32
Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan Menuju Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan bagi Kesejahteraan Masyarakat Agus Dermawan, Syamsul Bahri Lubis, Suraji 1 Pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan tidak akan pernah terlepas dari fungsi konservasinya. Bahkan konservasi telah diyakini sebagai upaya penting yang mampu menyelamatkan potensi sumberdaya tetap tersedia dalam mewujudkan perikehidupan lestari yang menyejahterakan. Pengelolaan secara efektif kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil sejalan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan akan mampu memberikan jaminan dalam efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam, sebagai sumber yang efektif menyokong pemanfaatan lain secara ramah lingkungan, serta dapat menumbuhkan keuntungan ekonomi bagi masyarakat lokal. “Konservasi telah menjadi tuntutan dan kebutuhan yang harus dipenuhi sebagai harmonisasi atas kebutuhan ekonomi masyarakat dan keinginan untuk terus melestarikan sumberdaya yang ada bagi masa depan”. SEJARAH PERKEMBANGAN Upaya konservasi perairan di Indonesia tumbuh selaras dengan pembangunan nasional di bidang konservasi sumberdaya ikan, tuntutan masyarakat pesisir serta perkembangan konservasi dunia yang berwawasan global. Kesadaran konservasi di Indonesia bahkan telah muncul jauh sebelum masa penjajahan belanda, hal ini ditunjukan, misalnya pada abad ke-13 (zaman majapahit) telah muncul undang-undang yang mengatur pengelolaan air dan terbitnya ordonansi tentang pengaturan satwa liar pada zaman penjajahan Belanda. Perjalanan konservasi di Indonesia terus bergulir pada masa sebelum kemerdekaan, dan orde-orde pemerintahan pasca kemerdekaan Republik Indonesia. Hingga kini, jejak kearifan lokal dalam mengelola sumber daya laut masih berjalan di beberapa desa pesisir. Di Sulawesi Utara, misalnya, masyarakat Sangihe-Talaud memiliki tradisi eha laut sebagai masa jeda panen ikan selama tiga hingga enam bulan. Usai eha, dilakukan upacara mane’e, sebuah pola pemanenan ikan tradisional yang telah disepakati bersama oleh para tetua adat. Maluku dan Irian juga memiliki aturan adat yang dinamakan sasi yang mengatur tata cara pemanenan ikan dengan sistem buka tutup (open and close system), serta banyak contoh kearifan tradisional lainnya di berbagai daerah. Pemerintah Indonesia telah menyadari pentingnya kawasan konservasi perairan dalam mendukung pelestarian sumberdaya kelautan dan pesisir, hal ini tercermin dalam deklarasi kawasan konservasi laut pertama tahun 1973 di Pulau Pombo, Maluku. 1 Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Ditjen KP3K, Kementerian Kelautan dan Perikanan

Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

  • Upload
    ngohanh

  • View
    220

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan Menuju Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan bagi Kesejahteraan Masyarakat

Agus Dermawan, Syamsul Bahri Lubis, Suraji 1

Pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan tidak akan pernah

terlepas dari fungsi konservasinya. Bahkan konservasi telah diyakini sebagai upaya penting yang

mampu menyelamatkan potensi sumberdaya tetap tersedia dalam mewujudkan perikehidupan

lestari yang menyejahterakan. Pengelolaan secara efektif kawasan konservasi perairan, pesisir dan

pulau-pulau kecil sejalan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan akan mampu

memberikan jaminan dalam efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam, sebagai sumber yang efektif

menyokong pemanfaatan lain secara ramah lingkungan, serta dapat menumbuhkan keuntungan

ekonomi bagi masyarakat lokal. “Konservasi telah menjadi tuntutan dan kebutuhan yang harus

dipenuhi sebagai harmonisasi atas kebutuhan ekonomi masyarakat dan keinginan untuk terus

melestarikan sumberdaya yang ada bagi masa depan”.

SEJARAH PERKEMBANGAN

Upaya konservasi perairan di Indonesia tumbuh selaras dengan pembangunan nasional di

bidang konservasi sumberdaya ikan, tuntutan masyarakat pesisir serta perkembangan konservasi

dunia yang berwawasan global. Kesadaran konservasi di Indonesia bahkan telah muncul jauh

sebelum masa penjajahan belanda, hal ini ditunjukan, misalnya pada abad ke-13 (zaman majapahit)

telah muncul undang-undang yang mengatur pengelolaan air dan terbitnya ordonansi tentang

pengaturan satwa liar pada zaman penjajahan Belanda. Perjalanan konservasi di Indonesia terus

bergulir pada masa sebelum kemerdekaan, dan orde-orde pemerintahan pasca kemerdekaan

Republik Indonesia. Hingga kini, jejak kearifan lokal dalam mengelola sumber daya laut masih

berjalan di beberapa desa pesisir. Di Sulawesi Utara, misalnya, masyarakat Sangihe-Talaud memiliki

tradisi eha laut sebagai masa jeda panen ikan selama tiga hingga enam bulan. Usai eha, dilakukan

upacara mane’e, sebuah pola pemanenan ikan tradisional yang telah disepakati bersama oleh para

tetua adat. Maluku dan Irian juga memiliki aturan adat yang dinamakan sasi yang mengatur tata cara

pemanenan ikan dengan sistem buka tutup (open and close system), serta banyak contoh kearifan

tradisional lainnya di berbagai daerah. Pemerintah Indonesia telah menyadari pentingnya kawasan

konservasi perairan dalam mendukung pelestarian sumberdaya kelautan dan pesisir, hal ini

tercermin dalam deklarasi kawasan konservasi laut pertama tahun 1973 di Pulau Pombo, Maluku.

1 Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Ditjen KP3K, Kementerian Kelautan dan Perikanan

Page 2: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

Perjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini

sudah dimulai pada zaman kerajaan dengan “kitab-kitab-nya” hingga terbit beberapa Undang-

undang, turunan undang-undang serta perubahannya. Perkembangan pemahaman konservasi saat

ini, sangat maju dan telah terjadi pergeseran paradigma pemahaman konservasi sebelumnya,

khususnya yang terkait pengelolaan sumberdaya ikan yang berkelanjutan, sebagaimana sering

menjadi momok, khususnya bagi masyarakat nelayan. Begitu pula halnya dengan peran dan

tanggung jawab pemerintah daerah dan masyarakat pesisir memiliki kewenangan pengelolaan dan

tanggung jawab yang jelas untuk menjaga, melestarikan dan memanfaatkan sumberdaya pesisir di

sekitarnya secara berkelanjutan.

Sejarah kegiatan konservasi Indonesia telah dimulai sejak lama, bahkan sebelum Indonesia

berada dalam pendudukan Belanda. Masyarakat Indonesia sudah secara turun temurun secara arif

memanfaatkan sumberdaya alam sekitar. Banyak bukti di masyarakat tentang pemanfaatan lestari

sumberdaya alam ini, seperti adanya panglima laot di Aceh, lubuk larangan di Sumatera, kelong di

Batam, mane’e di Sulawesi Utara, sasi di Maluku dan Papua, awig-awig di Lombok. Deskripsi evolusi

program-program konservasi di Indonesia ini selanjutnya sebagian besar disadur dari Mulyana dan

Dermawan (2008). Di jaman pendudukan Belanda, sejarah konservasi dimulai pada tahun 1714

ketika Chastelein mendonasikan 6 ha tanah di daerah Banten untuk dijadikan cagar alam. Setelah

itu, suaka alam pertama di Cibodas dideklarasikan secara resmi oleh Direktur Kebun Raya Bogor

pada tahun 1889 dalam rangka melindungi hutan serta flora dan fauna yang terdapat di dalamnya.

Pada tahun 1913, dibawah pimpinan Dr. S.H. Koorders, Perkumpulan Perlindungan Alam

Hindia Belanda mengajukan 12 kawasan perlindungan, yaitu Pulau Krakatau, Gunung Papandayan,

Ujung Kulon, Gunung Bromo, Nusa Barung, Alas Purwo, Kawah Ijen beserta dataran tingginya, dan

beberapa situs di daerah Banten. Dalam bidang konservasi perairan, pada tahun 1920 keluar

Staatsblad No. 396 dalam rangka melindungi sumberdaya perikanan dan melarang penangkapan

ikan dengan bahan beracun, obat bius, dan bahan peledak. Setelah itu keluar staatsblad No. 167

Tahun 1941 tentang penataan cagar alam dan suaka margasatwa. Sejak saat itu, sampai masa

pendudukan Jepang, dan dua puluh tahun setelah merdeka, Indonesia masih mewarisi langkah-

langkah konservasi dari pemerintah Hindia Belanda. Beberapa perkembangan yang signifikan di era

ini diantaranya kemudahan kegiatan penelitian laut, riset kelautan melalui operasi Baruna dan

Cenderawasih, dan konsep Wawasan Nusantara melalui Deklarasi Juanda 13 Desember 1957 yang

diperkuat dengan UU No. 4 tahun 1960.

Pada tahun 1971 dibentuk Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam dibawah

Departemen Pertanian sebagai bentuk keseriusan pemerintah terhadap kegiatan perlindungan alam.

Dan pada tahun 1973 Indonesia ikut meratifikasi CITES (Convention on International Trade in

Page 3: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

Endangered Species of Wild Flora dan Fauna) dan dikukuhkan melalui Kepress No. 43 Tahun 1978.

Selama kurun waktu 1974 – 1983, pemerintah Indonesia mendapatkan bantuan dari FAO untuk

mengelola Program Pengembangan Taman Nasional. Dalam rentang waktu tersebut, pemerintah

meresmikan 10 Taman Nasional baru. Selain itu terbentuk pula Departemen Kehutanan dan

Kementerian Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup, yang sekarang dikenal

dengan Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

Langkah besar dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelesatrian Alam

(PHPA) Departemen Kehutanan pada tahun 1984, yaitu merilis Sistem Kawasan Pelestarian Bahari

Nasional yang berisi kerangka kerja bagi berbagai aktifitas perlindungan perairan, dasar-dasar

pemilihan dan penetapanya, serta daerah-daerah prioritas pengembangan daerah konservasi laut.

Nilai penting sumberdaya perairan dalam pembangunan nasional mulai dimasukkan dalam Garis-

garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1998. Dalam dokumen tersebut dijelaskan bahwa wilayah pesisir,

laut, daerah aliran sungai, dan udara harus dikelola dengan memperhatikan kelestarian lingkungan

dan sumberdaya alamnya. Pengelolaan areal laut secara khusus harus ditingkatkan supaya berdaya

guna dan berkelanjutan.

Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya mendapat dukungan secara hukum

dengan disahkannya UU No. 5 Tahun 1990, yang mengatur seluruh aspek perlindungan,

pengawetan, dan pemanfaatan lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistem. Menurut peraturan

ini, konservasi dilakukan dengan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan

keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan pemanfaatan secara lestari

sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Undang-undang ini juga menggeser paradigma

pelestarian yang hanya bertumpu pada pencadangan area menjadi konservasi ekosistem, spesies,

dan genetik.

Pengembangan kawasan konservasi perairan terus berkembang sejalan dengan waktu.

