795
HIMPUNAN PENGEMBANGAN JALAN INDONESIA 2019 Tema : “Pembangunan Infrastruktur Jalan dalam Era Teknologi Industri 4.0” PROSIDING Konferensi Nasional Teknik Jalan ke 10 KNTJ-10 Jakarta, 4 – 7 November 2019 Hotel Mercure, Ancol, Jakarta ISBN : 978-602-72229-4-6

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

  • Upload
    others

  • View
    244

  • Download
    16

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

HIMPUNAN PENGEMBANGAN JALAN INDONESIA

2019

Tema :

“Pembangunan Infrastruktur Jalan dalam Era

Teknologi Industri 4.0”

PROSIDING Konferensi Nasional Teknik Jalan ke 10

KNTJ-10

Jakarta, 4 – 7 November 2019

Hotel Mercure, Ancol, Jakarta

ISBN : 978-602-72229-4-6

Page 2: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

i

PROSIDING

KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN (KNTJ) KE-14

Pembangunan Infrastruktur Jalan dalam Era Teknologi Industri 4.0

Ancol, Jakarta, 4 – 7 November 2019

`

HIMPUNAN PENGEMBANGAN JALAN INDONESIA

2019

Page 3: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ii

PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 – 7 November 2019 ISBN : 978-602-72229-4-6 Susunan Panitia/Steering Committee Pengarah : Sugiyartanto, Ir., MT. Gandhi Harapan, Ir., M.Eng. Hermanto Dardak, DR., Ir., M.Eng. Ketua : Taufik Widjoyono, Ir., M.Eng.Sc Wakil Ketua I : Asep Sudarjat, DR. Ir. MM Wakil Ketua II : Sutopo Kristanto, Ir Sekretaris I : Heddy R Agah, Ir., M.Eng. Sekretaris II : Ade Meinia Karmenita Bendahara I : Eko Prastowo, Ir, MM Bendahara II : Ratu Cholifah Fitri Pendanaan : Sutopo Kristanto, Ir Koordinator Pelaksana : Heddy R Agah, Ir., M.Eng. Ketua DPM : Gatot Soerjatmodjo, Ir, MT Persidangan : Handiyana, ST, M.Sc. Perumus : Deded Permadi Syamsuddin, Ir, MEngSc Kunjungan Teknik : Made Sukaryawan, Ir Sekretariat : Ade Meinia Karmenita Pameran : Rachmad Asaad Editor/Penyunting : Handiyana Ariephin Dimas Sigit Dewandaru Winni Sarfina Rieka Widyapuspita Dewan Penilai Makalah/Reviewer: Ir. Purnomo Dr. Didik Rudjito Gatot Soerjatmodjo, Ir, MT Biemo W Soemardi, PhD, Ir Sigit Pranowo, Prof DR. Ir. Ir. Iwan Zarkasi, M.Eng.Sc Dr. Herry Vaza Ir. Agita Widjajanto, M.Eng.Sc Prof. Dr. Wimpy Santosa Ir. Samsi Gunarta, M.Appl.Sc Prof. Dr. Tri Tjahjono Ir. Palgunadi, M.Eng.Sc Ir. Jani Agustin, M.Sc Ellen SW Tangkudung, Ir, MSc

Page 4: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

iii

Cover Design : Dimas Sigit Dewandaru Penerbit: Himpunan Pengembangan Jalan indonesia Jl. Panglima Polim Raya No.125 Kebayoran Baru Jakarta Selatan Telp. 021-7251864, Fax. 021-7208112 E-mail : [email protected] Cetakan Pertama, 30 Desember 2019 Hak Cipta HPJI

Page 5: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

iv

PRAKATA

Dewan Pengurus Pusat HPJI akan mengadakan Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 (KNTJ-10) di Jakarta tanggal 4 – 7 November 2019 dengan mengambil tema “Pembangunan Infrastruktur Jalan dalam Era Teknologi Industri 4.0” yang akan mengetengahkan masalah yang terkait dengan pembangunan infrastruktur yang memanfaatkan teknologi informasi sebagai alat bantu yang serba cepat, memberi kemudahan dan mempunyai akurasiyang tinggi.

Konferensi Nasional Teknik Jalan ini merupakan salah satu program kegiatan asosiasi di bidang jalan yang secara rutin dilaksanakan dengan maksud untuk ajang bertukar pikiran, meng update pengetahuan tentang teknologi baru, berbagi pengalaman sesama anggota dan pembahasan terkait isu-isu terkini tentang infrastruktur jalan.

KNTJ-10 ini diharapkan akan mampu menjaring pemikiran para insinyur-insinyur teknik jalan dalam menuangkan ide, inovasi untuk pengembangan dan memajukan teknologi jalan di Indonesia dan diharapkan pula peran serta semua unsur pemangku kepentingan yang terkait jalan untuk dapat berpartisipasi dalam rangka mewujudkan jaringan jalan yang kita harapkan.

Dengan semangat seperti itu kami mengundang partisipasi para anggota HPJI untuk hadir mensukseskan KNTJ-10 dan dapat memberikan pemikiran dan saran terbaiknya sehingga tujuan dari Konferensi ini menjadi bermanfaat bagi kehidupan bangsa.

Ir. Taufik Wijoyono, M.Sc Ketua Umum HPJI Ketua Panitia Penyelenggara KNTJ-10

Page 6: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

v

DAFTAR ISI

Halaman Judul ……...………………………………………….…………………….. i Redaksi ………………………….……………………………………………………... ii Prakata …………………………………………………………………………………. iv

T-1 KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN

Kebijakan Standarisasi Pembangunan Rute Jalan Evakuasi Melalui Analisis Pemeringkatan Laik Fungsi jalan dan Status Gunung Berapi; Parbowo, Agus Bari Sailendra ................... 1

Monitoring Konstruksi Jalan Tol Berbasis Sistem Informasi; Zulaika Budi Astuti, Kamarullahu Wajhahu, Hadi Suprayitno, Primawan Avicenna, Herry Trisaputra .......... 17

Manajemen Aset Jalan Khususnya pada Kawasan Rawan Bencana; Hermanto Dardak, Taufik Widjojono, Didik Rudjito, Alfa Adib ...................................................................... 27

Revolusi Industri 4.0 Memanifestasikan Revolusi Cara Kerja Yang Lebih Cepat, Akurat, Efisien dan Transparan Dibidang Infrastruktur Jalan dan Jembatan; Danang Atmodjo, Bayu Murtiyoso ................................................................................................................. 40

Smart CCTV And Weigh In Motion (WIM) Integrated System In Indonesian Toll Road; Operation and Management Group, PT Jasa Marga......................................................... 47

Dampak dan Solusi Akibat Keterlambatan Proyek Konstruksi Jalan di Sumatera Barat; Nasfryzal Carlo, Eva Rita, Nandi, Indra Jaya ..................................................................... 56

Asesmen Bahaya Longsor Pada Jalan Raya Berbasis Data Crowd-Source dan Media Online (Studi Kasus Ruas Jalan Kota Batu-Batas Kab. Kediri); Emil Wahyudianto ....................... 64

Pengaruh Metode Pemilihan Penyedia Pada Mutu Pekerjaan Jalan; Dian Novitasari, Dewi Atikah, Mochammad Harun …………………………………………………………………….……..... 73

Penggunaan Metode Dua Tahap Untuk Menentukan Kadar Optimum Penambahan Kapur Lapis Pondasi Jalan; Franky E. P. Lapian ………………………………………………………………..…….. 79

T-2 BAHAN DAN PERKERASAN

Evaluasi Pengaruh Penambahan Plastic Fibre Pada Campuran Aspal dan Beton -Review Paper; Christian Gerald Daniel ......................................................................................... 88

Page 7: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

vi

Kajian Ekonomis Penggunaan Serat Baja Sebagai Pengganti Baja Tulangan Konvensional Pada Beton Perkerasan Kaku; Teddy Sitorus, Indra Maha ……………………………………………. 104

Strategi Efektif Perancangan Lapis Permukaan Jalan Lentur Dengan Campuran Beraspal Yang Tahan Terhadap Rutting Dan Bleeding Akibat Overloading Beban Kendaraan Berat; Sutoyo ............................................................................................................................... 120

Penggunaan Semen Portland Slag Dalam Pembangunan Jalan Beton Sebagai Bentuk Dukungan Pengembangan Industri 4.0; Ogi Soeherman, Rulli Ranastra Irawan …………... 132

Sistem Informasi Material FABA Dalam Pemanfaatan Sebagai Bahan Lapis Pondasi Jalan; Iwan Susanto ..................................................................................................................... 144

Studi Pengaruh Kondisi Rendaman Dan Tak Terendam Terhadap Kapasitas Daya Dukung Tanah Stabilisasi Zeolite; Tri Harianto, Ichsan Rauf, Nurul Marfu'ah As, Thasya Leatemia .............................................................................................................. 153

Masukan Bagi Prinsip Pembangunan Jalan Yang Kuat Dan Awet Bagi Indonesia; Indrasurya B. Mochtar ...................................................................................................... 162

Penanganan Permukaan Perkerasan Jalan Dengan CPHMA Di Kabupaten Sumenep Adalah Bentuk Penerapan Teknologi Tepat Guna Produk Kementrian Pupr Yang Efektif Dan Efesien Dalam Upaya Memaksimalkan Penggunaan Asbuton; Mahmod, Sudrajad, Sutoyo ............................................................................................................................... 171

Penggunaan Bahan Tambah Pada Pekerjaan Lapis Pondasi Semen Komposit Tanah Studi Kasus Ruas Jalan Merauke - Tanah Merah; Osman H. Marbun, Asniaty, Arnold Mika, Dameria Hutagalung ......................................................................................................... 180

T-3 STRUKTUR

Penggunaan Teknologi Form Traveller Underslung Type Sebagai Supporting Main Deck Proyek Jembatan Cable Stayed Teluk Kendari; Dian Agustian, Indah Herning Suari ...... 188

Investigasi dan Mitigasi Kelongsoran Jalan Raya Gubeng Di Surabaya; Wahyu P. Kuswanda ........................................................................................................ 202

Aplikasi Sambungan Las Antar Segmen Pada Sambungan Lentur Jembatan Girder Baja Mutu Tinggi (Proyek Japek Elevated Toll Road II); Syahriar Fakhrurrozi, Mas'ud Junaedi 218

Analisis dan Identifikasi Pola Bidang Gelincir Pada Lereng Jalan Berdeposit Clayshale Dengan Pendekatan Metode Resistivitas; Slamet Prabudi Setiono, Reva Wiratama, Haekal Pazha .................................................................................................................... 254

Analisa Mode Shape Jembatan Dengan Software RM Bridge Studi Kasus Pada Loading Test Jembatan Cable Stayed Sungai Dareh; Ariono Dhanisworo, Herdianto Arifin, Iwan Zarkasi ...................................................................................................................... 269

Page 8: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

vii

Analisis Penjadwalan Proyek (Suatu Perbandingan Metode Antara PDM Dan PERT; Yusrizal Lubis, Islamahadi Ahmad..................................................................................... 285

Tinjauan Teknis Dan Ekonomi Terhadap Kinerja Rigid Pavement Dengan Beton Bersubtitusi Kalsium Karbonat (Caco3); Ari Susetyo Widyatmoko, Endang Widjajanti, Muhammad Azhar ........................................................................................................... 298

Effect Of Limestones On Compressive Strength Of Laterite Soil – Portland Cement Composite; Franky E. P. Lapian, Prabendra Ardhan A ..................................................... 311

Mitigasi Resiko Kegagalan Pelaksaan Pekerjaan Struktur Pierhead Pada Infrastruktur Tol Layang Di Daerah Padat Penduduk; Fanny Ardhian, Surya Kusuma, Martha S. Prakoso, R.M. Ichsan F.W ............................................................................................................... 316

Studi Kasus Gempa Palu, Dampak dan Prinsip terhadap Penanganannya Palu Earthquake Case Study, Inducing and principle of its countermeasures; Eddie Sunaryo M, Rudy Febrijanto, Deded P Syamsudin ................................................ 330

Penanganan Longsoran Dengan Bidang Gelincir Lapisan Batubara Menggunakan Kombinasi Retaining Wall Dan Boredpile Serta Timbunan Mortar Busa; Muhammad Heykal, Greece Maria Lawalata ................................................................... 349

Penerapan Teknologi Hydroseeding Yang Dikombinasikan Dengan Matras Organik Di Lereng Jalan Bebas Hambatan Manado – Bitung; ; Asep Sunandar, Indra A Prananda ... 366

Mitigasi Bahaya Gerusan Aliran Sungai Terhadap Struktur Jembatan; N. Retno Setiati, Joko Purnomo, Ireng Guntorojati ..................................................................................... 379

T-4 PELAKSANAAN/TEKNOLOGI KONSTRUKSI

Penanganan Pelebaran Perkerasan Jalan Yang Tepat Dan Kokoh Pada Ruas-Ruas Jalan Yang Kondisi Lahannya Terbatas; Joko Purwanto, Sutoyo……...………………..………….……... 396

Strategi Penanganan Jalan Berbasis Kinerja Dalam Upaya Menjamin Pelayanan Prima Selama Umur Rencana; Martin Ma'ruf, Sutoyo ……………………………………………………..…... 406

Cara Efektif Dan Efesien Menangani Kerusakan Sangat Parah Akibat Repetisi Beban Kendaraan Berat Pada Musim Penghujan; Yudi Widargo, Sutoyo ................................... 418 Perancangan Big data Jalan Dan Jembatan Untuk Mendukung Konstruksi 4.0; Dimas Sigit Dewandaru ..................................................................................................... 428 Implementasi Aplikasi Seluler Pada Proses Manajemen Bisnis Proyek Jalan Tol Trans Sumatera; Anisyah Harti, Iwan Hermawan ....................................................................... 438

Percepatan Pelaksanaan Proyek Pembangunan Jembatan Musi VI dengan Metode Lifting Rangka Side Span; Patrick Matheus, Tommi Putra Armada, Riandhika Dwi Prasetyo …..……………………..…………………………………………………………………………….…….……... 455

Page 9: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

viii

Area Maintenance Contract (Amc) Modifikasi Usulan Metode Penanganan Jalan Dan Jembatan Di Upt Pjj Surabaya Terkait Keterbatasan Sdm; Dian Novitasari, Heru Susanto, Ratna Handayani ………………………………………………………………………………………………………... 477

T-5 KEANDALAN DAN EFEKTIFITAS JARINGAN JALAN

Pengembangan Aksesibiltas Untuk Perencanaan Jalan Wisata Melalui Peningkatan Fungsi Elemen Jalan; Parbowo, Untung Cahyadi, Suprijadi ............................................. 485

Inventarisasi Bahaya Longsor Jalan Pada Fase Pasca Bencana (Studi Kasus Siklon Cempaka Pada jalan Provinsi di Kabupaten Pacitan); Emil Wahyudianto ….……………..…. 503

Peran Penyelenggaraan Pemeliharaan Rutin Jalan Provinsi Jawa Tengah Terhadap Penurunan Angka Kemiskinan dan Pemanfaatan Teknologi Gawai Android;

AR. Hanung Triyono, Agus Supriyanto, Anindita Rifta Hapsari, Ury Wahyu Suprihati…. 519

GeoRoughometer: Alat Pengukur ketidakrataan Permukaan Jalan; Slamet Prabudi, Nasro, Kuswanda, Haikal Pazha, Awang Al Azhar ............................................................ 529

Pengaruh Penambahan Karet Alam Cair Kedalam Campuran Aspal Hot-Mix Daur Ulang Lapis Permukaan; Onesri Boy N, Endang Widjajanti, Muhammad Azhar ...................... 539

Strategi Penanganan Infrastruktur Jalan Dan Jembatan Pasca Gempa Bumi Lombok Tahun 2018; Budiamin, Ujang Sukmana, Ali Sadikin ........................................................ 555

Analisa Penghematan Biaya Operasional Kendaraan Dengan Perbaikan Perkerasan Jalan; Ratna Handayani, Dian Novitasari, Dewi Atikah .............................................................. 569

T-6 TRANSPORTASI, LALU LINTAS, LINGKUNGAN DAN KESELAMATAN JALAN

Perkembangan Dan Peluang Transportasi Massal Dan Modern (Mrt Dan Lrt) Di Jabodetabek; Basuki Muchlis .......................................................................................... 577

Pengaruh Penggunaan Benih Vegetasi dan Perekat Lateks dalam Campuran Material Hydroseeding Terhadap Penurunan Erosi Permukaan Lereng Jalan; Asep Sunandar, Sri Yeni Mulyani ............................................................................................................... 583

Inisiatif Pembangunan Jalan Hijau Di Indonesia: Korelasi Antara Kualitas Konstruksi dan Tingkat Pemahaman Pelaku Pembangunan; Angga Maesa Danu, Aisyah Almira, ....... 597

Konsep Pengembangan Smart Infrastruktur Dalam Penyediaan Infrakstruktur Jalan Untuk Mendukung Mobility As A Service (MaaS) Di Indonesia; Nicholas ......................... 612

Page 10: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ix

Kolaborasi Program Hibah Jalan Daerah Dengan Forum Lalu Lintas Di Era Milenial; Dewi Atikah, Dian Novitasari, Ratna Handayani ............................................................. 624

Pemanfaatan Media Online Untuk Pengumpulan Data Kecelakaan Di Provinsi Jawa Timur (Studi Kasus Ruas Cangar - Pacet); Ahmad Faathir Wicaksono ........................................ 632

Menuju Pembayaran Tol Tanpa Henti Secara Multi Lajur ; Hadi Suprayitno, Galuh Permana Waluyo, Slamet Muljono .................................................................................. 641

Analisis Pembolehan Sepeda Motor Melintasi Jalan Tol; Dian Novitasari, Dewi Atikah, Mochammad Harun ........................................................................................................ 655

Pengaruh Multi Lane Free Flow Terhadap Kinerja Jalan Tol; Ahmad Munawar, Imam Muthohar ......................................................................................................................... 661

Tingkat Pelayanan Fasilitas Pejalan Kaki Di Area Transit Oriented Development (TOD) Dukuh Atas Jakarta; Agah Muhammad MuIyadi .............................................................. 667

Penentuan Fasilitas Penyeberangan Pejalan Kaki Pada Ruas Jalan Perkotaan Berdasarkan Demand (Studi Kasus Ruas Jalan Raden Patah Jakarta Selatan); Anjang Nugroho, Natalia Tanan ....................................................................................... 680

Karakteristik Penyeberang Pada Pelican Crossing Di Jalan Mh Thamrin Jakarta; Endang Widjajanti ......................................................................................................................... 691

Kualitas Udara (CO) Pada Jalan Perkotaan Type 4/2 D Studi Kasus Jalan Pangeran Diponegoro Bekasi; Saqroth Zuhri, Endang Widjajanti..................................................... 701

Implementasi Kriteria Jalan Hijau Di Provinsi Sumatera Utara; Greece Maria Lawalata, Hendra Hendrawan ........................................................................................................... 710

Analisis Pengaruh 6 (enam) Komponen Jalan terhadap Kinerja Ruas Jalan Berbasis Aplikasi Android; Elvi Roza, Sriono..……….......................................................................... 721

Penggunaan Software BIM Untuk Clash Detection Dalam Perencanaan Pier Arrangement Struktur Jembatan Studi Kasus Proyek 6 Ruas Tol Dalam Kota Jakarta Seksi 1b (Semanan-Grogol); Fery Safaria, Rofik Susetyo Nugroho .................................................................. 738 Kajian Pelengkapan Jalan Penanda Pejalan Kaki Wayfinding Sebagai Penunjang Aksesibilitas Pariwisata Perkotaan; Untung Cahyadi, Harlan Pangihutan, Redi Aditya, Parbowo …………………..…………………………………………….……………………………………………………. 775

Page 11: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 0

T 1 : KEBIJAKAN & MANAJEMEN

Page 12: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 1

KEBIJAKAN STANDARISASI PEMBANGUNAN JALAN JALUR EVAKUASI MELALUI ANALISIS PEMERINGKATAN LAIK FUNGSI JALAN DAN

SISTEM TINGKAT STATUS PERINGATAN AKTIVITAS GUNUNG BERAPI

STANDARDIZATION POLICY FOR EVACUATION ROAD DEVELOPMENT THROUGH ANALYSIS OF ROAD FUNCTIONS AND ROAD FUNCTION SYSTEM AND STATUS LEVEL STATUS WARNING ACTIVITY SYSTEM

Parbowo1, Agus Bari Sailendra2

1Balai Litbang Sistem dan Teknik Lalu Lintas, Puslitbang Jalan dan Jembatan, Badan Litbang, Kementerian PUPR, Jl. A.H. Nasution No.264 Bandung

2 (DPD Himpunan Pengembang Jalan Indonesia) Jawa Barat e-mail : [email protected], [email protected]

Abstrak Pembangunan Jalan oleh Pemerintah adalah amanat Undang-Undang nomor 38/2004 dan Peraturan Pemerintah nomor 34/2006 tentang jalan. Dimana jalan tersebut pada hakekatnya adalah memberikan pelayanan publik kepada masyarakat melalui jalan yang berkeselamatan, andal dan prima. Hasil pengamatan di lapangan banyak lokasi daerah rawan bencana alam erupsi gunung berapi yang belum memiliki jalan untuk jalur evakuasi yang diharapkan, karena selain belum adanya rute jalan, juga dapat karena jalan yang ada mendapat kendala untuk dikembangkan. Hal ini dikarenakan masih perlunya peningkatan pemahaman Pemerintah, baik pusat maupun daerah, serta masyarakat terhadap kebijakan tata ruang, kemudian juga persyaratan laik fungsi jalan, serta teknologi informasi, sehingga kerancuan pemahaman publik terhadap kebijakan pembangunan jalan pada daerah rawan bencana tidak timbul. Untuk itu diperlukan langkah bijak, sekaligus menerapkan program penanganan jalan yang berkelanjutan. Tulisan ini akan membahas permasalahan tersebut, dengan melakukan kajian evaluasi kebijakan laik fungsi jalan yang dipadukan dengan sistem tingkat status peringatan aktivitas vulkanik gunung api melaui metode deskriptif kualitatif dengan kajian pustaka dan pengukuran langsung di lapangan terhadap kelaikan jalan, sehingga datanya dapat untuk mengevaluasi tingkat kebutuhan pembangunan jalan jalur evakuasi di Indonesia. Program ini akan dapat menilai tingkat laik fungsi jalan untuk kebutuhan penanganan pembangunan jalan jalur evakuasi untuk semua daerah rawan bencana alam gunung berapi, sehingga diharapkan tahun 2025 dapat terwujud dengan minimal mencapai tingkat laik bintang empat (secara syarat teknis dan administrasi), sehingga jalur jalan evakuasi ini segera dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Kata Kunci: kebijakan, pembangunan, evakuasi, ruang, laik. Abstract Road Development by the Government is mandated by Law number 38/2004 and Government Regulation number 34/2006 concerning roads. Where the road is essentially providing public services to the community through a path that is safe, reliable and excellent. The results of observations in the field are many locations of areas prone to volcanic eruption which do not have roads for the expected evacuation route, because in addition to the absence of a road route, it can also be because the existing road has obstacles to develop. This is because there is still a need to increase the Government's understanding, both central and regional, as well as the community on spatial planning policies, then also the eligibility requirements for road

Page 13: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 2

functions, and information technology, so that the confusion of public understanding of road development policies in disaster prone areas does not arise. For this reason, wise steps are needed, as well as implementing a sustainable road management program. This paper will study this problem, by conducting a policy evaluation study of road worthy functions combined with the level of volcanic activity warning systems through the descriptive qualitative method with literature review and direct measurement in the field of road worthiness, so that the data can be used to evaluate the level of development needs of evacuation paths in Indonesia. This program will be able to assess the level of handling needs for the construction of evacuation routes immediately for all disaster volcano prone areas, so that it is expected that by 2025 it can be realized with a minimum of reaching the level of a four-star feasible (in terms of technical and administrative requirements), so that this evacuation road can immediately provide service to the community. Keywords: policy, development, evacuation, space , feasible. I. PENDAHULUAN

Jalan jalur evakuasi adalah suatu jalan umum yang dapat mengevakuasi

masyarakat yang berdiam di sekitar wilayah rawan bencana alam. Jalan ini sangat dibutuhkan pada daerah-daerah potensi rawan bencana alam, khususnya dalam kajian ini pada daerah berpotensi terkena dampak langsung erupsi gunung berapi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian evakuasi adalah pengungsian atau pemindahan penduduk dari daerah-daerah yang berbahaya, misal bahaya perang, bahaya banjir, meletusnya gunung api ke daerah yang aman. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bancana (BNPB) sampai dengan Tahun 2011 Indonesia memiliki 129 gunung aktif dan 500 tidak aktif. Banyak bencana yang ditimbulkan akibat dari letusan (erupsi) gunung berapi, seperti luncuran awan panas, aliran lava panas dan dingin, gempa dan lain sebagainyanya. Dimana Pusat Studi Gempabumi Nasional (PuSGeN) Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah pula mengeluarkan peta rawan gempa di Indonesia, sehingga dapat dijadikan sosialisasi informasi publik yang baik untuk kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya bencana. Berdasarkan data begitu banyak bencana akibat letusan gunung berapi tentu sangat mengkhawatirkan dengan melihat data jumlah penduduk yang berdiam di sekitar gunung berapi aktif yang pada saatnya dapat terjadi letusan atau erupsi. Berikut ini dilampirkan gambar gunung berapi di Indonesia yang aktif atau dapat dimungkinkan aktif (https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_gunung_berapi_di_Indonesia, tgl 8-10-2019) yang untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar.1

Page 14: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 3

Gambar.1 Lokasi Gunung Berapi di Indonesia Dengan melihat peran jalan dalam Undang Undang nomor 38 tahun 2004 tentang

jalan, bahwa jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pemahaman sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dapat mengartikan bahwa diperlukan upaya pembangunan jalan yang selain dapat meningkatkan perkembangan ekonomi soail wilayah, dengan lancarnya konektivitasm maka jalan juga dapat mengevakuasi masyarakat dalam wilayah rawan atau potensi terkena dampak langsung dari bencana alam erupsi gunung berapi. Hal ini sesuai dengan apa yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, bahwa negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, termasuk perlindungan masyarakat atas bencana, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum, seperti yang diamanatkan dalam Undang Undang Dasar 1945.

Kondisi di lapangan masih terdapat dilema bahwa untuk mengoperasionalkan jalan setelah dibangun harus dinyatakan lolos uji laik fungsi jalan (Pasal 30 pada UU nomor 38 Tahun 2004, pasal 1) yang menjelaskan “pengoperasian jalan umum dilakukan setelah dinyatakan memenuhi persyaratan laik fungsi secara teknis dan administratif”, dan tidak terdapat kata jalan fungsional, namun disisi lain jalan jalur evakuasi harus segera dibangun dengan tujuan untuk mengevakuasi masyarakat, yang dalam tulisan ini yang dibahas khusus, bila terjadi erupsi gunung berapi, karena masyarakat yang berdiam di sekitarnya masuk dalam wilayah beresiko terkena langsung bahaya dampak erupsi gunung tersebut.

Yang dimaksud persyaratan secara teknis dalam laik fungsi jalan adalah bahwa jalan yang sudah dapat dioperasionalkan harus mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 19 Tahun 2011 yang didalamnya mencakup Persyaratan Teknis Jalan (PTJ) dan Kriteria Perencanaan Teknik Jalan (KPTJ). Adapun persyaratan laik fungsi jalan secara administratif adalah mencakup fungsi, status, kelas dan bahkan sampai bukti kepemilikan tanah yang digunakan untuk peruntukkan jalan, yaitu berupa serifikat tanah. Adapun Peraturan Menteri PU nomor 11/2010 sebagai arahan dalam upaya penerapan Uji LFJ dan sebagai rujukan standar teknis yang diturunkan yang digunakannya untuk menjelaskan istilah laik membuat tiga pengkatagorian istilah yaitu laik, laik bersyarat dan tidak laik.

Page 15: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 4

Dari kegiatan kajian kebijakan di Pusat Penelitian Jalan dan Jembatan (Pusjatan) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada tahun 2014 dan 2015, dengan melakukan pengamatan uji laik fungsi jalan, dimana pengkatagorian berdasarkan dengan 3 (tiga) katagori, yaitu laik, laik bersyarat, dan tidak laik terdapat data hasil evaluasi uji LFJ pada jalan nasional antara tahun 2012-2013 menunjukkan gambaran yang mengindikasikan bahwa sebagian besar (>90%) jalan nasional dinyatakan sebagai jalan dengan katagori laik fungsi “bersyarat” disertai catatan dan rekomendasi yang disampaikan oleh tim uji LFJ untuk ditindak lanjuti, dan hanya sedikit sekali jalan (mendekati 5%) yang statusnya dinyatakan “laik fungsi” (Sailendra AB, Parbowo,2014).

Dari data empiris berdasarkan survei menunjukkan bahwa jalan nasional pun masih sebagian besar “laik bersyarat”, tetapi jalan tersebut telah operasional, bagaimana dengan jalan di daerah? Dimana pengertian laik adalah jalan yang dapat dioperasionalkan, karena telah memenuhi persyaratan teknis dan administrasi, namun lain bila jalan dinyatakan laik bersyarat, apakah pernyataan ini dapat ditafsirkansebagai jalan tersebut tidak laik atau dapat laik?. Tafsiran seperti ini, menjadi diartikan sebagai jalan yang belum laik, sehingga jalan tersebut untuk dibuatkan program penanganannya agar menjadi laik dalam jangka waktu tertentu. Arti tafsiran laik bersyarat di lapangan dapat diartikan belum laik, namun apakah menjadi masalah, bila jalan dapat dioperasionalkan, tetapi secara peraturan tertulis (Pasal 30 pada UU 38/2004) bahwa dikatakan hanya jalan yang laik yang dapat dioperasionalkan, tetapi di lapangan keberadaan di daerah rawan bencana bahwa jalan jalur evakuasi sangat dibutuhkan untuk segera dapat mengevakuasi masyarakat, apalagi bila telah masuk level awas.

Latar belakang yang tersirat dari kegiatan uji LFJ adalah:(1) Agar jalan eksisting dapat dioperasikan sebagai jalan umum,(2) Jalan yang berbasiskan berkeselamatan, (3) Katagori laik bersyarat dengan asumsi bersifat sementara (batas waktu tertentu) untuk sampai menjadi laik, melalui pelaksanaan rekomendasi tim uji LFJ, (4) Diharapkan jalan eksisting yang telah diuji LFJ dan dioperasionalkan dapat memberikan pelayanan kinerja yang optimal, (5) Mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sesuai amanat dalam undang-undang tentang jalan (Sailendra AB, Parbowo 2014).

Seperti diketahui data jalan umum sampai tahun 2018 telah terbangun sepanjang sekitar 512.089 km, dan lebih dari 90 % adalah jalan di daerah, yaitu jalan provinsi dan kabupaten/kota (Ditjen BM, PUPR tahun 2018). Berdasarkan pengamatan dan studi literatur bahwa yang direncanakan menjadi jalan jalur evakuasi gunung berapi umumnya adalah jalan eksisting daerah yaitu jalan kabupaten.

Di Pusat Penelitian Jalan dan Jembatan (Pusjatan) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada tahun 2014 terdapat hasil kajian kebijakan laik fungsi jalan yang terusulkan adanya “pemeringkatan laik fungsi jalan” sebagai jalan keluar terhadap permasalahan antara jalan yang dapat operasional adalah jalan yang laik fungsi, dengan jalan laik bersyarat, namun harus segera operasional, karena kebutuhan yang mendesak, seperti jalan jalur evakuasi. Inti dari kajian usulan kebijakan ini adalah untuk memberi payung kebijakan kepada pemerintah sebagai penyelenggara jalan, serta menyamakan persepsi publik terhadap pemahaman laik bersyarat, namun sudah operasional.

Hasil kajian tersebut menghasilkan perlunya diusulkan adanya persamaan pemahaman publik terhadap pemeringkatan laik fungsi jalan yang dapat diartikan sama dengan laik bersyarat, karena dapat menjadi laik dengan syarat untuk kedepannya dijadwalkan dengan langkah program-program dalam jangka waktu tertentu. Dengan pemeringkatan “berbintang” sebagai penjabaran dari laik bersyarat dari data kondisi eksisting tingkat pelayanan jalan akan terdapat kepastian hukum, baik secara administrasi dan teknis, seperti yang tercantum dalam UU 38/2004 Pasal 30)

Page 16: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 5

Persyaratan laik berbintang memiliki dasar teknis seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum (PU) nomor 19 tahun 2011 sebagai penjabaran turunan dan UU 38/2004 dan PP nomor 34/2006 dijelaskan bahwa persyaratan teknis akan mencakup kepada data Lalu lintas Harian Rata-rata tahun (LHR/T) dan data pencapaian kecepatan menjadi dasar mengukur tingkat pelayanan keberfungsian jalan tersebut secara eksisiting (baik jalan yang akan dibuatkan rutenya maupun jalan yang sudah terwujud secara eksisting). Adapun syarat administrasinya (seperti sertifikat tanah, analisis lingkungan, dan lainnya) untuk laik berbintang, walaupun tidak berhubungan langsung dengan tingkat pelayanan jalan, namun dijadikan kepastian hukum dalam kajian kebijakan pemeringkatan laik fungsi jalan ini.

Dari hasil kajian jalan laik berbintang ini, selanjutnya akan dipadukan dengan tingkat status peringatan kondisi gunung di Indonesia yaitu aktif normal, waspada, siaga dan awas (https://m.cnnindonesia.com, tanggal 7/9/2019), maka akan terdapat kajian penilaian pemeringkatan laik fungsi jalan untuk jalan jalur evakuasi, serta program penanganannya agar jalan dapat beroperasi dengan kondisi laik berperingkat (laik bersyarat), dimana hal ini yang sangat dibutuhkan oleh semua penyelenggara jalan di Indonesia, khususnya penyelenggara jalan daerah (kabupaten) yang umumnya memiliki gunung berapi aktif.

Hal ini dapat menjadi payung kebijakan yang dapat dijadikan landasan hukum para penyelenggara jalan sesuai amanat UU 38/2004 untuk membangun jalan yang diperlukan untuk mensejahterakan masyarakat, seperti jalan jalur evakuasi, karena bila tidak, maka akan mengganggu tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar lokasi rawan bencana alam, seperti letusan gunung berapi, baik pada daerah dengan kondisi gunung berapi aktif dengan status awas sampai dengan normal, bila letusan atau erupsi benar terjadi.

Bencana alam dapat terjadi kapan saja, bisa ditandai sebelumnya dengan tanda-tanda kejadian awal atau tidak, sehingga kesiapan prasarana seperti jalan harus disiapkan sejak awal. Adapun yang dimaksud dengan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan menggangu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.

Hal inilah yang mendorong penulis untuk menyusun makalah ini, bagaimana membangun jalan jalur evakuasi yang laik fungsi, yang sangat dibutuhkan oleh para penyelenggara jalan sebagai payung kebijakan atau landasan hukum dalam perencanaan dan pembangunan, serta mengoperasionalkannya, dan terutama yang sangat penting adalah bagaimana untuk lebih dapat menyelamatkan masyarakat sekitar yang sangat tergantung kehidupannya kepada keberadaan gunung yang sudah merupakan bagian dari hidupnya secara turun menurun, sehingga kajian ini akan dapat lebih menyelamatkan jiwa yang berada dalam zona bahaya terdampak langsung erupsi gunung berapi.

II. METODOLOGI

A. Permasalahan

Gambaran dari evaluasi hasil uji LFJ, menunjukan ada masalah dengan istilah saat dimulainya jalan dioperasionalkan, berdasarkan status laik bersyarat, namun disisi lain kebutuhan jalan jalur evakuasi yang berstatus berdasarkan uji laik sangat dibutuhkan, baik oleh penyelenggara jalan maupun oleh masyarakat menuju perwujudan jalan yang berkeselamatan, andal dan prima. Permasalahan yang dimaksud adalah: 1) Perbedaan persepsi dimulainya jalan operasional atau dapat beroperasi berdasarkan uji

laik fungsi jalan, dengan status “laik bersyarat”, karena kebutuhan jalan yang mendesak. 2) Kebutuhan yang mendesak akan jalan jalur evakuasi, sebagai upaya menyelamatkan jiwa

manusia dari kemungkinan terkena dampak bencana alam. Jadi jalan yang dibangun untuk tujuan menyelamatkan, tentu saja sebagai jalan yang harus berkeselamatan,

Page 17: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 6

pengguna jalan memiliki hak menggunakan jalan yang sesuai dapat dioperasionalkan dengan selamat.

B. Tujuan Program penanganan jalan jalur evakuasi adalah sejalan dengan yang diamanatkan

oleh beberapa undang-undang dan peraturan pemerintah, yaitu tentang jalan, pemerintahan, serta penanggulangan bencana, dimana didalamnya terdapat amanat untuk mensejahterakan masyarakat melalui pembangunan, serta negara wajib melindungi warganya dari bencana. Untuk itu dalam penulisan ini akan mengkaji kondisi demikian berdasarkan dengan peraturan yang ada, bahwa pembangunan jalan merupakan perwujudan kewajiban pelayanan publik pemerintah kepada masyarakat. Untuk itu penulisan makalah ini bertujuan untuk :

1) Mengkaji kebijakan laik fungsi jalan dan tata ruang, serta status peringatan aktivitas vulkanik gunung api, untuk penetapan dan pembangunan jalan jalur evakuasi, sebagai upaya pemahaman publik dalam upaya pemerintah dalam penanggulangan masyarakat dari bahaya bencana alam erupsi gunung berapi. Hal ini akan memberikan para penyelenggara jalan dasar kebijakan dalam merencanakan, membangun dan mengoperasaikan jalan tersebut.

2) Mengusulkan kepada pemerintah pusat dan daerah untuk menerapkan kebijakan pemeringkatan laik fungsi jalan, agar dapat memberikan alternatif payung kebijakan untuk penetapan atau pembangunan jalan jalur evakuasi.

C. Metode Pendekatan

1) Melakukan diskusi dalam forum grup diskusi (FGD) yang dihadiri oleh kalangan praktisi jalan (Dinas PU atau Bina Marga di pusat dan daerah), pakar perguruan tinggi (akademisi), konsultan perencana jalan, peneliti jalan tentang penggunaan pemeringkatan laik fungsi jalan sebagai bentuk sertifikasi uji laik fungsi jalan, yang dihubungkan dengan satus pringatan aktivitas vulkanik gunung api di Indonesia.

2) Melakukan pengukuran langsung data jalan di lapangan yang dimungkinkan dijadikan jalan jalur evakuasi, dan selanjutnya disimulasikan dengan uji laik fungsi jalan berdasarkan pemeringkatan uji laik fungsi jalan, sehingga dapat ditentukan program penanganannya.

III. HASIL dan PEMBAHASAN A. Pemeringkatan Laik Fungsi Jalan

Dari presentasi dari masing-masing peserta terlihat bahwa pencapaian jalan yang laik fungsi sesuai dengan undang-undang tentang jalan bahwa jalan yang dioperasionalkan harus memenuhi syarat teknis dan administrasi sulit terwujud secara 100%. Kesulitan terwujudnya jalan yang laik fungsi, yang secara teknis seperti yang disyaratkan dalam Peraturan Menteri PU nomor 19 tahun 2011 adalah seperti pada ruang-ruang jalan, yaitu ruang manfaat jalan (rumaja), ruang milik jalan (rumija) dan ruang pengawasan jalan (ruwasja), geometrik jalan, perlengkapan jalan dan lain sebagainya. Hal ini mengakibatkan beberapa jalan memerlukan waktu untuk dapat menjadi laik fungsi, sehingga hal ini menunjukkan secara teknis bahwa jalan tersebut belum dapat dioperasionalkan, namun kenyataannya jalan tersebut telah operasional.

Adapun secara administrasi ruas jalan umumnya juga mempunyai permasalahan, seperti belum adanya bukti kepemilikan tanah yang dioperasionalkan untuk jalan tersebut, yaitu sertifikat tanah. Hal ini menjadi permasalahan hampir semua jalan di Indonesia, sehingga dapat dikatakan syarat administrasi juga sangat sulit untuk diwujudkan. Jadi secara teknis dan administrasi sangat sulit mewujudkan jalan yang laik fungsi secara 100%, sehingga untuk kondisi demikian saat ini diusulkan ada istilah laik bersyarat. Sebenarnya istilah laik bersyarat tidak tercantum dalam peraturan yang ada seperti yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan.

Page 18: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 7

Dari kajian kebijakan laik fungsi jalan oleh Pusjatan pada tahun 2014 telah diusulkan adanya usulan kebijakan Pemeringkatan Laik Fungsi Jalan untuk syarat operasional jalan, sehingga kebijakan ini dapat menjadi payung kebijakan bagi penyelenggara jalan dalam mengoperasionalkan jalan. Dimana kebijakan ini diambil berdasarkan kondisi eksisting jalan yang sudah ada, yang selanjutnya dilakukan uji laik dan akan keluar data mengenai uji laiknya, dan selanjutnya dapat dibuatkan kriteria penggunaan jalan tersebut agar berkeselamatan sesuai dengan kondisi eksisting, seperti batas kecepatan kendaraan, jenis kendaraan yang melintas dan lain sebagainya. Setelah itu dapat ditentukan program penanganan jalan kedepan agar mencapai kondisi laik fungsi.

Berdasarkan Undang-Undang nomor 38 Tahun 2004 (Pasal 30), bahwa jalan umum dioperasikan setelah ditetapkan memenuhi persyaratan laik fungsi jalan umum secara teknis dan administratif, dan berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 34 tahun 2006 (pasal 102), bahwa jalan umum dioperasikan setelah ditetapkan memenuhi persyaratan laik fungsi jalan umum secara teknis dan administratif sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri dan menteri terkait, dimana dinyatakan suatu ruas jalan umum dinyatakan :

A) Laik fungsi secara teknis, apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1.Teknis struktur perkerasan jalan; 2.Teknis struktur bangunan pelengkap jalan; 3.Teknis geometri jalan; 4.Teknis pemanfaatan bagian-bagian jalan; 5.Teknis penyelenggaraan manajemen dan rekayasa lalu lintas; dan 6.Teknis perlengkapan jalan.

B) Laik fungsi secara administratif apabila memenuhi persyaratan administrasi: 1.Perlengkapan jalan, 2.Status jalan, 3.Kelas jalan, 4.Kepemilikan tanah ruang milik jalan, 5.Leger jalan, dan 6.Dokumen analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL).

Dengan melihat persyaratan ini jelas tidak mudah agar jalan mendapat status laik fungsi, sehingga kedepan tentu harus ada petunjuk teknis yang lebih menterjemahkan peraturan-peraturan pemerintah ini agar dapat diimplementasikan dengan tetap memperhatikan jalan yang andal, prima dan berkelamatan. Hal ini diperlukan agar terdapat jalan yang beroperasi dengan telah memasuki syarat laik fungsi jalan, dan kedepan tidak ada lagi jalan yang beroperasi namun masih belum laik, seperti terjadi perbedaan pemahaman tentang laik bersyarat, apakah dapat diartikan sudah laik atau belum laik, namun mengapa sudah beroperasi jalan tersebut. Hal ini akan menjadikan permasalahan tersendiri bagi penyelenggara jalan dan permasalahan bagi masyarakat, apakah suatu jalan tersebut dapat dipergunakan dengan selamat atau jalan dapat dioperasikan dengan tidak ada jaminan keselamatan jalan.

Pemeringkatan laik fungsi jalan adalah sebuah solusi untuk menjawab kebuntuan implementasi undang-undang dan peraturan pemerintah tentang laik fungsi jalan dengan kondisi di lapangan. Pemeringkatan dilakukan dengan penyetaraan peringkat bintang, yang tinggal disesuaikan dengan ketentuan pelayanan LHR(T) dan komposisinya, kecepatan dan gambaran tingkat resiko kejadian kecelakaan (tipikal tabrakan), untuk kemudian menetapkan rating bintang. Dimana resiko tipikal tabrakan depan-depan, ke luar bahu jalan, tingkat kecepatan menjadi asumsi menetapkan peringkat bintang. Kondisi lainnya untuk menentukan peringkat bintang dilihat juga dari tipikal geometris (lebar jalur/lajur/bahu), dimana 2-7-2 (badan jalan nasional), 1,75-5,5-1,75 (badan jalan kolektor kabupaten/kota), 1-5,5-1 (badan jalan lokal) dan 0,5-3,5-0,5 (badan jalan lingkungan) ditetapkan setara dengan laik bintang

Page 19: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 8

tiga. Bintang empat sampai dengan bintang tujuh sudah memenuhi standar jalan raya dengan empat lajur (median fisik/marka dobel), atau > 4 lajur, dengan dua jalur lambat (ideal dengan median fisik >4m), (Pusjatan,2014). Untuk lebih jelasnya dapat lihat Tabel 1.

Tabel 1. Penyetaraan Status Kelaikan Dengan Peringkat Bintang

Status Kelaikan

(Eksisting)

Peringkat Bintang

Catatan

laik fungsi

tujuh (*******) mantap

memenuhi 6 syarat teknis dan 6 syarat admin. (ideal)

laik fungsi

enam (******) mantap

memenuhi 6 syarat teknis dan 5 syarat admin . teknis (ideal)

laik fungsi/ besyarat

lima (*****)

mantap

memenuhi 6 teknis dan 5 syarat admin.

laik fungsi/ bersyarat

empat (****)

mantap

5 komponen syarat teknis terpenuhi (1 sebagian) dan admin 5 komponen

laik fungsi/ bersyarat

tiga (***)

mantap

3 komponen syarat teknis terpenuhi (3 tertentu) dan admin 4 komponen

laik bersyarat

(teknis diturunkan)

dua (**)

mantap/kurang

5 komponen syarat teknis terpenuhi (tertentu) dan (diturunkan), dan admin 3 komponen

laik

bersyarat/tidak laik

(teknis diturunkan)

satu (*)

kurang/tidak mantap

3 komponen syarat teknis (diturunkan) dan sebagian belum ; dan admin 3 komponen

Sumber: Pusjatan, 2015 Catatan :

1. Sarat teknis diturunkan

2. Syarat teknis tertentu (ps. 102 ayat 4): Pemenuhan dan keberfungsian terhadap tertentu, sebagian/semua dari 6 komponen teknis (1)

Pemanfaatan bagian jalan-jalur/lajur, bahu dll; (2) geometri; (3) struktur perkerasan; (4) bangunan pelengkap; (5) Manajemen &

rekayasa Lalin; (6) perlengkapan jalan.

3. Syarat Administrasi (ps.102 ayat 5): Pemenuhan dan ketersediaan dokumen terhadap sebagian/semua dari 6 komponen admin; (1)

Status, (2) Kelas, (3) Perintah & larangan perambuan, (4) Leger jalan, (5) Amdal, (6) Kepemilikan tanah (sertifikat).

Page 20: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 9

Dari pendekatan kebijakan rating bintang yang diberlakukan untuk uji laik fungsi jalan, maka tidak ada ruas jalan yang tidak laik, atau laik bersyarat, sehingga semua ruas jalan di Indonesia laik untuk dioperasionalkan, terutama untuk jalan jalur evakuasi, namun dengan batasan-batasan sesuai tingkat pelayanannya, seperti Lalu lintas Harian Tahunan (LHRT), kecepatan kendaraan dan tingkat kecelakaan. Hal ini dapat diartikan bahwa jalan dengan pemeringkatan laik fungsi jalan tersebut mampu melayani lalu lintas dengan kondisi tingat pelayanan tertentu.

B. Pemanfaatan Ruang Jalan jalur evakuasi pada daerah rawan bencana alam erupsi gunung berapi umumnya berada pada wilayah ruang lereng gunung, dimana terletak pada kawasan hutan. Menjadi permasalahan bila hutan tersebut apakah berada pada hutan produksi, konservasi atau hutan lindung, sehingga ditemui permasalahan di lapangan, bila terjadi usulan untuk peningkatan atau pembangunan jalan jalur evakuasi yang dikhawatirkan dapat menimbulkan kerusakan hutan akibat dari akan maraknya perambahan hutan dengan semakin mudahnya akses menuju hutan tersebut. Untuk itu dalam makalah ini dilakukan kajian ruang untuk mencari titik temu persamaan pemahaman terhadap jalan jalur evakuasi seperti yang terlihat pada tabel 2.

Tabel.2 Kajian Ruang Untuk Pemanfaatan Hutan Untuk Jalan Jalur Evakuasi

NO KEBIJAKAN KESIMPULAN 1 UU 26 Tahun 2007 tentang Tata

Ruang PP 26 Tahun 2008 tentang RTRWN

1. Ruang adalah sebagai tempat di muka bumi yang meliputi daratan, laut dan udara adalah sebuah sistem dimana manusia, mahluk hidup lainnya dan lingkungan menyatu dan saling ketergantungan.

2. Penataan ruang mewujudkan pemanfaatan ruang yang mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan; tidak terjadi pemborosan ruang; dan tidak menyebabkan penurunan kualitas ruang.

3. “Hutan adalah ruang dan juga menjadi bagian dari suatu ruang”.

UU 19 Tahun 2004 Penetapan Perpu Pengganti UU No. 1 Tahun 2004 Perubahan atas UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

1. Hutan sebagai bagian dari ruang atau juga merupakan ruang memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia/ rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang, sehingga keberadaannya harus dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara lestari, dan diurus

UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekositemnya

1. Taman Nasional sebagai ruang, ditetapkaan pemerintah sebagai taman nasional dengan fungsi sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi perlu dijaga keberadaannya.

UU 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan UU 5 Tahun 1990

1. Penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 pada Lahan di Kawasan Lindung dan di Kawasan Budi Daya diselenggarakan pada setiap jenis penggunaan Lahan, berdasarkan kualitasnya digolongkan menjadi:

a.Lahan Prima; b.Lahan Kritis; dan c.Lahan Rusak.

Penggolongan Lahan sebagaimana dimaksud dilaksanakan melalui inventarisasi Lahan.

UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup PP 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan

Untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diperlukan kajian kelayakan yaitu

1. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya

disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

2. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya Pemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau

kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/ atau kegiatan.

Page 21: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 10

UU 38 Tahun 2004 tentang Jalan PP 34 Tahun 2006 tentang Jalan PERATURAN MENTERI PU 03/PRT/M/2012 tentang Pedoman Penetapan Fungsi Jalan dan Status Jalan

1. Jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan Keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

2. Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.

3. Jalan Arteri Primer (PKN-PKN, PKN-PKW), 4. Jalan Arteri Sekunder (KP-KS1, KS1-KS1,KS1-KS2), 5. Jalan Kolektor Primer (JKP1, JKP2, JKP3, JKP4), 6. Jalan Kolektor Sekunder (JKS2-JKS2, JKS2-JKS3), 7. Jalan Lokal Primer (PKN-PKLing, PKW-PKLing,PKLok-

PKLok,PKLok-PKLing, PKLing-PKLing), 8. Jalan Lokal Sekunder (KS1-Pem, KS2-Pem,KS3-Pem), 9. Jalan Lingkungan Primer (di dalam KPed, di dalam KWLing), 10. Jalan Lingkungan Sekunder (antar persil di dalam KPerkot).

Sumber: Hasil Analisis

Dengan melihat kajian ruang dan peraturan yang ada dalam pengelolaan hutan, dan amanat Undang Undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan, maka jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hal ini mengindikasikan bahwa pembangunan jalan tentu akan memperhatikan lingkungan hidup, serta dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Dari kajian pada tabel tersebut terlihat bahwa jalan jalur evakuasi seharusnya dapat diusahakan keberadaannya dengan sebelumnya melakukan kajian-kajian ruang, seperti pembuatan izin lingkungan, kemudian inventarisasi lahan hutan, sehingga dapat teridentifikasi ruang hutan yang dapat dijadikan jalan jalur evakuasi dengan tidak menggunakan lahan hutan yang prima untuk dijadikan jalur tersebut.

Selanjutnya yang menjadi permasalahan adalah bagaimana menjaga pemanfaatan ruang di sekitar jalan sesuai dengan kewenangannya, agar tidak terjadi perambahan hutan atau lain sebagainya yang pada akhirnya mengakibatkan kerusakan hutan, sehingga mengakibatkan longsor, banjir dan lain sebagainya yang pada akhirnya menimbulkan permasalahan baru bagi masyarakat.

Kajian ruang ini sangat penting untuk dilakukan dalam tahap perencanaan, yaitu sebelum pembangunan, sehingga dapat segera teridentifikasi bagain-bagian lahan hutan yang dapat atau tidak dapat digunakan sebagai jalan jalur evakuasi. Sehingga pembangunan atau penetapan jalan jalur evakuasi yang awal bertujuan baik untuk menyelamatkan masyarakat dari bahaya kemungkinan terkena langsung dampak erupsi gunung berapi, malah akan mendapat permasalahan baru dengan terjadinya longsor atau banjir akibat penebangan pohon di hutan yang dirambah untuk kepentingan golongan tertentu, yang pada akhirnya masyarakat di sekitar menerima dampak negatif setelah penetapan atau pembangunan jalan jalur evakuasi ini.

C. Pemeringkatan Laik Fungsi Untuk Jalan Jalur Evakuasi Melalui presentasi dari masing-masing peserta diskusi terangkum suatu permasalahan

di lapangan adalah bagaimana bila kondisi letusan atau erupsi gunung diperkirakan tidak dapat diprediksi atau tidak terjadi pada sekali letusan utama pada kurun waktu tertentu, seperti pada umumnya gunung-gunung berapi di Indonesia yang sepuluh tahun belakangan ini aktif, seperti Gunung Merapi di Jawa Tengah yang kemungkinan letusannya dapat segera aktif kembali (Desi Kiswiranti, H Kirbani,2013), serta Gunung Sinabung di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara, serta gunung-gunung lainnya yang memiliki karakteristik sama. Dimana keberadaan jalan jalur evakuasi sebagai salah prasarana yang harus disiapkan menghadapi kemungkinan mengevakuasi warga masyararakat sekitar untuk menjauhi wilayah terdampak langsung rawan bencana alam haruslah tersedia ada.

Page 22: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 11

Dari informasi yang ada mengenai status Gunung Merapi yang memulai aktivitasnya belakangan ini dimulai pada akhir September tahun 2010 dengan status normal dan pada tanggal 25 Oktober dari siaga menjadi awas, dan diikuti oleh letusan, kegempaan, serta luncuran awan panas (bhs Jawa: wedus gembel) pada tanggal 26 Oktober 2010 yang mengakibatkan 353 orang meninggal(.https://id.m.wikipedia.org.wiki/Letusan_Merapi_2010, tanggal 7/9/2019, sedangkan dari data Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) erupsi tahun 2010 menelan korban jiwa 347 orang, dimana korban terbanyak 246 jiwa dari Kabupaten Sleman, kemudian Magelang sebanyak 52 jiwa, dari Klaten sebanyak 29 jiwa, serta Boyolali 10 jiwa (jogja.tribunnews.com). Adapun kejadian yang terakhir pada saat penulisan makalah ini adalah pada hari rabu tanggal 14 Agustus 2019 kembali erupsi dengan mengeluarkan awan panas, serta guguran erupsi yang meluncur hingga 950 meter ke arah hulu Sungai Gendol (katadata.co.id/berita/2019/08/14). Begitu pula dengan Gunung Sinabung yang belakangan ini aktif, dimulai dengan letusan pada tahun 2010, kemudian tahun 2013-2014, tahun 2016, tahun 2018, serta letusan terakhir pada tahun 2019 ini pada tanggal 9 Juni dengan kolom abu setinggi 7.000 meter berwarna hitam bergerak ke arah selatan (sesuai dengan hembusan arah angin). Namun letusan yang paling berdampak yaitu pada 4 Januari tahun 2014 dengan status awas, yang diikuti dengan rangkaian letusan, kegempaan, hujan abu, serta luncuran awan panas yang mengakibatkan 14 orang meninggal dan 3 orang terkena luncuran awan panas, serta lebih 20 ribu orang mengungsi meliputi 21 desa, serta 2 dusun pada 2 kecamatan, yaitu Simpang Empat dan Kabanjahe. Begitu pula pada tanggal 22 Mei tahun 2016 terjadi letusan kembali yang disertai dengan luncuran awan panas dengan korban jiwa meninggal sebanyak 9 orang.

Dari data kejadian erupsi gunung berapi Merapi dan Sinabung, maka terlihat adanya luncuran awan panas hampir disetiap kejadian letusan, dan hal inilah yang diperkirakan atau diduga menjadi penyebab beberapa korban meninggal ketika terjadi letusan gunung berapi. Dari analisis data korban meninggal yang mudah dikenali banyak orang adalah sosok Mbah Maridjan (juru kunci Gunung Merapi yang mulai bertugas atas perintah Sultan Hamengkubuwono IX), yang diperkirakan penyebab kematiannya adalah akibat luka bakar yang diperkirakan karena luncuran awan panas, walaupun yang pada saat sebelum kejadian letusan diperkirakan almarhum berpendapat tidak akan meninggalkan lokasi, karena diperkirakan tidak akan terjadi letusan besar pada 26 Oktober 2010 tersebut.

Bagaimana korban meninggal lainnya yang diperkirakan juga akibat terjebak luncuran awan panas, karena berdasarkan informasi petugas di lapangan, ada perkiraan korban meninggal akibat beberapa penyebab, seperti pada saat kejadian bahwa korban berada dalam zona berbahaya, yang pada saat bersamaan luncuran awan panas begitu cepat meluncur turun, juga dapat diperkirakan karena tidak ada kendaraan untuk melarikan diri atau juga tidak adanya jalur evakuasi yang berpetunjuk yang disiapkan oleh pemerintah dalam hal ini penyelenggara jalan.

Dari data yang ada terlihat bahwa letusan atau erupsi gunung berapi berada dalam tenggang waktu yang lama (2-3 tahun), bahkan (5-10 tahun), seperti menurut Ahli Vulkanologi, Surono bahwa tidak dapat secara tepat memprediksi letusan Gunung Sinabung yang berbeda dengan letusan gunung lain pada umumnya (https://tekno.tempo.co, 7/8/2019). Dimana letusan Gunung Sinabung dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2019 tetap terjadi, dan penduduk sudah tidak mungkin terus berada di penampungan sementara, karena mereka harus tetap beraktivitas sosial dan ekonomi, mencari kerja, bersekolah dan aktivitas lainnya untuk menutupi kebutuhan hidupnya, sementara itu letusan gunung akan diprediksi dapat terjadi kapan saja.

Page 23: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 12

Pemberian status oleh pemerintah saat ini adalah berkaitan dengan program penanganan dan tentu saja evakuasi penduduk sekitar gunung berapi berdasarkan tingkat kondisi gunung tersebut. Kondisi yang paling normal adalah :

1. Aktif Normal Status aktif normal artinya pada gunung api yang diamati tidak ada perubahan aktivitas secara visual, seismik dan kejadian vulkanik. Ini menunjukkan tidak ada letusan hingga waktu tertentu.

2. Waspada Status Waspada menunjukkan mulai meningkatnya aktivitas seismik dan mulai muncul kejadian vulkanik. Pada status ini juga mulai muncul kejadian vulkanik.

3. Siaga Pada status siaga ada peningkatan seismik yang didukung dengan pemantauan vulkanik lainnya, serta terlihat jelas perubahan baik secara visual maupun perubahan aktivitas kawah.

4. Awas Status awas adalah kondisi paling menungkinkan terjadinya letusan

Dari hasil kajian data tersebut terlihat bahwa kecepatan perubahan kondisi status gunung berapi dapat berlangsung relatif cepat, dari normal menjadi waspada, siaga hingga awas, sehingga hal ini tentu saja memerlukan sarana dan prasarana yang selalu siap, diantaranya jaringan jalan. Untuk itu diperlukan jaringan jalan untuk menyelamatkan dan tentu saja jalan tersebut harus yang berkeselamatan, sehingga jalan tersebut aman ketika dioperasionalkan, yang dari kajian di lapangan jalan dari wilayah kajian belum laik.

Berdasarkan analisis, maka jalan jalur evakuasi yang belum ada rutenya diharapkan sampai dengan tahun 2025 yang terbaik bila badan jalan secara eksisting sudah ada, dan penyelenggara jalan dalam kondisi status gunung berapi awas, untuk dapat menyiapkan peringkat laik fungsi jalan dengan peringkat bintang satu (*), yaitu 3 komponen syarat teknis (diturunkan), yaitu teknis struktur perkerasan jalan; teknis struktur bangunan pelengkap jalan; teknis geometri jalan yang diturunkan dan sebagian belum. Adapun secara administrasi 3 komponen yang meliputi perlengkapan jalan; status jalan; kelas jalan.

Untuk jalan jalur evakuasi yang telah ada rutenya dengan badan jalan yang mantap secara eksisting untuk sampai dapat mencapai peringkat bintang empat (****), yaitu 5 komponen syarat teknis terpenuhi (1 sebagian) dan administrasi 5 komponen. Hal ini dapat diartikan laik penuh dan salah satu sebagian yang meliputi untuk teknis struktur perkerasan jalan; teknis struktur bangunan pelengkap jalan; teknis geometri jalan; teknis pemanfaatan bagian-bagian jalan; teknis penyelenggaraan manajemen dan rekayasa lalu lintas. Adapun untuk secara administratif memenuhi 5 persyaratan administrasi, yaitu: perlengkapan jalan; status jalan; kelas jalan; kepemilikan tanah ruang milik jalan; dan leger jalan.

Untuk lebih jelasnya program penanganan pemeringkatan laik fungsi untuk jalan jalur evakuasi erupsi gunung berapi, sehingga jalan dapat dioperasionalkan secara berkeselamatan dapat dilihat pada tabel 3.

Page 24: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 13

Tabel.3 Program Penanganan Pemeringkatan Laik Fungsi Jalan Untuk Jalan Jalur Evakuasi

Status Kelaikan Peringkat Bintang Catatan Jalan Jalur Evakuasi

(Eksisting) Belum Ada Rute

Sudah Ada Rute

empat 5 komponen syarat teknis terpenuhi (1 sebagian) dan admin 5 komponen

Normal Awas laik fungsi/ (****) (LTR4) (LSR4) bersyarat mantap

tiga 3 komponen syarat teknis terpenuhi (3 tertentu) dan admin 4 komponen

Waspada Siaga laik fungsi/ bersyarat

(***)

(LTR3) (LSR3)

mantap

dua 5 komponen syarat teknis terpenuhi (tertentu) dan (diturunkan), dan admin 3 komponen

Siaga

Waspada laik bersyarat (**)

(LTR2) (LSR2) (teknis

diturunkan) mantap/kurang

satu 3 komponen syarat teknis

(diturunkan) dan sebagian belum ; dan admin 3 komponen

Awas Normal Laik (*) (LTR1) (LSR1)

bersyarat/tidak laik

(teknis

diturunkan) kurang/tidak

mantap

Sumber: Hasil Analisis Keterangan: 1) Laik (*) = LTR1, dengan Status Awas, pada jalan belum ada rute: sangat segera ditetapkan dan dioperasionalkan; 2) Laik (**) = LTR2, dengan Status Siaga, pada jalan belum ada rute: segera ditetapkan dan dioperasionalkan; 3) Laik (*** ) = LTR3, dengan Status Waspada, pada jalan belum ada rute: sangat segera direncanakan; 4) Laik (****) = LTR4, dengan Status Normal, pada jalan belum ada rute: segera direncanakan; 5) Laik (****) = LSR4, dengan Status Awas, pada jalan sudah ada rute: sangat segera dioperasionalkan; 6) Laik (***) = LSR3, dengan Status Siaga, pada jalan sudah ada rute: sangat segera diujicobakan; 7) Laik (**) = LSR2, dengan Status Waspada, pada jalan sudah ada rute: segera direncanakan; 8) Laik (*) = LSR1, dengan Status Normal, pada jalan sudah ada rute: segera diprogramkan;

Page 25: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 14

IV. PENUTUP Penggunaan usulan kebijakan pemeringkatan laik fungsi jalan untuk jalan jalur evakuasi

adalah merupakan kebutuhan yang mendasar bagi sebuah jalan umum agar dapat operasional dengan berkesalamatan, dengan berdasarkan peringkat laik fungsi jalan dari bintang satu (*) sampai dengan bintang 4 (****), yang dipadukan dengan sistim peringatan status vulkanik gunung berapi, yaitu normal, waspada, siaga dan awas, maka akan didapat jalan yang dapat dioperasionalkan untuk jalan jalur evakuasi.

A. Kesimpulan

1) Pemeringkatan pada hasil uji LFJ yang dipadukan dengan kondisi status gunung berapi yaitu telah tersedianya badan jalan dengan beberapa batasan penggunaannya, seperti LHRT, jenis dan kecepatan kendaraan yang disarankan.

2) Peringkat bintang uji LFJ dan kondisi status gunung berapi dapat merencanakan program perencanaan, penetapan dan operasional jalan jalur evakuasi sebagai fungsi pemerintah untuk pelayanan publik dalam penyelenggaraan jalan dan melindungi masyarakat dari bahaya bencana alam.

3) Peringkat uji LFJ dapat menjadi pegangan payung kebijakan sebagai landasan hukum bagi penyelenggara jalan dalam mengoperasionalkan jalan.

4) Peringkat Uji LFJ menginformasikan kepada masyarakat bahwa jalan jalur evakuasi meruapakan jalan penyelamatan yang berkeselamatan.

5) Pemeringkatan uji LFJ dan Jalan jalur evakuasi menunjukkan kehadiran pemerintah dalam mensejahterkan masyarakatnya.

B. Saran 1) Masih diperlukan sosialisasi agar semua pemerintahan, baik pemerintah pusat dan

daerah memahami akan pentingnya jalan jalur evakuasi. 2) Masih diperlukan analisis teknis agar tercapai kondisi-kondisi ideal, seperti dimensi

jalan, kendaraan rencana khusus, geometrsi jalan dan lainnya yang dibutuhkan pada masing-masing daerah.

3) Masih diperlukan dukungan anggaran untuk dapat lebih menyempurnakan analisis dalam perencanaan untuk pemrograman sistem ini.

V. UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Kepala Pusat Litbang Jalan dan Jembatan serta Kepala Balai Litbang Sistem dan Teknik Lalu Lintas yang telah memberikan dukungan penulisan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka

Cipta Kiswiranti Desi, Kirbani, H 2013. Jurnal Fsiska, Analisis Statistik Temporal Erupsi Gunung

Merapi Hendrawangsa, Permana. Dr, ME (2014): “Laik Fungsi Jalan sebagai Sistem”. Makalahpada Workshop Peranan program uji LFJ sebagai amanat UU No.22/2009. Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Bandung. Nugroho. Riant. 2008. “Public Policy………:Jakarta: PT Gramedia……. Pauner, Eduard, Ir, MT, CRMP (2014): “Pendekatan Prkatis terhadap Hasil Uji Laik Jalan terhadap Kebijakan Rusli Budiman.2013. Kebijakan Publik – Membangun Pelayanan Publik Yang Responsif.

Bandung: Adoya Mitra Sejahtera.2015 Rusli Budiman.2015. Isu-Isu Krusial Administrasi Publik Kontemporer. Bandung: Mega

Rancage Press.2015

Page 26: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 15

Syafrudin, Ade. Prof.Dr (2014) :’ Peran Jalan dan Laik Fungsi Jalan’.Handout FGD Workshop Peranan program uji LFJ sebagai amanat UU No.22/2009. Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Bandung. Sailendra, AB (2014) :’Pemikiran Peran Hasil Uji LFJ Terhadap Upaya Peningkatan Kinerja Jalan yang Berbasis Jalan Berkeselamatan’.Handout FGD Workshop Peranan program uji LFJ sebagai amanat UU No.22/2009. Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Bandung. Taufik, Agus, M. Prof.Dr (2015): “Hasil evluasi dan usulan tindak lanjut pelaksanaan kelaikan fungsi jalan untuk mencapai kondisi jalan selamat, aman, nyaman dan berkepastian hukum. Handout FGDWorkshop Menuju Penyelenggaraan Uji Laik Fungsi Jalan yang mendorong terwujudnya jaringan jalan yang aman, nyaman dan selamat. Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Bandung. Kinerja Jalan”. Handout FGD Workshop Peranan program uji LFJ sebagai amanat UU No.22/2009. Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Bandung. Indonesia. 1945. Undang-Undang Dasar Tahun 1945.Jakarta: Sekretariat Negara ----------. Pemerintah Daerah Kota Cimahi. 2005. Peraturan Walikota No. 01 Tahun 2005 dan

perubahannya tentang Pembentukan UPT Rusunawa. Cimahi: Pemkot Cimahi ---------.2004. Undang-Undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan ----------. 2006. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan. Jakarta:

Sekretariat Negara ----------.2008. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Peraturan Menteri Negara

Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi UPT Kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian. Indonesia : Menpan

----------. 2009. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jakarta: Sekretariat Negara.

----------,2010. Kementerian Pekerjaan Umum. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20 2010 Tentang Pedoman Pemanfataan dan Penggunaan Bagian-Bagian Jalan. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum

----------,2011. Kementerian Pekerjaan Umum. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19 2011 Tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum

----------,2015. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Pekerjaan Umumdan Perumahan Rakyat nomor 43/PRT/2015

Tentang Badan Pengatur Jalan Tol. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum ----------2012. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara da Reformasi Birokrasi.

Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Publik diatur didalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 36 tahun 2012.Jakarta:Kemenpan

----------.2014. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan. Jakarta: Kemenpan

-----------2015. Undang-Undang nomor 9 Tahun 2015, tentang Pemerintahan Daerah ----------2010.Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 08/PRT/M/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pekerjaan Umum, Pusat Litbang Jalan dan Jembatan. -----------2010.Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21/PRT/M/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Kementerian Pekerjaan Umum. -----------2010.Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11/PRT/M/2010 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Uji Laik Fungsi Jalan. -----------2011.Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19/PRT/M/2011 Tentang Pesyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan’ ----------2014.BPJN IV (2014) : ‘Uji Laik Fungsi Jalan Nasional di BPJN IV’.,Handout FGD Workshop Peranan program uji LFJ sebagai amanat UU No.22/2009. Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Bandung.

Page 27: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 16

-----------2014.Direktorat Bina Teknik, Ditjen Bina Marga (2014): “Pelaksanaan program laik fungsi jalan dan peranannya dalam penyusunan program penanganan jalan yangberkeselamatan”. Handout FGD Workshop Peranan program uji LFJ sebagai amanat UU No.22/2009. Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Bandung. ----------2014.Direktorat Bina Teknik, Ditjen Bina Marga (2014): “Peran Pelaksanaan Laik Fungsi Jalan terhadap Perwujudan Jalan Laik Fungsi (memenuhi standar)”. Handout FGD Workshop Menuju Penyelenggaraan Uji Laik Fungsi Jalan yang mendorong terwujudnya jaringan jalan yang aman, nyaman dan selamat. Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Bandung. -----------2015.Direktorat Bina Program, Ditjen Bina Marga (2015):” Sitem pemograman dan penganggaran penyelenggaraan program dan hasil uji LFJ sebagai sasaran program penanganan jalan (Rencana Strategis Ditjen Bina Marga 2015-2020). Handout FGDWorkshop Menuju Penyelenggaraan Uji Laik Fungsi Jalan yang mendorong terwujudnya jaringan jalan yang aman, nyaman dan selamat. Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Bandung. Pusjatan, Balai Teknik Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan (2015) : ‘Hasil Evaluasi Pelaksanaan Uji Laik Fungsi Jalan Nasional’.Handout FGDWorkshop Menuju Penyelenggaraan Uji Laik Fungsi Jalan yang mendorong terwujudnya jaringan jalan yang aman, nyaman dan selamat. Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Bandung.

Page 28: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 17

MONITORING KONSTRUKSI JALAN TOL BERBASIS SISTEM INFORMASI

TOLL ROAD CONSTRUCTION MONITORING BASED ON INFORMATION

SYSTEM

Zulaikha Budi Astuti1, Karamullahu Wajhahu2, Hadi Suprayitno3, Primawan Avicenna4, Herry trisaputra5, Nur sidiq6

Badan Pengatur Jalan Tol Gedung Bina Marga,lantai 2-3, Pattimura no.20 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan,

[email protected], [email protected]

Abstrak Kebutuhan penyediaan data secara cepat untuk keperluan pimpinan yang dapat diakses kapan saja dan dimana saja merupakan sebuah keharusan dalam era informasi digital saat ini. Untuk itu dalam rangka menyediakan informasi progres konstruksi Jalan Tol, Badan Pengatur Jalan Tol pada tahun 2017 hingga saat ini memanfaatkan dan mengembangkan sistem informasi yang diberi nama “i_cons”, yang berarti “informasi konstruksi”. Fitur-fitur yang disediakan dalam sistem informasi ini diantaranya progres pembebasan lahan dan konstruksi tiap dua minggu, deskripsi jumlah bangunan yang terkonstruksi, foto progres konstruksi dan video drone. Dalam pengembangan selanjutnya sistem informasi ini akan disiapkan berbasis sistem informasi geografi yang mendukung monitoring aset manajemen pada saat jalan tol beroperasi. Kata Kunci : sistem informasi, monitoring konstruksi, jalan tol Abstract Nowadays, the need of requirement data that will be provided instantly for leader’s necessary which can be accessed anytime and anywhere is a must in this digital era. Hence, in the need of gathering information about Toll Road construction progress, Indonesian Toll Road Regulator (as known as BPJT) has been using and developing Information System called as “I_cons” which has meaning “Construction Information”. The features within the system are land acquisition and construction progress every 2 weeks, the amounts of constructed building, the photos of construction progress and video drone. For the next development, this information system will be prepared for geographic real time based in order to support property management monitoring for the operating toll road. Keyword(s): Information System, Construction Monitoring, Toll Road

Page 29: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 18

Latar Belakang Pada tahun 2019, 1.000 km jalan tol baru ditargetkan selesai. Hal ini sejalan dengan

kondisi konstruksi jalan tol Indonesia yang pada awal tahun 2017 tercatat terdapat 38 ruas konstruksi sepanjang 1.897 km aktif yang harus dimonitor oleh BPJT.

Agar target tersebut dapat tercapai, diperlukan monitoring yang cukup ketat dari BPJT. Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) Tahap Konstruksi memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan konstruksi bulanan kepada BPJT. Dalam perkembangannya kebutuhan data dan informasi tidak dapat dilayani hanya dengan laporan bulanan, oleh karena itu BUJT juga diminta untuk menyiapkan laporan ringkas mingguan yang dikirimkan via email.

Pada tahun 2017 BPJT membangun dan mengembangkan sebuah sistem monitoring konstruksi jalan tol berbasis sistem informasi yang diberi nama “i_cons”. Dengan adanya sistem informasi ini para pengambil kebijakan dapat disuplai dengan data lapangan yang valid dari BUJT. Bukan hanya data progres konstruksi dan lahan namun permasalahan lain serta informasi penyerapan sumber daya sebagai dampak ekonomi langsung pembangunan jalan tol.

Setelah berjalan dua tahun sistem informasi ini bekembang menjadi sistem database yang merekam perkembangan jalan tol konstruksi setiap bulannya. BPJT melihat bahwa sistem ini merupakan rujukan untuk dapat menjadi bahan monitoring aset jalan tol. Beberapa fitur, berpotensi untuk dikembangkan simultan dengan pengaplikasian yang terus akan dilakukan dan disosialisasikan kepada BUJT. Pelaporan Konstruksi sebagai Kewajiban Badan Usaha Jalan Tol

Dalam setiap Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol yang telah diterbitkan, BUJT berkewajiban untuk menyampaikan laporan bulanan hasil konstruksi yang meliputi kemajuan atau volume dan mutu perkejaan serta semua perubahan dan kejadian penting lainnya kepada BPJT. Laporan bulanan tersebut wajib diserahkan selambat – lambatnya setiap tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya.

Gambar 1. Contoh Laporan Ringkas Jalan Tol Konstruksi

Page 30: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 19

Untuk menunjang pemenuhan kebutuhan data konstruksi ini, BPJT melalui Bidang Teknik telah meminta kepada BUJT untuk secara rutin menyampaikan laporan ringkas konstruksi tiap dua minggu. Laporan tersebut disampaikan ke BPJT dalam bentuk file presentasi meliputi progres pembebasan lahan, progres konstruksi, isu dan permasalahan serta dokumentasi pekerjaan. i_cons.bpjt.go.id: Monitoring Konstruksi Jalan Tol Berbasis Sistem Informasi

Monitoring konstruksi jalan tol yang dilaksanakan oleh BPJT saat ini dapat dimonitor

melalui sebuah sistem informasi. Sistem informasi ini dikelola oleh BPJT sebagai administrator dan para BUJT diminta untuk melakukan inputting data progres konstruksi dan tanah.

i_cons memilik alamat web: i_cons.bpjt.pu.go.id. Untuk mengakses laman tersebut

diperlukan username dan password yang harus dimasukkan pihak yang berkepentingan. Username dan password untuk dashboard berbeda dengan username dan password untuk inputting data.

Gambar 2. Tampilan Username dan Password

I_cons ini terdiri dari laman dashboard dan laman inputting. Laman dashboard adalah laman yang dapat diakses oleh semua pihak luar BPJT sebagai dashboard informasi umum progres konstruksi dan tanah.

Page 31: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 20

Gambar 3. Tampilan Rekapitulasi Jalan Tol Konstruksi

Dashboard terdiri dari tampilan rekapitulasi ruas jalan tol yang konstruksi, progres tanah

dan progres konstruksi, panjang konstruksi jalan tol, kebutuhan biaya, dana talangan serta rekapitulasi progres konstruksi dan tanah untuk masing – masing ruas yang dikelompokkan dalam klaster – klaster.

Gambar 4. Rekapitulasi Panjang Konstruksi Jalan Tol, Kebutuhan Biaya dan Dana Talangan

Page 32: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 21

Gambar 5. Rekapitulasi Progres Konstruksi dan Tanah untuk Tiap Klaster

Selain rekapitulasi tersebut, sistem informasi ini juga disiapkan satu grafik kuadran untuk

mengetahui posisi – posisi progres konstruksi dan pembebasan tanah tiap BUJT. Hal ini penting untuk disajikan sehingga didapat informasi salah satunya pengaruh pembebasan tanah terhadap konstruksi di lapangan.

Gambar 6. Analisis progres tanah dan konstruksi

Jalan Tol yang terbagi dalam Kuadran

Page 33: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 22

Dari menu rekapitulasi progres konstruksi tanah dan konstruksi masing – masing ruas pada Gambar 5, apabila nama ruas tersebut di klik maka akan muncul laman per ruas, yang berisi informasi umum, progres konstruksi dan tanah, serta informasi lain tentang permasalahan dan dokumentasi konstruksi per waktu inputting data.

Gambar 7. Tampilan Dashboard Masing – masing Ruas untuk Informasi Umum

Page 34: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 23

Gambar 8. Tampilan Dashboard untuk Progres Konstruksi dan Pembebasan Tanah

Masing - masing Ruas

Dahsboard dapat berfungsi sebagai alat monitoring kinerja konstruksi BUJT terhadap BUJT lainnya serta untuk mengetahui posisi progres konstruksi BUJT apabila ada keterlambatan pekerjaan konstruksi.

Page 35: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 24

Gambar 9. Tampilan Input Masing - masing Ruas

Gambar 10. Tampilan Input Masing - masing Ruas

Page 36: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 25

Gambar 11. Tampilan Input Masing - masing Ruas

Dalam sistem informasi ini terdapat juga lembar monitoring berupa riwayat update yang dapat dimonitor oleh administrator. Lembar monitoring ini menjelaskan kolom – kolom mana saja yang telah diupdate dan pertanggal berapa pada Person in Charge (PIC) mengupdate data tersebut.

Gambar 12. Tampilan Input Riwayat Upadate

Page 37: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 26

Forum Diskusi Sistem informasi ini dilengkapi dengan forum diskusi dalam aplikasi “whatsapp” yang

beranggotakan para PIC penginput data dan para pejabat yang berwenang dari BUJT maupun BPJT. Forum diskusi ini memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah antara administrator dan para penginput data dari BUJT sehingga apabila terjadi kesulitan dapat segera ditanggapi dan diberikan solusi. Kesimpulan Sistem informasi merupakan jawaban atas penyediaan informasi yang terbaru dan dapat menjadi sistem database bagi BPJT dan BUJT. Sistem informasi ini memberikan kesempatan bagi BPJT dan BUJT untuk memiliki kronologi proses pembebasan lahan dan konstruksi yang menjadi dasar pembentukan aset jalan tol untuk dikelola selama masa operasi. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada para Direktur Utama Badan Usaha Jalan Tol yang telah mengkoordinasikan pada PIC, kontraktor dan subkontraktor untuk mensuplai data dan menginputkan ke dalam sistem informasi dan kepada konsultan penyedia sistem informasi yang telah mengakomodir permintaan dan kebutuhan BPJT terkait penyediaan sistem informasi ini.

Page 38: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 27

MANAJEMEN ASET JALAN KHUSUSNYA PADA KAWASAN RAWAN BENCANA

Hermanto Dardak, Taufik Widjojono, Didik Rudjito, Alfa Adib

Abstrak Kepulauan nusantara yang saat ini menjadi Indonesia terdiri lebih dari 17000 pulau. Sebagian besar pulau-pulau ini berada pada lingkaran api pasifik yang mana sangat rentan terhadap gempa bumi. Dilatarbelakangi oleh kondisi geografis ini, teknologi pengembangan jaringan jalan menjadi salah satu hal yang penting dalam meminimalisir dampak dari kerusakan akibat bencana alam khususnya gempa bumi. Makalah ini salah satunya mengkaji kasus dari gempa di Lombok Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang baru-baru ini mengalami gempa bumi dengan tingkat 7 Skala Richter pada Agustus 2018. Makalah ini bertujuan untuk mendiskusikan peran dari manajemen aset untuk jaringan jalan provinsi dan menganalisis efektifitas dari tindakan pasca bencana dalam kaitannya dengan sistem manajemen aset. Kata Kunci: Manajemen Asset Jalan, Bencana Lombok, PRIM Abstract The Indonesian islands also known as the Indonesian archipelago consist of more than 17000 islands. Most of these islands sit on the Pacific ring of fire, therefore resulting in the being prone to earthquakes. Based on this geographical condition, road infrastructure networks and technology are considered an appropriate solution to minimise the damage and impact of sudden earthquakes. This paper takes the study case of the island of Lombok located in the province of West Nusa Tenggara which recently experienced earthquakes with a magnitude of 7 Righter Scale in August 2018. All together, this paper aims to introduce the establishment of road management asset for provincial road and to analyse the effectiveness of post-disaster measures using the asset management system.

Page 39: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 28

Pendahuluan Indonesia berada pada simpang dua samudera besar, yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Indonesia juga terletak pada zona cincin api pasifik dan merupakan titik pertemuan lempeng utama dunia dan beberapa lempeng tektonik. Hal ini mengakibatkan Indonesia masuk pada wilyah rawan bencana. Terdapat empat lempeng tektonik utama di sekitar Indonesia, yaitu: Lempeng Australian, Lempeng Filipina, Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik. Kajian lebih detail secara geodesi, geologi dan seismologi menyebutkan juga beberapa lempeng tektonik minor seperti: Burma, Sunda, Laut Banda, Laut Maluku, Timor, Sorong, Maoke, dan Woodlark.

Gambar 1. 1 Peta Lempeng Indonesia (Source: Pusat Studi Gempa Nasional 2017)

Gambar 1. 2 Katalog Gempa

Fenomena tektonik ini menyebabkan terjadinya beberapa gempa bumi pada sebagian besar wilayah Indonesia. Salah satu sumber utama gempa bumi adalah aktifnya zona subduksi dari barat ke bagian timur Indonesia, selain juga energi yang menyebabkan tumbukan tektonik antara lempeng-lempeng tersebut yang memunculkan beberapa patahan baik di darat maupun di laut. Dilatarbelakangi oleh kondisi geologi tersebut, pengembangan jalan harus menemukan solusi untuk meminimalkan dampak dari resiko gempa bumi. Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan sistem manajemen aset untuk jalan daerah dan menganalisa efektifitas dari

Page 40: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 29

langkah-langkah tanggap bencana yang menggunakan sistem manajemen asset (pemeliharaan) jaringan jalan. Jalan nasional di Indonesia mencapai lebih dari 49.017 km ditambah lagi dengan panjang jalan daerah yang lebih dari 380.000 km. Hal ini menjelaskan siginfikansi dari asset jaringan jalan yang harus dikelola secara efektif dengan menggunakan sistem manajemen aset. Sistem manajemen aset untuk jalan daerah sedikit berbeda dengan manajemen jalan nasional. IRMS yang digunakan oleh Ditjen Bina Marga sedikit terlalu rumit untuk digunakan pada jalan-jalan daerah pada sebagian besar provinsi di Indonesia. Berangkat dari hal tersebut, maka dikembangkan suatu sistem yang merupakan sistem alternatif yang disusun sebagai percontohan (pilot project) dengan kemampuan analisis yang cukup sederhana, yaitu PRMS (Provincial Road Management System). Penggunaan dari sistem baru ini dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dari PPB (Planning, Programming and Budgeting). Sistem ini mulai diujicobakan pada jalan provinsi Nusa Tenggara Barat, oleh karenanya kajian ini juga membahas hubungannya dengan bencana gempa Lombok pada Agustus 2018. Makalah ini mendiskusikan mengenai efektfitas dari PRMS dalam kaitannya dengan peristiwa gempa bumi. Makalah ini membahas tiga hal: fenomena bencana di Lombok, sistem manajemen aset, dan manajemen penanganan dan mitigasi bencana. Pada akhirnya, kajian ini berusaha untuk memperkaya sistem yang ada dalam kaitannya dengan penanganan bencana dengan beberapa rekomendasi

. Gambar 1. 3 Tren Kejadian Bencana 10 tahun terakhir

1. Bencana di Indonesia Indonesia merupakan kawasan yang sering dilanda bencana. Data dari BNPB menunjukkan bahwa tiap tahunnya terjadi lebih dari 2000 kejadian bencana di seluruh Indonesia, dengan bencana banjir dan tanah longsor merupakan bencana yang paling sering terjadi. Pada tahun 2018, terjadi sekitar 23 gempa bumi dan 58 kali letusan gunung api. Bagian ini menjelaskan mengenai fenomena bencana di Indonesia pada umumnya dan pulau Lombok pada khususnya. Bagian ini akan menjelaskan wilayah nusa tenggara dari aspek geologi, geodesi-tektonik, dan seismologi.

Page 41: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 30

Gambar 2. 1 Peta Lempeng Nusa Tenggara

Secara geologis, lempeng bumi di Nusa Tenggara selalu aktif bergeser dari kerak benua menuju kerak samudera. Pergeseran ini menyebabkan munculnya lebih dari 47 sesar aktif di sekitar nusa tenggara. Secara seismologi, kuatnya gempa bumi di kawasan nsua tenggara banyak disebabkan oleh patahan Wetar dan patahan Flores. Kajian dari Pusat Studi Gempa Nasional (Pusgen) menunjukkan terdapat 295 sumber gempa pasti di Banda dan Nusa Tenggara. Selanjutnya, berikut dijelaskan kejadian laporan Gempa Lombok dengan lebih detail.

Gambar 2. 2 Peta Gempa Lombok 5 Agustus 2018

Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Kementerian ESDM, gempa lombook terjadi pada Minggu, 5 Agustus 2018 pukul 18:46:35 WIB. Dengan magnitude 7 Skala

Page 42: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 31

Richter dan terletak pada koordinat 8,37° LS - 116,48° BT, 44,48 km sebelah timur laut kota Mataram. Pulau Lombok secara morfologi merupakan batuan vulkanik dan alluvial dari vulkanik muda pantai ataupun aluvial sungai. Penyebab dari gempa bumi adalah aktifitas patahan pada Laut Flores (sebelah utara Pulau Lombok). BMKG melaporkan terjadi 671 gempa dari tanggal 5 Agustus sampai dengan 15 Agustus 2018. Secara umum, magnitud dan frekuensi dari gempa sudah menurun, hal ini menunjukkan terjadinya kesetimbangan baru pada batuan dasar. Gempa bumi ini berdampak pada 5 kabupaten di Pulau Lombok, dengan korban paling parah pada Kabupaten Lombok Utara. Dilaporkan terdapat 466 korban jiwa dan lebih dari 417 ribu orang mengungsi dan 71 ribu rumah rusak.

Tabel 1 Laporan BNPB 15 Agustus 2018 21:50 WITA

Kabupaten Meinggal Luka Berat

Rumah Rusah

Pengungsi

Kota Mataram 9 63 754 18.894

Kab. Lombok Barat 39 399 25.540 116.453

Kab. Lombok Utara 405 829 24.989 178.122

Kab. Lombok Timur 12 122 25.540 104.060

Kab. Lombok Tengah 2 0 4.767 0

Total 466 1.054 71.937 417.529

Survey lapangan menunjukkan terjadinya kerusakan permukaan tanah, retak, likuifaksi dan tanah longsor. Gempa ini meruntuhkan 12 jembatan: Sokong A, Lempenge 1, Luk 1, Sidutan, Segundi, Tampes, Kali Padet, Panggung, Embar-embar, Loko Koangan, Sapit 2, and Beburung 2. 24 ruas jalan juga rusak parah, utamanya pada koridor Pemenang-Bayan-Sembalun.

Gambar 2. 3 Kerusakan Jalan di Kecamatan Kayangan

Jaringan jalan menjadi infrastruktur penting tidak hanya dalam ranhgka mengembangkan ekonomi wilayah, namun juga sangat penting untuk operasi tanggap darurat. Penanganan tanggap darurat akan terganggu bila jaringan jalan tidak berfungsi dengan baik. Pengalaman yang ada menunjukkan bahwa berfungsinya jaringan jalan sangat membantu proses evakuasi

Page 43: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 32

korban dan pengungsi, sehingga jumlah korban akibat keterlambatan penanganan dapat diminimalisir. Karenanya performa dari jaingan jalan (aset) yang ada menjadi penting untuk didukung sistem manajemen aset yang mumpuni. Sistem manajemen aset yang saat ini digunakan oleh Ditjen Bina Marga dinamakan IRMS (Indonesian Road Management System). 2. Sistem Manajemen Aset Jaringan Jalan Pada bagian ini diulas mengenai sistem manajemen aset yang digunakan oleh Ditjen Bina Marga (IRMS) dan sistem manajemen aset yang diujicobakan pada jaringan jalan provinsi (PRMS). Selain itu, dianalisis pula skema penyelenggaraan konstrak preservasi jalan (manajemen aset) dengan skema Long Segmen. 2.1 Sistem Manajemen Aset Jaringan Jalan Panjang jalan nasional yang dikelola oleh Ditjen Bina Marga mencapai 49.017 Km. Ditjen Bina Marga menggunakan IRMS sebagai perangkat untuk manajemen aset jaringan jalan. Perangkat ini mendukung proses pengelolaan dari perencanaan, pemrograman, dan penganggaran dimana tujuan utama dari manajemen aset ini untuk memastikan kinerja jalan sesuai dengan standar pelayanan minimal. Data yang digunakan dikumpulkan melalui survey dengan alat-alat canggih seperti Hawkeye, NAASRA, FWD dan alat canggih lain seperti LIDAR. Model yang digunakan pada IRMS awalnya mengadopsi model HDM3 namun, saat ini sudah terkini dengan mengadopsi model dari HDM-4. Pada pelaksanaannya meski sudah didukung IRMS, manajemen aset jaringan jalan masih terkendala dua hal utama yaitu: keterbatasan anggaran dan beban-dimensi kendaraan berlebih (over loading dan over dimension). Pasca berlakunya UU Otonomi Daerah, maka sesuai UU Jalan, Jalan Provinsi dan Jalan Kabupaten tidak lagi ditangani oleh Ditjen Bina Marga, namun oleh Pemerintah Daerah (Dinas Bina Marga) yang mandiri, padahal panjang ruas jalan daerah di Indonesia mencapai lebih dari 380.000 Km. Sebagian besar jalan daerah berada pada kondisi dibawah standar, dengan rata-rata kemantapan 60% (berbanding dengan kemantapan jalan nasional sebesar 90%). Hal ini menjadi tantangan karena secara umum sumberdaya dari pemerintah daerah untuk mengelola jaringan jalan daerah ini cukup terbatas seperti pada aspek pendanaan, teknologi dan sumber daya manusia. Kondisi jaringan jalan daerah memerlukan tindakan perbaikan yang signifikan, bahkan ada kalanya elemen dasar seperti drainase, bahu jalan dan rambu marka dari jaringan jalan daerah masih perlu dilengkapi. IRMS dipandang terlalu rumit untuk digunakan oleh pemerintah daerah. Alat-alat survey yang digunakan terlalu canggih dan mahal. Fitur-fiturnya rumit dan tidak sederhana, dan kadangkala penggunaannya belum perlu digunakan oleh jalan daerah. Karena nya alternatif sistem manajemen aset jaringan jalan perlu dikembangkan. Untuk memenuhi kebutuhan ini, sistem manajemen jalan yang sederhana namun komprehensif telah dikembangkan dan diterapkan di tingkat provinsi dan kabupaten. Cakupannya adalah fungsi yang mendukung perencanaan, pemrograman (termasuk pemaketan) dan penganggaran pemeliharaan rutin, pekerjaan ringan, dan pemeliharaan dan, rehabilitasi berkala. Sistem ini sedang diterapkan dengan cara uji coba dan berbasis hasil. Hal ini dimaksudkan agar penggunaanya bisa berlaku untuk seluruh jaringan jalan daerah di Indonesia. Sistem Manajemen Jalan Provinsi bertujuan untuk mendukung perencanaan, pemrograman dan penganggaran yang efektif. Untuk memenuhi kebutuhan di atas, tiga fitur utama yang disediakan yaitu:

i. Metodologi untuk memperbarui data secara berkala yang dibangun berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan, yang sudah mengakomodir alat modern.

Page 44: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 33

ii. Basis data jalan elektronik dengan kemampuan geospasial yang mampu menyimpan, memproses, dan melaporkan aset dan program penanganan jalan.

iii. Suatu proses analitis untuk membantu penanganan preservasi jalan yaitu pemeliharaan rutin dan berkala, termasuk juga dapat memberikan informasi proses persiapan pekerjaan dan desain.

iv. Sistem ini berfokus pada cara yang praktis, karenanya alur kerja yang digunakan dalam pengumpulan data dan penyusunan program diatur dengan alur sebagai berikut.

Gambar 3. 1 Tahapan dalam pembangunan Program Kerja

Meski langkah 6 berada di luar proses PPB, langkah-langkah nomor 1 sampai 5 memainkan peran penting dalam menginformasikan gambar desain teknik atau DED. Hal ini karena lokasi, ruang lingkup, dan nilai pekerjaan fisik pada tingkat proyek atau ruas jalan (secara agregat) konsisten dengan perkiraan PPB yang menjadi dasar bagi keseluruhan program dan anggaran. Berbagai metode diterapkan untuk menentukan kebutuhan penanganan. Norma pemeliharaan rutin bertujuan untuk memberikan pemeliharaan pada tingkat minimum. Karena norma kuantitas berbeda-beda tergantung pada medan dan lokasi, norma-norma tersebut harus ditinjau berdasarkan pengalaman dan memperhitungkan tipikal ruas jalan dan bahu jalan. Untuk sebagian besar penanganan, data kondisi dikonversi menjadi nilai indeks, gabungan Treatment Trigger Index (TTI) berbasis distress menggunakan kombinasi atribut kekasaran, dan permukaan distress. TTI berguna untuk mengidentifikasi: (i) perkerasan telah mencapai titik di mana ia membutuhkan pemeliharaan berkala (lapisan tipis) untuk menahan penurunan kondisi lebih lanjut, dan (ii) penurunan kondisi perkerasan yang telah mencapai titik di mana secara teknis tidak dimungkinkan untuk menerapkan overlay yang tipis dan perlu rehabilitasi - baik overlay struktural atau rekonstruksi perkerasan. Fitur-fitur utama dari PRMS ditunjukkan pada Gambar 3 2, dengan fokus pada menghasilkan keluaran untuk keperluan pemrograman dan penganggaran pekerjaan. Antarmuka pengguna ditunjukkan pada Gambar 3 3. Ringkasan opsi dan fitur menu utama adalah: Administrasi, Pengaturan jaringan, Jalan, Struktur, Lalu Lintas, Biaya Unit, Analisis dan Pemrograman, Proyek Jalan, Laporan, Peta, dan Alat.

Page 45: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 34

Gambar 3. 2 Skema Ilustrasi dari struktur PRMS

Gambar 3. 3 Tampilan Pengguna PRMS

Page 46: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 35

Gambar 3. 4 Contoh Strip Map dari Tautan Individu

PRMS telah dikembangkan sebagai perangkat praktis untuk menyusun perencanaan, pemrograman dan penganggaran dari berbagai jenis pekerjaan, dengan fokus pada preservasi aset. Adanya fitur pemeliharaan rutin, pekerjaan kecil dan pekerjaan holding serta preservasi menjadi hal yang menarik dari perangkat ini. Ini sangat selaras dengan maksud dari aplikasi untuk mendukung pemeliharaan dan rehabilitasi aset jalan raya baik pada dan di luar badan jalan. Fokus dari fitur antarmuka ditujukan untuk mempermudah proses perencanaan (PPB) dan desain, dan mempermudah memastikan konsistensi terkait ruang lingkup, biaya dan prioritas pada berbagai macam penanganan. Dalam konteks penanganan gempa di Pulau Lombok, PRMS terbukti menjadi alat yang praktis dan berguna untuk merencanakan aksi bantuan pascabencana. Ini didasarkan pada beberapa argumen berikut. Pertama, data kondisi ruas jalan tersimpan rapi di basis data PRMS, oleh karena itu mengevaluasi kondisi jalan pasca bencana dapat dilakukan dengan lebih cepat. Kedua, sistem manajemen aset dibangun dengan Treatment Trigger Index (TTI) menggunakan kombinasi atribut kondisi yang diukur, termasuk kekasaran, dan kesulitan permukaan. Sangat membantu dalam penilaian cepat (quick assessment) untuk menghitung anggaran yang diperlukan untuk perawatan pascabencana dalam waktu yang terbatas. Ketiga, tidak seperti sistem IRMS yang lebih kompleks, PRMS tidak memerlukan alat canggih untuk mengumpulkan data kondisi jalan, oleh karena itu menggunakan data visual sederhana, parameter bawaannya cukup untuk menjalankan sistem dan mendapatkan hasil yang cepat. Kecepatan mendapatkan keluaran dalam konteks bantuan bencana merupakan keunggulan dari sistem ini. Namun, PRMS juga memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, fitur basis data tidak mempertimbangkan peta gempa dan basis data bencana yang terkait lainnya. Sistem masih beroperasi dengan asumsi tidak akan terjadi bencana. Namun, dalam kasus Indonesia - berdasarkan geologi dan seismologi, bencana pasti akan terjadi, namun kita tidak tahu kapan akan terjadi. Kedua, Treatment Trigger Index (TTI) tidak dianggap sebagai faktor indeks gempa. Padahal, Provinsi Nusa Tenggara Barat jelas berada di lokasi rawan gempa. Ketiga, PRMS hanya berguna dalam rekonstruksi kerusakan jalan minor. Dalam kasus kerusakan besar atau konstruksi jalan baru yang lebih permanen, PRMS hanya berfungsi sebagai input awal. Survei dan investigasi lanjutan diperlukan untuk merancang desain detail engineering untuk pembangunan jalan baru. Permasalahan yang umum terjadi dalam preservasi jalan di Lombok antara lain: (i) Rendahnya kualitas dan tidak diprioritaskannya pemeliharaan jalan, (ii) Anggaran jalan lebih diarahkan untuk proyek-proyek besar dan monumental, (iii) Prioritasi penanganan jalan tidak didasarkan pada basis teknis dan ilmiah, (iv) Keterbatasan sumberdaya manusia pada dinas terkait, (v) Tidak adanya partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan pengembangan jalan, (vi) Jalan lebih cepat rusak sehingga biaya berkendara tinggi. Dengan adanya PRMS maka hal tersebut

NOMOR RUAS : 1

NAMA RUAS : Jl. Jendral Sudirman -

0+000 1+000 1+600

Surface typeCondition year:2016Needs: PRIM 2017 Y1Program: PRIM 2017 Y1

0+000 0+500 1+000 1+500

Page 47: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 36

tidak lagi terjadi. Kualitas pekerjaan jalan meningkat. Penanganan jalan lebih efektif dan diprioritaskan. Kontribusi konsultan dan surveyor semakin terlihat. Kemampuan sumberdaya dinas terkait meningkat. Mulainya pelibatan masyarakat. Sehingga pada akhirnya tingkat penurunan kondisi jalan dapat menurun dari 12% ke 6-8%. Isu yang menarik adalah pentingnya untuk menambahkan masalah bencana sebagai faktor dalam perencanaan jaringan jalan. Sangat dipahami oleh ahli geologi dan seismolog bahwa gempa bumi pasti akan terjadi di Indonesia dan sudah mengetahui lokasinya. Namun, para insinyur jalan tampaknya belum terlalu serius mempertimbangkan lokasi patahan, sesar, dan ribuan sumber gempa lainnya di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya jalan nasional yang menghubungkan pusat kawasan ekonomi yang berada di kawasan rawan gempa. Mereka berpendapat bahwa membangun di lokasi itu boleh saja karena sudah didukung dengan teknologi terbaru dalam disiplin geoteknik. Faktor ekonomi tampaknya merupakan faktor yang paling mempengaruhi. Faktor ekologis dan geologis kurang dipertimbangkan, meskipun dalam jangka panjang nilai ekonomis dari dampak bencana selalu lebih mahal. Membangun infrastruktur di lokasi yang rawan bencana harus dilihat sebagai membuang uang dan membahayakan masyarakat. 2.2 Skema Pemaketan Long-Segment Skema pemaketan long segmen bertujuan untuk meningkatkan standar kualitas dari sepanjang ruas jalan. Long-Segment mengacu para prinsip berlanjut dan terintegrasi. Hal ini tercantum dalam lingkup kerja nya yang tidak terbatas pada macam tipe konstruksi. Semua macam konstruksi dapat dilakukan dalam satu kontrak long segmen pada ruas tertentu, atau menggabungkan penangan dari pemeliharaan rutin, rehabilitasi dan rekonstruksi. Penanganan jalan juga dilakukan secara menyeluruh dan menyentuh semua komponen jalan baik perkerasan jalan, bahu jalan, drainase maupun perlengkapan jalan. Pembayaran pada kontrak dengan skema ini tetap berbasis pada volume, namun bukan volume item, tetapi lebih ke volume output pekerjaan. Pembayaran didasarkan pada indikator kinerja jalan sesuai SPM tentunya dengan pengawasan yang ketat. Inspeksi harian dilakukan untuk memastikan kinerja jalan dapat berfungsi dengan baik. Jika kontraktor dapat menyediakan layanan yang mencapai LOS (Level of Service) yang terukur sesuai dengan indikator performan, dan dibuktikan melalui inspeksi teknis maka dapat dilakukan pembayaran. Namun, bila tidak dapat mencapai indikator performa sehingga tidak tercapau LOS maka diberikan sangsi keuangan kepada kontraktor. Berikut beberapa contoh indikator kinerja yang dipakai pada skema ini.

Page 48: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 37

Tabel 2 Indikator Kinerja

Indikator kriteria Waktu tanggap

Potholes No holes > 10 cm and 4 cm depth

Fixed before 7 days

Crack No crack > 3mm or 5% Fixed before 14 days

Faulting No faulting Fixed before 14 days

Roughness (IRI)

< 4 mm/m Fixed before 90 days

Rutting < 7 cm Fixed before 7 days

Drainage Clean and no structural damage No clogged drainage

Fixed before 21 days for damage Fixed before 7 days for clog

Guardrail and road sign

Well function No structural damage

Fixed before 21 days

Contoh pemaketan long segment

Gambar 3. 5 Contoh Pemaketan Long Segment

3. Strategi Mitigasi dan Pengembangan terkait Kebencanaan Strategi terkait kebencanaan dibagi dalam tiga bagian yaitu: (i) tahap pra bencana dan pencegahan, (ii) tahap tanggap darurat, (iii) pasca bencana dan kebijakan. Sebelum bencana dan pada pasca bencana pada saat tidak terjadi keadaan darurat maka pengembangan jaringan jalan harus sudah mengakomodir kebencanaan sebagai suatu faktor dalam pengambilan kebijakan. Tidak hanya kebijakan, implementasi dari kebijakan tersebut juga harus ditegakkan dengan disiplin. Strategi pada tahap pra bencana atau pencegahan dapat dilakukan dengan beberapa aksi berikut:

Page 49: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 38

1. Manajemen aset jaringan jalan yang efektif. 2. Retrofitasi struktural terutama pada Jembatan 3. Pengurangan potensi likuifaksi dengan kompaksi dinamis dan Vibroflotation

Pada tahap tanggap darurat, jaringan jalan dapat berperan sebagai pendukung evakuasi. Oleh sebab itu, tentunya desain dan performa jaringan jalan harus mampu memenuhi perannya sebagai pendukung evakuasi. Ilustrasi berikut merupakan salah satu contoh jalan dengan fitur-fitur yang dapat menjadi pendukung evakuasi.

Gambar 4. 1 Jalan dengan Dukungan Fitur yang Mendukung Evakuasi

4. Rekomendasi dan Kesimpulan Berdasarkan batasan sistem manajemen jalan yang ada. Makalah ini memberikan saran dalam hal meningkatkan fitur PRMS. Peningkatan ini terutama terkait dengan masalah bencana untuk meningkatkan kinerja bantuan bencana di sektor jalan. Selain hal tersebut, beberapa hal yang dapat direkomendasikan adalah :

i. Data terkait gempa bumi harus dimasukkan dalam PRMS dan sistem manajemen aset jalan lainnya di Indonesia. Selanjutnya, Treatment Trigger Index (TTI) juga harus mengakomodasi indeks gempa bumi.

ii. Sistem jaringan jalan sebagai langkah mitigasi bencana harus sudah memasukkan rencana rute evakuasi.

iii. Sistem pemeringkatan jalan rawan bencana juga harus mulai dikembangkan. Peneliti harus mengembangkan peringkat rawan bencana seperti halnya dengan lokasi rawan kecelakaan.

iv. Mendorong dan merumuskan standar hukum untuk Kontrak Berbasis Kinerja untuk mendukung skema Long Segmen dalam rangka preservasi jaringan jalan

v. Dalam mengakomodasi bencana ke Sistem Manajemen Aset, harus ada definisi yang jelas untuk membedakan dari bencana force majeures

vi. Sinkronisasi antara sistem manajemen jalan jaringan untuk setiap level jalan yaitu sistem untuk jalan nasional, jalan provinsi dan jalan lokal.

Sebagai penutup, PRMS terbukti efektif dan berguna untuk tindakan pascabencana. Ini dapat bekerja dengan data minimum, dan dapat menghasilkan penilaian cepat dan perhitungan biaya dalam waktu terbatas.

Page 50: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 39

Daftar Pustaka Direktorat Jenderal Bina Marga, 2018. Pedoman Peningkatan dan Pemeliharaan Jalan

Provinsi (PRIM). Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Direktorat Preservasi Jalan Ditjen Bina Marga, 2018. Preservasi Jalan Dengan Skema Long

Segment. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Gunawan, D., 2016, Pemanfaatan Teknologi Murah untuk Survey Kondisi Jalan, Buku

Infrastruktur Daerah edisi2/tahun I/2016. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2018. Hibah Peningkatan Kinerja Dan Pemeliharaan Jalan Provinsi. Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2018. Tata Kelola Jalan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang

Prakarsa Infrastruktur Indonesia (IndII), 2017. Program Perluasan Tahun 2017 Milestone 4: Pelajaran PIUC Tahun 2013-2017.

Pusat Studi Gempa Nasional, 2017. PETA SUMBER DAN BAHAYA GEMPA INDONESIA TAHUN 2017. ISBN 978-602-5489-01-3. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Tjahjono, et al. 2017. Monitoring and Evaluation Road Safety Investment for PRIM Project- Deliverable Report. Indonesia – Australia Partnership for Infrastructure (KIAT).

Widjajanto, A. et al, .2017. Penerapan Teknologi Murah Untuk Survei Kondisi Jalan.. Jakarta: University Network For Indonesia Infrastructure Development (UNIID)

Page 51: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 40

REVOLUSI INDUSTRI 4.0 MEMANIFESTASIKAN REVOLUSI CARA KERJA YANG LEBIH CEPAT, AKURAT, EFISIEN DAN TRANSPARAN

DI BIDANG INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN

1Danang Atmodjo, 2Bayu Murtiyoso 1Wakil Direktur III

Politeknik Pekerjaan Umum Jl. Prof. Soedarto, SH. Tembalang, Semarang 50275 2Country Manager

PT Position Partners Indonesia Beltway Office Park, Tower B, 5th Floor Jl. Letjen TB Simatupang No. 41 Jakarta 12550

Email: [email protected], [email protected]

Abstrak Ayat (5) Huruf A, Pasal 5, Paragraf 1, Bagian Kedua Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mengamanatkan: “Pemerintah Pusat memiliki kewenangan mengembangkan standar material dan peralatan konstruksi serta inovasi teknologi konstruksi.” Hal ini bertepatan dengan Revolusi Industri 4.0 yang meliputi segala bidang kegiatan. Era teknologi Industri 4.0 merupakan era kegembiraan sekaligus era ketakutan. Ada sebagian pihak yang merasakan kegembiraan pada era 4.0 ini, dikarenakan mereka dapat mengembangkan segala inovasi dan kreatifitas secara luar biasa dan berhasil guna, membangun kesejahteraan / kenyamanan (mereka adalah pihak yang senang dengan adanya perubahan). Di sisi lain, ada pihak yang mengalami ketakutan dalam era ini, yaitu:

a. Takut akan kehilangan pekerjaan atau kesempatan kerja, karena dengan otomatisasi mesin, mereka beranggapan sudah tidak diperlukan tenaga kerja lagi.

b. Ketakutan tidak bisa ‘bermain’ dalam kegiatan yang terkait dengan data dan informasi. Karena kelompok ini merasa, dengan hal-hal yang bersifat otomatisasi dan digitalisasi akan tersaji kepastian informasi dengan data yang aktual dan presisi, tidak bisa dimanipulasi.

Konektivitas antara pengguna jasa dan penyedia jasa bisa terjalin secara “real-time”, karena bisa melihat data yang sama melalui sistem dan mesin. Tuntutan percepatan pelaksanaan konstruksi yang hanya dijawab dengan menambah tenaga kerja, shift kerja dan peralatan konvensional tidak menjamin hasil produksi sesuai desain. Dengan otomatisasi, percepatan pelaksanaan pekerjaan akan menghasilkan produk yang presisi dan lebih efisien. Oleh karena itu, sesuai dengan UU Nomor 2 Tahun 2017, mesin-mesin yang merupakan inovasi teknologi wajib diaplikasikan di masyarakat – di dunia jasa konstruksi, serta memerlukan regulasi dari Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Industri 4.0, bukan hanya soal teknologi, tetapi juga merubah cara kerja, alur kerja, serta mindset pelaku jasa konstruksi. Kata Kunci: Industri 4.0 adalah Otomatisasi dan Digitalisasi

Page 52: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 41

BAB I – PENDAHULUAN Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi pada Pasal 5 Ayat (5) huruf a telah mengamanatkan bahwa Pemerintah Pusat memiliki kewenangan untuk mengembangkan standar material dan peralatan konstruksi serta inovasi teknologi konstruksi. Hal ini bertepatan dengan Revolusi Industri 4.0 yang telah menggema ke semua sendi kehidupan di dunia, termasuk Indonesia. Semua menyatakan siap untuk menyongsong, menyiapkan strategi dan sikap-sikap lain yang intinya mau tidak mau semua kegiatan harus selaras dengan inti Industri 4.0. Berbagai seminar, workshop kajian tentang Industri 4.0 banyak dilakukan oleh berbagai pihak, baik akademis, praktisi bahkan politisi ikut beramai-ramai menyemarakkan euforia Industri 4.0. Ada hal yang menarik, dari berbagai kegiatan seminar yang telah diselenggarakan ternyata tidak pernah menghasilkan suatu kesimpulan atau komitmen yang nyata mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan Industri 4.0 dan langkah apa yang harus diambil, sehingga kebanyakan seminar hanya berakhir dengan foto bersama.

Era teknologi Industri 4.0 merupakan era kegembiraan sekaligus era ketakutan. Ada sebagian pihak yang merasakan kegembiraan pada era 4.0 ini, dikarenakan mereka dapat mengembangkan segala inovasi dan kreatifitas secara luar biasa dan berhasil guna, membangun kesejahteraan / kenyamanan (mereka adalah pihak yang senang dengan adanya perubahan). Di sisi lain, ada pihak yang mengalami ketakutan dalam era ini, yaitu:

a. Takut akan kehilangan pekerjaan atau kesempatan kerja, karena dengan otomatisasi mesin, mereka beranggapan sudah tidak diperlukan tenaga kerja lagi.

b. Ketakutan tidak bisa ‘bermain’ dalam kegiatan yang terkait dengan data dan informasi.

Pada dasarnya Industri 4.0 mencakup 2 (dua) pokok dasar pembahasan yaitu otomatisasi dan digitalisasi. Otomatisasi akan mempermudah orang dalam bekerja utamanya yang memerlukan ketepatan atau keakuratan data secara kontinyu, sedangkan digitalisasi adalah sistem penyampaian data-data akurat produk otomatisasi itu untuk dimanfaatkan semua pihak yang terlibat. Data yang akurat dan real-time akan sangat memudahkan manajemen dalam menentukan langkah mengambil keputusan yang benar dalam organisasinya.

Satu hal lagi yang juga sangat penting terkait dengan otomatisasi adalah terkait manipulasi data yang menjadi dasar untuk berbuat curang/korupsi akan dapat dicegah, karena dapat termonitor oleh banyak pihak. Harapan besar terwujudnya Good Corporate Governance akan lebih bisa dipetakan dalam era Industri 4.0. Tuntutan percepatan pelaksanaan konstruksi yang hanya dijawab dengan menambah tenaga kerja, shift kerja dan peralatan konvensional tidak menjamin hasil produksi sesuai desain. Percepatan pelaksanaan yang hanya diakomodir dengan penambahan jam kerja dan tenaga kerja sangat tidak tepat untuk diterapkan. Penambahan jam kerja bagi tenaga kerja membuka peluang terjadinya human error yang mengakibatkan kecelakaan kerja maupun kecelakaan konstruksi (beberapa kasus kecelakaan kerja di ruas-ruas jalan tol terindikasi karena kelalaian pekerja). Secara manusiawi, pekerjaan dengan jenis tertentu dan berlangsung lama akan menimbulkan kejenuhan dan kurang fokus tanpa memikirkan akibat fatal yang bisa terjadi. Dengan otomatisasi, percepatan pelaksanaan pekerjaan akan menghasilkan produk yang presisi dan lebih efisien. Untuk itu, sesuai UU Nomor 2 Tahun 2017 maka mesin-mesin yang merupakan inovasi teknologi wajib ada di masyarakat jasa konstruksi, serta perlu regulasi dari Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Industri 4.0, bukan hanya soal teknologi tetapi juga merubah cara kerja, alur kerja serta mindset pelaku jasa konstruksi.

Otomatisasi dan digitalisasi dapat diimplementasikan dalam kegiatan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan di Indonesia yang pada saat ini dijalankan secara serentak dan volume yang luar biasa dengan target yang sangat tinggi. Kita tahu bahwa banyaknya paket kegiatan yang dilaksanakan secara bersamaan akan menimbulkan persoalan sendiri dalam kegiatan jasa konstruksi.

Page 53: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 42

Persoalan pertama adalah terbatasnya Badan Usaha yang berkemampuan tinggi untuk menerima limpahan kesempatan dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur. Keterbatasan selanjutnya ada pada internal Badan Usaha itu sendiri yaitu terbatasnya Sumber Daya Manusia (SDM) dengan kompetensi yang sesuai tuntutan spesifikasi pekerjaan, dan terbatasnya jumlah peralatan kerja yang memadai dan masih layak untuk dipakai.

Dalam pekerjaan konstruksi jalan, dapat dibedakan antara pembuatan jalan baru dan preservasi jalan. Untuk pembangunan jalan baru seperti jalan tol, untuk penyiapan badan jalan baik mengenai material (raw) maupun kepadatan sesuai desain, sangat diperlukan otomatisasi yang berupa mesin kontrol (Machine Control) yang dipasang pada alat berat mulai dari motor grader, dozer, eksavator maupun pada alat pemadat.

Penggunaan mesin kontrol (baik dengan teknologi laser maupun GPS) akan mempercepat pelaksanaan pekerjaan mulai dari pekerjaan cut/fill, pemadatan sampai dengan paving karena semua tertuang dalam mesin kontrol secara real-time dan digital tanpa campur tangan manual. Selain itu, keuntungan lainnya adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan K3. 2. Penghematan biaya. 3. Mengatasi keterbatasan SDM. 4. Mengoptimalkan kerja alat. 5. Meminimalkan over cut/fill. 6. Finish grade yang akurat. 7. Kepadatan sesuai desain. 8. Dapat diaplikasikan secara bertahap / sesuai kebutuhan. 9. Sistem yang fleksibel dan dapat dipindahkan. 10. Mudah dipergunakan. Persoalan penting bagi panitia PPK/Kasatker terkait pemakaian alat-alat otomatisasi

adalah untuk pembayaran hasil kerja. PPK/Kasatker masih khawatir karena aparat pengawasan belum bisa menerima hasil pekerjaan yang diukur secara otomatis oleh mesin-mesin.

Oleh karena itu, hal ini diperlukan adanya langkah penyelarasan agar semua yang terlibat dalam kegiatan jasa konstruksi mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan (internal/eksternal) paham tentang cara kerja dengan pola Industri 4.0. Selain itu, perlu diketahui bersama bahwa Industri 4.0 bukan hanya masalah teknologi tetapi juga merubah cara kerja, alur kerja serta mindset pelaku jasa konstruksi.

BAB II – ISI

MACHINE CONTROL SEBAGAI INOVASI TEKNOLOGI KONSTRUKSI

Machine Control adalah sebuah sistem yang mengintegrasikan antara desain konstruksi dan alat berat konstruksi. Teknologi ini menggunakan Global Navigation Satellite System (GNSS) presisi tinggi, laser, robotic total station, sensor gerak (motion sensors) dan perangkat pendukung lainnya untuk mengendalikan alat-alat berat agar bekerja secara otomatis dan akurat (Gambar 1).

Page 54: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 43

Gambar 1 – Teknologi Machine Control

Penerapan inovasi teknologi konstruksi terbaru diharapkan dapat:

1. Meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya konstruksi,

2. Memberikan jaminan kualitas hasil pekerjaan, dan

3. Meningkatkan produktivitas kerja.

Selain itu, juga sesuai dengan terobosan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono yang menyatakan ada 5 inovasi utama dalam akselerasi pembangunan infrastruktur, yakni:

1. Kerangka hukum dan perundangan yang kondusif. 2. Inovasi pembiayaan dan pendanaan pembangunan infrastruktur. 3. Kepemimpinan yang kuat. 4. Koordinasi antar lembaga yang solid. 5. Penerapan hasil penelitian dan teknologi terbaru.

Page 55: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 44

Ruang lingkup aplikasi penggunaan teknologi Machine Control dapat diterapkan pada pekerjaan infrastruktur mulai dari pekerjaan tanah dan pembuatan jalan baru hingga pekerjaan pelapisan ulang / perbaikan jalan, seperti terlihat pada Gambar 2 dan Gambar 3 di bawah ini.

Gambar 2 – Ruang Lingkup Aplikasi Teknologi Machine Control pada Pekerjaan Tanah dan

Pembuatan Jalan Baru

Gambar 3 – Ruang Lingkup Aplikasi Teknologi Machine Control pada Pekerjaan Pelapisan Ulang / Perbaikan Jalan

Page 56: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 45

Metoda otomatisasi di bidang konstruksi (Machine Control) memiliki manfaat lebih jika dibandingkan dengan metoda konvensional yang selama ini dilakukan, seperti dijelaskan pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1 – Perbandingan Metoda Konvensional dan Machine Control

Metoda Konvensional Metoda Machine Control

Patok Perlu Tidak Pengendalian Visual Digital Operator Operator berpengalaman Operator standar Jangkauan Tergantung patok Di mana saja Waktu kerja Tergantung cahaya 24 jam Monitoring Pelaporan manual Real-time, digital Akurasi Tergantung operator Sesuai GPS Konsistensi hasil Tergantung operator & surveyor Konsisten sesuai desain

Selain itu, produktivitas pekerjaan pun akan meningkat dengan teknologi otomatisasi di bidang konstruksi (Machine Control) seperti terlihat pada Tabel 2, 3, 4 di bawah ini.

Tabel 2 – Peningkatan Produktivitas dengan Machine Control pada Dozer

Page 57: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 46

Tabel 3 – Peningkatan Produktivitas dengan Machine Control pada Motor Grader

Tabel 4 – Peningkatan Produktivitas dengan Machine Control pada Eksavator

Oleh karena itu, otomatisasi di bidang konstruksi (Machine Control) akan dapat mempercepat pekerjaan konstruksi menjadi lebih cepat, akurat, terukur dan transparan dalam rangka mendukung Revolusi Industri 4.0.

Page 58: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 47

SMART CCTV AND WEIGH IN MOTION (WIM) INTEGRATED SYSTEM IN INDONESIAN TOLL ROAD

Operation and Management Group, PT Jasa Marga Plaza Tol Taman Mini Indonesia Indah

Jakarta, 13550 Indonesia Telp.: +6221 841 3630, +6221 841 3526

Abstract Jasa Marga is the leader company in the toll road industry in Indonesia. As of 2018, the length of toll roads in operation managed by Jasa Marga is approximately 1000 km or 66% of the total length of toll roads operating in Indonesia. Hence, Jasa Marga runs with faster rhythm to be able to improvise its performance, both internally and externally, to achieve customer satisfaction. Using updated technology and developing our innovation, especially in road operation is our core business, and this paper will discussed one of our innovation in making integrated smart CCTV and Weigh in Motion (WIM) system. Key Words : toll road, transportation, integrated, system, technology

Page 59: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 48

I. PENDAHULUAN PT Jasa Marga (Persero) Tbk. (yang selanjutnya disebut Jasa Marga atau

Perseroan) senantiasa berkomitmen dalam mewujudkan salah satu misi Perseroan yaitu “Memimpin Pembangunan Jalan Tol di Indonesia untuk Meningkatkan Konektivitas Nasional”. Perseroan memiliki sasaran dalam lima tahun ke depan untuk terus tumbuh dan meningkat nilainya. Pada tahun 2019 ditargetkan panjang jalan tol beroperasi Jasa Marga menjadi kurang lebih 1.260 km. Hal tersebut akan dicapai dengan menyelesaikan 18 (delapan belas) ruas jalan tol baru yang sudah dimiliki konsensinya secara tepat waktu, mutu dan biaya serta mengembangkan ruas potensial baru. Sebagai pionir pembangunan infrastruktur jalan tol di Indonesia, Jasa Marga tidak pernah berhenti melakukan berbagai macam inovasi guna melancarkan segenap transformasi untuk membangun konektivitas negeri. Sejalan dengan itu, Jasa Marga terus melakukan inovasi dan bertransformasi menjadi perusahaan modern yang memegang kepemilikan jalan tol terbesar di Indonesia. Berbagai inovasi dalam perkembangan teknologi dan kebutuhan operasional di jalan tol mulai dikembangkan oleh Jasa Marga guna memenuhi misi Perseroan dalam memimpin pembangunan jalan tol di Indonesia untuk meningkatkan konektivitas nasional, menjalankan usaha jalan tol di seluruh rantai nilai secara profesional dan berkesinambungan, memaksimalkan pengembangan kawasan untuk meningkatkan kemajuan masyarakat dan keuntungan perusahaan, serta meningkatkan kepuasan pelanggan dengan pelayanan yang prima. Selanjutnya merupakan penjelasan lebih lanjut mengenai perwujudan inovasi kami menuju transportasi di Indonesia yang terintegrasi, cerdas, dan berkesinambungan. Abstrak ini terdiri dari:

1) Abstrak 2) Pendahuluan 3) Pencapaian perusahaan 4) Sistem Smart CCTV dan Weight in Motion (WIM) 5) Sistem terintegrasi 6) Kesimpulan

II. PENCAPAIAN PERUSAHAAN Pada tahun 2016, Jasa Marga melakukan review system kerja yang disebut

dengan JM WAY. Jasa Marga Integrated Management System (JM WAY) terbentuk dari identifikasi dan integrasi beberapa proses. Integrasi dari proses-proses tersebut termasuk interaksi di antara proses-proses yang digambarkan dalam suatu bagan alir Sistem Kerja. Sistem Kerja Jasa Marga adalah gambaran secara menyeluruh proses-proses dalam organisasi yang merupakan bagaimana pekerjaan organisasi dilaksanakan. Sistem kerja melibatkan tenaga kerja, pemasok dan mitra kunci, kontraktor, dan komponen rantai pasokan lainnya yang dibutuhkan untuk memproduksi dan menyampaikan produk, layanan, serta proses bisnis dan pendukung. Sistem kerja terdiri dari proses kerja internal dan sumber daya eksternal yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan memproduksi, menyampaikannya kepada pelanggan, dan agar sukses di pasar. Sistem Kerja tersebut mengintegrasikan beberapa Sistem Manajemen yang diimplementasikan Jasa Marga meliputi persyaratan Standar Internasional ISO 9001:2015, ISO 14001:2015, ISO/DIS 45001:2016, dan Persyaratan BALDRIGE CRITERIA 2015-2016. Proses-proses tersebut diklasifikasikan berdasarkan jenis dan status pentingnya proses dilihat dari hubungannya terhadap realisasi produk atau proses produksi. Klasifikasi proses-proses tersebut dikelompokkan menjadi empat kategori proses, yaitu: Proses Inti (Core Process), Proses Pendukung (Support Process), Proses Perencanaan (Planning Process), dan Proses Tinjauan dan Perbaikan (Review and Improvement Process).

Page 60: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 49

Produk yang ditawarkan oleh Jasa Marga yakni berupa jasa layanan jalan tol baik pengembangan, pengoperasian jalan tol dan pengembangan usaha lain. Produk pengoperasian jalan tol terdiri dari layanan transaksi, layanan lalu lintas, dan layanan pemeliharaan. Layanan transaksi berhubungan dengan ketersediaan maupun kecepatan alat di gerbang untuk memproses transaksi yang dilakukan oleh setiap pengguna jalan tol. Layanan lalu lintas yaitu layanan kepada pengguna jalan tol untuk memberikan kelancaran dan keselamatan. Layanan pemeliharaan berhubungan dengan menjaga kualitas jalan untuk memberikan kenyamanan kepada pengguna jalan tol saat melakukan perjalanan melalui jalan tol. Ketiga layanan tersebut disediakan melalui Anak Perusahaan Usaha Lain kelompok usaha Jasa Marga. Kegiatan usaha yang dijalankan oleh PT Jasa Marga (Persero) Tbk adalah sebagai berikut:

o Melakukan perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, pengoperasian dan/atau pemeliharaan jalan tol.

o Mengusahakan lahan di ruang milik jalan tol (rumijatol) dan lahan yang berbatasan dengan rumijatol untuk tempat istirahat kendaraan dan pelayanan berikut dengan fasilitas-fasilitasnya dan usaha lainnya, baik diusahakan sendiri maupun bekerja sama dengan pihak lain.

o Menjalankan kegiatan dan usaha lain dalam rangka pemanfaatan dan pengembangan sumber daya yang dimiliki Perseroan, baik secara langsung maupun melalui penyertaan, dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan.

Oleh karena itu, produk yang ditawarkan oleh PT Jasa Marga (Persero) Tbk yakni berupa jasa layanan jalan tol baik pengembangan, pengoperasian, dan pemeliharaan jalan tol. Selain itu, Perseroan juga memiliki bisnis di luar jalan tol yang bergerak pada bidang properti dan juga pengelolaan Tempat Istirahat dan Pelayanan (TIP). Perseroan terus berkembang dengan membangun jalan-jalan tol baru di berbagai wilayah di Indonesia tidak hanya terbatas di pulau Jawa tetapi juga di Pulau Sumatera, Bali, Kalimantan, dan juga Sulawesi. Dalam beberapa tahun terakhir, Perseroan berinvestasi secara masif dengan menginisiasi ruas-ruas tol baru dalam rangka mempertahankan posisinya sebagai pemimpin industri jalan tol. Pesatnya pembangunan ini menyatakan dukungan Perseroan atas program Pemerintah untuk mempercepat pertumbuhan perekonomian Indonesia melalui percepatan pembangunan infrastruktur. Di level operasional khususnya pada transaksi tol, pelayanan lalu lintas, dan pelayanan konstruksi strategi yang ditetapkan meliputi meningkatkan efisien dan efektifitas operasional untuk meningkatkan EBITDA ruas-ruas tol yang sudah beroperasi. Secara bertahap, pengoperasian dan pemeliharaan akan menjadi kompetensi utama Entitas Anak yang bergerak di bidang pengoperasian tol dan pemeliharaan dengan konsep cost leadership dan operational excellence berbasis teknologi melalui metode operating lease sampai tahun 2022.

Bidang pengoperasian jalan tol terdiri dari 3 (tiga) bagian utama yakni transaksi tol, pelayanan lalu lintas, dan pemeliharaan jalan tol. Kegiatan di bidang ini bertujuan untuk memastikan terpenuhinya Standar Pelayanan Minimum (SPM) sebagai bagian dari komitmen Perseroan dalam melayani pengguna jalan.

Selain itu, Perseroan juga telah melakukan inovasi di bidang pengoperasian guna meningkatkan pelayanan transaksi kepada pengguna jalan yaitu dengan melakukan perubahan sistem transaksi dan integrasi pengoperasian Jalan Tol Semarang ABC dan Jalan Tol JORR. Perubahan sistem transaksi dan integrasi tersebut diharapkan dapat memberi manfaat bagi pengguna jalan tol dengan mengurangi frekuensi berhenti di jalur utama sehingga dapat mempersingkat waktu tempuh. Perubahan sistem transaksi dan integrasi jalan tol berdampak pada perubahan pencatatan volume lalu lintas transaksi akibat peniadaan transaksi pada beberapa gerbang tol.

Page 61: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 50

Pada tahun 2018, Perseroan telah melayani 1,27 juta volume lalu lintas transaksi. Selain itu Perseroan juga telah berhasil melayani volume lalu lintas transaksi balik lebaran sebesar 130.125 kendaraan. Volume lalu lintas ini merupakan volume lalu lintas transaksi terbesar yang pernah dilayani Perseroan.

Strategi dalam menangangi arus mudik dan balik lebaran tahun 2018 antara lain dengan melakukan rekayasa lalu lintas seperti pemberlakuan larangan truk melintas selama periode arus mudik dan balik, contra flow, one way, pengalihan lalu lintas Gerbang Tol Cikarang Utama ke Gerbang Tol Cikarang barat, pemanfaatan mobile reader, pemberian diskon tarif tol, pengaturan Parking Bay, TI dan TIP, penempatan petugas operasional dan petugas satgas Jasa Marga Siaga.

Di bidang pemeliharaan, aktivitas pekerjaan pemeliharaan yang dimulai dari inspeksi sampai dengan pelaksanaan pekerjaan dan pencatatan hasil pekerjaan yang mana fisik pekerjaan pemeliharaan dan jenis kegiatannya dapat berupa pekerjaan perawatan, rehabilitasi, penunjangan, peningkatan, penggantian dan renovasi. Jenis pekerjaan kegiatan pemeliharaan terdiri dari program investasi Peningkatan Kapasitas serta Pemeliharaan Rutin, Periodik, dan Khusus.

Guna mendukung kinerja dibidang pemeliharaan, Perseroan melakukan pengembangan kinerja pemeliharaan melalui sistem informasi dan basis data yaitu Jasamarga Integrated Maintenance Management System (JIMMS) merupakan pangkalan data bidang pemeliharaan yang memuat seluruh data-data terkait pemeliharaan secara terintegrasi, mulai dari: asset pemeliharaan, mapping kerusakan jalan, program pemeliharaan, hasil penelitian, progres pekerjaan, standar biaya, pemenuhan SPM dan informasi lainnya yang berkaitan dengan proses kerja bidang pemeliharaan.

Berdasarkan visi dan misi PT Jasa Marga (Persero) Tbk yang telah ditetapkan, Perseroan melakukan berbagai upaya agar mampu meningkatkan produktivitas dan kinerjanya secara menyeluruh dalam rangka mendukung pencapaian visi dan misi tersebut. Oleh karena itu, Perseroan mengembangkan sasarannya dari turunan atas arahan strategis pengembangan Perseroan ke depan serta mempertimbangkan posisi Perseroan pula pada saat disusunnya rencana jangka panjang.

Arahan strategis Perseroan hingga tahun 2027 yakni “Agresif Pada Pengembangan Bisnis Tol dan Penunjang Tol - Peningkatan Fokus di Bisnis Prospektif”. Penjabaran dari arahan strategis Perseroan adalah sebagai berikut:

1. Perbaikan aspek fundamental dan optimisasi existing aset. 2. Memaksimalkan perolehan dan investasi jalan tol dengan berbagai skema

bisnis. 3. Memaksimalkan potensi bisnis jasa operasi, pemeliharaan, konstruksi tol, dan

teknologi tol untuk pasar internal serta eksternal. 4. Memaksimalkan potensi bisnis di sepanjang asset jalan tol (toll corridor

development). Arahan strategis ini dikembangkan untuk 3 (tiga) kelompok lini bisnis Perseroan

yaitu (i) lini bisnis konsesi jalan tol, (ii) lini bisnis pendukung operasi jalan tol yang terdiri dari lini bisnis pengoperasian, pemeliharaan, dan konstruksi, (iii) lini bisnis prospektif yang terdiri dari bisnis yang berkaitan dengan properti, Toll Corridor Development (TCD), dan Transit Oriented Development (TOD).

Kebijakan di bidang operasional dilakukan untuk memenuhi Standar Pelayanan Minimum (SPM), memenuhi kapasitas ideal jalan tol, modernisasi sistem dan teknologi operasi, menggunakan green technology atau energi terbarukan dan green construction, melaksanakan rekonstruksi secara bertahap (staging), menerapkan control overloading dan menggunakan teknologi pavement management system, mengimplementasikan rekayasa teknik bidang jalan, jembatan dan sarana teknologi operasi, serta mengoptimalkan kinerja Anak Perusahaan Pengoperasian Jalan Tol (APJT) dan Pemeliharaan.

Page 62: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 51

Pemerintah telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang menargetkan pencapaian pertumbuhan ekonomi di angka 7,1% dan bertujuan untuk meningkatkan konektivitas nasional dengan menargetkan pembangunan 1.000 km jalan tol baru sampai dengan tahun 2019, yang diharapkan dapat meningkatkan konektivitas antar wilayah, memangkas waktu distribusi barang, menurunkan logistic cost, dan mengendalikan inflasi di kisaran 3,5-4,5%.

Jalan tol merupakan salah satu proyek yang menjadi prioritas Pemerintah dengan memberikan fasilitas jaminan politik, perizinan, dan finansial yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Potensi pembangunan infrastruktur khususnya jalan tol masih sangat besar dalam jangka panjang. Sebagai gambaran akan potensi tersebut adalah kebutuhan pembangunan jalan tol di Pulau Sumatera sepanjang ±2.700 km dengan nilai investasi kurang lebih Rp375 triliun, demikian pula kebutuhan pembangunan jalan tol di Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi. Di samping potensi yang besar tersebut, Perseroan juga optimis dengan komitmen Pemerintah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, yang ditunjukkan melalui peran aktif Pemerintah dalam mendorong percepatan pembebasan lahan dan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang menciptakan lingkungan yang mendukung investasi secara umum dan jalan tol khususnya. Hingga akhir tahun 2019, Jasa Marga akan mengoperasikan total 1.260 km jalan tol dengan mengejar pembangunan 600 km jalan tol baru dalam waktu tiga tahun.

Sampai dengan akhir tahun 2018, berhasil menambah 318 km jalan tol beroperasi sehingga total Panjang jalan tol beroperasi Jasa Marga saat ini kurang lebih 1.000 km. Jalan tol tersebut adalah Jalan Tol NgawiKertosono sepanjang 87,02 km, Jalan Tol Bogor Ring Road Seksi 2B sepanjang 2,65 km, Jalan Tol GempolPasuruan Seksi Rembang-Grati sepanjang 20,25 km, Jalan Tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi Seksi 1A-1 sepanjang 10,75 km, Jalan Tol Solo-Ngawi Sepanjang 90,43 km, Jalan Tol Semarang-Batang sepanjang 75 km dan Jalan Tol Semarang-Solo Seksi Salatiga-Kertasura sepanjang 32,23 km.

Pada tahun 2018 Perseroan juga secara bertahap melakukan aktivitas pembebasan lahan dan konstruksi jalan tol baru melalui Entitas Anak Perseroan dengan total nilai penyerapan investasi pembangunan jalan tol baru di Entitas Anak pada tahun 2018 sebesar Rp32,23 triliun.

Kinerja usaha jalan tol Perseroan beserta APJT (Anak Perusahaan Jalan Tol) Perseroan yang merupakan Entitas Anak Perseroan yang bergerak di bidang usaha jalan tol akhir tahun 2018 disajikan berdasarkan wilayah-wilayah sebagai berikut; Pulau Jawa, Jabotabek, Pulau Bali, Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi.

Guna memperlancar arus distribusi barang dan jasa serta menurunkan biaya logistik di pulau Jawa untuk akses transportasi yang lebih cepat dan efisien, Pemerintah menargetkan pengoperasian Jalan Tol Trans Jawa pada tahun 2018. Terkoneksinya Pulau Jawa melalui jalan tol akan memberikan dampak positif bagi perekonomian yang akan diikuti dengan terbukanya lapangan kerja serta menggerakkan kegiatan perekonomian di daerah yang dilalui ruas tol Trans Jawa.

III. SISTEM SMART CCTV DAN WEIGH IN MOTION (WIM)

Seperti pada penjelasan sebelumnya bahwa Jasa Marga memiliki strategi masa depan untuk menciptakan sistem transportasi Indonesia yang terintegrasi, cerdas, dan berkesinambungan, beberapa inovasi dan teknologi sudah diterapkan dan terus dikembangkan. Salah satunya, yaitu penerapan sIstem smart CCTV dan Weigh in Motion (WIM) dalam satu sistem terintegrasi, terutama di sektor operasi jalan tol.

Page 63: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 52

A. Smart CCTV Pusat pengendali dari sebuah smart CCTV adalah perangkat pengolahan

yang menampilkan spesifik informasi pada aplikasi. Pengolah video dalam smart CCTV memiliki kemampuan dan performa tanpa batas, namun pada saat yang bersamaan sistem di dalamnya menciptakan beberapa kendala pada desain. Perbedaan yang paling penting antara smart CCTV dan kamera biasa terdapat pada dua aspek, arsitektur sistem dalam kamera dan hasil yang diperoleh. Smart camera umunya memiliki unit processor gambar khusus yang terdiri dari microprocessor yang lebih tinggi untuk mengolah intelligent ASIP (aplikasi pemroses spesifik informasi) algoritma, dimana tugas utamanya bukanlah meningkatkan kualitas gambar namun untuk mengolah informasi dalam sebuah gambar. Perangkat pengolah gambar pada kamera normal umumnya lebih sederhana dan lebih lemah dengan tugas utama untuk mendapatkan kualitas gambar yang baik saja. Hasil dari smart kamera adalah sistem pengendali, sementara hasil dari kamera normal sebatas gambar yang tertangkap. Oleh karena itu, video kamera normal memerlukan output bandwidth yang besar, sementara smart camera dapat menggunaka bandwidth yang rendah untuk menyimpan output-nya.

Smart CCTV memiliki kemampuan untuk mendeteksi and melacak kendaraan, mengambil gambar dan mengindentifikasi plat nomor, mengidentifikasi fitur kendaraan lainnya, mendeteksi pelanggaran perpindahan lajur, melintas di atas garis lajur dan berkendaran pada arah yang salah, mendeteksi kecepatan kendaraan, mendeteksi fitur di dalam kendaraan, seperti status pemakaian seat belt dan penggunaan ponsel, mendeteksi dan melacak wajah, mengambil dan memilih gambar wajah yang paling optimal. Dengan menggunakan gambar plat nomor kendaraan yang telah terdeteksi, data dapat diolah untuk memfasilitasi pencarian kendaraan dan dapat secara langsung mengidentifikasi spesifikasi kendaraan tersebut tanpa melihat video keseluruhan. Kemudian pendeteksi wajah digunakan untuk mengolah data yang lebih detail lagi.

Permasalahan akan timbul akibat pergerakan kendaraan, seperti, perpindahan lajur atau tertutup oleh objek lain pada kamera. Pada kasus ini, kamera secara otomatis merubah mode pelacakan menjadi mode pelacakan cerdas dan secara akurat untuk mengambil gambar. Tingkat akurasi tergantung pada spesifikasi gambar yang dihasilkan, performa perangkat, kecerdasan algoritma, pemasangan, dan lingkungan itu sendiri. Komponen yang dibutuhkan antara lain adalah kamera, radar, PoE, dan pendeteksi kendaraan.

Page 64: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 53

B. Weigh in Motion (WIM) Beban lalu lintas dari kendaraan besar, dimana ditentukan sebagai Gol V

di Indonesia, mencapai 6.8% dari beban lalu lintas keseluruhan, dengan didominasi oleh kelebihan beban mencapai 5-50% dari beban yang disarankan. Jasa marga saat ini sedang mengembangkan penerapan sistem WIM jembatan untuk analisa perencanaan lalu lintas, analisa perawatan infrastruktur jalan, untuk menghitung dampak beban lalu lintas pada kerusakan permukaan jalan, pemilihan awal untuk kendaraan kelebihan muatan dan dimensi, penegakkan hukum, analisa karakteristik lalu lintas dan distribusi kargo, dan penilaian keamanan jembatan. Weigh in Motion itu sendiri adalah sebuah sistem untuk merekam beban total dan beban kendaraan menggunakan sensor. Fokus utamanya yaitu pada keselamatan pengguna jalan, penegakkan hukum dan juga perlindungan dan perawatan infrastruktur lalu lintas. Data dari masing-masing kendaraan besar disimpan dengan sensor tertentu. Data terdiri dari waktu, klasifikasi kendaraan, jumlah gandar, jarak antar gandar, kecepatan, beban masing-masing dan beban total gandar, status kelebihan muatan, perkiraan panjang kendaraan dan jarak aman. Sistem WIM jembatan menggunakan struktur pada jembatan yang sudah ada untuk mendeteksi defleksi yang dihasilkan oleh kendaraan yang melintas menggunakan sensor di bawahnya and mengolah data ke dalam software berbasis website. Sensor haruslah dipasang di tengah jembatan. Garis di bawah truk pada gambar menunjukkan beban dari setiap gandar yang terdeteksi. Software terdiri dari grafik interaktif data, alarm sebagai notifikasi ketika terdapat kendaraan yang kelebihan beban dan dimensi, dan foto kendaraan. Data yang tersedia tersebut dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut dan eksekusi dari pra pemilihan kendaraan.

Gambar 2. Volume lalu lintas per Gambar 1. Kendaraan

kategori kendaraan kelebihan beban

Page 65: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 54

Tabel 1. Perbandingan Metode Pengukuran Beban

Sensor

Pelat lentur Piezoelectric atau WIM jembatan piezo quartz

Type

Statis-permanen Statis-permanen Dinamis dapat

dipindah

Installation

Di dalam aspal

Di dalam aspal

Di bawah jembatan

Installation 10-12 jam per 6-8 jam per lajur 4 jam per 2 lajur time lajur

Road closure

1 hari

16 jam

Tidak perlu

Lifetime Sekitar 10 tahun 1 - 5 tahun Sekitar 10 tahun

akurat,

akurat, waktu

Dapat dipindah,

terpecaya, pemasangan lebih terpercaya, tidak tersedia banyak singkat mengganggu lalu Advantages di pasaran lintas dan konstruksi jalan, perawatan mudah, efisien biaya

Kebutuhan Kebutuhan kualitas Kebutuhan kualitas perkerasan jalan, jembatan yang perkerasan jalan, penutupan jalan layak, akurat pada Disadvantages penutupan jalan yang cukup jauh, kecepatan rendah yang cukup jauh, biaya perawatan (<20km/jam) biaya perawatan yang tinggi yang tinggi

Page 66: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 55

Gambar 3. Ilustrasi Pengukuran Beban

IV. SISTEM TERINTEGRASI Berkembang menuju jalan tol bebas hambatan (Multi Lane Free Flow/MLFF) di

Indonesia, Jasa Marga sejalan beradaptasi dengan teknologi tertentu untuk mendukung lingkungan terintegrasi yang dimaksud. MLFF berarti nantinya tidak akan ada lagi gerbang tol. Seluruh sistem akan terpasang di sepanjang jalan.Salah satu inovasi yang diberikan oleh Jasa Marga terkait dengan rencana di masa yang akan datang yaitu dengan menggabungkan smart CCTV dan WIM jembatan menjadi satu sistem terintegrasi untuk mempermudah beban kerja pengawasan, kontrol, dan eksekusi. WIM jembatan akan terpasang di lokasi yang sama dengan titik smart CCTV dan data yang dihasilkan oleh kedua fitur akan terkumpul ke dalam satu wadah informasi yang sama. Kemudian petugas akan memiliki data kendaraan besar yang kelebihan muatan dan dimensi, kelebihan kecepatan, identifikasi plat nomor, perhitungan kendaraan, identifikasi pengemudi, sekaligus pengawasan lalu lintas dalam satu waktu bersamaan. Metode ini meningkatkan efisiensi waktu, tenaga kerja, serta biaya. Sejalan dengan tata nilai perusahaan Jasa Marga dengan tujuan menciptakan lingkungan terintegrasi antara bisnis terkait dengan stakeholder yang bersinambungan, inovasi ini akan memberikan manfaat tidak hanya pada Jasa Marga, tapi juga PJR dan DIshub sebagai penegak hukum.

V. KESIMPULAN

Sistem smart CCTV dan WIM jembatan yang saat ini digunakan oleh Jasa Marga merupakan dua sistem yang berbeda. Smart CCTV dipasang di gerbang tol, sementara sistem WIM dipasang pada jalan dan jembatan. Kami sangat menyadari bahwa Indonesia saat ini sedang memajukan sistem transportasinya, maka sistem tersebut tidaklah sejalan. Meminimalkan ketidakefisiensian dalam sistem kami haruslah menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan terkait dengan operasi jalan tol. Smart CCTV dan sistem WIM sebenarnya memiliki lingkup yang berkesinambungan. Maka dari itu, dengan menggabungkan smart CCTV dan sistem WIM dalam satu sistem terintegrasi merupakan salah satu inovasi kami untuk memiliki sistem yang lebih baik dan lebih efisien. Tidak hanya memajukan Jasa Marga sebagai perusahaan operator jalan tol, namun juga shareholder dan stakeholder yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. https://www.trafficinfratech.com/cctv-camera-traffic-management/ diakses pada tanggal 20 September 2019.

2. Wafi, Zainab Nazar Khalil. R.B. Ahmad. Paulraj M P. 2009. Wireless Cameras Network for Intelligent Traffic Surveillance System. Proceedings of the International Conference on Man-Machine Systems (ICoMMS). Penang, MALAYSIA.

3. Jasa Marga. 2018. Annual Report. Jakarta, Indonesia.

Page 67: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 56

DAMPAK DAN SOLUSI AKIBAT KETERLAMBATAN PROYEK KONSTRUKSI JALAN DI SUMATERA BARAT

Nasfryzal Carlo1, Eva Rita², Nandi3, Indra Jaya4

¹ Anggota HPJI Sumatera Barat No. B10499/Dosen Teknik Sipil Pascasarkana Universitas Bung Hatta

2 Anggota HPJI Sumatera Barat No. B10498/Dosen Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Bung Hatta

3 Alumni Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Bung Hatta 4 Anggota HPJI Sumatera Barat No. B03795/Dinas Pekerjaan Umum

dan Penataan Ruang Provinsi Sumatera Barat Email: [email protected], [email protected], [email protected],

[email protected]

Abstrak Pembangunan dan peningkatan infrastruktur jalan selalu dilakukan setiap tahun untuk keperluan transportasi dan pertumbuhan ekonomi. Seyogyanya pelaksanaan infrastruktur tersebut berjalan dengan baik dan memenuhi kualitas yang ditetapkan. Namun pada kenyataannya, pelaksanaan pekerjaan tersebut sering mengalami keterlambatan. Pada tahun 2018, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Sumatera Barat memiliki 24 paket pambangunan dan peningkatan jalan, dimana 33,3 % dapat diselesaikan tepat waktu dan sisanya mengalami keterlambatan. Untuk mengetahui penyebab keterlambatan dan dampak yang ditimbulkan serta solusi apa yang sesuai untuk mengatasinya maka dilakukan penelitian. Metoda yang digunakan adalah deskriptif evaluatif dengan memanfaatkan teknologi informasi berupa aplikasi google form melaui media WhatsApp. Pengambilan data dilakukan dengan menyebarkan kuesener kepada 33 responden. Hasil kuesener dianalisis menggunakan statistik. Temuan penelitian terdapat 9 faktor penyebab utama keterlambatan yaitu faktor proyek, faktor kontraktor, faktor owner, faktor keuangan, faktor konsultan, faktor metoda kerja, faktor transportasi, faktor peralatan, dan faktor material. Dampak dari keterlambatan ditemukan 3 faktor utama yaitu berkaitan dengan keuangan, pemerintah dan lokasi proyek. Solusi strategis yang ditawarkan adalah menyiapkan anggaran yang cukup, pengadaan material yang tepat waktu, lahan sudah bebas sebelum dimulai pekerjaan, manajemen proyek yang profesional, dan melaksanakan pelatihan bagi sumberdaya manusia proyek. Kata kunci: Dampak Keterlambatan, Infrastruktur Jalan, Keterlambatan Proyek, Sumatera Barat Abstract Constructing and improving on the road infrastructure is carried over due to supporting the growth of transportation and economic. The implementation of the infrastructure should go well and meet the specified quality. But in fact, the implementation of the work is often delayed. In 2018, the Office of Public Works and Spatial Planning of West Sumatra Province has 24 constructing and improving packages. Then, 33.3% of the pakages can be completed on time and the rest of them are delayed. The paper shoots the problems and their impact based on descriptiving and evaluating by utilizing information technology. In short, the google form questioners send through WhatsApp application. Some of 33 respondences participates. The results of the questionnaire were analyzed statistically. The 9 main causes of the delayed are project factors, contractor factors, owner factors, financial factors, consultant factors, work method factors, transportation factors, equipment factors, and material factors. The impacts of the delayed are 3 main factors namely relating to finance, government, and the location of the

Page 68: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 57

project. Strategic solutions offered are prepare sufficient budget, adequate material procurement, completed land compensation issues, professional project management, and well trained human resourcees. Keywords: impact of delays, road infrastructure, project delays, West Sumatra PENDAHULUAN

Menurut Gunduz et al. (2013), sebuah proyek konstruksi dinyatakan sukses ketika selesai tepat waktu, sesuai anggaran, sesuai dengan spesifikasi, dan pemangku kepentingan (stakeholder) merasa puas. Jika tejadi keterlambatan akan memperpanjang waktu pelaksanaan dari rencana semula dan menyimpang dari apa yang sudah dituangkan dalam kontrak, pertambahan biaya, bahkan sering terjadi komplik siapa yang bertanggung jawab (Deden et al, 2014).

Keterlambatan proyek konstruksi dapat diartikan tidak terpenuhinya waktu penyelesaian pekerjaan konstruksi sesuai dengan yang tertera pada kontrak konstruksi. Didalam kontrak konstruksi memuat batas waktu penyelesaian pekerjaan konstruksi. Terlambat dari waktu yang ditetapkan dapat menimbulkan banyak masalah dan dampak yang kurang baik bagi penyelenggaran jasa kontruksi. Ketidak tepatan waktu pelaksanaan proyek konstruksi dengan jadual yang sudah disepakati dalam dokumen kontrak disebabkan oleh banyak faktor dan dapat mengakibatkan berbagai dampak baik material maupun moril (Deden et al., 2014).

Dinas Pekerjaaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Sumatera Barat pada tahun anggaran 2018 mempunyai 24 paket pekerjaan infrastruktur jalan. Enam belas dari duapuluh empat paket tersebut mengalami keterlambatan dalam penyelesaian pekerjaan (Nandi, 2019). Oleh sebab itu, Kuncoro (2017), menyatakan kenali dengan baik penyebab keterlambatan pekerjaan konstruksi agar dapat dicarikan solusinya. Untuk mengenali penyebab dan dampak yang ditimbulkan serta solusi apa yang sesuai, maka dilakukan penelitian ini.

Keterlambatan penyelesaikan pekerjaan kontruksi tidak hanya terjadi di Indonesia. Dibeberapa negara yang sedang membangun juga terjadi keterlambatan pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Berdasarkan tinjauan pustaka berikut terdapat 35 subfaktor penyebab keterlambatan pekerjaan kontruksi, yaitu:

Wang et al. (2018), mengungkapkan bahwa keterlambatan pekerjaan kontruksi di Cina disebabkan oleh (i) tertundanya pembayaran kemajuan pekerjaan oleh owner, (ii) perubahanan ruang lingkup, dan (iii) tawaran pemenang tender yang rendah

Di Mesir, Aziz dan Abdel-Hakam (2016) menemukan sembilan faktor penyebab terjadinya keterlambatan yaitu (i) masalah keuangan pemilik untuk membayar kontraktor, (ii) kekurangan peralatan, (iii) pengalaman kontraktor yang tidak memadai, (iv) kekurangan material yang tersedia di lokasi, (v) peralatan yang rusak akibat kurangnya perawatan, (vi) kesalahan desain karena ketidakbiasaan dengan kondisi dan lingkungan setempat, (vii) pengujian material yang tidak bagus, (viii) kinerja subkontraktor yang jelek, (ix) pengerjaan ulang karena perubahan desain atau perintah pemilik.

Santoso dan Soeng (2016), menyatakan bahwa keterlambatan proyek di Kamboja disebabkan oleh (i) hujan dan banjir, (ii) lambatnya pembebasan lahan, (iii) pemenang tender oleh penawar terendah, (iii) kerusakan peralatan, (iv) pengaturan lokasi proyek yang buruk, (v) manajemen dan pengawasan yang buruk, (v) kondisi tak terduga tanah lokasi proyek, (vi) rendahnya kualitas sumber daya manusia kontraktor, (vii) pembayaran kemajuan terlambat, dan (viii) rendahnya produktivitas tenaga kerja.

Di Arab Saudi juga terjadi keterlambatan konstruksi disebabkan oleh (i) pembebasan lahan, (ii) kurangnya keahlian kontraktor, (iii) adanya desain ulang dari owner, (iii) utilitas bawah tanah yang serampangan (Elawi et al., 2016).

Menurut Al-Hazim dan Salem (2015) di Yordania terjadi keterlambatan proyek disebabkan oleh (i) kondisi medan, (ii) kondisi cuaca, (iii) perintah kerja, dan (iv) ketersediaan tenaga kerja.

Page 69: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 58

Hasan et al. (2014) di Bahrain, menemukan 3 hal yang mempengaruhi keterlambatan pekerjaan konstruksi yaitu (i) perencanaan dan penjadwalan yang tidak tepat oleh kontraktor, (ii) terlambat dalam pengambilan keputusan oleh owner, (iii) kurang pengalaman dari konsultan pengawas.

Alinaitwe et al. (2013) menyampaikan faktor penyebab keterlambatan proyek di Uganda adalah (i) perubahan lingkup pekerjaan, (ii) pembayaran tertunda, (iii) pemantauan dan kontrol yang kurang baik, (iv) tingginya biaya modal, dan (v) ketidakamanan dan ketidakstabilan politik.

Di Malawi, Afrika Selatan menurut Kamanga dan Steyn (2013), terjadi keterlambatan pekerjaan konstruksi disebabkan oleh: (i) kekurangan bahan bakar, (ii) arus kas kontraktor yang tidak bagus, (iii) pemakaian mata uang asing untuk impor bahan dan peralatan, (iv) prosedur pembayaran kemajuan pekerjaan berbelit dan prosesnya lambat, (v) peralatan tidak memadai, (vi) keterlambatan relokasi utilitas, (vii) kekurangan material, (viii) keterlambatan dalam membayar kompensasi kepada pemilik tanah, (ix) kekurangan tenaga teknis, dan (x) keterlambatan mobilisasi proyek.

Keterlambatan proyek di Tanzania diungkapkan oleh Kikwasi (2012) berupa (i) perubahan desain, (ii) keterlambatan pembayaran kepada kontraktor, (iii penundaan informasi, (iv) masalah pendanaan kontraktor, (v) manajemen proyek yang buruk, (vi) masalah kompensasi, (vii) ketidaksepakatan pada penilaian kerja yang dilakukan

Keterlambatan proyek konstruksi di Palestina ditemukan oleh Muhamid et al. (2012) karena (i) situasi politik, (ii) transportasi antar daerah yang terbatas, (iii) harga penawaran terendah, (iv) keterlambatan pembayaran oleh pemilik, dan (v) kurangnya peralatan yang mendukung kelancaran pekerjaan.

Di Ghana, Fugar dan Agyahwah-Baah (2010) dan Amoatey (2015) mendapati penyebab keterlambatan proyek karena (i) keterlambatan pembayaran oleh owner, (ii) penawaran proyek yang rendah, (iii) meremehkan kompleksitas proyek, (iv) kesulitan dalam mengakses kredit perbankan, (v) kurang pengawasan, (vi) kurangnya waktu untuk penyelesaian proyek, (vii) kekurangan material, (viii) manajemen yang tidak professional, (ix) fluktuasi harga dan atau meningkatnya biaya material, (x) manajemen lapangan yang jelek.

Keterlambatan dalam penyelesaian pekerjaan konstruksi secara otomatis memberikan efek domino baik terhadap proyek tersebut maupun lingkungan sekitarnya. Beberapa dampak yang ditimbulkan adalah terjadinya pemborosan waktu dan biaya (Alfakri et al., 2018; Amoatey, 2015; Hasan et al., 2014; Kikwasi, 2012; Sambasivan dan Soon, 2007), kualitas pekerjaan menjadi jelek (Alfakhri et al., 2018), penundaan (idling) sumber daya (Kikwasi, 2012), terjadinya sengketa dan/atau perselisihan (Alfakhri et al.,2018; Kikwasi, 2012; Sambasivan dan Soon, 2007), pengadilan arbitrase (Alfakhri et al., 2018; Amoatey, 2015; Sambasivan dan Soon, 2007), pelanggaran kontrak kerja (Alfakhri et al.,2018), litigasi (proses pengadilan) (Alfakhri et al., 2018; Amoatey, 2015; Sambasivan dan Soon, 2007), penundaan proyek utama akibat pekerjaan subkontraktor, gangguan lalu lintas dan gangguan pembangunan ekonomi (Alfakhri et al, 2018). METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan metode penelitian kuantitatif deskriptif melalui survey. Responden adalah pihak owner, konstraktor, dan konsultan pengawas. Instrumen penelitian menggunakan kuesener dengan memakai skala Likert’s 1 (sangat tidak berpengaruh, 2 (tidak berpengaruh), 3 (cukup berpengaruh), 4 (berpengaruh), dan 5 (sangat berpengaruh). Kuesener disusun berdasarkan 32 faktor penyebab keterlambatan dan 10 faktor dampak sesuai dengan hasil kajian literatur setelah dilakukan validasi pakar (Nandi, 2019).

Objek penelitian adalah 16 paket pembangunan dan peningkatkan jalan di Provinsi Sumatera Barat yang mengalami keterlambatan penyelesaian pekerjaan pada tahun anggaran 2018. Responden adalah PPTK mewakili owner, site engineer dan direktur mewakili kontraktor dan supervision engineer dan pengawas lapangan mewakli konsultan. Jumlah

Page 70: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 59

responden 33 orang mewakili ketiga unsur dalam pekerjaan infrastruktur jalan, masing-masing 11 orang. Pengambilan data menggunakan kuesener yang dirancang menggunakan Sistem Informasi Teknlogi melalui google form. Penyebaran kuesener kepada responcen memanfaat Whatsapp aplikasi. Teknik pengambilan simple random sampling. Responden diminta mengisi kuesener dan mengirimkan kembali jawaban. Jawaban kuesioner secara otomatis langsung terkirim ke link google form. Jawaban responden diolah menggunakan statistik. Analisis faktor dilakukan terhadap faktor-faktor penyebab keterlambatan pelaksanaan pekerjaan proyek konstruksi jalan dan dampak yang diakibatkan oleh keterlambatan tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyebab terjadinya keterlambatan penyelesai pekerjaan dan peningkatan instrastruktur jalan di Sumatera Barat ditemukan 25 subfaktor yang dikelompokan menjadi 9 faktor yaitu:

1. Faktor proyek terdiri dari 6 subfaktor berupa kekurangan tenaga teknis, kinerja subkontraktor yang tidak bagus, rendaknya produksivitas tenaga kerja, manajamen lapangan yang jelek, kondisi lapangan yang tidak terduga, perubahan lingkup pekerjaan.

2. Faktor kontraktor terdiri dari 4 subfaktor terdiri dari sedikitnya waktu untuk penylesaian proyek, tingginya biaya modal untuk pekerjaan, pengawasan yang kurang baik, kurangnya pengalaman kontraktor.

3. Faktor owner terdiri dari 3 subfaktor berupa keterlambatan pembayaran kontraktor oleh owner, kesalahan desain, lambatnya pembebasan lahan.

4. Faktor keuangan terdiri dari 2 subfaktor berupa arus kas dan kesulitan keuangan, rendahnya kualitas sumberdaya manusia.

5. Faktor konsultan terdiri dari 2 subfaktor berupa perencanaan dan jadual yang tidak efektif, manajemen yang tidak professional.

6. Faktor metode kerja terdiri dari 3 subfaktor berupa rendahnya harga penawaran pemenang lelang, fluktuasi harga dan/atau meningkatkatnya harga bahan, dan meremehkan kompleksitas proyek.

7. Faktor transportasi terdiri dari 2 subfaktor berupa terbatasnya transportasi antar daerah, kurangnya peralatan yang mendukung kelancaran pekerjaan.

8. Faktor peralatan dan faktor eksternal terdiri dari 2 subfaktor berupa peralatan yang rusak dan kondisi cuaca yang tidak mendukung.

9. Faktor material dengan subfaktor terjadi kekurangan material. Tiga puluh dua subfaktor penyebab keterlambatan tersebut dirangking sehingga

diperoleh 10 subfaktor utama penyebab keterlambatan yaitu: 1. Kekurangan material. 2. Lambatnya pembebasan lahan. 3. Manajemen yang tidak professional. 4. Perencanaan dan penjadwalan yang tidak efektif. 5. Arus kas dan kesulitan keuangan kontraktor. 6. Manajemen lapangan konsultan yang jelek. 7. Kurangnya peralatan yang mendukung kelancaran pekerjaan. 8. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia kontraktor. 9. Meremehkan kompleksitas proyek. 10. Peralatan yang rusak. Dampak yang ditimbulkan akibat keterlambatan tersebut dapat dikelompokan menjadi 3

faktor utama yaitu (i) terkait dengan keuangan dengan subfaktor pembengkakan biaya, pemborosan waktu, penundaan (idling) sumber daya, kualitas pekerjaan menjadi buruk; (ii) terkait dengan pemerintah dengan subfaktor pelanggaran kontrak, arbitrasi, proses

Page 71: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 60

pengadilan, dan terjadinya senketa; (iii) terkait dengan lokasi proyek akan terjadi penundaan pekerjaan lain berkaitan dengan pekerjaan utama dan gangguan gerakan lalu lintas.

Untuk menghindari keterlambatan penyelesaikan pekerjaan infrastruktur jalan di Sumatera Barat sehubungan dengan penyebab keterlambatan dan dampak yang ditimbulkannya dapat dilakukan solusi sebagai berikut:

1. Kekurangan material. Material yang sulit untuk mendatangkannya harus diorder jauh-jauh hari agar tidak terjadi kekosongan material. Jadwal pengadaan material harus direncanakan dengan baik sehingga kekurangan material di lapangan tidak terjadi. Kekurangan bahan konstruksi seperti bitumen dalam konstruksi jalan dapat menyebabkan penundaan pekerjaan akibat kekurangan karena risiko fluktuasi harga. Perbedaan harga harus dipertimbangkan dalam kontrak. Pengiriman bahan konstruksi untuk sebuah proyek tidak boleh terlambat sehingga pekerjaan yang dapat dieksekusi dalam waktu yang direncanakan.

2. Pembebasan lahan dengan strategi yang digunakan oleh negara-negara lain untuk secara aktif dan konsisten mencegah konflik kepemilikan lahan dengan mengembangkan kerangka kelembagaan yang mengatur penyelesaian masalah dan mengurangi sengketa pembebasan lahan. Sebelum dilakukannya pembangunan dan peningkatan jalan provinsi harus dipastikan dulu lahan yang terkena pembangunan sudah dibebaskan sehingga tidak terjadi lagi penundaan pekerjaan disebabkan lahan belum bebas.

3. Manajemen yang tidak profesional diantisipasi dengan memberikan pelatihan khusus bagi pihak yang terlibat dalam pekerjaan konstruksi jalan provinsi Sumatera Barat agar profesional dalam bekerja sehingga tidak ada lagi istilah manajemen yang tidak profesional.

4. Perencanaan dan penjadwalan yang tidak efektif dihindari dengan keseriusan dalam melakukan survei dan perhitungan yang cermat tentang jadwal pekerjaan. Perencanaan yang tidak tepat pada tahap awal proyek memanifestasikan seluruh proyek dan menyebabkan keterlambatan pada berbagai tahap. Sebuah proyek yang direncanakan dengan baik dapat dilaksanakan dengan baik.

5. Arus kas dan kesulitan keuangan kontraktor dapat diatasi dengan menyiapkan anggaran yang memadai oleh kontraktor. Selain itu, sistem perbankan yang kurang memihak pada pelaku jasa konstruksi juga perlu diantisipasi dan koordinasikan. Dalam melakukan penawaran terhadap suatu tender, kontraktor harus memperhitungkan kemampuan finansialnya agar dalam pelaksanaan tidak keteteran dalam masalah biaya.

6. Manajemen lapangan yang jelek dapat diatasi dengan selalu meningkatkan kemampuan individu pihak-pihak yang terkait dalam proyek jalan. Misalnya memberi kesempatan mengikuti pelatihan dan/atau pendidikan ke jenjang yang lebih tingi.

7. Kurangnya peralatan yang mendukung kelancaran pekerjaan. Hal ini diatasi dengan memastikan kontraktor yang menang dalam suatu pekerjaan konstruksi mampu menyediakan peralatan yang cukup.

8. Rendahnya kualitas sumber daya manusia kontraktor. Kontraktor harus meningkatkan kualifikasi dan keterampilan sumber daya manusia mereka dengan memberikan pelatihan yang diperlukan untuk meningkatkan produktivitas sehingga mampu mengelola dan mengawasi pelaksanaan proyek dengan baik.

9. Meremehkan kompleksitas proyek tidak boleh terjadi. Untuk itu diperlukan pengetahuan yang cukup terutama bagi pelaksana proyek. Oleh sebab itu diperlukan keseriusan dalam mengelolanya.

10. Peralatan yang rusak. Pemeliharaan yang tepat dari peralatan harus menjadi pekerjaan rutinitas sehingga peralatan menjadi handal dalam melaksanakan proyek. Kontraktor membutuhkan rencana perawatan untuk semua peralatan yang mereka gunakan dalam proyek tersebut. Atau, operator peralatan dapat didorong untuk berpartisipasi dalam program pemeliharaan dengan memberikan insentif kepada

Page 72: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 61

mereka yang dapat mempertahankan kesiapan peralatan dalam masa proyek keseluruhan. Dengan demikian peralatan akan siap dioperasikan kapanpun dan dimanapun. Jika kerusakan disebabkan umur peralatan yang sudah tua, maka harus dilakukan peremajaan peralatan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dampak dari keterlambatan proyek konstruksi jalan di Sumatera Barat menyebabkan terjadinya pembekakan biaya, pemborosan waktu, penundaan (idling) sumberdaya, kualitas pekerjaan yang buruk. Kempat dampak ini dikelompokan menjadi dampak yang terkait dengan keuangan proyek. Dampak kedua dikelompokan terkait dengan pemerintah yaitu adanya pelangaran kontrak, terjadinya perselisihan atau sengketa sehingga diproses melalui arbitrasi dan bahkan sampai proses pengadilan. Dampak terakhir adalah terkait dengan lokasi proyek sehingga terjadi penundaan pekerjaan dan gangguan lalu lintas.

Solusi yang dapat dilakuan adalah: 1. Kekurangan material: Mengorder material yang sulit untuk mendatangkannya jauh-jauh hari agar tidak

terjadi kekosongan material. Menjadualkan kedatangan/pengadaan material dengan jadual yang jelas. Meminta pemasok untuk mengirim material tepat waktu.

2. Pembebasan lahan: Memastikan lahan sudah bebas sebelum pekerjaan lapangan dimulai.

3. Manajemen yang tidak professional: Memberikan pelatihan bagi pihak yang terlibat dalam pekerjaan konstruksi jalan

provinsi Sumatera Barat. 4. Perencanaan dan penjadwalan yang tidak efektif: Melakukan survei dan perhitungan dalam melakukan perencanan dan

penjadwalan dengan baik. Melaksanakan monev pada saat eksekusinya pelaksanaan konstruksi.

5. Arus kas dan kesulitan keuangan kontraktor: Menyiapkan anggaran yang memadai oleh kontraktor. Melakukan perhitungan kemampuan finansial oleh kontraktor sebelum melakukan

penawaran pelelangan. Melakukan koordinasi dan antisipasi terhadap sistem perbankan yang berlaku.

6. Manajemen lapangan yang jelek: Meningkatkan kemampuan individu pihak-pihak yang terkait dalam proyek jalan,

dengan memberikan kesempatan pendidikan lanjutan yang sesuai. Memberikan pelatihan-pelatihan untuk menunjang kemampuan manajemen.

7. Kurangnya peralatan yang mendukung kelancaran pekerjaan: Memastikan kontraktor yang memenangkan pelelangan mampu menyediakan

peralatan yang cukup. 8. Rendahnya kualitas sumber daya manusia kontraktor: Meningkatkan kualifikasi dan keterampilan sumber daya manusia kontraktor,

melalui pelatihan, sertifikasi, dan bahkan pendikan lanjutan,. 9. Meremehkan kompleksitas proyek: Memerlukan sumberdaya yang memahami tentang komleksitas proyek.

10. Peralatan yang rusak: Merencanakan jadual pemeliharaan dan perawatan peralatan secara rerguler. Melaksanakan pemeliharan dan perawataan sesuai jadual yang ditentukan. Mendidik operator dalam pemeliharaan, perawatan peralatan, dan memberikan

insentif. Melakukan peremajaan peralatan yang tidak layak pakai.

Page 73: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 62

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Panitia KNTJ ke-10 yang telah mengizinkan makalah ini untuk dipresentasikan. Terima kasih kepada pengurus HPJI Sumbar yang telah menginspirasi dan mengizinkan presentasi makalah ini mewakili DPD HPJI Sumatera Barat. Terima kasih juga kepada Saudara Nandi yang telah memperkenankan sebagian hasil penelitian tesisnya dipresentasikan. Semoga semua kebaikan yang telah diberikan dibalas oleh Allah dengan fahala yang setimpal. DAFTAR PUSTAKA

Alfakhri, A.Y.Y, Ismail, A., Khoiry, M.A., “The Effects in Road Construction Projects in

Tripoli, Libya,” International Journal of Technology 9, no. 4 (2018): 766-774, diakses 20 Mei 2019, doi.org/10.14716/ijtech.v9i4.2219.

Al-Hazim, N, and Salem, Z. A., “Delay and Cost Overrun in Road Construction Projects in Jordan, “ International Journal of Engineering & Technology 4 No. 2 (2015): 288-293, diakses 2 Oktober 2018, doi:10.14419/ijet.v4i2.4409.

Alinaitwe, H., Ruth, A. and Tindiwensi, D., “Investigation Into the Causes of Delays and Cost Overruns in Uganda's Public Sector Construction Projects,” Journal of Construction in Developing Countries 18, no. 2 (2013): 33–47.

Amoatey, C.T., Ameyaw, Y.A, Adaku, E. Famiyeh, S., “Analysing Delay Causes and Effects in Ghanaian State Housing Construction Projects,” International Journal of Managing Projects in Business 8. Iss 1 (2015): 198-214, diakses 3 Maret 2019, doi:10.1108/IJMPB-04-2014-0035.

Aziz, R.F., Abdel-Hakam,A.A., “Exploring Delay Causes of Road Construction Projects in Egypt,” Alexandria Engineering Journal 55, issue 2(2016):1515-1539, diakses 5 April 2019, doi.org/10.1016/j.aej.2016.03.006.

Deden, M.W., Rahman, A. Maddeppungeng, A., “Studi Faktor-Faktor Penyebab Keterlambatan Proyek Konstruksi Bangunan,” Jurnal Konstruksia 6, No. 1 (2014): 15-29.

Elawi,A., Algahtany, M. and Kashiwagi. D., “Owners’ Perspective of Factors Contributing to Project Delay: Case Studies of Road and Bridge Projects in Saudi Arabia,” Procedia Engineering 145 (2016): 1402-1409, diakses 12 Maret 2019, doi.org/10.1016/j.proeng.2016.04.176

Fugar, F. D. K. and Agyakwah‐Baah, A B., “Delays in Building Construction Projects in

Ghana,” Australasian Journal of Construction Economics and Building 10, No. 1-2 (2010): 103‐116, diakses 25 April 2019, doi.org/10.5130/AJCEB.v10i1-2.1592.

Gündüz, M., Nielsen, Y., and Özdemir, M., “Quantification of Delay Factors Using the Relative Importance Index Method for Construction Projects in Turkey,” Journal of Management in Engineering 29, No. 2 (2103): 133-139, diakses tanggal 3 Juni 2019, doi: 10.1061/(ASCE)ME.1943-5479.0000129.

Hasan, R., Sulaiman, S.M.A, Al-Maliki, Y. , “An Investigation Into the Delays in Road Projects in Bahrain,” International Journal of Research in Engineering and Science (IJRES) 2, Issue 2 (2014): 38-47, diakses 3 Juni 2019 www.ijres.org.38

Kamanga, M. and Steyn. W., “Causes of Delay in Road Construction Projects in Malawi,” J.S. Afr. Civ. Eng. 55, no. 3 (2013): 79-85, diakses 26 Agustus 2019, https://www.semanticscholar.org/paper/Causes-of-delay-in-road-construction-projects-in-Kamanga-Steyn/ae01d6224cb0fd33bdf56a35436d17f9b69ca2b7

Kikwasi, G.J., “Causes and Effects of Delays and Disruptions in Construction Projects in Tanzania,” Australasian Journal of Construction Economics and Building 1, no. 2 (2012): 52-59, diakses 10 September 2019, https://pdfs. semanticscholar.org/a23f/d2f8bca8a0bda7b142db569595780aeaaa5f.pdf

Page 74: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 63

Nandi, “Analisis Penyebab dan Dampak Keterlambatan Proyek Konstruksi Jalan Provinsi Sumatera Barat.” Tesis Magister Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta, 2019.

Sambasivan, M., and Soon, Y.W., “Causes and Effects of Delays in Malaysian Construction Industry,” International Journal of Project Management 25, issue 5: 517-526, diakses 3 April 2019, doi.org/10.1016/j.ijproman.2006.11.007

Santoso, D.S, and Soeng, S.,. “Analyzing Delays of Road Construction Projects in Cambodia: Causes and Effects,”Journal of Management in Engineering 32, No. 6, (2016): diakses 5 Januari 2019, doi.org/10.1061/(ASCE)ME.1943-5479.0000467

Wang, T., Ford, D. Chong,H. and Zhang, W. (2018). Causes of Delays in The Construction Phase of Chinese Building Projects’”Engineering, Construction & Architectural Management 25, no. 4 (2018): 1534-1551, diakses 30 September 2019, doi:10.1108/ECAM-10-2016-0227.

Page 75: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 64

ASESMEN BAHAYA LONGSOR PADA JALAN RAYA BERBASIS DATA CROWD-SOURCE DAN MEDIA ONLINE

(STUDI KASUS RUAS JALAN KOTA BATU-BATAS KAB. KEDIRI)

Emil Wahyudianto, Idrus Miftachul A Dinas PU Bina Marga Provinsi Jawa Timur

Jl. Gayung Kebonsari 167 Surabaya

Abstrak Identifikasi dan asesmen bahaya longsor mutlak dilakukan pada jalan raya demi keamanan dan kenyamanan pengguna jalan. Peristiwa longsor pada jalan raya seringkali tidak terdokumentasi dengan sempurna. Padahal dalam melakukan identifikasi maupun asesmen peristiwa longsor, data-data detail terkait parameter pemicu, waktu kejadian, maupun dampak yang ditimbulkan mutlak dibutuhkan. Kemajuan media online maupun media sosial pada akhirnya memberi alternatif sumber data kejadian bencana yang sangat berguna. Sumber data tersebut memiliki tingkat kedalaman informasi yang beragam. Agar memperoleh gambaran teknis yang dapat digunakan untuk analisis longsor, data-data tersebut harus disaring menurut klasifikasi kedalaman informasi. Klasifikasi tersebut biasanya memuat koordinat longsor, besaran dampak pada pergerakan lalu-lintas, jam kejadian, korban jiwa, pemicu kejadian, pemberi informasi, serta jenis material longsor. Dengan memanfaatkan sosial media instansi yang berwenang, sumber masyarakat, serta media pemberitaan online sebagai sumber berbagi segala jenis informasi termasuk peristiwa longsoran. Dari rekam kejadian antara tahun 2017-2016, nilai kepadatan longsor terbesar berada pada Kota Batu yaitu 6.4 n/km, yang disusul Pujon (2.72 n/km), Kasembon (1.28 n/km), dan Ngantang (0.72 n/km). Namun hasil dari pembaruan data Wahyudianto (2017) hingga tahun 2019, nilai kepadatan longsor berubah menjadi Kota Batu 9.27 (n/km), Pujon 3.08 n/km, Kasembon 1.46 n/km dan Ngantang 0.85 n/km. Peningkatan drastis nilai kejadian longsor terjadi pada wilayah administratif Kota Batu dan Pujon. Data sekunder yang berasal dari sumber berita online bermanfaat sebagai validator survei inventarisasi longsor di lapangan. Data tersebut nantinya dapat dikembangkan lebih lanjut guna menghitung ambang batas hujan pemicu longsor pada suatu ruas jalan raya. Kata Kunci: inventarisasi longsor, longsor jalan, jalan bahaya, kajian bahaya longsor, asesmen longsor

Page 76: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 65

1. Pendahuluan Perkembangan media daring (online) dan media sosial merupakan fenomena khusus di

era industri 4.0. Media berbasis internet mampu mengubah perilaku sekaligus fenomena manusia dalam berbagi informasi (sumber). Jika era sebelum internet informasi didominasi dan dimonopoli oleh industry-industri raksasa informasi, maka di era 4.0 informasi dapat bersumber dari manapun tanpa melalui filter informasi yang mumpuni. Sisi positif dan negatife dari perkembangan informasi tersebut merupakan dinamika yang dapat dimanfaatkan sesuai tujuan penggunanya.

