Kode Etik Kep

Embed Size (px)

Citation preview

PERAWAT DAN KLIEN1. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan martabat manusia, keunikan klien, dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik dan agama yang dianut serta kedudukan sosial.

1. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat-istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari klien.

3. Kepada mereka yang membutuhkan asuhan keperawatan.

4. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui

sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya

kecuali jika diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan

ketentuan hukum yang berlaku.

PERAWAT DAN PRAKTIK1. Perawat memelihara dan meningkatkan kompetensi dibidang keperawatan melalui belajar terus-menerus.

1. Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran professional dalam menerapkan pengetahuan serta keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.

3.Pada informasi yang adekuat dan mempertimbangkan kemampuan serta kualifikasi seseorang bila melakukan konsultasi, menerima delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain.

4. Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi

keperawatan dengan selalu menunjukkan perilaku

professional.

PERAWAT DAN MASYARAKAT1.Perawat mengemban tanggung jawab bersama

masyarakat untuk memprakarsai dan mendukung berbagai

kegiatan dalam memenuhi kebutuhan kesehatan

masyarakat.

PERAWAT DAN TEMAN SEJAWAT1. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan perawat maupun dengan tenaga kesehaan lainnya, dan dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluruh.

1. Perawat bertindak malindungi klien dan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan illegal.

PERAWAT DAN PROFESI1. Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar dan pelayanan keperawatan serta menerapkan dalam kegiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan.

1. Perawat berperan aktif dalam berbagai pengembangan profesi keperawatan.

1. Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun dan memelihara kondisi kerja yang kondusif demi terwujudnya asuhan keperawatan yang bermutu tinggi.

Kode Etik Keperawatan Menurut ICN ICN adalah suatu federasi perhimpunan perawat nasional diseluruh dunia yang didirikan pada tanggal 1 Juli 1899 oleh Mrs. Bedford Fenwich di Hanover Square, London dan direvisi pada tahun 1973. Uraian kode etik ini diuraikan sebagai berikut.

1. Tanggung Jawab Utama Perawat

a. Kebutuhan terhadap pelayanan keperawatan diberbagai tempat adalah sama.

b. Pelaksanaan praktik keperawatan di titik beratkan pada penghargaan terhadap kehidupan yang bermartabat dan menjungjung tinggi hak asasi manusia.

c. Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dan/atau keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat, perawat mengikut sertakan kelompok dan instansi terkait.

2. Perawat, Individu, dan Anggota Kelompok Masyarakat

Tanggung jawab utama perawat adalah melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, dalam menjalankan tugas, perawat perlu meningkatkan keadaan lingkungan kesehatan dengan menghargai nilai-nilai yang ada di masyarakat, menghargai adat kebiasaan serta kepercayaan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang menjadi pasien/kliennya. Perawat dapat memegang teguh rahasia pribadi dalam (privasi) dan hanya dapat memberikan keterangan bila diperlukan oleh pihak yang berkepentingan atau pengadilan.

3. Perawat dan Pelaksanaan Praktik Keperawatan

Perawat memegang peranan penting dalam menentukan dan melaksanakan standar praktik keperawatan untuk mencapai kemampuan yang sesuai dengan standar pendidikan keperawatan. Perawat dapat mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya secara aktif untuk menopang perannya dalam situasi tertentu. Perawat sebagai anggota profesi, setiap saat dapat mempertahankan sikap sesuai dengan standar profesi keperawatan.

4. Perawat dan Lingkungan Masyarakat

Perawat dapat memprakarsai pembaharuan, tanggap, mempunyai inisiatif, dan dapat berperan serta secara aktif dalam menemukan masalah kesehatan dan masalah sosial yang terjadi dimasyarakat.

5. Perawat dan Sejawat

Perawat dapat menopang hubungan kerja sama dengan teman sekerja, baik tenaga keperawatan maupun tenaga profesi lain diluar keperawatan. Perawat dapat melindungi dan menjamin seseorang, bila dalam masa perawatannya merasa terancam.

6. Perawat dan Profesi Keperawatan

Perawat memainkan peran yang besar dalam menentukan pelaksanaan standar praktik keperawatan dan pendidikan keperawatan. Perawat diharapkan ikut aktif dalam mengembangkan pengetahuan dalam menopang pelaksanaan keperawatan secara profesional. Perawat, sebagai anggota organisasi profesi, berpartisipasi dalam memelihara kestabilan sosial dan ekonomi sesuai dengan kondisi pelaksanaan praktik keperawatan.

Kode Etik Keperawatan Menurut ANAKode etik keperawatan menurut American Nurses Association (ANA) adalah sebagai berikut:

1. Perawat memberikan pelayanan dengan penuh hormat bagi martabat kemanusiaan dan keunikan klien yang tidak di batasi oleh pertimbangan-pertimbangan status sosial atau ekonomi, atribut personal, atau corak masalah kesehatannya.

2. Perawat melindungi hak klien akan privasi dengan memegang teguh informasi yang bersifat rahasia.

3. Perawat melindungi klien dan publik bila kesehatan dan keselamatannya terancam oleh praktik seseorang yang tidak kompeten, tidak etis atau ilegal.

4. Perawat memikul tanggung jawab atas pertimbangan dan tindakan perawatan yang dijalankan masing-masing individu.

5. Perrawat memelihara kompetensi keperawatan.

6. Perawat melaksanakan pertimbangan yang beralasan dan menggunakan kompetensi dan kualifikasi individu sebagai kriteria dalam mengusahakan konsultasi, menerima tanggung jawab, dan melimpahkan kegiatan keperawatan kepada orang lain.