Sampai dengan 1997 Indonesia telah memiliki lebih dari 2,6 juta perairan yang masuk dalam 24

kawasan konservasi, enam diantaranya sebagai taman nasional yaitu Kepulauan Seribu,

Karimunjawa, Teluk Cenderawasih, Bunaken, Wakatobi, dan Takabonerate. Pembagian jenis

kawasan konservasi semakin jelas dengan keluarnya PP No. 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka

Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA). Dalam PP tersebut dijelaskan bahwa KSA terdiri

dari Cagar Alam dan Suaka Margasatwa, sedangkan KPA terdiri dari Taman Nasional, Taman Hutan

Raya, dan Taman Wisata Alam.

Sumberdaya pesisir dan laut mendapat perhatian lebih besar dengan berdirinya Departemen

Eksplorasi Laut dan Perikanan pada tahun 1999, yang kemudian berubah menjadi Departemen

Kelautan dan Perikanan dan terakhir berubah nama menjadi Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Page 4: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

Untuk menangani kegiatan-kegiatan konservasi sumberdaya pesisir dan laut, kementerian

membentuk Direktorat Konservasi dan Taman nasional Laut (KTNL) yang kemudian berubah menjadi

Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan (Dit. KKJI). Pada awalnya, Dit. KKJI mengembangkan

konsep-konsep konservasi dan memfasilitasi upaya konservasi di daerah, yaitu dengan

mengembangkan Kawasan Konservasi Laut yang sering disebut dengan nama Kawasan Konservasi

Laut Daerah (KKLD), walaupun dalam perjalanan regulasi aturan tidak ada istilah konservasi perairan

laut yang meng-address KKLD. Istilah yang dikenal perundang-undangan adalah kawasan konservasi

perairan (KKP) dan/atau kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (KKP3K). Saat ini

telah banyak inisiatif pemerintah daerah mengembangkan konservasi kawasan di perairan laut,

pesisir dan pulau-pulau kecil dalam upaya meningkatkan luasan kawasan konservasi menuju

pegelolaan sumberdaya ikan secara berkelanjutan.

PARADIGMA DAN PEKEMBANGAN KONSERVASI

Pengelolaan ekosistem melalui upaya konservasi telah dipahami sebagai upaya seimbang

untuk perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan ekosistem secara berkelanjutan. Satu atau lebih

tipe ekosistem dapat ditetapkan sebagai kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil

yang dalam pengelolaannya dilakukan dengan sistem zonasi. Paradigma dan Pengelolaan kawasan

konservasi perairan di Indonesia menapaki era baru, setidaknya terdapat dua poin. Poin pertama,

dalam hal kewenangan pengelolaan kawasan konservasi, kini tidak lagi menjadi monopoli

pemerintah pusat melainkan sebagian telah terdesentralisasi menjadi kewajiban pemerintah daerah

sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut. Poin kedua, adalah pengelolaan kawasan

konservasi dengan sistem ZONASI, Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan diatur dengan sistem

ZONASI. Merujuk UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan beserta perubahannya (UU No. 45 tahun

2009) dan PP No. 60 tahun 2007

tentang Konservasi Sumberdaya Ikan,

sedikitnya ada 4 (empat) pembagian

zona yang dapat dikembangkan di

dalam kawasan konservasi perairan

yakni: zona inti, zona perikanan

berkelanjutan, zona pemanfaatan dan

zona lainnya. UU No 27 tahun 2007

tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir

dan Pulau-pulau Kecil sebagaimana

telah ubah dengan UU no 1 tahun 2014

Berdasarkan PP No. 60/2007 pasal 1. Kawasan konservasi perairan (KKP) didefinisikan sebagai kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan

IUCN – The Conservation Union, mendefinisikan kawasan konservasi laut sebagai suatu area atau daerah di kawasan pasang surut beserta kolom air di atasnya dan flora dan fauna serta lingkungan budaya dan sejarah yang ada di dalamnya, yang diayomi oleh undang-undang untuk melindungi sebagian atau seluruh lingkungan yang tertutup.

Lebih lanjut, menurut UU 27/2007, Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara berkelanjutan.

Page 5: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

juga mengatur zonasi di kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil. Aturan ini membagi

kedalam 3 (tiga) zona, yaitu Zona Inti, Zona Pemanfaatan terbatas dan Zona lainnya, dimana dalam

zona pemanfaatan terbatas dapat digunakan untuk pemanfaatan di bidang perikanan dan

pariwisata. Perlu digarisbawahi bahwa zona perikanan berkelanjutan tidak pernah diatur dalam

regulasi pengelolaan kawasan konservasi terdahulu. Seiring dengan perkembangan desentralisasi,

konservasi tidak lagi hanya menjadi kewenangan pemerintah pusat saja, Pemerintah daerah juga

diberi kewenangan dalam mengelola kawasan konservasi di wilayahnya. Sistem zonasi yang

memberi ruang pemanfaatan untuk perikanan berkelanjutan dan pariwisata bahari serta

kewenangan desentralisasi pengelolaan telah menjadi paradigma baru pengelolaan kawasan

konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia.

Pengaturan sistem zonasi dalam pengelolaan kawasan konservasi serta perkembangan

desentralisasi dalam pengelolaan kawasan konservasi, jelas hal ini merupakan pemenuhan hak-hak

bagi masyarakat lokal, khususnya nelayan. Kekhawatiran akan mengurangi akses nelayan yang

disinyalir banyak pihak dirasakan sangat tidak mungkin. Justru hak-hak tradisional masyarakat sangat

diakui dalam pengelolaan kawasan konservasi. Masyarakat diberikan ruang pemanfaatan untuk

perikanan di dalam kawasan konservasi (zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan, maupun

zona lainnya), misalnya untuk budidaya dan penangkapan ramah lingkungan maupun pariwisata

bahari dan lain sebagainya. Pola-pola seperti ini dalam konteks pemahaman konservasi terdahulu

(sentralistis) hal ini belum banyak dilakukan. Peran Pemerintah pusat dalam konteks ini, hanya

memfasilitasi dan menetapkan kawasan konservasi, sedangkan proses inisiasi, identifikasi,

pencadangan maupun pengelolaannya secara keseluruhan dilakukan dilakukan sepenuhnya oleh

pemerintah daerah. Tentu bukan hal yang mudah bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk

menghilangkan paradigma lama yang melekatkan pemahaman umum yang menilai pengelolaan

kawasan konservasi secara sentralistik, tertutup, hanya larangan serta menihilkan partisipasi

masyarakat dalam konteks pemanfaatannya. Upaya sosialisasi dan peningkatan pemahaman serta

peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi terus dilakukan

termasuk upaya nyata mengimplementasikan blue economy dalam pengelolaan kawasan konservasi

yang menyejahterakan.

Page 6: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

Manfaat konservasi telah nyata meningkatkan produksi perikanan tangkap, utamanya berhubungan

dengan proses-proses biofisik seperti spill-over, ekspor spesies ikan dewasa maupun benih ke

daerah penangkapan ikan, ekspor larva ikan dari tempat pemijahan yang tersedia sebagai stok

perikanan, sehingga mampu mencegah kolaps tangkapan. Kawasan konservasi yang dikelola secara

konsisten beberapa tahun

diharapkan mampu

menyokong hasil tangkapan

ikan di luar kawasan

meningkat 40 (empat puluh)

persen. Hasil kajian

menyatakan bahwa produksi

larva akan meningkat pada

perlindungan terhadap 20 -

30% luasan habitat penting di

kawasan konservasi.

Sebagai upaya

konservasi wilayah perairan,

pesisir dan pulau-pulau kecil,

pemerintah telah

menetapkan kebijakan

antara lain, ditetapkannya

target nasional yang

disampaikan oleh Presiden

Susilo Bambang Yudhoyono

pada pertemuan Convention

on Biological Diversity (CBD)

di Brazil tahun 2006, yaitu

pencanangan target 10 juta

hektar kawasan konservasi

Laut pada tahun 2010, yang

menjadi dasar komitmen

kementerian kelautan dan

perikanan untuk

menggandakan target

Kawasan konservasi perairan (KKP) laut secara individu maupun jaringan merupakan alat utama dalam melindungi keanekaragaman hayati perairan laut. Namun, kesepakatan tentang seberapa besar habitat yang harus dilindungi keanekaragaman hayati lautnya dalam menjamin konektivitas ekologi belum ada kata putus. Di Indonesia, diharapkan sedikitnya 10 persen dari luasan KKP dijadikan zona inti untuk perlindungan mutlak habitat sumberdaya ikan. Lebih lanjut, dengan pengelolaan yang konsisten selama beberapa tahun diharapkan mampu menyokong hasil tangkapan ikan di luar kawasan konservasi meningkat 40 persen. Manfaat KKP terkait dengan perikanan, utamanya berhubungan dengan proses-proses biofisik, seperti spillover, ekspor spesies ikan dewasa maupun benih ke daerah penangkapan ikan, ekspor larva ikan dari tempat pemijahan yang tersedia sebagai stok perikanan. Manfaat KKP kepada perikanan tersebut sangat tergantung kepada strategi tingkah laku spesies ikan target, dan desain dari KKL sendiri, termasuk lokasi, ukuran, dan bentuknya. Manfaat lainnya untuk perikanan yaitu adanya peningkatan stabilitas perikanan. KKP juga bermanfaat untuk pariwisata bahari yang mampu mendorong terciptanya mata pencaharian alternatif bagi masyarakat sekitarnya maupun pendapatan daerah. Beberapa Bukti lapangan tentang dampak KAWASAN KONSERVASI laut bagi Perikanan, antara lain: - Misalnya: Dari 110 spesies yang tercatat di dalam wilayah terumbu karang

yang dilindungi, 52 di antaranya tidak dijumpai di wilayah penangkapan (McClanahan 1994 in Roberts & Hawkins 2000).

- Contoh pengelolaan kawasan konservasi di Bintan, melalui program coremap telah dikembangkan mata pencaharian alternative pengelolaan kepiting bakau di KKP. Hasilnya cukup lumayan, bahkan dapat dijadikan wisata saat pemanenannya (wisata kuliner/seafood kepiting). Di Raja Ampat, dikelola dengan sistem Pungutan Konservasi berupa PIN bagi pengunjung KKP untuk kegiatan menyelam, dll. Demikian pula di beberapa daerah seperti BERAU, Nusa Penida - KLUNGKUNG, Pangumbahan SUKABUMI, Pesisir timur Pulau Weh - SABANG, Selat Pantar – ALOR, selain dampak perikanan, praktek pengelolaan konservasi telah nyata memperbaiki kualitas ekosistem, meningkatkan kunjungan wisata bahari dan menyumbangkan PAD bagi daerahnya. Hal yang sama juga terjadi di beberapa daerah lainnya.

