Upload
others
View
4
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
KESESUAIAN KEGIATAN WISATA
DALAM UPAYA PEMANFAATAN MANGROVE
DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
Oleh :
ACHMAD BAHARUDIN
26010118140067
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Kesesuaian Kegiatan Wisata dalam Upaya Pemanfaatan
Mangrove di Taman Nasional Karimunjawa
Nama : Achmad Baharudin
NIM : 26010118140067
Departemen : Sumberdaya Akuatik
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Tanggal ujian : 9 April 2021
Menyetujui,
Penguji Pembimbing
Nurul Latifah, S.Kel., M.Si
NIP. 19871202 201504 2 003
Dr. Ir. Frida Purwanti, M.Sc.
NIP. 19640225 198902 2 001
Mengetahui,
Ketua Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan
Ir. Siti Rudiyanti, M.Si
NIP. 19601119 198803 2 001
23/04/21
iii
ABSTRAK
Achmad Baharudin 26010118140067. Kesesuaian Kegiatan Wisata dalam
Upaya Pemanfaatan Mangrove di Taman Nasional Karimunjawa (Dr. Ir. Frida
Purwanti, M.Sc.)
Kawasan mangrove merupakan ekosistem yang memiliki manfaat ekologi
maupun ekonomi, salah satu fungsi ekologisnya yaitu dapat mencegah abrasi pada
kawasan pesisir, selain itu dapat digunakan untuk tempat wisata. Tujuan dari
Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini untuk mengetahui jenis kegiatan pemanfaatan
mangrove di Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ), jenis kegiatan wisata di
ekosistem mangrove TNKJ dan kesesuaian kegiatan wisata mangrove dengan
peraturan yang ada. Metode yang digunakan dalam kegiatan PKL ini yaitu
menggunakan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara semi
terstruktur dan dokumentasi. Tahap dari pelaksanakan PKL ini diawali dengan
koordinasi kegiatan PKL oleh pembimbing lapangan, kemudian tahap identifikasi
untuk mengetahui jenis mangrove, dilanjut dengan observasi lapangan untuk
mengetahui jenis pemanfaatan dan kegiatan wisata di ekosistem mangrove serta
mencari informasi mengenai kesesuaian kegiatan wisata di TNKJ. Kegiatan
wisata mangrove di TNKJ dilakukan dengan menyusuri jalur trekking mangrove
sambil mengenal jenis dan berswa-foto. Kegiatan pemanfaatan lain yang sering
dilakukan yaitu pengambilan kerang oleh penduduk sekitar. Kesesuaian kegiatan
wisata sudah sesuai dimana dalam Permenhut No 49 Tahun 2010 luasan yang
dimanfaatkan untuk bangunan sebesar 10% luasan yang ada, dan kegiatan wisata
dilakukan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan,
pendidikan lingkungan, wisata terbatas dan kegiatan lainnya yang menunjang
budidaya.
Kata Kunci: Mangrove, Wisata, Pemanfaatan, Kesesuaian
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan laporan Praktik Kerja
Lapangan dengan judul “Kesesuaian Kegiatan Wisata dalam Upaya Pemanfaatan
Mangrove di Taman Nasional Karimunjawa” dapat terselesaikan dengan baik.
PKL bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan dan menambahkan
wawasan terkait Kesesuaian Kegiatan Wisata dalam Upaya Pemanfaatan
Mangrove di Taman Nasional Karimunjawa.
Dalam penelitian in penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Frida Purwanti, M.Sc. selaku dosen pembimbing dalam
penyusunan laporan PKL ini,
2. Ir. Titi Sudaryanti, M. Sc. selaku kepala Balai Taman Nasional
Karimunjawa
3. Iwan Setiawan, S. H. selaku kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional
(SPTN) wilayah I Kemujan,
4. Surahman, S. H. selaku kepala SPTN wilayah II Karimunjawa
5. Karyanto, S. P. selaku pembimbing lapangan PKL di SPTN wilayah I
Kemujan
6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan PKL ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan PKL ini masih
sangat jauh dari sempurna. Karena itu, saran dan kritik demi perbaikan penulisan
laporan PKL ini sangat penulis harapkan. Semoga laporan PKL ini dapat diterima
dan bermanfaat bagi semua pihak.
Semarang, Maret 2021
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. ii
ABSTRAK ......................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
DAFTAR TABEL.............................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……………………………………………………….. 10
1.2. Tujuan ……………………………………………………………… 11
1.3. Manfaat ………………………………………………………………. 12
1.4. Waktu dan Tempat……………………………………………………. 12
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mangrove……………………………………………………………… 13
2.1.1. Ekosistem Mangrove …………………………………………. 13
2.1.2. Potensi Ekosistem Mangrove ………………………………… 14
2.1.3. Konservasi Mangrove………………………………………… 15
2.1.4. Jenis Mangrove……………………………………………….. 16
2.2. Taman Nasional Karimunjawa ………………………………………. 22
2.3. Wisata………………………………………………………………… 23
2.3.1 Wisata Alam - Mangrove …………………………………….. 23
III. MATERI DAN METODE 3.1. Materi ………………………………………………………………… 25
3.1.1. Alat dan Bahan ……………………………………………….. 25
3.2. Metode ……………………………………………………………… 25
3.2.1. Pengamatan Trekking Mangrove …………………………….. 25
3.2.2. Wawancara …………………………………………………… 26
3.2.3. Analisis Data …………………………………………………. 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil ………………………………………………………………….. 27
4.1.1. Gambaran Umum Lokasi Praktik Kerja Lapangan ……………. 27
4.1.2. Trekking Area Mangrove …………………………………….. 32
4.1.3. Jenis Pemanfaatan Mangrove ………………………………… 36
4.1.4. Jenis Kegiatan Wisata………………………………………… 39
4.1.5. Kesesuaian Pemanfaatan Mangrove untuk Kegiatan Wisata … 42
4.2. Pembahasan…………………………………………………………… 45
4.2.1. Jenis Pemanfaatan Mangrove…………………………………. 45
4.2.2. Jenis Kegiatan Wisata Mangrove …………………………….. 47
vi
4.2.3. Kesesuaian Jenis Wisata Mangrove ………………………….. 48
V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan…………………………………………………………… 50
5.2. Saran …………………………………………………………………. 50
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 52
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Peta lokasi PKL ............................................................................................... 28
2. Zonasi Taman Nasional Karimunjawa ............................................................ 30
3. Peta trekking mangrove................................................................................... 32
4. Gapura trekking mangrove .............................................................................. 34
5. Gedung pusat informasi .................................................................................. 34
6. Shelter trekking mangrove .............................................................................. 34
7. Menara pandang .............................................................................................. 35
8. Sunset area ...................................................................................................... 35
9. Toilet ............................................................................................................... 35
10. Papan informasi ............................................................................................. 36
11. Rumah genset ................................................................................................ 36
12. Trekking mangrove ....................................................................................... 37
13. Pengambil kerang di sekitar mangrove ......................................................... 38
14. Hutan mangrove ............................................................................................ 39
15. Grafik aktiftas pengunjung trekking mangrove di TNKJ 2018 .................... 40
16. Data pengunjung trekking mangrove 2019-2020 .......................................... 42
17. Formasi mangrove yang ada di TNKJ .......................................................... 44
18. Trekking yang rusak ...................................................................................... 49
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jenis Mangrove di TNKJ ................................................................................ 17
2. Zonasi Taman Nasional Karimunjawa. ........................................................... 31
3. Tingkat Kesesuaian Kegiatan Wisata di TNKJ ............................................... 45
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Dokumentasi Kegiatan PKL ........................................................................... 55
2. Surat Keterangan Praktik Kerja Lapangan …………………………………. 46
3. Logbook Praktik Kerja Lapangan ................................................................... 58
10
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mangrove tersebar di berbagai negara yang memiliki iklim tropis maupun
sub tropis. Indonesia merupakan negara maritim di daerah yang beriklim tropis
dan berbentuk kepulauan. Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai
tutupan hutan mangrove terluas, yaitu sekitar 3,7 juta hektar atau 26-29% dari
tutupan hutan mangrove dunia. Tutupan hutan mangrove di Indonesia semakin
turun hingga pada tahun 2016 tercatat seluas 2,9 juta hektar (Krisnawati, 2017).
Hutan mangrove mempunyai fungsi untuk melindungi pantai dari abrasi
dan intrusi gelombang laut, melindungi daratan dari gelombang angin laut,
menahan sedimentasi sehingga membentuk tanah baru, memperlambat kecepatan
arus. Hutan mangrove mempunyai manfaat yang besar dan sangat potensial untuk
meningkatkan taraf ekonomi masyarakat pesisir. Ekosistem mangrove memiliki
potensi yang besar diantaranya dari kekayaan hayati, baik dari segi biologi,
ekonomi, serta pariwisata (Turisno et al., 2018).
