Upload
rahmat-rizaldi
View
31
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat oksidasi dengan
cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas reaktif yang
relatif stabil. Fungsi utama Antioksidan digunakan sebagai upaya untuk proses
memperkecil terjadinya okidasi dari lemak dan minyak, memperkecil proses
terjadinya kerusakan dalam makanan. Tubuh manusia menghasilkan senyawa
antioksidan, tetapi jumlahnya sering kali tidak cukup untuk menetralkan radikal
bebas yang masuk kedalam tubuh.
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat
reaktif karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital
terluarnya. Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal bebas akan
bereaksi dengan molekul yang disekitarnya untuk memperoleh pasangan electron.
Reaksi ini akan berlangsung terus menerus dalam tubuh bila tidak dihentikan akan
menimbulkan beberapa penyakit. Oleh karena itu, tubuh memerlukan suatu
substansi pentng yaitu antioksidan yang dapat menangkap radikal bebas sehingga
tidak dapat menginduksi suatu penyakit.
Beberapa penelitian akhir-akhir ini banyak memfokuskan pada produk-
produk alami, khususnya dari tanaman obat untuk dijadikan alternatif dalam
mengendalikan beberapa penyakit di negara berkembang. Banyak penduduk
pedesaan yang masih belum mengenal obat modern dan juga masih terbatas akses
dalam pengobatan obat modern.
Semakin banyaknya penggunaan bahan alam sebagai pengobatan
alternatif, terutama yang berasal dari tumbuhan termasuk juga untuk tujuan
pengobatan suatu penyakit, sebenarnya tumbuhan dapat dimanfaatkan sebagai
pencegahan bagi kesehatan atau pengobatan. Saat ini semakin banyak beredar
produk yang kaya dengan antioksdan kandungan antioksidan ini dapat meredam
radikal bebas yang memicu pertumbuhan sel kanker biji jinten hitam memiliki
kandungan antioksidan yang cukup tinggi.
1
Jinten hitam dimasyarakat lebih dikenal dengan Habatussauda. Karena
rempah ini berbentuk butiran biji berwarna hitam yang telah dikenal ribuan tahun
yang lalu dan digunakan secara luas dimasyarakat India,Pakistan dan Timur
tengah untuk mengobati berbagai penyakit. Jinten hitam juga mempunyai
kandungan sebagai antioksidan, oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
melihat seberapa besar kandungan antioksidan yang ada pada jinten hitam.
1.1 Identifikasi Masalah
Pemanfaatan biji jinten hitam sebagai aktivitas senyawa antioksidan, maka
perlu diteliti untuk lebih memahami pemanfaatan biji jinten sebagai aktivitas
antioksidan.
1.2 Batasan Masalah
Penelitian ini untuk menguji aktivitas antioksidan secara in vitro dengan
menggunakan metode DPPH dari ekstrak etanol dan biji jinten hitam (Nigella
sativa. Linn)
1.3 Tujuan Penelitian
Penyusunan laporan tugas akhir ini untuk menguji aktivitas antioksidan
dari ekstrak etanol dan minyak biji jinten hitam (Nigella sativa. Linn)
2
BAB II
METODE PENELITIAN
Metodologi penelitian ini mencakup metode yang berkaitan dengan
penyiapan dan pengolahan bahan, penapisan fitokimia, karakterisasi simplisia,
ekstraksi, dan pengujian aktivitas antioksidan in vitro biji jinten hitam secara
kualitatif dan kuantitatif.
Penyiapan bahan meliputi pengumpulan bahan biji jinten hitam dan
minyak biji jinten hitam dari industri tanaman obat PT. Habbatussauda
International Pengolahan biji Jinten hitam dilakukan dengan cara dikeringkan
kemudian digiling hingga diperoleh serbuk simplisia.
Karakteristik simplisia meliputi karakterisasi makroskopik dan
mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu
larut air, penetapan kadar abu tidak larut asam, penetapan kadar sari larut etanol,
penetapan kadar sari larut air, dan penetapan susut pengeringan.
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa yang
terdapat dalam biji jinten hitam yang meliputi pemeriksaan golongan alkaloid,
flavonoid, saponin, tanin, kuinon dan steroid/triterpenoid.