- Beberapa cuplikan tentang dampak wilayah perlindungan laut di wilayah Indo-Pasifik berdasarkan negara. Indonesia. Biomassa dan rata-rata ukuran spesies ikan tertentu lebih besar yang berada di dalam daripada di sekitar wilayah perlindungan kecil di Sulawesi Utara (Blongko and Kakarotan) (McClanahan et al. 2006). Papua New Guinea. Biomassa dan rata-rata ukuran spesies ikan tertentu lebih besar yang berada di dalam daripada di sekitar wilayah perlindungan yang dikelola secara tradisional (Muluk and Ahus) (McClanahan et al. 2006). Pilipina. Biomassa predator ukuran besar meningkat 8 kali di wilayah perlindungan Apo. Di wilayah penangkapan, rata-rata kerapatan dan keragaman spesies dari predator besar juga meningkat (Russ & Alcala 1996, in Roberts & Hawkins 2000). Hawaii. Persediaan ikan tercatat 63% lebih banyak di dalam wilayah larangan penangkapan (Grigg, 1994, in Roberts & Hawkins 2000). Kenya. Persediaan spesies ikan komersial utama (groupers, snappers, and emperors) tercatat 10 kali lebih banyak di dalam wilayah yang sepenuhnya dilindungi di Kisite Marine National Park bila dibandingkan di wilayah perlindungan di mana penangkapan diizinkan (Watson & Ormond 1994, in Roberts & Hawkins 2000).

Page 7: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

menjadi 20 juta hektar pada tahun 2020, sebagaimana pernyataan Presiden mengenai Coral Triangle

Initiative (CTI) dalam forum APEC Leaders Meeting di Sydney, 2007. Hingga 2014, luasan kawasan

konservasi perairan laut telah tercapai lebih dari 16 juta ha. Komitmen ini berlanjut pada era

Pemerintahan Presiden Joko Widodo yang memberikan perhatian khusus dan memprioritaskan

pembangunan di sektor maritim. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan

bahwa kata kunci program maritim untuk bidang kelautan dan perikanan adalah keberlanjutan

(sustainability), sehingga upaya konservasi yang dilakukan, khususnya terhadap habitat penting

termasuk di wilayah 0-4 mil laut yang menjadi tulang punggung pembangunan kelautan dan

perikanan.

Dukungan kebijakan kebijakan nasional dalam pengembangan kawasan konservasi perairan,

pesisir dan pulau-pulau kecil dibuat secara menyeluruh dan terpadu serta mempertimbangkan

desentralisasi dalam pelaksanaannya. Kebijakan dan peraturan perundangan yang mengatur

pengelolaan wilayah pesisir semakin kuat dengan diundangkannya undang-undang nomor 27 tahun

2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana telah diubah dengan

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014. Terkait dengan sumberdaya ikan, Undang-undang ini

bersinergi dengan berbagai perundangan lain, diantaranya dengan Undang-undang Nomor 5 tahun

1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dan undang-undang nomor 31

tahun 2004 tentang perikanan, sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 45 tahun

2009. Kaitannya dengan desentralisasi, undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan

daerah merupakan perekat hubungan antar beberapa undang-undang sebagai materi muatan dalam

penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di daerah. Undang-undang ini telah mengalami

metamorfosa berpijak dari pembelajaran desentralisasi selama sepuluh tahun. Undang-undang

Pemerintahan daerah yang baru, yakni Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014. Diberlakukannya UU

No. 32 Tahun 2004 tersebut memiliki implikasi terhadap pengelolaan sumberdaya pesisir secara

Page 8: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

berkelanjutan dapat bersifat sinergis, namun dapat pula bersifat sebaliknya. Implikasi akan bersifat

sinergis, apabila setiap pemerintah dan masyarakat di wilayah otonomi menyadari arti penting dari

pengelolaan suberdaya pesisir secara berkelanjutan, sehingga pemanfaatan sumberdaya pesisir

dilakukan secara bijaksana dengan menerapkan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan.

Implikasi negatif akan muncul apabila setiap daerah berlomba mengeksploitasi sumberdaya pesisir

tanpa memperhatikan kaidah-

kaidah pembangunan

berkelanjutan. Pengalihan urusan

kelautan, pesisir dan pulau-pulau

kecil bidang konservasi dari

kabupaten ke provinsi dalam

wilayah pengelolaan laut sampai

12 mil dapat dikatakan merupakan

antitesis pelaksanaan

desentralisasi pada level

kabupaten/kota yang cenderung

kebablasan. Semoga upaya

konservasi, dengan pengaturan

sistem desentralisasi yang baru ini

dapat memperbaiki fungsi

lingkungan sumberdaya laut dan

kesejahteraan masyarakat.

Berbagai kebijakan dan peraturan

yang ada tersebut, diharapkan

segala urusan mengenai konservasi

sumberdaya ikan dapat terwadahi.

KKJI: MENGAWAL DAN MENGUKUHKAN

PILAR KONSERVASI

Kewenangan urusan

pemerintahan di bidang konservasi

kawasan perairan dan konservasi

jenis ikan hingga saat ini masih

dilaksanakan oleh lebih dari satu

Dasar Hukum dan Perangkat Peraturan-perundangan terkait Pengelolaan Konservasi kawasan dan Jenis Ikan • Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perikanan,

sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009. • Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014.

• Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan;

• Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. Per.17/Men/2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil;

• Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. Per.02/Men/2009 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan

• Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. Per.03/Men/2010 tentang tata cara penetapan perlindungan jenis ikan, sebagaimana diubah dengan 35/Permen-KP/2013.

• Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor.. Per.04/Men/2010 tentang tata cara pemanfataan jenis dan genetik ikan;

• Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. Per.30/Men/2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan;

• Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. Kep. 59/Men/2011 tentang Perlindungan terbatas ikan terubuk;

• Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. 18/Kepmen-KP/ 2013 tentang Perlindungan Ikan Hiu Paus;

• Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. 37/Kepmen-KP/2013 tentang Perlindungan Terbatas Ikan Napoleon;

• Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. 4/Kepmen-KP/2014 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Pari Manta;

• Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 46/Kepmen-KP/2014 tentang Penetapan Status Perlindungan Terbatas Waktu Bambu laut (isis sp.)

• Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 59/Permen-KP/2014 tentang Larangan Pengeluaran Ikan Hiu Koboi (Carcharhinus longimanus) dan Hiu Martil (Sphyrna spp.) dari Wilayah Negara Republik Indonesia ke Luar Wilayah Negara Republik Indonesia

• Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 13/Permen-KP/2014 tentang Jejaring Kawasan Konservasi Perairan;

• Keputusan Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil No. Kep. 44/KP3K/2012 tentang Pedoman Teknis Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (E-KKP3K);

• Peraturan Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil No. 02/Per-DJKP3K/2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Penataan Batas Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Page 9: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

instansi/lembaga/kementerian, dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang

berbeda. Dengan sistem pengelolaan seperti itu, dikhawatirkan akan timbul tumpang tindih

wewenang dan benturan kepentingan. Tumpang tindih wewenang ini lambat laun dapat

menimbulkan ketidakpastian hukum, sedangkan benturan kepentingan dapat mengurangi efektivitas

dan efisiensi pengaturan. Sebabnya jelas: perumusan dan pelaksanaan kebijakan dilakukan oleh

lebih dari satu otoritas.

Kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil memerlukan pendekatan

manajemen yang lebih spesifik, antara lain karena terkait dengan dinamika ekosistem perairan yang

senantiasa bergerak serta karakteristik biota perairan yang tidak mengenal pemisahan wewenang

maupun batas-batas wilayah administrasi pemerintahan. Di sisi lain, efektivitas dan efisiensi

pelaksanaan wewenang urusan-urusan pemerintahan di bidang konservasi kawasan perairan dan

konservasi jenis ikan berkaitan sangat erat dengan tugas pokok dan fungsi serta kompetensi masing-

masing instansi pelaksana mandat. Selain itu, menurut undang-undang hukum laut internasional,

laut merupakan sumber daya milik umum (public property) sehingga pengelolaannya memerlukan

fleksibilitas dalam penetapan hukum di tingkat nasional. Dalam pelaksanaannya di lapangan, hal ini

sering menimbulkan ketidakefisienan dan ketidakefektifan dalam proses penentuan arah kebijakan

konservasi sumber daya perairan. Jalan tengah yang perlu dilakukan adalah perumusan pembagian

urusan secara lebih jelas agar tercipta keselarasan kerja, baik pada tahap pembuatan kerangka

kebijakan dan pengaturan (policy and regulatory framework) maupun pada tahap implementasinya.

Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis ikan (KKJI) menjalankan roda konservasi

menyokong target yang disasar Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam notulen Renstra

2010-2014, yakni pengelolaan efektif kawasan konservasi laut tahun pada tahun 2014 seluas 4,5

juta hektar, serta menambah 2 juta hektar kawasan konservasi dari status 13,5 juta pada tahun 2009

sebagai titik tolak angka renstra. 15 (lima belas) jenis yang dikelola secara berkelanjutan antara lain:

penyu , napoleon, dugong, arwana, hiu paus, pari manta, hiu appendiks (hiu koboy dan martil), lola,

kima, sidat, bambu laut, terubuk, capungan banggai, paus, dan karang hias. Sedangkan kawasan

konservasi seluas 4,5 juta hektar mencakup 21 dan kemudian diperluas menjadi 24 lokasi prioriras.

Beberapa program yang dijalankan antara lain: (1) Konservasi Ekosistem/Konservasi Kawasan; (2)

Konservasi Jenis Ikan dan Genetik; (3) Data, Informasi dan Jejaring Pengelolaan Konservasi, (4)

Pemanfaatan Kawasan dan Jenis Ikan; (6) Pembinaan dan Penguatan Sumber Daya Manusia; (7)

Penguatan Kebijakan, Peraturan dan Pedoman; serta (7) Kerjasama Lokal, Regional, Internasional.

Page 10: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

Tabel. Target Konservasi Kawasan dan Konservasi Jenis 2010 - 2014

2010 2011 2012 2013 2014 Pengelolaan efektif 900.000 Ha

• Pengelolaan efektif 2,5 juta Ha

• Penambahan luas 700.000 Ha

• Pengelolaan efektif 3,2 juta Ha

• Penambahan luas 500.000 Ha (akumulasi 1,2 juta Ha)

• Pengelolaan efektif 3,6 juta Ha

• Penambahan luas 500.000 Ha (akumulasi 1,7 juta Ha)

• Pengelolaan efektif 4,5 juta Ha

• Penambahan luas 300.000 Ha (akumulasi 2 juta Ha)

3 spesies 6 spesies 9 spesies 12 spesies 15 spesies Sumber: Renstra 2010 – 2014

Konservasi dalam pembangunan kelautan dan perikanan lima tahun kedepan dipastikan menjadi

agenda utama dan tetap menjadi prioritas sebagai penyeimbang kebutuhan ekonomi dan

kelestarian lingkungan. Kelembagaan pengelolaan efektif kawasan konservasi menjadi kunci utama

dengan mengedepankan prinsip-prinsip pengelolaan bersama (co-management). “Konservasi

mengukuhkan pilar-pilar perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan yang memberi

manfaat keekonomian pendorong kesejahteraan masyarakat”.

