Upload
gitaq-tri-yatma
View
146
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
epilepsi pada anak
Citation preview
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN EPILEPSI
1. Pengkajian
Dasar Data Pengkajian Pasien
AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala: Keletihan, kelemahan umum.
Keterbatasan dalam beraktivitas/ bekerja yang dittimbulkan oleh diri
sendiri/ terdekat pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.
Tanda: Perubahan tonus/kekuatan otot.
Gerakan involunter/kontraksi otot ataupun sekelompok otot.
SIRKULASI
Gejala: Iktal: Hipertensi, peningkatan nadi, sianosis.
Posiktal: Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan
pernapasan.
INTEGRITAS EGO
Gejala: Stensor eksternal/internal yang berhubungan dengan keadaan
dan/atau penanganan.
Peka rangsang; perasaan tidan ada harapan/tidak berdaya.
Perubahan dalam berhubungan
Tanda: Pelebaran rentang respon emosional.
ELIMINASI
Gejala: Inkontinensia episodik.
Tanda: Iktial: Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus stingfer.
Posiktal: Otot relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia (baik
urine/fekal).
MAKANAN/CAIRAN
Gejala: Sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang berhubungan
dengan aktivitas kejang.
Tanda: Kerusakan jaringan lunak/gigi (cedera selama kejang).
Hiperplasia gingival (efek samping pemakaian Dilantin jangka
panjang).
NEUROSENSORI
Gejala: Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pingsan, pusing.
Riwayat trauna kepala, anoreksia, dan infeksi serebral.
Posiktal: Kelemahan, nyeri otot, area parestase/paralisis.
NYERI/KENYAMANAN
Gejala: Sakit kepala, nyeri otot/punggung pada periode posikal.
Nyeri abnormal paroksimal selama fase iktal (mungkin terjadi selama
kejang fokal/parsial tanpa mengalami penurunan kesadaran).
Tanda: Sikap/tingkah laku yang berhati-hati.
Perubahan pada tonus otot.
Tingkah laku distraksi/gelisah.
PERNAPASAN
Gejala: Fase iktal: Gigi mengatup, sianosis, pernapasan menurun/cepat;
peningkatan sekresi mukus.
Fase posiktal: Apnea.
KEAMANAN
Gejala: Riwayat terjatuh/trauma, fraktur.
Adanya alergi
Tanda: Trauma pada jaringan lunak/ekimosis.
Penurunan kekuatan/tonus otot secara menyeluruh.
INTERAKSI SOSIAL
Gejala: Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga atau
lingkungan sosialnya.
Pembatasan/penghindaran terhadap kontak sosial.
Pemeriksaan Diagnostik Kejang
Elektrolit : Tidak seimbang dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi
pada aktivitas kejang.
Glukosa : Hipoglikemia dapat menjadi presipitasi (pencetus) kejang.
Ureum/kreatinin : Meningkat dapat meningkatkan risiko timbulnya
aktivitas kejang atau mungkin sebagai indikasi nefrotoksik yang
berhubungan dengan pengobatan.
Sel Darah Merah (SDM) : Anemia aplastik mungkin sebagai akibat dari
terapi obat.
Kadar obat pada serum : Untuk membuktikan batas obat antiepilepsi yang
terapeutik.
Pungsi lumbal (PL) : Untuk mendeteksi tekanan abnormal dari CSS, tanda-
tanda infeksi, perdarahan (hemoragik sub arakhnoid, subdural) sebagai
penyebab kejang tersebut.
Foto ronsen kepala : Untuk mengidentifikasi adanya SOL, fraktur.
Elektroensefalogram (EEG) : Melokalisasi daerah serebral yang tidak
berfungsi dengan baik , mengukur aktivitas otak. Gelombang otak untuk
menentukan karakteristik dari gelombang pada masing-masing tipe dari
aktivitas kejang.
Pemantauan video-EEG, 24 jam : Dapat mengidentifikasikan fokus kejang
secara tepat.
Skan CT : mengidentifikasi letak lesi serebral, infark, hematoma, edema
serebral, trauma, abses, tumor, dan dapat dilakukan dengan/tanpa kontras.
Positron Emission Tomography (PET): Mendemonstrasikan perubahan
metabolik, misalnya penurunan metabolisme glukosa pada sisi lesi.
MRI : Melokalisasi lesi-lesi lokal.
Magnetoensefalogram : Memetakan impuls/potensial listrik otak pada pola
pembebasan yang abnormal.
Wada : Menentukan hemisfer dominan (dilakukan sebagai evaluasi awal
dari pra operasi lobektomi temporal)
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doengus :
1) Risiko tinggi terhadap trauma/kerusakan sel otak dan penghentian nafas
berhubungan dengan kejang, kelemahan progresif cepat otot-otot
pernafasan.
2) Risiko tinggi terhadap bersihan jalan nafas/pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, obstruksi trakeobronkial.
3) Harga diri/ identitas pribadi, gangguan berhubungan dengan sigma
berkenaan dengan kondisi, persepsi tentang tidak terkontrol.
