15
Jurnal Komunikasi Global, Volume 6, Nomor 2, 2017 185 KODE ETIK JURNALISTIK DI KALANGAN WARTAWAN MEDIA MASSA CETAK ISLAM Ilham Prisgunanto Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian – Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian Email: [email protected] Abstrak Kode etika jurnalistik berupaya memberikan kebebasan dan perlindungan kepada wartawan. Penelitian ini bertujuan ingin mengetahui hubungan antara pemahaman wartawan akan kode etik jurnalistik dengan penerapan kerja di lapangan dilihat dari dimensi profesionalisme, dedikasi dan keahlian. Variabel independen adalah pemahaman kode etik jurnalistik dan variabel dependen adalah profesionalisme, dedikasi dan keahlian wartawan. Penelitian survei dilakukan kepada 100 orang wartawan yang bekerja di media massa cetak bergenre Islam di Jakarta. Analisis data dilakukan dengan uji korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman wartawan akan kode etik jurnalistik cukup tinggi dan dedikasi adalah dimensi terpenting dalam kinerja wartawan di lapangan. Akan tetapi, hasil uji korelasi menunjukkan adanya hubungan yang lemah antara pemahaman kode etik jurnalistik dengan profesionalisme, dedikasi dan keahlian wartawan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa wartawan sudah menganggap penting etika jurnalistik dalam mendukung kerja mereka, namun penerapannya masih sangat minim. Kata Kunci: Kode Etik Jurnalistik, Media Cetak, Islam Abstract The journalistic ethics code seeks to provide freedom and protection to journalists. This study aims to determine the relationship between journalists' understanding of journalistic ethics code with its application from the dimensions of professionalism, dedication, and expertise. The independent variable is the understanding of the journalistic code of ethics and the dependent variables are the professionalism, dedication, and expertise of journalists. The survey research was conducted on 100 journalists working in Islamic mass media in Jakarta. Data analysis used a correlation test. The results show that journalists' understanding of the journalistic code of ethics is high and dedication is the most important dimension in journalist performance in the field. However, the correlation test results indicate a weak relationship between the understanding of the journalistic code of ethics and the professionalism, dedication, and expertise of journalists. This study concludes that journalists have considered the importance of the journalistic ethics in support of their work, but it is lack of implementation. Keywords: Journalistic Code of Ethics, Print Media, Islam

KODE ETIK JURNALISTIK DI KALANGAN WARTAWAN MEDIA …

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KODE ETIK JURNALISTIK DI KALANGAN WARTAWAN MEDIA …

Jurnal Komunikasi Global, Volume 6, Nomor 2, 2017

185

KODE ETIK JURNALISTIK DI KALANGAN WARTAWAN MEDIA MASSA CETAK ISLAM

Ilham Prisgunanto

Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian – Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian Email: [email protected]

Abstrak Kode etika jurnalistik berupaya memberikan kebebasan dan perlindungan kepada wartawan. Penelitian ini bertujuan ingin mengetahui hubungan antara pemahaman wartawan akan kode etik jurnalistik dengan penerapan kerja di lapangan dilihat dari dimensi profesionalisme, dedikasi dan keahlian. Variabel independen adalah pemahaman kode etik jurnalistik dan variabel dependen adalah profesionalisme, dedikasi dan keahlian wartawan. Penelitian survei dilakukan kepada 100 orang wartawan yang bekerja di media massa cetak bergenre Islam di Jakarta. Analisis data dilakukan dengan uji korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman wartawan akan kode etik jurnalistik cukup tinggi dan dedikasi adalah dimensi terpenting dalam kinerja wartawan di lapangan. Akan tetapi, hasil uji korelasi menunjukkan adanya hubungan yang lemah antara pemahaman kode etik jurnalistik dengan profesionalisme, dedikasi dan keahlian wartawan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa wartawan sudah menganggap penting etika jurnalistik dalam mendukung kerja mereka, namun penerapannya masih sangat minim. Kata Kunci: Kode Etik Jurnalistik, Media Cetak, Islam

Abstract The journalistic ethics code seeks to provide freedom and protection to journalists. This study aims to determine the relationship between journalists' understanding of journalistic ethics code with its application from the dimensions of professionalism, dedication, and expertise. The independent variable is the understanding of the journalistic code of ethics and the dependent variables are the professionalism, dedication, and expertise of journalists. The survey research was conducted on 100 journalists working in Islamic mass media in Jakarta. Data analysis used a correlation test. The results show that journalists' understanding of the journalistic code of ethics is high and dedication is the most important dimension in journalist performance in the field. However, the correlation test results indicate a weak relationship between the understanding of the journalistic code of ethics and the professionalism, dedication, and expertise of journalists. This study concludes that journalists have considered the importance of the journalistic ethics in support of their work, but it is lack of implementation. Keywords: Journalistic Code of Ethics, Print Media, Islam

Page 2: KODE ETIK JURNALISTIK DI KALANGAN WARTAWAN MEDIA …

Jurnal Komunikasi Global, Volume 6, Nomor 2, 2017

186

Pendahuluan

Pemberitaan adalah cerminan kehidupan masyarakat. Media massa mampu

menjadi mata dan telinga masyarakat yang mampu membongkar segala kebobrokan dan

penyebab degradasi moral yang ada di masyarakat. Diakui bahwa media massa

merupakan corong suara rakyat dengan istilah yang dikenal Vox Populi Vox Dei yang

artinya suara rakyat adalah suara Tuhan. Dalam artian sesungguhnya media massa

mampu menampilkan ranah publik sesungguhnya di dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara. Hal ini sejalan dengan konseptualisasi Habermas memaknai tentang ranah

atau ruang publik.

