36
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas reaktif yang relatif stabil. Fungsi utama Antioksidan digunakan sebagai upaya untuk proses memperkecil terjadinya okidasi dari lemak dan minyak, memperkecil proses terjadinya kerusakan dalam makanan. Tubuh manusia menghasilkan senyawa antioksidan, tetapi jumlahnya sering kali tidak cukup untuk menetralkan radikal bebas yang masuk kedalam tubuh. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat reaktif karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal bebas akan bereaksi dengan molekul yang disekitarnya untuk memperoleh pasangan electron. Reaksi ini akan berlangsung terus menerus dalam tubuh bila tidak dihentikan akan menimbulkan beberapa penyakit. Oleh karena itu, tubuh memerlukan suatu substansi pentng yaitu antioksidan yang dapat menangkap radikal bebas sehingga tidak dapat menginduksi suatu penyakit. 1

kolokiumm

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat oksidasi dengan

cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas reaktif yang

relatif stabil. Fungsi utama Antioksidan digunakan sebagai upaya untuk proses

memperkecil terjadinya okidasi dari lemak dan minyak, memperkecil proses

terjadinya kerusakan dalam makanan. Tubuh manusia menghasilkan senyawa

antioksidan, tetapi jumlahnya sering kali tidak cukup untuk menetralkan radikal

bebas yang masuk kedalam tubuh.

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat

reaktif karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital

terluarnya. Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal bebas akan

bereaksi dengan molekul yang disekitarnya untuk memperoleh pasangan electron.

Reaksi ini akan berlangsung terus menerus dalam tubuh bila tidak dihentikan akan

menimbulkan beberapa penyakit. Oleh karena itu, tubuh memerlukan suatu

substansi pentng yaitu antioksidan yang dapat menangkap radikal bebas sehingga

tidak dapat menginduksi suatu penyakit.

Beberapa penelitian akhir-akhir ini banyak memfokuskan pada produk-

produk alami, khususnya dari tanaman obat untuk dijadikan alternatif dalam

mengendalikan beberapa penyakit di negara berkembang. Banyak penduduk

pedesaan yang masih belum mengenal obat modern dan juga masih terbatas akses

dalam pengobatan obat modern.

Semakin banyaknya penggunaan bahan alam sebagai pengobatan

alternatif, terutama yang berasal dari tumbuhan termasuk juga untuk tujuan

pengobatan suatu penyakit, sebenarnya tumbuhan dapat dimanfaatkan sebagai

pencegahan bagi kesehatan atau pengobatan. Saat ini semakin banyak beredar

produk yang kaya dengan antioksdan kandungan antioksidan ini dapat meredam

radikal bebas yang memicu pertumbuhan sel kanker biji jinten hitam memiliki

kandungan antioksidan yang cukup tinggi.

1

Jinten hitam dimasyarakat lebih dikenal dengan Habatussauda. Karena

rempah ini berbentuk butiran biji berwarna hitam yang telah dikenal ribuan tahun

yang lalu dan digunakan secara luas dimasyarakat India,Pakistan dan Timur

tengah untuk mengobati berbagai penyakit. Jinten hitam juga mempunyai

kandungan sebagai antioksidan, oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk

melihat seberapa besar kandungan antioksidan yang ada pada jinten hitam.

1.1 Identifikasi Masalah

Pemanfaatan biji jinten hitam sebagai aktivitas senyawa antioksidan, maka

perlu diteliti untuk lebih memahami pemanfaatan biji jinten sebagai aktivitas

antioksidan.

1.2 Batasan Masalah

Penelitian ini untuk menguji aktivitas antioksidan secara in vitro dengan

menggunakan metode DPPH dari ekstrak etanol dan biji jinten hitam (Nigella

sativa. Linn)

1.3 Tujuan Penelitian

Penyusunan laporan tugas akhir ini untuk menguji aktivitas antioksidan

dari ekstrak etanol dan minyak biji jinten hitam (Nigella sativa. Linn)

2

BAB II

METODE PENELITIAN

Metodologi penelitian ini mencakup metode yang berkaitan dengan

penyiapan dan pengolahan bahan, penapisan fitokimia, karakterisasi simplisia,

ekstraksi, dan pengujian aktivitas antioksidan in vitro biji jinten hitam secara

kualitatif dan kuantitatif.

