Upload
doanthuan
View
236
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
KOHESI TEKSTUAL DAN KONTEKSTUALRUBRIK “SUARAPUBLIKA”
DI SURAT KABAR REPUBLIKA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratanguna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia
Fakultas Sastra dan Seni RupaUniversitas Sebelas Maret
Disusun oleh :
LINA AZIZAHC 0205036
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPAUNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
KOHESI TEKSTUAL DAN KONTEKSTUALRUBRIK “SUARAPUBLIKA”
DI SURAT KABAR REPUBLIKA
Disusun oleh :
Lina AzizahC0205036
Telah disetujui oleh pembimbing :
Pembimbing
Dra. Chattri Sigit Widyastuti, M.Hum.NIP 196412311994032005
MengetahuiKetua Jurusan Sastra Indonesia
Drs. Ahmad Taufiq, M. Ag.NIP 196206101989031001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
KOHESI TEKSTUAL DAN KONTEKSTUALRUBRIK “SUARAPUBLIKA”
DI SURAT KABAR REPUBLIKA
Disusun oleh
Lina AzizahC0205036
Telah disetujui oleh Tim Penguji SkripsiFakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Pada Tanggal 2 Juli 2012
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua Drs. Ahmad Taufiq, M. Ag. ………………NIP 196206101989031001
Sekretaris Miftah Nugroho, S.S, M.Hum. ………………NIP 197707252005011002
Penguji I Dra. Chattri Sigit Widyastuti, M.Hum. ………………NIP 196412311994032005
Penguji II Drs. Hanifullah Syukri, M. Hum. ………………NIP 196806171999031002
DekanFakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Drs. Riyadi Santosa, M.Ed., Ph.D.NIP. 196003281986011001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Lina AzizahNIM : C0205036
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Kohesi Tekstual dan Kontekstual Rubrik “Suarapublika” di Surat Kabar Republika adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, 2 Juli 2012
Yang membuat pernyataan,
Lina Azizah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
Kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda.(Penulis)
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.(Q.S. Al Insyirah : 6-7)
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai kemampuannya.(Q.S. Al Baqarah : 286)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk :
Kedua orang tua penulis yang senantiasa mendoakan dan meridhoi setiap langkah penulis.
Keluarga Besar (Alm.) Drs. Noereman Seno
Kakak dan Adik penulisAlmamater yang telah memberikan
ilmu yang bermanfaatOrang-orang yang peduli terhadap
perkembangan ilmu linguistik. Pembaca yang budiman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Kohesi Tekstual dan Kontekstual Rubrik “Suarapublika” di Surat Kabar
Republika. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar
Sarjana Sastra pada Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penyusunan skripsi hingga terselesaikannya skripsi ini, penulis
menyadari adanya hambatan dan kesulitan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Dengan bekal keyakinan yang kuat dan usaha serta dukungan dari berbagai pihak,
segala hambatan dan kesulitan dapat teratasi. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Drs. Riyadi Santosa, M.E.D., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra dan
Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi
kesempatan bagi penulis untuk menyusun skripsi.
2. Drs. Ahmad Taufiq, M. Ag., selaku Ketua Jurusan Sastra Indonesia
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberi izin dalam penulisan skripsi ini.
3. Dra. Chattri Sigit Widyastuti, M.Hum., selaku dosen pembimbing
skripsi yang penuh kesabaran dalam membimbing dan mendorong
semangat untuk segera menyelesaikan penulisan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
4. Drs. Hanifullah Syukri, M.Hum., selaku dosen penelaah skripsi yang
telah meluangkan waktu dan memberikan masukan serta bimbingan
dalam mengerjakan skripsi.
5. Miftah Nugroho, S.S., M.Hum., selaku dosen pembimbing akademik
yang senantiasa memberikan pengarahan dan bimbingan dalam proses
belajar di bangku kuliah.
6. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Sastra Indonesia serta seluruh staf
pengajar Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Surakarta atas semua ilmu dan fasilitas yang telah penulis terima.
7. Staf UPT Perpustakaan Universitas Sebelas Maret dan staf Perpustakaan
Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberikan kemudahan
dalam mendapatkan buku-buku referensi untuk penyelesaian skripsi ini.
8. Bapak dan Ibu penulis yang senantiasa mencurahkan kasih sayangnya,
memberikan dorongan moral, material, dan spiritual.
9. Simbah kakung Drs. Noereman Seno (alm.) dan Simbah putri Marzukah
yang telah memberikan nasihat yang bijak dan menjadi teladan yang
baik.
10. Om Farouq, Om Adib, Om Imron, Om Farid, Om Irfan, Om Ambar,
Om Nug, Bulik Mun, Bulik Un, Bulik Novi, Bulik Fadh, Bulik Ida, dan
Bulik Nafis yang selama ini telah memberikan perhatian, arahan,
nasihat, dorongan moral, material, maupun spiritual.
11. Kakak dan Adik penulis yang telah memberikan keceriaan disela-sela
kejenuhan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
12. Adik-adik sepupu penulis, Azna, Nadia, Ama, Rohim, Rahman,
Rahima, Fadhel, Lutfi, Bella, Kanza, Dani, Imam, Dinda, Fatih, Putri,
dan Hasan yang menjadi sumber kebahagiaan dan cahaya kehidupan
bagi penulis.
13. Teman-teman Sastra Indonesia angkatan 2005 yang telah memberikan
kenangan terindah.
14. Kawan-kawan anggota dan pengurus LPM Kalpadruma FSSR yang
telah memberikan pelajaran berharga dalam berorganisasi.
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
ikut serta dalam melancarkan proses penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran
yang membangun. Peneliti berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak, khususnya peminat bidang linguistik dan bagi pembaca pada
umumnya.
Surakarta, 2 Juli 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ………………………………………………. iv
HALAMAN MOTTO ..................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... vi
HALAMAN KATA PENGANTAR ............................................................... vii
HALAMAN DAFTAR ISI ............................................................................. x
HALAMAN DAFTAR TABEL ..................................................................... xiv
HALAMAN DAFTAR TANDA .................................................................... xv
HALAMAN DAFTAR SINGKATAN ........................................................... xvi
HALAMAN ABSTRAK ................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Pembatasan Masalah .................................................................. 5
C. Perumusan Masalah ................................................................... 6
D. Tujuan Penelitian ....................................................................... 6
E. Manfaat Penelitian ..................................................................... 7
F. Sistematika Penulisan ................................................................ 8
BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................... 10
A. Tinjauan Studi Terdahulu .......................................................... 10
B. Landasan Teori .......................................................................... 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
1. Pengertian Wacana ................................................................ 15
2. Jenis-Jenis Wacana ................................................................ 17
3. Kohesi Tekstual ..................................................................... 20
a. Aspek Gramatikal ............................................................ 20
1) Pengacuan (Reference) . .............................................. 20
2) Penyulihan (Substitusion) ............................................ 24
3) Pelesapan (Ellipsis)...................................................... 26
4) Perangkaian (Conjunction) .......................................... 27
b. Aspek Leksikal ................................................................ 28
1) Repetisi (pengulangan) ................................................ 29
2) Sinonimi (padan kata).................................................. 33
3) Antonimi (lawan kata) ................................................. 36
4) Kolokasi (sanding kata) ............................................... 39
5) Hiponimi (hubungan atas-bawah)................................ 40
6) Ekuivalensi (kesepadanan bentuk)............................... 41
4. Kontekstual Wacana .............................................................. 41
a. Prinsip Penafsiran Personal ............................................. 42
b. Prinsip Penafsiran Lokasional.......................................... 43
c. Prinsip Penafsiran Temporal ........................................... 44
d. Prinsip Analogi ............................................................... 45
e. Inferensi ........................................................................... 46
C. Kerangka Pikir .......................................................................... 47
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 49
A. Jenis Penelitian .......................................................................... 49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
B. Data dan Sumber Data .............................................................. 49
C. Populasi dan Sampel ................................................................. 50
D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 51
E. Teknik Klasifikasi Data ............................................................. 52
F. Teknik Analisis Data ................................................................. 53
G. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ...................................... 55
BAB IV ANALISIS DATA ............................................................................ 56
A. Aspek Gramatikal ...................................................................... 56
1. Pengacuan (Reference) …………………………………….. 56
a. Pengacuan Persona ............................................................ 56
1) Pengacuan Persona Pertama Tunggal .......................... 57
2) Pengacuan Persona Pertama Jamak ............................. 57
3) Pengacuan Persona Ketiga Tunggal ............................ 57
4) Pengacuan Persona Ketiga Jamak ................................ 58
b. Pengacuan Demostratif ..................................................... 59
1) Pronomina Demonstratif Waktu ................................... 59
2) Pronomina Demonstratif Tempat .................................. 60
2. Penyulihan (Substitusion)....................................................... 60
a. Substitusi Verbal ............................................................... 61
b. Substitusi Frasal ................................................................ 61
c. Substitusi Klausal .............................................................. 62
3. Pelesapan (Ellipsis) ................................................................ 63
4. Perangkaian (Conjunction)..................................................... 64
B. Aspek Leksikal .......................................................................... 66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
1. Repetisi (Pengulangan) .......................................................... 66
a. Repetisi Epizeuksis ............................................................ 66
b. Repetisi Tautotes ............................................................... 66
c. Repetisi Anafora ................................................................ 67
d. Repetisi Epistrofa .............................................................. 67
2. Sinonimi (padan kata) ............................................................ 68
a. Sinonimi Kata dengan Kata ............................................... 68
3. Antonimi (lawan kata) ........................................................... 69
a. Oposisi Mutlak .................................................................. 69
b. Oposisi Kutub ................................................................... 69
c. Oposisi Hubungan ............................................................. 70
d. Oposisi Hirarkial ............................................................... 70
e. Oposisi Majemuk .............................................................. 70
4. Kolokasi (sanding kata).......................................................... 71
5. Hiponimi (hubungan atas-bawah) .......................................... 71
6. Ekuivalensi (kesepadanan bentuk)......................................... 72
C. Kontekstual Wacana .................................................................. 76
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 107
A. Simpulan ..................................................................................... 107
B. Saran ............................................................................................ 108
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Pengacuan Persona …………………………………………………… 22
Tabel 2 Demonstratif (Penunjukan) ……………………………………......…. 23
Tabel 3 Aspek Gramatikal ……………………………………………………. 75
Tabel 4 Aspek Leksikal ……………………………………………………….. 77
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR TANDA
( … ) : Maksudnya ada kalimat sebelum atau sesudahnya yang
dihilangkan.
( . ) : Tanda titik
( , ) : Tanda koma
( : ) : Tanda titik dua
( ; ) : Tanda titik koma
( - ) : Tanda hubung
( ? ) : Tanda tanya
( ! ) : Tanda seru
( / ) : Garis miring
(“..”) : Tanda petik
(‘…’) : tanda petik tunggal
(( )) : Tanda kurung
Ф : Tanda zero, menyatakan satuan lingual yang dilesapkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR SINGKATAN
AC : Air Conditioner
e-KTP : Electronic Kartu Tanda Penduduk
HP : Handphone
KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia
KB : Kata Benda
ICMI : Ikatan Cendekia Muslim Indonesia
PK : Penanda Kohesi
PT : Perguruan Tinggi
RS : Rubrik Suarapublika
RT : Rukun Tetangga
S : Subjek
SD : Sekolah Dasar
SK : Surat Kepegawaian
SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
SMU : Sekolah Menengah Umum
S1 : Sarjana
TK : Taman Kanak-Kanak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
ABSTRAK
Lina Azizah. C0205036. 2012. Kohesi Tekstual dan Kontekstual Rubrik “Suarapublika” di Surat Kabar Republika. Skripsi : Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Permasalahan yang dikaji adalah (1) bagaimana kohesi tekstual pada rubrik“Suarapublika” dalam surat kabar Republika, (2) bagaimana kontekstual wacana yang terdapat pada rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar Republika.
Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan kohesi tekstual pada rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar Republika, (2) mendeskripsikankontekstual wacana yang terdapat pada rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar Republika.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan analisis wacana. Data dalam penelitian ini berupa kata-kata, kalimat-kalimat, ataupun paragraf yang di dalamnya mengandung penanda kohesi tekstual (gramatikal dan leksikal) dan kontekstual. Data yang digunakan dalam penelitian berbentuk tertulis yang terdapat dalam sumber data yang berasal dari media cetak. Sumber data dalam penelitian ini adalah rubrik “Suarapublika” pada surat kabar Republika yang terbit pada bulan Juli sampai dengan September 2011. Populasi yang digunakan adalah keseluruhan pemakaian bahasa yang mengandung penanda kohesi tekstual dan kontekstual pada wacana rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar Republika edisi bulan Juli sampai September 2011, sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari pemakaian bahasa yang mengandung penanda kohesi tekstual dan kontekstual pada wacana rubrik “Suarapublika”dalam surat kabar Republika edisi bulan Juli sampai September 2011. Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan teknik simak, catat, dan menggunakan teknik pustaka. Teknik klasifikasi dalam penelitian ini yakni diklasifikasikan berdasarkan kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Teknik analisis data yang digunakan yaitu menggunakan teknik distribusional dan teknik kontekstual. Teknik penyajian hasil analisis data yakni disajikan dengan teknik formal dan informal. Penyajian hasil analisis secara formal menggunakan tanda dan lambang, sedangkan penyajian hasil analisis secara informal menggunakan kata-kata yang menjelaskan hasil dari analisis data dalam penelitian ini.
Simpulan penelitian dari analisis yang dilakukan pada rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar Republika yaitu kohesi gramatikal yang mencerminkan kepaduan bentuk bahasa dan kohesi leksikal yang mencerminkan kepaduan makna. Terdapat empat unsur kohesi gramatikal meliputi : (1) Pengacuan yang terdiri atas pengacuan persona pertama tunggal, pengacuan persona pertama jamak, pengacuan persona ketiga tunggal, pengacuan persona ketiga jamak, pengacuan demonstratif waktu (temporal), demonstratif tempat (lokasional), (2) Substitusi terdiri dari substitusi verbal, substitusi nomina, substitusi frasal, dan substitusi klausal, (3) Pelesapan, dan (4) Konjungsi. Terdapat enam unsur kohesi leksikal yang meliputi : (1) Repetisi yang terdiri atas repetisi epizeuksis, repetisi tautotes, repetisi anafora, dan repetisi epistrofa, (2) Sinonimi meliputi sinonimi kata dengan kata dan sinonimi kata dengan frasa, (3) Antonimi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
terdiri dari antonimi mutlak, antonimi kutub, antonimi hubungan, antonimi hirarkial, dan antonimi majemuk, (4) Kolokasi atau sanding kata, (5) Hiponimi atau hubungan atas bawah, (6) Ekuivalensi atau kesepadanan bentuk. Selain menganalisis kohesi tekstual yang terdiri dari aspek gramatikal dan aspek leksikal, penelitian ini juga menganalisis mengenai kontekstual wacana yang meliputi prinsip penafsiran personal, prinsip penafsiran lokasional, prinsip temporal, prinsip analogi, dan inferensi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KOHESI TEKSTUAL DAN KONTEKSTUALRUBRIK “SUARAPUBLIKA”
DI SURAT KABAR REPUBLIKA
Lina Azizah1
Dra. Chattri Sigit Widyastuti, M.Hum.2
ABSTRAK
2012. Permasalahan yang dikaji adalah (1) bagaimana kohesi tekstual pada rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar Republika, (2) bagaimana kontekstual wacana yang terdapat pada rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar Republika.Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan kohesi tekstual pada rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar Republika, (2) mendeskripsikan kontekstual wacana yang terdapat pada rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar Republika.Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan analisis wacana. Data dalam penelitian ini berupa kata-kata, kalimat-kalimat, ataupun paragraf yang di dalamnya mengandung penanda kohesi tekstual (gramatikal dan leksikal) dan kontekstual. Data yang digunakan dalam penelitian berbentuk tertulis yang terdapat dalam sumber data yang berasal dari media cetak. Sumber data dalam penelitian ini adalah rubrik “Suarapublika” pada surat kabar Republika yang terbit pada bulan Juli sampai dengan September 2011. Populasi yang digunakan adalah keseluruhan pemakaian bahasa yang mengandung penanda kohesi tekstual dan kontekstual pada wacana rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar Republika edisi bulan Juli sampai September 2011, sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari pemakaian bahasa yang mengandung penanda kohesi tekstual dan kontekstual pada wacana rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar Republika edisi bulan Juli sampai September 2011. Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan teknik simak, catat, dan menggunakan teknik
1 Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia dengan NIM C02050362 Dosen Pembimbing
pustaka. Teknik klasifikasi dalam penelitian ini yakni diklasifikasikan berdasarkan kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Teknik analisis data yang digunakan yaitu menggunakan teknik distribusional dan teknik kontekstual. Teknik penyajian hasil analisis data yakni disajikan dengan teknik formal dan informal. Penyajian hasil analisis secara formal menggunakan tanda dan lambang, sedangkan penyajian hasil analisis secara informal menggunakan kata-kata yang menjelaskan hasil dari analisis data dalam penelitian ini.Simpulan penelitian dari analisis yang dilakukan pada rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar Republika yaitu kohesi gramatikal yang mencerminkan kepaduan bentuk bahasa dan kohesi leksikal yang mencerminkan kepaduan makna. Terdapat empat unsur kohesi gramatikal meliputi : (1) Pengacuan yang terdiri atas pengacuan persona pertama tunggal, pengacuan persona pertama jamak, pengacuan persona ketiga tunggal, pengacuan persona ketiga jamak, pengacuan demonstratif waktu (temporal), demonstratif tempat (lokasional), (2) Substitusi terdiri dari substitusi verbal, substitusi nomina, substitusi frasal, dan substitusi klausal, (3) Pelesapan, dan (4) Konjungsi. Terdapat enam unsur kohesi leksikal yang meliputi : (1) Repetisi yang terdiri atas repetisi epizeuksis, repetisi tautotes, repetisi anafora, dan repetisi epistrofa, (2) Sinonimi meliputi sinonimi kata dengan kata dan sinonimi kata dengan frasa, (3) Antonimi terdiri dari antonimi mutlak, antonimi kutub, antonimi hubungan, antonimi hirarkial, dan antonimi majemuk, (4) Kolokasi atau sanding kata, (5) Hiponimi atau hubungan atas bawah, (6) Ekuivalensi atau kesepadanan bentuk. Selain menganalisis kohesi tekstual yang terdiri dari aspek gramatikal dan aspek leksikal, penelitian ini juga menganalisis mengenai kontekstual wacana yang meliputi prinsip penafsiran personal, prinsip penafsiran lokasional, prinsip temporal, prinsip analogi, dan inferensi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa memegang peranan penting sebagai alat komunikasi. Manusia akan
mengalami kesulitan berkomunikasi tanpa adanya bahasa. Hal ini karena manusia
sebagai makhluk sosial membutuhkan orang lain dalam melangsungkan hidupnya.
Dalam memenuhi kebutuhan untuk berkomunikasi, manusia membutuhkan
sarana. Sarana itu digunakan untuk mengungkapkan ide, gagasan, maksud, dan
sebagainya. Sarana komunikasi tersebut berupa bahasa yang sangat efektif
fungsinya dalam proses komunikasi. Dengan demikian, bahasa merupakan sarana
komunikasi yang paling utama dan vital untuk memenuhi kebutuhannya
berkomunikasi (Sumarlam, dkk., 2003:1).
Pemanfaatan potensi bahasa sebagai alat komunikasi dapat dilihat dari
berbagai aspek kehidupan, misalnya di bidang pendidikan, politik, hukum,
ekonomi dan bidang lainnya. Bahasa sebagai sarana utama untuk berkomunikasi
dalam masyarakat dapat berbentuk lisan maupun tertulis. Berkaitan dengan fungsi
bahasa, Gorys Keraf (1984:4) mengatakan bahwa bahasa sebagai alat komunikasi
yang merupakan saluran maksud seseorang, melahirkan perasaan seseorang, dan
memungkinkan menciptakan kerjasama dengan warga. Komunikasi dengan media
bahasa dapat dibedakan menjadi komunikasi lisan dan tulis. Komunikasi lisan
dengan menggunakan mulut sebagai alat komunikasi, sedangkan komunikasi tulis
menggunakan media tulis seperti buku, majalah, tabloid, surat kabar, dan
sebagainya.
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Surat kabar merupakan salah satu jenis media massa cetak yang berfungsi
menyampaikan informasi yang berbentuk tulis. Dalam KBBI (2005:1109)
pengertian surat kabar adalah lembaran-lembaran kertas bertuliskan berita. Di
dalam surat kabar terdapat berbagai rubrik. Rubrik adalah kepala karangan (ruang
tetap) di dalam surat kabar, majalah, tabloid, dan lain-lain (KBBI, 2005:965).
Menurut Ardianta Elvinaro dan Lukianti Komala Erdinaya (2004:98), media
massa secara kontemporer memiliki tiga fungsi utama dan sekunder. Fungsi utama
media massa adalah menginformasikan kepada pembaca secara objektif tentang
apa yang terjadi dalam suatu komunitas, mengomentari berita yang disampaikan
dan mengembangkannya ke dalam fokus berita, menyediakan keperluan informasi
bagi pembaca yang membutuhkan barang dan jasa melalui pemasangan iklan di
media, sedangkan fungsi sekunder media massa adalah memberikan hiburan
kepada pembaca dengan sajian-sajian khusus, melayani pembaca sebagai konselor
yang ramah dengan menjadi agen informasi dan perjuangan hak. Selain itu juga
untuk kampanye proyek-proyek yang bersifat kemasyarakatan yang diperlukan
sekali untuk membantu kondisi-kondisi tertentu.
Berkaitan dengan fungsi media cetak, surat kabar Republika juga memiliki
arah dan tujuan tersendiri. Surat kabar Republika merupakan salah satu surat
kabar nasional yang memuat berbagai berita dan informasi yang tersebar di
berbagai daerah di seluruh Nusantara. Surat kabar ini diterbitkan oleh kalangan
muslim. Diterbitkan sejak tanggal 4 Januari 1993 dan dipelopori oleh Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia atau ICMI.
Totok Djuroto (2000:67) mengemukakan bahwa penerbitan pers khususnya
surat kabar dan majalah, hampir semuanya menyediakan kolom atau rubrik untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
menampung pendapat atau pandangan (opini). Opini dalam penerbitan pers dibagi
menjadi dua jenis yaitu opini penerbit (desk opinion) dan pendapat umum (public
opinion). Wujud opini penerbit (desk opinion) ditulis dalam beberapa bentuk,
seperti tajuk rencana, pojok, dan karikatur. Wujud pendapat umum (public
opinion) biasanya disajikan dalam tiga bentuk, yaitu komentar, artikel, dan surat
pembaca. Salah satu wujud opini yang akan dipilih untuk diteliti adalah pendapat
umum (public opinion), yaitu surat pembaca.
