22
1 Konsep Dagang Dalam Perspektif Islam A. Pengertian Perdagangan atau jual-beli dalam bahasa arab sering disebut dengan kata al-bai', al-tijarah, atau al-mubadalah. Sebagaimana firman Allah SWT : ورُ بَ تْ نَ لً ةَ ارَ جِ تَ ونُ جْ رَ يMereka mengharapkan tijarah (perdagangan) yang tidak akan rugi (QS. Fathir : 29) Secara bahasa, jual-beli atau al-bai'u berarti muqabalatu syai'im bi syai'in ( ء ي ش ب ء ي ش ة ل اب ق م). Artinya adalah menukar sesuatu dengan sesuatu. 1 Al-Imam An-Nawawi di dalam Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab menyebutkan jual-beli adalah ( كا ي مل ت ال م ت ال م ة ل اب ق م) yang berarti : tukar menukar harta dengan harta secara kepemilikan. 2 1 Abdullah al Mushlih,Shalah ash-Shawi,Fiqih Ekonomi Keuangan Islam,hlm. 35. 2 Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2010, hlm. 50.

Konsep Dagang Dalam Perspektif Islam

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tugas Pendidikan Agama Islam

Citation preview

Page 1: Konsep Dagang Dalam Perspektif Islam

1

Konsep Dagang Dalam Perspektif Islam

A. PengertianPerdagangan atau jual-beli dalam bahasa arab sering disebut dengan kata al-bai', al-

tijarah, atau al-mubadalah. Sebagaimana firman Allah SWT :

�ور �ُب َت �ْن� َل ًة �َج�ار� َت ُج�وَن� �ْر� َيMereka mengharapkan tijarah (perdagangan) yang tidak akan rugi (QS.

Fathir : 29)

Secara bahasa, jual-beli atau al-bai'u berarti muqabalatu syai'im bi syai'in (مقابلة

بشيء Artinya adalah menukar sesuatu dengan sesuatu.1 .(شيء

Al-Imam An-Nawawi di dalam Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab menyebutkan

jual-beli adalah ( َتمليكا بمال مال yang berarti (مقابلة : tukar menukar harta dengan harta

secara kepemilikan.2

Ibnu Qudamah di dalam Al-Mughni menyebutkan bahwa jual-beli sebagai (مُبادَلة

وَتملكا َتمليكا باَلمال yang artinya pertukaran harta dengan harta dengan kepemilikan ,(اَلمال

dan penguasaan.3

Sehingga bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan jual-beli adalah : "menukar

barang dengan barang atau menukar barang dengan uang, yaitu dengan jalan melepaskan hak

kepemilikan dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan".

B. Dasar Masyru'iyahJual-beli adalah aktifitas ekonomi yang hukumnya boleh berdasarkan kitabullah dan

sunnah rasul-Nya serta ijma' dari seluruh umat Islam. Firman Allah SWT :

�ا ب اَلْر# َم� و�َح�ْر% �َع� �ي �ُب اَل (ُه� اَلل �َح�َّل% و�َأ

1 Abdullah al Mushlih,Shalah ash-Shawi,Fiqih Ekonomi Keuangan Islam,hlm. 35.2 Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2010, hlm. 50.

3 Rachmat Syafei,  Fiqih Muamalah, Bandung, Pustaka Setia, 2001, hlm. 43.

Page 2: Konsep Dagang Dalam Perspektif Islam

2

Dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan telah mengharamkan riba. (QS. Al-

Baqarah : 275)

Sedangkan dari sunnah nabawiyah, Rasulullah SAW bersabda :

,- - ُس�ول� ر� َع�ْن� �ُه�م�ا َع�ْن %ُه� �َلل ا ِض�ي� ر� َع�م�ْر� �ْن� �ب ا و�َع�ْن�

%ُه� �َلل :  ا ,   َق�ال� م�ا �ار� ي �ِخ� �اَل ب �ُه�م�ا م�ْن و�اَح�ٍد3 �َّل5 َف�ك َن� ُج�اَل� �َلْر% ا �َع� �اَي �ُب َت �َذ�ا ِإ

