Upload
hakhanh
View
239
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
KONTRIBUSI SUMBER DAYA PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DIKAJI DARI GEOGRAFI EKONOMI
MAKALAHUNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Geografi EkonomiYang dibina oleh Dr. I Nyoman Ruja, S. U
Oleh:Shofi Amaliyah Majid 130721607499Iffana Chusnul Khotimah 130721616051Widya Apriliani 130721607483Inwainatul Kunainah 130721607415Choirul Ageng Satria 130721616049Asrul Khoiri 130721607486
UNIVERSITAS NEGERI MALANGFAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFIPROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI
Oktober 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia secara astronomis berada di 6oLU-11oLS dan 95oBT-141oBT, hal
ini menandakan bahwa wilayah Indonesia merupakan wilayah yang subur dan
beriklim tropis. Potensi wilayah yang demikian sangat baik kaitannya dalam
pengembangan sektor pertanian. Iklim di Indonesia yang cukup dalam
memperoleh sinar matahari sepanjang tahun, mempengaruhi tumbuh suburnya
setiap tanaman dengan mudah. Potensi yang demikian membuat wilayah
Indonesia mendapat julukan sebagai “Kolam Susu” dimana setiap tangkai maupun
bibit yang ditanam di wilayah Indonesia selalu tumbuh subur dan menghasilkan
uang. Selain itu letak Indonesia yang berada di daerah pertemuan lempeng,
mengakibatkan Indonesia memiliki banyak gunung api yang berpengaruh
terhadap kesuburan tanah.
Bila ditinjau dari segi letak geografis wilayah Indonesia berada pada posisi
dua samudra yaitu Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Dan terletak diantara
dua benua yaitu Benua Asia dan Benua Australia. Hal ini menandakan bahwa
letak wilayah negara kita berada di sebuah jalur internasional yaitu sebuah jalur
yang strategis dalam menjalankan berbagai sektor yang seharusnya mampu
menjadi daya ikat bagi negara-negara luar terutama dalam bidang pemasaran
barang-barang produksi dalam negeri salah satunya produksi hasil pertanian.
Pertanian dalam pengertian yang luas mencakup semua kegiatan yang
melibatkan pemanfaatan makhluk hidup (termasuk tanaman, hewan, dan
mikrobia) untuk kepentingan manusia. Dalam arti sempit, pertanian juga diartikan
sebagai kegiatan pemanfaatan sebidang lahan untuk membudidayakan jenis
tanaman tertentu, terutama yang bersifat semusim. Usaha pertanian diberi nama
khusus untuk subjek usaha tani tertentu (Rizky, 2012).
Pertanian merupakan sektor primer dalam perekonomian Indonesia.
Artinya pertanian merupakan sektor utama yang menyumbang hampir dari
setengah perekonomian. Pembangunan pertanian yang sudah cukup berhasil
dicapai oleh Indonesia pada tahun 1970-an sampai tahun 1980-an yang ditandai
dengan meningkatnya pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) sektor
pertanian sebesar 3,2% per tahunnya. Kemudian pada 1984 swasembada beras
dapat tercapai dan berhasil memicu pertumbuhan ekonomi di pedesaan. Akan
tetapi, swasembada beras tersebut hanya dapat dipertahankan hingga tahun 1993.
Tingkat produktivitas padi di Indonesia adalah yang tertinggi dari negara-negara
lain di kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan. Oleh karena itu, Indonesia
memiliki keunggulan yaitu beras sebagai subtitusi impor (Ramli, 2014).
Berdasarkan paparan di atas, kelompok kami akan membahas lebih lanjut
apa saja kontribusi yang diberikan oleh sumber daya pertanian terhadap
pembangunan ekonomi Indonesia, apa yang menjadi permasalahan di dalam
sektor pertanian yang ada di Indonesia sehingga kita mengetahui apa yang
menjadi kendala utama penghambat di sektor pertanian dan menemukan solusi
pemecahannya serta cara memaksimalkan sumber daya pertanian untuk
meningkatkan pembangunan ekonomi Indonesia di masa mendatang.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana kontribusi sumber daya pertanian dalam pembangunan
ekonomi dikaji dari geografi ekonomi?
1.2.2 Apa saja hal yang menjadi permasalahan di dalam sektor pertanian
Indonesia yang menjadi kendala utama penghambat pengembangan sektor
pertanian?
1.2.3 Bagaimana cara mengatasi permasalahan yang menjadi penghambat
pengembangan sektor pertanian?
1.2.4 Bagaimana cara memaksimalkan sumber daya pertanian untuk
meningkatkan pembangunan ekonomi Indonesia di masa mendatang?
1.3 Tujuan
1.3.1 mengetahui kotribusi sumber daya pertanian dalam pembangunan ekonomi
di kaji dari geografi ekonomi.
1.3.2 Mengetahui permasalahan di dalam sektor pertanian Indonesia yang
menjadi kendala utama penghambat pengembangan sektor pertanian?
1.3.3 Mengetahui cara mengatasi masalah yang menjadi penghambat
pengembangan sektor pertanian
1.3.4 Mengetahui cara memaksimalkan sumber daya pertanian untuk
meningkatkan pembangunan ekonomi Indonesia di masa mendatang.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kontribusi Sumber Daya Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi
Dikaji dari Geografi Ekonomi
Sebagai salah satu negara yang termasuk dalam wilayah tropis, Indonesia
memiliki potensi pertanian yang sangat baik, terutama untuk pertanian tropika. 5
komoditas pertanian dan perkebunan Indonesia yang mendunia adalah sebagai
berikut (Flatian, 2012 dalam Fachri, 2010).
1. Kelapa Sawit
Indonesia menempatkan diri sebagai produsen minyak sawit mentah
terbesar di dunia. Pada tahun 2011 Indonesia menguasai pasar minyak sawit
mentah dunia sebesar 47% mengungguli Malaysia di tempat ke 2 dengan 39%.
Ekspor kelapa sawit mampu menyumbang devisa Negara sebesar USD 14 miliar
pada tahun 2010 dan diperkirakan akan terus meningkat secara signifikan dari
tahun ketahunnya.
2. Rempah-rempah
Sejak dahulu kala, Indonesia terkenal akan rempah-rempahnya. Tanaman
rempah-rempah yang tumbuh subur di Indonesia menarik minat bangsa lain untuk
menguasainnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa dahulu banyak bangsa asing yang
kaya raya akibat rempah-rempah dari Indonesia yang mempunyai nilai sangat
tinggi. Sampai saat ini Indonesia masih sebagai eksportir utama rempah-rempah
di dunia, diantaranya adalah pala, kayu manis, cengkeh dan lada.
3. Kakao
Indonesia merupakan penghasil kakao no 3 di dunia setelah Pantai Gading
dan Ghana. Produksinya terus tumbuh rata-rata 3,5% per tahun, pada tahun 2014
pemerintah berkomitmen untuk mengalahkan kedua Negara tersebut untuk
menduduki peringkat pertama sebagai penghasil kakao terbesar di dunia. Pada
tahun 2010 produksi kakao Indonesia mencapai 574 ribu ton atau menyumbang
16% produksi kakao dunia, sedangkan Pantai Gading di peringkat pertama dengan
1,6 juta ton, atau menyumbang sebesar 44%.