Gambar: Roadmap Pengembangan dan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Rencana Strategis KKJI 2015-2019 menyasar target pencapaian luasan kawasan konservasi 20 juta

hektar dan pengelolaan efektif 35 kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil, serta

Page 11: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

pengelolaan konservasi 20 Jenis Ikan langka untuk ditetapkan status perlindungannya, dilestarikan

dan dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Tabel. Target Rencana Strategis Pengelolaan Kawasan Konservasi dan Jenis Ikan Program Sasaran Indikator Target 2015 Target 2016 Target 2017 Target 2018 Target 2019

Pengelolaan Sumberdaya Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Meningkatnya Penataan dan Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan, pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Secara Berkelanjutan dan Mensejahterakan Masyarakat

Jumlah Luas Kawasan konservasi

Penambahan 500.000 Ha/

Komulatif 16,5 juta Ha

Penambahan 600.000 Ha

Komulatif 17,1 Juta Ha

Penambahan 800.000 Ha

Komulatif 17,9 Juta Ha

Penambahan 900.000 Ha

Komulatif 18,8 Juta Ha

Penambahan 1.200.000 Ha

Komulatif 20 Juta Ha

Jumlah Pengelolaan Efektif Kawasan Konservasi

17 KKP/3K 28 KKP/3K 30 KKP/3K 33 KKP/3K 35 KKP/3K

Termasuk Pengelolaan 7 (tujuh) Taman Nasional Laut inisiasi Kementerian Kehutanan, sebagai tindaklanjut amanat Pasal 78 A, Undang-Undang No.1 tahun 2014

Jumlah Jenis Ikan yang dilindungi, dilestarikan dan dimanfaatkan secara berkelanjutan

15 16 17 18 20

Sebagai Kerangka Acuan 2015-2019, tahun 2014 tengah disusun peta jalan (roadmap) pengelolaan

kawasan konservasi, antara lain strategi pencapaian target kawasan konservasi 20 Juta Hektar dan

status pengelolaan efektif kawasan konservasi. Selain itu, nilai penting sumberdaya kawasan juga

dihitung sebagai arahan untuk menggenjot keekonomian kawasan konservasi melalui upaya

pemanfaatan berkelanjutan dalam Program Investasi dan Pengembangan Ekonomi Berbasis

Konservasi - PROSPEK. Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang (COREMAP) yang

diselenggarakan dalam 3 (tiga) Tahap, yang saat ini memasuki tahap pelembagaan dengan sebutan

COREMAP-CTI merupakan salah bentuk komitmen nasional sebagai rangkaian kerjasama regional

untuk mewujudkan konsern global dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan, pesisir dan

pulau-pulau kecil secara efektif dan berkelanjutan

Page 12: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

Gambar: Sebaran lokasi Target Pengelolaan Efektif Kawasan Konservasi 2015-2019.

Pada tataran konservasi jenis ikan, ada 3 (tiga) tahapan yang akan dilakukan, yaitu (1)

Perencanaan: Menyusun Rencana Aksi Konservasi Jenis Ikan sebagai acuan bagi berbagai pihak

dalam melakukan program konservasi jenis suatu spesies, terutama spesies dilindungi dan spesies

rawan terancam punah. Implementasi, dan Evaluasi. (2) Implementasi: melalui program

Perlindungan, Pelestarian dan Pemanfaatan Berkelanjutan, meliputi : Jumlah jenis/kelompok jenis

ikan yang ditetapkan status perlindungannya (3 jenis/kelompok jenis); Jumlah jenis/kelompok jenis

ikan yang diupayakan pelestariannya (7 jenis/kelompok jenis); Jumlah jenis/kelompok jenis ikan yang

dikelola pemanfaatannya (10 jenis/kelompok jenis). (3) Monitoring dan Evaluasi: dilakukan untuk

mengetahui efektivitas pengelolaan konservasi jenis ikan yang telah dilakukan, menggunakan tools

indikator pengelolaan yang dipersiapkan.

Program COREMAP-CTI menjadi salah satu bagian strategis upaya KKJI untuk mendorong

pencapaian target pengelolaan kawasan konservasi dan jenis ikan yang lebih baik. Program ini akan

dilaksanakan di 8 Provinsi, 14 kabupaten/kota termasuk di 14 KKP Daerah, 6 UPT KP3K dan 10 KKP

Nasional. Sasaran Strategis COREMAP-CTI secara garis besar adalah (1) Terjaga atau meningkatnya

ekosistem terumbu karang dan asosiasinya, dinilai dengan indikator Indeks kesehatan karang; (2)

Meningkatnya kesejahteraan masyarakat penerima manfaat, dinilai dengan indikator pendapatan

Page 13: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

masyarakat; dan (3) Meningkatnya efektivitas pengelolaan KKP/3K, dinilai dengan indikator

peringkat/level E-KKP3K.

Penguatan data, informasi dan jejaring konservasi serta kerjasama multipihak dalam

pengelolaan kawasan konservasi dan jenis ikan terus ditingkatkan untuk mewujudkan konservasi

yang efektif bagi kesejahteraan masyarakat.

PERKEMBANGAN LUAS KAWASAN KONSERVASI

Capaian Luas Kawasan Konservasi pada tahun 2014, yaitu bertambahnya 14 kawasan konservasi

baru di Indonesia seluas 875.492,47 Ha. Meski demikian, berdasarkan hasil verifikasi data tim

terdapat pula sejumlah kawasan yang menambah dan mengurangi luasan sehingga akumulasi

penambahan luas kawasan pada tahun 2014 terkoreksi menjadi seluas 686.866,11 Ha. Sehingga

secara keseluruhan telah memiliki 145 kawasan konservasi dengan total luasan 16.451.076,96 Ha.

Data rinci sebagaimana diuraikan dalam tabel berikut:

Page 14: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

Tabel . Luas Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia Tahun 2014

No Kawasan Konservasi Jumlah

Kawasan Luas (Ha) A Dikelola Kemenhut 32 4.694.947,55 Taman Nasional Laut 7 4.043.541,30 Taman Wisata Alam Laut 14 491.248,00 Suaka Margasatwa Laut 5 5.678,25 Cagar Alam Laut 6 154.480,00 B Dikelola KKP dan Pemda 113 11.756.129,41 Taman Nasional Perairan 1 3.355.352,82 Suaka Alam Perairan 3 445.630,00 Taman Wisata Perairan 6 1.541.040,20 Kawasan Konservasi Perairan Daerah 103 6.414.106,39

Jumlah Total 145 16.451.076,96 Sumber: Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, kkji.kp3k.kkp.go.id)

Semangat pemerintah daerah mengembangkan kawasan konservasi perairan memang

cenderung cepat menggandakan capaian luasan kawasan konservasi, tidak kurang dari seratus

kabupaten/kota telah mencadangkan sebagian perairan dan ekosistem pentingnya sebagai kawasan

konservasi. Dikaji dari perspektif perlindungan terhadap habitat penting (critical habitats), hasil gap

analysis tahun 2010 terhadap kawasan koservasi di Indonesia menyimpulkan bahwa ekosistem

terumbu karang Indonesia mencakup luasan 3,29 juta ha, mangrove 3,45 juta ha, dan luasan padang

lamun 1,76 juta ha. Dari luasan tersebut, saat ini Indonesia telah melakukan perlindungan dengan

menjadi bagian wilayah konservasi terhadap 22,7% terumbu karang (747.190 ha), 22,0% mangrove

(758.472 ha), dan 17,0% padang lamun (304.866 ha). Pencapaian perlindungan terhadap habitat

penting di tiap-tiap ekoregion disajikan pada Tabel di bawah ini.

Page 15: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

Tabel. Persentasi Habitat Penting yang Telah Dilindungi di Setiap Ekoregion

Sumber: Kementerian Kehutanan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010 Berdasarkan Tabel di atas, maka perlu diupayakan pengembangan KKP/KKP3K di ekoregion-

ekoregion yang saat ini masih belum memenuhi target, terutama di ekoregion Halmahera. Di

ekoregion ini belum ada perlindungan terhadap habitat penting, baik mangrove, terumbu karang

maupun padang lamun.2

2 Kajian Huffard et al. (2010) merekomendasikan upaya pengembangan KKP di ekoregion Halmahera, Sumatera bagian Selatan, dan Laut Sulawesi/Selat Makassar.

Page 16: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

PERENCANAAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

Pengelolaan kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan oleh satuan unit organisasi pengelola, yang dilakukan berdasarkan rencana pengelolaan dan zonasi kawasan konservasi. Rencana pengelolaan dan zonasi kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan dokumen kerja yang dapat dimutakhirkan secara periodik, sebagai panduan operasional pengelolaan. Ketentuan mengenai rencana pengelolaan dan zonasi kawasan konservasi perairan telah diatur berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Per.30/Men/2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan.

Tahapan Penyusunan Rencana Pengelolaan dan Zonasi, sebagai berikut:

Page 17: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

Pengelolaan kawasan konservasi dapat tercapai secara efektif sesuai dengan tujuannya jika didukung dengan sistem zonasi dan rencana pengelolaan yang disusun dengan baik. Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan adalah dokumen kerja yang dapat dimutakhirkan secara periodik, sebagai panduan operasional pengelolaan kawasan konservasi perairan. Pra-Syarat penting dalam penyusunan rencana pengelolaan dan zonasi adalah mengidentifikasi dan menentukan prioritas/target konservasinya. Hal ini sedikitnya menyangkut 2 (dua) hal yaitu target sumberdaya, diantaranya meliputi: Populasi, Spesies, Habitat, dan/atau Ekosistem dan target sosial budaya dan ekonomi, diantaranya meliputi: mata pencaharian alternatif, partisipasi, perubahan perilaku, dan lain-lain.

Setiap rencana pengelolaan kawasan konservasi harus memuat zonasi. Rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil disusun oleh satuan unit organisasi pengelola. Rencana Pengelolaan KKP/ KKP3K terdiri atas:

1. Rencana Jangka Panjang, berlaku selama 20 (dua puluh) tahun sejak tanggal ditetapkan dan dapat ditinjau sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali. Rencana jangka panjang memuat kebijakan pengelolaan kawasan konservasi perairan, yang meliputi: visi dan misi; tujuan dan sasaran pengelolaan; strategi pengelolaan;

2. Rencana Jangka Menengah, berlaku selama 5 (lima) tahun yang merupakan penjabaran dari visi, misi, tujuan, sasaran pengelolaan, dan strategi pengelolaan kawasan konservasi perairan; dan

3. Rencana Kerja Tahunan, disusun berdasarkan rencana jangka menengah dalam bentuk rencana kegiatan dan anggaran yang disusun satu tahun sekali. Rencana kegiatan dan anggaran ini sekurang-kurangnya memuat uraian kegiatan, penanggung jawab, waktu pelaksanaan, alokasi anggaran dan sumber pendanaan.

Strategi dan Program kegiatan yang tercakup dalam ruang lingkup aspek-aspek tata kelola, sumberdaya dan sosial-ekonomi-budaya dalam suatu kawasan konservasi merupakan bagian, antara lain sebagai berikut:

Aspek Strategi dan Program kegiatan

Tata Kelola

• Peningkatan Sumber Daya Manusia; • Penatakelolaan Kelembagaan; • Peningkatan Kapasitas Infrastruktur; • Penyusunan Peraturan Pengelolaan Kawasan; • Pengembangan Organisasi/Kelembagaan Masyarakat; • Pengembangan Kemitraan; • Pembentukan Jejaring Kawasan Konservasi Perairan; • Pengembangan Sistem Pendanaan Berkelanjutan; dan • Monitoring dan Evaluasi.