, , %ْر� ي َخ� �َن� َف�ِإ َخ�ْر� �آْل� ا َح�ٍد�ُه�م�ا� َأ #ْر� ي �ِخ� َي و�

� َأ ُج�م�يعا �ا �اَن و�َك َق�ا �َف�ْر% �َت َي �ْم� َل

, َق�ا �َف�ْر% َت �َن� و�ِإ �َع� �ي �ُب �َل ا و�ُج�َب� َف�ق�ٍد� �َك� َذ�َل َع�ل�ى �ع�ا �اَي �ُب َف�َت �آْلَخ�ْر� ا َح�ٍد�ُه�م�ا� َأ

- , �َع� �ي �ُب �َل ا و�ُج�َب� َف�ق�ٍد� �َع� �ي �ُب �َل ا �ُه�م�ا م�ْن Gو�اَح�ٍد ْك� �ْر� �َت َي �ْم� و�َل �ع�ا �اَي �ُب َت �َن� َأ �ع�ٍد� ب

�ُه� �ي َع�ل Gَف�ٌق% م�َتDari Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullh saw bersabda: “Apabila dua orang

melakukan jual-beli, maka masing-masing orang mempunyai hak khiyar

(memilih antara membatalkan atau meneruskan jual-beli) selama mereka belum

berpisah dan masih bersama; atau selama salah seorang di antara keduanya

tidak menemukan khiyar kepada yang lainnya. Jika salah seorang menentukan

khiyar pada yang lain, lalu mereka berjual-beli atas dasar itu, maka jadilah

jual-beli itu”. (HR. Muttafaq alaih)

اَف�َع3 ر� �ْن� ب ر�َف�اَع�ة� �ي%   َع�ْن� %ُب �َلْن ا �َن% ؟:   َأ �َب� �ْط�ي َأ �ْس�َب� �ك �َل ا ُّي5� َأ �َّل� ِئ ُس�

: -   َق�ال� ار� �َّز% �ُب �َل ا و�اُه� ر� ور3 �ْر� م�ُب �َع3 �ي ب �َّل5 و�َك �ٍد�ُه� �ي ب ُج�َّل� �َلْر% ا َع�م�َّل�

�ْم� �َح�اَك �َل ا و�َص�َح%َح�ُه�Dari Rifa’ah Ibnu Rafi’ r.a. bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya: Pekerjaan

apakah yang paling baik?. Beliau bersabda: “Pekerjaan seseorang dengan

tangannya dan setiap jual-beli yang bersih”. (HR Al-Bazzar.)4

4 Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2010, hlm.53.

Page 3: Konsep Dagang Dalam Perspektif Islam

3

%ُه� �َلل ا ُس�ول� ر� �َن% َأ ع�ود3 م�ْس� �ي ب� َأ �ل�َب�   و�َع�ْن� �ك �َل ا �م�ْن� َث َع�ْن� �ُه�ى َن

�ُه �ي َع�ل Gَف�ٌق% م�َت �اُه�ْن� �ك �َل ا �و�اَن� ل و�َح� �ِغ�ي# �ُب اَل �و�م�ُه�ْر�

Dari Abu Mas’ud al-Anshary r.a. bahwa Rasulullah saw. melarang mengambil

uang penjualan anjing, uang pelacuran dan upah pertenungan. (HR. Muttafaq

Alaih)

C. Hukum Jual BeliSecara asalnya, jual-beli itu merupakan hal yang hukumnya mubah atau dibolehkan.

Sebagaimana ungkapan Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah : dasarnya hukum jual-beli itu

seluruhnya adalah mubah, yaitu apabila dengan keridhaan dari kedua-belah pihak. Kecuali

apabila jual-beli itu dilarang oleh Rasulullah SAW. Atau yang maknanya termasuk yang

dilarang beliau SAW.5

D. Rukun Jual-beliSebuah transaksi jual-beli membutuhkan adanya rukun sebagai penegaknya. Dimana

tanpa adanya rukun, maka jual-beli itu menjadi tidak sah hukumnya.

