53
Perubahan Lingkungan Global KERENTANAN DAN ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM di Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di Indonesia CITRA PERSADA PIPIN NOVIATI SADIKIN 1/6/2012

Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

Citation preview

Page 1: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

Perubahan Lingkungan Global

di Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di Indonesia

CITRA PERSADA PIPIN NOVIATI SADIKIN

1/6/2012

Page 2: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

DAFTAR ISI Bab I.......................................................................................................................................................................................... 2

Pendahuluan..........................................................................................................................................................................2

Bab II......................................................................................................................................................................................... 3

Tinjauan Konseptual..........................................................................................................................................................3

A. Pengertian Umum Pulau Kecil dan Wilayah Pesisir..............................................................................3

B. Perubahan Iklim dan Pemanasan Global...................................................................................................4

Bab III....................................................................................................................................................................................... 7

Dampak dan Resiko Bencana Perubahan Iklim di Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil..............7

A. Dampak dan Resiko Bencana Perubahan Iklim di Kawasan Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil 7

B. Kerentanan di Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil....................................................................11

Bab IV..................................................................................................................................................................................... 15

Strategi dan Langkah-langkah Adaptasi Terhadap Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil..........15

A. Strategi Adaptasi Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil...............................................................17

B. Langkah-Langkah Adaptasi di Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.......................................17

B1. Konsep Penataan Ruang Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil…………………………..17

B2. Adaptasi Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil…………………………………………………20

Bab V...................................................................................................................................................................................... 23

Kebijakan dan Kelembagaan Perubahan Iklim di Kawasan Pesisir dan Pulau Kecil.........................23

A. Respon pemerintah terhadap Perubahan Iklim Secara Umum.....................................................23

B. Kebijakan Program Adaptasi Perubahan Iklim Untuk Kawasan Pesisir dan Pulau pulau Kecil................................................................................................................................................................................... 24

C. Kerjasama Tingkat Regional dan Internasional........................................................................................27

C. 1. Kelembagaan...................................................................................................................................................27

C.2 Forum Internasional......................................................................................................................................27

Bab VI..................................................................................................................................................................................... 28

Kasus Studi………………………………………………………………………………………………………………………….28

Bab VII………………………………………………………………………………………………………………………………...33

Penutup................................................................................................................................................................................. 33

Daftar Pustaka....................................................................................................................................................................35

pg. 1

Page 3: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

BAB IPENDAHULUAN

Perubahan iklim sebagai implikasi pemanasan global, yang disebabkan

oleh kenaikan gas-gas rumah kaca terutama karbondioksida (CO2) dan metana

(CH4), meng- akibatkan dua hal utama yang terjadi di lapisan atmosfer paling

bawah, yaitu fluktuasi curah hujan yang tinggi dan kenaikan muka laut. Sebagai

negara kepulauan, Indonesia paling rentan terhadap kenaikan muka laut. Telah

dilakukan proyeksi kenaikan muka laut untuk wilayah Indonesia, hingga tahun

2100, diperkirakan adanya kenaikan muka laut hingga 1.1 m yang yang

berdampak pada hilangnya daerah pantai dan pulau-pulau kecil seluas 90.260

km2 (Boer, et al., 2009).

Pemanasan global juga diperkirakan akan meningkatkan intensitas dan

frekuensi kejadian iklim ekstrim seperti kemarau panjang dan hujan ekstrim

tinggi yang dapat menimbulkan masalah banjir (Boer et al., 2007). Terkait

dengan hal tersebut, dimana perubahan iklim dan degradasi lingkungan serta

dampaknya bukan merupakan suatu isu lagi bahkan di masa yang akan datang

eskalasinya akan berjalan lebih cepat, sehingga akan berdampak buruk pada

semua sector, seperti: permukiman dan prsarana (Boer, et al., 2009).

Indonesia adalah negara kepulauan di Asia Tenggara yang memiliki

17.504 pulau besar dan kecil, dan sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni,

yang menyebar disekitar khatulistiwa yang memberikan cuaca tropis. Cuaca

tropis Indonesia ini terkait dengan posisinya yang terletak pada koordinat 6° LU -

11° LS dan 95° BT - 141° BT, serta terletak di antara dua benua yaitu benua Asia

dan benua Australia/Oseania. Selain itu, wilayah Indonesia terbentang sepanjang

3.977 mil di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Luas daratan Indonesia

adalah 1.922.570 km² dan luas perairannya 3.257.483 km². Indonesia terdiri dari

5 pulau besar, yaitu: Jawa dengan luas 132.107 km², Sumatera dengan luas

473.606 km², Kalimantan dengan luas 539.460 km², Sulawesi dengan luas

189.216 km², dan Papua dengan luas 421.981 km². Pulau terpadat penduduknya

adalah pulau Jawa, dimana setengah populasi Indonesia bermukim. (Wikipedia,

free encyclopaedia).

Menurut uraian di atas, maka tulisan ini bertujuan untuk mengulas

pengaruh perubahan iklim global terhadap pemukiman dan infrastruktur di

pg. 2

Page 4: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia, serta bagaimana dampak

dan penanggulangannya yang berupa upaya adaptasi.

pg. 3

Page 5: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

BAB IITINJAUAN KONSEPTUAL

A. PENGERTIAN UMUM PULAU KECIL DAN WILAYAH PESISIR

Pulau-pulau kecil didefinisikan berdasarkan dua kriteria utama yaitu

luasan pulau dan jumlah penduduk yang menghuninya. Definisi pulau-pulau kecil

yang dianut secara nasional sesuai dengan Kep. Menteri Kelautan dan Perikanan

No. 41/2000 dan Kep. Menteri Kelautan dan Perikanan No. 67/2002 adalah pulau

yang berukuran kurang atau sama dengan 10.000 km2 , dengan jumlah

penduduk kurang atau sama dengan 200.000 jiwa.

Di samping kriteria utama tersebut, beberapa karakteristik pulau-pulau

kecil adalah secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland island),

memiliki batas fisik yang jelas dan terpencil dari habitat pulau induk, sehingga

bersifat insular; mempunyai sejumlah besar flora fauna jenis endemik serta

keanekaragaman hayati yang tipikal dan bernilai tinggi; tidak mampu

mempengaruhi hidroklimat; memiliki daerah tangkapan air (catchment area)

relatif kecil sehingga sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen masuk

ke laut; serta dari segi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat pulau-pulau kecil

bersifat khas dibandingkan dengan pulau induknya.

(http://www.bappenas.go.id/node/108/972/ kebijakan-dan-strategi-nasional-

pengelolaan-pulau-pulau-kecil/)

Berdasarkan tipenya, pulau-pulau kecil dibedakan menjadi pulau benua,

pulau vulkanik dan pulau karang. Masing-masing tipe pulau tersebut memiliki

kondisi lingkungan biofisik yang khas, yang perlu menjadi pertimbangan dalam

kajian-kajian dan penentuan pengelolaannya agar berkelanjutan. Hal ini akan

berpengaruh pula terhadap pola permukiman yang berkembang di pulau-pulau

kecil berdasarkan aktivitas yang sesuai dengan kondisi lingkungan biofisik

tersebut. Misalnya tipologi pulau kecil lebih dominan ke arah pengembangan

budidaya perikanan, maka kemungkinan besar pola permukiman yang

berkembang adalah masyarakat nelayan.

http://www.bappenas.go.id/node/108/972/ kebijakan-dan-strategi-nasional-

pengelolaan-pulau-pulau-kecil/)

pg. 4

Page 6: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

Pulau kecil juga memiliki karakteristik yang unik dari aspek sosial, budaya,

ekonomi dan keanekaragaman hayati. Namun di sisi lain memiliki banyak

keterbatasan terhadap sumberdaya alam, sensitive atau rentan terhadap

terjadinya kerusakan lingkungan, juga rentan terhadap bencana alam, serta

memiliki toleransi yang kecil terhadap pemulihan perubahan. Gambaran lain

tentang pulau kecil adalah pesatnya pertumbuhan penduduk, sementara

sumberdaya dan aktivitas ekonomi terbatas, sehingga rentan terhadap konflik.

Area yang dimiliki pulau kecil sangat terbatas untuk mewadahi pesatnya

pertumbuhan populasi, sementara dinamika hubungan antar komponen relatif

lebih besar, memiliki jarak relative lebih pendek antara daratan dan lautan, serta

labil terhadap aktivitas geologi, seperti gunung berapi, gempa dan gelombang

laut. (Markum, Sutedjo, & Hakim, 2004)

Secara konseptual wilayah pesisir meliputi wilayah daratan dan perairan.

Wilayah daratan yang termasuk wilayah pesisir adalah daratan yang secara

langsung masih dipengaruhi oleh iklim dan kehidupan laut. Sedangkan pesisir

perairan adalah wilayah perairan pantai yang secara langsung masih mendapat

pengaruh dari wilayah daratan. Secara operasional, wilayah pesisir daratan

adalah desa pesisir, sedangkan pesisir perairan adalah jangkauan 4 s/d 12 mil

laut. Sebagai catatan penting, bahwa dalam kajian wilayah pesisir, kajian bisa

saja meliputi wilayah atas (misalnya DAS) sampai ke perairan laut lepas.

Pesatnya pertumbuhan kota-kota di pesisir Indonesia selain memberikan

dampak positif bagi masyarakat juga berpotensi meningkatkan resiko bencana.

Karena tingginya harga lahan banyak masyarakat khususnya masyarakat kelas

bawah yang terpaksa tinggal di kawasan-kawasan rawan bencana. Misalnya

tinggal di area berbahaya seperti bantaran sungai atau di bibir pantai tanpa

pelayanan dasar yang memadai. Selain itu, ekspansi lahan atau konversi lahan

yang memanfaatkan lahan-lahan di sepanjang pantai yang seharusnya

merupakan kawasan lindung setempat juga memperparah kerusakan lingkungan

kota dan pemukiman di kawasan pesisir dan pulau-pulau. Tidak sedikit alih

fungsi hutan bakau yang bisa berfungsi sebagai pemecah gelombang banjir dan

tsunami, menjadi kawasan pemukiman dan perdagangan mewah kemudian

berdampak pada munculnya banjir dan genangan air di kawasan-kawasan

sekitarnya.Pola pemukiman penduduk di kota-kota kawasan pesisir di Indonesia

pun cenderung berada di garis pantai atau di sempadan pantai. Hal ini tidak

terlepas dari mata pencaharian sebagian besar penduduk sebagai nelayan.

