Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
KESADARAN HUKUM PENDAFTARAN MEREK PARA PENGUSAHA
KECIL DAN MENENGAH DI BIDANG BATIK
(Studi di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta)
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna
Memperoleh Derajat Sarjana S1 Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
VINA SEPTI ARFIANI
NIM. E0008082
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
KESADARAN HUKUM PENDAFTARAN MEREK PARA PENGUSAHA
KECIL DAN MENENGAH DI BIDANG BATIK (Studi di Kampung Wisata
Batik Kauman Kota Surakarta)
Oleh:
Vina Septi Arfiani
NIM. E0008082
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, Juli 2012
Dosen Pembimbing Skripsi
Pembimbing I Pembimbing II
(Djuwityastuti, S.H,M.H) (Munawar Kholil , S.H, M.Hum)
NIP. 195405111980032001 NIP. 196810171994031003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
KESADARAN HUKUM PENDAFTARAN MEREK PARA PENGUSAHA
KECIL DAN MENENGAH DI BIDANG BATIK
(Studi di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta)
OlehVina Septi Arfiani
NIM. E0008082
Telah diterima dan dipertahankan di hadapan
Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Rabu
Tanggal : 1 Agustus 2012
DEWAN PENGUJI
1. Pranoto,S.H.,M.H (...................................................)NIP . 196412 19198903 1 002
2. Munawar Kholil , S.H, M.Hum (....................................................) NIP. 19681017 19940 3 1003
3. Djuwityastuti, S.H,M.H (.....................................................) NIP. 19540511 19800 3 2001
MengetahuiDekan,
Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum NIP. 19570203 198503 2 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Vina Septi Arfiani
NIM : E0008082
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:
KESADARAN HUKUM PENDAFTARAN MEREK PARA PENGUSAHA
KECIL DAN MENENGAH DI BIDANG BATIK (Studi di Kampung Wisata
Batik Kauman Kota Surakarta) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang
bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan
ditunjukan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan
saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa
pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan
hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 19 Juli 2012
yang membuat pernyataan
Vina Septi Arfiani
NIM. E0008082
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Vina Septi Arfiani. E0008082. 2012. KESADARAN HUKUM PENDAFTARAN MEREK PENGUSAHA KECIL DAN MENENGAH DI BIDANG BATIK (Studi di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta).Fakultas Hukum UNS.
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana kesadaran hukum pendaftaran merek para pengusaha kecil dan menengah dibidang batik di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta dan faktor- faktor apa yang mempengaruhi kesadaran hukum pendaftaran merek para pengusaha kecil menengah dibidang batik di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian empiris yang bersifat deskriptif. Jenis data pada penelitian ini adalah data primer yang diperoleh secara langsung dari lapangan dan data sekunder dari penelitian ini diperoleh dari kajian pustaka yang berkaitan dengan masalah penelitian ini. Teknik pengumpulan data primer adalah observasi, wawancara, kuisioner, sedangkan teknik pengumpulan data sekunder adalah kajian pustaka. Teknik analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan teknik statistik Chi Square.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesadaran hukum pendaftaran merek para pengusaha kecil dan menengah di bidang batik di Kampung Wisata Batik Kauman tergolong rendah. Hal ini dikarenakan pengusaha yang mengetahui bahwa merek diatur di dalam UU No 15 Tahun 2001 hanya 4%, pengusaha yang memahami hal-hal yang diatur dalam UU No 15 Tahun 2001 hanya 38%, pengusaha yang sudah mendaftarkan merek dagangnya hanya 30%, terdapat 53% pengusaha yang menganggap mendaftarkan merek itu penting, dan terdapat 50% pengusaha yang sudah memiliki merek dagang sendiri. Kemudian Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum pendaftaran merek para pengusaha kecil dan menengah di bidang batik di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta adalah kurangnya pengetahuan mengenai pendaftaran merek, anggapan bahwa merek tidak perlu didaftarkan, mahalnya biaya pendaftaran merek, budaya masyarakat di Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta yang mempunyai rasa sungkan untuk mendaftarkan merek sendiri, dan rendahnya peran pemerintah.
Kata kunci : kesadaran hukum, pendaftaran merek, pengusaha kecil dan menengah, batik,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Vina Septi Arfiani. E0008082. 2012. LEGAL AWARENESS OF BRAND REGISTRATION OF LOW AND MEDIUM TRADERS IN BATIK SECTOR. (Research in Kampung Wisata Batik Kauman in Surakarta). Law Faculty of Sebelas Maret University.
The aims of the research are to know about legal awareness of brand registration of low and medium trades in Kampung Wisata Batik Kauman in Surakarta and the factors which influence legal awareness of brand registration of low and medium trades in Kampung Wisata Batik Kauman in Surakarta.
The research is a kind of law research called empirical research which has the quality of descriptive. The types of primary data in the research are directly gotten from the research place but the secondary data are gotten from literature review related to the problem of the research. The technique to collect the primary data uses observation, interview, questioners, but to collect the secondary data uses literature review. Data analytical technique is done by quantitative with statistic Chi Square.
Based on the result of the research legal awareness of brand registration of low and medium trades in Kampung Wisata Batik Kauman is low. It happens because the entrepreneurs who know that brand is regulated in UU no 15 in 2001 are just 4%, entrepreneurs who understand the things which are regulated in UU no 15 in 2001 are 38%, entrepreneurs who have registered their own brands are just 30%, there are 53% entrepreneurs who assume that to register the brand is important, and there are 50% entrepreneurs have their own brand. Then the factors which influence the legal awareness of brand registration of low and medium trades in Kampung Wisata Batik Kauman in Surakarta are the lack of understanding of brand registration, the high-priced of brand registration cost, the culture of hesitate to register their own brands, and the lack of government participation.
Keywords: legal awareness, brand registration, low and medium traders, batik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Maka, apabila kamu selesai
(dari suatu urusan), kerjakanlah urusan (yang lain) dengan sungguh-sungguh.
(Q.S. Al Insyirah: 6-7)
Barangsiapa bersungguh-sungguh pasti dia akan berhasil
Tidak ada cara yang cepat untuk meraih kesuksesan dan kesuksesan itu berawal
dari sebuah mimpi
Bersyukur untuk hari ini, karena setiap apa yang kita terima itulah yang terbaik
untuk kita (Nasihat Sahabat)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Dengan menyebut nama ALLAH yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
segala puji bagi ALLAH Tuhan Semesta Alam, Penulis mempersembahkan karya
ini kepada :
Orang tua tercinta Penulis, (alm) Maryanto, S.H. dan Ernani, S.H. dengan segala
kasih sayang dan perhatiannya mengajarkan penulis untuk memahami arti kerja
keras, pengorbanan serta tanggung jawab
Saudara Penulis tercinta, Vika Astried Permatasari yang telah mengajarkan
penulis bagaimana menjadi kakak yang lebih baik dari yang sebelumnya
Teman spesial Penulis, Aditya Prabowo yang telah mengisi hari-hari Penulis
dalam keadaan suka maupun duka
Kepada Almamater Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret tercinta yang telah
memberikan pelajaran serta pengalaman yang tidak mungkin penulis lupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang tak pernah
berhenti melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan hukum dengan judul “KESADARAN HUKUM
PENDAFTARAN MEREK PARA PENGUSAHA KECIL DAN
MENENGAH DI BIDANG BATIK (Studi di Kampung Wisata Batik
Kauman Kota Surakarta)”.
Penulisan hukum ini membahas tentang bagaimana kesadaran hukum
pendaftaran merek para pengusaha kecil dan menengah di bidang batik di
Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta dan faktor-faktor apa yang
mempengaruhi kesadaran hukum pendaftaran merek para pengusaha kecil dan
menengah di bidang batik di Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta
Pada masa penulisan hukum ini Penulis banyak sekali menerima bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini Penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hartiniwingsih S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan izin
serta kesempatan bagi penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan
hukum ini.
2. Bapak Dr. Hari Purwadi, S.H., M.Hum selaku Pembantu Dekan I
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan izin
penelitian;
3. Bapak Mohammad Adnan, S.H, M.Hum, selaku Pembimbing
Akademik;
4. Ibu Djuwityastuti, S.H., M.H., dan Bapak Munawar Kholil S.H,
M.Hum selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia dengan teliti
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini,
sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini;
5. Para pengusaha kecil dan menengah di bidang batik di Kampung
Wisata Batik Kauman Kota Surakarta, selaku responden yang telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
bersedia membantu penulis dalam melakukan penelitian untuk penulisan
hukum ini.
Akhirnya sembari mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi Penulis sendiri maupun
bagi para pembaca yang budiman.
Surakarta, 18 Juli 2012
Vina Septi Arfiani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN .................................................................... iv
ABSTRAK .................................................................................................. v
ABSTRACT................................................................................................ vi
MOTTO ………………………………………………………………….. vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. viii
KATA PENGANTAR ................................................................................ ix
DAFTAR ISI............................................................................................... xi
DAFTAR TABEL....................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Perumusan Masalah............................................................... 6
C. Tujuan Penelitian................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian................................................................. 7
E. Metode Penelitian .................................................................. 8
F. Sistematika Penulisan Hukum............................................... 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 18
A. Kerangka Teori ...................................................................... 18
1. Tinjauan umum tentang Hak Kekayaan Intelektual
(HKI) ............................................................................... 18
2. Tinjauan umum tentang Hukum Merek........................... 24
3. Tinjauan umum tentang Kesadaran Hukum .................... 47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
4. Tinjauan umum tentang Usaha Kecil Menengah ............ 53
5. Tinjauan umum tentang Efektifitas Hukum Merek......... 53
B. Kerangka Pemikiran............................................................... 59
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN........................ 61
A. Deskripsi Singkat Kampung Wisata Batik Kauman
Surakarta…. ........................................................................... 61
B. Hasil Penelitian ...................................................................... 68
1. Kesadaran Hukum Pendaftaran Merek Para Pengusaha
Kecil dan Menengah di Bidang Batik di Kampung
Wisata Batik Kauman Kota Surakarta ............................ 68
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Hukum
Pendaftaran Merek Para Pengusaha Kecil dan
Menengah di Bidang Batik di Kampung Wisata Batik
Kauman Kota Surakarta.................................................. 77
C. Pembahasan............................................................................ 79
1. Kesadaran Hukum Pendaftaran Merek Para Pengusaha
Kecil dan Menengah di Bidang Batik di Kampung
Wisata Batik Kauman Kota Surakarta ............................ 79
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Hukum
Pendaftaran Merek Para Pengusaha Kecil dan
Menengah di Bidang Batik di Kampung Wisata Batik
Kauman Kota Surakarta.................................................. 91
BAB IV PENUTUP ................................................................................... 97
A. Simpulan ................................................................................ 97
B. Saran....................................................................................... 98
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 99
LAMPIRAN............................................................................................... 102
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Daftar Anggota Pengusaha Batik Paguyuban Kampung
Wisata Batik Kauman (PKWBK) Surakarta .................................... 65
Tabel 2. Nilai Score Data Responden ……………………………………… 69
Tabel 3. Tingkat Pengetahuan dan Pemahaman Responden tentang
Hukum Merek …………………………………………………….. 71
Tabel 4. tingkat Sikap Hukum Responden ………………………………… 73
Tabel 5. Tingkat Pola Perilaku Hukum Responden ……………………….. 73
Tabel 6. Hasil Nilai Responden …………………………………………….. 74
Tabel 7. Daftar Biaya Pendaftaran Merek …………………………………. 82
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Bagan Tahapan Analisis Data ………………………………… 16
Gambar 2. Kerangka Pemikiran …………………………………………. 58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran II Daftar Kuisioner
Lampiran III Jawaban Kuisioner Responden
Lampiran IV Daftar Nama UKM Anggota Paguyuban Kampung Wisata Batik
Kauman Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan dunia bisnis saat ini tumbuh dengan pesat, baik itu bisnis
besar maupun bisnis usaha kecil dan menengah. Salah satu dari bisnis yang
berkembang cepat tersebut adalah batik. Hal ini karena batik merupakan karya
yang menunjukan budaya asli Indonesia. Batik merupakan karya seni dan budaya
warisan leluhur bangsa Indonesia yang dikagumi dunia. Batik bukan hanya
digunakan pada acara-acara formal saja, namun sesuai perkembangannya batik
sudah menjadi mode masa kini bagi masyarakat indonesia sehingga setiap orang
memakai batik disetiap kesempatan apa saja. Semakin melonjaknya permintaan
terhadap batik, maka semakin banyak juga pengusaha-pengusaha yang
memproduksi maupun menjual batik baik secara eceran maupun grosiran.
Kota Surakarta merupakan salah satu tempat wisata belanja batik terkenal
di Indonesia. Di kota ini terdapat sentra kain batik yang terkenal, antara lain
kawasan Kampung Batik Laweyan dan kawasan Kampung Wisata Batik Kauman.
Keunikan Kampung Batik Kauman dibandingkan dengan yang lain adalah cara
yang ditawarkan kepada para wisatawan adalah kemudahan transaksi sambil
melihat-lihat rumah produksi tempat berlangsungnya kegiatan membatik. Artinya,
pengunjung memiliki kesempatan luas untuk mengetahui secara langsung proses
pembuatan batik. Bahkan untuk mencoba sendiri mempraktekkan kegiatan
membatik. Batik adalah salah satu produk kota dan telah menjadi andalan kota
Surakarta. Batik Surakarta sudah di kenal di seluruh Indonesia dan menjadi
produk andalan ekspor.
Batik Surakarta terkenal dengan corak dan pola tradisionalnya batik dalam
proses cap maupun dalam batik tulisnya. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk
pewarnaan masih tetap banyak memakai bahan-bahan dalam negeri seperti soga
Jawa yang sudah terkenal sejak dari dahulu. Polanya tetap antara lain terkenal
dengan Sidomukti dan Sidoluruh (http://solobatik.athost.net/ diakses tanggal 30
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
November 2011 pukul 17.55). Dalam perkembangannya, seni batik yang ada di
Kampung Batik Kauman dapat dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu batik klasik
motif pakem (batik tulis), batik murni cap dan model kombinasi antara tulis dan
cap. Batik tulis bermotif pakem yang banyak dipengaruhi oleh seni batik Keraton
Kasunanan merupakan produk unggulan Kampung Batik Kauman. Produk-produk
batik kampung kauman dibuat menggunakan bahan sutra alam dan sutra tenun,
katun jenis premisima dan prima,rayon (http://www.surakarta.go.id/id/news/
kampung.batik.html. diakses tanggal 1 Desember 2011 pukul 20.35). Batik
Indonesia secara resmi diakui UNESCO dengan dimasukkan ke dalam Daftar
Representatif sebagai Budaya Tak-benda Warisan Manusia (Representative List of
the Intangible Cultural Heritage of Humanity) dalam Sidang ke-4 Komite Antar-
Pemerintah (Fourth Session of the Intergovernmental Committee) tentang Warisan
Budaya Tak-benda di Abu Dhabi. Depbudpar menyatakan masuknya Batik
Indonesia dalam UNESCO Representative List of Intangible Cultural Heritage of
Humanity merupakan pengakuan internasional terhadap salah satu mata budaya
Indonesia, sehingga diharapkan dapat memotivasi dan mengangkat harkat para
pengrajin batik dan mendukung usaha meningkatkan kesejahteraan rakyat
(http://www.antaranews.com/berita/1254491066/batik-indonesia- resmi- diakui
unesco diakses tanggal 4 Agustus 2012 Pukuln23.50)
Pertumbuhan ekonomi di suatu negara sangat bergantung pada sektor
perdagangannya, yang pada akhirnya ditentukan pula oleh keunggulan komparatif
yang dimilikinya. Keunggulan komparatif sangat tergantung kepada kemampuan
teknologinya., yang salah satu unsurnya adalah pada bidang Hak Kekayaan
Intelektual. Dengan demikian Hak Kekayaan Intelektual menjadi bagian yang
sangat penting dalam kegiatan ekonomi suatu negara. Pembicaraan mengenai
batik sebagai salah satu komoditi perdagangan yang memiliki nilai ekonomi,
maka tidak bisa dilepasakan dari merek dagang yang merupakan salah satu dari
kekayaan intelektual.
Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual berupa pembajakan, pemalsuan
dalam konteks merek dagang, jelas merugikan secara signifikan bagi pelaku
ekonomi, terutama akan melukai si pemilik sah dari hak kekayaan intelektual
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
tersebut. Begitu juga konsumen dan mekanisme pasar yang sehat juga akan
terganggu dengan adanya tindak pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual.
Indonesia di kenal di dunia memiliki beragam karya seni, seperti batik.
Era perdagangan global hanya dapat dipertahankan jika terdapat iklim
persaingan usaha yang sehat. Disini merek memegang peranan yang sangat
penting yang memerlukan sistem pengaturan yang lebih memadai. Berdasarkan
pertimbangan tersebut dan sejalan dengan perjanjian- perjanjian internasional
yang telah diratifikasi Indonesia serta pengalaman melaksanakan administrasi
merek, diperlukan penyempurnaan Undang- Undang Merek yaitu Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 1992 sebagai mana diubah dengan Undang- Undang
Nomor 14 Tahun 1997 dan diubah lagi dengan Undang- Undang Nomor 15 Tahun
2001 tentang Merek. Sejalan dengan Hak kekayaan inteektual yang pada intinya
adalah hak eksklusif yang diberikan kepada pemegang hak tersebut, maka merek
dagang juga memberikan hak eksklusif kepada pemiik merek tersebut saah
satunya berupa hak ekonomi.
Merek merupakan suatu tanda pembeda atas barang atau jasa bagi suatu
perusahaan satu dengan yang lainnya. Sebagai tanda pembeda maka merek dalam
satu klasifikasi barang atau jasa tidak boleh memiliki persamaan antara satu
dengan yang lainnya, baik pada keseluruhan maupun pada pokoknya.
Merek dagang yaitu merek yang digunakan atau ditempelkan pada barang
yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang atau badan hukum.
Merek sebagai salah satu wujud karya intelektual memiliki peranan penting bagi
kelancaran dan peningkatan perdagangan barang atau jasa dalam kegiatan
perdagangan dan investasi. Merek dapat memenuhi kebutuhan konsumen akan
tanda pengenal atau daya pembeda yang teramat penting dan merupakan jaminan
kualitas produk atau jasa dalam suasana persaingan bebas. Oleh karena itu, merek
adalah aset ekonomi bagi pemiliknya, baik perorangan maupun perusahaan (badan
hukum) yang dapat menghasilkan keuntungan besar, tentunya bila didayagunakan
dengan memperhatikan aspek bisnis dan proses manajemen yang baik. Demikian
pentingnya peranan merek ini, maka terhadapnya dilekatkan perlindungan hukum,
yakni sebagai objek terhadap terkait hak- hak perseorangan atau badan hukum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Secara tradisional, Merek dagang merupakan cara pertama bagi pengusaha
untuk menembus rantai perdagangan grosir dan eceran serta untuk membuat
ikatan monopoli langsung dengan pelanggan eceran mereka. Di dunia yang
semakin kompleks sekarang ini, Merek dagang digunakan oleh penyedia ,
pelayanan, pengecer, dan lain sebagainya. Merek dagang juga untuk menetapkan
nilai terhadap produk- produk bermerek milik mereka sendiri (Adrian
Sutedi,2009:108).
Merek dagang merupakan sisi yang sah dari strategi pembuatan merek dan
pemasaran barang- barang bermerek, yang terletak pada akar dari banyaknya
pengembangan bisnis. Setiap pengusaha mencoba membedakan mereknya.
Dengan membuat merek untuk suatu produk, hal ini memungkinkan untuk
mendapatkan keuntungan atas tingginya mutu. Hal ini tentu saja dimungkinkan
dengan mengiklankan dan mempromosikan mutu yang reputasinya sudah baik.
(Adrian Sutedi,2009:108). Merek memberi sejumlah keuntungan pada produsen
maupun konsumen. Simamora menyebutkan dengan adanya merek, masyarakat
mendapat jaminan tentang mutu suatu produk yaitu dengan memperoleh informasi
yang berkaitan dengan merek tersebut. Dikenalnya merek oleh masyarakat
membuat pihak perusahaan meningkatkan inovasi produk untuk menghadapi
persaingan. Sedangkan bagi produsen, merek tentunya bermanfaat untuk
melakukan segmentasi pasar, menarik konsumen untuk membeli produk dari
merek tersebut serta memberikan perlindungan terhadap produk yang dihasilkan
(Fajrianti.2005:2).
Uraian di atas dapat mencerminkan betapa pentingnya peran merek dalam
lalu lintas perdagangan. Oleh karena itu diperlukan perlindungan terutama dari
perlindungan hukum bagi pemegang hak merek atau merek dagang terhadap
iktikad tidak baik para pelaku usaha lain. Di Indonesia, perlindungan hukum yang
diberikan bagi pemegang hak merek sesungguhnya telah diatur dalam Undang-
Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek, khususnya dalam pendaftaran merek.
Pendaftaran merek pun secara teknis juga telah diatur dalam berbagai peraturan
perundang undangan Pengaturan tentang merek diatur dalam Undang- Undang
Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek serta Peraturan Pemerintah Republik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Indonesia Nomor 23 Tahun 1993 tentang Tata Cara Permintaan Pendaftaran
Merek, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1993 tentang
Kelas Barang atau Jasa Bagi Pendaftaran Merek, Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang susunan organisasi, tugas dan fungsi
Komisi Banding Merek Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2009 tentang
Jenis Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak, Keputusan Presiden No.
17 Tahun 1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty, Keputusan Presiden
No 85 Tahun 2003 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Pemeriksa Paten dan
Merek , dan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.03-
HC.02.01 Tahun 1991 tanggal 2 Mei 1991 tentang Penolakan Permohonan
Pendaftaran Merek Terkenal atau Merek yang Mirip Merek Terkenal Milik Orang
Lain atau Milik Badan Lain.
Meskipun telah diatur sedemikian rupa, segala peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang merek tersebut, termasuk yang memberikan
perlindungan tidak akan berjalan secara efektif tanpa adanya kesadaran hukum
oleh produsen. Kesadaran hukum yang dimaksud diantaranya adalah kesadaran
untuk mendaftarkan merek dagang mereka demi mendapatkan perlindungan
hukum dari pemerintah dan menghindari adanya tindakan yang merugikan
mereka. Kesadaran hukum merupakan salah satu faktor penting yang perlu
didorong. Idealnya untuk mencapai kondisi yang kondusif bagi tumbuh
berkembangnya kegiatan inovatif dan kreatif dalam skala nasional, para
pengusaha setidaknya memiliki informasi yang cukup untuk mengetahui
bagaimana hukum mengatur tentang merek. Kesadaran hukum adalah bagaimana
orang berfikir tentang hukum, tentang norma- norma umum dari hukum, tentang
praktik setiap hari, dan tentang cara yang umum digunakan dalam berhubungan
dengan hukum atau permasalahan hukum (Achmad Ali,2009:338).
Pada penelitian ini akan diketahui kesadaran hukum pendaftaran merek
para pengusaha kecil dan menengah di bidang batik di Kampung Wisata Batik
Kauman Surakarta dan apabila sudah diketahui bagaimana kesadaran hukum
pendaftaran merek tersebut, maka akan diketahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi kesadaran hukum pendaftaran merek. Pada penelitian sebelumnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
juga terdapat penelitian mengenai kesadaran hukum mengenai merek, pada tahun
2008 oleh Sinta Mayandari dengan judul Kesadaran Hukum Pengusaha Terhadap
Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek di Kampung Batik Laweyan
Surakarta dan hasilnya adalah kesadaran hukum pendaftaran merek pengusaha
batik tersebut rendah. Sedangkan penulis memilih lokasi Kampung Wisata Batik
Kauman Surakarta karena di tempat ini merupakan tempat yang semua
pengusahanya dikategorikan sebagai pengusaha kecil dan menengah serta tempat
ini merupakan tempat yang merupakan daerah wisata batik di Surakarta dimana
pengusaha batik mempunyai showroom khusus untuk memasarkan batiknya yang
sebagian besar menjadi satu dengan rumah pengusaha tersebut sehingga
memudahkan penulis untuk bertemu secara langsung dengan para pengusaha.
Tetapi ada juga pengusaha yang tidak dapat ditemui oleh penulis karena alasan
kesibukan.
Bertitik tolak dari uraian yang dikemukakan oleh penulis sebelumnya
maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan menuangkannya dalam
suatu penulisan hukum dengan judul: KESADARAN HUKUM
PENDAFTARAN MEREK PARA PENGUSAHA KECIL DAN
MENENGAH DI BIDANG BATIK (Studi di Kampung Wisata Batik
Kauman Kota Surakarta).
