53
Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 1 www.wulanyadi.blogspot.com

Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 1

www.wulanyadi.blogspot.com

Page 2: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 2

www.wulanyadi.blogspot.com

Catatan:

�آ� ا � �� ���� ��و���� ا� و� Segala puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Allah Swt. yang

telah melimpahkan rahmatNya kepada penulis sehingga dimudahkan

dalam membuat eBook ini.

e-Book yang Anda baca saat ini merupakan karya perdana penulis. Isi

dalam e-Book ini asli hasil karya sendiri yang berbentuk sastra, yaitu

cerpen dan puisi. Hal itu dikarenakan penulis memang menggemari

dunia sastra dan kuliah di jurusan sastra Indonesia dan Daerah.

e-Book ini silakan Anda download dan sebarkan kepada siapa saja.

Dengan catatan jangan mengubah isi di dalamnya.

Terima kasih. Semoga bermanfaat.

Penulis: Suryadi Abdillah H.

Hp : 085750418286

Facebook: [email protected]

Laman : www.wulanyadi.blogspot.com

Page 3: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 3

www.wulanyadi.blogspot.com

Daftar Isi

Catatan ..................................................................................................................... 2

Puisi: Serba Salah .................................................................................................... 4

Cerpen: Benih Cinta yang Berbunga ....................................................................... 5

Puisi: Lonceng di Tengah Samudra ....................................................................... 12

Cerpen: Ahh! .......................................................................................................... 13

Cerpen: Si Begul dan Motor Baru ......................................................................... 17

Puisi: Kasih ............................................................................................................ 26

Cerpen: Tak Sia-Sia ............................................................................................... 27

Cerpen: Dilema Besar ............................................................................................ 35

Puisi: Bacalah......................................................................................................... 46

Cerpen: Terlahir Kembar ....................................................................................... 47

Puisi: Gerimis......................................................................................................... 52

Tentang Penulis ...................................................................................................... 53

Page 4: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 4

www.wulanyadi.blogspot.com

“Serba Salah”“Serba Salah”“Serba Salah”“Serba Salah”

L elah jika terus sepert in i

M uak, m enyesakkan

K upendam , akan m enyakitkanku

K uungkap, kau akan tersakiti

A ku harus bagaim ana?

A pa yang harus kulakukan?

Saat kucoba ju jur untuk hubungan kita

K au caci aku akibat keju juranku

N am un, saat kum em ilih diam m em endam

K au caci aku akibat tak ju jur padam u

A ku harus bagaim ana?

A palagi yang harus kulakukan?

A ku m erasa, sem ua m enjadi serba salah

H al itu terus saja berulang, m elangkah m engiringi k ita

Sam pai kapan? E ntahlah!

D an kin i kum asih terdiam

D an kau m asih saja m encaci

O leh: Suryadi

Page 5: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 5

www.wulanyadi.blogspot.com

BENIH CINTA YANG BERBUNGA

Oleh Suryadi Abdillah

Di sebuah rumah yang tidak terlalu megah. Namun tertata rapi, tamannya indah dan

terawat, ruangannya tersusun teratur. Rumah yang minimalis namun bernilai tinggi. Di

ruang tamu, ada sofa leter L. Berwarna cokelat muda, meja kaca, dan sebuah televisi

berukuran 32’ menghiasi rungan itu. Ada tiga orang yang sedang duduk di sofa itu. Dua

orang perempuan dan satu laki-laki berkacamata. Pak Anto, Ibu Ani, dan bersama putri

kesayangan mereka, Erni. Pak Anto duduk bersebelahan dengan istrinya. Sedangkan Erni

duduk di sisi sofa yang lain, menghadap televisi. Ia begitu asyik menikmati acara yang

ditayangkan di televisi.

Keluarga ini masih diselimuti kebahagiaan karena anak semata wayangnya, yaitu

Erni baru saja menyelesaikan studinya di salah satu perguruan tinggi ternama di

Indonesia. Ia kini telah menyandang gelar S.Pd., tepatnya Erni Mayasari, S.Pd.

“Erni, Bapak ingin bicara penting padamu,” kata Pak Anto mengawali pembicaraan pagi

itu. Erni sedikit terkejut karena Pak Anto ingin membicarakan hal yang penting padanya.

Tidak biasanya.

“Iya Pa, ada apa? Erni matikan televisi dulu.”

Ia bangkit dari tempat duduknya. Mematikan televisi. Kemudian ia duduk dekat dengan

kedua orang tuanya.

Pak Andi menghela nafas lalu berbicara,

“Nak, umurmu kini bapak rasa sudah dewasa, sudah saatnya kamu mencari pendamping

hidup.”

Erni terdiam mendengarkan kata-kata Papanya. Ia tidak menyangka bahwa topik

pembicaraan pagi itu mengenai masa depannya. Tentang seorang pendamping hidupnya.

Ia menundukkan kepalanya. Ia berfikir sejenak. Suasana hening beberapa saat.

“Papa sama Mama sudah rindu ingin menimang cucu Er,” kata Bu Ani ikut dalam

pembicaraan.

“Erni ikut apa kata Papa sama Mama,” jawab Erni.

Page 6: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 6

www.wulanyadi.blogspot.com

“Apa kamu sudah punya pilihan, nak?” tanya Pak Anto pada puterinya.

“Papa sama Mama tahu Erni selama ini tidak mau berpacaran, itu karena Erni ingin fokus

dulu pada pendidikan Erni,” jawab Erni menjelaskan.

Memang Erni adalah cewek idola di kampusnya. Tak hanya itu, dulu saat di bangku SMP

dan SMK, dia juga merupakan idola. Selain cerdas, ia cantik, dan berpostur tinggi.

Mungkin orang-orang menyebut itu dengan kata seksi.

“Jika Papa sama Mama yang memilihkanmu bagaimana?”

“Jika itu terbaik untuk keluarga, baik untuk papa sama mama, khususnya masa depan

Erni, berarti baik juga untuk Erni, Pa.”

Pak Anto dan Bu Ani berpandangan. Mereka tersenyum bahagia mendengar kata-kata

putrinya yang begitu santun dan hormat pada mereka.

***

Beberapa hari kemudian.....

Erni hari itu hendak pergi berbelanja ke Supermarket Mitra. Ia pergi menggunakan

sepeda motor mio barunya. Melaju dengan kecepatan sedang. Melesat di jalan raya.

Menerebos waktu. Meninggalkan puing-puing waktu yang berlalu. Memang letak super

market yang di tujunya tidak terlalu jauh, hanya 1 km dari rumahnya. Sesampainya, ia

langsung mencari barang-barang yang diperlukannya. Ia tidak perlu bingung menentukan

posisi benda-benda yang ingin dibelinya, karena ia sudah sering berbelanja di

supermarket ini. Ia tersenyum ketika berada di sebuah rak buku. Ia teringat dulu waktu

bertemu Heru, orang yang membuat hatinya bergetar, orang yang pernah membuat

jantungnya berdegup kencang, kala itu. Kejadiannya sekitar setengah tahun yang lalu.

Waktu itu Erni buru-buru mencari sebuah buku untuk leteratur skripsinya. Karena

tergesa-gesa ia menabrak seseorang yang sedang memilih-milih buku di rak itu. Di rak

yang persis kini ada di hadapannya. Dan orang itu adalah Heru. Buku-buku yang di

pegang Heru jatuh ke lantai. Karena merasa itu kesalahannya, Erni langsung merapikan

buku yang jatuh sambil meminta maaf. “Ia tidak apa-apa mba, lain kali hati-hati,” kata

Heru kala itu. Setelah itu mereka berkenalan.

Ia kembali tersenyum.

Page 7: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 7

www.wulanyadi.blogspot.com

“Sekarang dia di mana ya? Apakah ia juga memiliki perasaan yang sama, seperti apa

yang aku rasakan kepadanya? Rasa yang sama, yaitu jatuh cinta pada pandangan

pertama? Ah, bodohnya aku! Kenapa dulu waktu bertemu dengannya aku tidak meminta

nomor HPnya,” bisiknya dalam hati.

“Ah, kalau jodoh tidak akan kemana,” Erni mencoba menghibur hatinya.

Ia kemudian melanjutkan mencari barang-barang yang akan dibelinya.

***

“Silakan duduk, ada angin apa ini? Tumben kau datang ke tempat ku?

“Ah, memangnya aku tidak boleh menyambangi sahabat lama,” jawab Pak Anton.

Siang itu sepulangnya dari kantor, Pak Anton singgah di rumah sahabat lamanya. Pak

Budi. Mereka bersahabat sejak SMP.

“Aku tidak ingin berbasa-basi, Bud. Kedatanganku ini yang pertama-tama ingin

menyambung silaturahim dan yang ke dua aku ingin menagih janjimu dulu. Kau bilang

mau menjodohkan anak kita.”

“Ha,ha,ha, masih ingat saja kau To!”

“Aku serius, Bud!”

“Ya,ya,ya, aku mengerti To. Aku sebagai kepala keluarga sih setuju-setuju saja. Tadi

malam aku dan istriku juga membahas ini. Tapi, yang menjalani semua kan anak kita.

Jadi, saya harus bertanya dulu sama Ahmad. La, memangnya kamu sudah menanyakan

hal ini sama anakmu? Si,,,,,

“Erni!” jawab Pak Anto melihat Pak Budi kesulitan menyebutkan nama anaknya.

“Ya! Si Erni. Apa sudah kau tanyakan?”

“Tidak mungkin aku ke rumahmu kalau aku tidak meminta izin dulu kepada puteriku. Ia

sudah setuju jika aku yang mencarikan ia pendamping hidup. Dengan catatan harus baik

untuk keluarga dan terlebih lagi untuk masa depannya. Nah, aku rasa anakmu memenuhi

syarat itu!”

Pak Budi hanya tersenyum mendengar penjelasan sahabatnya itu.

“Begini saja, Si Ahmad belum pulang dari kantornya. Aku harus membicarakan ini dulu

dengan dia. Insya Allah jika dia setuju, dua hari ke depan aku akan datang ke rumahmu.”

“Baiklah kalau begitu. Saya pamit langsung pulang ni,” ucap Pak Anto meminta diri.

“Loh, kok buru-buru. Tehnya saja belum habis tu.”

Page 8: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 8

www.wulanyadi.blogspot.com

Pak Anto hanya tersenyum. Bangkit dari tempat duduknya. Mereka kemudian

bersalaman.

“Hati-hati!” pesan Pak Budi pada sahabatnya sesaat setelah deru mesin mobil Pak Anto

berbunyi. Kemudian bergerak maju dan menghilang di tikungan ujung jalan.

***

Malam harinya Pak Budi langsung menceritakan perihal kedatangan Pak Anto siang itu.

Ia menceritakan semua pada Ahmad. Ahmad hanya terdiam. Ia tak bisa berkata, lidahnya

kelu. Ia bingung. Ia bingung karena di hatinya telah terlukis satu wajah. Pesona gadis

yang berhasil mencuri hatinya, hanya saja ia tak tahu di mana gadis itu kini. Dan ia juga

tidak pernah mengungkapkan isi hatinya. Karena itu pertemuan pertamanya, dan tak

pernah bertemu lagi setelahnya.

“Bagaimana nak? Apa kau setuju?”

Ahmad terkejut, namun ia kembali hanya diam. Ia tidak bisa menjawab. Tertunduk beku.

“Apa kamu sudah punya pilihan?” tanya Pak Budi menyelidiki.

Ahmad hanya menggelengkan kepalanya, lalu ia berkata,

“Papa sendiri tahu bahwa selama ini Ahmad tidak berani berpacaran karena Ahmad ingin

sukses meniti karir dulu. Tapi, jika ini menurut Bapak baik untuk keluarga, baik untuk

Ahmad ke depannya, Ahmad setuju Pa.”

“Tidak ada seorang bapak yang ingin mencelakakan anaknya, Ahmad. Kecuali orang tua

yang berhati binatang. Bahkan mungkin lebih rendah dari binatang. Banyak contoh

kasusnya di televisi. Ada seorang Bapak yang tega menjual anaknya, membunuh,

memperkosa, dan ada yang tega melindas kaki anaknya di rel kereta api. Nah, tentu papa

begini juga karena masa depanmu. Baiklah, karena Papa sama Mamamu telah setuju dan

Papa rasa kau pun menyetujui, berarti lusa kita akan pergi ke rumah Pak Anton untuk

melamar.”

“Ah? Secepat itu pa?” Ahmad terkejut mendengar penjelasan Pak Budi.

“Lebih cepat lebih baik” jawab Pak Budi.

“Ah, Papa kayak JK aja, he,he,he.”

Mereka lalu tertawa.

***

Page 9: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 9

www.wulanyadi.blogspot.com

Dua hari setelah kepergian Pak Anto ke rumah sahabat lamanya, yaitu Pak Budi. Kini

Pak Anto, Bu Eni, dan putri mereka Erni telah duduk di ruang tamu. Mereka menanti

kedatangan keluarga Pak Budi. Tampak kegelisahan yang terpancar dari wajah cantik

Erni. Mungkin ia belum siap melihat calon pendamping hidupnya. Namun ia berusaha

menenangkan diri. Ia mngambil majalah yang ada di bawah meja kaca ruang tamu. Lalu

membacanya. Membuka lembar demi lembar. Namun belum bisa menepis ketegangan

hatinya.

“Namanya siapa Pa?” tanya Erni di sela-sela membaca majalah pada Bapaknya yang

sedari tadi sesekali melihat jam di pergelangan tangannya.

Sambil tersenyum Pak Anto menjawab,

“Namanya Ahmad!”

“Hah? Ahmad? Seperti apa orangnya? Mungkinkah ia sama dengan pria yang ku damba

tempo hari? Kenapa Ahmad sih? Kenapa bukan kau Heru yang datang melamarku? Ah,

sudahlah mungkin Heru bukan jodohku!” Erni menggumam dalam hati.

Erni kembali terbayang pertemuannya tempo hari dengan Heru. Ia tersenyum sendiri.

