Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Lastri Khasanah;
Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut KH. Hasyim Asy’ari vol. 1 no. 2
(November 2020)
e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X
247
QALAM: Jurnal Pendidikan Islam
JURUSAN TARBIYAH - STAI SUFYAN TSAURI MAJENANG https://ejournal.stais.ac.id/index.php/qlm
SK E.ISSN No. : 0005.27458245/K.4/SK.ISSN/2020.09 || P.ISSN No. 0005.2745844X/K.4/SK.ISSN/2020.09
KONSEP PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM
MENURUT KH. HASYIM ASY’ARI
Lastri Khasanah,
Prodi PIAUD STAI Sufyan Tsauri Majenang, [email protected]
Diterima tanggal: 28 April 2020 Dipublis tanggal: 27 November 2020
Abstract: KH. Hasyim Asy'ari is a Scholar, founder of the Tebuireng pesantren, and founder of NU
(Nahdlatul Ulama), the largest religious organization in Indonesia. He pays attention to
education very much. KH. Hasyim Asy'ari suggests education is very important for human
for becoming dignified and noble, and creating a cultured and ethical society. The concept of
thinking in education includes the virtues of science and scientists, the importance of
teaching and learning, ethics that must be considered in teaching and learning namely the
ethics of a student towards a teacher, the ethics of a student towards a lesson and the things
that must be followed with the teacher, and the ethics of the teacher in teaching. His
educational thinking has changed the face of pesantren which seems to be traditionally only
focused on religious knowledge, into a form of pesantren that open and accepting a change.
The renewal carried out is by introducing the madrasah learning system and incorporating
general education in addition to religious education.
Keywords: Thought, Education, Islam
Abstrak: KH. Hasyim Asy’ari adalah tokoh ulama, pendiri pesantren Tebuireng, dan pendiri NU
(Nahdlatul Ulama), sebuah organisasi keagamaan terbesar di Indonesia. Perhatiannya
terhadap pendidikan sangat besar, menurut KH. Hasyim Asy’ari pendidikan sangat penting
karena dengan pendidikan manusia menjadi bermartabat dan mulia, serta dapat menciptakan
masyarakat yang berbudaya dan beretika. Konsep pemikirannya dalam pendidikan meliputi
keutamaan ilmu dan ilmuwan, keutamaan belajar mengajar, etika yang harus diperhatikan
dalam belajar mengajar yaitu etika seorang murid terhadap guru, etika murid terhadap
pelajaran dan hal-hal yang harus dipedomani bersama guru, etika seorang guru, dan etika
guru ketika akan mengajar. Pemikiran pendidikannya telah mengubah wajah pesantren yang
terkesan tradisional hanya berkutat pada ilmu agama, menjadi bentuk pesantren yang bisa
terbuka dan bisa menerima perubahan. Pembaharuan yang dilakukan adalah dengan
memperkenalkan sistem belajar madrasah dan memasukkan pendidikan umum disamping
pendidikan keagamaan.
Kata Kunci: Pemikiran, Pendidikan, Islam
A. Pendahuluan
Orang terpelajar adalah orang baik. Baik di sini yang dimaksud adalah adab dalam
pengertian yang menyeluruh yang meliputi kehidupan spiritual dan material seseorang yang
Lastri Khasanah;
Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut KH. Hasyim Asy’ari vol. 1 no. 2
(November 2020)
e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X
248
berusaha menanamkan kualitas kebaikan yang diterimanya. Sebagaimana yang didefinikan al-
Attas berikut ini:
Manusia baik adalah orang yang menyadari sepenuhnya tanggung jawab dirinya
kepada Tuhan Yang Hak; yang memahami dan menunaikan keadilan terhadap dirinya
sendiri dan orang lain dalam masyarakatnya, yang terus berupaya meningkatkan setiap
aspek dalam dirinya menuju kesempurnaan sebagai manusia yang beradab (Wan
Daud, 2003:174).
Untuk menjadi orang terpelajar, menjadi orang baik butuh proses, dan proses itu
diperoleh dengan pendidikan. Pendidikan mampu membentuk kepribadian, mampu membentuk
manusia itu memiliki disiplin, pantang menyerah, tidak sombong, menghargai orang lain,
bertaqwa, kreatif, dan mandiri. Itu semua tidak terlepas dari sosok guru, sebagai mana yang
disebut oleh ahmad Mukhlasin:
Guru atau sosok pendidik dalam segala bidang harus memiliki kemampuan yang utuh
sebagai leader ataupun trand center dalam menghadapi era baru yang serba cepat.
maka dari itu akhlah sebagai tauladan harus dilaksanakan dan ditampilkan lebih cepat
dan mengena ke semua publik.(Ahmad Mukhlasin, 2019: 931)
Pendidikan adalah segala daya upaya dan usaha untuk membuat masyarakat dapat
mengembangkan potensi manusia agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan, berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang
diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga negara.
Pendidikan merupakan salah satu investasi sumber daya manusia yang diharapkan dapat
mengubah kehidupan suatu bangsa ke arah yang lebih baik. Pendidikan yang berlangsung
tentunya tidak hanya semata-mata diharapkan berhasil dalam memindahkan ilmu pengetahuan
dan nilai-nilai kepada generasi berikutnya, tetapi juga dapat memperbaiki nasib dan kualitas
peradaban orang-orangnya (Kurniawan, 2011:5).
