Upload
joke-punuhsingon
View
22
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KARYA ILMIAH
SUATU STUDI TENTANG PENCEMARAN LINGKUNGAN LAUT MENURUT HUKUM LAUT INDONESIA
OLEH :
JERRY KINDANGEN, SH
YAYASAN GMIM Ds. A.Z.R. WENASUNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TOMOHON
FAKULTAS HUKUMTOMOHON
2009
PENGESAHAN
Panitia Penilai Karya Ilmiah Dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen
Indonesia Tomohon, telah memeriksa dan menilai karya ilmiah dari :
Nama : Jerry Kindangen, SH
NIDN : 0930077901
Judul Karya Ilmiah : Suatu Studi Tentang Pencemaran Lingkungan
Laut Menurut Hukum Laut Indonesia..
Dengan Hasil : Memenuhi Syarat
Tomohon, Mei 2009
Dekan / Ketua Tim Penilai
JULIUS KINDANGEN, SH
ii
KATA PENGANTAR
Disadari bahwa segala sesuatu tidak akan berhasil dilakukan tanpa
campur tangan Tuhan Yang Maha Kuasa, demikian pula dengan penulisan karya
ilmiah ini diyakini dapat terselesaikan oleh karena bimbingan dan penyertaanNya.
Untuk itu patutlah dilimpahkan puji syukur kehadiratNya.
Penulisan karya ilmiah yang berjudul "SUATU STUDI TENTANG
MASALAH PENCEMARAN LINGKUNGAN LAUT MENURUT HUKUM
LAUT INDONESIA” ini dimaksudkan untuk mengadakan pengkajian terhadap
sumber-sumber pencemaran laut serta upaya penegakan hukum terhadap pihak
pencemar.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
para pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan karya ilmiah ini,
khususnya kepada Panitia Penilai Karya Tulis Ilmiah Fakultas Hukum UKIT,
lebih khusus lagi kepada Bapak JULIUS KINDANGEN, SH, selaku Dekan/Ketua
Tim Penilai Karya Tulis Ilmiah yang telah memberikan koreksi dan masukan-
masukan terhadap karya ilmiah ini.
Sebagai manusia biasa tentu saja dalam usaha penulisan karya ilmiah ini
terdapat kekurangan dan kelemahan, baik itu materi maupun teknik penulisannya,
untuk itu maka segala kritik dan saran yang sifatnya konstruktif amat penulis
harapkan demi kesempurnaan penulisan ini.
Akhir kata semoga Tuhan Yang Maha Esa, selalu menyertai segala usaha
dan tugas kita.
Tomohon, Mei 2009
Penulis,
Jerry Kindangen
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL ......................................................................................................... i
PENGESAHAN .................... ........................................................................ ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Perumusan Masalah ..................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................ 2
D. Kegunaan Penulisan ..................................................................... 2
E. Metode Penelitian ........................................................................ 3
BAB II : PENCEMARAN DAN PENCEMARAN LAUT ........................ 4
A. Pengertian Pencemaran dan Pencemaran Laut ........................... 4
B. Sumber-sumber Pencemaran Laut ............................................. 7
C. Pengelolaan Laut Bagi Kepentingan Internasional ..................... 9
BAB III : P E M B A H A S A N ............................................................... 12
BAB IV : PENUTUP ................................................................................. 18
A. Kesimpulan ................................................................................. 18
B. Saran .......................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 20
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pencemaran pada umumnya dan pencemaran laut pada khususnya, telah
menjadi sorotan besar umat manusia di masa sekarang ini. Tingkat pencemaran
dan kerusakan lingkungan hidup misalnya, telah diangkat sebagai salah satu bahan
pembicaraan yang tidak kunjung usai.
Dari aspek kewilayahan, pembahasan tentang pencemaran laut di
Indonesia sangatlah relevan dan penting. Hal ini oleh karena sebagian besar luas
wilayah negara Republik Indonesia terdiri dari lautan, atau dengan lain perkataan,
luas lautan Indonesia lebih besar dibandingkan dengan luas daratan Indonesia.
Pembahasan mengenai pencemaran laut tidak hanya terkait dengan Hukum
Laut Internasional, melainkan juga ketentuan yang diatur menurut Hukum Laut
Indonesia.
Meskipun kedua perangkat Hukum Laut tersebut mempunyai perbedaan,
akan tetapi esensi dan penggunaannya tidak jauh berbeda. Pencemaran laut
misalnya, selain diatur dalam Hukum Laut Internasional, juga diatur di dalam
Hukum Laut Indonesia.
Aspek yang menarik dari pencemaran laut ini ialah sumber-sumber
pencemaran laut yang beraneka ragam. Pencemaran laut tidak hanya disebabkan
oleh buangan dari perkotaan atau wilayah permukiman di pesisir pantai, akan
tetapi dapat pula disebabkan oleh industri. Namun salah satu sumber pencemaran
laut yang paling menonjol ialah yang disebabkan oleh tumpahan minyak bumi
dari kapal-kapal tangki yang kandas atau yang bertabrakan, dan mengakibatkan
tumpahan minyak di wilayah sekitarnya.
Kecelakaan kapal tangki Showa Maru di selat Malaka dan selat Singapura
misalnya, adalah salah satu contoh dari akibat pencemaran laut yang membawa
kerugian besar baik bagi Indonesia maupun bagi Malaysia dan Singapura.
