53
KLB Diare dan Campak Hani Idzaida Binti Ab. Razak 10.2009.286 D 4 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen krida Wacana Jl.Arjuna utara no.6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510 E-mail: [email protected] BAB I - PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang. Kejadian luar biasa( KLB) penyakit menular seperti campak dan diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan banyak korban kesakitan dan kematian yang besar. KLB penyakit dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan kesakitan dan kematian yang besar yang juga berdampak pada pariwisata,ekonomi dan social sehingga membutuhkan perhatian dan penanganan oleh semua pihak terkait. Kejadian-kejadian KLB perlu dideteksi secara dini dan diikuti tindakan yang cepat dan tepat, perlu diidentifikasi adanya ancaman KLB berserta kondisi rentan yang memperbesar risiko terjadinya KLB agar dapat dilakukan peningkatan kewaspadaam dan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan KLB dan oleh karena itu perlu diatur dalam pedoman Sistem Kewaspadaan Dini kejadian Luar Biasa. 1 1

KLB

Embed Size (px)

DESCRIPTION

KLB

Citation preview

Page 1: KLB

KLB Diare dan CampakHani Idzaida Binti Ab. Razak

10.2009.286D 4

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen krida Wacana Jl.Arjuna utara no.6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510

E-mail: [email protected]

BAB I - PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang.

Kejadian luar biasa( KLB) penyakit menular seperti campak dan diare masih menjadi

masalah kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan banyak korban kesakitan dan

kematian yang besar. KLB penyakit dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan kesakitan dan

kematian yang besar yang juga berdampak pada pariwisata,ekonomi dan social sehingga

membutuhkan perhatian dan penanganan oleh semua pihak terkait. Kejadian-kejadian KLB perlu

dideteksi secara dini dan diikuti tindakan yang cepat dan tepat, perlu diidentifikasi adanya

ancaman KLB berserta kondisi rentan yang memperbesar risiko terjadinya KLB agar dapat

dilakukan peningkatan kewaspadaam dan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan KLB dan

oleh karena itu perlu diatur dalam pedoman Sistem Kewaspadaan Dini kejadian Luar Biasa.1

1.2 Tujuan.

a) Mempelajari kriteriakerja KLB.

b) Mempelajari epidemiologi, proses-proses KLB yang benar pada suatu KLB.

c) Memperdalam langkah-langkah penyelidikan epidemiologi pada suatu KLB

d) Mempelajari cara-cara penanggulangan yang benar pada suatu KLB

e) Mempelajari cara preventif dan pelayanan kesehatan primer, dan aktivitas promosi

kesehatan yang harus dilakukan pada suatu KLB.

1

Page 2: KLB

BAB II - PEMBAHASAN

SKENARIO

Di wilayah kecamatan Bojong Gede, Cianjur, Jawa Barat, sering terjadi KLB campak dan diare.

Dari hasil evaluasi program didapatkan cakupan imunisasi rendah yaitu sebesar 60% dari target

sebesar 90%, khususnya imunisasi campak baru mencapai 45%. Penduduk di wilayah Bojong

Gede menggunakan sungai sebagai sumber air, yang juga digunakan untuk mencuci, mandi dan

buang air besar. Dinas kesehatan telah membangun MCK (tempat mandi, cuci dan kakus) tapi

masyarakat kurang bisa memanfaatkannya.

HIPOTESIS

KLB campak dan diare disebabkan kurangnya cakupan imunisasi dan kurangnya kesadaran

masyarakat dalam penggunaan MCK.

2.1 – DEFINISI

I. Kejadian luar biasa (KLB): Adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian dan atau

meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada

suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu.1

II. Penanggulangan KLB adalah kegiatan yang dilakukan secara terpadu oleh Pemerintah,

pemerintah daerah dan masyarakat. Meliputi : penyelidikan epidemiologi; penatalaksanaan

penderita, yang mencakup kegiatan pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi

penderita, termasuk tindak karantina; pencegahan dan pengebalan; pemusnahan penyebab

penyakit; penanganan jenazah akibat KLB/wabah; penyuluhan kepada masyarakat; dan

upaya penanggulangan lainnya, mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes)

Nomor 1501/Menteri/Per/X/2010.1

III. Program Penanggulangan KLB adalah suatu proses manajemen penanggulangan KLB

yang bertujuan agar KLB tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.1

2

Page 3: KLB

2.2 – KRITERIA KERJA KLB

Suatu daerah ditetapkan dalam keadaan KLB, apabila memenuhi salah satu kriteria berikut:

a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 yang

sebelumnya tidak ada/tidak dikenal

b. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 kurun waktu dalam jam, hari atau

minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.

c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode

sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis penyakitnya.

d. Jumlah penderita baru dalam periode satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau

lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya

e. Rata-rata jumlah kesakitan per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali

atau lebih dibanding dengan angka rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada

tahun sebelumnya.

f. Angka kematian kasus suatu penyakit atau Case Fatality Rate (CFR) dalam satu kurun

waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan dengan CFR periode

sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

g. Angka proporsi penyakit atau Proportional Rate (PR) penderita baru pada suatu periode

menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam

kurun waktu yang sama.1

2.3 – PROGRAM PENGENDALIAN KLB PENYAKIT MENULAR DAN KERACUNAN

PANGAN.

Sebagaimana pada umumnya, suatu program harus mengikuti siklus manajemen yang mencakup

perencanaan, pelaksanaan dan monitoring/evaluasi.

1) Perencanaan : merupakan inti kegiatan manajemen, karena semua kegiatan manajemen

diatur oleh perencanaan tersebut. Dalam menyusun perencanaan untuk pengendalian KLB

dapat mengikuti tahapan penyusunan perencanaan berikut:

i. Lakukan analisis masalah

- Yaitu dengan mempelajari secara cermat permasalahan yang ada terkait dengan

pengendalian KLB yang selama ini terjadi di suatu wilayah. Analisis dapat diawali

3

Page 4: KLB

dengan kegiatan mengumpulkan semua data yang terkait dengan KLB tersebut

kemudian data itu diolah dalam bentuk berbagai tampilan dan perhitungan-perhitungan.

Dari pengolahan tersebut didapatkan daftar/listing masalah.

- Beberapa contoh masalah terkait dengan KLB penyakit menular dan keracunan :

KLB masih sering terjadi setiap waktu

Setiap KLB terjadi menyerang sejumlah besar penduduk

Setiap KLB terjadi memerlukan waktu lama untuk menghentikan

Setiap KLB terjadi selalu disertai korban meninggal yang cukup banyak.

a. Dari serangkaian daftar masalah tersebut selanjutnya dicari akar penyebab dari masing-

masing masalah. Banyak teori yang dapat digunakan untuk menelusuri akar masalah.

ii. Penetapan masalah prioritas

Secara sederhana, penetapan prioritas dapat dipertimbangkan beberapa hal :

Keseriusan masalah, yang dapat diukur dari dampak yang ditimbulkan misalnya

angka kematian dan kecepatan penularan

Ketersediaan teknologi atau kemudahan mengatasi masalah tersebut

Sumberdaya yang tersedia.

iii. Inventarisasi alternative pemecahan masalah

Untuk alternatif pemecahan masalah perlu diawali dengan identifikasi berbagai

alternative pemecahan masalah, kemudian ditetapkan alternatif yang paling prioritas.

Prioritas tersebut perlu dipertimbangkan beberapa hal yaitu :

Efektif tidaknya alternatif pemecahan masalah tersebut

Efisien tidaknya pemecahan masalah tersebut

iv. Menyusun dokumen perencanaan

Dokumen perencanaan sebaiknya ditulis secara detail/rinci, agar setiap orang dapat

memahami dengan mudah isinya. Beberapa komponen penting :

Target yang akan dicapai (sebaiknya memenuhi SMART : specific, measurable,

achievable, reliable, timely)

Uraian kegiatan yang akan dilaksanakan

Dimana kegiatan akan dilaksanakan

Kapan kegiatan akan dilaksanakan (jadwal waktu pelaksanaan)

4

Page 5: KLB

Satuan setiap kegiatan

Volume setiap kegiatan

Rincian kebutuhan biaya setiap kegiatan dan dari mana sumber biaya akan diperoleh

Ada petugas yang bertanggungjawab terhadap setiap kegiatan

Metoda pengukuran keberhasilan

2) Pelaksanaan : Pada prinsipnya tahap pelaksanaan adalah tahap implementasi dari dokumen

perencanaan. Oleh karena itu, pada tahap pelaksanaan yang terpenting adalah menggerakkan

seluruh komponen perencanaan sesuai dengan jadwal waktu yang telah ditetapkan.