Ekosistem mangrove sangat potensial untuk dikembangkan dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena memiliki keunikan dan kekhasan
tersendiri seperti bentuk perakarannya yang khas serta berbagai jenis fauna yang
berasosiasi dengan ekosistem mangrove seperti beranekaragam jenis burung, ular,
biawak, udang, ikan, moluska, dan kepiting serta sebagai tempat berasosiasinya
tumbuhan epifit seperti anggrek. Untuk itu potensi ekosistem mangrove sangat
baik untuk dikembangkan sebagai daerah tujuan ekowisata alternative (Agussalim
dan Hartoni, 2014). Wisata mangrove di Indonesia terjadi pergeseran minat dari
11
old tourism yang mana hanya berkunjung menjadi new tourism yang mana
melakukan wisata dengan adanya unsur pendidikan atau konservasi. Untuk
mengelola dan mencari daerah tujuan ekowisata yang spesifik alami dan kaya
akan keanekaragaman hayati.
Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) merupakan satu-satunya kawasan
pelestarian alam di provinsi Jawa Tengah, dengan luas kawasan 111.625 hektar.
Kawasan TNKJ mempunyai ekosistem yang unik dan lengkap yang merupakan
perwakilan lima tipe ekosistem yaitu ekosistem terumbu karang, padang lamun
dan rumput laut, hutan mangrove, hutan pantai, serta hutan hujan tropis dataran
rendah. Ekosistem mangrove di TNKJ banyak terdapat di pulau Karimunjawa
dengan luas 4.302,5 ha dan pulau Kemujan 220 hektar yang mana merupakan
salah satu kawasan mangrove terbesar di Jawa Tengah (Statistik BTNKJ, 2019).
Potensi mangrove Karimunjawa dikembangkan menjadi tujuan wisata
yang diunggulkan dengan pembuatan Trekking mangrove untuk menunjang
kegiatan wisata. Pemanfaatan ekosistem mangrove untuk wisata dapat
mempengaruhi ekosistem didalamnya. Dalam upaya pengelolaan mangrove untuk
menunjang kegiatan tersebut, terdapat regulasi yang akan mengontrol kegiatan
wisata mangrove sebagai upaya konservasi.
1.2. Tujuan
Tujuan dilakukannya kegiatan Praktik Kerja Lapangan di BTNKJ adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui jenis kegiatan pemanfaatan mangrove di TNKJ
2. Mengetahui jenis kegiatan wisata di ekosistem mangrove TNKJ
3. Mengetahui kesesuaian kegiatan wisata mangrove di TNKJ
12
1.3. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari Praktik Kerja Lapangan di Balai Taman
Nasional Karimunjawa yaitu mahasiswa mampu mengetahui bagaimana upaya
pemanfaatan dan potensi kesesuaian kegiatan wisata di hutan mangrove yang
dilakukan Balai Taman Nasional Karimunjawa dan menerapkan ilmu yang
didapat dalam perkuliahan di program studi Manajemen Sumberdaya Perairan.
1.4. Waktu dan Tempat
Praktik Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan di Taman Nasional
Karimunjawa pada tanggal 25 Januari 2021 – 25 Februari 2021.
13
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mangrove
2.1.1. Ekosistem Mangrove
Ekosistem mangrove merupakan salah satu dari ekosistem pesisir yang
memiliki fungsi ekologis dalam mendukung kehidupan dan keberlangsungan
hidup dari sumberdaya perikanan. Mangrove biasa disebut bakau, yaitu ekosistem
peralihan antara darat dan laut atau perairan di sekitar muara; oleh karena itu
ekosistem ini dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove didefinisikan
sebagai sekelompok tumbuhan, terdiri dari berbagai jenis dari suku yang berbeda,
tetapi dengan kemampuan adaptasi yang sama terhadap habitat yang terpengaruh
oleh pasang surut. Mangrove di Indonesia umumnya dianggap sebagai salah satu
jenis vegetasi yaitu mangrove, sehingga masyarakat lebih mengenal ekosistem /
hutan mangrove. Vegetasi mangrove dipengaruhi oleh pasang surut air laut,
namun tidak memerlukan vegetasi dengan kandungan garam yang tinggi, namun
vegetasi mangrove merupakan vegetasi yang toleran terhadap kandungan garam
yang tinggi. Menurut Supriharyono (2009), ekosistem mangrove berada di antara
level pasang naik tertinggi sampai level di sekitar atau di atas permukaan laut rata-
rata pada daerah pantai yang terlindungi.
Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil.
Kawasan ekosistem ini terlihat bahwa hutan mangrove menyumbangkan
konstribusi besar detritus organik yang mendukung jaring makanan dalam
ekosistem. Tingginya kelimpahan makanan dan tempat tinggal, serta rendahnya
tekanan predasi, menyebabkan ekosistem mangrove membentuk habitat yang
14
ideal untuk berbagai spesies satwa dan biota perairan, untuk sebagian atau seluruh
siklus hidup mereka. Karena itu, mangrove dapat berfungsi sebagai tempat
pengasuhan yang penting untuk kepiting, udang dan berbagai jenis ikan, dan
mendukung keberadaan populasi ikan lepas pantai dan perikanan. Menurut
Wardhani (2011), konservasi mangrove tidak hanya memberikan keuntungan pada
mangrove itu sendiri namun pada biota yang hidup di sekitarnya dan lingkungan
yang ditumbuhinya. Bukti hubungan antara habitat mangrove dan perikanan lepas
pantai masih langka, namun sangat diperlukan untuk tujuan pengelolaan dan
konsevasi.
2.1.2. Potensi Ekosistem Mangrove
Potensi hutan mangrove dapat ditinjau dari dua aspek yaitu potensi
ekologis dan potensi ekonomis. Potensi ekologis lebih ditekankan pada
kemampuannya dalam mendukung eksistensi lingkungan (sebagai hutan rawa,
penahan gempuran ombak, pengendali banjir dan sebagai tempat persembunyian,
mencari makan, tempat pemijahan dari berbagai macam organisme, penahan air),
sehingga sulit dinilai dengan uang, sedangkan potensi ekonomis ditunjukkan
dengan kemampuannya dalam menyediakan produk yang dapat diukur dengan
uang. Menurut Hamidy (2010), salah satu produk dari hutan mangrove yang
secara ekonomis potensial dapat digali adalah kayu.
Mangrove merupakan salah satu ekosistem yang mempunyai peranan
penting dalam upaya pemanfataan berkelanjutan sumberdaya pesisir dan laut,
yang memiliki fungsi penting sebagai penyambung ekologi darat dan laut, serta
gejala alam yang ditimbulkan oleh perairan, seperti abrasi, gelombang dan badai.
Menurut Rusdianti dan Sunito, (2012), mangrove juga merupakan penyangga
15
kehidupan sumberdaya ikan, karena ekosistem mangrove merupakan daerah
pemijahan (spawning ground), daerah asuhan (nursery ground) dan daerah
mencari makan (feeding ground)
Kawasan hutan mangrove selain berfungsi secara fisik sebagai penahan
abrasi pantai sebagai fungsi biologinya mangrove menjadi penyedia bahan
makanan bagi kehidupan manusia terutama ikan, udang, kerang dan kepiting, serta
sumber energi bagi kehidupan di pantai seperti plankton, nekton, dan algae.
Potensi biomasa hutan yang besar adalah menyerap dan penyimpan karbon guna
pengurangan kadar CO2 di udara. Menurut Bismark et al., (2008), manfaat
langsung dari pengelolaan hutan berupa hasil kayu secara optimal hanya 4,1%
sedangkan fungsi optimal dalam penyerapan karbon mencapai 77,9%.
2.1.3. Konservasi Mangrove
Menurut Mulyadi et al., (2009), konservasi berasal dari kata Conservation
yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki
pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you
have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore
Roosevelt yang merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang
konsep konservasi. Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan
ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan
sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi
merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.
Konservasi hutan mangrove adalah usaha perlindungan, pelestarian alam
dalam bentuk penyisihan areal sebagai kawasan suaka alam baik untuk perairan
laut, pesisir, dan hutan mangrove. Konservasi hutan mangrove meliputi usaha
16
perlindungan, pelestarian alam dalam bentuk penyisihan areal sebagai kawasan
suaka alam baik untuk perairan laut, pesisir dan hutan mangrove. Menurut
Wijayanti (2009), konservasi hutan mangrove mempunyai tujuan sebagai berikut :
a). Melestarikan vegetasi dengan habitat hutan mangrove dengan tipe-tipe
ekosistem; b). Melindungi jenis-jenis biota dengan habitatnya yang terancam
punah; c). Mengelola areal bagi pembiakan jenis-jenis biota yang bernilai
ekonomi; d). Melindungi unsur-unsur yang mempunyai nilai sejarah dan budaya;
dan e). Mengelola areal yang bernilai estetis dan memanfaatkan areal tersebut
bagi usaha rekreasi, turisme, pendidikan, penelitian dan lain-lain.
2.1.4. Jenis Mangrove
Vegetasi manrove terdiri dari mangrove sejati dan mangrove ikutan.