Pendidikan sebagai usaha untuk membentuk manusia yang utuh lahir dan batin, cerdas,
sehat, dan berbudi pekerti luhur. Pendidikan juga untuk menciptakan manusia yang matang
dan wibawa secara lahir dan batin, menyangkut keimanan, ketakwaan, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab. Pendidikan mempunyai arti penting
bagi kehidupan manusia, baik bagi pendewasaan manusia secara lahiriah dan batiniah maupun
pendewasaan bagi sikap dan perilaku yang menuju pada cita-cita manusia “ideal” atau manusia
“utama”.
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama, yang terdiri dari tiga pilar pendidikan,
meliputi: pendidikan keluarga, pendidikan sekolah, dan pendidikan masyarakat atau
Lastri Khasanah;
Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut KH. Hasyim Asy’ari vol. 1 no. 2
(November 2020)
e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X
249
lingkungan. Dengan demikian orang tua, masyarakat, dan sekolah mempunyai tugas dan
tanggung jawab yang sama besarnya. Meskipun berbeda tapi saling melengkapi dalam
perannya mendidik anak-anak bangsa. Untuk itu, semua pihak harus bisa bekerja sama agar
produk pendidikan yang dihasilkan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Salah satu lembaga
yang memiliki peran penting dalam mendidik anak adalah lembaga pesantren yang dipimpin
oleh seorang kyai atau ulama (Hanipudin, 2013:250).
KH. Hasyim Asy’ari merupakan sosok ulama yang peduli akan pendidikan. Beliau
memiliki keilmuan yang mumpuni dan dedikasi tinggi di dunia pendidikan. Beliau juga tidak
hanya berfokus dalam pendidikan agama, bisa dikatakan sebagai sosok ulama yang toleran atau
moderat dalam pendidikan, karena beliau menyesuaikan pendidikan dengan perkembangan
zaman. Konsep pendidikan KH. Hasyim Asy’ari berawal dari faham, bahwa manusia sebagai
hamba Allah swt dan khalifah di bumi. Untuk mewujudkan dan mensukseskan pelaksanaan
kedua tugas tersebut, maka manusia harus mampu mengaktualisasikan segala potensi yang
dimilikinya secara seimbang, seperti rasio, tenaga, emosi dan sebagainya. Konsep beliau
tentang pendidikan sangatlah dipengaruhi lingkungan dan pendidikan beliau, serta kondisi
sosial budaya dan politik di masa beliau hidup. Di mana beliau hidup ditengah perjuangan
melawan penjajah dan mulai bangkitnya Islam di Timur Tengah (Mukani, 2014:152).
KH. Hasyim Asy’ari adalah salah seorang pendiri lembaga pesantren di samping sebagai
tokoh yang memiliki pemikiran di berbagai disiplin ilmu, diantaranya teologi, tasawuf, fiqih,
dan kependidikan. Bahkan, masyarakat Indonesia agaknya lebih mendukung beliau sebagai
tokoh awal yang membuat mata rantai tradisionalisme di Indonesia yang kemudian beliau
dikenal sebagai pendiri Nahdatul Ulama, sebuah organisasi sosial keagamaan terbesar di
Indonesia.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, terdapat dua rumusan masalah yang akan
dibahas dalam tulisan ini, yaitu bagaimana risalah hidup KH. Hasyim Asy’ari, dan bagaimana
konsep pembaharuan pemikiran pendidikan KH. Hasyim Asy’ari? Adapun tujuan dari
penulisan ini yaitu, pertama; untuk mengetahui sejarah perjalanan hidup KH. Hasyim Asy’ari,
dan yang kedua; untuk memahami lebih jauh konsep pembaharuan pemikiran pendidikan KH.
Hasyim Asy’ari.
B. Pembahasan
1. Sejarah KH. Hasyim Asy’ari
a. Riwayat Hidup
Lastri Khasanah;
Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut KH. Hasyim Asy’ari vol. 1 no. 2
(November 2020)
e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X
250
KH. Hasyim Asy’ari dilahirkan pada selasa kliwon tanggal 24 Dzulqa’dah 1287
H bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871 M di desa Gedang, sekitar 2 km sebelah
timur Jombang Jawa Timur. Beliau diberi nama Muhammad Hasyim oleh ayahnya yaitu
Asy’ari pendiri pesantren Keras 8 km dari Jombang. Kakeknya Hasyim Asy’ari yaitu
Kyai Usman adalah pendiri pesantren Gedang di Jombang yang berdiri sekitar tahuan
1950-an. Sedangkan buyutnya yaitu kyai Sihah adalah pendiri pesantren Tambak Beras
di Jombang. Dari silsilahnya, dapat diketahui bahwa KH. Hasyim Asy’ari berasal dari
keluarga dan keturunan pesantren terkenal (Dhofier, 1994:92).
KH. Hasyim Asy’ari dikenal sangat pandai, penuh ketekunan, dan rajin belajar.
Pada usia enam tahun ia mulai belajar agama dibawah bimbingan ayahnya kyai Asy’ari.
Bidang yang dipelajari antara lain tauhid, hukum Islam, bahasa Arab, tafsir, dan hadits.
