29
LAPORAN KEMAJUAN HIBAH PENELITIAN DOSEN MUDA Tahun ke-1 dari rencana 1 tahun PEMAHAMAN BUDAYA AIZUCHI SEBAGAI ETIKA KOMUNIKASI ORANG JEPANG (STUDI KASUS TERHADAP MAHASISWA SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA) TIM PENELITI NI LUH KADE YULIANI GIRI, S.S., M.HUM. NIDN. 0022078002 NI PUTU LUHUR WEDAYANTI, S.S., M.HUM. NIDN. 0830118301 JURUSAN SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA JULI 2015 i Kode/Nama Bidang Ilmu: 521 / ILMU LINGUISTIK

Kode/Nama Bidang Ilmu: 521 / ILMU LINGUISTIK fileRINGKASAN Etika dalam berkomunikasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam usaha menyampaikan pesan atau tuturan kepada

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN KEMAJUAN

HIBAH PENELITIAN DOSEN MUDA

Tahun ke-1 dari rencana 1 tahun

PEMAHAMAN BUDAYA AIZUCHI SEBAGAI

ETIKA KOMUNIKASI ORANG JEPANG

(STUDI KASUS TERHADAP MAHASISWA SASTRA JEPANG

FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA)

TIM PENELITI

NI LUH KADE YULIANI GIRI, S.S., M.HUM.

NIDN. 0022078002

NI PUTU LUHUR WEDAYANTI, S.S., M.HUM.

NIDN. 0830118301

JURUSAN SASTRA JEPANG

FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA

UNIVERSITAS UDAYANA

JULI 2015

i

Kode/Nama Bidang Ilmu: 521 / ILMU LINGUISTIK

ii

DAFTAR ISI

Hal.HALAMAN SAMPUL iHALAMAN PENGESAHAN iiDAFTAR ISI iiiRINGKASAN ivPRAKATA vBAB I. PENDAHULUAN 1BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 6

3.1 Tujuan Penelitian 63.2 Manfaat Penelitian 6

BAB IV. METODE PENELITIAN 84.1 Sumber Data 84.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data 84.3 Metode dan Teknik Analisa Data 8

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 10BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 19

6.1 Kesimpulan 196.2 Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 20LAMPIRAN

iii

RINGKASAN

Etika dalam berkomunikasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam usaha menyampaikan pesan atau tuturan kepada peserta tutur lain. Dengan etika yang baik maka komunikasi dapat berlangsung dengan lancar dan pesan dapat tersampaikan dengan baik. Etika komunikasi dalam bahasa Jepang salah satunya adalah aizuchi. Budaya aizuchi dikenal sebagai budaya yang dekat dengan respon penutur dalam menanggapi tuturan sebelumnya. Dengan pemahaman budaya aizuchi maka komunikasi yang melibatkan latar budaya Jepang menjadi lebih aktif. Hal ini tentunya sangat sesuai dengan model komunikasi orang Jepang yang lebih menonjolkan model komunikasi aktif. Untuk itu budaya aizuchi menjadi dasar penting komunikasi bagi mahasiswa Sastra Jepang Universitas Udayana mengingat nantinya mereka akan sering melakukan komunikasi dengan penutur lain yang mempunyai latar budaya Jepang. Sumber data dari penelitian ini akan diambil dari pemahaman mahasiswa terhadap budaya aizuchi dan fungsi – fungsinya. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak dengan teknik kuesioner terhadap mahasiswa. Sedangkan metode analisa data nantinya akan mengaplikasikan pemahaman dan fungsi budaya aizuchi oleh Maynard (1995).

Kata kunci: etika komunikasi, budaya Jepang, budaya aizuchi

iv

PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa / Ida Sang Hyang Widhi

Wasa karena atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan penelitian dengan

judul Pemahaman Budaya Aizuchi Sebagai Etika Komunikasi Orang Jepang (Studi Kasus

Terhadap Mahasiswa Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Udayana)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengertian dan pemahaman budaya

Aizuchi pada mahasiswa Sastra Jepang, Universitas Udayana. Budaya Aizuchi sangat erat

hubungannya dengan etika berkomunikasi orang Jepang. Dengan mengetahui budaya

Aizuchi maka komunikasi dapat berlangsung dengan baik dan ekspresi – ekspresi yang

sesuai dapat dipahami oleh peserta tutur yang terlibat. Dalam penelitian ini, mahasiswa

memberikan pengertian dan pemahaman mereka tentang budaya Aizuchi melalui konteks –

konteks komunikasi yang tertulis dan dengan berbagai topik pembicaraan.

Kami dari tim peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan terhadap semua

pihak yang telah membantu pelaksanaan hingga penyelesaian penelitian ini. Kami

mengucapkan terima kasih kepada Ni Putu Ari Sulatri, S.S., M.Hum., sebagai ketua

program studi Sastra Jepang Universitas Udayana atas perkenan dan motivasinya bagi

kami untuk turut melaksanakan penelitian. Kami menyampaikan penghargaan kepada Prof.

Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A., sebagai Dekan Fakultas Sastra dan Budaya Universitas

Udayana terhadap dukungan beliau bagi para dosen muda untuk ikut serta melakukan

penelitian sebagai salah satu bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi. Tidak lupa kami

mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada pihak Universitas Udayana melalui

Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp. PD (KEMD)., sebagai Rektor Universitas Udayana dan

Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng., sebagai Ketua LPPM Universitas Udayana

atas kesempatan yang diberikan untuk melaksanakan penelitian melalui hibah PNBP

(Penghasilan Negara Bukan Pajak) tahun anggaran 2015.

Kami menyadari bahwa penelitian ini masih mempunyai sejumlah kekurangan

yang disebabkan keterbatasan kami sebagai peneliti. Untuk itu kami mengharapkan saran

dan masukan sebagai upaya penyempurnaan penelitian ini di masa – masa mendatang.

Kami juga berharap penelitian ini dapat memberikan ide – ide lebih lanjut bagi penelitian

terkait dengan tata bahasa dan juga alih bahasa.

Denpasar, Oktober 2015

Tim Peneliti

v

BAB I

PENDAHULUAN

Etika komunikasi mempunyai peranan penting dalam berkomunikasi. Etika

komunikasi memastikan suatu komunikasi dapat berjalan dengan baik serta tercapainya tujuan

dari komunikasi tersebut. Etika komunikasi juga mencerminkan adanya budaya yang

melatarbelakangi penutur ketika menyampaikan tuturannya. Etika komunikasi pada saat

bersamaan juga memberikan makna penting bagi penutur karena dengan etika yang pantas

dan sesuai maka seorang penutur dapat menghormati penutur lainnya. Hal tersebut dapat

dilakukan oleh seorang penutur dengan memilih kata – kata pada tuturan maupun sikap badan

yang sesuai dengan etika – etika yang berlaku secara umum. Untuk itulah pemahaman

mengenai etika komunikasi menjadi berguna bagi setiap penutur.