Penyiapan bahan meliputi pengumpulan bahan biji jinten hitam dan

minyak biji jinten hitam dari industri tanaman obat PT. Habbatussauda

International Pengolahan biji Jinten hitam dilakukan dengan cara dikeringkan

kemudian digiling hingga diperoleh serbuk simplisia.

Karakteristik simplisia meliputi karakterisasi makroskopik dan

mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu

larut air, penetapan kadar abu tidak larut asam, penetapan kadar sari larut etanol,

penetapan kadar sari larut air, dan penetapan susut pengeringan.

Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa yang

terdapat dalam biji jinten hitam yang meliputi pemeriksaan golongan alkaloid,

flavonoid, saponin, tanin, kuinon dan steroid/triterpenoid.

Biji jinten hitam diekstraksi dengan maserasi menggunakan pelarut etanol.

Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan.

Uji aktivitas antioksidan secara kualitatif dilakukan dengan kromatografi

lapis tipis dan kromatografi kertas dengan penampak bercak DPPH 0,2 % dalam

metanol. Adanya aktivitas antioksidan ditunjukan secara visual oleh bercak

berwarna kuning dengan latar belakang ungu yang stabil selama 30 menit pada

plat KLT.

Uji aktifitas antioksidan secara kuantitatif dilakukan terhadap ekstrak dan

minyak biji jinten hitam. Menggunakan spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak

melalui pencampuran larutan DPPH dengan larutan uji/sampel dengan

perbandingan 1:1. Volume kemudian diukur absorbansinya pada panjang

gelombang 516 nm setelah diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang.

3

BAB III

PERCOBAAN

3.1 Alat

Alat maserasi-perkolasi, alat penguap berputar hampa udara, lampu

ultraviolet λ 254 dan 365 nm, spektrofotometer sinar ultraviolet sinar tampak, dan

alat-alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium.

3.2 Bahan

Biji jinten hitam (Nigella sativa.Linn) dan minyak, etanol 95%, n-heksana,

etil asetat, kloroform, metanol, amil alkohol, aluminium klorida, natrium

hidroksida, vitamin C, natrium asetat, serbuk magnesium, gelatin, amonia,

pereaksi Dragendorff, pereaksi Mayer, pereaksi Liebermann-Buchard, kertas

saring bebas abu, asam asetat, asam sulfat, silika gel pra salut GF254 dan 1,1-

difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH)

3.3 Penyiapan bahan

Penyiapan bahan meliputi pengumpulan bahan, determinasi tanaman dan

pengolahan sampai menjadi simplisia.

3.3.1 Pengumpulan bahan tanaman

Bahan penelitian yang digunakan adalah biji jinten hitam dan

minyak yang diperoleh dari industri tanaman obat PT. Habbatussauda

International.

3.3.1 Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan di laboratorium jurusan Biologi

Universitas Padjajaran, dengan membandingkan antara tanaman biji jinten

hitam dengan tanaman herbarium dan data pustaka.

4

3.3.3 Pengolahan simplisia

Biji jinten hitam dibersihkan kemudian dicuci, pencucian terakhir

dilakukan pada air yang mengalir dan ditiriskan. Kemudian dikeringkan

di udara terbuka sehingga terkena sinar matahari langsung, kemudian

bahan dihaluskan menggunakan blender dan diperoleh serbuk simplisia.

3.4 Karakterisasi Simplisia

Karakterisasi simplisia meliputi, pemeriksaan makroskopik, kadar abu

total, abu tidak larut asam, dan abu larut air, kadar sari larut air dan sari larut

etanol, dan penetapan susut pengeringan, serta penetapan kadar air.

3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik meliputi bentuk, warna, dan rasa pada

biji jinten hitam.

3.4.2 Penetapan Kadar abu total

Sebanyak dua sampai tiga gram sampel ditimbang seksama dan

dimasukan kedalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan

ditara, kemudian diratakan. Kemudaian dipijar perlahan-lahan hingga

arang abis, didinginkan, dan ditimbang. Jika dengan cara ini arang tidak

dapat hilang, maka ditambahkan air panas, disaring melalui kertas saring

bebas abu. Sisa dan kertas saring dipijarkan dalam krus yang sama. Filtrat

dimasukan ke dalam krus, diuapkan, dipijarkan hingga bobot tetap, dan

ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang dikeringkan diudara.