Karena kecerdasannya, saat usia masih 13 tahun sudah dapat membantu ayahnya
mengajar para santri yang lebih tua usianya dari dirinya. Tak puas dengan ilmu yang
diterimanya, pada usia 15 tahun, Hasyim Asy’ari pergi menuntut ilmu ke berbagai
pesantren terutama di Jawa, yang meliputi pesantren Wonokoyo Probolinggo, pesantren
Langitan Tuban, pesantren Demangan Madura, dan pesantren Siwalan Surabaya
(Suharto, 2006:308).
Di pesantren Siwalan ia menimba ilmu selama lima tahun, dan karena
kecerdasannya ia diambil menantu dinikahkan dengan khadijah putri kyai Ya’qub
pengasuh pesantren tersebut. Kemudian ia dikirim ke Mekkah untuk menimba ilmu dan
menunaikan haji. Dalam perjalanan pencarian ilmu pengetahuan di Mekkah, KH.
Hasyim Asy’ari bertemu dengan beberapa tokoh yang kemudian dijadikannya sebagai
guru-gurunya dalam berbagai disiplin. Di antara guru-gurunya di Mekkah yang terkenal
yaitu Syekh Amin Al-Athor, Sayyid Sultan Ibnu Hasyim, Sayyid Ahmad Zawawi,
Syekh Mahfudh al-Tarmisi, Syekh Ahmad Khatib Minangkabau (Dhofier, 2011: 95).
Setelah kembali ke Indonesia ia aktif mengajar di pesantren ayahnya, baru
kemudian mendirikan pesantren sendiri di daerah sekitar Cukir, yaitu Pesantren
Tebuireng. Pesantren ini memiliki kontibusi yang besar bagi golongan tradisionalis
Islam di Indonesia, terutama karena ia menjadi cikal bakal berdirinya organisasi Islam
terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU). Pada saat Hasyim Asy’ari di
Makkah, Muhammad Abduh sedang gencar-gencarnya melakukan gerakan pembaharuan
pemikiran Islam. Ide-ide reformasi yang dilakukan Muhammad Abduh dari Mesir telah
Lastri Khasanah;
Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut KH. Hasyim Asy’ari vol. 1 no. 2
(November 2020)
e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X
251
menarik perhatian pelajar-pelajar Indonesia yang sedang belajar di Makkah, tak
terkecuali KH. Hasyim Asy’ari. Hal inilah yang menginspirasi beliau dalam mengelola
pesantren.
Dalam mengelola pesantren Tebuireng KH. Hasyim Asy’ari membawa
perubahan baru. Beliau melakukan pengembangan institusi pesantrennya, termasuk
mengadakan pembaharuan sistem dan kurikulum. Jika pada saat itu pesantren hanya
mengembangkan sistem halaqah, maka beliau memperkenalkan sistem belajar madrasah
dan memasukkan pendidikan umum disamping pendidikan keagamaan. Beliau
memposisikan Pesantren Tebuireng menjadi pusat pembaharuan bagi pengajaran Islam
tradisional. Dalam pesantren itu, bukan hanya ilmu agama yang diajarkan, tetapi juga
pengetahuan umum. Para santri belajar membaca huruf latin, menulis dan membaca
buku-buku yang berisi pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato (Dhofier,
2011:104).
Aktifitas KH. Hasyim Asy’ari dibidang sosial yang lain adalah mendirikan
organisasi Nahdlatul Ulama bersama ulama besar lainnya seperti syekh Abdul Wahab
Hasbullah dan syekh Bisri Syamsuri pada tanggal 31 Januari 1926. Tujuan didirikannya
organisasi ini adalah untuk memperkokoh pengetahuan keagamaan di kalangan
masyarakat. Dan organisasi ini menjadi organisasi keagamaan terbesar di Indonesia.
Beliau meninggal dunia pada 25 Juli 1947/ 7 Ramadhan 1366.
b. Karya-karya KH. Hasyim Asy’ari
Sebagai seorang intelektual, KH. Hasyim Asy’ari telah menyumbangkan banyak
hal yang berharga bagi pengembangan peradaban, diantaranya adalah sejumlah literatur
keagamaan dan sosial. Karya-karya tulis KH. Hasyim Asy’ari yang terkenal adalah
sebagai berikut:
1) Adāb al-‘Ālim wa al-Muta’allim, yang menjelaskan tentang pelbagai hal yang
berkaitan dengan etika orang yang menuntut ilmu dan seorang guru.
2) Ziyādāt Ta’liqāt, sebuah tanggapan atas pendapat Syaikh Abdullah bin Yasin
Pasuruan yang berbeda pendapat tentang NU.
3) Al-Tanbīhāt al-Wājibāt Liman Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarāt, yang menjelaskan
tentang orangorang yang mengadakan perayaan maulid nabi dengan kemungkaran.
4) Al-Risālah al-Jāmi’ah, menjelaskan tentang keadaan orang yang meninggal dunia,
tanda-tanda kiamat, serta ulasan tentang sunnah dan bid’ah.
Lastri Khasanah;
Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut KH. Hasyim Asy’ari vol. 1 no. 2
(November 2020)
e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X
252
5) Al-Nūr al-Mubīn fī Mahabbah Sayyid al-Mursalīn, menjelaskan tentang cinta kepada
Rasul dan hal-hal yang berhubungan dengannya, menjadi pengikutnya dan
menghidupkan tradisinya.