Media massa menyatakan diri mampu menghadirkan ranah itu yang bebas dari

pengaruh apapun yang ada di masyarakat. Media massa merasa „digjaya‟ memiliki

kekuasaan untuk mengatur dan mengarahkan apa yang hendak dibicarakan dan

dipergunjingkan orang di ranah publik yang ada. Media massa juga mampu

mencerdaskan dan menyebarkan informasi relevan dan obyektif ke masyarakat dengan

mengutamakan slogan “semua berhak tahu”. Dengan demikian, kehadiran media massa

sedemikian bernuansa demokratis dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat orang

dalam memaknai arti hakiki keberadaan manusia sebagai insan yang bebas, merdeka

dan memiliki hak yang sama di depan hukum dan pengadilan.

Satu yang diakui bahwa kemerdekaan Amerika Serikat disinyalir sedikit

banyaknya ada andil kerja pers di dalamnya, dengan terlebih dahulu diproklamirkan

kemerdekaan pers di sana. Alhasil yang muncul adalah gelombang besar free press

dengan kehadiran para muckraker-muckraker atau para pembongkar skandal dan

kebobrokan moral yang ada di tanah koloni Inggris tersebut. Kebebasan pers bukanlah

sesuatu yang sepele, karena dari situlah muncul terobosan besar dalam kehidupan

bernegara dan berbangsa sesungguhnya menyoal kebebasan bersuara dan berpendapat

dalam artian yang sesungguhnya.

Pers yang bebas sebebas-bebasnya dalam mencari berita dan mewartakan sesuai

apa yang dilihat dan dikajinya kepada masyarakat melalui sidang pembacanya juga

bertanggungjawab adalah dambaan semua orang. Pers bukanlah “tukang kipas-kipas”

atau pengadu domba dan keonaran di masyarakat. Melainkan menjadi pihak penengah,

negosiator dan penyambung lidah rakyat dengan kejujuran dan kesadaran mereka akan

arti profesionalisme kewartawanan.

Page 3: KODE ETIK JURNALISTIK DI KALANGAN WARTAWAN MEDIA …

Jurnal Komunikasi Global, Volume 6, Nomor 2, 2017

187

Profesionalisme di tiap profesi tergantung pada penerapan dan penjelmaan kode

etik profesi tersebut. Biasanya bila berbicara tentang etika profesi maka pembicaraan

akan mengarah kepada unsur profesionalitas dari profesi itu sendiri. Diakui bahwa

rambu-rambu kode etik dari kelompok atau profesi sedemikian perlu dan penting. Kode

etik muncul sebagai jawaban atas perlunya tata aturan dalam pelaksanaan kerja yang

mengikat pada tiap diri anggota. Banyak pelanggaran dalam pelaksaan tugas pers

merupakan bentuk kurangnya pemahaman mereka pada bidang kerja dan profesi yang

ada dikaitkan dengan etika jurnalistik. Pelanggaran pers dalam bidang kerja jurnalistik

terlihat dari tabel di bawah ini:

Tabel 1. Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik

Sumber: Dewan Pers, 2014

Dari hasil laporan Dewan Pers tersebut diketahui, bahwa aduan dari laporan

publik yang masuk terbanyak adalah menyoal pemberitaan yang tidak berimbang

(26,35%). Sejalan dengan itu menyoal pelanggaran dalam pemberitaan yang terbanyak

dikeluhkan oleh publik adalah pihak jurnalis tidak menguji kebenaran informasi yang

ada atau mengkonfirmasi dari informasi yang mereka buat (23,95%). Demikian juga

dengan kebiasaan jurnalis yang mencampuradukkan fakta dan opini yang cenderung

sifatnya menghakimi (22,75%). Total dari pengaduan dan keluhan ke Dewan Pers

No Jenis Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik Frek %

1 Tidak Berimbang 44 26,35

2 Tidak Menguji Informasi/Konfirmasi 40 23,95

3 Mencampurkan Fakta dan Opini yang

Menghakimi 38 22,75

4 Tidak Akurat 20 11,98

5 Tidak Profesional dalam Mencari Berita 5 2,99

6 Melanggar Asas Praduga Tidak Bersalah 4 2,40

7 Tidak Menyembunyikan Identitas Korban

Kejahatan Susila 4 2,40

8 Tidak Jelas Narasumbernya 4 2,40

9 Tidak Berimbang Secara Proporsional 2 1,20

10 Tidak Menyembunyikan Identitas Pelaku

Kejahatan di Bawah Umur 1 0,60

11 Lain-lain 5 2,99

Total 167 100,00

Page 4: KODE ETIK JURNALISTIK DI KALANGAN WARTAWAN MEDIA …

Jurnal Komunikasi Global, Volume 6, Nomor 2, 2017

188

terkait dengan kode etik jurnalistik ini mencapai 167 aduan selama tahun 2010 sampai

dengan 2013.