7. Perawat turut serta beraktifitas dalam membantu pengembangan pengetahuan profesi.

8. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melaksanakan dan meningkatkan standar keperawatan.

9. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk membentuk dan membina kondisi kerja yang mendukung pelayanan keperawatan yang berkualitas.

10. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melindungi publik terhadap informasi dan gambaran yang salah serta mempertahankan integritas perawat.

11. Perawat bekerjasama dengan anggota profesi kesehatan atau warga masyarakat lainnya dalam meningkatkan upaya-upaya masyarkat dan nasional untuk memenuhi kebutuhan kesehatan publik.

Kode Etik Perawat

Mukadimah

Berkat bimbingan Tuhan Yang Maha Esa dalam melaksanakan tugas pengabdian untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan tanah air, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menyadari bahwa perawat Indonesia yang berjiwa pancasila dan UUD 1945 merasa terpanggil untuk menunaikan kewajiban dalam bidang keperawatan dengan penuh tanggung jawab, berpedoman kepada dasar-dasar seperti tertera di bawah ini:A. Perawat dan Klien1. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan martabat manusia, keunikan klien, dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik, dan agama yang dianut serta kedudukan social.2. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari klien3. Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan asuhan keperawatan4. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

B. Perawat dan Praktik1. Perawat memelihara dan meningkatkan kompetisi dibidang keperawatan melalui belajar terus menerus2. Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran professional yang menerapkan pengetahuan serta keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.3. Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang akurat dan mempertimbangkan kemampuan serta kualifikasi seseorang bila melakukan konsultasi, menerima delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain4. Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan selalu menunjukkan perilaku professional

C. Perawat dan Masyarakat1. Perawat mengemban tanggung jawab bersama masyarakat untuk memprakarsai dan mendukung berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan dan kesehatan masyarakat.

D. Perawat dan Teman Sejawat1. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesama perawat maupun dengan tenaga kesehatan lainnya, dan dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluruh2. Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan illegal.

E. Perawat dan Profesi1. Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar pendidikan dan pelayanan keperawatan serta menerapkannya dalam kegiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan2. Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan profesi keperawatan3. Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun dan memelihara kondisi kerja yang kondusif demi terwujudnya asuhan keperawatan yang bermutu tinggi.B. Prinsip kode etik keperawatan

1. RespectDiartikan sebagai perilaku perawat yang menghormati klien dan keluarganya. Perawat harus menghargai hak-hak klien seperti hak untuk pencegahan bahaya dan mendapatkan penjelasan secara benar. Penerapan informed concent secara tidak langsung menyatakan suatu trilogi hak klien, yaitu hak untuk di hargai, hak untuk menerima dan hak untuk menolak kepatawatan. Menurut ANA (1985), dan potter perry (1997), prinsip respek pada seseorang menetapkan bahwa semua etika keperawatan secara tidak langsung mengarahkan manusia untuk dapat menghargai kehidupannya sendiri dan kehidupan orang lain serta dapat menerima kematian. Dalam prinsip ini terkadang arti bahwa kehidupan merupakan hak milik yang paling berharga dan mendasar pada manusia, oleh karena itu manusia berkewajiban untuk dapat memelihara dan menjaganya.

2. OtonomiBerkaitan dengan hak seseorang untuk mengatur dan membuat keputusan sendiri, meskipun demikian masih terdapat berbagai keterbatasan, terutama yang terkait dengan situasi dan kondisi, latar belakang individu, campur tangan hukum dan tenaga kesehatan profesional yang ada.Menurut Potter dan Perry (1997) setiap individu harus memiliki kebebasan untuk memilih rencana kehidupannya sendiri dan cara penerapan moral yang di lakukan.Childres dan theacher (1994) dan Potter dan Perry (1997) menyatakan bahwa para kritis menganggap model otonomi yang sangat individualis akan mengarahkan pada hasil perawatan yang kurang realistis serta berdampak pada pandangan yang tidak adekuat terhadap seseorang.

3. Non-maleficienceBerarti tidak melukai atau tidak menimbulkan bahaya/cedera bagi orang lain. Johnson (1989) menyatakan bahwa prinsip untuk tidak melukai orang lain berbeda dan lebih berat daripada prinsip untuk melakukan yang baik. Benefience merupakan prinsip untuk melakukan yang baik dan tidak merugikan orang lan. Contoh: seorang klien yang mempunyai kepercayaan bahwa pemberian transfusi darah bertentangan dengan keyakinannya, mengalami pendarahan hebat akibat peyakit hati yang kronis. Sebelum kondisi klien bertambah berat, klien sudah memberi pernyataan tertulis kepada dokter bahwa ia tidak akan mau di lakukan transfusi darah pada suatu saat, ketika kondisi klien bertambah buruk dan terjadi pendarahan hebat, dokter seharusnya menginstruksikan untuk memberikan transfusi darah. Dalam hal itu, akhirnya transfusi darah tidak di berikan karena prinsip benefience, walaupun sebenarnya pada saat yang bersamaan terjadi penyalahgunaan prinsip malefience.

4. Keadilan (justice)

Merupakan prinsip moral berlaku adil untuk semua individu, tindakan yang di lakukan untuk semua orang. Tindakan yang sama tidak terlalu identik, tetapi dalam hal ini persamaan berarti mempunyai konstribusi yang relatif sama untuk kebaikan kehidupan seseorang. Dalam aplikasinya, prinsip moral ini tidak berarti sendri, tetapi bersifat komplementer sehingga kadang-kadang menimbulkan masalah dalam berbagai situasi.

