality) sebagai probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan
melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya.
Probabilitas penemuan suatu pelanggaran tergantung pada kemampuan teknikal auditor
dan independensi auditor tersebut.
Mayangsari (2003) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa auditor yang ahli
dan independen memiliki pendapat yang berbeda dengan auditor yang memiliki salah
satu atau sama sekali tidak memiliki karakter tersebut. Pendapat auditor pada kelompok
19
ini mempunyai tingkat prediksi yang lebih baik dibandingkan pada kelompok yang lain.
Perbedaan pendapat tersebut dikarekanakan faktor independensi. Auditor yang
independen memberikan pendapat yang lebih tepat dibandingkan auditor yang tidak
independen. Auditor yang lebih mampu menghasilkan pendapat yang lebih baik
mengindikasikan bahwa kualitas audit yang yang dihasilkan juga lebih baik.
Peneliti berasumsi bahwa kualitas audit adalah kemungkinan (probability)
auditor, dalam melakukan audit, dapat menemukan segala pelanggaran yang terjadi pada
laporan keuangan yang dihasilkan manajemen klien dan melaporkannya dalam laporan
audit. Auditor dituntut untuk menghasilkan kualitas audit yang baik kerena kualitas audit
yang baik dapat meyakinkan pihak-pihak yang berkepentingan atas laporan keuangan
yang telah diaudit dalam pengambilan keputussan ekomomi.
II.10 Pengembangan Variabel
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang menjadi objek penelitian.
Teradapat lima variabel independen yang biasa disebut dengan variabel bebas yang
terdiri dari independensi, pengetahuan, pengalaman, audit tenure, dan peer review.
Sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah kualitas audit.
II.10.1 Independensi
Independensi merupakan sikap mental auditor yang bebas dari pengaruh pihak
luar. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) 2011 SA seksi 220 tentang
independensi menjelaskan bahwa auditor yang bersikap independen, yaitu auditor yang
tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan
umum. Auditor berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik
perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan
atas laporan auditor, seperti calon-calon pemilik dan kreditur.
20
Secara umum independensi terdiri dari dua yaitu independensi dalam kenyataan
dan dalam penampilan. Independensi dalam kenyataan merupakan sikap mental yang
benar-benar ada dalam kenyataan ketika auditor dapat mempertahankan sikap yang tidak
memihak sepanjang pelaksanaan audit. Independensi ini terutama ditujukan ke pribadi
auditor dalam melaksanakan auditnya. Sehingga independensi dalam kenyataan ini sulit
untuk dinilai oleh orang atau pihak lain selain auditor sendiri.
Independensi dalam penampilan adalah hasil interprestasi atau persepsi orang
atau pihak lain mengenai independensi auditor. Walaupun auditor dapat
mempertahankan independensi dalam kenyataan, namun apabila pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap laporan keuangan yakin bahwa auditor memihak kepada
auditee maka opini dari hasil yang telah dibuat oleh auditor tidak akan credible lagi.
Independensi merupakan dasar dari struktur filosofi profesi. Bagaimana
kompetennya seorang auditor dalam melaksanakan audit dan jasa atestasi lainnya,
pendapatnya akan menjadi kurang bernilai bagi mereka yang mengandalkan laporan
auditor apabila auditor tersebut tidak independen. Dalam memberikan jasa-jasa tersebut
para anggora harus bersikpa independen dalam segala hal, artinya para anggora harus
bertindak dengan integritas dan objektivitas (Boynton, 2003:103).
II.10.2 Pengetahuan
Dalam SPAP 2011 tentang standar umum menjelaskan bahwa dalam melakukan
audit, auditor harus memiliki keahlian dan struktur pengetahuan yang cukup. Meinhard
(1987) dalam Elfrani (2007:30) menyatakan bahwa pengetahuan dapat diukur dari
seberapa tinggi pendidikan seorang auditor karena dengan demikian auditor akan
mempunyai semakin banyak pengetahuan (pandangan) mengenai bidang yang
21
digelutinya sehingga dapat mengetahuui berbagai masalah secara lebih mendalam, selain
itu auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks.
Harhinto (2004) dalam Elfrani (2007:30) menemukan bahwa pengetahuan akan
mempengaruhi keahlian audit yang pada gilirannya akan menentukan kualitas audit.
Kusharyanti (2003:26) menjelaskan secara umum ada 5 pengetahuan yang harus
dimiliki oleh auditor, yaitu:
1) Pengetahuan pengauditan umum,
2) Pengetahuan area fungsional,
3) Pengetahuan mengenai isu-isu akuntansi yang paling baru,
4) Pengetahuan mengenai industri khusus,
5) Pengetahuan mengenai bisnis umum serta penyelesaian masalah.