Peristiwa kebencanaan dewasa ini menjadi perhatian khusus masyarakat. Baik berupa peristiwa yang dipicu oleh kejadian alam maupun non alam semacam kegagalan teknologi. Dalam semua fase kejadian bencana yaitu mulai dari tahapan pra-bencana hingga ke fase pasca bencana, komunikasi merupakan faktor penentu keberhasilan upaya pengurangan risiko/dampak. Rudianto (2012) menggarisbawahi ketepatan penyampaian informasi kebencanaan. Kegagalan dalam berkomunikasi justru memperburuk kondisi semua pihak.

Kebutuhan pengurangan risiko bencana berada dalam prioritas utama sebagai akibat perubahan dinamika pertumbuhan wilayah. Perkembangan tatakota, laju urbanisasi, tingkat kemiskinan, merupakan tantangan terdepan yang dihadapi. Jadilah studi dan penanganan kebencanaan lebih bersifat multidisiplin, multi pendekatan, sekaligus menggunakan teknologi-teknologi terdepan. Institusi-institusi kebencanaan dikenal royal dalam memaparkan hasil dan data analisis. Data-data tersebut ketika dipadu dengan informasi yang tersebar melalui media online maupun media social akan sangat bermanfaat sekali jika diaplikasikan sebagai sumber informasi penelitian guna kegiatan mitigasi.

Peristiwa longsor pada jalan raya memiliki dampak yang signifikan terhadap sosial dan ekonomi. Kerusakan (damage) maupun kerugian (loss) umumnya cukup besar lantaran jalan merupakan rantai penghubung ekonomi. Longsor pada jalan raya dewasa ini dapat dengan mudah terekam melalui aktifitas unggahan masyarakat maupun institusi. Data-data yang di dapat tersebut umumnya berada di atas tahun 2008, yaitu tahun dimana media-media online sudah mulai stabil dan mapan dalam memaparkan informasi.

2. Tinjauan Pustaka

Prajarto (2007) menyatakan bahwa antusiasme media dalam memotret peristiwa bencana memiliki dua sisi dampak terhadap masyarakat. Pada satu sisi, sistem informasi bencana berusaha diperkuat dengan media turut menjadi bagian dari sistem informasi bencana. Namun dalam prakteknya, alih-alih mendapatkan informasi yang terintegrasi dalam suatu sistem informasi bencana yang utuh, publik justru hanya akan mendapatkan kumpulan potongan-potongan informasi tentang bencana.

Sumber banyak (crowd-source) juga media online dalam hal ini turut menjadi bagian dalam sistem informasi bencana. Hal ini di samping memberi informasi dalam tempo cepat, informasi yang disampaikan oleh media-media tersebut menjadi penutup kelemahan ketika sumber resmi tidak merilis informasi resmi. Data-data yang dapat ditelusuri melalui mesin pencari internet berguna sebagai sumber alternatif informasi kebencanaan guna keperluan analisis.

Wahyudianto (2017) menggunakan internet sebagai alternatif sumber pengumpuan informasi guna menganalisis kejadian longsor sejak tahun 2007-2016 pada ruas jalan. Begitu juga dengan Floris dkk.(2011) melakukan asesmen kerentanan longsor menggunakan data online pada wilayah Veneto, Italia.

Page 77: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 66

2.1. Mitigasi Longsor pada Jalan Raya Mitigasi longsor pada jalan raya telah dilakukan oleh banyak peneliti.

Guzzetti (2005) mengadopsi cara Pierson & van Vickle (1993) dalam penilaian ancaman jatuhan batu pada jalan raya. Begitu juga dengan Prina (2004), Parise (2002), Gaurav (2009), dan Liu (2006), merumuskan kerentanan pergerakan kendaraan berbasis probabilitas keberadaan kendaraan secara spasial pada suatu segmen jalan. Pendekatan terkait perhitungan risiko jatuhan batu dibakukan oleh AGS (2010) di Australia, sedangkan Dorren (2009) yang melakukan penelitian pada jaringan jalan nasional di Swiss mendekati nilai risiko pergerakan kendaraan berdasarkan nilai finansial tertentu yang didasarkan probabilitas jatuhnya korban jiwa pada pengguna jalan. Wahyudianto (2017) menggunakan pendekatan gabungan, yaitu memetakan analisis frekuensi kejadian longsor menggunakan cara Huang (2015) yang dimodifikasi sebagai akibat nihilnya data hujan durasi pendek, serta menggantinya dengan hujan harian.

Gambar 2.1 Lokasi daerah penelitian (Sumber : google earth, 2016)

Gambar 2.2 Identifikasi material penyusun lereng dalam studi longsor

Page 78: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 67

2.2. Pencarian Data Peristiwa Longsor Pengumpulan data kejadian longsor media berbasis internet memiliki

keuntungan tersendiri, mengingat kemampuan mesin pencari dalam melacak informasi cukup handal dalam jangka waktu beberapa tahun ke belakang. Rekapitulasi data yang dihasilkan lewat internet memiliki tingkat keakuratan bermacam-macam. Ada yang mencatat peristiwa longsor melalui tanggal kejadian, periode waktu, bahkan beberapa di antaranya justru sangat detail mencatat jam kejadian bencana, jenis material longsoran, analisis singkat penyebab kejadian, serta dampak yang ditimbulkan dari peristiwa bencana longsor tersebut.

Wahyudianto (2017) melakukan validasi terhadap sumber informasi internet terkait peristiwa longsor pada ruas jalan penelitiannya sebanyak 65 sumber, dengan rincian 50 hari kejadian dan 92 titik longsor. Tingkat keakurasian bermacam-macam. Sebanyak 67% informasi berhasil merekam jam kejadian, sementara 33% sisanya tidak berhasil mengetahui jam kejadian bencana.

Gambar 2.3 Penelusuran informasi longsor (Google: diakses 15/10/2019)

3. Metode Penelitian Informasi yang berhasil dikumpulkan melalui internet pada prosesnya disaring untung

mencari informasi substansi terkait peristiwa longsor. Informasi tersebut meliputi hari kejadian, jam, lokasi, kutipan sumber informasi, dampak pergerakan lalu lintas, jenis material, kubikasi material, serta informasi-informasi lain yang dianggap perlu guna analisis lanjutan.

Pengumpulan peristiwa rekam kejadian longsor pada penelitian ini melanjutkan penelitian Wahyudianto (2017) sebagai upaya memperbarui/update data. Wahyudianto (2017) mengumpulkan data antara tahun 2007-2016. Sedangkan upaya memperbarui data dilengkapi hingga tahun 2019. Dari upaya perbaruan tersebut diperoleh data 84 sumber informasi dengan 69 hari kejadian dan 114 titik longsor.

4. Hasil dan Pembahasan

Pemetaan longsor menggunakan media internet memiliki keuntungan dalam penyediaan sumber informasi. Dari pembaruan data hingga tahun 2019 dapat disimpulkan bahwa pola kejadian longsor berdasarkan distribusi bulan kejadian tidak banyak berubah. Mayoritas peristiwa longsor tetap terjadi pada bulan Januari dan Februari. Kedua bulan tersebut berkontribusi sebesar 80.71% untuk 12 tahun rekam kejadian sebagaimana Gambar 2.5. Pembaruan data rekam kejadian longsor adalah sebesar 19 sumber informasi, dengan rincian 19 hari kejadian dan 22 titik longsor. Untuk distribusi kejadian longsor berbasis tahun kejadian, sebagian besar kejadian bencana terjadi di tahun 2013 dan 2014 atau sebesar 53.55% sebagaimana Tabel 1.

Page 79: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 68

5. Kesimpulan Representasi dari sebaran titik longsor menghasilkan karakteristik tertentu berbasis

geolokasi. Dari rekam kejadian yang diposisikan terhadap wilayah administratif kecamatan, diperoleh nilai kepadatan longsor (landslide density) yang mewakili tingkat ancaman suatu segmen jalan. Dari rekam kejadian antara tahun 2017-2016, nilai kepadatan longsor terbesar berada pada Kota Batu yaitu 6.4 n/km, yang disusul Pujon (2.72 n/km), Kasembon (1.28 n/km), dan Ngantang (0.72 n/km). Namun hasil dari pembaruan data hingga tahun 2019, nilai kepadatan longsor berubah menjadi Kota Batu 9.27 (n/km), Pujon 3.08 n/km, Kasembon 1.46 n/km dan Ngantang 0.85 n/km. Peningkatan drastis nilai kejadian longsor terjadi pada wilayah administratif Kota Batu dan Pujon sebagaimana Tabel 2 dan Tabel 3.

Dari hasil analisis terhadap lokasi kejadian dapat disimpulkan bahwa titik longsor data pembaruan merupakan lokasi titik longsoran lama yaitu pada zona-zona pemotongan lereng di sepanjang lokasi wisata Payung, Batu. Terdapat anomali relasi antara nilai komulatif hujan dan kejadian longsor pada ruas penelitian. Nilai curah hujan pada Kota Batu dengan kepadatan longsor 9.27 (n/km) diwakili oleh stasiun hujan Ngaglik (1.788.75 mm/th), sementara untuk wilayah Ngantang dengan kepadatan longsor 0.85 (n/km) diwakili oleh stasiun hujan Ngantang (4,238.75 mm/th) dan Jombok 3,046.76 (mm/th) sebagaimana Tabel 4. Hal ini membuktikan bahwa pengaruh kejadian pergerakan massa pada lereng jalan lebih banyak dikontribusikan oleh pemotongan lereng dibandingkan kumulatif hujan (Gambar.2.7). Tabel 1. Rekapitulasi kejadian bencana berdasarkan tahun (2007-2016) vs

(2007-2019)

Tahun D, hari

kejadian

n, titik

kejadian

2016 10 12

2015 2 2

2014 11 35

2013 16 26

2012 4 4

2011 2 5

2010 3 6

2009 0 0

2008 1 1

2007 1 1

Σ 50 92

TahunD, hari

kejadian

n, titik

kejadian

2019 2 2

2018 8 10

2017 9 10

2016 10 12

2015 2 2

2014 11 35

2013 16 26

2012 4 4

2011 2 5

2010 3 6

2009 0 0

2008 1 1

2007 1 1

Σ 69 114

Page 80: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 69

Gambar 2.4 Data longsor berdasarkan bulan dalam persen (2007-2016)

Gambar 2.5 Data longsor berdasarkan bulan dalam persen (2007-2019)

Gambar 2.6 Grafik peningkatan akumulasi hujan 35 hari P35, terhadap P0

0,00 1,09 0,00

5,43

45,6536,96

5,43

1,09 0,002,17 1,09 1,09

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt

% K

eja

dia

n

Bulan Kejadian

0,000,88

0,88

4,39

42,1138,60

7,89 1,750,00

1,75 0,880,88

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

35,00

40,00

45,00

Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug

% K

eja

dia

n

Bulan Kejadian

712

403

558

732

616

0

100

200

300

400

500

600

700

800

05101520253035

Kum

ula

tif

Huja

n

(mm

)

Hari, P

26-Dec-07

26-Dec-12

16-Dec-13

25-Dec-13

31-Dec-13

MEAN = 604 mm

Batas Max (P23)

Batas Min (P6)

Page 81: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 70

Tabel 2. Nilai kepadatan longsor (landslide density) berbasis kecamatan antara tahun 2007-2016

Item Batu Pujon Ngantang Kasembon Σ Jumlah

n, titik kejadian 29 38 11 14 92

n (%) 32% 41% 12% 15% 100%

n per tahun 3.63 4.75 1.38 1.75 11.50

Panjang, L (km) 4.53 14 15.34 10.9 44.78

n/L, kepadatan (n/km) 6.40 2.72 0.72 1.28 2.05

Tabel 3. Nilai kepadatan longsor (landslide density) berbasis kecamatan antara tahun 2007-

2019

Item Batu Pujon Ngantang Kasembon Σ Jumlah

n, titik kejadian 42 43 13 16 114

n (%) 37% 38% 11% 14% 100%

n per tahun 3.82 3.91 1.18 1.45 10.36

Panjang, L (km) 4.53 13.97 15.34 10.94 44.78

n/L, kepadatan (n/km) 9.27 3.08 0.85 1.46 2.55

Tabel 4. Nilai Curah Hujan Tahunan Masing-masing wilayah administratif.

No Stasiun

Hujan

Panjang

(m)

Curah hujan

(mm/th)

Km awal Km Akhir %

1 Ngaglik 4.200 1.788,75 19+500 23+700 9,5

2 Pujon 6.900 2.617,28 23+700 30+600 (P3+600) 15,5

3 Kedungrejo 6.400 2.487,34 30+600 37+000 (P10) 14,4

4 Ngantang 10.200 4.238,75 37+000 47+200 (P20+200) 23,0

5 Jombok 9.800 3.046,76 47+200 57+000 (P30) 22,1

6 Kasembon 6.890 2.330,82 57+000 66+890 (P36+890) 15,5 Jumlah 44.390

100

Page 82: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 71

Gambar 2.7 Hubungan antara titik sebaran longsor dan buffer pemotongan lereng

Page 83: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 72

3. Referensi AGS, 2000. Landslide Risk Management Concepts and Guidelines. Sydney: Australian

Geomechanics Society: Sub Commitee on Landslide Risk Management. Dorren, L., Sandri, A. & Raetzo, H., 2009. Landslide risk mapping for entire Swiss

national road network, Bern, Switerland: Project "Naturgefahren auf National Strassen" NHNR National Hazard on National Roads, FEDRO (Federal Road Office) & FOEN (Federal Office for the Environment.

Gaurav, K., Saran, S., Stein, A. & Das, I., 2009. Stochastic Modelling of Land Cover (dynamic) Elements. Thesis ed. Dehradun, India: Indian Institute of Remote Sensing (IIRS) and International Institute for Geoinformation Enschede, The Netherlands.

Guzzetti, F., Dikau, R. & Glade, T., 2005. Landslide Hazard and Risk Assessment. Bonn: Mathematich-Naturwissenschaftlichen Fakultät Rheinischen Friedrich-Wilhelms-Univestität Bonn.

Huang, J., Ju, N. P., Liao, Y. J. & Liu, D. D., 2015. Determination of Rainfall thresholds for shallow landslides by a probabilistic and empirical methode. Natural Hazards Earth System Sciences, Volume 15, hal. 2715-2721.

Liu , X., 2006. Site-specific Vulnerability Assessment for Debris Flows: Two Case Studies. Journal of Mountain Science, Volume 3 no. 1, hal. 21.

Parise, M., 2002. Landslide hazard zonation of slopes susceptible to rock falls and topples. Natural Hazards and Earth System Sciences, 2(19 December 2001), hal. 42.

Pierson, L. A. & van Vickle, R., November 1993. Rockfall Hazard Rating System Partecipants manual, Springfield: National Highway Institute, Federal Highway Administration, US Department of Transportation, Report FHWA-SA-93-057.

Prajarto, Nunung dalam https://jurnal.ugm.ac.id/jsp/article/view/10989/8230 Prina, E., Bonnard, C. & Vulliet , L., 2004. Vulnerability and Risk Assessment of Mountain

Road Crossing Landslide. Rivista Italiana di Geotecnica, 2(April), hal. 76. Floris,M., , Iafelice, M., Squarzoni, C., Zorzi, L., A. De Agostini, and R. Genevois,

Received: 28 November 2010 – Revised: 7 March 2011 – Accepted: 13 May 2011 – Published: 12 July 2011, Using online databases for landslide susceptibility assessment: an example from the Veneto Region (northeastern Italy), Department of Geosciences, University of Padua, Via Gradenigo 6, 35131 Padua, Italy, Nat. Hazards Earth Syst. Sci., 11, 1915–1925, 2011

Wahyudianto, Emil, Analysis and Risk Study on Landslide Hazard Frequency at Road Corridor of Batu City–Kediri Regency Border, Journal of the Civil Engineering Forum, Vol. 4 No. 3 (September 2018), UGM, Yogyakarta

Page 84: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 73

PENGARUH METODE PEMILIHAN PENYEDIA PADA MUTU PEKERJAAN JALAN STUDI KASUS : PAKET- PAKET PEKERJAAN BERKALA JALAN

PROVINSI JAWA TIMUR DI KABUPATEN SIDOARJO

Dian Novitasari1, Dewi Atikah2, Mochammad Harun3

Dinas PU Bina Marga Provinsi Jawa Timur Jl. Gayung Kebonsari 167 Surabaya

[email protected], [email protected], [email protected]

Abstrak Pekerjaan jalan seperti pekerjaan konstruksi pada umumnya, melibatkan beberapa pihak, yaitu pihak Bina marga sebagai pengguna jasa, konsultan perencana, penyedia sebagai pelaksana pekerjaan, konsultan pengawas, dan pihak unit kerja pengadaan barang dan jasa (UKPBJ) yang pada nilai pengadaan tertentu melaksanakan pemilihan penyedia dan konsultan melalui proses tender. Peran UKPBJ disini sangat vital karena hasil pemilihan penyedia dan konsultan memgang kendali dalam pencapaian mutu pekerjaan jalan dan jembatan.Dalam penentuan pemenang tender, terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui oleh Pokja pemilihan UKPBJ, diantaranya adalah Evaluasi Penawaran, yang meliputi : evaluasi administrasi, teknis dan harga serta evaluasi kualifikasi. Evaluasi teknis untuk pelaksanaan pekerjaan jalan tentu membutuhkan kemampuan teknis yang berhubungan dengan jalan, sedangkan UKPBJ Prov. Jatim tidak memiliki pokja pemilihan dengan latar belakang teknik jalan. Pada pekerjaan pemeliharaan berkala jalan di kabupaten Sidoarjo, didapatkan pemenang tender dengan rentang penawaran 67% – 74%. Pada saat pelaksanaan, terdapat beberapa kendala terkait rendahnya harga penawaran yang berpengaruh terhadap mutu dan waktu pekerjaan. Oleh karena itu dibutuhkan metode pemilihan yang aplikatif dan komunikatif, yang dapat menerjemahkan kebutuhan pihak Bina Marga, sehingga didapatkan penyedia yang sesuai dengan kompetensi yang diharapkan, agar tercapai mutu pekerjaan seperti yang dipersyaratkan. Kata Kunci : Bina marga, UKPBJ, tender, penyedia, mutu pekerjaan Abstract Road works such as construction work in general, involve several parties, namely Bina marga as service users, planning consultants, contractors as executors of work, supervisory consultants, and goods and services procurement work units (UKPBJ) who at certain procurement values carry out the selection of contractors and consultants through a tender process. The role of UKPBJ here is very vital because the results of the selection of contractors and consultants hold control in achieving the quality of road and bridge works. In determining the tender winner, there are several stages that must be passed by workgroup of UKPBJ, among them are the Evaluation of Selection, which includes: administrative evaluation, technical and price and also evaluation of qualification. Technical evaluation for the implementation of road works certainly requires technical skills related to roads, whereas UKPBJ Prov. East Java does not have an election working group with a background in road engineering. In the periodic road maintenance work in Sidoarjo regency, tender winners were found with a range of 67% - 74%. At the time of implementation, there were several obstacles related to the low bid price which affected the quality and time of work. Therefore an applicative and communicative selection method is needed, which can translate the needs of the Directorate General of Highways, so that a provider is found in accordance with the expected competencies, in order to achieve the quality of work as required. Key Words : Bina marga, UKPBJ, tenders, contractors, quality of works

Page 85: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 74

I. LATAR BELAKANG Salah satu penyebab kerusakan jalan adalah faktor pelaksanaan pekerjaan yang

kurang tepat, khususnya dalam mengimplemantasikan spesifikasi teknik dan standart mutu yang telah ditetapkan. Penyedia sebagai pelaksana pekerjaan memegang peranan yang sangat penting dalam tercapainya target kuantitas, kualitas dan waktu pelaksanaan pekerjaan. Oleh karena itu proses pemilihan penyedia yang baik mutlak diperlukan.

Penyedia dipilih melalui proses tender oleh pokja pemilihan UKPBJ. Perpres 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah telah mengatur tata cara evaluasi pemilihan penyedia sebagai panduan pemilihan. Pada paket pemeliharaan berkala jalan, metode evaluasi penawaran yang dipakai adalah metode evaluasi dengan sistem harga terendah, dengan metode penyampaian 1 file. Metode evaluasi harga terendah adalah metode evaluasi dalam hal harga menjadi dasar penetapan pemenang diantara penawaran yang memenuhi persyaratan administrasi, teknis dan kualifikasi. Sedangkan metode penyampaian dokumen penawaran 1 file adalah metode penyampaian dokumen penawaran yang terdiri atas persyaratan administrasi, teknis dan penawaran harga yang dimasukkan dalam 1 file.

Terdapat beberapa permasalahan yang membuat hasil pemilihan penyedia belum cukup memenuhi ekspektasi pengguna jasa, khususnya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dalam hal penguasaan teknik dan pengetahuan serta pengalaman peyedia dalam pemenuhan standar mutu. Hal ini dapat dimaklumi, karena dokumen – dokumen tender disiapkan oleh PPK sebagai penanggung jawab proyek, dan proses tendernya dilaksanakan oleh pokja pemilihan UKPBJ, sedangkan pokja tidak didukung oleh tenaga teknis dalam bidang jalan / jembatan. Perbedaan latar belakang keilmuan atara PPK dengan pokja pemilihan UKPBJ dapat menimbulkan perbedaan persepsi. Hal ini terjadi pada paket – paket pemeliharaan berkala di Sdioarjo, dimana didapatkan pemenang tender dengan nilai penawaran yang rendah. Nilai penawaran yang rendah ini berakibat pada mutu pekerjaan. Penyedia masih belum mampu menerjamahkan klausul – klausul terkait mutu pekerjaan seperti yang telah dipersyaratkan pada spesifikasi teknis. Komunikasi yang baik antara PPK dengan UKPBJ diharapkan mampu mengurangi perbedaan – perbedaan persepsi yang ada, sehingga pokja pemilihan dapat melakukan proses pemilihan penyedia dengan cara yang tepat dan dengan hasil yang memuaskan. Untuk itu perlu dibuat suatau metode pemiihan yang tepat dan komunikatif, mudah dimengerti oleh peserta tender, sehingga diharapkan dapat mengkomodir kebutuhan PPK atas penyedia yang berkualitas terkait pehamannya terhadap teknis jalan / jembatan.

II. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk merumuskan metode pemilihan penyedia yang tepat sehingga didapatkan penyedia yang berkualitas. dengan nilai yang realistis untuk mendukung tercapainya kualitas dan kuantitas pekerjaan yang diinginkan dalam waktu yang telah ditentukan. Metode pemilihan dibuat sesederhana mungkin dan mudah dipahai oleh pokja pemilihan UKPBJ, terutam dalam hal persyaratan teknis pekerjaan jalan / jembatan. III. LINGKUP PEMBAHASAN

Pengadaan barang / jasa meliputi kegiatan persiapan barang / jasa , persiapan pemilihan penyedia, pelaksanaan pemilihan penyedia, pelaksanaan kontrak dan serah terima pekerjaan. Makalah ini memfokuskan pembahasan pada persiapan barang / jasa oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan pelaksanaan pemilihan penyedia oleh pokja UKPBJ. Metode pemilihan penyedia yang dibahas adalah metode pemilihan penyedia melalui proses tender yang dilakukan melalui aplikasi Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE). Evaluasi penawaran yang digunakan adalah evaluasi penawaran dengan sistem harga terendah dengan metode penyampaian dokumen penawaran dilakukan dengan 1 (satu) file.

Page 86: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 75

IV. DASAR TEORI 4.1 Persiapan Pengadaan

Persiapan pengadaan dapat dilaksanakan setelah RKA disetujui oleh DPRD. Persiapan pengadaan dilakukan oleh PPK dan meliputi :

a. Penetapan spesifikasi teknis / Kerangka Acuan Kerja (KAK) b. Penetapan HPS c. Penetapan Rancangan Kontrak; dan / atau d. Penetapan uang muka, jaminan uang muka, jaminan pelaksanaan,

jaminan pemeliharaan

Persiapan pengadaan dijelaskan pada bagan alur berikut ini :

Gambar 1. Bagan alur pengadaan barang . jasa (Perka LKPP no 9 tahun 2018)

PPK menyampaikan dokumen persiapan pengadaan dan permintaan pemilihan penyedia kepada UKPBJ melalui aplikasi sistem informasi.

4.2 Metode Evaluasi

Tahapan pemilihan penyedia untuk metode pascakualifikasi 1 (satu) file adalah :

Tahapan Waktu

Pengumuman tender Paling kurang 5 (lima) hari kerja Pendaftaran dan pengunduhan dokumen

Sampai dengan 1 (satu) hari kerja sebelum batas akhir penyampaian dokumen penawaran

Pemberian penjelasan Paling cepat 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal pengumuman tender

Penyampaian dokumen penawaran Disesuaikan dengan kebutuhan dan paling kurang 3 (tiga) hari kerja setelah Berita Acara Hasil Pemberian Penjelasn

Pembukaan dokumen penawaran Setelah masa penyampaian dokumen penawaran berakhir

Evaluasi administrasi, teknis, harga dan kualifikasi

Disesuaikan dengan kebutuhan

Pembuktian kualifikasi kepada calon pemenang

Disesuaikan dengan kebutuhan

Penetapan pemenang dan pengumuman

1 (satu) hari kerja setelah klarifikasi kualifikasi

Page 87: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 76

Masa sanggah Setelah 5 (lima) hari kerja setelah penguman pemenang dan jawaban sanggah paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah akhir masa sanggah

Masa sanggah banding Setelah 5 (lima) hari kerja setelah jawaban sanggah dan jawaban sanggah banding paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima klarifikasi jaminan sanggah banding

Tahapan – tahapan pemilihan penyedia diatas perlu dicermati dan dievaluasi

untjk keperluan pembenahan metode evaluasi, agar dapat dirumuskan suatu metode pemilihan yang lebih tepat sasaran dalam mendapatkan penyedia dengan kualitas yang baik.

V. POKOK BAHASAN PERMASALAHAN

5.1 Penyempurnaan KAK Kerangka Acuan Kerja merupakan salah satu dokumen pengadaan yang

disiapkan oleh PPK, yang menjadi acuan bagi pokja pemilihan dalam melakukan pemilihan penyedia, dan menjadi acuan bagi pemenang tender / penyedia dalam pelaksanaan paket kegiatan. Oleh karena itu, KAK harus dibuat secara detil dan terperinci, dengan pemberian batasan yang tegas agar pokja pemilihan dapat melaksanakan tender dengan baik, dan meghasilkan pemenang tender yang sesuai dengan harapan PPK terkait pehamannya tentang teknis pekerjaan.

Poin penting terkait penyempuranaan KAK adalah sebagai berikut : a. Penyebutan nama pabrikan pada KAK

Penyebutan nama pabrikan penting untuk menjamin mutu bahan pekerjaan, dan merupakan salah satu cara pengendalian harga penawaran . Penyebutan merk / nama pabrikan difasilitasi oleh Perpres No. 16 tahun 2018 pasal 19. Penyebutan nama pabrikan harus didahului oleh tahapan – tahapan untuk meyakinkan pengguna jasa akan kualitas, kesanggupan suplai dan kemampuan keuangan pabrikan yang dimaksud. Tahapan – tahapannya adalah sebagai berikut :

• Kepala bidang perencanaan mengundang para pemilik pabrikan untuk melakukan paparan tentang : legalitas perusahaan, kemampuan keuangan, proses produksi, mutu produksi dan mutu produk (ISO).

• Penentuan pabrikan terpilih untuk disebut dalam KAK oleh bagian perencanaan dan tim.

• Pengesahan pabrikan terpilih oleh kepala dinas.

• Pencantuman nama pabrikan pada KAK. b. Panduan pemilihan penyedia

Untuk mendapatkan pemenang tender yang berkualitas baik. Maka perlu diterbitkan suatu Panduan Pemilihan Penyedia oleh Bina Marga Provinsi Jawa Timur untuk paket – pake bina marga, yang mana panduan ini secara resmi diserahkan kepada UKPJ untuk menjadi acuan pemilihan penyedia. Usulan panduan pemilihan penyedia pada setiap tahapan evaluasi adalah sebagai berikut :

Page 88: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 77

• Evaluasi administrasi o Tayangkan dokumen penawaran elektronik peserta tender

pada layar untuk dibahas bersama antara pokja pemilihan dengan peserta tender.

o Cek keaslian dokumen kualifikasi peserta tender. o Cermati / periksa laporan keuangan peserta tender

• Evaluasi teknis o Tayangkan dokumen elektronik peserta tender o Teliti secara etil dan konfirmasikan pada peserta tender tentang

: Dasar dari analisa harga satuan (AHS) yang dipakai; kesesuaian metode kerja dengan alat dan bahan pada AHS; nilai kooefisien pada AHS dengan kapasitas alat / pekerjaan.

o Teliti kesiapan operasional dan kondisi alat yang ditawarkan (on site)

o Teliti mutu dari material (on site) o Sebutkan uji – uji mutu pekerjaan yang harus dilakukan,

beserta form – form uji mutu yang dibutuhkan o Tayangkan dan diskusikan metode kerja yang diharapkan oleh

PPK, dan bandingkan dengan metode kerja yang ditawarkan oleh peserta tender.

• Evaluasi kewajaran harga o Harga satuan dasar yang dipakai untuk evaluasi kewajaran

harga harus paling sedikit dari 3 (tiga) pabrikan. o Nilai alat yang ditawarkan tidak boleh dibuat 0 (nol) bila pemilik

peralatan adalah bukan orang yang sama dengan pemilik / direktur dari peserta tender.

Salah satu poin penting dalam pemilihan penyedia adalah pembuktian kualifikasi terhadap alamat penyedia, peralatan, dan/atau sumber daya manusia serta persyaratan kualifikasi lainnya. Mengacu pada Lampiran Permen PUPR No. 17 tahun 2019 mengenai D. Metode Tender, Pascakualifikasi, Satu File, Sistem Harga Terendah, Kontrak Harga Satuan Pekerjaan Konstruksi yang digunakan sebagai acuan standar dokumen pelelangan. Merujuk kepada ketentuan dalam pasal berikut 31.9 Pembuktian kualifikasi dilakukan dengan memverifikasi kesesuaian data pada informasi Formulir elektronik isian kualifikasi pada SPSE atau fasilitas lain yang disediakan dengan dokumen asli, salinan dokumen yang sudah dilegalisir oleh pejabat yang berwenang dan meminta salinan dokumen tersebut, dan/atau melalui fasilitas elektronik yang disediakan oleh penerbit dokumen. Pembuktian kualifikasi terhadap alamat penyedia, peralatan, dan/atau sumber daya manusia serta persyaratan kualifikasi lainnya dapat dilakukan dengan klarifikasi/verifikasi lapangan apabila dibutuhkan.

Oleh karena itu harus dilakukan peninjauan lapangan oleh pokja

pemilihan dengan menitikberatkan pada pada pembuktian kesesuaian

kualifikasi yang ditawarkan dengan kondisi nyata di lapangan sebagai

unsur utama evaluasi terhadap peralatan utama. Hal ini dilakukan

mengingat unsur kesesuaian kualifikasi tersebut menjadi faktor penting

dalam kesuksesan dan kelancaran pelaksanaan pekerjaan konstruksi.

Pihak bina marga harus siap membantu pokja untuk peninjauan

Page 89: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 78

lapangan ini, apabila diperlukan, mengingat jumlah pokja pemilihan

yang sedikit dibandingkan dengan banyaknya jumlah paket pekerjaan

seluruh Jawa Timur yang harus ditangani.

c. Dukungan Pabrikan pada Penyedia Dukungan pihak pabrikan pada penyedia akan kontinuitas supplai bahan / material, yaitu hubungan mutualisme dengan menggunakan metode SI (Standing Interaction). Dengan menggunakan standing interaction, kontinuitas bahan akan terjamin sehingga pelaksanaan pekerjaan akan lancar, dan pembayaran atas paket yang bersangkutan hanya bisa dicairkan atas persetujuan kedua belah pihak. Untuk itu, berikut poin – poin penting yang harus diperhatikan :

• Pemilik pabrikan HARUS hadir saat Rapat Persiapan Penunjukan Penyedia dan membuat Surat Kesanggupan Suplai Bahan bermaterai

• Apabila ternyata pemilik pabrikan tidak sanggup mensuplai bahan, maka pabrikan tersebut akan dicoret dari Daftar Pabrikan Terpilih dan tidak dipakai lagi pada tender tahun berikutnya.

VI. KESIMPULAN

Pihak – pihak yang terlibat dalam prose pengadaan mempunyai tanggung jawab yang sama demi terciptanya metode pemilihan yang tepat untuk mendapatkan penyedia yang berkualitas. Oleh karena itu kerja sama yang baik antara PPK dan pokja pemilihan mutlak diperlukan. Pembenahan – pembenahan terhadap dokumen dan proses yang menjadi wewenang masing – masing pihak diperlukan demi tercapainya tujuan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA Kementrian PUPR RI, 2019, “Lampiran D. Metode Tender, Pascakualifikasi, Satu File, Sistem

Harga Terendah, Kontrak Harga Satuan Pekerjaan Konstruksi”, Peraturan Menteri PUPR Nomor 17 tahun 2019, Jakarta : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia.

Presiden Replubik Indonesia, 2018, “Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah”, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2018, Jakarta : Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Kepala Lembaga Kebijakan Barang / Jasa Pemerintah Republik Indonesia, 2018,” Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa Melalui Penyedia ”, Peraturan Lembaga Kebijakan Barang / Jasa Pemerintah Nomor 9 tahun 2018, Jakarta : lkpp RI.

Page 90: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 79

PENGGUNAAN METODE DUA TAHAP UNTUK MENENTUKAN KADAR OPTIMUM PENAMBAHAN KAPUR LAPIS PONDASI JALAN (STUDI

KASUS: RUAS JALAN BUPUL – ERAMBU SOTA KABUPATEN MERAUKE)

Franky E. P. Lapian Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XXII Merauke

Jalan RE. Martadinata Kompleks Bina Marga Merauke E-mail: [email protected]

Abstrak Isu pemanfaatan material lokal untuk infrastruktur jalan terus digalakkan oleh Kementerian Pekerjaan dan Perumahan Rakyat Indonesia. Material lokal yang dapat dimanfaatkan adalah kapur untuk menstabilisasi tanah laterit yang ada di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan persentase kadar penggunaan kapur dan semen pada perkerasan tanah kapur semen untuk lapis pondasi jalan dan perbandingan penggunaan tanah semen dengan tanah kapur. Dasar pengujian ini dari besar nilai UCS dengan SNI 03-6887-2002 dengan nilai sebesar 20-35 kg/cm2. Dari hasil pengujian laboratorium yang telah dilakukan diperoleh hasil yaitu, dengan variasi campuran kapur 5% diperoleh nilai UCS sebesar 21,399 kg/cm2, kapur 10% diperoleh nilai UCS sebesar 25,529 kg/cm2, kapur 15% diperoleh nilai UCS sebesar 28,282 kg/cm2, dan kapur 20% diperoleh nilai UCS sebesar 27,030 kg/cm2. Setiap campuran ini menggunakan kadar semen yang sama. Berdasarkan persyaratan SNI semua variasi kadar kapur memenuhi persyaratan. Setiap benda uji telah melewati masa pemeraman selama 3 hari saat pencampuran kapur dan 7 hari saat pencampuran dengan semen. Kata kunci: material lokal, tanah laterit, semen, UCS

Abstract The issue of using local materials for road construction continues to be promoted by The Indonesian Ministry of Public Works and Housing. One of local material that can be usedis limestone to stabilize laterite soils in Merauke Regency, Papua Province. This study aims to obtain the percentage of the level of use of limestone and cement in the cement lime soil pavement for base course and the comparison of the use of cement soil with lime-soil. The basis of this test is the value of UCS that correlated to SNI 03-6887-2002 (20-35 kg/cm2). It can be seen from the laboratory tests that with a variation of 5% lime mixture obtained UCS value of 21,399 kg/cm2, 10% lime obtained UCS value of 25,529 kg/cm2, 15% lime obtained UCS value of 28,282 kg/cm2, and 20% lime obtained UCS value of 27,030 kg/cm2. Each mixture uses the same cement content. Based on SNI requirements all variations of lime content meet the requirements. Each specimen has passed the curing period for 3 days when mixing lime and 7 days when mixing with cement. Keywords: local materials, laterite-soil, cement, UCS

Page 91: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 80

1 PENDAHULUAN

Pada saat ini, sebagian daerah yang ada di Indonesia sudah menggunakan lapis pondasi Soil Cement Base (SCB) baik untuk kegiatan peningkatan maupun pembangunan jalan baru. Khususnya daerah yang tidak mempunyai material agregat kasar, mempunyai tanah dengan jenis tanah laterit dan pemanfaatan material lokal seperti di daerah Merauke, Papua. Lapis pondasi Soil Cement Base (SCB) adalah suatu jenis pondasi atas (Base Course) yang menggunakan tanah pilihan yang distabilisasi dengan semen dan air. Dan ada juga yang menggunakan bahan tambahan, yaitu bahan adiktif seperti matos dan diva, namun ada juga jenis pondasi yang menggunakan bahan tambah lain seperti kapur karena memiliki nilai PI (Plastis Indeks) antara 10%-20% bahkan diatas 20%. Penggunaan kapur ini diharapkan dapat menurunkan kadar PI tanah tersebut sebelum dicampur lagi menggunakan semen. Metode pelaksanaan ini disebut juga sebagi metode stabilisasi 2 tahap. Penelitian ini adalah penelitian lanjutan untuk mengetahui kadar kapur yang baik dan memenuhi standar yang telah ditentukan.

Dalam pelaksanaan pekerjan lapis pondasi atas (base Course) ini, yang menggunakan lapis pondasi Soil Cement Base (SCB) kekuatan dari jenis pondasi tersebut harus selalu di perhatikan. Untuk itu diadakan pengujian kuat tekan bebas atau Unconfined Compression Strength (UCS) pada lapis pondasi tersebut untuk mendapatkan kekuatan sasaran seperti yang disyaratkan 20-35 Kg/cm2 pada tabel dalam buku Spesifikasi Umum Bina Marga tahun 2010 rev 3. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka penulis mengambil judul: “Analisis Penentuan Kadar Optimum Penambahan Kapur Pada Konstruksi Jalan Soil Semen Menggunakan Metode Dua Tahap”.

2 TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tanah Lateri

Tanah laterit dikenal juga sebagai tanah merah. Tanah laterit atau tanah merah merupakan tanah yang mempunyai warna merah hingga warna kecoklatan yang terbentuk pada lingkungan yang lembab, dingin, dan mungkin juga genangan- genangan air. Untuk informasi yang lebih mendetail dari tanah ini adalah mempunyai profil tanah yang dalam, mudah menyerap air, memiliki kandungan bahan organik yang sedang dan juga memiliki pH atau tingkat keasaman netral.

II.2 Semen Portland Tipe 1 Semen Portland type 1 adalah semen yang paling sering digunakan oleh masyarakat luas dan beredar dipasaran. Jenis ini biasa digunakan untuk konstruksi bangunan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus untuk hidrasi panas dan kekuatan tekan awal. Kegunaan Semen Portland Type diantaranya konstruksi bangunan untuk rumah permukiman, gedung bertingkat, dan jalan raya. Karakteristik Semen Portland Type I ini cocok digunakan di lokasi pembangunan di kawasan yang jauh dari pantai dan memiliki kadar sulfat rendah.

II.3 Kapur Kapur adalah kalsium oksida (CaO) yang dapat dibuat dari batuan karbonat yang dipanaskan pada suhu sangat tinggi. Kapur tersebut umumnya berasal dari batukapur (limestone) atau dolomite.

II.4 Stabilisasi Tanah Dalam bidang jalan raya, istilah tanah mencangkup semua bahan dari tanah lempung (clay) sampai kerakal (batu-batu yang besar) yang dapat digunakan sebagai bahan jalan baik sebagai tanah dasar maupun sebagai lapisan lainnya pada struktur perkerasan jalan. Salah satu persyaratan utama dalam penggunaan bahan tanah sebagai tanah dasar untuk perkerasan jalan adalah bahwa tanah tersebut harus cukup kuat untuk meneruskan dan mendukung beban volume lalu lintas.

Page 92: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 81

II.5 Soil-Cement

Lapisan Pondasi Semen Tanah atau soil cement adalah hasil pencampuran tanah, semen dan air, yang dengan tingkat pemadatan tertentu akan menghasilkan suatu campuran material baru, soil cement, yang mana dikarenakan kekuatannya, karakteristik ketahanan terhadap oleh air, panas dan pengaruh cuaca lainnya adalah sangat baik.

II.6 Unconfined Compression Strength (UCS)

Uji kuat tekan bebas (Unconfined Compresion Test) merupakan cara yang dilakukan di laboratorium untuk menghitung kekuatan geser tanah. Uji kuat ini mengukur seberapa kuat tanah menerima kuat tekan yang diberikan sampai tanah tersebut terpisah dari butiran-butirannya juga mengukur regangan tanah akibat tekanan tersebut. Uji tekan bebas ini dilakukan pada contoh tanah asli dan contoh tanah tidak asli lalu diukur kemampuannya masing-masing contoh terhadap kuat tekan bebas. Dari nilai kuat tekan maksimum yang dapat diterima pada masing-masing contoh akan didapat sensitivitas tanah. Nilai sensitivitas ini mengukur bagaimana perilaku tanah jika terjadi gangguan yang diberikan dari luar.. 3 METODE PENELITIAN III.1 Pemeriksaan Karakteristik Material

Material yang akan diuji berupa tanah lemmpung yang pengambilan materialnya berasal dari Erambu Merauke, Papua. Adapun pengujian dan metode pengujian yang digunakan dalam penelitian ini dapat ditunjukan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik tanah laterit

No. Jenis Pemeriksaan Standar/Metode Uji

1 Pemeriksaan Klasifikasi Tanah

AASTO M145

2 Pemeriksaan Analisa Saringan

ASTM D 422

3

Pemeriksaan Batas-batas Atterberg: Batas Cair (LL) Batas Plastis (PL) Batas Susut (SL)

ASTM D-432C ASTM D-424 ASTM D-427

4 Pemeriksaan Berat Jenis SNI 03-1964-2008

5 Kompaksi SNI 03-2832-1992

Kapur padam Ca(OH)2 digunakan sebagai bahan stabilisasi yang diharapkan mampu meningkatkan kuat tekan tanah laterit serta menjadi bahan pertimbangan untuk meningkatkan kemampuan material lokal sehingga mengurangi harga satuan biaya pembangunan jalan di daerah Papua khususnya. Metode pengujian karakteristik kapur padam yang digunakan diperlihatkan pada Tabel 2.

Page 93: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 82

Tabel 2. Metode pengujian karakteristik Ca(OH)2

No. Karakteristik Material Standar/Metode Uji

1 Berat Jenis SNI 03-1964-2008

2 Analisa Saringan SNI 03-1968-1990

Karakteristik semen juga diperlukan untuk mengetahui karakteristik dan kelayaakan semen untuk digunakan dalam campuran tanah laterit dengan kapur sebagai material lokal dan mendukung peningkatan nilai kuat tekan maksimum campuran tanah laterit dengan kapur dan semen. Karakteristik semen diperlihatkan pada Tabel 3 dimana semen yang digunakan adalah semen Portland Komposit.

Tabel 3. Karakteristik semen

Karakterisitik Material SNI 15-7064-2004

Standar

Kadar air (%) 12 maks

Kehalusan 280 min

Pengembangan, %(maks) 0,8 maks

Kuat Tekan: a. 3 hari (kg/cm2) b. 7 hari (kg/cm2) c. 28 hari (kg/cm2)

125 min 200 min 250 min

Waktu Pengerasan (Vicat tes) a. Pengerasan awal, menit b. Pengerasan akhir

45 min 375 min

Waktu ikat palsu 50 min

Campuran yang dibuat adalah campuran antara tanah laterit dengan kapur padam dan semen Portland Komposit. Pada penelitian ini menggunakan campuran kapur padam dengan variasi penambah sebesar 5%, 10%, 15% dan 20% dan penambahan kadar semen sebesar 10%.

Benda uji berbentuk silinder dengan diameter 5,5 cm dan tinggi 11 cm yang telah diperam selama waktu yang ditentukan dikeluarkan dari plastik. Lapis Pondasi Semen Komposit Tanah harus memenuhi ketentuan seperti pada tabel 4 berikut:

Tabel 4. Sifat-sifat yang disyaratkan untuk lapisan pondasi semen komposit tanah

Pengujian

Batas-Batas Sifat (Setelah Perawatan 7

Hari) Metode

Pengujian Minimum Maksimum

Unconfined Compressive Strenght (UCS) kg/cm2

20 35 SNI 03-6887-

2002

Page 94: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 83

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel yang dibuat sebanyak 5 buah sampel dengan komposisi bahan yang sama, setelah diperam selama 7 hari akan dilakukan pengujian Kuat Tekan (UCS).

Tabel 5. Hasil pengujian UCS kapur 10% dan semen 10%

Sampel Nilai UCS (Kg/cm2)

1 25.028

2 26.279

3 25.028

4 25.654

5 25.654

Gambar 1. Grafik nilai UCS 10% kapur dan 10% semen

Tabel 6. Hasil pengujian UCS kapur 15% dan semen 10%

Sampel Nilai UCS (Kg/cm2)

1 27.531

2 28.157

3 28.782

4 28.782

5 28.157

Page 95: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 84

Gambar 2. Grafik nilai UCS 15% kapur dan 10% semen

Tabel 7. Hasil pengujian UCS kapur 20% dan semen 10%

Sampel Nilai UCS (Kg/cm2)

1 26.279

2 26.905

3 26.279

4 27.531

5 28.157

Gambar 3. Grafik nilai UCS 20% kapur dan 10% semen

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa nilai Kuat Tekan (UCS) yang sesuai dengan standar SNI 03-6887-2002 dengan nilai 20-35 Kg/cm2 dapat digunakan sebagai konstruksi jalan, maka dari hasil penelitian yang dilakukan dilaboratorium bahwa dengan pemadatan untuk kapur 5% dan semen 10% telah memenuhi spesifikasi pemerintah sebesar 21,399 kg/cm2. Namun untuk hasil pemadatan maksimumm didapat pada kadar kapur 15% dan semen 10% dengan hasil 28,529 kg/cm2, ini dapat dilihat pada grafik Gambar 4.5 bahwa terjadi penurunan nilai kuat teka pada campuran kapur 20% dan semen 10%. Hasil pengujian dengan variasi kapur 5% ; 10%; 15% dan 20% dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 4 berikut:

Page 96: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 85

Tabel 7. Hasil pengujian rata-rata UCS

No. Sampel Nilai Rata-rata UCS (Kg/cm2)

1 5% Kapur 10% Semen

21,399

2 10% Kapur 10% Semen

25,529

3 15% Kapur 10% Semen

28,282

4 20% Kapur 10% Semen

27,030

Gambar 4. Diagram hasil rata-rata

Dari Tabel 7 dan Gambar 4 dapat dilihat hasil rata-rata dari setiap kadar kapur yang berbeda, namun dari kadar kapur yang berbeda-beda tetap mendapatkaan hasil yang sesuai dengan persyaratan SNI 03-6887-2002 antara 20-35 Kg/cm2.

Gambar 5. Diagram hasil rata-rata pengujian UCS soil semen

Page 97: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 86

Pada gambar 5 dapat dilihat hasil uji kuat tekan terhadap soil semen dengan kadar semen yang berbeda-beda. Pengujian ini telah dilakukan oleh awal dan akan dibandingan dengan pengujian kuat tekan soil kapur semen.

Disimpulkan bahwa penggunaan soil semen saja memerlukan semen sebanyak 12% untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan. Namun pada penggunaan soil kapur semen, penggunaan kadar semen sebesar 10% dan variasi kapur dari 5%; 10%; 15% dan 20% susah memenuhi persyaratan yang ditentukan yaitu 20-35 kg/cm2. Ini membuktikan bahwa penggunaan soil kapur semen lebih menghemat penggunaan semen yang digunakan, mempunyai nilai kuat tekan yang lebih besar namun meminimalisi retakan yang terjadi.

5 KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan dapat di tarik kesimpulan bahwa:

1. Pada kadar kapur 15% dan semen 10% mendapatkan hasil kuat tekan yang maksimal sebesar 28,282 kg/cm2. Namun pada kadar kapur 5% dan semen 10% sudah memenuhi syarat standar perkerasan jalan sesuai persyaratan SNI 03-6887-2002 yaitu sebesar 21,399 kg/cm2.

2. Pengaruh penambahan kapur sangat terlihat pada hasil uji kuat tekan yang dilakukan. Dimana hasil uji kuat tekan yang dilakukan pada soil semen, membutuhkan kadar 12% semen untuk bisa mencapai persyaratan yang ditentukan. Sedangkan soil kapur semen dengan kadar 5% kapur dan 10% semen, sudah memenuhi persyaratan SNI 03-6887-2002 20-35 kg/cm2.

Daftar Pustaka Bobi Andika Putra. 2013. Definisi SemenSecara Umum. [internet]. [diunduh 2019 Feb 25].

Tersedia pada https://bobiandikaputra.wordpress.com/2013/01/08/definisi-semen-secara-umum/

Hardiyatmo Hary Christady. 2010. Stabilisasi Tanah Untuk Perkerasan Jalan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Lamudi. 2016. Jenis Semen dan Fungsinya. [internet]. [diunduh 2019 Feb 25]. Tersedia pada https://www.lamudi.co.id/journal/macam-jenis-semen-dan-fungsi/

SNI 03-6887-2002: “Metode pengujian kuat tekan bebas campuran tanah semen15” SNI 03-3437-1994 Tata Cara Pembuatan Rencana Stabilisasi Tanah Kapur untuk Jalan Raya Spesifikasi Khusus Intern (2013) Lapis Pondasi Semen Komposit Tanah Kementrian PU, Bina

Marga. Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 01/SE/M/2010: “Pemberlakuan Pedoman

Pelaksanaan Stabilisasi Bahan Jalan Langsung di Tempat Dengan Bahan Serbuk Pengikat”

….. 2016. Tanah Laterit. [internet]. [diunduh 2019 Feb 25]. Tersedia pada https://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/tanah/tanah-laterit

Page 98: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 87

T 2 : BAHAN DAN PERKERASAN

Page 99: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 88

EVALUASI PENGARUH PENAMBAHAN PLASTIK FIBRE PADA CAMPURAN ASPAL DAN BETON – REVIEW PAPER

Christian Gerald Daniel Lecturer of Civil Engineering at Universitas Pelita Harapan, Lippo Karawaci, Tangerang

e-mail: [email protected]

Abstrak Proses pembangunan konstruksi teknik sipil dikenal memiliki dampak buruk terhadap lingkungan, terutama terkait dengan material yang digunakan serta masalah dengan durabilitasnya. Sebagai contoh, produksi material semen yang menghasilkan jumlah emisi karbon dioksida yang signifikan, atau jumlah energi yang dibutuhkan dalam proses pemanasan bitumen untuk membuat perkerasan jalan lentur. Makalah ini membahas beberapa contoh penggunaan material plastik yang dapat didaur ulang dalam bentuk fibre yang dapat menambah ketahanan baik campuran aspal maupun beton, sehingga dapat berefek pada pengurangan jumlah material yang digunakan untuk proses perbaikan dan/atau mengurangi kebutuhan untuk pembuatan konstruksi baru. Ada beberapa kasus yang dibahas dalam makalah ini, dimana salah satunya merupakan penelitian penulis sendiri mengenai penggunaan fibre polyolefin dan aramid untuk kekuatan tarik, kekakuan, serta ketahanan terhadap deformasi permanen dan beban siklik pada campuran aspal hangat. Selain itu juga dilengkapi dengan beberapa penelitian lain yang membahas pengaruh penambahan material plastik, seperti polypropylene dan polyethylene terephthalate (PET) terhadap kekuatan dan ketahanan campuran aspal maupun campuran beton. Tujuan utama makalah ini untuk memperluas informasi dan kesadaran para pelaku di dunia konstruksi terhadap potensi penggunaan material daur ulang sehingga konstruksi yang dihasilkan dapat bersifat lebih ramah lingkungan serta sustainable. Kata kunci: konstruksi, material daur ulang, ramah lingkungan, plastik, teknologi lanjut Abstract Civil engineering construction practices hold accountable for bringing a significant amount of degradation to the environment due to the utilised technology and the material. For instance, the use of cementitious material generates a vast amount of carbon dioxide released to the environment, or significant energy used to heat the bitumen for the asphaltic pavement. This paper highlights the attempts made to employ plastik material, which is naturally recyclable, to enhance the strength and durability of both bituminous and cementitious material, hence reducing the needs of maintenance actions as well as re-erection of new construction. There are several researches listed in this paper, one of them is the research conducted by the author to determine the effect of polyolefin and aramid fibre to tensile strength, stiffness, also resistance to permanent deformation and fatigue of warm asphaltic mixture. Moreover, there are also numerous research results regarding the application of other types of plastik, such as polypropylene and polyethylene terephthalate (PET) to the durability and strength of both asphaltic and concrete mixture. Conclusively, those results support the goal of this paper to provide valuable information regarding the opportunity of the incorporation of recyclable plastik material to produce such eco-friendly and sustainable constructions. Keywords: construction, recycled material, eco-friendly, plastik, advanced technology

Page 100: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 89

1 Pendahuluan

Dunia teknik sipil dikenal dengan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh proyek yang

dilakukan. Salah satu masalah terbesar yakni mengenai bahan baku yang digunakan untuk struktur, seperti bitumen yang digunakan untuk membuat perkerasan jalan aspal, serta semen dan agregat untuk pembuatan beton sebagai struktur gedung. Adanya keterbatasan pada masa layan dari struktur yang direncanakan membuat adanya keperluan untuk mengganti konstruksi eksisting dengan material baru yang memiliki dampak terhadap lingkungan, yakni mengenai ketersediaan sumber daya alam yang terbatas. Oleh karena itu, para peneliti dan praktisi telah mencari material terbarukan yang dapat memodifikasi industry yang telah ada, dengan harapan agar konstruksi yang dihasilkan dapat bersifat lebih ramah terhadap lingkungan dengan mempertahankan kualitas seperti yang disyaratkan. Secara khusus dalam penggunaan aspal dan beton sebagai material konstruksi jalan dan gedung, yang telah mengalami perkembangan signifikan. Salah satu terobosan yang telah dikerjakan yakni dengan menggunakan fibre sebagai bahan tambah perkuatan material konstruksi. Penggunaan fibre sebagai bahan tambah telah dimulai sejak tahun 1920 di Amerika Serikat, dengan penggunaan asbestos sebagai fibre yang digunakan pada campuran aspal untuk meningkatkan kekuatan perkerasan jalan. Sejak saat itu, ada beragam jenis fibre yang sering digunakan baik pada campuran aspal maupun campuran beton, antara lain fibre dari bahan natural seperti kayu atau daun (Abiola, et al. 2014), baja (Apostolidis, Experimental and Numerical Investigation of Induction Heating in Asphalt Mixes 2015), kaca (Abtahi, Esfandiaropour, et al. 2013), fibre karbon (Cleven 2000), serta polimer sintetis (Busching, Elliott and Reyneveld 1970). Secara umum, penggunaan fibre pada campuran aspal dan beton dilaporkan membawa peningkatan dari segi kuat tarik dan ketahanan terhadap beban siklik sekaligus deformasi permanen, juga membantu mengurangi resiko keretakan serta meningkatkan daya tahan campuran, sehingga membawa nilai lebih dari segi life-cycle costs (Mcdaniel 2015). Makalah ini membahas terlebih dahulu masalah yang timbul akibat penggunaan material aspal dan semen untuk beton dari segi produksi, serta beberapa studi kasus penggunaan fibre plastik (polymer) terhadap performa campuran tersebut. Tujuannya untuk membahas secara komprehensif mengenai penggunaan plastik sebagai material perkuatan serta menjadi bahan informasi untuk mendukung inovasi dalam dunia teknik sipil Indonesia, secara khusus pada proyek-proyek yang menggunakan plastik sebagai bahan tambah.

2 Industri Aspal dan Beton di dunia – Masalah

Kebutuhan jalan di Indonesia tergolong sangat besar, dimana hingga tahun 2017 lebih dari setengah jumlah jalan di Indonesia (non-tol) berada pada pulau Sumatera dan Jawa seperti terlihat pada Gambar 1, sehingga perlu adanya pemerataan infrastruktur jalan. Adapun dalam upaya terkait pengembangan infrastruktur jalan memunculkan beberapa isu. Isu yang muncul terutama terkait dengan pemakaian bahan bangunan serta potensi polusi.

Gambar 1. Data Panjang Jalan Non-Tol di Indonesia hingga tahun 2017 (Badan Pusat Statistik

2018)

Page 101: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 90

2.1 Produksi Beton

Penggunaan beton sebagai material konstruksi jalan telah menjadi salah satu alternative utama di Indonesia sebagai pesaing dari konstruksi jalan aspal. Kelebihan dari perkerasan beton adalah kekakuan yang relative superior dibandingkan aspal, sehingga dapat menjamin masa layan yang lebih lama jika dikerjakan dengan prosedur yang tepat. Oleh alasan ini, penggunaan material beton untuk konstruksi jalan dilaporkan mencapai lebih dari 200 ribu kilometer, diluar jalan tol hingga tahun 2017 seperti ditunjukkan pada Gambar 2 (Badan Pusat Statistik 2019).

Gambar 2. Data total jalan beton (non-tol) hingga tahun 2017 serta tingkat pertumbuhan / tahun (Badan Pusat Statistik 2019)

Komponen dasar pembentuk campuran beton sendiri terdiri dari agregat, pasir serta semen sebagai bahan utama pengikat dalam campuran. Teknologi produksi semen sebagai komponen utama ini telah dilaporkan menghasilkan pencemaran udara dalam skala yang cukup signifikan. Menurut laporan BBC, proses produksi semen berkontribusi terhadap emisi CO2 sebesar 8% dari total emisi sedunia, empat kali lipat dari akibat penggunaan bahan bakar untuk penerbangan dan setara dengan emisi dari bisnis agricultural (Rodgers 2018). Selain factor emisi, terdapat juga potensi masalah dalam hal ketersediaan pasir dan agregat yang dapat digolongkan sebagai sumber daya alam yang tak terbarukan, sehingga kuantitasnya terbatas (Kuznetsova 2015). Satu masalah utama lain yakni dalam total energi yang dikonsumsi melalui proses produksi beton, dimana kebutuhan energi untuk memproduksi 1m3 campuran beton adalah sebesar 2775 MJ, ekivalen 0.37 barrel (kurang lebih 60 liter) dari produksi minyak (Guidetti 2017). Oleh karena itu, beton yang diproduksi haruslah sesuai dirancang agar dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama, untuk meminimalisir kebutuhan akan perbaikan dan/atau pembangunan kembali, yang mana jelas akan berdampak baik dari segi sumber daya alam maupun dari segi pencemaran lingkungan.

2.2 Produksi Aspal Keberadaan konstruksi jalan yang baik sangat penting untuk menopang kegiatan masyarakat, terutama perihal mobilitasnya, dimana berdasarkan data BPS jumlah kendaraan bermotor terus mengalami peningkatan hingga mencapai kurang lebih 140 juta total kendaraan bermotor pada tahun 2017, walau dengan persentase yang cukup fluktuatif setiap tahunnya. Perkembangan infrastruktur jalan di Indonesia sendiri terbilang cukup baik, dengan data pada tahun 2017 menunjukkan jumlah jalan (non-tol) di Indonesia sepanjang lebih dari 500.000 kilometer dengan lebih dari setengah jumlah tersebut merupakan jalan beraspal. Kedua data tersebut ditunjukkan pada Gambar 3 (INDONESIAN COMMERCIAL NEWSLETTER (ICN) 2012) (Badan Pusat Statistik 2019).

Page 102: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 91

Gambar 3. (Kiri) Data Jumlah Kendaraan Bermotor per Tahun Periode 2010-2017 dan (Kanan) Data Total Jalan Aspal (non-tol) hingga tahun 2017 dan pertumbuhan/tahun (Badan Pusat

Statistik 2019)

Dengan membandingkan data total infrastruktur jalan yang terdapat di Indonesia dibandingkan jumlah pertumbuhan kendaraan bermotor, serta mempertimbangkan adanya celah (gap) jumlah infrastruktur antar daerah di Indonesia, tentu saja dibutuhkan pengembangan infrastruktur jalan yang lebih masif yang akan membutuhkan sumber daya alam yang relative besar. Dalam memenuhi kebutuhan akan struktur jalan aspal, terdapat dua material yang menjadi komponen utama dalam pemenuhan kebutuhan struktur jalan tersebut, yakni bitumen sebagai material pengikat (bonding agent), serta agregat itu sendiri. Produksi aspal sendiri tercatat setidaknya memiliki dua dampak penting bagi lingkungan, antara lain konsumsi energi yang tinggi sekitar 4 GigaJoule per ton produksi, serta emisi gas rumah kaca yang diestimasi sekitar 300 kg/ton produksi, yang dapat dilihat pada Gambar 4 (Yang, et al. 2014). Angka-angka yang cukup signifikan ini ditimbulkan oleh kegiatan produksi aspal sendiri, yang pada umumnya melakukan pencampuran antara agregat dan bitumen pada suhu 160-180oC, yang tentu saja membutuhkan energi dalam jumlah besar, serta menghasilkan emisi dengan level yang relative tinggi.

Gambar 4. (Kiri) Total konsumsi energi untuk produksi aspal dan (Kanan) Emisi gas rumah kaca hasil produksi campuran aspal (Yang, et al. 2014)

3 Penggunaan Fibre Polimer (Plastik) sebagai Material Perkuatan

3.1 Polymer fibre – Polyethylene, Aramid, dan Polyethylene Terephthalate (PET) Penggunaan fibre pada campuran aspal dan beton telah mendapatkan perhatian yang signifikan dari para pelaku di dunia Teknik sipil, terutama setelah melalui proses penelitian yang sangat luas dan bervariasi dalam beberapa decade belakangan. Penggunaan fibre sendiri telah dilaporkan dapat meningkatkan kekuatan tarik specimen aspal maupun beton sehingga dapat meningkatkan ketahanan terhadap keretakan (cracking) akibat beban maupun kelelahan (fatigue). Ada juga efek lain yang sifatnya special, seperti penggunaan fibre baja

Page 103: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 92

yang ternyata dapat menghasilkan kapasitas self-healing pada aspal. Beberapa efek ini akan dibahas lebih lanjut, dengan menyertakan hasil penelitian yang mendukung. Secara khusus, penggunaan polymer fibre berupa produk plastik akan dibahas dalam makalah ini, seperti polyolefin (terbagi atas sub-klaster polyethylene dan polypropylene), aramid, serta polyethylene terephthalate (PET). Polyolefin merupakan jenis fibre dengan kuantitas produksi paling besar dalam skala global, yang melebihi 178 juta ton pada 2015 (Hutley and Ouederni 2016). Polyolefin terbagi dalam dua klaster besar, yakni polyethylene (PE) dan polypropylene (PP). Fibre PE mulai dikembangkan pada tahun 1920-an oleh Hermann Staudinger dan kemudian oleh Fawcett dan Gibson di tahun 1933, sebagai sisa produk dari reaksi kimia antara ethylene dan benzaldehyde pada tekanan yang sangat tinggi (lebih dari 1000 atm). Produk ini kemudian dikenal sebagai Low-Density Polyethylene (LDPE). Adapun salah satu jenis fibre PE lain, yakni High-Density Polyethylene (HDPE), yang diproduksi oleh Philips menggunakan katalis metal oksida untuk memproduksi PE dalam tekanan yang jauh lebih rendah. Polypropylene (PP) sendiri merupakan pengembangan dari produk PE, ketika pada tahun 1953 proses yang sama dengan proses ciptaan Philips tetapi dengan katalis yang berbeda yakni kromium oksida (Hutley and Ouederni 2016). Sifat-sifat fisik dan mekanis polyolefin ditampilkan secara umum pada Tabel 1. Tabel 1. Sifat-sifat fisik dan mekanik Polyolefin

Properties Unit Polyolefin type

LDPE HDPE PP

Molecular weight M (2-4)x104 >3x104 >105

Specific gravity kg/m3 920-940 940-970 900-910

Melting point oC 115-122 135-140 162-173

Tensile strength MPa 17-24 34-69 40-80

Modulus MPa 140-210 550-1250 690-960

Fibre aramid pertama kali ditemukan pada tahun 1930-an, dimana sejak saat itu penggunaan produk ini telah menyebar luas dengan Dupont sebagai salah satu produsen aramid terbesar dengan produknya: Kevlar® (Dupont TM 2019). Aramid, yang bernama kimia Poly Para-Phenylene terephthalamide (PPD-T), merupakan hasil reaksi kondensasi antara dua monomer 1.4-Para-Phenylenediamine (PPD) dan Terephthaloyl Dichloride (TDC). Aramid hasil kondensasi kemudian dicuci dan dikeringkan, kemudian diekstrusi menggunakan asam sulfur. Hasil akhirnya adalah filamen-filamen aramid dengan kekuatan tarik yang signifikan dengan berat jenis yang kecil. Hal ini berarti aramid dapat digunakan untuk struktur yang memerlukan kuat tarik yang tinggi dengan bobot yang ringan (lightweight structure). Aramid juga memiliki kekakuan yang sangat tinggi, terutama terhadap tegangan tarik. Selain itu, aramid memiliki ketahanan yang baik terhadap beban siklik dan tahan terhadap temperature tinggi, yang lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5 (Chang 2001).

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

0

5

10

15

20

25

30

Kevlar29 Kevlar49 Kevlar149 Glass Steel

Modulus(GPa)

Strength(GPa)

Tenacity(gpd)

Strength Tenacity Modulus

0

20

40

60

80

100

0

20

40

60

80

100

0 50 100 150 200

RetainedModulus(%)

RetainedStrength(%)

Temperature(oC)

Page 104: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 93

Gambar 5. (Kiri) Kuat tarik dan kekakuan aramid serta (Kanan) ketahanan aramid terhadap temperature tinggi

Polyethylene terephthalate (PET) adalah produk turunan dari familia polyester yang bersifat termoplastik, dimana 30% dari fabrikasi PET dimanfaatkan menjadi produk kemasan dan botol plastik (Poulikakos, et al. 2017). PET dibentuk dari campuran senyawa ethylene glycol dan asam terephthalic yang diekstrusi kemudian dileburkan agar dapat dibentuk menjadi produk-produk yang diinginkan. Produksi PET dimulai pada pertengahan periode 1940an oleh Dupont dengan nama dagang “Dacron” (Association 2015). PET mempunyai properti mekanis yang sangat baik, dengan kekuatan tarik mencapai 80 MPa dan modulus 2-4 GPa serta berat jenis 1.39 gr/cm

3, yang menjadikan PET sebagai salah satu bahan baku struktur lightweight (AZoM 2003). Selain itu, PET diketahui dapat beroperasi dengan baik dalam temperature layan mulai dari 25-275oC (Horvath, et al. 2018). Di luar semua keunggulan tersebut, penggunaan plastik PET ternyata membawa masalah yang serius. Salah satu masalah sampah terbesar di dunia saat ini timbul dari produksi plastik, baik dari PET maupun produk turunan polyolefin. Penelitian di Iran menyebutkan bahwa ruang yang diperlukan untuk menimbun sampah ini sendiri melebihi 1 juta kubik meter (Hassani, Ganjidoust and Maghanaki 2005). Di Indonesia sendiri, masalah sampah plastik sendiri sudah selayaknya menjadi perhatian yang lebih serius, baik terkait volume produksi yang sudah mencapai level hingga 3.22 juta ton/tahun maupun efek negatifnya terhadap pencemaran lingkungan dan laut secara khususnya sudah mencapai level mengkhawatirkan, selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Jumlah polusi laut akibat sampah plastik (Juta Ton/Tahun) (Adharsyah 2019)

3.2 Metode penggunaan produk polimer pada aspal dan beton serta efek modifikasi

campuran aspal dan beton

3.2.1 Penggunaan polimer pada Campuran Aspal

Secara umum, produk-produk polimer yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya dicampurkan dalam bentuk fibre filamen ke dalam campuran aspal maupun beton. Bentuk fibre ini dipilih agar sifat-sifat mekanis polimer tersebut dapat tersalurkan dengan baik melalui interaksi / ikatan dengan medium komponen lain dalam campuran aspal / beton. Metode ini dinamakan metode kering (dry method). Adapun secara khusus dalam campuran aspal, fibre yang digunakan dapat dicampurkan dulu ke dalam bitumen panas, sebelum dicampurkan dengan agregat serta filler. Metode ini dinamakan metode basah (wet method), yang bertujuan untuk memodifikasi sifat reologis dari bitumen murni yang digunakan. Hasil pencampuran dengan senyawa polimer dinamakan Polymer Modified Bitumen (PMB), dengan ciri khas yang paling mencolok adalah hasil uji penetrasi yang menurun, menandakan bahwa kekakuan bitumen hasil modifikasi ini telah ditingkatkan. Perbedaan metode dry (c-e) dan wet (a-b-d) secara singkat dideskripsikan pada Gambar 7 (Brasileiro, et al. 2019).

Page 105: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 94

Gambar 7 .Skema pencampuran fibre polimer dengan

metode Wet dan Dry (Brasileiro, et al. 2019)

Penggunaan fibre polimer dapat meningkatkan baik kualitas campuran aspal maupun beton, dan di bagian ini akan dibahas secara detail. Efek dari polyolefin sebagai bahan tambah ke dalam campuran aspal telah banyak diteliti serta dijelaskan oleh peneliti terdahulu. Sebagai contoh, studi efek penambahan polyolefin dengan panjang 10mm ke campuran aspal melalui dry process oleh Tapkin melaporkan adanya peningkatan nilai stabilitas Marshall sebesar 58% serta penurunan nilai flow sebesar 142% serta peningkatan umur layan terhadap kelelahan (fatigue) sebesar 27%, dibandingkan dengan campuran aspal padat dengan kadar aspal 5.5% dengan bitumen penetrasi 60/70 (Tapkin 2008). Selain itu, penggunaan fibre polyolefin dengan ukuran panjang yang lebih besar dengan dosis yang cukup dapat menurunkan berat jenis specimen aspal serta meningkatkan celah udara (air void) yang lebih besar serta kadar aspal optimum pada benda uji. Hal ini terjadi karena kemampuan fibre polyolefin untuk menyerap bitumen selama proses produksi, sehingga memungkinkan terciptanya sample uji aspal yang lebih ringan dengan nilai stabilitas Marshall yang juga lebih tinggi dibandingkan hasil uji sample kontrol (Abtahi, Ebrahimi, et al. 2011). Hanya saja, titik leleh yang rendah (maksimum 160oC) akan menyebabkan polyolefin mengalami deformasi permanen dalam campuran aspal, terutama campuran aspal panas. Hal ini yang menjadi alasan mengapa penggunaan fibre polyolefin lebih sering diasosiasikan dengan upaya modifikasi dengan wet method, yang terbukti efektif digunakan untuk memodifikasi sifat rheology bitumen membentuk Polymer Modified Bitumen (PMB) dibandingkan menjadi material yang memberi perkuatan dari segi ikatan fisik selayaknya mekanisme tulangan baja. Hanya saja, aplikasi PMB terkendala oleh adanya kesulitan yang dialami oleh bitumen dan molekul olefin untuk membentuk campuran yang stabil, dimana jika campuran didiamkan pada suhu yang tinggi (160-200oC) tanpa pengadukan, segregasi akan terjadi dan olefin yang memiliki berat jenis yang lebih rendah akan terapung di atas bitumen itu sendiri (Polacco, Berlincioni, et al. 2005). Fenomena segregasi ini telah diteliti lebih jauh, dan ditemukan bahwa asphaltene, salah satu komponen utama dari bitumen yang memiliki berat molecular yang besar serta sifatnya cenderung ke fase padat (Hofko, et al. 2015), tidak dapat menghasilkan reaksi yang stabil dengan senyawa plastik dimana molekul olefin tidak dapat larut ke dalam komponen asphaltene yang bersifat padat, terutama jika didiamkan pada suhu yang tinggi seperti yang terlihat pada Gambar 8 (HO, et al. 1997). Akan tetapi, reaksi yang lebih stabil akan terbentuk pada suhu yang lebih rendah, dimana molekul olefin pada plastik dapat bereaksi dengan molekul bitumen lain yang memiliki massa yang lebih ringan, yakni maltene, dan tidak mengalami segregasi lagi karena sifat kekakuan asphaltene yang lebih dominan pada suhu rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa campuran PMB ini dapat dikategorikan sebagai produk reaksi yang tidak stabil secara termodinamis, tetapi stabil secara kinetis melalui pengadukan eksternal, terutama pada suhu pencampuran aspal yang tinggi (Polacco, Stastna, et al. 2006).

Page 106: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 95

Gambar 8. Morfologi hasil pencampuran polymer dengan asphaltene kandungan 10% (HO, et al. 1997)

Terlepas fenomena segregasi ini, penggunaan PMB dengan polyolefin sebagai bahan modifikasi telah banyak terbukti membawa banyak dampak positif bagi campuran aspal, secara lengkap dapat dilihat di Gambar 9.

Gambar 9. Efek penambahan fibre polyolefin (Kiri) PE dan (Kanan) PP terhadap nilai penetrasi

dan titik lembek bitumen (Source: various)

Secara umum, dapat dilihat bahwa penambahan fibre PE dengan dosis yang lebih tinggi menurunkan nilai penetrasi serta menaikkan titik lembek bitumen, sama halnya dengan fibre PP, hanya saja dengan skala yang lebih massif. Ini menunjukkan bahwa penggunaan PMB akan memberi dampak positif bagi ketahanan struktur jalan aspal terhadap deformasi permanen (rutting), terutama dalam temperature yang tinggi (Polacco, Stastna, et al. 2006) (Yu, et al. 2015). Untuk menguatkan kesimpulan tersebut, penggunaan PE dan PP efektif untuk meningkatkan modulus geser (complex shear modulus – G*) bitumen setelah diukur menggunakan uji Direct Shear Rheometer (DSR) (Roman, et al. 2016). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa penggunaan aspal yang dimodifikasi fibre polyolefin akan sangat bermanfaat untuk perkerasan jalan dengan tingkat beban kendaraan yang tinggi dan pada daerah dengan temperature tinggi seperti Indonesia (Brasileiro, et al. 2019). Adapun untuk mengatasi masalah ketidakstabilan dan segregasi molekul olefin dari bitumen, penggunaan senyawa Maleic Anhydride (MA) dapat meningkatkan polaritas campuran, yang pada akhirnya menghasilkan campuran aspal yang lebih stabil, seperti terlihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Hasil Fluorescence Microscopy Bitumen yang dimodifikasi dengan PE + MA

(Vargas, Sánchez-Sólis and Manero 2013)

Page 107: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 96

Adapun penelitian-penelitian di atas menggunakan polyolefin yang dihasilkan dari sampah plastik yang diolah kembali. Hal ini membuka peluang bagi para praktisi maupun peneliti di Indonesia untuk mengembangkan campuran aspal yang dimodifikasi oleh polyolefin, baik melalui metode pencampuran langsung (dry method) maupun modifikasi bitumen (wet method). Jenis polimer lain yang sering digunakan adalah fibre aramid. Dalam bidang rekayasa aspal, aramid berfungsi sebagai perkuatan (fibre reinforcement), berbeda dengan sifat modifikasi yang dibawa oleh polyolefin sebelumnya. Fibre aramid dapat diandalkan untuk memberi modifikasi secara fisik karena kemampuannya untuk tetap bekerja setelah melalui suhu pencampuran yang tinggi, sehingga dapat mentransfer tegangan di dalam specimen. Hal ini berarti konsep friksi juga berlaku antara aramid dengan komponen lain dalam campuran selayaknya konsep tulangan baja pada beton bertulang (Park, El-Tawil and Naaman 2017). Perlu diperhatikan, bahwa untuk campuran aspal yang diproduksi dalam temperature yang cukup rendah (e.g. campuran aspal hangat / dingin) serta campuran beton, mekanisme transfer beban serta friksi antar komponen ini juga berlaku. Hasil CT-Scan pada Gambar 11 dapat menjelaskan mekanisme kerja fibre dalam sample uji aspal maupun beton. Dapat dilihat bahwa filamen fibre berpindah dari posisi awalnya setelah melalui pengujian tarik, serta meninggalkan celah kecil yang dapat digolongkan sebagai micro-crack.

Gambar 11. Hasil CT-Scan sample uji aspal modifikasi fibre (Bawah kiri) sebelum dan (Bawah

kanan) setelah pengujian (Apostolidis, Liu, et al. 2019)

Dalam aplikasinya, fibre aramid seringkali digunakan dalam bentuk kombinasi dengan fibre polyolefin. Penggunaan kombinasi fibre aramid-polyolefin dengan proporsi 0.05% dapat menghasilkan campuran aspal yang memiliki ketahanan terhadap beban siklik (fatigue) yang baik, terutama pada strain level yang tinggi, seperti terlihat pada Gambar 12. Dapat disimpulkan bahwa campuran aspal dengan fibre aramid-polyolefin baik digunakan untuk jalan dengan kepadatan kendaraan yang tinggi.

Gambar 12. Hasil uji siklik campuran aspal dengan dan tanpa fibre (Kaloush, et al. 2008) (DIBEC; TU Delft 2016).

Gambar 13 menunjukkan efek penggunaan fibre aramid-polyolefin terhadap peningkatan nilai complex dynamic modulus campuran aspal, dimana efeknya lebih signifikan pada frekuensi beban yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan fibre menghasilkan dampak yang lebih besar pada jalanan dengan tingkat volume kendaraan yang cenderung tinggi.

1.00E+04

1.00E+05

1.00E+06

1.00E+07

1.00E+08

1.00E+09

1.00E+10

10 100 1000

Lo

ad

cy

cle

s

Strain (µm/m)

WMA Without Fibre

WMA With Fibre

Page 108: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 97

Gambar 13. Hasil test dynamic modulus (Stempihar, Souliman and Kaloush 2012) (Ho, et al.

2015).

Selain itu, modifikasi dengan fibre dapat meningkatkan kekuatan tarik campuran aspal dibandingkan dengan specimen tanpa fibre. Terlihat pada Gambar 14 penambahan fibre akan meningkatkan kekuatan tarik material campuran aspal hingga 27.5% pada suhu yang tinggi, sedangkan pada suhu rendah peningkatan nilai kuat tarik tidak terlalu signifikan, yakni 1-5%.

Gambar 14. Hasil pengujian Indirect Tensile Test (Stempihar, Souliman and Kaloush 2012)

(DIBEC; TU Delft 2016).

Evaluasi lebih lanjut juga dilakukan mengenai pengaruh variasi dosis fibre terhadap performa campuran aspal hangat dalam skala mortar (aspal tanpa agregat kasar) serta dalam skala besar menggunakan pengujian Semi-Circular Bending, yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 15. Hasilnya adalah peningkatan dosis dan panjang fibre yang digunakan akan meningkatkan kuat tarik campuran aspal serta energi yang terdisipasi. Akan tetapi, hasil akhir menunjukkan bahwa dosis yang kurang, ditambah dengan ukuran fibre yang pendek, akan menghasilkan performa yang kurang optimum, bahkan cenderung di bawah dari sample uji tanpa fibre. Hal ini terjadi karena adhesi antara fibre dan aspal yang belum mencapai titik optimum, ditambah dengan kohesi yang kurang antar fibre yang menyebabkan transfer beban terhambat dan rawan menimbulkan kerusakan secara local. Selain itu, fibre yang ditambahkan cenderung akan memberi kontribusi yang lebih signifikan pada temperature layan yang tinggi, karena bitumen sebagai bahan perekat akan memasuki fase viskoleastis, sehingga kekakuan dan kekuatan campuran akan lebih ditentukan oleh kemampuan fibre untuk mentransfer beban serta merekatkan matriks campuran yang ada (Apostolidis, Liu, et al. 2019) (Daniel, et al. 2019).

Gambar 15. (Kiri) Kuat tarik dan (Kanan) Fatigue life campuran aspal hangat (Apostolidis, Liu,

et al. 2019) (C. G. Daniel 2018)

Page 109: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 98

Produk plastik PET, yang seringkali berupa produk plastik daur ulang, dapat diaplikasikan baik dalam bentuk pengganti agregat maupun sebagai bahan modifikasi bitumen. Hingga saat ini, PET dapat dibuat sebagai substitusi agregat dengan proporsi sebesar 25% (Poulikakos, et al. 2017). Lebih jauh, penggunaan agregat plastik PET pada Stone Mastic Asphalt (SMA) meningkatkan umur layan campuran (fatigue life), kekakuan, kuat tarik, ketahanan terhadap deformasi permanen, serta menurunkan sensitivitas terhadap air yang dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Pengaruh substitusi parsial agregat pasir dengan PET – deformasi permanen dan

fatigue life (Rahman and Wahab 2013) (Moghaddam, Soltani and Karim 2013)

Selain untuk menggantikan produk agregat halus, PET juga dapat digunakan dalam bentuk fibre yang menjadi bahan modifikasi sifat rheology bitumen, sama halnya dengan penggunaan fibre PE maupun PP untuk membentuk polymer modified bitumen (PMB) dengan menggantikan bahan lain yang harganya lebih mahal, seperti SBS. Hal ini memungkinkan mengingat komponen untuk fibre PET maupun PE dan PP seringkali berasal dari produk plastik yang telah didaur ulang. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan plastik PET daur ulang sebagai bahan modifikasi PMB dapat menghasilkan bitumen dengan kekakuan yang lebih tinggi yang ditandai dengan nilai modulus kompleks yang tinggi (G*) (Chen, et al. 2008), sehingga campuran aspal (utamanya aspal pori – SMA) yang dihasilkan dilaporkan lebih kaku dan tahan terhadap deformasi permanen (Ahmadinia, et al. 2012). Hasil pengujian terkait ditampilkan pada Gambar 17.

Gambar 17. Kurva deformasi permanen dan modulus kekakuan kompleks (G*) PMB dengan

PET (Chen, et al. 2008) (Ahmadinia, et al. 2012)

Selain itu, penggunaan PMB berbahan PET pada campuran aspal padat (DAC) menghasilkan campuran yang memiliki kuat tarik yang lebih tinggi karena ikatan antar agregat yang lebih baik, serta sensitivitas terhadap air yang menurun yang disebabkan oleh celah yang diisi oleh partikel plastik serta adhesi yang lebih baik di dalam campuran. Bahkan, PET dapat digunakan untuk memodifikasi bitumen pada campuran aspal daur ulang (Recycled Asphalt Pavement - RAP) yang menghasilkan bitumen dengan nilai penetrasi yang menurun sebesar 20%, yang menandakan kekakuan bitumen sebagai pengikat pada campuran aspal daur ulang cukup baik (Sreeram, et al. 2018). Hasil-hasil ini dapat dilihat pada Gambar 18.

Page 110: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 99

Gambar 18. (kiri) ITS dan sensitivitas terhadap air pada campuran aspal padat (Silva, et al. 2017) dan (kanan) hasil uji Marshall pada campuran aspal daur ulang (RAP) (Sreeram, et al.

2018)

Penggunaan plastik PET untuk campuran aspal telah digagas dan menjadi pilot project kementerian PUPR di beberapa lokasi di Indonesia, yakni di Bekasi, Bali, and Makassar (Detikcom 2017). 3.2.2 Penggunaan polimer pada Campuran Beton Penggunaan bahan polimer pada beton sendiri telah menjadi hal yang lumrah akhir-akhir ini, dimana produk plastik yang digunakan bisa dalam wujud fibre maupun substitusi agregat (Siddique, Khatib and Kaur 2008). Substitusi agregat dengan material plastik polimer (PE dan PET) sendiri dapat menurunkan berat jenis beton sehingga membentuk beton ringan, karena berat jenis plastik yang jauh lebih rendah dibandingkan material agregat maupun pasir (Al-Manaseer and Dalal 1997) (Choi, et al. 2005). Efek substitusi agregat dengan plastik dalam proporsi tertentu dapat meningkatkan kekakuan campuran beton tanpa mengorbankan workability campuran tersebut sendiri (Batayneh, Marie and Asi 2007). Hanya saja, substitusi yang berlebihan dapat mengorbankan kekuatan tekan dan tarik dari struktur beton (Choi, et al. 2005). Hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya, kekuatan (toughness) agregat natural jauh lebih besar dibandingkan agregat berbahan dasar plastik. Di sisi lain, penggunaan fibre PET sebagai perkuatan seperti halnya beton bertulang, menghasilkan campuran dengan kekuatan tarik yang meningkat. Hanya saja, penggunaan dosis yang berlebihan menyebabkan kekuatannya cenderung menurun. Hal ini bisa terjadi karena fibre PET dalam jumlah yang besar tidak tidak memiliki kohesi antar sesama partikel yang baik, sementara kohesi antar fibre PET tersebut sedikit banyak menggantikan adhesinya dengan komponen campuran beton lain (lihat bagian aramid pada aspal). Penelitian menunjukkan bahwa campuran PET fibre ke beton terbatas kurang dari 0.1% dari berat total campuran untuk menghasilkan nilai kuat tarik dan bending strength optimum (Dinesh and Rao. 2017) (PelisserI, et al. 2012). Adapun nilai kuat tekan beton tidak dipengaruhi oleh keberadaan fibre ini, yang mengindikasikan bahwa fibre dalam campuran beton berperan seperti halnya baja tulangan dalam struktur beton bertulang, yang hanya memikul gaya tarik. Kelebihan lain dari penggunaan fibre, baik aramid maupun PET, adalah untuk mengurangi tingkat lebar keretakan apabila terjadi pada suatu struktur beton (Uchida and Takeyama 2010). 4. Kesimpulan Dunia konstruksi Indonesia sudah semakin berkembang, dengan banyaknya proyek yang memerlukan banyak material untuk membuat konstruksi jalan atau juga untuk memperbaiki struktur jalan eksisting. Adanya perkembangan teknologi penggunaan beberapa jenis polimer plastik, yakni polyolefin, aramid serta polyethylene terephthalate (PET) sebagai bahan tambah pada campuran aspal maupun beton bertujuan untuk menambah kekuatan campuran tersebut, baik dari segi kekuatan tarik, tekan, kekakuan, maupun ketahanan terhadap beban siklik serta deformasi permanen. Selain itu, penggunaan fibre, secara khusus pada beton, dapat membantu mengurangi tingkat kerusakan akibat keretakan. Beberapa metode

Page 111: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 100

perbaikan yang dimungkinkan dengan penggunaan bahan tersebut yakni dengan memperbaiki sifat rheologis bahan pengikat aspal (Polymer Modified Bitumen), sebagai fibre yang berfungsi memperkuat ikatan antar komponen dalam campuran sekaligus untuk membantu memikul beban eksternal, serta menjadi substitusi parsial untuk agregat, baik halus maupun kasar. Sangat diharapkan untuk ke depannya aplikasi penggunaan material plastik ini semakin digalakkan dalam perkembangan teknologi aspal maupun beton, untuk menciptakan konstruksi jalan yang tahan lama juga ramah terhadap lingkungan, yakni dengan membantu mengatasi limbah plastik. References 1. Abiola, O.S., W.K. Kupolati, E.R. Sadiku, and J.M. Ndambuki. 2014. "Utilisation of Natural

Fibre as Modifier in Bituminous Mixes: A Review." Construction and Building Material 306-312.

2. Abtahi, S.M., M.G. Ebrahimi, M.M. Kunt, S.M. Hejazi, and S. Esfandiarpour. 2011. "Production of Polypropylene-reinforced Asphalt Concrete Mixtures Based on Dry Procedure and Superpave Gyratory Compactor." Iranian Polymer Journal 813-823.

3. Abtahi, S.M., S. Esfandiaropour, M. Kunt, Hejazi, and M.G. Ebrahimi. 2013. "Hybrid Reinforcement of Asphalt Concrete Mixtures Using Glass and Polypropylene Fibers." Jounral of Engineering Fibers and Fabrics 8: 25-35.

4. Adharsyah, Taufan. 2019. CNBC Indonesia. July 21. Accessed September 21, 2019. https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20190721140139-33-86420/sebegini-parah-ternyata-masalah-sampah-plastik-di-indonesia.

5. Ahmadinia, E., M. Zargar, M. R. Karim, M. Abdelaziz, and E. Ahmadinia. 2012. "Performance evaluation of utilization of waste Polyethylene Terephthalate (PET) in stone mastic asphalt." Construction and Building Materials 984–989.

6. Al-Manaseer, A.A., and T.R. Dalal. 1997. "Concrete containing plastic aggregates." Concrete Internationals 47-52.

7. Apostolidis, P. 2015. Experimental and Numerical Investigation of Induction Heating in Asphalt Mixes. Road and Railway Engineering, TU Delft, Delft: Repository of TU Delft.

8. Apostolidis, P., X. Liu, C.G. Daniel, S.M.J.G. Erkens, and A. Scarpas. 2019. "Effect of Synthetic Fibres on Fracture Performance of Asphalt Mortar." Road Materials and Pavement Design.

9. Association, PET Resin. 2015. http://www.petresin.org. Accessed September 21, 2019. http://www.petresin.org/news_introtoPET.asp.

10. AZoM. 2003. AZO Materials. June 25. Accessed September 21, 2019. https://www.azom.com/article.aspx?ArticleID=2047.

11. Badan Pusat Statistik. 2019. Badan Pusat Statistik. Accessed September 17, 2019. https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/820.

12. —. 2019. Badan Pusat Statistik. Accessed September 16, 2019. https://www.bps.go.id/site/pilihdata.html.

13. —. 2018. Katadata. Accessed September 18, 2019. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/07/30/35-panjang-jalan-indonesia-terdapat-di-sumatera.

14. Batayneh, M., I. Marie, and I. Asi. 2007. "Use of selected waste materials in concrete mixes." Waste Management 1870-1876.

15. Brasileiro, L., F. Moreno-Navarro, R. Tauste-Martínez, J. Matos, and M. del Carmen Rubio-Gámez. 2019. "Reclaimed Polymers as Asphalt Binder Modifiers for More Sustainable Roads: A Review." Sustainability (MDPI).

16. Busching, H.W., E.H. Elliott, and N.G. Reyneveld. 1970. "A STATE-OF-THE-ART SURVEY OF REINFORCED ASPHALT PAVING." Proceedings of the Annual Meeting of the Association of Asphalt Paving Technologists (The National Academies of Sciences, Engineering, and Medicine) 39: 766-798.

17. Chang, K. 2001. "Aramid Fibers." (Materials Park, OH: ASM International) 41-45.

Page 112: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 101

18. Chen, Z., S. Wu, Z. Zhu, and J. & Liu. 2008. "Experimental evaluation on high temperature rheological properties of various fiber modified asphalt binders ." Journal of Central South University of Technology 135−139 .

19. Choi, Y.W., D.J. Moon, J.S. Chumg, and S.K., Cho. 2005. "Effects of waste PET bottles aggregate on the properties of concrete." Cement and Concrete Research 776-781.

20. Cleven, M.A. 2000. Investigation of the Properties of Carbon Fiber Modified Asphalt Mixtures. Master Thesis, Houghton: Michigan Technological University.

21. Costa, L.M.B., H.M.R.D. Silva, J.R.M. Oliveira, and S.R.M. Fernandes. 2013. "Incorporation of Waste Plastic in Asphalt Binders to Improve their Performance in the Pavement." International Journal of Pavement Research and Technology 457-464. doi:10.6135/ijprt.org.tw/2013.6(4).457.

22. Daniel, C.G., X. Liu, P. Apostolidis, S. Erkens, and A. Scarpas. 2019. "Impact of synthetic fibres on asphalt concrete mix." Bituminous Mixtures and Pavements VII. Thessaloniki: Taylor & Francis Group. 709-711.

23. Daniel, Christian Gerald. 2018. Failure Performance of Synthetic Fibre-Reinforced Warm-Mix Asphalt. Master Thesis, Delft: TU Delft Repository.

24. Detikcom. 2017. Detik Finance. October 27. https://finance.detik.com/infrastruktur/d-3697846/aspal-campur-kresek-dites-di-jalanan-makassar?_ga=2.185075945.1302734867.1557739653-1847607870.1557739653.

25. DIBEC; TU Delft. 2016. "Influence of Forta Fibres on Dutch HMA and WMA." 26. Dinesh, Y., and Ch. Hanumantha Rao. 2017. "Strength characteristics of fibre reinforced

concrete using recycled PET." International Journal of Civil Engineering and Technology (IJCIET) 092–099.

27. Dupont TM. 2019. Dupont. Accessed September 16, 2019. https://www.dupont.com/brands/kevlar.html.

28. Guidetti, Francesco. 2017. Geoplast S.p.A. August 28. https://www.geoplastglobal.com/en/insights/energy-consumption-production-of-concrete/.

29. Hassani, Abolfazl, Hossein Ganjidoust, and Amir Abedin Maghanaki. 2005. "Use of plastic waste (poly-ethylene terephthalate) in asphalt concrete mixture as aggregate replacement." Waste Management & Research 322-327.

30. Ho, C.H., J. Shan, F. Wang, Y. Chen, and A. Almonnieay. 2015. "Performance of Fiber-Reinforced Polymer Modifed Asphalt two-Year review in Northern arizona." Journal of the Transportation Research Board (Transportation Research Board) (2575): 138-149.

31. HO, RONG-MING, ADEYINKA ADEDEJI, DAVID W. GILES, DAMIAN A. HAJDUK, CHRISTOPHER W. MACOSKO, and FRANK S. BATES. 1997. "Microstructure of Triblock Copolymers in Asphalt." Journal of Polymer Science: Part B: Polymer Physics 2857–2877.

32. Hofko, B., L. Eberhardsteiner, J. Fussl, H. Grothe, F. Handle, M. Hospodka, D. Grossegger, S. N. Nahar, A. J. M. Schmets, and A. Scarpas. 2015. "Impact of maltene and asphaltene fraction on mechanical behavior and microstructure of bitumen." Materials and Structures 1-13. doi:10.1617/s11527-015-0541-6.

33. Horvath, T., M. Kalman, T. Szabo, K. Roman, G. Zsoldos, and M. Szabone Kollar. 2018. "The mechanical properties of polyethylene-terephthalate (PET) and polylactic-acid (PDLLA and PLLA), the influence of material structure on forming." 11th Hungarian Conference on Materials Science .

34. Hutley, T.J., and M. Ouederni. 2016. "Polyolefins—The History and Economic Impact." In Polyolefin Compounds and Materials - Fundamentals and Industrial Applications, by M.A. AlMa'adeed and I. Krupa, 13-50. Springer, Cham.

35. INDONESIAN COMMERCIAL NEWSLETTER (ICN). 2012. INDONESIAN COMMERCIAL NEWSLETTER (ICN). January. http://www.datacon.co.id/Infrastructure-2012Road.html.

36. Kaloush, K.E., W.A. Zeiada, K.P. Biligiri, M.C. Rodezno, and J. Reed. 2008. "Evaluation of Fiber-Reinforced Asphalt Mixtures Using Advanced Material Characterization Tests." The First Pan American Geosynthetics Conference & Exhibition. Cancun.

Page 113: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 102

37. Kuznetsova, S. W. Danielsen and E. 2015. "Environmental Impact and Sustainability in Aggregate Production and Use." Engineering Geology for Society and Territory (Springer International Publishing) 5: 41-44. doi:10.1007/978-3-319-09048-1_7.

38. Mcdaniel, R.S. 2015. "Fiber Additives in Asphalt Mixtures." NCHRP SYNTHESIS 475. 39. Moghaddam, T.B., M. Soltani, and M.R. Karim. 2013. "Evaluation of permanent

deformation characteristics of unmodified and Polyethylene Terephthalate modified asphalt mixtures using dynamic creep test." Materials and Design.

40. Park, P., S. El-Tawil, and A.E. Naaman. 2017. "Pull-out behavior of straight steel fibers from asphalt binder." Construction and Building Materials 144: 125 - 137.

41. PelisserI, Fernando, Oscar Rubem Klegues MontedoI, Philippe Jean Paul GleizeII, and Humberto Ramos Roman. 2012. "Mechanical properties of recycled PET fibers in concrete." Materials Research 1516-1439.

42. Polacco, Giovanni, Jiri Stastna, Dario Biondi, and Ludovit Zanzotto. 2006. "Relation between polymer architecture and nonlinear viscoelastic behavior of modified asphalts." Current Opinion in Colloid & Interface Science 230–245.

43. Polacco, Giovanni, Stefano Berlincioni, Dario Biondi, Jiri Stastna, and Ludovit Zanzotto. 2005. "Asphalt modification with different polyethylene-based polymers." EUROPEAN POLYMER JOURNAL 2831–2844.

44. Poulikakos, L.D., L.D.Poulikakos, C.Papadaskalopoulou, B.Hofko, F.Gschösser, A.Cannone Falchetto, M.Bueno, et al. 2017. "Harvesting the unexplored potential of European waste materials for road construction." Resources, Conservation and Recycling 32-44.

45. Rahman, Wan Mohd Nazmi Wan Abdul, and Achmad Fauzi Abdul Wahab. 2013. "Green Pavement Using Recycled Polyethylene Terephthalate (PET) as Partial Fine Aggregate Replacement in Modified Asphalt." Malaysian Technical Universities Conference on Engineering & Technology 2012, MUCET 2012 Part 3 - Civil and Chemical Engineering 124 – 128.

46. Rodgers, Lucy. 2018. BBC News. 12 17. Accessed 04 24, 2019. https://www.bbc.com/news/science-environment-46455844.

47. Roman, C., A.A. Cuadri, I. Liashenko, M. García-Morales, and P. Partal. 2016. "Linear and non-linear viscoelastic behavior of SBS and LDPE modified bituminous mastics." Construction and Building Materials 464–472.

48. Siddique, Rafat, Jamal Khatib, and Inderpreet Kaur. 2008. "Use of recycled plastic in concrete: A review." Waste Management 1835-1852.

49. Silva, J. de A. A. e, J. K. G. Rodrigues, M. W. de Carvalho, L. C. de F. L. Lucena, and E. H. Cavalcante. 2017. "Mechanical performance of asphalt mixtures using polymer-micronized PET-modified binder." Road Materials and Pavement Design 1001-1009.

50. Sreeram, Anand, Zhen Leng, Rabindra Kumar Padhan, and Xin Qu. 2018. "Eco-friendly paving materials using waste PET and reclaimed asphalt pavement." HKIE Transactions 237-247.

51. Stempihar, J.J., M.I. Souliman, and K.E. Kaloush. 2012. "Fiber-Reinforced Asphalt Concrete as Sustainable Paving Material for Airfields." Journal of the Transportation Research Board (Transportation Research Board of the National Academies) (2266): 60-68.

52. Tapkin, Serkan. 2008. "The effect of polypropylene fibers on asphalt performance." Building and Environment (Elsevier Ltd.) 43.

53. Uchida, Y., and T. Takeyama. 2010. "Ultra high strength fiber reinforced concrete using aramid fiber." Fracture Mechanics of Concrete and Concrete Structures - High Performance, Fiber Reinforced Concrete, Special Loadings and Structural Applications. Korea Concrete Institute. 1492-1497.

54. Vargas, M.A., A. Sánchez-Sólis, and O. Manero. 2013. "Asphalt/polyethylene blends: Rheological properties, microstructure and viscosity modeling." Construction and Building Materials 243–250.

Page 114: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 103

55. Yang, R, H Ozer, S Kang, and I L Al-Qadi. 2014. "Environmental Impacts of Producing Asphalt Mixtures with Varying Degrees of Recycled Asphalt Materials." International Symposium on Pavement LCA.

56. Yu, R., C. Fang, P. Liu, X. Liu, and Y. Li. 2015. "Storage stability and rheological properties of asphalt modified with waste packing polyethylene and organic montmorillonite." Appl. Clay Sci. 1-7.

Page 115: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 104

KAJIAN EKONOMIS PENGGUNAAN SERAT BAJA SEBAGAI PENGGANTI BAJA TULANGAN KONVENSIONAL PADA BETON

PERKERASAN KAKU

1Teddy Sitorus, 2Indra Maha 1Mahasiswa Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Trisakti;

Karyawan PT. Wijaya Karya (Persero), Tbk Jl. D.I. Panjaitan Kav. 9-10, Jakarta 13340 e-mail : [email protected]

2Pengajar Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Trisakti Jl. Kyai Tapa No. 1, Grogol, Jakarta Barat, DKI Jakarta 11440

Abstrak Penelitian beton berserat baja (Steel Fiber Reinforced Concrete / SFRC) sudah banyak dilakukan, namun masih sedikit yang mengkaji nilai ekonomis dari SFRC jika digunakan sebagai pelat beton pada perkerasan kaku. Makalah ini meneliti perbedaan perilaku SFRC dibandingkan dengan beton normal, bagaimana pengaruhnya terhadap kinerja perkerasan kaku dan selanjutnya dianalisis nilai ekonomis dari SFRC tersebut. Serat baja yang digunakan dalam penelitian ini adalah Dramix® 3D 80/60, untuk membuat SFRC dengan kadar serat baja 0,25%, 0,5%, 0,75% dan 1% volume beton. Perilaku SFRC yang didapatkan dari hasil pengujian digunakan sebagai parameter untuk mendesain pelat beton perkerasan kaku. Studi literatur diperlukan untuk mengetahui kuat lentur sisa SFRC sebagai pengganti beton bertulang konvensional. Hasil pengujian menunjukkan perbedaan perilaku yang ditunjukkan oleh SFRC adalah penurunan nilai slump, kuat lentur awal lebih tinggi, dan adanya kuat lentur sisa pasca-retak pada beton. Dari hasil pengujian slump, SFRC 0,25% dan 0,5% volume beton menunjukkan nilai slump minimal sebesar 2 cm atau lebih bisa didapatkan dengan mengatur tahapan pencampuran. Dalam hal pengendalian retak dan kapasitas lentur, kuat lentur sisa pada SFRC 0,25% sudah cukup untuk menggantikan fungsi baja tulangan pada beton bertulang konvensional. Dari hasil analisis biaya ditemukan SFRC 0,25% lebih efisien dibandingkan beton bertulang konvensional. Sehingga SFRC 0,25% dinilai layak untuk menggantikan beton bertulang konvensional pada perkerasan kaku. Kata Kunci: Serat Baja, SFRC, Beton Bertulang Konvensional, Kuat Lentur, Kuat Lentur Sisa, Slump. Abstract There have been many studies in steel fiber reinforced concrete (SFRC), but there are still few have studied the economic value of SFRC when used as a concrete slab on rigid pavement. This paper discusses the differences in behavior of steel fiber reinforced concrete (SFRC) compared to normal concrete, how it affects to rigid pavement performance and then analyzes the economic value of the SFRC. The steel fiber used in this study is Dramix® 3D 80/60, to make SFRC with steel fiber content of 0.25%, 0.5%, 0.75% and 1% concrete volume. SFRC behaviors obtained from the test results are used as parameters for designing concrete slab of rigid pavement. Literature study is needed to study the residual flexural strength of SFRC to substitute conventional steel reinforced concrete. The test results showed that the behavioral differences shown by SFRC are a decrease in slump value, higher initial flexural strength, and the presence of post-crack residual flexural strength in concrete. From the slump test results, SFRC 0.25% and 0.5% volume of concrete shows a minimum slump value of 2 cm or more can be obtained by adjusting the mixing stages. In terms of crack control and flexural capacity, the residual flexural strength at 0.25% SFRC is sufficient to replace the function of reinforcing steel in conventional reinforced concrete. Cost analysis result shows 0.25% SFRC is more efficient than conventional reinforced concrete. So that the 0.25% SFRC is considered feasible to replace conventional reinforced concrete in rigid pavement.

Page 116: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 105

Keywords: Steel Fiber, SFRC, Conventional Steel Reinforced Concrete, Flexural Strength, Residual Flexural Strength, Slump. PENDAHULUAN Beton berserat baja (SFRC) adalah beton yang terbuat dari semen hidrolik yang mengandung agregat halus dan kasar serta serat baja yang kecil dan tersebar diskontinu (ACI, 1993). Saat terjadi tegangan, SFRC mengalami kegagalan hanya setelah serat baja patah atau tertarik keluar dari matiks semen (ACI, 1996). Berbeda dengan baja tulangan, serat disebar secara merata dalam beton, sehingga jarak antar serat jauh lebih kecil dibanding jarak antar baja tulangan. Serat baja dapat menyediakan kekuatan tarik dan lentur pasca-retak dan mengendalikan retak pada elemen beton (ACI, 2018). ASTM A 820 menyediakan standar spesifikasi untuk serat baja meliputi jenis-jenis yang tersedia, sehingga perlu juga untuk menentukan panjang, diameter dan sifat-sfat lainnya dari serat baja seperti angkur pada ujung serat, penyatuan serat (serat baja dilekatkan dalam satu klip dan dapat terpisah menjadi individu selama pencampuran), deformasi dan kuat tarik ultimate minimum, dimana diharapkan kekuatan tarik bisa melebihi 345 MPa (ACI, 1993). Kuat Tekan Pada kadar yang tipikal, pengaruh serat baja pada kuat tekan beton menunjukkan pengaruh yang kecil dan dapat diabaikan (Shah dkk., 1978; Fanella & Naaman, 1985). Dari dokumentasi yang ada menunjukkan penambahan pada kuat tekan berkisar dari dapat diabaikan sampai dengan 23 persen pada beton dengan kadar serat baja 2 persen (setara 160 kg/m3) dengan rasio aspek 100, diuji menggunakan silinder ukuran 150 x 300 mm (Williamson, 1974). Yang terbaru, dilaporkan kuat tekan pasca retak dengan nilai yang lebih tinggi dengan menggunakan generasi terbaru serat baja (El-Dieb, 2009). Kuat Lentur Pengaruh serat baja terhadap respon lentur beton adalah lebih besar dibandingkan terhadap respon tekan (ACI, 2018). Pada umumnya dilaporkan dua nilai kuat lentur. Pertama disebut kuat puncak pertama (kuat lentur retak-pertama), berhubungan dengan beban dimana kurva tegangan-regangan mulai berubah dari garis lurus. Hal ini terjadi pada saat beton mulai mengalami retak. Yang lainnya berhubungan dengan tercapainya beban maksimum, pada umumnya disebut kuat lentur penghabisan (ultimate flexural strength), kuat puncak (peak strength), atau modulus of rupture (ACI, 2018). Keteguhan (Toughness) dan Kekuatan Sisa (Residual Strength) Menurut ACI 544.4R-18, Keteguhan merupakan karakteristik penting dari SFRC. Keteguhan lentur (Flexural Toughness) dapat didefinisikan sebagai daerah di bawah kurva beban vs defleksi (atau beban vs retak pembukaan) dalam tes balok, yang merupakan total energi yang diserap sebelum kegagalan total spesimen. Indeks keteguhan lentur adalah rasio daerah di bawah kurva defleksi - beban untuk SFRC ke titik yang ditentukan, ke daerah hingga retak pertama (ACI, 2018; Bonakdar dkk., 2005). Dalam beberapa tahun terakhir, parameter kekuatan sisa (residual strength) telah menggantikan indeks keteguhan untuk mengkarakterisasi SFRC. Kekuatan SFRC setelah beton setelah retak disebut sebagai kekuatan sisa, biasanya dinyatakan dalam psi atau MPa. Kekuatan sisa dapat diukur dalam kuat lentur atau tegangan, tergantung pada jenis pengujian. Namun demikian, istilah "kekuatan sisa" biasanya untuk lentur, diperoleh dari uji balok seperti ASTM C1609 / C1609M dan BS EN 14651: 2005 (ACI, 2018). Selain dengan pengujian langsung, kuat lentur ekivalen, yang merupakan kuat lentur sisa pada defleksi L/150 (3 mm untuk jarak tumpuan balok uji 450 mm), bisa didapatkan dari pabrikan serat baja. Tabel 1 berikut ini memberikan data-data nilai kuat

Page 117: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 106

lentur ekivalen SFRC berdasarkan kadar serat baja dan kuat lentur beton normal, yang didapatkan dari lembar data produk Dramix®. Tabel 1 Kuat lentur ekivalen terhadap dosis serat baja (Sumber: lembar data produk Dramix® RC-80/60-BN)

Keterangan: -Ffctm,eq,300 = kuat lentur akivalen rata-rata pada lendutan 1,5 mm menurut NBN B 15-

238, 239, JSCE-SF4 dab CUR35 -Ffctm,eq,150 = kuat lentur akivalen rata-rata pada lendutan 3 mm menurut NBN B 15- 238,

239, JSCE-SF4 dan CUR35 -Fctm,fl = kuat tarik lentur rata-rata beton normal (N/mm2)

Regangan Pelunakan dan Regangan penguatan

Menurut ACI 544.4R-18, Serat dengan dosis rendah sampai dengan sedang menyediakan tahanan yang cukup untuk mengantarkan 1 retak utama dalam suatu uji tarik atau lentur dan responnya mengarah pada regangan pelunakan. Selama regangan pelunakan, kekuatan sisa secara bertahap menurun selama terjadi defleksi pada balok dan lebar retak bertambah. Dengan tulangan serat yang khusus yang memasukkan serat dalam dosis lebih tinggi, mekanisme penjangkaran berjalan baik, dan kekuatan lekatan yang ditingkatkan, serat dapat menyediakan ketahanan ekstra untuk mengantarkan beberapa retak dan meredistribusi tegangan. Respon ini dikenal sebagai regangan penguatan. Selama regangan penguatan, kekuatan sisa secara bertahap bertambah selama terjadinya deformasi dan lebar retak bertamabah sampai pada titik kerusakan. Gambar berikut menunjukkan kurva tegangan – regangan lentur untuk dua dosis serat yang berbeda.

Gambar 1 Kontribusi serat untuk kinerja tarik/lentur, didapat dari uji lentur, menunjukkan perilaku pelunakan dan penguatan (Sumber: ACI, 2018)

Page 118: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 107

Page 119: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 108

Page 120: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 109

Page 121: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 110

Page 122: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 111

Page 123: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 112

Page 124: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 113

Page 125: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 114

Page 126: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 115

Page 127: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 116

Page 128: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 117

Page 129: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 118

Page 130: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 119

Page 131: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 120

STRATEGI EFEKTIF PERANCANGAN LAPIS PERMUKAAN JALAN LENTUR DENGAN CAMPURAN BERASPAL YANG TAHAN TERHADAP

RUTTING DAN BLEEDING AKIBAT OVERLOADING KENDARAAN BERAT

THE EFFECTIVE STRATEGIC OF SURFACE LAYER DESIGN OF FLEXIBLE PAVEMENT THAT WAS RESIST TO THE RUTTING AND BLEEDING IN

CONDUCTING WITH OVERLOAD BY HEAVY VEHICLE

Sutoyo Jafung Teknik Jalan & Jembatan Madya DPU Bina Marga Prov. Jatim

[email protected]

Abstrak Beban berlebih (Overloading) di negara kita tidak dapat dihindari, sehingga pada perencanaan harus diantisipasi agar konstruksi perkerasan jalan mampu menopang beban tersebut, tidak rutting dan tidak bleeding. Jenis konstruksi lapis permukaan yang mampu menopang beban kendaraan berlebih adalah campuran beraspal yang memiliki nilai stabilitas marshall lebih dari 1800 kg dengan tebal hamparan tunggal minimal 10 cm untuk lalu-lintas sedang, 14 cm untuk lalu-lintas berat, dan 16 cm untuk lalu-lintas overloading. Analisis teknis penentuan tebal lapis permukaan hamparan tunggal dengan tebal-tebal tersebut dan rancangan susunan gradasi campuran beraspal panas akan diuraikan secara detail pada makalah ini. Keuntungan lain metoda ini adalah kebutuhan aspal dalam campuran dapat dihemat ±1,5% dari total campuran, serta penggunaan bahan bakar pemadat dapat dihemat sampai 50% dari total jumlah lintasan pemadat roda karet (PTR). Dengan penerapan sistem perancangan ini diharapkan permukaan perkerasan beraspal mampu menerima beban overloading tanpa mengalami rutting dan bleeding, serta kebutuhan aspal dan waktu pelaksanaan penghamparan campuran beraspal dapat dihemat. Kata kunci : campuran beraspal kokoh dan efektif Abstract In our Country Overload exactly could not be avoided, so in conducting with layer surface pavement design must be given specific attension in order to produce of the strongest construction that have a high resist to rutting and bleeding. The type of surface layer construction of asphalt mix that have resist to overloading is the asphalt mix that have marshall stability more than 1800 kg in single layer of thikness, 10 cm for midle load traffic, 14 cm for heavy load traffic, and 16 cm for overloading traffic. The detail of tecnical analisys to determIne single layer that thickness and the design of hot mix asphalt gradation will be explained in this paper. The other profit of this system is the need of asphalt in the mixture is reduced almost 1,5% in total mix, also the fuel consumption of the tyre roller only 50% becouse total passes of tyre roller is decreased. With the applied of this methode will give any profit particullarly for resisting to rutting and bleeding, also effecient and efective for using of asphalt and fuel consumption for surface layer pavement construction. Key word : the strong and efective of asphalt mixture

Page 132: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 121

PENDAHULUAN Latar belakang

Pada umumnya truk tronton dengan 3 sumbu dan roda ganda pada bagian belakang yang berat kendaraan antara 12-14 ton mengangkut campuran beraspal panas sampai berat ± 30 ton sebagaimana tertulis pada tiket. Artinya jumlah total berat kendaraan dan muatan sekitar 40 ton, padahal pada jembatan timbang telah tertulis bahwa kendaraan truk tronton besar jumlah total beban adalah 21 ton, sehingga hampir 2 kali lipat dari beban standar yang diijinkan. Ini kondisi riel di lapangan yang kita sendiri sebagai penyelenggara jalan melegalkan kondisi tersebut. Lebih celaka lagi apabila desain lapis pondasi atas (CTB atau Agregat Klas A) hanya dengan ketebalan minimal sehingga tidak mampu menerima beban kendaraan berat yang berisi campuran beraspal dengan muatan berlebih tersebut. Hal ini sering tidak diperhatikan dalam perencanaan,seharusnya perencana mengantisipasi kondisi ini sesuai dengan prosedur perencanaan konstruksi bertahap agar kondisi riel di lapangan terakomodasi.

Lain halnya dengan lapis permukaan campuran beraspal yang secara langsung menerima berat beban kendaraan bermuatan, maka harus kuat/ kokoh, dan butiran kasar atau halus tidak mudah terlepas. Sehingga dibutuhkan suatu campuran dengan struktur gradasi yang tepat, baik dari sisi komposisi gradasi butiran maupun daya lekat aspal terhadap agregat. Campuran yang kuat berarti memiliki nilai marshall stabilitas tinggi namun tetap lentur, hal ini kadar aspal efektif harus tepat, yaitu dengan tebal penyelimutan aspal antara 10-12 mikron, meskipun batas minimal adalah 8 mikron. Agar tebal film penyelimutan dalam rentang itu struktur tetap stabil dan kokoh maka desain gradasi gabungan harus dibuat sedemikian rupa hingga seluruh butiran kasar saling berikatan secara mekanis (interlocking) sehingga fungsi aspal menjadi minimal.

Salah satu indikator bahwa semua agregat butir saling berinteraksi (interlock) adalah jumlah prosentase agregat kasar dalam campuran gabungan agregat harus minimal 50 %. Namun apabila porsi agregat halus lebih besar dari 50% maka harus didukung dengan mutu aspal tertentu yang memiliki titik lembek tinggi sehingga sengatan panas sinar matahari tidak mampu melunakkan campuran aspal. Oleh karena itu apabila menggunakan aspal pertamina yang hanya memiliki nilai titik lembek 46-48 °C dalam campuran beraspal maka susunan gradasi harus didesain sedemikian rupa agar terjadi interlock antar butiran kasar, jika tidak terjadi maka pada siang hari permukaan perkerasan akan melunak dan saat ada kendaraan berat lewat sudah dapat dipastikan akan terjadi rutting dan bleeding. Inilah yang digunakan salah satu dasar bahwa pada spesifikasi 2018 kementrian PUPR harus menggunakan aspal modifikasi polimer atau asbuton agar kekuatan aspal sendiri mampu menahan beban berat pada saat terik matahari. Namun di lapangan tetap saja AC-WC modifikasi masih belum mampu menahan repetisi beban kendaraan berat yang berada di persimpangan atau tanjakan dimana kendaraan berat melaju dengan kecepatan kecil bahkan cenderung berhenti dan sering melakukan penereman.

Struktur perkerasan lentur mempersyaratkan terjadi lendutan ijin tertentu, apabila lendutan tersebut terlampaui maka regangan yang terjadi lebih besar dari regangan ijinnya sehingga lapis perkerasan runtuh (failure). Konstruksi lapis permukaan perkerasan yang tersusun lebih dari satu lapis harus dijaga agar tidak terjadi lendutan yang melampaui lendutan ijinnya karena akan mengalami pemisahan lapisan, sehingga masing-masing lapisan akan bekerja sendiri-sendiri meskipun sudah direkatkan oleh tack coat. Sedangkan konstruksi lapis permukaan yang tersusun hanya dengan lapisan tunggal akan menjadi pilihan konstruksi yang kokoh karena tingkat kekakuan konstruksi lebih tinggi, sehingga lendutan yang terjadi selalu lebih kecil dari lendutan ijinnya. Oleh karenanya sistem pelapisan tipis-tipis pada lapis permukaan campuran beraspal kurang efektif dan sangat rawan terjadi kerusakan, terutama pada ruas jalan yang memiliki repetisi beban kendaraan berat relatif tinggi, dan akan lebih bahaya lagi apabila terjadi muatan beban berlebih, sehingga perkerasan rusak sebelum umur rencana terpenuhi.

Page 133: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 122

Yang menjadi pertanyaan mendasar adalah mengapa pada lapis permukaan campuran beraspal dibagi 2 (dua) atau 3 (tiga) susunan lapis perkerasan mulai dari AC-WC, AC-BC dan AC-Base, dengan tebal minimal untuk masing-masing lapisan adalah 4 cm, 5 cm dan 7,5 cm. Jawabnya pertama, kemampuan alat menghampar (finisher) maksimal adalah 8 cm, yang kedua alat pemadat roda karet tidak mampu mencapai tingkat kepadatan lapangan yang dipersyaratkan, dan yang ketiga belum pernah mencoba untuk melaksanakan penghamparan lapisan tunggal dengan tebal sesuai hasil hitungan tebal rencana lapis permukaan campuran beraspal. Mereka takut tidak mencapai derajat kepadatan yang dipersyaratkan. Saya pernah bertanya kepada salah satu staf teknik PT. Baitasari yang memiliki alat penghampar (finisher) multi fungsi, yaitu dapat menghampar CTB dengan tebal maksimal 30 cm dan menghampar aspal dengan tebal 12 cm. Ternyata mereka telah melaksanakan hamparan tunggal AC-BC paling tinggi tebal 8 cm, dan AC-Base tebal 11 cm dalam sekali hampar, hanya pernah melakukan sekali saja, karena pada waktu itu mereka tidak mungkin melaksanakan hamparan AC-BC 2 lapis 5 cm + 3 cm, dan juga hamparan 2 lapis pada AC-Base tebal 7,5 cm dan 3,5 cm, karena ada batas minimal tebal hamparan. Ternyata finisher mampu menghampar dengan tebal tersebut serta derajad kepadatanpun dapat memenuhi syarat. Maksud dan tujuan Maksud

Dengan memahami bahwa overload tidak bisa dikendalikan di lapangan karena merupakan bagian dari rangkaian kegiatan sistem ekonomi yang terjadi di Negara kita, dan secara langsung sangat merusak konstruksi perkerasan jalan juga merugikan pengguna jalan, maka penulisan makalah ini bermaksud melakukan upaya untuk mengantisipasi overload dalam perancangan lapis permukaan campuran beraspal. Tujuan

Agar dapat memberdayakan teknologi dan teory-teory tentang sistem perancangan tebal lapis permukaan campuran beraspal yang mampu menopang beban lalu-lintas berat tanpa mengalami rutting dan bleeding, sehingga kinerja permukaan perkerasan jalan dapat bertahan sampai umur rencana pelayanan, bahkan dapat berlebih. LITERATUR REVIEW Rutting

Rutting adalah kondisi dimana terjadi penurunan atau pemampatan berbentuk alur (cekungan memanjang) pada jejak roda kendaraan karena ikatan antara agregat dan aspal melemah sebagai akibat melunaknya aspal karena panas di lapangan melampaui titik lembek aspal. Atau suatu keadaan dimana butiran halus jumlahnya lebih dominan sehingga antar agregat tidak terjadi interlocking yang bagus (antar butir kasar tidak saling ketemu). Bersamaan dengan kondisi ikatan yang mengalami perlemahan ini ada kendaraan berat melintas secara pelan-pelan dan bahkan cenderung berhenti pada lokasi persimpangan atau pada lokasi tanjakan, atau terjadi gaya rem yang dapat menambah berat beban sehingga terjadi penurunan arah memanjang yang semakin lama semakin dalam selebar jejak roda kendaraan berat tepatnya pada posisi roda kendaraan, foto pada Gambar 1 menunjukkan kondisi permukaan perkerasan jalan lentur yang mengalami rutting.

Page 134: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 123

Gambar 1. Foto kondisi permukaan jalan di Jawa Timur yang mengalami rutting. a. Perkerasan baru < 1 tahun, Fraksi kasar dominan

b. Perkerasan lama > 3 tahun, Fraksi halus

Pada Gambar 1.a. tampak bahwa perkerasan yang baru berumur 6 bulan sudah mengalami penurunan sedalam 5-6 cm dan agregat kasar (Bp 5-10 mm) tampak lebih dominan pada permukaan. Sedangkan pada Gambar 1.b. justru tampak halus lapis permukaan, dan terkesan agregat halus bersama aspal muncul ke permukaan. Dari dua kondisi tersebut dapat dianalisis sebagai berikut :

1. Pada kondisi Gambar 1.a, tampak secara visual Lapisan AC-WC memiliki porsi agregat kasar (lolos 3/8 tertahan #4 ) dominan namun nilai stabilitas marshall masih dalam rentang antara 800-1200 kg, sedangkan yang lewat kendaraan tronton yang memerlukan nilai stabilitas marshall di atas 1500 kg, sehingga tetap terjadi rutting namun memiliki bentuk rutting yang landai (gelombang arah melintang) dan tidak terjadi perubahan texture permukaan jalan.

2. Kemungkinan kedua terhadap rutting Gambar 1.a. adalah jumlah lintasan pemadatan kurang, sehingga permukaan aspal mengalami tambahan pemampatan akibat repetisi beban kendaraan berat pada siang hari saat panas di permukaan lapisan aspal melampaui titik lembeknya.

3. Kemungkinan ketiga rutting pada jenis 1.a adalah karena lapis pondasi tidak mampu menopang lapis permukaan akibat kurang tebal, atau kurang padat, atau subgrade runtuh karena tebal total konstruksi lapis pondasi tidak mampu menerima repetisi beban kendaraan berat.

4. Pada kondisi Gambar 1.b. tampak secara visual AC-WC dengan porsi agregat halus diatas 53 % sehingga butir kasar sama sekali tidak saling ketemu (interlocking). Dan butir halus lolos # 100 yang terikat aspal terdorong ke atas bersamaan dengan terjadinya penurunan akibat repetisi kendaraan berat. Sehingga terjadi texture permukaan yang berbeda antara pada jejak roda dengan yang di luar jejak roda.

5. Jenis penurunan ini membentuk alur yang curam sehingga sangat berbahaya bagi kendaraan roda dua.

6. Meskipun dengan aspal modifikasi jenis komposisi gradasi ini tidak akan mampu menerima repetisi beban standar yang melintas dengan kecepatan rendah dan cenderung berhenti.

Page 135: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 124

Bleeding Bleeding adalah kondisi dimana aspal bersama agregat halus muncul ke permukaan

berbentuk aliran aspal & agregat halus menuju ke bagian tepi perkerasan. Gambar 2. menunjukkan kondisi permukaan perkerasan yang mengalami bleeding. Bleeding merupakan salah satu jenis kerusakan permukaan aspal akibat kelebihan jumlah kadar aspal dalam campuran. Mekanisme terjadinya bleeding adalah sebagai berikut :

1. Kekuatan ikatan antar butir agregat yang diselimuti oleh aspal ditentukan oleh kadar aspal efektif

2. Kadar aspal efektif dirancang berdasarkan tebal penyelimutan aspal terhadap agregat, yaitu minimal 8 mikron dan maksimal 12 mikron. Untuk batas maksimal tidak ditentukan, namun apabila salah menyusun gradasi dapat berakibat bleeding dan rutting.

3. Volume aspal efektif diperoleh dari luas permukaan semua agregat dikalikan tebal penyelimutan aspal.

4. Luas permukaan agregat diperoleh dari perkalian antara faktor luas masing-masing saringan dengan prosen lolos saringan, sehingga diperoleh luas permukaan perkilogram agregat.

5. Berat aspal efektif diperoleh dari perkalian antara volume aspal dengan berat jenis aspal untuk perkilogram agregat.

6. Kadar aspal aspal efektif diperoleh dari berat aspal efektif dibagi (1+berat aspal efektif) x 100%.

7. Kadar aspal didapat dari kadar aspal efektif ditambah ½ total penyerapan agregat terhadap air.

8. Apabila sudah diperoleh kadar aspal tertentu dalam campuran, maka susunan gradasi tidak boleh berubah, terutama porsi agregat halusnya.

9. Yang sering bermasalah adalah sering terjadi perubahan porsi agregat halus karena ada perbedaan antara produksi mesin pemecah batu dengan Rancangan campuran agregat dalam JMF.

10. Pada saat mesin pemecah batu menghasilkan abu batu (Bp 0-5) sebesar 35 % untuk setiap produksi, sementara kebutuhan abu batu sesuai rancangan JMF hanya 25 %, atau bisa jadi sebaliknya maka ini suatu kondisi yang kurang menguntungkan bagi pemilik, karena harus menambah pasokan dari suplayer lain, tetapi juga harus menimbun fraksi kelebihan lainnya.

11. Pemilik selalu berusaha untuk menggunakan semua hasil batu pecah produksi mesin pemecah batu dalam campuran dan tidak mau membeli dari suplayer sehingga menghasilkan campuran aspal yang tidak sesuai dengan JMF

12. Pada umumnya mesin pemecah batu akan menghasilkan abu batu relatif keci pada saat memecah batu boulder yang memiliki nilai abrasi maksimal 30%. Pada saat kekurangan abu batu seharusnya mendatangkan dari pemasok lain, namun kenyataan di lapangan kekurangan abu batu tersebut hanya diganti dengan batu pecah 5-10. Apabila jumlah aspal tetap sesuai JMF, maka terjadi kegemukan aspal karena jumlah luas permukaan agregat akan berkurang sehingga tebal penyelimutan aspal terhadap agregat menjadi lebih tebal. Kondisi ini kurang menguntungkan karena akan menurunkan nilai stabiltas marshall, bahkan aspal muncul ke permukaan bersama agregat halus lolos saringan # 100 karena terpompa oleh repetisi beban kendaraan berat.

13. Apabila kondisi ini tidak didukung oleh struktur interlock antar butir kasar batu pecah 10-20 mm ke atas, maka akan menjadi rutting sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya.

Page 136: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 125

Gambar 2. Kondisi permukaan perkerasan jalan yang mengalami bleeding

Rutting dan bleeding adalah jenis kerusakan permukaan perkerasan jalan terkait daya dukung lapisan perkerasan aspal akibat repetisi beban kendaraan berat dengan beban berlebih pada lokasi pemberhentian dan perlambatan (persimpangan dan tanjakan), serta nilai stabilitas marshall yang kurang memadai karena susunan komposisi gradasi dan porsi kadar aspal yang kurang tepat. Salah satu ciri kendaraan bermuatan beban berlebih adalah menggunakan roda bertekanan di atas 150 psi, menurut Prof. Indrasurya bahwa untuk menopang beban dengan tekanan ban tersebut harus menggunakan campuran beraspal dengan nilai stabilitas marsahall di atas 1800 kg, sehingga jenis campuran beraspal yang tepat adalah AC-Base. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah AC-Base dapat digunakan sebagai lapis permukaan sekaligus sebagai lapis penutup?

Apabila kita melihat spesifikasi teknis terkait sifat-sifat campuran beraspal, maka lapisan permukaan memiliki volumetrik yang hampir sama, khususnya rongga dalam campuran, yaitu 3% - 5% dari volume campuran, Tabel 1. Ketentuan sifat-sifat Campuran beraspal sesuai spesifikasi Dirjen Bina Marga tahun 2018. Artinya ketiga lapisan tersebut memiliki tingkat kekedapan yang sama, dan tebal penyelimutan aspal yang sama pula. Perbedaan kadar aspal dan rongga terisi aspal (VFA) serta rongga dalam agregat (VMA) karena jumlah luas permukaan agregat perkilogram berbeda akibat beda porsi agregat halusnya saja. Sehingga apabila hanya digunakan 1 (satu) lapisan saja dan dipilih AC-Base sebagai lapisan permukaan sekaligus menjadi lapis penutup pada perkerasan jalan lentur untuk ruas-ruas jalan yang dilintasi kendaraan superberat mestinya tidak salah dan sangat benar.

Tabel 1. Ketentuan sifat-sifat Campuran beraspal

Page 137: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 126

Menurut Prof. Indrasurya (Dosen ITS) dalam buku literatur kuliah menyebutkan bahwa marshal stability minimal untuk lapis permukaan perkerasan jalan lentur adalah 10 x tekanan ban roda (psi) dalam satuan kilogram, sebagaimana Tabel 2, menunjukkan hubungan tekanan ban dengan Nilai stabilitas marshall. Perlu diketahui bahwa tekanan ban untuk kendaraan pribadi rata-rata sekitar 30-40 psi, sehingga dengan HRS atau AC-WC dengan marshall stability 480-800` sudah mampu menerima beban kendaraan pribadi tanpa mengalami kerusakan. Namun apabila tekanan ban kendaraan truk tronton atau trailer sudah lebih dari 150 psi, seharusnya di lapangan adalah AC-Base yang mampu menerima beban tersebut, karena nilai stabilitas marshall adalah minimum 1800 kg.

Tabel 2. Hubungan Tekanan Roda Kendaraan dengan Batas Minimum Stabilitas Marshall Perkerasan Jalan

TEKANAN RODA (psi) Persyaratan Minimum Stabilitas Marshall perkerasan jalan (kg)

80 800

90 900

100 1000

110 1100

120 1200

130 1300

140 1400

150 1500

Sumber : Diktat kuliah Prof Indrasurya B Mochtar, 2017 PERMASALAHAN DAN PENYELESAIANNYA

Pada satu ruas jalan pasti didapati struktur tanah dasar yang berbeda-beda tingkat daya dukungnya, sehingga dalam perencanaan dikenal dengan istilah “direncanakan dengan CBR rencana 90%”, artinya bahwa terdapat 10 % dari ruas jalan tersebut memiliki kekuatan daya dukung yang kurang dari rencana, atau dengan kata lain terdapat 10% perlemahan konstruksi. Akibatnya apabila terjadi beban berlebih sudah pasti pada segmen ruas tersebut mengalami kerusakan lebih awal. Celakanya rata-rata kendaraan berat di negara kita memiliki kecenderungan untuk memuat beban berlebih, dan oleh pemerintah dibuat Perda muatan berlebih meskipun itu dapat ditoleransi oleh struktur perkerasan jalan, namun yang tidak disadari bahwa pengemudi dan pengusaha memanfaatkan peluang tersebut untuk keuntungan yang sebesar-besarnya agar tidak mengalami kerugian dalam hitungan bisnis.

Karena muatan berlebih dilegalkan, maka yang terjadi di lapangan adalah hampir semua kendaraan berat memuat beban melebihi toleransi kekuatan konstruksi perkerasan jalan. Yang tidak disadari para pengguna jalan, bahwa kekuatan konstruksi jalan akan runtuh apabila berat muatan melebihi kapasitas kekuatan jalan sehingga sudah tidak mampu lagi menerima repetisi beban standar. Analoginya adalah apabila kemampuan manusia mengangkat beban 50 kg, apabila ditambah beban 2 kg - 5 kg lagi masih mampu namun sudah terasa sakit pada persendian tangan dan lutut kaki, namun apabila beban ditambah lebih dari 25 kg dan dipaksa harus mengangkatnya maka kemungkinan besar sebagian otot ada yang putus atau tulang rawan ada yang patah, sehingga akan menderita sakit yang pada akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mengangkat beban, termasuk dirinya. Hal ini terjadi pula pada perkerasan jalan, hanya sedikit beban yang seharusnya dapat ditambahkan dari muatan standarnya, namun di lapangan bisa sampai lebih dari 2 (dua) kali lipat, sehingga sangat wajar kalau kerusakan jalan terjadi relatif sangat singkat dari rencana umur pelayanannya.

Page 138: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 127

Gambar 3.b. Grafik korelasi nilai marshall dengan modulus psi.

Gambar 3.a. Grafik penentuan nilai koefisien kekuatan relatif bahan campuran beraspal

(AASHTO, 1993)

Overload adalah masalah yang sangat bahaya dalam bidang transportasi, namun

malah dapat menjadi komodity seolah-olah legal, hal ini terjadi pada semua bidang ransportasi, laut, udara dan darat. Di udara overload akan berbahaya bagi pesawat, di laut sangat bahaya bagi tenggelamnya kapal, dan di darat dapat merusak jalan raya, kendaraan, dan bagi kendaraan lain pada saat terjadi letusan ban dalam keadaan melaju dengan kecepatan tertentu sehingga sulit mengendalikan kemudi. Oleh karena itu seharusnya tidak diijinkan adanya kelebihan muatan agar keselamatan semua aspek terkendali dengan maksimal. Pemberian sanksi yang berat kepada pelanggar overload sudah waktunya untuk dapat menjaga keselamatan semua pihak.

Page 139: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 128

Batu pecah medium ke bawah, yaitu batu pecah 5-10 dan abu batu sering didapati di

lapangan cenderung pipih, sehingga tidak terjadi interlock yang baik saat porsi agregat tersebut sangat dominan dalam campuran, bahkan malah muda terjadi patah dan akhirnya konstruksi perkerasan menjadi labil, kondisi ini juga memicu terjadinya rutting. Sementara butir agregat kasar yaitu batu pecah 10-20 ke atas cenderung lebih kubikal sehingga apabila porsinya lebih dominan dalam campuran maka akan terjadi intelock sempurana sehingga akan menghasilkan lapisan campuran beraspal yang kokoh dengan jumlah kadar aspal yang relatif lebih sedikit. Dengan memaksimalkan penggunaan butir kasar sebagai body dalam campuran beraspal untuk lapis permukaan akan dijamin rutting dan bleeding dapat dikendalikan meskipun volume repetisi kendaraan berat cukup besar bahkan terjadi overload sekalipun tetap terjaga. Tabel 3. Korelasi nilai marshall dengan koefisien relatif untuk jenis bahan beraspal.

Page 140: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 129

ANALISIS Terjadinya awal kerusakan permukaan perkerasan jalan lentur

Pada saat akan dilaksanakan penghamparan lapis permukaan campuran beraspal di atas lapis pondasi atas (CTB atau Agregat klas A) maka lapis pondasi tersebut harus mampu menopang beban kendaraan berat (dump truck) bermuatan lebih karena berat total campuran beraspal yang tercetak pada tiket adalah rata-rata 30 ton dan berat truck rata-rata adalah 12 ton sehingga total berat beban adalah 42 ton. Konfigurasi beban adalah 6 ton + 2 x 18 ton, sehingga kelebihan per sumbu adalah 8 ton. Apabila dikonversikan kepada beban standar adalah (18/10) ^ 4 = 10,5 buah kendaraan standar melintas secara bergantian, namun yang terjadi cukup sekali lewat saja total beban lebih tersebut melintas dan langsung merusak struktur karena lendutan melebihi kapasitasnya. Terjadi peregangan yang cukup besar hingga merusak konstruksi lapis pondasi, namun hal ini tidak diperhatikan oleh perencana. Seharusnya beban saat pelaksanaan harus diperhitungkan sampai sejauh mana akan merusak struktur lapis pondasi yang masih belum tertutup oleh lapis permukaan. Atau memperhitungkan berat yang boleh lewat di atas lapis pondasi yang siap dihampar dengan campuran beraspal, sehingga berat maksimum angkutan campuran sudah ditetapkan pada metoda pelaksanaan konstruksi.

Pada perhitungan tebal lapis pondasi atas sesuai AASHTO 1993 didasarkan hanya pada nilai modulus lapis pondasi bawah dan tidak memperhitungkan tebalnya, sehingga untuk katagory lalu-lintas berat, rata-rata hanya diperoleh tebal minimal untuk lapis pondasi atas, yaitu sekitar 15-20 cm saja. Untuk rentang tebal tersebut beban lalu-lintas standar masih mampu menopang tanpa mengalami lendutan besar dan peregangan maksimal, sehingga konstruksi lapis pondasi tetap masih kokoh sesuai desainnya. Namun apabila yang melewati adalah beban super berat seperti tronton pengangkut campuran beraspal dengan berat total termasuk kendaraan di atas 40 ton maka konstruksi lapis pondasi atas yang tipis tesebut mengalami keruntuhan akibat terjadi lendutan maksimal. Selanjutnya lapis permukaan yang berada di atas lapis pondasi yang sudah runtuh akan sulit tercapai tingkat kepadatan maksimum karena cenderung melendut saat ada lintasan PTR di atas permukaan pondasi tersebut. Dalam waktu kurang dari 1 tahun akan terjadi retak-retak berbentuk peta pada permukaan perkerasan karena lendutan berulang akibat repetisi beban kendaraan berat.

Lapis permukaan yang terdiri dari lebih dari 2 lapis campuran beraspal dengan kekuatan yang berbeda dapat mengurangi kekakuan konstruksi. Hal ini disebabkan karena pada kondisi lendutan tertentu kedua lapisan akan terpisah karena bagian dasar lapis pertama mengalami peregangan melampaui kapasitasnya. Saat lapis pertama sudah tidak memiliki kekuatan seperti semula sehingga lapis kedua menjadi tumpuan utama terhadap repetisi beban lalu-lintas selanjutnya. Kondisi ini tidak akan bertahan lama karena kekuatan lapis permukaan tinggal setengahnya saja, sehingga usia pelayanan perkerasan jalanpun juga tinggal separuh juga. Oleh karena dalam perencanaan tebal konstruksi perkerasan harus dirancang dalam bentuk hamparan tunggal dengan nilai stabilitas marshall yang paling besar sehingga diperlukan lapisan permukaan yang lebih tipis sehingga penghamparan dan pemadatan tetap memenuhi persyaratan teknik.

Rutting dan bleeding adalah jenis kerusakan campuran beraspal yang disebabkan oleh berlebihnya kadar aspal efektif, susunan gradasi yang tidak interlocing dan lebihnya jumlah agregat halus dalam campuran serta adanya repetisi beban kendaraan berat yang melaju dengan lambat cenderung berhenti dan mengerem pada lokasi persimpangan sebidang dan pada lokasi tanjakan. Rutting juga terjadi pada lokasi dimana lahan berdampingan dengan sawah yang muka air tanah selalu tersedia karena saluran samping berfungsi juga sebagai saluran irigasi. Kondisi selalu jenuh ini menyebabkan daya dukung lapis pondasi hanya tinggal 70-80% saja, sehingga pada saat beban kendaraan berat melintas hampir dapat dipastikan terjadi penurunan permanen total mulai dari lapis permukaan hingga sampai lapis pondasinya.

Page 141: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 130

Penentuan tebal penghamaparan tunggal Pada umumnya hasil perhitungan dari metoda analisa komponen Bina Marga tahun 1987,

dan berdasarkan AASHTO Design Guide 1993, bahwa tebal rata-rata lapis permukaan campuran beraspal adalah sebagai berikut :

1. Untuk lalu-lintas sedang tebal lapisan adalah 12 cm, terdiri atas AC-WC = 5 cm, AC- BC = 7 cm

2. Untuk lalu-lintas berat dengan tebal lapisan total 17 cm, terdiri atas AC-WC = 4 cm, AC-BC = 6 cm, AC-Base 7 cm

3. Untuk lalu-lintas dengan beban muatan berlebih tebal lapisan adalah 20 cm, yang terdiri atas AC-WC = 5 cm, AC-BC= 7 cm dan AC-Base 8 cm

Komposisi tebal lapis permukaan pada ketiga butir di atas adalah mengacu pada tebal nominal masing-masing lapisan, dimana tebal nominal adalah tebal lapisan minimum yang merupakan dua kali ukuran butir maksimum agregat.

Perhitungan tebal lapis permukaan perkerasan jalan lentur menggunakan metode analisa komponen, yaitu menghitung Indek tebal perkerasan, ITP, terdapat variabel yang disebut nilai kekuatan relatif bahan. Karena tersusun dari 3 lapisan, maka nilai kekuatan relatif bahan ditentukan oleh lapisan yang memiliki nilai marshall stabilitas yang paling kecil, yaitu AC-WC. Adapun cara memperoleh nilai kekuatan bahan berasarkan nilai stabilitas marsahall dapat diperoleh melalui Gambar 3 dan Tabel 3 penentuan nilai koefisien kekuatan relatif bahan campuran beraspal. Dari grafik dapat dilihat bahwa untuk nilai stabilitas marshall 800 kg atau setara dengan nilai modulus elastisitas 320.000 psi maka nilai koefisien relatif bahan adalah sebesar 0,36, sedangkan untuk nilai marshal stabilitas di atas 1800 kg atau diatas 450.000 psi nilai koefisien relatif bahan adalah 0,45. Dengan demikian, apabila untuk ITP 1 dengan nilai stabilitas marshall 800 kg diperoleh tebal lapisan 12 cm (AC-WC = 5 cm + AC-BC = 7 cm) cm, maka jika digunakan AC-Base dengan nilai stabilitas 1800 diperoleh tebal 0,36/0,45 x 12 cm = 9,6 dibulatkan 10 cm. Analog perhtungan tersebut, untuk tebal 17 cm (3 lapis) menjadi tebal AC-Base = 14 cm, dan tebal 20 cm (tiga lapis) menjadi tebal AC-Base = 16 cm

Keuntungan penggunaan AC-Base sebagai lapis permukaan penghamparan tunggal

Penggunaan AC-Base sebagai lapis permukaan sekaligus lapis penutup dan dihampar tunggal adalah sangat menguntungkan ditinjau dari sisi teknis maupun sisi ekonomisnya, karena dengan kekuatan yang lebih tinggi namun hanya menggunakan bahan pengikat aspal lebih sedikit juga volume bahan lebih sedikit, berikut analisisnya:

1. AC-Base menggunakan kadar aspal antara 4,5-5,2 %, sementara AC-WC 6,0-6,2%, sehingga selisih rata-ratanya 1,25%

2. Dibutuhkan tebal AC-Base 80% dari tebal total rencana, sehingga volume batu pecah berkurang dari kebutuhan awal apabila menggunakan AC-WC dan AC-BC sebagai rancangan semula.

3. Terdapat pengurangan jumlah tack coat, karena hanya 1 (satu) kali penebarannya 4. Terdapat pengurangan waktu dan BBM karena terjadi pengurangan jumlah lintasan

PTR antara 25-40% dari total jumlah lintasan untuk pemadatan lebih dari satu lapis. 5. Dari sisi teknis, kekuatan AC-Base lebih dari 2 kali lipat kekuatan AC-WC dan AC-BC,

sehingga beban overload tetap mampu dilayani tanpa rutting 6. Tidak akan terjadi bleeding karena struktur gradasi AC-Base cenderung mengandalkan

ikatan berbasi mekanis, sehingga kebutuhan aspal sebagai bahan pengikat dapat diminimalkan.

7. Kekokohan konstruksi lapisan AC-Base jauh lebih tinggi dari pada total lapisan AC-WC & AC-BC untuk tebal setara karena momen inersia tebal AC-Base lebih tinggi.

8. Selain kekokohan konstruksi keawetan campuran juga terjamin karena berbasi ikatan mekanis, sehingga fungsi aspal menjadi minoritas, artinya interlock antar butiran menjadi andalan ikatan dalam campuran sehingga sinar matahari tidak akan melehkan ikatan juga tidak mampu membuat campuran menjadi tua (agieng) sebagaimana tejadi pada campuran beraspal pada umumnya.

Page 142: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 131

PENUTUP Kesimpulan

Repetisi volume beban kendaraan berat pada sekitar lokasi persimpangan sebidang dan pada lokasi tanjakan serta muatan berlebih (Overload) yang belum bisa dikendalikan sangat merusak permukaan perkerasan jalan lentur yang berupada rutting dan bleeding, sehingga diperlukan konsep perencanaan lapis permukaan campuran beraspal yang mampu menopang terjadinya beban-beban tersebut. Adapun konsep perancangan yang dimaksud adalah dengan memperhatikan beberapa hal antara lain pemilihan bahan, komposisi gradasi untuk menunjang mekanisme ikatan antar butir agregat kasar, penentuan kadar aspal efektif, sistem penghamparan lapisan tunggal khususnya kemampuan finisher dan jumlah lintasan PTR.

Penentuan AC-Base digunakan sebagai lapis permukaan sekaligus sebagai lapis penutup adalah alternatif paling efektif dan efesien pada penanganan ruas-ruas jalan yang dilintasi oleh kendaraan berat dengan muatan berlebih, karena secara teknis dapat dipertanggung-jawabkan sehingga mampu memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat sesuai umur rencana.

Rekomendasi

Sudah saatnya penanganan jalan menggunakan peralatan yang memadai khususnya alat penghampar dan alat pemadat dengan tingkat energy pemadatan yang tinggi agar diperoleh derajad kepadatan yang maksimal. Saat ini masih banyak ditemukan finisher yang hanya mampu menghampar aspal dengan tebal maksimal 6 cm, maka di era industry 4.0 kelompok peralatan yang sudah berusia lebih dari 5 tahun sudah tidak perbolehkan beroperasi, dan harus ditegaskan dalam dokumen bahwa untuk pekerjaan aspal harus menggunakan jenis alat-alat penghamar sebagai berikut :

1. Finisher multifungsi yang mampu mengahampar CTB sampai ketebalan 30 cm, dan untuk pekerjaan campuran beraspal mampu menghampar dengan ketebalan sampai 25 cm.

2. Alat pemadat vibro roller dengan berat minimal 12 ton 3. Alat pemadat PTR roda 9 dengan berat sampai 14 ton termasuk volume air

Dengan peralatan di atas akan dapat melaksanakan penghamparan tunggal lapis campuran beraspal sampai dengan ketebalan 20 cm sehingga lebih praktis, efektif dan efesien sekaligus diperoleh tingkat kekokohan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan lentur sesuai umur rencana REFERENSI

1. Spesifikasi Dirjen Bina Marga Kementrian PUPR 2018 2. AASHTO Guide for Design of pavement structure, 1993 3. Pavement Analysis and Design, Yang H Huang, 1993 4. Hot mix asphalt material mixture design and construction, 1996 5. Pengalaman di lapangan sejak tahun 1992-sampai sekarang

Page 143: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 132

PENGGUNAAN SEMEN PORTLAND SLAG DALAM PEMBANGUNAN JALAN BETON SEBAGAI BENTUK DUKUNGAN PENGEMBANGAN

INDUSTRI 4.0

THE USE OF PORTLAND SLAG CEMENT IN CONCRETE PAVEMENT CONSTRUCTION AS A SUPPORT TO 4.0 INDUSTRIAL DEVELOPMENT

Ogi Soeherman1, Rulli Ranastra Irawan2 1,2Puslitbang Jalan dan Jembatan 1,2Jl A.H Nasution No. 264 Bandung 40294

e-mail: [email protected], [email protected]

Abstrak Berkembangnya teknologi beton mendorong banyak industri semen yang berusaha untuk mengembangkan teknologi dan pemanfaatan bahan limbah industri sebagai bahan baku dalam pembuatan semen. Salah satu limbah industri yang dimanfaatkan adalah semen slag atau GGBFS (Ground Granulated Blast Furnace Slag) dari hasil industri pengolahan besi dan baja. Pembangunan prototipe jalan beton menggunakan semen portland slag dilakukan di lingkungan Pusjatan, Kementerian PUPR dan dirancang sesuai dengan SNI 8457:2017 mengenai Rancangan Tebal Jalan Beton untuk Lalu Lintas Rendah. Beton dengan menggunakan semen portland slag menunjukan kinerja yang setara dengan menggunakan material konvensional serta masih menunjukkan laju peningkatan kuat tekan setelah melewati umur 28 hari. Nilai kuat lentur beton pada umur 14 hari sebesar 4,35 MPa. Nilai kuat lentur tersebut lebih besar dari nilai kuat lentur rencana sebesar 3,8 MPa. Selain itu, nilai kuat lentur dengan menggunakan semen portland slag berada di atas nilai kuat lentur beton menurut SNI 2847:2013, dengan persentase peningkatan rata-rata sebesar 19%. Hasil pemeriksaan visual menunjukan bahwa jalan beton dalam kondisi baik, tidak mengalami kerusakan berupa retak. Penggunaan semen portland slag sebagai campuran beton tidak mengurangi nilai kuat lentur yang ditargetkan, sehingga semen portland slag dapat dipakai sebagai bahan campuran dalam pembuatan jalan beton sesuai SNI 8457:2017. Kata kunci: jalan beton, semen portland slag, limbah industri, kuat tekan, kuat lentur Abstract The development of concrete technology encourages many cement industries that are trying to develop technology and use of industrial waste materials as raw materials in cement production. One of the industrial wastes used is slag cement or GGBFS (Ground Granulated Blast Furnace Slag) which is produced by the iron and steel processing industry. The construction of a concrete pavement prototype using portland slag cement was carried out in Pusjatan, Ministry of Public Work and Housing and was designed following SNI 8457: 2017 for Design of Concrete Pavements Thickness for Low Traffic Roads. Concrete using portland slag cement shows performance which is equivalent to conventional materials and still shows the rate of increase in compressive strength after 28 days. The flexural strength of concrete at 14 days is 4,35 MPa. It is greater than the design’s flexural strength of 3,8 MPa. Moreover, the flexural strength of concrete using portland slag cement has a higher value compared to flexural strength of conventional concrete according to SNI 2847:2013, its 19% higher. The results of visual inspection showed that the concrete pavement in good condition, did not experience cracks. The use of portland slag cement as a concrete mixture does not reduce the targeted flexural strength, so that portland slag cement can be used as a material in the manufacture of concrete pavements according to SNI 8457: 2017.

Page 144: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 133

Key words: concrete road, portland slag cement, industrial waste, compressive strength, flexural strength. PENDAHULUAN

Berkembangnya teknologi beton mendorong banyak industri semen pada era industri 4.0 berusaha untuk mengembangkan teknologi dan pemanfaatan bahan limbah industri sebagai bahan baku dalam pembuatan semen. Adanya pemanfaatan ini dapat memberikan nilai lebih dan memberikan efesiensi dalam produksi semen. Salah satu limbah industri yang dimanfaatkan adalah semen slag atau GGBFS (Ground Granulated Blast Furnace Slag) dari hasil industri pengolahan besi dan baja.

Semen slag merupakan hasil residu dari pemurnian baja yang sudah dihaluskan dan memiliki sifat cementitious dengan kandungan senyawa utamanya adalah CaO, SiO2, Al2O3 dan MgO. Kandungan kimia semen slag bervariasi tergantung dari komposisi bahan baku dalam proses produksi besi dan baja. Komposisi kimia semen portland dan semen slag berdasarkan Soutsos, et all (2017) seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan kimia semen portland dan semen slag

Komposisi Kimia (% berat)

Senyawa Kimia

Semen Portland

Semen Slag

SiO2 20.11 35.35

Al2O3 5.16 14

Fe2O3 3.14 0.36

CaO 65.49 41.41

MgO 0.8 7.45

SO3 3.22 0.1

K2O 0.59

Na2O 0.13

CaCO3 4.47

Sumber: Soutsos, et all “Effect of Temperature on The Strength Development of Mortar

Mixes With GGBS and Fly Ash”, 2017. Penggunaan semen slag dengan semen portland dalam campuran beton memiliki

beberapa keuntungan baik dari seri workabilitas maupun durabilitas beton. Tercacat, di sepertiga pabrik beton (ready mix) di negara Inggris telah menggunakan semen slag dalam campuran betonnya (Suresh dan Nagaraju, 2015). Hal ini dikarenakan penggunaan semen slag dalam campuran beton dapat meningkatkan kemudahan pekerjaan (penempatan dan pemadatan), menurunkan suhu beton, tahan terhadap sulfat dan klorida, manfaat keberlanjutan dan ramah lingkungan.

Selain di negara Eropa, penggunaan semen slag sebagai bahan campuran beton telah banyak digunakan dan semakin berkembang di negara Amerika Serikat dan Asia, terutama Jepang dan Singapura (Suresh dan Nagaraju, 2015). Beberapa bangunan di negara bagian Amerika Serikat telah menggunakan semen slag sebagai bahan perbaikan, stablilisasi tanah dan beton precast (Slag Cement Association, 2015). Bangunan tersebut antara lain Pinellas Bayway Bridge, Miami Access Tunnel, dan One Word Trade Center. Semen slag telah digunakan sebagai pengganti sebagian semen sebesar 70% untuk stabillisasi tanah dan sekitar 50% untuk perbaikan, beton pecast maupun pembangunan gedung.

Page 145: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 134

Di Indonesia sendiri, beton untuk konstruksi struktur telah digunakan secara luas. Dalam bidang jalan, beton digunakan baik sebagai konstruksi pada struktur jembatan maupun sebagai struktur perkerasan. Untuk mengetahui kinerja semen portland slag yang merupakan gabungan (blended cement) dari semen portland tipe 1 (OPC) dan semen slag (GGBFS) sebagai salah satu bahan pembentuk beton, maka dilakukan pembangunan prototipe jalan beton menggunakan semen portland slag. Lokasi jalan beton berada di lingkungan Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Kementerian PUPR. Diharapkan dengan penerapan semen portland slag untuk uji coba skala penuh ini dapat memberikan gambaran mengenai kinerja semen portland slag yang berkonsep keberlanjutan tanpa mengurangi sifat mekaniknya serta memanfaatkan material limbah secara optimal. TINJAUAN PUSTAKA Semen Slag

Penelitian kinerja beton dengan semen slag sebagai bahan pengganti sebagian semen telah dilakukan oleh Turu’allo (2013). Peneliti melakukan eksperimen pengaruh suhu pemeliharaan dan level GGBFS terhadap kekuatan beton. Suhu pemeliharaan divariasikan sebesar 200C, 500C dan adiabati dengan proporsi penggunaan GGBFS sebesar 0, 20, 35, 50, dan 70% terhadap berat semen. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kekuatan beton GGBFS yang dirawat pada suhu standar (200C) berkurang seiiring dengan bertambahnya level GGBFS dalam beton. Namun pada suhu yang lebih tinggi, kekuatan beton pada umur awal sangat meningkat dan sebanding dengan beton konvensional. Kekuatan beton dengan GGBFS mempunyai nilai yang lebih besar dari beton konvensional setelah 32 hari. Dilaporkan pula bahwa peningkatan suhu perawatan akan meningkatkan pertumbuhan kekuatan beton GGBFS pada umur awal, namun dengan perawatan suhu yang tinggi pada umur awal beton akan berdampak penurunan kekuatan beton pada umur dewasa. Semen Portland Slag

Semen portland slag adalah bahan pengikat hidrolis hasil penggilingan bersama-sama terak semen dan gips dengan slag (granulated blast furnace slag) atau hasil pencampuran antara bubuk semen portland dengan bubuk slag (ground granulated blast furnace slag) dengan kadar total bahan organik antara 36% - 70% dari massa semen (SNI 8363:2017).

Penelitian mengenai sifat fisik, mekanis dan durabilitas semen portland slag dilakukan oleh Balai Litbang Struktur Jembatan, Pusjatan (2018). Peneliti membandingan karakteristik beton dengan menggunakan 3 jenis semen, yaitu semen Portland Cement Composite (PCC), semen portland slag tipe low heat dan semen portland slag tipe general. Dalam penelitiannya, Balai Litbang Struktur Jembatan, Pusjatan (2018) melakukan pengujian sifat fisik semen berupa waktu ikat dan kuat tekan mortar. Untuk pengujian sifat mekanis beton dilakukan pembuatan benda uji berupa silinder dan balok untuk mengetahui nilai kuat tekan dan kuat lentur beton, sedangkan pengujian durabilitas beton menggunakan peralatan tidak merusak. Pengujian durabilitas yang dilakukan antara lain pengujian kerapatan beton, pengujian resistivity dan pengujian permeabilitas. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sifat fisik semen portland slag memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh SNI 8363:2017. Hasil pengujian kuat tekan diperoleh kesimpulan bahwa kuat tekan beton dengan menggunakan semen portland slag tipe general mempunyai nilai yang lebih besar daripada beton PCC di umur 56 hari dan terus meningkat pada umur 90 hari. Pada pengujian kuat lentur beton, mutu semen portland slag mempunyai nilai yang lebih besar daripada beton PCC pada umur 56 hari. Dilaporkan pula bahwa beton dengan menggunakan semen portland slag mempunyai durabilitas yang lebih baik dari beton konvensional, terutama terhadap ketahanan laju korosi dan kekedapan permukaan beton.

Page 146: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 135

Pengaruh Semen Terhadap Sifat Mekanik Beton Penelitian mengenai sifat kimia, fisika dan mekanika semen portland dilakukan oleh

Irawan (2017). Dalam penelitiannya, Irawan (2017) menggunakan semen yang tersedia di pasaran dari semua merek semen yang beredar di Indonesia. Tipe semen yang digunakan adalah (Portland Composite Cement) PCC, (Portland Pozolanic Cement) PPC yang masih banyak beredar dipasaran serta semen tipe I atau (Ordinary Portland Cement) OPC. Sifat mekanik beton dilakukan dengan membuat benda uji beton menggunakan agregat yang sama dengan target kekuatan yang sama. Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 3 hari, 7 hari, dan 28 hari. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa sifat kimia dan fisika semen yang diuji memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam SNI, meskipun terdapat sebaran dengan rentang yang cukup besar. Pengujian sifat mekanika yang dilakukan diperoleh rata-rata hasil pengujian melebihi dari nilai yang disyaratkan, terutama pada umur beton yang lebih muda. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa sebaran sifat kimia, fisika dan mekanika cukup signifikan berpengaruh terhadap proporsi material dalam campuran beton, terutama kadar semen yang digunakan untuk memperoleh kuat tekan yang sama. Kekuatan beton yang ditargetkan dapat tercapai pada umur 28 hari dengan berbagai tipe semen, namun terdapat perbedaan perkembangan kuat tekan beton di umur yang lebih muda. Hasil pengujian kuat tekan dan kuat lentur dengan berbagai tipe semen yang dilakukan oleh Irawan (2013) dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Sumber: Irawan “Semen Portland Di Indonesia Untuk Aplikasi Beton Kinerja Tinggi”, 2013.

Gambar 1. Kekuatan tekan dari benda uji silinder pada berbagai umur

Sumber: Irawan “Semen Portland Di Indonesia Untuk Aplikasi Beton Kinerja Tinggi”, 2013.

Gambar 2. Kekuatan lentur dari benda uji silinder pada berbagai umur

Page 147: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 136

Zulhendri, dkk (2018) melakukan penelitian mengenai kuat tekan dan kuat lentur beton pada perkerasan kaku. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental, dimana seluruh pengujian dilakukan di laboratorium yang terdiri dari pengujian bahan dan pengujian sifat mekanis. Peneliti membandingkan sifat mekanis beton dengan berbagai merek semen, yaitu semen Padang, semen Holcim, dan semen Bosowa. Tipe semen yang digunakan adalah Portland Cement Composite (PCC) dengan mutu rencana 30 Mpa. Metode perawatan yang dilakukan yaitu dengan direndam air dan tanpa direndam air (tanpa perawatan). Hasil penelitian menunjukan bahwa kuat tekan yang dihasilkan untuk semua merek semen mencapai mutu yang ditargetkan. Nilai kuat tekan untuk semen Padang, semen Holcim dan semen Bosowa berturut-turut adalah 32,65 MPa, 31,33 MPa, dan 30,86 MPa. Sedangkan untuk pengujian kuat lentur diperoleh nilai 4,35 MPa untuk semen Padang, 4,23 MPa untuk semen Holcim, dan 4,18 MPa untuk semen Bosowa. Dilaporkan pula bahwa kuat tekan dan kuat lentur beton tanpa perawatan tidak mencapai mutu yang ditargetkan dan berada di bawah nilai kuat tekan dan kuat lentur beton dengan perawatan di setiap umur pengujian. Persentasi penurunan kekuatan beton tanpa perawatan meningkat seiring dengan bertambahnya waktu. Dari hasil pengujian, dapat disimpulkan pula bahwa pemakaian tipe semen PCC dengan berbagai merek mempengaruhi karakteristik beton, baik itu sifat workability maupun sifat mekanis beton yang dihasilkan. Perencanaan Tebal Jalan Beton

Penentuan tebal jalan beton yang tepat merupakan bagian penting dari desain jalan beton. Ketebalan jalan beton yang tidak memadai akan menyebabkan retak dan tidak tercapainya umur layanan. Penentuan tebal jalan beton sesuai SNI 8457:2017 mengenai Rancangan Tebal Jalan Beton Untuk Lalu Lintas Ringan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Katalog perencanaan tebal jalan beton

Sumber: SNI 8457:2017 “Rancangan Tebal Jalan Beton Untuk Lalu Lintas Rendah”, 2017.

Page 148: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 137

METODOLOGI Dalam pelaksanaan pekerjaan uji coba skala penuh jalan beton menggunakan semen

portland slag, metode yang digunakan merupakan rangkaian proses kegiatan di laboratorium dan lapangan yang dimulai dari persiapan sampai dengan evaluasi hasil pengujian, seperti terlihat pada Gambar 3.

Persiapan

Pekerjaan Galian

Pengecoran

Mulai

Selesai

Pekerjaan Lapis Pondasi

Perawatan

Evaluasi

Gambar 3. Metodologi pelaksanaan kegiatan jalan beton

Langkah awal merupakan kegiatan pengukuran peta situasi disekitar lokasi kegiatan yang berada di jalan akses masuk pool alat besar kendaraan. Berdasarkan hasil pengukuran, panjang jalan beton direncanakan 30 meter dengan lebar 4,6 meter. Penentuan tebal jalan beton dengan semen portland slag dilakukan berdasarkan rancangan tebal jalan beton untuk lalu-lintas rendah sesuai dengan SNI 8457:2017. Kriteria jalan ditentukan masuk dalam kategori jalan kolektor, sehingga mutu beton minimum harus mempunyai nilai kuat lentur sebesar 3,8 MPa, dengan tebal beton minimum adalah 200 mm. Desain potongan melintang jalan beton dengan menggunakan semen portland slag dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Potongan melintang jalan beton

,

Page 149: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 138

Rancangan campuran beton disusun berdasarkan nilai kuat lentur beton minimum sebesar 3,8 MPa dengan slump rencana 8 ± 2 cm. Material semen yang digunakan adalah semen portland slag yang berasal dari PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Agregat kasar dan halus masing-masing berasal dari Batujajar dan Cimalaka dengan penambahan bahan tambah kimia berupa superplastisizer dan retarder pada campuran beton.

Pekerjaan galian dilakukan sesuai dengan gambar kerja dan dilaksanakan setelah bouwplank dengan penandaan selesai diperiksa. Penggalian dilakukan menggunakan excavator dan tanah hasil galian dibuang menggunakan dump truk ke lokasi pembuangan. Penggalian dan pembuangan dilakukan secara berulang sampai dengan batas galian dan elevasi yang sudah ditentukan. Penghamparan material agregat pondasi menggunakan excavator, setelah material rata sesuai elevasi dan ketebalan yang ditentukan proses selanjutnya yaitu dipadatkan menggunakan alat pemadat vibratory roller. Setelah agak merata kemudian lapis pondasi disiram air secara merata kemudian dipadatkan kembali dengan vibratory roller sampai dengan merata dan padat.

Gambar 5. Kegiatan pengecoran jalan beton dengan semen portland slag

Proses pengecoran dilakukan secara bertahap sampai dengan batas tulangan dowel

(Gambar 5). Setelah beton cor mendekati batas lokasi dowel, maka tulangan dowel dipasang terlebih dahulu sebelum pengecoran dilanjutkan. Hal ini dikarenakan tidak terdapat akses pengecoran pada kedua sisi jalan yang akan dicor, sehingga pengecoran dilakukan satu arah. Pengujian slump dilakukan untuk mengetahui karakteristik beton dan quality control di lapangan selain pengambilan sampel benda uji berbentuk silinder dan balok. Nilai slump yang dihasilkan tidak boleh melebihi 8 ± 2 cm sesuai dengan perencanaan awal. Langkah selanjutnya adalah pekerjaan perataan permukaan dan pembuatan alur serta pekerjaan pemotongan sambungan setiap jarak 4 meter menggunakan mesin cutting. Perawatan dilakukan selama 7 hari dengan menggunakan metode lapisan penutup yang dibasahi dengan air (Gambar 6). Penyiraman tetap dilakukan secara periodik untuk menggantikan air yang menguap akibat terik matahari.

Gambar 6. perawatan jalan beton dengan semen portland slag

Page 150: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 139

ANALISA DAN PEMBAHASAN Kondisi Jalan Beton

Pengamatan secara visual dilakukan untuk mengetahui kondisi jalan beton setelah proses pengecoran dan perawatan. Hasil pengamatan menunjukan jalan beton dalam keadaan baik, tidak mengalami retak baik dalam arah melintang maupun memanjang seperti yang terlihat pada Gambar 7. Hal Ini dikarenakan penggunaan semen portland slag sebagai bahan pengikat dalam campuran beton dapat mengurangi panas hidrasi dan menurunkan temperatur beton, sehingga potensi retak susut yang terjadi akibat panas hidrasi dan perbedaan temperatur antara inti dan luar beton dapat dikendalikan dengan mudah.

Selain itu, teramati waktu ikat akhir beton tercapai pada usia ± 48 jam. Dimana pada umumnya beton konvensional tercapai pada usia 8 jam, sehingga proses pemotongan sambungan (cutting) dilakukan setelah beton berumur 48 jam. Hal ini dikarenakan semen portland slag mengandung supplementary cementing material (pozzolan) yang cukup tinggi (36%-70%) yang mampu memperlambat waktu ikat akhir selain penggunaan bahan retarder untuk menunda waktu pengikatan beton yang bertujuan untuk kemudahan waktu transportasi beton dari batching plan ke lokasi pekerjaan. Hasil pengujian yang dilakukan oleh Balai Litbang Struktur Jembatan pada bulan Maret 2018 menunjukan bahwa pengikatan awal dan akhir beton dengan menggunakan semen portland slag mempunyai waktu ikat yang lebih panjang daripada beton yang menggunakan semen portland composite (PCC).

Gambar 7. Kondisi jalan beton dengan menggunakan semen portland slag

Kuat Tekan Beton

Pengujian kuat tekan beton pada kegiatan uji coba skala penuh ini menggunakan 2 buah benda uji silinder pada masing-masing umur pengujian. Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 3 hari, 7 hari, 14 hari, 28 hari dan 56 hari. Hasil pengujian kuat tekan beton ditunjukan pada Tabel 3.

Page 151: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 140

Tabel 3. Hasil pengujian kuat tekan beton dengan semen portland slag

Gambar 8. Grafik kuat tekan beton dengan semen portland slag

Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa kuat tekan beton semakin meningkat seiring

dengan bertambahnya umur beton, terhitung sejak dimulainya proses pencetakan. Beton dengan menggunakan semen portland slag masih menunjukan laju peningkatan kuat tekan setelah melewati umur 28 hari. Persentase peningkatan kuat tekan beton sampai dengan umur 56 hari adalah 50%, 69%, 88%, 100% dan 121%. Laju peningkatan terjadi dikarenakan adanya reaksi tambahan antara senyawa silika (SiO2) yang terkandung dalam semen slag/ GGBFS dengan kalsium hidroksida (Ca(OH)2) yang merupakan hasil rekasi sampingan antara semen portland dan air membentuk senyawa kalsium silikat hidrat (CSH) yang bersifat padat dan keras. Kuat Lentur Beton

Pengujian kuat lentur beton dilakukan untuk mengetahui kemampuan balok beton yang diletakkan pada dua perletakan untuk menahan gaya dengan arah tegak lurus sumbu benda uji yang diberikan sampai benda uji patah dan dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Pengujian kuat lentur beton dilaksanakan pada umur 14 hari, 28 hari dan 56 hari, dengan benda uji berbentuk balok berukuran 15x15x60 cm. Pengujian ini dilaksanakan berdasarkan SNI 4431:2011 mengenai cara uji kuat lentur beton dengan dua titik pembebanan. Grafik kuat lentur beton dengan semen portland slag berdasarkan hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 9.

Kode SampelUmur

(hari)

Panjang

(mm)

Diameter

(mm)

Luas Bidang

(mm2)

Gaya Tekan

(kN)

Kuat Tekan

(MPa)

Slag_LB3 3 300 150 17671,5 36 20,37

Slag_LB3 3 300 150 17671,5 34 19,24

Slag_LB7 7 300 150 17671,5 49 27,73

Slag_LB7 7 300 150 17671,5 48 27,16

Slag_LB14 14 300 150 17671,5 57 32,26

Slag_LB14 14 300 150 17671,5 60 33,95

Slag_LB28 28 300 150 17671,5 68 38,48

Slag_LB28 28 300 150 17671,5 72 40,74

Slag_LB56 56 300 150 17671,5 86 48,61

Slag_LB56 56 300 150 17671,5 83 47,24

19,81

27,45

33,11

39,61

47,93

0

10

20

30

40

50

60

3 Hari 7 Hari 14 Hari 28 Hari 56 Hari

Ku

at T

ekan

(M

Pa)

Umur Beton

Kuat Tekan Beton Slag

Page 152: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 141

Gambar 9. Grafik kuat lentur beton dengan semen portland slag

Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa kuat kentur beton yang dihasilkan pada umur 14

hari adalah 4,35 MPa, pada umur 28 hari adalah 4,49 MPa, dan pada umur 56 hari adalah 5,44 MPa. Nilai kuat lentur tersebut menunjukan peningkatan seiiring dengan bertambahnya waktu dan nilai kuat tekan beton itu sendiri. Semakin tinggi kuat tekan beton maka kuat lentur beton akan semakin tinggi pula. Dari hasil pengujian kuat lentur diperoleh nilai kuat lentur (Fs) pada umur 14 hari sebesar 4,35 MPa. Nilai kuat tentur tersebut lebih besar dari nilai kuat lentur rencana pada kategori jalan kolektor sebesar 3,8 MPa. Dengan demikian nilai kuat lentur pada prototipe jalan beton menggunakan portland slag memenuhi persyaratan.

Gambar 10. Grafik nilai kuat lentur hasil pengujian dan SNI 2847:2013

Pada Gambar 10 juga diplot grafik hubungan kuat tekan dan kuat lentur beton dari SNI

2847:2013 dengan hasil penelitian. Berdasarkan hasil pengujian kuat lentur pada Gambar 10 menunjukan bahwa nilai kuat lentur beton dengan menggunakan semen portland slag pada semua umur uji berada di atas nilai kuat lentur beton menurut SNI 2847:2013. Persentase peningkatan rata-rata nilai kuat lentur beton sebesar 19% terhadap nilai kuat lentur menurut SNI 2847:2013.

4,35 4,49

5,44

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

14 Hari 28 Hari 56 Hari

Ku

at L

entu

r (M

Pa)

Umur Beton

Kuat Lentur Beton Slag

3,57 3,90 4,034,35 4,49 5,44

33,11

39,61

47,93

-5

5

15

25

35

45

55

14 Hari 28 Hari 56 Hari

Ku

at T

ekan

& K

uat

Len

tur

(MP

a)

Umur (hari)

Kuat Lentur Teoritis Kuat Lentur Beton Kuat Tekan Beton

Fs rencana

Page 153: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 142

KESIMPULAN Dari hasil pengamatan dan pengujian kekuatan jalan beton dengan menggunakan semen portland slag dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil pengamatan secara visual di lapangan menunjukan jalan beton dalam kondisi baik,

tidak mengalami retak. Hal dikarenakan penggunaan semen portland slag sebagai bahan pengikat dalam campuran beton dapat mengurangi panas hidrasi dan menurunkan temperatur beton.

2. Penggunan semen portland slag dalam campuran beton menunjukan adanya peningkatan waktu ikat akhir beton (± 48 jam), hal ini dikarenakan semen portland slag mengandung supplementary cementing material (pozzolan) yang cukup tinggi sehingga dapat memperlambat waktu ikat, selain penggunaan bahan retarder untuk menunda waktu pengikatan beton.

3. Hasil pengujian kuat tekan beton dengan menggunakan semen portland slag masih menunjukan laju peningkatan kekuatan beton setelah melewati umur 28 hari. Hal ini disebabkan adanya reaksi tambahan antara senyawa silika yang terkandung dalam semen slag dengan kalsium hidroksida membentuk senyawa kalsium silikat hidrat (CSH).

4. Penggunaan semen portland slag sebagai campuran beton tidak megurangi nilai kuat lentur yang ditargetkan, sehingga semen portland slag dapat digunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan jalan beton sesuai SNI 8457:2017.

5. Nilai kuat lentur dengan menggunakan semen portland slag berada di atas nilai kuat lentur beton menurut SNI 2847:2013. Persentase peningkatan rata-rata nilai kuat lentur beton sebesar 19% terhadap nilai kuat lentur menurut SNI 2847:2013.

SARAN Adapun saran yang dapat diberikan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut adalah: 1. Kajian perbedaan pengaruh kadar semen slag/ GGBFS dalam semen portland slag

terhadap sifat mekanik dan kemudahan pengerjaan beton dilapangan. 2. Untuk mengetahui kekuatan struktur prototipe jalan yang dibuat menggunakan semen

portland slag perlu dilakukan pengkajian (uji lintasan) terhadap kekuatan eksisiting yang ada di lapangan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kami tujukan kepada segenap perangkat Pusat Litbang Jalan dan Jembatan (PUSJATAN), termasuk teknisi Laboratorium Balai Litbang Jembatan atas bantuan dan kerjasamanya dalam pelaksanaan kegiatan di laboratorium. Ucapan serupa ditujukan kepada PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk atas kerjasama penelitian, pengembangan dan penerapan dalam bidang teknologi beton. DAFTAR PUSTAKA Badan Standarisasi Nasional, 2011. SNI 4431:2017. “Pengujian Kuat Lentur Beton Dengan

Dua Titik Pembebanan”. Jakarta: BSN. Badan Standarisasi Nasional, 2013. SNI 2847:2013. “Persyaratan Beton Struktural Untuk

Bangunan Gedung”. Jakarta: BSN. Badan Standarisasi Nasional, 2017. SNI 8363:2017, “Semen Portland Slag”. Jakarta: BSN. Badan Standarisasi Nasional, 2017. SNI 8457:2017. “Rancangan Tebal Jalan Beton Untuk

Lalu Lintas Rendah”. Jakarta: BSN. Balai Litbang Struktur Jembatan, 2018. “Laporan Pengujian Mekanika Beton Semen Slag”.

Bandung, Maret 2018. Irawan, R. 2013. “Semen Portland di Indonesia Untuk Aplikasi Beton Kinerja Tinggi”. Bandung:

Kementerian Pekerjaan Umum, Badan Penelitian dan Pengembangan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan.

Irawan, R. 2017. “Kajian Sifat Kimia, Fisika, dan Mekanika Semen Portland di Indonesia”. Jurnal Jalan dan Jembatan. Volume 34 Nomor 2, Juli-Desember 2017, 79-90.

Page 154: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 143

Suresh, D, and Nagaraju, K. 2015. “Ground Granulated Blash Slag (GGBS) in Concrete” – A review. IOSR Journal of Mechanical and Civil Engineering (IOSR-JMCE). Volume 12, Juli-Agustus 2015, 76-82.

Soutsos, M., Hatzitheodorou, A., Kanavaris, F., and Kwasny, J. 2017. “Effect of Temperature on The Strength Development of Mortar Mixes With GGBS and Fly Ash”. Magazine of Concrete Research, April 2017.

Slag Cement Association, 2015. “Benefits of Slag Cement In Concrete”. Georgia Chapter ACI Luncheon, Oktober 2015.

Turu’allo, D. 2013. “Kinerja Ground Granulated Blast Furnage Slag (GGBS) Sebagai Bahan Pengganti Sebagian Semen Untuk Sustaibable Development”. Seminar Nasiononal Inovasi Teknologi Berwawasan Lingkungan Dalam Pembangunan Infrastruktur Wilayah dan Industri. Oktober 2013.

Zulhendri., Alfajrizal, M., Wiyono, S., dan Puri, A. 2015. “Kajian Perbandingan Penggunaan Berbagai Merek Semen dengan dan Tanpa Perawatan Terhadap Kuat Tekan dan Kuat Lentur Beton Pada Perkerasan Kaku”. Jurnal Saintis. Volume 18 Nomor 2, Oktober 2018, 33-42.

