Komplikasi Kronik Diabetes

Embed Size (px)

Citation preview

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    1/35

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Menurut organisasi kesehatan dunia atau World Health

    Organization(WHO),jumlah penderita diabetes mellitus (DM) semakin

    meningkat.WHO memprediksikenaikan jumlah penderita DM di Indonesia dari 8,4

    juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Berdasarkandata

    IDF (International Diabetes Federation) tahun 2002, Indonesia merupakannegara

    ke empat terbesar untuk prevalensi DM.

    Peningkatan prevalensi DM yang eksponensial ini tentu akan diikuti oleh

    meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik DM. Hal ini dipertegas

    oleh berbagai penelitian prospektif yang menunjukkan adanya peningkatan

    penyakit akibat penyumbatan pembuluh darah, baik mikrovaskular seperti

    retinopati dan nefropati, maupun makrovaskular seperti penyakit pembuluh darah

    koroner dan juga pembuluh darah tungkai bawah.

    Jika dibiarkan tanpa kelola yang baik, DM akan menyebabkan berbagai

    komplikasi kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati. Adanya

    pertumbuhan dan kematian sel yang tidak normal merupakan dasar terjadinya

    komplikasi kronik DM. Perubahan dasar atau disfungsi tersebut terutama terjadi

    pada endotel pembuluh darah, sel otot polos pembuluh darah, maupun pada sel

    mesangial ginjal. Semua ini menyebabkan perubahan pada pertumbuhan dan

    kelenturan sel, yang kemudian akan menyebabkan terjadinya komplikasi vaskular

    diabetes.

    Dengan mengetahui berbagai faktor resiko terkait terjadinya komplikasi

    kronik DM, dapat segera dilakukan usaha pencegahan kemungkinan terjadinya

    komplikasi kronik DM, antara lain dengan pengendalian kadar glukosa, tekanan

    darah, lipid, dan faktor-faktor lain seperti pola hidup sehat dan perencanaan

    makan. Di samping usaha pencegahan tersebut, berbagai usaha khusus dapat

    dilakukan untuk menangani berbagai komplikasi kronik DM, baik berupa

    pencegahan primer komplikasi kronik maupun memperlambat progresi

    komplikasi yang sudah terjadi.

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    2/35

    2

    BAB II

    KOMPLIKASI KRONIK DIABETES

    1. RETINOPATI DIABETIK

    1.1 DEFINISI

    Retinopati diabetik merupakan komplikasi kronis diabetes melitus berupa

    mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan mikro vaskular pada retina

    dengan gejala penurunan atau perubahan penglihatan secara perlahan.4Retinopati

    diabetik merupakan penyebab kebutaan yang paling sering ditemukan pada usia

    dewasa antara 20 sampai 74 tahun.

    1.2 PREVALENSI

    Pasien DM mempunyai resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan

    dibanding dengan yang nondiabetes. Resiko untuk mengalami retinopati pada

    pasien DM juga meningkat sejalan dengan lamanya diabetes. Pada waktu

    diagnosis diabetes tipe 1 ditegakkan, retinopati diabetik hanya ditemukan pada

    kurang dari 5% pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 40 50%,

    dan sesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien DM sudah menderita retinopati

    diabetik.

    Pada diabetes tipe 2 ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25% pasien sudah

    menderita retinopati diabetik nonproliferatif (background retinopathy). Setelah 20

    tahun, prevalensi retinopati diabetik meningkat menjadi lebih dari 60% dalam

    berbagai derajat. Di Amerika Utara, 3,6% pasien diabetes tipe 1 dan 1,6% pasien

    diabetes tipe 2 mengalami kebutaan total. Di Inggris dan Wales, sekitar 1.000

    pasien diabetes tercatat mengalami kebutaan sebagian atau total setiap tahunnya.

    Oleh karena angka kejadian diabetes di seluruh dunia cenderung makin

    meningkat, maka retinopati diabetik masih tetap menjadi masalah medis yang

    penting.

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    3/35

    3

    1.3 ETIOLOGI

    Penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui secara pasti,

    namun diduga keadaan hiperglikemia yang berlangsung lama merupakan faktor

    resiko utama terjadinya komplikasi kronik DM ini. Ada tiga proses biokimiawi

    yang terjadi pada hiperglikemia yang diduga berkaitan dengan terjadinya

    retinopati diabetik, antara lain jalur poliol, glikasi nonenzimatik, dan

    pembentukan protein kinase C (Gambar 1.1).

    Gambar 1.1 Etiologi Retinopati Diabetik

    (sumber: http://decfinder.wordpress.com/2011/02/21/patofisiologi-retinopati-dan-

    katarak-diabetik/)

    1.3.1 Jalur Poliol

    Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi

    berlebihan serta akumulasi dari poliol, suatu senyawa gula dan alkohol, dan

    sorbitol4dalam jaringan, termasuk di lensa dan saraf optik. Salah satu sifat dari

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    4/35

    4

    senyawa poliol adalah tidak dapat melewati membrana basalis sehingga akan

    tertimbun dalam jumlah yang banyak di dalam sel. Senyawa poliol menyebabkan

    peningkatan tekanan osmotik sel dan menimbulkan gangguan morfologi maupun

    fungsi dari sel, yang pada akhirnya akan menimbulkan gangguan atau kerusakan

    pada jaringan sekitar.

    1.3.2 Glikasi Nonenzimatik

    Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat (DNA)

    yang terjadi selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas enzim dan

    keutuhan DNA. Protein yang terglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan

    menyebabkan perubahan fungsi sel.

    1.3.3 Protein Kinase C

    Protein kinase C (PKC) diketahui memiliki pengaruh terhadap

    permeabilitas vaskular kontraktilitas, sintesis membrana basalis dan proliferasi sel

    vaskular. Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel

    meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, suatu regulator

    PKC, dari glukosa. Selain pengaruh hiperglikemia melalui berbagai jalur

    metabolisme, sejumlah faktor lain yang terkait dengan DM seperti peningkatan

    agregasi trombosit, peningkatan agregasi eritrosit, viskositas darah, hipertensi,

    peningkatan lemak darah dan faktor pertumbuhan, diduga turut berperan dalam

    timbulnya retinopati diabetik.

    1.4 PATOFISIOLOGI

    Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada

    kapiler retina. Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik

    dimulai dari penebalan membran basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel,

    dimana pada keadaan lanjut perbandingan antara sel endotel dan sel perisit dapat

    mencapai 10:1, normalnya 1:1. Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima

    proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler, yaitu: 1) pembentukan

    mikroaneurisma, 2) peningkatan permeabilitas pembuluh darah, 3) penyumbatan

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    5/35

    5

    pembuluh darah, 4) proliferasi pembuluh darah baru (neovaskular) dan jaringan

    fibrosa di retina, 5) kontraksi dari jaringan fibrosis kapiler dan jaringan vitreus.

    Kebutaan akibat retinopati diabetik dapat terjadi melalui beberapa

    mekanisme berikut: 1) edema makula atau nonperfusi kapiler, 2) pembentukan

    pembuluh darah baru pada retinopati diabetik proliferatif dan kontraksi jaringan

    fibrosis menyebabkan ablasio retina (retinal dettachment), 3) pembuluh darah

    baru yang terbentuk menimbulkan perdarahan preretina dan vitreus, 4)

    pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaukoma. Perdarahan

    adalah bagian dari stadium retinopati diabetik proliferatif dan merupakan

    penyebab utama dari kebutaan permanen. Selain itu, kontraksi dari jaringan

    fibrovaskular yang menyebabkan ablasio retina (terlepasnya lapisan retina) juga

    merupakan salah satu penyebab kebutaan.