Menggerakkan semua pihak yang bertanggungjawab sehingga terjadi koordinas dan

kerjasama yang optimal.

3) Monitoring/Evaluasi : Untuk menghindari terjadinya hal-hal yang dapat mengancam

pencapaian tujuan dari perencanaan tersebut selama kegiatan berlangsung. Setiap kegiatan

harus dilakukan supervise secara rutin dan berkesinambungan supaya seluruh kegiatan benar-

benar dilaksanakan.1

2.4 –EPIDEMIOLOGI.

Pengertian Epidemiologi

Istilah “epidemiologi” diturunkan dari tiga kata yang berasal dari Yunani yaitu Epi:pada

atau di antara; demos:orang-orang; dan logos:ilmu. Definisi epidemiologi dalam tatanan

pelayanan kesehatan adalah ilmu yang mempelajari distribusi, determinan kesehatan, dan

kejadian yang terjadi dalam populasi tertentu. Ilmu ini sering diterapkan untuk mengendalikan

masalah kesehatan yaitu digunakan untuk menggambarkan apa, di mana, kapan, mengapa dan

kepada siapa penyakit dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan lainnya terjadi sehingga

tindakan pengendalian dapat diidentifikasi dan diimplementasikan.2

Metode-metode Epidemiologi

Terdapat tiga macam penelitian epidemiologic yaitu deskriptif (atau observasional),

analitik dan eksperimental.penelitian analitik dan deskriptif digunakan untuk mengobservasi

rangkaian peristiwa terjadinya penyakit secara alami (cth: wabah keracunan makanan atau

serangkaian epidemik HIV), namun dalam penelitian eksperimental, investigator mempelajari

pengaruh berbagai macam faktor pengendaliannya (cth: percobaan klinis dari suatu produk atau

agen terapeutik).

5

Page 6: KLB

I. Epidemiologi Deskriptif : Siapa (Who), Dimana (Where) dan Kapan (When).

Penelitian deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi individu dan populasi yang memiliki

resiko paling besar terkena suatu penyakit, untuk menentukan tanda-tanda sebagai etiologi

penyakit, memprediksi kejadian penyakit melalui pemahaman hubungan antara suatu penyakit

dengan beberapa faktor resiko yang ada. Fokus penelitian adalah insidens (rates) dan distribusi

(populasi yang beresiko) suatu penyakit.

Orang (Who)

Beberapa hal yang harus diketahui dari variabel orang adalah seperti berikut :

Umur : Umur mempengaruhi kemungkinan seseorang manusia untuk terpajan

(contohnya anak-anak sekolah yang terpajan pada penyakit yang timbul pada masa

kanak-kanak, dan orang dewasa yang terpajan pada penyakit akibat kerja), status imun

(contohnya, bayi dengan sistem imun rendah) serta kondisi fisik dan mental.

Jenis Kelamin : Pria mempunyai rate insidens yang lebih tinggi untuk beberapa kondisi

dan penyakit dibandingkan wanita (contohnya, infeksi HIV) namun, para wanita rate

insidens tinggi pada penyakit lainnya (contohnya kanker payudara).

Status Sosioekonomik : Variabel seperti kelas sosial, pekerjaan, gaya hidup, tingkat

pendidikan, dan penghasilan memengaruhi status gizi, akses ke pelayanan kesehatan,

dan kondisi lingkungan sekitar serta kondisi lingkungan sekitar serta kondisi kerja.

Kesemua hal tersebut mempengaruhi kerentanan atau resistansi seseorang terhadap

penyakit dan resiko keterpajanan terhadap berbagai macam agens secara fisik.

Kelompok Ras dan Etnik : Perbedaan agam dan budaya dapat mempengaruhi resiko

keterpajanan seseorang terhadap berbagai macam agens, seperti jenis makanan yang

dimasak dan cara memasaknya.

Variabel Genetik : variabel yang berhubungan dengan komposisi genetic dapat

mempengaruhi kerentanan terhadap beberapa penyakit, seperti Sickle-cell dan lain-lain.

Tempat (Where):

6

Page 7: KLB

Tergantung pada kejadian penyakit yang diteliti, tempat dapat dikarakteristisasikan

sebagai tempat lahir, tempat tinggal, sekolah unit rumah sakit, tempat bekerja, restoran, lain-

lain. Tempat juga mencakup lingkungan politik seperti negara., negara bagian, kota,

provinsi, lingkup alami, seperti gunung, lembah, padang pasir atau batas daerah aliran air.

Perbandingan pola penyakit sering dilakukan antara :

a. Batas daerah pemerintahan

b. Kota dan pendesaan.

c. Daerah atau tempat berdasarkan batas lingkup alami.

d. Negara-negara

e. Regional

Untuk kepentingan mendapatkan pengertian tentang etiologi penyakit, perbandingan

menurut batas-batas alam lebih berguna seperti keadaan lingkungan yang khusus seperti

temperatur, kelembapan, jumlah hujan, ketinggian dari permukaan laut, keadaan tanah,

derajat isolasi dari pengaruh luar seperti tradisi sebagai hambatan pembangunan, faktor

sosial budaya yang tidak menguntungkan kesehatan dan lain-lain lagi.

Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah akibat migrasi ke kota atau ke desa terhadap pola

penyakit. Migrasi antardesa tentunya dapat membawa akibat terhadap pola dan penyebaran

penyakit menular. 2

Waktu (Time)

Data surveilans yang dikumpulkan dan dianalisis berdasarkan urutan waktu untuk

membuktikan perubahan dalam insidens suatu peristiwa yang dapat berupa jam,hari,

minggu, bulan, seperempat tahun (kuartal), atau tahun.

Periode Endemik

- Endemik adalah kejadian kasus penyakit yang jumlahnya melebihi perkiraan pada suatu

daerah atau populasi tertentu pada periode waktu yang tertentu.Untuk beberapa

penyakit, grafik suatu periode epidemic disebut sebagai kurva epidemik disebut sebagai

kurva epidemic, dan kurva tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan waktu

keterpajanan, cara penularan, dan agens yang menyebabkan wabah.

Kecenderungan Sekuler (Jangka Panjang)/ Secular Trends

7

Page 8: KLB

- Merupakan perubahan-perubahan angka kesakitan yang berlangsung dalam periode

waktu yang panjang, bertahun-tahun atau puluhan tahun.

Kejadian Musiman:

- Perubahan-perubahan secara siklus di mana perubahan angka kesakitan terjadi secara

berulang-ulang dengan antara beberapa hari atau beberapa bulan. Contohnya, wabah

influenza sering terjadi pada musim dingin. Informasi seperti ini dapat digunakan untuk

mengenali agen yang diduga menyebabkan suatu wabah dan untuk menetapkan target

waktu dalam melakukan kampanye imunisasi influenza contohnya.2

II. Epidemiologi Analitik/Mengapa/Why

Pendekatan ini digunakan untuk menguji data dan informasi yang diperoleh dari studi

epidemiologi deskriptif.

i. Penelitian Kasus-Kontrol/ Studi Riwayat Kasus: di mana dalam studi ini akan

dibandingkan dua kelompok orang, yaitu kelompok yang terken penyakit dengan

kelompok orang yang tidak terkena (kelompok kontrol). Contohnya, ada hipotesis yang

mengatakan bahwa penyebab utama kanker paru adalah merokok. Dari contoh ini,

dibandingkan kelompok orang dengan kebiasaan merokok dan kelompok orang yang

tidak merokok, kemudian kedua kelompok ini diuji dengan uji statistik, apakah ada

perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok tersebut.

ii. Studi Kohort: dalam studi ini sekelompok orang dipaparkan pada suatu penyebab

penyakit (agent). Kemudian diambil sekelompok orang lain yang mempunyai ciri-ciri

yang sama dengan kelompok pertama tetapi tanpa paparan atau penyebab yang disebut

kelompok control. Contohnya, untuk membuktikan bahwa merokok merupakan faktor

utama penyebab kanker paru, diambil dua kelompok orang terdiri dari orang-orang yang

merokok dan tidak merokok.

iii. Epidemiologi Eksperimental: Studi ini dilakukan dengan mengadakan eksperimen

kepada kelompok subjek, kemudian dibandingkan dengan kelompok control (yang tidak

dikenakan eksperimen). Contoh, untuk menguji keampuhan suatu vaksin, dapat diambil

suatu kelompok anak dan diberikan vaksin tersebut. Sementara diambil kelompok anak

yang lain dan diberikan placebo.

Pengukuran Epidemiologi. 2

8

Page 9: KLB

Pengukuran epidemiologi bertujuan mengurai berbagai ukuran kesakitan dan kematian.