Page 155: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 144

INFORMASI SIFAT MATERIAL FABA DALAM PEMANFAATAN SEBAGAI BAHAN LAPIS PONDASI JALAN

Iwan Susanto1, Rulli Ranastra2, Yohanes Ronny3 1,2,3 Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,

1,2,3Jl. AH. Nasution 264 Ujung Berung, Bandung, Indonesia, 40294, [email protected], [email protected],

[email protected]

Abstrak Pemanfaatan waste material sebagai bahan perkerasan jalan merupakan alternatif terhadap semakin menipisnya bahan standar, masalah pencemaran lingkungan, serta menuju Green and Smart Pavement. Program Pemerintah 35.000 MW menyebabkan banyak dibangun PLTU dengan batu bara sebagai bahan bakar. Dampak negatif dari bahan bakar batu bara adalah limbah fly ash dan bottom ash (FABA) yang merupakan kategori limbah B3 dan volumenya sangat besar. Karakteristik FABA yang beragam menjadi kendala dalam memanfaatkannya sebagai bahan lapis pondasi jalan. Tujuan penelitian ini adalah menyusun sistem informasi material FABA tentang identifikasi sifat yang paling dominan dalam mempengaruhi kelayakan FABA sebagai bahan lapis pondasi jalan. Sistem informasi ini akan memangkas waktu dan biaya dalam pemanfaatan FABA. Metode eksperimen terpilih melalui uji plastisitas, berat jenis, gradasi, sand equivalent, analisa kimia, LoI, proctor, dan UCS. Hasil analisa menunjukan, sifat FABA yang paling berpengaruh adalah nilai LoI (<6%), jumlah kandungan mineral SiO2+Al2O3+Fe2O3 (>70%), selisih berat jenis <0,2, dan kadar air <3%. Hasil uji untuk FABA dari PLTU Labuan Angin dengan LoI 4,36% dan 3,35%, kandungan mineral SiO2+Al2O3+Fe2O3 > 70%, berat jenis 2,64 dan 2,56, serta kadar air <3% dapat memberikan nilai UCS yang tinggi yaitu 33,05 kg/cm2. FABA dari PLTU lainya nilai UCS rendah dan tidak masuk spesifikasi, karena tidak memenuhi keempat persyaratan tersebut. Kata Kunci: FABA, green and smart pavement, lapis pondasi jalan, LoI, UCS, waste material Abstract The use of waste materials as road pavement materials is an alternative to the lack of standard materials, it also becomes a solution for environmental pollution and for Green and Smart Pavement. The 35,000 MW Government Program has caused the construction of many steam power plants with coal as fuel. The negative impact of coal fuel is the volume of fly ash and bottom ash (FABA) which is a category of B3 waste, is tremendous. The diverse characteristics of FABA become an obstacle in using it as a road base layer material. The purpose of this study is to arrange a material information system for FABA on identifying the most dominant attributes in influencing the feasibility of FABA as a road base layer material. This information system will cut time and costs in the use of FABA as matrial for road base. The experimental method was selected through tests of plasticity, specific gravity, gradation, sand equivalent, chemical analysis, LoI, proctor, and UCS. The analysis showed that most influetial characteristic of FABA are LoI (<6%), totally of SiO2+Al2O3+Fe2O3 (>70%), and different specific gravity (<0,2). Test results for FABA from the Labuan Angin PLTU with LoI of 4.36% and 3.35%, mineral content of SiO2+Al2O3+Fe2O3> 70%, and specific gravity of 2.64 and 2.56 can provide high UCS values of 33,05 kg/cm2. FABA from other PLTU was low in UCS value and did not meet specifications, because it did not meet all four requirements. Keywords: FABA, green and smart pavement, road base layer, LoI, UCS, waste material

Page 156: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 145

PENDAHULUAN

Penambahan beban lalu lintas akhir-akhir ini salah satu indikasi bahwa sektor perekonomian semakin meningkat, yang memang merupakan prioritas nasional berupa percepatan pertumbuhan Industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Salah satu dampak negatif dari meningkatnya sektor ini adalah limbah yang dihasilkan. Limbah yang depositnya melimpah tersebut apabila tidak dilakukan penanganan akan mencemari dan berdampak buruk terhadap lingkungan. Disisi lain terdapat permasalahan semakin menipisnya material standar untuk jalan, karena meningkatkan rehabilitasi jalan. Oleh karena itu diperlukan penelitian bidang jalan untuk dapat memanfaatkan limbah sebagai bahan perkerasan jalan, sehingga selain mengurangi pencemaran dan kebutuhan lahan untuk menampung limbah tersebut, juga dapat mengurangi ketergantungan terhadap material standar.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus berusaha melakukan terobosan untuk memudahkan pembangunan infrakstruktur jalan yang berwawasan lingkungan. Pemanfaatan material lokal, bahan daur ulang, dan limbah yang digunakan untuk material jalan merupakan agenda PUPR di bidang jalan. Pemanfaatan limbah sebagai bahan perkerasan jalan merupakan upaya mengurangi pencemaran lingkungan akibat kegiatan industri. Pemanfaatan limbah B3 dalam bidang perkerasan jalan juga telah didorong oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), terkait pemberlakukan PP No. 101 tentang Pengelolaan Limbah B3.

Jenis limbah yang sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan jalan adalah limbah abu pembakaran batu bara. Saat ini, kebutuhan energi di Indonesia diperkirakan sebesar 1.050,3 juta barel setara minyak dan 50% nya masih berasal dari bahan bakar impor (Permana dkk., 2010). Rencana pembangunan beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru dengan kapasitas total 35.000 MW atau 35 GW, baik di dalam maupun luar Jawa, akan memberikan permasalahan lingkungan yang dianggap cukup penting dari kegiatan industri penghasil energi berbahan bakar batubara tersebut adalah masalah abu batubara. Penggunaan bahan bakar padat berupa batubara sebagai sumber energi untuk pembangkit listrik tenaga batubara akan menghasilkan bahan sisa dan limbah. Salah satu jenis sisa pembakaran batubara terdiri dari Fly Ash dan Bottom Ash (FABA). Fly Ash adalah abu yang berterbangan di atas tungku pembakaran batubara. Bottom Ash merupakan hasil pembakaran batubara yang mengendap di tungku pembakaran batubara. Pada umumnya proporsi limbah FABA dalam proses pembakaran adalah terdiri dari 80%-90% Fly Ash dan 10%-20% Bottom Ash. Limbah FABA yang dihasilkan tersebut diperkirakan akan bertambah secara signifikan dan semakin bertumpuk bila tidak dapat dimanfaatkan secara masif.

Pada tahun 2019, volume FABA yang dihasilkan adalah 6.598.493 ton, volume tersebut akan meningkat seiring kebijakan pemerintah tentang program 35 MW yang harus selesai pada tahun 2024. Kandungan logam berat, volume yang dihasilkan sangat besar, dan khusus untuk fly ash karena ringan sehingga mudah terbawa angin menyebabkan abu batubara diklasifikasikan sebagai limbah B3 kategori 2 yang berasal dari sumber khusus (Presiden Republik Indonesia, 2014), maka beberapa parameter pengujian karakterisasi abu diperlukan untuk pengelolaannya, dan salah satunya adalah dengan pengujian toksisitas terhadap abu batubara (Damayanti, 2018).

Hal yang menjadi kendala dalam memanfaatkan limbah FABA adalah karekteristik yang berbeda disetiap PLTU. Hal ini memerlukan kajian yang berbeda dari tiap jenis FABA, yang berarti bahwa penelitian FABA ditiap PLTU jenis pemanfaatanya akan berbeda-beda. Sistem pembakaran dan jenis sumber batu bara sangat mempengaruhi karakteristik FABA. Pada dasarnya metode pembakaran pada PLTU terbagi 3, yaitu pembakaran lapisan tetap (fixed bed combustion), pembakaran batubara serbuk (pulverized coal combustion/PCC), dan pembakaran lapisan mengambang (fluidized bed combustion / FBC). Sementara jenis batu bara dikelompokan menjadi 4 yaitu : lignitic (kadar karbon 60-70%), sub-bitumminous (kadar karbon 71-77%), bitumminous (kadar karbon 77-87%), dan antrachite (kadar karbon ≥87%).

Page 157: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 146

Tabel 1. Sifat Kimia Fly Ash

Parameter Tipe Fly Ash

N F C

Silicon dioxide (Si02) + aluminum oxide (Al203) + iron oxide (Fe203), min.

70 70 50

Sulfur trioxide (SO3), max., % 4 5 5

Kadar air, max. % 3 3 3

Loss on ignition (LoI, max. % 10 6 6

Struktur perkerasan jalan umumnya terdiri dari lapis tanah dasar (sub grade), lapis

pondasi (base), dan lapis permukaan (surface). Kerusakan dini perkerasan jalan, diantaranya diakibatkan oleh lemahnya struktur bagian bawah konstruksi jalan, seperti daya dukung lapis pondasi (Nono, 2009). Lapis pondasi jalan terdiri dari agregat kasar dan agregat halus. Umumnya penentuan persyaratan kepadatan dan kadar air ditentukan dari hasil-hasil uji laboratorium atau lapangan. Fungsi dari lapis pondasi adalah sebagai bagian dari struktur perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan beban kendaraan, serta untuk efisiensi penggunaan material agar lapisan-lapisan yang lain dapat dikurangi tebalnya, sehingga menghemat biaya (Ahmad, 2016). Oleh karena itu fungsi lapis pondasi jalan sangat penting dalam mengurangi kerusakan lapis permukaan dan jalan dapat berfungsi dengan baik.

Kriteria pemanfaatan FABA sebagai bahan perkerasan jalan harus dilakukan dengan penggunaan zat yang mampu mengikat FABA sehingga tidak terurai. Bentuk fisik fly ash yang identik menyerupai semen portland dan bottom ash yang seperti pasir menyebabkan jenis pemanfaatan yang paling efektif dan dapat menyerap banyak FABA adalah pemanfaatan untuk lapis pondasi jalan. Pemanfaatan fly ash dan bottom ash sebagai bahan lapis pondasi jalan, harus memenuhi persyaratan utama yaitu nilai kuat tekan bebas atau Unconfined Compressive Strength (UCS). UCS merupakan nilai yang menunjukan kekuatan dalam menahan beban. Nilai UCS yang diacu adalah berdasarkan Spesifikasi Khusus Interm Lapis Fondasi Semen dengan Material Alam Lokal ( SKh-1.5.12, Bina Marga 2018b) yaitu 25-40kg/cm2 yang harus tercapai pada umur 7 hari.

Karakteristik FABA dari tiap PLTU yang sangat beragam menyebabkan diperlukannya identifikasi terhadap faktor-faktor yang dapat menentukan layak tidaknya fly ash dan bottom ash sebagai lapis pondasi jalan. Identifikasi tersebut dapat menjadi indikator yang memudahkan dalam pemanfaatan limbah FABA serta diharapkan dapat mempengaruhi sistem pembakaran ditiap PLTU. Tujuan penelitian ini adalah menyusun sistem informasi material FABA tentang identifikasi sifat yang paling dominan dalam mempengaruhi kelayakan FABA sebagai bahan lapis pondasi jalan

METODE Penelitian pemanfaatan material FABA sebagai lapis pondasi jalan ini menggunakan

metode eksperimen dengan penggujian di laboratorium. Pengujian dilakukan terhadap 4 (empat) sampel FABA dari PLTU Labuan Angin Sibolga, PLTU Tanjung Jati B, PLTU Ombilin, dan PLTU Pangkal Pinang. Pengujian laboratorium dilakukan terhadap sifat fisik dan kimia fly ash serta bottom ash, dan pengujian UCS untuk lapis pondasi dengan menambahkan semen sebagai bahan pengikat FABA. Campuran antara fly ash dan bottom ash dari setiap PLTU akan dicampur dengan semen dengan komposisi tertentu untuk mencapai nilai UCS yang disyaratkan. Penentuan faktor-faktor yang menentukan layak tidaknya FABA untuk material lapis pondasi dilakukan dengan menganalisa keterkaitan antara proses pembakaran batu bara, sifat-sifat fisik dan kimia fly ash dan bottom ash terhadap nilai UCS yang diperoleh.

Page 158: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 147

ANALISA DAN PEMBAHASAN Data Jenis Boiler dan Batubara

Jenis tungku pembakaran dan temperatur sangat mempengaruhi bentuk fisik dan kandungan senyawa kimia pada FABA. Jenis boiler dan batubara dari PLTU yang dikaji dalam penelitian ini adalah sesuai Tabel 2.

Hasil Pengujian Laboratorium Sifat Fisik FABA

Untuk memanfaatkan limbah sebagai bahan jalan maka harus dilakukan pengujian terhadap sifat fisik material tersebut. Sifat fisik yang utama dilakukan pengujian adalah batas atterberg, gradasi, berat jenis, penyerapan, dan setara pasir. Hasil pengujian sifat fisik FABA pada penelitian ini adalah sesuai Tabel 3. Untuk hasil uji analisa saringan FABA sesuai Tabel 4.

Tabel 3. Hasil pengujian sifat-sifat fisik fly ash dan bottom ash

Jenis Pengujian

PLTU Labuan Angin

PLTU Tanjung Jati B

PLTU Ombilin

PLTU Pangkal Pinang

FA BA FA BA FA BA FA BA

Batas plastis NP NP NP NP NP NP NP NP Berat Jenis 2,64 2,56 2,44 2,20 2,096 2,009 2,85 2,63

Penyerapan - 3,27 - 2,74 - -

Setara pasir - 95,35 - - - 73,33

Keterangan : FA = fly ash, BA = bottom ash, NP = non plastis

Tabel 2. Jenis Boiler dan Batubara

Lokasi PLTU Jenis Boiler Jenis Batubara

PLTU Labuan Angin Circulating Fluidized Bed Lignitic dan Subbitumminios

PLTU Tanjung Jati B Pulverized coal combustion

Bitumminions dan Subbitumminios

PLTU Ombilin Pulverized coal combustion

Bitumminions dan Subbitumminios

PLTU Pangkal

Pinang

Pulverized coal combustion

Bitumminions dan Subbitumminios

Page 159: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 148

Tabel 4. Hasil uji gradasi fly ash dan bottom ash

Ukuran Saringan

PLTU Labuan Angin

PLTU Tanjung Jati B

PLTU Ombilin

PLTU Pangkal Pinang

FA BA FA BA FA BA FA BA

-1" 100 100

-3/4" 99,08 94,60

-1/2" 96,73 100 85,32

- 9,52 (3/8") 100 92,99 94,50 80,12

- No. 4 99,47 78,43 92,80 75,60

- No. 8 98,93 54,27 54,43 53,01

- No. 16 97,90 37,17 38,73 38,97

- No. 20 96,33 100 31,23 29,55 30,23

- No. 30 91,43 99,90 26,62 24,89 27,26

- No. 40 100 80,48 99,88 22,73 100 20,57 22,68

- No. 50 99,82 57,91 99,50 18,81 90,54 19,55 17,71

- No. 80 99,74 14,50 99,04 13,82 81,33 14,28 100 15,92

- No. 100 99,67 8,10 98,63 11,78 80,80 6,45 98,9 5,21

- No. 200 95,54 0,43 91,56 6,21 55,80 15,9 68,9 0,36

Hasil Pengujian Laboratorium Sifat Kimia

Sifat-sifat kimia dilakukan dengan pengujian kandungan zat kimia pada FABA, nilai LoI, yang dikaitkan dengan data jenis batu bara dan jenis tungku pembakaran di PLTU. Sifat kimia FABA yang dikaji ada sesuai dengan Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Uji Sifat Kimia FABA

Parameter Kimia

PLTU Labuan Angin

PLTU Tanjung Jati B

PLTU Ombilin

PLTU Pangkal Pinang

FA BA FA BA FA BA FA BA

SiO2 61,63 45,59 50,38 50,83 55,32 50,29 35,74 50,93

Al2O3 17,71 27,06 24,88 21,87 22,43 24,66 12,01 7,90

Fe2O3 9,30 6,87 9,43 11,14 5,12 6,41 19,32 4,41

CaO 4,24 6,87 4,21 4,05 1,67 0,78 8,49 8,22

MgO 1,98 1,94 2,67 2,49 0,49 0,78 1,75 0,56

SO3 2,83 1,73 0,28 0,72 0,24 0,45 3,13 1,41

Na2O 1,31 4,97 18,67 2,04 - - 0,25 0,60

K2O 1,28 0,78 2,31 1,94 - - 0,69 0,52

H2O 1,45 2,13 1,72 2,75 26,01 28,90 2,85 2,35

LoI 4,27 3,35 1,71 3,48 12,96 13,64 0,68 0,50

Berdasarkan hasil pengujian sifat kimia pada Tabel 5, jenis fly ash dari FABA yang diuji

dapat ditentukan sesuai dengan klasifikasi pada Tabel 1. Hasil klasifikasi sifat fly ash adalah sesuai dengan Tabel 5.

Page 160: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 149

Tabel 5. Klasifikasi Sifat Kimia FABA

Lokasi PLTU Sifat Kimia Fly Ash Klasifikasi Jenis Fly Ash

PLTU Labuan Angin SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 > 70% CaO < 10%, SO3 < 5%, LoI < 6%

Tipe F

PLTU Tanjung Jati B SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 > 70% CaO < 10%, SO3 < 5%, LoI < 6%

Tipe F

PLTU Ombilin SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 > 70% CaO < 10%, SO3 < 5%, LoI > 6%

Tipe F

PLTU Pangkal Pinang SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 < 70% CaO < 10%, SO3 < 5%, LoI > 6%

Tipe C

Hasil Pengujian Laboratorium UCS

Pemanfaatan limbah abu batubara sebagai lapis pondasi jalan pada penelitian ini dilakukan dengan mencampur dengan komposisi tertentu antar fly ash, bottom ash, dan semen portland sebagai bahan pengikat. Komposisi dipilih yang paling efektif dari melalui hasil pengujian laboratorium sampai dengan mencapai spesifikasi yang disyaratkan yaitu 25 kg/cm2-40 kg/cm2. Berikut adalah nilai UCS tertinggi pada umur 7 hari yang diperoleh dari hasil pengujian, sesuai dengan Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Pengujian UCS dengan Limbah FABA.

Lokasi PLTU Nilai UCS Tertinggi

Komposisi Campuran Keterangan

PLTU Labuan Angin 33,05 kg/cm2 25% fly ash, 75% bottom ash, 9% semen portland

Masuk spesifikasi

PLTU Tanjung Jati B 9,04 kg/cm2 20% fly ash, 80% bottom ash, 8% semen portland

Tidak masuk spesifikasi

PLTU Ombilin 8,00 kg/cm2 20% fly ash, 80% bottom ash, 8% semen portland

Tidak masuk spesifikasi

PLTU Pangkal Pinang

19,35 kg/cm2 30% fly ash, 70% bottom ash, 8% semen portland

Tidak masuk spesifikasi

Hasil pengujian lengkap uji UCS FABA dari PLTU Labuan Angin adalah seperti Gambar 1.

Gambar 1. Hasil Uji UCS FABA dari PLTU Labuan Angin

Page 161: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 150

Analisis Hasil Uji Berdasarkan hasil pengujian nilai UCS dapat diketahui bahwa hanya FABA dari PLTU

Labuan Angin yang dapat digunakan sebagai lapis pondasi jalan, sedangkan FABA yang lain tidak dapat karena nilai UCS yang rendah. Terkait hal tersebut akan dilakukan analisa terhadap faktor-faktor yang dianggap dominan dalam menentukan tinggi rendahnya nilai UCS.

a) Sifat Kimia Fly Ash

Senyawa SiO2, Al2O3, Fe2O3 merupakan bahan pokok dalam pembuatan semen portland. Oleh karena itu sifat fly ash sangat dominan dalam proses pengikatan. Semakin tinggi kadar ketiga senyawa tersebut menyebabkan reaksi sementasi dan pemadatan atau reaksi pozzolanic berlangsung sempurna. Reaksi pozzolanic tersebut menyebabkan campuran menjadi keras dan kaku. Berdasarkan hasil uji sifat kimia nilai total kandungan SiO2, Al2O3, Fe2O3 dari PLTU Labuan Angin, PLTU Tanjung jati B, PLTU Ombilin, dan PLTU Pangkal Pinang berturut-turut adalah 88,63%, 84,69%, 82,67%, dan 67,07%. Namun nilai tersebut tidak berbanding lurus dengan nilai hasil uji UCS. Hal ini berarti bahwa terdapat faktor lain yang mempengaruhi selain kandungan senyawa SiO2, Al2O3, Fe2O3. b) Kandungan Karbon

Nilai LoI merupakan acuan terhadap kadar karbon yang terkandung, yaitu kandungan karbon dalam abu terbang atau keadaan hilangnya potensi nyala dari abu terbang batu bara. Semakin sempurna pembakaran batubara pada PLTU maka kandungan karbon pada abu terbang akan rendah. Tinggi rendahnya karbon pada abu terbang sangat mempengaruhi ikatan yang dihasilkan. Semakin tinggi LoI maka ikatan antara abu terbang dengan semen akan menjadi lemah. Hal ini juga yang terjadi pada ikatan FABA yang distabilisasi dengan semen pada penelitian ini. Karbon akan menjadi penghalang terjadinya ikatan antara fly ash, bottom ash, dan semen yang diuji. Kadar karbon atau nilai LoI yang disyaratkan maksimum adalah 6%, artinya nilai karbon yang tertinggal pada fly ash hanya diperbolehkan maksimum 6%. Rendahnya nilai UCS FABA PLTU Ombilin disebabkan karena tingginya nilai LoI yang mencapai 12,96%. Hal inilah yang menyebabkan benda uji UCS tidak mampu menahan beban yang sesuai disyaratkan dan hanya mencapai 8,00 kg/cm2 c) Sifat Fisik Berat Jenis

Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 mensyaratkan bahwa perbedaan berat jenis antara agregat halus dengan agregat kasar dibatasi 0,2. Hal ini disebabkan ketika perbedaan >0,2 maka bahan pengikat yang dibutuhkan akan semakin besar sehingga akan mempengaruhi kekuatan serta biaya. Perbedaan berat jenis yang sangat tinggi berdampak luas permukaan penampang agregat lebih besar sehingga bahan pengikat yang dibutuhkan menjadi lebih banyak.

Pada campuran UCS untuk lapis pondasi FABA selisih nilai berat jenis antara fly ash dan bottom ash berturut-turut adalah 0,08 (PLTU Labuan Angin), 0,24 (PLTU Tanjung Jati B), 0,087 (PLTU Ombilin), dan 0,22 (PLTU Pangkal Pinang). Nilai selisih berat jenis FABA dari PLTU Tanjung Jati B dan PLTU Pangkal Pinang >0,2, hal tersebut sangat mempengaruhi kadar bahan pengikat yang dibutuhkan untuk stabilisasi menjadi lebih tinggi. d) Kadar Air

Pengaruh kadar air yang lebih besar dari kadar optimum akan berpengaruh terhadap kekuatan. Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 mensyaratkan bahwa kadar air berada direntang -2 dan +1 dari kadar air optimum, artinya air yang terkandung diperbolehkan berada 2% dibawah kadar air optimum dan 1% di atas kadar air optimum. Pada fly ash kadar air yang disyaratkan adalah maksimum 3%, sementara fly ash dari PLTU Ombilin kadar airnya mencapai 26,01%. Kadar air yang tinggi tersebut menyebabkan rendahnya nilai UCS FABA dari PLTU Ombilin, dan paling rendah dari 4 FABA yang dikaji.

Page 162: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 151

Hasil Analisis Berdasarkan analisis hasil pengujian yang telah dilakukan maka dapat dilakukan analisis

bahwa sifat yang paling dominan dalam mempengaruhi layak tidaknya FABA digunakan sebagai bahan lapis pondasi adalah kandungan SiO2, Al2O3, Fe2O3, kadar LoI, selisih berat jenis fly ash dan bottom ash < 0,2, dan kadar air. Rekapitulasi hasil analisa sifat yang paling dominan terhadap pemanfaatan FABA sebagai lapis pondasi adalah sesuai Tabel 7.

Tabel 7. Rekapitulasi Analisis Faktor-Faktor Kelayakan FABA sebagai Lapis Fondasi Jalan

Sifat Kajian Syarat

PLTU Labuan Angin

PLTU Tanjung Jati B

PLTU Ombilin

PLTU Pangkal Pinang

FA BA FA BA

FA BA FA BA

SiO2+Al2O3+Fe

2O3 >70% Ya Ya Ya Y

a Ya Ya Tidak Tidak

Kadar LoI <6% Ya Ya Ya Ya

Tidak Tidak Ya Ya

Selisih Berat Jenis

<0,2 Ya Tidak Ya Tidak

Kadar H2O <3% Ya Ya Tidak Ya

Nilai UCS kg/cm2

25-40 Ya Tidak Tidak Tidak

Berdasarkan Tabel 7, terlihat bahwa apabila salah satu dari syarat jumlah

SiO2+Al2O3+Fe2O3, kadar LoI, selisih berat jenis, dan kadar H2O tidak terpenuhi maka nilai UCS tidak masuk spesifikasi yang disyaratkan KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa sifat FABA yang paling dominan untuk diinformasikan terhadap kelayakan FABA sebagai bahan lapis fondasi adalah : 1) Jumlah kandungan SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 harus >70%, karena senyawa tersebut merupakan

bahan utama semen yang mempunyai sifat pozzolanic; 2) Nilai LoI yang lebih rendah dari 6% pada FABA akan memberikan daya ikat yang lebih

karena kadar karbon yang rendah; 3) Selisih berat jenis <0,2, yang sangat mempengaruhi kekuatan dan volume bahan pengikat

yang digunakan; 4) Kadar air yang tinggi pada FABA berpengaruh buruk terhadap ikatan yang terjadi. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan agar dilakukan suatu pilot project kecil sebelum direalisasikan secara luas dan disusun pedoman. FABA dari PLTU Labuan Angin perlu diterapkan skala lapangan sebagai acuan atau pedoman dalam pemanfaatan FABA. UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kami tujukan kepada Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang telah membiayai penelitian ini.

Page 163: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 152

DAFTAR PUSTAKA Presiden Republik Indonesia, 2014. Peraturan Pemerintah No. 101 tentang Pengelolaan

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Indonesia. Permana, A. D., Sugiyono, A., Suharyono, H. and Boedoyo, M. S. (eds.). 2010. Outlook energi

Indonesia 2010: Teknologi untuk mendukung keandalan pasokan energi listrik. Jakarta: BPPT-Press.

Damayanti, R. 2018. Abu Batubara dan Pemanfaatanya Tinjauan Teknis Karakteristik Secara Kimia dan Toksikologinya. Jurnal Teknologi dan Mineral Batubara. Volume 14, Nomor 3, Halaman. 213-231

Suprapto, S. and Damayanti, R. 1988. Hasil pengujian sifat-sifat abu batubara Muara Tiga, Bukit Asam. Bandung.

Gunawan, Gugun, dan Nono. 2018. Potensi Pemanfaatan FABA untuk Lapis Fondasi Jalan Semen. Jurnal Jalan Jembatan. Volume 36. Juni 2018, 19-29.

Nono, 2009. Kajian Penggunaan Lapis Fondasi Agregat yang Distabilisasi Semen. Jurnal Jalan Jembatan. Volume 26, No. 1, 1-11.

Fadly, Achmad. 2016. Tinjauan Material Lokal Quarry Inego Sebagai Bahan Lapis Pondasi Atas. Seminar Nasional Sain dan Teknologi 2016, hal 1-6.

Direktorat Jenderal Bina Marga. 2018. Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan Tahun 2018. Jakarta.

Balitbang PUPR. 2018. Spesifikasi Khusus Interm Lapis Fondasi Semen dengan Material Alam Lokal. Jakarta.

Page 164: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 153

STUDI PENGARUH KONDISI RENDAMAN DAN TAK TERENDAM TERHADAP KAPASITAS DAYA DUKUNG TANAH STABILISASI ZEOLITE

Tri Harianto1,a, Ichsan Rauf2,b, Nurul Marfu’ah As 2,c , Thasya Leatemia2,d

1 Associate Professor, Hasanuddin University, Indonesia 2 Student, Hasanuddin University, Indonesia

a [email protected] b [email protected], c [email protected], d

[email protected]

Abstrak Tanah memiliki peran yang sangat penting dalam konstruksi jalan sehingga, kapasitas daya dukung sudah menjadi parameter yang perlu diperhatikan. Metode yang paling sering digunakan untuk meningkatkan kapasitas daya dukung tanah adalah stabilisasi secara kimiawi. Adapun penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai CBR pada tanah lunak yang distabilisasi secara kimiawi dengan material alam. Dalam hal ini, material alam yang digunakan merupakan zeolite dengan persentase 3%. Untuk kondisi tak terendam, nilai CBR diuji pada waktu pemeraman 0,1,14 dan 28 hari. Sedangkan untuk kondisi terendam terbagi atas dua kondisi lingkungan, yaitu pada air tawar dan air laut. Hasil menunjukkan bahwa, nilai CBR tanah terstabilisasi zeolite meningkat seiring dengan meningkatnya periode pemeraman, dengan peningkatan sebesar 3 kali – 6 kali. Sedangkan, untuk kondisi terendam, kedua kondisi lingkungan yaitu air tawar dan air laut menunjukkan nilai CBR yang cenderung sama, masing-masing 1,7 kali dan 1,6 kali. Berdasarkan SNI 03-3437-1994 dan SNI 03-3438-1994 mengenai persyaratan timbunan yang distabilisasi semen, pada kondisi tak terendam, nilai CBR memenuhi untuk pengaplikasian sebagai lapisan subbase. Sedangkan untuk kondisi terendam memiliki nilai CBR yang masih lebih besar dari nilai CBR tanah asli. Kata Kunci: Zeolite, California Bearing Ratio (CBR),Rendaman dan Tak Terendam.

Abstract Soil playing an important role on road constructions. Therefore, soil bearing capacity become an important parameter on road construction. In order to gain a high bearing capacity of soil, recently, the most popular method to be used is chemical stabilization. This research conducted to analyze CBR value of soft soil stabilized by zeolite in soaked and unsoaked condition. In this research, the natural additive that used as a stabilize agent on soft soil is zeolite and the amount is 3%. For unsoaked condition, CBR value were tested on 0,1,14 and 28 days of curing. Even though, for soaked condition, the specimens were tested in sea water and fresh water. The results shows that the value of soils stabilized by zeolite increase varies depends on curing period, 3 times – 6 times. As for, for soaked condition this value almost equal for fresh water and sea water, respectively, 1.7 times and 1.6 times. Based on SNI 03-3437 and SNI 03-3438-1994, this value has qualified for subbase layer, meanwhile in soaked conditions this value is still greater than untreated soil. Keywords: Zeolite,California Bearing Ratio (CBR), Soaked dan Unsoaked.

Page 165: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 154

PENDAHULUAN Ketersediaan material terkadang menjadi salah satu permasalahan yang terjadi di

lapangan. Salah satunya adalah ketersediaan sirtu dalam sebuah pekerjaan jalan. Beberapa daerah di Indonesia contohnya Papua,sering kali mengalami kesulitan dalam penyediaan sirtu, yang dalam penyediaannya membutuhkan alokasi dana yang sangat banyak untuk mendatangkan sirtu dari daerah lain. Sehingga, material lokal alternatif sangat dibutuhkan untuk kondisi-kondisi seperti ini.

Tanah merupakan salah satu material yang tersedia langsung di lapangan (Bowles 1986) Namun, kapasitas daya dukung yang rendah sering kali menjadi permasalahan yang ditemui. Sehingga berbagai metode perkuatan tanah dilakukan untuk meningkatkan kapasitas daya dukung tanah tersebut. Stabilisasi kimia merupakan metode yang paling ekonomis dalam perkuatan tanah (Hardiyatmo 2010) . Sehingga, metode ini merupakan metode paling sering digunakan.

Material yang paling umum digunakan adalah semen dan kapur, namun penggunaan semen mulai dikurangi karena proses produksi semen yang dinilai tidak ramah lingkungan dan ketersediaannya yang juga mulai menipis (). Untuk itu, sangat perlu diteliti material stabilisasi yang dapat membentuk reaksi pozzolanic seperti semen dan kapur. Salah satu material yang telah diteliti yaitu: fly ash (Nurdin, et al. 2016), limbah aspal buton (Harianto, Rauf and Marfu'ah 2019) serta overboulder aspal buton (Dhani, et al. 2018).

METODOLOGI DAN MATERIAL MATERIAL -TANAH LUNAK

Tanah yang digunakan dalam penelitian ini merupakan tanah lunak yang diambil di daerah Kampus Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Kabupaten Gowa. Tanah lunak ini kemudian diuji dengan beberapa pengujian karakteristik dasar seperti pengujian kadar air mula-mula ketika pengambilan sampel dilakukan, pengujian analisa saringan,pengujian berat jenis, dan pengujian batas-batas atterberg serta pengujian karakteristik mekanis yang terdiri dari kompaksi dan CBR. Adapun metode pengujian dilakukan berdasarkan standar ASTM dan kemudian data-data tersebut digunakan untuk menentukan jenis tanah dengan mengacu kepada sistem USCS maupun AASHTO.

Figure 1. Soil sample location

GOWA REGENCY

Page 166: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 155

ZEOLITE Zeolite merupakan salah satu jenis mineral yang memiliki deposit cukup besar di alam

yang sering digunakan sebagai katalis. Kemampuan menyerap air zeolite membuatnya sering digunakan dalam bidang industri (Sarajar and Legrans 2018). Lokasi pengambilan zeolite pada penelitian ini bertempat di Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Potensi zeolite Sangkaropi Kabupaten Toraja Utara ini, memiliki deposit sekitar 168.480.000 ton pada daerah seluas 360.000 m² (W and D.K 2010). Berdasarkan hasil tes Difraksi X-Ray,senyawa penyusun zeolite terdiri dari 81,83% SiO2 (Tangkeallo, et al. 2018) .Dimana, hal itu menyebabkan senyawa ini berpotensi untuk membentuk reaksi pozzolan.

Zeolite yang digunakan merupakan fraksi yang lolos saringan no.200. Ini disebabkan oleh tingkat reaktivasi material sangat dipengaruhi oleh tingkat kehalusan partikelnya dalam artian semakin besar luas permukaan spesifik suatu material maka akan mempercepat reaksi kimia yang terjadi (Janz and Johansson 2002).

(a) (b)

Gambar 2. Zeolite a) berbutir kasar b) lolos saringan #200

Presentasi zeolite yang digunakan adalah 3% dari berat tanah. Pembuatan sampel yang digunakan mengacu kepada berat isi kering dan kadar air optimum dari pengujian kompaksi. PROSEDUR PENGUJIAN -RANCANGAN KOMPOSISI

Berikut adalah komposisi sampel ditampilkan pada tabel 1:

Tabel 1. Komposisi Sampel

No

Sampel

Komposisi Zeolite (%)

Waktu Curing (hari)

Kondisi

1 2 3 4

Tanah Asli Tanah + 3% Zeolite Tanah + 3% Zeolite Tanah + 3% Zeolite

0 3 3 3

0 0,1,14,28 0 0

Rendaman/Tak terendam Tak Terendam Rendaman air laut Rendaman air tawar

Page 167: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 156

Sampel tanah asli dibuat dalam dua kondisi, yaitu kondisi tak terendam dan rendaman air tawar sedangkan, untuk sampel tanah yang terstabilisasi zeolite dibuat dalam tiga kondisi yaitu, kondisi tak terendam, rendaman air tawar dan rendaman air laut. Adapun perendaman sampel ini dilakukan selama 96 jam setelah pembuatan sampel Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan perilaku sampel terhadap lingkungan yang berbeda. -PEMBUATAN DAN PENGUJIAN SAMPEL

Pembuatan benda uji CBR dilakukan menggunakan metode pemadatan statis. Kepadatan sampel dengan menggunakan metode pemadatan statis lebih mendekati nilai kepadatan pada hasil pengujian standard proctor test dibandingkan dengan metode dinamis ().

Sampel CBR berdimensi 15.2 cm x 17,8 cm kemudian dipadatkan dengan menggunakan alat CBR dengan kecepatan 1,2 mm/menit dan kemudian diperam dengan waktu yang telah ditentukan seperti pada table 1. Pengujian CBR laboratorium mengacu pada standar ASTM D1883 – 16.

(a) (b)

Gambar 3. California Bearing Ratio Test a) Rendaman b) Tak terendam

HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut merupakan hasil pengujian CBR akibat penambahan zeolite yang disajikan dengan waktu curing yang berbeda dan pengaruh lingkungan yang berbeda. -KARAKTERISTIK TANAH Pengujian karakteristik fisik tanah lempung melalui serangkaian pengujian propertis dasar. Berdasarkan hasil pengujian sampel tanah lempung tersebut, maka berdasarkan standar USCS, material lempung yang digunakan dalam penelitian ini termasuk dalam klasifikasi CH atau tanah lempung anorganis dan tanah subur dengan plastisitas tinggi. Adapun berdasarkan standar AASHTO tanah yang digunakan dalam penelitian ini masuk dalam klasifikasi A-7-6. Berikut merupakan hasil pengujian karakteristik dasar yang ditampilkan pada tabel 2.

Page 168: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 157

Tabel 2. Rekapitulasi Propertis Tanah

Gambar 3. Diagram Plastisitas Casagrande

No Jenis Pengujian Satuan Hasil

1 Berat Jenis (Gs) - 2.71 2 Kadar Air mula-mula (Wn) % 12.17 3 Analisa Saringan 4 a. Pasir % 37.41

b. Lanau % 21.76 c. Lempung % 40.83

5 Batas-batas Atterberg a. Batas Cair (LL) % 58.37

b. Batas Plastis (PL) % 29.08 c. Indeks Plastisitas (PI) % 29.29

6 Kompaksi ( Standard Proctor Test)

a. Kepadatan maks(d maks) gr/cm3 1.41

b. Kadar air optimum (wopt) % 25.28

7

California Bearing Ratio Unsoaked (CBR) %

6.84

8 California Bearing Ratio Soaked (CBR) % 2.78

CH

Page 169: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 158

-CBR TANAH ASLI Di bawah ini pada Gambar 4 ditampilkan perbandingan nilai CBR tanah asli tanpa

penambahan bahan stabilisasi.

Gambar 4. Nilai CBR tanah kondisi tak terendam dan rendaman Berdasarkan gambar 4, dapat dilihat bahwa kondisi tak terendam memiliki nilai CBR

yang lebih tinggi daripada kondisi rendaman yaitu 6,84 % dan 2,78%. Ini disebabkan oleh air yang mempengaruhi tegangan air pori pada sampel sehingga kapasitas dukung semakin menurun.

6,84

2,78

0

1

2

3

4

5

6

7

8

0 5

Ca

lifo

rnia

Be

ari

ng

Ra

tio

, CB

R (

%)

Kondisi Lingkungan

Tak Terendam Rendaman

Page 170: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 159

-CBR TANAH AKIBAT PENAMBAHAN ZEOLITE 3% CBR TANAH + ZEOLIT KONDISI TAK TERENDAM

Kapasitas dukung pada tanah ditunjukkan dengan nilai CBR. Dalam standar SNI 03-3437-1994 dan SNI 03-3438-1994 untuk timbunan yang distabilisasi semen dan kapur mensyaratkan bahwa nilai CBR untuk nilai lapisan tanah dasar (subgrade) adalah minimum 6% sementara untuk pengaplikasian sebagai lapis pondasi bawah (subbase) minimum 20%.

Di bawah ini ditunjukkan hasil pengujian CBR tanah terstabilisasi zeolite dengan umur pemeraman yang bervariasi pada Gambar 5.

Gambar 5. Nilai CBR pada Variasi Masa Pemeraman

Berdasarkan grafik yang ditunjukkan pada Gambar 5, dapat dilihat kecenderungan nilai CBR meningkat seiring dengan peningkatan masa pemeraman yaitu mulai dari 0 hari, 1 hari, 14 hari hingga 28 hari. Ini disebabkan oleh semakin meningkatnya umur pemeraman, maka akan menyebabkan aglomerasi tanah apabila ditinjau secara structural menggunakan XRD. Adapun nilai CBR berturut-turut yaitu: 23,23% ; 27,99; 31,42%; 40,80%. Dimana, dengan merujuk pada standar SNI 03-3437-1994 dan SNI 03-3438-1994 untuk timbunan terstabilisasi, penambahan zeolite 3% untuk kondisi tak terendam memenuhi persyaratan untuk pengaplikasian sebagai lapis pondasi bawah (subbase).

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

0 7 14 21 28

Ca

lifo

rnia

Bea

rin

g R

ati

o, C

BR

(%

)

Curing Time ( days )

Page 171: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 160

-REKAPITULASI CBR TANAH+ ZEOLITE PADA KONDISI LINGKUNGAN BERBEDA

Gambar 6. Nilai CBR berdasarkan kondisi lingkungan

Berdasarkan Gambar 6. diperoleh data pada kondisi tak terendam, kondisi rendaman air tawar dan kondisi rendaman air laut. Sampel yang dibandingkan merupakan sampel tanpa pemeraman (0 hari) dan untuk sampel rendaman, sampel ini direndam selama 96 jam (4 hari ).

Berdasarkan hasil penelitian, tanah terstabilisasi pada kondisi tak terendam memiliki nilai CBR yang lebih tinggi daripada tanah terstabilisasi pada kondisi rendaman. Pada kondisi tak terendam, rendaman air tawar dan rendaman air laut berturut-turut diperoleh nilai CBR sebesar 23,23% ; 12,14% ; 11,02%. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada Gambar 4, kondisi perendaman pada sampel tanah akan menurunkan daya dukung tanah tersebut, baik itu tanah yang tak terstabilisasi maupun tanah yang terstabilisasi.

Adapun untuk kondisi rendaman air tawar dan air laut pada penelitian ini memiliki nilai CBR yang cenderung sama. Dengan merujuk pada SNI 03-3437-1994 dan SNI 03-3438-1994, penambahan zeolite 3% pemeraman 0 hari untuk kondisi rendaman tidak memenuhi untuk pengaplikasian sebagai lapisan pondasi bawah jalan (subbase). Namun, nilai CBR rendaman yang diperoleh masih lebih tinggi apabila dibandingkan dengan nilai CBR tanah asli yang tak terendam. Ini membuktikan bahwa, penambahan zeolite 3% sangat efektif untuk meningkatkan nilai CBR meskipun pada pemeraman 0 hari.

23,23

12,14

11,02

0

5

10

15

20

25

0 5 10

Ca

lifo

rnia

Be

ari

ng

Ra

tio

, CB

R (

%)

Environmental Conditions

Rendaman Air LautRendaman Air TawarTak Terendam

Page 172: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 161

KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian dan analisa data, dapat disimpulkan bahwa :

• Nilai CBR mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan masa pemeraman. Dimana pada penelitian ini nilai CBR optimum 40,80% yang diperoleh pada pemeraman 28 hari.

• Berdasarkan SNI 03-3437-1994 dan SNI 03-3438-1994 mengenai persyaratan timbunan yang distabilisasi semen dan kapur, penambahan zeolite 3% kondisi tak terendam dengan waktu pemeraman 0,1,14 dan 28 hari memenuhi persyaratan untuk pengaplikasian sebagai lapis pondasi bawah (subbase). Sedangkan untuk kondisi rendaman dengan waktu pemeraman 0 hari tidak memenuhi untuk pengaplikasian sebagai lapis pondasi bawah (subbase)

DAFTAR KETERANGAN SIMBOL DAN SINGKATAN ASTM American Standard Testing Material AASHTO Assosiation of American Society Highway Transportation Officials CBR Calfornia Bearing Ratio UCS Unconfined Compressive Strength Gs Berat jenis IP Index Plastisitas LL Liquid Limit PL Plastic Limit USCS Unified Soil Classification System Wn Kadar air Wopt Kadar air optimum ɤd Kepadatan kering

DAFTAR PUSTAKA

Janz, Mårten, and Sven-Erik Johansson. 2002. The Function of Different Binding Agents in

Deep Stabilization. National Deep Mixing Program, Swedia: Swedish Deep Stabilization Research Centre.

Dhani, Noor, Lawalenna Samang, Tri Harianto, and A.R Djamaluddin. 2018. "Characteristics Study of Over Boulder Asbuton as Pozzalanic Material for Soft Soil Stabilization." International Seminar On Infrastucture Development. Manado.

Hardiyatmo, Hary C. 2010. "Stabilisasi Tanah untuk Perkerasan Jalan." Yogyakarta: Gadjahmada University Press.

Bowles, Joseph. 1986. "Physical and Geotechnical Properties." New York: McGraw-HillCollege.

Harianto, Tri, Ichsan Rauf, and Nurul Marfu'ah. 2019. "Studi Nilai Cbr Geokomposit Ringan (Tanah-Eps) Stabilisasi Limbah Aspal Buton." Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2019. Surakarta.

Sarajar, Alva N, and Roski R.I Legrans. 2018. "Pengaruh Penambahan Zeolite Terhadap Kuat Geser Tanah Berlempung." (Jurnal Sipil Statik) 6: 501-509.

W, Kartawa, and Kusuma D.K. 2010. Potential in Sangkaropi-Mendila Regions. Tana Toraja, South Sulawesi.

Tangkeallo, Marthen M., L. Samang, A. R Djamaluddin, and A. B Muhiddin. 2018. "Experimental Study of Laterite Soil Stabilized with Zeolite." International Symposium on Infrastructure Development. Manado.

Nurdin, Sukirman, Lawalenna Samang, Johannes Patanduk, and Tri Harianto. 2016. "Kinerja Tanah Lunak Stabilisasi Fly Ash dengan Perkuatan Serat Alami sebagai Lapis Penutup Landfill." Inersia.

Page 173: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 162

MASUKAN BAGI PRINSIP PEMBANGUNAN JALAN YANG KUAT DAN AWET BAGI INDONESIA

SUGGESTIONS FOR THE PRINCIPLES ON BUILDING STRONG AND

DURABLE ROADS IN INDONESIA

Indrasurya B. Mochtar Dosen dan Guru Besar di Departemen Teknik Sipil ITS

[email protected]

Abstrak Permasalahan yang utama bagi perkerasan di Indonesia adalah umur pelayanan yang relatif pendek (kerusakan dini), akan tetapi sampai saat ini belum terlihat adanya upaya-upaya cukup efektif untuk mengatasinya. Di sini diberikan masukan berdasarkan hasil penelitian paling mutakhir di lapangan, yaitu: 1). masukan untuk perubahan konsep perhitungan EAL, Equivalent Axle Load, berdasarkan permanen deformation dan implikasinya bagi perencanaan perkerasan jalan; dan 2) masukan untuk cara menangani akibat yang buruk dari curah hujan yang tinggi terhadap keawetan umur perkerasan. Masukan tersebut diharapkan dapat memberikan solusi terhadap penyebab utama kerusakan dini pada perkerasan di Indonesia yaitu curah hujan yang relatif sangat tinggi dan keberadaan kendaraan berat yang hampir seluruhnya bermuatan sangat berlebihan (heavily overloaded). Kata kunci: Perkerasan jalan yang kuat dan awet, EAL = Equivalent Axle Load, dampak air

hujan pada perkerasan jalan. Abstract The main problem for road pavements in Indonesia is their relatively rapid deterioration, however up to currently all the remedial efforts have not resulted any effective solution to the problem. In this paper, some suggestions are introduced based on the most recent studies on pavement in Indonesia. These suggestions are: 1) suggestions for changing the formula of Equivalent Axle Load, EAL, which is to be based on permanent deformation assumption, and their implication on the design of road pavement; and 2) suggestions for methods to overcome the damaging effects of relatively very high rainfall condition (in tropical areas) to the durability of the pavement. These suggestions are expected to give solutions to the main problems causing the rapid deterioration of pavements in Indonesia, which are very high rainfall and heavily overloaded trucks. Key words: Strong and durable pavement, Equivalent Axle Load = EAL, impact of rainwater

to pavement.

Page 174: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 163

1. Pendahuluan.

Masalah kerusakan dini pada perkerasan jalan di Indonesia merupakan masalah yang terbesar yang belum sepenuhnya dapat dipecahkan. Kalau mengingat bahwa di beberapa negara maju seperti di USA, Japan, dan Inggris perkerasan jalan pada kenyataannya dapat dibuat bertahan sesuai dengan umur rencananya (20 tahun untuk perkerasan lentur dan s/d 50 tahun untuk perkerasan kaku bertulangan menerus), keadaan ini belum dapat sepenuhnya dapat diciptakan di Indonesia. Umur layanan rata-rata perkerasan lentur hanya sekitar 1 s/d 5 tahun saja, sedangkan umur layanan untuk pererasan beton juga baru sekitar 5 s/d 10 tahun saja rata-rata. Penyebabnya macam-macam, dan Mochtar (2017) telah membahas banyak penyebabnya serta usulan untuk pemecahan masalahnya. Permasalahan yang utama bagi perkerasan di Indonesia adalah curah hujan yang relatif sangat tinggi dan keberadaan kendaraan berat yang hampir seluruhnya bermuatan sangat berlebihan (heavily overloaded) yang hingga saat ini belum terlihat adanya upaya-upaya untuk mengatasinya secara efektif. Sebagai akibatnya umur rata-rata perkerasan jalan di Indonesia relatif pendek.

Pada makalah ini diberikan 2 (dua) masukan terbaru yang merupakan hasil penelitian yang paling mutakhir untuk dapat lebih menjelaskan penyebab kerusakan dini pada perkerasan jalan di Indonesia. Masukan tersebut adalah: 1. Masukan berdasarkan hasil penelitian terakhir oleh Prastyanto dan Mochtar (2018). 2. Masukan untuk memecahkan masalah genangan air hujan di bawah perkerasan jalan

yang merupakan penyebab utama kerusakan dini pada perkerasan jalan di Indonesia. Diharapkan dari dua masukan tersebut dapat dihilangkan sebagian besar masalah kerusakan dini pada perkerasan jalan di Indonesia. 2. Penelitian terbaru tentang perkerasan jalan oleh Prastyanto dan Mochtar (2018)

Penelitian terbaru dari Prastyanto dan Mochtar (2018) memberikan informasi bahwa nilai Equivalent Axle Load (EAL) untuk berbagai beban as kendaraan, yang selama ini ditentukan berdasarkan standard Bina Marga (2013), perlu diperbarui karena beberapa kondisi lapangan di Indonesia yang tidak sesuai dengan asumsi yang ada. Kondisi yang tidak sesuai tersebut adalah: 1. Hampir semua kendaraan berat di Indonesia mengangkut beban yang jauh melebihi

kapasitas angkut kendaraan yang disyaratkan. Beban dari banyak truck berat rata-rata mencapai 2.5 s/d 3 x kapasitas normal beban angkutan yang disyaratkan, dan beban as kendaraan rata-rata mencapai lebih dari 2 x Beban As Standard (= Standard Axle Load = 5.40 ton untuk Single Axle Single Wheel, SASW; 8.16 ton untuk Single Axle Dual Wheel; 13.76 ton untuk beban as tandem, TADW; dan 18.45 ton untuk beban as tridem, TrADW).

2. Oleh karena itu kendaraan truck berat di Indonesia pada umumnya memompa ban rodanya dengan tekanan jauh di atas tekanan ban yang disyaratkan (80 – 100 psi, maksimum), sehingga pada umumnya tekanan ban truck berat di Indonesia mencapai 150 psi s/d 180 psi (Prastyanto dan Mochtar, 2018), sangat meningkat dibandingkan hasil penelitian terdahulu oleh Mochtar (1999) di mana tekanan ban roda truck berat maksimum saat itu masih 120 s/d 150 psi.

3. Oleh sebab itu, asumsi nilai EAL untuk perencancanaan tebal perkerasan yang selama ini berdasarkan kepada retak kelelahan (fatigue cracking) perlu direvisi, menjadi berdasarkan deformasi permanen (permanen deformation).

Perbedaan antara dua asumsi tersebut dapat dilihat pada Gambar 1, dan beda nilai EAL barulah menjadi sangat signifikan setelah beban overloaded melebihi 1.25 x beban standard.

Page 175: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 164

Gambar 1. Perbedaan nilai EAL berdasarkan asumsi fatique cracking dan

permanent deformation (Prastyanto dan Mochtar, 2018).

Bina Marga (2005) dan Austroad (1992) menggunakan formula standard EAL dengan pangkat empat, EAL = [ (P)/Pstandard]4, dan kemudian formula tersebut direvisi dalam Bina Marga (2013) menjadi pangkat lima. Akan tetapi, dari hasil penyelidikan di lapangan oleh Prastyanto dan Mochtar (2018) diketahui bahwa ternyata pangkat tersebut sangat bervariasi menurut kondisi lapisan perkerasannya sendiri-sendiri. Penelitian untuk berbagai macam as kendaraan berat memberikan hasil nilai pangkat yang sangat bervariasi pula, dari sekitar 2.8 s/d 6.4. Contoh hasil penyelidikan di lapangan diberikan pada Gambar 2, untuk beban as tunggal (SADW) dan as tandem (TADW).

Dari Gambar 2 dapat diketahui bahwa makin tinggi nilai pangkat yang diperoleh makin besar pula perbedaan nilai EAL bila dibandingkan dengan formula yang menggunakan pangkat empat, terutama bila beban as P > (1.25 x Pstandard). Selama beban as kendaraan masih lebih kecil dari pada (1.25 x Pstandard), praktis tidak ada perbedaan antara hasil di lapangan dengan formula standard pangkat 4. Jadi, apabila semua kendaraan berat

dibolehkan mengangkut hanya sampai menghasilkan beban roda P (1.25 x Pstandard), dampak overloaded kendaraan berat terhadap perkerasan jalan dapat diabaikan.

Dari penelitian yang sama juga didapatkan bahwa makin lemah kondisi lapisan perkerasannya, makin tinggi pangkat yang dihasilkan; sebaliknya, makin kuat lapisan perkerasannya makin kecil pangkat yang dihasilkan. Kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 3, di mana diberikan contoh hasil perbandingan antara nilai pangkat yang diperoleh dengan hubungan linier antara perbandingan lendutan pada perkerasan jalan dan variasi dari beban roda kendaraan.

Page 176: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 165

Gambar 2. Contoh hasil penyelidikan di lapangan untuk pengujian dengan beban as

single (SADW) dan tandem (TADW).

Pada Gambar 3 tersebut, d adalah lendutan yang terjadi pada perkerasan jalan yang diuji dengan diberi beban as truck sebesar P. Lendutan dst adalah lendutan yang diukur pada saat beban as truck = Pstandard. Perkerasan yang lebih kaku diketahui dari misalnya Gambar 3 sebelah kiri. Baban as kendaraan sebesar 2 x Pstandard ternyata menghasilkan lendutan d lebih kecil dari pada (2xdst). Harga pangkat yang diperoleh adalah 2.88, kurang dari 4.0. Sebaliknya perkerasan jalan yang lebih lunak diketahui dari Gambar 3 sebelah kanan. Pembebanan sebesar 2 x Pstandard menghasilkan lendutan yang lebih besar dari pada (2xdst), sedangkan pangkat yang diperoleh adalah 6.07. Hubungan tersebut masih bersifat linier. Untuk lapisan perkerasan yang lebih kaku, hubungan linier antara d/dst dengan P/Pstd ternyata menunjukkan sudut kemiringan yang lebih kecil (dan harga pangkat yang lebih rendah); sebaliknya dihasilkan sudut kemiringan yang lebih besar untuk lapisan perkerasan yang lebih lunak (dan harga pangkat yang lebih besar pula).

Gambar 3. Contoh hubungan linier antara lendutan d/dst dengan beban as kendaraan P/Pst

untuk lapisan perkerasan yang lebih kaku (gambar sebelah kiri, nilai pangkat 2.88) dan lapisan perkerasan yang lebih lunak (gambar sebelah kanan, nilai pangkat 6.07). Garis yang berwarna merah menunjukkan hubungan linier yang

murni elastis, dengan sudut kemiringan = 45 dan tan. =1

Page 177: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 166

Dari sekian banyak hasil yang diperoleh dari penyelidikan di lapangan, dapat diplotkan hasil nilai pangkat yang diperoleh dengan nilai tangen sudut kemiringan dari garis-garis linier yang dihasilkan, dan hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4. Sekali lagi ternyata tempat kedudukan titik-titik yang diplot-kan tersebut membentuk suatu garis yang dapat dianggap hampir linier, dan merupkan hubungan antara nilai pangkat b dengan tangen sudut kemiringan grafik beban as vs. lendutan (= a). Gambar 4. Hubungan antara nilai pangkat b dengan a. Hasil pada Gambar 4 menunjukkan bahwa kondisi lapisan perkerasan di lapangan sangat mempengaruhi besarnya nilai pangkat dari formula EAL. Makin lunak kondisi lapisan perkerasannya, makin tinggi nilai pangkat EAL apabila perkerasan dilalui beban yang overloaded. Makin kuat dan kaku kondisi lapisan perkerasannya, makin kecil nilai pangkat EAL yang dihasilkan. Kondisi lapisan perkerasan yang murni elastis (a = 1.0) akan memberi nilai pangkat b = 4.40. Sebagai implikasi dari hasil penelitian ini dapat diusulkan beberapa masukan untuk perencanaan perkerasan jalan di Inonesia sebagai berikut: a) Pengaruh beban overloaded pada kendaraan berat sesungguhnya dapat diminimalisir

dengan membuat lapisan perkerasan yang lebih kokoh dari pada yang diperlukan menurut perhitungan. Jadi disarankan untuk membuat desain tebal perkerasan lebih tebal dari pada yang dihitung dalam perencanaan. Misalnya lapisan perkerasan menjadi lebih kokoh sehingga harga pangkat b yang sesungguhnya turun menjadi b = 3.0. Bila dibandingkan dengan hasil perencanaan awalnya (yang menggunakan asumsi nilai sesuai standard b = 4.0), berarti jalan tersebut pada kenyataannya akan menerima beban overloaded (sampai 2 x Pstandard) hanya sebesar (23/24) = 0.5 dari jumlah yang diharapkan lewat di atas perkerasan tersebut. Dari kenyataan ini dapat diartikan bahwa umur perkerasan tersebut akan menjadi hampir 2 x lebih panjang. Dari sini juga dapat disimpulkan bahwa penggunaan perkerasan kaku (rigid) dari beton juga akan lebih memperpanjang umur pelayanan perkerasan.

b) Tanpa usaha mempertebal dan memperkaku lapisan perkerasan seperti di atas, beban as kendaraan berat sebaiknya perlu dibatasi sampai maksimum 1.25 x Pstandard agar dampak beban berlebih tidak sampai menyebabkan kerusakan dini pada perkerasan. Jadi, batas beban maksimum tersebut adalah 1.25 x 5.40 ton = 6.75 ton untuk SASW, 1.25 x 8.16 ton = 10.20 ton untuk SADW, 1.25 x 13.76 ton = 17.20 ton untuk TADW, dan 1.25 x 18.45 ton = 23.0 ton untuk TrADW.

Catatan: b = 3.1 a + 1.30

a = tan. (sudut kemiringan grafik load vs. lendutan di lapangan)

Page 178: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 167

c) Pada umumnya di Indonesia, tindakan preventif untuk membatasi beban as kendaraan berat sama sekali tidak efektif, dan pelanggaran batas muatan akan tetap saja berjalan. Dengan kondisi pelanggaran yang massal dan “berjamaah” tersebut, upaya penegakan hukum juga sangat sulit dan mahal seperti yang telah disimpulkan oleh Rizkiardi (2007); sehingga untuk sementara menunggu perbaikan kebiasaan yang buruk dari system transportasi di Indonesia, upaya penebalan dan pengakuan lapisan perkerasan seperti yang disebutkan di atas dapat dianggap sebagai “the only solution” untuk jangka panjang.

d) Kondisi tanah subgrade yang relatif lebih kering akan menghasilkan kekakuan lapisan perkerasan yang lebih tinggi. Sebaliknya kondisi subgrade yang lebih basah menjadikan lapisan perkerasan lebih lunak. Dari sini dapat diketahui mengapa sebagian besar kerusakan jalan terjadi pada musim penghujan, dan jarang sekali perkerasan jalan rusak pada musim kemarau. Jadi, untuk membuat jalan lebih awet dan berumur panjang, sebaiknya tanah subgrade di bawah perkerasan jalan harus selalu dibuat dalam kondisi se-kering mungkin. Air hujan supaya tidak dibolehkan untuk berdiam berlama-lama di bawah perkerasan jalan dan di atas tanah subgrade jalan. Air hujan yang merembes sampai di bawah lapisan perkerasan jalan harus dapat mengalir keluar secepatnya dari perkerasan. Jadi lapisan subbase jalan harus berupa lapisan granular yang sangat mudah mengalirkan air (= lapisan drainase/subdrain). Disarankan agar lapisan subbase jalan berupa lapisan granular yang terdiri dari hanya fraksi kerikil saja (semuanya tertahan di atas ayakan # 4, atau minimal pasir kasar s/d medium yang tertahan di atas ayakan # 40) dan supaya permukaan subgrade jalan dibuat mempunyai kemiringan sebesar minimum 3% untuk memudahkan pengaliran air ke arah tepi perkerasan.

3. Masalah genangan air hujan di bawah perkerasan di Indonesia.

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa sebagian besar kerusakan jalan di Indonesia terjadi pada saat musim penghujan. Selain jalan cepat sekali rusak dan berumur pelayanan yang pendek, perbaikan jalan praktis harus dilakukan setiap tahun setelah musim hujan. Jarang sekali kerusakan jalan terjadi di tengah musim kemarau. Kemudian, pada ruas jalan yang selalu rusak setiap tahun, setelah dibongkar untuk diperbaiki hampir selalu tertinggal genangan air yang cukup banyak di atas tanah subgradenya, walaupun pada saat itu musim hujan telah mulai berakhir dan hujan sudah jarang-jarang turun. Kondisi di atas telah diamati oleh Mochtar (2013, 2015 dan 2017) dan disimpulkan penyebab utama adalah karena adanya air hujan yang terjebak dan tergenang di dalam perkerasan jalan di atas tanah subgrade. Walaupun sudah ada lapisan subbase jalan, tetap saja terjadi genangan air hujan di dalam perkerasan jalan di atas tanah subgrade jalan, terutama akibat dari hal-hal sebagai berikut: 1. Curah hujan relatif terlalu tinggi, hujan turun dengan lebat setiap hari pagi dan sore

dengan volume dan intensitas yang cukup tinggi, sehingga rongga udara di bawah perkerasan pada musim hujan selalu terisi penuh dengan air hujan. Kondisi ini juga dapat memaksa air hujan mulai merembes ke dalam lapisan tanah subgrade di bawahnya dan menciptakan ketidak stabilan pada lapisan tanah subgrade.

2. Lapisan base dan subbase masih mengandung fine particles (fraksi halus) sehingga lapisan ini kurang dapat mengalirkan air ke tepi perkerasan dengan cepat, apalagi dengan intensitas hujan yang cukup tinggi. Lapisan subbase seperti ini mungkin masih memadai untuk daerah-daerah yang bukan beriklim tropis dan bercurah hujan tinggi seperti di Indonesia (misalnya untuk daerah di Amerika Utara, Inggris dan Australia Selatan), karena intensitas hujan relatif ringan dan volume air hujan yang merembes ke bawah perkerasan relatif sedikit. Akan tetapi dengan kondisi hujan yang ada di Indonesia, lapisan subbase dan base di bawah perkerasan jalan sering kali dijumpai dalam kondisi penuh berisi air (Mochtar, 2015). Kondisi ini ditambahi dengan beban muatan yang sangat berlebihan dari truck berat di Indonesia merupakan kombinasi yang fatal bagi perkerasan jalan negara tersebut.

Page 179: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 168

3. Lapisan subbase dan base seringkali hanya ada di bawah perkerasan jalannya saja dan tidak dibuat menerus di bawah bahu jalan sampai ke luar/tepi bahu jalan. Jadi fungsi lapisan pondasi ini sebagai lapisan drainase gagal; sebaliknya lapisan ini justru menjadi seperti wadah untuk menampung air hujan. Sangat jarang di tepi perkerasan dibuatkan lapisan subdrain yang memanjang yang terhubungkan dengan saluran-saluran/pipa drainase yang dapat mengalirkan air hujan sampai ke luar timbunan badan jalan. Di bagian-bagian ruas jalan tertentu, air hujan justru terjebak memenuhi semua lapisan pondasi jalan. Bagian-bagian inilah yang umumnya selalu menderita kerusakan parah di waktu musim hujan, terutama bila jalan tersebut dilalui oleh kendaraan berat yang overloaded (Mochtar, 2017).

4. Antara lapisan subbase dan tanah subgradenya tidak ada lapisan pemisah, sehingga butiran kerikil dan pasir yang ada pada lapisan subbase mudah bercampur dengan tanah subgradenya dan menyebabkan kerusakan dini pada perkerasan jalannya. Kondisi ini terutama pada saat subbase dan base penuh berisi air (hujan) yang menyebabkan tanah subgradenya menjadi lunak. Kemudian, akibat beban roda kendaraan berat yang overloaded butiran aggregate pada tanah subbase cenderung bergerak turun ke bawah ke lapisan subgrade, sedangkan tanah subgrade yang lunak cenderung bergerak ke atas ke arah subbase, sehingga terjadi percampuran antara butiran di ke dua lapisan yang umumnya diikuti dengan kerusakan yang nyata pada perkerasannya.

Jadi, sebagai kunci untuk memecahkan masalah masuknya air hujan ke dalam lapisan perkerasan jalan, berikut ini diusulkan masukan sebagai berikut: a. Pada jalan raya di Indonesia harus ada lapisan subbase dari kerikil yang sangat mudah

mengalirkan air sampai ke arah luar bahu jalan dan luar embankment. b. Juga perlu ada lapisan geotextile non-woven yang berfungsi sebagai lapisan pemisah dan

sekaligus lapisan filter antara tanah kerikil pada lapisan subbase dan tanah urugan pilihan pada subgrade.

c. Air hujan harus segera (dalam waktu relatif singkat) dapat mengalir ke luar badan jalan dan tidak boleh terhenti pada bahu jalannya. Jadi dapat dijamin kondisi lapisan subbabse dan base yang hampir selalu “kosong” dan hanya sementara saja berisi air. Jadi diusulkan sebaiknya lapisan subbase ini mempunyai coefficient pengaliran air k > 10 cm/det.

d. Permukaan lapisan subgrade jalan harus selalu diupayakan berada pada elevasi minimal 60 cm di atas elevasi muka air banjir tertinggi di lokasi jalan tersebut. Kondisi ini untuk menjamin lapisan tanah subgrade bagian teratas tidak menjadi lunak karena infiltrasi air (banjir). Jadi bila dianggap tebal lapisan subbase = 30 cm, tebal lapisan base = 20 cm, dan tebal perkerasan jalan minimal 10 cm, maka elevasi permukaan perkerasan jalan di Indonesia supaya dapat dibuat minimal 120 cm di atas muka air banjir tertinggi. Kondisi ini adalah untuk jalan utama (arteri) sedangkan untuk jalan -jalan lainnya boleh dikurangi menjadi 80 cm untuk jalan kolektor dan 60 cm untuk jalan-jalan local.

Sistem perkerasan yang baik untuk kondisi Indonesia dapat diilustrasikan pada Gambar 5. Apabila perkerasan jalan di Indonesia semuanya dapat diterapkan sesuai dengan kunci pemecahan masalah seperti pada butir a s/d d di atas dan dilaksanakan seperti pada Gambar 5, air hujan tidak akan dapat menggenang lagi di bawah perkerasan, sehingga kondisi tanah subgrade di bawah perkerasan akan menyerupai tanah yang tidak jenuh air. Dengan sendirinya perkerasan jalan dapat bertahan lama dan tidak mudah rusak sebelum habis masa pelayanannya.

System perkerasan seperti pada Gambar 5 di atas agak berbeda dengan perkerasan jalan modern oleh Bina Marga, seperti pada Gambar 6 (a). Pada system yang lebih modern ini ternyata lapisan subbase sudah tidak lagi dapat dijamin sebagai lapisan yang mudah mengalirkan air. Di banyak kasus, lapisan ini ternyata justru agak kedap air seperti yang terlihat pada Gambar 6.(b). Jadi menurut penulis system lapisan perkerasan seperti ini akan lebih mudah menyimpan air dan akan mudah mengalami kerusakan pada saat musim hujan.

Page 180: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 169

Gambar 5. Lapisan perkerasan jalan yang baik untuk kondisi curah hujan yang tinggi di

Indonesia.

(a) (b)

Gambar 6. (a) Tipikal lapisan perkerasan lentur menurut Standard Bina Marga (2005), dan (b). Contoh lapisan LPA dan LPB di Indonesia yang seringkali sulit dirembesi air.

Sesungguhnya, dari masa lampau terdapat cukup banyak bukti yang menguatkan

bahwa penggunaan system pondasi jalan yang mudah mengalirkan air dapat membuat jalan lebih kuat dan awet. Salah satu contohnya adalah pembangunan jalan di masa pra kemerdekaan Indonesia dengan system perkerasan Telford. System perkerasan tersebut ternyata dapat bertahan pada umur relatif lama, tanpa perawatan yang berarti. Hal ini menurut penulis karena system Telford tersebut bersifat mudah mengalirkan air yang merembes ke bawah perkerasan (ke arah tepi perkerasan), karena digunakan batu-batu pecah yang besar-besar sebagai pondasi dari perkerasan jalan. Juga banyak jalan yang relatif sangat awet di Malaysia karena dibangun dengan adanya lapisan subdrain di bawah perkerasan jalannya seperti pada Gambar 7 (lubang drain dipasang setiap jarak @ 2 – 3 m).

Gambar 7. Contoh system perkerasan jalan yang baik (di Malaysia) yang menerapkan system

subdrain dari lapisan subbase jalan. Perhatikan pula kondisi saluran got di tepi jalan yang selalu bersih dari genangan air.

Geotextile non-woven

Page 181: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 170

4. Penutup Demikianlah telah diberikan beberapa usulan sebagai masukan bagi perencanaan

perkerasan jalan di Indonesia. Sebetulnya masih ada beberapa usulan lagi sebagai hasil perkembangan terakhir penelitian jalan di atas tanah lunak. Akan tetapi usulan tersebut akan diberikan pada kesempatan pertemuan konperensi jalan nasional yang berikutnya. Diharapkan masukan ini dapat berguna sebagai solusi atas masalah kerusakan dini pada perkerasan di Indonesia.

Bersama ini pula Penulis mengucapkan terima kasih kepada Departemen PU DirJen Bina Marga yang telah mensponsori adanya pertemuan ini di Jakarta dan mengundang Penulis sebagai Panelis pada pertemuan tersebut. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat.

5. Daftar Acuan AUSTROADS, (1992), Pavement Design, Sydney, Australia. Bina Marga (2005), Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Dengan

Metode Lendutan Lendutan (Pd T-05-2005-B), Departemen Pekerjaan Umum Bina Marga (2013), Manual Desain Perkerasan (No. 02/M/BM/2013), Kementerian Pekerjaan

Umum Mochtar, Indrasurya B. (1999.a). “Konsekuensi Muatan Berlebihan Kendaraan Berat Bagi

Batas Stabilitas Marshall Perkerasan Jalan Aspal di Indonesia”, Prosiding Simposium II FSTPT, 2 Desember, Surabaya.

Mochtar, Indrasurya B. (2013). “Pengalaman dari Bandara Juanda dan Jalan Raya di Indonesia”, Prosiding Seminar Masalah Kerusakan Jalan di Indonesia, Sidoarjo, Jawa Timur, 11 Nopember.

Mochtar, Indrasurya B. (2015). “Kombinasi Curah Hujan yang Tinggi + Kendaraan Super Berat + Stabilitas Badan Jalan yang Kurang Memenuhi Syarat = Malapetaka bagi Jalan Raya di Indonesia”, Materi Kuliah Tamu pada Politeknik Negeri Banjarmasin, 24- 25 April.

Mochtar, Indrasurya B. (2017). “Penyebab Kerusakan Dini Perkerasan Jalan di Indonesia dan Cara Pencegahannya”, Materi Kuliah Tamu dalam rangka Dies Natalis ITS ke 60, 30 September, di Surabaya.

Prastyanto, Catur Arif dan Mochtar, IB (2018). “Dampak Beban Berlebih (Overloaded) pada Kendaraan Berat terhadap Persamaan Equivalent Axle Load (Eal) pada Perencanaan Perkerasan Jalan Berdasarkan Teori Deformasi Permanen (Permanent Deformation)”, Disertasi S-3 (Doktor) pada Departemen Teknik Sipil, FTSLK – ITS.

Rizkiardy, Aditya, dan Mochtar, IB. (2007). “Studi Perbandingan Biaya Pada Berbagai Strategi Pembebanan Kendaraan Berat Untuk Mengurangi Terjadinya Kerusakan Dini Pada Lapisan Perkerasan Lentur (Studi Kasus Pada Ruas Jalan Waru-Sidoarjo)”, Thesis S-2 (Master), di Jurusan Teknik Sipil ITS.

Page 182: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 171

PENANGANAN PERMUKAAN PERKERASAN JALAN DENGAN CPHMA DI KABUPATEN SUMENEP ADALAH BENTUK PENERAPAN TEKNOLOGI

TEPAT GUNA PRODUK KEMENTRIAN PUPR YANG EFEKTIF DAN EFESIEN DALAM UPAYA MEMAKSIMALKAN PENGGUNAAN ASBUTON

CONSTRACTION OF THE ROAD PAVEMENT SURFACE WITH CPHMA IN SUMENEP DISTRICT IS FORM OF APPROPRIATE TECHNOLOGY FOR THE USE OF THE

EFFECTIVE AND EFFICIENT PRODUCTION OF THE MINISTRY OF PUBLIC WORK AND SPATIAL.

1Mahmod, 2Sudrajad, 3Sutoyo 1,2Tim Ahli PT NAP, 3Jafung teknik jalan dan jembatan ahli Madya

Abstrak Sosialisasi spesifikasi CPHMA di Daerah belum maksimal sehingga pemanfaatannya belum maksimal, beberapa daerah dimana sangat sulit dijangkau oleh campuran beraspal panas yang diproduksi AMP, sehingga masyarakat masih merasakan jalan Lapen dengan tingkat kekasaran yang relatif cukup tinggi, dan tidak enaknya lagi dalam waktu kurang 3 tahun kondisi permukaan jalan lapen sudah mengalami kerusakan cukup parah. Bersyukur kementrian PUPR telah menemukan teknologi CPHMA yang bisa disimpan dan dihampar dalam kondisi dingin, dalam bentuk kemas ataupun curah sehingga masyarakat Kabupaten Sumenep sudah merasakan permukaan jalan yang halus, awet yang setara hot mix. Sampai dengan saat ini sudah berjalan hampir 3 tahun produksi CPHMA sudah dihampar lebih dari 60.000 ton, ini adalah suatu kerjasama yang bagus antara Kementrian PUPR sebagai penggagas teknologi tepat guna, Dinas PU Bina Marga Kabupaten Sumenep sebagai pengguna teknologi tepat guna, dan Para Produsen CPHMA sebagai penyedia jasa yang terus berinovasi untuk meningkatkan mutu produk. Semoga Daerah lain dapat terinspirasi penggunaan CPHMA sebagai solusi peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat pengguna jalan yang efektif dan efesien, dan yang lebih penting lagi pemanfaatan asbuton dapat ditingkatkan. Kata kunci : CPHMA, efektif, efesien Abstract Socialization of CPHMA specifications in the regions has not been maximized so that its utilization has not been maximized, several areas where it is very difficult to reach by hot asphalt mixtures produced by AMP, so that people still feel the Lapen road with relatively high roughness, and no longer comfortable in less than 3 years the surface of the Lapen road has suffered quite severe damage. Thankful the Ministry of PUPR has found CPHMA technology that can be stored and spread in cold conditions, in the form of containers or bulk so that the people of Sumenep Regency have felt the smooth, durable road surface that is equivalent to hot mix. Until now it has been running for almost 3 years CPHMA production has been spread over 60,000 tons, this is a good collaboration between the Ministry of PUPR as the initiator of appropriate technology, the Department of Public Works Sumenep Regency as users of appropriate technology, and CPHMA Producers as service providers who continue to innovate to improve product quality. Hopefully other regions can be inspired by the use of CPHMA as a solution to improve the quality of services to the public that is effective and efficient, and more importantly the use of asbuton can be increased. Keywords: CPHMA, effective, efficient

Page 183: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 172

PENDAHULUAN Latar belakang

Asbuton tersedia sangat fantastis dan berada dipermukaan bumi hanya tinggal mengolah menjadi barang yang sangat bagus, namun perlu didukung oleh semua pihak, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan para penyedia jasa konstruksi perlu berkolaborasi untuk meningkatkan pemanfaatan asbuton. Kementrian PUPR telah memasukkan CPHMA dalam spesifikasi umum Dirjen Bina Marga pada tahun 2018, namun hanya terbatas untuk lalu-lintas sampai sedang. Di lapangan pemanfaatan CPHMA lebih banyak untuk pekerjaan pemeliharaan rutin khususnya untuk pekerjaan pertaan dan tambal lubang. Karena potensi asbuton sangat besar untuk dapat menggantikan aspal minyak yang sampai saat ini masih import, maka semua wajib berinovasi agar ke depan dapat menggantikan aspal minyak sehingga impor dapat diminimalkan.

CPHMA adalah innovasi baru yang dapat memecahkan permasalahan temperatur penghamparan di lapangan yang sering menjadi debatabel antara pengawas dan pelaksana. Pelaksana memaksa tetap dihampar meskipun temepartur campuran sudah dibawah persyaratan, namun pengawas menolak atau menerima dengan persyaratan yang dituangkan dalam berita acara yang berisikan detail pertanggung jawaban oleh pelaksana, sehingga dikemudian hari apabila terjadi kegagalan akan secara mutlak menjadi tanggung jawab tunggal penyedia jasa konstruksi. Dengan adanya temuan teknologi tepat guna yang bernama CPHMA, polemik tentang temperatur penghamparan campuran beraspal dapat dihindari. Mengingat CPHMA ada material tambahan tertentu yang tidak diatur secara rinci dalam spesifikasi, dan menjadi hak paten perusahaan, maka sebaiknya prosedur pengadaannya berbasis kinerja.

Pelaksanaan penghamparan CPHMA di Sumenep, khususnya di wilayah kepulauan adalah suatu langkah yang tepat bagi Dina PU Bina Marga untuk memberikan kinerja pelayanan maksimal kepada masyarakat kepulauan yang selama ini hanya menggunakan lapis penetrasi makadam sebagai lapis permukaan. Sementara lapis permukaan lapen masih cenderung kasar dan kecepatan maksimum hanya 20 km/ jam saja. Juga usia pelayanan lapen sangat singkat, artinya dalam usia tidak lebih dari 3 tahun permukaan perkerasan jalan sudah rusak. Sehingga masyarakat merasakan kenyamanan pelayanan jalan hanya sebentar saja. Dengan adanya CPHMA saat ini masyarakat sudah merasakan pelayanan yang jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya dalam waktu yang relatif lama dengan kecepatan melaju lebih dari 20 km/ jam dengan kondisi yang nyaman, aman dan lancar karena tidak mengalami kerusakan.

Saat ini penggunaan CPHMA masih banyak digunakan sebagai bahan/ material untuk pekerjaan perbaikan kerusakan dalam program penanganan pemeliharaan rutin, untuk tambal lubang dan perataan gelombang. Dinas PU Bina Marga Provinsi Jawa Timur sudah pernah melaksanakan uji gelar sepanjang 150 meter pada ruas jalan provinsi kategory lalu-lintas berat, yaitu Jalan Mastrip, wilayah perindustrian dan pergudangan pada tahun 2013 dan sampai sekarang masih dalam kondisi cukup bertahan.

Maksud dan Tujuan Maksud Maksud penulisan makalah ini adalah menginformasikan bahwa penerapan CPHMA cukup berhasil, dan berdampak positif bagi masyarakat khususnya bagi daerah yang jauh dari Unit AMP dan sangat tepat sebagai salah satu bahan untuk pekerjaan pemeliharaan perkerasan jalan, perataan dan tutup lubang terutama untuk kegiatan pada beberapa lokasi yang jarak antar lokasi cukup berjauhan sehingga tidak mungkin menggunakan campuran beraspal panas sebagai bahan penutup, karena persyaratan temperatur.

Page 184: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 173

Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah mendorong para pihak penyelenggara jalan dan masyarakat pelaku Jasa Konstruksi agar dapat memanfaatkan asbuton dan terus berinovasi semaksimal mungkin agar sumber daya alam (asbuton) yang tersedia di permukaan Bumi Indonesia dapat menggantikan posisi aspal minyak, dan sekaligus memenuhi kebutuhan kekurangan aspal minyak setiap tahunnya. STUDI LITERATUR

CPHMA adalah campuran agregat panas pada suhu tertentu, maksimal 180 C, dengan asbuton yang sudah digranulasi (Lawele Granular Asbuton, LGA) dengan proporsi campuran 75-80% volume agregat dan 20-25% LGA tanpa pemanasan, dicampur dalam mixer (pugmil) selama 55 detik, dimana dibagi dalam dua fase, fase pertama pencampuran Agregat panas dengan LGA selama 10 detik, kemudian ditambah modifier tertentu dalam jumlah tertentu diaduk selama 45 detik. Campuran keluar dari pugmil ditampung dan ditambahkan air sejumlah + 2 % dan langsung dikemas dalam zag karung plastik 25 kg, siap dikirim ke lokasi, atau dapat langsung dikirim ke lokasi dalam bentuk curah sesuai pesanan. Apabila untuk penghamparan campuran CPHMA lebih efektif dan efesien apabila dikirim dalam bentuk curah. Skema p encampuran sebagaimana tertera pada Gambar 1.

LGA yang dalam hal ini adalah asbuton butir type 50/30, artinya asbuton yang memiliki nilai penetrasi 50 (0,1 mm) dan kandungan bitumen 25-35 %) sebagaimana spesifikasi Tabel 1, sehingga tidak memungkinkan dipecah menjadi butir halus sebagaimana BGA (Kabungka Granular asbuton) yang memiliki butiran halus seperti tepung dengan kandungan bitumen 5-15% dengan nilai penetrasi 0-5 (0,1 mm). Keduanya dapat digunakan sebagai tambahan bahan campuran beraspal panas, dimana tambahan bitumen dari kedua jenis asbuton dapat memperbaiki sifat campuran aspalnya terutama titik lembeknya. Sedangkan mineralnya dapat berfungsi sebagai bahan pengisi, namun demikian harus diperhatikan total filler yang dipersyaratkan dalam campuran yang tertuang pada spesifikasi teknis.

Page 185: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 174

Gambar 1. Proporsi dan Proses pencampuran CPHMA

Tabel 1. Spesifikasi LGA

Modifier Oil Base Dalam campuran peran dan fungsi oil base adala sebagai berikut :

1. Sebagai bahan yang menggantikan minyak pelarut dari asbuton yang hilang (teroksidasi) selama proses pencampuran di AMP dan masa pelayanan, selama ini asbuton sering cepat aging dan getas karena banyak minyak pelarut dari asbuton mudah menguap sehingga aspal menjadi aging dan getas, perlu penambahan oil base untuk mengatasi masalah tersebut

Page 186: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 175

2. Mengaktifkan/ melunakkan bitumen dalam asbuton agar dapat menyelimuti agregat dengan mudah dan homogen (workability) pada saat pencampuran di AMP

3. Berperan sebagai modified untuk meningkatkan sifat-sifat fisik aspal buton : Meningkatkan kelengketan (adhesi-khohesi), elastisitas, titik lembek Meningkatkan daya tahan terhadap perubahan temperatur dan paparan

ultraviolet agar tidak mudah menua (ageing) sehingga umur pelayanan lebih lama (durability tinggi)

Meningkatkan daya tahan terhadap rutting dan striping Modifier Water Base Fungsi dan peran modifier water base adalah sebagai berikut :

1. Mengkondisikan lapisan aspal pada campuran berbentuk aqua gel emulsion agar viscositas aspal dalam campuran tetap lunak pada suhu ruang sehingga campuran dapat dihampar dan dipadatkan pada kondisi hangat atau dingin.

2. Pelunakan aspal hanya bersifat sementara dan bergantung pada aqua gel emulsion mulai break. Setelah campuran dihampar dan dipadatkan maka aqua gel emulsion akan segera break dan sifat aspal akan kembali ke semula yaitu keras, lengket, elastis/tidak getas, tahan terhadap perubahan temperatur dan awet (durability tinggi).

3. Menambah daya lengket (adhesi-kohesi) walaupun dalam kondisi basah. Bahkan dapat diaplikasikan pada permukaan yang basah (tidak harus menunggu kering permukaan pada saat melakukan pekerjaan pada musim hujan) karena berbasis air (aqua gel emusion system) sehngga mudah berinteraksi dengan permukaan yang mengandung air

4. Campuran dapat disimpan selama 6 bulan dalam kemasan 5. Teknis aplikasi penghamparan dan pemadatan dapat dilakukan pada kondisi hangat

dan dingin (aplikasi tunda), dapat disimpan di kemasan karung dalam waktu cukup lama (6 bulan) sehingga selalu tersedia dan Mudah diperoleh.

Keunggulan CPHMA 1. Teknis aplikasi penghamparan dan pemadatan dapat dilakukan secara mekanis

maupun manual 2. Dapat digunakan untuk pembangunan dan pemeliharaan jalan 3. Dapat diaplikasikan untuk lalu lintas berat, sedang dan ringan : Mutunya sudah teruji

(stabilitas dan bonding sangat tinggi) dibanding dengan aspal lainnya. Mudah diperoleh dan aplikasinya buka kemasan, dihampar dan dipadatkan.

4. Murah karena biaya bahan dan teknis pelaksanaan sangat praktis sehingga dapat menekan biaya

5. Sangat cocok untuk pekerjaan overlay, leveling, patching, lapis tipis, laburan dan pengisi retakan

6. Dapat melakukan perbaikan jalan kapan saja (24 jam), dimana saja, siapa saja dan dalam kondisi apa saja, karena bahan campuran aspal selalu tersedia (mudah diperoleh) dan dapat disimpan dalam waktu cukup lama sampai 6 bulan.

7. Tidak harus menunggu kering permukaan pada saat melakukan tambal lubang pada musim hujan karena berbasis air (aqua gel emusion system) sehngga mudah berinteraksi dengan lokasi/lubang yang mengandung air

8. Alat pemadat untuk jalan lalulintas ringan hanya berfungsi sebagai perataan awal (break down) saja, sehingga cukup dengan alat pemadat sederhana (yang tersedia) di lapangan, sedangkan volume dan berat kendaraan akan meningkatkan kepadatan lapangan.

Page 187: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 176

PERMASALAHAN DAN PEMECAHAN Pada awal pemberlakuan spesifikasi teknis terkait aspal modifikasi, dimana di

dalamnya terdapat aspal modifikasi adalah salah satu alternatif bahan aspal modifikasi, maka dalam praktek ada beberapa AMP yang melakukan proses campuran LGA dalam hot mix dalam rangka memenuhi aspal modifikasi dengan asbuton. Juga pernah ada campuran asbuton dengan Kabungka Granular asbuton (BGA) sebagai bahan tambah untuk meningkatkan properties campuran, adapun proses pencampuran keduanya adalah sebagai berikut:

1. LGA yang mengandung bitumen sebanyak 25% akan menyumbang jumlah aspal dalam campuran sekitar 1,5-2 %, oleh karena itu jumlah LGA dalam campuran adalah sekitar 6-8% terhadap total campuran. Dalam hal campuran ini ada dua fungsi yaitu nilai titik lembek aspal menjadi meningkat dan daya lekat aspal akan bertambah karena keberadaan bitumen asbuton yang memiliki nilai penetrasi 50 dengan nilai titik lembek di atas 60 °C akan berkolaborasi dengan aspal minyak yang memiliki titik lembek hanya 48 °C. Asbuton memiliki daya lengket lebih bagus dari aspal minyak karena sudah terbiasa berkolaborasi dengan kapur. Diperlukan tambahan waktu mencampur dalam pugmil agar seluruh butiran LGA terurai oleh induksi panas dari agregat yang akan diselimuti oleh aspal dan bitumen LGA.

2. BGA adalah butir halus dari asbuton Kabungka yang hanya memiliki kadar bitumen rata-rata dibawah 10% sehingga dapat dibuat sehalus tepung. Masuk campuran lewat pintu filler, dengan jumlah maksimum 2-3 % saja, karena debu kapur yang terkandung dalam BGA masih 90% dan nilai penetrasinya 0-5, serta duktilitasnya sangat pendek sehingga cukup getas, namun kandungan bitumen mwskipun sedikit tetap memberikan tambahan kelengketan dan titik lembek.

Isu penggunaan bahan asbuton sebagimana diuraikan di atas masih belum sepenuhnya dapat diterima oleh para orang-orang lama yang menganggap bahwa asbuton sering bermasalah sebagaimana pemanfaatan tempo dulu, termasuk penggunaan asbuton butir (BGA) pada proyek percontohan oleh Pusjatan pada era tahun 2006-2008.

Sosialisasi CPHMA belum maksimal sehingga informasi CPHMA masih siampang siur, bahkan beberapa Dinas PUPR di Daerah masih mengananggap sama dengan campuran beraspal dingin dengan aspal emulsi yang dikemas. Selain informasi juga penggunaan CPHMA itu sendiri terkadang salah tempat, karena ada 2 jenis produksi yang kasar dan yang halus, harapan produsen adalah pada pelaksanaan pengamparan lebih tebal dari 4 cm gunakan type kasar sedangkan pada tebal kurang dari 4 cm gunakan type halus. Di lapangan apa yang ada dihampar sehingga tingkat kestabilan tidak maksimal saat campuran halus digunakan untuk hamparan lebih dari 4 cm, termasuk untuk tutup lubang, seharusnya gunakan type kasar pada lubang yang dalamnya lebih dari 4 cm, sedangkan bagian atasnya ditutup dengan yang halus. ANALISIS PENGGUNAAN CPHMA Keberhasilan pelaksanaan penghamparan Di Kabupaten Sumenep Pemerintah pusat seharusnya bangga apabila ada Pemerintah Daerah yang berhasil memanfaatkan CPHMA sebagai pelapisan permukaan perkerasan jalan lentur, karena dengan CPHMA berarti penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) semakin meningkat sebagaimana amanah Perpres 2016. Kabupaten Sumenep khususnya wilayah kepulauan dimana tidak terjangkau oleh produk AMP, sehingga masyarakat hanya dilayani perkerasan jalan LAPEN dengan tingkat kenyamanan yang kurang baik serta rata-rata tidak berumur panjang karena proses pelaksnaan yang mungkin tidak maksimal. Beruntung ada produk CPHMA sehingga sejak tahun 2014 masyarakat sudah merasakan manfaat pembangunan jalan yang nyaman sebagaimana masyarakat merasakan permukaan perkerasan jalan hotmix di daratan.

Page 188: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 177

Keberhasilan pelaksanaan CPHMA di kabupaten Sumenep sangat memuaskan sebagaimana testimoni dari PUPR Kabupaten Sumenep, bahwa CPHMA sangat tepat karena sangat mudah dilaksanakan, tidak memerlukan energi besar untuk memadatkan, dan awet baiknya. Sejak 2014 hingga sampai saat ini total produksi CPHMA sudah terhampar lebih dari 60.000 ton di wilayah kepulauan dan sebagaian daratan dalam kondisi mantap. Adapun langkah-langkah yang harus diperhatikan pada saat pelaksanaan penghamparan CPHMA adalah sebagai berikut :

1. Persiapan lahan dengan melakukan perataan pada lokasi begelombang dalam atau penambalan lubang dengan material CPHMA yang sesuai.

2. Lahan dibersihkan lebih dahulu dari kotoran yang ada menempel pada permukaan dengan kompresor sebagaimana dilakukan pada pelaksanaan hotmix

3. Penebaran tack coat dengan porsi yang sama dengan penghamparan hotmix 4. Penghamparan CPHMA cara manual atau dengan mesin sesuai tebal padat yang

dipersyaratkan. 5. Untuk penentuan tebal gembur dilakukan dengan percobaan penghamaparan dengan

menggunakan alat pemadat yang sesuai yang akan digunakan penghamparan selanjutnya.

6. Menambahkan jumlah air 1,5-2% dari berat campuran sebelum pemadatan sangat disarankan untuk mencapai tingkat kepadatan maksimal.

7. Jumlah lintasan pemadatan sesuai dengan hasil uji gelar sebagaimana dilaksanakan pada penghamparan hotmix.

Beberapa foto penghamparan berikut menggambarkan bahwa CPHMA dapat direalisasikan pada jalan dengan lalu-lintas ringan, sedang dan berat semua dapat dilaksanakan dengan komposisi campuran yang tepat sesuai hasil desain laboratorium.

Page 189: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 178

Penggunaan CPHMA untuk penambalan lubang dan perataan

Di depan sudah dikatakan bahwa untuk pelaksanaan tambalan lubang yang jumlahnya cukup banyak dengan lokasi yang cukup berjauhan maka penggunaan CPHMA sudah dapat dipastikan akan lebih efektif dan efesien karena tidak terpengaruh oleh waktu dan temperatur, juga cuaca, bahkan dalam kondisi hujanpun asalkan lubang tidak berlumpur CPHMA tetap dapat dihampar dan dipadatkan. Apakah saat hujan perlu tack coat? Jawabnya tidak perlu karena kandungan aspal dalam CPHMA lebih dari 6%, yaitu sekitar 6,25%, sehingga apabila kondisi permukaan cukup bersih maka CPHMA tetap dapat nempel. Foto-foto berikut semoga menginsoirasi bahwa pelaksnaan tambalan saat hujan tetap dapat dilaksnakan dengan CPHMA

Page 190: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 179

PENUTUP Kesimpulan CPHMA adalah inovasi yang tepat untuk menghadapi permasalahan campuran beraspal terkait temperatur dan cuaca dalam pelaksanaan penanganan jalan khususnya pada musim penghujan yang sering terjadi pertumbuhan lubang lebih cepat dari penanganannya, sehingga kinerja pelayanan jalan tetap dapat terjaga meskipun musim penghujan. Pelaksanaan penghamparan di wilayah kepulauan Kabupaten Sumenep patut menjadi contoh dalam pemanfaatan asbuton semaksimal mungkin agar TKDN dapat ditingkatkan dan hal ini sangat berpengaruh pada belanja Negara terkait impor aspal dari negara lain hanya untuk memenuhi kebutuhan aspal dalam negeri, padahal negara kita memiliki potensi yang cukup besar untuk dapat memenuhi kebutuhan aspal dalam negeri. CPHMA juga sudah terbukti sangat flesibel penggunaannya, untuk lalu-lintas ringan, sedang dan berat semua dapat dilayani. Uji gelar tahun 2014 CPHMA jenis kasar telah terbukti di jalan provinsi Jawa Timur tepatnya pada jalan mastrip KM S.Baya 15+350-15+500 masih tetap utuh hingga saat ini. Rekomendasi Diperlukan dukungan dari Pemerintah pusat untuk terus mendorong penggunaan CPHMA pada ruas-ruas jalan Nasional, Provinsi dan Kabupaten agar TKDN terus meningkat sehingga impor aspal minyak dapat terkurangi. Bagi para produsen agar berkomitmen untuk melkasanakan produksi CPHMA yang lebih bagus agar program pemerintah meningkatkan TKDN segera terwujud dengan hasil kinerja perkerasan jalan yang lebih bagus dengan menggunakan CPHMA REFERENSI

1. Spesifikasi Dirjen Bina Marga Kementrian PUPR 2018 2. Pengalaman lapangan sejak 2013

Page 191: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 180

PELAKSANAAN PEKERJAAN LAPIS FONDASI SEMEN KOMPOSIT TANAH PADA RUAS JALAN MERAUKE - TANAH MERAH

1Osman H. Marbun, 2Asniaty, 3Arnold Mika, 4Dameria Hutagalung 1Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional XVIII Jayapura

2Kepala Satuan Kerja PJN Wilayah III Provinsi Papua (Tanah Merah) 3PPK II. 1 Satuan Kerja PJN Wilayah II Provinsi Papua (Merauke)

4Kepala Seksi Pemantauan BBPJN XVIII Jayapura E-mail : [email protected], [email protected], [email protected] ,

[email protected],

Abstrak Ruas jalan Merauke - Tanah Merah merupakan ruas jalan yang menghubungkan Kabupaten Merauke dan Kabupaten Boven Digoel Provinsi Papua. Jenis tanah yang ada disepanjang ruas jalan tersebut adalah tanah alluvial yang memiliki potensi kembang-susut yang tinggi akibat perubahan kadar air. Dalam pekerjaan konstruksi jalan jenis tanah ini masuk dalam kategori tanah yang bermasalah sehingga perlu distabilisasi sebelum digunakan sebagai lapis pondasi jalan (sub base). Konstruksi Lapis Pondasi Semen Komposit Tanah merupakan lapis pondasi yang terbuat dari tanah yang diambil dari daerah sekitarnya yang distabilisasi dengan semen ditambahkan bubuk mineral tertentu atau dengan semen komposit (pra campur). Penggunaan bahan tambah (additive) berfungsi mengurangi kadar semen dan meningkatkan kuat tekan serta durabilitas tanah semen yang dihasilkan. Hasil pelaksanaan di lapangan dapat dilihat adanya perbedaan kekuatan Lapis Pondasi Semen Komposit Tanah yang tidak menggunakan bahan tambah dan yang menggunakan bahan tambah untuk mencapai kekuatan minimum sesuai spesifikasi Bina Marga yaitu minimal 20 kg/cm2 dan maksimal 35 kg/cm2. Hasil pelaksanan di lapangan menunjukkan dengan berat jenis kering tanah (γd) yang sama didapatkan soil cement tanpa bahan tambah : semen 6%: 18,41 kg/cm2, semen 8%: 18,82 kg/cm2, semen 10%: 19,65 kg/cm2, semen 12%: 20,47 dan soil cement dengan bahan tambah (additive) sebesar 2% adalah semen 8%: 19,32 kg/cm2, semen 9%: 19,96 kg/cm2, semen 10%: 20,60 kg/cm2, semen 11%: 21,88 kg/cm2, semen 12%: 22,53 kg/cm2. Salah satu bahan tambah (additive) yang digunakan adalah Matos. Kata Kunci: lapis pondasi semen komposit tanah, stabilisasi, bahan tambah Abstract Merauke – Tanah Merah road section is a road that linked Merauke regency and Boven Digoel regency of Papua Province. The soil type that exists along the road section are alluvial soils which have high potential for shrinkage due to water content conversion. In road construction, this soil type included in problematic soil category which needs to be stabilized before it is used as a sub-base road foundation. Construction of soil composite cement foundation is a foundation lining made with soil taken from surrounding area which is stabilized by cement added with mineral powder or with composite cement (pre-mixed). The use of mineral powder additives have a function to reduce cement content, to increase the compressive strength and durability of the cement soil produced. The result of the implementation shows the diference between the soil composite cement foundation that use additive materials with the soil composite cement foundation which not use additive materials to reach the minimum strength based on Bina Marga’s spesification which is 20 kg/cm2 and maksimal strength 35 kg/cm2. The result of the implementation shows that with the same dry soil density (γd) without additive materials the strength of soil composite cement foundation are: cement 6%; 18,41 kg/cm2, cement 8%: 18,82 kg/cm2, cement 10%: 19,65 kg/cm2, cement 12%: 20,47 kg/cm2 and the strength of soil composite cement foundation with the 2% additive material are cement 8%:

Page 192: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 181

19,32 kg/cm2, cement 9%: 19,96 kg/cm2, cement 10%: 20,60 kg/cm2, cement 11%: 21,88 kg/cm2, cement 12%: 22,53 kg/cm2. One of the additive material that used on this study is Matos. Keywords: soil composite cement foundation lining, stabilization, added material 1. PENDAHULUAN

Ruas jalan Merauke - Tanah Merah merupakan ruas jalan yang menghubungkan Kabupaten Merauke dengan Kabupaten Boven Digoel Provinsi Papua sepanjang 425 KM yang melalui 9 (sembilan) ruas jalan nasional meliputi Jalan Ahmad Yani (Merauke) (0,25 KM), Jalan Raya Mandala (Merauke) (5,05 KM), KM 40 - Batas Kota Merauke (34,70 KM), Sota - Km.40 (38,30 KM), Bupul - Erambu Sota (110,70 KM), Muting - Bupul (37,88 KM), Bts. Kab Boven Digoel/Merauke - Muting (47,03 KM), Getentiri - Bts Kab Merauke/Kab. Boven Digoel (77,70 Km), Tanah Merah - Getentiri (73,20 KM).

Tanah alluvial merupakan tanah endapan yang dibentuk dari lumpur dan pasir halus yang mengalami erosi tanah dan memiliki kembang susut yang sangat tinggi akibat perubahan kadar air. Jenis tanah ini dijumpai sepanjang ruas jalan Merauke - Tanah Merah. Dalam pekerjaan konstruksi, jenis tanah alluvial masuk dalam kategori tanah yang bermasalah sehingga perlu distabilisasi sebelum digunakan sebagai lapis pondasi jalan (sub base).

Gambar 1. Kondisi eksisting tanah dasar km 138+400

Page 193: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 182

Stabilisasi tanah pada tanah dasar suatu konstruksi adalah suatu cara yang digunakan untuk memperbaiki sifat tanah dasar sehingga diharapkan tanah dasar tersebut mutunya dapat lebih baik dan dapat meningkatkan kemampuan daya dukung tanah dasar terhadap konstruksi yang akan dibangun diatasnya. Beberapa metode yang dapat digunakan dalam mengatasi tanah ekspansif, antara lain dengan penggantian material atau mencampur tanah dengan bahan aditif. Penggantian material tidak dapat dilakukan karena disepanjang ruas jalan Merauke - Tanah Merah tidak tersedia sumber material yang dapat digunakan sebagai bahan pengganti. Sehingga yang dapat dilakukan adalah mencampur tanah dengan bahan aditif berupa semen dan bubuk mineral. Jenis konstruksi untuk lapis pondasi yang sesuai dengan kondisi tersebut adalah Lapis Pondasi Semen Komposit Tanah. Lapis Pondasi Semen Komposit Tanah merupakan lapis pondasi yang terbuat dari tanah yang diambil dari daerah sekitarnya yang distabilisasi dengan semen ditambahkan bubuk mineral atau dengan semen komposit (pra campur)

Berdasarkan Spesifikasi Khusus Interim (Seksi SKh -.2.5.4) Bina Marga 2017, apabila penggunan semen dalam pekerjaan stabilisasi tanah dengan semen melebihi 8% dipakai Bahan Tambah. Bahan Tambah yang dipakai adalah jenis bubuk yaitu suatu campuran mineral-mineral yang bersifat semen (cementitious) dan non polymer, yang berfungsi mengurangi kadar semen dan meningkatkan kuat tekan serta durabilitas tanah semen yang dihasilkan.

2. METODE PENELITIAN

Lokasi Penanganan berada di ruas jalan Merauke - Tanah Merah. Data pelaksanaan yang diperoleh adalah data kuat tekan bebas (UCS) lapis pondasi semen komposit tanah tanpa menggunakan bahan tambah dan menggunakan bahan tambah Matos yang dihasilkan serta biaya konstruksi per kilometer.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengujian laboratorium sifat dan karateristik tanah dapat dilihat pada Tabel 1. Setelah diperoleh sifat tanah tersebut dilakukan pengujian UCS Stabilisasi Tanah semen dengan beberapa kadar semen, hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Page 194: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 183

PC 6% PC 8% PC 10% PC 12%

1 Kuat Tekan Bebas (UCS) SNI 03-6887-2002 18,41 18,82 19,65 20,47 20 - 35 kg/cm2

Metode PengujianNo Jenis PengujianHasil Pengujian

Spesifikasi Satuan

PC 8%+2% PC 9%+2% PC 10%+2% PC 11%+2% PC 12%+2%

1 Kuat Tekan Bebas (UCS) SNI 03-6887-2002 19,32 19,95 20,60 21,88 22,53 20 - 35 kg/cm2

No Jenis Pengujian Metode PengujianHasil Pengujian

Spesifikasi Satuan

Tabel 1. Hasil pengujian karakteristik tanah

Tabel 2. Hasil pengujian kuat tekan stabilisasi tanah untuk berbagai komposisi kadar semen tanpa menggunakan bahan tambah

Tabel 3. Hasil pengujian kuat tekan stabilisasi tanah untuk berbagai komposisi kadar semen menggunakan bahan tambah sebesar 2%

Page 195: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 184

Gambar 2. Grafik Lapis Pondasi Semen Komposit Tanah Tanpa Bahan Tambah dan menggunakan Bahan Tambah

Dari Gambar 2 terlihat bahwa untuk curring time 7 hari, hasil pelaksanan di lapangan

menunjukkan dengan berat jenis kering tanah (γd) yang sama didapatkan soil cement tanpa bahan tambah : semen 6%: 18,41 kg/cm2, semen 8%: 18,82 kg/cm2, semen 10%: 19,65 kg/cm2, semen 12%: 20,47 dan soil cement dengan bahan tambah (additive) sebesar 2% adalah semen 8%: 19,32 kg/cm2, semen 9%: 19,96 kg/cm2, semen 10%: 20,60 kg/cm2, semen 11%: 21,88 kg/cm2, semen 12%: 22,53 kg/cm2. Salah satu bahan tambah (additive) yang digunakan adalah Matos.

Gambar 3. Pelaksanaan pekerjaan lapis pondasi semen komposit tanah km 138+400

Page 196: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 185

Gambar 4. Pelaksanaan pekerjaan lapis pondasi semen komposit tanah pada km 399+450

Gambar 5. Pelakasanaan pekerjaan lapis pondasi semen komposit tanah pada km 138+200

Perbandingan Kuat Tekan Bebas (UCS) Lapis Fondasi Semen Komposit Tanah dengan beberapa kadat semen dengan tanpa bahan tambah dan dengan menggunakan bahan tambah dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Matriks Perbandingan Kuat Tekan Bebas (UCS) Lapis Pondasi Semen Komposit Tanah Tanpa Pengunaan Bahan Tambah Dengan Yang Menggunakan Bahan Tambah

No

Tanpa Bahan Tambah Menggunakan Bahan Tambah (Matos)

Semen Kuat Tekan Bebas (UCS) kg/cm2

Semen Bahan Tambah

Kuat Tekan Bebas (UCS) kg/cm2

1 8% 18,82 8% 2% 19,32

2 10% 19,65 10% 2% 20,60

3 12% 20,47 12% 2% 22,53

Perbandingan biaya konstruksi Lapis Fondasi Semen Komposit Tanah perkilometer

dengan tanpa bahan tambah dan dengan menggunakan bahan tambah dapat dilihat pada Tabel 5.

Page 197: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 186

Semen AdditiveLebar Soil

(M)Tebal (Cm)

1. Tanpa Bahan Tambah 12% - 5 20 982,400.00

2. Menggunakan Bahan Tambah 10% 2% 5 20 1,509,400.00

NoLapis Fondasi Semen Komposit

Tanah

Komposisi Pelaksanaan Biaya / Km

(dalam ribu)

Tabel 5. Biaya konstruksi lapis fondasi semen komposit tanah jalan perkilometer Berdasarkan Tabel 5. Biaya konstruksi Lapis Fondasi Semen Komposit Tanah terdapat perbedaan biaya per kilometer. 4. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Untuk mendapatkan kuat tekan Lapis Fondasi Semen Komposit Tanah sesuai

dengan Spesifikasi Khusus Bina Marga minimal 20 kg/cm2 dan maksimal 35 kg/cm2, apabila tanpa bahan tambah digunakan kadar semen 12% dengan kuat tekan 20,47 kg/cm2, bila menggunakan bahan tambah sebesar 2% digunakan kadar semen 10% dengan kuat tekan 20,60 kg/cm2.

2. Biaya konstruksi Lapis Fondasi Semen Komposit Tanah dengan menggunakan bahan tambah lebih tinggi daripada tanpa menggunakan bahan tambah.

Adapun saran perlu dilakukan kajian lebih lanjut terkait umur layanan lapis fondasi semen komposit tanah baik yang tanpa menggunakan bahan tambah maupun menggunakan bahan tambah.

DAFTAR PUSTAKA Anonimus, 2004, Undang-Undang Republik Indonesia No 38 Tahun 2004 Tentang Jalan,

Jakarta. Anonimus, 2006, Peraturan Pemerintah No 34 Tahun 2006 Tentang Jalan, Jakarta. Anonimus, 2017, Spesifikasi Khusus Interim Lapis Pondasi Semen Komposit Tanah,

Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta. Anonimus, 2005, Penanganan Tanah Ekspansif Untuk Konstruksi Jalan, Departemen

Pekerjaan Umum, Jakarta. Sri Prabandiyani Retno Wardani dkk, 2018, Stabilisasi Tanah Ekspansif dengan Menggunakan

Tanah Putih untuk Tanah Dasar di Daerah Godong, Kabupaten Grobogan Jawa Tengah, Program Studi Magister Teknik Sipil, Departemen Teknik Sipil, Universitas Diponegoro, Semarang.

Page 198: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 187

T 3 : STRUKTUR

Page 199: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 188

PENGGUNAAN TEKNOLOGI FORM TRAVELLER UNDERSLUNG TYPE SEBAGAI SUPPORTING MAIN DECK PROYEK JEMBATAN CABLE

STAYED TELUK KENDARI

1Dian Agustian, 2Indah Herning Suari 1Project Manager PT. PP Persero, Tbk , 2Engineering Staff PT. PP Persero, Tbk

E-mail: [email protected], [email protected]

Abstrak

Pekerjaan main deck in situ pada jembatan cable stayed metode balanced cantilever menggunakan form traveller sebagai formwork. Umumnya form traveller menggunakan tipe overhead. Seiring perkembangan teknologi, tipe form traveller yang digunakan menjadi underslung. Keunggulan tipe underslung yaitu tidak memerlukan tambahan perkuatan sementara dan beban terdistribusi pada 3 titik tumpu sehingga momen yang terjadi lebih kecil dibandingkan tipe overhead. Model form traveller tipe underslung bersifat unik karena menyesuaikan desain dimensi beton dan sudut cable stayed serta mempertimbangkan clearance yang disyaratkan sehingga tidak bertabrakan dengan kondisi geografis eksisting. Desain formwork terdiri dari 2 bagian, yaitu main truss serta inner & outer formwork. Pengaturan elevasi beton terdapat pada inner formwork menggunakan spindle, sedangkan posisi main truss tetap. Mekanisme utama untuk pergerakan form traveller tipe underslung menggunakan launching hanger yang terdiri dari bracket roda dan hydraulic jack untuk mendorong & mengunci form traveller. Metode balanced cantilever memerlukan analisis construction staging agar elevasi deck dari kedua pylon sama dan sesuai rencana. Setiap tahap konstruksi deck dilakukan kontrol defleksi yang mengacu data precamber dari analisis construction staging. Analisis construction staging tidak hanya mempertimbangkan beban mati dan hidup saat konstruksi namun juga menghitung efek jangka panjang dari creep dan shrinkage pada beton. Kata Kunci : Form Traveller, Hydraulic Jack, Underslung, Construction Staging, Precamber Abstract Construction of main deck in cable stayed bridge that using balanced cantilever method use form traveller as a formwork. Mostly form traveller using overhead type. Following rapid development of technology, form traveller using underslung type. Advantages of underslung type are not requires additional temporary support and load distributed at 3 supports so that moment become smaller than overhead type. Underslung type is unique since following concrete dimention and angle of stay cable and also considering required clearance, so that clash with existing geographic can be avoided. Formwork design consist of 2 parts, which are main truss formwork and inner & outer formwork. Adjustment concrete elevation is located in inner formwork using spindle, meanwhile position of main truss remains same. Main menchanism for movement of form traveller underslung type using launching hanger which consists of wheel bracket and hydraulic jack for pushing & locking form traveller. Balanced cantilever method requires construction staging analysis in order to deck elevation form both of pylons remain same based on planning. Every stages of deck construction is using deflection control based on precamber data from construction staging analysis. Construction staging analysis is not only consider dead load and live load during construction but also consider long term effect of concrete creep and shrinkage Keyword : Form Traveller, Hydraulic Jack, Underslung, Construction Staging, Precamber

Page 200: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 189

I. PENDAHULUAN Jembatan Cable Stayed Teluk Kendari memiliki 2 kolom Pylon dengan main span 200 m.

Metode konstruksi yang digunakan yaitu balanced cantilever dengan sistem cor in situ. Guna memenuhi metode tersebut, diperlukan Form Traveller sebagai formwork untuk konstruksi deck. Umumnya form traveller yang digunakan adalah tipe overhead. Seiring perkembangan teknologi, tipe yang digunakan menjadi underslung dimana main truss berada di bawah deck. Pada proyek ini menggunakan 2 unit Form Traveller pada masing-masing pylon, baik di sisi side span maupun main span.

Gambar 19. Layout Metode Konstruksi Deck Jembatan Teluk Kendari

Form Traveller underslung memiliki keunggulan tidak memerlukan temporary support

pada deck. Selain itu, titik tumpu lebih banyak daripada tipe overhead sehingga gaya dalam momen lebih kecil. Namun, hal yang perlu diperhatikan dari desain tipe underslung yaitu clearance yang ada mampu memberikan ruang untuk Form Traveller berjalan. II. KONSEP DASAR FORM TRAVELLER UNDERSLUNG

Desain Form Traveller harus mengakomodir beban selama masa konstruksi dan mudah dalam pengoperasiannya serta sesuai dengan tipikal deck segmental yang akan dikerjakan. Form Traveller pada Jembatan Teluk Kendari didesain sesuai tipikal deck yaitu untuk pengecoran 9 segmen Main Span dan 8 segmen Side Span dengan panjang 9 m tiap segmennya.

Gambar 20. Layout Jembatan Teluk Kendari

FT 1 FT 2 FT 3 FT 4

Side Span Main Span Side Span

Page 201: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 190

a. Deskripsi Bagian Form Traveller Form Traveller terdiri dari Main Truss (dimana beratnya mencapai 80% dari berat Form Traveller keseluruhan) dan sisanya 20% merupakan berat komponen formwork.

Gambar 21. Komponen Form Traveller

Form Traveller terdiri dari 2 Main Truss yang masing-masing terletak di bawah edge beam, 3 Main Transverse Truss untuk support form system, 2 Secondary Transverse Truss, 2 Transverse Truss tambahan untuk di bagian belakang, 1 sistem support formwork untuk inner dan 2 frame support untuk outer formwork, 2 satellite beam (lokasi stressing stay cable), 4 Launching Hanger, 4 Casting Hanger, 2 Main Kicker, 1 Movable Gantry. Berikut deskripsi komponen Form Traveller : - Main Truss/Girder (MT)

Setiap Main Truss terdiri dari 3 bagian dan tiap bagian dibagi secara horizontal untuk kebutuhan mobilisasi dari pabrik ke site. Bagian depan berfungsi untuk support satellite beam, platform, system formwork dan Launching Hanger bagian depan. Bagian depan juga berfungsi untuk menahan edge beam. Bagian tengah berfungsi menahan Casting Hanger bagian depan. Bagian belakang menahan Launching Hanger bagian belakang, Kicker, dan Casting Hanger bagian belakang.

Gambar 22. Main Truss

Gambar 23. Main Truss

Page 202: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 191

- Transverse Truss (TT) Terdapat 3 Main Transverse Truss di antara MT dan lokasinya berada di bawah 3 Transverse Beam di setiap segmen. Transverse Truss berfungsi untuk support sistem Form Traveller. Koneksi terhadap MT berupa baut.

Gambar 24. Assembly Transverse Truss

- Casting Hanger (CH)

Casting Hanger merupakan support bagian belakang untuk menahan beban pengecoran segmen. Lokasinya berada di bawah edge beam dan ditahan oleh PT Bar yang ditarik melalui beton edge beam. Casting Hanger dikaitkan dengan MT melalui PT Bar. Untuk operasi launching, PT Bar pada Casting Hanger dikendurkan (release) untuk kemudian dilepas. Casting Hanger memiliki bracing yang dapat dilepas yang hanya dibutuhkan pada saat pengecoran. Casting Hanger diturunkan dari atas deck menggunakan lifting frame yang terhubung dengan stress bar melalui edge beam dan bergerak bersamaan dengan Form Traveller saat launching.

Gambar 25. Lokasi Casting Hanger

- Main Kicker

Kicker berfungsi untuk menahan gaya longitudinal yang dihasilkan dari gaya stay cable saat pengecoran. Sistem terdiri dari bracket yang ditarik ke beton edge beam saat pengecoran deck, sedangkan bracket yang lain dilas terhadap MT dan 4 PT Bar masing-masing sisi yang terhubung dengan bracket melalui pin. Main Kicker dapat dilepas pada saat launching.

Page 203: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 192

Gambar 26. Konfigurasi Main Kicker

- Launching Hanger (LH) Terdapat 4 set Launching Hanger yang masing – masing memiliki kaki yang dapat direbahkan dimana bagian atas menggunakan pin yang dihubungkan dengan bracket yang distressing dengan edge beam menggunakan PT Bar. Pada saat persiapan launching, maka pin dilepas dan kaki direbahkan ke atas MT. Pada bagian bawah kaki terdapat rumah roda yang terdiri dari roda-roda. Rumah roda dihubungkan dengan pin agar roda tetap berada di poros dan bersinggungan dengan rel launching.

Gambar 27. Lokasi Launching Hanger

Page 204: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 193

b. Analisis Perhitungan Form Traveller Beban desain form traveller terdiri dari beban mati (berat sendiri form traveller, berat

sendiri formwork system, berat sendiri beton per segmen, berat gantry), beban hidup, gaya stay cable, beban angina, beban horizontal (5% dari berat sendiri). Pada umumnya, tahapan analisis konstruksi pada Form Traveller dibagi menjadi tiga tahap yaitu :

- Tahap 1 : Pergerakan Form Traveller menuju posisi (berat Form Traveller) Form Traveller ditahan oleh dua Casting Hanger.

Gambar 28. Konfigurasi Form Traveller dan Casting Hanger

- Tahap 2 : Stressing Stay Cable (memasukkan gaya kabel untuk menahan

Form Traveller di bagian depan) Pada tahap ini, Stay Cable dipasang untuk menahan Form Traveller di bagian depan. Stay Cable akan diberi gaya stressing untuk menahan tegangan dari Form Traveller setelah adanya beban beton.

Gambar 29. Simulasi Tahap 2

- Tahap 3 : Pengecoran (memasukkan berat segmen)

Gambar 30. Simulasi Tahap 3

Page 205: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 194

Form Traveller ditahan oleh stay cable di bagian depan. Pada tahap 3, defleksi dan tegangan rangka baja dari Form Traveller akan dipengaruhi oleh kekakuan dari stay cable (termasuk panjang dan luas penampang). Sehingga, diperlukan tiga analisis tambahan yang harus dipertimbangkan yaitu sebagai berikut :

- Case A : Pengecoran MS2 - Case B : Pengecoran MS4 - Case C : Pengecoran MS10

Selanjutnya memasukkan analisis tiap posisi launching Form Traveller. Berdasarkan

skenario – skenario dan parameter tahapan di atas didapatkan stress ratio maksimum pada saat tahap 3 dengan case B yaitu sebesar 0,97.

Gambar 31. Stress Ratio Tahap 3 - Case B

c. Loading Test Form Traveller Perakitan sementara dan tes beban harus dilakukan untuk memastikan bahwa Form

Traveller yang difabrikasi sesuai dengan beban-beban yang telah direncanakan. Loading Test dilakukan pada Main Truss dengan 2 simulasi yaitu pada saat pengecoran dan pada saat launching. Adapun hasil test sebagai berikut :

Page 206: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 195

Gambar 32. Hasil Pengamatan Defleksi Loading Test

Gambar 33. Perbandingan Defleksi Launching Hanger

Berdasarkan grafik di atas, defleksi teoritis masih lebih besar daripada defleksi yang terjadi pada saat loading test, sehingga Form Traveller aman digunakan.

Gambar 34. Loading Test Form Traveller

Page 207: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 196

III. PROSES ERECTION FORM TRAVELLER Sebelum melakukan proses erection Form Traveller, maka dilakukan proses perakitan MT dan TT yang masih terbagi 2 secara horizontal. Selanjutnya, proses erection dibagi menjadi 2 tahap karena Form Traveller terlalu panjang sedangkan akses dari pier table terbatas.

Gambar 35. Perakitan Main Truss dan Transverse Truss

Hal yang perlu diperhatikan saat proses perakitan adalah memastikan kode bagian truss tidak tertukar lokasinya dikarenakan banyak tipe truss yang tipikal. Kemudian pada saat mobilisasi maupun loading dan unloading perlu support ekstra agar truss tidak bengkok sehingga tidak mengganggu proses perakitan.

Gambar 36. Pembagian Erection Main Truss

Pelaksanaan erection Form Traveller tahap 1 (MT1-MT2) dengan menggunakan 2 cara yaitu :

1. Crane di atas barge untuk penempatan material dari stockyard ke barge dan dari barge ke atas pilecap pylon,

Gambar 37. Penempatan Material dari Barge ke Pile Cap Pylon

Hal yang perlu diperhatikan pada saat penempatan material yaitu kapasitas crane mampu mengangkut beban segmen material pada radius paling ekstrim. Selain itu, perlu dilihat kapasitas barge dalam menahan beban crane serta beban yang ditopang.

2. 4 pcs Heavy Lifting Jack @ 50 Ton (Stress Bar Ø36 mm) untuk erection Form Traveller dari atas pilecap ke posisi tepat di bawah deck.

Page 208: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 197

Gambar 38. Proses Heavy Lifting Main Truss

3. Sebelum dilakukan pengecoran deck maka perlu diberikan lubang pada deck (sparing) untuk akses PT Bar ke Casting Hanger, Launching Hanger, dan Kicker. Hal yang perlu diperhatikan yaitu dikarenakan pada saat erection posisi MT datar, sedangkan deck memiliki kemiringan tertentu maka perlu lubang yang lebih besar dan lokasi sparing yang akurat sehingga instalasi erection Form Traveller dapat berlangsung dengan baik tanpa ada repair lubang.

Selanjutnya, pelaksanaan erection Form Traveller tahap 2 (MT3 & Form System) dengan menggunakan 2 cara yaitu :

1. Crane 180 Ton di atas barge untuk erection MT3 dari barge ke sambungan MT1-MT2,

Gambar 39. Erection MT3 dan Satellite Beam dengan Crane

2. Crane 80 Ton dan service barge untuk suplai material MT3 dan Form System.

Gambar 40. Ilustrasi Proses Erection Form Traveller

Page 209: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 198

Setelah semua MT selesai erection, maka dilanjutkan dengan erection formwork. Formwork terdiri dari inner dan outer formwork. Inner formwork terdiri dari spindle, support beam, shoring system, panel formwork, dan sistem hidraulik.

Urutan pemasangan dimulai dari pemasangan support beam kemudian support beam dinaikkan dengan sistem hydraulic. Selanjutnya, pemasangan spindle dilakukan secara manual hingga elevasi deck rencana. Setelah elevasi deck sudah sesuai, dilanjutkan dengan penempatan shoring system yang sudah difabrikasi terlebih dahulu di darat sehingga durasi instalasi formwork lebih cepat.

Untuk bagian outer (bagian bawah edge beam) pertama dilakukan setting spindle hingga elevasi deck rencana, Selanjutnya, erection panel edge beam dan diletakkan di atas spindle.

Gambar 41. Tampak Depan Form Traveller

Gambar 42. Instalasi Inner dan Outer Formwork

Page 210: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 199

IV. PROSES LAUNCHING FORM TRAVELLER Proses launching Form Traveller dapat dilakukan hanya ketika kondisi berikut terpenuhi :

− Deck sebelumnya sudah tercor

− Transversal dan Longitudinal Tendon sudah terstressing

− Gaya Tarik stay cable sudah dipindahkan dari Form Traveller ke angkur permanen di deck

− Kondisi angin dan lalu lintas di bawah aman (kecepatan angin ≤ 20 m/s) Launching dimulai dari Side Span dan dilanjutkan dengan Main Span. Berikut tahapan dari proses launching Form Traveller :

- Pelepasan formwork edge beam dan penurunan inner formwork -

Gambar 43. Proses Penurunan Inner Formwork

- Instalasi Launching Hanger Sebelum proses launching maka launching hanger yang sudah dilepas agar dipasang kembali dengan PT Bar.

Gambar 44. Proses Instalasi Launching Hanger

- Instalasi Safety Device Form Traveller Sistem ini menggunakan PT Bar di masing – masing MT dengan bracket yang sudah dilas pada rangka satellite yang terpasang pada bagian belakang Launching Hanger untuk menambah keamanan saat beroperasi.

Page 211: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 200

Gambar 45. Penempatan Safety Device Form Traveller

- Pelepasan Casting Hanger dan Main Kicker kedua sisi secara simultan Pada saat launching PT Bar yang mengunci Casting Hanger direlease kemudian Casting Hanger diturunkan agar Launching Hanger dapat berjalan

Gambar 46. Ilustrasi Pelepasan Casting Hanger

- Launching Form Traveller ke segmen selanjutnya Proses launching Form Traveller menggunakan sistem hydraulic yang bergerak bersamaan pada masing – masing MT.

Page 212: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 201

Gambar 47. Proses Launching Form Traveller

V. PENUTUP

Berdasarkan aplikasi di lapangan dapat menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Penggunaan Form Traveller Underslung memiliki keunggulan yaitu tidak memerlukan

temporary support pada saat pengecoran maupun launching. 2. Pengukuran lubang (sparing) untuk lokasi PT Bar Casting Hanger, Launching Hanger, dan

Kicker memerlukan keakuratan tinggi guna memperlancar durasi siklus konstruksi deck. 3. Sebelum Form Traveller diaplikasikan di site, perlu adanya pre-assembly (perakitan) secara

keseluruhan di pabrik untuk memastikan fabrikasi Form Traveller tidak ada yang tertinggal dan koneksi antar truss presisi.

4. Proses mobilisasi serta loading dan unloading material Form Traveller perlu diberi ekstra support supaya koneksi antar bagian presisi tanpa adanya tambahan modifikasi di site.

5. Desain Form Traveller sebaiknya menggunakan baja mutu tinggi agar struktur memiliki kapasitas penampang yang tinggi dengan berat yang seringan mungkin.

VI. DAFTAR PUSTAKA

DSI, 2019, Method Statement for FT-Typical Launching Kendari Cable Stay Bridge South East Sulawesi - Indonesia, No. Doc : DSI-170901-003A, Tim DSI:Indonesia.

DSI, 2019, Method Statement for Erection of FT Kendari Cable Stay Bridge South East Sulawesi - Indonesia, No. Doc : DSI-XXXXX-XXX, Tim DSI:Indonesia.

Wiecon, 2018, Form Traveller Design Report Kendari Cable Stay Bridge Indonesia Republic, KDN-DD-RPT-100 v2, Wiecon:Taiwan.

Wiecon, 2018, Construction Stage Calculation Report Kendari Cable Stay Bridge South East Sulawesi - Indonesia, KDN-RPT-CE-100-R5.2, Wiecon:Taiwan.

Page 213: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 202

Page 214: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 203

Page 215: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 204

Page 216: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 205

Page 217: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 206

Page 218: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 207

Page 219: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 208

Page 220: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 209

Page 221: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 210

Page 222: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 211

Page 223: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 212

Page 224: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 213

Page 225: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 214

Page 226: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 215

Page 227: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 216

Page 228: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 217

Page 229: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 218

APLIKASI SAMBUNGAN LAS ANTAR SEGMEN PADA SAMBUNGAN LENTUR JEMBATAN GELAGAR BAJA MUTU TINGGI

(PROYEK JAPEK ELEVATED TOLL ROAD II)

1 Syahriar Fakhrurrozi, 2 Mas’ud Junaedi 1Head Engineer, Steel Bridge Division, PT Bukaka Teknik Utama

2Welding Engineer, Steel Bridge Division, PT Bukaka Teknik Utama

Abstrak Teknologi pengelasan dalam industri baja sudah dikenal sangat lama seiring perkembangan pengolahan dan pembuatan baja mutu tinggi yang berjalan beriringan. Pengelasan tidak dapat lepas dari industri, otomotif dan konstruksi. Karena dengan pengelasan akan mampu dibuat berbagai macam bentuk alat dan barang yang sangat bermanfaat untuk kebutuhan manusia. Dalam hal ini industri konstruksi baja khususnya struktur jembatan baja, di belahan dunia sudah banyak diaplikasikan pada jembatan bentang panjang konstruksi jembatan baja dengan sambungan las. Di negara Indonesia, banyak dijumpai jembatan baja mutu tinggi baik bentang pendek maupun panjang yang didesain segmental dengan sambungan baut (dengan pelat sambung), namun masih sangat jarang dijumpai penggunaan sambungan las sebagai desain sambungan antar segmennya. Mengapa jembatan baja? Pertanyaan ini pasti muncul saat akan mendesain jembatan. Keunggulan baja sebagai material konstruksi, karena memiliki sifat; mutu yang seragam (homogen), kuat tarik dan tekan yang tinggi (high strength), mudah dibentuk (ductile) dan relatif ringan (light). Industri jembatan baja di tanah air sudah berkembang dalam 2 dasawarsa ini dengan dukungan dari pemerintah dengan selalu mengikuti perkembangan dan memperbaharui aturan dalam standard nasional agar dihasilkan produk sesuai standard baku yang telah ditetapkan. Untuk studi kasus pada proyek “Japek Elevated Toll Road II” ini adalah proyek jalan tol layang sepanjang 38 kilometer dengan struktur bangunan atas merupakan jembatan girder baja mutu tinggi (JIS G3106 grade SM520B and SM570TMC) dengan tipikal menggunakan sambungan las, sehingga cukup mewakili paparan dalam tulisan ini. Melalui makalah ini, dipaparkan pertimbangan pemilihan sambungan las antar segmen pada sambungan lentur jembatan baja, termasuk didalamnya perencanaan material yang tepat, pemilihan tipe sambungan las yang mendukung, serta perenanaan sistem kontrol mutu untuk pemenuhan kriteria desain. PT Bukaka Teknik Utama sebagai perencana, pabrikan, dan juga pelaksana pemasangan dalam proyek tersebut berusaha memberikan kontribusi dalam perkembangan dunia konstruksi jembatan baja didalam negeri. Diharapkan dengan paparan ini akan menjadi gambaran bahwa sambungan las untuk jembatan baja bentang panjang bisa menjadi solusi dan opsi yang dapat dipilih dalam indutri konstruksi jembatan di Indonesia. Kata Kunci: Desain sambungan las, box girder jembatan baja, kontrol mutu pengelasan

Page 230: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 219

Page 231: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 220

Page 232: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 221

Page 233: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 222

Page 234: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 223

Page 235: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 224

Page 236: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 225

Page 237: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 226

Page 238: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 227

Page 239: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 228

Page 240: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 229

Page 241: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 230

Page 242: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 231

Page 243: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 232

Page 244: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 233

Page 245: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 234

Page 246: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 235

Page 247: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 236

Page 248: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 237

Page 249: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 238

Page 250: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 239

Page 251: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 240

Page 252: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 241

Page 253: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 242

Page 254: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 243

Page 255: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 244

Page 256: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 245

Page 257: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 246

Page 258: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 247

Page 259: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 248

Page 260: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 249

Page 261: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 250

Page 262: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 251

Page 263: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 252

Page 264: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 253

Page 265: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 254

ANALISIS DAN IDENTIFIKASI POLA BIDANG GELINCIR PADA LERENG JALAN BERDEPOSIT CLAYSTONE DENGAN PENDEKATAN METODE RESISTIVITAS TOMOGRAFI (STUDI KASUS : LOKASI LONGSORAN

JALAN NASIONAL, KALIMANTAN UTARA)

ANALYSIS AND IDENTIFICATION OF SLIDING ZONE IN THE ROAD SLOPE WITH CLAY DEPOSITE USING RESISTIVITY TOMOGRAPHY

METHOD (CASE STUDY : NATIONAL ROAD SLOPE LOCATION , NORTH KALIMANTAN)

1Slamet Prabudi Setianto, 2Haekal Pazha, 3Reva Wiratama

1.2.3 PT. Geocipta Bangun Optima, Bandung [email protected]

Abstrak Longsoran pada ruas jalan nasional menjadi hal yang cukup sering terjadi saat ini, berbagai penanggulangan longsoran di ruas jalan nasional sebenarnya sudah dikerjakan setiap tahunnya secara parsial, namun terdapatnya rekahan pada jalan aspal yang menunjukkan arah gerakan massa tanah selalu saja muncul terutama disaat musim penghujan. Dalam investigasi ini, dilakukan penyelidikan tanah pada ruas jalan nasional di Kalimantan Timur dan Utara dengan menerapkan beberapa metode sedang dikembangkan dalam memberikan data bidang gelincir dan stabilitas lereng seperti survey geolistrik dan geoteknik untuk meminimalisir dan penanganan bencana longsor jalan. Metode tahanan jenis ini menggunakan konfigurasi wenner-alpa utuk menentukan bidang gelincir dan tinggi muka air tanah. Hasil penelitian memberikan bidang gelincir terdapat pada bagian resistivitas menengah dengan jenis siltyclay dan clay deposit yang menindih kelompok resistivitas tinggi yang berupa deposit claystone/clayshale (bedrock) yang berada pada kedalaman 10 – 30 meter. Sementara itu, bidang gelincir pada lintasan ini berada pada keadaan yang kurang stabil dan dapat diinterpretasikan bahwa pada lintasan ini berada dalam zona bahaya yang tinggi sehingga sangat berpotensi adanya longsor susulan. Hasil pengolahan data geolistrik memperlihatkan bidang gelincir pada lintasan ini dengan nilai resistivitas 7.2 - 121 Ωm untuk zona lemah yang berada diatas lapisan keras yang mempunyai nilai resistivitas sebesar > 140 Ωm. Kata Kunci: Resistivitas, Geolistrik, Tomografi, Bidang Gelincir, dan Deposit Lempung Abstract Landslides on national roads become quite frequent nowadays, various landslide countermeasures on national roads are actually partially done every year, but there are cracks on asphalt roads that show the direction of the movement of land mass always appearing especially in the rainy season. In this investigation, land investigations were carried out on the national road section in East and North Kalimantan by applying several methods being developed to provide data on slipping and slope stability such as geoelectric and geotechnical surveys to minimize and manage road slides. This type of resistivity method uses a wenner-alpa configuration to determine the slip plane and ground water level. The results of the study show that the slip area is in the medium resistivity section with siltyclay and clay deposit types which overlap high resistivity groups in the form of claystone / clayshale (bedrock) deposits which are at a depth of 10-30 meters. Meanwhile, the skid plane on this track is in an unstable condition and it can be interpreted that this trajectory is in a high danger zone so there is potential for aftershocks. The results of geoelectric data processing show the slip plane on this track with a resistivity value of 7.2-121 Ωm for weak zone on above hard zone with resistivity value > 140 Ωm. Keywords: Resistivity, Geoelectric, Tomography Landslide, and Clay deposit.

Page 266: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 255

I. Pendahuluan Gerakan tanah adalah suatu gerakan menuruni lereng oleh massa tanah dan atau

batuan penyusun lereng. Definisi di atas dapat menunjukkan bahwa massa yang bergerak dapat berupa massa tanah, massa batuan ataupun percampuran antara keduanya. Masyarakat pada umumnya menerapkan istilah longsoran untuk seluruh jenis gerakan tanah, baik yang melalui bidang gelincir ataupun tidak. Gerakan tanah merupakan salah satu proses geologi yang terjadi akibat interaksi beberapa kondisi antara lain geomorfologi, struktur geologi, hidrogeologi dan tata guna lahan. Kondisi tersebut saling berpengaruh sehingga mewujudkan kondisi lereng yang cenderung bergerak (Karnawati 2003).

Gejala Gerakan tanah dapat diidentifikasi melalui tanda-tanda sebagai berikut: munculnya retak tarik dan kerutan-kerutan di permukaan lereng, patahnya pipa dan tiang listrik, miringnya pepohonan, perkerasan jalan yang terletak pada timbunan mengalami amblas, rusaknya perlengkapan jalan seperti pagar pengaman dan saluran drainase, tertutupnya sambungan ekspansi pada pelat jembatan, hilangnya kelurusan dari fondasi bangunan, tembok bangunan retakretak, dan dinding penahan tanah retak serta miring ke depan. Varnes (1978) mengidentifikasikan beberapa jenis gerakan tanah ke dalam 6 jenis yaitu runtuhan (fall), robohan (topple), longsoran (slides), pencaran lateral (lateral spread), aliran (flow) dan rayapan (Varnes 1978).

Gambar 1. Ilustrasi jenis-jenis gerakan tanah; (a) runtuhan, (b) robohan, (c) longsoran, (d)

pencaran lateral, (e) aliran, dan (f) rayapan (Zakaria 2009) Sifat fisis dan mekanik batuan memiliki pengaruh yang signifikan dengan gejala

longsoran tanah. Selain itu, komposisi tanah pembentuk lereng ikut berpengaruh pada perubahan parameter tanah. Kontribusi kekuatan tanah dapat diakibatkan oleh pengurangan kuat geser tanah pada lereng alam yang berpotensi mengalami gerakan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh factor yang dapat berasal dari alam itu sendiri serta berhubungan dengan kondisi geologi daerah yang bersangkutan antara lain jenis tanah serta tekstur (komposisi) dari tanah pembentuk lereng yang sangat berpengaruh terhadap terjadinya longsoran, misalnya adanya indikasi lapisan tanah serpih (shale), tanah berbutir halus (loose), pasir lepas (loose sand), dan bahan organic (Zakaria 2009).

Gejala kelongsoran tanah erat kaitannya dengan keberadaan bidang gelincir pada

suatu wilayah terdampak, Bidang gelincir didefinisikan sebagi zona yang bergerak ketika gejala tanah longsor terjadi, bidang gelincir terbentuk karena adanya perbedaan tingkat kekerasan tanah antar lapisan, bidang gelincir terletak pada zona transisi antara lapisan lunak dengan lapisan keras bawah permukaan tanah. Dalam kajian geoteknik, Sangat penting

Page 267: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 256

mengidentifikasi keberadaan bidang gelincir pada suatu wilayah yang terdampak tanah longsor, hal ini bertujuan untuk kepentingan penanganan serta mitigasi bencana yang serupa. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan bidang gelincir salah satu nya adalah dengan menggunakan korelasi metode geolistrik resistivitas dengan data primer dari bor geoteknik. (Jochymczyk 2016)

Untuk mengetahui kondisi di bawah permukaan tanah yang berkaitan dengan identifikasi bidang gelincir, diperlukan investigasi lapisan bawah permukaan daerah yang bersangkutan. Metode yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi struktur bawah permukaan adalah dengan menggunakan metode Geolistrik Resistivitas (tahanan jenis) untuk mendapat bentuk penampang persebaran lapisan tanah dan batuan secara dua dimensi berdasarkan variasi nilai resistivitas lapisan tanah dan batuan yang terukur. Metoda geolistrik tahanan jenis (resistivity) merupakan salah satu metode geolistrik yang sering digunakan dalam survei geofisika untuk eksplorasi yang relatif dangkal, diantaranya digunakan dalam eksplorasi sumber mata air, keadaan struktur bawah permukaan dan juga dapat digunakan sebagai pendukung eksplorasi bahan-bahan tambang Dalam survei metode geolistrik akan diperoleh nilai beda potensial, kuat arus dan nilai tahanan jenis batuannya (Haekal 2019)

Metode Geolistrik Resistivitas didasarkan pada pengukuran resistivitas listrik suatu bahan dengan persaaman awal yaitu :

𝜌 =1

𝜎=

𝑅𝐴

𝑙

Dengan R adalah tahanan listrik bahan (Ω); 𝜌 (rho) adalah resistivitas listrik bahan yang

bergantung terhadap geometri bahan tersebut (Ω.m); 𝜎 adalah konduktivitas bahan (1/ Ω.m);

A adalah luas penampang bahan (𝑚2); l adalah panjang bahan (m). (Loke, 2004) Berdasarkan teori dasar Geolistrik resistivitas, Distribusi potensial dibawah permukaan

yang disebabkan oleh suatu sumber arus dipermukaan akan membentuk geometri setengah bola sebagai berikut:

Gambar 2. Pola persebaran arus searah pada medium homogen isotropis ( (Knodel,

Krummel and Lange 1997))

Gambar 3. Pola aliran arus pada bidang ekuipotensial untuk satu sumber arus

(Loke, 2004)

(1.1)

Page 268: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 257

Sehingga didapatkan;

𝑉(𝑟) =𝜌𝐼

2𝜋𝑟

Dengan V(r) adalah distribusi potensial sebagai fungsi r (Jarak dari pusat sumber di permukaan bumi ke jangkauan geometri setengah bola di dalam bumi).

Untuk kasus sebenarnya dimana penggunaan elektroda arus dipermukaan bumi berjumlah dua (C1 dan C2) maka pola penjalaran arus nya sebagai berikut :

Gambar 4. Pola aliran arus dan bidang ekuipotensial untuk dua sumber arus

(Loke & Barker, 1996).

Dimana Didapatkan;

𝑉1 =𝐼𝜌

2𝜋𝑟1 𝑑𝑎𝑛 𝑉2 =

𝐼𝜌

2𝜋𝑟2

Sehingga beda potensial di titik 𝑃1 akibat arus 𝐶1 dan 𝐶2 menjadi:

𝑉1(𝑟) + 𝑉2(𝑟) =𝜌𝐼

2𝜋1

𝑟1−

1

𝑟2

Demikian pula potensial yang timbul pada titik 𝑃2 akibat arus dari elektroda 𝐶1 dan 𝐶2,

Sehingga beda potensial antara titik yang timbul pada titik 𝑃1 dan 𝑃2 ditulis sebagai :

Δ𝑉 = 𝐼𝜌

2𝜋[(

1

𝑟1−

1

𝑟2) − (

1

𝑟3−

1

𝑟4)] =

𝑘

Atau

𝜌 = 𝑘Δ𝑉

𝐼 ⟶ 𝑘 =

2𝜋

(1

𝑟1−

1

𝑟2) − (

1

𝑟3−

1

𝑟4)

Dimana k adalah faktor geometri yang bergantung pada susunan elektroda.

Ada beberapa bentuk konfigurasi elektroda (potensial dan arus dalam eksplorasi geolistrik tahanan Jenis diantaranya;

(1.2)

(1.3)

(1.4)

(1.6)

(1.5)

Page 269: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 258

Tabel 1. Jenis-jenis Konfigurasi elektroda pada metode pengukuran geolistrik (Syamsuddin 2007)

No. Konfigurasi Elektroda

Faktor Geometri (K)

1 Wenner 2𝜋𝑎

2 Schlumberger 𝜋𝑛(𝑛 + 1)𝑎

3 Dipole-Dipole 𝑛(𝑛 + 1)(𝑛 + 2)𝜋𝑎

4. Pole-Pole 2𝜋𝑎

Konfigurasi yang digunakan pada penelitian Geolistrik resistivitas kali ini adalah Konfigurasi Wenner dimana elektroda potensial berada di anatara elektroda arus yang tersusun dari C1-P1-P2-C2 dengan factor geometri 𝑘 = 2𝜋𝑎, Selain itu konfigurasi ini lebih sensitif terhadap perubahan resistivitas secara lateral dan penggambaran resolusi yang lebih baik untuk keadaan dangkal.

Gambar 5. Konfigurasi Wenner (Telford, 1990)

Besar kecilnya tahanan jenis (resistivitas) batuan ditentukan oleh besar kecilnya tahanan jenis fluida (cairan) yang mengisi pori-porinya. Semakin tinggi tingkat porositas suatu batuan maka akan semakin kecil pula densitasnya. Densitas suatu batuan akan berbanding lurus dengan tingkat kekerasan batuan tersebut (Supriyanto 2007)

Tabel 2. Kisaran nilai resistivitas beberapa material (Todd 1961).

Tahanan tanah Ωm

1. Daerah basah 50 - 200

2. Daerah kering 100 - 500

3. Daerah sangat kering 200 - 1000

Air Ωm

1. Air tanah 1 -100

2. Air hujan 30 - 1000

3. Air laut < 0,2

4. Es 105 - 100

Tipe Batuan Ωm

1. Batuan beku dan metamorfis 100 - 10000

2. Sedimen terkonsolidasi 10 - 100

3. Sedimen tak terkonsolidasi 1 - 100

Page 270: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 259

Tabel 3. Kisaran porositas batuan sedimen (Todd 1961).

Jenis Bahan Sedimen

5.1 Porositas (%)

Tanah 50-60 Lempung/clay 45-55

Lanau/silt 40-50 Pasir sedang-kasar 35-40 Pasir ukuran sama 30-40 Pasir halus-sedang 30-35

Kerikil 30-40 Kerikil dan pasir 20-30 Batupasir/breksi 10-20

Batuserpih 1-10 Batu

kapur/gamping 5.2 1-10

5.3

Tabel 4. Densitas beberapa jenis sedimen (Hamilton & Bachman, 1982).

Jenis Bahan Sedimen 5.4 Densitas (𝑔 𝑐𝑚3⁄ )

Pasir kasar 2.034 Pasir halus 1.962

Pasir sangat halus 1.878 Pasir berlumpur 1.783 Lumpur berpasir 1.769

Lumpur 1.740 Lumpur lempung berpasir 1.575

Lempung tanah liat 1.489

Lempung berlumpur 1.480

Hubungan porositas dengan densitas diberikan oleh persamaan berikut.

𝑑𝑠 = 𝑑𝑑

1 − ∅

Dimana 𝑑𝑠 adalah Densitas material; 𝑑𝑑 adalah densitas kering; ∅ adalah porositas .

Metode SPT (Standard Penetration Test) adalah salah satu metode geoteknik untuk mengukur sifat mekanik tanah dengan menggunakan pukulan palu dan mengukur jumlah pukulah per kedalaman penetrasi. Uji SPT terdiri atas uji pemukulan tabung belah dinding tebal ke dalam tanah, disertai pengukuran jumlah pukulan untuk memasukkan tabung belah sedalam 300 mm secara vertikal. Dalam sistem beban jatuh ini digunakan palu dengan berat 63,5 kg yang dijatuhkan secara berulang dengan tinggi jatuh 0,76 m. Pelaksanaan pengujian dibagi dalam tiga tahap, yaitu berturut-turut setebal 150 mm untuk masing-masing tahap. Tahap pertama dicatat sebagai dudukan, sementara jumlah pukulan untuk memasukan tahap ke-dua dan ke-tiga dijumlahkan untuk memperoleh nilai pukulan N atau perlawanan SPT yang dinyatakan dalam jumlah pukulan/0.3 m. Metode ini dapat menggambarkan tingkat kekerasan tanah berdasarkan nilai perlawanannya (N-SPT) (SNI 4153, 2008)).

(1.7)

Page 271: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 260

Tabel 5. Klasifikasi tanah menurut nilai N-SPT (Hamilton & Bachman, 1982).

Klasifikasi N-SPT

Tanah Keras N ≥ 50

Tanas Sedang 15 ≤ N < 50

Tanah Lunak N < 15

II.Metodologi III.A Akuisisi Data

Pengambilan data dilakukan di Jalan Nasional Lingkar Pulau Sebatik, Kalimantan Utara. Lokasi Pengujian terletak di empat titik pengukuran yaitu pada STA 11+050, STA 7+700, STA 6+800 dan STA 5+900,Peta lokasi pengukuran dapat dilihat pada gambar berikut Pengambilan data geolistrik dilakukan dengan menggunakan GBO Multichannel Resistivitymeter . Pada satu lokasi pengujian terdapat satu lintasan pengukuran geolistrik yang searah dengan longsora dengan panjang lintasan sebesar 115 meter yang terbagi kedalam 24 elektroda dengan spasi awal elektroda (a) sebesar 5 meter, Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan konfigurasi Wenner dengan kemampuan kedalaman penetrasi sebesar 20-22 meter dibawah permukaan tanah lokasi pengujian. Skema lintasan dapat dilihat pada gambar berikut

Gambar 6.Skema lintasan pengukuran dan GBO Multichannel Resistivitymeter

Page 272: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 261

Gambar 7.Peta lokasi pengukuran (Google.Inc n.d.) III.B Pengolahan Data

Tahanan Jenis yang terukur sewaktu pengukuran adalah tahanan jenis semu dimana untuk mengestimasi distribusi tahanan jenis semu terhadap kedalaman dapat dilakukan dengan metode inversi. Optimasi inversi dilakukan dengan meminimalisasi perbedaan antara nilai resistivitas semu yang dihitung dan diukur dengan menyeseuaikan resistivitas model blok sebagai starting model (Grandis 2009).

Gambar 8 Block Model untuk pemodelan awal (starting model) (Athanasiou 2004)

Kemudian besarnya resistivitas starting model tersebut dianggap sebagai data sintetik. Acuan yang secara umum digunakan adalah harga kesalahan akar rata-rata kuadrat atau root mean-square error atau RMSE yang merupakan perbedaan antara nilai resistivitas hasil pemodelan awal (starting model) dengan resistivitas hasil pengambilan data lapangan. Untuk Mencari nilai RMSE dapat digunakan persamaan sebagai berikut (Lowrie 2007)

Page 273: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 262

n

XXRMSE

n

i idelmoiobs =−

= 1

2

,, )(

Dimana 𝑋𝑜𝑏𝑠 adalah data resistivitas hasil observasi dan 𝑋𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙 adalah data resistivitas sintetik hasil pemodelan awal. Data hasil pemodelan dan hasil observasi lapangan dapat dikatakan fit dengan kondisi bawah permukaan jika memiliki RMSE dibawah 10 %. (Grandis 2009) Jika nilai error masih diatas 10 %, Maka data hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode inversi Marquardt yang dinyatakan oleh persamaan (Putri, Akmam and Harman 2014)

(𝐽𝑇𝐽 + 𝜇𝐼)∆𝑚𝑘 = 𝐽𝑇𝑑 Dimana J adalah rapat arus I adalah matriks identitas, 𝜇 adalah damping factor d = [𝜌𝑖

𝑎] yaitu

tahanan jenis semu dengan I = 1, 2, …,N dan N adalah jumlah data. Sedangkan model tahanan jenis dan ketebalan batuan bawah permukaan adalah ∆𝑚𝑘 = [𝜌𝑘 , ℎ𝑘], 𝑘 =1, 2, … , n dan n adalah jumlah lapisan III.C Diagram Alir Penelitian

Gambar 9. Diagram alir penelitian IV. Hasil Dan Pembahasan

Hasil pengukuran metode geolistrik tahanan jenis (resistivitas) berupa nilai tahanan jenis semu yang kemudian diproses menggunakan software pengolahan khusus sehingga didapatkan pemodelan tomografi bawah permukaan tanah lokasi penelitian. Pemodelan tomografi kemudian dikorelasikan dengan parameter N-SPT (Standard Penetration Test) dan deskripsi litologi yang didapatkan dari proses pengerjaan metode bor geoteknik.. Nilai N-SPT suatu lapisan tanah atau batuan sangat bergantung dengan densitas nya itu sendiri, semakin besar densitas suatu lapisan tanah atau batuan maka semakin besar pula nilai N-SPT nya. Sedangkan densitas suatu lapisan tanah atau batuan mempunyai hubungan erat dengan persentase porositas, dimana jika nilai persentase porositas suatu lapisan tanah atau batuan semakin tinggi maka nilai densitas lapisan tanah atau batuan tersebut akan semakin rendah.

Pengambilan

data

Pengolahan

Data

Korelasi dengan

data Bor Geoteknik

(Log-Bor)

Interpretasi Inversi

Marquardt

Rubah

Starting

model

Fit Tidak

Iterasi

(1.9)

Page 274: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 263

Persentase porositas pada tanah dan batuan juga dapat mempengaruhi nilai resistivitas nya. Semakin besar persentase porositas suatu lapisan tanah atau batuan maka dapat diasumsikan semakin besar pula fluida yang terkandung di dalam pori-pori batuan tersebut, fluida yang yang bersifat elektrolit tersebut turut andil dalam mempengaruhi besarnya tahanan jenis (resistivitas) batuan yang bersangkutan, dimana jika semakin besar jumlah fluida yang terkandung pada suatu batuan maka batuan tersebut akan mempunyai nilai resistivitas yang semakin kecil. Maka dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai resistivitas suatu batuan akan semakin besar pula nilai densitasnya. IV.A STA 11+050

Gambar 10. Pemodelan tomografi bawah permukaan berdasarkan nilai resistivitas STA 11+050

Pemodelan pendugaan bidang gelincir pada lokasi ini dilakukan dengan cara melakukan korelasi data resistivitas lapangan dengan data N-SPT serta data litologi dari pengujian bor geoteknik Hasil pemodelan menunjukan bahwa bidang gelincir berada pada lapisan lempung. Pada lokasi ini lapisan pertama merupakan lapisan lempung berwarna coklat dengan konsistensi kenyal (stiff) dengan nilai resistivitas 7.2 - 90.3 Ωm . Lapisan kedua merupakan lapisan lempung warna coklat dengan konsitensi sangat kenyal (very stiff) dengan nilai resistivitas 7.2 - 90.3 Ωm hingga keras (hard) dengan nilai resitivitas 167 - 751 Ωm . Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan material batu pasir warna abu-abu dengan kepadatan relatif sangat padat (very dense) dengan nilai resistivitas 167 - 751 Ωm. Bidang gelincir pada STA 11+050 terdapat pada kedalaman 3 – 8.5 meter.

Page 275: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 264

IV.B STA 7+700

Gambar 11. Pemodelan tomografi bawah permukaan berdasarkan nilai resistivitas STA 7+700

Pemodelan pendugaan bidang gelincir pada lokasi ini dilakukan dengan cara melakukan

korelasi data resistivitas lapangan dengan data N-SPT serta data litologi dari pengujian bor geoteknik. Hasil pemodelan menunjukan bahwa bidang gelincir berada pada lapisan lempung. Pada lokasi ini lapisan pertama merupakan lapisan lempung lanauan berwarna coklat dengan konsistensi teguh (firm) hingga kenyal (stiff) dengan nilai resistivitas 7.2 – 90.3 Ωm. Lapisan kedua merupakan lapisan lempung warna coklat dengan konsistensi keras (hard) dengan nilai resistivitas 110 Ωm. Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan material batu pasir warna abu-abu dengan kepadatan relatif sangat padat (very dense) dengan nilai resistivitas 167 - 751 Ωm. Bidang gelincir pada STA 7+700 terdapat pada kedalaman 3 – 4 meter.

Page 276: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 265

IV.C STA 6+800

Gambar 12. Pemodelan tomografi bawah permukaan berdasarkan nilai resistivitas STA

6+800

Pemodelan pendugaan bidang gelincir pada lokasi ini dilakukan dengan cara melakukan korelasi data resistivitas lapangan dengan data N-SPT serta data litologi dari pengujian bor geoteknik.Hasil pemodelan menunjukan bahwa bidang gelincir berada pada lapisan lempung. Pada lokasi ini lapisan pertama merupakan lapisan lempung lanauan berwarna coklat dengan konsistensi teguh (firm) hingga kenyal (stiff) dengan nilai resistivitas 7.2 - 90.3 Ωm. Lapisan kedua merupakan lapisan lempung lanauan warna coklat dengan konsistensi sangat kenyal (very stiff) dengan nilai resistivitas 50.2 – 90.3 Ωm hingga keras (hard) dengan nilai resistivitas 110 – 275 Ωm. Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan material batu lempung warna abu-abu dengan konsistensi keras (hard) dengan nilai resistivitas sebesar 440 - 750 Ωm . Bidang gelincir pada STA 6+800 berada pada kedalaman 3 – 4.5 meter.

Page 277: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 266

IV.D STA 5+900

Gambar 13. Pemodelan tomografi bawah permukaan berdasarkan nilai resistivitas STA 5+900

Pemodelan pendugaan bidang gelincir pada lokasi ini dilakukan dengan cara melakukan

korelasi data resistivitas lapangan dengan data N-SPT serta data litologi dari pengujian bor geoteknik. Hasil pemodelan menunjukan bahwa daerah bidang gelincir berada pada lapisan lempung. Pada lokasi ini lapisan merupakan lapisan lempung lanauan berwarna coklat dengan konsistensi lunak (soft) dengan nilai resistivitas 7.2 - 90.3 Ωm. Lapisan kedua merupakan lapisan lempung lanauan warna coklat keabu-abuan dengan konsistensi teguh (firm) dengan nilai resistivitas 90.3 Ωm hingga keras (hard) dengan nilai resistivitas 175.8 Ωm. Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan material batu lempung warna abu-abu dengan konsistensi keras (hard) dengan nilai resistivitas sebesar 175.8 - 751 Ωm . Bidang gelincir pada lokasi 5+900 terdapat pada kedalaman 3 – 4 meter.

Page 278: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 267

IV.E Pembahasan

Tabel 6. Hasil pengukuran metode geolistrik dan korelasi dengan nilai N-SPT

Titik Pengukuran

Litologi Resistivitas Ωm N-SPT Indeks Geologi

STA 11 + 050 Clay 7.2 - 90.3 Ωm 3

Sandstone 167 - 751 Ωm > 60

STA 7+700

Clay 7.2 - 90.3 Ωm 8 - 13

Silty Clay 7.2 - 110 Ωm 7 - 39

Claystone 121.2 - 751 Ωm > 60

Sandstone 167 - 751 Ωm > 60

STA 6+800

Gravel 15.4 - 50.2 Ωm 4

Clay 7.2 - 90.3 Ωm 5-10

Silty Clay 7.2 - 110 Ωm 5-24

Claystone 440 - 750 Ωm > 60

Sandstone 275 - 540 Ωm > 60

STA 5+900

Top Soil 7.2 - 42.7 Ωm 4

Clay 7.2 - 90.3 Ωm 4-42

Silty Clay 7.2 - 175.8 Ωm 3-60

Claystone 175.8 - 751 Ωm > 60

IV. Kesimpulan dan Saran

Bidang gelincir pada lokasi pengukuran umumnya mengandung clay dengan resistivitas dibawah 110 dan nilai N-SPT dibawah 15 yang menindih lapisan keras dibawahnya. Bidang gelincir merupakan bagian yang bergerak ketika tanah longsor terjadi. Penyelidikan keberadaan bidang gelincir penting dilakukan dalam upaya penanggulangan serta mitigasi bencana yang serupa. Data identifikasi bidang geincir menggunakan korelasi nilai resistvitas dan N-SPT dapat digunakan sebagai data pendukung kajian geoteknik untuk kepentingan restorasi area yang terdampak bencana longsoran.

Page 279: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 268

Daftar Pustaka (BSN), Badan Standarisasi Nasional. Cara Uji Penetrasi Lapangan Dengan SPT. Jakarta:

BSN, 2008. Athanasiou, E. Combined Inversion of Geoelectrical Data By The Use of Contact Electrodes

.Aristotle University of Thessaloniki, 2004. D, Santoso. Pengantar Teknik Geofisika. Bandung: ITB Bandung, 2002. Darsono, Nuraksito B, and Legowo B. "Identifikasi Bidang Gelincir Pemicu Bencana Tanah

Longsor Dengan Metode Resistivitas 2-Dimensi di Desa Peblengan Kecamatan Matesih Kabupaten Karangayar." Indonesia Journal of Applied Physics, 2012.

Google.Inc. https://www.google.com/intl/id/earth (accessed 10 2019, 2019). Grandis, Hendra. Pengantar Pemodelan Inversi Geofisika. Bandung: Himpunan Ahli Geofisika

Indonesia (HAGI), 2009. Haekal, Pazha. "The Identification of Hard Bottom Surface Structure using Correlation of

Geoelectrical Resistivity Methods and SPT Data as Preliminary Studies for Laying the Foundation at Passing Cross Sumatera Toll Road, South Lampung Station." Journal of Physics, 2019.

Handayani, G. "Penerapan Metode Geolsitrik Konfigurasi Schlumberger Untuk Penentuan Tahanan Jenis Batubara." Jurnal Natur Indonesia, 2004.

Danielsen, J. "Geophysical and Hydrogeological Investigations the Groundwater." International Journal, 2008.

Jochymczyk, K. "Application of Resistivity Imaging to the recognition of landslides in the Flysch Carpathians." Inst.Geophys, 2016.

Karnawati, D. "The New Approach for Landslide Susceptibility Mapping In Indonesia." Proseeding PIT XXXII Ikatan Ahli Geologi Indonesia & PIT Himpunan Ahli Geofisika Indonesia, 2003.

Knodel, K, H Krummel, and G Lange. "Handbuch zur Erkundung des Untergrundes von Deponien und Altlasten." Geophysik, 1997.

Kurniasari, P. Identifikasi Batuan Dasar Dengan Metode Resistivitas Konfigurasi Schlumberger di Universitas Sebelas Maret Surakarta [Skripsi]. Surakarta: FMIPA UNS, 2008.

Loke, M.H. Electrical imaging surveys for environmental and engineering studies. New York: Cambridge University Press, 2004.

Loke, M.H, and R.D Barker. "Rapid least-squares inversion of apparent resistivity pseudosections using a quasi-Newton method." Geophysical Prospecting (Geophysical Prospecting) 44 (1996): 131-152.

Lowrie, William. Fundamental of Geophysics, Secong Edition. Newyork: Cambridge University, Putri, Rahmi Karnia, Akmam & Harman. "Estimasi Struktur Batuan Menggunakan Smoothnes-

Constrained Least-Squared Inversion Data Geolistrik Konfigurasi Schlumberger di Bukit Lantiak Padang." Phylar Of Physics 2 (2014): 73-80.

Ramadhan, B.Y. Pendekatan Nilai Kepadatan dan Daya Dukung Tanah Kohesif di Lapangan Menggunakan Alat Uji Resistivity Meter (Tahanan Jenis)/Geolistrik.

Syamsuddin. Metode Geolistrik Tahanan Jenis 2D. Bandung: Digital Library ITB, 2007. Telford, W.M, L.P Geldart, R.E Sherif, and D.D Keys. Applied Geophysics First Edition. New

York: Cambridge University Press, 1976. Todd, D. Groundwater Hydrology. New York: John Willey and Sons.Inc, 1980. Varnes, D.J. Slope Movement and Type and Processes, Landslide Analysis and Control.

Washington D.C: National Research Council, 1978. Wiraga, I.W. "Investigasi dan uji daya dukung tanah di areal PLN Pesanggrahan dalam rangka

pemilihan pondasi yang tepat untuk pembangkit listrik tenaga disel PLN." Jurnal Matrix 1 (2011): 19-25.

Zakaria, Zulfiadi. Analisis Kestabilan Lereng Tanah. Bandung: Laboratorium Geologi Teknik Universitas Padjadjaran, 2009.

Page 280: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 269

ANALISA MODE-SHAPE JEMBATAN DENGAN SOFTWARE RM-BRIDGE STUDI KASUS PADA LOADING TEST JEMBATAN CABLE STAYED

SUNGAI DAREH

Ariono Dhanisworo Indra Budhi1, Herdianto Arifin2 dan Iwan Zarkasi3

1,2,3 Direktorat Jembatan, Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Jl. Pattimura No. 20, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12110

Email: [email protected]

Abstrak Jembatan Sungai Dareh adalah jembatan cable stayed tipe harp dengan satu pilon simetris. Dari hasil uji loading test Jembatan Sungai Dareh diketahui defleksi pada tengah bentang adalah 55 mm, seperempat bentang adalah 30 mm, tiga perempat bentang adalah 32 mm, sedangkan lawan lendut tengah bentang adalah 27 mm, seperempat bentang 20 mm, tiga perempat bentang 23 mm. Nilai ini dibandingkan dengan nilai hasil running software RM Bridge yang kebetulan menghasilkan nilai yang sama yaitu 56 mm di tengah bentang. Setelah model dicocokkan, maka dicari nilai eigen dari RM bridge, untuk mode shape/pola setengah bentang bending, seperempat bentang bending dan torsi, lalu nilai ini dibandingkan dengan mode shape hasil test di lapangan dimana untuk setengah bentang bending menghasilkan frekuensi 1,18 Hz, seperempat bentang bending menghasilkan frekuensi 1,88 Hz dan torsi 3,77 Hz yang mana hasilnya cukup mendekati. Pada pengujian terjadi suara ledakan di area angkur kabel saat beban pengujian menunjukkan 240 ton, sehingga pengujian dihentikan pada angka 240 ton, nilai ini dicek dengan tegangan kabel melalui hasil analisis RM Bridge apakah terjadi over stress yang ternyata tidak karena tegangan kabel hanya 262 MPa. Demikian pula bila di loading dengan gempa yang ada di wilayah tersebut, maka tegangan hanya meningkat menjadi 313 Mpa yang masih dibawah 0,45 fpu. Kata Kunci : Jembatan, Cable Stayed, RM Bridge, Uji Beban, Dinamik, Mode Shape Abstract Dareh River Bridge is a cable stayed bridge with harp type cable configuration, simetric single pylon. From the loading test of Dareh River Bridge it is shown that deflection in mid span is 55 mm, ¼ span is 30 mm, ¾ span is 32 mm, while the reverse deflection at mid span is 27 mm, ¼ span is 20 mm, ¾ span is 23 mm. This number compared with the running result from RM Bridge software which fortunately accurate and meet 56 mm at mid span. After model has been checked to match each other, its necessary to find eigen value from RM Bridge software for bending mode shape, half bending mode shape and torsion, then this number is compared with field test, that shows 1.18 Hz for bending, 1.88 Hz for half bending and 3.77 Hz for torsion which the result shown convergence or relatively close each other. During the loading test, it was a loud sound like a bomb from cable anchorage area when the load meet 240 ton of truck, so that the test is stopped. It is necessary to check whether there is over stress in cable or not. From RM Bridge it is shows that cable stress is only 262 Mpa and so does during the earthquake, the additional stress is only up to 313 Mpa. This number is still lower than 0.45 fpu. Keywords: Bridge, Cable Stayed, RM Bridge, Loading Test, Dynamic, Mode Shape

Page 281: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 270

Pendahuluan:

Untuk mendukung pembangunan infrastruktur jalan dalam Era Teknologi Industri 4.0, maka pada makalah ini disajikan analisa jembatan menggunakan software RM Bridge sebagai salah satu software BIM. Software RM Bridge adalah software keluaran Bentley yang dibuat spesifik untuk segala jenis jembatan. Pada makalah ini dibahas tentang Loading Test pada jembatan Sungai Dareh lalu hasilnya dibandingkan dengan software RM Bridge. Dalam bahasa lainnya adalah untuk meyakini hasil pengujian loading test dengan batasan-batasan teoritis tegangan, maka perlu dilakukan pemodelan finite element dari konstruksi jembatan yang dibuat di lapangan dengan di komputer agar dapat diyakini bahwa perilaku jembatan akan sama antara model teoritis dan model fisik di lapangan. Hal ini berguna untuk pemeliharaan jembatan di periode berikutnya.

Jembatan Sungai Dareh adalah jembatan cable stayed yang terletak sekitar 5 jam perjalanan darat dari kota Padang, Sumatera Barat. Bentang utama adalah 61,6 meter + 61,6 meter. Susunan kabel adalah harp dengan pilon berbentuk huruf A. Jembatan ini adalah duplikasi dari jembatan yang sudah ada.

Gambar 1 Jembatan Sungai Dareh dari atas

Page 282: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 271

Gambar 2 Jembatan Sungai Dareh tampak dari dek (jumlah kabel tiap sisi adalah 6, total 24 kabel)

Gambar 3 Jembatan Sungai Dareh tampak bawah dek (dek terbuat dari box girder pada main girder kanan-kirinya, dengan cross girder profil I, tampak angkur cable stayed

berwarna merah)

Page 283: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 272

Gambar 4 Potongan Memanjang Jembatan Sungai Dareh

Loading Test:

Pada jembatan ini dilakukan Loading Test berupa static loading test dan dynamic loading test. Static Loading test adalah berupa 70% dari UDL (Uniform Distributed Load) berdasarkan SNI 1725:2016. Dengan cara menghitung sebagai berikut:

𝑞 = 9(0,5 +15

𝐿) = 9 (0,5 +

15

61,6) = 6,7 𝑘𝑃𝑎 = 0,67 𝑡𝑜𝑛/𝑚2

Luas Lantai Kendaraan: 61,6 meter x 7 meter = 431 m2 Beban merata rencana total: 0,67 ton/m2 x 431 m2 = 289 ton 70% dari beban merata rencana total = 0,7 x 289 = 202 ton Namun pada pengujian ini dilakukan tidak 202 ton, tetapi 240 (240/289=83%) Jumlah truk yang dibutuhkan adalah 8 truk (1 truk = 30 ton) satu sisi, jika 2 sisi, maka jumlah truknya adalah 16 buah Pada pembebanan 240 ton terjadi suara keras di kabel jembatan dan terjadi getaran jembatan, sehingga pengujian tidak dilanjutkan.

Gambar 5 Konfigurasi Truk Loading 1 sisi

Page 284: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 273

Gambar 6 Grafik Lendutan vs Beban (Lendutan maksimal yang terjadi adalah 55 mm) Nilai ini dibandingkan dengan nilai lendutan truk hasil running RM Bridge sebagai berikut.

Gambar 7 Lendutan hasil running RM Bridge

Tampak bahwa lendutan hasil finite element RM Bridge adalah 57,55 mm mendekati hasil yang terjadi di lapangan (55 mm). Lendutan ijin adalah (L/800)*(240/300) = (61,6/800)*0,8 = 77*0,8 = 61,6 mm.

Page 285: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 274

Gambar 8 Grafik Lendutan Balik Total Station

Lendutan Balik juga memperlihatkan hasil yang konsisten dengan model di RM Bridge yaitu 27,26 mm hasil running, sedangkan hasil pengukuran adalah 28 mm. Evaluasi Tegangan Kabel:

Dikarenakan saat pengujian terjadi suara keras pada kabel pada beban 240 ton, maka perlu di evaluasi tegangan kabel yang terjadi, sekiranya melebihi dari batas ambang 0,45 fpu atau tidak.

Page 286: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 275

Gambar 9 Gaya Normal yang terjadi pada elemen menurut running RM Bridge

Gaya normal yang terjadi pada kabel adalah 806 kN, sedangkan luas kabel adalah 3080 mm2. Maka tegangan kabel: 806 kN/3080mm2 = 262 MPa, sedangkan tegangan ijin adalah 0,45*1860 Mpa = 837 Mpa. Maka kabel sebenarnya secara teoritis masih aman. Suara keras kemungkinan dari angkur, apakah ada angkur yang meleset dari dudukannya ataukah tidak. Dari hasil running RM Bridge tampak mode shape sebagai berikut:

Gambar 10 Mode Shape 1 Bending S, dengan frekuensi: 0,928 Hertz, top view tampak

jembatan bergerak ke samping

Page 287: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 276

Gambar 11 Mode Shape 2 Bending V, dengan frekuensi: 0,939 Hertz, top view tampak

jembatan bergerak ke samping

Gambar 12 Mode Shape 3 Bending S Murni, dengan frekuensi: 1,237 Hertz, top view tampak

jembatan tidak bergerak ke samping

Page 288: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 277

Gambar 13 Mode Shape 4 Bending Murni, dengan frekuensi: 2.070 Hertz, top view tampak

jembatan tidak bergerak ke samping

Gambar 15 Mode Shape 5 Bending, dengan frekuensi: 2.590 Hertz, top view tampak

jembatan bergerak ke samping

Page 289: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 278

Gambar 16 Mode Shape 6 Bending, dengan frekuensi: 2,616 Hertz, top view tampak

jembatan bergerak kesamping

Gambar 17 Mode Shape 7 Bending Seperempat, dengan frekuensi: 3,206 Hertz, top view

tampak jembatan tidak bergerak kesamping

Page 290: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 279

Gambar 18 Mode Shape 8 Torsi Murni, dengan frekuensi: 3,296 Hertz, top view tampak

jembatan tidak bergerak kesamping

Gambar 19 Mode Shape 9 Torsi Murni, dengan frekuensi: 3,451 Hertz, top view tampak

jembatan tidak bergerak kesamping

Page 291: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 280

Gambar 20 Mode Shape 10 Bending Seperempat, dengan frekuensi: 3,801 Hertz, top view

tampak jembatan tidak bergerak kesamping.

Gambar 21 Mode Shape 11 Bending Seperempat, dengan frekuensi: 3,807 Hertz, top view

tampak jembatan tidak bergerak kesamping

Page 292: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 281

Gambar 22 Mode Shape 12 Torsi dengan sedikit pergerakan kesamping, frekuensi: 4,279

Hertz Apakah mode shape ini bersesuaian dengan mode shape hasil pengujian loading test, maka berikut ini disajikan grafik FFT dari pengujian dinamik loading test.

Gambar 23 FFT Frekuensi 1,18 Hertz bersesuaian dengan mode shape ketiga yaitu bending

S (1,237 Hertz)

Page 293: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 282

Gambar 24 FFT Frekuensi 1,87 Hertz bersesuaian dengan mode shape ke-empat, yaitu

bending (2,07 Hertz)

Gambar 25 Frekuensi FFT 3,77 Hertz bersesuaian dengan mode shape torsi dan bending

seperempat.

Page 294: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 283

ANALISA BEBAN GEMPA Untuk meyakinkan bahwa struktur aman dari beban gempa, maka dilakukan analisa beban gempa response spektrum sesuai SNI 2833:2016.

Gambar 26 Beban Response Spektrum yang harus ditampung oleh struktur

Arah yang ditinjau adalah arah X (arah memanjang jembatan) dan mode shape yang diperhitungkan adalah 80 dikarenakan mass participation ratio arah X telah mencapai 91,91. Tabel 1 Mode shape yang digunakan untuk analisa beban gempa

Dari hasil analisis dijumpai gaya kabel yang terjadi selama gempa adalah sebagai berikut:

0

0,05

0,1

0,15

0,2

0,25

0,3

0,35

0,4

0,45

0,5

0 2 4 6 8 10 12

Page 295: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 284

Gambar 27 Gaya Kabel yang terjadi selama Pembebanan Gempa

Gaya kabel yang terjadi selama beban gempa adalah 157 kN, maka tegangan kabel adalah 157 kN/3080 mm2 = 51 MPa. Jika angka ini ditambah dengan tegangan kabel yang terjadi saat pengujian 262 Mpa, menjadi 262 Mpa + 51 Mpa = 313 Mpa. Nilai ini masih lebih rendah dari 0,45*1860 MPa = 837 Mpa, maka kabel secara teoritis masih aman. KESIMPULAN:

Jembatan Sungai Dareh dapat dilalui beban lalu lintas dengan catatan beban lalu lintas tidak melampaui 240 ton (83% UDL). Perilaku Jembatan Sungai Dareh sudah sesuai harapan mode shape yang terjadi dimana untuk bending 1,18 Hertz, bending seperempat bentang 1,87 Hertz dan torsi 3,77 Hertz. Demikian pula kekakuan pada model sama atau mendekati kekakuan di lapangan defleksi maksimal 56 mm. Jembatan ini juga sudah di running dengan beban gempa dan terbukti masih kuat secara kekuatan kabel. SARAN:

Pengujian serupa sebaiknya dilakukan pula untuk jembatan yang mengalami stagging construction (contoh Jembatan Teluk Kendari dan Jembatan Pulau Balang) yaitu jembatan cable stayed yang lebih besar dari segi ukuran dan kompleksitas analisis. DAFTAR PUSTAKA:

1. Direktorat Jembatan, 2019, NSPM (Norma Standard dan Pedoman Manual) Loading Test Jembatan

2. Gambar As Built Drawing Jembatan Sungai Dareh, 2019 3. Laporan Loading Test Jembatan Sungai Dareh, 2019, Balai Jembatan Khusus dan

Terowongan 4. RM Bridge v8i Manual 5. SNI 2833:2016 Perencanaan Jembatan terhadap Beban Gempa 6. SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan

Page 296: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 285

ANALISIS PENJADWALAN PROYEK (SUATU PERBANDINGAN METODE ANTARA PDM DAN PERT)

STUDI KASUS : PENINGKATAN JALAN LEPAU GADING – PANGEAN, KABUPATEN KUANTAN SINGINGI

1Yusrizal Lubis, 2Islamahadi Ahmad Himpunan Pengembang Jalan Indonesia (HPJI) Sumatera Utara

[email protected]

Abstrak Perencanaan suatu proyek konstruksi jalan dikatakan baik bila seluruh proses yang ada di dalamnya dapat diimplementasikan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dengan tingkat penyimpangan minimal serta hasil akhir maksimal. Tujuan dari tulisan ini untuk mengetahui bagaimana penerapan metode PDM dan PERT pada penjadwalan proyek konstruksi jalan sehingga menghasilkan time schedule dengan durasi kerja yang tepat pada tingkat probabilitas yang tinggi. Dari hasil perhitungan perencana pada proyek Peningkatan Jalan Lepau Gading-Pangean, Kabupaten Kuantan Singingi dengan menggunakan metode Kurva-S dan dengan metode PDM yang digunakan, didapatkan durasi keseluruhan kegiatan proyek adalah 122 hari kerja. Sedangkan dengan menggunakan metode PERT probabilitas keberhasilan selesainya proyek dengan durasi 122 hari hanya 69%. Dengan menggunakan metode PERT didapat bahwa dengan durasi penyelesaian proyek selama 126 hari memiliki probabilitas 99,97%. Kata Kunci : Perencanaan konstruksi, Penjadwalan PDM, Penjadwalan PERT Abstract Planning of a road construction project will be categorized well if the entire of process inside can be implemented correspond to the goals and objectives that have been established with minimum of deviation rate and maximum outcome. The aims of this final project are to find out how the application of PDM and PERT method in scheduling road construction project so as resulting time schedule with proper working duration and having high probability success. According to calculation of planner on Lepau Gading-Pangean Road Improvement project, Kuantan Singingi Regency, S-Curve method and PDM used by researcher obtained the duration of whole project activity is 122 days. While using PERT method the probability of succesful project completion with duration of 122 days is only 69 percents. By using PERT method obtained that with the duration of project completion for 126 days has probability until 99,97 percents. Keywords : Construction planning, PDM Scheduling, PERT Scheduling

Page 297: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 286

Penjadwalan dalam suatu proyek merupakan salah satu elemen hasil perencanaan, yang dapat memberikan informasi tentang jadwal rencana dan kemajuan proyek dalam hal kinerja sumber daya berupa biaya, tenaga kerja, peralatan dan material serta rencana durasi proyek dengan progress waktu untuk penyelesaian proyek. Hal ini bertujuan untuk membantu pelaksana proyek dalam melakukan evaluasi proyek.

Dengan menerapkan metode penjadwalan Network Diagram, pelaksana proyek dapat mengetahui hubungan antar kegiatan, mengetahui kegiatan yang menjadi perhatian penting sehingga tidak terjadi keterlambatan penyelesaiaan proyek, serta dapat menghitung probabilitas waktu penyelesaian seluruh kegiatan proyek. Ada beberapa metode Network Diagram, yaitu CPM, PDM dan PERT. Pada penulisan ini diterapkan metode PDM dan PERT untuk menjawab permasalahan yang ada.

Oleh karena itu diperlukan analisis penjadwalan proyek sehingga dapat diketahui lintasan kritis dan durasi proyek. Tulisan ini mengambil judul: “Analisis Penjadwalan Proyek dengan Metode PDM (Precedence Diaram Method) dan PERT (Project Evaluation and Review Technique) Studi Kasus Peningkatan Jalan Lepau Gading – Pangean, Kabupaten Kuantan Singingi”.

Maksud dan tujuan penulisan ini adalah untuk menyusun penjadwalan proyek dengan

metode PDM dan PERT, mengetahui lintasan kritis dan probabilitas waktu yang dibutuhkan dalam penyelesaian proyek serta mengetahui perbandingan antara metode PDM dan PERT, serta perbandingan dengan penjadwalan pelaksana proyek dengan metode Kurva S Metode pengumpulan data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah:

a. Wawancara b. Observasi c. Studi Pustaka Setelah data terkumpul akan dilakukan analisis data dari penjadwalan proyek yang

ada, berupa metode Kurva S yang diubah ke dalam bentuk metode PDM dan PERT. Setelah dilakukan analisis data, maka hasil dari penjadwalan metode PDM dan PERT, dilakukan perbandingan antara kedua metode tersebut dan perbandingan hasil penjadwalan kontraktor dengan menggunakan kurva-S.