6) Al-Durar al-Muntasyirah fī al-Masāil al-Tis’a ’Asyarah, menjelaskan tentang
persoalan tarekat, wali, dan hal-hal penting lainnya yang terkait dengan keduanya
atau pengikut tarekat.
7) Al-Risalah al-Tauhidiyyah (naskah kecil berisi uraian terkait penjelasan akidah bagi
Ahlu-sunnah wal jamaah)
Dari karya-karya besar beliau yang popular dalam bidang pendidikan adalah Adāb
al-‘Ālim wa al-Muta’allim, didalamnya membahas tentang keutamaan pendidikan,
pendidikan akhlak bagi santri, akhlak bagi guru, dan akhlak kepada kitab. Menurut
Suwendi, Hasyim Asy’ari menulis kitab tersebut didasari oleh kesadaran akan perlunya
literature yang membahas tentang etika (adab) dalam mencari ilmu pengetahuan (Nizar,
2005:154).
c. Hasyim Asy’ari dan Nahdlatul Ulama
Berawal dari akan diadakannya dua kongres Islam dunia (Muktamar Alam
Islami) yang akan membahas dua isu internasional yaitu masalah masa depan lembaga
kekhalifahan menyusul penghapusan lembaga ini dan masalah direbutnya Makkah oleh
pimpinan Wahabi, Abdul Aziz bin Sa’ud, dimana kongres pertama diadakan di Kairo
pada tahun 1925 dan kongres kedua diadakan di Makkah setahun kemudian. Pada
rancangan kongres kedua terjadi perpecahan antara kaum modernis dengan kaum
tradisional. Pandangan Islam tradisional khawatir raja Ibnu Sa’ud yang beraliran
Wahabi dan bermazhab Hambali akan melakukan restriksi (pembatasan) terhadap
pendidikan dan ritual beraliran mazhab Syafi’i di Hijaz, sementara kalangan modernis
justru sangat senang dengan tampilnya Ibnu Sa’ud di panggung kekuasaan (Suharto,
2006:313).
Untuk menghadapi kekhawatiran tersebut, pada pertengahan Januari 1926 KH
Wahab Hasbullah putra pesantren Tambakberas dengan restu gurunya (Hasyim Asy’ari)
mengundang para ulama terkemuka untuk mendukung pendirian panitia yang disebut
komite Hijaz. Komite ini bertugas mengutus delegasinya ke Makkah untuk mewakili
kepentingan-kepentingan tradisional dalam muktamar Alam Islami kedua. Ada empat
harapan atau permohonan yang diajukan yaitu (1) meminta raja Ibnu Sa’ud untuk tetap
Lastri Khasanah;
Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut KH. Hasyim Asy’ari vol. 1 no. 2
(November 2020)
e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X
253
memberlakukan kebebasan bermazhab empat, (2) memohon tetap diresmikannya
temapat-tempat bersejarah yang telah diwakafkan ke masjid, (3) memohon agar
disebarluaskan ke seluruh dunia setiap tahun sebelum jatuhnya musim haji mengenai
hal ihwal haji, (4) memohon semua hukum yang berlaku di Hijaz ditulis dengan UU
supaya tidak terjadi pelanggaran hanya karena belum ditulis.
Perkembangan berikutnya beberapa ulama berkumpul kembali tepatnya pada
tanggal 31 januari 1926 untuk mengesahkan bentuk komite tersebut. Kemudian atas
restu KH. Hasyim Asy’ari mereka sepakat untuk mendirikan organisasi permanen yang
mewakili kalangan ulama tradisional dengan nama Nahdlatul Ulama (NU) yang berarti
kebangkitan ulama.
Kedudukan KH. Hasyim Asy’ari dalam kepengurusan NU adalah Rais Akbar,
suatu jabatan yang tidak dan belum pernah dipangku oleh tokoh NU lainnya, karena
ketua NU setelah masa KH. Hasyim Asy’ari dipanggil dengan sebutan Rais ‘Am. Hal
ini karena ulama yang menggantikannya secara hirarki sosial dan keilmuannya berada
pada derajat dibawahnya. Alasan lain sebutan Rais Akbar bagi KH. Hasyim Asy’ari
adalah untuk menandakan bahwa beliau merupakan “soko guru” bagi ulama tradisional
NU.
Sifat keberagamaan NU merupakan upaya peneguhan kembali sebuah tradisi
keagamaan dan sosial yang telah melembaga dalam jaringan struktur dan pola
kepemimpinan pesantren yang mapan. Pengaruh KH. Hasyim Asy’ari dilingkungan
pesantren cukup kuat, sehingga ketika pertama kali diperkenalkan, begitu mudahnya
NU menarik simpati dan dukungan para kyai pesantren. Cabang-cabang NU di daerah
mulai dibentuk, kemudian diadakan muktamar NU ke-2 tahun 1927 dengan dihadiri 36
cabang, muktamar ke-4 tahun 1929 dihadiri 62 cabang, dan pada muktamar ke-13 tahun
1938 dihadiri 99 cabang. Hal ini menunjukkan NU mengalami perkembangan pesat dari
tahun ke tahun, semua berkat dukungan kyai dan simpatisannya (Haidar, 1998:85).