Rukunnya ada tiga perkara, yaitu:

1. Adanya pelaku yaitu penjual dan pembeli yang memenuhi syarat

2. Adanya akad / transaksi 

3. Adanya barang / jasa yang diperjual-belikan.

Kita bahas satu persatu masing-masing rukun jual-beli untuk lebih dapat mendapatkan

gambaran yang jelas:

1. Adanya Penjual dan Pembeli

Penjual dan pembeli yang memenuhi syarat adalah mereka yang telah

memenuhi ahliyah untuk boleh melakukan transaksi muamalah. Dan ahliyah itu

berupa keadan pelaku yang harus berakal dan baligh.Dengan rukun ini maka jual-beli

tidak memenuhi rukunnya bila dilakukan oleh penjual atau pembeli yang gila atau

tidak waras. Demikian juga bila salah satu dari mereka termasuk orang yang kurang

akalnya (idiot).

5 Rachmat Syafei,  Fiqih Muamalah, Bandung, Pustaka Setia, 2001, hlm. 44.

Page 4: Konsep Dagang Dalam Perspektif Islam

4

Demikian juga jual-beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum baligh tidak

sah, kecuali bila yang diperjual-belikan hanyalah benda-benda yang nilainya sangat

kecil. Namun bila seizin atau sepengetahuan orang tuanya atau orang dewasa, jual-

beli yang dilakukan oleh anak kecil hukumnya sah.

Sebagaimana dibolehkan jual-beli dengan bantuan anak kecil sebagai utusan,

tapi bukan sebagai penentu jual-beli. Misalnya, seorang ayah meminta anaknya untuk

membelikan suatu benda di sebuah toko, jual-beli itu sah karena pada dasarnya yang

menjadi pembeli adalah ayahnya. Sedangkan posisi anak saat itu hanyalah utusan atau

suruhan saja.

2. Adanya Akad

Penjual dan pembeli melakukan akad kesepakatan untuk bertukar dalam jual-

beli. Akad itu seperti : Aku jual barang ini kepada anda dengan harga Rp. 10.000",

lalu pembeli menjawab,"Aku terima".

Sebagian ulama mengatakan bahwa akad itu harus dengan lafadz yang

diucapkan. Kecuali bila barang yang diperjual-belikan termasuk barang yang rendah

nilainya. Namun ulama lain membolehkan akad jual-beli dengan sistemmu'athaah, (

(معاْطاُه yaitu kesepakatan antara penjual dan pembeli untuk bertransaksi tanpa

mengucapkan lafadz6.

3. Adanya Barang / Jasa Yang Diperjual-belikan

Rukun yang ketiga adalah adanya barang atau jasa yang diperjual-belikan. Para

ulama menetapkan bahwa barang yang diperjual-belikan itu harus memenuhi syarat

tertentu agar boleh dilakukan akad. Agar jual-beli menjadi sah secara syariah, maka

barang yang diperjual-belikan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu :

a. Suci

Benda yang diperjualbelikan harus benda yang suci dana arti bukan benda najis

atau mengandung najis. Di antara benda najis yang disepakati para ulama antara lain

bangkai, darah, daging babi, khamar, nanah, kotoran manusia, kotoran hewan dan

lainnya7. Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW :

6 Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, Jakarta, Gema Insani Press, 2002, hlm. 15.7 Rachmat Syafei,  Fiqih Muamalah, Bandung, Pustaka Setia, 2001, hlm. 45.

Page 5: Konsep Dagang Dalam Perspektif Islam

5

- َع - م�َع� ُس� %ُه� َن� َأ �ُه�م�ا َع�ْن %ُه� �َلل ا ِض�ي� ر� %ُه� �َلل ا �ٍد� َع�ُب �ْن� ب �ْر� اب ُج� �ْن�

: %ة� �م�ك ب و�ُه�و� �ِح� �َف�َت �َل ا َع�اَم� �ق�ول� َي %ُه� �َلل ا ُس�ول� %ُه�   ر� �َلل ا �َن% ِإ

� �اَم َص�ْن� و�اَأل �َّز�َيْر� ْن �ِخ� و�اَل �ة� �َت �م�ي و�اَل �ِخ�م�ْر� �َل ا �َع� �ي ب َم� َح�ْر% �ُه� وَل ُس� و�ر�

Dari Jabir Ibnu Abdullah r.a. bahwa ia mendengar Rasulullah saw.

bersabda di Mekkah pada tahun penaklukan kota itu: ”Sesungguhnya

Allah melarang jual-beli minuman keras, bangkai, babi, dan berhala”.