Page 298: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 287

Page 299: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 288

Page 300: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 289

Page 301: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 290

Page 302: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 291

Page 303: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 292

Page 304: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 293

Page 305: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 294

Page 306: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 295

Page 307: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 296

Page 308: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 297

4. Penutup 4.1 Kesimpulan Dari hasil studi literatur dan analisis data proyek Peningkatan Jalan Lepau Gading – Pangean, Kabupaten Kuantan Singingi, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

• Metode PDM menggunakan satu estimasi waktu yang bersifat pasti tanpa memperhitungkan hambatan yang terjadi dan lebih cocok digunakan untuk proyek yang berulang dan overlapping.

• Metode PERT menggunakan 3 macam durasi waktu, sehingga dapat memperhitungkan kemungkinan terjadinya hambatan. Cocok untuk evaluasi proyek dan analisis resiko.

• Metode PDM menerapkan pada segi tepat biaya, sedangkan metode PERT menerapkan pada segi waktu. Sehingga kedua metode sangat cocok diterapkan pada proyek Peningkatan Jalan Lepau Gading – Pangean, Kabupaten Kuantan Singingi.

• Dari hasil perhitungan metode PDM durasi proyek yaitu 122 hari sama dengan durasi kerja perencana. Dan hasil perhitungan metode PERT dengan durasi proyek 122 hari probabilitas 69 % dan durasi proyek 126 hari memiliki probabilitas 99%.

4.2 Saran Dari analisis data dan pembahasan hasil serta kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut :

• Perlu adanya penerapan dan penggunaan metode perencanaan dan penjadwalan proyek yang sesuai dengan karakteristik proyek.

• Penyedia jasa konstruksi dan owner sebaiknya dapat mengetahui dan menerapkan metode PDM dan PERT sehingga dapat meminimalisir terjadinya keterlambatan dan kerugian dalam penyelesaian proyek

DAFTAR PUSTAKA Ervianto, Wulfram, I. 2005. Manajemen Proyek Konstruksi (Edisi Revisi). Yogyakarta : Andi. Husen, Abrar. 2008. Manajemen Proyek. Penerbit. Yogyakarta: Andi. Soeharto, Iman. (1999). Manajemen Proyek (Dari Konseptual Sampai Operasional). Jilid I.

Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga. Setiawati, Sri., Syahrizal dan Ariessa Dewi, Rezky. Penerapan Metode CPM Dan PERT Pada

Penjadwalan Proyek Konstruksi (Studi Kasus: Rehabilitasi/Perbaikan Dan Peningkatan Infrastruktur Irigasi Daerah Lintas Kabupaten/Kota D.I Pekan Dolok). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Raharja, Irwa. 2014. Analisa Penjadwalan Proyek dengan Metode Pert di PT Hasana Damai Putra Yogyakarta Pada Proyek Perumahan Tirta Sani. Jurnal BENTANG Vol. 2 No. 1

Januari 2014.

Page 309: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 298

TINJAUAN TEKNIS DAN EKONOMI TERHADAP KINERJA RIGID PAVEMENT DENGAN BETON BERSUBTITUSI KALSIUM KARBONAT

(CaCO3)

1Ari Susetyo Widyatmoko, 2Endang Widjajanti, 3Muhammad Azhar 1Mahasiswa Program Studi Magister Teknik Sipil ([email protected])

2Dosen Pembimbing ([email protected]) 3Dosen Pembimbing ([email protected])

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Sains dan Teknologi Nasional Jln. Moch. Kahfi II, Bhumi Srengseng Indah

Jakarta Selatan 12620

Abstrak Penggunaan perkerasan kaku (Rigid Pavement) sedang digalakkan pemerintah diantaranya melalui program infrastruktur jalan di Indonesia, sehingga akan banyak sekali dibutuhkan semen sebagai campuran beton rigid pavement tersebut. Untuk mengakomodasi kebutuhan semen yang besar, diperlukan alternatif bahan dasar lain sebagai pengganti semen tersebut. Penelitian ini menggunakan bahan dasar limbah cangkang telur yang mengandung CaCO3 sebagai Kalsium karbonat buatan (KKB) untuk bahan pengganti semen. Pengujian beton dilaksanakan dengan menggunakan prosentase KKB (4 sample) 0%, 5%, 7.5%, 10% untuk mengetahui prosentase KKB optimal yang bisa di gunakan sebagai bahan pengganti semen. Hasil uji kuat tekan, uji lentur dan uji kekerasan permukaan menunjukkan bahwa penambahan KKB memberikan hasil yang memenuhi standar sampai pada penambahan KKB sebesar 5% dan semakin besar prosentase KKB kekuatannya semakin menurun. Hasil uji XRD menunjukkan bahwa terdapat tiga senyawa yang paling berpengaruh yaitu calcium hydroxide, calcite dan cristobalite, sementara hasil uji SEM menunjukkan bahwa semakin besar prosentase KKB semakin besar terlihat porositasnya. KKB 5% memberikan nilai ekonomis dengan penghematan sebesar 5% (dari volume semen) dan dapat digunakan sebagai alternatif bahan pengganti semen pada rigid pavement (jalan beton). Kata Kunci: rigid pavement, cangkang telur, CaCO3, KKB, efisiensi. Abstract The application of Rigid Pavement has been a point of emphasis by the government, specifically used in road infrastructure programs in Indonesia. The demand for cement will skyrocket because it is a key ingredient in making the Rigid Pavement. To accomodate the high demand of cement, the need for other raw materials for the substitute of cement is vital. This research uses calcium carbonate (CaCO3) in which eggshell wastes contain, and hence used to create artificial calcium carbonate (KKB) for the substitution of cement. The concrete testing on this research is done among the four samples that utilize KKB percentages, which are 0%, 5%, 7.5%, and 10%. The purpose of this test is to identify which amount of KKB percentage is optimal for the substitute for cement. The result of compressive strength test, flexural strength test, and surface strength test shows that the addition of KKB gives a result that meets the standard up until the 5% mark of KKB addition, and as the percentage of KKB increases, the strength decreases. In the XRD testing, it was found that three compounds are the most vital, which are calcium hydroxide, calcite, and cristobalite. The SEM test concludes that as KKB percentage increases, the porosity gets larger and more visible. The 5% KKB gives an economic value with reduction of spendings of 5% (from the volume of cement) and can then be used as an alternative for the substitute of cement on the rigid pavement. Key Words: rigid pavement, egg shells, CaCO3, KKB, efficiency.

Page 310: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 299

PENDAHULUAN Jalan raya merupakan prasarana transportasi paling dominan di Indonesia. Kebutuhan

jalan raya semakin meningkat sesuai peningkatan jumlah pengguna jalan yang berakibat prasarana jalan berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi. Persyaratan dasar suatu perkerasan harus menyediakan lapisan permukaan yang selalu rata, konstruksi yang kuat, sehingga dapat menjamin kenyamanan dan keamanan.

Ada tiga jenis perkerasan jalan yaitu perkerasan lentur (flexible pavement), perkerasan kaku (rigid pavement) dan perkerasan gabungan (composite pavement) yaitu perpaduan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku. Berdasarkan bagi pengguna jalan perencanaan konstruksi perkerasan dibedakan menjadi dua yaitu, perencanaan untuk jalan baru dan untuk peningkatan (jalan lama yang sudah pernah diperkeras).

Pemilihan tipe perkerasan umumnya bergantung pada lapis fondasi yang akan digunakan lingkungan seperti suhu, dan hujan. Perkerasan kaku merupakan salah tipe perkerasan jalan yang umum digunakan pada kondisi tanah dasar lunak karena dapat mengantisipasi penurunan yang terjadi secara tidak seragam (differential settlement) pada arah melintang maupun memanjang trase jalan sebagai akibat distribusi beban yang tidak merata sepanjang badan perkerasan jalan dan akibat tanah yang tidak homogen.

Beberapa keunggulan rigid pavement adalah Job mix lebih mudah dikendalikan kualitasnya. Modulus elastisitas antara lapis permukaan dan fondasi sangat berbeda. Selain itu, umur rencana dapat mencapai 20 tahun dengan indeks pelayanan tetap baik hampir selama umur rencana, terutama jika tranverse joint dikerjakan dan dipelihara dengan baik. Keunggulan lain yang dimiliki oleh rigid pavement yaitu biaya pemeliharaan relatif tidak ada. Kekuatan konstruksi perkerasan kaku lebih ditentukan oleh kekuatan pelat beton sendiri (tanah dasar tidak begitu menentukan kekauatan) sehingga jika dibangun di atas tanah dengan kapasitas rendah, kekuatan rigid pavement tidak begitu terpengaruh.

Konstruksi rigid pavement banyak digunakan pada kondisi tanah dasar yang memiliki kapastias daya dukung yang relatif rendah, atau pada tanah dengan kapasitas daya dukung yang tidak seragam. Dengan sifat kekakuannya rigid pavement mampu menahan beban berat dan kemudian menyebarkannya ke tanah dasar secara efisien. Beton yang unggul dalam menahan tekan menjadi andalan rigid pavement dalam menahan beban yang bekerja. Perkerasan dengan rigid pavement tersebut membutuhkan banyak bahan semen yang dimana setelah diteliti persentase tertinggi dalam kandungan semen tersebut adalah bahan kalsium karbonat (CaCO3).

Sementara itu, terkait dengan limbah perlu dilakukan penanganan agar kualitas lingkungan tetap terjaga, salah satunya limbah yang banyak menyebabkan persoalan adalah limbah makanan yang didalamnya terdapat makanan seafood dan limbah penggunaan telur dalam racikan makanan. Limbah tersebut sebenarnya mengandung kalsium karbonat. Potensi limbah tersebut dapat dilihat dari produksinya seperti produksi telur ayam tahun 2016 sebesar ± 3,5 Juta ton apabila diasumsikan limbah cangkang telur tersebut 10% saja maka akan ada 350.000 ton yang bisa digunakan untuk pemanfaatan menjadi bahan yang bisa digunakan kembali sebagai bahan campuran yang bisa mengurangi limbah tersebut.

Kalsium karbonat adalah zat yang umum ditemukan pada bebatuan di semua bagian bumi dan merupakan komponen utama dari cangkang organisme laut, kerang, siput, batu karang, mutiara, dan cangkang telur.

Menurut penelitian sebelumnya bahwa kadar prosestase kalsium karbonat (CaCO3) pada cangkang telur sebesar 95% dan kadar yang lebih kecil juga terdapat pada cangkang kerang dan kepiting (limbah seafood), hal ini perlu dilakukan pengujian kembali (primary test) untuk mendapatkan hasil yang akan dipergunakan dalam penelitian lanjutan terhadap rigid pavement.

Penelitian ini merupakan keinginan untuk mengurangi limbah sisa makanan terutama limbah seafood dan limbah telur yang digunakan untuk racikan makanan, dimana limbah diatas banyak mengandung Kalsium Karbonat (CaCO3) yang merupakan bahan dasar juga dari semen. Kemungkinan bahan campuran ini bisa mengurangi komponen semen yang

Page 311: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 300

terdapat dalam mix design beton yang akan digunakan dalam konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement).

Penggunaan perkerasan kaku (rigid pavement) ini yang sedang digalakkan pemerintah dengan program infrastruktur jalan diberbagai pulau di wilayah Indonesia, karena perkerasan kaku ini tidak membutuhkan perawatan yang besar (less maintenance). Sejalan dengan program infrastruktur pemerintah ini maka akan banyak sekali dibutuhkan semen sebagai campuran beton rigid pavement tersebut, sehingga perlu adanya efisiensi menggunakan bahan dasar lain untuk mengurangi kebutuhan akan semen tersebut.

1. KAJIAN PUSTAKA 1.1. Beton

Beton adalah pencampuran antara semen portland, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan (admixture) tertentu. Material pembentuk beton tersebut dicampur merata dengan komposisi tertentu menghasilkan suatu campuran yang homogen sehingga dapat dituang dalam cetakan untuk dibentuk sesuai keinginan. Campuran tersebut bila dibiarkan akan mengalami pengerasan sebagai akibat reaksi kimia antara semen dan air yang berlangsung selama jangka waktu panjang atau dengan kata lain campuran beton akan bertambah keras sejalan dengan umurnya.

Beton terdiri dari ± 15% semen, ± 8% air, ±3% udara, selebihnya pasir dan kerikil. Campuran tersebut setelah mengeras mempunyai sifat yang berbeda-beda, tergantung pada cara pembuatannya. Perbandingan campuran, cara pencampuran, cara mengangkut, cara mencetak, cara memadatkan, dan sebagainya akan memengaruhi sifat-sifat beton (Wuryati, 2001).

Menurut SNI 2847:2013, beton adalah campuran semen portland atau semen hidrolis lainnya, agregat halus, agregat kasar, dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan (admixture).

Semen Portland adalah bahan berupa bubuk halus yang mengandung kapur (CaO), Silika (SiO2), Alumina (Al2O3) dan oksida besi (Fe2O3). Komponen terbesar penyusun semen adalah kapur (60%-65%). Semen portland dibuat dengan cara membakar bahan dasar semen menjadi klinker yang kemudian digiling halus menjadi semen dan ditambahkan gypsum. Semen merupakan unsur terpenting dalam pembuatan beton, karena semen berfungsi sebagai bahan pengikat untuk mempersatukan bahan agregat kasar dan agregat halus menjadi satu massa yang kompak dan padat. Semen akan berfungsi sebagai pengikat apabila diberi air, sehingga semen tergolong bahan pengikat hidrolis.

Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar atau beton. Agregat ini menempati sebanyak 60%-80% dari volume mortar atau beton. Meskipun hanya sebagai bahan pengisi, tetapi agregat sangat berpengaruh terhadap sifat mortar atau beton. Bentuk, tekstur, dan gradasi agregat mempengaruhi sifat pengikatan dan pengerasan beton segar. Sedangkan sifat fisik, kimia, dan mineral mempengaruhi kekuatan, kekerasan dan ketahanan dari beton, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian yang penting dalam pembuatan mortar atau beton.

Air merupakan bahan yang penting dalam pembuatan beton, karena air diperlukan untuk bereaksi dengan semen. Air juga diperlukan untuk menjadi pelumas antara butir-butir agregat agar mudah dikerjakan. Menurut Kole dan Kusuma (1993), semen dapat mengikat air sekitar 40% dari beratnya. Dengan kata lain, air sebanyak 0,4 dari berat semen sudah cukup untuk membuat seluruh semen berhidrasi. Campuran air yang berlebihan dapat menurunkan kualitas beton. Pada beton, semen dan air yang berupa pasta akan mengikat agregat. Ruang yang tidak ditempati butiran semen maupun agregat akan berupa rongga yang berisi air dan udara. Rongga-rongga yang terbentuk akan tetap tinggal ketika beton telah mengeras, yang berakibat pada penurunan kualitas beton.

Page 312: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 301

1.2. Kalsium Karbonat Kalsium karbonat bewarna putih dan sering dijumpai pada batu kapur, kalsit, marmer,

dan batu gamping. Kalsium karbonat juga banyak terdapat pada stalaktit dan stalagmit yang terdapat di sekitar pegunungan. Kalsium Karbonat yang terdapat pada stalaktit dan stalagmit berasal dari tetesan air tanah selama ribuan bahkan juataan tahun. Kalsium karbonat terdiri dari 2 unsur kalsium dan 1 unsur karbon dan 3 unsur oksigen. Setiap unsur karbon terikat kuat dengan 3 oksigen, dan ikatan ini ikatannya lebih longgar dari ikatan antara karbon dengan kalsium pada satu senyawa. Kalsium karbonat bila dipanaskan akan pecah dan menjadi serbuk remah yang lunak yang dinamakan Kalsium Oksida (CaO).

Cangkang telur tersusun atas struktur berlapis tiga, yaitu lapisan kutikula, lapisan sponge (busa) dan lapisan lamellar. Lapisan kutikula merupakan protein transparan yang melapisi permukaan cangkang telur. Lapisan ini melapisi pori-pori pada cangkang telur, tetapi sifatnya masih dapat dilalui gas sehingga keluarnya uap air dan gas CO2 masih dapat terjadi (Rivera, 1999 ).

Komposisi utama dalam cangkang ini adalah kalsium karbonat (CaCO3) sebesar 94% dari total bobot keseluruhan cangkang, kalsium fosfat (1%), bahan-bahan organik (4%) dan magnesium karbonat (1%) (Rivera, 1999). Berdasarkan hasil penelitian, serbuk cangkang telur ayam mengandung kalsium sebesar 401 ± 7,2 gram atau sekitar 39% kalsium, dalam bentuk kalsium karbonat. (Schaafsma, 2000).

Limbah cangkang telur ini banyak ditemukan sebagai limbah dari rumah tangga, limbah pengusaha kecil seperti tukang martabak dan limbah produksi besar seperti pabrik kue, roti dan lain-lain. Kalsium karbonat buatan (KKB) merupakan hasil pengolahan dari limbah padat cangkang telur. Dari peneilitian sebelumnya, kalsium karbonat bisa dimanfaatkan untuk produksi beton. Pada kadar tertentu kuat tekan beton dengan replacement sebagian semen masih memberikan nilai-nilai kenaikan kuat tekan beton.

Pembuatan powder dari limbah cangkang telur menggunakan alat dan metode yang sederhana. Limbah cangkang telur dipilah dan dibersihkan sehingga kondisi limbah dalam keadaan yang bersih. Pembersihan dilakukan agar cangkang telur sebisa mungkin tidak mengandung bahan lain di luar kandungan yang akan digunakan. Tahapan selanjutnya adalah pengeringan. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan panas matahari. Namun apabila panas matahari tidak memungkinkan, cangkang telur dapat dikeringkan menggunakan oven. Kondisi yang diharapkan dari proses pengeringan ini adalah cangkang telur kering dan bersih dari bahan lain yang tidak digunakan. Selama proses pengeringan, bahan lain yang kemungkinan terdapat pada cangkang telur dibersihkan. Setelah cangkang telur dalam kondisi kering, maka cangkang siap untuk dihaluskan menjadi bentuk powder. Sebelum proses penghancuran, cangkang telur dipilah lagi agar mendapatkan cangkang telur yang kering dan bebas dari bahan lain yang tidak diperlukan.

Penghancuran cangkang dilakukan dengan mesin penghancur sederhana yaitu blender atau pun mesin penghancur kopi. Cangkang telur yang dihancurkan harus benar-benar kering dan bersih dari bahan lain. Penghancuran cangkang dilakukan hingga bubuk cangkang lolos dari ayakan no.200 dari ayakan analisis gradasi. Ukuran bubuk tersebut adalah seukuran filler dan seukuran semen. Hasil akhir dari proses pembuatan powder ini adalah bubuk seukuran semen dan filler yang lolos dari ayakan no.200. 1.3. XRD (X-Ray Defraction)

X-Ray Difraction yang lebih dikenal dengan XRD adalah metode yang digunakan untuk analisis komposisi senyawa pada material dan juga karakterisasi Kristal. Prinsip XRD adalah mendifraksi cahaya sinar-X yang melalui celah Kristal. XRD ditemukan oleh Max Von Laue pada tahun 1913 dan dikembangkan oleh Bragg. Penemuan XRD menjadi salah satu metode baku dalam penentuan karakteristik material. Difraksi sinar-X digunakan untuk mempelajari struktur, komposisi, dan sifat fisik material.

Karakterisasi XRD bertujuan untuk menentukan sistem kristal. Metode difraksi sinar-X dapat menerangkan parameter kisi, jenis struktur, susunan atom yang berbeda pada kristal,

Page 313: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 302

adanya ketidaksempurnaan pada kristal, orientasi, butir-butir dan ukuran butir (Smallman, 1991).

Gambar 48. Difraksi Sinar X

Difraksi serbuk sinar X paling banyak digunakan untuk identifikasi bahan kristal yang tidak diketahui (misalnya mineral, senyawa anorganik). Penentuan padatan yang tidak diketahui sangat penting untuk dipelajari di bidang geologi, ilmu lingkungan, ilmu material, teknik dan biologi.

Dengan kata lain, XRD adalah suatu metode analisis untuk mengeidentifikasi fasa kristalin material (pengecekan terhadap sampel apakah masih dalam bentuk amorf atau sudah dalam bentuk kristal). Cara yang digunakan adalah dengan menentukan parameter struktur kisi dan mendapatkan ukuran partikel. Profil XRD dapat memberikan data kualitatif dan semi kuantitatif pada padatan atau sampel. XRD digunakan untuk Pengukuran jarak rerata antar lapisan atau baris atom, Penetuan kristal tunggal, Penentuan struktur kristal dari material yang tidak diketahui dan Mengukur bentuk, ukuran, dan tegangan dalam kristal kecil.

1.4. Scanning Electron Microscope (SEM)

Scanning Electron Microscope (SEM) adalah sebuah mikroskop elektron yang didesain untuk menyelidiki permukaan dari objek solid secara langsung. SEM memiliki perbesaran 10 – 3000000x, depth of field 4 – 0.4 mm dan resolusi sebesar 1 – 10 nm. Kombinasi dari perbesaran yang tinggi, depth of field yang besar, resolusi yang baik, kemampuan untuk mengetahui komposisi dan informasi kristalografi membuat SEM banyak digunakan untuk keperluan penelitian dan industri. SEM digunakan untuk mengetahui informasi-informasi mengenai Topografi (permukaan dan teksturnya), Morfologi (bentuk dan ukuran partikel), Komposisi (kuantitatif unsur dan senyawa yang terkandung) dan Informasi kristalografi (susunan butir-butir).

Prinsip kerja SEM yaitu bermula dari electron beam yang dihasilkan oleh sebuah filamen pada electron gun. Pada umumnya electron gun yang digunakan adalah tungsten hairpin gun dengan filamen berupa lilitan tungsten yang berfungsi sebagai katoda. Tegangan diberikan kepada lilitan yang mengakibatkan terjadinya pemanasan. Anoda kemudian akan membentuk gaya yang dapat menarik elektron melaju menuju ke anoda.

Kemudian electron beam difokuskan ke suatu titik pada permukaan sampel dengan menggunakan dua buah condenser lens. Condenser lens kedua (atau biasa disebut dengan lensa objektif) memfokuskan beam dengan diameter yang sangat kecil, yaitu sekitar 10-20 nm. Hamburan elektron, baik Secondary Electron (SE) atau Back Scattered Electron (BSE) dari permukaan sampel akan dideteksi oleh detektor dan dimunculkan dalam bentuk gambar pada layar CRT.

Page 314: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 303

2. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian dibagi menjadi empat tahapan yaitu persiapan, pengujian, analisa

dan hasil. Tahapan persiapan dilakukan untuk mengkaji literature dan penelitian sebelumnya untuk menentukan prosentase bahan admixture yang dipakai dan mempersiapkan bahan bahan yang dipakai untuk pembuatan beton. Tahapan ke pengujian ini dilakukan untuk kegiatan di dalam laboratorium untuk membuat benda uji beton (mix design) dan pengujian beton dengan KKB 0%, 5%, 7,5% dan 10%, pengujian beton yang dilakukan ada 5 yaitu uji kuat tekan, uji kekerasan permukaan, uji lentur, XRD dan SEM. Tahapan analisa dilakukan untuk menganalisa hasil pengujian beton. Tahapan hasil dilakukan untuk menyimpulkan dari hasil analisa hasil pengujian. Berikut bagan alir metodologi untuk penelitian ini:

Gambar 49. Metodologi penelitian

3. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 3.1. Pengujian Bahan

Agregat halus yang digunakan adalah Pasir Progo. Agregat kasar menggunakan kerikil berupa batu pecah dari Sungai Clereng. Sedangkan semen yang digunakan adalah semen dengan Merek Semen Gresik. Beton dibuat dengan menambahkan Kalsium Karbonat Buatan (KKB) yang berasal dar limbah cangkang telur ayam. Uji bahan penyusun beton dilaksanakan di Laboratorium Bahan Universitas Negeri Yogyakarta. Uji kuat tekan dilaksanakan di Laboratorium Bahan Universitas Negeri Yogyakarta. Uji kekerasan permukaan dan pengujian lentur dilaksanakan di Laboratorium Bahan Universitas Gadjah Mada. Uji XRD (X Ray Difraction) dilaksanakan di Laboratorium Kimia Universitas Negeri Yogyakarta. Uji SEM (Scanning Electron Microscope) dilaksanakan di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Yogyakarta. Dari hasil pengujian di dapat kesimpulan untuk pasir dan kerikil harus di cuci terlebih dahulu sebelum di gunakan untuk beton karena kadar lumpur dari pasir dan kerikil melebihi syarat maksimum yang di tentukan. Berikut hasil rekapitulasi pengujian bahan:

Pemilihan Bahan Admixture

yang mengandung CaCO3(Cangkang Telur Ayam)

Limbah :

- Pemilahan- Pembersihan

- Penghancuran- Pengayakan

Mix Design : (4 sample)

- Tanpa CaCO3 (Full Cement)- Dengan CaCO3 (5%, 7,5%, 10%)

Test

Laboratorium

Test Laboratorium

Uji Beton :- Kuat Tekan

- Lentur- Kekerasan Permukaan

Kesimpulan :

Hasil Mix DesignOptimum Beton

CaCO3

Analisa Teknis Beton CaCO3

untuk Rigid Pavement

Analisa Ekonomi Beton CaCO3

untuk Rigid Pavement

Kajian Literatur dan

Penelitian Sebelumnya

Kesimpulan

XRD test :

4 sample

SEM test :

4 sample

Page 315: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 304

Tabel 2. Rekapitulasi pengujian bahan

No Pengujian Hasil Keterangan

Agregat Halus

1 Kadar Air Alami 7,93 % > Kadar air SSD

2 Kadar Air SSD 5,17 %

3 Gradasi Agregat Halus Zone 3 Pasir agak halus

4 Kadar Lumpur 10,39 % Melebihi syarat 5%

5 Bobot Isi Gembur 2,13 %

6 Bobot Isi Padat 2,32 %

7 Berat Jenis

a. Berat Jenis Kering 2,40 kg/m3

b. Berat Jenis SSD 2,47 kg/m3

Agregat Kasar

1 Kadar Air Alami 2,065 % > Kadar air SSD

2 Kadar Air SSD 1,28 %

3 Gradasi Agregat Kasar Campuran

40 mm

4 Kadar Lumpur 1,965 % Melebihi syarat 1%

5 Bobot Isi Gembur 1,42 kg/liter

6 Bobot Isi Padat 1,81 kg/liter

7 Pengujian Berat Jenis

a. Berat Jenis Kering 2,56 kg/m3

b. Berat Jenis SSD 2,60 kg/m3

3.2. Pengujian Kuat Tekan

Beton dibuat dengan fcr’ 30 MPa. Penambahan KKB tersebut bertujuan sebagai langkah awal untuk meneliti bahan tambah alternatif dalam pembuatan beton. Variasi pembuatan benda uji yaitu dengan penambahan KKB sebesar 0%, 5%, 7,5%, dan 10%. Jumlah silinder beton yang dibuat adalah 10 buah silinder dan 3 buah benda uji kubus untuk masing-masing variasi penambahan KKB. Benda uji diuji pada umur 7 hari sebanyak 3 benda uji. Benda uji diuji pada umur 14 hari sebanyak 3 benda uji. Benda uji diuji pada umur 28 hari sebanyak 4 benda uji. Dan 3 benda uji kubus diuji pada umur 28 hari.

Hasil Kuat tekan beton dengan KKB 0% pada umur 28 hari secara berturut-turut yaitu 35,4 MPa; 33,9 MPa; 30,1 MPa; dan 35,9 MPa. Rerata kuat tekan yang didapat yaitu 33,8 MPa. Kuat tekan ini mencapai angka yang direncanakan.

Hasil Kuat tekan beton dengan KKB 5% pada umur 28 hari secara berturut-turut yaitu 29,1 MPa; 27,9 MPa; 32,1 MPa; dan 35,9 MPa. Rerata kuat tekan yang didapat yaitu 31,3 MPa. Kuat tekan ini mencapai angka yang direncanakan.

Hasil Kuat tekan beton dengan KKB 7,5% pada umur 28 hari secara berturut-turut yaitu 26,43 MPa; 29,99 MPa; 28,67 MPa; dan 29,99 MPa. Rerata kuat tekan yang didapat yaitu 28,77 MPa. Kuat tekan tersebut tidak mampu mencapai angka yang direncanakan.

Hasil Kuat tekan beton dengan KKB 10% pada umur 28 hari secara berturut-turut yaitu 28,9 MPa; 23,4 MPa; 30,6 MPa; dan 25,6 MPa. Rerata kuat tekan yang didapat yaitu 27,1 MPa. Kuat tekan tersebut tidak mampu mencapai angka yang direncanakan.

Page 316: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 305

Rerata kuat tekan beton tersebut menunjukkan bahwa beton dengan KKB 0% dan 5% memiliki nilai kuat tekan yang berada diatas kuat tekan rencana. Sedangkan nilai kuat tekan beton dengan KKB 7,5% dan 10% memiliki kuat tekan yang berada dibawah kuat tekan rencana. Kuat tekan rencana sesuai pada rancangan adukan beton yaitu 30 MPa.

Jadi nilai optimal penggantian sebagian semen portland dengan KKB jika ditinjau dari kuat tekan pada umur 28 hari yaitu sebesar 5% yang bisa di gunakan Bina Marga untuk beton jalan K350.

Gambar 50. Diagram Batang Kuat Tekan Beton dengan KKB 0% - 10% umur 28 hari

3.3. Pengujian Kekerasan Permukaan Beton Benda uji yang diuji pada pengujian kekerasan permukaan beton yaitu 6 benda uji untuk

masing-masing variasi penambahan KKB berbentuk kubus dengan ukuran 5cm x 5cm x 5cm. Nilai Ketahanan aus yang didapatkan dari beton dengan KKB 0% adalah yang paling

tinggi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa beton 0% memiliki kekerasan permukaan yang paling rendah. Sedangkan beton dengan KKB menunjukkan peningkatan kekerasan permukaan. Diperkirakan penggantian sebagian semen dengan KKB pada beton mengakibatkan peningkatan kekerasan permukaan beton.

Gambar 51. Diagram Batang Kekerasan Permukaan Beton

33,831,3

28,7727,1

0

5

10

15

20

25

30

35

40

A0-28 Hari A5-28 Hari A7-28 Hari A10-28 Hari

Benda Uji

0,818

0,394 0,364 0,342

0,000

0,100

0,200

0,300

0,400

0,500

0,600

0,700

0,800

0,900

K0 K5 K7 K10

Beton 0% Beton 5% Beton 7,5% Beton 10%

Ket

ahan

an A

us

Benda Uji

Bina Marga

K350

Fc’ 29,05 MPa

Page 317: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 306

3.4. Pengujian Lentur Beton Hasil rerata kuat lentur beton dengan KKB 0%; 5%; 7,5%; dan 10% secara berturut-turut

adalah 3,34 MPa; 3,24 MPa; 2,98 MPa; dan 2,84 MPa. Hal tersebut menunjukkan bahwa beton dengan KKB 0% memiliki ketahanan terhadap lentur yang lebih baik daripada beton dengan KKB dan KKB 5% masuk dalam syarat ASTM C78 untuk kuat lentur yang di syaratkan sedangkan KKB 7,5% dan 10% tidak memenuhi syarat ASTM C78. Namun perbedaan antara beton tanpa KKB dengan beton dengan KKB tidak terlalu jauh. Diperkirakan penggunan KKB tidak terlalu berpengaruh terhadap kuat lentur beton. Sesuai yang tercantum dalam ASTM C78, kuat lentur beton untuk konstruksi Rigid Pavement adalah 3 – 5 MPa.

Gambar 52. Diagram Kuat Lentur Beton

3.5. Pengujian XRD (X - RAY DEFRACTION) Pengujian XRD yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa beton sudah mengalami

kristalisasi. Pola difraksi yang didapatkan dari uji XRD menunjukkan beberapa peak. Sumbu y menunjukkan intensitas peak dan sumbu x menunjukkan sudut difraksi. Data pengujian bahwa pada umur 28 hari peak yang didapat dari semua benda uji menunjukkan sudah mengalami pengerasan hingga mencapai fase kristalisasi dan terlihat munculnya senyawa baru. Tidak terdapat perbedaan yang mencolok pada semua benda uji. Diperkirakan semua variasi telah mencapai pengerasan yang sama pada umur 28 hari yaitu telah mengalami kristalisasi. Rekapitulasi peak sebagai berikut:

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Uji XRD

No Beton Kadar KKB

(%)

Peak Keterangan

7 hari 14 hari 28 hari

1 0 - 4 6

2 5 6 10 5

3 7,5 5 2 3

4 10 - - 5

Data senyawa yang muncul dalam pengujian XRD didapat pada sample KKB 0%

terdapat hanya 3 senyawa sementara sample KKB 5% muncul 7 senyawa dan KKB 7,5% muncul 8 senyawa sedangkan sample KKB 10% tidak terbaca datanya. Berdasarkan acuan data senyawa yang timbul pada sample beton tanpa tambahan KKB (0%), didapat bahwa data senyawa tersebut muncul juga pada sample beton dengan kondisi KKB 5% dan KKB 7,5% sedangkan di kondisi KKB 10% tidak terbaca datanya.

3,34

3,24

2,98

2,84

2,50

2,60

2,70

2,80

2,90

3,00

3,10

3,20

3,30

3,40

P0 Beton 0% P5 Beton 5% P7 Beton 7,5% P10 Beton 10%

Rer

ata

Ku

at L

entu

r (M

Pa)

Benda Uji

ASTM C78 3 – 5

MPa

Page 318: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 307

Tabel 4. Senyawa yang berpengaruh

Senyawa yang Timbul

Rumus Senyawa

Sample KKB 0%

Sample KKB 5%

Sample KKB 7,5%

Sample KKB 10%

Calcium Hydroxide

Ca(OH)2 36 40 55 -

Calcite Ca(CO3) 31 31 29 -

Cristobalite SiO2 27 21 12 -

Didapatkan 3 senyawa yang berpengaruh terhadap kekuatan beton, yaitu Calcium

Hydroxide (Ca(OH)2) semakin besar prosentase KKB akan semakin lemah kekuatan beton, Calcite (CaCO3) ada penurunan dengan ditambahkannya KKB tapi tidak signifikan, dan Cristobalite (SiO2) semakin kecil prosentase KKB akan semakin lemah kekuatan beton.

Dimana terbentuknya senyawa diatas menyebabkan terjadinya penurunan kekuatan beton untuk kuat tekan dan kuat lentur sejalan dengan test fisik beton di laboratorium yang mengalami penurunan ketika ditambahkan prosentase KKB.

3.6. Pengujian SEM (SCANNING ELECTRON MICROSCOPE)

SEM dilakukan dengan cara memindai sampel beton hingga ukuran mikroskopis. Beton diamati dengan pembesaran 5.000x. Area yang dipilih untuk diamati kemudian discan agar terlihat unsur kimia yang terdapat dalam area tersebut. Hasil pengamatan pada area permukaan beton sebagai berikut:

a. KKB 0% b. KKB 5% c. KKB 7,5% d. KKB 10% Gambar 53. Pengamatan area untuk melihat porositas

Dari Area pengamatan (SEM) terlihat porositas terbesar dan terbanyak terjadi pada beton dengan KKB 10% berbanding lurus dengan komposisi penambahan KKB, makin berkurangnya penambahan KKB ini makin terlihat lebih padat. Indikasi terjadinya porositas disebabkan oleh besarnya butiran KKB yang lebih besar dari pada butiran semen sehingga akan terjadi banyak rongga-rongga udara yang masuk ke dalam beton. Persentase massa adalah berat unsur kimia dari keseluruhan unsur kimia pada beton yang diamati.

Gambar 54. Diagram Batang Persentase Massa Beton

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

35,00

40,00

45,00

50,00

55,00

C O Mg Al Si S Ca Fe

Per

sen

tase

(%

)

Unsur Kimia

Beton 0%

Beton 5%

Beton 7,5%

Beton 10%

Page 319: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 308

Unsur kimia yang terdeteksi oleh alat SEM tercatat dan diamati. Proses scanning unsur kimia yaitu dengan menembakkan sinar ke atom. Unsur yang tercatat yaitu pantulan energi yang diterima dari kulit atom K.

Presentase massa unsur kimia C yang terdeteksi pada beton pada beton denga KKB 0%; 5%; 7,5%; dan 10% secara berturut-turut yaitu 8,16%; 4,77%; 4,32%; dan 2,87%. Unsur kimia O yang terdeteksi pada beton dengan KKB 0%; 5%; 7,5%; dan 10% secara berturut-turut yaitu 46,76%; 46,93%; 46,41%; dan 47,92%. Unsur kimia Mg terdeteksi pada beton dengan KKB 0% sebesar 0,91% dan pada beton dengan KKB 10% sebesar 0,37%. Unsur kimia Al yang terdeteksi pada beton dengan KKB 0%; 5%; 7,5%; dan 10% secara berturut-turut yaitu 2,78%; 3,21%; 2,95%; dan 2,3%. Unsur kimia Si yang terdeteksi pada beton denga KKB 0%; 5%; 7,5%; dan 10% secara berturut-turut yaitu 7,89%; 8,38%; 8,42%; dan 8,79%. Unsur kimia S hanya terdeteksi pada beton dengan KKB 0% yaitu sebesar 0,70%. Unsur kimia Ca yang terdeteksi pada beton dengan KKB 0%; 5%; 7,5%; dan 10% secara berturut-turut yaitu 30,00%; 36,68%; 37,94%; dan 37,75%. Unsur kimia Fe hanya terdeteksi pada beton dengan KKB 0% yaitu sebesar 2,81%. Persentase atom adalah jumlah atom yang terdapat pada beton yang diamati.

Gambar 55. Diagram Batang Persentase Atom Beton

Presentase atom unsur kimia C yang terdeteksi pada beton pada beton denga KKB 0%; 5%; 7,5%; dan 10% secara berturut-turut yaitu 14,03%; 8,51%; 7,8%; dan 5,21%. Unsur kimia O yang terdeteksi pada beton dengan KKB 0%; 5%; 7,5%; dan 10% secara berturut-turut yaitu 60,34%; 62,89%; 62,86%; dan 65,26%. Unsur kimia Mg terdeteksi pada beton dengan KKB 0% sebesar 0,77% dan pada beton dengan KKB 10% sebesar 0,33%. Unsur kimia Al yang terdeteksi pada beton dengan KKB 0%; 5%; 7,5%; dan 10% secara berturut-turut yaitu 2,13%; 2,55%; 2,36%; dan 0,33%. Unsur kimia Si yang terdeteksi pada beton denga KKB 0%; 5%; 7,5%; dan 10% secara berturut-turut yaitu 5,80%; 6,43%; 2,36%; dan 1,86%. Unsur kimia S hanya terdeteksi pada beton dengan KKB 0% yaitu sebesar 0,45%. Unsur kimia Ca yang terdeteksi pada beton dengan KKB 0%; 5%; 7,5%; dan 10% secara berturut-turut yaitu 15,45%; 19,62%; 20,51%; dan 20,52%. Unsur kimia Fe hanya terdeteksi pada beton dengan KKB 0% yaitu sebesar 1,04%.

3.7. Tinjauan Ekonomi Biaya pembuatan lapisan Permukaan Rigid pavement (jalan beton) dihitung berdasarkan tebal beton 30 cm, lebar konstruksi jalan tol 12,5 meter terdiri dari lebar jalur 7,5 meter (2 lajur 1 arah), lebar bahu jalan sisi luar 3,5 meter serta sisi dalam selebar 1,5 meter. Untuk Panjang jalan tol 1 km didapatkan jumlah beton yang digunakan setara dengan 8.737.500 Kg (Bj 2,33 Ton/m3).

0,005,00

10,0015,0020,0025,0030,0035,0040,0045,0050,0055,0060,0065,0070,00

C O Mg Al Si S Ca Fe

Per

sen

tase

(%

)

Unsur Kimia

Beton 0%

Beton 5%

Beton 7,5%

Beton 10%

Page 320: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 309

Dari hasil perhitungan biaya seperti disajikan pada Tabel 4 terlihat bahwa penggunaan KKB 5% (limbah cangkang telur) memiliki nilai efisiensi sebesar Rp. 105.000.000 (seratus Lima Juta rupiah) per Km.

Tabel 5. Perbandingan Biaya Beton Tanpa dan Dengan KKB

4. KESIMPULAN Pengujian dengan subtitusi KKB dari cangkang telur 0% dan KKB 5% memiliki kuat tekan

sesuai dengan kuat tekan rencana di Fc’ 30 MPa dan kuat lentur rencana di ASTM C78 untuk konstruksi Rigid pavement 3 – 5 MPa, sedangkan beton dengan KKB 7,5% dan 10% rerata nilai kuat tekan dan kuat lenturnya berada dibawah rencana. Pengujian kekerasan permukaan memberikan hasil beton dengan KKB memiliki nilai kekerasan permukaan yang lebih baik daripada beton tanpa KKB.

Hasil pengujian XRD terlihat tiga senyawa dominan yaitu Calcium Hydroxide, Calcite, Cristobalite. Ketiga senyawa ini menyebabkan terjadinya penurunan kekuatan beton untuk kuat tekan dan kuat lentur sejalan dengan test fisik beton di laboratorium yang mengalami penurunan ketika ditambahkan prosentase KKB.

Hasil pengamatan dengan scanning electron microscope (SEM) dilakukan pada beton umur 28 hari menunjukkan bahwa unsur kimia yang terdeteksi pada semua benda uji yaitu C, O, Al, Si, dan Ca. Mg terdeteksi pada beton dengan KKB 0% dan 10%. Sedangkan unsur S dan Fe hanya terdeteksi pada beton dengan KKB 0%. Diperkirakan penggunaan KKB telah memengaruhi unsur kimia di dalam beton sehingga terdapat perbedaan hasil pindai terhadap unsur kimia yang terkandung. Dari hasil pengamatan permukaan terlihat porositas terbesar dan terbanyak terjadi pada beton dengan KKB 10% berbanding lurus dengan komposisi penambahan KKB, makin berkurangnya penambahan KKB ini makin terlihat lebih padat. Indikasi terjadinya porositas disebabkan oleh besarnya butiran KKB yang lebih besar dari pada butiran semen sehingga akan terjadi banyak rongga-rongga udara yang masuk ke dalam beton.

Nilai optimum penggunaan KKB adalah 5% dari prosentase semen. Penggunaan KKB dari limbah cangkang telur) sebesar maksimal 5% menghemat biaya sebesar Rp. 105.000.000 (seratus Lima Juta rupiah) per Km.

5. SARAN

Diperlukan penelitian lanjutan terhadap ukuran butiran hasil pengayakan yang lolos saringan #200 (ukuran mikro) dibandingkan dengan ukuran semen sebenarnya mengingat penghancuran dan penghalusan limbah cangkang telur tersebut menggukanan peralatan yang sederhana bukan proses mekanisasi pabrikasi. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap prosentase KKB 1% - 4% dan 6% - 7% untuk mendapatkan nilai test Fisik dan Kimia Beton.

Diperlukan penelitian lanjutan dalam pelaksanaan pengumpulan dan proses pembuatan KKB dari limbah cangkang telur meliputi penyimpanan, pemilahan, pembersihan, penghancuran, penghalusan serta proses pengayakan dan penyimpanan sebelum digunakan. Diperlukan perhitungan biaya produksi biaya produksi yang lebih rinci.

Page 321: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 310

UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih disampaikan kepada rekan-rekan yang telah membantu

penyelesaian tesis ini. DAFTAR PUSTAKA Aly, M.A. 2004. Teknologi Perkerasan Beton Semen, Yayasan Pengembangan Teknologi dan

Manajemen, Jakarta. Bowles, J.E. 1997. Foundation Analysis and Design, McGraw-Hill. Delatte, N. 2008. Concrete Pavement Design, Construction and Performance. Taylor &

Francis. New York. USA. Departemen Pekerjaan Umum. 2013. Manual Desain Perkerasan. Direktorat Jenderal Bina

Marga. Jakarta. Gere dan Timoshenko. 2000. Mekanika Bahan, Jilid 2 Edisi ke 4, Erlangga, Jakarta. Hamirhan S. 2005. Konstruksi Jalan Raya. Nova, Bandung. Hardiyatmo, H. C. 2011. Perencanaan Perkerasan Jalan & Penyelidikan Tanah. Gamapress.

Yogyakarta. Hilyanto, R.H., Setiawan, B., Surjandari N.S. 2013. Simulasi Perilaku Pelat Beton Sebagai

Perkerasan Kaku di Atas Tanah Subgrade Saradan Menggunakan Metode Elemen Hingga. e-jurnal matriks teknik sipil, vol. 1, no. 4, pp 424-431.

Huang, H. Y. 2004. Pavement Analysis and Design. University of Kentucky, Prentice Hall, Englewood Cliffs. New Jersey, U.S.A.

NCHRP. 2004. Guide for Mechanistic-Empirical Design of New and Rehabilitated Pavement Structures. National Cooperative Highway Rearch Program (NCHRP). Transportation Research Board Nation Research Council. ARA, Inc. ERES Consultants Division 505 West University Avenue Champaign. Illinois.

Priyosulistyo, HRC. 2010. Struktur Beton Bertulang I. Biro Penerbit, Yogyakarta Su, Y., Xin, S., Shi, J., Zhang, Z. 2012. Stress Analysisi of Cement Concrete Pavement with

Special Heavy Mine Vehicle.Energy Procedia, no.16, pp 722-729. Tjokrodimuljo, K. 2007. Tekonologi Beton. Biro Penerbit KMTS FT UGM, Yogyakarta.

Page 322: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 311

EFFECT OF LIMESTONES ON COMPRESSIVE STRENGTH OF LATERITE SOIL – PORTLAND CEMENT COMPOSITE

1Franky E. P. Lapian, 2Prabendra Ardhan A 1 Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XXII Merauke

Jalan RE. Martadinata Kompleks Bina Marga Merauke E-mail: [email protected], [email protected]

Abstrak Sebagian wilayah di Jayapura seperti desa Besum mengandung batuan kapur dalam jumlah yang besar. Sedangkan di Marauke khususnya Mindiptana merupakan daerah yang memiliki jenis tanah laterit. Pembangunan jalan di atas tanah laterit yang tidak memiliki sifat mekanis yang cukup untuk mendukung beban kendaraan membutuhkan perhatian khusus. Penggunaan semen dan kapur merupakan metode yang banyak digunakan untuk meningkatkan sifat mekanis tanah. Mengoptimalkan pemakaian material lokal dapat mengefisiensikan biaya pembangunan infrastruktur jalan. Kuat tekan merupakan salah satu sifat mekanis yang penting untuk mendukung beban. Untuk mendapatkan kuat tekan yang tinggi di perlukan komposisi kapur dan semen pada campuran tanah yang sesuai. Penelitian ini merupakan salah satu bagian dari serangkaian usaha untuk meningkatkan kuat tekan tanah laterit dengan menggunakan material yang mudah diperoleh di wilayah Papua seperti semen Portland komposit dan kapur. Kapur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kapur padam. Beban monotonik pada pengujian kuat tekan diterapkan untuk mengevaluasi campuran tersebut. Kata kunci: tanah laterit, semen Portland komposit, batuan kapur, kuat tekan.

Abstract Some areas in Jayapura such as Besum village contain large amounts of limestone. While in Marauke, especially Mindiptana is an area that has a type of laterite soil. Road construction on laterite land that does not have sufficient mechanical properties to support vehicle loads requires special attention. The use of cement and lime are widely used methods to improve the mechanical properties of soils. Optimizing the use of local materials can streamline the cost of building road infrastructure. Compressive strength is one of the important mechanical properties to support the load. To get high compressive strength, it is needed a composition of lime and cement in the appropriate soil mixture. This research is one part of a series of efforts to increase the compressive strength of laterite soils by using materials easily obtained in the Papua region such as Portland cement composite and lime. The lime used in this research is extinguished lime. Monotonic load on compressive strength testing is applied to evaluate the mixture. Keywords: laterite soil, Portland cement composite, limestone, compressive strength

Page 323: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 312

I. PENDAHULUAN Pada daerah-daerah tertentu seperti di wilayah Papua terdapat sejumlah hambatan

pada pembangunan infrastruktur jalan, salah satunya adalah tidak tersedianya material lokal untuk digunakan sebagai material jalan. Batu pecah sebagai agregat kasar material konstruksi jalan harus didatangkan dari luar pulau Papua. Sebagian wilayah Papua pada daerah Jayapura dan Merauke merupakan tanah laterit dan pada daerah Jayapura, Sorong, Fak-fak, Manokwari, dan Biak mengandung batuan kapur dalam jumlah yang besar. Perlakuan khusus terhadap tanah laterit agar mendekati Standar Perkerasan Jalan. Salah satu metode peningkatan kemampuan material adalah pemanfaatan batuan kapur decamp ur dengan tanah laterit.

Salah satu bahan pengikat hidrolis adalah Semen Portland yang mengandung C2S, C3A dan C4AF. Setelah tercampur dengan air senyawa-senyawa tersebut akan mengalami oksidasi dan membentuk sebuah massa yang padat (C-3-H C3CaOSiO2H2O). Senyawa tersebut bereaksi secara eksotermik dan mengeluarkan panas hidrasi. Sejumlah pabrik semen di Indonesia menggunakan abu terbang yang merupakan limbah pembakaran batu bara di pembangkit listrik sebagai bahan pozzolan. Campuran material pozzolan dengan klinker semen untuk membuat semen capuran (blended cement). Beberapa jenis semen campuran yang ada di Indonesia adalah semen Portland Pozzoland dan semen portland Komposit. Pemanfaatan abu terbang akan mengurangi limbah dan juga mengurangi penggunaan bahan bakar pada pembuatan semen. Semen Portland komposit menurut SNI 15-7064-2004 merupakan bahan pengikat hidrolis hasil penggilingan bersama-sama terak semen Portland dan gips dengan satu atau lebih bahan anorganik, atau hasil pencampuran antara bubuk semen Portland dengan bubuk bahan anorganik lain. Bahan anorganik tersebut antara lain terak tanur tinggi (blas furnace slag), pazolan, senyawa silikat, batu kapur, dengan kadar total bahan anorganik 6% - 35% dari massa semen portland komposit.

Tanah laterit adalah tanah yang terbentuk di daerah tropis atau sub tropis dengan tingkat pelapukan tinggi pada batuan basa sampai batuan ultrabasa yang didominasi oleh kandungan logam besi. Tanah ini mengandung mineral-mineral lempung yang relativ tinggi utamanya illite dan montmorilonite, sehingga potensi kerusakannya relatif besar jika dilakukan pekerjaan konstruksi pada tanah seperti ini. Tanah laterit merupakan kelompok tanah dari hasil pelapukan yang tinggi, terbentuk dari hasil konsentrasi hidrasi oksida besi dan aluminium (Thagesen, 1996 dalam Olugbenga O Amu, 2011). (Portelinha, et. al., 2012) mengemukakan bahwa sangat efisien meningkatkan kemampuan tanah laterit dengan hanya menambahkan 3% semen dan 2% kapur padam. II. METODE II.1 Tanah Laterit dan Semen Portland Komposit

Semen Portland Komposit adalah semen yang digunakan dalam pengujian sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah laterit yang berasal dari desa Mindiptana, Merauke, dan kapur yang digunakan adalah jenis kapur padam yang berasal dari desa Besum, Jayapura. Tabel 1 menunjukan hasil pengujian kandungan senyawa kimia pada tanah laterit. Tabel 2 dan tabel 3 menunjukan hasil pengujian komponen oksida serta sifat fisik Semen Portland Komposit dengan menggunakan SNI 15-7064-2004 sebagai acuan.

Tabel 1. Sifat Kimia Tanah Laterit

Unsur SiO2 Al2O3 Fe2O3 TiO2 MgO ZrO2 K2O SO3 Cl

Kandungan (%) 73.74 17.49 5.61 1.82 0.7 0.23 0.14 0.10 0.05

Page 324: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 313

Tabel 2. Komponen Oksida Semen Portland Komposit

Senyawa Kimia SNI 15-7064-2004

Semen PCC Standar

MgO 6,0 maks 0,97

SO3 4,0 maks 2,16

Keausan 5,0 maks 1,98

Tabel 3. Sifat Fisik Semen Portland Komposit

Karakteristik Material SNI 15-7064-2004 Hasil

Standar

Kadar air (%) 12 maks 11,5

Kehalusan 280 min 382

Pengembangan, % (maks) 0,8 maks -

Kuat Tekan

a. 3 hari (kg/cm2) 125 min 185

b. 7 hari (kg/cm2) 200 min 163

c. 28 hari (kg/cm2) 250 min 410

Waktu Pengerasan (Vicat tes)

a. Pengerasan awal,menit

45 min 132,5

b. Pengerasan akhir,menit

375 min 198

Waktu ikat palsu 50 min -

Suhu Hidrasi 7 hari, kal/gr 65

Konsistensi Normal (%) 25,15

Berat jenis 3,13

III. DISKUSI III.1 Karakteristik Tanah laterit

Berdasarkan hasil pengujian analisa saringan dimana tanah yang lolos saringan No.200 lebih besar dari 76.03%, maka tanah dapat diklasifikasikan pada kelompok A- 4; A-5; A-6; A-7. Sedangkan berdasarkan hasil pemeriksaan batas-batas Atterberg tanah dapat di kategorikan A-7-5 dimana nilai batas cair > 41%, nilai indeks plastisitas >11% dan nilai batas plastis >30% maka tanah termasuk lempung dengan plastisitas.

Tabel 4. Karakteristik Tanah Laterit

No Karakteristik

Material Hasil

Pemeriksaan

1 Klasifikasi Tanah A-7-5

2 Analisa saringan > 30% lolos

No.200

3 Batas-batas Atterberg Batas cair (LL)

Batas Plastis (PL) Indeks Plastisitas (PI)

46,10 % 24,31 % 21,79 %

4 Berat Jenis 2,58

5 Kompaksi ɤdry Wopt

1,60 gr/cm3

21,64%

Page 325: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 314

Tabel 5. Campuran Tanah Laterit dan Kapur Tanpa diikat Semen (setelah 7 hari)

Jumlah Kapur (%)

0 5 10 15 20 30 40 60

Kuat Tekan

(kg/cm2) 4,30 3,95 3,75 3,50 3,25 2,73 2,50 2,20

Gambar 1. Hubungan antara kuat tekan terhadap prosen karang pada campuran UCS + semen

Pengujian kuat tekan dilakukan untuk mengetahui kuat tekan optimum campuran tanah

laterit dan kapur dengan penambahan Semen Portland Komposit. Tabel 4 menunjukan hasil pengujian kuat tekan tanah laterit dan kapur tanpa menggunakan semen. Terlihat bahwa campuran tanah laterit dan batuan kapur tidak bisa mencapai standar kuat tekan yaitu 20 kg/cm2 sampai dengan 35 kg/cm2. Gambar 1 menunjukan hubungan kuat tekan tanah laterit dan kapur dengan penambahan semen sebanyak 3%, 5%, 8%, dan 10%.

Nilai kuat tekan bebas yang di isyaratkan untuk Lapis Pondasi Semen Komposit tanah menurut Spesifikasi Khusus Interim seksi 5.4 Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga adalah target 24 kg/cm2 (minimum 20 kg/cm2 dan maksimum 35 kg/cm2).

Modifikasi tanah laterit dan batuan kapur yang diikat dengan pasta semen portland komposit mendukung alterasi mineralogy yang menghasilkan kuat tekan. Dari hasil pengujian tersebut potensi pemanfaatan kapur sebagai material lokal cukup prospektif untuk digunakan.

Pada campuran tanah laterit dengan kapur 5% memperlihatkan penggunaan semen dari 3%, 5%, 8% dan 10% untuk mengikat campuran menghasilkan kuat tekan masing-masing mencapai 8,4 kg/cm2, 11,5 kg/cm2, 15,2 kg/cm2, dan 18,5 kg/cm2. Pada campuran tanah laterit dengan kapur 10% memperlihatkan penggunaan semen dari 3%, 5%, 8% dan 10% untuk mengikat campuran menghasilkan kuat tekan masing-masing mencapai 10,4 kg/cm2, 12,5 kg/cm2, 16,7 kg/cm2, dan 20,5 kg/cm2. Pada campuran tanah laterit dengan kapur 15% memperlihatkan penggunaan semen dari 3%, 5%, 8% dan 10% untuk mengikat campuran menghasilkan kuat tekan masing-masing mencapai 11,2 kg/cm2, 13 kg/cm2, 17,5 kg/cm2 dan 21,5 kg/cm2. Pada campuran tanah laterit dengan kapur 20% memperlihatkan penggunaan semen dari 3%, 5%, 8% dan 10% untuk mengikat campuran menghasilkan kuat tekan masing-masing mencapai 14,6 kg/cm2, 16,4 kg/cm2, 19,1 kg/cm2 dan 22,3 kg/cm2. Pada campuran tanah laterit dengan kapur 30% memperlihatkan penggunaan semen dari 3%, 5%, 8% dan 10% untuk mengikat campuran menghasilkan kuat tekan masing-masing mencapai 19 kg/cm2,21,8 kg/cm2, 24 kg/cm2 dan 26,6 kg/cm2. Pada campuran tanah laterit dengan kapur 40% memperlihatkan penggunaan semen dari 3%, 5%, 8% dan 10% untuk mengikat campuran menghasilkan kuat tekan masing-masing mencapai 21,5 kg/cm2, 24,5 kg/cm2, 25,5 kg/cm2 dan 29,8 kg/cm2. Pada campuran tanah laterit dengan kapur 60% memperlihatkan

Ku

at T

eka

n (

kg/c

m2 )

Sete

lah

7 h

ari

Kadar Kapur (%)

Page 326: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 315

penggunaan semen dari 3%, 5%, 8% dan 10% untuk mengikat campuran menghasilkan kuat tekan masing-masing mencapai 23,6 kg/cm2, 26,3 kg/cm2, 28,4kg/cm2 dan 32,7 kg/cm2.

IV. KESIMPULAN

Terlihat bahwa campuran tanah laterit dan batuan kapur tidak bisa mencapai standar kuat tekan yaitu 20 kg/cm2 sampai dengan 35 kg/cm2.

Campuran tanah laterit dan batuan kapur yang diikat dengan pasta semen pada penambahan 5% kapur dengan 3%, 5%, 8%, dan 10% pasta semen masing-masing menghasilkan kuat tekan 8,40 kg/cm2, 11,50 kg/cm2, 15,20 kg/cm2 dan 18,50 kg/cm2 tidak mencapai mencapai standar kuat tekan yaitu 20 kg/cm2 sampai dengan 35 kg/cm2.

Campuran tanah laterit dan batuan kapur yang diikat oleh pasta semen mencapai kuat tekan standar maksimum 20 kg/cm2 sampai dengan 35 kg/cm2. Kadar kapur 10% dengan 10% pasta semen menghasilkan kuat tekan sebesar 20,50 kg/cm2. Kadar kapur 15% dengan 10% pasta semen menghasilkan kuat tekan sebesar 21,50 kg/cm2. Kadar kapur 20% dengan 10% pasta semen menghasilkan kuat tekan sebesar 22,30 kg/cm2. Kadar kapur 30% dengan 5%, 8%, dan 10% pasta semen menghasilkan kuat tekan masing-masing sebesar 21,80 kg/cm2, 24 kg/cm2, dan 26,60 kg/cm2. Kadar kapur 40% dengan 3%, 5%, 8%, dan 10% pasta semen menghasilkan kuat tekan masing-masing sebesar 21,50 kg/cm2, 24,50 kg/cm2, 25,50 kg/cm2 dan 29,80. Kadar kapur 60% dengan 3%, 5%, 8%, dan 10% pasta semen menghasilkan kuat tekan masing-masing sebesar 23,60 kg/cm2, 26,30 kg/cm2, 28,40 kg/cm2. dan 32,70 kg/cm2.

Daftar Pustaka Das, Braja M., Noor, E., dan Mochtar, I.B. (1994), Mekanika Tanah Jilid 2, Erlangga, Jakarta. Das, Braja.M. (1995), Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknik), Jilid I, Erlangga.

Jakarta. Hardiyatmo, H.C. (2010), Stabilitas Tanah Untuk Perkerasan Jalan, Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta. Olugbenga O Amu, Oluwole F.B., dan Iyiola A.K., (2011), The Suitability and Lime Stabilization

Requirement of Some Lateritic Soil Samples as Pavemen, Int. J. Pure Appl. Sci.Technol. , 2(1), pp. 29-46

Portelinha, et. al., (2012), Modification of a Lateritic Soil with Lime and Cement: An Economical Alternative for Flexible Pavement Layers, Soils and Rocks, São Paulo, 35(1): 51-63, January-April, 2012, pp 51-63

Setiadji N., Tjaronge, M.W, dan Harianto T. (2015). ”Karakteristik Tegangan-Regangan material campuran kapur dan tanah lempung dibawah beban tekan dan tarik”. Tesis Pascasarjana Universitas Hasanuddin

SNI 15-2049-2004, Portland Cement, and the National Standardization Agency (BSN) Spesifikasi Khusus Interim (2013). Lapis Pondasi Semen Komposit Tanah. Kementerian

Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga. Tjaronge, M.W. 2012. Teknologi Bahan Lanjutan Semen Dan Beton Berongga. CV. Telaga

Zamzam, Makassar SNI 03-2832-1992, Metode Pengujian Untuk Mendapatkan Kepadatan Tanah Maksimum

Dengan Kadar Air Optimum SNI 03-1964-2008, Cara Uji Berat Jenis Tanah SNI 3432-2008, Cara Uji Analisa Ukuran Butir Tanah

Page 327: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 316

MITIGASI RESIKO KEGAGALAN PELAKSAAN PEKERJAAN STRUKTUR PIERHEAD PADA INFRASTRUKTUR TOL LAYANG DI DAERAH PADAT PENDUDUK STUDI KASUS PROYEK 6 RUAS TOL DALAM KOTA SEKSI

1A (KELAPA GADING-PULO GEBANG)

RISK MITIGATION OF FAILURE IMPLEMENTATION OF PIERHEAD STRUCTURAL WORKING IN ELEVATED INFRASTRUCTURE IN URBAN

AREA CASE STUDY 6 SECTION TOLL ROAD JAKARTA PROJECT SECTION 1A (KELAPA GADING-PULO GEBANG)

1Fanny Ardhian 2Surya Kusuma 3Martha S. Prakoso 4R.M. Ichsan F.W.

PT. Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk 1)[email protected] 2)[email protected] 3)[email protected]

4) [email protected]

Abstrak Proyek Jalan Layang 6 Ruas Tol dalam kota merupakan jalan tol yang terhubung ke Tol Jakarta Lingkar Dalam dengan panjang 69,77 km. Pengerjaan proyek ini dibagi 3 tahap. Tahap pertama meliputi Semanan-Sunter dan Sunter-Pulo Gebang sepanjang 30 km. Pada tahap awal ini, pembangunan dibagi lagi dalam 3 seksi, yakni seksi A menyambungkan Kelapa Gading-Pulo Gebang yang merupakan satu-satunya rute yang sedang dibangun. Setelah itu, ada seksi B dari Semanan menuju Grogol, dan seksi C dari Grogol ke Kelapa Gading. Tahap kedua yang akan dibangun adalah Duri Pulo-Kampung Melayu sepanjang 12,65 km, dan Kemayoran-Kampung Melayu sepanjang 9,6 km. Tahap ketiga terdiri dari Ulujami-Tanah Abang sepanjang 8,7 km, dan Pasar Minggu-Casablanca sepanjang 9,16 km. Seluruh pekerjaan pada proyek 6 Ruas Tol Dalam Kota mempunyai kesulitannya masing-masing dalam pelaksanannya dan dapat mengakibatkan kerugian jika salah dalam pelaksanaannya. Salah satu pekerjaan yang memiliki kesulitan yang cukup kompleks adalah dalam pekerjaan pier head. Live traffic, keterbatasan working space dan window time menjadi constrain yang harus diperhatikan. Untuk mengatasi constrain tersebut diatas, maka kontraktor melakukan mitigasi pada pelaksanaan pembangunan pier head yang mengakomodir cantilever pada proses pelaksanaannya. Adapun system yang digunakan oleh kontraktor yaitu 2 sistem. Type 1 – Roro Shoring Sistem ,Type 2 – RMD Megashor System dan Type 3 – Portal Shoring Sistem Kata kunci: mitigasi resiko; jalan layang; pier head; roro shoring; RMD megashor; portal shoring Abstract Jakarta elevated Toll Road 6 Section is a toll road connected to the Jakarta Inner Ring Road Toll with a length of 69.77 km. This project is divided into 3 phases. The first phase includes Semanan-Sunter and Sunter-Pulo Gebang with 30 km long. At this initial phase, the development are divided into 3 sections, first section is section A connecting Kelapa Gading-Pulo Gebang which is the only route that is currently being built. After that, there is section B from Semanan to Grogol, and section C from Grogol to Kelapa Gading. The second phase to be built is Duri Pulo-Kampung Melayu with a length of 12.65 km, and Kemayoran-Kampung Melayu with a length of 9.6 km. The third phase consists of Ulujami-Tanah Abang along 8.7 km, and Pasar Minggu-Casablanca along 9.16 km. All project of Jakarta elevated Toll road 6 section have their own implementation difficulties and can result in losses if wrong in their implementation. One of the task with medium to high level of complexities is pier head. Life traffic, working space limitation, and window time should become the concerned constraints.

Page 328: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 317

To overcome those constraints, contractors conduct mitigation on pier head development, accomodating cantilever within the process. There are 2 systems used by the contractor. Type 1 – Roro Shoring Sistem, Type 2 – RMD megashor System and Type 3 – Portal Shoring System Keyword: risk mitigation; elevated road; pier head; roro shoring; RMD megashor ; portal shoring BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Proyek Jalan Layang 6 Ruas Tol dalam kota merupakan jalan tol yang terhubung ke

Tol Jakarta Lingkar Dalam dengan panjang 69,77 km. Tol ini akan mengurangi kemacetan yang terjadi di Jakarta. PT Jakarta Tollroad Development (JTD) adalah badan usaha yang memenangkan kontrak konsesi proyek 6 ruas tol dalam kota Jakarta. Pembangunan seksi lainnya akan dilakukan secara paralel menyusul kesiapan tanah dan kondisi di lapangan. Berdasarkan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) Tahun 2014, pengerjaan proyek ini dibagi 3 tahap. Tahap pertama meliputi Semanan-Sunter dan Sunter-Pulo Gebang sepanjang 30 km. Pada tahap awal ini, pembangunan dibagi lagi dalam 3 seksi, yakni seksi 1A menyambungkan Kelapa Gading-Pulo Gebang. Rute tersebut adalah satu-satunya yang baru dibangun dari rute yang lain. Setelah itu, ada seksi 1B dari Semanan menuju Grogol, dan seksi 1C dari Grogol ke Kelapa Gading. Tahap kedua rute yang akan dibangun adalah Duri Pulo-Kampung Melayu sepanjang 12,65 km, dan Kemayoran-Kampung Melayu sepanjang 9,6 km. Tahap ketiga terdiri dari Ulujami-Tanah Abang sepanjang 8,7 km, dan Pasar Minggu-Casablanca sepanjang 9,16 km.

Projek 6 ruas tol ini merupakan salah satu proyek strategis nasional dan pembiayaan pembangunan dilakukan oleh privat sektor consortium, dengan nama Jakarta Toll Development (JTD). Pembangunan Seksi 1A dibangun oleh KSO Jaya Konstruksi dengan Adhi Karya dengan konsultan perencana Cipta Graha Abadi. Konstuksi Seksi 1A dibuat dengan menggunakan precast double box girder span by span dengan lebar 13,1 m masing-masing span mempunyai panjang 45 m dengan menggunakan simply supported dan dikoneksikan dengan link slab dan mempunyai expansion joint setiap 4 span. Pada pembangunan seksi 1A Lead Rubber Bearing (LRB) digunakan pada saat kondisi service dan pada saat kondisi gempa. Penggunaan LRB dapat mengurangi bored pile yang dibutuhkan. Dikarenakan kondisi lalu lintas yang padat maka digunakan konstruksi Pier Head untuk menopang double box. Struktur ramp menggunakan single box girder lebar 9 meter dengan konsep continues beam.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana mitigasi resiko kegagalan dilakukan dalam pelaksanaan pekerjaan struktur pier head pada tol layang kawasan padat penduduk?

1.3 Tujuan

Mengetahui mitigasi resiko kegagalan yang dilakukan dalam pelaksanaan pekerjaan struktur pada tol layang kawasan padat penduduk.

Page 329: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 318

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Komitmen Terhadap Keselamatan Kerja

Komitmen terhadap keselamatan kerja Proyek Tol Dalam Kota seksi 1A sebagai berikut: - Meningkatkan mutu cara dan hasil kerja serta mencegah ketidaksesuaian pada semua

tahapan sesuai standar dan prosedur kerja yang telah ditentukan, rencana dan anggaran yang telah ditetapkan.

- Melaksanakan dan mengupayakan usaha-usaha dalam bidang sistem manajemen keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan yang terintegrasi dengan seluruh proses kerja guna memaksimalkan pencegahan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan di seluruh lingkungan dan aktifitas kerja.

- Mematuhi peraturan perundang-undangan pemerintah dan persyaratan lain yang telah ditetapkan untuk meningkatkan kepuasan dan kepercayaan terhadap pemangku kepentingan yang terkait dan masyarakat.

- Mengembangkan sumber daya manusia yang kompeten dan professional di bidangnya melalui upaya-upaya pengembangan yang berkesinambungan.

- Mengembangkan jalur komunikasi dan koordinasi yang efektif baik dalam lingkup internal maupun eksternal untuk pelaksanaan efektifitas sistem manajemen mutu, keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan.

- Melakukan evaluasi dan peninjauan ulang terhadap sistem manajemen mutu, kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan untuk perbaikan yang berkelanjutan.

- 2.2 Manajemen Resiko

Berdasarkan ISO 31000:2009, proses manajemen risiko merupakan bagian yang penting dari manajemen risiko karena merupakan penerapan prinsip dan kerangka kerja manajemen risiko yang telah dibangun. Adapun proses manajemen risiko terdiri atas tiga proses utama, yaitu penetapan konteks, penilaian risiko, dan penanganan risiko.

Penetapan konteks manajemen risiko bertujuan untuk mengidentifikasi serta mengungkapkan sasaran organisasi, lingkungan dimana sasaran hendak dicapai, stakeholders yang berkepentingan, dan keberagaman kriteria risiko. Hal-hal tersebut akan membantu untuk mengungkapkan dan menilai sifat dan kompleksitas dari risiko.

Penetapan konteks manajemen risiko erat kaitannya dengan melakukan penetapan tujuan, strategi, ruang lingkup dan parameter-parameter lain yang berhubungan dengan proses pengelolaan risiko suatu perusahaan. Proses ini menunjukkan kaitan atau hubungan antara permasalahan hal yang akan dikelola risikonya dengan lingkungan perusahaan (eksternal & internal), proses manajemen risiko, dan ukuran atau kriteria risiko yang hendak dijadikan standar.

Proses kedua adalah penilaian risiko meliputi tahapan identifikasi risiko yang bertujuan untuk mengidentifikasi risiko-risiko yang dapat memengaruhi pencapaian sasaran organisasi. Berdasarkan risiko-risiko yang telah teridentifikasi dapat disusun sebuah daftar risiko untuk kemudian dilakukan pengukuran risiko untuk melihat tingkatan risiko.

Proses pengukuran risiko berupa analisis risiko yang bertujuan untuk menganalisis kemungkinan dan dampak dari risiko yang telah diindentifikasi. Hasil pengukuran berupa status risiko yang menunjukkan ukuran tingkatan risiko dan peta risiko yang merupakan gambaran sebaran risiko dalam suatu peta. Tahapan lainnya dalam penilaian risiko adalah evaluasi risiko yang ditujukkan untuk membandingkan hasil analisis risiko dengan kriteria risiko yang telah ditentukan untuk dijadikan sebagai dasar penerapan penanganan risiko.

Proses ketiga dalam proses manajemen risiko adalah penanganan risiko yang berupa perencanaan atas mitigasi risiko-risiko untuk mendapatkan alternatif solusinya sehingga penanganan risiko dapat diterapkan secara efektif dan efisien. Beberapa alternatif penangangan risiko yang dapat diambil antara lain yang bertujuan untuk menghindari risiko, memitigasi risiko untuk mengurangi kemungkinan atau dampak, mentransfer risiko kepada pihak ketiga (risk sharing) dan menerima risiko (risk acceptance).

Page 330: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 319

Pada akhirnya, ketiga proses tersebut disertai dengan dua proses pendukung lainnya yaitu komunikasi dan konsultasi, untuk menjamin tersedianya dukungan yang memadai dari setiap kegiatan manajamen risiko, dan menjadikan setiap kegiatan mencapai sasarannya dengan tepat.

Proses lainnya adalah monitoring dan review yang bertujuan untuk memastikan bahwa implementasi manajemen risiko berjalan sesuai dengan perencanaan serta sebagai dasar untuk melakukan perbaikan secara berkala terhadap proses manajemen risiko. (https://ppm-manajemen.ac.id) 2.3 Mitigasi Pekerjaan Pier Head 2.3.1 Umum

Pier Head berfungsi sebagai dudukan girder, serta sebagai penyalur beban lalu lintas dari girder ke pier. Pekerjaan pier head merupakan salah satu major item dalam pembangunan jalan layang (fly over). Dalam pelaksanaannya metode konstruksi pier head dapat dikerjakan dengan menggunakan metode cast in situ (dikerjakan ditempat) dan metode precast. Dalam hal ini proyek Ruas Jalan Tol Dalam Kota Jakarta, Seksi A Kelapa Gading - Pulo Gebang, (Sta. 21+881 - Sta. 31+168) memiliki keterbatasan dalam metode kerja yang perlu dicermati secara seksama oleh kontraktor. Diantaranya adalah live traffic yang mengharuskan tetap berjalan selama masa konstruksi tanpa mengganggu kegiatan trafik pada setiap harinya.

Dengan perencanaan pembangunan proyek yang berada ditengah traffic yang padat, maka ruang gerak dalam pelaksanaan pembangunan terbatas. Sehingga working space untuk pekerjaan pier head juga terbatas. Dengan constraint yang ada kontraktor harus memilih metode pelaksanaan yang efektif dengan memperhatikan juga window time yang relatif cukup singkat.

Untuk mengatasi constrain tersebut diatas, maka kontraktor melakukan mitigasi pada pelaksanaan pembangunan pier head yang mengkomodir cantilever pada proses pelaksanaannya. Adapun sistem yang digunakan oleh kontraktor 2 sistem. Type 1 – Roro Shoring Sistem dan Type 2 – RMD System.

2.3.2 Alur Pekerjaan Pier Head

a) Persiapan b) Perancah (Scafolding) c) Fabrication and Installation of Re-Bar d) Pemasangan Thermocouple e) Persiapan Sebelum Pekerjaan Stressing f) Bekisting g) Penuangan Beton/ Pengecoran h) Pembongkaran Bekisting dan Scafolding i) Masa Pemeliharaan Beton j) Stressing Works

2.3.3 Desain Model Pengecekan terhadap struktur shoring pier head mencakup : a. Cek kekuatan komponen struktur baja berdasarkan AISC 360-05. Φ (safety factor)

dimodifikasi dengan pertimbangan struktur shoring akan dipakai berulang, sehingga safety factor untuk kuat aksial, momen, dan geser menjadi SF = 2,

b. Cek defleksi komponen struktur yang menopang formwork (Long Beam). AASHTO Construction Handbook for Bridge Temporary Works mensyaratkan batas maksimum defleksi,

Page 331: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 320

c. Cek kapasitas gaya aksial terhadap spesifikasi Beberapa peraturan yang digunakan dalam perhitungan adalah sebagai berikut

• AISC 360-05

• ASCE 7

• AASHTO Construction Handbook for Bridge Temporary Works

• AASHTO LFRD 2017

• ACI 347R-14

2.3.4 Pembebanan Tabel 2.1 Concrete vertical hydrostatic

g _concrete 25 KN/m3

b 3500 mm

h 2500 mm

w_conc_ver 218,75 KN/m

Tabel 2.2 Unit weight coefficient Cw

Inch pound version SI version

Unit weight of concrete

Cw Density of concrete

Cw

Less than 140 lb/ft3

𝐶𝑤 = 0.5[1 + (𝑤/145𝑙𝑏/𝑓𝑡3)]

but not less than 0.80Cw

Less than 2240kg/m3

𝐶𝑤 = 0.5[1 + (𝑤/145𝑙𝑏/𝑓𝑡3)]

but not less than 0.80Cw

140 to 150 lb/ft3 1,0 2240 to 2400 kg/in3

1,0

More than 150 lb/ft3

Cw=w/145 lb/ft3 More than 2400 kg/m3

Cw=w/2320 kg/m3

Tabel 2.3 Chemistry coefficient Cw

Cement type or blend Cc

Types I, II, and III without retarders * 1.0

Types I, II, and III with a retarder 1.2

Other types or blends containing less than 70% slag or 40% fly ash without retarders *

1.2

Other types or blends containing less than 70% slag or 40% fly ash with a retarder *

1.4

Blends containing more than 70% slag or 40% fly ash 1.4

Tabel 2.4 Beban hidup kontruksi

p_consll 50 psf

2.39 KN/m2

b_consll 7.5 m

w_consll

Page 332: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 321

Tabel 2.5 Characteristic coefficient Cw

g-concrete 25 kN/m3

C-w 1.07758621

C-c 1.2

h 2.5 m/hr

R 1 m/hr

T 25 °C

Slump 175 mm

P-max->175 62.5 kPa

P-max-<175 51.0038672 kPa

Kombinasi pembebanan yang dipakai pada cek kekuatan penampang baja diambil dari ASCE 7. Berikut kombinasi pembebanan yang digunakan:

- DL - 1 D L+ 1 LL

Pembebanan yang dipakai pada cek defleksi struktur shoring hanya termasuk beban wet concrete sebagaimana yang diatur pada AASHTO Construction Handbook for Bridge Temporary Works. 2.3.5 Tipe Sistem Pier Head 2.3.5.1 Tipe 1 : Roro Shoring

Gambar 2.1 Sistem roro shoring (type 1) a. Material dan Penampang

- Beton γ_concrete 25 kN/m3

- Baja γ_steel = 26 kN/m3

fy_steel = 240 N/mm2

Page 333: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 322

E_steel = 200.000 N/mm2

Gambar 2.2 Penampang material

b. Analisis Struktur Berikut adalah tampak isometri pemodelan dengan menggunakan software SAP2000.

Gambar 2.3 Permodelan 3D dan Concrete gravity load

Model SAP2000 dibuat dengan beberapa asumsi, diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Sambungan antara setiap beam bersifat sendi.

2. Perletakan Roro Shoring bersifat sendi.

3. Distribusi beban concrete vertical

4. Distribusi beban concrete horizontal pada sideform

5. Pengecekan kapasitas penampang diambil dengan nilai Safety Factor (SF) = 2. Gambar 2.4 Steel frame design check

Berdasarkan hasil analisis semua penampang telah memenuhi syarat kapasitas yang

diizinkan.

Cross Beam - IWF

400x300x13x15

Long Beam – IWF

800x300x14x26

Long Beam – IWF

1000x400x20x3.2 tumpuk

Page 334: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 323

Cek defleksi dilakukan pada kedua titik pada gambar dibawah

Gambar 2.5 Steel frame design check

Tabel 2.6 Defleksi yang terjadi pada titik pengecekan

Defleksi yang terjadi pada setiap titik pengecekan telah memenuhi syarat lendutan izin.

Hasil analisis gaya aksial maksimum yang bekerja pada roro shoring adalah 267.379 kN, sehingga gaya yang bekerja masih memenuhi terhadap kapasitas roro shoring sebesar 400 kN.

Berdasarkan pengecekan pada permodelan ini, maka system tipe 1 aman untuk digunakan di lapangan. Penggunaan system ini memiliki keterbatasan yang pada jarak dan struktur pendukung. Struktur pilecap yang digunakan minimum ukuran 11 (p) x 7 (l) m. jika ukuran yang digunakan lebih kecil dari ukuran minimum, maka akan ada modifikasi pada posisi dudukan shoring dengan adanya sleeper baja.

Sebagai transfer beban dari sistem tipe 1 ke pondasi yang lebih kecil maka digunakan

sleeper baja.

Gambar 2.6 Layout dan detail sleeper baja

No Deflection Length / 240 Cantilever Leng

mm mm mm

1 11.4 11.75 2820

2 25.1 25.25 6060

BEAM 400/400

TENSIONROD DW32/35- 0.60M

BEAM 400/400

STEEL WALLER SRZ 117

BEAM 400/400

BEAM 400/400TENSIONROD DW32/35- 0.60M

BEAM 400/400

STEEL WALLER SRZ 117

BEAM 400/400

BRACING SIKU 75/75

BEAM 400/400

SECTION X

BEAM 400/400

TENSIONROD DW32/35- 0.60M

16

50

BEAM 400/400

STEEL WALLER SRZ 117

ST EEL WALLER SRZ 117

BEAM 400/400

TENSIONROD DW32/35- 0.60M

BEAM 400/400

BRACING SIKU 75/75

T ENSIO NRO D DW32 /35 - 0.60M

STIFF ENER 10 MM

SECTION Y

STIFF ENER 10 MM

15

00 BRACING SIKU 75/75

40

0

STEEL WALLER SRZ 117

15

00

6000

10

00

310

16

25

310

16

25

1500

Y

10

00

BEAM 400/400

2380

X

STIFF ENER 10 MM

1500

10

70

0

LAYOUT

SECTION B

SECTION A

40

0

A B

BRACING SIKU 75/75

Page 335: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 324

Gambar 2.7 Penggunaan sleeper baja

Gambar 2.8 Hasil perhitungan staad pro 2004

Page 336: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 325

2.3.5.2 Tipe 2 : RMD Megashor System

Gambar 2.9 Sistem RMD Megashor (tipe 2)

a. Material dan Penampang

• Digunakan beton mutu 40 MPa Tabel 2.7 Karakteristik beton

• Digunakan baja mutu s275 Tabel 2.8 Karakteristik baja

b. Analisis Struktur

• Kapasitas Tegangan Aplikasi beban pada model SAP2000 sebagai berikut

12001200 3900

600600 60006000

Page 337: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 326

Berikut analisis kapasitas tegangan penampang.

Gambar 2.12 Hasil analisis kapasitas tegangan penampang

Tegangan yang terjadi pada profil telah memenuhi syarat SF = 2 Berikut defleksi yang terjadi pada main beam.

Gambar 2.10 Main deflection

Tabel 2.9 Defleksi yang terjadi

Page 338: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 327

Defleksi yang terjadi pada profil telah memenuhi syarat L/240 Shoring Leg – Megashor 750

kN (Aplikasi beban pada model SAP2000 sebagai berikut)

Gambar 2.11 Shoring applied forces dan shoring axial forces

Gaya aksial maksimum yang terjadi pada megashor leg sebesar 606 kN, masih dibawah

kapasitas allowable (SF=2) sebesar 750 kN. Berdasarkan pengecekan pada permodelan ini, maka system tipe 2 aman untuk

digunakan di lapangan. Penggunaan sistem ini bisa digunakan untuk ukuran pilecap minimum 7(p) x 6.5(l) m. 2.3.5.3 Tipe 3 : Portal Shoring

a. Material

• Digunakan beton mutu 40 MPa Tabel 2.10 Karakteristik beton

• Digunakan baja mutu s235 Tabel 2.11 Karakteristik baja

Gambar 2.12 Portal Shoring (tipe 3) b. Analisa Struktur

• Deformasi Akibat Beton Basah Deformasi akibat beban beton basah sebagai berikut.

Gambar 2.12 Deformasi Portal Shoring

Page 339: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 328

Tabel 2.12 Defleksi yang terjadi

Deformasi pada Long Beam memenuhi syarat L/240 AASHTO Construction

Handbook for Bridge Temporary Works.

• Defleksi Tahapan Konstruksi Berikut defleksi untuk setiap tahapan konstruksi yang ditinjau

Tabel 2.13 Defleksi yang terjadi

Keterangan : RB : Reinforcement Bars WC1600 : Pengecoran 1.6 m WC3500 : Pengecoran 3.5 m

• Bracket Pier Dari perhitungan sebelumnya didapat gaya geser maksimum pada bracket

berikut

Gambar 2.13 Perhitungan bracket Hasilnya adalah bracket mampu menahan beban reaksi.

Page 340: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 329

BAB III KESIMPULAN Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Proyek Jalan Layang 6 Ruas Tol dalam kota merupakan jalan tol yang terhubung ke Tol

Jakarta Lingkar Dalam dengan panjang 69,77 km yang pengerjaannya dibagi 3 tahap. Tahap pertama meliputi Semanan-Sunter dan Sunter-Pulo Gebang sepanjang 30 km. Tahap kedua rute yang akan dibangun adalah Duri Pulo-Kampung Melayu sepanjang 12,65 km, dan Kemayoran-Kampung Melayu sepanjang 9,6 km. Tahap ketiga terdiri dari Ulujami-Tanah Abang sepanjang 8,7 km, dan Pasar Minggu-Casablanca sepanjang 9,16 km.

2. Dengan adanya constrain life trafic, keterbatasan working space, dan window time maka kontraktor memilih 2 metode pelaksanaan yang terdiri dari: a. Tipe 1 dengan menggunakan roro shoring system

- Defleksi (Tabel 2.6)

• Gaya Aksial Hasil analisis gaya aksial maksimum yang bekerja pada roro shoring adalah 267.379 kN, sehingga gaya yang bekerja masih memenuhi terhadap kapasitas roro shoring sebesar 400 kN.

b. Tipe 2 dengan menggunakan RMD megashor system - Defleksi (Tabel 2.9) - Gaya Aksial

Gaya aksial maksimum yang terjadi pada megashor leg sebesar 606 kN, masih dibawah kapasitas allowable (SF=2) sebesar 750 kN.

c. Tipe 3 dengan menggunakan Portal Shoring - Deformasi Akibat Beton Basah (Gambar 2.12) - Defleksi Tahapan Konstruksi (Tabel 2.13) - Bracket Pier (Gambar 2.13)

3. Penggunaan sistem roro shoring memiliki keterbatasan, dimana pilecap yang digunakan minimum memiliki ukuran 11 (p) x 7 (l) m. Apabila ukuran pilecap yang digunakan lebih kecil dari ukuran minimum, maka diperlukan adanya sleeper baja pada posisi dudukan shoring. Sedangkan pada RMD megashor sistem dapat digunakan untuk ukuran pilecap minimum 7 (p) x 6.5 (l) m. Untuk penggunaan Portal Shoring jika kondisi tumpuan utama shoring tidak bisa langsung pada pilecap atau pada kondisi khusus.

DAFTAR PUSTAKA Beton Perkasa Wijaksana, (2018). Laporan Statika Roro Shoring P8.56. Jakarta. Cipta Graha Abadi, (2018). CES Bekisting Roro Shoring. Jakarta. https://ppm-manajemen.ac.id/blog/artikel-manajemen-18/post/proses-manajemen-risiko-

1510 Lufina Mahadewi, M.M., M.Sc. - Core Faculty of PPM School of Management Jaya Konstruksi Manggala Pratama, (2018) Metode Pelaksanaan Proyek Jalan Tol 6 Ruas

Dalam Kota Seksi 1A. Jakarta Miryani dan Arifin, M.Z. 2017: Analisis Waktu dan Biaya Metode Pekerjaan Pier Head Cast in

Situ dan Pier Head Precast Pada Proyek Infrastruktur Fly Over. ISBN : 978-60219681-6-1.

Putri, A. 2016: Proyek Pembangunan Jalan Tol Semarang – Solo Tahap II Ruas Bawen – Solo, Jembatan Tungtang Paket 3.1: Bawen - Polosiri. Semarang : Fakultas Teknik, Universitas Katolik Soegijapranata

Setyapeni, O.Y. dan Wicaksono, P.B. 2007: Perencanaan Jalan Layang pada Jalan Akses Bandra A.Yani Semarang. Semarang : Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.

Page 341: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 330

STUDI KASUS GEMPA PALU, DAMPAK DAN PRINSIP TERHADAP PENANGANANNYA PALU EARTHQUAKE CASE STUDY, INDUCING AND

PRINCIPLE OF ITS COUNTERMEASURES

1Eddie Sunaryo M, 2Rudy Febrijanto, 3Deded P Syamsudin 1Ahli Geoteknik, Subid Geoteknik dan Manajemen Lereng, Bina Marga

Jl. Pattimura 20, Ministry of PUPR 2Peneliti Bidang Geoteknik, Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Kementerian PUPR

Jl. AH Nasution 264 Bandung 3Kepala, Puslitbang Jalan dan Jembatan [email protected], Badan Litbang, Kementerian

PUPR, Jl. AH Nasution 264 Bandung [email protected], [email protected]

Abstrak Kejadian gempa bumi Palu pada hari Jumat (28/9/2018) di Propinsi Sulawesi Tengah, Indonesia dengan kekuatan 7.5 Skala Richter Scales menyebabkan dampak kerusakan yang sedemikian besar baik korban jiwa maupun harta benda termasuk fasilitas infrastuktur jalan dan saluran irigasi. Gempa bumi ini memicu kejadian bencana lain seperti: likuefaksi, tsunami dan longsoran serta amblesan tanah sehingga merusak infrastruktur jalan dan saluran irigasi, menghancurkan daerah pemukiman, perkebunan serta persawahan. Berdasarkan kajian geologi, gempa bumi terjadi pada daerah Sesar Aktif Palu-Koro berada. Lapisan startifikasi berupa tanah lepas dengan permeabilitas rendah yang berupa endapan sedimen berupa material Molasse yang didominasi oleh kandungan fraksi halus pasir lempungan dan belum mengalami terkekang sempurna (un-confined pressures. Material ini dalam keadaan jenuh akan memicu kenaikan tegangan air pori akibat terkekang berlebihan dan akhirnya terbentuk proses pencairan (likuifaksi) tanah dan menurunkan parameter kuat geser tanah. Dengan memperhatikan kondisi morfologi yang merupakan lereng dengan kemiringan kurang dari 1% maka akan mencari dalam posisi keseimbangan baru maka tegangan air pori ekses akan mendorong tanah diatasnya melalui rekahan- rekahan dan terbentuk pancaran lumpur pasir (sand boiled). Dilokasi dengan kerengan > 1% akan mengakibatkan pergerakan tanah sepeti longsoran translasi di Sibalaya dan Jonooge sedangkan di lokasi Petobo dan Balaroa dengan kemiringan lereng >1% terjadi amblasan karena meningkatnya kondisi kejenuhan tanah (submerged soils) dan daya dukungnya menurun sehingga terjadi penurunan seketika (subsidence land). Oleh sebab itu berdasarkan analisa dari data investigasi dan jenis tanah maka dapat diketahui lapisan tanah berpotensi terhadap likuefaksi sehingga penanganan yang direkomendasikan suatu teknologi agar tegangan pori tidak mengalami kenaikan dan implementasi teknologi yang dapat meningaktan daya dukung serta stabilitas infrastruktur, seperti menerapkan sistim pengendalian air dan kolom batu atau vibro kompaksi. Kata kunci: Gempa Bumi,Tsunami, Liquefaction, Landslide, Land Subsidence, Sesar Palu-koro, Molasse, morfologi, nilai kuat geser dan Tegangan Air Pori Abstract The Palu Earthquake disaster on Friday 28th September 2018 in Central Sulawesi of Indonesia with the scale magnitude 7.5 of Richter Scales impacted to the huge damages area with a lot of victim and other construction damages either infrastructures and irrigation channel facilities. The earthquake induced the number of disasters such as tsunami, liquefaction, landslide and subsidence and damages the human settlement, plantation and rice field. Based on geology condition which state that the earthquake location laid on the Palu-koro active Fault therefore the soil layer conditios are dominating by the sediment deposit consist of the material molasse with the loose of sandy silty clay within un-experienced depression yet or un-confined

Page 342: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 331

pressures. In the saturated condition will influence increasing pore water pressures due to the soils are confined by the excessively water during earthquake and probably tsunami impact. Impacting of the pore water will affect to the liquifying soil and automatically will be decreasingly the soil shear strength parameters. Based on the morphology as a gently slope with the gradient is less than 1%, the excessive pore water pressures can intensively increase and push the soil layers on above troughing the cracks or on the weak places of the molasse soils and developing the boiled sand. If the gradient slope is less than 1% will affect to the land movement or transversal landslide such as in Sibalaya dan Jonooge villages, whilst in Balaroa and Petobo villages with the gradient of slope less than 1% the bearing capacity will decrease and affect to land subsidence. Therefore based on the analysis from investigation and soil characteristics of soils which are sensible to the liquefaction potential, the countermeasure recommendations prefer with the technology for protecting the increasingly pore water pressures, such as an arrangement of drainage pattern system and stone column atau Vibro compaction. Keywords: Earthquake, Tsunami, Liquefaction, Landslide, Land Subsidence, Palu-koro Active Fault, Molasse, morphology, Shear Strength Values dan Pore Water Pressures

Page 343: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 332

Page 344: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 333

Page 345: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 334

Page 346: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 335

Page 347: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 336

Page 348: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 337

Page 349: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 338

Page 350: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 339

Page 351: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 340

Page 352: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 341

Page 353: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 342

Page 354: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 343

Page 355: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 344

Page 356: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 345

Page 357: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 346

Page 358: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 347

Page 359: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 348

Page 360: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 349

PENANGANAN LONGSORAN DENGAN BIDANG GELINCIR LAPISAN BATUBARA MENGGUNAKAN KOMBINASI RETAINING WALL DAN

BOREDPILE SERTA TIMBUNAN MORTAR BUSA (STUDI KASUS LONGSORAN LERENG JALAN NASIONAL RUAS

BONTANG-SANGATTA KM 34+000, KALIMANTAN TIMUR)

Muhammad Heykal1), Greece Maria Lawalata2), A. Nuril Huda3) 1) Dit. Jalan Bebas Hambatan, Ditjen Bina Marga PUPR, Jl. Pattimura No. 20, Jakarta 12110, 2)Pusat

Litbang Jalan dan Jembatan, Badan Penelitian dan Pengembangan PUPR, Jl. AH. Nasution 264 Bandung 3) BPJN XII Ditjen Bina Marga PUPR

E-mail: 1)[email protected], 2)[email protected] 3)[email protected]

Abstrak Studi ini bertujuan mencari solusi penanganan longsor yang dapat menimbulkan resiko terputusnya jalan nasional Bontang-Sangatta KM 34+000 di Provinsi Kalimantan Timur. Metodenya dengan menganalisis kestabilan lereng dengan membuat model geoteknik dari longsoran jalan pada lereng. Dalam menganalisisis kestabilan lereng, metode limit equilibrium merupakan pendekatan yang digunakan untuk menghitung faktor keamanan dari lereng

dengan memasukkan parameter nilai c (kohesi) dan (sudut geser) yang didapat dari pengujian lab kepada sampel yang diambil di lapangan. Model geoteknik dihasilkan dari integrasi data pengeboran geoteknik, survei topografi dan survei geolistrik Resistivity 2D melalui software Geoslope. Keunikan longsoran ini diidentifikasi karakter lapisan Batubara yang menjadi bidang gelincir dari pergerakan tanah lapisan lempung lanauan pasiran yang berada di atasnya. Batubara memiliki karakter sedimen yang padat dan impermeable terhadap air. Model geoteknik longsoran eksisting pada jalan dibandingkan dengan model simulasi geoteknik dengan penanganan terhadap lereng. Penanganan longsoran lereng disarankan menggunakan retaining wall dengan fondasi Bored Pile diameter 60 cm sedalam 11 meter serta pemanfaatan Mortar Busa sebagai material timbunan. Model geoteknik longsoran lereng eksisting dengan faktor keamanan 1,032 setelah dilakukan penanganan menjadi stabil dan aman dengan nilai faktor keamanan 1,540. Kata Kunci: stabilisasi lereng, geoslope, batubara, retaining wall. Abstract This study aims to find a solution for landslide management on the national road of Bontang-Sangatta KM 34+000 in East Kalimantan Province. The method is analyzing slope stability by fabricating a geotechnical model from an existing road landslide on the slope. In analyzing slope stability, Limit Equilibrium is an approach method to calculate safety factor of a slope by

giving c (cohesive strength) and (friction angle) inputs obtained from lab tests on samples taken in the field. The geotechnical model is fabricated by integrating geotechnical boring, topographic survey, and Resistivity 2D survey datas using Geoslope software. A layer of coal deposit shown to be the sliding plane of the movement of the surface Silty Sandy Clay layers. Coal deposits has a unique character which is very dense and impermeable to water. Geotechnical model of the existing landslide then being compared to the geotechnical model with reinforcement to the slope. It is recommended to build structures of retaining wall and bored pile foundation with dimension of 60 cm diameters as deep as 11 meters, using foam mortar as landfill materials to anticipate and reinforce the slope. The safety factor of existing landslide geotechnical model was 1.032 and after the reinforcement, the slope became more stable and the safety factor rose to 1.540. Key Words: slope stabilitization, geoslope, coal, retaining wall.

Page 361: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 350

PENDAHULUAN Longsoran adalah salah satu hambatan untuk mencapai konektivitas jalan terutama

dalam menghubungkan seluruh daerah di Indonesia. Provinsi Kalimantan Timur tidak luput dari bahaya longsor, dimana daerahnya berupa perbukitan dan banyaknya jalan berada di atas punggungan. Struktur geologi di Provinsi Kalimantan Timur juga masih aktif. Batubara merupakan salah satu material penyusun daerah ini, hampir 40% daerah Kalimantan Timur terdapat sebaran batubara.

Batubara merupakan material yang padat dan impermeable terhadap air, sehingga banyak air permukaan yang tidak dapat meresap. Batubara terbentuk dari coalification dimana endapan gambut terendapkan dan terpadatkan pada suhu dan temperature yang sangat tinggi. Khususnya pada formasi Balikpapan diperkirakan lapisan batubara terangkat ke permukaan. Pori-pori pada batubara yang disebut cleat ini merupakan celah-celah berbentuk vertical dengan ukuran yang sangat kecil dan diisi oleh gas Metana. Cleat ini tidak dapat dimasuki oleh air dari permukaan. Kontak antara batubara dengan lapisan lempung pasiran menjadi bidang gelincir akibat dari licinnya permukaan batubara yang impermeable. Hal tersebut kemudian merubah kestabilan lereng dan material di atas lapisan batubara yang menjadi jenuh air.

Jalan nasional Bontang-Sangatta KM 34+000 di Provinsi Kalimantan Timur berada di atas lapisan batubara. Peristiwa alam dan kegiatan penggunaan jalan menjadi faktor yang berpengaruh terhadap kestabilan lereng. Longsoran yang terjadi pada segmen di ruas jalan ini perlu dianalisis untuk dapat dilakukan pencegahan dan penanganan pergerakan tanah/batuan (longsor).

Makalah ini bertujuan untuk mencari solusi penanganan longsor yang dapat menimbulkan resiko terputusnya jalan nasional Bontang-Sangatta KM 34+000 di Provinsi Kalimantan Timur. Solusi tersebut dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu pengambilan sampel bawah permukaan, analisis longsoran dan bidang gelincir dengan Metode Limit Equilibrium dan perangkat lunak Geoslope dari Geostudio. Simulasi untuk mendapat jenis penanganan. KAJIAN PUSTAKA 5.5 Pergerakan Massa / Longsor

Bergeraknya material tanah/batuan dalam bentuk padat atau semi–viscous disebut sebagai pergerakan massa. Pergerakan massa ini analog dengan bergeraknya suatu blok pada bidang miring (Gambar 1). Apabila gaya akibat gravitasi (beban bergerak) melebihi kuat geser penahan lereng, maka material akan bergerak.

Klasifikasi longsoran Sangatta berdasarkan pola pergerakan termasuk dalam jenis longsoran gelincir (slide):

Gambar 1. Analogi Gerakan Massa di Lereng (Departemen Pekerjaan Umum, 2005)

Longsoran Gelincir(Slide) terjadi apabila material gelincir memiliki kontak dengan permukaan bidang gelincir. Jenis-jenis gelincir berupa translasi, rotasi atau kombinasi keduannya (majemuk). a. Gelincir translasi, ditandai dengan keruntuhan yang terjadi sepanjang zona lemah pada tanah. Massa tanah dapat bergerak jauh sebelum mencapai titik diamnya. Secara umum terjadi pada tanah berbutir kasar, sedangkan pada batuan biasanya terjadi bila posisi kekarnya searah dan memotong kemiringan lereng.

Beban Massa Bergerak

Kuat Geser M

aterial Lereng

Page 362: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 351

b. Gelincir rotasi pada tanah, tipe ini ditandai dengan adanya bidang gelincir lengkung dan gerakan rotasi. Penyebab utama terjadinya longsoran rotasi adalah gaya-gaya rembesan air tanah atau kemiringan lereng yang bertambah pada tanah residual. Bidang gelincir sangat bergantung pada kondisi geologi. Bidang gelincir yang dalam biasanya terjadi pada tanah lempung lunak dan kenyal. Longsoran rotasi pada tanah koluvial biasanya dangkal. Morfologi longsoran rotasi pada tanah dapat dilihat pada Gambar 2 berikut. c. Gelincir kombinasi (majemuk), merupakan bentuk gabungan gelincir translasi dan rotasi (6). Tipe gelincir ini terjadi pada tanah maupun batuan lapuk seperti pada deposit tanah residual, batuan serpih lapuk dan batuan sedimen lapuk lainnya.

Gambar 2. Tipe keruntuhan gelincir translasi, rotasi dan kombinasi (Departemen Pekerjaan

Umum, 2005) Metode Resistivity 2D

Metoda pengukuran geolistrik tahanan-jenis pada dasarnya adalah untuk meduga per lapisan tanah bawah permukaan berdasarkan harga tahanan-jenis listrik (resistivity). Salah satu faktor yang mempengaruhi harga tahanan-jenis suatu batuan adalah porositas batuan dan kandungan air pada batuan tersebut.

Dalam pelaksanaan pengukuran geolistrik, arus listrik dialirkan kedalam tanah melalui dua elektroda arus, kemudian beda potensial yang muncul di dua titik dipermukaan akibat adanya aliran arus, diamati melalui elektroda pengukur potensial. Harga dari beda potensial diakibatkan oleh harga formasitahanan-jenis pada kedalaman yang berbeda. Dengan merubah jarak antara dua elektroda akan mengakibatkan perubahan penetrasi arus terhadap kedalaman, semakin besar jarak elektroda, semakin dalam penetrasinya. Dalam metoda konvensional yang paling sering digunakan, empat elektroda diposisikan dalam satu garis, elektroda pengirim arus diletakkan di bagian terluar, sedangkan kedua elektroda pengukur potensial diletakkan dibagian dalam. Untuk menambah penetrasi kedalaman, dilakukan dengan cara melebarkan jarak antar elektroda, yang akan menghasilkan perlapisan batuan 1-Dimensi berdasarkan harga tahanan-jenis. Penampang dalam satu garis survei dihasilkan dengan cara interpolasi antara titik-titik pengukuran. DuaD Resistivity Imaging atau Electrical Resistivity Tomography (ERT) adalah perkembangan lebih lanjut dari metoda di atas, ERT mengunakan teknik-teknik di atas dan mengitergrasikan dalam satu bidang sayatan 2-Dimensi pada area yang ditargetkan.

Dalam pengukuran ERT terdapat beberapa cara dalam menyusun konfigurasi elektroda, salah satunya adalah susunan Wenner-Schlumberger. Konfigurasi dari elektroda arus dan elektroda potensial untuk konfigurasi ini dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.

Gambar 3. Konfigurasi elektroda jenis Wenner – Schlumberger (BPJN XII, 2018)

Dengan pengertian: C1, C2 : Elektroda arus P1,P2 : Elektroda Potensial a : Spasi elektroda k : Faktor Geometri n : 1 ,2, 3, 4, ......8

Page 363: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 352

Panjang dari spasi elektroda (a) berhubungan dengan penetrasi kedalaman dan resolusi data. Semakin panjang spasi elektroda akan membuat penetrasi lebih dalam akan tetapi resolusi kedalaman akan berkurang, sebaliknya, jika spasi elektroda pendek, penetrasi berkurang, tetapi resolusi bertambah. Spasi eketroda (a) juga bergantung kepada Panjang garis profil. Untuk n=1 s/d 8 dengan panjang garis 250 meter, maka diambil harga spasi elektroda a=10 meter dengan penetrrasi kedalaman sekitar 30-35 meter dengan resolusi data medium.

Gambar 4. Contoh profil stratifikasi hasil survei geolistrik ERT (BPJN XII, 2018)

Pengujian Contoh Tanah/Batuan di Laboratorium

Pengujian tanah/batuan di laboratorium dilakukan untuk menguji contoh tanah tidak terganggu (undisturbed samples) dan terganggu (disturbed samples) untuk memperoleh data-data teknis tanah meliputi sifat-sifat fisik dan mekanik tanah. Data tersebut selanjutnya digunakan untuk melakukan analisis dan desain penanganan longsoran. Daftar pengujian tanah di laboratorium berikut standar acuan pengujiannya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Daftar Pengujian Tanah di Laboratorium

No. Jenis Pengujian Standar Pengujian

I Sifat-sifat Fisik Tanah 1. Kadar Air 2. Berat Jenis 3. Berat Isi 4. Angka pori 5. Derajat kejenuhan 6. Batas Cair 7. Batas Plastis 8. Analisa Saringan 9. Analisa Hydrometer 10. Pemadatan 11. Kuat Tekan Bebas

SNI 03-1965-1990 SNI 03-1964-1990 SNI 03-3637-1994 SNI 03-1964-1990 SNI 03-1964-1990 SNI 03-1967-1990 SNI 03-1966-1990 SNI 03-3423-1994 SNI 03-3423-1994 ASTM D1557-71 SNI 03-3638-1994

II Sifat Mekanik Tanah 1. Konsolidasi 2. Permeabilitas 3. Triaxial CU 4. Triaxial UU 5. Geser Langsung

SNI 03-2812-1992 SNI 03-2435-1991 SNI 03-2815-1991 SNI 03-2815-1991 SNI 03-3420-1994

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2005

Page 364: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 353

Metode Limit Equilibrium Banyak metode yang dapat dipergunakan untuk analisis lereng tanah/batuan. Metode

yang dipilih harus mensimulasikan model keruntuhan. Mayoritas metode-metode tersebut berdasarkan pada kondisi keseimbangan batas (limit equilibrium), meskipun beberapa metode lainnya berdasarkan pada teori batas plastis dan deformasi.

Pada pekerjaan penanganan longsoran ini, metode analisis yang digunakan adalah metode limit equilibrium, sedangkan proses perhitungannya akan dibantu dengan perangkat lunak Geoslope. Analisis stabilitas lereng meliputi konsep kemantapan lereng, yaitu penerapan pengetahuan mengenai kekuatan geser tanah. Keruntuhan geser pada tanah dapat terjadi akibat gerak relative antar butir. Dengan demikian kekuatannya tergantung pada gaya yang bekerja antarbutir (Dayanti, 2013). Dengan demikian kekuatan geser terdiri atas: bagian yang bersifat kohesif, tergantung pada macam tanah dan ikatan butirnya serta bagian yang bersifat gesekan, yang sebanding dengan tegangan efektif yang bekerja pada bidang geser.

Kestabilan suatu lereng tergantung pada gaya penggerak dan gaya penahan yang ada pada lereng tersebut. Gaya penggerak adalah gaya-gaya yang dapat membuat lereng longsor, sedangkan gaya penahan adalah gaya-gaya yang mempertahankan kestabilan lereng tersebut. Kestabilan lereng dinyatakan dalam bentuk factor keamanan (SF), yaitu perbandingan antara gaya penahan dan gaya penggerak longsoran.

𝑺𝑭 =∑𝑺𝑹𝒆𝒔𝒊𝒔𝒕𝒂𝒏𝒄𝒆

∑𝑺𝑴𝒐𝒃𝒊𝒍𝒊𝒛𝒊𝒆𝒅............(1)

Dimana untuk keadaan-keadaan; SF > 1,0 lereng dianggap stabil SF = 1,0 lereng dalam keadaan seimbang SF < 1,0 lereng dianggap tidak stabil atau akan longsor

Penentuan Parameter Desain

Penentuan parameter desain dapat dilakukan dengan metode langsung dan tak langsung. Metode langsung mengacu pada hasil-hasil tes lapangan, laboratorium, data-data sekunder, korelasi-korelasi dari literatur terhadap jenis tanah/batuan yang relatif sama. Pada tanah pembentuk lereng yang pernah mengalami longsoran sebelumnya, jenis parameter kuat geser yang representatif adalah kuat geser residual. Hal ini disebabkan elemen tanah telah mengalami deformasi yang besar jauh melewati tegangan puncak (peak stress), sehingga tegangan yang tersisa adalah tegangan sisa (residual stress). Korelasi sangat diperlukan untuk dapat memperkirakan rentang nilai suatu parameter (batas bawah dan batas atas), sehingga nilai yang didapat hasil investigasi lapangan ataupun pengujian laboratorium dapat terkontrol.

Metode tak langsung mengacu pada analisis balik (back-analysis) dan pertimbangan rekayasa (engineering judgement). Dalam analisis balik, parameter awal yang diambil dari parameter kuat geser hasil korelasi. Analisis balik stabilitas lereng dilakukan dengan mencara parameter sudut geser dalam material lunak yang merupakan representasi dari posisi lapisan gelincirnya, sedangkan parameter lainnya dibuat konstan. Langkah pertama analisis balik ini adalah dengan memberikan nilai tertentu parameter sudut geser dalam tanah lempung lunak, lalu dicari nilai faktor keamanannya. Proses trial and error (sampai SF ~ 1) dilakukan dengan

variabel bebasnya adalah sudut geser dalam () lempung lunak, sedangkan parameter lainnya termasuk muka air tanah (MAT) atau dalam tekanan air pori (µ) dibuat konstan.

Page 365: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 354

Rekomendasi Penanganan Di dalam penanganan longsoran, ada 3 tipe pendekatan yang biasa diterapkan untuk menaikkan faktor keamanan, yaitu: (1) Menaikkan gaya-gaya penahan (resisting forces) Berbagai metode dapat diterapkan untuk menaikkan gaya-gaya penahan seperti: subdrainage untuk menaikkan kuat geser tanah; menghilangkan zone-zone lemah atau bidang gelincir dengan membuat konstruksi bertangga (benching) pada permukaannya yang licin; konstruksi struktu-struktur penahan seperti tiang, dinding penahan tanah, atau timbunan pada kaki (toe) lereng; dan pemadatan material berbutir yang lepas. (2) Mengurangi gaya-gaya pendorong (driving forces) Pengurangan gaya-gaya pendorong bisa dicapai dengan melakukan hal-hal berikut ini: membuang material dari bagian lereng yang menyebabkan timbulnya gaya-gaya pendorong yang mengakibatkan adanya pergerakan; dan subdrainage untuk menghilangkan gaya hidrostatik dan/atau mengurangi berat massa tanah dengan pengurangan kadar air. Metode yang disebutkan terakhir sebenarnya lebih berpengaruh di dalam menaikkan gaya-gaya penahan dengan menaikkan kuat geser tanah dibandingkan mengurangi gaya-gaya pendorong. (3) Menghindari atau menghilangkan longsoran Metode-metode yang dapat dilakukan untuk pendekatan ini adalah: relokasi jalan atau struktur untuk menghindari daerah yang tidak stabil, membuang massa tanah yang mengalami kelongsoran secara keseluruhan; atau membuat jembatan melewati daerah yang tidak stabil. Tabel 2 menunjukkan beberapa opsi yang dapat dipilih sebagai penanganan longsoran menggunakan dinding penahan dan pondasi tiang. Ditunjukkan pula kelebihan dan kekurangan masing-masing penanganan. Tabel 2. Perbandingan Penanganan Lereng Dinding Penahan dan Pondasi Tiang (BPJN

XII,2018)

Dinding Penahan Pondasi Tiang Counterweight

Kelebihan Relatif cepat pelaksanaannya Relatif mudah dilaksanakan Pelaksanaan lebih mudah Kekurangan Perlu perkuatan sementara saat

dilakukan penggalian pondasi (galian harus melewati bidang gelincir) Sangat berbahaya jika dilakukan saat musim hujan Adanya resiko keruntuhan saat penggalian

Jika dengan tiang pancang akan berbahaya saat pelaksanaan karena efek getar akan memicu pergerakan

Membutuhkan lahan yang lebar, perlu pembebasan lahan

Opsi dinding penahan, counterweight dan relokasi relatif lebih besar resiko sosial dan

alokasi waktu konstruksi dibandingkan dengan opsi pondasi tiang, oleh sebab itu pondasi tiang dipilih dalam penanganan di semua lokasi. Di antara dua jenis pondasi tiang yang biasa digunakan yaitu tiang pancang dan bored pile. Berikut ini kelebihan dan kekurangan dari masing-masing penanganan (Tabel 3).

Tabel 3. Perbedaan tiang pancang beton dan Boredpile (BPJN XII, 2018)

No. Tiang Pancang Beton Boredpile 1 Untuk lokasi yang terdapat lensa/material keras tidak

bisa dilaksanakan (perlu preboring) Mampu menembus lokasi lensa atau material keras

2 Pada kasus beban lateral yang dalam kurang cocok karena ada titik lemah pada sambungan

Mampu menangani kasus beban lateral yang dalam dan besar (diameter boredpile bisa > 1 m)

3 Menimbulkan efek getar yang bisa memicu pergerakan tanah

Relatif tidak menimbulkan efek getar yang besar

4 Untuk tanah lunak pelaksanaanya relatif cepat Untuk tanah lunak pelaksanaannya lebih lambat dibanding tiang pancang

Page 366: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 355

Kasus longsoran ini merupakan kasus sliding pada batuan serpih. Namun, dari beberapa aspek yang dijelaskan dalam Tabel 3, maka penanganan lebih tepat menggunakan boredpile karena mampu menembus bidang gelincir walaupun di atasnya ada lensa. Tiang pancang tidak dapat menembus bidang gelincir, karena efek getar selama konstruksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan tiang pancang. Hal lainnya adalah untuk kasus beban lateral, titik lemah konstruksi ini umumnya adalah pada sambungan, sambungan pada bored pile relatif bisa lebih kuat dibandingkan tiang pancang. Rekayasa Material Timbunan Lereng

Mortar busa sebagai material timbunan adalah campuran pasir, semen, air, dan cairan busa dengan komposisi tertentu, sehingga memenuhi spesifikasi material timbunan. Material yang digunakan dapat berupa material setempat atau material yang diperoleh dari lokasi lain. Penambahan cairan busa pada campuran mortar akan mengembang hingga empat kali volume awal sehingga kebutuhan material dapat dikurangi bila dibandingkan dengan material tanpa campuran cairan busa (Hidayat, 2016).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan tim Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, mortar bisa diklaim memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut:

1. Memiliki nilai densitas (density) rendah, hanya di kisaran 0,6-0,8 ton/m³. 2. Memiliki kekuatan cukup tinggi untuk lapis pondasi (subgrade) dan pondasi perkerasan

(subbase) jalan, yaitu di kisaran 800-2000 kPa. 3. Berat isi dan kuat tekan tanah campuran dapat direncanakan sesuai keinginan sehingga

dapat mengurangi tekanan lateral tanah pada suatu struktur bangunan abutmen pondasi jembatan atau mengurangi berat timbunan.

4. Tahan terhadap perubahan karakteristik propertis akibat proses kimiawi maupun fisik dan memiliki daya dukung kekuatan selama masa konstruksi.

5. Mempunyai nilai alir (flowability), yang diindikasikan untuk memudahkan pelaksanaan dilapangan, nilai flow berkisar 180±20 mm.

6. Mempunyai kemudahan pelaksanaan, dapat disemprotkan dan memadat sendiri sebagaimana perilaku mortar beton dimana pengerasan berlangsung sesuai waktu pemeraman (curing) yang ditetapkan.

7.

Gambar 5. Struktur Mortar Busa (Herry Vaza, 2017)

Ruas Jalan Bontang-Sangatta Guna lahan pada ruas jalan nasional Bontang – Sangatta KM 34+000 sampai dengan Pelabuhan Ronggang umumnya adalah hutan Taman Nasional Kutai, perkebunan kelapa sawit, kebun warga, dan daerah usaha pertambangan. Umumnya adalah daerah usaha pertambangan Secara umum, posisi kawasan Ruas Jalan Poros Bontang - Sangatta, Jalan Poros Sangatta - Simpang Perdau dan Jalan Poros Simpang Perdau - Pelabuhan Ronggang, Provinsi Kalimantan Timur berada di daerah punggungan dan sebagian lereng perbukitan anticlinal. Ruas jalan tersebut searah dengan bidang perlapisan material geologi yang terdiri dari pasir, lempung, batupasir, batulempung, serta tegak lurus di bagian utara yang didominasi oleh batu lempung gampingan, serpih, batu gamping, dan batu pasir masif.

Page 367: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 356

HIPOTESIS

Penanganan bidang gelincir batubara yang dapat dilakukan dengan membuat penahan lereng dengan pancang atau boredpile dengan menggunakan analisis bidang gelincir dan model longsoran menggunakan metode limit equilibrium. METODOLOGI Penentuan penanganan longsor dilakukan dengan melakukan tiga tahapan. Tahap tersebut adalah: tahap pertama identifikasi longsoran melalui beberapa pengujian tanah, tahap kedua analisis lereng, dan tahap analisis penanganan longsoran. Berikut skema alur proses penelitian.

Gambar 6. Skema Alur Penelitian

Identifikasi longsoran dan bidang gelincir dilakukan dengan melaksanakan 3 pengujian

yaitu pengujian pertama pengeboran geoteknik termasuk pengambilan conto batuan (full coring), sampel tanah tidak terganggu dan sampel tanah terganggu serta uji Standard Penetration Test (SPT).

Pengeboran geoteknik dilakukan untuk mendapat data contoh tanah yang berada di bawah longsoran dengan nilai kekuatan tanahnya melalui pengujian SPT. Sampel tanah secara tidak terganggu pada setiap lapisan yang ditemui diambil guna dianalisis karakteristiknya di laboratorium tanah dan batuan. Terutama pada lapisan tanah yang lunak, sampel UDS dapat mewakili kondisi tanah yang mengalami pergerakan.

Pengujian kedua adalah geolistrik. Pengujian ini adalah electrical resistivity tomography 2D menggunakan konfigurasi Wenner-Schlumberger, dilaksanakan guna menguatkan korelasi stratifikasi secara horizontal antar titik bor yang memiliki contoh tanah. Konfigurasi Wenner-Schlumberger dipakai karena konfigurasi ini sangat menunjang pembacaan nilai tahanan batuan secara horizontal lebih akurat. Jalur-jalur lintasan pengujian geolistrik melintasi titik-titik pengeboran geoteknik sehingga hasilnya dapat menghubungkan satuan batuan dan tanah yang terbaca di setiap titik bor. Hal ini dilakukan agar kemenerusan dari lapisan lempung pasiran, batubara dan batu lempung secara horizontal dapat dipastikan.

Kepadatan lapisan juga dapat dilihat dari nilai tahanan-jenis yang rendah juga keberadaan air dapat dilihat nantinya pada penampang tahanan-jenis hasil pengolahan bacaan geolistrik secara 2 dimensi. Tinggi muka air selama periode observasi tidak sepenuhnya memperlihatkan level puncak yang terjadi selama periode hujan rencana. Untuk itu, estimasi harus dibuat pada area yang lebih lebar daripada tinggi muka air tanah dalam lereng yang meningkat sebagai respon terhadap kejadian hujan dan faktor-faktor lain. Pengujian ketiga yaitu survei topografi untuk mendapatkan peta kontur daerah yang terkena longsor guna menganalisis bidang gelincir secara geometri serta design penanganan longsorannya sendiri. Melalui survei topografi didapatkan kontur dan geometri dari lereng yang telah longsor sehingga didapat gambaran bagian-bagian lereng yang telah mengalami pergerakan serta kemungkinan pergerakan tanahnya kemudian. Hal ini dapat membantu

Kajian Pustaka

Metodologi

Pembahasan

Kesimpulan

Analisis Data Sekunder

Page 368: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 357

menganalisis bidang yang menjadi alas dari pergerakan tanah (bidang gelincir). Data ‘site plan’ yang akurat harus memperlihatkan posisi dari titik uji (bor, sondir, geolistrik dll.), area retakan, area lokasi kekar, juga lokasi dari potongan melintang lereng yang dianalisis. Pada potongan melintang, survei harus dilakukan sedetail mungkin sehingga memungkinkan penggambaran pada skala yang cukup besar dan terbaca dimensinya dengan akurasi sekitar 1 meter, umumnya cukup digunakan skala 1:100. Skala yang lebih besar yaitu 1:50 atau 1:20, kemungkinan diperlukan untuk mendapatkan dimensi yang lebih akurat pada analisis stabilitas lereng dengan ketinggian kurang dari 10 meter. Dengan menggunakan data pengeboran, data geolistrik dan topografi, model longsoran dapat digambarkan. Keberadaan material di bawah permukaan dengan karakter-karakter fisisnya dapat diketahui menggunakan data laboratorium. Stratigrafi materialnya dimodelkan dengan bantuan topografi dari survei dan rangkanya menggunakan hasil survei geolistrik 2 dimensi. Untuk menggambarkan model longsoran di lapangan digunakan analisis balik dengan memasukkan data-data material yang ada di bawah permukaan dengan parameter kohesi dan sudut geser berdasarkan hasil laboratorium. Bidang gelincir berada pada batas-batas antara zona material yang keras dengan material yang padat di bawahnya. Keberadaan air permukaan juga dapat terbaca dengan baik dimana kadar air yang tinggi menyebabkan bacaan nilai tahanan-jenis material menjadi sangat kecil bila dibandingkan dengan material batuan utamanya batubara yang berada di bawahnya. Material batubara memiliki nilai tahanan-jenis yang relative sangat tinggi, karena kepadatanannya yang sangat tinggi dan kadar air yang sangat rendah. Faktor ini yang menyebabkan peranan besar batubara sebagai bidang gelincir pergerakan tanah dan batuan yang berada di atasnya. Setelah menggambarkan model longsoran eksisting, dilakukan simulasi-simulasi dengan penanganan longsoran sehingga mencapai lereng yang stabil dengan nilai keamanan SF~1. HASIL DAN ANALISIS Analisis Data Sekunder

Hasil Pengujian survei topografi menunjukkan bagian jalan yang terjadi longsoran merupakan bagian terendah dari jalan yang berada di punggungan ini sehingga air mengalir ke bagian jalan yang terjadi longsor.

Gambar 7. Penampakan longsoran jalan

Page 369: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 358

Pengeboran geoteknik dengan pengambilan contoh tanah dilakukan pada 3 titik, di as longsoran baik di atas dan di bawah lereng. Penentuan titik pengeboran ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran susunan batuan dan material di bawah permukaan dan kemenerusannya searah lereng. Pada saat pengeboran, pengujian Standard Penetration Test dilakukan setiap 2 meter untuk mengidentifikasi kekerasan material di bawah permukaan. Pengambilan sampel contoh tanah dilakukan pada setiap lapisan yang kemudian dilakukan

pengujian laboratorium untuk mendapatkan nilai c (kohesi) dan (sudut geser).

Gambar 8. Topografi Lokasi Longsoran dan Titik Pelaksanaan Pengeboran Geoteknik dan Survei Geolistrik Ruas Bontang – Sangatta KM 34+000

Hasil uji menunjukkan material yang berada di bagian atas adalah lempung pasiran, dengan ketebalan 4-5 meter. Lapisan lempung pasiran memiliki nilai N-SPT 5 sampai 9. Lempung lanauan pasiran adalah lapisan yang mengalami kejenuhan air, resapan dari air permukaan masuk kedalam dan menyebabkan meningkatnya berat lapisan material ini. Lempung lanauan berwarna cokelat kuning kehitaman, merupakan lapukan dari batu lempung anggota dari formasi Balikpapan (Tmbp), plastisitas sedang, agak padat. Di beberapa tempat ditemukan sisipan batubara dengan ketebalan 40-100 cm, warna hitam, keras, permeabilitas buruk, dengan nilai kemiringan dip 34°. Kemungkinan bidang gelincir berada di batas lapisan material ini dan batu lempung di bawahnya.

Page 370: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 359

Gambar 9. Stratifikasi sebaran material lereng

Material Batubara memiliki ketebalan 1 – 3 meter. Secara visual dan laboratorium

terlihat, Batu lempung adalah material yang padat dan keras, dengan nilai N-SPT lebih dari 60. Batubara berwarna kehitaman, keras, getas, merupakan anggota dari formasi Balikpapan, memiliki dip 34°, lapisan ini kedap air juga dapat menjadi bidang gelincir longsoran pada perbatasan dengan lapisan soil lempung lanauan di atasnya. Strike/Dip, arah dan sudut kemiringan batuannya N 5° E / 34°. Batubara merupakan material yang impermeable dimana secara teksturnya batubara tidak memiliki pori-pori, namun disebut dengan cleat. Batubara terbentuk dari coalification dimana endapan gambut terendapkan dan terpadatkan pada suhu dan temperature yang sangat tinggi. Khususnya pada formasi Balikpapan diperkirakan lapisan batubara terangkat ke permukaan. Pori-pori pada batubara yang disebut cleat ini merupakan celah-celah berbentuk vertical dengan ukuran yang sangat kecil dan diisi oleh gas Metana. Cleat ini tidak dapat dimasuki oleh air dari permukaan. Kontak antara batubara dengan lapisan lempung pasiran menjadi bidang gelincir akibat dari licinnya permukaan batubara yang impermeable.

Tabel 4. Resume Hasil Laboratorium

Page 371: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 360

Analisis Bidang Gelincir Bidang gelincir berada pada kontak lapisan batubara dengan lapisan lempung lanauan

pasiran di atasnya. Bidang gelincir berada pada kedalaman 4-6 meter dari permukaan. Longsoran termasuk jenis translasi, hal ini dibuktikan dengan terbentuknya mahkota longsoran di badan jalan dan debris aliran yang tidak terlihat pada permukaan lereng.

Prediksi bidang gelincir dilakukan dengan permodelan stabilitas lereng menggunakan metode keseimbangan batas (limit equilibrium method). Hasil permodelan menunjukan bahwa lapisan sliding berada pada material interface lapisan 1 (Lempung Lanauan Pasiran konsistensi kenyal - teguh), lapisan 2 (empung Lanauan, konsistensi teguh), dan lapisan 3 (batubara). Prediksi bidang gelincir dihasilkan dari hasil analisis balik (back analysis). Analisis balik merupakan langkah permodelan untuk menentukan kuat geser dengan mengiterasi nilai

c (kohesi) dan (sudut geser) pada lapisan terjadi gelincir sampai didapat SF ~ 1. Pola bidang gelincir dan faktor keamanan lereng eksisting dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Model geoteknik lereng eksisting

Bidang gelincir pada lokasi ini terdapat 2 bidang gelincir, yaitu bidang gelincir minor dan bidang gelincir mayor. Masing-masing kedalaman bidang gelincir minor sekitar 4m sampai 5m sedangkan bidang gelincir mayor sekitar 4,5 m, sementara itu hasil analisa lereng dengan limit equilibrium didapatkan bidang gelincir pada lapisan 1 (lempung konsistensi kenyal-teguh) dengan faktor keamanan lereng eksisting yaitu 1,032. Faktor keamanan lereng yang didapatkan menunjukan lereng dalam kondisi tidak aman. Kondisi pergerakan tanah pada lereng rentan sering terjadi (kondisi labil) sehingga memungkinkan terjadi longsor.

Tabel 5. Parameter analisis model geoteknik longsoran

Parameter analisis ditentukan berdasarkan hasil investigasi lapangan, pengujian laboatorium, korelasi berdasarkan material sejenis dan back analysis. Umumnya karena terbatasnya sampel UDS yang didapat dari hasil pemboran, sehingga kesulitan mendapatan parameter kuat geser khususnya di lapisan tanah/batuan yang terjadi gelincir, Sehingga langkah back analysis menjadi hal yang sangat penting. Back analysis merupakan langkah

permodelan untuk menentukan kuat geser dengan mengiterasi nilai c (kohesi) dan (sudut geser) pada lapisan terjadi gelincir sampai didapat SF ~ 1. Hal tesebut dilakukan karena pada umumnya lereng lereng yang labil factor keamanannya mendekati nilai 1. Di atas disajikan parameter analisis untuk semua lokasi pada Tabel 6.

Color Name Model

Unit

Weight

(kN/m3)

Cohesion'

(kPa)Phi' ()

Batubara_hard Mohr-Coulomb 17 40 30

LEMPUNG lanauan_firm Mohr-Coulomb 15 2 21

LEMPUNG lanauan_stiff Mohr-Coulomb 16.5 5 24

Page 372: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 361

Tabel 6. Tabel perhitungan simulasi Shear Force

Perhitungan Safety Factor Lereng Dengan memasukkan persamaan Metoda Limit Equilibrium dengan simulasi pada tabel

di atas didapatkan safety factor sebagai berikut:

𝑺𝑭 =∑𝑺𝑹𝒆𝒔𝒊𝒔𝒕𝒂𝒏𝒄𝒆

∑𝑺𝑴𝒐𝒃𝒊𝒍𝒊𝒛𝒊𝒆𝒅...............(2)

𝑺𝑭 =𝟏𝟓𝟎. 𝟓𝟏𝟔 𝒌𝑵

𝟏𝟒𝟓. 𝟖𝟐𝟐 𝒌𝑵

= 1.032

Perhitungan Shear Force Pile Rencana

Simulasi selanjutnya digunakan untuk mencari Shear Force Pile rencana agar didapatkan beban yang digunakan kepada pile yang direncakan dengan mendapatkan nilai safety factor meningkat dan mencapai kestabilan safety factor > 1,0 sebagai berikut:

𝑺𝑭′ =∑𝑺𝑹𝒆𝒔𝒊𝒔𝒕𝒂𝒏𝒄𝒆

∑𝑺𝑴𝒐𝒃𝒊𝒍𝒊𝒛𝒊𝒆𝒅 + 𝑷𝑷

𝑷𝑷 = [𝑺𝑭′ × ∑𝑺𝑴𝒐𝒃𝒊𝒍𝒊𝒛𝒊𝒆𝒅] − ∑𝑺𝑹𝒆𝒔𝒊𝒔𝒕𝒂𝒏𝒄𝒆

𝒋𝒊𝒌𝒂 𝑺𝑭′ = 𝟐. 𝟎 𝑷𝑷 = [𝟐 × 𝟏𝟒𝟓. 𝟖𝟐𝟐 𝒌𝑵] − 𝟏𝟓𝟎. 𝟓𝟏𝟔 𝒌𝑵

= 𝟏𝟒𝟏. 𝟏𝟐𝟖 𝒌𝑵

Analisis Penanganan Longsoran Penanganan longsoran yang memiliki kedalaman bidang gelincir lebih dari 5 meter dan

berada di puncakan punggungan apabila dilihat dari kontur disini cukup riskan. Terutama dengan telah turunnya hampir seluruh badan jalan, apabila ada hujan besar selanjutnya dapat menyebabkan kondisi jalan yang kritis hingga putusnya jalan akibat dari longsor. Penanganan longsoran yang disarankan yaitu pembuatan retaining wall dengan boredpile dan pembangunan drainase.

Pemasangan boredpile dilakukan hingga kedalaman 10 meter, berada di bawah bidang gelincir hingga dua kali kedalaman bidang gelincir. Hal ini dimaksud agar tiang bor terpancang dengan baik ke lapisan batuan yang keras dan bukan menjadi tambahan beban kepada longsoran.

Page 373: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 362

Gambar 11. Model geoteknik lereng setelah penanganan Analisis penanganan longsoran dengan Boredpile diameter 60 cm dengan Retaining

Wall Berikut ini hasil analisis dan desain penanganan. Berikut ini disajikan pada gambar analisis kestabilan lereng setelah memasang perkuatan dengan bored pile dimensi (diameter 60 cm dan panjang 13 m, spasi antar tiang as ke as 120 cm di pasang zig zag). Analisis dilakukan dengan model limit equilibrium dengan memasukan parameter bored pile pada reinforcement loads. Shear force tiang bor direncanakan untuk bisa menahan shear force yang terjadi pada bidang slice yang dibatasi tiang bor dengan menaikkan angka keamanan. Shear force untuk tiang bor digunakan sebesar 141.128kN dan didapatkan kenaikan pada factor keamanan menjadi 1.540 sehingga lereng dalam kondisi stabil /aman.

Pondasi boredpile dirancang setinggi 11,0 meter untuk dapat menembus bidang gelincir dan lapisan batuan lempung. Tiang boredpile berukuran diameter 60 centimeter dengan jarak as ke as 0,9 meter pada arah melintang dan 2,4 meter pada arah memanjang. Tiang pancang diintegrasi oleh kepala pondasi (pile cap) tebal 60 centimeter dan lebar 2,0 meter. Dinding penahan tanah dirancang dengan beton mutu fc’ 30 MPa setinggi 1,5 meter.

Lebar jalan semula 6,6 meter diperlebar menjadi 7,0 meter disertai penambahan bahu jalan selebar 2,0 meter di sisi kanan dan 1,8 meter di sisi kiri. Galian-timbunan dibutuhkan selain untuk menambal longsoran juga untuk menimbun lapisan di bawah bahu jalan kanan dan menggali bagian belakang dinding penahan tanah. Saluran sisi kanan dirancang dengan beton pracetak profil UDS 2. Sementara di sisi kiri dirancang catching basin lebar 1,3 meter dalam 1,5 meter yang terhubung dengan saluran penghantar menuju sungai sejauh 20,0 meter.

Page 374: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 363

Penanganan Longsoran dirancang menggunakan mortar busa sebagai material timbunan ringan. Timbunan dirancang menggunakan mortar busa dengan perkiraan berat isi 0,8 ton/m3 dan kekuatan tekan ultimit minimum 600 kPa. Timbunan dirancang untuk menahan perkerasan pelebaran jalan dan penambahan bahu jalan selain beban lalu lintas. Data keunggulan penggunaan mortar busa ketimbang penggunaan tanah sebagai material timbunan ringan sebagai berikut:

1. Menurunkan berat sendiri timbunan sebesar 57% dalam arah gravitasi dan sebesar 100% dalam arah lateral saat kondisi material telah mengeras sempurna.

2. Menurunkan volume kebutuhan material sebesar 59% dari volume terpasang atau sebesar 70% dari volume tanah gembur dibutuhkan.

PEMBAHASAN

1. Longsoran di KM 34+000 Ruas Jalan Nasional Bontang–Sangatta, Provinsi Kalimatan Timur. Data pengeboran menunjukkan lithology yang menyusun area longsoran ini terdiri dari material Lempung Lanau Pasiran yang lunak pada bagian paling atas setebal 4-5 meter. Material Batubara yang keras berada di bawah lapisan Lempung Lanau Pasiran dengan ketebalan 1-3 meter. Lalu material Batulempung keras dengan ketebalan lebih dari 5 meter hingga akhir pengeboran. Data model sebaran resistivity survei geolistrik yang diambil dari arah Baratlaut-Tenggara yang melintasi ketiga titik pengeboran geoteknik menunjukkan kemenerusan lapisan Lempung Lanau Pasiran. Batubara yang menipis kearah Tenggara, menebal kearah bawah lereng di Timur serta masifnya material Batulempung sebagai material dasar hingga ke bawah lereng. Bentuk kemiringan perlapisan searah dengan kemiringan lereng yang menyebabkan semakin tingginya gaya beban yang diakibatkan oleh gravitasi terjadi pada material Lempung Lanauan Pasiran. Kontak antara lapisan ini dengan lapisan material Batubara tidak meningkatkan gaya Normal yang seharusnya dapat menahan beban di atasnya.

2. Longsoran merupakan jenis longsoran translasi yang disebabkan oleh meresapnya air permukaan kedalam subgrade yang merupakan material Lempung lanauan pasiran. Material ini kemudian menjadi jenuh air dan menjadi lebih berat sehingga kesetimbangan lereng terganggu. Material batubara yang berada di bawahnya merupakan material yang impermeable dan sangat padat. Material ini tidak dapat menyerap air dari atas sehingga menjadi bidang gelincir yang menyebabkan material di atasnya mengalami pergerakan.

3. Analisis bidang gelincir dengan menggunakan Limit Equilibrium Method, mensimulasikan model longsoran yang terjadi dengan gaya-gayanya. Simulasi dilakukan berkali-kali dengan memasukkan karakter material Lempung Lanauan Pasiran dan material Batubara serta Batulempung di bawahnya. Gaya-gaya yang

terjadi pada lereng juga dimasukkan dengan panduan nilai c (kohesi) dan (sudut geser) yang didapatkan dari hasil lab. Model sebelum penanganan menunjukkan nilai SF 1.032 yang masih sangat berisiko terjadinya pergerakan lanjutan. Setelah disimulasikan dengan penanganan menunjukkan nilai SF 1.540 sehingga kestabilan lereng dapat tercapai.

4. Penanganan longsoran dengan mempertimbangkan lereng yang curam dan relatif berbatu digunakan jenis konstruksi Retaining Wall dengan karakteristik struktur ramping yang mengurangi penggunaan lahan yang besar. Penanganan menggunakan Retaining Wall beton dengan boredpile. Jenis piling yang digunakan adalah boredpile selinder dengan pertimbangan tiang pancang beton akan kesulitan menembus batuan lapuk dan lensa. Tipe boredpile relatif bisa menembus material apapun sampai kondisi jepit terbentuk. Panjang boredpile didasarkan pada kedalaman bidang gelincir dan factor keamanan global mencapai minimal 1,40 dengan simulasi mencapai 1,54. Berdasarkan data pengujian laboratorium, material di lokasi proyek terindikasi sangat plastis maka spasi bored pile dibuat 1.2 diameter bored pile dipasang zig zag.

Page 375: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 364

Diameter boredpile dipilih 60 cm untuk menunjang kemudahan pelaksanaan dan biaya lebih minimal dibanding dengan 80 cm. Timbunan pada rekayasa lereng menggunakan mortar busa sebagai material pengisi. Penggunaan mortar memiliki keunggulan pengurangan berat sendiri baik gravitasi ataupun lateral serta pengurangan volume kebutuhan material.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Longsoran di lokasi ini disebabkan oleh terganggunya kestabilan lereng oleh air permukaan yang tidak meresap dengan baik ke bawah permukaan. Hal ini disebabkan karena adanya lapisan batubara dan batu lempung yang sangat padat dan impermeabel.

2. Penanganan longsoran lereng bidang gelincir batubara dapat dilakukan menggunakan retaining wall dengan fondasi Bored Pile diameter 60 cm sedalam 11 meter serta pemanfaatan mortar busa sebagai material timbunan. Model geoteknik longsoran lereng eksisting dengan faktor keamanan 1.032 setelah dilakukan penanganan menjadi stabil dan aman dengan nilai faktor keamanan 1.540.

3. Saran 4. Studi lebih mendalam dengan mengambil sampel batubara untuk menganalisis sifat

fisisnya seperti jangkauan nilai c (kohesi) dan (sudut geser) di laboratorium sangat diperlukan. Mengingat banyaknya variasi jenis batubara dengan kepadatan yang berbeda terutama apabila studi ini dimanfaatkan untuk kasus-kasus longsoran lainnya yang serupa di daerah Kalimantan Timur.

5. Penanganan longsoran dapat dilakukan dengan berbagai cara yang secara teknisnya perlu pertimbangan biaya yang lebih rinci. Pada intinya harus dapat menangani masalah utama yaitu menjaga stabilitas lereng dan jalan nasional yang berada di atasnya. Secara khususnya penanganan harus disesuaikan dengan budgeting yang dimiliki.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada semua pihak terutama BPJN XII Balikpapan, Kementerian PUPR dan konsultanan yang telah memberikan kesempatan untuk bergabung dalam penanganan longsoran di Km 34+000 dan seluruh pihak yang telah membantu hingga selesainya makalah ini.

KETERANGAN Makalah ini merupakan pengembangan Laporan Kegiatan Penanganan Kelongsoran Bontang-Sangatta Km 34+000 Kalimantan Timur yang telah dilakukan oleh penulis.

DAFTAR PUSTAKA Atamini, Hamdan cs. 2018. Evaluasi Stabilitas dan Penurunan antara Timbunan Ringan

Mortar Busa Dibandingkan dengan Timbunan Pilihan pada Oprit Jembatan. Jurusan Teknik Sipil. Institut Teknologi Nasional. Bandung.

Dayanti, Murni Gusti cs. 2013. Analisis Stabilitas Lereng dengan Menggunakan Metode Limit Equilibrium Menggunakan Geostudio 2007 Studi Kasus Lereng Penyangga Rel Kereta KM 45+400 Cilebut. Undergraduated Program. Fakultas Teknik. Universitas Indonesia.

http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2016-04/S53067-Murni%20Gusti%20Dayanti Departemen Pekerjaan Umum. 2005. Rekayasa Penanganan Keruntuhan Lereng pada

Tanah Residual dan Batuan. Bandung: Departemen Pekerjaan Umum. (Pd T-09-2005-B) Hang Lin. 2014. Slope Stability Analysis Using Limit Equilibrium Method in Nonlinear

Criterion. Changjiang River Scientific Research Institute. Wuhan. Hubei. China. https://www.researchgate.net/publication/264986019_Slope_Stability_Analysis_Using

_Limit_Equilibrium_Method_in_Nonlinear_Criterion Herry Vaza. 2017. Teknologi Material Ringan Mortar-Busa untuk Jalan Diatas Tanah Lunak.

Page 376: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 365

Bandung: Pusat Litbang Jalan dan Jembatan. Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Hidayat, D, cs. 2016. Analisis Material Ringan dengan Mortar Busa pada Konstruksi Timbunan Jalan. Pascasarjana Teknik Sipil. Universitas Sebelas Maret.

https://media.neliti.com/media/publications/173096-ID-analisis-material-ringan-dengan-mortar-b.pdf

Balai Pelaksanaan Jalan Nasional XII, 2018, Laporan Akhir Perencanaan Teknis Penanganan Longsoran Provinsi Kalimantan Timur, Balai Pelaksanaan Jalan Nasional XII, Kementerian PUPR.

Prata, Ashadhien Noer. 2015. Analisis Stabilitas Lereng dengan Metode Rock Mass Rating (RMR) dan Limit Equilibrium Method (LEM) pada Penambangan Terbuka (Open Pit Mining) Batubara di Kecamatan Damai Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur. Pascasarjana Teknik Geologi. Universitas Gadjah Mada.

http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=83621&obyek_id=4

Yulikasari, Andriyan. 2017. Analisis Faktor Keamanan Lereng Tanah Menggunakan Metode Resistivity 2D dan Limit Equilibrium Method di Daerah Olak Alem, Selorejo, Blitar. Undergraduate Thesis. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. http://repository.its.ac.id/45485/

Page 377: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 366

PENERAPAN TEKNOLOGI HYDROSEEDING YANG DIKOMBINASIKAN DENGAN MATRAS ORGANIK DI LERENG JALAN BEBAS HAMBATAN

MANADO – BITUNG

APPLICATION OF HYDROSEEDING TECHNOLOGY COMBINED WITH ORGANIC MATRAS IN THE SLOPE OF MANADO – BITUNG FREEWAY

Asep Sunandar1, Indra Andika Prananda2 1, 2, Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Kementerian PUPR,

Jalan A.H. Nasution no. 264 Bandung 40294, E-mail : [email protected], [email protected]

Abstrak Permasalahan erosi di lereng Jalan Bebas Hambatan Manado – Bitung dikarenakan oleh kemiringan lereng lebih dari 45 derajat dengan kondisi tanah rawan erosi. Apabila dibiarkan akan menyebabkan longsoran. Salah satu upaya penanganan yang dapat dilakukan adalah dengan teknologi hydroseeding. Kelebihan Teknologi hydroseeding adalah murah, ramah lingkungan dan cepat dalam pelaksanaannya. Namun demikian, teknologi ini masih memiliki kekurangan bilamana diterapkan pada lereng di atas 45 derajat. Berdasarkan permasalahan tersebut, teknologi ini perlu dikombinasikan dengan matras atau selimut pengendali erosi yang berbahan organik. Tujuan kajian ini adalah untuk mengevaluasi kinerja penerapan teknologi hydroseeding yang dikombinasikan dengan matras organik di lereng jalan bebas hambatan Manado - Bitung. Metode penelitian ini adalah uji coba lapangan pada petak percobaan dengan ukuran 10m x 22m sebanyak 18 perlakuan. Variabel bebas yang digunakan yaitu biji Colopogonium mucunoides (Cm), (Centrosoma pubescent (Cp), Pueraria javanica (Pj) dan matras organik (cocomesh dan coirblanket). Variabel terikat adalah pertumbuhan dan penurunan besarnya erosi permukaan tanah (%). Hasil penelitian memperlihatkan pemanfaatan matras cocomesh dan coirblanket tidak mempengaruhi pertumbuhan vegetasi. Waktu kecambah vegetasi berbeda-beda tergantung dari jenis dan morfologi vegetasinya. Pada bulan ke-1, persentase penutupan vegetasi Cm mencapai 70 – 85%, Cp mencapai 75 – 80% dan Pj mencapai 50 – 60 %. Kualitas pertumbuhan ini akan semakin meningkat pada bulan ke-2 di mana maksimal penutupannya mencapai 90%. Erosi permukaan tanah dapat direduksi hingga mendekati 100% dengan adanya penerapan campuran hydroseeding dengan jenis vegetasi Cp, Cm dan Pj yang diamati pada curah hujan ringan sampai dengan berat. Selain itu, kemampuan teknologi hydroseeding dalam menurunkan besarnya tanah tererosi menjadi meningkat dengan adanya matras. Kata Kunci: hydroseeding, vegetasi, matras organik, cocomesh, coirblanket. Abstract Erosion problems on the slopes of the Manado - Bitung Freeway are due to the slope of more than 45 degrees with erosion-prone soil conditions. If left unchecked will cause an avalanche. One of the handling efforts that can be done is with hydroseeding technology. The advantage of hydroseeding technology is that it is inexpensive, environmentally friendly and fast in its implementation. However, this technology still has drawbacks when applied to slopes above 45 degrees. Based on these problems, this technology needs to be combined with mattresses or erosion control blankets that are made from organic. The purpose of this study evaluates the performance of the hydroseeding technology combined with the organic mat on the slopes of the Manado - Bitung freeway. This research method is a field trial on a trial plot with a size of 10m x 22m totalling 18 treatments. The independent variables used were seeds of

Page 378: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 367

Colopogonium mucunoides (Cm), (Centrosoma pubescent (Cp), Pueraria javanica (Pj) and organic mattresses (cocomesh and coirblanket). Dependent variables were growth and a decrease in the amount of soil erosion (%). The results showed the use of cocomesh and coirblanket mattresses did not affect vegetation growth. Vegetation sprout time varies depending on the type and morphology of the vegetation. In the first month, the percentage of Cm vegetation cover reaches 70-85%, Cp reaches 75-80%, and Pj reaches 50-60%. The quality of this growth will increase in the second month, where the maximum cover reaches 90%. Soil erosion can be reduced to close to 100% with the application of a hydroseeding mixture with Cp, Cm and Pj vegetation types observed in light to heavy rainfall. Besides, the ability of hydroseeding technology to reduce the amount of eroded soil increases with the presence of a mattress. Keywords: hydroseeding, vegetasi, organic mattress, cocomesh, coirblanket. PENDAHULUAN

Masalah ketidakstabilan lereng jalan merupakan masalah yang sering dijumpai di Indonesia. Biasanya pada waktu musim hujan sering terjadi peristiwa pengikisan tanah yang berlebihan atau yang sering disebut dengan erosi yang mengakibatkan tanah disekitar lereng menjadi rusak dan erosi yang terjadi terus menerus dapat mengakibatkan bencana longsor (Sagitha, Jaya and Hartanto 2016). Kestabilan lereng merupakan syarat mutlak yang harus diperhatikan bagi pengelola jalan. Erosi dan longsoran dangkal sering terjadi lereng jalan yang mengharuskan memotong perbukitan, terutama pada lereng tanah berpasir (Regosol atau Psamment), Andosol (Andisols), tanah dangkal berbatu (Litosol atau Entisols), dan tanah dangkal berkapur (Renzina atau Mollisols). Kemiringan dan panjang lereng merupakan dua variabel topografi yang paling berpengaruh dalam analisis erosi dan aliran permukaan Semakin curam lereng maka akan semakin mudah tererosi (Wischmeier and Smith 1978). Berdasarkan pengamatan di lapangan, kondisi lereng pada jalan akses Manado – Bitung STA 0+900 s.d 0+ (-)300 tidak ditumbuhi oleh vegetasi, hanya pada bagian bawah lereng ditumbuhi ilalang. Hilangnya tanah lapisan atas yang subur menyebabkan lereng jalan tidak ditumbuhi oleh vegetasi, sehingga berpotensi terjadinya erosi. Menurut (Wischmeier and Smith 1978), fungsi vegetasi penutup tanah terhadap erosi yaitu: (1) melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan dengan menurunkan kecepatan terminal dan memperkecil diameter air hujan; (2) menurunkan kecepatan dan volume air larian; (3) menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya melalui sitem perakaran dan seresah yang dihasilkan; (4) mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air. Selain itu terlihat adanya erosi alur akibat limpasan air hujan pada permukaan lereng. Erosi alur merupakan akibat pengikisan tanah oleh aliran air yang membentuk parit atau saluran kecil. Aliran air telah membentuk bagian tersebut menjadi konsentrasi aliran air hujan di permukaan lereng (Arsyad 2006). Aliran air menyebabkan pengikisan tanah pada lereng, lama-kelamaan membentuk alur-alur dangkal pada permukaan tanah yang arahnya dari atas memanjang ke bawah. Bahkan dibeberapa bagian lereng sudah membentuk erosi parit, bila dibiarkan tanpa penanganan hal tersebut dapat memicu terjadinya longsor yang berakibat gangguan lalu lintas dan keselamatan pengguna jalan. Pada kemiringan 45° sampai dengan 60° selimut pengendali erosi berupa jutenet dan coirblanket dapat mengurangi erosi permukaan sampai dengan 90% dikarenakan berkurangnya kecepatan aliran limpasan air hujan serta permukaan tanah menjadi terlindungi dari gerusan air (Kalibová, Jaˇcka and Petr˚u 2016). Oleh karena itu, perlu dilakukan penanganan baik secara mekanis, vegetatif atau kombinasi keduanya. Salah satu upaya penanganan yang dapat dilakukan adalah dengan teknologi hydroseeding. Tujuan kajian ini adalah untuk mengevaluasi kinerja penerapan teknologi hydroseeding yang dikombinasikan dengan matras organik di lereng jalan bebas hambatan Manado - Bitung.

Page 379: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 368

KAJIAN PUSTAKA HYDROSEEDING Hydroseeding adalah teknik atau metode penanaman dengan menggunakan campuran utama antara air dan biji. Hydroseeding merupakan proses campuran benih, air, pupuk, mulsa dan perekat dicampur dan diaduk dalam tangki, kemudian disemprotkan pada permukaan tanah atau lereng dengan Hydroseeder (Wagenbrenner, MacDonald dan Rough 2006). Ketika disemprotkan, mulsa bersama dengan pupuk dan benih rumput akan bertindak sebagai lapisan dasar penyerap, menjaga kelembaban yang mempercepat perkecambahan benih rumput dan pada saat yang sama membentuk penutup untuk mencegah erosi tanah pada lereng (Sharma and Bhardwaj 2017). Hydroseeder dilengkapi selang yang panjangnya 25-50 meter untuk memudahkan penyemprotan pada lereng jalan yang curam dan sulit dijangkau dengan teknik penanaman manual. Selain perlindungan lereng dari erosi, tanaman hasil hydroseeding juga tumbuh dengan bersamaan sehingga menambah nilai estetis pada lereng jalan. MATERIAL HYDROSEEDING Biji Jenis biji vegetasi yang banyak digunakan dalam teknologi hydroseeding pada lereng jalan yaitu jenis rumput seperti bahia, rodhes, signal. Sementara itu, untuk jenis dan legum cover crops (LCC), misalnya Centrosema pubescens (Cp), Colopogonium mucunoides (Cm) dan Pueraria javanica (Pj). Tanaman LCC bisa memperbaiki sifat kimia tanah seperti pH, Al dan N serta dapat melindungi tanah dari erosi (Oktabriana dan Syofiani 2017). Mulsa Mulsa yang sering digunakan dalam campuran hydroseeding yaitu, mulsa jerami, sekam padi, limbah kertas, dan limbah serutan kayu. Pemberian serutan kayu dengan PAM dalam campuran hydroseeding dapat meningkatkan kestabilan tanah, porositas, C-organik dan menurunkan bobot isi tanah (Sunandar dan Mulyani 2017). Diameter mulsa serutan kayu yang disarankan adalah < 0,5 cm disesuaikan dengan nozzle hydroseeder agar tidak tersumbat pada saat proses penyemprotan berlangsung. Perekat Perekat atau pembenah tanah (soil conditioner) dapat digunakan untuk mempercepat pemulihan kualitas tanah. Penggunaan pembenah tanah utamanya ditujukan untuk memperbaiki kualitas fisik, kimia, dan/atau biologi tanah, sehingga produktivitas tanah menjadi optimum. Pembenah tanah ada yang bersifat alami maupun buatan (sintetis). Berdasarkan senyawa atau unsur pembentuk utamanya, pembenah tanah bisa dibedakan sebagai pembenah tanah organik, hayati, dan mineral. Penggunaan pembenah tanah yang bersumber dari bahan organik sebaiknya menjadi prioritas utama, selain terbukti efektif dalam memperbaiki kualitas tanah dan produktivitas lahan, juga bersifat terbarukan, insitu, dan relatif murah, serta bisa mendukung konservasi karbon dalam tanah. Kelemahannya adalah dibutuhkan dalam dosis relatif tinggi. Beberapa pembenah mineral juga efektif dalam meningkatkan kualitas tanah, namun tetap harus disertai dengan penggunaan pembenah tanah organik. Penggunaan pembenah tanah sintetik perlu diuji terlebih dahulu dari segi dampak negatifnya terhadap lingkungan, selain pertimbangan harga yang umumnya relatif mahal, meski dosis yang digunakan relatif rendah. Bahan pembenah organik yang banyak digunakan adalah kapur pertanian, fosfat alam, zeolit, emulsi aspal, lateks atau skim lateks. Bahan pembenah tanah sintetis yang sudah banyak di pasaran adalah, polyacrylamyde (PAM), vinyl acetate malic acid copolymer (VAMA), natrium polyacrylonitrile (HPAN) dan hydrostock. Sementara itu, pembenah tanah hayati adalah bio soil neutralizer (Dariah, et al. 2015). Pupuk Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral, dan/atau mikroba yang bermanfaat

Page 380: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 369

untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Hartatik, Husnain dan Widowati 2015). Air Kualitas air digunakan untuk campuran material hydroseeding penyiraman selama masa penanaman dan menjaga masa pertumbuhan rumput mengacu persyaratan menurut Peraturan Pemerintah nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, yaitu klasifikasi mutu air kelas 2, kelas 3 dan kelas 4 untuk tanaman pertanian. Kompos Kompos merupakan bahan organik, seperti daun-daunan, jerami, alang-alang, rumput-rumputan, dedak padi, batang jagung, sulur, carang-carang serta kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah. Kompos mengandung hara-hara mineral yang esensial bagi tanaman. Kompos memperbaiki struktur tanah yang semula padat menjadi gembur sehingga mempermudah pengolahan tanah (Setyorini, Diah; Saraswati,Rasti; Anwar, Ea Kosman 2006). Kompos merupakan sumber hara makro dan mikromineral secara lengkap meskipun dalam jumlah yang relatif kecil (N, P, K, Ca, Mg, Zn, Cu, B, Zn, Mo, dan Si). MATRAS ORGANIK Matras organik atau Selimut Pengendali Erosi organik terbuat dari 100 persen serat alami sabut kelapa dimana bagian yang dapat terurai atas dan bawahnya dijahit bersama sehingga membentuk jaring dengan ukuran 25 m x 2 m. Matras organik berfungsi untuk menahan pembibitan dan untuk mencegah kehilangan tanah sampai vegetasi dapat berdiri sendiri. Selain itu, dapat mengurangi kecepatan penguapan air, sehingga kelembaban dan suhu dapat dijaga dengan baik. Keuntungan lainnya adalah mempercepat pertumbuhan vegatasi sebelum matras tersebut terurai dan rusak sampai menjadi bagian dari tanah. Matras organik dihamparkan pada permukaan lereng yang telah disiapkan dan diangkur pada tanah dengan menggunakan angkur atau staples untuk menahan matras agar pada tempatnya (Kalibová, Jaˇcka and Petr˚u 2016). Setelah itu bisa dilakukan penanaman vegetasi jenis rumput atau legum cover crop dengan teknik hydroseeding. HIPOTESIS Dari uraian latar belakang dan permasalahan yang terjadi di atas dapat diduga bahwa: 1) Kombinasi PAM dan Lateks serta pemanfaatan matras organik dapat mempengaruhi

pertumbuhan vegetasi. 2) Kombinasi teknologi hydroseeding dan matras organik dapat meningkatkan kemampuan

dalam menurunkan erosi. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan penelitian terapan berupa uji coba lapangan dengan pembuatan prototipe teknologi hydroseeding dikombinasikan dengan matras organik di lereng Jalan Bebas Hambatan Manado – Bitung STA 0+900 s.d O+(-300), seluas 4.000 m2 dengan kemiringan 55 derajat. Desain Luasan Kegiatan penerapan teknologi hydroseeding di lereng jalan bebas hambatan Manado – Bitung STA 0+900 s.d 0+-300 dilakukan melalui pendekatan petak uji coba dengan ukuran 22 m x 10 m untuk setiap perlakuan. Dasar penentuan luasan petak percobaan tersebut mengacu pada USLE di mana panjang kemiringan lereng minimal adalah 72,6 feet atau 22 meter, sedangkan untuk lebar petak percobaan tidak ditentukan secara spesifik (Wischmeier and Smith 1978). Namun demikian, berdasarkan kajian (Kunu 2012) petak percobaan yang digunakan untuk kajian erosi permukaan lereng di Gunung Nona Ambon menggunakan panjang 22 meter dan lebar 2 meter. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh (Pramono, et al. 2015) untuk mengetahui pengaruh tanaman setahun, ukuran petak yang digunakan adalah 22 meter x 2

Page 381: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 370

meter, dan untuk evaluasi tahunan petak yang digunakan adalah 22 meter x 4 meter . Untuk pembuatan prototipe hydroseeding, penggunaan lebar petak 4 meter dipandang kurang efektif. Hal ini disebabkan karena daya dan sebaran material hydroseeding yang disemprotkan melalui nozzle akan melebihi 4 meter. Oleh karena itu untuk kemudahan penyemprotan dan efektivitas material agar tidak terbuang disarankan lebar petak uji coba minimal 10 meter. Desain Perlakuan dan Ulangan (repetisi) Dalam kegiatan ini ada 2 variabel penelitian yang digunakan yaitu penggunaan biji vegetasi dan matras. Biji vegetasi yang digunakan terdiri dari 3 jenis LCC yaitu: (i) Pueraria javanica (Pj), (ii) Centrosoma pubescent (Cp) dan (iii) Colopogonium mucunoides (Cm). LCC merupakan jenis tanaman yang dapat tumbuh dan menutup permukaan lereng sehingga dapat berfungsi sebagai penanganan erosi permukaan. Matras yang digunakan terdiri dari 2 jenis yaitu: (i) cocomesh dan (ii) coirblanket. Matras tersebut berbahan dasar serabut kelapa yang dijalin membentuk anyaman seragam yang bersifat ramah lingkungan. Masing-masing variabel dikombinasikan sehingga memperoleh 6 kombinasi. Berdasarkan uji statistik (Gaspersz 1995), untuk memperolah data yang akurat dan valid yang mewakili erosi permukaan yang terjadi di lereng tersebut setiap kombinasi perlakuan minimal di ulang sebanyak 3 (tiga) kali, sehingga jumlah total petak yang harus disiapkan adalah 6 x 3 = 18 petak dengan ukuran masing-masing petak 22 meter x 10 meter. Berdasarkan pertimbangan (2a) dan (2b) di atas, maka luasan uji coba yang dibutuhkan seluas 18 petak x 220 m2 = 3.960 m2 ≈ 4.000 meter2 (Gambar 1).

Gambar 1. Sketsa Petak Uji Coba Kombinasi Biji Vegetasi

dengan Matras Cocomesh dan Coirblanket HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Lahan

Pekerjaan persiapan lahan untuk penerapan teknologi hydroseeding merupakan tahap awal

dari keseluruhan kegiatan penerapan. Pekerjaan utama dalam persiapan ini adalah

pematokan areal penerapan, pembersihan lereng dari tanaman liar dan pembersihan saluran

dari sedimentasi. Sekitar 10% lereng yang ada ditumbuhi oleh tanaman liar, sedangkan

sedimentasi menutupi 70% saluran yang ada. Kendala yang dihadapi pada tahap persiapan

adalah kontur lereng yang terjal dan cuaca yang ekstrim. Dengan adanya pembersihan ini

diharapkan lereng menjadi lebih aman dari limpasan air hujan dan mempermudah pekerjaan

pada tahap selanjutnya. Selanjutnya untuk menjaga keberadaan lereng sebaiknya

pembersihan saluran harus dilaksanakan secara rutin, untuk menjaga agar lereng aman dari

erosi dan limpasan air hujan (Gambar 2).

Page 382: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 371

Gambar 2. Persiapan Lahan, Pematokan dan Pembersihan Saluran

Pemasangan Matras Pekerjaan penanganan erosi diterapkan pada lereng yang rawan mengalami erosi permukaan atau memiliki sudut kemiringan di atas 45 derajat. Pekerjaan penanganan erosi hanya dilaksanakan pada permukaan lereng yang telah dinyatakan stabil sebelum atau setelah penghamparan selimut atau matras. Penerapan teknologi terbatas teknologi hydroseeding di lereng jalan Bebas Hambatan Manado-Bitung KM 00+600 mengkombinasikan antara matras cocomesh atau coirblanket dengan vegetasi untuk mencegah terjadinya erosi permukaan. Kalibova dkk (2016) menyatakan bahwa, vegetasi dapat mengurangi erosi pada lereng yang curam. Kombinasi matras pengendali erosi sangat efektif dalam mengurangi erosi permukaan pada lereng sampai dengan 99.4%, sebelum vegetasi menutupi permukaan lereng. Matras cocomesh dan coirblanket merupakan material yang ramah lingkungan karena mudah terurai. Kualitas matras cocomesh dan coirblanket merupakan hal penting dalam kegiatan penerapan ini. Fungsi kombinasi hydroseeding dengan matras selain mengurangi erosi permukaan lereng dapat juga mengurangi kecepatan penguapan air, sehingga kelembaban dan suhu dapat dijaga untuk mempercepat perkecambahan dan pertumbuhan vegetasi sebelum matras tersebut terurai dan menyatu dengan tanah. Untuk pemantauan efektivitas pemasangan matras cocomesh dan coirblanket dalam upaya mengurangi erosi pada permukaan lereng perlu dilakukan pengamatan setelah memasuki musim hujan. Kendala selama proses pemasangan adalah pengangkutan material menuju lereng atas, kondisi lereng yang curam, struktur tanah yang keras, kondisi iklim yang ekstrem dapat menghambat proses pemasangan (Gambar 3).

Gambar 3 Pemasangan Matras Cocomesh dan Coirblanket

Page 383: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 372

Pencampuran dan Penyemprotan Material Hydroseeding Teknik hydroseeding yaitu proses penanaman dengan menggunakan campuran biji/benih tanaman, mulsa, pupuk, bahan pemantap tanah dan air. Teknik hydroseeding sangat cocok di terapkan pada areal yang luas dan kondisi tanah dengan lereng yang terjal, hal ini jika dilakukan dengan penanaman secara tradisional akan sangat menyulitkan bahkan dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Penerapan ini melalui banyak tahapan, yang salah satunya adalah penyemprotan campuran material hydroseeding pada permukaan lereng yang akan ditangani masalah erosi permukaannya. Proses penyemprotan campuran material hydroseeding membutuhkan tahapan perkerjaan yaitu berawal dari persiapan (material, alat dan SDM), pencampuran material hydroseeding dan proses penyemprotan itu sendiri. Tahapan tersebut mengacu pada pedoman penerapan teknologi hydroseeding untuk pengendalian erosi permukaan lereng jalan yang telah disusun oleh Pihak Puslitbang Jalan dan Jembatan (Gambar 4).

Gambar 4. Pencampuran dan Penyemprotan Material Hydroseeding

Secara umum, pekerjaan pencampuran dan penyemprotan material hydroseeding merupakan bagian dari proses penanaman vegetasi yang sangat cepat dan tepat dalam upaya pengendalian erosi permukaan. Pencampuran material hydroseeding adalah salah satu tahap penting dalam teknologi hydroseeding. Material yang dicampurkan harus sesuai dengan kualitas, kuantitas dan urutannya. Material hydroseeding yang sudah tercampur dengan homogen dapat disemprotkan pada luasan 250 – 300 m2 dengan waktu penyemprotan selama 10 – 15 menit dan tenaga kerja yang relatif sedikit yaitu 5 orang. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lakukan minimal 3 lapis penyemprotan dan proses penyemprotan material hydroseeding sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan. Pemeliharaan dan Menjaga Masa Pertumbuhan Pekerjaan pemeliharaan dan menjaga masa pertumbuhan merupakan tahap akhir dari serangkaian kegiatan penerapan teknologi hydroseeding. Selain itu juga merupakan salah satu faktor penentu dalam pertumbuhan tanaman, dimana semakin baik cara pemeliharaan tanamannya maka semakin tinggi pula pertumbuhan tanaman dan begitu juga sebaliknya. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah suhu, ketersediaan air, energi matahari, mutu atmosfer, struktur dan komposisi udara tanah, reaksi tanah dan organisme tanah. Pada umumnya kegiatan menjaga masa pertumbuhan dan pemeliharaan meliputi penyiraman, pemupukan, pengendalian Hama penyakit dan penyulaman. Namun demikian, kegiatan pemeliharaan ini tidak semua dilakukan, khususnya untuk kegiatan pemeliharaan dan menjaga masa pertumbuhan dalam penerapan teknologi hydroseeding yang utama adalah penyiraman, penyulaman dan pemupukan. Keberhasilan pertumbuhan vegetasi yang ditanam melalui teknologi hydroseeding di lereng jalan Bebas Hambatan Manado-Bitung sangat bergantung tidak hanya pada proses penanam itu sendiri akan tetapi dipengaruhi juga dengan pemeliharaan. Tiga unsur utama dalam

Page 384: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 373

pemeliharaan yang tidak boleh dilewatkan adalah penyiraman, penyulaman dan pemupukan (Gambar 5). Beberapa kendala umum yang sering dihadapi selama proses pemeliharaan adalah sumber air yang jauh dari lokasi penerapan sehingga diperlukan waktu yang cukup lama, kontur lereng yang cukup terjal dan panjang mempersulit jangkauan penyiraman dan biji yang dimakan oleh burung. Selain itu semua upaya pemeliharaan akan terhambat keberhasilannya jika dilakukan pada kondisi cuaca yang ekstrim, misalnya musim kemarau.

Gambar 5. Pemeliharaan dan Menjaga Masa Pertumbuhan Vegetasi Monitoring dan Evaluasi Penerapan Teknologi Hydroseeding Pertumbuhan Vegetasi Vegetasi merupakan lapisan pelindung atau penyangga antara atmosfer dan tanah. Bagian vegetasi yang ada di atas permukaan tanah, seperti daun dan batang menyerap energi perusak hujan, sehingga mengurangi erosi (Arsyad 2006). Bagian vegetasi yang ada di dalam tanah yang terdiri atas sistem perakaran, meningkatkan kekuatan mekanik tanah (Morgan and Rickson 2011). Pertumbuhan vegetasi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar (lingkungan). Penerapan teknologi hydroseeding dalam pertumbuhan vegetasi dapat dimasukkan dalam faktor lingkungan yaitu adanya peranan manusia dalam memperbaiki kondisi tanah (melalui pemberian mulsa, bahan pemantap tanah, pupuk dan air) sehingga mempengaruhi pertumbuhan vegetasi. Vegetasi yang ditanaman melalui teknologi hydroseeding memiliki kelebihan dari segi kualitas pertumbuhan, khususnya persentase penutupan lereng oleh vegetasi dapat mencapai minimal 50 – 60 % untuk LCC Pj, 70 – 85% untuk LCC Cm dan 75 – 80% untuk Cp pada bulan ke-1 disertai dengan kondisi vegetasi yang baik (warna daun hijau dan tumbuh menjalar). Kualitas pertumbuhan ini akan semakin meningkat pada bulan ke-2 di mana maksimal penutupannya mencapai 90%. Kualitas ini tentunya didukung oleh waktu kecambah dan pertumbuhan tinggi vegetasi yang masih sesuai dengan sifat morfologis masing-masing vegetasinya. Selain itiu, pemanfaatan biji milet sebagai vegetasi perintis sangat bermanfaat dalam menjaga kelembaban dan temperatur tanah, sehingga pertumbuhan LCC menjadi lebih baik (Gambar 6). Untuk memaksimalkan pertumbuhan vegetasi LCC Cm, Cp dan Pj, penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan.

Page 385: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 374

Gambar 6. Monitoring Pertumbuhan Vegetasi pada Lereng

Monitoring Intensitas Curah Hujan Pengamatan curah hujan dalam penelitian ini dilakukan secara visual dan data sekunder dari BMKG Manado 5 tahun terakhir. Secara visual, selama penerapan ini dilaksanakan (September – November) tahun 2018 curah hujan yang terjadi relatif tidak merata (hujan setempat) dengan periode yang relatif singkat. Curah hujan mulai meningkat memasuki akhir Oktober dengan intensitas hujannya ringan – berat. Pengamatan visual curah hujan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Klasifikasi Curah Hujan Bulan September – November Tahun 2018 di Lereng Ruas Jalan Bebas Hambatan Manado – Bitung

NO Bulan Pengamatan Sesaat Katagori (BMKG)

Visual Durasi (menit) mm/jam

1 September Kering - -

2 Oktober Ringan Sedang Lebat

30 30 – 60

-

Ringan (1 – 5) Sedang (5 – 10) Lebat (10 – 20)

3 November Ringan Sedang Lebat

30 – 60 60 - 120 60 - 120

Ringan (1 – 5) Sedang (5 – 10) Lebat (10 – 20)

(Sumber: Pusjatan 2018) Berdasarkan data sekunder curah hujan 5 tahun terakhir menunjukkan bahwa pada bulan September rentang curah hujan kumulatif berkisar antara 89 mm – 390 mm (rendah – tinggi), bulan Oktober 1 mm – 249 mm (rendah – menengah) dan Bulan November 248 – 400 mm (menengah – tinggi). Dari data tersebut terlihat bahwa adanya pergeseran musim hujan yang pada 5 tahun terakhir musim hujan masih terjadi pada bulan September, sedangkan pada tahun 2018 pada bulan tersebut masih masuk dalam musim kemarau. Memasuki bulan Oktober 2018, curah hujan hujan mulai terjadi akan tetapi masih relatif rendah (Gambar 7).

Page 386: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 375

Pengaruh Vegetasi, Intensitas Curah Hujan terhadap Kejadian Erosi Permukaan secara Visual Hubungan antara intensitas curah hujan dan penutupan (kanopi) vegetasi jenis LCC dengan erosi dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Data tersebut memperlihatkan bahwa erosi permukaan dapat direduksi hingga mendekati 100% dengan adanya penerapan campuran hydroseeding dengan jenis vegetasi LCC (Cm, Cp dan Pj) yang diamati pada curah hujan ringan sampai dengan berat. Selain dari pada itu, kemampuan mereduksi teknologi hydroseeding tersebut meningkat dengan adanya pemasangan matras dan penggunaan lateks pada setiap perlakuan. Namun demikian, di beberapa area terlihat adanya jejak erosi yang berasal dari permukaan lereng yang tidak ditangani oleh teknologi hydroseeding yang kemudian melimpah ke permukaan lereng yang ditangani (lihat Gambar). Permukaan lereng tersebut berada pada lereng level 4, 5 dan 6 (lihat Gambar 8).

Page 387: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 376

Tabel 2 Hubungan Intensitas Hujan, Penutupan Vegetasi LCC dan Erosi Permukaan secara Visual pada Bulan Oktober 2018

No Perlakuan

Pengamatan Erosi Permukaan

Secara visual Persen

Penutupan Bulan ke 1

Curah Hujan

1 Cocomesh + Calopogonium Mucunoides (Cm)

70-75 ringan - sedang

Tidak terjadi (0%)

2 Coirblanket + Calopogonium Mucunoides (Cm)

70-75 ringan - sedang

Tidak terjadi (0%)

3 Cocomesh + Centrosoma pubescent (Cp)

75-80 ringan - sedang

Tidak terjadi (0%)

4 Coirblanket + Centrosoma pubescent (Cp)

75-80 ringan - sedang

Tidak terjadi (0%)

5 Coirblanket + Pueraria javanica (Pj)

50-60 ringan - sedang

Tidak terjadi (0%)

6 Cocomesh + Pueraria javanica (Pj)

50-60 ringan - sedang

Tidak terjadi (0%)

(Sumber: Pusjatan, 2018)

Tabel 3 Hubungan Intensitas Hujan, Penutupan Vegetasi LCC dan Erosi Permukaan secara

Visual pada Bulan November 2018

No. Jenis matras

Pengamatan

Erosi Permukaan Secara visual

Persen Penutupan Bulan ke 2

Curah Hujan

1 Cocomesh + Calopogonium Mucunoides (Cm)

80-85 ringan – sedang sedang - lebat

Tidak terjadi (0%) Sedikit terjadi erosi yang berasal dari limpasan lereng bagian atas

2 Coirblanket + Calopogonium mucunoides (Cm)

80-85 ringan – sedang sedang - lebat

Tidak terjadi (0%) Sedikit terjadi erosi yang berasal dari limpasan lereng bagian atas

3 Cocomesh + Centrosoma pubescent (Cp)

85-90 ringan – sedang sedang - lebat

Tidak terjadi (0%) Sedikit terjadi erosi yang berasal dari limpasan lereng bagian atas

4 Coirblanket + Centrosoma pubescent (Cp)

85-90 ringan – sedang sedang - berat

Tidak terjadi (0%) Sedikit terjadi erosi yang berasal dari limpasan lereng bagian atas

5 Coirblanket + Pueraria javanica (Pj)

75-80 ringan – sedang sedang - lebat

Tidak terjadi (0%) Sedikit terjadi erosi yang berasal dari limpasan lereng bagian atas

6 Cocomesh + Pueraria javanica (Pj)

75-80 ringan – sedang sedang - lebat

Tidak terjadi Sedikit terjadi erosi yang berasal dari limpasan lereng bagian atas

(Sumber: Pusjatan, 2018)

Page 388: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 377

Gambar 8 Limpasan Erosi Permukaan dari Lereng yang Tidak Ditangani

KESIMPULAN Pertumbuhan vegetasi (waktu kecambah dan penutupan) tidak dipengaruhi oleh kombinasi PAM dan Lateks serta pemanfaatan matras cocomesh dan coirblanket. Waktu kecambah vegetasi berbeda-beda tergantung dari jenis dan morfologi vegetasinya. Pada bulan ke-1, persentase penutupan vegetasi, untuk Colopogonium mucunoides (Cm) mencapai 70 – 85% dan untuk Centrosoma pubescen (Cp) mencapai 75 – 80% dan Pueraria javanica (Pj) mencapai 50 – 60 %. Kualitas pertumbuhan ini akan semakin meningkat pada bulan ke-2 di mana maksimal penutupannya mencapai 90%. Erosi permukaan tanah dapat direduksi hingga mendekati 100% dengan adanya penerapan campuran hydroseeding dengan jenis vegetasi Cp, Cm dan Pj yang diamati pada curah hujan ringan sampai dengan berat. Selain dari pada itu, kemampuan mereduksi teknologi hydroseeding tersebut meningkat dengan adanya pemasangan matras dan penggunaan lateks pada setiap perlakuan. SARAN Teknologi hydroseeding ini diharapkan dapat diterapkan pada lereng jalan yang memiliki karakteristik tanah dan cuaca yang mirip di Indonesia. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada manajemen, para peneliti, perekayasa dan teknisi yang telah membantu terlaksananya penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Sitanala. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Penerbit IPB Press. Dariah, Ai, S Sutono, L.Neneng Nurida, Wiwik Hartatik, Pratiwi, dan Etty. 2015. “Pembenah

Tanah untuk Meningkatkan Produktivitas Lahan Pertanian .” Sumberdaya Lahan 67-84.

Gaspersz, V. 1995. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Bandung: PT Tarsito. Hartatik, Wiwik, Husnain, dan Ladiyani R. Widowati. 2015. “Peranan Pupuk Organik dalam

Peningkatan Produktivitas Tanah dan Tanaman.” Sumberdaya Lahan 107-120. Kalibová, Jana, Lukáš Jaˇcka, dan Jan Petr˚u. 2016. “The effectiveness of jute and coir

blankets for erosion control in different field and laboratory conditions.” Solid Earth 469–479.

Kunu, Pieter J. 2012. “Efektivitas Indeks Erosivitas Hujan Dalam Memprediksi Erosi Tanah di Pulau Ambon.” Ekologi dan Sains 14-20.

Morgan, Roy P.C., dan R.J Rickson. 2011. Slope Stabilization and Erosion Control: A Bioengineering Approach: A Bioengineering Approach. London: Taylor & Francis.

Oktabriana, Giska, dan Riza Syofiani. 2017. “Pemanfaatan Legum Cover Crop Untuk Memperbaiki Sifat Kimia Tanah Pada Lahan Bekas Tambang Emas di Kabupaten Sijunjung.” Agrosains dan Teknologi 135-140.

Page 389: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 378

Pramono, Agus A, Iskandar Z Siregar, Endah R Palupi, and Cecep Kusmana. 2015. "Hubungan Antara Status Nutrisi Dengan Produksi Buah Dan Benih Surian ( (A. Juss.) M. Roem.) di Hutan Rakyat." Penelitian Hutan Tanaman 189-200.

Sagitha, R. Andre, Ferry Sentio Jaya, dan Daniel Hartanto. 2016. “Peranan Bioengineering Dalam Pemecahan Masalah Kestabilan Lereng.” Doctoral dissertation, Fak. Teknik Sipil Unika Soegijapranata.