    1.5 KLASIFIKASI

    Pada umumnya, klasifikasi didasarkan atas beratnya perubahan

    mikrovaskular retina dan ada atau tidak adanya pembentukan pembuluh darah

    baru di retina. Early Treatment Diabetic Retinopathy Study Research Group

    (ETDRS) membagi retinopati diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif.

    Retinopati diabetik digolongkan sebagai retinopati diabetik nonproliferatif

    (RDNP) apabila hanya ditemukan perubahan mikrovaskular dalam retina.

    Sedangkan, neovaskular merupakan tanda khas retinopati diabetik proliferatif

    (RDP), seperti yang terlihat pada Gambar 1.2.

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    6/35

    6

    Gambar 1.2. Retinopati Diabetik Proliferatif

    Sumber: http://decfinder.files.wordpress.com/2011/02/funduskopi-rd.png

    1.5.1 Retinopati Diabetik Nonproliferatif

    Retinopati diabetik nonproliferatif (RDNP) merupakan bentuk yang paling

    ringan dan sering tidak memperlihatkan gejala. Stadium ini sulit dideteksi hanya

    dengan pemeriksaan oftalmoskopi langsung maupun tidak langsung. Cara yang

    paling baik ialah dengan menggunakan foto fundus dan FFA.

    Mikroaneurisma yang terjadi pada kapiler retina merupakan tanda paling

    awal yang dapat dilihat pada RDNP. Dengan oftalmoskopi atau foto warna

    fundus, mikroaneurisma tampak berupa bintik merah dengan diameter antara 15

    60 im dan sering terlihat pada bagian posterior. Kelainan morfologi lain ialah

    penebalan membran basalis, perdarahan ringan, bentuk kapiler yang berkelok

    tidak teratur akibat dilatasi yang tidak beraturan, eksudat keras yang tampak

    sebagai bercak berwarna kuning, dan eksudat lunak yang tampak sebagai cotton

    wool spot, yaitu daerah retina dnegan gambaran bercak berwarna putih pucat

    dimana kapiler mengalami sumbatan (Gambar 1.3).

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    7/35

    7

    Gambar 1.3. Retinopati Diabetik Non Proliferatif

    Sumber:http://medicastore.com/penyakit/580/Retinopati_Diabetikum.html

    Meskipun belum jelas penyebabnya, terjadinya mikroaneurisma diduga

    berhubungan dengan faktor vasoproliferatif yang dihasilkan endotel, kelemahan

    dinding kapiler akibat berkurangnya sel perisit, serta meningkatnya tekanan intra

    luminal kapiler.

    RDNP berat sering disebut juga sebagai retinopati diabetik iskemik,

    obstruktif atau preproliferatif. Dalam waktu 1 3 tahun, RDNP berat sering

    berkembang menjadi RDP.

    1.5.2 Retinopati Diabetik Proliferatif

    Retinopati diabetik proliferatif ditandai dengan pembentukan pembuluh

    darah baru. Pembuluh darah baru tersebut hanya terdiri dari satu lapisan sel

    endotel tanpa sel perisit dan membrana basalis, sehingga bersifat sangat rapuh dan

    mudah mengalami perdarahan. Pembuluh darah ini sangat berbahaya karena

    tumbuh secara abnormal keluar dari retina dan meluas sampai ke vitreus,

    menyebabkan perdarahan, dan dapat menimbulkan kebutaan.

    Perdarahan dalam vitreus akan menghalangi transmisi cahaya ke dalam

    mata dan memberi penampakan berupa bercak warna merah, abu-abu atau hitam

    pada lapangan penglihatan. Apabila perdarahan terus berulang, dapat terjadi

    jaringan fibrosis atau sikatriks pada retina. Oleh karena retina hanya berupa

    http://medicastore.com/penyakit/580/Retinopati_Diabetikum.htmlhttp://medicastore.com/penyakit/580/Retinopati_Diabetikum.htmlhttp://medicastore.com/penyakit/580/Retinopati_Diabetikum.htmlhttp://medicastore.com/penyakit/580/Retinopati_Diabetikum.html
  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    8/35

    8

    lapisan tipis yang terdiri dari beberapa lapis sel saja, maka sikatriks dan jaringan

    fibrosis tersebut dapat menarik retina sampai terlepas, sehingga terjadi ablasio

    retina.

    Pembuluh darah baru juga dapat terbentuk di dalam stroma iris dan

    bersama dengan jaringan fibrosis dapat meluas sampai ke sudut chamber anterior.

    Keadaan tersebut dapat menghambat aliran keluar dari aqueous humor dan

    menimbulkan glaukoma neovaskular yang ditandai dengan meningkatnya tekanan

    intraokular. Kebutaan dapat terjadi apabila ditemukan pembuluh darah baru yang

    meliputi daerah diskus, adanya perdarahan preretina, pembuluh darah baru

    yang terjadi dimana saja (neovascularization elsewhere) yang disertai perdarahan,

    atau perdarahan di lebih dari separuh daerah diskus atau vitreus.

    1.5.3 Makulopati Diabetik

    Makulopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering pada

    retinopati diabetik. Makulopati diabetik cenderung berhubungan dengan diabetes

    tipe 2 usia lanjut, sedangkan RDP cenderung ditemukan pada usia muda. Menurut

    perubahan utama yang terjadi pada kapiler retina, makulopati diabetik dapat

    dibedakan dalam beberapa bentuk, yaitu makulopati iskemik, eksudatif, dan

    edema makula.

    Makulopati iskemik terjadi akibat penyumbatan yang luas dari kapiler di

    daerah sentral retina. Makulopati eksudatif terjadi karena kebocoran setempat

    sehingga terbentuk eksudat keras seperti pada RDNP. Edema makula terjadi

    akibat kebocoran yang difus. Apabila keadaan tersebut menetap, maka akan

    terbentuk kista berisi cairan yang dikenal sebagai edema makula kistoid (Gambar

    1.4). Bila keadaan ini terjadi maka gangguan visus akan menetap dan sukar

    diperbaiki.

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    9/35

    9

    Gambar 1.4. Edema Makula Kistoid

    Sumber:http://www.vision-and-eye-health.com/retinopathy-laser-treatment.html

    Makulopati eksudatif perlu segera dilakukan terapi fotokoagulasi untuk

    mencegah hilangnya visus secara permanen. Optical coherence tomography

    (OCT) merupakan metode yang paling baik untuk mendiagnosis makulopati

    diabetik.

    1.6 DIAGNOSIS

    Diagnosis retinopati diabetik didasarkan atas hasil pemeriksaan

    funduskopi. Pemeriksaan dengan fundal fluorescein angiography (FFA)

    merupakan metode diagnosis yang paling dipercaya. Namun, dalam praktek

    klinis, pemeriksaan dengan oftalmoskopi masih dapat digunakan untuk skrining.