5. Veracity (kejujuran)

Prinsip ini berkaitan dengan kewajiban perawat untuk mengatakan suatu kebenaran dan tidak berbohong/menipu orang lain. Prinsip ini mempunyai implikasi yang cukup berat bagi perawat, karena perawat terkadang harus melakukan suatu kebohongan yang tidak di kehendakinya. Contohnya pemberian medikasi plasebo. Plasebo adalah medikasi pengganti dari obat yang klien pikir ia dapatkan, biasanya tanpa bahan kimia.

6. Konfidensialitas (kerahasiaan)

Prinsip ini berkaitan dengan penghargaan perawat untuk merahasiakan semua informasi tentang klien yang di rawatnya dan perawat hanya akan memberikan informasi tersebut pada orang yang tepat. Perawat menghindari pembicaraan mengenai kondisi klien dengan siapapun yang tidak secara lansung terlibat dalam perawatan klien. Konflik kewajiban mungkin akan muncul pada saat perawat di minta oleh kliennya untuk merahasiakan penyakitnya, karena klien menganggap bahwa penyakitnya merupakan suatu keadaan yang memalukan misalnya AIDS, sehingga ia menghendaki untuk tidak berterus terang kepada seluruh keluarganya.

7. Feldelity (kesetiaan)

Prinsip kesetiaan berkaitan dengan kewajiban perawat untuk selalu setia pada kesepakatan dan tanggung jawab yang telah di buat. perawat harus memegang janji yang di buatnya kepada klien.

Kejujuran dan kesetiaan merupakan modal dalam memupuk rasa percaya klien kepada perwat.Apabila klien dan keluarganya sudah tidak percaya lagi pada perawat yang menanganinya, maka tujuan dari asuhann keperawatan tidak akan berhasil

PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Kode Etik

Kode etik merupakan persyaratan profesi yang memberikan penentuan dalam mempertahankan dan meningkatkan standar profesi. Kode etik menunjukan bahwa tanggung jawab terhadap kepercayaan masyarakat telah diterima oleh profesi(Kelly, 1987). Jika anggota profesi melakukan suatu pelanggaran terhadap kode etik tersebut, maka pihak organisasi berhak memberikan sanksi bahkan bisa mengeluarkan pihak tersebut dari organisasi tersebut. Dalam keperawatan kode etik tersebut bertujuan sebagai penghubung antara perawat dengan tenaga medis, klien, dan tenaga kesehatan lainnya, sehingga tercipta kolaborasi yang maksimal.

1.2 Latar Belakang Lahirnya Pelanggaran Kode Etik Keperawatan

Perawat professional tentu saja memahami kode etik atau aturan yang harus dilakukan, sehingga dalam melakukan suatu tindakan keperawatan mampu berpikir kritis untuk memberikan pelayanan asuhan keperawatan sesuai prosedur yang benar tanpa ada kelalaian. Namun mengapa masih banyak terjadi berbagai bentuk kelalaian tanpa tanggung jawab dan tanggung gugat? Hal ini dikarenakan oleh kurangnya pengetahuan perawat dalam memahami kode etik itu sendiri. Sehingga tindakan yang dilakukan adakalanya akan berdampak pada keselamatan pasien. Oleh sebab itu, banyak perawat dimata masyarakat di anggap kurang berpotensi dalam melakukan asuhan keperawatan yang pada akhirnya berdampak pada persepsi masyarakat pada seluruh tenaga keperawatan. Oleh karena itu, sebagai calon perawat maupun para perawat harus mampu memahami dengan baik dan benar tentang kode etik dan salah satu kuncinya yaitu banyak membaca dan memahami pentingnya keselamatan pasien sehingga keinginan untuk mempelajari kode etik sebagai landasan tindakan bisa lebih bermanfaat.

BAB II

PEMBAHASAN KODE ETIK DALAM KEPERAWATAN

2.1 Kode Etik dalam Keperawatan

Dalam ilmu keperawatan terdapat suatu standar yang akan menjadi pedoman bagi perawat dalam melakukan tindakan atau praktik keperawatan profesional. Standar tersebut adalah kode etik keperawatan. Dengan kode etik tersebut, perawat dapat bertindak sesuai hukum atau aspek legal perawat. Selain itu, kode etik juga dapat membantu perawat ketika mengalami masalah yang tidak adil. Karena kode etik adalah pernyataan standar profesional yang digunakan sebagai pedoman perilaku yang menjadi kerangka kerja dalam membuat keputusan. Kode Etik juga memberikan pemahaman kepada perawat untuk melakukan tindakan sesuai etika dan moral serta akan menghindarkan dari tindakan kelalaian yang akan menyebabkan klien tidak nyaman atau bahkan menyebabkan nyawa klien terancam.