Setyorini, Diah; Saraswati,Rasti; Anwar, Ea Kosman. 2006. “Kompos.” Oleh Balitbang Tanah, 11-40. Bogor: Balitbang Tanah.

Sharma, Rupali, dan Sandeep Bhardwaj. 2017. “Effect of mulching on soil and water conservation -A review.” Agricultural Reviews 311-315.

Sukartaatmadja. 2004. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press. Sunandar, Asep, dan Sri Yeni Mulyani. 2017. “Stabilisasi Tanah Dengan Memanfaatkan

Serutan Kayu dan Polyacrylamide untuk Lereng Jalan yang Mudah Tererosi.” Jalan-Jembatan 91-103.

Wagenbrenner, J. W, H MacDonald, dan D Rough. 2006. “Effectiveness of three post-fire rehabilitation treatments in the Colorado Front Range.” Wiley InterScience DOI: 10.1002/hyp.6146.

Wischmeier, W.H, dan D. D Smith. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses -A. Washington DC: USDA Handbook No. 537.

Page 390: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 379

MITIGASI BAHAYA GERUSAN ALIRAN SUNGAI TERHADAP STRUKTUR

JEMBATAN

1N. Retno Setiati, 2Joko Purnomo, 3Ireng Guntorojati 1,2 Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Jl. A.H. Nasution No. 264 Bandung 40294

3 PT. Wiratman Chodai Indonesia e-mail :[email protected]

Abstrak Terjadinya gerusan dasar sungai pada pilar jembatan menyebabkan penurunan pilar dan berdampak pada keruntuhan jembatan. Di Indonesia, penyebab keruntuhan jembatan eksisting sebagian besar disebabkan oleh gerusan dan banjir. Gerusan merupakan suatu proses alamiah yang terjadi di sungai sebagai akibat pengaruh morfologi sungai atau adanya bangunan air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi bahaya gerusan pada jembatan Cipunagara. Metode penelitian yang dilakukan terlebih dahulu dengan melakukan investigasi awal kondisi jembatan dan lokasi sekitar jembatan, pengumpulan data sekunder (topografi, batimetri, geoteknik tanah, dan hidrolika sungai). Analisis data hasil investigasi dan pengukuran dilakukan dengan menggunakan program Hec-ras yang diverifikasi dengan beberapa teori empiris. Berdasarkan hasil analisis gerusan yang terjadi maka dapat ditentukan metode penanganan yang perlu dillakukan untuk mengantisipasi terjadinya keruntuhan jembatan secara tiba-tiba. Kedalaman gerusan ditentukan untuk periode sampai dengan 100 tahun umur jembatan. Probabiliti terlampaui untuk terjadinya banjir selama 75 tahun dalam periode ulang 100 tahun adalah 52,9%. Dari analisis menggunakan Hec-ras diperoleh kedalaman gerusan yang terjadi pada jembatan Cipunagara selama periode ulang 100 tahun adalah 7,06 meter diukur dari atas dasar sungai dan 2,95 meter diukur di bawah dasar sungai. Bila diverifikasi dengan menggunakan teori C.R. Neill diperoleh potensi kedalaman gerusan sebesar 13,06 meter di atas dasar sungai dan 4,01 di bawah dasar sungai. Terjadi deviasi kedalaman gerusan antara hasil analisis program dengan teori empiris sebesar 26,43% untuk kondisi di bawah dasar sungai. Namun bagaimanapun, untuk mengetahui tingkat akurasi hasil analisis, perlu dilakukan pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan alat. Kata kunci: gerusan, Hec-ras, periode ulang, jembatan, pilar

Abstract Scouring that occurs at the bottom of a river around a bridge pier can cause a decrease in the pier and have an impact on the collapse of the bridge. In Indonesia, the causes of the collapse of existing bridges are generally caused by scours and floods. Scouring is a natural process that occurs in rivers as a result of the influence of river morphology or the presence of water structures. This study aims to determine the potential scour danger on the Cipunagara bridge. The research method was carried out first by conducting an initial investigation of the condition of the bridge and the location around the bridge, secondary data collection (topography, bathymetry, soil geotechnics, and hydraulics). Data analysis of the results of investigations and measurements was carried out using the Hec-ras program which was verified with several empirical theories. Based on the results of scouring analysis that occurs, it can be determined handling methods that need to be done to anticipate the sudden collapse of the bridge. The depth of the scour is determined for periods up to 100 years of bridge life. The probability of being exceeded for 75 years of flooding in a 100 year return period is 52.9%. Base on the analysis using Hec-ras obtained the scour depth that occurred on the Cipunagara bridge during the 100 year return period was 7.06 meters measured from the riverbed and 2.95 meters measured below the riverbed. When verified using the C.R. Neill theory obtained a potential scour depth of 13.06 meters above the riverbed and 4.01 below the riverbed. There

Page 391: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 380

was a deviation of scour depth between the results of program analysis with an empirical theory of 26.43% for conditions under the river bed. However, to find out the level of accuracy of the analysis results, it is necessary to carry out direct measurements in the field using tools. Keywords: scouring, Hec-ras, return period, bridge, pier Pendahuluan Jembatan di Indonesia yang dibangun pada dekade tahun 1980-an di lokasi sungai sebagian besar berpotensi tergerus pada bangunan pilar atau kepala jembatan. Proses gerusan terjadi dalam kurun waktu tertentu. Gerusan lokal yang terjadi di sekitar bangunan bawah dapat menyebabkan turunnya pilar sehingga jembatan menjadi runtuh. Kasus terjadinya penurunan pilar jembatan akibat gerusan ditunjukkan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Penurunan pilar pada jembatan (Sumber: Setiati. R, 2019)

Untuk mengantisipasi terjadinya keruntuhan jembatan akibat gerusan, perlu dilakukan usaha-usaha pemeriksaan jembatan dan sungai secara berkesinambungan. Morfologi sungai dapat berubah dalam beberapa periode tertentu. Perubahan morfologi tersebut berdampak pada kestabilan jembatan. Berdasarkan hasil pemeriksaan jembatan dapat ditentukan jenis penanganan yang dilakukan agar jembatan dalam keadaan stabil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi gerusan yang terjadi pada jembatan. Penentuan kedalaman gerusan dilakukan dengan melakukan analisis menggunakan program Hec-ras yang diverifikasi dengan beberapa metode empiris. Setelah kedalaman gerusan diketahui, maka dapat ditentukan jenis penanganan yang sesuai untuk diaplikasikan agar tidak terjadi keruntuhan jembatan. Kajian Pustaka Gerusan merupakan proses alamiah yang dapat mengakibatkan kerusakan pada struktur bangunan di daerah aliran air. Penambahan gerusan akan terjadi dimana ada perubahan setempat dari geometri sungai seperti karakteristik tanah dasar setempat dan adanya halangan pada aliran sungai berupa bangunan sungai. Adanya halangan pada alur sungai akan menyebabkan perubahan pola aliran. Perubahan pola aliran tersebut menyebabkan gerusan lokal di sekitar bangunan tersebut. Bangunan bagian bawah jembatan (pangkal dan pilar jembatan) sebagai suatu struktur bangunan tidak lepas pula dari pengaruh gerusan lokal tersebut (Ikhsan dan Hidayat, 2006). Proses terjadinya gerusan secara skematis ditunjukkan dalam Gambar 2.

Page 392: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 381

Page 393: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 382

Page 394: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 383

Page 395: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 384

Page 396: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 385

Page 397: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 386

Page 398: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 387

Page 399: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 388

Page 400: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 389

Page 401: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 390

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 8 dan Tabel 9, probabiliti terlampaui untuk terjadinya

banjir selama 75 tahun dalam periode ulang 100 tahun adalah 52,9%. Dari analisis

menggunakan Hec-ras diperoleh kedalaman gerusan yang terjadi pada jembatan Cipunagara

selama periode ulang 100 tahun adalah 7,06 meter diukur dari atas dasar sungai dan 2,95

meter diukur di bawah dasar sungai. Bila diverifikasi dengan menggunakan teori C.R. Neill

diperoleh potensi kedalaman gerusan sebesar 13,06 meter di atas dasar sungai dan 4,01 di

bawah dasar sungai. Terjadi deviasi kedalaman gerusan antara hasil analisis program dengan

teori empiris sebesar 26,43% untuk kondisi di bawah dasar sungai. Nilai ini perlu dibandingkan

dengan hasil pengukuran langsung di lapangan. Beberapa bentuk penanganan yang perlu

dilakukan diantaranya adalah dengan membuat rip rap, bronjong, atau pasangan batu seperti

ditunjukkan dalam Lampiran 1.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Jembatan Cipunagara terletak di lokasi sungai yang berpotensi dapat terjadinya gerusan pada

jembatan. Untuk mencegah terjadinya keruntuhan akibat proses gerusan perlu dilakukan

usaha-usaha pemeriksaan dan evaluasi penanganan gerusan untuk beberapa periode ulang

tertentu. Analisis kedalaman gerusan dengan program Hec-ras memberikan nilai kedalaman

gerusan sebesar 13,06 meter untuk debit periode ulang 100 tahun. Namun untuk memberikan

hasil akurat perlu dilakukan pengukuran langsung di lapangan.

Saran

Perlu dilakukan studi lanjutan batas gerusan maksimum pada suatu pilar jembatan sesuai

dengan kapasitas struktur jembatan, pengumpulan data kontur atau topografi sungai yang

lebih lengkap untuk pemodelan profil sungai yang lebih akurat, dan melakukan studi terkait

rekayasa struktur atau hidrolika aliran sungai sehingga dampak gerusan terhadap kestabilan

struktur dapat diminimalisasi.

Daftar Pustaka

Breusers, H.N.C, Raudkivi, A.J, 1991, Hydraulic structures design manual, “Scouring”, Rotterdam, International Association for Hydraulic Research.

E.Hunt,Beatrice, 2009, NCHRP Synthesis 396, “Monitoring Scour Critical Bridges”,Washington DC.

Fukui, Jiro, et.all, 2002, “Development of the new Inspection Method on Scour Condition around Existing Bridge Foundations”, Japan.

Guntorojati. I, 2019, “Studi kasus mitigasi risiko gerusan dan aplikasi penanganannya pada

jembatan di Indonesia”, Focus Group Discussion Mitigasi Bencana, 2019

Ikhsan dan Hidayat (2006).”Pengaruh bentuk pilar jembatan terhadap potensi gerusan lokal”,

Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, Vol. 9, No. 2, 2006: 124 – 132.

Ikhsan dan Solichin (2008).” Analisis susunan tirai optimal sebagai proteksi pada pilar

jembatan dari gerusan local , Vol. 9, No. 2, 2006: 124 – 132.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2014 , “Manual Analisa Gerusan Lokal pada Jembatan dan Tipikal Penanganannya”, Jakarta, Direktorat Jenderal Bina Marga,

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2015, “Pedoman Perencanaan

Bangunan Pengaman Jembatan pada Sungai Berjalin (Braided River)”, Jakarta, Direktorat

Jenderal Bina Marga,

Page 402: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 391

Melville, Bruce. 2006. “the Physics of Local Scour,” no. 1: 28–40. doi:10.1353/pla.2011.0007.

Manual No:004/M/BM/2013, Analisa Gerusan Lokal Pada Jembatan dan Tipikal

Penanganannya,

Nenny dan H.A. Imran.” Pengaruh Kecepatan Aliran Terhadap Gerusan Lokal Disekitar Pilar

Heksagonal (Uji Model Laboratorium)”, Jurnal Hidro Vol. 7 No. 14, halaman 606-612, 2014

Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional (P2JN) Provinsi Jawa Barat, “Laporan

Identifikasi Awal dan Survei Pendahuluan Jembatan Cipunagara A, 2019

Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional (P2JN) Provinsi Jawa Barat, “Perencanaan

Teknis Jembatan Cipunagara A, 2015

Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional (P2JN) Provinsi Jawa Barat, “Pemeriksaan

Visual Jembatan Cipunagara A, 2018

Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWS Citarum), Laporan Hidrologi Peningkatan

Kapasitas Sungai Cipunagara, 2016

Setiati. R, dkk (2019), “Analisis Penanganan Dampak Bahaya Gerusan Aliran Sungai Pada Struktur Pilar Jembatan”, Jurnal Jalan-Jembatan, Volume 36 No. 1 Januari-Juni 2019: 41-53.

Page 403: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 392

Page 404: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 393

Page 405: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 394

Page 406: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 395

T 4 : PELAKSANAAN & TEKNOLOGI KONSTRUKSI

Page 407: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 396

PENANGANAN PELEBARAN PERKERASAN JALAN YANG TEPAT DAN KOKOH PADA RUAS-RUAS JALAN DENGAN LAHAN TERBATAS

THE APPROPRIDE CONSTRUCTION OF ROAD PAVEMENT WIDENING

AND FIRM FOR ROAD SEGMENTS ON LIMITED LAND

1) Joko Purwanto. 2) Sutoyo 1) & 2) : Jafung Teknik Jalan & Jembatan Madya DPU Bina Marga Prov. Jatim

1)[email protected], 2)[email protected]

Abstrak Masih sering ditemukan di lapangan bahwa terjadi kerusakan memanjang pada lokasi 0,5 – 1,5 meter dari bagian tepi perkerasan, ternyata kerusakan tersebut sebagian besar merupakan hasil dari pekerjaan pelebaran perkerasan jalan sebelumnya. Penetapan lebar perencanaan minimal 1,2 meter dan penggunaan material CTSB atau dengan beton mutu rendahpun masih belum mampu memecahkan permasalahan kerusakan pada lokasi-lokasi tersebut. Apabila lahan tersedia cukup memadai dengan lebar galian minimal 2,3 meter maka pemadatan dengan vibro roller kapasitas 12 (duabelas) ton ke atas dapat dilaksanakan sehingga terjadi pemadatan maksimal, mulai dari peyiapan tanah dasar hingga lapis pondasi atas. Namun apabila lahan tersedia kurang dari 2,3 meter maka harus dipilih jenis material tertentu dan metoda pemadatan yang tepat agar diperoleh susunan lapis konstruksi yang kokoh dan mampu memikul beban lalu-lintas berat dan superberat tanpa melendut. Oleh karena itu dalam makalah ini akan diuraikan dengan detail metoda pelaksanaan dan cara memilih jenis material yang paling tepat sehingga mampu menghasilkan susunan lapis konstruksi pelebaran yang kokoh meskipun dengan lahan yang terbatas. Kata kunci : pelebaran lahan terbatas, kinerja maksimal. Abstract It is still frequently found in the field that road deterioration at the locations 0.5 - 1.5 meters from the edge of the pavement, apparently the damage is largely the result of previous road widening pavement work. Determination of the minimum width of 1.2 meters and the use of CTSB material or even low quality concrete still has not been able to solve the problem of damage at these locations. If sufficient land is available with a minimum excavation width of 2.3 meters, compaction with a vibro roller with a capacity of 12 (twelve) tons and above can be carried out so that maximum compaction occurs, starting from the preparation of the subgrade to the upper foundation layer. However, if there is less than 2.3 meters of land available, certain types of material and the correct compaction method must be chosen in order to obtain a sturdy construction layer that is capable of bearing heavy and super heavy traffic loads without sagging. Therefore in this paper we will describe in detail the method of implementation and how to choose the most appropriate type of material so as to produce a sturdy widening construction layer even with limited land. Keywords: limited land widening, maximum performance

Page 408: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 397

PENDAHULUAN Latar belakang

Kerusakan yang terjadi pada bagian tepi perkerasan selebar 0,5- 1,5 meter merupakan kesalahan klasik yang sampai saat ini masih tetap terulang terus. Teori energi pemadatan lapis demi lapi adalah benar namun belum sepenuhnya mengakomodasi kebutuhan konstruksi perkerasan jalan. Analoginya adalah bahwa apabila alat pemadat lapisan perkerasan kecil-kecil namun kondisi riel di lapangan yang lewat sangat besar bahkan 10 kali lipat beratnya, maka wajar saja kalau tetap terjadi penurunan meskipun diuji secara teknis memenuhi persyaratan tingkat kepadatan dipermukaan, namun secara keseluruhan tetap tidak mampu menopang beban berat yang melintas sekaligus. Sebagai contoh alat pemadat hanya jenis bomaq yang beratnya 4 ton, sementara tronton dengan berat 40 ton lewat di atasnya setelah rata permukaan. Maka tidak salah kalau ditemukan kerusakan memanjang bagian pelebaran yang lebarnya antara 0,5 – 1,5 meter. Gambar 1 foto kerusakan akibat pelaksanaan pelebaran kurang maksimal.

Penanganan galian bagian tepi perkerasan yang sering diabaikan, khususnya batu tepi yang tidak dibuang saat melaksanakan galian pelebaran, sehingga batu tersebut masih merupakan bagian perkerasan. Titik ini merupakan perlemahan awal perkerasan karena lokasi tepat dibawah batu tepi adalah tanah asli dan sedikit pasir urug sebagai material pembantu berdirinya batu tepi tersebut. Lebar lokasi perlemahan adalah 10-15 cm, celakanya tepat pada lokasi tersebut merupakan lokasi bagian jejak roda kendaraan berat, sehingga lokasi perlemahan ini mengawali terjadinya kerusakan arah memanjang yang terus berkembang seiring repetisi beban kendaraan berat dan superberat, sehingga keruskan akan semakin parah.

Material penutup, mulai dari lapis penopang (urugan pilih) dan lapis pondasi tanpa bahan pengikat semen, seharusnya adalah bahan non plastis dengan kadar air yang tepat sehingga pencapaian tingkat maksimal muda tercapai. Yang sering terjadi di lapangan adalah pemilihan material lapis penopang bukan material non plastis dengan penambahan kadar air di lapangan tidak merata, sehingga akan menghasilkan lapis penopang dengan tingkat kepadatan yang berbeda-beda antar lokasi, hal ini dapat mempengaruhi kepadatan pada lapisan pondasi dan terus sampai pada lapis permukaan. Sehingga hasil akhir adalah bentuk lapis permukaan bergelombang, kondisi ini memicu kerusakan lebih parah karena adanya gelombang dapat menyebabkan tambahan beban kejut yang dapat memperparah kondisi kerusakan permukaan.

Kepadatan maksimum di lapangan akan dicapai dengan kondisi kadar air yang tepat (optimum). Kondisi kadar air optimum harus dicampur dengan porsi yang tepat berdasarkan berat campuran dan diaduk secara merata pada pusat lokasi pencampuran baik secara mekanis maupun semi mekanis. Sama sekali tidak diijinkan melaksanakan pencampuran di lapangan dengan menebarkan langsung pada permukaan hamparan material dalam kondisi lepas tanpa hitungan yang tepat. Penebaran atau penyemprotan air secara langsung oleh pekerja pada permukaan hamparan lepas yang tidak dihitung sesuai kebutuhan, akan menghasilkan kepadatan yang berbeda-beda pada permukaan di lapangan sehingga permukaan perkerasan gelombang. Apalagi alat pemadat langsung digerakkan sebelum air sampai pada bagian bawah material, maka kerataan pemadatan tidak akan tercapai pada seluruh bagian, sehingga pemampatan terjadi tidak merata selama repetisi beban kendaraan berat berlangsung sehingga menghasilkan gelombang pada arah melintang mapun arah memanjang.

Penyiapan badan jalan pada pelaksanaan pekerjaan pelebaran seharusnya tidak sekedar meyiapkan formasi elevasi kedalaman galian dan kerataan permukaan saja, namun lebih diutamakan melihat kondisi dan jenis tanah aslinya sehingga perlu perbaikan atau tanpa perbaikan dapat diketahui dengan jelas. Menurut MDP 2017 bahwa perencanaan konstruksi perkerasan bagian lapis pondasi sampai lapis permukaan adalah standar, sedangkan yang perlu diselesaikan perencanaannya adalah permasalahan tanah dasar yaitu jenis tanah dan daya dukungnya (CBR). Mengetahui kondisi daya dukung tanah dasar adalah dengan uji DCP,

Page 409: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 398

sedangkan melihat jenis tanah dasar dilakukan pengambilan contoh tanah untuk uji saringan dan pengelompokan jenis tanah menurut ASTM. Atau perlu uji proofrolling bila memungkinkan untuk melihat homogenitas daya dukung tanah dasar pada seluruh permukaan galian.

Gambar 1. Jenis kerusakan akibat pelaksanaan pelebaran yang kurang maksimal

Pelaksanaan pemadatan harus memperhitungkan tebal lapisan dan kapasitas alat pemadat, pada umumnya untuk pelebaran dengan lebar minimum 1,2 meter menggunakan alat pemadat roda baja depan belakang dengan berat 4 ton, sedangkan untuk lebar lebih dari 2,3 meter digunakan alat pemadat lebih dari 12 ton. Yang sering menjadi permasalahan di lapangan adalah tidak melaksanakan pemadatan secara bertahap, baik dengan pemadat kecil maupun dengan alat pemadat yang besar sehingga sangat dimungkinkan terjadi penurunan akibat pemampatan lapisan karena awalnya kurang padat, terutama pada lapis penopang. Peran lapis penopang adalah selain sebagai perbaikan tanah dasar juga sebagai landasan yang cukup kuat bagi lapis pondasi bawah. Apabila lapis penopang tidak dalam kondisi padat maksimal maka pemadatan lapisan selanjutnya akan sulit mencapai tingkat kepadatan maksimal.

Tebal dan elevasi lapis penopang dan lapis pondasi bawah harus datar agar tercapai kepadatan yang maksimal. Pembentukan kemiringan melintang sebaiknya dimulai pada permukaan lapis pondasi atas karena kesulitan pelaksanaan alat pemadat untuk beroperasi pada ruang galian. Kebanyakan gambar kerja dimulai sejak penyiapan badan jalan sudah membentuk kemiringan melintang sebagaimana kemiringan lapis permukaan. Cara ini benar namun di lapangan sulit dilaksanakan karena harus menambah ruang lebih lebar dari rencana untuk memberikan ruang yang cukup bagi alat pemadat.

Maksud dan Tujuan Maksud Mengingat bahwa kerusakan memanjang bagian tepi perkerasan disinyalir adalah akibat penanganan pelebaran mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan dan pengendaliannya, dengan segala problematikanya, maka penulis bermaksud merancang metoda pelebaran perkerasan dengan memilih bahan dan alat pemadat yang tepat degan sistem pemadatan tertentu sehingga diperoleh struktur yang kokoh dan awet Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah mempermudah pelaksanaan dan pengendalian mutu pekerjaan pelebaran melalui penerapan sistem perancangan sebagaimana dimaksud di atas, agar mampu mewujudkan konstruksi pelebaran perkerasan jalan yang kokoh dan awet dengan memperhitungkan lahan dan sumber daya yang tersedia di lapangan secara efektif dan efesien.

Page 410: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 399

LITERATUR REVIEW Lapis penopang atau disebut sebagai urugan pilih (selected material) adalah lapisan

yang keberadaannya sangat penting, bahkan dalam MDP 2017 disebutkan dengan rinci, bahwa semua jenis tanah dasar dengan nilai CBR kurang dari 6 sampai dengan < 2%, maka harus ada lapis penopang dengan tebal tertentu mengacu pada Tabel 1, yang memuat tentang sistem perbaikan tanah dasar dengan lapis penopang untuk berbagai jenis tanah dasar dan daya dukung (CBR), termasuk di dalamnya terdapat tanah kembang susut tinggi. Fungsi lapis penopang sangat penting sehingga diatur ketebalan berdasarkan nilai CBR dan beban lalu-lintas yang akan dilayani. Namun demikian masih belum diatur alat tentang berat alat pemadat yang tepat dan gradasi dari material lapis penopang agar diperoleh kekuatan yang seragam pada semua permukaan lapis penopang.

Tabel 1. Sistem perbaikan tanah dasar dengan lapis penopang ketebalan tertentu

Untuk memampatkan/ memadatkan material dalam kondisi curah atau lepas harus

dibatasi dengan bahan yang kuat/ keras pada semua sisi agar tercapai pemampatan maksimal, sebagaimana mekanisme uji kepadatan di laboratorium, yaitu dengan mold untuk membatasi gerakan horizontal dan landasan besi untuk gerakan arah vertikal, sehingga tercapai kepadatan maksimal. Dengan beranalog pada kondisi ini, berarti kepadatan di lapangan yang hanya dibatasi oleh material itu sendiri berarti kepadatan yang terjadi tidak sepenuhnya maksimal karena dimungkinkan masih terus akan terjadi pergerakan material arah horizontal dan vertikal pada saat terjadi penambahan energi pemadatan sebagai akibat dari tambahan berat pemadat atau repetisi berlebih dari alat pemadat karena semua arah hanya dibatasi oleh material itu sendiri, dan tanah dasar yang berkekuatan lebih rendah dari material yang dipadatkan.

Alat pemadat dengan berat tertentu hanya mampu memampatkan material dengan tebal tertentu saja, sebagai contoh alat pemadat berat 4 ton hanya mampu memadatkan material berbutir hanya tebal 10 cm dalam jumlah lintasan 8 kali di atas permukaan tanah dasar, maka apabila material butir tersebut terhampar dengan tebal 20 cm akan menghasilkan tingkat kepadatan sangat jauh berbeda antara kedua ketebalan tersebut pada bagian permukaannya untuk jumlah lintasan yang sama. Dan apabila jumlah lintasan pemadatan ditambah sampai terjadi tingkat kepadatan yang sama di permukaan, maka bagian dasar

Page 411: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 400

material dengan hamparan tebal 20 cm tetap tidak akan tercapai kepadatan yang sama dengan hamparan tebal 10 cm. Hal ini terjadi karena material berbutir tersebut dihampar pada lapisan yang masih mampat saat dibebani alat pemedat. Berat alat pemadat sangat berpengaruh terhadap derajat kepadatan secara keseluruhan tebal material yang dipadatkan dan kondisi existingnya, terutama tanah dasarnya.

Sebaliknya apabila digunakan alat pemadat yang besar pada pekerjaan pelebaran dengan lebar sempit, kurang dari 2,3 meter dimana alat pemadat tidak dapat masuk ke dalam ruang galian, maka harus disediakan 3 jenis alat pemadat yang dapat memadatkan seluruh permukaan secara bertahap sesuai dengan fungsinya masing-masing, serta persiapan lahan untuk penghamparan lapis permukaan campuran beraspal. Adapun fungsi ketiga jenis pemadat adalah sebagai berikut:

1. Pemadat ringan yang pasti bisa masuk ke dalam ruang galian agar dapat memadatkan permukaan galian sebagai penyiapan tanah dasar dalam kondisi datar, dan memadatkan lapis demi lapi susunan konstruksi sesuai tebal rancangan masing-masing lapisan.

2. Pemadat stamper kuda (plate jumping tamper), alat pemadat ini sangat diperlukan untuk memadatkan bagian galian yang sama sekali tidak tersentuh oleh drum pemadat, sebagaimana gambar 2.

3. Pemadat dengan kapasitas lebih dari 25 ton, diperlukan untuk memadatkan lapis pondasi atas dengan elevasi permukaan 20 cm di atas permukaan existing. Maksud dilebihkan dan menggunakan alat pemadat super berat, di atas 25 ton adalah supaya material timbunan galian mulai dari lapis penopang, lapis pondasi bawah dan lapis pondasi atas dapat masuk sampai kedalaman yang dibutuhkan di lapangan. Gambar 3. Mekanisme pemadatan Lapis pondasi atas dengan elevasi lebih tinggi dari existing agar energi pemadatan dapat sampai kepada lapis tanah dasar yang lunak.

4. Apabila permukaan lapis pondasi atas sudah selevel dengan existing maka harus ditambah material lapis pondasi atas lagi dan dipadatkan kembali, hal ini dilakukan secara berulang sampai benar-benar sudah tidak mengalami penurunan bahkan elevasi permukaan di atas elevasi existing. Kelebihan elevasi dipotong dan dibentuk kemiringan sesuai elevasi rencana permukaan.

5. Sebelum dihampar dengan lapis permukaan campuran beraspal lakukan proofrolling dengan menggunakan butir batu pecah ukuran 20-30 yang di taruh pada permukaan jarak 1 meter arah melintang maupun memanjang. Jalankan vibro kapasitas 25 ton tersebut tanpa digetar. Pada lokasi dimana terdapat butir batu pecah ambles maka lakukan perbaikan atau penggantian material dan dipadatkan ulang.

Gambar 2. Bagian hamparan yang tidak tersentuh oleh alat pemadat sama sekali

40-50 cm

Pemadat berat 4-8 ton

Bagian yang tidak tersentuh drum pemadat

Page 412: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 401

Dipilihnya alat pemadat yang lebih berat dari 25 ton adalah dalam rangka menyesuaikan kondisi di lapangan bahwa total beban kendaraan berat yang melintas pada jalan arteri dan sebagian kolektor primer adalah kebanyakan melebihi beban standar, sebagai contoh kendaraan truk tronton yang memuat campuran beraspal rata-rata total beban kendaraan dan muatannya adalah sekitar 42 ton, sehingga masing-masing beban gandar sumbu ganda adalah 18 ton, yang seharusnya hanya 10 ton saja per masing-masing sumbu. Dengan memilih alat pemadat yang berat minimalnya 25 ton akan mampu memadatkan total timbunan termasuk pemampatan tanah dasarnya sehingga meskipun ada repetisi beban kendaraan berat, tidak akan berpengaruh besar terhadap konstruksi pelebaran, karena sudah mengalami pemampatan total akibat alat pemadat yang lebih dari 25 ton tersebut. Gambar 3. Mekanisme terjadinya pemampatan lapis pondasi dan lapis sebagian penopang

masuk ke dalam Subgrade (tanah lunak) PERMASALAHAN DAN PENYELESAIANNYA

Urugan pilih atau lapis penopang sangat sering diabaikan di lapangan terutama masalah ukuran butir maksimumnya, memang batasannya hanya nilai CBR minimal 10 % sedangkan gradasi butiran tidak diatur sehingga material yang ada di lapangan adalah material yang banyak mengandung boulder dengan ukuran diameter lebih dari 15 cm, batu padas dan terkadang ada material batu kapur yang berbutir lunak namun saat dipadatkan ada yang pecah karena abrasinya di atas 40%, namun semua material apabila diuji memang semuanya memiliki nilai CBR masih di atas 10%. Hal ini yang seharusnya menjadi perhatian khusus dalam penerimaan sebagai material yang harus disepakati di awal dan ditungkan dalam berita acara PCM agar terdapat keseragaman penggunaan material. Tetapi pada material yang memiliki ukuran boulder lebih dari 10 cm harus dan wajib dibuang karena sangat mengganggu kepadatan, terutama pada pelaksanaan pelebaran dengan lebar kurang 2,3 meter yang menggunakan alat pemadat hanya 8 ton ke bawah.

Pada tanah jenis kapur atau batu putih yang mengalami pecah saat dipadatkan, ini cukup bahaya karena jenis tanah ini umumnya memiliki perbedaan nilai CBR cukup signifikan antara direndam dengan tanpa perendaman, meskipun nilai CBR sama-sama masih di atas 10%. Karena peluang lapis penopang terendam air pada musim hujan sangat besar, sehingga adanya perbedaan daya dukung dapat menyebabkan konstruksi perkerasan mengalami perlemahan setempat-setempat dan jalan menjadi bergelombang arah memanjang maupun melintang. Oleh karenanya khusus batu kapur dan batu padas harus dilakukan perbaikan terlebih dahulu sebelum dihampar yang berupa bahan tambah atau dicampur dengan material lain yang dapat memperkecil perbedaan nilai CBR sebelum dan sesudah direndam agar

20 cm

30 cm

30 cm

30 cm

Drum pemadat > 25 ton

sebelum didigetarkan Drum pemadat > 25 ton Setelah digetarkan

40 cm

30 cm

15 cm

15 cm Lebar Galian < 2,3 meter

Lebar Galian < 2,3 meter

Page 413: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 402

pemampatan di lapangan terjadi lebih seragam sehingga perlemahan setempat-setempat dapat dihindari atau diperkecil.

Pemisahan batu boulder diameter lebih dari 10 cm pada umumnya sulit dapat dilakukan oleh penyedia karena akan mengurangi keuntungan mereka dan juga kegiatan akan menjadi lambat. Namun apabila pengawas tidak melakukan tegoran kepada penyedia maka pemadatan tidak akan sempurna dan pemampatan lanjutan akan terjadi setempat-setempat yang berujung pada terjadinya gelombang arah memanjang maupun arah melintang. Khusus pada pelebaran dengan lebar kurang dari 2,3 meter, batu boulder bukan maksimal ukuran butir 10 cm namun hanya 5 cm, mengingat alat pemadat yang digunakan hanya maksimal 8 ton saja yang hanya mampu memadatkan tebal lapisan hanya 10 cm. Sesuai ketentuan pemadatan bahwa tebal minimal lapis pemadatan adalah 2 kali ukuran butir maksimum.

Juga permasalahan pencampuran material padas atau batu kapur yang sama-sama sulit dilakukan di lapangan karena menyangkut keuntungan penyedia, apalagi kalau nilai penawaran cukup rendah. Oleh karena itu dalam perancangan campuran lapis penopang yang berasal dari batu kapur dan padas harus tertuang dalam dokumen perancangan khusus sehingga dalam pelaksanaan tidak mengalami kesulitan untuk meminta penyedia untuk melaksanakan. Meskipun hanya sebagai lapis penopang, material urugan harus memiliki daya dukung yang relatif seragam baik pada saat kering maupun terendam air, karena elevasi muka air tanah rata-rata masih di atas elevasi lapis penopang. Hal ini terjadi akibat elevasi dasar saluran samping rata-rata hanya 60 meter dari permukaan perkerasan jalan, sedangkan susunan struktur lapis konstruksi perkerasan pada umumnya 12 cm lapis permukaan, 30 cm lapis pondasi atas, dan 30 cm lapis pondasi bawah. Dengan demikian permukaan lapis penopang berada pada kedalaman 72 cm di bawah lapis permukaan perkerasan aspal.

Hal lain yang sering di lupakan di lapangan adalah kadar air pada saat pemadatan material timbunan, ketentuan pemadatan menyatakan bahwa kepadatan akan mencapai maksuimum apabila kadar air pada material timbunan tepat volumenya atau disebut sebagai kadar air optimum. Namun kennyataan di lapangan hampir tidak pernah terlaksana secara benar. Cek kadar air saat datang dari pemasok tidak dilakukan, kemudian material ditimbun pada lokasi tepi perkerasan dan dibiarkan kadar menguap atau bertambah oleh kondisi lapangan, bertambah kadar airnya apabila terjadi hujan dan kadar air berkurang pada saat terkena panas sinar matahari. Dan celakanya pada kondisi yang tidak tahu persis kandungan kadar airnya, material langsung dihampar dan kemudian ditambah air secara perasaan pada permukaan hamparan lepas dan langsung dipadatkan. Maka yang terjadi sudah pasti seluruh bagian tidak akan memiliki tingkat kepadatan yang sama atau seragam. Sehingga sangat berpeluang adanya kondisi yang padat sempurna dan kurang padat, yang berakibat pada tingkat daya dukung yang berbeda pula, dan kondisi ini berujung pada terjadinya gelombang secara melintang maupun memanjang.

Pemadat dengan berat 4-8 ton hanya mampu memadatkan lapisan dengan ketebalan 10-15 cm saja, namun hanya untuk lapisan yang dipadatkan dalam rentang tersebut. Dan susunan lapis-lapis tersebut akan tetap kokoh dan kaku apabila beban yang melintas hanya sebatas berat alat pemadat. Tetapi apabila yang lewat melebihi berat pemadat maka struktur lapisan akan terganggu karena akan terjadi lendutan besar dan bagian bawah lapisan akan mengalami peregangan yang melebihi ijinnya, inilah awal terjadinya proses saling masuknya antar butir pada masing-masing lapisan. Material pada permukaan lapis pondasi bawah akan masuk ke dalam dasar lapis pondasi atas, atau material permukaan lapis penopang akan masuk ke dalam bagian dasar lapis pondasi bawah. Ini terus berkelanjutan seiring dengan akumulasi repetisi beban kendaraan berat bermuatan apalagi dengan muatan berlebih. Atas dasar permaslahan ini harus dicari metoda khusus pemadatan untuk mengantisipasi kejadian ini.

Page 414: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 403

ANALISIS Pada saat pemadatan lapis penopang yang dihampar pada permukaan tanah lunak

maka sebagian butir lapis penopang akan masuk ke dalam tanah lunak. Tingkat kedalaman lapis penopang yang masuk ke dalam tanah lunak sangat tergantung dari berat alat pemadat yang digunakan. Material lapis penopang yang masuk ke dalam tanah lunak sekaligus akan menjadi perkuatan (perbaikan) tanah lunak tersebut. Sehingga semakin berat beban alat pemadat semakin tebal terjadi lapis perbaikan tanah lunak dan daya dukung tanah dasar semakin kuat. Yang menjadi permasalahan adalah alat pemadat yang digunakan cukup ringan yang hanya menghasilkan perbaikan tebal lapisan tanah dasar cukup tipis sehingga akan terjadi pemampatan lanjutan pada saat terjadi repetisi kendaraan berat. Berawal dari pemampatan kecil pada jejak roda kendaraan akhirnya terus berkembang menjadi kerusakan besar seiring dengan akumulasi repetis beban kendaraan berat, palagi ada beban berlebih akan semakin menambah tingkat kerusakan semakin parah.

Pada pekerjaan pelebaran yang kurang dari 2,3 meter sudah dapat dipastikan akan menggunakan alat pemadat ringan dengan berat 4-8 ton saja, sehingga dapat diprediksi akan terjadi pemampatan lanjutan pada saat terjadi repetisi kendaraan berat dan beban overload, oleh karena itu dalam perancangan maupun pada pelaksanaan harus sama-sama dirancang secara detail agar mulai dari bahan, alat pemadat, dan metoda pelaksanaan agar diperoleh hasil yang maksimal. Detail dari penyediaan bahan, peralatan dan metoda pelaksanaan dapat dianalisis sebagai berikut: 1. Penyediaan bahan

a. Material urugan pilih untuk lapis penopang harus material berbutir tidak mengandung lempung, diperlukan material non clay agar mudah mencapai kepadatan di lapangan meskipun dengan alat pemadat ringan.

b. Ukuran butir maksimum 5 cm, sesuai dengan ketentuan pemadatan bahwa tebal maksimal lapisan adalah 2 kali ukuran butir maksimumnya, karena berat alat pemadat hanya 4 ton maka diperkirakan tebal lapisan hanya 10 cm, sehingga ukuran butir maksimum untuk lapis penopang hanya 5 cm saja

c. Agregat batu kapur(batu putih) yang mudah pecah saat pemadatan di lapangan bersifat sporadis nilai abrasinya dan perbedaan nilai CBR perendaman dengan CBR tanpa perendaman harus ada sistem perbaikan sebelum dihampar sebagai lapis penopang, karena berakibat pada perlemahan setempat-setempat yang berujung pada terjadinya gelombang arah melintang dan memanjang.

d. Sama halnya dengan material padas atau paras, biasanya disebut batuan muda yang nilai abrasinya relatif besar, namun dalam kondisi lepas cukup keras, namun apabila dipadatkan muda pecah (remuk). Terhadap material jenis ini harus dilakukan pengolohan khusus menjadi butiran-butiran yang hampir seragam dan dicampur dengan material lain secara merata dengan ukuran butir yang hampir sama sehingga diperoleh agregat gabungan yang relatif lebih stabil dan merata tingkat kekuatan daya dukungnya dan lebih muda pemampatannya.

2. Ketentuan berat alat pemadat a. Berat alat pemadat 4-8 ton untuk pemadatan hamparan lapis penopang dan lapis

pondasi bawah b. Stamper kuda (plate jumping tamper) untuk pemadatan bagian ujung depan dan

belakang yang tidak tersentuh alat pemadat 4-8 ton. Dengan alat pemadat kecil tetapi memiliki kapasitas besar untuk memadatkan bagian-bagian yang sempit dan sulit.

c. Alat pemadat vibro roller berat minimal 25 ton untuk pemadatan. Energi yang dihasilkan oleh pemadat ini akan mempengaruhi total kepadatan mulai dari permukaan lapis pondasi atas sampai permukaan tanah dasar. Bahkan sebagian lapis penopang akan masuk lebih dalam lagi pada tanah dasar yang lunak. Oleh karena itu selama permukaan lapis pondasi atas pengalami penurunan maka pemadatan tetap terus dilanjutkan juga penambahan materialnya. Apabila sudah berhenti dan uji proofrolling

Page 415: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 404

memenuhi syarat lakukan pemotongan permukaan untuk membentuk kemiringan badan jalan sesuai gambar rencana.

3. Metoda pelaksanaan Adalah rangkaian kegiatan yang tersusun secara sistematis sehingga pelaksanaan pekerjaan pelebaran mulai dari persiapan galian, persiapan bahan, persiapan alat dan tahapan-tahapan pada pelaksanaan kegiatan tersusun sesuai urutannya. Adapun beberapa rangkaian kegitan dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Persiapan bahan, yang meliputi :

a. cek kadar air bahan b. cek kadar air optimum pada JMF, apakah yang di lapangan sudah sesuai atau

tidak c. cek warna agregat dan texture dalam kondisi lepas, apa sudah sesuai dengan

JMF d. cek ukuran butir maksimumnya, ambil secara acak 3 buah dan ukur diamter

masing-masing butir, untuk menentukan tebal lapisan hamparan minimal. 2. Persiapan alat meliputi :

a. Cek kondisi alat, alat penghampar, alat pemadat dan alat bantu lainnya apa sudah siap digunakan, tes semua indikator, BBM, dan faktor kalibrasinya.

b. Cek operasional alat, kemampuan vibratornya, kemampuan manuver, kecepatan operasional, tekanan ban, isi tangki dan sensor-sensor yang masih bisa digunakan

c. Cek kompetensi operator melalui bertanya beberapa hal kritis terkait pemadatan, misalnya untuk tebal 20 harus berapa lintasan dengan berat alat pemadat berapa ton, ciri-ciri hamparan yang sudah padat secara visual dan apa pengaruhnya terhadap alat pemadat apabila kepadatan sudah tercapai? Ini adalah pertanyaan kritis yang apabila operator kompeten sudah pasti dapat menjawab dengan lancar dan benar.

3. Tahapan pelaksanaan a. Cek elevasi dasar galian dan kerataan permukaan, apa sudah sesuai gambar? b. Cek bahan-bahan organik yang masih ada pada lapis tanah dasar yang siap

dihampar lapis penopang c. Penghamparan material dengan faktor gembur tertentu sesuai JMF sehingga

tebal hamparan sesuai dengan alat pemadat yang tersedia d. Lakukan pemadatan dengan jumlah lintasan alat pemadat tertentu (4

ton) sesuai JMF dan gunakan stamper kuda untuk pemadatan pada bagian yang tidak tersentuh oleh alar pemadat sedang.

e. Uji kepadatan permukaan hamparan pada akhir pemadatan dengan sand cone setiap jarak 100 meter setiap lapisan pemadatan.

f. Hampar lapis pondasi atas melebihi elevasi existing dan padatkan dengan alat vibro roller minimal 25 ton. Penambahan material lapis pondasi atas dilakukan apabila penurunan masih terus terjadi. Setlah mampat sempurna dan tidak terjadi penurunan sama sekali, maka potong permukaan sesuai gambar desain dan bentuk kemiraingan sesuai gambar rencana.

g. Uji proofroliing pada seluruh permukaan lapis pondasi atas yang siap dihampar campuran beraspal panas

h. Hampar prime coat, tunggu minimal 4 jam selanjutnya hampar lapis campuran beraspal sesuai tebal pada gambar rencana.

Page 416: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 405

PENUTUP Kesimpulan Dalam upaya meminimalkan terjadinya kerusakan pada pelebaran perkerasan jalan dengan lebar kurang dari 2,3 meter dimana alat pemadat berat tidak dapat masuk ke ruang galian, maka dalam perencanaan harus memuat detail metoda pelaksanaan yang mengatur tentang tahapan-tahapan tertentu yang saling terkait mengenai mutu dan properties bahan, 3 jenis alat pemadat yang harus digunakan (stamper kuda, alat pemadat sedang, 4 ton dan alat pemadat besar minimal 25 ton khusus untuk pelaksanaan pemadatan lapis pondasi atas. Urugan pilih yang digunakan sebagai lapis penopang adalah bahan non clay, dengan ukuran diameter maksimum adalah 5 cm. Dan apabila menggunakan bahan dari batu kapur dan bahan padas atau paras maka harus dilakukan granulasi terlebih dahulu dan dicampur dengan bahan yang keras dengan ukuran batu pecah maksimum 0,50 cm. Rekomendasi Sebaiknya pelebaran perkerasan adalah menggunakan peralatan dengan kapasitas besar agar hasil pemadatan yang diperoleh dapat mengimbangi repetisi beban kendaraan berat bermuatan bahkan cenderung berlebih, sehingga tidak muda terjadi kerusakan seperti saat ini. Metoda yang diusulkan di atas sangat yakin bisa diterapkan namun terkesan tidak efektif karena jumlah alat pemadat adalah 3 buah, sementara apabila dengan ruang pelebaran yang cukup hanya dibutuhkan 1 buah alat pemadat yang besar minimal 16 ton sudah cukup. Yang menjadi permasalahan di lapangan adalah ketersediaan lahan di lapangan, dimana ruang pelebaran rata-rata hanya kurang dari 2 meter, maka seharusnya ruang yang dapat dimanfaatkan adalah existing, sehingga lebar exiting dapat dipotong sebagai tambahan ruang galian sehingga alat pemadat besar lebih dari 16 ton dapat digunakan. REFERENSI

1. MDP Kementrian PUPR, 2017 2. Yang H. Huang, Pavement Analysis and Design, 1993 3. Pengalaman lapangan, terkait pelaksanaan kegiatan pelebaran konstruksi perkerasan

jalan Nasional wilayah Suranaya, 2005-2010

Page 417: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 406

STRATEGI PENANGANAN JALAN BERBASIS KINERJA DALAM UPAYA MENJAMIN PELAYANAN PRIMA SELAMA UMUR RENCANA

PERFORMANCE-BASED ROAD CONSTRUCTION STRATEGY IN EFFORT TO GUARANTEE THE BEST SERVICES FOR THE DESIGN LIFE OF THE

ROAD PAVEMENT

1Martin Ma’ruf. 2Sutoyo 1,2Jafung Teknik Jalan & Jembatan Madya DPU Bina Marga Prov. Jatim

1)[email protected], 2)[email protected]

Abstrak Spesifikasi teknis telah mengatur semua kegiatan dengan detail dan lengkap, mulai dari pemilihan bahan, peralatan, metoda pelaksanaan, kompetensi tenaga ahli dan terampil, namun hasil akhirnya tetap belum maksimal, masih ada keruskan dini dan rusak berat sebelum umur rencana tercapai. Skema kontrak long-segmenpun juga masih belum sepenuhnya mampu mengakomodasi terjaminnya kinerja pelayanan jalan yang diharapkan. Dengan menerapkan strategi penanganan jalan berbasis kinerja dan penerapan metoda pelaksanaan sistematis, akan diperoleh hasil pelaksanaan pekerjaan tepat sesuai ketentuan, baik pada pembangunan jalan baru, pelebaran perkerasan jalan maupun pemeliharaannya. Dalam makalah ini akan diuraikan mekanisme penilian kinerja pada masing-masing tahap secara online dan terintegrasi oleh ketiga belah pihak (pelaksana, pengawas dan PPK) secara real time sehingga tahap-tahap berikutnya dapat dilanjutkan atau ditunda berdasarkan nilai/ skor minimal yang dapat diterima. Dengan sistem penilaian ini, selain kinerja hasil pekerjaan, dapat diketahui juga aktivitas para pihak secara otomatis dan objektif, sehingga kinerja penyedia jasa konstruksi, penyedia jasa konsultansi serta PPK terukur, dan apabila terjadi kegagalan bangunan mudah tertelusur. Dengan penerapan strategi ini diharapkan penyelenggara jalan dapat menjamin kinerja jalan tetap prima selama umur rencana. Kata kunci : penilaian kinerja penanganan jalan Abstract Technical specifications have arranged all activities in detail, starting from the selection of materials, equipment, methods of implementation, competence of experts and skilled workers, but the final result is still not optimal, there is still early scratching and heavy damage before the pavement design life is reached. The long-segment contract scheme is also still not fully able to accommodate the expected performance of road services. By implementing a performance-based road construcion strategy and applying a systematic implementation method, the results of the implementation of the work will be in accordance with the provisions, both in the construction of new roads, widening the pavement and maintaining it. In this paper the performance evaluation mechanism will be described at each stage online and integrated by the three parties (implementing, supervisory and PPK) in real time so that the next stages can be continued or postponed based on the minimum acceptable score. With this system, in addition to the performance of the work, it can also be known that the activities of the parties are automatic and objective, so that the performance of construction service providers, consultancy service providers and PPK are measured, and in the event of a building failure it is easy to trace. By implementing this strategy it is hoped that road performance remains excellent for the duration of the design life. Keywords: performance assessment of road construction

Page 418: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 407

PENDAHULUAN Latar belakang

Kerusakan perkerasan jalan sudah pasti terjadi, karena dirancang sesuai dengan akumulasi repetisi kendaraan standar dalam satuan waktu tertentu yang disebut sebagai umur rencana. Namun apabila rusak sebelum waktunya (kerusakan dini) berarti ada beberapa hal yang dapat menjadi alternatif penyebabnya, antara lain beban overload, salah prediksi faktor pertumbuhan kendaraan berat, kekurangan detail data tanah dasar, penggunaan material yang kurang tepat, dan yang terakhir adalah akibat pelaksanaan pekerjaan yang tidak maksimal karena beberapa kompetensi penyedia dan pengguna kurang memadai untuk menangani kegiatan-kegiatan yang seharusnya ditangani dengan kompetensi tertentu dari semua unsur. Kompetensi semua pihak terkait yang terlibat pada penanganan pekerjaan perkerasan jalan sangat menentukan kinerja pelayanan jalan.

Salah satu contoh paling sederhana dan sering dibaikan adalah kompetensi tentang K-3 konstruksi terkait dengan keselamatan bangunan existing. Galian pelebaran di musim hujan adalah sangat rawan apabila tidak segera ditutup dengan material konstruksi, dibiarkan terbuka selama lebih dari 2 hari dan terendam oleh genangan air hujan, sementara kendaraan berat tetap lewat pada existing yang jaraknya dengan galian relatif dekat, maka akan terjadi penurunan bagian tepi existing karena lapis pondasi mengalami perlemahan. Apabila tersedia tenaga ahli yang membidangi semua resiko-resiko termasuk genangan air hujan pada lokasi galian dan tindakan antisipasinya atau penyediaan sistem perkuatan konstruksi maka tidak akan terjadi kerusakan yang mengancam kondisi existing, sehingga kegagalan atau kerusakan dini dapat dihindari.

Saat ini permasalahan yang sedang semarak di Jawa Timur adalah penawaran tender dengan nilai rendah sekitar 70 % s/d 75%, baik Penyedia kecil maupun yang besar, kecuali BUMN. Penawaran rendah ada bermacam-macam latar belakang, namun rata-rata beralasan lebih baik bekerja rugi dari pada membayar tenaga tanpa bekerja. Kenyataan di lapangan berbeda dari tujuan awal, mereka tetap menuntut keuntungan dengan cara yang kurang baik, mulai dari mengambil volume ataupun mengambil kualitas campuran misalnya semen yang seharusnya 6 zag per meter kubik, hanya dipasang 4 zag permeter kubik. Pengawas tidak mampu mengendalikan karena cara bekerjanya tidak saling berkoordinasi, artinya saat ada pengawas mereka bekerja lambat sesuai spesifikasi, tetapi apabila pengawas tidak berada di tempat mereka bekerja sangat cepat dan tidak sesuai dengan spesifikasi atau JMF. sehingga hasilnya kurang baik

Terjadinya penawaran rendah selain alasan tersebut di atas ada juga alasan lain yaitu yang menawar adalah para broker proyek, mereka menawar asal menang saja, tidak melihat resiko yang akan terjadi, kemudian mereka menjual kepada para pemilik modal. Mereka tidak memiliki tenaga ahli dan terampil sesuai yang dibutuhkan di lapangan. Yang menjadi pertanyaan mengapa mereka (para broker) bisa menang tender? karena proses pengadaan barang jasa bersifat portofolio dokumen yang saat ini mudah dipalsukan. Apabila tim pengadaan tidak mau repot dan tidak peka terhadap kewajaran harga dan kurang memahami bidang terkait dan langsung diputuskan sendiri hanya atas penawaran terendah, maka permasalahan akan terjadi pada pihak pengguna jasa (PPK). Tim pengawas dari konsultan pengawas dan staf teknik PPK harus bekerja keras untuk melaksanakan pengawasan kegiatan di lapangan setiap hari, karena dengan penawaran sangat rendah pada umumnya kerja penyedia tidak sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan dalam dokumen kontrak

Salah satu dampak penawaran rendah adalah terjadinya SCM, untuk mengendalikan jadwal kegiatan di lapangan sesuai kurva S saat sanat sulit, sehingga show couse meeting (SCM) sudah dianggap hal biasa yang hanya sekedar teguran dan tidak berujung pada sanksi yang berat pada penyedia jasa, sehingga berdampak kurang bagus bagi kegiatan proyek. Kurva S dibuat agar tahapan demi tahapan yang sudah dibahas secara detail akan dilaksanakan oleh penyedia secara tepat, namun kenyataan di lapangan dengan berbagai alasan yang termasuk di dalamnya alasan penawaran terlalu rendah menjadi pokok alasan sehingga tidak mampu melaksanakan kegiatan sesuai tahapan yang tertuang pada kurva S

Page 419: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 408

yang berakibat sampai terjadi SCM 3. Sesuai ketentuan SCM 3 batas putus kontrak dengan sanksi berat yang berupa tidak diperbolehkan mengikuti lelang pada tahun berikutnya secara berturut-turut selama 2 tahun. Namun kejadian putus kontrak masih sulit dilakukan sehingga cukup diganti dengan denda keterlambatan saja.

Kegiatan proyek yang dilaksanakan secara cepat tidak sesuai dengan tahapan-tahapan yang ditetapkan akan menghasilkan produk yang kurang maksimal sehingga berdampak pada terjadi kerusakan sebelum masa pelayanan tercapai. Sebagai contoh pelaksanaan pemadatan tidak dilakukan lapis demi lapis dengan pemadat yang kecil, juga pemadatan tanpa kontrol kadar air optimum sehingga tidak padat maksimal pada seluruh bagian lapisan. Dalam kondisi tidak terjadi kepatan merata pada semua bagian maka dengan repetisi beban kendaraan standar akan terjadi pemampatan lanjutan pada lokasi-lokasi yang memang belum padat secara total, sehingga terjadi gelombang arah memanjang dan melintang sepanjang ruas jalan. Adanya gelombang menyebabkan terjadi genangan saat musim hujan sehingga akan memperparah kondisi kerusakan koknstruksi perkerasan jalan.

Bagaimana peran konsultan pengawas terhadap kegiatan proyek yang berjalan lambat tidak sesuai dengan kurva S ? sebenarnya sama saja, saat penyedia menawar rendah mereka rata-rata sudah punya rencana untuk melakukan tindakan yang sangat merugikan semua pihak, yaitu akan bekerja cepat saat pengawas tidak di tempat dengan mutu dan volume yang kurang, dan akan bekerja sangat lambat apabila pengawas berada di lapangan, dan mereka menggunakan jurus sengaja mengulur-ulur wak tu supaya semua kegiatan dilaksanakan secara lambat dan terjadi proges fisik jauh dari rencana, kemudian mereka berharap ada perintah melaksanakan pekerjaan secara cepat-cepat dalam waktu yang bersamaan sehingga mutu dan volume sulit dikendalikan. Cara bekerja semacam ini yang akan menghasilkan pekerjaan tidak sesuai dengan umur rencana.

Mengingat kejadian semacam ini terus terjadi setiap tahun, maka harus ada cara yang tepat untuk mengantisipasi kejadian-kejadian tersebut dengan suatu metoda yang berbasis pada kinerja. Artinya berapapun nilai penawaran, siapapun yang menawar, atau siapapun PPK dan konsultan pengawasnya, tidak menjadi masalah dalam sistem ini. Yang terjadi saat tidak melaksanakan sesuai sistem maka akan ketahuan secara pasti dan terdokumentasi secara real time, sehingga seluruh kegiatan dan semua personil yang terlibat akan tertelusur secara tepat, bahan apa yang kurang dan siapa yang melakukan, kapan seharusnya dilakukan dan kapan dilakukan, siapa yang menyetujui dan kapan dimintakan persetujuan. Ini semua akan tercatat secara real time sehingga apabila dilaksanakan pemutusan kontrak sudah ada data pendukung yang jelas dan secara hukum tidak bermasalah. Maksud dan tujuan Maksud Dengan permasalahan sejenis yang sering terjadi secara berulang dan berakibat pada hasil pekerjaan penanganan jalan yang kurang maksimal, maka penulis bermaksud menerapkan strategi penanganan jalan berbasis kinerja, agar semua kegiatan selama penanganan pekerjaan jalan tercatat secara real time dan ada kejelasan tanggung jawab terhadap waktu, mutu dan volume pekerjaan. Tujuan Dengan tujuan dapat mempermudah melakukan pengendalian atas semua kegiatan sehingga dapat diketahui secara jelas bagian mana atau bahan apa yang kurang dan siapa saja yang harus bertanggung jawab, sehingga semua hal terkait kegiatan penanganan jalan dapat tertelusur dengan cepat dan akurat.

Page 420: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 409

STUDY LITERATUR Pada dasarnya kerusakan konstruksi perkerasan jalan dibedakan menjadi 2 (dua)

kelompok yaitu kerusakan struktural dan kerusakan fungsional. Kerusakan struktural meliputi kerusakan pada permukaan dan lapis pondasi, sedangkan kerusakan fungsional hanya terjadi pada lapis permukaan saja. Kedua jenis keruskan tersebut dapat disebabkan oleh mutu bahan dan mutu pelaksanaan serta tebal konstruksi lapis perkerasan yang salah perencanaan sebagai akibat kesalahan prediksi perhitungan lalu-lintas atau adanya beban berlebih yang belum diperhitungkan pada saat perhitungan perencanaan tebal lapisan konstruksi secara keseluruhan, sehingga kekakuan konstruksi lapis perkerasan terlampaui oleh berat beban yang terjadi di lapangan.

Kesalahan pemilihan mutu bahan dan metoda pelaksanaan konstruksi semata-mata adalah kurangnya kompetensi tenaga laboratorium, pelaksana lapangan, konsultan supervisi, dan pengawas lapangan yang terlibat pada pelaksanaan kegiatan. Dikatakan kurangnya kompetensi karena pekerjaan sudah dinyatakan diterima dan dibayar, sehingga secara teknik dan administrasi sudah diteliti dengan detail. Namun apabila terjadi kekurangan berarti semua pihak yang terkait harus bertanggung jawab, yaitu pelaksana dan tim pengawas, baik dari konsultan supervisi maupun dari pihak PPK. Karena dalam data pendukung volume dan mutu pekerjaan semua pihak sudah menanda tangani, konsquensi dari tanda tangan adalah tanggung jawab. Dan pada umumnya apabila ditemukan kekuarangan di lapangan fisik maupun administrasi yang menanggung sampai saat ini adalah penyedia jasa konstruksi, ini yang perlu diluruskan.

Berbeda apabila dilaksanakan dengan Kontrak berbasis kinerja yang mana mulai perencanaan, pelaksanaan, dan pemeliharaan dilaksanakan oleh penyedia konstruksi yang bersangkutan, namun dalam pelaksanaannya dapat bekerja sama atau dapat membuat sub-sub jenis pekerjaan pekerjaan tertentu yang dilaksanakan oleh penyedia jasa khusus. Pengguna jasa hanya menetapkan kriteria penerimaan pekerjaan selama umur rencana. Penyedia jasa konstruksi dalam menawar tentunya harus memperhatikan semua jenis resiko yang akan terjadi selama masa kontrak. Apabila penyedia melaksanakan berdasarkan resiko rendah maka biaya konstruksi akan rendah, namun kemungkinan gagal dan biaya pemeliharaan akan lebih tinggi. Sebaliknya apabila resiko yang dihitung cukup detail akan menghasilkan biaya konstruksi yang rendah, namun resiko kegagalan sangat kecil dan biaya pemeliharaan menjadi sangat kecil. Penyedia dituntut memiliki tenaga ahli yang kompeten, terutama estimator dan ahli K-3 konstruksi.

Yang dimaksud dengan kriteria penerimaan pekerjaan adalah kinerja pelayanan jalan harus mantap setiap saat, baik struktural maupun fungsionalnya. Tidak boleh ada lubang yang lebih dari 24 jam, tidak boleh ada gelombang dengan kedalaman lembah lebih dari 5 cm, tidak perbedaan elevasi perkerasan dengan bahu jalan lebih dari 2 cm, tidak boleh terjadi genangan pada saluran lebih dari 2 hari, nilai IRI tidak lebih dari 4 mm/ m, tidak ada rutting pada lokasi tanjakan dan persimpangan lebih dari 4 cm selama 2 hari, tidak ada bleeding lebih dari 2 cm, dll. Kriteria ini menjadi acuan menerima dan membayar sebagaimana ditetapkan dalam dokumen kontrak. Dalam kondisi kinerja mantap seperti yang disyaratkan sebagaiman di atas kompetensi perencana, teknisi laboratorium dan tenaga pelaksana lapangan harus kompeten, sehingga kinerja jalan terpenuhi.

Jenis-jenis kerusakan perkerasan jalan yang disebabkan oleh kurang terpenuhinya kompetensi para pihak terkait penanganan jalan dapat dikelompokkan dalam 3 jenis, yaitu :

1. Kerusakan akibat mutu bahan 2. Kerusakan akibat ketebalan 3. Kerusakan akibat kepadatan

Ketiga kelompok penyebab kerusakan tersebut sangat erat kaitannya dengan kompetensi tenaga ahli dan terampil pada masing-masing jenis kegiatan. Pada umumnya penyedia jasa konstruksi tidak memiliki sejumlah tenaga ahli dan terampil yang cukup untuk menangani beberapa kegiatan, sehingga sering menunda waktu pengujian, bahkan terkadang teknisi aspal menangani pengujian campuran beton. Mereka cenderung menganggap sepele

Page 421: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 410

pengujian untuk pengendalian hasil pekerjaan di lapangan, sehingga kinerja pekerjaan tidak maksimal. Kerusakan akibat mutu bahan

Teknisi laboratorium harus memahami secara pasti peralatan pengujian yang dilakukan untuk masing-masing jenis kegiatan, kondisinya dan akurasi peralatan serta kalibrasi alat secara rutin dan berkala. Penyedia jasa umumnya kurang memperhatikan keluhan teknisi lab, terkadang kondisi alat sudah cukup tua dan kurang terawat tetap duigunakan untuk menguji mutu bahan dan mutu hasil pekerjaan di lapangan, sehingga hasilnya jelas tidak seakurat kalau menggunakan alat-alat baru atau alat-alat yang secara rutin terkalibrasi. Jajaran Direksi tidak semuanya paham kebutuhan pengujian bahan dan hasil pekerjaan di lapangan sehingga perlu ada langkah atau strategi khusus untuk memberikan edukasi kepada penyedia tentang pentingnya ketersediaan alat-alat pengujian bahan yang tepat dan akurat sebelum bahan-bahan tersebut ditetapkan penggunaannya di lapangan, serta pengujian hasil pekerjaan di lapangan, sehingga penerimaan hasil pekerjaan dan pembayarannya dapat dipertanggung jawabkan karena sudah memenuhi persyaratan mutu dan volume sesuai dengan gambar rencana dan spesifikasi teknis.

Kompetensi teknisi laboratorium adalah menjadi kunci keberhasilan penyediaan bahan konstruksi apabila semua peralatan pengujian sudah lengkap dan akurat. Bahan yang sudah lolos uji harus diberi label dan dimasukkan dalam toples dibuat sebagai acuan menerima atau menolak kedangan material dari pemasok, minimal warna dan texture bahan serta ukuran diameter butir maksimum harus bisa dilihat dan diukur secara visual. Contoh material lolos uji yang ditetapkan sebagai bahan yang akan digunakan pada kegiatan juga menjadi bagian dari data input pada aplikasi, adapun variabel material yang dimaksud adalah ukuran diameter butir maksimum, warna material, % lolos saringan nomor 200. Sehingga apabila terdapat material yang tidak memenuhi kriteria tersebut maka sistem akan menolak data input, dan tidak akan melanjutkan ke kegiatan selanjutnya.

Namun apabila ada pergantian sumber pasokan dari tempat lain maka harus melakukan uji mutu kembali dan memasukkan sebagai data input pada sistem data entry pada slot jenis-jenis bahan. Agar terjadi kelancaran kegiatan tanpa harus menunggu proses uji mutu bahan, maka di awal kegiatan persiapan harus mengujikan beberapa contoh uji material sejenis sebagai tambahan data entri mutu bahan. Kondisi di lapangan saat ini, uji mutu bahan dilakukan terakhir sebagai kelengkapan data saja sehingga mutu bahan dan mutu pekerjaan belum dapat dinilai atau diukur karena acuan standar bahan dan hasil pekerjaan belum ada dalam bentuk JMF. Jadi JMF harus tersedia lebih dahulu sebelum melaksanakan kegiatan di lapangan, sehingga ada sandar kendali mutu pelaksanaan.

Sampai sejauh mana pengaruh JMF terhadap hasil pekerjaan di lapangan? JMF dibuat atas dasar uji gelar di lapangan dengan bahan yang telah ditetapkan, dan sejumlah alat-alat yang sudah disetujui saat mobilisasi, serta operator terampil yang bersertifikat dan telah melakukan uji gelar yang disaksikan seluruh tim dan dibuat berita acara atas hasil uji gelar tersebut yang meliputi kapadatan lapangan, jumlah lintasan alat pemadat, temperatur penerimaan di lapangan sebelum dihampar, temperatur saat alat pemadat beroperasi, dll yang dituangkan dalam berita acara uji gelar lapangan yang selanjutnya dijilid dalam bentuk buku yang disebut sebagai JMF. Atas dasar hal ini maka semua kegiatan harian harus mengacu pada JMF, sehingga apabila JMF belum tersedia di lapangan berarti belum ada acuan untuk melakukan pengendalian di lapangan, juga standar bahan yang ditetapkan untuk pelaksanaan kegiatan juga belum ada. Atau dengan kata lain dilarang melakukan kegiatan sebelum tersedia JMF.

Page 422: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 411

Kerusakan akibat ketebalan Ketebalan lapis konstruksi perkerasan jalan mempengaruhi nilai kekakuan (moment innersia), semakin tebal semakin besar nilai kekakuan konstruksi, semakin besar nilai kekakuan semakin besar kemampuan menerima total berat muatan beban kendaraan, berarti lendutan yang terjadi semakin kecil, sekaligus regangan yang terjadi juga semakin kecil, sehingga elastisitas bahan tetap terjaga selama umur rencana dengan akumulasi repetisi kendaraan berat bermuatan standar. Di sini dibatasi bahwa beban kendaraan dengan muatan berlebih tidak masuk kelompok bahasan ini, namun demikian dalam perencanaan tetap memperhitungkan kemungkinan terjadinya lalu-lintas dengan muatan berlebih (overload), atau penyebab lainnya yang diakomodasi dalam bentuk faktor angka keamanan atau dalam bentuk deviasi standar, sehingga tebal yang diperoleh dari hasil perhitungan ditambah dengan tebal tambahan sesuai faktor keamanan atau standar deviasi.

Variabel penentu tebal susunan lapis konstruksi perkerasan yang berupa akumulasi repetisi beban kendaraan selama masa pelayanan tertentu, kekakuan relatif bahan lapisan (modulus bahan), dan daya dukung tanah dasar adalah data-data yang diperoleh melalu survey di lapangan. Yang menjadi pertanyaan adalah akurasi data, standar yang digunakan untuk memperoleh data, pelaksanaan validasi data atau klarifikasi keabsahan data. Dari cek akurasi data yang diperoleh termasuk di dalamnya terdapat prediksi faktor pertumbuhan lalu-lintas berdasarkan pengembangan wilayah atau perubahan peruntukan tata guna lahan, maka besarnya faktor pertumbuhan volume kendaraan niaga selama periode waktu tertentu akan berbeda dengan kondisi real di lapangan. Perbedaan akumulasi repetisi beban kendaraan ini cenderung lebih besar dari perhitungan awal, oleh karena harus menjadi tambahan tersendiri dalam perencanaan.

Variabel tambahan ini seharusnya diakomodasi dalam perancangan tebal konstruksi lapis perkerasan jalan, sehingga perlu ada tambahan tebal tertentu untuk mengantisipasi adanya kekurangan akurasi cara memperoleh data dan prediksi faktor pertumbuhan lalu-lintas diluar yang diperhitungkan. Adapun bentuk tambahan tebal dapat diperhitungkan melalui besarnya faktor keamanan atau standar deviasi, semakin banyak resiko yang diperhitungkan semakin besar nilai faktor keamanannya, sebaliknya akan kecil tambahan tebal yang diberikan apabila resiko yang diperkirakan berskala kecil.

Tren perencanaan era AASHTO 1993 saat ini mengacu pada tebal lapis permukaan sesuai kebutuhan hasil perhitungan tebal berdasarkan akumulasi total repetisi beban standar dan modulus lapis pondasi atas. Sehingga tebal lapis pondasi atas berdasarkan hitungan tebal akan diperoleh tebal minimal saja yaitu rata-rata hanya 15 cm, karena sebagian besar beban sudah ditopang oleh lapis permukaan, namun yang perlu diperhitungkan pada saat pelaksanaan penghamaparan campuran beraspal yang diangkut dengan truk tronton dengan total beban 42 ton, sedangkan berat maksimal ijin sesuai ketentuan kementrian Perhubungan total beban untuk truk tronton hanya 21 ton. Yang menjadi bahan diskusi adalah mampukah tebal minimal lapis pondasi atas (15 cm) menopang beban berlebih tersebut? Apabila lapisan tersebut sudah masuk katagori konstruksi yang runtuh apakah bisa dikatakan sebagai lapis pondasi atas? Ini perlu diskusi dengan para pihak perencana.

Kerusakan akibat pemadatan

Kepadatan campuran Lapisan konstruksi perkerasan jalan adalah kunci kekuatan konstruksi jalan mualai dari lapis penopang hingga lapis permukaan. Tingkat kepadatan lapisan konstruksi perkerasan dipengaruhi oleh mutu material, berat alat pemadat dan jumlah lintasan, serta tebal lapisan. Berat alat pemadat dan jumlah lintasan sangat besar perannya untuk mencapai kepadatan campuran. Energi alat pemadat saat beroperasi sangat perpengaruh, khususnya energi pemadatan, sehingga kepadatan maksimal yang terjadi secara menyeluruh terhadap konstruksi perkerasan sangat dipengaruhi oleh beratnya alat pemadat. Oleh karena dalam memilih alat pemadat harus disesuaikan dengan rencana berat beban terbesar yang akan melintas pada ruas jalan yang akan dilaksanakan pembangunannya.

Page 423: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 412

Pemadatan pada lokasi pelebaran, pada umumnya pelebaran yang kurang dari 1,00 meter menggunakan alat pemadat dengan berat antara 4-8 ton, sehingga harus melaksanakan prosedur pemadatan sebagai berikut :

1. Tebal lapisan untuk pelaksnaan pemadatan hanya 10 cm, sehingga apabila total hamparan 40 cm maka harus dilaksanakan 4 x lapis pemadatan dengan tebal masing-masing 10 cm.

2. Diameter Ukuran butir maksimum adalah 5 cm, karena tebal lapisan pemadatan adalah 2 x ukuran diameter butir maksimumnya.

3. Setiap akan menghampar lapisan di atasnya harus dilakukan uji kepadatan setiap jarak 100 meter

4. Menyiapkan pemadat stamper kuda (plate jumping tamper) untuk memadatkan bagian yang tidak tersentuh oleh drum pemadat berat 4-8 ton, khususnya bagian tepi arah memanjang.

5. Meyediakan alat pemadat berat minimal 25 ton yang dapat berfungsi memberikan energi pemadatan secara keseluruhan lapis konstruksi termasuk lapisan tanah dasar. Dengan pemadat berat tersebut akan mewakili beban kendaraan berat yang akan melintas pada bagian pelebaran tersebut sehingga cukup stabil untuk menopang beban berat tersebut.

Pada lapis permukaan campuran beraspal pemadatan dilakukan dengan tyre roller dan harus berisi air penuh sehingga berat total sampai 14 ton dengan jumlah lintasan disesuaikan tebal hamparan. Yang sangat perlu diperhatikan pada pemadatan campuran beraspal adalah temperatur saat pemadatan dengan tyre roller, dimana panas campuran beraspal masih dalam rentang suhu 120 °C – 110 °C untuk menjamin bahwa pada suhu tersebut aspal masih berfungsi sebagai pelumas, dan tebal hamparan minimal adalah tebal nominal, yaitu 2 kali ukuran diameter butir maksimumnya. Jumlah lintasan tyre roller harus ditentukan berdasarkan uji gelar di lapangan agar kepadatan maksimumnya, artinya tidak boleh kurang juga tidak boleh melebihi jumlah lintasan optimumnya, apabila jumlah lintasan melebihi optimumnya lapisan akan mulur sehingga kepadatan akan menurun, sesuai NAPA 1996. Gambar 1. Korelasi kepadatan campuran beraspal panas dengan jumlah lintasan PTR.

Gambar 1. Korelasi kepadatan campuran beraspal panas dengan jumlah lintasan PTR.

Page 424: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 413

PERMASALAHAN DAN PEMECAHANNYA Hampir 100 % terjadi kerusakan perkerasan jalan sebelum masa layan berakhir, siapa

dan apa yang salah pada perkerasan jalan di indonesia. Jalan barupun seperti jalan lingkar sebagai pengganti jalan nasional yang berada di dalam kota pun juga rusak padahal dikerjakan mulai dari lapis penopang, lapis pondasi bawah dan lapis pondasi atas sampai pada lapis permukaan, rata-rata tidak bertahan lama. Apalagi pada jalan-jalan existing kerusakan terjadi karena lapis pondasi pada jalan lama adalah pondasi konvensional yang berupa telford dan makadam, sehingga hanya dirancang untuk kendaraan kecil dan menengah, sedang saat ini yang lewat sudah berubah menjadi kendaraan berat bahkan overload sehingga daya dukung lapis pondasi tidak mampu lagi dan runtuh. Oleh karenanya perencana harus melaksanakan test pit dalam merancang susunan lapis konstruksi perkerasan, harus menghitung nilai sisa secara cermat agar lapisan yang akan dipasang adalah lapisan yang dibutuhkan di lapangan sehingga cukup kuat untuk menerima beban lalu-lintas berat yang ada.

Penyedia jasa konstruksi adalah pengusaha sekaligus pedagang, sehingga mereka berupaya mendapat keuntungan sebesar-besarnya dalam segala kondisi penawaran. Mereka selalu berbicara untung dan rugi dalam melaksanakan kegiatan di lapangan. Makanya tidak heran apabila mereka dengan segala caranya mencari keuntungan pada semua bagian mulai dari belanja bahan, sewa alat, upah tenaga ahli dan terampil, sehingga apabila tim pengawas tidak waspada maka bahan-bahan yang digunakan di lapangan akan jauh dari yang usulkan pada saat penawaran atau JMF nya. Mereka memanfaatkan toleransi dalam spesifikasi, yang penting memenuhi batas atas dan batas bawah dalam toleransi spesifikasi, tidak peduli dengan segregasi atau terlalu kasar atau terlalu halus yang menyebabkan konsistensi produksi tidak seragam. Padahal ketidak seragaman mutu konstruksi menyebabkan adanya perbedaan kekokohan konstruksi pada setiap bagian, sehingga pada bagian yang lemah akan mengalami penurunan atau pemampatan sedangkan pada bagian yang kuat akan tetap bertahan sehingga terjadi gelombang arah melintang dan memanjang. Ini adalah awal terjadinya kerusakan jalan.

Kurangnya koordinasi antar para pihak di lapangan juga menjadi permasalahan tersendiri yang memerlukan energi relatif besar untuk diselesaikan atau mencegahnya. Kondisi ini memang sengaja diciptakan oleh pihak penyedia jasa konstruksi agar antar tim pengawas tidak saling bersinergi di lapangan, sehingga pengawasan pelaksanaan pekerjaan tidak maksimal. Apabila ada tanda-tanda kurang harmonisnya kinerja para pengawas lapangan maka PPK harus segera mengambil sikap terhadap kondisi ini agar segera normal kembali. Laporan sepihak dari penyedia jasa konstruksi tentang kekurangan/ kelemahan konsultan pengawas harus diklarifikasi dan segera dikoordinasikan secara intensive dengan para pihak terkait. Oleh karenanya koordinasi rutin dan insidentil adalah hal penting yang harus dilakukan, agar semua laporan detail/ rinci atas kekurangan atau keterlambatan kegiatan, bahkan kelebihan hasil kegiatan lapangan dapat terdeteksi cecara rutin dan insidentil.

Ketidak mampuan tim pengawas melakukan teguran kepada pelaksana pekerjaan di lapangan sebagai akibat rendahnya nilai penawaran tender adalah hal yang klasik dan terus berulang. Namun ini kondisi real yang terjadi berulang hingga saat ini yang masih belum ada penyelesaiannya, sehingga hasil pekerjaan kurang maksimal sebagaimana disyaratkan dalam spesifikasi teknis. Ketidak mampuan tim pengawas bukan berarti tim pengawas tidak melakukan pengawasan di lapangan namun pelaksana tidak mengikuti arahan atau tidak memperhatikan instruksi tim pengawas di lapangan karena mereka bekerja dengan bekal biaya yang cukup minim bahkan cenderung lebih kecil dari harga pasar, sehingga mereka berusaha mencukup-cukupkan hanya dengan biaya yang ada. Mereka akan bekerja saat tim pengawas tidak berada di tempat kegiatan, atau bekerja saat pengawas libur atau lembur di malam hari tanpa pengawas.

Page 425: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 414

Kelemahan atau kekurangan tim pengawas terhadap peng-administrasian kontrak masih menjadi permasalahan tersendiri yang belum tertata secara sistematis, sehingga belum memiliki modal yang kuat untuk memberikan penetapan putus kontrak terhadap penyedia jasa konstruksi atau penyedia jasa konsultasi yang cidera janji terhadap pelaksanaan kegiatan yang sudah menjadi kesepakatan bersama. Hal semacam ini terus terjadi secara berkelanjutan hingga generasi saat ini. Dampak besar yang dirasakan adalah terjadinya penawaran yang jauh lebih rendah dari harga perkiraan sendiri (OE), namun semuanya selesai dengan kinerja yang kurang memuaskan, pekerjaan tetap selesai namun usia pelayanan rata-rata tidak lebih dari 3 tahun. Kondisi lapangan yang seharusnya masih mulus selama 3 tahun, namun sudah banyak tambalan-tambalan yang kurang nyaman bagi pengguna jalan dan secara visual tampak hasil kerja yang asal-asalan. ANALISIS Penerapan sistem/ aplikasi Aplikasi sederhana yang memuat detail semua jenis kegiatan utama, volume, waktu mulai dan waktu berahirnya masing-masing jenis kegiatan, lembar cek list untuk persetujuan, daftar nama petugas, pelaksana, personil konsultan pengawas, Direktur perusahaan, manajer lapangan, PPK, yang yang bertanggung jawab atas keseluruhan kegiatan dan jenis-jenisnya, sinyal keterlambatan berupa kode-kode peringatan atau suara tertentu yang muncul secara berkala (maksimal 1 hari). Juga proses telusur untuk mengetahui bagian mana yang mengalami permasalahan dan siapa yang bertanggung jawab, sudah sejauh mana dibahas bersama tim pengawas dan apa saja rencana tindak lanjutnya. Yang jelas aplikasi ini berupaya mengumpulkan bukti kerja setiap melakukan kegiatan secara valid, terukur dan terdokumentasi formal sehingga secara hukum kontrak sangat kuat keberadaannya, siapa yang melanggar dan siapa yang aktif akan kelihatan secara real time.

Sistem atau aplikasi ini berbasis android, terintegrasi dan berjenjang, sehingga semua yang terlibat pada kegiatan penanganan perkerasan jalan dalam satu ikatan kontrak kerja dapat diketahui kewenangan dan tanggung jawab masing-masing. Mereka dapat menyetujui atau meminta persetujuan atas kegiatan yang sedang dilakukan oleh masing-masing petugas secara real time, sehingga kapan harus dimulai dan berakhirnya tercatat. Siapa yang mengerjakan, siapa yang menyetujui, siapa yang menerima hasil, siapa yang menguji mutu, siapa yang mengukur volume kegiatan, kapan dilaporkan dan kapan dibayar, siapa yang membuat data pendukung, dll adalah tercatat semua dalam aplikasi apabila sudah berjalan. Titik awal penetapan nama personil yang terlibat dalam semua jenis kegiatan dimulai dari Pre construction meeting (PCM). Dari sinilah nama-nama ketiga unsur (PPK, Konsultan pengawas, dan Penyedia jasa konstruksi) siapa untuk melakukan apa, mulai dan harus berakhir kapan. Pergantian nama personil harus diinformasikan kepada administrator agar terus terjaga keberlangsungan kegiatannya. Apabila seorang merangkap beberapa jenis kegiatan, maka harus dievaluasi kinerjanya selama maksimal 3 minggu secara berkala, apabila masih terjaga kinerjanya dapat diteruskan, namun apabila sudah tidak mampu menjaga kinerja masing-masing kegiatan harus diisi dengan personil yang memiliki kompetensi yang sama.

Acuan semua kegiatan adalah kurva S, oleh karenanya dalam menyusun kurva S harus memperhatikan semua kendala-kendala yang diperkirakan akan terjadi dan hari-hari libur, perlu dibuat lintasan kritis untuk memberikan keyakinan bersama agar jadwal kegiatan dapat terealisasi mendekati rencana bahkan syukur di atas rencana. Setiap personil wajib menginformasikan atau meng-upload kegiatan setiap hari, apabila ada keterlambatan maka kegiatan apa yang mengalami kendala, siapa yang melakukan ? sudah sejauh mana menginformasikan sebab keterlambatan kepada yang bertanggung jawab? kapan dimulai kembali? Upaya apa yang dilakukan untuk mengejar keterlambatan? Siapa yang menyetujui? Sebagai contoh tim pelaksana pekerjaan campuran beraspal datang ke lapangan untuk mengecek kesiapan lahan sambil membawa form permintaan ijin kerja yang harus ditanda tangani personil konsultan supervisi dan pengawas dari PPK.

Page 426: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 415

Ternyata lahan belum siap, karena lubang masih ada yang belum semuanya ditutup oleh petugas A karena volume lubang bertambah seiring berjalannya waktu, petugas konsultan pengawas sudah membuat surat teguran bahwa sudah 2 hari terlambat dari rencana awal. Petugas pelaksana mengusulkan menambah tim baru untuk menutup lubang agar sampai batas waktu akhir sudah selesai, namun dari pihak Direksi hanya menambah kerja lembur mengingat batas waktu hanya tinggal 3 hari saja, mencari tenaga kerja yang hanya 3 hari umumnya lebih mahal karena mobilisasi dan demobolisasinya relatif lebih besar bila dibanding hanya menambah ongkos lembur pekerja yang sudah ada. Ternyata diperlukan waktu tambahan 3 hari dari rencana semula sehingga pelaksanaan pelapisan campuran beraspal harus dipersempit waktunya dengan menambah volume kegiatan setiap harinya. Apabila sampai batas akhir ternyata tercapai maka tidak ada masalah, namun apabila tetap berdampak pada keterlambatan pekerjaan maka Direksi harus berhitung perbedaan antara besar denda keterlambatan dengan menambah jumlah tim untuk menyelesaikan penambalan lubang.

Dari kejadian di atas dapat diketahui dengan jelas, bahwa pelaksana persiapan lahan yang bertanggung jawab terhadap penambalan lubang sudah melaporkan dan melakukan tindakan antisipasi keterlambatan, namun jajaran direksi tidak menyetujui karena alasan efesiensi anggaran mobilisasi dan demobilisasi. Apabila akumulasi biaya mobilisasi dan demobilisasi dengan biaya tenaga kerja lebih kecil dari biaya denda keterlambatan, maka jajaran Direksi benar. Namun apabila proyek benar-benar terlambat maka yang salah adalah jajaran Direksi, dan apabila yang salah adalah pihak Direksi maka kinerja perusahaan dianggap kurang. Sebaliknya apabila pihak pelaksana lapangan yang meyebabkan keterlambatan atau kegagalan konstruksi maka kompetensi tenaga pelaksana yang dianggap kurang.

Dengan menggunakan aplikasi android untuk pengendalian pelaksanaan kegiatan di lapangan maka aktivitas harian setiap individu terkontrol secara otomatis. Semua harus memperhatikan detail kurva S yang sudah disepakati bersama. Tim pengawas dapat mengatur kehadiran di lapangan sesuai ijin kerja yang telah disepakati bersama, kapan harus berada di lapangan dan kapan melakukan pengujian hasil kegiatan yang sudah terjadwal secara rinci sehingga waktu benar-benar efektif bagi pengawas. Tidak sekedar kehadiran dan keberadaan personil di lapangan, mutu bahan, kapasitas dan kondisi peralatan dapat diketahui secara tepat di lapangan. Setiap bahan ada registernya, sebagai contoh Dump Truck dengan nomor polisi L 1234 AB, memuat campuran beraspal panas dengan jumlah beban muatan 25 ton AC-WC pada suhu saat penimbangan 155 °C, dihampar di lapangan minimal pada suhu 130 °C di atas finisher, dan dipadatkan dengan roda baja pada suhu 120 °C satu lintasan, dan akhir pemadatan dengan roda karet pada suhu 110 °C, tebal padat 5 cm, lebar 3,5 meter pada STA 2+500 sampai STA 2+562 sisi kiri jalan. Semua data-data tersebut tercatat pada android dan juga secara fisik tertuang pada lembar cek list yang sudah disiapkan dan ditanda tangani ketiga belah pihak, sebagaimana terttuang pada Tabel 1. Daftar cek list pekerjaan Campuran beraspal.

Data pendukung lain, misalnya terjadi genangan pada pelebaran sepanjang 150 meter akibat hujan dan tidak tersedia pompa untuk mengeluarkan air genangan, tepatnya pada STA : 2+400 – 2 +550 sisi kiri jalan, terjadi lalu-lintas merayap akibat penyempitan badan jalan, juga ada kemacetan sampai sepanjang 1,5 km, karena lalu-lintas bergantian arah. Cuaca berawan tetapi tidak hujan sehingga suhu pada saat pemadatan lebih cepat dingin, pemadat roda karet hanya 1 buah, jumlah lintasan diserahkan kepada operator. Dengan data tambahan seperti ini, apabila terjadi kerusakan di lokasi ini berarti sudah dapat diprediksi penyebabnya. Oleh karena itu penerapan sistem berbasis kinerja seperti ini sangat tepat digunakan untuk mengantisipasi kegiatan di lapangan meskipun nilai penawaran rendah atau kecil, siapa saja penyedianya, dan siapa pengawasnya. Semua tercatat secara real time dan terdokumentasi secara detail sehingga mudah tertelusur.

Page 427: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 416

Tabel. 1. Daftar cek list penghamparan campuran beraspal CEK LIST PEKERJAAN CAMPURAN BERASPAL

NO. URAIAN KEGIATAN

Kesediaan di Lapangan.

Pemenuhan Spesifikasi Keterangan

Ada Tidak Sesuai Tidak 1. JMF 2. Kalibrasi rumah timbangan 3. Kalibrasi alat-alat lab 4. Unit alat-alat penghampar 5. Kesiapan lapangan 6. Pembersihan lapangan 7. Tack coat 8. Kerataan tack coat 9. Suhu sebelum ke paver > 120 °C 10. Pemadatan tandem awal > 120°C 11. Pemadatan Tyre roller > 110 °C 12. Pemadatan akhir tandem > 90°C 13. Batang penusuk → tanda dibaut 14. Beda Tiket dan Hamparan < 5% 15 Alat core drill 16. Kepadatan > 98 % JMF 17. Tebal lapis perata dalam batas 18. Tebal lapis bukan perata dalam

toleransi

19. Tebal rata-rata dapat diterima 20. Extraksi aspal tidak kurang 0,3

JMF

21. Harga satuan terkoreksi

…………….., …. …. 2019 Pengawas PU CI Konsultan Pelaksana aspal …………….... ……………… ……………….

DATA CAMPURAN : AC-WC (Contoh)

TANGGAL : 5 Oktober 2019

JUMLAH Dum Truk : 8 BUAH

DATANG DIHAMPAR TANDEM PTR TANDEM

1

2

3

4

5

6

7

8

JUMLAH 210

TEMPERATUR (° C )No.

DUMP TRUK

NO.POL

BERAT TIKET

(TON)KETERANGAN

Page 428: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 417

PENUTUP Kesimpulan

Penerapan aplikasi sistem android pada penanganan perkerasan jalan berbasis kinerja sangat membantu pengendalian pelaksanaan kegiatan penanganan perkerasan jalan, karena detail kegiatan tercatat secara real time, mulai dari mutu bahan, kondisi dan kapasitas alat, mutu pekerjaan, kesesuaian kompetensi tenaga ahli dan tenaga terampil, keaktifan penyedia, keaktifan tim pengawas, intensitas koordinasi antar para pihak, daftar permasalahan dan penanggung jawabnya. Semua data tertulis otomatis dan semua pihak mengetahuinya secara real time, sehingga yang tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya akan gugur secara hukum tanpa syarat, baik personal maupun perusahaannya. Artinya apabila permasalahan sudah sampai pada level pimpinan dan dengan batas waktu tertentu yang disepakati para pihak tidak selesai maka putus kontrak secara otomatis.

Dengan penerapan aplikasi berbasis androit pada pelaksanaan penanganan jalan diharapkan dapat mendorong penyedia jasa konstruksi utamanya agar dalam menawar memperhatikan kesesuaian kompetensi tenaga ahli dan tenaga terampil yang memadai, sehingga harapan untuk mewujudkan konstruksi perkerasan jalan yang sesuai dengan persyaratan teknis dalam upaya menjamin tercapainya kinerja pelayanan jalan sesuai umur rencana.

Rekomendasi

Mengingat bahwa kinerja perkerasan jalan sangat dipengaruhi oleh kompetensi penyedia jasa konstruksi, maka sebaiknya setiap akhir kegiatan penanganan jalan perlu dibuat penilaian objektif terhadap peronil dan perusahaan untuk dilaporkan kepada Tim pengadaan barang jasa sebagai bahan pertimbangan tahun berikutnya apabila nama personil dan perusahaan tersebut masuk sebagai nominasi pemenang tender.

Sebagai tambahan indikator kinerja perusahaan adalah akumulasi volume kerusakan

selama 5 tahun, yaitu berturut-turut 5%, 10%, 15%, 20% dan tepat tahun ke 5, maka total akumulasi kerusakan adalah 25% maksimal. Apabila angka angka tersebut terlampaui maka dapat dijadikan catatan tambahan sebagai kinerja perusahaan bahwa perusahaan kurang memuaskan karena batas kerusakan yang terjadi melebihi rancangan kerusakan standar yang ditetapkan dalam KAK. REFERENSI

1. Standar Dokumen lelang Dirjen Bina Marga Kementrisn PUPR tahun 2018 2. Spesifikasi Teknis Dirjen Bina Marga Kementrisn PUPR tahun 2018 3. NAPA 1996 4. Pengalaman lapangan sebagai PPK dan Bagpro pada penanganan pekerjaan jalan

dana APBN dan APBD Provinsi Jawa Timur.

Page 429: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 418

CARA EFEKTIF DAN EFESIEN MENANGANI KERUSAKAN SANGAT PARAH AKIBAT REPETISI BEBAN KENDARAAN BERAT PADA MUSIM

PENGHUJAN

1Yudi Widargo, 2Sutoyo 1,2 Jafung Teknik Jalan & Jembatan Madya DPU Bina Marga Prov. Jatim

[email protected], [email protected]

Abstrak Terkelupasnya lapis permukaan jalan, adanya gelombang dan kubangan (lubang besar) pada ruas jalan menunjukkan bahwa pada lokasi tersebut mengalami kerusakan sangat parah. Pada lokasi lembah gelombang dan kubangan sudah pasti terdapat air lumpur saat musim hujan. Kendaraan besar dan kecil hanya mampu melaju dengan kecepatan rata-rata kurang dari 5 km/ jam. Dalam kondisi demikian terdapat salah satu cara yang paling efektif dan efesien untuk malakukan penanganan yaitu menimbun campuran batu pecah ukuran 20-30 mm ±70 % dan batu pecah 10-20 mm ±30 % sebagaimana batu pecah yang digunakan pada landasan kereta api. Tuangkan secara bertahap campuran batu pecah tersebut pada kubangan dan lembah yang mengandung air lumpur sampai pada elevasi rata dengan puncak gelombang atau rata dengan tepi kubangan, ratakan secara manual, lakukan penambahan apabila masih ambles saat ada kendaraan berat lewat. Apabila sudah stabil (tidak melendut) dan permukaan tetap rata pada saat menerima beban berat maka tambahkan lapis pondasi atas dengan tebal rata-rata 20 cm sebagai lapis perata sekaligus untuk membentuk kemiringan melintang badan jalan. Apabila lapis pondasi atas sudah dinyatakan padat maka langsung dihampar lapis permukaan. Analisa teknis dan metoda pelaksanaan akan disampaikan secara detail pada makalah ini selanjutnya. Kata kunci : penanganan kerusakan jalan efektif & efesien Abstract Exfoliation of the road surface layers, the presence of waves and puddles (large holes) on the road shows that the location was severely damaged. At the location of the valley of waves and pools there is definitely muddy water during the rainy season. Large and small vehicles are only capable of driving at an average speed of less than 5 km / hour. In such conditions there is one of the most effective and efficient ways to do the handling, namely to hoard a mixture of crushed stones of 20-30 mm ± 70% size and 10-20 mm ± 30% crushed stones as those splits are used on railroad tracks. Gradually pour the crushed stone mixture into the mud puddles and valleys to the elevation level with the peak of the wave or flat with the edge of the puddle, flatten manually, make additions if it is still sinking when there are heavy vehicles passing by. If it is stable (not slumped) and the surface remains flat when receiving heavy loads, then add an upper foundation layer with an average thickness of 20 cm as a leveling layer as well as to form a transverse slope of the road body. If the top foundation layer has been declared dense then the surface layer immediately spreads. Technical analysis and implementation methods will be detailed in this paper later. Keywords: effective & efficient road damage management

Page 430: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 419

I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Kegiatan perekonomian sangat didukung dengan tersedianya prasarana jalan. Jalan yang baik memperlancar hubungan antara berbagai daerah. Sebaliknya, jalan yang rusak, selain akan menghambat kegiatan ekonomi juga bisa menjadi penyebab terjadinya kecelakaan. Kerusakan jalan memang menjadi salah satu masalah di Indonesia yang seringkali terjadi, terutama di jalan-jalan dengan volume lalu lintas yang padat, tidak terkecuali ruas-ruas jalan provinsi di Jawa Timur.

Panjang keseluruhan ruas jalan provinsi di Jawa Timur adalah 1.431 Km. Secara umum kondisi jalan tersebut dalam keadaan baik dan sedang. Hanya terdapat sebagian kecil yang mengalami kerusakan, itupun kerusakan sedang. Hal tersebut karena beban lalu lintas di ruas jalan provinsi tersebut relatif tidak terlalu berat dan berlebihan.

Kondisi permukaan jalan kita pada bulan-bulan musim hujan, pada umumnya banyak mengalami kerusakan yang salah satunya adalah sebagai akibat beban berulang yang seringkali beratnya berlebihan, dan ditambah adanya resapan air hujan ke badan jalan. Kerusakan tersebut berupa lobang-lobang kecil/besar maupun bergelombang. Keadaan ini selain mengakibatkan kurangnya kenyamanan bagi pengguna jalan juga dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.

Beberapa penyebab kerusakan jalan antara lain, beban lalu lintas yang melebihi standar beban jalan (MST 10 Ton), kondisi tanah dasar dan pondasi jalan, sistem saluran drainase jalan serta kondisi perkerasan jalan itu sendiri.

Beban lalu lintas berlebih, tentu saja secara langsung mengakibatkan kerusakan pada perkerasan badan jalan. Sementara saat ini kita belum dapat mengendalikan beban berlebih yang melewati jalan kita, meskipun jembatan timbang di beberapa tempat telah dioperasikan. Berdasarkan hasil perumusan kerusakan akibat beban berlebih, kerusakan yang terjadi akibat beban berlebih adalah kelipatan pangkat 4 dari tiap kelebihan beban.

Selain beban berlebih, salah satu penyebab kerusakan jalan adalah kelemahan pada tanah dasar dan struktur pondasi jalan, misalnya karena terendam banjir, karena tanah dasar atau struktur pondasi jalan menjadi jenuh air sehingga mengalami perlemahan. Oleh karena itu, saat ini desain untuk pondasi jalan selalu menggunakan material drainase (drainage material) yang berfungsi untuk segera mengalirkan air yang masuk kedalam material lapis pondasi tersebut keluar dari badan jalan.

Page 431: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 420

Drainase saluran yang tidak tertata dengan benar dapat pula menimbulkan kerusakan

terhadap badan jalan, terutama ketika air dari saluran yang tidak tertampung melimpas ke badan jalan. Genangan air pada badan jalan merendam perkerasan, yang akibatnya membuat lapisan aspal terkelupas ketika terkena beban lalu lintas berulang. Setelah lapis permukaan terkelupas terjadi lobang pada permukaan, berikutnya adalah pondasi akan mengalami kerusakan karena air meresap masuk ke bawah permukaan. Lebih lanjut lapis pondasi jalan akan rusak hingga terjadi gelombang akibat sungkur (shovel).

Selain kerusakan karena air, penyebab kerusakan lain adalah ketidak sempurnaan pada struktur perkerasan jalan itu sendiri, antara lain karena pelaksanaan perkerasan yang tidak benar, material perkerasan yang tidak memenuhi spesifikasi dan lain-lain. Pada umumnya kerusakan ini dimulai dari terjadinya retak permukaan, terjadinya segregasi material sampai dengan terjadinya lobang atau gelombang pada permukaan badan jalan.

Page 432: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 421

1.2 Lingkup Penulisan Berupaya untuk memperbaiki kerusakan jalan khususnya ruas-ruas jalan provinsi di

Jawa Timur, maka penulis mencoba untuk menyampaikan tulisan tentang pemeliharaan jalan. Dalam pembahasan tulisan ini, dicoba untuk mengajukan gagasan dalam melakukan kegiatan penambalan lobang jalan secara cepat, murah, dalam keadaan hujan dan tanpa menimbulkan gangguan terhadap lalu lintas.

Tulisan ini dibuat berdasarkan pengalaman penulis sebagai bagian dari masyarakat yang peduli kondisi jalan dan ingin berkendara secara berkenyamanan serta berkeselamatan.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam kegiatan pemeliharaan jalan, terutama ketika terjadi kerusakan permukaan jalan berlobang waktu musim hujan.

Pada umumnya waktu musim hujan, penambalan jalan tidak dapat maksimal apabila dilakukan dengan menggunakan campuran aspal panas (hotmix). Kondisi jalan yang basah atau hujan yang terus menerus, selain mempercepat tumbuhnya jumlah lobang, juga menyulitkan pelaksanaan penutupan lobang dengan menggunakan campuran aspal panas (hotmix). Alternatif lain dalam penutupan lobang adalah menggunakan campuran aspal dingin (coldmix), namun ini terkadang memerlukan biaya yang lebih mahal apabila dibandingkan menggunakan campuran aspal panas (hotmix).

Dalam tulisan ini penulis mencoba memberikan konsep pemikiran dalam pemeliharaan jalan, khususnya penambalan lobang pada saat musim hujan, dengan cara yang mudah, cepat dan relatif lebih murah dengan memanfaatkan material yang mudah diperoleh, tanpa banyak menimbulkan gangguan terhadap lalu lintas.

II Studi Literatur

Dari beberapa tulisan yang telah banyak dipublikasikan, kita dapat menimba pengetahuan tentang kerusakan jalan, penyebab kerusakan dan metode-metode penanganan kerusakan jalan. Serta beberapa alat dan bahan yang dapat dipergunakan untuk kegiatan perbaikan jalan.

2.1 Kerusakan Jalan Terdapat beberapa jenis kerusakan jalan dan penyebabnya, antara lain:

• Retak lelah dan deformasi pada semua lapisan perkerasan aspal Kerusakan ini banyak ditemui di ruas-ruas jalan dengan angkutan berat yang melebihi

kapasitas jalan. Kerusakan ini terjadi sebagai akibat dari seringnya dilewati angkutan yang beratnya berlebih. Beban berlebih yang sering melintas ini lama-lama akan membuat retak di permukaan.

Retak permukaan yang tidak segera diperbaiki akan mengakibatkan terjadinya deformasi. Retak dan deformasi ini harus segera ditambal agar air tidak masuk retakan. Apabila air telah masuk kedalam retakan, maka lama-lama akan terjadi lobang yang makin lama makin membesar.

Page 433: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 422

• Retak Terdapat berbagai jenis retak yang bisa terjadi pada perkerasan aspal, meliputi

retak kulit buaya, retak pinggir, retak sambungan bahu, retak refleksi, retak susut, dan retak slip. Salah satu faktor terbesar penyebab retak tersebut adalah buruknya sistem drainase jalan. Sistem drainase perlu dibangun sehingga jenis kerusakan yang sama tidak terjadi lagi.

Sistem drainase yang baik untuk perkerasan jalan aspal harus bisa membuang atau mengalirkan air dengan cepat ke saluran drainase buatan ataupun ke sungai. Sistem drainase ini juga harus mampu membuang air hujan atau air dari sumber-sumber lainnya dan mengendalikan air bawah tanah yang bisa menyebabkan erosi atau kelongsoran. Sistem drainase ini harus benar-benar terawat dan berfungsi. Sistem drainase perlu dibersihkan secara berkala dari sampah dan rumput agar tetap bisa mengalirkan air dengan lancar.

• Perubahan bentuk Perubahan bentuk pada perkerasan jalan aspal bisa terjadi dikarenakan tanah

dasar yang lemah dan pemadatan yang kurang optimal di lapisan pondasi. Perubahan bentuk yang terjadi pada jalan aspal bisa berupa amblas, jembul, keriting dan alur.

Kerusakan jalan aspal berupa perubahan bentuk tidak cukup diperbaiki hanya dengan melakukan penambalan saja. Perbaikan kerusakan dengan menggali lapis pondasi, memadatkan kembali, lalu melakukan penambahan lapisan permukaan baru.

Page 434: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 423

Pemadatan wajib dilakukan untuk meningkatkan kekuatan tanah dengan cara memperkecil pori-pori tanah agar memperkecil daya rembesan air pada tanah. Tahap pemadatan ini dilakukan lapis demi lapis sehingga diperoleh kepadatan yang ideal.

• Kegemukan Saat temperatur permukaan aspal naik, maka aspal menjadi lunak. Ketika roda

melewati permukaan aspal tersebut, akan timbul bekas roda pada permukaan jalan. Kerusakan yang disebut kegemukan ini biasanya terjadi pada jalan aspal yang menggunakan kadar aspal tinggi pada campuran aspal atau dikarenakan pemakaian aspal yang terlalu banyak pada tahapan prime/tack coat. Kerusakan jenis ini biasanya dapat diatasi dengan menghamparkan atau menaburkan agregat panas yang kemudian dipadatkan. Atau bisa juga dilakukan pengangkatan lapisan aspal dan lantas diberi lapisan penutup.

Page 435: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 424

2.2 Bahan untuk perbaikan kerusakan jalan Terdapat beberapa bahan yang dapat dipergunakan untuk perbaikan jalan,

khususnya penambalan, dengan beberapa karakteristiknya, antara lain:

• Campuran Aspal Panas (Hotmix)

• Campuran Aspal dingin (Coldmix)

• Agregat klas A atau klas B

• Campuran agregat semen

• Material agregat lainnya. Dalam bab berikutnya akan dibahas tentang kelebihan dan kekurangan masing

masing bahan tersebut dalam pelaksanaan pemeliharaan jalan di lapangan.

III Kegiatan penanganan kerusakan jalan Berbagai upaya penanganan kerusakan jalan (khususnya penambalan lobang) telah

dilakukan, namun kecepatan tumbuhnya lobang maupun gelombang lebih cepat daripada kegiatan penambalan lobang tersebut, terutama ketika musim hujan. Pada umumnya penambalan ini dilakukan dalam keadaan kering dan tanpa dilewati lalu lintas kendaraan (dengan pengaturan lalu lintas).

Berikut ini penulis mencoba untuk mengajukan konsep penambalan lobang cepat ketika musim hujan dan dalam keadaaan lalu lintas tetap dapat lewat tanpa terganggu.

3.1 Bahan-bahan untuk Kegiatan Penambalan Lobang

Sebagaimana disebutkan dalam bab sebelumnya, bahwa terdapat beberapa bahan yang dapat digunakan dalam kegiatan pemeliharaan jalan di lapangan, khususnya kegiatan penambalan lobang.

• Campuran Aspal Panas (Hotmix) Campuran aspal panas ini yang paling sering dan banyak digunakan untuk

kegiatan pemeliharaan jalan, khususnya penambalan lobang. Campuran ini pada umumnya dibuat dengan menggunakan Asphalt Mixing Plant (AMP).

Untuk kegiatan menambal lobang, kita tinggal memesan sejumlah tertentu campuran aspal panas sesuai kebutuhan. Campuran ini ditempatkan pada lobang yang ada dengan dibantu tack coat untuk melekatkan pada lobang aspal yang ada (eksisting), diratakan kemudian dipadatkan.

Namun campuran aspal panas ini memiliki kelemahan, yakni tidak dapat ditambalkan pada lobang ketika sedang dalam keadaan basah/hujan. Demikian pula kesulitan dalam hal pemesanan campuran, ketika AMP tidak sedang produksi. Pada umumnya kegiatan penambalan lobang ini memiliki keterbatasan dalam hal volume capaian, yaitu volume yang sangat kecil, rata-rata sehari + 12 ~ 15 ton. Ketika AMP tidak sedang berproduksi, tidak mau melayani pemesanan dalam jumlah kecil tersebut.

Kelemahan lain adalah harga campuran aspal panas ini relatif agak mahal dan dibutuhkan alat pemadat. Dengan adanya kegiatan pemadatan ini, maka akan menimbulkan gangguan terhadap lalu lintas. Untuk itu diperlukan kegiatan pengaturan lalu lintas.

• Campuran Aspal dingin (Coldmix) Selain campuran aspal panas, terdapat material campuran aspal dingin (cold mix).

Campuran ini pada umumnya juga merupakan produk pabrikan, yang dikemas dalam bungkus sak.

Ketika melakukan penambalan lobang, maka bungkusan sak campuran ini dibawa ke lapangan dan dituang ke dalam lobang, kemudian diratakan dan dipadatkan.

Page 436: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 425

Harga campuran dingin ini sedikit lebih mahal dibandingkan campuran aspal panas, karena dapat disimpan dalam bentuk kemasan. Selain itu ada kelemahan lain, yaitu diperlukan alat pemadat, yang tentunya kegiatan pemadatan ini juga menimbulkan gangguan terhadap lalu lintas.

• Campuran agregat semen Bahan campuran lain yang banyak digunakan juga untuk kegiatan menambal

lobang adalah campuran agregat semen. Komposisi campuran ini berupa agregat klas A atau batu pecah yang dicampur dengan sejumah tertentu semen, baik berupa campuran basah maupun campuran kering.

Kelemahan dari campuran agregat semen ini, terutama campuran basah adalah memerlukan waktu untuk pengerasan yang agak lama sebelum dapat dilewati lalu lintas. Untuk campuran kering diperlukan alat pemadat dan waktu pengerasan yang cukup. Hal ini tentunya dapat menimbulkan gangguan terhadap arus lalu lintas.

• Material agregat lainnya Yang dimaksud agregat lainnya disini adalah komposisi campuran dari 70% batu

pecah ukuran 2-3 cm dan 30% batu pecah ukuran 0.5-1 cm. Kedua bahan batu pecah ini dicampur di luar lokasi dan dituangkan kedalam lobang jalan yang mengandung lumpur. Diratakan sedemikian rupa dan akan terpadatkan oleh roda lalu lintas kendaraan, khususnya kendaraan berat.

Material ini yang digunakan oleh penulis untuk menambal lobang. Hal ini akan diuraikan dalam bagian berikut dari tulisan ini.

3.2 Penambalan lobang dengan cepat dan efektif

Untuk menambal lobang yang lebih cepat penulis mencoba menerapkan penggunaan komposisi batu pecah ukuran 2-3 dan ukuran 1-2 pada lobang jalan dalam keadaan basah, dimana lobang tersebut mengandung lumpur. Perbandingan porsi batu pecah ukuran 2-3 kurang lebih 70% dan batu pecah ukuran 1-2 kurang lebih 30%. Penerapan komposisi tersebut dilakukan dalam keadaan lobang basah (berlumpur) dan dalam keadaan lalu lintas terbuka.

Pertama batu pecah dengan porsi sebagaimana disebutkan diatas dicampur di luar lokasi lobang, sehingga tercampur sedemikian rupa. Kemudian campuran dituangkan kedalam lobang dan diratakan. Dengan adanya lalu lintas berjalan, maka pemadatan akan dilakukan oleh roda kendaraan yang lewat, khususnya roda kendaraan berat. Ketika terjadi pemadatan oleh roda kendaraan, maka tambalan akan mengalami ambles dan lumpur dibawah secara perlahan akan terangkat naik dan mengisi pori-pori antara batu pecah. Kemudian ditambahkan lagi campuran batu pecah pada daerah amblesan dan diratakan, sehingga susunan batu pecah akan mengalami interlocking (penguncian antar batu dan lumpur).

Setelah dirasa tambalan cukup padat, perlu ditambahkan bahan lain sebagai ikatan permanen. Sebagai bahan pengikat, pada tambalan yang telah padat tersebut dapat digunakan air semen atau aspal panas. Air semen dapat meresap kedalam campuran dan mengeras dalam waktu yang tidak terlalu lama. Aspal panas yang dituangkan akan meresap kedalam pori campuran dan permukaan tambalan. Agar aspal panas tersebut tidak melekat pada roda kendaraan maka perlu ditutup/ditabur pasir.

3.3 Evaluasi pemakaian bermacam-macam bahan tambalan

Pada bagian ini akan diuraikan kebutuhan biaya bahan dan alat untuk penambalan lobang dengan ukuran 1 m3, dengan menggunakan beberapa bahan yang berbeda. Biaya upah tenaga dianggap sama, untuk penambalan lobang dengan bermacam-macam campuran bahan tambalan.

Page 437: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 426

• Campuran aspal panas Untuk menambal lobang menggunakan campuran aspal panas, selain harga

campuran yang relatif agak mahal, juga diperlukan alat pemadat, meskipun ukuran kecil. Estimasi harga sewa alat Rp. 500.000/hari. Harga campuran aspal panas adalah Rp. 1.100.000/Ton atau + Rp. 2.530.000/m3. Sehingga total biaya untuk penambalan adalah Rp. 3.030.000. Disamping itu, pada saat pemadatan tambalan lalu lintas menjadi agak terganggu, dan penambalan menggunakan campuran ini tidak dapat dilakukan ketika dalam keadaan turun hujan.

• Campuran aspal dingin Harga campuran aspal dingin + Rp. 1.300.000/Ton atau kurang lebih

Rp.2.990.000/m3. Diperlukan alat pemadat kecil, yang memerlukan biaya sewa dan juga menimbulkan gangguan terhadap lalu lintas. Harga sewa alat pemadat Rp. 500.000/hari. Total biaya penambalan lobang jalan menggunakan campuran aspal dingin adalah Rp. 3.490.000

• Campuran agregat semen Untuk menambal lobang menggunakan campuran agregat semen diperlukan biaya

pembelian campuran agregat semen Rp. 600.000/m3 dan sewa alat pemadat kecil Rp. 500.000, sehingga total kebutuhan biaya penambalan lobang adalah Rp. 1.100.000. Selain itu lalu lintas terganggu ketika dilaksanakan pemadatan.

• Material agregat lainnya Harga campuran batu pecah ukuran 2~3 cm dan 0.5~1 cm adalah Rp. 400.000/m3

dan harga campuran air semen adalah kurang lebih Rp. 100.000 untuk campuran 1m3 batu pecah, sehingga total biaya untuk penambalan lobang 1 m3 adalah sebesar Rp. 500.000

IV. Kesimpulan dan Rekomendasi 4.1 Kesimpulan

Dari hasil evaluasi pada bab sebelumnya dapat diringkas sebagai berikut:

• Penambalan menggunakan campuran aspal panas Biaya yang diperlukan untuk penambalan lobang volume 1 m3 adalah sebesar Rp.

3.030.000, dengan kondisi lalu lintas terganggu dan tidak dapat dilakukan dalam kondisi turun hujan.

• Penambalan menggunakan Campuran aspal dingin Biaya yang diperlukan untuk penambalan lobang volume 1 m3 adalah sebesar Rp.

3.490.000, dengan kondisi lalu lintas terganggu, akibat diperlukannya alat pemadat.

• Penambalan menggunakan Campuran agregat semen Biaya yang diperlukan untuk penambalan lobang volume 1 m3 adalah sebesar Rp.

1.100.000, dengan kondisi lalu lintas terganggu, akibat masih diperlukannya alat pemadat.

• Penambalan menggunakan Material agregat lainnya Biaya yang diperlukan untuk penambalan lobang volume 1 m3 adalah sebesar Rp.

1.100.000, dengan kondisi lalu lintas tidak terganggu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penambalan yang dilakukan dengan

menggunakan material agregat lain berupa campuran batu pecah ukuran 2~3 cm dan ukuran 0.5~1 cm adalah kegiatan penambalan lobang dengan biaya paling

Page 438: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 427

ekonomis/murah dan tanpa menimbulkan gangguan terhadap lalu lintas, serta dapat dilakukan pada musim penghujan.

4.2 Rekomendasi Untuk melakukan penambalan dengan cepat dan ekonomis ketika musim hujan dan

berada di lokasi yang sulit untuk mendatangkan alat pemadat, penggunaan campuran batu pecah ukuran 2~3 cm dan ukuran 0.5~1 cm, adalah solusi yang baik, ekonomis, cepat dan sangat mudah dilakukan, bahkan oleh tenaga yang tidak perlu sangat terlatih. Hanya diperlukan ketekunan dan kesabaran.

V. REFERENSI

1. Spesifikasi Teknis Dirjen Bina Marga, Kementrian PUPR Tahun 2018 2. Manual Desain Perkerasan Jalan 2017 3. Pengalaman lapangan penanganan jalan Nasional dan Provinsi wilayah Jawa Timur

Page 439: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 428

PERANCANGAN BIG DATA JALAN DAN JEMBATAN UNTUK MENDUKUNG KONSTRUKSI 4.0

Dimas Sigit Dewandaru Puslitbang Jalan dan Jembatan, Kementerian PUPR

Jl A.H Nasution No. 264 Bandung 40294 [email protected]

Abstrak Perkembangan industri 4.0 saat ini telah merubah tahapan proses bisnis suatu pekerjaan, dimana tiap tahapan pekerjaan dibuat menjadi semakin cepat, sederhana dan efisien. Hal tersebut juga berlaku di bidang konstruksi yang harus melakukan transformasi ke arah digitalisasi yang dikenal dengan nama konstruksi 4.0. Penerapan konstruksi 4.0 ditandai dengan perkembangan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi guna mencapai efisiensi yang tinggi dan kualitas produk konstruksi yang baik. Agar perkembangan konstruksi 4.0 dapat maksimal, maka perlu didukung oleh empat komponen fungsional industri 4.0 yaitu, internet of things, internet of services, cyber security dan big data. Makalah ini akan membahas salah satu komponen dari industri 4.0, yaitu perancangan big data yang tepat untuk mendukung konstruksi 4.0. Perancangan big data menjadi sangat krusial dalam konstruksi 4.0, karena besarnya data konstruksi yang disimpan, diolah dan dibagikan memerlukan tingkat keakuratan dan keamanan yang tinggi. Salah satunya adalah data jalan dan jembatan yang memiliki karakteristik khusus. Untuk itu perancangan big data yang tepat haruslah memperhatikan tiga faktor, yaitu besarnya data, kecepatan transfer dan variasi data. Makalah ini akan membahas salah satu konsep perancangan big data untuk data jalan dan jembatan yang diambil dari studi kasus pengembangan Indonesia Road Data Center Operation (IRODCO) yang dilakukan oleh Puslitbang Jalan dan Jembatan. IRODCO sendiri merupakan hasil adopsi teknologi data center yang telah dikembangkan oleh Korea Selatan. Kata Kunci : Konstruksi 4.0, big data, data jalan dan jembatan. Abstract The development of industry 4.0 has changed the business processes of work that made to be faster, simpler and more efficient. This also applies in the field of construction which must transform towards digitization known as construction 4.0. The implementation of construction 4.0 is marked by the development of the use of information and communication technology in order to achieve high efficiency and good quality construction products. The development of construction 4.0 needs to be supported by four functional components of the industry 4.0, namely, internet of things, internet of services, cyber security and big data. This paper will discuss one of Industry 4.0 component, which is big data. The design of big data is crucial for construction 4.0, because the large amount of construction data that is stored, processed and shared must be accuracy and safety. For example is road and bridge data which have special characteristics. For this reason, the proper design of big data must pay attention to three factors, there are the size of data, the speed of transfer and variation of data. This paper will discuss one of the big data design concepts for road and bridge data taken from a case study on the development of the Indonesia Road Data Center Operation (IRODCO) conducted by the Institute of Road Engineering. IRODCO itself is the result of the adoption of data center technology that has been developed by South Korea. Key Word : Construction 4.0, big data, road and bridge data.

Page 440: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 429

PENDAHULUAN Perkembangan industri 4.0 saat ini telah merubah tahapan proses bisnis suatu

pekerjaan, dimana tiap tahapan pekerjaan dibuat menjadi semakin cepat, sederhana dan efisien. Hal tersebut juga berlaku di bidang konstruksi yang bertransformasi ke arah digitalisasi yang dikenal dengan nama konstruksi 4.0. Penerapan konstruksi 4.0 ditandai dengan perkembangan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi guna mencapai efisiensi yang tinggi dan kualitas produk konstruksi yang baik.

Perkembangan konstruksi 4.0 perlu didukung oleh empat komponen fungsional industri 4.0 yaitu, internet of things, internet of services, cyber security dan big data. Perancangan big data menjadi sangat krusial dalam konstruksi 4.0, karena besarnya data konstruksi yang disimpan, diolah dan dibagikan memerlukan tingkat keakuratan dan keamanan yang tinggi. Salah satunya adalah data jalan dan jembatan yang memiliki karakteristik khusus. Untuk itu perancangan big data yang tepat haruslah memperhatikan tiga faktor, yaitu besarnya data, kecepatan transfer dan variasi data.

Salah satu permasalahan pembangunan infrastuktur jalan saat ini adalah sulitnya mendapatkan data dan informasi terkait, terutama untuk kepentingan mendesak seperti relokasi, bencana alam dan peristiwa kegagalan infrastuktur. Ketersediaan data jalan dan jembatan di Indonesia masih bersifat parsial. Tiap institusi pemiliki data jalan (pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi dan perguruan tinggi) masih melakukan pengelolaan data jalan dan jembatan secara terpisah. Hal ini menyebabkan terjadinya duplikasi data (lihat tabel 1) dan tidak efisensinya penyajian data yang dilakukan. Seharusnya penyajian data bisa dilakukan dengan melakukan integrasi data yang telah diolah di masing-masing institusi.

Konsep integrasi data memunculkan permasalahan selanjutnya, yaitu kompleksnya data terkait jalan dan jembatan di Indonesia. Panjang jalan di Indonesia saat ini telah mencapai sekitar 500 ribu km dan ditambah dengan jumlah jembatan yang mencapai sekitar 80 ribu Jembatan. Fakta tersebut berimplikasi terhadap beragamnya data dan besarnya ukuran file yang dikelola. Di Kementerian PU, hingga saat ini telah mengalokasikan hingga ratusan Terabyte untuk keperluan penyimpanan data infrastuktur di Indoenesia. Dengan kata lain, Big Data tidak hanya dilambangkan dengan volume, kaitannya adalah industri, pemerintah dan akademisi telah lama menghasilkan data yang besar - misalnya, sensus nasional [1]. Hal tersebut mengindikasikan bahwa data jalan dan jembatan apabila diintegrasikan dapat menjadi sebuah Big Data yang memerlukan perlakuan khusus dalam penanganannya.

Kebutuhan data jalan dan jembatan di masa depan akan semakin kompleks. Pengguna data akan semakin bertambah sesuai dengan berkembanganya sistem keterbukaan informasi publik di Indonesia. Pengguna data tidak lagi didominasi oleh pemerintah, swasta ataupun akademisi, masyarakat luas nantinya diharapkan dapat mengakses data jalan dan jembatan secara mudah.

Indonesian Road Data center Operation (IRODCO) merupakan sebuah konsep sistem penyimpanan basis data jalan yang terintegrasi dalam sebuah pusat penyimpanan (data center) yang memperhatikan konsep Big Data dalam prosesnya. Data dari berbagai institusi terkait bidang jalan dapat disimpan, diolah dan dikelola untuk dijadikan informasi dengan nilai tambah di dalamnya. Konsep IRODCO dibangun dengan menganalisa data yang dimiliki oleh berbagai institusi penyelenggara jalan di Indonesia.

Page 441: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 430

PEMBAHASAN Data Jalan dan Jembatan

Data jalan dan jembatan saat ini data jalan tersebar di berbagai instansi terkait yang memiliki fungsi pengelolaan jalan dan jembatan. Data yang mereka miliki telah dikelola sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing institusi. Namun, yang sering terjadi adalah pengelolaan data tersebut masih bersifat parsial, walaupun pengelolaan data tersebut terjadi dalam satu institusi. Keragaman pengelolaan data biasa terjadi antar divisi organisasi, juga sering terjadi pada organisasi yang memiliki cabang di beda wilayah. Kondisi infrastruktur teknologi informasi sebagai alat komunikasi data yang berbeda di tiap wilayah dapat mengakibatkan aplikasi yang telah dikembangkan oleh pusat tidak digunakan [2].

Tabel 1 menunjukan contoh persebaran data jalan yang dimiliki oleh berbagai institusi di Indonesia.

Tabel 1 Sumber Data Jalan dan Jembatan

Institusi Data Pusdata (Pusat Pengolah Data) Kementerian Pekerjaan Umum

• Jaringan Jalan Tol

• Rencana Jaringan Jalan Tol

• Jaringan Jalan Nasional

• Peta Infrastuktur

• Sebaran Alat Berat

Dirjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum

• IRI

• SDI

• LHR

• Jaringan Jalan Nasional

• Kondisi Jalan Nasional

• Kondisi Jembatan Nasional

• Proyek Konstruksi Jalan Nasional

Pusjatan (Puslitbang Jalan dan Jembatan) Kementerian Pekerjaan Umum

• Deposit Asbuton

• SSI

• RMI

• LHR

• Longsoran

• Galian Timbunan

• Kondisi Jembatan

Kementerian Perhubungan • TMC (Video Streaming)

• Titik Kecelakaan

• Moda Transportasi

• Peta Prasarana Transportasi Nasional

Pemerintah Daerah • Jalan Daerah

• Penerangan Jalan Umum (PJU)

Korps Lalu Lintas (Korlantas) Kepolisian RI

• Kecelakaan Lalu Lintas

• LHR

• TMC (Video Streaming)

BUMN/Swasta

• Jaringan Jalan Tol

• Kecelakaan di Jalan Tol

• Gambar Rencana Proyek (As Built Drawing)

• Laporan Proyek.

Dikumpulkan dari berbagai sumber di internet

Tabel 1 menunjukan bahwa data jalan yang tersebar di berbagai institusi rentan

terhadap duplikasi data, hal tersebut disebabkan oleh tugas pokok yang dimilki masing-masing institusi. Hal lainnya yang dapat dilihat dari Tabel 1 adalah beragamnya data terkait jalan yang dikelola oleh masing-masing institusi.

Pengelolaan data jalan dan jembatan di Kementerian PUPR telah dimulai dari tahun 1980 dengan dikeluarkannya aplikasi IRMS (Integrated Road Management System), di Indonesia berkembang menjadi IIRMS (penambahan kata Indonesian).

Page 442: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 431

Dilanjutkan pada tahun 1992 dengan munculnya aplikasi BMS (Bridge Manajemen System). Walaupun peruntukannya untuk bidang manajemen data, namun kehadirannya dapat membantu dalam berbagai pengambilan keputusan strategis, seperti penentuan prioritas penanganan jalan. Seiiring berjalannya waktu, sistem informasi dalam bidang penangaan jalan dan jembatan semakin berkembang, tidak hanya sektor manajemen, namun sudah merambah ke sektor informasi geografis dan aplikasi teknis di lapangan.

Sesuai UU Jalan No.38 tahun 2004, pengelolaan Jalan Nasional adalah wewenang Kementerian PU-Pera. Dengan luasnya wilayah kerja Kementerian, maka diperlukan sebuah sistem informasi manajemen untuk dapat mendukung pengambilan keputusan terkait pengelolaan jalan dan jembatan nasional. Berbagai produk sistem informasi jalan khususnya jalan nasional telah dimanfaatakan oleh Kementerin PU-Pera. Beberapa diantaranya adalah IRMS, peta digital infrastuktur jalan nasional dan Sistem Informasi Potensi Teknologi Jalan.

Hingga saat ini Kementerian PU-Pera masih memanfaatkan aplikasi IRMS sebagai sistem informasi pengolahan data jalan nasional. IRMS merupakan suatu sistem perangkat lunak pengelolaan data jalan dan jembatan yang digunakan untuk melakukan proses perencanaan program pembangunan dan pemeliharaan jalan dan jembatan nasional. Fungsi lainnya adalah sebagai alat dalam pemantauan kondisi jalan, perbaikan dan evaluasi termasuk untuk ruas-ruas jalan yang dalam proses pembangunan baru.

Laporan INDII (Indonesia Infrastucture Initiative) tahun 2010 yang berjudul Strategy Review of The Current IRMS, menjelaskan bahwa IRMS terdiri dari beberapa modul, termasuk: (i) database jalan; (ii) sistem entri data; (iii) modul sectioning; (iv) analisis jaringan; (v) perencanaan strategis; (vi) pemrograman; (vii) tinjauan ekonomi; (viii) penganggaran; (ix) informasi jalan raya; (x) analisis statistik; dan beberapa antarmuka fitur dengan perangkat lunak dari pihak ketiga [3].

Seiring dengan pengembangan IRMS, muncul alternatif perangkat lunak manajemen data jalan, yaitu Highway Development and Management versi 4 (HDM-4), yang mempunyai pendekatan yang sistematis, digunakan sebagai alat bantu pengambil keputusan dalam pengelolaan investasi jalan di Indonesia (Tranggono, 2013). HDM-4 adalah sebuah perangkat lunak manajemen jalan yang telah dikembangkan oleh Word Bank lebih dari dua dekade yang lalu, dan telah digunakan oleh beberapa negara sebagai alat pengelolaan data jalan dan jembatan. Saat ini pemakaian IRMS dan HDM-4 dapat digunakan secara bersama-sama atau hanya salah satu saja oleh pengelola jalan baik di tingkat Nasional, Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

Terkait infrastuktur jembatan, Indonesia telah mengenal sebuah sistem informasi yang telah digunakan dalam pengelolaan jembatan, aplikasi tersebut adalah BMS (Bridge Management System). Indonesian BMS (IBMS) dikembangkan dengan fungsi untuk membuat perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan infrastuktur jembatan berdasarkan kebijakan secara menyeluruh. Dengan sistem ini, kondisi jembatan dapat dimonitoring dan ditentukan beberapa tindakan yang diperlukan untuk meyakinkan bahwa jembatan dalam keadaan aman dan baik, dengan dana yang optimum untuk melakukan pekerjaan jembatan [4].

Big Data Jalan dan Jembatan

Perkembangan teknologi manajemen data selama 50 tahun terakhir, telah melewati proses evolusi. Saat ini tren mengarah kepada pemanfaatan teknologi big data. Teknologi big data adalah kemampuan untuk me-manage jumlah data yang sangat besar dari tipe data yang berbeda, dengan kecepatan yang tepat dan menyediakan analisa data secara real time. Ada tiga elemen yang berpengaruh dalam teknologi big data dan dikenal dengan sebutan 3V [5], yaitu:

a. Volume, seberapa banyak data yang ada b. Velocity, seberapa cepat data tersebut di proses c. Variety, tipe data yang beragam

Page 443: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 432

Selain dari 3V diatas, ada elemen keempat yang tidak kalah penting yaitu Veracity yaitu seberapa akurat data dalam memprediksi business value. Elemen yang keempat ini merupakan yang terpenting karena bagaimana suatu Instansi atau perusahaan dapat memanfaatkan data yang dimiliki agar dapat mengembangkan bisnis dari instansi atau perusahaan tersebut.

Data jalan dan jembatan di Indonesia sangatlah besar dan kompleks. Data tersebut tidak hanya dimiliki oleh kementerian PU saja, tapi dimiliki juga intitusi lain seperti Kementerian Perhubungan, Badan Pusat Statistik, Pemerintah Daerah , Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan swasta (konsultan dan kontraktor). Tantangannya adalah bagaimana memanfaatkan data yang dimiliki oleh instansi yang berbeda untuk dapat dipersatukan dan digunakan untuk mengambil keputusan bagi para eksekutif di instansi tersebut. Big Data memberikan kesempatan, tetapi untuk memanfaatkan secara optimal Big Data, sejumlah tantangan harus diatasi [5].

Contohnya adalah saat penyusunan kebijakan oleh pimpinan, seperti penentuan prioritas pembangunan dan pemeliharaan jalan. Dalam proses penyusunan tersebut dibutuhkan data mengenai kondisi jalan, kepadatan lalu lintas jalan, data kecelakaan lalu lintas dan sebagainya, diperlukan data jalan dan jembatan lintas organisasi. Sehingga diperlukan sebuah system sharing data dan open data yang memanfaatkan teknologi big data.

Berbagai contoh pemanfaatan Big Data data jalan dan jembatan adalah sebagai berikut;

a. Pemrograman Jalan dan Jembatan Penyusunan program pembangunan jalan dan jembatan membutuhkan data histori dan data terkini yang akurat dan valid. Permasalahan terjadi apabila data histori tidak tersimpan dengan baik yang menyebabkan tidak akuratnya analisa kebutuhan program. Hal lainnya adalah tersebarnya data yang dibutuhkan untuk analisa. Sehingga solusi penggunaan pemanfaatan big data dapat meminimalisir kehilangan data untuk pemrograman.

b. Teknologi BIM (Building Information Modelling) BIM memanfaatkan big data sebagai media untuk pertukaran data dan informasi bangunan. BIM memiliki platform untuk bertukar data terkait perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi antar pemilik pekerjaan dengan penyedia jasa. BIM juga membutuhkan akses data terhadap basis data komponen bangunan, misalnya inventori komponen bahan bangunan.

c. Teknologi Survey Kondisi Jalan. Survey kondisi jalan saat ini dapat dilakukan dengan bantuan perangkat teknologi informasi yang terhubung dengan Big Data. Contohnya adalah pemanfaatan kendaraan survey Hawk Eye. Data survey dapat terhubung langsung dengan server di data center, sehingga dapat diproses langsung oleh pengelola jalan. Contoh lainnya adalah aplikasi JAKI (Jalan Kita) yang menerima berfungsi untuk menerima laporan dari masyarakat. JAKI memenfaatkan big data sebagai media yang menghubungkan data lapangan terkait kondisi jalan yang dilaporkan masyarakat.

d. Teknologi Survey Kondisi Jembatan Sama halnya dengan survey jalan, dalam bidang jembatan saat ini telah terdapat berbagai aplikasi yang memanfaatkan big data untuk keperluan survey kodisi jembatan. Salah satunya adalah aplikasi INVIJE yang dapat melakukan pemeriksaan visual kondisi jembatan menggunakan smart phone. Data kondisi jembatan dapat langsung disimpan dan diolah melalui pemanfaatan big data.

e. Teknologi Pemantauan Lalu Lintas. Saat ini pemantauan lalu lintas banyak dilakukan dengan menggunakan ke teknologi crowdsource data, seperti google map ataupun waze. Teknologi crowdsource data adalah bagian dari big data yang menghimpun data lalulintas dari pemilik smartphone. Teknoogi lainnya adalah pemanfaatan CCTV untuk

Page 444: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 433

melakukan monitoring lalu lintas ataupun penghitung lalulintas menggunakan image processing.

f. Penanganan Bencana Teknologi big data juga dapat dimanfaatkan pada saat bencana, terutama terkait pencarian data evakuasi dan rehabiltasi. Saat terjadi bencana dibutuhkan data terkait ketersediaan alat berat, lokasi evakuasi hingga pengiriman bantuan teknis lapangan.

Konsep Big Data Jalan dan Jembatan dengan studi kasus IRODCO Indonesian Road Data Center Operation (IRODCO) adalah sebuah konsep yang

disusun berdasarkan permasalahan sulitnya mencari data jalan. Konsep ini menawarkan integrasi data elektronik bidang jalan yang dimiliki oleh instansi yang berkaitan. Data tersebut dikumpulkan untuk dikelola dalam sebuah pusat data (data center) untuk dikelola dengan konsep big data, sehingga pencari data dapat dengan mudah mengakses data tersebut melalui satu pintu (lihat gambar 1)

Gambar 1 Konsep Big Data Jalan dan Jembatan

IRODCO merupakan adaptasi dari sistem basis data transportasi yang

dikembangkan oleh KTDB (Korea Transport Data Base). Tahun 2016 Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan (Pusjatan) bekerjasama dengan Negara Korea melalui institusi Korea Internasional Cooperation Agency (KOICA) membangun suatu sistem informasi pengelolaan data jalan dan transportasi untuk mengintegrasikan data antar seluruh institusi pengelola jalan dan transportasi di Indonesia yaitu KemenPUPR, Kemenhub, dan POLRI.

Masing-masing institusi berkontribusi berbagi data sesuai dengan tugas pokok dan fungsi setiap institusinya, dimana KemenPUPR berbagi data jalan dan jembatan, Kemenhub berbagi data lalu lintas dan angkutan jalan, dan POLRI berbagi data kecelakaan lalu lintas. Sistem IRoDCO akan menjadi Data Warehouse dari beberapa data terkait bidang jalan dan transportasi yang diperoleh dari beberapa institusi pengelola jalan baik ditingkat pusat maupun daerah, dimana database dari setiap institusi pengelola jalan akan tergabung menjadi satu sumber data yang terintegrasi dan sesuai dengan kebutuhan seluruh pengelola jalan.

Page 445: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 434

Konsep IRODCO menekankan 4 aspek, yaitu perangkat keras, pengembangan aplikasi, manajemen data dan koordinasi antar instansi[6].

Tabel 2 Aspek Dalam Konsep IRODCO

No Perangkat Keras

Pengembangan Aplikasi

Big Data Koordinasi

1 Data center Basis Data Pengumpulan Data

Organisasi

2 Server Website Pengolahan Data

Peningkatan Kompetensi

3 Storage Aplikasi Pendukung

Verifikasi Data

4 Koneksi Internet

Distribusi Data

Dalam aspek perangkat keras, hal yang paling penting adalah ketersediaanya data

center. Organisasi yang akan mengelola data jalan harus telah memiliki data center yang sesuai dengan standar TIA nomor 942 yang dikeluarkan oleh Badan Standar Amerika, standar ini digunakan karena telah menjadi standar acuan internasional, terlebih Indonesia belum memiliki standar khusus untuk pembangunan data center [7]. Hal berikutnya adalah adanya beberapa perangkat penyimpan data (storage) dan komputer layanan (server) yang digunakan untuk penyimpanan dan pengolahan data jalan. Server-server yang digunakan disesuaikan dengan tiap fungsi dari data yang akan disimpan. Koneksi internet digunakan sebagai jalur distribusi data, baik dari dan menuju data center.

Pengembangan aplikasi yang dimaksud dalam IRODCO adalah pengembangan perangkat lunak yang akan digunakan dalam seluruh proses kegiatan. Basis data berfungsi sebagai menajemen penyimpanan data di data center. Data dari berbagai institusi akan disimpan di dalam basis data sesuai dengan tipe dan peruntukan data. Dalam kasus data yang sangat beragam dan banyak, diperlukan basis data yang terstruktur dan efisien, hal ini dilakukan agar proses penyimpanan dan pencarian data dapat dilakukan dengan mudah. Website diperlukan sebagai media interaksi dan pendistribusian data dari pemiliki data ke pengguna. Aplikasi pendukung digunakan sebagai pendukung pendistribusian hasil dari pengembangan basis data, misalnya aplikasi mobile.

Aspek yang paling vital adalah proses pengelolaann big data, karena seluruh kegiatan interaksi data dilakukan dengan melibatkan berbagai komponen. Proses ini dimulai dari pengumpulan data yang dilakukan oleh institusi pemilik data jalan. Pengumpulan data ini dilakukan secara online dengan mentransfer data elektronik melalui koneksi internet ke data center. Data yang telah tersimpan di data center akan diklasifikasikan dengan menyesuaikan basis data yang telah disusun. Pengolahan data dilakukan untuk menghasilkan informasi yang diperlukan oleh pengguna. Informasi dan data yang telah diolah akan diatur dan dikendalikan oleh sistem manajemen data. Akhirnya data dan informasi tersebut akan didistribusikan kepada pengguna yang membutuhkan.

Jumlah institusi yang terlibat dalam integrasi data sangatlah beragam, sehingga dibutuhkan sebuah koordinasi yang intensif dan solid. Dalam hal ini, organisasi pengelola data sangat diperlukan. Organisasi ini akan bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan yang terjadi. Organisasi yang dibentuk harus terwakili oleh setiap institusi pemilik data jalan. Saat organisasi telah berjalan efektif, peningkatan kompetensi akan dilakukan sesuai dengan perkembangan dari data jalan.

Page 446: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 435

1.1. Arsitektur Big Data di IRODCO Arsitektur Big Data di IRODCO dapat digambarkan dengan 2 pendekatan,

pendekatan tersebut adalah arsitektur operasional sistem dan arsitektur proses data. Kedua arsitektur ini dipergunakan dalam sebuah sistem integrasi data. Arsitektur operasional sistem lebih fokus terhadap perancangan sistem secara keseluruhan, yang mencakup proses pengolahan data. Sedangkan arsitektur operasi data menggambarkan proses identifikasi data mulai dari awal proses hingga hasil akhir data dalam bentuk dokumen online.

Gambar 2. Arsitektur IRODCO Arsitektur operasional sistem pada gambar 2 menggambarkan bahwa perpaduan

empat aspek yang dijelaskan dalam konsep IRODCO, menghasilkan sebuah operasional system IRODCO. Data jalan dikumpulkan dari instansi pemilik data secara online memanfaatkan teknologi informasi. Data yang telah dikirimkan ke data center akan disimpan kedalam storage dengan format basis data yang telah ditentukan. Data kemudian akan diolah oleh beberapa server sesuai dengan peruntukannya. Contohnya data spasial yang terkumpul akan diolah oleh server GIS (Geographical Information System).

Data yang telah diolah menjadi data dengan nilai tambah (value added) dan informasi akan ditransfer ke jaringan internet. Pencari data jalan akan dapat mengakses melalui media website maupun mobile application. Arsitektur di atas juga menggambarkan bahwa aspek koordinasi diperlukan diantara pemilik data. Hal yang sama juga berlaku pada organisasi yang terbentuk dengan tugas manajemen data. Organisasi juga bertanggungjawab terhadap seluruh operasional data center.

Cloud/Network

Server

Storage

Pemilik Data Jalan

Kementerian PU

User Mobile ApplicationUser Dekstop Application

Server Server

Pemilik Data Jalan

Kementerian Perhubungan

Pemerintah Daerah

BUMN/Swasta

Data Jalan

Data Center

Data/InformasiKoordinasi Antar

Instansi

Organisasi

IRODCO

Manajemen

Data

Operasional

Data Center

Page 447: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 436

Gambar 3. Alur Proses Big Data di IRODCO

Alur proses pengelolaan big data jalan menggambarkan hingga menjadi data dan

informasi yang diinginkan pengguna. Data jalan yang dikirimkan oleh institusi pemilik jalan akan disimpan dalam beberapa basis data sesuai dengan klasifikasinya. Basis data akan diolah untuk menjadikan data didalamnya menjadi data dengan nilai tambah dan informasi. Data dan informasi tersebut akan dikemas dalam berbagai bentuk penyajian sesuai dengan keinginan pengguna data.

Data merupakan suatu informasi yang penting pada saat pembuat kebijakan akan melakukan perubahan suatu kondisi terkait perencanaan, pengaturan, pembinaan, pengawasan, dan pembangunan. Data yang diperoleh tidak seharusnya menjadi tidak bermanfaat jika dilakukan sebaik-baiknya dengan prosedur yang benar. Sistem IRoDCO memiliki harapan besar kepada seluruh institusi yang terlibat untuk dapat saling berbagi data, sehingga melalui sistem pendataan “satu pintu” akan terbentuk suatu sinergitas agar tercipta suatu kondisi jalan dan transportasi yang lebih berkeselamatan. Integrasi data ini akan sangat membantu seluruh stakeholder yang terlibat dalam melakukan analisis selanjutnya, sehingga proses penentuan kebijakan akan lebih cepat dilakukan.

KESIMPULAN

Perancangan big data jalan dan jembatan Indonesia saat ini sangat diperlukan untuk mendukung konstruksi 4.0. Semakin banyaknya pemanfaatan data jalan dan jembatan secara digital membutuhkan teknologi berbagi (share) yang memiliki kemampuan untuk me-manage jumlah data yang sangat besar dari tipe data yang berbeda, dengan kecepatan yang tepat dan menyediakan analisa data secara real time. Salah satu contoh konsep perancangan big data untuk data jalan dan jembatan adalah IRODCO. Sistem IRODCO memiliki konsep pemanfaatan big data jalan dan jembatan secara Bersama-sama dengan berbagai institusi pengelola data jalan dan jembatan di Indonesia.

UCAPAN

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pusjatan (Pusat Penelitian Jalan dan Jembatan) Kementerian Pekerjaan Umum dan KOICA (Korea International Cooperation Agency) sebagai pemilik kegiatan Joint Research serta kerjasama antar institusi yang terlibat dalam penyusunan makalah ini.

Data Teknis

Data

Langsung

Data Statitik

/Spasial

Data

Survey

Jaringan

Jalan

Pengolahan

Data

Data &

Informasi

Statistik

Spasial

Teknis

Multimedia

Laporan

Sharing Data Jalan

Page 448: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 437

DAFTAR PUSTAKA [1] Vercellis, C. (2009). Business Intelligence: Data Mining and Optimization for Decision

Making (1sted.). Wiley. [2] Kridalukmana, Rinta. 2011. Penanganan Keragaman Pengelolaan Data dan

Infrastuktur Teknologi Informasi. http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-rintakrida-29048, diakses 23 September, 2019.

[3] INDII. (2010). Strategy Review of The Current Indonesia Road Management System. INDII. Jakarta.

[4] Direktorat Jenderal Bina Marga dan AusAID. (1993). Panduan Sistem Informasi Manajemen IBMS. Jakarta.

[5] Heripracoyo, Sulistyo (2014). Sis.Binus.ac.id. Big Data http://sis.binus.ac.id/2014/04/29/big-data/, diakses 12 September 2014

[6] Dewandaru, Dimas. 2014, Prosiding Seminasik 2014. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

[7] Miro (1997). Perencana.blogspot.com. Pengertian Jaringan Jalan dan Pembagiannya. http://perencanaankota.blogspot.com/2013/10/menurut-undang-undang-no.html, diakses 23 September 2019.

Page 449: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 438

IMPLEMENTASI APLIKASI SELULER PADA PROSES MANAJEMEN BISNIS PROYEK

JALAN TOL TRANS SUMATERA

1Anisyah Hartia, 2Iwan Hermawan PT Hutama Karya (Persero) Div. Pengembangan Jalan Tol

[email protected], [email protected] Abstrak Makalah ini mengungkapkan praktik dan tantangan implementasi platform seluler dalam proses manajemen bisnis jalan tol dimana saat ini PT Hutama Karya (Persero) bertugas membangun jalan tol, membebankan biaya tol kepada pengguna jalan untuk suatu periode dan kemudian mentrasfer jalan tol ke pemerintah atau yang disebut dengan sistem Built-Operate-Transfer. Sistem pengumpulan tol manual dan pengumpulan tol elektronik / electronic toll collect adalah metode pembayaran yang ada di Indonesia, saat ini masih memiliki jalur parkir/antrian pada gerbang tol. Mengamankan pendapatan dan mengurangi perselisihan adalah masalah yang dihadapi. Selain itu, aksesibilitas data mengenai info lalu lintas, pelacak tujuan, kamera lalu lintas, laporan kejadian, outlet media, pembayaran di lokasi tempat peristirahatan dan gerbang tol, belum optimalnya penggunaan infrastruktur berupa Back Bone / fiber optic yang tertanam sepanjang jalur Trans Sumatera. Pada makalah ini, kami menggunakan metode diskriptif kualitatif bagaimana Internet of Thing dan Big Data dapat diimplementasikan pada Proyek Jalan Tol Trans Sumatera sebagai solusi untuk mencapai pembayaran mandiri, terbangunnya jaringan komunikasi dan terintegrasinya data nomor polisi kendaraan sebagai sarana pengguna jalan tol untuk mendaftar aplikasi. Pada hasil kajian diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan jalan tol dan pengembangan sistem jalan tol yang berkelanjutan untuk menghadapi arus perubahan pada teknologi industri 4.0. Kata Kunci : Manajemen Bisnis, Platform Seluler, Teknologi Industri 4.0, Toll Collect, Road Furniture, Trans Sumatera I. Latar Belakang Makalah ini bertujuan mengungkapkan praktik dan tantangan implementasi platform aplikasi seluler dalam proses bisnis proyek jalan tol, dimana PT Hutama Karya (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan oleh Pemerintah melalui Peraturan Presiden no.100 Tahun 2014 yang telah diperbaharui dengan Peraturan Presiden no.17 Tahun 2015. Skema pendanaan yang diberikan oleh Pemerintah kepada PT Hutama Karya (Persero) yaitu membangun jalan tol (Build), mengoperasikan jalan tol dengan membebankan biaya tol kepada pengguna jalan untuk suatu periode (Operate) dan kemudian mentransfer jalan tol ke pemerintah (Transfer) atau disebut sebagai sistem B-O-T. sehingga pembangunan Jalan tol Trans Sumatera yang membentang dari Lampung – Banda Aceh sepanjang 2700 km merupakan suatu amanah atau mandat dari Pemerintah kepada PT Hutama Karya (Persero).

Mengangkat perspektif legalitas dari berbagi Kementerian yang terkait, seperti Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik

Page 450: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 439

Page 451: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 440

Page 452: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 441

Page 453: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 442

Page 454: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 443

Page 455: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 444

Page 456: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 445

Page 457: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 446

Page 458: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 447

Page 459: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 448

Page 460: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 449

Page 461: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 450

Page 462: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 451

Page 463: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 452

Page 464: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 453

Page 465: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 454

VI. Saran Untuk menerapkan karya inovasi HKtouch ini, kami menyampaikan saran sebagai berikut:

1. Untuk penerapan HKtouch, agar platform yang digunakan pada aplikasi HKtouch sebaiknya menjadi satu kesatuan dari sistem ERP atau platform yang telah diaplikasikan di perusahaan.

2. Untuk sistem pembayaran e-wallet (HKpay) yang menggunakan teknologi NFC di seluler, maka PT HK perlu menambah hardware berupa NFC reader sebagai interface dari NFC seluler pengguna jalan tol.

3. Kami menyarankan agar pengguna jalan tol yang mendaftar pada aplikasi HKtouch dapat memasukan data berupa nomor polisi kendaraan dan jenis golongan kendaraan sehingga satu account digunakan hanya digunakan untuk satu kendaraan. Penilitian lebih lanjut untuk menerapkan ANPR (Automatic Number Plate Recognition) sehingga tahapan penerapan Pembayaran tol dalam tahap Integrated System Manajemen.

DAFTAR PUSTAKA Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia No. 16/PRT/M/2017 Tentang Transaksi Tol Non Tunai di Jalan Tol; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia No. 10/PRT/M/2018 Tentang Tempat Istirahat dan Peayanan Pada Jalan Tol. Peraturan Menteri BUMN RI No. Per-02/MBU/02/2018 tentang Prinsip Tata Kelola TI Kementerian BUMN yang telah diperbaharui dengan Peraturan Menteri BUMN RI No.

Per-03/MBU/2018 tentang Panduan Penyusunan Pengelolaan TI BUMN Peraturan Menteri PUPR No. 392/PRT/M/2005 Standar Pelayanan Minimal Kania Amalia, Hari Ginardi dan Abdul Munif “Perancangan dan Desain CRM pada Aplikasi CallTenant,2018. Adimin,”7 Bisnis Kreatif Yang Diminati Anak Muda,”26 September 2016. Peraturan Pemerintah nomor 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol. Lembaran Negara

nomor Dr. Khali Persad, Dr. C. Michael Walton, Shahriyar Hussain, 2007, “Toll Collection Technology and Best Practise” Atul Parvatiyar dan Jagdish N. Sheth “Custumer Relationship Management:Emerging Practice, Process and Discipline.

Page 466: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 455

PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK PEMBANGUNAN JEMBATAN MUSI VI DENGAN METODE

LIFTING RANGKA SIDE SPAN

1Patrick Matheus, 2Tommi Putra Armada, 3Riandhika Dwi Prasetyo PT.Nindya Karya (Persero)

[email protected] , [email protected], [email protected]

Abstrak Kondisi jaringan jalan kota Palembang saat ini belum dapat mendukung laju pertumbuhan lalu lintas, terutama di Jalan Sudirman dan jalan H.M. Ryacudu (Jembatan Ampera). Salah satu solusi untuk memecah volume kendaraan yang melintas di Jembatan Ampera yaitu dengan pembangunan Jembatan Musi VI yang membentang dari Jl Sultan Muhammad Mansyur dan JI Wahid Hasyim, Kertapati, Palembang. Kondisi proyek yang sangat dekat dengan area rumah warga menjadi hal yang paling berpengaruh terhadap kenyamanan dan keselamatan kerja, karena item pekerjaan rangka baja membutuhkan penggunaan alat berat yang memiliki kapasitas besar. Permasalahan pembebasan lahan yang berlarut – larut menuntut tim proyek Musi VI untuk memaksimalkan ruang kerja yang tersedia. Metode awal adalah metode erection side span jembatan utama rangka baja pelengkung bentang 75 m di kedua sisi, P6-P7 dan P8-P9. Metode awal ini tidak dapat diterapkan dengan kondisi yang ada dan dianggap perlu untuk dilakukan penyesuaian. Atas dasar permasalahan tersebut, tim proyek Musi VI melakukan perubahan metode erection menjadi metode lifting side span jembatan utama rangka baja pelengkung bentang 75 m di kedua sisi, P6-P7 dan P8-P9. Metode lifting merupakan metode pekerjaan konstruksi yang menggunakan sistem pengangkatan/pemindahan pada konstruksi yang dibangun, baik itu pemindahan vertical maupun horizontal yang menggunakan alat bantu berupa lifting jack dan peralatan lainnya dalam proses pengerjaanya. Didalam pelaksanaan metode lifting side span rangka jembatan utama terdapat langkah – langkah pekerjaan yang meliputi persiapan tower lifting dan support pot bearing, assembly rangka jembatam side span, persiapan lifting jack system, penentuan titik koordinat oleh surveyor, proses lifting, dan finishing melengkapi badan rangka yang belum terpasang. Metode Lifting berhasil dilakukan dengan sangat baik. Pekerjaan lifting di P6-P7 selama 10 hari sedangkan lifting di P8-P9 dilakukan selama 3 hari. Percepatan di P8-P9 bisa dilaksanakan karena berpengalaman pada trial pertama. Keterbatasan ruang kerja tidak membuat pekerjaan terhenti namun menimbulkan sebuah motivasi untuk menciptakan inovasi Abstract Nowdays, condition of Palembang City’s ways can not support the growth of traffic in Palembang, especially at Sudirman street and H.M. Ryacudu street (main road of Ampera Bridge). Build Bridge of Musi VI is one of solutions to solve the problem with divide the traffic which passing by Ampera Bridge, it will connect Sultan Muhammad Mansyur Street and Wahid Hasyim Street, Kertapati, Palembang City. The condition of the project is very close with residents of around, it give uncomfortable affect for the residents and unsafety condition for worker because conventional method need many heavy equipments. Land acquisition problems take such a long time and disturb plan of the project. To slove this problem, our team do review method which maximize space of work. In the beginning, conventional erection side span method is used for erection both of 75 metres side, P6-P7 and P8-P9. This method can not be used because the condition of work space. Lifting method is one of the method which used lifting system to assembly

Page 467: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 456

structure, it can assembly with vertical and horizontal movement, it use many devices such jack lifting and other devices. There are some steps to do lifting side span method that is making tower lifting and pot bearing support, assembling side span framework, preparing jack system lifting, determining bench mark by surveyor, lifting process, and finishing unassembled formwork. In this project, this method work successfully. In the beginning, the method need 10 working days, after do evalution, it just need 3 working days. The acceleration can be realized because the evaluation step. Spacework problem make a good innovation. Keywords: Bridge, unsafety, space work, conventional, lifting method, bench mark

Page 468: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 457

Page 469: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 458

Page 470: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 459

Page 471: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 460

Page 472: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 461

Page 473: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 462

Page 474: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 463

Page 475: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 464

Page 476: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 465

Page 477: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 466

Page 478: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 467

Page 479: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 468

Page 480: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 469

Page 481: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 470

Page 482: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 471

Page 483: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 472

Page 484: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 473

Page 485: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 474

Page 486: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 475

Page 487: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 476

Page 488: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 477

AREA MAINTENANCE CONTRACT (AMC) MODIFIKASI

USULAN METODE PENANGANAN JALAN DAN JEMBATAN DI UPT PJJ SURABAYA TERKAIT KETERBATASAN SDM

Dian Novitasari1, Heru Susanto2, Ratna Handayani3 1,2,3 Dinas PU Bina Marga Provinsi Jawa Timur

[email protected], [email protected], [email protected]

Abstrak UPT PJJ Surabaya dengan wilayah kerja yang meliputi kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kab. Gresik, dan Kab. Lamongan mempunyai tugas penanganan, pengelolaan jalan dan jembatan, ketatausahaan serta pelayanan masyarakat (Pergub Jawa Timur No. 114 tahun 2016). Untuk mendukung tugas tersebut, dibutuhkan sumber daya yang handal, yang terdiri dari SDM yang kompeten dan peralatan yang laik operasi. Pada kenyataannya, SDM yang dimiliki oleh UPT. PJJ Surabaya, khususnya SDM teknis, semakin lama semakin berkurang jumlahnya. Total SDM pada tahun 2019 adalah sebanyak 87 orang, dengan SDM teknis sebanyak 51 orang. Dalam 3 (tiga) tahun kedepan, jumlah SDM menurun drastis, yaitu menjadi 37 orang, dengan SDM teknis sebanyak 20 orang. Penurunan jumlah SDM yang signifikan sangat berpengaruh terhadap pemenuhan tugas UPT, khususnya tugas penanganan dan pengelolaan jalan & jembatan. Bila selama ini pengelolaan pemeliharaan rutin jalan dan jembatan dilaksanakan secara swakelola, maka untuk selanjutnya perlu dipikirkan kembali bagaimana pola / metode penanganan yang tepat, terkait dengan pernurunan jumlah SDM. Ketatnya persyaratan pekerjaan swakeloa seperti yang diatur dalam Perpres No. 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa semakin memperkuat tekad UPT Surabaya untuk menagadakan perubahan / pembaruan metode penanganan jalan dan jembatan.Oleh karena itu dikembangkan suatu metode penanganan jalan dan jembatan yang dapat mengatasi permasalahan – permasalahan diatas, yaitu dengan cara melakukan tender untuk semua jenis penanganan jalan dan jembatan, baik itu pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala, rekonstruksi dan peningkatan untuk setiap wilayah di lingkungan UPT. PJJ Surabaya. Pada metode ini, proses tender untuk pemeliharaan rutin dan berkala dilakukan pada bulan November, sedangkan untuk paket rekonstruksi / peningkatan jalan, proses tender dilakukan setelah desain siap. Kata kunci : Penanganan Jalan, SDM, Pemeliharaan Rutin, Pemeliharaan Berkala,

Rekonstruksi. Abstract UPT PJJ Surabaya with work areas covering the city of Surabaya, Sidoarjo Regency, Kab. Gresik, and Kab. Lamongan has the task of handling, managing roads and bridges, administration and community services (Pergub Jawa Timur No. 114 2016). To support this task, reliable resources are needed, which consist of competent human resources and equipment that is operational. In fact, HR is owned by UPT. PJJ Surabaya, especially technical human resources, is decreasing in number. Total human resources in 2019 were 87 people, with 51 technical human resources. In the next 3 (three) years, the number of HR decreased dramatically, to 37 people, with a technical HR of 20 people. A significant decrease in the number of human resources has greatly affected the fulfillment of UPT tasks, specifically the task of handling and managing roads & bridges. If all this time the maintenance of routine maintenance of roads and bridges is carried out in a self-managed manner, it is necessary to further rethink how the appropriate

Page 489: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 478

pattern / method of handling is related to the decrease in the number of human resources. Rigorous requirements for self-employment as stipulated in Perpres No. 16 of 2018 concerning Procurement of Goods and Services further strengthens the determination of UPT Surabaya to delay changes / renewal methods for handling roads and bridges.Therefore, a method for handling roads and bridges was developed that could overcome the above problems, namely by conducting tenders for all types of road and bridge handling, be it routine maintenance, periodic maintenance, reconstruction and improvement for each region in the UPT environment. PJJ Surabaya. In this method, the tender process for routine and periodic maintenance is carried out in November, while for the reconstruction / upgrading road package, the tender process is carried out after the design is ready. Keywords: Road Handling, Human Resources, Routine Maintenance, Periodic Maintenance, Reconstruction. 1. Latar belakang

Undang undang No. 38 tahun 2004 tentang jalan pasal 30 (1) b mengamanatkan bahwa penyelenggara jalan wajib memprioritaskan pemeliharaan, perawatan, dan pemeliharaan secara berkala untuk mempertahankan tingkat pelayanan jalan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan. Oleh karena itu penanganan jalan dan jembatan merupakan salah satu tugas penting bagi UPT PJJ Surabaya, untuk mencapai jalan dengan kondisi mantap dan dapat melayani pengguna jalan dengan baik.

Penanganan yang baik dapat terselenggara bila tersedia sumber daya (resources) yang baik pula. Sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dan perlatan yang memenuhi persyaratan laik operasi mutlak dibutuhkan untuk keperluan ini. Akan tetapi, pada kenyataannya ketersediaan SDM, khususnya SDM teknis semakin banyak berkurang , ddiakibatkan oleh ketidakseimbangan antara SDM yang memasuki masa purna tugas dengan penerimaan SDM pada setiap tahunnya. Saat ini total ruas jalan yang ditangani oleh UPT PJJ Surabaya adalah sepanjang 118,82 km dan total jembatan adalah sebanyak 69 jembatan. Sedangkan jumlah SDM dan peralatan adalah seperti tersaji pada tabel berikut :

Tabel 1. Alat Berat di Wilayah UPT. Surabaya

NO NAMA JENIS BARANG TAHUN MERK / TIPE KONDISI

SURABAYA

1 DUMP TRUCK 2014 ISUZU B

2 DUMP TRUCK 2014 ISUZU B

3 ASPHALT SPRAYER 2011 GRIMONZ RR

4 COLD MILLING MACHINE 2016 WRITGEN B

5 BURNER ( Kompor Pem. Aspal)

2005 - B

6 TANDEM ROLLER 2014 CATTERPILLAR B

7 VIBRATOR ROLLER HAND G

2005 SAKAI B

8 PLATE COMPACTOR 2005 SAKAI B

9 PLATE COMPACTOR 2005 SAKAI B

10 ASPHALT CUTTER 2011 WACKER B

11 FLAD BED TRUCK 2015 HINO B

Page 490: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 479

NO NAMA JENIS BARANG TAHUN MERK / TIPE KONDISI

12 AIR Comp. AND JACK HUMMER

2011 - B

13 DIESEL GENERATOR SET

2018 -

SIDOARJO

1 TANDEM ROLLER 2011 HAMM B

2 VIBRTOR ROLLER HAND GUIDE

2005 SAKAI RR

3 CONCRETE MIXER 1978 - RB

4 FLAD BED TRUCK WITH CRANE

2011 ISUZU B

5 GENERATOR SET 2015 KRISBOW B

LAMONGAN

1 DUMP TRUCK 2011 ISUZU B

2 ASPHALT FINISHER 2015 WRITGEN RR

3 TANDEM ROLLER 2014 CATTERPILLAR B

4 TYRE ROLLER 2016 KANTO TEKKO B

Gambar 1. Data SDM UPT. PJJ Surabaya

Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa ketersedian SDM di UPT

Surabaya tidak sebanding dengan tugasnya dalam penanganan jalan dan jembatan. Persyaratan ketat tentang swakelola seperti diatur dalam Perpres no. 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa semakin memperparah ketimpangan pelaksanaan tugas terkait penanganan jalan dan jembatan. Pemeliharaan jalan dan jembatan yang biasanya dilaksanakan secara swakelola sudah tidak dimungkinkan lagi untuk dilanjutkan, karena harus dibentuk tim perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan yang ini berarti bahwa dibutuhkan lebih banyak lagi SDM. Oleh karena itu dibutuhkan suatu pola penanganan / metode yang tepat sehingga tugas penanganan jalan dan jembatan dapat dilaksanakan dengan baik. 2. Maksud dan tujuan

Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran tentang kondisi UPT PJJ pada umumnya dan untuk memberikan pilihan metode penanganan jalan dan jembatan yang tepat untuk diaplikasikan pada kondisi tersebut, dengan tujuan utama menyediakan jalan yang mantap setiap saat sehingga dapat menunjang kelancaran pergerakan arus perdagangan dan perekonomian.

3. Pokok Bahasan Permasalahan

Permasalahan yang mendasari penulisan makalah ini adalah keterbatasan SDM dalam penanganan jalan dan jembatan, khususnya dengan metode swakelola. Oleh

5136

SDM UPT PJJ Surabaya Th.

2019

pegawai teknis

pegawai non teknis

2017

SDM UPT PJJ Surabaya Th.

2022

pegawai teknis

pegawai non teknis

Page 491: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 480

karena itu perlu diberlakukan suatu kontrak penanganan jalan dan jembatan, melalui proses tender, untuk semua tipe penanganan, baik itu pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala, rekonstruksi maupun peningkatan jalan dan jembatan. Pada beberpa wilayah di Indonesia, telah diberlakukan metode penanganan jalan dan jembatan melalui kontrak tertentu, yaitu Performance Based Contract (PBC) dan Long Segment. Tinjauan Metode Performance Based Contract (PBC) dan Long Segmen

Performance Based Contract (PBC) adalah pendekatan kontrak yang fokus pada outcome, menggunakan standar kinerja terukur dan dalam strategi biayanya terdapat resiko dan rewards (insentif).

Long Segment merupakan kegiatan preservasi jalan dalam batasan satu panjang segmen yang menerus (bisa lebih dari satu ruas) yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi jalan yang seragam yaitu jalan mantap dan standar sepanjang segment. Ruang lingkup pekerjaan Long Segment terdiri dari pelebaran jalan (menuju standar), rekonstruksi jalan, rehabilitasi jalan, pemeliharaan preventif jalan, pemeliharaan rutin jalan, dan pemeliharaan rutin jembatan. Kelebihan dan kekurangan kedua metode tersebut adalah seperti disajikan dalam tabel berikut :

tabel 2. Perbandingan Metode PBC dan Long Segmen

Metode Kelebihan Kekurangan

Performance Based Contract (PBC)

• Penghematan biaya

• Mendukung inovasi dari Penyedia Jasa

• Meningkatkan motivasi Penyedia Jasa untuk mencapai outcome terbaik untuk memaksimalkan keuntungan finansial

• Hanya menjamin tercapainya tingkat pelayanan jalan dengan dasar tafsiran

• Tidak jelasnya kebutuhan pemilik proyek (tahap perencanaan

• Keterlibatan pemerintah daerah (tahap pengadaan)

• Adanya resiko biaya yang tersedia tidak cukup (tahap konstruksi)

Long Segment • Tidak membutuhkan SDM yang banyak

• Biaya pemeliharaan jalan menjadi lebih effisien

• Menciptakan proyek dengan nilai yang cukup besar untuk meningkatkan kemampuan penyedia jasa dalam investasi alat & personil

• Adanya sharing dengan pihak penyedia jasa dalam pelaksanaan managemen aset terutama dalam pekerjaan pemeliharaan jalan.

• 3 bulan pertama tidak ada pemeliharan jalan, karena kontrak dengan penyedia belum ada

• Untuk menghindari kerusakan jalan di 3 bulan pertama tetap dilaksanakan swakelola sehingga rawan terjadinya double account

• Permasalahan pada saat PHO yang waktunya tidak sama tiap jenis penanganan jalan

Page 492: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 481

Maka diperlukan suatu metode penanganan jalan dan jembatan yang dapat

meniadakan kekurangan dari kedua metode diatas. Metode Area Maintenance Contract (AMC) Modifikasi

Untuk tahun 2021 yang akan datang, UPT PJJ Surabaya mengusulkan Metode Area Maintenance Contract (AMC) Modifikasi sebagai metode penanganan jalan dan jembatan yang mampu menjawab semua permasalahan yang dihadapi oleh UPT PJJ terkait penanganan jalan dan jembatan. Metode ini merupakan penyempurnaan dari metode Area Maintenance Contract (AMC) yang telah banyak dianut oleh beberapa negara di dunia. Pada metode AMC, penanganan pemeliharaan jalan pada suatu area dikontrakkan pada satu penyedia. Hanya penyedia yang mempunyai modal besar yang bisa mendapatkan kontrak karena luasnya area sehingga nilai kontrak besar. Pengendalian pekerjaan lebih sulit, karena kompleksnya pekerjaan. Oleh karena itu, konsep AMC dimodifikasi dan disesuaikan dengan kondisi di Provinsi Jawa Timur. Perbedaan nomor rekening pada setiap jenis kegiatan penanganan jalan pada DIPA APBD Provinsi Jawa Timur juga mendasari dilakukannya modifikasi pada metode AMC, sehingga diharapkan lebih bisa dilaksanakan.

Area Maintenance Contract (AMC) Modifikasi adalah Penanganan jalan pada suatu area / wilayah tertentu berdasarkan jenis pekerjaan, yaitu paket pemeliharaan rutin, paket pemeliharaan berkala dan paket rekonstruksi. Konsep dasar Area Maintenance Contract (AMC) Modifikasi :

• Semua jenis penanganan jalan; Pemeliharaan Rutin, Pemeliharaan Berkala, Rekonstruksi dan Peningkatan pada suatu wilayah ditenderkan

• Tidak ada pekerjaan swakelola

• Pekerjaan pemeliharaan rutin ditenderkan pada bulan November (atas dasar RKA), penandatanganan kontrak pada bulan Januari (setelah DIPA siap)

• Pekerjaan rekonstruksi dan peningkatan yang sudah ada desainnya dapat ditenderkan pada bulan November

• Pekerjaan pemeliharaan berkala, pekerjaan rekonstruksi dan peningkatan yang belum ada desainnya ditenderkan bulan Maret (menunggu proses desain oleh bidang Bina Teknik / konsultan perencana)

Pemeliharaan rutin terdiri dari : patching; fog seal; sand seal; slurry seal; pembersihan rumaja; pemeliharaan sistem drainase dan pemeliharaab rutin jembatan. Pemeliharaan berkala terdiri dari : pelapisan ulang (overlay) perkerasan; perbaikan bahu jalan; perbaikan bangunan pelengkap; penggantian expantion joint dan perbaikan abutment jembatan.

Pekerjaan rekonstruksi / peningkatan terdiri dari : Perbaikan seluruh struktur perkerasan, drainase, bahu jalan,tebing, talud; Peningkatan kekuatan struktur berupa pelapisan ulang perkerasan dan bahu jalan sesuai umur rencananya kembali; pelebaran jembatan dan penggantian jembatan.

Page 493: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 482

Strategi pelaksanaan Area Maintenance Contract (AMC) Modifikasi : Berdasarkan konsep dasar AMC modifikasi diatas, diperlukan strategi yang tepat

agar metode ini dapat terlaksana dengan baik. Dibutuhkan pula time frame yang ketat, seperti berikut :

Tabel 3. Strategi Pelaksanaan Area Maintenance Contract Modifikasi

Oktober 2019 November 2019 Januari 2021 Maret 2021

• Tersedia data Kondisi Jalan yang valid berdasarkan hasil survey yang qualified

• Penyiapan RKA th anggaran 2021

• SK PPK, PPjHP dan PPHP 2021 sudah siap

• Review Standart Dokumen Pengadaan

• Penetapan indikator – indikator kinerja jalan

• Penetapan HSD dan AHS

• Penetapan daftar AMP dan pabrikan beton pracetak quilified

• Review Sistem Evaluasi Pemilihan Penyedia ULP oleh JFT TJJ

• Penyerahan Sistem Evaluasi Pemilihan Penyedia ke ULP untuk paket Bina Marga

• Pelaksanaan tender untuk pekerjaan pemliharaan rutin

• Pelaksanaan tender untuk pekerjaan pemliharaan berkala

• Pelaksanaan tender untuk pekerjaan supervisi rekonstruksi / peningkatan (desain telah siap)

• DIPA th anggaran 2021 siap

• Penandatanganan kontrak paket pekerjaan pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala dan rekonstruksi / peningkatan

• Pelaksanaan tender untuk pekerjaan rekonstruksi / peningkatan

Sanksi atas keterlambatan pemenuhan layanan kinerja jalan

Agar pelaksanaan Area Maintenance Contract modifikasi dapat dikendalikan dengan baik, maka perlu diberlakukan sanksi atas keterlambatan pemenuhan layanan kinerja jalan (tidak memenuhi indicator – indicator kinerja jalan yang telah ditetapkan).

Jika Penyedia gagal memenuhi tingkat layanan jalan dan jembatan berdasarkan waktu tanggap perbaikan,maka dikenakan pemotongan pembayaran yang dilakukan dengan cara memperhitungkan : pembayaran prestasi pekerjaan dan sumber keuangan lain yang menjadi tanggung jawab penyedia. Besarnya sanksi tersebut adalah sebagai berikut :

𝑫 = 𝟎, 𝟎𝟏 𝒙 𝑯 𝒙 𝑷𝒋𝒄

𝑷𝒋𝒍 𝒙 𝑵𝒍𝒑

dimana : D : Besarnya pemotongan pembayaran dalam rupiah H : Jumlah hari keterlambatan perbaikan pemenuhan tingkat layanan jalan

berdasarkan hasil inspeksi lapangan Pjc : Panjang jalan yang cacat (tidak memenuh indikator kinerja) dalam segmen

jalan yang tetapkan (panjang segmen penilaian dengan interval 100 meter) Pjl : Panjang jalan dalam kontrak berdasarkan lingkup pekerjaan Nlp : nilai lingkup pekerjaan dalam kontrak

Page 494: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 483

4. Kesimpulan a. Area Maintenance Contract modifikasi mampu mengatasi permasalahan

kurangnya SDM dalam penanganan jalan dan jembatan di UPT PJJ Surabaya. b. Area Maintenance Contract Modifikasi merupakan penyempurnaan dari Metode

Area Maintenance Contract, yang mampu mengatasi permasalahan – permasalahan pada penanganan jalan dan jembatan dengan metode Performance Based Contract dan Long Segmen.

c. Diperlukan kemauan dan usaha yang kuat agar strategi pelaksanaan Area Maintenance Contract Modifikasi sesuai dengan time frame yang telah ditetapkan dapat berjalan dengan baik.

d. Pemberlakuan sanksi atas keterlambatan pemenuhan layanan kinerja jalan diperlukan agar penyedia lebih fokus dan serius dalam pelaksanaan kontrak.

DAFTAR PUSTAKA Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia, 2018.”Pengenalan dan Pentingnya

Pemeliharaan Jalan dan Jembatan”, Workshop Pelaksanaan Padat Karya dalam Pekerjaan Preservasi Jalan dengan Skema Long Segment, 2018 : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Carec secretariat, 2018,” Guide to Performance-Based Road Maintenance Contracts”, Asian Development Bank.

Page 495: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 484

T 5 : KEANDALAN & EFEKTIFITAS JARINGAN

Page 496: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 485

PENGEMBANGAN AKSESIBILITAS UNTUK PERENCANAAN JALAN WISATA MELALUI PENINGKATAN FUNGSI ELEMEN JALAN

(ACCESSIBILITY DEVELOPMENT FOR TOURISM PLANNING THROUGH IMPROVEMENT OF ROAD ELEMENT FUNCTION)

1Parbowo, 2Untung Cahyadi, 3Suprijadi 1,2,3Balai Litbang Sistem dan Teknik Lalu Lintas, Puslitbang Jalan dan Jembatan, Badan Litbang,

Kementerian PUPR, Jl. A.H. Nasution No.264 Bandung e-mail : [email protected], [email protected],

[email protected]

Abstrak Jalan wisata merupakan jalan umum yang memiliki sumber daya daya tarik keindahan dan keunikan atau ciri khas lokal, sejarah, keramah tamahan dan rekreasi. Jalan wisata memiliki tujuan untuk peningkatan kualitas visual dan pengalaman pengguna jalan atau wisatawan, tetapi banyak lokasi obyek wisata di Indonesia (90%) belum memiliki aksesibilitas jalan yang baik menuju lokasi, akibat, dan kebijakan pembangunan jalan. Sektor pariwisata dari turis manca negara berkontribusi sebagai peringkat kedua penyumbang devisa tertinggi pada tahun 2018 dengan total 190 triliun rupiah, namun disisi lain masih banyak obyek wisata yang dapat terus ditingkatkan kunjungan wisatawannya. Untuk mendorong kunjungan wisata melalui jalan darat menuju lokasi obyek wisata, maka di Pusjatan telah dilakukan penelitian tentang Pedoman Jalan Wisata, dengan mengenali fungsi ruang, dan elemen jalan wisata, yang meliputi geometri, vegetasi, kondisi medan, bangunan pelengkap jalan, perlengkapan jalan, serta utilitas. Metode penelitian dilakukan dengan deskriptif kualitatif, melakukan diskusi dalam forum grup diskusi (FGD), serta melakukan simulasi sederhana. Pemrograman penanganan jalan untuk jalan wisata diharapkan selesai tahun 2025, sehingga 75% sudah terwujud pelayanan jalan wisata yang berkeselamatan, andal dan prima, sebagai bentuk pelayanan publik yang prima, yang merupakan kewajiban pemerintah sebagai penyelenggara jalan, baik di tingkat pusat, maupun daerah. Kata Kunci: aksesibilitas, ruang, jalan, wisata, pelayanan Abstract The tourist road is a public road that has the power of attraction of beauty and uniqueness or local characteristics, history, hospitality and recreation. The tourist road has a goal to improve the visual quality and experience of road users or tourists, but many tourist sites in Indonesia (90%) do not yet have good road accessibility to the location, and road development policies. The tourism sector from foreign tourists contributed as the second highest foreign exchange contributor in 2018 with a total of 190 trillion rupiah, but on the other hand there are still many attractions that can continue to increase tourist visits. To encourage tourist visits by road to the location of attractions, the Research Center has conducted research on the Tourism Road Guidelines, by recognizing the function of space, and elements of the tourist path, which include geometry, vegetation, terrain conditions, building complementary roads, road equipment, and the utility. The research method was conducted by descriptive qualitative, conducting discussions in discussion group forums (FGD), and conducting simple simulations. Programming the handling of roads for tourist roads is expected to be completed by 2025, so that 75% have been realized of a safe, reliable and excellent tourist road service, as a form of excellent public service, which is the government's obligation as a road operator, both at the central and regional levels.

Page 497: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 486

Keywords: accessibility, space, road, tourism, service

I. PENDAHULUAN Pengembangan jalan untuk meningkatkan aksesibilitas (kemudahan

pencapaian) menuju lokasi wisata, tentu sangat diperlukan untuk meningkatkan kegiatan di suatu wilayah. Banyak daerah-daerah lokasi wisata di Indonesia sangat sulit terjangkau, baik melalui jalur udara, laut dan darat. Dalam jalur darat yang umumnya media terakhir menuju lokasi wisata, maka diperlukan kondisi aksesibilitas yang baik, namun saat ini aksesibilitas menuju lokasi sangat sulit, sehingga banyak wisatawan, baik mancanegara (wisman), maupun wisatawan nusantara (wisnu) menjadi enggan berwisata ke daerah tersebut. Hal ini mengakibatkan kegiatan wisata daerah tersebut sangat sulit berkembang dari tahun ke tahun, sehingga tidak akan mengalami perubahan kemajuan.

Istilah pariwisata berasal dari Bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu pari dan wisata. Pari berarti berulang-ulang atau berkali-kali, sedangkan wisata berarti perjalanan atau bepergian. Jadi pariwisata berarti perjalanan yang dilakukan secara berulang-ulang (H. Oka A. Yoeti :1996:112). Adapun pengertian wisata atau pariwisata berbeda-beda, namun intinya adalah yaitu perjalanan orang untuk wisata (bukan untuk bisnis, politik, atau keperluan lainnya) ke suatu tempat dalam jangka waktu tertentu. Beberapa pengertian pariwisata berikut ini ditampilkan, seperti berdasarkan regulasi pemerintah, yaitu Undang-Undang nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Pasal 1), dinyatakan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang kunjungi dalam jangka waktu sementara. Adapun menurut definisi ahli bahwa pariwisata adalah gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah tuan rumah, serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan-wisatawan ini, serta para pengunjung lainnya. (Robert Mc Intosh & Shahiskant Gupta, 1980)

Saat ini pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 50 tentang Rencana Induk Kepariwisataan Nasional dengan menentukan 88 (delapan puluh delapan) Kawasan Strategis Pariwisata Nasional, dan ada 10 KSPN (Kawasan Strategis Pariwisata Nasional) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016, yaitu meliputi Tanjung Kelayang (Bangka Belitung), Candi Borobudur (Jawa Tengah), Morotai (Maluku Utara), Pulau Komodo-Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), Taman Nasional Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Danau Toba (Sumatra Utara), Bromo-Tengger-Semeru (Jawa Timur), Mandalika Lombok (Nusa Tenggara Barat), dan Tanjung Lesung (Banten). Untuk lebih jelasnya 88 KSPN menurut PP 50 Tahun 2011 dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar.1 88 KSPN menurut PP 50 Tauhn 2011

Page 498: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 487

Kondisi 10 KSPN tersebut juga masih diperlukan adanya pengembangan

aksesibilitas, seperti terlihat dari salah satu dari sepuluh KSPN tersebut, yaitu KSPN Danau Toba yang secara regional masih relatif jauh dijangkau lewat darat, karena wisatawan asing atau nusantara yang berada di luar wilayah tersebut, bila akan berkunjung kesana setelah turun dari bandara Kuala namo harus melalui jalan darat yang relatif lama mencapai lokasi. Adapun bila telah berada di sekitar lokasi, masih diperlukan petunjuk arah lokasi, geometris jalan yang belum sesuai standar, sehingga sangat riskan dari segi keselamatan jalan dan lain sebagainya.