    1.7 PENATALAKSANAAN

    Tujuan utama pengobatan retinopati diabetik adalah untuk mencegah

    terjadinya kebutaan permanen. Pendekatan multidisiplin dengan melibatkan ahli

    diabetes, perawat eukator, ahli gizi, spesialis mata, optometris dan dokter umum

    akan memberi harapan bagi pasien untuk mendapatkan pengobatan yang optimal

    sehingga kebutaan dapat dicegah. Pengobatan dengan medikamentosa belum ada

    yang ditemukan bermanfaat secara signifikan untuk RD.

    http://www.vision-and-eye-health.com/retinopathy-laser-treatment.htmlhttp://www.vision-and-eye-health.com/retinopathy-laser-treatment.htmlhttp://www.vision-and-eye-health.com/retinopathy-laser-treatment.htmlhttp://www.vision-and-eye-health.com/retinopathy-laser-treatment.html
  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    10/35

    10

    1.7.1 Fotokoagulasi

    Indikasi terapi fotokoagulasi antara lain RDP, edema makula dan

    neovaskular yang terletak pada sudut chamber anterior. Ada tiga metode terapi

    fotokoagulasi dengan laser, yaitu: 1) scatter (panretinal) photocoagulation,

    dilakukan pada kasus dengan kemunduran visus yang cepat dan untuk

    menghilangkan neovaskular pada saraf optikus dan permukaan retina atau pada

    sudut chamber anterior; 2) focal photocoagulation, ditujukan pada

    mikroaneurisma di fundus posterior yang mengalami kebocoran untuk

    mengurangi atau menghilangkan edema makula; 3) grid photocoagulation, yaitu

    suatu teknik yang menggunakan sinar laser dimana pembakaran dengan bentuk

    kisi-kisi diarahkan pada daerah yang edema.

    Terapi edema makula yang sering dilakukan adalah dengan menggunakan

    kombinasifocal dangrid photocoagulation.

    1.7.2 Vitrektomi

    Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan

    (opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif. Vitrektomi dapat

    juga membantu pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang

    mengalami proliferasi fibrovaskular. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi

    pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi,

    RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.

    1.8 PENCEGAHAN

    Pencegahan merupakan upaya yang harus dilakukan untuk mencegah atau

    menunda timbulnya retinopati diabetik dan juga untuk memperlambat perburukan.

    Kontrol glukosa darah yang baik merupakan dasar dalam mencegah timbulnya

    retinopati diabetik atau mencegah perburukan yang sudah ada.

    Pasien dengan retina normal atau RDNP minimal perlu diperiksa setiap

    tahun, karena pada pasien yang sebelumnya tanpa retinopati pada waktu diagnosis

    diabetes ditegakkan, 5 10% akan mengalami retinopati setelah 1 tahun. Pasien

    RDNP derajat sedang dengan mikroaneurisma, perdarahan yang jarang, atau ada

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    11/35

    11

    eksudat keras tetapi tidak disertai edema makula, perlu pemeriksaan ulang setiap 6

    12 bulan karena perjalanan penyakitnya sering progresif.

    1.9 PROGNOSIS

    Pasien dengan RDNP minimal dengan hanya ditandai oleh

    mikroaneurisma yang jarang, memiliki prognosis baik sehingga cukup dilakukan

    pemeriksaan ulang setiap 1 tahun. Pasien yang tergolong RDNP sedang tanpa

    disertai edema makula, perlu dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6 12 bulan

    oleh karena sering bersifat progresif.

    Pasien RDNP derajat ringan sampai sedang dengan disertai edema makula

    yang secara klinis tidak signifikan, perlu diperiksa kembali dalam waktu 4 6

    bulan oleh karena memiliki resiko besar untuk berkembang menjadi edema

    makula yang secara klinis signifikan (CSME). Resiko kebutaan pada stadium ini

    akan berkurang hingga 50% apabila dilakukan terapi fotokoagulasi.

    50% dari pasien dengan RDNP berat akan berkembang menjadi RDP

    dalam 1 tahun, dimana 15% diantaranya tergolong RDP dengan resiko tinggi.

    Pasien dengan RDNP yang sangat berat memiliki resiko menjadi RDP dalam 1

    tahun sebesar 75%, dimana 45% diantaranya tergolong RDP dengan resiko tinggi.

    Oleh sebab itu, pasien dengan RDNP yang sangat berat perlu dilakukan

    pemeriksaan ulang setiap 34 bulan.

    2. PENYAKIT JANTUNG KORONER

    2.1 DEFINISI

    Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang terutama

    disebabkan karena penyempitan arteri koronaria akibat proses aterosklerosis atau

    spasme atau kombinasi keduanya. PJK merupakan salah satu bentuk komplikasi

    makrovaskular pada DM. Komplikasi ini bermanifestasi sebagai aterosklerosis

    dini yang dapat mengenai organ-organ vital (jantung dan otak). Penyebab

    aterosklerosis pada pasien DM tipe 2 bersifat multifaktorial, melibatkan interaksi

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    12/35

    12

    kompleks dari berbagai keadaan seperti hiperglikemia, hiperlipidemia, stress

    oksidatif, penuaan dini, hiperinsulinemia dan/atau hiperproinsulinemia serta

    perubahan-perubahan dalam proses koagulasi dan fibrinolisis.

    Pada pasien DM, resiko payah jantung kongestif meningkat 4 sampai 8

    kali. Peningkatan resiko ini tidak hanya disebabkan karena penyakit jantung

    iskemik. Dalam beberapa tahun terakhir ini, diketahui bahwa pasien DM dapat

    pula mempengaruhi otot jantung secara independen. Selain melalui keterlibatan

    aterosklerosis dini arteri koroner yang menyebabkan penyakit jantung iskemik

    juga dapat terjadi perubahan-perubahan berupa fibrosis interstisial, pembentukan

    kolagen dan hipertrofi sel-sel otot jantung. Perubahan-perubahan ini akan

    menyebabkan gangguan kontraksi dan relaksasi otot jantung serta peningkatan

    tekanan end-diastolic sehingga dapat menimbulkan kardiomiopati restriktif.

    2.1 PATOFISIOLOGI

    Dasar terjadinya peningkatan resiko PJK pada pasien DM belum diketahui

    secara pasti. Dari hasil berbagai penelitian, diduga bahwa: 1) angka kejadian

    aterosklerosis lebih tinggi pada pasien DM dibanding populasi non-DM; 2) pasien

    DM mempunyai resiko tinggi untuk mengalami trombosis, penurunan fibrinolisis

    dan peningkatan respons inflamasi; 3) pada pasien DM terjadi glikosilasi protein

    yang akan mempengaruhi integritas dinding pembuluh darah. Lesi aterosklerosis

    pada pasien DM dapat terjadi akibat: hiperglikemia, resistensi insulin dan

    hiperinsulinemia, hiperamilinemia, inflamasi, trombosis atau fibrinolisis,

    dislipidemia, hipertensi, dan hiperhomosisteinemia.

    Studi epidemiologi menunjukkan terjadinya peningkatan resiko payah

    jantung pada pasien DM dibandingkan populasi non-DM, yang disebabkan karena

    kontrol glukosa darah yang buruk dalam waktu yang lama. Disamping itu,

    berbagai faktor juga memperberat resiko terjadinya payah jantung dan stroke pada

    pasien DM, antara lain hipertensi, ressistensi insulin, hiperinsulinemia,

    hiperamilinemia, dislipidemia, dan gangguan sistem koagulasi serta

    hiperhomosisteinemia. Semua faktor resiko ini kadang dapat terjadi pada satu

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    13/35

    13

    individu dan merupakan suatu kumpulan gejala yang dikenal dengan istilah

    sindrom resistensi insulin atau sindrom metabolik.

    2.2 MANIFESTASI KLINIS

    Pada pasien DM, terjadinya iskemi atau infark miokard terkadang tidak

    disertai dengan nyeri dada yang khas (angina pektoris) seperti pada pasien non-

    DM. Keadaan ini dikenal dengan Silent Myocardial Ischaemia atau Silent

    Myocardial Infarction (SMI). Terjadinya SMI pada pasien DM diduga disebabkan

    antara lain karena gangguan sensitivitas sentral terhadap rasa nyeri, penurunan

    kadar b endorphin, dan neuropati perifer yang menyebabkan denervasi sensorik.