Mangrove sejati merupakan kelompok tumbuhan yang hanya dapat hidup di
lingkungan yang masih dipengaruhi pasang surut air laut. (pantai dan muara
sungai) yang substrat dasarnya berupa lumpur endapan atau alluvial. Mangrove
sejati biasanya memiliki adaptasi khusus yang dapat menunjang kehidupannya di
lingkungan mangrove. Adaptasi tersebut dapat berupa adaptasi morfologi seperti
modifikasi daun dan akar, serta adaptasi fisiologi. Mangrove ikutan adalah
kelompok tumbuhan yang berasosiasi dengan mangrove sejati. Mangrove ikutan
merupakan kelompok tumbuhan yang berasosuasi dengan mangrove sejati.
Mangrove ikutan tidak memiliki bentuk adaptasi khusus karena ikutan tidak
memiliki bentuk adaptasi khusus karena bukan tumbuhan khas ekosistem
mangrove namun memiliki toleransi yang tinggi untuk dapat hidup pada kondisi
lingkungan ekosistem mangrove.
17
Tabel 1. Jenis mangrove di TNKJ
No Jenis
Mangrove
Gambar Ciri-ciri
1. Acanthus
ebrakteatus
Pinggiran daun umumya rata
kadang bergerigi, Mahkota
bunga berwarna biru muda
hingga ungu lembayung cerah,
kadang agak putih di bagian
ujungnya, Warna buah saat
masih muda hijau cerah dan
permukaannya licin mengkilat.
Bentuk buah bulat lonjong
seperti buah melinjo
2. Acanthus
ilicifolius
Dua sayap gagang daun yang
berduri terletak pada tangkai.
Permukaan daun halus, tepi
daun bervariasi:
zigzag/bergerigi besar-besar
seperti gergaji atau agak rata
dan secara gradual menyempit
menuju pangkal.
3. Acrostichum
aureum
anjang 1-3 m, memiliki tidak
lebih dari 30 pinak daun. Pinak
daun letaknya berjauhan dan
tidak teratur. Pinak daun
terbawah selalu terletak jauh
dari yang lain dan memiliki
gagang yang panjangnya 3 cm.
Ujung daun fertil berwarna
coklat seperti karat. Bagian
bawah dari pinak daun tertutup
secara seragam oleh sporangia
yang besar. Ujung pinak daun
yang steril dan lebih panjang
membulat atau tumpul dengan
ujung yang pendek.
4. Aegiceras
comiculatum
Daun berkulit, terang,
berwarna hijau mengkilat pada
bagian atas dan hijau pucat di
bagian bawah, seringkali
bercampur warna agak
kemerahan. Kelenjar
pembuangan garam terletak
pada permukaan daun dan
gagangnya.
18
5. Avicenia
marina
Bagian atas permukaan daun
ditutupi bintik-bintik kelenjar
berbentuk cekung. Bagian
bawah daun putih- abu-abu
muda. Bunganya seperti trisula
dengan bunga bergerombol
muncul di ujung tandan, bau
menyengat, nektar banyak.
Letak: di ujung atau ketiak
tangkai/tandan bunga.
6. Bruguiera
cylindrica
Permukaan atas daun hijau
cerah bagian bawahnya hijau
agak kekuningan. Bentuk:
elips. Ujung: agak
meruncing. Bunga
mengelompok, muncul di
ujung tandan (panjang tandan:
1-2 cm). Sisi luar bunga bagian
bawah biasanya memiliki
rambut putih. Letak: di ujung
atau ketiak tangkai/tandan
bunga.
7. Bruguiera
gymnorhiza
Daun berkulit, berwarna hijau
pada lapisan atas dan hijau
kekuningan pada bagian
bawahnya dengan bercak-
bercak hitam (ada juga yang
tidak). Unit & Letak:
sederhana & berlawanan.
Bentuk: elips sampai elips-
lanset.
8. Bruguiera
sexangula
Daun agak tebal, berkulit, dan
memiliki bercak hitam di
bagian bawah. Unit & Letak:
sederhana & berlawanan.
Bentuk: elips. Ujung:
meruncing. Letak: Di ketiak
daun. Formasi: soliter (1 bunga
per tandan). Daun makhota:
10-11; putih dan kecoklatan
jika tua, panjang 15mm.
Kadang berambut halus pada tepinya. Kelopak bunga: 10-12;
warna kuning kehijauan atau
kemerahan atau kecoklatan;
panjang tabung 10-15 mm.
19
9. Ceriops tagal
Daun hijau mengkilap dan
sering memiliki pinggiran yang
melingkar ke dalam. Unit &
Letak: sederhana &
berlawanan. Bentuk: bulat telur
terbalik-elips. Bunga
mengelompok di ujung tandan.
Gagang bunga panjang dan
tipis, berresin pada ujung
cabang baru atau pada ketiak
cabang yang lebih tua.
10. Diospyros sp.
Daun bergantian,
berseberangan dan lanset,
panjang 10-18 cm (4-7 inci)
dan lebar 5-8 cm (2-3 inci),
berkilau di permukaan atas,
daun muda berwarna merah
muda keunguan yang indah;
buah bulat, kira-kira seukuran
jeruk nipis besar atau apel
kecil.
11. Excoecaria
agallocha
Hijau tua dan akan berubah
menjadi merah bata sebelum
rontok, pinggiran bergerigi
halus, ada 2 kelenjar pada
pangkal daun. Unit & Letak:
sederhana, bersilangan.
Bentuk: elips. Ujung:
meruncing.
12. Heritiera
littoralis
Kukuh, berkulit, berkelompok
pada ujung cabang, Gagang
daun panjangnya 0,5-2 cm.
Warna daun hijau gelap bagian
atas dan putih-keabu-abuan di
bagian bawah karena adanya
lapisan yang bertumpang-
tindih. Unit & letak: sederhana,
bersilangan. Bentuk: bulat
telur-elips. Ujung: meruncing.
13. Lumnitzera
littorea
Daun agak tebal berdaging,
keras/kaku, dan berumpun
pada ujung dahan. Panjang tangkai daun mencapai 5 mm.
Unit & Letak: sederhana,
bersilangan. Bentuk: bulat telur
terbalik. Ujung: membundar.
20
14. Lumnitzera
racemose
Daun agak tebal berdaging,
keras/kaku, dan berumpun
pada ujung dahan. Panjang
tangkai daun mencapai 10 mm.
Unit & Letak: sederhana,
bersilangan. Bentuk: bulat telur
menyempit. Ujung:
membundar.
15. Pemphis
acidula
Memiliki daun yang kecil dan
batang yang keras. Terdapat
bunga berwarna putih
16. Pongamia
pinnata
daunnya dengan percabangan
tersebar. Tinggi pohon ini
berkisar antara 15 – 25 m
dengan diameter batang
mencapai 80 cm. Batang
berwarna abu-abu, tegak lurus
samar-samar, cabang pada
umumnya tidak memiliki
rambut atau urat, dan memiliki
goresan yang menyerupai bintil
berdekatan dengan anak daun
pada pangkal tangkai daun.
17. Rhizophora
apiculata
Berkulit, daunnya warna hijau
tua dengan hijau muda pada
bagian tengah dan kemerahan
di bagian bawah. Gagang daun
panjangnya 17-35 mm dan
warnanya kemerahan. Unit &
Letak: sederhana &
berlawanan. Bentuk: elips
menyempit. Ujung:
meruncing. Buah kasar
berbentuk bulat memanjang
hingga seperti buah pir, warna
coklat
18. Rhizophora
mucronata
Daun berkulit. Gagang daun
berwarna hijau, panjang 2,5-
5,5 cm. Pinak daun terletak
pada pangkal gagang daun
berukuran 5,5-8,5 cm. Unit &
Letak: sederhana &
berlawanan. Bentuk: elips
21
melebar hingga bulat
memanjang.
19. Rhizophora
stylosa
Daun berkulit, berbintik teratur
di lapisan bawah. Gagang daun
berwarna hijau, panjang
gagang 1-3,5 cm, dengan pinak
daun panjang 4-6 cm. Unit &
Letak: sederhana &
berlawanan. Bentuk: elips
melebar. Ujung:
meruncing. Gagang kepala
bunga seperti cagak, biseksual,
masing-masing menempel pada
gagang individu yang
panjangnya 2,5-5 cm. Letak: di
ketiak daun. Formasi:
kelompok (8-16 bunga per
kelompok). Daun mahkota: 4;
putih
20. Scyphiphora
hydrophyllace
a
Daun berkulit dan mengkilap.
Pinak daun berkelenjar,
terletak pada pangkal gagang
daun membentuk tutup
berambut. Gagang daun lurus
panjangnya hingga 13 mm.
Unit & Letak: sederhana &
berlawanan. Bentuk: bulat telur
terbalik. Ujung: membundar.
21. Sonneratia
alba
Daun berkulit, memiliki
kelenjar yang tidak
berkembang pada bagian
pangkal gagang daun. Gagang
daun panjangnya 6-15 mm.
Unit & Letak: sederhana &
berlawanan. Bentuk: bulat telur
terbalik. Ujung: membundar.
22. Sonneratia
ovata
Gagang/tangkai daun
panjangnya 2-15 mm. Unit &
Letak: sederhana &
berlawanan. Bentuk: bulat
telur. Buah Seperti bola,
ujungnya bertangkai dan bagian dasarnya terbungkus
kelopak bunga.