(HR. Muttafaq Alaih)

Bank Darah

Darah yang dibutuhkan oleh pasien di rumah sakit tidak boleh didapat dari jual-

beli. Karena itu Palang Merah Indonesia (PMI) telah menegaskan bahwa bank darah

yang mereka miliki bukan didapat dari membeli. Lembaga itu pun tidak melakukan

penjualan darah untuk pasien.

Kalau ada pembayaran, bukan termasuk kategori memperjual-belikan darah,

melainkan biaya untuk memproses pengumpulan darah dari para donor, penyimpanan,

pengemasan dan juga tentunya biaya-biaya lain yang dibutuhkan. Namun secara akad,

tidak terjadi jual-beli darah, karena hukumnya haram.

Kotoran Ternak

Demikian juga dengan kotoran ternak yang oleh umumnya ulama dikatakan

najis, hukumnya tidak boleh diperjual-belikan. Padahal kotoran itu sangat berguna

bagi para petani untuk menyuburkan tanah mereka. Untuk itu mereka tidak melakukan

jual-beli kotoran ternak. Kotoran itu hanya diberikan saja bukan dengan akad jual-

beli.

Pihak petani hanya menanggung biaya penampungan kotoran, pengumpulan,

pembersihan, pengangkutannya. Biaya untuk semua itu bukan harga kotoran hewan,

sehingga tidak termasuk jual-beli.

b. Punya Manfaat

Yang dimaksud adalah barang harus punya manfaat secara umum dan layak.

Dan juga sebaliknya, barang itu tidak memberikan madharat atau sesuatu yang

membahayakan atau merugikan manusia.

Page 6: Konsep Dagang Dalam Perspektif Islam

6

Oleh karena itu para ulama As-Syafi'i menolak jual-beli hewan yang

membahayakan dan tidak memberi manfaat, seperti kalajengking, ular atau semut.

Demikian juga dengan singa, srigala, macan, burung gagak.

Mereka juga mengharamkan benda-benda yang disebut dengan alatul-

lahwi (perangkat yang melalaikan) yang memalingkan orang dari zikrullah, seperti

alat musik. Dengan syarat bila setelah dirusak tidak bisa memberikan manfaat apapun,

maka jual-beli alat musik itu batil. Karena alat musik itu termasuk kategori benda

yang tidak bermanfaat dalam pandangan mereka. Dan tidak ada yang memanfatkan

alat musik kecuali ahli maksiat. Seperti tambur, seruling, rebab dan lainnya.8

c. Dimiliki Oleh Penjualnya

Tidak sah berjual-beli dengan selain pemilik langsung suatu benda, kecuali

orang tersebut menjadi wali (al-wilayah) atauwakil.Yang dimaksud menjadi wali (al-

wilayah) adalah bila benda itu dimiliki oleh seorang anak kecil, baik yatim atau

bukan, maka walinya berhak untuk melakukan transaksi atas benda milik anak

itu.Sedangkan yang dimaksud dengan wakil adalah seseorang yang mendapat mandat

dari pemilik barang untuk menjualkannya kepada pihak lain.

Dalam prakteknya, makelar bisa termasuk kelompok ini. Demikian juga

pemilik toko yang menjual barang secara konsinyasi, dimana barang yang ada di

tokonya bukan miliknya, maka posisinya adalah sebagai wakil dari pemilik barang.

Adapun transaksi dengan penjual yang bukan wali atau wakil, maka transaksi

itu batil, karena pada hakikatnya dia bukan pemilik barang yang berhak untuk menjual

barang itu. Dalilnya adalah sebagai berikut :

Tidak sah sebuah talak itu kecuali dilakukan oleh yang memiliki hak

untuk mentalak. Tidak sah sebuah pembebasan budak itu kecuali

dilakukan oleh yang memiliki hak untuk membebaskan. Tidak sah sebuah

penjualan itu kecuali dilakukan oleh yang memiliki hak untuk menjual.

Tidak sah sebuah penunaian nadzar itu kecuali dilakukan oleh yang

memiliki hak berkewajiban atasnya. (HR. Tirmizi - Hadits hasan)

8 Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2010, hlm. 60.

Page 7: Konsep Dagang Dalam Perspektif Islam

7

Walau pun banyak yang mengkritik bahwa periwayaytan hadits ini lemah,

namun Imam An-Nawawi mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan lewat banyak

jalur sehingga derajatnya naik dari hasan menjadi hadits shahih.