Dalam etika komunikasi orang Jepang, terdapat etika yang dikenal dengan budaya

aizuchi. Maynard (1995: 221) mengungkapkan budaya aizuchi sebagai etika komunikasi yang

berkaitan dengan respon penutur atau ekspresi yang muncul dari tuturan sebelumnya. Budaya

aizuchi merupakan salah satu bentuk budaya Jepang yang sangat padat dengan ciri khas

budaya. Budaya aizuchi menurut Maynard (1995: 221) adalah refleksi dari budaya Jepang

yang sangat aktif dalam komunikasi. Budaya Jepang tidak memperlihatkan suatu budaya yang

pasif semata dalam komunikasi. Dalam hal keaktifan maka respon yang diberikan penutur

dapat berupa respon yang berhubungan dengan tuturan maupun respon yang berkaitan dengan

gerak tubuh. Respon dalam bentuk tuturan biasanya dimunculkan dengan bentuk – bentuk

ekspresi tertentu dan umumnya berhubungan erat dengan materi tuturan sebelumnya.

Sedangkan gerak tubuh menjadi ciri khas respon yang mudah dipahami mengingat gerak

tubuh terlihat jelas pada penutur yang terlibat.

Untuk itu, memahami budaya aizuchi dalam etika komunikasi bahasa Jepang menjadi

persyaratan khusus bagi mahasiswa Sastra Jepang, Universitas Udayana. Dengan latar

belakang pemahaman bahasa Jepang, maka pemahaman terhadap budaya aizuchi tentunya

menjadi pelengkap yang sangat mendukung pada saat melakukan komunikasi. Sehingga

penelitian ini akan mendeskripsikan permasalahan pada pengertian dan pemahaman

mahasiswa Sastra Jepang, Universitas Udayana terhadap budaya aizuchi dalam komunikasi.

Terkait dengan pengertian dan pemahaman itu, penelitian ini juga mendeskripsikan

permasalahan berkaitan dengan fungsi - fungsi aizuchi dalam komunikasi berbahasa Jepang.

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Levinson (dalam Nunan, 1993: 85) menegaskan jika bentuk dasar sebuah komunikasi

adalah prototype bahasa yang digunakan, bentuk yang pertama kali manusia ketahui tentang

bahasa, dan hal itu juga berkaitan dengan pemerolehan bahasa. Pernyataan tersebut

mengindikasikan jika komunikasi berkaitan dengan bahasa dan lingkungan sekitarnya. Selain

itu, penggunaan bahasa juga memiliki keterkaitan dengan budaya yang melatarbelakangi

penutur dan tuturan. Dengan adanya budaya yang melekat pada seorang penutur dan budaya

yang menaungi tuturan tertentu, maka dapat dipastikan jika penutur dalam melakukan tuturan

mencerminkan suatu kondisi masyarakat dengan budaya tertentu. Nunan (1993: 94)

menyimpulkan jika hal yang paling menantang dan sulit dalam suatu komunikasi terletak

pada penutur kedua dan/atau penutur asing. Mereka mengalami kesulitan untuk dapat

menunjukkan kedinamisan dan penampilan tuturan yang berbeda dari satu bahasa dengan

bahasa lainnya serta satu budaya dengan budaya lainnya.

Nunan (1993: 94) menyimpulkan jika hal yang paling menantang dan sulit dalam

suatu komunikasi terletak pada penutur kedua dan/atau penutur asing. Mereka mengalami

kesulitan untuk dapat menunjukkan kedinamisan dan penampilan tuturan yang berbeda dari

satu bahasa dengan bahasa lainnya serta satu budaya dengan budaya lainnya.

Lebih lanjut, Nunan (1993: 96) mengkaitkan budaya dengan manajemen percakapan

yang terjadi antar dua penutur. Dalam manajemen percakapan terdapat sejumlah faktor yang

patut diperhitungkan mulai dari tingkatan kesopanan, tingkatan formalitas percakapan, dan

tingkatan penerimaan penutur terhadap rentang penundaan (pause) dari penutur lain. Faktor-

faktor itu bervariasi dari satu budaya ke budaya lainnya. Selain itu, ketiganya memiliki

pengaruh yang dapat menyebabkan kelangsungan suatu komunikasi lancar atau tidak.

Contohnya, terdapat pandangan budaya berbeda terhadap penundaan (pause) dan kelancaran

(smooth) dalam percakapan. Bagi orang Barat, posisi diam saat berbicara hanya dapat

ditoleransi jika berbicara dengan teman atau seseorang yang telah dikenal dengan baik.

Sehingga apabila mereka berbicara dengan orang asing atau orang yang baru dikenal, mereka

akan berusaha menjaga kelancaran komunikasi tanpa melakukan penundaan (pause).

Sedangkan dalam budaya Jepang, justru kelancaran (smooth) komunikasi seperti yang

terdapat dalam budaya Barat malah membingungkan. Hal itu dikarenakan mereka terbiasa

untuk melakukan penundaan singkat (short pause) guna memastikan lawan bicara dapat

memahami topik yang sedang diperbincangkan.

2

Sebagai suatu proses, tuturan memiliki nilai-nilai yang dipahami dan diterima oleh

masyarakat. Nilai-nilai sosial tersebut memungkinkan suatu tuturan dapat dikonstruksi dan

dinegosiasikan antar penutur. Dalam hal ini penutur dimungkinkan untuk menerapkan nilai-

nilai sosial dalam suatu tuturan saat menerapkan elemen tuturan seperti penundaan (pause),

intonasi, penggunaan ekspresi filler, dan membangun formulasi tuturan. Karena berkaitan

dengan nilai sosial, percakapan sesungguhnya memiliki kedekatan dalam aturan dan prosedur

budaya yang spesifik. Ketidakmampuan dalam menangani suatu proses tuturan akan dianggap

sama dengan ketidakmampuan memahami kondisi sosial budaya suatu masyarakat dan

bahkan mungkin menimbulkan kesalahpahaman. Karena itulah, terdapat banyak hal penting

yang perlu diketahui dalam memahami suatu tuturan, seperti; masuk maupun keluar pada

suatu tuturan; berupaya untuk lebih menguasai tuturan (bidding a turn), menolak tanpa

menimbulkan kesan kasar atau tidak sopan, atau merubah topik. Hal-hal seperti itu wajib

dipahami penutur saat proses tuturan berlangsung.

Yule (2000) mendeskripsikan sejumlah karakteristik tuturan yang penting.

Karakteristik tuturan tersebut antara lain adanya pasangan keterkaitan (adjacency pairs),

struktur preferen (preference structure), dan penanda lain dalam percakapan. Penanda lain

dalam percakapan dapat berupa penundaan sesaat (pauses), perhentian lama (overlaps), dan

adanya penanda unsur-unsur seperti senyum, anggukan kepala, atau bentuk ekspresi wajah

yang disebut sebagai sinyal backchannel (backchannel signals). Yule (2000: 76) menjelaskan

secara detail yang dimaksud dengan pasangan keterkaitan (adjancency pairs) sebagai bentuk

keterkaitan tuturan antara penutur pertama dengan penutur kedua. Dalam hal ini, penutur

pertama mendapat respon yang sesuai dari penutur kedua. Sederhananya, apabila seorang

penutur mengucapkan salam pembuka saat percakapan dimulai, maka menjadi kewajiban

penutur kedua untuk membalas dengan ucapan salam. Sedangkan apabila seorang penutur

bertanya maka penutur lainnya akan menjawab.

