33
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih kontroversial dalam ilmu kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum ada, selalu berubah. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif. Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup. KETUBAN PECAH DINI Page 1

ketuban pecah dini

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ketuban pecah dini

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangPengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih kontroversial dalam ilmu kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum ada, selalu berubah. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif.

Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup.

Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu : pertama, infeksi, karena ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi. Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada KPD, flora vagina yang normal ada bisa menjadi patogen yang akan membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Oleh karena itu membutuhkan pengelolaan yang agresif seperti diinduksi untuk mempercepat persalinan dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan resiko terjadinya infeksi. Kedua adalah kurang bulan atau prematuritas, karena KPD sering terjadi pada kehamilan kurang bulan. Masalah yang sering timbul pada bayi yang kurang bulan adalah gejala sesak nafas atau respiratory Distress Syndrom (RDS) yang disebabkan karena belum masaknya paru.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DefinisiKetuban Pecah Dini ( amniorrhexis premature rupture of the membrane PROM ) adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan. Secara klinis diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan dalam waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian untuk kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu yang disediakan untuk melakukan pengamatan adanya tanda-tanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu maka peristiwa tersebut disebut KPD Preterm (PPROM = preterm premature rupture of the membrane - preterm amniorrhexis.Spontaneous Premature Rupture Of the Membranes (SPROM) adalah pecahnya ketuban setelah atau pada awal persalinan.Prolonged Rupture Of the Membranes adalah setiap pecahnya membran yang berlangsung selama lebih dari 24 jam dan sebelum awal persalinan.

Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before the onset of labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum permulaan persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar (1998) mengatakan bahwa KPD adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hakimi (2003) mendefinisikan KPD sebagai ketuban yang pecah spontan 1 jam atau lebih sebelum dimulainya persalinan. Sedangkan menurut Yulaikah (2009) ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan setelah ditunggu satu jam belum terdapat tanda persalinan. Waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi rahim disebut ketuban pecah dini (periode laten). Kondisi ini merupakan penyebab persalinan premature dengan segala komplikasinya2.2 Epidemiologi

Menurut data yang diperoleh dari Medical Record Rumah Sakit Umum Daerah Syekh Yusuf Gowa dengan jumlah persalinan pada tahun 2011 sebanyak 2.738 orang, adapun persalinan dengan Ketuban Pecah Dini sebanyak 101 orang (3,68 %). Sedangkan kejadian Ketuban Pecah Dini pada tahun 2012 mengalami peningkatan yaitu sebanyak 248 orang dari 1930 persalinan.

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2010, memperkirakan angka kematian ibu lebih dari 300-400/100.000 kelahiran, yang disebabkan oleh perdarahan 28%, ketuban pecah dini 20%, eklampsia 12%, abortus 13%, partus lama 18%, dan penyebab lainnya 2%.

2.3 Struktur Anatomi Selaput Ketuban

Amnion manusia terdiri dari lima lapisan yang berbeda dan tidak mengandung pembuluh darah atau saraf. Lapisan terdalam, terdekat janin, adalah epitel amnion. Sel epitel ketuban mengandung jenis kolagen III dan IV dan glikoprotein noncollagenous (laminin, nidogen, dan fibronektin) yang membentuk membran basal.

Lapisan kompak jaringan ikat berdekatan dengan membran basal membentuk kerangka berserat utama amnion. Kolagen dari lapisan kompak ini, disekresikan oleh sel-sel mesenchymal di lapisan fibroblast. Interstitial kolagen (tipe I dan III) mendominasi dan membentuk bundel paralel yang menjaga integritas mekanik amnion.

Lapisan fibroblast adalah lapisan yang paling tebal dari amnion, yang terdiri dari sel-sel mesenchymal dan makrofag dalam matriks ekstraseluler. Kolagen pada lapisan ini membentuk jaringan longgar dengan glikoprotein noncollagenous.

