20
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia (2011) 37(1): 119-138 ISSN 0125-9830 “KOLONG” BEKAS TAMBANG TIMAH DI PULAU BANGKA: PERMASALAHAN KUALITAS AIR DAN ALTERNATIF SOLUSI UNTUK PEMANFAATAN oleh CYNTHIA HENNY Pusat Penelitian Limnologi-LIPI Accepted 4 January 2011, Received 10 March 2011 ABSTRAK “Kolong” adalah badan air berupa danau-danau kecil yang terbentuk akibat galian dari aktivitas penambangan timah. Kolong-kolong air bekas tambang ini telah menjadi sumber air baru yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat di Pulau Bangka. Penelitian kolong bekas tambang timah di Pulau Bangka telah dilakukan terhadap 43 kolong pada tahun 2007 – 2009. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan kolong dilihat dari kualitas air secara fisika kimia dan memberikan alternatif solusi untuk pemanfaatan kolong jangka panjang. Pengamatan meliputi parameter pH, suhu, turbiditas, dan konduktivitas yang diukur dengan Water Quality Checker, DO dengan DO meter. Kandungan TN, TP dan Sulfat dengan Spektrofotometer dan kandungan logam dengan AAS. Kandungan logam pada daging ikan yang juga diamati mengikuti prosedur pengujian kimia produk perikanan penentuan logam berat SNI 01-2362-1991. Kolong mempunyai kisaran pH (2,5 – 7,3); DO (0,7 – 7 mg/L); suhu (26,1 – 32,3) dan konduktivitas (0,01 – 2 mS/cm). Kolong muda dan tua yang belum dimanfaatkan sangat miskin unsur hara dengan kandungan TN (< 1 mg/L) dan TP (< 0,1 mg/L). Beberapa kolong mempunyai kandungan sulfat > 500 mg/L, kandungan logam Pb mencapai 0,25 mg/l dan kandungan As sebesar 0,52 mg/L . Kandungan logam Pb pada daging ikan yang di budidaya mencapai 5,56 mg/L. Pemanfaatan kolong yang telah dilakukan meliputi untuk sumber air minum; sumber air bersih untuk mandi cuci; perikanan (Sistem KJA dan Tebar); peternakan bebek peking; dan pariwisata. Secara umum kualitas air beberapa kolong tidak memenuhi persyaratan untuk pemanfaatan tertentu. Pengembangan pemanfaatan kolong yang berpotensi harus memperhatikan kondisi fisik dan kualitas air kolong untuk menjaga kesinambungan pemanfaatan kolong. Kata kunci: danau bekas tambang, kualitas air

kolong

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kolong

Citation preview

  • Oseanologi dan Limnologi di Indonesia (2011) 37(1): 119-138 ISSN 0125-9830

    KOLONG BEKAS TAMBANG TIMAH DI PULAU BANGKA: PERMASALAHAN KUALITAS AIR DAN ALTERNATIF SOLUSI

    UNTUK PEMANFAATAN

    oleh

    CYNTHIA HENNY Pusat Penelitian Limnologi-LIPI

    Accepted 4 January 2011, Received 10 March 2011

    ABSTRAK

    Kolong adalah badan air berupa danau-danau kecil yang terbentuk akibat galian dari aktivitas penambangan timah. Kolong-kolong air bekas tambang ini telah menjadi sumber air baru yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat di Pulau Bangka. Penelitian kolong bekas tambang timah di Pulau Bangka telah dilakukan terhadap 43 kolong pada tahun 2007 2009. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasipermasalahan kolong dilihat dari kualitas air secara fisika kimia dan memberikan alternatif solusi untuk pemanfaatan kolong jangka panjang. Pengamatan meliputi parameter pH, suhu, turbiditas, dan konduktivitas yang diukur dengan Water Quality Checker, DO dengan DO meter. Kandungan TN, TP dan Sulfat dengan Spektrofotometer dan kandungan logam dengan AAS. Kandungan logam pada daging ikan yang juga diamati mengikuti prosedur pengujian kimia produk perikanan penentuan logam berat SNI 01-2362-1991. Kolong mempunyai kisaran pH (2,5 7,3); DO (0,7 7 mg/L); suhu (26,1 32,3) dan konduktivitas (0,01 2mS/cm). Kolong muda dan tua yang belum dimanfaatkan sangat miskin unsur haradengan kandungan TN (< 1 mg/L) dan TP (< 0,1 mg/L). Beberapa kolong mempunyai kandungan sulfat > 500 mg/L, kandungan logam Pb mencapai 0,25 mg/l dan kandungan As sebesar 0,52 mg/L . Kandungan logam Pb pada daging ikan yang di budidaya mencapai 5,56 mg/L. Pemanfaatan kolong yang telah dilakukan meliputi untuk sumber air minum; sumber air bersih untuk mandi cuci; perikanan (Sistem KJA dan Tebar); peternakan bebek peking; dan pariwisata. Secara umum kualitas air beberapa kolong tidak memenuhi persyaratan untuk pemanfaatan tertentu. Pengembangan pemanfaatan kolong yang berpotensi harus memperhatikankondisi fisik dan kualitas air kolong untuk menjaga kesinambungan pemanfaatankolong.

    Kata kunci: danau bekas tambang, kualitas air

  • HENNY

    120

    ABSTRACT

    MINE PIT LAKES IN BANGKA ISLAND: WATER QUALITY PROBLEM AND ALTERNATIVE SOLUTION FOR THE UTILIZATION.Kolong is a mine pit lake formed from excavation of white tin (Sn) mining. A pit lake is like a reservoir which can function as water resources. The study of tin mine pit lakes has been conducted on fourty three pit lakes in 2007 2009. This paper aims to identify the water quality problem of pit lakes to give alternative solutions for management of long term pit lakes utilization. The parameters measured included pH, temperature, turbidity, and conductivity , which were measured by using a Water Quality Checker, DO with a DO meter. TN, TP and Sulfat concentrations were measured by using Spectrophotometer and metals by using AAS. The metals content in fish meat were measured by using the procedure of chemical test of fishery product for quantifying metal concentration (SNI01-2362-1991). Pit lakes had pH range of 2,5 7,3; DO of 0,7 7 mg/L; temperature (26,1 32,3 oC) and conductivity of 0.01 2 mS/cm. Besides nutrient poor with TN concentrations of < 1 mg/L and TP of < 0.1mg/L, pit lakes could contain high sulfate to a level of > 500 mg/L, and high heavy metals such as Pb ( 0.25 mg/L) andAs (0,52 mg/L). Pb concentrations in fish meat could reach at level of 5.56 mg/L. Pit lakes have been utilized for many purposes such as water resources for drinking water, household needs, fishery, peking duck husbandary and fishing sport. Water quality of most of studied pit lakes was not suitable for certain purposes, however by proper pit lake management, the pit lake utilization could be developed for many purposes according to its physical condition and water quality.

    PENDAHULUAN

    Penambangan timah yang intensif di Pulau Bangka telah menyisakan fenomena menarik seperti terbentuknya lobang bekas galian tambang yang berisi air menyerupai danau-danau kecil yang disebut kolong. Kolong umumnya mempunyai air yang bersifat asam tergantung dari tipe mineral dominan di area tambang tersebut dan mengandung logam-logam terlarut berbahaya yang tidak dapat dimanfaatkan dalam kurun waktu yang cukup panjang. Sumber air kolong bisa berasal dari mata air, air sungai maupun air hujan. Kolong bekas tambang merupakan habitat yang unik karena umumnya sempit dan dalam serta tanpa zona littoral yang dikelilingi oleh dinding batuan yang terjal/curam, dan tidak terdapat aliran air masuk dan/atau air keluar.

    Batuan buangan, batuan dinding dan dasar danau tambang sangat mempengaruhi geokimia air kolong bekas tambang. Kolong yang airnya bersifat asam adalah akibat terjadinya proses oksidasi batuan/mineral sulfida dari jenis pirit(FeS2), galena (PbS), mineral besi lainnya dari mine tailing, batuan buangan tambang (overburden) atau batuan dinding kolong. Untuk area tambang yang

  • KOLONG TIMAH PULAU BANGKA

    121

    didominasi oleh batuan mineral sulfida dan besi akan menghasilkan kolong yang airnya asam dan mengandung sulfat dan logam Fe yang tinggi. Oksidasi mineral sulfida juga dapat melepaskan logam lainnya antara lain As, Cd, Cu, Pb, Al dan Zn(Espana et al., 2008; Dowling et al., 2004; Sengupta, 1993).

    Kolong bekas tambang mempunyai potensi sebagai sumber daya air baru. Sebagian besar kolong terutama kolong-kolong baru masih belum bisa dimanfaatkandikarenakan kondisi air yang mempunyai nilai pH rendah dan masih mengandung logam-logam berbahaya. Suksesi ekologi kolong memakan waktu puluhan tahun apabila tidak ada upaya reklamasi. Kolong-kolong bekas galian tambang timah ini mempunyai karakteristik yang berbeda dilihat dari kondisi lingkungannya secara fisika, kimia dan biologi. Permasalahan yang masih ada pada beberapa kolong air adalah rendahnya derajat keasaman (pH), konsentrasi logam berat yang masih cukup tinggi dan beberapa elemen kualitas air lainnya masih diatas ambang batas. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kolong baru/muda mempunyai kualitas air yang buruk dengan pH berkisar 2,9 4,5 dan kandungan logam berat Fe, Al, Pb, dan Mn yang sangat tinggi. Kandungan logam berat pada kolong muda di pulau Bangka bisa mencapai 5 8 mg/L (Brahmana et al., 2004). Kolong tua mempunyai kualiats air yang lebih baik dengan kisaran pH 5.5 8. Akan tetapi untuk perbaikan kualitas air secara alami seperti pada kolong tua memakan waktu 20 30 tahun (Subardja et al., 2004; Brahmana et al., 2004).

    Tidak semua danau bekas tambang mempunyai pH yang rendah. Hasil pengamatan terhadap enam belas danau bekas tambang di Nevada, USA, danau-danau yang sudah berumur hampir 10 tahun sudah mempunyai pH netral dan kandungan logam yang rendah tetapi masih mengandung sulfat yang tinggi. Batuan carbonaceous dinding danau merupakan sumber alkalinitas yang menaikkan pH air danau menjadi netral. Namun demikian logam As and Se yang cukup mobilitas pada pH netral alkali, kandungannya di danau masih diatas baku mutu sehinga masih menjadi perhatian/pertimbangan untuk bisa dimanfaatkan. Secara umum kualitas air cukup baik, namun dengan tingginya evaporasi beberapa danau mengalami penurunan kualitas air nya, walaupun dilakukan pengontrolan jenis deposit secara geologi (Shevenell et al., 1999; Dowling et al., 2004).