Selain adanya pasangan keterkaitan (adjacency pairs), juga terdapat istilah yang

disebut dengan rangkaian selipan (insertion sequence). Bagian rangkaian selipan (insertion

sequence) masih merupakan bagian dari pasangan keterkaitan (adjacency pairs). Sesuai

dengan pengistilahannya, rangkaian selipan (insertion sequence) menurut Yule (2000: 77)

merupakan pasangan keterkaitan yang justru tidak saling terkait. Dalam hal ini tuturan

penutur pertama tidak mendapat respon semestinya dari penutur berikutnya. Hal itu sangat

mungkin terjadi dalam sebuah tuturan. Tuturan tidak selalu berjalan dengan mulus dan

komunikatif. Ada kalanya salah satu penutur justru memberikan respon tuturan yang berbeda.

Sehingga jika disimpulkan, rangkaian selipan (insertion sequence) merupakan tuturan berbeda

dari yang diharapkan oleh penutur sebelumnya.

3

Maynard (1995: 222) membagi karakteristik para respon penutur menjadi lima bagian

penting. Bagian penting tersebut berkaitan dengan komponen yang disebut aizuchi atau

respon pendengar. Kelima bagian dari aizuchi meliputi mengungkapkan konfirmasi,

menunjukkan perhatian seseorang, memperlihatkan keraguan, mengekspresikan keterkejutan,

dan mengungkapkan simpati. Masing – masing bagian tentunya mempunyai karakteristik

yang berbeda dalam memperlihatkan ekspresi respon pendengar.

Mengungkapkan konfirmasi dalam bahasa Jepang menurut Maynard (1995: 222) dapat

dilakukan dengan sejumlah ekspresi. Ekspresi – ekspresi itu antara lain soo desu ka (saya

paham), soo desu ne (itu benar), yappari (hal itulah yang saya pikirkan), dan naruhodo

(begitu ya). Secara umum, ekspresi – ekspresi aizuchi yang mengungkapkan konfirmasi

dilakukan saat penutur lain menyampaikan suatu pernyataan. Sehingga untuk memastikan

kebenarannya maka pendengar lain akan menyatakan konfirmasi. Sedangkan untuk

menunjukkan perhatian seseorang dapat ditunjukkan dengan ekspresi seperti un (uh-huh),

huun (saya paham), soo (benar), dan hai/ee (yeah benar). Ekspresi yang tergolong singkat

tersebut sesungguhnya lebih mengacu kepada upaya memberikan perhatian terhadap

pernyataan atau tuturan sebelumnya. Seperti diketahui, penutur Jepang dikenal tidak pasif.

Sehingga memberikan tanggapan atau respon meskipun dengan ekspresi yang singkat

dianggap menunjukkan perhatian atas tuturan yang sebelumnya disampaikan. Bahkan pada

ekspresi hai atau ee diperlihatkan dalam kondisi – kondisi formal.

Karakteristik respon aizuchi yang ketiga adalah memperlihatkan keraguan. Ekspresi –

ekspresi yang munculnya antara lain saa (baiklah …), maa tabun (mungkin…), soo desu ka

nee (baiklah, saya tidak begitu yakin …), soo? (betulkah?), dan soo ka naa (saya berharap

…). Ungkapan keraguan menunjukkan respon yang masih belum pasti terhadap tuturan

penutur sebelumnya. Sehingga dapat dilihat jika ekspresi – ekspresi yang diperlihatkan lebih

mengacu pada ekspresi ketidakyakinan. Karakteristik respon selanjutnya adalah

mengekspresikan keterkejutan. Keterkejutan dalam respon penutur Jepang biasanya

diungkapkan dengan ekspresi seperti ee? (apa?), honto? (betulkah?), uso! (kamu bohong!),

dan masaka! (itu tidak mungkin, bohong!). ekspresi keterkejutan dalam aizuchi lebih banyak

memperlihatkan respon pendengar yang tidak menduga terhadap tuturan yang disampaikan

penutur sebelumnya. Karena memiliki pemahaman yang berbeda, maka respon keterkejutan

muncul dalam istilah aizuchi. Selain keterkejutan, karakteristik respon aizuchi yang terakhir

adalah mengungkapkan simpati. Pengungkapan simpati oleh pendengar biasanya dikaitkan

dengan berita – berita yang tidak menyenangkan pada tuturan sebelumnya. Karena itulah,

ekspresi simpati diungkapkan melalui tuturan seperti komarimashita nee (itu masalah,

bukan?), yowatta naa (oh tidak, benar – benar masalah), komatta wa nee (oh, tidak, sungguh

4

masalah), zannen (desu) nee (prihatin mendengar itu, itu terlalu buruk), dan kinodokuni (saya

prihatin mendengar hal itu). Jika diperhatikan secara umum maka dapat diketahui jika

ungkapan simpati lebih banyak menunjukkan adanya suatu bentuk keprihatinan pendengar

terhadap tuturan penutur lainnya. Sehingga sesuatu tersebut dianggap sebagai suatu hal yang

buruk oleh pendengar lainnya.

5

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Bagian ini membahas mengenai tujuan dan manfaat penelitian yang berkaitan dengan

pemahaman budaya Aizuchi dalam etika berkomunikasi orang Jepang. Tentunya tujuan dan

manfaat penelitian lebih banyak menekankan pada studi kasus terhadap mahasiswa Sastra

Jepang mengenai budaya Aizuchi itu sendiri.

3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman mahasiswa Sastra Jepang

terhadap budaya Aizuchi. Hal tersebut berkaitan dengan bahasa Jepang yang dipelajari oleh

mahasiswa, sehingga secara langsung mereka juga seharusnya memahami budaya Aizuchi.

Apalagi budaya Aizuchi berkaitan dengan etika berkomunikasi bagi orang Jepang. Secara

rinci, tujuan penelitian ini juga mengaitkan pemahaman mahasiswa terhadap ekspresi –

ekspresi yang terdapat pada komunikasi orang Jepang yang mana komunikasi itu mencakup

budaya Aizuchi.

Selain itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan mengenai fungsi –

fungsi pada ekspresi budaya Aizuchi. Fungsi – fungsi ekspresi pada budaya Aizuchi adalah

beragam dan masing – masing digunakan saat konteks komunikasi yang berbeda. Pengenalan

terhadap fungsi ekspresi komunikasi memungkinkan untuk dapat dipahami oleh mahasiswa

sehingga saat berkomunikasi secara langsung dengan orang Jepang, mereka dapat

menggunakan ekspresi – ekspresi Aizuchi dengan tepat. Dengan begitu, komunikasi yang

berlangsung dapat dengan baik dan lancar.