Bila dilihat bahwa masih saja ada aduan publik ke Dewan Pers mengenai

pelanggaran Kode Etik Jurnalistik. Dari beberapa tahun sebelumnya memang sudah

terjadi penurunan pelaporan keluhan publik kepada Dewan pers terkait dengan

pelanggaran kode etik jurnalistik. Diketahui ada 514 pelaporan selama tahun 2010 dan

pelaporan serupa ada 511 pelaporan di tahun 2011 sedangkan di tahun 2012 ada 470

pelaporan pengaduan. Bila dilihat dari kuantitas memang sudah terjadi penuruan dari

pelaporan akan pelanggaran dari kode etik bagi jurnalis, namun dari data dapat

diketahui bahwa di era keterbukaan informasi ini masih ada keluhan-keluhan yang

seharusnya tidak terjadi pada dunia pemberitaan dan jurnalistik yang ada.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam

penelitian ini adalah bagaimana tingkat pemahaman wartawan dalam memahami kode

etik jurnalistik pada penerapan kerja mereka? Dari survei ini akan terlihat bagaimana

pemahaman dan penafsiran para wartawan yang bekerja di media massa bergenre Islam

terhadap kode etik jurnalistik itu dikaitkan dengan faktor profesionalisme, dedikasi dan

keahlian yang dimiliki.

Tinjauan Pustaka

Kode Etik Jurnalistik

Kode etik adalah aturan yang berusaha melindungi profesi yang mengikatnya.

Etika profesi biasanya adalah bentuk dari keadilan untuk memberikan layanan

profesional kepada masyarakat, sesuai dengan tuntutan kewajiban dan amanah yang

diembannya. Kode etik adalah patokan moral yang keluar langsung dari hati nurani

setiap profesi yang ada (Keiser dalam Eriyanto & Anggara, 2007: 6-7).

Berbeda dengan itu perlu ditafsirkan bahwa profesi adalah pekerjaan yang

dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang

mengandalkan suatu keahlian khusus. Profesi pada hakikatnya adalah suatu pelayanan

pada manusia atau masyarakat. Artinya bahwa profesi berusaha memenuhi kebutuhan

masyarakat.

Pada intinya etika profesi digunakan sebagai sarana kontrol sosial sehubungan

dengan pengakuan dari profesi itu di masyarakat, pencegahan akan pengawasan dan

Page 5: KODE ETIK JURNALISTIK DI KALANGAN WARTAWAN MEDIA …

Jurnal Komunikasi Global, Volume 6, Nomor 2, 2017

189

campur tangan pihak luar yang kemungkinan akan menggerogoti dedikasi dan loyalitas

pemilik profesi tersebut dan terakhir adalah sebagai patokan, dan kehendak yang lebih

tinggi akan nilai yang diberikan pada profesi tersebut.

Dengan demikian maka kode Etik Jurnalistik selalu berkaitan dengan semangat

kebebasan pers itu sendiri. Kebebasan pers ada batasan-batasan yang didalamnya tidak

akan mengingkari dan keluar dari hati nurani. Pada dasarnya kebebasan pers tidak

dibatasi oleh Kode Etik Jurnalistik, melainkan kode etik tersebut yang melindungi

profesi. Pada prinsipnya Undang-undang No. 40 Tahun 1999 menganggap bahwa

kegiatan kewartawanan merupakan kegiatan/usaha yang sah yang berhubungan dengan

pengumpulan, pengadaan dan penyiaran dalam bentuk fakta, pendapat atau ulasan,

gambar-gambar dan sebagainya, untuk perusahaan pers, radio, televisi dan film.

Bila dikaitkan dengan kinerja, maka keberadaan insan-insan pers profesional

tentu sangat dibutuhkan sesuai dengan tuntutan zaman. Oleh sebab itu, seorang

wartawan yang cakap dan profesional harus memiliki syarat-syarat, yaitu: bersemangat

dan agresif; prakarsa; berkepribadian; mempunyai rasa ingin tahu; jujur; bertanggung

jawab; akurat dan tepat; pendidikan yang baik; bertanggungjawab pada berita; dan

mempunyai kemampuan menulis dan berbicara yang baik pula.

Di pembukaan kode etik jurnalistik telah dinyatakan kebebasan pers adalah

perwujudan kemerdekaan menyatakan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28

UUD 1945, yang sekaligus pula merupakan salah satu ciri negara hukum. Namun

kemerdekaan/kebebasan tersebut adalah kebebasan yang bertanggung jawab dan

semestinya sejalan dengan kesejahteraan sosial yang dijiwai oleh landasan moral.

Karena itu PWI menetapkan Kode Etik Jurnalistik yang salah satu landasannya adalah

untuk melestarikan kemerdekaan/kebebasan pers yang bertanggung jawab, di samping

merupakan landasan etika para jurnalis. Satu yang diketahui bahwa di masa kebebasan

dan keterbukaan informasi saat ini, seolah-olah pers melupakan kode etik jurnalistik

mereka sendiri. Padahal jelas etika jurnalistik berfungsi agar wartawan tidak terjebak

dalam perangkap aturan hukum yang menyoal delik pers. Kode etik dibentuk oleh

lembaga profesi dan asosiasi dalam keperluan memberikan arahan dan batasan yang

jelas terhadap profesi dan kerja insan pers.