Surat pembaca adalah opini singkat yang ditulis oleh pembaca dan dimuat
dalam rubrik khusus surat pembaca. Hampir semua media massa memberi rubrik
yang tujuannya membuka kesempatan kepada masyarakat luas untuk
menyampaikan sikap, kritik, dan pendapat tentang pelbagai hal yang bersifat
individual maupun kelompok yang menyangkut pengalaman pribadi maupun yang
berkaitan dengan kepentingan umum. Rubrik surat pembaca sebagai alat bagi
media untuk menjalin interaksi dengan pembacanya dan membantu memberi
ruang publik yang memungkinkan sesama anggota masyarakatnya saling
berinteraksi. Rubrik ini juga sering dipakai untuk mengukur tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap medianya. Semakin banyak anggota masyarakat yang terlibat
dalam rubrik tersebut menunjukkan adanya respon pembaca dan tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap media itu mempunyai pengaruh yang besar
dalam kehidupan sosial.
Setiap media menyediakan rubrik surat pembaca dengan nama dan bentuk
yang bermacam-macam, misalnya surat kabar Republika menamakan rubriknya
‘Suarapublika’, ada juga yang menamakan rubrik ‘REDAKSI YTH’ (Kompas),
‘Pikiran Pembaca’(Kedaulatan Rakyat), ‘Pembaca Menulis’ (Jawa Pos), dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
sebagainya sesuai dengan kekhasan masing-masing suatu media. Semua nama lain
dari surat pembaca tersebut mempunyai maksud tertentu. Kata “Suarapublika’
misalnya dimaksudkan sebagai layanan publik dari redaksi kepada masyarakat
untuk memberikan suaranya mengenai keluhan, kritik, saran, maupun pengaduan
kepada pihak tertentu yang dituangkan dalam bentuk tulisan, kemudian dikirim ke
pihak redaksi selanjutnya diseleksi oleh pihak redaksi untuk dipublikasikan.
Rubrik “Suarapublika” ini hadir setiap hari Senin sampai Sabtu, kecuali hari
libur nasional tidak terbit. Rubrik ini berisi suatu peristiwa, kejadian yang sedang
terjadi atau telah terjadi di dalam suatu masyarakat di berbagai daerah dan
memuat berbagai informasi. Selain itu, juga berisi saran, kritik, keluhan,
pengaduan konsumen dan tanggapan dari berbagai pihak, lembaga, maupun
instansi yang bersangkutan. Penulis dalam rubrik “Suarapublika” ini terbuka bagi
seluruh pembaca atau masyarakat di manapun berada. Dalam hal ini, pembaca
adalah selaku pengirim informasi, peristiwa atau kejadian yang dialami oleh yang
bersangkutan. Penyampaian informasi atau berita dalam rubrik “Suarapublika” ini
adalah salah satu bentuk penyampaian ide, gagasan, dan keinginan-kenginan
pembaca (pengirim informasi) mengenai suatu kejadian atau peristiwa yang
sedang atau telah berlangsung di dalam suatu masyarakat untuk diketahui oleh
masyarakat. Penulis dalam rubrik ini juga mencantumkan identitas nama dan
alamat lengkap di bagian bawah tulisannya. Rubrik ini ditulis berdasarkan realitas
atau kejadian yang pernah dialami penulisnya sehingga dapat diketahui
masyarakat dan diharapkan adanya tanggapan dari pihak-pihak yang
bersangkutan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Wacana rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar Republika ini disusun
dengan kalimat-kalimat yang memiliki keterkaitan antara yang satu dengan yang
lainnya. Keterkaitan itu berupa bentuk (form) dan makna (meaning). Hal ini dapat
terjadi karena ada satu kalimat dikembangkan dan dijelaskan oleh kalimat lainnya
pada wacana rubrik “Suarapublika” yang penting untuk dideskripsikan.
Dalam penelitian ini, penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada
wacana media tulis, yaitu pada wacana rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar
Republika. Penulis meneliti dari segi kohesi tekstual dan kontekstual. Dari segi
kohesi tekstual meliputi aspek gramatikal dan leksikal, sedangkan dari segi
kontekstual meliputi penafsiran personal, penafsiran lokasional, penafsiran
temporal, prinsip analogi, dan inferensi. Penulis sangat tertarik dengan masalah
tersebut karena penelitian di bidang wacana sangat mendapat perhatian dari
peneliti ilmu bahasa.
Dalam memahami suatu wacana, diperlukan pemahaman yang mendalam
baik itu dari teks bahasa maupun konteks eksternal yang melingkupinya. Hal ini
bertujuan agar pembaca dapat memahami isi wacana secara keseluruhan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti
wacana pada rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar Republika sebagai objek
kajian dari segi kohesi tekstual dan kontekstual.
B. Pembatasan Masalah
Dalam suatu penelitian perlu adanya pembatasan masalah, tujuannya agar
memudahkan dan membantu penulis dalam menganalisisnya. Selain itu juga
untuk menghindari meluasnya permasalahan dalam penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Ruang lingkup penelitian ini penulis batasi pada kajian wacana dengan
menggunakan tinjauan kohesi tekstual dan kontekstual wacana. Objek penelitian
ini adalah wacana “Suarapublika” yang diambil dari surat kabar Republika edisi
bulan Juli sampai September 2011. Wacana “Suarapublika” akan dikaji dari segi
kohesi tekstual yang meliputi aspek gramatikal dan aspek leksikal, sedangkan dari
segi kontekstual wacana dikaji prinsip penafsiran personal, prinsip penafsiran
lokasional, prinsip penafsiran temporal, prinsip analogi, dan inferensi.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, masalah-masalah yang akan
diteliti dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana kohesi tekstual pada rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar
Republika?
2. Bagaimana kontekstual wacana yang terdapat pada rubrik “Suarapublika”
dalam surat kabar Republika?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan suatu penelitian ialah memecahkan masalah. Hal itu dilakukan
dengan jalan menyimpulkan sejumlah pengetahuan yang memadai dan mengarah
pada upaya untuk memakai atau menjelaskan faktor-faktor yang berkaitan
tersebut. Adapun tujuan penelitian mengenai wacana rubrik “Suarapublika” dalam
surat kabar Republika adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan kohesi tekstual pada rubrik “Suarapublika” dalam surat
kabar Republika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
2. Mendeskripsikan kontekstual wacana yang terdapat pada rubrik
“Suarapublika” dalam surat kabar Republika.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan agar dapat memberi manfaat, baik manfaat teoretis
maupun manfaat praktis. Edi Subroto mengatakan bahwa perumusan manfaat
penelitian sering diperlukan dan biasanya juga dikaitkan dengan masalah yang
bersifat praktis (1992:91). Hal ini dimaksudkan agar penelitian dapat memberi
pemecahan yang bersifat praktis selain memberikan sumbangan ke arah
pengembangan ilmu.
1. Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis adalah manfaat yang berkenaan dengan pengembangan
ilmu pengetahuan. Manfaat teoretis dalam penelitian ini antara lain :
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan ilmu linguistik, khususnya disiplin ilmu wacana.
2. Memperluas wawasan mengenai ilmu kebahasaan, khususnya
mengenai kajian kohesi tekstual dan kontekstual dalam wacana.
2. Manfaat Praktis
Manfaat penelitian sering kali dikaitkan dengan masalah yang sifatnya
praktis. Manfaat praktis penelitian ini antara lain :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
pengetahuan kepada berbagai pihak, antara lain pembaca rubrik
“Suarapublika” surat kabar Republika dan penulis rubrik
“Suarapublika” itu sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
2. Hasil penelitian ini dapat membantu pembaca dalam memahami isi
wacana “Suarapublika”dalam surat kabar Republika.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penguraian di dalam suatu penelitian, maka
diperlukan sistematika penulisan. Sistematika penulisan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Bab pertama memuat pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah,
pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
dan sistematika penulisan.
Bab kedua adalah kajian pustaka dan kerangka pikir, bab ini menyajikan
studi terdahulu yang pernah dilakukan dalam suatu penelitian dan membahas
tentang beberapa teori yang berhubungan dengan masalah yang akan dikaji, antara
lain tinjauan studi terdahulu, pengertian wacana, jenis-jenis wacana, kohesi
tekstual yang meliputi aspek gramatikal dan aspek leksikal, kontekstual wacana
yang terdiri dari prinsip penafsiran personal, prinsip lokasional, prinsip penafsiran
temporal, prinsip analogi, dan inferensi serta menyajikan kerangka pikir wacana
rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar Republika.
Bab ketiga berupa metode penelitian, yaitu berisi mengenai jenis penelitian,
data dan sumber data, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, teknik
klasifikasi data, teknik analisis data, dan teknik penyajian hasil analisis data.
Bab keempat merupakan analisis data, bab ini menguraikan analisis
terhadap data-data yang menjadi objek penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Bab kelima adalah penutup, berisi simpulan dan saran. Simpulan yaitu
simpulan akhir dari hasil penelitian, sedangkan saran merupakan saran dari
penulis dengan hasil penelitian ini sekaligus harapan yang lebih baik lagi bagi
penelitian-penelitian sejenis di waktu yang akan datang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Studi Terdahulu
Beberapa studi terdahulu yang penulis temukan dan masih relevan dengan
penelitian ini disajikan sebagai berikut :
Dwi Ika Fatimah (2000) dalam skripsinya yang berjudul Penanda Kohesi
Antarkalimat dalam Wacana Jurnalistik Berita Olahraga tabloid Bola, membahas
kohesi yang terdapat dalam wacana jurnalistik berita olahraga tabloid Bola,
menjelaskan ciri khusus wacana jurnalistik berita olahraga tabloid Bola yang
dilihat dari penanda kohesi dan mendeskripsikan penanda hubungan tipe yang
paling sering digunakan dalam wacana jurnalitik berita olaharaga tabloid Bola.
Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa kepaduan informasi dari wacana
jurnalistik berita olahraga tabloid Bola ditandai dengan hadirnya penanda kohesi
gramatikal dan penanda kohesi leksikal. Penanda kohesi gramatikal meliputi
penunjukan, penggantian, pelesapan atau penghilangan, dan perangkaian,
sedangkan penanda kohesi leksikal meliputi pengulangan, sinonimi, antonimi,
hiponimi, kolokasi, ekuivalensi serta kata generik dan non-generik.
Skripsi Ristyaningtyas Maharani (2005) yang berjudul Penanda Kohesi
Gramatikal dan Leksikal dalam Wacana “Santapan” pada surat kabar Wawasan,
mendeskripsikan kepaduan wacana “Santapan” dilihat dari kohesi gramatikal dan
leksikal, serta tingkat kekohesifan dalam wacana “Santapan”. Dari hasil analisis
data diambil beberapa simpulan bahwa kepaduan wacana “Santapan” terjalin
melalui dua penanda kohesi, yaitu PK gramatikal yang terdiri dari (1) PK referensi
10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
yang terbagi menjadi dua, yaitu PK referensi demonstratif dan persona yang
kesemuanya bersifat anafora, (2) PK substitusi yang ditandai adanya bentuk yang
berkedudukan sebagai pengganti “pengganti” yang terdapat pada bagian S dan
bentuk yang berkedudukan sebagai “terganti” yang terdapat pada bagian KB, (3)
PK ellipsis ditandai adanya unsur yang ditandai dengan symbol Φ (zero), (4) PK
konjungsi ditandai oleh hadirnya kata penghubung yang menghubungkan kalimat-
kalimat antara bagian KB dengan S dan PK leksikal yang terdiri dari (1) PK
repetisi yang terdiri dari tiga macam repetisi, yaitu pengulangan penuh dengan
perubahan bentuk dan sebagian, (2) PK sinonim yang ditandai oleh hadirnya kata
atau frasa yang memiliki kesamaan atau kemiripan, (3) PK antonimi yang ditandai
oleh kata-kata yang menunjukkan oposisi makna berlawanan. PK antonim dalam
wacana ini ada dua, yaitu oposisi mutlak dan oposisi kutub, (4) PK kolokasi yang
ditandai oleh adanya kata-kata yang “bersanding” atau dalam asosiasi yang sama,
dan (5) PK homonim ditandai oleh hadirnya kata-kata yang “memayungi” kata
yang lain atau kata yang menjadi superordinat dari kata-kata yang lain. Selain itu,
wacana yang kohesif dan koheren merupakan wacana yang paling banyak
digunakan dalam wacana “Santapan”, jika dibandingkan dengan wacana yang
kohesif tetapi tidak koheren.
Skripsi Anung Nugroho (2008) yang berjudul Keterpaduan Wacana Politik
pada Rubrik “Opini” surat kabar Kompas, memaparkan aspek kohesi gramatikal
dan leksikal yang membangun keterpaduan wacana opini politik pada rubrik opini
surat kabar Kompas. Hasil analisisnya dapat disimpulkan beberapa hal : (1)
Aspek-aspek gramatikal yang dimanfaatkan untuk membangun keterpaduan
dalam wacana politik pada rubrik opini Kompas adalah pengacuan (referensi)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
yang meliputi pengacuan pronomina III tunggal, pengacuan pronomina III jamak,
dan pengacuan komparatif ; penyulihan (substitusi) yang meliputi substitusi
nominal, substitusi frasal, substitusi klausal, dan substitusi dengan penyebutan
ulang secara definit ; pelesapan (elipsis) yang meliputi pelesapan berupa kata,
pelesapan frasa, dan pelesapan klausa ; perangkaian (konjungsi) yang meliputi
konjungsi sebab-akibat, konjungsi pertentangan, konjungsi konsesif, konjungsi
penambahan (aditif), konjungsi harapan (optatif), konjungsi perlawanan,
konjungsi syarat, konjungsi parafrase, konjungsi cara, konjungsi ketidakserasian,
konjungsi ringkasan dan simpulan, konjungsi misalan atau contoh, konjungsi
tegasan, konjungsi jelasan, konjungsi tujuan, dan konjungsi keragu-raguan. (2)
Aspek-aspek leksikal yang dimanfaatkan untuk membangun keterpaduan wacana
politik pada rubrik opini Kompas adalah sebagai berikut : repetisi (pengulangan)
dibedakan atas repetisi epizeuksis, repetisi anafora, repetisi epistrofa, dan repetisi
mesodiplosis ; sinonimi (padan kata) terdiri atas sinonimi kata dengan kata,
sinonimi kata dengan frasa atau sebaliknya, sinonimi frasa dengan frasa, dan
sinonimi klausa/kalimat dengan klausa/kalimat ; antonimi (lawan kata) meliputi
oposisi mutlak dan oposisi kutub ; kolokasi (sanding kata) ; hiponim (hubungan
atas-bawah) ; dan ekuivalensi.
Indro Febiyanto (2009) dalam skripsinya yang berjudul Aspek Gramatikal
dan Leksikal pada Wacana “Tajuk Rencana” surat kabar Kompas, membahas
aspek gramatikal dan leksikal pada wacana “Tajuk Rencana” surat kabar Kompas.
Selain itu, juga menunjukkan frekuensi tipe aspek gramatikal dan aspek leksikal
yang terdapat pada wacana “Tajuk Rencana” pada surat kabar Kompas.
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa wacana “Tajuk Rencana”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
pada surat kabar Kompas, terjalin hubungan adanya aspek gramatikal dan aspek
leksikal sehingga makna yang dihasilkan dari perpaduan tersebut dapat dipahami
oleh pembaca. Aspek gramatikal terdiri atas pengacuan (referensi), penyulihan
(substitusi), pelesapan (elipsis), dan perangkaian (konjungsi). Aspek leksikal
terdiri atas repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), antonimi (lawan kata),
dan hiponimi (hubungan atas bawah). Dalam penelitian ini ditunjukkan sejumlah
aspek gramatikal dan leksikal yang menghubungkan kalimat-kalimat dan
sejumlah tabel.
Sigit Kurniawan (2009) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Kohesi
dalam Wacana Rubrik “Pos Pembaca” surat kabar Solopos, mendeskripsikan
penanda-penanda kohesi gramatikal dan leksikal dalam wacana rubrik “Pos
Pembaca” surat kabar Solopos, serta mendeskripsikan ciri khusus wacana rubrik
“Pos Pembaca” surat kabar Solopos yang dilihat dari penanda kohesi. Hasil
analisis datanya menyimpulkan bahwa penanda kohesi gramatikal yang berperan
dalam wacana rubrik “Pos Pembaca” surat kabar Solopos adalah referensi
(pengacuan), substitusi (penyulihan), ellipsis (pelesapan), dan konjungsi
(perangkaian), sedangkan yang termasuk penanda kohesi leksikal adalah repetisi
(pengulangan), sinonimi (padan kata), antonimi (lawan kata), hiponimi (hubungan
atas bawah), kolokasi (sanding kata), dan ekuivalensi (kesepadanan). Wacana
rubrik “Pos Pembaca” surat kabar Solopos rata-rata terdiri atas 6 sampai 9 kalimat
yang menyusunnya. Kalimat tersebut sering disertai dengan penanda penyulihan
yang menggantikan unsur di depannya. Kalimat yang menyusun wacana juga
disertai penanda pengacuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan tersebut di atas berfungsi
sebagai acuan bagi penulis dan digunakan sebagai pembanding penanda wacana
yang berbeda ragamnya. Penelitian yang dilakukan penulis kali ini mempunyai
persamaan dan perbedaan dengan penelitian-penelitian terdahulu. Perbedaan
tersebut mengenai sumber datanya yakni berasal dari surat kabar Republika.
Persamaan dalam penelitian ini terletak pada penggunaan media massa cetak
berupa wacana tulis.
Berdasarkan penelitian yang telah ada, menunjukkan bahwa penelitian
tentang Kohesi Tekstual dan Kontekstual rubrik “Suarapublika” di surat
kabar Republika belum pernah dilakukan. Oleh sebab itu, penulis merasa tertarik
untuk meneliti wacana rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar Republika dengan
pertimbangan sebagai berikut: (1) Surat kabar Repubika merupakan salah satu
surat kabar nasional, (2) Rubrik “Suarapublika” ini ditulis oleh seseorang (bukan
pihak redaksi), dalam hal ini pembaca selaku pengirim informasi, peristiwa atau
kejadian yang dialami oleh yang bersangkutan sehingga dapat diketahui
masyarakat yang membaca rubrik ini, (3) Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui keutuhan wacana rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar Republika.
Selain itu juga mendeskripsikan kontekstual wacana yang meliputi penafsiran
persona, penafsiran lokasional, penafsiran temporal, prinsip analogi, dan inferensi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
B. Landasan Teori
1. Pengertian Wacana
Para ahli bahasa pada umumnya berpendapat sama tentang wacana dalam
hal satuan bahasa yang terlengkap, tetapi cara penyampaiannya saja yang berbeda.
Menurut Mulyana (2005:1) wacana merupakan unsur kebahasaan yang relatif
paling kompleks dan paling lengkap. Sebagai objek kajian dan penelitian
kebahasaan, wacana dapat ditelusuri dari berbagai segi. Di samping itu, aspek-
aspek yang terkandung di dalamnya menyuguhkan jenis kajian yang sangat
beragam. Wacana memiliki dua unsur pendukung utama, yaitu unsur dalam
(internal) dan unsur luar (eksternal). Unsur internal berkaitan dengan aspek formal
kebahasaan, sedangkan unsur eksternal berkenaan dengan hal-hal di luar wacana
itu sendiri. Dalam batasan tersebut, Mulyana (2005:25-26) tidak sekedar
memberikan definisi apa itu wacana, tetapi juga menjelaskan bahwa wacana yang
mengandung aspek-aspek terpadu dan menyatu (kohesif dan koheren). Kedua
unsur tersebut membentuk satu kepaduan dalam suatu struktur yang utuh dan
lengkap.
Sejalan dengan hal tersebut, Abdul Chaer (1994:267) menjelaskan wacana
adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal
merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana dikatakan lengkap
karena di dalamnya terdapat konsep, gagasan, pikiran, ide yang utuh, yang bisa
dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau oleh pendengar (dalam wacana
lisan) tanpa keraguan apapun. Wacana dikatakan tertinggi atau terbesar karena
wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan kewacanaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
(kohesi dan koherensi). Wacana yang memenuhi persyaratan tersebut merupakan
wacana yang benar dan apik.
Harimurti Kridalaksana (2001:23) juga mengemukakan pendapatnya bahwa
wacana adalah satuan bahasa terlengkap dalam hierarki gramatikal merupakan
satuan tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan
utuh (novel, buku, dan sebagainya), paragraf, kalimat, atau kata yang membawa
amanat yang lengkap. Henry Guntur Tarigan (1987:27) menyatakan bahwa
wacana merupakan satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas
kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan
yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan atau tertulis.
Menurut Fatimah Djajasudarma (1994:2), perbedaan wacana terletak pada
wacana sebagai unsur gramatikal tertinggi yang direalisasikan dalam bentuk
karangan yang utuh dengan amanat lengkap dengan koherensi dan kohesi. Pada
dasarnya, wacana yang utuh harus mempertimbangkan dari segi isi (informasi)
yang koheren, sedangkan kohesif dipertimbangkan dari keruntutan unsur
pendukung (bentuk). Selanjutnya Samsuri (1988:1) berpendapat bahwa wacana
ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi. Komunikasi
dapat menggunakan bahasa lisan dan bahasa tulis. Apa pun bentuknya, wacana
mengasumsikan adanya penyapa dan pesapa. Dalam wacana lisan, penyapa adalah
pembicara, sedangkan pesapa adalah pendengar. Dalam wacana tulis, penyapa
adalah penulis sedangkan pesapa adalah pembaca.
Adapun definisi wacana menurut Sumarlam (2003:15) adalah satuan bahasa
terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti pidato, ceramah, kotbah, dan
dialog, ataupun secara tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat, dan dokumen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
tertulis yang dilihat dari struktur lahirnya (dari segi bentuk) bersifat kohesif,
saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat koheren
terpadu.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi ke-3), wacana mempunyai
pengertian sebagai berikut :
a) Komunikasi verbal ; percakapan
b) Keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan
c) Satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan
atau laporan utuh seperti novel, buku, artikel, pidato atau khotbah
d) Kemampuan atau prosedur berpikir secara sistematis ; kemampuan
atau proses memberikan pertimbangan berdasarkan akal sehat.
e) Pertukaran ide secara verbal (Tim Penyusun, 2005:1265).