3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua dengan manfaat umum dan

manfaat khusus berkaitan budaya Aizuchi dalam komunikasi orang Jepang. Secara umum,

penelitian ini memberikan sumbangan pemikiran terhadap budaya komunikasi orang Jepang

yang disebut Aizuchi. Model komunikasi tersebut barangkali terdapat pada bahasa lain, namun

pada penggunaan oleh orang Jepang sudah tentu mempunyai latar belakang budaya yang

berbeda. Dengan mendeskripsikan budaya Aizuchi maka setiap orang yang berkomunikasi

dengan bahasa Jepang juga mempunyai dasar komunikasi yang berhubungan dengan budaya.

Sehingga komunikasi dapat berlangsung sesuai dengan tujuan para penuturnya.

Secara khusus penelitian ini memberikan gambaran mengenai pengertian dan

pemahaman budaya Aizuchi pada mahasiswa Sastra Jepang. Mahasiswa Sastra Jepang yang

6

nantinya akan sering berkomunikasi dengan orang Jepang maka secara langsung wajib

mengetahui dan memahami budaya Aizuchi. Selain itu, penelitian ini juga memberikan

penjelasan secara deskripsi pemahaman budaya Aizuchi di kalangan mahasiswa Sastra Jepang

serta pemahaman mereka terhadap penggunaan ekspresi – ekspresi Aizuchi dalam

komunikasi. Tentunya hal tersebut berkaitan dengan beragam ekspresi pada budaya Aizuchi

dan bervariasinya konteks komunikasi yang terjadi antar penutur.

7

BAB IV

METODE PENELITIAN

Bagian ini membahas mengenai metode penelitian yang berkaitan dengan tahapan -

tahapan akademis dalam kegiatan penelitian. Pada metode penelitian dibahas mengenai

sumber data, metode dan teknik pengumpulan data, dan metode dan teknik analisa data.

3.1 Sumber Data

Sumber data yang akan digunakan berkaitan dengan pengertian dan pemahaman

mengenai istilah aizuchi adalah mahasiswa program studi Sastra Jepang, Universitas

Udayana. Adapun mahasiswa yang akan dilibatkan merupakan semester empat atau

mahasiswa tahun kedua yang menempuh pendidikan di Sastra Jepang. Penggunaan

mahasiswa semester empat mengingat yang bersangkutan telah mendapatkan sejumlah materi

– materi yang berhubungan dengan keterampilan komunikasi dalam bahasa Jepang. Dengan

pemahaman awal tersebut maka mahasiswa Sastra Jepang nantinya akan diharapkan juga

memahami tentang kemampuan respon atau aizuchi. Jumlah keseluruhan mahasiswa semester

empat yang ikut serta dalam penelitian ini adalah 47 mahasiswa.

3.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode yang akan digunakan pada penelitian ini adalah metode simak. Metode simak

akan digunakan untuk dapat mengumpulkan data mengenai istilah aizuchi pada mahasiswa

Sastra Jepang, Universitas Udayana. Secara teknis, pengumpulan data yang dilakukan akan

mengaplikasikan model kuesioner. Kuesioner nantinya akan disusun berkaitan dengan

pengertian dan pemahaman tentang aizuchi. Terdapat sejumlah pertanyaan yang berkaitan

dengan budaya Aizuchi yang bertujuan untuk mengetahui pengertian serta pemahaman

mahasiswa. Selanjutnya setelah kuesioner diisi, maka dilakukan teknik membaca rinci untuk

dapat mengetahui hasil dari kuesioner yang diisikan mahasiswa. Hasil kuesioner mahasiswa

nantinya akan dihitung berkaitan dengan pertanyaan yang muncul. Sedangkan teknik

selanjutnya yang akan diterapkan adalah teknik klasifikasi. Teknik klasifikasi akan dikaitkan

dengan hasil – hasil pengisian kuesioner mengenai aizuchi.

3.3 Metode dan Teknik Analisa Data

Metode yang akan diterapkan pada proses analisa data adalah metode deskriptif

kuantitatif. Nantinya, metode deskriptif kuantitatif akan mendeskripsikan pengertian dan

pemahaman mahasiswa Sastra Jepang, Universitas Udayana terkait dengan istilah aizuchi.

8

Untuk itu teknik analisa data yang akan digunakan adalah teknik deskripsi berdasarkan

aplikasi teori analisa percakapan dan penggunaan aizuchi dalam komunikasi orang Jepang.

Secara rinci, teori mengenai aizuchi dari Maynard (1995) dan teori mengenai analisa

percakapan dari Yule (2000) akan menjadi acuan dalam proses analisa secara deskriptif

kuantitatif.

9

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut adalah hasil dan pembahasan yang diambil dari angket yang disebarkan

kepada sebanyak empat puluh tujuh (47) orang mahasiswa semester empat (IV). Masing-

masing angket terdiri dari empat (4) model percakapan. Mahasiswa diminta mengisi bagian

yang kosong dalam setiap percakapan dengan memilih salah satu aizuchi yang disediakan.

Percakapan 1

Situasi percakapan ini terjadi antara dosen (Sato sensei) dengan mahasiswa (Hayashi)

di ruang kelas. Sato sensei menyampaikan kepada Hayashi bahwa sudah berdiskusi dengan

Kimura sensei tentang acara besok yang melibatkan mahasiswa. Mahasiswa diberikan ijin

untuk tidak mengikuti perkuliahan dengan memindahkan jadwal kuliah ke hari lain. Pada

percakapan 1 terdapat 3 isian yang dikosongkan. Adapun pilihan aizuchi yang diisi oleh

mahasiswa dapat dilihat dari masing-masing tabel. Berikut ditampilkan bagian utuh

percakapan 1.

佐藤先生 :林君、明日のこと…Sato sensei Hayashi kun, ashita no koto…

Hayashi, mengenai acara besok..はやし :___Hayashi ……….. (1.1)佐藤先生 :木村先生にもう相談したよ。Sato sensei Kimura sensei ni mou soudan shita yo.

Saya sudah diskusi dengan Kimura senseiはやし :___Hayashi ………... (1. 2)佐藤先生 :大丈夫だと言ったのよSato sensei Daijobu da to itta no yo Katanya tidak masalahはやし :ああ、___。それはよかったですね。どうもありがとうございました。Hayashi Aa,________(1. 3). Sore wa yokatta desu ne. doumo arigatou gozaimashita.

Oh,……………… Syukurlah. Sensei, terima kasih banyak.

はい、うん、ええ、そう?、ぼんとう?、ほんとうですか、そうですね

Berikut ada 3 buah tabel yang menggambarkan pilihan jawaban dari mahasiswa untuk

mengisi bagian yang kosong pada percakapan 1. Tabel 1.1 merupakan tabel yang

menggambarkan jawaban pada bagian percakapan (1.1), tabel 1.2 menggambarkan jawaban

pada bagian percakapan (1.2), tabel 1.3 menggambarkan jawaban pada percakapan bagian

(1.3).