1
B. PERUMUSAN MASALAH
Dari kenyataan tersebut di atas, pencemaran laut semakin penting artinya
untuk dikaji dalam dimensi Hukum Internasional, dan Karya Ilmiah ini ditujukan
untuk mengungkapkan dan mengkaji sampai seberapa jauh sistem pengaturan
hukumnya baik menurut Hukum Laut Internasional yang secara khusus diatur
dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982 dan pelbagai konvensi
lainnya, juga menurut Hukum Laut Indonesia.
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam karya ilmiah ini adalah
sebagai berikut :
1. Mengkaji sejauh mana instrumen-instrumen yuridis dalam upaya pelestarian
dan perlindungan lingkungan laut dari bahaya pencemaran.
2. Untuk menganalisa sejauh mana pertanggungan jawab negara terhadap
kegiatan pencemaran lingkungan laut.
3. Untuk memahami dan mengkaji faktor-faktor penghambat dalam perlindungan
lingkungan laut dari bahaya pencemaran laut.
D. MANFAAT PENULISAN
Manfaat yang dapat diberikan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Merupakan sumbangan pemikiran bagi pelestarian lingkungan laut dari bahaya
pencemaran serta usaha-usaha pencegahan pencemaran lingkungan laut.
2. Untuk membantu pemerintah dalam rangka mencari konsep yang tepat dan
bisa ditempuh dalam upaya pelestarian lingkungan laut dari bahaya
pencemaran serta usaha pencegahan pencemaran lingkungan laut.
2
E. METODE PENULISAN
Karya Ilmiah ini menggunakan pendekatan secara komparatif-yuridis
dalam kajian tentang pencemaran laut. Juga digunakan metode kepustakaan
(library research) yang bagi penulis sangat efisien dan efektif mengingat
banyaknya literatur mengenai Hukum Laut yang terdapat di perpustakaan.
Dalam teknik pengolahan data penulis menggunakan teknik sebagai
berikut :
a. Deduksi : Dari data yang umum diambil kesimpulan yang khusus.
b. Induksi : Dari data yang khusus diambil kesimpulan yang umum.
c. Komparatif (metode perbandingan) :
Membandingkan literatur yang satu dengan literatur yang lain;
membandingkan pendapat atau teori satu sama lain yang kemudian diambil
kesimpulan.
3
BAB II
PENCEMARAN DAN PENCEMARAN LAUT
A. PENGERTIAN PENCEMARAN DAN PENCEMARAN LAUT
Pencemaran (pollution) terkait sangat erat dengan lingkungan hidup.
Dengan demikian perkembangan pencemaran dalam hubungannya dengan
lingkungan hidup adalah tidak terlepas dari sejarah dan perkembangan lingkungan
hidup itu sendiri, khususnya dari segi Hukum Lingkungan Hidup.
Prof. Mr. St. Munadjat Danusaputro, tentang perkembangan ini
mengemukakan bahwa :
"Sebelum lahirnya Deklarasi Stockholm 1972, nyatanya juga telah terdapat pengertian tentang perlunya melindungi lingkungan (hidup), hingga juga telah melahirkan peraturan perundang-undangan lingkungan, sekalipun segala sesuatunya diselenggarakan berdasarkan : pengertian dan pengetahuan manusia tentang lingkungan (hidup) pada zaman yang lampau. Hukum lingkungan yang dibentuk dan diciptakan berdasarkan pengertian serta pengetahuan zaman lampau tentang lingkungan (hidup), disebut : hukum lingkungan kuno, atau : hukum lingkungan klasik".1
Sedangkan pengertian pencemaran dibidang hukum internasional baru
dipersoalkan pada permulaan abad ke-20.2 Salah satu titik terang dari
perkembangan dan pengertian pencemaran dalam kaitannya dengan lingkungan
hidup mulai mendapat perhatian dalam United Nations Conference on the Human
Environment di Stockholm, Swedia pada tanggal 5 sampai 16 Juni 1972 yang
menghasilkan apa yang disebut sebagai Deklarasi Stockholm.
Dalam Deklarasi Stockholm tidak ditentukan pengertian pencemaran,
melainkan hanya memuat beberapa proklamasi dan prinsip-prinsip tertentu. Salah
satu prinsip yang erat hubungannya dengan ruang lingkup pembahasan makalah
ini ialah prinsip ke-7, yang berbunyi :
1 St. Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan, Buku II, Nasional, Binacipta, Cetakan Pertama, Bandung, 1981, hal. 36.
2 Daud Silalahi, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Cetakan Pertama, Bandung, 1992, hal. 127.
4
"State shall take all possible steps to prevent pollutions of the seas by
substances that are liable to create hazards to human health, to harm
living resources and marine life, to damage amenities or to interfere with
other legitimate uses of the sea". 3
Apakah yang dimaksudkan dengan pencemaran ? Menurut Soedjono D,
SH, dikemukakannya bahwa secara mendasar dalam pencemaran terkandung
pengertian pengotoran (contamination), pemburukan (deterioration).4 Oleh Prof.
Dr. Otto Soemarwoto diberikannya pengertian tentang pencemaran, sebagai
berikut : "Pencemaran adalah adanya suatu organisme atau unsur lain dalam suatu
sumber daya, misalnya air atau udara dalam kadar yang mengganggu peruntukan
sumbernya itu".5 Disebutkannya pula bahwa kontaminasi atau pengotoran ialah
perubahan kualitas sumber daya atau akibat tercampurnya dengan bahan lain
tanpa mengganggu pertukaran.