Biji jinten hitam diekstraksi dengan maserasi menggunakan pelarut etanol.
Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan.
Uji aktivitas antioksidan secara kualitatif dilakukan dengan kromatografi
lapis tipis dan kromatografi kertas dengan penampak bercak DPPH 0,2 % dalam
metanol. Adanya aktivitas antioksidan ditunjukan secara visual oleh bercak
berwarna kuning dengan latar belakang ungu yang stabil selama 30 menit pada
plat KLT.
Uji aktifitas antioksidan secara kuantitatif dilakukan terhadap ekstrak dan
minyak biji jinten hitam. Menggunakan spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak
melalui pencampuran larutan DPPH dengan larutan uji/sampel dengan
perbandingan 1:1. Volume kemudian diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 516 nm setelah diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang.
3
BAB III
PERCOBAAN
3.1 Alat
Alat maserasi-perkolasi, alat penguap berputar hampa udara, lampu
ultraviolet λ 254 dan 365 nm, spektrofotometer sinar ultraviolet sinar tampak, dan
alat-alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium.
3.2 Bahan
Biji jinten hitam (Nigella sativa.Linn) dan minyak, etanol 95%, n-heksana,
etil asetat, kloroform, metanol, amil alkohol, aluminium klorida, natrium
hidroksida, vitamin C, natrium asetat, serbuk magnesium, gelatin, amonia,
pereaksi Dragendorff, pereaksi Mayer, pereaksi Liebermann-Buchard, kertas
saring bebas abu, asam asetat, asam sulfat, silika gel pra salut GF254 dan 1,1-
difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH)
3.3 Penyiapan bahan
Penyiapan bahan meliputi pengumpulan bahan, determinasi tanaman dan
pengolahan sampai menjadi simplisia.
3.3.1 Pengumpulan bahan tanaman
Bahan penelitian yang digunakan adalah biji jinten hitam dan
minyak yang diperoleh dari industri tanaman obat PT. Habbatussauda
International.
3.3.1 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan di laboratorium jurusan Biologi
Universitas Padjajaran, dengan membandingkan antara tanaman biji jinten
hitam dengan tanaman herbarium dan data pustaka.
4
3.3.3 Pengolahan simplisia
Biji jinten hitam dibersihkan kemudian dicuci, pencucian terakhir
dilakukan pada air yang mengalir dan ditiriskan. Kemudian dikeringkan
di udara terbuka sehingga terkena sinar matahari langsung, kemudian
bahan dihaluskan menggunakan blender dan diperoleh serbuk simplisia.
3.4 Karakterisasi Simplisia
Karakterisasi simplisia meliputi, pemeriksaan makroskopik, kadar abu
total, abu tidak larut asam, dan abu larut air, kadar sari larut air dan sari larut
etanol, dan penetapan susut pengeringan, serta penetapan kadar air.
3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik meliputi bentuk, warna, dan rasa pada
biji jinten hitam.
3.4.2 Penetapan Kadar abu total
Sebanyak dua sampai tiga gram sampel ditimbang seksama dan
dimasukan kedalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan
ditara, kemudian diratakan. Kemudaian dipijar perlahan-lahan hingga
arang abis, didinginkan, dan ditimbang. Jika dengan cara ini arang tidak
dapat hilang, maka ditambahkan air panas, disaring melalui kertas saring
bebas abu. Sisa dan kertas saring dipijarkan dalam krus yang sama. Filtrat
dimasukan ke dalam krus, diuapkan, dipijarkan hingga bobot tetap, dan
ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang dikeringkan diudara.
3.4.3 Penetapan kadar abu tidak larut asam
Abu yang diperoleh pada penetapan abu total dididihkan dengan 25
mL asam klorida encer selama 5 menit. Bagian yang tidak larut asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air
panas, dipijarkan pada suhu 450oC hingga bobot tetap kemudian
ditimbang. Kadar abu tidak larut asam dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan diudara.
5
3.4.4 Penetapan kadar abu larut air
Abu yang diperoleh pada penetapan abu total dididihkan 25 mL air
selama 5 menit, bagian yang tidak larut dikumpulkan, disaring melalui
kertas saring bebas abu, lalu dicuci air panas dan dipijarkan selam 15
menit pada suhu 450oC hingga bobot tetap kemudian ditimbang. Kadar
abu larut air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara.
