23

Click here to load reader

Kerjasama Atas Lahan Pertanian

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah

Citation preview

Page 1: Kerjasama Atas Lahan Pertanian

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama Islam bertugas mendidik dhahir manusia, mensucikan jiwa

manusia, dan membebaskan diri manusia dari hawa nafsu. Dengan ibadah

yang tulus ikhlas dan aqidah yang murni sesuai kehendak Allah, insya Allah

kita akan menjadi orang yang beruntung.

Ibadah dalam agama Islam banyak macamnya. Haji adalah salah

satunya, yang merupakan rukun iman yang kelima. Ibadah haji adalah ibadah

yang baik karena tidak hanya menahan hawa nafsu dan menggunakan tenaga

dalam mengerjakannya, namun juga semangat dan harta.

Dalam mengerjakan haji, kita menempuh jarak yang demikian jauh untuk

mencapai Baitullah, dengan segala kesukaran dan kesulitan dalam perjalanan,

berpisah dengan sanak keluarga dengan satu tujuan untuk mencapai kepuasan

batin dan kenikmatan rohani.

Untuk memperdalam pengetahuan kita, penulis mencoba memberi

penjelasan secara singkat mengenai pengertisn haji dan umrah, tujuan yang

ingin kita capai dalam haji dan umrah, dasar hukum perintah haji dan umrah,

syarat, rukun dan wajib haji dan umrah serta hal-hal yang dapat membatalkan

haji dan umrah.

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk memenuhi salah satu tugas pada Mata Kuliah Pembelajaran Fiqih

Pada Jurusan PAI, STIT YAPTIP Kampus II Ujung Gading.

2. Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai teori-teori yang berhubungan

dengan Kerjasama Atas Lahan Pertanian

i

Page 2: Kerjasama Atas Lahan Pertanian

BAB II

PEMBAHASAN

A. Musaqah

1. Pengertian

Secara bahasa, musaqah berasal dari Bahasa Arab – ساقى

مساقة – yang artinya memberi minum. Musaqah adalah “kerja يساقى

sama antara pemilik pohon dengan pemeliharanya dengan perjanjian bagi

hasil yang jumlahnya disepakati bersama” , menurut istilah fiqih, ada

beberapa definisi musaqah yang disampaikan ulama, di antaranya:

Abdurrahman al-Jaziri mendefinisikan musaqah sebagai:

على بشرائط عقد ذلك ونحو زرع و نحل و شجر خدمة مخصوصة

Artinya : “Akad untuk pemeliharaan pohon kurma, tanaman (pertanian) dan yang lainnya dengan syarat-syarat tertentu”.

Ulama Syafi’iyah memberikan definisi musaqah sebagai berikut:

يباشر أن اخرعلى شخصا عنبا أو نخال يعاملشخصيملك أنأو النحل له ثانيهما و ذلك ونحو الحنظ و التربية و بالسقى العنب

الذى الثمر من معين جزء عمله نظير منه فى يخرج

Artinya : “Memberikan pekerjaan orang yang memiliki pohon kurma dan anggur kepada orang lain untuk kesenangan keduanya dengan menyiram, memelihara, dan menjaganya dan pekerja memperoleh bagian tertentu dari buah yang dihasilkan pohon-pohon tersebut”.

Hasbi Ash-Shiddiqie mengartikan musaqah dengan:

“mempergunakan buruh (orang upahan) untuk menyiram tanaman,

menjaganya, memeliharanya dengan memperoleh upah dari hasil yang

diperoleh dari tanaman itu”.

Dari beberapa definisi di atas, dapat dipahami bahwa musaqah

adalah suatu akad di mana pemilik lahan yang sudah ditanami

mempekerjakan orang lain untuk mengelola lahan tersebut, dengan

i

Page 3: Kerjasama Atas Lahan Pertanian

memelihara, menyirami, dan menjaganya. Untuk pengelolaan itu,

penggarap akan mendapatkan bagian tertentu dari hasil lahan.