Namun lamunannya buyar seiring terdengar deru suara mobil memasuki gerbang

rumahnya. Sebuah mobil Xenia berwarna biru. Tidak salah, itulah mobil Pak Budi dan

keluarganya.

Pak Anto dan Bu Eni menyambut dengan hangat calon besan mereka. Mempersilakannya

masuk.

Kini sofa leter L itu di isi oleh tujuh orang. Pak Anto dan istrinya, Pak Budi, istri dan

anaknya, Ahmad. Serta dua orang saksi atas pertunangan itu.

“Loh, Erninya kemana?” tanya Pak Budi setelah pandangannya mencari-cari sosok Erni

namun tidak ia temukan.

“Oh, tadi ada. Mungkin dia masuk ke kamarnya.” Jawab Pak Anto.

Siang itu terjadilah acara pertunangan antara Ahmad dan Erni. Kebahagiaan kembali

menyelimuti kediaman Pak Anto. Alangkah bahagianya Erni setelah ia tahu bahwa

ternyata calon pendamping hidupnya adalah Heru. Ya, ternyata ia bernama lengkap

Ahmad Heru. Begitu juga Heru ia sangat bahagia atas pertunangan itu. Orang yang ia

damba kini telah menjadi miliknya. Impiannya tergapai. Seminggu kemudian mereka

Page 10: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 10

www.wulanyadi.blogspot.com

menikah dan pergi berbulan madu ke suatu tempat, yaitu Pantai Pasir Putih yang terletak

di pantai utara pulau Kalimantan Barat.

***

Cahaya bulan gemerlap terpancar di permukaan pantai. Hamparan pasir sedikit terlihat

kelap-kelip terkena sinarnya. Di sanalah Heru dan Erni duduk berdua. Menikmati deru

ombak yang menyapa pelan. Erni bersandar pada dada Heru. Romantis terasa. Indah tak

terlukiskan kata.

“Cinta,” bisik Heru pelan pada Erni yang terdiam di pelukannya.

“Iya cinta, ada apa?”

“Lihatlah langit” pinta Heru sambil menunjuk pada satu titik di langit.

Erni mendongakkan kepalanya, mengikuti arah yang Heru tunjukkan. Menatap kosong.

Diam. Mungkin ia bertanya-tanya dalam hati. Lama ia menatap kosong. Karena tak

menemukan jawaban atas apa yang ia lihat, ia menatap mata Heru sayup. Sorotan

matanya mengisyaratkan ia tak mengerti dengan apa yang Heru maksudkan. Heru bisa

mengerti itu. Lalu ia berkata padanya,

“Lihatlah langit,” Heru mengulangi lagi permintaannya.

“Betapa indahnya ciptaanNya. Bulan, bintang, bersatu menghiasi malam,” lanjutnya,

“Tapi tahukah kau cinta, masih banyak lagi ciptaanNya yang lebih indah. Seperti kau

yang kini ada di pelukanku. Kau yang bersemayam di hatiku. Jauh lebih indah ku rasa”

Erni hanya tersenyum, lalu berkata,

“Gombal!”

Lalu mereka tertawa lirih bersama. “he,he.”

Malam kian larut. Namun semakin indah. Bulan semakin terang tersenyum di antara

awan yang berlalu. Bintang-bintang juga masih terlihat tersenyum. Mereka semakin

hanyut menikmati tanda-tanda kebesaranNya. Angin pantai berhembus, sedikit

menggerakkan rambut Erni yang panjang hitam terurai. Heru merebahkan badannya ke

hamparan pasir. Beberapa saat kemudian Erni mengikuti. Ia kembali menempatkan

sandaran kepalanya di dada Heru. Keindahan tercipta. Kehangatan mereka rasa. Malam

Page 11: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 11

www.wulanyadi.blogspot.com

itu mereka mencoba menghitung bintang. Hal yang mustahil memang. Tapi itulah cinta,

hal mustahil akan tersulap hingga terlihat menjadi hal yang nyata.

Mereka berlibur selama satu minggu di pantai itu. Di setiap waktu yang mereka lalui

berdua tidak pernah lepas dari aura kebahagiaan, keceriaan, kesenangan, kemesraan, dan

canda tawa.Tidak lupa pula mereka selalu berdoa untuk pernikahan mereka ini, supaya

dikaruniai seorang anak yang berbakti dan berguna untuk agama dan negara. Benih cinta

dua sejoli ini memang telah berbunga. Mewangi ke penjuru dunia. Membius semua jiwa.

Bunga cinta yang selalu menghembuskan kebahagiaan semata. Kekal selamaya, hingga

akhir hayat mereka. ***

Page 12: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 12

www.wulanyadi.blogspot.com

LONCENG DI TENGAH SAMUDERA

Oleh: Suryadi Abdillah H.

Usiamu senja penuh karat Ternoda garam lautan kehidupan Namun gema suaramu tetap membahana Menerobos penjuru dunia Tak ternoda, tak terhalang debur gelombang yang menerjang Kau teriak menggemakan perbaikan! Mengalahkan, mengikis karang-karang kebuntuan! Kau hancurkan kebekuan kelamnya malam dengan lengkingan loncengmu Dikala semua tak peduli dengan itu, disaat semua tertidur pulas terbius malam Hitam akan berguguran menjadi terang, Dengan sekali gema. Dengan sekali goncangan. Dahsyat memang. Itulah loncengmu yang terus bergetar dan menggema walau usia yang tak lagi muda. Teruslah bermakna Teruslah kau menggema Nelayan-nelayan kecil, kerdil, yang bengal itu, kau pandu jalan mereka! Tak lelah walau nelayan-nalayan itu terus saja salah Kau menggema dan teruslah menggema Semua telinga mendengarmu, walau terkadang tak begitu Lonceng di tengah samudera, kini usiamu senja kian berkarat Tertiup angin-angin yang kejam Membuat parasmu tak lagi menawan namun bijak tak terlawan Kau bak perawan kehidupan yang didamba semua insan Lonceng teruslah menggema hingga rantai yang menggantungimu lepas, putus, dan kau tenggelam! Kau akan hilang! Biarkan itu! Gemamu akan selalu dihatiku.

Page 13: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 13

www.wulanyadi.blogspot.com

“AHHH!”

Oleh Suryadi Abdillah

Bulan Januari seperti saat ini hujan kerap mengguyur kota Pontianak. Mungkin ada

benarnya juga sebuah selogan yang mengatakan, bahwa nama bulan Januari itu berasal

dari singkatan ‘hujan turun setiap hari’. Ya, begitu juga pagi ini hujan kira-kira mulai

pukul 18.28 WIB kemarin, masih terlihat terus merintikkan butiran-butiran air dari langit.

Belum juga reda. Padahal pagi ini aku harus melaksanakan tugas rutinku, yaitu

mengantar Ibu pergi ke pasar Flamboyan. Membeli sayuran dan lauk-pauk untuk mengisi

emperan warungnya.

“Kita pergi tidak, Bu?” tanyaku pada Ibu yang terlihat masih berdiri di depan pintu

warungnya, menyaksikan ritik hujan yang berjatuhan membasahi bumi.

“Kita tunggu 15 menit lagi. Jika masih belum juga reda, ya terpaksa kita harus menerobos

hujan. Daripada hari ini tidak ada yang dijual,” jawab Ibu setelah memalingkan wajahnya

ke arahku yang masih duduk di beranda rumah.

Aku hanya tersenyum mendengar penjelasan Ibu. Aku segera bangkit dari tempat duduk.

Bergegas masuk ke dalam rumah. Kukeluarkan motor vega keluaran 2004 dari dalam

rumah ke beranda. Kutatap sejenak jarum indikator minyaknya. “Oh, masih

cukup,”fikirku. Lalu kubunyikan mesinnya. Ia harus pemanasan terlebih dahulu sebelum

berpacu di tengah guyuran hujan yang akan membuatnya “menggigil” kedinginan. Tidak

boleh kalah dengan para olahragawan, yang selalu pemanasan sebelum bertanding.

Sepuluh menit berlalu, namun belum juga ada tanda-tanda bahwa hujan telah

‘puas’menyirami bumi.

“Memang hujan model seperti ini lama berhentinya,” gumamku dalam hati.

Aku melihat Ibu berjalan mengambil jaket yang tergantung di sebuah paku, yang biasa ia

kenakan. Mungkin nama sejatinya ‘kostum khusus ke pasar’.

Aku sudah bisa menebak itu. Pasti kami akan berangkat menerobos hujan.

“Mantelnya mana?” tanya Ibu.

“Kemarin dipinjam teman, Bu. Tapi belum dikembalikan,” jawabku.

“Kamu tidak apa-apa jika hujan-hujanan mengantar Ibu?”

Page 14: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 14

www.wulanyadi.blogspot.com

“Justru segar, Bu! Kan pagi-pagi mandi air hujan. Lebih barokah karena hujannya

langsung dari langit, he,,he,,”

“Ya sudah kalau begitu. Ayo kita berangkat,” ajak Ibu.

Rintik hujan langsung menyerbu tubuhku sesaat setelah motor kukeluarkan ke halaman

rumah. Sejuk kurasa.

“Sudah, Bu?” tanyaku memastikan apakah Ibu telah siap pergi, yang kini berada di

boncengan motorku.

‘Iya!” jawabnya singkat.

***

“Lampu jangan lupa dinyalakan, Rul. Nanti kita ditilang polisi,” perintah Ibu ditengah

perjalanan.

Dengan buru-buru aku mendorong sakelar lampu menggunakan jempol tangan kanan.

“Iya,ya, sekarang kan wajib menyalakan lampu di siang hari, tapi ini kan masih pagi?

Ah, siang saja wajib apalagi pagi, he,,he,,” aku tertawa sendiri dalam hati.

Memang jalan juga masih remang-remang. Selain karena hujan, lampu jalan raya ini

sudah beberapa hari ini tidak dinyalakan. Mungkin PLN lagi ‘pengiritan’. Tapi masih

mendingan mematikannya pagi hari. Daripada pengiritan dengan cara mematikan lampu

warga tentu merugikan banyak pihak. Pelajar susah belajar. Salon tidak berkutik tanpa

listrik, dan banyak lagi masalah yang timbul karena dirugikan PLN. Ah,,,mudah-

mudahan kerisis listrik di Pontianak segera teratasi.

Motor vegaku terus melaju. Menerobos hujan. Jaket yang kukenakan telah basah.

Semakin dingin kurasa, karena angin pagi hadir mengimbangi laju motor. Jalan A. Yani

kini yang kulalui. Putaran gas motor yang dari tadi kupertahankan kini perlahan ku

lepaskan. Motor pun bergerak perlahan, seiring genangan air yang beberapa meter

membentuk kolam di hadapanku.

“Huhh, jalan selebar ini saja banjir apalagi jalan yang sempit! ” keluhku.

Ibu hanya terdim mendengar keluahanku. Mungkin ia terbius udara pagi. Mungkin juga

karena Ibu telah terbiasa menghadapi banjir seperti ini.

Setelah melewati banjir yang untungnya tidak terlalu dalam.motor kembali kupaksa

melaju. Menarik gasnya. Terus menyesuaikan laju. Belok kiri. Kini Jalan Veteran yang

Page 15: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 15

www.wulanyadi.blogspot.com

kulalui. Baru saja aku merasa lega karena telah melewati banjir. Tapi kini aku harus

berhadapan lagi dengan banjir.

“Ternyata Veteran tidak mau kalah saing dengan A.Yani,” keluhku.

Beberapa saat melaju kini aku terhenti lagi. Tepatnya terpaksa berhenti. Bukan karena

banjir seperti sebelumnya. Melainkan simbol merah menyala ‘memelototi’ semua

pengendaara yang ada di hadapannyalah yang memaksaku.

“Huhhh,” kembali aku mendesah kesal.

“Pagi-pagi seperti ini pengatur waktu lampu lalu lintas 90 detik. Tidakkah Bapak yang

bertugas menyesuaikan? Kapan waktu kepadatan terjadi? Jika seperti ini tentu rawan

saling mendahului. Jika empat arah ini sedang tidak terlalu ramai, lantas semua

menerobos karena tak kuat terlalu lama menunggu tentu berbhaya,” gumamku dalam

hati.

***

“Huhh, akhirnya sampai juga,” gumamku setelah motor memasuki halaman parkir.

Seperti biasa dan memang menjadi pemandangan setiap hariku di pasar Flamboyan ini,

yaitu pedagang ramai berjualan disepanjang Jalan Pahlawan. Mengakibatkan jalan

menjadi sempit. Ya, tidak ada perubahan, selalu seperti ini. Kita harus berjalan penuh

kehati-hatian. Berjalan mencari sayur dan lauk-pauk yang dijual di sepanjang jalan. Suara

“jeritan” klakson pengendara yang berlalu di jalan ini menemani kita berbelanja. Yang

seolah-olah berteriak, “menyingkir semua! Aku mau lewat! Awas tertabrak! Ini jalan

bukan tempat jualan!” setiap di pagi hari selalu seperti ini. Tidak perduli derasnya hujan

seperti pagi ini.

“Huhh!” lagi-lagi aku mengeluh sambil mengusap air hujan yang membasahi muka.

“Ibu kemana, perasaan tadi berada di sebelahku?” aku terkejut karena Ibu hilang dari

pandanganku.

Aku terus mencari-cari sosok Ibu di antara keramaian orang dan terbatasnya pandangan

oleh hujan. Mungkin tadi aku terlalu khusyuk melihat-lihat para penjual yang menjajakan

dagangannya disepanjang jalan ini, hingga aku tak melihat Ibu yang beranjak pergi, tapi

kemana?

“Huhh!” lagi-lagi aku mengeluh. Mataku terus mencari sosoknya di keramaian.

“Ibu kemana?” fikirku.

Page 16: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 16

www.wulanyadi.blogspot.com

“Seharusnya aku menemani Ibu, menjaganya, tapi kemana Ibu?!” jeritku dalam hati.