Dalam pendapat qadimnya, Al-Imam Asy-syafi'i membolehkan jual-beli yang

dilakukan oleh bukan pemiliknya, tetapi hukumnya mauquf. Karena akan

dikembalikan kepada persetujuan pemilik aslinya. Misalnya, sebuah akad jual-beli

dilakukan oleh bukan pemilik asli, seperti wali atau wakil, kemudian pemilik asli

barang itu ternyata tidak setuju, maka jual-beli itu menjadi batal dengan sendirinya.

Tapi bila setuju, maka jual-beli itu sudah dianggap sah.

Dalilnya adalah hadits berikut ini :

'Urwah ra berkata,"Rasulullah SAW memberi aku uang 1 Dinar untuk

membeli untuk beliau seekor kambing. Namun aku belikan untuknya 2

ekor kambing. Lalu salah satunya aku jual dengan harga 1 Dinar. Lalu

aku menghadap Rasulullah SAW dengan seekor kambing dan uang 1

Dinar sambil aku ceritakan kisahku. Beliau pun bersabda,"Semoga Allah

memberkatimu dalam perjanjianmu". (HR. Tirmizi dengan sanad yang

shahih).

d. Bisa Diserahkan

Menjual unta yang hilang termasuk akad yang tidak sah, karena tidak jelas

apakah unta masih bisa ditemukan atau tidak.Demikian juga tidak sah menjual

burung-burung yang terbang di alam bebas yang tidak bisa diserahkan, baik secara

pisik maupun secara hukum.

Demikian juga ikan-ikan yang berenang bebas di laut, tidak sah diperjual-

belikan, kecuali setelah ditangkap atau bisa dipastikan penyerahannya.

Para ahli fiqih di masa lalu mengatakan bahwa tidak sah menjual setengah

bagian dari pedang, karena tidak bisa diserahkan kecuali dengan jalan merusak

pedang itu.

e. Harus  Diketahui Keadaannya

Page 8: Konsep Dagang Dalam Perspektif Islam

8

Barang yang tidak diketahui keadaanya, tidak sah untuk diperjual-belikan,

kecuali setelah kedua belah pihak mengetahuinya. Baik dari segi kuantitasnya

maupun dari segi kualitasnya.

Dari segi kualitasnya, barang itu harus dilihat -meski hanya sample- oleh

penjual dan pembeli sebelum akad jual-beli dilakukan. Agar tidak membeli kucing

dalam karung.

Dari segi kuantitas, barang itu harus bisa dtetapkan ukurannya. Baik beratnya,

atau panjangnya, atau volumenya atau pun ukuran-ukuran lainnya yang dikenal di

masanya.

Dalam jual-beli rumah, disyaratkan agar pembeli melihat dulu kondisi rumah

itu baik dari dalam maupun dari luar. Demikian pula dengan kendaraan bermotor,

disyaratkan untuk dilakukan peninjauan, baik berupa pengujian atau jaminan

kesamaan dengan spesifikasi yang diberikan.

Di masa modern dan dunia industri, umumnya barang yang dijual sudah

dikemas dan disegel sejak dari pabrik. Tujuannya antara lain agar terjamin barang itu

tidak rusak dan dijamin keasliannya. Cara ini tidak menghalangi terpenuhinya syarat-

syarat jual-beli. Sehingga untuk mengetahui keadaan suatu produk yang seperti ini

bisa dipenuhi dengan beberapa tehnik, misalnya :

Dengan membuat daftar spesifikasi barang secara :

1. Tertera di brosur atau kemasan tentang data-data produk secara rinci. Seperti

ukuran, berat, fasilitas, daya, konsumsi listrik dan lainnya.

2. Dengan membuka bungkus contoh barang yang bisa dilakukan demo atasnya,

seperti umumnya sample barang.

3. Garansi yang memastikan pembeli terpuaskan bila mengalami masalah.

E. Terlarangnya Jual Beli Karena Cacatnya Rukun Dan Syarata) Jual Beli Terlarang Karena Sebab Pelaku (Ahliah)

Para Ulama sepakat bahwa jual beli dikategorikan sahih apabila dilakukan oleh orang

yang baligh, berakal, dapat memilih, dan mampu ber-tasharruf secara bebas dan baik9.