Menurut Dr. Daud Silalahi, SH, dikemukakannya bahwa pencemaran
dapat diartikan sebagai bentuk environment impairment, adanya gangguan,
perubahan atau perusakan bahkan adanya benda asing di dalamnya yang
menyebabkan unsur lingkungan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya
(reasonable function).6
Dalam Pasal 1 Angka 7 Undang-undang No. 23 tahun 1997 dirumuskan
pengertian Pencemaran Lingkungan adalah :
“masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
3 Periksa Deklarasi Stockholm 1972.
4 Soedjono D, Pengamanan Hukum Terhadap Pencemaran Lingkungan Akibat Industri, Alumni, Bandung, 1979, hal. 21.
5 M. Arief Nurdu'a : Nursyam B. Sudharsono, Hukum Lingkungan; Perundang-undangan Serta Berbagai Masalah Dalam Penegakannya, Citra Aditya Bakti, Cetakan Pertama, Bandung, 1993, hal. 19.
6 Daud Silalahi, Op – Cit, hal. 125.
5
lingkungan kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.7
Bagaimana halnya dengan pengertian Pencemaran Laut ? Jika beberapa
pengertian pencemaran di atas adalah bersifat khusus, yakni laut yang tercemar.
Menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH, LL.M, dirumuskannya
pengertian Pencemaran Laut, yakni sebagai berikut :
" .... adalah perubahan pada lingkungan laut (termasuk muara sungai) yang menghasilkan akibat demikian buruknya sehingga merupakan kerugian terhadap kekayaan hayati, bahaya terhadap kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut yang wajar, pemburukan daripada kualitas air laut dan menurunnya tempat-tempat pemukiman dan rekreasi". 8
Dalam Konvensi Hukum Laut tahun 1982 di Jamaica, dirumuskan
pengertian "Pencemaran lingkungan laut" (Pollution of the marine
environment) pada Pasal 1 ayat (1) Angka 4 sebagai berikut :
"Pencemaran lingkungan laut berarti dimasukkannya oleh manusia, secara langsung atau tidak langsung, bahan atau energi ke dalam lingkungan laut, termasuk kuala, yang mengakibatkan atau mungkin membawa akibat buruk sedemikian rupa seperti kerusakan pada kekayaan hayati laut dan kehidupan di laut, bahaya bagi kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan-kegiatan di laut termasuk penangkapan ikan dan penggunaan laut yang sah lainnya, penurunan kualitas-kualitas kegunaan air laut dan pengurangan kenyamanan.9
Oleh Abdurrahman, SH, mengenai pertumbuhan dan perkembangan istilah
dan pengertian-pengertian lingkungan ini maka terbentuklah pengertian-
pengertian; pencemaran tanah, pencemaran air, pencemaran laut, pencemaran
udara, pencemaran pandangan, pencemaran pendengaran, pencemaran masa, dan
7 Periksa UU. No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
8 Mochtar Kusumaatmadja, Bunga Rampai Hukum Laut, Binacipta, Cetakan Pertama, Bandung, 1978, hal. 177.
9 Periksa UNCLOS 1982.
6
lain sebagainya.10 Terjadinya pencemaran laut oleh karena laut itulah yang
tercemar dari kondisi atau keadaan sebelumnya.
B. SUMBER-SUMBER PENCEMARAN LAUT
Istilah 'sumber' menunjuk pada asal atau dari mana sesuatu berada atau
berasal. Dikatakan sebagai sumber-sumber pencemaran laut adalah diartikan dari
mana datang atau berasal atau penyebab tercemarnya laut itu sendiri.
Menurut Prof.Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH, LL.M, sumber-sumber
pencemaran laut dapat dibagi dalam lima golongan, yakni : Pembuangan kotoran
dan sampah kota dan industri, serta penggunaan pestisida di bidang pertanian
(1) Pengotoran yang berasal dari kapal-kapal (laut)(2) Kegiatan penggalian kekayaan mineral dasar laut(3) Pembuangan bahan-bahan radioaktif dalam kegiatan penggunaan
tenaga nuklir dalam rangka perdamaian(4) Penggunaan laut untuk tujuan-tujuan militer".11
Sedangkan menurut Dr. Komar Kantaatmadja, SH, dikemukakan 3 macam
kategori pencemaran, yang berbentuk :
1. Pencemaran yang disebabkan karena buangan baik sengaja maupun tidak sengaja yang berasal dari darat dan buangan-buangan industri
2. Pencemaran yang disebabkan karena penggunaan lingkungan laut sebagai tempat bungan routine maupun sebagai akibat kecelakaan dan kapal laut
3. Pencemaran yang disebabkan oleh kegiatan yang berhubungan dengan explorasi dari sumber-sumber yang terdapat di dalamnya". 12
Oleh Prof. Frans E. Likadja, SH, dikemukakan bahwa pada umumnya
sumber pencemaran lingkungan laut dapat dibagi dalam "sea based pollution" dan
10 Abdurrahman, Pengantar Hukum Lingkungan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Cetakan Ke-3, Bandung, 1990, hal. 98.