4. Karet
Indonesia menempati peringkat ke 2 setelah Thailand sebagai pemasok
karet mentah dunia. Ada yang menyebut Indonesia sebagai Arabnya karet dunia.
Meskipun kalah dalam hal jumlah dan produktifitas perkebunan karet, namun
karet Indonesia disebut-sebut menang secara kualitas dibanding karet dari
Thailand. Pada tahun 2011 produksi karet di Indonesia mencapai 2,8 juta ton.
5. Kopi
Saat ini Indonesia menduduki peringkat 3 sebagai produsen kopi dunia
dibawah Brazil dan Kolombia. Basarnya produksi kopi Indonesia per tahun rata-
rata sekitar 600 ribu ton. Dari angka ini Indonesia dapat mensuplai 7% kebutuhan
kopi dunia.
Indonesia merupakan Negara agraris yang memiliki potensi besar dan
sumber daya alam yang melimpah untuk produk pertanian. Di sektor pertanian
Indonesia memiliki beragam jenis tenaman, hal ini didukung kondisi iklim tropis
yang berbeda, dibidang tanaman pangan di Indonesia memiliki tanaman unggul
seperti padi, kedelai, kacang tanah, ubi kayu dan berbagai jenis faritas yang lain.
Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan signifikan bagi
perekonomian Indonesia. Sektor pertanian menyerap 35.9% dari total angkatan
kerja di Indonesia dan menyumbang 14.7% bagi GNP Indonesia (BPS, 2012
dalam Fachri, 2010). Fakta-fakta tersebut menguatkan pertanian sebagai
megasektor yang sangat vital bagi perekonomian Indonesia.
Sektor pertanian di Indonesia merupakan tulang punggung dari
perekonomian dan pembangunan nasional, hal tersebut dapat dilihat dalam
pembentukan PDB, penerimaan devisa, penyerapan tenaga kerja, penyediaan
pangan, dan penyediaan bahan baku industri. Sektor pertanian juga berperan
dalam memeratakan pembangunan melalui upaya pengentasan kemiskinan dan
perbaikan pendapatan masyarakat. Selain itu, sektor pertanian juga telah menjadi
salah satu pembentuk budaya bangsa dan penyeimbang ekosistem.
Dengan daratan yang cukup luas yang tersusun rapi oleh ribuan pulau
yang ada seolah menetapkan bahwa negara kita adalah negara agraris. Memang
tak dapat dipungkiri, namun hal tersebut lah yang menjadi sumber mata
pencaharian dari sekitar 60 % rakyatnya yang kemudian menjadi salah satu sektor
riil yang memiliki peran sangat nyata dalam membantu penghasilan devisa
negara.
2.1.1 Potensi pertanian Indonesia
1. Keanekaragaman Hayati dan Agroekosistem
Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam, termasuk plasma nutfah,
yang melimpah (mega biodiversity). Biodiversity darat Indonesia merupakan
terbesar nomor dua di dunia setelah Brasil, sedangkan bila termasuk biodiversity
laut maka Indonesia merupakan terbesar nomor satu di dunia. Hal ini dapat dilihat
dengan beragamnya jenis komoditas pertanian tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan dan peternakan yang sudah sejak lama diusahakan sebagai sumber
pangan dan pendapatan masyarakat. Keanekaragaman hayati yang didukung
dengan sebaran kondisi geografis berupa dataran rendah dan tinggi, limpahan
sinar matahari dan intesitas curah hujan yang hampir merata sepanjang tahun di
sebagian wilayah, serta keaneka ragaman jenis tanah memungkinkan
dibudidayakannya aneka jenis tanaman dan ternak asli daerah tropis, serta
komoditas introduksi dari daerah sub tropis secara merata sepanjang tahun di
Indonesia.
2. Lahan Pertanian
Indonesia memiliki potensi ketersediaan lahan yang cukup besar dan
belum dimanfaatkan secara optimal. Data dari kajian akademis yang dilaksanakan
oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, Kementerian Pertanian pada
tahun 2006 memperlihatkan bahwa total luas daratan Indonesia adalah sebesar
192 juta ha, terbagi atas 123 juta ha (64,6 persen) merupakan kawasan budidaya
dan 67 juta ha sisanya (35,4 persen) merupakan kawasan lindung. Dari total luas
kawasan budidaya, yang berpotensi untuk areal pertanian seluas 101 juta ha,
meliputi lahan basah seluas 25,6 juta ha, lahan kering tanaman semusim 25,3 juta
ha dan lahan kering tanaman tahunan 50,9 juta ha. Sampai saat ini, dari areal yang
berpotensi untuk pertanian tersebut, yang sudah dibudidayakan menjadi areal
pertanian sebesar 47 juta ha, sehingga masih tersisa 54 juta ha yang berpotensi
untuk perluasan areal pertanian. Jumlah luasan dan sebaran hutan, sungai, rawa
dan danau serta curah hujan yang cukup tinggi dan merata sepanjang tahun
sesungguhnya merupakan potensi alamiah untuk memenuhi kebutuhan air
pertanian apabila dikelola dengan baik. Waduk, bendungan, embung dan air tanah
serta air permukaan lainnya sangat potensial untuk mendukung pengembangan
usaha pertanian.
2.1.2 Kontribusi Sumber Daya Pertanian
Adapun kontribusi sumber daya pertanian dalam pembangunan ekonomi
Indonesia yaitu sebagai berikut (Fachri, 2010).
1. Kontribusi pertanian terhadap devisa
Pertanian juga mempunyai kontribusi yang besar terhadap peningkatan
devisa, yaitu lewat peningkatan ekspor dan atau pengurangan tingkat
ketergantungan Negara tersebut terhadap impor atas komoditi pertanian.
Komoditas ekspor pertanian Indonesia cukup bervariasi mulai dari getah karet,
kopi, udang, rempah-rempah, mutiara, hingga berbagai macam sayur dan buah.
Peran pertanian dalam peningkatan devisa bisa kontradiksi dengan
perannya dalam bentuk kontribusi produk. Kontribusi produk dari sector pertanian
terhadap pasar dan industri domestic bisa tidak besar karena sebagian besar
produk pertanian di ekspor atau sebagian besar kebutuhan pasar dan industri
domestic disuplai oleh produk-produk impor. Artinya peningkatan ekspor
pertanian bisa berakibat negative terhadap pasokan pasar dalam negeri, atau
sebaliknya usaha memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri bisa menjadi suatu
factor penghambat bagi pertumbuhan ekspor pertanian. Untuk mengatasinya ada
dua hal yang perlu dilakukan yaitu menambah kapasitas produksi dan
meningkatkan daya saing produknya. Namun bagi banyak Negara agraris,
termasuk Indonesia melaksanakan dua pekerjaan ini tidak mudah terutama karena
keterbatasan teknologi, SDM, dan modal.
Pada 2009 ekspor produk pertanian Indonesia baru mencapai 2,46 persen
dari total produksi beras yang dihasilkan petani di berbagai provinsi dengan
jumlah mencapai 69,5 juta ton gabah kering giling (GKG).