Lapisan intermediet (lapisan spons, atau zona spongiosa) terletak di antara amnion dan korion. Merupakan lapisan stress absorber. Pada lapisan ini banyak terdapat proteoglikan dan glikoprotein terhidrasi yang membuat lapisan ini tampak seperti "spons" pada preparasi histologis, dan mengandung anyaman nonfibrillar kolagen tipe III. Lapisan intermediet menyerap tekanan fisik dengan membiarkan amnion untuk slide pada, dan melekat kuat pada desidua maternal.

Meskipun korion lebih tebal dari amnion, amnion memiliki gaya tarik yang lebih besar. Chorion ini menyerupai selaput epitel pada umumnya, dengan polaritas yang diarahkan ke desidua maternal. Saat kehamilan berlanjut, vili trofoblastik dalam lapisan chorionic mengalami regresi.Gambar 1. Selaput ketuban2.4 Fungsi Selaput KetubanSelaput ketuban dan air ketuban berfungsi dalam pertumbuhan dan perkembangan janin. Fungsi air ketuban adalah sebagai medium sehingga janin dapat bergerak bebas dan sebagai bantalan untuk meredam dan mencegah dari benturan. Selain itu air ketuban juga berfungsi untuk mempertahankan suhu tubuh janin dan bekerja hidrostatik pada saat persalinan untuk memperluas ruang saluran serviks.2.5 EtiologiPenyebab KPD menurut Manuaba 2009 dan Morgan 2009 meliputi :

1. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, dan kelainan genetik)

2. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban seperti infeksi genitalia dan meningkatnya enzim proteolitik. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadinya kontraksi disebut fase laten. Makin panjang fase laten makin tinggi kemungkinan infeksi. Makin muda usia kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin dan komplikasi ketuban pecah dini meningkat.

3. Multipara, grandemultipara, pada kehamilan yang terlalu sering akan mempengaruhi proses embriogenesis sehingga selaput ketuban yang terbentuk akan lebih tipis dan yang akan menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum tanda tanda inpartu.4. Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda, dan sevalopelvik disproporsi. Hidramnion atau sering disebut polihidramnion adalah banyaknya air ketuban melebihi 2000 cc. Hidramnion dapat terjadi pada kasus anensefalus, atresia esophagus, gemeli, dan ibu yang mengalami diabetes melitus gestasional. Ibu dengan diabetes melitus gestasional akan melahirkan bayi dengan berat badan berlebihan pada semua usia kehamilan sehingga kadar cairan amnion juga akan berlebih. Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih sehingga kemungkinan terjadinya hidramnion bertambah 10 kali lebih besar.

5. Merokok selama kehamilan6. Inkompetensi serviks (leher Rahim)menyebabkan dinding ketuban yang paling bawah mendapatkan tekanan yang semakin tinggi.

Inkompetensi serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Serviks memiliki suatu kelainan anatomi yang nyata, yang bisa disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan congenital pada serviks sehingga memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi.27. Peningkatan tekanan inta uterin

Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :

a. Trauma : hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis

b. Gemelli

Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadikarena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.68. Makrosomia

Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang, tipis, dan kekuatan membrane menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.69. Penyakit infeksi

.Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini. Membrana khorioamniotik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik.Infeksi merupakan faktor yang cukup berperan pada persalinan preterm dengan ketuban pecah dini. Grup B streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis.310. Riwayat persalinan dengan KPD sebelumnya: resiko 2-4x.2.6 Mekanisme Pecah Ketuban Sebelum dan Selama Persalinan

Pecahnya ketuban selama persalinan disebabkan terjadinya kelemahan dari seluruh bagian ketuban karena kontraksi rahim dan peregangan yang berulang. Kelemahan tersebut lebih sulit untuk ditentukan ketika membran pecah sebelum waktunya, dibandingkan dengan membran tersebut yang secara buatan pecah selama persalinan.

Membran yang ruptur prematur, muncul menjadi focally defective. Daerah dekat tempat ruptur, terjadi pembengkakan dan gangguan jaringan kolagen fibriler dalam lapisan kompak, fibroblast, dan lapisan spons.2.7 Perubahan Kandungan / Komposisi Kolagen, Struktur, dan Katabolisme

Mengenai masalah kekuatan tarik membran janin melibatkan keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks ekstraseluler. Beberapa peneliti menemukan bahwa perubahan dalam membran, termasuk penurunan kadar kolagen, struktur kolagen berubah, dan peningkatan aktivitas collagenolytic, berhubungan dengan ketuban pecah dini.