KH. Hasyim Asy’ari memliki pengaruh yang luas dikalangan kyai dan ulama
tradisional terutama di Jawa dan Madura. Pengaruh ini dapat dicapai terutama berkat
kesuksesannya dalam mendirikan dan mengembangkan pesantren Tebuireng, Jombang.
Pesantren ini merupakan sumber reproduksi ulama dan pimpinan dikalangan pesantren
dan kelompok Islam Tradisionalis.
Lastri Khasanah;
Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut KH. Hasyim Asy’ari vol. 1 no. 2
(November 2020)
e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X
254
Kemajuan yang dicapai NU pada masa awal tidak bisa lepas dari pengaruh
pribadi KH. Hasyim Asy’ari yang kharismatik. Kehadirannya dalam tubuh NU telah
memberikan kebanggaan tersendiri bagi warga NU. Hal ini membuat kecintaan warga
NU terhadap organisasinya semakin bertambah besar.
2. Pendidikan dalam Pandangan KH. Hasyim Asy’ari
a. Urgensi Pendidikan
KH. Hasyim Asy’ari menganggap arti pentingnya suatu pendidikan. Menurutnya
pendidikan itu penting karena beberapa hal, yaitu; Pertama, untuk mempertahankan
predikat makhluk paling mulia yang dilekatkan pada manusia. Manusia menjadi
makhluk yang mulai karena ilmunya. Manusia tinggi martabatnya karena ilmunya. Dan
ilmu adanya lewat pendidikan. Dunia terpenting dalam peradaban adalah pendidikan,
disitulah manusia bertahan dalam level kemanusiaannya. Kedua, menciptakan
masyarakat yang berbudaya dan beretika, lahirnya peradaban karena ilmu. Seseorang
yang berilmu dituntun untuk menerjemahkannya dalam perilaku sosial yang santun,
dengan demikian akan tercipta suatu tatanan masyarakat yang beretika (Asy’ari, 1415
H:12).
Menurut KH. Hasyim Asy’ari, Ilmu itu penting bahkan lebih utama dari yang
ibadah sunnah, artinya pengalaman ilmu itu lebih utama dari mengamalkan aktivitas
ibadah yang sunnah, karena manfaat ilmu itu merata untuk pemiliknya dan masyarakat
sekelilingnya, sementara ibadah sunnah hanya terbatas untuk pribadi pemiliknya saja.
Disamping itu KH. Hasyim Asy’ari menaruh perhatian lebih terhadap eksisitensi
ulama. Penegasan terhadap eksistensi ulama yang menempati kedudukan tinggi tersebut
membuktikan yang bersangkutan sangat mementingkan ilmu dan pengajaran. Beliau
menjelaskan tingginya status penuntut ilmu dan ulama dengan mendasarkan pada firman
Allah dalam surat al-Mujadilah ayat 11 yang artinya:
“Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan”.
Dengan dasar ayat tersebut, beliau ingin menegaskan bahwa ilmu pengetahuan
sangat penting bagi manusia karena dapat meninggikan derajat dan martabat manusia.
Lastri Khasanah;
Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut KH. Hasyim Asy’ari vol. 1 no. 2
(November 2020)
e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X
255
b. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan menurut KH. Hasyim Asy’ari, sebagaimana yang diungkap
Mukini (2014:14), adalah pembentukan manusia sebagai sosok yang penuh dengan
pemahaman secara benar, sempurna terhadap ajaran-ajaran Islam, dan mampu
mengaktualisasikan dalam kehidupan sehari-harinya secara konsisten. Menurut beliau
tujuan ideal dari pendidikan adalah membentuk insan paripurna yang selalu
mendekatkan diri kepada Allah swt, dan membentuk insan paripurna yang mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Ketika dipahami lebih jauh lagi, maka inti dari tujuan pendidikan yang
disampaikan tidak lain adalah untuk mencapai derajat ulama dan derajat insan paling
utama (Khairul bariyah) dan bisa beramal dengan ilmu yang diperoleh serta mencapai
ridho Allah swt. Puncak ilmu adalah amal perbuatan sebagai bekal kehidupan akhirat.
Artinya, keilmuannya harus memberikan kemanfaatan kepada sesama demi kebaikan
dunia dan akhirat. Dan jalan yang paling mungkin untuk mendapat ridho Allah adalah
ilmu. Sehingga untuk mendapat ridha Allah, niatkan setiap aktivitas untuk tujuan
memperoleh ilmu.
KH. Hasyim Asy’ari (1415H:45) membagi ilmu pengetahuan dalam tiga
karakter, yaitu:
1) Ilmu pengetahuan yang tercela dan terlarang, ilmu ini tidak dapat diharapkan
kegunaannya baik di dunia dan di akhirat. Contoh ilmu ini adalah ilmu sihir, nujum,
santet, dan ramalan nasib
2) Ilmu terpuji namun bisa menjadi tercela, yaitu ilmu dalam keadaan tertentu terpuji,
namun jika terlalu dalam (over dosis) dapat mengakibatkan kekacauan pikir,
sehingga dikhawatirkan menimbulkan kufur, menjauhkan diri dari Allah dan
kebenaran.contoh ilmu kebatinan dan ilmu kepercayaan.