22
23. Xylocarpus
granatum
Daun agak tebal, susunan daun
berpasangan (umumnya 2
pasang pertangkai) dan ada
pula yang menyendiri. Unit &
Letak: majemuk & berlawanan.
Bentuk: elips - bulat telur
terbalik. Ujung: membundar.
Buah seperti bola (kelapa),
berat bisa 1-2 kg, berkulit,
warna hijau kecoklatan
24. Xylocarpus
moluccensis
Lebih tipis dari X.granatum,
susunan daun berpasangan
(umumnya 2-3 ps pertangkai)
dan ada pula yang menyendiri.
Unit & letak: majemuk &
berlawanan. Bentuk: elips -
bulat telur terbalik. Ujung:
meruncing. Buahnnya
berwarna hijau, bulat seperti
jambu bangkok, permukaan
berkulit dan di dalamnya
terdapat 4-10 kepingan biji
berbentuk tetrahedral.
Sumber: wetlands.or.id
2.2. Taman Nasional Karimunjawa
Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) mencakup 22 dari 27 pulau di
Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara Jawa Tengah dimana penduduk lokal
tinggal di lima pulau besar yang ada. TNKJ sebagai kawasan lindung merupakan
representasi dari keutuhan ekosistem pesisir Utara pulau Jawa dengan sumber
daya alam yang sangat potensial dan bioma tingkat tinggi. Karimunjawa terbagi
menjadi lima tipe ekosistem, yaitu: hutan hujan tropis, dataran Ekosistem rendah,
hutan pantai, bakau, ekosistem lamun dan ekosistem terumbu karang karang.
Lima tipe ekosistem ini memiliki total luasan dari pulau Karimunjawa (ekosistem
hutan hujan tropis dataran rendah) 1.285,50 hektare, dan wilayah perairan
110.117,30 hektare, yang telah ditetapkan sebagai kawasan pelestarian alam
(KPA). Menurut Sulisyati et al., (2014), Karimunjawa sebagai salah satu kawasan
23
konservasi laut di Indonesia memiliki sumberdaya alam yang sangat potensial
dengan tingginya keanekaragaman biota dan ekosistem yang relatif utuh
dibandingkan wilayah lain di sepanjang perairan Utara Jawa.
2.3. Wisata
Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009, pariwisata adalah segala
sesuatu yang ada hubungannya dengan wisata atau, termasuk pengusahaan objek
dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang berhubungan dengan
penyelenggaraan pariwisata. Wisata bisa disebut kegiatan seseorang ke daerah
lain untuk melihat situasi berbeda dengan daerahnya, dengan maksud untuk
refresing, menghilangkan rasa kejenuhan di daerahnya. Wisata ada hubungannya
dengan kegiatan timbal balik antara tempat wisata dengan pengunjung. Sektor
wisata merupakan pendorong pembangunan negara yang menjadikan kemajuan
pada beberapa sector. Menurut Nugraha et al., (2013), wisata dianggap sebagai
sektor industri yang mampu membangun kemandirian suatu negara dan
merupakan pendorong kemajuan pertumbuhan sektor-sektor lainnya. Hal ini
menjadikan pariwisata sebagai icon pembangunan negara yang perkembangannya
semakin meningkat.
2.3.1 Wisata Alam - Mangrove
Salah satu ekosistem yang memiliki potensi untuk dikembangkan di
Indonesia sebagai tempat wisata yaitu ekosistem mangrove. Hutan mangrove
merupakan salah satu sumber daya alam memiliki keragaman potensi yang
memberikan manfaat bagi makhluk hidup terutama kehidupan manusia. Manfaat
yang dirasakan yaitu berupa barang (produk) dan jasa. Pemanfaatan mangrove
yang berupa produk dan jasa tersebut dapat membantu menjadikan pendapatan
24
tambahan dan termasuk juga pendapatan utama dalam memenuhi kebutuhan hidup
masyarakat. Jasa ekowisata merupakan salah satu jasa yang diperoleh dari
manfaat hutan mangrove. Menurut Tiga et al. (2019), ekowisata sebagai suatu
perjalanan yang bertanggungjawab ke wilayah-wilayah yang masih alami erat
kaitannya dengan berbagai upaya konservasi yang bertujuan untuk melindungi
dan melestarikan lingkungan sedemikian rupa sehingga menekan sekecil mungkin
dampak terhadap lingkungan dan sosial budaya, membangkitkan pendanaan bagi
kawasan-kawasan yang dilindungi, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat
lokal.
Berdasarkan penelitian Setiawan et al., (2017) mengenai wisata mangrove
di desa Margasari, Kabupaten Lampung Timur, dimana pengembangan ekowisata
sebagai upaya konservasi dilakukan dengan menjaga, melestarikan, dan
memanfaatkan mangrove seperti pembibitan mangrove, penanaman mangrove,
pemanfaatan jeruju dan pedada buah sebagai bahan pangan dan penyuluhan
kepada masyarakat agar tidak menebang mangrove dan memasuki hutan
mangrove. Kegiatan ekowisata tersebut antara lain berperahu keliling mangrove,
wisata penanaman mangrove, dan bird watching. Upaya konservasi dan ekowisata
dilakukan oleh masyarakat yang tergabung dalam kelompok masyarakat dengan
gerakan mejaga mangrove bersama.
25
III. MATERI DAN METODE
3.1. Materi
Materi yang digunakan pada Praktik Kerja Lapangan (PKL) adalah
mangrove dan kawasan konservasi yang dikelola oleh Balai Taman Nasional
Karimunjawa. Pengelolaan kegiatan wisata area mangrove merupakan kegiatan
pengelolaan yang dilakukan oleh TNKJ dengan melakukan pemeliharaan,
pengawasan dan pemanfaatan.
3.1.1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam PKL di Balai Taman Nasional Karimunjawa,
diantaranya kamera dan alat tulis. Kamera untuk dokumentasi kegiatan PKL dan
alat tulis untuk mencatat data-data di lapangan.
3.2. Metode
Metode yang digunakan dalam PKL dilakukan dengan observasi atau
mengamati, mengumpulkan informasi dan mengikuti prosedur kerja untuk
memperoleh informasi, wawasan, pemahaman dan pengalaman praktik di
lapangan bidang konservasi khususnya pada pemanfaatan ekosistem mangrove di
TNKJ. Pelaksanaan PKL dilakukan melalui tahap sebagai berikut:
3.2.1. Pengamatan Trekking Mangrove
Pengamatan yang dilakukan yaitu dengan mengamati jenis vegetasi
mangrove sepanjang jalur trekking mangrove. Kemudian pengamatan dilakukan
terhadap kegiatan pemanfaatan area trekking mangrove yaitu kegiatan wisata dan
kegiatan masyarakat lokal.
26
3.2.2. Wawancara
Wawancara dilakukan secara langsung dengan menanyakan pertanyaan
seputar pengelolaan kawasan trekking mangrove kepada pihak Taman Nasional
Karimunjawa.
3.2.3. Analisis Data
Analisis data merupakan sebuah proses menjabarkan, mengurutkan, dan
menyusun data yang telah diperoleh. Data yang diperoleh yaitu data wisatawan
yang berkunjung ke trekking mangrove dengan analisis deskriptif.
27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Hasil yang diperoleh berdasarkan Praktik Kerja Lapangan di Taman
Nasional Karimunjawa, sebagai berikut:
4.1.1. Gambaran Umum Lokasi Praktik Kerja Lapangan
Taman Nasional Karimunjawa secara geografis terletak pada koordinat
5o40’39”-5o55’00” LS dan 110o05’57”-110o31’15” BT. Surat Keputusan Menteri
Kehutanan dan Perkebunan No. 78/Kpts-II/1999 tanggal 22 Februari 1999
dinyatakan bahwa kawasan Cagar Alam Karimunjawa dan sekitarnya yang
terletak di Kabupaten Dati II Jepara Provinsi Dati I Jawa Tengah ditetapkan
menjadi Taman Nasional dengan nama TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA.
Taman Nasional Karimunjawa tercatat memiliki luasan kawasan 111.625
hektar yang dikelola oleh dua Seksi Pengelolan Taman Nasional yaitu wilayah I
Kemujan dan wilayah II Karimunjawa. Luasan wilayahnya dibagi menjadi
wilayah daratan di Pulau Karimunjawa yang berupa ekosistem hutan hujan tropis
dataran rendah seluas 1.285,50 hektar, Wilayah daratan di Pulau Kemujan berupa
ekosistem hutan mangrove 220 hektar. Berdasarkan Surat Keputusan Menhut No.
74/Kpts-II/2001 tanggal 15 Maret 2001 Kepulauan Karimunjawa ditetapkan
menjadi Taman Nasional dengan luas kawasan 111.625,00 hektar, yang terdiri
dari wilayah daratan 1.285,50 hektar, wilayah perairan 110.117,30 hektar, dan
wilayah daratan berupa ekosistem hutan mangrove 220 hektar di Pulau Kemujan.