B. Rumusan MasalahRumusan masalah dimaksudkan untuk penegasan masalah- masalah yang
akan diteliti sehingga memudahkan dalam pekerjaan serta pencapaian sasaran.
Dalam penelitian ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana kesadaran hukum pendaftaran merek para pengusaha kecil dan
menengah di bidang batik di Kampung Wisata Batik Kauman Kota
Surakarta?
2. Faktor- faktor apa yang mempengaruhi kesadaran hukum pendaftaran merek
para pengusaha kecil dan menengah di bidang batik di Kampung Wisata
Batik Kauman Kota Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
C. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian pasti mempunyai tujuan. Tujuan penelitian diperlukan
untuk memberikan arah yang tepat dalam proses penelitian agar penelitian itu
berjalan sesuai dengan apa yang dikehendaki. Definisi dari penelitian menurut
Soerjono Soekanto yaitu suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,
sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau
beberapa gejala hukum tertentu dengan proses analisis. (Mukti Fajar,2009:23)
Penulis membagi tujuan penelitian menjadi 2, yaitu:
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui bagaimana kesadaran hukum pendaftaran merek para
pengusaha kecil dan menengah di bidang batik di Kampung Wisata Batik
Kauman Kota Surakarta.
b. Untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum
pendaftaran Merek para pengusaha kecil dan menengah di bidang batik di
Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama dalam
menyusun karya ilmiah guna memenuhi persyaratan yang diwajibkan
dalam meraih gelar kesarjanaan di bidang ilmu Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk menambah, memperluas, mengembangkan pengetahuan dan
pengalaman bagi penulis di dalam teori dan praktek lapangan hukum yang
sangat berarti bagi penulis.
D. Manfaat Penelitian
Di dalam setiap penelitian sangat diharapkan adanya manfaat dan
kegunaan yang dapat diambil dari penelitian tersebut. Adapun yang menjadi
manfaat dari penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Manfaat teoritis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
a. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis pribadi di bidang
ilmu hukum khususnya Hukum Perdata mengenai Hak Kekayaan
Intelektual.
b. Memberikan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum
khususnya Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia.
c. Untuk mendalami teori- teori yang telah penulis peroleh selama menjalani
kuliah strata satu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
dan untuk memberikan landasan untuk penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
a. Mengembangkan daya penalaran dan membentuk pola pikir dinamis
penulis serta mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu
yang diperoleh.
b. Hasil penulisan ini diharapkan dapat membantu dan memberi masukan
serta tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dengan masalah
yang diteliti, dan berguna bagi para pihak yang berminat pada masalah
yang sama, serta mampu menjawab masalah yang diteliti.
E. Metode Penelitian
Suatu penelitian memiliki arti ilmiah apabila menggunakan metodologi
yang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang akan dicapai. Metode penelitian
merupakan bagian yang terpenting dari suatu penelitian, karena metode penelitian
ini akan menjadi arah dan petunjuk bagi suatu penelitian. (Mukti Fajar,2009:104).
Pengertian metode penelitian adalah suatu cara atau jalan untuk
memecahkan masalah yang ada dengan cara mengumpulkan, mengembangkan,
atau menguji kebenaran suatu pengetahuan. Metode penelitian merupakan suatu
unsur mutlak yang harus ada dalam penelitian. Metode penelitian sangat
menentukan dalam suatu penelitian ilmiah, karena mutu nilai validitas dari hasil
penelitian ilmiah sangat ditentukan oleh pemilihan metode penelitiannya secara
tepat. Metode penelitian meliputi hal- hal sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini termasuk
jenis penelitian empiris, yaitu penelitian yang mengkaji hukum dalam realitas
atau kenyataan di dalam masyarakat. Penelitian ini mencakup penelitian
terhadap identifikasi hukum(Mukti Fajar,2009:153).
2. Sifat Penelitian
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksud untuk
memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-
gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama mempertegas hipotesa- hipotesa,
agar dapat membantu memperkuat teori- teori lama atau di dalam kerangka
penyusun teori baru. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yaitu
memaparkan dan menjelaskan data yang ditemukan dalam penelitian.
Penelitian ini tidak memberikan justifikasi hukum seperti halnya penelitian
hukum normatif, mengenai apakah sesuatu peristiwa itu salah atau benar
menurut hukum, tetapi hanya memaparkan fakta- fakta secara sistematis.
Pemaparan fakta- fakta empiris yang disampaikan bisa dilakukan dengan
pendekatan kualitatif maupun kuantitatif. Pendekatan kualitatif adalah metode
yang mengungkap fakta- fakta secara mendalam berdasar karakteristik ilmiah
dari individu atau kelompok untuk memahami dan mengungkap sesuatu
dibalik fenomena. Sedangkan pendekatan kuantitatif adalah metode analisis
yang mendasar pada angka statistik atau bentuk hitungan lainnya sebagai
pembuktian kebenaran (Mukti Fajar,2009: 53).
Di dalam penelitian deskriptif, kegiatan tidak hanya terbatas pada
pengumpulan data dan penggunaannya tetapi yang lebih penting adalah
analisis dan interprestasi atas data yang telah didapat tersebut agar diketahui
maksudnya. Sedangkan dari sudut pelaksanaannya penelitian ini termasuk
dalam penelitian lapangan yang ditunjang dengan studi kepustakaan.
3. Pendekatan Penelitian
Penulisan hukum ini menggunakan pendekatan konstruksivisme, yaitu
upaya untuk memahami realitas pengalaman manusia, dan realitas itu sendiri
dibentuk oleh kehidupan sosial dengan cara mengembangkan sebuah pola
makna secara induktif selama proses berlangsung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
4. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ditetapkan dengan tujuan agar lingkup pemasalahan
yang diteliti lebih sempit dan terfokus, sehingga penelitian yang dilakukan
lebih terarah. Penulis memilih lokasi penelitian di sentra Kampung Batik
Kauman Kelurahan Kauman, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta.
5. Populasi
Populasi adalah keseluruhan unit atau manusia yang mempunyai ciri-
ciri yang sama. Penentuan populasi ini harus sesuai dengan topik penelitian
(Mukti Fajar,2009:171). Dalam penelitian ini jumlah populasi yang diterima
peneliti dari pengurus Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman Kota
Surakarta berjumlah 49 pengusaha batik yang dikategorikan pengusaha kecil
menengah.
6. Teknik Pengambilan Sampling
Sampel adalah contoh dari suatu populasi yang cukup besar jumlahnya
dan sampel harus dapat mewakili populasi (Mukti Fajar,2009:172). Dalam
penelitian ini pemilihan sampel dilakukan dengan teknik Random Sampling,
yaitu dengan menentukan sampel secara acak, artinya setiap sampel dalam
suatu populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi
anggota sampel. Pengambilan sampel yang demikian dapat dilakukan apabila
tingkat homogenitas sampel dalam populasi tinggi, sehingga akan mudah
untuk diambil sampel yang dapat mewakili populasi. Dalam penelitian ini
peneliti akan mengambil sampling sebanyak 53% dari jumlah populasi,
sehingga 26 orang responden dianggap cukup untuk mewakili jumlah populasi
yang ada.
7. Jenis Data
Data adalah suatu fakta atau keterangan dari obyek yang diteliti.
Dalam penelitian hukum terdapat dua jenis data yang diperlukan, yaitu data
primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh terutama dari hasil
penelitian empiris, yaitu penelitian yang dilakukan langsung di dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
masyarakat (Mukti Fajar,2009: 156). Adapun data primer dari penelitian
ini yaitu diperoleh secara langsung dari lapangan atau lokasi penelitian
yaitu di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelaahan
kepustakaan atau penelaahan terhadap berbagai literatur atau bahan
pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian yang sering
disebut sebagai bahan hukum (Mukti Fajar,2009:156). Adapun data
sekunder dari penelitian ini diperoleh dari studi kepustakaan berbagai
buku, arsip, tulisan ilmiah, dokumen, peraturan perundang- undangan,dan
sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
8. Sumber Data
Sumber data adalah tempat ditemukan data. Sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data
sekunder.
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
lokasi penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi narasumber adalah
para pengusaha kecil menengah batik di Kampung Wisata Batik Kauman
Kota Surakarta. Permasalahan yang diteliti berupa data-data, fakta atau
keterangan yang diperoleh secara langsung di lapangan mengenai
permasalahan yang diteliti.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh tidak secara
langsung dari masyarakat melainkan dari bahan dokumen, peraturan
perundang-undangan, laporan, arsip, literatur, dan hasil penelitian lainnya
yang mendukung sumber data primer. Sumber data sekunder yang akan
digunakan dalam peneitian ini adalah:
1) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer menurut Peter Mahmud Marzuki bersifat
otoritatif, artinya mempunyai otoritas, yaitu merupakan hasil dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang
untuk itu (Mukti Fajar,2009:157). Bahan hukum primer yang
digunakan dalam penelitian ini berupa:
a) Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek;
b) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1993
Tanggal 31 Maret 1993 tentang Tata Cara Permintaan Pendaftaran
Merek;
c) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1993
Tanggal 31 Maret 1993 tentang Kelas Barang atau Jasa Bagi
Pendaftaran Merek;
d) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005
tentang susunan organisasi, tugas dan fungsi Komisi Banding
Merek;
e) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2009 tentang Jenis Tarif
Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak;
f) Keputusan Presiden No. 17 Tahun 1997 tentang Pengesahan
Trademark Law Treaty
g) Keputusan Presiden No 85 Tahun 2003 tentang Tunjangan Jabatan
Fungsional Pemeriksa Paten dan Merek
h) Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.03-
HC.02.01 Tahun 1991 tanggal 2 Mei 1991 tentang Penolakan
Permohonan Pendaftaran Merek Terkenal atau Merek yang Mirip
Merek Terkenal Milik Orang Lain atau Milik Badan Lain.
2) Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat
memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang dapat
berupa rancangan perundang- undangan, hasil penelitian, buku- buku
teks, jurnal ilmiah, koran, pamflet, brosur, dan berita internet (Mukti
Fajar,2009:159).
3) Bahan Hukum Tersier
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang dapat
menjelaskan baik bahan hukum primer maupun bahan hukum
sekunder, yang berupa:
a) Kamus Besar Bahasa Indonesia; dan
b) Kamus Hukum.
9. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara- cara yang dilakukan untuk
memperoleh data dalam suatu penelitian. Untuk memperoleh data- data dalam
penelitian ini, maka penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data
sebagai berikut:
a. Teknik Pengumpulan Data Primer
Dengan mengadakan penelitian langsung di lapangan maka akan
didapatkan data- data yang dipercaya keasliannya. Teknik yang digunakan
dalam pengumpulan data primer adalah:
1) Observasi
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan yang dilakukan
oleh peneliti dalam rangka pengumpulan data dengan cara mengamati
fenomena suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu pula. Dalam
observasi ini peneliti menggunakkan banyak catatan seperti daftar
check, daftar isian, daftar angket, daftar kelakuan dan lain-lain yang
harus dilakukan sendiri oleh peneliti (Mukti Fajar,2009:167). Dalam
penelitian ini peneliti mengadakan pengamatan segala sesuatu yang
ada hubungannya dengan obyek yang akan diteliti yakni dengan
mengadakan pengamatan terhadap kesadaran hukum pendaftaran
merek para pengusaha kecil dan menengah di bidang batik di
Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta.
2) Wawancara
Wawancara dimaksudkan melakukan tanya jawab secara
langsung antara peneliti dengan responden atau narasumber atau
informan untuk mendapatkan informasi. wawancara ini dapat
menggunakan panduan dafta pertanyaan atau tanya jawab dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
secara bebas. Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan
komunikasi. Hasil dari wawancara ini akan ditentukan oleh kualitas
dari beberapa faktor yang saling mempengaruhi dan berkaitan satu
sama lainnya. Faktor- faktor tersebut adalah pewawancara, responden
atau narasumber atau informan, daftar pertanyaan, dan situasi
wawancara. Dalam penelitian ini penulis mengadakan wawancara
dengan pengusaha batik kecil dan menengah yang dijadikan sample
dalam penelitian ini yang berasal dari para pengusaha batik di
Kampung Batik Kauman Kota Surakarta.
3) Kuisioner
Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data dengan cara
menyebarkan atau membagikan daftar pertanyaan yang telah dibuat
sebelumnya oleh peneliti kepada responden, narasumber atau
informan. Kuisioner bertujuan untuk mendapatkan informasi yang
relevan dengan tujuan penelitian, memperoleh informasi sedetail dan
seakurat mungkin (Mukti Fajar,2009:164).
b. Teknik Pengumpulan Data Sekunder
Untuk mendapatkan data sekunder, penulis melakukannya dengan
studi pustaka yang merupakan pendukung dan pelengkap penelitian
dilapangan. Studi pustaka ini dilakukan dengan identifikasi literatur buku-
buku, peraturan perundang- undangan, surat kabar, serta artikel yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti.
10. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis data
kuantitatif. Teknik analisis data penelitian kuantitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memusatkan perhatiannya pada gejala-gejala yang
mempunyai karakteristik tertentu dalam kehidupan manusia yang dinamakan
variabel. Sasaran kajian pendekatan kuantitatif adalah gejala-gejala yang ada
dalam kehidupan manusia itu tidak terbatas banyaknya dan tidak terbatas pula
kemungkinan-kemungkinan variasi dan tingkatannya, maka diperlukan
pengetahuan statistik (Burhan Ashshofa,2010: 20).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Analisis data kuantitatif yaitu dengan melalui beberapa proses yang
terdiri atas Pengkodean Data (Data Coding), Pemindahan Data ke Komputer
(Data Entering), Pembersihan Data (Data Cleaning), Penyajian Data (Data
Output), Penganilisisan Data (Data Analizing). Serangkaian proses tersebut
bertujuan untuk mengintepretasikan data kuantitati yang telah diperoleh.
a. Pengkodean Data (Data Coding)
Data Coding merupakan suatu proses penyusunan secara sistematis
(yang ada dalam kuesioner) ke dalam bentuk yang mudah dibaca. Huruf-
huruf yang ada dalam kuesioner diubah menjadi kode angka. Pemberian
kode ini didasarkan pada asumsi mengenai perilaku masyarakat.
Sedangkan untuk pertanyaan terbuka, jawaban yang diperoleh dari
responden harus diiventarisir terlebih dahulu untuk kemudian diberikan
kode sesuai dengan kepentingan peneliti. Kode jawaban harus baku dan
konsisten (tidak berubah-ubah) agar hasil penelitian ketika dilakukan
indeks atau skala memiliki validitas tinggi.
b. Pemindahan Data ke Komputer (Data Entering)
Data Entering merupakan kegiatan memindahkan data yang telah
diubah menjadi kode ke dalam komputer.
c. Pembersihan Data (Data Cleaning)
Kegiatan dalam tahap data cleaning memastikan bahwa seluruh
data yang telah dimasukkan ke dalam komputer sudah sesuai dengan yang
sebenarnya. Sehingga pada tahapan ini memerlukan ketelitian dan akurasi
data.
d. Penyajian Data (Data Output)
Hasil pengolahan data kemudian disajikan dalam bentuk yang
mudah dipahami, seperti : numerik atau dalam betuk angka (data disajikan
dalam bentuk tabel-tabel); grafik atau dalam bentuk gambar (data disajikan
dalam bentuk histogram, steam and leat plot, polygon, atau pie chart).
e. Penganalisisan Data (Data Analyzing)
Tahapan ini merupakan proses lanjutan dari proses pengolahan
data untuk melihat bagaimana mengintepretasikan data kemudian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
menganalisis data dari hasil yang telah ada pada tahap hasil pengolahan
data. Tahapan-tahapan analisis data kuantitatif dapat digambarkan
(Bambang Prasetyo, 2005 : 169) sebagai berikut :
Data Coding
Data Entering
Tidak ada kesalahan Ada kesalahan
Gambar. 1 Bagan Tahapan Analisis Data
(Bambang Prasetyo, 2005 : 169)
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang sistematika
penulisan hukum yang sesuai dengan aturan penulisan hukum, maka penulis
menggunakan sistematika penulisan hukum yang terdiri dari empat bab yaitu
pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan, dan penutup. Selain itu ditambah
dengan daftar pustaka. Adapun sistematika yang terperinci adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis akan mengemukakan tentang latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
metodologi penelitian dan sistematika penulisan hukum.
Data Cleaning
Data Output
Data Analyzing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan dikemukakan tentang kerangka teori yang
meliputi tentang, tinjauan umum tentang Hak Kekayaan Intelektual
(HKI), tinjauan umum tentang Hukum Merek, tinjauan umum tentang
Kesadaran Hukum , tinjauan umum tentang Usaha Kecil Menengah,
tinjauan umum tentang Efektivitas Hukum Merek. Bab ini juga
dikemukakan tentang kerangka pemikiran.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA
Dalam bab ini penulis hendak menguraikan pembahasan dan hasil
perolehan dari penelitian yang dilakukan. Berpijak dari rumusan
masalah yang ada, maka dalam bab ini penulis akan membahas yaitu
kesadaran hukum pendaftaran merek para pengusaha kecil dan
menengah dibidang batik di Kampung Wisata Batik Kauman kota
Surakarta dan faktor- faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum
Merek para pengusaha kecil dan menengah dibidang batik di
Kampung Wisata Batik Kauman kota Surakarta.
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini penulis mengemukakan kesimpulan dari hasil
penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab
sebelumnya serta memberikan saran yang relevan terhadap
kekurangan-kekurangan yang ditemukan dan sekiranya perlu adanya
perbaikan dalam penelitian dan agar bermanfaat dan relevan dengan
penelitian terhadap pihak-pihak yang terkait dengan penelitian
tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum tentang Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
a. Definisi HKI
Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disingkat HKI) adalah
terjemahan resmi dari Intellectual Property Rights. Meskipun substansinya
jelas, mencari sebuah definisi yang tepat untuk HKI yang bersifat
komprehensif dan mencakup semua aspek bukanlah sebuah pekerjaan
yang mudah. Banyak ahli hukum menemui kesulitan ketika mengkaji HKI
di luar dari sekumpulan cabang- cabang yang melingkupinya sehingga
definisi yang dirumuskan selalu difokuskan pada cabang- cabang HKI
daripada merumuskan sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alasan
pembenar terhadap perlindungan HKI. WIPO sebuah lembaga
internasional di bawah PBB yang menangani masalah HKI mendefiniskan
HKI sebagai kreasi yang dihasilkan dari pikiran manusia yang meliputi:
invensi, karya sastra dan seni, simbol, nama, citra dan desain yang
digunakan di dalam perdagangan (Tomi Suryo Utomo,2010:1).
Definisi juga dikemukakan oleh Jill Mc-Keough dan Andrew
Stewart yang mendefinisikan HKI sebagai sekumpulan hak yang diberikan
oleh hukum untuk melindungi investasi ekonomi dari usaha -usaha yang
kreatif (Tomi Suryo Utomo,2010:2). Mahadi mendefinisikan HKI sebagai
hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja
otak, hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio manusia yang menalar
dan hasil kerjanya itu berupa benda immateriil (Hery Firmansyah,2011:4).
Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak yang timbul dari hasil
olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna
untuk kehidupan manusia (Rudi Agustian Hassim,2009:3). Apa pun yang
dirumuskan oleh para ahli, HKI selalu dikaitkan dengan tiga elemen
penting yaitu:
18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
1) Adanya sebuah hak eksklusif yang diberikan oleh hukum;
2) Hak tersebut berkaitan dengan usaha manusia yang didasarkan pada
kemampuan intelektual; dan
3) Kemampuan intelektual tersebut memiliki nilai ekonomi (Tomi Suryo
Utomo,2010:2).
b. Sistem Perlindungan Hukum HKI
Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak yang mendapat
perlindungan dari undang- undang, dan barang siapa yang melanggarnya
akan dapat dikenakan sanksi. Perlindungan hukum dimaksudkan sebagai
upaya yang diatur oleh undnag- undang guna mencegah terjadinya
pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual oleh orang yang tidak berhak. Jika
terjadi pelanggaran, maka pelanggar tersebut harus diproses secara hukum,
dan bila terbukti bersalah, maka dapat dijatuhi hukuman sesuai peraturan
yang berlaku dengan ancaman hukuman baik yang sifatnya pidana maupun
perdata. Tujuan perlindungan HKI itu sendiri adalah untuk memberikan
kejelasan hukum mengenai hubungan antara kekayaan intelektual dengan
pencipta atau penemu, pemilik atau pemegang, dan pemakai yang
menggunakan HKI (Hery Firmansyah,2011:11).
Perlindungan hukum tersebut bertujuan untuk pengakuan atau hasil
karya manusia, juga dimaksudkan agar mereka dapat menggunakannya
tanpa gangguan pihak- pihak lain. Perlindungan hukum HKI merupakan
suatu sistem hukum yang terdiri dari unsur- unsur sistem sebagai berikut :
1) Subjek perlindungan
Subjek yang dimaksud adalah pihak pemilik atau pemegang
hak, aparat penegak hukum, pejabat pendaftaran, dan pelanggar
hukum;
2) Objek perlindungan
Objek yang dimaksud adalah semua jenis produk HKI yang
diatur oleh undang- undang, seperti Merek, Hak Cipta, Hak Paten,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Desain Industri, Rahasia Dagang, Tata Letak Sirkuit Terpadu,
Perlindungan Varietas Tanaman;
3) Pendaftaran perlindungan
HKI yang dilindungi hanyalah yang sudah terdaftar dalam
Daftar Umum Merek dan dibuktikan dengan sertifikat pendaftaran,
kecuali apabila undang- undang mengatur lain;
4) Jangka waktu perlindungan
Jangka waktu yang dimaksud adallah lamanya HKI itu
dilindungi oleh Undang- Undang Merek 10 (sepuluh) tahun, Hak Cipta
selama hidup ditambah 50 (lima puluh) tahun sesudah meninggal, Hak
Paten 20 (dua puluh) tahun, Desain Industri 10 (sepuluh) tahun,
Varietas Baru Tanaman 20-25 (dua puluh sampai dua puluh lima)
tahun; dan
5) Tindakan hukum perlindungan
Apabila terbukti terjadi pelanggaran HKI, maka pelanggara
harus dihukum baik secara pidana maupun perdata (Hery
Firmansyah,2011:13).
c. Masuknya HKI dalam Sistem Hukum di Indonesia
HKI secara tradisional dipisahkan dalam dua rumpun, yaitu Hak
Cipta (copyright) dan Hak Kekayaan Industri (industrial property), yang
terdiri dari paten, merek, desain produk industri, penanggulangan
persaingan curang (Adi Sulistiyono,2010: 18). Persoalan HKI pada
mulanya berada di bawah pengaturan sejumlah perjanjian multilateral
yang diadministrasikan oleh WIPO (World Intellectual Property Rights).
WIPO didirikan dengan dua misi, yaitu meningkatkan atau
mempromosikan perlindungan HKI diseluruh dunia dan
mengadmisnitrasikan perjanjian- perjanjian internasional di bidang HKI
dan negara- negara anggota pesertanya. Untuk merealisir misi yang
pertama WIPO usaha yang dilakukan adalah memprakarsai pembuatan
perjanjian internasional, memberikan informasi- informasi tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
perkembangan dan masalah- masalah HKI kepada negara peserta, dan
memberikan bantuan teknik kepada negara- negara berkembang.
Sejak tanggal 15 April 1994 tidak kurang dari 124 negara,
termasuk Indonesia, telah menandatangani GATT- Putaran Uruguay.
Disamping disepakatinya berdirinya WTO (World Trade Organization),
melalui Agreement Estabilishing The World Trade Organization untuk
menggantikan GATT. Salah satu kesepakatan yang dihasilkan dalam
GATT-PU adalah berkaitan dengan Agreement on Trade Related Aspects
of Intellectual Property Rights (TRIPs), dimana didalamnya mengatur
materi tentang HKI (Adi Sulistiyono,2010: 19).
Pemerintah Indonesia telah menandatangani kesepakatan GATT-
PU. Dengan diberlakukannya WTO membawa implikasi masuknya HKI
dalam sistem hukum nasional. Hal ini disebabkan setiap negara yang telah
menyepakati GATT-PU memiliki kewajiban untuk menyesuaikan
instrumen- instrumen hukum nasionalnya dengan ketentuan –ketentuan
yang terdapat dalam TRIPs.