    Sebagian kecil kolong tua yang sudah mengalami suksesi atau direklamasi dan kolong muda yang nilai pH airnya mendekati netral ~ 7 telah dimanfaatkan penduduk untuk sumber air minum, irigasi, perikanan, peternakan dan rekreasi. Kolong-kolong bekas tambang di Pulau Bangka walaupun sudah mulai dimanfaatkan tetapi belum yang berwawasan lingkungan karena kurangnya informasi mengenai kondisi kualitas air kolong. Pemanfaatan kolong bagi upayaperikanan, diperlukan informasi kandungan logam pada ikan. Sementara untuk sistem budidaya ikan dengan keramba jaring apung (KJA) harus melihat efek penumpukan sisa pakan terhadap kualitas air kolong jangka panjang. Kolong-kolong bisa ditingkatkan potensinya untuk pemanfaatan jangka panjang yang bernilai ekonomi apabila masyarakat mengetahui kondisi dan kualitas air kolong. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan kolong berdasarkan kondisikualitas air kolong secara fisika dan kimia, serta memberikan solusi alternatif tipe pemanfaatan kolong jangka panjang.

  • HENNY

    122

    BAHAN DAN METODE

    Lokasi dan Metode Sampling. Identifikasi kondisi lingkungan kolong dan permasalahan kolong untuk

    pengelolaan jangka panjang telah dilakukan terhadap 43 kolong yang tersebar di Pulau Bangka yang dipilih secara random pada setiap area kabupaten dalam kurun waktu 2007 2009. Beberapa kolong sudah dimanfaatkan untuk keperluan air bersih, budidaya ikan dengan keramba jaring apung (KJA) ataupun dengan restoking, peternakan bebek peking dan wisata pemancingan. Gambar 1menampilkan peta Pulau Bangka dan peta penyebaran kolong berdasarkan pH yang tersebar di Pulau Bangka.

    Pengambilan sampel pada semua kolong meliputi sampel air dan sedimen. Sampel ikan diambil pada kolong yang dimanfaatkan untuk budidaya ikan dalam KJA (Keramba Jaring Apung) dan restoking. Pengambilan sampel air menggunakan Water Sampler. Botol sampel yang digunakan untuk sampel air menggunakan botol yang sudah bebas logam. Sampel air untuk kandungan terlarut difilter terlebih dahulu menggunakan kertas filter (Micropore filter 0,45 m) sebelum di awetkan. Sampel air untuk masing-masing parameter di awetkan menggunakan pengawet sebelum di bawa ke Lab. Pengambilan sampel sedimen menggunakan Ekman Grab.

    Pengukuran parameter lapangan. Parameter pengukuran langsung meliputi pH, temperatur, turbiditas,

    konduktivitas yang diukur menggunakan Water Quality Checker (Horiba U-10), dan kandungan oksigen terlarut (DO) yang diukur menggunakan DO meter (YSI).

    Metode analisa. Semua analisa parameter mengikuti prosedur Standard Method (APHA,

    2005). Kandungan logam pada daging ikan mengikuti prosedur metode Pengujian Kimia Produk Perikanan Penentuan Logam Berat SNI 01 2362 1991. Masing-masing parameter ditetapkan berdasarkan standar kurva dari hasil analisa 1 seri konsentrasi yang sudah ditentukan.

    Kandungan logam air, sedimen dan ikan dianalisa menggunakankan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS Hitachi Z-6100) setelah sampel diekstraksi dengan asam nitrat (HNO3). Kandungan sulfat di sampel air di analisa menggunakan Spektrofotometer (Shimadzu UV 1201) setelah sampel ditambahkan reagen BaCl2. Kandungan total nitrogen (TN) dianalisa dengan metode brusin menggunakan Spektrofotometer (Shimadzu UV 1201), sedangkan total fosfor (TP) dianalisa menggunakan Spektrofotometer (Shimadzu UV 1201) setelah sampel ditambahkan reagen K2S2O8. Kandungan total dan volatil padatan tersuspensi (TSS,VSS) di airmenggunakan metode gravimetri.

    Analisa statistik menggunakan Analisis statistik Principle Component Analyses (PCA) dan Microsoft Excell 2007.

  • KOLONG TIMAH PULAU BANGKA

    123

    Gambar 1. Peta Pulau Bangka (kiri) dan penyebaran kolong (kanan) dan lokasi kolong yang di teliti. (Courtesy: Google Earth, Dinas Pertambangan).

    Figure 1. Bangka Island (left) and pit lakes distribution (right) map and the location of pit lakes studied.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Kualitas air kolong sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya antara lain mineral-mineral dominan pada meterial geologi area tambang, musim dan umur kolong yang menunjukkan bahwa kolong sudah tersuksesi secara alami. Secara fisik kolong umumnya tidak mempunyai aliran air masuk (inlet) dan aliran air keluar (outlet), sehingga perubahan musim hujan dan kemarau yang panjang akan sangat mempengaruhi debit air dan kualitas air kolong. Pada musim kemarau kualitas air kolong sangat dipengaruhi oleh proses evapokonsentrasi, yang menyebabkankandungan senyawa kimianya akan menjadi lebih tinggi. Kolong muda/baru merupakan kolong yang baru saja ditinggalkan atau masih dipengaruhi oleh aktivitas tambang. Kolong berumur < 10 tahun masih dikategorikan kolong muda dengan lahan disekeliling kolong belum direklamasi (Heri & Sulistiono, 1998 ). Air kolong jernih dengan warna air dari biru jernih sampai coklat kehitaman seperti besi karatbergantung kepada tipe mineral dominan pembentuk kolong. Mineral dominan yang ditemui adalah pirit (FeS2), Kaolin ((Al2Si2O5(OH)4), Galena (PbS), pasir kwarsa (SiO2), dan mineral besi lainnya (Data geologi PT Timah). Kolong tua dikategorikan kepada kolong yang berumur >10 tahun, sudah mengalami suksesi secara alami dan lahan disekeliling kolong sudah ditumbuhi tanaman semak atau pohon dan jenis lainnya. Secara fisik terlihat kolong sudah banyak ditumbuhi oleh tanaman air dan warna air juga sudah terlihat kehijauan dan keruh yang mengindikasikan sudah adanya pertumbuhan plankton. Gambar 2 menampilkan beberapa tipe kolong baik yang masih baru (muda) dengan mineral dominan kaolin (berwarna putih), air nya sangat jernih berwarna kebiruan dan mineral pirit (berwarna hitam kecoklatan)

  • HENNY

    124

    Gambar 2. Kolong baru dengan tipe meneral dominan kaolin (a), pirit (b) dan kolong tua (c).

    Figure 2. Pit lake with dominant mineral type of kaolinite (a), pyrite (b) and the old pit lake (c).

    dengan warna air yang juga coklat seperti besi karat serta kolong yang sudah berumur tua.

    Kualitas air kolong secara fisika dan kimia. Pengukuran pH dilakukan pada beberapa aliran asam tambang dari tambang

    aktif, yang mempengaruhi pH air beberapa kolong. Pada Gambar 3 ditampilkan hasil pengelompokan kolong dan aliran asam tambang (Acid Mine Drainage(AMD)) berdasarkan pH menggunakan analisis statistik Principle Component Analyses (PCA). Hasil pengukuran, aliran asam tambang yang merupakan air buangan tambang mempunyai kisaran pH 23, terutama pada area yang didominasi oleh mineral pirit. Kolong muda di area yang didominasi oleh mineral pirit/mineralsulfida lainnya mempunyai air dengan nilai pH sangat rendah (23), sedangkan kolong muda di area yang didominasi oleh mineral kaolin mempunyai air dengan nilai pH lebih tinggi (4,5 6). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tidak semua kolong muda mempunyai pH < 4 dan tidak semua kolong tua mempunyai pH >5. Namun demikian, persentase kolong tua dengan pH>5 tetap lebih besar dibandingkan kolong-kolong baru. Kolong-kolong yang diteliti pada penelitian ini umumnya mempunyai kisaran pH 5 6 terutama untuk kolong yang sudah berumur >10 tahun. Kolong yang mempunyai pH < 5 umumnya kolong muda dan sebagian kecil dari kolong yang sudah tua (> 20 tahun). Keseluruhan kolong yang diobservasi berdasarkan pH di setiap area di Pulau Bangka dapat dilihat pada Gambar 4. Kolongyang mempunyai pH>5 banyak terdapat di daerah Kabupaten Bangka Tengah, sedangkan air kolong yang diobservasi di daerah Bangka Barat lebih banyak yang memiliki nilai pH

  • KOLONG TIMAH PULAU BANGKA

    125

    Gambar 3. Analisa PCA pH kolong dan AMD.Figure 3. PCA analysis of pH of the pit lake water and AMD.

    Gambar 4. Nilai pH air kolong dimasing-masing area di Pulau Bangka.Figure 4. Values of pH of the pit lake water for each region in Bangka Island.

    mempengaruhi kualitas/derajat keasaman air buangan tambang/AMD atau kolong. Kedua mineral ini merupakan mineral yang berperan penting dalam penurunan pH air kolong atau air buangan tambang.

    Contoh pada mineral pirit (mineral sulfida), pembentukan asam disebabkan oleh oksidasi mineral sulfida yang terekspos dengan oksigen dan bakteri pengoksidasi besi dan air pada saat penambangan. Reaksi oksidasi pirit yang umum terjadi pada pembentukan aliran asam tambang adalah sebagai berikut (Weiner,2000):

    2FeS2(s) 7 O2 + H2O 4Fe2+ + 4 SO42- + 4H+4Fe2+ + O2 + 10 H2O 4Fe(OH)3 + 8H+

    Total dari oksidasi pirit bisa menghasilkan 12 mol ion H+ yang menyebabkan turunnya pH air kolong/buangan tambang sampai 2. Oksidasi mineral sulfida (pirit-

  • HENNY

    126

    FeS2) penyebab asamnya air buangan tambang/air kolong karena kandungan asiditas yang tinggi. Aliran asam tambang ditandai dengan kandungan sulfat dan besi yang tinggi.