Untuk itu diperlukan pengembangan aksesibilitas menuju lokasi tujuan pariwisata yang meliputi penyediaan dan pengembangan sarana, prasarana, dan sistem transportasi angkutan jalan menuju destinasi dan pergerakan wisatawan di dalam destinasi pariwisata nasional. Adapun arah kebijakan penyediaan dan pengembangan sarana, prasarana, dan sistemtransportasi angkutan jalan adalah untuk memudahkan pergerakan, kenyamanan, dan keamanan wisatawan. Diperlukannya pembangunan aksesibilitas jalan dalam pengembangan kegiatan wisata pernah diutarakan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, bahwa salah satu tantangan utamanya adalah “akses jalan” menuju lokasi wisata. Untuk itu Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Bina Marga untuk mendukung implementasi infrastruktur sesuai dengan kebutuhan KSPN sangat berperan meningkatkan aksesibilitas serta konektivitas jaringan infrastruktur jalan untuk memberikan kelancaran, keselamatan, keamanan, juga kenyamanan perjalanan wisatawan menuju KSPN dengan cara menghubungkan dan memadukan simpul transportasi antarmoda (https://inforial.tempo.co).

Ada dua kebijakan (peraturan) yang menjadi dasar hukum bagi Ditjen Bina Marga mendukung 10 KSPN, yaitu:

1) Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk

Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 -2025 pada Pasal 17 ayat (1) tentang Pembangunan Aksesibilitas Pariwisata. Tugas ini meliputi penyediaan dan pengembangan sarana, prasarana, dan sistem transportasi angkutan jalan, sungai, danau dan penyeberangan, angkutan laut, angkutan udara, dan angkutan kereta api.

2) Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Pasal 13.c. Dalam pasal tersebut, disebutkan Ditjen Bina Marga menyelenggarakan fungsi pelaksanaan kebijakan di bidang penguatan konektivitas yang menjadi prioritas nasional. Ditjen Bina Marga juga menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan di bidang penyelenggaraan jalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam makalah ini, penulis akan menyajikan pengembangan aksesibilitas untuk

perencanaan jalan wisata, melalui peningkatan elemen fungsi jalan, seperti saat ini banyak pemerintah daerah mengembangkan, dengan meningkatkan atau membangun baru infrastruktur jalan untuk memudahkan dan meningkatkan aksesibiltas menuju kawasaan wisata. Namun peningkatan dan pembangunan jalan harus memperhatikan medan jalan dan lansekap jalan sebagai elemen jalan, karena dapat memberikan sensasi bagi pengguna jalan atau wisatawan, sehingga pengembangan jalan yang melintasi kawasan atau daerah yang memiliki keunikan atau kualitas visual dapat berpotensi menjadi daya tarik dengan menambahkan “aksen” berupa kriteria-kriteria terkait jalan wisata yakni peningkatan kenyamanan, keselamatan dan pelestarian lingkungan.

Page 499: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 488

Balai Litbang dan Sistem Teknik Lalu lintas pada Pusat Penelitian Jalan dan

Jembatan (Pusjatan) yang berada di Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian PUPR pada tahun 2015 telah melakukan penelitian mengenai jalan wisata yang ditujukan untuk stakeholder terkait pengembangan jalan wisata berupa rancangan (R0) Pedoman Jalan Wisata. Hasil penelitian mendefinisikan bahwa jalan wisata adalah jalan umum yang menjadi daya tarik wisata karena keindahan visual, keunikan budaya, memiliki nilai sejarah, arkeolog serta memiliki potensi rekreasi yang terjaga dan dilestarikan (Pusjatan, 2015).

Pada tahun 2016 telah dilakukan penerapan terbatas teknologi jalan wisata di dua destinasi pariwisata, yaitu untuk Provinsi Jawa Barat berupa penanda pejalan kaki sebagai bagian sistem informasi wisatawan pejalan kaki di Kabupaten Garut, serta di kawasan wisata pantai Pangandaran di Kabupaten Pangandaran. Adapun untuk kegiatan tahun 2017 berupa pelayanan teknis dan alih teknologi lebih menekankan pada sosialisasi pedoman, pendampingan teknis dan evaluasi penerapan yang telah dilakukan melalui kegiatan pelayanan teknis dan alih teknologi, dimana pada tahun 2018 banyak beberapa daerah ingin membangun jalan wisata, dan pada tahun 2019 Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengajukan pendampingan untuk membangun jalan wisata di Kabupaten Karo, yaitu pada ruas jalan Karo-Lahat.

Penerapan pedoman dan teknologi dilaksanakan secara terbatas, sehingga masih diperlukan suatu pengenalan lebih lanjut tentang teknologi hasil litbang dan perlunya umpan balik dari stakeholder yang lebih luas sebagai bahan penyempurnaan teknologi yang telah dikembangkan. Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat dirumuskan permasalahan terkait dengan jalan wisata di Indonesia antara lain:

1) Penyelenggara jalan belum sepenuhnya memahami kriteria jalan wisata; 2) Teknoloi hasil litbang berupa pedoman dan kriteria jalan wisata belum

tersosialisasi kepada penyelenggara jalan dan stakeholder terkait pariwisata; 3) Adanya upaya peningkatan kondisi jalan yang dilakukan oleh penyelenggara

jalan di beberapa daerah untuk menunjang kegiatan pariwisata; 4) Masih diperlukan monitoring dan evaluasi kinerja terhadap penerapan

terbatas teknologi jalan wisata sebelumnya.

II. METODOLOGI A. Permasalahan

Dari hasil pendampingan dan advis teknis jalan wisata dibeberapa pemerintah daerah masih terdapat perlunya peningkatan pemahaman penyelenggara jalan untuk pembangunan jalan wisata. Untuk itu diperlukan: 1) Bagaimana menerapkan pengembangan medan jalan dan lansekap jalan dapat

memberikan sensasi bagi pengguna jalan atau wisatawan, sehingga pengembangan jalan yang melintasi kawasan atau daerah yang memiliki keunikan atau kualitas visual dapat berpotensi menjadi daya tarik.

2) Peningkatan pemahaman penyelenggara jalan tentang jalan wisata, yaitu kriteria-kriteria yang terkait jalan wisata yakni peningkatan kenyamanan, keselamatan dan pelestarian lingkungan.

B. Tujuan Pembangunan jalan wisata melalui pengembangan aksesibilitas dalam elemen

jalan adalah langkah awal dalam pengembangan infrstruktur menuju tujuan wisata, dimana hal ini sangat berkaitan langsung dengan usaha pengembangan wisata di suatu daerah. Dari hal ini akan terlihat rencana program dan kebutuhan anggaran untuk pengembangan jalan wisata tersebut. Untuk itu dalam penulisan makalah ini akan dibahs mengenai elemen jalan sebagai kriteria untuk pembangunan jalan wisata. Untuk itu dalam penulisan makalah ini :

Page 500: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 489

1) Memberikan pemahaman akan elemen jalan wisata, dimana medan jalan dan

lansekap jalan dapat memberikan sensasi bagi pengguna jalan atau wisatawan, sehingga pengembangan jalan yang melintasi kawasan atau daerah yang memiliki keunikan atau kualitas visual dapat berpotensi menjadi daya tarik dengan menambahkan “aksen” berupa kriteria-kriteria terkait jalan wisata yakni peningkatan kenyamanan, keselamatan dan pelestarian lingkungan.

2) Memberikan pemahaman kepada pemerintah dan publik, agar mampu mendorong para penyelenggara jalan untuk dapat menrapkan jalan wisata pada derah-daerah yang memiliki kegiatan wisata, baik wisata alami maupun buatan.

C. Metode Pendekatan 1) Melakukan diskusi dalam forum grup diskusi (FGD) yang dihadiri oleh kalangan

praktisi jalan (Bina Marga, Dinas PU dan Dinas Perhubungan), pakar perguruan tinggi, peneliti, tenaga ahli konsultan, dan pengguna jalan, tentang pengembangan aksesibilitas untuk membangun jalan wisata.

2) Melakukan pengukuran langsung di lapangan, dan simulasi sederhana dengan penggunaan kriteria jalan wisata melalui pengembangan elemen jalan.

III. HASIL dan PEMBAHASAN D. Jalan Wisata

Pedoman jalan wisata disusun dengan mengadopsi beberapa poin penting dari berbagai literatur terkait dengan scenic road, lansekap jalan, perlengkapan jalan, perabot jalan (street furniture,) serta failitas lain penunjang kegiatan wisata. Adapun kriteria umum dari jalan wisata hasil dari penelitian jalan wisata (Pusjatan, 2015) adalah :

• Merupakan jalan umum. • Memiliki sumber daya tarik keindahan atau scenic, beberapa keunikan atau ciri

khas lokal, sejarah, keramah tamahan dan rekreasi. • Dapat dilalui dengan aman dalam semua kondisi cuaca. • Sesuai dengan tata ruang yang telah ditetapkan. • Memiliki persetujuan dan mendapat dukungan dari masyarakat dan pemerintah

setempat. • Memiliki panjang minumum 1 kilometer untuk jalan antar kota dan untuk dalam

kota tidak diatur panjang minimum. • Memenuhi aspek keselamatan dan pelestarian lingkungan.

Jalan wisata memiliki tujuan untuk peningkatan kualitas visual dan pengalaman

pengguna jalan atau wisatawan. Jalan wisata mengakomodasi dan harus dirancang untuk menyeimbangkan seluruh kebutuhan pengguna jalan termasuk komuter, pengendara wisata yang santai, kendaraan tak bermotor, angkutan umum, dan angkutan barang, serta pejalan kaki. Selain itu jalan wisata juga harus memperhatikan kebutuhan pergerakan wisatawan dan lalu lintas menurut struktur wilayah destinasi pariwisata dan spesifikasi penyediaan prasarana jalan sesuai dengan persyaratan teknis jalan. Untuk lebih jelasnya kriteria dan proses perencanaan jalan wisata dapat dilihat pada gambar 1.

Page 501: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 490

Gambar 1. Kriteria dan Proses Perencanaan Jalan Wisata Sumber: Pusjatan, 2015 Terdapat beberapa atribut yang menjadi ciri dari jalan pariwisata untuk

meningkatkan kualitas keindahan serta pengalaman dari wisatawan seperti diperlihatkan dalam Tabel 1.

Page 502: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 491

Tabel 1.Atribut Jalan Wisata

No Atribut Keterangan

1 Vegetasi

Tipikal jalan pariwisata umumnya memiliki keaneragaman tumbuhan sepanjang koridor. Tekstur visual dari tumbuhan yang bervariasi jenis, ketinggian dan struktur (seperti pohon, perdu, semak dan rumput). Pada kawasan pedesaan atau antar kota umumnya terdiri dari tumbuhan alami dan kawasan pertanian, pada kawasan perkotaan umumnya memiliki lanskap tumbuhan yang telah tertata (pohon pinggir jalan, taman, kebun)

2 Potongan melintang jalan

Koridor jalan wisata didesain untuk menciptakan lanskap yang harmonis dalam suatu skala tertentu. Bagian dari lanskap dapat berupa penggunaan lapis perkerasan yang sesuai dengan lanskap sekitar, lebar jalan, pagar pengaman, saluran, galian dan timbunan, pencahayaan (lampu), penanda jalan dan vegetasi. Keindahan tambahan seperti lampu, meja dan kursi, beton hias, trotoar yang dilebarkan dapat digunakan untuk memperkuat kesan keindahan dalam suatu koridor jalan wisata perkotaan. Apabila dimungkinkan penambahan fasilitas bagi masyarakat untuk dapat menikmati kondisi jalan pariwisata dan menjelajahi area pariwisata seperti tempat untuk memandang (lookouts), dan signange atau penanda informasi

3 Kondisi medan

Pada jalan pariwisata luar kota umumnya kondisi medan dapat dinikmati secara visual oleh wisatawan. Topografi lokal yang dapat dilihat dari fisik atau dirasakan pada koridor jalan mencakup fitur lanskap seperti bukit, lembah, danau dan sungai. Keindahan jalan wisata dapat dirasakan selama perjalanan melalui berbagai bentang alam atau mengikuti kontural alami dari lanskap yang sangat menarik. Pada kawasan terbangun keindahan dari ruang jalan dinilai dari bangunan pinggir jalan dalam ritme, proporsi danskalastruktur seperti barisan pertokoan dalam jumlah dan kelompok yang tersusun atau barisan pohon.

4 Sungai, danau dan air terjun

Keindahanan visual dari air meliputi kualitas air, pergerakan air, ukuran dan bentuk garis air. Pemandangan dan akses fitur air meningkatkan sifat keindahan dari koridor

5 Jembatan

Keberadaan jembatan bersejarah memberikan kesan unik pada koridor. Diperlukan rehabilitasi jembatan bersejarah dengan memperhatikan kelestarian warisan dan harus selaras dengan kondisi wilayah koridor. Bentuk serta arsitektur dari jembatan dapat meningkatkan daya tarik suatu area, perlu diperhatikan penggunaan material yang sesuai dengan kondisi lokal, komposisi serta proporsi dari bangunan jembatan sangat berpengaruh terhadap estetika.

6 Bangunan bersejarah

Beberapa sumber keindahan disepanjang koridor dapat berupa arsitektur lokal yang mencerminkan karakter lanskap pedesaan, kota, distrik bersejarah, kawasan komersial atau lingkungan perumahan; jembatan bersejarah dan rekayasa struktur lainnya; monumen dan pemakaman; dan signage . Sejumlah elemen yanng dibangun termasuk lansekap yang tidak enak dipandang (misalnya tiang listrik, pipa, menara telekomunikasi seluler, signage) atau tidak menyatu dengan kondisi sekitar lanskap (misalnya perumahan non-pertanian, kawasan industri) sebaiknya diminimumkan. Sehingga diperlukan upaya untuk meminimalkan atau mengubah dampak visual dari elemen-elemen yang dibangun sehingga dapat meningkatkan keindahan dari koridor

7 Lansekap bersejarah

Lanskap bersejarah secara geografis didefinisikan sebagai daerah warisan penting yang telah dimodifikasi oleh manusia dan dihargai olehmasyarakat. Terdiri atas pengelompokan sumber daya budaya warisan dan atribut yang bersama-sama membentuk suatu jenis bentuk sejarah yang signifikan dan memiliki kekhasan tersendiri.

Page 503: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 492

No Atribut Keterangan

8 Lalu lintas

Koridor jalan pariwisata harus dapat mengakomodasi berbagai pengguna jalan termasuk komuter, pengendara wisata yang santai,pengendara sepeda, kendaraan pertanian, kendaraan tak bermotor, angkutan umum, angkutan barang serta pejalan kaki, dan harus dirancang untuk menyeimbangkan seluruh kebutuhan pengguna jalan. Koridor jalan juga harus dirancang untuk mengatisiapsi kecepatan danvolume lalu lintas yang ada, mengingat bahwa jalan pariwisata dapat dapat bervariasi dalam beberapa fungsi jalan dan berada pada kawasan terbangun dengan karakteristik kecepatan rendah dan volume tinggi dibandingkan pada jalan pariwisata di luar kota yang memiliki karakter kecepatan lebih tinggi dan volume lebih rendah

9 Konteks lingkup

Kontek visual pada suatu koridor jalan didefinisikan sebagai suasana yang dirasakan sepanjang perjalanan. Suatu pemandangan bervariasi dari pemandangan yag luas pada alam terbuka di jalan antar kota dan pemandangan yang sempit apda jalan-jalan perkotaan akibat muka bangunan, oleh karenanya hal ini harus menjadi pertimbangan dalam perencanaan jalan pariwisata

Sumber: Pedoman Kriteria Teknis Jalan Pariwisata-Pusjatan 2015

Keberhasilan pengembangan jalan wisata di Amerika Serikat dan mengacu pada

rancangan pedoman kriteria jalan wisata yang dihasilkan oleh Pusjatan, maka konsep pengembangan jalan wisata di Indonesia harus memperhatikan beberapa prinsip sebagai berikut:

a. Memperhatikan perbedaan perjalanan pengguna jalan, Berdasarkan maksud perjalanan pengguna jalan, dapat dibedakan menjadi perjalanan non-wisata dan perjalanan wisata. Pada perjalanan non wisata pengguna jalan akan cenderung menekankan pada kecepatan waktu tempuh yang lebih pendek, sedangkan pada perjalanan wisata pengguna jalan akan lebih menekankan pada menikmati perjalanan yang dilakukan atau tidak terlalu menekankan pada kecepatan waktu tempuh. Perbedaan maksud tersebut apabila terjadi dalam suatu ruas jalan akan menimbulkan potensi bahaya sehingga diperlukan suatu penyesuaian elemen jalan dari jalan wisata.

b. Kesesuian pengembangan dengan konteks, pengembangan jalan wisata harus dapat mengenali karakteristik wilayah sekitarnya termasuk memperhatikan fungsi guna lahan apakah termasuk dalam kawasan perkotaan atau kawasan luar kota. Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan dalam pengembangan berdasarkan prinsip kesesuaian dengan konteks antara lain :

1. Karakteristik lalu lintas 2. Mempertimbangkan kapasitas 3. Geometrik & perlengkapan jalan 4. Manajemen lalu lintas 5. Upaya pencegahan dan pengurangan potensi bahaya.

c. Menyeimbangkan aspek keselamatan, mobilitas, estetika, pelestarian lingkungan dan budaya dengan mempertimbangkan

1. Karakteristik kawasan 2. Sosial budaya 3. Ekonomi 4. Lingkungan 5. Kebutuhan penyesuaian elemen jalan 6. Kolaborasi stakeholder 7. Multi disiplin ilmu.

Page 504: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 493

E. Penyesuaian Elemen Jalan Elemen Jalan wisata untuk meningkatkan aksebilitas dalam pengembangan

jalan wisata meliputi: 1. Geometri 2. Vegetasi 3. Kondisi medan 4. Bangunan pelengkap jalan 5. Perlengkapan jalan 6. Utilitas

Dalam penyusunan konsep jalan wisata, perlu diperhatikan penyesuaian elemen

jalan agar estetika atau keindahan suatu jalan dapat tercapai tanpa mengesampingkan aspek dari keselamatan, mobilitas ekonomi, lingkungan dan sosial budaya. Prinsip penyesuaian desaian elemen jalan harus tetap mengacu pada klasifikasi jalan, semakin tinggi fungsi jalan semakin sedikit penyesuaian yang dapat dilakukan, dengan memperhatikan kendaraan rencana yang dapat melintas, volume lalu lintas, kecepatan operasional serta komposisi lalu lintas. Penyesuaian elemen jalan terhadap kebutuhan pariwisata harus tetap memprioritaskan keselamatan dan memperhatikan:

a. Untuk peningkatan keindahan dan kenyamanan. b. Sesuai dengan kondisi lingkungan, budaya dan tema dari jalan atau koridor

wisata. c. Tidak boleh menimbulkan potensi bahaya, gangguan kelancaran lalu lintas dan

kerusakan lingkungan serta gangguan visual. d. Memperhatikan skala, detail desain, pola, setting lansekap, perlindungan atau

cagar. e. Hanya dapat dilakukan untuk jenis material, warna dan bentuk dengan tidak

merubah kinerja

Penyesuian elemen jalan yang perlu dilakukan pada jalan wisata meliputi antara lain geometri, vegetasi, kondisi medan, bangunan pelengkap jalan, perlengkapan jalan dan utilitas. Contoh penyesuaian elemen jalan disampaikan dalam Gamba 2 dan Tabel

Page 505: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 494

Gambar 2. Proses Penyesuaian Elemen Jalan.

Page 506: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 495

Tabel 2. Penyesuaian Elemen Jalan, Pertimbangan Dan Aspek Yang Berhubungan

Elemen Jalan

Pertimbangan Penyesuaian

elemen

ASPEK

Kesela

mata

n

Mo

bilit

as

Este

tik

a

Lin

gku

ng

an

So

sb

ud

Geometri

Perbedaan kecepatan perjananan non-wisata dan perjalanan wisata pada jalan yang memiliki daya tarik di sisi jalan

penyediaan lajur lambat

√ √

Pada jalan wisata dengan kecepatan rencana sedang (30-40km/jam) dan memiliki volume sepeda yang tinggi atau biasa digunakan untuk wisata bersepeda, dengan mempertimbangkan ketersediaan ruang jalan

penambahan lajur khusus sepeda.

√ √ √

Panjang lebih dari 100 km atau waktu tempuh lebih dari 2 jam.

Penambahan tempat istirahat

√ √

Bangunan liar /PKL Relokasi dan penyediaan tempat

√ √ √ √ √

Kawasan wisata perkotaan

Penyediaan lajur pejalan kaki yang memadai

√ √ √ √

Penyediaan informasi pejalan kaki

√ √

Penyediaan penyeberangan jalan

Penyediaan perlambatan kecepatan

√ √

Penyediaan perabot jalan

√ √ √

Vegetasi

Pohon pinggir jalan Penataan letak dan formasi

√ √ √

Pelestarian vegetasi khas kawasan

√ √ √

Kondisi medan

Kondisi dan karakter kawasan

Penyesuaian lebar lajur, radius tikungan,kelandaian

√ √ √ √

Kawasan wisata perkotaan Muka garis bangunan

Keselarasan arsitektur

Bangunan pelengkap jalan

Pagar pengaman

Penggunaan meterial yang selaras dengan lingkungan

√ √

Page 507: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 496

Sumber: Pedoman Kriteria Teknis Jalan Pariwisata-Pusjatan 2015

F. Pengembangan Aksesibiltas Jalan Wisata Malalui Elemen Jalan Pada Ruas Karo-Lahat

Dalam pengembangan aksesibilitas untuk perencanaan jalan wisata melalui elemen jalan, maka kebutuhan data juga sangat diperlukan, yang meliputi data tentang tata ruang (RTRW dan atau RDTR), juga data jaringan jalan, lokasi destinasi wisata, jumlah wisatawan eksisting, serta kondisi lalu lintas. Untuk lebih jelasnya kebutuhan data dapat dilihat pada table 3.

Tabel 3. Kebutuhan Data Dalam Perencanaan Jalan Wisata

No Jenis Data Sumber Status Manfaat

1 Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Karo

Pemerintah Daerah Kab Karo

Tersedia Untuk mengetahui status, kesesuaian dan rencana pengembangan ruang sepanjang koridor atau ruas yang akan ditingkatkan

2 Peta jaringan jalan Peta rencana

pengembangan ruas

Pemerintah Daerah Kab Karo

Belum tersedia

Tersedia

Untuk mengetahui, geometri secara umum dan pola guna lahan sepanjang sepanjang koridor atau ruas yang akan ditingkatkan

Untuk mengetahui rencana lain pada ruas atau koridor rencana pengembangan jalan wisata sebagai dasar dalam pelaksanaan pelayanan teknis dan alih teknologi jalan wisata

Untuk menyusun rencana pelaksanaan survei primer berupa identifikasi ruas dengan kesesuaian rencana pengembangan dan kesesuian terhadap kriteria rancangan pedoman jalan wisata

Untuk mengetahui potensi penempatan rest area, Iook out,serta potensi lain dari bagian sisi jalan yang dapat ditata atau ditingkatkan untuk peningkatan kualitas perjalanan pengguna jalan dan wisatawan dengan

Perlengkapan jalan

Lampu penerangan Bentuk atau material sesuai dengan kondisi lingkungan

√ √

Utilitas Letak, jumlah dan penempatan

Pembatasan media luar griya

√ √

Relokasi utilitas yang berdekatan dengan jalan

√ √

Utilitas bawah tanah √ √

Page 508: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 497

No Jenis Data Sumber Status Manfaat

memperhatikan aspek keselamatan, keindahan dan kelancaran lalu lintas.

3 Daya tarik wisata atau dertinasi wisata sekitar Gunung Sinabung di Kabupaten Karo

Visi dan misi serta tema dari DISBUDPAR terkait dengan rencana pengembangan jalan

Profil dan karakteristik dari daya tarik serta profil wisatawan yang berkunjung

Jenis komoditas unggulan terkait pariwisata seperti kebudayaan, kearifan lokal dan produk ungglan khas /kuliner khas dll

Pemerintah Daerah Kab Karo –Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab Karo

Belum terserdia

Untuk mengetahui jumlah daya tarik, jumlah kunjungan wisatawan, bulan atau hari puncak jumlah kunjungan dan moda transportasi sebagai bahan analisis sebaran pergerakan wisatawan yang harus dilayani infrastruktur jalan serta fasilitas penunjang untuk kegiatan pariwisata

Untuk mengetahui tema serta jenis kearifan lokal yang menjadi daya tarik sebagai bahan dalam analisis peningkatan kondisi lansekap atau pelengkap jalan yang memilki estetika, keindahan dan sesuai dengan konteks kawasan

4 Data volume lalu lintas dan komposisi lalu lintas

Manajemen lalu lintas yang berlaku di sepanjang ruas

Data inventaris rambu lalu lintas, jumlah, jenis dan posisi di sepanjang ruas yang akan ditingkatkan

Pemerintah Daerah Kab. Karo – Dinas Perhubungan

Belum tersedia

Untuk mengetahui dan analisis kebutuhan pelayanan pergerakan moda transportasi yang akan melintas

Bahan perencanaan peningkatan jalan terkait dengan jumlah, dimensi kendaraan terhadap kondisi geometri jalan eksisting serta jenis peningkatan dan penambahan fasilitas penjunjang jalan yang diperlukan

5 Batas serta luas kawasan hutan lindung yang dilewati rencana jalan wisata

Pemerintah Daerah Kab Karo

Belum tersedia

Untuk mengetahui dan analisis kebutuhan ruang dalam perencanaan peningkatan jalan

Komponen Aspek yang

dipertimbangkan Sasaran Variable Prinsip

Geometri Aksesibilitas Keselamatan Kenyamanan

1 Memberi kemudahan wisatawan berkunjung mencapai dan menyusuri hutan Taman Nasional Gunung Leuseur, Perlu perhatian terhadap rumaja/rumija/ruwasja, belokan, turunan dan tanjakan jalan, sehingga Meningkatkan factor keselamatan jalan, perlu juga kenyamana sehingga tidak melelahkan perjalanan,

2 Menghubungkan titik ruang publik.

Pengadaan/ Penempatan

Jalur jalan perlu diperhatikan dengan 2/2 TT, menikmati pemandangan taman nasional gunung Leuseur

Akses Akses pejalan kaki didisain dengan menghubungkan titik-titik ruang publik di kawasan wisata pegunungan yaitu; ke ruang parkir, kawasan cagar alam, pusat informasi dan fasilitas lainnya

Page 509: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 498

Komponen Aspek yang

dipertimbangkan Sasaran Variable Prinsip

3 Menimbulkan rasa senang dengan berjalan kaki

Area Pengamatan Menyediakan area pengamatan (observation area) untuk menikmati pemandangan tanpa menganggu pejalan kaki lainnya dan untuk beristirahat

Warna dan Bahan Warna permukaan jalur pejalan kaki tidak memantulkan cahaya sehingga membuat silau dan material/bahan yang digunakan tidak menmbah panas para pengguna

Desain Untuk mencapai kenyamanan berkendara dan bersepeda, jalur kendaraan/sepeda didesain degan mempertimbangkan ruang bebas dan dimensi kendaraan/sepeda, permukaan jalur speda dan klasifikasi jalur sepeda, rancangan kecepatan, kemiringan, jari-jari lengkungan, dan persimpangan

Keselamatan Memberikan keselamatan terhadap pengendara/pesepeda/ pejalan kaki dari musibah yang mungkin timbul

Bahan Permukaan jalur pengendara/pesepeda/ pejalan kaki tidak licin sebab menyebabkan pengguna jalan terjatuh apabila permukaan basah

Vegetasi Pohon di sekitar jalur jalan

Menjaga melestarikan dan memberikan ruang pada tanaman hutan dan tanaman pinggir jalan untuk mendapat tempat, karena dapat menimbulkan sensasi bagi wisatawan dengan melihat kerimbunan pohon di sekitar jalur jalan wisata. Pepohonan memberikan nuansa kenyamanan pengguna jalan.

Pengadaan/ Penempatan

Jalur wistawan disediakan untuk mengitari kawasan hutan, sambil menikmati keindahannya. Dapat pula disediakan Jalur sepeda di desain menyatu dengan penataan lansekap.

Parkir kendaraan/sepeda

Area parki kendaraan dan sepeda disediakan di kawasan tertentu, seperti pada Kawasan

Page 510: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 499

Komponen Aspek yang

dipertimbangkan Sasaran Variable Prinsip

pantau (lookout) untuk memfasilitasi para pengendara menikmati suasana pegunungan. Area tersedia pada ruang minimal untuk parkir, sehingga selain mendekatkan pengendara ke tujuan wisata, juga mencegah pengendara untuk memarkir kendaraanya di ruang rumaja dan ruwasja jalan, apalagi di ruang hutan.

Desain Membuat lansekap yang dengan mempertimbangkan vegetasi di sekitarnya.

Keamanan Terhindar dari tindakan kejahatan

Parkir kendaraan/ sepeda

Parkir kendaraan dan sepeda didesain dengan menyediakan fasilitas pengaman untuk mengunci speda

Lokasi parkir kendaraan dan sepeda berada dalam pengawasan menerus atau dengan kata lain tidak pada darerah tersembunyi

Kondisi Medan

Keselamatan Aksesibilitas

Pada medan jalan penuh resiko untuk dipasangkan Rambu-rambu

Pengadaan Disediakan rambu peringatan dan petunjuk untuk orientasi wilayah bagi pengendara/pesepeda unuk kepentingan keselamatan para pengunjung.

Memberikan informasi yang jelas sehingga pengendara/pejalan/pengunjung mengetahui orientasi wilayah

Warna dan bahan Pengunaan pola warna dan tulisan informasi tidak membuat silau

Konstruksi Konstruksi harus mantap dan tidak merintangi aktifitas pengendara/pesepeda

Keindahan Memberikan nilai estetika Penempatan Tidak menutupi pandangan ditepi jalan dan menutupi hutan.Penempatan harus menyatu dengan keseluruhan konteks di kawasan tepi hutan dan

Page 511: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 500

Komponen Aspek yang

dipertimbangkan Sasaran Variable Prinsip

tidak saling tumpang tindih.

Bangunan Pelengkap

Jalan

Kenyamanan Keselamatan

Memberi keamanan, keselamatan, kenyamanan dan kenikmatan bagi pengendara/pesepeda/pengunjung

Pengadaan/ penempatan

Pengadaan street furniture memfasilitasi dan memberikan kenyamanan bagi pengunjung

Keamanan Menciptakan rasa aman dari tindakan kejahatan

Bahan dan desain Untuk lampu (pencahayaan) harus mempunyai intesitas cahaya yang cukup, selain untuk mencegah kemungkinan kriminalitas yang dapat terjadi, juga untuk mendukung kegiatan di tepi air seperti berjalan, menikmati pemandangan dimalam hari

Keindahan Menyediakan dan menata street furniture dengan memberikan sentuhan estetika sehingga mempercantik kawasan

Pengadaan dan penempatan

Tempat pembuangan sampah disediakan pada ruang publik, tepi hutan, sepanjang jalur pengendara/pesepeda/pejalan kaki dan diletakkan teratur serta mencukupi jumlahnya.

Bahan dan desain Street furnitureditampilkan dengan ornament dan bahan yang menarik sehingga selain berfungsi memberikan fasilitas bagi penduduk juga mempunyai nilai estetika

Utilitas Kenyamanan Keselamatan

Pengadaan street furniture memfasilitasi dan memberikan kenyamanan bagi pengunjung/ pengendara/pesepeda

Lampu (pencahayaan) harus mempunyai intesitas cahaya yang cukup, selain untuk mencegah kemungkinan kriminalitas yang dapat terjadi, juga untuk mendukung kegiatan di tepi jalan seperti berjalan, menikmati

Page 512: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 501

Komponen Aspek yang

dipertimbangkan Sasaran Variable Prinsip

pemandangan dimalam hari

Tempat pembuangan sampah disediakan pada ruang publik, tepi jalan, sepanjang jalur pejalan kaki dan diletakkan teratur serta mencukupi jumlahnya.

treet furniture ditampilkan dengan ornament dan bahan yang menarik sehingga selain berfungsi memberikan fasilitas bagi penduduk juga mempunyai nilai estetika

Gambar.3 FOTO KONDISI JALAN SETELAH PENINGKATAN JALAN MELALUI PENGEMBANGAN

AKSESIBILITAS UNTUK JALAN WISATA MELALUI PENINGKATAN ELEMEN FUNGSI JALAN TAHAP-1 (RUAS JALAN KARO-LAHAT)

IV. PENUTUP Pengembangan aksesibilitas untuk jalan wisata melalui peningkatan elemen jalan

diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas dan konektivitas menuju lokasi tujuan wisata, sehingga pengembangan kegiatan wisata seperti yang diharapkan pemerintah akan cepat terwujud, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar dan kelestarian lingkungan.

A. Kesimpulan

1) Pengembangan aksesibilitas melalui pembangunan jalan wisata akan meningkatkan infrastruktur jalan, sebagai dukungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan rakyat menunjang pengembangan kawasan wisata.

2) Peningkatan elemen jalan untuk pengembangan jalan wisata diharapkan dapat menciptakan keamanan, kenyamanan, keselamatan para pengunjung, dan pengendara kendaraan bermotor dan pesepeda) untuk menikmati perjalanan menuju tujuan wisata.

Page 513: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 502

B. Saran

1) Masih diperlukan sosialisasi agar semua pemerintahan, baik pemerintah pusat

dan daerah memahami akan pentingnya pengembangan aksesibilitas jalan wiasata pada daerah tujuan wisata.

2) Peningkatan elemen jalan adalah salah satu resep untuk dapat mengembangkan jalan wisata, sehingga diperlukan dukungan pemerintah untuk penerapan dan penelitian lanjutan.

V. UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Kepala Pusat Litbang Jalan dan

Jembatan serta Kepala Balai Litbang Sistem dan Teknik Lalu Lintas yang telah memberikan dukungan penulisan makalah ini

Daftar Pustaka Indonesia. 2010. Rencana Strategi 2010-2014. Jakarta. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Indonesia. 2015. Paparan Menteri Pariwisata Pembangunan Infrastruktur untuk peningkatan daya saing pariwisata. Jakarta. April .Kementerian Pariwasata. -------------2006. Kementerian Pekerjaan Umum. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No30/Prt/M/2006 Tentang Pedoman Teknis Fasilitas Dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan LingkunganJakarta: Kementerian Pekerjaan Umum -----------.2009. Undang-undang No 10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Jakarta: Sekretariat Negara ------------2011.Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 – 2025. Jakarta: Sekretariat Negara -----------2011. Kementerian Pekerjaan Umum. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 03/Prt/M/2014/ Tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, Dan Pemanfaatan Prasarana Dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki Di Kawasan Perkotaan. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum -----------2015. Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan. Rancangan Pedoman Kriteria Jalan Pariwisata. Bandung. Kementerian Pekerjaan Umum

Page 514: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 503

INVENTARISASI BAHAYA LONGSOR JALAN PADA FASE PASCA BENCANA

(STUDI KASUS SIKLON CEMPAKA) PADA JALAN PROVINSI DI KABUPATEN PACITAN

Emil Wahyudianto Dinas PU Bina Marga Provinsi Jawa Timur

Jl. Gayung Kebonsari 167 Surabaya

1. Pendahuluan

Siklon Cempaka menerjang sebagian pesisir selatan Pulau Jawa pada 27 November 2017. Dampak dari angin siklon tersebut memantik berbagai jenis bencana hidrogeologi yaitu banjir, longsor, dan puting beliung. Tercatat 28 Kabupaten/Kota di Pulau Jawa terdampak. Korban jiwa terbesar berada di Kabupaten Pacitan yaitu 25 orang meninggal dunia, disusul 10 orang di Yogyakarta, 4 di Wonogiri, dan masing-masing 1 orang di Wonosobo dan Purworejo. Dampak kerusakan dan kerugian sangat masif, terutama di bidang infrastruktur (kompas.com, 2017). Kerugian akibat Siklon Cempaka tercatat Lebih dari 28.000 orang mengungsi sementara total kerugian diperkirakan mencapai Rp 1,13 triliun.

Siklon Cempaka yang memantik curah hujan harian hingga >383 mm mengakibatkan longsor dan kegagalan lereng pada sepanjang ruas jalan yang memiliki tebing dan atau lereng. Tercatat pada ruas Jalan Batas Kabupaten Ponorogo-Pacitan (Link 136) terdapat 43 titik longsor. Sedangkan untuk ruas jalan Arjosari-Purwantoro (Link 137) tercatat 22 titik longsor (Dinas PU BM Jatim, 2017).

2. Tinjauan Pustaka

Longsor dalam terminologi luas diartikan sebagai proses pergerakan material pada lereng yang meliputi batuan, tanah, material timbunan buatan, ataupun kombinasi dari material-material di atas. Material tersebut bergerak dengan arah dan macam bentuk, meliputi: jatuhan, jungkiran, geseran, sebaran, atau aliran. Klasifikasi umum yang digunakan dalam memetakan bentuk dan arah longsor adalah sebagaimana Varnes (1978), sedangkan klasifikasi lain diidentifikasikan terhadap laju pergerakan longsor (Cruden dan Varnes, 1992). Tipologi kedalaman bidang gelincir longsoran juga diklasifikasikan oleh Broms (1975) di dalam Hardiyatmo (2012).

Longsor diakibatkan oleh peristiwa alam yang parameter kerentanannya seringkali dikontrol oleh aktivitas manusia. Laprade dkk. (2000) menyatakan bahwa studi komprehensif terhadap sekitar 1400 peristiwa longsor ternyata lebih diakibatkan oleh aktivitas manusia. Aktivitas manusia tersebut menyumbang 84% (delapan puluh empat persen).Peristiwa longsor pada umumnya tak bisa lepas dari pemicu utama yaitu hujan. Laprade dkk. (2004) yang dikuatkan oleh Coe dkk. (2004), menyatakan bahwa dari 1.400 longsoran yang diteliti, pemicu utamanya adalah hujan. Terdapat empat tahapan dalam peristiwa longsor yang dipicu oleh hujan, yaitu infiltrasi, kenaikan muka air tanah, penjenuhan lapisan tertentu yang berakibat turunnya paramater kuat geser tanah, dan yang terakhir ketidakstabilan dari sisi gaya pendorong dan gaya penahan. Tahapan tersebut terjadi dalam tempo waktu yang beragam. Ada yang cukup lama, namun tak jarang peristiwa longsor terjadi dalam rentang waktu teramat cepat. Kondisi tersebut bergantung pada geologi, jenis tanah, vegetasi yang menutupi permukaan tanah, juga faktor-faktor lain yang mengontrol kestabilan.

Page 515: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 504

2.1. Longsor pada Jalan Raya Klasifikasi pergerakan massa menurut Hungr dkk. (2001) yang diadopsi dari Hutchison (1988), modifikasi Cruden dan Varnes (1996) dari klasifikasi Varnes (1978) secara garis besar mengelompokkan longsor berdasarkan arah gerakan dan jenis material sebagaimana Gambar 2.1. Pergerakan material lereng pada jalan umumnya merupakan jatuhan atau jungkiran batu, keruntuhan material dari lereng sisi atas, atau bisa juga amblasan pada badan jalan. Tipe longsor yang berasal dari arah lereng sisi atas umumnya bersifat cepat, tanpa tanda-tanda, seringkali dikontrol oleh kumulatif hujan harian, serta dimensi material longsoran kecil. Untuk lereng berbatu, sifat-sifat keruntuhan lereng umumnya didominasi pada lereng batuan dengan retakan (fracture), atau kekar (joint). Dalam menganalisis risiko pergerakan kendaraan terhadap longsor, Wahyudianto (2017), Pierson & van Vickle (1993) yang diadopsi oleh Guzzetti (2005), serta penelitian Prina (2004), Parise (2002), merumuskan kerentanan pergerakan kendaraan berbasis probabilitas keberadaan kendaraan secara spasial pada suatu segmen jalan. Pendekatan terkait perhitungan risiko jatuhan batu dibakukan oleh AGS (2010) di Australia. Pada lereng batuan dengan retakan yang relatif kecil/tingkat pelapukan rendah, pola keruntuhan lereng lebih bersifat geseran (sliding), jatuhan blok batu (rock block), jatuhan (falling), dan jungkiran (topple). Sedangkan untuk lereng batuan dengan kumpulan kekar (joint set)/ tingkat pelapukan tinggi, keruntuhan lereng yang terjadi umumnya bersifat aliran lapukan batu (rock flow) dan batuan runtuh/ merosot ke bawah (rock slump). Aliran lapukan ini terpicu oleh kegagalan ikatan friksi pada celah retakan sebagai akibat aliran air di saat hujan. Khusus pada kasus-kasus tertentu, pergerakan massa memiliki dampak luas. Pergerakan massa ini lebih dikontrol oleh muka air tanah dibandingkan pengaruh hujan periode tertentu. Ciri lain dari pergerakan massa ini adalah memiliki laju pergerakan yang lambat, memiliki area terdampak >2.5 ha, serta memiliki bidang gelincir cukup dalam. Pergerakan massa jenis ini (landslide) harus melalui penyelidikan kompleks yang melibatkan disiplin ilmu geologi guna interpretasi sifat-sifat batuan dan tanah pada zona longsor. Purnomo (2010) dan lebih spesifik Wahyudianto (2017) menyatakan bahwa karakteristik pergerakan massa di sepanjang ruas jalan terjadi pada segmen jalan yang mengalami pemotongan lereng. Dari 34 (tiga puluh empat) titik longsor yang diteliti oleh Purnomo (2010) pada Komplek Gunungapi Kwarter Arjuno, 64% di antaranya diidentifikasi berada pada di lereng atau badan jalan. Sementara Wahyudianto (2017) yang meneliti longsor pada ruas jalan Kota Batu-Batas Kabupaten Kediri menyatakan bahwa 85% dari 92 titik longsor yang dikompilasi antara tahun 2008-2016 terjadi pada zona pemotongan lereng.

2.2. Inventarisasi Peristiwa Longsor Survei inventarisasi longsor (landslide inventory) merupakan survei yang dilakukan guna mengidentifikasi pergerakan massa pada lokasi penelitian. Umumnya survei ini merupakan survei pendahuluan berbasis lapangan untuk menginventarisir lokasi longsor, dampak, tipe, besaran, karakteristik variabel pendukung, serta parameter-parameter lain yang berpengaruh terhadap peristiwa longsor. Survei inventarisasi longsor pada jalan raya mutlak dilaksanakan berbasis lapangan mengingat kebutuhan tingkat keakuratan yang tinggi. Hasil survei ini digunakan sebagai referensi penanganan lanjutan guna mengurangi risiko bencana. Umumnya gejala-gejala pergerakan massa pada suatu lereng dapat dengan mudah diidentifikasi melalui survei inventarisasi longsor.

Page 516: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 505

Tabel 2.1 Klasifikasi jenis longsoran menurut Hungr dkk. (2001) yang diadopsi dari Hutchison (1988), modifikasi Cruden dan Varnes (1996) dari klasifikasi Varnes (1978)

Selain melalui survei inventarisasi longsor, upaya memitigasi bahaya keruntuhan lereng pada jalan raya dapat dilakukan melalui analisis data historis kejadian longsor di masa lampau. Data rekam kejadian tersebut dapat digunakan untuk memprediksi dan memberi gambaran kejadian. Pada suatu instansi dengan kemampuan menyusun database longsor yang baik, data kejadian longsor dapat digunakan untuk memprediksi perilaku longsoran di masa depan berdasarkan data historis kejadian. Rekam data peristiwa longsor yang dikombinasikan dengan data hujan berbasis waktu dapat digunakan untuk mencari hubungan sebab akibat yang dinamakan garis ambang batas hujan pemicu longsor. Dua jenis pendekatan di atas yaitu survei inventarisasi longsor serta data rekam kejadian longsor masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan. Jika survei inventarisasi longsor lemah dalam memberi gambaran kejadian aktual, maka data rekam kejadian longsor memiliki keterbatasan keakuratan dan obyektifitas pelaporan karena bersumber dari banyak informasi.

Page 517: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 506

Gambar 2.4 Klasifikasi tipe longsoran (Varnes, 1978)

Gambar 2.2 Aliran runtuhan lapukan batu (rock slump) pada Km 245+620 Link 136

Page 518: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 507

Gambar 2.3 Jatuhan batu pada Km 246+170 Link 136 akibat siklon Cempaka

Gambar 2.4 Penurunan dan penggeseran badan jalan pada km 299+100 Link 137

Page 519: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 508

1. Metode Penelitian 3.1. Longsor Akibat Siklon Cempaka

Hujan Siklon Cempaka yang menghantam wilayah pesisir selatan Pulau Jawa merupakan hujan berintensitas tinggi. Habibie dkk.(2018) menyatakan bahwa berdasarkan analisis yang dilakukan, Siklon Cempaka mengakibatkan peningkatan curah hujan hingga ke level ekstrim. Dampak paling signifikan terjadi di daerah-daerah sekitar lokasi siklon. Stasiun penakar curah hujan tertinggi yaitu stasiun Ringin Harjo mencatat nilai curah hujan sebesar 447 mm/hari, sedangkan di sekitar Yogyakarta dan Jawa Timur, terdapat 23 stasiun pengukur curah hujan dengan nilai di atas 300 mm/hari. BMKG lewat Tropical Cyclone Warning Centre (TCWC) Jakarta merilis data pada tanggal 27 November 2018 pukul 19:13 WIB terkait adanya potensi siklon tropis beserta prediksinya. Dampak yang ditimbulkan dari bangkitan Siklon Cempaka berupa: (i) Hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur, (ii) angin kencang hingga 20 knot berpotensi terjadi di wilayah Banten hingga Yogyakarta, (iii) gelombang tinggi 1.25 - 2.5 meter di Selat Sunda bagian utara, perairan selatan Bali hingga P. Rote, Selat Bali, Selat Lombok, Selat Alas bagian selatan, dan Samudra Hindia selatan Bali hingga NTT, serta (iv) gelombang tinggi 2.5 - 4 meter di Laut Jawa, Selat Sunda bagian selatan, Perairan selatan Banten hingga Jawa Timur, Samudra Hindia selatan Banten hingga Jawa Barat, dan Samudra Hindia selatan Jawa Tengah. Intensitas hujan sedang hingga lebat inilah yang mengakibatkan infiltrasi hujan ke dalam tanah terakumulasi. Kumulatif infiltrasi hujan pada suatu lereng akan menurunkan stabilitas melalui 2 (dua) cara, yaitu penambahan beban akibat lereng yang mengandung air, dan yang kedua berkurangnya kuat geser efektif material penyusun lereng. Penurunan angka aman lereng yang terus menerus pada suatu titik tertentu akan mengakibatkan lereng runtuh. Pada saat itulah lereng dikatakan melampaui titik kritisnya. Wahyudianto (2017) menyimpulkan dari penelitiannya mengenai ambang batas hujan pemicu longsor di ruas jalan Batas Kota Batu-Batas Kabupaten Kediri, bahwa lereng jalan tersebut hanya mampu menahan hujan harian sebesar 126.2 mm/hari. Ambang batas itu sangat jauh dibandingkan hujan harian yang terukur saat Siklon Cempaka, sehingga keruntuhan lereng dan longsor sangat masif terjadi.

Gambar 3.1. Kemunculan alur debris (stream) pada km 227+100 & 227+200 (sumber: PPID DPU Bina Marga Prov. Jatim, 2017)

Page 520: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 509

Siklon Cempaka selain mengakibatkan longsor juga mengubah pola aliran pada material penyusun lereng. Tercatat setelah bencana terjadi, alur aliran alam (stream) pada lereng bukit dapat dipetakan dengan mudah. Alur-alur itu umumnya berlereng terjal dengan material lapukan batuan. Tingkat ancaman tinggi pengguna jalan justru terdapat pada zona ini, mengingat kecepatan luncur debris memiliki daya dorong dan daya rusak luar biasa. Sepanjang musim penghujan setelah Siklon Cempaka menerjang, lereng-lereng di sepanjang ruas jalan Link 136 memiliki perubahan pola aliran resapan air. Rembesan dan bahkan saluran-saluran air yang sebelumnya tidak pernah ada, terbentuk dan keluar melalui sisi lereng. Dapat disimpulkan dari kejadian ini bahwa curah hujan dalam skala ekstrim akan mengubah pola aliran resapan air pada lereng-lereng di sepanjang ruas jalan.

Gambar 3.2. Runtuhan batu pelapukan tinggi (rock slump) KM 234+136 Link 136

Gambar 3.3. Abutmen runtuh akibat gerusan(scouring) KM 265+136 Link 136

Page 521: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 510

Dampak longsoran di jalan provinsi akibat Siklon Cempaka tercatat 13 titik badan jalan amblas nyaris putus. Badan jalan tersebut mengalami kondisi kritis setelah runtuh mengalami gerusan sungai, atau terkelupas akibat limpasan banjir, atau sebagai akibat deformasi cukup besar sehingga tidak mampu dilewati. Pada ruas jalan link 136, normalisasi jalan agar dapat dilewati kendaraan membutuhkan waktu sekitar 2 (dua) hari. Sedangkan untuk link 137 membutuhkan waktu 4 (empat) hari. Perbedaan kebutuhan waktu untuk melakukan proses normalisasi lebih diakibatkan oleh dimensi lebar jalan dan lokasi pembuangan material longsoran.

Gambar 3.4 Upaya normalisasi jalur pada Link 136

Gambar 3.5 Dampak longsoran pada KM 305+100 Link 137

3.2. Metode Survei dan Pengukuran Metode survei dan pengukuran yang dilakukan adalah dengan menginventarisasi titik-titik longsor beserta besaran dampak yang diakibatkan terhadap jalan raya. Pengukuran mengikutsertakan upaya normalisasi drainase yang terganggu sebagai akibat kerusakan bencana. Survei inventarisasi longsor dilakukan 2 (dua) kali, yaitu pada tanggal 9-11

Januari 2018 dan tanggal 16-18 Januari 2018 atau 40 hari setelah kejadian bencana. Survei tersebut dilakukan pada saat musim penghujan dengan kepentingan memantau dampak lanjutan zona longsor ketika melewati musim hujan normal.

Page 522: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 511

Peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan survei ini adalah: GPS Map, alat ukur dimensi (meteran), serta alat ukut sudut lereng (inclinometer). Dengan menggunakan alat-alat tersebut diperoleh panjang terdampak longsor dan juga sudut serta ketinggian lereng.

Gambar 3.7 Survei Inventarisasi Longsor KM 258+700 Link 136

3.3. Klasifikasi Longsor Pada Jalan Raya Klasifikasi longsor pada penelitian ini umumnya mengikuti Varnes (1978). Namun demikian, klasifikasi tersebut dimodifikasi dengan menambah variabel dampak bencana terhadap infrastruktur serta rekomendasi awal penanganan. Pada ruas jalan Batas Kabupaten Ponorogo-Pacitan (Link 136), survei inventarisasi longsor (landslide inventory) mengidentikasi 64 (enam puluh empat) titik ancaman terhadap pengguna jalan dan struktur badan jalan. Sementara pada ruas jalan Arjosari-Purwantoro (Bts. Prov. Jawa Tengah), survei inventarisasi longsor mengidentifikasi 41 (empat puluh satu) titik ancaman sebagaimana Lampiran 1 dan Lampiran 2.

3.4. Segmentasi Bahaya Longsor Pada Ruas Jalan Survei inventarisasi longsor menghasilkan sebaran kejadian dampak bencana. Sebaran titik-titik tersebut selanjutnya digunakan untuk analisis segmentasi ancaman bahaya. Segmentasi dapat dilakukan dengan upaya klasifikasi data kejadian, yang selanjutnya digunakan untuk mengidentifikasi pola kejadian. Dalam penelitian ini, pola segmentasi yang digunakan adalah menggunakan nilai kepadatan longsor (landslide density) pada ruas jalan sebagaimana Lampiran 2.

3.5. Alternatif Mitigasi Ancaman Longsor pada Jalan Secara umum terdapat dua (dua) metode dalam memitigasi ancaman bahaya longsor, yaitu yang pertama berbasis prediksi menggunakan variabe-variabel kerentanan, dan yang kedua melalui pendekatan rekam sejarah longsor atau analisis frekuensi. Survei inventarisasi longsor merupakan kegiatan memitigasi potensi ancaman longsor (landslide hazard). Bentuk dari survei tersebut dapat berupa survei lapangan, dan atau kombinasi studi berbasis informasi/literatur. Survei inventarisasi longsor pada jalan raya mutlak membutuhkan identifikasi lapangan. Hal ini lebih kepada longsor jalan raya berada dalam lingkup sempit serta membutuhkan kualitas parameter yang detail (Wahyudianto, 2017).

Page 523: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 512

Terdapat kelemahan substansial pada survei inventarisasi longsor berbasis lapangan, yaitu tidak mampu menghadirkan informasi detail mengenai waktu kejadian. Sedangkan survei berbasis informasi/literatur memiliki kelemahan tidak mampu merekam besaran parameter teknis di lapangan. Kedua metode survei tersebut seyogyanya saling melengkapi. Kejadian bencana yang bersifat masif pada suatu ruas jalan merupakan kejadian langka. Namun bencana tersebut menyingkap parameter-parameter teknis yang selama ini tersembunyi. Survei inventarisasi longsor pasca bencana merupakan kesempatan emas dalam upaya mitigasi. Surveyor hanya perlu mencatat besaran dampak serta tipe longsoran yang terjadi berdasarkan klasifikasi tertentu. Ambang batas hujan pemicu longsor dapat menjadi acuan kapan suatu peristiwa hujan ekstrim dianggap sebagai waktu representatif untuk melakukan survei inventarisasi longsor pasca bencana. Wahyudianto (2017) mengusulkan nilai hujan harian, P0 > 190 mm dengan kumulatif hujan 3 hari sebelumnya, P3 sebesar >180. Nilai tersebut merupakan catatan kejadian bencana yang cukup masif pada tanggal 31 Januari 2014 pada ruas jalan Kota Batu-Bts. Kabupaten Kediri. Dari analisis ambang batas hujan pemicu longsor, nilai parameter hujan tanggal 31 Januari 2014 tersebut jauh di atas nilai probabilitas 95% hujan pemicu longsor berbasis data rekam kejadian bencana antara tahun 2007-2016 ruas jalan tersebut.

Page 524: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 513

3.6. Hambatan Pengurangan Risiko Longsor pada Jalan Pengurangan risiko pergerakan massa pada ruas jalan memiliki problem utama pada keterbatasab wilayah kewenangan penanganan. Institusi Dinas Pekerjaan Umum hanya memiliki ruas terbatas selebar ruang milik jalan, sehingga penanganan yang bersifat struktural maupun non struktural menjadi kurang optimal. Jika penanganan struktural membutuhkan ruang lebar untuk konstruksi, sementara penanganan non struktural membutuhkan area yang luas agar efektif. Cara paling murah mengurangi risiko longsoran maupun pergerakan massa pada lereng sisi atas jalan adalah dengan cara menata kemiringan/kelandaian lereng. Namun demikian, keterbatasan wilayah penanganan menjadi penghambat utama. Pemotongan lereng saat pelebaran jalan yang tidak sesuai dengan syarat teknis keamanan menjadi problem utama di kemudian hari ketika musim hujan tiba.

2. Hasil dan Pembahasan Pemetaan bahaya longsor pada jalan memiliki 2 (dua) sumber. Yang pertama melalui survei inventarisasi longsor, dan yang kedua melalui rekam data kejadian longsor masa lalu. Masing-masing metode di atas memiliki kelebihan dan kekurangan. Momen paling tepat dalam membuat peta ancaman bahaya longsor adalah ketika bencana menerjang suatu wilayah. Variabel-variabel ketidaktentuan yang selama ini tersembunyi dan sulit diprediksi akan tereliminasi. Peristiwa bencana dalam pemetaan rawan bencana menjadi variabel kunci sekaligus validator. Dalam hal Siklon Cempaka, longsor yang terjadi pada zona terdampak merupakan validator sekaligus faktor penentu hasil. Siklon Cempaka pada akhirnya memberi ruang bagi Peneliti untuk mengidentifikasi posisi dan titik rawan bencana hedrogeologi pada ruas jalan provinsi di Kabupaten Pacitan. Titik-titik rawan tersebut berhasil diklasifikasikan berdasarkan tipe kejadian bencana, panjang terdampak, sekaligus posisi berbasis geolokasi GPS. Tercatat pada ruas jalan Batas. Kab. Ponorogo-Pacitan, kejadian bencana longsor lebih didominasi oleh tipe runtuhan lapukan batuan (rock slump) dengan 22 (dua puluh dua) kejadian atau 34.38% sebagaimana dijelaskan dalam Tabel 4.1 dan Tabel 4.2. Longsor tipe rock slump lebih diakibatkan material penyusun lereng berupa batuan dengan tingkat pelapukan tinggi. Lokasi aliran lapukan batuan tersebut sebagian besar terjadi pada zona pemotongan lereng. Sedangkan pada ruas jalan jurusan Arjosari-Purwantoro (Link) 137, kejadian bencana longsor lebih didominasi oleh pergerakan massa tipe keruntuhan lereng tanah (soil slope failure) sebanyak 19 (Sembilan belas) kejadian atau 53.66% sebagaimana dijelaskan dalam Tabel 4.3 dan Tabel 4.4.

3. Kesimpulan Ruas jalan provinsi yang berada di Kabupaten Pacitan telah terpetakan titik-titik rawan bahaya longsor melalui survei inventarisasi longsor berbasis pasca bencana Siklon Cempaka. Keterbatasan kemampuan pengurangan risiko berbasis struktural mengakibatkan risiko tersebut menetap dan akan terus berulang ketika ambang batas kejadian bencana terlewati. Untuk mengurangi risiko bencana longsor terhadap pengguna jalan, diperlukan upaya-upaya non struktural semacam pemetaan lebih detail terhadap kerentanan tebing, penentuan ambang batas hujan pemicu longsor berdasarkan rekam data historis, yang nantinya dilanjutkan dengan membangun sistem peringatan dini alarm risiko longsor pada segmen jalan berisiko tinggi.

Page 525: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 514

Page 526: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 515

Page 527: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 516

Lampiran 1. Titik Longsor Jalan Provinsi Jawa Timur akibat Siklon Cempaka

Lampiran 2. Kepadatan longsor (Landslide Density n/km) jalan provinsi di Kab.Pacitan

Page 528: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 517

Lampiran 3. Kepadatan Longsoran (landslide density) dan tingkat ancaman masing-

masing titik longsor terhadap infrasruktur/ pengguna jalan

Referensi AGS, 2000. Landslide Risk Management Concepts and Guidelines. Sydney: Australian

Geomechanics Society: Sub Commitee on Landslide Risk Management. Broms, 1975. dalam Hardiyatmo, H.C, 2012, Tanah Longsor dan Erosi : Kejadian dan

Penanganan. edisi ke-1 . Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Coe, J. A. dkk., 2004. Probabilistic assessment of precipitation-triggered landslides using

historical records of landslide occurence, Seattle, Washington. Association of Environmental & Engineering Geologists, 23(1), hal. 103-122.

Cruden, D. M. & Varnes, D. J., 1992. Landslide Types and Processes, . In: Juy, ed. Landslide Investigation and Mitigation. Washington D.C: National Academy of Sciences, Transportation Research Board, Bab 3.

Cruden, D. & Varnes, D., 1996. Landslide types and processes. di dalam Chleborad (2006) Rainfall Thresholds for Forecasting Landslides in the Seattle, Washington, Area—Exceedance and Probability, Open-File Report –1064 ed. Virginia, US: U.S. Department of the Interior.

Habibie, M.N., Noviati, Sri. & Harsa , Hastuadi, 2018. Pengaruh Siklon Tropis Cempaka Terhadap Curah Hujan Harian Di Wilayah Jawa Dan Madura, Pusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Naskah masuk : 9 Februari 2018 Naskah diperbaiki : 16 Juli 2018 Naskah diterima: 7 Desember 2018

Hungr, O., Evan, S. G., Bovis, M. J. & Hutchinson, J. N., 2001. Review of the classification of landslides of the flow type. Environmental and Engineering Geoscience, VII(3 Agustus 2001), hal. 221-238.

Laprade, W. T., Kirkland, T. E., Nashem, W. D. & Robertson, C. A., 2000. Seattle landslide study, Seattle: Shannon and Wilson, Inc..

Liu , X., 2006. Site-specific Vulnerability Assessment for Debris Flows: Two Case Studies. Journal of Mountain Science, Volume 3 no. 1, hal. 21.

Parise, M., 2002. Landslide hazard zonation of slopes susceptible to rock falls and topples. Natural Hazards and Earth System Sciences, 2(19 December 2001), hal. 42.

Page 529: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 518

Pierson, L. A. & van Vickle, R., November 1993. Rockfall Hazard Rating System Partecipants manual, Springfield: National Highway Institute, Federal Highway Administration, US Department of Transportation, Report FHWA-SA-93-057.

Prina, E., Bonnard, C. & Vulliet , L., 2004. Vulnerability and Risk Assessment of Mountain Road Crossing Landslide. Rivista Italiana di Geotecnica, 2(April), hal. 76.

Purnomo, N. H., Sutikno, Sunarto & Muta'ali, L., 2010. Risiko Longsor Lahan Pada Lahan Pertanian Di Kompleks Gunungapi Kuarter Arjuno Jawa Timur. Yogyakarta: Program S3 Geografi Universitas Gadjah Mada.

Varnes, D. J., 1978. Slope movement types and processes di dalam: Special Report 176: Landslides: Analysis and Control (Eds: Schuster, R. L. & Krizek, R. J.)., Washington D. C: Transportation and Road Research Board, National Academy of Science.

Wahyudianto, Emil., 2017. Analysis and Risk Study on Landslide Hazard Frequency at Road Corridor of Batu City – Kediri Regency Border, Journal of the Civil Engineering Forum, Yogyakarta, Vol No.3 No.3 (September 2018)

https://nasional.kompas.com/read/2017/12/05/16413501/dampak-siklon-tropis-cempaka-41-orang-meninggal-dan-hilang, diakses 2 Oktober 2019

Page 530: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 519

PERAN PENYELENGGARAAN PEMELIHARAAN RUTIN JALAN PROVINSI JAWA TENGAH TERHADAP PENURUNAN ANGKA

KEMISKINAN DAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI GAWAI ANDROID

THE ROLE OF ORGANIZING ROUTINE MAINTENANCE OF CENTRAL JAVA PROVINCIAL ROADS IN REDUCING POVERTY AND THE

UTILIZATION OF ANDROID DEVICE TECHNOLOGY

AR. Hanung Triyono¹, Agus Supriyanto², Anindita Rifta Hapsari³, Ury Wahyu Suprihati4

1,2,3,4Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Cipta Karya Provinsi Jawa Tengah 1,2,3,4Jalan Madukoro Blok AA-BB Kota Semarang Jawa Tengah Email : ¹[email protected]; ²[email protected];

³[email protected]; [email protected]

Abstrak Penyelenggara jalan memprioritaskan pemeliharaan dan pemeriksaan jalan secara berkala untuk mempertahankan tingkat pelayanan jalan dan meningkatkan kinerja jalan. Dalam pelaksanaannya Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Cipta Karya Provinsi Jawa Tengah menggandeng Kelompok Masyarakat Bina Marga (Mas Bima) yang terdiri dari masyarakat miskin dan sehat yang berada di sekitar jalan provinsi. Ekspektasi masyarakat yang sangat tinggi terhadap tuntutan pemenuhan infrastruktur jalan disampaikan melalui media sosial dan media massa. Penanganannya kemudian diakomodasikan melalui pemanfaatan teknologi yang mudah digunakan yaitu Aplikasi Jalan Cantik yang dapat dioperasikan dengan Gawai Android. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu mendeskripsikan objek yang diteliti melalui data dan sampel yang telah terkumpul dengan melakukan analisis sederhana dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Hasil analisis menunjukkan laporan aduan masyarakat yang masuk ke Aplikasi Jalan Cantik sebanyak 577 (sampai dengan Agustus 2019) direspon cepat dalam waktu 1 x 24 jam. Kondisi Jalan Provinsi di Jawa Tengah dipertahankan baik yaitu berangsur-angsur melebihi target kinerja RKPD 2019 sebesar 90,20 %. Tercatat 1.018 orang Masyarakat Bina Marga yang tersebar pada 9 Balai Pengelolaan Jalan, hal ini berarti Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Cipta Karya Provinsi Jawa Tengah ikut serta dalam penurunan angka kemiskinan sebesar 0,109% terhadap angka kemiskinan penduduk Jawa Tengah. Kata Kunci: Pemeliharaan Rutin Jalan, Aplikasi Jalan Cantik, Angka Kemiskinan

Abstract Road operators prioritize regular road maintenance and inspection to maintain road service levels and improve road performance. In its implementation, Bina Marga and Cipta Karya Public Works Office of Central Java Province organizes the Bina Marga Community Group (Mas Bima) which is consisted of poor and healthy people around the provincial road. The high public expectations of the demands for fulfilling road infrastructure are conveyed through social media and mass media. The resolution is then accommodated through the use of technology that is easy to apply, namely the Jalan Cantik application that can be operated with an Android device. This study uses a descriptive method that is to describe the object under study through the data and samples that have been collected by conducting a simple analysis and making conclusions that are applicable to the public. The analysis showed that there were 577 complaints from the public that enter the Jalan Cantik Application (as of August 2019) that were responded quickly within 1 x 24 hours. The condition of Provincial Roads in

Page 531: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 520

Central Java is maintained well, that is, gradually exceeds the 2019 RKPD performance target of 90.20%. Recorded 1,018 Bina Marga people spread all over 9 Road Management Centers, this means that the Bina Marga and Cipta Karya Public Works Office of Central Java Province participated in reducing poverty by 0.109% of the poverty rate in Central Java. Key words : Road Routine Maintenance, Jalan Cantik Application, Poverty Rate PENDAHULUAN Penyelenggara jalan memprioritaskan pemeliharaan, perawatan dan pemeriksaan jalan secara berkala untuk mempertahankan tingkat pelayanan jalan dan meningkatkan kinerja jalan. Pemeliharaan jalan adalah kegiatan penanganan jalan, berupa pencegahan, perawatan dan perbaikan yang diperlukan untuk mempertahankan kondisi jalan agar tetap berfungsi secara optimal melayani lalu lintas sehingga umur rencana yang ditetapkan dapat tercapai. Pemeliharaan jalan terdiri dari pemeliharaan rutin, program rehabilitasi dan program peningkatan jalan. Pemeliharaan rutin jalan merupakan kegiatan merawat serta memperbaiki kerusakan-kerusakan yang terjadi pada ruas-ruas jalan dengan kondisi pelayanan mantap. Jalan dengan kondisi pelayanan mantap adalah ruas-ruas jalan dengan umur rencana yang dapat diperhitungkan serta mengikuti suatu standar tertentu. Program rehabilitasi adalah kegiatan penanganan pencegahan terjadinya kerusakan yang luas dan setiap kerusakan yang tidak diperhitungkan dalam desain, yang berakibat menurunnya kondisi kemantapan pada bagian/tempat tertentu dari suatu ruas jalan dengan kondisi rusak ringan, agar penurunan kondisi kemantapan tersebut dapat dikembalikan pada kondisi kemantapan sesuai dengan rencana. Program peningkatan adalah kegiatan penanganan untuk dapat meningkatkan kemampuan bagian ruas jalan yang dalam kondisi rusak berat agar bagian jalan tersebut mempunyai kondisi mantap kembali sesuai dengan umur rencana yang ditetapkan atau Kegiatan peningkatan struktur jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapan jalannya, dengan peningkatan kapasitas. Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Cipta Karya Provinsi Jawa Tengah sebagai instansi pemerintah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam melaksanakan penanganan jalan dalam program kegiatan pemeliharaan rutin, rehabilitasi dan peningkatan. Sebagai gambaran pada tahun 2019 panjang jalan provinsi yang ditangani Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Cipta Karya Provinsi Jawa Tengah sepanjang 2.404,741 Km, yaitu 95,77 % (2.302,961 Km) dengan program pemeliharaan rutin dan 2,07% (49,89 km) dengan program rehabilitasi, dan 2,16% (51,89 km) dengan program peningkatan seperti pada Gambar 1. Penanganan jembatan sepanjang 23.955,8 M’, yaitu 96,16% (23.014,8 M’) dengan program pemeliharaan rutin, 2,17 % (519 M’) dengan program rehabilitasi, dan 1, 67% (400 M’) penggantian jembatan, dapat dilihat pada Gambar 2.

Page 532: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 521

Ekspektasi masyarakat Jawa Tengah yang sangat tinggi terhadap tuntutan pemenuhan kebutuhan khususnya infrastruktur jalan yang dituangkan dalam banyaknya keluhan dan harapan masyarakat dalam twitter, Short Mail Message (SMS), e-mail, lapor gub dan laporan masyarakat dari berbagai media massa. Penanganan keluhan dan harapan masyarakat juga diakomodir melalui pemanfaatan teknologi yang mudah digunakan yaitu Aplikasi Jalan Cantik yang dapat dioperasikan dengan Gawai Android. Dengan kemudahan sistem pelaporan yang terdapat pada aplikasi jalan cantik, diharapkan mampu meningkatkan kualitas dan kecepatan penanganan terhadap setiap kerusakan jalan yang telah terdata dalam sistem aplikasi. Untuk menunjang percepatan penanganan selaras dengan target Dinas PU Bina Marga dan Cipta Provinsi Jawa Tengah yaitu penanganan 1 x 24 jam, maka dibentuklah Kelompok Masyarakat Bina Marga (Mas Bima) yang terdiri dari masyarakat miskin dan sehat yang berada di sekitar jalan provinsi. Dengan melihat fakta ini, maka Dinas PU Bina Marga dan Cipta Provinsi Jawa Tengah ikut menyediakan lapangan pekerjaan untuk masyarakat Jawa Tengah.

Penanganan Jalan 2019

1 2 3

Pemeliharaan rutin 95,77%

Peningkatan 2,16 %

Rehabilitasi 2,07%

Penanganan Jembatan 2019

1 2 3

Pemeliharaan rutin 96,16%

Rehabilitasi 2,17 % Penggantian jembatan 1,67 %

Gambar 1. Diagram Penanganan

Jalan 2019

Gambar 2. Diagram Penanganan Jembatan

2019

Gambar 2. Diagram Penanganan Jembatan

2019

Page 533: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 522

METODOLOGI Metode peneltian adalah cara kerja untuk mengumpulkan data dan kemudian mengolah data sehingga menghasilkan data yang dapat memecahan permasalahan peneltian. Jenis metode penelitian yang dipilih adalah deskriptif analisis, adapun pengertian dari metode deskriptif analitis menurut Sugiono (2009; 29) adalah suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Dengan kata lain penelitian deskriptif analitis mengambil masalah atau memusatkan perhatian kepada masalah-masalah sebagaimana adanya saat penelitian dilaksanakan, hasil penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulannya. Adapun penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan pendekatan kuantitatif. Sebagaimana dikemukakan oleh Nana Sudjana (1997:53) bahwa metode penelitian deskriptif dengan pendekatan secara kuantitatif digunakan apabila bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan peristiwa atau suatu kejadian yang terjadi pada saat sekarang dalam bentuk angka-angka bermakna. Sehingga hasil penelitian diperoleh dari hasil perhitungan indikator-indikator variabel penelitian kemudian dipaparkan secara tertulis. Lokasi penelitian berlangsung di sepanjang jalan provinsi dan wilayah Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Cipta Karya Provinsi Jawa Tengah beserta 9 Balai Pengelolaan Jalan dan fokus terhadap Kelompok Masyarakat Bina Marga (Mas Bima). Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini disajikan dalam diagram alir seperti pada Gambar 3.

Page 534: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 523

HASIL DAN PEMBAHASAN Laporan dari Aplikasi Jalan Cantik Aplikasi Jalan Cantik adalah aplikasi yang disediakan pada smartphone yang berbasis pada Sistem Android yang dirancang sebagai sarana atau media pelaporan kerusakan jalan provinsi (dapat juga diterapkan untuk jalan nasional, jalan kabupaten/kota dan jalan desa). Diharapkan dengan aplikasi ini laporan yang masuk dapat menunjang jalan dan jembatan menjadi lebih baik. Jalan Cantik didefinisikan sebagai jalan dengan kondisi perkerasan baik atau sedang, bebas lubang / hal-hal yang membahayakan pengguna serta terpenuhinya bahu, bangunan pelengkap, dan perlengkapan jalan sesuai standar teknis, dengan kondisi Ruang Milik Jalan (rumija) terpelihara secara rutin dan rapi.

Identifikasi Masalah dan Tujuan Penelitian

Data Sekunder:

1. Data Angka Kemiskinan Jawa Tengah

2. Literatur

3. Jurnal

Mulai

Kesimpulan dan saran

Selesai

Studi Pustaka

Pengamatan dan pengumpulan data

Data Primer: 1. Data laporan pengaduan dari

Aplikasi Jalan Cantik 2. Data Kelompok Masyarakat Bina

Marga (Mas Bima) 3. Data rekap lubang jalan provinsi

Perhitungan Evaluasi Jumlah Mas Bima Terhadap

Penurunan Angka Kemiskinan

Gambar 3. Diagram Alir Penelitian

Page 535: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 524

Aplikasi jalan cantik sangat mudah digunakan oleh masyarakat Jawa Tengah. Aplikasi jalan cantik dapat diunduh melalui play store dengan menggunakan gawai berbasis android. Adapun Langkah-langkah penggunaan aplikasi jalan cantik adalah sebagai berikut : 1. Unduh aplikasi “jalan cantik” di play store, klik install dan tunggu sampai proses

pemasangan aplikasi selesai 2. Login menggunakan e-mail yang telah didaftarkan 3. Aktifkan lokasi dan pilih izinkan akses aplikasi untuk mendeteksi lokasi perangkat 4. Untuk memulai pelaporan, pilih menu “Laporkan Kerusakan” 5. Masukkan minimal 3 (tiga) foto kondisi lokasi yang dilaporkan 6. Atur peta lokasi jalan yang akan dilaporkan dengan cara mengetikkan lokasi jalan

atau menandai titik lokasi jalan pada peta yang tersedia, kemudia pilih Kabupaten / Kota sesuai dengan lokasi pelaporan jalan

7. Pilih keluhan jalan sesuai dengan pilihan yang tersedia, kemudian beri keterangan tentang jalan yang dilaporkan agar mempermudah proses pengecekan jalan

8. Klik “Laporkan” apabila data telah selesai dimasukkan 9. Untuk melihat progres dari laporan tersebut, kembali ke menu utama dan klik

“Progres Laporan” 10. Klik “selengkapnya” untuk melihat detail progres laporan. Atau dapat dilihat di

Gambar 4.

Sumber: Tim IT Dinas PU Bina Marga dan Cipta Karya Provinsi Jawa Tengah

Berdasarkan rekapitulasi data yang diperoleh dari aplikasi “Jalan Cantik” (Tabel 1) per tanggal 30 September 2019 diperoleh data aduan yang masuk sebanyak 604 aduan yang terbagi atas 6 aduan (0,99%) jalan nasional, 14 aduan (2,32%) jalan provinsi, 310 aduan (51,32%) jalan kabupaten/kota, 51 aduan (8,44%) jalan desa dan lain-lain yaitu proses uji coba saat peluncuran aplikasi jalan cantik sebanyak 205 aduan (36,92%).

Gambar 4. Langkah-langkah penggunaan aplikasi jalan cantik

Page 536: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 525

NO BULAN JALAN NASIO

NAL

JALAN PROVINSI

JALAN KAB

JALAN DESA

LAIN-LAIN

JUMLAH LAPORAN

MASUK

1 Juni 0 2 42 27 186 257

2 Juli 1 7 212 13 0 233

3 Agustus 4 3 45 7 28 87

4 September 1 2 11 4 7 29

Jumlah 6 14 310 51 221 604

Presentase (%) 0,99 2,32 51,32 8,44 36,92 100,00 Sumber: Tim IT Dinas PU Bina Marga dan Cipta Karya Provinsi Jawa Tengah

Manfaat aplikasi jalan cantik terhadap kondisi jalan antara lain :

1. Mengurangi lubang secara drastis sehingga menjadi jalan bebas lubang 2. Kerusakan jalan dapat tertangani pada tempo 1 x 24 jam

Sumber: Dinas PU Bina Marga dan Cipta Karya Provinsi Jawa Tengah

Berdasarkan Gambar 5, jumlah lubang terbanyak terdapat pada bulan Maret yaitu sebesar 5.100 lubang. Dengan penanganan 1 x 24 jam, jumlah lubang berangsur-angsur turun secara signifikan hingga mencapai angka 211 lubang pada bulan September 2019. Kelompok Masyarakat Bina Marga (Mas Bima) Kelompok Masyarakat Bina Marga (Mas Bima) adalah masyarakat miskin dan sehat yang berada di sekitar jalan provinsi, baik pekerja skill maupun unskill yang dibentuk oleh Dinas PU Bina Marga dan Cipta Karya Provinsi Jawa Tengah untuk mendukung misi ketiga Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yaitu memperkuat kapasitas ekonomi rakyat dan memperluas lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Kelompok Masyarakat Bina Marga (Mas Bima) bergabung dengan 9

Tabel 1. Rekapitulasi Laporan Kerusakan dari Aplikasi

Jalan Cantik

Gambar 5. Grafik penanganan lubang bulan Maret – September

2019

Page 537: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 526

(Sembilan) Balai Pengelolaan Jalan untuk mendukung pemeliharaan rutin di ruas jalan provinsi. Pekerja skill adalah pekerja yang mengerjakan pekerjaan yang berhubungan dengan teknis seperti menambal lubang (patching), sedangkan untuk pekerja unskill adalah pekerja yang mengerjakan pekerjaan ringan seperti pembersihan rumija dan drainase. Ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup minimum yang sesuai dengan tingkat kelayakan hidup dapat dikatakan sebagai kemiskinan (Todaro, 2006), sehingga dengan adanya kelompok ini dapat meningkatkan pemasukan per kapita keluarga. Jumlah Kelompok Masyarakat Bina Marga (Mas Bima) hingga tahun 2019 terdapat 1018 pekerja dengan rincian seperti Tabel 2.

NO BALAI PENGELOLAAN

JALAN JUMLAH PEKERJA

PEKERJA

SKILL UNSKILL

1 Wonosobo Wil 1 90 20 70

Wonosobo Wil 2 58 18 40

2 Pekalongan Wil 1 65 15 50

Pekalongan Wil 2 39 9 30

3 Tegal Wil 1 18 7 11

Tegal Wil 2 32 12 20

4 Magelang Wil 1 58 15 43

Magelang Wil 2 103 29 74

5 Cilacap Wil 1 37 12 25

Cilacap Wil 2 38 16 22

6 Purwodadi Wil 1 77 34 43

Purwodadi Wil 2 85 35 50

7 Pati Wil 1 42 12 30

Pati Wil 2 41 12 29

8 Surakarta Wil 1 67 15 52

Surakarta Wil 2 100 25 75

9 Semarang Wil 1 40 12 28

Semarang Wil 2 28 8 20

TOTAL PEKERJA 1018 306 712

Sumber: Balai Pengelolaan Jalan se Jawa Tengah

Angka Kemiskinan Jawa Tengah Berdasarkan Berita Resmi Statistik Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah No. 47/07/33/Th. XIII Tanggal 15 Juli 2019, pada bulan Maret 2019, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Jawa Tengah mencapai 3,74 juta orang (10,80 persen), berkurang sebesar 124,2 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2018 yang sebesar 3,87 juta orang (11,19 persen), dapat dilihat pada Gambar 6.

Tabel 2. Rekapitulasi Pekerja Rutin Pada Balai (Kelompok Masyarakat Bina

Marga (Mas Bima)

Page 538: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 527

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah

Sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 6 bahwa Provinsi Jawa Tengah mengalami tingkat penurunan presentase penduduk miskin dari Bulan Maret 2011 sampai dengan Bulan Maret 2019. Evaluasi Jumlah Mas Bima Terhadap Penurunan Angka Kemiskinan Dari pengamatan dan pengumpulan data yang telah dilakukan, maka dapat dilakukan analisis terhadap penurunan angka kemiskinan sebagai berikut: Jumlah Masyarakat Miskin Jawa Tengah : 3.740.000 orang Jumlah Mas Bima : 1.018 orang Asumsi dalam 1 keluarga terdapat 4 anggota yang terdiri dari Bapak, Ibu dan 2 Anak Sehingga didapatkan formula sebagai berikut

Penurunan Angka Kemiskinan : 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑀𝑎𝑠 𝐵𝑖𝑚𝑎 𝑥 4

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑀𝑎𝑠𝑦𝑎𝑟𝑎𝑘𝑎𝑡 𝑀𝑖𝑠𝑘𝑖𝑛 𝐽𝑎𝑤𝑎 𝑇𝑒𝑛𝑔𝑎ℎ 𝑥 100%

: 1.018 𝑥 4

3.740.000 𝑥 100%

: 0,109 % Jadi, angka penurunan kemiskinan sebesar 0,109 % Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Adapun garis kemiskinan penduduk Jawa Tengah adalah sebesar Rp 369.385,00 per kapita per bulan pada Maret 2019. Dengan asumsi dalam 1 keluarga terdapat 4 orang anggota keluarga, maka diperoleh batas garis kemiskinan per bulan dalam 1 keluarga adalah sebesar Rp. 1.477.000,00. Sesuai dengan anggaran tahun 2019 Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Cipta Karya Provinsi Jawa Tengah, Mas Bima diberikan upah sepanjang tahun setiap bulan berdasarkan upah minimum kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 560/68 Tahun 2018 tentang Upah Minimum Pada 35 (tiga puluh lima) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2019, upah minimum tertinggi berada di Kota Semarang sebesar Rp. 2.498.587,53 sementara upah minimum terendah berada di Kabupaten Banjarnegara yaitu sebesar Rp. 1.610.000,00.

Gambar 6. Grafik Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin

Page 539: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 528

Dengan upah per bulan yang diterima oleh Mas Bima, hal ini berarti Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Cipta Karya Provinsi Jawa Tengah berperan serta dalam pengentasan kemiskinan di Jawa Tengah. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Laporan aduan masyarakat yang masuk ke Aplikasi Jalan Cantik sebanyak 604

aduan (sampai dengan bulan September 2019) dan direspon dengan cepat dalam waktu 1 x 24 jam.

2. Kondisi Jalan Provinsi di Jawa Tengah dipertahankan baik yaitu berangsur-angsur melebihi target kinerja Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD) 2019 sebesar 90,20 %.

3. Terdapat 1.018 orang Masyarakat Bina Marga yang tersebar pada 9 Balai Pengelolaan Jalan, hal ini berarti Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Cipta Karya Provinsi Jawa Tengah ikut serta dalam penurunan angka kemiskinan sebesar 0,109% terhadap angka kemiskinan penduduk Jawa Tengah.

DAFTAR PUSTAKA Berita Resmi Statistik Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah No. 47/07/33/Th. XIII Tanggal

15 Juli 2019 Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor : 560/68 Tahun 2018 Tentang Upah Minimum

Pada 35 (tiga puluh lima) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2019 Kuncoro, Mudrajad. 2006. Ekonomika Pembangunan, Teori, Masalah, dan Kebijakan.

Edisi Keempat. Yogyakarta: UPP AMP YKPN Nana Sudjana. 1997. “CBSA Dalam Proses Belajar Mengajar”. Jakarta: Rajawali Press Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 13 /PRT/M/2011 Tentang Tata Cara

Pemeliharaan dan Penilikan Jalan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan Sugiyono.2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D. Bandung : Alfabeta. Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi (edisi

kesembilan, jilid I). Jakarta : Erlangga Triyono, AR Hanung. 2017. Pengembangan Model Manajemen Lingkungan Dalam

Penyelenggaraan Pemeliharaan Rutin Jalan Provinsi Yang Melibatkan Peran Serta Masyarakat, Surakarta: Pasca Sarjana Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 38 Tahun 2004 Tentang Jalan www.jatengprov.go.id diakses tanggal 03 Oktober 2019

Page 540: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 529

GBOROUGHOMETER: ALAT PENGUKUR KETIDAKRATAAN PERMUKAAN JALAN

(GBOROUGHOMETER: AN EQUIPMENT FOR MEASURING ROAD

ROUGHNESS)

1Slamet Prabudi Setianto, 2Kuswanda, 3Mohamad Nasro, 4Awang Al Azhar

1,2,3PT. Geocipta Bangun Optima, Bandung [email protected]

Abstrak Secara teori terdapat dua parameter utama yang dipertimbangkan dalam evaluasi sistem perkerasan jalan yaitu secara struktural dan fungsional. Parameter struktural berhubungan dengan kekuatan dan daya dukung suatu system perkerasan jalan terhadap beban lalu lintas yang lewat selama umur rencana. Sedangkan parameter fungsional adalah berhubungan dengan kenyaman pengguna jalan ketika melewati ruas jalan tersebut. Parameter fungsional tersebut diwakili oleh nilai IRI yang diukur dengan beberapa alat seperti Bump Integrator TRL, Naasra meter, ARRB Roughometer III, dll. Alat GBORoughometer meruapakan peralatan untuk mengukur ketidakrataan yang dikembangkan oleh PT. Geobangtima. Alat ini pada dasarnya menggunakan sensor akselerometer untuk mengukur profil permukaan jalan yang kemudian digunakan sebagai dasar dalam menghitung nilai ketidakrataan dalam satuan IRI. Selain itu alat ini juga dilengkapi dengan sensor GPS untuk menentukan koordinat dari ruas yang sedang diuji. Fitur lainnya dari alat GBORoughometer ini adalah penentuan tipe permukaan (aspal, beton, dan jalan kerikil) serta tipe dari lajur yang diuji (median atau non median). Teori utama yang mendasari alat ini adalah model quarter car. Hasil dari pengujian menggunakan alat ini pada beberapa ruas jalan yang juga diukur dengan menggunakan ARRB Roughometer III didapat perbedaan yang tidak signifikan. Kenyataan ini menyimpulkan bahwa alat GBORoughometer ini bisa digunakan sebagai alternatif penggunaan alat pengukur ketidakrataan permukaan jalan. Kata Kunci: IRI, Akselerometer, Ketidakrataan Permukaan, GBORoughometer, parameter fungsional Abstract Theoretically there are two main parameters considered in the evaluation of pavement i.e. structural and functional. The structural parameter relates to the strength and bearing capacity of a pavement to carry traffic loads during its service life. While the functional parameter is the user comfort when passing a road link. The functional parameter is represented by the IRI value which is measured by some equipment such as TRL Bump Integrator, Naasra meter, ARRB Roughometer, etc. The GBORoughometer is an equipment developed by PT. Geocipta Bangun Optima to measure the road surface roughness in IRI unit. This equipment basically used accelerometer as the main sensor to measure the surface profile and then converted into IRI values. The GBORoughometer is also equipped by GPS for recording coordinates. Some other features of this equipment are listed such as type of pavement surface (asphalt, concrete, and gravel), type of carriageaway (divided, undivided), etc. The main theory behind this equipment is quarter car model. When comparing the result measured by this equipment to some other typical roughness meters such as ARRB roughometer III it is found that the IRI values collected does not differ significantly. This finding comes to conclusion that the GBORoughometer is acceptable to use as an alternative equipment for collecting roughness of road surface. Keywords: IRI, Accelerometer, Road Roughness, GBORoughometer, and Functional Parameter

Page 541: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 530

I. PENDAHULUAN Jalan merupakan prasarana penghubung darat yang mempunyai peran strategis

dalam mendukung pembangunan dan integrasi suatu wilayah, maka keberadaan infrastruktur jalan harus selalu terjaga pada kondisi yang baik dan prima dengan cara melakukan pemeliharaan secara berkala.

Tiap tahun biaya pemeliharaan yang dikeluarkan pemerintah cukup besar, namun demikian kerusakan tetap terjadi sebagai akibat akumulasi dari berbagai penyebab kerusakan jalan seperti bebban berlebih dan kesalahan dalam memprediksi volume lalu lintas yang ditambah dengan buruknya sistem drainase.

Langkah awal yang dapat dilakukan untuk mencegah pembekakan biaya akibat pemelihaaran dan rehabilitasi jalan yaitu mengetahui kerusakan dini yang terjadi dan memperkirakan perkembangan kerusakan tersebut, baik luas maupun tingkat kerusakan yang terjadi. Hal ini merupakan kriteria penting dalam penanganan kerusakan jalan agar tercapai keefektifan dalam menentukan biaya dan waktu pemeliharaan jalan.

Secara teori terdapat dua parameter utama yang dipertimbangkan dalam evaluasi sistem perkerasan jalan yaitu secara struktural dan fungsional. Parameter struktural berhubungan dengan kekuatan dan daya dukung suatu sistem perkerasan jalan terhadap beban lalu lintas yang lewat selama umur rencana, Sedangkan parameter fungsional adalah berhubungan dengan kenyaman pengguna jalan ketika melewati ruas jalan tersebut.

Untuk memprediksi kedua parameter didasarkan pada analisis empiris dengan menggunakan beberapa variabel seperti beban lalu lintas, tingkat curah hujan, CBR dan struktur perkerasan jalan sebagai variabel masukan. Metode survei Road Condition Index (RCI) dan pengukuran data dilapangan digunakan untuk mendapat nilai International Rughness Index (IRI) awal.

GBORoughometer. dikembangkan pada awal 2019, mengingat kebutuhan survei ketidakrataan jalan di Indonesia yang semakin meningkat. Ketersediaan alat survei masih menjadi kendala utama, disamping harga yang relatif mahal, pengadaan alat survei IRI membutuhkan waktu yang cukup lama, mengingat mayoritas alat survei IRI masih didatangkan secara Impor. Atas dasar tersebut PT Geocipta Bangun Optima melalui divisi Research and Development berinisiatif mengembangkan alat pengukuran IRI yang dapat dijadikan sebagai alat alternatif pengukuran IRI dikemudian hari. I.A Kerusakan Perkerasan Lentur Secara umum jenis kerusakan jalan dapat dibagi dalam dua kategori yaitu: A. Kerusakan Struktural

Kerusakan struktural adalah kerusakan pada struktur jalan, sebagian atau keseluruhannya, yang menyebabkan perkerasan jalan tidak lagi mampu mendukung beban lalu lintas. Untuk itu perlu adanya perkuatan struktur dari perkerasan dengan cara pemberian lapisan ulang (overlay) atau perbaikan kembali terhadap lapisan perkerasan yang ada.

B. Kerusakan Fungsional Kerusakan fungsional adalah kerusakan pada permukaan jalan yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi jalan tersebut. Kerusakan ini dapat berhubungan atau tidak dengan kerusakan structural.

Pada kerusakan fungsional, perkerasan jalan masih mampu menahan beban yang

bekerja namun tidak memberikan tingkat kenyamanan dan keamanan seperti yang diinginkan. Untuk itu lapisan permukaan perkerasan harus dirawat agar permukaan kembali baik. Pada prinsipnya jenis kerusakan fungsional akan menurunkan tingkat kenyamanan dan keamanan pengguna jalan seperti :

Page 542: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 531

- Meningkatkan kebisingan akibat gesekan roda dan permukaan jalan - Meningkatkan resiko cipratan air (water splashing) pada saat permukaan basah - Menigkatkan resiko tergelincir saat menikung di saat permukaan basah - Meningkatkan resiko tergelincir saat mengerem di saat permukaan basah maupun

kering I.B Kondisi Jalan

Evaluasi kondisi perkerasan jalan merupakan aspek penting dalam pemilihan suatu proyek perbaikan jalan karena akan menentukan manfaat yang ditimbulkan oleh adanya perbaikan jalan. Jenis kondisi jalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dirjen Bina Marga, 1995): 1. Jalan dengan kondisi baik Jalan dengan kondisi baik adalah jalan dengan

permukaan perkerasan yang benar- benar rata, tidak ada gelombang dan tidak ada kerusakan permukaan.

2. Jalan dengan kondisi sedang Jalan dengan kondisi sedang adalah jalan dengan kerataan permukaan perkerasan sedang, mulai ada gelombang tetapi tidak ada kerusakan permukaan.

3. Jalan dengan kondisi rusak ringan Jalan dengan kondisi rusak ringan adalah jalan dengan permukaan perkerasan sudah mulai bergelombang, mulai ada kerusakan permukaan dan penambalan (kurang dari 20% dari luas jalan yang ditinjau).

4. Jalan dengan kondisi rusak berat Jalan dengan kondisi rusak berat adalah jalan dengan permukaan perkerasan sudah banyak kerusakan seperti bergelombang, retak-retak buaya dan terkelupas yang cukup besar (20-60% dari luas jalan yang ditinjau) disertai dengan kerusakan lapis pondasi dengan kerusakan lapis pondasi seperti amblas, sungkur dan sebagainya.

I.C Tingkat pelayanan jalan

Menurut Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Bina Marga (1995), dari klasifikasi kondisi jalan ini kemudian ditentukan tingkat pelayanan dari jalan tersebut sebagai berikut: 1. Jalan dengan kondisi pelayanan mantap Jalan mantap adalah ruas-ruas jalan dengan

umur rencana yang dapat diperhitungkan serta mengikuti suatu standar tertentu. Termasuk ke dalam kondisi pelayanan mantap adalah jalan-jalan dengan kondisi baik dan sedang.

2. Jalan dengan kondisi pelayanan tidak mantap Jalan tidak mantap adalah ruas-ruas jalan yang dalam kenyataan sehari-hari masih berfungsi melayani lalu lintas, tetapi tidak dapat diperhitungkan umur rencananya serta tidak mengikuti standar tertentu. Termasuk ke dalam kondisi pelayanan tidak mantap adalah jalan-jalan dengan kondisi rusak ringan dan rusak berat.

Konsep tingkat kemantapan jalan yang digunakan oleh Ditjen Bina Marga

berdasarkan ketersedian data dari sistem pendataan yang dimiliki maka parameter yang digunakan adalah: A. Parameter kerataan jalan atau International Roughness Index (IRI). B. Parameter lebar jalan dan Ratio Volume/Kapasitas (VCR) C. Parameter lebar jalan dan Volume Lalu lintas Harian (LHR)

Page 543: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 532

I.D International Roughness Index (IRI) International Roughness Index (IRI) atau ketidakrataan permukaan jalan

dikembangkan oleh Bank Dunia pada tahun 1980an. IRI digunakan untuk menggambarkan suatu profil memanjang dari suatu jalan dan digunakan sebagai standar ketidakrataan permukaan jalan. Satuan yang biasa direkomendasikan adalah meter per kilometer (m/km). Pengukuran IRI didasarkan pada perbandingan akumulasi pergerakan suspensi kendaraan standar (dalam mm, inchi, dll ) dengan jarak yang ditempuh oleh kendaraan selama pengukuran berlangsung (dalam m, km, dll).

International Roughness Index (IRI) adalah parameter yang digunakan untuk menentukan tingkat ketidakrataan permukaan jalan. Parameter Roughness dipresentasikan dalam suatu suatu skala yang menggambarkan ketidakrataan permukaan perkerasan jalan yang dirasakan pengendara. Ketidakrataan permukaan perkerasan jalan tersebut merupakan fungsi dari potongan memanjang dan melintang permukaan jalan. Roughness juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti operasional kendaraan, yang meliputi suspensi roda, bentuk kendaraan, kedudukan kerataan kendaraan serta kecepatan. Direktorat Jenderal Bina Marga menggunakan parameter International Roughness Index (IRI) dalam menentukan kondisi konstruksi jalan, yang dibagi atas empat kelompok. Berikut ditampilkan Tabel 1 penentuan kondisi ruas jalan dan kebutuhan penanganannya:

Tabel 1 Penentuan Kondisi Ruas Jalan dan Kebutuhan Penanganan

Kondisi Jalan IRI (mm/km) Kebutuhan

Penanganan Tingkat

Kemantapan

Baik IRI rata-rata ≤ 4,0 Pemeliharaan Rutin Jalan

Mantap Sedang 4,1 ≤ IRI rata-rata ≤ 8,0 Pemeliharaan

Berkala

Rusak Ringan 8,1 ≤ IRI rata-rata ≤ 12 Peningkatan Jalan Jalan Tidak

Mantap Rusak Berat IRI rata-rata > 12 Peningkatan Jalan

I.F GBORoughometer Alat GBORoughometer meruapakan peralatan untuk mengukur ketidakrataan

yang dikembangkan oleh PT. Geobangtima. Alat ini pada dasarnya menggunakan sensor akselerometer untuk mengukur profil permukaan jalan yang kemudian digunakan sebagai dasar dalam menghitung nilai ketidakrataan dalam satuan IRI. Selain itu alat ini juga dilengkapi dengan sensor GPS untuk menentukan koordinat dari ruas yang sedang diuji. Fitur lainnya dari alat GBORoughometer ini adalah penentuan tipe permukaan (aspal, beton, dan jalan kerikil) serta tipe dari lajur yang diuji (median atau non median). Teori utama yang mendasari alat ini adalah model quarter car.

Gambar 1 Proses alat GBORoughometer

Page 544: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 533

GBORoughometer terdiri dari komponen utama berupa main unit, GPS, Odometer, Accelerometer dan Controller (User). Pada gambar di atas ditunjukan hubungan antara komponen – komponen utama tersebut.

Main unit merupakan komponen yang menghubungkan semua fungsi antar komponen yang kemudian dapat diakses ataupun dikendalaikan oleh kontroler (user). GPS merupakan komponen untuk mendapatkan suatu koordinat berbasis latitude dan longitude. Odometer sebagai Distance Measurment Instrument (DMI) untuk mendapakan nilai jarak yang telah ditempuh. Sedangkan Accelerometer merupakan komponen yang dipasang untuk mendapatkan nilai akselerasi.

Gambar 2 Komponen GBORoughometer

I.G Prinsip Perhitungan IRI

Digunakan persamaan gerak lurus untuk mencari posisi keadaan suatu benda dari nilai percepatan yang dihasilkan dari sensor akselerometer,

= 0 + ∫ [𝑣0 + (𝑡 − 𝑡0)]𝑑𝑡𝑡

𝑡0

Untuk mengetahui efek dari karakteristik perkerasan jalan, diperlukan pengukuran

kekasaran perkerasan jalan yang valid dan komprehensif yaitu salah satunya dengan IRI. Model yang sering digunakan dari sebuah sistem suspensi kendaraan yang dikembangkan menjadi quarter-car model. .

Gambar 3 Quarter car model (a) ilustrasi pada mobil (b) illustrasi pada sketsa.

(

1

)

(2

)

Page 545: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 534

𝐴 =

[

0−𝐾2

0

1−𝑐0

𝐾2

𝑢

𝐶

𝑢

0𝐾2

0

0𝑐1

−(𝐾1+𝐾2)

𝑢

−𝐶

𝑢 ]

𝐵 =

[ 000𝐾1

𝑢 ]

konstanta K1, K2, c dan u adalah masing – masing 653, 63.3, 6 dan 0.15.

Perhitungan IRI dilakukan dengan menghitung 4 variabel sebagai fungsi dari profil yang diukur. (Empat variabel tersebut mensimulasikan respon dinamik dari kendaraan yang bergerak diatas penampang yang telah diperhitungkan

Empat persamaan berulang dibawah digunakan untuk memecahkan setiap titik elevasi, dimulai dari 2 sampai dengan n (elevasi ke-n)

𝑧1 = 𝑆11 ∗ 𝑧1

′ + 𝑆12 ∗ 𝑧2′ + 𝑆13 ∗ 𝑧3

′ + 𝑆14 ∗ 𝑧4′ + 𝑃1 ∗ 𝑌′

𝑧2 = 𝑆21 ∗ 𝑧1′ + 𝑆22 ∗ 𝑧2

′ + 𝑆23 ∗ 𝑧3′ + 𝑆24 ∗ 𝑧4

′ + 𝑃2 ∗ 𝑌′ 𝑧3 = 𝑆31 ∗ 𝑧1

′ + 𝑆32 ∗ 𝑧2′ + 𝑆33 ∗ 𝑧3

′ + 𝑆34 ∗ 𝑧4′ + 𝑃3 ∗ 𝑌′

𝑧4 = 𝑆41 ∗ 𝑧1′ + 𝑆42 ∗ 𝑧2

′ + 𝑆43 ∗ 𝑧3′ + 𝑆44 ∗ 𝑧4

′ + 𝑃4 ∗ 𝑌′ dimana

𝑌′ = (𝑦𝑖 − 𝑦𝑖−1 ) / 𝑑𝑥

Nilai koreksi lekukan (Rectrified Slope) berlaku juga pada setiap posisi dari penampang yang sudah diseleksi, dihitung dengan :

𝑅𝑆𝑖 = |𝑧3 − 𝑧1 |

Nilai IRI adalah rata-rata dari variable RS sepanjang lokasi (penyelidikan). Dengan

demikian, setelah persamaan diatas telah terpecahkan pada semua titik penampang, maka IRI dihitung dengan:

𝐼𝑅𝐼 = 1

(𝑛 − 1) ∑ 𝑅𝑆𝑖

𝑛

𝑖 = 2

Parameter fungsional tersebut diwakili oleh nilai IRI yang diukur dengan beberapa

alat seperti Bump Integrator TRL, Naasra meter, ARRB Roughometer III, dll.

II. METODE PENELITIAN

Lokasi penelitian yang dipilih adalah Jl. Raya Sindanglaya, Bandung yang terletak di kota bandung provinsi Jawa Barat. Jalan ini termasuk kedalam jalan nasional dengan total panjang 4.185 m (Berdasarkan SK Menteri Nomor 631/KPTS/M/2009). II.A Pengambilan data GBORoughometer 1) Survei lokasi untuk menentukan titik start dan titik finish. 2) Melakukan pemasangan alat GBORoughometer pada kendaraan yang akan

digunakan.

(

3

)

(

4

)

(

5

)

(

6

)

(

7

)

(

8

)

(

9

)

(10

)

Page 546: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 535

Gambar 4 Sketsa proses penggunaan alat GBORoughometer

3) Melakukan pengambilan data dengan tahap berikut:

a. Nyalakan Mesin Kendaraan Survey, kemudian buka aplikasi GBORoughometer.

b. Setting beberapa parameter sesuai kondisi lapangan c. Setelah sampai posisi titik start yang telah ditentukan, klik Start Measurement d. Untuk menampilkan data dalam bentuk grafik e. Klik view, pilih show real time grafik (nilai accelerometer terhadap waktu) f. Untuk menampilkan sebaran plot koordinat g. Klik view, pilih show interactive map h. Setelah selesai, klik save.

Gambar 5 Tampilan interface aplikasi pengambilan data GBORoughometer

Page 547: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 536

II.B Pengolahan data GBORoughometer a. Buka aplikasi Pengolahan data b. Klik File, lalu pilh Read Data. c. Masukan data hasil akuisisi d. Input nama surveyor, nama pengolahan data, nama ruas dan panjang total ruas e. Pilih Processing, kemudian klik Start f. Tunggu beberapa saat sampai hasil selesai perhitungan dan diperoleh nilai IRI

II.C Tahapan kegiatan penelitian

Gambar 5 Tahapan penelitian

III. HASIL DAN PEMBAHASAN Telah dilakukan pengukuran International Roughness Index (IRI) untuk mengukur ketidakrataan permukaan jalan pada Jl. Raya Sindanglaya, Bandung dengan total panjang lintasan pengukuran 4.185 m menggunakan alat ARRB Roughometer III dan GBORoughometer. Pengambilan data dilakukan dengan interval 100 m. Pengambilan data primer dengan alat GBORoughometer dilakukan pada 10 Oktober 2019, sedangkan data sekunder dengan alat ARRB Roughometer III dilakukan pada 10 Januari 2016. Grafik hasil perbandingan nilai IRI yang diperoleh dari kedua alat pengukuran, ditunjukan pada gambar dibawah ini.

Kajian Pustaka Penyusunan Metodologi

Pengumpulan Data

Data Primer

• Nilai IRI menggunakan alat GBORoughometer

Data Sekunder

• Nama dan ruas jalan

• Nilai IRI menggunakan alat ARRB Roughometer III

Pengolahan Data

Page 548: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 537

Gambar 6 Nilai Ketidakrataan JL. Raya Sindanglaya, Bandung

Berdasarkan Gambar 6, diketahui bahwa nilai IRI relative mengalami kenaikan disepanjang STA yaitu yaitu pada 0 – 4.185 m jika dibandingkan dengan data sekunder yang diambil pada tahun 2016. Sementara STA 2500 - 2900 m terdapat penurunan nilai IRI. STA ini dimulai dari depan pusjatan – Pertigaan Jl. Cijambe berdasarkan kondisi lapangan, teramati bahwa terdapat jalan bergelombang hanya pada bagian kanan lajur normal sedangkan pada bagian kiri lajur normal teramati dalam keadaan baik.

Tabel 2. Perbandingan Hasil Nilai IRI

Alat Nilai IRI

Maksimum Minimum Rata – rata

ARRB Roughometer III 6.11 2.48 4,51

GBORoughometer 7.0 2.77 3.84

Dari hasil yang ditampilkan pada tabel diatas, terdapat perbedaan yang tidak

terlalu signifikan. IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil nilai IRI GBORoughometer dengan ARRB Roughometer III di ruas jalan Jl. Raya Sindanglaya, Bandung dengan total panjang lintasan pengukuran 4.185 m diperoleh perbedaan yang tidak terlalu signifikan, sehingga GBORoughometer dapat digunakan sebagai alat pengukur ketidakrataan permukaan jalan. Untuk meningkatkan kemampuan alat, perlunya pengembangan berupa fitur, seperti: 1. Processing Data Secara Realtime 2. Penambahan fitur kamera agar mendapat validasi berupa visualisasi gambaran

secara akurat dan tepat sesuai kondisi lapangan.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5

Nila

i IR

I(m

/km

)

STA.

Nilai Ketidakrataan JL. Raya Sindanglaya, Bandung

ARRB Roughometer III

GBORoughometer

Page 549: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 538

DAFTAR PUSTAKA

Dirjen Binamarga. 2005. Teknik Pengelolaan Jalan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Penelitian Pengembangan Prasarana Transportasi. Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Ginting, Puja Adinata. 2016. Perbandingan Nilai Ketidakrataan Jalan dengan Menggunakan Alat Roughometer III dan Aplikasi Roadroid. Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Halliday, D., Resnick, R., Walker, J. Fundamentals of Physics 7th Edition. New York. John Wiley & Sons Inc. 2004

Hutauruk, Andi G. 2015. Analisis Prediksi Kondisi Perkerasan Jalan Menggunakan Pendekatan Hdm-4 Untuk Penanganan Jalan (Studi Kasus: Ruas Jalan Nasional Bts. Kota Gresik-Sadang). Program Magister Bidang Keahlian Manajemen Aset Infrastruktur Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.

Sayers, M. W., Thomas D. Gillespie, and William D. 1986. Guidelines for Conducting and Calibrating Road Roughness Measurements. World Bank Technical Paper. Washington, D. C.

Siahaan, D. A. dan Surbakti, M. S. 2016. Analisis Perbandingan Nilai IRI Berdasarkan Variasi Rentang Pembacaan NAASRA. Jurnal Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan.

Yuchuan Du, Chenglong Liu, Difei Wu, and Shengchuan Jiang. 2014. Measurement of international roughoness index by using Z-Axis Accelerometers and GPS. Key Laboratory of Road and Traffic Engineering of the Ministry of Education,Tongji University, Shanghai 201804,China.

Yuliani, Anggita. 2018. Analisis Tingkat Ketidakrataan Jalan Nasional dengan Menggunakan Alat Naasra (Studi Kasus Jalan Nasional Daerah Betungan-Padang Serai). Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik UNIB, Bengkulu.

Page 550: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 539

PENGARUH PENAMBAHAN KARET ALAM CAIR KEDALAM CAMPURAN ASPAL HOT-MIX DAUR ULANG LAPIS PERMUKAAN

1Onesri boy.N, 2Endang Widjajanti, 3Muhammad Azhar

1Mahasiswa Program Studi Magister Teknik Sipil ISTN, 1,2Staf Pengajar Program Studi Magister Teknik Sipil ISTN. Jln. Moch. Kahfi II, Srengseng Jakarta Selatan 12620

[email protected], [email protected], [email protected]

Abstrak Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) adalah material hasil pengupasan perkerasan aspal lama. Material hasil pengelupasan ini secara sifat fisik maupun kimia masih dapat dimanfaatkan dengan metode daur ulang dan bahan peremajaan serta penambahan karet alam cair pra-vulkanisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kualitas campuran yang memenuhi standar baik secara workabilitas, durabilitas, stabilitas sebagai campuran aspal hot-mix lapis permukaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran material 49,13% RAP, 47,24% agregat baru, 3,26% aspal bitumen baru (fress), 0,20% bahan peremajaan (Rejuvenile), 0,17% karet alam cair pra-vulkanisasi dari berat total campuran, secara teknis baik durabilitas maupun workabilitas memenuhi standar yang dipersyaratkan dalam Spesifikasi Khusus Interim Skh-1.6.27 Bina arga 2019. Campuran ini menghasilkan Stabilitas Marshall 1.197 kg (standar minimum 1.000 kg), pelelahan 3,10 mm (spesifikasinya 2 ~ 4 mm) , rongga dalam campuran (VIM) 3,48 % (spesifikasi 3 ~ 5 %), rongga dalam mineral agregat (VMA) 14,33 % (spesifikasi minimum 14 %), rongga terisi aspal (VFB) 75 % (spesifikasi minimum 65 %) dan stabilitas marshall sisa 92,51 % (spesifikasi minimum 90 %). Penambahan karet alam cair pra-vulkanisasi sebesar 0,17 % dari berat total campuran dapat meningkatkan nilaistabilitas marshalldari 1.049 kg (tanpa karet) menjadi 1.197 kg (dengan karet alam cair pra-vulkanisasi). Hal ini menunjukan pengaruh penambahan karet kedalam campuran aspal hot-mix RAP meningkatkan nilai stabilitas marshall dan menambah umur layanan campuran. Secara ekonomis, penggunaan material dari hasil daur ulang RAP (Reclainmed Asphalt Pavement) tersebut dapat menghemat biaya total produksi sebesar 13,00 % di bandingkan dengan mengunakan material baru. Kata Kunci : Reclaimed Asphalt Pavement (RAP), bahan peremajaan, Hot-mix Ac-Wc, Karet alam cair Pra-vulkanisasi Abstrak Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) is a material for stripping the old asphalt. The material of this exfoliation in both physical and chemical properties can still be utilized by recycling methods and material rejuvenation as well as the addition of pre-vulcanization liquid natural rubber. The study aims to obtain a quality mixture that meets the standards the workability, durability, stability as a surface-coated hot-mix asphalt mixture.The research results showed that the material mixture consists of 49.13 % RAP, 47.24 % new aggregate, 3.26 % new bitumen asphalt (fress), 0.20 % rejuvenation material (Rejuvenile), 0.17 % liquid natural rubber pre-vulcanization of the total weight of the mixture, has good durability and workability and meet the standards requirements in the Interim Special specification Skh-1.6.27, Bina Marga 2019. This mixture generate Marshall Stability 1,197 kg (minimum standard 1,000 kg), Value of Flow 3.10 mm (specifications 2 ~ 4 mm), voids in mix (VIM) 3.48% (specification 3 ~ 5%), voids in mineral aggregates (VMA) 14.33% (minimum specification 14%), voids filled with bitument (VFB) 75% (minimum specification 65%) and the remaining Marshall stability 92.51% (minimum specification 90%). The addition of pre-vulcanized liquid natural rubber amounted to 0.17% of the total weight of the mixture can increase the value of Marshall stability from 1,049 kg (without rubber) to 1,197 kg (with pre-vulcanized

Page 551: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 540

liquid natural rubber). This shows that the rubber addition into the RAP mixture will increase the value of Marshall stability and increase service life. Economically, the use of materials from the recycling of RAP (Reclainmed Asphalt Pavement) can save a total cost of production by 13.00 % in comparison with the use of new materials. Keywords: Reclaimed Asphalt Pavement (RAP), rejuvenation material, Hot-mix Ac-Wc, Pre-vulcanised liquid natural rubber 1. PENDAHULUAN.

Reclainmed Asphalt Pavement (RAP) adalah material hasil pengupasan atau pemorosesan ulang perkerasan yang berisi aspal dan agregat. Material ini timbul jika perkerasan aspal dikupas untuk direkonstruksi, pelapisan ulang, atau untuk mengakses jaringan utilitas yang tertanam di bawahnya. RAP mengandung agregat dan aspal yang masih dapat diolah kembali serta masih bergradasi baik (NAPA, National Asphalt Paving Association 1996).

Metode daur ulang (recycling) menggunakan RAP (Reclaimed Asphalt Pavement) merupakan salah satu cara atau solusi yang baik untuk rehabilitasi lapis permukan.Teknologi daur ulang perkerasan merupakan salah satu alternative kegiatan rehabilitasi yang memiliki beberapa keuntungan, seperti dapat mengembalikan kekuatan perkerasan, mempertahankan geometric jalan serta mengatasi ketergantungan akan material baru.

Campuran aspal panas yang sekarang dipakai dalam penelitian ini menambahkan karet alam cair kedalam campuran aspal panas (Hot-mix) dengan tujuan untuk meningkatkan stabilitas campuran aspal panas dan diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomis dengan harga yang lebih murah. Karakteristik Campuran Aspal Hot-mix terdapat tujuh kriteria (Silvia Sukirman), pada penelitian ini hanya meninjau dari dua kriteria yaitu Workabilitas dan Durabilitas. Workabilitas adalah kemudahnya suatu campuran untuk dihampar dan dipadatkan sehingga diperoleh hasil yang memenuhi standar kepadatan. Yang berpengaruh pada workabilitas ini adalah :

1. Gradasi agregat. Agregat bergradasi baik lebih mudah dilaksanakan dari pada agrgat bergradasi lain.

2. Temparatur campuran. Yang ikut mempengaruhi kekerasan bahan pengikat yang bersifat termoplastis.

3. Kandungan bahan pengisi (filler) yang tinggi menyebabkan pelaksanaan lebih sukar. Durabilitas adalah kemampuan lapisan permukaan dalam menahan keausan akibat pengaruh cuaca, air dan perubahan suhu ataupun keausan akibat gesekan ban kendaraan. Factor yang mempengaruhi durabilitas adalah :

1. Film aspal atau selimut aspal optimum akan menjadikan durabilitas yang baik. 2. Rongga dalam campuran (VIM) kecil, sehingga lapisan kedap air dan udara tidak

masuk kedalam campuran. 3. Rongga dalam mineral agregat (VMA) besar, sehingga film aspal dapat optimum dan

gradasi agrgat baik. Hasil penelitian Nono (2016), menunjukkan bahwa sifat campuran beraspal panas dengan

memanfaatkan RAP, yang baik adalah menggunakan bahan peremajaan, dengan komposisi RAP 20% atau lebih.

Hasil penelitian Henry Prastanto (2018) menunjukkan bahwa penambahan karet alam cair pra-vulkanisasi sebesar 7% terhadap bobot aspal pen 60 dapat meningkatkan sifat fisik aspal yang diindikasikan dengan bertambahnya nilai titik lembek, penurunan nilai penetrasi dan kenaikan keelastisan.

Page 552: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 541

2. TUJUAN. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penambahan karet alam cair kedalam

campuran aspal hot-mix daur ulang lapis permukaan tersebut secara wokabilitas dan durabilitasnya.

2. Mengetahui berapa nilai persentase penambahan karet alam cair kedalam campuran aspal hot-mix daur ulang lapis permukaan.

3. Berapa besar nilai stabilitas yang didapatkan dari campuran aspal hot-mix daur ulang lapis permukaan dengan penambahan karet tersebut.

4. Secara ekonomis berapa persen yang dapat diakomudir dengan penambahan karet alam cair ini kedalam campuran aspal hot-mix daur ulang dibandingkan dengan campuran aspal hot-mix standar.

3. METODOLOGI.

Pada penelitian ini agregat baru digunakan sebagai bahan tambahan pada campuran agregat yang ada pada recycling, dimana agrgat baru ini terdiri dari tiga fraksi agregat, agregat kasar ukuran 12,5 ~ 19 mm, agregat sedang ukuran 0,59 ~ 12,5 mm, serata agregat halus ukuran 0,075 ~ 0,59 mm. Ketiga fraksi agregat tersebut diproporsikan sesuai dengan spesifikasi campuran agregat aspal beton (AC-WC) sebagai penambah agregat recycling.

Tahapan penelitian yang direncanakan adalah sebagai berikut ini : 1. Pengujian material baru secara independen. 2. Pengujian material RAP baik kadar aspal RAP, penetrasi aspal RAP dan Gradasi RAP. 3. Penambahan Agregat Baru kedalam RAP dengan proporsi tertentu. 4. Pencampuran RAP, Agregat baru, bahan peremajaan, aspal baru untuk bahan

pengujian. 5. Pengujian Campuran untuk mendapatkan standar qualitas berdasarkan marshall test,

serta untuk mengetahui kadar aspal optimum. 6. Pembuatan benda uji dengan variasi persentasi karet pada campuran kadar aspal

optimum. 7. Pengujian Campuran variasi karet tersebut untuk mendapatkan standar qualitas

berdasarkan marshall test guna menemukan besaran maksimum penambahan karet pada campuran tersebut.

Page 553: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 542

Alur kerja disajikan pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Alur Kerja Penelitian

Page 554: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 543

4. PEMBAHASAN 1. Workabilitas. Hasil uji material RAP yang akan dipakai dalam penelitian ini berasal dari hasil scrapping tol cawang – tanjung priok Jakarta menunjukkan bahwa sifat fisik aspal telah memenuhi Spesifikasi Khusus Interim Skh-1.6.27 Bina Marga 2019 namun untuk gradasi agregat (Gambar 2) tidak memenuhi standar gradasi maksimum dan minimumnya. Hasil uji material RAP yang akan dipakai dalam penelitian disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil uji material RAP yang akan dipakai dalam penelitian

Gambar 2. Grafik Gradasi Agregat RAP dari analisa saringan

Page 555: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 544

Untuk mengatasi tidak terpenuhinya spesifikasi gradasi maksimum dan minimum, dilakukan penambahan agregat baru dengan persentasi tertentu untuk memenuhi spesifikasi standar gradasi agregat campuran. Penggabungan dari dua bahan tersebut, bahan agregat RAP dengan bahan agregat baru, kemudian di komposiskan dengan perhitungan metode proporsi penakaran (batch proportion), dari hasil pencampuran secara bact proportion tersebut didapatkan hasil gradasi yang baik dengan komposisi RAP 50% dan agregat baru 50%. Uraian gradasi material campuran 50% RAP dan 50% agregat baru disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Gradasi Material Campuran 50% RAP dan 50% Agregat Baru. Grafik gradasi campuran hasil pencampuran 50% RAP dengan 50% Agregat Baru memenuhi satandar gradasi agregat campuran, dimana gradasi agregat campuran tersebut harus berada diantara dua gradasi tersebut untuk memenuhi standar grdasi untuk campuran aspal hot-mix lapis permukaan (AC-WC), seperti disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Grafik Gradasi Agregat Campuran 50% RAP dengan 50% Agregat Baru 2. Durabilitas. Berdasarkan gradasi agregat campuran yang dihasilkan pada tabel 2 tersebut, di hitung secara matematisnya kadar aspal perkiraan, persetase tambahan aspal baru, persentase RAP, persentase agregat baru dalam campuran, dimana hasil dari penjumlahan perhitungan ini sama dengan 100.

Page 556: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 545

Kadar aspal perkiraan dihitung dengan cara sebagai berikut:

Pb = 0,035x(CA) + 0,045x(FA) + 0,18x(FF) + K Pb = (0,035 x 61,21) + (0,045 x 31,36) + (0,18 x 7,43) + 0,75 Pb = 2,142 + 1,411 + 1,337 + 0,75 Pb = 5,64% (kadar aspal perkiraan)

Persentase tambahan aspal baru.

𝐏𝑛𝑏 =(1002 − 𝑟𝐏𝑅𝑎𝑝 − 𝑏)𝐏𝑏

100(100 − 𝐏𝑅𝑎𝑝 − 𝑏)−

(100 − 𝑟)𝐏𝑅𝑎𝑝 − 𝑏

100 − 𝐏𝑅𝑎𝑝 − 𝑏

𝐏𝑛𝑏 = 5,752 − 1,994 − −−→ 𝐏𝑛𝑏 = 3,758 %

Persentase RAP.

𝐏𝑅𝑎𝑝 =100(100 − 𝑟)

100 − 𝐏𝑅𝑎𝑝 − 𝑏−

(100 − 𝑟)𝐏𝑏

100 − 𝐏𝑅𝑎𝑝 − 𝑏

𝐏𝑅𝑎𝑝 = 51,994 − 2,932 − −−→ 𝐏𝑅𝑎𝑝 = 49,062 %

Persentase Agregat Baru.

𝐏𝑛𝑎 = 𝑟 −𝑟. 𝐏𝑏

100 − − − −→ 𝐏𝑛𝑎 = 50 −

50.5,64

100

𝐏𝑛𝑎 = 50 − 2,82 − −−→ 𝐏𝑛𝑎 = 47,18 %

Persentase penambahan bahan peremajaan (rejuvenile) yang dipergunakan adalah bahan peremajaan “Nichirecki” yang di pakai oleh PT KADI INTERNATIONAL yang berasal dari Jepang. untuk kadar aspal RAP yang ada 3,835%, penetrasi 8,0 mm, dari grafik penambahan peremajaan berdasarkan hasil uji penetrasi aspal setelah TFOT yang ditambahkan variasi persentase bahan peremajaan (1%, 3%, 6% dan 9% bahan peremajaan terhadap berat aspal, suhu pencampuran pada rentan suhu 134°C – 139°C) didapatkan sebesar 4,36 % dari total aspal pada campuran aspal mix. Hasil uji bahan peremajan yang digunakan disajikan pada Tabel 3, Tebel 3. Hasil Uji Bahan Peremajan yang Digunakan

Page 557: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 546

Dari nilai penetrasi aspal yang terkandung pada RAP sebesar 8 mm di gambarkan paga grafik target penetrasi aspal gabungan yang berpotongan pada garis batas penetrasi aspal gabungan, kemudian dialnjutkan pembacaan nilai penetrasi aspal gabungannya yang dinamakan penetrasi aspal baru, pada penelitian ini terbaca penetrasi aspal baru sebesar 90 mm, selanjutnya penetrasi aspal baru tersebut di gambarkan lagi ke grafik yang didapat dari persentase aspal baru ditambah variase persentase bahan peremajaan yang ditemukan suatu persamaan garis (y = 13,80x + 32,89), maka nilai penetrasi aspal baru 90 mm tersebut di gambarkan seperti gambar 3, dimana titik perpotongan dengan persamaan garis diatas kemudian di baca pada garis persentase bahan peremajaan sebesar 4,36 %, dan nilai 4,36% dari berat total aspal dalam campuran inilah besaran untuk meremajakan aspal yang ada pada RAP, gambar 4.

Gambar 4. Nilai Persentase Penambahan Bahan Peremajaan Hasil pengujian dengan peralatan marshall tes sesuai spasifikasi khusus interim Bina Marga 2019, dengan memvariasikan nilai konten aspal (5%, 5,5%, 6%, 6,5% dan 7% dari total berat campuran), diperolehlah data stabilitas, kelelahan, rongga dalam campuran (VIM), rongga dalam mineral agregat (VMA), rongga terisi aspal (VFB) pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Uji Marshall Test Campuran dengan Variasi Kadar Aspal

Page 558: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 547

Berdasarkan hasil uji marshal untuk campuran Aspal Hot-mix dengan kadar aspal yang bervariasi 5%, 5,5%, 6%, 6,5% dan 7% dari berat total campuran, di digambarkan secara grafis serta dianalisa data grafis tersebut bedasarkan spesifikasi khusus interim Bina Marga 2019 untuk mendapatkan kadar aspal optimum dari campuran, seperti disajikan pada Gambar 5. Dimana dalam masing-masing porsetase kadar aspal tersebut, terkandung bahan peremajaan sebesar 4,36 % terhadap berat total aspal dalam campuran, (bahan peremajaan 4,36 % ini merupakan besaran persentase bahan peremajaan yang ada dalam kadar aspal campuran yang fungsinya dalam campuran daur ulang (RAP) ini adalah sebagai bahan untuk meremajakan kembali kandungan aspal yang ada pada RAP supaya aspal yang ada pada RAP tersebut dapat bersenyawa lagi dengan tambahan aspal baru),

Gambar 5. Grafik Hasil Uji Marshall dari Variasi Kadar Aspal untuk mendapatkan Kadar Aspal

Optimum

Berdasarkan Gambar 5, didapat kadar aspal optimum sebesar 5,58%. Pada kadar aspal optimum campuran tersebut dilakukan marshall test kembali untuk mengetahui stabilitas sisa dari campuran tersebut dengan perbandingan benda uji perendaman dalam water bath 30 menit dan 24 jam pada suhu air yang sama 60°C, hasil perbandingan stabilitas rendamam 30 menit dan 24 jam adalah stabilitas sisa dari campuran, sebesar 92,75% (Tabel 5). Tabel 5. Hasil Uji Marshall Untuk Stabilitas Sisa.

Page 559: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 548

Hasil uji stabilitas sisa tanpa karet alam cair pra-vulkanisasi menunjukkan bahwa gradasi agregat, film aspal, rongga dalam campuran (VIM) dan ronga dalam mineral agregat (VMA), masih dalam batas toleransi dari spesifikasi khusus interim Bina Marga 2019. Hasil uji stabilitas sisa tanpa karet alam cair terangkum dalam Tabel 6. Tabel 6. Rangkuman Hasil Uji Stabilitas Sisa tanpa Karet Alam Cair pra-vulkanisasi 3. Persentase penambahan karet alam cair Pra-vulkanisasi. Campuran aspal hot-mix daur ulang (Reclainmed Asphalt Pavement) RAP sebesar 49,13%, agregat baru sebesar 47,24%, aspal bitumen baru (fress) sebesar 3,26%, dan bahan peremajaan (Rejuvenile) sebesar 0,20% dari berat total campuran, ditambahkan dengan karet alam cair pra-vulkanisasi dengan variasi mulai dari 1%, 2%, 3%, 4% dan 5% dari berat total aspal optimum dalam campuran. Hasil uji campuran dengan variasi karet tersebut sebagai berikut Tabel 8. Uji penambahan karet alam cair pra-vulkanisasi dianalisis berdasarkan parameter marshall stabilitas, pelelehan (flow), kepadatan, rongga dalam campuran (VIM), rongga dalam mineral agregat (VMA) dan rongga terisi aspal (VFB) dengan berpedoman pada nilai batasan pada spesifikasi khusus interim Bina Marga 2019. Hasil uji menunjukkan nilai stabilitas yang tinggi (spesifikasi min. 1000 kg), kelelahan (flow) yang normal (spesifikasi 2 ~ 4 mm), kepadatan yang baik dan rongga dalam campuran (VIM) yang baik (spesifikasi 3 ~ 5 %), rongga dalam mineral agregat (VMA) yang baik (spesifikasi minimal 14%) dan rongga terisi aspal (VFB) yang cukup bagus (spesifikasi minimal 65%). Tabel 7. Hasil Uji Karet Alam Cair pra-vulkanisasi yang Dipakai Dalam Campuran.

Page 560: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 549

2,250

2,300

2,350

1% 2% 3% 4% 5%

Kepadatan (gr/cc)

-

5,00

10,00

1% 2% 3% 4% 5%

Rongga dalam Campuran VIM (%)

1.050

1.150

1.250

1.350

1% 2% 3% 4% 5%

Satabilitas Marshall (kg)

1,50

2,50

3,50

4,50

1% 2% 3% 4% 5%

Pelelahan (mm)

Hasil uji marshall campuran dengan variasi persentase karet alam cair menunjukkan bahwa hasil yang paling optimum adalah penambahan karet alam cair dengan persentase 3% dari berat total aspal seperti disajikan pada Tabel 8 dan Gambar 6. Tabel 8. Hasil Uji Marshall Campuran dengan Variasi Persentase Karet Alam Cair Gambar 6. Grafik stabilitas marshall, pelelahan (flow), kepadatan dan rongga dalam campuran (VIM) dari variasi kadar karet cair untuk mendapatkan kadar karet optimum.

Page 561: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 550

4. Nilai stabilitas dengan penambahan karet alam cair Pra-vulkanisasi pada campuran. Dari hasil analisa dengan persentase karet dalam campuran sebesar 3% dari berat total aspal optimum dalam campuran dilakukan pengujian kembali dengan marshall test untuk mendapatkan nilai stabilitas sisa dengan perendaman benda uji dalam water bath selama 30 menit dan 24 jam pada suhu air yang sama 60°C, diperoleh hasil nilai stabilitas sisa perendaman 24 jam pada suhu 60°C sebesar 92,51%, seperti disajikan pada Tabel 9. Dari hasil uji tersebut diatas untuk gradasi agregat, film aspal, rongga dalam campuran (VIM) dan ronga dalam mineral agregat (VMA), semua uji masih dalam batas toleransi dari spesifikasi khusus interim Bina Marga 2019, terangkum dalam Tabel 10. Tabel 9. Hasil Uji Marshall Untuk Stabilitas Sisa dengan penambahan Karet 3%. Tabel 10. Rangkuman hasil uji stabilitas sisa dengan penambahan karet alam cair pra-vulkanisasi sebesar 3% dari total berat aspal optimum dalam campuran 5. Aspek teknis campuran. Hasil analisa pada campuran aspal panas hot-mix lapis permukaan (Ac-Wc) yang terdiri dari material RAP sebesar 49,13%, agregat baru sebesar 47,24%, aspal bitumen baru (fress) sebesar 3,26%, sedangkan bahan peremajaan (Rejuvenile) sebesar 0,20 %, serta karet alam cair pra-vulkanisasi sebesar 0,17% dari berat total campuran, menunjukkan bahwa campuran tersebut memenuhi standar spesifikasi khusus interim Bina Marga 2019 baik secara workabilitas, durabilitas maupun stabilitas sebagai mana dirangkum pada Tabel 11.

Page 562: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 551

Tabel 11. Rangkuman Hasil Uji Marshall Campuran Tanpa Karet dan dengan Penambahan Karet 3%. 6. Aspek ekonomis campuran. Dilihat dari sisi ekonomisnya hasil analisa pada campuran aspal panas hot-mix lapis permukaan (Ac-Wc) yang terdiri dari material RAP sebesar 49,13%, agregat baru sebesar 47,24%, aspal bitumen baru (fress) sebesar 3,26%, sedangkan bahan peremajaan (Rejuvenile) sebesar 0,20 %, serta karet alam cair pra-vulkanisasi sebesar 0,17% dari berat total campuran, masih memenuhi standar spesifikasi khusus interim Bina Marga 2019 dan cukup besar memberikan penurunan haraga di bandingkan dengan harga standarnya, terlihat dalam Gambar 7, Gambar 8 dan Gambar 9. Produkai aspal hot-mix standar dengan aspal optimum 5,58% dari berat total campuran, untuk produksi 1 ton aspal hot-mix lapis permukaan (Ac-Wc) membutuhkan biaya total Rp. 978.723,- dimana biaya tersebut terdiri dari komponen aspal bitument Rp. 441.378,-, agregat Rp. 195.749,- biaya produksi Rp. 341.596,- terurai pada Gambar 6.

Gambar 7. Diagram Batang Harga Produksi Hot-mix Standar

Page 563: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 552

Produkai aspal hot-mix daur ulang tanpa karet dengan aspal optimum 5,58% dari berat total campuran, untuk produksi 1 ton aspal hot-mix lapis permukaan (Ac-Wc) membutuhkan biaya total Rp. 815.393,- dimana biaya tersebut terdiri dari komponen aspal bitument Rp. 273.919,- bahan peremajaan Rp. 62.105,- agregat baru + agregat RAP Rp. 134.804,- biaya produksi Rp. 344.564,- terurai pada Gambar 6. Terjadi penurunan nilai aspal bitument sebesar 37,94% dari nilai standarnya, tetapi ada penambahan nilai kembali sesuai persentase penambahan bahan peremajaan, penurunan nilai dari agregat sebesar 31,1% dari nilai agregat standarnya tetapi kenaikan dibiaya produksi sebesar 3% karena pemakaian bahan bakar bertambah untuk pemanasan material RAP.

Gambar 8. Diagram Batang Penurunan Harga Produksi Hot-mix Daur Ulang Tanpa Karet.

Produkai aspal hot-mix daur ulang dengan karet dengan aspal optimum 5,58% dari berat total campuran, untuk produksi 1 ton aspal hot-mix lapis permukaan (Ac-Wc) membutuhkan biaya total Rp. 851.535,- dimana biaya tersebut terdiri dari komponen aspal bitument Rp. 260.678,- bahan peremajaan Rp. 62.105,- karet alam cair pra-vukanisasi Rp. 49.383,- agregat baru + agregat RAP Rp. 134.804,- biaya produksi Rp. 344.564,- terurai pada Gambar 7. Pada produkai ini ada penurunan nilai aspal bitument sebesar 40,94% dari nilai standarnya, tetapi ada penambahan nilai kembali sesuai persentase penambahan bahan peremajaan dan penambahan nilai karet alam cair sesuai persentas, penurunan nilai dari agregat sebesar 31,1% dari nilai agregat standarnya tetapi kenaikan dibiaya produksi sebesar 3% karena pemakaian bahan bakar bertambah untuk pemanasan material RAP.

Gambar 9. Diagram Batang Penurunan Harga Produksi Hot-mix Daur Ulang tambah Karet

Page 564: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 553

Tabel 12. Perbandingan biaya produksi di unit produksi (AMP) 5. KESIMPULAN

1. Campuran aspal hot-mix daur ulang yang di tambahkan karet alam cair pra-vulkanisasi sebesar 0,17% dari total berat campuran ditinjau dari faktor workabilitas dan durabilitas memenuhi standar yang dipersyaratkan dalam spesifikasi untuk campuran daur ulang Spesifikasi Khusus Interim Skh-1.6.27 Bina Marga 2019 Campuran Beraspal Panas Daur Ulang Pencampuran di Unit Produksi Campuran Aspal.

2. Besar penambahan karet alam cair pra-vulkanisasi kedalam campuran aspal hot-mix daur ulang yang mendapatkan nilai optimum adalah penambahan karet sebesar 3% dari berat total kandungan aspal optimum dalam campuran atau setara dengan 0,17% dari berat total campuran.

3. Penambahan karet alam cair pra-vulkanisasi sebesar 0,17 % dari berat total campuran, meningkatkan nilai stabilitas marshall dari 1.049 kg tanpa karet menjadi 1.197 kg dengan karet alam cair pra-vulkanisasi. Hal ini menunjukkan cukup besar pengaruh penambahan karet tersebut kedalam campuran aspal hot-mix RAP dan menambah umur layanan dari campuran (perkerasan) serta memperkecil terjadinya perobahan bentuk (deformasi) seperti gelombang, alur dan bleeding.

4. Pengolahan material dari hasil daur ulang RAP (Reclainmed Asphalt Pavement) penambahan bahan peremajaan dan penambahan karet alam cair pra-vulkanisasi dapat menghemat biaya total produksi sebesar 13,00 % di bandingkan dengan mengunakan material baru.

6. SARAN

1. Melaksanakan campuran aspal Hot-mix RAP ini hendaknya terlebih dahulu mengetahui kadar aspal dari RAP dan penetrasi aspal dari RAP itu sendiri.

2. Dilakukan pemilahan terlebih dahulu terhadap bongkaran yang lebih besar dari ayakan diameter 19 mm dan dilakukan perlakuan khusus dengan memisahkan secara mekanis dengan alat stone cruser yang spesifik agar batuan dari RAP tidak pecah menjadi butiran halus.

3. Pada penambahan karet kedalam campuran beraspal hot-mix hendaknya memperhatikan jenis dan kualitas karet yang akan di gunakan.

Page 565: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 554

7. DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim, 2001, Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah, Spesifikasi Baru

Beton Aspal Campuran Panas, Badan Penelitian dan Pengembangan Kimbangwil – Pusat Penelitian dan Pemgembangan Teknologi dan Prasarana Jalan, Bandung.

2. Anonim, 2002, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas, Jakarta.

3. Dewan Standardisasi Nasional Indonesia (DSNI), 2002. Bahan Olahan karet, SNI 06-2047-2002.

4. Departemen Pekerjaan Umum (DPU), 2003. Metode Pengujian Campuran Beraspal Panas Dengan Alat Marshall, RSNI M-01-2003.

5. Mohamad Mohajeri MSc, 2015. Hot Mix Asphalt Recycling Practices and Principles, Universitas Teheran geboren te Shahre Rey, Teheran, Iran.`

6. Purbaya, 2011. Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Penggumpal Lateks Dan Hubungannya Dengan Susut Bobot, Kadar Karet Kering Dan Plastisitas, Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3 Terpublikasi, Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Palembang, Palembang.

7. Randy C. West, Ph.D., P.E. and Audrey Copeland, Ph.D., P.E. 2015. High RAP Asphalt Pavements: Japan Practice - Lessons Learned, NATIONAL ASPHALT PAVEMENT ASSOCIATION (NAPA).

8. Rebecca Mc Daniel and R. Michael Anderson. 2001. Recommended Use of Reclaimed Asphalt Pavement in the Superpave Mix Design Method Technician's Manual, NATIONAL COOPERATIVE HIGHWAY RESEARCH PROGRAM (NCHRP), Washington, D.C

9. Sukirman, S. 2003. Beton Aspal Campuran Panas, Penerbit Granit, Jakarta. 10. Saodang H 2004 Perancangan Perkerasan Jalan Raya, Bandung.Nova 11. Tim Penulis. 2008. Panduan Lengkap Karet. Penerbit Swadaya Jakarta. 12. The Asphalt Recycling and Reclaiming Association (ARRA), 2001. Basic Asphalt Recycling

Manual, Federal Highway Administration.

Page 566: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 555

STRATEGI PENANGANAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN PASCA GEMPA BUMI LOMBOK TAHUN 2018

Budiamin1, Ujang Sukmana2 dan Ali Sadikin3 1,2,31Balai Pelaksanaan Jalan Nasional IX Mataram,

Jalan Dr. Sujono No. 106 Mataram, Telp 082192908819,, email : pbudiamin”yahoo.co.id, [email protected], [email protected]

Abstrak Gempa bumi yang terjadi di Lombok pada tanggal 5 Agustus 2018 merupakan gempa utama (main shock), setelah pada tanggal 29 Juli 2018 terjadi gempa pendahuluan (fore shock). Setelah gempa utama, sampai dengan tanggal 30 Agustus 2018, tercatat terjadi sekitar 1973 gempa susulan. Dampak kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan akibat gempa bumi Lombok adalah 74 titik lokasi kerusakan di badan, 14 jembatan yang mengalami kerusakan dan 35 titik lokasi longsoran tebing yang menimpa badan jalan. Penanganan tanggap darurat jalan dan jembatan nasional sebesar Rp. 2.907.170.000, dan jalan dan jembatan kabupaten di Lombok Utara sebesar Rp. 1.766.121.000 bersumber dari DIPA Satker Penanganan Mendesak dan Tanggap Darurat (PMTD) Direktorat Jenderal Bina Marga. Penanganan rehabilitasi jalan dan jembatan nasional sebesar Rp. 17.200.000.000 dan penanganan rekonstruksi/penggantian jembatan sebesar 94.526.144.000 serta penanganan rekonstruksi/alih trase jalan sebesar Rp. 1.819.549.000 bersumber dari DIPA Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah 1 Provinsi NTB. Kata kunci ; gempa, mendesak, darurat, rehabilitasi, rekonstruksi. Abstract The earthquake that occurred in Lombok on 5 August 2018 was the main earthquake (main shock), after on 29 July 2018 there was a preliminary earthquake (fore shock). After the main earthquake, up to August 30, 2018, a record 1973 aftershocks were recorded. The impact of damage to road and bridge infrastructure due to the Lombok earthquake was 74 points of damage locations on the pavements, 14 bridges that were damaged and 35 points of the location of the avalanche that hit the pavements. Handling national road and bridge emergency response Rp. 2,907,170,000, and district roads and bridges in North Lombok Rp. 1,766,121,000 sourced from the DIPA for the Urgent Handling and Emergency Response Unit of the Directorate General of Highways. Handling rehabilitation of national roads and bridges in the amount of Rp. 17,200,000,000 and handling reconstruction/replacing bridges in the amount of 94,526,144,000 as well as handling reconstruction/transfer of road alignments in the amount of Rp. 1,819,549,000 sourced from the DIPA Work Unit for the Implementation of the National Road Region 1 of NTB Province. Keywords ; earthquake, urgent, emergency, rehabilitation, reconstruction.

Page 567: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 556

PENDAHULUAN Letak geografis Indonesia yang berada pada Kawasan Ring of Fire, pertemuan antara tiga lempeng benua, yaitu : Eurasia, Pasifik dan Indo-Australia menjadikan sebagian besar wilayah Indonesia rawan terjadi bencana geologi seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, yang sulit diprediksi dengan perhitungan kapan, dimana, berapa kekuatannya menjadikan kata bencana sebagai momok yang ditakuti oleh masyarakat awam. Padahal, 90% gempa bumi berkekuatan besar dan berpotensi tsunami serta letusan gunung berapi skala > 7 VEI (Volcanic Explosivity Index) terjadi pada Kawasan Ring of Fire. Menurut BMKG, gempa yang terjadi di Nusa Tenggara Barat merupakan hal yang wajar, mengingat daerah tersebut merupakan kawasan seismik aktif, yang diapit oleh dua sumber gempa, yaitu Lempeng Eurasia di Utara dan Lempeng Australia di Selatan. Tumbukan antar lempeng benua tersebut menyebabkan timbulnya sesar naik Flores dibelakang deretan gunung berapi (Flores Back Arc Trust). Sesar ini memanjang dari utara Pulau Flores sampai dengan utara Pulau Bali, dan merupakan respon terhadap gerakan Lempeng Indo – Australia yang menghujam pulau Lombok Menurut Kepala Peneliti Pusat Geoteknologi LIPI, beberapa ahli bahkan menduga bahwa sesar ini memanjang sampai laut di utara pulau Jawa. Bidang sesar ini miring ke arah Selatan hingga kedalaman beberapa kilo meter sehingga bagian bawah bidang sesar ini kemungkinan berada di bawah pulau-pulau Nusa Tenggara termasuk pulau Lombok. Pusat gempa yang berada di daratan pulau Lombok (episenter) adalah proyeksi vertikal dari sebuah titik di kedalaman bumi (hiposenter), dimana bidang sesar (patahan) Flores pergerakannya dimulai sebelum menyebar menjadi pergerakan bidang sesar, melepaskan energi yang berubah menjadi energi gelombang gempa di permukaan bumi. Pergerakan bidang inilah yang menjadi sumber gelombang gempa. Sayangnya, segmentasi patahan- patahan di zona back arc thrust ini belum teridentifikasi dengan detail karena manifestasi patahan permukaan ini muncul di bawah laut (sea floor). Sejarah Gempa Nusa Tenggara Barat Berdasarkan catatan dari berbagai sumber, Pulau Lombok telah banyak mengalami gempa sebelumnya. Sejarah mencatat, terjadi beberapa gempa besar sejak ratusan tahun lalu dengan rata-rata perulangan setiap 20 - 25 tahun sekali pada, antara lain :

• tanggal 22 November 1815, berkekuatan 7,0 SR, mengguncang Bali dan Nusa Tenggara serta memicu tsunami.

• tanggal 28 November 1836, berkekuatan 7,5 SR dan merusak Bima.

• tanggal 25 Juli 1856, Gempa dan Tsunami Labuantereng.

• tanggal 18 Mei 1857, berkekuatan 7,0 SR dan mengguncang Bali dan Nusa Tenggara serta memicu tsunami.

• tanggal 10 April 1978, berkekuatan 6,7 SR menyebabkan rumah rusak.

• tanggal 21 Mei 1979, berkekuatan 6,1 SR menyebabkan rumah rusak dan 37 orang meninggal dunia.

• 30 Mei 1979, berkekuatan 5,7 SR menyebabkan rumah rusak.

• tanggal 20 Oktober 1979, berkekuatan 6,0 SR menyebabkan rumah rusak.

• tanggal 14 Juli 1976, berkekuatan 6,6 SR, mengguncang Seririt, Buleleng, Bali. Gempa ini menelan 559 korban jiwa dan merusak 67.419 rumah.

Page 568: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 557

• tanggal 12 Desember 1992, berkekuatan 7,8 SR dan mengakibatkan 2.500 orang meninggal dunia dan tsunami dengan ketinggian 36 meter;

• tanggal 1 Januari 2000, berkekuatan 6,1 SR mengakibatkan rumah rusak.

• tanggal 22 Juni 2013, berkekuatan 5,4 SR menyebabkan rumah rusak.

• Kronologi Gempa Bumi Lombok BMKG menyatakan gempa yang terjadi pada tanggal 5 Agustus 2018 merupakan gempa utama (main shock), setelah pada tanggal 29 Juli 2018 terjadi gempa pendahuluan (fore shock). Setelah gempa utama, sampai dengan tanggal 30 Agustus 2018, tercatat terjadi sekitar 1973 gempa susulan dengan kekuatan bervariasi, 2 diantaranya memperparah dampak kerusakan, lihat Gambar 2. Kronologi terjadinya gempa bumi di Lombok dengan magnitude yang cukup besar dan menimbulkan banyak dampak kerusakan adalah sebagai berikut :

• tanggal 29 Juli 2018 pukul 05:47 WIB gempa dengan magnitude 6,4 di Kabupaten Lombok Utara.

• tanggal 5 Agustus 2018 pukul 18:46 WIB gempa susulan dengan maginitudo 7di Kabupaten Lombok Utara.

• tanggal 6 Agustus 2018 pukul 07:28 WIB gempa susulan dengan magnitudo 5,4 di Kabupaten Sumbawa.

• tanggal 19 Agustus 2018 pukul 21.56 WIB gempa susulan dengan magnitudo 7 di 30 km Timur Laut Lombok Timur.

Sumber : Satgas PUPR Lombok, 2018

Gambar 1. Lokasi Titik Gempa Bumi di Lombok

Page 569: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 558

Sumber : Satgas PUPR Lombok, 2018

Gambar 2. Dampak Gempa Bumi di Lombok ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Indonesia yang berada diantara dua samudra dan dua benua merupakan keuntungan strategis yang dimiliki negara ini. Dari segi wilayah, dimana secara alamiah menempatkan Indonesia sebagai negara yang strategis secara geopolitik diantara negara-negara tetangga. Disisi lain, letak strategis Indonesia yang diapit oleh dua samudra dan dua benua tak lepas dari posisinya dalam konstelasi lingkaran cincin api Pasifik, dimana aktivitas tektonik dan vulkanik yang tinggi mengakibatkan Indonesia negara yang rentan terpapar bencana geologis seperti erupsi gunung berapi, gempa bumi dan tsunami. Kejadian bencana dimanapun tidak lepas dari dampak yang ditimbulkan berupa kerugian dari sisi kemanusiaan, materil maupun non materil. Belajar dari hal ini, rangkaian bencana yang terjadi di wilayah Indonesia sudah sepatutnya ditanggulangi melalui penanganan secara struktural dan komprehensif dengan menjalankan strategi penanganan yang bertumpu kepada misi kemanusiaan sebagai orientasi dalam pembangunan kembali pasca bencana.

Bencana yang tidak berhenti melanda Indonesia menimbulkan tidak hanya kehilangan jiwa tetapi kerugian ekonomi yang tidak sedikit. Kerugian infrastruktur yang dialami akibat bencana sudah sepatutnya kita berpikir untuk mulai fokus pada pendekatan pengurangan resiko bencana sejalan dengan tahapan proses rehabilitasi dan rekonstruksi yang menganut prinsip membangun kembali dengan lebih baik (build back better).

Page 570: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 559

Tahapan Penanggulangan Bencana Tahap pra rencana :

• Menyebarluaskan Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis untuk Penanggulangan Bencana yang telah disusun oleh Satminkal masing-masing.

• Koordinasi penyiapan personil, peralatan dan logistik.

• Koordinasi penyusunan anggaran dalam rangka pencegahan bencana dan/atau akibat kerusakan sarana/prasarana yang dapat menghentikan kegiatan pelayanan publik.

• Pemantauan dan evaluasi kesiapsiagaan unit kerja dan/atau Satker di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam menghadapi bencana.

Tahap tanggap darurat bencana :

• Melakukan kajian cepat kebutuhan dasar korban bencana.

• Penyediaan kebutuhan dasar korban bencana, meliputi : air bersih/air minum, sanitasi dan hunian sementara.

• Perbaikan darurat/pemulihan sementara fungsi prasarana dan sarana pekerjaan umum dan perumahan rakyat.

• Pengendalian kegiatan tanggap darurat bencana yang dilaksanakan unit kerja/Satker di Kementerian PUPR.

• Pelaksanaan upaya tanggap darurat lainnnya yang ditugaskan BNPB kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;

• Kegiatan transisi darurat bencana sebelum dilaksanakan rehabilitasi dan rekonstruksi

Tahap rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana :

• Pembuatan rekomendasi teknis dalam perencanaan, penyusunan dan penggunaan anggaran.

• Pengendalian pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang diselenggarakan secara lintas Unit Organisasi

Jaringan Jalan di Pulau Lombok Privinsi NTB Infrastruktur jalan dan jembatan merupakan modal sosial masyarakat yang berperan vital dalam mendukung berputarnya roda ekonomi nasional. Jalan dan jembatan sebagai salah satu infrastruktur transportasi, merupakan unsur sentral dalam pembentukan struktur ruang. Jaringan jalan dan jembatan mengarahkan pola pengembangan wilayah atau kawasan, semakin baik kondisi dan semakin luas jangkauan pelayanan jaringan jalan akan meningkatkan akses masyarakat. Jaringan Jalan, Pelabuhan, Bandar Udara dan Terminal Penumpang di Nusa Tenggara Barat dapat dilihat pada Gambar 3.

Page 571: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 560

Sumber : Satgas PUPR Lombok, 2018

Gambar 3. Jaringan Jalan di Pulau Lombok

Infrastruktur jalan di Nusa Tenggara Barat, terbagi menjadi Jalan Nasional, Jalan Provinsi dan Jalan Kabupaten/Kota. Berdasarkan data tahun 2018, Jalan Nasional sepanjang 934,55 kilo meter yang 98,17% dalam kondisi mantap (baik dan sedang) dan 1,83% dalam kondisi tidak mantap (rusak ringan dan rusak berat). Jalan Provinsi sepanjang 1.484,43 kilo meter terdiri dari 34% kondisi mantap dan 66% kondisi tidak mantap, lihat Gambar 4. Jalan Kabupaten/Kota sepanjang 5.444,10 kilo meter dengan kondisi 57,21 % dalam kondisi mantap dan 42,79% dalam kondisi tidak mantap.

Page 572: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 561

Sumber : Buku Profil NTB, 2018

Gambar 4. Kondisi Kemantapan Jalan Nasional dan Jalan Provinsi NTB

Dampak Gempa Bumi pada Infrastruktur Jalan dan Jembatan

Gempa dengan kekuatan 7.0 SR selain merusak tatanan masyarakat di Provinsi Nusa Tenggara Barat seperti korban jiwa, luka-luka dan pengungsian, juga menyebabkan kerusakan terhadap infrastruktur, khususnya jalan dan jembatan. Dampak kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan akibat gempa bumi Lombok adalah sbagai berikut :

• 74 titik lokasi kerusakan di badan jalan (12 titik lokasi di jalan nasional dan 62 titik lokasi di jalan kabupaten Lombok Utara).

• 14 buah jembatan yang mengalami kerusakan (12 buah jembatan di jalan nasional dan 2 buah jembatan di jalan kabupaten Lombok Utara).

• 35 titik lokasi longsoran tebing yang menimpa badan jalan (13 titik lokasi di jalan nasional dan 22 titik di jalan kabupaten Lombok Utara).

Page 573: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 562

Sumber : Satgas PUPR Lombok, 2018

Gambar 5. Kunjungan Menteri PUPR di Jembatan Sokong

Sumber : Satgas PUPR Lombok, 2018

Gambar 6. Kerusakan Infrastruktur Jalan dan Jembatan

Page 574: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 563

Strategi Penanganan Infrastruktur Jalan dan Jembatan Pasca Gempa Bumi Prasarana jalan dan jembatan merupakan infrastruktur dasar yang sangat dibutuhkan pada saat terjadi bencana. Jalan dan jembatan harus dipastikan fungsional untuk akses jalur evakuasi dan jalur logistik ke lokasi bencana maupun ke tempat-tempat pengunsian. Kegiatan tanggap darurat yang dilaksanakan di Lombok pasca gempa bumi dibagi 3 tahapan, yaitu :

• Tanggap darurat : kegiatan yang dilakukan segera pada saat kejadian untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan.

• Rehabilitas : perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan public termasuk infrastruktur jalan dan jembatan sampai tingkat memadai.

• Rekonnstruksi : pembangunan kembali sarana dan prasarana termasuk jalan dan jembatan dengan sasaran tumbuh dan berkembangnya aktivitas serta bangkitnya peran masyarakat,

Keadaan darurat desebabkan oleh bencana alam, non alam dan/atau sosial. Keadaan darurat selain disebabkan bencana setelah ditetapkan status keadaan darurat oleh Menteri, Kepala Lembaga/ Kepala Perangkat daerah, yaitu :

• Pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan

• Kerusakan prasarana dan sarana yang mengganggu kegiatan pelayanan publik

• Bencana social, perkembangan situasi politik dan keamanan luar negeri, kebijakan pemerintah asing yang berdampak pada keselamatan WNI di luar negeri

• Bnatuan kemanusiaan kepada negara lain. Penanganan infrastruktur jalan dan jembatan pasca bencana gempa bumi melibatkan tiga

pelaku pengadaan dengan perannya masing-masing sebagai berikut :

• Pengguna Anggaran (PA) / Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) - Menetapkan identifikasi kebutuhan dan ketersediaan sumber daya - Memerintahkan PPK melaksanakan pengadaan barang dan jasa - Mengalokasikan anggaran.

• Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) - Melakukan identifikasi kebutuhan dan analisis sumber daya - Melakukan penunjukan penyedia - Menerbitkan Surat Penunjukan Pengadaan Barang dan Jasa - Serah terima lokasi - Menerbitkan Surat Perintah Mulai Kerja / Surat Perintah Pekerjaan - Mengendalikan pekerjaan - Melakukan perikatan / perjanjian

• Penyedia Jasa - Melaksanakan pekerjaan - Merlakukan serah terima hasil pekerjaan

Sedangkan tahapan pengadaan barang dan jasa untuk keadaan darurat mengacu kepada Peraturan Lembaga LKPP 13/2018 seperti pada Gambar 7.

Perencanaan pengadaan diawali dengan mengidentifikasi kebutuhan barang dan jasa setelah itu menganalisis ketersediaan sumber daya sebelum menetapkan cara pengadaan barang dan jasa yang paling efektif dan efisien.

Pelasanaan pengadaan barang dan jasa dapat dilakukan dangan swakelola maupun dengan menunjuk penyedia jasa. Jika memiliki sumber daya yang cukup, maka pengadaan barang dan jasa untuk penanganan keadaan darurat dapat dilaksanakan secara swakelola, tapi jika tidak memiliki sumber daya yang cukup, maka penanganan keadaan darurat dilaksanakan oleh penyedia jasa.

Page 575: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 564

Tahapan penanganan keadaan darurat jika dilaksanakan dengan cara swakelola adalah

sebagai berikut :

• Koordinasi para pihak yang terlibat

• Pemeriksaan Bersama dan rapat persiapan

• Pelaksanaan Pekerjaan

• Serah Terima Hasil Pekerjaan

Sumber : Perlem LKPP 13/2018

Gambar 8. Bagan Alir Pengadaan Barang dan Jasa Keadaan Darurat

Sedangkan tahapan penanganan keadaan darurat jika dilaksanakan oleh penyedia jasa adalah sebagai berikut : • Penerbitan SPPBJ • Pemeriksaan Bersama dan rapat persiapan • Serah terima lapangan • Surat Perintah Kerja/ Surat Perintah Pengiriman • Pelaksanaan Pekerjaan • Perhitungan Hasil Pekerjaan • Serah Terima Hasil Pekerjaan

Page 576: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 565

Proses penyelesaian pembayaran dilakukan dengan melakukan perhitungan volume hasil pekerjaan di lapangan. Setelah vplome hasil pekerjaan dapat diterima maka dibuat berita acara perhitungan bersama sebagai dasar serah terima hasil pekerjaan atau pembayaran. Tahapan berikutnya adalah tandatangan kontrak sebelum dilakukan pembayaran hasil pekerjaan. Peran Inspektorat Jenderal PUPR selaku APIP dalam proses pengadaan barang dan jasa keadaan darurat sangat dibutuhkan untuk menjamin pertanggungjawaban keuangan negara yang akuntabel

Penanganan Tanggap Darurat Infrastruktur Jalan dan Jembatan

Tanggap darurat jalan dan jembatan nasional yang mengalami kerusakan akibat gempa bumi dilaksanakan untuk mengfungsionalkan jalan dan jembatan tersebut sebagai jalur evakuasi dan jalur logistik yang menghubungkan pusat distribusi (Kota Mataram) dengan lokasi-lokasi terdampak bencana gempa bumi. Demikian juga mengfungsionalkan jalan dan jembatan kabupaten, khususnya di Lombok Utara yang menuju ke lokasi-lokasi pengungsian.

Terdapat 12 lokasi badan jalan, 13 titik longsor dan 12 buah jembatan di jalan nasinal yang mengalami kerusakan akibat gempa bumi. Sedangkan di jalan kabupaten Lombok Utara terdapat 62 lokasi badan jalan, 22 titik longsor dan 2 jembatan yang mengalami kerusakan akibat gempa bumi. Sumber pendanaan untuk menangani tanggap darurat di jalan dan jembatan nasional maupun jalan dan jembatan kabupaten di Lombok Utara berasal dari DIPA Satker Penanganan Mendesak dan Tanggap Darurat (PMTD) Direktorat Jenderal Bina Marga. Untuk jalan dan jembatan nasional sebesar Rp. 2.907.170.000, sedangkan untuk jalan dan jembatan kabupaten di Lombok Utara sebesar Rp. 1.766.121.000.

Jenis penanganan tanggap darurat yang dilakukan di badan jalan adalah : perbaikan dengan timbunan tanah, perbaikan dengan timbunan agregat untuk perkerasan tanpa penutup aspal, perbaikan dengan campuran aspal panas, perbaikan dinding penahan dengan menggunakan cerucuk kayu dan perbaikan dinding penahan dengan pasangan batu. Sedangkan penanganan darurat di lokasi longsoran adalah pembersihan dan pembuangan tanah longsoran yang menimpa badan jalan.

Jenis penanganan darurat yang dilakukan di jembatan adalah : perbaikan oprit dengan penimbunan dan pengaspalan, perbaikan dengan lapis aspal sinar muai, pemasangan stopper untuk menahan pergerakan rangka ke samping, perkuatan abutmen dengan kawat beronjong.

Page 577: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 566

Sumber : Satgas PUPR Lombok, 2018

Gambar 9. Penanganan Tanggap Darurat

Penanganan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Infrastruktur Jalan dan Jembatan

Berdasarkan hasil pemeriksaan kondisi jalan dan jembatan di ruas jalan nasional yang mengalami kerusakan pasca gempa bumi Lombok, maka terdapat 5 jembatan yang dilakukan penggantian dan 7 jembatan dilakukan rehabilitasi. Kelima jembatan yang dilakukan penggantian, yaitu : Jembatan Sokong A, Jembatan Kokok Segara, Jembatan Longken, Jembatan Tampes dan Jembatan Luk I telah dikerjakan di tahun 2019 menggunakan dana DIPA Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah 1 Provinsi NTB sebesar 94.526.144.000. Sedangkan 7 jembatan yang direhabilitasi yaitu : Jembatan Jembatan Sidutan. Jembatan Segundi, Jembatan Kali Pedet, Jembatan Panggung, Jembatan Embar-Embar, Jembatan Loko Koangan dan Jembatan Beburung juga perbaikannya dilaksanakan pada tahun 2019 menggunakan dana DIPA Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah 1 Provinsi NTB dengan biaya sebesar 17.200.000.000.

Terdapat satu lokasi alih trase jalan sepanjang 150 meter di ruas Ampenan – Pemenang yang dikerjakan pada tahun 2019 menggunakan dana DIPA Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah 1 Provinsi NTB, oleh karena terjadi longsoran pada tebing yang terjal dengan biaya sebesar Rp. 1.819.549.000. Penanganan rehabilitasi dan rekonstruksi jalan dan jembatan kabupaten di Lombok Utara ditangani sendiri oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Utara melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan melalui sumber dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Lombok Utara.

Page 578: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 567

Sumber : Satgas PUPR Lombok, 2018

Gambar 10. Penanganan Rehabilitasi dan Rekonstruksi KESIMPULAN

Dampak kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan akibat gempa bumi Lombok adalah 74 titik lokasi kerusakan di badan jalan (12 titik lokasi di jalan nasional dan 62 titik lokasi di jalan kabupaten Lombok Utara), 14 buah jembatan yang mengalami kerusakan (12 buah jembatan di jalan nasional dan 2 buah jembatan di jalan kabupaten Lombok Utara) dan 35 titik lokasi longsoran tebing yang menimpa badan jalan (13 titik lokasi di jalan nasional dan 22 titik di jalan kabupaten Lombok Utara).

Penanganan tanggap darurat jalan dan jembatan nasional sebesar Rp. 2.907.170.000, dan jalan dan jembatan kabupaten di Lombok Utara sebesar Rp. 1.766.121.000 bersumber dari DIPA Satker Penanganan Mendesak dan Tanggap Darurat (PMTD) Direktorat Jenderal Bina Marga. Penanganan rehabilitasi jalan dan jembatan nasional sebesar Rp. 17.200.000.000 dan penanganan rekonstruksi/penggantian jembatan sebesar 94.526.144.000 serta penanganan rekonstruksi/alih trase jalan sebesar Rp. 1.819.549.000 bersumber dari DIPA Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah 1 Provinsi NTB. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2018, Provinsi Nusa Tenggara Barat Dalam Angka 2018, ISSN 0215 – 2215. Perpres Nomor 17 Tahun 2018, Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Dalam

Keadaan Tertentu, Presiden Republik Indonesia Satgas Penanggulangan Bencana PUPR, 2019, Penanganan Pasca Bencana Lombok 2018, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Satgas PUPR Lombok, 2018, Laporan Bencana Gempa Bumi Lombok tanggal Agustus 2018 sampai dengan Desember 2018, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Page 579: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 568

Satgas PUPR Lombok, 2018, Press Release Posko Gabungan Bencana Gempa Bumi Lombok, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Undang – Undang No. 24 Tahun 2007, Tentang Penanggulangan Bencana, Badan Nasional Penggulangan Bencana.

Page 580: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 569

ANALISA PENGHEMATAN BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN DENGAN PERBAIKAN PERKERASAN JALAN

Ratna Handayani1, Dian Novitasari2, Dewi Atikah3

1,2,3 Dinas PU Bina Marga Provinsi Jawa Timur Jl. Gayung Kebonsari Surabaya

[email protected], [email protected], [email protected]

Abstrak Jalan merupakan kebutuhan utama masyarakat sebagai penghubung dalam melakukan kegiatan terutama kegiatan ekonomi. . Kondisi permukaan jalan harus tetap terpelihara dengan baik untuk memberikan pelayanan yang baik untuk pengguna jalan. Namun kerusakan jalan merupakan hal yang tidak dapat dielakkan dengan berbagai alasan. Dengan kondisi kerusakan permukaan jalan maka dibutuhkan biaya operasional kendaraan (BOK) yang lebih besar dibandingkan dengan jalan yang tidak rusak. Penghematan BOK bisa dilakukan dengan perbaikan perkerasan jalan. Hal ini berdasarkan data sekunder (penelitian Damayanti, 2004). Berdasarkan perhitungan asumsi pada sepeda motor diperoleh biaya operasional pemeliharaan (OP) untuk permukaan jalan rusak sebesar Rp 5.906.481/thn dan jalan baik sebesar Rp. 3.919.881/thn sedangkan pada mobil diperoleh biaya operasional pemeliharaan (OP) untuk permukaan jalan rusak sebesar Rp 15.142.182/thn dan jalan baik sebesar Rp. 7.732.727/thn. Maka diperoleh penghematan untuk BOK sepeda motor sebesar Rp. 1.986.600/tahun dan untuk BOK mobil sebesar Rp. 7.409.455/tahun. Kata kunci : Biaya Operasional Kendaraan (BOK), Perkerasan Jalan, Perhitungan Asumsi Abstract Roads are the main needs of the community as alink in carrying out activities, especicially economic activities. Road surface conditions must be well maintained to provide good srvices for road users. However, road damage is inevitable for various reasons. With the condition of the road surface damage, it requires a vehicle operating costs which is greater than the road that is not damaged. Savings on vehicle operating costs can be done by improving road pavement. This is based on secondary data (Damayanti research, 2004). Based on the calculation of the assumptions on the motorcycle obtained operational maintenance costs for damaged road surfaces as Rp 5,906,481 / year and good roads as Rp. 3,919,881 / year while the car obtained operational maintenance costs for damaged road surfaces as Rp. 15,142,182 / year and good roads as Rp. 7,732,727 / year. Then obtained savings for the motorcycle of vehicle operating costs as Rp. 1,986,600 / year and for the car of vehicle operating costs as Rp. 7,409,455 / year Keywords: Vehicle Operating Costs, Pavement Road, Calculation of Assumptions

Page 581: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 570

I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyediaan infrastruktur jalan seperti pada Undang-Undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan, peran jalan dijelaskan sebagai bagian prasarana transportasi yang mempunyai peranan penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat. Jalan juga dijelaskan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa yang merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Peran lain dari jalan yaitu merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan yang menghubungkan dan mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia. Jalan merupakan kebutuhan utama masyarakat sebagai penghubung dalam melakukan kegiatan terutama kegiatan ekonomi. . Kondisi permukaan jalan harus tetap terpelihara dengan baik untuk memberikan pelayanan yang baik untuk pengguna jalan. Namun kerusakan jalan merupakan hal yang tidak dapat dielakkan dengan berbagai alasan. Pada ruas – ruas jalan tertentu baik itu jalan nasional, propinsi maupun kabupaten, masih sering kita jumpai kerusakan permukaan perkerasan jalan. Yang mana permasalahan kerusakan kelas jalan daerah kebanyakan disebabkan oleh beban dengan jumlah berlebih overloading, dimana kerusakan jalan menyebabkan tambahan biaya untuk penanganan kerusakan dan menyebabkan tambahan Biaya Operasional Kendaraan (BOK) dan penurunan umur layanan jalan. Oleh karena itu sudah menjadi tanggung jawab dari pemerintah, baik itu pemerintah pusat ataupun daerah untuk memperbaiki permukaan perkerasan jalan untuk penghematan biaya operasional kendaraan (BOK). 1.2 PERUMUSAN MASALAH

1. Menaksir Biaya Operasional Kendaraan (BOK) pada sepeda motor pada jalan rusak dan jalan bagus (asumsi).

2. Menaksir Biaya Operasional Kendaraan (BOK) pada mobil pada jalan rusak dan jalan bagus (asumsi).

3. Menaksir biaya penghematan biaya operasional kendaraan sepeda motor per tahun (1 sepeda motor).

4. Menaksir biaya penghematan biaya operasional kendaraan mobil per tahun (1 mobil)

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1. Memperoleh nilai biaya Operasional Kendaraan (BOK) pada sepeda motor pada jalan rusak dan jalan bagus (asumsi).

2. Memperoleh nilai biaya Operasional Kendaraan (BOK) pada mobil pada jalan rusak dan jalan bagus (asumsi).

3. Memperoleh penghematan biaya operasional kendaraan sepeda motor per tahun (1 sepeda motor).

4. Memperoleh penghematan biaya operasional kendaraan mobil per tahun (1 mobil)

Page 582: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 571

1.4 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Data yang di peroleh untuk menaksir nilai biaya operasional kendaraan adalah data asumsi. Dewasa ini perkembangan mobilitas seseorang cenderung membutuhkan waktu yang singkat dan biaya oprasional yang relative murah. Dalam hal ini orang akan sangat terbantu sekali, apabila pemerintah bisa meminimalisasi kerusakan jalan yang ada, dengan melakukan perbaikan pada permukaan perkerasan jalan. II. METODOLOGI PENELITIAN Dalam penulisan diperlukan adanya suatu metode yang menjelaskan tahapan-tahapan proses dari awal hingga akhir. Metode Tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 1. Kerangka Penelitian

III. PENGUMPULAN DATA Semua data yang diperoleh adalah data asumsi dan berdasarkan pada tinjauan pustaka yang ada. Berikut ini adalah tabel faktor pemeliharaan – kerusakan di sajikan pada tabel 3.1 dan tabel konsumsi BBM – kecepatan di sajikan pada tabel 3.2.

Ide Penelitian

Latar Belakang

Perumusan Masalah

Pengumpulan Data (Asumsi)

Analisa Data

Kesimpulan

Page 583: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 572

Tabel 3.1 Tabel faktor pemeliharaan – kerusakan

No Kerusakan Faktor Pengali (FP)

1 - 1,0

2 1 1,2

3 2 1,4

4 3 1,8

5 4 2,5

6 5 3,4

7 6 4,4

8 7 5,5

9 8 6,6

10 9 8,0

11 10 10,0

Sumber : Materi kuliah MAI 2015

Tabel 3.2 Tabel Konsumsi BBM-Kecepatan

Kec (V) Mobil Sepeda Motor

Km/jam Km/Ltr Km/Ltr

- - -

10 7,0 14,0

20 11,0 27,0

30 13,5 37,0

40 15,0 40,0

50 14,5 38,0

60 13,5 33,0

70 12,3 27,0

80 11,0 21,1

90 9,5 16,4

100 8,0 12,2

110 6,0 9,5

120 4,0 8,0

Sumber : Materi kuliah MAI 2015

Page 584: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 573

IV Analisa Data 4.1 Sepeda Motor Dengan data asumsi

Diket panjang jalan 10 km Perjalanan (PP)

Jenis Kendaraaan Spd Motor

Harga Sepeda Motor 15.000.000

Biaya Depresi 0,6

Biaya ban & spare part 0.6

Harga BBM 7.000

kondisi jalan Rusak Baik

Kerusakan 5 - %

Kecepatan 20 80 Km/jam

Penghematan BOK Sepeda Motor per tahun (1 Sepeda Motor)

Hitung Harga Sepeda Motor 15.000.000 Rp

Harga BBM 7.000 Rp/Ltr

Faktor Pengali biaya 3,4 1

Faktor Pengali biaya ban & sparepart

0,6

Biaya Penyusutan 900.000 Rp/thn

Tingkat Konsumsi BBm 27 21,1 Km/ltr

Konsumsi BBm 270,37 345,97 Ltr/thn

Biaya Pemeliharaan

153.000 45.000 Rp/thn

Biaya BBm 1.892.593 2.421.801 Rp/thn

Biaya ban & spare part

3.860.481 1.453.081 Rp/thn

Biaya OP 5.906.4813 3.919.882 Rp/thn

enghematan BOK

1.986.600 Rp/thn

Dari Analisa hitungan di atas di peroleh :

- Biaya Operasioanal pemeliharaan pada perkerasan jalan rusak = Rp 5.906.4813/tahun

- Biaya Operasioanal pemeliharaan pada perkerasan jalan baik = Rp 3.919.882/tahun

Sehingga diperoleh penghematan biaya operasional kendaraan sepeda motor per tahun (untuk 1 sepeda motor) sebesar =

- = Biaya Operasioanal pemeliharaan pada perkerasan jalan rusak - Biaya Operasioanal pemeliharaan pada perkerasan jalan baik = Rp 5.906.4813/tahun - Rp 3.919.882/tahun = Rp 1.986.600 / tahun.

Page 585: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 574

4.2 Mobil Dengan data asumsi

Diket panjang jalan 10 km Perjalanan (PP)

Jenis Kendaraaan Mobil

Harga Sepeda Motor 100.000.000

Biaya Depresi 0,6

Biaya ban & spare part 0.6

Harga BBM 7.000

kondisi jalan Rusak Baik

Kerusakan 5 - %

Kecepatan 20 80 Km/jam

Penghematan BOK Sepeda Motor per tahun (1 Sepeda Motor)

Hitung Harga Sepeda Motor 100.000.000 Rp

Harga BBM 7.000 Rp/Ltr

Faktor Pengali biaya 3,4 1

Faktor Pengali biaya ban & sparepart

0,6

Biaya Penyusutan 6.000.000 Rp/thn

Tingkat Konsumsi BBm 11 11 Km/ltr

Konsumsi BBm 663,64 663,64 Ltr/thn

Biaya Pemeliharaan

1,020,000

300,000

Rp/thn

Biaya BBm

4,645,455

4,645,455

Rp/thn

Biaya ban & spare part

9,476,727

2,787,278

Rp/thn

Biaya OP

15,142,182

7,732,727

Rp/thn

enghematan BOK

7,409,455 Rp/thn

Dari Analisa hitungan di atas di peroleh :

- Biaya Operasioanal pemeliharaan pada perkerasan jalan rusak = Rp 15,142,182 /tahun

- Biaya Operasioanal pemeliharaan pada perkerasan jalan baik = Rp 7,732,727 /tahun

Sehingga diperoleh penghematan biaya operasional kendaraan mobil per tahun (untuk 1 mobil) sebesar =

- = Biaya Operasioanal pemeliharaan pada perkerasan jalan rusak - Biaya Operasioanal pemeliharaan pada perkerasan jalan baik = Rp 15,142,182 /tahun - Rp 7,732,727 /tahun = Rp 7,409,455 / tahun.

Page 586: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 575

V. KESIMPULAN

1. Biaya operasional kendaraan (BOK) pada sepeda sebagai berikut - Biaya Operasioanal pemeliharaan pada perkerasan jalan rusak = Rp 5.906.4813/tahun - Biaya Operasioanal pemeliharaan pada perkerasan jalan baik = Rp 3.919.882/tahun

2. Biaya operasional kendaraan (BOK) pada mobil sebagai berikut - Biaya Operasioanal pemeliharaan pada perkerasan jalan rusak = Rp 15,142,182 /tahun - Biaya Operasioanal pemeliharaan pada perkerasan jalan baik = Rp 7,732,727 /tahun

3. penghematan biaya operasional kendaraan sepeda motor per tahun (untuk 1 sepeda motor) sebesar Rp 1.986.600 / tahun.

4. penghematan biaya operasional kendaraan mobil per tahun (untuk 1 mobil) sebesar Rp 7,409,455 / tahun.

DAFTAR PUSTAKA Damayanti Cesillia Rien, 2004, Penghematan Biaya Operasional Kendaraan Akibat Permukaan Jalan. Undang – Undang No 38, 2004, Jalan Sukwanti Tanti Krisna, 2012, Kajian Dampak Perubahan Biaya Operasional Kendaraan (BOK) Akibat Pengalihan Arus Lalu Lintas dari Ruas Jalan Cadas Pangeran ke Jalur Alternatif . Priyatna Hita, 2015, Ekonomi Makro Caesariawan Iqbal, 2015, Pengaruh Nilai Waktu Pada Biaya Operasional Kendaraan (BOK) Mobil Penumpang Dalam Pemilihan Rute Jalan Eksisting Dan Jalan Lingkar Ambarawa

Page 587: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 576

T-6 TRANSPORTASI, LALU LINTAS, LINGKUNGAN DAN KESELAMATAN

JALAN

Page 588: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 577

PERKEMBANGAN DAN PELUANG TRANSPORTASI MASSAL DAN MODERN (MRT DAN LRT) DI JABODETABEK

DEVELOPMENT AND OPPORTUNITIES OF MASS AND MODERN

TRANSPORTATION (MRT DAN LRT) IN JABODETABEK

Basuki Muchlis Ketua Bidang VI (Jasa Konstruksi, Olahraga dan Sosial)

Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia (HPJI) DPD DKI Jakarta Jl. Jati Padang Poncol no 38, Pasar Minggu,

Jakarta, 12540, Indonesia Telpon :0858-6131-8608 , 021 22785307

Email : [email protected] , [email protected] Abstrak

Kondisi lalu lintas di Jabodetabek saat ini semakin padat. Hal ini dapat dilihat dengan data yang menunjukkan bahwa jumlah perjalanan di Jabodetabek sebesar 100 Juta perjalanan per hari. Sangat disayangkan 91% perjalanan yang dilakukan menggunakan kendaraan pribadi sehingga menyebabkan Jakarta menjadi kota dengan tingkat polusi tertinggi di dunia. Dampak yang terjadi dari tingginya jumlah penggunaan kendaraan pribadi tersebut adalah menurunnya kinerja jalan, khususnya rendahnya kecepatan tempuh dan tingginya potensi kecelakaan. Sarana dan prasarana transportasi massal di Jabodetabek saat ini masih belum memadai. Hal ini dapat dilihat dengan padat dan terlambatnya jadwal busway, KRL (Kereta Rel Listrik) serta tidak nyamannya transportasi massal konvensional lainnya seperti angkot (angkutan kota), metro mini dan sebagainya. Tingkat kriminalitas tinggi dan kurangnya kenyamanan merupakan faktor pendukung yang menyebabkan masyarakat belum beralih ke transportasi massal. Untuk meminimalisir masalah tersebut, maka diperlukan adanya sarana transportasi massal yang cepat, efisien dan nyaman sehingga dapat mengurangi tingkat kemacetan dan polusi di Jabodetabek. MRT (Moda Raya Terpadu) dan LRT (Lintas Rel Terpadu) merupakan sarana transportasi massal modern yang cepat seperti pada negara lain dan dapat menjadi solusi tingginya mobilitas penduduk Jabodetabek. Dengan kecepatan maksimum 80-100 km/jam, LRT dan MRT dapat mengangkut 15.000 dan 80.000 penumpang per harinya. Di samping bisnis yang terus berkelanjutan, LRT dan MRT dapat membantu target pemerintah, yaitu penggunaan transportasi umum mencapai 60% pada 2029. Kata kunci : Transportasi massal, transportasi modern, LRT, MRT, Jabodetabek. Abstract Traffic conditions in Jabodetabek are now increasingly crowded. This can be seen with data that show the number of trips in Jabodetabek is 100 million trips per day.It is unfortunate that 91% of trips is use private vehicles that make Jakarta is the highest pollution level city in the world. The impact of the high number of use of private vehicles is the reduce the road performance, especially the low travel speed and high potential for accidents. Mass transportation infrastructure and facilities in Jabodetabek are currently inadequate. This can be seen with the dense and late schedule of busways, electric train (KRL) and the inconvenience of other conventional mass transportation such as angkot, metro mini and so on. High crime rates and lack of comfort are supporting factors that cause people to not using mass transportation. To reduce this problem, it is necessary to have fast, efficient and convenient mass transportation to reduce the level of

Page 589: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 578

congestion and pollution in Jabodetabek. MRT (Mass Rapid Transit) and LRT (Light Rapid Transit) is a modern and fast mass transportation as in other countries and it could be a solution to the high mobility of Jabodetabek residents. With a maximum speed of 80-100 km / hour, the LRT and MRT can carry 15,000 and 80,000 passengers per day. In addition to sustainable business, LRT and MRT can help the government target, in the use of public transportation to reach 60% in 2029. Keywords: Mass transportation, modern transportation, LRT, MRT, Jabodetabek.