10

Tabel 1.1

Aizuchi Jumlah Mahasiswa

はい ‘Hai’ 42

うん‘Un’ -

ええ ‘Ee’ -

そう?’sou?’ -

ほんとう? ‘hontou?’ -

ほんとうですか ‘hontou desu ka’ -

そうですね ‘sou desu ne’ -

Percakapan 1.1

佐藤先生 :林君、明日のこと…Sato sensei Hayashi kun, ashita no koto…

Hayashi, mengenai acara besok..はやし :___Hayashi ……….. (1.1)

Seperti yang ditunjukkan tabel 1.1, sebanyak 42 orang (89%) mengisi dengan

ungkapan hai ‘ya’ dan 5 orang (11%) tidak mengisi jawaban pada bagian tersebut. Pemilihan

hai pada ujaran tersebut merupakan pilihan yang tepat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa

Hayashi menyimak dengan baik apa yang dikatakan oleh dosennya. Maynard (1995: 222)

menyatakan bahwa hai merupakan aizuchi yang menunjukkan perhatian seseoarng terhadap

ujaran yang disampaikan orang lain. Terhadap pilihan aizuchi yang disediakan untuk

melengkapi kalimat pada bagian 1.1, ada 3 buah aizuchi yang menunjukkan

perhatian/attention yaitu hai, un, dan ee.

Walaupun ketiganya berarti ‘ya’, namun tidak ada seorangpun dari mahasiswa yang

memilih un dan ee. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa telah memahami dengan baik

penggunaan ketiga ujaran tersebut. Di antara ketiga ujaran tersebut, hai merupakan ujaran

yang tingkat formalitasnya paling tinggi. Selain itu juga merupakan ungkapan yang bersifat

paling netral di antara 2 lainnya. Sedangkan ee dan un merupakan ungkapan yang bersifat

informal. Dilihat dari konteks pembicaraan, pemilihan hai oleh mahasiswa karena yang

menjadi lawan bicara dari Hayashi adalah dosennya. Hal ini mengharuskan Hayashi bersikap

dan bertutur kata dengan sopan. Hubungan antara pembicara dengan lawan bicara merupakan

hal yang sangat penting dan harus diperhatikan dalam budaya percakapan orang Jepang.

11

Selain umur, pekerjaan orang yang terlibat dalam percakapan merupakan hal yang

menentukan posisi atau kedudukan orang tersebut.

Pada penggalan percakapan 1.1, sebanyak 5 orang (11%) yang tidak mengisi bagian

kosong dengan pilihan aizuchi yang tersedia. Dalam budaya Jepang, aizuchi merupakan hal

yang sangat penting dalam percakapan. Aizuchi merupakan indikasi bahwa lawan bicara atau

pendengar menaruh perhatian terhadap lawan bicara. Sehingga apabila dalam suatu

percakapan lawan bicara tidak memberikan respon bisa menimbulkan anggapan bahwa lawan

bicara tidak menaruh perhatian. Hal ini tentunya harus dihindari, apalagi pembicara sampai

menghentikan sejenak ujarannya (yang ditandai dengan tanda …pada akhir percakapan). Hal

ini dimaksudkan bahwa lawan bicara diberikan kesempatan untuk menanggapi lawan bicara.

Tabel 1.2

Aizuchi Jumlah Mahasiswa

はい ‘Hai’ 30

うん‘Un’ 8

ええ ‘Ee’ 9

そう?’sou?’ -

ほんとう? ‘hontou?’ -

ほんとうですか ‘hontou desu ka’ -

そうですね ‘sou desu ne’ -

Percakapan 1.2

佐藤先生 :木村先生にもう相談したよ。Sato sensei Kimura sensei ni mou soudan shita yo.

Saya sudah diskusi dengan Kimura senseiはやし :___Hayashi ………...

Pada penggalan percakapan 1.2, aizuchi yang dipilih oleh mahasiswa cukup beragam.

Adapapun pilihan tersebut masih digolongkan kedalam aizuchi yang menunjukkan atensi

seseorang yaitu hai, ee, dan un (Maynard, 1995: 222). 30 orang (63%) memilih hai, 9 orang

(19%) memilih ee, dan 8 orang (17%) memilih un.

Seperti yang dikemukakan sebelumnya, bahwa ketiga aizuchi ini berarti ‘ya’ dalam

bahasa Indonesia. Tetapi memiliki situasi pemakaian yang berbeda. Di antara ketiga ujaran

tersebut, hai memiliki tingkat formalitas yang paling tinggi. Sedangkan ee dan un cenderung

dipakai dalam situasi informal serta di antara pelibat pembicaraan yang akrab. Dilihat dari

hubungan pembicara dan lawan bicara, maka penggunaan hai dirasa paling tepat untuk 12

menimpali ujaran yang sebelumnya disampaikan. Karena lawan bicara dari Hayashi tergolong

kedalam kelompok me ue no hito. Sehingga pemakaian ee dan un kurang tepat.

Tabel 1.3

Aizuchi Jumlah Mahasiswa

はい ‘Hai’ 42

うん‘Un’ -

ええ ‘Ee’ -

そう?’sou?’ -

ほんとう? ‘hontou?’ -

ほんとうですか ‘hontou desu ka’ -

そうですね ‘sou desu ne’ -

Percakapan 1.3

佐藤先生 :大丈夫だと言ったのよSato sensei Daijobu da to itta no yo Katanya tidak masalahはやし :ああ、___。それはよかったですね。どうもありがとうございました。Hayashi Aa,________(1. 3). Sore wa yokatta desu ne. doumo arigatou gozaimashita.

Oh,……………… Syukurlah. Sensei, terima kasih banyak.

Untuk mengisi bagian 1.3, empat puluh lima (96%) orang memilih hontou desu ka?,

dua orang (4%) memilih sou? Seperti yang terlihat pada tabel 1.3. Kedua jenis aizuchi ini

dikelompokkan secara berbeda oleh Maynard (1995: 222). Hontou desu ka ‘benarkah’

digolongkan sebagai aizuchi yang menunjukkan keterkejutan (showing surprise). Sedangkan

sou? ‘benarkah?’ digolongkan sebagai aizuchi yang menunjukkan ekspresi ketidakyakinan

(expressing reservation or doubt).

Apabila dilihat dari konteks kalimat secara keseluruhan, maka penggunaan hontou

desu ka dirasa paling tepat. Hal ini dikarenakan Hayashi merasa terkejut karean kimura sensei

tidak merasa keberatan untuk memindahkan jam kuliah. Sehingga dia merasa lega.

Keterkejutannya tersebut didasari oleh Kimura sensei yang terkenal sangat disiplin tentang

masalah jadwal kuliah pada akhirnya mau berubah setelah berunding dengan Yamanaka

sensei. Sementara penggunaan sou? Yang menyatakan ekspresi ketidakyakinan pada bagian

percakapan ini kurang tepat karena tidak sesuai denga konteks percakapan.

Percakapan (2) merupakan percakapan yang bertemakan tentang pelajaran bahasa

Jepang. Pelaku percakapan adalah Morita (orang Jepang) dengan Rao (orang India).

13

Keduanya merupakan karyawan perusahaan Jepang. Berikut ada 2 buah tabel yang

menggambarkan pilihan jawaban dari mahasiswa untuk mengisi bagian yang kosong pada

percakapan 2. Tabel 2.1 merupakan tabel yang menggambarkan jawaban pada bagian

percakapan (2.1), sedangkan tabel 2.2 menggambarkan jawaban pada bagian percakapan

(2.2),

(Percakapan 2)

森田 :今までどのくらい日本語を勉強しましたか。Morita Ima made dono kurai nihongo o benkyo shimashita ka.