2. Jenis-jenis Wacana
Menurut Sumarlam (2003:15), wacana diklasifikasikan menjadi berbagai
jenis menurut dasar pengklasifikasiannya. Misalnya berdasarkan bahasa yang
dipakai sebagai sarana mengungkapkannya, media yang digunakan untuk
mengungkapkan, jenis pemakaian, bentuk, serta cara dan tujuan pemaparannya.
Adapun klasifikasi jenis-jenis wacana tersebut adalah sebagai berikut :
a) Berdasarkan bahasa yang dipakai sebagai sarana mengungkapkannya,
wacana dapat diklasifikasikan menjadi :
1) Wacana bahasa nasional (Indonesia)
2) Wacana bahasa lokal atau daerah (misalnya: bahasa Jawa)
3) Wacana bahasa Internasional (misalnya: bahasa Inggris)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
4) Wacana bahasa lainnya, seperti bahasa Belanda, Jerman, Perancis,
dan sebagainya.
b) Berdasarkan media yang digunakannya, maka wacana dapat dibedakan
atas :
1) Wacana tulis merupakan wacana yang disampaikan dengan
bahasa tulis melalui media tulis. Untuk dapat menerima atau
memahami wacana tulis, maka sang penerima atau pesapa harus
membacanya. Di dalam wacana tulis terjadi komunikasi secara
tidak langsung antara penulis dan pembaca.
2) Wacana lisan yaitu wacana yang disampaikan dengan bahasa
lisan atau media lisan. Untuk dapat menerima dan memahami
wacana lisan, maka sang penerima atau pesapa harus menyimak
atau mendengarkannya. Di dalam wacana lisan terjadi
komunikasi secara langsung antara pembicara dengan
pendengarnya.
c) Berdasarkan sifat atau jenis pemakaiannya, wacana dapat dibedakan
menjadi wacana monolog dan wacana dialog.
1) Wacana monolog yaitu wacana yang disampaikan oleh seorang
diri tanpa melibatkan orang lain untuk ikut berpartisipasi secara
langsung.
2) Wacana dialog yaitu wacana yang dilakukan oleh dua orang atau
lebih secara langsung.
d) Berdasarkan bentuknya, wacana dapat diklasifikasikan menjadi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
1) Wacana prosa yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk
prosa.
2) Wacana puisi yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi.
3) Wacana drama yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk
drama maupun dialog, baik berupa wacana tulis maupun wacana
lisan.
e) Berdasarkan cara dan tujuan pemaparannya, pada umumnya wacana
diklasifikasikan menjadi lima macam antara lain :
1) Wacana narasi atau wacana penceritaan merupakan wacana yang
mementingkan urutan waktu, dituturkan oleh persona pertama
atau ketiga dalam waktu tertentu. Wacana narasi ini berorientasi
pada pelaku dan seluruh bagiannya diikat secara kronologis.
2) Wacana deskripsi yaitu wacana yang bertujuan melukiskan,
menggambarkan atau memerikan sesuatu menurut apa adanya.
3) Wacana eksposisi atau wacana pembeberan yaitu wacana yang
tidak mementingkan waktu dan pelaku.
4) Wacana argumentasi adalah wacana yang berisi ide atau gagasan
yang dilengkapi dengan data-data sebagai bukti yang bertujuan
meyakinkan pembaca akan kebenaran ide atau gagasannya.
5) Wacana persuasi ialah wacana yang isinya bersifat ajakan atau
nasihat, biasanya ringkas dan menarik, serta bertujuan untuk
mempengaruhi secara kuat pada pembaca atau pendengar agar
melakukan nasihat atau ajakan tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
3. Kohesi Tekstual
Analisis wacana kohesi tekstual adalah wacana yang bertumpu secara
internal pada teks yang dikaji. Menurut Sumarlan (2006:23), analisis kohesi
tekstual meliputi aspek gramatikal dan aspek leksikal.
a. Aspek Gramatikal
Piranti wacana yang biasa digunakan untuk mendukung kepaduan
wacana dari segi aspek gramatikal meliputi pengacuan (reference),
penyulihan (substitusion), pelesapan (ellipsis), dan perangkaian
(conjunction).
1) Pengacuan (reference)
Pengacuan (reference) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal
yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual
yang lain yang mendahuluinya atau mengikutinya. Jenis pengacuan
dalam aspek gramatikal, diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu
pengacuan persona, pengacuan demonstratif, dan pengacuan
komparatif.
a) Pengacuan Persona
Pengacuan persona direalisasikan melalui pronomina persona
(kata ganti orang) yang meliputi persona pertama, persona kedua,
dan persona ketiga, baik itu tunggal maupun jamak. Dapat berupa
bentuk bebas (morfem bebas) dan ada pula yang terikat (morfem
terikat). Yang berupa terikat, ada yang melekat disebelah kiri atau
lekat kiri, dan ada yang melekat sebelah kanan atau lekat kanan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Berikut ini salah satu contoh pengacuan persona :
”Pak RT, saya terpaksa minta berhenti”, kata Basuki bendaharakuyang pandai mencari uang itu.
(Sumarlam, dkk., 2003:24)
Tuturan di atas terdapat pronomina persona I tunggal bebas saya
mengacu pada unsur lain yang berada di dalam tuturan yang disebutkan
kemudian, yaitu Basuki (orang yang menuturkan tuturan itu). Dengan
ciri-ciri yang disebutkan tadi, maka saya merupakan jenis kohesi
gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks),
yang bersifat kataforis (karena acuannya disebutkan kemudian atau
antesedennya berada di sebelah kanan) melalui satuan lingual berupa
pronomina persona I tunggal bentuk bebas. Sementara itu, -ku pada
bendaharaku pada tuturan yang sama mengacu pada Pak RT yang telah
disebutkan terdahulu atau yang antesedennya berada di sebelah kiri.
Satuan lingual –ku merupakan pronomina persona I tunggal bentuk
terikat lekat kanan. Dengan ciri-ciri semacam itu, maka –ku adalah jenis
kohesi gramatikal pengacuan endofora yang anaforis melalui pronomina
persona I tunggal bentuk terikat lekat kanan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Tabel 1
Pengacuan Persona
PENGACUAN PERSONA
I II III
Tunggal Jamak Tunggal Jamak Tunggal Jamak
aku,
saya,
hamba,
gue/gua,
ane/ane
kami,
kami
semua,kita
kamu,
anda,
anta/ente
kamu semua,
kalian,
kalian semua
ia,
dia,
beliau
mereka,
mereka semua
terikat lekatkiri :ku-
terikat lekat kanan :-ku
terikatlekatkiri : kau-
terikatlekatkanan :-mu
terikatlekatkiri : di-
terikatlekatkanan : -nya
(Sumarlam, dkk., 2003:25)
b) Pengacuan Demonstratif
Pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) dapat dibedakan
menjadi pronomina demonstratif waktu dan pronomina demonstratif
tempat. Contohnya berikut ini :
Setiap malam, kurang lebih jam dua malam, ibuku selalu melakukan shalat tahajud, memohon kepada Allah agar saya segera lulus dan mendapatkan pekerjaan.
(Sumarlam, dkk., 2003:26)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Pada tuturan di atas, satuan lingual setiap malam merupakan
pengacuan waktu netral karena tidak menunjuk pada waktu lampau saja,
waktu kini saja, atau waktu yang akan datang saja, melainkan menunjuk
waktu setiap malam kurang lebih jam dua malam pada setiap malam.
Tabel 2
Demonstratif (Penunjukan)
PENGACUAN PERSONA
Waktu Tempat
kini :kini, sekarang, saat ini
dekat dengan penutur :sini, ini
kemarin :Kemarin, dulu, ...yang lalu
agak dekat dengan penutur :situ, itu
y.a.d :besok, ..depan, ..yang akan datang
jauh dengan penutur :sana
netral :pagi, siang, sore, pukul 12.00
menunjuk secara eksplisit :Sala, Yogya
(Sumarlam, dkk., 2003:26)c) Pengacuan Komparatif
Pengacuan komparatif (perbandingan) merupakan salah satu jenis
kohesi gramatikal yang membandingkan dua hal atau lebih yang
mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk atau wujud, sikap,
sifat, watak, perilaku, dan lain-lain. Kata-kata yang biasanya digunakan
untuk membandingkan, antara lain : bagai, bagaikan, seperti, laksana,
tidak berbeda dengan, persis seperti, sama dengan. Contohnya berikut
ini:
Tidak berbeda dengan ibunya, Nita itu orangnya cantik, ramah, dan lemah lembut.
(Sumarlam, dkk., 2003:28)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Pada tuturan di atas, satuan lingual tidak berbeda dengan merupakan
pengacuan komparatif yang berfungsi membandingkan antara
kecantikan, keramahan, dan kelembutan Nita dengan ciri-ciri atau sifat-
sifat yang sama yang dimiliki oleh ibunya.
Pengacuan berdasarkan tempatnya, dibedakan menjadi dua jenis
yakni pengacuan endofora atau acuannya terdapat di dalam teks wacana
dan pengacuan eksofora atau acuannya terdapat di luar teks wacana.
Pengacuan endofora berdasarkan arah pengacuannya dibedakan lagi
menjadi dua, yaitu pengacuan anaforis dan pengacuan kataforis.
2) Penyulihan (substitusion)
Penyulihan (substitusion) adalah salah satu kohesi gramatikal yang
berupa penggantian satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang
lain. Dilihat dari segi satuan lingualnya, substitusi dibedakan menjadi
substitusi nominal (kata benda), verbal (kata kerja), frasal, klausal.
(Sumarlam, dkk., 2003:28)
a) Substitusi Nominal
Substitusi nominal adalah penggantian satuan lingual yang
berkategori nomina (kata benda) dengan satuan lain yang
berkategori nomina. Contohnya berikut ini :
Agus sekarang sudah berhasil mendapatkan gelar Sarjana Sastra. Titel kesarjanaan itu akan digunakan untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa melalui sastranya.
(Sumarlam, dkk., 2003:28)
Pada contoh di atas, satuan lingual nomina gelar yang telah
disebutkan sebelumnya digantikan oleh satuan lingual nomina
pula yaitu kata titel yang disebutkan kemudian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
b) Substitusi Verbal
Substitusi verbal adalah penggantian satuan lingual yang
berkategori verba (kata kerja) dengan satuan lingual lainnya
yang juga berkategori verba. Contohnya berikut ini :
Kita kadang berusaha dengan sepenuh hati, padahal kita mau berikhtiar dengan sungguh-sungguh tentu akan menjadi lebih baik hasilnya.
(Sumarlam, dkk., 2003:29)
Pada contoh di atas, tampak adanya penggantian satuan
lingual berkategori verba berusaha digantikan dengan verba
berikhtiar.
c) Substitusi Frasal
Substitusi frasa adalah penggantian satuan lingual tertentu
yang berupa kata atau frasa dengan satuan lingual lainnya yang
berupa frasa. Contohnya berikut ini :
Aku tidak mau meneruskan pertanyaanku, Ibuku juga tidak berbicara. Dua orang sama-sama diam.
(Sumarlam, dkk., 2003:29)
Pada contoh di atas, kata aku pada kalimat pertama dan
ibuku pada kalimat kedua disubstitusi dengan frasa dua orang
pada kalimat ketiga.
d) Substitusi Klausal
Substitusi klausal adalah penggantian satuan lingual
tertentu yang berupa klausa atau kalimat dengan satuan lingual
lainnya yang berupa kata atau frasa. Contohnya berikut ini :
S : ”Jika perubahan yang dialami Anang tidak bisa diterima dengan baik oleh orang-orang sekitarnya, mungkin hal itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
disebabkan oleh kenyataan bahwa orang-orang itu banyak yang tidak sukses seperti Anang”.
T : Tampaknya memang begitu”.(Sumarlam, dkk., 2003:30)
Pada percakapan di atas, terdapat substitusi klausal yaitu
tuturan yang berupa satuan lingual klausa atau kalimat itu
disubstitusi oleh satuan lingual lain pada tuturan T yang berupa
begitu. Atau sebaliknya, kata begitu pada tuturan T
menggantikan klausa atau kalimat pada tuturan S.
Setelah dicermati contoh-contoh kohesi gramatikal melalui
penyulihan atau substitusi, baik nominal, verbal, frasal maupun klausal,
maka substitusi tersebut saling mendukung kepaduan wacana juga
mempunyai fungsi lain yang sangat penting. Dalam hal ini, penggantian
satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana itu
berfungsi untuk (1) menghadirkan variasi bentuk, (2) menciptakan
dinamisasi narasi, (3) menghilangkan kemonotonan, dan (4) memperoleh
unsur pembeda (Sumarlam, dkk., 2003:30).
3) Pelesapan (ellipsis)
Pelesapan (ellipsis) adalah salah satu kohesi gramatikal yang
berupa penghilangan unsur tertentu yang telah disebutkan. Unsur yang
dilesapkan bisa berupa kata, frase, klausa atau kalimat. Adapun fungsi
pelesapan dalam wacana antara lain ialah untuk (1) menghasilkan
kalimat yang efektif (untuk efektifitas kalimat), (2) efisiensi yaitu untuk
mencapai nilai ekonomis dalam pemakaian bahasa, (3) mencapai aspek
kepaduan wacana, (4) bagi pembaca atau pendengar berfungsi untuk
mengaktifkan pikirannya terhadap hal-hal yang tidak diungkapkan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
satuan bahasa, dan (5) untuk kepraktisan berbahasa terutama dalam
berkomunikasi secara lisan.
Contohnya berikut ini :
Joko : Saya pernah melihat ada kambing berkepala kera di Ginza dekat Matahari Singosaren.
Galih : Saya juga pernah.(Sumarlam, dkk., 2003:31)
Pada tuturan di atas terdapat pelesapan. Satuan lingual yang
dilesapkan berupa klausa yang terdiri atas predikat (melihat), objek
(kambing berkepala kera), dan keterangan tempat (di Ginza dekat
Matahari Singosaren. Dalam hal ini, demi keefektifan kalimat,
kepraktisan, dan efisien bahasa serta mengaktifkan pemikiran mitra
bicara terhadap hal-hal yang tidak diungkapkan dalam tuturan, maka
perlu dilakukan pelesapan (dalam hal ini pelesapan klausa terjadi pada
tuturan Galih).
4) Perangkaian (conjunction)
Perangkaian (conjunction) adalah salah satu jenis kohesi
gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu
dengan unsur yang lain dalam wacana. Unsur yang dirangkai bisa
berwujud kata, frase, klausa, kalimat, alinea, dan pembicaraan.
Makna perangkaian beserta konjungsi dapat dikemukakan di sini
antara lain :
(1) sebab-akibat : sebab, karena, maka, makanya
(2) pertentangan : tetapi, namun
(3) kelebihan (eksesif) : malah
(4) perkecualian (ekseptif) : kecuali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
(5) konsesif : walaupun, meskipun
(6) tujuan : agar, supaya
(7) penambahan (aditif) : dan, juga, serta
(8) pilihan (alternatif) : atau, apa
(9) harapan (optatif) : moga-moga, semoga
(10) urutan (sekuensial) : lalu, terus, kemudian
(11) perlawanan : sebaliknya
(12) waktu : setelah, sesudah, usai, selesai
(13) syarat : apabila, jika (demikian)
(14) cara : dengan (cara) begitu
(15) makna lainnya : (yang ditemukan dalam tuturan)
Contoh penggunaan konjungsi terdapat dalam tuturan di bawah ini :
Peristiwa kerusuhan dan pembakaran gedung-gedung di Solo waktu itu sangat meresahkan masyarakat Solo. Semoga saja dengan peristiwa tersebut masyarakat Solo dapat lebih mawas diri.
(Sumarlam, dkk., 2003:33)
Konjungsi semoga pada contoh di atas menyatakan makna
harapan, yaitu dengan terjadinya peristiwa kerusuhan dan pembakaran
gedung-gedung di Solo yang sangat meresahkan masyarakat itu, mudah-
mudahan menjadikan masyarakat Solo mau berintrospeksi (mawas diri).
b. Aspek Leksikal
Kepaduan wacana selain didukung oleh aspek gramatikal atau kohesi
gramatikal juga didukung oleh aspek leksikal atau kohesi leksikal. Kohesi
leksikal ialah hubungan antar unsur dalam wacana secara semantis. Dalam
hal ini, untuk menghasilkan wacana yang padu pembicara atau penulis dapat
menempuhnya dengan cara memilih kata-kata yang sesuai dengan isi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
kewacanaan yang dimaksud. Hubungan kohesif yang diciptakan atas dasar
aspek leksikal dengan pilihan kata yang serasi, menyatakan hubungan
makna atau relasi semantik antara satuan lingual yang satu dengan satuan
lingual yang lain dalam wacana (Sumarlam, dkk., 2003:35)
Aspek leksikal dapat dibedakan menjadi enam macam, yaitu :
1) Repetisi (pengulangan)
Repetisi (pengulangan) adalah pengulangan satuan lingual berupa
bunyi, suku kata, atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk
memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Repetisi dibedakan
menjadi delapan macam, yaitu repetisi epizeuksis, tautotes, anafora,
epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis.
a) Repetisi Epizeuksis
Repetisi epizeuksis ialah pengulangan satuan lingual
(kata/frasa) yang dipentingkan beberapa kali secara berturut
turut. Contohnya berikut ini :
Sebagai orang beriman, berdoalah selagi ada kesempatan, selagi diberi kesehatan, dan selagi diberi umur panjang. Berdoa wajib bagi manusia. Berdoa selagi kita sehat tentu lebih baik daripada berdoa selagi kita butuh. Mari kita berdoa bersama-sama selagi Allah mencintai umat-Nya.
(Sumarlam, dkk., 2003:36)
Pada tuturan di atas, kata selagi diulang beberapa kali
secara berturut-turut untuk menekankan pentingnya kata tersebut
dalam konteks tuturan itu.
b) Repetisi Tautotes
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Repetisi tautotes ialah pengulangan satuan lingual
(kata/frasa) beberapa kali dalam sebuah konstruksi. Contohnya
berikut ini :
Aku dan dia terpaksa harus tinggal berjauhan, tetapi aku sangat mempercayai dia, dia pun sangat mempercayai aku. Aku dan dia saling mempercayai.
(Sumarlam, dkk., 2003:36)
Pada contoh di atas, kata mempercayai diulang tiga kali
dalam sebuah konstruksi.
c) Repetisi Anafora
Repetisi anafora ialah pengulangan satuan lingual berupa
kata atau frasa pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya.
Pengulangan pada tiap baris biasanya terjadi dalam puisi,
sedangkan pengulangan pada tiap kalimat terdapat dalam prosa.
Contohnya berikut ini :
Bukan nafsu,Bukan wajahmu,Bukan kakimu,Bukan tubuhmu,Aku mencintaimu karena hatimu.
(Sumarlam, dkk., 2003:36)
Pada penggalan puisi di atas terjadi repetisi anafora berupa
pengulangan kata bukan pada baris pertama sampai dengan
keempat. Repetisi semacam itu dimanfaatkan penulis puisi untuk
menyampaikan maksud bahwa aku (tokoh pertama pada puisi
itu) mencintai seseorang benar-benar karena hatinya, bukan
sekadar karena nafsu, bukan karena wajah, bukan karena kaki,
dan bukan karena tubuhnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
d) Repetisi Epistrofa
Repetisi epistrofa ialah pengulangan satuan lingual kata
atau frasa pada akhir baris (dalam puisi) atau akhir kalimat
(dalam prosa) secara berturut-turut. Contohnya berikut ini :
Bumi yang kudiami, laut yang kulayari, adalah puisi.Udara yang kauhirup, air yang kauteguki, adalah puisi.Kebun yang kautanami, bukit yang kau gunduli, adalah puisi.Gubug yang kauratapi, gedung yang kautinggali, adalah puisi.
(Gorys Keraf dalam Sumarlam, 2003:37)
Pada contoh puisi di atas, satuan lingual adalah puisi
diulang empat kali pada tiap baris secara berturut-turut.
e) Repetisi Simploke
Repetisi simploke ialah pengulangan satuan lingual pada
awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut.
Contohnya berikut ini :
Kamu bilang hidup ini brengsek. Biarin.Kamu bilang hidup ini nggak punya arti. Biarin.Kamu bilang nggak punya kepribadian. Biarin.Kamu bilang nggak punya pengertian. Biarin.
(Gorys Keraf dalam Sumarlam, 2003:37)
Pada bait puisi tersebut terdapat pengulangan satuan lingual
”kamu bilang hidup ini” pada baris pertama dan kedua, dan
satuan lingual ”kamu bilang nggak punya” pada baris ketiga
dan keempat, masing-masing terdapat pada awal baris.
Sementara itu, satuan lingual yang berupa kata ”biarin” diulang
empat kali pada tiap akhir baris pertama sampai dengan
keempat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
f) Repetisi Mesodiplosis
Repetisi mesodiplosis ialah pengulangan satuan lingual di
tengah-tengah baris atau kalimat secara berturut-turut.
Contohnya berikut ini :
Pegawai kecil jangan mencuri kertas karbon.Babu-babu jangan mencuri tulang-tulang ayam goreng.Para pembesar jangan mencuri bensin.Para gadis jangan mencuri perawannya sendiri
(Gorrys Keraf dalam Sumarlam, 2003:37)
Pada bait tiap puisi di atas, terdapat pengulangan satuan
lingual ”jangan mencuri” yang terletak di tengah-tengah baris
secara berturut-turut. Pengulangan seperti itu oleh penulisnya
dimaksudkan untuk menekankan makna satuan lingual yang
diulang, yaitu ’larangan mencuri’ karena perbuatan mencuri
adalah perbuatan yang tidak terpuji bagi siapa pun, baik bagi
pegawai kecil, pembantu rumah tangga, para pejabat, dan yang
lainnya.
g) Repetisi Epanalepsis
Repetisi epanalepsis ialah pengulangan satuan lingual yang
kata atau frasa terakhir dari baris atau kalimat itu merupakan
pengulangan kata atau frasa pertama. Contohnya berikut ini :
Minta maaflah kepadanya sebelum dia datang meminta maaf.Kamu mengalah bukan berarti dia mengalahkan kamu.Berbuat baiklah kepada semua selagi bisa berbuat baik.
(Sumarlam, dkk., 2003:38)
Pada tuturan di atas, terdapat repetisi epanalepsis yaitu frasa
meminta maaf pada akhir baris merupakan pengulangan frasa
yang sama pada awal baris pertama. Kata kamu pada akhir baris
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
merupakan pengulangan kata yang sama pada awal baris kedua.
Selanjutnya, frasa berbuat baik pada akhir baris merupakan
pengulangan frasa yang sama pada awal baris ketiga.