    Pada mineral kaolin, reaksi oksidasi yang terjadi pada pembentukan aliran asam tambang/kolong adalah sebagai berikut (Drever,1998):

    (Al2Si2O5(OH)4 + 6 H+ 2Al3+ + 2H4SiO4 + 4H2O

    2Al3+ + 8 H2O 2Al(OH)-4 + 8H+Proses disolusi kaolin justru meningkatkan pH karena mengkonsumsi 6 mol ion H+, tetapi ion Al yang terbentuk akan bereaksi kembali dengan air dan menghasilkan 8 mol ion H+ sehingga dapat menurunkan pH air kolong. Secara termodinamika reaksi oksidasi pirit lebih cepat dibandingkan reaksi disolusi kaolin, oleh karena itu air kolong yang batuan mineralnya didominasi oleh kaolin tidak mengalami penurunan pH yang tajam. Sumber air yang digunakan untuk aktivitas penambangan juga mempengaruhi keasaman air buangan tambang atau kolong penampungan. Nilai pH air kolong baru dengan mineral dominan kaolin dipengaruhi oleh sumber air kolong. Apabila sumber air berasal dari air hujan dan air sungai yang rona awalnya sekitar 4 4.5 tentunya akan menghasilkan air buangan tambang yang relatif bersifat asam. Sumber air kolong yang berasal dari air dengan pH 7 ataupun air tanah yang mengandung cukup alkalinitas bergantung dari tipe mineral dominan di area tambang tersebut akan menghasilkan air buangan tambang atau kolong penampungan dengan pH >6 (Shevanll et al., 2004; Dowling et al., 2004).

    Tabel 1 menampilkan pH, konduktivitas, turbiditas dan kandungan oksigen terlarut air kolong yang dikategorikan berdasarkan pH nya. Hasil penelitian kolong baru/muda yang pada batuan/material geologinya didominasi dari mineral kaolin dan tergantung pada sumber airnya yang umumnya mempunyai kisaran pH 4,5 6sedangkan kolong baru/muda yang pada batuan/material geologinya didominasi olehmineral pirit mempunyai kisaran pH 2,5 3,5. Kolong tua yang berumur > 10 tahun mempunyai pH < 5 seperti pada kolong-kolong dengan mineral dasar pembentuk kolong yang didominasi oleh pirit. Peningkatan pH secara alami dari kolong tersebut sangat lambat bila dibandingkan dengan kolong-kolong yang mineral dasar pembentuk kolong didominasi oleh kaolin atau jenis mineral non besi dan sulfida lainnya. Beberapa kolong dengan pH di bawah 5 tidak masuk ke dalam standar kualitas air perairan umum yang nilainya berkisar 5 9 untuk golongan B dan D, 6,5 8,5 untuk golongan A serta 6 9 untuk golongan C (Peraturan Pemerintah No. 82, 2001). Secara kimiawi, kolong sangat dipengaruhi oleh umur, sumber air dan tipe geokimia tanah/batuan dasar disekitar/didinding kolong. Untuk area tambang yang didominasi oleh batuan mineral sulfida dan besi akan menghasilkan air asam tambang yang pH nya rendah (Espana et al., 2008; Blodau, 2006; Sengupta, 1993).

  • KOLONG TIMAH PULAU BANGKA

    127

    Tabel 1. Konduktivitas, pH, turbiditas dan oksigen terlarut (DO) air kolong.Table 1. Conductivity, pH, turbidity and dissolved oxygen (DO) of the pit lake water.

    pH Temperatur Conductivity Turbidity DO

    No Pit Lake Location mg/LoC mS/cm NTU mg/L

    1 Pangkal Pinang

    pH5 5.64 6.6127.5 30.1

    0.02 0.27 8 - 3000.72 6.71

    2 Bangka

    pH5 5.01 7.327.5 31.6

    0.01 0.36 3 -190.8 7.18

    3 Bangka Barat

    pH5 5.65 6.13 29.4 30.7 0.01 0.71 2 - 6 6.2 6.6

    4 Bangka Tengah

    pH5 5.02 7.2 29.4 32.1 0.01 3 100 5.3 6.4

    5 Bangka Selatan

    pH5 5.4 5.87 28.5 29.3 0.002 0.18 1 145 6.8 6.9

    Namun demikian tidak semua danau bekas tambang mempunyai pH yang rendah. Hasil pengamatan terhadap enam belas danau bekas tambang di Nevada, USA, danau-danau bekas tambang mempunyai pH netral dan kandungan logam yang rendah tetapi masih mengandung sulfat yang tinggi. Batuan carbonaceous dinding danau merupakan sumber alkalinitas yang menaikkan pH air danau menjadi netral. (Shevenell et al., 1999; Dowling et al., 2004).

    Konduktivitas pada umumnya berkisar 0,002 0,7 mS/cm, walaupun ada beberapa kolong dengan konduktivitas airnya mencapai 7 mS/cm, yaitu pada kolong muda yang pH-nya

  • HENNY

    128

    LogamTabel 2 dan 3 menampilkan kandungan beberapa logam di air kolong.

    Kandungan logam seperti Fe, Zn, Cr, Pb dan As di beberapa kolong sudah melebihi standar baku mutu khususnya untuk air minum dan untuk pemanfaatan lainnya seperti perikanan. Hasil ini juga didukung oleh penelitian terdahulu yang juga menemukan bahwa pada umumnya kolong mengandung logam berat sedang sampai tinggi (Brahmana et al., 2004; Heri & Sulistiono, 1998; Universitas Sriwijaya,2000). Hampir sebagian besar kolong di beberapa Kabupaten di Pulau Bangka mengandung logam Fe, Al, Pb,Cr dan As. Kandungan Pb di air kolong yang mencapai 0,28 ppm sangat tinggi bila dibandingkan kandungan logam Pb di air waduk Cirata yang hanya berkisar 0,01- 0,96 ppb (Priyanto et al., 2008). Standar mutu air minum dari EPA dalam Weiner (2000) dan PP No. 82, 2001, untuk kandungan Pb sebesar 0,015 mg/L, Arsenik sebesar 0,05 mg/L, Fe sebesar 0, 3 mg/L, Zn sebesar 0,05 mg/L dan kromium total sebsar 0,1 mg/L). Kandungan logam yang melebihi baku mutu bersifat toksik terhadap mahluk hidup apabila terjadi akumulasi pada sistem organnya.

    Tingginya kandungan logam tertentu pada suatu kolong sangat bergantung pada tipe mineral di area kolong dan pH air kolong. Air yang asam dapat terus melarutkan logam yang ada di sedimen ataupun pada area kolong. Sebagian besar logam seperti Fe, Pb, Zn, Al dan Cu mudah terlarut dan sangat mobil pada pH< 5. Laju pelepasan logam menurun dengan meningkatnya pH, namun apabila terdapat senyawa ligan seperti organik terlarut yang tinggi dan berkompleksasi dengan logam, maka logam akan terlarut kembali ke badan air (Stumm & Morgan, 1996). Danau tambang pada area tambangnya yang didominasi oleh batuan mineral sulfida, selain mempunyai air yang pH nya rendah juga mengandung sulfat dan logam yang tinggi antara lain Fe. Oksidasi mineral sulfida juga dapat melepaskan logam lainnya yaitu As, Cd, Cu, Pb, Al dan Zn (Espana et al., 2008; Blodau, 2006; Dowling et al., 2004; Sengupta, 1993). Danau bekas tambang emas di Nevada, USA walaupun mempunyai pH netral tetapi mengandung sebagian logam yang tinggi antara lain logam As dan Se yang cukup mobilitas pada pH netral sampai alkali. Kandungan logam di danau ini masih diatas baku mutu sehingga masih menjadi perhatian/pertimbangan untuk bisa dimanfaatkan. Walaupun secara umum kualitas air cukup baik, namun dengan tingginya evaporasi, ada beberapa danau menurun kualitas air nya meskipun sudah dilakukan pengontrolan jenis deposit secara geologi (Shevenell et al., 1999; Dowling et al., 2004).

    Peneliti terdahulu menyatakan bahwa kolong muda (< 5 tahun) pada umumnya bersifat asam dan kandungan logamnya tinggi, sedangkan pada kolong tua ( > 20 tahun) pH air nya sudah mencapai hampir 7 dan kandungan logam lebih rendah. Selanjutnya kolong baik yang lebih muda dan tua umumnya mempunyai kisaran pH 4 6 (Wardoyo & Ismail ,1998; Heri & Sulistiono, 1998). Bertambahnya umur kolong mengindikasikan sudah terjadinya suksesi tanaman air, plankton dan biota lainnya serta terjadinya proses-proses fisika, kimia dan biologi yang secara alami mempengaruhi pH dan kandungan logam pada air kolong.

  • KOLONG TIMAH PULAU BANGKA

    129

    Tabel 2. Kandungan logam Fe, Al, Cu dan Zn air kolong*.Table 2. Metal concentration of Fe, Al, Cu and Zn in the pit lake water.

    Fe Al Cu Zn

    No Pit Lake Location mg/L mg/L mg/L mg/L

    1 Bangka

    pH5 0.50 0.50 0.98 0.52 0.11 0,08 0.35 0.27

    2 Pangkal Pinang

    pH5 1.55 0.74 1.25 0.44 0.01 0,01 0.03 0.03

    3 Bangka Barat

    pH5 0.25 0.01 1.86 0.84 0.01 0,01 0.28 0.35

    4 Bangka Tengah

    pH5 0.63 0.96 1.03 0.57 0.003 0,004 0.02 0.02* Data are presented as mean standard deviation (P

  • HENNY

    130

    pH > 5 2.76 5.23 0.3 0.5 0.03 0.06 5.40 5.60 3.00 4.25

    3. Bangka Tengah

    pH 5 3.3 5.4 1.8 2.1 0.02 3.06 1.9 5.2 0.6 1.2

    4. Bangka Barat

    pH 5 1.48 10.54 0.24 0.49 0.02 0.05 3.56 4.2 2.8 3.6

    5. Bangka Selatan

    pH 5 2.6 4.09 0.6 1.68 0.04 0.14 28 37 13.5 15

    Sulfat, TN, TP, TSS dan VSS.Sulfat, total nitrogen (TN), total fosfor (TP), dan padatan tersuspensi

    (TSS,VSS) merupakan parameter penting dalam menentukan kualitas air air kolong bekas tambang. Kandungan sulfat, TN, TP, TSS dan VSS di air kolong ditampilkan pada Tabel 4. Kandungan sulfat pada kolong yang diamati berkisar antara 15 600 mg/L. Kadar sulfat untuk baku air minum tidak boleh melebih 400 mg/L (PP No. 82 2001). Kandungan sulfat tidak dimasukkan pada baku mutu air untuk peruntukkan lainnya. Namun kandungan sulfat tinggi di suatu perairan yang mengandung beban organik tinggi bisa menstimulasi reduksi sulfat oleh bakteri sehingga menghasilkan senyawa toksik hidrogen sulfida dan menyebabkan kolong menjadi anoksik. Kandungan sulfida > 0,002 mg/L bersifat toksik terhadap biota akuatik (Weiner,2000). Sulfida dapat mengendapkan logam-logam berbahaya ke dasar kolong sehingga menurunkan kandungan logam di air, tetapi sulfida menyebabakan air kolong yang anoksik sehingga air tidak layak dimanfaatkan untuk keperluan apapun.