2.8 Gangguan Jaringan Ikat dan Kekurangan Gizi Sebagai Faktor Risiko

Meskipun ada beberapa peneliti yang bertentangan mengenai perubahan komposisi kolagen janin-membran selama kehamilan, penurunan kandungan kolagen membran atau perubahan struktur kolagen mungkin mendahului pecahnya membran.

Gangguan jaringan ikat dikaitkan dengan selaput janin lemah dan peningkatan insiden prematur pecah dini membran. Sindrom Ehlers-Danlos, gangguan yang diturunkan, yang ditandai dengan hyperelasticity kulit dan sendi, disebabkan oleh adanya defek dalam sintesis struktur kolagen. Di antara 18 pasien dengan sindrom Ehlers-Danlos, ada 13 pasien (72%) yang mengalami ketuban pcah dini. Kehamilan di mana janin terkena dengan sindrom Ehlers-Danlos adalah contoh dari ketuban pecah dini terkait dengan abnormal struktur dan kandungan kolagen.

Kekurangan gizi dapat mempengaruhi perubahan struktur kolagen yang abnormal dan hal tersebut telah dikaitkan dengan peningkatan risiko ketuban pecah dini. Collagen cross-link, terbentuk dalam serangkaian reaksi diprakarsai oleh lysyl oxidase, meningkatkan kekuatan tarik serat kolagen. Lysyl oksidase diproduksi oleh sel mesenchymal ketuban, yang terdapat lapisan kompak kolagen amnion.

Lysyl oksidase adalah copper-dependen enzyme, dan wanita dengan ketuban pecah dini memiliki konsentrasi tembaga atau copper yang lebih rendah dalam serum ibu dan tali pusat daripada wanita yang selaput janin secara artifisial pecah selama persalinan.

Demikian pula, wanita dengan konsentrasi serum rendah asam askorbat, yang diperlukan untuk pembentukan struktur heliks kolagen, memiliki tingkat yang lebih tinggi ketuban pecah dini dibandingkan dengan konsentrasi serum normal. Tembakau pada rokok, secara independen dapat meningkatkan risiko prematur ketuban pecah dini, oleh karena terjadi penurunan konsentrasi serum asam askorbat.

Selain itu, kadmium dalam tembakau telah terbukti dapat meningkatkan metal-binding protein metallothionein dalam trofoblas, yang dapat mengakibatkan penyerapan tembaga. Hal ini menunjukkan bahwa, penurunan ketersediaan tembaga dan asam askorbat dapat menyebabkan abnormal struktur kolagen membran ketuban pada perokok. Secara keseluruhan, penurunan Collagen cross-link (mungkin karena kekurangan makanan atau perilaku hidup yang salah) dapat mempengaruhi perempuan untuk pecah ketuban.

2.9 Peningkatan Degradasi Kolagen

Ketuban pecah dini terjadi karena meningkatnya apoptosis dari komponen sel dari membran fetal dan juga peningkatan dari enzim protease tertentu. Kekuatan membran fetal adalah dari matriks ekstraselular amnion. Kolagen interstitial terutama tipe I dan tipe III yang dihasilan dari sel mesenkim juga penting dalam mempertahankan kekuatan membran fetal.

Matriks metalloprotease (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlibat dalam remodeling tissue dan degenerasi kolagen. MMP 2, MMP 3, dan MMP 9 ditemukan dengan konsentrasi tinggi pada kehamilan dengan ketuban pecah dini. Aktivasi protease ini di inhibisi oleh tissue inhibitor of matrix metalloprotease (TIMPs). TIMPs ini pula rendah dalam cairan amnion pada wanita dengan ketuban pecah dini. Peningkatan enzim protease dan penurunan inhibitor mendukung bahwa enzim ini mempengaruhi kekuatan membran fetal.2.10 Faktor Klinis yang Berhubungan Dengan Collagen Degradasi dan Ketuban Pecah Dini