Mereka yang dipandang tidak sah jual belinya adalah sebagai berikut:

9Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, Jakarta, Gema Insani Press, 2002, hlm.18..

Page 9: Konsep Dagang Dalam Perspektif Islam

9

1.      Jual-beli orang gila

Ulama fiqh sepakat bahwa jual beli orang gila tidak sah, begitu pula sejenisnya,

sebagai contoh, jual beli orang mabuk, dll.

2.      Jual-beli anak kecil

Ulama fiqh sepakat bahwasanya jual beli yang dilakukan oleh anak kecil dipandang

tidak sah, kecuali dalam hal atau perkara yang sepele.

3.      Jual-beli orang buta

Jual beli orang buta dianggap shahih  menurut jumhur ulama jika barang yang

dibelinya diterangkan sifat-sifatnya.

4.      Jual beli terpaksa

Menurut ulama Hanafiyah, hukum jual beli terpaksa, keabsahannya ditangguhkan

sampai hilang rasa terpaksa.

5.      Jual-beli fudhul

Jual-beli milik orang lain tanpa seizin pemiliknya

6.      Jual-beli orang terhalang

Yang dimaksud terhalang disini adalah terhalang karena kebodohan, bangkrut atau

sakit.

7.      Jual-beli malja,

Yaitu jual-beli orang yang sedang dalam bahaya, yakni untuk menghindar dari

perbuatan dzalim.

b) Jual Beli Terlarang Karena Sebab Maqud ‘Alaih (Obyek Transaksi)

Secara umum, ma'qud 'alaih adalah harta yang dijadikan alat pertukaran oleh orang

yang akad, yang biasa disebut barang jualan dan harga. Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli

dianggap sah apabila ma'qud 'alaih adalah barang yang tetap atau bermanfaat, berbentuk,

dapat diserahkan, dapat dilihat oleh orang yang akad, tidak bersangkutan dengan milik orang

lain, dan tidak ada larangan syara'10.

Selain itu, ada beberapa masalah yang disepakati oleh sebagian Ulama, tetapi

diperselisihkan oleh sebagian yang lain.

1.   Jual-beli benda yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada.

10 Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, Jakarta, Gema Insani Press, 2002, hlm. 20.

Page 10: Konsep Dagang Dalam Perspektif Islam

10

Jumhur Ulama sepakat bahwa jual beli barang yang tidak ada atau dikhawatirkan

tidak ada adalah tidak sah

2.   Jual-beli barang yang tidak dapat diserahkan.

Jual beli barang yang tidak dapat diserahkan, seperti burung yang ada di udara atau

ikan yang ada di air tanpa berdasarkan ketetapan syara'.

3.   Jual-beli barang yang tidak jelas (majhul).

Menurut ulama Hanafiyah, jual beli seperti ini adalah fasid, sedangkan menurut

jumhur ulama adalah batal sebab akan mendatangkan pertentangan.

4.   Jual-beli buah-buahan atau tumbuhan yang tidak jelas.

Apabila belum terdapat buah, disepakati tidak sah. Bila telah ada buah tetapi belum

matang, akadnya fasid menurut Ulama Hanafiyah dan batal menurut jumhur Ulama, adapun

juka buah-buahan atau tumbuhan itu telah matang maka akadnya sah.

Keseluruhan jual beli di atas masuk kedalam transaksi gharar.

c) Jual Beli Gharar

Menurut bahasa Arab, makna al-gharar adalah, al-khathr (pertaruhan).  Sehingga

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, al-gharar adalah yang tidak jelas

hasilnya (majhul al-’aqibah). Sedangkan menurut Syaikh As-Sa’di, al-gharar adalah al-

mukhatharah (pertaruhan) dan al-jahalah (ketidak jelasan). Perihal ini masuk dalam kategori

perjudian. Sehingga, dari penjelasan ini, dapat diambil pengertian, yang dimaksud jual beli

gharar adalah, semua jual beli yang mengandung ketidakjelasan; pertaruhan, atau

perjudian.Jual beli gharar atau yang mengandung ketidakpastian dilarang dalam Islam11.

Macam-macam jual beli gharar :

1. Bai’ Ma’dum

          Yaitu jual beli barang yang tidak ada atau belum ada (misal : menjual       anak

kambing yang masih dalam kandungan). Pelarangan Ba’i Ma’dum ini sesuai dengan hadis

Nabi yang menyebutkan “Janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu” (H.R.