Sumberdaya

• Perlindungan Habitat dan Populasi Ikan; • Rehabilitasi Habitat dan Populasi Ikan; • Penelitian dan Pengembangan; • Pemanfaatan Sumber Daya Ikan; • Pariwisata Alam dan Jasa Lingkungan; • Pengawasan dan Pengendalian; dan • Monitoring dan Evaluasi.

Sosial-Ekonomi-Budaya

• Pengembangan Sosial Ekonomi Masyarakat; • Pemberdayaan Masyarakat; • Pelestarian Adat dan Budaya; dan • Monitoring dan Evaluasi.

Zona kawasan konservasi perairan yang terdiri dari Zona Inti, Zona Perikanan Berkelanjutan, Zona Pemanfaatan, dan Zona Lainnya, dilakukan penataan berdasarkan fungsi dengan mempertimbangkan potensi sumber daya, daya dukung, dan proses-proses ekologis. Zona Inti harus dimiliki setiap kawasan konservasi perairan dengan luasan paling sedikit 2% (dua persen) dari luas

Page 18: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

kawasan. Selanjutnya, setiap kawasan konservasi perairan dapat memiliki satu atau lebih zona sesuai dengan luasan karakter fisik, bio-ekologis, kondisi sosial, ekonomi, dan budaya.

Tahapan penyusunan rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan jangka panjang dan jangka menengah serta zonasi kawasan konservasi perairan berdasarkan Per.30/Men/2010 pasal 30, meliputi: a. pembentukan kelompok kerja; b. pengumpulan data dan informasi; c. analisis; d. penataan zonasi kawasan konservasi perairan; e. penyusunan rancangan rencana jangka panjang dan rencana jangka menengah; f. konsultasi publik pertama; g. perumusan zonasi dan rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan; h. konsultasi publik kedua; dan i. perumusan dokumen final (lihat diagram alir).

Dokumen rencana pengelolaan dan zonasi, yang meliputi rencana pengelolaan jangka panjang dan rencana pengelolaan jangka menengah sekurang-kurangnya memuat: (i) Pendahuluan, yang berisi latar belakang, tujuan dan ruang lingkup penyusunan rencana pengelolaan; (ii) Data potensi ekologis, ekonomi dan sosial budaya kawasan serta permasalahan pengelolan; (iii) Penataan Zonasi; (iv) Kebijakan pengelolaan kawasan konservasi perairan; (v) Strategi pengelolaan kawasan konservasi; dan (vi) Program pengelolaan kawasan konservasi perairan. Kepala Satuan Unit Organisasi Pengelola menyampaikan dokumen final kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya untuk dinilai dan disahkan. Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya selanjutnya membentuk tim evaluasi (reviewer board) untuk melakukan sinkronisasi dan koordinasi isi rencana pengelolaan dan zonasi yang telah disusun dengan kebijakan/program/kegiatan yang terkait. Proses legalisasi (drafting) keputusan penetapan untuk mengesahkan dokumen rencana pengelolaan dan zonasi.

STATUS PENGELOLAAN EFEKTIF KAWASAN KONSERVASI

Tujuan utama pengelolaan kawasan konservasi adalah pengelolaan efektif melalui

pengelolaan berdasarkan sistem zonasi yang dapat dilakukan berbagai upaya pengelolaan

sumberdaya kawasan maupun pengelolaan sosial budaya dan ekonomi yang keduanya memberikan

umpan balik terhadap penguatan kelembagaan dan tatakelola kawasan konservasi. Upaya-upaya

tersebut sedikitnya dapat melalui tiga strategi pengelolaan, yaitu: (1) Melestarikan lingkungannya,

melalui berbagai program konservasi, (2) menjadikan kawasan konservasi sebagai penggerak

ekonomi, diantaranya melalui program perikanan budidaya ramah lingkungan, penangkapan ikan

ramah lingkungan, pariwisata alam perairan dan pendanaan mandiri yang berkelanjutan, dan (3)

pengelolaan kawasan konservasi sebagai bentuk tanggungjawab sosial yang mensejahterakan

masyarakat.

Evaluasi tingkat efektivitas pengelolaan kawasan konservasi dilakukan dengan alat ukur E-

KKP3K, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Nomor

Kep.44/KP3K/2012 tentang Pedoman Teknis Evaluasi Evektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi

Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (E-KKP3K). Pedoman E-KKP3K memuat tata-cara atau

panduan untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan pengelolaan berkelanjutan kawasan konservasi

Page 19: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil. Pada tingkat makro, E-KKP3K digunakan Kementerian

Kelautan dan Perikanan untuk menilai tingkat pengelolaan kawasan konservasi perairan yang ada di

Indonesia. Sementara pada tingkat mikro, E-KKP3K dapat pula digunakan swa-evaluasi terhadap

kinerja pengelolaan suatu kawasan konservasi perairan sekaligus membuat perencanaan dalam

rangka peningkatan kinerja. E-KKP3K juga didukung dengan perangkat lunak (software) E-KKP3K

untuk lebih mempermudah evaluasi di lapangan. Lebih lengkap mengenai E-KKP3K dan status

pengelolaan KKP3K dapat mengunjungi: kkji.kp3k.kkp.go.id.

Gambar: Aspek Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan pulau-pulau Kecil

Untuk mendukung kinerja pengelolaan KKP/3K, telah disusun Suplemen pendukung Panduan

E-KKP3K yang bertujuan memberikan pedoman teknis untuk membekali pengelola KKP/3K, antara

lain: (1) Panduan usulan inisiatif, identifikasi dan inventarisasi, dan Pencadangan; (2) Panduan

Kelembagaan; (3) Panduan Rencana Pengelolaan dan Zonasi; (4) Panduan Sarana dan Prasarana; (5)

Panduan Pendanaan; (6) Panduan Penetapan; (7) Panduan Penataan Batas; (8) Panduan

Monitoring Biofisik (Sumberdaya Kawasan); dan (9) Panduan Monitoring Sosial Budaya dan

Ekonomi.

Kriteria yang digunakan untuk melakukan evaluasi efektivitas pengelolaan kawasan konservasi

(E-KKP3K) pada tingkat makro, terdiri dari 5 peringkat/level (merah/level 1; kuning/level 2;

hijau/level 3; biru/level 4; emas/level 5), 17 kriteria dan 74 daftar pertanyaan. 5 (lima) peringkat

tersebut pada pelaksanaannya disederhanakan menjadi 3 Kategori yaitu: perunggu (level 1); perak

(level 2) dan emas (level 3) sebagaimana disajikan pada gambar berikut ini:

Page 20: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

Gambar: Kriteria E-KKP3K

Penilaian efektivitas secara nasional selain untuk mengetahui status efektivitas pengelolaan kawasan

konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil, juga sekaligus dijadikan ajang pemberian

penghargaan yang mampu mendorong peningkatan pengelolaan efektif KKP3K. Anugerah E-KKP3K

(E-KKP3K Awards) merupakan bentuk penghargaan yang diberikan kepada pemerintah

daerah/kepala daerah/pengelola KKP3K yang konsisten mengembangkan kawasan konservasi

perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil. Penghargaan terdiri atas kategori Favorit 1 penghargaan,

kategori percontohan 5 penghargaan, dan kategori percepatan 17 penghargaan, serta kategori

khusus. Anugerah E-KKP3K (E-KKP3K Awards) diagendakan setiap 2 (dua) tahun sekali. Kegiatan

Anugerah E-KKP3K diselenggarakan pertama kali pada tahun 2013, dan selanjutnya pada Renstra

2015-2019 akan dilaksanakan pada 2015, 2017 dan 2019.

Page 21: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

Pengelolaan kawasan konservasi perairan nasional dilakukan oleh Balai Kawasan Konservasi

Perairan Nasional (BKKPN) Kupang dan Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional (LKKPN)

Pekanbaru. Pengelolaan di Setiap lokasi KKPN dilaksanakan oleh Satuan Kerja Kawasan Konservasi

Perairan Nasional (Satker KKPN) yang merupakan bagian dari wilayah Kerja Balai/Loka KKPN.

Masing-masing KKPN, walau tidak seluruhnya berstatus Taman Nasional Perairan, pengelolaan

kawasan konservasi tersebut tetap dilakukan oleh satu Unit organisasi tersendiri, sehingga

pemangkuan kawasan melalui pengelolaan kawasan dengan sistem zonasi dapat dilakukan secara

optimal. Sedangkan untuk pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, terdapat Balai

Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) di Padang, Denpasar, Pontianak dan Makassar

serta Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) di Serang dan Sorong. Keenam

Balai/Loka PSPL ini juga mempunyai perpanjangan organisasi berupa Satker-Satker yang mewakili

jangkauan pelayanan di seluruh provinsi di Indonesia.

Taman Nasional Laut Sawu dan Taman Wisata Perairan Kepulauan Anambas merupakan 2

(dua) KKPN yang diinisiasi, dicadangkan, ditetapkan dan dikelola oleh Kementerian Kelautan dan

perikanan melalui Balai/Loka KKPN tersebut. Selain itu, Balai/Loka KKPN melalui satker-satkernya

juga mengelola 8 (delapan) KKKPN berdasarkan harmonisasi serah terima dari kementerian

kehutanan, antara lain Suaka Alam Perairan (SAP) Kepulauan Aru Bagian Tenggara di Provinsi

Maluku; SAP Kepulauan Raja Ampat – Papua Barat; SAP Kepulauan Waigeo sebelah Barat, dalam hal

Penerima Anugerah E-KKP3K (E-KKP3K Awards) 2013 Kategori Percontohan: Suaka Alam Perairan Pesisir Timur Pulau Weh Kota SABANG, Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan Kabupaten SUKABUMI, Taman Pesisir Ujungnegoro-Roban Kabupaten BATANG, Taman Wisata Perairan Nusa Penida Kabupaten KLUNGKUNG, Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten ALOR, dan Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten RAJA AMPAT. Kategori Khusus: Bupati Kepulauan Anambas. Penyerahan penghargaan disampaikan oleh Menteri kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo.

Page 22: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

ini Kepulauan Panjang di Provinsi Papua Barat; Taman Wisata Perairan (TWP) Kepulauan Kapoposang

di Provinsi Sulawesi Selatan; TWP Pulau Gili Ayer, Gili Meno, dan Gili Trawangan di Provinsi Nusa

Tenggara Barat; TWP Kepulauan Padaido di Provinsi Papua; TWP Laut Banda di Provinsi Maluku; dan

TWP Pulau Pieh di Provinsi Sumatera Barat. Langkah harmonisasi Pengelolaan Kawasan Konservasi

selanjutnya menyangkut pengelolaan KPA/KSA laut yang masih dikelola kementerian kehutanan,

diantaranya 7 (tujuh) taman nasional laut. Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 pasal

78A, kawasan-kawasan tersebut menjadi kewenangan menteri kelautan dan perikanan.