Sesuai kesepakatan, implementasi perdagangan yang terkait
dengan HKI telah mulai secara efektif pada tanggal 1 Januari 1995, namun
khusus negara- negara berkembang termasuk Indonesia perjanjian tersebut
berlaku mulai 1 Januari 2000. Hal ini mengandung makna mulai pada
tanggal tersebut Dewan TRIPs akan mengawasi pelaksanaan dan
pemenuhan kewajiban negara anggota pada persetujuan ini. Dalam kondisi
demikian, kedaulatan Pemerintah Indonesia untuk membuat materi suatu
peraturan perundang- undangan berdasarkan urgensi atau budaya
masyarakatnya menjadi tidak berlaku, karena semua komponen sistem
hukum nasional yang terkait dengan HKI wajib mengacu dan tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan TRIPs (Adi Sulistiyono,2010: 27).
Pada tahun 1997 Pemerintah Indonesia bersama DPR telah
melakukan perubahan undang- undangnya di bidang HKI yaitu Undang-
undang No 12 Tahun 1997 tentang perubahan Undang- undang Hak
Cipta, Undang-undang No 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Undang-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
undang Paten, Undang- undang 14 Tahun 1997 tentang Perubahan
Undang- undang Merek. Seteah itu pada tahun 2000-an, pemerintah juga
telah mengundangkan Undang- undang No 29 Tahun 2000 tentang
Perlindungan Varietas Tanaman; Undang- undang No 30 Tahun 2000
tentang Rahasia Dagang; Undang- undang No 31 Tahun 2000 tentang
Desain Industri; Undang- undang No 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata
Letak Sirkuit Terpad. Sedangkan pada tahun 2001, pemerintah telah
berhasil menyempurnakan lagi Undang- undang No 14 Tahun 2001
tentang Paten, Undang- undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek, dan
Undang- undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (Adi
Sulistiyono,2010: 28).
Selain itu pemerintah juga mengeluarkan Keputusan Presiden
(Keppres). Keppres itu merupakan keputusan politik bangsa Indonesia
untuk meratifikasi sejumlah konvensi dan perjanjian internasional di
bidang HKI. Kelima Keppres itu adaah: Keppres No 15 Tahun 1997
tentang Pengesahan Paris Convention for The Protection of Industrial
Property dan Convention Establishing The World Intellectual Property
Organization, Keppres No 16 tahun 1997 tentang Pengesahan Patent
Coperation Treaty (PCT) and Regulations Under The PCT, Keppres No
17 Tahun 1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty, Keppres No
18 tahun 1997 tentang Pengesahan Berne Convention for The Protection of
Literary and Artistic Works, Keppres No 19 Tahun 1997 tentang
Pengesahan WIPO Copyrights Treaty (Adi Sulistiyono,2010: 28).
d. Ruang Lingkup HKI
Hak Kekayaan Intelektual terdiri dari:
1) Hak Cipta (copyrights)
Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak
cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
pembatasan menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Diatur di dalam UU No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
2) Hak Kekayaan Industri (industrial property right), yang terdiri dari:
a) Perlindungan Varietas Tanaman, yaitu perlindungan khusus yang
diberikan negara, yang dalam hal ini diwakili oleh pemerintah dan
pelaksanaannya dilakukan oleh kantor PVT, terhadap varietas
tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan
pemuliaan tanaman. Diatur di dalam UU No 29 Tahun 2000
Tentang Perlindungan Varietas Tanaman.
b) Rahasia dagang, yaitu informasi yang tidak diketahui oleh umum
di bidang teknologi dan/atau bisnis. Diatur di dalam UU No 30
Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;
c) Desain industri, yaitu suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau
komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan
daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang
memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam poa tiga
dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan
suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan
Diatur di dalam UU No 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri;
d) Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, yaitu kreasi berupa rancangan
peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang- kurangnya
satu dari elemen tersebut adalah aktif, serta sebagian atau semua
interkoneksi dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan tiga dimensi
tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan sirkuit terpadu.
Diatur di dalam UU No 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu;
e) Paten, yaitu hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada
inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk
selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut
atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
meaksanakannya. Diatur di dalam UU No 14 Tahun 2001 tentang
Paten;
f) Merek, yaitu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf, angka-
angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur- unsur tersebut
yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa. Diatur di dalam UU No 15 Tahun
2001 tentang Merek;
g) Indikasi geografis, dilindungi sebagai suatu tanda yang
menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor
lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau
kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas
tertentu pada barang yang dihasilkan. Diatur di dalam Pasal 56 ayat
(1) UU No 15 Tahun 2001 tentang Merek.
2. Tinjauan tentang Hukum Merek
a. Definisi Merek
Definisi mengenai merek dapat kita temukan di dalam Pasal 1 ayat
(1) Undang- Undang Merek No 15 Tahun 2001, yaitu :
“Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf, angka- angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur- unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”.
Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara
kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk
jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau
memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Merek dikatakan berbeda apabila tidak memiliki unsur- unsur
persamaan dengan merek lainnya untuk barang dan jasa sejenis yang
sudah terdaftar. Unsur- unsur persamaan merek itu bisa keseluruhan atau
pada pokoknya yaitu adanya kemiripan yang disebabkan oleh unsur- unsur
yang menonjol antara merek yang satu dengan merek yang lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Beberapa sarjana memberikan pendapatnya mengenai definisi
merek, yaitu antara lain:
1) H.M.N. Purwo Sutjipto, S.H.
“Merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis”(OK Saidin,2004:343).
2) Prof. R. Soekardono, S.H.
“Merek adalah sebuah tanda dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, dimana perlu juga dipribadikan asalnya barang atau menjamin kualitetnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan- badan perusahaan lain” (OK Saidin,2004:344).
3) Drs. Iur Soeryatin
“Suatu merek dipergunakan untuk membedakan barang yang bersangkutan dari barang sejenis lainnya oleh karena itu barang yang bersangkutan dengan diberi merek tadi mempunyai tanda asal, nama, jaminan terhadap mutunya” (OK Saidin,2004:344).
4) David A. Aaker“Merek adalah nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual tertentu, dengan demikian membedakannya dari barang-barang dan jasa yang dihasilkan para kompetitor” (Mahrinasari.2006:36).
b. Perkembangan Hukum Merek di Indonesia
Sebelum tahun 1961, UU Merek Kolonial tahun 1912 tetap berlaku
sebagai akibat dari penerapan pasal- pasal peralihan dalam UUD 1945 dan
UU RIS 1949 serta UU Sementara 1950. UU Merek 1961 kemudian
menggantikan UU Merek Kolonial. Namun UU 1961 tersebut sebenarnya
hanya merupakan ulangan dari UU sebelumnya. Tahun 1992 UU Merek
baru diundangkan dan berlaku mulai tanggal 1 April 1993, menggantikan
UU Merek tahun 1961. Dengan adanya UU baru tersebut surat keputusan
administratif yang terkait dengan prosedur pendaftaran merek pun dibuat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Berkaitan dengan kepentingan reformasi UU Merek, Indonesia turut serta
meratifikasi Perjanjian Internasional Merek WIPO (Lindsey, 2005:131).
Tahun 1997, UU Merek 1992 diubah dengan mempertimbangkan
pasal- pasal dari perjanjian internasional Tentang Aspek-aspek yang
dikaitkan dengan perdagangan dari Hak Kekayaan Intelektual (TRIPs)-
GATT. Pasal-pasal tersebut memuat perlindungan atas indikasi asal dan
geografis. UU tersebut juga mengubah ketentuan dalam UU sebelumnya
dimana pengguna merek pertama di Indonesia berhak untuk mendaftarkan
merek tersebut sebagai merek. Pada tahun 2001, UU Merek baru berhasil
diundangkan oleh pemerintah. UU tersebut berisi tentang berbagai hal
yang sebagian besar sudah diatur dalam UU terdahulu. Beberapa
perubahan penting yang tercantum dalam UU No 15 Tahun 2001 adalah
penetapan sementara pengadilan, perubahan delik biasa menjadi delik
aduan, peran Pengadilan Niaga dalam memutuskan sengketa merek,
kemungkinan menggunakan alternatif penyelesaian sengketa dan
ketentuan pidana yang diperberat (Lindsey, 2005:132).
c. Sejarah Merek
Menurut Duane E. Knapp pemberian tanda pada barang sebagai
merek bukanlah fenomena baru. Zaman prasejarah dan setelah sejarah
ditulis telah membuktikan hal ini. Para pemburu pada zaman itu telah
memberi tanda atau ukir-ukiran pada senjata buruan mereka sebagai bukti
kepemilikan. Pembuat tembikar pada masa Yunani dan Romawi kuno
telah memberi identitas dengan memberi tanda pada dasar pot ketika
masih basah,yang akan menimbulkan relief ketika kering. Hal lain lagi
adalah menuliskan nama diri pada beberapa barang, seperti pada pahatan
batu yang dimaksudkan sebagai identifikasi pembuatnya. Pada abad
pertengahan, penggunaan tanda-tanda seperti cap pada hewan ternak juga
sudah dilakukan. Para pedagang Eropa pada abad itu juga telah
menggunakan merek dagang untuk meyakinkan konsumen dan memberi
perlindungan hukum terhadap produsen. Jauh setelah Revolusi Industri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
banyak muncul merek-merek baru seperti Levi’s sekitar tahun 1830, Coca
Cola tahun 1886, dan lain sebagainya (http://catatansuryaibrahim.
blogspot.com/2011/04/peninjauanpermasalahanhaki-tentang.html diakses
tanggal 19 Juni 2012 Pukul 13.10).
Pada zaman modern seperti saat ini merek bisa menjadi aset bagi
pemiliknya, karena dapat mendatangkan keuntungan dan dijadikan sarana
promosi bagi usahanya. Bagi sebagian masyarakat merek adalah gaya
hidup. Artinya merek dapat dijadikan sarana untuk menunjukkan bahwa
seseorang tidak ketinggal jaman, dan selalu mengikuti mode yang sedang
trend. Pada perkembangannya merek juga menjadi citra. Orang-orang
yang menggunakan merek-merek tertentu merasa lebih percaya diri
(http://catatansuryaibrahim.blogspot.com/2011/04/peninjauanpermasalaha
n haki -tentang.html diakses tanggal 19 Juni 2012 Pukul 13.10).
Konsep dasar pemberian hak atas merek adalah bahwa merek
termasuk obyek hak kekayaan intelektual di bidang industri. Merek,
sebagai hak milik yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual
manusia melalui daya cipta dan karsa, yang untuk menghasilkannya
memerlukan pengorbanan tenaga, pikiran, waktu dan biaya, menjadikan
karya yang dihasilkan mempunyai nilai. Nilai ekonomi yang melekat pada
hak milik itu menimbulkan konsepsi kekayaan (property). Dengan konsep
kekayaan, maka HKI perlu diberi perlindungan hukum dan hak. Dan, oleh
si pemilik hak itu perlu dipertahankan eksistensinya terhadap siapa saja
yang menggunakannya tanpa ijin. Merek tanpa sertifikat pendaftaran tidak
akan dilindungi oleh undang-undang HKI.(http://catatansuryaibrahim.
blogspot.com/ 2011/ 04/peninjauan- permasalahan haki -tentang.html
diakses tanggal 19 Juni 2012 Pukul 13.10).
d. Dasar Hukum Merek di Indonesia
1) UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek;
2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1993
tentang Tata Cara Permintaan Pendaftaran Merek;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1993
tentang Kelas Barang atau Jasa Bagi Pendaftaran Merek;
4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005
tentang susunan organisasi, tugas dan fungsi Komisi Banding Merek;
5) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2009 tentang Jenis Tarif Atas
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak;
6) Keputusan Presiden No. 17 Tahun 1997 tentang Pengesahan
Trademark Law Treaty
7) Keputusan Presiden No 85 Tahun 2003 tentang Tunjangan Jabatan
Fungsional Pemeriksa Paten dan Merek; dan
8) Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.03-
HC.02.01 Tahun 1991 tanggal 2 Mei 1991 tentang Penolakan
Permohonan Pendaftaran Merek Terkenal atau Merek yang Mirip
Merek Terkenal Milik Orang Lain atau Milik Badan Lain.
e. Jenis Merek
1) Merek dagang, yaitu merek yang digunakan pada barang yang
diperdagangkan oleh sesorang atau beberapa orang secara bersama-
sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang- barang
sejenis lainnya.
2) Merek jasa, yaitu merek yang digunakan pada jasa yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-
sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa- jasa sejenis
lainnya.
3) Merek Kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/ atau
jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh
beberapa orang atau badan hukum secara bersama- sama untuk
membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
f. Fungsi Merek
Berdasarkan definisi merek, fungsi utama dari suatu merek adalah
untuk membedakan barang- barang atau jasa sejenis yang dihasilkan oleh
suatu perusahaan lainnya sehingga merek dikatakan mempunyai fungsi
pembeda. Selain fungsi pembeda juga mempunyai fungsi sebagai berikut :
1) Menjaga persaingan usaha yang sehat
Hal ini berlaku dalam hal menjaga keseimbangan antar
kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum dengan
menumbuhkan iklim usaha yang kondusif melalui terciptanya
pesaingan usaha yang sehat dan menjamin kepastian kesempatan
berusaha yang sama bagi setiap orang dan mmencegah persaingan
usaha tidak sehat yang ditimbulkan pelaku usaha dengan menciptakan
efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
2) Melindungi konsumen
Berdasarkan Undang- undang No 15 Merek Tahun 2001 di
dalam konsiderannya menyebutkan bahwa salah satu tujuan
diadakannya undang- undang ini adalah untuk melindungi khalayak
ramai terhadap peniruan barang- barang. Dengan adanya merek, para
konsumen tidak perlu lagi menyelidiki kualitas dan barangnya.
Apabila merek telah dikenal baik kualitasnya oleh para konsumen dan
membeli barang tersebut, konsumen akan yakin bahwa kualitas dari
barang itu adalah baik sebagaimana diharapkannya.
Merek dagang sangat bernilai bagi produsen dan konsumnen.
Hal ini diuraikan dalam On International Trademark and The Internet:
The Lanham Acts’s Long Arms yaitu :
The value of trademarks to producers and other trademark owners lies in a mark’s capability to lower the search costs for consumers, thus generating value in the form of what has been termed “information capital.”. Information capital is a value embodied by the message or reputation conveyed by the trademark. Trademarks perform a filtering function for consumers, wherein they are able to lower the time and cost expended searching for a product based on the trustworthiness
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
of a producer’s mark. Without the safeguard of law offered to a trademark, the utility of this filtering function is rendered into what amounts to “lame duck” protection, both for the consumer and the producer. A producer who properly maintains quality and service standards for its mark will be able to take advantage of the economic benefits resulting from the maxim of a consumer’s willingness to pay higher prices for the assurances that come with a familiar and reputable mark (Joshua Clowers, 2006 :2).
3) Sebagai sarana pengusaha untuk memperluas bidang usahanya
Merek dari barang- barang yang sudah dikenal oleh
konsumen sebagai tanda untuk barang yang bermutu tinggi akan
memperlancar usaha pemasaran barang yang bersangkutan.
4) Sebagai sarana untuk dapat menilai kualitas suatu barang
Kualitas barang tentunya tidak selalu baik atau dapat
memberikan kepuasan bagi setiap orang yambg membelinya. Baik
atau buruknya kuallitas suatu barang tergantung dari produsen
sendiri dan penilaian yang diberikan oleh masing- masing pembeli.
Suatu merek dapat memberi kepercayaan kepada pembeli bahwa
semua barang yang memakai merek tersebut, minimal mempunyai
mutu yang sama seperti yang telah ditentukan oeh pabrik yang
mengeluarkannya.
5) Untuk memperkenalkan barang atau nama barang
Merek mempunyai fungsi pula sebagai saran untuk
memperkenalkan barang ataupun nama barangnya kepada khalayak
ramai. Para pembeli yang telah mengenal nama merek tersebut, baik
karena pengalamannya sendiri ataupun karena telah mendengarnya
dari pihak lain, pada saat membutuhkan barang tersebut cukup dengan
mengingat nama mereknya saja. Merek dagang juga memudahkan
konsumen untuk mengenal suatu barang, hal ini dikarenakan
konsumen tidak perlu membuat membuat suatu produk yang sama
yang dihasilkan oleh merek tertentu. Misalnya saja seseorang
membutuhkan sabun untuk mandi, orang tersebut tidak perlu membuat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
sabun, ia cukup membeli di toko sabun dengan merek yang terkenal,
yaitu misalnya merek “Lux”. Hal ini dijelaskan dalam A Brand Theory
of Trademark Law yaitu :
“Trademark law relies on the singular idea that trademarks are about economic efficiency. From this perspective, trademarks enhance the economic efficiency of the marketplace by lessening consumer search costs by making products and producers easier to identify in the marketplace, and encourageing producers to invest in quality by ensuring that they, and not their competitors, reap the reputation-related rewards of that investment” (Deven R. Desai, 2009:5).
6) Untuk memperkenalkan identitas perusahaan
Ada kalanya suatu merek digunakan untuk
memperkenalkannama perusahaan yang menggunakan mereknya.
Misalnya, merek dagang Djarum, Djarum adalah merek yang
digunakan oleh perusahaan rokok Djarum.
g. Pendaftaran Merek
1) Pemeriksaan substantif
Direktorat Jenderal melakukan pemeriksaan substantif terhadap
permohonan dan diselesaikan dalam waktu paling lama sembilan
bulan. Pemeriksaan substantif tersebut dilaksanakan berdasarkan
ketentuan Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6 Undang- Undang Merek, yaitu
apakah merek tersebut diajukan oleh pemohon yang beriktikad baik
atau merek tersebut memenuhi unsur yang mengharuskan merek
ditolak pendaftarannya atau merek tersebut memang tidak dapat
didaftarkan, dan apabila berdasarkan ketentuan tersebut merek yang
didaftarkan ternyata memenugi unsur Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6,
pendaftaran terhadap merek tersebut tidak akan dilakukan.
Pemeriksaan substantif dilaksanakan oleh pemeriksa pada Direktorat
Jenderal, yaitu pejabat yang karena keahliannya diangkat dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
diberhentikan sebagai pejabat fungsional oleh menteri berdasarkan
syarat dan kualifikasi tertentu.
2) Pengumuman permohonan
Setelah suatu permohonan disetujui untuk didaftar adalah
dalam waktu paling lama sepuluh hari terhitung sejak tanggal
disetujuinya permohonan untuk didaftar, Direktorat Jenderal
mengumumkan permohonantersebut dalam Berita Resmi Merek.
Pengumuman tersebut berlangsung selama tiga bulan, dimana tanggal
mulai diumumkannya permohonan dicatat oleh Direktorat Jenderal
dalam Berita Resmi Merek.
3) Keberatan dan Sanggahan
Selama jangka waktu pengumuman, setiap pihak dapat
mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal atas
permohonan yang bersangkutan dengan dikenai biaya. Kebertan
tersebut dapat diajukan apabila terdapat alasan yang cukup disertai
bukti bahwa merek yang dimohonkan pendaftarannya adalah merek
yang berdasarkan Undang- Undang Merek tidak dapat didaftar atau
harus ditolak.
Dalam hal terdapat keberatan terhadap pengumuman
pendaftaran merek, pemohon atau kuasanya berhak mengajukan
sanggahan terhadap keberatan tersebut kepada Direktorat Jenderal
yang diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama dua bulan
terhitung sejak tanggal penerimaan salinan keberatan yang
disampaikan oleh Direktorat Jenderal. Sanggahan ini paling tidak
harus berisi alasan bahwa merek yang didaftarkan oleh pemohon
tersebut belum pernah dipakai dan/ atau didaftarkan sebelumnya oleh
pihak lain atau wujud merek tersebut layak dijadikan merek (tidak
bertentangan dengan Undang- Undang Merek).
4) Pemeriksaan kembali
Pemeriksaan kembali bukan merupakan tahapan yang mutlak
dilalui dalam proses pendaftaran merek, karena diadakan atau tidaknya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
pemeriksaan kembali bergantung pada ada tidaknya keberatan yang
diajukan oleh pihak lain pada saat pengumuman atas merek yang
dimohonkan pendaftarannya, baik keberatan ini disanggah maupun
tidak. Pemeriksaan kembali terhadap permohonan tersebut diselesaikan
dalam jangka waktu paling lama dua bulan terhitung sejak berakhirnya
jangka waktu pengumuman dan Direktorat Jenderal memberitahukan
secara tertulis kepada pihak yang mengajukan keberatan atas hasil
pemeriksaan kembali.
5) Jangka waktu perlindungan merek terdaftar
Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka
waktu sepuluh tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu
perlindungan itu dapat diperpanjang jika memenuhi syarat
perpanjangan.
6) Permohonan Banding
Permohonan banding dapat diajukan terhadap penolakan
permohonan yang berkaitan dengan alasan dan dasar pertimbangan
mengenai hal- hal yang bersifat substantif. Permohonan banding hanya
terbatas pada alasan atau pertimbangan yang bersifat substantif, yang
menjadi dasar penolakan pendaftaran merek. Permohonan banding
diajukan tersebut menguraikan secara lengkap keberatan serta alasan
terhadap penolakan permohonan sebagai hasil pemeriksaan substansi.
7) Komisi Banding Merek
Komisi Banding Merek adalah badan yang secara khusus
dibentuk dilingkungan departemen yang lingkup tugas dan
tanggungjawabnya meliputi bidang merek. Dalam melaksanakan
tugasnya, Komisi Banding bekerja secara mandiri berdasarkan
keahlian dan tidak dapat dipengaruhi oleh pihak mana pun. Dalam
melaksanakan tugas untuk memeriksa permohonan banding, Komisi
Banding Merek membentuk majelis yang berjumlah ganjil sekurang-
kurangnya tiga orang.
8) Perpanjangan Jangka Waktu Perlindungan Merek Terdaftar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Permohonan perpanjangan jangka waktu perlindungan merek
terdaftar diajukan secara tertulis oleh pemilik merek atau kuasanya
dalam jangka waktu dua belas bulan sebelum berakhirnya jangka
waktu perlindungan bagi merek terdaftar tersebut. Permohonan
perpanjangan disetujui apabila memenuhi syarat:
a) Merek yang bersangkutan masih digunakan pada barang atau jasa
sebagaimana disebut dalam Sertifikat Merek tersebut;
b) Barang atau jasa tersebut masih diproduksi dan diperdagangkan.
Permohonan perpanjangan perlindungan merek akan ditolak
apabila tidak memenuhi persyaratan perpanjangan merek sebagai
berikut:
a) Permohonan diajukan secara tertulis oleh pemilik merek atau
kuasanya dalam jangka waktu dua belas bulan sebelum
berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi merek terdaftar;
b) Merek yang bersangkutan masih digunakan pada barang atau jasa
sebagaimana disebut dalam Sertifikat Merek tersebut;
c) Barang atau jasa yang menggunakan merek sebagaimana nomor 2
diatas masih diproduksi dan diperdagangkan; dan
d) Tidak memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya
dengan merek terkenal milik orang lain.
9) Perubahan Nama dan/atau Alamat Pemilik Merek Terdaftar
Sebuah merek dapat saja beralih atau dialihkan kepada orang
lain sehingga nama pemilik merek tersebut berubah. Dengan demikian,
agar pemilik merek yang baru tersebut mendapat perlindungan hukum
sebagaimana pemilik pertama, perubahan nama atas pemilik merek
tersebut harus diubah dalam Daftar Umum Merek.
Untuk dapat mengajukan pendaftaran atas sebuah merek, maka
setiap pemohon harus memenuhi persyaratan dan tata cara
permohonan serta lampiran yang harus dipenuhi dalam setiap
pengajuan permohonan pendaftaran merek. Permohonan diajukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal
dengan mencantumkan:
a) Tanggal, bulan, dan tahun;
b) Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat pemohon;
c) Nama lengkap dan alamat kuasa apabila permohonan diajukan
mealui kuasa;
d) Warna- warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya
menggunakan unsur- unsur warna;
e) Nama negara dan tanggal permintaan merek yang pertama kali
dalam hal permohonan diajukan dengan hak prioritas (Hery
Firmansyah,2011:39).
Permohonan sebagaimana dimaksud diatas ditandatangani
Pemohon atau Kuasanya dan dilampiri dengan bukti pembayaran
biaya. Pemohon dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang
secara bersama atau badan hukum. Namun dalam hal permohonan
diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang secara bersama- sama
berhak atas Merek tersebut, semua nama Pemohon dicantumkan
dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka.
Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu dari
Pemohon yang berhak atas Merek tersebut dengan melampirkan
persetujuan tertulis dari para Pemohon yang mewakilkan. Apabila
diajukan melalui Kuasanya (Konsultan Hak Kekayaan Intelektual),
surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak
atas Merek tersebut. Ketentuan mengenai syarat- syarat untuk dapat
diangkat sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual diatur dengan
Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur
dengan Keputusan Presiden (Hery Firmansyah,2011:38). Terhadap
surat permohonan pendaftaran merek perlu dilampiri :
1) Fotocopi KTP yang didelegasi, bagi Pemohon yang berasal dari
luar negeri sesuai dengan ketentuan undang- undang harus memilih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
tempat kedududkan di Indonesia biasanya dipilih pada alamat
kuasa hukumnya.
2) Fotocopi akta pendirian badan hukum yang telah disahkan oleh
notaris apabila permohonan diajukan atas nama badan hukum.
3) Fotocopi akta peraturan pemilikan bersamna apabila permohonan
diajukan atas nama lebih dari satu orang (merek kolektif).
4) Surat kuasa khusus apabila permohonan pendaftaran dikuasakan.
5) Tanda pembayaran biaya permohonan.
6) 20 (dua puluh) helai tiket merek ukuran maksimal 9x9 cm,
minimal 2x2 cm.
7) Surat pernyataan bahwa merek yang dimintakan pendaftaran
tersebut adalah miliknya.
Penghapusan dan pembatalan pendaftaran merek diatur dalam
Pasal 61 sampai dengan 72 UU No 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Ada dua cara untuk penghapusan pendaftaran merek tersebut, yaitu :
a) Atas prakarsa Direktorat Jenderal HKI
b) Atas prakarsa sendiri, yaitu berdasarkan permintaan pemilik merek
yang bersangkutan.
Untuk penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa sendiri
undang- undang tidak menentukan persyaratannya. Tetapi jika dalam
perjanjian lisensi ada suatu klausul yang secara tegas menyampingkan
adanya persetujuan tersebut maka persetujuan semacam itu tidak perlu
dimintakan sebagai syarat kelengkapan untuk penghapusan
pendaftaran merek tersebut.
Penghapusan pendaftaran merek berdasarkan prakarsa
Direktorat Jenderal HKI dapat pula diajukan oleh pihak ketiga.
Pengajuan permintaan tersebut dilakukan dengan gugatan melalui
Pengadilan Jakarta Pusat atau Pengadilan Niaga. Terhadap putusan
Pengadilan Negeri tersebut tidak dapat diajukan permohonan banding.
Penghapusan hanya dapat dilakukan apabila terdapat bukti yang cukup
bahwa merek yang bersangkutan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
1) Tidak dipakai berturut- turut selama tiga tahun atau lebih dalam
perdagangan barang atau jasa terhitung sejak tanggal pendaftaran
atau pemakaian terakhir. Namun demikian apabila ada alasan yang
kuat, mengapa merek itu tidak digunakan, Ditjen HKI dapat
mempertimbangkan untuk tidak dilakukan penghapusan atas merek
tersebut.
2) Dipakai untuk jenis barang atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis
barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau tidak
sesuai dengan merek yang didaftar.
Permintaan penghapusan pendaftaran merek dapat dilakukan
seluruhnya atau sebagian jenis barang atau jasa yang termasuk dalam
satu kelas. Permintaanpenghapusan itu diajukan kepada Direktorat
Jenderal HKI untuk kemudian dicatat dalam Daftar Umum Merek dan
diumumkan dalam Berita Resmi Merek (OK Saidin,2004:393).
h. Permohonan Pendaftaran Merek dengan Hak Prioritas
Hak Prioritas adalah hak pemohon untuk mengajukan permohonan
yang berasal dari negara yang tergabung dalam Paris Convention for the
Protection of Industrial Property atau Agreement Estabilishing the World
Trade Organization untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal
penerimaan di negara asal merupakan tanggal prioritas di negara tujuan
yang juga anggota salah satu dari kedua perjanjian itu selama pengajuan
tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan
Paris Convention for the Protection of Industrial Property.
Permohonan dengan menggunakan hak prioritas harus diajukan
dalam waktu paling lama enam bulan terhitung sejak tanggal penerimaan
permohonan pendaftaran merek yang pertama kali diterima di negara lain,
yang merupakan anggota Paris Convention for the Protection of Industrial
Property atau Agreement Estabilishing the World Trade Organization.
Selain harus memenuhi ketentuan tersebut, permohonan dengan
menggunakan hak prioritas wajib dilengkapi dengan bukti tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
penerimaan permohonan pendaftaran merek yang pertama kali yang
menimbulkan hak prioritas tersebut. Bukti hak prioritas berupa surat
permohonan pendaftaran beserta tanda penerimaan permohonan tersebut
juga memberikan penegasan tentang tanggal penerimaan permohonan.
Dalam hal yang disampaikan berupa salinan surat atau tanda penerimaan
tersebut diberikan oleh Direktorat Jenderal apabila permohonan diajukan
untuk pertama kali.
Lalu Direktorat Jenderal melakukan pemeriksaan terhadap
kelengkapan persyaratan pendaftaran merek, yaitu persyaratan
administratif. Dalam hal terdapat kekurangan dalam kelengkapan
persyaratannya, Direktorat Jenderal meminta agar kelengkapan
persyaratan itu dipenuhi dalam waktu paling lama 2 bulan terhitung sejak
tanggal pengiriman surat permintaan untuk memenuhi kelengkapan
persyaratan tersebut, sedangkan yang dimaksud dengan tanggal
pengiriman adalah tanggal pengiriman berdasarkan stempel pos.
Dalam hal kekurangan tersebut menyangkut persyaratan
pendaftaran berdasarkan hak prioritas, jangka waktu pemenuhan
kekurangan persyaratan tersebut paling lama tiga bulan terhitung sejak
berakhirnya jangka waktu pengajuan permohonan dengan menggunakan
hak prioritas.
Dalam hal seluruh persyaratan administratif telah dipenuhi, maka
terhadap permohonan diberikan tanggal penerimaan yang dikenal dengan
filling date, yang dicatat oleh Direktorat Jenderal. Filling date tersebut
merupakan tanggal dimuainya perhitungan jangka waktu perlindungan atas
merek terdaftar apabila permohonan pendaftaran merek diterima. Tanggal
penerimaan mungkin sama dengan tanggal pengajuan permohonan apabila
seluruh persyaratan dipenuhi pada saat pengajuan permohonan. Penentuan
tanggal penerimaan sangat penting karena tanggal penerimaan itu
merupakan tanggal awal perhitungan perlindungan hak merek. Hal ini
berarti bahwa tanggal mulai berlakunya perlindungan hak merek (jika
permohonannya diterima) juga mundur sama dengan tanggal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
dilengkapinya persyaratan, apabila pemohon tidak melengkapi persyaratan
pendaftaran bersamaan dengan waktu pengajuan permohonan
pendaftarannya (Ahmadi Miru, 2005:36).
Perubahan atas permohonan hanya diperbolehkan terhadap
penggantian nama dan / atau alamat pemohon atau kuasanya. Hal ini
berarti perubahan yang terkait dengan substansi merek tidak
dimungkinkan tapi perubahan itu hanya meliputi identitas pemohon
pendaftaran merek tersebut. Undang-Undang Merek memberikan hak
kepada pemohon atau kuasanya untuk membatalkan atau menarik kembai
permohonan pendaftaran merek yang telah diajuakan (Ahmadi Miru,
2005:32).
i. Pengalihan Hak atas Merek Terdaftar
Hak atas merek terdaftar dapat beralih atau dialihkan karena:
1) Pewarisan;
2) Wasiat;
3) Hibah;
4) Perjanjian; atau
5) Sebab- sebab lain yang dibenarkaan oleh peraturan perundang-
undangan (Ahmadi Miru, 2005:59).
Pengalihan hak atas merek wajib dimohonkan pencatatannya
kepada Direktorat Jenderal untuk dicatat dallam Daftar Umum Merek, dan
permohonan pencatatan pengalihan hak atas merek tersebut disertai
dengan dokumen yang mendukungnya. Dokumen yang dimaksud antara
lain Serifikat Merek dan bukti lainnya yang mendukung pemilikan hak
tersebut.
Pengalihan hak atas merek terdaftar yang telah dicatat dalam
Daftar Umum Merek diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Pentingnya
pendaftaran terhadap pengalihan merek terdaftar tersebut karena
pengalihan hak atas merek terdaftar yang tidak dicatat dalam Daftar
Umum Merek tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Pemilik merek terdaftar berhak memberikan lisensi kepada pihak
lain dengan perjanjian bahwa penerima lisensi akan menggunakan merek
tersebut untuk sebagian atau seluruh jenis barang atau jasa yang telah
terdaftar menggunakan merek tersebut. Lisensi adalah izin yang diberikan
oleh pemilik merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian
berdasarkan pada pemberian hak untuk menggunakan merek tersebut, baik
untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan/atau jasa yang didaftarkan
dalam jangik merekka waktu syarat tertentu.
Pemberian lisensi kepada pihak lain merupakan suatu hal yang
dapat menguntungkan bagi pemilik merek karena tanpa investasi dia dapat
memperluas usahanya. Perjanjian isensi wajib dimohonkan pencatatannya
pada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya dan akibat hukum dari
pencatatan perjanjian lisensi berlaku terhadap pihak- pihak yang
bersangkutan dan terhadap pihak ketiga. Pada dasarnya lisensi hanya
berlaku terhadap penerimaan lisensi, tetapi dalam perjanjian lisensi dapat
ditentukan bahwa penerima llisensi bisa memberi lisensi lebih lanjut pada
pihak ketiga. Penggunaan merek terdaftar di Indonesia oeh penerima
lisensi dianggap sama dengan penggunaan merek tersebut di Indonesia
oleh pemilik merek.
j. Merek yang tidak dapat didaftarkan
Menurut UU Merek Indonesia hal-hal yang tidak dapat didaftarkan
sebagai merek adalah:
1) Merek yang permohonannya diajukan atas dasar itikad tidak baik
(Pasal 4)
2) Merek yang bertentangan dengam moral, perundang- undangan dan
ketertiban umum (Pasal 5(a))
3) Merek yang tidak memiliki daya pembeda (Pasal 5 (b))
4) Tanda- tanda yang telah menjadi milik umum (Pasal 5 (c))
5) Merek yang semata-mata menyampaikan keterangan yang
berhubungan dengan barang atau jasa (Pasal 5 (d)).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Permohonan merek juga harus ditolak jika:
1) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek
yang sudah terdaftar milik orang lain dan digunakan dalam
perdagangan barang atau jasa yang sama (Pasal 6 (1.a))
2) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek
terkenal milik pihak lain untuk barang dan/ atau jasa sejenis (Pasal 6
(1.b))
3) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan
indikasi geografis yang sudah dikenal (Pasal 6 (1.c))
4) Nama dan foto dari orang terkenal tanpa izin darinya (Pasal 6 (3.a))
5) Lambang- lambang negara, bendera tanpa izin dari pemerintah (Pasal 6
(3.b))
6) Tanda atau cap atau stempel resmi tanpa persetujuan tertulis dari pihak
berwenang (Pasal 6 (3.c)) (Lindsey, 2005:134).
k. Merek Jasa
Merek jasa, yaitu merek yang digunakan pada jasa yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama- sama
atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa- jasa sejenis lainnya.
Jika sebuah Jasa tidak dapat diklasifikasikan dengan bantuan Daftar
Kelas, maka berlaku kriteria sebagai berikut:
1) Jasa pada prinsipnya diklasifikasikan sesuai dengan cabang
kegiatan yang ditentukan dalam pos kelas Jasa.
2) Jasa Rental pada prinsipnya diklasifikasikan dalam kelas yang
sama dengan layanan yang diberikan melalui obyek sewa
(misalnya, Sewa telepon, Kelas 38). Jasa leasing analog dengan
jasa penyewaan dan karena itu harus diklasifikasikan dengan cara
yang sama. Namun sewa, pembiayaan-sewa-beli diklasifikasikan
di Kelas 36 sebagai layanan keuangan.
3) Pelayanan yang memberikan saran, informasi atau konsultasi pada
prinsipnya diklasifikasikan dalam kelas yang sama dengan layanan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
yang sesuai dengan subyek informasi, saran atau konsultasi,
misalnya, konsultasi transportasi (Kelas 39), konsultan bisnis
manajemen ( Kelas 35)., konsultasi keuangan (Kelas 36),
konsultasi kecantikan (Kelas 44). Pengubahan dari informasi, saran
atau konsultasi melalui sarana elektronik (misalnya, telepon,
komputer) tidak mempengaruhi klasifikasi layanan ini.
4) Pelayanan yang diberikan dalam rangka waralaba yang pada
prinsipnya diklasifikasikan dalam kelas yang sama dengan layanan
tertentu yang disediakan oleh pemilik waralaba (misalnya, bisnis
konsultan yang berkaitan dengan waralaba (Kelas 35), jasa
pembiayaan yang berkaitan dengan waralaba (Kelas 36), layanan
hukum yang berkaitan dengan waralaba (Kelas 45).
l. Merek Kolektif
Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau
jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa
orang atau badan hukum secara bersama- sama untuk membedakan dnegan
barang dan/atau jasa sejenis lainnya. Ketentuan penggunaan merek
kolektif tersebut paling sedikit memuat:
1) Sifat, ciri umum, atau mutu barang atau jasa yang akan diproduksi dan
diperdagangkan;
2) Pengaturan bagi pemilik merek kolektif untuk melakukan pengawasan
yang efektif atas penggunaan merek tersebut; dan
3) Sanksi atas pelanggaran peraturan penggunaan merek kolektif
(Ahmadi Miru, 2005:69).
m. Penyelesaian Pelanggaran Hukum terhadap Merek yang Telah
Terdaftar
Terhadap sengketa antara pemegang merek dengan pihak lain yang
sama- sama mendaftarkan merek yang sama akan diberikan perlindungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
hukum dengan menempuh mekanisme upaya hukum untu memberikan
perlindungan terhadap pemilik merek yang sah.
1) Perlindungan hukum atas merek secara preventif
Perlindungan hukum preventif merupakan sebuah bentuk
perlindungan yang mengarah pada tindakan yang bersifat pencegahan.
Tujuannya adalah meminimalisasi peluang terjadinya pelanggaran
merek dagang. Langkah ini difokuskan pada pengawasan pemakaian
merek, perlindungan terhadap hak eksklusif pemegang hak atas merek
dagang terkenal asing, dan anjuran- anjuran kepada pemilik merek
untuk mendaftarkan mereknya agar haknya terlindungi.
2) Perlindungan hukum atas merek secara represif
Pengertian perlindungan hukum represif adalah perlindungan
yang dilakukan untuk menyelesaikan atau menanggulangi suatu
peristiwa yang telah terjadi, yaitu berupa pelanggaran hak atas merek.
Tentunya dengan demikian peranan lebih besar berada pada lembaga
peradilan dan aparat penegak hukum lainnya seperti kepolisian,
Pejabat Pegawai Negeri Sipil, dan kejaksaan untuk melakukan
penindakan terhadap pelanggaran merek. Perlu diketahui bahwa pada
umumnya sebuah pelanggaran atas HKI dapat dianggap sebagai kasus-
kasus kriminal maupun perdata, namun di Indonesia penekanan
pelanggaran lebih sititikberatkan pada hukum kriminal.
Dalam perlindungan hukum yang sifatnya reprsesif, maka
pemberian sanksi yang jelas dan tegas bagi pelaku pelanggaran merek
sesuai dengan Undang-Undang Merek, juga harus dilaksanakan oleh
aparat penegak hukum secara konsisten. Konsistensi ini akan
memberikan jaminan kepastian hukum khususnya bagi pemegang hak
atas merek dagang terkenal di Indonesia (Hery Firmansyah, 2011, 67).
n. Merek Terkenal
Salah satu persoaalan berkenaan dengan ini adalah apakah merek
terkenal tidak dapat ditiru oleh orang lain dan tidak dipakai untuk barang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
sejenis saja atau juga untuk barang lainnya, karena statusnya sebagai
merek yang sudah terkenal. Berkenaan dengan merek terkenal ini ada
Ketetapan dari Menteri Kehakiman Nomor M.02-H.G.01.01.1987.
menurut peraturan ini dipandang sebagai merek terkenal apabila di
Indonesia terkenal merek itu dan juga sudah dipakai selama jangka waktu
yang cukup lama. Akan ditolak pendaftaran dari merek yang terkenal itu
oleh pihak lain kecuali oleh pihak si pemilik (Sudargo Gautama,2002:61).
Sebelum tahun 1987 maka merek terkenal hanya dilindungi untuk
barang-barang yang sejenis, dan perkembangannya adalah kemudian
bahwa tidak boleh didaftarkannya merek serupa ini juga berkenaan dengan
barang-barang yang tidak sejenis. Berkenaan dengan ini maka adanya
keputusan Menteri Nomor M.03-H.G.02.01 tanggal 2 Mei 1991 yang
mengatur “Penolakan permohonan pendaftaran merek terkenal atau merek
yang mirip merek terkenal milik orang lain atai badan lain” (Sudargo
Gautama,2002: 61).
Tanda- tanda yang dipakai sebagai merek dagang menurut
Undang-Undang Merek Baru tahun 2001, sejalan dengan Undang-Undang
Merek Indonesia terdahulu, maka perumusannya adaah “serupa suatu
tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan
warna atau kombinasi dari unsure-unsur tersebut”. tetapi harus memiliki
daya pembeda juga dipakai dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa
(Pasal 1 sub 1 Undang-Undang no 15 Tahun 2001 tentang Merek).
dikatakan dalam undang-undang tersebut bahwa susunan warna dapat
dianggap sebagai merek dan diberikan perlindungan (Sudargo
Gautama,2002:63).
Kombinasi dari warna jika telah disusun sedemikian rupa hingga
mempunyai suatu tanda pembedaan tertentu, dapat juga dianggap sebagai
merek yang boleh didaftarkan. Untuk lebih memperinci tinjauan:
1) Mengenai merek kata-kata berdiri sendiri, seperti KFC ini dapat
didaftarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
2) Merek yang merupakan kata-kata berkenaan dengan tulisan-tulisan
nama barang dalam bentuk khusus dapat dilakukan pendaftaran.
3) Merek- merek yang merupakan kombinasi
4) Merek tidak dapat didaftar jika menjadi milik umum.
5) Merek tidak dapat didaftar jika bertentangan dengan kesusilaan
(Sudargo Gautama,2002:63).
Pada Pasal 6 ayat (1) Undang-Undnag Nomor 15 Tahun 2001
tentang Merek dinyatakan bahwa permohonan pendaftaran ditolak jika
mempunyai persamaan dalam pokoknya atau keseluruhannya dengan
merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan jasa sejenis.
Kemudian dalam ayat (2) ketentuan sebagai dimaksud dalam ayat (1)
huruf b ini dapat diberlakukan barang atau jasa tidak sejenis sepanjang
memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah (Sudargo Gautama,2002:67).
Sementara bagaimana dalam praktek pembuktian pengadilan
bahwa suatu barang adalah terkenal. Terkenal dalam arti kata bukan saja di
dalam wilayah republic Indonesia tetapi juga dalam kenyataan di luar
negeri. Misalnya apakah merek ini sudah lama dipakai dan dipromosikan
secara luas dalam berbagai terbitan seperti adpertensi dan juga di dalam
majalah-majalah serta didaftarkan diberbagai Negara. Inilah yang sekarang
menjadi pegangan dalam perkara-perkara di hadapan Pengadilan negeri
Jakarta Pusat. Pada saat ini yang ditekankan ialah terkenalnya merek ini
sudah didaftarkan misalnya lebih dari sepuluh Negara termasuk bukan
Negara asal dan diberikan bukti mengenai pendaftaran ini. (Sudargo
Gautama,2002: 68).
Disamping itu juga diperhatikan pula reputasi merek terkenal yang
diperoleh karena promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi
dibeberapa Negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya dan disertai
bukti pendaftaran merek tersebut diberbagai Negara, apabila hal-hal ini
diatas belum dianggap cukup Pengadilan Niaga menurut Memori
Penjelasan ini yang dimasa mendatang akan memeriksa perkara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
merek.dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk
melakukan survey guna memperoleh kesimpulan mengenai merek terkenal
atau tidaknya yang menjadi dasar penolakan (Sudargo Gautama,2002: 69).
Jika suatu merek sudah memperoleh predikat terkenal, maka
bentuk perlindungan hukum yang diperlukan agar terhadap tersebut
terhindar dari peniruan atau pemalsuan oleh orang lain, adalah ada bentuk
perlindungan hukum yang bersifat prepentif dan reprepentif dititik
beratkan pada upaya untuk mencegah agar merek terkenal tersebut tidak
dipakai orang lain secara salah. Upaya ini dapat berupa :
a) Kepastian Pengaturan Tentang Merek Terkenal
b) Pendaftaran terhadap Merek
c) Penolakan Pendaftaran Oleh Kantor Merek
d) Pembatalan Merek Terdaftar (www. pps.unud.ac.id/ thesis/pdf_thesis/
unud-414-bab4.pdf diakses tanggal 19 Juni 2012 pukul 11.25).
o. Perlindungan Hukum Hak atas Merek
Perlindungan hukum atas merek semakin menjadi hal yang penting
mengingat pesatnya perdagangan dunia dewasa ini. Imbasnya menjadi
sulit untuk dapat membedakan satu produk dengan produk yang lainuntuk
diberikan perlindungan merek dengan perlindungan desain produk.
Di Indonesia hak atas merek didasarkan atas pemakaian pertama
dari merek tersebut. Bagi mereka yang mendaftarkan mereknya dianggap
oleh undang- undnag sebagai pemakai merek pertama dari merek tersebut
kecuali kalau dapat dibuktikan lain dan dianggap sebagai yang berhak atas
merek yang bersangkutan. Tujuan dari pendaftaran merek adalah
memberikan perlindungan untuk pendaftaran merek tersebut yang oleh
undang- undang dianggap sebagai pemakai pertama terhadap pemakaian
tidak sah oleh pihak- pihak lain.
Keberhasilan penegakan hukum merek tidak akan dapat
tercapaidengan hanya mengandalkan undang- undang yang mengatur
permasalahan merek semata. Keberhasilan penegakan hukum merek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
memerlukan dukungan dari unsur- unsur lain, khususnya lembaga atau
badan yang bergerak dalam bidang merek. Perlindungan hukum terhadap
merek dagang terdaftar mutlak diberikan oleh pemerintah kepada
pemegang dan pemakai hak atas merek untuk menjamin:
1) Kepastian berusaha bagi para produsen, dan
2) Menarik investor bagi merek dagang asing sedangkan perlindungan
hukum yang diberikan kepada merek dagang loka diharapkan agar
pada suatu saat dapat berkembang secara meluas di dunia
internasional.
3. Tinjauan tentang Kesadaran HukumLaura Nielsen mendefinisikan kesadaran hukum sebagai bagaimana
orang berfikir tentang hukum, tentang norma- norma umum dari hukum,
tentang praktik setiap hari, dan tentang cara yang umum digunakan dalam
berhubungan dengan hukum atau permasalahan hukum. Kesadaran hukum
adalah kajian yang tidak hanya sekedar tentang bagaimana orang berfikir
tentang hukum, tetapi juga mencakup kajian tentang bagaimana ide- ide yang
sebagian besar merupakan ide yang 'tidak sadar hukum’, justru mempengaruhi
keputusan, perilaku, sikap. Kesadaran hukum mempresentasikan pentingnya
pengembangan dan peningkatan teoretis dan metode kajian tentang sikap
hukum (Laura Nielsen dalam buku Achmad Ali,2009:338).
Kesadaran hukum muncul dari satu tradisi teoretis, dimana hukum dan
masyarakat dilihat sebagai sesuatu yang ada pada diri masing- masing, hukum
ada dalam masyarakat dan masyarakat ada dalam hukum. Pendekatan
konstitutif seperti ini,memperlakukan hukum sebagai satu dari banyak
kekuatan pesaing yang mempengaruhi dan membentuk kehidupan sosial serta
menyatu di dalam sistem normatif, institusi sosial, dan gerakan sosial yang
menggunakannya. Penelitian kesadaran hukum melakukan pengujian terhadap
peran hukum, yang secara luas dipahami dalam membangun pemahaman-
pemahaman, mempengaruhi tindakan dan membentuk berbagai aspek
kehidupan sosial. Perkembangan teoretis ini menyajikan suatu pengujian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
batasan kultur dan norma- norma sosial dimana mempengaruhi hukum serta
sebaliknya.hubungan timbal balik ini berarti bahwa kesadaran hukum di antara
aturan- aturan dan kerangkan enterpretatifnyalah yang mendefinisikan serta
memolakan kehidupan (Achmad Ali,2009:338).