Selain untuk ekspor produksi padi juga untuk memenuhi program bantuan
beras rakyat miskin (Raskin) yang setiap bulannya dibutuhkan 260 ribu ton serta
untuk cadangan pangan nasional setiap akhir tahun lebih dari 1,5 juta ton.
2. Kontribusi pertanian terhadap produktivitas
Banyak orang memperkirakan bahwa dengan laju pertumbuhan penduduk
di dunia yang tetap tinggi setiap tahun, sementara lahan-lahan yang tersedia untuk
kegiatan-kegiatan pertanian semakin sempit, maka pada suatu saat dunia akan
mengalami krisis pangan (kekurangan stok), seperti juga diprediksi oleh teori
Malthus. Namun keterbatasan stok pangan bisa diakibatkan oleh dua hal: karena
volume produksi yang rendah ( yang disebabkan oleh faktor cuaca atau lainnya),
sementara permintaan besar karena jumlah penduduk dunia bertambah terus atau
akibat distribusi yang tidak merata ke sluruh dunia.
Mungkin sudah merupakan evolusi alamiah seiring dnegan proses
industrialisasi dimana pangsa output agregat (PDB) dari pertanian relatif
menurun, sedangkan dari industri manufaktur dan sektor-sektor skunder lainnya,
dan sektor tersier meningkat. Perubahan struktur ekonomi seperti ini juga terjadi
di Indonesia. Penurunan kontribusi output dari pertanian terhadap pembentukan
PDB bukan berarti bahwa volume produksi berkurang (pertumbuhan negatif).
Tetapi laju pertumbuhan outputnya lebih lambat dibandingkan laju pertumbuhan
output di sektor-sektor lain.
Bukan hanya dialami oleh Indinesia tetapi secara umum ketergantungan
negara agraris terhadap impor pangan semakin besar, jika dibandingkan dengan
10 atau 20 tahun yang lalu, misalnya dalam hal beras. Setiap tahun Indonesia
harus mengimpor beras lebih dari 2 juta ton. Argumen yang sering digunakan
pemerintah untuk membenarkan kebijakan M-nya adalah bahwa M beras
merupakan suatu kewajiban pemerintah yang tak bisa dihindari, karena ini bukan
semata-mata hanya menyangkut pemberian makanan bagi penduduk, tapi juga
menyangkut stabilitas nasional (ekonomi, politik, dan sosial).
Kemampuan Indonesia meningkatkan produksi pertanian untuk
swasembada dalam penyediaan pangan sangat ditentukan oleh banyak faktor
eksternal maupun internal. Satu-satunya faktor eksternal yang tidak bisa
dipengaruhi oleh manusia adalah iklim, walaupun dengan kemajuan teknologi saat
ini pengaruh negatif dari cuaca buruk terhadap produksi pertanian bisa
diminimalisir. Dalam penelitian empiris, factor iklim biasanya dilihat dalam
bentuk banyaknya curah hujan (millimeter). Curah hujan mempengaruhi pola
produksi, pola panen, dan proses pertumbuhan tanaman. Sedangkan factor-faktor
internal, dalam arti bisa dipengaruhi oleh manusia, di antaranya yang penting
adalah lusa lahan, bibit, berbagai macam pupuk (seperti urea, TSP, dan KCL),
pestisida, ketersediaan dan kualitas infrastruktur, termasuk irigasi, jumlah dan
kualitas tenaga kerja (SDM), K, dan T. kombinasi dari faktor-faktor tersebut
dalam tingkat keterkaitan yang optimal akan menentukan tingkat produktivitas
lahan (jumlah produksi per hektar) maupun manusia (jumlah produk per
L/petani). Saat ini Indonesia, terutama pada sektor pertanian (beras) belum
mencukupi kebutuhan dalam negeri. Ini berarti Indonesia harus meningkatkan
daya saing dan kapasitas produksi untuk menigkatkan produktivitas pertanian.
3. Kontribusi pertanian terhadap penyerapan tennaga kerja
Di tengah berbagai permasalahan, sektor pertanian masih memegang peran
yang sangat strategis bagi ketenagakerjaan di Indonesia. Selama periode 1996-
2002, rata-rata untuk setiap 10 orang pekerja Indonesia, 4-5 diantaranya bekerja
atau berusaha di lapangan usaha itu. Sementara itu, berdasarkan data sakernas
tahun 2006, penduduk Indonesia yang bekerja dalam bidang pertanian mencapai
42.039.250 orang dari 95.177.102 orang (44,2 %) penduduk Indonesia yang
bekerja. Memperhatikan hal tersebut, maka kebijakan ketenagakerjaan di
Indonesia sangat tidak realistis jika mengabaikan sektor pertanian. Sektor inilah
yang justru tidak mengalami pukulan yang hebat di saat sektor lain mengalami
keterpurukan oleh krisis ekonomi. Bahkan, beberapa komoditi pertanian, terutama
perikanan justru mengalami keuntungan luar biasa pada saat krisis ekonomi
terjadi.
Data di atas menunjukkan bahwa pekerja Indonesia masih sangat
terkonsentrasi pada profesi petani. Profesi-profesi lain yang tergolong memiliki
produktivitas tinggi termasuk profesional/teknisi dan mangerial/administrasi
masih sangat rendah proporsinya. Walaupun demikian, terdapat adanya
kecenderungan semakin meningkatnya persentase penduduk yang bekerja pada
sektor non pertanian dari waktu ke waktu. Selama kurun waktu 1990-1997, tenaga
kerja sektor bukan pertanian meningkat lebih dari 16,5 juta orang, sebaliknya
tenaga kerja di sektor pertanian turun lebih dari 6,7 juta orang. Sektor
perdagangan, jasa, industri dan konstruksi mengalami pertambahan tenaga kerja
mencolok. Selama kurun waktu itu, tenaga kerja bukan pertanian secara
keseluruhan tumbuh sekitar 6,0 persen per tahun.
Masih tingginya daya serap sektor pertanian tidak disertai dengan upaya
yang memadai dari pemerintah dalam bentuk kebijakan yang kondusif untuk
berkembangnya sektor tersebut. Petani dan sektor pertanian masih ditempatkan
pada posisi marginal. Kebijakan pemerintah cenderung bertentangan dengan
keinginan para petani. Kebijakan impor beras, gula, dan komoditi lainnya
mencerminkan pertentangan antara keinginan petani dan pemerintah. Kondisi ini
membuat nasib petani tidak beranjak menjadi lebih baik. Pernyataan Bank Dunia
beberapa waktu lalu menyebutkan bahwa kenaikan harga beras menyebabkan
peningkatan angka kemiskinan di Indonesia sebesar 3,1 juta orang.
Sektor pertanian juga semakin tergeser oleh sektor lainnya dengan
semakin tingginya alih fungsi lahan pertanian dan semakin luasnya lahan kritis.
Pembangunan permukiman yang meluas sampai ke daerah pedesaan membuat
lahan pertanian yang subur tidak lagi menghasilkan pangan untuk memenuhi
kebutuhan penduduk. Desakan kebutuhan akan lahan kemudian muncul ketika
petani sudah tidak memiliki lahan yang memadai untuk diolah. Pada akhirnya
mereka membuka lahan baru yang seharusnya menjadi lahan konservasi, sehingga
lahan kritis juga semakin luas.