3.4.3 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang diperoleh pada penetapan abu total dididihkan dengan 25

mL asam klorida encer selama 5 menit. Bagian yang tidak larut asam

dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air

panas, dipijarkan pada suhu 450oC hingga bobot tetap kemudian

ditimbang. Kadar abu tidak larut asam dihitung terhadap bahan yang telah

dikeringkan diudara.

5

3.4.4 Penetapan kadar abu larut air

Abu yang diperoleh pada penetapan abu total dididihkan 25 mL air

selama 5 menit, bagian yang tidak larut dikumpulkan, disaring melalui

kertas saring bebas abu, lalu dicuci air panas dan dipijarkan selam 15

menit pada suhu 450oC hingga bobot tetap kemudian ditimbang. Kadar

abu larut air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara.

3.4.5 Penetapan kadar sari larut air

Sejumlah lima gram serbuk yang telah dikeringkan di udara,

dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL air-kloroform P menggunakan

labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok pada enam jam pertama

kemudian dibiarkan selam 18 jam. Kemudian disaring dan 20 mL filtrat

diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal yang berdasar rata yang

telah ditara kemudian sisanya dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot

tetap. Kadar sari yang larut air dihitung terhadap bahan yang telah

dikeringkan di udara.

3.4.6 Penetapan kadar sari larut etanol

Sejumlah lima gram serbuk yang telah dikeringkan di udara,

dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL etanol (95%) menggunakan

labu bersumbat sambil sekali-kali dikocok selam 6 jam pertama kemudian

dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring dengan cepat untuk

menghindari penguapan etanol dan sebanyak 20 mL filtrat diuapkan

hingga kering dalam cawan dangkal yang berdasar rata yang telah ditara

kemudian sisanya dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Kadar

sari yang larut etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di

udara.

3.4.7 Penetapan susut pengeringan

Sejumlah satu sampai dua gram simplisia ditimbang dalam botol

timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu

6

penetapan selama 30 menit dan telah ditara. Jika zat berupa hablur kasar,

sebelum ditimbang digerus dengan cepat hingga ukuran butiran lebih

kurang 2 mm. Zat dalam botol ditimbang diratakan hingga merupakan

lapisan setebal lebih kurang 5-10 mm, kemudian dimasukan kedalam

ruang pengering, tutup botol dibuka, dikeringkan beserta tutup botolnya

pada suhu pengeringan (105oC) hingga botol tetap. Botol harus segera

ditutup jika lemari pengering dibuka. Sebelum setiap penimbangan, botol

dibiarkan dalam keadaaan tertutup dan dimasukan kedalam eksikator

kemudian dibiarkan mendingin pada suhu kamar.

3.4.8 Penetapan kadar air

Tabung penerima dan kondensor dibersihkan secara seksama dan

dibilas dengan air lalu dikeringkan. Sejumlah 200 mL toluena dan 2 mL

air dimasukan kedalam labu destilasi. Labu dipanaskan hingga larutan

mendidih selama dua jam, kemudian didinginkan selama 30 menit dan

volume air dibaca pada skala dengan ketelitian 0,05 mL. Hasil yang

diperoleh disebut volume destilasi pertama.

Sejumlah zat uji yang diperkirakan mengandung 2-3 mL air

ditimbang seksama dan dimasukan kedalam labu destilasi, dimasukan juga

beberapa batu didih. Labu dipanaskan perlahan selama 15 menit. Saat

larutan mulai mendidih, penyulngan dimulai dengan kecepatan dua tetes

per detik hingga sebagian besar air tersuling. Kemudian kecepatan

dinaikan menjadi empat tetes perdetik. Setelah air tersuling seluruhnya,

bagian dalam kondensor dibilas dengan toluena jenuh air. Destilasi

dilanjutkan selama kurang lebih lima menit lalu pemanasan dihentikan.

Tabung penerima didinginkan pada suhu kamar. Air yang masih

menempel pada dinding tabung penerima dilepaskan dengan mengetuk-

ngetuk tabung. Lapisan air dan toluena dibiarkan memisah dan volume

yang terbaca disebut volume destilasi kedua.

Kadar air dinyatakan dalam persen menurut rumus:

7

Kadar air (%)= 100 x (n1-n)/w

Dengan w = berat zat uji dalam gram, n = volume destilasi pertama atau

volume air setelah penyulingan dalam mL, dan n1 = volume destilasi kedua

atau volume total air dalam mL.