28
Gambar 1. Peta Lokasi PKL
29
Taman Nasional Karimunjawa memiliki ekosistem asli, dikelola dengan
sitem zonasi. Zonasi ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, parawisata, dan rekreasi. Berdasasrkan Surat
Keputusan Direktur Jenderal PHKA No. SK 28/IV-SET/2012 tentang Zonasi
Taman Nasional Karimunjawa, saat ini terbagi menjadi sembilan zona dalam
kawasan Karimunjawa. Tujuan dari adanya sistem zonasi untuk menerapkan
pembatasan pemanfaatan dan kegiatan kawasan di Taman Nasional Karimunjawa.
Zonasi yang ada di Taman Nasional yaitu zona inti, zona rimba, zona
pemanfaatan darat, zona perlindungan bahari, zona budidaya bahari, zona
pemanfaatan wisata bahari, zona rehabilitasi, zona tradisional perikanan, zona
religi budaya dan sejarah. Peta zonasi TNKJ dapat dilihat pada Gambar 2. Secara
lebih detail, zonasi Taman Nasional Karimunjawa dijabarkan dalam Tabel 2:
30
Gambar 2. Zonasi Taman Nasional Karimunjawa
Sumber : Statistik BTNKJ, 2019
Tabel 2. Zonasi Taman Nasional Karimunjawa.
No Zona Luas (Ha) Lokasi
1. Zona Inti 444,629 Sebagian perairan Pulau Kumbang, Taka
Menyawakan, Taka Malang, dan Tanjung
Bomang
2. Zona Rimba 1.451,767 Hutan Hujan Tropis Dataran Rendah di
Pulau Karimunjawa dan Hutan Mangrove
di Pulau Kemujan (diluar area Legon Lele,
Trekking Mangrove dan Makan Sunan
Nyamplungan).
3. Zona
Perlindungan
Bahari
2.599,770 Perairan Pulau Sintok, Gosong Tengah,
Pulau Bengkoang bagian utara, Pulau
Cemara Besar bagian selatan, Pulau
Cemara Kecil bagian utara, Pulau Geleang,
Pulau Burung, perairan selatan Pulau
Menjangan Kecil, timur Pulau Nyamuk,
Perairan Karang Kapal, Karang Besi
bagian selatan, Krakal Besar bagian utara,
Gosong Kumbang, Pulau Kembar dan
Gosong Selikur
4. Zona Pemanfaatan
Darat
55,933 Pulau Menjangan Kecil, Pulau Cemara
Besar, areal Legon Lele, areal trekking
mangrove, areal Nyamplung Ragas
5. Zona Pemanfaatan
Wisata Bahari
2.733,735 Perairan Pulau Menjangan Besar, perairan
Pulau Menjangan Kecil, perairan Pulau
Menyawakan, perairan Pulau Kembar,
perairan Pulau Tengah, perairan sebelah
timur Pulau Kumbang, perairan Pulau
Bengkoang bagian selatan, Indonor dan
perairan Pulau Cemara Besar bagian utara,
perairan Tanjung Gelam, Perairan Pulau
Cemara Kecil bagian utara, perairan Pulau
Katang, perairan Krakal Besar bagian
selatan, perairan Krakal Kecil, perairan
Pulau Cilik
6. Zona Budidaya
Bahari
1.370,729 Perairan Pulau Karimunjawa, perairan
Pulau Kemujan, perairan Pulau Menjangan
Besar, perairan Pulau Parang dan perairan
Pulau Nyamuk, peraira Pulau Karang Besi
bagian utara
7. Zona Religi,
Budaya dan
Sejarah
0,859 Areal Makam Sunan Nyamplungan di
Pulau Karimunjawa
8. Zona Rehabilitasi 68,329 Perairan sebelah timur Pulau Parang,
31
32
perairan sebelah timur Pulau Nyamuk,
perairan sebelah barat Pulau Kemujan dan
perairan sebelah barat Pulau Karimunjawa
9. Zona Tradisional
Perikanan
102.899,249 Seluruh perairan di luar zona yang telah
ditetapkan yang berada di dalam kawasan
Taman Nasional Karimunjawa
Total Luas Kawasan 111.625,00
Sumber: Statistik BTNKJ, (2019).
Gambar 3. Peta Trekking Mangrove
Sumber: Dokumentasi pribadi
4.1.2. Trekking Area Mangrove
Trekking area mangrove merupakan lintasan jalan berupa panggung kayu
yang terletak di tengah hutan mangrove. Trekking area mangrove Taman Nasional
Karimunjawa (TNKJ) terletak di kawasan mangrove pulau Kemujan dengan
33
panjang jalur 1.377 m dan luas mencapai 220 ha. Trekking area mangrove masuk
dalam zona rimba yang ada di TNKJ. Berdasarkan data Balai Taman Nasional
Karimunjawa (BTNKJ) pada tahun 2010, terdapat 45 jenis mangrove yang terdiri
dari 27 jenis mangrove sejati dan 18 mangrove ikutan. Wahana wisata alam yang
dibangun olah BTNKJ ini merupakan Barang Milik Negara (BMN) yang
dibangun dengan tujuan wisata, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan.
Pembuatan trekking area ini dibangun secara bertahap dengan melalui tiga
tahap pembangunan yang dimulai pada tahun 2010. Pada tahap awal dibangun
trekking area yaitu berupa jalur pejalan dan area depan pada pintu masuk; tahap
kedua dibangun area parkir dan menara pandang; dan tahap terakhir dibangun
sunset view. Jalur pejalan yang dibangun pada trekking area meminimalisir
adanya pemotongan dari mangrove itu sendiri, ukuran batang mangrove dengan
diameter ≥10cm dianjurkan tidak dilakukan pemotongan. Adanya peminimalisiran
ini membuat jalur pejalan pada trekking mangrove menjadi berkelak-kelok.
Shelter-shelter dibangun dengan jarak 200-300 meter dengan maksud agar jika
ingin beristirahat tidak terlalu jauh dan meminimalisir pemotongan mangrove
yang ada saat pembangunan shelter.
Trekking mangrove memiliki fasilitas didalamnya untuk menunjang
kegiatan wisata. Fasilitas yang terdapat di area trekking mangrove antara lain:
a. Gapura, yang berfungsi sebagai pintu masuk Trekking mangrove.
34
Gambar 4. Gapura Trekking Mangrove
Sumber: Dokumentasi pribadi
b. 1 gedung pusat informasi dengan luasan 25 m2 dan dapat menampung
untuk 20 orang, yang berfungsi sebagai pusat informasi tentang jenis-jenis
flora dan fauna mangrove dalam bentuk foto dan spesimen serta lukisan.
Gambar 5. Gedung pusat informasi
Sumber: Dokumentasi pribadi
c. 4 shelter dengan luas 4m2, sebagai tempat istirahat bagi pengunjung.
Gambar 6. Shelter Trekking Mangrove
Sumber: Dokumentasi pribadi
35
d. 1 menara pandang dengan tinggi sekitar 10 meter, sebagai tempat untuk
memandang mangrove dari ketinggian.
Gambar 7. Menara pandang
Sumber: Dokumentasi pribadi
e. 1 sunset area, sebagai tempat menikmati pemandangan ketika matahari
terbenam & sarana untuk mengembangkan hobi dalam bidang fotografi.
Gambar 8. Sunset area
Sumber: Dokumentasi pribadi
f. 2 toilet, sebagai sarana MCK bagi pengunjung dan pengelola Trekking
mangrove.
Gambar 9. Toilet
Sumber: Dokumentasi pribadi
36
g. 25 papan informasi, yang berisi pengetahuan tentang jenis-jenis mangrove
yang terdapat di sekitar Trekking mangrove serta tips bagi pengunjung
yang ingin menikmati keindahan flora dan fauna di areal Trekking
mangrove.
Gambar 10. Papan informasi
Sumber: Dokumentasi pribadi
h. 1 rumah genset, yang berfungsi sebagai tempat menyimpan genset.
Gambar 11. Rumah genset
Sumber: Dokumentasi pribadi
4.1.3. Jenis Pemanfaatan Mangrove
Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi
dengan kondisi lingkungan yang ekstrim, seperti kondisi tanah yang tergenang,
kadar garam yang tinggi dan kondisi tanah yang kurang stabil. Kondisi
lingkungan tersebut, menyebabkan beberapa jenis mangrove mengembangkan
mekanisme yang memungkinkan secara aktif mengeluarkan garam dari jaringan,
37
dan yang lainnya mengembangkan sistem akar napas untuk membantu penyerapan
oksigen bagi sistem perakarannya.
Bentuk-bentuk perakaran yang khas ini sangat efektif dalam
mempertahankan stabilitas lumpur dan pantai, menyerap pollutant, juga mampu
menahan penyusupan air laut ke daratan. Bentuk perakarannya seringkali
digunakan untuk membedakan jenis mangrove. Menurut Tumangger (2019), lima
jenis akar mangrove yaitu akar Tunjang (Stilt root) pada Rhizopora mucrinata,
akar papan (Butters) pada Xylocarpus sp, akar udara (Areial root) pada Rhizopora
sp, akar lutut (Knee root) pada Bruguiera dan akar napas (Pneumatophore) pada
mangrove jenis Avicennia alba.