Menurut Tebba (2005: 136), dalam menjalankan tugasnya wartawan selain

dibatasi ketentuan hukum seperti UU Pers nomor 40 tahun 1999, juga harus berpegang

Page 6: KODE ETIK JURNALISTIK DI KALANGAN WARTAWAN MEDIA …

Jurnal Komunikasi Global, Volume 6, Nomor 2, 2017

190

kepada kode etik jurnalistik. Tujuannya adalah supaya wartawan bertanggung jawab

dalam menjalankan profesi. Etika yang berarti aturan atau kaidah-kaidah moral, tata

susila yang mengikat suatu masyarakat atau kelompok masyarakat, atau profesi. Etika

didasari oleh kejujuran dan integritas perorangan. Etika yang mengikat masyarakat

dalam sebuah profesi itulah yang disebut Kode Etik, maka lahirlah berbagai macam

Kode Etik, antara lain Kode Etik Wartawan atau Kode Etik Jurnalistik, Kode Etik

Kedokteran, dan Kode Etik Pengacara dan lain-lain. Di Indonesia, Kode Etik Wartawan

tidak hanya merupakan ikatan kewajiban moral bagi anggotanya, melainkan sudah

menjadi bagian dari hukum positif, karena Pasal 7 (2) UU Pers dengan tegas

mengatakan bahwa wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik. Kode Etik

Jurnalistik dimaksud, yaitu kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan

ditetapkan oleh Dewan Pers.

Menurut HM (2011: 67), “Kode Etik Jurnalistik merupakan landasan moral

profesi dan rambu-rambu atau kaidah penuntun sekaligus pemberi arah kepada

wartawan tentang apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya dihindari

dalam melaksanakan tugas jurnalistik.” Berbeda dengan itu, menurut Suryawati (2011:

93), “kode etik merupakan penduan etika kerja sekaligus panduan moral yang disusun

dan ditetapkan oleh organisasi profesi.” Kode Etik Jurnalistik ibarat belenggu suci,

disebut belenggu suci karena kode etik bersifat mengikat wartawan, menciptakan

kewajiban dalam profesi wartawan, jika mentaati justru yang mentaati bisa makin

berwibawa, bisa makin bertambah martabatnya (Muis, 1999: 55).

Wartawan di satu sisi memang perlu memperhatikan kode etik jurnalistik

sebagai pegangan mereka dalam membuat berita, agar kesalahan yang bersifat fatal di

lapangan bisa dihindari. Kode etik di satu sisi mengikat namun bisa memberikan rambu-

rambu pelaporan berita pada wartawan sehingga tidak melanggar pada ketentuan hukum

yang ada yaitu Undang-Undang Pers No. 40 tahun 1999.

Delik Pers

Dalam konteks hukum sudah dikenal istilah delik pers, yang dianggap sebagai

perbuatan yang dapat dipidanakan (stafbaarfeit) karena dilakukan dengan atau

menggunakan pers itu sendiri. Sebenarnya delik pers ini tidak hanya ditujukan pada

insan pers saja, namun segala tindakan yang berdekatan dengan upaya menyiarkan,

Page 7: KODE ETIK JURNALISTIK DI KALANGAN WARTAWAN MEDIA …

Jurnal Komunikasi Global, Volume 6, Nomor 2, 2017

191

mempertunjukkan, memberitakan dan sebagainya Dengan jelas maka dapat disebutkan

bahwa delik pers adalah bila tindakan penghinaan dan membocorkan rahasia negara

lewat publikasi (Eriyanto & Anggara, 2007: 4). Biasanya hal ini akan menimbulkan

tindakan fitnah dan mencemarkan nama orang lain.

Satu yang diketahui, bahwa ada 36 pasal dalam KUHP delik pers ini yang

dihubungkan dengan publikasi pernyataan. KUHP ini banyak membicarakan pasal delik

pers berkaitan dengan penghinaan, penghasutan, pencemaran nama, permusuhan,

membuka rahasia. Pelanggaran delik pers seperti penghinaan terhadap presiden dan

wakil presiden, pencemaran nama baik orang yang sudah meninggal dengan cara

mempertontonkan dan atau menempelkan tulisan dan gambar.

Profesionalisme Wartawan

Tugas pers yang profesional harus memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui

menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan

hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan. Di samping itu, juga perlu

mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan

terpercaya dalam melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal

yang berkaitan dengan kepentingan umum, memperjuangkan keadilan dan kebenaran

kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang

dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi

Manusia PBB (Harymurti, 2011: 3).

Kemerdekaan pers memang merupakan sarana masyarakat untuk memperoleh

informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan

kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan

Indonesia juga perlu menyadari adanya kepentingan bangsa,tanggung jawab sosial,

keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama. Dalam melaksanakan fungsi, hak,

kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers

dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk menjamin

kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar,

wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman

operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta

Page 8: KODE ETIK JURNALISTIK DI KALANGAN WARTAWAN MEDIA …

Jurnal Komunikasi Global, Volume 6, Nomor 2, 2017

192

profesionalisme. Atas dasar itulah, maka wartawan Indonesia harus menetapkan dan

menaati Kode Etik Jurnalistik.