Sebelum pengukuran dilakukan perlu untuk mengetahui hal berikut :

Untuk penyusunan, diperlukan 3 elemen yaitu jumlah orang yang terserang penyakit atau

meninggal, reference population dan waktu/periode terserangnya penyakit tersebut.

Apabila pembilang terbatas pada umur, seks, atau golongan tertentu maka penyebut juga

terbatas pada umur, seks atau golongan yang sama.

Bila penyebut terbatas pada mereka yang dapat terserang atau terjangkit penyakit, maka

penyebut tersebut dinamakan population at risk.

1) Incidence Rate

Jumlah kasus baru yang terjadi dikalangan penduduk selama periode waktu tertentu.

Incidence Rate = x 1000

2) Prevalence Rate (point period prevalence rate)

Mengukur jumlah orang di kalangan penduduk yang menderita suatu penyakit pada suatu

titik waktu tertentu.

Prevalence Rate = x 1000

3) Attack Rate:

4) Crude Death Rate/CDR:

CDR = x 1000

5) Death Rate Specific Rate:

DRAS = x 1000

6) Cause Disease Specific Death Rate:

9

Attack Rate = x 1000

Page 10: KLB

CDSDR = x

1000

Segitiga Epidemiologi ( The Epidemiologic Triangle ).

Penyakit dapat bersifat multifaktorial, sehingga suatu penyakit timbul akibat dari interaksi

antara berbagai faktor yang terdiri dari agen, penjamu atau lingkungan.

Gambar : Segitiga Epidemiologi

Agen Etiologik Penyakit/Causative agents: terdiri dari :3

Agen Biologi: terdapat banyak agen biologi sehingga beberapa agen ini dapat

menyebabkan wabah penyakit dalam suatu komunitas dan fasilitas pelayanan kesehatan.

Beberapa organism yang resistan terhadap obat-obatan dan telah menyebabkan epidemic

yang serius seperti Methicillin-resistant Staphylococcus aureus/MRSA, Vancomycin-

resistant Mycobacterium enterococcus/VRE, dan lain-lain lagi sekarang telah menjadi

endemic pada beberapa fasilitas pelayanan kesehatan.

Agen Kimia: sebagian agen kimia dapat menyebabkan reaksi yang berbahaya pada

manusia. Orang-orang dalam fasilitas pelayanan kesehatan telah terjangkit dermatitis

dan reaksi alergik lainnya yang menyertai pajanan terhadap gluteraldehid dan lateks,

serta pasien pernah dilaporkan kehilangan pendengaran setelah melakukan terapi dengan

menggunakan gentamisin.

Agen Fisika: Agen fisika seperti panas, dingin, listrik, cahaya dan radiasi ioniasi dapat

menyebabkan cedera pada fasilitas pelayanan kesehatan. Para petugas pelayanan

kesehatan juga berisiko untuk cedera perkutan yang bisa disebabkan oleh jarum serta

alat atau instrument yang tajam.

10

Page 11: KLB

Faktor Pejamu: Kondisi termasuk faktor instrinsik seperti umur (status immunologi), jenis

kelamin, komposisi genetik, dan ras. Faktor yang lain dapat meliputi status gizi, status

sosioekonomi, gaya hidup, penyakit yang mendasari, pekerjaan dan status perkahwinan.

Faktor Lingkungan: merupakan faktor ekstrinsik meliputi faktor perawatan di RS

(nosokomial), kebisingan, sanitasi, dan daerah tempat tinggal.

2.5 – LANGKAH-LANGKAH PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI/KLB 1

I. Memastikan terjadinya KLB

- Tujuan tahap ini adalah untuk memastikan apakah adanya peningkatan kasus yang tengah

berjalan memang benar-benar berbeda dibandingkan dengan kasus yang "biasa" terjadi

pada populasi yang dianggap mempunyai risiko terinfeksi. Apabila insidens yang tengah

berjalan secara menonjol melebihi insidens yang "biasa", maka biasanya dianggap terjadi

KLB. Perbedaan-perbedaan kecil antara insidens yang "biasa" dan yang tengah berjalan

dapat menimbulkan ketidakpastian, sehingga peneliti harus selalu waspada mencari kasus-

kasus baru yang dapat memastikan dugaan adanya KLB.

II. Menegakkan atau Memastikan diagnosis

- Dipastikan melalui pemeriksaan laboratorium, serologi, bakteriologi, virologi atau

parasitologi dengan gejala klinis atau tanpa gejala klinis.

III. Menghitung jumlah kasus/angka insidens yang sedang berjalan

Bila diagnosis lapangan telah ditetapkan, maka langkah selanjutnya adalah menghitung

jumlah kasus dengan cara menghitung distribusi frekuensi dari tanda-tanda dan gejala-

gejala yang ada pada kasus. Ini dilakukan dengan cara: pertama, mendaftarkan semua

tanda dan gejala yang dilaporkan kasus. Kedua, menghitung jumlah kasus yang mempunyai

tanda dan gejala tertentu. Kemudian menghitung persen kasus yang mempunyai tanda atau

gejala itu. Untuk memudahkan penafsiran hasilnya, tanda-tanda dan gejala-gejala itu

sebaiknya disusun ke bawah menurut urutan frekuensinya.

IV. Menggambarkan karakteristik KLB

11

Page 12: KLB

- KLB sebaiknya digambar menurut variabel orang, waktu dan tempat sehingga dapat

disusun hipotesis mengenai sumber, cara penularan, dan lamanya KLB berlangsung.

Pengolahan Data :

Pengolahan data berdasarkan variabel, ukuran epidemiologi, dan menurut nilai statistik dari data:

a. Waktu - kapan terjadi dan dibuat grafik yang tergantung dari periode penyakit,saat paparan

dan sumbernya(common source / propagated source).

b. Tempat - distribusi geografis melalui gambaran peta yaitu “spot-map” dari kasus-kasus.

c. Orang - Kasus penyakit spesifik menyerang kelompok tertentu.

o Dibuat grafik angka serangan menurut umur, sex, angka serangan tertinggi &

terendah menurut kelompok umur dan jantina.

o Menurut kegiatan,ras,agama dan adat.

o Menurut keadaan tempat hidup, sosio ekonomi dan lingkungan.

d. Analisis data: Merupakan proses untuk menghasilkan rumusan masalah dan faktor-faktor

yang berhubungan dengan data yang telah terkumpul. Untuk dapat mengidentifikasi

masalah program atau masalah kesehatan masyarakat, hasil analisis pada umumnya

dibandingkan dengan target atau ukuran keberhasilan program yang telah ditetapkan

sebelumnya.

o Cakupan imunisasi: Hasil pencapaian kegiatan imunisasi membandingkan jumlah

penduduk yang telah diberikan imunisasi polio,DPT,campak,BCG dengan jumlah

masing-masing penduduk sasaran imunisasi.

o Cakupan diare dianalisis dengan menghitung jumlah balita yang menderita diare atau

mencret dan mendapat pengobatan garam oralit dibagikan jumlah semua balita yang

menderita diare.

e. Penyajian data: Data yang sudah diolah perlu disajikan kepada pihak yang akan memakai

data tersebut dalam bentuk informasi. Tiga teknik yang biasa digunakan dalam penyajian

data adalah narasi, tabel dan grafik.

V. Mengidentifikasikan Sumber dari Penyebab penyakit dan cara penularannya.

- Untuk mengidentifikasikan sumber dan cara penularan dibutuhkan lebih dari satu kali

siklus perumusan dan pengujian hipotesis. Untuk keperluan kita, suatu hipotesis adalah

12

Page 13: KLB

suatu pernyataan, "dugaan yang terbaik" dari peneliti, dengan menggunakan informasi yang

tersedia, yang menjelaskan terjadinya suatu peristiwa. Dalam hubungan dengan

penyelidikan KLB biasanya hipotesis dirumuskan sekitar penyebab penyakit yang

dicurigai, sumber infeksi, periode paparan, cara penularan, dan populasi yang telah terpapar

atau mempunyai risiko akan terpapar. Sumber infeksi dan cara (alat atau vector) penularan

dianggap telah diidentifikasikan secara benar apabila hipotesis yang bersangkutan telah

diuji dan ditemukan benar.

VI. Mengidentifikasikan Populasi yang mempunyai peningkatan Risiko Infeksi

- Apabila sumber dan cara penularan telah dipastikan, maka orang-orang yang mempunyai

risiko paparan yang meningkat harus ditentukan, dan tindakan-tindakan penanggulangan

serta pencegahan yang sesuai harus dilaksanakan. Siapa yang sesungguhnya mempunyai

risiko paparan meningkat tergantung pada penyebab penyakit, sifat sumbernya, cara

penularannya, dan berbagai ciri-ciri orang-orang rentan yang meningkatkan

kemungkinannya terpapar.