Gambar 12. Trekking Mangrove
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Pemanfaatan ekosistem mangrove bagi kehidupan manusia dapat
dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung. Pemanfaatan langsung
mangrove yang dilakukan di TNKJ yaitu pemanfaatan pariwisata dan
pemanfaatan perikanan. Pemanfaatan sebagai tempat rekreasi dan pariwisata yang
ada di TNKJ berupa trekking area. Pemanfaatan perikanan yang ada di TNKJ
yang sering dilakukan yaitu menangkap kerang, menangkap ikan, menangkap
kepiting. Penghasilan yang ditemukan secara langsung yaitu penangkap kerang
dengan hasil tangkapan seharinya 1 ember cet sebesar Rp. 100.000 dan untuk
38
penangkap ikan berkisar Rp 200.000 – Rp400.000. Pemanfaatan langsung lainnya
yaitu pengambilan batangnya yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari seperti
untuk membuat kandang dan kayu bakar, namun pemanfaatan ini sudah dikurangi
untuk melindungi mangrove. Pemanfaatan dengan pengambilan bibit bakau yang
ditanamkan pada daerah lahan yang menjadi hotel oleh masyarakat setempat.
Gambar 13. Pengambil Kerang di sekitar Mangrove
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Pemanfaatan tidak langsung berhubungan dengan manfaat ekologisnya
yang termasuk ekosistem yang sangat penting, terutama karena daya dukungnya
untuk stabilitas ekosistem pesisir. Kestabilan ekosistem mangrove akan
mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap kelestarian dari daerah pesisir.
Bukti yang nyata adanya mangrove yang ada di Karimunjawa ini membuat pulau
Karimunjawa dan pulau Kemujan seolah-olah dipersatukan oleh endapan lumpur
yang terjerat dan bersedimentasi di akar mangrove, menjadi terlihat menyatu
dengan terjadinya pendangkalan akibat mangrove yang tumbuh meluas. Awal dari
ini disebabkan oleh pemanfaatan lahan tersebut sebagai lahan konservasi. Dampak
yang dirasakan secara langsung berperan dalam pembentukan pulau dan
menstabilkan daerah pesisir. Pemanfaatan tidak langsung yang sudah terjadi pada
mangrove di TNKJ yaitu diantaranya dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan dan
39
sarana penelitian. Sarana pendidikan yang telah dilakukan oleh BTNKJ berupa
event tahunan lomba mengambar dan mewarnai tingkat SD di Karimunjawa
dengan diajak terlebih dahulu mengelilingi trekking mangrove sambil pengenalan
seputar mangrove. Maksud dari sasaran anak-anak dikarenakan agar menanamkan
rasa cinta alam terutama konservasi mangrove. Sarana penelitian yang dilakukan
di mangrove TNKJ tentu banyak salah satunya digunakan sebagai data skripsi
oleh mahasiswa yang ada di Indonesia.
Gambar 14. Hutan Mangrove
Sumber: Dokumentasi Pribadi
4.1.4. Jenis Kegiatan Wisata
Kegiatan wisata mangrove berada di trekking area mangrove TNKJ
terletak di kawasan mangrove pulau Kemujan, pulau terbesar kedua di kepulauan
Karimunjawa. Adanya tempat wisata mangrove ini dimaksudkan untuk
menambah destinasi wisata darat di TNKJ. Destinasi juga dapat dijadikan pilihan
jika penyeberangan untuk pulang wisatawan diundur karena ketidak-berangkatnya
kapal menuju pulau Jawa.
Pengunjung yang ada di trekking mangrove biasanya sudah diberi
penjelasan oleh petugas mengenai petunjuk/tips dan peringatan (attention). Tidak
ada batasan pengunjung untuk trekking mangrove. Jumlah pengunjung sepi atau
40
ramainya tergolong relatif, biasanya ramai pada saat musim timur karena kapal
penyembrangan selalu ada dan musim di Karimunjawa cocok untuk berwisata
yaitu pada bulai April. Tips yang dijelaskan yaitu pengunjung dianjurkan untuk
memakai lotion anti nyamuk ketika masuk hutan mangrove, pengunjung
dianjurkan menggunakan pakaian tertutup, pengunjung dianjurkan memakai
sepatu dan membawa air minum mineral; sebab jarak yang di tempuh pada
trekking mangrove 1377 meter membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit.
Peringatan yang disampaikan petugas untuk menjaga hutan mangrove dan
menjaga kebersihan di trekking area.
Gambar 15. Grafik Aktiftas Pengunjung Trekking Mangrove di TNKJ 2018
Sumber: Laporan BTNKJ 2018
Aktifitas yang dilakukan pengunjung pada trekking mangrove antara lain
yaitu, berjalan menyusuri jalur/trekking sembari mengenal mangrove yang ada di
TNKJ, beristirahat di shelter-shelter yang disediakan dan menikmati
pemandangan di menara padang, pengamatan burung, menikmati keindahan
matahari terbenam di sunset area, dan mengabadikan dengan berfoto. Selain itu,
terkadang terdapat pengunjung yang melakukan kegiatan penelitian, studi wisata,
41
kunjungan kerja, studi banding, praktik dan latihan komunitas fotografi di
trekking mangrove TNKJ. Aktifitas yang berada di menara pandang biasanya di
dominasi oleh pengunjung lokal. Aktifitas lainnya pengunjung juga ikut mencari
kerang di pantai sekitar menara pandang dengan pencari kerang.
Pengunjung trekking mangrove di TNKJ pada tahun 2019 memiliki total
pengunjung sebesar 2907 pengunjung, sedangkan pada tahun 2020 memiliki total
sebesar 316 pengunjung. Lonjakan pengunjung biasanya terjadi pada bulan April
dikarenakan musim timur dan kapal penyebrangan sering tidak mengalami
penundaan. Penurunan dratis ini diakibatkan adanya pandemic covid-19 yang
dapat dilihat pada Gambar 7. Penurunan juga terjadi pada pengunjung
mancanegara yang disebabkan adanya penerapan aturan pada trekking mangrove
yaitu pemungutan tiket atraksi trekking mangrove sekaligus pemungutan tiket
masuk kawasan TNKJ yaitu sebesar Rp. 10.000 bagi pengunjung lokal dan Rp.
150.000 pada weekday dan Rp. 250.000 pada weekend bagi pengunjung asing.
Aturan ini dibuat oleh pihak BTNKJ selaku pengelola dan adanya perbedaan
harga tiket karena harga tiket pengunjung asing termasuk pajak yang dikenanya.
Aturan tersebut sulit diterapkan karena dalam penarikan tiket masuk kawasan
TNKJ sulit dilakukan dengan tertib karena termasuk daerah wisata dengan akses
terbuka. Berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar pengunjung mancanegara
tidak jadi berkunjung ke trekking mangrove area dikarenakan harga tiket yang
terlalu mahal yaitu Rp. 150.000/weekday dan Rp. 250.000/weekend.
42
Gambar 16. Data Pengunjung Trekking Mangrove 2019-2020
Sumber: BTNKJ (2020)
Keterangan : Jumlah pengunjung tahun 2019
Jumlah pengunjung tahun 2020
4.1.5. Kesesuaian Pemanfaatan Mangrove untuk Kegiatan Wisata
Taman Nasional Karimunjawa memiliki hutan mangrove seluas 396,4
hektar yang masuk dalam pengelolaan TNKJ di zona rimba/perlindungan. Zona
ini berada di pulau Karimunjawa dan pulau Kemujan. Hutan mangrove yang ada
di TNKJ sebagian besar berada di pulau Kemujan. Beberapa mangrove lainnya
berada pada lokasi lain seperti pulau Menjangan Besar, pulau Nyamuk, pulau
Bengkoang, pulau Parang, dan pulau kecil lainnya menjadi wewenang
pengelolaan pemerintah daerah.
Vegetasi penyusun mangrove umumnya bertumbuh pada lokasi pantai
pasang surut yang berpasir. Karimunjawa jarang adanya muara sungai menjadikan
jarang ditemukan lokasi berlumpur. Jenis mangrove yang mendominasi pada
daerah mendekati pantai yaitu Rhizopora dengan akar tunjangnya melindungi
jenis-jenis penyusun mangrove yang lain untuk bertumbuh. Berdasarkan BTNKJ
43
(2012), mangrove di TNKJ didomiasi jenis-jenis Rhizopora, Ceriops tagal,
Sonneratiam, Bruguierra dan Lumnbitera yang berada di tepian dekat pantai.
Hutan mangrove di TNKJ memiliki zonasi yang setiap zona memiliki
spesies yang berbeda. Tentu ini merupakan potensi untuk dijadikannya wisata
edukasi mengenai jenis-jenis mangrove. Secara umum formasi mangrove di TNKJ
dapar dilihat pada Gambar 8. Zonasi pada formasi mangrove yang ada di TNKJ
terbagi menjadi 4 bagian. Empat bagian tersebut dibagi menjadi mangrove daratan
(zona belakang), mangrove tengah, mangrove terbuka, dan mangrove payau.