3.5 Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia meliputi pemeriksaan terhadap golongan senyawa

alkaloid, flavonoid, saponin, kuinon, tanin, dan steroid/triterpenoid.

3.5.1 Pemeriksaan Alkaloid

Sebanyak 2 gram sampel dilembabkan dengan amonia 25% v/v

dan ditambahkan 20 mL kloroform, lalu digerus. Campuran disaring dan

filtrat yang terdiri dari larutan organik digunakan untuk percobaan

selanjutnya dan disebut larutan A. Larutan A diekstraksi dua kali dengan

asam klorida 10% v/v dan ekstrak yang diperoleh disebut larutan B.

Larutan A diteteskan pada kertas saring kemudian disemprot dengan

pereaksi Dragendorff. Pengamatan untuk reaksi positif adalah

terbentuknya warna merah atau jingga pada kertas saring. Kedalam

masing-masing 5 mL larutan B dalam tabung reaksi ditambahkan beberapa

tetes pereaksi Dragendorff dan pereaksi Mayer pada tabung yang lain.

Reaksi positif jika pada penambahan pereaksi Dragendorff terbentuk

endapan merah bata atau endapan putih pada penambahan pereaksi Mayer.

3.5.2 Pemeriksaan Flavonoid

Simplisia didihkan dalam 100 mL air panas selama 5 menit dan

disaring. Filtrat yang diperoleh digunakan untuk penapisan senyawa

golongan saponin, kuinon, dan tanin, selanjutnya disebut larutan C.

kedalam 5 mL larutan C ditambahkan serbuk magnesium dan 2 mL asam

klorida-etanol (1:1), kemudian dikocok dengan 10 mL amil alkohol.

Reaksi positif ditunjukan dengan terbentuknya warna jingga, kuning, atau

merah pada lapisan amil alkohol.

8

3.5.3 Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 10 mL larutan C dalam tabung reaksi dikocok secara

vertikal selama 10 detik dan didiamkan. Pengamatan dilakukan terhadap

busa yang terbentuk. Adanya saponin ditunjukan dengan terbentuknya

busa yang stabil, ketika ditambahkan 1 tetes asam klorida 2 N.

3.5.4 Pemeriksaan Kuinon

Ke dalam 5 mL larutan C ditambahkan beberapa tetes larutan

natrium hidroksida 1 N. Terbentuknya warna merah menunjukan adanya

kuinon. Namun dapat terjadi reaksi positif palsu dengan tanin. Maka

pemeriksaan dilanjutkan dengan penambahan gelatin kemudian

endapannya disaring dan filtratnya ditambahkan natrium hidroksida 1 N.

Jika terbentuk warna merah maka menunjukan adanya kuinon.

3.5.5 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 5 mL larutan C direaksikan dengan larutan

besi(III)klorida 1%. Jika terbentuk warna biru kehitaman menunjukan

adanya tanin. Kemudian 5 mL larutan C ditambahkan larutan gelatin, jika

terbentuk endapan putih menunjukan adanya tanin. Selanjutnya 5 mL

larutan C ditambahkan pereaksi Steany (formaldehid-asam klorida = 1:2)

dan dipanaskan dalam tangas air, jika terbentuk endapan merah muda

menunjukan adanya tanin katekat. Endapan disaring, lalu filtrat dijenuhkan

dengan natrium asetat dan ditambahkan besi(III) klorida. Jika terbentuk

warna biru hitam menunjukan adanya tanin galat.

3.5.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid

Sebanyak 1 gram sampel dimaserasi dengan 20 mL eter selama 2

jam, lalu disaring. Filtrat sebanyak 5 mL diuapkan dalam cawan penguap.

Ke dalam residu ditambahkan pereaksi Liebermann-Buchard, yaitu 2 tetes

asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Jika terbentuk warna

9

merah-ungu menunjukan adanya triterpenoid dan terbentuk warna hijau-

biru menunjukan adanya steroid.

3.6 Pembuatan Ekstrak dan Minyak biji jinten hitam

Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi menggunakan pelarut

etanol 95%.Ekstrak yang diperoleh diuapkan dengan alat penguap hampa udara

berputar.

3.7 Pemantauan Ekstrak dan Minyak

Ekstrak dan minyak dipantau dengan kromatografi lapis tipis dengan fase

diam silica gel GF254 dan pengembang n-heksan-etil asetat (9:1) dengan penampak

bercak, H2SO4 10% dalam metanol.