    Hasil penelitian mengindikasikan bahwa beberapa kolong baik yang memiliki pH < 5 ataupun pH > 5 mempunyai kandungan nutrien cukup rendah dengan konsentrasi TN (< 0,5 mg/L) dan TP (< 0,05 mg/L). Konsentrasi ini keciluntuk menstimulasi pertumbuhan plankton. Konsentrasi nitrogen dan fosfor yang rendah dijumpai pada kolong-kolong yang muda/baru yang mengindikasikan kondisi perairan yang kurang subur. Danau oligotrofik mempunyai kandungan TP < 0,05mg/L, sedangkan kandungan TP > 0,06 mg/L bisa menyebabkan danau eutrofik. Kandungan TP danau di Minesota yang eutrofik pada musim panas berkisar 21 156 mg/L (Peterson et al., dalam Cooke et al., 2005). Menurut Wetzel (2001) danau dikategorikan eutrofik apabila kandungan TN berkisar 0,4 6,1 mg/L dan TP 0,016 0,4 mg/L. Konsentrasi yang tinggi (TN= 2,1 mg/L dan TP = 3,06 mg/L) dijumpai pada kolong tua yang umumnya sudah ditumbuhi tanaman air dan sudah ada indikasi blooming algae dan merupakan kolong yang sudah menerima beban masukan dari aktivitas budidaya ikan dengan keramba jaring apung. Kandungan nitrat sebesar 0,016 1,47 mg/L dan orthofosfat mencapai 0,025 - 0,39 mg/Lditemukan pada beberapa air kolong di Kabupaten Bangka (Brahmana et al., 2004). Kolong yang dimanfaatkan untuk budidaya ikan dengan keramba jaring apung dan peternakan bebek di Kabupaten Bangka sudah dalam status hypereutrofik (eutrofik berat) akibat beban masukan organik yang mengandung TN sebesar 11,7 mg/L dan TP sebesar 17,5 mg/L (Henny & Susanti, 2009).

  • KOLONG TIMAH PULAU BANGKA

    131

    Kandungan padatan tersuspensi baik total (TSS) maupun yang volatile(VSS) yang cukup rendah dijumpai pada kolong-kolong muda, tetapi kandungan TSS dan VSS yang tinggi dijumpai pada beberapa kolong tua yang subur dan sudah menerima buangan dari aktivitas rumah tangga baik pada kolong yang pH airnya 5. Tingginya kandungan padatan tersuspensi yang volatilemengindikasikan tingginya kandungan bahan organik yang terdapat di air kolong. Kolong yang subur dan menerima buangan dari aktivitas masyarakat mengandung bahan organik yang lebih tinggi. Waduk Cirata yang menerima limbah organik dari aktivitas domestik mempunyai kandungan COD > 50 ppm (Priyanto et al., 2008). Tingginya bahan organik bisa menstimulasi proses perombakan oleh bakteri yang dapat menyebabkan defisit kandungan oksigen terlarut dan menimbulkan gas beracun yaitu H2S pada kolong-kolong yang mangandung sulfat tinggi (Weiner,2000). Kandungan organik terlarut yang tinggi juga bisa melarutkan kembali logam berat yang sudah mengendap di dasar kolong karena kemampuannya membentuk senyawa kompleks (Stumm & Morgan, 1996).

    Kandungan logam di sedimen. Pentingnya mempelajari karakteristik kimia sedimen kolong disebabkan

    sedimen kolong sangat potensial untuk melepaskan logam kembali ke badan air pada kondisi yang menunjang proses pelepasan logam sehingga dapat meningkatkankembali kandungan logam di badan air. Kandungan Fe, Al, Pb, Cr dan As di sedimen kolong cukup tinggi (Tabel 5 dan 6). Berdasarkan TEL (thresold effect level) Canadian Freshwater Sediment Guidelines kandungan logam Pb, As, Cu, Cr dan Zn di sedimen masing-masing adalah 35 mg/Kg, 5,9 mg/kg, 35,7 mg/Kg, 37,3mg/Kg dan 123 mg/Kg (Barton Jr, 2002). Kandungan Pb di sedimen kolong yang mencapai 90 mg/Kg, sangat tinggi bila dibandingkan kandungan logam Pb di sedimen waduk Cirata yang hanya berkisar 0,14 0,3 mg/Kg (Priyanto et al., 2008). Kandungan logam di sedimen kolong mencerminkan jenis batuan mineral dominan yang terdapat di area kolong bekas tambang. Seperti batuan mineral sulfida bisa melepaskan logam-logam Cd, Cu, Pb, As dan Zn. Sedangkan jenis clay antara lainnya kaolin akan melepaskan logam Al (Espana et al., 2008; Blodau, 2006; Dowling et al., 2004; Sengupta, 1993). Pelepasan logam dari sedimen dipengaruhi oleh pH dan keberadaan senyawa ligan yang dapat berkompleksasi dengan logam. Logam Fe, Cd, Cu, Pb, dan Zn sangat mudah larut pada pH < 5, sedangkan logam As larut pada pH >7. Kompleksasi logam dengan senyawa ligan seperti kandungan organik terlarut dapat melarutkan logam kembali ke perairan (Stumm & Morga,1996).

  • HENNY

    132

    Tabel 5. Kandungan logam (Fe, Al, Cu, dan Zn) di sedimen kolong.Table 5. Metal concentrations (Fe, Al, Cu, and Zn) in the pit lake sediment.

    No. Pit Lake Location Fe Al Cu Zn

    mg/Kg mg/Kg mg/Kg mg/Kg

    1 Bangka 2848 20256 3476 72516 6 12.26 10 235

    2 Bangka Tengah 2136 67973 9202 108500 10 90 37 1228

    3 Bangka Barat 801 21567 3120 5689 0.10 5.8 2.10 6.56

    3 Bangka Selatan 1070 34215 3311 7654 0.3 4.6 3.4 5.13

    Tabel 6. Kandungan logam (Pb, Cr, Sn, dan As ) di sedimen kolong.Table 6. Metal concentrations (Pb, Cr, Sn, and As) in the pit lake sediment.

    No. Pit Lake Location Pb Cr Sn As

    mg/Kg mg/Kg mg/Kg mg/Kg

    1 Bangka 10.23 90 1.2 66 0.01 12.8 5.2 34.18

    2 Bangka Tengah 4.2 62 5 33 0.0128 2 72

    3 Bangka Barat 15 20 2.6 8.5 0.01 0.6 2.76 4.9

    4 Bangka Selatan 3.1 9.5 2.1 2.9 0.011.5

    Kandungan logam pada ikanPengamatan ini bertujuan untuk mengetahui dampak kandungan logam di

    air terhadap ikan untuk dijadikan pertimbangan bagi pemanfaatan kolong bagi masyarakat dan pemerintah daerah. Pengambilan sampel ikan dilakukan dua kali pada 2 sistem kolong. Pada kolong budidaya ikan dengan keramba jaring apung (KJA), sampel ikan dari jenis patin (Pangasius sp.) ukuran 25 29 cm yang sudah dipelihara selama 6 8 bulan masing-masing 2-3 ekor pada setiap waktu pengambilan sampel. Pada kolong restoking didapatkan sampel ikan nila (Oreochromis sp.) ukuran 20 26 cm dengan jumlah sampel 4 -5 ekor setiap waktu pengambilan sampel. Pengambilan sampel ikan kecil jenis Punctius sp. di kolong restoking dengan jumlah sampel sekitar 40 ekor dilakukan hanya satu kali pengambilan sampel. Kandungan logam pada ikan kecil dianalisa secara komposit.Perbandingan kandungan logam di air dan di daging ikan yang ditemukan di kolong dapat dilihat pada Gambar 5. Bioakumulasi logam jenis Fe, Pb dan Zn pada ikanterjadi pada kedua sistem budidaya ikan di kolong. Tingginya kandungan logam pada ikan tidak semata-mata disebabkan dari kandungan logam di air, tetapi juga berkaitan dengan sistem pemangsaan di perairan. Bioakumulasi kandungan logam pada ikan yang merupakan tingkat trofik tertinggi pada rantai makanan di suatu perairan bergantung kepada kandungan logam pada biota dengan tingkat trofik yang lebih rendah. Ikan nila merupakan ikan herbivora yang mengkonsumsi plankton. Kandungan logam pada ikan nila tinggi di duga disebabkan memakan plankton yang mengandung logam tinggi. Kandungan logam di plankton pada kolong yang dikaji pada penelitian lainnya menunjukkan bahwa kandungan logam di plankton pada beberapa kolong bekas tambang untuk logam Fe dan Al mencapai 5x105 mg/Kg, logam Zn sebesar 4x104 mg/Kg dan logam Pb sebesar 2 x102 mg/Kg (Henny & Ajie, 2009). Ikan kecil yang ditemukan di kolong restoking juga mengandung logam

  • KOLONG TIMAH PULAU BANGKA

    133

    Gambar 5. Kandungan logam tertinggi pada air dan ikan yang dipelihara di kolong.Figure 5. Metal concentrations in the water and fish meat found in pit lakes.

    yang tinggi (Tabel 7). Kandungan logam yang tinggi pada daging ikan adalah logam Fe dan Zn. Hal ini menunjukkan bahwa logam Fe dan Zn relatif lebih mudah diserap. Logam Fe dan Zn merupakan logam yang mempunyai tingkat kelarutan yang lebih tinggi dibandingkan logam lain (Stumm & Morgan, 1996). Ikan patin merupakan ikan karnivora. Kandungan logam pada ikan patin juga tinggi meskipun dipelihara di KJA dan diberi pakan dari luar. Kemungkinan besar ikan patin yang dipelihara di KJA juga mengkonsumsi ikan-ikan kecil yang mengandung logam yang ada di kolong tersebut.