Auditor dengan pendidikan tinggi akan memiliki pandangan yang lebih luas
mengenai banyak hal. Semakin tinggi pendidikan auditor maka akan semakin banyak
pengetahuan mengenai bidang audit, sehingga dapat mengetahui sebuah pemasalahan
lebih dalam. Dengan ilmu pengetahuan yang luas, auditor akan lebih mudah dalam
mengikuti perkembangan yang semakin dinamis.
II.10.3 Pengalaman
Pengalaman auditor dapat dilihat dari jenjang jabatan dalam struktur tempat
auditor bekerja, lamanya auditor telah bekerja, banyaknya klien yang telah diaudit, jenis
bisnis klien yang telah diaudit, keahlian yang dimiliki, serta pelatihan-pelatihan yang
pernah diikuti. Pengalaman berkaitan dengan tingkat ketelitian auditor.
Menurut Tubbs (1992) dalam Mayangsari (2003:5), auditor yang berpengalaman
memiliki keunggulan dalam hal mendeteksi kesalahan, memahami kesalahan secara
akurat, dan mencari penyebab kesalahan. Hasilnya menunjukkan bahwa semakin
22
berpengalaman seorang auditor, mereka semakin peka dengan kesalahan, semakin peka
dengan kesalahan yang tidak biasa dan semakin memahami hal-hal lain yang terkait
dengan kesalahan yang ditemukan.
Auditor yang lebih berpengalaman akan lebih cepat tanggap dalam mendeteksi
kekeliruan yang terjadi. Bertambahnya pengalaman kerja auditor juga akan
meningkatkan ketelitian dalam melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan yang dilakukan
dengan tingkat ketelitian yang tinggi akan menghasilkan laporan audit yang berkualitas.
Pengalaman profesional auditor dapat diperoleh dari pelatihan-pelatihan. Pengalaman
kerja seorang auditor akan mendukung keterampilan dan kecepatan dalam
menyelesaikan tugas-tugasnya sehingga tingkat kesalahan akan semakin berkurang.
II.10.4 Audit Tenure
Audit tenure adalah lamanya waktu atau proses audit atas laporan keuangan klien
yang dilakukan auditor. Di Indonesia, masalah audit tenure atau masa kerja auditor
dengan klien sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.17/PMK.01/2008
tentang jasa akuntan publik. Keputusan menteri tersebut membatasi masa kerja auditor
paling lama 3 tahun berturut-turut untuk klien yang sama dan 6 tahun berturut-turut
untuk Kantor Akuntan Publik (KAP) mengaudit klien yang sama berturut-turut.
Pembatasan ini dimaksudkan agar auditor dan KAP tidak terlalu dekat dengan klien
sehingga dapat mencegah terjadinya skandal akuntansi.
Penelitian yang dilakukan oleh Gosh dan Moon (2003) dalam Kusharyanti
(2003) menghasilkan temuan bahwa kualitas audit meningkat dengan semakin lamanya
audit tenure. Penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Indah (2010)
dimana menghasilkan semakin lama hubungan auditor atau KAP dengan klien maka bisa
berakibat semakin menurunnya tingkat kualitas audit, karena semakin lama auditor atau
23
KAP berhubungan dengan klien akan mengakibatkan auditor akan menjadi bias dan
tidak melaporkan kesalahan klienya. Deis dan Giroux (1992) dalam Djamil (2003) juga
menemukan bahwa semakin lama audit tenure, kualitas audit akan semakin menurun.
Hubungan yang lama antara auditor dengan klien mempunyai potensi untuk menjadikan
auditor tidak indepeden dalam melaksanakan tugasnya karena sudah memiliki hubungan
baik denga klien sehingga dapat melakukan prosedur audit yang kurang inovatif dan
selalu tergantung pada pernyataan manajemen.
II.10.5 Peer review
Menurut Arens, Elder, dan Beasley (2003:37) peer review adalah review
(penelaahan) yang dilakukan akuntan publik terhadap ketaatan KAP pada sistem
pengendalian mutu. Tujuan peer review adalah untuk menentukan dan melaporkan
apakah KAP yang ditelaah telah mengembangkan prosedur dan kebijakan yang cukup
atas ke-5 elemen pengendalian mutu dan menerapkannya dalam praktik.
Agoes (2007) menjelaskan peer review adalah suatu penelaahan yang dilakukan
terhadap Kantor Akuntan Publik untuk menilai apakah Kantor Akuntan Publik tersebut
telah mengembangkan secara memadai kebijakan dan prosedur pengendalian mutu
sebagai mana disyaratkan dalam Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 20 yang
ditetapkan oleh Ikatana Akuntan Indonesia.
Untuk menjaga kualitas audit yang dilakukan auditor, telaah dari rekan seprofesi
yang menjadi sumber penilaian obyektif sangatlah penting karena telaah dari rekan
auditor dapat menjaga auditor untuk tetap menghasilkan kualitas audit yang baik.