Masih tingginya peran sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja yang
ada saat ini, menunjukkan bahwa pemerintah perlu menempatkan sektor ini
sebagai sektor yang penting untuk dikembangkan bersama-sama dengan sektor
lainnya. Kebijakan-kebijakan yang dibuat hendaknya memberikan iklim yang
kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya sektor pertanian. Sektor pertanian
sampai saat ini masih ditempatkan pada posisi marginal, sehingga
produktivitasnya paling rendah diantara sektor lainnya. Karena itu, sudah saatnya
perhatian penuh ditujukan untuk menjadikan sektor ini memiliki daya saing dan
berkontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia.
4. Kontribusi Pertanian Terhadap Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional Indonesia mengalami peningkatan pada setiap periode
tertentu. Walaupun demikian pendapatan nasionala Indonesia masih rendah
dibandingkan dengan negara- negara lain bahkan dengan negara Indonesia berada
di urutan bawah pada lingkup negara- negara asia tenggara. Namun begitu seiring
dengan berjalannya waktu Indonesia juga mulai berbenah dengan usaha
meningkatkan pendapatan nasional. Usaha tersebut dengan meningkatkan dan
memaksimalkan sektor- sektor penyumbang pendapatan nasional dan
mempertahankan sektor yang telah berkontribusi besar dalam pendapatan
nasional. Salah satu usahanya adalah dengan meningkatkan kontribusi pada sektor
pertanian. Sebagaimana yang diketahui sektor pertanian telah memberikan
kontribusi yang besar dalam pendapatan nasional.
Sektor pertanian menduduki tempat ketiga sebagai penyumbang PDB
sebesar Rp 106,8 triliun (13,29%) atas dasar harga berlaku sedangkan atas dasar
harga konstan 2000 juga menduduki tempat ketiga dengan Rp 68,4 triliun (BPS,
2007 dalam Fachri, 2010). Walaupun penyumbanag terbesar masih tetap
diberikan oleh sektor industri pengolahan namun peran besar pertanian tetap tidak
dapat diabaikan.
Peran pertanian tersebut sangat banyak dan dapat dikatakan sebagai
penyelamat perekonomian saat terjadi krisis dengan bertindak sebagai penyedia
pangan, penyedia lapangan pekerjaan, pengahasil devisa melalui ekspor bahan-
bahan pertanian, aerta mengurangi kemiskinan di pedesaan. Peran pertanian
tersebut memegang peranan sentral dan tidak dapat digantikan oleh sektor lain.
Pertanian juga memiliki prospek yang baik di masa depan. Contohnya saja dengan
perkembangan pesat perkebunan kelapa sawit yang dapat melakukan ekspor dan
bahkan menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil CPO terbesar di dunia.
Hal tersebut menambah devisa negara sekaligus menambah pendapatan nasional.
Belum lagi dengan adanya isu penggantian BBM dengan Biodiesel yang bahan
bakunya berasal dari produk- produk pertanian.
Oleh karena itu pemerintah harus lebih memberikan perhatian pada sektor
pertanian agar lebih berkontribusi dalam menyumbang pendapatan nasional.
Karena seperti yang kita ketahui pertanian selalu mendapat perhatian yang kurang.
Hal tersebut dapat tercermin dari kehidupan petani yang belum ada peningkatan
dan justru terkesan semakin sengsara.
Upaya untuk membuat pertanian agar lebih maju lagi salah satunya adalah
dengan revitalisasi pertanian, serta perbaikan dan peningkatan sarana dan
prasarana pertanian agar tujuan untuk meningkatkan kontribusi pertanian dalam
meningkatkan pendapatan nasioanal dapat tercapai. Namun hal tersebut juga
membutuhkan bantuan dari sektor lain sehingga terjalin sinergiyang baik. Dalam
hal ini juga dibutuhkan transformasi struktural.
Transformasi struktural bukan berarti meninggalkan sektor pertanian
menuju sektor industri, tetapi menjadikan pangsa sektor industri terhadap PDB
yang lebih besar dari sektor pertanian, yang disebabkan olehpertumbuhan sektor
industri yang lebih tinggi akibat faktor eksternalitas industrialisasi yang lebih
besar. Transformasi struktural yang telah dicapai diatas, akan kurang berarti
apabila masih menyisakan adanya ketimpangan antar sektor atau
ketertinggalannya suatu sektor dalam pembangunan. Karena proses pembangunan
adalah proses yang saling mengkait antara satu sector dengan sektor yang lain.
Ketertinggalan suatu sektor dalam pembangunan akan mengakibatkan
pertumbuhan pembangunan yang tidak seimbang dan tidak kokoh. Setidaknya ada
beberapa faktor yang bisa diungkapkan bahwa sektor pertanian menjadi penting
dalam proses pembangunan, yaitu:
1. Sektor pertanian menghasilkan produk-produk yang diperlukan sebagai input
sektor lain, terutama sektor industri, seperti: industri tekstil, industri makanan
dan minuman;
2. Sebagai negara agraris (kondisi historis) maka sektor pertanian menjadi
sektor yang sangat kuat dalam perekonomian dalam tahap awal prose
pembangunan. Populasi di sektor pertanian (pedesaan) membentuk suatu
proporsi yang sangat besar. Hal ini menjadi pasar yang sangat besar bagi
produk-produk dalam negeri baik untuk barang produksi maupun barang
konsumsi, terutama produk pangan. Sejalan dengan itu, ketahanan pangan
yang terjamin merupakan prasyarat kestabilan sosial dan politik;
3. Karena terjadi transformasi struktural dari sektor pertanian ke sector industri
maka sektor pertanian menjadi sektor penyedia faktor produksi (terutama
tenaga kerja) yang besar bagi sektor non-pertanian (industri).
2.2 Masalah Di Dalam Sektor Pertanian Indonesia Yang Menjadi Kendala
Utama Penghambat Pengembangan Sektor Pertanian
2.2.2 Masalah Pertanian Indonesia
1. Adanya Kelemahan Dalam Sistem Alih Teknologi
Ciri utama pertanian modern adalah produktivitas, efisiensi, mutu dan
kontinuitas pasokan yang terus menerus harus selalu meningkat dan terpelihara.
Produk-produk pertanian kita baik komoditi tanaman pangan (hortikultura),
perikanan, perkebunan dan peternakan harus menghadapi pasar dunia yang telah
dikemas dengan kualitas tinggi dan memiliki standar tertentu. Tentu saja produk
dengan mutu tinggi tersebut dihasilkan melalui suatu proses yang menggunakan
muatan teknologi standar.
2. Masih Panjangnya Mata Rantai Tata Niaga Pertanian
Sehingga menyebabkan petani tidak dapat menikmati harga yang lebih
baik, karena pedagang telah mengambil untung terlalu besar dari hasil penjualan.
3. Terbatasnya Akses Layanan Usaha Terutama Di Permodalan
Kemampuan petani untuk membiayai usaha taninya sangat terbatas
sehingga produktivitas yang dicapai masih di bawah produktivitas potensial.