3.8 Uji aktivitas Antioksidan Kualitatif

Sejumlah tertentu ekstrak dan minyak dilarutkan dalam etanol, kemudian

ditotolkan pada plat KLT silika gel GF254. Setelah totolan kering, dikembangkan

dengan menggunakan pengembang n-heksan dan etil asetat (4:1) hingga pada

batas maksimal, kemudian hasilnya disemprot dengan DPPH 0,2% dalam metanol

dan biarkan selama 30 menit. Bercak berwarna kuning menunjukkan adanya

aktivitas peredaman radikal bebas.

3.9 Uji Aktivitas Antioksidan secara in vitro

Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan terhadap ekstrak etanol dan

minyak biji jinten hitam menggunakan DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) secara

spektrofotometri. Sampel dan standar yang dilarutkan dalam metanol dan

isopropilalkohol, ditambahkan larutan DPPH dengan perbandingan volume 1:1

dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar menggunakan wadah gelap yang

dilapisi aluminium foil dan tertutup. Serapan diukur pada panjang gelombang 516

nm, persen penururnan absorbansi DPPH dihitung menggunakan rumus :

I(%) = (Ao – As)/ Ao x 100

I = Persen penurunan absorban DPPH , Ao = Absorbansi larutan DPPH,

As = Absorbansi larutan sampel setelah ditambahkan DPPH.

10

3.9.1 Penentuan nilai konsentrasi efektif 50 (EC50)

Nilai ini ditentukan untuk ekstrak etanol, yang diperoleh dan

standar yang digunakan. Ditentukan dari hubungan antara persen

penurunan absorban DPPH terhadap larutan yang diuji. Nilai konsentrasi

efektif 50 dihitung dari persamaan regresi yang diperoleh dengan

memasukan nilai peredaman 50% sebagai variabel tak bebasnya

11

BAB IV

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengumpulan bahan

Penelitian ini diawali dengan penyiapan bahan meliputi pengumpulan

bahan, determinasi tanaman, dan pengolahan sampai menjadi simplisia. Biji dan

minyak biji dan minyak jinten hitam diperoleh dari industri tanaman PT.

Habbatussauda International, kemudian dideterminasi dengan tujuan untuk

mengetahui kebenaran jenis tanaman yang akan diteliti. Determinasi dilakukan di

Universitas Padjajaran di fakultas jurusan biologi, hasil data determinasi dapat

dilihat pada lampiran 1.

4.2 Pemeriksaan Makroskopik

Pada simplisia yang akan digunakan dilakukan pemeriksaan karakteristik

organoleptik. Hasil pengamatan pemeriksaan karakteristik makroskopik dapat

dilihat dibawah ini.

(a) (b) (c)

Gambar 4.1 : Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa.Linn), makroskopik

Tanaman (a), bunga (b), biji jinten hitam (c).

12

Tabel 4.1

Hasil Makroskopik

4.3 Karakteristik Simplisia

Karakteristik lain yang dilakukan terhadap serbuk simplisia antara lain

penetapan kadar air, penetapan susut pengeringan, penetapan kadar abu total,

penetapan kadar abu larut air, penetapan kadar abu tidak larut asam, penetapan

kadar sari larut air, dan penetapan kadar sari larut etanol. Hasil dapat dilihat pada

tabel 4.2.

Tabel 4.2

Hasil karakterisasi simplisia

Keterangan : * = v/b

13

Karakteristik Deskripsi

Bentuk Limas ganda dengan kedua

  ujungnya meruncing

Bau dan rasa Bau aromatik rasa pahit

Warna biji Hitam kecoklata, hitam ke-

  labu sampai hitam

Kekerasan Agak keras

Bentuk kulit Hitam ganda dengan kedua

  ujungnya meruncing

No. Jenis Pemeriksaan Hasil b/b (%)

1 Kadar abu total 3,01

2 Kadar abu tidak larut asam 1,12

3 Kadar abu larut air 3,43

4 Kadar sari larut air 37

5 Kadar sari larut etanol 6,08

6 Kadar Air 8,24*

7 susut pengeringan 2

Dari hasil penelitian untuk mengetahui mutu dari simplisia maka harus

dilakukan pengujian mutu simplisia yang meliputi pemeriksaan makroskopis,

pemeriksaan dapat ditentukan dari hasil karakteristik simplisia maka diperoleh

kadar abu 3,0118 %, kadar abu larut air 3,43%, kadar abu tidak larut asam 1,12%,

kadar sari larut air 37 %, kadar sari larut 6,075 %, kadar air 2%, dan susut

pengeringan 10,68%. Pemeriksaan kadar abu untuk mengetahui pencemaran

organik, yaitu logam-logam alkali, alkali tanah, serta silikat yang mungkin

terkandung dalam biji jinten hitam, kadar sari larut air untuk mengetahui senyawa

yang tersari oleh air, kadar sari larut etanol untuk mengetahui senyawa yang

tersari oleh etanol, susut pengeringan dilakukan yaitu utuk mengetahui kualitas

simplisia.