    2.3 DIAGNOSIS

    Diagnosis PJK pada pasien DM ditegakkan berdasarkan anamnesis,

    pemeriksaan fisik, dan berbagai pemeriksaan penunjang. Pada pasien DM tipe 1,

    yang umumnya datang tanpa disertai faktor-faktor resiko tradisional, lama waktu

    menderita DM dapat dijadikan prediktor penting timbulnya PJK. Karena DM tipe

    1 lebih sering terjadi pada usia muda, adanya PJK perlu dievaluasi pada usia

    antara 30 sampai 40 tahun, dimana faktor-faktor resiko untuk PJK sudah ada.

    Sebaliknya, pada pasien DM tipe 2 yang seringnya sudah disertai dengan

    berbagai faktor resiko, PJK biasanya terjadi pada usia 50 tahun keatas. Seringkali

    DM baru terdiagnosis saat pasien datang dengan keluhan angina, infark miokard,

    atau payah jantung. Sedangkan pada pasien DM dengan SMI, gejala yang timbul

    biasanya tidak khas seperti mudah lelah, dyspnoe deffort, atau dispepsia.

    Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain darah rutin,

    kadar gula darah puasa, profil lipid (kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol

    LDL, trigliserida), enzim-enzim jantung, c-reactive protein (CRP), dan

    mikroalbuminuri atau proteinuri. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat

    dilakukan antara lain elektrokardiografi (EKG), treadmill test, foto rontgen

    thorax, dan ekokardiografi. Pemeriksaan gold standard adanya PJK adalah

    angiografi koroner atau kateterisasi.

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    14/35

    14

    The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan

    dilakukannya EKG sebagai pemeriksaan awal terhadap setiap pasien DM. ADA

    juga merekomendasikan dilakukannya treadmill test pada pasien DM dengan

    gejala-gejala angina pektoris, dyspnoe deffort, gejala gastrointestinal, EKG

    istirahat yang menunjukkan tanda-tanda iskemi atau infark miokard, adanya

    penyakit arteri perifer atau oklusi arteri karotis, adanya 2 atau lebih faktor-faktor

    resiko kardiovaskuler antara lain kolesterol total 240 mg/dl, kolesterol LDL

    160 mg/dl, kolesterol HDL 35 mg/dl, tekanan darah > 140/90 mmHg, merokok,

    riwayat keluarga menderita PJK, mikroalbuminuria, atau proteinuria.

    2.4 PENATALAKSANAAN

    Berdasarkan rekomendasi ADA, penatalaksanaan terhadap semua pasien

    DM terutama ditujukan pada penurunan resiko kardiovaskular secara

    komprehensif, meliputi:

    a) pengobatan hiperglikemia dengan diet, obat-obatan hipoglikemik oral atau

    insulin,

    b)

    pengobatan terhadap dislipidemia,

    c) pemberian aspirin,

    d)

    pengobatan terhadap hipertensi untuk mencapai tekanan darah < 130/80

    mmHg dengan ACE inhibitor, angiotensin receptor blockers (ARB) atau

    beta blockerdan diuretik,

    e) dan edukasi pasien untuk berhenti merokok.

    2.5 PENCEGAHAN

    Rekomendasi ADA tentang target yang harus dicapai dalam

    penatalaksanaan DM dalam upaya menurunkan resiko kardiovaskular tercantum

    dalam Tabel 2.1.

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    15/35

    15

    Tabel 2.1. Rekomendasi target pencegahan resiko kardiovaskular pasien DM

    No Parameter Target yang harus dicapai1. Kontrol glikemik:

    a) A1C < 7%

    b) Kadar glukosa darah preprandial 90130 mg/dl (5.07.2 mmol/l)

    c) Kadar glukosa darah postprandial < 180 mg/dl (< 10.0 mmol/l)

    2. Tekanan darah < 130/80 mmHg

    3. Profil lipid:

    a) LDL < 100 mg/dl (< 2.6 mmol/l)

    b) Trigliserida < 150 mg/dl (< 1.7 mmol/l)

    c) HDL > 40 mg/dl (> 1.1 mmol/l)

    Sumber: ADA: Standards of Medical Care for Patients with Diabetes Mellitus,

    2003.

    3. NEFROPATI DIABETIK

    3.1 DEFINISI

    Pada umumnya, nefropati diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis

    pada pasien DM yang ditandai dengan albuminuria menetap (> 300 mg/24 jam

    atau > 200 ig/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 6

    bulan. Di Amerika dan Eropa, nefropati diabetik merupakan penyebab utama

    gagal ginjal terminal. Di Amerika, nefropati diabetik merupakan salah satu

    penyebab kematian tertinggi di antara semua komplikasi DM.

    3.2 KLASIFIKASI

    Perjalanan penyakit serta kelainan ginjal pada DM lebih banyak dipelajari

    pada DM tipe 1 daripada tipe 2, dan oleh Mongensen dibagi menjadi 5 tahapan.

    3.2.1 Tahap 1

    Pada tahap ini telah terjadi hipertrofi dan hiperfiltrasi pada saat diagnosis

    ditegakkan. Laju filtrasi glomerulus (LFG) dan laju ekskresi albumin dalam urin

    meningkat.

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    16/35

    16

    3.2.2 Tahap 2

    Pada tahap ini secara klinis belum tampak kelainan yang berarti, LFG

    tetap meingkat, ekskresi albumin dalam urin dan tekanan darah normal. Terdapat

    perubahan histologis awal berupa penebalan membrana basalis yang tidak

    spesifik. Terdapat pula peningkatan volume mesangium fraksional dengan

    peningkatan matriks mesangium.

    3.2.3 Tahap 3

    Pada tahap ini ditemukan mikroalbuminuria atau nefropati insipien. LFG

    meningkat atau dapat menurun sampai derajat normal. Laju eksresi albumin

    dalam urin adalah 20 200 ig/menit (30300 mg/24 jam). Tekanan darah mulai

    meningkat. Secara histologis didapatkan peningkatan ketebalan membrana basalis

    dan volume mesangium fraksional dalam glomerulus.

    3.2.4 Tahap 4

    Tahap ini merupakan tahap nefropati yang sudah lanjut. Perubahan

    histologis lebih jelas, seperti yang ditunjukkan Gambar 1, dan juga timbul

    hipertensi pada sebagian besar pasien. Sindroma nefrotik sering ditemukan pada

    tahap ini. LFG menurun, sekitar 10 ml/menit/tahun dan kecepatan penurunan ini

    berhubungan dengan tingginya tekanan darah.

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    17/35

    17

    Gambar 3.1. Gambaran Histologis Nefropati Diabetik

    Sumber: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0378874112000888

    3.2.5 Tahap 5

    Pada tahap ini telah timbul gagal ginjal terminal.

    3.3 PATOFISIOLOGI

    Hingga saat ini, hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme

    patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Hiperfiltrasi yang terjadi pada sisa nefron

    yang sehat lambat laun akan menyebabkan sklerosis dari nefron tersebut.

    Mekanisme terjadinya peningkatan LFG pada nefropati diabetik masih

    belum jelas, tetapi diduga disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang

    tergantung glukosa. Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi

    nonenzimatik asam amino dan protein (reaksi Mallard dan Browning). Proses iniakan terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul

    serta fibrosis tubulointerstisialis sesuai dengan tahap-tahap menurut Mogensen.

    Hipertensi yang timbul bersama dengan bertambahnya kerusakan ginjal juga akan

    mendorong sklerosis pada ginjal pasien DM. diperkirakan bahwa hipertensi pada

    DM terutama disebabkan oleh spasme arteriol eferen intrarenal atau

    intraglomerulus.