Kehidupan mereka sangat bergantung pada sumberdaya laut baik secara

pg. 5

Page 7: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

langsung maupun tidak langsung. Pemukiman yang mereka tinggali tentunya

rawan terhadap terjangan gelombang pasang, bahkan tsunami. (Buchori, 2009).

B. PEMANASAN GLOBAL DAN PERUBAHAN IKLIM

Perubahan iklim global sebagai implikasi dari pemanasan global telah

mengakibatkan ketidakstabilan atmosfer di lapisan bawah terutama yang dekat

dengan permukaan bumi. Pemanasan global ini disebabkan oleh meningkatnya

gas-gas rumah kaca yang dominan ditimbulkan oleh industri-industri. Gas-gas

rumah kaca yang meningkat ini menimbulkan efek pemantulan dan penyerapan

terhadap gelombang panjang yang bersifat panas (inframerah) yang diemisikan

oleh permukaan bumi kembali ke permukaan bumi. Pengamatan temperatur

global sejak abad 19 menunjukkan adanya perubahan rata-rata temperatur yang

menjadi indikator adanya perubahan iklim. Perubahan temperatur global ini

ditunjukkan dengan naiknya rata-rata temperatur hingga 0.74oC antara tahun

1906 hingga tahun 2005. Temperatur rata-rata global ini diproyeksikan akan

terus meningkat sekitar 1.8o-4.0oC di abad sekarang ini, dan bahkan menurut

kajian lain dalam IPCC diproyeksikan berkisar antara 1.1-6.4oC. (Susandi,

Herlianti, Tamamadin, & Nurlela, 2008).

Perubahan iklim atau Climate Change berupa meningkatnya kejadian iklim

ekstrim, berubahnya pola hujan, berubahnya awal musim dan lainnya di

berbagai belahan dunia. Perubahan iklim ini merupakan implikasi dari

pemanasan global atau Global Warming yang berupa meningkatnya suhu rata-

rata atmosfer bumi sebagai akibat dari meningkatnya laju emisi gas rumah kaca

(GRK) ke atmosfer. Meningkatnya laju emisi GRK ke atmosfer merupakan akibat

dari meningkatnya aktivitas manusia, terutama yang berhubungan dengan

penggunaan bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) serta kegiatan lain

yang berhubungan dengan hutan, pertanian, dan peternakan. Aktivitas manusia

tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan menyebabkan perubahan

komposisi alami atmosfer, yaitu peningkatan jumlah gas rumah kaca secara

global. (Boer, et al., 2009)

Kenaikan permukaan air laut juga berdampak kepada bumi (geosfer)

karena air pasang laut bisa menggenangi daratan dan pada akhirnya

menimbulkan kerusakan dan kerugian bagi umat manusia. Seperti halnya

“daratan” pada Kutub Utara dan Selatan yang berkurang luasnya akibat

pg. 6

Page 8: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

pencairan es dari pemanasan global, maka daratan sesungguhnya yang terletak

di daerah pantai juga akan berkurang karena kenaikan permukaan air laut.

Kenaikan permukaan air laut juga menimbulkan ancaman bagi geosfer antara

lain hilangnya beberapa daratan pulau di daerah Samudera Pasifik. Bahkan telah

muncul ancaman tenggelamnya suatu Negara, yaitu Tuvalu yang merupakan

pulau-pulau kecil di Samudera Pasifik.(Wardhana, 2010)

Pemanasan global disamping menimbulkan perubahan iklim juga

mengakibatkan kenaikan permukaan air laut. Penyebab utama kenaikan

permukaan air laut adalah efek rumah kaca yang menyebabkan glasier dan

lapisan es di Antartika meleleh dan ekspansi termal lapisan permukaan laut. Ini

ditandai dengan indikasi kenaikan suhu sebesar 0,5⁰ Celsius dan suhu

permukaan laut sebesar 0,06⁰Celcius (IPCC, 1996). IPCC memperkirakan akan

terjadi kenaikan permukaan air laut berkisar antara 0,09 meter sampai 0,88

meter bergantung kepada derajat pemanasan global yang akan terjadi.

(Numbery, 2009)

Dalam (Boer, et al., 2009) dikatakan bahwa fenomena perubahan iklim

saat ini telah menjadi suatu keniscayaan yang perlu diantisipasi dan dimitigasi

oleh seluruh pihak. Dari jumlah total emisi global, 83% (delapan puluh tiga

persen)-nya (sebagai salah satu penyebab terjadinya fenomena perubahan iklim)

yang dihasilkan Indonesia berasal dari perubahan tata guna lahan dan

kehutanan, khususnya emisi dari kebakaran gambut (The World Bank, 2007).

Secara global, bahkan diindikasikan bahwa posisi Indonesia berada pada tiga

besar Negara atau wilayah penghasil emisi dunia, bila emisi dari tata guna lahan,

perubahan guna lahan, dan kehutanan (LULUCF) juga masuk dalam perhitungan

dengan total emisi lebih dari 3.068 Mt CO2e (million tons of CO3 equivalent)

setiap tahun (World Resources Institute’s CAIT diakses pada bulan Maret 2007).

Kecenderungan kenaikan muka air laut disajikan pada Table berikut.

Tabel 1.1 Kecenderungan Kenaikan Muka Air LautSkenario Optimis Skenario

PesimisKenaikan Suhu Global sampai tahun 2030

0.5⁰C 1.5⁰C

Kenaikan Muka Air Laut sampai tahun 2030

5 cm 15 cm

Kenaikan Suhu Global sampai tahun 2100

1.5⁰C 4.5⁰C

Kenaikan Muka Air Laut sampai tahun 2100

45 cm 100 cm

pg. 7

Page 9: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

Sumber: IPCC tahun 1990

pg. 8

Page 10: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

BAB IIIDAMPAK, RESIKO BENCANA & KERENTANAN KAWASAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL INDONESIA

A. DAMPAK DAN RESIKO BENCANA

Menurut (Numbery, 2009), meskipun pemanasan global juga

menyebabkan kenaikan permukaan air laut, akan tetapi ada juga penyebab lain

yaitu faktor regional berupa aktivitas tektonik dalam suatu wilayah atau area,

dan juga factor lokal berupa proses subsidensi sebagai akibat perubahan massa

tanah dan perubahan fluida bawah tanah, misalnya oleh pengambilan air tanah

yang berlebihan. Secara umum dampak kenaikan permukaan air laut

terhadap pesisir dan pulau-pulau kecil adalah sebagai berikut:

1. Pantai di Wilayah Pesisir Tersingkap (Exposure of Coastal Areas)

2. Erosi Pantai

3. Banjir dan Instrusi Air Laut

4. Rusaknya Infrastruktur di Wilayah Pesisir

5. Rusaknya Terumbu Karang dan Matinya Biota Laut

6. Lenyapnya Pulau-pulau kecil

Menurut Numberi (2009), ancaman atau resiko yang terutama

terjadi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah sebagai berikut:

konversi lahan, degradasi lingkungan, kekurangan air bersih, modifikasi

sungai, spesies Invasif, penangkapan Ikan berlebih, perubahan Iklim

regional/lokal, penipisan ozon, dan polusi.

Menurut Tompkins (2004), beberapa bagian dunia merupakan daerah

yang mengalami variabilitas antar tahun dan cuaca musiman. Variabilitas ini

mengakibatkan banjir, kekeringan, gelombang panas, serangan dingin dan

peristiwa alam lainnya yang berdampak kepada kesehatan, pemukiman dan

harta benda, serta kesejahteraan. Perubahan cuaca diduga membawa

peningkatan variabilitas antar tahun dan cuaca musiman, juga secara perlahan-

lahan menyebabkan perubahan rata-rata seperti tingkat air laut, suhu udara dan

tingkat pengendapan; meningkatnya frekuensi kejadian ekstrem; dan mungkin

pg. 9

Page 11: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

perubahan system yang mendadak. Nicholls et al. (1999) mengestimasi bahwa

ketika terjadi kenaikan tingkat muka air laut setinggi 38 cm air laut dari tahun

1990 sampai 2080, jumlah orang yang cenderung akan kena banjir oleh badai

gelombang dalam satu tahun tertentu akan meningkat lima kali lipat (hal. S69),

dan orang-orang tersebut berada di daerah dataran rendah yang paling rentan.

Lebih lanjut Nicholls menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk di zona pesisir

diduga memperburuk masalah ini (Nicholls, 2002).

Di daerah pulau-pulau yang sering terkena badai, Knutson dan Tuleya

(2004) melaporkan bahwa perubahan iklim dapat menyebabkan badai yang lebih

intens, dan akan berdampak terhadap pulau-pulau yang paling sering terkena

aktivitas badai. Meskipun kemungkinannya rendah, manifestasi dampak

perubahan iklim yang tinggi bisa terjadi tiba-tiba atau perubahan iklim yang

cepat bisa membawa dampak yang tak terduga lebih jauh lagi, termasuk

terjadinya pendinginan global. (sebagai contoh, Alley et al, 2003;. Hulme, 2003)

(Tompkins, 2004).

Menurut WWF Indonesia, secara umum dampak perubahan iklim yang

sudah terpantau dan diperkirakan akan terjadi di Indonesia diantaranya adalah

meningkatnya tingkat kekeringan, banjir, kebakaran, pemutihan karang, naiknya

muka air laut secara perlahan, dan meningkatnya cuaca ekstrim, termasuk badai

yang dapat merusak sistem alami dan buatan di wilayah tersebut. Meningkatnya

curah hujan selama musim hujan dapat mengakibatkan banjir bandang yang

dapat menyapu populasi masyarakat dan merusak rumah, gedung, dan

infrstruktur. Perubahan iklim akan secara mendasar berdampak terhadap

keanekaragamanhayati, sumber air, dan perekonomian dari sebuah negara,

yang pada gilirannya akan berdampak terhadap ratusan masyarakat yang

bergantung terhadap sumber daya barang dan jasa untuk mata pencahariannya.