Metode Penelitian

Penelitian model kuantitatif dengan jenis penelitian hubungan dua variabel ini

dengan jelas menggunakan pendekatan deduktif di mana kerangka analisis di mulai dari

persoalan-persoalan umum ke khusus (Bungin, 2006: 111). Penelitian ini ingin melihat

bagaimana praktik penerapan etika jurnalistik dalam kerja wartawan dikaitkan dengan

aspek profesionalisme, keahlian, dan dedikasi yang dimiliki. Dalam penelitian ini,

populasi yang digunakan adalah para wartawan yang bekerja di media bergenre Islam di

Jakarta. Sampel penelitian adalah 100 orang wartawan yang terjaring dengan teknik

accidental sampling.

Guna menjaga kualitas penelitian, maka penelitian ini juga melakukan

pengukuran obyektivitas penelitian dengan pengujian validitas dan reliabilitas terlebih

dahulu dari kuesioner yang berhasil dikumpulkan. Pengolahan data deskriptif dilakukan

dengan menggunakan distribusi frekuensi sederhana juga operasi nilai rata-rata (mean).

Pengujian hipotesis menggunakan analisis korelasi Spearman yang menguji hubungan

antara variabel independen (tingkat pemahaman dengan dimensi kognitif, afektif dan

konatif) dengan variabel dependen (profesionalisme, dedikasi dan keahlian).

Hasil dan Pembahasan

Uji Validitas dan Reliabilitas

Pada awal penelitian ini pengujian keabsahan untuk nilai reliabilitas dilakukan

hanya pada 30 responden. Semua pertanyaan berjumlah 28 pertanyaan yang terdiri dari

beberapa indikator, untuk variabel independen adalah Kognitif, Afektif dan Konatif dan

variabel dependen adalah Dedikasi, Profesionalisme dan Keahlian. Diperoleh nilai

reliabilitas sebesar 0,8849 yang berarti sudah baik karena berada di atas 0,6. Sedangkan

pada pengujian validitas penelitian ini semuanya berada di atas nilai 0,361 (r tabel

dengan df 30 adalah 0,361) yang berarti pengujian berada pada daerah Ha dengan

penolakan Ho. Sehingga dapat dikatakan, bahwa validitas penelitian sudah terpenuhi,

dan penelitian shahih selanjutnya dapat dilanjutkan karena memiliki nilai obyektivitas

yang tinggi.

Page 9: KODE ETIK JURNALISTIK DI KALANGAN WARTAWAN MEDIA …

Jurnal Komunikasi Global, Volume 6, Nomor 2, 2017

193

Tingkat Pemahaman Wartawan terhadap Kode Etik Jurnalistik

Tabel 2. Pemahaman Wartawan terhadap Kode Etik Jurnalistik

No Dimensi Mean Keterangan

1 Kognitif 4,4133 Tinggi

2 Afektif 4,3550 Tinggi

3 Konatif 4,4400 Tinggi

Dari tabel di atas, terlihat bahwa pemahaman wartawan yang bekerja pada media

massa yang bergenre Islam telah mencapai taraf konatif (nilai mean 4,44) dalam

memahami etika kewartawanan. Dapat diartikan bahwa tidak ada keraguan pada

wartawan dalam upaya kesadaran dan penerapan etika kewartawanan pada bidang kerja

mereka. Demikian juga dengan aspek kognitif atau pemahaman di benak mereka akan

etika pers yang ada. Unsur kognitif juga tergolong tinggi (nilai mean 4,413). Dari hasil

survei ini jelas diketahui bahwa wartawan telah memahami benar dalam benak mereka

akan etika pers yang dianggap sedemikian berguna untuk keberlangsungan kerja mereka

di lapangan. Berbeda dengan itu unsur afektif yang merupakan rasa dan adanya

keterikatan hati wartawan dalam bekerja menjadi unsur yang paling lemah (nilai mean

4,3). Hal ini berarti bahwa wartawan kerap merasa tidak ada nilai rasa yang masuk

dalam penerapan etika. Maksudnya terkadang penerapan etika ini tidak sejalan dengan

jiwa dan keinginan mereka di lapangan.

Faktor Penting dalam Bidang Kerja Wartawan

Tabel 3. Faktor Penting dalam Bidang Kerja Wartawan

No Dimensi Mean Keterangan

1 Profesionalisme 3,8100 Sedang

2 Dedikasi 4,3067 Tinggi

3 Keahlian 4,1100 Tinggi

Dari tabel di atas jelas dipahami bahwa wartawan menganggap bahwa faktor

terpenting dalam upaya kerja di lapangan adalah dedikasi (nilai mean 4,3). Faktor kedua

yang menjadi penting dalam penerapan di lapangan kerja wartawan adalah keahlian

(nilai mean 4,11). Bagi wartawan, keahlian adalah unsur penting yang perlu dimiliki

para awak jurnalis untuk menunjang kerja mereka di lapangan. Tanpa keahlian tidak

Page 10: KODE ETIK JURNALISTIK DI KALANGAN WARTAWAN MEDIA …

Jurnal Komunikasi Global, Volume 6, Nomor 2, 2017

194

mungkin wartawan bisa bekerja dan menghasilkan laporan pemberitaan yang baik. Dari

hasil survei diketahui juga ternyata unsur profesionalisme dianggap paling rendah dalam

penerapannya di bidang kerja wartawan dalam mencari berita. Faktor profesionalisme

(nilai mean 3,8) ini dianggap wartawan sebagai sesuatu yang sangat tidak bisa

diterapkan di bidang kerja mereka. Profesionalisme adalah sesuatu yang terlalu ideal

dan utopis dalam penerapan di lapangan. Pemahaman mereka bahwa profesionalisme

hanya ada dalam meja-meja seminar dan literatur perkuliahan saja dan sangat sulit

untuk diterapkan dalam dunia kerja sesungguhnya.