Dalam kegalauan hati, keramaian, kebisingan pengendara yang melintas di jalan yang

kulalui, tidak juga aku menemukan. Terus berjalan. Tidak memperdulikan orang

disekelilingku. Melewati motor-motor yang terpakir sembarang tempat. Melewati becak

yang terparkir tak teratur.Ibu, aku harus menemukannya. Tapi kemana?

Tiba-tiaba,,,,,,DUAAARRRR!!!!!!!!

Aku melihat orang berlari berkumpul pada satu titik. Ternyata sebuah oplet berwarna

putih bernomor KB 2010 JN, menabrak seseorang pembeli. Orang-orang yang berada

disekitar kejadian panik. Mereka membentuk lingkaran. Menutupi sosok yang terkapar.

“Dia meniggal!” teriak salah satu dari mereka.

Tentu saja aku semakin kalut. Takut. Bingung. Aku penasaran.

“jangan-jangan itu Ibu!” gumamku.

“Huhh!” lagi-lagi aku mengeluh.

“Aku yang salah, maafkan aku, Bu! Seharusnya aku menjagamu!”

Dengan tergesa-gesa aku menerobos kerumunan orang-orang yang menutupi padanganku

dari sosok itu. Namun,,,,,

“Huhhh!” kembali aku mengeluh.

Aku terpana. Terdiam. Gelap kurasa. Pandanganku kosong.

“Huhh! Mungkinkah ini?”

Aku tidak percaya dengan apa yang kulihat. Sosok yang terbaring dengan darah yang

terus mengalir dari luka di badannya ini, ternyata mirip denganku. Sungguh sama. Tak

ada beda sedikitpun. Baju yang ia kenakan pun sama.tinggi badanya pun sama.

“Huhh! Jalan Pahlawan! Kau menumbangkan pahlawan! Pahlawan seorang Ibu.***

Page 17: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 17

www.wulanyadi.blogspot.com

SI BEGUL DAN MOTOR BARU Oleh: Suryadi

ada suatu hari Si Begul girang bukan kepalang, apa sebab? Dia “ditimpa durian

runtuh” alias “dapat rejeki nomplok”, bagaimana itu terjadi? Dia mendapatkan

hadiah motor dari sang Ayah atas kesuksesannya lulus sekolah. Ya, Si Begul baru

saja lulus SMA walaupun prestasinya di sekolah sangat buruk. Mungkin itulah yang

membuat Ayahnya berinisiatif memberinya hadiah istimewa. Sebuah sepeda motor

Thunder keluaran terbaru yang memang selama ini diimpikan Begul.

Otomatis si Begul tersenyum tanpa henti. Ya, dia

begitu gembira. Apa lagi motor barunya itu akan

menjadi modal awalnya untuk “menggaet” pujaan

hatinya, Lela. Gadis cantik yang selama ini

dikaguminya, hanya saja tidak ada modal penyokong

kepercayaan dirinya. Prestasi rendah dan keuangan juga pasrah. Otomatis kepercayaan

dirinya “melempem” alias “layu” alias “lemah”. Akan tetapi kini tentu berbeda.

“Yes!” teriaknya kegirangan.

Sore itu, tatkala matahari mulai condong ke arah barat, Begul pergi menikmati

jalan sore tentunya sambil mencoba tunggangan barunya. Semakin lengkaplah

kebahagiaan Begul, ia kini tidak lagi jalan kaki menyusuri jalan yang ia lalui sekarang

ini seperti hari-hari sebelumnya, ditambah lagi banyak cewek yang sedang joging

meliriknya sambil tersenyum. Begul pun hanya tersenyum manis membalasnya. “Yes!’

teriaknya lagi, seolah-olah ia yakin Lela pun akan terpikat padanya seperti para gadis

yang tersenyum padanya.

Setelah lama berkeliling menyusuri jalan aspal yang berliku, Begul pun berhenti

di sebuah warung kopi yang berseberangan dengan sebuah mini market. Warkop ini

merupakan tempat dulu biasa Begul berhenti sepulang sekolah untuk minum es sebagai

penghapus dahaga. Akan tetapi kali ini ia tidak memesan teh es seperti biasanya,

mungkin karena ia tidak dahaga dan keletihan seperti biasanya.

“Teh hangat segelas, Bang!”

P

Page 18: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 18

www.wulanyadi.blogspot.com

“Tumben!” celetuk pemilik Warkop.

Sambil menuangkan air panas ke dalam gelas yang berisi teh, pemilik Warkop bertanya

pada si Begul,

“Wah, motor baru ya, Gul?”

“Iya, hadiah dari Ayah atas kelulusanku. Ah, tapi dari mana Abang tahu itu motor baru?”

tanya Begul sambil tersenyum girang.

“Loh, motor baru yang pasti masih kinclong dan lihat, platnya saja masih berwarna

merah begitu, KB 512 XX he, he, he!”

Begul hanya tersenyum mendengar jawaban pemilik warkop itu.

“Begul, hati-hati sekarang ini banyak curanmor!”

“Curanmor itu apa, Bang?” tanya Begul tak mengerti.

“Pencurian sepeda motor. Ah, kamu ini lulus SMA tapi curanmor saja tidak tahu.”

“O, pencurian sepeda motor!” ungkap Begul mengulangi seolah-olah lupa dengan

sindiran Bang Warkop.

“Beberapa hari yang lalu di depan mini market itu ada yang kehilangan sepeda motor.

Padahal baru ditinggal berbelanja sebentar sama yang punya dan motor itu dalam kondisi

telah dikunci stang.”

“Lihat saja poster yang dipajang polisi itu! Ya, walaupun himbauan itu terpasang setelah

semua terjadi tapi apa salahnya mengingatkan agar tidak terulang lagi,” sambung Bang

Warkop.

Begul kemudian membaca poster yang dimaksud Bang Warkop tadi.

“PARKIRLAH KENDARAAN ANDA DI TEMPAT YANG AMAN DAN G UNAKAN

KUNCI GANDA.”

“Kunci ganda itu apa, Bang?” tanya Begul tak mengerti.

“Kunci ganda itu maksudnya kunci tambahan selain kunci kontak atau kunci stang.

Misalnya diberi alarm atau ada letak kunci rahasianya. Yang jelas harus lebih dari satu

kunci.”

“O,” kata Begul sambil mengangguk-anggukkan kepala.

“Sasarannya selalu motor yang bagus, Gul!”

“Wah, berarti motorku terancam. Wah, gawat!” pikir Begul.

***

Page 19: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 19

www.wulanyadi.blogspot.com

Sesampainya di rumah, Begul langsung memasukkan motornya ke dalam rumah.

Ia tidak mau jadi bagian dari kisah korban curanmor. Ia teringat pesan Bang Warkop dan

poster yang berisikan pesan polisi tadi sore itu.

Ia kemudian bergegas masuk ke dalam kamar. Di kamarnya yang sempit itu, ia

berpikir keras mencari akal agar motornya aman dari tindakan kriminal tak bertanggung

jawab para curanmor.

“Hemm, bagaimana kalau diberi alarm saja,” pikirnya.

“Ah, tapi pasti perlu dana banyak.”

“Huhh!” keluhnya.

“Minta uang pada Ayah, tidak mungkin. Syukur-syukur sudah dibelikan motor.”

Gerutunya dalam hati.

Lama Begul berpikir di dalam kamarnya. Lama ia memaksakan IQ-

nya yang rendah untuk mengeluarkan energi sebagai pemberi cahaya pada

lampu idenya. Lama ia memaksakan itu. Mungkin ia lupa bahwa pemerintah

akan menaikkan tarif dasar listrik atau TDL. Namun tidaklah sia-sia, karena

lampu idenya memberikan solusi juga.

“Ahaaa!” teriak Begul penuh kemenangan karena merasa idenya cukup cemerlang.

Malam itu juga Begul melancarkan aksi untuk mewujudkan ide cemerlangnya. Ia

keluarkan motor yang telah ia “kandangkan” di dalam rumah.

“Mau kemana, Gul?”

“Mau ke tempat Datuk Marijan, Yah!”

“Hei, ada perlu apa kau ke sana malam-malam begini?”

Pertanyaan itu tidak mendapatkan jawaban dari Si Begul karena ia dan motor barunya

telah melesat jauh dalam kegelapan, kini hanya terlihat nyala merah lampu belakangnya

saja dan mulai hilang ditikungan jalan.

***

Ruangan itu cukup gelap, berukuran 3x3 m2. Ada meja persegi panjang yang

dihiasi taplak meja dari kain hitam. Hanya remang-remang cahaya lilin saja sebagai

penerangnya. Seketika baru memasuki ruangan, semerbak bau kemenyan akan

menyerang hidung, cukup menyengat. Ada tanah liat yang berbentuk mangkuk kecil yang

berisi bara api, di sanalah kemenyan-kemenyan itu dibakar. Ada keris berdiri tegak di

Page 20: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 20

www.wulanyadi.blogspot.com

antara asbak kemenyan dan mangkuk yang berisi air. Di ujung meja ada mangkuk besar

yang berisi bunga tujuh rupa. Sosok tua yang memiliki kumis lebat dan berpakaian serba

hitam tengah duduk bersila di hadapan Begul yang dibatasi meja. Dialah Datuk Marijan

si dukun sakti yang berasal dari Kabupaten Ketapang itu.

“Begini Tuk, e...e...mak...sud....”

“Saya sudah tahu maksud kedatanganmu anak muda,” kata Datuk Marijan memotong

pembicaraan Begul.

“Tidak salah lagi,” pikir Begul. Orang yang ia tuju benar-benar hebat. Buktinya sebelum

Begul menceritakan maksud kedatangannya saja, dukun itu telah mengetahuinya. Kali ini

juga Begul membuktikan sendiri kehebatannya karena selama ini ia hanya mendengar

cerita dari teman-temannya di sekolah saja tentang dukun sakti itu.

“Berapa lama kamu memiliki motor itu?”

“E...e...belum ge...nap seha...ri, Tuk,” jawab Begul terbata-bata.

“Jadi, kamu mau saya apakan motormu itu?”

“Ah, tadi katanya sudah tahu, gimana sih nih dukun?!” gerutu Begul dalam hati.

“E...e...begi...ni Datuk, saya mau motor saya jangan terlihat menarik atau kelihatan bagus

di mata orang kecuali oleh keluarga saya.

“Ha, ha, ha, perkara mudah itu!” kata dukun menyombongkan diri sambil mengelus-elus

kumis hitamnya. Ia lalu memejamkan mata, mulutnya mulai komat-kamit membaca

mantra sambil menaburi kemenyan di atas bara dalam mangkuk tanah liat di hadapannya.

Angin mulai berhembus tak beraturan. Membuat bulu kuduk Begul berdiri, ia menggigil

karena merinding tapi ia hanya diam menatap ulah dukun di hadapannya. Air dalam

mangkuk juga mulai bergoyang-goyang menciptakan riak-riak kecil.

Datuk Marijan lalu menaburkan bunga tujuh rupa ke dalam mangkuk itu. Kemudian

mulutnya kembali komat-kamit membaca mantra. Sekitar lima menit kemudian...,

“Buurrrrrr!” bunyi semburan Datuk Marijan ke arah mangkuk sambil diikuti gerakan

kedua telapak tangannya seolah memberikan tenaga megis ke dalam mangkuk yang berisi

air dan kembang tujuh rupa itu.

Air itu lalu ia masukkan ke dalam botol bekas air mineral, tidak lupa sambil komat-kamit

tentunya.

Lalu botol itu ia serahkan pada Begul. Seraya memberikan resep,

Page 21: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 21

www.wulanyadi.blogspot.com

“Besok pagi, sebelum matahari terlihat atau menyembul dari arah timur kamu harus

memandikan motormu menggunakan air itu.”

“Baik, Datuk.”

“Jika kamu telat, akibatnya akan fatal,” ancam dukun.

“Baik, Datuk.”

Seusai registrasi, Begul langsung pulang ke rumahnya. Tentu kali ini senyumnya semakin

merekah penuh kebanggaan karena ide cemerlangnya berhasil ia wujudkan.

***

“Kukuruyuuukkk,” teriak ayam jago membangunkan Begul dari buaian

mimpinya. Ia mencoba membuka jendela kamarnya untuk memastikan apakah matahari

telah menyembul atau belum. Menyadari hari telah mulai pagi Begul bergegas mengambil

botol yang ia dapatkan dari Datuk Marijan tadi malam.

Dengan langkah penuh kemenangan Begul menghampiri motor barunya.

“Aduuuh, bagaimana cara mencucinya?” pikir Begul.

“Apakah air ini dicampurkan ke dalam ember yang berisi air atau sekadar dilapkan saja?”

gerutunya.

Akhirnya Begul hanya memerciki motornya dengan air mineral dari Datuk Marijan.

Setelah selesai prosesi ritualnya, ia kemudian menjemur motornya, sambil menanti

munculnya sang surya.

“E...e...rajinnya anak Ayah, pagi-pagi sudah memandikan motor, tapi jangan lupa

mandikan juga orangnya,” celetuk Ayah Begul sepulang dari masjid dekat rumahnya.

Begul hanya tersenyum manis membalas pujian sang Ayah.

***

Sore harinya Begul memulai aksinya lagi berkeliling menggunakan motor

barunya. Satu, dua, tiga, cewek yang sedang joging ia lalui namun kali ini berbeda dari

harinya kemarin. Gadis-gadis itu hanya menantap Begul keheranan. Ada juga yang

melihatnya tersenyum, hanya saja senyum memperolok. Mungkin mereka berpikir tak

sesuai dengan dandanan si pemakai yang berpakaian rapi, minyak rambut yang begitu

mengkilap, dan sepatu. Tentu hal ini mengecewakan hati Begul. Ada apa dengan dirinya?

Mengapa belum genap dua hari ia memiliki motor baru, para gadis-gadis yang semula

Page 22: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 22

www.wulanyadi.blogspot.com

senyum padanya kini berubah. Ada apa ini? Tanya itu terus berkecamuk dalam benak

Begul, sampai akhirnya ia berhenti di tempat kemarin, warung kopi.