Mangrove daratan merupakan zona terdalam di belakang zona mangrove sejati
namun mangrove sejati pada zona ini memiliki akar biasa. Pada zona ini dijumpai
jenis-jenis mangrove asosiasi. Mangrove tengah adalah zona yang terletak di
belakang zona terbuka, umunya didominasi oleh Ceriops tagal namun sering kali
dijumpai Brugueira. Mangrove terbuka merupakan zona yang berada di bagian
yang berhadapan dengan laut kebanyakan mangrove yang tumbuh yaitu Brugueira
yang memiliki akar nafas. Mangrove payau merupakan zona mangrove yang
berada baris terdepan menahan omak dari laut. Zona ini memiliki mangrove yang
sistem akarnya tunjang berguna untuk memecah ombak dan merangkap sedimen
sebagian besar tergolong Rhizophora.
44
Gambar 17. Formasi mangrove yang ada di TNKJ
Sumber: BTNKJ, 2012
Keterangan gambar:
Ra Rhizophora apiculata, Rs Rhizophora stylosa, Rm Rhizophora mucronata, Bg
Brugeira gymnorrhizha, Bc Bruguiera cylindrical, Sa Sonneratia alba, Sc
Sonneratia caseolaris, Ct Ceriops tagal, Lr Lumnitzera racemose, Hl Heritiera
littoralis, Xg Xylocarpus granatum, Ea Excoecaria agallocha, Ai Acanthus
ilicifolius, Ae Acanthus ebracteatus, Ae Acruostichum aureum, As Acrostichum
speciosum.
Kegiatan pemanfaatan mangrove yang ada di TNKJ sudah tergolong
sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu sesuai Permenhut No. 48 Tahun 2010
dimana kawasan yang dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian dan
pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, wisata terbatas dan kegiatan
lainnya yang menunjang budidaya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor:
P.48/Menhut-II/2010 tentang pengusahaan pariwasata alam di suaka margasatwa,
taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam; luas area yang diizinkan
dibangun untuk kegiatan wisata alam maksimal 10% dari luasan yang ada. Luasan
Luasan bangunan dalam kawasan wisata mangrove adalah sebesar 29,2 hektar dari
luasan seluruhnya di TNKJ yaitu 396,9 ha atau seluas 7,36%.
45
Tabel 3. Tingkat Kesesuaian kegiatan wisata di TNKJ
No Jenis Kegiatan Wisata
Jenis kegiatan yang sesuai Jenis Kegiatan yang Tidak Sesuai
1. Trekking Membuang sampah sembarangan
2. Berfoto Melakukan vandalism
3. Birdwatching -
4. Mencari kerang -
5. Mengunjungi pusinfo -
6. Berada di menara pandang -
7. Menikmati pemandangan di
sunset area -
Presentase 78% 12%
Areal trekking mangrove di TNKJ juga ditemukan kerusakan beberapa
fasilitas. Fasilitas tersebut yaitu ada 10 titik di jalur/trekking terjadi kerusakan, ada
7 papan informasi mengenai jenis mangrove yang rusak. Kurangnya tour guide
yang mendampingi untuk memberi informasi mengenai mangrove dan seisinya.
Penyebab dari rusaknya jalur pejalan akibat tumbangnya pohon mangrove yang
rapuh dan jalur yang rapuh, juga adanya sampah pada kawasan trekking mangrove
yang membuat ketidak-sesuain di dalam wisata.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Jenis Pemanfaatan Mangrove
Pemanfaatan yang dilakukan pada hutan mangrove di TNKJ terbagi
menjadi dua pemanfaatan yaitu pemanfaatan secara langsung dan pemanfaatan
tidak langsung. Pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat Karimunjawa di
hutan mangrove adalah pengambilan batang sebagai bahan kayu bakar ataupun
sejenisnya, tetapi hal ini sekarang sudah tidak dilakukan lagi karena adanya
peraturan yang berlaku dan edukasi. Semakin sadarnya masyarakat akan menjaga
alam mangrove semakin berkurang penebangan pohon mangrove yang ada di
TNKJ. Hal ini diperkuat Mardhia et al., (2019), kesadaran masyarakat untuk
46
menjaga ekosistem mangrove karena hutan mangrove mempunyai banyak
manfaat.
Pemanfaatan mangrove yang tetap ada sampai sekarang di TNKJ yaitu
pengambilan kerang yang dilakukan oleh masyarakat Kemujan yang juga menjadi
atraksi di trekking mangrove dimana kadangkala wisatawan juga ikut mencari
kerang. Wisatawan juga dapat membeli langsung kerang yang didapatkan oleh
nelayan. Pemanfaatan yang dilakukan masyarkat lainnya yaitu menangkap ikan
dan kepiting. Masyarakat sekitar juga memanfaatkan bibit-bibit alami yang ada di
trekking mangrove untuk ditaman di lain tempat seperti di sekitar perhotelan. Hal
ini tentu baik untuk menjaga pantai agar tidak terjadi abrasi. Bibit-bibit mangrove
yang ada di TNKJ ini tidak diperbolehkan untuk dibawa keluar dari Karimunjawa.
Kegiatan yang dilakukan oleh BTNKJ berupa edukasi tentang pentingnya
mangrove yang dibungkus dengan lomba menggambar di sekolah dasar. Maksud
dari adanya lomba ini juga secara tidak langsung menanamkan dari dini kesadaran
untuk menjaga ekosistem mangrove. Peserta juga dikenalkan langsung ke hutan
mangrove dengan melewati trekking mangrove yang ada.
Pemanfaatan tidak langsung yang ada di TNKJ sudah dirasakan oleh
masyarakat setempat; diantaranya sebagai sarana pendidikan dan penelitian,
sebagai penyerap dan penyimpan karbon, sebagai pencegah intrusi air laut,
sebagai tempat rekreasi dan pariwisata, sebagai tempar hidup, sumber makanan
bagi beberapa jenis satwa, pencegah erosi dan abrasi pantai, dan sebagai pencegah
dan penyaring alami. Hal ini diperkuat oleh Danawyanti (2013), bahwa mangrove
memiliki peran penting sebagai pelindung alami pantai karena memiliki perakaran
47
yang kokoh sehingga dapat meredam gelombang dan menahan sedimen, dan dapat
bertindak sebagai pembentuk lahan (land cruiser).
Pemanfaatan yang ada di TNKJ ini berbeda dengan yang dilakukan oleh
masyarakat desa Margasari, Kabupaten Lampung Timur, Indonesia. Pemanfaatan
sumberdaya hutan mangrove terbatas pada produksi terasi dari bayi udang hasil
fermentasi daun jeruru (acanthus ilicifolius), pedada (sonneratia caseolaris) buah-
buahan dan kegiatan ekowisata. Menurut Hermanti (2015), kelompok masyarakat
di desa Margasari memanfaatkan jeruju dan pedada dari kawasan hutan mangrove
di Margasari. Awalnya produk sirup dikemas dalam botol plastik namun kini
digunakan botol kaca untuk menjaga kualitas sirup.
4.2.2. Jenis Kegiatan Wisata Mangrove
Kegiatan wisata yang ada di trekking mangrove Karimunjawa yang sering
dilakukan oleh wisatawan yaitu berjalan menyusuri jalur/trekking sembari
mengenal mangrove yang ada di TNKJ, beristirahat di shelter-shelter yang
disediakan, beristirahat di menara pandang, pengamatan burung, menikmati
keindahan matahari terbenam di sunset area, dan mengabadikan dengan berfoto.
Namun, ditemukan kegiatan wisata lebih memilih untuk berfoto-foto
dibandingkan untuk lebih mengenal mangrove yang ada dengan melihat papan
informasi. Area mangrove TNKJ tidak ada kegiatan wisata untuk menanam
mangrove karena di TNKJ termasuk zona konservasi. Daerah ini lebih tidak
dianjurkan untuk ditanam oleh manusia agar secara alami tumbuh dan menyebar.
Hal ini diperkuat Wardhani (2011), bahwa kawasan konservasi atau zona
konservasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan dalam rangka
perlindungan terhadap keberadaan hutan mangrove dengan menunjuk suatu
48
kawasan hutan mangrove, dan sebagai bentuk sabuk hijau di sepanjang pantai dan
tepi sungai
Wisatawan yang berkunjung ke area trekking mangrove kebanyakan lebih
banyak wisatawan lokal dibandingkan wisatawan asing. Wisatawan asing enggan
untuk berkunjung ke area trekking mangrove karena mahalnya tiket masuk yang
termasuk PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) yang berkisar pada hari biasa
sebesar Rp. 150.000 dan weekend sebesar Rp. 250.000. Transportasi menuju ke
area trekking mangrove juga tergolong mahal. Transportasi yang digunakan yaitu
mobil dengan biaya Rp. 500.000/mobil untuk sewa sehari. TNKJ juga sempat
ditutup karena adanya pandemi Covid-19.