2.1.1 Fungsi Kode Etik Perawat

Kode etik perawat yang berlaku saat ini berfungsi sebagai landasan atau pedoman bagi status perawat profesional yaitu dengan cara:

1. Menunjukkan kepada masyarakat bahwa perawat diharuskan memahami dan menerima kepercayaan dan tanggungjawab yang diberikan kepada perawat oleh masyarakat

2. Menjadi pedoman bagi perawat dalam berperilaku dan menjalin hubungan keprofesian sebagai landasan dalam penerapan praktek etikal

3. Menetapkan hubungan-hubungan profesional yang harus dipatuhi yaitu hubungan perawat dengan pasien/klien sebagai advokator, perawat dengan tenaga profesional kesehatan lain sebagai teman sejawat, dengan profesi keperawatan sebagai seorang kontributor dan dengan masyarakat sebagai perwakilan dari asuhan kesehatan

4. Memberikan sarana pengaturan diri sebagai profesi.

Gambar 1.1. PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA (PPNI) KAB.BANJAR INDONESIAN NATIONAL NURSING ASSOCIATION (INNA) BANJAR DISTRIC

2.1.2 Kode Etik Keperawatan Indonesia

Dalam profesi perawat, seorang perawat harus mampu memahami dan menerapkan berbagai kode etik yang menjadi dasar mereka bertindak khususnya dalam tindakan asuhan keperawtan. Beberapa kode etik yang ada di Indonesia yang harus di miliki oleh seorang perawat professional yaitu:

1. Tanggungjawab Perawat terhadap Individu, Keluarga, dan Masyarakat

1. Perawat berpedoman kepada tanggungjawab dari kebutuhan akan keperawatan individu, keluarga dan masyarakat.

2. Perawat memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat-istiadat, dan kelangsungan hidup beragama dari individu, keluarga, dan masyarakat.

3. Perawat senantiasa dilandasi dengan rasa tulus ikhlas sesuai dengan martabat dan tradisi luhur keperawatan.

4. Menjalin hubungan kerja sama dengan individu, keluarga, dan masyarakat dalam mengambil prakarsa dan mengadakan upaya kesehatan.

5. Tanggungjawab terhadap Tugas

1. Memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran profesional dalam menerapkan pengetahuan serta ketrampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu, keluarga dan masyarakat.

2. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

3. Perawat tidak akan menggunakan pengetahuan dan keterampilan keperawatan untuk tujuan yang bertentangan dengan norma-norma kemanusiaan.

4. Perawat dalam menunaikan tugas dan kewajibannya senantiasa berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik, dan agama yang dianut serta kedudukan sosial.

5. Perawat senantiasa mengutamakan perlindungan dan keselamatan klien dalam melaksanakan tugas keperawatan serta matang dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalihtugaskan tanggungjawab yang ada hubungannya dengan keperawatan.

1. Tanggungjawab terhadap Sesama Perawat dan Profesi Kesehatan Lainnya

6. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik antara sesama perawat dan dengan tenaga kesehatan lainnya, baik dalam memelihara kerahasiaan suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluruh.

7. Perawat senantiasa menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan, dan pengalamannya kepada sesama perawat serta menerima pengetahuan dan pengalaman dari profesi lain dalam rangka meningkatkan kemampuannya.

8. Tanggungjawab terhadap Profesi Keperawatan

9. Perawat senantiasa berupaya meningkatkan kemampuan profesional secara mandiri dan bersama-sama dengan jalan menambah ilmu pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang bermanfaat bagi perkembangan keperawatan.

10. Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan menunjukkan perilaku dan sifat pribadi yang luhur.

11. Perawat senantiasa berperan dalam menentukan pembakuan pendidikan dan pelayanan keperawatan serta menerapkan dalam kegiatan dan pendidikan keperawatan.

12. Perawat secara bersama-sama membina dan memelihara mutu organisasi profesi keperawatan sebagai sarana pengabdiannya.

1. Tanggungjawab terhadap Pemerintah, Bangsa, dan Negara

a. Perawat senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai kebijaksanaan yang diharuskan oleh pemerintah dalam bidang kesehatan dan keperawatan.

b. Perawat senantiasa berperan secara aktif dalam menyumbangkan pikiran kepada pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dan keperawatan kepada masyarakat.

Secara umum, tujuan kode etik keperawatan adalah sebagai berikut(kozier, Erb. 1990):

a) Sebagai aturan dasar terhadap hubungan perawat dengan perawat, pasien, dan anggota tenaga kesehatan lainnya.

b) Sebagai standar dasar untuk mengeluarkan perawat jika terdapat perawat yang melakukan pelanggaran berkaitan kode etik dan untuk membantu perawat yang tertuduh suatu permasalahan secara tidak adil.

c) Sebagai dasar pengembangan kurikulum pendidikan keperawatan dan untuk mengorientasikan lulusan keperawatan dalam memasuki jajaran praktik keperawatan profesional.

d) Membantu masyarakat dalam memahami perilaku keperawatan profesional.

2.2 Standar Etik dan Legal dalam Keperawatan

Setiap saat bekerja dan berhubungan dengan klien, rekan kerja, dan seluruh komunitas tentu saja perawat selalu dihadapkan dengan pengambilan keputusan dalam setiap tindakan yang dilakukan berkaitan dengan etika dan moral. Terdapat dua aturan yang harus ditaati oleh perawat professional dalam mengambil tindakan yaitu:

1. Standar etik

Panduan perilaku moral yaitu seseorang yang memberikan layanan kesehatan harus bersedia secara sukarela dalam mengikuti standar etik.

1. Hukum legal

Panduan berperilaku sesuai hukum yang sah. Jika aturan tersebut tidak dipatuhi maka perawat wajib menerima tanggung gugatnya.

BAB III

PERILAKU ETIK DALAM TINDAKAN KEPERAWATAN PROFESSIONAL

3.1. Perilaku Etik

Dua perilaku etik yang harus dimiliki oleh perawat profesional yaitu:

1. Etik yang Berorientasi pada Kewajiban

Dalam hal ini, pedoman perawat adalah apa saja yang harus wajib dilakukan dan kewajibannya dalam bertindak.