    Penelitian terhadap 17 jenis ikan tropis didaerah estuarine, ditemukan akumulasi logam pada semua jenis jaringan yang dianalisa, tertinggi untuk logam Zn dan akumulasi terendah untuk logam Cd. Korelasi positif yang ditemukan antara Pb dan Zn di jaringan menunjukkan adanya pengaruh anthropogenic di daerah estuarin tersebut (Nair et al., 2006). Penelitian terhadap bioakumulasi logam pada jenis ikan salmonidae menunjukkan juga bahwa penyerapan logam Fe, Zn dan Pb

  • HENNY

    134

    Tabel 7. Kandungan logam pada ikan kecil liar yang ditemui di kolong Restoking.Table 7. Metal concentrations on small wild fish found in pit lake for fish Restocking.

    No. Sample mg/Kg Wet mg/Kg DryFe Pb Zn Al Fe Pb Zn Al

    1 Small fish ( 3 5 cm)* 35.58 18.89 58.09

  • KOLONG TIMAH PULAU BANGKA

    135

    3. Kandungan logam di air dan sedimen yang tinggi, berpotensi tinggiuntuk pelepasan logam di badan air yang dapat menyebabkan bioakumulasi logam pada biota air kolong.

    4. Kandungan unsur hara sangat rendah pada air kolong, sehingga menyebabkan lambatnya suksesi flora dan fauna

    5. Kolong dengan kandungan sulfat tinggi akan bermasalah untuk pemanfaatan kolong karena memberikan dampak beban masukan bahan organik yang tinggi, air kolong dapat mengandung senyawa hidrogen sulfida yang bersifat toksik dan dapat mengalami defisit kandungan oksigen terlarut.

    Sebagian kolong bekas tambang sudah dimanfaatkan untuk sumber air minum, air bersih untuk keperluan mandi dan cuci, budidaya ikan, peternakan bebek dan untuk wisata pemancingan. Pemanfaatan yang ada merupakan pemanfaatan air secara langsung/insitu dan masih tidak memperhatikan kondisi fisik dan kualitas air kolong. Berdasarkan hasil dan permasalahan kualitas air yang disebutkan di atas beberapa alternatif solusi dapat dilakukan untuk menjaga kesinambungan pemanfaatan kolong jangka panjang.

    1. Pemanfaatan air kolong yang tidak mempunyai aliran air masuk/keluar secara langsung/insitu yang dapat menambah beban masukan di kolong tidak direkomendasikan.

    2. Air kolong dengan pH > 5 bisa dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari (mandi, cuci).

    3. Kolong bervolume besar/debit air yang tinggi yang kualitas airnya cukup baik dapat dimanfaatkan sebagai air baku untuk air minum,dalam volume besar untuk mengatasi kekeringan pada musim kemarau dimana curah hujan sangat rendah.

    4. Kolong berukuran besar dan dengan kedalaman > 6 m yang mempunyai aliran air masuk dan keluar, pH air > 6, kandungan logam yang rendah dapat dimanfaatkan untuk budidaya ikan baik restoking untuk wisata pemancingan maupun KJA dan peternakan bebek.

    5. Kolong yang mempunyai kualitas air yang tidak memenuhi standar baku mutu sebaiknya dilakukan perbaikan kualitas air dengan sistem pengolahan air sebelum dimanfaatkan.

    KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil identifikasi permasalahan kolong bekas tambang dilihat dari kualitas airnya, sebagian besar air kolong tidak memenuhi standar baku mutu untuk berbagai macam keperluan. Selain mempunyai pH yang di bawah netral, air kolong mempunyai kandungan sulfat dan logam yang tinggi dan sangat miskin unsur hara. Sedimen kolong dengan kandungan logam yang tinggi sangat berpotensiuntuk melepaskan logam kembali ke badan air. Kandungan logam yang tinggi di air ataupun sedimen dapat meningkatkan bioakumulasi logam pada biota kolong

  • HENNY

    136

    terutama ikan. Perbaikan kualitas air dan pengelolaan area kolong bekas tambang yang dapat meningkatkan kualitas air kolong, perlu dilakukan agar air kolong dapat dimanfaatkan untuk segala keperluan. Pengembangan untuk berbagai jenis pemanfaatan di kolong harus memperhatikan kondisi fisik dan kualitas air kolong agar tidak menurunkan kualitas air dan dapat menunjang pemanfaatan kolong untuk jangka panjang.

    PERSANTUNAN

    Penelitian ini dibiayai melalui Program Kompetitif Ketahanan dan Daya Saing Wilayah dan Masyarakat Pesisir pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Tahun 2007 - 2009. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Guruh S. Ajie dan Rosidah dari Pusat Penelitian Limnologi yang terlibat dalam penelitian ini dan PT Timah atas bantuan yang diberikan dalam pelaksanaan penelitian ini.

    DAFTAR PUSTAKA

    APHA. 2005. Standard methods for the examination of water and wastewater. 21st

    ed. APHA, WWA & WEF. Washington DC: 55 190.

    Alibabi, V.; N. Vahci & M. Bajramovic. 2007. Bioaccumulation of metals in fish of Salmonidae family and the impact on fish meat quality. Environ. Monit. Assess., 131(1-3): 349-364.

    Barton Jr, G. A. 2002. Sediment quality criteria in use around the world. Limnology,3: 65-75.

    Blodau, C. 2006. A review of acidity generation and consumption in acidic coal mine lakes and their watersheds. Science of the Total Environment, 369:307332

    Brahmana, S. S.; A. Sutriati; R. Widya S. & A. Sudarna. 2004. Potensi pemanfaatan sumber air pada kolam bekas penambangan timah di Pulau Bangka. JLP.18(53): 13 17.

    Dowling, J.; S. Atkin; G. Beale & G. Alexander. 2004. Development of the sleeper pit lake. Mine Water and the Environment, 23: 211.

    Drever, J. L. 1998. The geochemistry of natural waters: Surface and groundwater environments. Prentice Hall. Upper Saddle River. 436 pp.

  • KOLONG TIMAH PULAU BANGKA

    137

    Espana J. S.; E. L. Pamo; E. S. Pastor & M. D. Ercilla. 2008. The acidic mine pit lakes of the Iberian pyrite belt: An approach to their physical limnology and hydrogeochemistry. Applied Geochemistry, 23:1260-1287.

    Henny, C. & E. Susanti. 2009. Karakteristik limnologis kolong bekas tambang timah di Pulau Bangka. Limnotek, 16(2): 119-131.

    Henny, C. & G. S. Ajie. 2009. Kandungan logam pada biota akuatik kolong bekas tambang timah di Pulau Bangka. Prosiding Seminar Nasional Forum Perairan Umum Indonesia VI. Balai Riset Perikanan Perairan Umum, Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Palembang: 221-230.

    Heri, R. & A. Sulistiono. 1998. Penyelidikan potensi air kolong di Kabupaten Bangka. Propinsi Sumatera Selatan. Kantor Wilayah Departemen Pertambangan dan Energi. Propinsi Sumatera Selatan. 25 hal.

    Nair, M., K.V. Jayalakshmy, K.K. Balachandran & T. Joseph. 2006. Bioaccumulation of toxic metals by fish in a semi enclosed tropical ecosystem. Environmental Forensics, 7:197-206.

    Peraturan Pemerintah. 2001. Nomor 82 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Presiden Republik Indonesia. 46 hal.

    Peraturan Pemerintah. 2009. Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang penetapan batas maksimum cemaran mikroba dan kimia dalam makanan. Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Republik Indonesia. 28 hal.

    Peterson, S. A., R.M. Hughes, D.P. Larsen, S.G. Paulsoen & M. J. Omernik. 1995. Regional lake quality patterns: Their relationship to lake conservation and management decisions. In: G.D. Cooke; E. B. Welch; S. A. Peterson & S. A. Nichols. 2005. Restoration and management of lakes and reservoirs. CRC Taylor & Francis. Boca Rotan. 591pp.

    Priyanto, N., Dwiyitno & F. Ariyani. 2008. Kandungan logam berat (Hg, Pb, Cd dan Cu) pada ikan, air dan sedimen di Waduk Cirata Jawa Barat. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, 3(1): 71-78.

    Puslit Lingkungan Hidup UNSRI. 1997. Studi kemanfaatan lahan kolong pasca penambangan timah dalam kerangka pengembangan masyarakat di Pulau Bangka. Universitas Sriwijaya. 46 hal..

    Sengupta, M. 1993. Environmental impacts of mining: Monitoring, restoration and control. CRC Press LLC. Florida. 494 pp.

  • HENNY

    138

    Shevenell, L., K.A. Connors & C.D. Henry. 2005. Controls on pit lake water quality at sixteen open-pit. Water Research, 39:30553061.

    Stumm, W. & J. J. Morgan. 1996. Aquatic chemistry: Chemical equilibria and rates in natural waters. John Wiley & Sons. New York. 1022 pp.

    Subardja, A. D., T. Anggoro, N. Rhazista, D. Sarah, A. B. Santoso & Nining. 2004. Studi pengelolaan dan pemanfaatan lahan bekas penambangan timah di Pulau Bangka. Puslit Geoteknologi-LIPI. 63 hal.

    Tim Penelitian dan Pengembangan Biro Kredit Bank Indonesia. 2003. Budidaya pembesaran ikan patin (Pangasius hypopthalmus). 102 pp.

    Universitas Sriwijaya. 2000. Identifikasi kolong pasca penambangan timah di wilayah Bangka Belitung. Universitas Sriwijaya.76 hal.

    Wardoyo, S. E. & W. Ismail. 1998. Aspek fisikokimia dan biologi kolong-kolong di Pulau Bangka untuk pengembangan perikanan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 4(2): 75 85.

    Weiner, E. R. 2000. Applications of environmental chemistry : A practical guide for environmental professionals. Lewis Publishers. Boca Raton. 276 pp.

    Wetzel, R. G. 2001. Limnology: River and lake ecology. Academic Press. SanDiego. 1006 pp.