3.4.5 Penetapan kadar sari larut air
Sejumlah lima gram serbuk yang telah dikeringkan di udara,
dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL air-kloroform P menggunakan
labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok pada enam jam pertama
kemudian dibiarkan selam 18 jam. Kemudian disaring dan 20 mL filtrat
diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal yang berdasar rata yang
telah ditara kemudian sisanya dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot
tetap. Kadar sari yang larut air dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara.
3.4.6 Penetapan kadar sari larut etanol
Sejumlah lima gram serbuk yang telah dikeringkan di udara,
dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL etanol (95%) menggunakan
labu bersumbat sambil sekali-kali dikocok selam 6 jam pertama kemudian
dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring dengan cepat untuk
menghindari penguapan etanol dan sebanyak 20 mL filtrat diuapkan
hingga kering dalam cawan dangkal yang berdasar rata yang telah ditara
kemudian sisanya dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Kadar
sari yang larut etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di
udara.
3.4.7 Penetapan susut pengeringan
Sejumlah satu sampai dua gram simplisia ditimbang dalam botol
timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu
6
penetapan selama 30 menit dan telah ditara. Jika zat berupa hablur kasar,
sebelum ditimbang digerus dengan cepat hingga ukuran butiran lebih
kurang 2 mm. Zat dalam botol ditimbang diratakan hingga merupakan
lapisan setebal lebih kurang 5-10 mm, kemudian dimasukan kedalam
ruang pengering, tutup botol dibuka, dikeringkan beserta tutup botolnya
pada suhu pengeringan (105oC) hingga botol tetap. Botol harus segera
ditutup jika lemari pengering dibuka. Sebelum setiap penimbangan, botol
dibiarkan dalam keadaaan tertutup dan dimasukan kedalam eksikator
kemudian dibiarkan mendingin pada suhu kamar.
3.4.8 Penetapan kadar air
Tabung penerima dan kondensor dibersihkan secara seksama dan
dibilas dengan air lalu dikeringkan. Sejumlah 200 mL toluena dan 2 mL
air dimasukan kedalam labu destilasi. Labu dipanaskan hingga larutan
mendidih selama dua jam, kemudian didinginkan selama 30 menit dan
volume air dibaca pada skala dengan ketelitian 0,05 mL. Hasil yang
diperoleh disebut volume destilasi pertama.
Sejumlah zat uji yang diperkirakan mengandung 2-3 mL air
ditimbang seksama dan dimasukan kedalam labu destilasi, dimasukan juga
beberapa batu didih. Labu dipanaskan perlahan selama 15 menit. Saat
larutan mulai mendidih, penyulngan dimulai dengan kecepatan dua tetes
per detik hingga sebagian besar air tersuling. Kemudian kecepatan
dinaikan menjadi empat tetes perdetik. Setelah air tersuling seluruhnya,
bagian dalam kondensor dibilas dengan toluena jenuh air. Destilasi
dilanjutkan selama kurang lebih lima menit lalu pemanasan dihentikan.
Tabung penerima didinginkan pada suhu kamar. Air yang masih
menempel pada dinding tabung penerima dilepaskan dengan mengetuk-
ngetuk tabung. Lapisan air dan toluena dibiarkan memisah dan volume
yang terbaca disebut volume destilasi kedua.
Kadar air dinyatakan dalam persen menurut rumus:
7
Kadar air (%)= 100 x (n1-n)/w
Dengan w = berat zat uji dalam gram, n = volume destilasi pertama atau
volume air setelah penyulingan dalam mL, dan n1 = volume destilasi kedua
atau volume total air dalam mL.
3.5 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia meliputi pemeriksaan terhadap golongan senyawa
alkaloid, flavonoid, saponin, kuinon, tanin, dan steroid/triterpenoid.
3.5.1 Pemeriksaan Alkaloid
Sebanyak 2 gram sampel dilembabkan dengan amonia 25% v/v
dan ditambahkan 20 mL kloroform, lalu digerus. Campuran disaring dan
filtrat yang terdiri dari larutan organik digunakan untuk percobaan
selanjutnya dan disebut larutan A. Larutan A diekstraksi dua kali dengan
asam klorida 10% v/v dan ekstrak yang diperoleh disebut larutan B.