4.4 Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia yang dilakukan menunjukan kandungan kimia yang

ada didalam ekstrak dan minyak biji jinten hitam.

Tabel 4.3

Hasil Penapisan Fitokimia Simplisia Biji Jinten Hitam

No. Golongan Senyawa Hasil

     

1 Alkaloid +

2 Saponin +

3 Flavonoid +

4 Steroid/Triterpenoid +

5 Kuinon -

6 Tannin +

14

Keterangan:

+ = menunjukkan senyawa uji

- = tidak menunjukkan senyawa uji

Tabel 4.4

Hasil Penapisan Fitokimia Minyak biji jinten Hitam

Keterangan:

+ = menunjukkan senyawa uji

- = tidak menunjukkan senyawa uji

Dari hasil penapisan fitokimia biji jinten hitam menunjukan bahwa biji

jinten hitam mengendung senyawa flavoniod, alkaloid, saponin,

15

No. Golongan Senyawa Hasil

     

1 Alkaloid -

2 Saponin -

3 Flavonoid +

4 Steroid/Triterpenoid +

5 Kuinon -

6 Tannin -

steroid/triterpenoid. Menunjukkan bahwa simplisia positif mengandung alkaloid,

flavanoid, tannin, saponin, steroid/triterpenoid sedanngkan minyak mengandung

senyawa flavonoid, dan steroid/triterpenoid. Dilakukannya skrining fitokimia

untuk mengetahui golongan besar yang terkandung dari tanaman biji jinten hitam,

dan untuk tujuan pemeriksaan awal senyawa kimia dalam menunjukan aktivitas

biologi

4.5 Pembuatan Ekstrak dan Minyak biji jinten hitam

Metode yang digunakan dalam ekstraksi adalah maserasi dengan

menggunakan pelarut etanol yang dimana pelarut etanol memiliki kepolaran dan

kepolaranya etanol dapat menyari sebagian besar golongan senyawa yang terdapat

dalan biji jinten hitam.

Simplisi biji jinten hitam diekstraksi dengan pelarut etanol dengan alat

maserasi sebanyak tiga kali masing – masing selama 24 jam. Ekstraksi

menggunakan pelarut etanol karena etanol bersifat universal yang akan menarik

sebagian besar senyawa polar dan sebagian kecil senyawa dan nonpolar

Sedangkan pada pembuatan minyak biji jintem hitam biji jinten hitam di

keringkan dalam oven, dan setelah kering dipress sehingga menghasilkan minyak

biji jinten hitam.

4.6 Pemantauan dan Pengujian Antioksidan Kualitatif Ekstrak dan

Minyak Biji JInten Hitam

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

(a) (b) (c) (d)

16

Gambar 4.2 : Hasil pemantauan kromatografi lapis tipis pada n-heksan – etil asetat

(9:1), (1) ekstrak etanol, (2) minyak biji jinten hitam,(3) vitamin C

(a) sinar UV λ 254 nm, (b) sinar UV366 nm, (c) penampak bercak

H2SO4 10%, (d) penampak bercak DPPH 0,2 % dalam metanol.

Uji yang dilakukan meliputi uji kualitatif dan kuantitatif. Uji kualitatif

bertujuan untuk mengidentifikasi adanya senyawa yang menunjukkan aktivitas

antioksidan dalam ekstrak dan minyak biji jinten hitam, adanya aktivitas

antioksidan dari ekstrak dan minyak biji jinten hitam yang di uji dilihat dari hasil

pemantaun, bagian bercak yang berwarna kuning dengan latar belakang ungu

merupakan hasil yang menunjukkan bahwa secara kualitatif, terdapat senyawa

yang dapat meredam radikal bebas.