PENDAHULUAN Saat ini, berbagai negara berkembang mengalami masalah mengenai transportasi, bahkan

beberapa di antaranya sudah dalam tahap krusial. Hal ini dialami oleh DKI Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia dan pusat bisnis yang memiliki banyak penduduk dan lalu lintas yang padat, membuat Jakarta memerlukan pembenahan transportasi secara menyeluruh. Hal tersebut pun berlaku untuk berbagai kota penunjang Jakarta, yaitu Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.

Berbagai solusi telah diberikan oleh Pemerintah setempat, dengan diterapkannya berbagai sistem untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, di antaranya dengan menerapkan sistem Three in One yang saat ini telah digantikan oleh sistem Ganjil-Genap untuk kendaraan roda empat. Dampak perluasan kawasan Ganjil-Genap terlihat memberikan hasil untuk mengurangi kemacetan di Jakarta, namun hal tersebut tetap belum dapat membuat Jakarta bebas dari kemacetan yang tidak diiringi oleh pertumbuhan Jalan yang sepadan.

Hasil penelitian dari Study on Integrated Transportation Master Plan (SITRAMP) oleh JICA/Bappenas menunjukkan hasil, bahwa jika sampai tahun 2020 tidak ada perbaikan yang dilakukan pada sistem transportasi Jabodetabek, maka terjadi kerugian ekonomi sekitar Rp. 28,1 Trilliun dan kerugian nilai waktu perjalanan mencapai 36,9 Trilliun (Bintari, Pandiangan dan 2016).

Pembenahan transportasi umum telah dimaksimalkan oleh pemerintah setempat yang terintegrasi dengan kota-kota penunjang Jakarta seperti pengadaan Bus Transjakarta, Kereta Rel Listrik, APTB (Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway). Pilihan pembangunan moda transportasi MRT (Moda Raya Terpadu ) dan LRT (Lintas Rel Terpadu) menjadi sangat ditunggu masyarakat dalam upaya mengatasi kemacetan. Provinsi DKI Jakarta memerlukan waktu sampai 24 tahun untuk merencanakan, menganalisis hingga proyek tersebut selesai. MRT merupakan gagasan pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengatasi permasalahan transportasi.

MRT (MODA RAYA TERPADU) MRT dalam bahasa Inggris memiliki makna Mass Rapid Trans merupakan moda angkutan

publik yang dapat mengangkut penumpang dengan jumlah yang banyak (mass) dengan kecepatan yang tinggi (rapid). MRT (Moda Raya Terpadu) Jakarta fase I telah diresmikan pada 24 Maret 2019. MRT Jakarta diberi nama khusus, yaitu Ratangga. Arti dari Ratangga Dalam Bahasa Jawa Kuno artinya adalah Kereta Perang. Kereta Perang identik dengan kekuatan dan pejuang. Sehingga Ratangga sangat diharapkan menjadi transportasi yang tangguh dalam mengangkut penduduk Jakarta yang beraktifitas untuk memenuhi kebutuhannya (MRT Jakarta, Jak Lingko 2018).

Perencanaan MRT Jakarta terdiri dari tiga fase. Fase I saat ini sudah beroperasi memiliki rute Lebak Bulus – Bundaran HI dengan panjang 15,7 KM, fase II dengan rute Bundaran HI – Kampung Bandan dengan panjang 8,1 KM, dan fase III dengan rute Cikarang – Balaraja dengan panjang 87 KM yang akan dikerjakan pada tahun berikutnya setelah fase II (PT MRT Jakarta 2019).

MRT memiliki dua jenis konstruksi pembangunan, yaitu konstruksi layang (elevated) dan konstruksi bawah tanah (underground). Saat ini MRT yang sudah beroperasi memiliki konstruksi layang dengan panjang 9,8 KM, dimulai dari stasiun Lebak Bulus hingga stasiun

Page 590: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 579

Sisingamangaraja. Dan konstruksi bawah tanah dengan panjang 5,9 KM, dimulai dari stasiun Senayan hingga stasiun Bundaran HI.

Benchmark MRT Jakarta dengan standar internasional, mengacu pada peraturan daerah nomor 3 tahun 2008, Pada saat Perkeretaapian Umum Perkotaan MRT Jakarta mulai dioperasikan, Perseroan berkontrak dengan Pemprov DKI Jakarta untuk memberikan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan yang disepakati dengan tolak ukur standar internasional. Sehingga dilakukan tolak ukur terhadap perkeretaapian urban lain untuk menentukan tingkat layanan yang harus dicapai oleh PT MRT Jakarta.

Pelaksanaan konstruksi bawah tanah dari Senayan menuju Bundaran HI sepanjang 5,9 KM dilaksanakan menggunakan alat bor TBM (Tunnel Boring Machine). Sehingga didapatkan diameter luar terowongan sebesar 6,65 m dan diameter dalam terowongan sebesar 6,05 m.

Sedangkan untuk MRT fase II dengan rute Bundaran HI – Kampung Bandan sepanjang 8,1 KM, yang saat ini sedang dilakukan perencanaan dan pelelangan, di mana terdapat konstruksi terowongan khusus yang ketika pelaksanaan memerlukan adanya teknologi tinggi, yakni PT Adhi Karya (Persero) Tbk. :

a. Stasiun Sarina – stasiun Harmoni memiliki struktur terowongan horizontal (kiri-kanan). b. Stasiun Harmoni – stasiun Mangga Besar memiliki struktur terowongan vertikal (atas-

bawah) dikarenakan keterbatasan lahan. c. Stasiun Mangga Besar – stasiun Kota memiliki struktur terowongan diagonal (miring)

dikarenakan keterbatasan lahan. Untuk jarak rel (trackwork) MRT memiliki jarak 1.607 mm dengan beban maksimum 14 ton dengan kecepatan maksimum 100 KM/jam. LRT (LINTAS RAYA TERPADU)

LRT (Lintas Raya Terpadu) atau dalam bahasa Inggris disebut Light Rapid Trans

merupakan transportasi yang sama dengan MRT, namun dalam kapasitasnya, LRT hanya dapat menampung jumlah penumpang yang lebih sedikit. Lingkup pekerjaan LRT dimulai dari Desain, Implementasi, Pengetesan dan berakhir pada tahap Uji Coba dengan detail lingkup pekerjaan sebagai berikut (Basri 2018) :

a. Tahap desain meliputi studi, trase alignment, lokasi stasiun, sistem operasi, jalur kereta (rolling stock), infrastruktur, fasilitas operasi dan depo.

b. Tahap implementasi meliputi desain detail, integrasi dengan konstruksi sipil, serta Desain Detail Manufaktur & Instalasi Sistem Kereta Api.

c. Tahap pengetesan meliputi pengetesan instalasi, pengetesan penerimaan parsial dan pengetesan penerimaan sistem.

d. Tahap uji coba meliputi pengetesan kinerja teknis dan pengetesan kinerja fungsional.

LRT Jabodebek

LRT Jabodebek merupakan salah satu proyek nasional Perencanaan LRT Jabodebek terdiri dari dua fase. Fase I yang saat ini sedang dibangun dengan rute Cawang – Cibubur dengan panjang 14,89 KM. Fase II yang saat ini sedang dibangun memiliki total panjang 38,5 KM. Tahap I dari fase II memiliki rute Cawang-Kuningan-Dukuh Atas dengan bagian panjang 11,05 KM, dan rute Cawang-Bekasi Timur dengan panjang 18,49 KM. Tahap II dari fase II, LRT akan dibangun dengan rute Dukuh Atas-Palmerah-Senayan sepanjang 7,8 KM, Cibubur-Bogor sepanjang 25 KM, dan Palmerah-Bogor sepanjang 5,7 KM (Basri 2018).

Page 591: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 580

Pada pembangunan LRT, di samping lokasi yang lurus/standar, terdapat lokasi tertentu dengan bentang panjang dan tikungan. Antara lain bentang panjang (longspan) Kuningan dengan panjang 72 M dan 120 M dengan tikungan lengkung. Bentuk konstruksi dengan U-Box dengan metode pencetakan di pabrik (precast), melewati jalan layang kuningan dan tol dalam kota. Dalam kawasan strategis tertentu, stasiun LRT terintegrasi dengan beberapa tempat lainnya seperti Stasiun MRT, stasiun KRL, terminal bus dan Halte BRT. Contohnya pada stasiun Dukuh Atas terintegrasi dengan halte BRT, stasiun KRL dan stasiun MRT, serta tidak jauh dengan stasiun kereta bandara Sudirman Baru. Untuk stasiun Kampung Rambutan terintegrasi langsung dengan jembatan yang terkoneksi dengan terminal bus Kampung Rambutan.

Regulasi penugasan LRT JABODEBEK diatur dengan PERPRES 98 tahun 2015, yang diubah menjadi PERPRES 65 tahun 2016 dan diubah kembali menjadi perpres 49 tahun 2017. Untuk jalur koordinasi, LRT Jabodebek dikepalai oleh Kementerian Perhubungan sebagai pemilik proyek LRT yang berkoordinasi oleh Kementerian BUMN, Kementerian PUPERA, Kementerian Agraria, Kementerian Keuangan, dan Pemerintah Daerah setempat, yaitu Pemerintah DKI Jakarta, Jawa Barat, Pemerintah Kota Bekasi, Bogor dan Depok. Dalam pelaksanannya, LRT Jabodebek diawasi oleh konsultan pengawas dan Auditor Proyek-Pemerintah dan dikerjakan oleh PT. Kereta Api Indonesia dan PT. Adhi Karya Persero, (Tbk). Terdapat tiga tipe kontruksi LRT, diantaranya :

1. Typical Viaduct dengan struktur jalur layang tipikal dengan bentang 15-30 m 2. Longspan viaduct dengan dua metode, yaitu :

a. struktur atas cor di tempat dengan Box Grider menggunakan traveller form b. struktur atas beton pracetak menggunakan U-Box Grider dan Box Grider.

3. Special viaduct dengan konstruksi struktur portal, struktur eksentris, struktur extended pier dan struktur turnout.

Dalam pelaksanaan LRT Jabodebek akan dibangun 17 stasiun, yaitu :

a. Rute 1 : Cawang – Cibubur memiliki 4 stasiun. b. Rute 2 : Cawang – Dukuh Atas memiliki 8 stasiun. c. Rute 3 : Cawang – Bekasi Timur memiliki 5 stasiun.

Stasiun LRT terintegrasi dengan berbagai fasilitas umum lainnya, diantaranya :

1. 5 stasiun menggunakan koneksi jembatan penyebrangan orang 2. 3 stasiun terkoneksi langsung dengan lift 3. 1 stasiun terintegrasi dengan commuter line pada stasiun Cikoko

Sebagai fasilitas pendukung, LRT memerlukan adanya Depo dengan beberapa fungsi sebagai berikut :

1. Mesin Pencuci pada 1 trek. 2. Fasilitas Pemeliharaan Instalasi Tetap pada 2 trek, dilengkapi dengan adanya bengkel. 3. Fasilitas Pemeliharaan Ringan pada 5 jalur layang, 2 trek datar dan bengkel 4. Wheel Lathe di bawah lantai pada 1 trek.

LRT Jabodebek memiliki banyak banyak tantangan, diantaranya :

1. Proses perencanaan desain dan pembangunan dilaksanakan secara bersamaan. 2. Pembangunan dilaksanakan pada kota yang berkembang yang memiliki banyak penduduk. 3. Proses pembangunan harus berkoordinasi dengan proyek lainnya seperti proyek tol layang

Jakarta-Cikampek. 4. Waktu pengerjaan yang terbatas, yaitu hanya 5 jam per hari pada malam hari. Hal ini

dilakukan agar tidak mengganggu lalu lintas penduduk Jabodetabek.

Page 592: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 581

5. Pembebasan lahan yang terkendala yang menghabiskan banyak waktu. 6. Persetujuan skema keuangan.

Skema persetujuan keuangan LRT Jabodebek diatur pada peraturan PERPRES 49 TAHUN 2017 Meliputi pemerintah menunjuk PT KAI dan Adhi Karya sebagai kontraktor sarana dan pemegang konsesi operasi sarana dan prasarana dibantu dengan kredit sindikasi bank yang dijamin pemerintah. Sedangkan pelaksanaannya menunjuk Adhi Karya sebagai kontraktor prasarana dan investasi depo.

Progres hasil pekerjaan LRT Jabodebek secara keseluruhan sudah tercapai sejumlah 64,8%, sedangkan untuk progres rute 1 Cawang-Cibubur sejumlah 84,2%, Rute 2 Cawang-Kuningan-Dukuh Atas sejumlah 54,4% dan rute 3 Cawang-Bekasi Timur 58,4%. LRT DKI Jakarta

LRT DKI Jakarta yang dioperasikan oleh Jakpro (Jakarta Propertindo) adalah LRT yang dibangun oleh pemda DKI untuk menangani tingginya kebutuhan transportasi publik warga DKI Jakarta. LRT Jakpro memiliki Rute Velodrome – Kelapa Gading yang sudah berfungsi saat ini. Tahapan berikutnya adalah Koridor 1 Tahap 2 dengan rute Velodrome – Tanah Abang dengan panjang 11,5 KM. Rute ini melewati Jl. Pemuda, Jl. Pramuka, Jl. Sultan Agung, dan menuju Tanah Abang dengan jumlah stasiun sebanyak 10 stasiun layang. Penyediaan jembatan penyebrangan yang akan menghubungkan stasiun KRL Tanah Abang dengan stasiun LRT Tanah Abang (depan Pasar Blok G). Dan kawasan tersebut memiliki potensi TOD yang baik. TOD (Transit Oriented Development)

Untuk pembangunan LRT dan MRT diperlukan adanya TOD (Transit Oriented Development) atau Pengembangan Berorientasi Kawasan Transit. Hal ini ditujukan pengembangan daerah transit pada stasiun LRT dan MRT. Hal ini mendukung TOD sebagai pusat bisnis dan yang lebih fleksibel dan praktis. Salah satu penempatan TOD adalah pada kawasan Dukuh Atas. Fungsi TOD di antaranya adalah salah satu revolusi perubahan dalam kawasan terpadu sekitar stasiun LRT untuk memenuhi kebutuhan kaum urban di masa kini.

Salah satu TOD yang dibangun adalah TOD di kawasan Dukuh Atas yang terdiri dari stasiun LRT Jabodebek, LRT Jakpro, Stasiun KAI Sudirman, stasiun MRT Dukuh Atas, Stasiun kereta bandara Soekarno-Hatta BNI City, Halte transjakarta dan taman budaya. Hal ini membuat TOD Dukuh Atas sangat berpotensi untuk menjadi pusat bisnis dan pusat integrasi antar angkutan publik Jakarta yang sangat baik. Fasilitas umum yang akan dibangun pada TOD Dukuh Atas di antaranya adalah (PT. MRT JAKARTA 2018):

1. Fasilitas pejalan kaki di atas Banjir Kanal pada sisi barat dari Jalan Sudirman 2. Fasilitas pejalan kaki di atas Banjir Kanal pada sisi timur Jalan Sudirman 3. Jalur pejalan kaki dari sisi timur dan barat Jalan Sudirman dari BNI – gedung landmark

hingga ke Jl. Kota Bumi – Jl. Blora. 4. Penambahan jalur pejalan kaki di Jl. Kendal dan Jl. Blora termasuk furnitur pada jalanan.

Ada juga untuk kawasan tepian sungai (waterfront) di TOD Dukuh Atas akan dibangun

untuk memperindah kawasan TOD Dukuh Atas. Beberapa fasilitas umum di antarnya adalah jalur pejalan kaki, area terbuka hijau, jalur sepeda dan plaza publik. Pengembangan ruang terbuka dan hijau pada TOD Dukuh Atas akan difungsikan untuk memberi banyak keuntungan, di antaranya adalah (PT. MRT JAKARTA 2018) :

Page 593: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 582

1. Menambah ruang terbuka hijau kota/kawasan yang baik dan aktif sehingga dapat menjadi tempat pertemuan terbuka pada kawasan Dukuh Atas.

2. menciptakan ruang terbuka hijau baru serta jalur pejalan kaki yang teduh dan aman, serta terbuka bagi semua kalangan, terutama untuk pejalan kaki.

Strategi inklusif kampung melalui pusat perkotaan pada kawasan Dukuh Atas

Hal ini ditujukan untuk menangani tingginya kepadatan di kawasan ini dan membuat tingkat

keadilan sosial yang jauh lebih baik. Hal ini akan berdampak pada peningkatan konektivitas, peningkatan kualitas hidup serta regenerasi ekonomi yang jauh lebih baik lagi. Bentuk-bentuk strategi inklusif kampung ini diantaranya adalah (PT. MRT JAKARTA 2018) :

1. Revitalisasi perumahan vertikal Waduk Melati untuk meningkatkan kualitas kawasan tempat

tinggal kaum urban. 2. Pengembangan fasilitas untuk perumahan vertikal dalam kawasan pusat transit. 3. Kawasan terbuka dengan kualitas tinggi dalam kawasan perumahan vertikal 4. Pengembangan perumahan vertikal di sekitar fasilitas-fasilitas komersial.

KESIMPULAN Dibutuhkan adanya inovasi dalam skema pembiayaan dan inovasi teknologi konstruksi serta keseriusan Pemerintah, sehingga transportasi massal dan modern dapat terwujud untuk dinikmati masyarakat Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Basri, Erni. 2018. LRT Jabodebek. Bintari, Antik, Landrikus Hartanto Sampe Pandiangan, dan . 2016. “FORMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD) PERSEROAN TERBATAS (PT) MASS RAPID TRANSIT (MRT) JAKARTA DI PROVINSI DKI JAKARTA.” Jurnal Ilmu Pemerintahan CosmoGov, Vol.2 No.2, Oktober 2016. MRT Jakarta, Jak Lingko. 2018. “Ratangga - MRT Jakarta.” MRT Jakarta. Desember. Diakses Oktober 10, 2019. https://www.jakartamrt.co.id/wp-content/uploads/2018/12/Ratangga-MRT-Jakarta.pdf. PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA. 2017. RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2017-2022. PT MRT Jakarta. 2019. Departemen Perkeretaapian. PT. MRT JAKARTA. 2018. KAWASAN TOD DUKUH ATAS.

Page 594: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 583

PENGARUH PENGGUNAAN BENIH VEGETASI DAN PEREKAT LATEKS DALAM CAMPURAN MATERIAL HYDROSEEDING TERHADAP

PENURUNAN EROSI PERMUKAAN LERENG JALAN

THE INFLUENCE OF USE OF VEGETATION SEEDS AND ADHESIVES OF

LATEX IN A MIXTURE OF HYDROSEEDING MATERIAL TOWARDS REDUCTION OF ROAD SLOPE EROSION

1Asep Sunandar, 2Sri Yeni Mulyani 1)2) Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

1)2) Jl. A.H. Nasution 264 Bandung 1) [email protected]

2) [email protected]

Abstrak Teknologi hydroseeding adalah upaya pengendalian erosi permukaan dengan penyemprotan campuran material hydroseeding (seperti benih vegetasi, perekat, mulsa, pupuk dan air) pada permukaan lereng atau tebing jalan. Vegetasi ini akan berfungsi sebagai lapisan pelindung atau penyangga antara atmosfer dan tanah sehingga menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi (Arsyad, 2006). Pemilihan jenis vegetasi yang tepat dalam campuran hydroseeding akan berpengaruh terhadap persentase penutupan dan kemampuannya dalam menurunkan besarnya erosi permukaan lereng jalan yang terjadi.Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pengaruh vegetasi dan perekat lateks yang yang digunakan dalam campuran hydroseeding serta intensitas curah hujan terhadap besarnya erosi permukaan tanah. Metode penelitian ini adalah uji coba laboratorium dan lapangan di lereng Ruas Jalan Lingkar Gentong Tasikmalaya dengan kemiringan 45 - 50 derajat. Variabel yang diamati terdiri dari jenis vegetasi, persentase penutupan, jenis perekat, dan intensitas curah hujan. Variabel tidak bebas adalah penurunan besarnya erosi permukaan tanah (%). Hasil penelitian memperlihatkan adanya pengaruh antara intensitas curah hujan dan penutupan vegetasi dengan besarnya erosi permukaan tanah. Dalam skala laboratorium, pada intensitas hujan 60 mm/jam, penurunan erosi bisa mencapai 100%. Dalam skala lapangan, pada penutupan vegetasi 90 % dan intensitas curah hujan 40.7 mm/jam – 45,2 mm/jam, besarnya erosi permukaan tanah dapat direduksi minimal 88%. Vegetasi yang memperlihatkan kinerja penurunan erosi yang tinggi adalah Pueraria Javanica, Signal dan Rhodes. Selain itu, perekat Lateks dapat digunakan sebagai pengganti perekat PAM dalam campuran hydroseeding. Kata Kunci: hydroseeding, vegetasi, persentase penutupan, erosi, intensitas curah hujan. Abstract Hydroseeding technology is an effort to control surface erosion by spraying a mixture of hydroseeding material (such as vegetation seeds, adhesives, mulch, fertilizer and water) on the surface of slopes or road cliffs. This vegetation will function as a protective layer or buffer between the atmosphere and soil, thereby eliminating the influence of rain and topography on erosion (Arsyad, 2006). The selection of the right type of vegetation in a hydroseeding mixture will affect the percentage of cover and its ability to reduce the amount of erosion on the road surface that occurs.The purpose of this study is to examine the effect of vegetation and latex adhesives used in hydroseeding mixtures and rainfall intensity on the amount of soil surface erosion. This

Page 595: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 584

research method is laboratory and field trials on the slopes of the Tasikmalaya Ring Road Circle with a gradient of 45 - 50 degrees. The observed variables consisted of vegetation type, cover percentage, adhesive type, and rainfall intensity. The dependent variable is the decrease in the amount of soil surface erosion (%). The results showed an influence between rainfall intensity and vegetation cover with the amount of soil surface erosion. On a laboratory scale, at 60 mm/hour rain intensity, erosion reduction can reach 100%. On a field scale, at 90% vegetation cover and rainfall intensity of 40.7 mm/hour - 45.2 mm / hour, the amount of soil surface erosion can be reduced by at least 88%. Vegetation that shows a high erosion reduction performance is Pueraria Javanica, Signal and Rhodes. Besides, the adhesive in the hydroseeding mixture can use latex. Key Words: hydroseeding, vegetation, percentage of cover, erosion, rainfall intensity

PENDAHULUAN Pada umumnya, erosi pada permukaan lereng atau tebing jalan terjadi pada lereng yang terbuka atau tidak ditumbuhi tanaman. Pada saat musim hujan, air yang jatuh ke permukaan tanah tidak dapat ditahan dan mengalir lebih cepat sehingga menggerus permukaan lereng jalan. Selain itu, kejadian ini dapat menyebabkan kemunduran sifat tanah dan sedimentasi (Wudianto 1989). Lebih jauh lagi, erosi permukaan ini menjadi indikator awal dari terjadinya longsor yang dapat menimbulkan kerusakan yang lebih besar. Erosi akan berlangsung terus menerus pada lahan yang bertopografi miring, lereng yang terjal dan erosivitas agen penyebab erosi yang tinggi serta diikuti oleh pengelolaan dan penggunaan lahan yang salah yaitu tidak mengikuti kaidah konservasi air tanah. Erosi tanah juga dipengaruhi oleh limpasan permukaan, curah hujan, tutupan tanaman dan bagaimana cara mengelola tanah (Morgan and Rickson 2011). Penanganan erosi pada lereng atau tebing jalan umumnya sudah banyak dilakukan di antaranya dengan menggunakan metode vegetatif, mekanik dan kimia. Di antara ketiga metode tersebut, metode vegetatif dianggap paling ramah lingkungan dan membutuhkan biaya yang relatif kecil. Namun demikian metode vegetatif ini bila dilakukan secara konvensional akan membutuhkan waktu yang cukup lama dan membahayakan keselamatan pekerja bilamana lereng atau tebing jalan yang ditangani memiliki kemiringan lebih dari 60 derajat (curam). Salah satu metode vegetatif yang dapat diterapkan untuk menangani masalah erosi tersebut adalah teknologi hydroseeding. Teknologi hydroseeding merupakan teknologi alternatif penanaman dengan menggunakan bahan seperti benih vegetasi, perekat seperti polyacrylamide (PAM) atau lateks, pupuk, mulsa, air, atau bahan lainnya yang disemprotkan menggunakan hydroseeder (Siswomartono 1989). Benih vegetasi yang ditanaman melalui teknologi hydroseeding akan tumbuh dan berkembang dengan cepat dibandingkan dengan metode konvensional atau ditanaman secara gebalan/lempengan. Vegetasi yang tumbuh akan menutupi permukaan tanah sehingga dapat berfungsi sebagai pelindung permukaan tanah dari tumbukkan air hujan, penurun kecepatan aliran permukaan dan volume air larian, penahan partikel-partikel tanah pada tempatnya melalui sistem perakaran dan seresah yang dihasilkan dan dapat mempertahankan kemantapan agregat tanah dalam menyerap air (Asdak 2002). Kehilangan air tanah pada tanah yang ditanami terjadi akibat evaporasi dan transpirasi sedangkan pada tanah yang terbuka kehilangan air tanah hanya terjadi akibat evaporasi saja. Hal ini berarti tanah yang ditumbuhi tanaman lebih cepat kering dan akan lebih lambat jenuh air sehingga laju infiltrasi tetap besar yang berarti mengurangi volume aliran permukaan (Seta 1987). Vegetasi penutup tanah dalam menahan partikel-partikel tanah mulai terlihat efektif pada saat penutupan vegetasi tersebut sudah mencapai 70%, di mana pada kondisi tersebut penurunan besarnya erosi permukaan tanah mencapai minimal 90% (kinerja tersebut ditunjukkan oleh rumput vetiver yang ditanam secara konvensional pada lereng dengan

Page 596: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 585

kemiringan 45 derajat (Sunandar 2016). Namun demikian, kinerja tersebut untuk vegetasi lain yang ditanam melalui teknologi hydroseeding pada lereng jalan yang memiliki struktur tanah substandar dan kemiringan berbeda belum banyak dikaji. Adapun tujuan kajian ini adalah mengetahui pengaruh vegetasi (persen penutupan) yang ditanaman melalui teknologi hydroseeding dan intensitas curah hujan terhadap besarnya erosi permukaan tanah. Selain pengaruh vegetasi, variabel lain yang dievaluasi adalah peranan perekat lateks sebagai pengganti PAM dalam meningkatkan kinerja teknologi hydroseeding. TINJAUAN PUSTAKA Hydroseeding Hydroseeding adalah proses penanaman dengan menggunakan campuran yang terdiri dari biji tanaman, perekat, mulsa, pupuk dan air. Campuran tersebut kemudian diangkut dalam tangki truk atau trailer dan disemprotkan di atas lahan yang telah dipersiapkan dalam tapak yang seragam (Riyanto, D and Waluya 2014). Teknik hydroseeding sangat cocok di terapkan pada areal yang luas dan kondisi tanah dengan lereng yang terjal, hal ini jika dilakukan dengan penanaman secara tradisional akan sangat menyulitkan bahkan membahayakan jiwa seseorang. Peranan Vegetasi dalam Menurunkan Besarnya Erosi Permukaan Vegetasi merupakan lapisan pelindung atau penyangga antara atmosfer dan tanah. Suatu vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal atau rimba yang lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi (Arsyad 2006). Vegetasi mempengaruhi siklus hidrologi melalui pengaruhnya terhadap air hujan yang jatuh dari atmosfer ke permukaan bumi, ke tanah, dan batuan di bawahnya. Oleh karena itu, vegetasi mempengaruhi volume air yang masuk ke sungai dan danau, ke dalam tanah dan cadangan air di bawah tanah. Bagian vegetasi yang ada di atas permukaan tanah, seperti daun dan batang menyerap energi perusak hujan, sehingga mengurangi dampak terhadap tanah. Bagian vegetasi yang ada di dalam tanah yang terdiri atas sistem perakaran, meningkatkan kekuatan mekanik tanah (Morgan and Rickson 2011). Pertumbuhan vegetasi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar (lingkungan). Faktor dalam atau faktor genetik adalah faktor vegetasi itu sendiri, yaitu sifat yang terdapat di dalam bahan tanam/benih yang digunakan dalam budidaya tanaman. Adapun yang dimaksud dengan bahan tanam/benih menurut Undang-undang RI No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman. Faktor lingkungan adalah faktor yang ada di sekeliling tanaman, di mana beberapa ilmuwan mengelompokkan faktor lingkungan ini menjadi dua kelompok, yaitu kelompok abiotik (iklim, tanah) dan kelompok biotik (makhluk hidup) yaitu biotik (tanaman dan hewan) dan anthrofis (manusia) (Arsyad 2006). Pertumbuhan Vegetasi dengan Menggunakan Teknologi Hydroseeding Penerapan teknologi hydroseeding dalam pertumbuhan vegetasi dapat dimasukkan dalam faktor lingkungan yaitu adanya peranan manusia dalam memperbaiki kondisi tanah (melalui pemberian mulsa, bahan pemantap tanah, pupuk dan air) sehingga mempengaruhi pertumbuhan vegetasi. Mulsa dalam campuran hydroseeding yang digunakan adalah mulsa organik yaitu mulsa serutan kayu. Penggunaan mulsa organik berfungsi menekan pertumbuhan gulma yang mengganggu tanaman utama, mempertahankan agregat tanah dari hantaman air hujan, memperkecil erosi permukaan tanah, mencegah penguapan air dan melindungi tanah dari terpaan sinar matahari. Selain itu, peranan mulsa dalam campuran hydroseeding dapat membantu memecah dormansi suatu benih dengan memberikan energi panas dari hasil dekomposisi yang akan memecah dormansi benih (Riyanto, D and Waluya 2014). Pemberian mulsa berupa serutan kayu berfungsi meningkatkan pertumbuhan tanaman muda dengan memberikan fasilitas perkembangan akar

Page 597: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 586

tanaman sehingga dapat secara nyata meningkatkan hasil tanaman (Mashayekhan and Hojjati 2013). Mulsa memiliki sifat menahan dan menyimpan air yang baik sehingga akan sangat dibutuhkan oleh tanaman selama proses pertumbuhan hal tersebut dapat berpengaruh terhadap bobot segar tanaman yang akan dihasilkan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian serbuk gergaji sebagai mulsa organik dapat berpengaruh pada peningkatan tinggi tanaman. Pemberian bahan pemantap tanah dalam campuran hydroseeding dapat meningkatkan berat segar dan berat kering tanaman (Yulianda 2009). Hal ini terbukti dari hasil penelitian di mana berat segar dan berat kering tanaman kacang hijau meningkat setelah diberi bahan pemantap tanah yang kemudian dapat meningkatkan kapasitas lapang atau kemampuan tanah dalam menahan air (Masduqi, Izzati and Saptiningsih 2012). Pengaruh kombinasi antara mulsa yang berperan sebagai bahan organik dan bahan pemantap tanah sebagai perekat, mampu memberikan ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dan perbaikan pada tanah selama proses pertumbuhan tanaman menjadi dewasa. Bahan pemantap tanah yang digunakan dalam campuran hydroseeding adalah jenis bahan pemantap Polyacrilamide (PAM). PAM adalah polymer non-hidrophobik yang mempunyai bagian aktif amide yang mengikat bagian-bagian – OH pada butir liat melalui ikatan hidrogen (Arsyad 2006). Dalam kenyataannya, penggunaan PAM dalam campuran hydroseeding masih memiliki kekurangan yaitu daya rekatnya yang masih rendah (ikatan antar agregat tanahnya kurang stabil) setelah disemprotkan pada permukaan lereng (Sunandar, 2013). Oleh karena itu, untuk menjawab permasalahan tersebut perlu dicari bahan perekat lain yang memiliki daya rekat lebih baik dari PAM. Bahan pemantap tanah lain yang memungkinkan digunakan adalah Lateks dengan pertimbangan bahwa bahan tersebut berupa bahan lokal yang berlimpah dan harga murah. HIPOTESIS Dari uraian latar belakang dan permasalahan yang terjadi di atas dapat diduga bahwa:

• Semakin besar persen penutupan vegetasi akan memperbesar persen penurunan besarnya tanah tererosi

• Semakin besar intensitas curah hujan maka erosi yang terjadi semakin besar

• Dilihat dari kemampuan merekatkan material hydroseeding dan pertumbuhan vegetasi, perekat lateks dapat digunakan sebagai pengganti perekat PAM

METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di 2 lokasi yaitu: (i) kampus Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan dan (ii) di Lereng Ruas Jalan Lingkar Gentong, Kabupaten Tasikmalaya yang berada pada ketinggian 739 - 744 meter di atas permukaan laut (dpl). Bahan dan Alat Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih vegetasi (yang terdiri dari rumput Signal, rumput Bermuda, rumput Rhodes, legum Pueraria javanica, rumput vetiver), serutan kayu, pemantap tanah PAM, pupuk kandang dan air. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah atau kantong plastik, gelas ukur, timbangan analitik, ring sampel, timbangan kasar, oven dan alat bantu lainnya. Rancangan Percobaan dan Perlakuan Secara garis besar, eksperimen ini dilakukan pada skala laboratorium dan skala lapangan (full scale). Skala laboratorium dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh persen penutupan dan intensitas curah hujan terhadap besarnya tanah tererosi. Sedangkan skala lapangan dimaksudkan untuk memvalidasi hasil uji coba laboratorium terhadap kondisi nyata. Rancangan Eksperimen di Laboratorium

Page 598: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 587

Untuk mendapatkan pertumbuhan rumput yang baik, tanah harus memenuhi persyaratan tertentu sebagai media pertumbuhan, yaitu:

• Material yang cukup halus (lempung dan lanau) sehingga dapat mempertahankan kadar air yang memadai (biasanya 15-20%) atau mengacu pada Sistem Klasifikasi Tanah (ASTM D-Penunjukan 2.487);

• Kedalaman yang cukup tanah untuk memberikan zona akar yang memadai;

• pH yang baik untuk pertumbuhan tanaman (biasanya 5,5-6,0); • Tanah harus memiliki kepadatan sesuai kondisi lereng eksisting;

• Ruang pori yang cukup untuk memungkinkan penetrasi akar dan itu akan akan dilakukan pada permukaan permukaan tanah setebal 4 - 6 inci (tanpa pemadatan)

Lereng dirancang dengan ukuran tinggi total 200 cm, lebar total lereng 500 cm (dibagi menjadi 5 perlakuan yaitu: rumput Rhodes, Bahia, Signal, mulsa, dan kontrol), dan lebar bagian atas 100 cm, kemiringan 60 derajat. Lebih detail dapat dilihat pada gambar 1. Tanah yang tersedimentasi atau tererosi akan terkumpul pada bagian bawah boks dan selanjutnya diuji laboratorium.

Gambar 1. Sketsa Lereng Buatan Keterangan: R: Rhodes, B: Bahia, S: Signal, M: Mulsa, dan K: Kontrol (tanah)

Rancangan Eksperimen di Lapangan

Luas areal 2.000 - 3.000 m2 Kemiringan lereng 50 derajat Tanah rawan erosi (dapat dilihat secara visual dengan adanya endapan atau butiran tanah

pada dasar lereng atau dengan pengujian erodibilas/kepekaan tanah) Intensitas curah hujan eksisting diperkirakan pada rentang 10 s.d 60 mm/jam Dekat dengan sumber air, Mudah diakses, Mudah dalam pengawasan Lereng dibagi dalam tiga ulangan yang masing-masing ulangan terdiri dari 12 petak

(demplot): T-1. T-2, T-3, T-4,..T-12. Penetapan tiap petak atau demplot dilakukan secara acak (random) sehingga diperolah rancangan seperti terlihat pada Tabel 1 dan Gambar 2

Masing-masing petak berdimensi: 6 m x 2 m = 12 m2

50

cm

50

cm

150 cm

500 cm

200 cm

100 cm

60o

TAMPAK SAMPING

TAMPAK DEPAN

R R B B

S S M M K K

Page 599: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 588

Tabel 1.Tata Letak Tiap Perlakuan Penelitian Aplikasi Teknologi Hydroseeding

No Ulangan -1 (U-1)

Ulangan – 2 (U-2)

Ulangan – 3 (U-3)

1. Vetiver (T-1) Kontrol (T-11) Bermuda + PAM (T-6) 2. Rhodes + Lateks (T-2) Signal + PAM (T-7) Rhodes + PAM (T-12) 3. Mulsa Tanpa Bibit (T-3) Signal + Lateks (T-9) Kontrol (T-11) 4. Bambu Zigzag (T-4) Rhodes + PAM (T-2) PJ + Lateks (T-3) 5. PJ + PAM (T-5) Rhodes + Lateks (T-6) Rhodes + Lateks (T-5) 6. Bermuda + PAM (T-6) Bermuda + Lateks (T-12) Mulsa Tanpa Bibit (T-2) 7. Signal + PAM (T-7) Mulsa Tanpa Bibit (T-3) Signal + PAM (T-7) 8. PJ + Lateks (T-8) Vetiver (T-1) Vetiver (T-1) 9. Siagnal + Lateks (T-9) PJ + Lateks (T-5) Bermuda + Lateks (T-10) 10. Bermuda + Lateks (T-10) Bambu Zigzag (T-4) Bambu Zigzag (T-4)

11. Kontrol (T-11) PJ + PAM (T-8) Signal + Lateks (T-9) 12. Rhodes + PAM (T-12) Bermuda + PAM (T-10) PJ + PAM (T-8)

Gambar 2. Skema Tampak Atas Lereng Uji Coba

Page 600: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 589

Rancangan Campuran Material Hydroseeding

Jenis Vegetasi Jenis vegetasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah rumput yang banyak

digunakan dan didapat di pasaran. Rumput tersebut antara lain: Rumput Rhodes, rumput Signal, dan Bermuda. Jumlah biji yang digunakan dalam campuran hydroseeding mengacu dari hasil penelitian tahun 2013, yaitu sebanyak 5 – 22 gram/m2. Selain menggunakan biji rumput, dalam penelitian ini pun digunakan rumput vetiver dan biji dari jenis cover crops yaitu PJ

Pupuk/Kompos Untuk membantu pertumbuhan vegetasi, pupuk yang digunakan adalah pupuk organik atau

pupuk buatan yang tidak beracun dan ramah lingkungan. Oleh karena itu pupuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk tunggal dengan komposisi NPK (1:2:1). Sedangkan Kompos atau pupuk alam yang digunakan adalah kotoran domba. Kebutuhan pupuk NPK sebanyak 3 g/m2 dan 500 gr/m2 untuk kompos (mengacu pada hasil penelitian tahun 2013).

Mulsa

Terdapat banyak jenis mulsa yang digunakan dalam campuran Hydroseeding, mulai dari jerami, kertas, daun, sekam padi, serutan kayu, dan mulsa pabrikan. Dari hasil penelitian 2013 diperoleh hasil bahwa campuran pulsa yang baik adalah serutan kayu dan koran (70:30). Jumlah mulsa yang dibutuhkan per m2 sebanyak 200 – 250 gr/m2.

Bahan Pengikat

Bahan pengikat yang dipilih dalam penelitian ini adalah lateks dan PAM (sebagai pembanding). Lateks pada campuran material Hydroseeding ini berfungsi sebagai lem atau perekat campuran pada permukaan lereng atau tanah. Jumlah PAM yang digunakan sebanyak 3 gr/m2 sedangkan lateks sebanyak 0,5 liter.

Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yang dimaksudkan untuk menggambarkan bagaimana hubungan intensitas curah hujan dan persen penutupan vegetasi terhadap besarnya tanah tererosi dan komparasi antara penggunaan perekat Lateks dan PAM terhadap besarnya tanah tererosi. Variable bebas:

• Curah hujan

• Jeni vegetasi

• Penutupan tanah oleh vegetasi Variable tidak bebas:

• Erosi (tingkat erosi)

Page 601: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 590

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perekat terhadap Daya Lekat Penggunaan Lateks sebagai pengganti perekat PAM dalam campuran hydroseeding menunjukkan hasil yang baik pada skala laboratorium dan lapangan, di mana secara visual campuran hdyroseeding dapat menempel pada permukaan tanah membentuk lapisan yang elastis dan kedap air. Proses pembentuk lapisan ini membutuhkan waktu penguapan kurang lebih 10 menit. Berbeda dengan perekat PAM, di mana campuran hydroseeding langsung menempel pada permukaan tanah dan tidak membutuhkan waktu penguapan. Namun demikian, setelah mengering kemampuan melekatnya menjadi berkurang dengan dicirikan terlepasnya campuran hydroseeding dari permukaan tanah pada saat terkena air. Pengaruh Perekat Terhadap Pertumbuhan Vegetasi Pada skala laboratorium, untuk lereng yang ditangani dengan campuran hydroseeding (mulsa-PAM-biji), pada umur pengamatan 3 bulan, ketiga jenis rumput memperlihatkan kepadatan kanopi yang optimal yaitu mendekati 95%. Berbeda dengan kepadatan kanopi rumput pada lereng yang ditangani dengan campuran hydroseeding (mulsa-lateks-biji), pada umur 3 bulan kepadatan baru mencapai 17% - 60%. Kepadatan kanopi rumput ini akan berbeda satu sama lain, rumput Bahia memang secara morfologis berdaun lebih kecil dan pertumbuhannya menjalar arah horizontal, sehingga tidak akan setinggi rumput Rhodes atau Signal. Kepadatan kanopi rumput ini secara tidak langsung berfungsi dalam menurunkan laju aliran air hujan (run off) pada permukaan tanah. air yang seharusnya langsung menumbuk permukaan tanah, karena ada kanopi kecepatan alirannya menjadi berkurang. Pada skala lapangan di lereng jalan Lingkar Gentong, pertumbuhan penutupan vegetasi yang diamati dilakukan selama 6 bulan, lihat Tabel 2. Jenis vegetasi yang diamati adalah rumput Vertiver, Signal, Rhodes, Bermuda dan Cover Crops (PJ). Berdasarkan plot penutupan vegetasi terlihat bahwa pada awal pengamatan terdapat tiga kelompok penutupan tanah oleh vegetasi, yaitu: Kelompok Pertama terdiri dari perlakuan dengan rumput Vetiver, PJ dan Lateks, serta PJ dan PAM yang memiliki persen penutupan paling rendah dibanding perlakuan lainnya di awal pengamatan. Namun, mulai dari waktu pengamatan yang ke-4 ketiga perlakuan ini memiliki kenaikan persen penutupan yang sangat signifikan, sehingga di pengamatan yang ke-6 ketiga perlakuan ini memiliki penutupan 100%, kecuali vetiver hanya 96,67%. Kelompok Kedua terdiri dari perlakuan dengan rumput Bermuda dan PAM, serta Rhodes dan Lateks yang memiliki penutupan sekitar 50% di awal pengamatan. Berbeda dengan kelompok satu yang cenderung memiliki kesamaan dalam hal kenaikan penutupannya, untuk kelompok ini kenaikan penutupannya berbeda. Untuk perlakuan dengan menggunakan rumput Bermuda dan PAM, penutupannya justru menjadi yang paling rendah hingga akhir pengamatan, atau dengan kata lain penutupan tanah menggunakan perlakuan ini cenderung lambat. Sedangkan untuk perlakuan yang menggunakan rumput Rhodes dan Lateks, penutupannya memiliki kenaikan yang cukup tinggi sehingga di akhir pengamatan memiliki penutupan sebesar 100%. Kelompok Ketiga terdiri dari perlakuan dengan rumput Signal baik untuk Lateks maupun PAM, Rhodes dan PAM serta Bermuda dan Lateks yang memiliki penutupan cukup tinggi sekitar 65% di awal pengamatan. Namun, untuk perlakuan dengan menggunakan rumput Bermuda dan Lateks, kenaikan penutupannya sangat lambat. Sehingga, di akhir pengamatan persen penutupannya menjadi kedua yang paling rendah. Perlakuan dengan menggunakan rumput Rhodes dan PAM memiliki kenaikan penutupan yang konsisten hingga di akhir

Page 602: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 591

pengamatan penutupannya sebesar 97.67%. Sedangkan untuk perlakuan menggunakan rumput Signal baik menggunakan PAM maupun Lateks, kenaikan proses penutupan tanahnya cenderung konsisten, sehingga di akhir pengamatan penutupannya mencapai 100%.

Tabel 2. Penutupan Rata-rata Vegetasi di Lereng Jalan Lingkar Gentong

Penutupan Rata-rata / Periode Pengamatan (%)

Jenis Vegetasi 1 2 3 4 5 6

Vetiver 26.67 38.33 46.67 68.33 92.67 96.67

Rhodes + Lateks 51.67 58.33 63.33 75.00 96.67 100.00

PJ + PAM 30.00 36.67 41.67 75.00 99.33 100.00

Bermuda + PAM 47.67 53.33 58.33 70.00 75.00 80.00

Signal + PAM 65.00 70.00 76.67 86.67 91.33 100.00

PJ + Lateks 28.33 33.33 40.00 81.67 98.33 100.00

Signal + Lateks 70.00 76.67 81.67 88.33 90.67 100.00

Bermuda + Lateks 66.67 71.67 76.67 85.00 90.00 90.00

Rhodes + PAM 66.67 80.00 85.00 91.00 94.00 96.67

Sumber: Pusjatan, 2015 Hubungan Persen Penutupan Vegetasi dan Intensitas Curah Hujan terhadap Penurunan Besar Erosi Tanah Pengaruh intensitas curah hujan, penutupan vegetasi dan besarnya erosi permukaan tanah dalam skala laboratorium menunjukkan bahwa erosi permukaan dapat direduksi dengan adanya penerapan campuran hydroseeding (+rumput) baik itu pada intensitas curah hujan 30 mm/jam bahkan pada intensitas hujan 60 mm/jam. Pada intensitas hujan 60 mm/jam, penurunan erosi bisa mencapai 100%. Kondisi ini terjadi pada lereng yang sudah ditutupi rumput sebesar 95% baik oleh rumput Rhodes, Bahia, maupun Signal. Begitu juga dengan hanya menggunakan campuran hydroseeding saja (tanpa rumput), erosi permukaan lereng dapat dikurangi (reduksi) hingga 81,78%. Sedangkan untuk lereng tanpa menggunakan campuran hydroseeding (kontrol), erosi permukaan terjadi hingga 140,5 gram/m2 (pada intensitas hujan 60 mm/jam dan 34,47 gram/m2 pada intensitas hujan 30 mm/jam).

Tabel 3. Tanah kering tererosi intensitas 30 mm/jam

Page 603: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 592

Tabel 4. Tanah kering tererosi intensitas 60 mm/jam

Sejalan dengan hasil uji coba laboratorium, hasil uji coba lapangan pun menunjukkan adanya

pengaruh intensitas curah hujan dan penutupan vegetasi dengan besarnya tanah tererosi.

Besarnya erosi permukaan tanah yang tertinggi terjadi pada saat intensitas curah hujan semakin

tinggi yaitu pada rentang 40.7 mm/jam – 45,2 mm/jam. Pada intensitas curah hujan antara 9

mm/jam – 13 mm/jam dan pada penutupan vegetasi 50% - 90%, besarnya erosi permukaan tanah

hampir tidak terjadi. Hal ini diperkirakan karena penutupan vegetasi sudah mulai berfungsi, dilain

sisi intensitas pada rentang tersebut masih rendah sehingga tidak menimbulkan erosi yang besar

(lihat Gambar 3, 4 dan 5). Pada penutupan vegetasi 90 % dan intensitas curah hujan 40.7 mm/jam

– 45,2 mm/jam, besarnya erosi permukaan tanah dapat direduksi minimal 88%. Besarnya erosi

permukaan tanah yang terjadi pada setiap jenis vegetasi selalu dibandingkan dengan kontrol yaitu

tanpa vegetasi.

Selain itu, dari hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa vegetasi yang dikombinasikan dengan

perekat Lateks (dalam campuran hydroseeding) lebih baik dibandingkan dengan penggunaan

PAM. Khususnya dalam hal menurunkan besar erosi. Vegetasi yang memperlihatkan kinerja

penurunan erosi yang tinggi adalah PJ, Signal dan Rhodes. Hal ini dikarenakan secara morfologi,

ke tiga vegetasi tersebut memiliki daya tutup yang cukup rapat dan cepat dengan perakaran yang

relatif dalam (Sarief 1993).

Page 604: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 593

Gambar 3. Pengaruh Intensitas Hujan terhadap Penurunan Besarnya Erosi Permukaan Tanah pada Penutupan Vegetasi 50%

Sumber: Pusjatan, 2015

Gambar 4. Pengaruh Intesitas Hujan terhadap Penurunan Besarnya Erosi Permukaan Tanah pada Penutupan Vegetasi 70%

Sumber: Pusjatan, 2015

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

I = 10.4 mm/jam

I = 28.6 mm/jam

I = 40.7 mm/jam

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

80,0

90,0

100,0

I = 9.8 mm/jam

I = 30.1 mm/jam

I = 44.9 mm/jam

Page 605: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 594

Gambar 5. Pengaruh Intesitas Hujan terhadap Penurunan Besarnya Erosi Permukaan Tanah pada Penutupan Vegetasi 90%

Sumber: Pusjatan, 2015

Dari hasil uji coba laboratorium dan lapangan terlihat adanya sedikit perbedaan kemampuan

penutupan vegetasi dalam mereduksi besarnya tanah tererosi, di mana hasil uji coba laboratorium

menunjukkan hasil yang relatif lebih tinggi atau lebih baik dibandingkan dengan hasil uji coba

lapangan. Perbedaan tersebut terjadi karena adanya faktor lain di lapangan yang belum dapat

dikondisikan secara ideal sebagaimana uji coba di laboratorium. Namun demikian secara

keseluruhan, hasil yang didapat masih menunjukkan adanya semakin tinggi intensitas curah hujan

maka besarnya tanah tererosi akan semakin besar pula. Namun demikian dengan adanya vegetasi,

kejadian erosi tersebut dapat diturunkan seiring dengan semakin besarnya penutupan vegetasi

terhadap permukaan lereng. Menurut (Sitepu, Selintung dan Harianto 2017) hasil penelitian

menyatakan bahwa Intensitas curah hujan memiliki pengaruh yang berbanding lurus dengan

erosi. Intensitas hujan yang tinggi akan menambah besarnya laju erosi tanah yaitu I23, I34

dan I51 masing-masing sebesar 23,04 g/m2/jam, 59,52 g/m2/jam dan 61,68 g/m2/jam. (Yulina,

et al. 2015) menyatakan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan tingginya erosi adalah faktor

curah hujan yang tinggi, erodibilitas, panjang lereng dan kemiringan lereng yang cukup terjal.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

I = 12.8 mm/jam

I = 29.89mm/jam

Page 606: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 595

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Adanya pengaruh antara intensitas curah hujan dan penutupan vegetasi dengan besarnya erosi permukaan tanah. Hasil penelitian dalam skala laboratorium menunjukkan bahwa erosi permukaan dapat direduksi dengan adanya penerapan campuran hydroseeding (+rumput) baik itu pada intensitas curah hujan 30 mm/jam bahkan pada intensitas hujan 60 mm/jam. Pada intensitas hujan 60 mm/jam, penurunan erosi bisa mencapai 100%. Skala lapangan menunjukkan bahwa besarnya erosi permukaan tanah yang tertinggi terjadi pada saat intensitas curah hujan semakin tinggi yaitu pada rentang 40.7 mm/jam – 45,2 mm/jam. Pada intensitas curah hujan antara 9 mm/jam – 13 mm/jam dan pada penutupan vegetasi 50% - 90%, besarnya erosi permukaan tanah hampir tidak terjadi. Hal ini diperkirakan karena penutupan vegetasi sudah mulai berfungsi, dilain sisi intensitas pada rentang tersebut masih rendah sehingga tidak menimbulkan erosi yang besar. Pada penutupan vegetasi 90 % dan intensitas curah hujan 40.7 mm/jam – 45,2 mm/jam, besarnya erosi permukaan tanah dapat direduksi minimal 88%. Perekat Lateks dapat digunakan sebagai pengganti perekat PAM dalam campuran hydroseeding SARAN Saran untuk penelitian ini adalah Teknologi Hydroseeding dapat diterapkan untuk penanganan erosi permukaan lereng jalan yang tersebar di Indonesia DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Sinatala. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press. Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press. Masduqi, Ahmad Fuad, Munifatul Izzati, and Endang Saptiningsih. 2012. "Pengaruh Penambahan

Pembenah Tanah Dari Pistia stratiotes L. dan Ceratophyllum demersum L. Pada Tanah Pasir dan Liat Terhadap Kapasitas Lapang dan Pertumbuhan Kacang Hijau (Vigna radiata L.)." Buletin Anatomi dan Fisiologi 56-67.

Mashayekhan, Armin, and Seyed Mohammad Hojjati. 2013. "Effect of wood chip application on root growth of oak seedling and weed control in northern Iran." Journal of Forestry Research 607–610.

Morgan, Roy P.C., and R.J Rickson. 2011. Slope Stabilization and Erosion Control: A Bioengineering Approach: A Bioengineering Approach. London: Taylor & Francis.

Riyanto, Heru, Pahlana D, and U Waluya. 2014. "Efisiensi Dan Efektivitas Formulasi Bahan Hydroseeding Terhadap Perkecambahan Benih Tanaman Hutan." Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Das Terpadu Untuk Kesejahteraan Masyarakat 163-177.

Sarief, E. S. 1993. Ilmu Tanah Pertanian. Bandung: CV. Pustaka Buana. Seta, Ananta Kusuma. 1987. Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air. Jakarta: Kalam Mulia. Siswomartono, Dwiatmo. 1989. Ensiklopedi Konservasi Sumber Daya. Jakarta: Penerbit

Erlangga. Sitepu, Farid, Mary Selintung, and Tri Harianto. 2017. "Pengaruh Intensitas Curah Hujan dan

Kemiringan Lereng Terhadap Erosi yang Berpotensi Longsor ." Penelitian Enjiniring 23-27.

Sunandar, Asep. 2013. Penanganan Erosi Permukaan Lereng Jalan secara Vegetatif melalui Teknologi Hydroseeding. Bandung: Pusat Litbang Jalan dan Jembatan.

—. 2016. Penanganan Erosi Permukaan pada Lereng Jalan dengan Sistem Vetiver. Bandung: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Wudianto, R. 1989. Mencegah Erosi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Page 607: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 596

Yulianda. 2009. "kim.urg.ac.Id/index.php.KIMFIIP/article/download/2 445/2424." kim.urg.ac.Id. 05 05. Accessed September 01, 2019. kim.urg.ac.Id/index.php.KIMFIIP/article/download/2 445/2424.

Yulina, Henly, Daud Siliwangi Saribun, Zulkarnaen Adin, and Muhammad Hilda Rizki Maulana. 2015. "Hubungan antara Kemiringan dan Posisis Lereng dengan Tekstur Tanah, Permeabilitas dan Erodibilitas Tanah pada Lahan Tegalan di Desa Gunungsari, Kecamatan Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya ." Jurnal Agrikultura 15-22.

Page 608: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 597

INISIATIF PEMBANGUNAN JALAN HIJAU DI INDONESIA : KORELASI ANTARA KUALITAS KONSTRUKSI DAN TINGKAT PEMAHAMAN PELAKU

PEMBANGUNAN

Angga Maesa Danu1, Aisyah Almira2, et al3 1, 2, 3 Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat,

Jl. Raden Patah I Nomor 1-Jakarta Selatan 12110. 1, 2 Email: [email protected], [email protected]

Abstrak Salah satu isu yang cukup krusial di masyarakat dunia adalah kerusakan lingkungan dan pemanasan global, termasuk di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dari tahun 1987 sampai 2017 pertumbuhan pembangunan jalan di Indonesia meningkat sebesar 151,12%. Dampak negatif dari pembangunan jalan antara lain pemanasan global akibat gas emisi rumah kaca, kerusakan lingkungan dan meningkatnya jumlah limbah akibat proses konstruksi. Indonesia berada di urutan ke 5 dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca atau sekitar 4,63% (World Resources Institute, 2005). Emisi gas rumah kaca Nasional pada tahun 2017 sebesar 1.154.126 GgCO2e (Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional, 2018). konsumsi energi yang besar dengan pertumbuhan 2% per tahun sampai tahun 2020 akan menghasilkan emisi global CO dan gas rumah kaca lainnya naik menjadi 2 kali lipat. Untuk mengurangi dampak tersebut maka dikenalkan konsep green road construction yang diharapan dapat meningkatkan kualitas jalan. Pada penilitian ini, pelaku pembangunan menilai kategori-kategori jalan hijau adalah hal yang baik bahkan sangat baik jika diimplementasikan serta memahami setiap kategori Jalan Hijau yang dianalisis secara deskriptif menggunakan metode Severity index dan Uji Statistik Kata Kunci : Green Road, Pemahaman Pelaku Pembangunan, Severity index Abstract One of quite crucial issue in the world community is environmental damage and global warming, including in Indonesia. Based on data of Central Bureau of Statistic of Indonesia from 1987 to 2017 the growth of road construction in Indonesia increased by 151.12%. Negative impacts of road construction include global warming due to greenhouse gas emissions, environmental damage and increasing amounts of waste due to the construction process. Indonesia ranks 5th in producing greenhouse gas emissions or around 4.63% (World Resources Institute, 2005). National Greenhouse Gas emissions in 2017 amounted to 1,154,126 GgCO2e (National Greenhouse Gas Inventory Report, 2018). Large energy consumption with growth of 2% per year until 2020 will result in global CO and other greenhouse gas emissions doubling (Kwanda, 2003). To reduce this impact, the green road construction concept was introduced which was expected to improve the quality of roads. The initiation of the concept can be seen from the level of understanding of the Development Actor analyzed descriptively using the Severity index method and the Statistical Test. Key Word : Green Road, Understanding of Development Actors, Severity index

Page 609: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 598

1. PENDAHULUAN Green Road, atau ada yang mengenalnya dengan istilah jalan hijau, adalah suatu konsep

jalan yang ramah lingkungan dan arti dari green road sendiri itu adalah kegiatan penyelenggaraan jalan yang menerapkan prinsip lingkungan dimulai dari tahap pembiayaan, perencanaan, desain, konstruksi dan pemeliharaan jalan. serta penanganan dampak perubahan iklim. Jalan hijau adalah jalan yang dirancang dan dibangun dengan mengikuti persyaratan dan menerapkan kriteria jalan hijau. Pelaksanaan jalan hijau dilakukan pada tahap perancangan dan pelaksanaan konstruksi. Tahap perancangan dan pelaksanaan konstruksi dipilih karena lebih banyak praktek-praktek yang dapat mendukung visi pembangunan berkelanjutan.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Green road construction atau konstruksi jalan hijau adalah sebuah gerakan berkelanjutan yang mencitacitakan terciptanya konstruksi jalan sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pemakaian produk konstruksi yang ramah lingkungan, efisien dalam pemakaian energi dan sumber daya, serta berbiaya rendah. (Mohammad Hasan, 2011). Green Construction adalah suatu perencanaan dan pelaksanaan proses konstruksi untuk meminimalkan dampak negative proses konstruksi terhadap lingkungan agar terjadi keseimbangan antara kemampuan lingkungan dan kebutuhan hidup manusia untuk generasi sekarang dan mendatang (Ervianto, W.I., 2012). A Greenroad is defined as roadway project that has been designed and constructed to a level of sustainability that is substantially higher than current common practice (Green Roads Manual V 1.5., 2011).

Green Construction adalah suatu tindakan yang dalam aplikasinya baik dari material dan bahanya selalu bersifat green (Ramah Lingkungan). (PT. Jasamarga Persero, 2011). Definisi green roads adalah kegiatan penyelenggaraan jalan yang menerapkan prinsip lingkungan dimulai dari tahap pembiayaan, perencanaan, desain, konstruksi, dan pemeliharaan jalan. serta penanganan dampak perubahan iklim. Sedangkan prinsip lingkungan adalah prinsip yang mengedepankan dan memperhatikan unsur pelestarian lingkungan seperti pemanfaatan secara efektif dan efisien sumber daya air dan energi, pengurangan limbah dan polusi, dan pensinergisan lingkungan alami dan buatan. Dalam pembangunan green roads dikenal beberapa prinsip penting, yaitu meminimalkan pemanfaatan energi dan air, mengurangi penggunaan sumber daya alam tak terbarukan, desain dan material yang meminimalkan dampak lingkungan akibat pembangunan dan pengoperasian jalan (polusi udara, suara, getaran, dan limbah), serta lansekap jalan membaur dengan lingkungan sekitar.

Prinsip lingkungan adalah prinsip yang mengedepankan dan memperhatikan unsur pelestarian lingkungan seperti pemanfaatan secara efektif dan efisien sumber daya air dan energi, pengurangan limbah dan polusi, serta pensinergisan lingkungan alami dan buatan (Nanda, 2013). Penerapan Green Road dapat menciptakan nilai dari beberapa aspek berkelanjutan (sustainable), yaitu aspek lingkungan, sosial dan peningkatan ekonomi. Sedangkan prinsip lingkungan adalah prinsip yang mengedepankan dan memperhatikan unsur pelestarian lingkungan seperti pemanfaatan secara efektif dan efisien sumber daya air dan energi, pengurangan limbah dan polusi, dan pensinergisan lingkungan alami dan buatan (Nanda, 2013). Selain aspek lingkungan, yang ditinjau dalam konsep green road, adalah juga mengenai aspek sosial dan aspek ekonomi, yang dilakukan sepanjang tapak proyek selama tahap pra konstruksi, tahap konstruksi, dan sampai tahap pasca konstruksi. Agar konsep jalan berkelanjutan ini dapat diterapkan maka kriteria jalan hijau perlu didesiminasikan kepada seluruh pemangku kepentingan diantaranya Owner (Pihak Pemerintah), Konsultan Perencana, Kontraktor, serta pihak Akademisi. Pemahaman pihak-pihak tersebut perlu diketahui sehingga dapat dilihat sejauh mana kesiapan daerah dalam menindaklanjuti pembangunan jalan yang berkelanjutan. Dengan adanya kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk menyusun strategi dalam penerapan jalan berkelanjutan di Indonesia. (Karlina, 2015).

Page 610: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 599

3. METODE PENELITIAN Metode dan strategi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penentuan variabel

penelitian, melakukan tahapan pengumpulan data, analisis data, kesimpulan dan saran. Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari kategori dan sub kategori dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam Buku Pedoman Kriteria Menuju Jalan Hijau nomor 04/SEM/2018 tanggal 23 Maret 2018. Variabel tersebutlah yang menjadi acuan dalam penyusunan kuesioner dengan pengembangan pernyataan kuesioner berdasarkan indikator/kriteria dari masing-masing sub kategori. Survei dilakukan melalui pembagian kuesioner kepada responden yang terlibat dalam pekerjaan konstruksi diantaranya kontraktor, konsultan, dan indikator dalam keusioner.

Tabel 1. Kategori dan Sub Kategori dalam Kuesioner

Kategori Subkategori

Konservasi Lingkungan Air, Udara, dan Alam

Upaya pelatihan kesadaran lingkungan

Upaya mitigasi bencana

Upaya Pengurangan polusi udara/debu pada saat pelaksanaan konstruksi/pasca konstruksi

sertifikat sistem manajemen lingkungan dan penerapan inovasi pelaksana pekerjaan

Upaya penghijauan

Upaya Perlindungan dan penghindaran kehilangan habitat

Upaya penyediaan sistem drainase jalan

Upaya Pembatasan Penerangan Jalan

Upaya Pereduksi Kebisingan

Pelaksanaan Konstruksi

Upaya perencanaan kegiatan daur ulang sampah konstruksi dan sampah dari kantor/base camp kontraktor

Metode penggunaan peralatan/armada pelaksanaan konstruksi dengan teknologi tertentu sehingga emisi dapat dikurangi

Pemantauan penggunaan air pada pelaksanaan Konstruksi

Penggunaan Peralatan konstruksi yang memenuhi ambang batas emisi

Pengurangan penggunaan bahan bakar fosil pada pelaksanaan konstruksi/basecamp kontraktor

Pelaksanaan koordinansi tim perancang dan pelaksana konstruksi untuk mengefektifkan dan mengefisiensikan waktu pelaksanaan konstruksi

kontraktor memiliki sertfikat sistem manajemen mutu (SMM)

Penjaminan mutu pelaksanaan konstruksi oleh kontraktor bahwa produk pelaksanaan konstruksi sesuai mutu

Penggunaan energi terbarukan dan penerapan inovasi

menyiapkan dokumen untuk investasi atau aktivitas "pembelian karbon" terkait dengan upaya pengurangan gas rumah kaca atau emisi karbon

Teknologi Perkerasan untuk Kendaraan

Perancangan umur rencana perkerasan

Perencanaan campuran dingin untuk perkerasan lentur

Penggunaan perkerasan porus yang berfungsi untuk meresapkan dan mengalirkan air permukaan di perkerasan jalan yang dilengkapi dengan fasilitas saluran keluar air jika sudah melebihi kapasitas

Perancangan permukaan perkerasan yang dapat mengurangi kebisingan Perancangan dapat menggunakan beberapa cara, yaitu: pencampuran yang memiliki porositas tinggi, penggunaan agregat halus pada urutan 1,27mm-6,35mm, penggunaan lapisan tambahan untuk perkerasan beton

Page 611: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 600

Kategori Subkategori

Perancangan campuran beraspal hangat pelaksanaan pencampuran dilakukan pada temperatur 30˚c (temperatur pencampuran yang di maksud yaitu saat keluar dari drum pencampuran)

Transportasi dan Masyarakat

Penyediaan fasilitas pemandangan menarik

Akses dan fasilitas pejalan kaki

Akses dan fasilitas persepeda

Akses dan fasilitas pengguna angkutan umum

Penataan ornamen dan lanskap jalan

Audit keselamatan

Material dan Sumber Daya Alam

Penggunaan material lokal

Penggunaan material daur ulang

Efisiensi penggunaan energi penerangan jalan

Keseimbangan galian-timbunan

Pemanfaatan material berlebih ke luar lokasi poyek Sumber: Pedoman Kriteria Menuju Jalan Hijau, 2018

Penilitian menggunakan skala likert 1-5 dalam menentukan tingkat kualitas dan tingkat pemahaman pelaku pembangunan. Responden diminta untuk memberikan jawaban tingkat kualitas Jalan dan tingkat pemahaman dari pernyataan kuesioner yang ada. Jawaban kuesioner responden kemudian diberikan skor berdasarkan kesesuaian dengan kunci jawaban kuesioner. Dimana Skor jawaban yang benar bernilai 5 dan skor terendah bernilai 1.

Tabel 2. Skala Likert Tingkat Kualitas Jalan dan Tingkat Pemahaman

Skala Likert untuk Tingkat Kualitas Jalan

Skala Likert untuk Tingkat Pemahaman

1 Sangat Buruk 1 Sangat Sulit

2 Buruk 2 Sulit

3 Cukup 3 Cukup

4 Baik 4 Paham

5 Sangat Baik 5 Sangat Paham

Sumber: Hasil PengAnalisis 2019 Setelah semua data dari responden terkumpul maka dilakukan analisis data yang dibagi dalam dua tahapan yaitu: A. Analisis tingkat kualitas jalan dan tingkat pemahaman dari masing-masing pelaku

pembangunan menggunakan severity index

severity index(I) =(∑ 𝑎𝑖𝑋𝑖5

𝑖=1

∑ 𝑋𝑖5𝑖=1

) (100%)

Keterangan : I = Severity index Xi = Jumlah frekuensi responden ai = 1,2,3,4,5 Severity index dari keseluruhan indikator dihitung berdasarkan skor setiap responden. Sementara itu, nilai severity index pada Sub Kategori diperoleh dari nilai rata-rata dari setiap indikator pada sub kategori. Nilai Maksimum dari severity index yaitu 1 yang berarti sangat paham (untuk tingkat pemahaman) atau sangat baik (untuk tingkat kualitas jalan) dan nilai minimunnya yaitu 0.2 yang berarti sangat sulit (untuk tingkat pemahaman) atau sangat buruk untuk (untuk tingkat kualitas jalan).

Page 612: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 601

B. Melakukan uji beda persepsi diantara masingmasing pemangku kepentingan terkait

pemahaman jalan berkelanjutan dengan metode analisis statistik inferisial menggunakan software IBM SPSS statistics 21. Adapun tahapannya: a) Uji Normalitas

Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan metode Sahpiro-Wilk karena jumlah responden <50. Outputnya menjelaskan hasil uji apakah sebuah distribusi data bisa dikatakan normal atau tidak (Syofian, 2017). Pedoman pengambilan keputusan:

• Nilai sig. atau signifikansi < 0,05 maka dsitribusi tidak normal (asimetris).

• Nilai sig. atau signifikansi > 0,05 maka distribusi adalah normal (simetris). b) Uji Deskriptif

Analisis deskriptif adalah bentuk analisis data penelitian untuk menguji generalisasi hasil penelitian berdasarkan satu sampel. Hasil analisis apakah hipotesis penelitian dapat digeneralisasikan. Uji statistic dalam analisis deskriptif bertujuan untuk menguji hipotesis dari penelitian yang bersifat deskriptif. (Syofian, 2017).

c) Uji Statistik Parametrik Analisis parametrik adalah satistika yang mempertimbangkan jenis sebaran/distribusi data yang berdistribusi normal dan memiliki varians homogeny. Pada umumnya, data yang digunakan pada statistik parametrik ini bersifat interval dan rasio. Analisis parametrik responden dilihat dari pendidikan dan lama pengalaman kerja. Uji yang digunakan adalah uji One Way Anova karena penelitian ini menggunakan satu faktor yang memiliki tiga atau lebih kelompok kriteria (Syofian, 2017).

d) Uji Korelasi Analisis hubungan (korelasi) adalah suatu bentuk analisis data dalam penelitian yang bertujuan mengetahui kekuatan atau bentuk arah hubungan di antara dua variabel atau lebih, dan besarnya pengaruh yang disebabkan oleh variabel yang satu (Variabel bebas) terhadap variabel lainnya (variabel terikat). (Syofian, 2017).

4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Severity index

Berdasarkan hasil survei, jumlah kuesioner yang dikembalikan dan terisi yaitu 31 responden. Untuk lebih jelasnya mengenai data demografi responden dapat dilihat table di bawah ini.

Tabel 3. Data Responden

No Afiliasi Pendidikan Lama Bekerja

1 Kontraktor D4/S1 6 - 10 Tahun

2 Kontraktor D4/S1 0 - 5 Tahun

3 Konsultan Pengawas/Perencana

D4/S1 0 - 5 Tahun

4 Pemerintah (Owner) D4/S1 0 - 5 Tahun

5 Konsultan Pengawas/Perencana

D4/S1 0 - 5 Tahun

6 Pemerintah (Owner) S3 > 20 Tahun

7 Pemerintah (Owner) D4/S1 0 - 5 Tahun

8 Pemerintah (Owner) D4/S1 0 - 5 Tahun

9 Pemerintah (Owner) D4/S1 0 - 5 Tahun

Page 613: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 602

No Afiliasi Pendidikan Lama Bekerja

10 Pemerintah (Owner) D4/S1 0 - 5 Tahun

11 Pemerintah (Owner) D4/S1 0 - 5 Tahun

12 Badan Usaha S2 0 - 5 Tahun

13 Badan Usaha S2 0 - 5 Tahun

14 Pemerintah (Owner) D4/S1 0 - 5 Tahun

15 Pemerintah (Owner) D4/S1 0 - 5 Tahun

16 Kontraktor S2 0 - 5 Tahun

17 Kontraktor S2 0 - 5 Tahun

18 Kontraktor S2 0 - 5 Tahun

19 Konsultan Pengawas/Perencana

D4/S1 0 - 5 Tahun

20 Kontraktor S2 0 - 5 Tahun

21 Pemerintah (Owner) D4/S1 0 - 5 Tahun

22 Konsultan Pengawas/Perencana

D4/S1 0 - 5 Tahun

23 Konsultan Pengawas/Perencana

D4/S1 0 - 5 Tahun

24 Pemerintah (Owner) D4/S1 0 - 5 Tahun

25 Akademisi D4/S1 0 - 5 Tahun

26 Akademisi D4/S1 0 - 5 Tahun

27 Badan Usaha D4/S1 0 - 5 Tahun

28 Badan Usaha S2 6 - 10 Tahun

29 Kontraktor D4/S1 0 - 5 Tahun

30 Badan Usaha S2 0 - 5 Tahun

31 Kontraktor D4/S1 0 - 5 Tahun

Sumber: Hasil PengAnalisis 2019 Berdasarkan data responden di atas, di dapat nilai severity index sebagai berikut : Tabel 4. Nilai Severity index Terhadap Tingkat Kualitas Jalan

Kategori Subkategori Nilai Index

Klasifikasi

Konservasi Lingkungan Air, Udara, dan Alam

Upaya pelatihan kesadaran lingkungan 74 Baik

Upaya mitigasi bencana 77 Baik

Upaya Pengurangan polusi udara/debu pada saat pelaksanaan konstruksi/pasca konstruksi

76 Baik

sertifikat sistem manajemen lingkungan dan penerapan inovasi pelaksana pekerjaan

77 Baik

Upaya penghijauan 77 Baik

Upaya Perlindungan dan penghindaran kehilangan habitat

71 Baik

Upaya penyediaan sistem drainase jalan 81 Baik

Upaya Pembatasan Penerangan Jalan 62 Baik

Upaya Pereduksi Kebisingan 73 Baik

Page 614: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 603

Kategori Subkategori Nilai Index

Klasifikasi

Pelaksanaan Konstruksi

Upaya perencanaan kegiatan daur ulang sampah konstruksi dan sampah dari kantor/base camp kontraktor

71 Baik

Metode penggunaan peralatan/armada pelaksanaan konstruksi dengan teknologi tertentu sehingga emisi dapat dikurangi

78 Baik

Pemantauan penggunaan air pada pelaksanaan Konstruksi

73 Baik

Penggunaan Peralatan konstruksi yang memenuhi ambang batas emisi

73 Baik

Pengurangan penggunaan bahan bakar fosil pada pelaksanaan konstruksi/basecamp kontraktor

75 Baik

Pelaksanaan koordinansi tim perancang dan pelaksana konstruksi untuk mengefektifkan dan mengefisiensikan waktu pelaksanaan konstruksi

79 Baik

kontraktor memiliki sertfikat sistem manajemen mutu (SMM)

85 Sangat Baik

Penjaminan mutu pelaksanaan konstruksi oleh kontraktor bahwa produk pelaksanaan konstruksi sesuai mutu

84 Sangat Baik

Penggunaan energi terbarukan dan penerapan inovasi

82 Sangat Baik

menyiapkan dokumen untuk investasi atau aktivitas "pembelian karbon" terkait dengan upaya pengurangan gas rumah kaca atau emisi karbon

72 Baik

Teknologi Perkerasan

untuk Kendaraan

Perancangan umur rencana perkerasan 83 Sangat Baik

Perencanaan campuran dingin untuk perkerasan lentur

75 Baik

Penggunaan perkerasan porus yang berfungsi untuk meresapkan dan mengalirkan air permukaan di perkerasan jalan yang dilengkapi dengan fasilitas saluran keluar air jika sudah melebihi kapasitas

80 Baik

Perancangan permukaan perkerasan yang dapat mengurangi kebisingan Perancangan dapat menggunakan beberapa cara, yaitu: pencampuran yang memiliki porositas tinggi, penggunaan agregat halus pada urutan 1,27mm-6,35mm, penggunaan lapisan tambahan untuk perkerasan beton

77 Baik

Perancangan campuran beraspal hangat pelaksanaan pencampuran dilakukan pada temperatur 30˚c (temperatur pencampuran

69 Baik

Page 615: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 604

Kategori Subkategori Nilai Index

Klasifikasi

yang di maksud yaitu saat keluar dari drum pencampuran)

Transportasi dan

Masyarakat

Penyediaan fasilitas pemandangan menarik 79 Baik

Akses dan fasilitas pejalan kaki 81 Sangat Baik

Akses dan fasilitas persepeda 80 Baik

Akses dan fasilitas pengguna angkutan umum

79 Baik

Penataan ornamen dan lanskap jalan 77 Baik

Audit keselamatan 81 Sangat Baik

Material dan Sumber

Daya Alam

Penggunaan material lokal 77 Baik

Penggunaan material daur ulang 75 Baik

Efisiensi penggunaan energi penerangan jalan

74 Baik

Keseimbangan galian-timbunan 82 Sangat Baik

Pemanfaatan material berlebih ke luar lokasi poyek

77 Baik

Sumber: Hasil PengAnalisis 2019

Berdasarkan hasil analisis severity index di atas terkait tingkat kualitas jalan bila konsep jalan hijau ini diimplementasikan, dari 31 responden menilai kategori-kategori jalan hijau adalah hal yang baik bahkan sangat baik jika diimplementasikan sebagai langkah perbaikan terkait isu masyarakat dunia yaitu kerusakan lingkungan dan efek pemanasan global. Dari 35 sub kategori terdapat 7 sub kategori jalan hijau yang dinilai sangat baik jika diimplementasikan yaitu A. Kontraktor memiliki sertifikat sistem manajemen mutu dalam kategori pelaksanaan

konstruksi Pelaksana proyek jalan atau kontraktor yang memiliki sertifikat sistem manajemen mutu dimaksudkan agar kontraktor dapat menjaga kesehatan pekerja, keselamatan pekerja konstruksi, dan menjaga mutu konstruksi.

B. Penjaminan Mutu Pelaksanaan Konstruksi oleh Kontraktor Bahwa Produk Pelaksanaan Konstruksi Sesuai Mutu pada Proses Pelelangan Penjaminan mutu pelaksanaan konstruksi oleh kontraktor dimaksudkan agar produk pelaksanaan konstruksi tetap sesuai mutu yang disyaratkan pada proses pelelangan. Dengan adanya penjaminan mutu akan terdapat manfaat peningkatan masa layan, pengurangan biaya konstruksi, biaya pemeliharaan jalan, dan perbaikan akuntabilitas.

C. Penggunaan energi terbarukan dan penerapan inovasi Subkategori ini meliputi penggunaan energi terbarukan dan adanya inovasi yang yang dimaksudkan untuk bermanfaat aktivitas konstruksi. Penggunaan energi terbarukan dimaksudkan untuk mengurangi penggunaan energi listrik/ energi tidak terbarukan. Penjelasan kriteria harus mencantumkan peralatan/fasilitas yang menggunakan energi listrik atau energi lainnya yang terbarukan. Inovasi yang dimaksud pada kategori aktivitas pelaksanaan konstruksi adalah kegiatan yang tidak ada pada kriteria di kategori ini. Inovasi tersebut berdasarkan teknologiteknologi melakukan daur ulang, mengurangi emisi, dan menggunakan energi terbarukan dengan

Page 616: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 605

teknologi yang tidak disebutkan pada 5.2. Penjelasan kriteria harus mencantumkan gambaran inovasi yang dilakukan dan manfaat yang didapat.

D. Perancangan umur rencana perkerasan jalan Perancangan umur rencana perkerasan jalan dirancang agar memiliki umur panjang. Perancangan perkerasan meliputi umur rencana perkerasan lentur, yaitu 40 tahun untuk lapis pondasi dan umur rencana 20 tahun untuk lapis permukaan perkerasan. Umur rencana perkerasan beton adalah 40 tahun. Perancangan jembatan tidak termasuk dalam kategori ini. Penjelasan kriteria pada perkerasan untuk kendaraan harus mencantumkan: a) Jenis perkerasan, beban lalu lintas yang akan lewat (Equivalent single axle loadESALs),

desain ketebalan, CBR tanah dasar. b) Acuan yang dapat digunakan: Manual Desain Perkerasan Jalan Direktorat Jenderal Bina

Marga. E. Penyediaan akses dan fasilitas pejalan kaki

Penyediaan akses ini dimaksudkan untuk menyediakan jalur (akses-akses) pejalan kaki dan fasilitas-fasilitas pejalan kaki untuk kenyamanan pejalan kaki. Kriteria-kriteria yang termasuk pada kategori ini ditunjukkan sebagai berikut. a) Melengkapi jalur pejalan kaki dengan peneduh (dari tanaman/ atap buatan). b) Melakukan perancangan jalur pejalan kaki baru dengan memperhatikan aspek

kemudahan dalam pemeliharaan. c) Menyediakan jembatan penyeberangan/zebra cross yang terhubung dengan jalur

pejalan kaki dapat menggunakan acuan Tata Cara Perencanaan Jembatan Penyeberangan Untuk Pejalan Kaki di Perkotaan, Jembatan No 027/T/Bt/1995.

F. Pelaksanaan audit keselamatan jalan Pelaksanaan audit keselamatan jalan oleh pihak independen dimaksudkan untuk meningkatkan keselamatan pekerja (kontraktor) dan pengguna jalan melalui kegiatan audit keselamatan jalan. Diharapkan kegiatan tersebut dapat menurunkan risiko terjadinya kecelakaan yang berimbas pada biaya dan nilai hidup seseorang. Kriteria-kriteria yang termasuk pada kategori ini ditunjukkan sebagai berikut. a) Melakukan audit keselamatan pada tahap prakonstruksi (sebelum pelaksanaan konstruksi).

Contoh: RTA pembangunan fly over diaudit untuk meminimalkan perubahan rencana pada saat pelaksanaan konstruksi. Hasil audit adalah penambahan panjang marka serong sebelum naik ke fly over.

b) Melakukan audit pada tahap pelaksanaan konstruksi kontraktor/penyelenggara jalan memberi kesempatan audit sebelum dibuka untuk umum atau melakukan laik fungsi jalan. Contoh: perubahan penempatan rambu peringatan adanya tikungan tidak didahului dengan pemberitahuan adanya tikungan;

c) Melakukan audit pada tahap setelah konstruksi; dilaksanakan setelah lalu lintas beroperasi, yaitu untuk mengidentifikasi keselamatan jalan untuk pengguna jalan yang berbeda. Contoh: beberapa hari setelah pembangunan jalan dibuka dan didapatkan bahwa dibutuhkan tanda pemberhentian bis/angkot yang berdekatan dengan area pasar karena banyak pengguna jalan yang menunggu bis/angkot. Kegiatan ini dapat berupa laik fungsi jalan.

G. Keseimbangan galian dan timbunan Sub kategori ini Meminimalkan persentase perbedaan volume pekerjaan tanah antara untuk galian dan timbunan hingga lebih kecil atau sama dengan 10% dari volume keseluruhan rata-

Page 617: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 606

rata material yang dipindahkan. Kriteria ini dimaksudkan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, mengurangi emisi udara, mengurangi gas rumah kaca, mengurangi volume material yang dibuang, mengurangi biaya konstruksi, mengurangi biaya siklus umur jalan. Rumusan berikut digunakan untuk menghitung persentase perbedaan volume pekerjaan tanah antara untuk galian dan timbunan dari volume keseluruhan rata-rata material yang dipindahkan. Berikut ini merupakan hasil analisis severity index terhadap tingkat pemahaman pelaku pembangunan, dalam hal ini Kontraktor, Konsultan, Akademisi dan Owner.

Tabel 5. Nilai Severity index Terhadap Tingkat Pemahaman Pelaku Pembangunan

Kategori Subkategori Nilai Index

Klasifikasi

Konservasi Lingkungan Air, Udara, dan Alam

Upaya pelatihan kesadaran lingkungan 70 Paham

Upaya mitigasi bencana 69 Paham

Upaya Pengurangan polusi udara/debu pada saat pelaksanaan konstruksi/pasca konstruksi

72 Paham

sertifikat sistem manajemen lingkungan dan penerapan inovasi pelaksana pekerjaan

69 Paham

Upaya penghijauan 73 Paham

Upaya Perlindungan dan penghindaran kehilangan habitat

66 Paham

Upaya penyediaan sistem drainase jalan 77 Paham

Upaya Pembatasan Penerangan Jalan 67 Paham

Upaya Pereduksi Kebisingan 67 Paham

Pelaksanaan Konstruksi

Upaya perencanaan kegiatan daur ulang sampah konstruksi dan sampah dari kantor/base camp kontraktor

67 Paham

Metode penggunaan peralatan/armada pelaksanaan konstruksi dengan teknologi tertentu sehingga emisi dapat dikurangi

65 Paham

Pemantauan penggunaan air pada pelaksanaan Konstruksi

70 Paham

Penggunaan Peralatan konstruksi yang memenuhi ambang batas emisi

66 Paham

Pengurangan penggunaan bahan bakar fosil pada pelaksanaan konstruksi/basecamp kontraktor

62 Paham

Pelaksanaan koordinansi tim perancang dan pelaksana konstruksi untuk mengefektifkan dan mengefisiensikan waktu pelaksanaan konstruksi

75 Paham

kontraktor memiliki sertfikat sistem manajemen mutu (SMM)

82 Sangat Paham

Penjaminan mutu pelaksanaan konstruksi oleh kontraktor bahwa produk pelaksanaan konstruksi sesuai mutu

76 Paham

Penggunaan energi terbarukan dan penerapan inovasi

74 Paham

Page 618: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 607

Kategori Subkategori Nilai Index

Klasifikasi

menyiapkan dokumen untuk investasi atau aktivitas "pembelian karbon" terkait dengan upaya pengurangan gas rumah kaca atau emisi karbon

65 Paham

Teknologi Perkerasan

untuk Kendaraan

Perancangan umur rencana perkerasan 77 Paham

Perencanaan campuran dingin untuk perkerasan lentur

67 Paham

Penggunaan perkerasan porus yang berfungsi untuk meresapkan dan mengalirkan air permukaan di perkerasan jalan yang dilengkapi dengan fasilitas saluran keluar air jika sudah melebihi kapasitas

67 Paham

Perancangan permukaan perkerasan yang dapat mengurangi kebisingan Perancangan dapat menggunakan beberapa cara, yaitu: pencampuran yang memiliki porositas tinggi, penggunaan agregat halus pada urutan 1,27mm-6,35mm, penggunaan lapisan tambahan untuk perkerasan beton

65 Paham

Perancangan campuran beraspal hangat pelaksanaan pencampuran dilakukan pada temperatur 30˚c (temperatur pencampuran yang di maksud yaitu saat keluar dari drum pencampuran)

61 Paham

Transportasi dan

Masyarakat

Penyediaan fasilitas pemandangan menarik 74 Paham

Akses dan fasilitas pejalan kaki 79 Paham

Akses dan fasilitas persepeda 75 Paham

Akses dan fasilitas pengguna angkutan umum 77 Paham

Penataan ornamen dan lanskap jalan 69 Paham

Audit keselamatan 73 Paham

Material dan Sumber Daya

Alam

Penggunaan material lokal 74 Paham

Penggunaan material daur ulang 67 Paham

Efisiensi penggunaan energi penerangan jalan 69 Paham

Keseimbangan galian-timbunan 72 Paham

Pemanfaatan material berlebih ke luar lokasi poyek

72 Paham

Sumber: Hasil Analisis 2019 Berdasarkan hasil analisis severity index terhadap tingkat pemahaman pelaku pembangunan, dalam hal ini Kontraktor, Konsultan, Akademisi dan Owner sudah paham mengenai konservasi lingkungan air, udara dan alam. Dari 35 subkategori jalan hijau, hanya 1 yang sangat dipahami oleh pelaku pembangunan terhadap subkategori jalan hijau yaitu kontraktor memiliki sertfikat sistem manajemen mutu (SMM) pada kategori pelaksanaan konstruksi dengan nilai index sebesar 82. Acuan yang digunakan untuk memenuhi kriteria ini adalah

a) Dokumen sertifikat ISO 9001:2015 b) Dokumen sistem manajemen mutu yang memenuhi persyaratan SNI ISO 9001:2015, tetapi

belum mendapatkan sertifikat resmi

Page 619: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 608

c) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 04/PRT/M/2009 tentang Sistem Manajemen Mutu Departemen Pekerjaan Umum.

d) Instruksi Kerja Pengawasan Pembangunan Jembatan 030/BM/2011, Manual Konstruksi dan Bangunan.

4.2 Analisis Statistika A. Uji Normalitas

Dari 31 sampel penelitian yang diperoleh, maka dilakukan uji normalitas terhadap setiap variabel. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS Versi 21. hasilnyanya menjelaskan hasil uji apakah sebuah distribusi data bisa dikatakan normal atau tidak. Pedoman pengambilan keputusan: a. Nilai sig. atau signifikansi < 0,05 maka dsitribusi tidak normal (asimetris). b. Nilai sig. atau signifikansi > 0,05 maka distribusi adalah normal (simetris). Hasil uji normalitas yang dihitung menggunakan software SPSS Versi 21 dapat dilihat pada tabel dan gambar grafik berikut: Tabel 6. Hasil Uji Normalitas

Tests of Normalityc

Tingkat Pendidikan Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Tingkat Pemahaman D4/S1 ,165 22 ,124 ,928 22 ,110

S2 ,161 8 ,200* ,950 8 ,715

Sumber : Hasil Analisis 2019 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa seluruh variabel mimiliki tingkat signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 pada kolom Shapiro-Wilk, maka dikatakan distribusi keseluruhan variabel adalah Normal. Dalam uji normalitas ini, yang ditinjau adalah hasil dari kolom Shapiro-Wilk karena jumlah responden < 50, sedangkan hasil dari kolom Kolmogorof-Smirnov digunakan apabila jumlah respoden > 50.

B. Analisis Parametrik Analisis parametrik responden dilihat dari pendidikan dan lama pengalaman kerja. Uji yang digunakan adalah uji One Way Anova karena karena penelitian ini menggunakan satu faktor yang memiliki tiga atau lebih kelompok kriteria (Syofian, 2017). Tabel 7. Pengelompokkan Kriteria Berdsarkan Tingkat Pendidikan Responden

Kategori Pendidikan

Kelompok Pendidikan Jumlah

1 D4/S1 22

2 S2 8

3 S3 1

Sumber : Hasil Analisis 2019

Page 620: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 609

Tabel 8. Pengelompokkan Kriteria Berdasarkan Lama Pengalaman Kerja

Sumber : Hasil Analisis 2019

Tabel 9. Hasil Uji Descriptives terhadap Tingkat Pendidikan Responden

Descriptives

N Mean Std. Deviation

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum

Lower Bound

Upper Bound

D4/S1 22 135,23 26,403 5,629 123,52 146,93 93 175

S2 8 124,88 17,820 6,300 109,98 139,77 97 148

S3 1 170,00 . . . . 170 170

Total 31 133,68 25,070 4,503 124,48 142,87 93 175

Tabel 10. Hasil Uji Homogeneity of Variances

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2,811a 1 28 ,105

Sumber : Hasil Analisis 2019

Tabel 11. Hasil Uji Anova

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1992,036 2 996,018 1,654 ,209

Within Groups 16862,739 28 602,241 Total 18854,774 30

Sumber : Hasil Analisis 2019

Berdasarkan hasil uji parametrik terhadap tingkat pendidikan, pada uji deskriptif rata-rata-rata sampel sebesar 133,68 dengan jumlah responden sebanyak 31, dan pada hasil uji Homogeneity of Variances menunjukkan bahwa sampel penelitian bersifat homogen karena nilai Nilai sig. atau signifikansi 0,105 > 0,05 (Syofian, 2017). Pada hasil analisis One Way Anova, hipotesis yang digunakan adalah H0= Tidak ada berbedaan persepsi responden yang berbeda pendidikan dan lama bekerja. H1= Terdapat perbedaan minimal satu persepsi responden yang berbeda

pendidikan dan lama bekerja.

Kategori Lama Pengalaman

Kelompok Lama

bekerka Jumlah

1 0 - 5 28

2 6 - 10 2

3 >20 1

Page 621: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 610

Berdasarkan hasil uji One Way Anova menunjukkan nilai signifikansi 0,209 > 0,05, maka H0 diterima (Syofian, 2017). Dengan demikian bahwa tidak ada perbedaan persepsi responden yang berbeda pendidikan dan lama bekerja.

C. Analisis Uji Korelasi Analisis hubungan (korelasi) adalah suatu bentuk analisis data dalam penelitian yang bertujuan mengetahui kekuatan atau bentuk arah hubungan di antara dua variabel atau lebih, dan besarnya pengaruh yang disebabkan oleh variabel yang satu (Variabel bebas) terhadap variabel lainnya (variabel terikat). Berikut adalah hasil uji korelasi menggunakan software SPSS 2.1. Tabel 12. Hasil Uji Korelasi

Correlations

Kualitas Terhadap Jalan

Tingkat Pemahaman

Kualitas Terhadap Jalan

Pearson Correlation 1 ,672**

Sig. (2-tailed) ,000

N 31 31

Tingkat Pemahaman

Pearson Correlation ,672** 1

Sig. (2-tailed) ,000

N 31 31 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Sumber : Hasil Analisis 2019

Menurut Ir. Syofian Siregar, MM.MM dalam buku Metode Peneilitian Kuantitatif, tingkat korelasi dan kekuatan hubungan adalah sebagai berikut:

a. 0,00 – 0,199 = Sangat lemah b. 0,20 – 0,399 = Lemah c. 0,40 – 0,599 = Cukup d. 0,60 – 0,799 = Kuat e. 0,80 – 0,100 = Sangat Kuat

Berdasarkan hasil uji korelasi di atas menunjukkan bahwa nilai pearson correlation antara variabel adalah sebesar 0,672. Artinya korelasi antara kualitas terhadap jalan dengan tingkat pemahaman pelaku pembangunan bernilai kuat.

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Para pelaku pembangunan seperti Kontraktor, Konsultan Perencana/Pengawasa, Badan Usaha, Owner dan Akademisi menilai kategori-kategori jalan hijau adalah hal yang baik bahkan sangat baik jika diimplementasikan sebagai langkah perbaikan terkait isu masyarakat dunia yaitu kerusakan lingkungan dan efek pemanasan global. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pemahaman Kontraktor dan Akademisi sudah paham terkait Kategori Jalan Hijau dan tidak ada perbedaan persepsi responden yang berbeda pendidikan dan lama bekerja. 5.2 Saran

Untuk meningkatkan pemahaman perlu dilakukan desiminasi terkait Jalan Berkelanjutan dan juga pengadaan pelatihan terkait konstruksi yang berkelanjutan agar dapat meningkatkan kesadaran dan wawasan lingkungan serta mampu mengidentifiasi metode praktis terbaik untuk meminimalkan dampak terhadap lingkungan.

Page 622: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 611

6. DAFTAR PUSTAKA BaLitbang Kementrian PU. (2011) Green Road Construction Untuk Keberlanjutan Infrastruktur Ervianto. W. I. (2013). Kajian Green Construction Infrastruktur Jalan Dalam Aspek Konservasi

Sumberdaya Alam. Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 Universitas Sebelas Maret (UNS-Solo). Surakarta. 24-25 Oktober 2013.

Greenroads Foundation. (2011). Greenroads Manualv1.5. Washington: Greenroads Foundation. Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan daan Jembatan (2018) Pedoman Kriteria Menuju

Jalan Hijau. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum. Republik Indonesia. (2011). Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 61 Tahun 2011 tentang

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. Sofiyan, S 2017, Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi dengan Perbandingan Perhitungan

Manual & SPSS, Kencana, Jakarta. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta World Resources 2005 The Wealth of the Poor—ManagingEcosystems to Fight Poverty.

Washington : World Resources Institute

Page 623: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 612

KONSEP SMART INFRASTRUKTURE DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR JALAN UNTUK MENDUKUNG MOBILITY AS A SERVICE

(MaaS) DI INDONESIA

SMART INFRASTRUCTURE CONCEPT IN PROVIDING ROAD INFRASTRUCTURE TO SUPPORT MOBILITY AS A SERVICE (MaaS) IN

INDONESIA

Nicholas Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Jl. A.H. Nasution No 264 Bandung e-mail: [email protected]

Abstrak Penyediaan infrastruktur jalan diarahkan untuk dapat melayani pergerakan barang dan manusia secara efektif dan efisien. Setiap pergerakan tersebut memiliki karakteristik tersendiri yang harus dapat difasilitasi dalam perencanaan maupun perancangan infrastruktur jalan. Dewasa ini, karakteristik pergerakan mengalami perubahan yang signifikan dengan adanya jasa layanan transportasi berbasis aplikasi dan sistem integrasi antar moda. Salah satunya yang akan berkembangan di masa depan adalah Mobility as a Service (MaaS). MaaS memungkinkan pengguna jalan untuk berpindah secara terintegrasi dengan menggunakan moda transportasi publik dan moda pribadi serta mendorong meningkatnya penggunaan moda otonom yang berbasis kepintaran buatan. Hal ini akan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan meningkatkan performa jaringan jalan. Untuk itu diperlukan konsep pengembangan smart infrastructure dalam penyediaan infrastruktur jalan di Indonesia sehingga kegiatan MaaS dapat terlayani. Konsep pengembangan ini dibentuk dengan mempelajari penerapan MaaS yang telah berjalan di negara lain dan mengidentifikasi celah dalam perencanaan maupun perancangan infrastruktur jalan yang berlaku di Indonesia. Celah-celah yang teridentifikasi akan disi oleh penyesuaian yang dapat diterapkan untuk mendorong peningkatan MaaS di Indonesia. Dengan konsep smart infrastructure ini diharapkan pengembangan infrastruktur di Indonesai dapat berkembang secara berkelanjutan mengikuti perkembangan kebutuhan dan teknologi. Keyword: Konsep, Smart Infrastructure, Infrastruktur Jalan, Celah, MaaS Abstract The provision of road infrastructure is directed to be able to serve the movement of goods and people effectively and efficiently. Each of these movements has its own characteristics that must be facilitated in planning and designing road infrastructure. Nowadays, the characteristics of movement experience significant changes with the existence of application-based transportation services and intermodal system integration. One of them that will develop in the future is Mobility as a Service (MaaS). MaaS allows road users to move in an integrated manner using public and private modes, also encourages the use of autonomous modes based on artificial intelligence. This will reduce the use of private vehicles and improve the performance of the road network. This requires smart infrastructure concept development in provision of road infrastructure in Indonesia so that MaaS activities can be served. This development concept was formed by studying the application of MaaS that has been running in other countries and identifying gaps in the planning and design of road infrastructure that applies in Indonesia. The identified gaps will be filled by adjustments that can be applied to encourage an increase in MaaS in Indonesia. With

Page 624: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 613

this smart infrastructure concept, it is expected that infrastructure development in Indonesia can develop in a sustainable manner following the development of needs and technology. Keyword: Concept, Smart Infrastructure, Road Infrastructure, Gap, MaaS

1. PENDAHULUAN Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tahun 2018 mencatat 55% penduduk dunia

tinggal didaerah perkotaan dan memiliki tren yang terus meningkat sampai 68% di tahun 2050. Peningkatan ini membuat Negara didunia menghadapi permasalahan untuk memenuhi kebutuhan perkembangan penduduknya salah satunya sektor transportasi. Pertumbuhan ini akan meningkatkan pergerakan lalu lintas atau mobilisasi barang dan jasa di daerah perkotaan semakin tinggi, cepat dan kompleks. Pergerakan ini merupakan bagian dari kebutuhan (demand) dari masyarakat perkotaan perlu diakomodasi dengan penyediaan sarana dan prasarana transportasi (supply) yang efektif dan efisien dengan mempertimbangkan luasan daerah perkotaan yang terbatas

Penyediaan infrastruktur jalan perkotaan sebagai salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan prasarana transportasi dihadapkan berbagai kendala seperti penyediaan lahan, penurunan kinerja infrastruktur jalan dan perubahan karateristik pergerakan yang cepat dan dinamis. Dewasa ini perubahan karakteristik pergerakan atau cara masyarakat di perkotaan berpindah menjadi hal yang paling signifikan dan dinamis seiring dengan perkembangan teknologi informasi. Masyarakat di perkotaan memiliki kecenderungan untuk bergerak sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing dan bergerak di luar koridor atau rute angkutan umum yang cenderung kaku. Transportasi umum yang dianggap sebagai salah satu cara untuk mencegah kemacetan rentan terhadap rendahnya tingkat keterisian, rendahnya kecepatan operasional, dan rendahnya tingkat kepuasan pengguna yang mengakibatkan masyarakat beralih menuju angkutan pribadi yang berdampak pada peningkatan kemacetan didaerah perkotaan.

Berkembangnya teknologi informasi mendorong terciptanya berbagai macam jasa layanan transportasi berbasis aplikasi seperti road hailing dan road sharing yang menciptakan pergerakan yang lebih dinamis. Karakter pergerakan ini akan mengalami perubahan yang lebih dinamis dengan hadirnya konsep mobility as a service (MaaS) yang memungkinkan masyarkat untuk dapat mengakses segala jenis moda transportasi baik moda pribadi maupun umum yang terintegrasi dalam satu metoda pembayaran. Konsep mobility as a service (MaaS) telah hadir di beberapa Negara maju yang memberikan layanan tranportasi yang lebih baik dibandingkan dengan pelayanan transportasi konvesional dan konsep ini di prediksi sebagai salah satu solusi transportasi di masa yang akan datang untuk mengurangi kendaraan pribadi. Selain itu MaaS akan mendorong berkembangnya penggunaan kendaraan autonomous vehicles (AV) sebagai moda tranportasi yang akan di gunakan. Dengan hadirnya konsep pergerakan yang lebih dinamis dan hadirnya moda yang mengandalkan teknologi informasi menuntut penyediaan infrastruktur yang lebih dinamis. Tuntutan ini perlu diakomadasi dalam perencanaan dan perancangan infrastruktur jalan yang saat ini cenderung kaku.

Salah satu target strategis dalam Visium PUPR adalah menyediaan infrstruktur yang terintegrasi antar moda. Hal ini sejalan dengan kebutuhan dari salah satu jenis pergerakan transportasi dimasa depan (MaaS) yang menitikberatkan pada integrasi antar moda dan pemanfaatan ruang perkotaan. Integrasi antar moda tidak hanya berfoksus kepada angkutan umum namun juga integrasi kendaraan pribadi. Disisi lain pembangunan infrastruktur untuk mengejar laju pertumbuhan pergerakan tidak lagi menjadi solusi dimasa yang akan datang karena memiliki kecenderungan berbiaya tinggi dan bersifat sementara. Untuk itu diperlukan pemanfaatan ruang yang menekankan pada pengunaan ruang pribadi maupun ruang public yang terbatas sehingga infrstruktur jalan dapat bersifat lebih fleksibel.

Page 625: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 614

Kajian ini bertujuan untuk memberikan gambaran hal hal yang dipertimbangkan dalam proses perencanaan dan perancangan infrastruktur jalan sehingga dapat melayani pergerakan transportasi dimasa yang akan datang secara terintegrasi antar moda. Pengkajian dilakukan dengan membandingkan prinsip prinsip perencanaan dan perancangan yang telah ada meliputi ketentuan lajur pejalan kaki, lajur sepeda, lajur sepeda, dan lajur kendaraan dengan prinsip perencanaan dan perancangan yang diperlukan dalam MaaS. Hasil dari kajian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu dasar dalam menyusun suatu pandauan integrasi dalam perencanaan dan perancangan infrastruktur jalan. Sehingga dapat mewujudkan integrasi antar moda dan mengakomodasi pergeakan transportasi dimasa yang akan datang.

2.1 MOBILITY AS A SERVICE (MaaS)

Mobility as a service (MaaS) adalah suatu perubahan paradigma dalam pergerakan masyarakat khususnya daerah perkotaan. MaaS suatu inovasi yang radikal yang berpotensi untuk merubah secara revolusioner sistem transportasi baik manusia dan barang (Sochor et al, 2018). Maas didefinisikan sebagai integrasi dari berbagai jenis moda transportasi baik moda pribadi maupun angkutan umum kedalam satu layanan pergerakan berdasarkan kebutuhan pengguna jalan dalam satu sistem pembayaran (Maas Alliance). MaaS memungkinkan pelaku perjalanan menggunakan moda lebih dari satu moda trasnportasi dengan satu system pembayaran. Moda yang digunakan terdiri dari sepeda, sepeda motor, kendaraan pribadi, taxi, bus dan lain lain. Secara prinsip MaaS merupakan transportasi berdasarkan demand, memiliki layanan berlangganan, dan berpotensi menciptakan pasar (Mulley, 2018) dan MaaS memiliki karakteristik yang membedakannya dari tipe layanan transportasi lainnya seperti pada table 1 ((Jittrapirom et al, 2017). Skema umum MaaS di jelaskan dalam sebagai berikut:

Gambar 1. Pergerakan A ke B menggunakan konvesional dalam satu pembayaran

Gambar 2. Pergerakan A ke B menggunakan MaaS dalam satu pembayaran Gambar 1 menunjukkan pergerakan biasa pengguna jalan menggunakan metoda

perjalanan konvensional dari A ke B dalam satu waktu dengan satu sistem pembayaran. Sedangkan Gambar 2 menunjukan pergerakan menggunakan konsep MaaS, yaitu pergerakan dari A ke B dalam satu waktu dengan menggunakan integrasi beberapa moda dalam satu metoda pembayaran. MaaS di pandang dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan meningkatkan tingkat keterisian dari kendaraan yang beroperasi di jalan. Beberapa keuntungan MaaS bagi pihak yang terlibat (Hietanen, 2014) sebagai berikut:

A B

Moda

A B

Moda Moda Moda n

Page 626: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 615

1. Pengguna, mendapatkan layanan pergerakan tranportasi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna, mendapatkan layanan transportasi yang lancer serta berfungsi dengan baik, dan mendapatkan kemudahan akses untuk bergerak.

2. Sektor public, peningkatan efisiensi sistem transportasi, efisiensi sumber daya yang sesuai dengan kebutuhan nyata dilapangan dan pertumbuhan lapangan pekerjaan yang tercipta dari tranportasi yang handal

3. Sektor Bisnis, terciptanya pasar yang menguntungkan untuk layanan transportasi .

Tabel 1. Karateristis Inti dari Maas (Jittrapirom et al, 2017)

No Karakteristik Deskripsi

1 Integrasi antar moda Tujuan skema MaaS adalah untuk mendorong penggunaan layanan transportasi umum, dengan menyatukan transportasi multi-modal dan memungkinkan pengguna untuk memilih dan memfasilitasi perjalanan antar moda. Moda transportasi yang dipadukan adalah: transportasi umum, taksi, car-share, bike-share, dan lainnya. Untuk perjalanan jarak jauh juga meliputi bus jarak jauh, kereta api, penerbangan dan feri.

2 Opsi tarif Platform MaaS menawarkan kepada pengguna dua jenis tarif dalam mengakses layanan mobilitasnya: “mobilitas package”dan“pay-as-you-go”. Paket ini menawarkan rangkaian berbagai moda transportasi dan termasuk sejumlah km / menit / poin yang dapat digunakan dalam pertukaran untuk pembayaran bulanan. Pay-as-you-go memungut biaya pengguna sesuai dengan penggunaan layanan yang efektif

3 Satu Sistem /Plafom MaaS bergantung pada platform digital (aplikasi seluler atau halaman web) di mana pengguna memiliki akses ke semua layanan yang diperlukan untuk perjalanan mereka: perencanaan perjalanan, pemesanan, tiket, pembayaran, dan informasi. Pengguna juga dapat mengakses layanan bermanfaat lainnya, seperti cuaca perkiraan, sinkronisasi dengan kalender aktivitas pribadi, laporan riwayat perjalanan, faktur, dan umpan balik.

4 Banyak aktor Ekosistem MaaS dibangun berdasarkan interaksi antara berbagai kelompok pelaku melalui digital platform: pemohon mobilitas (mis. pelanggan pribadi atau pelanggan bisnis), pemasok layanan transportasi (mis. publik atau pribadi) dan pemilik platform (mis. pihak ketiga, penyedia angkutan umum, pemerintah). Aktor lain juga dapat bekerja sama untuk memungkinkan berfungsinya layanan dan meningkatkan efisiensinya: otoritas lokal, kliring pembayaran, telekomunikasi dan data perusahaan manajemen.

5 Penggunaan teknologi Berbagai teknologi digabungkan untuk mengaktifkan MaaS: perangkat, seperti komputer seluler dan

Page 627: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 616

No Karakteristik Deskripsi

smartphone; jaringan internet seluler yang andal (WiFi, 3G, 4G, LTE); GPS; e-ticketing dan sistem pembayaran elektronik; sistem manajemen basis data dan infrastruktur teknologi terintegrasi (misalnya: IoT).

6 Orentasi demand MaaS adalah paradigma terfokus pada pengguna dan berusaha menawarkan solusi transportasi yang terbaik dari persepsi pelanggan yang akan dibuat melalui fitur perencanaan perjalanan multimodal

7 Perlu registrasi Pengguna diharuskan untuk bergabung dengan platform untuk mengakses layanan yang tersedia. Akun dapat valid untuk satu individu atau, dalam kasus tertentu, seluruh rumah tangga. Berlangganan tidak hanya memfasilitasi penggunaan layanan tetapi juga memungkinkan personalisasi layanan.

8 Personalisasi Personalisasi memastikan kebutuhan dan harapan pengguna dipenuhi dan lebih efektif efisien dengan mempertimbangkan keunikan masing-masing pelanggan. Sistem dapat menyediakan rekomendasi khusus bagi pengguna akhir berdasarkan profilnya, atau riwayat perjalanan menggunak MaaS

9 Pengaturan Pengaturan memungkinkan pengguna untuk mengubah opsi layanan yang ditawarkan sesuai dengan preferensi mereka. Hal Ini dapat meningkatkan daya tarik MaaS di mata pengguna.

Pada MaaS, pengguna jalan dapat memilih kombinasi moda yang akan digunakan

dengan pertimbangan waktu, jumlah perpindahan moda dan biaya dari perjalanan. Selain itu, perbedaan antara dua konsep pergerakan ini adalah adanya integrasi antara beberapa moda yang terjadi pada konsep MaaS yang merupakan kunci keberhasilan dari konsep pergerakan ini.

Integrasi ini merupakan perpindahan moda yang telah ditentukan berdasarkan pilihan rute

yang dipilih oleh pengguna layanan. Proses perpindahan ini memerlukan ruang dalam ruang jalan sehingga perpindahan dapat berjalan dengan lancar, aman dan selamat. Perubahan pemanfaat ruang jalan akan memberikan pengaruh kepada tata guna lahan (Rantasila, 2015). Disisi lain, MaaS mendorong penggunaan autonomous vehicle (AV) yang akan membut lalu lintas lebih teratur

2.2 SMART INFRASTRUCTURE

Smart infrastructure atau infrastruktur cerdas dapat didefiniskan sebagai infrastruktur yang menggunakan intelligent transport system (ITS) dan meletaknya pada komponen-komponen jalan dan kendaraan sehingga dapat meningkatkan komunikasi antara kendaraan dan infratruktur (Circulate, 2016). Komunikasi yang terbangun ini digunakan untuk menjaga dan meningkatkan kinerja dari infrastuktur jalan, meningkatkan keselamatan dan kenyamanan untuk semua pengguna jalan (FEHRL, 2008)

Page 628: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 617

Kebutuhan infrastruktur cerdas terkait dengan upaya pengurangan kecelakaan. Di banyak Negara maju, industri otomotif telah mengupayakan penngembangan suatu kendaraan pintar yang di lengkapi kecerdasan buatan untuk menekan tingkat kecelakaan. Dalam pengoperasiannya kendaraan membutuhkan informasi yang dapat diolah secara real time. Sebagai informasi ini didapatkan dari infrastruktur jalan seperti kondisi lalu lintas, kondisi lingkungan, dan informasi lainnya. Untuk itu infratruktur harus dapat memeiliki peran lebih sebagai penyuplai informasi, pengolah informasi dan pemberi instruksi kepada kendaraan pintar sehingga perjalaanan selamat, cepat, aman dan nyaman. Hal yang menjadi arahan dalam menyediakan infrastruktur yang cerdas terlihat pada gambar 3. Arahan ini mengikuti konsep visi infrastruktur di Eropa pada tahun 2040.

Gambar3. Arahan pengembangan smart infrastructure

1. Safe design

Kualitas fisik infrastruktur menjadi persyaratan dasar untuk pengembangan infrastruktur cerdas sehingga dapat digunakan dalam kondisi normal. Kualitas yang baik tidak terlepas dari desain yang baik yang dapat mengakomodasi pergerakan moda transportasi. Selain itu, desain yang baik dapat mengurangi potensi kerusakan infrastruktur fisik maupun potensi kecelakaan.

2. Smart desain Kemampuan dalam mengelola lalu lintas menjadi salah satu kunci dalam meningkatkan keselamatan dan kinerja jalan. Smart design memungkinkan untuk menciptakan ruang yang cukup bebas untuk memecahkan permasalahan kemacetan yang diakibatkan volume lalu lintas yang tinggi maupun suatu kejadian khusus. Hal ini mendorong untuk menciptakan infrastruktur yang lebih dinamis dan lebih fleksibel.

3. Smart communication Infrastrukutur jalan memiliki kemampuan untuk mengumpulkan informasi, mengobservasi, menginpretasikan, memutuskan dan mengambil tindakan untuk membantu pengguna jalan atau moda transportasi. Komunikasi yang terjalian antar kendaraan atau vehicle to vehicle (V2V) dan kendaraan dengan infrastruktur atau vehicle to infrastructure (V2I) yang memungkin pengguna kendaraan untuk bereaksi terhadap keadaan lalu lintas.

Smart

Infrastructure Smart Design

Safe Design

Smart

Communication Smart Monitoring

Page 629: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 618

4. Smart monitoring Pengunaan teknologi Intelligent Traffic Systems (ITS) diterapkan dalam infrastruktur untuk mendapatkan atau mengumpulkan data tidak hanya mengenai kondisi lalu lintas, namun juga kondisi infrastruktur dan kondisi lingkungan menggunakan sensor-sensor yangtrepasang pada setiap bagaian infrastruktur. Data yang dihasilkan dapat dikumpulkan menjadi Big Data yang dapat digunakan untuk keperluan memonitoring dan evaluasi.

2.3 PERENCAANAAN DAN PERANCANGAN INFRASTRUKTUR JALAN PERKOTAAN

Infrastruktur jalan perkotaan saat ini masih terfokus kepada perencana dan perancangan yang terbatas pada penyedian fasilitas untuk melayani satu moda tranportasi saja. Beberapa fasilitas yang menakomodiasi moda tranportasi tertentu seperti fasilitas pejalan kaki, lajur sepeda, lajur sepeda motor, dan lajur kendaraan pribadi dan angkutan umum. Secara umum setiap aturan terdiri dari ketentuan atau prinsip perencanaan dan perancangan sebagai berikut:

1. Fasilitas pejalan kaki Penyedian fasilitas pejalan kaki termuat dalam Pd 03 - 2017 – B Tentang Perencanaan teknis fasilitas pejalan kaki dengen prinsip atau kentuan sebagai berikut:

a) Perencanaan

• Memenuhi aspek keterpaduan sistem sistem, dari penataan lingkungan, sistem transportasi, dan aksesilibitas antar kawasan

• memenuhi aspek kontinuitas, yaitu menghubungkan antara tempat asal ke tempat tujuan,dan sebaliknya

• memenuhi aspek keselamatan, keamanan, dan kenyamanan

• memenuhi aspek aksesibilitas, dimana fasilitas yang direncanakan harus dapat diakses oleh seluruh pengguna, termasuk oleh pengguna dengan berbagai keterbatasan fisik

b) Perancangan

• memenuhi kriteria pemenuhan kebutuhan kapasitas (demand)

• memenuhi ketentuan kontinuitas dan memenuhi persyaratan teknis aksesibilitas bagi semua pengguna termasuk pejalan kaki berkebutuhan khusus

• memilih konstruksi atau bahan yang memenuhi syarat keamanan dan relatif mudah dalam pemeliharan (pedoman pemeliharaan diatur di pedoman lain)

2. Lajur sepeda Penyediaan lajur sepeda memeiliki ketentuan perancangan sebagai berikut:

• Merupakan lajur yang diutamakan bagi sepeda

• Merupakan jalur yang di khususkan bagi sepeda

• Direncanakan hanya melayani arus sepeda pada perjalanan jarak dekat atau perjalanan dalam kota

• Memenuhi aspek-aspek keselamatan, keamanan, kenyamanan, dan kelancaran lalu lintas yang diperlukandan mempertimbangkan faktor teknis dan lingkungan

Page 630: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 619

3. Lajur sepeda Motor Penyedian lajur sepeda motor (LSM) memiliki kentuan sebagai berikut:

a) Perencanaan

• Merupakan lajur yang diutamakan bagi kendaraan sepeda motor roda dua;

• LSM di jalan arteri perkotaan berada di sebelah kiri dan dapat dipisahkan dari lajur kendaraan roda empat atau lebih dengan menggunakan pemisah marka dan bangunan pemisah jalan berupa tiang karet.

• Penentuan LSM yang mengambil lajur eksisting bagi kendaraan roda empat atau lebih harus tetap menyisakan lebar minimal lajur kendaraan roda empat atau lebih sebesar 2,75 m

b) Perancangan

• Memenuhi aspek-aspek keselamatan, keamanan, kenyamanan, dan kelancaran lalu lintas yang diperlukan

• Memenuhi standar geometri, kecepatan rencana, jarak pandang, volume lalu lintas;

• Direncanakan untuk dapat melayani arus lalu lintas dengan volume sepeda motor yang tinggi;

• Mempertimbangkan faktor teknis dan lingkungan.

4. Kendaraan penumpang dan angkutan umum Perencanaan dan perancangan kendaraan penumpang mengikuti ketentuan yang tertuang RSNI-T-14-2004 Tentang Geometrik Jalan Perkotaan sebagai berikut:

a) Perencanaan

• Memenuhi aspek keselamatan, kelancaran, efisiensi, ekonomi, ramah lingkungan dan kenyamanan

• Mempertimbangkan dimensi kendaraan

• Mempertimbangkan efisiensi perencanaan

• Mendukung hirarki fungsi dan kelas jalan dalam suatu tatanan sistem jaringan jalan secara konsisten

• Mempertimbangkan pandangan bebas pemakai jalan

• Mempertimbangkan drainase jalan, dan

• Mempertimbangkan kepentingan para penyandang cacat b) Perancangan

• Pengklasifikasian jalan

• Penentuan jumlah lajur

• Penentuan kecepatan rencana

• Kendaraan rencana, dan

• Bagian-bagian jalan Secara umum penyediaan infrastruktur jalan pada bagian perencanaan disyaratkan untuk memenuhi aspek keselamatan, keamanan, kelancaran dan kenyamanan untuk setiap moda transportasi. Sedangkan untuk perancangan di fokuskan pada ketentuan teknis yang khusus melayani moda tersebut.

Page 631: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 620

3. PENGEMBANGAN KONSEP

Perkembangan teknologi yang memdorong terjadinya perubahan pergerakan yang lebih dinamis dan fleksibel. Untuk itu, infrastruktur jalan sebagai salah satu yang memiliki peranan penting dalam mendukung trasnportasi di masa depan memerlukan suatu konsep pengembangan baru yang lebih dapat menyesuaikan dengan kebutuhan pergerakan salah satunya MaaS (Rantasila, 2015; Graham-Rowe et al., 2011). Dengan mempertimbangkan kekurangan yang ada dalam panduan perencanaan dan perancangan infrastruktur jalan, perubahan karakter pergerakan dimasa yang akan datang dan berkembangnya teknologi AV. Pada penyedian infrastruktur saat ini terdapat beberapa hal ayng perlu ditambahkan untuk dapat mengakomodasi kebutuhan pergerakan transportasi yang dinamis. Maka dirumuskanlah suatu konsep awal dinamakan Integrated Smart Road Infrastructure (ISRI) atau infrastruktur jalan pintar terintegrasi yang merupakan pelengkap dari ketentuan yang sudah ada. ISRI secara garis besar terdiri dari beberapa bagian yang meliputi:

1. Prinsip perencanaan Prinsip perencanaan dibutuhkan sebagai acuan dasar dalam penyediaan ISRI yang dikembangakan dalam penyedian infrastruktur jalan saaat ini, diantaranya:

a) Mempertimbangkan aspek keselamatan, keamanan, kecepatan, akurasi dan kenyamanan

• Keselamatan selalu menjadi isu dalam perencaaan transportasi dan menjadi hal utama yang perlu dipertimbangkan. Salah satu yang mendapat perhatian penting adalah keselamatan saat pengguna berpindah dari moda satu ke moda lainnya. Perencaaan ruang pindah moda harus dapat menjamin keselamatan selama proses perpindahan moda berlangsung.

• Keamanan dibutuhkan untuk memanstikan bahwa infratruktur yang dibangun memperimbangkan keamanan pengunaan infrastruktur.

• Kecepatan merupakan pengembangan dari kelancaran, kecepatan dibutuhkan dalam perencanaan untuk memastikan penguna layanan dapat mengakses moda selanjutnya tanpa mengalami keterlambatan. Karena terdapat waktu tertentu yang dibutuhkan oleh penumpang untuk berpindah moda.

• Akurasi dalam penentuan titik naik turun diperlukan untuk mengurangi kesalahan lokasi penjemputan atau pengantaran. Akurasi ditunjang dengan informasi yang didapat dari infrastruktur jalan di lapangan yang terkomunikasikan dalam informasi aplikasi layanan trasnportasi.

• Kenyamanan Kenyamanan merupakan suatu bentuk pelayanan kepada pengguna moda transportasi dengan mempertimbangan persepsi dan keterbatasan (disability)

b) Bersifat dinamis dan fleksibel, Dinamis memiliki pengertian infrastruktur jalan dapat mengevaluasi kinerja secara real-time dan dapat melakukan pengumpulan informasi, mengobservasi, menginpretasikan, memutuskan dan mengambil tindakan tindakan dalam rangka mengoptimalisasi kinerja jalan dan penanggulangan bencana atau kecelakaan. Sedangkan fleksibel memiliki pengertian bahwa setiap komponen jalan dapat memiliki lebih dari satu fungsi dan penggunaannya diatur oleh sistem yang menggunakan kepintaran buatan atau artificial intelligent (AI).

Page 632: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 621

c) Menerapkan teknologi ITS ITS digunakan sebagai sumber pengumpulan data yang akan digunakan sebagai instrument komunikasi antara kendaraan atau vehicle to vehicle (V2V) dan kendaraan dengnan infrastruktur atau vehicle to infrastructure (V2I). Sehingga dalam setiap komponen infrstruktur jalan ditanamkan atau dipasang sejumlah sensor yang dapat memberikan informasi lalu lintas, pergerekan kendaraan, kondisi infratruktur, kondisi cuaca (contoh hujan yang menyebabkan genangan air) dan kejadian kejadian lain. Informasi ini dapat digunakan oleh aplikasi untuk melakukan smart routing atau pengalihan rute perjalanan secara efiesn dan efektif

d) Menerapkan integrasi antar semua moda transportasi Integrasi antar moda di perkotaan merupakan kunci dari MaaS. Keterhubungan antar moda disediakan untuk melayani perpintaran antar moda terdiri dari pejalan kaki, sepeda, sepeda motor, kendaraan pribadi, taksi, angkutan umum dan moda transportsi lainnya. Jenis perpindahan yang mungkin terjadi merupakan kombinasi dari setiap moda.

e) Menekankan pada pemanfaatan ruang Pemanfaatan ruang ditujukan untuk melayani perpindahan antar moda tanpa menggangu kelancaran arus lalu lintas moda lainnya. Ruang yang dimanfaatkan adalah ruang yang dijadikan titik perpindahan moda yang dapat berupa ruang milik umum atau ruang milik pribadi. Hal ini memerlukan pengaturan dalam penyedian dan pengelolan ruang integrasi.

2. Perancangan komponen

Prinsip perancangan dijadikan acuan saat melakukan pendesainan, diantaranya a) Mempertimbangkan aspek kontinuitas untuk memastikan bahwa setiap moda

terhubung dan tidak terputus sehingga dapat mempertahankan prinsip terintegrasi.

b) Memenuhi ketentuan geometrik untuk setiap moda yang direncanakan hal ini untuk memastikan kelayakan operasional setiap moda.

c) Mempertimbangkan dimensi kendaraan yang dijadikan moda transportasi. Dimensi kendaraan yang digunakan dalam MaaS memungkinkan terciptanya dimensi kendaraan yang tidak standar.

d) Perancangan ruang intergrasi tidak berada didalam ruang atau jalur moda transportasi. Hal ini dilakukan untuk tidak mengurangi atau menghambat kinerja dari moda tranportasi lain

e) Dalam perancangannya menggunakan bahan bahan yang aman dan dapat melindungi sensor sensor yang ditaman atau letakkan dalam setiap komponen infrstrukutr jalan.

f) Setiap komponen memiliki sensor yang terhubung dalam sistem digital. Peletakan atau pemasangan sensor dilakukan berdasarkan kepasitas dari sensor itu sendiri sehingga dapat dikumpulkan data yang cukup yang akan disimpan dalam server.

Page 633: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 622

Secara umum konsep dasar yang dijadikan prinsip ISRI dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4. Prinsip Integrated smart road infrastructure

4. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Konsep Integrated smart road infrastructure (ISRI) merupakan konsep yang berupaya utnk memfasilitasi karateristik pergerakan dimasa yang akan datang, salah satunya MaaS. Terdapat dua bagian besar yang menjadi dasar dari ISRI yaitu perencanaan dan perancangan. Pada perencanaan hal hal yang harus diperhatikan adalah keselamatan, keamanan, kecepatan, akurasi, dan kenyamanan; dinamis dan fleksibel; ITS based; integrasi; dan optimalisasi ruangan. Sedangkan pada perancangan hal hal yang harus diperhatikan adalah kontinuitas; kesesuain geometric, dimensi moda; ruang ekklusif; realible material; dan instrument.

Untuk pengembang ISRI diperlukan pengkajian lebih dalam terhadap setiap jenis pergerakan yang akan diakomodasi dan fungsi komponen yang menggunakan teknoli atau sensor. Selain itu diperlukan kajian regulasi terhadap jenis pergarakan tranportasi yang akan diterapkan dimasa yang akan datang. REFERENSI

FEHRL, 2008, NR2C: New Road Construction Concepts Graham-Rowe, E., Skippon, S., Gardner, B., Abraham, C., 2011. Can we reduce car use and if so,

how? A review of available evidence. Transp. Res. Part A 45, 401–418 Hietanen, S. (2014). ‘Mobility as a Service’ – the new transport model? Eurotransport, 12(2), 2–4. https://circulatenews.org/2016/06/future-of-mobility-smart-transport-infrastructure/, diakses 14

oktober 2019 https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/10/08/tingkat-urbanisasi-indonesia-dalam-

kategori-menengah, diakses 14 oktober 2019 https://maas-alliance.eu/homepage/what-is-maas/, diakses 14 oktober 2019 https://www.mckinsey.com/business-functions/sustainability/our-insights/infrastructure-for-the-

evolution-of-urban-mobility, diakses 14 oktober 2019 Jittrapirom, P., Caiati, V., Feeri, A., Ebrahimigharehbagh, S., Alonso-Gonzales, M., Narayan, J.,

2017, Mobility as a Service: A Critical Review of Definitions, Assessments of Schemes, and Key Challenges, Urban Planning ,2, 2, 13–25

Mulley, C., Nelson, J., Wright, S., 2018, Community transport meets mobility as a service: On the road to a new a flexible future, Research in Transportation Economics, 69, 583–591

Pd 03 - 2017 – B Tentang Perencanaan teknis fasilitas pejalan kaki

ISRI

PRINSIP PERENCANAAN

1. Keselamatan, keamanan,

kecepatan, akurasi dan

kenyamanan

2. Dinamis dan flexible

3. ITS based

4. Integrasi

5. Optimalisasi ruang

PRINSIP PERANCANGAN

1. Kontinuitas

2. Kesesuaian geometrik

3. Dimensi moda

4. Ruang Ekslusif

5. Realiable material

6. Instrumen (sensor)

Page 634: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 623

Rantasila, K, 2015, The impact of Mobility as a Service concept to land use, Master’s Thesis, Department of Real Estate, Planning and Geoinformatics, School of Engineering, Aalto University

RSNI-T-14-2004 Tentang Geometrik Jalan Perkotaan Sochor, J., Arby, H., Karlsson, A., Sarasini,S., 2018, A topological approach to Mobility as a Service:

A proposed tool for understanding requirements and effects, and for aiding the integration of societal goals, Research in Transportation Business & Management, 27, 3–14

United Nation, 2018, Revision of World Urbanization Prospects, Department of Economic and Social Affairs

Page 635: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 624

KOLABORASI PROGRAM HIBAH JALAN DAERAH DENGAN FORUM LALU LINTAS DI ERA MILENIAL

STUDI KASUS : PAKET REHABILITASI/PEMELIHARAAN JALAN DAN JEMBATAN UPT PENGELOLAAN JALAN DAN JEMBATAN PROBOLINGGO

Dewi Atikah1, Dian Novitasari2, Ratna Handayani3

Dinas PU Bina Marga Provinsi Jawa Timur Jl. Gayung Kebonsari 167 Surabaya

[email protected], [email protected], [email protected]

Abstrak PHJD (Program Hibah Jalan Daerah) merupakan suatu upaya percepatan pencapaian target kondisi jalan mantap yang bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan peran serta masyarakat dan transparansi untuk kualitas pekerjaan pemeliharaan jalan, dan untuk peningkatan tata kelola melalui kerjasama dan partisipasi seluruh pemangku kepentingan. PHJD melibatkan banyak unsur didalamnya, mulai instansi pemerintah sampai dengan masyarakat disabilitas. Untuk itu dibentuklah suatu forum komunikasi disebut Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Forum ini di Lombok sudah berhasil sebagai wadah dalam menyelesaikan semua permasalahan dalam pekerjaan jalan. Diharapkan dengan dibentuknya FLLAJ di Jawa Timur ini bisa seperti di Lombok, sehingga bisa mengatasi masalah sosial yang terjadi selama proses pelaksanaan, apalagi dalam era milenial. Media sosial bisa menimbulkan dampak dalam pelaksanaan pekerjaan fisik. Dengan sedikit provokasi di media social, people power terkadang menjadi kendala yang berat. Oleh karena itu dengan FLLAJ diharapkan dapat menjadi mediator antara Dinas PU Bina Marga, kontraktor, konsultan, aparat yang lain yang terlibat, maupun masyarakat umum. Harapannya, pekerjaan fisik dapat terlaksana dengan baik, semua pihak tidak ada yang merasa dirugikan, dan pelayanan jalan berfungsi optimal. Kata kunci : PHJD, FLLAJ, media sosial, pekerjaan, mediator Abstract The PHJD (Regional Road Grants Program) is an effort to accelerate the achievement of targets for stable road conditions that aim to increase community involvement and transparency for the quality of road maintenance work, and to improve governance through collaboration and participation of all stakeholders. PHJD involves many elements in it, ranging from government agencies to people with disabilities. For this reason a communication forum was formed called the Road Traffic and Transport Forum. This forum in Lombok has been successful as a forum for solving all problems in road works. It is hoped that the establishment of FLLAJ in East Java can be like in Lombok, so that it can overcome social problems that occur during the implementation process, especially in the millennial era. Social media can have an impact on carrying out physical work. With a little provocation on social media, people power sometimes becomes a serious obstacle. Therefore, the FLLAJ is expected to become a mediator between the Public Works Department of Bina Marga, contractors, consultants, other officials involved, and the general public. The hope, physical work can be carried out well, all parties do not feel disadvantaged, and road services function optimally. Keywords: PHJD, FLLAJ, social media, work, mediator

Page 636: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 625

PENDAHULUAN PHJD (Program Hibah Jalan Daerah) merupakan suatu upaya percepatan pencapaian

target kondisi jalan mantap yang bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan peran serta masyarakat dan transparansi untuk kualitas pekerjaan pemeliharaan jalan, dan untuk peningkatan tata kelola melalui kerjasama dan partisipasi seluruh pemangku kepentingan. PHJD melibatkan banyak unsur didalamnya, mulai instansi pemerintah sampai dengan masyarakat disabilitas. Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan bersifat lintas sektor dan harus dilaksanakan secara terkoordinasi oleh para pembina beserta para pemangku kepentingan (stakeholders). Guna mengatasi permasalahan yang sangat kompleks yang memerlukan keterpaduan, dibahas dalam Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (FLLAJ) sebagaimana disebutkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2011 tentang Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah wahana koordinasi antar instansi penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan. Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berfungsi sebagai wahana untuk mensinergikan tugas pokok dan fungsi setiap penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan. Forum Lalu Lintas Angkutan dan Jalan (FLLAJ) merupakan badan AD HOC yang berfungsi sebagai wahana untuk menyinergikan tugas pokok dan fungsi setiap instansi penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan dalam rangka menganalisis permasalahan, menjembatani, menemukan solusi, serta meningkatkan kualitas pelayanan, dan bukan sebagai aparat penegak hukum.

PEMBAHASAN

SOP (Standar Operasional Prosedur), adalah untuk dijadikan pedoman pelak-sanaan tugas pokok dan fungsi serta rencana kerja Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (FLLAJ) Provinsi Jawa Timur bagi Anggota Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi Jawa Timur dalam pelaksanaan kegiatan guna terwujudnya Keamanan, Keselamatan, Keter-tiban dan Kelancaran Lalu Lintas di Jawa Timur.

1. Peran utama dari FLLAJ Provinsi Jawa Timur adalah mengkoordinasikan berbagai lembaga yang perlu diintegrasikan untuk membuat perencanaan dan pengelolaan infrastruktur jalan yang lebih efektif dan efisien, dan untuk mengatasi masalah lalu lintas jalan dan transportasi yang terjadi di Provinsi Jawa Timur

2. Fungsi, Tugas dan Wewenang Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan 3. Hakekat pelayanan FLLAJ Provinsi Jatim adalah memberi pelayanan kepada masyarakat

dan pemerintah Provinsi Jawa Timur mengenai informasi dan cara mengatasi permasalahan dalam bidang lalu lintas dan angkutan jalan di Provinsi Jawa Timur, secara cepat, langsung dan tepat waktu

4. Asas Pelayanan FLLAJ Provinsi Jatim

Tugas Forum Lalu Lintas Angkutan Jalan (FLLAJ) adalah : 1. menerima dan menanggapi keluhan/ masukan dari masyarakat tentang kondisi jalan yang

buruk, kondisi jalan berbahaya, dampak negatif lingkungan dalam tahap pembangunan jalan, pemeliharaan dan tahap operasional, dampak negatif sosial dari pembangunan, pemeliharaan dan fase operasional jalan

2. memberikan rekomendasi terkait perencanaan pengelolaan infrastruktur jalan yang efektif dan efisien dalam kegiatan Musrenbang pada tingkat Provinsi;

3. Mengadakan pertemuan rutin untuk membahas masalah lalu lintas jalan dan kebijakan transportasi, memberikan kontribusi terhadap lalu lintas jalan yang lebih efektif dan efisien serta manajemen transportasi di Provinsi Jawa Timur : Melakukan advokasi untuk meningkatkan pemeliharaan rutin infrastruktur jalan/ untuk memperpanjang umur infrastruktur jalan yang ada, untuk mendukung peningkatan penggunaan pemeliharaan rutin jalan sebagai cara untuk meningkatkan "nilai untuk uang" dalam pengadaan

Page 637: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 626

infrastruktur di Provinsi Jawa Timur, dan memperpanjang kualitas dan kuantitas jaringan transportasi tanpa peningkatan yang proporsional sumber daya Pemerintah Provinsi secara bersamaan

4. Membahas dan membuat keputusan kebijakan yang berhubungan dengan cross cutting issues terhadap akses lalu lintas jalan dan pembangunan infrastruktur transportasi, pemeliharaan dan operasional (Gender, Disabilitas, Perlindungan anak).

5. Melalui Kelompok Kerja FLLAJ, menyediakan layanan monitoring dan pengawasan lalu lintas jalan dan perencanaan transportasi, konstruksi dan pemeliharaan yang sedang berlangsung di Provinsi Jawa Timur melalui kunjungan lapangan untuk memantau kualitas: pelaksanaan dan pekerjaan pemeliharaan dan bahan jalan, penerapan perlindungan sosial dan lingkungan, dalam menangani cross cutting issues.

Layanan Yang Dapat Diberikan Oleh FLLAJ Provinsi Jawa Timur : 1. Layanan untuk keluhan/masukan masyarakat atas tidak terselenggaranya lalu lintas dan

angkutan jalan dengan baik. 2. Layanan untuk keluhan/masukan masyarakat yang menyangkut penerapan perlindungan

sosial (termasuk perlindungan anak) dan pencemaran lingkungan pada saat pekerjaan pembangunan, peningkatan, rehabilitasi dan pemeliharaan jalan.

3. Layanan terhadap cross cutting issues (isu-isu lintas sektoral) yang menyangkut seluruh aspek lingkaran kegiatan pembangunan mulai dari aspek konsep, perencanaan, penerapan, penutupan, atau perbaikan.

Adapun prosedur yang harus diterapkan adalah sebagai berikut : a. Dukungan Operasional

1. Sekretariat; 2. Website 3. Layanan pesan singkat (SMS); 4. Aplikasi Whatsapp melalui +628132786627 5. Telpon; 6. Papan informasi; 7. Keluhan/masukan/saran lain yang disampaikan baik secara lisan maupun tertulis,

melalui media elektronik maupun cetak, atau pada saat kunjungan anggota FLLAJ ke lokasi pekerjaan

b. Rapat Kerja atau Pertemuan Rapat kerja atau pertemuan dalam rangka sinergitas maupun melaksanakan program kerja FLLAJ direncanakan untuk dilakukan paling tidak 1 x dalam sebulan.

c. Waktu Layanan Pada dasarnya tidak ada pembatasan waktu bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan/ masukannya, mengingat keluhan/masukan dapat disampaikan melalui media elektronik.

d. Jangka Waktu Pemberian Tanggapan Tanggapan terhadap keluhan/masukan dari masyarakat akan disampaikan sesegera mungkin jika jalan keluar/cara pemecahan telah ditemukan

e. Biaya Setiap penyampaian keluhan/masukan dari masyarakat tidak dikenakan biaya. Jika pemohon memerlukan rekaman atau penggandaan laporan, maka biaya dikenakan kepada pemohon

Page 638: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 627

f. Pelaporan 1. Setiap keluhan/masukan dari masyarakat serta kegiatan yang dilakukan oleh FLLAJ

harus didokumentasikan dan dibuatkan laporannya; 2. Untuk pertemuan atau rapat rutin harus dibuatkan Berita Acara Rapat atau

Pertemuan; 3. Laporan atau Berita Acara Pertemuan harus ditandatangani paling tidak oleh salah

seorang ketua atau pimpinan rapat; 4. Laporan atau Berita Acara Pertemuan harus diberikan kepada seluruh anggota

FLLAJ 5. Setiap laporan atau berita acara pertemuan harus diarsipkan secara sistematis,

sehingga dapat dengan mudah dilacak keberadaannya; 6. Laporan harus disimpan di Sekretariat

Mekanisme Sinergitas Dan Pelayanan Keluhan /Masukan Masyarakat : 1. Sinergitas : mekanisme kegiatan yang dilakukan dalam sinergitas FLLAJ adalah :

a. Setiap SKPD / lembaga / instansi pemerintah daerah masing-masing mengidentifikasi dan merumuskan permasalahan yang dihadapi

b. Mengklasifikasi dan memilah masalah-masalah tersebut dan menentukan mana yang pantas dibawa ke pertemuan kelompok kerja FLLAJ

c. Kelompok kerja Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan melakukan pertemuan untuk membahas permasalahan tersebut dan mencari pemecahannya

d. Jika permasalahan telah terpecahkan, maka FLLAJ menyampaikannya kepada SKPD / lembaga / instansi pemerintah daerah yang bersangkutan

2. Pelayanan Keluhan/Masukan Dari Masyarakat a. Sifat Keluhan

1. Mekanisme keluhan FLLAJ tidak dirancang untuk menangani setiap pengaduan yang sifatnya kecil dari masyarakat di lapangan. Ada kemungkinan bahwa banyak keluhan ditujukan untuk konsultan supervisi dan kontraktor di lapangan dalam kaitannya dengan kegiatan pelaksanaan pekerjaan sehari-hari. Bila memungkinkan keluhan ini harus diatasi di lapangan oleh konsultan supervisi

2. Namun, konsultan supervisi harus mencatat semua keluhan yang dibuat di lapangan termasuk nama, alamat dan rincian kontak dari pelapor, deskripsi singkat tapi ringkas dan lengkap dari subyek keluhan tersebut, dan tindakan yang diambil untuk mengatasi keluhan tersebut. Ketika keluhan telah dapat diatasi, konsultan supervisi harus meminta pelapor untuk menandatangani dokumen untuk menyatakan bahwa keluhan tersebut telah ditangani.

3. FLLAJ harus menanggapi substansi keluhan secara persisten (terus menerus) yang tidak dapat diatasi oleh konsultan pengawas dan/atau kontraktor di lapangan.

b. Siapapun boleh menyampaikan Keluhan Meskipun keluhan umumnya akan datang dari masyarakat, beberapa keluhan mungkin juga berasal dari kontraktor atau konsultan supervisi.

c. Keluhan yang valid 1. Nama lengkap, rincian alamat, dan nomor kontak dari individu atau organisasi yang

mengajukan pengaduan harus dicatat. 2. Penjelasan lengkap pengaduan harus disediakan, termasuk rincian lokasi, sifat

masalah dan proyek yang berkaitan dengan itu (detil ini bisa diambil dari papan proyek di lapangan atau kantor kecamatan yang bersangkutan)

Page 639: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 628

d. Verifikasi 1. Sebelum keluhan dapat ditanggapi secara resmi oleh FLLAJ mereka harus diverifikasi

terlebih dahulu di lapangan. Tim verifikasi dibentuk oleh kelompok kerja FLLAJ dan terdiri dari konsultan supervise, seorang wakil kontraktor, 2 anggota kelompok kerja.

2. Jika keluhan bersifat minor (kecil) dan tim verifikasi mampu mengatasi masalah secara langsung di lapangan pada saat verifikasi

3. Jika keluhan berupa masalah yang lebih besar yang tidak dapat segera diatasi, tim verifikasi harus mengumpulkan semua fakta, merekam fakta tersebut, dan melaporkan masalah ini ke FLLAJ sesegera mungkin

e. Keluhan yang tidak dapat diselesaikan 1. Setiap pengaduan yang masih tetap belum terselesaikan setelah dilakukan verifikasi

dan ditanggapi oleh FLLAJ, dan dalam hal pengadu terus-menerus menuntut maka keluhan harus dibawa ke rapat pleno FLLAJ

2. FLLAJ harus memformulasikan tindakan perbaikan. Tindakan perbaikan dapat diminta dari kontraktor atau masyarakat atau siapapun yang menjadi pelaku inti dari masalah ini. FLLAJ juga dapat menyelesaikan masalah melalui mediasi dan musyawarah terutama jika inti permasalahan tidak terlihat dengan jelas

Peran Forum Lalu Lintas Angkutan Jalan (FLLAJ) dalam Program PHJD : Berfungsi sebagai wahana untuk mensinergikan tugas pokok dan fungsi setiap penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 37 tahun 2011 antara lain adalah :

1) Sebagai koordinasi antar instansi penye-lenggara yang memerlukan keterpaduan dalam merencanakan, menyelenggarakan, dan penyelesaikan masalah-masalah lalulintas dan angkutan jalan.

2) Sebagai akselerator dalam mengakomo-dasi informasi (usulan ataupun aduan masyarakat) terhadap penyelenggaraan lalulintas dan angkutan jalan.

3) Sebagai bagian dari proses penyelesaian secara proporsional dalam menyelesaikan permasalahan dalam penyelenggaraan lalulintas dan angkutan jalan

SK Gubernur Jawa Timur nomor 188/185/KPTS/013/2019 tentang Pembentukan Forum Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Provinsi Jawa Timur, jumlah anggota FLLAJ adalah sebanyak 72 anggota yang terdiri atas beberapa pejabat eselon II, III, dan IV Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Ditlantas Kepolisian Daerah Jawa Timur, unsur masyarakat (LSM), akademisi, Jasa Raharja, Organda dan sebagainya, dengan peran dan tugas antara lain :

1) Melakukan koordinasi antar instansi. 2) Mengadakan rapat bulanan dan tiga bulanan. 3) Ikut terlibat secara aktif dalam kegiatan perencanaan pembangunan (musrembang)

bidang transportasi. 4) Menerima masukan dari masyarakat terkait dengan jalan, lalulintas, dan angkutan jalan. 5) Memberi masukan dan rekomendasi terhadap program hibah jalan daerah 6) menyediakan informasi kepada publik terkait dengan jalan, lalulintas, dan angkutan jalan. 7) Melakukan konsultasi publik untuk setiap kegiatan yang berdampak luas kepada

masyarakat. 8) Melakukan monitoring dan evaluasi dan memberikan rekomendasi atas kegiatan yang

terkait dengan penyelenggaraan lalulintas dan angkutan jalan. 9) Website FLLAJ menampilkan 40 data terkait proyek (1 paket untuk setiap PPK) mengacu

pada panduan construction sector transparancy (cost) dan mensosialisasikan-nya kepada masyarakat pada saat konsultasi public

Page 640: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 629

PERMASALAHAN YANG TERJADI Saat pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan jalan sering timbul permasalahan-

permasalahan sosial. Salah satu contoh permasalahan adalah, seorang warga yang mengaku memiliki sertifikat atas tanah di rumija jalan. Tanah tersebut terkena pelebaran jalan. Karena antara jalan raya dan tanah dasar terdapat perbedaan tinggi yang cukup signifikan, direncanakan dibangun dinding penahan tanah. Saat penggalian untuk dinding penahan tanah tersebut, warga mengaku para pekerja sudah melanggar hak atas tanahnya dan mengaku bahwa akar pohon yang ada di wilayah tanahnya rusak terkena galian. Akhirnya dia melakukan somasi pada penyedia dan Pejabat Pembuat Komitmen. Oleh karena pemerintah provinsi Jawa Timur tidak mempunyai sertifikat atas jalan-jalan provinsi dan rumija di sekitarnya, maka warga tersebut bisa mengintimidasi penyedia dan PPK. Usaha musyawarah sudah dilakukan oleh penyedia dan PPK, namun warga yang mengaku memiliki sertifikat atas tanah tersebut bersikukuh bahwa pekerja sudah melanggar batas tanahnya yang pas di samping badan jalan. Akhirnya penyedia dan PPK berada di pihak yang lemah.

Pada saat permasalahan ini terjadi, pihak PPK sudah mencoba berkomunikasi dengan FLLAJ melalui media sosial WhatsApp. Berdasarkan Mekanisme Sinergitas Dan Pelayanan Keluhan /Masukan Masyarakat seharusnya permasala-han ini bisa dikoordinasikan dengan Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan melalui Kelompok Kerja FLLAJ dan diverifikasi oleh Tim Teknis yang salah satunya berasal dari konsultan supervisi dan kontraktor. Namun oleh karena kurang koordinasi akhirnya masalah ini hanya sampai pada whatup FLLAJ saja.

Salah satu contoh yang lain adalah saat penggalian untuk pekerjaan bahu jalan dengan beton fc 20 MPa. Saat penggalian, excavator penyedia mengenai pipa air bersih masyarakat. Pipa tersebut segera diperbaiki oleh pekerja. Namun pengelola air bersih masyarakat akhirnya membuat pipa baru dan membebankan biaya pekerjaan pipa baru tersebut kepada pihak penyedia. Karena penyedia keberatan, proses penggalian dihentikan oleh pihak pengelola. Penyedia tidak boleh melanjutkan penggalian. Akhirnya penyedia dan pihak PPK melakukan perundingan dengan pengelola air bersih tersebut. Sudah dilakukan negosiasi yang alot, namun pihak pengelola mengancam akan memprovokasi masyarakat untuk melakukan people power dan mengacaukan proyek, sehingga proyek tidak bisa dilaksanakan. Seharusnya ancaman tersebut tidaklah benar, namun karena air bersih merupakan hajat hidup utama masyarakat, maka mereka masih menahan alat berat yang digunakan untuk penggalian. PERAN FLLAJ PADA ERA MILENIAL

Keberadaan FLLAJ tentunya disambut baik oleh semua pihak, mulai masyarakat sampai dengan penyelenggara jalan. apalagi pada Program Hibah Jalan Daerah, yang berpihak pada kaum marginal seperti gender dan disabilitas. Karena diharapkan melalui Program Hibah Jalan Daerah ini kaum marginal tersebut bisa diajak untuk turut serta dalam proyek pemeliharaan jalan seperti tujuan dari program ini. FLLAJ yang keanggotaannya dari berbagai unsur diharapkan dapat merangkul semua pihak yang terlibat dalam program pemeliharaan jalan dengan Program Hibah Jalan Daerah ini. Saat ini media yang bisa menjadi alat komunikasi dengan FLLAJ adalah media sosial WhatsApp melalui nomor +628132786627. Namun karena anggota Kelompok Kerja FLLAJ terdiri dari berbagai unsur dan kantor pusat FLLAJ yang berada di lingkungan Kepolisian Daerah Jawa Timur, rupanya menjadikan kelompok kerja tersebut membutuhkan effort lebih dalam hal berkoordinasi.

Page 641: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 630

Gambar 2 Lokasi tanah warga yang terkena galian

Gambar 3 Somasi Warga

Gambar 3 Pipa air bersih warga yang terkena pekerjaan fc 20

KESIMPULAN Keberadaan FLLAJ dalam proyek PHJD sangatlah vital. FLLAJ bisa berperan sebagai

mediator antara masyarakat dan para penyelenggara proyek. Selain itu dengan program FLLAJ berupa konsultasi publik sangat membantu para penyelenggara proyek dalam menyosialisasikan program-program yang akan dilakukan. Sehingga masyarakat lebih sadar, lebih berpengetahuan, dan tentunya merasa memiliki program pemeliharaan jalan PHJD tersebut. Sehingga saat pekerjaan fisik dilaksanakan, masyarakat sering memberi bantuan dan tercipta harmoni antara warga sekitar dan para pekerja. Selain itu, program PHJD juga mengharuskan penyedia untuk menggunakan metode padat karya yang melibatkan warga sekitar. Oleh karena itu keanggotaan FLLAJ yang seharusnya melibatkan kelompok masyarakat diharapkan bisa menjembatani permasalahan maupun keluhan yang terjadi di lokasi pekerjaan. Harapannya, pekerjaan fisik dapat terlaksana dengan baik, semua pihak tidak ada yang merasa dirugikan, dan pelayanan jalan berfungsi optimal. SARAN

FLLAJ Jawa Timur keanggotaannya harus bisa memenuhi komposisi sesuai dalam Keputusan Gubernur. Selain itu diperlukan keanggotaan yang tersebar di sekitar lokasi proyek, bukan hanya berada di pusat (Kota Surabaya) sebagai ibu kota Provinsi Jawa Timur. Lokasi proyek yang tersebar di seluruh wilayah Jawa Timur juga membutuhkan Kelompok Kerja di daerah sekitar lokasi proyek. Meskipun di sekitar lokasi proyek juga ada FLLAJ Kabupaten, namun terdapat perbedaan wilayah penanganan.

Page 642: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 631

DAFTAR PUSTAKA Anom, A. 2019. Sosialisasi Forum Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Provinsi Jawa Timur Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 2011 tentang Forum Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Suprapto, R. 2019. Amandemen I Maret 2019 Manual Manejemen Program (Program

Management Manual/PMM) Program Hibah Jalan Daerah. Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Jakarta.

SK Gubernur Jawa Timur nomor 188/185/KPTS/013/2019 tentang Pembentukan Forum Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Provinsi Jawa Timur

Wahono, H. 2019. Standar Operasional Prosedur Forum Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Provinsi Jawa Timur. binamarga.jatimprov.go.id. (diakses 14 Oktober 2019)

Page 643: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 632

PEMANFAATAN MEDIA ONLINE UNTUK PENGUMPULAN DATA KECELAKAAN DI PROVINSI JAWA TIMUR (STUDI KASUS RUAS CANGAR – PACET)

ONLINE MEDIA USAGE FOR ACCIDENT DATA ACQUISITION

IN EAST JAVA PROVINCE (CASE STUDI CANGAR – PACET ROAD)

Ahmad Faathir Wicaksono

1Ahli Muda Teknik Jalan dan Jembatan, Dinas PU Bina Marga Provinsi Jawa Timur [email protected]

Abstrak Kemantapan jalan di Provinsi Jawa Timur mencapai 77% tidak diimbangi dengan keselamatan pengguna jalan dimana jumlah kecelakaan terus bertambah setiap tahun. Ketersediaan data kecelakaan yang belum memadai menjadi titik lemah dalam identifikasi awal lokasi rawan kecelakaan termasuk penyebab, waktu dan informasi korban kecelakaan lalu-lintas. Media online memberikan informasi kejadian dengan cepat dan akurat yang dapat dijadikan alternatif metode pengumpulan data kecelakaan untuk mendukung pengambilan keputusan. Penelitian dilakukan dengan memanfaatkan search engine menggunakan kata kunci yang tepat berupa lokasi rawan kecelakaan awal dan tahun kejadian. Data kecelaakaan dianalisis terhadap tanggal, waktu, jenis kendaraan, karakteristik korban serta penyebab utama kecelakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecelakaan di ruas jalan cangar – pacet selama kurun waktu 2017 dan 2019 sejumlah 24 kejadian dengan lokasi rawan kecelakaan di Gotekan Sendi dengan jenis kendaraan yang terlibat yaitu sepeda motor 9 buah, mobil 5 buah dan minibus 2 buah dengan jumlah korban kecelakaan meninggal dunia 11 orang, luka berat 21 orang dan luka ringan 54 orang. Pengemudi didominasi oleh laki-laki 20 orang dan perempuan 4 orang dengan variasi umur terbanyak adalah 20 - 40 tahun. Waktu kejadian kecelakaan terjadi antara pukul 15.00 – 17.00 dengan penyebab utama kecelakaan karena turunan dan tikungan tajam di sepanjang ruas. Kata Kunci: data kecelakaan, lokasi rawan kecelakaan, karakteristik korban kecelakaan Abstract Road stability in East Java Province reached 77% was not compensated with road the safety of road user where the accident number increases annually. The lack of accident data availability becomes the weak spot on early blackspot identification location including the cause factor, time and accident victim information. Online media provides the fast and accurate information supporting stakeholder making the decision properly. This research is conducted by using the search engine with the precise keywords related to early suspect black spot location and year of accident event. The accident data is analysed for the date, time, vehicle type, victim characteristics and the main cause of accident. The research shows that the accident in Cangar – Pacet road during 2017 to 2019 is 24 incidents with the blackspot located in Gotekan Sendi involving the motorcycle 9 vehicles, car 5 vehicles and mini bus 2 vehicles with the number of died victims 11 people, heavy wounded 21 people and light wounded 54 people. The drivers are dominated by male 20 people and female 4 people with the most age variation is 20 - 40 years old. The time of accident happens between 15.00 – 17.00 with the accident is mostly caused by the steep slope and curve along the section. Keywords: accident data, black spot location, accident victim characteristic

Page 644: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 633

1. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kecelakaan menjadi masalah yang utama dalam penyelenggaraan jalan di Provinsi Jawa Timur dengan meningkatnya jumlah kecelakaan yang terjadi baik diruas jalan Nasional, Provinsi maupun Kabupaten yang didominasi oleh sepeda motor dengan jumlah kerugian materiil mencapai 33 Milyar pada kurun waktu 2018 (Polda Jatim, 2019). Sesuai dengan amanah dari Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahu 2017 tentang keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan maka perlu dibuat rencana aksi keselamatan (RAK) lalu lintas angkutan jalan dengan berbasis pada data kecelakaan yang update dan akurat. Ketersediaan data kecelakaan yang akurat dan terpercaya menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam upaya mengurangi jumlah dan tingkat fatalitas kecelakaan. Dengan angka kemantapan jalan diatas 77 % (Bina Marga Jatim, 2017) diperlukan data kecelakaan di Provinsi Jawa Timur yang memuat kejadian kecelakaan di masing-masing ruas sehingga memudahkan stakeholder dalam menyusun analisis kebijakan penurunan angka kecelakaan. Pola pengumpulan data kecelakaan yang dilakukan oleh unit laka lantas Kepolisian dilakukan berjenjang sehingga data tidak secara update dan cepat dapat diketahui oleh khalayak umum. Untuk itu diperlukan metode lain dalam pengumpulan data sehingga kejadian kecelakaan dapat segera dianalisa dan diketahui penyebab kecelakaan di masing-masing ruas jalan terutama pada daerah yang rawan kecelakaan. Ruas jalan cangar – pacet adalah jalan Provinsi dan menjadi salah satu dari daerah rawan kecelakaan dengan kondisi alinyemen jalan yang curam sehingga diperlukan analisa mengenai penyebab kecelakaan, informasi korban kecelakaan serta waktu kejadian yang dapat dijadikan acuan dalam penentuan alternatif penanganan jalan. Informasi detail ini sulit didapatkan karena tidak tersiarkan online melalui website maupun aplikasi mobile lainnya. Media online belakangan ini sangat berguna dalam mendapatkan informasi yang cepat dan akurat, setiap kejadian kecelakaan dilokasi rawan dapat segera diketahui detail kecelakaan yang terjadi sehingga preliminary data dapat diikumpulkan. Dengan memasukkan keyword yang tepat pada mesin pencari google maka berita kecelakaan akan muncul yang memuat informasi detail mengenai kecelakaan yang terjadi. 1.2 TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menyediakan alternatif pengumpulan data kecelakaan yang mudah, murah dan dapat dipertanggung-jawabkan dengan memanfaatkan media online, data kejadian kecelakaan dapat dijadikan bahan untuk mendapatkan statistical descriptive dan angka ekivalen kecelakaan jalan di ruas Cangar – Pacet ini sehingga tersedia data yang dapat digunakan dalam analisa tingkat kerawanan jalan maupun kebijakan counter measure untuk menurunkan angka kecelakaan di lokasi rawan kecelakaan yang menjadi prioritas pembangunan nasional. Penelitian ini dilakukan menggunakan data sekunder dengan mengumpulkan berita kejadian melalui website yang tersedia secara online. 2. STUDI PUSTAKA Kecelakaan lalu lintas menurut UU No. 14 TAHUN 1992 merupakan suatu peristiwa yang tidak disangkasangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, yang mengakibatkan korban manusia (mengalami luka ringan, luka berat, dan meninggal) dan kerugian harta benda, sedangkan PP RI No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu lintas mendefinisikan kriteria korban kecelakaan lalu lintas sebagai berikut Meninggal adalah korban yang dipastikan mati sebagai akibat kecelakaan lalu-lintas dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah kejadian tersebut, Luka berat adalah korban yang kerena luka-lukanya menderita cacat tetap atauharus dirawat dalam jangka waktu lebih dari 30 (tiga puluh) hari sejak terjadinya kecelakaan. Arti cacat tetap: bila sesuatu anggota badan hilang atau tidak digunakan sama sekali dan tidak dapat sembuh/ pulih untuk selamanya, Luka ringan adalah korban

Page 645: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 634

yang tidak termasuk dalam poin 1 dan 2 diatas. Kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh banyak faktor baik penyebab maupun korban yang terlibat sehingga diperlukan data sistem countermeasure yang didukung oleh ketersediaan data yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan (IRF, 2019). Data kecelakaan mengenai informasi pengendara yang terlibat kecelakaan menurut International Road Federation (IRF) harus memuat diantaranya adalah Jumlah kendaraan yang terlibat, Jumlah orang yang meninggal dunia (MD), Jumlah Pengemudi yang meninggal dunia, Jumlahg orang yang terluka dan jumlah pengemudi yang terluka berikut tingkat keparahan yang terjadi. Sedangkan Kepolisian Republik Indonesia menyarankan bahwa data kecelakaan harus memuat diantaranya : Tabel 1. Kriteria Kecukupan Data Kecelakaan

No Jenis Data Detail Kode

1 Jumlah Korban Kecelakaan (Kriteria 1)

Meninggal Dunia MD

Luka Berat LB

Luka Ringan LR

2 Jenis Kendaraan yang terlibat kecelakaan (Kriteria 2)

Sepeda Motor SM

Mobil Penumpang MP

Bis B

Mobil Barang MB

Kendaraan Berat (trailer, mobil gandeng) KB

Kendaraan Khusus (ambulan, damkar) KK

Kendaraan Tidak Bermotor KTB

3 Jumlah Kecelakaan berdasarkan Tipe Kecelakaan (Kriteria 3)

Tabrak Depan TD

Tabrak Samping TS

Tabrak Belakang TB

Tabrak Beruntun TT

Out of Control OC

4 Jumlah Kecelakaan berdasarkan Waktu Kejadian (Kriteria 4)

Pagi P

Siang Si

Sore So

Malam M

Sumber: Kemendagri, 2019 Salah satu metode untuk menghitung angka kecelakaan adalah dengan menggunakan metode EAN (Equivalent Accident Number) (Pignataro, 1973), yang merupakan pembobotan angka ekivalen kecelakaan mengacu pada biaya kecelakaan lalu lintas. Ada beberapa jenis angka ekivalen yang digunakan di Indonesia (Tabel 1), EAN dihitung dengan menjumlahkan kejadian kecelakaan pada setiap kilometre panjang jalan kemudian dikalikan dengan nilai bobot sesuai tingkat keparahan Tabel 2. Equivalent Accident Number (EAN) di Indonesia

Tingkat Kecelakaan Equivalent Accident Number (EAN) Puslitbang

Jalan Ditjen Hubdat Polri Soemitro

Meninggal Dunia (MD) 12 12 10 12

Luka Berat (LB) 3 6 5 6

Luka Ringan (LR) 3 3 1 3

Kerusakan (K) 1 1 1 1

3. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan mencocokkan berita online yang didaptkan dari mesin pencari Google dengan kriteria kecukupan data di Tabel 1 untuk menilai apakah berita ini layak untuk diambil sebagai calon data kecelakaan diruas tersebut. Berita online yang lengkap kemudian di buat rekapitulasi untuk mendapatkan statistik deskriptif yang dapat dijadikan database data dan dapat dihitung nilai EAN nya.

Page 646: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 635

Gambar 1. Flow Chart Metode Penelitian 4. ANALISA DATA Data kecelakaan yang diperlukan untuk menganalisa ruas jalan Cangar – Pacet ini adalah data selama kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir untuk mengetahui jumlah dan tingkat kecelakaan yang terjadi setelah dilakukan peningkatan kapasitas jalan di ruas tersebut. Pengumpulan data kecelakaan melalui berita di media social membutuhkan keyword yang tepat untuk mendapatkan hasil yang diharapkan melalui database mesin pencari google. Protokol pencarian kejadian kecelakaan di ruas jalan Cangar – Pacet dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini. Tabel 2 Protokol Pencarian Kejadian Kecelakaan Ruas Cangar – Pacet

Website Database

Keyword 1 Keyword 2 Keyword 3 Hasil

Google Kecelakaan Pacet Mojokerto 2019 5 berita online

Kecelakaan Sendi Mojokerto 2019 5 berita online

Kecelakaan Gotekan Sendi 2018 5 berita online

Kecelakaan Pacet Mojokerto 2018 5 berita online

Kecelakaan Kemiri Pacet 2018 1 berita online

Kecelakaan Gotekan Sendi 2017 4 berita online

Kecelakaan Pacet Mojokerto 2017 5 berita online

Kecelakaan Sendi Mojokerto 2017 2 berita online

Pemilihan berita online yang layak dijadikan data karena memuat informasi data kecelakaan yang sesuai dengan mencocokkan berita tersebut dengan kriteria kecukupan data.

Memenuh

i

START

PENGUMPULAN DATA Masukkan Keyword 1,

Keyword 2 dan Keyword 3

KRITERIA KECUKUPAN

DATA

DATA KECELAKAAN

FINISH

STATISTIK DESKRIPTIF DAN

PERHITUNGAN EAN

Ya

Tidak

Page 647: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 636

Gambar 2. Berita Online yang Memenuhi Kriteria Kecukupan Data

Gambar 3. Berita Online yang Tidak Memenuhi Kriteria Kecukupan Data

Rekapitulasi data dari berita online yang telah memenuhi kriteria kecukupan data dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini, selain kriteria kecukupan data hasil rekapitulasi juga memuat tanggal kejadian, penyebab kecelakaan, umur dan jenis kelamin pengemudi sehingga data ini dapat dijadikan bahan evaluasi perumusan penurunan tingkat kecelakaan pada ruas Jalan Cangar – Pacet. Tabel 3. Rekapitulasi Data Kecelakaan Yang Telah Memenuhi Kriteria Kecukupan Data

Dari hasil rekapitulasi data kecelakaan dapat dibuat statistic deskriptif yang menunjukkan adanya trend kejadian kecelakaan selama kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir yang meliputi kendaaraan yang mendominasi kejadian kecelakaan, tingkat

MD

LB

SM

So

OC

Kriteria 2

Kriteria 4

Kriteria 3

Kriteria 1

Kriteria 1

SM

OC Kriteria 3

Kriteria 2

Page 648: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 637

fatalitas kejadian, waktu kejadian kecelakaan yang dominan serta jenis kelamin dan umur pengemudi yang terlibat kecelakaan. Kecelakaan lalu-lintas di Ruas Jalan Cangar – Pacet selama periode 2017 – 2019 didominasi oleh kendaraan sepeda motor diikuti oleh mobil penumpang dan minibus (gambar 4)

Gambar 4. Jenis Kendaraan yang Terlibat Kecelakaan Selama 3 Tahun

Ruas jalan Cangar – Pacet dengan kondisi alinyemen yang curam sangat membahayakan pengendara terbukti dengan jumlah kejadian yang mengakibatkan pengendara meninggal dunia adalah 11 % (Gambar 5), kasus rem yang tidak berfungsi menyebakan banyak minibus yang mengangkut banyak penumpang tidak dapat mengendalikan kendaraannya sehingga banyak korban jiwa karena mobil terguling masuk ke dalam jurang atau menabrak pohon disamping jalan.

Gambar 5. Jumlah Korban Kecelakaan Selama 3 Tahun

Pengemudi kendaraan yang terlibat kecelakaan didominasi oleh Laki-Laki dengan 75 % dan Perempuan hanya 25 % selama kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir.

Page 649: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 638

Gambar 6. Jenis Kelamin Pengemudi Terlibat Kecelakaan Selama 3 Tahun Sedangkan usia pengemudi yang terlibat kecelakaan didominasi oleh golongan Umur 20 sampai 40 tahun, dimana usia ini adalah usia yang produktif sehingga kerugian materi dan non-materi sangat besar sekali akibat kecelakaan yang terjadi di Ruas Jalan Cangar-Pacet.

Gambar 7. Jenis Kelamin Pengemudi Terlibat Kecelakaan Selama 3 Tahun

Dari data korban kecelakaan diatas dapat diketahui nilai Equivalen Accident Number nya, dimana EAN = 12xMD + 6xLB + 3xLR + 1K = 12x11 + 6x21 + 3x64 = 450 Jadi nilai Equivalen Accident Number ruas jalan Cangar – Pacet adalah 450 5. KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini menghadirkan suatu inovasi baru dalam metode pengumpulan data kecelakaan dengan memanfaatkan berita dari media online, website melalui aplikasi pencarian yang dapat dengan mudah dimanfaatkan. Data kecelakaan didapatkan dengan membandingkan dengan kriteria kecukupan data sehingga data yang dihasilkan menjadi akurat dan dapat dipertanggung-jawabkan.

Page 650: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 639

5.1. KESIMPULAN Dari analisa data kecelakaan dengan memanfaatkan media online ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Media online yang berisi berita kejadian kecelakaan dapat digunakan sebagai

bahan pengumpulan data kecelakaan pada ruas jalan dengan membandingkan kriteria kecukupan data sehingga diperoleh data yang reliable

2. Hasil dari rekapitulasi data kecelakaan diruas jalan Cangar-Pacet diketahui bahwa kecelakaan selama kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir didominasi oleh kendaraan Sepeda Motor dan menyebabkan banyak korban jiwa diantaranya adalah 11 orang meninggal dunia, pengemudi didominasi oleh Laki-Laki dengan usia antara 30 – 40 tahun.

3. Nilai Equivalen Accident Number (EAN) ruas jalan Cangar – Pacet adalah 450 5.2. SARAN Untuk penyempurnaan penelitian ini perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Untuk meningkatkan tingkat keakuratan data maka perlu dilakukan uji statistik

dengan membandingkan antara data yang diperoleh dari media online dengan data dari Unit Laka-lantas setempat

2. Penerapan metode pengambilan data dari media online perlu dilakukan untuk seluruh ruas jalan yang memiliki tingkat kecelakaan yang tinggi sehingga didapatkan data kecelakaan masing – masing ruas khususnya ruas jalan Provinsi

3. Perlu membangun database berbasis website yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat yang berisi data kecelakaan di masing – masing ruas yang berasal dari berita online yang telah dianalis menggunakan kriteria kecukupan data.

DAFTAR PUSTAKA

n.d. Accessed Juli 2019. https://faktualnews.co/2018/09/28/jalur-cangar-kembali-telan-korban-jiwa-sopir-ungkap-fakta-mencengangkan-sebelum-kecelakaan/101513/.

n.d. Accessed Juli 2019. https://jatimnow.com/baca-15094-tikungan-tajam-di-pacet-makan-korban-biker-tewas-masuk-ke-jurang.

n.d. Accessed Juli 2019. https://surabaya.tribunnews.com/2019/01/04/toyota-avanza-terjun-ke-jurang-di-jalur-cangar-pacet-mojokerto-ditumpangi-sekeluarga-2-orang-tewas. n.d. Accessed Juli 2019. https://faktualnews.co/2018/12/13/mobil-avanza-terjun-ke-jurang-di-jalur-cangar-6-warga-sidoarjo-terluka/112951/. n.d. Accessed Juli 2019. https://www.inews.id/daerah/jatim/bus-rombongan-siswa-sman-2-lamongan-masuk-jurang-8-luka-luka/203513. n.d. Accessed Juli 2019. https://regional.kompas.com/read/2018/07/16/19132951/satu-keluarga-celaka-di-jalur-tengkorak-pacet-sang-ibu-tewas. n.d. Accessed Juli 2019. http://www.semarrelawan.or.id/2018/03/1436/. n.d. Accessed Juli 2019. http://suaramojokerto.com/2018/03/19/rem-blong-3-pelajar-smp-tabrak-rumah-mobil-masuk-jurang-100-meter/. n.d. Accessed Juli 2019. http://suaramojokerto.com/2018/03/19/rem-blong-3-pelajar-smp-tabrak-rumah-mobil-masuk-jurang-100-meter/. n.d. Accessed Juli 2019. http://mojosariupdate.blogspot.com/2018/03/jalur-cangar-jatuh-lagi.html?m=1. n.d. Accessed Juli 2019. https://radarmojokerto.jawapos.com/read/2018/01/03/37802/cek-jalan-jeep-ditumpangi-pns-pemprov-jatim-nyemplung-jurang. n.d. Accessed Juli 2019. https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-3785990/rem-blong-pemotor-satu-keluarga-tabrak-2-mobil-di-pacet.

Page 651: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 640

n.d. Accessed Juli 2019. https://www.malangtimes.com/baca/20181/20170814/205839/rem-blong-satu-nyawa-melayang-di-jalur-cangar-pacet. n.d. Accessed Juli 2019. https://radarmojokerto.jawapos.com/read/2017/08/04/5521/ditumpangi-rombongan-pengajian-terjun-jurang-sedalam-60-meter. n.d. Accessed Juli 2019. https://duta.co/elf-rem-blong-di-pacet-1-tewas-19-penumpang-luka/. n.d. Accessed Juli 2019. http://m.suarasurabaya.net/app/kelanakota/detail/2017/187838-Elf-Muat-Rombongan-MAN-Pamekasan-Tabrak-Pohon-di-Pacet. Bolla, Margareth Evelyn. 2013. "Analisis Daerah Rawan Kecelakaan Lalu LIntas (Studi Kasus Ruas Jalan Timor Raya Kota Kupang)." Jurnal Teknik Sipil Vol II. Federation, International Road. n.d. "Road Accident Data Recorder." Accessed Oktober 2019. http://www.irfnet.ch/roadsafety.php?id=104. Sugianto, Gito. n.d. "Identifikasi Lokasi Rawan Kecelakaan Lalu Lintas Dengan Metode Batas KontroL Atas dan Upper Control Limit." Accessed Oktober 2019. https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jtsp/article/downloadSuppFile/10768/1521. Yossafra. 2019. Penyusunan Kebijakan dan Rencana Aksi Keselamatan Lalu LIntas Angkutan Jalan . Jakarta: Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri.

Page 652: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 641

MENUJU PEMBAYARAN TOL TANPA HENTI SECARA MULTI LAJUR

1Hadi Suprayitno, 2Galuh Permana Waluyo 3Slamet Muljono Bidang Teknik, BPJT, Bidang Operasi dan Pemeliharaan, BPJT,3) Bantek, BPJT

email:[email protected], [email protected], [email protected]

Abstrak Menindaklanjuti arahan Presiden kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat agar antrian di gerbang tol di hilangkan, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) telah menyusun konsep roadmap Intelligent Transport System (ITS) yang termasuk diantaranya penerapan elektronifikasi di jalan tol berupa transaksi tol secara non tunai. Pengembangannya ditujukan untuk menciptakan pelayanan jalan tol yang efektif, efisien, informatif, aman, nyaman dan berkelanjutan. Upaya peningkatan pelayanan khususnya aksesibilitas melalui penerapan transaksi tol nontunai hingga diterapkannya konsep Multilane Free Flow (MLFF). Multilane Free Flow atau pembayaran tol tanpa henti secara multi lajur, merupakan sistem yang memungkinkan pengguna jalan tol tidak perlu menghentikan kendaraan pada saat melakukan transaksi pembayaran tol. MLFF merupakan goal akhir transaksi tol nontunai pembayaran tol dilakukan pada kecepatan tempuh normal sehingga pengguna jalan tol tidak perlu melambatkan laju kendaraannya. Sampai dengan dengan Juni 2019, jalan tol operasi mencapai sepanjang 1.780 km terdiri dari 50 ruas jalan tol yang dioperasikan oleh 33 BUJT dengan rata-rata traffic per tahun (2017-2018) 1,61 milyar lebih kendaraan, rata-rata pendapatan per tahun (2017-2018) 13,7 triliun rupiah lebih per tahun. Transaksi dilayani oleh lebih dari 309 gerbang tol 2.421 gardu. Dan akan terus bertambah dengan masih terdapat jalan tol konstruksi sekitar 920 km. Untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada pengguna jalan tol dan dalam rangka memenuhi standar pelayanan minimal jalan tol yaitu terhadap indikator aksesibilitas yang mencakup kecepatan transaksi rata-rata dan jumlah antrian kendaraan, perwujudan multilane free flow sudah diperlukan. Kata Kunci: Intelligent Transport System, pembayaran tol tanpa henti multi lajur, transaksi tol non tunai, kecepatan tempuh normal

Abstract Following up on the direction of the President to the Minister of Public Works and Public Housing requesting that the queues at the toll gate are removed, the Indonesia Toll Road Authority (ITRA) has drafted the Intelligent Transport System (ITS) roadmap which includes the application of electronification on toll roads in the form of non-cash toll transactions. Its development is aimed at creating toll road services that are effective, efficient, informative, safe, comfortable and sustainable. Efforts to improve services, especially accessibility through the application of non-cash toll transactions to the implementation of the concept of Multilane Free Flow (MLFF). Multilane Free Flow is a system that allows toll road users not to need to stop vehicles when making transactions. The MLFF is the final goal of toll transaction non-cash toll payments made at normal travel speeds so that toll road users do not need to slow down their vehicles. As of June 2019, the toll roads that have been operating reach 1,780 km consisting of 50 sections, operated by 33 Toll Road Business Entity with an average traffic per year (2017-2018) more than 1.61 billion vehicles, average annual revenue ( 2017-2018) more than 13.7 trillion rupiah per year. Transactions are served by more than 309 toll gates 2,421 toll booths. And it will continue to grow with the construction of a toll road of around 920 km. To further improve services to toll road users and in order to meet the minimum toll road service standards, namely accessibility indicators that include average transaction

Page 653: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 642

speeds and the number of vehicle queues, the realization of multilane free flow is needed. Keywords: Intelligent Transport System, Multilane Free Flow, non-cash toll transaction, normal travel speed A. PENDAHULUAN

Program yang digenjot oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam

tahun terakhir 2019 adalah pembangunan aneka infrastruktur diantaranya pembangunan jalan tol. Pada awal pemerintahan Kabinet Kerja, Presiden Jokowi mematok target 1.100 km jalan tol bisa dibangun pada akhir 2019, sesuai dengan target yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis (Renstra) 2015-2019 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Realisasi penambahan jalan tol pada 2015 sepanjang 132 km, lalu pada 2016 bertambah 44 km menjadi 176 km. Pada 2017 bertambah 332 km, pada tahun 2018 bertambah 782 km sehingga total tambahan panjang jalan tol yang dioperasikan menjadi 985 km sampai dengan Juni 2019. Selanjutnya, pada akhir 2019 diproyeksikan bertambah 406,14 km menjadi 1.391,14 km (Sumber: BPJT, 2019). Dengan demikian realisasi pembangunan jalan tol telah melebihi target yang telah ditetapkan dalam RPJMN dan Renstra 2015 – 2019. Target dan realisasi jalan tol 2015 – 2019 seperti Gambar 1 berikut.

(Sumber: BPJT, 2019)

Gambar 1. Target dan Realisasi Jalan Tol 2015 – 2019 Sampai dengan dengan Juni 2019, jalan tol operasi mencapai sepanjang 1.780

km terdiri dari 50 ruas jalan tol yang dioperasikan oleh 33 Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) dengan rata-rata traffic per tahun (2017-2018) 1,61 milyar lebih kendaraan, rata-rata pendapatan per tahun (2017-2018) 13,7 triliun rupiah lebih per tahun. Transaksi dilayani oleh lebih dari 309 gerbang tol 2.421 gardu. Dan akan terus bertambah dengan masih terdapat jalan tol konstruksi sekitar 920 km.