1. Etik yang Berorientasi pada Larangan

Pedoman yang digunakan adalah apa saja yang dilarang yang tidak boleh dilakukan oleh perawat sesuai kewajiban dan kebajikan.

3.1.1 Asas Etik dalam Keperawatan

Terdapat enam asas etik dalam keperawatan yaitu:

1. Asas menghormati otonomy klien( autonomy)

2. Asas manfaat( beneficence)

3. Asas tidak merugikan (non maleficence)

4. Asas kejujuran( veracity)

5. Asas kerahasiaan ( confidentiality)

6. Asas keadilan( justice)7. Autonomy yaitu klien memiliki hak untuk memutuskan sesuatu dalam pengambilan tindakan terhadapnya. Seorang perawat tidak boleh memaksakan suatu tindakan pengobatan kepada klien.

8. Beneficence yaitu semua tindakan dan pengobatan harus bermanfaat bagi klien. Oleh karena itu, perlu kesadaran perawat dalam bertindak agar tindakannya dapat bermanfaat dalam menolong klien.

9. Non- maleficence yaitu setiap tindakan harus berpedoman pada prinsip primum non nocere ( yang paling utama jangan merugikan). Resiko fisik, psikologis, dan sosial hendaknya diminimalisir semaksimal mungkin.

10. Veracity yaitu dokter maupun perawat hendaknya mengatakan sejujur-jujurnya tentang apa yang dialami klien serta akibat yang akan dirasakan oleh klien. Informasi yang diberikan hendaknya sesuai dengan tingkat pendidikan klien agar klien mudah memahaminya.

11. Confidentiality yaitu perawat maupun dokter harus mampu menjaga privasi klien meskipun klien telah meninggal dunia.

12. Justice yaitu seorang perawat profesional maupun dokter harus mampu berlaku adil terhadap klien meskipun dari segi status sosial, fisik, budaya, dan lain sebagainya.

3.2 Tindakan Perawat Profesional

Tindakan praktik keperawatan profesional adalah suatu proses ketika perawat berkaitan langsung dengan klien dan dalam tindakan ini masalah klien dapat di identifikasi dan di atasi.

3.2.1 Karakteristik Perawat Profesional

1. Otoriter yaitu memiliki kewenangan sesuai keahliannya yang akan mempengaruhi proses asuhan melalui peran profesional.

2. Accountability yaitu tanggung gugat terhadap apa yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan bertanggung jawab terhadap klien, diri sendiri, dan profesi serta mengambil keputusan sesuai dengan asuhan. Jika perawat profesional dalam melakukan tindakan atau praktik keperawatan tidak sesuai etik, maka kita dapat menyelesaikannya dengan:

a) D= Define the problemb) E= Ethical reviewc) C= Consider the optiond) I= Investigate outcomee) D= Decide on actionf) E= Evaluate resultContoh Kasus Kasus Jari Bayi TerguntingSeorang perawat tidak sengaja menggunting jari bayi. Dan konyolnya, perawat itu tidak meminta pertolongan dokter tetapi membuang jari tersebut ke bak sampah. Kejadian tersebut mungkin tidak akan segera diketahui jika tidak ada seorang staf RS anak di Inggris salford yang melihat tangan bayi tersebut berdarah. Bayi tersebut baru berusia tiga minggu. Pencarian masih tetap dilakukan dan beruntung jari bayi tersebut masih ditemukan di bak sampah. (Keterangan juru bicara rumah sakit Inggris Salford )

Cara penyelesaian:

a) Define the problem/ memperjelas masalah yaitu mengkaji prosedur keperawatan yang seharusnya dilakukan, dokumentasi keperawatan, serta rekam medis.

b) Ethical review/ identifikasi komponen etik perawat harus mampu menggambarkan komponen-komponen etik yang terlibat. Komponen etik dan hukum dalam masalah ini berkaitan dengan kelalaian dan malpraktik

c) Identifikasi orang yang terlibat karena yang menjadi korban adalah bayi maka yang berhak memberikan sanksi adalah orang tua bayi. Sedangkan yang terlibat adalah perawat, staf rumah sakit dan dokter yang melihat tangan bayi tersebut berdarah.

d) Identifikasi alternatif yang terlibat yaitu:

1. i. Menjelaskan dengan jalan damai dan kekeluargaan

2. ii. Jika perawat tidak mau bertanggung jawab maka jalan terakhir adalah pengadilan hukum.

e) Terapkan prinsip-prinsip etik yaitu nonmaleficence, beneficence, dan justice.f) Memutuskan tindakan yaitu pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip etik.

BAB IV

MASALAH LEGAL DALAM ETIK KEPERAWATAN

Hukum dikeluarkan oleh badan pemerintah dan harus dipatuhi oleh setiap warganya. Jika tidak mematuhi hukum maka setiap orang akan terikat denda atau bahkan hukuman penjara. Namun secara hukum, kita tidak perlu takut akan terikat denda atau hukuman penjara jika :

1. Hanya melakukan hal-hal yang diajarkan dan hanya ada pada cakupan pelatihan anda.

2. Selalu memiliki keterampilan dan pengetahuan yang terbaru.

3. Menempatkan keselamatan dan kesejahteraan pasien sebagai hal yang terpenting.

4.1 Bentuk Kelalaian Perawat dalam Melakukan Tindakan Asuhan Keperawatan

Pada dasarnya, bentuk kelalaian yang dilakukan perawat tersebut dapat diketahui dari hasil kerjanya. Untuk lebih jelasnya, 2 bentuk kelalaian tersebut adalah:

1. Tidak melakukan pekerjaan maupun tindakan sesuai yang diharapkan, misalnya: pasien terbakar karena cairan enema yang disiapkan terlalu panas.