11 Mochtar Kusumaatmadja, Op – Cit, hal. 182.
12 Komar Kantaatmadja, Bunga Rampai Hukum Lingkungan Luat Internasional, Alumni, Bandung, 1982, hal. 163.
7
"land based pollution". Pencemaran yang paling banyak terjadi ialah "sea based
pollution" dan jenis bahan cemar yang paling banyak ialah minyak. 13
Di dalam Konvensi Hukum Laut 1982 Bab XII Bagian 5 dalam Pasal 207
sampai dengan Pasal 212 dibagi enam jenis pencemaran, yakni :
1. Pencemaran berasal dari sumber daratan (pollution from land-based sources)
2. Pencemaran yang berasal dari kegiatan-kegiatan dari laut yang tunduk pada yurisdiksi nasional (pollution from sea-bed activities subject to national jurisdiction)
3. Pencemaran berasal dari kegiatan-kegiatan kawasan (pollution from activities in the areas)
4. Pencemaran karena dumping (pollution by dumping)5. Pencemaran yang berasal dari kendaraan air (pollution from vessels);
dan6. Pencemaran yang berasal dari atau melalui udara (pollution from or
through the atmosphere)".14
Apapun sumber-sumber pencemaran laut tersebut di atas, tetap menjadi
bahaya bagi lingkungan hidup, khususnya lingkungan laut. Salah satu sumber
pencemaran besar bagi lingkungan laut ialah dari kapal-kapal, teristimewa kapal
tangki (tanker), yang dalam beberapa dasawarsa terakhir ini tidak sedikit yang
berukuran raksasa. Rute atau jalur pelayaran kapal tangki dari negara-negara
produsen minyak bumi dan gas alam cair misalnya dari kawasan Timur Tengah ke
negara-negara industri maju seperti Jerman, Belanda, Inggris, Spanyol, Jepang,
Korea Selatan, Taiwan, dan sebagainya, diakui sangat ramai dan padat.
Demikian pula rute yang melewati Asia Tenggara, termasuk Indonesia
yang menjadi rute perlintasan kapal-kapal tangki yang ramai dan padat. Berkaitan
dengan tingkat kepadatan lalu lintas laut di kawasan Asia Tenggara, termasuk di
Indonesia tersebut, oleh Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH, LL.M,
dikemukakan bahwa :
"Ada beberapa sumber pencemaran yang dapat membahayakan lingkungan laut di lautan Asia Tenggara ini seperti pencemaran yang disebabkan oleh kapal, baik oleh kapal tangki atau kapal-kapal biasa yang melakukan
13 Frans E. Likadja, Bunga Rampai Hukum Internasional, Binacipta, Cetakan Pertama,
Bandung, 1987, hal. 115.
14 Periksa UNCLOS 1982.
8
kegiatan pembersihan tangki balast, pencemaran yang disebabkan oleh industrialisasi negara pantai maupun pemburukan lingkungan laut sebagai akibat dumping dan dimasukannya limbah beracun ke dalam lingkungan laut, demikian pula perubahan-perubahan lingkungan yang disebabkan oleh perubahan iklim global".15
Pencemaran yang bersumber dari kapal laut merupakan pencemaran yang
banyak terjadi. Tidak dapat disangkal kebenaran kekhawatiran dari Dr. Komar
Kantaatmadja, SH, LL.M, yang menggambarkan bahwa :
dari 60 % dari produksi minyak bumi setiap tahun yaitu kira-kira 1.800 juta metric ton (dengan peningkatan 4 % setiap tahun) diangkut melalui lautan. Sedangkan angka perkiraan tumpahan minyak yang berasal dari pengangkutan minyak bumi ini saja berjumlah satu juta metric ton setiap tahun. Angka ini masih harus ditambah lagi dengan tumpahan minyak yang disebabkan oleh kegiatan manusia lainnya yang akan berjumlah sepuluh kali lipat.16
Gambaran ini merupakan bukti bahwa aktivitas transportasi laut adalah
salah satu sumber pencemaran laut yang besar, dan dapat dibayangkan sekarang
ini dimana eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi di dunia yang makin
meningkat, menyebabkan bertambah lagi banyaknya jumlah minyak bumi dan
aktivitas pengangkutannya serta kemungkinan tumpahnya ke laut karena
kecelakaan atau timbulnya tubrukan kapal-kapal.
C. PENGELOLAAN LAUT BAGI KEPENTINGAN INTERNASIONAL
Pembahasan tentang laut terlebih dahulu disimak pengertian "Laut",
adalah suatu keluasan air yang meluas di antara pelbagai benua dan pulau-pulau di
dunia.17
15 Mochtar Kusumaatmadja, Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan Laut Dilihat Dari Sudut Hukum Internasional, Regional, dan Nasional, Sinar Grafika, Cetakan Pertama, Jakarta, 1992, hal. 14.
16 Komar Kantaatmadja, Masalah Pencegahan Pencemaran Laut dan Hak Lintas Damai ( Innocent Passage ), Majalah Pro Justitia, No. keempat, Bandung, 1979, hal. 237.
17 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Laut Bagi Indonesia, Sumur Bandung, Cetakan Ke-6, Bandung, 1976, hal. 8.