Bang Warkop juga menatap Begul keheranan. Begul pun semakin bertanya-tanya ada apa

sebenarnya ini? Belum sempat ia memesan minuman dan mempertanyakan keheranannya

ia telah dikejutkan oleh suara Bang Warkop.

“Motor siapa yang kau pakai, Gul?”

“Motor saya ‘lah, Bang!”

“Eh, Motor baru yang kemarin kemana?”

Begul mengerutkan keningnya karena semakin bingung dengan semua itu. Bukankah

motor yang ia kenakan adalah motornya yang kemarin? Ah, ada apa ini?

“Kau jual atau tukar tambah, Gul?”

Begul semakin tak mengerti dan diam membisu.

“Hanya karena takut curanmor motor barumu kau jual? Sayanglah, Gul, Gul!?”

Begul hari itu tidak jadi memasan minuman, ia langsung bergegas pulang ke rumahnya

membawa sejuta tanya. Akan tetapi dalam perjalanan pulang ia bertemu dengan Lela

pujaan hatinya. Tentu ia langsung memasang gaya sambil menghampiri gadis yang

sedang joging itu.

“Hai, Lela,” sapa Begul memulai aksinya dari atas motor.

“Ikut Abang yok!”

Namun Lela tidak mengubris ajakan Begul ia tetap berlari kecil tanpa menoleh sedikit

pun.

“Ayolah Lela, sambil mencoba motor baru Abang!” rayu Begul.

“Huh, motor jelek begitu! Nggak level!” kata Lela.

“Ini motor baru kok, lihat saja masih kinclong, dan platnya saja masih berwarna merah!

Motor ini baru dibelikan kemarin sama Ayah.”

“Matamu buta, Ya!” olok Lela.

Uh, betapa sakit dan pilunya hati Begul. Ia tidak habis pikir gadis pujaan hatinya pun

memperoloknya. Gagal sudah harapannya, pupus bersama kebingungannya. Kini yang

tersisa hanyalah gejolak tanya, ada apa sebenarnya? Mengapa mereka semua

memperolok motor barunya? Begul tetap tak menemukan jawaban atas tanya itu.

Mungkin IQ-nya yang rendah tak mampu menuntunnya pada sebuah jawaban yang jelas.

Page 23: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 23

www.wulanyadi.blogspot.com

Mungkin juga otaknya tak secemerlang saat ia menemukan ide untuk membuat motornya

aman dari tindakan tak bertanggung jawab para curanmor. “Jika membeli kunci ganda

aku tak mampu, ah, aku minta bantuan Datuk Marijan saja. Aku minta ajian supaya

motorku tak terlihat menarik dihadapan orang-orang yang berniat jahat mencuri motorku.

Bukankah Datuk Marijan terkenal sakti.”

***

Kini Begul terbaring pilu di dalam kamarnya yang sempit. Harapannya pada

motor barunya sebagai sarana memikat hati Lela gagal sudah. Ia tatap lekat-lekat flapon

rumahnya walau pun pandangannya kosong tak bermakna. Sepertinya ia telah putus asa

untuk memaksakan IQ-nya yang rendah untuk ‘membedah’ segala tanya yang

berkecamuk dalam hati dan pikirannya. Apa lagi masalah Si Begul kalau bukan mengenai

motor barunya yang kini tidak bermutu di hadapan orang-orang.

“Ah, tapi mengapa kata Ayah motorku tetap bagus dan tidak berubah sedikit pun.”

“Ah, Ibu juga mengatakan motorku semakin terlihat kinclong, semenjak aku pulang dari

rumah Datuk Marijan.”

“Ah, jadi mengapa orang-orang mengatakan motorku jelek? Apa alasan mereka?

Keluargaku atau mereka yang salah lihat?”

“Ah, pusing!” pikir Begul.

Bagul kemudian berhenti sejenak dari kegiatan “peneletian” penyebab dalam

tanya yang ‘meracuni’ hati dan pikirannya. Ia menerawang lagi langit-langit kamarnya.

Berpindah dari satu objek pandangan ke objek yang lain. Selesai memandang kedua cicak

yang sedang bermesraan di flapon kamarnya yang sempit ia beralih ke pentilasi, lalu

jendela, kemudian berpindah pada meja belajarnya yang dihiasi tumpukan buku.

“Huhh”, hembus napasnya berat.

Ia lalu menatap lemari usang yang berdiri tegap di hadapannya. Ia pandangi guratan-

guratan tua di wajah pintunya. Ya, lemari itu terlihat kusam. Warna catnya saja sudah

memudar. Ia pandangi dari bawah sampai ke atas lemari itu. Sampai akhirnya ia berhenti

dan berfokus pada satu objek benda. Benda itu “terduduk” indah di atas lemari itu.

Bentuknya lonjong dan memiliki guratan-guratan namun bukanlah guratan tanda

penuaan. Ada label melingkar di pucuk benda itu, mungkin itu adalah “pakaiannya”

Page 24: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 24

www.wulanyadi.blogspot.com

karena hanya itulah penutup tubuhnya. Lama Begul tertegun menatap benda itu. Sampai

akhirnya ia tersenyum sendiri. Matanya berbianar-binar bercahaya seolah-olah ia

menemukan intan permata yang lama terpendam di dasar bumi.

“Ahaaa,” teriaknya kegirangan.

“Ya, ya, ya. Aku tahu sekarang!” gumam Begul sambil mengangguk-anggukkan

kepalanya.

Ia lalu bangkit dari pembaringannya. Ia gapai benda yang mampu mengantarkan IQ-nya

yang rendah itu pada sebuah jawaban yang jelas dan tepat. Ia pandangi dan genggam

dengan erat.

“Ya, ya, ya. Aku tahu sekarang, kamulah penyebabnya!” geram Begul.

“Akan kubakar kau! Kaulah pembawa sialku!”

“Botol jahanam!” teriak begul sambil memabanting botol air mineral yang ia dapatkan

dari Datuk Marijan tempo hari.

“Ah, haruskah aku membakarnya? Mempersalahkannya? Apa botol ini memang benar-

benar bersalah dan pantas dipersalahkan?”

“Ah! Datuk sialan itulah yang salah! Dia yang telah memberiku ramuan dalam botol ini!”

“Ya, sialan dukun itu! Dialah penyebab semua ini! Akan kubakar rumah

perdukunannya!” geram Begul sambil meremas botol yang ia gegam kembali.

“Ah, pantaskah itu kulakukan? Apakah dia benar-benar penyebab semua ini? Apakah

Datuk Marijan pantas dipersalahkan?”

“Bukan!” teriak batinnya.

“Ya! Dia tidak pantas dipersalahkan! Lalu siapa yang bersalah?”

Begul kemudian merebahkan badannya kembali, “Lalu siapa yang bersalah?” tanya

Begul lagi pada dirinya.

“Aku!”

“Ya, akulah yang bersalah! Akulah yang meminta Datuk Marijan memberiku ramuan

agar motorku aman dari tindakan jahanam para curanmor!”

“Ah, tapi itu aku lakukan karena bajingan curanmor yang selalu meresahkan masyarakat!

Bajingan! Sampah masyarakat mereka! Kalau bukan karena mereka tidak mungkin aku

sebodoh ini? Sampai meminta ajian pada Datuk Marijan! Ya, merekalah yang pantas

dipersalahkan dan diberantas! Musnahkan saja mereka, agar tidak ada yang harus

Page 25: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 25

www.wulanyadi.blogspot.com

bersusah payah mencari akal untuk mengamankan kendaraan mereka! Jika para curanmor

musnah, pemilik kendaraan bermotor tentu akan tenang dan tidak resah!”

“Lalu siapakah yang dapat memusnahkan mereka? Polisi? Ah, yang kutahu polisi hanya

memajang poster saja! Aku? Apa dayaku? Mungkinkah Masyarakat? Lalu dengan cara

apa? Apa masyarakat ramai-ramai datang pada Datuk Marijan meminta ajian

keselamatan? Ah, itu sama saja dengan pembodohan masal! Ah, ke kantor polisi saja!

Tuntut kinerja polisi untuk memaksimal memberantas pelaku bejat para curanmor itu!

Mungkinkah itu akhirnya akan berhasil mengantarkan kata “aman” dan “ketenangan” di

hati masyarakat? Ah, atau Pencipta mereka saja, tentu akan lebih bijak mengatasi semua

ini!?” Celoteh Begul sambil tersenyum sendiri dalam kamarnya yang sempit.

“Ah, aku berdoa saja pada Pencipta mereka, agar mereka para curanmor disadarkan dan

kembali pada fitrah kemanusiaan dan aku berdoa agar Datuk Marijan tidak mengamalkan

ilmu kesesatan! Yang terpenting aku harus berdoa untuk keselamatan jiwaku, keluargaku,

dan tentunya kesalamatan motor baruku. Kurasa itu adalah solusi yang tepat untukku

lakukan! Segala sesuatu yang kumiliki saat ini hanyalah titipan dari-Nya. Harta tidaklah

abadi dan kubawa mati. Aku lahir tidak membawa apa-apa, tentu aku kembali tidak

membawa apa-apa pula kecuali tiga perkara ilmu yang bermanfaat, amal jariah, dan doa

anak yang soleh. Setidaknya itulah pesan guru agamaku diwaktu SMA! Motor baruku

suatu saat akan musnah karena dia tidaklah kekal.”

Begitulah kisah Begul dan motor barunya. Akhirnya Begul tersadarkan bahwa

segala sesuatu harus diserahkan dan dipasrahkan kepada Sang Pencipta karena itu jauh

lebih aman dan menenangkan. Namun satu pesan Begul, “Jangan hanya berdoa tapi

berusahalah, asalkan jangan berusaha mendatangi orang-orang seperti Datuk Marijan

karena itu hanya perbuatan yang sia-sia, kesyirikan, dan kebodohan yang nyata.” ***

Page 26: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 26

www.wulanyadi.blogspot.com

Kasih Kasih, Saat hatimu tersadar hanya ada bayangku Dikala ragamu mulai merasa aku ada Kasih, Bahwa semua itu akan menyadarkanmu Bahwa mungkin aku tak selamanya ada Bayangan ragaku dalam jiwa dan hatimu akan musnah Seiring waktu datang merengkuh nafas ragaku Kasih, Aku dan dirimu tidaklah kekal Akan tetapi, ketahuilah! Saat nafas masih berirama Saat jasad masih mampu bergerak Saat jantung masih berdenyut berirama Biarlah kita saling mengisi dan melengkapi Tanpa Tanpa Tanpa ada yang tersakiti Kita akan jadikan semua ini berarti Dari kini, mulai kini, esok, dan kita mati! Olah: Suryadi

Page 27: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 27

www.wulanyadi.blogspot.com

“TAK SIA-SIA” Oleh: Suryadi Abdillah H.

Saat kuterdiam seperti ini. Merenungi semua yang telah terlewati. Tidak ada yang

lebih mengesankan batinku, tidak ada yang bisa membuat senyumku mengembang, dan

tidak ada yang membuat lidahku sepontan berucap syukur pada-Nya, kecuali bayang

perjuanganku menjadi mahasiswa, menjadi orang yang menuntut ilmu di dunia

pendidikan yang lebih tinggi seperti saat ini.

Setelah kelulusanku, tidak ada lagi harapan orang tuaku untuk menyekolahkanku

di perguruan tinggi. Tidak ada. Bahkan terbesit dalam benak mereka juga kurasa tidak.

Yah, maklumlah selain keduanya tidak mengenyam dunia pendidikan di usia muda,

keterbatasan biaya juga yang semakin memupuskan harapan, mengikat hati untuk tidak

bermimpi yang lebih tinggi.

Sebelum pengumuman kelulusan pun, telah jauh-jauh hari keduanya memberiku

sebuah pesan ‘keramat’, yaitu “Setelah lulus nanti kamu langsung kerja ya. Bantu Ayah

dan Ibu mengurus kebun sawit. Bila perlu nanti dengan ijazah SMA kamu itu, tentu bisa

menjadi modal untuk melamar kerja sebagai mandor di perusahan sawit tempat Ibumu

bekerja.” Itulah pesan yang selalu ‘dinyanyikan’ keduanya saat kami bercengkrama.

Aku paham atas sikap mereka yang sepereti itu. Aku bisa memaklumi mereka.

Dan tidak ada yang dapat kuperbuat selain mengiyakan dan menganggukkan kepala

sebagai bentuk persetujuan dan penghormatanku pada mereka.

Bukan kuputus asa! Bukan! Tidak juga karena aku tak punya harapan dan mimpi

seperti orang kebanyakan. Aku hanya sadar akan diri, bemimpi tentu hak setiap orang.

Berharap tentu lumrah saja untuk jiwa yang bernyawa. Tapi jati diri ini yang semakin

mendukung diri untuk tidak mampu mengelak dari suratan takdir. Diri yang masih belum

memenuhi standar hidup layak, membuat siluet gambar mimpi yang baru remang-remang

terkoyak. Dan hilang tak membekas.

‘Kejarlah cita-citamu setinggi langit,’ semboyan itulah yang selalu dilontarkan

guru untuk menyemangati murid-muridnya untuk mengejar cita-cita, hanya saja teman-

Page 28: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 28

www.wulanyadi.blogspot.com

teman selalu menambahkan kata-kata, “tapi jangan tinggi-tinggi karena jika terjatuh akan

sakit!” dan jika guru telah selesai menorehkan ilmu di tiap-tiap otak siswanya, kemudian

kembali ke kantor untuk sekadar minum air putih sebagai penyegar tenggorokannya yang

kering, maka selanjutnya murid-murid akan berteriak, “kejarlah ilmu setinggi langit, tapi

jangan tinggi-tinggi karena jika terjatuh akan sakit”. Kontan saja sekelas gaduh oleh

tawa.