4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan informasi
pada klien/keluarga terhadap perubahan status kesehatan.
Menurut Arif Mutaqin :
5) Risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan kejang berulang,
ketidaktahuan tentang epilepsi dan cara penanganan saat kejang, serta
penurunan tingkat kesadaran.
6) Nyeri akut yang berhubungan dengan nyeri kepala sekunder respons pasca
kejang (postikal).
7) Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kebingungan, malas
bangun sekunderrespons pasca kejang (postikal).
8) Ketakutan yang berhubungan dengan kejang berulang.
9) Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan depresi akibat
apilepsi.
3. Intervensi
DIAGNOSA KEPERAWATAN : Risiko tinggi terhadap trauma/kerusakan sel otak dan
penghentian nafas berhubungan dengan kejang dan kelemahan progresif cepat otot-otot
pernafasan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah klien teratasi dengan kriteria:
a. Klien mengungkapkan pemahaman faktor yang menunjang kemungkinan trauma,
dan/atau penghentian pernafasan dan mengambil langkah untuk memperbaiki situasi.
b. Klien mendemonstrasikan perilaku, perubahan gaya hidup untuk mengurangi faktor
risiko dan melindungi diri dari cedera.
c. Klien mampu mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
d. Klien membantu klien untuk mempertahankan aturan pengobatan untuk
mengontrol/menghilangkan aktivitas kejang.
Intervensi Rasionalisasi
Gali bersama-sama klien dan orang
tua/keluarga berbagai stimulasi yang menjadi
pencetus demam.
Kejang demam terjadi ketika demam
menyebabkan perubahan beda potensial sel
neuron yang menyebabkan pelepasan
muatan listrik yang besar. Jadi, pengkajian
difokuskan pada area penyebab demam.
Pertahankan bantalan lunak pada penghalang Mengurangi trauma saat kejang
tempat tidur yang terpasang dengan posisi
tempat tidur rendah
(sering/umum) terjadi selama pasien di
tempat tidur.
Evaluasi kebutuhan untuk/ berikan
perlindungan pada kepala.
Penggunaan penutup kepala dapat
memberikan perlindungan tambahan
terhadap seseorang yang mengalami kejang
terus-menerus/kejang berat.
Kaji suhu menggunakan termometer dengan
bahan metal atau ukur suhu melalui lubang
telinga jika perlu.
Menurunkan risiko pasien menggigit atau
menghancurkan termometer yang terbuat
dari kaca atau kemungkinan mengalami
trauma jika terjadi aktivitas kejang.
Pertahankan tirah baring secara ketat jika
pasien mengalami tanfa-tanda timbulnya fase
prodromal/aura. Jelaskan pentingnya tindakan
ini pada klien/orang tua/keluarga.
Pasien mungkin tidak dapat beristirahat
/perlu untuk bergerak atau melepaskan diri
dari suatu keadaan selama fase aura, namun
bergerak dengan mempedulikan diri dari
keamanan lingkungan dan mudah
diobservasi. Pemahaman kepentingan untuk
mempertimbangkan tentang pentingnya
kebutuhan keamanan diri sendiri dapat
menambah keikutsertaan (kerja sama)
pasien.
Minta orang tua/keluarga klien untuk tetap
tinggal bersama klien dalam waktu beberapa
lama selama/setelah kejang.
Meningkatkan keamanan klien.
Masukkan jalan nafas buatan seperti plastik
atau biarkan klien menggigit sesuatu yang
lunak antara gigi (jika rahang sedang
relaksasi). Miringkan kepala ke salah satu
sisi/lakukan penghisapan pada jalan nafas
sesuai indikasi
Menurunkan risiko terjadinya trauma mulut
tetapi tidak boleh “dipaksa” atau masukkan
ketika gigi-gigi sedang mengatup kuat
karena kerusakan pada gigi jaringan lunak
dapat terjadi. Juga membantu
mempertahankan jalan nafas. Catatan :
Spatel lidah dari kayu tidak boleh digunakan
karena mungkin bisa rusak atau terpelintir
pada mulut klien.
Atur kepala, tempatkan di atas daerah yang
empuk (lunak) atau bantu meletakkan pada
lantai jika keluar dari tempat tidur. Jangan
melakukan restrein.
Mengarahkan ekstremitas dengan hati-hati
menurunkan risiko trauma secara fisik
ketika klien kehilangan kontrol terhadap otot
volunter. Catatan : jika dilakukan restrein
pada klien yang mengalami kejang, gerakan
kaku dapat meningkat dan klien dapat
mengalami trauma oleh diri sendiri atau
orang lain.
Catat tipe dari aktivitas kejang (seperti lokasi/
lamanya aktivitas motorik, hilang/penurunan
kesadaran, inkontinensia, dll) dan berapa kali
terjadi (frekuensi/kambuhannya).
Membantu untuk melokalisasi daerah otak
yang terkena.