- Apakah populasi yang mempunyai risiko telah diidentifikasikan seluruhnya atau belum,

dapat diketahui apabila salah satu dari dua kondisi ini terjadi : kasus-kasus baru yang

timbul dari sumbernya hanya terjadi pada populasi yang diperkirakan mempunyai risiko

tinggi, atau lebih baik lagi, tindakan penanggulangan yang ditujukan khususnya kepada

populasi ini mencegah terjadinya kasus-kasus baru.

2.6 – PENANGGULANGAN KLB

UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT.

Tahapan usaha pencegahan terhadap perjalanan suatu penyakit disebut Level of

Prevention.9 Upaya ini dilakukan dengan mengambil tindakan terlebih dahulu sebelum kejadian

dengan langkah-langkah berdasarkan data/keterangan bersumber analisis/pengamatan/penelitian

epidemiologi. Pada fase pra-patogenesis, keseimbangan antara agen penyekit, manusia dan

lingkungan mulai terganggu, bila dibiarkan maka gejala akan timbul dan perlu dilakukan

Tindakan preventif/Pencegahan Primer berupa promosi kesehatan dan perlindungan spesifik agar

orang tersebut tidak menjadi sakit.

Pada keadaan usaha yang dilakukan tidak dapat mencegah terjadinya penyakit dan

memasuki fase pathogenesis, dilakukan Tindakan Preventif/Pencegahan Sekunder berupa

13

Page 14: KLB

diagnose dini dan pengobatan yang adekuat agar penyakit dapat segera sembuh. Jika tidak,

penyakit akan berjalan kronis, ,menyebabkan ketidakmampuan dan cacat sehingga agar dapat

bertahan dilakukan Tindakan Preventif/Pencegahan Tersier berupa usaha rehabilitasi serta

mengurangi kecacatan atau ketidakmampuan.2,4

Tindakan Preventif Primer

Merupakan usaha dan tindakan preventif yang dilakukan pada fase pra-patogenesis suatu

penyakit dengan menjaga keseimbangan antara agen penyakit, pejamu, dan lingkungan agar

tetap dinamis dan tidak terganggu dengan cara:

Memusnahkan atau menghancurkan agen penyakit yang berbahaya, usaha-usaha yang

dapat dilakukan antara lain menyucihamakan atau desinfeksi, manipulasi lingkungan hidup,

pendidikan dan promosi kesehatan(penyuluhan).

Mencegah terjadinya kontak antara agen penyakit dan pejamu dengan cara memutuskan

rantai penularan melalui pengendalian vektor penyakit/transmisi kuman, isolasi penderita

dan tindakan preventif seperti memakai masker dan alat pelindung lainnya.

Meningkatkan daya tahan tubuh pejamu terhadap agen penyakit dengan cara memberikan

kekebalan buatan berupa imunisasi dan vaksinasi serta perbaikan status gizi.

Tindakan Preventif Sekunder

Strategi penting pada tindakan preventif sekunder adalah tes skrining, mendeteksi penyakit,

mendiagnosa dan mengobati secara dini penyakit-penyakit yang asimtomatis atau penyakit

kronis. Pada keadaan ditemukannya jenis penyakit yang tidak diketahui diagnosisnya, dapat

dilakukan prosedur identifikasi presumtif. Prosedur ini bertujuan untuk mendeteksi suatu

penyakit yang sedang berjangkit di masyarakat secara cepat dan murah dengan melakukan tes

skrining yang ditujukan untuk memeisahkan orang yang benar-benar tidak sakit dengan orang

yang dicurigai atau mempunyai risiko menderita penyakit di masyarakat.

Tindakan Preventif Tersier

Khusus untuk penyakit kronis atau penyakit yang sembuh dengan kecacatan, seperti penyakit

lepra atau kusta, dilakukan operasi bedah plastic serta pembinaan mental, sosial dan lainnya

pascapenyakit agar dapat diterima kembali oleh masyarakat.2,4

14

Page 15: KLB

The 5 (five Level of Prevention):2

Health promotion (Upaya promosi kesehatan)

Specific Protection (Upaya proteksi kesehatan)

Early diagnosis and promt treatment (Upaya diagnosis dini & tindakan segera)

Disability limitation (Upaya pemberantasan akibat buruk)

Rehabilitation (Upaya pemulihan kesehatan)

2.7 – PELAYANAN KESEHATAN

Kesehatan atau sehat-sakit adalah suatu yang kontinum dimulai dari sehat walafiat hingga

sakit parah. Kesehatan seseorang berada dalam bentang tersebut. ‘Sakit’ pula mempunyai

beberapa tingkat atau degradasi yang secara umum dapat dibagi dalam tiga tingkat, yaitu : sakit

ringan (mild), sakit sedang (moderate) dan sakit parah (severe). Dengan adanya 3degradasi

penyakit inimaka menuntut pelayanan kesehatan yang berbeda pula.

Tiga bentuk pelayanan yaitu :

a) Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (Primary Health Care)

Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat

yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan.

b) Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua (Secondary Health Services)

Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan

perawatan inap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan rimer. Bentuk

pelayanan ini misalnya Rumah Sakit tipe C dan D, dan memerlukan tersedianya tenga-tenaga

spesialis.

c) Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga (Tertiary Health Services)

Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak

dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder. Pelayanan sudah kompleks, dan

memerlukan tenaga-tenaga super spesialis, misalnya di RS tipe A dan C.2

Pelayanan Kesehatan Tingkat Primer

Pelayanan yang diperlukan oleh kelompok ini bersifat basic health services. Bentuk

pelayanan ini di Indonesia adalah Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas keliling, dan

15

Page 16: KLB

Balkesmas. Pelayanan kesehatan masyarakat lebih ditekankan pada pemerintah sedangkan untuk

pelayanan kesehatan perorangan dipercayakan kepada sektor swasta tetapi masih melibatkan

pemerintah. Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas, yakni

terwujudnya Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas bertanggungjawab

menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya

jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama.

Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni: 4

1. Upaya Kesehatan Wajib

Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:

o Upaya Promosi Kesehatan

o Upaya Kesehatan Lingkungan

o Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta

Keluarga Berencana

o Upaya Perbaikan Gizi

o Upaya Pencegahan dan Pemberantasan

Penyakit Menular

o Upaya Pengobatan

2. Upaya Kesehatan Pengembangan

Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah

ada, yakni: Upaya Kesehatan Sekolah, Upaya Kesehatan Olah Raga, Upaya Perawatan

Kesehatan Masyarakat, Upaya Kesehatan Kerja, Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut, Upaya

Kesehatan Jiwa, Upaya Kesehatan Mata, Upaya Kesehatan Usia Lanjut, Upaya Pembinaan

Pengobatan Tradisional.

Pembanterasan Penyakit Menular (P2M)

Tujuan: Menemukan kasus penyakit menular sedini mungkin dan mengurangi berbagai faktor

resiko lingkungan masyarakat yang memudahkan terjadinya penyebaran penyakit menular di

suatu wilayah, memberikan proteksi khusus kepada kelompok masyarakat tertentu agar terhindar

dari penularan penyakit(misalnya:imunisasi).4

Sasaran: Ibu hamil, balita dan anak-anak sekolah untuk kegiatan imunisasi. Sasaran sekunder

adalah lingkungan pemukiman masyarakat.4

Ruang lingkup kegiatan:4

- Surveilan epidemiologi: menemukan kasus menular sedini mungkin.

- Imunisasi

16

Page 17: KLB

- Pembanterasan vektor: Fogging untuk DHF, Oiling,drainase genangan air, dan perbaikan

sistem pembuangan sampah untuk pembanterasan malaria.

Usaha Kesehatan Lingkungan

Definisi: Menurut WHO (World Health Organization), kesehatan lingkungan adalah suatu

keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin

keadaan sehat dari manusia.

Di Indonesia, ruang lingkup kesehatan lingkungan diterangkan dalam Pasal 22 ayat (3) UU No

23 tahun 1992 ruang lingkup kesehatan lingkungan ada 8, yaitu:

1. Penyehatan Air dan Udara

2. Pengamanan Limbah padat/sampah

3. Pengamanan Limbah cair

4. Pengamanan limbah gas

5. Pengamanan radiasi

6. Pengamanan kebisingan

7. Pengamanan vektor penyakit

8. Penyehatan dan pengamanan lainnya,

sepeti keadaan pasca bencana.