Kesadaran hukum adalah suatu kajian formal dan informal tentang
hukum dalam arti bahwa hukum formal atau praktik dan prosedur informal
yang menjelma menjadi legalitas, dapat mempengaruhi kesadaran hukum
warga negara. Kesadaran hukum bersifat contingent (bergantung pada sesuatu)
yang bermakna bahwa dia dapat berubah tergantung pada area hukum atau
masalah sosial yang dipersoalkan. Lebih dari itu, kesadaran hukum bersifat
contingent (bergantung pada sesuatu) dari waktu ke waktu, yang berarti bahwa
pemahaman seorang individu tentang hukum adalah berubah dari waktu ke
waktu. Kesadaran hukum seseorang pun mungkin saja saling berlawanan
tentang sesuatu fenomena hukum. Kesadaran hukum dapat diubah atau
disamaratakan kepada banyak situasi berbeda, yang bermakna bahwa sikap
dan pemahaman tentang hukum, dpat datang dari pengalaman berhubungan
dengan hukum maupun pengalaman berhubungan dengan para aktor hukum,
dimana mungkin saja seseorang tersebut tidak menyadari hubungannya itu
(Achmad Ali,2009:340).
Studi tentang kesadaran hukum juga mengkaji bagaimana pengetahuan
seseorang tentang hukum, dapat ditransfer ke dalam tindakan dan keputusan
yang diambil setiap orang. Lebih dari sekadar sikap hukum dan opini
seseorang, maka sebaliknya kajian tentang kesadaran hukum juga menyelidiki
seberapa jauh konsep hukum yang diketahui seseorang, ikut mempengaruhi
tujuan, pilihan, dan permasalahan yang dialami setiap orang. Dengan cara ini,
para pakar kajian tentang kesadaran hukum juga mengkaji faktor- faktor yang
menyebabkan seseorang memilih bersikap apakah berada dihadapan hukum
atau bertindak sesuai hukum atau malah melanggar hukum (Achmad
Ali,2009:342).
Kesadaran hukum timbul pada mulanya adalah sehubungan dengan
usaha mencari dasar daripada sahnya suatu peraturan hukum sebagai akibat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
daripada berbagai masalah yang timbul dalam rangka penerapan suatu
ketentuan hukum tertulis. Kemudian hal ini berkembang menimbulkan suatu
problema apakah yang menjadi dasar sahnya hukum itu berupa komando atau
pengendalian dari pihak penguasa ataukah berupa kesadaran daripada
masyarakat. Permasalahan yang demikian menjadi timbul oleh karena
kenyataan dalam masyarakat banyak ketentuan- ketentuan hukum yang tidak
ditaati oleh masyarakat. Jadi masalahnya sudah menyangkut efektif atau
tidaknya suatu peraturan hukum. Masalah ini akan membawa kita kepada
bagaimana peranan hukum dalam masyarakat. Mengapa suatu ketentuan
hukum tidak dapat berperan di dalam masyarakat adalah tidak lain oleh karena
disebabkan peraturan hukum tersebut tidak sesuai atau bertentangan dengan
kesadaran hukum masyarakat (Radisman F.S. Sumbayak, 1985:52).
Banyak faktor- faktor yang mempengaruhi sehingga hukum tidak
efektif. Kendati begitu kita harus ingat bahwa unsur utama yang harus
diperhitungkan dalam mengusahakan berfungsinya hukum secara efektif
dalam masyarakat ialah kesadaran hukum sangat penting bagi seluruh lapisan
masyarakat demi berfungsinya hukum di dalam masyarakat dan akhirnya kita
dapat merasakan bahwa hukum itu benar- benar berwibawa (Radisman F.S.
Sumbayak, 1985:54).
Dalam batasan pengertian yang luas, kesadaran hukum ialah potensi
memasyarakat dan membudaya dengan kaidah- kaidah mengikat dan dapat
dipaksakan. Dalam masyarakat selalu terjadi perkaitan kerjasama dan
perbenturan sistem nilai dan kepentingan karena itu juga kesadaran
hukumnya. Kesadaran hukum bersifat relatif dalam isinya maupun
kekuatannya terhadap waktu dan tempat, ia berlangsung dalam proses
pembentukannya, perkembangan dan kestabilannya untuk kemudian berubah
dengan pembaharuan lagi. (Ahmad Sanusi, 2002:227).
Sebagai batasan yang khusus dapat diartikan tentang kesadaran hukum
itu sebagai potensi atau daya yang mengandung:
a. Persepsi, pengenalan, pengetahuan, ingatan, dan pengertian tentang
hukum, termasuk konsekuensi- konsekuensinya;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
b. Harapan, kepercayaan bahwa hukum dapat memberi sesuatu kegunaan
serta memberi perlindungan dan jaminannya dengan kepastian dan rasa
keadilan;
c. Perasaan perlu dan butuh akan jasa- jasa hukum, dan karena itu harus
menghormatinya;
d. Perasaan khawatir dan takut melanggar hukum, karena jika dilanggar
maka sanksi- sanksinya dapat dipaksakan; dan
e. Orientasi, perhatian, kesanggupan, kemauan baik sikap dan kesediaan serta
keberanian menaati hukum dalam hak maupun kewajibannya karena
kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum itu adalah kepentingan umum
(Ahmad Sanusi, 2002:227).
Sumber satu- satunya dari hukum dan kekuatan mengikatnya adalah
kesadaran hukum masyarakat. Dikatakan kemudian bahwa perasaan hukum
dan keyakinan hukum individu di dalam masyarakat yang merupakan
kesadaran hukum individu, merupakan pangkal daripada kesadaran hukum
masyarakat. Kesadaran hukum masyarakat adalah jumlah terbanyak daripada
kesadaran- kesadaran hukum individu mengenai sesuatu peristiwa yang
tertentu (Soerjono Soekanto,2001:147).
Kesadaran hukum mempunyai korelasi positif dengan ketaatan
hukum. Makin tinggi kesadaran hukum seseorang, apakah ia selau pribadinya
atau pejabat negeri, maka makin tinggi juga ketaatan hukumnya. Dengan
begitu dapat diharapkan kepentingan- kepentingan pribadi, kelompok,
masyarakat, dan negara akan terjamin menurut hukum. Sebaliknya kesadaran
hukum yang rendah cenderung pada pelanggaran hukum, dengan berbagai
kemungkinan korban dan kerugian yang dideritanya. Makin rendah kesadaran
hukum, makin banyak pelanggaran dan makin besar korbannya (Ahmad
Sanusi, 2002:229).
Sedangkan menurut Soerjono Soekanto, masalah kesadaran hukum
rakyat banyak sebenarnya menyangkut faktor- faktor apakah suatu ketentuan
hukum tertentu diketahui, diakui, dihargai dan ditaati atau dipatuhi (Radisman
F.S. Sumbayak,1985:52).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Salah satu hasil penelitian tentang kesadaran hukum, menunjukkan
bahwa berbagai organisasi sosial, dan faktor- faktor institusional yang
bermain, mempengaruhi keputusan seseorang untuk tidak menggunakan
hukum. Beberapa faktor yang salah satunya menjadi fokus pilihan dalam
kajian tentang kesadaran hukum adalah :
1) Penekanan bahwa hukum sebagai otoritas, sangat erat kaitannya dengan
lokasi di mana suatu tindakan hukum terjadi;
2) Studi tentang kesadaran hukum tidak harus mengistimewakan hukum
sebagai sebuah sumber otoritas atau motivasi untuk tindakan; dan
3) Studi tentang kesadaran hukum memerlukan observasi, yang tidak hanya
pada apa yang individu katakan kepada peneliti dan juga tidak sekadar
terhadap apa yang mereka pikirkan tentang permasalahan sosial dan
peranan hukum dalam memperbaiki kehidupan mereka, tetapi juga apa
yang mereka lakukan (Achmad Ali,2009:342).
Kesadaran hukum berkaitan dengan nilai-nilai yang tumbuh dan
berkembang dalam suatu masyarakat. Dengan demikian masyarakat menaati
hukum bukan karena paksaan, melainkan karena hukum itu sesuai dengan
nilai-nilai yang ada dalam masyarakat itu sendiri. Terdapat empat indikator
kesadaran hukum yang masing-masing merupakan suatu tahapan bagi tahapan
berikutnya, yaitu:
a) Pengetahuan hukum adalah pengetahuan seseorang mengenai beberapa
perilaku tertentu yang diatur oleh hukum. Sudah tentu bahwa hukum yang
dimaksud di sini adalah hukum tertulis dan hukum tidak tertulis.
Pengetahuan tersebut berkaitan dengan perilaku yang dilarang atupun
perilaku yang tidak diperbolehkan oleh hukum.
b) Pemahaman hukum adalah sejumlah informasi yang dimiliki seseorang
mengenai isi peraturan dari suatu hukum tertentu. Dengan perkataan lain
pemahaman hukum adalah suatu pengertian terhadap isi dan tujuan dari
suatu peraturan dalam suatu hukum tertentu, tertulis maupun tidak tertulis,
serta manfaatnya bagi pihak-pihak yang kehidupannya diatur oleh
peraturan tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
c) Sikap hukum adalah suatu kecenderungan untuk menerima hukum karena
adanya penghargaan terhadap hukum sebagai sesuatu yang bermanfaat
atau menguntungkan jika hukum itu ditaati.
d) Pola perilaku hukum adalah hal yang utama dalam kesadaran hukum,
karena disini dapat dilihat apakah suatu peraturan berlaku atau tidak dalam
masyarakat. Dengan demikian sampai seberapa jauh kesadaran hukum
dalam masyarakat dapat dilihat dari pola perilaku suatu masyarakat (Otje
Salman,2008:56).
Apabila indikator-indikator dari kesadaran hukum dipenuhi, maka
derajat kesadaran hukumnya tinggi, dan apabila kesadaran hukum tidak
dipenuhi, maka derajat kesadaran hukumnya rendah. Tingginya kesadaran
hukum warga masyarakat mengakibatkan para warga masyarakat menaati
ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, apabila derajat kesadarn hukumnya
rendah, maka derajat krtaatan terhadap hukumnya juga rendah. Apabila
dipandang secara sempit, konsepsi kesadaran hukum seakan mensyaratkan
terdapatnya peraturan-peraturan hukum terlebih dahulusebelum kesadaran
hukum timbul. Pemikiran tersebut tentu tidak salah apabila memang suatu
peraturan telah ada sebelumnya. Dalam sudut pandang yang lebih luas,
konsepsi ini dapat diterapkan dari dua titik pusat. Apabila titik pusat kesadaran
hukum adalah peraturan-peraturan hukum, melalui konsepsi ini dapat dilihat
sampai sejauh mana efektivitas peraturan-peraturan hukum tersebut dalam
masyarakat. Sementara bila titik pusat kesadaran hukum adalah fakta-fakta
sosial, melaui konsepsi ini dapat dilihat proses pembentukan hukum dari
fakta-fakta sosial tersebut (Otje Salman,2008:60).
4. Tinjauan tentang Usaha Kecil Menengah
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah
atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,
atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha
Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunan.
Menurut Pasal 6 ayat (1) UU No 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah kriteria Usaha Kecil adalah memiliki kekayaan bersih
lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah.
Menurut Pasal 6 ayat (2) UU No 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut
memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah)
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil
penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh
milyar rupiah).
5. Tinjauan tentang Efektivitas Hukum Merek
Apabila membicarakan efektivitas hukum dalam masyarakat berarti
membicarakan daya kerja hukum itu dalam mengatur dan/ atau memaksa
masyarakat untuk taat kepada hukum. Efektivitas hukum dimaksud, berarti
mengkaji kaidah hukum yang harus memenuhi syarat, yaitu berlaku secara
yuridis, berlaku secara sosiologis, dan berlaku secara filosofis. Maka dari itu
faktor- faktor yang dapat mempengaruhi hukum itu berfungsi dalam
masyarakat, yaitu:
a. Kaidah hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Di dalam teori-teori ilmu hukum, dapat dibedakan menjadi 3
macam hal mengenai berlakunya hukum sebagai kaidah, yaitu kaidah
hukum berlaku secara yuridis, kaidah hukm berlaku secara sosiologis,
kaidah hukum berlaku secara filosofis. Jika dikaji secara mendalam, agar
hukum itu berfungsi maka setiap kaidah hukum harus memenuhi ketiga
macam unsur tersebut karena apabila kaidah hukum hanya berlaku secara
yuridis, ada kemungkinan kaidah itu merupakan kaidah mati, jika hanya
berlaku secara sosiologis dalam arti teori kekuasaan, maka kaidah itu
menjadi aturan pemaksa, apabilla hanya berlaku secara filosofis
kemungkinannya kaidah itu hanya merupakan hukum yang dicita-citakan.
b. Penegak hukum
Penegak hukum atau orang yang bertugas menerapkan
hukummencakup orang lingkup yang sangat luas, sebab menyangkut
petugas pada strata atas, menengah dan bawah. Artinya, di dalam
melaksanakan tugas-tugas penerapanhukum, petugas seyogyanya harus
memiliki sebuah pedoman, diantaranya peraturan tertulis tertentu yang
mencakup ruang lingkup tugas- tugasnya.
c. Sarana atau fasilitas yang digunakan oleh penengak hukum
Fasilitas atau sarana sangat penting untuk mengefektifkan suatu
aturan tertentu. Ruang lingkup sarana yang dimaksud, terutama secara
fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung. Memang sering terjadi
bahwa suatu peraturan sudah difungsikan, padahal fasilitasnya belum
tersedia lengkap. Peraturan yang semula bertujuan untuk memperlancar
proses, malahan mengakibatkan terjadinya kemacetan.
d. Kesadaran masyarakat
Salah satu faktor yang mengefektifkan suatu peraturan adalah
warga masyarakat. Maksudnya adalah kesadarannya untuk mematuhi
suatu peraturan perundang-undangan, yang sering disebut derajat
kepatuhan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa derajat kepatuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya
hukum yang bersangkutan (Zainudin Ali,2010: 62).
Suatu peraturan perundang- undangan dapat dikeluarkan oleh
badan yang tertinggi dalam suatu Negara, maupun oleh suatu badan yang
dalam suatu sistem politik mempunyai kedududkan yang lebih rendah,
peraturan perundang-undangan mana biasanya merupakan peraturan
pelaksanaan daripada peraturan yang lebih tinggi derajatnya. Suatu
penelitian terhadap efek suatu perundang- undangan di dalam masyarakat
merupakan salah satu usaha untuk mengetahui apakah hukum tersebut
benar-benar berfungsi atau tidak. Suatu perundang-undangan yang
dikatakan baik, belum cukup apabila hanya memenuhi persyaratan-
persyaratan filosofis atau ideologis dan yuridis saja, secara sosiologis
peraturan tadi juga harus berlaku. Hal ini bukanah berarti bahwa setiap
peraturan perundang- undangan harus segera diganti apabila ada gejala-
gejala bahwa peraturan tadi tidak hidup. Peraturan perundang-undangan
tersebut harus diberi waktu agar meresap dalam diri warga-warga
masyarakat. Apabila sering terjadi pelanggaran-pelanggaran tertentu
terhadap suatu peraturan perundang-undangan, maka ha itu belum tentu
berarti bahwa peraturan tersebut secara sosiologis tidak berlaku di dalam
masyarakat. Mungkin para pelaksana peraturan tadi kurang tegas dan
kurang bertanggung jawab di dalam pekerjaannya, ini perlu
diperhitungkan dalam menilai apakah suatu peraturan itu baik atau kurang
baik (Soerjono Soekanto,1988:18).
Menurut Soerjono Soekanto, secara konseptual terdapat lima faktor
yang mempengaruhi proses penegakan hukum antara lain :
1) Aturan Hukum atau Undang-Undang
Aturan hukum atau Undang-Undang sering merupakan faktor
penghambat sehingga mempengaruhi proses penegakan hukum, karena
rumusan normanya tidak jelas menimbulkan penafsiran yang kadang-
kadang merugikan atau tidak adil.
2) Aparatur penegak hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Aparatur penegak hukum yang merupakan salah satu pilar
penting dalam proses penegakan hukum, sering melakukan berbagai
tindakan yang bertentangan dengan ketentuan hukum sehingga
menimbulkan berbagai masalah.
3) Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana pendukung yang kurang memadai sudah
tentu akan mempengaruhi ruang gerak aparatur penegak hukum dan
juga anggota masyarakat sebagai pencari keadilan.
4) Budaya Hukum
Budaya hukum masyarakat yang merupakan suatu proses
internalisasi nilai-nilai dalam rangka memahami hukum dan berupaya
untuk menerapkannya secara baik demi kepentingan bersama, ternyata
belum dipraktekan secara baik.
5) Masyarakat
Masyarakat sering menjadi penyebab dalam proses penegakan
hukum, karena mempunyai uang, sering didorong oleh keinginan
untuk menang sendiri tanpa memperhatikan aspek-aspek yang sifatnya
objektif dari hukum untuk mewujudkan tujuannya yakni keadilan.
Sebagai contoh ; seseorang ketika berhadapan dengan kasus hukum
perdata ( masalah tanah ) dan secara objektif sebenarnya yang
bersangkutan tidak mempunyai alat bukti yang kuat, berupa sertifikat
atau keteranga lainnya sebagai alas haknya, tetapi karena yang
bersangkutan mempunyai uang yang banyak maka ia tetap bersikeras
untuk membawa kasus tersebut ke pengadilan. Jadi yang penting
masuk ke Pengadilan nanti di atur kemudian, tanpa
mempertimbangkan secara matang dari aspek positif atau negatifnya,
Soerjono Soekanto:1988 (http://fhukum-unpatti .org/artikel/hukum -
tata-negara/103-peran-civil-society-dalam- proses-penegakan -hukum-
dan-hak-asasi-manusia.html diakses tanggal 19 Juni 2012 pukul
13.55).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Karakteristik yang mencolok dalam pembicaraan mengenai
sosiologi penegakan hukum adalah bahwa penegakan hukum itu bukan
merupakan suatu tindakan yang pasti, yaitu menerapkan hukum terhadap
suatu kejadian, yang dapat diibaratkan menarik garis lurus antara dua titik.
Penegakan hukum adalah suatu proses logis yang mengikuti kehadiran
suatu peraturan hukum. Apa yang harus terjadi menyusul kehadiran
peraturan hukum hamper sepenuhnya terjadi melalui pengolahan logika.
Penegakan hukum dapat juga dilihat sebagai proses yang melibatkan
manusia di dalamnya. Pada pengamatan terhadap kenyataan penegakan
hukum, faktor manusia sangat terlibat dalam usaha menegakkan hukum
tersebut. penegakan hukum dilakukan oleh institusi yang diberi wewenang
untuk itu, seperti polisi, jaksa, dan pejabat pemerintahan. Sejak hukum itu
mengandung perintah dan pemaksaan, maka sejak semula hukum
membutuhkan bantuan untuk mewujudkan perintah tersebut (Satjipto
Rahardjo,2002:173).
Keterlibatan anggota masyarakat dalam penegakan hukum terjadi
baik dalam bidang pidana maupun perdata. Dalam bidang hukum perdata
peranan anggota masyarakat lebih besar, oleh karena munculnya kasus
hukum sepenuhnya diserahkan kepada masyarakat. Negara hanya
menyediakan fasilitas bagi terjadinya penegakan hukum, sedang atau
selebihnya diserahkan kepada rakyat untuk bertindak dengan
menggunakan fasilitas yang disediakan tersebut. kendatipun tidak ada
diskriminasi dalam penggunaan fasilitas atau hukum tersebut ., tetapi
dalam kenyataan di lapangan, tidak semua orang berada pada posisi yang
sama untuk menikmati fasilitas yang disediakan oleh hukum. Para pelaku
yang memiliki kekuasaan lebih besar akan mendominasi penegakan
hukum. Kekuasaan tersebut berupa pengetahuan, status, hubungan-
hubungan social dan kemampuan ekonominya (Satjipto
Rahardjo,2002:178).
Hukum Merek akan efektif apabila faktor-faktor yang
mempengaruhi hukum tersebut berfungsi di dalam masyarakat terpenuhi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
yaitu aturan hukum harus jelas, maksudnya rumusan Undang-Undang No
15 Tahun 2001 tentang Merek dan peraturan pelaksanaannya tidak
menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda antar masyarakat. Selain itu
kata-kata dalam peraturan tersebut mudah dipahami oleh semua
masyarakat. Faktor yang kedua adalah aparatur penengak hukum yang
khusus berkonsentrasi di bidang HKI. Hal ini dikarenakan agar masyarakat
yang masih belum jelas mengenai HKI khususnya mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan merek dapat bertanya secara langsung dengan
aparatur tersebut dan mereka mendapatkan penjelasan. Aparatur tersebut
tidak boleh melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan
hukum, misalnya melakukan pungutan liar apabila ada masyarakat yang
ingin mendaftarkan merek mereka dan jumlah biayanya tidak sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.
Faktor yang ketiga adalah sarana dan prasarana. Apabila saran dan
prasarana belum memadai, maka Hukum Merek tersebut tidak akan
berjalan efektif. Misalnya Kantor Dirjen HKI yang mudah dijangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat yang ingin mendaftarkan merek usahanya
merupakan hal yang sangat penting. Apabila kantor tersebut tidak mudah
dijangkau, maka akan timbul ketidaktahuan dari masyarakat mengenai di
mana tempat mendaftarkan merek. Faktor yang keempat adalah budaya
hukum, apabila masyarakat belum memahami hukum dan menerapkan
hukum Merek tersebut di dalam prakteknyam maka Hukum Merek tidak
akan berjalan efektif. Faktor yang kelima adalah masyarakat, kesadaran
masyarakat untuk mematuhi peraturan perundang-undangan tentang merek
merupakan faktor yang penting. Hal ini disebabkan karena tanpa
masyarakat menyadari bahwa mendaftarkan merek usahanya merupakan
suatu tindakan yang penting, maka Hukum Merek yang dibuat oleh
pemerintah tidak akan berjalan efektif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Keterangan:
Kota Surakarta merupakan salah satu kota penghasil batik di Indonesia. Di
daerah Kota Surakarta terdapat suatu sentra industri penghasil batik yang sangat
terkenal dan menjadi salah satu daerah tujuan wisata, yaitu Kampung Wisata
Batik Kauman. Disana terdapat banyak pengusaha batik yang usahanya masih
dikategorikan sebagai usaha kecil menengah. Pembicaraan mengenai batik yang
menjadi komoditas perdagangan tidak lepas dari merek dagang yang melekat ke
dalam produk batik tersebut.
Untuk mendapatkan hak merek atas merek dagang batik tersebut harus
didaftarkan terlebih dahulu. Namun, pengusaha kecil dan menengah batik di
Dirjen HKI di bawah
naungan
KemenkumhamUU No 15 Tahun 2001
tentang Merek dan
Peraturan Pelaksananya
Pendaftaran merekPengusaha kecil dan
menengah di bidang batik
Faktor-faktor yang
mempengaruhi kesadaran
hukum pendaftaran merek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta dalam pendaftaran merek tidak
terdapat kewajiban bagi seseorang untuk mendaftarakan merek yang mereka
miliki, akan tetapi jika ingin mendapatkan perlindungan hukum berdasarkan
hukum merek, maka harus terdaftar terebih dahulu. Maka dari itu pemilik merek
dagang batik harus mendaftarkan merek miliknya. Semua peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang merek tersebut bertujuan untuk meindungi
merek dari hal-hal yang merugikan pemilik.
Pendaftaran merek dilakukan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual atau disingkat Dirjen HKI di bawah naungan Kementrian Hukum dan
HAM. Tata cara pendaftaran merek di atur didalam peraturan perundang-
undangan Indonesia, yaitu Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek dan
Peraturan pelaksananya. Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek dan
Peraturan pelaksananya juga telah memberikan pengetahuan bagi pengusaha kecil
dan menengah di Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta mengenai merek
khususnya pendaftaran merek.
Akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pengusaha mengetahui
keberadaan hukum. Dalam hal ini adalah Undang-undang No 15 Tahun 2001
tentang Merek dan peraturan pelaksanaannya. Para pengusaha yang memiliki
merek dagang memiliki tingkat kesadaran hukum yang berbeda-beda terhadap
keberadaan hukum merek yang sesungguhnya dibuat untuk melindungi hak- hak
mereka. Dalam kaitannya dengan tingkat kesadaran hukum tersebut, apabila dikaji
secara mendalam maka akan diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kesadaran hukum mengenai pendaftaran merek.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Singkat Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta
Kauman merupakan sebuah nama kampung yang hampir dikenal di masyarakat
Jawa Tengah. Kampung Kauman terletak di tengah-tengah kota dan berdekatan
dengan masjid agung jami' dan Alun-alun. Kampung Kauman di Kota Surakarta
terletak di sebelah barat laut Masjid Agung dan memiliki keterkaitan dengan
keberadaan Keraton Kasunanan Surakarta. Kampung Kauman berdiri bersamaan
dengan pembangunan Masjid Agung Surakarta Oleh Paku Buwono III pada tahun
1757. Keraton Kasunanan Surakarta yang merupakan kelanjutan dari Kerajaan
Mataram Islam dan berujung pada Kerajaan Surakarta Hadiningrat dipimpin oleh
seorang raja dan dibantu oleh seorang penghulu yang bertugas sebagai ahli agama
yang ditempatkan di masjid tersebut.
Lahirnya kampung Kauman dimulai dengan adanya penempatan abdi dalem
pamethakan yang bertugas dalam bidang keagamaan dan kemasjidan, yaitu Kanjeng
Kyai Penghulu Muhammad Thohar hadiningrat yang bermukim di sekitar masjid
agung. Penghulu membawahi tanah disekitar masjid yang warganya terdiri dari abdi
dalem pamethakan dan ulama sebagai pembantu atau mewakili tugas Penghulu
apabila penghulu berhalangan. Tanah yang beliau tempati adalah pemberian dari
Sunan PB III dengan status tanah anggaduh yang berarti hanya berhak menempati dan
tidak punya hak milik. Oleh keraton, tanah yang ditempati penghulu dan para abdi
dalem mutihan tersebut diberi nama Perkauman, artinya tanah tempat tinggal para
kaum, dan menjadi Kauman. Keberadaan kampung Kauman karena memang
dikehendaki oleh keraton sebagai bagian dari empat komponen pola kota
pemerintahan kerajaan Mataram Islam yang terdiri dari Keraton, Alun- alun, Masjid
dan pasar. Dan para abdi dalem pamethakan inilah yang mencitrakan Kauman sebagai
kampung yang didominasi oleh para priyayi dari golongan ulama atau santri yang
ditempatkan oleh para kerajaan yang mengemban tugas mulia untuk mengislamkan
masyarakat. Mereka menempati tanah disekitar masjid kerajaan.
61
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Keberadaan Kauman dari sejak awal memang tidak bisa dilepaskan dari
keberadaan keraton, yang sejak awal memang telah menempatkan Kauman dalam
sebuah bingkai sistem sosial. Keraton sebagai muara dari sistem sosial, dan Kauman
adalah salah satu subsistemnya. Realitas pemenuhan kebutuhan sehari- hari pun juga
menjadi salah satu bagian yang disediakan oleh pihak keraton. Pada mulanya
penduduk Kauman hanya bermata pencaharian sebagai abdi dalem ulama saja. Akan
tetapi kemudian berkembang juga menjadi pengusaha batik, profesi rangkap ini
berhasil mengangkat perekonomian masyarakat Kauman. Sebagai bagian dari abdi
dalem keraton, yaitu abdi dalem pamethakan atau ulama pihak keraton tetap
memenuhi kebutuhan para abdi dalem tersebut. Mereka mendapat gaji dan jaminan
hidup dari keraton, akan tetapi keahlian membatik yang diajarkan oleh pihak keraton
merangsang tumbuhnya iklim wirausaha di Kauman. Dinamika masyarakat pada
perubahan ruang teknologi yang dilakukan oleh kaum kolonial juga mempengaruhi
terhadap berkembangnya peluang dalam bentuk perdagangan. Peluang ini dianggap
sangat dinamis seiring dengan perkembangan dan semakin beragamnya kebutuhan
yang disediakan oleh pasar.
Seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan, keraton tidak mungkin
dapat memenuhi semua kebutuhan para abdi dalem secara keseluruhan. Para abdi
dalem pamethakan di Kauman pun juga melakukan aktifitas yang sifatnya produktif.
Batik adalah alternative yang memungkinkan bagi mereka. Dengan pola pembagian
kerja yang menempatkan para suami pada tempat- tempat publik dalam bentuk
mengajar atau meberi materi agama. Sementara para istri mengisi waktunya dengan
memproduksi batik yang ilmunya diperoleh lewat media pembelajaran antara sesame
kerabat yang pada awalnya memang berasal dari kerabat kebangsawanan keraton.
Dan pada perkembangannya keterampilan tersebut secara intensif dikembangkan oleh
para kaum perempuanistri abdi dalem pamethakan tersebut.
Dengan mengembangkan keterampilan ini, sebagian besar warga Kauman
memiliki kemampuan untuk menghasilkan kain batik dalam jumlah besar. Ditambah
dengan pola kekerabatan yang mereka miliki pada akhirnya mampu mengakumulasi
jumlah produksinya sebanyak mungkin untuk kemudian dikomersilkan. Busana adat
Jawa sebagian besar menggunakan kain batik, dengan motif, corak dan warna
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
tradisional yang memiliki perbedaan dengan produk- produk tekstil buatan pabrik.
Batik merupakan warisan para leluhur yang sampai sekarang masih abadi. Sebenarnya
batik tidak hanya terpusat di Kota Solo, Yogyakarta, dan Pekalongan saja. Tetapi
hampir di semua daerah Indonesia memiliki produk batiknya. Kita mengenal
kekhasan motif dan warna batik Cirebonan, motif dan warna Pekalongan, batik
Lasem.
Karena pada saat itu kain batik menjadi pakaian wajib atau resmi, bagi penduduk
seluruh masyarakat Indonesia dimana yang perempuan memakai kain batik dan laki-
laki memakai baju batik maka sangat diperlukan segala usaha untuk melestarikannya.
Para abdi dalem Keraton yang mengembangkan usaha batik antara lain Khotib
Trayem IV, Khotib Trayem V, Khotib Arum, Khotib Anom. Dalam buku Zaman
Bergerak (Ma’mun Pusponegoro,2007:71) diterangkan bahwa perkembangan batik
pada pertengahan abad IX memasuki era baru yaitu dengan dibukanya pasar- pasar
baru dan adanya inovasi teknis dalam membatik, terjadi transformasi industry batik
yang berjalan melalui dua tahap.
Tahap pertama terjadi pada tahun 1850-an dimana saat itu metode membatik yang
baru dari Semarang diperkenalkan oleh seorang pedagang batik di Kauman. Metode
baru ini menggunakan cap yang terbuat dari garis- garis tembaga, yang ditempelkan
pada sebuah alas dan diberi pegangan, sebuah alat yang mampu membuat batik dalam
jumlah banyak dengan tenaga kerja sedikit. Pada tahun 1950-an pengusaha batik yang
menggunakan metode cap semakin banyak jumlahnya dan mendirikan tempat kerja
untuk membuat batk yang akan dipasarkan. Pada saat itu modal swasta Belanda mulai
mengalir ke daerah Vorstenladen (wilayah kerajaan). Perkebunan Belanda membawa
uang tunai yang siap pakai untuk para petani dalam bentuk upah dan sewa, para petani
itu beralih ke pasar setempat untuk memenuhi kebutuhan, salah satunya kain batik
yang murah. Maka dari itu kebutuhan batik semakin meningkat.
Tahap kedua terjadi pada tahun 1870-an dimana pasar mulai meluas dengan
makin hebatnya penetrasi perkebunan Belanda ke daerah pedesaan. Jalur kereta api
mulai dibuka, yang menghubungkan daerah kerajaan dengan kota lain seperti
Semarang, Surabaya, dan Bandung. Keadaan itu semakin membuka pasar baru bagi
industri batik di Surakarta. Metode cap juga terus berkembang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Usaha batik di Kauman pada masa lalu begitu majunya sehingga dapat menaikkan
taraf hidup penduduk Kauman. Seluruh masyarakat Kauman ikut berperan serta saling
bekerja sama dalam usaha batik ini, yang kaya menjadi pengusaha yang lainnya
menjadi pegawainya, sebagian lagi berjualan alat-alat membatik seperti malam,
wedel, mori. Selain menjadi produsen batik, warga Kauman yang lain banyak yang
berprofesi sebagai pedagang batik. Warga Kauman yang menjadi saudagar batik dapat
membangun rumah- rumah yang indah dan megah yang sampai saat ini masih asli dan
banyak dijumpai di Kauman. Bangunan rumah- rumah kuno yang megah dan indah
milik para pengusaha batik Kauman menunjukkan angka pembuatan antara tahun
1800 sampai 1950an.
Batik yang berkembang di Kauman, bukanlah sekedar batik sebagai barang
dagangan atau produk industri. Tetapi batik Kauman adalah batik pakem yang bercita
rasa seni sangat tinggi. Batik pakem adalah motif batik klasik yang mempunyai
makna filosofi pada setiap motifnya, pemakaiannya pun harus disesuaikan dengan
situasi dan kondisi, bahkan dengan syarat-syarat tertentu. Contoh batik pakem adalah
motif parang, yang pada saat itu konon hanya boleh dipakai oleh raja. Lalu motif
truntum diciptakan oleh Ratu Kencono Beruk permaisuri PB II di Kartasura.
Sedangkan motif yang khas dari batik Kauman adalah motif semen-semenan. Pada
awal abad 20, perkembangan batik Kauman tidak hanya menampilkan motif- motif
klasik saja, tetapi telah memasuki era modifikasi yang bersifat kontemporer. Tetapi
hal ini tidak menjadikan nilai seninya berkurang, justru karya- karya mereka menjadi
semakin bervariasi yang pada akhirnya menjadikan ciri khas dari batik Kauman.
Diantara seniman batik Kauman yang terkenal antara lain Nyai H. Kalil yang terkenal
dengan sebutan tanah Khalilan, H. Bakri dengan tanah Braken yang kemudian
menurunkan pengusaha batik terkenal Danar Hadi. Dunia tekstil pada era 1800
sampai 1950-an benar- benar dikuasai oleh batik. Semua wanita pribumi
menggunakan kain batik dan yang laki- aki menggunakan sarung batik. Jenis kain
batik yang diproduksi pada saat itu adalah kain jarik, sarung, dodot, iket dan
selendang.
Menurut cerita dari para sesepuh Kauman dari keturunan pengusaha batik dan
sekaligus pelaku usaha batik mengatakan bahwa hampir semua masyarakat Kauman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
pada zaman dahulu itu memproduksi batik. Bekas- bekas peninggalan rumah batiknya
pun sampai saat ini masih dapat dilihat. Loteng dan tratag untuk menjemur kain
batiknya pun sampai saat ini masih berdiri kokoh. Rumah pengusaha batik Kauman
selain sebagai tempat tinggal, juga sebagai tempat produksi sekaligus untuk
showroomnya sehingga ukuran bangunan rumah- rumah tersebut tergolong besar.
Untuk produksi batik, biasanya diletakkan pada sisi rumah di bagian belakang
baik untuk nyorek, ngecap, medel, nyoga (mewarnai), mlabar dan menjemur. Proses
produksi batik ini memerlukan waktu dua bulan. Namun hal ini berbeda dengan batik
cap. Batik cap waktu untuk produksinya relative lebih cepat. Proses produksi antara
batik tulis dengan batik cap memiliki urutan kerja yang hampir sama. Bahan baku
yang paling tepat untuk membuat kain batik adalah kapas, sutera, rayon. Pada masa
berikutnya digunakan mori sebagai bahan baku membuat kain batik. Selain mori
sebagai bahan baku, pembuatan kain batik juga menggunakan bahan pembantu berupa
malam atau lilin batik sebagai bahan perintang dan pewarna. Ada tiga jenis lilin batik,
yaitu lilin klowong untuk nglowong dan ngisen- ngiseni, lilin tembokan untuk
nembok, dan lilin biron untuk mbironi. Untuk batik tulis digunakan alat yang disebut
canthing tulis, sedangkan untuk batik cap digunakan canthing cap.
Bahan pewarna pada proses pewarnaan bias terbuat dari bahan alami dan buatan.
Bahan alami, misalnya daun nila untuk pewarna biru, akar pohon mengkudu untuk
warna merah, kayu kunyit untuk warna kuning. Sedangkan untuk bahan pewarna
buatan sampai saat ini masih di impor dari Jerman (Hoechst), Inggris (ICI), Swiss
(CIBA), Prancis (Francolor), Amerika (Du Point) dan Italia (ACNA).
Proses pemasaran produk batik dilakukan dengan membuka toko sendiri dirumah
maupun dilakukan dengan pengiriman. Toko- toko batik di Kauman pada zaman
dahulu tersebar hampir merata di seluruh rumah warga Kauman. Bahkan di pinggir
jalan Slamet Riyadi dan Nonongan dulunya dikelilingi oleh toko- toko batik semua.
Namun, setelah tentara Jepang masuk ke kota Solo, toko- toko tersebut banyak yang
ditutup oleh pemiliknya karena takut barang- barangnya disita oleh tentara Jepang.
Berdasarkan data yang di dapat penulis dari pengurus Paguyuban Kampung Wisata
Batik Kauman Surakarta terdapat 49 usaha batik yang tercatat di dalam daftar anggota
Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta yang masing-masing yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
dikategorikan sebagai usaha kecil terdapat 47 anggota dan usaha menengah terdapat 2
anggota, yaitu Batik Gunawan Setiawan dan Batik Soga. 49 nama usaha batik batik
tersebut akan disebutkan di dalam tabel berikut ini.
Tabel 1
Daftar Anggota Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman (PKWBK)
Surakarta
NO NAMA ALAMAT
1 Batik Anggrek Jl. Cakra No 12
2 Batik Ratu Batik Jl. Dr. Radjiman No 6
3 Batik Bagas Jl. Wijaya Kusuma 5 No 6
4 Batik Batok& T-Shirt Jl. Trisula No 32
5 Batik Berlian Jl. Trisula No 3
6 Batik Bintang Kembar Jl. Wijaya Kusuma 1 No 2
7 Batik Cakra Kembang Jl. KH Hasyim Asy’ari No 44
8 Batik Canthing Solo Jl. Wijaya Kusuma 2 No 8
9 Batik Dakon Mas Jl. Cakra No 11
10 Batik Damar Kencono Jl. Wijaya Kusuma No 1
11 Batik Danny Jl. Masjid Besar No 6
12 Batik Delima Jl. Cakra no 19
13 Batik Dian Jl. Wijaya Kusuma III No 10
14 Batik Domas Jl. Cakra No 6
15 Batik Farrel Jl. Wijaya Kusuma 3 No 10
16 Batik Fatika Jl. Cakra No 34
17 Batik Fazha Jl. Cakra I No 3
18 Batik Fitri Jl. Wijaya Kusuma No 21
19 Batik Griya Jawi Jl. Cakra No 16
20 Batik Gunasti Jl. Wijaya Kusuma No 2
21 Batik Gunawan Setiawan Jl. Cakra No 21
22 Batik Indonesia Jl. KH. Hasyim Asy’ari No 19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
23 Batik Kaoeman Jl. Wijaya Kusuma No 17
24 Batik Kawoeng Indah Jl. Trisula II No 8
25 Batik Kembar Asih Jl. KH Hasyim Asy’ari No 53
26 Batik Kiara Jl. Wijaya Kusuma 1 No 16
27 Batik Kunthi Jl. Cakra No 20
28 Batik Lumbung Jl. Wijaya Kusuma 5/4
29 Batik Mahkota Jl. Hasyim Asy’ari No 52
30 Batik Mutiara Timur Jl. Trisula No 43
31 Batik Naval Jl. Wijaya Kusuma 3 No 7
32 Batik Nora Jl. Wajaya Kusuma 5/5
33 Batik Prada Noer Jl. Cakra No 33
34 Batik Pratama Jl. Wijaya Kusuma 1 No 1
35 Batik Qisty Mas’adi Jl. Wijaya Kusuma 1 No 28
36 Batik Roeshda Jl. Dr Radjiman No 28
37 Batik Sabrina& Nadia Jl. Hasyim Asy’ari No 11
38 Batik Sangaji Jl. Cakra No 14A
39 Batik Sekar Galuh Jl. Cakra No 6
40 Batik Sekar Tadji Jl. Cakra No 14 B
41 Batik Sekar Tanjung Jl. Cakra No 14C
42 Batik SOGA Jl. Trisula VI No 2
43 Batik Somokartono Jl. Cakra No 2
44 Batik Sukandar Jl. Wijaya Kusuma 5 No 3
45 Batik Timur Permai Jl. Trisula No 41
46 Batik Yudhia j. Wijaya Kusuma 3 No 1
47 Griya Sulistya Jl. Wijaya Kusuma 5 No 7
48 Rumah Batik Abdilla Jl. Wijaya Kusuma 5/8
49 Griya Wiro Hartjono Jl. Wijaya Kusuma 2 No 4
Sumber: Pengurus PKWBK Surakarta, tahun 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
B. Hasil Penelitian
1. Kesadaran Hukum Pendaftaran Merek Para Pengusaha Kecil dan
Menengah di bidang Batik di Kampung Wisata Batik Kauman Kota
Surakarta
Dalam penelitian hukum ini yang dilakukan oleh penulis terhadap
kesadaran hukum pendaftaran merek pengusaha batik kecil dan menengah di
Kampung Wisata Batik Kauman di Surakarta adalah melakukan pengamatan
di lapangan secara langsung dan wawancara terhadap para pengusaha tersebut
disertai dengan kuisioner sebagai data pendukungnya. Menurut data yang
didapat dari pengurus paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta,
maka total jumlah pengusaha yang tercatat ada 62 anggota. Namun tidak
semua merupakan pengusaha batik. Adapun jumlah pengusaha batik disana
ada 49 pengusaha yang perinciannya telah disebutkan pada tabel di atas.
Sedangkan 1 pengusaha, merek usahanya yang terdaftar dalam daftar anggota
sudah menjadi satu dengan Batik Sekar Galuh. Sedangkan sebanyak 12
pengusaha tersebut merupakan pengusaha non batik yang antara lain
pengusaha konveksi, busana muslim, souvenir, makanan, serta penginapan.
Pengusaha non batik dapat bergabung ke dalam paguyuban tersebut. Hal ini
dikarenakan untuk menjalin kerja sama antara pengusaha di Kauman tersebut
yang tidak semua pengusahanya bergerak di bidang batik. Namun demikian
penulis tetap memfokuskan penelitian penulisan hukum ini kepada pengusaha
batik saja yang berjumlah 49 pengusaha.
Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan sebanyak 49 pengusaha
batik tersebut ada yang memproduksi batik sendiri dan memasarkan secara
langsung, hanya memasarkan produk lain tanpa memproduksi batik dan ada
juga yang hanya memproduksi batik dan tidak memasarkan secara langsung.
Dari 49 pengusaha batik yang tercatat dalam daftar anggota sejumlah 5
pengusaha untuk sementara ini tidak berproduksi. Dari total 49 pengusaha
tersebut peneliti melakukan penelitian kepada 26 pengusaha kecil menengah
sehingga total responden yang diteliti ada 53%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Dalam penulisan hukum ini peneliti dalam menyajikan data yang
diperoleh secara langsung dari lapangan maka peneliti menggunakan indikator
kesadaran hukum menurut pendapat Soerjono Soekanto sebagai
pendeskripsian mengenai kesadaran hukum pendaftaran merek. Dalam
menganalisa data penulis menggunakan perhitungan dengan rumus sebagai
berikut:
p = f : N x 100%
Keterangan : p = persentase
f = frekuensi pada klasifikasi yangbersangkutan
N=jumlah frekuensi dari seluruh klasifikasi (Soerjono
Soekanto,1986:268)
Apabila pekerjaan untuk mengumpulkan data di lapangan telah selesai,
maka peneliti harus meneliti kembali informasi yang telah diterimanya itu.
Jika peneliti mempekerjakan beberapa orang pengumpul data di lapangan
(mungkin pewawancara atau pengamat), maka peneliti harus memeriksa
kembali mengenai kelengkapan jawaban yang diterima, kejelasannya,
konsistensi jawaban atau informasi, relevansinya bagi penelitian maupun
keseragaman data yang diterima oleh peneliti. Semua pekerjaan itu dinamakan
pekerjaan editing. Dengan melakukan pekerjaan tersebut, diharapkan bahwa
kelengkapan atau kebaikan informasi akan terjamin. Tidak jarang bahwa
seorang peneliti melakukan prakoding atau koding. Artinya, dia berusaha
untuk membuat klasifikasi jawaban-jawaban, dengan memberikan kode-kode
tertentu pada jawaban tersebut agar nantinya mempermudah kegiatan analisa
Nilai Score Data Responden dalam penelitian ini terinci sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Tabel 2
Nilai Score Data Responden
Pertanyaan Pilihan
jawaban
Score
Apakah anda mengetahui pendaftaran merek
diatur di dalam UU No 15 Tahun 2001?
ya 2
tidak 1
Apakah anda mengetahui tujuan dari pendaftaran
merek ?
ya 2
tidak 1
Apakah anda mengetahui tata cara pendaftaran
merek?
ya 2
tidak 1
Apakah anda mengetahui hal-hal yang tidak dapat
didaftarkan sebagai merek?
ya 2
tidak 1
Apakah anda mengetahui jangka waktu
perlindungan merek terdaftar?
ya 2
tidak 1
Apakah anda mengetahui biaya pendaftaran
merek?
ya 2
tidak 1
Apakah anda mengetahui bahwa merek yang
sudah didaftarkan dapat dibatalkan?
ya 2
tidak 1
Apakah anda mengetahui arti dari merek? ya 1
tidak 1
Apakah usaha batik anda sudah memiliki merek
sendiri?
sudah 2
belum 1
Apakah anda sudah mendaftarkan merek usaha
anda?
sudah 2
belum 1
Apakah anda mengetahui jika anda mendaftarkan
merek dagang usaha anda maka belum tentu
diterima?
ya 2
tidak 1
Apakah menurut anda mendaftarkan merek itu
penting?
ya 2
tidak 1
Catatan : jawaban “ya” score 2, “tidak” score 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Dari score tersebut dapat diambil skala kesadaran hukum pengusaha.
Dalam penelitian ini, diambil dua skala, didasarkan pada nilai tertinggi dan
nilai terendah. Nilai tertinggi diperoleh dari hasil akumulasi dari 2 + 2 + 2 + 2
+ 2 + 2 + 2 + 2 + 2 +2 + 2 + 2 = 24 . Nilai terendah diperoleh dari hasil
akumulasi 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 = 12. Sehingga dapat
ditetapkan skala kesadaran hukum sebagai berikut :
1. Kesadaran hukum rendah, dengan skala score 12- 18
2. Kesadaran hukum tinggi, dengan skala score 18 – 24 (Bambang
Prasetyo,2005: 110).
Penentuan tingkat kesadaran hukum dalam penulisan ini didasarkan
pada indikator kesadaran hukum yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto
yang meliputi:
1. Pengetahuan hukum
2. Pemahaman hukum
3. Sikap hukum
4. Pola perilaku hukum (Otje Salman,2008:56).
Pada hasil penelitian ini akan dibahas mengenai kesadaran hukum
pendaftaran merek para pengusaha kecil dan menengah di bidang batik
berdasarkan indikator kesadaran hukum menurut Soerjono Soekanto, yaitu
antara lain
a. Pengetahuan dan Pemahaman Hukum
Dalam indikator kesadaran hukum ini mengenai pengetahuan
hukum yang artinya seseorang mengetahui perilaku-perilaku tertentu yang
diatur oleh hukum, baik hukum yang tertulis maupun tidak tertulis, maka
pertanyaan dari hasil wawancara dari 26 responden yaitu apakah mereka
mengetahui bahwa pendaftaran merek diatur di dalam UU No 15 Tahun
2001 tentang Merek. Pemahaman hukum adalah suatu pengertian terhadap
isi dan tujuan dari suatu peraturan dalam suatu hukum tertentu, tertulis
maupun tidak tertulis, serta manfaatnya bagi pihak-pihak yang
kehidupannya diatur oleh peraturan tersebut.Berikut adalah tabel tingkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
pengetahuan responden mengenai pendaftaran merek diatur dalam UU No
15 Tahun 2001 tentang Merek dari hasil wawancara dengan responden.
Tabel 3
Tingkat Pengetahuan dan Pemahaman Responden tentang Hukum Merek
No Pertanyaan
Ya Tidak
Jumlah
p = f : N x
100%
Jumlah
p = f : N x
100%
1 Apakah anda mengetahui
pendaftaran merek diatur
di dalam UU No 15 Tahun
2001?