Mengingat keterbatasan petani dalam permodalan tersebut dan rendahnya
aksesibilitas terhadap sumber permodalan formal, maka dilakukan
pengembangkan dan mempertahankan beberapa penyerapan input produksi biaya
rendah (low cost production) yang sudah berjalan ditingkat petani. Selain itu,
penanganan pasca panen dan pemberian kredit lunak serta bantuan langsung
kepada para petani sebagai pembiayaan usaha tani cakupannya diperluas.
4. Penurunan Kualitas Dan Kuantitas Sumber Daya Lahan Pertanian
Berbagai hasil riset mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan
pertanian intensif di Indonesia, terutama di Pulau Jawa telah menurun
produktivitasnya, dan mengalami degradasi lahan terutama akibat rendahnya
kandungan C organik dalam tanah yaitu kecil dari 2 persen. Padahal, untuk
memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan kandungan C organik lebih dari 2,5
persen atau kandungan bahan organik tanah > 4,3 persen.
5. Terbatasnya Aspek Ketersediaan Infrastruktur Penunjang Pertanian
yang juga penting namun minim ialah pembangunan dan pengembangan
waduk. Pasalnya, dari total areal sawah di Indonesia sebesar 7.230.183 ha, sumber
airnya 11 persen (797.971 ha) berasal dari waduk, sementara 89 persen (6.432.212
ha) berasal dari non-waduk. Karena itu, revitalisasi waduk sesungguhnya harus
menjadi prioritas karena tidak hanya untuk mengatasi kekeringan, tetapi juga
untuk menambah layanan irigasi nasional. Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) menyatakan, 42 waduk saat ini dalam kondisi waspada akibat
berkurangnya pasokan air selama kemarau. Sepuluh waduk telah kering,
sementara 19 waduk masih berstatus normal. Selain itu masih rendahnya
kesadaran dari para pemangku kepentingan di daerah-daerah untuk
mempertahankan lahan pertanian produksi, menjadi salah satu penyebab
infrastruktur pertanian menjadi buruk.
Di sisi lain, saat ini penyebab sulitnya perkembangan sektor pertanian
adalah karena masalah lahan pertanian, seperti :
1. Luas Pemilikan Lahan Petani Kini Semakin Sempit
setengah dari petani memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar sehingga
sebagian besar bekerja sebagai buruh tani. Sebagai solusinya dengan membangun
agroindustri di perdesaan dalam upaya merasionalisasi jumlah petani dengan
lahan yang ekonomis.
2. Alih Fungsi Lahan Produktif Ke Industri Maupun Perumahan.
Saat ini lahan pertanian yang tersedia sekitar 7,7 juta hektar, padahal untuk
memenuhi kebutuhan lahan dan dalam rangka mendukung ketahanan pangan
petani membutuhkan lahan seluas 11-15 hektar. Sebagai solusinya pemerintah
agar bisa membatasi terjadinya alih fungsi lahan pertanian. Di samping itu, perlu
juga penggalakan sistem pertanian yang berbasis pada konservasi lahan serta
pemanfaatan lahan tidur untuk lahan pertanian.
3. Produktifitas Lahan Menurun
Penurunan produktivitas lahan ini akibat intansifikasi berlebihan dalam
penggunaan pupuk kimia secara terus menerus, sebagai solusinya perlu
dikembangkan sistem pertanian yang ramah lingkungan (organik).
Selain itu ada beberapa hal yang menyebabkan pertanian kita menjadi
tidak maju adalah:
a. Kurangnya penyuluhan atau distribusi ilmu terhadap petani
b. Rendahnya kualitas dan kuantitas SDM petani
c. Persaingan dengan sumber energi dan konversi lahan ke non pertanian
2.3 Cara Mengatasi Permasalahan Yang Menjadi Penghambat
Pengembangan Sektor Pertanian
a. Bimbingan lanjutan
Bimbingan lanjutan bagi lulusan bidang pertanian yang terintegrasi
melalui penumbuhan wirausahawan dalam bidang pertanian (inkubator bisnis)
berupa pelatihan dan pemagangan (retoling) yang berorientasi life skill,
entrepreneurial skill dan kemandirian berusaha, program pendidikan dan pelatihan
bagi generasi muda melalui kegiatan magang ke negara-negara dimana sektor
pertaniannya telah berkembang maju, peningkatan mutu penyelenggaraan
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi pertanian, pengembangan program
studi bidang pertanian yang mampu menarik generasi muda, serta program-
program lain yang bertujuan untuk menggali potensi, minat, dan bakat generasi
muda di bidang pertanian serta melahirkan generasi muda yang mempunyai sikap
ilmiah, professional, kreatif, dan kepedulian sosial yang tinggi demi kemajuan
pertanian Indonesia, seperti olimpiade pertanian, gerakan cinta pertanian pada
anak, agriyouth camp, dan lain-lain.
b. Optimalisasi program pertanian organik secara menyeluruh di Indonesia serta
menuntut pemanfaatan lahan tidur untuk pertanian yang produktif dan ramah
lingkungan.
c. Regulasi konversi lahan dengan ditetapkannya kawasan lahan abadi yang
eksistensinya dilindungi oleh undang-undang.
d. Perimbangan muatan informasi yang berkaitan dengan dunia pertanian serta
penyusunan konsep jam tayang khusus untuk publikasi dunia pertanian di
seluruh media massa yang ada.
e. Memposisikan pejabat dan petugas di setiap instansi maupun institusi
pertanian dan perkebunan sesuai dengan bidang keilmuannya masing-masing.
f. Penguatan sistem kelembagaan tani dan pendidikan kepada petani, berupa
program insentif usaha tani, program perbankan pertanian, pengembangan
pasar dan jaringan pemasaran yang berpihak kepada petani, serta
pengembangan industrialisasi yang berbasis pertanian/pedesaan, dan
mempermudah akses-akses terhadap sumber-sumber informasi IPTEK.
g. Indonesia harus mampu keluar dari WTO dan segala bentuk perdagangan
bebas dunia pada tahun 2014.
h. Perbaikan infrastruktur pertanian dan peningkatan teknologi tepat guna yang
berwawasan pada konteks kearifan lokal serta pemanfaatan secara maksimal
hasil-hasil penelitian ilmuwan lokal.
i. Mewujudkan kedaulatan pangan di Indonesia.
j. Peningkatan mutu dan kesejahteraan penyuluh pertanian.
k. Membuat dan memberlakukan Undang-Undang perlindungan atas Hak Asasi
Petani.
l. Mewujudkan segera reforma agraria.
Dengan melihat permasalahan-permasalahan di bidang pertanian ada
program guna antisipasi dini agar bangsa ini terhindar dari rawan pangan.
Program ini bisa disebut sebagai program peningkatan ketahanan pangan.
