31
LAPORAN KASUS NICU KOLESTASIS Oleh : Mokhammad Faisol Abdullah, S.Ked H1A 010 043 Pembimbing: dr. Artsini Manfaati, Sp.A DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT ANAK RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB

Kole Stasis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan parut dan kontraksi. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita karena adanya perbedaan panjang uretra. Uretra pria dewasa berkisar antara 23-25 cm, sedangkan uretra wanita sekitar 3-5 cm

Citation preview

LAPORAN KASUS NICUKOLESTASIS

Oleh :Mokhammad Faisol Abdullah, S.KedH1A 010 043Pembimbing:dr. Artsini Manfaati, Sp.A

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYABAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT ANAKRUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTBFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM2015 BAB IPendahuluan

Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kuning. Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah. Untuk pendekatan terhadap pasien ikterus perlu ditinjau kembali patofisiologi terjadinya peninggian bilirubin indirek atau direk.

Pada banyak pasien ikterus dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti ditambah dengan pemeriksaan laboratorium yang sederhana, diagnosis dapat ditegakkan. Namun tidak jarang diagnosis pasti masih sukar ditetapkan, sehingga perlu difikirkan berbagai pemeriksaan lanjutan. Diagnosis ikterus bedah atau obstruksi bilier umumnya dapat ditegakkan dengan anamnesis lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti serta tes laboratorium. Walaupun demikian, sarana penunjang imaging yang non-invasif seperti ultrasonografi; CT Scan abdomen dan pemeriksaan yang invasif seperti percutaneous transhepatic cholangiography (PTC), endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) sering diperlukan untuk menentukan letak, kausa dan luas dari lesi obstruksinya. Dengan kemajuan yang pesat di bidang endoskopi gastrointestinal maka ERCP dan PTC telah berkembang dari satu modalitas dengan tujuan diagnosis menjadi tujuan terapi pada ikterus bedah

BAB IITINJAUAN PUSTAKAKata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kuning. Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah. Jaringan permukaan yang kaya elastin seperti sklera dan permukaan bawah lidah biasanya pertama kali menjadi kuning. Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal di sklera mata, dan bila ini terjadi kadar bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dl (34-43 umol/L). Kadar bilirubin serum normal adalah bilirubin direk : 0-0.3 mg/dL, dan total bilirubin : 0.3-1.9 mg/dL.

PatofisiologiPembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang berlangsung dalam 3 fase, yaitu prehepatik, intrahepatik, pasca hepatik, masih relevan. Pentahapan yang baru menambahkan 2 fase lagi sehingga pentahapan metabolisme bilirubin menjadi 5 fase, yaitu fase pembentukan bilirubin, transpor plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi bilier. Ikterus disebabkan oleh gangguan pada salah satu dari 5 fase metabolisme bilirubin tersebut.

Fase PrahepatikPrehepatik atau hemolitik yaitu menyangkut ikterus yang disebabkan oleh hal-hal yang dapat meningkatkan hemolisis (rusaknya sel darah merah) a) Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah yang matang, sedangkan sisanya 20-30% berasal dari protein heme lainnya yang berada terutama dalam sumsum tulang dan hati. Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin. b) Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkojugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui membran gromerolus, karenanya tidak muncul dalam air seni.

Fase IntrahepatikIntrahepatik yaitu menyangkut peradangan atau adanya kelainan pada hati yang mengganggu proses pembuangan bilirubin.a) Liver uptake. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin.b) Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida / bilirubin konjugasi / bilirubin direk. Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan bilirubin yang tidak larut dalam air kecuali bila jenis bilirubin terikat sebagai kompleks dengan molekul amfipatik seperti albumin. Karena albumin tidak terdapat dalam empedu, bilirubin harus dikonversikan menjadi derivat yang larut dalam air sebelum diekskresikan oleh sistem bilier. Proses ini terutama dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin pada asam glukuronat hingga terbentuk bilirubin glukuronid / bilirubin terkonjugasi / bilirubin direk.Fase PascahepatikPascahepatik yaitu menyangkut penyumbatan saluran empedu di luar hati oleh batu empedu atau tumor.a) Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama bahan lainnya. Di dalam usus, flora bakteri mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi warna coklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan bilirubin konjugasi tetapi tidak bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini menerangkan warna air seni yang gelap khas pada gangguan hepatoseluler atau kolestasis intrahepatik.Gangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu dari keempat mekanisme ini : over produksi, penurunan ambilan hepatik, penurunan konjugasi hepatik, penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstra hepatik).