Dokter kandungan telah lama memperdebatkan apakah infeksi intrauterin merupakan penyebab atau akibat dari pecah dini membran janin. Ada bukti tidak langsung bahwa infeksi saluran genital sebagai penyebab pecahnya selaput ketuban pada hewan dan manusia. Pada servik kelinci hamil, disuntikan Escherichia coli menghasilkan kultur positif E. coli dalam jaringan cairan ketuban dan desidua dari 97 persen dari hewan yang dirawat mengalami kelahiran prematur. Sebaliknya, pada servik kelinci hamil disuntikan saline/garam tidak ada infeksi atau kelahiran prematur. Identifikasi mikroorganisme patologis dalam flora vagina manusia segera setelah pecah ketuban menyediakan dukungan untuk konsep bahwa infeksi bakteri mungkin memiliki peran dalam patogenesis pecah ketuban.

Data epidemiologis menunjukkan hubungan antara kolonisasi pada saluran genital oleh kelompok B Strepto - kokus, Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae, dan mikroorganisme yang menyebabkan vaginosis bakteri ( anaerob vagina , Gardnerella vaginalis , spesies Mobiluncus , dan mycoplasmas genital ) akan terjadi peningkatan risiko ketuban pecah dini membranes. Selanjutnya , dalam beberapa studi pengobatan wanita yang terinfeksi dengan antibiotik menurunkan tingkat prematur pecah dini membran.2.11 Infeksi

Infeksi intrauterin dapat mempengaruhi pecahnya selaput janin melalui beberapa mekanisme, yang masing-masing menyebabkan degradasi matriks ekstraseluler. Beberapa organisme yang biasa terdapat dalam flora vagina, termasuk B streptokokus grup, Staphylococcus aureus, Trichomonas vaginalis, dan mikroorganisme yang menyebabkan vaginosis bakteri, mensekresikan protease yang dapat mendegradasi kolagen dan melemahkan membran janin. Dalam sistem dalam tabung percobaan, proteolisis dari membran matriks janin dapat dihambat dengan penambahan antibiotik

Respon inflamasi host terhadap infeksi bakteri merupakan mekanisme potensial yang mungkin dapat menjelaskan hubungan antara infeksi bakteri pada saluran genital dan pecah dini membran . Respon inflamasi dimediasi oleh neutrofil polimorfonuklear dan makrofag yang selanjutnya akan ke lokasi infeksi dan menghasilkan sitokin, matriks metalloproteinase, dan prostaglandin . Sitokin inflamasi , termasuk interleukin - 1 dan tumor necrosis factor , diproduksi oleh monosit terstimulasi , dan sitokin ini meningkatkan MMP - 1 dan MMP 3 yang akan mendegradasi kolagen fibril. Infeksi bakteri dan respon inflamasi host juga menginduksi produksi prostaglandin oleh selaput janin , yang diduga meningkatkan risiko prematur pecah dini membran dengan menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen dalam membran. Strain tertentu dari bakteri vagina memproduksi fosfolipase A2 , yang melepaskan prekursor prostaglandin asam arakidonat dari membran fosfolipid dalam amnion.

Komponen lain dari respon host terhadap infeksi adalah produksi glukokortikoid. Dalam sebagian besar jaringan, aksi antiinflamasi glukokortikoid diperantarai oleh penekanan produksi prostaglandin. Namun, pada amnion, glukokortikoid anehnya merangsang produksi prostaglandin. Selain itu, deksametason mengurangi sintesis fibronektin dan kolagen tipe III dalam kultur utama sel epitel amnion. Temuan ini menunjukkan bahwa glukokortikoid dihasilkan sebagai respons terhadap stres infeksi mikroba memfasilitasi pecahnya selaput janin.

2.12 Kematian Sel Terprogram

Amnion dan chorion manusia yang diperoleh setelah pecah dini membran mengandung banyak sel apoptosis di tempat yang berdekatan dengan situs ruptur dan sel apoptosis sedikit di daerah lain dari membran. Selain itu, dalam kasus-kasus korioamnionitis, sel-sel epitel ketuban apoptosis tampak bersamaan dengan granulosit, menunjukkan bahwa respon imun host dapat mempercepat kematian sel dalam membran janin.