2. Tidak melakukan tugas dengan hati-hati, misalnya: pasien terjatuh dan cedera karena perawat tidak memperhatikan penghalang tempat tidur klien.

4.2 Contoh Pelanggaran Kode Ktik Perawat

Berbagai macam pelanggaran kode etik perawat yaitu:

1. Tindakan Aborsi adalah menggugurkan kandungan

2. Euthanasia adalah keinginan pasien untuk mati dengan bantuan tenaga medis, karena nyawa pasien tersebut akan mati beberapa waktu kemudian.

3. Diskriminasi pasien HIV yaitu membedakan pasien terkena HIV

1. Diskriminasi SARA yaitu membedakan pasien dari segi status, budaya,ras dan agama.

BAB V

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINDAKAN MEDIK PERAWAT

5.1 Karakteristik Perawat

1. Tingkat Pengetahuan

Menurut hasil penelitian Sudiro (2005), banyaknya kasus tindakan medik yang dilakukan oleh perawat khususnya perawat yang berada di daerah pedesaan, disebabkan oleh rendahnya tingkat pengetahuan perawat terhadap fungsi dan peranannya.

1. Tingkat Pendapatan

Banyak perawat bergaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Sebagai gambaran, gaji perawat pemerintah di Indonesia antara Rp 300.000,- - Rp1.000.000,- per bulan tergantung golongan, sementara perawat di Filipina tak kurang dari Rp 3.500.000,-. Wajar jika para perawat melakukan tindakan medik mandiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Kompas, 2007).

1.

2. Lama kerja

Lama kerja juga dapat memberikan implikasi yang berbeda terhadap kemungkinan berbagai tindakan keperawatan lainnya. Semakin lama seorang perawat menjalankan tugasnya, maka semakin banyak juga tindakan medik yang mampu untuk dilakukan.

5.2 karakteristik pasien

Menurut Dever (1984) yang dikutip Ulina (2004) dalam Determinants of Health Service Utilization, faktor karakteristik pasien atau masyarakat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan disamping faktor-faktor lain. Lebih jelas Dever menjelaskan faktor-faktor tersebut adalah:

1. Faktor Sosio Kultural

Ada 2 macam yaitu:

a) Norma dan Nilai

Seorang wanita hamil cenderung akan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ditangani oleh seorang wanita. Hal ini menyebabkan banyak wanita tidak nyaman untuk bersalin pada fasilitas kesehatan yang ditangani oleh dokter atau perawat laki-laki.

b) Teknologi

Kemajuan teknologi dapat menurunkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, sebagai contoh dengan ditemukannya berbagai macam vaksin pencegahan penyakit menular yang dapat mengurangi angka penyakit.

1. Faktor Organisasional

a) Ketersediaan sumber daya yaitu suatu pelayanan hanya bisa digunakan apabila jasa tersebut tersedia.

b) Keterjangkauan lokasi yaitu peningkatan akses yang dipengaruhi oleh berkurangnya jarak, waktu tempuh, maupun biaya tempuh yang mengakibatkan peningkatan pemanfaatan pelayanan kesehatan.

c) Keterjangkauan sosial, konsumen memperhitungkan sikap dan karakteristik provider terhadap konsumen seperti etnis, jenis kelamin, umur, ras, dan hubungan keagamaan.

d) Karakteristik struktur organisasi pelayanan dan proses, berbagai macam bentuk praktik pelayanan kesehatan dan cara memberikan pelayanan kesehatan mengakibatkan pola pemanfaatan yang berbeda-beda.

1. Faktor Interaksi Konsumen dan Provider (penyedia pelayanan)

a) Faktor yang berhubungan dengan konsumen, dipengaruhi oleh:

1. faktor sosio demografi, meliputi: umur, seks, ras, bangsa, status perkawinan, jumlah anggota keluarga, status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan).

ii.faktor sosio psikologi, meliputi: persepsi sakit, gejala sakit, dan keyakinan terhadap perawatan medis/dokter, dan

1. faktor epidemiologis, meliputi mortalitas, morbilitas, disability, dan faktor resiko.

b) Faktor yang berhubungan dengan provider, dipengaruhi oleh:

1. Faktor ekonomi, yaitu adanya keterbatasan konsumen untuk mengakses pelayanan kesehatan.

2. Faktor karakteristik provider, meliputi tiga tipe pelayanan kesehatan, sikap petugas, keahlian petugas, dan fasilitas yang dimiliki oleh pelayanan kesehatan tersebut.

5.3 Landasan Teori

1. Tindakan medik adalah tindakan pemberian suatu substansi yang digunakan untuk mendiagnosa, menyembuhkan, mengatasi, membebaskan, atau mencegah penyakit (Priharjo, 2005).

2. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1239/Menkes/Sk/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan, pasal 15 (d) dinyatakan bahwa perawat tidak dapat melakukan tindakan medik. Tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari dokter. Dalam hal ini perawat bekerja secara kolaboratif dengan dokter. Namun dalam kenyataanya, banyak ditemukan kasus tindakan medik yang dilakukan oleh perawat tanpa kolaboratif (Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2008).