Mungkin gurauan itulah yang telah terekam dalam otakku, dan menjadikan aku

berpikir ada benarnya juga. Jika aku ingin mengejar cita-cita menjadi seorang pendidik,

tapi ekonomi keluarga saja masih di bawah standar hidup layak, bagaimana aku bisa ke

jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan pastinya bagaimana aku bisa menggapai cita-

cita itu! Bukankah itu impian yang terlampau tinggi bagiku? Kalau tidak gila maka akan

setres! Ya, bisa saja seperti kebanyakan pejabat yang tidak terpilih akhirnya ‘ngedrop’

kejiwaannya karena bisa saja mimpinya terlampau tinggi untuk ia raih. Tak sesuai dengan

potensi diri dan kelayakan diri. Aku tidak ingin merasakan sakit, karena ngotot meraih

mimpi yang tak sesuai. Itulah yang membuatku semakin layu dan takluk pada apa saja

yang terjadi dan yang dikehendaki.

Setelah pengumuman kelulusan itu, bukan main senangnya hati. Aku lulus! Itu

yang membuat aku, orang tuaku, keluargaku, dan teman-temanku bangga kepadaku.

Memang aku tergolong pendiam di kelas. Tidak nakal, tidak usil dengan sesama, dan

tidak juga suka membolos seperti teman-temanku kala itu. Apalagi melawan guru, seperti

kebanyakan temanku dan kini harus menerima karma tak lulus ujian. Tak ada keburukan

yang akan kita peroleh kecuali dari tingkah laku kita sendiri. Itulah pesan Ayah kala

menasihatiku. Jadi, walaupun standar nilai kelulusan rendah, tinggi, maupun sedang, tapi

jika kita tidak menghormati sumber ilmu, tidak akan diridhoi oleh yang empunya ilmu,

dan sudah bisa dipastikan kelulusan hanyalah sebuah angan belaka.

Aku memang tak pernah juara. Bukan karena aku bodoh! Melainkan karena aku

malas belajar. Tak ada orang bodoh di dunia ini. Semua terlahir dengan kelebihan dan

kekurangan. Sungguh mustahil manusia yang derajatnya lebih sempurna dibandingkan

dengan mahluk yang tercipta lainya namun ditakdirkan bodoh. Dilahirkan untuk bodoh.

Tidak! Kurasa tidak. Mustahil pula kelebihan yang ditakdirkan untuk seseorang itu

kebodohan. Kelebihan “bodoh”. Tak logis! Kebanyakan manusia itu malas. Dan itu

Page 29: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 29

www.wulanyadi.blogspot.com

kurasakan bersemayam dalam diri ini. Aku tak ingin munafik. Aku tak ingin sok, tapi

jujur kuakui di bangku SMA aku malas. Malas untuk belajar.

Kesadaran akan potensi diri saat beberapa hari menjelang ujian. Ketekunan

belajar meningkat 180. Dan hasilnya aku lulus dengan menduduki peringkat tiga. Yah,

setidaknya ada peningkatan. Bukankah manusia yang beruntung adalah yang hari ini

lebih baik dari harinya yang kemarin!

Acara syukuran pun diselenggarakan di rumahku. Jangan terbayang masakan

lezat. Jangan pula terbayang minuman segar seperti es teler, apalagi ala restoran. Wah,

sangat berbeda. Mungkin disebut syukuran ala kadarnya.

***

“Bakri! Sapa Ayah pagi itu.

“Suami kakakmu yang sekarang bekerja di perusahaan sawit sebagai asisten kantor,

kemarin mengatakan di sana ada lowongan pekerjaan. Nah, daripada kamu menganggur

seperti teman-temanmu yang putus sekolah itu, tentu alangkah lebih baik jika kamu

ajukan saja lamaran ke sana,” sambung Ayah di sela menghirup kopinya.

“Bakri sih terserah Ayah dan Ibu. Jika meridhoi Bakri bekerja di sana, ya Bakri akan

jalani itu.”

“Loh, ya pasti orang tua ridho. Bukankah Ayah dan Ibu jauh-jauh hari sudah mengatakan,

kamu harus langsung kerja.”

“Oh ya Ayah, Bakri lupa cerita, kemarin waktu Bakri mengambil ijazah di sekolah, kata

kepala sekolah, Pemda Ketapang membuka peluang beasiswa. Ada tiga program, yaitu

bahasa Indonesia, bahasa Inggris, sama Matematika. Biaya pendaftarannya Rp 300.000.

Pesannya sih peluang ini jangan sampai di lewatkan. Dan ada lima teman Bakri yang

sudah siap pergi.”

“Beasiswa apa?” tanya Ayah tak mengerti.

“Beasiswa kuliah di Universitas Tanjungpura, Yah! Jika Bakri lulus tes ini, nanti

kuliahnya dibiayai pemerintah.”

Pembicaraan pagi itu cukup singkat karena Ayah harus segera pergi bekerja. Sikap Ayah

dan Ibu juga tidak berubah, tetap tak mengerti. Ya, mungkin mereka benar-benar tidak

punya mimpi untuk anaknya ini.

***

Page 30: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 30

www.wulanyadi.blogspot.com

Keesokan harinya, tepatnya hari Minggu, pamanku yang bekerja di perusahaan

PT HSL sebagai mandor karyawan pulang ke kampungku. Pamanku Jhoni memang dua

minggu sekali pulang. Demikian juga kakakku pulang bersama suaminya. Suaminya

bekerja di Perusahaan yang sama dengan paman Jhoni, hanya saja yang membedakanya

adalah lokasi tempat bekerjanya. Suami kakakku bekerja di bidang harves it sebagai

asistennya. Jadi dua minggu sekali di rumahku selalu ramai, karena semua keluarga

berkumpul.

Setiap dua minggu sekali gelak tawa selalu membahana. Paman Jhonilah yang

selalu membuat semua tertawa, memang pamanku yang satu ini pandai sekali melucu.

Apalagi setelah bertemu paman Sahti semakin seru mereka bercerita lucu-lucu. Yang

membuat suasana menjadi ceria.

“Bu apa betul katanya Bakri mau kuliah?”tanya kakakku sambil membantu Ibu di dapur

menyiapkan sarapan pagi untuk keluarga.

“Ia, cuma Ibu masih bigung mengenai biayanya, kamu tahu sendiri perekonomian Ibumu

ini. Adikmu, Haerul, terkadang pergi ke sekolah saja tidak dikasih uang jajan, bukan

karena pelit tapi memang Ibu tidak ada simpanan uang”

“Bagaimana dengan Bakri, Bu?”

“Adikmu bilang dia mau tes saja dulu. Nanti kalau lulus tes beasiswa di Ketapang berarti

dia kuliah di Pontianak dan dibiayai pemerintah. Sebenarnya Ayah sama Ibu mau dia

bekerja saja, tapi adikmu itu sudah diberi pesan sama kepala sekolah untuk mengikuti tes

itu, peluang besar katanya. Ah, entalah Ibu tidak mengerti!”

“Ya sudah nanti saya yang bicara langsung sama dia.”

Setelah mengganti pakaian aku bergegas ke dapur untuk membantu Ibu. Aku lihat

Kak Tina juga sudah dari tadi nampak membantu Ibu.

“Bakri bisa bantu apa nih?!” tegurku sambil mendekati Kak Tina yang sedang meracik

bumbu.

“Parutkan Ibu kelapa,” jawab Ibuku sambil memberikan kelapa yang sudah siap untuk

diparut.

“Bakri, kakak dengar katanya kamu mau kuliah?”tanya kakakku sambil memandangku

penuh selidik.

Page 31: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 31

www.wulanyadi.blogspot.com

“Bakri memang mau kuliah, pas sekarang ini juga ada tes beasiswa dari Pemda Ketapang.

Siapa tahu Bakri lulus tesnya. Selama ini Ayah sama Ibu selalu bilang tidak ada biaya

untuk kuliah, jadi Bakri harus langsung kerja. Nah, mungkin ini sebuah jawaban atas

keputus-asaan itu!”

“Iya, kakak tahu. Coba sekarang kamu pikir, seandainya kamu lulus tes terus kuliah di

Pontianak. Biaya perbulannya saja berapa? Biaya untuk kamu makan di sana berapa,

belum masalah lainnya. Seandainya mengirim uang juga lewat siapa? Lewat mana?

Pontianak jauh dari sini tentu semua memberatkan Ibu. Kamu tahu sendiri pendapatan

Ibu perbulannya. Ayah juga sudah tua, sudah saatnya istirahat dan kamu yang mencari

nafkah.”

“Apa kamu yakin akan lulus tes?” tanyanya sinis.

“Insya Allah,” jawabku tegas.

“Bukan kakak bermaksud meremehkanmu, atau meragukan akan niatmu. Tapi, coba

kamu pikir berapa dana yang akan kamu butuhkan untuk pergi ke Ketapang hanya

sekadar untuk tes beasiswa. Dari sini ke Ketapang itu jauh! Mendaftar saja memakan

biaya banyak. Biaya perjalanan kamu berapa? Makan dan menginap di sana berapa?

Belum lagi kamu pergi pakai apa? Itupun belum pasti lulus. Bukankah kamu tahu, ayah

dan ibu ekonominya susah. Mau dapat uang dari mana? Kakak? Kakak sekarang sudah

bersuami, sudah punya anak, jadi biaya hidup kakak sudah dibagi-bagi.”

“Kak, Bakri yakin selama ada keinginan pasti akan ada jalan. Kenapa juga kita harus

berpikir negatif? Bakri yakin akan lulus. Mengenai biaya, itu masalah belakang. Toh, Ibu

bisa pinjam ke tetangga. Iyakan Bu? ” ungkapku sambil menatap Ibu yang hanya terdiam.

Namun sebelum Ibu menjawab, Kak Tina langsung saja menyambar dengan kata-kata

pedasnya.

“Apa? Pinjam uang? Heh, kamu pikir pinjam uang itu gampang! Siapa yang akan mau

memberi pinjaman pada keluarga kita? Tak ada yang bisa menjadi jaminan kelak Ibu bisa

membayar hutang. Kita semua di sini orang susah. Sudahlah, batalkan niatmu!”

“Ada apa Bakri? Kenapa pagi-pagi begini sudah disidang?” tanya pamanku Jhoni. Entah

berapa lama ia mendengarkan perdebatan pagi itu.

“Si Bakri itu mau ikut tes beasiswa di Ketapang. Padahal dia tahu Ibu tidak akan sanggup

membiayai semuanya. Dia itu hanya bermodal nekad saja,” kata Kak Tina menimpali.

Page 32: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 32

www.wulanyadi.blogspot.com

“Loh! Itu bagus! Kenapa harus dilarang. Berapa biaya pendaftarannya, Bakri?”

“Rp.300.000, Paman,” jawabku singkat.

“Kapan kamu berangkat?”

“Bakri pergi sama teman-teman, mereka juga ikut tes dan pergi hari Selasa. Pendaftaran

terakhir hari Kamis, hari Sabtunya tes.”

“Bu, Tina, masalah biaya dan kendaraan Bakri biar saya yang urus. Kalian jangan

mengekangnya untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Saya berani berkata

begini karena pernah mengalami yang namanya kuliah. Dan betapa menyesalnya kini

karena kuliah waktu itu tidak sampai selesai. Dan kamu Bakri, jangan kecewakan semua.

Dari tekad dan niatmu itu buatlah semua menjadi bangga. Kamu yakinkan diri bahwa

dalam niat yang baik akan menghasilkan sesuatu yang baik pula.”

Lega kurasa. Bahagia karena setidaknya ada harapan untuk ikut tes. Hati yang

semula tak mampu bermimpi karena lingkungan yang tak berpihak pada diri. Kini,

cahaya harapan itu mulai memercikkan setitik harapan.

***

“Huh, ramai sekali pesertanya. Bahasa Indonesia saja sekitar 600 orang, padahal yang

dipilih hanya 40 orang,” keluhku pagi itu. Pagi yang cerah sebagai penentu awal kuliah.

Akankah? Entahlah! Yang jelas dalam tes ini akan kukerahkan seluruh kemampuan

terbaikku.

Bel pun berbunyi. Setiap peserta masuk ke ruangan masing-masing. Peserta tes

dari tiga mata pelajaran, yaitu bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan Matematika sekitar

900 orang. Padahal dalam tes itu ‘kursi kosong’ untuk beasiswa hanya 120 kursi. Dengan

perincian masing-masing mata pelajaran 40 orang. Aku lihat peserta yang di depan,

belakang, samping kiri, dan kanan tidak ada yang kukenal sehingga tidak ada peluang

untuk bertanya seperti di bangku SMA. “Ah, aku pasti bisa!” teriakku dalam hati

meyakinkan diri.

Dengan penuh ketelitian dan pemikiran yang mendalam aku ‘lahap’ setiap butir

soal bahasa Indonesia. Meskipun peserta yang begitu banyak dan tentunya

pengetahuanku selaku orang desa pasti berbeda dengan mereka yang berasal dari kota,

tapi aku tetap yakin dengan potensi diri. Semangat ’45 kukobarkan waktu itu. Hingga

Page 33: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 33

www.wulanyadi.blogspot.com

tanpa terasa bel yang ketiga kalinya berbunyi. Sebagai peringatan waktu tinggal 10 menit

lagi.

“Huh, akhirnya selesai juga,” pikirku.

Bel tanda waktu habis pun berbunyi. Satu demi satu peserta keluar ruangan.

Mencari teman masing-masing dan sibuk membahas soal yang baru saja dikerjakan. Jika

jawaban yang dipilih mayoritas banyak pemilihnya, hati akan sedikit lega karena

setidaknya itulah jawaban yang tepat.

Semua akkhirnya pulang ke tempat masing-masing. Tentu dengan sejuta

pengharapan. Begitu juga aku. Tekad dan harapanku terus saja mengalir dalam setiap

langkah dan doa. Tiga hari lagi pengumuman kelulusan akan disampaikan. Huh, tidak

sabar rasanya.

Pada hari Senin, aku memutuskan untuk pulang kampung, karena persediaan

keuanganku sudah semakin menipis. Kebetulan juga ada seorang teman yang ingin

pulang. Sambil berpamitan kepada ketiga temanku, Aku memberikan nomor telpon

tetanggaku.

“Nanti kalau pengumuman keluar, lihatkan namaku , jika tertera langsung hubungi nomor

itu!” pintaku pada seorang teman.