1. Hiperbilirubinemia Tak Terkonjugasi/Indirek1. Over ProduksiPeningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang sudah tua atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi bilirubin. Penghancuran eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia paling sering akibat hemolisis intravaskular (kelainan autoimun, mikroangiopati atau hemoglobinopati) atau akibat resorbsi hematom yang besar. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik.Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi/indirek melampaui kemampuan sel hati. Akibatnya bilirubin indirek meningkat dalam darah. Karena bilirubin indirek tidak larut dalam air maka tidak dapat diekskresikan ke dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Tetapi pembentukkan urobilinogen meningkat yang mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam urine feces (warna gelap). Beberapa penyebab ikterus hemolitik : hemoglobin abnormal (cickle sel anemia), kelainan eritrosit (sferositosis heriditer), antibodi serum (Rh. Inkompatibilitas transfusi), dan malaria tropika berat.2. Penurunan Ambilan HepatikPengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan berikatan dengan protein penerima. Beberapa obat-obatan seperti asam flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi uptake ini.3. Penurunan Konjugasi HepatikTerjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase. Terjadi pada : Sindroma Gilberth, Sindroma Crigler Najjar I, Sindroma Crigler Najjar II.

2. Hiperbilirubinemia Konjugasi/DirekHiperbilirubinemia konjugasi / direk dapat terjadi akibat penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu. Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh kelainan intrahepatik dan ekstrahepatik, tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit akan menimbulkan masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi sistemik sehingga timbul hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler dapat berkaitan dengan : Hepatitis, sirosis hepatis, alkohol, leptospirosis, kolestatis obat (CPZ), zat yg.meracuni hati fosfor, klroform, obat anestesi dan tumor hati multipel. Ikterus pada trimester terakhir kehamilan hepatitis virus, sindroma Dubin Johnson dan Rotor, ikterus pasca bedah.Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang akolik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : Obstruksi sal.empedu didalam hepar Sirosis hepatis, abses hati, hepatokolangitis, tumor maligna primer dan sekunder. Obstruksi didalam lumen sal.empedu : batu empedu, askaris Kelainan di dinding sal.empedu : atresia bawaan, striktur traumatik, tumor saluran empedu. Tekanan dari luar saluran empedu : Tumor caput pancreas, tumor Ampula Vatery, pancreatitis, metastasis tumor di lig.hepatoduodenale

DiagnosisRiwayat penyakit yang rinci dan pemeriksaan fisik sangat penting untuk menegakkan diagnosis penyakit dengan keluhan ikterus. Tahap awal ketika akan mengadakan penilaian klinis seorang pasien dengan ikterus adalah tergantung kepada apakah hiperbilirubinemia bersifat konjugasi atau tak terkonjugasi. Jika ikterus ringan tanpa warna air seni yang gelap harus difikirkan kemungkinan adanya hiperbilirubinemia indirect yang mungkin disebabkan oleh hemolisis, sindroma Gilbert atau sindroma Crigler Najjar, dan bukan karena penyakit hepatobilier. Keadaan ikterus yang lebih berat dengan disertai warna urin yang gelap menandakan penyakit hati atau bilier. Jika ikterus berjalan sangat progresif perlu difikirkan segera bahwa kolestasis lebih bersifat ke arah sumbatan ekstrahepatik (batu saluran empedu atau keganasan kaput pankreas).Kolestasis ekstrahepatik dapat diduga dengan adanya keluhan sakit bilier atau kandung empedu yang teraba. Jika sumbatan karena keganasan pankreas (bagiankepala/kaput) sering timbul kuning yang tidak disertai gajala keluhan sakit perut (painless jaundice). Kadang-kadang bila bilirubin telah mencapai kadar yang lebih tinggi, warna kuning pada sklera mata sering memberi kesan yang berbeda dimana ikterus lebih memberi kesan kehijauan (greenish jaundice) pada kolestasis ekstrahepatik dan kekuningan (yellowish jaundice) pada kolestasis intrahepatik.Diagnosis yang akurat untuk suatu gejala ikterus dapat ditegakkan melalui penggabungan dari gejala-gajala lain yang timbul dan hasil pemeriksaan fungsi hepar serta beberapa prosedur diagnostik khusus. Sebagai contoh, ikterus yang disertai demam, dan terdapat fase prodromal seperti anoreksia, malaise, dan nyeri tekan hepar menandakan hepatitis. Ikterus yang disertai rasa gatal menandakan kemungkinan adanya suatu penyakit xanthomatous atau suatu sirosis biliary primer. Ikterus dan anemia menandakan adanya suatu anemia hemolitik.