Pada prinsipnya musaqah ialah pemilik kebun menyerahkan

kebunnya kepada tukang kebun agar dipeliharanya, ada penghasilan yang

didapat dari kebun itu dibagi antara keduanya, menurut perjanjian

keduanya sewaktu perjanjian (akad). Agama Islam membolehkan adanya

parohan kebun ini karena banyak yang membutuhkannya. Maka dengan

adanya peraturan ini keduanya dapat hidup dengan baik, yang dihasilkan

oleh negara bertambah banyak pula, dan masyarakat bertambah baik

kehidupannya.1

2. Dasar Hukum

Musaqah merupakan kerjasama bagi hasil antara pemilik tanah

pertanian dengan penggarapnya, dengan demikian merupakan salah satu

bentuk tolong-menolong.

Rasulullah SAW pernah melakukan akad musaqah dengan

penduduk Khaibar sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang

diriwayatkan oleh Ibnu Umar:

ر= ع<م= ا@بن? ع=ل=ي@ه? ع=ن? الله< لAى ص= الله? و@َل= س< ر= Aنأ= ا، م= ع=ن@ه< الله< ِض?َي= ر=

لAَم= اَ و=س= م= ْط@ر? ب?ش= ي@ب=ر= خ= ْه@ل@أ= مسلَم )ع=ام=ل= رK (رواه َ ثم= م?ن@ ا ن@ه= م? ج< ر< يخ@

Kع ر@ ز= و@أ=

Artinya : Dari Ibnu Umar RA, “sesungguhnya Rasulullah SAW mempekerjakan penduduk Khaibar dengan upah separuh dari hasil (lahan) yang diperoleh berupa buah-buahan atau tanaman”. (HR. Muslim).

Hadits di atas menjelaskan bahwa Rasulullah SAW pernah

melakukan praktik musaqah selama masa hidup beliau dengan penduduk

1 Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-Hari. (terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk. Jakarta: Gema Insani Press, 2005)

i

Page 4: Kerjasama Atas Lahan Pertanian

Khaibar. Beliau mempekerjakan mereka untuk mengurusi lahan pertanian

dengan imbalan separuh dari hasil panen.

Berdasarkan dalil di atas, jumhur ulama sepakat atas kebolehan

melakukan akad musaqah kecuali Abu Hanifah yang tidak

memperbolehkannya.

3. Syarat-syarat Musaqah

Syarat-syarat musaaqah sebenarnya tidak berbeda dengan

persyaratan yang ada dalam muzara’ah. Hanya saja, pada musaaqah tidak

disyaratkan untuk menjelaskan jenis benih, pemilik benih, kelayakan

kebun, serta ketetapan waktu.

Beberapa syarat yang ada dalam muzara’ah dan dapat diterapkan

dalam musaaqah adalah:

a. Ahli dalam akad.

b. Menjelaskan bagian penggarap.

c. Membebaskan pemilik dari pohon.

d. Hasil dari pohon dibagi antara dua orang yang melangsungkan akad.

e. Sampai batas akhir, yakni menyeluruh sampai akhir

4. Rukun Musaaqah

Jumhur ulama menetapkan bahwa rukun musaaqah ada lima, yaitu:

a. Dua orang yang berakad (al-‘aqidani). Al-‘aqidani ini disyaratkan

harus baligh dan berakal.

b. Objek musaaqah. Objek musaaqah menurut ulama Hanafiah adalah

pohon-pohon yang berbuah, seperti kurma. Akan tetapi, menurut

sebagian ulama Hanafiah lainnya dibolehkan musaaqah atas pohon

yang tidak berbuah sebab sama-sama membutuhkan pengurusan dan

siraman. Ulama Malikiah berpendapat bahwa objek musaaqah adalah

tumbuh-tumbuhan, seperti kacang, pohon yang berbuah dan memiliki

akar yang tetap di tanah, seperti anggur, kurma yang berbuah, dan lain-

lain, dengan dua syarat:

i

Page 5: Kerjasama Atas Lahan Pertanian

1) Akad dilakukan sebelum buah tampak dan dapat diperjualbelikan

2) Akad ditentukan dengan waktu tertentu. Ulama Hanabilah

berpendapat bahwa musaaqah dimaksudkan pada pohon-pohon

yang berbuah yang dapat dimakan. Ulama Syafi’iah dalam Qaul

Jadidnya berpendapat bahwa musaaqah hanya dapat dilakukan

pada kurma dan anggur saja. Kurma didasarkan pada perbuatan

Rasulullah SAW terhadap orang Khaibar, sedangkan anggur

hampir sama hukumnya dengan kurma bila ditinjau dari segi wajib

zakatnya. Akan tetapi, Mazhab Qadim membolehkan semua jenis

pepohonan.

c. Buah. Disyaratkan menentukan buah ketika akad untuk kedua pihak

d. Pekerjaan. Disyaratkan penggarap harus bekerja sendiri. Jika

disyaratkan bahwa pemilik harus bekerja atau dikerjakan secara

bersama-sama, akad menjadi tidak sah. Ulama mensyaratkan

penggarap harus mengetahui batas waktu, yaitu kapan maksimal

berbuah dan kapan minimal berbuah. Ulama Hanafiah tidak

memberikan batasan waktu, baik dalam muzara’ah maupun musaaqah

sebab Rasulullah SAW pun tidak memberikan batasan ketika

bermuamalah dengan orang Khaibar.

e. Sighat. Menurut ulama Syafi’iah, tidak dibolehkan menggunakan kata

ijarah (sewaan) dalam akad musaaqah sebab berlainan akad.

Adapun ulama Hanabilah membolehkannya sebab yang terpenting

adalah maksudnya. Bagi orang yang mampu berbicara, qabul harus

diucapkan agar akad menjadi lazim, seperti pada ijarah. Menurut

ulama Hanabilah, sebagaimana pada muzara’ah, tidak disyaratkan

qabul dengan ucapan, melainkan cukup dengan mengerjakannya. 2

B. Muzara’ah dan Mukhabarah

1. Pengertian

2 Rachmat Syafi’ie, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2006)

i

Page 6: Kerjasama Atas Lahan Pertanian

Secara etimologi, muzara’ah )المزارعة( adalah wazan mufa’alah

dari مفاعلة) kata yang الزرع artinya sama dengan اإلنبات

(menumbuhkan). Muzara’ah juga berarti tharh al-zur’ah (melemparkan

tanaman), maksudnya adalah modal (al-badzar). Makna yang pertama

adalah makna majaz dan makna yang kedua adalah makna hakiki.

Muzara’ah dan mukhabarah memiliki makna yang berbeda,

pendapat tersebut dikemukakan oleh al-Rafi’i dan al-Nawawi. Sedangkan

menurut al-Qadhi Abu Thayid bahwa muzara’ah dan mukhabarah adalah

satu pengertian. 

Sedangkan menurut istilah, muzara’ah dan mukhabarah

didefinisikan oleh para ulama sebagai berikut:

1. Menurut Hanafiah, muzara’ah

األرض من ببعضالخارج الزرع على عقد

“Akad untuk bercocok tanam dengan sebagian yang keluar dari

bumi”.

Sedangkan mukhabarah ialah:

األرض من يخرج ببعضما الزرع على عقد

“Akad untuk bercocok tanam dengan sebagian apa-apa yang keluar

dari bumi”.

Definisi muzara’ah dan mukhabarah menurut ulama Hanafiah

di atas hampir tidak bisa dibedakan. Dalam muzara’ah menggunakan

kalimat األرض من الخارج ,ببعض sedangkan dalam mukhabarah

dengan kalimat األرض من يخرج ما Dengan adanya perbedaan .ببعض

redaksi tersebut menunjukkan adanya perbedaan. Namun belum

diketahui perbedaan tersebut berdasarkan pemikiran Hanafiah. 

2. Menurut Hanabilah

bahwa muzara’ah ialah: menyerahkan tanah kepada kepada orang yang

akan bercocok tanam atau mengelolanya, sedangkan tanaman

(hasilnya) tersebut dibagi di antara keduanya.