    Oseanologi dan Limnologi di Indonesia (2011) 37(1): 119-138 ISSN 0125-9830

    HENNY

    Kolong TIMAH PULAU BANGKA

    Kolong BEKAS TAMBANG TIMAH DI PULAU BANGKA: permasalahan Kualitas Air DAN ALTERNATIF SOLUSI UNTUK PEMANFAATAN

    oleh

    Cynthia Henny

    Pusat Penelitian Limnologi-LIPI

    Accepted 4 January 2011, Received 10 March 2011

    ABSTRAK

    Kolong adalah badan air berupa danau-danau kecil yang terbentuk akibat galian dari aktivitas penambangan timah. Kolong-kolong air bekas tambang ini telah menjadi sumber air baru yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat di Pulau Bangka. Penelitian kolong bekas tambang timah di Pulau Bangka telah dilakukan terhadap 43 kolong pada tahun 2007 2009. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan kolong dilihat dari kualitas air secara fisika kimia dan memberikan alternatif solusi untuk pemanfaatan kolong jangka panjang. Pengamatan meliputi parameter pH, suhu, turbiditas, dan konduktivitas yang diukur dengan Water Quality Checker, DO dengan DO meter. Kandungan TN, TP dan Sulfat dengan Spektrofotometer dan kandungan logam dengan AAS. Kandungan logam pada daging ikan yang juga diamati mengikuti prosedur pengujian kimia produk perikanan penentuan logam berat SNI 01-2362-1991. Kolong mempunyai kisaran pH (2,5 7,3); DO (0,7 7 mg/L); suhu (26,1 32,3) dan konduktivitas (0,01 2 mS/cm). Kolong muda dan tua yang belum dimanfaatkan sangat miskin unsur hara dengan kandungan TN (< 1 mg/L) dan TP (< 0,1 mg/L). Beberapa kolong mempunyai kandungan sulfat > 500 mg/L, kandungan logam Pb mencapai 0,25 mg/l dan kandungan As sebesar 0,52 mg/L . Kandungan logam Pb pada daging ikan yang di budidaya mencapai 5,56 mg/L. Pemanfaatan kolong yang telah dilakukan meliputi untuk sumber air minum; sumber air bersih untuk mandi cuci; perikanan (Sistem KJA dan Tebar); peternakan bebek peking; dan pariwisata. Secara umum kualitas air beberapa kolong tidak memenuhi persyaratan untuk pemanfaatan tertentu. Pengembangan pemanfaatan kolong yang berpotensi harus memperhatikan kondisi fisik dan kualitas air kolong untuk menjaga kesinambungan pemanfaatan kolong.

    Kata kunci: danau bekas tambang, kualitas air

    ABSTRACT

    MINE PIT LAKES IN BANGKA ISLAND: WATER QUALITY PROBLEM AND ALTERNATIVE SOLUTION FOR THE UTILIZATION. Kolong is a mine pit lake formed from excavation of white tin (Sn) mining. A pit lake is like a reservoir which can function as water resources. The study of tin mine pit lakes has been conducted on fourty three pit lakes in 2007 2009. This paper aims to identify the water quality problem of pit lakes to give alternative solutions for management of long term pit lakes utilization. The parameters measured included pH, temperature, turbidity, and conductivity , which were measured by using a Water Quality Checker, DO with a DO meter. TN, TP and Sulfat concentrations were measured by using Spectrophotometer and metals by using AAS. The metals content in fish meat were measured by using the procedure of chemical test of fishery product for quantifying metal concentration (SNI01-2362-1991). Pit lakes had pH range of 2,5 7,3; DO of 0,7 7 mg/L; temperature (26,1 32,3 oC) and conductivity of 0.01 2 mS/cm. Besides nutrient poor with TN concentrations of < 1 mg/L and TP of < 0.1mg/L, pit lakes could contain high sulfate to a level of > 500 mg/L, and high heavy metals such as Pb ( 0.25 mg/L) and As (0,52 mg/L). Pb concentrations in fish meat could reach at level of 5.56 mg/L. Pit lakes have been utilized for many purposes such as water resources for drinking water, household needs, fishery, peking duck husbandary and fishing sport. Water quality of most of studied pit lakes was not suitable for certain purposes, however by proper pit lake management, the pit lake utilization could be developed for many purposes according to its physical condition and water quality.

    PENDAHULUAN

    Penambangan timah yang intensif di Pulau Bangka telah menyisakan fenomena menarik seperti terbentuknya lobang bekas galian tambang yang berisi air menyerupai danau-danau kecil yang disebut kolong. Kolong umumnya mempunyai air yang bersifat asam tergantung dari tipe mineral dominan di area tambang tersebut dan mengandung logam-logam terlarut berbahaya yang tidak dapat dimanfaatkan dalam kurun waktu yang cukup panjang. Sumber air kolong bisa berasal dari mata air, air sungai maupun air hujan. Kolong bekas tambang merupakan habitat yang unik karena umumnya sempit dan dalam serta tanpa zona littoral yang dikelilingi oleh dinding batuan yang terjal/curam, dan tidak terdapat aliran air masuk dan/atau air keluar.

    Batuan buangan, batuan dinding dan dasar danau tambang sangat mempengaruhi geokimia air kolong bekas tambang. Kolong yang airnya bersifat asam adalah akibat terjadinya proses oksidasi batuan/mineral sulfida dari jenis pirit (FeS2), galena (PbS), mineral besi lainnya dari mine tailing, batuan buangan tambang (overburden) atau batuan dinding kolong. Untuk area tambang yang didominasi oleh batuan mineral sulfida dan besi akan menghasilkan kolong yang airnya asam dan mengandung sulfat dan logam Fe yang tinggi. Oksidasi mineral sulfida juga dapat melepaskan logam lainnya antara lain As, Cd, Cu, Pb, Al dan Zn (Espana et al., 2008; Dowling et al., 2004; Sengupta, 1993).

    Kolong bekas tambang mempunyai potensi sebagai sumber daya air baru. Sebagian besar kolong terutama kolong-kolong baru masih belum bisa dimanfaatkan dikarenakan kondisi air yang mempunyai nilai pH rendah dan masih mengandung logam-logam berbahaya. Suksesi ekologi kolong memakan waktu puluhan tahun apabila tidak ada upaya reklamasi. Kolong-kolong bekas galian tambang timah ini mempunyai karakteristik yang berbeda dilihat dari kondisi lingkungannya secara fisika, kimia dan biologi. Permasalahan yang masih ada pada beberapa kolong air adalah rendahnya derajat keasaman (pH), konsentrasi logam berat yang masih cukup tinggi dan beberapa elemen kualitas air lainnya masih diatas ambang batas. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kolong baru/muda mempunyai kualitas air yang buruk dengan pH berkisar 2,9 4,5 dan kandungan logam berat Fe, Al, Pb, dan Mn yang sangat tinggi. Kandungan logam berat pada kolong muda di pulau Bangka bisa mencapai 5 8 mg/L (Brahmana et al., 2004). Kolong tua mempunyai kualiats air yang lebih baik dengan kisaran pH 5.5 8. Akan tetapi untuk perbaikan kualitas air secara alami seperti pada kolong tua memakan waktu 20 30 tahun (Subardja et al., 2004; Brahmana et al., 2004).

    Tidak semua danau bekas tambang mempunyai pH yang rendah. Hasil pengamatan terhadap enam belas danau bekas tambang di Nevada, USA, danau-danau yang sudah berumur hampir 10 tahun sudah mempunyai pH netral dan kandungan logam yang rendah tetapi masih mengandung sulfat yang tinggi. Batuan carbonaceous dinding danau merupakan sumber alkalinitas yang menaikkan pH air danau menjadi netral. Namun demikian logam As and Se yang cukup mobilitas pada pH netral alkali, kandungannya di danau masih diatas baku mutu sehinga masih menjadi perhatian/pertimbangan untuk bisa dimanfaatkan. Secara umum kualitas air cukup baik, namun dengan tingginya evaporasi beberapa danau mengalami penurunan kualitas air nya, walaupun dilakukan pengontrolan jenis deposit secara geologi (Shevenell et al., 1999; Dowling et al., 2004).

    Sebagian kecil kolong tua yang sudah mengalami suksesi atau direklamasi dan kolong muda yang nilai pH airnya mendekati netral ~ 7 telah dimanfaatkan penduduk untuk sumber air minum, irigasi, perikanan, peternakan dan rekreasi. Kolong-kolong bekas tambang di Pulau Bangka walaupun sudah mulai dimanfaatkan tetapi belum yang berwawasan lingkungan karena kurangnya informasi mengenai kondisi kualitas air kolong. Pemanfaatan kolong bagi upaya perikanan, diperlukan informasi kandungan logam pada ikan. Sementara untuk sistem budidaya ikan dengan keramba jaring apung (KJA) harus melihat efek penumpukan sisa pakan terhadap kualitas air kolong jangka panjang. Kolong-kolong bisa ditingkatkan potensinya untuk pemanfaatan jangka panjang yang bernilai ekonomi apabila masyarakat mengetahui kondisi dan kualitas air kolong. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan kolong berdasarkan kondisi kualitas air kolong secara fisika dan kimia, serta memberikan solusi alternatif tipe pemanfaatan kolong jangka panjang.

    BAHAN DAN METODE

    Lokasi dan Metode Sampling.

    Identifikasi kondisi lingkungan kolong dan permasalahan kolong untuk pengelolaan jangka panjang telah dilakukan terhadap 43 kolong yang tersebar di Pulau Bangka yang dipilih secara random pada setiap area kabupaten dalam kurun waktu 2007 2009. Beberapa kolong sudah dimanfaatkan untuk keperluan air bersih, budidaya ikan dengan keramba jaring apung (KJA) ataupun dengan restoking, peternakan bebek peking dan wisata pemancingan. Gambar 1 menampilkan peta Pulau Bangka dan peta penyebaran kolong berdasarkan pH yang tersebar di Pulau Bangka.

    Pengambilan sampel pada semua kolong meliputi sampel air dan sedimen. Sampel ikan diambil pada kolong yang dimanfaatkan untuk budidaya ikan dalam KJA (Keramba Jaring Apung) dan restoking. Pengambilan sampel air menggunakan Water Sampler. Botol sampel yang digunakan untuk sampel air menggunakan botol yang sudah bebas logam. Sampel air untuk kandungan terlarut difilter terlebih dahulu menggunakan kertas filter (Micropore filter 0,45 m) sebelum di awetkan. Sampel air untuk masing-masing parameter di awetkan menggunakan pengawet sebelum di bawa ke Lab. Pengambilan sampel sedimen menggunakan Ekman Grab.

    Pengukuran parameter lapangan.

    Parameter pengukuran langsung meliputi pH, temperatur, turbiditas, konduktivitas yang diukur menggunakan Water Quality Checker (Horiba U-10), dan kandungan oksigen terlarut (DO) yang diukur menggunakan DO meter (YSI).

    Metode analisa.

    Semua analisa parameter mengikuti prosedur Standard Method (APHA, 2005). Kandungan logam pada daging ikan mengikuti prosedur metode Pengujian Kimia Produk Perikanan Penentuan Logam Berat SNI 01 2362 1991. Masing-masing parameter ditetapkan berdasarkan standar kurva dari hasil analisa 1 seri konsentrasi yang sudah ditentukan.