Larutan A diteteskan pada kertas saring kemudian disemprot dengan
pereaksi Dragendorff. Pengamatan untuk reaksi positif adalah
terbentuknya warna merah atau jingga pada kertas saring. Kedalam
masing-masing 5 mL larutan B dalam tabung reaksi ditambahkan beberapa
tetes pereaksi Dragendorff dan pereaksi Mayer pada tabung yang lain.
Reaksi positif jika pada penambahan pereaksi Dragendorff terbentuk
endapan merah bata atau endapan putih pada penambahan pereaksi Mayer.
3.5.2 Pemeriksaan Flavonoid
Simplisia didihkan dalam 100 mL air panas selama 5 menit dan
disaring. Filtrat yang diperoleh digunakan untuk penapisan senyawa
golongan saponin, kuinon, dan tanin, selanjutnya disebut larutan C.
kedalam 5 mL larutan C ditambahkan serbuk magnesium dan 2 mL asam
klorida-etanol (1:1), kemudian dikocok dengan 10 mL amil alkohol.
Reaksi positif ditunjukan dengan terbentuknya warna jingga, kuning, atau
merah pada lapisan amil alkohol.
8
3.5.3 Pemeriksaan Saponin
Sebanyak 10 mL larutan C dalam tabung reaksi dikocok secara
vertikal selama 10 detik dan didiamkan. Pengamatan dilakukan terhadap
busa yang terbentuk. Adanya saponin ditunjukan dengan terbentuknya
busa yang stabil, ketika ditambahkan 1 tetes asam klorida 2 N.
3.5.4 Pemeriksaan Kuinon
Ke dalam 5 mL larutan C ditambahkan beberapa tetes larutan
natrium hidroksida 1 N. Terbentuknya warna merah menunjukan adanya
kuinon. Namun dapat terjadi reaksi positif palsu dengan tanin. Maka
pemeriksaan dilanjutkan dengan penambahan gelatin kemudian
endapannya disaring dan filtratnya ditambahkan natrium hidroksida 1 N.
Jika terbentuk warna merah maka menunjukan adanya kuinon.
3.5.5 Pemeriksaan Tanin
Sebanyak 5 mL larutan C direaksikan dengan larutan
besi(III)klorida 1%. Jika terbentuk warna biru kehitaman menunjukan
adanya tanin. Kemudian 5 mL larutan C ditambahkan larutan gelatin, jika
terbentuk endapan putih menunjukan adanya tanin. Selanjutnya 5 mL
larutan C ditambahkan pereaksi Steany (formaldehid-asam klorida = 1:2)
dan dipanaskan dalam tangas air, jika terbentuk endapan merah muda
menunjukan adanya tanin katekat. Endapan disaring, lalu filtrat dijenuhkan
dengan natrium asetat dan ditambahkan besi(III) klorida. Jika terbentuk
warna biru hitam menunjukan adanya tanin galat.
3.5.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid
Sebanyak 1 gram sampel dimaserasi dengan 20 mL eter selama 2
jam, lalu disaring. Filtrat sebanyak 5 mL diuapkan dalam cawan penguap.
Ke dalam residu ditambahkan pereaksi Liebermann-Buchard, yaitu 2 tetes
asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Jika terbentuk warna
9
merah-ungu menunjukan adanya triterpenoid dan terbentuk warna hijau-
biru menunjukan adanya steroid.
3.6 Pembuatan Ekstrak dan Minyak biji jinten hitam
Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi menggunakan pelarut
etanol 95%.Ekstrak yang diperoleh diuapkan dengan alat penguap hampa udara
berputar.
3.7 Pemantauan Ekstrak dan Minyak
Ekstrak dan minyak dipantau dengan kromatografi lapis tipis dengan fase
diam silica gel GF254 dan pengembang n-heksan-etil asetat (9:1) dengan penampak
bercak, H2SO4 10% dalam metanol.