Khamsah dari Hakim Bin Hizam). Namun Bay’ Ma’dum bisa dilakukan bila barang yang

dijual dapat diukur dengan pasti dan dan penyerahannya bisa dipastikan sesuai ‘urf.

Contohnya:

Menjual anak onta yang masih dalam kandungan

Menjual buah yang masih di pohon (belum matang)

11 Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, Jakarta, Gema Insani Press, 2002, hlm. 20.

Page 11: Konsep Dagang Dalam Perspektif Islam

11

Menjual susu hewan yang masih di teteknya (Bisa kelihatan besar, ternyata isinya lemak,

susunya cair), disini ada spekulasi, tidak jelas

Jual beli barang yang tidak/belum ada

2. Bai Ma’juz at-Taslim

Yaitu jual beli yang sulit dalam penyerahan barangnya (misal : menjual motor yang

hilang atau hp yang hilang yang masih dalam pencarian). Contohnya:

Jual beli motor yang hilang dan masih dalam pencarian

Jual beli HP yang masih dipinjam orang (teman) yang kabur

Jual-beli tanah properti yang belum jelas statusnya (pembebasannya)

Menjual burung piaraan (seperti merpati) yang mungkin kembali ke sarangnya.

3. Ba’i Majhul

Yaitu jual beli barang yang tidak diketahui kualitas, jeni, merek atau kuantitasnya

(misal: menjual radio yang tidak dijelakan mereknya). Bila tingkat majhulnya kecil sehingga

tidak menyebabkan pertentangan, maka jual beli sah, karena keidak tahuan tidak

menghalangi penyerahan dan penerimaan barang (misal : jual beli buah berdasarkan kiloan

tetapi secara tumpukan). Contohnya:

Yaitu jual beli barang yang tidak diketahui kualitas, jenis, merek atau kuantitasnya.

Seperti jual beli murabahah HP Nokia yang tidak dijelaskan tipenya.

Jual beli radio yang tidak dijelaskan merknya.

Jual beli ini dilarang karena mengandung gharar (tidak jelas, tidak pasti yang mana

produk yang mau dibeli).

4. Ba’i Juzaf (Taksir)

Yaitu  jual beli barang yang biasa ditakar, ditimbang dan dihitung, tetapi dilakukan

secara taksir/ perkiraan (misal : menjual setumpuk pakaian tanpa mengetahui jumlahnya).

Contohnya:

Menjual setumpuk makanan tanpa mengetahui takarannya secara pasti

Menjual setumpuk buah tanpa mengetahui beratnya

Menjual setumpuk ikan tanpa mengetahuai berapa kg

Menjual setumpuk pakaian tanpa mengetahui jumlahnya

5. Ba’i Muhaqalah

Page 12: Konsep Dagang Dalam Perspektif Islam

12

Yaitu menjual tanam-tanaman yang masih di ladang atau di sawah (Ijon).

 

6. Ba’i Mukhadarah

Yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas di panen.

7. Ba’i Mulamasah

Yaitu jual beli yang terjadi dengan cara hanya menyentuh suatu barang secara acak

(misal: seseorang yang menyentuh sebuah produk dengan tangannya di waktu malam, maka

orang yang telah menyentuh kain berarti telah membeli kain tersebut). Contohnya:

Jual beli secara sentuh menyentuh. Misalkan seseorang menyentuh sebuah produk

dengan tangannya di waktu malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh berarti

telah membeli kain tersebut. Jual beli ini dilarang karena mengandung gharar. Tidak jelas

barang mana yang disentuh

8. Ba’i Munabazah

Yaitu jual beli secara lempar-melempar, sehingga barang tidak jelas dan tidak pasti.

Contohnya:

Jual beli secara lempar-melempar, sehingga objek barang tidak jelas dan tidak pasti,

apakah barang A, B, C atau lainnya.  Seperti seorang berkata, “Lemparkan padaku apa

yang ada padamu, nanti kulemparkan pula padamu apa yang ada padaku”. Setelah terjadi

saling melempar barang, maka terjadilah jual-beli. Jual beli ini juga dilarang

karena mengandung gharar.