Sampai sekarang kira-kira berapa lama sudah belajar bahasa Jepang? ラオ :インドで 2 週間ぐらい会社の人に教えてもらいました。

  それからセンターで 5 週間習いました。Rao Indo de ni shuukan gurai kaisha no hito ni oshiete moraimashita.

Sorekara senta de go shuukan naraimashita. Di India saya diajarkan oleh orang perusahaan kira-kira selama dua minggu. Kemudian belajar di center selama 5 minggu.

森田 :___。上手ですね。(2.1) ひらがなやかたかなも習いましたか。

Morita _______. Jouzu desu ne. Hiragana ya katakana mo naraimashita ka. ______. Hebat ya.Apakah belajar hiragana dan katakana juga?

ラオ :いいえ。これから自分で勉強したいと思います。Rao Iie. Kore kara jibun de benkyo shitai to omoimasu.

Tidak. Saya bermaksud untuk belajar sendiri mulai sekarang.森田 :___。じゃ、いい本があリますから、貸してあげますよ。頑張ってく

ださい。(2.2)Morita _______. Ja, ii hon ga arimasu kara, kashite agemasu yo. Ganbatte kudasai.

_______. Kalau begitu, akan saya pinjamkan buku yang bagus. Semangat ya!

ほんとうですか そうですか

Tabel 2.1

Aizuchi Jumlah Mahasiswa

ほんとうですか ‘Hontou desu

ka’

30

そうですか ‘Sou desu ka’ 17

Percakapan 2.1

森田 :今までどのくらい日本語を勉強しましたか。Morita Ima made dono kurai nihongo o benkyo shimashita ka.

Sampai sekarang kira-kira berapa lama sudah belajar bahasa Jepang?

14

ラオ :インドで 2 週間ぐらい会社の人に教えてもらいました。

  それからセンターで 5 週間習いました。Rao Indo de ni shuukan gurai kaisha no hito ni oshiete moraimashita.

Sorekara senta de go shuukan naraimashita. Di India saya diajarkan oleh orang perusahaan kira-kira selama dua minggu. Kemudian belajar di center selama 5 minggu.

森田 :___。上手ですね。

ひらがなやかたかなも習いましたか。Morita _______. Jouzu desu ne.

Hiragana ya katakana mo naraimashita ka. ______. Hebat ya. Apakah belajar hiragana dan katakana juga?

Seperti yang dapat dilihat pada tabel 2.1, terdapat 30 mahasiswa (64%) memilih

‘Honto desu ka’ dan 17 (36%) mahasiswa memilih ‘Sou desu ka’. Kedua pilihan

memperlihatkan adanya variasi atau keberagaman dalam pemahaman mahasiswa yang

berhubungan dengan ekspresi aizuchi.

Berdasarkan konteks tersebut, penggunaan hontou desu ka ‘benarkah?’ yang paling

sesuai. hontou desu ka merupakan ungkapan yang menunjukkan ekspresi keterkejutan

(Maynard, 1995: 222). Penggunaan hontou desu ka dalam hal ini merupakan ekspresi

keterkejutan dari Hayashi terhadap Rao. Morita menilai bahwa kemampuan bahasa Jepang

yang dimiliki oleh Rao sudah baik walaupun hanya baru belajar 5 minggu. Hal ini juga

sekligus sebagai bentuk pujian terhadap kemampuann bahasa Jepang Rao. Sou desu ka ‘oh

ya?’ kurang tepat dipakai karena menyatakan suatu bentuk konfirmasi terhadap pernyataan

lawan bicara.

Sedangkan tabel 2.2 menunjukkan pilihan mahasiswa terhadap isian kosong yang

terdapat dalam penggalan percakapan 2. Secara rinci tabel 2.2 dipaparkan di bawah ini.

Tabel 2.2

Aizuchi Jumlah Mahasiswa

ほんとうですか ‘Hontou desu ka’ 17

そうですか ‘Sou desu ka’ 30

Percakapan 2.2

ラオ :いいえ。これから自分で勉強したいと思います。Rao Iie. Kore kara jibun de benkyo shitai to omoimasu.

Tidak. Saya bermaksud untuk belajar sendiri mulai sekarang.森田 :___。じゃ、いい本があリますから、貸してあげますよ。頑張ってく

ださい。

15

Morita _______. Ja, ii hon ga arimasu kara, kashite agemasu yo. Ganbatte kudasai._______. Kalau begitu, akan saya pinjamkan buku yang bagus. Semangat ya!

Pada penggalan percakapan di atas, mahasiswa diminta untuk mengisi bagian kosong.

Bagian kosong berisikan ekspresi aizuchi dalam bahasa Jepang. Dari pengisian bagian kosong

pada penggalan percakapan dapat diketahui bahwa mahasiswa hanya memilih dua ekspresi

untuk melengkapi percakapan di atas. Tercatat 17 mahasiswa (36%) memilih menggunakan

‘Hontou desu ka’ dan 30 mahasiswa (64%) memilih ekspresi ‘Sou desu ka’.

Penggunaan hontou desu ka ‘benarkah?’ jika dikaitkan dengan konteks tersebut

kurang tepat karena pembicara tidak lagi mengungkapkan rasa keterkejutannya terhadap apa

yang disampaikan oleh lawan bicara. Sudah ada informasi awal yang disampaikan oleh lawan

bicara tentang bagaimana ia belajar bahasa Jepang. Sou desu ka ‘oh ya?’ merupakan

penggunaan yang tepat dalamm konteks tersebut karena pembicara menunjukkan ketertarikan

terhadap apa yang disampaikan lawan bicara sehingga ia ingin membantu Rao untuk belajar

bahasa Jepang lebih lanjut dengan meminjamkan buku bahasa Jepang yang bagus agar Rao

bisa lebih mudah memahami bahasa Jepang.

(Percakapan 3)

Situasi percakapan berikut terjadi di kantin sekolah antara Tanaka dan Taro. Mereka

berbicara mengenai undangan pesta ulang tahun dari Yamada sensei. Berikut ada 2 buah tabel

yang menggambarkan pilihan jawaban dari mahasiswa untuk mengisi bagian yang kosong

pada percakapan 3. Tabel 3.1 merupakan tabel yang menggambarkan jawaban pada bagian

percakapan (3.1), tabel 3.2 menggambarkan jawaban pada bagian percakapan 3.2 (2). 3.2 (3)

dan 3.2 (4).

田中 :あした山田先生の誕生パーテイーですねTanaka Ashita yamada sensei no tanjou patii desu ne.

Besok pesta ulang tahun Yamada sensei ya.たろ :うん、そうですね。Taro un, sou desu ne.

Ya, betul.田中 :きみ、行くの?Tanaka kimi, iku no?

kamu pergi ke sana?たろ :もちろん行くよ。きみは?Taro mochiron iku yo. Kimi wa?