9
Tentang laut dan perkembangannya tidak terlepas dari sejarah Hukum
Laut yang berkembang dengan pesatnya. Permulaan dari sejarah Hukum Laut
tidak dapat dipisahkan dari pertentangan antara dua konsepsi pokok, yaitu Res
Nullius yang menyatakan bahwa laut itu tidak ada yang mempunyainya dan
karenanya dapat diambil dan dimiliki oleh masing-masing negara, dan Res
Communis yang menyatakan bahwa laut itu adalah milik bersama masyarakat
dunia dan karenanya tidak dapat dimiliki atau diambil oleh masing-masing
negara.18 Bahwa perkembangan Hukum Laut Internasional sangat erat kaitannya
dengan perkembangan Hukum Internasional adalah suatu hal yang tidak dapat
disangkal.
Perhatian terhadap laut berkaitan erat dengan perluasan wilayah negara-
negara maritim besar, yang pada perkembangannya melahirkan konsep-konsep
mengenai penguasaan atas laut, antaranya dalil yang dikemukakan oleh
Bijnkershoek, berupa suatu kaidah tembakan meriam yang berbunyi : "Terrae
prostestas finitur ubi finitur armorum vis" (kedaulatan teritorial berakhir dimana
kekuatan senjata berakhir).19
Salah satu peristiwa besar dan penting ialah diselenggarakannya Konperensi Kodifikasi Den Haag tahun 1930 yang juga membahas tentang laut. Demikian pula perubahan besar dan pokok, yakni perubahan peta bumi politik yang terjadi terutama setelah Perang Dunia II. Proses ini yang sudah dimulai pada permulaan abad XX merubah pola kekuasaan politik di dunia ini dari suatu masyarakat internasional yang terbagi di dalam beberapa negara besar yang masing-masing mempunyai daerah-daerah jajahan dan lingkungan pengaturannya menjadi satu masyarakat bangsa-bangsa yang terdiri dari banyak sekali negara-negara yang merdeka.20
18 M. Budiarto, Wawasan Nusantara Dalam Pengaturan Perundang-undangan Negara Republik Indonesia, Ghalia Indonesia, Cetakan Pertama, Jakarta, 1980, hal. 13.
19 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Laut Internasional, Binacipta, Cetakan Ke-2, Bandung, 1983, hal. 20.
20 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Binacipta, Cetakan Ke-2, Bandung, 1978, hal. 19-20.
10
Maksudnya, dengan munculnya sejumlah negara-negara yang baru
merdeka dan berdaulat, maka tidak terlepas dari status dan kejelasan wilayah
negara-negara tersebut antara lain kedaulatannya atas wilayah laut.
Momentum lainnya yang sangat penting ialah ketika Presiden Amerika
Serikat Harry S. Truman pada tanggal 28 September 1945, yang melahirkan
doktrin "Continental Shelf" (Landas Kontinen). Proklamasi Truman tahun 1945
tentang Continental Shelf, menggoncangkan dunia pada waktu itu, terutama
dunia hukum internasional.21 Selanjutnya ialah momentum diselenggarakannya
Konperensi Hukum Laut di Jenewa tahun 1958. Prof.Dr. Mochtar
Kusumaatmadja, SH, LL.M, tentang hal ini mengemukakan bahwa :
" ... Konvensi-konvensi Hukum Laut Jenewa tahun 1958 telah berhasil untuk merumuskan suatu perangkat ketentuan-ketentuan hukum laut publik yang menyesuaikan asas-asas dan kaidah hukum laut tradisionil kepada perkembangan masyarakat dunia yang disebabkan oleh perubahan peta bumi politik, bertambah tergantungnya umat manusia pada laut dan kemajuan teknologi. Dalam artian ini Hukum Laut Internasional Publik sebagaimana telah dirumuskan dalam Konvensi-konvensi Jenewa tahun 1958 tentang Hukum Laut dapat disebutkan Hukum Laut Internasional masa kini (modern)".22
Memang ada pula hal yang gagal dirumuskan di dalam Konperensi Hukum
Laut di Jenewa tahun 1958, yakni gagal mencapai kata sepakat untuk menetapkan
lebar laut teritorial yang seragam bagi semua negara. Barulah dalam Hukum Laut
Internasional 1974 -1982 yang juga diprakarsai oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa,
berhasil mencapai kesepakatan mengenai lebar laut teritorial, yakni maksimum 12
(dua belas) mil laut dari pantai yang diukur dari garis pangkal. 23
21 Mochtar Kusumaatmadja, Bunga Rampai Hukum Laut, Op Cit, hal. 90.
22 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Laut Internasional, Ibid, hal. 180.
23 I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, Mandar Mujur, Bandung, 1990, hal. 108.
11
BAB III
P E M B A H A S A N
Dalam sistem Hukum Laut Indonesia pada khususnya dan Hukum
Indonesia umumnya diatur tentang pencemaran laut, hal ini tentu saja mengacu
pada ketentuan konstitusional di Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam
alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi : "Kemudian dari pada itu
untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, ... ".24
Ketentuan konstitusional lainnya yang menjadi dasar hukum ialah Pasal 33
ayat (1) UUD 1945 mengenai hak menguasai dari negara terhadap bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk dipergunakan bagi
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia.