Bremster (1983) dalam Indah (2010) menyatakan bahwa telaah dari rekan auditor dapat
meningkatkan pelaksanaan pengendalian kualitas yang dilakukan kantor akuntan untuk
menjaga kinerjanya.
24
II.11 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya seperti berikut ini:
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Peneliti dan Tahun
Penelitian
Judul Variabel
Penelitian
Hasil Penelitian
1. Siti NurMawar Indah
(2010)
Pengaruh
Kompetensi Dan
Independensi Auditor
Terhadap Kualitas
Audit (Studi Empiris
Pada Auditor KAP Di
Semarang)
Variabel bebas :
pengalaman,
pengetahuan, lama
hubungan dengan
klien, tekanan dari
klien, telaah dari
rekan auditor (peer
review), dan jasa
non-audit yang
diberikan oleh
KAP.
Variabel terikat:
kualitas audit
Pengalaman, pengetahuan,
dan tekanan dari rekan
auditor berpengaruh positif
terhadap kualitas audit,
sedangkan lama hubungan
dengan klien, tekanan dari
klien, dan jasa non-audit
yang diberikan KAP
berpengaruh negatif
terhadap kualitas audit.
2. Putri (2009) Pengaruh Pendidikan,
Pengalaman,
Pelatihan Dan
Independensi
Terhadap Persepsi
Tentang Kualitas
Audit Oleh Auditor
Yang Bekerja Pada
Kantor Akuntan
Publik (KAP) Di
Jakarta Barat
Variabel bebas:
pendidikan,
pengalaman,
pelatihan, dan
independensi.
Variabel terikat:
kualitas audit
Pendidikan, pelatihan,
independensi berpengaruh
secara signifikan terhadap
kualitas audit, sedangkan
pengalaman tidak
berpengaruh secara
signifikan terhadap
kualitas audit.
3. Amilin dan Hery
Halomoan (2008)
Analisis Efektivitas
Perlakuan
Independensi
Variabel bebas:
sikap dan
pelaksanaan
Bersikap independensi
sangat penting dan efektif
dalam meningkatkan
25
Akuntan Publik
Dalam Membangun
Kualitas Audit (Studi
Empiris Pada Kantor
Akuntan Publik di
Jakarta)
independensi
Variabel terikat:
kualitas audit
kualitas audit yang
dilaksanakan
4. Eunike Christina
Elfrani (2007)
Pengaruh
Kompetensi Dan
Independensi Auditor
Terhadap Kualitas
Audit (Studi Empiris
Pada Kantor Akuntan
Publik Di Jawa
Tengah)
Variabel bebas:
kompetensi dan
independensi
Variabel terikat:
kualitas audit
Kompetensi dan
independensi secara
simultan dan parsial
berpengaruh seignifikan
terhadap kualitas audit
5. M. Nizarul Alim,
Trisni Hapsari, Liliek
Purwanti (2007)
Pengaruh
Kompetensi Dan
Independensi
Terhadap Kualitas
Audit Dengan Etika
Auditor Sebagai
Variabel Moderasi
Variabel bebas:
kompetensi dan
independensi
Variabel terikat:
kualitas auditor
Variabel moderasi:
etika auditor
Kompetensi yang terdiri
dari dua dimensi yaitu
pengalaman dan
pengetahuan,
independensi, dan interaksi
independensi dan etika
auditor berpengaruh
signifikan terhadap
kualitas audit, sedangkan
interaksi kompetensi dan
etika auditor tidak
berpengaruh signifikan
terhadap kualitas audit
6. Sekar Mayangsari
(2003)
Pengaruh Keahlian
Audit dan
Independensi
Terhadap Pendapat
Audit: Sebuah
Kuasieksperimen
Variabel bebas:
keahlian dan
independensi
Variabel terikat:
pendapat audit
Auditor yang memiliki
keahlian dan independensi
akan memberikan
pendapat yang cenderung
benar tentang
kelangsungan hidup
perusahaan dibandingkan
yang hanya memiliki salah
satu karakteristik atau
sama sekali tidak memiliki
26
keduanya
II.12 Pengembangan Hipotesis
Dibawah ini merupakan kerangka pemikiran dimana terdapat variabel
independen yaitu indpendensi (X1), pengetahuan (X2), pengalaman (X3), audit tenure
(X4), peer review (X5), dan variabel dependen yaitu kualitas audit (Y).
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Salah satu fungsi dari auditor adalah menghasilkan informasi yang akurat dan
dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Namun adanya konflik kepentingan
antara pihak internal dan eksternal perusahaan, menuntut akuntan publik untuk
menghasilkan laporan auditan yang berkualitas yang dapat digunakan oleh pihak-pihak
X1
Independensi
X2
Pengetahuan
X3
Pengalaman
X4
Audit Tenure
X5
Peer Review
Y
Kualitas Audit
27
tersebut. Hasil dari audit laporan keuangan klien ditentukan dari kualitas audit auditor
yang melakukannya.