3. Menurut Malikiah

i

Page 7: Kerjasama Atas Lahan Pertanian

Muzara’ah ialah: perkongsian dalam bercocok tanam. Lebih lanjut

dijelaskan dari pengertian tersebut bahwa muzara’ah adalah

menjadikan harga sewaan tanah dari uang, hewan atau barang-barang

perdagangan.

4. Ulama Syafi’iah membedakan antara muzara’ah dan mukhabarah:

من والبذر منها يخرج األرضببعضما عمل ْهَي المخابرة

من. يكون فيها البذر ولكن المخابرة ْهَي والمزارعة العامل

.المالك

“Mukhabarah adalah mengelola tanah di atas sesuatu yang dihasilkannya dan benihnya berasal dari pengelola. Adapun muzara’ah, sama seperti mukhabarah, hanya saja benihnya berasal dari pemilik tanah”.

Setelah diketahui dari definisi-definisi di atas, maka dapat

dipahami bahwa mukhabarah dan muzara’ah ada kesamaan dan ada

pula perbedaan. Persamaannya ialah antara mukhabarah dan

muzara’ah terjadi pada peristiwa yang sama, yaitu pemilik tanah

menyerahkan tanahnya kepada orang lain untuk dikelola.

Perbedaannya ialah pada modal, bila modal berasal dari pengelola,

maka disebut mukhabarah, dan bila modal dikeluarkan dari pemilik

tanah, maka disebut muzara’ah.3

2. Landasan Hukum

Zira’ah merupakan salah satu bentuk kerja sama antara

pekerja/buruh dan pemilik tanah. Dalam banyak kasus, pihak buruh

memiliki keahlian mengolah tanah namun tidak memiliki tanah, dan ada

pemilik tanah tidak mempunyai keahlian dalam mengolah tanah tersebut.

Oleh karena itu, Islam mensyari’atkan zira’ah sebagai upaya

mempertemukan kepentingan kedua belah pihak.

Praktek muzara’ah model tersebut pernah dilakukan oleh

Rasulullah dan para sahabat setelahnya. Bukhari dan Muslim

meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW mempekerjakan

3 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Terjemahan Bahasa Indonesia, Jakarta : Pena, 2006)

i

Page 8: Kerjasama Atas Lahan Pertanian

penduduk Khaibar dengan upah sebagian dari biji-bijian dan buah-buahan

yang bisa dihasilkan tanah Khaibar.

Muhammad Baqir bin Ali bin Husain ra. berkata, “Tidak seorang

pun dari kaum Muhajirin di Madinah, kecuali mereka menjadi petani

dengan mendapatkan hasil sepertiga atau seperempat. Dan Ali ra., Said bin

Malik, Abdullah bin Mas’ud, Umar bin Abdul Aziz, Qasim, Urwah,

keluarga Abu Bakar, keluarga Umar, keluarga Ali dan Ibnu Sirin, semua

bekerja dalam bidang pertanian.” (HR. Bukhari).

Dalam kitab al-Mughni disebutkan, “Pekerjaan tersebut sangat

populer, Rasulullah SAW sendiri mengerjakannya hingga tiba wafatnya,

kemudian dilakukan pula oleh para khalifahnya sampai mereka meninggal

dunia, kemudian keluarga mereka, dan sesudah mereka.” 

Di Madinah, tidak ada seorang penghuni rumah yang tidak melakukan

praktek tersebut, termasuk isteri-isteri Nabi SAW. Tradisi seperti ini tidak

boleh dihapuskan, karena penghapusan hanya berlaku pada masa

kehidupan Rasulullah SAW. Adapun sesuatu yang telah ia kerjakan hingga

berpulang ke rahmatullah, kemudian dilakukan oleh khalifah-khalifah

sesudahnya, para sahabat sepakat melakukan, dan tidak seorang pun yang

tidak turut serta melakukannya, tidak mungkin untuk dihapus. 