Lakukan penilaian neurologis/TTV setelah
kejang, misal: tingkat kesadaran, orientasi,
TD, nadi dan pernafasan.
Mencatat keadaan posiktal dan waktu
penyembuhan pada keadaan normal.
Orientasikan kembali kepada orang
tua/keluarga klien terhadap aktivitas kejang
yang dialami anaknya.
Untuk menghilangkan ansietas. Orang
tua/keluarga mungkin bingung dan cemas.
Klien mungkin mengalami amnesia setelah
kejang dan memerlukan bantuan untuk dapat
mengontrol lagi.
Observasi munculnya tanda-tanda atau gejala
status epileptikus, seperti kejang tonik-klonik
setelah jenis yang lain muncul dengan cepat
dan cukup meyakinkan.
Hal ini merupakan keadaan darurat yang
mengancam hidup yang dapat menyebabkan
henti nafas, hipoksia berat, dan/atau
kerusakan pada otak dan sel saraf. Intervensi
yang segera dibutuhkan untuk
mengendalikan aktivitas kejang.
Diskusikan adanya tanda-tanda serangan
kejang (jika memungkinkan) dan pola kejang
yang biasa dialami klien. Ajarkan orang
terdekat klien untuk mengenali tanda-tanda
awal dari kejang tersebut dan bagaimana
merawat klien selama dan setelah serangan
kejang.
Memberikan kesempatan orang tua/keluarga
klien untuk melindungi klien dari trauma
dan mengenali perubahan yang perlu
disampaikan pada dokter/pada intervensi
selanjutnya. Mengetahui apa yang harus
dilakukan saat kejang terjadi dapat
mencegah trauma/komplikasi dan
menurunkan perasaan tak berdaya dari orang
terdekat.
Berikan obat sesuai indikasi:
Obat antiepilepsi meliputi fenitoin
(Dilatin), pirimidon (Mysoline),
karbamazepin (Tegretol), klonazepam
(Klonopin), asam valproat (Depakote).
Fenobarbital (Luminal)
Diazepam (Valium)
Glukosa, tiamin
Obat antiepilepsi meningkatkan ambang
kejang dengan menstabilkan membran sel
saraf, yang menurunkan eksitasi neuron
melalui aktivitas langsung pada sistem
limbik, talamus, dan hipotalamus.
Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan
penekanan terhadap aktivitas kejang dengan
dosis obat-obat yang rendah dan dengan
efek samping yang minimal.
Meningkatkan efek dari obat antiepilepsi
dan memungkinkan untuk memberikan dosis
lebih rendah untuk menurunkan efek
sampingnya.
Dapat digunakan tersendiri (atau dalam
kombinasi dengan fenobarbital) sebagai obat
pilihan pertama untuk menekan status
kejang.
Dapat diberikan untuk mempertahankan
keseimbangan metabolisme jika kejang
tersebut ditimbulkan oleh hipoglikemia/
alkohol.
Pantau/catat kadar obat antiepilepsi, yang
berhubungan dengan efek samping dan
frekuensi dari aktivitas kejang yang terjadi.
Kadar terapeutik standar mungkin tidak
optimal pada klien individual jika terjadi
efek samping yang merugikan atau
kejangnya tidak terkontrol.
Pantau kadar sel darah, elektrolit dan glukosa Mengidentifikasi faktor-faktor yang
memperberat/menurunkan ambang kejang.
Siapkan untuk pembedahan/elektrolit
pengganti sesuai indikasi.
Stimulator saraf vegal, terapi dengan
pemancaran magnetik, atau intervensi bedah
lainnya (seperti; lubektomi temporal) dapat
dilakukan untuk kejang yang tidak dapat
diobati atau melokalisasi dengan akurat lesi
epileptogenik ketika klien tidak mengatasi
dan adanya risiko yang amat tinggi terhadap
munculnya trauma yang serius.
DIAGNOSA KEPERAWATAN : Risiko tinggi terhadap bersihan jalan nafas/pola nafas
tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, obstruksi trakeobronkial,
dan kerusakan persepsi/kognitif.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah klien teratasi dengan kriteria:
Mampu mempertahankan pola pernafasan efektif dengan jalan nafas paten/aspirasi dicegah.
Intervensi Rasionalisasi
Lakukan penilaian neurologis/TTV setelah
kejang, misal: tingkat kesadaran, orientasi,
TD, nadi dan pernafasan.
Untuk mengetahui gambaran status
fungsional kesehatan klien, sehingga dapat
mengantisipasi keadaan klien.
Ajarkan orang tua/keluarga klien untuk Menurunkan risiko aspirasi atau masuknya
mengosongkan mulut dari benda/zat tertentu
jika fase aura terjadi dan untuk menghindari
rangang mengatup jika kejang terjadi tanpa
ditandai gejala awal.
sesuatu yang asing ke faring.
Letakkan klien pada posisi miring, permukaan
datar, miringkan kepala selama serangan
kejang.