Pengujian Hipotesis

Penelitian ini menguji beberapa hipotesis, yaitu:

Hipotesis Pertama

Ha : Ada hubungan antara pemahaman wartawan akan etika jurnalistik dengan

profesionalisme kerja mereka di lapangan.

Ho : Tidak ada hubungan antara pemahaman wartawan akan etika jurnalistik

dengan profesionalisme kerja mereka di lapangan.

Hipotesis Kedua

Ha : Ada hubungan antara pemahaman wartawan akan etika jurnalistik dengan

dedikasi kerja mereka di lapangan.

Ho : Tidak ada hubungan antara pemahaman wartawan akan etika jurnalistik

dengan dedikasi kerja mereka di lapangan.

Hipotesis Ketiga

Ha : Ada hubungan antara pemahaman wartawan akan etika jurnalistik dengan

keahlian kerja mereka di lapangan.

Ho : Tidak ada hubungan antara pemahaman wartawan akan etika jurnalistik

dengan keahlian kerja mereka di lapangan.

Analisis Korelasi Spearman

Tabel 4. Hubungan Pemahaman Etika Jurnalis dengan Kinerja Wartawan

Page 11: KODE ETIK JURNALISTIK DI KALANGAN WARTAWAN MEDIA …

Jurnal Komunikasi Global, Volume 6, Nomor 2, 2017

195

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa:

1. Hubungan antara pemahaman kode etik pada tataran afektif dan profesionalisme

menunjukkan nilai p value sebesar 0,005 dengan nilai r Spearman‟s rho sebesar

0,257. Nilai p value berada di bawah 0,05 dengan demikian Ha diterima dan Ho

ditolak yang berarti pemahaman wartawan akan etika jurnalistik hanya dalam

tataran afektif berhubungan dengan profesionalisme wartawan yang bekerja di

media massa bergenre Islam.

2. Hubungan antara pemahaman kode etik pada tataran kognitif dan dedikasi

menunjukkan nilai p value sebesar 0,006 dengan nilai r Spearman‟s rho sebesar

0,253. Nilai p value berada di bawah 0,05 dengan demikian Ha diterima dan Ho

ditolak yang berarti bahwa memang wartawan yang bekerja pada media

bergenre Islam menghubungkan pemahaman dedikasi mereka dalam tataran

kognitif saja dalam menafsirkan pemahaman etika jurnalistik yang ada.

3. Hubungan antara pemahaman kode etik pada tataran afektif dan keahlian

menunjukkan nilai p value sebesar 0,026 dengan nilai r Spearman‟s rho sebesar

0,195. Nilai p value berada di bawah 0,05 yang berarti Ha diterima dan Ho

ditolak. Dengan demikian jelas, bahwa pemahaman wartawan yang bekerja di

media massa bergenre Islam akan berhubungan dengan keahlian mereka hanya

dalam tataran afektif saja atau hanya di hati dan perasaan mereka bukan

penerapan langsung dalam kehidupan kerja.

Correlations

1,000 ,246** ,061 -,107 ,253** -,110

. ,007 ,272 ,145 ,006 ,137

100 100 100 100 100 100

,246** 1,000 ,410** -,062 ,160 ,079

,007 . ,000 ,269 ,056 ,216

100 100 100 100 100 100

,061 ,410** 1,000 ,257** ,084 ,195*

,272 ,000 . ,005 ,203 ,026

100 100 100 100 100 100

-,107 -,062 ,257** 1,000 ,170* ,521**

,145 ,269 ,005 . ,045 ,000

100 100 100 100 100 100

,253** ,160 ,084 ,170* 1,000 ,043

,006 ,056 ,203 ,045 . ,336

100 100 100 100 100 100

-,110 ,079 ,195* ,521** ,043 1,000

,137 ,216 ,026 ,000 ,336 .

100 100 100 100 100 100

Correlation Coef f icient

Sig. (1-tailed)

N

Correlation Coef f icient

Sig. (1-tailed)

N

Correlation Coef f icient

Sig. (1-tailed)

N

Correlation Coef f icient

Sig. (1-tailed)

N

Correlation Coef f icient

Sig. (1-tailed)

N

Correlation Coef f icient

Sig. (1-tailed)

N

KOGNITIF

KONATIF

AFEKTIF

PROFESIO

DEDIKASI

KEAHLIAN

Spearman's rho

KOGNITIF KONATIF AFEKTIF PROFESIO DEDIKASI KEAHLIAN

Correlation is signif icant at the 0.01 level (1-tailed).**.

Correlation is signif icant at the 0.05 level (1-tailed).*.