***

Hari ini aku tidak memutuskan untuk pergi. Aku meutuskan untuk tinggal di

rumah. Ya, itu aku lakukan karena hari ini adalah hari Rabu. Hari inilah pengumuman

kelulusan akan disampaikan Pemda Ketapang.

Sesekali aku menanyakan ke tetangga apakah ada telpon masuk atau tidak yang

memberitahukan mengenai pengumuman. “Belum ada,”begitulah jawabnya.

Aku semakin gelisah. Lulus atau tidak. Apa temanku melihatkan atau tidak. Ditengah

penantianku telpon berdering. Dengan segera aku menghampiri Pak Ari, nama

tetanggaku itu. “Halo ini siapa?” tanya Pak Ari.

Tanpa bisa mendengar suara siapa yang diseberang sana, aku hanya bisa menatap Pak Ari

yang masih khusuk menyimak suara yang didengarnya.

“Oh, ini ada. Dia sudah menunggu dari tadi.” Jawab Pak Ari.

‘Serrrrr!’ darahku mengalir deras. Langsung kuambil gagang hanpon yang diberikan Pak

Ari.

Page 34: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 34

www.wulanyadi.blogspot.com

“Halo, Bakri selamat kamu lulus!” teriak di seberang sana.

“Kamu serius aku lulus! Coba kamu cek sekali lagi! Apa betul itu namaku!” pintaku

masih belum yakin.

“Iya, kamu lulus. Tertera secara jelas diurutan nomor 17 atas nama Umar Bakri dengan

nomor peserta 302, itu nomor kamukan?”

“Alhamdulillah, ya itu nomorku! Terima kasih atas informasinya,” ucapku seraya

mematikan hanpon.

“AKU LULUS!” teriakku dalam tangis haru. Rasa tak percaya segalanya tak sia-sia!

Keluargaku yang semula tidak mendukung akhirnya merespon positiv atas

kelulusanku. Acara syukuran pun diselenggarakan lagi. Semua hanyut dalam

kebahagiaan. Terutama Ibu dan Ayah, mereka sangat bangga padaku. Ya, aku lulus pada

urutan 17 dari 600 pendaftar. Dari lima teman yang sama-sama mengikuti tes ini hanya

aku dan seorang teman yang mengikuti tes bahasa Inggrislah yang lulus. Terima kasih

keluargaku, terima kasih Ya Allah, mimpi itu ternyata tidak sia-sia. Hore! tidak lama lagi

aku akan menyandang gelar mahasiswa. “Aku akan datang untukmu Universitas

Tanjungpura! Akan kugali semua ilmu yang kau tanam di Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan! Aku datang sebagai Mahasiswa Ikatan Dinas Kabupaten Ketapang! Aku

cinta bahasa Indonesia!”***

Page 35: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 35

www.wulanyadi.blogspot.com

DILEMA BESAR

OLEH: SURYADI

Jika situasi seperti ini yang ditemui Rani, ia akan sedih. Karena memori-memori

masa lalu bersama Danu mantan kekasihnya seketika menyerang pikirannya. Linangan

air matanya tidak akan terbendung. Nafasnya yang semula lancar terasa bak jalan tol,

akan langsung tersendat-sendat. Seketika itu pilu hatinya. Muram pula rona mukanya. Ia

akan begitu. Selalu. Entah sampai kapan bayang semu itu akan terus saja

menghantuinya.

Pernah ia mencoba pergi ke psikiater. Usaha ini ia lakukan atas dasar saran dari

orang-orang terdekatnya. Ayahnya, Ibu, Adik-adiknya, dan Ratu sahabat sejak kecilnya.

Saran itu diberikan karena semua usaha mereka untuk membantu menghilangkan beban

dalam pikiran Rani tidak juga berhasil. Akan tetapi, lagi-lagi usaha ini pun gagal.

Bahkan, psikiater itu kualahan tak mampu lagi berdebat dengan pasiennya, yaitu Rani.

Bayang masa lalu itu terus saja mengikuti Rani. Sontak terpapar dalam benaknya jika

kejadian-kejadian yang dilaluinya persis sama seperti masa lalunya.

“Coba kamu berusaha membuka hati untuk orang lain, Ran, agar bayanganmu bersama

Danu tergantikan,” saran Ratu padanya sore itu.

“Aku telah mencoba itu, tapi tetap saja aku tidak mampu. Bayangannya telah berkarat di

dasar jiwaku, Ratu,” jawab Rani.

“Hmm, yah......aku tak punya solusi lagi. Ke psikiater sudah, berdoa sudah, ini-itu

sudah,” keluh ratu.

“Aku ingin, Ratu, sangat ingin terlepas dari belenggu masa lalu ini. Mencoba membuka

lembaran baru, tapi aku sendiri tidak tahu kenapa semua terasa sulit untuk aku lakukan.

Banyang Danu selalu saja hadir,” Rani behenti sejenak lalu berkata lagi,

“Andaikan kau jadi aku, Ratu. Andai kau mengalami seperti apa yang kurasa. Berat Ratu,

berat! Beban ini sangatlah berat, membelenggu hati dan pikiran. Membuat segalanya

menjadi buram dan kelam. Kini semakin membuat hati dan pikiranku tak lagi sempurna,

tak lagi aku mampu menjernihkan suasana, hanya kesedihan dan kepedihan saja yang

Page 36: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 36

www.wulanyadi.blogspot.com

kerap ada dan kurasa. Perih, sangatlah perih, Ratu. Mungkinkah sahabatmu ini telah gila,

Ratu! Ya, apa aku gila! Aku gila!?”

“Kau tidak gila sahabatku, kau hanya tidak mampu melepas belenggu masalalumu, itu

saja. Rani, tidak ada masalah di dunia ini yang tidak memiliki jalan keluar. Asalkan saja

kita mau berusaha. Bukankah beban hidup kita, kesusahan, penderitaan, semua itu

diberikan oleh Tuhan sesuai dengan kemampuan kita, itu hanyalah sebagai ujian hidup.

Jika kita mampu melewatinya maka kita akan naik kelas, derajat kita akan bertambah,

Rani. Seperti halnya dulu sewaktu kita SMA, oleh Dinas Pendidikan kita diberi ujian.

Ujian yang dibuat tentu sesuai dengan kita, kelas XII SMA bukan untuk anak SD.

Hasilnya kita lulus, dapat ijazah dan sekarang kita naik derajat bukan lagi menjadi siswa

tapi menjadi mahasiswa, itu logikanya, Rani.”

“Ah, buktinya aku tidak bisa mengatasi semua ini! Tuhan tidak adil padaku, mengambil

Danu dan sekarang menyisakan kepiluan yang tak berujung untukku.”

“Rani, itulah yang membuatmu tidak dapat terlepas dari keadaan ini. Kau melemahkan

dirimu sendiri. Yang terpenting adalah adanya tekad dan kemauan dari hati, dari diri

sendiri, Rani! Coba kau pikir, walaupun berjuta orang menghendaki kita untuk berubah,

mereka semua mendesak dan memaksa kita untuk berubah, tapi jika dalam diri kita, hati

kita belum mau berubah, ya semua itu akan sia-sia. Seperti contoh kasusmu saat ini,

semua usaha telah kami coba sarankan untukmu. Ya, memang kau jalankan semua, tapi

sekarang lihat apakah ada hasilnya? Tidak kan?”

Mata Rani berkaca-kaca. Ia sedih dan menangis. Suasana senyap sejenak tanpa kata

hanya sendu isakan tangis Rani yang memilukan hati.

“Maafkan aku, Ran. Aku tidak bermaksud membuka ingatanmu dengannya. Aku hanya

ingin kau menyadarkan dirimu sendiri, mengintrospeksi diri dan memikirkan semua ini.

Ingat sahabatku, pasti ada jalan keluarnya dan aku akan selalu ada, siap menemani dan

membantumu. Kau pasti bisa terlepas dari dilema ini.”

“Tidak mengapa, Ratu. Justru aku berterima kasih padamu, kau mau membantuku,”

jawab Rani sambil menyeka air matanya.

Mereka lalu berpelukan. Pelukan seorang sahabat yang saling menyayangi dengan

sepenuh hati. Pelukan beraromakan rasa persahabatan yang sejati.

“Terima kasih, ya, Ratu.”

Page 37: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 37

www.wulanyadi.blogspot.com

“Sudahlah,” jawab Ratu singkat.

Mereka lalu beranjak pergi dari taman itu.

***

Rani termenung dalam kesendiriannya. Meratapi langkah demi langkah yang telah ia

lewati bersama Danu. Ia mencoba mengulang lagi. Mencoba mengoreksi diri seperti

permintaan sahabatnya, Ratu. Terkadang terbesit di hatinya untuk mengakhiri saja

hidupnya tapi ia belum siap untuk mati.

Ia teringat kejadian seminggu yang lalu....

Danu memaksanya untuk menemuinya di sebuah taman yang tidak jauh dari kampusnya.

Saat itu sore hari saat mentari mulai bersembunyi di ufuk barat.

“Aku tidak bisa, Danu. malam ini aku ada kuliah.” Kata Rani mengawali pembicaraan via

telpon sore itu.

“Tolong Rani. Ini penting. Ini tentang kita, hubungan kita.”

“Iya, tapi tidak bisakah ditunda nanti malam setelah perkuliahan selesai?”

“Tolonglah Rani, sekali ini saja!”

“Iya, tapi apakah aku harus meninggalkan perkuliahan, bukankah kau yang selama ini

menasihatiku untuk serius kuliah jangan sekali-kali membolos? Danu, bukan aku tidak

menghargai permintaanmu, bukan juga aku tidak ingin berkorban untukmu, untuk

hubungan kita, tapi aku benar-benar tidak bisa. Mata kuliah malam ini kelompok aku

yang tampil untuk mempresentasikan makalah, jadi aku harap kamu mengerti, Danu.”

“Baiklah, aku bisa mengerti.”

“Maafkan aku, Danu.”

“Tidak ada yang perlu dimaafkan dan tidak ada yang bersalah, mungkin waktuku saja

yang tidak tepat untuk meminta kehadiranmu. Selamat kuliah semoga penampilan

kelompokmu tidak mengecewakanmu,” kata Danu sambil menutup pembicaraan sore itu.

Rani masih termenung.....ia membuka lagi kepingan memorinya.....

Saat itu kira-kira pukul 20.00 WIB sesaat setelah ia keluar dari ruang kuliahnya. Tasnya

bergetar karena pengaruh dari getar HP yang ada di dalamnya. Ia belum sepat mengubah

profil HP-nya dari modus diam.

‘4 pesan’ tertulis di layar HP-nya.

Ternyata semua SMS yang masuk dari Danu, kekasihnya.

Page 38: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 38

www.wulanyadi.blogspot.com

“Aku sudah di depan rumahmu. Pulang pukul berapa?” demikian bunyi keempat sms itu.

Belum sempat ia membalas, 1 pesan lagi masuk di HP-nya.

Ia buka dan baca dengan suara lirih,

“Tolong sekarang ke ruangan Ibu, penting. Terima kasih.” Ternyata SMS itu dari Dosen

yang akan memberikan mata kuliah esok hari. Dengan segera Rani menyusuri lorong

kampus yang remang-remang karena kurangnya pencahayaan menuju ruang dosen.

Sesampainya di ruangan yang ia tuju,

“Tok! Tok! Tok!” teriak pintu karena ketukan tulang jari tengah Rani.

“Masuk,” sahut seorang Ibu dari dalam.

“Silakan duduk, Rani,” kata Ibu itu sambil memperbaiki letak kacamatanya.

“Begini Rani, besok Ibu akan keluar kota untuk mengadakan penyuluhan ke beberapa

sekolah mengenai kurikulum yang baru. Jadi, Ibu harap kalian besok diskusi di kelas,”

kata Ibu itu sambil mencari-cari sesuatu di meja kerjanya.

“Kamu fotokopi buku ini dan bagi menjadi delapan kelompok sesuai dengan jumlah bab

buku ini.”

“Baik, Bu!” jawab Rani singkat seraya memohon diri.

Dengan mengendarai sepeda motornya ia bergegas menuju “WS Fotokopi”

langganannya. “Saya ambil besok siang saja,” pesan Rani sebelum berlalu dari tempat

itu.

Entah berapa lama Danu menunggu di beranda rumah Rani. Ia hanya ditemani semilir

angin dari rerumputan dan suara jangkrik di halaman rumah Rani. Sesekali saja batuknya

menimpali jangkrik, “Uhuk, uhuk, uhuk,”

Hampir saja Danu melangkah pergi jika saja lampu motor Rani tidak “memelototi’-nya.

Ia duduk kembali di kursi kayu yang telah lapuk sebagian tungkainya itu sambil

mengelus dada.

“Maafkan aku Danu, kau pasti telah lama menungguku.”

Danu hanya tersenyum. Sebuah senyuman yang tidak ceria dan pandangan yang

menimbulkan tanda tanya.

“Kamu kenapa Danu, kamu sakit?”

“Aku baik-baik saja, hanya sedikit terkena flu dan batuk.”

“Sebenarnya ada apa, Danu?”

Page 39: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 39

www.wulanyadi.blogspot.com

“Ah, tak perlu menanyakan itu!” ungkap Danu bernada kesal.

“Kamu kemana saja? Bukankah kuliahmu hanya 2 sks saja! Semestinya pukul 20.00

kamu keluar ‘kan?”

“Iya, tapi...”

“AH, smsku saja tak kamu balas! Tidakkah kamu berpikir Rani? Aku menunggumu

disini tanpa kepastian. Tidak sempatkah dirimu sekali saja membalas sms agar aku disini

menunggu tenang. Kamu sendiri yang sering bilang menunggu adalah sesuatu yang

membosankan tapi kamu biarkan aku larut dalam kesendirian. ”

“Bukankah aku tadi sudah minta maaf?”

“Iya, tapi jawab dulu!”

“Danu, tadi Ibu Susi, dosen mata kuliah Seminar memintaku menemuinya. Beliau besok

tidak bisa masuk kuliah, jadi Ibu memintaku memotokopi buku untuk didiskusikan.”