Tujuan: Menanggulangi dan menghilangkan unsur-unsur fisik pada lingkungan sehingga faktor

lingkungan yang kurang sehat tidak menjadi faktor risiko timbulnya penyakit menular di

masyarakat.4

Sasaran: Tempat-tempat umum (seperti pasar, restoran, tempat ibadah, sumber air minum

penduduk dan pembuangan air limbah dan sebagainya. Sasaran yang diperiksa pada tempat-

tempat umum selain lingkungan fisiknya(pencemaran air,pembuangan sampah dan limbah

lainnya), juga para pengolah makanan(food handler). Mereka diperiksa fesesnya(rectal swab)

untuk mengetahui adanya carrier penyakit menular seperti kolera, thypus abdominalis, E-coli dan

sebagainya.4

Ruang lingkup kegiatan:4,5

i. Memperbaiki sistem pembuangan kotoran manusia.

- Pembuatan dan penyediaan jamban keluarga.

- Penyuluhan kesehatan lingkungan dilakukan melalui demonstrasi pembuatan jamban

keluarga(kegiatan yang bersifat integratif).

- Pembuangan Kotoran/Tinja yang baik :

Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi

17

Page 18: KLB

Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air

atau sumur

Tidak boleh terkontaminasi air permukaan

Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain

Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar ; atau, bila memang benar-benar

diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin

Jamban harus babas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang

Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal.

ii. Menyediakan air bersih. 4,5

- Perlindungan terhadap sumber mata air yang digunakan penduduk. Misalnya dengan tes

hygiene air, kaporitisasi sumur jika diketahui sumur tersebut tercemar E-coli dan basil

cholera.

- Penyuluhan melalui demonstrasi tentang pembuatan sumur.

- Penyediaan sumur pompa tangan (SPT dangkal dan dalam), sarana air minum lainnya.

- Mengadakan penyuluhan kesehatan tentang air minum sehat.

- Melakukan tes secara rutin pada air yang dikonsumsi masyarakat(PDAM,sumur

penduduk daerah endemik kolera).

- Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor:416/MEN.KES/PER/IX/1990 Pasal 1:

Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat

diminum langsung.

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya

memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.

- Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor:416/MEN.KES/PER/IX/1990 Pasal 2:

Kualitas air harus memenuhi syarat kesehatan yang meliputi persyaratan

mikrobiologi,fisika,kimia dan radioaktif.

Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna

Syarat Kimia : Kadar Besi air minum : maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l,

Kesadahan (maks 500 mg/l); air bersih besi maksimum 1.0mg/l,kesadahan 500mg/l.

Syarat Mikrobiologis : Koliform tinja/total koliform (maks 0 per 100 ml air) air

minum; koliform tinja (maks 10 per 100ml air) air bersih.

18

Page 19: KLB

iii. Pembuangan sampah: Bekerjasama dengan kelompok-kelompok masyarakat untuk

melakukan pembuangan sampah yang baik sehingga sampah tidak lagi mencemari

lingkungan pemukiman mereka.4,5

iv. Pengawasan terhadap tempat-tempat umum: Pengawasan biasanya dilakukan di

perusahaan-perusahaan penghasil limbah cair, tempat pengolahan dan penjualan

makanan, tempat-tempat umum,sanitasi perumahan. Kegiatan ini dikoordinasikan secara

lintas sektoral terutama dengan camat.4,5

Penyuluhan Kesehatan Masyarakat(PKM)

Tujuan: Meningkatkan kesadaran penduduk akan nilai kesehatan, melalui upaya promosi

kesehatan sehingga masyarakat dengan sadar mau mengubah perilakunya menjadi perilaku sehat.

Sasaran: Kelompok masyarakat yang beresiko tertular penyakit maupun masyarakat umum.

Ruang lingkup kegiatan: Penyuluhan tidak saja dengan ceramah, tapi juga dengan

menggunakan alat peraga dan media peragaan,misalnya mencampur oralit yang benar.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) 4,5

Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung,

maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Antara perilaku hidup bersih dan sehat dalam

pencegahan diare ialah:

1) Perilaku pencegahan diare dengan penggunaan air bersih

Perilaku terkait pengolahan dan penyimpanan air minum menjadi salah satu perilaku

kunci pencegahan penyebaran kuman ke dalam tubuh manusia.Air bersih adalah air yang telah

diolah dan disaring secara alami atau kimiawi sehingga aman untuk diminum dan dapat

digunakan untuk keperluan lain (misalnya cuci tangan, dan pencucian peralatan rumah tangga)

karena telah memenuhi syarat kesehatan. Sekurang-kurangnya, air bersih harus bebas dari

mikroorganisme (Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/lX/1990).

2) Perilaku pencegahan diare dengan mencuci tangan pakai sabun

Perilaku pencegahan diare dengan mencuci tangan pakai sabun dengan cara yang benar

dan dilakukan dengan waktu-waktu yang tepat serta menggunakan air yang tidak tercemar

sangatlah berperan dalam menggurangi penyebaran penyakit infeksi dan sangat efektif untuk

mencegah penyakit diare. Dalam mencuci tangan pakai sabun ada lima waktu penting

19

Page 20: KLB

menurut panduan pencegahan diare yaitu sebelum makan, setelah buang air besar, sebelum

memegangi bayi, setelah menceboki anak dan sebelum menyiapkan makanan.

3) Perilaku pencegahan diare dalam sanitasi makanan

Dalam sanitasi makanan yang perlu diperhatikan dalam hal kebersihan pengolahan dan

penyimpanan makanan yang bertujuan menjaga makanan agar tetap bersih, sehat dan nilai

gizinya tetap dengan menghilangkan atau mengurangi kontaminasi baik dari debu atau

kotoran, kuman, maupun lalat dan serangga yang hinggap pada makanan. Perilaku mencuci

bahan-bahan makanan sebelum diolah atau dikonsumsi serta menutup dan menyimpan,

merupakan salah satu pencegahan diare.

Menutup makanan yang sudah dimasak adalah hal umum yang dilakukan pada keluarga

untuk menghindari debu, kuman dan serangga seperti lalat hinggap pada makanan yang

dapat menyebabkan penyakit diare.

Menyimpan makanan ditempat yang bersih meletakkan makanan dalam wadah yang bersih

dan tertutup, menyiapkan makanan dalam di tempat yang dingin dan terhindar dari

matahari langsung, menjaga makanan agar tidak dijamah oleh hewan, menjaga piring,

panci masak dan peralatan makanan agar selalu tetap bersih, mencuci tangan pakai sabun

dan menyajikan makanan.

4) Perilaku pencegahan diare dalam penggunaan jamban/membuang tinja

Perilaku pencegahan diare dalam penggunaan jamban saniter sangat efektif mencegah

kontaminasi kuman terhadap manusia dan pembuangan tinja yang tidak baik serta

sembarangan dapat mengakibatkan pencemaran pada air, tanah, atau menjadi sumber

penyakit. Syarat tempat pembuangan tinja harus memenuhi syarat konstruksi dan syarat letak

yaitu syarat tempat pembuangan tinja (bangunan/rembesan) dengan sumber air minum

minimal 10 meter untuk tanah pasir dan 15 meter untuk tanah liat.10

2.8 – PROMOSI KESEHATAN

Upaya promosi kesehatan termasuk dalam tindakan pencegahan primer yang merujuk kepada

pemberian penyuluhan kesehatan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran terhadap

kesehatan dan lingkungan dalam upaya proteksi kesehatan.

20

Page 21: KLB

Penyuluhan kesehatan

Dalam konsepsi kesehatan umum, penyuluhan kesehatan diartikan sebagai kegiatan

pendidikan kesehatan yang dilakukan dengan cara menyebarluaskan pesan dan menanamkan

keyakinan. Dengan demikian, masyarakat tidak saja sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga mau

dan dapat melakukan anjuran yang berhubungan dengan kesehatan. Dengan pengertian tersebut,

petugas penyuluh kesehatan harus menguasai ilmu komunikasi dan menguasai pemahaman yang

lengkap tentang pesan yang akan disampaikan.15

Penyuluhan kesehatan bertujuan mengubah perilaku kurang sehat menjadi sehat. Perilaku

baru yang terbentuk, biasanya hanya terbatas pada pemahaman sasaran (aspek kognitif),

sedangkan perubahan sikap dan tingkah laku merupakan tujuan tidak langsung.