Page 12: KODE ETIK JURNALISTIK DI KALANGAN WARTAWAN MEDIA …

Jurnal Komunikasi Global, Volume 6, Nomor 2, 2017

196

Pembahasan

Dari hasil temuan di atas jelas bahwa ada kesadaran yang penuh dan

bertanggungjawab dari wartawan akan perlunya keberadaan kode etik dalam bidang

kerja mereka di lapangan. Ada keyakinan bahwa kode etik jurnalistik memang bisa

melindungi mereka dalam membuat berita dan pelaporan terhadap sebuah fenomena

yang ada. Dengan demikian memang bagi wartawan yang bekerja di media bergenre

Islam masalah kode etik jurnalistik sudah dipahami sepenuhnya perlu dalam kerja.

Dalam penelitian ini, terlihat jelas bahwa pemahaman wartawan ketika dilihat

dari sisi profesionalisme, masih dalam tataran afektif atau masih dalam hati untuk

dilakukan dalam tindakan dan perilaku nyata. Maksudnya memang sudah ada keinginan

yang kuat tapi masih dalam hati pada diri wartawan saja. Demikian juga dengan aspek

keahlian, wartawan juga masih menanggap penting hanya dalam taraf afektif saja.

Temuan ini menunjukkan bahwa memang unsur afektif ini yang paling diperhatikan

oleh wartawan dalam melakukan kerja di lapangan. Temuan menarik lain adalah

wartawan malah menganggap dedikasi jurnalistik di lapangan kerja hanya masuk dalam

tataran kognitif atau hanya ada dibenak saja, bukan hal yang mutlak perlu dalam

pengembangan diri. Pendidikan jurnalistik dan kewartawanan di era digital ini bagi

kebanyakan mereka dianggap sesuatu yang kurang diperlukan, apalagi dengan begitu

pesat perkembangan citizen journalism dalam ruang kerja wartawan.

Banyak wartawan menganggap bahwa isi atau konten dari pasal di dalam etika

jurnalistik masih dalam tataran yang sangat ideal dan masih sangat sulit untuk

diterapkan dalam kerja mereka di lapangan dengan kata lain masih terlalu muluk untuk

dilaksanakan. Oleh sebab itu temuan penelitian ini nyata bahwa etika jurnalistik masih

dalam tataran idealis tidak praktis. Demikian juga dengan penerapan Undang-Undang

No. 40 tahun 1999 mengenai pers yang sudah menjadi lex specialis dalam penerapan

hukumnya (Eriyanto & Anggara, 2007: 34). Bagi wartawan, keperluan memisahkan

opini pribadi dengan berita adalah sesuatu yang sangat sulit demikian juga dengan berita

berimbang yang tidak menimbulkan fitnah dan kerusakan yang lebih besar.

Satu yang diketahui dari temuan penelitian ini adalah yang diperlukan wartawan

bila dikaitkan dengan etika jurnalistik di lapangan adalah dedikasi mereka sebagai

profesi luhur, yakni:menjadi si pembawa pesan atau messenger kepada publik. Dedikasi

Page 13: KODE ETIK JURNALISTIK DI KALANGAN WARTAWAN MEDIA …

Jurnal Komunikasi Global, Volume 6, Nomor 2, 2017

197

yang ditinggi pada diri wartawan diyakini akan mampu menimbulkan sikap

profesionalisme dan keahlian yang ada dalam unjuk kerja mereka.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa yang diperlukan dan dipahami dalam

konteks etika jurnalistik bagi wartawan adalah dedikasi kerja saja. Tidak menjamin

bahwa wartawan yang sudah memiliki keahlian tinggi dan profesionalisme yang

memadai sudah dengan suka rela dan kesadaran diri penuh dalam gerak hidupnya mau

dengan ikhlas menaati aturan etika jurnalistik yang ada dan sudah digariskan oleh

lembaga profesi mereka. Malah sebaliknya, ada kemungkinan upaya pelanggaran

dengan dalih berusaha hidup dan tetap terdepan dalam penyajian berita. Kebutuhan

mengejar rating dan pembaca yang banyak menjadi pilihan sulit wartawan ketika

berhadapan dengan manajemen yang memang berwajah industri.

Ketakutan wartawan adalah adanya delik pers yang diajukan oleh publik karena

memang melanggar kode etik jurnalistik yang ada (Wiryawan, 2007:133). Kesadaran

bahwa etika jurnalistik melindungi hal ini menghentak pemikiran bahwa memang etika

jurnalistik diperlukan dalam upaya menjaga kelangsungan hidup dan kredibilitas si

pembuat berita. Kode etik jurnalistik ini semakin dipahami sebagai aturan dari lembaga

profesi yang melindungi mereka, namun memang sangat berat dilaksanakan dalam

unjuk kerja di lapangan.

Penutup

Kesimpulan

Dari hasil analisis pada masing-masing variabel, diketahui bahwa tingkat

pemahaman wartawan yang bekerja di media massa bergenre Islam akan etika

jurnalistik sudah tinggi. Bagi wartawan ada rasa keharusan untuk menerapkan etika

jurnalistik di tempat kerja dan itu diakui sudah tidak bisa ditawar lagi. Dalam kerja di

lapangan bagi wartawan yang bekerja di media cetak bergenre Islam unsur dedikasi

adalah hal terpenting dalam bekerja di lapangan. Dedikasi untuk wartawan dianggap

sebagai pengakuan diri bahwa wartawan adalah si pembawa pesan yang sangat

dibutuhkan oleh masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan profesi ini sedemikian

penting dan berarti.