Berbagai penelitian tentang kualitas audit yang pernah dilakukan menghasilkan
temuan yang berbeda mengenai faktor pembentuk kualitas audit. Namun secara umum
menyimpulkan bahwa untuk menghasilkan audit yang berkualitas, auditor haru
mempunyai kompetensi dan independensi yang baik.
Berdasarkan logika dari paparan di atas maka penulis menarik hipotesis untuk
penelitian ini sebagai berikut :
1) Pengaruh Independensi terhadap Kualitas Audit
Independensi merupakan sikap yang diharapkan dari auditor untuk tidak
mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang
bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Maka untuk
menghasilkan suatu laporan audit yang baik diperlukan sikap independen dari
auditor, karena jika auditor kehilangan independensinya maka laporan aduit yang
dihasilkan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada sehingga tidak dapat
digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan.
(H0) : Independensi tidak berpengaruh terhadap kualitas audit.
(H1) : Independensi berpengaruh terhadap kualitas audit.
2) Pengaruh Pengetahuan terhadap Kualitas Audit
Untuk menghasilkan audit yang baik, auditor memerlukan pengetahuan yang
baik atas bidang yang akan diauditnya atau audit yang dilakukan tidak akan
mencapai hasil yang memuaskan. Pengetahuan ini didapatkan dari pendidikan
formal maupun pendidikan non-formal. Pengetahuan seorang auditor merupakan
28
salah satu faktor penunjang baik atau buruknya kualitas audit yang dihasilkan
seorang auditor
(H0) : Pengetahuan tidak berpengaruh terhadap kualitas audit.
(H2) : Pengetahuan berpengaruh terhadap kualitas audit.
3) Pengaruh Pengalaman terhadap Kualitas Audit
Auditor yang lebih berpengalaman akan lebih cepat tanggap dalam medeteksi
pelanggaran atau penyimpangan yang terjadi, meningkatkan ketelitian dalam
melakukan audit, dan mengurangi tingkat kesalahana yang akan terjadi.
(H0) : Pengalaman tidak berpengaruh terhadap kualitas audit.
(H3) : Pengalaman berpengaruh terhadap kualitas audit.
4) Pengaruh Audit Tenure terhadap Kualitas Audit
Audit tenure adalah lamanya waktu atau proses audit atas laporan keuangan suatu
entitas yang dilakukan auditor. Di Indonesia, masalah audit tenure sudah diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan No.17/PMK.01/2008 tentang jasa akuntan
publik. Keputusan menteri tersebut membatasi masa kerja auditor paling lama 3
tahun berturut-turut untuk klien yang sama dan 6 tahun berturut-turut untuk
Kantor Akuntan Publik (KAP) mengaudit klien yang sama berturut-turut.
Pembatasan ini dimaksudkan agar auditor dan KAP tidak terlalu dekat dengan
klien sehingga dapat mencegah terjadinya skandal akuntansi.
(H0) : Audit tenure tidak berpengaruh terhadap kualitas audit.
(H4) : Audit tenure berpengaruh terhadap kualitas audit.
5) Pengaruh Peer Review terhadap Kualitas Audit
Peer review adalah review yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik lain
terhadap praktik sebuah Kantor Akuntan Publik lainnya. Tuntutan pada profesi
29
akuntan untuk memberikan jasa yang berkualitas menuntut transparansi
informasi mengenai pekerjaan dan operasi Kantor Akuntan Publik. Kejelasan
informasi tentang adanya sistem pengendalian kualitas yang sesuai dengan
standar profesi merupakan salah satu bentuk pertanggung jawaban terhadap klien
dan masyarakat luas akan jasa yang diberikan.
(H0) : Peer review tidak berpengaruh terhadap kualitas audit.
(H5) : Peer review berpengaruh terhadap kualitas audit.
6) Pengaruh Independensi, Pengetahuan, Pengalaman, Audit Tenure, Peer Review
terhadap Kualitas Audit
Dalam melakukan audit, auditor membutuhkan independensi, pengetahuan dan
pengalaman yang baik untuk menghasilkan kualitas audit yang baik. Hasil dari
pekerjaan auditor perlu di review oleh rekan sesama auditor untuk
mempertahankan kualitas yang sudah baik dan meningkatkan kualitas audit yang
telah ada. Auditor juga tidak boleh terlalu lama berhubungan dengan klien agar
tidak adanya skandal antara auditor dengan klien.
(H0) : Independensi, pengetahuan, pengalaman, audit tenure, dan peer review
tidak berpengaruh terhadap kualitas audit.
(H6) : Independensi, pengetahuan, pengalaman, audit tenure, dan peer review
berpengaruh terhadap kualitas audit.