Pengulangan seperti itu berfungsi untuk menekankan pentingnya
makna satuan lingual yang diulang, yaitu meminta maaf, kamu,
dan berbuat baik.
i) Repetisi Anadiplosis
Repetisi anadiplosis ialah pengulangan kata atau frasa
terakhir dari baris atau kalimat itu menjadi kata atau frasa
pertama pada baris atau kalimat berikutnya. Contohnya berikut
ini :
dalam hidup ada tujuantujuan dicapai dengan usahausaha disertai doadoa berarti harapanharapan adalah perjuanganperjuangan adalah pengorbanan
(Sumarlam, dkk., 2003:38)
Pada puisi di atas, kata tujuan pada akhir baris pertama
menjadi kata pertama pada baris kedua, kata usaha pada akhir
baris kedua menjadi kata pertama pada baris ketiga, kata doa
pada akhir baris ketiga menjadi kata pertama pada baris
keempat, kata harapan pada akhir baris keempat menjadi kata
pertama pada baris kelima, dan kata perjuangan pada akhir baris
kelima menjadi kata pertama pada baris terakhir (baris keenam)
dari puisi itu.
2) Sinonimi (padan kata)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Sinonimi merupakan salah satu aspek leksikal untuk mendukung
kepaduan wacana. Sinonimi berfungsi menjalin hubungan makna yang
sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain
dalam wacana (Sumarlam, dkk., 2003:39).
Berdasarkan wujud satuan lingualnya, dibedakan menjadi lima
macam, yaitu (1) sinonimi morfem bebas dengan morfem terikat, (2)
sinonimi kata dengan kata, (3) kata dengan frasa atau sebaliknya, (4)
frase-frase, (5) klausa/kalimat dengan klausa/kalimat (Sumarlam, dkk.,
2003:39). Contonya berikut ini :
1) Sinonimi antara morfem (bebas) dengan morfem (terikat)
a. Aku mohon kau mengerti perasaanku.b. Kamu boleh bermain sesuka hatimu.c. Dia terus berusaha mencari jatidirinya
(Sumarlam, dkk., 2003:39)
Pada contoh di atas, morfem (bebas) aku (a) kamu (b), dan
dia (c), masing-masing bersinonim dengan morfem (terikat)
–ku, –mu, dan -nya.
2) Sinonimi kata dengan kata
Meskipun capeg, saya sudah terima bayaran. Setahun menerima gaji 80% SK pegnegku keluar. Gajiku naik.
(Sumarlam, dkk., 2003:39)
Pada tuturan di atas, kepaduan wacana tersebut antara lain
didukung oleh aspek leksikal yang berupa sinonimi antara kata
bayaran pada kalimat pertama dengan kata gaji pada kalimat
kedua dan ketiga. Kedua kata tersebut maknanya sepadan.
3) Sinonimi kata dengan frasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Kota itu semalam dilanda hujan dan badai. Akibat adanya musibah itu banyak gedung yang runtuh, rumah-rumah penduduk roboh, dan pohon-pohon pun tumbang disapu badai.
(Sumarlam, dkk., 2003:39)
Kepaduan wacana di atas, didukung oleh aspek leksikal
yang berupa sinonim antara frasa hujan dan badai pada kalimat
pertama dengan kata musibah pada kalimat berikutnya. Selain
itu, kepaduannya juga didukung adanya pemakaian kata musibah
itu dengan realisasi peristiwa yang digambarkan sebagai rincian
melalui ungkapan gedung yang runtuh, rumah-rumah penduduk
yang roboh, dan pohon-pohon pun tumbang pada kalimat kedua.
4) Sinonimi frasa dengan frasa
Tina adalah sosok wanita yang pandai bergaul. Betapa tidak baru dua hari pindah ke sini, dia sudah bisa beradaptasi dengan baik.
(Sumarlam, dkk., 2003:40)
Keterpaduan wacana di atas, didukung oleh aspek leksikal
sinonim antara frasa pandai bergaul pada kalimat pertama
dengan frasa beradaptasi dengan baik pada kalimat ketiga.
Kedua ungkapan itu mempunyai makna yang sepadan.
5) Sinonimi klausa atau kalimat dengan klausa atau kalimat
Gunakan landasan teori yang tepat untuk memecahkan masalah tersebut. Pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan itu pun juga harus akurat.
(Sumarlam, dkk., 2003:40)
Klausa memecahkan masalah tersebut pada kalimat
pertama bersinonim dengan klausa menyelesaikan persoalan itu
pada kalimat kedua. Kedua klausa yang bermakna sepadan itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
mendukung kepaduan wacana baik secara leksikal maupun
semantis.
3) Antonimi (lawan kata)
Antonimi adalah satuan lingual yang maknanya berlawanan atau
beroposisi dengan satuan lingual yang lain. Antonimi disebut juga
oposisi makna. Berdasarkan sifatnya, oposisi makna dapat dibedakan
menjadi lima macam, yakni oposisi mutlak, oposisi kutub, oposisi
hubungan, oposisisi hirarkial, dan oposisi majemuk (Sumarlam, dkk.,
2003:40)
a) Oposisi mutlak
Oposisi mutlak adalah pertentangan makna secara mutlak.
Contohnya berikut ini :
Hidup dan matinya perusahaan tergantung dari usaha kita. Jangan hanya diam menunggu kehancuran, mari kita mencoba bergerak dengan cara yang lain.
(Sumarlam, dkk., 2003:41)
Pada contoh di atas, terdapat oposisi mutlak antara kata
hidup dan mati pada kalimat pertama, dan kata diam dan
bergerak pada kalimat kedua.
b) Oposisi kutub
Oposisi kutub adalah oposisi makna yang tidak bersifat
mutlak, tetapi bersifat gradasi. Artinya, terdapat tingkatan
makna pada kata-kata tersebut. Contohnya berikut ini :
kaya >< miskinbesar >< kecilpanjang >< pendeklebar >< sempitsenang >< susah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Pemakaian kata-kata tersebut dapat diamati pada tuturan
berikut :
Memasuki era globalisasi sekarang ini, meningkatkan kualitas sumber daya manusia sangatlah penting. Semua warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran, baik itu orang kaya maupun orang miskin. Semua mempunyai hak yang sama untuk mengenyam pendidikan.
(Sumarlam, dkk., 2003:41)
Pada wacana di atas, terdapat oposisi kutub antara kata
kaya dan kata miskin pada kalimat yang kedua. Kedua kata
tersebut dikatakan beroposisi kutub sebab terdapat gradasi di
antara oposisi keduanya. Adanya realitas sangat kaya, kaya,
agak kaya, agak miskin, miskin, sangat miskin bagi kehidupan
orang di dunia ini.
c) Oposisi hubungan
Oposisi hubungan adalah oposisi makna yang bersifat
saling melengkapi. Oposisi ini bersifat saling melengkapi, maka
kata yang satu dimungkinkan ada kehadirannya karena
kehadiran kata yang lain menjadi oposisinya, atau kehadiran kata
yang satu disebabkan oleh adanya kata yang lain. Contohnya
berikut ini :
bapak >< ibuguru >< muriddosen >< mahasiswadokter >< pasienjual >< beli
(Sumarlam, dkk., 2003:42)
Pemakaian kata-kata tersebut dapat diamati pada tuturan
berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Ibu Rini adalah seorang guru yang cantik dan cerdas. Selain itu, beliau juga pandai dalam menyampaikan materi pelajaran di kelas, sehingga murid senang padanya.
(Sumarlam, dkk., 2003:42)
Pada tuturan di atas terdapat oposisi hubungan antara guru
pada kalimat pertama dengan murid pada kalimat kedua. Guru
sebagai realitas dimungkinkan ada karena kehadirannya
dilengkapi oleh murid.
d) Oposisi hirarkial
Oposisi hirarkial adalah oposisi makna yang menyatakan
deret jenjang atau tingkatan. Satuan lingual yang beroposisi
hirarkial pada umumnya kata-kata yang menunjuk pada nama-
nama satuan ukuran (panjang, berat, isi), nama satuan hitungan,
penanggalan, dan sejenisnya.
Contohnya berikut ini :
Milimeter >< sentimeter >< meter >< meter >< kilometerKilogram >< kuintal >< tonDetik >< menit >< jam >< hari >< minggu >< bulanSD >< SLTP >< SMU >< PT
Pemakaian kata-kata tersebut dapat diamati pada tuturan
berikut :
Ketika di TK, Silvy adalah anak yang periang, pemberani, dan cerdas, sehingga setelah masuk SD dia menjadi bintang kelas. Hal itu terus berlangsung hingga dia masuk di SLTP. Namun, setelah dia masuk di SMU sifatnya yang periang itu hilang semenjak ayah dan ibunya bercerai. Akhirnya ia pun terpaksa tidak bisa melanjutkan kuliah di PT karena ibunya tidak mampu membiayai lagi.
(Sumarlam, dkk., 2003:42)
Pada contoh di atas, ditemukan oposisi hirarkial antara TK,
SD, SLTP, SMU, dan PT, yang menggambarkan realitas jenjang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
atau tingkat pendidikan dari yang paling rendah TK sampai yang
paling tinggi PT.
e) Oposisi majemuk
Oposisi majemuk adalah oposisi makna yang terjadi pada
beberapa kata (lebih dari dua). Perbedaan antara oposisi
majemuk dengan oposisi kutub terletak pada ada tidaknya
gradasi yang dibuktikan dengan dimungkinkannya bersanding
dengan kata agak, lebih, dan sangat pada oposisi kutub, dan
tidak pada oposisi majemuk. Adapun perbedaannya dengan
oposisi hirarkial, pada oposisi hirarkial terdapat makna yang
menyatakan jenjang atau tingkatan yang secara realitas tingkatan
yang lebih tinggi atau lebih besar selalu mengasumsikan adanya
tingkatan yang lebih rendah atau lebih kecil.
Berdiri >< jongkok >< duduk >< berbaringDiam >< berbicara >< bergerak >< bertindakBerlari >< berjalan >< melangkah >< berhenti
Pemakaian kata-kata tersebut dapat diamati pada tuturan berikut:
Adi berlari karena takut dimarahi ibunya. Setelah agak jauh dari ibunya, ia berjalan menuju rumah temannya. Sampai di rumah itu lalu ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Mendadak ia berhenti dan terkejut karena ternyata yang tampak di depan matanya Adi adalah ibunya sendiri.
(Sumarlam, dkk., 2003:44)
4) Kolokasi (sanding kata)
Kolokasi (sanding kata) adalah asosiasi tertentu dalam
menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara
berdampingan.
Berikut ini contoh pemakaian kata-kata yang berkolokasi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Waktu aku masih kecil, ayah sering mengajakku ke sawah. Ayah adalah seorang petani yang sukses. Dengan lahan yang luas dan bibit padi yang berkualitas serta didukung sistem pengolahan yang sempurna maka panen pun melimpah. Dari hasil panen itu pula keluarga ayahkumampu bertahan hidup secara layak.
(Sumarlam, dkk., 2003:44)
Pada contoh di atas tampak pemakaian kata-kata sawah, petani,
lahan, bibit padi, sistem pengolahan, dan hasil panen, yang saling
berkolokasi dan mendukung kepaduan wacana. Kata-kata tersebut sering
dipakai dalam jaringan pertanian.
5) Hiponimi (hubungan atas-bawah)
Hiponimi (hubungan atas-bawah) adalah alat kohesi leksikal yang
makna kata-katanya merupakan bagian dari makna kata yang lain. Kata
yang mencakupi beberapa kata yang berhiponim disebut hipernim atau
superordinat. Contoh penggunaan hiponimi dapat diperhatikan pada
penggalan wacana berikut ini :
Binatang melata termasuk kategori hewan reptil. Reptil yang hidup di darat dan di air ialah katak dan ular. Cicak adalah reptil yang bisa merayap di dinding. Adapun jenis reptil yang hidup di semak-semak dan rumput adalah kadal. Sementara itu, reptil yang dapat berubah warna sesuai dengan lingkungannya yaitu bunglon.
(Sumarlam, dkk., 2003:45)
Pada contoh di atas yang merupakan hipernim atau
superordinatnya adalah binatang melata atau yang disebut reptil.
Sementara itu, binatang-binatang yang merupakan golongan reptil
sebagai hiponimnya adalah katak, ular, cicak, kadal, dan bunglon.
Hubungan antarunsur bawahan atau antarkata yang menjadi anggota
hiponim itu disebut kohiponim. Fungsi hiponim adalah untuk mengikat
hubungan antarunsur atau antarsatuan lingual dalam wacana secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
semantis terutama untuk menjalin hubungan makna atas dan bawahan,
atau antara unsur yang mencakupi dan unsur yang dicakupi.
6) Ekuivalensi (kesepadanan bentuk)
Ekuivalensi (kesepadanan bentuk) adalah hubungan kesepadanan
antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam
sebuah paradigma.
Berikut ini contohnya :
Fatimah rajin sekali membaca buku. Baik buku pelajaran maupun buku bacaan lainnya. Ia mempunyai perpustakaan kecil di rumahnya. Hampir semua buku yang dikoleksi sudah dibaca. Fatimah bercita-cita ingin menjadi pembaca berita di televisi agar semua orang mengenalnya.
(Sumarlam, dkk., 2003:45)
Dari contoh di atas ditemukan ekuivalensi atau kesepadanan pada
satuan lingual membaca (menunjukkan prefiks) dan bacaan
(menunjukkan sufiks). Prefiks merupakan peristiwa melekatnya afiks
yang terjadi pada awal pada kata dasarnya, sedangkan sufiks merupakan
peristiwa melekatnya afiks yang terjadi pada akhir pada kata dasarnya.
Satuan lingual membaca, bacaan, dibaca, dan pembaca, dibentuk dari
dari kata dasar baca.
4. Kontekstual Wacana
Analisis wacana kontekstual wacana ialah analisis wacana dengan bertumpu
pada teks yang dikaji berdasarkan konteks eksternal yang melingkupinya, baik
konteks situasi maupun konteks kultural.
Menurut Sumarlam (2006:31), pemahaman konteks situasi dan kultural
dalam wacana dapat dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai prinsip
penafsiran dan prinsip analogi. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah prinsip
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
penafsiran personal, prinsip penafsiran lokasional, prinsip temporal, dan prinsip
analogi. Di samping pemahaman mengenai konteks, inferensi juga merupakan
proses yang sangat penting dalam memahami wacana. Sumarlam (2003:51)
mengemukakan bahwa inferensi adalah proses yang harus dilakukan oleh
komunikan (pembaca/pendengar/mitra tutur) untuk memahami makna yang secara
harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator
(pembicara/penulis/penutur). Proses pemahaman seperti itu tidak dapat dilakukan
melalui pemahaman makna secara harfiah saja, melainkan harus didasari pula oleh
pemahaman makna berdasarkan konteks sosial dan budaya. Dengan kata lain,
pemahaman konteks wacana (baik internal maupun eksternal) merupakan dasar
inferensi (pengambilan kesimpulan).
a. Prinsip Penafsiran Personal
Prinsip ini berkaitan dengan siapa yang menjadi partisipan di dalam
suatu wacana. Dalam hal ini, siapa penutur dan siapa mitra tutur sangat
menentukan makna suatu tuturan. Pelibat wacana biasanya menunjuk pada
orang-orang yang berperan dalam wacana, kedudukannya, jenis hubungan
perannya, ciri fisik dan non-fisik, serta emosi penutur dan mitra tutur.
Contohnya di bawah ini :
”Aku bisa bikin nasi goreng sendiri”(Sumarlam, dkk., 2003:48)
Siapakah yang menjadi kunci pokok bagi pendengar/pembaca untuk
memahami makna dan dampak dari tuturan tersebut. Apabila penuturnya
adalah seorang anak berumur 5 tahun, maka tentu makna tuturan itu menjadi
luar biasa bagi pendengarnya. Seorang anak yang berusia 5 tahun dan sudah
dapat membuat nasi goreng sendiri tanpa bantuan ibunya merupakan prestasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
yang luar biasa bagi pelakunya dan sekaligus merupakan berita mengejutkan
bagi mitra tuturnya. Akan tetapi, apabila tuturan yang sama dituturkan oleh
penutur seorang pramuwisma berumur 25 tahun, maka makna dan dampak
dari tuturan itu biasa-biasa saja, sama sekali tidak mengejutkan bagi mitra
tutur dan bukan suatu prestasi yang luar biasa bagi pelakunya sudah menjadi
pekerjaan rutin yang biasa dikerjakan sehari-hari oleh pelakunya.
b. Prinsip Penafsiran Lokasional
Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi terjadinya
suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka memahami
wacana.
Berikut ini beberapa contohnya :
(1) Di sini murid-murid sudah terbiasa tertib dan disiplin.(2) Di sini Pak Wali selalu memperhatikan keadaan warga kota.(3) Sungai Bengawan Solo menjadi sumber air baik bagi persawahan
maupun bagi penduduk sekitarnya di sini.(4) Pancasila menjadi dasar negara kami di sini.
(Sumarlam, dkk., 2003:49)
Berdasarkan perangkat benda dan realitas yang menjadi konteksnya,
maka ungkapan di sini pada tuturan (1) berarti ’kelas’ atau ’sekolah’
sebagaimana yang disarankan dan didukung oleh kata murid-murid, dan
realita yang diacunya. Frasa Pak Wali dan warga kota menyarankan
pengertian ’di suatu kota’ bagi ungkapan di sini pada tuturan (2). Perangkat
sungai, sumber air, persawahan, dan penduduk sekitarnya menyarankan
pengertian ’daerah aliran sungai (Bengawan Solo)’ bagi ungkapan di sini
pada tuturan (3). Sementara itu, pada tuturan (4), ungkapan di sini haruslah
ditafsirkan ’Indonesia’ karena di dukung oleh konteks Pancasila dan dasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
negara, sebab realitas menunjukkan bahwa negara yang berdasarkan
Pancasila adalah Negara Republik Indonesia.
c. Prinsip Penafsiran Temporal
Prinsip Penafsiran Temporal berkaitan dengan pemahaman mengenai
waktu. Prinsip ini dapat menafsirkan kapan dan berapa lama waktu
terjadinya situasi (peristiwa, keadaan, proses).
Berikut ini beberapa contohnya :
(!) Marilah sekarang bersama-sama kita teriakkan pekik kemerdekaan tiga kali : ”Merdeka! Merdeka! Merdeka!”
(2) Marilah kita sekarang makan dulu!(3) Sekarang ini sudah mulai banyak tugas. Hampir tiap dosen
memberi tugas.(4) Sekarang saya sedang kuliah S-1 di sebuah perguruan tinggi
swasta di Jakarta.(5) Pada zaman modern seperti sekarang ini, barang-barang yang
dulu dianggap istimewa sudah menjadi biasa.(Sumarlam, dkk., 2003:49-50)
Pemahaman makna dan acuan waktu (kapan atau berapa lama)
terhadap kata sekarang pada tuturan (1) sampai (5) berbeda-beda tergantung
konteks yang menyertainya. Pada tuturan (1), acuan atau rentetan waktu
sekarang sangat singkat, hanya beberapa detik saja. Pada tuturan (2),
sekarang mengacu pada rentetan waktu kira-kira seperempat hingga
setengah jam, yaitu lebih kurang setara dengan lama waktu yang diperlukan
untuk makan bersama. Kata sekarang pada tuturan (3) mengacu pada
rentetan waktu yang digunakan untuk mengerjakan tugas-tugas (terstruktur)
dari tiap dosen. Kata sekarang pada tuturan (4) dapat ditafsirkan mengacu
pada rentetan waktu antara empat sampai lima tahun, yaitu rentetan waktu
yang digunakan oleh seorang mahasiswa untuk menyelesaikan program
sarjana (S-1). Sementara itu, kata sekarang pada tuturan (5) dapat mengacu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
pada rentetan waktu bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun sebagaimana
yang disarankan oleh pemakaian ungkapan pada zaman modern.
d. Prinsip Analogi
Samsuri (1988:17) mengatakan bahwa prinsip analogi merupakan
heuristik dasar yang dipakai baik oleh pembicara maupun pendengar untuk
menentukan penafsiran dalam konteks. Dalam menyesuaikan perilaku
seseorang dengan kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat, memerlukan
semacam bimbingan atau pedoman. Bimbingan secara langsung dengan
menggunakan akalnya sendiri. Dalam menyesuaikan perilakunya dalam
masyarakat, manusia dipimpin pula oleh pengalaman-pengalamannya.
Dapat disimpulkan bahwa manusia mempergunakan akalnya didasarkan
atas pengalaman-pengalamannya. Menurut Sumarlam (2003:50), prinsip
analogi digunakan sebagai dasar, baik oleh penutur maupun mitra tutur
untuk memahami makna dan mengidentifikasi maksud dari bagian atau
keseluruhan sebuah wacana.
Contohnya di bawah ini :
(1) Itu merupakan pukulan terpahit bagi Mike Tyson yang pernah dia alami.
(2) Itu merupakan pukulan terpahit bagi Mike Tyson yang pernah dia alami dari sekian banyak promotor yang mensponsorinya.
(Sumarlam, dkk., 2003:50)
Berdasarkan prinsip analogi, kita dapat menginterpretasikan perbedaan
makna kata pukulan dan realitas yang ditunjuk pada kedua tuturan di atas.
Apabila kita kaji makna tuturan dari kata itu sampai dengan kata alami, kita
cenderung menginterpretasikan bagian kalimat (2) itu sama dengan (1).
Akan tetapi, dengan mempertimbangkan tambahan kalimat pada tuturan (2),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
yaitu dari sekian promotor yang mensponsorinya analogi kita berubah dari
pukulan (1) yang berarti ’pukulan fisik’ (dalam arti pertarungan tinju yang
dialami oleh Mike Tyson, berubah menjadi ’bukan pukulan fisik’ pada (2),
melainkan lebih cenderung berarti ’pukulan mental’.
e. Inferensi
Menurut Sumarlam (2003:51) inferensi adalah proses yang harus
dilakukan oleh komunikan (pembaca/pendengar/mitra tutur) untuk
memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang
diungkapkan oleh komunikator (penutur/penulis). Inferensi atau penarikan
simpulan merupakan suatu proses interpretasi yang ditentukan oleh konteks
dan situasi. Dengan adanya inferensi, pembaca dapat mengetahui dan
memahami maksud seorang penulis.