Program ini bertujuan untuk memfasilitasi peningkatan dan keberlanjutan
ketahanan pangan sampai tingkat rumah tangga sebagai bagian dari ketahanan
nasional. Kegiatan pokok yang di lakukan dalam program ini meliputi :
a) Pengamanan ketersediaan pangan dari produksi dalam negeri, antara lain
melalui pengamanan lahan sawah di daerah irigasi, peningkatan mutu
intersifikasi serta optimalisasi dan perluasan area pertanian.
b) Peningkatan distribusi pangan, melalui peningkatan kapasitas kelembagaan
pangan dan peningkatan infrastruktur perdesaan yang mendukung sistem
distribusi pangan untuk menjamin keterjangkauan masyarakat atas pangan.
c) Peningkatan pasca panen dan pengolahan hasil melalui optimalisasi
pemanfaatan alat dan mesin pertanian untuk pasca panen dan pengolahan
hasil serta pengembangan dan pemanfaatan teknologi petanian untuk
menurunkan kehilangan hasil panen.
d) Diservikasi pangan, melalui peningkatan ketersediaan pangan hewani, buah
dan sayuran perekayasaan sosial terhadap pola konsumsi masyarakat
menuju pola pangan dengan mutu yang semakin meningkat dan peningkatan
minat dan kemudahan konsumsi pangan altematif/pangan lokal.
2.3.2 Dampak Pertanian Terhadap Pertumbuhan Perekonomian Di
Indonesia
1) Dampak positif
a. Sumber kekayaan alam yang berlimpah khususnya yang terkait dengan sektor
pertanian seperti; lahan, pengairan, iklim dan aneka ragam tanaman pertanian
apabila dimanfaatkan secara baik dan maksimal maka merupakan potensi
yang sangat besar didalam pembangunan sektor pertanian.
b. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar maka akan banyak
menyerap tenaga kerja di bidang pertanian sehingga dapat mengurangi
pengangguran.
2) Dampak Negatif
a. Eksplorasi Sumber kekayaan alam yang berlebihan tanpa memperhatikan
kearifan lokal dan lingkungan hal tersebut akan menyebabkan berkurang dan
rusaknya sumber kekayaan alam yang dimiliki sehingga akan menghambat
pembangunan sektor pertanian.
b. Apabila pertumbuhan penduduk yang terus meningkat tidak di kontrol dan
diawasi hal tersebut juga akan menyebabkan masalah yang serius bagi
pemenuhan kebutuhan pangan.
2.4 Cara Memaksimalkan Sumber Daya Pertanian Untuk Meningkatkan
Pembangunan Ekonomi Indonesia Di Masa Mendatang
Sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam
pembangunan nasional. Peranan tersebut antara lain: meningkatkan penerimaan
devisa negara, penyediaan lapangan kerja, perolehan nilai tambah dan daya saing,
pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan baku industri dalam negeri
serta optimalisasi pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Hal ini
ditunjukkan oleh besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik
Bruto (PDB) terutama pada masa kirisis ekonomi yang dialami Indonesia, satu-
satunya sektor yang menjadi penyelamat perekonomian Indonesia pada tahun
1997-1998 hanyalah sektor agribisnis, dimana agribisnis memiliki pertumbuhan
yang positif.
Pertanian sangat berperan dalam pembangunan dan perekonomian suatu
daerah, dengan pertanian harapannya mampu menciptakan lapangan pekerjaan
bagi penduduk, sebagai sumber pendapatan, sebagai sarana untuk berusaha, serta
sebagai sarana untuk dapat merubah nasib ke arah yang lebih baik lagi. Peranan
pertanian/agribisnis tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan ekonomi
petani dengan cara pemberdayaan ekonomi kerakyatan.
Pembangunan pertanian di masa yang akan datang tidak hanya dihadapkan
untuk memecahkan masalah-masalah yang ada, namun juga dihadapkan pula pada
tantangan untuk menghadapi perubahan tatanan politik di Indonesia yang
mengarah pada era demokratisasi yakni tuntutan otonomi daerah dan
pemberdayaan petani. Disamping itu, dihadapkan pula pada tantangan untuk
mengantisipasi perubahan tatanan dunia yang mengarah pada globalisasi dunia.
Oleh karena itu, pembangunan pertanian di Indonesia tidak saja dituntut untuk
menghasilkan produk-produk pertanian yang berdaya saing tinggi namun juga
mampu mengembangkan pertumbuhan daerah serta pemberdayaan masyarakat.
Ketiga tantangan tersebut menjadi sebuah kerja keras bagi kita semua apabila
menginginkan pertanian kita dapat menjadi pendorong peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan dapat menjadi motor penggerak pembangunan bangsa.
2.4.1 Strategi Peningkatan Potensi Pertanian Indonesia ke Depan
1. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya, dan memfokuskan pada
kegiatan penelitian unggulan secara optimal.
2. Menajamkan skala prioritas serta memperkuat keterkaitan dan keselarasan
program antar kementerian dan institusi lain, khususnya kementerian
pertanian dan kementerian perdagangan dengan kebutuhan pengguna.
3. Membuat kebijakan pertanian yang berpihak kepada rakyat, lewat
4. Meningkatkan relevansi, kualitas, nilai tambah ilmiah dan nilai tambah
ekonomi sektor pertanian.
5. Meningkatkan kerja sama penelitian dan komersialisasinya dengan
lembaga penelitian dan pengembangan, perguruan tinggi, lembaga
swadaya masyarakat (LSM), dan swasta.
6. Meningkatkan akselerasi diseminasi serta mekanisme umpan balik inovasi
pertanian. Lewat teknologi dan sarana penanganan pasca panen yang
mampu menjaga keawetan produk.
2.4.2 Analisis SWOT Sumber Daya Pertanian
1. Strengths (kekuatan)
World Bank (2003) juga mencatat besarnya potensi sumber daya pertanian
Indonesia terutama untuk areal lahan kering. Tercatat sekitar 24 juta hektar lahan
kering potensial yang merupakan sumber daya yang sangat penting bagi program
diversifikasi pangan dan diverfikasi produksi pertanian misalnya dengan tanaman
kehutanan, peternakan dan perkebunan. Selama ini sumber daya tersebut belum
dikelola dengan serius. Terkait dengan potensi sumber daya pertanian, Subejo
(2009) menilai bahwa dalam konteks pembangunan pertanian, secara umum
Indonesia memiliki potensi yang luar biasa. Kelapa sawit, karet, dan coklat
Indonesia mulai bergerak menguasai pasar dunia. Namun, dalam konteks
produksi pangan memang ada suatu keunikan. Subejo (2009a) mengidentifikasi
bahwa Indonesia adalah produsen beras terbesar ketiga dunia setelah China dan
India. Kontribusi Indonesia terhadap produksi beras dunia sebesar 8,5 persen atau
51 juta ton (Rice Almanac, 2002 dalam Landoala, 2013). China dan India sebagai
produsen utama beras berkontribusi 54 persen. Bagi negara Vietnam dan Thailand
yang secara tradisional dikenal luas sebagai negara eksportir beras di dunia
ternyata hanya berkontribusi 5,4 dan 3,9 persen secara berurutan. Rerata produksi
beras Indonesia 4,30 ton/hektar (Rice Almanak, 2002 dalam Landoala, 2013) dan
meningkat menjadi 4,62 ton/ha pada tahun 2006 (Munif, 2009 dalam Landoala,
2013). Produktivitas tersebut sudah melampaui pencapaian India, Thailand, dan
Vietnam. Meskipun masih di bawah produktivitas Jepang dan China (rerata di atas
6 ton/hektar).