Pemeriksaan Penunjang Darah rutin Pemeriksaan darah dilakukan unutk mengetahui adanya suatu anemia dan juga keadaan infeksi. Urin Tes yang sederhana yang dapat kita lakukan adalah melihat warna urin dan melihat apakah terdapat bilirubin di dalam urin atau tidak. Bilirubin Penyebab ikterus yang tergolong prehepatik akan menyebabkan peningkatan bilirubin indirek. Kelainan intrahepatik dapat berakibat hiperbilirubin indirek maupun direk. Kelainan posthepatik dapat meningkatkan bilirubin direk.

Aminotransferase dan alkali fosfatase Tes serologi hepatitis virus IgM hepatitis A adalah pemeriksaan diagnostik untuk hepatitis A akut. Hepatitis B akut ditandai oleh adanya HBSAg dan deteksi DNA hepatitis B. Biopsi hati Histologi hati tetap merupakan pemeriksaan definitif untuk ikterus hepatoseluler dan beberapa kasus ikterus kolestatik (sirosis biliaris primer, kolestasis intrahepatik akibat obat-obatan (drug induced).

Perbedaan ikterus prehepatik, hepatik & posthepatik

Pemeriksaan pencitraan Pemeriksaan pencitraan sangat berharga ubtuk mendiagnosis penyakit infiltratif dan kolestatik. USG abdomen, CT Scan, MRI sering bisa menemukan metastasis dan penyakit fokal pada hati. Endoscopic Retrograd Cholangiopancreatography (ERCP) dan PTC (Percutans Transhepatic Colangiography). ERCP merupakan suatu perpaduan antara pemeriksaan endoskopi dan radiologi untuk mendapatkan anatomi dari sistim traktus biliaris (kolangiogram) dan sekaligus duktus pankreas (pankreatogram). ERCP merupakan modalitas yang sangat bermanfaat dalam membantu diagnosis ikterus bedah dan juga dalam terapi sejumlah kasus ikterus bedah yang inoperabel. Indikasi ERCP diagnostik pada ikterus bedah meliputi: Kolestasis ekstra hepatik Keluhan pasca operasi bilier Keluhan pasca kolesistektomi Kolangitis akut Pankreatitis bilier akut.Di samping itu kelainan di daerah papila Vateri (tumor, impacted stone) yang juga sering merupakan penyebab ikterus bedah dapat terlihat jelas dengan teknik endoskopi ini.PengobatanPengobatan jaundice sangat tergantung penyakit dasar penyebabnya. Jika penyebabnya adalah penyakit hati (misalnya hepatitis virus), biasanya jaundice akan menghilang sejalan dengan perbaikan penyakitnya. Beberapa gejala yang cukup mengganggu misalnya gatal (pruritus) pada keadaan kolestasis intrahepatik, pengobatan penyebab dasarnya sudah mencukupi.Jika penyebabnya adalah sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya membutuhkan tindakan pembedahan, ekstraksi batu empedu di duktus, atau insersi stent, dan drainase via kateter untuk striktura (sering keganasan) atau daerah penyempitan sebagian. Untuk sumbatan maligna yang non-operabel, drainase bilier paliatif dapat dilakukan melalui stent yang ditempatkan melalui hati (transhepatik) atau secara endoskopik (ERCP). Pada sejumlah pasien ikterus bedah yang mempunyai risiko tinggi dapat dilakukan "ERCP terapeutik". Prinsip dari ERCP terapeutik adalah memotong sfingter papila Vateri dengan kawat yang dialiri arus listrik sehingga muara papila menjadi besar (spingterotomi endoskopik). Kebanyakan tumor ganas yang menyebabkan obstruksi biliaris sering sekali inoperabel pada saat diagnosis ditegakkan. Papilotomi endoskopik dengan pengeluaran batu telah menggantikan laparatomi pada pasien dengan batu di duktus kholedokus. Pemecahan batu di saluran empedu mungkin diperlukan untuk membantu pengeluaran batu di saluran empedu.Adapun Tatalaksana kolestasis lainnya yang lebih difokuskan pada manajemen suportif yang bertujuan untuk mengobati komplikasi-komplikasi kronik kolestasis seperti pruritus, malabsorpsi, defisiensi nutrisi, dan hipertensi portal. Beberapa obat-obatan yang dipakai untuk tatalaksana koletasis dirangkum pada tabel.