Dasar hukum yang dipergunakan para ulama dalam menetapkan hukum

mukhabarah dan muzara’ah adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh

Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas ra.: 

. يرفق أن أمر ولكن المزارعة يحرم لَم صم النبَي إن

له كانت من ببعضبقوله أخاه ) بعضهَم ليمنحها أو أرضفليزرعها

( . البخاري رواه أرِضه فليمسك أبى فإن

“Sesungguhnya Nabi SAW tidak mengharamkan bermuzara’ah, bahkan beliau menyuruhnya, supaya yang sebagian menyayangi sebagian yang lain, dengan katanya: barangsiapa yang memiliki tanah, maka hendaklah ditanaminya atau diberikan faedahnya kepada saudaranya, jika ia tidak mau maka tahanlah tanah itu”. (HR. Bukhari).4

4 Ibid

i

Page 9: Kerjasama Atas Lahan Pertanian

3. Rukun dan Sifat-sifatnya

Ulama Hanafiah berpendapat bahwa rukun muzara’ah dan

mukhabarah adalah ijab dan qabul yang menunjukkan keridhaan di antara

keduanya.

Ulama Hanabilah berpendapat bahwa muzara’ah dan mukhabarah

tidak memerlukan qabul secara lafaz, tetapi cukup dengan mengerjakan

tanah. Hal ini sudah dianggap qabul.

Tentang sifat muzara’ah dan mukhabarah menurut ulama Hanafiah,

merupakan sifat-sifat perkongsian yang tidak lazim. Adapun menurut

ulama Malikiah, diharuskan menaburkan benih di atas tanah supaya tubuh

tanaman atau dengan menanam tumbuhan di atas tanah yang tidak ada

bijinya. Menurut pendapat paling kuat, perkongsian harta termasuk

muzara’ah dan harus menggunakan sighat. 

Ulama Hanafiah berpendapat bahwa muzara’ah dan mukhabarah

adalah dua akad yang tidak lazim sehingga setiap yang melangsungkan

akad dapat membatalkan keduanya. Akad pun dapat dianggap batal jika

salah seorang ‘aqid meninggal dunia. 

4. Syarat-syarat

Abu Yusuf dan Muhammad berpendapat bahwa muzara’ah dan

mukhabarah memiliki beberapa syarat yang berkaitan dengan aqid (orang

yang melangsungkan akad), tanaman, tanah yang ditanami, sesuatu yang

keluar dari tanah, tempat akad, alat bercocok tanam, dan waktu bercocok

tanam.

1. Syarat ‘Aqid

a. Mumayyiz, tetapi tidak disyaratkan baligh.

b. Imam Abu Hanifah mensyaratkan bukan orang murtad, tetapi

ulama Hanafiah tidak mensyaratkannya.

2. Syarat Tanaman

i

Page 10: Kerjasama Atas Lahan Pertanian

Di antara para ulama terjadi perbedaan pendapat, tetapi

kebanyakan menganggap lebih baik jika diserahkan kepada

pekerja.

3. Syarat Dengan Garapan

a. Memungkinkan untuk digarap, yakni apabila ditanami tanah

tersebut akan menghasilkan.

b. Jelas.

c. Ada penyerahan tanah.

4. Syarat-Syarat Tanaman Yang Dihasilkan

a. Jelas ketika akad.

b. Diharuskan atas kerja sama dua orang yang berakad.

c. Ditetapkan ukuran di antara keduanya, seperti sepertiga,

setengah dan lain-lain.

d. Hasil dari tanaman harus menyeluruh di antara dua orang yang

akan melangsungkan akad. Tidak dibolehkan mensyaratkan

bagi salah satu yang melangsungkan akad hanya mendapatkan

sekedar pengganti biji.

5. Syarat Tujuan Akad

Akad dalam Muzara’ah dan Mukhabarah harus didasarkan pada

tujuan syara’ yaitu untuk memanfaatkan pekerja atau

memanfaatkan tanah.