Antara langkah-langkah perencanaan penyuluhan kesehatan:15

Mengenal masalah yang menunjang

penyuluhan

Mengenal masyarakat (jumlah, sosial

buadaya, ekonomi, sumber daya)

Mengenal wilayah (situasi

lapangan,lokasi)

Menentukan tujuan penyuluhan

Menentukan sasaran penyuluhan

Menentukan isi penyuluhan

Menentukan metode penyuluhan yang

akan digunakan

Memilih alat media/peraga

Menyusun rencana evaluasi

Menyusun rencana pelaksanaan

Imunisasi 6

Pengertian: seseorang diberikan kekebalan terhadap sesuatu penyakit tertentu sehingga menjadi

kebal atau resisten terhadap penyakit tersebut tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit lain

Program imunisasi

Tujuan: Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas dari

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

Sasaran:

Bayi di bawah umur 1 tahum (0-11 bulan)

Ibu hamil (awal kehamilan - 8bulan)

Wanita usia subur

Anak sekolah dasar kelas I dan VI

21

Page 22: KLB

Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar bayi tidak terkena

penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare, sehingga pemberian imunisasi

campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu berilah imunisasi campak segera setelah bayi

berumur 9 bulan. Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 kali dengan sasaran kepada anak 9 –

11 bulan.

2.9 – PENYELIDIKAN DAN PENANGGULANGAN KLB CAMPAK DAN DIARE.1

I. CAMPAK

Penyakit campak adalah penyakit menular dengan gejala bercak kemerahan berbentuk

makulopapular selama 3 hari atau lebih yang sebelumnya didahului panas badan 38oC atau lebih

juga disertai salah satu gejala batuk pilek atau mata merah (WHO). Definisi Operasional untuk

Surveilans Penyakit Campak di Indonesia adalah : adanya demam (panas), bercak kemerahan

(rash), dan ditambah satu atau lebih gejala; batuk, pilek atau mata merah (konjungtivitis).

Gambaran Klinis

- Campak mempunyai gejala klinis demam > 38oC selama 3 hari atau lebih, disertai salah satu

atau lebih gejala batuk, pilek, mata merah atau mata berair. Gejala khas adalah Koplik’s spot

atau bercak putih keabuan dengan dasar merah di pipi bagian dalam (mukosa buccal).

Bercak kemerahan dimulai dari belakang telinga pada tubuh berbentuk makulopapular dan

dalam beberapa hari (4-7 hari) menyebar ke seluruh tubuh. Setelah 1 minggu sampai 1 bulan

bercak kemerahan berubah menjadi kehitaman (hiperpigmentasi) disertai kulit bersisik.

- Sebagian besar penderita akan sembuh, komplikasi sering terjadi pada anak usia <5 tahun

dan penderita dewasa >20 tahun. Komplikasi yang sering terjadi adalah diare dan

bronkopneumonia. Penyakit campak menjadi lebih berat pada penderita malnutrisi,

defisiensi vitamin A dan imun defisiensi (HIV) serta karena lambatnya penanganan.

- Diagnosis banding Campak adalah Rubella (Campak German) yang ditandai dengan

pembesaran kelenjar getah bening postauricular.

Klasifikasi kasus Campak

- Pasti secara laboratorium : kasus campak klinis yang telah dilakukan konfirmasi

laboratorium dengan hasil positif terinfeksi virus campak (IgM positif).

22

Page 23: KLB

- Pasti secara epidemiologi : semua kasus klinis yang mempunyai hubungan

epidemiologi dengan kasus yang pasti secara laboratorium atau dengan kasus pasti

secara epidemiologi yang lain (biasanya dalam kasus KLB)

- Bukan Kasus Campak : Kasus tersangka campak, setelah dilakukan pemeriksaan

laboratorium hasilnya negative atau kasus tersangka campak yang mempunyai hubungan

epidemiologis dengan Rubella.

- Kematian Campak : Kematian dari seorang penderita campak pasti (klinis,

laboratorium maupun epidemiologi) yang terjadi dalam 30 hari setelah timbul rash,

bukan disebabkan hal-hal lain seperti trauma atau penyakit kronik yang tidak

berhubungan dengan komplikasi campak.

Etiologi: disebabkan oleh virus golongan paramyxoviridae (RNA) jenis Morbilivirus.

Masa Inkubasi

- Masa inkubasi antara 7-18 hari. Rata-rata 10 hari.

Sumber dan Cara penularan

Sumber penularan adalah manusia sebagai penderita. Penularan dari orang ke orang melalui

percikan ludah dan transmisi melalui udara terutama melalui batuk, bersin atau sekresi

hidung. Masa penularan 4 hari sebelum timbul rash, puncak penularan pada saat gejala awal

(fase prodromal), yaitu pada 1-3 hari pertama sakit.

Pengobatan :

23

Page 24: KLB

- Pengobatan terhadap campak adalah pengobatan simptomatik. Penderita tanpa komplikasi

cukup diberikan antipiretik dan pemberian vitamin A dosis tinggi sesuai usia. Jika ada

komplikasi dianjurkan penderita dirawat di Puskesmas atau di Rumah Sakit, pengobatan

komplikasi di sarana pelayanan kesehatan dengan antibiotik tergantung berat ringannya

komplikasi, bila keadaa penderita cukup berat segera rujuk ke RS. Kasus yang terkena

penyakit campak diisolasi untuk memutuskan rantai penularan.

- Pemberian vitamin A :

Umur 0 - 6 bulan : bagi bayi yang tidak mendapatkan ASI diberikan vitamin A 1

kapsul 50.000 IU pada saat penderita ditemukan, dan kapsul kedua keesokannya.

Umur 6 – 11 bulan : vitamin A 100.000 IU dan kapsul kedua pada hari kedua.

Umur 12–59 bulan: vitamin A 1 kapsul 200.000 IU dan kapsul kedua pada hari ke-2.

Epidemiologi :

- Di seluruh dunia diperkirakan terjadi penurunan 56 % kasus campak yang dilaporkan yaitu

852.937 kasus pad a tahun 2000 menjadi 373.421 kasus pada tahun 2006. Jumlah kasus

campak di regional SEARO meningkat dari 78.574 kasus pada tahun 2000 menjadi 94.562

kasus pada tahun 2006. Di Indonesia dilaporkan pada tahun 2010 telah terjadi 188 KLB

campak dengan 3.044 kasus. Sementara itu, laporan rutin campak jumlah kasus pada tahun

2010 adalah 19.111 kasus.

Kejadian Luar Biasa :

- Bagi negara yang telah menyelesaikan kampanye campak, maka surveillans campak harus

dilaksanakan lebih sensitif, oleh sebab itu WHO merekomendasikan kriteria KL campak

yaitu 5 kasus/100.000 populasi. Di Indonesia walaupun kampanye campak sudah

dilaksanakan namun kriteria seperti yang ditetapkan WHO masih sulit diterapkan. Hal ini

disebabkan populasi 100.000 kemungkinan terdistribusi di 3 Puskesmas, dan kasus campak

masih cukup tinggi, maka secara operasional akan sulit. Untuk memudahkan operasional di

lapangan, maka definisi ditetapkan sebagai berikut

o KLB tersangka campak: adanya 5 atau lebih kasus klinis dalam waktu 4 minggu

berturut-turut yang terjadi mengelompok dan dibuktikan adanya hubungan

epidemiologi.

o KLB Campak Pasti : apabila minimum 2 spesimen positif IgM campak dari hasil

pemeriksaan kasus pada tersangka KLB campak.

24

Page 25: KLB

o KLB Rubella : minimum 2 spesime positif IgM Rubella

o KLB Mixed : Ditemukan adanya IgM rubella positif dan IgM campak positif dalam

satu KLB.

- Penyelidikan Epidemiologi :

Penyelidikan KLB campak bertujuan untuk mengetahui gambaran epidemiologi KLB

berdasarkan waktu kejadian, umur dan status imunisasi penderita, sehingga dapat diketahui

luas wilayah yang terjangkit dan kelompok yang beresiko. Di samping itu juga mendapatkan

faktor resiko terjadinya KLB sehingga dapat dilakukan tindak lanjut.

Jika ada 1 kasus suspek campak, yang dilaporkan dari RS, puskesmas maupun laporan

masyarakat, harus dilakukan pelacakan untuk memastikan apakah di tempat tinggal kasus, di

sekolah dan lai-lain ada kasus serupa. Jika dilaporkan KLB tersangka campak, maka

dilakukan kunjungan dari rumah yang ada kasus campak dan rumah yang tidak ada kasus

campak di wilayah tersebut, dengan mengisi format C1. Ini dilakukan untuk mencari kasus

tambahan, populasi beresiko dan untuk melihat status imunisasi campak pada populasi di

daerah KLB. Cari faktor resiko KLB campak dengan form C2, dan berikan rekomendasi.

- Penanggulangan

o Penanggulangan KLB campak didasarkan pada analisis dan rekomendasi hasil

penyelidikan KLB campak, dilakukan sesegera mungkin agar transmisi virus dapat

dihentikan dan KLB tidak meluas serta dibatasi jumlah kasus dan kematian. Langkah

penanggulangan meliputi : tatalaksana kasus, imunisasi dan penyuluhan.