Fungsi cairan amnion

1. Proteksi : Melindungi janin terhadap trauma dari luar

2. Mobilisasi : Memungkinkan ruang gerak bagi bayi

3. Hemostatis : Menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam basa (Ph)

4. Mekanik : Menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruang intrauteri

5. Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cairan steril sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahirMekanisme KPD menurut Manuaba 2009 antara lain :

1. Terjadinya premature serviks.

2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi

a. Devaskularisasi

b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan

c. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang

d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan adanya infeksi yang mencegah enzim proteolitik dan enzim kolagenase.

2.13 DiagnosisDiagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.

1. Anamnesis

Dari anamnesis dapat menegakkan 90% dari diagnosis. Kadang kala cairan seperti urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita merasa basah dari vaginanya atau mengeluarkan cairan banyak dari jalan lahir.

2. Inspeksi

Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah, dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin jelas.

3. Pemeriksaan Inspekulo

Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena pemeriksaan dalam seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi, cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, bau, dan PH nya, yang dinilai adalah

Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari serviks. Dilihat juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas janin. Bau dari amnion yang khas juga harus diperhatikan.

Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung diangnosis KPD. Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien untuk batuk untuk memudahkan melihat pooling

Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test. Kertas lakmus akan berubah menjadi biru jika PH 6 6,5. Sekret vagina ibu memiliki PH 4 5, dengan kerta nitrazin ini tidak terjadi perubahan warna. Kertas nitrazin ini dapat memberikan positif palsu jika tersamarkan dengan darah, semen atau vaginisis trichomiasis.4. Mikroskopis (tes pakis).

Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih samar dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks posterior. Cairan diswab dan dikeringkan diatas gelas objek dan dilihat dengan mikroskop. Gambaran ferning menandakan cairan amnion5. Dilakukan juga kultur dari swab untuk chlamydia, gonnorhea, dan stretococcus group BPemeriksaan Lab

1. Tes lakmus

2. Tes pakis

3. Pemeriksaan alpha fetoprotein (AFP), konsentrasinya tinggi didalam cairan amnion tetapi tidak dicairan semen dan urin

4. Pemeriksaan darah lengkap dan kultur Pemeriksaan USG

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban sedikit (Oligohidramnion atau anhidramnion). Oligohidramnion ditambah dengan hasil anamnesis dapat membantu diagnosis tetapi bukan untuk menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu dinilai amniotic fluid index (AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia janin.2.14 Penatalaksanaan

1. Konservatif

Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500mg atau eritromisin bila tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg selama 7 hari). Jika umur kehamilan kurang dari 32 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar. Jika usia kehamilan 32 37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif berikan dexametason, observasi tanda tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada usia kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi setelah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32 37 minggu berikan steroid untuk kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomietin tiap minggu. Dosis betametason 12mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam selama 4 kali.2. AktifKehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitoksin. Bila gagal seksio sesarea. Bila tanda tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan terminasi persalinan. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan pelviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil lakukan seksio sesarea. Bila skor pelviks > 5 lakukan induksi persalinan.

Catatan :

1. Riwayat medis: Waktu dan kuantitas bocor atau basah, minggu kehamilan, riwayat kehamilan dari PROM, dll

2. Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan fisik: Hindari pemeriksaan dalam kecuali persalinan aktif. Gunakan pemeriksaan spekulum steril untuk:

Periksa secara visual untuk servisitis, prolaps tali pusat, atau prolaps janin

Menilai dilatasi serviks dan penipisan

Mendapatkan kultur yang diperlukan

Secara visual memastikan diagnosis PROM

3. Test: jika diagnosis PROM tidak dapat ditegakkan secara visual:

Uji pH cairan dari vagina posterior forniks

Carilah apakah ada cairan yang keluar dari dari vagina posterior fornik

Pertimbangkan USG, untuk memeriksa volume cairan ketuban, untuk menilai berat janin, usia kehamilan, dan presentasi; untuk memeriksa kelainan anatomi.