4.2.3. Kesesuaian Jenis Wisata Mangrove
Kesesuaian kegiatan wisata dalam upaya pemanfaatan yang ada di
mangrove TNKJ dapat terbilang sesuai dengan konsep new tourism dan sesuai
dengan peraturan yang ada. Mangrove yang ada di TNKJ memiliki zonasi
mangrove pada ekosistemnya. Zonasi mangrove yang ada di TNKJ memiliki 4
lapisan yaitu terdiri dari mangrove darat, mangrove tengah, mangrove terbuka dan
mangrove payau. Zonasi mangrove yang ada di TNKJ ini membuat lebih cocok
untuk dikembangkan wisata edukasi. Setiap lapisan memiliki karateristiknya yang
untuk bertahan hidup di daerah tersebut merupakan daya tarik wisatawan.
Mangrove di TNKJ juga masih tergolong memiliki banyak spesies karena
termasuk dalam zona rehabilitasi. Hal ini diperkuat Agussalim dan Hartoni
(2014), ekosistem mangrove memiliki objek daya tarik ekowisata potensial untuk
mendukung pengembangan ekowisata.
49
Upaya pemanfaatan untuk kegiatan wisata di mangrove TNKJ sudah
sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor:
P.48/Menhut-II/2010 jika luas area yang diizinkan untuk dibangun kegiatan
wisata alam maksimal 10% yang sudah dibangun di TNKJ dari luas areal yang
ditetapkan dalam izin. Hal ini sudah sesuai dengan keadaan yang ada di trekking
mangrove TNKJ dimana luasan total mangrove yang ada di TNKJ yaitu 396,9 ha
dengan luas bangunan untuk kegiatan wisata seluas 29,2 ha.
Kerusakan pada fasilitas yang ada di trekking mangrove TNKJ membuat
tidak kesesuaian untuk wisata. Kerusakan terjadi pada jalan trekking berupa
rusaknya papan informasi di beberapa titik dan rusaknya jalan trekking yang ada
di 10 titik kerusakan. BTNKJ sudah mencatat dan menindak-lanjutinya dengan
dimasukkan di anggaran tahun ini; namun keterlambatan turunnya dana membuat
keterlambatan dalam perbaikan. Ketidak sesuain lainya adalah sampah yang
berada di mangrove dan ini membuat salah satu program pengelolaan yang ada
yaitu bersih-bersih mangrove.
Gambar 18. Trekking yang rusak
Sumber: Dokumentasi pribadi
50
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh setelah melaksanakan Praktik Kerja
Lapangan antara lain:
1. Jenis pemanfaatan mangrove di Taman Nasional Karimunjawa terbagi
menjadi dua yaitu pemanfaatan langsung dan pemanfaatan tidak langsung.
Pemanfaatan langsung yaitu sebagai sarana wisata dengan adanya trekking
mangrove. Pemanfaatan langsung dibidang perikanan berupa penangkapan
kerang, ikan, dan kepiting, sedangkan pemanfaatan tidak langsung berupa
pemanfaaatan sebagai sarana pendidikan dan penelitian.
2. Jenis kegiatan wisata mangrove Taman Nasional Karimunjawa yaitu
berjalan menyururi jalur trekking sambil mengenal jenis mangrove yang
ada, berfoto, menikmati pemandangan dari menara pandang dan area
sunset, serta melihat burung.
3. Kesesuaian kegiatan wisata pada kawasan ini tegolong sudah sesuai
dengan peraturan yang ada, dimana luasan yang dapat dimanfaatkan untuk
bangunan kegiatan wisata sebesar 7,36% luasan yang ada.
5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan setelah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan
antara lain:
1. Sebaiknya pada menara pandang diberikan teropong paten untuk melihat
objek yang jauh seperti untuk mengamati burung dan sejenisnya.
51
2. Sebaiknya untuk fasilitas yang rusak pada area trekking mangrove di
Taman Nasional Karimunjawa segera untuk diperbaiki.
3. Sebaiknya untuk mahasiswa yang ingin mengambil topik mengenai
mangrove harus survey ke pihak balainya dan mencari informasi seputar
mangrove agar dapat diarahkan dengan benar dan yang sesuai dengan apa
yang ada di TNKJ.
52
DAFTAR PUSTAKA
Agussalim, A., dan H. Hartoni. 2014. Potensi Kesesuaian Mangrove sebagai
Daerah Ekowisata di Pesisir Muara Sungai Musi Kabupaten
Banyuasin. Maspari Journal, 6(2) : 148-156.
BTNKJ (Balai Taman Nasional Karimunjawa). 2012. Jenis-jenis Mangrove TN
Karimunjawa. Semarang: BTNKJ.
. 2017. Statistik Karimunjawa
2016. Semarang: BTNKJ.
. 2019. Statistik Balai Taman
Nasional Tahun 2019. Kementerian Kehutanan Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Balai Taman Nasional
Karimunjawa. Semarang.
Bismark M., E. Subiandono, dan N. M. Heriyanto. 2008. Keragaman dan Potensi
Jenis serta Kandungan Karbon Hutan Mangrove di Sungai Subelen
Siberut, Sumatera Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam,
5(3): 297- 300.
Hamidy, R. 2010. Struktur dan Keragaman Komunitas Kepiting di Kawasan
Hutan Mangrove Stasiun Kelautan Universitas Riau, Desa Purnama
Dumai. Jurnal Ilmu Lingkungan, 2(4):81-91.
Herwanti S. 2015. Kajian Pengembangan Usaha Sirup Mangrove Desa Margasari
Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur. Jurnal
Hutan Tropis, 4(1): 34-40.
Krisnawati, H. 2017. Hutan Mangrove untuk Mitigasi Perubahan Iklim. Bogor:
Media Brief. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan
Penelitian, Pengembangan dan Inovasi.
Mulyadi, E., O. Hendriyanto, dan N. Fitriani. 2009. Konservasi Hutan Mangrove
sebagai Ekowisata. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, 2 (1): 51- 58.
Nugraha, H.P., A. Indarjo, dan M. Helmi. 2013. Studi Kesesuaian dan Daya
Dukung Kawasan untuk Rekreasi Pantai di Pantai Panjang Kota
Bengkulu. Journal of Marine Research, 2(2): 130-139.
Mardhia, D., R. Firdaus, A. Saputra, F. Asriyanti, dan D. A. Pratama. 2019.
Pemanfaatan Achantus ilicifolius sebagai Produk Olahan Teh dalam
Rangka Melestarikan Mangrove di Desa Labuhan Sumbawa. Abdi
Insani, 6(3): 348-358.
53
Rusdianti, K dan S, Sunito. 2012. Konversi Lahan Hutan Mangrove serta Upaya
Penduduk Lokal dalam Merehabilitasi Ekosistem Mangrove. Jurnal
Sosiologi Pedesaan, 6 (1): 1-17.
Setiawan, W., S. P. Harianto, dan R. Qurniati. 2017. Ecotourism Development to
Preserve Mangrove Conservation Effort: Case study in Margasari
Village, District of East Lampung, Indonesia. Ocean Life, 1(1): 14-19.
Supriharyono. 2009. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah
Pesisir dan Laut Tropis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Tiga, M. R. M., E. I. K. Putri, dan M. Ekayani. 2019. Persepsi masyarakat Desa
Katikuwai dan Desa Praing Kareha terhadap Pengembangan Ekowisata
di Taman Nasional Matalawa NTT. Jurnal Sosiologi Pedesaan. Sodality:
Jurnal Sosiologi Pedesaan, 7(1): 34-40.
Tumangger, B. S. 2019. Identifikasi dan Karakteristik Jenis Akar Mangrove
berdasarkan Kondisi Tanah dan Saliniitas Air Laut di Kuala
Langsa.. Biologica Samudra, 1(1): 09-16.
Turisno, B. E., R. Suharto, dan E. A. Priyono. 2018. Peran Serta Masyarakat dan
Kewenangan Pemerintah dalam Konservasi Mangrove sebagai Upaya
Mencegah Rob dan Banjir serta Sebagai Tempat Wisata. Masalah-
Masalah Hukum, 47(4): 479-497.
Wardhani, M. K. 2011. Kawasan Konservasi Mangrove: Suatu Potensi
Ekowisata. Jurnal Kelautan: Indonesian Journal of Marine Science and
Technology, 4(1): 60-76.
Wijayanti, T. 2009. Konservasi Hutan Mangrove sebagai Wisata Pendidikan
Jurnal Ilmu Teknik Lingkungan, 1(1): 15-21.
54
LAMPIRAN
55
Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan PKL
Pressea
Presentasi proposal PKL Koordinasi Pembimbing Lapangan
Wawancara pencari kerang Wawancara ke pihak Balai
Patroli pal batas Identikasi jenis mangrove
Bersih-bersih area trekking Foto bersama
56
Bivalvia yang berasosiasi Kerang di mangrove
Ikan Gelodok Kepiting
Kupu-kupu Burung yang berada mangrove
Pengunjung lokal Foto bersama pembimbing lapangan
57
Lampiran 2. Surat Keterangan Praktik Kerja Lapangan
58
Lampiran 3. Logbook kegiatan Praktik Kerja Lapangan
59