    Kandungan logam air, sedimen dan ikan dianalisa menggunakankan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS Hitachi Z-6100) setelah sampel diekstraksi dengan asam nitrat (HNO3). Kandungan sulfat di sampel air di analisa menggunakan Spektrofotometer (Shimadzu UV 1201) setelah sampel ditambahkan reagen BaCl2. Kandungan total nitrogen (TN) dianalisa dengan metode brusin menggunakan Spektrofotometer (Shimadzu UV 1201), sedangkan total fosfor (TP) dianalisa menggunakan Spektrofotometer (Shimadzu UV 1201) setelah sampel ditambahkan reagen K2S2O8. Kandungan total dan volatil padatan tersuspensi (TSS,VSS) di air menggunakan metode gravimetri.

    Analisa statistik menggunakan Analisis statistik Principle Component Analyses (PCA) dan Microsoft Excell 2007.

    Gambar 1. Peta Pulau Bangka (kiri) dan penyebaran kolong (kanan) dan lokasi kolong yang di teliti. (Courtesy: Google Earth, Dinas Pertambangan).

    Figure 1. Bangka Island (left) and pit lakes distribution (right) map and the location of pit lakes studied.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Kualitas air kolong sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya antara lain mineral-mineral dominan pada meterial geologi area tambang, musim dan umur kolong yang menunjukkan bahwa kolong sudah tersuksesi secara alami. Secara fisik kolong umumnya tidak mempunyai aliran air masuk (inlet) dan aliran air keluar (outlet), sehingga perubahan musim hujan dan kemarau yang panjang akan sangat mempengaruhi debit air dan kualitas air kolong. Pada musim kemarau kualitas air kolong sangat dipengaruhi oleh proses evapokonsentrasi, yang menyebabkan kandungan senyawa kimianya akan menjadi lebih tinggi. Kolong muda/baru merupakan kolong yang baru saja ditinggalkan atau masih dipengaruhi oleh aktivitas tambang. Kolong berumur < 10 tahun masih dikategorikan kolong muda dengan lahan disekeliling kolong belum direklamasi (Heri & Sulistiono, 1998 ). Air kolong jernih dengan warna air dari biru jernih sampai coklat kehitaman seperti besi karat bergantung kepada tipe mineral dominan pembentuk kolong. Mineral dominan yang ditemui adalah pirit (FeS2), Kaolin ((Al2Si2O5(OH)4), Galena (PbS), pasir kwarsa (SiO2), dan mineral besi lainnya (Data geologi PT Timah). Kolong tua dikategorikan kepada kolong yang berumur >10 tahun, sudah mengalami suksesi secara alami dan lahan disekeliling kolong sudah ditumbuhi tanaman semak atau pohon dan jenis lainnya. Secara fisik terlihat kolong sudah banyak ditumbuhi oleh tanaman air dan warna air juga sudah terlihat kehijauan dan keruh yang mengindikasikan sudah adanya pertumbuhan plankton. Gambar 2 menampilkan beberapa tipe kolong baik yang masih baru (muda) dengan mineral dominan kaolin (berwarna putih), air nya sangat jernih berwarna kebiruan dan mineral pirit (berwarna hitam kecoklatan)

    Gambar 2. Kolong baru dengan tipe meneral dominan kaolin (a), pirit (b) dan kolong tua (c).

    Figure 2. Pit lake with dominant mineral type of kaolinite (a), pyrite (b) and the old pit lake (c).

    dengan warna air yang juga coklat seperti besi karat serta kolong yang sudah berumur tua.

    Kualitas air kolong secara fisika dan kimia.

    Pengukuran pH dilakukan pada beberapa aliran asam tambang dari tambang aktif, yang mempengaruhi pH air beberapa kolong. Pada Gambar 3 ditampilkan hasil pengelompokan kolong dan aliran asam tambang (Acid Mine Drainage (AMD)) berdasarkan pH menggunakan analisis statistik Principle Component Analyses (PCA). Hasil pengukuran, aliran asam tambang yang merupakan air buangan tambang mempunyai kisaran pH 23, terutama pada area yang didominasi oleh mineral pirit. Kolong muda di area yang didominasi oleh mineral pirit/mineral sulfida lainnya mempunyai air dengan nilai pH sangat rendah (23), sedangkan kolong muda di area yang didominasi oleh mineral kaolin mempunyai air dengan nilai pH lebih tinggi (4,5 6). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tidak semua kolong muda mempunyai pH < 4 dan tidak semua kolong tua mempunyai pH >5. Namun demikian, persentase kolong tua dengan pH>5 tetap lebih besar dibandingkan kolong-kolong baru. Kolong-kolong yang diteliti pada penelitian ini umumnya mempunyai kisaran pH 5 6 terutama untuk kolong yang sudah berumur >10 tahun. Kolong yang mempunyai pH < 5 umumnya kolong muda dan sebagian kecil dari kolong yang sudah tua (> 20 tahun). Keseluruhan kolong yang diobservasi berdasarkan pH di setiap area di Pulau Bangka dapat dilihat pada Gambar 4. Kolong yang mempunyai pH>5 banyak terdapat di daerah Kabupaten Bangka Tengah, sedangkan air kolong yang diobservasi di daerah Bangka Barat lebih banyak yang memiliki nilai pH 6 (Shevanll et al., 2004; Dowling et al., 2004).

    Tabel 1 menampilkan pH, konduktivitas, turbiditas dan kandungan oksigen terlarut air kolong yang dikategorikan berdasarkan pH nya. Hasil penelitian kolong baru/muda yang pada batuan/material geologinya didominasi dari mineral kaolin dan tergantung pada sumber airnya yang umumnya mempunyai kisaran pH 4,5 6 sedangkan kolong baru/muda yang pada batuan/material geologinya didominasi oleh mineral pirit mempunyai kisaran pH 2,5 3,5. Kolong tua yang berumur > 10 tahun mempunyai pH < 5 seperti pada kolong-kolong dengan mineral dasar pembentuk kolong yang didominasi oleh pirit. Peningkatan pH secara alami dari kolong tersebut sangat lambat bila dibandingkan dengan kolong-kolong yang mineral dasar pembentuk kolong didominasi oleh kaolin atau jenis mineral non besi dan sulfida lainnya. Beberapa kolong dengan pH di bawah 5 tidak masuk ke dalam standar kualitas air perairan umum yang nilainya berkisar 5 9 untuk golongan B dan D, 6,5 8,5 untuk golongan A serta 6 9 untuk golongan C (Peraturan Pemerintah No. 82, 2001). Secara kimiawi, kolong sangat dipengaruhi oleh umur, sumber air dan tipe geokimia tanah/batuan dasar disekitar/didinding kolong. Untuk area tambang yang didominasi oleh batuan mineral sulfida dan besi akan menghasilkan air asam tambang yang pH nya rendah (Espana et al., 2008; Blodau, 2006; Sengupta, 1993).

    Tabel 1. Konduktivitas, pH, turbiditas dan oksigen terlarut (DO) air kolong.

    Table 1. Conductivity, pH, turbidity and dissolved oxygen (DO) of the pit lake water.

    No

    Pit Lake Location

    pH

    Temperatur

    Conductivity

    Turbidity

    DO

    mg/L

    oC

    mS/cm

    NTU

    mg/L

    1

    Pangkal Pinang

    pH5

    5.64 6.61

    27.5 30.1

    0.02 0.27

    8 - 300

    0.72 6.71

    2

    Bangka

    pH5

    5.01 7.3

    27.5 31.6

    0.01 0.36

    3 -19

    0.8 7.18

    3

    Bangka Barat

    pH5

    5.65 6.13

    29.4 30.7

    0.01 0.71

    2 - 6

    6.2 6.6

    4

    Bangka Tengah

    pH5

    5.02 7.2

    29.4 32.1

    0.01

    3 100

    5.3 6.4

    5

    Bangka Selatan

    pH5

    5.4 5.87

    28.5 29.3

    0.002 0.18

    1 145

    6.8 6.9

    Namun demikian tidak semua danau bekas tambang mempunyai pH yang rendah. Hasil pengamatan terhadap enam belas danau bekas tambang di Nevada, USA, danau-danau bekas tambang mempunyai pH netral dan kandungan logam yang rendah tetapi masih mengandung sulfat yang tinggi. Batuan carbonaceous dinding danau merupakan sumber alkalinitas yang menaikkan pH air danau menjadi netral. (Shevenell et al., 1999; Dowling et al., 2004).

    Konduktivitas pada umumnya berkisar 0,002 0,7 mS/cm, walaupun ada beberapa kolong dengan konduktivitas airnya mencapai 7 mS/cm, yaitu pada kolong muda yang pH-nya 20 tahun) pH air nya sudah mencapai hampir 7 dan kandungan logam lebih rendah. Selanjutnya kolong baik yang lebih muda dan tua umumnya mempunyai kisaran pH 4 6 (Wardoyo & Ismail ,1998; Heri & Sulistiono, 1998). Bertambahnya umur kolong mengindikasikan sudah terjadinya suksesi tanaman air, plankton dan biota lainnya serta terjadinya proses-proses fisika, kimia dan biologi yang secara alami mempengaruhi pH dan kandungan logam pada air kolong.

    Tabel 2. Kandungan logam Fe, Al, Cu dan Zn air kolong*.

    Table 2. Metal concentration of Fe, Al, Cu and Zn in the pit lake water.

    No

    Pit Lake Location

    Fe

    Al

    Cu

    Zn

    mg/L

    mg/L

    mg/L

    mg/L

    1

    Bangka

    pH5

    0.50 0.50

    0.98 0.52

    0.11 0,08

    0.35 0.27

    2

    Pangkal Pinang

    pH5

    1.55 0.74

    1.25 0.44

    0.01 0,01

    0.03 0.03

    3

    Bangka Barat

    pH5

    0.25 0.01

    1.86 0.84

    0.01 0,01

    0.28 0.35

    4

    Bangka Tengah

    pH5

    0.63 0.96

    1.03 0.57

    0.003 0,004

    0.02 0.02

    * Data are presented as mean standard deviation (P 0,002 mg/L bersifat toksik terhadap biota akuatik (Weiner, 2000). Sulfida dapat mengendapkan logam-logam berbahaya ke dasar kolong sehingga menurunkan kandungan logam di air, tetapi sulfida menyebabakan air kolong yang anoksik sehingga air tidak layak dimanfaatkan untuk keperluan apapun.