Contohnya seperti di bawah ini:
Tuturan (1) : ”Panas sekali ruangan ini”.(Sumarlam, dkk., 2003:52)
a. Tuturan (1) ”Panas sekali ruangan ini” merupakan konteks linguistik.
b. Konteks fisiknya adalah tuturan itu disampaikan oleh penutur di dalam suatu ruangan, topik yang dibicarakan kondisi ruangan yang panas.
c. Konteks epistemisnya ialah penutur dan mitra tutur sama-sama memahami bahwa berada di ruangan yang sangat panas ternyata tidak nyaman.
d. Hubungan sosial antara penutur dengan mitra tutur merupakan konteks sosialnya dan diperkirakan status sosial penutur lebih tinggi daripada mitra tutur.
Berdasarkan empat konteks yang menyertai tuturan (1) maka
dimungkinkan ada tiga inferensi, yaitu (i) penutur meminta kepada mitra
tutur untuk menghidupkan AC-nya (apabila realitas menunjukkan bahwa
ruangan itu ber-AC dan AC-nya masih bisa berfungsi) ; (ii) penutur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
meminta agar mitra tutur menghidupkan kipas angin (apabila realitas
menunjukkan bahwa ruangan itu tidak ber-AC, tetapi terdapat kipas angin
dan kipas angin itu dapat difungsikan) ; dan (iii) penutur meminta agar
mitra tutur membukakan jendela-jendela (apabila realitasnya ruangan itu
tidak ber-AC, tidak berkipas angin, tetapi berjendela). Dengan demikian
berdasarkan inferensi-inferensi dan konteks yang mendasarinya maka
tuturan (1) tersebut secara eksplisit dapat dinyatakan :
(1) a. Tolong hidupkan AC-nya! b. Tolong hidupkan kipas anginnya! c. Tolong bukakan jendela-jendelanya!
C. Kerangka Pikir
Hal pertama yang akan diteliti untuk mengetahui aspek keutuhan wacana
unsur “Suarapublika” adalah analisis kohesi tekstual. Analisis terhadap aspek
kohesi tekstual ada dua macam yaitu aspek gramatikal dan aspek leksikal. Ada
empat unsur aspek gramatikal meliputi pengacuan (reference), penyulihan
(substitusion), pelesapan (ellipsis), dan perangkaian (conjunction), sedangkan
aspek leksikal meliputi repetisi (pengulangan), sinonimi (persamaan kata),
antonimi (lawan kata), hiponimi (hubungan atas-bawah), kolokasi (sanding kata),
ekuivalensi (kesepadanan). Selain menganalisis kohesi tekstual yang terdiri dari
aspek gramatikal dan aspek leksikal, penelitian ini juga menganalisis mengenai
kontekstual wacana yang meliputi prinsip penafsiran personal, prinsip penafsiran
lokasional, prinsip temporal, prinsip analogi, dan inferensi. Dari kedua langkah
yang digunakan untuk menganalisis wacana rubrik “Suarapublika” dalam surat
kabar Republika tersebut, maka tercipta pemahaman pembaca.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Bagan 1
Kerangka Pikir Wacana Rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar Republika
Pemahaman Pembaca
Wacana Rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar Republika
Analisis Kohesi Tekstual Analisis Kontekstual
Aspek Gramatikal
Aspek Leksikal
1. Prinsip penafsiran personal
2. Prinsip penafsiran lokasional
3. Prinsip temporal4. Prinsip analogi5. Inferensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan analisis
wacana. Penelitian deskriptif adalah memerikan gejala lingual secara cermat dan
teliti berdasarkan pada fakta kebahasaan, sedangkan penelitian kualitatif artinya
semua data-data yang disediakan berupa kata-kata saja dan bukan data yang
berbentuk angka. Jadi, penelitian deskriptif kualitatif adalah mendeskripsikan dan
menjelaskan fenomena yang muncul tanpa memakai hipotesis dan hasil penelitian
akan berupa kata-kata, bukan angka. Penelitian kualitatif berusaha memahami
makna dari fenomena-fenomena dan kaitannya dengan orang-orang atau
masyarakat yang diteliti dalam konteks kehidupan dalam situasi sebenarnya (Edi
Subroto, 1992: 5-6).
Penulis menguraikan hal-hal di atas dengan menempuh enam tahap upaya
strategis. Enam tahap upaya strategis yang dimaksud, yaitu (1) pengumpulan data,
(2) klasifikasi data, (3) analisis kohesi gramatikal, (4) analisis kohesi leksikal, (5)
analisis kontekstual, dan (6) menyimpulkan hasil analisis data.
B. Data dan Sumber Data
Data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan alam (dalam arti
luas) yang harus dicari dan disediakan dengan sengaja oleh peneliti yang sesuai
dengan permasalahan yang diteliti (Sudaryanto, 1993:3). Data dalam penelitian ini
berupa kata-kata, kalimat-kalimat, ataupun paragraf yang di dalamnya
mengandung penanda kohesi tekstual (gramatikal dan leksikal) dan kontekstual.
49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Data ini berbentuk tertulis yang terdapat dalam sumber data yang berasal dari
media cetak.
Sumber data adalah asal data penelitian itu diperoleh. Data sebagai objek
penelitian secara umum adalah informasi atau bahasa yang disediakan oleh alam
yang dicari atau dikumpulkan dan dipilih oleh peneliti (Edi Subroto, 1992:34).
Sumber data sangat dibutuhkan untuk memperoleh data yang memadai.
Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah rubrik “Suarapublika” pada surat
kabar Republika yang terbit pada bulan Juli sampai dengan September 2011.
C. Populasi dan Sampel
Penelitian mempunyai ruang lingkup tertentu yang sangat berkaitan dengan
keberadaan objek. Objek penelitian yang sudah ditetapkan merupakan populasi
penelitian. Edi Subroto (1992:32) menyatakan bahwa populasi adalah objek
penelitian. Populasi pada umumnya keseluruhan individu dari segi-segi tertentu
bahasa. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah keseluruhan
pemakaian bahasa yang mengandung penanda kohesi tekstual dan kontekstual
pada wacana rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar Republika edisi bulan Juli
sampai September 2011.
Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek penelitian. Edi
Subroto mengemukakan bahwa sampel hendaknya mewakili populasi secara
keseluruhan (1992:32). Penentuan sampel didasarkan pada asumsi bahwa apa
yang ditentukan sebagai sampel penelitian dapat mewakili keseluruhan populasi
yang ada.
Dalam penelitian ini pengambilan sampel yang digunakan adalah sampel
bertujuan (purposive sample), dalam arti pengambilan sampel disesuaikan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
tujuan dari penelitian itu sendiri. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari
pemakaian bahasa yang mengandung penanda kohesi tekstual dan kontekstual
pada wacana rubrik “Suarapublika” dalam surat kabar Republika edisi bulan Juli
sampai September 2011.
Adapun sampel dalam penelitian ini adalah wacana dalam rubrik
”Suarapublika” surat kabar Republika terbitan tanggal :
1) 1 Juli 2011
2) 7 Juli 2011
3) 11 Juli 2011
4) 21 Juli 2011
5) 25 Juli 2011
6) 2 Agustus 2011
7) 9 Agustus 2011
8) 19 Agustus 2011
9) 27 Agustus 2011
10) 29 Agustus 2011
11) 2 September 2011
12) 6 September 2011
13) 15 September 2011
14) 24 September 2011
15) 29 September 2011
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan untuk
memperoleh data yang berkualitas. Dalam penelitian ini, data diperoleh dengan
teknik simak dan catat.
Teknik simak dan catat adalah mengadakan penyimakan dan pencatatan
terhadap data relevan yang sesuai dengan sasaran dan tujuan penelitian (Edi
Subroto, 1992:47). Objek penelitian ini berupa bahan-bahan pustaka, jadi
penyimakan dilakukan dengan cara membaca atau mempelajari objek, kemudian
dilakukan inventarisasi data dengan mencatatnya sebagai bahan yang akan diolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
pada tahap selanjutnya. Selain teknik simak dan catat, digunakan juga teknik
pustaka, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan sumber-sumber
tertulis untuk memperoleh data. Sejalan dengan hal tersebut, Edi Subroto
(1992:42) juga mengungkapkan bahwa teknik pustaka yaitu teknik pemerolehan
data dengan menggunakan sumber-sumber tertulis. Sumber tertulis itu dapat
berwujud majalah, surat kabar, karya sastra, buku acuan umum, karya ilmiah, atau
perundang-undangan. Teknik pustaka pada penelitian ini, penulis mengumpulkan
semua data yang berupa kata-kata, kalimat-kalimat, ataupun paragraf yang di
dalamnya mengandung penanda kohesi tekstual (gramatikal dan leksikal) dan
kontekstual, dalam rubrik “Suarapublika” yang diperoleh dari surat kabar
Republika edisi bulan Juli, Agustus, dan September 2011.
E. Teknik Klasifikasi Data
Data yang telah terkumpul kemudian diklasifikasikan berdasarkan jenis
kohesi gramatikal meliputi pengacuan (reference), penyulihan (substitusion),
pelesapan (ellipsis), dan perangkaian (conjungtion), sedangkan kohesi leksikal
meliputi repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), antonimi (lawan kata),
kolokasi (kata sanding), hiponimi (hubungan atas-bawah), dan ekuivalensi
(kesepadanan bentuk) yang terdapat dalam rubrik “Suarapublika” di surat kabar
Republika. Pengklasifikasian data dimaksudkan untuk memilih dan memilah data
agar mudah untuk dianalisis.
Setelah data diklasifikasi kemudian dilakukan penomoran data yang
meliputi nama rubrik, judul surat pembaca, tanggal, bulan dan tahun terbit, dan
nomor urut data.
Sebagai contoh kartu data yang digunakan dalam penelitian ini di bawah ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Kartu data yang berkode (RS/Pencuri Berkedok Pijat Refleksi/1 Juli
2011/01) di atas dibaca sebagai berikut :
Keterangan :
RS : Rubrik Suarapublika
Pencuri Berkedok Pijat Refleksi : Judul Surat Pembaca
1 Juli 2011 : tanggal, bulan, dan tahun terbit
01 : nomor urut data
Kartu data yang berkode (RS/ Pencuri Berkedok Pijat Refleksi/1 Juli
2011/01) di atas, dibaca sebagai data nomor 1 yang diambil dari Rubrik
Suarapublika tanggal 1 Juli 2011.
F. Teknik Analisis Data
Setelah data dikumpulkan dan diklasifikasi, langkah selanjutnya adalah
analisis data. Menganalisis data berarti menguraikan atau memilah-bedakan antara
unsur-unsur yang membentuk satuan lingual ke dalam komponen-komponennya
(Edi Subroto, 1992:55).
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik
distribusional. Teknik distribusional ialah teknik analisis bahasa dengan alat
penentunya ialah bagian dari bahasa yang bersangkutan (Edi Subroto, 1992:68).
Teknik distribusional menganalisis sistem bahasa atau keseluruhan kaidah yang
bersifat mengatur di dalam bahasa berdasarkan perilaku atau ciri-ciri khas
Modus ini pencopetan ini saya ketahui setelah HP saya dicopet di angkot D01 arah Ciputat. Sasaran pencopet tersebut adalah pengguna angkot kecil yang tidak banyak penumpang.
(RS/ Pencuri Berkedok Pijat Refleksi/1 Juli 2011/01)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
kebahasaan satuan-satuan tertentu. Teknik-teknik analisis yang tercakup dalam
teknik distribusional ialah : 1) teknik urai unsur terkecil, 2) teknik urai unsur
langsung, 3) teknik oposisi pasangan minimal dan oposisi dua-dua, 4) teknik
penggantian atau oposisi, 5) teknik perluasan, 6) teknik pelesapan, 7) teknik
penyisipan, 8) teknik pembalikan urutan, 9) teknik parafrasis (Edi Subroto,
1992:64-65). Penelitian ini tidak mengambil keseluruhan teknik tersebut, tetapi
hanya mengambil empat teknik yang sesuai dengan keperluan penelitian, yaitu :
1) Teknik substitusi adalah teknik yang hendak menyelidiki adanya
kepararelan atau kesejajaran distribusi antara satuan lingual atau antara
bentuk linguistik yang satu dengan yang lainnya (Edi Subroto, 1992:74).
2) Teknik pelesapan adalah kemungkinan suatu unsur atau suatu satuan
lingual yang menjadi unsur dari sebuah konstruksi yang dilesapkan atau
dihilangkan serta akibat-akibat struktural apa yang terjadi dari pelesapan
itu (Edi Subroto, 1992:77).
3) Teknik parafrasis adalah teknik menyatakan secara berbeda sebuah tuturan
atau pernyataan, tetapi informasi atau isi tetap terjaga atau kurang lebih
sama (Edi Subroto, 1992:82).
4) Teknik pengambilan kesimpulan induktif digunakan setelah penulis
menganalisis data.
Selain menggunakan teknik distribusional, di dalam penelitian ini juga
menggunakan metode kontekstual. Menurut Sumarlam (2006:98), metode
kontekstual digunakan untuk mengkaji faktor-faktor nonlingual.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
G. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data
Tahap akhir dari penelitian ini adalah penyajian hasil analisis data. Teknik
penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan dengan teknik formal
dan informal. Penyajian hasil analisis data secara formal adalah penyajian hasil
analisis data berupa perumusan dengan tanda dan lambang-lambang (Sudaryanto,
1993:145). Tanda yang dimaksud diantaranya :tanda (+), tanda kurang (-), tanda
bintang (*), tanda panah (→), tanda kurung biasa (()), tanda kurung kurawal ({}),
tanda kurung siku ([]). Adapun lambang yang dimaksud di antaranya : lambang
huruf sebagai singkatan nama (S,P,O,V,K), lambang sigma (∑) untuk satuan
kalimat, dan berbagai diagram (Sudaryanto, 1993:145).
Tanda yang penulis gunakan dalam penelitian ini di antaranya adalah
tanda titik (.), tanda koma (,), tanda titik dua (:), tanda titik koma (;), tanda hubung
(-), tanda tanya (?), tanda seru (!), tanda garis miring (/), tanda petik (“…”), tanda
petik tunggal (‘..’), dan tanda kurung ((…)). Adapun lambang yang penulis
gunakan dalam penelitian ini adalah lambang singkatan (misalnya RS) dan
lambang simbol (misalnya zero (Φ)).
Penyajian hasil analisis data secara informal adalah penyajian hasil analisis
data dengan menggunakan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993:145). Dalam
penelitian ini penulis menggunakan penyajian hasil analisis data informal dengan
cara merumuskan hasil analisis data dengan kata-kata biasa untuk
menafsirkannya. Kedua teknik ini digunakan agar hasil analisis ini lebih mudah
dipahami untuk kemudian ditarik simpulan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
BAB IV
ANALISIS DATA
Dalam penelitian ini ditemukan dua jenis penanda kohesi tekstual, yaitu
penanda kohesi gramatikal dan penanda kohesi leksikal. Penanda kohesi
gramatikal yang ditemukan meliputi pengacuan (referensi), penyulihan
(substitusi), pelesapan (ellipsis), dan perangkaian (konjungsi), sedangkan penanda
kohesi leksikal meliputi repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), antonimi
(lawan kata), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas bawah), dan
ekuivalensi (kesepadanan). Untuk penjelasan dan uraiannya dapat diperhatikan
pada paparan berikut :
A. Aspek Gramatikal
1. Pengacuan (Referensi)
Pengacuan merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa
satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang
mendahului atau mengikutinya. Pengacuan diklasifikasikan menjadi tiga
macam, antara lain pengacuan persona, pengacuan demonstratif, dan
pengacuan komparatif. Dalam penelitian ini ditemukan dua bentuk
pengacuan yaitu pengacuan persona (kata ganti orang) dan pengacuan
demonstratif (kata ganti petunjuk).
Masing-masing pengacuan akan dianalisis sebagai berikut :
a. Pengacuan Persona
Dalam penelitian ini ditemukan empat pronomina persona, yaitu
pengacuan persona pertama tunggal, pengacuan persona pertama
56
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
jamak, pengacuan persona ketiga tunggal, dan pengacuan persona
ketiga jamak.
1) Pengacuan Persona Pertama Tunggal
Pengacuan persona pertama tunggal yang ditemukan dalam
penelitian ini sebagai berikut :
(1) Saya adalah salah seorang pasien Bapak Hembing yang merasa sangat kehilangan dan berduka atas berpulangnya atau wafatnya beliau.(RS/Mengenang Prof H Hembing/19 Agustus 2011/117)
Pada data (1) ditemukan pronomina persona pertama
tunggal bentuk bebas saya yang mengacu pada unsur yang
berada di luar tuturan yakni seorang penulis yang mengirimkan
surat pembaca tersebut. Dengan ciri-ciri yang disebutkan itu
maka saya merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan
eksofora.
2) Pengacuan Persona Pertama Jamak
Pengacuan persona pertama jamak yang ditemukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
(2) Alangkah kagetnya kami karena rotinya ternyata telah berjamur.
(RS/ Carrefour Ambassador/25 Juli 2011/66)
Pada data (2) di atas, ditemukan pronomina persona
pertama jamak pada kata kami, mengacu pada unsur kata kami
yang berada di luar tuturan yakni seorang penulis. Dengan
demikian, maka merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan
eksofora.
3) Pengacuan Persona Ketiga Tunggal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Pengacuan persona ketiga tunggal yang ditemukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
(3) Sasaran pencopet tersebut adalah pengguna angkot kecil yang banyak penumpang. Ia berpura-pura sebagai pemijit refleksi ala Cina dengan cara menyebarkan brosur tentang pijat refleksi Cina. Di dalam brosur tersebut, tidak dicantumkan alamat praktiknya.
(RS/Pencopet berkedok Pijat Refleksi/1 Juli 2011/1)
Pada data (3) menunjukkan adanya pengacuan persona
ketiga tunggal pada kata Ia, bersifat endofora yang anaforis. Ia
mengacu kepada pencopet. Sementara itu, -nya pada praktiknya
mengacu pada pencopet yang antesedennya berada di sebelah
kiri. Satuan lingual –nya merupakan pronomina pesona III
tunggal bentuk terikat kanan. Dengan ciri-ciri semacam itu,
maka –nya adalah jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora
yang anaforis melalui pronomina persona III tunggal bentuk
terikat lekat kanan.
4) Pengacuan Persona Ketiga Jamak
Pengacuan persona ketiga jamak yang ditemukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
(4) ….Fenomena tersebut juga memperlihatkan gaya masyarakat yang konsumtif dan bisa dianggap berlebihan.
Namun, bagi mereka yang sudah rutin mengamalkan tradisi tersebut menganggap bahwa kebutuhan makanan dan pakaian yang dikhususkan untuk menyambut Idul Fitri merupakan bagian dari rasa syukur atas dekatnya hari kemenangan.
(SR/Menyambut Hari Kemenangan/6 September 2011/168)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Pada data (4) menunjukkan adanya pengacuan persona
ketiga jamak pada kata mereka, bersifat endofora yang
anaforis. Mereka mengacu kepada masyarakat yang konsumtif.
b. Pengacuan Demonstratif
Pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) dapat dibedakan
menjadi pronomina demonstratif waktu dan pronomina demonstratif
tempat. Berikut ini beberapa jenis pengacuan demonstratif yang
ditemukan dalam penelitian ini, antara lain:
1) Pronomina Demonstratif Waktu
Pronomina demostratif waktu yang ditemukan dalam
penelitian ini misalnya seperti berikut :
(5) Beberapa tahun yang lalu, saya mengalami cedera tulang punggung (fraktur kompresi) akibat jatuh terpeleset di dapur.
(RS/Mengenang Prof H Sihombing/19 Agustus 2011/120)
(6) Pernah saya pulang kuliah pukul 19.00 dan sampai rumah pukul 21.00 karena tidak efisiennya bus transjakarta.
(RS/Bus transjakarta (1)/11 Juli 2011/37)
(7) Bapak Menteri Agama, kami akan memberitahukan bahwa ayah dan kakek tersayang kami yang saat ini telah berusia cukup lanjut, yaitu 93 tahun mempunyai kehendak untuk menunaikan kewajibannya akan rukun Islam yang kelima, yakni naik haji untuk yang pertama kalinya.
(SR/Surat untuk Menteri Agama/2 Agustus 2011/83)
Pada data (5) di atas menunjukkan adanya pronomina
demonstrasi yang lalu yang mengacu pada waktu lampau sampai
tahun 2011, sedangkan pada data (6) merupakan pengacuan waktu
netral yang menunjukkan pukul 19.00 dan pukul 21.00. Kata saat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
ini pada data (7) merupakan pengacuan waktu kini, ketika surat
pembaca tersebut dibuat oleh penulis.
2) Pronomina Demonstratif Tempat
Pronomina demostratif tempat yang ditemukan dalam
penelitian ini misalnya seperti berikut :
(8) Saya pemegang kartu ATM Bank Syariah Mandiri (BSM). Pada tanggal 30 Mei 2011, saya menarik uang di Bank Mandiri Cabang UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Penarikan pertama Rp 1 juta berhasil, kemudian penarikan kedua Rp 500 ribu gagal. Kemudian, saya disuruh oleh satpam untuk langsung ke BSM yang terdekat. Di sana, penarikan Rp 500 ribu berhasil.
(RS/Komplain Bank Syariah Mandiri/21 Juli 2011/57)
(9) Ada beberapa guru di Kota Depok yang mengeluh karena hak tunjangan fungsional dan sertifikasi yang seharusnya cair dua kali dalam setahun ternyata hanya satu kali pencairan.
(RS/Tunjangan Fungsional Guru Kota Depok/24 September 2011/204)
Pada data (8) di atas, kata di sana mengacu pada
tempat yang jauh dari pembicara, sedangkan data (9) pada kata
Kota Depok mengacu pada suatu tempat secara eksplisit.
(10) Terlihat disamping kanan saya ada taksi Blue Bird berisi satu penumpang. Taksi itu terlihat ingin menyalip ke arah kiri dengan melewati mobil yang saya kendarai.
(SR/Sopir Blue Bird Ugal-Ugalan/11 Juli 2011/27)
Pada data (10) terdapat pronomina demonstratif itu
yang mengacu tempat agak jauh dengan penutur, yaitu taksi
Blue Bird yang juga termasuk jenis pengacuan endofora yang
anaforis karena mengacu pada anteseden yang berada di
sebelah kirinya.
2. Penyulihan (Substitusi)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Penyulihan (substitusi) merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal
yang berupa penggantian unsur tertentu dengan unsur yang lain dalam
wacana untuk memperoleh unsur pembeda. Penyulihan (substitusi)
diklasifikasikan menjadi tiga macam, antara lain substitusi verba,
substitusi frasa, dan substitusi klausa. Masing-masing substitusi akan
dianalisis sebagai berikut :
a. Substitusi Verbal
Substitusi verbal adalah penggantian satuan lingual yang
berkategori verba (kata kerja) dengan satuan lingual lainnya yang juga
berkategori verba.