Dampak dari perubahan iklim juga akan menambah tekanan terhadap hutan

Indonesia, ekosistem pesisir dan laut yang saat ini sudah mengalami tekanan

oleh pembalakan liar dan merusak, penangkapan ikan yang berlebihan serta

eksplotasisumber daya alam yang berlebihan (wwf_id_adaptasilombok_id.pdf)

Secara lebih rinci dampak dan resiko perubahan iklim terhadap kawasan

di pesisir dapat dilihat pada Tabel 3.1.

pg. 10

Page 12: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

pg. 11

Page 13: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

Tabel 3.1

Kemungkinan dampak perubahan iklim ekstrem yang terkait dengan perkotaan/permukiman di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil

Proyeksi perubahan dalam fenomena iklim ekstrem dan

kemungkinannya

Akibat-akibat dari perubahan iklim

Siang dan malam yang hangat dengan sedikit hari yang dingin, lebih sering malam dan siang yang panas

(lebih mungkin terjadi)

- Efek pemanasan pulau- Kebutuhan suhu dingin yang meningkat- Kualitas udara kota/permukiman yang menurun- Pengaruh terhadap pariwisata musim dingin- Permintaan energi untuk pemanasan yang

berkurang- Gangguan transportasi karena ada banjir,

tanah longsor, dllMusim panas/gelombang panas. Frekuensi meningkat hampir di seluruh area

(sangat mungkin terjadi)

- Permintaan air meningkat- Masalah kualitas air- Kematian akibat panas yang meningkat,

khususnya kaum manula, penyakit kronis, kaum muda dan kaum yang terisolasi sosial.

- Pengurangan kualitas hidup penduduk di daerah panas tanpa biaya perumahan yang memadai.

Hujan Deras. Frekuensi meningkat hampir di seluruh area

(kemungkinan terjadi)

- Pengaruh yang merugikan pada kualitas air tanah dan air permuklaan.

- Pencemaran pasokan air- Resiko kematian luka, serta infeksi penyakit

pernafasan dan penyakit kulit yang meningkat.- Gangguan pada tempat tinggal, perniagaan,

transportasi, dan masyarakat karena adanya banjir,

- Perpindahan penduduk secara besar-besaran- Tekanan pada infrastruktur perkotaan dan

pedesaan- Kehilangan harta benda- Kebutuhan air berkurang (keuntungan jangka

pendek)Intensitas aktivitas badai tropis siklon meningkat

(kemungkinan terjadi)

- Aliran listrik terputus- Migrasi menuju daerah perkotaan lebih tinggi- Gangguan terhadap pasokan air untuk umum- Resiko kematian, luka, penyakit yang

disebabkan krisis pangan dan air, penyakit stress pasca trauma

- Gangguan karena banjir dan angin kencang- Potensi terjadi perpindahan penduduk (migrasi)- Kehilangan harta benda

Meningkatnya kejadian naiknya permukaan air laut (tidak termasuk tsunami)

(kemungkinan terjadi)

- Ketersediaan air tawar kerena intrusi air asin (laut) yang berkurang

- Resiko kematian yang meningkat dan luka akibat tenggelam dalam banjir dan pengaruh kesehatan yang terkait migrasi

- Kehilangan harta benda dan mata pencaharian- Erosi permanen dan terendamnya lahan- Biaya perlindungan pesisir vs biaya relokasi

lahan darat- Potensi perpindahan populasi dan infrastruktur

pg. 12

Page 14: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

Sumber: Penyesuaian dari IPCC, Synthesis Report Summary for Policy Makers (IPCC: Cambridge University Press, 2007).

Berdasarkan beberapa penelitian, sebagian besar pantai utara Pulau Jawa

berada dalam resiko terkena dampak kenaikan permukaan air laut. Jakarta dan

Semarang contohnya. Dari hasil proyeksi model, dapat dikatakan bahwa Jakarta

Utara dalam waktu sepuluh tahun ke depan akan tenggelam, begitu pula

Semarang. Hal ini tentu akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

masyarakat, terutama daerah pesisir. Masalah lain yang akan timbul dan saat ini

juga sudah mulai terasa di Jakarta adalah intrusi air laut yang menyebabkan

langkanya ketersediaan air bersih. Lebih rinci dalam Tabel 3.2 berikut ini adalah

resiko bencana akibat perubahan iklim di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.

Tabel 3.2

Resiko Bencana Perubahan Iklim di Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau

Kecil

SEKTOR DAMPAK RESIKO BENCANAPermukiman Banjir karena kenaikan

muka air laut, dan kekeringan

Kematian, terluka, sakit, kehilangan mata pencaharian, kerusakan pada bangunan dan prasarana permukiman dan barang milik masyarakat

Transportasi Banjir, tanah longsor, pohon tumbang, mengganggu sistem transportasi

Kemacetan, Kerusakan failitas transportasi

Sanitasi Lingkungan Saluran air kotor dan air hujan tidak mampu menampung penambahan jumlah air yang ekstrem

Kerusakan saluran air

Ketersediaan Air dan Pengairan

Kendala supply air minum, krn air berkurang,peningkatan suhu,penurunan kualitas air, karena intrusi air laut

Tidak tersedia air bersih atau sulit memperoleh air bersih

Pariwisata dan Rekreasi

Banjir, suhu tidak menentu, kunjungan wisata menurun

Kerusakan pada fasilitas rekreasi

Fasilitas Umum (kesehatan, pendidikan dll)

Failitas rusak, Fasilitas rusak,

Pertanian Salinisasi lahan sawah di wilayah pantai; Peningkatan serangan hama dan penyakit

Pengairan rusak

Perikanan Perubahan areal tangkapan di laut

Tangkapan berkurang atau tidak ada

Ekosistem darat/pesisir pantai

Peningkatan salinitas di lahan pertanianKepunahan

Hasil panen gagal atau berkurangBeberapa jenis tanaman rusak

pg. 13

Page 15: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

keanekaragaman hayati dan matiEkosistem pantai Perusakan terumbu karang

Limbah beracunRusaknya hutan mangrove/bakau

Pemutihan KarangMangrove berkurang atau hilangnya hutan mangrove

Ekosistem sungai Perubahan ekosistem di muara sungai

Peran muara sungai tempat berkembang biak ikan tertentu jadi menurun

Sumber : Prasad, N. et all, 2010.

B. KERENTANAN

Dalam Tompkins (2004) dikatakan bahwa dampak perubahan iklim yang

terjadi pada pulau-pulau kecil bisa berupa meningkatnya tingkat erosi pantai,

hilangnya tanah dan properti atau pemukiman, meningkatnya orang-orang yang

mengalami cedera atau terserang penyakit, meningkatnya resiko badai,

berkurangnya ketahanan ekosistem pesisir, tercemarnya sumber daya air tawar

akibat intrusi air asin, dan biaya yang tinggi untuk merespon dan beradaptasi

terhadap perubahan ini (Nurse etal, 2001.). Pulau dengan persediaan air yang

sangat terbatas akan sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim yaitu

pada keseimbangan ketersediaan air. Terbatasnya tanah subur, unsur hara dan

garam tanah membuat pertanian di negara-negara berpulau kecil, yang sangat

baik untuk produksi pangan domestik dan tanaman keras untuk kepentingan

ekspor, sangat rentan terhadap perubahan iklim. Pariwisata, sebagai salah satu

sumber pendapatan dan devisa yang penting untuk banyak pulau, juga bisa

menghadapi gangguan parah dari perubahan iklim dan kenaikan permukaan laut

(IPCC), 2001, hal 17). Singkatnya, ketidakpastian risiko cuaca cenderung

meningkat. Jika rata-rata intensitas badai utama cenderung meningkat, seperti

yang dilaporkan oleh Knutson dan Tuleya (2004), maka kemungkinan pulau-

pulau tersebut mengalami musim dengan intensitas badai yang lebih banyak

dan kehancurannya seperti di Musim Badai Atlantik bagian Utara tahun 2004

yang membawa empat badai besar (Charley, Frances, Ivan dan Jeanne), juga

cenderung meningkat.

Bencana yang berkaitan dengan perubahan iklim berdampak di daratan

dan merusak bagian pesisir dari sebagian besar pulau-pulau ini. Kurangnya lahan

untuk memasok kebutuhan dasar mereka membuat mereka yang ada di pulau-

pulau kecil ini bergantung kepada impor barang-barang dari pulau-pulau yang

pg. 14

Page 16: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

lebih besar. Dengan demikian, kenaikan permukaan laut dan kejadian cuaca

ekstrim yang dipicu oleh perubahan iklim akan meningkatkan kerentanan

mereka. (wwf_id_adaptasilombok_id.pdf)

Secara garis besar, kerentanan dapat dilihat dari 5 tipe yaitu kerentanan

sosial, kelembagaan, sistem, ekonomi, dan lingkungan. ACCCRN (2011)

melakukan pendekatan kajian kerentanan dalam 3 aspek yaitu: 1) kerentanan

klimatologi, 2) kerentanan dan kapasitas adaptasi berbasis komunitas dan 3)

kajian kerentanan dan kapasitas adapatsi pemerintahan dan institusi. Davidson

dalam Suganda, 2000, menjelaskan bahwa kerentanan terbagi 3 sub faktor

yaitu:

1. Kerentanan fisik binaan/infrastruktur menggambarkan perkiraan tingkat

kerusakan terhadap fisik bangunan bila ada faktor bahaya alam tertentu.

Indikator dari kerentanan fisik adalah kepadatan bangunan.

2. Kerentanan sosial dan kependudukan menunjukkan perkiraan tingkat

kerentanan terhadap keselamatan jiwa penduduk apabila terjadi bahaya

alam. Indikator dari kerentanan sosial dan kependudukan adalah kepadatan

penduduk.

3. Kerentanan ekonomi menggambarkan besarnya kerugian atau rusaknya

kegiatan ekonomi (proses-proses ekonomi) apabila terjadi bahaya alam.

Kerentanan terhadap bencana akibat iklim terus meningkat tidak hanya

dari banjir karena curah hujan yang tinggi dan gelombang badai, tanah longsor,

kekeringan, instrusi air laut, dan angin topan, tetapi juga disebabkan oleh

gempa bumi dan potensi bahaya serupa, khususnya pada tempat dengan

infrastruktur yang pengelolaan dan kualitasnya buruk, rendahnya kualitas

bangunan, dan rendahnya ketahanan masyarakat yang juga turut berpengaruh.