Pemerintah berupaya agar jalan tol yang telah direncanakan sebagai back bone perekonomian dapat segera terealisasi dan beroperasi. Sehingga, dapat mengurangi back log infrastruktur, meningkatkan konektivitas dan daya saing meningkat serta

Page 654: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 643

menurunkan biaya logistik dan pada gilirannya, dapat mendukung pertumbuhan ekonomi Nasional dan pemerataan pembangunan.

Selain dari pembangunan baru jalan tol, hal lain yang perlu menjadi perhatian dalam penyelenggaraan jalan tol adalah pemenuhan terhadap Standar Pelayanan Minimal (SPM) jalan tol yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 16/PRT/M/2014. Lebih lanjut, Presiden pada tanggal 26 April 2016, meminta Menteri PUPR agar antrian di gerbang tol itu dihilangkan (BPJT, 2019). Untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada pengguna jalan tol, pemenuhan terhadap standar pelayanan minimal jalan tol terhadap indikator aksesibilitas yang mencakup kecepatan transaksi rata-rata dan jumlah antrian kendaraan melalui Electronic Toll Collection (ETC).

Dalam upaya menindaklanjuti arahan presiden tersebut, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) menyusun konsep roadmap Intelligent Transport System (ITS) diantaranya Transaksi Tol Nonntunai. Landasan penerapan transaksi tol non tunai telah diatur dalam Permen PUPR No.16/PRT/M/2017 tentang Transaksi Tol Non Tunai di Jalan Tol. Transaksi pembayaran tarif tol untuk seluruh jalan tol di seluruh Indonesia telah dilakukan secara non-tunai melalui uang elektronik mulai akhir Oktober 2017.

Upaya peningkatan pelayanan khususnya aksesibilitas melalui penerapan transaksi tol nontunai hingga kedepan akan diterapkannya konsep Multilane Free Flow (MLFF) atau pembayaran tol tanpa henti secara multi lajur, merupakan sistem yang memungkinkan pengguna jalan tol tidak perlu menghentikan kendaraan atau melambatkan laju kendaraannya pada saat melakukan transaksi pembayaran tol. Tulisan ini dimaksudkan untuk mengulas rencana aplikasi Multilane Free Flow (MLFF) khususnya aspek pemilihan teknologi

B. TINJAUAN PUSTAKA Standar Pelayanan Minimal Jalan Tol

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 16/PRT/M/2014, Standar Pelayanan Minimal (SPM) jalan tol yang diatur dalam dengan subtansi pelayanan seperti di ilustrasikan dalam gambar 2 sebagai berikut:

(Sumber: Kementerian PU, 2014)

Gambar 2. Substansi Standar Pelayanan Minimal Jalan Tol

Dari gambar 2 diatas, untuk meningkatkan pelayanan khususnya aksesibilitas, terdapat 2 (dua) indikator yaitu (1). Kecepatan transaksi rata-rata dengan sub indikator gerbang terbuka, tolok ukur ≤ 6 detik tiap kendaraan, sub indikator gerbang tertutup gardu masuk ≤ 5 detik/kendaraan, gardu keluar ≤ 9 detik/kendaraan, sub indikator GTO (Gardu Tanpa Orang) tolok ukur ambil kartu ≤ 4 detik/kendaraan gardu transaksi ≤ 5 detik/kendaraan. Indikator yang lain (2). Jumlah antrian kendaraan dengan sub indikator jumlah antrian kendaraan tolok ukurnya adalah ≤ 10 kendaraan per gardu tol (kondisi normal).

Page 655: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 644

Tolok ukur-tolok ukur tersebut sulit terpenuhi dengan transaksi manual, untuk peningkatan pelayanan transaksi di gerbang dilakukan melalui Electronic Toll Collection (ETC) dengan transaksi tol nontunai. Transaksi Tol Nontunai adalah kegiatan pengumpulan/pembayaran tarif tol menggunakan alat pembayaran selain uang tunai (uang elektronik). Uang Elektronik adalah alat pembayaran sah yang diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang kepada penerbit.

Menurut Roatex (2019) Pengenalan sistem free flow electronic toll collection dapat menghemat dari 30 detik hingga 5 menit per transaksi dalam pendekatan konservatif. Dengan asumsi 2 miliar transaksi per tahun dan pemisahan 60:40 antara jam tidak bekerja dan jam kerja, kerugian yang disebabkan oleh keterlambatan di tol plaza dapat berjumlah hingga USD 300 juta per tahun. Selain itu, pengenalan sistem free flow electronic toll collection dapat menghemat biaya pengumpulan tol Landasan Penerapan Transaksi Tol Nontunai

Sebagai landasan Penerapan Transakasi Tol Nontunai, Kementerian PUPR telah menerbitkan Permen PUPR No. 16/PRT/M/2017 tentang Transaksi Tol Nontunai Di Jalan Tol, dimaksudkan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan transaksi tol nontunai di jalan tol dengan tujuan untuk Meningkatkan pelayanan kepada pengguna tol sehingga transaksi tol menjadi lebih efektif, efisien, aman dan nyaman. Arsitektur Bisnis Proses

(Sumber: ATI, 2019)

Gambar 3. Arsitektur Bisnis Proses

Peralatan Transaksi Tol Nontunai adalah segala jenis peralatan yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan transaksi Nontunai di jalan tol yang mencakup sistem bagian depan, tengah dan belakang (front-end, middle-end, dan back-end) serta perlengkapan isi ulang saldo Uang Elektronik. Sistem Bagian Depan (Front End) adalah bagian sistem Transaksi Tol Nontunai yang terdiri dari peralatan tol yang langsung berhubungan dengan pengguna jalan, antara lain mulai dari sistem kontrol, antena dan alat pembaca (reader) serta alat isi ulang (top up). Sistem Bagian Tengah (Middle End) adalah keseluruhan sistem yang menghubungkan antara sistem bagian depan (front end) dan bagian belakang (back end). Sistem Bagian Belakang (Back End) adalah keseluruhan sistem yang menyelesaikan proses pembayaran dari transaksi di bagian depan (front end) sampai sistem yang disediakan oleh pihak bank.

Page 656: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 645

Teknologi ETC Alternatif teknologi Electronic Toll Collection (ETC) yang dapat dipakai (BPJT,

2018) adalah sebagai berikut: 1. Automatic Number Plate Recoqnition (ANPR), Alat optik untuk mendeteksi plat

nomor, Perlu akses database plat nomor, tidak perlu On Board Unit (OBU), tarif flat dan post paid, Biasanya digunakan bersamaan dengan teknologi lain untuk enforcement

2. Dedicated Short Range Communication (DSRC), Alat yang menggunakan radio frequency 5,8 Ghz, Pengguna perlu membeli OBU, OBU menyimpan data identitas dan informasi lain, Tingkat kehandalan 99.95%

3. Radio Frequency Identification (RFID) Alat yang menggunakan radio frequency 860 MHz – 960 Mhz, Pengguna perlu membeli stiker tag RFID, Tag RFID sebagai identitas pengguna,Tingkat kehandalan ±99.5%, dan

4. Global Navigation Satelite System (GNSS). Menggunakan OBU untuk melacak posisi pengguna, tarif dikenakan berdasarkan lokasi pengguna, terbentur isu privasi di beberapa negara, mudah menerapkan tarif berdasarkan jarak maupun waktu Alternatif Teknologi ETC di ilustrasikan sebagai berikut:

(Sumber: BI, 2019)

Gambar 4. Alternatif Teknologi ETC

Pemilihan Teknologi Transaksi Tol Berbasis Nirsentuh, dengan mempertimbangkan: 1. Tingkat kehandalan; 2. Biaya Investasi; 3. Daya beli pengguna jalan tol; 4. Keberlanjutan teknologi.

Konsep Flow Transaksi Tol Nontunai Nirsentuh MLFF diilustrasikan sbb:

TAHAPAN

(Sumber: BPJT, 2018)

Gambar 5. Konsep Flow Transaksi Tol Nontunai Nirsentuh MLFF

Page 657: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 646

Tahapan Pelaksanaan Transaksi Tol Nontunai Berbasis Nirsentuh, Multilane Free Flow (MLFF) merupakan goal akhir transaksi tol nontunai dimana pembayaran tol dilakukan pada kecepatan tempuh normal (tanpa berhenti atau melambat). Kelebihan MLFF adalah: a. Tidak perlu berhenti untuk transaksi b. Tidak ada antrian akibat transaksi di gerbang tol. c.Kemudahan Interoperabilitas dan split revenue antar BUJT. d. Efisiensi biaya operasional. e. Ramah lingkungan.

Prinsip Transaksi Tol Nontunai Di Jalan Tol: a.Interoperabilitas; b. Non-eksklusif; c.Memiliki platform sistem pembayaran Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Penerapan Transaksi Tol Nontunai di Jalan Tol, Penerapan transaksi tol nontunai sepenuhnya di seluruh jalan tol telah selesai per 31 Oktober 2017.

Program transaksi nontunai di jalan tol dilakukan dengan 4 tahapan yaitu: 1). Elektronifikasi Jalan Tol. 2). Integrasi Tol. 3) Integrasi Jalan Tol dengan BUP ETC. 4) Multilane Free Flow (BPJT, 2018) Badan Usaha Pelaksana Transaksi Nontunai atau BUP Electronic Toll Collection (BUP ETC) adalah badan yang didirikan untuk melaksanakan pengelolaan Transaksi Tol Nontunai di jalan tol. Indikator Kinerja Utama (KPI)

Indikator Kinerja Utama yang harus dipenuhi oleh BUP ETC (BPJT, 2018; ATI, 2019) seperti pada tabel 1. berikut:

Tabel. 1. Indikator Kinerja Utama BUP ETC

(Sumber : BPJT, 2018; ATI, 2019)

Page 658: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 647

C. PERKEMBANGAN ELEKTRONISASI JALAN TOL Presiden pada tanggal 26 April 2016, meminta Menteri PUPR agar antrian di

gerbang tol itu dihilangkan. Semua dengan aplikasi-aplikasi sensorik yang langsung nanti dihubungkan dengan account di Bank, langsung masuknya ke sana.

Banyak negara yang sudah mengurangi transaksi tunai. Dengan pembayaran non-tunai akurasi pembayaran semakin jelas, lebih baik, lebih cepat dan lebih aman. Karena itulah mulai akhir Oktober 2017 ini transaksi pembayaran seluruh jalan tol dilakukan secara non-tunai melalui uang elektronik.

Dalam upaya menindaklanjuti arahan presiden tersebut, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) menyusun konsep roadmap Intelligent Transport System (ITS) yang terdiri atas 6 (enam) yaitu:

1. Sistem Informasi Jalan Tol, Pengumpulan dan pendistribusian informasi jalan tol 2. Transaksi Tol Nontunai, Peningkatan layanan transaksi di gerbang tol 3. Sistem Pengendalian Angkutan Berat, Sistem pengendalian melalui

pendeteksian kendaraan overweight 4. Sistem Informasi Keadaan Darurat, Sistem koordinasi penanganan keadaan

darurat 5. Sistem Manajemen Aset, Sistem monitoring aset jalan tol dan rencana

pemeliharaan 6. Sistem Ruang Kendali, Sistem pengendali kinerja jalan tol

Profil Dan Perkembangan Elektronifikasi Jalan Tol

Khusus untuk Transaksi Tol Nontunai, progres yang telah di capai, Indonesia telah berhasil mencapai penetrasi transaksi nontunai jalan tol 100% di 50 ruas menggunakan instrumen Uang Elektronik (UE) Chip Based seperti di ilustrasikan dalam gambar 5 berikut.

Sumber: BPJT, 2019

Gambar 6. Capaian Penetrasi Transaksi Nontunai Jalan Tol

Perkembangan Pembayaran Tol Elektronik berbasis Chip (Chip Based), yang dahulu/sebelum dengan gardu tunai dan tapping e-toll card, sekarang dapat dilaksanakan tapping e-toll card (nir sentuh) dan kedepan dengan Singlelane Free Flow (SLFF) dan Multilane Free Flow (MLFF) (Nir Henti), dengan tujuan untuk service excellence, faster transaction time, efficiency in cost, technology based.

Page 659: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 648

Tahapan Strategi Elektronifikasi Jalan Tol Strategi elektronifikasi jalan tol ditempuh melalui beberapa tahap, dengan sasaran

akhir yaitu penerapan Multi Lane Free Flow (MLFF) sebagai berikut:

1. Selesai Oktober 2017

• Menciptakan interoperabilitas & interkoneksi

• Meniadakan eksklusivitas UE tertentu

• Standarisasi pemrosesan transaksi

• Penerapan bisnis model sesuai Gerbang Pembayaran Nasional (GPN)

• Menerapkan program kampanye & edukasi secara masif

• Mengubah multitapping menjadi single tapping pada ruas tol yang berbeda

• Menetapkan splitting tariff untuk pembagian pendapatan antar ruas tol

• Mendukung tersedianya aplikasi rekonsiliasi dan monitoring transaksi yang handal

2. Interim (Fase Percobaan) 2018 - 2019

• Layanan pembayaran menggunakan teknologi nirsentuh.

• Uji coba teknologi nirsentuh melalui Singlelane Free Flow (SLFF) with barrier oleh BUJT

3. Tujuan Akhir MLFF 2020

• Pembentukan BUP sebagai pengelola teknologi nirsentuh dan ETC (Electronic Toll Collection)

• Penerapan Multilane Free Flow (MLFF) secara bertahap Staging

Tahapan dalam penerapan MLFF seperti diilustrasikan dalam gambar berikut: 1. Touch and Go Lane (posisi pada gerbang tol dan ramp) 2. Single Lane Free Flow (posisi pada gerbang tol dan ramp) 3. Multi Lane Free Flow (posisi pada lajur utama/main lane, perhitungan Gantry to

Gantry)

Page 660: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 649

Sumber: ATI, 2019

Gambar. 7. Tahapan Penerapan MLFF Keuntungan yang di Dapat para stake holders Jalan Tol, sebagai Faktor Kunci Sukses adalah sebagai berikut:

a. BUJT: Peningkatan potensi pendapatan tol, Pengurangan biaya OM pengumpulan tol, Peningkatan kapasitas dengan mempercepat waktu transaksi, Mempelancar arus lalu lintas, Kepastian & keamanan pendapatan tol.

b. Pengguna Jalan: Efisiensi & efektifitas waktu perjalanan & penggunaan bahan bakar, Peningkatan keamanan dan kenyamanan bertransaksi, Kemudahan proses pembayaran (top-up & riwayat transaksi).

c. Pemerintah (Govenment): Peningkatan kinerja jaringan jalan tol & lalu lintas, Pengurangan emisi karbon skala nasional, Efisiensi konsumsi BBM skala nasional, Data untuk pemetaan kondisi lalu lintas

D. TANTANGAN PENERAPAN MLFF

Kondisi Pengusahaan Jalan Tol Saat Ini, Perjanjian Pengusahaan berbasis ruas, saat ruas tersebut tersambung dan menjadi jaringan jalan tol maka tantangannya adalah sebagai berikut:

1. beragamnya teknologi, berdampak pada tidak interoperability 2. beragamnya tarif tol, berdampak pada kapasitas jalan tol tidak optimal 3. tarif murah – macet, pemborosan energi 4. tarif tinggi – lalin rendah, pendapatan tol kurang dari rencana usaha 5. lalin komuter – tarif terbuka, merugikan pengguna jarak pendek 6. bunga pinjaman tinggi, tingginya cash defisiensi 7. minat investasi turun, pengembangan jalan tol terhambat

Dari uraian tantangan di atas, perlu restrukturisasi strategi pengelolaan jalan tol secara terintegrasi agar dapat mengoptimalkan kapasitas jaringan jalan tol yang ada, selain itu juga Pembentukan Badan Usaha Pelaksana Sistem Transaksi Jalan Tol Terintegrasi.

Page 661: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 650

(Sumber: BPJT, 2019)

Gambar 8. Ilustrasi Jalan Tol Terintegrasi Review Teknologi Nirsentuh,

Ketersediaan Pita Frekuensi Untuk ETC Dari sisi Pita Frekuensi dan Perizinan (BI, 2019) adalah sebagai berikut:

1. RFID, rentang frkuensi: 920 – 923 MHz, perlu Izin Kelas (PM Kominfo No.1 Th 2019)

2. DSRC, rentang frkuensi: 5725 – 5825 MHz, perlu Izin Kelas (PM Kominfo No.1 Th 2019), sedang disusun persyaratan teknis perangkat DSRC merujuk ke standar internasional.

3. ANPR, Tidak memerlukan Izin Stasiun Radio (ISR) 4. GNSS, Frekuensi: 1575,42 Mhz dan 1227.60 MHz, berbasis satelit navigasi

global dan tidak memerlukan ISR Uji Coba SLFF BUJT

Dalam tahap piloting tiga Badan Usaha Jalan Tol telah mengadakan uji coba Single Lane Free Flow pada front end, middle end dan back end secara ringkas di gambarkan sebagai berikut: Front End

Page 662: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 651

Middle End

Back End

(Sumber: BI, 2019) Pro dan Kontra dalam Teknologi ETC

Pro dan kontra dalam aplikasi teknologi ETC dapat dilihat dalam tabel 2, berikut: Issues

• Berdasarkan Permen Kominfo No. 1 Tahun 2019 terdapat klasifikasi penggunaan spektrum frekuensi radio sesuai izin kelas, penggunaan RFID dengan kecepatan tinggi dapat berdampak pada kebutuhan penambahan daya pancar yang memerlukan proses perizinan dari Kementerian Kominfo.

• Dalam penyusunan Bisnis Process perlu dilakukan optimasi working group bersama ATI dari mulai pengadaan perangkat front end, proses pengumumpulan tol, verifikasi, proses penagihan oleh BUJT, data base, SLA dan sebagainya dalam setiap pelaksanaannya.

• Apabila mekanisme enforcement oleh Kepolisian belum siap, maka dapat dilakukan alternatif bundling dengan elektronik parking.

Page 663: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 652

Page 664: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 653

Analisis Risko Dan Mitigasi Aspek Teknis

• Standardisasi Teknologi, Risiko keberagaman teknologi yang digunakan dalam uji coba SLFF sehingga menjadi kendala saat integrasi dalam BUP. Mitigasi: Perlu disepakati mekanisme pemilihan atau penetapan teknologi yang digunakan dalam uji coba SLFF oleh BUJT.

• Instrumen Pembayaran, Risiko penyelesaian settlement dana yang tidak akurat sesuai dengan SLA H+0 / maksimal H+1. Mitigasi: Pemilihan instrumen pembayaran yang fleksibel dengan memperhatikan prinsip non ekslusivitas.

• Proses Back End Pembayaran, Mitigasi atas terjadinya risiko dispute settlement pendapatan jalan tol. Mitigasi: PJSP atau lembaga yang bertindak sebagai payment gateway harus memiliki izin sesuai ketentuan serta lulus uji IT dan security

E. PENUTUP

Dari data pencapaian jalan tol operasi sampai Juni 2019 sepanjang 1.780 km terdiri dari 50 ruas jalan tol yang dioperasikan oleh 33 Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) dengan rata-rata traffic per tahun (2017-2018) 1,61 milyar lebih kendaraan, rata-rata pendapatan per tahun (2017-2018) 13,7 triliun rupiah lebih per tahun. Transaksi dilayani oleh lebih dari 309 gerbang tol 2.421 gardu, akhir tahun 2019 di prediksi jalan tol beroperasi menjadi 1391,14 Km dan akan bertambah lagi pada periode Renstra 2019-2024 yang akan datang. Penerapan transaksi tol kedepan dengan konsep Multilane Free Flow (MLFF) atau pembayaran tol tanpa henti secara multi lajur merupakan suatu keniscaayaan, untuk mewujudkan transaksi tol menjadi lebih efektif, efisien, aman dan nyaman.

Page 665: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 654

Terdapat 4 (empat) alternatif teknologi yang dapat di manfaatkan Electronic Toll Collection (ETC) yaitu: a). Automatic Number Plate Recoqnition (ANPR); b). Dedicated Short Range Communication (DSRC), c).Radio Frequency Identification (RFID);d). Global Navigation Satelite System (GNSS). Untuk pemilihan teknologi transaksi tol berbasis nirsentuh, dengan mempertimbangkan: 1. Tingkat kehandalan; 2. Biaya Investasi; 3. Daya beli pengguna jalan tol; dan 4. Keberlanjutan teknologi. Selain itu, harus juga mampu memenuhi standar yang telah di tetapkan dalam Indikator Kinerja Utama (KPI) yang meliputi Operasional Sistem, Rekonsiliasi dan Setelmen, Enforcement, Registrasi, Manajemen Akun, Layanan Konsumen, Sosialisasi, Edukasi, dan Marketing DAFTAR PUSTAKA ATI (2019). Road Map Pembayaran Tol Elektronik 2019 – 2023, Proposal Rapat

Koordinasi Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Dengan Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) Jakarta, 29-30 April 2019, Hotel Fairmont, Jakarta

Bank Indonesia (2019), Transformasi Digital Jalan Tol, Departemen Elektronifikasi dan Gerbang Pembayaran Nasional 2019, Bank Indonesia, Jakarta

BPJT (2018). Multilane Free Flow, Paparan FGD MLFF Direktorat Jenderal Bina Marga 17 April 2018, Badan Pengatur Jalan Tol, Kementerian PUPR

Kementerian PUPR (2019). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI Nomor 16/ PRT/ M/ 2017 tentang Transaksi Tol Non tunai di Jalan Tol , (BAB V Pasal 13-15 Badan Usaha Pelaksana Transaksi Tol Non-Tunai),12 September 2017, Kementerian PUPR, Jakarta.

Kementerian PUPR (2016), Permen PU Nomor 16/PRT/M/2016 tentang Standar Pelayanan Minimal Jalan Tol, Kementerian PUPR, Jakarta

Roatex, 2019. Feasibility study on Multi Lane Free Flow Toll Collection in Indonesia, Summary Presentation, Jakarta – 8th of October, 2019

Page 666: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 655

ANALISIS PEMBOLEHAN SEPEDA MOTOR MELINTASI JALAN TOL

1Dian Novitasari, 2Dewi Atikah, 3Ratna Handayani

1,2,3 Dinas PU Bina Marga Provinsi Jawa Timur [email protected], [email protected], [email protected]

Abstrak Pembangunan infrastruktur khusunya jalan tol dewasa sangat pesat. Banyak manfaat yang dapat diambil dari pesatnya pembangunan jalan tol, diantaranya adalah semakin mudahnya aksesibilitas dan efesiensi waktu tempuh. Akan tetapi manfaat ini hanya dapat dirasakan oleh pengendara kendaraan bermotor roda 4 atau lebih, karena pengendara kendaraan bermotor roda 2 (sepeda motor) masih dilarang untuk melintasi jalan tol. Larangan sepeda motor melintasi jalan tol ini perlu ditinjau kembali, mengingat hal ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah, PP No. 44 tahun 2009 pasal 38. Pembolehan sepeda motor melintasi jalan tol sudah banyak dilakukan di negara – negara lain di dunia, sedangkan di Indonesia, sudah ada jalan tol yabg boleh dilintasi sepeda motor, yaitu jalan tol Suramadu dan Tol Bali Mandara. Pada tulisan ini akan dilakukan SWOT anilisis tentang pembolehan sepeda motor melintasi jalan tol, untuk menguraikan beban jalan raya akibat banyaknya sepeda motor. Jumlah pengguna sepeda motor di Indonesia merupakan salah satu yang terbanyak di dunia, yaitu mencapai 137,7 juta pada tahun 2018 [https://www.viva.co.id/otomotif]. Hal ini tentu menimbulkan dampak negatif pula, yaitu kemacetan lalu lintas, kemungkinan kecelakaan lalu lintas yang lebih besar, polusi udara dan polusi suara. Pembolehan sepeda motor melintasi jalan tol diharapkan mampu mengurangi dampak – dampak negatif diatas, disamping keuntungan yang akan didapat oleh pengguna sepeda motor, yaitu semakin mudahnya aksesibilitas dan semakin cepatnya waktu tempuh. Kata Kunci : sepeda motor, jalan tol, kecelakaan, polusi Abstract Recently, infrastructure development especially toll roads is very rapid. Many benefits can be drawn from the rapid construction of toll roads, including the increasingly easy accessibility and efficiency of travel time. However, these benefits can only be felt by motorists of 4-wheeled vehicles or more, because motorists of 2-wheeled vehicles (motorcycles) are still prohibited from crossing the toll road. Prohibition of motorbikes crossing this toll road needs to be reviewed, bearing in mind this is contrary to Government Regulation, PP No. 44 of 2009 article 38. Acquisition of motorbikes across the highway has been done in many other countries in the world, whereas in Indonesia, there are already toll roads that may be crossed by motorbikes, namely the Suramadu toll road and the Bali Mandara toll road. In this paper, an analysis of SWOT will be carried out on the acquisition of motorbikes across the toll road, to describe the burden of the highway due to the large number of motorcycles. The number of motorcycle users in Indonesia is one of the highest in the world, reaching 137.7 million in 2018 [https://www.viva.co.id/otomotive]. This certainly has a negative impact as well, namely traffic jams, the possibility of greater traffic accidents, air pollution and noise pollution.Acquiring motorbikes across the toll road is expected to reduce the negative impacts above, in addition to the benefits to be gained by motorcycle users, namely easier accessibility and faster travel time. Keywords: motorcycle, toll road, accident, pollution

Page 667: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 656

I. LATAR BELAKANG Pembangunan jalan tol dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini sangatlah pesat.

Pemerintah menargetkan pembangunan jalan tol sampai tahun 2019 adalah sepanjang 1.852 km. Hal ini tentu memberi pengaruh positif bagi pengguna transportasi, dikarenkan semakin mudahnya akses ke suatu daerah dengan waktu yang lebih singkat. Akan tetapi pada umumnya manfaat ini hanya dapat dirasakan oleh pengendara kendaraan bermotor roda 4 atau lebih, karena sampai saat ini pengendara kendaraan bermotor roda 2 (sepeda motor) masih dilarang untuk melintasi jalan tol. Hanya ada 2 jalan tol yang boleh dilalui sepeda motor, yaitu jalan tol Suramadu dan Tol Bali Mandara.

Larangan sepeda motor melintasi jalan tol ini perlu ditinjau kembali mengingat hal ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah, PP No. 44 tahun 2009 pasal 38 yang menyebutkan bahwa, “Pada jalan tol dapat dilengkapi dengan jalur jalan tol khusus bagi kendaraan roda dua yang secara fisik terpisah dari jalan tol yang diperuntukkan bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih.” Pada penjelasan ketentuan umum dijabarkan bahwa kendaraan roda dua merupakan moda transportasi dengan populasi yang cukup besar. Dengan demikian, perlu diberikan kemudahan dalam menggunakan infrastruktur berupa jalan termasuk jalan tol. Akan tetapi perlu diperhatikan agar pemberian kemudahan ini tetap memperhitungkan faktor keselamatan dan keamanan pengguna jalan.

Pembolehan sepeda motor melintasi jalan tol juga diharapkan mampu menguraikan beban jalan raya atas sepeda motor, dan meminimalkan dampak - dampak negatif yang terjadi akibat semakin meningkatnya pengguna sepeda motor di jalan raya.

II. MAKSUD DAN TUJUAN

Meskipun telah jelas bahwa ada aturan tentang diperbolehkannya sepeda motor lewat jalan tol, sampai saat ini kajian tentang hal tersebut masih terus dilakukan. Sementara itu, populasi sepeda motor yang semakin pesat dan membebani ruas jalan raya semakin menimbulkan permasalahan, diantaranya adalah kemacetan lalu lintas; pemborosan energi; meningkatnya biaya operasional kendaraan, polusi udara dan polusi suara, serta yang tidak kalah pentingnya adalah semakin meningkatnya kecelakaan yang melibatkan sepeda motor. Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk menganalisis tentang kelaikan pembolehan sepeda motor melintasi jalan tol. III. LINGKUP BAHASAN

Pokok pembahasan pada makalah ini adalah tentang analisis pembolehan sepeda motor melintasi jalan tol. Sepeda motor menurut pasal 1 PP nomor 55 tahun 2012 adalah yang dimaksud disini adalah kendaraan bermotor roda 2 (dua) dengan atau tanpa rumah – rumah dan tanpa kereta samping dan / atau kereta depan. Pada makalah ini, sepeda motor yang dimaksud adalah kendaraan bermotor roda 2 tanpa rumah – rumah dan tanpa kereta samping dan / atau kereta depan. Perhitungan ekonomis tentang biaya operasional kendaraan tidak diperhitungkan, begitu pula dalam pemilihan bahan pembatas kendaraan bermotor. IV. DASAR TEORI 4.1 Aturan tentang Pembolehan Sepeda Motor Melintasi Jalan Tol Penggunaan ruas jalan tol telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) no. 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol pada pasal 38 ayat (1), yang menyebutkan bahwa, “Jalan tol hanya diperuntukkan bagi pengguna jalan yang menggunakan kendaraan bermotor roda empat atau lebih”. Pada perkembangannya, pemerintah menerbitkan PP no. 44 tahun 2009 yang merupakan penyempurnaan PP no 15 tahun 2005, dengan menambah 1 ayat pada pasal 38, yaitu ayat (1a) yang berbunyi : “Pada jalan tol dapat dilengkapi dengan jalur jalan tol khusus bagi kendaraan bermotor roda dua yang secara fisik terpisah dari jalur jalan tol yang diperuntukkan bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih.”

Page 668: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 657

Dengan demikian, pengendara kendaraan bermotor roda dua (sepeda motor) mempunyai hak yang sama dengan pengendara kendaraan bermotor roda empat atau lebih untuk dapat melintasi jalan tol. Akan tetapi keselamatan pengendara kendaraan bermotor tetap harus diperhatikan dengan membuat jalur jalan tol khusus bagi kendaraan bermotor roda dua. 4.2 Jalur Jalan Tol Khusus bagi Kendaraan Bermotor Roda Dua Pada penjelasan PP no. 44 tahun 2009 disebutkan bahwa “Kendaraan bermotor roda dua merupakan moda transportasi dengan populasi yang cukup besar sehingga perlu diberi kemudahan dalam menggunakan infrastruktur berupa jalan termasuk jalan tol. Pemberian kemudahan ini diberikan dengan tetap memperhitungkan faktor keselamatan dan keamanan pengguna jalan.” Oleh karena itu mutlak diperlukan pembatas kendaraan agar tidak terjadi pencampuran antara kendaraan roda 2 dengan kendaraan roda 4 atau lebih (mixed traffic). Perbedaan kecepatan yang terjadi pada lalu lintas dengan kondisi mixed traffic sangat rentan terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas. Terdapat 3 tipe pembatas kendaraan yang dipakai di Indonesia seperti yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan, PM no. 82 tahun 2018 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Jalan, yaitu : (1) guardrail kaku berupa beton cor; (2) guardrail semi kaku berupa batang baja profil; dan (3) guardrail flexible kabel baja. Dilihat dari bahannya, pembatas kendaraan tipe kaku dan semi kaku dapat menyebabkan tingginya tingkat fatalitas kecelakaan dikarenakan tumbukan yang terjadi antara pembatas kendaraan dengan kendaraan. Begitu pula dengan pembatas kendaraan tipe flexibel, karena kurang berfungsi sebagai pembatas lajur kendaraan. Kendaraan roda 4 atau lebih dimungkinkan dapat berpindah jalur lalu lintas, sehingga meningkatkan intensitas dan tingkat fatalitas kecelakaan. Oleh karena itu pada tulisan ini diusulkan penggunaan pembatas kendaraan dengan sifat bahan yang merupakan gabungan dari 2 bahan tersebut diatas, yaitu Tire SRope. Tire SRope merupakan gabungan antara ban (tire) dengan pilinan baja, (steel rope) [Novitasari, Dian,2019). Dengan menggunakan pembatas tire srope, kecepatan kendaraan bermotor, khususnya roda 4 atau lebih dapat diredam dengan baik, sehingga lebih fatalitas kecelakaan dapat diminimalisir, dan dapat menahan laju kendaraan agar tidak berpindah ke jalur sepeda motor. Selain fungsi tersebut, penggunaan tire srope mendukung gerakan suistenable green action, karena penggunaan ban boleh memakai ban bekas pakai, dan pada ban tersebut dapat pula ditanam tumbuhan perdu atau bunga yang nantinya diharapkan dapat menyerap emisi gas O2 sehingga dapat memperbaiki kualitas udara. V. POKOK BAHASAN PERMASALAHAN 5.1 Populasi Pengguna Sepeda Motor Sepeda motor dewasa ini menjadi moda transportasi yang kian digemari masyarakat Indonesia. Lalu lintas yang padat, kondisi moda transportasi umum yang belum bisa mengakomodir kebutuhan masyarakat akan aksesibilitas, konektivitas dan mobilitas, serta harga sepeda motor yang terjangkau membuat semakin banyak orang yang lebih memilih menggunakan kendaraan roda 2 ini. Efeknya, terjadi pembengkakan jumlah sepeda motor yang semakin meningkat setiap tahunnya. Jumlah pengguna sepeda motor di Indonesia merupakan salah satu yang terbanyak di dunia. Pada tahun 2018, jumlah penduduk Indonesia adalah 260 juta jiwa, dengan kepemilikan sepeda motor mencapai 137,7juta [https://www.viva.co.id/otomotif; downloaded 13/9/19 16.27]

Page 669: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 658

5.2 Permasalahan – permasalahan terkait Meningkatnya Populasi Sepeda Motor Semakin pesatnya populasi sepeda motor di Indonesia yang membebani jalan raya menimbulkan banyak permasalahan, beberapa diantaranya adalah : - Kemacetan lalu lintas : - Pemborosan energi : - Meningkatnya biaya operasional kendaraan (BOK) : - Meningkatnya polusi udara - Meningkatnya polusi suara / kebisingan : - Meningkatnya kecelakaan kendaraan bermotor : 5.3 Analisis SWOT Pembolehan Sepeda Motor Melintasi Jalan Tol

Untuk mengetahui penting atau tidaknya pembolehan sepeda motor melintasi jalan tol, maka perlu dilakukan kajian secara mendalam terlebih dahulu. Kajian tersebut secara sederhana dapat dilakukan dengan melakukan analisis SWOT, yaitu dengan menganalisa keuntungan, kerugian, peluang dan ancaman sebagai dasar pengambilan keputusan terkait hal ini. Analisis SWOT terkait pembolehan sepeda motor melintasi jalan tol adalah sebagai berikut : a. Strength

• Pemenuhan hak pengendara sepeda motor untuk lewat jalan tol Pemenuhan hak pengguna jalan khususnya pengendara sepeda motor secara psikologis dapat menimbulkan stimulus positif bagi pengendara sepeda motor. Timbul kepercayaan terhadap pemerintah, dan kepatuhan terhadap peraturan mengendara di jalan tol akan lebih ditaati.

• Mempersingkat waktu tempuh pengendara sepeda motor Dengan melintasi jalan tol yang bebas hambatan, perjalanan pengendara sepeda motor akan lebih lancer, tidak perlu berkali – kali berhenti karena traffic light, persimpangan sebidang,tingginya gangguan samping jalan dan faktor lainnya. Oleh karenanya waktu tempuh perjalanan bisa lebih singkat, walaupun jarak tempuh bisa jadi lebih jauh daripada jarak ditempuh melalui jalan raya.

• Mengurangi kemacetan lalu lintas di jalan raya Diperbolehkannya sepeda motor melintasi jalan tol menimbulkan alternatif rute / ruas jalan yang dapat menjadi pilihan bagi pengendara sepeda motor. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya volume sepeda motor pada jalan raya, sehingga akan mengurangi kemacetan.

• Mengurangi pemborosan energi Kondisi macet di jalan raya mengakibatkan pemborosan energi akibat pemakaian BBM. Kendaraan dengan kondisi idle saat mangalami kemacetan tetap menyalakan mesin kendaraannya. Hal inilah yang menyebabkan pemborosan pemakaian energi / BBM.

• Mengurangi biaya operasional kendaraan (BOK) Pemakaian BBM, spare part, dan ban akan semakin berkurang apabila jalan raya dalam kondisi lancer. Beralihnya sebagian pengendara sepeda motor ke jalan tol menyebabnya semakin lancarnya perjalanan di jalan raya, sehingga dapat menghemat biaya operasiona kendaraan.

• Mengurangi polusi udara Beralihnya sepeda motor ke jalan tol berpengaruh terhadap kualitas udara di sekitar ruas jalan yang biasanya dilalui sepeda motor. Emisi gas buang yang berasal dari knalpot sepeda motor akan jauh berkurang, sehingga kualitas udara menjadi lebih baik.

• Mengurangi polusi suara / kebisingan Jalan raya, baik itu jalan kolektor maupun jalan arteri, pada umumnya melewati daerah Central Business District (CBD) dan area pemukiman. Banyaknya kendaraan yang melintasi jalan raya menyebabkan polusi suara / kebisingan

Page 670: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 659

pada penduduk sekitar. Polusi suara ini akan lebih berkurang seiring dengan berkurangnya kendaraan yang melintasi jalan raya.

• Mengurangi kecelakaan yang melibatkan sepeda motor Bercampurnya kendaraan bermotor (mixed traffic) dengan perbedaan kecepatan pada suatu ruas jalan berpotensi menimbulkan kecelakaan. Beralihnya sebagian populasi sepeda motor di jalan raya dapat mengurangi potensi terjadinya kecelakaan. Manuver - manuver yang kerap kali dilakukan oleh pengendara motor diakibatkan oleh padatnya volume kendaraan diapat berkurang atau bahkan tidak ada karena berkurangnya kepadatan ruas jalan.

b. Weakness

• Kemungkinan timbulnya kemacetan pada gate jalan tol Volume kendaraan yang akan masuk / keluar gate jalan tol akan semakin meningkat sehubungan dengan beralihnya sepeda motor melintasi jalan tol.

• Membutuhakan biaya untuk lewat jalan tol Dibutuhkan pengeluaran tambahan bagi pengendara sepeda motor apabila memilih untuk melintas di jalan tol, yaitu untuk membayar biaya tol. Akan tetapi hal ini tentu saja sudah dipertimbangkan dengan baik oleh pengendara sepeda motor, dengan membandingkan biaya yang dikeluarkan dengan kecepatan waktu tempuh yang didapat apabila lewat jalan tol.

• Terjadi pengurangan pendapatan bagi pedagang di luar ruas jalan tol Beralihnya pengendara motor dari jalan raya ke jalan tol sedikit banyak akan memberikan dampak bagi penghasilan pedagang di sekitar jalan raya. Pelanggan mereka akan semakin berkurang seiring dengan beralihnya pengendara sepeda motor.

• Jarak tempuh perjalanan bisa lebih jauh, Karena letak gate tol yang jauh dari titik awal atau akhir perjalanan

c. Opportunity

• Mempercepat pertumbuhan ekonomi penduduk sekitar jalan tol Pertumbuhan ekonomi penduduk di sekitar jalan tol dapat meningkat apabila difasilitasi dengan baik. Sepeda motor dengan kecepatan yang lebih rendah aripada kecepatan kendaraan roda 4 atau lebih tentu membutuhkan rest area dengan jarak yang lebih dekat. Pertumbuhan rest area diiringi pula dengan pertumbuhan pelaku usaha yang biasanya dari penduduk sekitar jalan tol, yang pada akhirnya nanti dapat memicu pertumbuhan ekonomi penduduk sekitar.

• Menaikkan pendapatan pengelola jalan tol Pendapatan pengelola jalan tol akan semakin meningkat seiring dengan bertambah banyaknya pengendara sepeda motor yang melewati jalan tol, sehingga segera didapat kondisi break event point (BEP). Hal ini tentu saja akan dapat menambah nilai positif untuk iklim investasi jalan tol di Indonesia.

• Mengurangi limbah ban bekas pakai Penggunaan pembatas jalan dengan bahan ban dan pilinan kawat baja, tire SRope, bisa menggunakan ban bekas pakai, sehingga dapat mengurangi limbah industri.

• Mendukung green living Ban yang digunakan pada pembatas jalan, tire SRope, bisa difungsikan menajadi media tanam bagi tanaman perdu / bunga, sehingga dapat menambah estetika dan menghijaukan jalan tol. Emisi gas O2 dari kendaraan bermotor akan dapt terserap oleh tanaman, sehingga kualitas udara semakin baik.

Page 671: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 660

d. Threat

• Kemungkinan pengendara sepeda motor ngebut Jalan tol yang tanpa hambatan dengan jkondisi jalan yang bagus dapat memicu pengendara sepeda motor untuk berkendara dengan kecepatan tinggi. Hal ini dapat menjadi ancaman karena membahayakan pengguna jalan yang lain, dan apabila terjadi kecelakaan, tingkat fatalitasnya akan lebih besar karena tingkat fatalitas berbanding lurus dengan kecepatan. Oleh karena itu perlu dibuat lagi aturan baru tentang perambuan dan pembatasan kecepatan sepeda motor yang melintas di jalan tol.

• Jumlah sepeda motor dimungkinkan akan semakin banyak Pemberian kesempatan bagi pengendara motor untuk melintasi jalan tol menambah nilai positif sepeda motor dan akan memberi stimulus bagi masyarakat untuk lebih menggunakan sepda motor daripada moda transportasi lainnya.

VI. KESIMPULAN Dari analisa SWOT diatas, dapata diambil kesimpulan bahwa pembolehan sepeda motor melintasi dapat diwujudkan, mengingat dampak positif yang ditimbulkan lebih banyak daripada dampak negatifnya. Akan tetapi perlu diingat bahwa pembolehan ini hanya dapat dilakukan apabila telah disiapkan terlebih dahulu pembatas antara sepeda motor dengan kendaraan bermotor roda 4 atau lebih. Perlu diterbitkan regulasi juga tentang batas kecepatan yang harus dipatuhi oleh pengendara sepeda motor, jenis dan letak rambu untuk jalur sepeda motor serta penambahan rest area dengan jarak yang lebih dekat untuk mengakomodir kebutuhan pengendara sepeda motor yang melintasi jalan tol.

DAFTAR PUSTAKA Kementrian Perhubungan RI, 2018,” Alat Pengendali dan Pengaman Jalan”, Peraturan

Menteri Perhubungan RI Nomor 82 tahun 2018, Jakarta : Kementrian Perhubungan RI.

Novitasari, Dian.”Tire SRope Guardrail, Inovasi dalam Upaya Peningkatan Keselamatan pada Jalan Tol”, In Proceeding of Inovasi Teknologi dalam Era 4.0: Narotama, 2019

Presiden Replubik Indonesia, 2012, “Kendaraan”, Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2012, Jakarta : Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Sekretariat Negara RI, 2009, “Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005”, Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2009, Jakarta : Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20190214123837-4-55506/sederet-bukti-konkret-pembangunan-infrastruktur-era-jokowi (accsessed Oktober, 2019)

Page 672: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 661

PENGARUH MULTI LANE FREE FLOW TERHADAP KINERJA JALAN TOL

Ahmad Munawar, Imam Muthohar, Arif Ardiyanto DPD HPJI DIY dan Peneliti Pustral UGM

Email: [email protected]

Abstrak Kemacetan pada jalan tol umumnya terjadi pada pintu gerbang tol. Oleh karena itu, direncanakan penggantian sistem pembayaran tol dari sistem Card Based Tolling System ke MLFF, Multi Lane Free Flow (ETC, Electronic Toll Collection System), yang dapat meningkatkan kinerja jalan tol. Analisis dilakukan untuk mengkaji peningkatan kinerja jalan tol dengan diterapkannya Multi Lane Free Flow ini. Perangkat lunak VISSIM (Verkehr In Staedten Simulation Model, Model Simulasi Lalu Lintas Perkotaan), yang dikembangkan oleh PTV Group, Jerman digunakan untuk mensimulasi kinerja lalu lintas guna membandingkan Card Based Tolling System dengan MLFF (ETC), yang meliputi panjang antrian, tundaan, penggunaan bahan bakar dan polusi udara, dengan studi kasus di Pintu Gerbang Tol Tebet 2. Pintu Gerbang Tol tersebut merupakan salah satu pintu gerbang dengan arus lalu lintas yang cukup tinggi, Untuk Card Based Tolling System, kendaraan harus berhenti guna menempelkan kartu, sedangkan untuk MLFF (ETC), kendaraan cukup memperlambat pada saat memasuki pintu tol. Hasil simulasi menunjukkan peningkatan kinerja yang signifikan dengan diterapkannya sistem MLFF ini. Kata kunci: Multi Lane Free Flow, Electronic Toll Collection, Card Based Tolling System.

Page 673: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 662

1. LATAR BELAKANG Tingginya volume lalu lintas di ruas-ruas jalan baik jalan tol maupun non tol mengakibatkan kemacetan yang tinggi di berbagai ruas jalan. Untuk jalan tol, kemacetan terutama terjadi pada pintu-pintu tol terutama pada jam puncak, saat berangkat kerja, pulang kerja, dan waktu liburan. Ada beberapa sistem pelayanan pada pintu tol seperti terlihat pada gambar 1. Sebagian besar pintu tol saat ini masih berdasarkan pada card based tolling system. Sistem ini masih menyebabkan antrian yang panjang pada pintu tol. Di negara-negara lain, card based tolling system sudah banyak ditinggalkan, diganti dengan electronic tolling system. Oleh karena itu, di Indonesia akan mulai diterapkan sistem electronic tolling system dengan Multi Lane Free Flow. Makalah ini akan menganalisis, seberapa jauh manfaat perubahan sistem ini dari segi panjang antrian, tundaan dan penggunaan bahan bakar. Analisis dilakukan dengan menggunakan model simulasi dengan menggunakan perangkat lunak VISSIM (Verkehr in Staedten Simulation Model, Model Simulasi Lalu lintas Perkotaan) yang dikembangkan oleh PTV, Jerman.

Gambar 1. Evolusi Sistem Pelayanan Pintu Tol

2. MODEL SIMULASI DENGAN PERANGKAT LUNAK VISSIM

Vissim merupakan software yang bisa melakukan simulasi untuk lalu lintas multi- moda mikroskopik. Simulasi multi-moda menjela1skan kemampuan untuk mensimulasikan lebih dari satu jenis lalu lintas, semua jenis ini bisa berinteraksi satu sama lain. Dalam Vissim, jenis-jenis lalu lintas yang bisa disimulasikan antara lain vehicles (mobil, bus, truk), public transport (tram, bus), cycles (sepeda, sepeda motor), pejalan kaki dan rickshaw. Pengguna software ini bisa memodelkan segala jenis konfigurasi geometrik ataupun perilaku pengguna jalan yang terjadi dalam sistem transportasi.

Vissim didasarkan pada penelitian intensif selama bertahun-tahun, dan sejak diperkenalkan pada tahun 1992 telah digunakan oleh masyarakat luas di seluruh dunia dan terbukti menjadi software yang paling unggul untuk simulasi lalu lintas mikroskopik. Simulasi mikroskopik, atau kadang juga disebut mikrosimulasi, berarti tiap kesatuan (mobil, kereta, orang) yang akan disimulasikan, disimulasikan secara individual.

Page 674: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 663

Vissim telah digunakan untuk menganalisis jaringan-jaringan dari segala jenis ukuran jarak persimpangan individual hingga keseluruhan daerah metropolitan, seperti yang telah digunakan oleh Adriyanto dan Munawar (2013), Aryandi dan Munawar (2014), Fitrada dan Munawar (2015), Munawar (2004) serta Putri dan irawan (2015). Dalam jaringan-jaringan transportasi, Vissim mampu memodelkan semua klasifikasi fungsi jalan mulai dari jalan raya untuk sepeda motor hingga jalan raya untuk mobil. Jangkauan aplikasi jaringan Vissim yang luas juga meliputi fasilitas – fasilitas transportasi umum, sepeda hingga pejalan kaki. Selain itu Vissim juga bisa mensimulasikan geometrik dan kondisi operasional yang unik yang terdapat dalam sistem transportasi. Data yang ingin dimasukkan untuk dianalisis dilakukan sesuai keadaan di lapangan. Hasil-kinerja jaringan jalan yang menjadi data keluaran software Vissim antara lain dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil kinerja jaringan jalan dalam Vissim

ATRIBUT DEFINISI

Tundaan Kendaraan Diperoleh dengan mengurangi waktu tempuh teoritis (ideal) dari waktu perjalanan yang sebenarnya. Waktu tempuh teoritis adalah waktu tempuh yang bisa dicapai jika tidak ada kendaraan lain dan / atau tidak ada kontrol sinyal atau alasan lain untuk berhenti.

Antrian Rata-Rata Total jumlah berhenti / (Jumlah kendaraan dalam jaringan + jumlah kend yang telah tiba)

Total Antrian Jumlah total berhenti semua kendaraan yang ada di jaringan atau sudah tiba. Waktu pemberhentian bus dan kereta api di depan Halte / Stasiun dan waktu parkir di tempat parkir tidak termasuk dalam atribut ini.

Konsumsi bahan bakar

Konsumsi bahan bakar menggunakan satuan US galons. 1 US Gallons sama dengan 3,78541 Liter.

Emissions CO Carbon monoxide (dinyatakan dalam satuan gram)

Emissions NOx Nitrogen oxides (dinyatakan dalam satuan gram)

Emissions VOC Volatile organic compounds (dinyatakan dalam satuan gram)

(Sumber : PTV AG, Vissim User Manual, 2011)

Vissim merupakan perangkat lunak simulasi lalu lintas dengan tinjauan mikroskopik. Model pembangun dalam Vissim menggunakan model perilaku mengemudi psycho-physical Wiedemann yang mempertimbangkan pengaruh terhadap persepsi pengemudi dalam pengendalian kecepatan kendaraan yang dikemudikannya.

Hal ini memungkinkan adanya penyesuaian dalam berbagai karakteristik dan tipe pengemudi di berbagai wilayah di dunia. Artinya penerapan program simulasi komputer ini menjadi fleksibel untuk diadopsi dengan catatan dilakukan berbagai penyesuaian-penyesuaian menurut perilaku dan karakteristik pengemudi yang ada di daerah tersebut.

Page 675: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 664

Konsep model pembuntutan kendaraan yang dikembangkan Wiedemann (1974) yaitu semakin cepat kendaraan bergerak mendekati kendaraan yang lebih lambat, besar perlambatan yang akan diambil oleh pengemudi akan ditentukan berdasarkan batas nilai persepsi. Model pembuntutan kendaraan dalam Vissim dibedakan menjadi dua yaitu Wiedemann 74 untuk area perkotaan dan Wiedemann 99 untuk jalan bebas hambatan (PTV AG, 2011). Pada simulasi ini digunakan model Wiedemann 99. Model pembuntutan kendaraan dapat dilihat pada gambar 1, yang menggambarkan hubungan antara reaksi pengemudi dengan selisih kecepatan dan jarak antara kendaran. Pada selisih jarak yang jauh dan selisih kecepatan yang rendah, gerakan kendaran belakang tidak terpengaruh kendaraan di depannya (no reaction). Sebaliknya pada selisih jarak yang dekat dan selisih kecepatan yang tinggi, gerakan kendaraan belakang akan terpengaruh gerakannya oleh kendaraan di depannya.

Gambar 1. Model Pembuntutan Kendaraan

Model pembuntutan kendaraan Wiedemann 74 memiliki pengaturan menu

Following pada karakteristik pengemudi yang lebih sedikit. Diantaranya Average Standsill Distance, Additive Part of Safety Distance, Multiplic Part of Safety Distance.

Model pembuntutan kendaraan Wiedemann 99 dengan rincian yang lebih banyak memiliki lebih banyak parameter yang lebih sulit pada proses kalibrasi (Aghabayk dkk, 2013). Misalnya pada menu Driving Behavior terdapat pengaturan Standsill Distance (CC0), Headway Time CC1), Following Variation (CC2), Threshold for Entering Following (CC3), Following Thresholds (CC4 dan CC5), Speed Dependency of Oscillation (CC6), Oscillation Acceleration (CC7), Standsill Acceleration (CC8), Acceleration at 80 km/jam (CC9). Parameter-parameter pembangun model diantaranya Look ahead distance, temporary lack of attention, smooth closeup behavior, dan standstill distance for static obstacles perlu diperhatikan pada saat proses kalibrasi model.

Kecepatan kendaraan dapat didefinisikan pada setiap keadaan, dengan menentukan distribusi kecepatan sebagai input dalam program Vissim. Sebagai contoh dapat dilihat pada gambar 2.

Page 676: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 665

Gambar 2. Contoh distribusi kendaraan sebagai input program Vissim

3. STUDI KASUS PADA PINTU GERBANG TOL TEBET 2

Karakteristik lalu lintas jam puncak pd pintu gerbang tol Tebet 2 seperti pada tabel

2 di bawah ini.

Tabel 2. Karakteristik Lalu lintas pada Jam Puncak

Parameter Besaran

Volume ruas jalan utama (kend/jam) 3559

Volume ruas ramp on (kend/jam) 1011 Kecepatan ruas jalan utama (km/jam) 65

Kecepatan ruas ramp on (km/jam) 34

Hasil kalibrasi model, dengan studi kasus di Pintu Gerbang Tol Tebet 2, dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Kalibrasi Parameter Vissim

Page 677: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 666

Simulasi dilakukan dengan membandingkan 3 keadaan: 1. Pelayanan keadaan saat ini, dengan menggunakan card based tolling system, harus

berhenti di pintu tol, 2. Pelayanan dengan electronic tolling system, kendaraan tidak berhenti, tetapi harus

mengurangi kecepatan hingga 40 km/jam pada saat melewati pintu tol, 3. Pelayanan dengan electronic tolling system, kendaraan tidak berhenti, tetapi harus

mengurangi kecepatan hingga 50 km/jam pada saat melewati pintu tol. 4. Pelayanan dengan electronic tolling system, kendaraan tidak berhenti, tetapi harus

mengurangi kecepatan hingga 60 km/jam pada saat melewati pintu tol. Hasil simulasi ditunjukkan pada tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Hasil Simulasi Berbagai Keadaan pada Jam Puncak

Kondisi Antrian rata-rata Tundaan rata2 BBM Pollutant (gram)

(meter) (detik) gallons CO Nox VOC

Eksisting 81,93 8,47 104,89 7332 2427 1699

Kec. 40 km/j 76,77 7,84 101.68 7107 1383 1647

Kec. 50 km/j 63,90 6,36 94.57 6610 1286 1532

Kec. 60 km/j 59,41 5,85 89,69 3686 717 854

4. KESIMPULAN

Dari hasil simulasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa dengan diterapkannya Multi

Lane Free Flow, terdapat perbedaan yang signifikan baik dari segi antrian, tundaan, penghematan BBM dan pengurangan pollutant.

Kondisi paling ideal, pada pembatasan kecepatan 60 km/jam, menghasilkan pengurangan antrian sebesari 27 %, pengurangan tundaan 31 %, pengurangan BBM 15 %, serta pengurangan CO, NoX dan VOC masing-masing sebesar 50 %, 70 % dan 30 %.

DAFTAR PUSTAKA

Aghabayk, K., Sarvi, M., Young, W., Kautzsch, L, 2013. A Novel Methodology for Evolutionary Calibration of Vissim by a Multi-Threading. Australian Transport Research Forum 2013 Proceedings, 2 – 4 October, 2013. Brisbane, Australia: Australian Transport Research Forum.

Andriyanto, A., Munawar, A., 2013. Predicting Queues and Delays at Toll Plazas by Computer Simulation (Case Study: Cililitan Toll Plaza, Jakarta). Proceeding of The World Congress on Engineering 2013, Vol 1.

Aryandi, R. D., Munawar, A., 2014. Penggunaan Softwaere Vissim untuk Analisis Simpang Bersinyal (Studi Kasus: Simpang Mirota Kampus Terban Yogyakarta). 17th FSTPT International Symposium. 22-24 Agustus. Jember: Jember University.

Fitrada, A. G., Munawar A, 2015. Evaluasi Penerapan Sistem Contraflow Buslane dengan menggunakan Software Vissim (Studi Kasus Jalan Prof. Yohannes dan Jalan C. Simanjuntak, Yogyakarta). 18th FSTPT International Symposium. 28 Agustus. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Munawar, A., 2004. Analisis Sistem Jaringan Transportasi di Kampus UGM. Media Teknik. no. 3 tahun XXVI Edisi Agustus 2004.

Putri, N. H., Irawan, M. Z., 2015. Kalibrasi Vissim Untuk Mikrosimulasi Arus Lalu Lintas Tercampur Pada Simpang Bersinyal (Studi Kasus: Simpang Tugu, Yogyakarta). Jurnal Penelitian Transportasi Multimoda, 13(3), pp.97-106.

PTV AG, 2011. Vissim 5.30-05 User Manual. Karlsruhe, Germany

Page 678: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 667

TINGKAT PELAYANAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI AREA TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT (TOD) DUKUH ATAS

JAKARTA

LEVEL OF SERVICE ON THE PEDESTRIAN FACILITIES IN TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT (TOD) AREA OF DUKUH ATAS

IN JAKARTA

Agah Muhammad Mulyadi Puslitbang Jalan dan Jembatan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Jl. A.H. Nasution No. 264 Bandung, 40294, Indonesia Email : [email protected]

Abstrak Transit Oriented Development atau disingkat menjadi TOD merupakan salah satu pendekatan pengembangan kota yang mengadopsi tata ruang campuran dan memaksimalkan penggunaan transportasi masal. Kawasan Dukuh Atas merupakan kawasan pertama di Kota Jakarta yang dicanangkan sebagai kawasan TOD. TOD ini telah diresmikan pada tanggal 30 April 2019 oleg Gubernur DKI. Pada kawasan ini, moda transportasi umum yang sudah beroperasi antara lain KRL Commuter Line, MRT, Kereta Bandara, Bus TransJakarta, dan Bus Metrotrans serta nantinya LRT Jakarta dan LRT Jabodebek akan memiliki stasiun di wilayah Dukuh Atas. Tujuan dari makalah ini adalah meneliti tingkat pelayanan fasilitas pejalan Kaki di area TOD Dukuh Atas. Survei dilakukan dengan cara menghitung secara manual volume pejalan kaki dan waktu tempuh pejalan kaki ketika melewati penggal pengamatan. Selanjutnya untuk mendapatkan analisis tingkat pelayanan fasilitas pejalan kaki adalah dengan menggunakan parameter arus pejalan kaki, kecepatan pejalan kaki, kepadatan pejalan kaki dan ruang pejalan kaki. Berdasarkan hasil analisis data pada lokasi jalan Blora, jalan Tanjung Karang dan terowongan Kendal diperoleh bahwa tingkat pelayanan berdasarkan v/c rasio di semua lokasi tersebut adalah A. Sedangkan berdasarkan area antrian diperoleh nilai bervariasi antara A hingga D. Selanjutnya berdasarkan efek pengelompokan diperoleh nilai A dan B. Kata Kunci: Transit Oriented Development, Pejalan Kaki, Dukuh Atas, Integrasi Angkutan Umum, Trotoar Abstract Transit Oriented Development (TOD) is one of the urban development approaches that adopts mixed spatial planning and maximizes the use of mass public transport. Dukuh atas is the first area in Jakarta which was declared as TOD area. This TOD was inaugurated on 30 April 2019 by the Governor of DKI Jakarta. In this area, public transportation modes that have been operating are KRL Commuter Line, MRT, Airport Railink Services (ARS), Trans Jakarta Buses, and Metrotrans Buses and later Jakarta LRTs and Jabodebek LRTs will also have stations in the Dukuh Atas area. Purpose of this paper is to examine the service levels of pedestrian facilities in the Dukuh atas TOD area. The survey was carried out by manually calculating the volume of pedestrians and the travel time of pedestrians. In addition, Based on the results of data analysis on Blora, Tanjung Karang and Kendal tunnels, it was found that the level of service based on v/c ratio at all locations was A. While based on the queuing area, the level of service were varied between A to D.Furthermore, based on the clustering effect the values are A & B. Keywords: Transit Oriented Development, Pedestrians, Dukuh Atas, Urban Transport Integration, Sidewalks

Page 679: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 668

Page 680: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 669

Page 681: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 670

Page 682: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 671

Page 683: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 672

Page 684: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 673

Page 685: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 674

Page 686: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 675

Page 687: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 676

Page 688: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 677

Page 689: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 678

Page 690: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 679

Page 691: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 680

PENENTUAN FASILITAS PENYEBERANGAN PEJALAN KAKI PADA RUAS JALAN PERKOTAAN BERDASARKAN DEMAND

(STUDI KASUS JALAN RADEN PATAH, JAKARTA SELATAN)

1Anjang Nugroho, 2Natalia Tanan 1,2Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan

Jl. A.H. Nasution No.264 Ujungberung, Bandung [email protected], [email protected]

Abstrak. Penyeberangan pejalan kaki baik di ruas maupun di persimpangan jalan adalah fasilitas yang sangat diperlukan oleh pejalan kaki untuk mendukung mobilitasnya. Seringkali fasilitas penyeberangan pejalan kaki yang telah disediakan tidak dimanfaatkan dengan baik oleh pengguna. Karena itu dalam penyediaannya, perlu dilakukan perencanaan berdasarkan kebutuhan pengguna jalan. Pada ruas jalan Raden Patah belum ditemukan fasilitas penyeberangan. Pejalan kaki belum memiliki tempat penyeberangan yang menjamin keselamatannya secara hukum. Selain itu kenyamanan pejalan kaki juga terganggu ketika melewati median dan trotoar jalan. Kecelakaan terkadang terjadi antara sepeda motor dan pejalan kaki. Dalam kajian ini, direncanakan pemilihan fasilitas penyeberangan yang memenuhi kebutuhan baik dari pengguna jalan maupun dari pedoman di jalan Raden Patah. Survei wawancara dilakukan untuk mengetahui persepsi dan preferensi pejalan kaki. Sementara survei volume penyeberang jalan dan volume lalu lintas dilakukan sebagai input perhitungan rumus PV2 dalam pedoman perencanaan teknis fasilitas pejalan kaki. Hasil kajian menunjukan bahwa baik preferensi pejalan kaki maupun rumus PV2 merekomendasikan pelican. Namun analisa secara menyeluruh berdasarkan pedoman perencanaan teknis merekomendasikan zebra cross dengan lapak tunggu sebagai fasilitas penyeberangan yang perlu disiapkan. Kata kunci: fasilitas penyeberangan, pejalan kaki, keselamatan, kenyamanan, ruas jalan perkotaan Abstract. Pedestrian crossing found at crossroads and at particular segment of roads is facility which is needed by pedestrians to support their mobility. Pedestrian crossing facility that has been provided is not often utilized properly by pedestrian. Therefore in its provision, the planning has to be calculated based on the needs of road users. Raden Patah road which is located in office area does not have crossing facility yet. Pedestrians need a crossing facility that guarantees their safety legally. Besides that, pedestrians find it difficult when passing through the median and sidewalks. Sometimes accidents occurred between motorcycle and pedestrians. In this review, the suggestion of crossing facility types that meet the needs of both road users and guidelines were calculated. Interview surveys are conducted to understand pedestrian perceptions and preferences. While the volume of pedestrian who cross the road and the traffic volumes were surveyed as the input to the PV2 formula in the technical planning guidelines for pedestrian facilities. The assessment results show that both pedestrians preferences and the PV2 formula suggested pelican. However, a thorough analysis based on technical planning guidelines recommended staggered crossing as the crossing facility that need to be prepared. Keywords: crossing facilities, pedestrians, safety, comfort, urban roads

Page 692: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 681

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Jalan Raden Patah di Jakarta Selatan merupakan jalan dalam kawasan perkantoran. Pergerakan penyeberangan pejalan kaki antar gedung sangat mungkin terjadi mengingat terdapat gedung kantor Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) yang dipisahkan oleh Jalan Raden Patah. Demikian pula pejalan kaki yang melakukan perjalanan dari simpul transportasi umum seperti halte Busway Al Azhar dan halte MRT ASEAN ke kantor pusat KemenPUPR. Dilihat dari sisi keselamatan, pejalan kaki belum memiliki tempat penyeberangan yang menjamin keselamatannya secara hukum. Kenyamanan pejalan kaki juga terganggu ketika melewati median dan trotoar jalan. Ditambah lagi konflik antara sepeda motor dan pejalan kaki yang meskipun tidak fatal namun sering terjadi.

Berdasarkan informasi terkait keselamatan, kecelakaan, dan kenyamanan pejalan kaki maka perlu direncanakan fasilitas penyeberangan yang memenuhi kebutuhan. Dalam merencanakan fasilitas penyeberangan, hal yang sangat penting untuk diketahui adalah perilaku dan karakteristik penyeberang jalan. Penyeberang jalan di setiap wilayah memiliki perbedaan perilaku dan kecepatan menyeberang yang dipengaruhi oleh kondisi maupun situasi pemanfaatan ruang (gedung, jalan) dan arus lalu lintas di ruas jalan tersebut.

Kajian ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi fasilitas penyeberangan untuk pejalan kaki di Jalan Raden Patah, Jakarta Selatan yang sesuai dengan kebutuhan berdasarkan Pedoman Perencanaan Teknis Fasilitas Pejalan Kaki KemenPUPR.

KAJIAN PUSTAKA JARAK TEMPUH pejalan kaki

Jarak tempuh pejalan kaki dipengaruhi oleh alasan untuk apa mereka berjalan kaki. Semakin santai tujuan dari pejalan kaki berjalan, semakin jauh jarak yang ditempuh. Pejalan kaki dengan tujuan rekreatif dalam berjalan kaki menempuh jarak lebih dari 1000 meter per hari. Pejalan kaki yang memiliki tujuan fungsional (kesehatan dan efisiensi waktu dan biaya) mampu berjalan kaki dengan jarak 500-1000 meter. Sementara pejalan kaki dengan alasan kepraktisan mencapai suatu tempat (pragmatis) memiliki kecenderungan menempuh jarak yang lebih pendek yaitu 0-500 meter per hari (Sakinah, et al. 2018).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tanan dan Suprayoga (2015) yang menemukan bahwa kemampuan berjalan sebagian besar pejalan kaki di kota Bandung dan Yogyakarta mampu menempuh lebih dari 500 meter dengan alasan utama untuk menjaga kesehatan. Namun kenyamanan ketika menggunakan fasilitas pejalan kaki ikut mempengaruhi jarak tempuh pejalan kaki. Jarak tempuh 300-400 meter dianggap masih nyaman bagi pejalan kaki untuk mau berjalan, meskipun kemampuan berjalan kakinya lebih dari 500 meter.

Koerniawan dan Gao (2015) mengusulkan jarak tempuh berjalan kaki yang masih nyaman di kota yang panas dan lembab seperti Jakarta sekitar 321 meter berdasarkan kenyamanan yang dinilai dari keringat yang keluar sebagai bentuk respon terhadap lingkungan sekitar yang panas. PEMILIHAN FASILITAS PENYEBERANGAN Fasilitas penyeberangan merupakan salah satu fasilitas utama pejalan kaki yang berfungsi untuk menghubungkan fasilitas pejalan kaki dengan fasilitas pejalan kaki lain yang berseberangan sehingga dapat meningkatkan kelancaran, kenyamanan, dan keselamatan pejalan kaki. Fasilitas penyeberangan untuk pejalan kaki dibedakan menjadi penyeberangan sebidang dan penyeberangan tidak sebidang. Penyeberangan sebidang terdiri atas zebra cross, pedestrian platform, dan pelican. Sementara penyeberangan tidak sebidang terdiri atas jembatan penyeberangan orang (JPO) dan terowongan.

Pemilihan fasilitas penyeberangan memang dapat bervariasi bahkan pada kawasan dengan fungsi yang sama. Perbedaan ini diakibatkan oleh rumus empiris PV2 yang tergantung pada besarnya arus pejalan kaki yang menyeberang dengan arus lalu lintas dua arah pada

Page 693: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 682

ruas jalan yang ditinjau. Perbedaan acuan juga memberikan rekomendasi pemilihan fasilitas penyeberangan yang berbeda. Idris (2007) mengindikasikan bahwa dengan nilai PV2 yang sama, dapat menghasilkan perbedaan kebutuhan fasilitas penyeberangan antara Pedoman Teknis Perekayasaan Fasilitas Pejalan Kaki di Wilayah Perkotaan dari Keputusan Dirjen Perhubungan Darat dengan Departmental Advice Note TA/10/80 dari Department of Transport, UK yang merekomendasikan secara berurutan pelican dengan pelindung dan zebra cross.

Perhitungan dengan hanya menggunakan rumus empiris PV2 saja sebenarnya sudah mulai ditinggalkan sejak tahun 1995. Department of Transport, UK menganjurkan pemilihan jenis fasilitas penyeberangan perlu didukung dengan beberapa pertimbangan dan justifikasi teknis. Informasi yang perlu dijadikan bahan pertimbangan antara lain tundaan kendaraan, pengurangan kapasitas jalan, biaya konstruksi, serta waktu tunggu dan gap kritis yang menjadi faktor kesulitan di dalam menyeberang jalan (Jain dan Rastogi 2017).

Wicaksono dan Siswanto (2011) mengindikasikan bahwa pada jalan arteri primer empat lajur dua arah terbagi dengan arus lalu lintas pada jam sibuk sekitar 8500 kendaraan per jam sebaiknya menggunakan fasilitas penyeberangan tidak sebidang daripada menggunakan pelican crossing dengan pemisah hasil perhitungan rumus empirik PV2. Pemilihan jenis fasilitas penyeberangan sebidang untuk pejalan kaki memang tidak layak untuk diterapkan di jalan arteri primer yang memiliki lalu lintas yang sangat padat. Pelican crossing dengan pemisah dapat mengganggu lalu lintas kendaraan yang melintas (Kementerian Pekerjaan Umum 2014). Padahal penurunan kecepatan pada lalu lintas jarak jauh di jalan dengan fungsi arteri harus dijaga salah satunya dengan penyediaan jembatan penyeberangan (Pemerintah Indonesia 2006).

Oleh karena itu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (2018) mempersyaratkan kriteria pemilihan fasilitas penyeberangan dalam Pedoman Perencanaan Teknis Fasilitas Pejalan Kaki untuk menggunakan perhitungan rumus empiris PV2 sebagai rekomendasi awal, dengan P adalah jumlah penyeberangan pejalan kaki sepanjang 100 m sedangkan V adalah volume kendaraan dua arah selama satu jam. Kriteria tersebut disajikan pada Error! Reference source not found..

Tabel 6 Kriteria penentuan fasilitas penyeberangan

P

(org/jam) V (kend/jam) PV2 Rekomendasi

50 – 1100 300 – 500 >108 Zebra cross atau pedestrian platform*

50 – 1100 400 – 750 >2x108 Zebra cross dengan lapak tunggu

50 – 1100 > 500 >108 Pelican

> 1100 > 300

50 – 1100 > 750 >2x108 Pelican dengan lapak tunggu

> 1100 > 400

> 1100 > 750 >2x108 JPO atau Terowongan

*pedestrian platform hanya pada jalan kolektor atau lokal

Selain kriteria rekomendasi awal, penentuan fasilitas penyeberangan perlu memperhatikan beberapa ketentuan dalam pemilihan jenis fasilitas penyeberangan sebagai bahan pertimbangan agar jenis fasilitas yang terpilih sesuai kebutuhan baik itu pejalan kaki maupun pengguna kendaraan. Ketentuan yang perlu diperhatikan ketika memilih jenis penyeberangan sebidang dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Ketentuan pemilihan jenis penyeberangan sebidang

Fasilitas Penyeberangan Yang perlu diperhatikan dalam pemilihan

Page 694: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 683

Zebra Cross Batas kecepatan kendaraan <40 km/jam

Pedestrian Platform Penempatannya tidak di tikungan tajam

Diletakkan minimal 5 meter dari mulut simpang

Sebaiknya diaplikasikan pada jalan yang tidak lebih dari 2 lajur 2 arah

Batas kecepatan <50 km/jam

Penempatan di jalan arteri diperbolehkan hanya pada kawasan perbelanjaan utama yang fungsinya lebih dominan dari fungsi arteri

Pelican Penempatan di ruas jalan dengan jarak minimal 300 meter dari simpang jalan

Dipilih ketika kecepatan operasional lalu lintas sudah lebih dari 40 km/jam

sumber: (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 2018) Apabila aktivitas penyeberangan pejalan kaki pada penyeberangan sebidang sudah mulai mengganggu arus lalu lintas yang ada, maka penyeberangan tidak sebidang dapat dipilih. Penyeberangan tidak sebidang juga dapat digunakan apabila angka kecelakaan antara pejalan kaki dengan kendaraan bermotor sudah tinggi, kecepatan pada ruas jalan yang memiliki kecepatan rencana 70 km/jam, dan ketika penyeberangan sebidang di kawasan strategis tidak dapat menjamin keselamatan dan kemudahan pejalan kaki untuk menyeberang (ibid). KECEPATAN LALU LINTAS Kecepatan rencana dan kecepatan operasional lalu lintas merupakan jenis kecepatan lalu lintas yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan jenis fasilitas penyeberangan. Kecepatan rencana merupakan kecepatan yang digunakan untuk merencanakan geometrik jalan sehingga sesuai dengan kondisi lingkungannya dan dapat dilewati oleh kendaraan dengan aman pada kecepatan tersebut. Berdasarkan PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan memberikan persyaratan minimal kecepatan rencana dan lebar jalan yang didasarkan pada fungsi jalan dalam suatu sistem jaringan jalan baik itu jaringan jalan primer maupun jaringan jalan sekunder (Tabel 8). Tabel 8 Persyaratan minimal kecepatan rencana dan lebar jalan berdasarkan fungsi jalan

No Fungsi Jalan Kecepatan Rencana Lebar Badan Jalan

1 Jalan Arteri Primer 60 km/jam 11,0 meter

2 Jalan Kolektor Primer 40 km/jam 9,0 meter

3 Jalan Lokal Primer 20 km/jam 7,5 meter

4 Jalan Lingkungan Primer 15 km/jam 6,5 meter

5 Jalan Arteri Sekunder 30 km/jam 11,0 meter

6 Jalan Kolektor Sekunder 20 km/jam 9,0 meter

7 Jalan Lokal Sekunder 10 km/jam 7,5 meter

8 Jalan Lingkungan Sekunder 10 km/jam 6,5 meter

Kecepatan operasional lalu lintas perlu diperhatikan dalam menentukan jenis fasilitas penyeberangan sebidang. Kecepatan operasional lalu lintas merupakan kecepatan arus bebas kendaraan yang diperoleh dari sejumlah kendaraan yang melalui jalan yang lengang. Kecepatan operasional dapat didekati dengan mengambil persentil ke-85 dari distribusi kecepatan kendaraan (AASHTO 2018).

Page 695: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 684

METODOLOGI

LOKASI STUDI Jalan Raden Patah dibagi menjadi empat segmen per 100 meter untuk memudahkan pengamatan dan perencanaan fasilitas penyeberangan pejalan kaki menggunakan rumus PV2. Lokasi yang ditinjau akan difokuskan di depan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) sebagai contoh perhitungan dalam pemilihan fasilitas penyeberangan pada Jalan Raden Patah, Jakarta Selatan (Gambar 56).

Gambar 56 Pembagian area per 100 meter di Jalan Raden Patah

PENGAMBILAN DATA Kebutuhan data untuk melakukan analisis pemilihan fasilitas penyeberangan dibagi menjadi dua, yakni data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui hasil observasi lapangan (terkait volume kendaraan, volume pejalan kaki, kondisi geometrik jalan, kecepatan lalu lintas, dan kondisi fasilitas penyeberangan eksisting) dan wawancara pada responden mengenai preferensi mereka mengenai jenis fasilitas penyeberangan. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan melalui pengumpulan data-data dari instansi terkait seperti data fungsi jalan. KECEPATAN LALU LINTAS Kecepatan lalu lintas sesaat di ruas jalan Raden Patah didapatkan dengan mengambil sampel kecepatan kendaraan menggunakan speed gun. Data kecepatan kemudian diurutkan dan diambil kecepatan pada persentil ke-85 yang mewakili kecepatan operasional. ANALISIS DATA

Kondisi Eksisting Jalan Raden Patah, Jakarta Selatan merupakan jalan 4/2T dengan fungsi kolektor sekunder, walaupun masih ditemukan parkir mobil di kanan dan kiri badan jalan, PKL yang berjualan di trotoar jalan, dan jalur lambat yang juga dijadikan untuk tempat parkir (Gambar 57). PKL di pinggir jalan ini memiliki izin resmi dari Pemprov DKI Jakarta. Kondisi ini menyebabkan pejalan

Page 696: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 685

kaki harus berjalan di lajur lambat. Kondisi jalan Raden Patah apabila dilihat dari potongan melintang jalan diilustrasikan pada Gambar 58.

Gambar 57 PKL dan parkir on-street di Jalan Raden Patah

Gambar 58 Potongan melintang jalan Raden Patah di depan ATR

Kecepatan operasional di daerah tersebut berkisar antara 35 km/jam (Tabel 9). Kecepatan menurun ketika mulai terdapat parkir on-street. Meskipun penurunan kecepatannya tidak terlalu signifikan namun antrian kendaraan bisa mencapai 50 meter ketika ada kendaraan yang berhenti untuk menurunkan penumpang. Hal ini disebabkan karena selain ada kendaraan berhenti, adanya parkir on-street menyebabkan lebar lajur efektif dari ruas tersebut terganggu.

Tabel 9 Kecepatan sesaat kendaraan di Jalan Raden Patah

Waktu Kecepatan Sesaat Kendaraan

ke arah Al Azhar ke arah Jl. Pattimura

Tidak Ada Parkir 36 km/jam 35 km/jam

06.00 - 07.00

Ada Parkir 30 km/jam 33 km/jam

13.00 - 14.00

Karakteristik pejalan kaki Pola pergerakan pejalan kaki dipetakan melalui perekaman kamera selama satu hari. Berdasarkan pengamatan video dan wawancara, diperoleh pola pergerakan pejalan kaki saat

Page 697: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 686

jam puncak di area Jalan Raden Patah (Gambar 59). Kecenderungan tujuan dari pejalan kaki di area ini adalah kegiatan kuliner (membeli makanan).

Gambar 59 Pola pergerakan pejalan kaki di ruas Jalan Raden Patah

Titik penyeberangan pejalan kaki tersebar pada empat titik penyeberangan. Berdasarkan perhitungan volume pejalan kaki, jam puncak terjadi pada pukul 12.30 – 13.30 dengan volume pejalan kaki disajikan pada Gambar 60. Lokasi penyeberangan di depan pintu gerbang ATR memiliki volume pejalan kaki yang paling besar dibandingkan dengan tiga lokasi lainnya. Sehingga rute pejalan kaki direncanakan melalui titik penyeberangan nomor 1 dengan kecenderungan tujuan pejalan kaki adalah untuk makan dan perkantoran (Gambar 61).

Gambar 60 Volume pejalan kaki pada jam puncak (12.30 – 13.30)

Gambar 61 Rute pejalan kaki rencana

Page 698: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 687

FASILITAS PENYEBERANGAN BERDASARKAN PREFERENSI RESPONDEN Pejalan kaki lebih condong untuk disediakan fasilitas penyeberangan sebidang dikarenakan lebih cepat dan tidak menguras tenaga. Kenyamanan saat melakukan penyeberangan dapat diabaikan karena jarak penyeberangan yang relatif pendek (Gambar 62). Sementara untuk jenis fasilitas penyeberangan, 35% responden memilih pelican dengan lokasi penempatan penyeberangan tidak lebih dari 50 meter dari pintu gedung (Gambar 63).

Gambar 62 Alasan pemilihan fasilitas penyeberangan oleh responden

Gambar 63 Jenis fasilitas penyeberangan

Selain itu terdapat beberapa masukkan dari responden terkait fasilitas pejalan kaki eksisting adalah penertiban (relokasi) PKL yang berjualan di trotoar, penyediaan fasilitas pejalan kaki yang nyaman dan sesuai aturan, dan penertiban parkir mobil di sepanjang jalan Raden Patah.

FASILITAS PENYEBERANGAN BERDASARKAN PEDOMAN Pemilihan jenis fasilitas penyeberangan didasarkan pada pedoman perencanaan teknis fasilitas pejalan kaki (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 2018) agar dapat memenuhi kebutuhan kapasitas dan memenuhi aspek keselamatan, kenyamanan dan keselamatan. Volume kendaraan di Jalan Raden Patah didominasi oleh sepeda motor dan mobil penumpang dengan jam puncak antara pukul 08.30 sampai pukul 09.30. Data volume kendaraan disajikan pada Gambar 64 dan Gambar 65. Sementara volume pejalan kaki tertinggi terjadi antara pukul 12.30 sampai pukul 13.30. Data volume pejalan kaki dapat dilihat pada Gambar 66.

Page 699: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 688

Gambar 64 Volume kendaraan ke arah Jl. Pattimura

Gambar 65 Volume kendaraan ke arah Al-Azhar

Gambar 66 Volume pejalan kaki di Jalan Raden Patah

0

200

400

600

800

1000

1200

Vo

lum

e (k

end

araa

n)

Waktu

SM MP

Pickup Bis

Truk

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

Vo

lum

e (K

end

araa

n)

Waktu

SM MP

Pickup Bis

Truk

0

10

20

30

40

50

60

70

80

dari Pintu PU ke Mabes dari Pintu PU ke Jl. Raden Patah I

dari PKL ke PKL seberang dari Pintu ATR menyeberang

Page 700: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 689

Dari data volume kendaraan dan volume pejalan kaki, perhitungan pemilihan tipe fasilitas penyeberangan ditabelkan pada Tabel 10. Data disusun ke dalam rentang waktu satu jam untuk melihat volume maksimum pejalan kaki. Tabel 10 Perhitungan rumus empiris pemilihan tipe penyeberangan

Berdasarkan Tabel 10, nilai PV2 maksimum diperoleh pada rentang waktu jam 08.30-09.30 sebesar 32x108 saat volume pejalan kaki (P) 116 orang dan volume lalu lintas dua arah (V) 5238 kendaraan. Maka jenis fasilitas penyeberangan yang sesuai berdasarkan pedoman yang berlaku adalah pelican dengan lapak tunggu.

PEMBAHASAN Hasil perhitungan rekomendasi awal pemilihan fasilitas penyeberangan yang diperoleh

dari rumus empiris PV2 adalah pelican dengan lapak tunggu. Hal ini sejalan dengan preferensi responden yang mayoritas memilih pelican. Akan tetapi, apabila disandingkan dengan sejumlah data bahwa jarak antara rencana lokasi penempatan fasilitas penyeberangan dengan simpang terdekat kurang dari 300 meter dan kecepatan kendaraan pada ruas Jalan Raden Patah masih kurang dari 40 km/jam, maka penggunaan pelican diperkirakan dapat mengganggu kelancaran arus lalu lintas. Oleh karena itu fasilitas penyeberangan yang direkomendasikan adalah zebra cross dengan lapak tunggu. Pembangunan pagar pada median jalan juga diperlukan mengingat kemungkinan pejalan kaki tidak menggunakan zebra cross masih cukup tinggi karena prinsip dasar transportasi bahwa orang akan selalu mencari rute terpendek dan tercepat dalam melakukan perjalanan.

Beberapa ketentuan teknis yang perlu diperhatikan dalam perencanaan zebra cross dengan lapak tunggu antara lain kelandaian, akses masuk, lajur pemandu, lampu penerangan, bollard, pagar pengaman, dan lapak tunggu (mengacu ke Pedoman Perencanaan Teknis Fasilitas Pejalan Kaki yang dikeluarkan oleh KemenPUPR) serta marka (mengacu ke Keputusan Menteri Perhubungan No. 34 Tahun 2014 tentang marka jalan).

Pembangunan fasilitas penyeberangan di Jalan Raden Patah akan menjadi kurang efektif apabila aliran pergerakan dari gedung ke fasilitas penyeberangan atau sebaliknya terganggu dengan adanya PKL dan parkir on-street. PKL di trotoar perlu direlokasi agar pejalan kaki memiliki tempat untuk berjalan. Sedangkan parkir on-street perlu dihilangkan

V Total P Total

(1) (2) (3) (4)

08.00 09.00 4641 122 26 x 108

08.30 09.30 5238 116 32 x 108

09.00 10.00 4772 121 28 x 108

11.30 12.30 3077 156 15 x 108

12.00 13.00 2438 155 9 x 108

12.30 13.30 2186 182 9 x 108

13.00 14.00 2447 172 10 x 108

13.30 14.30 2639 138 10 x 108

14.00 15.00 2484 117 7 x 108

14.30 15.30 2472 121 7 x 108

15.00 16.00 2816 154 12 x 108

15.30 16.30 3054 144 13 x 108

(5) = (3)*(4)2

PV2 TotalJam

Page 701: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 690

karena selain dapat mengurangi lebar efektif jalan, parkir on-street juga dapat mengurangi visibilitas pengemudi terhadap pejalan kaki yang hendak menyeberang.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa jenis fasilitas penyeberangan pejalan kaki yang perlu disiapkan adalah fasilitas penyeberangan sebidang yaitu zebra cross dengan lapak tunggu. Fasilitas pendukung seperti pagar pengaman perlu dibangun di median jalan untuk mengurangi potensi pejalan kaki menyeberang di luar fasilitas penyeberangan.

SARAN Pada segmen 3 dan segmen 4 Jalan Raden Patah, perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk menentukan fasilitas penyeberangan di segmen tersebut dikarenakan adanya potensi konflik pejalan kaki dan kendaraan bermotor di depan Universitas Al-Azhar dan di depan SMA Islam Al-Azhar dengan tetap mempertimbangkan jarak antar fasilitas penyeberangan.

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada tim survei dan pengolah data yang telah membantu kelancaran kajian ini.

DAFTAR PUSTAKA AASHTO. 2018. A Policy on Geometric Design of Highways and Streets 7th Edition.

Washington: AASHTO. Idris, Zilhardi. 2007. “Jembatan Penyeberangan di Depan Kampus UMS sebagai Fasilitas

Pejalan Kaki.” Dinamika TEKNIK SIPIL Vol 7 No 1: 87-93. Jain, Udit, dan Rajat Rastogi. 2017. “Re-Examination of PV2 Criteria for Developing Pedestrian

Crossing Warrants.” Transportation Research Procedia 25C 1710-1719. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. 2018. Pedoman Perencanaan Teknis

Fasilitas Pejalan Kaki. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Kementerian Pekerjaan Umum. 2014. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

03/PRT/M/2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 315, Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum.

Koerniawan, Mochamad Donny, dan Weijun Gao. 2015. “Investigation and Evaluation of Thermal Comfort and Walking Comfort in Hot-Humid Climate Case Study: The Open Spaces of Mega Kuningan-Superblock in Jakarta.” BUILT 6.

Pemerintah Indonesia. 2006. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Jakarta: Sekretariat Negara.

Sakinah, Riesta, Hanson E. Kusuma, Angela C. Tampubolon, dan Bakri Prakarso. 2018. “Kriteria Jalur Pedestrian di Indonesia.” Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol 7 (2): 81-85.

Tanan, Natalia, dan Gede Budi Suprayoga. 2015. “Fasilitas Pejalan Kaki dalam Mendukung Program Pengembangan Kota Hijau.” Jurnal HPJI Vol 1 No 1: 17-28.

Wicaksono, Y.I., dan Joko Siswanto. 2011. “Kebutuhan Fasilitas Penyeberang Jalan dengan Metode Gap Kritis (Studi Kasus Jalan Raya Semarang – Kendal Km. 16.50).” TEKNIK Vol 32 No 2: 104-112.

Page 702: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 691

KARAKTERISTIK PENYEBERANG PADA PELICAN CROSSING DI JALAN MH THAMRIN JAKARTA

Endang Widjajanti Program Studi Teknik Sipil

Institut Sains dan Teknologi Nasional Jln. Moch. Kahfi II, Srengseng Jakarta Selatan 12620

[email protected]

Abstrak Penggantian jembatan penyeberangan orang (JPO) di sekitar Bundaran HI menjadi pelican crossing selain agar JPO tidak menghalangi Patung Selamat Datang jika dilihat dari arah Monas, juga karena JPO tidak ramah dengan penyandang disabilitas atau berkebutuhan khusus, ibu hamil dan para lansia. Penelitian ini bertujuan umtuk menganalisis karakteristik pergerakan pejalan kaki dan merumuskan hubungan arus-kecepatan-kepadatan pejalan kaki pada penyeberangan kaki Jl. MH Thamrin. Karakteristik pejalan kaki yang diukur adalah Arus, Kecepatan, serta Kepadatan pejalan kaki. Pengambilan data dilakukan pada ke dua arah Jalan MH. Thamrin pada 2 perioda yaitu pagi hari jam 07:00 – 10:00 dan sore hari pada jam 16:00 – 19:00. Arus rata-rata pada arus 1 adalah 2,14 pk/menit/m dan pada arus 2 sebesar 1,95 pk/menit/m, kecepatan rata-rata arus 1 adalah 78,40 m/menit dan pada arus 2 sebesar 76,80 m/menit, kepadatan rata-rata sebesar 0,24 pk/m2 (arus 1) dan 0,22 pk/m2 (arus 2). Persamaan hubungan kecepatan-kepadatan pada arus 1 dan arus 2 (Jl. MH Thmarin Sisi Timur dan Barat) adalah : Kecepatan =-17,854 x+ 83,65 (x=kepadatan) dan persamaan hubungan arus-kepadatan pada arus 1 dan arus 2 (Jl. MH Thmarin Sisi Timur dan Barat) adalah : Arus =-17,854 x2+ 83,65x (x=kepadatan). Kecepatan maksimum berdasarkan persamaan hubungan ini adalah 83,65 m/menit, kepadatan maksimum = 4, 68 pk/m2 dan arus maksimum (kapasitas) = 98 pk/menit/m. Kata Kunci: karakteristik, pelican crossing, jakarta Abstract The replacement of the Crossing Bridge (JPO) around the Hotel Indonesia roundabout into the Pelican crossing is because the statue of welcome is blocked if viewed from the direction of Monas, also because JPO is not friendly with disabilities or special needs, pregnant women and the elderly. The study aims to analyse the current-speed-pedestrian relationship-the density and characteristics of pedestrian movements (flow, velocity, and density) at the pelican crossing. Data retrieval is done in pelican crossing at Jalan MH. Thamrin in morning at 07:00 – 10:00 and afternoon at 16:00 – 19:00. The average flow on the way 1 is 2.14 ped/min/m and at the way 2 is 1.95 ped /minute/m, the average speed at way 1 is 78.40m/min and at the way 2 is 76.80 m/min, average density is 0.24 ped/m2 (way 1) dan 0.22 ped/m2 (way 2). Mathematical Relationship Models of speed-density relationship in both ways (Jl. MH Thamrin East and West side) are: Speed =-17.854 x 83.65 (x = density) and flow-density relationship is: flow =- 17.854 X2 – 83.65x (x = density). The maximum speed based on these relationships is 83.65 m/min, maximum density = 4.68 ped/m2 and maximum flow (capacity) = 98 ped /min/m. Keywords : characteristics, pelican crossing, Jakarta

Page 703: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 692

1. PENDAHULUAN

Penggantian jembatan penyeberangan orang (JPO) di sekitar Bundaran HI menjadi pelican crossing selain agar JPO tidak menghalangi Patung Selamat Datang jika dilihat dari arah Monas, juga karena JPO tidak ramah dengan penyandang disabilitas atau berkebutuhan khusus, ibu hamil dan para lansia.

Tujuan penelitian ini, adalah : a. Menganalisis karakteristik pergerakan pejalan kaki pada penyeberangan Jl. MH

Thamrin meliiputi Arus (flow), Kecepatan (speed), Kepadatan (density) pada Pelican Crossing.

b. Merumuskan hubungan arus-kecepatan-kepadatan pejalan kaki pada fasilitas penyeberangan pelican crossing di jalan MH. Thamrin.

2. KARAKTERISTIK PEJALAN KAKI

Pelican Crossing adalah penyeberangan pejalan kaki yang dikontrol lampu lalu lintas dan dioperasikan oleh pejalan kaki. Dimana pejalan kaki harus menekan tombol untuk meminta “waktu hijau” pada pengendara kendaraan sehingga pengendara kendaraan berhenti dan pejalan kaki dapat menyebrangi jalan. Dibutuhkan pengertian dan toleransi yang tinggi dari pengendara kendaraan guna memprioritaskan pejalan kaki menyeberang karena pelican crossing biasanya berada bukan pada persimpangan jalan, tetapi pada lokasi-lokasi yang terkadang ramai oleh pejalan kaki. Nama ini berasal dari singkatan untuk ‘Pedestrian Light Controlled’, dengan ‘o’ diubah menjadi ‘a’ untuk kemudahan dan menyerupakan dengan burung PELICAN. Pelican crossing memiliki lampu traffic light 2 (dua) warna, yaitu merah yang berarti tidak boleh menyeberang dan hijau yang berarti penyeberang jalan diperbolehkan berjalan, serta zebra cross dan rambu-rambu pendukung lainnya.

Arus pejalan kaki adalah jumlah pejalan kaki yang melintasi suatu titik pada penggal trotoar tertentu pada interval waktu tertentu dan diukur dalam satuan pejalan kaki per meter per menit. Untuk mendapatkan arus digunakan rumus sebagai berikut :

𝑄 = 𝑁

𝑇…………………………..……………………………………....……..(1)

Dimana : Q = arus pejalan kaki, (orang/m/mnt) N = jumlah pejalan kaki yang lewat, (orang/m) T = waktu pengamatan, (menit) Kecepatan adalah jarak yang dapat ditempuh oleh pejalan kaki pada suatu ruas trotoar persatuan waktu tertentu. Kecepatan pejalan kaki dirumuskan sebagai berikut:

𝑉 = 𝐿

𝑡…….........................................…….……………...…………………(2)

Dimana : V = kecepatan pejalan kaki. (m/mnt) L = panjang penggal pengamatan. (m) t = waktu tempuh pejalan kaki yang lewat segmen pengamatan, (menit) Kepadatan merupakan jumlah pejalan kaki persatuan luas trotoar tertentu. dinyatakan dalam satuan pejalan kaki per meter persegi atau dapat dirumuskan sebagai perbandingan antara arus dengan kecepatan rata-rata ruang,sebagai berikut :

D = Jumlah pk

p x l (dimensi pelican)...........................................………………........(3)

Dimana : D = kepadatan, (pk/m2 ) Q = arus, (orang/m/mnt) p x l = luas pelican crossing (m2)

Page 704: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 693

Ruang pejalan kaki berbanding terbalik dengan kepadatan. Untuk menghitung ruang pejalan kaki digunakan rumus sebagai berikut (HCM, 2000) :

S = 1

D…………………………………………………………………… .…… . (4)

Dimana : S = Ruang, (m2/pk ) D = Kepadatan, (pk/m2) Jenis model Greenshield dapat digunakan untuk merepresentasikan hubungan matematis antara parameter arus-kecepatan=kepadatan tersebut yang diturunkan berdasarkan pendekatan hubungan linier antara kecepatan dengan kepadatan.

Gambar 1. Hubungan Matematis Kecepatan dengan Kepadatan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Pelican Crossing Jl MH Thamrin Penelitian dilakukan di Jalan MH. Thamrin Jakarta Pusat tepatnya di sekitar Hotel Pullman dan Grand Hyatt dapat dilihat pada Gambar berikut.

Page 705: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 694

Gambar.2. Lokasi Pelican Crossing

Alokasi waktu lampu dari tombol ditekan sampai proses penyeberangan selesai untuk

pejalan kaki dan kendaraan disajikan pada Tabel 1. dan Gambar 3. Pada saat tombol ditekan oleh pejalan kaki, lampu APILL pejalan kaki secara otomatis akan menyala merah selama 50 detik, kemudian hijau selama 20 detik, hijau dengan peringatan waktu akan berakhir selama 3 detik dan terakhir berwarna merah sampai penekanan tombol berikutnya.

Tabel 1. Waktu Lampu Pelican Crossing MH. Thamrin

Periode Indikasi Lampu Durasi

(detik) Kendaraan Pejalan Kaki

1 Hijau Merah 50

2 Kuning Merah 3

3 Merah Hijau 20

4 Kuning Hijau

Berkedip 3

Gambar 3. Pengoperasian Lampu Pelican Crossing MH. Thamrin

Pelican crossing pada Jalan MH. Thamrin ini mempunyai 2 titik yaitu, titik A berada di

depan Hotel Pullman arus penyeberangan Timur ke Median (Arus 1) dengan panjang penyeberangannya 17,05 meter dan titik B berada di depan Hotel Grand Hyatt arus penyeberangan Barat ke Median (Arus 2) dengan panjang penyeberangannya 16,90 meter.

Page 706: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 695

Proses menyeberang di Pelican Crossing ini pejalan kaki harus menekan tombol, maka lampu berwarna merah selama 50 detik untuk pejalan kaki, lalu menjadi hijau selama 20 detik untuk pejalan kaki menyeberang dan lampu lalu lintas kendaraan berwarna merah. Kondisi geometrik penyeberangan pada lokasi studi dapat dilihat pada Gambar berikut.

Gambar 4. Lay-out Pelican Crossing

Gambar 5. Penampang Melintang Pelican Crossing di Lokasi Studi

3.2. Arus, Kecepatan dan Kepadatan Pejalan Kaki Jumlah pejalan kaki yang menyeberang adalah total jumlah pejalan kaki yang menyeberang selama waktu hijau (20 detik). Konversi jumlah pejalan kaki (pk) yang menyeberang pada setiap penekanan tombol menjadi arus (pk/m/menit) adalah sebagai berikut :

𝑄 = 𝑁

𝑇

Page 707: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 696

Dimana : Q = arus pejalan kaki, (orang/m/mnt) N = jumlah pejalan kaki yang menyeberang (orang/m) T = waktu hijau pejalan kaki (menit)

Frekuensi penekanan tombol yang dilakukan selama 3 jam waktu pengamatan pagi hari untuk arah 1 adalah 40 kali/3 jam dan 41 kali/3 jam untuk arah 2. Sedangkan pada sore hari untuk arah 1 adalah 48 kali/3 jam dan 41 kali/3 jam untuk arah 2. Sehingga dapat disimpulkan penekanan tombol pada pengamatan pagi dan sore hari dlilakukan rata-rata setiap 4 menit.

Kecepatan dihitung berdasarkan hasil survey terhadap waktu tempuh pejalan kaki menyeberang dari arah Timur ke Median sepanjang 17,05 meter dan dari arah Barat ke Median sepanjang 16,9 meter.. Data waktu tempuh pejalan kaki diambil sebanyak 5 penyeberang saja setiap saat tombol pelican ditekan. Kepadatan pejalan kaki dihitung dengan rumus sebagai berikut :

D = Jumlah pk

p x l (dimensi pelican)

Berdasarkan hasil survey pada arus 1 (Jl. MH Thamrin Sisi Timur) dan arus 2 (Jl. MH Thamrin Sisi Barat) ,arus rata-rata penyeberang adalah sebesar 2,14 pk/menit/m (arus 1) dan 1,95 pk/menit/m (arus 2), kecepatan rata-rata sebesar 78,4 m/menit (arus 1) dan 76,80 m/menit (arus 2), kepadatan rata-rata sebesar 0,24 pk/m2 (arus 1) dan 0,22 pk/m2 (arus 2). Data waktu penekanan tombol dan jumlah pejalan kaki yang menyeberang dan hasil perhitungan arus, kecepatan dan kepadatan disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Page 708: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 697

Tabel 2. Jumlah Penyeberang dan Arus Pejalan Kaki pada Arus 1

Page 709: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 698

Tabel 3. Jumlah Penyeberang dan Arus Pejalan Kaki pada Arus 2

Page 710: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 699

3.3. Hubungan Kecepatan-Kepadatan Pejalan Kaki Hubungan antara kepadatan dan kecepatan dihitung dengan menggunakan metode

regresi linier sesuai dengan cara yang digunakan oleh Greenshields yaitu dengan menggambarkan data kepadatan sebagai variable bebas (X) dan data kecepatan sebagai variable terikat (Y).

Model Linier Greenshield merupakan pendekatan hubungan antara kecepatan dan kepadatan yang mengikuti fungsi linear dengan bentuk umum persamaan linier Y = A + Bx dengan X adalah kepadatan dan Y adalah kecepatan.

Data survey yang diigunakan untuk membangun persamaan hubungan kecepatan-kepadatan pada pelican crossing Jl. MH Thamrin cenderung pada rentang kecepatan tinggi dan kepadatan rendah. Hasil analisis regresi linier terhadap persamaan hubungan kecepatan-kepadatan pada kedua sisi yaitu arus 1 (Jl. MH Thmarin Sisi Timur) dan arus 1 (Jl. MH Thamrin Sisi Barat) adalah 𝑌 = −17,854x + 83,6477 , dimana Y adalah kecepatan dan x adalah kepadatan. Hubungan kecepatan dengan kepadatan pada pelican crossing di JL MH Thamrin disajikan pada Gambar 6. Dari persamaan tersebut dapat dihitung kecepatan maksimum sebesar 83,65 m/menit kepadatan maksimum sebesar 4, 68 pk/m2.

Gambar 6. Hubungan Kecepatan –Kepadatan Pada Pelican Crossing di Jl. MH Thamrin

Hubungan matematis antara Arus-Kepadatan dapat diturunkan dengan menggunakan persamaan Arus, Kecepatan dan Kepadatan ssebagai berikut: Arus = Kecepatan X Kepadatan Sehingga hubungan arus dengan kepadatan dapat dinyatakan dengan persamaan berikut. Arus =-17,854 x2+ 83,65x (x=kepadatan) Dari persamaan tersebut dapat dihitung arus maksimum sebesar 98 pk/menit/m

Page 711: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 700

4. KESIMPULAN a. Rata-rata penekanan tombol selama jam sibuk pagi dan sore hari pada pelican

crossing Jl. MH Thamrin dilakukan setiap 4 menit. b. Berdasarkan hasil survey pada arus 1 (Jl. MH Thamrin Sisi Timur) dan arus 2 (Jl.

MH Thamrin Sisi Barat) ,arus rata-rata penyeberang adalah sebesar 2,14 pk/menit/m (arus 1) dan 1,95 pk/menit/m (arus 2), kecepatan rata-rata sebesar 78,4 m/menit (arus 1) dan 76,80 m/menit (arus 2), kepadatan rata-rata sebesar 0,24 pk/m2 (arus 1) dan 0,22 pk/m2 (arus 2).

c. Persamaan hubungan kecepatan-kepadatan pada arus 1 dan arus 2 (Jl. MH Thmarin Sisi Timur dan Barat) adalah : Kecepatan =-17,854 x+ 83,65 (x=kepadatan) dan persamaan hubungan arus-kepadatan pada arus 1 dan arus 2 (Jl. MH Thmarin Sisi Timur dan Barat) adalah : Arus =-17,854 x2+ 83,65x (x=kepadatan)

d. Karakteristik pejalan kaki pada penyeberangan pelican crossing Jl. MH Thamrin berdasarkan hubungan mataematis arus-kecepatan-kepadatan adalah Kecepatan maksimum sebesar 83,65 m/menit, kepadatan maksimum sebesar 4, 68 pk/m2 dan arus maksimum (kapasitas) sebesar 98 pk/menit/m

DAFTAR PUSTAKA

-------, UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan --------, UU No. 38 tahun 2004 tentang Jalan SNI T-14-2004 Standar Nasional Indonesia Geometrik Jalan Perkotaan Ditjen Bina Marga, 2014, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Perencanaan,

Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki Di Kawasan Perkotaan

Leihitu, D .D. J., 2012. Analisa Perbandingan Perhitungan Kapasitas Metode MKJI 1997 Dengan Perhitungan Kapasitas Menggunakan Metode Greenshield, Greenberg dan Underwood. Jurnal Volume 1. Januari – April 2012.

Mannering, F. L and Kilareski, W. P, 1988, Principles of Highway Engineering and Traffic Analysis. New York: Wiley.

Transportation Research Boards, 1985, Highway Capacity Manual Spesial Report 209, Washington D.C.

Page 712: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 701

KUALITAS UDARA (CO) PADA JALAN PERKOTAAN TYPE 4/2 D STUDI KASUS JL. PANGERAN DIPONEGORO, BEKASI

1Saqroth, 2Endang Widjajanti 1Mahasiswa Program Studi Magister Teknik Sipil ([email protected]) (2).

2Staff Pengajar Prodi Magister Teknik Sipil ISTN ([email protected]) Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Sains dan Teknologi Nasional Jln. Moch. Kahfi II,

Bhumi Srengseng Indah Jakarta Selatan 12620

Abstrak Karbon Monoksida (CO) adalah Gas beracun yang dihasilkan dari proses pembakaran yang antara lain dari berasal dari mesin dan knalpot kendaraan bermotor. Gas ini tidak memiliki rasa atau berbau tertentu dan berbahaya apabila terhirup dalam bentuk yang banyak.Jika terhirup, karbon monoksida akan berikatan dengan Hemoglobin, yaitu bagian sel darah merah yang seharusnya mengangkut oksigen ke seluruh tubuh yang mengakibatkan hipoksia(kondisi kurang pasokan oksigen di sel dan jaringan tubuh untuk menjalankan fungsi normalnya).Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan volume lalu lintas , kecepatan kendaraan dengan kadar karbon monoksida (CO) pada jalan perkotaan tipe 4 lajur 2 arah terbagi. Pengumpulan data primer dilaksanakan pada jalan Nasional Jln. Pangeran Diponegoro Bekasi selama 15 jam ( pk. 05.00 - pk.20.00 ) meliputi pencacahan lalu lintas, kecepatan lalu lintas , kadar CO pada tepi jalan (1-1,5 meter dari tepi jalan) dan temperatur udara. Penelitian ini belum memperhitungkan arah dan besaran angin. Rentang kecepatan kendaraan bermotor pada lokasi studi adalah 30 km/jam sampai dengan 45 km/jam, sehingga model hubungan antara kadar CO ditepi jalan dengan variable yang mempengaruhinya hanya dapat dibangun pada kecepatan kendaraan bermotor dengan kecepatan kurang dari 50 km/jam. Hasil analisis menunjukan bahwa model hubungan antara kadar CO ditepi jalan dengan volume lalu lintas pada lokasi studi adalah Y= 0,0012X-0,1909 dan model hubungan antara CO di tepi jalan dengan kecepatan lalu lintas adalah Y= 0,3522X +18,418 . Sementara hubungan antara kadar CO ditepi jalan dengan volume lalu lintas dan kecepatan lalu lintas yang searah maupun berlkawanan arah dengan titik pengukuran adalah Y = 2,42757+ 0,000998 x1 + 0,000408 x2 – 0,07971x3 - 0,02094x4 ( Y: CO dalam ppm, x1: volume kendaraan searah dengan titik pengukuran dalam kendaraan/jam,x2: volume kendaraan berlawanan arah titik pengukuran dalam kendaraan/jam,x3: kecepatan rata-rata kendaraan searah dengan titik pengukuran dalam km/jam dan x4: kecepatan rata-rata kendaraan berlawanan arah dengan titik pengukuran dalam km/jam). Kata kunci: Karbon Monoksida ( CO ) , Volume Lalu Lintas dan Kecepatan Kendaraan,Jalan

Perkotaan

Page 713: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 702

1. Pendahuluan Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan makhluk hidup dan keberadaan benda-benda lainnya. Sehingga udara merupakan sumber daya alam yang harus dilindungi untukhidup dan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Hal ini berarti bahwa pemanfaatannya harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang. Untuk mendapatkan udara sesuai dengan tingkat kualitas yang diinginkan maka pengendalian pencemaran udara menjadi sangat penting untuk dilakukan. Sektor transportasi menyumbang 70 persen pencemaran udara. Penggunaan bahan bakar fosil dengan kadar sulfur tinggi (bahan bakar subsidi) dan pesatnya pertumbuhan kendaraan yang berimbas pada kemacetan, turut memperparah kualitas udara perkotaan. Di banyak kota besar, gas buang kendaraan bermotor menyebabkan ketidaknyamanan pada orang yang berada di tepi jalan dan menyebabkan masalah pencemaran udara pula. Beberapa studi epidemiologi menyimpulkan adanya hubungan yang erat antara tingkat pencemaran udara perkotaan dengan angka kejadian (prevalensi) penyakit pernapasan. Kendaraan bermotor akan mengeluarkan berbagai gas jenis maupun partikulat yang terdiri dari berbagai senyawa anorganik dan organik dengan berat molekul yang besar yang dapat langsung terhirup melalui hidung dan mempengaruhi masyarakat di jalan raya dan sekitarnya. Saat seseorang menghirup karbon monoksida, maka gas tersebut akan masuk ke paru-paru dan mengikat hemoglobin pada sel darah. Hemoglobin juga lebih mudah terikat pada karbon monoksida dibanding oksigen. Sehingga jumlah karbon monoksida dalam tubuh akan meningkat dan jumlah oksigen akan berkurang. Hal ini lah yang dapat menyebabkan seseorang mengalami sesak napas, pingsan, bahkan kematian. Dengan semakin banyaknya kendaraan bermotor, maka diperkirakan kualitas udara dalam hal ini karbon monoksida (CO) di jalan raya akan semakin tinggi. Hal ini perlu dijadikan bahan diskusi bagaimana cara penanganannya. Jalan Diponegoro Tambun Bekasi merupakan Jalan Nasional dengan geometri Standar type 4/2 D. Jalan ini merupakan penghubung antara Jawa Barat dengan DKI Jakarta dimana arus lalu lintasnya cukup padat.

2. Analisis Regresi Linear Sederhana Regresi Linear Sederhana atau sering disingkat dengan SLR (Simple Linear Regression) juga merupakan salah satu Metode Statistik yang dipergunakan dalam produksi untuk melakukan peramalan ataupun prediksi tentang karakteristik kualitas maupun Kuantitas. Model Persamaan Regresi Linear Sederhana adalah seperti berikut ini: Y = a + bX .........................................................................................................................(4) Dimana: Y = Variabel Response atau Variabel Akibat (Dependent) X = Variabel Predictor atau Variabel Faktor Penyebab (Independent) a = konstanta b = koefisien regresi; besaran Response yang ditimbulkan oleh Predictor.

3. Analisis Regresi Linear Berganda Regresi berganda digunakan unuk menganalisis hubungan kausal beberapa variabel bebas (X) terhadap satu variabel tergantung (Ŷ). Model yang digunakan untuk analisis regresi berganda sebagai berikut: Ŷ = a + b₁X₁ + b₂X₂ + …. + bnXn.......................................................................................(7)

Page 714: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 703

Dimana: Ŷ = nilai yang diramalkan (diprediksi) a = konstanta/intercep b₁ = koefisien regresi/slope untuk X₁ X₁ = variabel bebas X₁ b₂ = koefisien regresi/slope untuk X₁ X₂ = variabel bebas X₁ bn = koefisien regresi/slope untuk Xn Xn = variabel bebas Xn

4. Metode penelitian Metode penelitian disajikan dalam bagan alir yang disajikan pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Bagan Alir Metode Penelitian

5. Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilaksanakan pada hari Rabu, 29 Agustus 2019 selama 15 jam (pk. 05.00- pk 20.00) meliputi pencacahan lalu lintas, kecepatan lalu lintas , kadar CO pada tepi jalan (1 - 1,5 meter dari tepi perkerasan) dan temperature udara. Lokasi pengumpulan data primer disajikan pada Gambar 2. dan Lokasi pengukuran kualitas udara adalah pada jarak 1m-1,5 m dari tepi (perkerasan) disajikan pada gambar 3. Jalan Diponegoro Tambun Kabupaten Bekasi merupakan Jalan Nasional dengan panjang ruas 2,10 km dengan type 4/2 D ( 4 Lajur 2 Arah Terbagi ) dengan lebar lajur 3,60 m dan bahu jalan 1,25 m.

Page 715: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 704

Gambar 2. Lokasi Pengumpulan Data

Gambar 3. Penampang Melintang Jl. Diponegoro, Bekasi 6. Analisis dan Pembahasan 6.1. Volume Lalu Lintas, Kecepatan Lalu Lintas dan Kadar CO Komposisi kendaraan yang melintasi jalan Diponegoro didominasi oleh Sepeda motor sebesar 77% arah Bekasi Tambun dan 79% untuk arah Tambun Bekasi. Komposisi kendaraan yang melintasi jalan Diponegoro disajikan pada Tabel 1.

Page 716: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 705

Page 717: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 706

Page 718: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 707

Page 719: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 708

Page 720: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 709

Page 721: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 710

IMPLEMENTASI KRITERIA JALAN HIJAU DI PROVINSI SUMATERA UTARA

(STUDI KASUS JALAN SETIA BUDI DI KOTA MEDAN)

IMPLEMENTATION OF GREEN ROAD CRITERIA IN PROVINCE NORTH SUMATERA, CASE: SETIA BUDI ROAD IN MEDAN CITY

1Greece Maria Lawalata; 2Hendra Hendrawan 1,2Pusat Litbang Jalan dan Jembatan-Badan Litbang PUPR, Jl. A.H. Nasution 264, Bandung

E-mail: [email protected]; [email protected]

Abstrak Pembangunan jalan telah dan sedang dilakukan untuk mencapai adanya kemakmuran rakyat. Pembangunan jalan dilakukan dengan memenuhi aspek sosial, aspek lingkungan, dan aspek ekonomi. Makalah ini bertujuan memaparkan upaya implementasi jalan hijau di Jl. Setia Budi Sumatera Utara di tahap perencanaan dan pelaksanaan konstruksi. Pemaparan meliputi perbandingan dua kondisi penerapan, tanpa penerapan kriteria jalan hijau, dan manfaat yang diterima pengguna jalan pada kedua kondisi tersebut. Metode kegiatan adalah analisis kualitatif deskriptif meliputi perbandingan: subkategori jalan hijau yang dapat diterapkan. Hasil studi menunjukkan jumlah penerapan kriteria jalan hijau pada jalan Setia Budi adalah 14 subkategori kriteria. Sedangkan jalan Setia Budi tanpa menerapkan kriteria jalan hijau (kondisi eksisting), yang terlihat menerapkan kriteria jalan hijau sejumlah 4 subkategori kriteria. Dengan diterapkan 14 subkategori kriteria jalan hijau, maka jalan Setia Budi lebih asri dengan pepohonan dan tanaman hias, nyaman dengan fasilitas pejalan kaki dan kelengkapannya, terjaga kualitas pekerjaan, meminimumkan penggunaan energi dengan penggunaan solar sistem pada penerangan jalan umum, dan merancang agar maksud penggunaan trotoar dapat terjaga. Terlihat bahwa banyak manfaat dari penerapan kriteria jalan hijau untuk manusia dan lingkungan tanaman dan hewan. Kata kunci: konstruksi jalan berkelanjutan, kriteria jalan hijau. Abstract Road construction has been and is being carried out to achieve the people's prosperity. Road construction is carried out by fulfilling social, environmental, and economic aspects. This paper aims to describe the efforts to implement green roads on Jl. Setia Budi North Sumatra in the planning and implementation stages of construction. Exposure includes a comparison of the two conditions of application, without the application of green road criteria, and the benefits received by road users in both conditions. The method of activity is a descriptive qualitative analysis which includes a comparison of: with and without green road subcategories criteria and all their benefits. The results of the study show that there are 14 applications of green road criteria on Setia Budi Road. While Setia Budi roads without applying green road criteria (existing conditions) but seen applying green road criteria in a number of 4 subcategories criteria. By applying green road criteria, the Setia Budi road is more beautiful with trees and ornamental plants, comfortable with pedestrian facilities and accessories, maintained the quality of work, minimized energy use by using solar systems on public street lighting, and designed so that the intended use of sidewalks can be maintained . It appears that there are many benefits from applying green road criteria to humans and the environment of plants and animals. Key words: sustainable road construction, green road criteria

Page 722: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 711

I. PENDAHULUAN Pembangunan jalan telah dan sedang dilakukan untuk mencapai adanya

kemakmuran rakyat. Pembangunan jalan dimaksudkan untuk membuat akses dari kawasan satu ke kawasan lainnya. Namun sayang, pembangunan jalan ini diprioritaskan untuk pengguna kendaraan bermotor. Padahal, jika volume kendaraan sudah meningkat, maka keselamatan pengguna jalan selain kendaraan bermotor harus diperhatikan, sebagai contoh pejalan kaki dan pesepeda.

Perhatian lain yang seharusnya sudah menjadi kewajiban adalah perhatian terhadap lingkungan. Pembangunan jalan tentu akan mengganggu ekosistem dan habitat di kawasan tersebut. Belum lagi penyediaan material untuk kepentingan pembangunan jalan yang sering menggunakan material asli atau menghabiskan sumber daya alam yang ada. Transportasi dan proses pelaksanaan pencampuran perkerasan jalan yang dilakukan pada saat pelaksanaan pekerjaan jalan saat ini masih menggunakan bahan bakar fosil. Dengan kata lain, pekerjaan jalan menggunakan sumber daya alam.

Beberapa peraturan yang mendorong agar pembangunan jalan ditingkatkan agar memenuhi tingkat mobilitas, aksesibilitas atau aspek sosial, penggunaan material jalan ramah lingkungan atau aspek lingkungan, penurunan risiko kerusakan jalan atau aspek ekonomi adalah Peraturan Menteri PU No. 11/PRT/M/2012 tentang Rencana Aksi Nasional Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Tahun 2012-2020, Peraturan Menteri PUPR No. 5/2015, Peraturan Menteri PUPR No. 13.1/PRT/M/2015 tentang Rencana Strategis PUPR 2015-2019 dan peraturan pendukung lainnya yang dikeluarkan oleh Menteri Lingkungan Hidup. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan jalan harus dilakukan sesuai aspek sosial, lingkungan, dan ekonomi atau disebut sebagai berkelanjutan.

Aspek-aspek sosial, lingkungan, dan ekonomi tersebut yang dipertimbangkan dalam pembangunan jalan telah diuraikan menjadi kriteria jalan berkelanjutan yang selanjutnya disebut kriteria jalan hijau. Badan Litbang PUPR telah mengeluarkan pedoman kriteria jalan hijau sebagai panduan untuk perencana dan pelaksana jalan dalam melaksanakan desain dan pelaksanaan konstruksi.

Pemerintah PU dan Bina Konstruksi Provinsi Sumatera Utara bermaksud untuk menerapkan kriteria jalan hijau di Jl. Setia Budi yang berlokasi di tengah kota Medan. Penyusunan detailed engineering desain telah dilakukan sejak tahun 2018. Harapannya adalah dengan adanya jalan hijau di provinsi Sumatera Utara, akan mendorong pelaksanaan konstruksi jalan yang lebih memperhatikan pengguna jalan (aspek sosial), meminimumkan dampak terhadap tanaman (aspek lingkungan), dan menjaga kualitas jalan (aspek ekonomi).

Makalah ini bertujuan memaparkan upaya implementasi jalan hijau di Jl. Setia Budi Sumatera Utara di tahap perencanaan (2018) dan pelaksanaan konstruksi (2019 yang sampai saat ini masih berjalan). Pemaparan meliputi perbandingan dua kondisi penerapan, tanpa penerapan kriteria jalan hijau, dan manfaat yang diterima pengguna jalan pada kedua kondisi tersebut.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jalan Berkelanjutan sebagai Jalan di Masa Depan Konsep jalan berkelanjutan muncul akibat ada perubahan terhadap populasi manusia, perubahan lingkungan, dan penggunaan sumber daya alam (Poveda dan Lipsett, 2011). Definisi Bruntland Commission adalah pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sebagai pembangunan yang berusaha memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengganggu kemampuan generasi di masa mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka (Bockisch, 2012). Pilar pendukung pembangunan berkelanjutan digambarkan sebagai pilar aspek sosial (dikenal sebagai kebutuhan standar manusia), pilar aspek lingkungan (dikenal sebagai ekologi atau bumi), dan pilar aspek ekonomi

Page 723: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 712

(dikenal sebagai uang atau keuntungan). Ketiga pilar tersebut saling berinteraksi satu sama lain seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.

Sumber: Bockish, 2012

Gambar 1. Pilar pendukung keberlanjutan

B. Kriteria Jalan Hijau Jalan Hijau adalah jalan dirancang dan dibangun dengan mengikuti persyaratan dan menerapkan kriteria jalan hijau sesuai Permen. PUPR No. 05/PRT/M/2015 tentang Pedoman Umum Implementasi Konstruksi Berkelanjutan pada Penyelenggaraan Infrastruktur Bidang Pekerjaan Umum dan Pemukiman. Ringkasan penjelasan kriteria jalan hijau sesuai aspek-aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan ditunjukkan pada Tabel 2. Kriteria jalan hijau berjumlah 84 kriteria yang dikelompokkan pada 5 kategori yang selanjutnya dipecah pada beberapa subkategori. Gambaran kategori dan subkategori ditunjukkan berikut ini.

Kategori KL, Konservasi Lingkungan Air, Udara, dan Alam terdiri atas subkategori berikut ini, yaitu KL-1Pelatihan kesadaran lingkungan, KL-2, Mitigasi bencana, KL-3, Pengurangan polusi udara/debu pada saat pelaksanaan konstruksi/pasca konstruksi, KL-4, Sertifikat sistem manajemen lingkungan dan penerapan inovasi pelaksana pekerjaan, KL-5, Penanaman pohon dan jenis vegetasi lain, KL-6, Pelindungan dan penghindaran kehilangan habitat, KL-7, Penyediaan sistem drainase jalan, KL-8, Pembatasan penerangan jalan, KL-9, Pereduksi kebisingan.

Kategori TM, Transportasi dan Masyarakat terdiri atas subkategori berikut ini, yaitu TM-1, Penataan ornamen dan lanskap jalan, TM-2, Penyediaan fasilitas henti untuk menikmati pemandangan menarik, TM-3, Penyediaan akses dan fasilitas pengguna angkutan umum, TM-4, Perancangan geometrik dan fasilitas perlengkapan jalan untuk menekan penggunaan energi, TM-5, Pelaksanaan audit keselamatan jalan oleh pihak independen, TM-6, Penyediaan akses dan fasilitas pejalan kaki, TM-7, Pelibatan peran serta masyarakat dalam perencanaan, TM-8, Penyediaan akses dan fasilitas pesepeda.

Kategori AK, Aktivitas Konstruksi terdiri atas subkategori berikut ini, yaitu AK-1, Perencanaan kegiatan daur ulang sampah konstruksi dan sampah dari kantor/base camp kontraktor, AK-2, Metode penggunaan peralatan/armada pelaksanaan konstruksi dengan teknologi tertentu sehingga emisi dapat dikurangi, AK-3, Pemantauan/pencatatan penggunaan air pada pelaksanaan konstruksi , AK-4, Penggunaan peralatan konstruksi yang memenuhi ambang batas emisi, AK-5, Pengurangan penggunaan bahan bakar fosil pada pelaksanaan konstruksi /base camp kontraktor. AK-6, Pelaksanaan koordinasi tim perancang dan pelaksana konstruksi untuk mengefektifkan dan mengefisienkan waktu pelaksanaan konstruksi. AK-7, Kontraktor memiliki sertifikat sistem manajemen mutu (SMM), AK-8, Penjaminan mutu pelaksanaan konstruksi oleh kontraktor bahwa pro/duk pelaksanaan konstruksi sesuai mutu pada proses pelelangan. AK-9, Penggunaan energi terbarukan saat pelaksanaan konstruksi, AK-10, Menyiapkan dokumen untuk investasi atau aktivitas “pembelian karbon” terkait dengan upaya pengurangan gas rumah kaca atau emisi karbon.

Page 724: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 713

Kategori MS, Material dan Sumber Daya Alam terdiri atas subkategori berikut ini, yaitu MS-1, Penggunaan material daur ulang pada proyek jalan, baik yang sedang dibangun atau pada jalan yang berbeda. MS-2, Penggunaan ulang material bongkaran (selain tanah) di lokasi setempat, MS-3, Penggunaan material lokal, MS-4, Penggunaan minimal 90% material tanah galian untuk timbunan setempat, MS-5, Pemanfaatan material bongkaran di luar lokasi proyek, MS-6, Lampu penerangan jalan yang menggunakan sumber daya hemat energi.

Kategori Teknologi Perkerasan terdiri atas pilihan subkategori dalam Perkerasan untuk Badan Jalan dan Perkerasan untuk Trotoar Jalan. Subkategori-subkategori berikut ini. (a) Perkerasan untuk Badan Jalan, yang terdiri atas TPK-1, Perancangan umur rencana perkerasan, TPK-2, Penggunaan campuran dingin untuk pekerasan lentur, TPK-3, Penggunaan perkerasan porus yang berfungsi untuk meresapkan dan mengaliran air permukaan di perkerasan jalan yang dilengkapi dengan fasilitas saluran keluar air jika sudah melebihi kapasitas. TPK-4, Perancangan permukaan perkerasan yang dapat mengurangi kebisingan, TPK-5, Perancangan campuran beraspal hangat. (b) Perkerasan untuk Trotoar Jalan terdiri atas TPP-1, Perancangan perkerasan pejalan kaki yang mempertahankan fungsi trotoar. Perancangan dimaksud menekan biaya pemeliharaan jalan. TPP-2, Penggunaan material yang dibuat tanpa pemanasan, TPP-3, Perancangan permukaan perkerasan porus, TPP-4, Perancangan permukaan perkerasan yang kekesatan memenuhi persyaratan untuk jalur pejalan kaki , TPP-5, Penggunaan material yang dibuat dengan pemanasan lebih rendah dari temperatur standar.

Dalam menerapkan kriteria jalan hijau, penyelenggara jalan harus memrogramkan satu ruas jalan atau sebagian untuk dijadikan jalan hijau (berkelanjutan). Pedoman Kriteria Jalan Hijau menyebutkan bahwa penyelenggara jalan melakukan perencanaan teknis jalan hijau dan melaksanakan konstruksi jalan hijau. Jalan tersebut dapat jalan baru atau peningkatan jalan. Pada tahap perencanaan teknis jalan tersebut harus menerapkan kriteria perencanaan teknis jalan (Permen PU No. 19/2011) dan prinsip konstruksi berkelanjutan aspek sosial, aspek ekonomi, dan aspek lingkungan (Permen PUPR No. 5/2015) yang dilakukan dengan menggunakan produk dan teknologi sesuai aspek-aspek berkelanjutan. Hal ini dimulai tahun 2017 minimal 1 buah di setiap unit organisasi teknis (Permen PUPR No. 5/2015). Dengan menerapkan kriteria jalan hijau, diharapkan diketahui penggunaan: energi, sumber daya alam, perubahan terhadap alam, dan manfaat terhadap pengguna jalan. Ringkasan ditunjukkan pada Gambar 3. Tabel 1. Ringkasan Kriteria Jalan Hijau Aspek Sosial Aspek Lingkungan

1. Jalan dirancang agar

berkeselamatan

2. Jalan memiliki akses yang cukup

3. Jalan dirancang agar tidak

mengganggu budaya dan sejarah

di masyarakat setempat

4. Jalan dibangun agar

mengembangkan potensi wilayah

setempat.

5. Jalan menyertakan masyarakat

memberikan pendapat pada tahap

perencanaan dalam acara

sosialisasi rencana pembangunan

jalan

6. Jalan tidak menyebabkan banjir

dan diharapkan dapat meresapkan

air.

7. Jalan dirancang mengurangi

polusi udara dengan menanam

tanaman, mengurangi polusi

tanah dengan mengatur

pembuangan limbah konstruksi,

dan mengurangi polusi

kebisingan.

8. Jalan dilaksanakan dengan

meminimumkan polusi sampah

konstruksi

9. Jalan dirancang dengan fasilitas

penanaman tanaman

10. Jalan dirancang untuk menjaga

keberadaan hewan, contoh:

menyediakan lintasan hewan

dan pembatasan sinar lampu.

11. Jalan dirancang untuk

mengurangi penggunaan bahan

bakar dan menggunakan bahan

bakar terbarukan

12. Jalan dirancang dengan

mengurangi penggunaan sumber

daya alam, seperti bahan bakar

minyak yang diganti dengan

bahan bakar terbarukan dan

menggunakan material lokal.

13. Mengurangi penggunaan

material baru

Aspek Ekonomi

14. Jalan dilaksanakan dengan

mengefektifkan kegiatan dan

mengefisienkan waktu

pelaksanaan konstruksi

15. Jalan dilakukan dengan menjaga

kualitas produk untuk

mengurangi biaya pemeliharaan

Page 725: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 714

Gambar 2. Kategori dan Subkategori Pemeringkatan Jalan Hijau (Tim Jalan

Hijau, 2017)

C. Jalan Setia Budi Sumatera Utara Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mencanangkan 4 ruas jalan yang menerapkan

kriteria jalan hijau. Ruas jalan tersebut adalah: ruas Jalan Setia Budi (Sp. Jl. Flamboyan - Sp. Jl. Jamin Ginting), jalan Setia Budi (Sp. Jl. Dr. Mansyur - Sp. Jl. Flamboyan) di kota Medan, jalan Marelan (Sp.Jl. Pertempuran – Batas Kota Medan dan Ruas Jalan Jl. Marelan (Sp. Kantor – Batas Kota Medan). Ketiga ruas jalan tersebut berada di area perkotaan/permukiman/pertokoan. Dengan demikian penerapan kriteria jalan hijau pun perlu disesuaikan dengan ketersediaan lahan dan kemampuan pembebasan lahan, dan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan.

Jalan Setia Budi dibatasi dengan Simpang Jl. Flamboyan-Jl. Jamin Ginting memiliki lebar yang cukup. Jalan telah tersedia median dan pohon-pohon di bagian median tersebut. Pohon-pohon di area bahu jalan pun telah ada dan perlu dipertimbangkan untuk tidak ditebang. Gambar situasi yang ditunjukkan pada gambar-gambar di bawah ini.

Gambar 3. Situasi Jl. Setia Budi (Sp. Jl. Flamboyan – Sp. Jl. Jamin Ginting)

Gambar 4. Situasi Jl. Setia Budi (Sp. Jl. Flamboyan – Sp. Jl. Jamin Ginting)

Page 726: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 715

Jalan Setia Budi yang dibatasi oleh Simpang Jl Dr. Mansyur – Jl. Flamboyan sepanjang 3,67 km ditata kembali. Situasi yang terlihat ditunjukkan pada beberapa gambar di bawah ini. Gambar 5. Situasi Jl. Setia Budi (Sp. Jl. Dr. Mansyur – Sp. Jl. Plamboyan) di Kota

Medan Jl. Mareland yang dibatasi Simpang Jl. Pertempuran – Batas Kota Medan memiliki beberapa persimpangan dengan jalan local. Kondisi di area ini dipenuhi dengan pertokoan dan pedagang kaki lima. Pembangunan jalan hijau di area ini terlihat akan bermanfaat untuk pejalan kaki yang melintasi di area ini.

Gambar 6. Situasi Jl. Marelan (Sp. Jl. Pertempuran – Bts. Kota Medan) di Kota Medan

III. METODE KEGIATAN Metode kegiatan penelitian ini adalah: 1. Kajian pustaka yang meliputi: kriteria Jalan Hijau dan jalan Setia Budi Sumatera

Utara 2. Sumber data adalah gambar teknis rinci dan wawancara. 3. Analisis data adalah dengan cara analisis deskriptif kualitatif, yang meliputi

perbandingan 2 kondisi jalan Setia Budi, yaitu penerapan, tanpa penerapan kriteria jalan hijau pada tahap perancangan dan pelaksanaan, serta manfaat yang didapat.

IV. DATA DAN ANALISIS 4.1 Penerapan Kriteria Jalan Hijau

Kriteria jalan hijau yang diterapkan memiliki kesamaan pada ketiga segmen jalan Setia Budi. Hal ini disebabkan karena masih berada dalam satu ruas jalan. Kriteria jalan hijau yang diterapkan adalah penanaman tanaman, saluran drainase jalan, lajur pejalan kaki dan fasilitasnya, lajur sepeda, penggunaan lampu pejalan kaki dengan solar sistem. Kriteria jalan hijau yang bukan berupa fisik adalah pelatihan kesadaran lingkungan, perencanaan lajur pejalan kaki yang mempertahankan fungsinya sebagai trotoar. Ringkasan kriteria jalan hijau yang diterapkan ditunjukkan pada Tabel 2. Gambar rinci ditunjukkan pada Gambar di bawah ini.

Page 727: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 716

Tabel 2. Penerapan Kriteria Jalan Hijau pada Jalan Setia Budi

No Kategori dan Subkategori Kriteria Jalan Hijau

I Kategori KL, Konservasi Lingkungan Air, Udara, dan Alam

1 2 3

KL-1 Pelatihan kesadaran lingkungan, KL-5, Penanaman pohon dan jenis vegetasi lain, KL-7, Penyediaan sistem drainase jalan,

II Kategori TM, Transportasi dan Masyarakat

1 2 3 4

TM-1, Penataan ornamen dan lanskap jalan, TM-6, Penyediaan akses dan fasilitas pejalan kaki, TM-7, Pelibatan peran serta masyarakat dalam perencanaan, TM-8, Penyediaan akses dan fasilitas pesepeda.

III Kategori AK, Aktivitas Konstruksi

1 AK-6, Pelaksanaan koordinasi tim perancang dan pelaksana konstruksi untuk mengefektifkan dan mengefisienkan waktu pelaksanaan konstruksi,

2 AK-7, Kontraktor memiliki sertifikat sistem manajemen mutu (SMM), 3 AK-8, Penjaminan mutu pelaksanaan konstruksi oleh kontraktor bahwa produk

pelaksanaan konstruksi sesuai mutu pada proses pelelangan

IV Kategori MS, Material dan Sumber Daya Alam

1 MS-3, Penggunaan material lokal,

2 MS-6, Lampu penerangan jalan yang menggunakan solar sistem.

V Kategori Teknologi Perkerasan

(b) Perkerasan untuk Trotoar Jalan 1 TPP-1, Perancangan perkerasan pejalan kaki yang mempertahankan fungsi

trotoar. Perancangan dimaksud menekan biaya pemeliharaan jalan. 2 TPP-4, Perancangan permukaan perkerasan yang kekesatan memenuhi

persyaratan untuk jalur pejalan kaki,

Total subkategori 14 subkategori kriteria

Gambar 7. Tampilan tiga dimensi tanaman hias, lajur sepeda, trotoar, pergola, bangku pejalan kaki (Pemprov Sumut, 2018)

Page 728: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 717

Gambar 8. Potongan melintang bermedian (Pemprov Sumut, 2018)

Gambar 9. Potongan melintang tidak bermedian (Pemprov Sumut, 2018)

4.2 Perencanaan tanpa Kriteria Jalan Hijau Jalan Setia Budi yang tidak menerapkan kriteria jalan hijau diwakili dengan kondisi eksisting. Kondisi ini adalah kondisi jalan Setia Budi yang dibangun dengan memprioritaskan adanya akses jalan. Namun masih terdapat pula kriteria jalan hijau yang diterapkan, sebagai contoh dari aspek lingkungan, terlihat bahwa adanya saluran drainase jalan untuk mengendalikan air dan pohon untuk mengurangi polusi dan menambah kelembaban. Aspek ekonomi adalah adanya akses jalan untuk memperlancar aktivitas pengguna jalan. Aspek sosial adalah adanya pergerakan pejalan kaki yang bergerak di trotoar jalan, namun masih terganggu dengan adanya tidak datarnya permukaan trotoar dan bahkan di beberapa lokasi tidak tersedia ruang untuk berjalan kaki. Rincian kriteria jalan hijau yang diterapkan tanpa direncanakan ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Kondisi eksisting Jalan Setia Budi No Kategori dan Subkategori

I Kategori KL, Konservasi Lingkungan Air, Udara, dan Alam

1 2

KL-5, Penanaman pohon dan jenis vegetasi lain, KL-7, Penyediaan sistem drainase jalan,

II Kategori TM, Transportasi dan Masyarakat

1

TM-6, Penyediaan akses dan fasilitas pejalan kaki,

III Kategori MS, Material dan Sumber Daya Alam

1 MS-3, Penggunaan material lokal

Total Subkategori 5 Subkategori

Page 729: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 718

(a) Ruang terbatas untuk tanaman (b) TrotoarJalan tidak tersedia

menerus

(c) Tersedia median (d) Saluran drainase jalan

(e) Tidak ada trotor/bahu untuk

berjalan kaki (f) Akses ke jalan lingkungan

(g) Saluran drainase (h) Saluran drainase yang ditutup untuk

pejalan kaki memiliki endapan

Gambar Kondisi Eksisting Jalan Setia Budi 4.3 Perbandingan dengan dan tanpa Penerapan Kriteria Jalan Hijau Kriteria jalan hijau yang diterapkan pada jalan Setia Budi, menunjukkan bahwa pada kategori konservasi lingkungan air, udara, dan alam, jalan Setia Budi akan lebih bersih karena pekerja konstruksi menjaga lingkungannya. Sampah konstruksi lebih tertata agar tidak merusak lingkungan. Jalan Setia Budi ditanami pohon-pohon untuk mengurangi panasnya matahari dan tanaman hias yang indah dipandang mata. Pengendalian air permukaan jalan dengan adanya sistem drainase jalan dapat mempercepat pengaliran air.

Page 730: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 719

Hal tersebut di atas berbeda dengan kondisi jalan eksisting yang sebelumnya dibangun tanpa memperhatikan kriteria-kriteria jalan hijau. Hal ini terlihat dari tidak menerusnya pembangunan fasilitas pejalan kaki dan saluran drainase. Berbeda dengan perencanaan jalan hijau yang telah dilakukan dengan baik, maka perencanaan pembangunan yang menerus akan mendrorong pejalan kaki berjalan di tempatnya. Pada kategori Transportasi dan masyarakat, kriteria jalan hijau yang memberikan kenyamanan kepada pengguna jalan. Sebagai contoh, penyediaan ornamen jalan dan lanskap berupa lampu penerangan jalan umum dan bak tanaman yang didesain artistik. Fasilitas untuk pejalan kaki seperti bangku dan peneduh yang terbuat dari tanaman merambat. Peran serta masyarakat dalam turut menentukan titik penyeberangan atau pun penentuan desain, maka terlihat ada keterlibatan masyarakat. Penyediaan akses sepeda pun turut mendorong penggunaan kendaraan yang tidak menambah emisi dan tidak menggunakan bahan bakar. Pada kondisi jalan Setia Budi yang tidak menerapkan kriteria jalan hijau, namun tetap pada kategori yang sama, terlihat bahwa kesempatan untuk berjalan kaki dan bersepeda tidak mudah. Pada kategori Aktivitas Konstruksi, koordinasi konsultan dan kontraktor sehingga terdapat efisiensi pelaksanaan pekerjaan. Kontraktor memiliki sistem manajemen mutu sehingga setiap pelaksanaan diharapkan sesuai dengan mutu yang diharapkan. Pada kondisi jalan Setia Budi yang tidak menerapkan kriteria jalan hijau, namun tetap pada kategori yang sama, terlihat bahwa upaya agar produk pekerjaan jalan tetap sesuai dengan spesifikasi. Namun kriteria lainnya tidak dirancang untuk dilakukan.

Pada kategori material dan sumber daya alam, terlihat bahwa terdapat upaya penekanan penggunaan energi melalui penggunaan solar sistem. Sedangkan pada kondisi jalan Setia Budi yang tidak menerapkan kriteria jalan hijau, namun tetap pada kategori yang sama, tidak terlihat adanya penekanan penggunaan energi. Diperkirakan produk dengan teknologi ramah lingkungan masih berbiaya tinggi.

Pada kategori teknologi perkerasan, terlihat menerapkan perancangan yang mempertahankan fungsi trotoar dan menyiapkan desain permukaan perkerasan yang kesat. Pada kondisi jalan Setia Budi yang tidak menerapkan kriteria jalan hijau, namun tetap pada kategori yang sama, kondisi eksisting menunjukkan tidak mempertahankan adanya fasilitas pejalan kaki secara menerus.

Dari pemaparan tersebut, terlihat bahwa dibandingkan jalan setia Budi dengan penerapan kriteria jalan hijau dan tanpa penerapan, maka jalan Setia Budi terlihat lebih asri dengan adanya pohon dan tanaman hias, lingkungan terjaga dari polusi udara, dan pengendalian air terpadu. Dari sisi akses dan transportasi, jalan Setia Budi dengan penerapan kriteria jalan hijau dapat mendorong kenyamanan pengguna jalan. Dari sisi aktivitas konstruksi, pelaksanaan konstruksi jalan dilakukan lebih baik dan terencana. Dari sisi material dan sumber daya alam, terdapat langkah meminimumkan penggunaan energi. 4.4 Tantangan Penerapan Kriteria Jalan Hijau Tantangan dalam menerapkan jalan hijau terlihat pada kedua tahap pelaksanaan jalan. Tahap tersebut adalah tahap perancangan dan tahap pelaksanaan konstruksi jalan. Tantangan tersebut terutama adalah kurangnya sumber daya manusia yang memahami informasi tentang penerapan kriteria jalan hijau. Informasi tentang kriteria jalan hijau perlu disebarluaskan kepada para perencana dan para pelaksana. Dengan demikian, lebih mudah perencanaan dan pelaksanaan konstruksi dapat terlaksana dengan lancar. Dengan adanya contoh jalan Setia Budi sebagai jalan hijau, maka diharapkan akan bertambah banyak sumber daya manusia yang menerapkan kriteria jalan hijau pada ruas jalan lainnya. Perlengkapan administrasi untuk setiap tahap perancangan dan pelaksanaan perlu persiapan khusus sehingga dapat pekerjaan dapat berlangsung secara efisien. Sebagai contoh pelaksana perancangan perlu paham terhadap maksud dari kriteria jalan

Page 731: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 720

hijau agar penyusunan gambar teknis rinci dan dokumen lainnya dapat disiapkan sampai dengan pelelangan pelaksanaan konstruksi dilakukan. Informasi yang perlu dipahami pula adalah pada saat pelaksanaan konstruksi, perlu ada persiapan agar pelaksanaan konstruksi dapat dilakukan dengan efisien dan gangguan terhadap pengguna jalan dapat minimum. Sebagai contoh, untuk pelaksanaan pembongkaran trotoar dan bahu jalan, sehingga perlu melakukan penutupan lajur pejalan kaki, maka harus menyediakan lajur sementara untuk pejalan kaki dengan aman dan selamat. Untuk mencapai implementasi jalan hijau perlu waktu yang tidak sebentar. Namun, hal ini dapat dicapai dengan memulai implementasi jalan hijau. Dengan demikian tercapai tujuan secara global. Tujuan tersebut adalah pengguna jalan dapat dengan nyaman, aman, selamat melakukan aktivitas, dampak terhadap lingkungan alam tanaman dan hewan dapat diminimumkan. Dengan perencanaan yang baik, maka biaya pemeliharaan dapat ditekan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN Jumlah penerapan kriteria jalan hijau pada jalan Setia Budi adalah 14 buah.

Sedangkan jalan Setia Budi pada kondisi eksisting tanpa menerapkan kriteria jalan hijau terlihat menerapkan kriteria jalan hijau sejumlah 4 subkategori kriteria.

Dengan diterapkan kriteria jalan hijau, maka jalan Setia Budi lebih asri dengan pepohonan dan tanaman hias, nyaman dengan fasilitas pejalan kaki dan kelengkapannya, terjaga kualitas pekerjaan, meminimumkan penggunaan energi dengan penggunaan solar sistem pada penerangan jalan umum, dan merancang agar maksud penggunaan trotoar dapat terjaga. Terlihat bahwa banyak manfaat dari penerapan kriteria jalan hijau untuk manusia dan lingkungan tanaman dan hewan.

Kegiatan pelaksanaan konstruksi di segmen jalan Setia Budi yang belum selesai, disarankan agar dilakukan perencanaan penjadwalan kegiatan pelaksanaan konstruksi yang baik agar terdapat efisiensi dalam pelaksanaan pekerjaan. Sebagai contoh, pelaksanaan pembuatan bangku, panaman merambat, pergola, bak tanaman, jalur pejalan kaki diatur dengan pekerjaan penataan sistem drainase jalan.

DAFTAR PUSTAKA Bockish, J., 2012, “Transportation Sustainability Rating Systems”, Gresham Smith and

Partners, Presentation, www.gaite.org, http://www.apwa.net/library/ meetings/ sustainability/8374.pdf (diakses 15 Februari 2013).

Pemerintah Republik Indonesia, 2015, Peraturan Menteri PUPR No, 05/PRT/M/2015 tentang Pedoman Umum Implementasi Konstruksi Berkelanjutan Pada Penyelenggaraan Infrastruktur Bidang Pekerjaan Umum dan Permukiman (PUPR), Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia, 2011, Peraturan Menteri PU No. 19/PRT/M/2011 Tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan, Jakarta.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, 2018, Gambar Desain, Perencanaan Teknis Pemeringkatan Jalan Hijau Jalan Provinsi Ruas Marelan (Sp. Jl. Pertempuran-Bts. Medan) di Kota Medan, Perencanaan Teknis Jalan Wilayah 3 Kota Medan, Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi. Medan.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, 2018, Gambar Desain, Perencanaan Teknis Pemeringkatan Jalan Hijau Jalan Provinsi Jl. Setia Budi (Jl. Dr.Mansyur-Sp.Flamboyan), Perencanaan Teknis Jalan Wilayah 3 Kota Medan, Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi. Medan.

Tim Jalan Hijau Indonesia. 2017. Laporan Penyelenggaraan Pemeringkatan Jalan Hijau. Badan Penelitian dan Pengembangan. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Jakarta

Page 732: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 721

ANALISIS PENGARUH 6 (ENAM) KOMPONEN JALAN TERHADAP KINERJA RUAS JALAN BERBASIS APLIKASI ANDROID

1Elvi Roza, 2Sriono

1Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional I Aceh, 2Seksi Preservasi dan Peralatan Jalan, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional II Medan

E-mail : [email protected], [email protected]

Abstrak Penilaian kinerja ruas jalan saat ini cenderung hanya mempertimbangkan kondisi perkerasan jalan, dengan indikator nilai IRI, nilai SDI, atau nilai FWD. Hal tersebut berdampak pada penyusunan program penanganan jalan hanya berdasarkan pada data kondisi perkerasan jalan. Hal tersebut berbeda dengan tuntutan lapangan, yang mengindikasikan bahwa penanganan jalan harus dilakukan secara komprehensif, artinya penanganan jalan harus dilakukan tidak hanya pada perkerasan jalan yang rusak, tetapi yang lebih utama harus memperbaiki berbagai komponen yang menjadi pemicu kerusakan jalan tersebut seperti kondisi bahu jalan, drainase jalan, gorong-gorong, dan keberadaaan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penyusunan model penilaian kinerja ruas jalan yang komprehensif dengan melibatkan komponen perkerasan jalan, bahu jalan, drainase jalan, perlengkapan jalan, bangunan pelengkap, dan keberadaan tanaman. Metode survei dengan melakukan survei wawancara dan pengisian survei, yang kemudian dilakukan analisis statistik dengan menggunakan software SEM (Structural Equational Modelling). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 6 (enam) indikator kinerja yang dinilai, masing-masing memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap kinerja ruas jalan. Komponen perkerasan jalan berkontribusi 32,0% terhadap kinerja ruas jalan, komponen bahu jalan berkontribusi 21,0% terhadap kinerja ruas jalan, komponen drainase jalan berkontribusi 20,0% terhadap kinerja kondisi ruas jalan, komponen perlengkapan jalan berkontribusi 9,0% terhadap kinerja ruas jalan, komponen bangunan pelengkap berkontribusi 12,0% terhadap kinerja ruas jalan, dan komponen pengendalian tanaman berkontribusi sebesar 6,0% terhadap kinerja ruas jalan. Hasil analisis tersebut ditindaklanjuti dengan penyusunan aplikasi penilaian kinerja berbasis android. Penelitian ini merekomendasikan agar penilaian kinerja ruas jalan tidak hanya berdasarkan kinerja perkerasan jalan, tetapi juga mengakomodir beberapa komponen jalan lainnya seperti kinerja bahu jalan, kinerja drainase, kinerja bangunan pelengkap, kinerja perlengkapan jalan. Penilaian kinerja ruas jalan yang komprehensif tersebut perlu diusulkan agar menjadi bahan rujukan dalam penentuan program preservasi jalan di massa yang akan datang. Kata kunci: kinerja ruas jalan, perkerasan jalan, bahu jalan, drainase jalan, bangunan pelengkap. Abstract Road performance assesment tend to only consider road pavement conditions, with indicators IRI values, SDI values, or FWD values. This has an impact on the preparation of road preservation programs based only on road pavement conditions data. This is different from the field demands, which indicate that road preservation must be carried out comprehensively, meaning that road preservation must be done not only on damage pavement, but also repair various components that trigger the damage to the road such as road shoulder conditions, drainage roads, culverts, and the existence of plants. This study aims to develop a comprehensive road segment performance evaluation model by involving components of road pavement, road shoulder, road drainage, road equipment,

Page 733: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 722

road complementary buildings, and the presence of plants. Survey method by conducting an interview survey and filling out the survey, which is then carried out statistical analysis using SEM (Structural Equational Modeling) software. The results showed that of the 6 (six) performance indicators assessed, each made a significant contribution to the performance of the road sections. The road pavement component contributes 32.0% to the road performance, the road shoulder component contributes 21.0% to the road performance, the road drainage component contributes 20.0% to the road performance, the road equipment component contributes 0.09% to the road performance road, the road complementary building components contribute 0.12% to the road performance, and the componen of plant control on the side of the road contribute 6.0% to the road performance. The results of the analysis were followed up with android application. This study recommends that the assessment of the road performance not only be based on the performance of the pavement, but also accommodate several other road components such as the road shoulder performance, drainage performance, the performance of complementary buildings, the performance of road equipment. A comprehensive assessment of the performance of the road section needs to be proposed so that it becomes reference in determining future road preservation programs. Keywords: road performance, pavement, road shoulder, drainage, road complementary building

Page 734: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 723

Page 735: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 724

Page 736: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 725

Page 737: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 726

Page 738: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 727

Page 739: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 728

Page 740: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 729

Page 741: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 730

Page 742: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 731

Page 743: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 732

Page 744: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 733

Page 745: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 734

Page 746: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 735

Gambar 3.7. Kontribusi tiap komponen terhadap kinerja ruas jalan

Page 747: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 736

Page 748: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 737

Page 749: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 738

PENGGUNAAN SOFTWARE BIM UNTUK CLASH DETECTION DALAM PERENCANAAN PIER ARRANGEMENT STRUKTUR

JEMBATAN STUDI KASUS PROYEK 6 RUAS TOL DALAM KOTA JAKARTA SEKSI 1B (SEMANAN-GROGOL)

USE OF BIM SOFTWARE FOR CLASH DETECTION IN PIER ARRANGEMENT PLANNING OF BRIDGE STRUCTURE

CASE STUDY 6 SECTION TOLL ROAD IN JAKARTA PROJECT SECTION 1B (SEMANAN-GROGOL)

1Fery Safaria, 2Rofik Susetyo Nugroho PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk

[email protected], [email protected]

Abstrak Proyek Pembangunan Enam Ruas Jalan Tol Dalam Kota Jakarta, Seksi 1B Semanan– Grogol merupakan proyek design and build sehingga di samping metode konstruksi, design dari tol layang ini juga menjadi kunci utama keberhasilan proyek. Perencanaan trase (plan & profile) dan posisi pilar-pilar jembatan (pier arrangement) dari tol layang di dalam kota Jakarta merupakan hal yang cukup kompleks dan rawan konflik struktur (clash) dengan bangunan maupun tol eksisting.Dengan menggunakan software Building Information and Modeling yaitu Open Bridge (Bentley), dibuat pemodelan struktur 3D trase dan pier arrangement yang disuperimpose dengan fotogrametri 3D dari survey drone sehingga dapat menunjukkan adanya konflik dengan eksisting jalan, jembatan, dll. Setelah diperoleh deteksi clash dengan eksisting, selanjutnya dilakukan penanganan konflik. BIM Level 1 (Dimensi BIM 3D) sebaiknya juga diterapkan pada proyek lain yang sejenis untuk mempermudah clash detection. Clash yang dapat terdeteksi oleh software BIM pada proyek ini adalah clash antara desain jembatan flyover terhadap jembatan & tol layang eksisting, jalur busway/jalan eksisting, fasilitas umum, clearance antar jembatan yang didesain dan clearance antara desain jembatan dengan jalan eksisting. Penggambaran cross section eksisting lapangan dengan struktur jembatan dapat dilakukan dengan lebih mudah dengan menggunakan hasil superimposed antara fotogrametri 3D eksisting dan model 3D. Penggambaran long profile/ long section jembatan juga dapat dilakukan dengan bantuan software BIM yang digunakan. Dengan penerapan software Building Information and Modeling, adanya clash dapat diantisipasi sebelum dimulainya pekerjaan konstruksi bahkan sebelum dilakukan stacking out ulang posisi pier di lapangan serta meminimalisir kesalahan desain. Kata kunci: design and build; pier arrangement; Building Information and Modeling (BIM); software Open Bridge (Bentley); fly over Abstract The Jakarta City Six-Section Toll Road Construction Project, Section 1B Semanan - Grogol is a design and build project so that in addition to the construction method, the design of the elevated toll road is also the main key to the success of the project. Plan & profile planning and the position of the pillars of the bridge (pier arrangement) of the elevated toll road in the city of Jakarta is quite complex and prone to structural conflicts (clash) with existing buildings or tolls. Using the Building Information and Modeling software, Open Bridge (Bentley), 3D structure and pier arrangement modeling is superimposed with 3D photogrammetry from drone survey results so that it can show conflicts with existing roads, bridges, etc. After clash detection is obtained, then decision making and conflict handling are carried out. Level 1 BIM (3D BIM Dimension) should

Page 750: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 739

also be applied to other similar projects to facilitate clash detection. Clashes that can be detected by BIM software in this project are the clash between the flyover bridge design to the existing flyover bridge & toll road, clash with existing busway / road, public facilities, designed inter-bridge clearance and clearance between the bridge design and the existing road. Cross section drawings of bridge structures can be obtained easily by using superimposed results between existing 3D photogrammetry and 3D models. Bridge's long section drawing can also be obtained with the help of the BIM software that used. With the application of Building Information and Modeling software, the presence of clash can be anticipated before the start of construction work and even before re-stacking the pier position in the field and minimize design errors. Keywords: design and build; pier arrangement; Building Information and Modeling (BIM); Open Bridge (Bentley) software; fly over

Page 751: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 740

Page 752: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 741

Page 753: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 742

Page 754: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 743

Page 755: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 744

Page 756: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 745

Page 757: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 746

Page 758: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 747

Page 759: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 748

Page 760: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 749

Page 761: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 750

Page 762: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 751

Page 763: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 752

Page 764: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 753

Page 765: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 754

Page 766: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 755

Page 767: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 756

Page 768: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 757

Page 769: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 758

Page 770: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 759

Page 771: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 760

Page 772: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 761

Page 773: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 762

Page 774: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 763

Page 775: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 764

Page 776: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 765

Page 777: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 766

Page 778: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 767

Page 779: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 768

Page 780: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 769

Page 781: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 770

Page 782: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 771

Page 783: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 772

Page 784: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 773

.

Page 785: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 774

Page 786: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 775

KAJIAN PERLENGKAPAN JALAN PENANDA PEJALAN KAKI WAYFINDING SEBAGAI PENUNJANG

AKSESIBILITAS PARIWISATA PERKOTAAN

WAYFINDING STREET FURNITURE AS A URBAN TOURISM ACCESSIBILITY OF URBAN TOURISM : A LITERATURES REVIEW

1 Untung Cahyadi, 2 Harlan Pangihutan, 3Redi Aditya, 4Parbowo 1,2,3,4Balai Litbang Sistem dan Teknik Lalu Lintas, Puslitbang Jalan dan Jembatan, Badan Litbang,

Kementerian PUPR,

Jl. A.H. Nasution No.264 Bandung

e-mail : [email protected], harlan,[email protected],

[email protected], [email protected]

Abstrak Salah satu program unggulan pemerintah saat ini mendorong industri pariwisata sebagai salah satu sektor penghasil devisa terbesar dan tidak terpengaruh oleh gejolak perekonomian. Visi sektor pariwisata nasional adalah terwujudnya Indonesia sebagai negara tujuan pariwisata berkelas dunia, berdaya saing, berkelanjutan, mampu mendorong pembangunan daerah dan kesejahteraan rakyat. Salah satu jenis pariwisata yang berkembang saat ini adalah periwisata perkotaan seperti pariwisata belanja, kuliner, ibadah ,kawasan bersejarah dan kawasan hiburan. Informasi merupakan suatu bentuk aksesibilitas bagi wisatawan, saat ini belum semua kawasan wisata di perkotaan memberikan fasilitas informasi bagi wisatawan atau wayfinding berupa street furniture untuk memberikan informasi tempat tempat penting, jarak antar tempat, fasilitas yang tersedia, jenis moda transportasi yang ada serta rute perjalanan. Tulisan ini mencoba membahas konsep wayfinding sebagai media informasi bagi wisatawan dari aspek fungsi, prinsip, kriteria, proses desain geometri dan informasi serta penempatan. Kajian literatur dari berbagai negara serta kajian peraturan di Indonesia terkait dengan perlengkapan jalan digunakan sebagai pendekatan dalam tulisan ini. Konsep wayfinding selain untuk memudahkan orang memahami suatu kawasan dan bernavigasi secara efektif, juga diharapkan akan meningkatkan minat berjalan kaki, pengurangan kemacetan lalu lintas dan meningkatkan jumlah wisatawan Kata kunci: perlengkapan jalan, pariwisata, pejalan kaki, sistem informasi, aksesibilitas Abstract One of the national development policies is to encourage the tourism industry as one of the largest foreign exchange earning sectors and not be affected by economic crises. The vision of the national tourism sector is to realize Indonesia as a world-class tourism destination, competitive, sustainable, able to encourage regional development and people's welfare. One type of tourism that is developing at this time is urban tourism such as shopping, culinary tourism, worship, historic areas and entertainment areas. Information is a form of accessibility for tourists. Currently, several urban tourism areas in Indonesia have implemented information systems for pedestrian tourists or wayfinding in the form of street furniture, whose role is to provide information in the form of an overview of an area that generally consists of important places, distances between places, facilities available, the types of modes of transportation available and travel routes. This paper attempts to discuss the concept of wayfinding as a media of information for tourists from aspects of functions, principles, criteria, geometry and information design processes and placement. Literature studies from various countries and regulatory studies in Indonesia related to street fruniture are used as an approach

Page 787: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 776

in this paper. The concept of wayfinding in addition to facilitate the touist to identify an tourism area and navigate effectively, is also expected to increase interest in walking, reduce traffic congestion and increase the number of tourists Keywords : road equipment, tourism, pedestrians, information systems, accessibility LATAR BELAKANG

Berjalan kaki merupakan salah satu moda transportasi yang paling sering digunakan oleh wisatawan di kawasan pariwisata. Berdasarkan UU RI No. 10 Tahun 2009, Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Prasarana dan sarana pejalan kaki merupakan hal penting dikawasan perkotaan. Penyediaan fasilitas pejalan kaki berupa trotoar dan fasilitas penunjang seperti papan informasi atau penanda sangat diperlukan bagi wisatawan yang berkunjung. Peranan penanda selain sebagai salah satu media informasi juga dapat memberikan pengaruh terhadap estetika dan karakter dari suatu kawasan.

Dalam tulisan ini akan dibahas aspek pertimbangan dan kriteria dari penanda sebagai fasilitas penunjang pejalan kaki di kawasan wisata perkotaan.

METODE

Pembahasan penanda pejalan kaki yang dilakukan dalam tulisan ini didasari oleh kajian literatur, paper dan standar atau pedoman terkait dengan sarana pejalan kaki. KAJIAN PUSTAKA Pariwisata

Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Bab I Pasal 1 ; dinyatakan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang kunjungi dalam jangka waktu sementara. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pariwisata terdiri atas kegiatan perjalanan; dilakukan secara sukarela; Bersifat sementara; bertujuan untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Saat ini, sektor pariwisata Indonesia berkontribusi sekitar 4% dari total perekonomian nasional. Pemerintah menargetkan pada tahun 2019 kontribusi pariwisata menjadi 8%, hal ini mengimplikasikan bahwa dalam waktu 4 tahun mendatang, jumlah pengunjung perlu ditingkatkan dua kali lipat menjadi kira-kira 20 juta. Dalam rangka mencapai target ini, Pemerintah akan berfokus pada perbaikan dan peningkatan infrastruktur termasuk teknologi informasi dan komunikasi, akses, kesehatan dan kebersihan serta meningkatkan kampanye promosi online (marketing) di luar negeri (Indonesia- vestments-2106).

Menurut jenisnya pariwisata dibedakan menjadi pariwisata untuk menikmati perjalanan (Pleasure Tourism), Pariwisata untuk rekreasi (Recreation Tourism), Pariwisata untuk kebudayaan (Cultural Tourism), Pariwisata untuk olahraga (Sports Tourism), Pariwisata untuk urusan usaha dagang (Business Tourism), Pariwisata untuk berkonvensi (Convention Tourism).

Berdasarkan produk utama, pariwisata dibadakan menjadi produk alam, budaya dan buatan manusia. Ketiga produk utama tersebut memiliki jenis wisata yang berbeda, perincian jumlah wisatawan yang datang menurut jenis wisata dalam persen ditampilkan dalam Tabel 1.

Page 788: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 777

Tabel.1 Produk utama dan jenis wisata parawisata nasional

Produk Utama % Jenis wisata %

Alam 35

Bahari 35

Ekowisata 45

Petualangan 20

Budaya 60

Warisan budaya dan sejarah 20

Belanja dan kuliner 45

kota dan desa 35

Buatan Manusia 5

Mice 25

Olah raga 60

Wisata terintegrasi 15 Sumber: Paparan Menteri Pariwisata–Pembangunan Infrastruktur untuk peningkatan daya saing pariwisata (April, 2015)

Dalam Undang–undang No. 10 Tahun 2009 Visi pembangunan kepariwisataan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a adalah terwujudnya Indonesia sebagai negara tujuan pariwisata berkelas dunia, berdaya saing, berkelanjutan, mampu mendorong pembangunan daerah dan kesejahteraan rakyat.

Penanda

Informasi merupakan suatu bagian atau bentuk dari aksesibilitas yang diperlukan bagi pelaku perjalanan dalam mengambil keputusan selama perjalan. Sistem penyampaian informasi saat ini berkembang seiring kemajuan teknologi, baik menggunakan perangkat lunak maupun perangkat keras. Salah satu bentuk media dari sistem informasi bagi pelaku perjalanan yang umum digunakan dan banyak ditemui pada tempat aktivitas umum di dalam gedung seperti perkantoran, bandara dan tempat berbelanja.

Sumber: Google

Gambar 1 Contoh penanda arah di pusat belanja

Sumber: Google

Gambar 2 Contoh penanda arah di bandara

Page 789: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 778

Terdapat beberapa terminologi dari beberapa literartur mengenai penanda atau wayfinding

Wayfinding is the ‘…ease with which one proceeds and is facilitated through an environment from one point of interest to another…’ and the ‘…techniques used by people who are blind or visually impaired as they move from place to place independently and safely’ (Queensland Health, 1996).

Wayfinding system enables people to orient themselves in physical space and navigate from place to place.City wayfinding relates to the built and the natural environment and makes streets, neighbourhoods, and the city more “legible”, helping people to find their way. Wayfinding is more than signs—it includes names, maps, new media, and elements of the public realm such as lighting, street furniture and public art.( Gleave, 2012)

Terjemahan langsung menurut oxford dictionaries dari kata wayfinding adalah mencari jalan, secara kata kerja wayfinding dapat diartikan sebagai suatu tindakan seseorang untuk menemukan suatu tempat atau navigasi dan merupakan bentukan dari kata way dan find yang digunakan pada akhir abad ke 19.

Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 3 tahun 2014 definisi penanda adalah papan informasi yang biasanya diletakkan di antara jalur pejalan kaki dan badan jalan.

Dalam rancangan pedoman kriteria jalan wisata dan beberapa literatur disebutkan bahwa penanda merupakan bagian dari perabot jalan atau street furniture Fungsi

Selama ini rambu di jalan digunakan untuk memberikan informasi lalu lintas bagi pengguna kendaraan, jarang sekali dikhususkan untuk pejalan kaki. Sehingga diperlukan suatu perangkat pembimbing atau pemberi informasi yang dikhususkan bagi pejalan kaki. Dibeberapa negara telah dikembangkan dan diterapkan media atau “rambu” yang dikenal sebagai pedestrian wayfinding bagi pejalan kaki yang berperan menciptakan hubungan antara pengunjung dengan kondisi lingkungan sekitar dan menerangkan keunikan dari budaya, sejarah serta semangat atau visi misi suatu kawasan.

Penanda pejalan kaki berfungsi sebagai media informasi bagi pejalan kaki. Informasi yang diberikan berupa gambaran suatu wilayah yang umumnya terdiri atas tempat tempat penting, jarak antar tempat, fasilitas yang tersedia, jenis moda transportasi yang ada serta rute perjalanan.

Penanda pejalan kaki pada suatu kawasan akan membantu wisatawan yang kebingungan saat pertama kali mendatangi suatu tempat baru. Dengan adanya kemudahan informasi bagi pejalan kaki dapat menimbulkan minat berjalan kaki wisatawan dari suatu tempat ke tempat lain di dalam kawasan wisata. Hasil penelitian di London menyebutkan bahwa 66% dari pelaku perjalanan dan 80 % wisatawan mempertimbangkan untuk berjalan kaki di kawasan wisata dibandingkan menggunakan moda transport lainnya, namun kebanyakan peta atau informasi yang tersedia tidak didesain untuk pejalan kaki sehingga 75 % dari mereka mengalami kesulitan untuk mencapai tujuannya (herber).

Tujuan dari pemasangan wayfinding selain untuk memudahkan orang memahami suatu kawasan dan bernavigasi secara efektif , juga diharapkan akan meningkatkan minat berjalan kaki, pengurangan kemacetan lalu lintas dan meningkatkan jumlah wisatawan.

Informasi dan tahapan bagi pejalan kaki merupakan suatu sistem dari penanda yang akan mempengaruhi keputusan pejalan kaki.

Page 790: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 779

Tabel.1 Sistem penanda Informasi yang disampaikan Tahapan

Memperlihatkan destinasi utama dalam area

Pengambilan keputusan Memperlihatkan aktivitas dalam area

Memberikan perkiraan waktu menuju suatu lokasi

Wayfinding/ mencari jalan Memperlihatkan rute terbaik menuju suatu lokasi

Memperlihatkan moda transportasi yang tersedia

Show the Naming of major urban spaces

Menemukan tujauan perjalanan Show the Important landmarks

Sumber: Karduni-2103

Manfaat dari keberhasilan implemantasi sistem penanda pejalan kaki antara lain wisatawan atau pendatang merasa lebih nyaman mengekplorasi daerah yang belum diketahuinya, wisatawan akan tinggal lebih lama tidak hanya sekedar lewat dan wisatawan memperoleh kesan dari kawasan yang telah dikunjunginya (From:media-2013) Prinsip Prinsip dari perencanaan penanda antara lain adalah: 1. Aksesibiltas dengan mengasumsikan bahwa semua orang adalah pendatang yang

baru pertama kali berkunjung ke suatu kawasan sehingga minimum informasi yang diberikan dapat menjawab kebutuhan pejalan kaki seperti (i)dimana saya berada saat ini, (ii) bagaimana saya dapat sampai ketujuan (iii) berapa jauh jarak (iv) ada apa saja di sekitar area.

2. Persamaan hak, penyediaan informasi harus dapat dibaca dengan jelas oleh orang berkebutuhan khusus seperti pengguna kursi roda

3. Konsisten, bentuk, rupa serta elemen lain yang digunakan harus seragam. 4. Sederhana dan jelas, informasi yang disampaikan harus jelas dan singkat serta tidak

memerlukan waktu berfikir yang lama 5. Estetika, penanda tidak menimbulkan gangguan bagi pejalan kaki, sesuai dengan

tema lokasi dan dapat meningkatkan estetika kawasan.

Jenis Jenis penanda untuk pejalan kaki di kawaan perkotaan terdiri atas Pilon, flag and finger, map dan destination marker (City of Sidney, 2014).

Page 791: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 780

Sumber: City of Sidney-2014

Gambar. 3 Pilon dan Flag and Finger

Pilon digunakan pada titik pergantian moda transportasi, tempat aktifitas umum dan destinasi utama. Pilon dilengkapi dengan peta yang terdiri atas informasi area yang luas, waktu perkiraan berjalan kaki pada attraction terdekat. Informasi yang disampaikan antara lain nomor telepon penting, website stakeholder, referensi lokasi penting dan informasi dalam format huruf braile.

Sumber: City of Sidney-2014

Gambar.4 Map dan destination marker

Fingersign dan flagsign dipasang pada suatu tiang dan umumya dipasang pada lokasi dimana keterbacaan diperlukan dari jarak jauh atau pada rute pejalan kaki dengan beberapa tujuan yang terhubung dengan rute.

Map selaian dipasang pada pilon, Map juga dapat dipasang tersendiri ditempat penting atau tempat pergantian moda.Sedangkan destination park dipasang di taman atau pada tempat kedatangan di suatu kawasan, dilengkapi keterangan nama destinasi dan keterangan lengkap tempat tersebut.

Page 792: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 781

Proses sistem penanda Secara umum perencanaan penanda terdiri atas beberapa tahapan,yang diawali

dengan penentuan strategi dan penyusunan konsep. Pada tahapan ini dilakukan identifikasi perambuan yang diperlukan di area serta isu dari “apa dan dimana” Setiap daerah memiliki keunikan dan kebutuhan analisis yang berbeda, ukuran , bentuk dan karakter sangat mempengaruhi sistem penanda. Stategi yang perlu dilakukan antara lain:

1. Audit perambuan eksisting apakah mencukupi dan berperan 2. Identifikasi dari rute pejalan kaki dan tujuannya 3. Analisis akses transportasi umum 4. Analisis isu kebijakan bagi pejalan kaki 5. Analisis kebutuhan jenis rambu dan peraturan penempatannya 6. Konsep desain

Tahapan kedua merupakan tahap desain penanda, yang terdiri atas, pengembangan awal peta secara detail dan penentuan spesifikasi penanda. Tahapan ini merupakan penyempurnaan konsep desain. Tahap ketiga merupakan tahap manufaktur atau pembuatan penanda untuk menghasilkan prototyping serta pemasangan pada lokasi pilot test area dan selanjutnya dilakukan implementasi serta evaluasi. Kriteria

Elemen penanda terdiri atas sistem hardware dan sistem graphis. Sistem hardware merupakan media fisik tempat informasi diletakan, umumnya berupa struktur bingkai. Kriteria hardware terdiri atas:

1. Ukuran, papan penanda tidak menghalangi sirkulaisi atau pergerakan pejalan kaki. Hal ini akan berkaitan dengan ukuran trotoar atau tempat penempatan dan keterlihatan oleh pejalan kaki

2. Bentuk, sederhana dan tidak menimbulkan potensi gangguan atau bahaya bagi pejalan kaki dan sesuai dengan linngkungan sekitar

3. Material, karena ditempatkan diluar ruang material yang akan digunakan harus tahan terhadap cuaca dan vandalisme

4. Kemudahan dalam pemasangan dan pemeliharan 5. Warna yang digunakan sesuai dengan kondisi lingkungan

Kriteria grapis terdiri atas:

1. Ketinggian penempatan, ukuran huruf yang digunakan harus dapat terlihat jelas dan bisa dibaca dengan mempertimbangkan pengguna kursi roda (Gambar 6)

2. Keterbacaan, jenis dan ukuran huruf yang digunakan harus terbaca dengan mudah (Gambar 7)

3. Layout, mudah dipahami menggunakan pictogram yang universal

Gambar.6 Pictogram penanda

Page 793: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 782

DISKUSI Sesuai dengan target dan visi pembangunan pariwisata nasional yang

berkelanjutan dan terpadu antar sektor, peran serta stakeholder penyelenggara jalan dan pembina jalan, pemerintah daerah dan swasta sangat penting dalam upaya peningkatan jumlah kunjungan wisatawan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kenyamanan wisatawan dalam berwisata.

Adanya kebijakan pemerintah dalam mendorong sektor pariwisata nasional yang berkelas internasional serta adanya target peningkatan jumlah wisatawan akan berdampak pada jumlah wisatawan manca negara dan lokal yang berkunjung ke kawasan wisata. Sejalan dengan pertumbuhan jumlah wisatawan akan diperlukan peningkatan infrastruktur pendukung dan fasilitas penunjang kenyamanan wisatawan. Salah satu bagian dari kenyamanan wisatawan adalah informasi yang mudah didapat dan akurat, sehingga mempermudah wisatawan untuk mengambil keputusan selama melakukan kegiatan wisata. Kebutuhan informasi wisatawan terdiri atas informasi sebelum melakukan kegiatan wisata, selama perjalan menuju kawasan wisata dan saat tiba di kawasan wisata.

Pariwisata perkotaan merupakan produk wisata favorit terutama kuliner dan belanja yang berada di kawasan perkotaan. Umumnya kegiatan wisata perkotaan berada dalam suatu kawasan yang terdiri atas beberapa daya tarik wisata yang terpisah menurut lokasi dan tema. Permasalahan yang sering terjadi adalah wisatawan atau pengunjung yang baru pertama kali berkunjung mengalami kesulitan memahami bentuk kawasan atau kesulitan utntuk mengetahui daya tarik lain yang berada di dalam kawasan.

Saat ini informasi di perkotaan yang tersedia masih ditujukan untuk pengguna kendaraan berupa rambu lalu lintas. Namun demikian beberapa kawasan pariwisata perkotaan di Indonesia seperti Kota Bandung dan Kota Padang telah menerapakan sistem informasi pengunjung yang dipasang pada jalur pejalan kaki di dalam kawasan dalam bentuk papan informasi atau penanda pejalan kaki. Contoh penerapan penanda pejalan kaki diperlihatkan dalam Gambar 8. Penanda pejalan kaki merupakan sesuatu yang baru di Indonesia, media informasi ini merupakan bagian dari perabot jalan sebagai fasilitas penunjang jalur pejalan kaki. Penerapan penanda pejalan kaki mendapat tanggapan positif dari masyarakat dan pengunjung, hal ini dapat di lihat dalam testimoni dan pembahasan di beberapa media sosial yang menyebutkan sebagai sesuatu yang baru dan menarik serta bermanfaat bagi pejalan kaki di dalam kawasan.

Penanda pejalan kaki merupakan bagian dari perabot jalan yang berperan memberikan gambaran suatu kawasan. Meskipun ditempatkan pada lajur pejalan kaki dan bersifat memberikan informasi, penanda berbeda dengan rambu lalu lintas karena bersifat lebih lengkap dengan adanya gambar dan simbol lain yang melambangkan jenis dan lokasi fasilitas yang berada dalam kawasan.

Berdasarkan kajian literatur terkait aturan dan perundang-undangan tentang jalan dan lalu lintas, tidak terdapat terminologi penanda. Didalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 3 Tahun 2014 Tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, Dan Pemanfaatan Prasarana Dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki Di Kawasan Perkotaan dan didalam rancangan pedoman kriteria jalan pariwisata dari Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, penanda disebutkan sebagai bagian dari perabit jalan yang berperan sebagai fasilitas informasi penunjang pejalan kaki.

Adanya penerapan penanda pejalan kaki di beberapa ruas jalan di Kota Bandung dan Kota Padang memperlihatkan adanya kebutuhan penanda pejalan sebagai upaya peningkatan kenyamanan pejalan kaki dan meningkatkan estetika kawasan wisata. Meskipun sifatnya menyerupai rambu, namum penanda memberikan informasi yang lebih lengkap sehingga memerlukan waktu pemahaman yang lebih lama dibandingkan dengan rambu, oleh karena diperlukan suatu kejalasan “status” dan aturan dari penanda pejalan kaki dalam peraturan atau undang-undang mengingat terdapat beberapa stakeholder yang terkait baik secara langsung dalam perencanaan fasilitas atau

Page 794: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10

ANCOL, 4 – 7 NOVEMBER 2019 783

perlengkapan jalan yakni Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan Kementerian Perhubungan, serta Kementerian Pariwisata dan Pemerintah Daerah sebagai stakeholder pengguna. PENUTUP

Manfaat penanda pejalan kaki bagi suatu kawasan akan memberikan nilai tambah estetika, kemudahan informasi dan menjadi potensi peningkatan minat orang untuk berjalan kaki di kawasan. Ketersediaan ruang lajur pejalan kaki di kawasan perkotaan di Indonesia yang umumnya sangat terbatas menjadi suatu kendala dalam penerapan penanda pejalan kaki. Diperlukan suatu kajian terinci mengenai penanda pejalan kaki dengan tidak hanya mempertimbangkan aspek estetika, namum juga mempertimbangkan aspek teknis dan aspek keselamatan bagi pengguna jalan lainnya. DAFTAR PUSTAKA Alireza Karduni - University of Illinois at Chicago, Design of Pedestrian

WayfindingSignage systems, July 8–12, 2013 Esri International User Conference San Diego, California

City of Sidney, Legible Sidney, Volume Two Design Manual, 2014 Department of Transport Victorian Government, You are here: a guide to developing

pedestrian wayfi nding, Form:Media, Best Practices for Wayfinding Signage Gleave Steer Davies, Toronto 360° Wayfinding Strategy, Final report August 2012 Herber Bruce, Wayfinding for pedestrians in urban areas, Ontario, March 2013 Maribyrnong City Council, Footscray wayfinding+signage strategy Peraturan Menteri Pekrjaan Umum No 3 Tahun 2014 Tentang Pedoman Perencanaan,

Penyediaan, Dan Pemanfaatan Prasarana Dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki Di Kawasan Perkotaan

Puslitbang Jalan dan Jembatan, Kementerian PU, 201. Rancangan Pedoman Kriteria Jalan Pariwisata

The State of Queensland, Queensland Health ayfinding Design Guidelines 14 March 2011

Undang-undang No 10 tahun 2009 Tentang Pariwisata Undan-undang N0. 22 Tahun Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan Kementerian Pariwasata, Pembangunan Infrastruktur untuk peningkatan daya saing

pariwisata, Paparan Menteri Pariwisata, April, 2015 http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20151204212433-269-96130/berjalan-kaki-cara-

terbaik-wisata-sejarah/ diunduh tanggal 12 November 2016

https://en.oxforddictionaries.com/definition/wayfinding diunduh tanggal 12 November

2016 http://www.indonesia- vestments.com/id/bisnis/industri-sektor/pariwisata/item6051

diunduh tanggal 12 November 2016

Page 795: Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke-10 ii PROSIDING KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Dalam Era Teknologi Industri 4.0. Ancol, Jakarta , 4 –

SIDING

HIMPUNAN PENGEMBANGAN JALAN INDONESIA

2019