Ditingkat regional, upaya pengelolaan efektif KKP/3K dalam koridor kerjasama Coral Triangle

Initiative (CTI) telah disusun sebuah sistem pengelolaan kawasan konservasi di segitiga karang -

Coral Triangle Marine protected Area System (CTMPAS) yang memberikan manfaat bagi ekosistem

terumbu karang di 6 negara CTI (Indonesia, Malaysia, Philipina, Papua Nugini, Solomon Island dan

Timor Leste) dan keuntungan bagi masyarakat yang berkontribusi untuk pertumbuhan ekonomi

masyarakat lokal. Indonesia menjadi bagian dari 13 Nominasi kawasan konservasi CTMPAS 2013.

untuk kategori 3 (Priority Development Sites) antara lain: KKPN TWP kapulauan Anambas, KKPN TNP

laut Sawu dan KKP3KD TP Pangumbahan – Sukabumi. Sedangkan TNL Wakatobi menjadi bagian

kategori 4 (Flagship). Tiga prioritas kawasan pengembangan tersebut akan digenjot pengelolaan

efektifnya, dan satu lokasi yang menjadi flagship tentunya menjadi percontohan pengembangan

pengelolaan efektif di wilayah CTI.

Kawasan konservasi satu dan lainnya saling terkait secara biofisik dalam satu kesatuan

jejaring KKP/3K. Kerjasama Jejaring KKP dapat dilakukan untuk pengelolaan 2 (dua) atau lebih

kawasan konservasi perairan secara sinergis, baik secara lokal, nasional maupun regional. Kerjasama

Jejaring KKP/3K juga dapat memberikan nilai tambah lebih dibandingkan beberapa KKP yang berdiri

sendiri karena: (1) jejaring melindungi sumberdaya, ekosistem dan habitat secara terpadu; dan (2)

jejaring mendorong pembagian kapasitas dan pengelolaan yang merata . Jejaring KKP/3K telah diatur

berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. 13/PERMEN-KP/2014 tentang

Jejaring Kawasan Konservasi Perairan. Pun demikian, upaya pemanfaatan kawasan konservasi,

kerjasama dan kemitraan dalam pengelolaan kawsan konservasi menjadi bagian penting upaya

pengelolaan efektif sebuah kawasan konservasi dapat ditingkatkan. Saat ini sedang dalam finalisasi

Peraturan menteri kelautan dan Perikanan tentang Kemitraan, serta Peraturan Menteri kelautan dan

perikanan tentang Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan untuk berbagai kegiatan, antara lain:

Penangkapan dan Pebudidayaan Ikan, Pariwisata Alam Perairan, Pendidikan dan Penelitian. Sebuah

payung program efektivitas dan keekonomian kawasan konservasi tengah dijalankan melalui

Program Investasi dan Pengembangan Ekonomi berbasis Konservasi (PROSPEK).

Page 23: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

CAPAIAN DAN PEMBELAJARAN

Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan memiliki target pengelolaan kawasan

konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil (KKP3K) seluas 4,5 juta hektar pada tahun 2014.

Target kumulatif ini telah terlampaui berkat upaya-upaya pokok pengelolaan kawasan seperti

asistensi pencadangan-penetapan kawasan, pembinaan pengelolaan kawasan, penyusunan NSPK

pengelolaan kawasan, evaluasi-penetapan kawasan serta asistensi rencana pengelolaan dan zonasi

kawasan. Ada pula kegiatan penyusunan sub-project kawasan konservasi yang pendanaannya

didukung melalui Proyek Rehabilitasi Pengelolaan Terumbu Karang (Coremap-CTI). Dalam rangka

persiapan Coremap-CTI juga telah dilaksanakan penyusunan best practices dan replikasi pengelolaan

teumbu karang.

Dua indikator keberhasilan pencapaian target ini adalah luas kawasan dan hasil evaluasi

perangkat E-KKP3K. Pertama, dalam konteks luas kawasan yang dikelola, secara kumulatif hampir 7,8

juta hektar kawasan telah terkelola efektif hingga akhir tahun 2014. Angka ini jauh melampaui target

pengelolaan efektif yang telah ditentukan pada periode awal renstra 2010-2014 seluas 4,5 juta

hektar antara lain karena implementasi kebijakan blue economy di tiga lokasi kawasan konservasi

yakni di Taman Wisata Perairan (TWP) Anambas, TWP Nusa Penida Klungkung dan TWP Lombok

Timur. Tiga lokasi ini menyumbang hampir 1,3 juta luas kawasan pengelolaan efektif tambahan

selama periode RPJM 2010-2014 dan menggenapkan jumlah fokus lokasi pengelolaan efektif pada

periode tersebut menjadi 24 lokasi. Selain itu, sejumlah kawasan juga telah mengubah (menambah

dan mengurangi) area konservasinya seperti yang terjadi di Taman Pesisir (TP) Ujungnegoro-Roban

Kabupaten Batang, TP Pangumbahan Sukabumi dan TWP Kepulauan Raja Ampat.Meski demikian,

seluruh dinamika tersebut tidak berimbas signifikan terhadapcapaian kinerja pengelolaan efektif

kawasan konservasi.Kedua, dalam konteks hasil evaluasi E-KKP3K, seluruh kawasan konservasi yang

masuk dalam fokus pengelolaan efektif telah meningkat level pengelolaannya. Perlu dipahami

bahwa level pengelolaan efektif kawasan konservasi yang diakui berdasarkan E-KKP3K sejatinya

adalah ketika semua kriteria pada salah satu tingkatan telah terpenuhi 100%.

Sejak dirilis pada akhir tahun 2012 melalui Keputusan Direktur Jenderal KP3K Nomor

Kep.44/KP3K/2012, perangkat E-KKP3K telah menjadi alat ukur level pengelolaan efektif kawasan

konservasi yang independen dan terukur.Bahkan untuk pertama kalinya pada tahun 2013 perangkat

E-KKP3K diandalkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan untuk mengganjar para pengelola

kawasan konservasi perairan daerah berprestasi melalui ajang E-KKP3K Awards. Sembilan dari 24

kawasan konservasi yang menjadi fokus pengelolaan menunjukan level pengelolaan yang sangat

menggembirakan karena telah berhasil menapaki level biru (Gambar). Kawasan konservasi tersebut

yakni: KKPD Alor, KKPD Batang, KKPD Raja Ampat, KKPD Sukabumi, KKPN Laut Sawu, KKPN Pulau

Page 24: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

Pieh, KKPN Laut Banda, KKPN Aru Tenggara dan KKPN Anambas. Sementara itu, meski pembenahan

pengelolaan masih perlu terus dilakukan, KKPD Klungkung selangkah lebih maju ketimbang lokasi

lain lantaran telah berhasil menapaki level E-KKP3K tertinggi yakni level emas yang berarti bahwa

upaya pokok pengelolaan telah mulai terasa manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan hasil evaluasi efektivitas pengelolaan kawasan konservasi perairan, pesisir dan

pulau-pulau kecil menggunakan perangkat E-KKP3K, seluruh kawasan konservasi yang masuk dalam

target pengelolaan efektif telah meningkat signifikan level efektivitas pengelolaannya (lihat tabel 3).

Upaya implementasi E-KKP3K ini juga mendukung Goal No. 3 CTI, melalui Coral Triangle Marine

Protected Area System (CTMPAS) yakni operasionalnya pengelolaan kawasan konservasi pada tahun

2020. Pelatihan E-KKP3K yang telah dilaksanakan di Batam dan Makassar pada tahun 2014 menjadi

langkah penting menuju tercapainya sasaran tersebut. Hasil evaluasi E-KKP3K dan pembelajaran

pengelolaan efektif kawasan konservasi telah dipaparkan tim KKJI dalam World Parks Congress,

November 2014 di Sydney Australia. Pembelajaran pengelolaan efektif juga dilakukan dengan

bercermin dari negara lain, salah satunya melalui studi lesson-learned di Auckland Selandia Baru.

Peningkatan kapasitas pengelolaan kawasan juga digalang melalui sejumlah keikutsertaan dalam

pelatihan internasional seperti Economic Tool For Conservation di Palau, MPA Management and

Networks - BOBLME di Penang dan Sustainable Fisheries di Rhode Island. Semangat pengembangan

konservasi seiring dengan kehadiran Menteri Kelautan dan Perikanan yang baru telah ditindaklanjuti

dengan pelaksanaan kegiatan di Pangandaran, Berau dan Simeuleu untuk menjawab permasalahan

pengelolaan terkini dan peningkatan efektivitas kawasan konservasi. Upaya nyata lain seperti pilot

project perlindungan dan pelestarian kawasan di beberapa lokasi seperti revitalisasi fungsi kawasan

di TWP Gili Matra (font box), turtle watching dan program adopsi penyu di TP Pangumbahan-

Sukabumi disertai dialog peran para pihak dalam pengelolaan efektif kawasan konservasi juga telah

dilakukan pada tahun 2014. Penyusunan nilai penting kawasan konservasi dan penilaian-penyusunan

status pengelolaan efektif kawasan konservasi menambah panjang daftar upaya nyata dalam rangka

mendorong pengelolaan efektif kawasan konservasi yang telah dilakukan.

KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI: MENGUKUHKAN PILAR KEBERLANJUTAN, KEDAULATAN, DAN

KESEJAHTERAAN

Program-program strategis untuk mendorong pengelolaan kawasan konservasi yang

berkelanjutan, efektif dan berdampak bagi kesejahteraan masyarakat terus dilakukan melalui

berbagai upaya pokok pengelolaan kawasan konservasi, antara lain: perlindungan habitat dan

populasi biota perairan, rehabilitasi habitat dan populasi biota perairan, penelitian dan

pengembangan, pemanfaatan sumberdaya ikan dan jasa lingkungan, pengembangan sosial ekonomi

Page 25: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

masyarakat, pengawasan dan pengendalian, monitoring dan evaluasi, serta pengembangan

kerjasama dan/jejaring konservasi. Program inisiasi dalam rangka percepatan pengelolaan kawasan

konservasi perairan untuk mendukung perikanan berkelanjutan dalam hal fasilitasi penguatan

rencana pengelolaan, kelembagaan, pembangunan infrastruktur kawasan maupun pengembangan

sistem pengelolaan kawasan yang terpadu juga terus dilakukan baik berupa pilot project/program

percontohan maupun melalui dukungan tugas pembantuan, dekonsentrasi, dana alokasi khusus,

kemitraan, kerjasama serta komitmen pendanaan yang berkelanjutan dari berbagai pihak untuk

mendukung pengelolaan kawasan konservasi yang efektif. Program-program percontohan dalam

rangka mendorong upaya pemanfaatan kawasan konservasi untuk perikanan berkelanjutan,

pariwisata berbasis konservasi maupun aspek pemanfaatan lainnya terus ditingkatkan. Pada

akhirnya ketika semangat mengelola kawasan konservasi terus tumbuh dan semakin efektif, maka

buah efektivitas pengelolaan selanjutnya mampu dinilai dan dapat dianugerahi penghargaan.

Anugerah Kawasan Konservasi Perairan (E-KKP3K Awards) secara tersendiri ataupun menjadi satu

kesatuan dengan program lainnya merupakan pemberian penghargaan sebagai apresiasi untuk

mendorong pengelolaan kawasan konservasi perairan yang efektif.