3) Ilmu pengetahuan yang terpuji, yaitu ilmu-ilmu pelajaran agama dan berbagai
macam ibadah yang dapat membantu seseorang menemukan kebenaran, kebaikan,
dan jalan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan mencari ridha-Nya
Tujuan ilmu pengetahuan menurut beliau adalah mengamalkannya, agar
mendapatkan buah dan manfaat sebagai bekal untuk kehidupan di akhirat kelak. Oleh
karena itu apabila seseorang dapat mengamalkan ilmu pengetahuannya dengan baik
Lastri Khasanah;
Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut KH. Hasyim Asy’ari vol. 1 no. 2
(November 2020)
e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X
256
maka termasuk orang yang beruntung. Dan sebaliknya apabila tidak dapat mengamalkan
ilmu pengetahuan dengan baik sesungguhnya termasuk orang yang merugi.
c. Konsep Dasar Belajar
Tidak diterangkan secara khusus mengenai pengertian belajar, namun ada titik
tekan disini bahwa belajar itu merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah, yang
mengantarkan seseorang untuk memperoleh kebahagiaan dunia akhirat. Oleh karena itu
belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam, bukan
hanya sekedar menghilangkan kebodohan.
Konsep dasar belajar menurut KH. Hasyim Asy’ari dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1) Tugas dan Tanggungjawab Murid
a) Etika dalam Belajar
Dalam hal ini penekanannya pada kebersihan jasmani maupun rohani. ada
beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu membersihkan hati dari berbagai
gangguan keimanan dan keduniawian, membersihkan niat, tidak menunda-nunda
kesempatan belajar, bersabar dan qanaah terhadap segala macam pemberian dan
cobaan, pandai mengatur waktu, menyederhanakan makan dan minum, bersikap
hati-hati (wara’), menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan
kemalasan dan kebodohan, menyikitkan waktu tidur dan meninggalkan hal-hal
yang tidak berfaedah.
b) Etika Murid terhadap Guru
Etika yang harus diperhatikan seorang murid terhadap gurunya adalah
hendaknya selalu memperhatikan dan mendengarkan apa yang dikatakan atau
dijelaskan oleh guru, memilih guru yang professional dan juga wara’ yakni
berhati-hati dalam bertindak, memuliakan guru, mengikuti jejak-jejak guru yang
baik, memperhatikan hal-hal yang menjadi hak guru, bersabar terhadap
kekerasan guru, berkunjung pada guru, duduk dengan rapid an sopan dihadapan
guru, berbicara sopan dan lemah lembut, dengarkan fatwanya, jangan menyela
ketika guru sedang menjelaskan, dan menggunakan tangan kanan ketika
menyerahkan sesuatu.
c) Etika Murid terhadap Pelajaran
Lastri Khasanah;
Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut KH. Hasyim Asy’ari vol. 1 no. 2
(November 2020)
e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X
257
Dalam menuntut ilmu sebaiknya murid memperhatikan hal-hal berikut;
memperhatikan ilmu yang sifatnya fardhu ‘ain untuk dipelajari, mempelajari
ilmu yang mendukung ilmu fardhu ‘ain, berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf
para ulama, mendiskusikan dan menyerahkan hasil belajar kepada orang yang
dipercaya, senantiasa menganalisa dan menyimak ilmu, pancangkan cita-cita
yang tinggi, bergaullah dengan orang yang berilmu tinggi (pintar), bila terdapat
hal-hal yang belum diapahami hendaklah ditanyakan, mencatat pelajaran yang
telah dipelajari, pelajari pelajaran yang telah diajarkan secara kontinyu
(istiqaamah), dan tanamkan rasa semangat dalam belajar.
1) Tugas dan Tanggungjawab Guru
a) Etika Guru
Seorang guru dituntut harus memiliki etika yang baik, agar bisa menjadi
teladan bagi murid atau anak didiknya. Diantara etika yang harus dimiliki guru
antara lain; senantiasa mendekatkan diri dan takut kepada Allah, senantiasa
bersikap tenang, hati-hati, tawadhu dan khusuk, senantiasa mengadukan
persoalan kepada Allah, tidak menggunakan ilmunya untuk meraih keduniawian
semata, tidak selalu memanjakan anak didik, bersikap ramah, ceria dan suka
menebart senyum, berlaku zuhud dalam kehidupan dunia, menghindari hal-hal
yang rendah/tidak baik, menghindari tempat-tempat kotor atau maksiat,
menumbuhkan semangat untuk menambah ilmu pengetahuan, tidak sombong
dengan ilmu yang dimilki, dan membiasakan diri menulis, mengarang dan
meringkas.
b) Etika Guru dalam Mengajar
Seorang guru ketika hendak mengajar, sebaiknya memperhatikan hal-hal
berikut; mensucikan diri dari hadats dan kotoran, berpakaian rapi dan sopan,
diniatkan ibadah dalam mengajarkan ilmu kapada anak didiknya, biasakan
membaca untuk menambah ilmu pengetahuan, sebelum mengajar mulailah
berdoa untuk para ahli ilmu yang telah meninggal, bersikap kalem, ramah, sopan,
dan tidak marah-marah, jauhi hal-hal yang tidak pantas, dalam mengajar
dahulukan materi yang penting sesuai dengan profesionalisme yang dimiliki,
menciptakan ketenangan, menasehati, menegur dengan baik jika ada anak yang
Lastri Khasanah;
Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut KH. Hasyim Asy’ari vol. 1 no. 2
(November 2020)
e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X
258
nakal, bersifat terbuka, berilah kesempatan pada anak didik untuk menanyakan
hal-hal yang kurang jelas atau belum dipahami.