- Imunisasi yang dilakukan pada saat KLB yaitu :

i. Imunisasi selektif, bila cakupan tinggi

Meningkatkan cakupan imunisasi rutin (upayakan 100%) setiap balita (usia 6 bl-5th)

yang tidak mempunyai riwayat imunisasi campak, diberikan imunisasi campak (di

puskesma atau posyandu hingga 1 bulan dari kasus terakhir)

ii. Imunisasi campak masal

Yaitu memberikan imunisasi campak secara masal kepada seluruh anak pada

golongan umur tertentu tanpa melihat status imunisasi anak tersebut. Hal yang

menjadi pertimbangan adalah cakupan imunisasinya rendah, mobilitas tinggi, rawan

25

Page 26: KLB

gizi dan pengungi daerah padat dan kumuh. Pelaksanaan imunisasi masal ini harus

dilaksanakan sesegera mungkin, sebaiknya pada saat daerah tersebut diperkirakan

belum terjadi penularan luas. Selanjutnya cakupan imunisasi rutin tetap

dipertahankan tinggi dan merata.

- Pengolahan dan analisa data rutin (kasus dan faktor resiko)

Analisa kasus KLB campak :

i. Distribusi kasus menurut waktu (Time), tempat (Place) dan orang (Person)

ii. Kurva epidemi kasus, mapping kasus, grafik kasus menurut kelompok umur dan

status imunisasi

iii. Attack Rate menurut kelompok umur, Case Fatality Rate

iv. Menghitung vaksin efikasi dan populasi rentan

v. Analisa pelaksanaan program imunisasi (manajemen, logistic, campuran)

- Surveilans ketat pada KLB :

Perkembangan kasus baru dan kematian KLB campak direkam dalam form C1 dan

dilaporkan setiap hari ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. KLB dinyatakan berakhir jika

tidak ada kasus dalam kurun waktu 2 kali masa inkubasi dari kasus terakhir.

Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB : meliputi kegiatan :

- Pemantauan populasi rentan

- Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) kasus campak mingguan

- Tindakan terhadap ancaman KLB campak

II. DIARE 1

Diare akut adalah buang air besar yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (pada

umunya 3 kali atau lebih) per hari dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 7 hari.

Diare adalah penyakit di mana penyebabnya adalah infeksi, malabsorbsi, keracunan pangan dan

yang terkait penggunaan antibiotik (DTA/AAD). Diare sering menimbulkan KLB dengan jumlah

penderita dan kematian yang besar, terutama diare akut yang disebabkan oleh infeksi dan

keracunan pangan. KLB sering terjadi di daerah dengan kualitas sanitasi buruk, air bersih yang

tidak memadai dan banyaknya gizi buruk.

26

Page 27: KLB

Gambaran Klinis

- Sesuai dengan penyebabnya, diare dapat disertai gejala lain seperti muntah, dehidrasi, sakit

perut yang hebat, lendir dan darah dalam tinja, dan lain-lain.

Etiologi

- Di Indonesia, penyebab utama KLB diare adalah Vibrio cholera, kelompok disentri

(Entamoeba hystolytica, Shigella dysentriae, Salmonella, Campylobacter jejuni, dan

Escherichia coli), dan Rotavirus.

Tabel : Etiologi, Masa Inkubasi gejalan dan sumber dan cara penularan dari setiap penyebab

Masa inkubasi – sesuai etiologi pada tabel

Sumber dan Cara Penularan - Cara penularan diare adalah fecal-oral, penyebarannya

melalui lalat, tangan tercemar, dan sanitasi yang buruk.

Pengobatan

Prinsip tatalaksana penderita diare adalah LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare)

i. Oralit Osmolaritas Rendah

27

Page 28: KLB

ii. Zinc: Pemberian zinc selama diare terbuktu mampu mengurangi lama dan tingkat

keparahan diare, mengurangi frekuensi BAB, mengurangi volume tinja, menurunkan

kekambuhan diare pada 3 bulan berikutnya. Dosis seperti berikut :

o Anak < 6bulan : 10mg (1/2 tablet) Zn per hari sampai 10 hari

o Anak > 6bulan : 1 tablet Zn 20mg per hari sampai 10 hari

iii. Pemberian ASI/Makanan : sebagai sumber gizi supaya tetap kuat

iv. Pemberian antibiotika hanya atas indikasi

v. Pemberian nasihat : tentang cara memberikan obat di rumah dan kapan harus

membawa kembali balita ke petugas kesehatan (diare lebih sering, muntah berulang,

sangat haus, makan atau minum sedikit, timbul demam, tinja berdarah, diare >3 hari)

Tatalaksana diare berdasarkan penyebab :

i. Kolera/suspek Kolera

Pengobatan Kolera pada anak-anak Pengobatan Kolera DEWASAAntibiotika (3hari) Lini PertamaDoxycycline dosis tunggal 4 mg/kgBB/hari Tetracycline 4x sehari

Doxycycline dosis tunggal4x500 mg (3hari)300 mg

Tetracycline 4x sehari 12.5mg/kgBB Lini Kedua Trimethoporim (TMP)Sulfamethoxazole (SMX)2xsehariCiprofloxacin dosis tunggal

TMP 160 mg &SMX 800 mg/kg

1000mg

Trimethoporim (TMP)Sulfamethoxazole (SMX) 2x sehari

TMP 5mg/kgBB &SMX 25mg/kg

ii. Diare berdarah atau disentri

28

Page 29: KLB

iii. Giardiasis : Metronidazole, dosis 30-50mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis, selama 10hari.

iv. Infeksi Campylobacter: Eritromisisn 10mg/kgBB, maksimal 500mg per dosis setiap

6 jam selama 5-7 hari

v. Infeksi Salmonella: Kloramfenikol 50-75mg/kgBB/hari maksimal 2g/hari dibagi 4

dosis.

vi. Infeksi C.difficile: Metronidazole 30-50mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, 7-10 hari.

Epidemiologi

Diare merupakan salah satu penyebab angka kematian dan kesakitan tertinggi pada anak,

terutama pada anak balita. Di negara berkembang, sebesar 2 juta anak meninggal tiap tahun

karena diare, di mana sebagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Berdasarkan

laporan WHO, kematian karena diare di negara berkembang diperkirakan sudah menurun dari

4,6 juta kematian pada tahun 1982 menjadi 2 juta kematian pada tahun 2003. Di Indonesia,

angka kematian diare juga telah menurun tajam. Berdasarkan data hasil survey rumah tangga,

kematian karena diare diperkirakan menurun dari 40% pada tahun 1972 hingga 26,9% pada

tahun 1980, 26.4% tahun 1986 hingga 13% tahun 2001 dari semua kasus kematian.

Selama 2003-2010, KLB diare menunjukkan fluktuasi baik frekuensi kejadian dan jumlah

penderitanya maupun CFR nya. KLB diare terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. KLB

diare sering terjadi di daerah yang mengalami kekeringan, kemarau panjang, sanitasi buruk,

rendahnya kebersihan perorangan. KLB diare juga sering terjadi pada sekelompok orang yang

sedang mengadakan perjalanan, kelompok jemaah haji, pengungsi dan sebagainya, baik

disebabkan karena buruknya sanitasi dan penyediaan air bersih, status gizi dan kondisi

kesehatan menurun.

Kejadian Luar Biasa dan Penanggulangannya

Upaya penanggulangan KLB diarahkan terutama mencegah terjadinya dehidrasi dan

kematian. Penegakan sistem rujukan dari keluarga – pos pelayanan kesehatan dilakukan

dengan cepat dan menjangkau semua penderita. Apabila diagnosis etiologi dapat teridentifikasi

dengan tepat, maka pemberian antibiotika dapat mempercepat penyembuhan dan sekaligus

menghilangkan sumber pengeluaran dengan cepat. Bagaimanapun juga identifikasi faktor

resiko lingkungan sangat penting untuk mencegah penyebaran penyakit.

29

Page 30: KLB

- Penyelidikan Epidemiologi

Telah terjadi KLB diare pada suatu wilayah tertentu apabila memenuhi salah satu kriteria:

Timbulnya suatu penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah/

Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 kurun waktu dalam jam, hari

atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.

Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode

sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis penyakitnya.

Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 bulan menunjukkan kenaikan dua kali

atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.

Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 tahun menunjukkan

kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah keejadian

kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya.