Penerapan substitusi verba dalam penelitian ini dapat dilihat seperti
berikut :
(11) Yang membuat kami tercengang adalah ketika Kiai Ali “menembak” salah satu ustadz yang (mungkin) juga bertindak sebagai pengisi acara yang sama dengan pertanyaan perihal sanad dari “hadis” yang telah disampaikan sang ustadz pada ceramahsebelumnya.
Tak dapat dipungkiri, memang saat ini banyak dai atau penceramah yang hanya menonjolkan unsur-unsur komedi, lawak, lelucon, dan komedi dalam dakwahnya, tapi justru esensi atau pesan-pesan dakwah yang disampaikan menjadi amat minim.
(SR/Fenomena Dai di TV/29 Agustus 2011/150)
Pada data (11) terdapat satuan lingual ceramah, yang berkategori
sama dengan satuan lingual dakwah. Substitusi pada data ini termasuk
substitusi verba atau kata kerja.
b. Substitusi Frasal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Substitusi frasal adalah penggantian satuan lingual tertentu
yang berupa kata atau frasa dengan satuan lingual lainnya yang berupa
frasa.
Penerapan substitusi frasal dalam penelitian ini dapat dilihat seperti
berikut :
(12) Terinspirasi oleh tebar hewan kurban yang diselenggarakan Dompet Dhuafa Republika yang sukses besar, saya usulkan Republika juga bisa mengoordinasi donatur Muslim yang akan memberikan takjil bulan Ramadan sehingga kalau dikelola dengan baik dapat menghidupkan perekonomian/membuka lapangan kerja para pembuat makanan untuk takjil. Jadi, pada bulan puasa, daerah yang minus diberi modal untuk membuat takjil dan disalurkan secara proporsional.
(RS/Mengoordinasi Takjil/ 25 Juli 2011/79)
(13) Pada Idul Fitri, umat Muslim, khususnya masyarakat Indonesia mempunyai tradisi tersendiri. Tradisi tersebut salah satunya adalah berbelanja kebutuhan hari raya, seperti makanan dan pakaian. Kebutuhan makanan khas Lebaran dan baju baru merupakan sisi lain dari ekspresi masyarakat menyambut hari kemenangan.
Namun, bagi mereka yang sudah rutin mengamalkan tradisi tersebut menganggap bahwa kebutuhan makanan dan pakaian yang dikhususkan untuk menyambut Idul Fitri merupakan bagian dari rasa syukur atas dekatnya hari kemenangan. Berbagai jenis makanan disiapkan untuk menyambut sanak keluarga ketika berkumpul sehingga memperindah momentum silaturahim yang sangat jarang terjadi kecuali di hari Lebaran.
(RS/Menyambut Hari Kemenangan/ 6 September 2011/174)
Pada data data (12) frasa bulan Ramadan disubstitusi dengan frasa
bulan puasa. Demikian juga pada data (13) terjadi substitusi frasa hari
raya dengan hari kemenangan. Selama ini orang Islam menganggap
hari raya Idul Fitri sebagai hari kemenangan, karena telah melewati
puasa selama sebulan penuh.
c. Substitusi Klausal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Substitusi klausal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang
berupa klausa atau kalimat dengan satuan lingual lainnya yang berupa
kata atau frasa.
Penerapan substitusi klausa dalam penelitian ini dapat dilihat
seperti berikut :
(14) Pembuatan e-KTP yang tidak merata di Ibu Kota Jakarta membuktikan adanya ketidaksiapan pemerintah dalam menghadapi perubahan hidup urban. Hal itu di tandai dengan ketersediaan sarana yang terbatas di beberapa kawasan.
(RS/Layanan e-KTP/29 September 2011/232)
Pada data (14) di atas, terdapat substitusi klausa, yaitu pada kalimat
pembuatan e-KTP yang tidak merata di Ibu Kota Jakarta membuktikan
adanya ketidaksiapan pemerintah dalam menghadapi perubahan
hidup urban, disubstitusi dengan kata hal itu.
3. Pelesapan (Elipsis)
Pelesapan (elipsis) merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal yang
berupa pelesapan atau penghilangan kata atau bagian suatu kalimat, bisa
berupa huruf/bunyi, afiks, kata, frasa, atau klausa. Di dalam analisis
wacana, unsur (konstituen) yang dilesapkan ditandai dengan konstituen
zero atau dengan lambang Φ pada tempat terjadinya pelesapan unsur
tersebut. Berikut ini beberapa data yang menunjukkan adanya pelesapan,
antara lain :
(15a) Saya naik dari Dukuh Atas menuju Pulogadung, Ф transit di BPKP Pramuka, lalu Ф transit lagi menuju Tanjung Priok dan Ф turun di halte Sunter.
(SR/Bus Transjakarta (1)/11 Juli 2011/42)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Pada data (15a) terdapat pelesapan satuan lingual yang berupa kata
yaitu kata saya yang berfungsi sebagai subjek. Subjek yang dilesapkan
sebanyak tiga kali yaitu sebelum kata transit pada klausa kedua, sebelum
kata transit pada klausa ketiga, dan sebelum kata turun. Apabila dilihat
dari bentuk utuhnya, akan menjadi seperti berikut :
(15b) Saya naik dari Dukuh Atas menuju Pulogadung, saya transit di BPKP Pramuka, lalu saya transit lagi menuju Tanjung Priok dan saya turun di halte Sunter.
4. Perangkaian (konjungsi)
Perangkaian (konjungsi) merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal
yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan
unsur yang lain dalam wacana. Beberapa konjungsi yang ditemukan dalam
penelitian ini, di antaranya sebagai berikut :
(16) Alam semesta ini sudah diatur oleh komputer Allah dan tidak ada perubahan kecuali bila Allah menghendaki.(RS/Kapan Muslim Kompak Lebaran?/2 September 2011/160)
Pada data (16) ditemukan konjungsi kecuali. Konjungsi pada
kalimat tersebut menyatakan makna perkecualian.
(17) Modus ini pencopetan ini saya ketahui setelah HP saya di copet di angkot D01 arah Ciputat.
(RS/Pencuri Berkedok Pijat Refleksi/1 Juli 2011/4)
Pada data (17) ditemukan konjungsi setelah. Konjungsi pada
kalimat tersebut menyatakan makna waktu.
(18) Masjid kami menerapkan kebijakan bahwa pengeras suara luar hanya untuk azan, sementara untuk kebutuhan lainnya menggunakan speaker (pengeras suara) dalam.
(RS/Pengeras Suara Masjid/9 Agustus 2011/94)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Pada data (18) ditemukan konjungsi bahwa. Konjungsi pada
kalimat tersebut menyatakan makna penegas.
(19) Doa permohonan saya kepada Allah SWT, semoga Allah menerima dan membalas pengabdian Pak Hembing dan menempatkan beliau di sisi-Nya.
(RS/Mengenang Prof H Hembing/19 Agustus 2011/126)
Pada data (19) ditemukan konjungsi semoga. Konjungsi tersebut
menyatakan makna harapan.
(20) Orang Islam itu harus cerdas, jujur, dan tepat waktu dalam segala hal.
(RS/Kapan Muslim Kompak Lebaran//2 September 2011/158)
Pada data (20) ditemukan konjungsi dan. Konjungsi pada kalimat
tersebut menyatakan makna penambahan (aditif).
(21) Saya pulang kuliah menggunakan transportasi transjakarta agarmenghemat ongkos.
(RS/Bus TransJakarta (1)/11 Juli 2011/38)
Pada data (21) ditemukan konjungsi agar. Konjungsi tersebut
menyatakan makna tujuan.
(22) Bagi sebagian kalangan, hal tersebut cukup disayangkan karena mereka disibukkan dengan hal-hal yang sebenarnya dalam hikmah Ramadhan tidak dianjurkan.
(SR/Menyambut Hari Kemenangan/6 September 2011/170)
Pada data (22) ditemukan konjungsi karena. Konjungsi tersebut
menyatakan makna sebab-akibat.
(23) Mungkin akan lebih cocok apabila al-mukarrom KH. M Ali Mustofa Ya’kub sebagai ulama besar dapat menahan diri untuk tidak menegur ustaz tersebut di atas/di depan forum/jamaah tabligh akbar serta disaksikan jutaan pemirsa televisi.
(SR/Fenomena Dai di TV/29 Agustus 2011/147)
Pada data (23) ditemukan konjungsi apabila. Konjungsi tersebut
menyatakan makna syarat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
B. Aspek Leksikal
1. Repetisi (Pengulangan)
Repetisi (pengulangan) merupakan pengulangan satuan lingual yang
berupa bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting,
bertujuan untuk memberikan tekanan pada sebuah konteks yang sesuai.
Repetisi diklasifikasikan menjadi delapan unsur, antara lain repetisi
epizeuksis, repetisi tautotes, repetisi anafora, repetisi epistrofa, repetisi
simploke, repetisi mesodiplosis, repetisi epanalepsis, dan repetisi
anadiplosis. Dalam penelitian ini ditemukan beberapa repetisi di antaranya
repetisi epizeuksis, repetisi anafora, repetisi tautotes, dan repetisi epistrofa.
a. Repetisi Epizeuksis
Repetisi Epizeuksis adalah pengulangan satuan lingual (kata atau
frasa) yang dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut.
Data yang menunjukkan repetisi epizeuksis misalnya seperti
berikut:
(24) … Karena tidak ada pelayan yang menunggu di depan restoran, saya langsung masuk dan mencari pelayan Solaria. Saat saya melihat ada pelayan, lantas saya memanggil pelayan tersebut. Tetapi, pelayan itu, seolah-olah tidak mendengar. Karena tidak digubris, saya ke tempat kasir dan meminta memanggil pelayan.
(RS/Solaria Central Park/7 Juli 2011/20)
Pada data (24) terdapat pengulangan kata pelayan yang
diulang beberapa kali secara berturut-turut. Kata pelayan diulang
sebanyak enam kali untuk menekankan pentingnya kata pelayan
dalam konteks kalimat tersebut.
b. Repetisi Tautotes
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Repetisi tautotes ialah pengulangan satuan lingual (kata/frasa)
beberapa kali dalam sebuah konstruksi.
Data yang menunjukkan repetisi tautotes misalnya seperti berikut :
(25) Sejak bulan Januari 2011 hingga surat pembaca ini dibuat, yakni tanggal 12 Agustus 2011, kami belum menerima tunjangan sertifikasi profesi guru yang sangat kamiharapkan untuk pembiayaan sekolah anak-anak kami.
(RS/Tunjangan Sertifikasi Guru/19 Agustus 2011/114)
Pada data (25) di atas, terdapat pengulangan kata kami yang
diulang sebanyak tiga kali dalam sebuah konstruksi.
c. Repetisi Anafora
Repetisi anafora adalah pengulangan satuan lingual berupa kata
atau frasa pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya.
Data yang menunjukkan repetisi anafora misalnya seperti berikut :
(26) Saya adalah mahasiswi jurusan ilmu komunikasi di salah satu universitas swasta di Jakarta. Saya pulang kuliah menggunakan transportasi transjakarta agar menghemat ongkos. Saya naik dari Dukuh Atas menuju Pulogadung, transit di BPKP Pramuka, lalu transit lagi menuju Tanjung Priok dan turun di halte Sunter.
(RS/Bus Transjakarta (1)/11 Juli 2011/43)
Pada data (26) terdapat pengulangan kata saya yang berfungsi
sebagai subjek. Pengulangan ini terjadi sebanyak tiga kali pada
awal setiap kalimat. Repetisi semacam ini digunakan penulis untuk
mencurahkan perasaannya kepada pembaca bahwa ia mengalami
kekecewaan dalam menggunakan alat transportasi terutama bus
transjakarta.
d. Repetisi Epistrofa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Repetisi epistrofa adalah pengulangan satuan lingual kata atau
frasa pada akhir baris atau akhir kalimat secara berturut-turut.
Data yang menunjukkan repetisi epistrofa misalnya seperti berikut:
(27) Contohnya, di Kelurahan Jelambar Baru belum ada pemberitahuan resmi kepada masyarakat untuk segera mengganti KTP lama dengan e-KTP. Sedangkan di Kota Makasar sudah terdapat pemberitahuan resmi dan imbauan untuk membuat e-KTP.
(RS/Layanan e-KTP/29 September 2011/233)
Pada data (27) di atas terdapat pengulangan kata e-KTP sebanyak
dua kali pada akhir kalimat pertama dan akhir kalimat kedua.
2. Sinonimi (Padan Kata)
Sinonimi merupakan nama lain untuk benda atau hal yang sama.
Sinonimi digunakan untuk menjalin hubungan makna yang sepadan antara
satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana. Sinonimi
diklasifikasikan menjadi lima macam, antara lain sinonimi morfem bebas
dan morfem terikat, sinonimi kata dengan kata, sinonimi kata dengan
frasa, sinonimi frasa dengan frasa, dan sinonimi klausa/kalimat dengan
klausa/kalimat. Dalam penelitian ini hanya ditemukan sinonimi kata
dengan kata.
a. Sinonimi Kata dengan Kata
Penerapan sinonimi kata dengan kata dalam data penelitian ini
sebagai berikut:
(28) Selain itu, tunjangan tersebut diperlukan juga untuk kebutuhan di bulan Ramadhan dan menjelang Hari Raya Idhul Fitri 1432 H, di antaranya untuk zakat dan pakaian baru anak-anak kami serta keperluan rutin rumah tangga, seperti sembako, air minum, listrik, dan gas yang semakin naik harganya.
(SR/Tunjangan Sertifikasi Guru/19 Agustus 2011/113)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Pada data (28) terdapat kohesi leksikal berupa sinonimi. Sinonimi
yang ditemukan pada data diatas adalah sinonimi kata dengan kata
yaitu kata kebutuhan dengan kata keperluan.
3. Antonimi (Lawan Kata)
Antonimi (lawan kata) merupakan kebalikan dari sinonimi, yakni
satuan lingual yang maknanya berlawanan atau beroposisi dengan satuan
lingual yang lain. Antonimi diklasifikasikan menjadi lima macam, antara
lain oposisi mutlak, oposisi kutub, oposisi hubungan, oposisi hirarkial, dan
oposisi majemuk. Dalam penelitian ini ditemukan beberapa antonimi di
antaranya :
a. Oposisi Mutlak
Penerapan oposisi mutlak dalam data penelitian ini sebagai berikut:
(29) Saya naik dari Dukuh Atas menuju Pulogadung, transit di BPKP Pramuka, lalu transit lagi menuju Tanjung Priok dan turun halte Sunter.
(RS/ Bus transjakarta (1)/11 Juli 2011/44)
Data (29) di atas terdapat oposisi mutlak pada kata naik yang
beroposisi dengan kata turun.
b. Oposisi Kutub
Penerapan oposisi kutub dalam data penelitian ini sebagai berikut :
(30) Penarikan pertama Rp 1 juta berhasil, kemudian penarikan kedua RP 500 gagal. Di sana, penarikan Rp 500 ribu berhasil.
(RS/Komplain Bank Syariah Mandiri/21 Juli 2011/60)
Pada data (30) terdapat oposisi kutub antara kata berhasil dengan
kata gagal. Kedua kata tersebut dikatakan beroposisi kutub karena
terdapat gradasi di antara oposisi keduanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
c. Oposisi Hubungan
Penerapan oposisi hubungan dalam data penelitian ini sebagai
berikut :
(31) Tuhan tidak mempersulit manusia, tapi manusia mempersulit dirinya.
(RS/Kapan Muslim Kompak Lebaran?/2 September 2011/162)
Pada data (31) terdapat oposisi hubungan antara kata Tuhan
dengan manusia. Tuhan sebagai Sang Pencipta, sedangkan manusia
sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
d. Oposisi Hirarkial
Penerapan oposisi hirarkial dalam data penelitian ini sebagai
berikut :
(32) Teringat ketika waktu masih sekolah diwajibkan memakai pakaian seragam ketika di bangku SD seragam putih merah, masuk ke tingkat atas seragam berbeda menjadi putih biru, naik lagi ke jenjang lebih tinggi menjadi putih abu-abu. Ini menandakan adanya suatu perbedaan dari tingkat SD, SLTP, dan SMA atau sederajat dan perbedaan ini tidaklah menjadikan pertengkaran, perdebatan, perselisihan.
(RS/Perbedaan Idul Fitri/27 Agustus 2011/138)
Pada data (32) ditemukan oposisi hirarkial antara SD, SLTP, dan
SMA, yang menggambarkan tingkat pendidikan dari tingkatan dasar
(SD) sampai dengan tingkatan menengah atas (SMA)
e. Oposisi Majemuk
Penerapan oposisi majemuk dalam data penelitian ini sebagai
berikut :
(33) Saya membeli buah-buahan serta roti gandum buatan Carrefour. Biasanya saya memilih roti bermerek, tapi karena tidak ada, saya mengambil roti buatan Carrefour. Sebelumnya, saya telah mengecek tanggal pembuatan roti, yaitu Jumat (22/7) dan kadaluwarsa Senin (25/7).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Pada Ahad (24/7) pagi, saya memakan roti tersebut. Rasanya asam, tapi saya tidak berpikir jelek dan terus mengonsumsi roti tersebut.
(SR/Carrefour Ambasador/25 Juli 2011/72)
Pada data (33) di atas, menunjukkan adanya oposisi majemuk pada
kata memilih, mengecek, mengambil, membeli dan memakan.
Keseluruhan kata-kata tersebut merupakan suatu proses.
5. Kolokasi (Sanding Kata)
Kolokasi merupakan asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata
yang cenderung digunakan secara berdampingan.
Penerapan kolokasi dalam data penelitian ini sebagai berikut :
(34) …Semua peredaran bintang, planet, dan galaksi itu sudah ditetapkan pergerakan dan peredarannya.
Tidak ada perubahan sedikit pun, kecuali kehendak Allah, peredaran matahari, bulan, dan bumi sama sekali tidak ada perubahan kecuali nanti pada waktu akhir jaman (kiamat)
(RS/Kapan Muslim Kompak Lebaran/2 September 2011/163)
Pada data (34) di atas, terdapat kata-kata bintang, planet, galaksi,
matahari, bulan, dan bumi berkolokasi dengan benda-benda di luar
angkasa sebagai sistem tata surya.
6. Hiponimi (Hubungan Atas-Bawah)
Hiponimi merupakan satuan lingual bahasa yang maknanya dianggap
bagian dari makna satuan lingual yang lain.
Penerapan hiponimi dalam data penelitian ini misalnya seperti berikut :
(35) Alam semesta ini sudah diatur oleh komputer Allah dan tidak ada perubahan kecuali bila Allah menghendaki. Demikian juga alam semesta (universe) diatur berdasarkan hukum Allah. Semua peredaran bintang, planet, dan galaksi itu sudah ditetapkan pergerakan dan peredarannya.
(RS/ Kapan Muslim Kompak Lebaran/2 September 2011/164)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Pada data (35) di atas, ditemukan kata alam semesta sebagai
hipernim atau subordinat sedangkan hiponimnya adalah binatang,
planet, dan galaksi. Fungsi hiponimi bertujuan untuk mengikat
hubungan antarunsur, terutama untuk menjalin hubungan antar unsur
yang mencakupi dan unsur yang dicakupi.
7. Ekuivalensi (Kesepadanan)
Ekuivalensi (kesepadanan) adalah hubungan kesepadaan antara satuan
lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam sebuah paradigma.
Penerapan ekuivalensi dalam data penelitian ini sebagai berikut :
(36) Ada beberapa guru di Kota Depok yang mengeluh karena hak tunjangan fungsional dan sertifikasi yang seharusnya cairdua kali dalam setahun ternyata hanya satu pencairan. Yakni, enam bulan pertama dicairkan, namun enam bulan berikutnya belum dicairkan. Dana sertifikasi guru-guru swasta di Kota Depok tahun 2010 belum mereka terima, sedangkan guru yang berstatus PNS sudah menerima pencairannya.
(RS/Tunjangan Fungsional Guru Kota Depok/24 September 2011/209)
(37) Modus pencopetan ini saya ketahui setelah HP saya dicopetdiangkot D01 arah Ciputat. Sasaran pencopet tersebut adalah pengguna angkot kecil yang tidak banyak penumpang.
(RS/Pencopet Berkedok Pijat Refleksi/1 Juli 2011/8)
Pada data (36) dan (37) terdapat unsur kohesi leksikal berupa ekuivalensi
(kesepadanan). Ekuivalensi (kesepadaan) yang terdapat dalam data (36)
ditemukan pada kata cair, pencairan, dan dicairkan, sedangkan dalam data (37)
ditemukan pada kata pencopetan, dicopet, dan pencopet. Kata-kata tersebut
merupakan hasil proses afiksasi dari morfem dasar yang sama dan menunjukkan
kesepadaan, yakni pada kata pencairan dan dicairkan berasal dari kata dasar cair.
Demikian pula dengan kata pencopetan, dicopet, pencopet berasal dari kata dasar
copet.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Tabel 3Aspek Gramatikal
No. Penanda Kohesi Gramatikal Nomor Data
1. a. Pengacuan Persona I Tunggal
Saya : 2, 23, 34, 46, 56, 64, 75, 88,100, 117, 155, 186, 193, 211.
b. Pengacuan Persona I Jamak
Kami : 66, 84, 89, 93, 116, 141.
Kita : 177, 187.
c. Pengacuan Persona IIITunggal
Ia : 1
Beliau : 127
lekat kanan (-nya) : 1, 82, 117,118, 119, 178.
d. Pengacuan Persona III Jamak
Mereka : 168, 176
e. Pengacuan DemonstratifWaktu
sekarang : 195
saat ini : 83, 101, 143.
saat itu : 25, 48, 121.
pekan : 47
..yang lalu : 90, 120.
pagi : 24
siang: 13
sore : 65, 142.
pukul : 37, 49.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
f. Pengacuan Demonstratif Tempat
itu : 27
sana : 58, 63.
eksplisit : 3, 14, 23, 35, 36, 65, 99, 194, 204, 213, 223, 224, 225.