Meningkatkan aliran (drainase) sekret,
mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan
nafas.
Tanggalkan pakaian pada daerah leher/dada
dan abdomen.
Untuk memfasilitasi usaha bernafas/
ekspansi dada.
Masukkan spatel lidah/jalan nafas buatan atau
gulungan benda lunak sesuai dengan indikasi.
Jika memasukkannya diawal untuk
membuka rahang, alat ini dapat mencegah
tergigitnya lidah dan memfasilitasi saat
penghisapan lendir atau memberi sokongan
pernafasan jika diperlukan. Jalan nafas
buatan mungkin diindikasikan setelah
meredanya aktivitas kejang jika klien
tersebut tidak sadar dan tidak dapat
mempertahankan posisi lidah yang aman.
Lakukan penghisapan sesuai indikasi Menurunkan risiko aspirasi atau asfiksia.
Berikan tambahan oksigen atau ventilasi
manual sesuai kebutuhan pada fase posiktal.
Dapat menurunkan hipoksia serebral
sebagian akibat dari sirkulasi yang menurun
atau oksigen sekunder terhadap spasme
vaskuler selama serangan kejang. Catatan :
ventilasi buatan selama serangan kejang
umum dibatasi atau tidak menguntungkan
karena dalam keadaan seperti ini tidak
mungkin untuk memindahkan udara ke
Siapkan untuk/bantu melakukan intubasi , jika
ada indikasi.
dalam/keluar paru selama kontraksi otot
pernafasan yang amat berlebihan. Setelah
kejang itu reda, fungsi pernafasan akan
kembali jika tidak muncul masalah
sekunder (seperti: benda asing atau terjadi
aspirasi).
Munculnya apnea yang berkepanjangan
pada fase posiktal membutuhkan dukungan
ventilator mekanik.
DIAGNOSA KEPERAWATAN : HARGA DIRI/ IDENTITAS PRIBADI,
GANGGUAN
Tujuan: Mengidentifikasi perasaan dan metode untuk kooping dengan presepsi negatif pada
diri sendiri, Mengungkapkan peningkatan rasa harga diri dalam hubungannya dengan
diagnosis, Mengungkapkan persepsi realistis dan penerimaan diri dalam perubahan peran
dan gaya hidup
Intervensi Tujuan
Mandiri :
Diskusikan perasaan pasien mengenai
diagnostik, persepsi diri terhadap tindakan
yang dilakukannya. Anjurkan untuk
mengungkapkan/ mengekspresikan
perasaannya
Reaksi yang ada bervariasi diantara individu
dan pengetahuan/ pengalaman awal dengan
keadaan penyakitnya akan mempengaruhi
penerimaan terhadap pengaturan pengobatan.
Adanya keluhan merasa takut, marah dan
sangat memperhatikan tentang implikasinya
dimasa yang akan datang dapat membantu
pasien menerima keadaannya.
Identifikasi/ antisipasi kemungkinan reaksi
orang pada keadaan penyakitnya. Anjurkan
pasien untuk tidak merahasiakan
masalahnya.
Memberikan kesempatan untuk berespon
pada proses pemecahan masalah dan
memberikan tindakan control terhadap situasi
yang dihadapi. Merahasiakan sesuatu adalah
dekstruksit (merusak) harga diri (potensial
mengalami menyangkal), menghentikan
perkembangan dalam menangani maslah dan
mungkin secara aktual meningkatkan resiko
trauma atau respon yang negative ketika
kejang itu terjadi.
Gali bersama pasien mengenai keberhasilan
yang diperoleh atau yang akan dicapai
selanjutnya dan kekuatan yang dimilikinya.
Memfokuskan pada aspek yang positif dapat
membantu untuk menghilangkan perasaan
dari kegagalan atau kesadaran terhadap diri
sendiri dan membentuk pasien mulai
menerima penanganan terhadap penyakitnya.
Hindari pemberian perlindungan yang amat
berlebihan pada pasien, anjurkan aktivitas
dengan memberikan pengawasan/ dengan
memantau jika ada indikasi.
Partisipasi dalam sebanyak mungkin
pengalaman dapat mengurangi depresi
tentang keterbatasan. Observasi/ pengawasan
perlu diberikan pada beberapa aktivitas
seperti latih tubuh (senam), olahraga
memanjat/ panjat tebing atau olahraga air.
Tentukan sikap/ kecakapan orang terdekat.
Bantu ia menyadari perasaan tersebut adalah
normal, sedangkan merasa bersalah dan
menyalahkan diri sendiri tidak ada
manfaatnya.
Pandangan yang negative dari orang terdekat
dapat berpengaruh terhadap perasaan
kemampuan/ harga diri pasien dan
mengurangi dukungan yang diterima dari
orang terdekat tersebut yang mempunyai
resiko membatasi penanganan optimal.
Tekanan pentingnya staf/ orang terdekat
untuk tetap dalam keaadaan tenang selama
kejang.