Kunci keberhasilan pengelolaan efektif kawasan konservasi perairan adalah melalui

Pengelolaan Bersama (Kolaboratif), pada prakteknya tentu bukan merupakan hal yang sederhana,

perlu komitmen dan kerjasama semua pihak dalam mewujudkannya. Pengelolaan kawasan

konservasi tidak dapat dilepaskan dari tiga pilar utamanya, yakni perlindungan, pelestarian dan

pemanfaatan secara berkelanjutan. hal ini sesuai dengan tujuan pengelolaan kawasan konservasi

yang dikelola berdasarkan sistem zonasi dan upaya ini sedikitnya dapat dilakukan melalui tiga

strategi pengelolaan, yaitu: (1) Melestarikan lingkungannya, melalui berbagai program konservasi,

(2) menjadikan Kawasan Konservasi sebagai penggerak ekonomi, melalui program pariwisata alam

perairan dan pendanaan mandiri yang berkelanjutan, dan (3) pengelolaan kawasan konservasi

sebagai bentuk tanggungjawab sosial yang mensejahterakan masyarakat.

Peranserta masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi merupakan hal yang utama,

mengingat masyarakat-lah yang sebenarnya sehari-hari berada pada kawasan konservasi, tidak

sedikit yang bergantung terhadap sumberdaya di kawasan tersebut. Pemberdayaan masyarakat

dalam pengelolaan kawasan konservasi adalah WAJIB hukumnya. Co-management, kemitraan dan

kerjasama yang mengedepankan peran masyarakat utamanya bagi peningkatan kesejahteraan

adalah sangat penting. Upaya-upaya pembinaan masyarakat melalui pengembangan alternatif mata

pencaharian di kawasan konservasi telah dikembangkan, seperti misalnya pengelolaan kepiting

bakau, pengelolaan jasa wisata bahari, budidaya rumput laut, maupun kegiatan lainnya. Sebagai

bentuk partisipasi dan pemberdayaan kaum perempuan juga telah dikembangkan alternatif

Page 26: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

pencaharian seperti pembuatan kerupuk ikan, pembuatan cindera mata dan kerajinan, maupun

berbagai aktivitas lain yang mendorong peningkatan pendapatan masyarakat. Pihak swasta melalui

program Corporate Social Responsibility (CSR) dapat digandeng sebagai mitra.

Penatakelolaan kawasan konservasi perairan yang efektif dapat tercapai melalui

perencanaan pengelolaan dan manajemen zonasi yang baik, tersedianya sumberdaya manusia dan

lembaga pengelola yang kompeten, tersedianya infrastruktur dan sarana pendukung yang baik,

maupun upaya-upaya pengelolaan kawasan yang dilakukan secara sinergis dan terpadu. Semoga

Perwujudan Pengelolaan Kolaboratif Kawasan Konservasi Perairan yang Efektif untuk Mendukung

Perikanan Berkelanjutan bagi Kesejahteraan Masyarakat bukan hanya ucapan semata namun segera

dapat tercapai.

KONSERVASI MENOPANG PILAR KEBERLANJUTAN (SUSTAINABILITY). Berbagai manfaat kawasan konservasi

untuk keberlanjutan ekosistem penting untuk mendukung produksi perikanan tangkap

berkelanjutan telah nyata dan banyak bukti ilmiah sebagaimana dikemukakan sebelumnya.

Pengembangan dan pengelolaan kawasan konservasi perairan diharapkan mampu mewujudkan

keseimbangan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil beserta perairannya untuk tujuan

konservasi dan kebutuhan ekonomi masyarakat pesisir. Pemanfaatan geografis secara optimal bagi

perikanan tangkap dan perikanan budidaya yang diharapkan antara lain: (1) Pengelolaan 11 Wilayah

Pengelolaan Perikanan (WPP) dapat dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan prinsip-

prinsip konservasi bagi usaha perikanan (tangkap dan budidaya), sehingga tidak ada lagi WPP yang

overfishing maupun WPP yang underfishing; (2) Wilayah bioekoregion dilakukan secara optimal dan

seimbang pemanfaatannya, dikembangkan sebagai kawasan konservasi untuk menjamin

ketangguhan kawasan konservasi yang ada di Indonesia; (3) Optimalisasi pemanfaatan wilayah

geografi kawasan konservasi perairan untuk kegiatan budidaya perikanan dan penangkapan ikan

ramah lingkungan; Peningkatan fungsi geografi wilayah pemanfaatan umum sesuai penataan

ruang/zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, untuk kegiatan perikanan budidaya dan

penangkapan ikan sesuai kapasitas dan potensinya serta peningkatan ekonomi masyarakat secara

merata

Pengelolaan sumberdaya ikan secara berkelanjutan dan optimalisasinya untuk kawasan

konservasi perairan diharapkan dapat memanfaatkan Sumberdaya baik yang berasal dari perairan

laut, perairan umum dan berdampak dalam menopang ekonomi masyarakat pesisir serta menunjang

pembangunan nasional. Kondisi pemanfaatan sumberdaya laut untuk perikanan yang diharapkan

adalah: (1) Wilayah perairan laut seluas 5,8 juta Km2 meliputi perairan teritorial dan ZEEI

dimanfaatkan secara optimal sampai pada tingkat produksi yang sesuai dengan tingkat JTB (jumlah

Page 27: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

tangkapan yang diperbolehkan) secara merata di sebelas WPP menggunakan prinsip-prinsip

konservasi untuk perikanan berkelanjutan; (2) Pemanfaatan kawasan konservasi untuk kegiatan

yang secara tidak langsung menggunakan sumber kekayaan alam, yaitu melalui pemanfaatan wisata

bahari untruk meningkatkan nilai sumberdaya dan jasa lingkungan; (3) Pemanfaatan ekosistem

mangrove dan terumbu karang di kawasan konservasi yang terjaga dengan baik, berpeluang untuk

perdagangan karbon dan mengatasi dampak perubahan iklim. (4) Mengoptimalkan keseimbangan

pemanfaatan sumber kekayaan alam untuk kegiatan penangkapan ikan secara tradisional dan

budidaya laut bernilai ekonomis tinggi di kawasan konservasi untuk kesejahteraan masyarakat

pesisir; (5) Peningkatan identifikasi dan eksplorasi potensi kelautan, terutama di laut dalam guna

mencari sumber energi maupun sumberdaya ikan potensial, serta melakukan konservasi biota laut

migrasi; (6) Menata keseimbangan pemanfaatan sumber kekayaan laut di sepanjang nusantara baik

di dalam kawasan konservasi maupun eksploitasi sumber kekayaan alam di luar kawasan konservasi

dengan prinsip kelestarian sumberdaya

KONSERVASI MENOPANG PILAR KEDAULATAN (SOVEREIGNTY). Peningkatan upaya pengelolaan efektif

kawasan konservasi juga dibarengi dengan identifikasi dan inventarisasi potensi calon kawasan

konservasi, diutamakan pada wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar yang rawan

disintegrasi. Pengembangan kawasan konservasi ini untuk menjawab target 20 Juta hektar Kawasan

konservasi pada tahun 2020 (akan dicapai pada 2019 berdasarkan Draft Renstra KKP 2015-2019).

Optimalisasi pengembangan kawasan konservasi di wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar

diharapkan mampu memperkuat integrasi yang mengokohkan wawasan nusantara, mengeliminasi

terjadinya pelanggaran hukum, illegal fishing maupun eksploitasi sumberdaya yang berlebih yang

mengancam degradasi sumberdaya lingkungan. Pengelolaan efektif kawasan konservasi dilakukan

terhadap tiga aspek yang menjadi indikator utama dalam pengelolaan kawasan konservasi, yakni

perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan secara berkelanjutan. Penguatan status hukum kawasan

di tingkat internasional dengan cara mendaftarkan pada Peta Pelayaran Internasional, mampu

mencegah pelanggaran penangkapan ikan yang tidak sesuai dengan zonasinya dan secara konsisten

dapat mengatasi segala ancaman, hambatan, tantangan dan gangguan yang mengancam kedaulatan

wilayah laut Indonesia.

Secara Politis. Optimalisasi pengelolaan kawasan konservasi dalam pembangunan masyarakat di

wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai pandangan wawasan nusantara ditinjau dari perspektif

politik baik luar maupun dalam negeri, diharapkan adanya dukungan politik yang kuat agar

pengelolaan kawasan konservasi dapat dilaksanakan secara efektif sehingga mampu memperkokoh

pembangunan kelautan dan perikanan secara berkelanjutan. (1) Optimalisasi pengelolaan kawasan

Page 28: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

konservasi dalam pembangunan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil mampu

meningkatkan peran Indonesia secara global dalam upaya mengatasi dampak perubahan iklim.

selain itu, pembangunan yang berwawasan lingkungan yang dijalankan mampu meningkatkan posisi

tawar nilai sumberdaya ikan dalam percaturan perikanan dunia dan regional semakin menonjol dan

Indonesia dapat menjadi anggota bagian utama dalam penentuan kebijakan perikanan dunia dan

regional yang berwawasan lingkungan; (2) Konsep pembangunan berkelanjutan melalui

pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan menerapkan prinsip konservasi

merupakan kepentingan dunia internasional, secara politis mempunyai nilai tawar yang cukup tinggi,

yang diharapkan meningkatkan komitmen dunia internasional untuk memberikan bantuan teknis

dan operasional dalam pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; (3) Peraturan

perundang-undangan, kebijakan dan pedoman teknis yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan

konservasi serta kebijakan nasional yang lebih berpihak kepada sektor kelautan dan perikanan

diharapkan mendapat dukungan politik dari supra struktur politik, terutama untuk mengatasi

berbagai kepentingan konservasi perairan yang saat ini masih terdapat mandat ganda, yakni

berdasarkan UU nomor 5 tahun 1990, UU nomor 41 Tahun 1999 dengan UU nomor 31 tahun 2004

dan Undang-undang nomor 27 tahun 2007 serta UU nomor 32 tahun 2004, dalam hal kewenangan

pengelolaan kawasan konservasi. Harmonsisasi berbagai peraturan menuju sinergi yang mendorong

optimalisasi pengelolaan kawasan konservasi perairan diharapkan dapat direalisasikan dalam waktu

dekat dan semua pemangku kepentingan (stakeholders) dapat melaksanakan peraturan

perundangan tersebut sesuai kewenangannya. (4) Optimalisasi pengelolaan kawasan konservasi

dalam pembangunan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil diharapkan mendapat

dukungan politik dari supra struktur politik, terutama DPR dalam penentuan APBN, APBD maupun

dukungan kebijakan yang mampu mendorong pendanaan berkelanjutan untuk pengelolaan kawasan

konservasi lebih efektif. Demikian pula diharapkan komitmen dari kementerian sektor yang

berkaitan dengan pembangunan konservasi di wilayah peisisir dan pulau pulau kecil dalam

mendukung suksesnya pembangunan ekonomi masyarakat pesisir seperti masalah kesyahbandaran,

pariwisata bahari, ekonomi kreatif, pendidikan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi,

kebijaksanaan fiskal dan keringanan pajak, subsidi BBM, masalah perdagangan, ketenaga kerjaan

dan penegakan hukum. (5) Optimalisasi pengelolaan kawasan konservasi dalam pembangunan

masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara politis menentukan partisipasi politik dan

orientasi pilihan warga masyarakat pesisir terhadap pemimpin di daerah, mapun orientasi

masyarakat secara umum dalam pemilihan pemimpin nasional. Issue konservasi sering menjadi

ganjalan dalam proses pemilihan umum karena pemahaman politik calon pemimpin terhadap

konservasi yang masih sangat minim.