Tentu saja ke sana. Kalau kamu?田中 :____。明日は8時まで仕事なんですがTanaka ………… Ashita wa hacji ji made shigoto nan desu ga

………… Besok aku kerja sampai jam 8… (1)たろ :____。それは_____Taro ………… (2) Sore wa…………… (3)

…………… Itu…………

16

田中 :_____ (4)Tanaka …………….

Tabel 3.1

Aizuchi Jumlah Mahasiswa

はい ‘Hai’ -

そう? ‘Sou?’ -

うん ‘Un’ -

そう ‘Sou’ -

ええ ‘Ee’ -

こまりましたね ‘Komarimashita

ne’

-

こまったわねえ ‘Komatta wa nee’ -

そうですか ‘Sou desu ka’ 10

そうかなあ ‘Sou ka naa’ 35

そうですね ‘Sou desu ne’ 2

ざんねんですね ‘Zannen desu ne’ -

かわいそうに ‘Kawaisou ni’ -

Percakapan 3.1

田中 :あした山田先生の誕生パーテイーですねTanaka Ashita yamada sensei no tanjou patii desu ne.

Besok pesta ulang tahun Yamada sensei ya.たろ :うん、そうですね。Taro un, sou desu ne.

Ya, betul.田中 :きみ、行くの?Tanaka kimi, iku no?

kamu pergi ke sana?たろ :もちろん行くよ。きみは?Taro mochiron iku yo. Kimi wa?

Tentu saja ke sana. Kalau kamu?田中 :____。明日は8時まで仕事なんですがTanaka ………… Ashita wa hacji ji made shigoto nan desu ga

………… Besok aku kerja sampai jam 8… (1) はい、そう?、運、ええ、こまりましたね、こまったわねえ

そうですか、そうかなあ、そうですね、ざんねんですね

17

Pada tabel 3.1 dapat dilihat aizuchi yang dipilih oleh mahasiswa untuk mengisi

percakapan bagian 3.1. Sepuluh (10) orang (21%) memilih sou desu ka , tiga puluh lima orang

(74%) memilih sou ka naa dan dua orang (4%) memilih sou desu ne. Dilihat dari konteks

pembicaraannya, aizuchi sou desu ka dan sou desu ne kurang tepat dipakai untuk melengkapi

percakapan bagian 3.1 di atas. Karena sou desu ka dan sou desu ne termasuk dalam aizuchi

yang menyatakan konfirmasi, yaitu berupa respon terhadap apa yang dituturkan sebelumnya.

Apakah pembicara merasa setuju atau agak kurang setuju terhadap lawan bicara.

Ungkapan sou ka naa ‘saya ragu’ merupakan tipe aizuchi yang termasuk ke dalam

kelompok yang menyatakan bentuk keraguan pembicara. (Maynard, 1995:222). Pembicara

merasa ragu apakah dia bisa datang ke pesta tersebut karena ia harus bekerja sampai jam

delapan. Penggunaan sou ka naa dalam konteks ini juga mengandung makna implisit bahwa

pembicara tidak bisa datang ke pesta ulang tahun gurunya. Hal ini diperkuat dengan ujaran

selanjutnya dari pembicara yang menyatakan bahwa ia harus bekerja sampai jam 8 malam.

Setelah itu pembicara tidak menyelesaikan ujarannya.

Tabel 3.2Aizuchi Jumlah Mahasiswa

はい ‘Hai’ - - -

そう? ‘Sou?’ 10 (2) - -

うん ‘Un’ - - -

そう ‘Sou’ 8 (2) - -

ええ ‘Ee’ 3 (2) - -

こまりましたね ‘Komarimashita

ne’

3(2) 15 (3) 10 (4)

こまったわねえ ‘Komatta wa nee’ - 15 (3) 17 (4)

そうですか ‘Sou desu ka’ 17 (2) - -

そうかなあ ‘Sou ka naa’ 3 (2) - -

そうですね ‘Sou desu ne’ - - 20 (4)

ざんねんですね ‘Zannen desu ne’ 2 (2) 17 (3) -

かわいそうに ‘Kawaisou ni’ - - -

18

Percakapan 3.2

たろ :____。それは_____Taro ………… (2) Sore wa…………… (3)

…………… Itu………… 田中 :_____ (4)Tanaka …………….

Pada bagian 3.2 (2), terdapat bermacam-macam jawaban yang diisi oleh mahasiswa.

Seperti yang terlihat dalam tabel di atas 10 orang (21%) memilih sou?, 8 orang (17%)

memilih sou, 3 orang (6%) memilih ee, 3 orang (6%) memilih komarimashita ne, 17 orang

(36%) memilih sou desu ka, 3 orang (6%) memilih sou ka naa, dan 2 orang (4%) memilih

zannen desu ne. aizuchi yang dipilih oleh mahasiswa untuk mengisi bagian 3.2 (2) di atas,

dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe. Tipe-tipe tersebut adalah menunjukkan

perhatian seseorang (showing one’s attention) yaitu ee ‘ya’ dan sou ‘betul’, mengekspresikan

konfirmasi (expressing confirmation) yaitu sou desu ka ‘saya paham’, mengekspresikan

ketidakyakinan atau keragu-raguan (expressing reservation or doubt) yaitu sou? ‘benarkah?’

dan sou ka naa ‘saya ragu’, serta yang menunjukkan rasa simpati (offering sympathy) yaitu

zannen desu ne ‘sayang sekali’ (Maynard, 1995:222).

Berdasarkan konteks tuturan diatas, tentunya sou desu ka merupakan aizuchi yang

tepat dipakai. sou desu ka menunjukkan bahwa pembicara (Taro) telah memahami dengan

baik penyebab dari lawan bicara (Tanaka) tidak yakin apakah bisa datang ke pesta ulang

tahun gurunya atau tidak. Dengan kata lain sou desu ka merupakan respons atas kegelisahan

yang dialami oleh Tanaka. Hal ini juga mengindikasikan adanya sedikit ketidaksepakatan dari

Taro karena sepertinya Tanaka lebih mementingkan pekerjaan daripada menghadiri pesta

ulang tahun dosennya. Sehingga bentuk aizuchi yang lain yaitu ee, sou, sou? Dan sou ka naa

kurang tepat dipakai karena tidak sesuai dengan konteks ujaran yang disampaikan

sebelumnya.

Bagian 3.2 (3) merupakan kelanjutan ujaran dari 3.2 (2) yang disampaikan oleh Taro.

Untuk mengisi bagian 3.2 (3), 15 orang (32%) memilih komarimashita ne, 15 orang (32%)

memilih komatta wa nee, 17 orang (36%) memilih zannen desu ne. Ketiga aizuchi ini

merupakan respon yang menunjukkan rasa simpati. Dalam hal ini menunjukkan simpati yang

diberikan oleh Taro kepada Tanaka. Rasa simpati Taro ini didasari oleh kesuliatan yang

dialami Tanaka. Tanaka merasa bingung karena harus bekerja sampai jam 8 malam.