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    18/35

    18

    Faktor-faktor etiologis timbulnya nefropati diabetik antara lain:

    a)

    kurang terkendalinya kadar gula darah (gula darah puasa > 140 160

    mg/dl [7.78.8 mmol/l]); dimana A1C > 78 %

    b) faktor-faktor genetis

    c)

    kelainan hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal dan LFG,

    peningkatan tekanan intraglomerulus)

    d)

    hipertensi sistemik

    e) sindrom resistensi insulin (sindroma metabolik)

    f)

    inflamasi

    g) perubahan permeabilitas pembuluh darah

    h) asupan protein berlebih

    i) gangguan metabolik (kelainan metabolisme polyol, pembentukan

    advanced glycation end products, peningkatan produksi sitokin)

    j)

    pelepasangrowth factors

    k) kelainan metabolisme karbohidrat / lemak / protein

    l)

    kelainan struktural (hipertrofi glomerulus, ekspansi mesangium, penebalan

    membrana basalis glomerulus)

    m)

    gangguan ion pump (peningkatan Na+ - H+pump dan penurunan Ca2+ -

    ATPasepump)

    n) hiperlipidemia (hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia)

    o)

    aktivasi protein kinase C

    3.4 DIAGNOSIS

    Pada saat diagnosa DM ditegakkan, kemungkinan adanya penurunan

    fungsi ginjal juga harus diperiksa, demikian pula saat pasien sudah menjalani

    pengobatan rutin DM. Pemantauan yang dianjurkan oleh ADA antara lain

    pemeriksaan terhadap adanya mikroalbuminuria serta penentuan kreatinin serum

    dan klirens kreatinin. Untuk mempermudah evaluasi klirens kreatinin, dapat

    digunakan perhitungan LFG dengan menggunakan rumus dari Cockroft-Gault,

    yaitu:

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    19/35

    19

    ( )

    ( )

    *) LFG dalam ml/menit/1,73 m2

    3.5 PENATALAKSANAAN

    Tatalaksana nefropati diabetik tergantung pada tahap apakah masih

    normoalbuminuria, sudah terjadi mikroalbuminuria atau makroalbuminuria, tetapi

    pada prinsipnya pendekatan utama tatalaksana nefropati diabetik adalah dengan:

    1) pengendalian gula darah (olahraga, diet, obat anti diabetes); 2) pengendalian

    tekanan darah (diet rendah garam, obat anti hipertensi); 3) perbaikan fungsi ginjal

    (diet rendah protein, pemberian ACE inhibitor dan atau ARB); 4) pengendalian

    faktor-faktor komorbiditas lain (pengendalian kadar lemak, mengurangi obesitas,

    dll).

    Tatalaksana nonfarmakologis nefropati diabetik berupa gaya hidup yang

    sehat yang meliputi olahraga rutin, diet, menghentikan kebiasaan merokok serta

    membatasi konsumsi alkohol. Olahraga rutin yang dianjurkan ADA adalah

    dengan berjalan 3 5 km/hari dengan kecepatan sekitar 10 12 menit/km, 4

    sampai 5 kali seminggu. Pembatasan asupan garam dianjurkan sebanyak 4 5

    g/hari (atau 68 85 meq/hari) serta asupan protein hingga 0,8 g/kg/berat badan

    ideal/hari.

    Target tekanan darah pada nefropati diabetik adalah < 130/80 mmHg.

    Obat anti hipertensi yang dianjurkan antara lain ACE inhibitor atau ARB,

    sedangkan pilihan lain adalah diuretik, kemudian beta blocker atau calcium

    channel blocker.

    Pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal yang berjalan terus, saat LFG

    mencapai 10 12 ml/menit (setara dengan klirens kreatinin < 15 ml/menit atau

    serum kreatinin > 6 mg/dl), dianjurkan untuk memulai dialisis (hemodialisis atau

    peritoneal dialisis), walaupun masih ada perbedaan pendapat mengenai kapan

    sebaiknya dialisis dimulai. Pilihan pengobatan lain untuk gagal ginjal terminal

    adalah cangkok ginjal, dan di negara-negara maju sudah sering dilakukan cangkok

    ginjal dan pankreas sekaligus.

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    20/35

    20

    4. NEUROPATI DIABETIK

    4.1 DEFINISI

    Neuropati diabetik (ND) adalah istilah deskriptif yang menunjukkan

    adanya gangguan, baik klinis maupun subklinis, yang terjadi pada diabetes

    melitus tanpa penyebab neuropati perifer yang lain. ND merupakan salah satu

    komplikasi kronis yang paling sering ditemukan pada DM. Resiko yang dihadapi

    pasien DM dengan ND antara lain infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh-

    sembuh dan amputasi jari/kaki. Komplikasi inilah yang menyebabkan

    peningkatan angka kesakitan dan kematian pasien DM.

    Prevalensi ND dalam berbagai literatur sangatbervariasi. Penelitian di

    Amerika Serikat memperlihatkan bahwa 10-20% pasien saatditegakkan DM telah

    mengalami neuropati. Prevalensi neuropati diabetika ini akanmeningkat sejalan

    dengan lamanya penyakit dan tingginya hiperglikemia.Diperkirakan bahwa

    setelah menderita diabetes selama 25 tahun, prevalensi neuropatidiabetika adalah

    sebesar 50%. Kemungkinan terjadinya neuropati diabetika pada jenis kelamin pria

    maupun wanita sama.United Kingdom Propective Diabetes Study (UKPDS) pada

    tahun 1998menemukan kejadian ND meningkat pada usia tua dan bahwa 50%

    penderitaberusia lebih dari 60 tahun.

    4.2 KLASIFIKASI

    Secara umum ND diklasifikasikan menurut perjalanan penyakitnya (lama

    menderita DM) dan menurut jenis serabut saraf yang terkena lesi. Menurut

    perjalanan penyakitnya ND dibagi menjadi:

    a)

    Neuropati fungsional/subklinis, yaitu gejala yang muncul sebagai akibat

    perubahan biokimiawi. Pada fase ini belum ada kelainan patologik

    sehingga masih reversibel.

    b) Neuropati struktural/klinis, yaitu gejala yang timbul sebagai akibat

    kerusakan struktural serabut saraf. Pada fase ini masih ada komponen yang

    reversibel.

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    21/35

    21

    c) Kematian neuron/tingkat lanjut, yaitu terjadinya penurunan kepadatan

    serabut saraf akibat kematian neuron. Pada fase ini kerusakan sudah

    irreversibel. Kerusakan serabut saraf pada umumnya dimulai dari distal

    menuju ke proksimal, oleh karena itu lesi distal paling banyak ditemukan.

    Menurut jenis serabut saraf yang terkena lesi, ND dibagi menjadi:

    1. Neuropati Difus

    a) Polineuropati sensoris-motoris simetris distal

    b)

    Neuropati otonom: neuropati sudomotor, neuropati otonom

    kardiovaskular, neuropati gastrointestinal, neuropati genitourinaria

    c) Neuropati lower limb motor simetris proksimal (amiotropi)

    2. Neuropati Fokal

    a) Neuropati kranial

    b)

    Radikulopati/pleksopati

    c) Entrapmentneuropati

    Klasifikasi ND di atas dilakukan berdasarkan anatomi serabut saraf perifer

    yang secara umum dibagi atas 3 sistem, antara lain sistem motorik, sensorik dan

    autonom. Manifestasi klinis ND bergantung dari jenis serabut saraf yang

    mengalami lesi, sehingga gejala dapat bervariasi.

    Polineuropati diabetika merupakan neuropati diabetika yang terbanyak

    dijumpai. Pada pasien-pasien DM tipe 2, 59 % menunjukkan berbagai

    neuropatidiabetika, 45% diantaranya menderita polineuropati diabetika.