Menstimulasi aliran empedu:Fenobarbital: sebagai antipruritus dan mengurangi ikterik.Mekanisme kerjanya yaitu meningkatkan aliran empedu dengan cara menginduksi enzim UDP-glukuronil transferase, sitokrom P-450 dan Na+K+ATP-ase.Efek sampingnya yaitu efek sedasi dan mengganggu metabolisme beberapa obat seperti vitamin D yang dapat mengeksaserbasi ricketsia, sehingga jarang dipakai pada bayi.Asam ursodeoksikolat: asam empedu tersier yang merupakan competitive binding terhadap asam empedu toksik, suplemen empedu untuk absorpsi lemak, sebagai hepatoprotektor karena dapat menstabilkan dan melindungi membran sel hati, dan sebagai bile flow inducer karena meningkatkan regulasi sintesis dan aktivitas transporter pada membran sel hati.Kolestiramin: menyerap asam empedu toksik, menghilangkan pruritus, mengikat asam empedu di lumen usus sehingga dapat menghalangi sirkulasi enterohepatik asam empedu dan meningkatkan ekskresinya, menurunkan umpan balik negatif ke hati, memacu konversi kolesterol menjadi bile acids like cholic acid yang berperan sebagai koleretik. Obat ini biasanya digunakan sebagai manajemen jangka panjang kolestasis intrahepatal dan hiperkolesterolemia.Rifampisin: meningkatkan aktivitas mikrosom, menghambat ambilan asam empedu oleh sel hati dan mengubah metabolismenya, dan mengurangi pruritus.1. NutrisiPada bayi dengan kolestasis diperlukan kalori yang lebih tinggi dibanding bayi normal karena penurunan ekskresi asam empedu menyebabkan gangguan lipolisis intraluminal, solubilisasi, dan absorpsi trigliserid rantai panjang. Untuk menjaga pertumbuhan dan perkembangannya diperlukan jumlah kalori 120%-150% dari kebutuhan normal serta tambahan vitamin, mineral, dan trace element.1. Formula MCT (medium chain triglyceride) karena lebih larut dalam air dan tidak memerlukan garam empedu untuk absorpsi.2. Kebutuhan kalori mencapai 125% kebutuhan bayi normal sesuai dengan berat badan ideal dan kebutuhan protein 2 3 gr/kgBB/hari.3. Vitamin yang larut dalam lemak:~ Vitamin A : 5.000 25.000 U/hari~ Vitamin D3: calcitriol 0,05 0,2 ug/kgBB/hari~ Vitamin E : 25 50 IU/kgBB/hari~ Vitamin K : K1 2,5 5 mg/2-7 x/minggu

BAB IIILAPORAN KASUS

IdentitasIdentitas PasienNama pasien: An. RAJenis kelamin: Laki lakiUmur: 1,5 bulanAlamat : Rembige, Selaparang