Ansietas dari pemberian asuhan adalah
menjalar dan bila sampai pada pasien dapat
meningkatkan persepsi negative terhadap
keadaan lingkungan/ diri sendiri.
Intervensi Kolaborabsi:
Rujuk pasien atau orang terdekat pada
kelompok penyokong, seperti yayasan
epilepsy dan sebagainya.
Berikan kesempatan untuk mendapatkan
informasi, dukungan dan ide-ide untuk
mengatasi massalah dari orang lain yang
telah mempunyai pengalaman yang sama.
Diskusikan rujukan kepada psikoterapi
dengan pasien atau orang terdekat.
Kejang mempunyai pengaruh yang besar
pada harga diri seseorang dan pasien/ orang
terdekat dapat merasa berdosa atas
keterbatasan penerimaan terhadap dirinya
dan stigma masyarakat. Konsling dapat
membantu mengatasi perasaan terhadap diri
sendiri.
DIAGNOSA KEPERAWATAN : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang
pemajanan informasi pada klien/keluarga terhadap perubahan status kesehatan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah klien teratasi dengan kriteria:
a. Klien/keluarga mengungkapkan pemahaman tentang gangguan dan berbagai rangsang
yang dapat meningkatkan/berpotensial pada ativitas kejang.
b. Memulai perubahan perilaku/gaya hidup sesuai indikasi.
c. Mentaati aturan obat yang diresepkan.
Intervensi Rasionalisasi
Jelaskan kembali mengenai
patofisiologi/prognosis penyakit dan perlunya
pengobatan/penanganan dalam jangka waktu
yang lama sesuai indikasi kepada klien dan
orang tua/keluarga.
Memberi kesempatan untuk
mengklarifikasi kesalahan persepsi dan
keadaan penyakit yang ada sebagai sesuatu
yang dapat ditangani dalam cara hidup
yang normal.
Tinjau kembali obat-obat yang didapat, penting
sekali memakan obat sesuai petunjuk, dan tidak
menghentikan pengobatan tanpa pengawasan
dokter. Termasuk petunjuk untuk pengurangan
dosis
Tidak adanya pemahaman terhadap obat-
obat yang didapat merupakan penyebab
dari kejang yang terus-menerus tanpa
henti. Pasien perlu untuk mengetahui risiko
timbulnya status epileptikus sebagai akibat
dari menghentikan penggunaan obat
antikonvulsan. Bergantung pada obat dan
frekuensinya, pasien dapat diinstruksikan
untuk menentukan dosis obat yang tepat.
Berikan petunjuk yang jelas pada pasien untuk
minum obat bersamaan dengan waktu makan
jika memungkinkan.
Dapat menurunkan iritasi lambung,
mual/muntah.
Diskusikan mengenai efek samping secara
khusus, seperti mengantuk, hiperaktif,
Dapat mengindikasikan kebutuhan akan
perubahan dalam dosis/obat pilihan yang
gangguan tidur, hipertrofi pada gusi, gangguan
penglihatan, mual/muntah, timbul ruam pada
kulit, sinkope/ataksia, kelahiran yang terganggu
dan anemia aplastik.
lain, meningkatkan keterlibatan/partisipasi
dalam proses pengambilan keputusan dan
menyadari efek jangka panjang dari obat
dan memberikan kesempatan untuk
mengurangi/mencegah komplikasi.
Berikan informasi tentang interaksi obat yang
potensial dan pentingnya untuk memberitahu
pemberi perawatan yang lain dari pemberian
obat terebut.
Pengetahuan mengenai penggunaan obat
antikonvulsan menurunkan risiko obat
yang diresepkan yang dapat berinteraksi
yang selanjutnya mengubah ambang
kejang atau memiliki efek terapeutik,
contoh; Dilantin mempunyai efek
antikoagulasi dari Coumadin, sebaliknya
INH dan kloromisetin meningkatkan efek
dari dilantin.
Tekankan perlunya untuk melakukan evaluasi
yang teratur/melakukan pemeriksaan
laboratorium yang teratur sesuai dengan
indikasi, seperti darah lengkap harus diperiksa
minimal dua kali dalam satu tahun dan
munculnya sakit tenggorok atau demam.
Kebutuhan terapeutik dapat berubah dan
efek samping obat yang serius (seperti
agranulositosis atau tosisitas) dapat terjadi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN : RESIKO CIDERA YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJANG BERULANG, KETIDAKTAHUAN TENTANG EPILEPSI DAN CARA PENANGANAN SAAT KEJANG, PENURUNAN TINGKAT KESADARANTujuan : Klien bebas dari cidera yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaranKriteria Hasil : Klien dan keluarga mengetahui pelaksanaan kejang, menghindari stimulus kejang, melakukan pengobatan teratur untuk menurunkan intensitas kejang.
Intervensi RasionalKaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga secara penanganan saat kejang
Data dasar untuk intervensi selanjutnya.
Ajarkan klien dan keluarga tentang metode mengontrol demam.