    Polineuropati terjadipada hampir 30% pasien yang dirawat akibat diabetes dan

    hampir 20% pada pasien diabetes rawat jalan.

    Nyeri neuropati diabetika merupakan nyeri neuropatik di temukan

    pada11,6% pasien neuropati diabetika dengan IDDM dan 32,1% dengan NIDDM.

    Gejalayang ditimbulkan berupa nyeri hebat dan akut seperti terbakar, pedih,

    sepertikesetrum dan alodinia yang tiada henti pada tunkai dan memburuk pada

    malam hari.Nyeri ini secara bermakna berdampak terhadap kualitas hidup pasien.

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    22/35

    22

    Untuk menilaiintensitas nyeri dan kemajuan terapi dipakai Visual Analoque Scale

    (VAS).

    4.3 PATOFISIOLOGI

    Hingga saat ini patofisiologi ND belum diketahui dengan jelas, namun

    diduga bahwa hiperglikemia persisten merupakan faktor primer. Hiperglikemia

    berkepanjangan berakibat terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis

    advance glycosilation end products (AGEs), pembentukan radikal bebas dan

    aktivasi protein kinase C (PKC). Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung pada

    kurangnya vasodilatasi, sehingga aliran darah ke saraf menurun dan bersama

    rendahnya mionositol dalam sel terjadilah ND.

    Diabetes Control andComplication Trial (DCCT) menyatakan bahwa

    pengendalian glukosa darah yangketat akan menurunkan angka ND sebesar 60%.

    Faktor risiko lain yang terkait dengan ND adalah dislipidemia, hipertensi,

    merokok, konsumsi alkohol.

    Polineuropati sendiri terjadi sebagai akibat daripeningkatan stres oksidatif

    dan radikal bebas dari produk akhir glikosilasi, akumulasipolyol, dan penurunan

    kadar nitric oxide (berdampak pada disfungsi endotel).Polineuropati juga

    diakibatkan oleh penurunan aktivitas pompa natrium danpeningkatan kadar

    homosistein. Pada pasien diabetes dijumpai pula penurunankemampuan

    mekanisme regenerasi dan ditandai oleh penurunan faktor pertumbuhan saraf.

    Ketidakseimbangan radikal bebas dan antioksidan akan

    menyebabkanterjadinya stres oksidatif yang berakibat pada kerusakan jaringan

    atau endotel. Stresoksidatif merupakan modulator penting pada perkembangan

    komplikasi DM.Beberapa bukti ilmiah menunjukkan adanya peningkatan kadar

    basal dari produksiradikal bebas dan penurunan antioksidan yang memburuk

    seiring dengan peningkatanglukosa plasma sehingga terjadi stres oksidatif.

    Stres oksidatif pada sistem saraf tepi dapat menyebabkan terjadinya

    neuropatidiabetika.Stres oksidatif berperan dalam patogenesis neuropati diabetika

    karenaterjadinya defek neurovaskuler hasil dari hipoksia endoneural dan

    serangkaian disfungsi saraf.Stress oksidatifini dihubungkan dengan

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    23/35

    23

    perkembangan apoptosis pada neuron dan menyokong selglia dan kemudian dpat

    menyatukan mekanisme yang membuat perusakan sistemsaraf pada diabetes.

    4.4 DIAGNOSIS

    Diagnosis neuropati diabetika ditegakkan bila terdapat gejala dan tanda

    klinikberupa gangguan sensorik, motorik maupun otonom ditambah

    pemeriksaanpenunjang.Pemeriksaan penunjang yang sangat berguna untuk

    menegakkandiagnosis penyakit sistem saraf perifer antara lain pemeriksaan

    elektromiografi(EMG).

    Elektromiografi (EMG)adalahpemeriksaan elektrodiagnosis

    untukmemeriksa saraf perifer dan otot. Abnormalitas pemeriksaan EMG secara

    tidaklangsung akan menunjukkan distribusi lesi saraf perifer, jenis lesi dan

    beratnya lesi.EMG mempelajari aktivitas listrik dari otot dan dapat digunakan

    mempelajarimotor unit serta prognosisnya. Selain itu EMG, bersama kecepatan

    hantar saraf dapatmemberi diagnosis, jenis serta pronosis kelainan saraf tepi.

    Pemeriksaan ini jugamembutuhkan keahlian khusus, kurang praktis untuk

    penggunaan klinis sehari-haridan karena harganya relatif mahal mungkin hanya

    dimiliki oleh pusat kesehatanrujukan atau pusat pelayanan kesehatan.

    Meijer et al dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa skor

    DiabeticNeuropathy Examination (DNE) dan Diabetic Neuropathy Symptom

    (DNS)merupakan instrumen untuk membedakan penderita dabetes dengan dan

    tanpaneuropati yang mudah dan praktis digunakan, skor ini tercantum pada

    Gambar 4.1.

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    24/35

    24

    Gambar 4.1. Skor Diabetic Neuropathy Examination

    Sumber: Meijer et al, 2000

    (http://care.diabetesjournals.org/content/23/6/750.full.pdf)

    4.5 PENATALAKSANAAN

    Strategi pengelolaan pasien DM dengan ND dibagi menjadi 3 bagian,antara lain (1) diagnosis ND sedini mungkin, (2) kendali glikemik dan perawatan

    kaki sebaik-baiknya, dan (3) pengendalian keluhan neuropati atau nyeri ND

    setelah strategi kedua dilakukan.

    4.5.1 Perawatan Kaki

    Perawatan kaki dilakukan dengan menjaga kebersihan kulit, menghindari

    trauma seperti sepatu yang sempit, dan mencegah trauma berulang pada neuropati

    kompresi.

    http://care.diabetesjournals.org/content/23/6/750.full.pdfhttp://care.diabetesjournals.org/content/23/6/750.full.pdfhttp://care.diabetesjournals.org/content/23/6/750.full.pdfhttp://care.diabetesjournals.org/content/23/6/750.full.pdf
  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    25/35

    25

    4.5.2 Pengendalian Glukosa Darah

    Langkah pertama yang harus dilakukan adalah pengendalian glukosa darah

    dan monitor HbA1c secara berkala. Selain itu, pengendalian faktor metabolik lain

    seperti hemoglobin, albumin, dan lipid sebagai komponen yang tidak terpisahkan

    juga perlu dilakukan.

    4.5.3 Medikamentosa

    Sejauh ini, selain kendali glikemik yang ketat, belum ada bukti kuat suatu

    terapi medikamentosa dapat memperbaiki atau mencegah neuropati diabetik.

    Tetapi untuk mengatasi keluhan nyeri, dapat digunakan obat-obat antara lain:

    a) NSAID (ibuprofen 600 mg 4x/hari, sulindac 200 mg 2x/hari)

    b) Antidepressan trisiklik (amitriptilin 50 150 mg malam hari, imipramin

    100 mg/hari, nortriptilin 50150 mg malam hari, paroxetine 40 mg/hari)

    c) Antikonvulsan (gabapentin 900 mg 3x/hari, karbamazepin 200 mg 4x/hari)

    d)

    Antiaritmia (mexilletin 150450 mg/hari)

    e)

    Topikal (capsaicin 0,075% 4x/hari, fluphenazine 1 mg 3x/hari,

    transcutaneous electrical nerve stimulation)

    Pengobatan nyeri umumnya dimulai dengan obat antidepressan atau

    antikonvulsan tergantung ada tidaknya efek samping. Bila dengan regimen ini

    belum atau kurang ada perbaikan nyeri, dapat ditambahkan obat topikal. Bila tetap

    tidak atau kurang berhasil, kombinasi obat yang lain dapat digunakan.