Pertimbangkan AmniSure jika diagnosis dari PROM masih belum jelas setelah pemeriksaan fisik, nitrazine, dan tes pakis. (AmniSure adalah rapid slide test yang menggunakan metode immunochromatographic untuk mendeteksi jumlah alpha microglobulin-1 protein dalam cairan vagina.)

PPROM (pada usia kehamilan < 24 mgg)

Untuk PPROM pada usia gestasi 100.4 F atau> 37,8 C): Paling sering 2. Takikardia ibu yang signifikan (> 120 denyut / menit)

3. Takikardia janin (> 160-180 denyut / menit)

4. Purulen atau berbau cairan ketuban atau cairan vagina

5. Nyeri tekan pada uterus6. Leukositosis ibu (jumlah leukosit darah hitung> 15,000-18,000 sel / uL)

Risiko sepsis neonatal meningkat ketika setidaknya 2 dari kriteria di atas.Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.7 Komplikasi Ibu:

Endometritis

Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)

Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak)

Syok septik sampai kematian ibu.

Komplikasi Janin

Asfiksia janin

Sepsis perinatal sampai kematian janin.

Gambar: Infeksi intrauterin progresif pasca ketuban pecah dini pada kehamilan prematurHipoksia dan AsfiksiaDengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.7Sindrom Deformitas Janin

Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan oelh kompresi muka dan anggota badan janin serta hipoplasi pulmonary.7

Gambar. Deformitas Janin2.16 PencegahanPada pasien perokok, diskusikan tentang pengaruh merokok selama kehamilan usaha untuk menghentikan, motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil, anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trimester akhir.2.17 Prognosis

Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada :

Usia kehamilan

Adanya infeksi / sepsis

Factor resiko / penyebab

Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan

Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat kehamilan, lebih sedikit bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi yang lahir antara 34 dan 37 minggu mempunyai komplikasi yang tidak serius dari kelahiran premature.BAB III

PENUTUP3.1Kesimpulan

Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih kontroversial dalam ilmu kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum ada, selalu berubah. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi.Penyebab ketuban pecah dini mempunyai dimensi multifaktorial dan mempunyai banyak penyebab sesuai dengan penjabaran diatas. Untuk diagnosis nya tidak sulit ditegakkan dengan keterangan terjadi pengeluaran cairan mendadak disertai bau yang khas. Selain keterangan yang disampaikan dapat dilakukan beberapa pemeriksaan yang menetapkan bahwa cairan yang keluar adalah air ketuban, diantaranya adalah tes ferning dan tes nitrazine.

Tata laksana penanganan, sebaiknya pasien dirawat di rumah sakit. Diberikan antibiotik,observasi tanda vital dan janin.Melakukan pemeriksaan air ketuban, kultur dan bakteri. Bila pre term Prematur ruptur of membran terjadi berikan kortikosteroid bila terdapat peningkatan suhu dan terjadi distres janin dapat dilakukan SC. Begitu juga pada Prom Hamil aterm dengan kelainan obstetrikyang tidak dapat dilakukan per vaginam SC adalah tindakan yang tepat.

Pada kehamilan aterm tanpa kelainan obstetrik dapat dilakukan persalinan pervaginam setelah melihat pematangan servik terlebih dahulu dengan bishop score. Bila servik sudah matang dengan bishop score diatas 5 dapat langsung diinduks dengan drip oksitosin, bila servik belum matang dapat dilakukan pematangan servik dengan Prostglandin. Bila induksi berhasil dapat dilakukan persalinan pervaginam, bila induksi gagal dengan berbagai macam penyebabnya dapat dilakukan SC.

Faktor Janin

Gemeli

Malposisi

Berat Janin berlebih

Faktor Ibu

Serviks Inkopeten

Multipara

Hidramnion

CPD, usia

Riwayat KPD

Merokok

KELEMAHAN DINDING MEMBRAN JANIN

RUPTURNYA MEMBRAN AMNION DAN KHORION SEBELUM TANDA TANDA PERSALINAN

KETUBAN PECAH DINI

INFEKSI PADA IBU

KETUBAN PECAH DINIPage 24