Orang tua dengan anak yang pernah mengalami kejang demam harus diinstruksikan tentang metode untuk mengontrol demam (kompres dingin, obat antipiretik).
Anjurkan untuk kontrol pasca cidera kepala. Cidera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat dicegah melalui program yang member keamanan yang tinggi dan tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cidera kepala.
Anjurkan keluarga agar mempersiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat klien.
Melindungi klien bila kejang terjadi.
Anjurkan untuk menghindari rangsangan cahaya yang berlebihan.
Klien sering mengalami peka rangsang terhadap cahaya yang sangat silau.Beberapa klien perlu menghindari stimulasi fotik (cahaya menyilaukan yang kelap-klip, menonton televise). Dengan menggunakan kaca mata hitam atau menutup slah satu mata dapat membantu mengontrol maslah ini.
Anjurkan mempertahankan tirah baring total selama fase akut.
Mengurangi risiko jatuh/ terluka jika fertigo, sinkope, dan ataksia terjadi.
Kolaborasi pemberian terapi; fenitoin (Dilantin).
Terapi medikasi untuk menurunkan respon kejang berulang.
DIAGNOSA : NYERI AKUT/ KRONIS
Tujuan : Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol, Mengungkapkan metode yang memberikan
penghilangan, Mendemonstrasikan penggunaan intervensi trapeutik (misalnya ketermpilan
relaksasi, modifikasi perilaku) untuk menghilangkan nyeri.
Intervensi Rasional
Kaji adanya keluhan nyeri, catat lokasi,
lamanya serangan, factor pencetus/ yang
memperberat. Minta pasien untuk
menetapkan pada skala 0-10
Membantu menentukan pilihan intervensi
dan memberikan dasar evaluasi terhadap
terapi.
Pertahankan tirah baring selama fase akut.
Letakkan pasien pada posisi semi fowler
dengan tulang spinal, pinggang dan lutut
dalam keadaan fleksi: posisi terlentang
dengan atau tanpa meninggikan kepala 10-
30o atau pada posisi lateral.
Tirah baring dalam posisi yang nyaman
memungkinkan pasien untuk menurunkan
spasme otot, menurunkan penekanan pada
bagian tubuh tertentu dan memfasilitasi
terjadinya reduksi dari tonjolan diskus.
Gunakan logroll (papan) selama melakukan
perubahan posisi.
Menurunkan fleksi, perputaran, desakan pada
daerah belakang tubuh.
Bantu pemasangan brace/ korset. Berguna selama fase akut dari rupture diskus
untuk memberikan sokongan dan membatasi
fleksi/ terplintir. Pengunaan dalam jangka
panjang dapat menambah kelemahan otot dan
lebih lanjut menyababkan degeneratif.
Batasi aktivitas selama fase akut sesuai
dengan kebutuhan.
Menurunkan gaya gravitasi dan gerak yang
dpat menghilangkan spasme otot dan
menurunkan edema dan tekanan pada
struktur sekitar diskus intervetebralis yang
terkena.
Letakkan semua kebutuhan, termasuk bel
panggil dalam batas yang mudah dijangkau/
diraih oleh pasien.
Menurunkan resiko peregangan otot saat
meraih.
Instruksikan pasien untuk melakukan teknik
relaksasi/ visualisasi.
Memfokuskan perhatian pasien, membantu
menurunkan tegangan otot dan meningkatkan
proses penyembuhan.
Instruksikan/ anjurkan untuk melakukan
mekanika tubuh/ gerakan yang tepat.
Menghilangkan atau mengurangi stress pada
otot dan mencegah trauma lebih lanjut.
Berikan kesempatan untuk berbicara/
mendengar masalah pasien.
Ventilasi rasa takut/ cemas dapat membantu
untuk menurunkan factor-faktor stres selama
dalam keadaan sakit dan dirawat.
Kesempatan untuk memberikan informasi/
membetulkan informasi yang kurang tepat.
.Kolaborasi :
Berikan tempat tidur ortopedik atau letakkan
papan dibawah kasur atau matras.
Memberikan sokongan dan menurunkan
fleksi spinal, yang menurunkan spasme.
Berikan obat sesuai dengan kebutuhan :
Relaksan otot, seperti diazepam
(Valium), karisoprodol (Soma),
metkarbamol (Robaxin).
NSAID, seperti ibuprofen (Motrin,
Advil), diflurisal (Dolobid),
ketoprotein (Orudis), meklofenamat
Merlaksasikan otot dan menurunkan nyeri
Menurunkan edema, tekanan pada akar saraf.
Catatan : suntikan epidural atau gabungan
obat antiinfalamasi dapat dicoba jika
(Meclomen).
Analgetik, seperti asetaminofen
(Tylenol) dengan kodein, meperidin
(Demerol), hidrokodon (Vicodin),
butorpanol (Stadol).
intervensi lain tidak mampu untuk
menghilangkan nyeri.
Perlu untuk menghilangkan nyeri sedang
sampai berat.