3.8 Uji aktivitas Antioksidan Kualitatif
Sejumlah tertentu ekstrak dan minyak dilarutkan dalam etanol, kemudian
ditotolkan pada plat KLT silika gel GF254. Setelah totolan kering, dikembangkan
dengan menggunakan pengembang n-heksan dan etil asetat (4:1) hingga pada
batas maksimal, kemudian hasilnya disemprot dengan DPPH 0,2% dalam metanol
dan biarkan selama 30 menit. Bercak berwarna kuning menunjukkan adanya
aktivitas peredaman radikal bebas.
3.9 Uji Aktivitas Antioksidan secara in vitro
Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan terhadap ekstrak etanol dan
minyak biji jinten hitam menggunakan DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) secara
spektrofotometri. Sampel dan standar yang dilarutkan dalam metanol dan
isopropilalkohol, ditambahkan larutan DPPH dengan perbandingan volume 1:1
dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar menggunakan wadah gelap yang
dilapisi aluminium foil dan tertutup. Serapan diukur pada panjang gelombang 516
nm, persen penururnan absorbansi DPPH dihitung menggunakan rumus :
I(%) = (Ao – As)/ Ao x 100
I = Persen penurunan absorban DPPH , Ao = Absorbansi larutan DPPH,
As = Absorbansi larutan sampel setelah ditambahkan DPPH.
10
3.9.1 Penentuan nilai konsentrasi efektif 50 (EC50)
Nilai ini ditentukan untuk ekstrak etanol, yang diperoleh dan
standar yang digunakan. Ditentukan dari hubungan antara persen
penurunan absorban DPPH terhadap larutan yang diuji. Nilai konsentrasi
efektif 50 dihitung dari persamaan regresi yang diperoleh dengan
memasukan nilai peredaman 50% sebagai variabel tak bebasnya
11
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengumpulan bahan
Penelitian ini diawali dengan penyiapan bahan meliputi pengumpulan
bahan, determinasi tanaman, dan pengolahan sampai menjadi simplisia. Biji dan
minyak biji dan minyak jinten hitam diperoleh dari industri tanaman PT.
Habbatussauda International, kemudian dideterminasi dengan tujuan untuk
mengetahui kebenaran jenis tanaman yang akan diteliti. Determinasi dilakukan di
Universitas Padjajaran di fakultas jurusan biologi, hasil data determinasi dapat
dilihat pada lampiran 1.
4.2 Pemeriksaan Makroskopik
Pada simplisia yang akan digunakan dilakukan pemeriksaan karakteristik
organoleptik. Hasil pengamatan pemeriksaan karakteristik makroskopik dapat
dilihat dibawah ini.
(a) (b) (c)
Gambar 4.1 : Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa.Linn), makroskopik
Tanaman (a), bunga (b), biji jinten hitam (c).
12
Tabel 4.1
Hasil Makroskopik
4.3 Karakteristik Simplisia
Karakteristik lain yang dilakukan terhadap serbuk simplisia antara lain
penetapan kadar air, penetapan susut pengeringan, penetapan kadar abu total,
penetapan kadar abu larut air, penetapan kadar abu tidak larut asam, penetapan
kadar sari larut air, dan penetapan kadar sari larut etanol. Hasil dapat dilihat pada
tabel 4.2.
Tabel 4.2
Hasil karakterisasi simplisia
Keterangan : * = v/b
13
Karakteristik Deskripsi
Bentuk Limas ganda dengan kedua
ujungnya meruncing
Bau dan rasa Bau aromatik rasa pahit
Warna biji Hitam kecoklata, hitam ke-
labu sampai hitam
Kekerasan Agak keras
Bentuk kulit Hitam ganda dengan kedua
ujungnya meruncing
No. Jenis Pemeriksaan Hasil b/b (%)
1 Kadar abu total 3,01
2 Kadar abu tidak larut asam 1,12
3 Kadar abu larut air 3,43
4 Kadar sari larut air 37
5 Kadar sari larut etanol 6,08
6 Kadar Air 8,24*
7 susut pengeringan 2
Dari hasil penelitian untuk mengetahui mutu dari simplisia maka harus
dilakukan pengujian mutu simplisia yang meliputi pemeriksaan makroskopis,
pemeriksaan dapat ditentukan dari hasil karakteristik simplisia maka diperoleh
kadar abu 3,0118 %, kadar abu larut air 3,43%, kadar abu tidak larut asam 1,12%,
kadar sari larut air 37 %, kadar sari larut 6,075 %, kadar air 2%, dan susut
pengeringan 10,68%. Pemeriksaan kadar abu untuk mengetahui pencemaran
organik, yaitu logam-logam alkali, alkali tanah, serta silikat yang mungkin
terkandung dalam biji jinten hitam, kadar sari larut air untuk mengetahui senyawa
yang tersari oleh air, kadar sari larut etanol untuk mengetahui senyawa yang
tersari oleh etanol, susut pengeringan dilakukan yaitu utuk mengetahui kualitas
simplisia.