Dalam rangka pembahasan tentang pencemaran laut di dalam sistem
hukum di Indonesia, adalah tidak hanya terbatas pada Hukum Laut yang mengatur
tentang pencemaran laut, melainkan pula pelbagai hukum yang lain seperti yang
termasuk ke dalam Hukum Lingkungan. Untuk itu, penulis ketengahkan beberapa
ketentuan perundang-undangan modern di Indonesia yang mengatur pencemaran
laut sejak tahun 1960-an, antara lainnya ialah :
1. Undang-undang No. 4 Prp. tahun 1960 tentang Perairan Indonesia (telah
dirubah dengan UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia).
2. Undang-undang No. 19 tahun 1960 tentang Persetujuan atas 3 (tiga) Konvensi
Jenewa Tahun 1958.
3. Undang-undang No. 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia.
4. Undang-undang No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup (telah dirubah dengan UU No. 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup).
5. Undang-undang No. 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
6. Undang-undang No. 9 tahun 1985 tentang Perikanan
24 Periksa UUD 1945 (Pembukaan).
12
7. Undang-undang No. 17 tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations
Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Hukum Laut)
8. Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya
9. Undang-undang No. 21 tahun 1992 tentang Pelayaran.
Selain pelbagai ketentuan perundang-undangan itu masih banyak
ketentuan perundangan maupun peraturan-peraturan pelaksanaannya yang
mengatur dan berkaitan dengan penanganan masalah pencemaran laut, antara lain
pelbagai ketentuan mengenai Garis Batas Landas Kontinen antara Indonesia
dengan negara-negara tetangga, Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1962 tentang
Lalu Lintas Damai Kendaraan Air Asing Dalam Perairan Indonesia.
Dalam Undang-undang No. 4 Prp. tahun 1960 tentang Perairan Indonesia,
tidak ditemukan istilah dan ketentuan mengenai pencemaran laut, tetapi menurut
penulis undang-undang ini menjadi landasan hukum yang penting dari segi
kewilayahan dan sebagai tindak lanjut dari Deklarasi 13 Desember 1957. Dari segi
kewilayahan ini menentukan batas-batas yurisdiksi Negara Republik Indonesia,
khususnya di laut; serta sebagai perubahan mendasar terhadap ketentuan dari
"Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonnantie 1939". Oleh Prof. Dr.
Mochtar Kusumaatmadja, SH, LL.M, tentang hal ini dikemukakannya bahwa :
"Secara teknis hukum atau perundang-undangan perubahan yang diadakan dengan pasal 1 Undang-undang No. 4/Prp. tahun 1960 ini sebenarnya tidak seberapa yaitu hanya merubah Pasal 1 ayat, angka 1 sampai dengan angka 4 dari 'Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonnantie 1939' (Staatsblad 1939 No. 442) saja. Tetapi perubahan yang di akibatkannya pada struktur dan luas wilayah yang jatuh di bahwa kedaulatan Indonesia sangat besar. Menurut perhitungan kasar cara penetapan batas perairan Indonesia menurut cara di atas, menjadikan luas wilayah negara Indonesia yang tadinya 2.027.087 km (daratan) menjadi kurang lebih 5.193.250 km (daratan dan lautan), jadi suatu penambahan wilayah berupa perairan nasional (laut) sebesar kurang lebih 3.166.163 km".25
Bertolak dari kejelasan yurisdiksi Indonesia di laut berdasarkan pada
Undang-undang No. 4 Prp. tahun 1960 inilah yang menjadi undang-undang
25 Mochtar Kusumaatmadja, Perkembangan Hukum Laut Indonesia Dewasa Ini, Binacipta, Cetakan Pertama, Bandung, 1975, hal. 9-10.
13
organik yang menjadi dasar bagi perundang-undangan lainnya seperti tercantum
dalam Konsiderans "Mengingat" Angka 4 dari Undang-undang No. 1 tahun 1973
tentang Landas Kontinen Indonesia, dalam Konsiderans "Mengingat" Angka 3
dari Undnag-undang No. 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia.
Beberapa ketentuan perundangan secara langsung merujuk pada ketentuan
Pasal 33 UUD 1945 sebagaimana tampak pada Konsiderans "Mengingat" Angka 1
dari Undang-undang No. 4 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup, maupun dalam Konsiderans "Mengingat" pada
Undang-undang No. 9 tahun 1985 tentang Perikanan. Sedangkan Undang-undang
No. 21 tahun 1992 tentang Pelayaran, selain merujuk pada Konsiderans
"Mengingat" dengan Pasal 33 UUD 1945, juga secara tersurat tidak terpisahkan
dari pelbagai peraturan tentang Hukum Laut Indonesia. Hal mana tampak dalam
Pasal 1 Angka 3 Undang-undang No. 21 tahun 1992 yang menyatakan :
"Perairan Indonesia adalah perairan yang meliputi laut wilayah, perairan kepulauan, perairan pedalaman sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 4 Prp. tahun 1960 tentang Perairan Indonesia jo. Undang-undang No. 17 tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut), serta perairan daratan".26
Dalam rangka pembahasan tentang pencemaran di lingkungan laut di
Indonesia berdasarkan ketentuan perundang-undangan di atas, pertama tampak
dalam Undang-undang No. 21 tahun 1992 tentang Pelayaran yang pada Bab VIII
tentang Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Oleh Kapal, misalnya
dalam Pasal 65 ayat-ayatnya menyatakan sebagai berikut :
(1) Setiap kapal dilarang melakukan pembuangan limbah atau bahan lain apabila
tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
(2) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah".27
26 Periksa UU No. 21/1992 tentang Pelayaran.
27 I b i d.
14
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 65 adalah suatu tindak pidana yang
diancam berdasarkan pada Pasal 119 ayat-ayatnya berbunyi sebagai berikut :
(1) Barangsiapa melakukan pembuangan limbah atau bahan lain dari kapal yang
tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda
sebesar-besarnya Rp. 120.000.000, (seratus dua puluh juta rupiah).