Pasang penyokong fisik seperti brace lumbal
kolar servikal.
Songkongan anatomis/ struktur berguna
untuk meurunkan ketegangan/ spasme otot
dan menurunkan nyeri.
Pertahankan traksi jika diperlukan. Pemindahan berat badan dari bagian diskus
yang terkena, meningkatkan pemisahan
interveterbral dan memungkinkan “lesatan
diskus” tersebut untuk menggerakan saraf.
Konsultasikan dengan ahli terapi fisik. Program latihan/ peragangan yang spesifik
dapat menghilangkan spasme otot dan
menguatkan otot-otot punggung, ekstensor,
abdomen, dan otot quadrisep untuk
meningkatkan sokongan terhadap daerah
lumbal.
Pasang/ pantau penggunaan kantong
pendingin atau pelembab, diatermia,
ultrasound.
Meningkatkan sirkulasi pada daerah yang
sakit, menghilangkan spasme, meningkatkan
relaksasi pada pasien.
Berikan intervensi tertentu pada pasca-
prosedur mielografi jika perlu, seperti jaga
jangan sampai aliran cairan terlalu cepat,
posisi tidur datar atau ditinggikan 30o sesuai
indikasi selama beberapa jam.
Menurunkan resijo terjadinya sakit/
kebocoran cairan spinal.
Bantu dengan/ persiapan untuk pemasangan
TENS.
Menurunkan stimulus dengan menghambat
transmisi nyeri.
Rujuk ke klinik nyeri. Upaya tim yang terkordinasi meliputi baik
terapi fisik maupun terapi psikologis dapat
mengatasi semua aspek yang mugkin
menyebabkan nyeri kronik dan
memungkinkan pasien untuk meningkatkan
kreativitas dan produktivitasnya.
DIAGNOSA KEPERAWATAN : KETAKUTAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEMUNGKINAN KEJANG BERULANGTujuan : Setelah intervensi ketakutan klien hilang/ berkurang.Kriteria : Mengenai perasaanya, dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang mempengaruhinya dan menyatakan ketakutan berkurang/ hilang.
Intervensi RasionalBantu klien mengekspresikan perasaan takut. Ketakutan berkelanjutan memberikan
dampak psikologis yang tidak baik.Lakukan kerjasama dengan keluarga. Kerjasama klien dan keluarga sepenuhnya
penting. Mereka harus yakin terhadap manfaat program yang ditetapkan. Harus ditekankan bahwa medikasi antikonvulsan yang diresepkan harus dikonsumsi secara terus-menerus dan bahwa ini bukan obat yang membentuk kebiasaan. Medikasi ini dapat dikonsumsi tanpa rasa takut tentang ketergantungan obat selama bertahun-tahun gunakan tanpa ketakutan akan ketergantungan obat untuk beberapa tahun jika obat-obatan tersebut diperlukan. Jika klien dibawah pengawasan perawatan kesehatan dan didampingi, maka klien melakukan instruksi dengan taat.
Hindari konfrontasi. Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerjasama, dan mungkin memperlambat penyembuhan.
Ajarkan kontrok kejang. Kontrol kejang bergantung pada aspek pemahaman dan kerjasama klien. Gaya hidup dan lingkungan dikaji untuk mengidentifikasi factor-faktor yang dapat mencetuskan kejang : gangguan emosi, stressor lingkungan baru, onset menstruasi pada klien wanita, atau demam. Klien dianjurkan untuk mengikuti gaya hidup rutin regular dan sedang, diet (menghindari stimulant berlebihan), latihan dan isntirahat. Gangguan tidur dapat menurunkan ambang klien terhadap kejang. Aktivitas sedang adalah terapi yang baik, tetapi penggunaan energy yang berlebihan dapat dihindari.
Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.
Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.
Kurangi stimulus ketegangan. Keadaan tegang (ansietas, frustasi) mengakibatkan kejang pada beberapa klien. Pengklafikasian penatalaksanaan stress akan bermanfaat. Oleh karena kejang diketahui oleh asupan alkohol, maka kebiasaan ini
harus dihindari. Trapi paling efektif adalah mengikuti rencana pengobatan untuk menghindari stimuli yang mencetuskan kejang.
Tingkatkan kontrol sensasi klien. Kontrol sensasi klien (dan dalam menurunkan ketakutan) dengan cara memberikan informasi tentang keadaan klien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber koping (pertahanan diri) yang positif, membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan, serta memberikan respon balik yang positif.
Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan ansietasnya.
Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhwatiran yang tidak diekspresikan.
Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat.
Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan cemas, dan perilaku adaptasi.Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih klien melayani aktivitas dan pengalihan (misalnya membaca) akan menurunkan perasaan trisolasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN : KOPING, INDIVIDUAL TIDAK EFEKTIF/ KONFLIK KEPUTUSAN Tujuan : Mengidentifikasi tingkahlaku koping yang tidak efektif dan konsekuensi, Menunjukan kewaspadaan dari koping pribadi/ kemampuan memecahkan masalah, Memenuhi kebutuhan psikologis yang ditunjukan dengan mengekspresikan perasaan yang sesuai, identifikasi pilihan dan penggunaan sumber-sumber, Membuat keputusan dan menunjukan kepuasan dengan pilihan yang diambil.