Contohnya, dari 10 kota terpadat di dunia, Tokyo/Yokohama, Seoul/Inchen,

Osaka/Kobe/Kyoto, Metro Manila, dan Jakarta yang seluruhnya berlokasi di Asia

Timur, mempunyai potensi bahaya gempa dari tingkat sedang sampai tinggi.

Kemiripan kota-kota tersebut adalah sebagaian besar terletak di daerah pesisir

dan mudah tertimpa serangan gelombang badai dan tsunami.

Kawasan pesisir yang padat dengan permukiman atau perkotaan pesisir

maupun pulau-pulau kecil perlu mengembangkan kerangka perencanaan

ketahanan kota yang terintegrasi dengan perubahan ikllim. Pengembangan

rencana tersebut dapat dilihat pada kerangka pikir ketahanan iklim

permukiman/perkotaan pada Gambar 2.

pg. 15

Page 17: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

Bagian atas kerangka menunjukkan hubungan antara sistem perkotaan/

permukiman, agen internal dan perubahan iklim yang mengakibatkan

kerentanan. Perubahan iklim sebagai masalah global dan penyebab utama

adaptasi (mengapa), tetapi kerentanan juga ditentukan oleh faktor-faktor yang

berdampak terhadap iklim. Kerentanan merupakan konsekuensi dari rapuhnya

sistem perkotaan, kapasitas agen internal dan kemiskinan, marginalisasi sosial

dan faktor lainnya yang berdampak terhadap perubahan iklim.

Gambar 2: Kerangka Perencanaan Ketahanan Kawasan Permukiman Terintegrasi dengan Perubahan Iklim

Siklus (proses yang berjalan terus tanpa henti) menunjukkan hubungan

yang menggabungkan investigasi, pengumpulan data dan analisis yang

digunakan untuk mendiagnosa kompleksitas sistem perkotaan (apa /dimana),

banyaknya agen (siapa) dan bagaimana keduanya dipengaruhi oleh perubahan

iklim (mengapa) serta apa yang menentukan atau membatasi kemampuannya

pg. 16

Page 18: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

untuk bertindak. Kerangka tersebut merupakan dasar analitis untuk memahami

kerentanan terhadap perubahan iklim yang ditunjukkan pada bagian bawah

kerangka yaitu identifikasi dan pelaksanaan tindakan yang bertujuan untuk

membangun ketahanan.

Bagian bawah kerangka pikir menunjukkan bahwa kegiatan individu untuk

membangun ketahanan perlu diidentifikasi untuk menentukan strategi untuk

kerentanan terhadap perubahan iklim yang diidentifikasi pada proses bagian

atas. Kegiatan khusus, misalnya, fokus pada peningkatan kapasitas agen,

mengurangi kerapuhan dari sistem perkotaan, atau perubahan cara dimana

agen dan sistem berinteraksi sehingga dapat mengurangi paparan terhadap

dampak perubahan iklim. Program aksi mungkin melibatkan agen untuk

meningkatkan sistem atau mengurangi tekanan. Pada tingkat praktis

pendekatan tersebut digunakan dalam konteks perubahan iklim yang

memungkinkan perencana atau pihak eksternal lain untuk:

1. Mengidentifikasi siapa (agen mana) atau apa (sistem apa) yang akan

dipengaruhi oleh aspek perubahan iklim

2. Mengidentifikasi sumber-sumber spesifik dari kerentanan dan kapasitas

spesifik yang terkait dengan kelompok agen tertentu dan sitem khusus dalam

kaitannya dengan proses perubahan tertentu

3. Mengidentifikasi siapa (agen mana) yang melakukan apa (sistem apa) untuk

mengatasi dampak perubahan iklim

4. Melibatkan peran pihak eksternal untuk memberikan tanggapan, bekerja

dengan dan melalui agen (internal), dan mempengaruhi dimana investasi

dalam perubahan sistem perkotaan yang diperlukan. Pihak eksternal

tersebut meliputi pemerintah, lembaga donor internasional atau departemen

perencanaan kota/wilayah pesisir.

Secara keseluruhan kerangka menunjukkan bahwa membangun

ketahanan terhadap perubahan iklim perkotaan/pemukiman tidak dapat dicapai

melalui aktivitas 'satu waktu' atau proyek 'satu kali'. Integrasi pertimbangan

perubahan iklim dan berbagai intervensi pada skala yang berbeda dan di

berbagai sektor dibutuhkan dari waktu ke waktu. Demikian juga, proses adaptif

untuk membangun pemahaman, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan

diperlukan yang dapat menggabungkan informasi baru, respon terhadap kondisi

yang berubah dan membangun pengalaman intervensi sebelumnya.

Pertimbangan perubahan iklim harus dimasukkan ke dalam semua mandat,

pg. 17

Page 19: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

program dan intervensi yang relevan, seharusnya tidak diperlakukan terpisah

dan intervensi seharusnya dirancang secara murni untuk tujuan adaptasi

perubahan iklim. Pilihan terbaik adaptasi perubahan iklim memiliki manfaat saat

ini serta di masa depan.

pg. 18

Page 20: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

BAB IV

STRATEGI DAN LANGKAH-LANGKAH ADAPTASI TERHADAP KAWASAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian terdahulu, bahwa

sebagian besar kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil rentan terhadap

perubahan iklim dan masyarakatnya memiliki ketahanan yang rendah

dikarenakan kurangnya sumber daya. Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil

dihuni oleh penduduk yang umumnya miskin (petani, nelayan dan buruh).

Permasalahan yang paling mendesak adalah kurangnya pasokan air untuk

kebutuhan domestik, pertanian, dan industri pariwisata.

Dalam (Tompkins, 2004) dikatakan bahwa adanya keterkaitan yang erat

antara pertumbuhan ekonomi dan kesehatan ekosistem di pulau-pulau kecil,

artinya bahwa tingginya tingkat ketidakpastian tentang arah gelombang dan

tingkat permukaan air laut, tingkat pengendapan, dan kerawanan badai bisa

menyebabkan konsekuensi yang signifikan bagi perekonomian dan lingkungan

(Pelling dan Uitto, 2001). Di pulau-pulau tertentu yang sudah menjalankan

batasan-batasan keberlanjutan karena ukurannya pulau yang kecil dan

keterpencilannya ada justifikasi atau pembenaran yang jelas untuk mulai

berpikir tentang tanggapan yang adaptif terhadap perubahan iklim (Changnon

et al, 2000.; Barnett, 2001).

Adaptasi didefinisikan oleh IPCC sebagai bentuk penyesuaian dalam

sistem alam atau manusia sebagai respon terhadap rangsangan iklim aktual

atau yang akan terjadi atau efeknya untuk mengurangi bahayanya atau

mengeksploitasi kemungkinan manfaatnya. Adaptasi dapat mengurangi biaya

perubahan iklim dengan cara mengurangi kerusakan karena kejadian perubahan iklim

meskipun tidak mempengaruhi peningkatan suhu global. Program adaptasi dapat membuat

masyarakat semakin berketahanan terhadap bencana-bencana lain.

A. STRATEGI ADAPTASI

pg. 19

Page 21: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

Strategi adaptasi untuk pulau-pulau kecil menurut Tompkins (2005) ada 8, dapat

dilihat pada bagan atau Gambar 3.

pg. 20

Page 22: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

Kedelapan strategi tersebut adalah : 1) tanggung jawab untuk pembangunan, 2)

perencanaan pengelolaan resiko, 3) keterkaitan dengan proses perencanaan

yang lain, 4) pendidikan dan komunikasi, 5) informasi dan pengetahuan yang

baik, 6) adaptasi keuangan, 7) dukungan jaringan, dan 8) peraturan serta

penegakan hukum. Setidaknya ada 12 strategi adaptasi terhadap perubahan

iklim yang sudah dilakukan (June, 2010), jika dikelompokkan adalah sebagai

berikut:

1. Perencanaan (proses perencanaan adaptasi)

2. Pemberdayaan sosial dan ekonomi (pendidikan, gender dan pendapatan)

3. Kebijakan dan Kelembagaan

4. Perubahan perilaku : merubah cara pengelolaan lingkungan dan merubah

cara bertani.

5. Peningkatan kesadaran

6. Teknologi (irigasi, komunikasi, dll)

7. Perbaikan infrastruktur (jalan, tanggul, sistem irigasi dll)

8. Peringatan dini dan monitoring

pg. 21

Page 23: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

9. Lain-lain (mekanisme asuransi, pemberantasan penyakit, dll)

B. LANGKAH-LANGKAH ADAPTASI

B1. KONSEP PENATAAN RUANG KAWASAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

Tindakan adaptasi yang direkomendasikan oleh UNFCCC untuk kawasan

pesisir dan laut adalah yang berkaitan erat dengan kebijakan pemerintah bidang

biofisik dan prasarana, terutama kebijakan pemerintah daerah dimana kawasan

tersebut berada, tindakan tersebut yaitu :

1. Proteksi terhadap prasarana yang bersifat ekonomi (jalan, pelabuhan,

jembatan, dan lain-lain)

2. Manajemen terpadu kawasan pesisir

3. Kampanye publik untuk meningkatkan perlindungan terhadap ekosistem

pesisir dan bahari

4. Perencanaan dan zonasi yang lebih baik untuk kawasan pesisir

5. Membangun penahan gelombang dan pengaman pantai

6. Pembuatan undang-undang untuk perlindungan kawasan pesisir.

7. Perlindungan dan konservasi terumbu karang, bakau, rumput laut dan

tanaman sepanjang pantai.

8. Penelitian dan monitoring ekosistem pantai dan pesisir.

Sedangkan Bilsma dkk (1996), mengidentifikasi tiga hal teknis yang

mungkin dilakukan dalam kerangka adaptasi pada wilayah pantai yaitu:

1. Perlindungan, yang bertujuan untuk melindungi daerah daerah pantai dari

laut, sehingga tata guna lahan yang sudah ada dapat dipertahankan,

antara lain dengan membangun konstruksi pelindung pantai seperti:

tembok laut (see wall) atau dengan cara suplai pasir pada pantai (beach

nourishment).