Dari hasil uji korelasi Spearman diperoleh kesimpulan sebagai berikur: (1) Ada

hubungan yang signifikan dalam tataran afektif antara pemahaman etika jurnalistik

Page 14: KODE ETIK JURNALISTIK DI KALANGAN WARTAWAN MEDIA …

Jurnal Komunikasi Global, Volume 6, Nomor 2, 2017

198

wartawan dengan profesionalisme wartawan. Dapat diartikan bahwa sudah ada

penerapan etika jurnalistik pada wartawan hanya pada aspek afektif, yakni perasaan dan

keinginan saja, tidak pada taraf pelaksanaan (konatif) di tempat kerja. Dengan demikian

jelas bahwa masih sikap pesimistis dan keraguan bahwa penerapan etika jurnalistik

dapat diterapkan secara nyata dalam bidang kerja wartawan; (2) Adanya hubungan yang

signifikan antara aspek kognitif pemahaman etika jurnalistik wartawan dengan dedikasi

wartawan di tempat kerja. Dapat dipahami, bahwa selain menyoal profesionalisme,

unsur dedikasi menjadi unsur penting dalam pemahaman secara kognitif wartawan. Di

sini wartawan memahami bahwa dedikasi diperlukan dalam memahami etika jurnalistik;

(3) Ada hubungan yang signifikan antara aspek afektif pemahaman etika jurnalistik

wartawan bergenre Islam dengan keahlian mereka di bidang kerja. Dengan demikian

dapat dipahami bahwa etika jurnalistik akan mempengaruhi keahlian mereka hanya ada

dalam tataran afektif atau keinginan saja, tidak berimbas langsung unsur tersebut

terhadap diri pencari berita.

Saran

Pemahaman yang tinggi pada wartawan akan etika jurnalistik seharusnya

dibarengi dengan aplikasi di lapangan oleh berbagai pihak lembaga profesi dan Dewan

Pers. Tidak adanya penghargaan dan hukuman yang jelas dalam pelanggaran etika ini

menyebabkan etika jurnalistik hanya ada dalam tataran kognitif dan afektif saja dalam

kerja wartawan. Perlu adanya upaya peningkatan dedikasi dan loyalitas insan pers

dalam bekerja karena unsur inilah yang paling menonjol dan diutamakan dalam unjuk

kerja wartawan. Lembaga profesi dan Dewan Pers agar berupaya menyoroti masalah

ini, karena bagi insan pers unsur inilah yang menjadi titik sentral pengembangan profesi

diri mereka dengan cara memupuk dan membina dedikasi dan loyalitas insan pers pada

lembaga-lembaga profesi yang akan mengikat mereka dengan aturan dan etika lembaga

profesi tersebut.

Minimnya keahlian bidang kerja dirasakan sepenuhnya oleh insan pers dan dapat

dikatakan bahwa etika jurnalistik bisa meningkatkan keahlian mereka, namun itu hanya

ada dalam tataran afektif atau perasaan saja. Oleh sebab itu, harapan insan pers yang

bekerja di media massa bergenre Islam, etika jurnalistik dapat mengawal hal ini dalam

persaingan profesi ke depan. Selain itu, perlunya ada keseragaman kode etik jurnalistik

Page 15: KODE ETIK JURNALISTIK DI KALANGAN WARTAWAN MEDIA …

Jurnal Komunikasi Global, Volume 6, Nomor 2, 2017

199

pada tiap lembaga profesi sehingga tidak akan saling tumpang tindih antara satu dengan

lainnya yang hanya akan membingungkan wartawan dalam upaya menjalankan

profesinya.

Daftar Pustaka

Bungin, B. (2006). Metodologi Penelitian Kuantitatif Komunikasi, Ekonomi dan Kebijakan

Publik serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Prenada Media Group.

Dewan Pers. (2014). Laporan akhir Dewan Pers periode 2010-2013.

Eriyanto & Anggara. (2007). Kebebasan Pers Dalam Rancangan KUHP. Jakarta: AJI dan

Aliansi Nasional Reformasi KUHP.

Harymurti, B. (2011) Konsep Pers Profesional menurut Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers.

Diakses dari

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact

=8&ved=0ahUKEwiez-

eOnrTYAhXIsY8KHZW2AD4QFggnMAA&url=https%3A%2F%2Fwww.ifc.org%2Fwps

%2Fwcm%2Fconnect%2Fe0e3240044501d1d97cd9fc66d9c728b%2FProfesionalisme%2B

Jurnalis%2Bdan%2BKode%2BEtik.pdf%3FMOD%3DAJPERES&usg=AOvVaw2DtSKl8

xbAfUlizQFabE2N.

HM, Zaenuddin. (2011). The Journalist. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Muis, A (1999). Jurnalistik Hukum dan Komunikasi Massa: Menjangkau Era

Cybercommunication Milenium Ketiga. Jakarta: Dharu Anuttama.

Suryawati, I. (2011). Jurnalistik Suatu Pengantar, Teori dan Praktik. Bogor: Ghalia Indonesia.

Tebba, S. (2005). Jurnalistik Baru. Jakarta: Kalam Indonesia.

Wiryawan, H. (2007). Dasar-Dasar Hukum Media.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.