4.4 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia yang dilakukan menunjukan kandungan kimia yang
ada didalam ekstrak dan minyak biji jinten hitam.
Tabel 4.3
Hasil Penapisan Fitokimia Simplisia Biji Jinten Hitam
No. Golongan Senyawa Hasil
1 Alkaloid +
2 Saponin +
3 Flavonoid +
4 Steroid/Triterpenoid +
5 Kuinon -
6 Tannin +
14
Keterangan:
+ = menunjukkan senyawa uji
- = tidak menunjukkan senyawa uji
Tabel 4.4
Hasil Penapisan Fitokimia Minyak biji jinten Hitam
Keterangan:
+ = menunjukkan senyawa uji
- = tidak menunjukkan senyawa uji
Dari hasil penapisan fitokimia biji jinten hitam menunjukan bahwa biji
jinten hitam mengendung senyawa flavoniod, alkaloid, saponin,
15
No. Golongan Senyawa Hasil
1 Alkaloid -
2 Saponin -
3 Flavonoid +
4 Steroid/Triterpenoid +
5 Kuinon -
6 Tannin -
steroid/triterpenoid. Menunjukkan bahwa simplisia positif mengandung alkaloid,
flavanoid, tannin, saponin, steroid/triterpenoid sedanngkan minyak mengandung
senyawa flavonoid, dan steroid/triterpenoid. Dilakukannya skrining fitokimia
untuk mengetahui golongan besar yang terkandung dari tanaman biji jinten hitam,
dan untuk tujuan pemeriksaan awal senyawa kimia dalam menunjukan aktivitas
biologi
4.5 Pembuatan Ekstrak dan Minyak biji jinten hitam
Metode yang digunakan dalam ekstraksi adalah maserasi dengan
menggunakan pelarut etanol yang dimana pelarut etanol memiliki kepolaran dan
kepolaranya etanol dapat menyari sebagian besar golongan senyawa yang terdapat
dalan biji jinten hitam.
Simplisi biji jinten hitam diekstraksi dengan pelarut etanol dengan alat
maserasi sebanyak tiga kali masing – masing selama 24 jam. Ekstraksi
menggunakan pelarut etanol karena etanol bersifat universal yang akan menarik
sebagian besar senyawa polar dan sebagian kecil senyawa dan nonpolar
Sedangkan pada pembuatan minyak biji jintem hitam biji jinten hitam di
keringkan dalam oven, dan setelah kering dipress sehingga menghasilkan minyak
biji jinten hitam.
4.6 Pemantauan dan Pengujian Antioksidan Kualitatif Ekstrak dan
Minyak Biji JInten Hitam
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
(a) (b) (c) (d)
16
Gambar 4.2 : Hasil pemantauan kromatografi lapis tipis pada n-heksan – etil asetat
(9:1), (1) ekstrak etanol, (2) minyak biji jinten hitam,(3) vitamin C
(a) sinar UV λ 254 nm, (b) sinar UV366 nm, (c) penampak bercak
H2SO4 10%, (d) penampak bercak DPPH 0,2 % dalam metanol.
Uji yang dilakukan meliputi uji kualitatif dan kuantitatif. Uji kualitatif
bertujuan untuk mengidentifikasi adanya senyawa yang menunjukkan aktivitas
antioksidan dalam ekstrak dan minyak biji jinten hitam, adanya aktivitas
antioksidan dari ekstrak dan minyak biji jinten hitam yang di uji dilihat dari hasil
pemantaun, bagian bercak yang berwarna kuning dengan latar belakang ungu
merupakan hasil yang menunjukkan bahwa secara kualitatif, terdapat senyawa
yang dapat meredam radikal bebas.