(2) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1)
mengakibatkan rusaknya lingkungan hidup atau tercemarnya lingkungan
hidup dipidana dengan pidana penjara paling tinggi lamanya 10 (sepuluh)
tahun atau denda setinggi-tingginya Rp. 240.000.000,- (dua ratus empat puluh
juta rupiah)". 28
Pencemaran lingkungan laut juga diatur di dalam Bab V yang berjudul
"Pencemaran" dalam Undang-undang No. 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen
Indonesia serta demikian pula dalam Bab VII tenKeng Ketentuan Pidana dari
Undang-undang No. 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia,
juga mengancam tindak pidana pencemaran lingkungan hidup di Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia.
Adapun ketentuan lain yang menyangkut pencemaran lingkungan pada
umumnya seperti yang diatur dalam Undang-undang No. 4 tahun 1982 merupakan
bagian dari pengaturan pencemaran lingkungan hidup pada umumnya dan
berkaitan dengan lingkungan laut khususnya. Ketentuan-ketentuan ini secara
keseluruhan adalah sistem Hukum Nasional yang mengatur tentang pencemaran
laut yang utama dalam dan menurut sistem Hukum Nasional.
Sebagai suatu negara yang merdeka dan berdaulat, Negara Republik
Indonesia adalah anggota masyarakat internasional yang tak terpisahkan dari
pergaulan dan tatanan masyarakat internasional. Negara Republik Indonesia tidak
dapat mengabaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat internasional
di mana Indonesia merupakan bagiannya.
Demikian pula dalam tatanan dan sistem Hukum dan Hubungan
Internasional mempunyai kaitan yang erat dengan tatanan dan Sistem Hukum
28 I b i d.
15
Nasional. Ini berarti bahwa Hukum Nasional bukan satu-satunya sumber hukum
yang berlaku di Indonesia.
Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH, LL.M, tentang hal ini
mengemukakan bahwa hubungan antara hukum nasional dengan hukum
internasional adalah bahwa apabila kita menghendaki adanya masyarakat
internasional yang aman dan sejahtera maka mau tidak mau kita harus mengakui
adanya hukum internasional yang mengatur masyarakat internasional.29
Dalam rangka hubungan antara Sistem Hukum Nasionalte, khususnya
yang mengatur tentang pencemaran laut dengan hukum pencemaran laut
internasional ialah bahwa sejumlah perundang-undangan yang telah penulis
kemukakan sebelumnya baik yang bersangkutan dengan Hukum Laut misalnya
Undang-undang No. 4 Prp. tahun 1960, Undang-undang No. 1 tahun 1973, dan
lain-lainnya, maupun bersangkutan dengan Lingkungan Hidup misalnya Undang-
undang No. 4 tahun 1982, Undang-undang No. 5 tahun 1990 tidak hanya menjadi
satu-satunya sumber hukum yang berlaku di Indonesia, tetapi juga berbagai
ketentuan internasional yang lainnya, teristimewa yang telah diratifikasikan oleh
Negara Indonesia.
Dapat disebutkan di sini ialah ketentuan Hukum Internasional baik Laut
maupun Lingkungan Hidup Internasional yang juga berlaku dan berkaitan erat
dengan Sistem Hukum Nasional di Indonesia ialah Undang-undang No. 19 tahun
1961 tentang persetujuan atas 3 (tiga) Konvensi Jenewa tahun 1958 dan Undang-
undang No. 17 tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the
Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut).
Beberapa Konvensi ini merupakan ketentuan Hukum Internasional yang berlaku
pula di Indonesia melalui proses ratifikasinya.
Contoh lainnya yang dapat dikemukakan ialah ketentuan dalam Pasal 4
Huruf a Undang-undang No. 23 tahun 1997 yang berbunyi : "Pengelolaan
lingkungan hidup bertujuan terlindunginya negara terhadap dampak kegiatan di
luar wilayah negara yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan".30
29 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Op Cit, hal. 86.30 Periksa UU No. 23/1997.
16
Tidak dapat disangkal bahwa pencemaran laut telah menjadi bagian yang
penting pengaturannya, baik menurut Hukum Laut Internasional maupun menurut
Hukum Laut Indonesia, termasuk pula di dalamnya ketentuan yang diatur menurut
Undang-undang No. 23 tahun 1997. Pencemaran laut semakin penting artinya
dalam konteks wilayah negara Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang
sebagian besar luas wilayahnya terdiri atas lautan. Dari aspek geostrategis juga
menyebabkan wilayah Indonesia menjadi persilangan lalu lintas laut yang
membuka kemungkinan timbulnya pencemaran laut misalnya karena tabrakan
kapal-kapal atau kandasnya kapal.