    Hasil penelitian mengindikasikan bahwa beberapa kolong baik yang memiliki pH < 5 ataupun pH > 5 mempunyai kandungan nutrien cukup rendah dengan konsentrasi TN (< 0,5 mg/L) dan TP (< 0,05 mg/L). Konsentrasi ini kecil untuk menstimulasi pertumbuhan plankton. Konsentrasi nitrogen dan fosfor yang rendah dijumpai pada kolong-kolong yang muda/baru yang mengindikasikan kondisi perairan yang kurang subur. Danau oligotrofik mempunyai kandungan TP < 0,05 mg/L, sedangkan kandungan TP > 0,06 mg/L bisa menyebabkan danau eutrofik. Kandungan TP danau di Minesota yang eutrofik pada musim panas berkisar 21 156 mg/L (Peterson et al., dalam Cooke et al., 2005). Menurut Wetzel (2001) danau dikategorikan eutrofik apabila kandungan TN berkisar 0,4 6,1 mg/L dan TP 0,016 0,4 mg/L. Konsentrasi yang tinggi (TN= 2,1 mg/L dan TP = 3,06 mg/L) dijumpai pada kolong tua yang umumnya sudah ditumbuhi tanaman air dan sudah ada indikasi blooming algae dan merupakan kolong yang sudah menerima beban masukan dari aktivitas budidaya ikan dengan keramba jaring apung. Kandungan nitrat sebesar 0,016 1,47 mg/L dan orthofosfat mencapai 0,025 - 0,39 mg/L ditemukan pada beberapa air kolong di Kabupaten Bangka (Brahmana et al., 2004). Kolong yang dimanfaatkan untuk budidaya ikan dengan keramba jaring apung dan peternakan bebek di Kabupaten Bangka sudah dalam status hypereutrofik (eutrofik berat) akibat beban masukan organik yang mengandung TN sebesar 11,7 mg/L dan TP sebesar 17,5 mg/L (Henny & Susanti, 2009).

    Kandungan padatan tersuspensi baik total (TSS) maupun yang volatile (VSS) yang cukup rendah dijumpai pada kolong-kolong muda, tetapi kandungan TSS dan VSS yang tinggi dijumpai pada beberapa kolong tua yang subur dan sudah menerima buangan dari aktivitas rumah tangga baik pada kolong yang pH airnya 5. Tingginya kandungan padatan tersuspensi yang volatile mengindikasikan tingginya kandungan bahan organik yang terdapat di air kolong. Kolong yang subur dan menerima buangan dari aktivitas masyarakat mengandung bahan organik yang lebih tinggi. Waduk Cirata yang menerima limbah organik dari aktivitas domestik mempunyai kandungan COD > 50 ppm (Priyanto et al., 2008). Tingginya bahan organik bisa menstimulasi proses perombakan oleh bakteri yang dapat menyebabkan defisit kandungan oksigen terlarut dan menimbulkan gas beracun yaitu H2S pada kolong-kolong yang mangandung sulfat tinggi (Weiner, 2000). Kandungan organik terlarut yang tinggi juga bisa melarutkan kembali logam berat yang sudah mengendap di dasar kolong karena kemampuannya membentuk senyawa kompleks (Stumm & Morgan, 1996).

    Kandungan logam di sedimen.

    Pentingnya mempelajari karakteristik kimia sedimen kolong disebabkan sedimen kolong sangat potensial untuk melepaskan logam kembali ke badan air pada kondisi yang menunjang proses pelepasan logam sehingga dapat meningkatkan kembali kandungan logam di badan air. Kandungan Fe, Al, Pb, Cr dan As di sedimen kolong cukup tinggi (Tabel 5 dan 6). Berdasarkan TEL (thresold effect level) Canadian Freshwater Sediment Guidelines kandungan logam Pb, As, Cu, Cr dan Zn di sedimen masing-masing adalah 35 mg/Kg, 5,9 mg/kg, 35,7 mg/Kg, 37,3 mg/Kg dan 123 mg/Kg (Barton Jr, 2002). Kandungan Pb di sedimen kolong yang mencapai 90 mg/Kg, sangat tinggi bila dibandingkan kandungan logam Pb di sedimen waduk Cirata yang hanya berkisar 0,14 0,3 mg/Kg (Priyanto et al., 2008). Kandungan logam di sedimen kolong mencerminkan jenis batuan mineral dominan yang terdapat di area kolong bekas tambang. Seperti batuan mineral sulfida bisa melepaskan logam-logam Cd, Cu, Pb, As dan Zn. Sedangkan jenis clay antara lainnya kaolin akan melepaskan logam Al (Espana et al., 2008; Blodau, 2006; Dowling et al., 2004; Sengupta, 1993). Pelepasan logam dari sedimen dipengaruhi oleh pH dan keberadaan senyawa ligan yang dapat berkompleksasi dengan logam. Logam Fe, Cd, Cu, Pb, dan Zn sangat mudah larut pada pH < 5, sedangkan logam As larut pada pH >7. Kompleksasi logam dengan senyawa ligan seperti kandungan organik terlarut dapat melarutkan logam kembali ke perairan (Stumm & Morga, 1996).

    Tabel 5. Kandungan logam (Fe, Al, Cu, dan Zn) di sedimen kolong.

    Table 5. Metal concentrations (Fe, Al, Cu, and Zn) in the pit lake sediment.

    No.

    Pit Lake Location

    Fe

    Al

    Cu

    Zn

    mg/Kg

    mg/Kg

    mg/Kg

    mg/Kg

    1

    Bangka

    2848 20256

    3476 72516

    6 12.26

    10 235

    2

    Bangka Tengah

    2136 67973

    9202 108500

    10 90

    37 1228

    3

    Bangka Barat

    801 21567

    3120 5689

    0.10 5.8

    2.10 6.56

    3

    Bangka Selatan

    1070 34215

    3311 7654

    0.3 4.6

    3.4 5.13

    Tabel 6. Kandungan logam (Pb, Cr, Sn, dan As ) di sedimen kolong.

    Table 6. Metal concentrations (Pb, Cr, Sn, and As) in the pit lake sediment.

    No.

    Pit Lake Location

    Pb

    Cr

    Sn

    As

    mg/Kg

    mg/Kg

    mg/Kg

    mg/Kg

    1

    Bangka

    10.23 90

    1.2 66

    0.01 12.8

    5.2 34.18

    2

    Bangka Tengah

    4.2 62

    5 33

    0.0128

    2 72

    3

    Bangka Barat

    15 20

    2.6 8.5

    0.01 0.6

    2.76 4.9

    4

    Bangka Selatan

    3.1 9.5

    2.1 2.9

    0.011.5

    Kandungan logam pada ikan

    Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui dampak kandungan logam di air terhadap ikan untuk dijadikan pertimbangan bagi pemanfaatan kolong bagi masyarakat dan pemerintah daerah. Pengambilan sampel ikan dilakukan dua kali pada 2 sistem kolong. Pada kolong budidaya ikan dengan keramba jaring apung (KJA), sampel ikan dari jenis patin (Pangasius sp.) ukuran 25 29 cm yang sudah dipelihara selama 6 8 bulan masing-masing 2-3 ekor pada setiap waktu pengambilan sampel. Pada kolong restoking didapatkan sampel ikan nila (Oreochromis sp.) ukuran 20 26 cm dengan jumlah sampel 4 -5 ekor setiap waktu pengambilan sampel. Pengambilan sampel ikan kecil jenis Punctius sp. di kolong restoking dengan jumlah sampel sekitar 40 ekor dilakukan hanya satu kali pengambilan sampel. Kandungan logam pada ikan kecil dianalisa secara komposit. Perbandingan kandungan logam di air dan di daging ikan yang ditemukan di kolong dapat dilihat pada Gambar 5. Bioakumulasi logam jenis Fe, Pb dan Zn pada ikan terjadi pada kedua sistem budidaya ikan di kolong. Tingginya kandungan logam pada ikan tidak semata-mata disebabkan dari kandungan logam di air, tetapi juga berkaitan dengan sistem pemangsaan di perairan. Bioakumulasi kandungan logam pada ikan yang merupakan tingkat trofik tertinggi pada rantai makanan di suatu perairan bergantung kepada kandungan logam pada biota dengan tingkat trofik yang lebih rendah. Ikan nila merupakan ikan herbivora yang mengkonsumsi plankton. Kandungan logam pada ikan nila tinggi di duga disebabkan memakan plankton yang mengandung logam tinggi. Kandungan logam di plankton pada kolong yang dikaji pada penelitian lainnya menunjukkan bahwa kandungan logam di plankton pada beberapa kolong bekas tambang untuk logam Fe dan Al mencapai 5x105 mg/Kg, logam Zn sebesar 4x104 mg/Kg dan logam Pb sebesar 2 x102 mg/Kg (Henny & Ajie, 2009). Ikan kecil yang ditemukan di kolong restoking juga mengandung logam

    Gambar 5. Kandungan logam tertinggi pada air dan ikan yang dipelihara di kolong.

    Figure 5. Metal concentrations in the water and fish meat found in pit lakes.

    yang tinggi (Tabel 7). Kandungan logam yang tinggi pada daging ikan adalah logam Fe dan Zn. Hal ini menunjukkan bahwa logam Fe dan Zn relatif lebih mudah diserap. Logam Fe dan Zn merupakan logam yang mempunyai tingkat kelarutan yang lebih tinggi dibandingkan logam lain (Stumm & Morgan, 1996). Ikan patin merupakan ikan karnivora. Kandungan logam pada ikan patin juga tinggi meskipun dipelihara di KJA dan diberi pakan dari luar. Kemungkinan besar ikan patin yang dipelihara di KJA juga mengkonsumsi ikan-ikan kecil yang mengandung logam yang ada di kolong tersebut.

    Penelitian terhadap 17 jenis ikan tropis didaerah estuarine, ditemukan akumulasi logam pada semua jenis jaringan yang dianalisa, tertinggi untuk logam Zn dan akumulasi terendah untuk logam Cd. Korelasi positif yang ditemukan antara Pb dan Zn di jaringan menunjukkan adanya pengaruh anthropogenic di daerah estuarin tersebut (Nair et al., 2006). Penelitian terhadap bioakumulasi logam pada jenis ikan salmonidae menunjukkan juga bahwa penyerapan logam Fe, Zn dan Pb

    Tabel 7. Kandungan logam pada ikan kecil liar yang ditemui di kolong Restoking.

    Table 7. Metal concentrations on small wild fish found in pit lake for fish Restocking.

    No.

    Sample

    mg/Kg Wet

    mg/Kg Dry

    Fe

    Pb

    Zn

    Al

    Fe

    Pb

    Zn

    Al

    1

    Small fish ( 3 5 cm)*

    35.58

    18.89

    58.09