Intervensi RasionalMandiri :Tinjau ulang patofisiologi yang mempengaruhi pasien dan luasnya perasaan yang tidak berdaya/ tanpa harapan/ kehilangan control terhadap kehidupan tingkat ansietas.
Indikator dari tingkat disekuilibrium dan kebutuhan akan intervensi untuk mencegah atau mengatasi krisis.
Tetapkan hubungan terapeutik perawat-pasien.
Pasien mungkin akan leebih bebas dalam konteks hubungan ini untuk menunjukan perasaan tidak tertolong/ tanpa tenaga dan untuk mendiskusikan perubahan yang diperlukan dalam kehidupan pasien.
Catat ekspresi keragu-raguan, ketergantungan kepada orang lain dan ketidakmampuan untuk mengatasi AKS pribadi.
Mungkin menunjukan kebutuhan bersabdar kepada orang lain untuk sementara waktu. Pengenalan awal dan intervensi dapat membantu pasien memperoleh kembali ekulibrium.
Kaji munculnya kemampuan koping positif, Jika individu memiliki kemampuan koping
misalnya penggunaan teknik relaksasi keinginan untuk mengekspresikan perasaan.
yang berhasil dilakukan pada waktu lampau, mungkina dapat digunakan sekarang untuk mengatasi tegangan dan memelihara rasa control individu.
Dorong pasien untuk berbicara mengenai apa yng terjadi saat ini dan apa yang telah terjadi untuk mengantisipasi perasaan tidak tertolong dan ansietas.
Menyediakan petunjuk untuk membantu pasien dalam mengembangkan kemampuan koping dan memperbaiki ekuilibrium.
Perbaiki kesalahan konsep yang mungkin dimiliki pasien. Menyediakan informasi factual.
Membantu mengidentifikasi dan membenarkan persepsi realita dan memungkinkan dimulainya usaha pemecahan masalah.
Sediakan lingkungan yang tenang dan tidak menstimulasi. Tentukan apa yang menjadi kebutuhan pasien, dan menyediakannya jika memungkinkan. Memberikan informasi yang sederhana namun factual mengenai apa yang dapat pasien harapkan dan ulangi sesuai kebutuhan.
Menurunkan ansietas dan menyediakan control bagi pasien selama situasi krisis.
Ijinkan pasien untuk mandiri pada awla dengan melakukan kembali AKS mandiri bertahap, perawatan diri dan aktivitas lainnya. Buat kesempatan bagi pasien untuk membuat keputusan mengenai keperawatan jika memungkinkan, menerima pilihan untuk tidak melakukannya.
Meningkatkan perasaan aman (pasien akan mengetahui bahwa perawat akan mengusahakan keamanan). Jika kontrol tercipta, pasien akan memiliki kesempatan untuk mengembangkan koping adaptif/ kemampuan memecahkan masalah.
Terima ekspresi verbal rasa marah, buat batasan terhadap tingkah laku maladaptif.
Menunjukan rasa marah adalah proses yang penting untuk resolusi rasa duka dan kehilangan. Meskipun demikian, pencegahan terhadap tindakan destruktif (seperti memisahkan diri dari orang lain) akan mempertahankan harga diri pasien.
Diskusikan perasaan menyalahkan diri sendiri/ proyeksi menyalahkan orang lain.
Ketika mekanisme ini dilindungi pada waktu krisis, terdapat perasaan kounter-produktif dan intensifikasi dari perasaan tidak tertolong dan tanpa harapan.
Catat ekspresi ketidakmampuan untuk menemukan arti kehidupan/ lasan untuk hidup, perasaan sia-sia atau pengasingan terhadap Tuhan.
Situasi krisis mungkin membangkitkan pertanyaan mengenai kepercayaan spiritual yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk berhadapan dengan situasi sekarang dan rencana untuk masa depan.
Solusi pemecahan masalah untuk situasi sekarang. Berikan informasi/ dukungan dan memperkuat realita pada waktu pasien mulai bertanya; lihatlah apa yang terjadi.
Membantu pasien/ orang terdekat untuk mengilhami solusi yang mungkin (memberikan pertimbangan pro dan kontra bagi setiap masalah) meningkatkan perasaan control diri/ harga diri.
Identifikasi tingkah laku penanggulangan yang baru, bahwa pasien menunjukan dan memperkuat adaptasi positif.
Selama krisis koma, pasien mengembangkan cara baru dalam menghadapi masalah, yang dapat membantu resolusi situasi sekarang dan juga krisis di masa depan.
4. Implementasi
Implementasi dilakukan dengan menggunakan panduan yang sesuai dengan
intervensi
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan memperhatikan tujuan dan kriteria hasil yang
diharapkan.