2. Weakness (kelemahan)
Meskipun Indonesia termasuk produsen utama beras dunia, namun
Indonesia hampir setiap tahun selalu menghadapi persoalan berulang dengan
pemenuhan kebutuhan pangan. Subejo (2009a) mencatat ada beberapa persoalan
serius yang perlu dicermati dan dicarikan solusinya (Rizki, 2012). Salah satu
sebab utama adalah jumlah penduduk yang sangat besar. Data statistik
menunjukkan pada kisaran 230-237 juta jiwa. Makanan pokok semua penduduk
adalah beras sehingga sudah jelas kebutuhan beras menjadi luar biasa besar.
Dalam Rizki (2012) mengutip Subejo (2009a) mencatat bahwa penduduk
Indonesia merupakan pengkonsumsi beras terbesar di dunia dengan konsumsi 154
kg per orang per tahun. Bandingkan dengan rerata konsumsi di China yang hanya
90 kg, India 74 kg, Thailand 100 kg, dan Philppine 100 kg. Hal ini juga
menunjukkan bahwa program diversifikasi pangan masih jauh dari berhasil.
Sepanjang kita masih mengkonsumsi beras dengan jumlah sebanyak itu maka
problem pangan masih akan sulit diatasi.
Persoalan yang lain adalah transformasi struktural yang kurang berjalan.
Di mana pun di dunia ada pola bahwa peran pertanian dalam perkonomian
nasional akan semakin menurun dan ada pergerakan angkatan kerja dari pertanian
ke sektor industri dan jasa. Di Indonesia lahan pertanian semakin dipenuhi oleh
angkatan kerja baru karena tidak ada alternatif lain di luar sektor pertanian untuk
mencari pekerjaan. Tentu hal ini sangat berpengaruh terhadap produktivitas dan
efisiensi produksinya. Dalam tahap, tertentu tesis Clifford Geertz (1963) tentang
agricultural involution nampaknya telah berlaku.
3. Opportunities (peluang)
Potensi pasar produk pertanian utamanya pangan juga sangat menjanjikan.
World Bank (2003) mencatat bahwa selama 1996-2000, meskipun terjadi krisis
ekonomi namun konsumsi pangan per kapita di Indonesia mengalami
pertumbuhan yang pesat yaitu 8 persen. Potensi pasar ini merupakan peluang
bagi peningkatan produksi pangan nasional. Selama ini Indonesia masih
melakukan impor beberapa komoditas pangan.
Akibat krisis energi yang sekarang melanda dunia, berbagai pihak mulai
mencari alternatif lain untuk pemenuhan energi dunia salahsatunya lewat Biofuel
ataupun Biodisel. Pemilihan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif berbasis pada
ketersediaan bahan baku. Minyak rapeseed adalah bahan baku untuk biodiesel di
Jerman dan kedelai di Amerika. Sedangkan bahan baku yang digunakan di
Indonesia adalah crude palm oil (CPO). Selain itu, masih ada potensi besar yang
ditunjukan oleh minyak jarak pagar (Jathropa Curcas) dan lebih dari 40 alternatif
bahan baku lainnya di Indonesia.
Rancangan fasilias produksi biodiesel (INBT 2008)
Indonesia adalah penghasil minyak sawit terbesar kedua setelah Malaysia
dengan produksi CPO sebesar 8 juta ton pada tahun 2002 dan akan menjadi
penghasil CPO terbesar di dunia pada tahun 2012. Dengan mempertimbangkan
aspek kelimpahan bahan baku, teknologi pembuatan, dan independensi Indonesia
terhadap energi diesel, maka selayaknya potensi pengembangan biodiesel
merupakan potensi pengembangan biodiesel sebagai suatu alternatif yang dapat
dengan cepat diimplementasikan.
Walaupun pemerintah Indonesia menunjukkan ketertarikan yang besar
terhadap pengembangan biodiesel, pemerintah tetap bergerak pelan dan juga
berhati-hati dalam mengimplementasikan hukum pendukung bagi produksi
biodiesel. Pemerintah memberikan subsidi bagi biodiesel, bio-premium, dan bio-
pertamax dengan level yang sama dengan bahan bakar fosil, padahal biaya
produksi biodiesel melebihi biaya produksi bahan bakar fosil. Hal ini
menyebabkan Pertamina harus menutup sendiri sisa biaya yang dibutuhkan.
Sampai saat ini, payung hukum yang sudah disediakan oleh pemerintah untuk
industri biofuel, dalam bentuk Keputusan Presiden ataupun Peraturan Perundang-
undangan lainny, adalah sebagai berikuti:
1. Peraturan Presiden No. 5/2006 tentang Kebijaksanaan Energi Nasional
2. Instruksi Presiden No. 1/2006 tentang Pengadaaan dan Penggunaan
Biofuel sebagai Energi Alternatif
3. Dektrit Presiden No. 10/2006 tentang Pembentukan team nasional untuk
Pengembangan Biofuel
Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi
Nasional menyebutkan pengembangan biodiesel sebagai energi terbarukan akan
dilaksakan selama 25 tahun, dimulai dengan persiapan pada tahun 2004 dan
eksekusi sejak tahun 2005. Periode 25 tahun tersebut dibagi dalam tiga fasa
pengembangan biodiesel.
Pada fasa pertama, yaitu tahun 2005-2010, pemanfaatan biodiesel
minimum sebesar 2% atau sama dengan 720.000 kilo liter untuk memenuhi
kebutuhan bahan bakar minyak nasional dengan produk-produk yang berasal dari
minyak castor dan kelapa sawit.
Fasa kedua (2011-2015) merupakan kelanjutan dari fasa pertama akan
tetapi telah digunakan tumbuhan lain sebagai bahan mentah. Pabrik-pabrik yang
dibangun mulai berskala komersial dengan kapasitas sebesar 30.000 – 100.000 ton
per tahun. Produksi tersebut mampu memenuhi 3% dari konsumsi diesel atau
ekivalen dengan 1,5 juta kilo liter. Pada fasa ketiga (2016 – 2025), teknologi yang
ada diharapkan telah mencapai level ‘high performance’ dimana produk yang
dihasilkan memiliki angka setana yang tinggi dan casting point yang rendah. Hasil
yang dicapai diharapkan dapat memenuhi 5% dari konsumsi nasional atau
ekivalen dengan 4,7 juta kilo liter. Selain itu juga terdapat Inpres Nomor 1 Tahun
2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai
bahan bakar lain. Hal-hal ini menunjukkan keseriusan Pemerintah dalam
penyediaan dan pengembangan bahan bakar nabati. (Rahayu, 2006 dalam Rizki
2012)
Hingga Mei 2007, Indonesia telah memiliki empat industri besar yang
memproduksi biodiesel dengan total kapasitas 620.000 ton per hari. Industri-
industri tersebut adalah PT Eterindo Wahanatama (120.000 ton/tahun – umpan
beragam), PT Sumi Asih (100.000 ton/tahun – dengan RBD Stearin sebagai bahan
mentah), PT Indo BBN (50.000 ton/tahun – umpan beragam), Wilmar Bioenergy
(350.000 ton/tahun dengan CPO sebagai bahan mentah), PT Bakrie Rekin
Bioenergy (150.000 ton/tahun) dan PT Musim Mas (100.000 ton/tahun). Selain itu
juga terdapat industri-industri biodiesel kecil dan menengah dengan total kapasitas
sekitar 30.000 ton per tahun, seperti PT Ganesha Energy, PT Energi Alternatif
Indonesia, dan beberapa BUMN.