17
BAB IV
P E N U T U P
A. KESIMPULAN
Dari uraian pada bab-bab yang sebelumnya maka dirumuskan kesimpulan-
kesimpulan sebagai berikut :
1) Pencemaran laut adalah bentuk khusus dari pencemaran lingkungan pada
umumnya, dan terjadi di laut. Rumusan baku tentang "Pencemaran lingkungan
laut" (Pollution of the marine environment) menurut Konvensi Hukum Laut
tahun 1982 berarti : dimasukkannya oleh manusia, secara langsung atau tidak
langsung, bahan atau energi ke dalam lingkungan laut, termasuk kuala, yang
mengakibatkan atau mungkin membawa akibat buruk sedemikian rupa seperti
kerusakan pada kekayaan hayati laut dan kehidupan di laut, bahaya bagi
kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan-kegiatan di laut termasuk
penangkapan ikan dan penggunaan yang sah lainnya, penurunan kualitas
kegunaan air laut dan pengurangan kenyamanannya.
2) Sumber-sumber pencemaran laut merupakan sumber atau asal dari mana
datangnya pencemaran laut, dan salah satu sumber pencemaran laut yang
utama ialah kecelakaan kapal laut khususnya tanker yang mengakibatkan
tumpahnya minyak bumi ke laut sekitarnya.
3) Pencemaran laut menurut Sistem Hukum Nasional erat kaitannya dengan
pencemaran internasional, oleh karena Indonesia sebagai negara kepulauan
sebagai anggota dari masyarakat internasional.
B. SARAN
1) Perlu menumbuh-kembangkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya
lingkungan hidup, khususnya di lingkungan laut Indonesia. Sebagai negara
kepulauan, aspek-aspek yang bertalian dengan laut dan kelautan harus tampil
18
menonjol disertai dengan rasa memiliki yang tinggi di kalangan masyarakat
terhadap laut.
2) Perlu lebih ditingkatkan fungsi pengawasan dan pencegahan bahaya dan
ancaman pencemaran lingkungan laut. Tersedianya sarana dan prasarana serta
profesionalisme di kalangan aparat, sangat diperlukan. Dalam rangka ini
fungsi hukum dan penegakan hukum adalah mutlak ditegakkan.
3) Perlu memperketat pengawasan kapal-kapal tanker berukuran raksasa agar
hanya melewati alur-alur laut tertentu dengan tindakan pengamanan dan
pengawasan yang ketat.
19
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Pengantar Hukum Lingkungan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Cetakan Ke-3, Bandung, 1990.
Arief Nurdu'a, M., Nursyam B., Sudharsono, Hukum Lingkungan; Perundang-undangan Serta Berbagai Masalah Dalam Penegakannya, Citra Aditya Bakti, Cetakan Pertama, Bandung, 1993.
Budiarto, M., Wawasan Nusantara Dalam Peraturan Perundang-undangan Negara Republik Indonesia, Ghalia Indonesia, Cetakan Pertama, Jakarta, 1980.
Danusaputro, St. Munadjat, Hukum Lingkungan, Buku II : Nasional, Bina cipta, Cetakan Pertama, Bandung, 1981.
--------, Wawasan Nusantara Dalam Konvensi Hukum Laut PBB Tahun 1982, Buku VIII, Alumni, Bandung, 1983.
Kantaatmadja, Komar, Bunga Rampai Hukum Lingkungan Laut Internasional, Alumni, Bandung, 1982.
--------, Masalah Pencegahan Pencemaran Laut dan Hak Lintas Damai (Innocent Passage), Pro Justitia, No. Keempat, Bandung, 1979.
Kusumaatmadja, Mochtar, Perkembangan Hukum Laut Indonesia Dewasa Ini, Bina cipta, Cetakan Pertama, bandung, 1975.
--------, Pengantar Hukum Internasional, Bina cipta, Cetakan Ke-2, Bandung, 1978.
--------, Hukum Laut Internasional, Binacipta, Cetakan Ke-2, Bandung, 1982.
--------, Bunga Rampai Hukum Laut, Binacipta, Bandung, 1978.
--------, Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan Laut Dilihat Dari Sudut Hukum Internasional, Regional dan Nasional, Sinar Grafika, Cetakan Pertama, Jakarta, 1992.
Likadja, Frans, Bunga Rampai Hukum Internasional, Binacipta, Cetakan Pertama, Bandung, 1987.
20
Misbach Muhjidin, Atje, Status Hukum Perairan Kepulauan Indonesia dan Hak Lintas Damai Kapal Asing, Alumni, Cetakan Pertama, Bandung, 1993.
Parthiana, I Wayan, Pengantar Hukum Internasional, Mandar Maju, Cetakan Pertama, Bandung, 1990.
Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Laut Bagi Indonesia, Sumur Bandung, Cetakan Ke-6, Bandung, 1976.
Silalahi, Daud, Pengaturan Hukum Lingkungan Laut Indonesia dan Implikasinya Secara Regional, Sinar Harapan, Cetakan Pertama, Jakarta, 1992.
--------, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Alumni, Cetakan Pertama, Bandung, 1992.
Soedjono D., Pengamanan Hukum Terhadap Pencemaran Lingkungan Akibat Industri, Alumni, Bandung, 1979.
Sumber-sumber lainnya :- UUD 1945.- UU No. 4 Prp. tahun 1960 tentang Perairan Indonesia.- UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.- UU No. 19 tahun 1961 tentang Persetujuan 3 (tiga) Konvensi Jenewa
Tahun 1958.- UU No. 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia.- UU No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup.- UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.- UU No. 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
21