CFR dalam 1 kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih

dibandingkan dengan CFR periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

Penegakan diagnosis KLB berdasarkan gambaran klinis, distribusi gejala, gambaran

epidemiologi dan hasil pemeriksaan laboratorium :

Distribusi gejala kasus-kasus pada KLB diare karena V.cholerae. Diare berbentuk

cair seperti air beras merupakan tanda khas. Sebagian besar penderita menunjukkan

gejala diare cair dan muntah yang hebat disertai dehidrasi, shock tanpa tenesmus,

terutama terjadi peningkatan kasus pada golongan umur diatas 5 tahun atau dewasa.

Pada KLB ini sering disertai kematian. Specimen tinja diperoleh dengan rectal swab,

dimasukkan ke dalam botol Carry dan Blair, disimpan pada suhu kamar. Spesimen

muntah diambil sebanyak 1-5 cc dari tempat penampungan, kemudian dimasukkan

ke dalam botol alkali pepton, disimpan pada suhu kamar. Sampel air diambil

sebanyak 1liter, disimpan dalam suhu dingin 4oC.

Pada C.jejuni sering menyerang pada anak-anak dan juga binatang (ayam dan

anjing). Gejala yang timbul panas selama 2-5 hari.

Penyelidikan KLB diare juga dapat menggambarkan kelompok rentan dan penyebaran

kasus yang memberikan arah upaya penanggulangan.Kurva epidemi dibuat dalam harian

30

Page 31: KLB

dan mingguan kasus dan atau kematian. Tabel dan grafik dapat menjelaskan gambaran

epidemiologi attack rate dan CFR menurut umur, jenis kelamin dan wilayah tertentu.Peta

area map dan spot map dapat menggambarkan penyebaran kasus dan kematian dari waktu

ke waktu.Penyelidikan KLB diare dapat menggambarkan hubungan epidemiologi kasus dan

faktor resiko tertentu, sanitasi dan sebagainya dalam upaya pencegahan perkembangan dan

penyebaran KLB diare. Hubungan kasus-faktor resiko tidak selalu diperoleh berdasarkan

hubungan asosiasi, tetapi dapat diperkirakan dari pola penyebaran kasus dan pola sanitasi

daerah KLB dalam suatu peta dan grafik.

- Upaya penanggulangan KLB

Pembentukan pos kesehatan dan pusat rehidrasi yang diikuti dengan penyuluhan agar

masyarakat dapat melakukan pertolongan sementara. Secara umum, pada KLB kolera

pemberian antibiotika pada penderita dapat sekaligus memutus rantai penularan dan diikuti

dengan distribusi air bersih, memasak air sebelum minum sebagai upaya pencegahan, dan

pemberian kaporit dan pengamanan makanan.

Tugas utama Pos Kesehatan dan Pusat Rehidrasi (PR):

Merawat dan memberikan pengobatan diare sesuai bagan tatalaksana diare sesuai

derajat dehidrasinya.

Melakukan registrasi pencatatan identitas, waktu mulai sakit, gejala, diagnose

Mengatur logistik dan obat-obatan

Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarga

Memberikan pengobatan preventif terhadap kontak serumah pada kasus/KLB kolera.

Membuat laporan harian kepada puskesmas.

Sistem Kewaspadaan Dini KLB

Secara nasional KLB sudah jauh berkurang dan jarang terjadi, tetapi sepanjang tahun

masih dilaporkan adanya KLB diare karena kolera di beberapa daerah di Indonesia.

Kegiatan SKD KLB Diare adalah pengamatan dan pencatatan untuk :

- Kasus diare mingguan untuk melihat pola maksimum-minimum tahunan (min-3th)

- Faktor resiko (perubahan iklim, lingkungan, sanitasi, PHBS)

31

Page 32: KLB

PWS KLB diare harus dilaksanakan di setiap unit pelayanan, terutama di Puskesmas dan RS

serta Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan pelaporan berjenjang sampai ke tingkat

pusat. PWS KLB diare juga perlu dikembangkan di laboratorium, baik di Balai

Laboratorium Kesehatan Pusat dan Daerah maupun laboratorium RS dan Puskesmas.

2.13 – SURVEILANS

a. Definisi

Surveilans adalah suatu kegiatan pengamatan terus menerus terhadap kejadian kesakitan dan

faktor lain yang memberikan kontribusi yang menyebabkan seseorang menjadi sakit dan upaya

tindakan yang diperlukan, dengan kegiatan mencakup:

Mendiagnosis secara klinis atau laboratories

Mengidentifikasi penyebab terjadinya sakit atau factor risiko terjadinya sakit

Pencatatan hasil anamnese klinis dan identifikasi kasus menurut variable orang, tempat,

dan waktu

Analisis hasil identifikasi kasus

Tindakan penanganan kasus (case management)

Melakukan tindakan observasi di rumah kasus dan sekitar kasus dengan konsep wilayah

satu kelompok Rukun Tetangga (RT) atau satu wilayah Posyandu.

Surveilans didefinisikan juga sebagai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terus

menerus. Sistematis melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi

epidemiologi sesuai dengan kaidah-kaidah tertentu, sementara terus menerus menunjukkan

bahwa kegiatan surveilans epidemiologi dilakukan setiap saat sehingga program atau unit yang

mendapat dukungan surveilans epidemiologi mendapat informasi epidemiologi secara terus

menerus juga. Dikenal beberapa jenis surveilans:

o Surveilans individu;

o Surveilans penyakit;

o Surveilanssindromik;

o Surveilans Berbasis Laboratorium;

o Surveilans terpadu;

o Surveilans kesehatanmasyarakat global.

32

Page 33: KLB

Pendekatan surveilans

Pendekatan surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis: (1) Surveilans pasif; (2) Surveilans

aktif (Gordis, 2000).Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan menggunakan data

penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas pelayanan

kesehatan. Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah untuk dilakukan. Kekurangan

surveilans pasif adalah kurang sensitif dalam mendeteksi kecenderungan penyakit. Data yang

dihasilkan cenderung under-reported, karena tidak semua kasus datang ke fasilitas pelayanan

kesehatan formal. Selain itu, tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan biasanya rendah, karena

waktu petugas terbagi dengan tanggungjawab utama memberikan pelayanan kesehatan di

fasilitas kesehatan masing-masing. Untuk mengatasi problem tersebut, instrumen pelaporan perlu

dibuat sederhana dan ringkas.

Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan berkala ke

lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis lainnya, puskesmas, klinik,

dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus baru penyakit atau kematian, disebut

penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi laporan kasus indeks. Kelebihan surveilans aktif,

lebih akurat daripada surveilans pasif, sebab dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan

untuk menjalankan tanggungjawab itu. Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi

outbreak lokal. Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan daripada

surveilans pasif. Karakteristik surveilans yang efektif: cepat, akurat, reliabel, representatif,

sederhana, fleksibel,akseptabel.5,6

BAB III - PENUTUP

KESIMPULAN

Kejadian luar biasa ( KLB) penyakit menular seperti campak dan diare yang merupakan

masalah kesehatan masyarakat membutuhkan perhatian dan penangan oleh semua pihak.

Kejadian-kejadian KLB perlu dideteksi secara dini dan diikuti tindakan yang cepat dan tepat,

perlu diidentifikasi adanya ancaman KLB berserta kondisi rentan yang memperbesar risiko

terjadinya KLB agar dapat dilakukan peningkatan kewaspadaam dan kesiapsiagaan menghadapi

kemungkinan KLB .

33

Page 34: KLB

Daftar Pustaka

1. Santoso H., Hapsari R.B., Nasir M. Program pengendalian KLB penyakit menular,langkah-

langkah penyelidikan dan penanggulangan, penyelidikan dan penanggulangan campak dan

diare. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan KLB (Pedoman Epidemiologi

Penyakit).Katalog Terbitan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2011.

Jakarta;2011:p7-29,p39-46,p61-74.

2. Soekidjo N, Epidemiologi dalam Kesehatan masyarakat ilmu dan seni, PT rineka cipta,

Jakarta, 2007, p18-51, p97-112.

3. Kathleen MA, Investigasi dan pengendalian wabah di fasilitas pelayanan kesehatan,

Pen.Buku Kedokteran EGC, 2010, p1-19

4. Gde A.A. Epidemiologi dan statistik dalam manajemen kesehatan,pusat kesehatan

masyarakat. Manajemen Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta;2004:p182-

219,p128-168.

5. Maulana D.J. Kesehatan dan promosi kesehatan, Konsep promosi kesehatan,Konsep

Penyuluhan kesehatan. Promosi Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran

EGC.Jakarta;2009:p3-42,p134-45.

6. Soegijanto S. Campak. Pedoman Imunisasi di Indonesia. 3rd ed. Badan Penerbit Ikatan

Dokter Anak Indonesia.Jakarta;2008:p171-81.

34