Produser biodiesel di Indonesia
Peluang untuk mengembangkan potensi pengembangan biodiesel di
Indonesia cukup besar, mengingat saat ini penggunaan minyak solar mencapai
sekitar 40 % penggunaan BBM untuk transportasi. Sedang penggunaan solar pada
industri dan PLTD adalah sebesar 74% dari total penggunaan BBM pada kedua
sektor tersebut. Bukan hanya karena peluangnya untuk menggantikan solar,
peluang besar biodiesel juga disebabkan kondisi alam Indonesia. Indonesia
memiliki beranekaragam tanaman yang dapat dijadikan sumber bahan bakar
biodiesel seperti kelapa sawit dan jarak pagar. Pada saat ini, biodiesel (B-5) sudah
dipasarkan di 201 pom bensin di Jakarta dan 12 pom bensin di Surabaya.
4. Threats (ancaman)
Hadirnya CAFTA (China-Asean Free Trade Agreement), sebagai suatu
bentuk perjanjian perdagangan bebas antara China dengan negara-negara ASEAN,
termasuk Indonesia didalamnya, haruslah benar-benar dicermati dengan teliti.
Pasalnya dengan diberlakukannya model perjanjian semacam ini, tentu saja
menimbulkan dampak positif dan negatif.
Jika memang Indonesia siap untuk bersaing dengan negara-negara lain,
khususnya China, persiapan yang dilakukan sejak tahun 2004 kemarin haruslah
serius. Dalam peningkatan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas produk-produk
pertanian misalnya, haruslah mendapat perhatian yang khusus. Untuk dapat
menghasilkan produk yang baik, semua persyaratan haruslah dipenuhi, seperti
saprotan (sarana produksi pertanian), misalnya benih, pupuk, irigasi dan lain
sebagainya. Pemberdayaan masyarakat petani (SDM Petani) haruslah dibina
dengan sebaik-baiknya, apalagi jika ingin bersiang dengan pihak luar. Modal bagi
petani haruslah ditingkatkan. Kelembagaan petani haruslah dikuatkan agar dapat
bekerjasama dengan solid sehingga mampu bersaing dengan mantap. Namun
kenyataan di lapangan tidaklah demikian. Saprotan yang diidam-idamkan petani
tidak kunjung datang. Pemberdayaan petani jarang dilakukan. Modal bagi petani
juga masih sangat kurang. Kelembagaan petani semakin melemah, bahkan tidak
jarang terjadi perang, baik antar petani maupun antara petani dengan aparat.
Sebenarnya tidak ada masalah dengan perdangangan bebas. Bahkan tentu
saja perdagangan merupakan aktivitas yang secara alami terjadi dalam kehidupan,
karena jika ada yang membutuhkan barang, tentu saja ada yang memproduksinya.
Namun akan menjadi masalah jika perdagangan bebas terjadi pada dua kekuatan
yang tidak seimbang, atau dikatakan juga perdagangan yang tidak adil. Memang
dengan adanya perdagangan bebas ini ada beberapa peluang yang bisa diambil.
Misalnya dengan diberlakukannya tarif bea masuk 0%, harapannya pedagang dan
pebisnis dari dalam negeri mampu meningkatkan penjualan (ekspor) ke luar
negeri. Selain itu, ada beberapa produk yang tentu saja masih dapat dijadikan
produk unggulan ekspor, karena tidak semua tumbuhan pertanian tumbuh dan
berkembang di China. Namun malangnya, banyak pengusaha yang malah
mengembangkan produk yang kurang berkembang dalam pasar. Disamping itu,
kehadiran CAFTA ini seharusnya bisa membangkitkan kreatifitas masyarakat,
khususnya masyarakat petani, jika dikaitkan dengan dunia pertanian.
2.4.3 Tujuan Pembangunan Pertanian Dimasa Kini Dan Masa Mendatang
Secara umum tujuan pembangunan pertanian adalah:
a. Meningkatkan produksi untuk memantapkan ketersediaan pangan guna
memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dari segi jumlah, kualitas dan harga
terjangkau.
b. Meningkatkan pendapatan petani dengan mengembangkan sistem usaha tani
yang berwawasan agribisnis agar mampu menghasilkan produk yang
berkualitas, berproduktivitas tinggi dan efisien.
Secara khusus tujuan pembangunan pertanian adalah :
a. Meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan produktivitas,
efisiensi usaha dan perbaikan sistem pemasaran dengan pengenlan
tekhnologi, penguatan kelembagaan, peningkatan manajemen usaha dan
penyediaan informasi pasar;
b. Meningkatkan produksi pangan sumber karbohidrart untuk memantapkan
ketahanan pangan secara berkelanjutan guna memenuhi kebutuhan pokok
masyarakat yang terus meningkat;
c. Meningkatkan produksi pangan sumber protein guna mendorong
peningkatan gizi masyarakat seperti kacang-kacangan dan peternakan;
d. Mendorong terciptanya kesempatan kerja di pedesaan dengan pendapatan
yang layak melalui pengembangan sistem agribisnis dengann menciptakan
keterkaitan antara penyediaan sarana produksi, proses produksi, pengolahan
dan pemasaran;
e. Mengembangkan usaha pertanian pada lahan-lahan yang pemanfaatannya
belum optimal, seperti pekarangan dan lahan terlantar serta meningkatkan
intensitas tanam pada lahan yang beririgasi cukup;
f. Menyediakan bahan baku industri dan meningkatkan ekspor komoditi
pertanian dengan mengembangkan komoditi unggulan terutama pada
kawasan-kawasan sentra produksi pertanian yang prospektif untuk
dikembangkan.
DAFTAR RUJUKAN
Landoala, Tazrief. 2013 Potensi Pertanian Terhadap Pertumbuhan, (Online), (http://jembatan4.blogspot.com/2013/07/potensi-pertanian-terhadap-pertumbuhan.html), Diakses tanggal 20 September 2014.
Fachri, Saeful. 2010. Sektor Pertanian dan Peranannya dalam Perekonomian di Indonesia, (Online) (http://saeful-fachri.blogspot.com/2010/12/sektor-pertanian-dan-perannya-dalam.html), Diakses tanggal 20 September 2014
Rizky, Deta Setya. 2012. Peran Pertanian Terhadap Perekonnomian Indonesia, (Online), (http://detasetyarizky.blogspot.com/2012/11/peran-pertanian-terhadap-perekonomian.html), Diakses tanggal 20 September 2014
Ramli, Mohammad. 2014. Peranan pertanian terhadap perekonomian Indonesia , (Online) (http://fakultaspertanianunars.blogspot.com/2014/01/peran-pertanian-terhadap-perekonomian.html), Diakses tanggal 20 September 2014