c) Etika Guru bersama Murid
Etika yang sama-sama harus dimilki guru dan murid, menurut pemikiran
KH. Hasyim Asy’ari antara lain; berniat mendidik dan menyebarkan ilmu
pengetahuan serta menhidupkan syari’at Islam, menghindari mengejar
keduniawian dan ketidak ihklasan, memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu
‘ain, harus mempelajari ilmu-ilmu yang mendukung ilmu fardhu ‘ain, berhati-
hati dalam menangggapi ikhtilaf ulama, mendiskusikan dan menyetorkan hasil
belajar kepada orang yang dipercayainya, senantiasa menganalisis dan menyimak
ilmu, mempunyai motivasi yang tinggi, berusaha bersama orang-orang yang alim
dalan mengkaji dan mendalami ilmu, bila terdapat hal-hal yang belum dipahami
hendaknya ditanyakan, bersikap terbuka dan lapang dada terhadap peserta didik,
membantu memecahkan masalah dan kesulitan peserta didik, tunjukkan sikap
arif dan penyayang kepada peserta didik dan tawadhu.
d) Etika Seorang Murid terhadap Sumber Belajar
KH. Hasyim Asy’ari sangat perhatian dan menganggap penting sumber
belajar (buku, alat pelajaran) sehingga seorang murid perlu etika terhadap
sumber belajar. Diantara etika yang ditawarkan antara lain; menganjurkan dan
mengusahakan agar memilki buku pelajaran yang diajarkan, merelakan dan
mengizinkan bila ada teman yang ingin meminjam buku serta bagi peminjam
harus menjaga barang pinjaman tersebut, meletakkan buku pelajaran pada tempat
yang layak, bila menyalin buku pelajaran syari’ah hendaknya bersuci dahulu dan
membaca basmalah, dan bila yang disalin ilmu retorika atau semacamnya, maka
mulailah dengan hamdalah (puji-pujian) dan shalawat nabi.
3. Pembaharuan Pemikiran Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari
Lembaga pesantren semakin berkembang cepat dengan adanya sikap non-kooperatif
ulama terhadap kebijakan “politik etis” pemerintah kolonial Belanda pada akhir abad ke 19.
Dengan kebijakan ini, pemerintah kolonial berusaha membalas jasa rakyat Indonesia dengan
memberikan pendidikan modern, termasuk budaya barat. Sikap non-kooperatif ulama
ditunjukkan dengan mendirikan banyak pesantren di daerah-daerah yang jauh dari kota,
dengan maksud untuk menghindari intervensi kultural kolonial, disamping itu juga untuk
Lastri Khasanah;
Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut KH. Hasyim Asy’ari vol. 1 no. 2
(November 2020)
e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X
259
memberi kesempatan kepada rakyat yang belum memperoleh pendidikan (Suharto,
2006:329).
Pada tahun 1905, sejumlah ulama memperkenalkan sistem madrasah, yaitu dengan
penerapan sistem klasikal sesuai dengan sistem pendidikan Barat, dimana ilmu pengetahuan
umum mulai dikenalkan. Pada perkembangan berikutnya ketika terjadi modernisasi
pendidikan di Indonesia memberi dampak terhadap transformasi pesantren, dan pesantren
mau tidak mau harus memberi respon terhadap modernisasi tersebut.
Salah satunya adalah pondok pesantren Tebuireng. Pondok pesantren yang berdiri
pada tahun 1899 tepatnya di desa cukir kecamatan Diwek kabupaten Jombang Jawa Timur,
di bawah pimpinan KH. Hasyim Asy’ari pesantren ini mulai mengadakan pembaharuan.
Pelajaran di pesantren ini yang pada awalnya hanya mementingkan pelajaran agama dan
bahasa Arab mulai melakukan pembaharuan. Sistem pendidikan mulai disesuaikan dengan
penyempurnaan kurikulum dan metodenya. Madrasah merombak kurikulumnya dengan
memberlakukan kurikulum campuran, yang memberikan pengajaran ilmu-ilmu umum, di
samping ilmu-ilmu agama Islam yang sudah ada. Didalamnya terdapat tambahan materi
pelajaran umum, seperti bahasa melayu/ Indonesia, ilmu bumi, dan ilmu hitung/matematika.
Dalam meningkatkan pendidikan di pesantren tersebut, KH. Hasyim Asy’ari dibantu
putranya KH. Wahid Hasyim mengadakan pembaharuan dengan mengadakan pembenahan
dalam beberapa bidang yakni; (a) memperluas pengetahuan dan pemahaman santri, (b)
memasukkan pengetahuan modern ke dalam kurikulum pendidikan pesantren, (c)
meningkatkan sistem pengajaran bahasa Arab secara aktif.