2. Penyesuaian, yang berarti bahwa masyarakat tetap melangsungkan

kehidupannya di wilayah tersebut akan tetapi masyarakat disarankan

untuk membuat beberapa penyesuaian seperti: meninggikan elevasi

rumah (semacam rumah panggung), melakukan penanaman tanaman

yang lebih tahan terhadap banjir dan air laut.

3. Mundur, yaitu meninggalkan daerah pantai. Dalam hal ini tidak ada usaha

yang perlu dilakukan untuk melindungi kawasan pantai dari lautan.

pg. 22

Page 24: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

Morfologi dan tipe pantai, merupakan faktor fisik geomorfologis yang

mempunyai pengaruh terhadap tingkat kerawanan bahaya terhadap bencana

yang berupa limpasan gelombang ke daratan pesisir. Secara ekstrim morfologi

pantai dapat dikelompokkan menjadi dua bentuk pantai, yaitu pantai terjal

terbuka atau tertutup dan pantai datar/landai terbuka dan tertutup.

Prinsip Dasar Zonasi Pesisir dan Buffer Zone:

1. Kenali bentuk dan tipe pantai di wilayah pesisir

2. Kenali kawasan pesisir rawan limpasan gelombang tsunami

3. Identifikasi kebutuhan kawasan konservasi dan perlindungan bahaya

4. Kenali karakter/fungsi sarana dan prasarana wilayah yang ditempatkan

pada zona rawan bahaya

5. Kenali karakter sosio-budaya, sosio-ekonomi masyarakat wilayah pesisir

6. Kembangkan konsep penataan ruang dengan keindahan, keselamatan dan

keberaturan

Arahan Zonasi Pesisir dan Buffer Zone, serta pola pemanfaatannya adalah sbb:

Pada Zona Bahaya Sangat Tinggi, diperuntukan bagi kegiatan yang

berkaitan secara langsung dengan Sumberdaya kelautan dan perikanan,

seperti pemukiman nelayan, prasarana dan sarana pendukung kelautan

dan perikanan, vegetasi yang merupakan komponen ekosistem

pesisir/buffer zone. Pola pemanfaatannya:

- Buffer Zone: Terumbu karang, yang mencapai beberapa kilometer,

sebagai penahan ombak dan gelombang sehingga dapat melindungi

wilayah pantai dari berbagai bencana.

- Buffer Zone: Hutan Bakau, banyak ditemui di pantai, teluk yang

dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung, berfungsi

sebagai pelindung pantai atau peredam gelombang.

Pada Zona Bahaya Menengah – Rendah, diperuntukan bagi kegiatan yang

berkaitan bagi kombinasi kegiatan yang berkaitan dengan pemukiman,

prasarana social ekonomi, industry pengolahan hasil perikanan dan

pertanian/perkebunan. Pola pemanfaatannya: perumahan, fasilitas local

lingkungan, fasilitas perekonomian lingkungan, terminal angkutan darat

pedesaan, utilitas pendukung lingkungan. Kesemuanya selain perumahan,

bisa berupa: sekolah, pelayanan kesehatan, tempat hiburan, rekreasi

alami, peribadatan, dan olah raga. Sedangkan fasilitas perekonomian

pg. 23

Page 25: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

lingkungan bisa berupa: warung, toko, pasar ikan, pasar sayuran, dan

buah-buahan.

Pada Zona Aman, diperuntukan bagi pengembangan pusat-pusat wilayah

perkotaan/pedesaan. Pola pemanfaatannya: Perumahan masyarakat

umum, Fasilitas pemerintahan, pendidikan menengah s/d tinggi, rumah

sakit, perkantoran pemerintah local dan pusat, museum budaya dan

pengetahuan, fasilitas perdagangan dan jasa local/regional, perindustrian,

pergudangan, terminal angkutan darat antar kota antar provinsi.

Langkah-langkah adaptasi untuk mengurangi resiko bencana akibat

perubahan iklim di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil adalah:

1. Perumusan masalah dan penetapan sektor-sektor yang kemungkinan

terkena dampak perubahan iklim di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.

Langkah ini adalah langkah awal, dapat dilakukan dengan cara curah

pendapat, konsultasi publik dan diskusi kelompok terarah dengan

melibatkan partisipasi aktif masyarakat luas.

2. Identifikasi bahaya iklim. Langkah ini mengidentifikasi potensi bahaya

iklim di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, yaitu kenaikan temperatur,

perubahan pola hujan, kenaikan frekuensi dan intensitas kejadian iklim

ekstrim dan kenaikan muka laut.

3. Identifikasi kerentanan dari sector utama yang terkena dampak, dengan

cara mengenali berbagai komponen kerentanan, yaitu paparan,

sensitivitas, dan kapasitas adaptasi. Tiga pertimbangan penting di sini

adalah (1) implikasi lebih lanjut dari bahaya yang telah diidentifikasi (2)

alat analisis yang digunakan (3) ketersediaan data.

4. Analisis dan evaluasi resiko. Resiko dianalisis berdasarkan rumusan resiko,

bahaya dan kerentanan. Masing-masing diberi bobot untuk mengetahui

resiko dari bencana yang sewaktu-waktu muncul. Hasil pembobotan dan

analisis terhadap resiko kemudian dievaluasi.

5. Penemuan strategi adaptasi yang memadai berdasarkan resiko yang

diperoleh. Langkah ini untuk merumuskan strategi dalam rangka

merespon potensi dampak perubahan iklim dan bahaya yang

ditimbulkannya.

6. Pengarusutamaan (mainstreaming) dalam kebijakan pembangunan yang

menyeluruh, tidak hanya di sektor kelautan atau pesisir. Sasarannya agar

pertimbangan berdasarkan apa yang terbaik yang diketahui dari hasil-

pg. 24

Page 26: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

hasil kajian tentang perubahan iklim ini dapat diintegrasikan ke dalam

kebijakan pembangunan pemerintah. Targetnya adalah membuat

perencanaan pembangunan menjadi “tangguh terhadap iklim”. Dampak

perubahan iklim terhadap ekonomi dan pembangunan manusia di

kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil harus dievaluasi secara seksama

dan dipetakan. Apalagi sebagian besar masyarakat yang hidup di kawasan

ini adalah nelayan dan masyarakat miskin. Kemudian strategi adaptasi

harus diintegrasikan ke dalam berbagai rencana dan anggaran, baik pada

tingkat pusat maupun daerah. Upaya-upaya pengentasan kemiskinan

harus ditingkatkan di bidang-bidang yang khususnya rentan terhadap

perubahan iklim dan dibutuhkan berbagai investasi tambahan untuk

menggiatkan pengurangan resiko bencana. Semua upaya ini juga harus

dipadukan ke dalam berbagai upaya di tingkat masyarakat dan rumah

tangga.

Mengingat kompleksitas wilayah pesisir, maka upaya adaptasi harus

dilakukan dengan pendekatan pengelolaan pesisir terpadu. Adaptasi terhadap

dampak perubahan iklim di kawasan pesisir secara umum diantaranya adalah :

1. Relokasi permukiman atau mundur dengan bermukim atau melakukan

aktivitas jauh dari pantai

2. Membangun tanggul laut dan penghalang gelombang badai;

3. Perluasan lahan dan pembangunan lahan basah sebagai penyangga

melawan kenaikan permukaan air laut dan banjir,

4. Perlindungan terhadap penghalang alam yang sudah ada (penguatan

bukit pasir di pantai, mempertahankan hutan mangrove, dan membuat

perlindungan baru jika belum ada.

B2. ADAPTASI PERMUKIMAN DAN INFRASTRUKTUR DI KAWASAN PESISIR

Langkah adaptasi terhadap perubahan iklim di permukiman dan

prasarana/infrastruktur kawasan pesisir dan pulau=pulau kecil dapat dilakukan

seperti yang diuraikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1.

Adaptasi Permukiman, Prasarana dan Ekosistem Terhadap Perubahan Iklim

pg. 25

Page 27: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

Pada Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

SEKTOR DAMPAK ADAPTASIPermukiman/Perumahan

Banjir karena kenaikan muka air laut,

- Relokasi, Mundur dari pantai atau Membangun rumah panggung

- Perencanaan perwilayahan/ zonasi dan jalur evakuasi,

- Peringatan dini dan sepakati tempat pertemuan jika bencana

Transportasi Banjir, tanah longsor, pohon tumbang, mengganggu sistem transportasi

- Membangun jalan di atas (jalan layang, jalur rek kerta api dll)

- Membuat jalur sepedaSanitasi Lingkungan Saluran air kotor dan air

hujan tidak mampu menampung penambahan jumlah air yang ekstrem

- Perencanaan dan pengelolaan

- Pembangunan saluran air hijau tanpa perkerasan utk penyerapan air lebih banyak

Ketersediaan Air dan Pengairan

Kendala supply air minum, krn air berkurang,peningkatan suhu,penurunan kualitas air, karena intrusi air laut

- Perencanaan dan pengelolaan sumber air alternatif, seperti: panen air hujan, lobang biopori

- Komersialisasi/swastanisasi- Pembagian air yang adil

Pariwisata dan Rekreasi

Fasilitas rusak, suhu tidak menentu, kunjungan wisata menurun

- Perencanaan ulang kawasan wisata

- Penyediaan lebih banyak ruang terbuka

Fasilitas Umum (kesehatan, pendidikan, persampahan, pelabuhan nelayan, dll)

Fasilitas rusak, pegawai tidak ada, supply obat-obatan terbatas karena cuaca, pelayanan pada masyarakat terhambat

- Perencanaan ulang fasilitas kesehatan, persampahan dan pendidikan di kawasan yang aman

- Membangun alat pemecah ombak, seperti : dari ban bekas

Pertanian Pengairan rusakSalinisasi lahan sawah di wilayah pantaiPeningkatan serangan hama dan penyakit

- Perubahan pengelolaan dan kebijakan

- Perlindungan terhadap kawasan pertanian yang dapat berfungsi juga sebagai penampungan air jika banjir

Perikanan Perubahan areal tangkapan - Pengelolaan, monitoring, pelatihan kerja

- Modernisasi industri perikanan

Ekosistem darat/pesisir pantai

Peningkatan salinitas di lahan pertanianKepunahan keanekaragaman hayati

- Perubahan praktek penggunaan lahan

- Pengelolaan lahan dan pertamanan

Ekosistem pantai Perusakan terumbu karang, seperti: pemutihan terumbu karangLimbah beracunRusaknya hutan mangrove

- Penyemaian terumbu karang- Pelestarian hutan mangrove

Ekosistem sungai Perubahan ekosistem di - Revitalisasi fungsi muara

pg. 26

Page 28: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

muara sungai sungai sebagai pengendali banjir dengan pengerukan, pelebaran dan penataan DAS.