10. Ba’i Muzabanah (Barter Buah-buahan)

Yaitu jual beli yang menggunakan makanan yang masih belum jelas sebagai alat

pembayarnya (misal : buah-buahan saat masih di atas pohon yang masih basah / belum bisa

dimakan dijual sebagai pembayar untuk memperoleh kurma untuk dimakan). Contohnya:

Buah-buahan ketika masih di atas pohon yang masih basah (belum bisa dimakan) dijual

sebagai alat pembayar untuk memperoleh kurma dan anggur kering (bisa

dimakan). Penyerahannya di masa depan (future).Jual beli ini dilarang karena buah yang

di atas pohon belum bisa dipastikan kualitas dan kuantitasnya. Jadi hanya berdasarkan

Page 13: Konsep Dagang Dalam Perspektif Islam

13

perkiraan/taksiran. Karena itu Rasul saw melarang. Karena dikhawatirkan salah satu

pihak ada yang dirugikan. Jual beli ini juga mengandung gharar.

11. Bai’ Hashah

Yaitu jual beli dimana pembeli menggunakan kerikil dalam jual beli (kerikil

dilemparkan kepada berbagai macam barang penjual, dan kerikil yang mengenai suatu barang

akan dibeli dan ketika itu terjadilah jual beli).

12. Hablul Habalah

Seseorang menjual seekor anak onta yang masih berada dalam perut induknya.  Jual

beli semacam ini dilarang, karena mengandung gharar (ketidakpastian).

13. Madhamin dan Malaqih

 Madhamin ialah menjual sperma hewan, di mana si Penjual membawa hewan

pejantan kepada hewan betina untuk dikawinkan. Anak hewan dari hasil perkawinan itu

menjadi milik pembeli.

 Malaqih, Menjual janin hewan yang masih dalam kandungan

d) Jual Beli Terlarang Karena Objeknya Haram Dan Tidak Baik

Berikut adalah beberapa contoh jual beli yang dilarang karena haram dan tidak

thoyyib-nya objek jual beli12.

Jual beli Salib (simbol agama kristen)

Jual beli Patung Yesus atau fotonya

Jual beli wanita dan anak bayi

Jual beli / bisnis CD porno, majalah porno,dll

Jual beli Narkoba dan segala barang lainnnya

 Membeli barang yang keuntungannya untuk musuh Islam

12 Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, Jakarta, Gema Insani Press, 2002, hlm. 24.

Page 14: Konsep Dagang Dalam Perspektif Islam

14

F. Kesimpulan1. Jual beli merupakan salah satu ruang lingkup muamalah yang bersifat adabiyah yaitu

“ijab-qabul”, taradli, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, tidak ada

penipuan, pemalsuan, penimbunan dan lain sebagainya yang bersumber dari indera

manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta dalam kehidupan manusia.

2. Sesuatu hal yang sering kita lupakan menjadi hal yang dapat merusak nilai amalan

yang kita lakukan jual beli, jadi hal upaya tentang penulisan i n i d i l akukan un tuk

member ikan i n fo rmas i t en t ang penge r t i an , da sa r   hukum jual beli, rukun

dan syarat jual beli, hal yang terlarang dalam jual beli. Agar terciptanya lingkungan

ekonomi perdagangan islam yang sehat dalam kehidupan bermasyarakat.

Untukitu penulis menyimpulkan bahwa jual beli islam adalah suatu kegiatanyang

bersifat kepentingan umum, juga menjadi tolak ukur untukmensejahterakan

kehidupan rakyat terutama dalam bidangperekonomian. Karena manusia ini adalah

makhluk sosial, jadi diperlukan kegiatan jual beli ini juga seluk beluk mengenai jual

beli islam ini sudah dapat dilihat dalam bab-bab makalah ini. 

Page 15: Konsep Dagang Dalam Perspektif Islam

15

DAFTAR   PUSTAKA

Al Mushlih Abdullah dan ash-Shawi Shalah. 2004. Fiqh Ekonomi Keuangan Islam. Jakarta :

Darul Haq.

Rasjid, Sulaiman. 2010. Fiqih Islam. Bandung : Sinar Baru Algensindo.

Syafei, Rachmat. 2001.  Fiqih Muamalah,  Bandung : Pustaka Setia.

Yusanto, Muhammad Ismail dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, Jakarta: Gema Insani Press. 2002.