1(4%) 25 (96%)
2
Apakah anda mengetahui
arti dari merek?
19(73%) 7 (27%)
3 Apakah anda mengetahui
tujuan dari pendaftaran
merek?
16 (57%) 10 (43%)
4 Apakah anda mengetahui
tata cara pendaftaran
merek?
13 (50%) 13 (50%)
5 Apakah anda mengetahui
hal-hal yang tidak dapat
didaftarkan sebagai
merek?
8 (30%) 18 (70%)
6 Apakah anda mengetahui
jangka waktu
perlindungan merek
terdaftar?
6(23%) 20 (77%)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
7 Apakah anda mengetahui
biaya pendaftaran merek?
5 (19%) 21 (81%)
8 Apakah anda mengetahui
bahwa merek yang sudah
didaftarkan dapat
dibatalkan?
6 (23%) 20 (77%)
9 Apakah anda mengetahui
jika anda mendaftarkan
merek dagang usaha anda
maka belum tentu
diterima?
9 (34%) 17 (66%)
Rata-rata (%)
(%) jawaban : jumlah soal
313% : 9=
34,7%
Berdasarkan hasil kuisioner dari tabel di atas maka jumlah rata-rata
pengetahuan dan pemahaman pengusaha batik di Kauman mengenai
pendaftaran merek adalah sebesar 34%.
b. Sikap Hukum
Sikap merupakan suatu keadaan internal atau keadaan yang masih
ada dalam dari manusia. Keadaan internal tersebut berupa keyakinan yang
diperoleh dari proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan yang mereka
dapatkan, sebagaimana pendapat Piaget’s tentang proses perkembangan
kognitif manusia (http://psikologi-unnes.blogspot.com/2008/08/pengertian
-sikap-dan-perilaku.html diakses tanggal 19 Juni 2012 pukul 11.40). Sikap
hukum adalah suatu kecenderungan untuk menerima hukum karena
adanya penghargaan terhadap hukum sebagai sesuatu yang bermanfaat
atau menguntungkan jika hukum itu ditaati. Berikut ini disajikan tabel
mengenai pertanyaan kuisioner yang berkaitan dengan indikator ketiga
kesadaran hukum, yaitu sikap hukum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Tabel 4
Tingkat Sikap Hukum Responden
No Pertanyaan Ya(Jumlah)p = f : N x
100%
Tidak(Jumlah)p = f : N x
100%
1 Apakah menurut anda
mendaftarkan merek itu penting?
14 (53%) 13 47%)
Berdasarkan hasil kuisioner dari tabel di atas maka secara umum
pengusaha batik di Kauman yang bersikap menganggap mendaftarkan
merek tersebut penting adalah sebesar 53%.
c. Pola Perilaku Hukum
Skiner seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan
dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus
terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut
merespon(http://www.infoskripsi.com/Free-Resource/Konsep-Perilaku-
Pengertian-Perilaku-Bentuk-Perilaku-danDomain-Perilaku.html/ diakses
tanggal 19 Juni 2012 pukul 12.10). Dari data yang diperoleh langsung dari
hasil wawancara dan dilengkapi dengan kuisioner, maka pertanyaan yang
diberikan oleh penulis untuk para responden berdasarkan indikator ke
empat ini disajikan dakam bentuk tabel berikut ini.
Tabel 5
Tingkat Pola Perilaku Hukum Responden
No Pertanyaan Sudah
Jumlah
p = f : N x
100%
Belum
Jumlah
p = f : N x
100%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
1 Apakah usaha batik anda sudah
memiliki merek sendiri?
13 (50%) 13 (50%)
2 Apakah anda sudah mendaftarkan
merek usaha anda?
8 (30%) 18 (70%)
Rata-rata (%)
(%) jawaban : jumlah soal
80% : 2 =
40%
Berdasarkan hasil kuisioner dari tabel di atas maka jumlah rata-rata
pola perilaku pengusaha batik di Kauman mengenai pendaftaran merek
adalah sebesar 40%.
Dari hasil penelitian mengenai kesadaran hukum pendaftaran
merek pengusaha batik kecil menengah di Kampung Wisata Batik Kauman
Surakarta dengan jumlah responden sebanyak 26 responden, maka akan
disajikan tabel mengenai tingkat kesadaran hukum pendaftaran merek
berdasarkan indikator kesadaran hukum yaitu pengetahuan hukum,
pemahaman hukum, sikap hukum, dan pola perilaku hukum.
Tabel 6
Hasil Nilai Responden
Pertanyaan Jumlah
responden
nilai
Mengetahui pendaftaran merek diatur di dalam UU
No 15 Tahun 2001
ya
tidak
1 2
25 25
Mengetahui tujuan dari pendaftaran merek
ya
tidak
16 32
10 10
Mengetahui tata cara pendaftaran merek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
ya
tidak
13 26
13 13
Mengetahui hal-hal yang tidak dapat didaftarkan
sebagai merek
Ya
Tidak
8 16
18 18
Mengetahui jangka waktu perlindungan merek
terdaftar
Ya
Tidak
6 12
20 20
Mengetahui biaya pendaftaran merek
Ya
Tidak
5 10
21 21
Mengetahui bahwa merek yang sudah didaftarkan
dapat dibatalkan
Ya
Tidak
6 12
20 20
Mengetahui arti dari merek
Ya
Tidak
19 38
7 7
usaha batik anda sudah memiliki merek sendiri
ya
tidak
13 26
13 13
Apak sudah mendaftarkan merek usaha anda?
Ya
Tidak
8 16
18 18
Mengetahui jika anda mendaftarkan merek dagang
usaha anda maka belum tentu diterima
Ya
Tidak
9 18
17 17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Merek itu penting
Ya
Tidak
14 28
12 12
Total Nilai 430
Tingkat Kesadaran hukum Total nilai: jumlah
responden
430:26 = 16,54
Berdasarkan data dari hasil penelitian, maka kesadaran hukum
pengusaha batik kecil dan menengah di Kampung Wisata Batik Kauman
Surakarta tergolong rendah.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Hukum Pendaftaran
Merek Para Pengusaha Kecil dan Menengah di bidang Batik di
Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta
Dari hasil penelitian penulis mengenai kesadaran hukum pendaftaran
merek para pengusaha batik kecil dan menengah di Kampung Wisata Batik
Kauman Surakarta, maka penulis juga meneliti mengenai tingkat pendidikan
terakhir responden. Berdasarkan hasil wawancara dengan Muhammad Soim
sebagai pengurus Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta maka
beliau mengatakan bahwa rata- rata pendidikan terakhir para responden adalah
30% SMA/Sederajat dan 70% responden adalah Perguruan Tinggi.
Dari hasi penelitian dan pengamatan responden maka tingkat
pendidikan responden ternyata tidak mempengaruhi mereka untuk
mendaftarkan merek dagang usahanya. Hal ini disebabkan adanya beberapa
faktor yang mempengaruhi responden belum mendaftarkan merek dagang
mereka. Faktor- faktor tersebut antara lain:
a. Faktor kurangnya pengetahuan mengenai pendaftaran merek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Kurangnya pengetahuan para pengusaha mengenai pendaftaran
merek disebabkan karena mereka kurang tertarik untuk mencari informasi
secara terperinci mengenai pendaftaran merek dan kurangnya sosialisasi
dari pemerintah.
b. Faktor anggapan bahwa merek tidak perlu didaftarkan
Mereka berpendapat bahwa walaupun merek usaha mereka tidak
didaftarkan, usaha mereka tetap berjalan dengan lancar. Yang terpenting
bagi mereka adalah mendapatkan keuntungan dan usahanya tetap dikenal
oleh masyarakat.
c. Faktor mahalnya biaya pendaftaran merek
Para responden menganggap bahwa biaya pendaftaran merek
masih mahal. Hal ini disebabkan karena mereka masih tergolong
pengusaha kecil dan menengah yang keuntungannya tidak terlalu besar.
d. Faktor budaya masyarakat di Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta
yang mempunyai rasa sungkan untuk mendaftarkan merek sendiri
Dalam hal pendaftaran merek usahanya, mereka masih mempunyai
rasa sungkan untuk mendaftarkan merek sendiri sedangkan pengusaha
lainnya yang berada disekitar tempat usahanya tidak mendaftarkan. Para
pengusaha yang belum mendaftarkan merek usahanya menginginkan
mendaftarkan merek apabila bersama- sama dengan pengusaha lain tanpa
mendahului. Karena sikap mendahului adalah sikap yang tidak etis
menurut mereka.
e. Faktor rendahnya peran pemerintah
Peran pemerintah dalam memberikan pemahaman mengenai
pendaftaran merek masih sangat rendah. Hal ini terjadi karena pemerintah
baru sekali dalam memberikan sosialisasi mengenai pendaftaran merek,
yaitu pada bulan Oktober 2011 di Gedung Iwapi Surakarta. Permasalahan
yang kedua adalah peserta sosialisasi tersebut dibatasi karena peserta
sosialisasi tidak hanya berasal dari pengusaha batik Kampung Wisata
Batik Kauman saja, tetapi berasal dari pengusaha lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
C. Pembahasan
1. Kesadaran Hukum Pendaftaran Merek Para Pengusaha Kecil dan
Menengah di bidang Batik di Kampung Wisata Batik Kauman Kota
Surakarta
Penentuan tingkat kesadaran hukum dalam penulisan ini didasarkan
pada indikator kesadaran hukum yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto
yang meliputi :
a. Pengetahuan hukum
Pengetahuan hukum adalah pengetahuan seseorang mengenai
beberapa perilaku tertentu yang diatur oleh hukum. Sudah tentu bahwa
hukum yang dimaksud di sini adalah hukum tertulis dan hukum tidak
tertulis. Pengetahuan tersebut berkaitan dengan perilaku yang dilarang
atupun perilaku yang tidak diperbolehkan oleh hukum.
b. Pemahaman hukum
Pemahaman hukum adalah sejumlah informasi yang dimiliki
seseorang mengenai isi peraturan dari suatu hukum tertentu. Dengan
perkataan lain pemahaman hukum adalah suatu pengertian terhadap isi dan
tujuan dari suatu peraturan dalam suatu hukum tertentu, tertulis maupun
tidak tertulis, serta manfaatnya bagi pihak-pihak yang kehidupannya diatur
oleh peraturan tersebut.
c. Sikap hukum
Sikap hukum adalah suatu kecenderungan untuk menerima hukum
karena adanya penghargaan terhadap hukum sebagai sesuatu yang
bermanfaat atau menguntungkan jika hukum itu ditaati.
d. Pola perilaku hukum
Pola perilaku hukum adalah hal yang utama dalam kesadaran
hukum, karena disini dapat dilihat apakah suatu peraturan berlaku atau
tidak dalam masyarakat. Dengan demikian sampai seberapa jauh
kesadaran hukum dalam masyarakat dapat dilihat dari pola perilaku suatu
masyarakat (Otje Salman,2008:56).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Setiap indikator menunjuk pada tingkat kesadaran hukum tertentu
mulai dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi. Apabila indikator-
indikator dari kesadaran hukum dipenuhi, maka derajat kesadaran hukumnya
tinggi, begitu pula sebaliknya. Tingginya kesadaran hukum warga masyarakat
mengakibatkan para warga masyarakat menaati ketentuan-ketentuan hukum
yang berlaku, begitu pula sebaliknya apabila derajat kesadaran hukumnya
rendah maka derajat ketaatan terhadap hukum juga rendah (Otje
Salman,2008:59).
Pada pembahasan ini akan dibahas secara mendalam mengenai
kesadaran hukum pendaftaran merek para pengusaha kecil dan menengah di
bidang batik berdasarkan indikator kesadaran hukum menurut Soerjono
Soekanto, yaitu antara lain :
1) Pengetahuan tentang Peraturan- Peraturan Hukum
Pengetahuan hukum erat kaitannya dengan asumsi bahwa
masyarakat dianggap mengetahui isi suatu peraturan dimana peraturan
tersebut telah diundangkan. Berdasarkan hasil wawancara dengan
responden, maka responden mengatakan bahwa mereka mengetahui bahwa
pendaftaran merek diatur di dalam sistem perundang- undangan dan diatur
di daam UU No 15 Tahun 2001 tentang Merek sebanyak 4%.
Pengetahuan mengenai hal tersebut didapat dari sosialisasi yang
diadakan oleh pemerintah pada tahun 2011. Namun pengetahuan mereka
mengenai pendaftaran merek hanya sebatas pendaftaran merek diatur di
dalam sistem perundang-undangan hukum di Indonesia. Tidak ada yang
mengetahui secara pasti perundang-undangan yang mana yang mengatur
mengenai pendaftaran merek. Hal ini dikarenakan mereka tidak ingat atau
sudah lupa. Padahal mereka sudah mendapatkan sosialisasi mengenai
pendaftaran merek yang diadakan oleh pemerintah. Selain mendapatkan
sosialisasi dari pemerintah, pengetahuan mengenai perundang-undangan
yang mengatur masalah pendaftaran merek juga dapat diketahui melalui
kerabat ataupun media cetak dan media elektronik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Dari hasil wawancara dengan 26 responden mengenai pengetahuan
hukum tentang pendaftaran merek yang tercantum di dalam Undang-
Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek maka yang mengetahui tentang
adanya peraturan hukum tertulis mengenai pendaftaran merek adalah
sebanyak 16 responden, dan yang mengetahui secara pasti bahwa
pendaftaran merek diatur di dalam Undang-Undang No 15 Tahun 2001
tentang Merek adalah 1 responden. Responden yang mengetahui bahwa
pendaftaran merek diatur di dalam Undang-Undang No 15 Tahun 2001
tentang Merek adalah Diah Rifiana, pengusaha dengan merek “Griya Batik
Cokro Kembang”. Hal ini dikarenakan latar belakang pendidikannya yang
merupakan lulusan sarjana hukum dari Universitas Islam Indonesia.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hanya 4% dari total jumlah responden
yang mengetahui secara pasti mengenai hal tersebut.
2) Pemahaman Hukum
Berdasarkan hal-hal yang diatur dalam UU No 15 Tahun 2001
tentang Merek maka akan muncul pertanyaan apakah para responden
mengetahui hal-hal yang diatur di dalam UU No 15 Tahun 2001 tentang
Merek. Berdasarkan hasil kuisioner maka jumlah rata-rata pengetahuan
dan pemahaman pengusaha batik di Kauman mengenai pendaftaran merek
adalah sebesar 34%.
Pemahaman hukum tidak disyaratkan seseorang harus terlebih
dahulu mengetahui adanya suatu aturan tertulis yang mengetur sesuatu hal.
Akan tetapi yang dilihat disini adalah bagaimana persepsi mereka dalam
menghadapi berbagai hal, dalam kaitannya dengan norma-norma yang ada
dalam masyarakat. Persepsi ini biasanya diwujudkan melaui sikap mereka
terhadap tingkah laku sehari-hari. Pemahaman hukum ini dapat diperoleh
apabila peraturan tersebut dapat atau mudah dimengerti oleh warga
masyarakat. Maka demikian hal ini tergantung pula bagaimana perumusan
pasal-pasal dari peraturan perundang-undangan tersebut. Menurut hasil
wawancara langsung dan didukung dengan kuisioner, terdapat 19
responden yang mengetahui pengertian dari merek. Pengertian dari merek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
sendiri menurut Pasal 1 angka 1 UU No 15 Tahun 2001 tentang Merek
adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,
susuanan warna, atau kombinasi dari unsure-unsur tersebut yang memiliki
daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau
jasa. Walaupun para responden tersebut tidak mendefinisikan merek sama
persis dengan pengertian merek berdasarkan undang-undang, tetapi
mereka mengetahui inti pengertian dari merek tersebut. Sehingga jumlah
responden yang mengetahui pengertian merek adalah 73 %.
Selanjutnya terdapat 50% yang mengetahui tata cara pendaftaran
merek. Jumlah yang mengetahui sama dengan jumlah yang tidak
mengetahui hal ini dikarenakan sebanyak 6 responden pernah
mendapatkan sosialisasi mengenai pendaftaran merek pada bulan Oktober
2011 yang diselenggarakan oleh pemerintah. Namun, tidak semua
responden mengikuti kegiatan sosialisasi yang diadakan Pemerintah Kota
Surakarta tersebut. Responden yang mengetahui tata cara pendaftaran
merek selain dari sosialisasi, sebanyak 7 responden mengetahui dari
kerabat maupun media cetak. Hal ini dikarenakan, dari pihak Pemerintah
Kota Surakarta membatasi jumlah peserta sosialisasi. Maka dari itu tidak
semua anggota Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta
selaku responden mengikuti kegiatan sosialisasi mengenai pendaftaran
merek. Alasan dari Pemerintah Kota Surakarta membatasi jumlah peserta
sosialisasi, karena peserta sosialisasi tidak hanya berasal dari anggota
Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta saja, tetapi juga
berasal dari beberapa komunitas lain seperti komunitas batik di wilayah
Laweyan dan komunitas pengusaha lain yang bukan berasal dari
pengusaha batik. Mereka dikumpulkan menjadi satu untuk mendapatkan
sosialisasi mengenai pendaftaran merek.
Selain hal tersebut responden yang tidak mengetahui tata cara
pendaftaran merek selain tidak mengikuti sosialisasi ternyata terdapat
alasan lain, yaitu belum adanya kesadaran dari beberapa anggota untuk
mengikuti kegiatan sosialisasi mengenai pendaftaran merek dan tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
adanya rasa untuk ingin mengetahui tata cara pendaftaran merek
(wawancara dengan Muhammad Soim,pengurus PKWBK,4 April 2012).
Misalnya pengusaha batik merek “A” mendapatkan kesempatan
untuk mengikuti sosialisasi yang diadakan Pemerintah Kota Surakarta.
Namun pengusaha batik merek “A” tersebut tidak mau mengikuti kegiatan
sosialisasi tersebut, sehingga kesempatan tersebut diberikan oleh
pengusaha lain yang mau mengikuti sosialisasi tentang pendaftaran merek.
Mengenai jangka waktu perlindungan merek terdaftar hanya 6
responden yang mengetahui jangka waktu perlindungan merek terdaftar,
yaitu selama sepuluh tahun sejak tanggal penerimaan, menurut ketentuan
isi Pasal 28 Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek. Hal ini
disebabkan karena jumlah responden yang baru mendaftarkan merek
mereka sebanyak 8 responden sehingga yang mengetahui jangka waktu
perlindungan merek terdaftar lebih sedikit daripada yang tidak mengetahui
jangka waktu perlindungan merek. Selain hal tersebut, juga dikarenakan
tidak semua responden yang sudah mendaftarkan merek dagang mereka
mengetahui bahwa merek dagang mereka yang sudah terdaftar dilindungi
selama sepuluh tahun terhitung sejak tanggal penerimaan.
Mengenai biaya pendaftaran merek menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2009 tentang Jenis Tarif atas Jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia dijelaskan pada tabel berikut ini :
Tabel 7
Daftar Biaya Pendaftaran Merek
NoJenis Penerimaan
Negara Bukan PajakSatuan Tarif
a. Permohonan pendaftaran merek dan permintaan perpanjangan perlindungan merek terdaftar :1) Permohonan pendaftaran merek dagang natau jasa untuk
PerPermohonan
Rp. 600.000,00
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
maksimum 3 macam barang/ jasa per kelas2) Tambahan permohonan pendaftaran merek dagang/jasa untuk lebih dari 3 macam barang/jasa
PerPermohonan
per kelasRp. 50.000,00
3) Permohonan pendaftaran indikasi geografis
PerPermohonan
per kelasRp. 500.000,00
4) Permohonan pendaftaran merek dagang/jasa kolektif untuk 3 macam barang/jasa
PerPermohonan
per kelasRp. 600.000,00
5) Tambahan permohonan pendaftaran merek dagang/jasa kolektif untuk lebih dari 3 macam barang/jasa
PerPermohonan
per kelasRp. 50.000,00
6) Perpanjangan jangka waktu perlindungan merek :1). UKM2). Non UKM
Per kelas Per kelas
Rp. 1000.000,00 Rp. 2.000.000,00
7) Permpohonan perpanjangan perlindungan kolektif
Per kelas Rp. 1.500.000,00
b. Pengajuan keberatan atas Permohonan merek
PerPermohonan
per kelasRp. 500.000,00
c. Pengajuan keberatan atas Permohonan indikasi geografis
PerPermohonan
per kelasRp. 500.000,00
d. Permohonan banding merek PerPermohonan
per kelasRp. 2.000.000,00
e. Permohonan banding indikasi geografis
PerPermohonan
per kelasRp. 2.000.000,00
f. Biaya (Jasa) penerbitan Sertifikat Merek
Per sertifikat Rp. 100.000,00
g. Biaya (Jasa) penerbitan Sertifikasi Indikasi geografis
Per sertifikat Rp. 100.000,00
h. Biaya pencatatan dalam daftar umum merek :1) Pencatatan perubahan nama dan atau almat pemilik merek
Per permohonanper nomor
Rp. 300.000,00
2) Pencatatan pengalihan hak/penggabungan perusahan (merger) atas merek terdaftar
Per permohonanper nomor
Rp. 500.000,00
3) Pencatatan perjanjian lisensi Per permohonan Rp. 500.000,00
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
per nomor4) Pencatatan penghapusan pendaftaran merek
Per permohonanper nomor
Rp. 150.000,00
5) Pencatatan perubahan peraturan penggunaan merek kolektif
Per permohonanper nomor
Rp. 300.000,00
6) Pencatatan pengalihan hak atas merek kolektif terdaftar
Per permohonanper nomor
Rp. 500.000,00
7) Pencatatan penghapusan pendaftaran merek kolektif
Per permohonanper nomor
Rp. 300.000,00
i. Permohonan petikan resmi dan Permohonan keterangan tertulis mengenai merek :1) Permohonan petikan resmi pendaftaran merek
Per permohonanper nomor
Rp. 150.000,00
2) Permohonan keterangan tertulis mengenai daftar umum merek
Per permohonanper nomor
Rp. 200.000,00
3) Permohonan keterangan tertulis mengenai pertanyaan persamaan pada pokoknya suatu merek dengan merek yang sudah terdaftar
Per permohonanper nomor
Rp. 200.000,00
j. Biaya Permohonan petikan resmi pendaftaran indikasi geografis
Per permohonanper nomor
Rp. 100.000,00
k. Biaya salinan bukti prioritas permohoan merek
Per permohonanper nomor
Rp. 250.000,00
l. Permohonan pemeriksaan Indikasi Geografis
Per permohonan Rp. 500.000,00
m. Pencatatan Perubahan buku persyaratan Indikasi Geografis
Per permohonan Rp. 100.000,00
n. Pencatatan pemakaian Indikasi Geografis
Per permohonan Rp. 500.000,00
o. Pendaftaran Konsultasi Hak Kekayaan Intelektual
Per Orang Rp. 5.000.000,00
Sumber:http://www.dgip.go.id/ebscript/publicportal.cgi?.ucid=376&ctid=3&type
=0&id=122
Berdasarkan tabel di atas biaya pendaftaran Merek adalah sebesar
Rp 600.000,00. Dari hasil penelitian penulis maka jumlah responden yang
mengetahui biaya pendaftaran Merek adalah 5 responden. Para pengusaha
mengetahui biaya Merek sebesar Rp 2.500.000,00. Mereka pernah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
mendapatkan penawaran oleh sebuah biro jasa untuk membantu
mendaftarkan Merek usahanya, tetapi dengan biaya sebesar Rp
2.500.000,00. Maka dari itu, mereka mengurungkan niatnya untuk
mendaftarkan Merek dagang usahanya karena dirasa cukup mahal. Para
pengusaha tersebut baru mengetahui bahwa biaya pendaftaran Merek Rp
600.000,00 pada saat penulis mengadakan wawancara penelitian
(wawancara dengan Indri, pemilik batik Indonesia, 29 Maret 2012). Pihak
yang menginformasikan pada mereka mengenai biaya pendaftaran Merek
adalah pihak yang tidak bertanggung jawab dan yang mengambil
keuntungan dari pihak yang ditawarkan untuk dibantu dalam mendaftarkan
merek mereka, sehingga dapat merugikan pihak pengusaha yang ingin
mendaftarkan merek dagangnya.