Sumber: Analisis penulis dari berbagai sumber, 2011

Selanjutnya, sistem perencanaan dan perancangan kawasan

permukiman/perkotaan melalui desain perkotaan yang mempertimbangkan

sistem iklim perlu mengamati beberapa unsur permukiman/perkotaan antara lain

(Susanti, 2006):

1. Desain dan konstruksi bangunan; Adanya kemungkinan terdapat masalah

bangunan dan geoteknik. Desain untuk ventilasi dan pendinginan dengan

cara alami, mungkin akan sangat diperlukan.

2. Ruang terbuka dan ekologi permukiman/perkotaan; Desain

permukiman/perkotaan sebaiknya menggabungkan koridor-koridor

habitat, badan air dan anak sungai, dan pohon-pohon peneduh.

Penggunaan lahan multifungsi mungkin menjadi kunci adaptasi ekologi

perkotaan, dengan fokus pada kelompok permukiman baru untuk

perencanaan dan pemeliharaan karakter ekologis.

3. Utilitas; Area yang jauh dari pelayanan fasilitas dan utilitas, serta area-

area pantai akan menjadi area yang rentan. Pengaruh yang paling besar

akan terjadi pada perubahan geoteknik dalam hidrologi dan air tanah,

yang akan mempengaruhi drainase serta jaringan suplai air bersih.

Infrastruktur utama lainnya seringkali berada pada lintas otoritas

kewenangan dan membutuhkan pendekatan yang kolaboratif.

4. Transportasi; Berbagai prasarana transportasi seperti jalan, kereta api,

kanal-kanal, pelabuhan laut, dan udara harus diadaptasikan terhadap

kejadian-kejadian cuaca ekstrim.

5. Pengembangan sistem drainase dan pembuangan air kotor. Area

perkotaan akan membutuhkan desain engineering yang memasukkan

unsur area permeable dan soft engineering. Misal: paving block, saluran

air hujan tanpa perkerasan, dan sebagainya.

6. Perencanaan dan zoning sensitive terhadap iklim dan menuntut

konsistensi pembuatan keputusan-keputusan yang didasarkan pada

pengetahuan mengenai keterhubungan unsur- unsur iklim dan elemen

kota serta berbagai konsekuensi terhadap berbagai perubahan.

pg. 27

Page 29: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

BAB V KEBIJAKAN & KELEMBAGAAN PERUBAHAN IKLIM DI KAWASAN PESISIR & PULAU KECIL

A. RESPON PEMERINTAH TERHADAP PERUBAHAN IKLIM SECARA UMUM

Sebagai salah satu negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim,

Indonesia sangat berkepentingan dalam usaha penanggulangan pemanasan

global dan perubahan iklim yang menyertainya. Selain berperan aktif dalam

pertemuan global dan negosiasi penanggulangan iklim tingkat dunia, Pemerintah

Indoensia telah mengeluarkan berbagai dokumen kebijakan, strategi dan

program serta pembentukan kelembagaan yang mendukung penanganan

perubahan iklim. Beberapa upaya yang telah dilakukan Pemerintah dalam

rangka penanganan perubahan iklim antara lain:

1. Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJPN) 2005-2025

yang memuat 6 misi tentang pembangunan berkelanjutan, dimana salah

satu sasarannya adalah: pembangunan yang berkelanjutan untuk

menghadapi perubahan iklim dan pemanasan global.

2. Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

2010 – 2014 yang menekankan 11 prioritas, dimana 3 diantaranya adalah

ketahanan pangan, energy, lingkungan dan manajemen bencana..

3. Pembentukan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI). Melalui Peraturan

Presiden (Perpres) Nomopr 46 Tahun 2008 telah dibentuk Dewan Nasional

Perubahan Iklim (DNPI)

4. Penyusunan Rencana Aksi Nasional Menghadapi Perubahan Iklim (RAN-PI).

Kementrian lingkungan hiodup menyuisun RAN-PI pada tahun 2007

dengan tujuan agar dijadiokan sebagai pedoman oleh berbagai instansi

dalam melaksanakan upaya-upaya terkoordionasi dan terintegrasi untuk

mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

5. Penyusunan Indonesia Climate Change Sectoral Road map (ICCSR) tahun

2010, sebagai petunjuk detail kebijakan untuk pengarustamaan kebijakan

perubahan iklim dalam perencanaan pembangunan nasional.

pg. 28

Page 30: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

6. Pembentukan Indonesia Climate Change Trust Fund ( ICCTF). Lembaga ini

mengelola secara nasional bantuan pendanaan agar lebih efektif dan

efisisen.

7. Rencana Aksi Nasional- Gas Rumah Kaca (RAN_GRK), 2011. Indonesia

secara nasional juga telah melakukan usaha-usaha adaptasi dan mitigasi

bencana. Usaha mitigasi adalah pada tanggal 20 September 2011

Presiden mengeluarkan PP Nomor 61 Tahun 2011 Tentang Penurunan

Emisi Gas Rumah Kaca sebesar 26 %. Hal ini menunjukkan komitmen

Indonesia untuk berada di garda depan dalam upaya mengatasi isu

perubahan iklim. PP ini ditindaklanjuti dengan berbagai aksi nasional

seperti kehutanan dan lahan gambut, pertanian, energi dan transportasi,

industri dan pengelolaan limbah.

B. KEBIJAKAN PROGRAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM UNTUK KAWASAN PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL

Kebijakan yang dibuat pemerintah Indonesia terhadap wilayah pesisir dan

pulau-pulau kecil diantaranya Undang-Undang No 27 tahun 2007 tentang

Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP-3-K). Undang-Undang tersebut

menyiratkan memberikan tanggung jawab dan kewenangan yang besar kepada

institusi lokal dan masyarakat mengatur sumber daya laut, pesisir dan pulau-

pulau kecil secara lebih efektif dan bijaksana. Pasal 4 menyatakan bahwa

pengelolaan wilayah pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilaksanakan dengan tujuan

melindungi, mengkonservasi, merehabilitasi dan memperkaya sumberdaya

pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem ekologinya. Dalam Bab X, Pasal 56

telah diatur masalah mitigasi bencana.

Saat ini program pengelolaan pesisir terpadu telah dimulai di 15 provinsi

dan empat kabupaten/kota. Program ini dipayungi oleh konsep pengelolaan

pesisir terpadu, dimana melalui keterpaduan ini dapat diharmonisasikan

kepentingan berbagai pihak, kepentingan ekonomi dan ekosistem, perlindungan

terhadap bencana, dan menghindarkan konflik akibat perbedaan kepentingan.

Pada November tahun 2007, Pemerintah Indonesia sudah memiliki

Rencana Aksi Nasional – Perubahan Iklim (RAN-PI) yang merupakan acuan bagi

koordinasi seluruh sector pembangunan dalam upaya mitigasi dan adaptasi

menghadapi perubahan iklim. Respon Indonesia terhadap perubahan iklim juga

pg. 29

Page 31: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

dituangkan dalam RPJMN (Rencana Jangka Panjang Pembangunan Nasional )

tahun 2010-2014. Sebagai tindak lanjut dari kebijakan tersebut, BAPPENAS juga

menyiapkan Indonesia Climater Change Sectorl Roadmap (ICCSR) atau

Roadmap Sektoral Perubahan Iklim Indonesia.

Kebijakan pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan dalam

adaptasi terhadap perubahan iklim menyangkut 2 hal yaitu 1. Program mitigasi

dan adaptasi perubahan iklim, 2. Kerjasama tingkat regional dan internasional.

Secara terperinci adalah sebagai berikut:

1. Secara struktural: membuat bangunan pantai yang secara langsung dapat

melindungi infrastruktur pesisir dan pulau-pulau kecil dari kenaikan air muka

laut. Kegiatannya adalah pembuatan seawall (hard structure) dan menanam

mangrove dan vegetasi pantai (soft structure). Implementasi yang sudah

dilakukan adalah (a) pembangunan rumah nelayan ramah bencana (banjir,

rob, tsunami) dan penanaman vegetasi pantai di kawasan-kawasan budidaya

dan permukiman nelayan.

2. Secara non struktural : upaya yang dilakukan bersifat perencanaan,

pendidikan, penyadaran, dan penataan ruang.

a. Penataan Ruang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Perencanaan diatur

dalam Pasal 7, undang-undang UU No. 27/2007 mengamanatkan

Pemerintah Daerah wajib membuat empat perencanaan PWK-3-K, yaitu:

1. Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau

Keci(RSWP-3-K)

2. Rencana Zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

(RZWP-3-K)

3. Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RPWP-3-K)

4. Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

(RAPWP-3-K)

Keempat perencanaan tersebut, disamping sebagai bentuk intervensi agar

interaksi antara manusia dengan lingkungan ekosistem dapat berjalan

selaras dan berkelanjutan, juga sebagai pedoman untuk tindakan-tindakan

di masa depan sesuai dengan Pasal 9 UU No. 27 tahun 2007 tentang PWP-

3-K yang menyatakan bahwa rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-

pulau kecil harus diserasikan, diselaraskan dan diseimbangkan dengan

Rencana Tata ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi dan Kabupaten/Kota.

pg. 30

Page 32: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

b. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Hampir 70 % penduduk

Indonesia tinggal di kawasan pesisir, dan menggantungkan hidupnya pada

sumber daya yang ada di tempat tersebut. Umumnya tingkat

kesejahteraan mereka rendah atau miskin, sehingga tingkat

kepeduliannya pada adaptasi perubahan iklim juga rendah. Kegiatan

adaptasi sosial-ekonomi yang penting dilakukan adalah melalui:

reinventarisasi potensi dan karakteristik sumber daya, penyesuaian

infrastruktur sosial ekonomi masyarakat dan penyesuaian pola budidaya

dan penangkapan ikan.

c. Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil. Pengelolaan pulau-pulau kecil tidak semata

untuk kepentingan ekonomi, tetapi juga diarahkan untuk adaptasi

perubahan iklim. Perlu kerjasama antar kabupaten/provinsi bahkan antar

negara.

d. Pengendalian Pencemaran Laut. Pengendalian pencemaran laut dimulai

dari darat dengan konsep 4 R (reduce, reuse, recycle, dan replant).

e. Program Mitra Bahari: merupakan program pengembangan kemitraan

pemerintah dengan perguruan tinggi dalam mendorong akselerasi

pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dalam mengatasi

kelemahan kapasitas kelembagaan kelautan di daerah, mengalihkan

pengetahuan atau mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi, dan

penyuluhan ke masyarakat.

f. Gerakan Nasional Bersih Pantai dan Laut. Melalui Gerakan Nasional Bersih

Pantai dan Laut (GNBPL) mewujudkan “Laut Biru dan Pantai Bersih

Lestari”.

g. Penguatan sistem Alam melalui upaya-upaya:

1. Rehabilitasi habitat pesisir (rehabilitasi ekosistem mangrove,

rehabilitasi terumbu karang melalui transplantasi dan terumbu buatan

serta penyediaan artificial wetland untuk kawasan pesisir yang

memiliki limbah organic tinggi.