6. Syarat Alat Bercocok Tanam

Dibolehkan menggunakan alat tradisional atau modern dengan

maksud sebagai konsekuensi atas akad. Jika hanya bermaksud

menggunakan alat, dan tidak dikaitkan dengan akad, Muzara’ah

dan Mukhabarah dipandang rusak.

7. Syarat Muzara’ah dan Mukhabarah

Dalam Muzara’ah dan Mukhabarah diharuskan menetapkan waktu.

Jika waktu tidak ditetapkan, Muzara’ah dan Mukhabarah

dipandang tidak sah. 5

5 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, (Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2006)

i

Page 11: Kerjasama Atas Lahan Pertanian

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Al-musaaqah ialah akad antara pemilik dan pekerja untuk memelihara

pohon, sebagai upahnya adalah buah dari pohon yang diurusnya. Musaqah

merupakan persekutuan perkebunan dalam mengembangkan pohon. Pemilik

pohon berada di satu pihak dan penggarap pohon di pihak lain. Dengan

perjanjian, buah yang dihasilkan untuk kedua belah pihak dibagi sesuai

dengan persentase yang disepakati, misalnya setengah, sepertiga,atau lainnya

Muzara’ah dan mukhabarah ada kesamaan dan ada pula perbedaan.

Persamaannya ialah antara mukhabarah dan muzara’ah terjadi pada peristiwa

yang sama, yaitu pemilik tanah menyerahkan tanahnya kepada orang lain

untuk dikelola. Perbedaannya ialah pada modal, bila modal berasal dari

pengelola, maka disebut mukhabarah, dan bila modal dikeluarkan dari pemilik

tanah, maka disebut muzara’ah.

Muzara’ah, Mukhabarah dan Musaaqah pada dasarnya dibolehkan

demi kebutuhan kedua belah pihak yang berakad. Semua kerja sama yang

dibolehkan syara’ berlangsung berdasarkan keadilan dan dalam rangka

mewujudkan kebaikan serta menghilangkan kerugian.

B. Saran

Kami sebagai penulis dari makalah ini mengharapkan serta menerima

kritikan dan saran dari mahasiswa/mahasiswi demi memperbaiki isi makalah-

makalah ini, dengan mengucapkan terima kasih kami ucapkan kepada Bapak

dosen yang telah memberikan bimbingan kepada kami untuk menyelesaikan

makalah ini dengan baik dan benar.

i

Page 12: Kerjasama Atas Lahan Pertanian

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Al-Fauzan, Saleh , Fiqih Sehari-Hari. terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk. Jakarta: Gema Insani Press, 2005

Hasa,n M. Ali, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2006

Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, Terjemahan Bahasa Indonesia, Jakarta : Pena, 2006

Syafi’ie, Rachmat, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2006

i

Page 13: Kerjasama Atas Lahan Pertanian

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT dan shalawat

kepada Nabi Muhammad SAW dengan ridho-Nya juga pada kesempatan ini

penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Makalah ini disusun dalam rangka melengkapi tugas Mata Kuliah Fiqih.

Dalam penyelesaian makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak dalam memberikan sumbangan pikiran, membantu dan membimbing

penulis dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan

makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua khususnya

pendidikan di masa yang akan datang.

Ujung Gading, Januari 2012

Penulis,

(Kelompok XIII)

i

Page 14: Kerjasama Atas Lahan Pertanian

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah........................................................... 1

B. Tujuan Penulisan....................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Musaqah.................................................................................... 2

1. Pengertian.......................................................................... 2

2. Dasar Hukum..................................................................... 3

3. Syarat-syarat Musaqah....................................................... 4

4. Rukun Musaqah................................................................. 4

B. Muzara’ah dan Mukhabarah

1. Pengertian.......................................................................... 5

2. Ladasan Hukum................................................................. 7

3. Rukun dan Sifat-sifatnya................................................... 8

4. Syarat-syarat...................................................................... 9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.............................................................................. 11

B. Saran........................................................................................ 11

DAFTAR KEPUSTAKAAN

i