Pembaharuan tersebut dapat dilihat dengan didirikannya Madrasah Nidzamiyah pada
tahun 1934. Madrasah ini merupakan madrasah yang memberikan mata pelajaran umum
70% dari keseluruhan kurikulumnya. Pada tahap selanjutnya di tahun 1950 pesantren
Tebuireng sudah mulai mengorganisasi sitem pendidikannya dengan mengikuti model
pemerintah yakni dengan mendirikan Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah,
Madrasah Aliyah, dan Madrasah Mu’allimin.
Melalui pesantrennya, KH. Hasyim Asy’ari memiliki gagasan dan pemikiran yang
dapat disimpulkan dalam dua gagasan, yaitu metode musyawarah dan sistem pesantren
dalam madrasah. Selain sorogan dan bandongan, beliau menerapkan metode musyawarah
khusus untuk santri yang hampir mencapai kematangan. Dalam musyawarah yang dicari
adalah kebenaran dan mengusahakan pemecahan terbaik serta yang diutamakan adalah
Lastri Khasanah;
Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut KH. Hasyim Asy’ari vol. 1 no. 2
(November 2020)
e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X
260
mempertimbangkan dan membandingkan argumen yang tumbuh dan berkembang di
kalangan peserta.
Selain musyawarah, KH. Hasyim Asy’ari memelopori adanya madrasah dalam
pesantren. Beliau menyadari betul akan pentingnya pengembangan pendidikan agama Islam
dengan menambahkan ilmu-ilmu umum, dan dijadikan satu dengan ilmu-ilmu agama Islam
ke dalam wadah tunggal, sehingga saling melengkapi. Menurut KH. Hasyim Asy’ari bahwa
sesungguhnya Islam tidak mengenal konsep pemisahan ilmu. Islam hanya mengenal satu
jenis ilmu, yang kemudian berkembang biak menghasilkan berbagai cabang ilmu.
C. Kesimpulan
1. KH. Hasyim Asy’ari adalah sosok ulama, tokoh NU, dan sekaligus sebagai pendiri lembaga
pesantren Tebuireng Jombang yang keilmuannya luar biasa memiliki pemikiran di berbagai
disiplin ilmu, diantaranya teologi, tasawuf, fiqih, dan kependidikan.
2. Pemikiran tentang pendidikan Islam KH. Hasyim Asy’ari terangkum dalam kitab
karangannya yang berjudul Adab al-‘alim wa al-muta’allim, yang didalamnya menjelaskan
tentang urgensi dari sebuah ilmu, tujuan ilmu dan etikanya dalam belajar yang meliputi
tanggungjawab seorang murid dan tanggungjawab seorang guru.
3. Pemikiran pembaharuannya dalam pendidikan dapat dilihat pada sistem pengajaran yang
diterapkan di pesantren Tebuireng yaitu dengan memasukkan materi atau pelaran-pelajaran
umum ke dalam pesantrennya, dengan tetap mempertahankan ilmu agamanya. Metode
sistem sorogan dan bandongan (biasanya untuk belajar kitab kuning) tetap dipertahankan,
disampaing pula metode lain yaitu metode musyawah dan sistem madrasah dalam pesantren
sebagai bentuk pembaharuan atas pemikirannya tentang pendidikan.
Daftar Pustaka
Asy’ari, Hasyim, 1415 H, Adabul Alim wa Al-Muta’alim, Jombang: Maktabah Turats Al-Islamy
Dhofier, Zamakhsyari. 1994. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta:
LP3ES.
Dhofier, Zamakhsyar. 2011. Cet.9. Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya
Mengenai Masa Depan Indonesia. Jakarta: LP3ES.
Haidar, M. Ali. 1998. Cet. 2. Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia: Pendekatan Fiqih dalam
Politik. Jakarta: Gramedia.
Hanipudin, Sarno. 2013. Gagasan Dan Manifestasi Modernisasi Pesantren A.S Panji Gumilang Di
Ma’had Al-Zaytun. Dalam Jurnal Insania VOL 18 NO 2 (2013)
http://ejournal.iainpurwokerto.ac.id/index.php/insania/article/view/1459
Kurniawan. Syamsul. 2011. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Lastri Khasanah;
Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut KH. Hasyim Asy’ari vol. 1 no. 2
(November 2020)
e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X
261
Mukani. 2014. Pemikiran Pendidikan Islam Perspektif KH. Hasyim Asy’ari, Jurnal-PAI. Vol. 1,
No.1. Juli-Desember.
Mukhlasin, Ahmad. 2019. PERILAKU PENDIDIK (Studi Pemikiran Syaih Mohammad Hasjim
Asy'arie dalam Kitab ‘adabul ‘alim wal Muta’alim fii Baabu Al Khomis dan
Implementasinya di era otomasi). Jurnal Tawadhu vol. 3 no 2 (2020)
RI. Depag. 1999. Al-Qur’an dan Terjemaahnya. Semarang: Asy-Syifa.
Suharto, Toto. 2006. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz.
Samsul Nizar. Al-Rasyidin. 2005. Cet. 2. Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis,
dan Praktis. Jakarta: Ciputat Press.
Suwendi. 2004. Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Wan Daud, Wan Mohd Nor. 2003. Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M.Naquib Al-Attas.
terj. Hamid Fahmy dkk. Bandung: Mizan.