2. a. Subtitusi Verbal menelepon-menghubungi : 73ceramah-dakwah : 150
b. Substitusi Nomina kebutuhan-keperluan : 113
c. Subtitusi Frasal bulan ramadhan - bulan puasa: 79
hari raya - hari kemenangan -hari lebaran : 174
d.. Subtitusi Klausa Hal itu : 184, 232Hal ini : 50Hal tersebut : 52, 167
3. Pelesapan (ellipsis) Subjek : 26, 29, 42
4. Konjungsi 4, 5, 6, 7, 15, 16, 17, 18, 28, 30, 31, 38, 39, 40, 41, 50, 51, 59, 68, 69, 70, 76, 77, 78, 84, 85, 91, 92, 93, 94, 102, 103, 104, 105, 106, 111, 112, 122, 123, 124, 125, 126, 133, 134, 135, 136, 138, 144, 145, 146, 147, 148, 149, 157, 158, 159, 160, 161, 169, 170, 171, 172, 173, 179, 180, 181, 182, 183, 188, 189, 190, 196, 197, 198, 199, 205, 206, 207, 215, 216, 217, 218, 219, 220, 226, 227, 228, 229, 230, 231.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Tabel 4Aspek Leksikal
No. Penanda Kohesi Leksikal
Nomor Data
1 Repetisi (pengulangan)a. Repetisi Epizeuksis
Pelayan : 20
b. Repetisi Tautotes Kami : 114
c. Repetisi anafora Saya : 44setelah : 7
d. Repetisi epistrofa e-KTP : 240Saya : 20
2. sinonimi kata dengan kata
konsumtif = berlebihan : 175memakan-mengonsumsi : 71
3. Antonimi (lawan kata)a. Oposisi mutlak
naik >< turun : 44berhasil >< gagal : 60silaturahim >< perselisihan : 137
b. Oposisi kutub cepat >< lama : 45luar >< dalam : 95baik >< buruk : 128
c. Oposisi hubungan Tuhan >< Manusia : 162Customer >< Pelayan : 21Pasien >< Dokter : 127
d. Oposisi hirarkial SD >< SLTP>< SMA : 138
e. Oposisi majemuk memilih, mengecek, mengambil, membeli dan memakan : 72
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
4. Kolokasi (sanding kata) 22, 53, 96, 107, 129, 164, 221.
5. Hiponimi (hubungan atas-bawah)
(Keperluan rumah tangga : sembako, air minum, listrik, dan gas) : 115
(Alam semesta : bintang, planet, dan galaksi) : 164
6. Ekuivalensi (kesepadanan bentuk)
pencopet-dicopet-pencopet : 8menarik-penarikan : 61memblokir-diblokir : 200pencairan-dicairkan-pencairannya: 209
C. Analisis Kontekstual
Analisis wacana kontekstual wacana ialah analisis wacana dengan
bertumpu pada teks yang dikaji berdasarkan konteks eksternal yang
melingkupinya, baik konteks situasi maupun konteks kultural. Pemahaman
konteks situasi dan budaya dalam wacana dapat dilakukan dengan prinsip
penafsiran personal, penafsiran lokasional, penafsiran temporal, dan prinsip
analogi. Adapun analisis kontekstual wacana dalam rubrik “Suarapublika”,
masing-masing akan dianalisis sebagai berikut :
1. Judul : Pencopet berkedok Pijat Refleksi
a. Prinsip Penafsiran Personal
(38) Sasaran pencopet tersebut adalah pengguna angkot kecil yang tidak banyak penumpang.
(SR/ Pencopet Berkedok Pijak Refleksi/1 Juli 2011/9)
(39) Setelah ia berhasil melakukan aksinya, ia buru-buru turun dari angkot tersebut.
(SR/ Pencopet Berkedok Pijak Refleksi/1 Juli 2011/10)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Berdasarkan prinsip penafsiran personal pada data (38), penanda
pencopet dapat ditafsirkan bahwa pencopet tersebut adalah
penumpang. Data (39) mempertegas tindakan pencopet yang
diungkapkan pada kata-kata ia buru-buru turun dari angkot tersebut.
Hal tersebut sama yang dilakukan oleh penumpang lain, ketika sudah
sampai pada lokasi yang dituju, penumpang akan turun dari angkot.
b. Prinsip Penafsiran Lokasional
Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi
terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka
memahami wacana.
(40) Modus pencopetan ini saya ketahui setelah HP saya dicopet di angkot D01 arah Ciputat
(SR/ Pencopet Berkedok Pijak Refleksi/1 Juli 2011/3)
Konteks situasi dengan penafsiran lokasional yang terdapat pada
data (40) dengan penanda Ciputat, dapat ditafsirkan daerah tersebut
berada kota Tangerang.
c. Prinsip Analogi
Prinsip analogi digunakan sebagai dasar, baik oleh penutur maupun
mitra tutur untuk memahami makna dan mengidentifikasi maksud dari
bagian atau keseluruhan sebuah wacana.
(41) Setelah brosur disebarkan kepada penumpang, ia melakukan aksinya dengan cara memijit kaki dan paha hingga tanpa disadari isi saku dikeluarkan, baik berbentuk HP, uang, dompet, maupun berbagai barang milik yang ada dalam saku.
(SR/ Pencopet Berkedok Pijak Refleksi/1 Juli 2011/11)
Berdasarkan prinsip analogi, pembaca dapat menginterpretasikan
modus pencopetan tersebut seperti hipnotis, yang ditunjukkan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
ungkapan kata-kata tanpa disadari pada data (41). Peristiwa tersebut
sama halnya dengan modus pencopetan dengan cara menepuk lengan
penumpang sehingga korbannya kehilangan kesadaran.
d. Inferensi
Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan
(pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat
dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi
yang dapat diambil seperti berikut :
1) Komunikator ingin memberitahukan kepada pembaca bahwa
modus pencopetan yang sedang marak di Kota Tangerang
yakni pencopet yang berperan sebagai pemijat refleksi ala
Cina, modus pencopetan ini seperti hipnotis.
2) Komunikator ingin menyampaikan kepada pembaca agar
selalu waspada dan berhati-hati dalam menggunakan jasa
angkutan, khususnya angkutan di kota Tangerang.
2. Judul : Solaria Central Park
a. Prinsip Penafsiran Lokasional
Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi
terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka
memahami wacana.
(42) Ahad siang, saya pergi ke Solaria Central Park untuk makan siang.
(SR/Solaria Central Park/7 Juli 2011/14)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Berdasarkan prinsip penafsiran lokasional, pada data (42) dengan
penanda Solaria Central Park, maka pembaca dapat menafsirkan
bahwa Solaria Central Park adalah sebuah restoran yang berada di
dalam Mall Central Park, berlokasi di Jakarta Barat.
b. Inferensi
Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan
(pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat
dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi
yang dapat diambil seperti berikut :
1) Komunikator sebagai pelanggan Solaria merasa kecewa dengan
pelayanannya, terutama di Solaria Central Park yang berlokasi di
Jakarta Barat.
2) Komunikator mengirimkan surat pembaca tersebut agar diketahui
pihak Solaria dengan tujuan agar meningkatkan pelayanannya
kepada para pelanggannya.
3. Judul : Sopir Blue Bird Ugal-Ugalan
a. Prinsip Penafsiran Lokasional dan Penafsiran Temporal.
Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi
terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka
memahami wacana.
Penafsiran lokasional dan penafsiran temporal, dapat dilihat pada
ungkapan di bawah ini :
(43) Pagi itu jalanan di dekat Mal Ambasador sangat padat. Saya menyetir Avanza hitam mengarah ke Tanah Abang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
(SR/Sopir Blue Bird Ugal-Ugalan/11 Juli 2011/32)
(44) Melihat keadaan sekitar saat itu mobil satu sama lainya berjarak sangat dekat dengan kecepatan 5-15 km per jam.
(SR/Sopir Blue Bird Ugal-Ugalan/11 Juli 2011/33)
Pada data (43), pembaca dapat menafsirkan lokasi kejadian
tersebut terjadi di sepanjang jalan raya Mall Ambasador menuju Tanah
Abang yang berada di Ibukota Jakarta, yang didukung dengan
ungkapan jalanan di dekat Mal Ambasador sangat padat dan Tanah
Abang. Selain itu, penafsiran temporal pada data (43) penanda pagi itu,
yaitu di saat orang-orang berangkat bekerja yang sedang terjadi
kemacetan, ditunjukkan pada data (44) melihat keadaan sekitar saat
itu mobil satu sama lainya berjarak sangat dekat dengan kecepatan 5-
15 km per jam.
c. Inferensi
Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan
(pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat
dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi
yang dapat diambil seperti berikut :
1) Komunikator mengirimkan surat pembaca tersebut agar diketahui
oleh pihak Blue Bird.
2) Bagi pihak pengelola taksi Blue Bird, hendaknya dalam memilih
sopir taksi yang mahir mengemudikan mobil dan profesional dalam
bekerja.
4. Judul : Bus Transjakarta (1)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
a. Prinsip Penafsiran Temporal
Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman
mengenai waktu. Prinsip ini dapat menafsirkan kapan dan berapa lama
waktu terjadinya situasi (peristiwa, keadaan, proses).
(45) Saya pulang kuliah menggunakan transportasi transjakarta agar menghemat ongkos.
(SR/Bus Transjakarta (1)/11 Juli 2011/38)
(46) Pernah saya pulang kuliah pukul 19.00 dan sampai rumah pukul 21.00 karena tidak efisiennya bus transjakarta.
(SR/Bus Transjakarta (1)/11 Juli 2011/37)
Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman
mengenai waktu. Dengan melihat penggalan kalimat di atas pada data
(45) dan data (46), pembaca dapat menafsirkan bahwa peristiwa
tersebut terjadi pada malam hari yang ditunjukkan dengan kata-kata
pukul 19.00.
d. Inferensi
Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan
(pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat
dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi
yang dapat diambil seperti berikut :
1) Komunikator sebagai penumpang bus transjakarta merasa kecewa
dengan pelayanan bus transjakarta yang tidak tepat waktu.
2) Bus transjakarta merupakan transportasi darat yang sangat
dibutuhkan masyarakat di Jakarta karena tarifnya yang murah.
3) Bagi pihak pengelola bus transjakarta, hendaknya menambah
armadanya agar dapat dinikmati penumpangnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
5. Judul : Bus Transjakarta (2)
a. Prinsip Penafsiran Personal
(47) Saya khawatir akan ada penumpang yang terjepit pintu transjakarta dan ada banyak hal yang tidak diinginkan lainnya terjadi, seperti pelecehan seksual.
(SR/Bus Transjakarta (2)/11 Juli 2011/54)
(48) Pada saat itu, warga yang tidak dapat bergerak di dalam busway tidak dapat menahan emosi lagi ketika petugas tetap mengizinkan penumpang lainnya masuk.
(SR/Bus Transjakarta (2)/11 Juli 2011/55)
Penanda warga pada data (48), dapat ditafsirkan bahwa warga
tersebut adalah penumpang yang berjenis kelamin perempuan, yang
ditunjukkan dengan kata-kata penumpang dan pelecehan seksual pada
data (47).
b. Prinsip Penafsiran Temporal
Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman
mengenai waktu. Prinsip ini dapat menafsirkan kapan dan berapa lama
waktu terjadinya situasi (peristiwa, keadaan, proses).
(49) Pada Selasa pekan sekitar pukul 12.00 WIB, saya menggunakan jasa bus transjakarta koridor 9 jurusan Pinang Ranti sampai peluit.
(SR/Bus Transjakarta (2)/11 Juli 2011/49)
(50) Pada saat itu, warga yang tidak dapat bergerak di dalam busway tidak dapat menahan emosi lagi ketiga petugas tetap mengizinkan penumpang lainnya masuk.
(SR/Bus Transjakarta (2)/11 Juli 2011/55)
Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman
mengenai waktu. Dengan melihat penggalan kalimat di atas pada data
(49) dan data (50), pembaca dapat menafsirkan bahwa peristiwa tersebut
terjadi pada siang hari yang ditunjukkan pada kata-kata pukul 12.00
WIB.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
d. Inferensi
Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan
(pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat
dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi
yang dapat diambil seperti berikut :
1) Komunikator sebagai penumpang merasa kecewa dengan pelayanan
bus transjakarta yang kurang efektif dalam melayani
penumpangnya.
2) Komunikator ingin memberikan masukan bagi pihak pengelola bus
transjakarta agar memperbanyak armada bus transjakarta dan
meningkatkan pelayanan bagi penumpangnya.
3) Bagi penumpang bus tranjakarta, khususnya penumpang perempuan
hendaknya berhati-hati ketika menggunakan bus transjakarta agar
tidak terjadi pelecehan seksual di dalam bus transjakarta.
4) Bagi petugas transjakarta, hendaknya membatasi penumpang dalam
bus transjakarta.
6. Judul : Komplain Bank Mandiri Syariah (BSM)
a. Prinsip Penafsiran Lokasional
Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi
terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka
memahami wacana.
(51) Saya menarik uang di Bank Mandiri Cabang UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
(SR/Komplain Bank Syariah Mandiri (BSM)/21 Juli 2011/62)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
(52) Kemudian, saya disuruh oleh satpam untuk langsung ke BSM yang terdekat. Di sana, penarikan Rp 500 ribu berhasil.
(SR/Komplain Bank Syariah Mandiri (BSM)/21 Juli 2011/63)
Berdasarkan perangkat benda dan realitas yang menjadi
konteksnya, maka ungkapan di sana pada data (52) berarti lokasi
mesin ATM Bank Syariah Mandiri karena didukung oleh konteks
BSM, sebab realitas menunjukkan bahwa setiap bank memiliki mesin
ATM.
b. Inferensi
Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan
(pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat
dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi
yang dapat diambil seperti berikut :
1) Komunikator sebagai nasabah Bank Mandiri Syariah merasa
kecewa dengan pelayanan Bank Mandiri, khususnya pelayanan
pengembalian uang.
2) Komunikator mengirimkan kritikan lewat surat pembaca tersebut
dengan tujuan agar diketahui dan ditanggapi oleh pihak Bank
Mandiri Syariah.
3) Bagi pihak Bank Mandiri, hendaknya meningkatkan pelayanannya
bagi para nasabahnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
7. Judul : Carrefour Ambassador
a. Prinsip Penafsiran Lokasional
Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi
terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka
memahami wacana.
(53) Saya menelepon langsung ke Carrefour Ambassador tapi sulit tersambung dan bahkan seperti dimatikan.
(SR/Carrefour Ambasador/25 Juli 2011/74)
Konteks situasi dengan penafsiran lokasional terdapat pada data
(53) dengan penanda Carrefour Ambasador adalah sebuah tempat
pembelanjaan yang ada di kota Jakarta yang berlokasi di Jakarta
Selatan.
b. Inferensi
Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan
(pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat
dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi
yang dapat diambil seperti berikut :
1) Komunikator sebagai pelanggan Carrefour merasa kecewa dengan
pelayanan Carrefour, khususnya penjualan produk roti Carrefour.
2) Komunikator mengirimkan surat pembaca tersebut dengan tujuan
agar diketahui dan ditanggapi oleh pihak Carrefour.
3) Bagi pihak Carrefour, hendaknya lebih ketat menyeleksi dan
memantau produk yang dijual.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
4) Komunikator menghimbau kepada pembeli/pelanggan Carrefour,
hendaknya berhati-hati dalam membeli produk Carrefour,
khususnya produk roti.
8. Judul : Mengkoordinasi Takjil
a. Prinsip Penafsiran Lokasional
Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi
terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka
memahami wacana.
(54) Jadi, pada bulan puasa, daerah yang minus bisa diberi modal untuk membuat takjil dan disalurkan secara proporsional.
(SR/Mengoordinasi Takjil/25 Juli 2011/80)
Konteks situasi dengan penafsiran lokasional terdapat pada data
(54) dengan pemarkah kata daerah yang minus. Secara fisik dapat
ditafsirkan daerah tersebut dihuni oleh masyarakat menengah ke bawah
dengan penghasilan rendah, fasilitas yang tidak memadai, dan berada di
pemukiman padat.
b. Inferensi
Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan
(pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat
dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi
yang dapat diambil seperti berikut :
1) Komunikator memberikan masukan kepada Republika untuk
memberi kesempatan bagi masyarakat menengah ke bawah untuk
membuat takjil agar mereka mendapatkan rezeki.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
9. Judul : Surat untuk Menteri Agama
a. Prinsip Penafsiran Personal
(55) Bapak Menteri Agama, kami akan memberitahukan bahwa ayah dan kakek tersayang kami yang saat ini telah berusia lanjut, yaitu 93 tahun mempunyai kehendak untuk menunaikan kewajiban yang kelima, yakni naik haji untuk yang pertama kalinya.
(SR/Surat untuk Menteri Agama/2 Agustus 2011/87)
Pelibat wacana biasanya menunjuk pada orang-orang yang berperan
dalam wacana, kedudukannya, jenis hubungan perannya, ciri fisik dan
non-fisik. Pada data (55), penanda ayah dan kakek. Dilihat secara fisik,
dapat ditafsirkan bahwa ayah berjenis kelamin laki-laki, rambutnya
sudah beruban, usianya dibawah usia kakek, sedangkan kakek dapat
ditafsirkan usianya lebih tua dari usia ayah, berjenis kelamin laki-laki,
rambutnya sudah beruban, dan jalannya pelan dan tertatih.
b. Prinsip Penafsiran Temporal
Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman
mengenai waktu. Prinsip ini dapat menafsirkan kapan dan berapa lama
waktu terjadinya situasi (peristiwa, keadaan, proses).
(56) Bapak Menteri Agama, kami akan memberitahukan bahwa ayah dan kakek tersayang kami yang saat ini telah berusia lanjut, yaitu 93 tahun mempunyai kehendak untuk menunaikan kewajiban yang kelima, yakni naik haji untuk yang pertama kalinya.
(SR/Surat untuk Menteri Agama/2 Agustus 2011/83)
Pemahaman makna dan acuan waktu (kapan atau berapa lama)
terhadap kata saat ini pada data (56) mengacu pada rentetan kurang
lebih lima tahun, yaitu rentetan waktu untuk menunggu jadwal
keberangkatan haji.
c. Inferensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan
(pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat
dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi
yang dapat diambil seperti berikut :
1) Komunikator memberi masukan kepada Departemen Agama untuk
segera merealisasikan program yang disampaikan oleh Menteri
Agama, yakni mendahulukan calon haji yang berusia lanjut.
10. Judul : Pengeras Suara Masjid
a. Prinsip Penafsiran Personal
Prinsip penafsiran personal berkaitan dengan siapa sesungguhnya
yang menjadi partisipan di dalam suatu wacana. Dalam surat pembaca
yang berjudul Pengeras Suara Masjid, dapat ditafsirkan bahwa yang
menjadi komunikatornya adalah seorang muslim yang bertugas
sebagai pengurus masjid. Hal ini ditunjukkan dengan ungkapan
berikut:
(57) Sebagai seorang muslim, saya setuju dengan peraturan tersebut.
(SR/Pengeras Suara Masjid/9 Agustus 2011/97)
(58) Masjid kami menerapkan kebijakan bahwa pengeras suara luar hanya untuk azan, sementara untuk kebutuhan lainnya menggunakan speaker (pengeras suara) dalam.
(SR/Pengeras Suara Masjid/9 Agustus 2011/98)
b. Prinsip Penafsiran Lokasional
Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi
terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka
memahami wacana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
(59) Di lingkungan kami bahkan ada mushala lain yang suaranya lebih keras dari suara imam yang ada di masjid tempat kami sholat.
(SR/Pengeras Suara Masjid/9 Agustus 2011/99)
Berdasarkan perangkat benda dan realitas yang menjadi
konteksnya, maka lokasi terjadinya peristiwa pada data (59) tersebut
dapat ditafsirkan di sebuah kampung atau perumahan, ditunjukkan
dengan kata-kata lingkungan, mushala, dan masjid.
c. Prinsip Penafsiran Temporal
Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman
mengenai waktu. Prinsip ini dapat menafsirkan kapan dan berapa lama
waktu terjadinya situasi (peristiwa, keadaan, proses).
(60) Cuma mengapa peraturan yang sudah dikeluarkan dua tahunyang lalu tersebut kurang sosialisasi sehingga ketidak teraturan pengguna pengeras suara masih saja terjadi sampai sekarang.
(SR/Pengeras Suara Masjid/9 Agustus 2011/90)
Pemahaman makna dan acuan waktu (kapan atau berapa lama)
terhadap kata sekarang pada data (60) mengacu pada waktu lebih dari
dua tahun, yang menunjukkan waktu lampau yang diungkapkan
dengan kata-kata dua tahun yang lalu.
d. Inferensi
Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan
(pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat
dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi
yang dapat diambil seperti berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
1) Bagi pemerintah, hendaknya memberikan sosialisasi secara
menyeluruh mengenai peraturan penggunaan pengeras suara untuk
tempat beribadah.
2) Bagi pengurus masjid maupun pengurus mushola, hendaknya
dalam menggunakan pengeras suara masjid tidak mengganggu
umat beragama lain yang berada di sekitar masjid.
11. Judul : Diskon Ramadhan
a. Prinsip Penafsiran Personal
(61) Untuk itu, masyarakat menengah bawah jangan sampai tergiur berbelanja dengan diskon.
(SR/Diskon Ramadhan/9 Agustus 2011/108)
Pada data (61) dapat dianalisis berdasarkan konteks situasi melalui
prinsip penafsiran personal. Penanda masyarakat menengah bawah
dapat ditafsirkan berpenghasilan rendah, hidup sederhana, dan tinggal
di pemukiman yang padat.
b. Prinsip Penafsiran Lokasional
Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi
terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka
memahami wacana.
(62) Menyambut bulan suci Ramadhan ini, misalnya saya lihat pusat-pusat perbelanjaan atau yang populer disebut department store atau pasar swalayan mempromosikan barang-barang dagangan mereka dengan potongan harga 50-70 persen.
(SR/Diskon Ramadhan/9 Agustus 2011/109)
Berdasarkan perangkat benda dan realitas yang menjadi
konteksnya, maka tempat atau lokasi terjadinya keadaan tersebut dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
ditafsirkan di sebuah pusat pembelajaan Matahari Departemen Store.
Hal itu ditunjukkan pada data (62) dengan kata-kata potongan harga
50-70 persen.
c. Prinsip Penafsiran Temporal
Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman
mengenai waktu. Prinsip ini dapat menafsirkan kapan dan berapa lama
waktu terjadinya situasi (peristiwa, keadaan, proses). Penafsiran waktu
yang terjadi pada data (62) ditafsirkan mengacu pada rentetan waktu
kira-kira satu bulan yakni selama bulan ramadhan. Penafsiran waktu
tersebut ditunjukkan pada kata-kata menyambut bulan suci Ramadhan.
d. Inferensi
Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan
(pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat
dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi
yang dapat diambil seperti berikut :
1) Bagi konsumen, khususnya berpenghasilan rendah hendaknya
tidak tergiur dengan program diskon yang diadakan oleh pihak
Matahari Departemen Store, karena produk yang tawarkan
tersebut, harganya sudah dinaikkan terlebih dahulu sebelum
didiskon.