4.7 Uji Aktivitas Antioksidan

Potensi antioksidan di uji secara in vitro terhadap ekstrak dan minyak biji

jinten hitam menggunakan 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) sebagai radikal

bebas. Metode ini memanfaatkan pengukuran serapan DPPH yang teroksidasi

oleh larutan uji pada saat inkubasi sehingga diperoleh nilai absorbansi yang lebih

rendah dibandingkan nilai absorbansi kontrol (larutan stok DPPH : metanol, 1:1)

dan terjadi penurunan respon absorbansi pada konsentrasi.

Kurva kalibrasi larutan DPPH dibuat untuk menunjukan hubungan

linearitas antara respon absorbansi larutan dengan konsentrasi larutan DPPH yang

terekam pada instrument. Hubungan tersebut harus dipastikan memiliki korelasi

satu sama lain sehingga data numerik yang dihasilkan adalah benar bahwa

penurunan konsentrasi terjadi karena adanya penangkal radikal bebas dan bukan

karena instrument error.

17

20 25 30 35 40 45 500

0.10.20.30.40.50.60.70.80.91

Y = 0.01644 X + 0.02692R2 = 0.995

Konsentrasi Sampel (ppm)

Abs

orba

nsi λ

516

nm

Grafik 4.1 : Kurva kalibrasi larutan DPPH yang ditentukan dengan

spektrofotometri UV pada λ 516 nm

Dari kurva kalibrasi diperoleh persamaan y = 0,01644 x + 0,02692 dan

kuadrat koefisien relasinya (R2) = 0,995 dengan data tersebut dapat ditentukan %

perolehan kembali pada titik konsentrasi. Ketiga titik konsentrasi masing-masing

memberikan % perolehan 101,30, 96,99 dan 102,32% dan memenuhi syarat

akurasi metode yang diterima dimana rentang yang diperbolehkan memenuhi

syarat pada rentang 80-110%. Presisi ditentukan dengan menghitung simpangan

baku relatif dari hasil penentuan akurasi, diperoleh nilai simpangan baku relatif

besar 0,64, 0,56 dan 0,12% yang memenuhi persyaratan penerimaan presisi yaitu

kurang dari 7,3%.

Dan berdasarkan hasil dari kurva kalibrasi tersebut, metode ini dapat

ditetapkan untuk pengujian aktivitas antioksidan secara in vitro kedua bahan uji.

Baik absorbansi larutan uji ataupun kontrol, keduanya berada dalam rentang

linearitas kurva kalibrasi larutan DPPH yang telah dibuat. Hal ini menunjukan

bahwa respon penurunan absorbansi larutan uji sebanding dengan penurunan

konsentrasi DPPH akibat adanya aktivitas peredaman oleh larutan uji.

Tabel 4.5

Hasil Pengujian Antioksidan ekstrak secara in vitro

18

(Absorban)

(Absorban)

      EKSTRAK      

no. C(ppm)

1

2 3 Rata – rata

%

Peredama

n

1 200 0,528 0,478 0,456 0,487 30,63

2 300 0,438 0,448 0,430 0,439 37,46

3 400 0,349 0,338 0,348 0,345 50,85

4 500 0,267 0,244 0,254 0,255 63,68

5 600 0,167 0,150 0,180 0,166 76,35

6 700 0,123 0,134 0,138 0,132 81,20

Tabel 4.6

Hasil pengujian minyak dalam peredaman radikal bebas

      MINYAK      

No. C (ppm)

1

2 3 Rata-rata

%

Peredaman

1 1000 0,473 0,446 0,428 0,449 36,03

2 1500 0,438 0,425 0,429 0,431 38,60

3 2000 0,339 0,340 0,348 0,342 51,28

4 2500 0,294 0,264 0,254 0,271 61,39

5 3000 0,183 0,170 0,166 0,173 75,36

6 3500 0,121 0,115 0,110 0,115 83,62

19

(Absorban)

Tabel 4.7

Hasil pengujian pembanding vitamin C dalam peredaman radikal bebas

   

Vitami

n C      

No.

C(ppm)

1 2 Rata - rata % Peredaman

1 2 0,431 0,433 0,432 41,14

2 4 0,340 0,341 0,341 53,54

3 6 0,251 0,252 0,251 65,80

4 8 0,161 0,164 0,163 77,79

Selanjutnya dilakukan uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif dengan

menggunakan spektrofotometri UV melalui penentuan persen peredaman larutan

DPPH radikal oleh kandungan antioksidan yang terdapat dalam bahan uji. Adanya

aktivitas antioksidan ini ditunjukkan dengan terjadinya penurunan konsentrasi

larutan DPPH yang akan terekam pada instrumen melalui penurunan respon

absorbansi pada λ maks 516 nm.

Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan terhadap ekstrak etanol dan

minyak biji jinten hitam, menggunakan DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) secara

spektrofotometri. Sampel dan standar yang dilarutkan dalam metanol

ditambahkan larutan DPPH dengan perbandingan volume 1:1 dan diinkubasi

selama 30 menit pada suhu kamar menggunakan wadah gelap yang dilapisi

aluminium foil dan tertutup. Serapan diukur pada panjang gelombang 516 nm,

persen penururnan absorbansi DPPH.

Tabel 4.5

Hasil Uji Aktivitas EC50

20

No. Sampel EC50(µg/ml) R2

1 Ekstrak 388,91 0,9927

2 Minyak 1880,39 0,9896

3 Vitamin C 3,43 0,9999

Hasil nilai komsentrasi penghambatan 50, yang menunjukkan parameter

kuantitatif dari hasil peredaman radikal DPPH oleh setiap sampel. Nilai

konsentrasi penghambatan 50 adalah konsentrasi sampel yang dapat menurunkan

50% aktivitas radikal DPPH. Kurva regresi yang dibuat pada penelitian ini adalah

kurva regresi linier. Dengan menggunakan persamaan regresi ini dihitung nilai

konsentrasi sampel untuk peredaman 50%. Berdasarkan hasil perhitungan ini,

diperoleh konsentrasi sampel yang menyebabkan peredaman radikal bebas DPPH

hingga 50%.

Dari hasil perbandingan antara ekstrak dan minyak biji jinten hitam dapat

diketahui bahwa ekstrak memiliki aktivitas antioksidan yang paing tinggi

dibandingan dengan minyak. Karena nilai EC50 ekstrak etanol lebih kecil yaitu

388,91µg/ml dibanding dengan minyak yang memiliki nilai EC50 1880,39µg/ml

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian bahwa uji aktivitas antioksidan dari ekstrak lebih

tinggi dibandingkan dengan minyak, dimana penetapan EC50 pada ekstrak 388,91

µg/ml dan minyak 1880,9 µg/ml.

5.2 Saran

Perlu penelitian lebih lanjut tentang uji aktivitas antioksidan pada biji

jinten hitam dengan mengisolasi biji jinten hitam dalam pemanfaatan bidang

farmasi.

21

BAB VI

DAFTRA PUSTAKA

1. Sastroamidjojo, Dr. A.Seno, 1997, OBAT ASLI INDONESIA. Jakarta :

Dian Rakyat. 100

2. Depkes RI. 1995. Material Medika indonesia jilid III. Jakarta : Depkes

RI. 112.

3. http://amryaminuzal.blogspot.com/2010/06/habbatussaudanigella-

sativajinten.html.(01012011)02:15

22

4. B. Nickavar et al ., 2003, Chemical Composition of the Fixed and Volatile

Oils of Nigella sativa L . From Iran, Z Naturforsch. 58 c : 629-631.

5. Mohammad, A.M, 2009, Effect of Black Seed ( Nigella sativa ) on

Spermatogenesisand Fertility of Male Albino Rats, research Journal of

Medicine and Medicinal Sciences, 4(2) : 386-390.

6. Musa, D, 2004, Antitumor activity of an ethanol extract of Nigella sativa

L seeds, Biologia, Bratislava, 59/6 : 735-740.

7. Isnaeni, Neni. (2008) : Uji Aktivitas Antioksidan madu dan propolis secara

in vitro dengan metode perdaman radikal bebas DPPH Program Studi

Sains dan Teknologi Farmasi Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung

LAMPIRAN I

HASIL DETERMINASI BIJI JINTEN HITAM

23

LAMPIRAN II

BAGAN ALIR PERCOBAAN PENELITIAN

24

SIMPLISIA

AMPAS EKSTRAK ETANOL

Gambar : Bagan alir Percobaan penelitian

25

Dipekatkan dengan evaporator

EKSTRAK ETANOL PEKAT

Pemantauan ekstrak dan minyak biji jinten hitam dengan KLT

Uji aktivitas peredaman radikal bebas DPPH secara in vitro dengan spektrofotometri uv-vis