2. Penanaman vegetasi pantai dalam rangka stabilitas pantai dan

perlindungan pantai dari badai, angin dan puting beliung.

pg. 31

Page 33: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

3. Konservasi kawasan dan konservasi jenis untuk menjaga kelestarian

fungsi habitat pesisir dan pulau-pulau kecil. Kawasan konservasi

menyediakan tempat bagi biota laut untuk berkembang biak, menjaga

keanekaragaman hayati dan keberlanjutan funmgsi ekosistem.

Kawasan yang dikelola secara khusus dan tidak diganggu (no take

zone).

pg. 32

Page 34: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

C. KERJASAMA TINGKAT REGIONAL DAN INTERNASIONAL

C. 1. KELEMBAGAAN

BAPPENAS sudah membentuk Forum Koordinasi Kebijakan Perubahan Iklim

atau Climate Change Policy Coordination Forum (CCPCF) yang terdiri dari

berbagai pemangku kepentingan seperti: pemerintah, masyarakat dan

akademisi. Forum ini daharapkan dapat menjadi wadah dialog bagi stakeholder

kunci untuk mendiskusikan dan berbagai isu tentang informasi perubahan iklim

yang mutakhir. Sedangkan untuk penggalangan dana internasional, juga sudah

dibentuk ICCTF (Indonesia Climate Change Trust Fund).

Beberapa pusat kajian tentang perubahan iklim, dimana Indonesia terlibat

dalamnya adalah Center for Climate Risk and Opportunity Management in South

East Asia and Pacific (CCROM-SEAP), Indonesia juga anggota dari Asian Cities

Climate Change Resilience Network (ACCCRN), serta UNFCCC.

Kelembagaan seperti ACCCRN bekerjasama dengan Mercy Corps telah

melakukan pilot project di dua kota pesisir di Indonesia yaitu Bandar Lampung

dan Semarang untuk melakukan kegiatan peningkatan ketahanan kota dan

adaptasi terhadap perubahan iklim.

C.2 FORUM INTERNASIONAL

Indonesia selalu aktif dalam forum perubahan iklim internasional,

misalnya: Indonesia berhasil menggalang komitmen pengelolaan terumbu

karang melalui Coral Triangle Initiative (CTI) yang melibatkan berbagai Negara di

Asia dan Pasifik. CTI merupakan suatu inisatif kerjasama 6 negara yaitu :

Indonesia, Malaysia, Kepulauan Solomon, Papua Nugini, Filipina, dan Timor Leste,

di pusat keanekaragaman hyati dunia untuk pengelolaan dan konservasi sumber

daya ikan, pesisir, pulau-pulau kecil dan laut bagi generasi kini dan mendatang.

Inisiatif ini sekaligus akan menggalang upaya penguatan sistem kemanusiaan

dalam pengelolaan terumbu karang dan sistem alam untuk menjaga kelestarian

ekosistem terumbu karang dalam rangka mengantisipasi perubahan iklim.

pg. 33

Page 35: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

BAB VIKASUS STUDI

Kasus studi ini melihat integrasi perubahan iklim dalam rencana

pembangunan kota di kawasan pesisir di Bandarlampung dan Semarang.

Dalam kasus ini peran lembaga internasional dalam mendukung

pengembangan kota berketahanan iklim cukup penting, walaupun dalam

beberapa hal skala proyeknya masih kecil, tetapi paling tidak sudah dimulai.

Beberapa kota di Indonesia sudah menjadi pilot project program ACCCRN (Asian

Cities Climate Change Resilience Network) untuk menyusun strategi adaptasi

terhadap perubahan iklim, seperti yang dilakukan di Bandarlampung, dan

Semarang. Proyek percontohan ini didukung Rockefeller Foundation dan

pelaksanaannya di bawah koordinasi Mercy Corps selama 4 tahun (2009 – 2013).

Tujuan kegiatan ini adalah menggabungkan faktor-faktor yang berkaitan

dengan ketahanan terhadap perubahan iklim ke dalam kegiatan perencanaan

kota. Berbagai organisasi lokal terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan

program, dimana mereka telah memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai

dampak perubahan iklim pada skala lokal, serta melakukan kegiatan adaptasi.

Program ini disusun sebagai proses pembelajaran sekaligus untuk membangun

ketahanan kota terhadap perubahan iklim, melalui aktivitas yang melibatkan

tidak hanya organisasi lokal, tetapi juga masyarakat kurang mampu, dan melalui

transfer ilmu dan proses perencanaan yang menekankan partisipasi masyarakat.

Metodologi atau pendekatan yang digunakan adalah melalui:

1. Dialog pembelajaran bersama (Shared Learning Dialog/SLD).

Pembelajaran bersama, analisa dan pengambilan keputusan yang melibatkan

berbagai pihak dalam hal kerentanan dan ketahanan terhadap perubahan

iklim melalui beberapa diskusi. Proses ini dipengaruhi dan mempengaruhi

proses lainnya.

2. Vulnerability Assessment/AS (penilaian kerentanan). Identifikasi

dampak perubahan iklim dan kerentanan masyarakat secara langsung dan

tidak langsung melalui analisa kualitatif dan kuantitatif, serta melihat

kapasitas mereka saat ini. Termasuk di dalamnya analisa lebih lanjut

terhadap sektor-sektor yang rentan terhadap perubahan iklim.

pg. 34

Page 36: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

3. Pilot Project. Bertujuan untuk menguji metode yang berpotensi untuk

meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap perubahan iklim. Metode

yang dipilih disesuaikan dengan kondisi masyarakat di kota tersebut.

4. Perencanaan Ketahanan. Berdasarkan hasil analisa, dilakukan penyusunan

strategi meningkatkan ketahanan kota terhadap perubahan iklim, agar dapat

dimasukkan ke dalam kebijakan pemerintah (seperti: RPJM, RTRW dan

sebagainya). Tahap ini juga meliputi pembuatan proposal rencana adaptasi

sebagai bahan pertimbangan untuk donor (nasional dan internasional).

5. Dialog Skala Nasional. Bertujuan untuk mengkomunikasikan kerentanan

kota terhadap dampak perubahan iklim dan inisiatif yang diperlukan untuk

beradaptasi dan meningkatkan ketahanan masyarakat. Dengan adanya

dialog skala nasional ini diharapkan isu adaptasi terhadap perubahan iklim di

tingkat kota dapat menjadi bagian dari kebijakan pemerintah nasional.

Dari metodologi di atas, maka dihasilkan program percontohan adaptasi

terhadap perubahan iklim untuk masing-masing kota.

1. Melalui pembelajaran bersama, maka dapat diidentifikasi isu perubahan

iklim di kota Semarang adalah:

a. Kenaikan muka air laut yang menyebabkan Kota Semarang

mengalami abrasi, rob dan banjir

b. Kemarau panjang, sehingga menyebabkan kekeringan

c. Hujan yang sangat deras di musim hujan, sehingga menyebabkan

longsor dan angin kencang.

Sedangkan dampak perubahan iklim untuk Bandarlampung adalah: banjir,

rob, abrasi, angin kencang dan tanah longsor.

2. Penilaian kerentanan terhadap perubahan iklim adalah untuk: 1). mengerti

dampak yang berbeda-beda dari perubahan iklim; 2) mengidentifikasi

kelompok, daerah/wilayah, dan sektor yang rentan 3). mengidentifikasi

faktor yang menyebabkan kerentanan dan bagaimana kelompok rentan

akan terkena dampak; 4). mengkaji bagaimana fungsi ekosistem akan

merespon tekanan karena kegiatan manusia dan perubahan iklim. 5).

Mengkaji kebutuhan dan kapasitas untuk beradaptasi 6). Mengidentifikasi

kelembagaan dan isu-isu pemerintahan yang dapat mempengaruhi

ketahan kota terhadap resiko bencana dan resiko iklim saat ini dan masa

pg. 35

Page 37: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

yang akan datang. 7) menyusun rekomendasi awal dalam penyususnan

startegi ketahanan terhadap resiko bencana.

Tabel 6.2 menunjukkan berbagai ancaman, dampak langsung dan tidak

langsung terhadap permukiman di kawasan pesisir di Kota Semarang dan

Kerentanan di Kota Bandarlampung.

Tabel 6.2

Ancaman, Dampak Langsung dan Tidak Langsung Akibat Perubahan Iklim

di Kota Semarang

Ancaman(Dampak)

Dampak Langsung dari Ancaman(Resiko)

Dampak Tidak Langsung

BANJIR Kerusakan dan kehilangan harta Gagal panen pertanian erganggunya sektor transportasi Korban Jiwa

Pengangguran Kenaikan Harga Epdemi penyakit Migrasi Penduduk Peningkatan Kriminalitas Menurunkan investasi Kota Perubahan Mata Pencaharian

ROB Naiknya salinitas Tercemarnya sumur air Terganggunya sector bisnis Kerusakan bangunan

Sda

KEKERINGAN Gagal panen Menurunnya ketersediaan air Kekurangan air baik domestik maupun sektor

lain

Sda

EROSI DAN ABRASI

Kerusakan rumah atau bangunan Kerusakan infrastruktur kota Korban Jiwa

Sda

Sumber: ACCCRN News Letter, Edisi2, 2011.