Para pengusaha juga sudah mengetahui bahwa apabila ada suatu
merek dari suatu pengusaha yang sudah didaftarkan dan sudah diterima
maka merek tersebut sudah tidak dapat lagi digunakan oleh pengusaha
lain. Sejak awal mendirikan usaha batik, usaha tersebut diberi nama
“Lumbung Batik Solo”. Belum sempat mendaftarkan merek usahnya,
sekitar tahun 2008 terpaksa mengganti nama usahanya menjadi “Batik
Lumbung Desa”. Hal ini dikarenakan ada pengusaha lain yang
menggunakan mereknya, dan merek tersebut telah didaftarkan pengusaha
itu ke Kantor Dirjen HKI walupun sebenarnya ia terlebih dahulu
menggunakan merek tersebut. Untuk mengantisipasi terjadinya
permasalahan antara usahanya dengan pihak ketiga yang menggunakan
nama usaha tersebut, maka terpaksa mengganti nama usahanya menjadi
“Batik Lumbung Desa “ (wawancara dengan Kusyah, pemilik Toko Batik
Lumbung Desa, 22 Maret 2012).
Penggunaan suatu merek tanpa izin terhadap merek yang sudah
terdaftar itu dilarang dan akan mendapat sanksi apabila dilanggar
sebenarnya para responden mengetahui hal tersebut. Namun mengenai
sanksi apa yang diberikan para responden tidak mengetahuinya secara
pasti. Mengenai sanksi tersebut sebenarnya sudah dijelaskan pada isi UU
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
No 15 Tahun 2001 tentang Merek yaitu terdapat pada Bagian Ke XIII,
yaitu pada Pasal 72.
3) Sikap Hukum
Sikap hukum adalah suatu kecenderungan untuk menerima hukum
karena adanya penghargaan terhadap hukum sebagai sesuatu yang
bermanfaat atau menguntungkan jika hukum itu ditaati. Sebagaimana
terlihat bahwa kesadaran hukum berkaitan dengan nilai-nilai yang terdapat
dimasyarakat. Suatu sikap hukum akan melibatkan pilihan warga terhadap
hukum yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam dirinya sehingga
akhirnya warga masyarakat menerima hukum berdasarkan penghargaan
terhadapnya (Otje Salman,2008:58). Berdasarkan hasil kuisioner maka
secara umum pengusaha batik di Kauman yang bersikap menganggap
mendaftarkan merek tersebut penting adalah sebesar 53%.
Jumlah responden yang menganggap bahwa mendaftarkan merek
itu penting adalah 14 responden, sedangkan yang menganggap bahwa
mendaftarkan merek itu tidak penting adalah 13 responden. Penulis
mengadakan wawancara langsung dengan responden yang menyatakan
bahwa mendaftarkan merek itu penting karena adanya kewaspadaan
bahwa merek dagang tersebut akan ditiru oleh pengusaha lain. Pengusaha
mempunyai pengalaman, merek dagangnya yaitu ditiru oleh pengusaha
lain, sehingga segera mendaftarkan merek dagangnya yaitu pada tahun
2011 dengan cara meminta bantuan dari pengurus Paguyuban untuk
mendaftarkan. Namun ia tidak mempunyai niat untuk menuntut ke
pengadilan pengusaha yang juga menggunakan merek dagangnya. Ia
hanya menegur agar merek dagangnya tidak ditiru (wawancara dengan
Icha, pemilik toko batik Mahkota, 20 April 2012).
Selain agar tidak ditiru oleh pengusaha lain, pengusaha
mengatakan bahwa mendaftarkan merek itu penting karena alasan untuk
menunjukkan identitas mereka dan membedakan dengan merek yang
lainnya. Apabila konsumen itu sudah mengenal merek suatu produk, maka
konsumen tersebut akan mencermati kualitas barang dari merek tersebut,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
sehingga pengusaha tersebut akan berusaha untuk menjaga kualitas barang
agar tetap dipilih konsumen sehingga apabila pengusaha mendaftarkan
mereknya, maka akan mempengaruhi kenaikan penjualannya (wawancara
dengan Yudhi, pemilik Toko Batik Yudhia, 29 april 2012).
Untuk mendapatkan perlindungan hukum juga salah satu alasan
mengapa para pengusaha berpendapat bahwa mendaftarkan merek itu
penting. Para pengusaha mendaftarkan merek dagangnya agar
mendapatkan perlindungan hukum, sehingga tidak aka ada pihak yang
merugikan dirinya, misalnya saja dengan mempergunakan merek
dagangnya tanpa izin (wawancara dengan Supriyadi, pemilik toko Batik
Dian, 29 April 2012).
Ada pengusaha yang mengatakan bahwa mendaftarkan merek itu
penting. Namun ada juga pengusaha yang mengatakan bahwa
mendaftarkan merek itu tidak penting. Jumlah responden yang mengatakan
bahwa mendaftarkan merek itu tidak penting berjumlah 12 responden. Ada
beberapa alasan mengapa mereka berpendapat bahwa mendaftarkan merek
itu tidak penting. Mendaftarkan merek tidak penting karena tidak
mempengaruhi penjualan produk mereka. Tanpa mendaftarkan merek,
produk mereka tetap laku dipasaran dan yang terpenting menurut mereka
adalah mendapatkan keuntungan. Selain alasan tersebut, pengusaha yang
beranggapan bahwa mendaftarkan merek itu tidak penting dikarenakan
mereka tidak mempermasalahkan bahwa merek dagang mereka akan ditiru
oleh pengusaha lain. Mereka tidak berkeberatan apabila merek dagangnya
ditiru oleh pengusaha lain dan merek tersebut didaftarkan oleh pihak lain.
Hal ini dikarenakan tanpa mendaftarkan merek dagangnya, usahanya
masih tetap berjalan dengan lancar sampai saat ini, sehingga tidak tertarik
untuk mendaftarkan merek dagangnya (wawancara dengan Eni, pemilik
Batik Roesda, 24 Maret 2012).
4) Pola-Pola Perikelakuan Hukum
Pola perilaku hukum merupakan hal yang utama dalam kesadaran
hukum, karena disini dapat dilihat apakah suatu peraturan berlaku atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
tidak dalam masyarakat. Dengan demikian sampai seberapa jauh
kesadaran hukum dalam masyarakat dapat dilihat dari pola perilaku suatu
masyarakat (Otje Salman,2008:58). Berdasarkan hasil kuisioner maka
jumlah rata-rata pola perilaku pengusaha batik di Kauman mengenai
pendaftaran merek adalah sebesar 40%.
Pada indikator yang keempat ini, yaitu pola-pola perikelakuan
hukum, maka perikelakuan hukum yang diharapkan adalah dengan adanya
Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang Merek adalah dapat
mempengaruhi tingkat pemakaian merek pada batik yang dihasilkan dan
disertai dengan pendaftaran merek tersebut ke Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual. Adapun merek yang didaftarkan haruslah merek
sendiri yang bukan merupakan merek milik pihak lain. Hanya orang yang
didaftarkan sebagai pemilik yang dapat memakai dan memberikan orang
lain hak untuk memakai (dengan sistem lisensi). Namun, tidak mungkin
orang lain memakainya. Jika tidak didaftarkan, tidak ada perlindungan
sama sekali karena tidak ada hak atas merek.
Dari hasil penelitian penulis maka ada 13 responden yang
menggunakan merek sendiri pada produknya. Hal ini dikarenakan mereka
ingin menunjukkan merek mereka agar lebih dikenal oleh konsumen.
Terlebih lokasi tempat usaha mereka merupakan tempat wisata yang
dikenal sebagai tempat wisata batik. Mereka yang belum mempunyai
merek sendiri berjumlah 13 responden. Hal ini dikarenakan mereka hanya
memasarkan produk dari merek lain.
Jumlah responden yang sudah mendaftarkan merek usaha mereka
ke Dirjen Hak Kekayaan Intelektual ada 8 responden. Alasan mengapa
lebih banyak responden yang belum mendaftarkan merek usaha mereka
dikarenakan bahwa mereka tidak mengetahui cara mendaftarkan merek.
Para responden tidak mengetahui cara mendaftarkan merek karena mereka
tidak mengikuti sosialisasi dari pemerintah serta kurangnya informasi dari
surat kabat ataupun dari kerabat. Selain itu mereka juga tidak mempunyai
keinginan untuk mencari tahu mengenai cara mendaftarkan merek. Alasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
lain mengapa para pengusaha tidak mendaftarkan merek usahanya karena
mereka berpendapat bahwa merek tidak perlu didaftarkan. Tanpa
mendaftarkan merek para konsumen sudah datang sendiri ke tempat
usahanya dikarenakan tempat usahanya merupakan daerah wisata batik.
Mereka tidak mempermasalahkan apabila merek usaha mereka ditiru atau
digunakan oleh pihak lain. Yang terpenting bagi mereka adalah mereka
tetap memperoleh keuntungan dan usahanya tetap berjalan. Selain itu
adanya rasa sungkan diantara mereka untuk mendaftarkan merek. Rasa
sungkan tersebut dikarenakan para pengusaha melihat pengusaha yang
lainnya yang lokasi usahanya memang saling berdekatan juga tidak
mendaftarkan merek usahanya, sehingga mereka sungkan untuk
mendaftarkan merek sendiri sedangkan responden yang berada
disekitarnya tidak mendaftarkan merek usahanya.
Selain alasan tersebut masih ada alasan lain mengapa belum
mendaftarkan merek usahanya. Alasannya bahwa mereka belum sempat
untuk mendaftarkan merek mereka, padahal mereka sangat ingin
mendaftarkannya. Kesibukan dalam membuka tempat usaha dikarenakan
mereka tidak dapat meninggalkan pekerjaannya. Setiap hari mereka harus
turun tangan langsung dalam mengelola usahanya dan tidak dapat
ditinggalkan. Hal ini dikarenakan Kampung Wisata Batik Kauman
semakin lama semakin dikenal oleh para wisatawan, sehingga mereka
tidak dapat meninggalkan tempat usahanya. Mereka tidak mengetahui
bahwa mendaftarkan merek itu dapat diwakilkan. Sehingga dapat
dikatakan bahwa alasan para responden belum mendaftarkan merek karena
kurangnya pengetahuan para responden mengenai pendaftaran merek.
Berdasarkan data dari hasil penelitian, maka kesadaran hukum
pengusaha batik kecil dan menengah di Kampung Wisata Batik Kauman
Surakarta tergolong rendah. Hal ini dikarenakan jumlah skala nilai sebesar
16,54. Selain hal tersebut kesadaran hukum pendaftaran merek pada
penelitian ini tergolong rendah hal ini dikarenakan jumlah responden yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
mendaftarkan merek dagang mereka hanya 8 responden dari total 26
responden atau hanya 30%.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Hukum Pendaftaran
Merek Para Pengusaha Kecil dan Menengah di bidang Batik di
Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta
Dari hasil penelitian penulis mengenai kesadaran hukum pendaftaran
merek para pengusaha batik kecil dan menengah di Kampung Wisata Batik
Kauman Surakarta, maka penulis juga meneliti mengenai tingkat pendidikan
terakhir responden. penulis mencoba mengaitkan antara tingkat pendidikan
terakhir responden dengan kesadaran hukum mereka untuk mendaftarkan
merek dagangnya. Dari hasil penelitian disebutkan bahwa pendidikan terakhir
para responden tergolong tinggi, yaitu 30% lulusan SMA/sederajat dan 70%
merupakan lulusan perguruan tinggi. Hal ini disebabkan karena para
responden merupakan penduduk asli Kauman yang wilayahnya merupakan
wilayah strategis, yaitu dekat dengan jantung Kota Surakarta yaitu Jalan
Slamet Riyadi yang rata-rata penduduknya dikategorikan sebagai penduduk
yang mampu dan menurut Muhammad Soim selaku pengurus Paguyuban
Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta penduduk Kauman sangat
mengedepankan pendidikan. Walaupun para responden tidak semua lulusan
perguruan tinggi yang khusus mempelajari mengenai bisnis, tetapi mereka
lebih tertarik untuk menjadi pengusaha daripada bekerja sebagai pegawai. Hal
ini dikarenakan tradisi turun temurun dari orang tuanya yang merupakan
pengusaha batik.
Latar belakang pendidikan responden yang tergolong tinggi ternyata
tidak mempengaruhi mereka terhadap kesadaran mereka untuk mendaftarkan
merek dagangnya. Hal ini terbukti hanya 8 responden yang sudah
mendaftarkan merek dagang mereka, serta berdasarkan hasil kuisioner dan
wawancara kesadaran hukum pendaftaran merek para responden tergolong
rendah. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum
pendaftaran merek para pengusaha kecil dan menengah di Kampung Wisata
Batik Kauman Surakarta yang masih tergolong rendah. Faktor- faktor tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
di dapatkan berdasarkan hasil dari penelitian penulis mengenai pendaftaran
merek dari para responden. faktor- faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a. Faktor kurangnya pengetahuan mengenai pendaftaran merek
Para pengusaha yang belum mendaftarkan merek usahanya salah
satunya dikarenakan karena faktor kurangnya pengetahuan mengenai
pendaftaran merek. Berdasarkan hasil penelitian maka tidak ada yang
mengetahui bahwa tata cara pendaftaran merek itu diatur di dalam UU No
15 Tahun 2001 tentang Merek Mereka hanya mengetahui bahwa merek itu
diatur di dalam suatu sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Kurangnya pengetahuan para pengusaha mengenai pendaftaran merek
disebabkan karena mereka kurang tertarik untuk mencari informasi secara
terperinci mengenai pendaftaran merek. Para pengusaha belum
mempunyai kesadaran untuk lebih aktif dalam mencari tahu hal-hal yang
berkaitan dengan pendaftaran merek, seperti tata cara pendaftaran merek
secara lengkap ataupun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam
mendaftarkan merek. Hal ini berakibat jumlah pengusaha yang belum
mendaftarkan merek usahanya lebih banyak daripada yang sudah
mendaftarkan.
b. Faktor anggapan bahwa merek tidak perlu didaftarkan
Para pengusaha yang belum mendaftarkan merek usahanya
menganggap bahwa merek itu tidak perlu didaftarkan. Walaupun 53%
responden menganggap bahwa merek itu penting, tetapi faktanya mereka
menganggap bahwa merek itu tidak perlu didaftarkan. Bagi 53%
responden yang penting bagi mereka adalah merek dagang mereka, bukan
pendaftaran merek. Mendaftarkan merek merupakan suatu tindakan yang
belum begitu penting bagi mereka. Kawasan Kampung Wisata Batik
Kauman telah dikenal sebagai kawasan tempat produksi dan juga
penjualan batik. Sudah banyak para wisatawan yang mengetahui hal
tersebut, sehingga setiap harinya selalu ramai dikunjungi oleh banyak
wisatawan yang ingin berbelanja batik dengan cara yang berbeda. Maksud
dari cara yang berbeda adalah mereka dapat berbelanja batik tidak seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
berbelanja dikawasan pertokoan, tetapi mereka dapat berbelanja di
kawasan pemukiman yang penduduknya sebagian membuka showroom
khusus menjual batik. Para wisatawan juga dapat melihat secara langsung
proses pembuatan batik seperti yang terdapat pada “Batik Kaoeman”.
Namun, para pengusaha batik Kauman masih tergolong pengusaha kecil
dan pengusaha menengah. Hal ini disebabkan karena produksinya maih
digolongkan ke dalam home industry serta tidak menggunakan teknologi
yang canggih untuk memproduksi kain batik. Selain hal tersebut, juga
terbatasnya modal untuk mengembangkan usahanya. Walaupun demikian
usaha batik di kawasan Kampung Wisata Batik Kauman terus berkembang
dari waktu ke waktu. Maka dari itu mereka berpendapat bahwa walaupun
merek usaha mereka tidak didaftarkan, usaha mereka tetap berjalan dengan
lancar. Yang terpenting bagi mereka adalah mendapatkan keuntungan dan
usahanya tetap dikenal oleh masyarakat.
c. Faktor mahalnya biaya pendaftaran Merek
Biaya pendaftaran merek menurut para responden masih dirasakan
terlalu mahal. Walaupun hanya 19% responden yang mengetahui secara
pasti biaya pendaftaran merek, yaitu sebesar Rp 600.000,00 tetapi para
responden menganggap bahwa biaya pendaftaran merek masih mahal. Hal
ini disebabkan karena mereka masih tergolong pengusaha kecil dan
menengah yang keuntungannya tidak terlalu besar. Pada saat penulis
member informasi kepada para responden yang belum mendaftarkan
merek dagangnya yang berhasil penulis wawancarai mengenai biaya
pendaftaran merek sebesar Rp 600.000,00 maka mereka memberi
komentar bahwa biaya sebesar Rp 600.000,00 masih dikatakan mahal
untuk pengusaha seperti mereka.
d. Faktor budaya masyarakat di Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta
yang mempunyai rasa sungkan untuk mendaftarkan merek sendiri
Kauman adalah salah satu kampung tua di Kota Surakarta dimana
keberadaannya tidak lepas dari kebijakan keraton. Inilah yang menjadikan
Kauman mempunyai karakteristik sendiri yang menghadirkan Kauman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
sebagai kampung para santri dan priyayi. Batik adalah sumber ekonomi
utama yang menjadikan Kauman secara fisik terlihat sebagai kampung
yang elit pada zaman dahulu. Pada awalnya batik Kauman dikenal sebagai
batik pakem yang khusus digunakan oleh bangsawan keraton dan dibuat
oleh para istri abdi dalem keraton. Dalam perkembangannya batik menjadi
industri yang sangat dominan di Kauman. Kondisi masyarakat di
Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta merupakan paguyuban dimana
rasa kekeluargaan dan rasa kebersamaan yang selalu dipelihara dan tetap
dijaga kelestariannya sampai saat ini. Mereka lebih mengutamakan
kepentingan bersama daripada kepentingan pribadinya. Rasa sungkan
masih mendominasi pada sifat masyarakatnya. Maka dari itu dalam hal
pendaftaran merek usahanya, mereka masih mempunyai rasa sungkan
untuk mendaftarkan merek sendiri sedangkan pengusaha lainnya yang
berada disekitar tempat usahanya tidak mendaftarkan. Para pengusaha
yang belum mendaftarkan merek usahanya menginginkan mendaftarkan
merek apabila bersama- sama dengan pengusaha lain tanpa mendahului.
Karena sikap mendahului adalah sikap yang tidak etis menurut mereka.
Selain itu apabila ada pengusaha lain melakukan persaingan usaha yang
tidak sehat, seperti menggunakan mereknya tanpa izin, maka hal yang
akan dilakukan adalah hanya membiarkan saja dan memaklumi perbuatan
yang dilakukan oleh pengusaha yang menggunakan mereknya tanpa izin
itu karena menurut mereka rezeki sudah ada yang mengatur dan mereka
meraqsa tidak terganggu dalam hal tersebut. Selain membiarkan ada juga
yang akan bersikap hanya menegur atau memberi peringatan saja agar
tidak menggunakan mereknya dan diselesaikan dengan cara kekeluargaan,
tidak dengan jalur hukum.
e. Faktor rendahnya peran pemerintah
Peran pemerintah dalam memberikan pemahaman mengenai
pendaftaran merek masih sangat rendah. Hal ini terjadi karena pemerintah
baru sekali dalam memberikan sosialisasi mengenai pendaftaran merek,
yaitu pada bulan Oktober 2011. Permasalahan yang kedua adalah peserta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
sosialisasi tersebut dibatasi karena peserta sosialisasi tidak hanya berasal
dari pengusaha batik Kampung Wisata Batik Kauman saja, tetapi berasal
dari pengusaha lain. Jumlah responden yang mendapatkan sosialisasi dari
pemerintah hanya berjumlah 6 responden. Pemerintah tidak memberikan
kesempatan yang sama kepada seluruh pengusaha batik Kampung Wisata
Batik Kauman untuk mengikuti kegiatan sosiallisasi tersebut. Padahal
sosialisasi tersebut sangat penting bagi para pengusaha. Kegiatan
sosialisasi tersebut meliputi penyuluhan mengenai bantuan pemerintah
untuk membantu para pengusaha dalam mendaftarkan merek usahanya.
Pemerintah membantu mendaftarkan merek para pengusaha yang
mengikuti kegiatan sosialisasi dengan cara kolektif. Maksudnya para
pengusaha bersama-sama mendaftarkan merek usahanya ke Kantor Dirjen
Hak Kekayaan Intelektual dengan dibantu oleh pemerintah. Namun sampai
sekarang belum ada keputusan dari Kantor Dirjen Hak Kekayaan
Intelektual apakah merek tersebut diterima atau ditolak. Pihak pemerintah
tidak memberikan informasi dari Kantor Dirjen Hak Kekayaan Intelektual,
apakah kelengkapan syarat untuk mendaftarkan merek tersebut sudah
lengkap atau belum. Hal ini mengakibatkan kerugian pihak pengusaha
karena tidak mendapat kepastian.
Para pengusaha belum mengetahui apa pentingnya mendaftarkan
merek. Informasi yang didapatkan para pengusaha mengenai pendaftaran
merek hanya sebatas mengetahui dari media cetak maupun elektronik dan
dari kerabat. Tentu saja pengetahuan dari sumber tersebut tidak lengkap
dibandingkan dengan informasi berasal dari sosialisasi. Rendahnya peran
pemerintah dalam mengadakan sosialisasi mengenai pendaftaran merek
jelas sangat merugikan para pengusaha walaupun para pengusaha tidak
menyadari hal tersebut. Rendahnya sosialisasi dari pemerintah berarti
pemerintah tidak mendukung para pengusaha untuk mendaftarkan merek
usahanya agar merek mereka memperoleh hak untuk dilindungi oleh
negara. Apabila para pengusaha di Kampung Wisata Batik Kauman
mengalami suatu masalah terhadap merek usaha mereka, maka mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
hanya bertanya kepada pengusaha lain yang belum tentu memahami hal-
hal yang berkaitan dengan pendaftaran merek. Mereka juga dapat bertanya
kepada pengurus organisasi Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman
tanpa melibatkan pendampingan langsung dari pemerintah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kesadaran hukum para pengusaha kecil dan menengah di bidang batik di
Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta tergolong rendah. Penentuan
tingkat kesadaran hukum dalam penulisan ini didasarkan pada indikator
kesadaran hukum yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto yang meliputi
pengetahuan hukum, pemahaman hukum, sikap hukum, dan pola perilaku
hukum. Pengusaha yang mengetahui bahwa merek diatur di dalam Undang-
Undang No 15 Tahun 2001 hanya 4%, pengusaha yang memahami hal-hal
yang diatur dalam UU No 15 Tahun 2001 hanya 38%, pengusaha yang sudah
mendaftarkan merek dagang hanya 30%, terdapat 53% pengusaha yang
menganggap mendaftarkan merek itu penting, dan terdapat 50% pengusaha
yang sudah memiliki merek dagang sendiri. Jumlah pengusaha yang sudah
mendaftarkan merek dagangnya hanya 30% dikarenakan bahwa pengusaha
tidak mengetahui cara mendaftrakan merek, pengusaha tidak mempunyai
keinginan untuk mencari tahu mengenai cara mendaftarkan merek, serta
pengusaha menganggap bahwa merek tidak perlu didaftarkan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum pendaftaran merek para
pengusaha kecil dan menengah di bidang batik di Kampung Wisata Batik
Kauman Kota Surakarta adalah :
a. Kurangnya pengetahuan mengenai pendaftaran merek
b. Anggapan bahwa merek tidak perlu didaftarkan
c. Mahalnya biaya pendaftaran merek
d. Budaya masyarakat di Kampung Wisata Batik Kauman Surakarta yang
mempunyai rasa sungkan untuk mendaftarkan merek sendiri
e. Rendahnya peran pemerintah
97
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
B. Saran
1. Para pengusaha perlu mendaftarkan mereknya untuk mendapatkan
perlindungan hukum karena merek memegang peranan penting dalam suatu
perdagangan dan penting bagi pengusaha demi berlangsungnya usahanya agar
tidak dirugikan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
2. Pemerintah Kota Surakarta perlu memberikan sosialisasi secara rutin
mengenai Hak Kekayaan Intelektual khususnya mengenai merek agar para
pengusaha kecil dan menengah di Kota Surakarta, khususnya untuk para
pengusaha batik kecil dan menengah di Kampung Wisata Batik Kauman
Surakarta mendapatkan informasi yang jelas betapa pentingnya merek bagi
usaha mereka serta memberikan bantuan berupa keringanan biaya bagi para
pengusaha tersebut untuk mendaftarkan merek mereka.
3. Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta perlu membentuk
pengurus yang menangani HKI yang khususnya di bidang merek agar dapat
membantu pengusaha batik yang ingin mendaftarkan merek usahanya dengan
mudah.