    4.5.4 Edukasi

    Karena perbaikan total jarang terjadi, edukasi pasien sangat penting dalam

    pengelolaan nyeri ND. Perlu penjelasan tentang bahaya kurang atau hilangnya

    sensasi rasa di kaki, perlunya pemeriksaan kaki pada setiap pertemuan dengan

    dokter, dan pentingnya evaluasi teratur kemungkinan timbulnya ND pada pasien

    DM.

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    26/35

    26

    5. ULKUS DIABETIK

    5.1 DEFINISI

    Ulkus diabetik adalah salah satu bentuk komplikasi kronikDM berupa luka

    terbuka pada permukaan kulit yang dapatdisertai dengan kematian jaringan

    setempat.

    Ulkus diabetik merupakan luka terbuka pada permukaan kulit

    karenaadanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi insufisiensi

    vaskulerdan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka padapenderita yang sering

    tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadiinfeksi disebabkan oleh bakteri

    aerob maupun anaerob (Gambar 5.1).

    Gambar 5.1. Mikroorganisme Penyebab Infeksi Pada Ulkus Diabetik

    Sumber: Frykberg et al, 2006.

    5.2 PREVALENSI

    Prevalensi penderita ulkus diabetik di Amerika Serikat sebesar15-20% dan

    angka mortalitas sebesar 17,6% bagi penderita DM danmerupakan sebab utama

    perawatan penderita DM di rumahsakit. Penelitian kasus kontrol di Amerika

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    27/35

    27

    Serikat menunjukkan bahwa16% perawatan DM dan 23% total hari perawatan

    adalah akibat ulkusdiabetik, dan amputasi kaki karena ulkus diabetik sebesar 50%

    dari totalamputasi kaki. Sebanyak 15% penderita DM akan mengalami

    persoalankaki suatu saat dalam kehidupannya.

    Prevalensi penderita ulkus diabetik di Indonesia sebesar15% dari penderita

    DM. Di RSCM, pada tahun 2003 masalahkaki diabetes masih merupakan masalah

    besar. Sebagian besar perawatanDM selalu terkait dengan ulkus diabetik. Angka

    kematian dan angkaamputasi masih tinggi, masing-masing sebesar 32,5% dan

    23,5%.Nasib penderita DM paska amputasi masih sangat buruk, sebanyak

    14,3%akan meninggal dalam setahun paska amputasi dan sebanyak 37%

    akanmeninggal 3 tahun paska amputasi.

    5.3 KLASIFIKASI

    Klasifikasi ulkus diabetikpada penderita DMmenurut Wagner dikutip oleh

    Waspadji S, terdiri dari 6 tingkatan :

    a)

    0: Tidak ada luka terbuka, kulit utuh.

    b)

    1: Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit.

    c)

    2: Ulkus lebih dalam, sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.

    d) 3: Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses.

    e) 4: Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari

    kaki, bagian depan kaki atau tumit.

    f) 5: Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki.

    Adapun klasifikasi infeksi ulkus diabetik menurut Infectious Diseases

    Society of America (ISDA), tercantum pada Gambar 5.2.

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    28/35

    28

    Gambar 5.2. Klasifikasi Klinis Infeksi Ulkus Diabetik Menurut ISDA

    Sumber: Singh et al, 2005.

    5.4 PATOFISIOLOGI

    Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjangDM adalah ulkus

    diabetik. Ulkus diabetik disebabkanadanya tiga faktor yang sering disebut Trias

    antara lain: Iskemik, Neuropati,dan Infeksi.Pada penderita DM, apabila kadar

    glukosa darah tidak terkendali akanterjadi komplikasi kronik yaitu neuropati,

    menimbulkan perubahanjaringan syaraf karena adanya penimbunan sorbitol

    danfruktosa sehingga mengakibatkan akson menghilang, penurunankecepatan

    induksi, parastesia, menurunnya reflek otot, atrofi otot,keringat berlebihan, kulit

    kering dan hilang rasa. Apabila diabetisi tidakhati-hati dapat terjadi trauma yang

    akan menjadi ulkus diabetik.

    Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan olehkarena

    kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekuranganoksigen. Hal ini

    disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluhdarah sehingga sirkulasi

    jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atauberkurangnya denyut nadi pada

    arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea,sehingga kaki menjadi atrofi, dingin dan

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    29/35

    29

    kuku menebal. Kelainan selanjutnyaterjadi nekrosis jaringan sehingga timbul

    ulkus yang biasanya dimulaidari ujung kaki atau tungkai (Gambar 5.3).

    Gambar 5.3. Patogenesis Ulkus Diabetik

    Sumber: Frykberg et al, 2006.

    Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebaldan

    menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluhdarah.

    Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kakikarena berkurangnya

    suplai darah, sehingga mengakibatkan kesemutan,rasa tidak nyaman, dan dalam

    jangka waktu lama dapat mengakibatkankematian jaringan yang akan berkembang

    menjadi ulkus diabetik.

    Proses angiopati pada penderita DM berupa penyempitandan penyumbatan

    pembuluh darah perifer, sering terjadi pada tungkaibawah, terutama kaki, akibat

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    30/35

    30

    perfusi jaringan bagian distal dari tungkaimenjadi berkurang kemudian timbul

    ulkus diabetik. Pada penderita DMyang tidak terkendali, akan menyebabkan

    penebalan tunika intima(hiperplasia membram basalis arteri) pada pembuluh

    darah besar danpembuluh kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran albumin keluar

    kapilersehingga mengganggu distribusi darah kejaringan dan timbul

    nekrosisjaringan yang mengakibatkan ulkus diabetik.

    Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitastrombosit

    menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehinggasirkulasi darah menjadi

    lambat dan memudahkan terbentuknya trombositpada dinding pembuluh darah

    yang akan mengganggu sirkulasi darah.

    Perubahan/inflamasi pada dinding pembuluh darah, akan

    terjadipenumpukan lemak pada lumen pembuluh darah, konsentrasi HDL(high

    density-lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah.Adanya faktor risiko

    lain yaitu hipertensi akan meningkatkankerentanan terhadap

    aterosklerosis.Konsekuensi adanya aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringanmenurun

    sehingga kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.Kelainan selanjutnya

    terjadi nekrosis jaringan sehingga timbululkus yang biasanya dimulai dari ujung

    kaki atau tungkai.

    Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendaliakan

    menyebabkan abnormalitas leukosit, sehingga fungsi khemotoksis di lokasiradang

    terganggu, demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisidmenurun, sehingga bila

    ada infeksi mikroorganisme sukar untukdimusnahkan oleh system phagositosis-

    bakterisid intra selluler. Padapenderita ulkus diabetik, 50% akan mengalami

    infeksi akibatadanya glukosa darah yang tinggi, yang merupakan

    mediapertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri penyebab infeksi pada

    ulkusdiabetik yaitu kuman aerobik Staphylokokus atau Streptokokus sertakuman

    anaerob yaitu Clostridium perfringens, Clostridium novy, danClostridium

    septikum.

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    31/35

    31

    5.5 MANIFESTASI KLINIS

    Tanda dan gejala ulkus diabetik antara lain:

    a) Sering kesemutan.

    b) Nyeri kaki saat istirahat.

    c)

    Sensasi rasa berkurang.

    d) Kerusakan Jaringan (nekrosis).

    e)

    Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea.

    f) Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.

    g)

    Kulit kering.

    5.6 DIAGNOSIS

    Diagnosis ulkus diabetik meliputi :

    a. Pemeriksaan Fisik: inspeksi kaki untuk mengamati terdapatluka/ulkus pada

    kulit atau jaringan tubuh pada kaki pemeriksaansensasi vibrasi/rasa berkurang

    atau hilang, palpasi denyut nadiarteri dorsalis pedis menurun atau hilang.

    b. Pemeriksaan Penunjang: X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratoriumuntuk

    mengetahui apakah ulkus diabetika menjadi infeksi danmenentukan kuman

    penyebabnya.