“Ah, berapa lama kamu menghadap Ibu? Apakah berjam-jam hingga kamu tidak sempat

memberi aku kabar?”

“Aku membaca sms-mu sesaat setelah keluar kelas. Akan tetapi saat aku hendak

membalas sms-mu ada sms dari Ibu memintaku menemuinya dengan segera. Setelah dari

ruangan Ibu aku langsung ke Ws Fotokopi. Ah, sudahlah kenapa kita harus bertengkar,

sebenarnya ada apa Danu?”

“Maafkan aku tadi memarahimu. Aku takut kehilangan kamu, Rani. Aku ingin selalu

bersamamu. Aku tak sanggup jauh darimu.”

“Ah, mulai menggombal lagi?” kata Rini sambil tersenyum malu.

“Aku serius Rani.”

“Ia aku tahu, tapi tak biasanya kamu begini.”

“Aku sangat mencintaimu Rani.”

“Ia aku juga mencintaimu.”

“Jika umur kita panjang, maukah kau menikah denganku Rani?”

“Ha,ha,ha kuliah saja belum selesai, Danu?”

“Aku tidak mengajakmu menikah sekarang!”

“Ya, ya, maafkan aku. Jika memang kita ditakdirkan untuk bersama tentu semua itu akan

terlaksana dengan sendirinya, kita tunggu waktunya saja.”

Page 40: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 40

www.wulanyadi.blogspot.com

“Rani,“ panggil Danu sambil menatap lekat mata kekasinya itu. Rani hanya diam beku

melihat tatapan itu.

“Aku hanya ingin menikah denganmu. Aku hanya ingin bersamamu mengarungi bahtera

kehidupan ini,” sambung Danu.

“Ia, aku juga.”

“Aku ingin kamu berjanji padaku bahwa tidak akan berpaling dariku dan

menghianatiku,”

“Ah! Perlukah itu? Apa kau ragu terhadapku, Danu?”

“Aku hanya ingin kau berjanji.”

“Tapi...”

“Tapi apa, Rani?”

“Tapi kau juga harus janji padaku!”

“Kita berjanji tidak akan saling menghianati!” kata Rani dan Danu bersama sambil jari

kelingking mereka saling mengait sebagai sebuah simbol perjanjian sejati. Malam pun

kian larut membuat mereka semakin hanyut bersama semilir angin yang dingin.

Salahku, kenapa dulu aku terlalu mencintainya. Memberi segalanya. Cinta, karena cinta,

alasan cinta. Kini racun cinta itu bersarang di jiwanya. Mengapa dia sebodoh itu.

Ah, menyesali masa lalu tidaklah berguna. Bukankah pelajaran yang paling berharga

adalah masa lalu? Jika kita terbebani masa lalu, tentu berat langkah kita untuk menggapai

masa depan!

“Huhhh,” keluhnya.

Ia tarik nafas dalam-dalam seraya memejamkan matanya.

Ia mencoba menenangkan dirinya. Rileks dengan menikmati semilir angin yang bergerak

pelan menerpa wajahnya. Terus saja ia memejamkan matanya. Menyerap ke dalam

hatinya, membiarkan kesejukan mengalir sendu menuju relung-relung hatinya yang

terdalam. Mengisi rongga-rongga bayang masa lalu dengan kesejukan alam.

Page 41: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 41

www.wulanyadi.blogspot.com

“Huhhh,” bisiknya pelan.

“Ternyata ini hasilnya? Seminggu kebersamaan kita yang begitu indah ternyata hanya

sebuah penghabisan yang terencana. Mengapa tak kusadari. Bodoh! Aku bodoh!

Kehangatan yang kau berikan ternyata bertujuan.”

Rani masih saja tersandar di kursi beranda rumahnya kemudian memejamkan matanya.

Memorinya menerawang jauh ke belakang. Membuka slide demi slide kenangan bersama

mantan kekasihnya. Masih merupakan bagian dari kepingan memori seminggu yang lalu.

Ya, seminggu yang lalu mereka bercengkrama di sebuah taman. Taman yang indah penuh

dengan bunga-bunga. Ada kursi panjang berwarna putih di tengah taman itu. Di sanalah

mereka duduk bercengkrama dan mesra.

Sambil Danu membelai rambut Rani yang bersandar di pundaknya ia berkata, “Rani aku

mencintaimu.”

“Ia aku tahu dan aku juga mencintaimu,” jawab Rani.

“Rani, aku tidak ingin kebersamaan kita ini berlalu tanpa arti. Aku ingin kita mengisinya

dengan hal-hal yang berarti. Mengisinya dengan sesuatu yang membuat kita sulit untuk

melupakan.”

Rani hanya terdiam mendengarkan ocehan kekasihnya itu.

“Rani jika suatu saat aku pergi, relakah dirimu?”

“Apa maksudmu, Danu?”

“Aku takut kehilanganmu, Rani. Aku tak bisa jauh darimu. Tapi....,”kata-kata Danu

terhenti seiring batuk yang mendesak keluar dari rongga tenggorokannya. “Huk, huk,

huk!”

“Tapi,” sambung Danu, “Segalanya pasti terjadi.”

“Aku semakin tak mengerti, Danu. Ada apa denganmu?”

“Ah, sudahlah lupakan, Rani. Aku ingin hari ini kita habiskan dengan kebersaman yang

indah.”

“Danu,” tiba-tiba saja bibir manisnya menyebut nama itu.

Page 42: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 42

www.wulanyadi.blogspot.com

Sekelebat bayang danu terlintas di benaknya. Hingga tanpa ia sadari nama itu mengalir

begitu saja keluar dari bibirnya mengikuti bisikan alam. Bisikan angin yang penuh

ketenangan dan kesejukan.

“Danu, ingatkah kau. Di kursi ini kita selalu bercanda, dan menghabiskan waktu bersama.

Merencanakan kebahagiaan masa depan kita. Dengan gaya bahasamu yang lembut, kau

hipnotis aku dengan rayumu. Kau peluk aku dan katakan cinta. Kita bercerita tentang

banyak hal. Tentang bintang, tentang kita, tentang hayalan rumah tangga kita, dan tentang

cinta kita. Hingga larut malam. Ingatkah kau, Danu? Tapi............,” kata-katanya terputus.

Lalu ia berucap lagi,

“Danu, mengapa begitu cepat kepergianmu? Tidakkah kau rasakan dahsyatnya rindu ini.

Akankah kau rasakan kepiluan ini? Sepinya hati ini? Cinta yang kau tinggal ini

membelengguku! Tahukah kau itu, Danu!”

Matanya masih terpejam. Ia masih menikmati belaian angin malam itu. Hanya butiran air

menerobos ruang kecil dari sela matanya yang terpejam. Namun, angin yang menerpa

wajahnya kini mulai tak beraturan. Angin yang meniup wajah manisnya tak lagi

menyapanya lembut. Harum wewangian mulai hadir dalam kesendiriannya. Semerbak

menusuk hidung. Belaian angin itu kini menyapa bulu tengkuknya. Namun ia tetap

tenang. Matanya masih terpejam.

“Danu!” panggilnya.

“Aku tahu kau ada di sini. Aku bisa rasakan itu. Danu, aku hilang tanpamu! Aku tak

berdaya tanpa hadirmu, Danu!” seketika itu Rani mengeluarkan segala beban dalam

hatinya.

Air matanya kini semakin deras bercucuran. Ingatan-ingatannya mulai terprogram

kembali. Sementara alam sekitarnya kini hening. Tanpa lengkingan jangkrik yang sedari

tadi menemaninya. Tanpa semilir angin yang menghembuskan kesejukan dan

ketenangan. Sunyi kini ia rasa. Namun wewangian itu belum sirna.

Page 43: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 43

www.wulanyadi.blogspot.com

“Danu!” bisiknya lagi.

“Dulu kau berjanji tidak akan meninggalkanku, tapi apa!? Kau biarkan aku sendiri. Kau

tinggalkan aku bersama sejuta janji manismu. Mana semua janjimu itu, Danu! Aku hilang

tanpamu, Danu. Bara semangatku ikut sirna bersamamu,” ratap Rani di sela isakan

tangisnya.

Rani masih memejamkan matanya. Ia tidak ingin membuka matanya. Karena ia tidak

mau sosok Danu yang kini hadir lagi di hati dan fikirannya sirna. Ia tetap terpejam dan

merasakan hadirnya.

“Bukalah matamu, Rani!” bisikan itu tiba-tiba menggema di relung hatinya. Tapi Rani

belum membuka matanya. Ia belum yakin atas bisikan hatinya. Ia masih terpejam kaku.

Ia masih terdiam.

“Buka atau aku akan pergi!” bisikan itu kini memaksanya.

Dalam hati Rani, ia sangat ingin membuka matanya. Hanya saja ia tidak ingin kecewa,

jika membuka mata bisikan lembut itu sirna. Jika bisikan itu muncul lagi, untuk yang ke

tiga kali, aku akan menuruti. Bisik Rani dalam hatinya.

Lama Rani terdiam menunggu bisikan itu hadir lagi. Lama ia terdiam menunggu. Namun

bisikan itu tak kunjung hadir. Harum wewangian itu perlahan menghilang. Angin malam

itu kini mulai membelainya lagi. Suara jangkrik dari semak-semak yang terhampar di

halaman rumahnya kini mulai terdengar bernyanyi. Sepertinya alam yang terdiam

ketakutan kini mulai bergairah lagi.

Dengan perlahan tapi pasti Rani membuka kelopak matanya yang telah basah oleh air

mata kesedihan dan kepiluan rindu. Remang-remang cahaya lampu yang tempias dari

penerang beranda rumahnya perlahan terlihat. Semak-semak bergoyang mengikuti alunan

nyanyian jangkrik juga perlahan terlihat oleh mata manisnya. Matanya mencoba mencari-

cari sosok yang ia rindui. Tapi tidak ia temukan.

“Danu....,”panggilnya pelan.

Page 44: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 44

www.wulanyadi.blogspot.com

Panggilannya tak ada yang menjawab. Semakin pilulah hatinya. Ia hanya bisa menangisi

semua. Batinnya hanya bisa meratapi semua dilema besar yang bersemayam di dalam

jiwanya. Entah sampai kapan.

***

“Hai, Ran!” sapa Ratu pagi itu.

Rani hanya membalas dengan senyum sapaan sahabat sejak kecilnya itu.

“Kamu kenapa, Rani? Ada apa cerita sama aku,” pinta Ratu.

Namun Rani lagi-lagi hanya tersenyum. Senyum yang terlihat bukan tanda keceriaan.

Hanya senyum yang hampa.

Ratu berpikir sejenak. Ia menerka-nerka dalam hatinya, ada apa dengan sahabat karibnya

ini.

“Tadi malam kamu mimpi apa sih, Rani? Sampai-sampai pagi ini kamu jadi begini!”

Kali ini Rani tidak tersenyum. Tapi pandangannya kosong. Entah apa yang

dipikirkannya.

“Rani!” panggil Ratu. Ia sedikit khawatir pada sahabatnya itu yang semakin berubah.

“Rani, badan kamu panas. Kamu sakit, ya?”

Rani hanya menggeleng. Namun tatapan matanya masih kosong tak bermakna.

Ah, bodohnya aku. Kenapa harus bertanya dia sakit atau tidak. Toh badannya panas.

Berarti itu tanda bahwa dia sakit. Gerutu Ratu dalam hati.

“Kamu harus kubawa ke dokter, Ran! Kamu sakit!”

Sekali lagi Rani hanya menjawab dengan gelengan. Seolah-olah mengatakan, “Aku tidak

sakit.”

“Tapi badan kamu panas, Ran!”

Tiba-tiba Rani menangis. Air matanya mulai mengalir di pipinya. Menghanyutkan

kosmetik yang ia kenakan. Tangisan yang tertahan. Ia menangis tanpa suara. Hanya air

matanya saja yang terus mengalir.

Page 45: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 45

www.wulanyadi.blogspot.com

Hal itu tentu membuat Ratu semakin bertanya-tanya dalam hati. Ada apa

gerangan dengan sahabatnya itu. Ia mulai panik. Ia semakin bertambah bingung. Hendak

meminta tolong, tapi pada siapa? Karena di taman itu hanya ada mereka berdua.

“Rani, ada apa denganmu? Jangan membuat aku bingung, Ran!” desak Ratu dengan nada

suara yang mulai meninggi.

Namun Rani seolah-olah tak mendengar lagi. Ia masih tersandar di kursi taman itu.

Tatapannya masih kosong. Namun kucuran air matanya terus saja mengikis kosmetik di

pipinya.

Ratu terus menerka-nerka. Ada apa! Ada apa ini? Ia lalu bergerak lebih dekat pada

sahabatnya itu. Ia jongkok di hadapan sahabatnya. Menatap lekat-lekat bola mata yang

sayu tersebut.

“Rani lihat, aku! Lihat! Jika kau masih menganggapku sebagai sahabatmu, cerita! Apa

masalahmu! Aku akan membantumu semampuku, Rani! Bentak Ratu yang sudah hilang

akal. Ia tak punya cara lagi selain memaksa dengan cara itu.

Rani hanya menggelengkan kembali kepalanya. Entah itu pertanda ia tidak ingin

menjawab bahwa ia tidak punya masalah atau karena ia tidak mau bercerita.

“Huhhh,” keluh Ratu. Sambil mondar-mandir mencari akal.

“Ada apa sih?” gumamnya sendiri.

Ia kembali lagi mendekati sahabatnya yang masih terdiam dalam tangisan itu.

“Rani, apa gunanya kau menyuruh aku untuk datang ke taman ini, jika hanya

menyaksikan kesedihanmu saja. Tanpa kau beri aku penjelasan ada apa, masalah apa

yang sedang menderamu! Tapi kau hanya menangis dan menangis. Aku bingung Rani!

Aku harus bagaimana lagi! Apa semua ini karena aku! Apa salahku, Rani?”

“Aku hamil oleh Andi pacarmu!”