Sementara undangan pesta ulang tahun dosennya jam 7 malam. Apabila tidak menghadiri 19

pesta ulang tahun dosennya dia khawatir dianggap tidak menghormati dosennya. Undangan

menghadiri pesta ulang tahun dari orang yang kedudukan sosialnya lebih tinggi merupakan

suatu bentuk anggapan bahwa yang mengundang menghargai orang yang diundang sebagai

bagian dari komunitas mereka. Dan yang diundang semestinya datang menghadiri undangan

tersebut sebagai bentuk penghormatannya terhadap tuan rumah (Byram & Feng, 2006).

Namun apabila dia tidak bekerja sesuai dengan jam kantor, maka itu menunjukkan bahwa dia

bukanlah seorang pekerja yang baik. Meskipun tidak atasan yang mengawasi secara langsung,

namun kesadaran kelompok dalam perusahaan Jepang sangat tinggi. Sehingga kinerja seorang

pegawai kantor diawasi dan dikontrol oleh teman kantor satu ruangannya. Karena dalam satu

ruangan pada biasanya terdiri dari sekitar 50 orang pegawai (Cavusgil & Czinkota, 2010).

Walaupun ketiga buah aizuchi ini menunjukkan rasa simpati, namun yang tepat dipakai dalam

konteks ini adalah komarimashita ne dan komatta wa nee yang dapat diterjemahkan ‘susah

juga ya’. Perbedaan yang terdapat pada keduanya adalah pemakainya. Komarimashita nee

bisa dipakai baik oleh laki-laki maupun perempuan. Sedangkan komatta wa nee merupakan

ungkapan yang lazim digunakan oleh perempuan saja (Maynard, 1995: 223). Partikel nee

yang terdapat di belakang masing-masing ujaran tersebut merupakan partikel akhir yang

menunjukkan bahwa pembicara meminta persetujuan dari lawan bicara terhadap apa yang

disampaikannya. Zannen desu ne ‘sayang sekali ya’ kurang tepat dipakai dalam hal ini karena

lawan bicara belum memutuskan apakah dia datang atau tidak ke pesta tersebut.

Sementara pada bagian 3.2 (4), 10 orang (21%) memilih komarimashita ne, 17 orang

(36%) memilih komatta wa nee, dan 20 orang (42%) memilih sou desu ne. Bagian ini berisi

tanggapan yang disampaikan oleh Tanaka. Seperti yang telah disampaikan pada paragraph di

atas, Taro menunjukkan rasa simpati terhadap keadaan Tanaka. Rasa simpati tersebut

ditunjukkan dengan penggunaan komarimashita nee dan komatta wa nee. Penggunaan

komarimashita nee dan komatta wa nee untuk menjawab respon dari Taro pada bagian 3.2 (3)

tentu saja kurang tepat. Agak aneh jadinya apabila Tanaka juga mengucapkan aizuchi yang

sama. Aizuchi yang disampaikan oleh Taro sebelumnya mengandung unsure permintaan agar

Tanaka mempunyai pandangan yang sama terhadap pemahaman Taro yang diwakili dengan

partikel ne. Sehingga respon yang tepat digunakan adalah sou desu ne ‘betul itu’. Sou desu ne

tidak hanya terkesan “sekedar” menyetujui atau sependapat dengan lawan bicara, tetapi

memang Tanaka benar-benar berada dalam kondisi yang sulit untuk memilih apakah dia

menghadiri pesta atau memilih untuk tetap bekerja.

20

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pada umumnya mahasiswa

semester IV (empat) program studi sastra Jepang universitas Udayana cukup beragam

berdasarkan kompleksitas suatu percakapan. Pada percakapan yang terdiri dari 2 sampai 3 tipe

aizuchi, kemapuan mereka untuk memahaminya berada pada rentang baik yaitu antara 64%-

93%. Sementara pada percakapan yang terdiri lebih dari 3 aizuchi yang berbeda, kemampuan

pemahaman mereka masih kurang, yaitu berkisar antara 20%- 36%. Hal ini dapat dilihat dari

hasil angket yang telah disebarkan, yang bisa dirangkum sebagai berikut:

A. Pemahaman mahasiswa tentang tipe aizuchi yang terkandung pada percakapan

1 sangat baik. Pada bagian 1.1, tipe aizuchi yang harus diisi adalah showing

one’s attention (hai). 89% dari mereka sudah mengisi dengan benar. Pada

bagian 1.2 tipe aizuchi yang harus diisi adalah showing one’s attention (hai),

dan hanya 63% dari mereka sudah mengisi dengan benar. Pada bagian 1.3, tipe

aizuchi yang harus diisi adalah showing surprise (hontou desu ka). 96% dari

mereka sudah mengisi dengan benar.

B. Percakapan 2 terdiri dari 2 bagian dengan tipe aizuchi yang berbeda yaitu tipe

expressing confirmation dan showing surprise. Pada bagian 2.1 tipe aizuchi

yang harus diisi adalah showing surprise (hontou desu ka). Hanya 64% mampu

mengisi dengan benar. Sementara tipe aizuchi yang harus diisi pada bagian 2.2

adalah expressing confirmation (sou desu ka) dan hanya 64% yang mampu

mengisi dengan benar.

C. Pada percakapan 3 terdiri dari lima bagian yang harus diisi oleh mahasiswa.

Bagian 3.1 harus diisi dengan aizuchi tipe expressing reservation or doubt

( sou ka naa). 74% mahasiswa mengisi dengan benar. Pada bagian 3.2 (2) tipe

aizuchi yang harus diisi adalah expressing confirmation (sou desu ka)dan

hanya 36% mampu mengisi dengan benar. Pada bagian 3.2 (3) tipe aizuchi

yang harus diisi adalah offering sympathy (komarimashita ne). Hanya 32%

mampu mengisi dengan tepat. Sementara pada bagian 3.2 (4) tipe aizuchi yang

harus diisi adalah expressing confirmation (sou desu ne) dan hanya 20% yang

mampu mengisi dengan benar.

21

5.2 SARAN

Penelitian tentang aizuchi ini masih bisa dikembangkan lagi. Aizuchi tidak hanya bisa

dilihat dari verbalnya saja, melainkan juga bisa diteliti dari perilaku non verbal seperti mimic

wajah, sikap tubuh, dan yang lainnya. Hal lain yang bisa melengkapi penelitian aizuchi antara

lain umur pembicara, gender, dan juga tingkat kemampuan bahasa Jepang (Japanese

proficiency) yang dimiliki.

22

DAFTAR PUSTAKA

Byram, Michael & Anwei Feng. 2006. Living and Studying Abroad: Research and Practice.

London: Multilingual Matters Ltd

Cavusgil, Tamer S & Michael Czinkota. 2010. Understanding Japanese Management

Practices. New York: Business Expert Press, LLC.

Maynard, Senko K. 1995. An Introduction to Japanese Grammar and Communication Strategies. Tokyo: The Japan Times.

Nunan, David. 1993. Discourse Analysis. London: Penguin English.

Tanaka, Lidia. 2004. Gender, language and culture: A Study of Japanese Television Interview Discourse. Amsterdam: John Benjamins Publishing Company.

Yule, George. 2000. Pragmatics. Oxford: Oxford University Press.

23