4.7 Uji Aktivitas Antioksidan
Potensi antioksidan di uji secara in vitro terhadap ekstrak dan minyak biji
jinten hitam menggunakan 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) sebagai radikal
bebas. Metode ini memanfaatkan pengukuran serapan DPPH yang teroksidasi
oleh larutan uji pada saat inkubasi sehingga diperoleh nilai absorbansi yang lebih
rendah dibandingkan nilai absorbansi kontrol (larutan stok DPPH : metanol, 1:1)
dan terjadi penurunan respon absorbansi pada konsentrasi.
Kurva kalibrasi larutan DPPH dibuat untuk menunjukan hubungan
linearitas antara respon absorbansi larutan dengan konsentrasi larutan DPPH yang
terekam pada instrument. Hubungan tersebut harus dipastikan memiliki korelasi
satu sama lain sehingga data numerik yang dihasilkan adalah benar bahwa
penurunan konsentrasi terjadi karena adanya penangkal radikal bebas dan bukan
karena instrument error.
17
20 25 30 35 40 45 500
0.10.20.30.40.50.60.70.80.91
Y = 0.01644 X + 0.02692R2 = 0.995
Konsentrasi Sampel (ppm)
Abs
orba
nsi λ
516
nm
Grafik 4.1 : Kurva kalibrasi larutan DPPH yang ditentukan dengan
spektrofotometri UV pada λ 516 nm
Dari kurva kalibrasi diperoleh persamaan y = 0,01644 x + 0,02692 dan
kuadrat koefisien relasinya (R2) = 0,995 dengan data tersebut dapat ditentukan %
perolehan kembali pada titik konsentrasi. Ketiga titik konsentrasi masing-masing
memberikan % perolehan 101,30, 96,99 dan 102,32% dan memenuhi syarat
akurasi metode yang diterima dimana rentang yang diperbolehkan memenuhi
syarat pada rentang 80-110%. Presisi ditentukan dengan menghitung simpangan
baku relatif dari hasil penentuan akurasi, diperoleh nilai simpangan baku relatif
besar 0,64, 0,56 dan 0,12% yang memenuhi persyaratan penerimaan presisi yaitu
kurang dari 7,3%.
Dan berdasarkan hasil dari kurva kalibrasi tersebut, metode ini dapat
ditetapkan untuk pengujian aktivitas antioksidan secara in vitro kedua bahan uji.
Baik absorbansi larutan uji ataupun kontrol, keduanya berada dalam rentang
linearitas kurva kalibrasi larutan DPPH yang telah dibuat. Hal ini menunjukan
bahwa respon penurunan absorbansi larutan uji sebanding dengan penurunan
konsentrasi DPPH akibat adanya aktivitas peredaman oleh larutan uji.
Tabel 4.5
Hasil Pengujian Antioksidan ekstrak secara in vitro
18
(Absorban)
(Absorban)
EKSTRAK
no. C(ppm)
1
2 3 Rata – rata
%
Peredama
n
1 200 0,528 0,478 0,456 0,487 30,63
2 300 0,438 0,448 0,430 0,439 37,46
3 400 0,349 0,338 0,348 0,345 50,85
4 500 0,267 0,244 0,254 0,255 63,68
5 600 0,167 0,150 0,180 0,166 76,35
6 700 0,123 0,134 0,138 0,132 81,20
Tabel 4.6
Hasil pengujian minyak dalam peredaman radikal bebas
MINYAK
No. C (ppm)
1
2 3 Rata-rata
%
Peredaman
1 1000 0,473 0,446 0,428 0,449 36,03
2 1500 0,438 0,425 0,429 0,431 38,60
3 2000 0,339 0,340 0,348 0,342 51,28
4 2500 0,294 0,264 0,254 0,271 61,39
5 3000 0,183 0,170 0,166 0,173 75,36
6 3500 0,121 0,115 0,110 0,115 83,62
19
(Absorban)
Tabel 4.7
Hasil pengujian pembanding vitamin C dalam peredaman radikal bebas
Vitami
n C
No.