Page 46: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 46

www.wulanyadi.blogspot.com

Bacalah! Dunia berbicara kepada kita melalui angin Terkadang ia berbisik manja Mendesah merayu Dan membawa kita kepangkuan mimpi Namun terkadang sebaliknya Dunia berbicara kepada kita melalui alam Saat ia marah segalanya akan dimusnahkan Lahar ia muntahkan Angin ia semburkan, jadilah puting beliung! Saat ia gerah, air ia luapkan, jadilah banjir! Bacalah semua tanda itu! Dengan membaca kau akan mengerti kawan Dengan membaca engkau akan tahu, dan merasa kawan Andai kawan tak mampu membaca, rasakanlah lembutnya belaian mereka Oleh: Suryadi

Page 47: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 47

www.wulanyadi.blogspot.com

TERLAHIR KEMBAR

aktu terus berlalu sehari 24 jam. Orang sukses memiliki waktu 24 jam, sama lama

waktunya dengan orang yang gagal. Gagal dalam apa saja, membangun rumah

tangga yang bahagia, membangun kekayaan, membangun rumah, semua sama,

sehari 24 jam. Orang pintar memiliki waktu yang sama dengan orang bodoh. Waktu

berlalu acuh, tak perduli. Detik demi detik ia jalani tak henti. Tak perduli kemiskinan

masih menyelimuti kehidupan. Ia acuh, tak pula bangga dengan orang-orang yang sukses.

Waktu hanyalah waktu. Waktu adalah wadah persaingan. Bodoh vs pintar. Cerdas vs

tolol. Suka vs duka. Lahir vs mati. Apakah hari ini sukses, apakah waktu ini diisi dengan

kesenangan, kesedihan? Semua itu bergantung pada mahluk yang melaluinya. Waktu

akan terus acuh. Berlalu meninggalkanmu tanpa peduli dan takkan pernah kembali.

Siang itu cuaca sedikit mendung. Pohon-pohon kelapa yang menjulang tinggi

melambai-lambai awan hitam yang berkejaran. Mendung tak berarti hujan. Namun di

sebuah gubuk reot: dinding rumah yang terbuat dari anyaman bambu, atap yang terbuat

dari anyaman daun kelapa, dan tiang-tiang rumah yang terbuat dari bambu mulai lapuk.

Rumah itu telah sedikit condong dan kini gerimis mulai berjatuhan di atapnya. Di

dalamnya ada sebuah tikar pandan kusam. Di sanalah seorang Ibu muda berjuang

menantang maut. Ia mengaduh kesakitan. Menjertit. Menjambak rambut siapa saja yang

berada di dekatnya. Dukun bayi sibuk mendeteksi di tempat tugasnya. Sambil terus

memberi semangat pada Ibu muda, Ibu Rima.

“Ayo Rima, tekan terus! Ya, begitu. Bagus! Terus, ya sedikit lagi!”

Dan akupun terlahir ke dunia. Tanpa tangisan, tanpa senyum, dan tanpa kata-kata.

Hanya detak jantung yang terus berdenyut memompa darah. Dug, detug, dug, ....

Si dukun bayi tersenyum bangga. Ibu Rima kini memiliki seorang putera. Dia adalah

anak keduanya setelah sebelumnya mendapatkan seorang anak wanita yang kini telah

berumur dua tahun.

“Dukun, kenapa perutku masih terasa mulas? Aku seperti ingin buang air besar!”

“Oh, itu karena ari-ari bayimu belum di...”

W

Page 48: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 48

www.wulanyadi.blogspot.com

Belum sempat dukun bayi memberikan penjelasan, sebuah kepala kembali muncul di

pintu sebelumnya. Tanpa banyak kata si dukun bayi langsung memberi instruksi,

“Coba ngeden lagi seperti tadi!”

“Ya, bagus! Sedikit lagi!”

Mungkin karena sudah sebelumnya ada yang melewati jalan itu, si jabang bayi

yang kedua ini berlalu tanpa hambatan. Hanya sekali tekan, ia langsung keluar. Sama

seperti bayi sebelumnya, yaitu aku, bayi ini juga tidak menangis, tidak pula tersenyum,

apalagi tertawa. Akan tetapi yang unik adalah seketika itu ia langsung mengulum jempol

kaki kananku.

“Selamat Bu Rima, Anda mendapatkan anak kembar!”

Ibu Rima hanya tersenyum tanpa kata. Ia hanya memegangi kepalanya. Nafasnya masih

tersendat-sendat. Mungkin ia kelelahan. Namun tetap tersirat sebuah kebahagiaan dari

raut mukanya.

Tidak disangka, badan Bu Rima yang begitu kecil ternyata menampung dua buah

manusia di dalam perutnya. Perut sebesar itu ternyata menampung dua mahluk hidup

yang berwujud manusia. Tinggi badan Bu Rima hanyalah 143 cm, berat badan 40 kg,

badannya kurus seperti tak terurus. Rambutnya panjang tak pernah dikramas. Kulitnya

hitam, meyatu, melapisi tulang-tulangnya, tanpa banyak lemak. Kurus dan mengharukan.

Sangat kekurangan gizi. Apalagi ia seorang Ibu muda yang mengandung. Miris.

Keadaan bayi yang dilahirkan pun sehat. Hanya saja kedua bayi kembar yang bak

pinang dibelah dua itu bertumbuh kecil-kecil: sebesar botol minuman anggur “cap orang

tua” yang berwarna hijau. Tidak dapat diperkirakan berapa berat masing-masing karena

di dalam gubuk bambu itu tidak memiliki fasilitas timbangan. Jangankan timbangan bayi,

timbangan untuk ikan asin saja tidak ada. Si dukun bayi? Ah, apalagi dia. Namanya saja

dukun, tidak perlu pakai alat kedokteran cukup memakai teknik-teknik yang diwariskan

para leluhur saja. Dapat mengeluarkan bayi dari tempat prenatalnya saja, si dukun sudah

bernapas lega. Kini ia duduk menggulung daun sirih untuk menyumpal mulutnya.

Sedangkan suami Bu Rima, Pak Surya tersenyum bangga di dekat kedua bayinya.

Wajar ia bangga karena ia hebat dapat memperjuangkan dua bibit unggulnya di antara

sekian ribu bibit. Bibit itu adalah aku dan saudara kembarku. Padahal ia juga kekurangan

Page 49: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 49

www.wulanyadi.blogspot.com

gizi. Badannya kurus kering. Kulitnya hangus terbakar matahari. Namun, bibit unggulnya

berjhasil lolos. kedua nya berhasil menerobos. Dahsyat.

Penduduk ramai berdatangan. Entah tersiar berita dari mana di gubuk reot itu

berhasil melahirkan dua bocah kembar dan sehat. Kedua bayi yang lahir di tengah

keluarga miskin. Rumah gubuk. Keluarga yang terkadang sehari bisa makan sekali saja

sudah sangat bersyukur.

“Mana-mana bayinya?!”

“Duh, lucunya!”

“Ih, gemes aku lihatnya!”

“Kok badannya sebesar botol gitu?”

“Memangnya kamu tidak lihat Ibunya tuh!”

“Ibu-Ibu sekalian, tolong jangan berebut dan ribut begitu. Rumah ini sempit. Kasihan Bu

Rima nanti kepanasan,” kata Dukun Bayi.

“Lah, kan gerimis, Bu?”

“Iya, itu kan di luar. Lah, kalian berebutan masuk begitu. Coba budayakan antri satu-satu

lihatnya.”

“Ih, kapan aku punya anak kembar ya?”

“Mudah-mudahan bayi yang kukandung ini juga kembar,” kata Ibu yang sedang hamil

empat bulan.

“Ah, aku mau minta resep sama Bu Rima, bagaimana cara mencetak anak kembar,” kata

yang baru menikah.

“Jangan tanya Bu Rima, tapi sama Pak Surya. Itu lebih tepat! Ha, ha, ha,”celetuk suami

suami yang juga mulai berdatangan.

***

Sore hari, saat bayang pohon-pohon kelapa yang tingi menjulang mulai condong

ke arah timur. Di subuah gubuk kecil, namanya berugak (tempat bersantai bersama

keluarga). Brugak adalah sebuah gubuk kecil, yang berbentuk rumah panggung. Seperti

gubuk-gubuk yang ada di persawahan. Sebagai tempat beristirahat, bercengkrama dengan

sanak keluarga, minum teh, minum kopi, dan makan ubi bersama. Tampak dua orang

manusia yang tak memiliki usia muda sedang bercengkrama.

“Cucuku mau diberi nama apa ya, Nek?” tanya laki-laki berambut putih itu.

Page 50: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 50

www.wulanyadi.blogspot.com

“Diberi nama seperti pendekar-pendekar yang di film layar tancap itu saja!” saran Ibu-Ibu

tua yang sedang asyik meracik daun sirihnya.

“Film apa?”

“Kamandanu!”

“Brama kumbara!?”

“Tur-tur ular itu lo!”

“Hah? Tutur Tinular maksudmu?”

“ Iya itu, ah apalah namanya!”

“Ya, berarti Kamandanu saja sama Tong Bajil!”

“Huss, aku tidak setuju! Masak cucuku diberi nama Tong Bajil, itukan nama penjahat!

Mai Shin saja!”

“Mai Shin katamu? itu kan cewek! Lah, cucu kita dua-duanya laki-laki.”

“Walaupun cucu kita lahir di pedesaan begini, nama harus tetap kota, supaya cucu kita ini

jadi orang kaya. Tidak susah seperti nenek dan kakeknya ini.”

“Lalu, mau diberi nama apa?”

“Nah, itu! Beri nama ‘Lalu Kembar’ saja!”

“Huss, Lalu itu kan untuk gelar bangsawan. Seperti Lalu Gede, Lalu Karnadi, Lalu

Arisandi. Lah, kita keserempet bangsawan saja tidak.”

“Tapi, aku setuju nama Kembar-nya. Nah, lebih bagusnya Kembara saja. Bagaimana

menurutmu, Bu?”

“Ya, bagus itu. Lalu bagaimana kita membedakan keduanya?”

“Pusing aku, Bu! Kita tanya Bapaknya saja, siapa tahu sudah punya nama untuk anaknya

itu.”

“Surya, Surya!” panggil lelaki tua itu.

***

Prosesi pemotongan rambut dan pemberian nama berlangsung khidmat. Seorang

tokoh agama di desaku, Desa Rempek, Pak Muhrim namanya, beliaulah yang memimpin

berlangsungnya acara pemotongan rambut itu. Berapa kambing yang di potong untuk

akiqahnya. Di benak Pak Surya ada empat kambing. Di benak Bu Rima tak ada kambing.

Akan tetapi dalam pikirannya hanyalah uang. Uang dan uang. Bukan berarti Ibuku matre.

Bukan. Melainkan untuk mendapatkan empat ekor kambing tentu memerlukan uang, nah

Page 51: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 51

www.wulanyadi.blogspot.com

itu yang menjadi pemikirannya. Padahal badannya belum terlalu pulih setelah persalinan

bayi kembarnya itu. Kepalanya saja masih menyisakan nyeri yang tak dapat dirasa siapa

pun kecuali dirinya.

Lalu apa nama yang Ayah berikan untuk kedua putranya? Aku diberi nama Dedy

Kembara dan Adikku bernama Dendy Kembara. Dedy dan Dendy sebagai nama yang

dipungut dari perkotaan. Nama keren, entah darimana Ayahku tahu itu nama keren untuk

anaknya. Entah darimana ilham datang hingga akhirnya nama itu ia tahu mencirikan

nama orang kota. Mungkinkah dari Pak Kasim, tetangganya yang memiliki dua istri: di

desa dan kota. Pak Kasim adalah sopir truk carteran untuk mengangkut barang-barang

penjual yang berdagang setiap hari Selasa. Ya, di kampungku hari pasarnya adalah setiap

hari Selasa.

Mungkinkah wangsit dari televisi? Di gubuk reot ini tidak ada televisi. Jangankan

televisi hitam putih, televisi rusak saja tidak ada walaupun Ayah berprofesi ganda,

sebagai tukang servis elektronik, yaitu tape dan radio selain itu ia tidak memiliki

wawasan dan profesi sebagi nelayan, itu pun hanya memiliki keahlian berenang

menggunakan dua buah kelapa kering dan keahlian memancing. Itu saja. Belakangan

kuketahui ternyata nama itu ia sadap dari nama penyiar radio.

Jika Ayah pergi memancing ke laut, bisa seminggu baru ia pulang ke rumah.

Terkadang membawa hasil yang lumayan banyak. Terkadang hanya membawa badannya

yang kurus hitam . Nama Kembara itu, tentu ilham dari orang tuannya.***

Page 52: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 52

www.wulanyadi.blogspot.com

Gerimis

Gerimis senja di garis khatulistiwa

Leburkan debu-debu jalanan

Padat, mengendap

Kapuas keruh, kian mengeruh

Aku mengaduh, merengkuh

Bumi khatulistiwa kian menua

Seiring senja, bersama cinta

Bicaralah dengan cinta untuk cinta

Page 53: Kumpulan Cerpen Dan Puisi

Kumpulan cerpen dan puisi, karya: Abdillah 53

www.wulanyadi.blogspot.com

Tentang Penulis

Nama lengkapnya adalah Suryadi

Abdillah Hissolihin. Ttl: Lombok

Barat, 8 Januari 1988. Saat ini

masih kuliah di FKIP Untan

(Universitas Tanjungpura)

Pontianak, angkatan 2007.

Program Studi Bahasa dan Sastra

indonesia dan Daerah.

Kota asalnya adalah Air Upas City

Kabupaten Ketapang Kalbar. Cita-

citanya ingin menjadi penulis terkenal dan menjadi seorang guru yang

profesional.

e-Book yang Anda baca saat ini merupakan hasil karyanya yang

pertama. Anda sangat beruntung mendapatkan semua ini gratis!

Dan Anda diizinkan untuk menyebarluaskannya dengan catatan

tanpa mengubah isi e-Book ini.

Kritik dan saran dapat Anda berikan di:

www. wulanyadi.blogspot.com

jangan lupa buka, www.DuniaDownload.com