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari makalah ilmiah yang telah dijelaskan tersebut, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa:

1. Tindakan kelalaian dapat di minimalisir dengan pengetahuan serta pemahaman penuh tentang kode etik perawat yang akan menjadikan pedoman perawat profesional dalam melakukan tindakan praktik keperawatan secara professional sehingga keselamatan dan kenyamanan pasien selalu menjadi prioritas utama.

2. Bentuk-bentuk kelalaian dapat berupa aborsi, euthanasia, diskriminasi terhadap klien, dan lain sebagainya.

3. Pelanggaran berkaitan kode etik tersebut banyak di pengaruhi oleh karakteristik perawat, pasien, dan kurangnya pemahaman tentang landasan teori berkaitan kode etik perawat.

6.2 Saran

Penulis menyarankan agar semua perawat dan tenaga medis lainnya bekerja sesuai etik serta bekerja secara kolaborasi dengan menjadikan keamanan dan keselamatan pasien sebagai prioritas utama sehingga berbagai bentuk kelalaian dapat di hindari atau di minimalisir.

DAFTAR PUSTAKA

Hegner, Barbara R.2003. Nursing Assistant: a Nursing Proses Approach. Jakarta: EGC.

Efendy, Ferry dan Makhfudli.2009.Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Manurung, Jasmen. 2008, 2009. Hubungan Karakteristik Perawat dan Pasien Dengan Tindakan Medik Perawat di Kota Medan. Tesis fakultas Sumatra Utara

Malpraktek adalah kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk menerapkan tingkat ketermapilan dan pengetahuan didalam memberikan pelayanan pengobatan dan perawatan terhadap seseorang pasien yang lazim diterpakan dalam menobati dan merawat orang sakit atau terluka dilingkungan wilayah yang sama (Guwandi, 1994)

v Malpraktek merupakan batasan yang spesifik dari kelalaian yang ditujukan pada sesorang yang telah terlatih atau berpendidikan yang menunjukan kinerjanya sesuai bidang tugas pekerjaannya. (Ellis dan Harley. 1998)

v Malpraktek dalam keperawatan adalah sesuatu batasan yang digunakan untuk menggambarkan kelalaian perawat dalam melakukan kewajibannya.

2. Vestal, KW (1995)= malpraktik; apabila penggugat dapat menunjukan hal-hal sbb.

v Duty= kewajiban menggunakan ilmu pengetahuan.

v Breach of the duty= pelanggaran terjadi terkait dgn penyimpangan dari apa yang seharusnya dilakukan menurut standar profesinya.

v Injury= cedara. Yang dapat dituntut secara hukum

v Proximate cuased=pelanggaran terhadap kewajiban menyebabkan cedera terhadap pasien.

3. Sanksi Administrasi. Keppres no 56/1995 dibentuk majelis disiplin tenaga kesehatan (MDTK)psl 54 ayat 1dan 2, UU 23 tahun 1992 tentang kesehatan ayat 1.

Ayat 1; terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin

Ayat 2 ; penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh majelis disiplin tenaga kesehatan.

4. Asessmen error, Adalah termasuk kegagalan mengumpulkan data atau informasi atau informasi masalah pasien; hasil lab, tanda-tanda vital.5. Euthanasia pasif, di mana tenaga medis tidak lagi memberikan atau melanjutkan bantuan medik.

Contohnya tindakan dokter menghentikan pengobatan pasien yang menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan. Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien. Alasan yang lazim dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas, sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi, sedangkan

6. Pengertian EuthanasiaEuthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu yang berarti indah, bagus, terhormat atau gracefully and with dignity, dan thanatos yang berarti mati. Jadi secara etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik. Jadi sebenarnya secara harafiah, euthanasia tidak bisa diartikan sebagai suatu pembunuhan atau upaya menghilangkan nyawa seseorang. Menurut Philo (50-20 SM) euthanasia berarti mati dengan tenang dan baik, sedangkan Suetonis penulis Romawi dalam bukunya yang berjudul Vita Ceasarum mengatakan bahwa euthanasia berarti mati cepat tanpa derita(dikutip dari 5). Sejak abad 19 terminologi euthanasia dipakai untuk penghindaran rasa sakit dan peringanan pada umumnya bagi yang sedang menghadapi kematian dengan pertolongan dokter.7. Jika kita memandang istilah bioetika, secara spontan tampak arti etika tentang kehidupan.

8. Orang yang biasanya disebut untuk kali pertama menciptakan istilah bioethics adalah Van Rensselaer Potter, peneliti biologi di bidang kanker dan profesor di Universitas Wisconsin. Awal tahun 1971 ia menerbitkan buku Bioethics: Bridge to the Future. Tahun sebelumnya ia sudah menulis sebuah artikel yang menyebut istilah yang sama: Bioethics, the Science of Survival.

9. Sejak 12 Oktober 2004 Indonesia memiliki Komisi Bioetika Nasional karena pada hari itu komisi yang terdiri atas 33 anggota ini dilantik di kompleks Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.