C(ppm)
1 2 Rata - rata % Peredaman
1 2 0,431 0,433 0,432 41,14
2 4 0,340 0,341 0,341 53,54
3 6 0,251 0,252 0,251 65,80
4 8 0,161 0,164 0,163 77,79
Selanjutnya dilakukan uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif dengan
menggunakan spektrofotometri UV melalui penentuan persen peredaman larutan
DPPH radikal oleh kandungan antioksidan yang terdapat dalam bahan uji. Adanya
aktivitas antioksidan ini ditunjukkan dengan terjadinya penurunan konsentrasi
larutan DPPH yang akan terekam pada instrumen melalui penurunan respon
absorbansi pada λ maks 516 nm.
Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan terhadap ekstrak etanol dan
minyak biji jinten hitam, menggunakan DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) secara
spektrofotometri. Sampel dan standar yang dilarutkan dalam metanol
ditambahkan larutan DPPH dengan perbandingan volume 1:1 dan diinkubasi
selama 30 menit pada suhu kamar menggunakan wadah gelap yang dilapisi
aluminium foil dan tertutup. Serapan diukur pada panjang gelombang 516 nm,
persen penururnan absorbansi DPPH.
Tabel 4.5
Hasil Uji Aktivitas EC50
20
No. Sampel EC50(µg/ml) R2
1 Ekstrak 388,91 0,9927
2 Minyak 1880,39 0,9896
3 Vitamin C 3,43 0,9999
Hasil nilai komsentrasi penghambatan 50, yang menunjukkan parameter
kuantitatif dari hasil peredaman radikal DPPH oleh setiap sampel. Nilai
konsentrasi penghambatan 50 adalah konsentrasi sampel yang dapat menurunkan
50% aktivitas radikal DPPH. Kurva regresi yang dibuat pada penelitian ini adalah
kurva regresi linier. Dengan menggunakan persamaan regresi ini dihitung nilai
konsentrasi sampel untuk peredaman 50%. Berdasarkan hasil perhitungan ini,
diperoleh konsentrasi sampel yang menyebabkan peredaman radikal bebas DPPH
hingga 50%.
Dari hasil perbandingan antara ekstrak dan minyak biji jinten hitam dapat
diketahui bahwa ekstrak memiliki aktivitas antioksidan yang paing tinggi
dibandingan dengan minyak. Karena nilai EC50 ekstrak etanol lebih kecil yaitu
388,91µg/ml dibanding dengan minyak yang memiliki nilai EC50 1880,39µg/ml
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian bahwa uji aktivitas antioksidan dari ekstrak lebih
tinggi dibandingkan dengan minyak, dimana penetapan EC50 pada ekstrak 388,91
µg/ml dan minyak 1880,9 µg/ml.
5.2 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut tentang uji aktivitas antioksidan pada biji
jinten hitam dengan mengisolasi biji jinten hitam dalam pemanfaatan bidang
farmasi.
21
BAB VI
DAFTRA PUSTAKA
1. Sastroamidjojo, Dr. A.Seno, 1997, OBAT ASLI INDONESIA. Jakarta :
Dian Rakyat. 100
2. Depkes RI. 1995. Material Medika indonesia jilid III. Jakarta : Depkes
RI. 112.
3. http://amryaminuzal.blogspot.com/2010/06/habbatussaudanigella-
sativajinten.html.(01012011)02:15
22
4. B. Nickavar et al ., 2003, Chemical Composition of the Fixed and Volatile
Oils of Nigella sativa L . From Iran, Z Naturforsch. 58 c : 629-631.
5. Mohammad, A.M, 2009, Effect of Black Seed ( Nigella sativa ) on
Spermatogenesisand Fertility of Male Albino Rats, research Journal of
Medicine and Medicinal Sciences, 4(2) : 386-390.
6. Musa, D, 2004, Antitumor activity of an ethanol extract of Nigella sativa
L seeds, Biologia, Bratislava, 59/6 : 735-740.
7. Isnaeni, Neni. (2008) : Uji Aktivitas Antioksidan madu dan propolis secara
in vitro dengan metode perdaman radikal bebas DPPH Program Studi
Sains dan Teknologi Farmasi Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung
LAMPIRAN I
HASIL DETERMINASI BIJI JINTEN HITAM
23