    5.7 PENCEGAHAN

    Pencegahan dan pengelolaan ulkus diabetic untuk mencegahkomplikasi

    lebih lanjut adalah :

    1)

    Memperbaiki kelainan vaskuler.

    2)

    Memperbaiki sirkulasi.

    3)

    Pengelolaan pada masalah yang timbul (infeksi, dll).

    4) Edukasi perawatan kaki.

    5) Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil laboratorium

    lengkap) dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula darah maupun

    menghilangkan keluhan / gejala dan penyulit DM.

    6)

    Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal.

    7)

    Menghentikan kebiasaan merokok

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    32/35

    32

    8) Merawat kaki secara teratur setiap hari, dengan cara :

    a)

    Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih.

    b) Membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air suam-suam

    kuku dengan memakai sabun lembut dan mengeringkan dengan

    sempurna dan hati-hati terutama diantara jari-jari kaki.

    c) Memakai krem kaki yang baik pada kulit yang kering atau tumit yang

    retak-retak, supaya kulit tetap mulus, dan jangan menggosok antara

    jari-jari kaki (contoh: krem sorbolene).

    d)

    Tidak memakai bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit menjadi

    kering dan retak-retak.

    e) Menggunting kuku hanya boleh digunakan untuk memotong kuku kaki

    secara lurus dan kemudian mengikir agar licin. Memotong kuku lebih

    mudah dilakukan sesudah mandi, sewaktu kuku lembut.

    f)

    Kuku kaki yang menusuk daging dan kalus, hendaknya diobati oleh

    podiatrist. Jangan menggunakan pisau cukur atau pisau biasa, yang

    bisa tergelincir; dan ini dapat menyebabkan luka pada kaki. Jangan

    menggunakan penutup kornus/corns. Kornus-kornus ini seharusnya

    diobati hanya oleh podiatrist.

    g) Memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari apakah terdapat kalus,

    bula,luka dan lecet.

    h)

    Menghindari penggunaan air panas atau bantal panas.

    9) Penggunaan alas kaki tepat, dengan cara :

    a)

    Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir.

    b)

    Memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus untuk kaki dan

    nyaman dipakai.

    c) Sebelum memakai sepatu, memerika sepatu terlebih dahulu, kalau ada

    batu dan lain-lain, karena dapat menyebabkan iritasi /gangguan dan

    luka terhadap kulit.

    d) Sepatu harus terbuat dari kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk ibu jari

    kaki dan tidak boleh dipakai tanpa kaus kaki.

    e)

    Sepatu baru harus dipakai secara berangsur-angsur dan hati-hati.

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    33/35

    33

    f) Memakai kaus kaki yang bersih dan mengganti setiap hari.

    g)

    Kaus kaki terbuat dari bahan wol atau katun. Jangan memakai bahan

    sintetis, karena bahan ini menyebabkan kaki berkeringat.

    h) Memakai kaus kaki apabila kaki terasa dingin.

    10)

    Menghindari trauma berulang, trauma dapat berupa fisik, kimia dan

    termis, yang biasanya berkaitan dengan aktivitas atau jenis pekerjaan.

    11)

    Menghidari pemakaian obat yang bersifat vasokonstriktor misalnya

    adrenalin, nikotin.

    12)

    Memeriksakan diri secara rutin ke dokter dan memeriksa kaki setiap

    control walaupun ulkus diabetik sudah sembuh.

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    34/35

    34

    DAFTAR PUSTAKA

    1. American Diabetes Association. (2003). Standards of Medical Care for

    Patients with Diabetes Mellitus (Position Statement). Diabetes Care 26

    (S1): 33-50.

    2. Darmono. (2005). Pengaturan Pola Hidup Penderita Diabetes Untuk

    Mencegah Komplikasi Kerusakan Organ-Organ Tubuh. Semarang:

    Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

    3.

    Frykberg, Robert G. et al. (2006). Diabetic Foot Disorders: A Clinical

    Practical Guideline (2006 Revision). The Journal of Foot & Ankle

    Surgery September/October 2006, Volume 45, Number 5.

    4. Lubis, Rodiah Rahmawati. (2008). Diabetik Retinopati. Medan:

    Universitas Sumatra Utara.

    5.

    Meijer, Jan-Willem G. et al. (2000).Diabetic Neuropathy Examination: A

    hierarchial scoring system to diagnose distal polyneuropathy in diabetes.

    Diabetes Care 23: 750-753.

    6.

    Olson, John. et al. (2003). Diabetic Retinopathy Screening Services in

    Scotland: A Training Handbook. Scotland: NHS.

    7. Permana, Hikmat. (2007). Komplikasi Kronik Dan Penyakit Penyerta

    Pada Diabetesi. Bandung: Division of Endocrinology and Metabolism

    Department of Internal Medicine Padjadjaran University Medical

    School/Hasan Sadikin Hospital.

    8.

    Singh, N. et al. (2005).Preventing Foot Ulcers In Patients With Diabetes.

    The Journal of American Medical Association 2005 Jan 12;293(2):217-28.

    9.

    Soebardi, Suharko. et al. (2009). Dyslipidemia in Newly Diagnosed

    Diabetes Mellitus. The Indonesian Journal of Internal Medicine Vol. 41,

    Number 4.

    10.Sudoyo, Aru W. et al. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III

    Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

    Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

  • 5/21/2018 Komplikasi Kronik Diabetes

    35/35

    35

    11.Wiyono, Paulus. (2003). Peranan Hiperglikemia Terhadap Terjadinya

    Komplikasi Kronik Diabetes Melitus. Yogyakarta: Subbagian

    Endokrinologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

    Universitas Gadjah Mada/RS DR. Sardjito. Berkala Ilmu Kedokteran Vol.

    35, No. 1.

    12.Anonim. (2011).http://decfinder.wordpress.com/2011/02/21/patofisiologi-

    retinopati-dan-katarak-diabetik/

    13.http://medicastore.com/penyakit/580/Retinopati_Diabetikum.html

    14.

    http://www.vision-and-eye-health.com/retinopathy-laser-treatment.html

    15.http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0378874112000888

    http://decfinder.wordpress.com/2011/02/21/patofisiologi-retinopati-dan-katarak-diabetik/http://decfinder.wordpress.com/2011/02/21/patofisiologi-retinopati-dan-katarak-diabetik/http://decfinder.wordpress.com/2011/02/21/patofisiologi-retinopati-dan-katarak-diabetik/http://decfinder.wordpress.com/2011/02/21/patofisiologi-retinopati-dan-katarak-diabetik/http://medicastore.com/penyakit/580/Retinopati_Diabetikum.htmlhttp://medicastore.com/penyakit/580/Retinopati_Diabetikum.htmlhttp://medicastore.com/penyakit/580/Retinopati_Diabetikum.htmlhttp://www.vision-and-eye-health.com/retinopathy-laser-treatment.htmlhttp://www.vision-and-eye-health.com/retinopathy-laser-treatment.htmlhttp://www.vision-and-eye-health.com/retinopathy-laser-treatment.htmlhttp://www.vision-and-eye-health.com/retinopathy-laser-treatment.htmlhttp://medicastore.com/penyakit/580/Retinopati_Diabetikum.htmlhttp://decfinder.wordpress.com/2011/02/21/patofisiologi-retinopati-dan-katarak-diabetik/http://decfinder.wordpress.com/2011/02/21/patofisiologi-retinopati-dan-katarak-diabetik/