2) Bagi pihak Matahari Departemen Store, hendaknya tidak
memanfaatkan keadaan untuk menipu konsumen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
3) Bagi pemerintah, hendaknya segera menindak pihak-pihak yang
melakukan program diskon tersebut yang telah menipu masyarakat
luas.
12. Judul : Tunjangan Sertifikasi Guru
a. Prinsip Penafsiran Personal
(63) …Bapak/Ibu pejabat yang berwenang untuk mencairkan tunjangan sertifikasi profesi guru sebelum Idul Fitri 1432 H, kami ucapkan terima kasih.
(SR/Tunjangan Sertifikasi Guru/19 Agustus 2011/116)
Penafsiran personal yang terdapat dalam data (63) yaitu pada
penanda Bapak/Ibu pejabat yang berwenang dapat ditafsirkan sebagai
pegawai Dikpora, pemerintah daerah maupun pemerintah pusat yang
mengurusi tunjangan sertifikasi guru.
b. Prinsip Penafsiran Temporal
Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman
mengenai waktu. Prinsip ini dapat menafsirkan kapan dan berapa lama
waktu terjadinya situasi (peristiwa, keadaan, proses). Kata sebelum
pada data (63) mengacu waktu kurang dari sebulan, yang dibatasi
dengan kata-kata Idul Fitri 1432 H.
c. Inferensi
Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan
(pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat
dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi
yang dapat diambil seperti berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
1) Komunikator mengirim surat pembaca tersebut agar diketahui oleh
pegawai Dikpora, pemerintah daerah, maupun pemerintah pusat
yang mengurusi tujangan sertifikasi guru.
13. Judul : Mengenang Prof H Hembing
a. Prinsip Penafsiran Personal
(64) Saya adalah salah seorang pasien Bapak Hembing yang merasa sangat kehilangan dan berduka cita atas berpulangnya atauwafatnya beliau.
(SR/Mengenang Prof H Hembing/19 Agustus 2011/117)
(65) Dengan menunjukkan foto-foto rontgen, CT Scand, dan MRI, Prof Hembing juga tidak menyetujui untuk operasi. Saya menjalani terapi akupunktur selama satu tahun seminggu dua kali dan mengonsumsi obat-obatan herbal.
(SR/Mengenang Prof H Hembing/19 Agustus 2011/130)
(66) Sungguh saya sangat kagum dengan kepakaran atau keahlian Pak Hembing dalam bidang terapi akupuntur dan pengobatan tradisional.
(SR/Mengenang Prof H Hembing/19 Agustus 2011/131)
Berdasarkan prinsip penafsiran personal, penanda Bapak Hembing
pada data (64) dapat ditafsirkan sebagai seorang pakar yang ahli dalam
bidang terapi akupuntur dan pengobatan tradisional, sebagaimana yang
didukung pada data (66) yaitu pada ungkapan kepakaran atau keahlian
Pak Hembing dalam bidang terapi akupuntur dan pengobatan
tradisional. Dia bukan seorang dokter, hal ini diperkuat pada ungkapan
pada data (65) tidak menyetujui untuk operasi.
b. Prinsip Penafsiran Lokasional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi
terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka
memahami wacana.
(67) …berobat ke Bapak Hembing yang tempat praktiknya dekat RS Pelni Petamburan.
(SR/Mengenang Prof H Hembing/19 Agustus 2011/132)
Pada data (67), tempat praktek tersebut berada di sekitar RS Pelni
Petamburan, dapat ditafsirkan lokasinya tidak jauh dari RS Pelni
Petamburan yang jaraknya kurang lebih 1 kilometer, ditunjukkan pada
ungkapan dekat RS Pelni Petamburan.
c. Inferensi
Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan
(pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat
dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi
yang dapat diambil seperti berikut :
1) Komunikator mengajak pembaca mengenang tokoh besar dan
berjasa kemanusiaan yang bernama Prof H Hembing.
14. Judul : Perbedaan Idul Fitri
a. Prinsip Penafsiran Personal
(68) Karena masing-masing mempunyai aturan yang telah ditentukan.(SR/Perbedaan Idul Fitri/27 Agustus 2011/139)
(69) Dalam merayakan Idul Fitri 1432 ini umat Islam di seluruh dunia akan mengalami perbedaan dalam melaksanakannya. Sebagian ada yang tanggal 30 Agustus 2011 (Muhammadiyah) dan ada yang melaksanakan pada tanggal 31 Agustus 2011 (pendapat ormas Islam NU dan Pemerintah) bagaimana dengan ormas lainnya?
(SR/Perbedaan Idul Fitri/27 Agustus 2011/140)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Berdasarkan prinsip penafsiran personal, maka pada data (68) yaitu
penanda masing-masing dapat ditafsirkan yakni umat Islam di Indonesia
yang mengikuti golongan tertentu dalam penentuan hari raya Idul Fitri.
b. Prinsip Penafsiral Lokasional
Prinsip penafsiran lokasional dan temporal pada data (69) dapat
ditafsirkan bahwa tempat yang mengalami perbedaan perayaan Idul Fitri
tersebut dapat dilihat di Jawa Timur, mayoritas masyarakatnya
mengikuti ormas Islam NU, sedangkan di Jawa Tengah ataupun di Jawa
Barat mayoritas masyarakatnya mengikuti ormas Islam
Muhammadiyah.
c. Prinsip Penafsiran Temporal
Waktu pelaksanaan perayaan Idul Fitri antara ormas Islam NU,
ormas Islam Muhammadiyah, ataupun oramas lainnya hanya terpaut
satu hari, yakni Ormas Muhamadiyah melaksanakan perayaan Idul Fitri
lebih awal daripada Ormas Islam NU dan Pemerintah ataupun ormas
lainnya. Hal tersebut ditunjukkan pada tanggal tanggal 30 Agustus 2011
(Muhammadiyah) dan tanggal 31 Agustus 2011 (pendapat ormas Islam
NU dan Pemerintah).
d. Inferensi
Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan
(pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat
dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi
yang dapat diambil seperti berikut :.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
1) Perbedaan penentuan hari raya Idul Fitri tersebut hendaknya tidak
menjadi perselisihan, sebaiknya dimanfaatkan untuk saling
bersilaturahmi sehingga tercipta kehidupan masyarakat yang
harmonis.
15. Judul : Fenomena Dai di TV
a. Prinsip Penafsiran Personal
(70) Pembicara pada waktu itu, di antaranya almukarom KH. M. Ali Mustofa Ya’kub (Imam Besar Masjid Istiqlal)
(SR/Fenomena Dai di TV/29 Agustus 2011/151)
(71) …KH. M Ali Mustofa Ya’kub sebagai ulama besar.(SR/Fenomena Dai di TV/29 Agustus 2011/152)
Pada data (70) dapat dianalisis berdasarkan konteks situasi melalui
prinsip penafsiran personal. Pada data tersebut tergambar bahwa KH.
M. Ali Mustofa secara non fisik dapat ditafsirkan adalah seorang yang
berpendidikan tinggi dan memiliki pengetahuan yang luas mengenai
agama Islam sehingga menjadi ustadz senior. Prinsip ini ditunjukkan
pada kata-kata Imam Besar Masjid Istiqlal dan ulama besar.
b. Prinsip Penafsiran Lokasional
Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi
terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka
memahami wacana.
(72) Ahad sore (7/8/2011), kami sekeluarga menonton Tabligh Akbar Ramadhan yang ditayangkan secara live di salah satu stasiun televisi swasta.
(SR/Fenomena Dai di TV/29 Agustus 2011/153)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
(73) … menahan diri untuk tidak menegur ustaz tersebut di atas/di depan forum/jamaah tabligh akbar serta disaksikan jutaan pemirsa televisi.
(SR/Fenomena Dai di TV/29 Agustus 2011/154)
Realitas situasi yang diungkapkan pada data (72) dan data (73)
adalah di sebuah panggung studio di salah satu stasiun televisi swasta
yang disiarkan secara langsung. Para ustadz atau dai-dai muda
menyampaikan dakwahnya di atas panggung studio yang disaksikan
oleh penonton di studio dan pemirsa yang menyaksikan di televisi. Hal
tersebut didukung oleh kata-kata ditayangkan secara live di salah satu
stasiun televisi swasta dan disaksikan jutaan pemirsa televisi.
c. Prinsip Penafsiran Temporal
Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman
mengenai waktu. Prinsip ini dapat menafsirkan kapan dan berapa lama
waktu terjadinya situasi (peristiwa, keadaan, proses).
(74) Tak dapat dipungkiri, memang saat ini banyak dai atau penceramah yang hanya menonjolkan unsur-unsur komedi, lawak, lelucon, dan komedi dalam dakwahnya, tapi justru esensi atau pesan-pesan dakwah yang disampaikan menjadi amat minim.
(SR/Fenomena Dai di TV/29 Agustus 2011/143)
Pada data (74), penanda saat ini mengacu pada waktu kira-kira 5-
10 menit, yaitu waktu yang digunakan dai atau penceramah
menyampaikan dakwahnya di atas panggung studio yang disiarkan
secara langsung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
d. Inferensi
Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan
(pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat
dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi
yang dapat diambil seperti berikut :
1) Bagi ustadz senior sebagai orang yang berpendidikan tinggi
hendaknya lebih berhati-hati dalam memberikan kritikan kepada
ustadz junior, terutama ketika di depan forum.
2) Bagi ustadz junior, hendaknya tidak berhenti berkompetensi, selalu
introspeksi diri, mengevalusi diri dan terus belajar agama Islam.
3) Bagi pihak media massa elektronik, hendaknya lebih berhati-hati
dan selektif dalam menyiarkan acara-acara keagamaan karena
dilihat oleh seluruh rakyat Indonesia.
16. Judul : Kapan Muslim Kompak Lebaran
a. Prinsip Penafsiran Lokasional
Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi terjadinya
suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka memahami
wacana.
(75) Telah sering kali umat Islam di Indonesia menunjukkan tidak adanya kesepakatan menentukan hari akhir bulan saum (Ramadhan) sehingga menimbulkan pergesekan di antara umat Islam sendiri.(SR/Kapan Muslim Kompak Lebaran?/2 September 2011/165)
Berdasarkan prinsip penafsiran lokasional, peristiwa yang terjadi
pada data (75) dapat ditafsirkan bahwa umat Islam yang berada di Jawa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
Timur, mayoritas masyarakatnya menentukan hari Lebaran atau
penetapan 1 Syawal dengan cara melihat bulan, sedangkan umat Islam
yang berada di Jawa tengah ataupun di Jawa Barat, mayoritas
masyarakatnya menentukan hari lebaran dengan perhitungan hisab
(kalender).
b. Prinsip Analogi
(76) Alam semesta ini sudah diatur oleh komputer Allah dan tidak ada perubahan kecuali bila Allah menghendaki.(SR/Kapan Muslim Kompak Lebaran?/2 September 2011/166)
Berdasarkan prinsip analogi, pada data (76) pembaca dapat
menginterpretasikan komputer Allah yang berarti seperangkat sistim
yang sudah diatur dan ditetapkan oleh Allah dalam penentuan hari
Lebaran. Penentuan tersebut dengan perhitungan hisap (kalender) tetap
sesuai yang tertulis dalam Alquran.
c. Inferensi
Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan
(pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat
dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi
yang dapat diambil seperti berikut :
1) Komunikator mengajak pembaca khususya umat muslim untuk tidak
mempermasalahkan perbedaan penentuan hari Lebaran agar tercipta
kehidupan bermasyarakat yang tenang dan damai.
2) Komunikator memberikan masukan Majelis Ulama dan umat
muslim di Indonesia sebaiknya dalam menentukan hari Lebaran
dengan perhitungan hisap (kalender) tetap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
17. Judul : Menyambut Hari Kemenangan
a. Prinsip Penafsiran Personal
(77) Bagi sebagian kalangan, hal tersebut cukup disayangkan karena mereka disibukkan dengan hal-hal yang sebenarnya dalam hikmah Ramadhan yang tidak dianjurkan. Akhir bulan ramadhan hendaknya dijadikan semangat yang lebih dan rutinitas ibadah yang makin padat.
(SR/Menyambut Hari Kemenangan/6 September 2011/176)
Pada data (77) pemarkah mereka dapat ditafsirkan masyarakat
yang beragama Islam dalam menyambut hari Lebaran. Hal ini ditunjukkan
pada kata-kata akhir bulan ramadhan hendaknya dijadikan semangat yang
lebih dan rutinitas ibadah yang makin padat.
b. Inferensi
Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan
(pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat
dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi
yang dapat diambil seperti berikut :
1) Komunikator memberikan gambaran mengenai budaya masyarakat
Indonesia ketika menyambut hari raya Idul Fitri, hendaknya
meninggalkan budaya tersebut dan mengisi akhir bulan ramadhan
dengan meningkatkan ibadah.
18. Judul : Masalah Perbedaan Idul Fitri
a. Prinsip Penafsiran Personal
(78) Alangkah indahnya apabila umat yang satu ini dalam bertindak, terutama dalam hal-hal prinsip seperti Idul Fitri, selalu mengedepankan kebersamaan.
(SR/Masalah Perbedaan Idul Fitri/6 September 2011/185)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Pada data (78) penanda umat yang satu ini ditujukan kepada salah
satu pengirim surat pembaca “Suarapublika”. Hal tersebut sebagai
sindiran agar orang yang bersangkutan lebih menghargai perbedaan
penentuan hari raya Idul Fitri.
b. Inferensi
Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan
(pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat
dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi
yang dapat diambil seperti berikut :
1) Hendaknya umat muslim tidak mempermasalahkan perbedaan Idul
Fitri yang terjadi di dalam masyarakat.
19. Judul : Idul Fitri
a. Prinsip Penafsiran Temporal
Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman
mengenai waktu. Prinsip ini dapat menafsirkan kapan dan berapa lama
waktu terjadinya situasi (peristiwa, keadaan, proses).
(79) Dan, kejadian serupa pasti akan terjadi lagi pada masa yang akan datang selama perbedaan cara pandang untuk memahami hadis Rasullah tentang puasa dan hari raya tidak diselesaikan.
(SR/Idul Fitri/15 September 2011/191)
Pada data (79), penanda masa yang akan datang mengacu pada
rentetan waktu kurang lebih satu tahun, yaitu rentetan waktu yang
digunakan umat muslim dalam menyambut datangnya hari raya Idul
Fitri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
b. Inferensi
Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan
(pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat
dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi
yang dapat diambil seperti berikut :
1) Komunikator mengajak seluruh umat Islam di Indonesia untuk
bersatu dalam menyikapi perbedaan hari raya Idul Fitri yang terjadi
setiap tahunnya.
2) Bagi pemerintah, hendaknya dalam menentukan pelaksanaan hari
raya Idul Fitri sebaiknya independen, tidak berpihak dengan
golongan tertentu.
20. Judul : Kartu Halo Telkomsel
a. Prinsip Penafsiran Lokasional
Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi
terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka
memahami wacana.
(80) Pada 8 September 2010, handphone saya dengan nomor tersebut hilang di pom bensin km 47 Cikampek…
(SR/Kartu Halo Telkomsel/24 September 2011/201)
Konteks situasi dengan penafsiran lokasional terdapat pada data
(80) dengan penanda Cikampek, dapat ditafsirkan daerah tersebut
berada kota Jakarta.
b. Prinsip Penafsiran Temporal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman
mengenai waktu. Prinsip ini dapat menafsirkan kapan dan berapa lama
waktu terjadinya situasi (peristiwa, keadaan, proses).
(81) Bahkan, hingga sekarang, tagihan sudah mencapai Rp 2,3 juta.(SR/Kartu Halo Telkomsel/24 September 2011/202)
Pada data (81), sekarang mengacu pada rentetan kurang lebih
setahun, yaitu rentetan waktu yang digunakan komunikator untuk
menunggu tanggapan pemblokiran dari pihak Telkomsel.
c. Inferensi
Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan
(pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat
dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi
yang dapat diambil seperti berikut :
1) Komunikator mengirimkan surat pembaca tersebur agar ditanggapi
oleh pihak Telkomsel, karena komunikator merasa kecewa dengan
pelayanan Telkomsel.
2) Bagi pihak Telkomsel, hendaknya lebih meningkatkan pelayanan
bagi pelanggannya.
21. Judul : Tunjangan Fungsional Guru Kota Depok
a. Prinsip Penafsiran Personal
(82) Mohon penjelasan pihak terkait.(SR/Tunjangan Fungsional Guru Kota Depok/24 September 2011/210)
Berdasarkan prinsip penafsiran personal pada data (82), penanda
pihak terkait dapat ditafsirkan sebagai pegawai Dikpora, pemerintah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
daerah, ataupun pemerintah pusat yang mengurusi dana sertifikasi guru
di Kota Depok.
b. Inferensi
Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan
(pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat
dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi
yang dapat diambil seperti berikut :
1) Komunikator mengirimkan surat pembaca tersebut agar pemerintah
mengetahui permasalahan yang terjadi di Kota Depok mengenai
tunjangan fungsional dan sertifikasi guru swasta yang belum
menerima haknya.
22. Judul : Pelanggan Telkomsel
a. Prinsip Penafsiran Temporal
Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman
mengenai waktu. Prinsip ini dapat menafsirkan kapan dan berapa lama
waktu terjadinya situasi (peristiwa, keadaan, proses).
(83) Pada 16 September 2011 saya menggunakan provider ini di I-Phone saya. Saya menggunakan provider ini sudah cukup lama. Kemarin-kemarin saya tidak mempunyai trouble, tetapi akhir-akhir ini saya merasa bahwa pulsa saya terpotong Rp 70 ribu dari pulsa sebelumnya Rp 200 ribu.
(SR/Pelanggan Telkomsel/29 September 2011/222)
Pada data (83), penanda akhir-akhir ini mengacu pada rentetan
waktu kurang dari sebulan, yaitu rentetan waktu yang dialami oleh
komunikator saat mengalami masalah dengan provider Tekomsel. Hal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
tersebut ditunjukkan kata-kata 16 September 2011 sampai tanggal
pemuatan surat pembaca tersebut, yakni 29 September 2011.
b. Inferensi
Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan
(pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat
dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi
yang dapat diambil seperti berikut :
1) Komunikator mengirimkan surat pembaca tersebut agar ditanggapi
oleh pihak Telkomsel dan meminta pertanggung jawabnya.
2) Bagi pihak Telkomsel, hendaknya lebih meningkatkan pelayanan
kepada pelanggannya agar pelanggan tidak mengalami kerugian
dan kekecewaan.
23. Judul : Layanan E-KTP
a. Prinsip Penafsiran Personal
(84) Apakah terdapat oknum-oknum nakal yang bermain di balik pembuatan e-KTP ini.
(SR/Layanan E-KTP/29 September 2011/234)
Berdasarkan prinsip penafsiran personal pada data (84), penanda
oknum-oknum nakal dapat ditafsirkan ketua RT, ketua RW, pegawai
kelurahan, pegawai kecamatan, pemerintah daerah ataupun pemerintah
pusat yang mengurusi pembuatan e-KTP.
b. Inferensi
Inferensi merupakan proses yang dilakukan oleh komunikan
(pembaca) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (penulis). Inferensi
yang dapat diambil seperti berikut :
1) Pemerintah hendaknya lebih matang dalam merencanakan program
yang akan dilakukan yakni pembuatan e-KTP.
2) Pemerintah hendaknya memberikan sarana yang lengkap dalam
proses pembuatan e-KTP.
3) Dalam pelaksanaan e-KTP, hendaknya pemerintah daerah dan
pusat melakukan sosialisasi kepada seluruh masyarakat, baik di
kota maupun di daerah terpencil.
4) Dalam pendataan penduduk, hendaknya dilakukan dengan teliti
dalam pembuatan e-KTP.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan analisis data yang sudah dijabarkan pada bab sebelumnya,
maka diperoleh simpulan yang akan memberikan jawaban dari masalah yang
diajukan dalam penelitian. Berikut ini simpulan yang dihasilkan pada penelitian
ini :
1. Dari analisis yang dilakukan pada rubrik “Suarapublika” dalam surat
kabar Republika, terdapat dua unsur kohesi tekstual yakni kohesi
gramatikal yang mencerminkan kepaduan bentuk bahasa dan kohesi
leksikal yang mencerminkan kepaduan makna. Terdapat empat unsur
kohesi gramatikal meliputi : (1) Pengacuan yang terdiri atas
pengacuan persona pertama tunggal, pengacuan persona pertama
jamak, pengacuan persona ketiga tunggal, pengacuan persona ketiga
jamak, pengacuan demonstratif waktu (temporal), demonstratif
tempat (lokasional), (2) Substitusi terdiri dari substitusi verbal,
substitusi nomina, substitusi frasal, dan substitusi klausal, (3)
Pelesapan, dan (4) Konjungsi. Terdapat enam unsur kohesi leksikal
yang meliputi : (1) Repetisi yang terdiri atas repetisi epizeuksis,
repetisi tautotes, repetisi anafora, dan repetisi epistrofa, (2) Sinonimi
meliputi sinonimi kata dengan kata dan sinonimi kata dengan frasa,
(3) Antonimi terdiri dari antonimi mutlak, antonimi kutub, antonimi
hubungan, antonimi hirarkial, dan antonimi majemuk, (4) Kolokasi
107
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
atau sanding kata, (5) Hiponimi atau hubungan atas bawah, (6)
Ekuivalensi atau kesepadanan bentuk.
2. Selain menganalisis kohesi tekstual yang terdiri dari aspek gramatikal
dan aspek leksikal, penelitian ini juga menganalisis mengenai
kontekstual wacana yang meliputi prinsip penafsiran personal, prinsip
penafsiran lokasional, prinsip temporal, prinsip analogi, dan inferensi.
Dari kedua langkah yang digunakan dalam menganalisis wacana
rubrik “Suarapublika” surat kabar Republika, maka terciptalah
pemahaman pembaca.
B. Saran
Penelitian ini berusaha menyajikan tentang kohesi tekstual dan kontekstual
wacana pada rubrik “Suarapublika” di surat kabar Republika dengan pendekatan
analisis wacana. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang perlu
diperbaiki dalam melakukan penelitian ini karena keterbatasan waktu, ruang, dan
pengetahuan penulis. Maka dari itu, analisis wacana ini belum bisa penulis kaji
secara mendalam. Penulis berharap dapat dilakukan pada penelitian selanjutnya
untuk menjawab permasalahan dengan lebih mendalam dan bervariasi lagi
mengenai analisis wacana baik unsur kohesi tekstual dan kontekstual wacana.