Anamnesis (Tanggal 11 Maret 2015, Heteroanamnesis)Keluhan Utama : KuningRiwayat Penyakit Sekarang :Pasien merupakan rujukan dari puskesmas Rembige dengan diagnosa ikterus e.c. kolestasis. Kemudian, pasien datang ke Poli Anak RSUP NTB dikeluhkan oleh ibunya bahwa anaknya kuning mulai sejak lahir hingga sekarang. Setelah lahir pasien mulai membaik badannya setelah dijemur setiap pagi hari. Namun sejak seminggu yang lalu badan pasien mulai tampak kuning kembali. Ibu pasien mengakui seluruh badan anaknya tampak kuning pucat. Ibu pasien sudah mencoba untuk menjemur kembali anaknya namun tidak membaik. Selama badan pasien kuning ibu pasien menyangkal jika anaknya mengalami demam, kejang, batuk, atau pilek.Pasien saat ini menyusu dengan frekuensi minum ASI sekitar 7-8x perhari, ibu mengaku hisapan bayinya kuat. Pasien juga dapat menangis kuat dan tidak pernah tampak biru saat menangis. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya BAK hampir 7-8x perhari warna kuning jernih dan BAB pasien sekitar 1-2x perhari dengan konsistensi padat, warna kuning darah (-), lendir (-).Riwayat Penyakit Dahulu :Pasien pernah sakit seperti ini sebelumnya sejak lahir namun membaik setelah dijemur. Pasien tidak pernah sakit apapun selain ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :Tidak dikeluarga pasien yang pernah atau mengalami penyakit seperti ini. Dikeluarga pasien juga tidak ada yang mengalami sakit jantung, pernafasan, atau gangguan hati.

Riwayat Pengobatan :Pasien sebelumnya pergi berobat ke puskesmas dan disuruh untuk menjemur anaknya. Kemudian pasien kembali ke puskesmas karena tidak ada perbaikan dan pasien setelah itu dirujuk oleh puskesmas.Riwayat Pribadi Riwayat Kehamilan dan PesalinanSelama kehamilan ibu pasien rutin melakukan pemeriksaan kehamilan (ANC) pada saat posyandu, ibu pasien melakukan ANC lebih dari 4 kali, Ibu mengaku tidak pernah mengalami sakit berat saat hamil. Riwayat rontgen selama hamil (-), riwayat minum obat atau jamu-jamuan selama hamil (-). Pasien merupakan anak ketiga, lahir secara SC karena dicurigai bayi besar, cukup bulan dan langsung menangis, berat badan lahir 2600 gram. Riwayat kuning/biru setelah lahir (-).1. Perempuan, 13 tahun, BBL 2800 gram, ditolong oleh bidan, cukup bulan.2. Perempuan, 9 tahun, BBL 2900 gram, ditolong oleh bidan, cukup bulan.3. ini Riwayat NutrisiPada usianya saat ini, sehari-harinya pasien mengkonsumsi nasi, lauk pauk lebih sering berupa ikan laut atau ikan air tawar, tahu, tempe dan sayur. Pasien mengaku jarang mengkonsumsi daging dan buah. Sejak sakit nafsu makan pasien diakui tetap baik. Perkembangan dan Kepandaian :Saat ini pasien dapat tersenyum spontan dan membalas senyuman serta tertawa. Pasien dapat mengangkat kepalanya hingga 45 derajat. Riwayat Imunisasi : Ibu pasien mengaku sampai anaknya baru mendapat imunisasi satu kali pada saat lahir saja. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan: Pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Pasien tinggal serumah berlima dengan kedua orang tua dan kakaknya. Ayah pasien bekerja sebagai buruh dengan penghasilan tidak menentu rata-rata Rp. 500.000,- sampai Rp. 750.000,- per bulannya.