10. Ada terutama tiga ciri yang menonjol. Bioetika bersifat interdisipliner, internasional, dan pluralistis. v Pertama, interdisiplinaritas sering disebut sebagai cita-cita ilmu pengetahuan, tetapi dalam kenyataan tidak begitu mudah untuk direalisasikan. Namun, bioetika dalam hal ini cukup berhasil. Bioetika menjadi semacam meja bundar yang mengumpulkan berbagai ilmu yang menaruh perhatian khusus untuk masalah kehidupan (bios): ilmu-ilmu biomedis, hukum, teologi, ilmu-ilmu sosial, tapi tempat utama diduduki oleh ahli-ahli etika filosofis. Jika kita melihat pusat-pusat bioetika atau forum-forum bioetika internasional, yang terutama menjadi penggerak dalam dialog interdisipliner ini adalah para etikawan. Hal itu hanya dimungkinkan karena etika filosofis sudah lama meninggalkan menara gadingnya dan para etikawan tentu harus bersedia memasuki betul bidang ilmiah yang mereka bicarakan, yang kadang-kadang sangat kompleks.

v Kedua, internalisasi merupakan suatu ciri yang menandai bioetika sejak permulaannya. Para etikawan Amerika sering pergi ke luar negeri dan menerima tamu dari berbagai bangsa di pusat-pusat bioetika mereka. Ilmu pengetahuan menurut kodratnya bersifat internasional. Karena itu, problem-problem etis yang ditimbulkan dalam perkembangan ilmu-ilmu hayati bersifat internasional pula. Dengan demikian, mudah terjadi globalisasi bioetika yang dilukiskan tadi.

v Ketiga, pluralisme merupakan ciri lain. Dalam dialog sekitar bioetika, sebanyak mungkin golongan dan pandangan diikutsertakan. Moral keagamaan didengar, bukan saja moral agama mayoritas, tapi juga moral agama-agama minoritas (kalau ada). Moral sekuler juga tidak diabaikan. Dialog bioetika diwarnai keterbukaan dan suasana demokratis. Di negara-negara yang punya peraturan hukum mengenai masalah kontroversial seperti aborsi atau eutanasia, sebelum keputusan diambil, diadakan diskusi luas untuk mendengarkan pendapat semua pihak yang berkepentingan. Akhirnya tercapai kesepakatan dalam parlemen meski barangkali tidak disetujui beberapa pihak agama. Namun, sebelumnya mereka sempat mengemukakan pendapatnya. Dalam demokrasi mau tidak mau harus terjadi demikian.11. Pendekatan bioetikv Pendekatan Telelogikq Menjelaskan suatu fenomena dan akibatnya

q Pendekatan ini dihadapkan pada konsekuensi dan keputusan etik.

q Membenarkan secara hukum tindakan atau keputusan yang diambil untuk kepentingan medis.

q Pendekatan ini selalu digunakan dalam menghadapi masalah medis

Contoh kasus.

q Dalam suatu kondisi seorang pasien harus segerah dioperasi sedangkan tidak ada ahli bedah yang berpengalaman, namun hanya ada ahli bedah yang belum berpengalaman untuk keselamatan pasien bisa dilakukan operasi.

q Seorang perawat bisa menolong pesalinan bila tidak ada bidan.

v Pendekatan Deontologiq Adalah merupakan suatu teori atau study tentang kewajiban moral atau pendekatannya didasarkan pada kewajiban moral.

q Moralitas dari suatu keputusan etis yang sepenuhnya terpisah dari konsukensinya.

q Seorang perawat berkeyakinan bahwa menyampaikan suatu kebenaran merupakan suatu hal yang sangat penting dan tetap harus disampaikan .

Perbedaan 2 pendekatan pada kasus sbb;

q Isu etis aborsi (teleologik); mungkin mempertimbangkan bahwa tujuan menyelamatkan kehidupan ibu, hal yang dibenarkan dalam tindakan aborsi.

q Deontologik ; secara moral terminasi kehidupan merupakan hal yang buruk untuk dilakukan. Pendekatan ini dilakukan tanpa menentukan keputusan.

v Pendekatan Intiutionismq Bahwa pandangan atau sifat manusia dalam mengetahui hal yang benar dan salah

q Keyakinan akan etika keperawatan yang akan dilakukan dan meyakini baik dan benar.

q Contoh kasus..

Seorang perawat tentu mengetahui bahwa menyakiti pasien merupakan tindakan yang tidak benar. Hal tersebut tidak perlu diajarkan lagi pada perawat, karena mengacu pada etika seorang perawat yang diyakini dapat membedakan mana yang benar dan mana yang buruk untuk dilakukan.

12. Keputusan menteri REGISTRASI PRAKTIK KEPERAWATANKEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1239/MENKES/SK/XI/2001

13. Perawat yang baru lulus mengajukan permohonan dan menirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana sekolah berada guna memperoleh SIP selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah menerima ijazah pendidikan keperawatan. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan, melakukan registrasi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud Pasal 3 untuk menerbitkan SIP

14. SIK sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

15. Pembaharuan SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dan melampirkan;

a. Foto kopi SIP yang masih berlaku;

b. Foto kopi SIPP yang lama;

c. Surat keterangan sehat dari dokter

d. Pas foto 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar

e. Rekomendasi dari organisasi profesi

16. Surat Izin Kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis yang diberikan kepada perawat untuk melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan

17. Pejabat yang berwewenang mengeluarkan dan mencabut izin kerja atau izin praktek.

Ayat 1..pejabat yang berwewenang mengeluarkan SIK atau SIPP adalah Kepala Dines Kesehatan kabupaten/kota

18. Perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan berwenang untuk:

a. Melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan.

b. Tindakan keperawatan yang dimaksud pada butir a meliputi : intervensi keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling keperawatan.

19. Pasal 20

Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang/pasien, perawat berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 15.