Page 29: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

Dalam hal Pertahanan dan Keamanan. Implementasi pengelolaan kawasan konservasi dilihat

dari perspektif Hankam harus dapat memberikan manfaat bagi pembangunan Hankamneg, terutama

partisipasi masyarakat dalam sistem hankam serta sarana dan prasarana yang dapat dimanfaatkan

sebagai komponen pendukung. Kondisi yang diharapkan adalah sebagai berikut: (1) Sumberdaya

manusia pendukung pengelolaan kawasan konservasi perairan yang telah terlatih dalam

pengawasan perikanan berbasis masyarakat dapat menjadi pendukung kepolisian dan TNI dalam

pengelolaan keamanan di wilayah laut, secara simultan dapat mendukung sistem pertahanan dan

keamanan nasional. (2) Pos jaga, pusat informasi, kantor pengelola kawasan konservasi perairan,

maupun prasarana pelabuhan perikanan, dirancang untuk mampu mendukung kepentingan operasi

laut bila diperlukan pada masa krisis atau perang. Oleh karenanya, khususnya dalam pemilihan posisi

pelabuhan yang dapat menampung kapal-kapal besar (PPS), harus sesuai dengan posisi strategis

untuk operasi laut. Untuk mampu menghadapi ancaman musuh maka pelabuhan PPS dijadikan

pangkalan pertahanan yang menghadap samudera (3) Pusat informasi kawasan konservasi yang

tersebar di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, termasuk pulau-pulau terluar, dalam kondisi

perang dapat dijadikan pos supply logistik dari industri-industri perikanan pendukung dan pengolah

hasil perikanan. (4) Kapal-kapal perikanan dengan kapasitas 100 GT ke atas dapat dimanfaatkan

sebagai komponen pendukung Armada cadangan untuk angkut personel maupun persenjataan dan

sekaligus berfungsi sebagai deteksi dini kapal-kapal musuh. Untuk keperluan tersebut diperlukan

pelatihan kepada para Nakhoda kapal. (5) Masalah illegal fishing yang berdampak kepada kerugian

negara dan terjadinya overfishing, diharapkan dapat diatasi secara bertahap, melalui garda terdepan

kawasan konservasi di pulau-pulau terluar, diharapkan terwujud ketertiban dan keamanan di laut

melalui koordinasi dan kerjasama harmonis diantara aparat penegak hukum di laut tercipta dengan

baik.

KONSERVASI MENOPANG PILAR KESEJAHTERAAN (PROSPERITY). Paradigma baru pengelolaan KKP/KKP3K

dibawah Menteri Kelautan dan Perikanan tidak hanya berbicara tentang perlindungan dan

pelestarian, tetapi menekankan pentingnya pemanfaatan kawasan konservasi demi mendukung

kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan yang dapat dilakukan di dalam KKP meliputi pemanfaatan

untuk perikanan tangkap dan budidaya, pemanfataan wisata, pemanfaatan penelitian dan

pengembangan, serta kegiatan ekonomi lainnya yang menunjang konservasi. Namun demikian

pemanfaatan yang dilakukan dalam KKP ini bersifat terbatas dan harus mengutamakan kepentingan

kelestarian sumberdaya, sehingga harus memperhatikan daya dukung kawasan. Secara prinsip

maupun praktek di lapangan, dampak kawasan konservasi telah jelas dalam peningkatan hasil

tangkapan masyarakat lokal. Hasil pengukuran efektivitas melalui E-KKP3K dapat menjadi indikator

peningkatan ekonomi masyarakat pesisir, bersumber dari hasil tangkapan ikan di wilayah tangkap

Page 30: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

nelayan yang merupakan limpahan manfaat kawasan konservasi perairan. Dampak ini nyata dalam

mendorong peningkatan pendapatan langsung masyarakat dan menggerakkan sektor ekonomi

pendukung di wilayah pesisir. Demikian pula penilaian dampak pengelolaan wisata bahari terhadap

fungsi lingkungan kawasan konservasi perairan diperlukan dalam menjaga keberlanjutan pengelolaan

efektif kawasan konservasi. Manfaat langsung pariwisata bahari dapat menjadi sumber pendanaan

jasa lingkungan bagi pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan. Peluang ini sangat nyata dan

berpotensi menjadi penggerak ekonomi yang cukup efektif dalam peningkatan kesejahteraan

masyarakat pesisir.

Operasionalisasi pengelolaan efektif KKP melalui berbagai upaya pemanfaatan yang

mendorong penguatan ekonomi masyarakat pesisir dapat meningkatkan pemahaman cara pandang

yang berkontribusi kepada peningkatan kesadaran masyarakat pesisir yang pada akhirnya dapat

memperkokoh ketahanan nasional. Upaya ini menjadi bagian penting dalam proses integrasi

nasional yang mempersatukan bangsa maritim kepulauan. Secara Demografi, Implementasi

Pengelolaan Kawasan konservasi diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas

sumberdaya manusia masyarakat pesisir dilihat dari tingkat pendapatan, pendidikan kesehatan

maupun profesionalismenya. Kondisi yang diharapkan adalah: (1) Pengelolaan kawasan konservasi

perairan yang efektif dapat mendorong perekonomian yang mampu menyerap tenaga kerja di

bidang penangkapan ikan, budidaya, pariwisata bahari; (2) Meningkatnya kualitas kesehatan

masyarakat pesisir melalui terciptanya pemanfaatan lingkungan yang seimbang dan berwawasan

lingkungan; (3) Tersedianya tenaga professional di bidang budidaya perikanan, penangkapan ikan,

pariwisata bahari maupun pengawasan dan penegakan hokum; (4) Tercapainya peningkatan

ekonomi masyarakat pesisir di bidang perikanan budidaya, perikanan tangkap dan pariwisata bahari

berbasis pengelolaan kawasan konservasi perairan; (5) Meningkatnya pemahaman konservasi di

kalangan pengusaha maupun masyarakat yang berdampak pada kesadaran dan partisipasi politik,

sehingga tercapai keseimbangan kualitas Sumberdaya manusia.

Optimalisasi pengelolaan kawasan konservasi dalam pembangunan masyarakat di wilayah

pesisir dan pulau-pulau kecil diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir dan

mendorong pertumbuhan ekonomi nasional terutama dilihat dari peningkatan nilai manfaat sumber

kekayaan alam, penyerapan tenaga kerja dan peningkatan kesejahteraan. kondisi yang diharapkan

adalah: (1) Nilai pemanfaatan sumberdaya meningkat dan memberikan kontribusi bagi

perekonomian lokal masyarakat pesisir maupun pertumbuhan ekonomi nasional. Misalnya, nilai

ekonomi terumbu karang yang dimanfaatkan dalam pengelolaan kawasan konservasi yang optimal

dapat mencapai 15.000 USD sampai dengan 45.000 USD per kilometer persegi per tahun. (2)

Kontribusi sektor perikanan kepada PDB meningkat secara konsisten setiap tahun. (3) Meningkatnya

Page 31: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

partisipasi masyarakat dalam pekerjaan alternatif di kawasan konservasi, mampu menumbuhkan

ekonomi lokal secara konsisten meningkat. Setidaknya, pendapatan dari ekonomi alternatif tersebut

mampu menggandakan pendapatan rumah tangga nelayan masyarakat pesisir. (4) Pendapatan

daerah dan pendapatan sektor yang menjadi dampak pengelolaan kawasan konservasi perairan

meningkat secara signifikan, seperti pengusahaan penginapan, jasa operator wisata, biro perjalanan,

retribusi jasa lingkungan, maupun berbagai atraksi yang selain meningkatkan pendapatan juga

menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar; (5) Tenaga kerja sektor perikanan diharapkan

meningkat, yang meliputi kegiatan di hulu sampai di hilir. Hal ini sejalan dengan optimalisasi

pemanfaatan konservasi berbasis industrialisasi perikanan yang akan menyerap tenaga kerja dalam

jumlah besar; (6) Investasi baik PMA (Penanaman Modal Asing) maupun PMDN (Penanaman Modal

Dalam Negeri) meningkat tajam, sebagai hasil dari terciptanya iklim investasi yang kondusif; (7)

Pengelolaan kawasan konservasi yang optimal menjadi penggerak ekonomi sektor informal.

Secara Sosial Budaya. Implementasi pengelolaan kawasan konservasi diharapkan mampu

menciptakan kondisi sosial budaya masyarakat pesisir yang lebih baik dari kondisi saat ini. Kondisi

yang diharapkan adalah: (1) Konflik sosial antar masyarakat, terutama konflik horisontal dan konflik

antar daerah sebagai akibat perebutan daerah penangkapan dapat dihilangkan dan terwujud

suasana kondusif; (2) Meningkatnya kesejahteraan sosial masyarakat pesisir sebagai dampak

tumbuhnya perekonomian dan pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan; (3) Semakin kecilnya

kesenjangan sosial diantara pelaku usaha dan antara stake holders perikanan terutama nelayan dan

pembudidaya ikan, serta kesenjangan sosial antar daerah. Sebaliknya terjadi pemerataan

pendapatan serta keadilan kesempatan berusaha; (4) Tingkat kesejahteraan masyarakat lokal

sebagai pelaku perikanan terutama nelayan dan pembudidaya makin meningkat, ditandai dengan

kenaikan pendapatan rumah tangga penduduk yang meningkat setiap tahun secara konsisten

mejadi dua kali lipat dari kondisi sebelumnya; (5) Kesadaran masyarakat akan pemanfaatan sumber

daya ikan secara lestari makin meningkat, yang ditunjukan oleh makin kecilnya tingkat perusakan

lingkungan dan penggunaan bahan beracun dan peledak; (6) Jumlah masyarakat miskin makin

berkurang, ditunjukan dengan meningkatnya jangkauan program pengentasan kemiskinan yang

dilaksanakan oleh pemerintah meningkat dan merata di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; (7)

Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk hidup sehat dan menjaga kelestarian lingkungan pesisir

dan pulau-pulau kecil; (8) Terpeliharanya budaya lokal masyarakat pesisir yang telah diakomodasi

dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan secara efektif dan berkelanjutan; (9) Kesadaran

masyarakat untuk gemar makan ikan makin meningkat, untuk memperbaiki mutu gizi dan

kecerdasan, diwujudkan dengan meningkatnya konsumsi ikan masyarakat secara konsiten setiap

tahun; (10) Budaya masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, baik nelayan maupun pembudidaya

Page 32: Konservasi: Pilar Pembangunan Kelautan dan Perikanan · PDF filePerjalanan regulasi di bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada zaman

ikan semakin meningkat, kesadaran dalam pengelolaan lingkungan meningkat, sehingga pola

konsumtif berubah menjadi produktif dan efisien; (11) Peningkatan kualitas sumberdaya manusia

masyarakat pesisir yang ditunjukkan dengan meningkatnya pendidikan dan partisipasi politik

masyarakat.