Pemeriksaan Fisik (Tanggal 30-10-2012)Kesan umum : SedangKesadaran : Compos MentisGCS: E4V5M6Vital SignNadi : 120 x/menit, isi dan tegangan kuat, irama teraturPernapasan : 42 x/menit, teratur tipe torakoabdominalTemperature : 37,4 oCCRT: < 2 detikStatus GiziBerat Badan : 3,7 kgTinggi Badan: 52 cmLingk. Kepala: 34,5 cmUmur : 1 bulan 15 hariKesimpulan status gizi :BB/TB = 0 SD 1SD = normalBB/U = -2SD 0SD = normalTB/U = -2SD 0SD = normalStatus General :Kepala dan Leher :Bentuk : Normocephalic (+), kuning(+) bila di tekan di bagian dahi.Mata: Konjungtiva anemis (+/+), perdarahan konjungtiva (-/-) sklera ikterus (+/+), injeksi silier (-/-), hifema (-/-), pupil isokor, refleks pupil (+/+), edema palpebra (-/-)THT:Telinga : Struktur dan ukuran telinga normal, otorhea (-)Hidung : Napas cuping hidung (-), rinorhea (-), bekuan darah (-/-)Tenggorok : Faring hiperemis (-), tonsil tidak membesarMulut : Bibir sianosis (-), mukosa bibir terdapat krusta (-) kering (+), lidah dan mukosa mulut pucat, struktur gigi atas dan bawah belum tumbuh, palatum normal, gusi berdarah (-)Leher : Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkatThorax : Dinding dada/paru :Inspeksi: Bentuk: simetris, Retraksi (-) Dispnea (-) Pernafasan tipe Abdomino-thorakalPalpasi: kesan simetris, massa (-), vocal fremitus sama kiri dan kanan, tampak kuning bila ditekanPerkusi: sonor/sonorAuskultasi : Suara Napas Dasar : Suara napas vesikulerSuara Napas Tambahan : Rhonki (-/-)Wheezing (-/-) Jantung :Inspeksi: Iktus: tidak terlihatPalpasi: Apeks: tidak teraba Thrill: tidak adaPerkusi: Batas kanan: ICS IV Linea Parasternal dextra Batas kiri: ICS V Linea Midclavicula sinistra Batas atas: ICS II LPS dextraAuskultasi : Frekuensi : 96 x/menit, Suara dasar: S1 dan S2 tunggal. Bising(-) AbdomenInspeksi: Bentuk: datar, tampak depan : proporsi perut lebih besar daripada pinggul dan pahatampak samping : bantalan bokong tipistampak belakang : baggy pants (-)Auskultasi : bising usus (+) normalPalpasi : Hati : tidak terabaLien: tidak terabaGinjal: tidak terabaMassa: tidak adaPerkusi: Timpani/pekak : timpaniAsites: tidak adaAnggota Gerak:Tungkai AtasTungkai Bawah

KananKiriKananKiri

Akral hangat++++

Edema----

Pucat++++

Kelainan bentuk----

Pembengkakan Sendi----

Pembesaran KGBAksilerAxillaInguinal------------

Kulit : Ikterus (+), pustula (-), purpura tersebar di seluruh tubuh dengan sebagian besar pada daerah dada dan perut Urogenital : flank mass (-), Nyeri tekan (-), nyeri ketok CVA (-); genital tidak dilakukan pemeriksaanVertebrae : tidak tampak kelainan

Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratorium Darah Lengkap Tanggal (12 3 2015)WBC : 11,56 x 103/uL(N = 4x103 11x103/uL)RBC : 2,86 x 106/uL(N = 3,5x106 5,0x106/uL)HGB : 8,7 g/dl(N = 12 16 g/dl)HCT : 24,1 %(N = 37 48%)MCV : 84,3 fL(N = 82 95 fL)MCH : 30,4 pg(N = 27 - 31 pg)PLT : 388 x 103/uL(N = 150x103 400x103/uL)(manual count: 1000/uLKimia KlinikBil. Tot: 12,97 mg%(N = < 1,0)Bil. Direct: 0,71 mg%(N = < 0,2)SGOT: 32 U/L(N = < 40)SGPT: 16 U/L(N = < 41)ResumePasien, Laki-laki, berusia 1,5 bulan, 3,7 kg, status gizi cukup, perawakan normal, datang dengan keluhan kuning sejak satu minggu yang lalu. Namun sejak seminggu yang lalu badan pasien mulai tampak kuning kembali. Ibu pasien mengakui seluruh badan anaknya tampak kuning pucat. Ibu pasien sudah mencoba untuk menjemur kembali anaknya namun tidak membaik. Selama badan pasien kuning ibu pasien menyangkal jika anaknya mengalami demam, kejang, batuk, atau pilek.Pasien saat ini menyusu dengan frekuensi minum ASI sekitar 7-8x perhari, ibu mengaku hisapan bayinya kuat. Pasien juga dapat menangis kuat dan tidak pernah tampak biru saat menangis. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya BAK hampir 7-8x perhari warna kuning jernih dan BAB pasien sekitar 1-2x perhari dengan konsistensi padat, warna kuning darah (-), lendir (-).Pasien sebelumnya pergi berobat ke puskesmas dan disuruh untuk menjemur anaknya. Kemudian pasien kembali ke puskesmas karena tidak ada perbaikan dan pasien setelah itu dirujuk oleh puskesmas.Didapatkan keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis, N :120x/menit, RR: 42x/menit, T: 37,4 C, CRT