Tabel 6.3

Identifikasi Kerentanan di Kota Bandarlampung

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM

SEKTOR YANG TERKENADAMPAK

DAMPAK LANJUTAN KELOMPOK YANG PALING RENTAN

BANJIR PERIKANANPERUMAHANPERTANIANINFRASTRUKTUR

PENYAKITINDUSTRI KECIL

MASY. MISKINANAK2,LANSIA , WNT, NELAYAN, PETANI, PEDAGANG, CACAT

ANGIN RIBUT

PERUMAHANFASILITAS UMUM

RUMAH & FAS. UMUM RUSAKKERUGIAN EKONOMI

SDA

TANAH LONGSOR

INFRASTRUKTUR KERUGIAN EKONOMI SDA

pg. 36

Page 38: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

KEKERINGAN

AIR BERSIHPERTANIANSANITASI

KEKEURANGAN AIR BERSIH DAN ENERGI

SDA

EROSI PANTAI

NELAYANPARIWISATA

MIGRASI SDA + PENGUSAHA PARIWISATA

3. Pilot Project Semarang

a. Upaya adaptasi yang dilakukan masyarakat bersama LSM Bintari di

kawasan Pesisir Tapak Tugurejo adalah : pembangunan Alat Pemecah

Ombak sepanjang 180 m dari ban bekas untuk menyelamatkan

tambajk masyarakat; menanam 20.000 batang mangrove,

memperkuat masyarakat, membentuk Kelompok Kerja Mangrove Kota

Semarang

b. Proyek Rintisan Kredit Sanitasi Berbasis Komunitas bersama LSM

Perdikan di Tingkat Perkotaan, Kelurahan Kemijen. Berupa pemberian

kredit renovasi jamban dan instalasi PDAM kepada 26 perempuan

kepala rumah tangga (janda) dengan angsuran pengembalian 20 bulan

c. Adaptasi terhadap bencana angin puting beliung dan longsor di

kelurahan Tandang (P5 UNDIP): hasilnya dokumen Rencana Aksi

Adaptasi Lokal dan penanaman rumput akar wangi sebagai pengendali

longsor.

d. Model penataan lahan untuk meminimalisasi bencana di kelurahan

Sukorejo, gunung Pati (LP2M UNNES): dalam bentuk penghijauan,

sumur resapan dan biopori.

e. Sedang disiapkan: kegiatan panen air hujan (rainwater harvesting)

4. Pilot project Bandarlampung

a. Kampanye dampak perubahan iklim (LSM Lampung Ikhlas) di

Kelurahan Kangkung dan K ota Karang.

b. Capacity Building di Kelurahan Panjang (membangun kapasitas

masyarakat) melalui manajemen persampahan, penyediaan air

minum dan rehabilitasi oleh LSM Mitra Bentala

c. Sedang disiapkan kegiatan biopori dan pengeuatan kapasitas guru

melalui pendidikan lingkungan hidup dan perubahan iklim.

5. Perencanaan ketahanan/adaptasi. Hasilnya adalah dokumen strategi

ketahanan kota yang berisi pedoman dan arahan untuk sistem kota

(prasarana dan sarana fisik, lingkungan, sosial, ekonomi dan

kelembagaan) dalam rangka menghadapi perubahan iklim. Disini

pg. 37

Page 39: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

integrasi perubahan iklim dalam kegiatan atau program pemerintah kota

Bandarlampung dan Semarang.

Strategi adaptasi di Kota Bandarlampung adalag sebagai berikut:

a) Reklamasi lahan

b) Perbaikan infrastruktur

c) Membangun rumah di atas air atau terapung

d) Konsolidasi kampung

e) Membangun rumah panggung

f) Menampung air hujan

g) Proyek kolaborasi warga/gotong royong

Beberapa point penting yang dapat ditarik dari Bandarlampung dan Semarang

ini adalah:

1. Tiap wilayah atau daerah mempunyai karakteristik yang berbeda dalam

hal kerentanan, sangat tergantung pada sejarah iklim kota, kondisi sosial,

ekonomi dan lingkungan kota. Juga yang berpengaruh adalah kebijakan

dan kelembagaan kota tersebut. Semarang

2. Ada proses pembelajaran perencanaan penyusunan strategi adaptasi yang

melibatkan masyarakat secara luas (penduduk, toko masyarakat, LSM,

birokrasi, akademisi, dan swasta).

3. Integrasi perubahan iklim dalam rencana pembangunan kota dapat

dilakukan karena:

a. Waktu kegiatan bersamaan dengan kota menyusun RPJMD dan RTRW

b. Ada dukungan walikota, karena bertepatan dengan walikota baru

ketika kegiatan dimulai

c. Tim Kota yang solid dan terpilih adalah orang-orang mempunyai

komitmen besar terhadap lingkungan (perubahan iklim) yang teridir

dari birokrat, LSM, akademisi, praktisi dan swasta.

4. Ada hambatan pengembangan strategi adaptasi yaitu:

a. Minimnya informasi

b. Akses masyarakat ke ekonomi, politik dan fisik rendah

c. Kurangnya sumber daya modal

d. Kurangnya kolaborasi masyarakat

e. Akses ke sumber daya yang rendah

f. Ketergantungan pada faktor eksternal yang tidak bisa dikontrol

(ekonomi).

pg. 38

Page 40: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

BAB VII

PENUTUP

Secara umum dampak perubahan iklim terhadap kawasan pesisir adalah:

pantai wilayah pesisir tersingkap (exposure of coastal areas), erosi pantai,

banjir, intrusi air laut, rusaknya permukiman dan infrastruktur di wilayah

pesisir, rusaknya terumbu karang, matinya biota laut dan lenyapnya pulau-

pulau kecil. Sedangkan resiko terhadap manusia dan lingkungan meliputi

sektor: permukiman, fasilitas transportasi, sanitasi lingkungan, air bersih,

sistem irigasi, pariwisata, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, pertanian,

perikanan, ekosistem darat, pesisir, pantai dan sungai.

Evaluasi atau kajian kerentanan dan adaptasi perubahan iklim di kawasan

pesisir dan pulau-pulau kecil sangat diperlukan bagi pemerintah sebagai

input utama dalam melakukan perencanaan ketahanan pembangunan di

kawasan tersebut. Pendekatan evaluasi perubahan iklim untuk perencanaan

adaptasi tersebut meliputi: evaluasi dampak, evaluasi resiko, evaluasi

kerentanan, evaluasi kebijakan, evaluasi terintegrasi dan evaluasi adaptasi

(June, 2012).

Strategi adaptasi yang dibutuhkan di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil

meliputi diantaranya adalah: 1) perencanaan yang terpadu 2) kebijakan dan

kelembagaan 3) perubahan cara mengolah alam 4) dukungan keuangan 5)

pemberdayaan sosial dan ekonomi 6) teknologi 7) dukungan jaringan 8)

peraturan dan penegakan hukum. Dari seluruh strastegi tersebut menjadi

tanggung jawab pemerintah, dan dilaksanakan bersama masyarakat.

Tindakan adaptasi yang direkomendasikan UNFCC berkaitan dengan

kebijakan pemerintah untuk kawasan pesisir dan puilau-pulau kecil adalah:

1). Proteksi terhadap prasarana yang bersifat ekonomi (jalan, pelabuhan,

jembatan, saluran irigasi, jaringan listrik, dan lain-lain); 2). Manajemen

terpadu kawasan pesisir; 3). Kampanye publik; 4). Perencanaan zonasi; 5).

Membangun penahan gelombang dan pengaman pantai 6). Pembuatan

Undang-undang perlindungan kawasan pesisir,; 7). Konservasi terumbu

karang, bakau, rumput laut, danm tanaman sepanjang pantai dan 8).

Penelitian dan monitoring.

Dari aspek kelembagaan dan kebijakan terhadap perubahan iklim di kawasan

Pesisir dan Pulau-pulau kecil, pemerintah Indonesia, melalui BAPPENAS,

Kementrian Kelautan dan Perikanan, Badan Nasional Penanggulangan

pg. 39

Page 41: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

Bencana, sudah melakukan beberapa hal diantaranya: pembuatan peraturan

dan perundangan (Undang-Undang no 27 tentang Pengelolaan Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil), kelembagaan, program jangka panjang dan gerakan aksi

nasional (Gerakan Nasional Bersih Pantai dan Laut (GNBPL) dan juga sudah

melakukan kerjasama dengan kelembagaan internasional (Coral Triangle

Iniciative/CTI). Tetapi ini tentunya belum cukup, mengingat strategi dan

tindakan adaptasi untuk kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil harus

dilakukan secara terpadu dengan sektor lainnya diantaranya: pekerjaan

umum, permukiman, pertanian, kehutanan, pemberdayaan perempuan,

kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.

Semenjak konferensi Coral Triangel Initiative dan World Ocean Conference di

Menado tahun 2009, pemerintah Indonesia termasuk salah satu Negara yang

giat memasukkan isu kelautan sebagai bagian dari mitigasi. Hal ini diperkuat

bahwa pemerintah Indonesia memasukkan isu ini pada konferensi United

Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Bagi kelompok

negara Alliance of Small Island States ( AOSIS), kelautan dimasukkan dalam

isu adaptasi. Alasan Indonesia memasukkan isu kelautan ke dalam mitigasi

adalah banyaknya dana bantuan dari negara maju untuk mitigasi dibanding

adaptasi. Dana-dana tersebut diarahkan untuk kegiatan mitigasi di sektor

kehutanan (REDD). Hal ini juga yang kemudian menjadi salah satu dasar PP

Nomor 61 Tahun 2011 Tentang Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca sebesar

26 %.

Peningkatan ketahanan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil terhadap

perubahan iklim adalah proses yang tidak akan pernah berhenti. Oleh sebab

itu dibutuhkan suatu mekanisme yang dapat melibatkan semua stakeholders

secara aktif, baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun monitoring dan

evaluasi. Kelembagaan yang kuat didukung dengan kepemimpinan yang kuat

menjadi syarat utama proses ini. Kelembagaan yang ada saat ini dirasa

belum cukup, sehingga perlu diperkuat dengan kelembagaan baru yang

khusus menangani wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

pg. 40

Page 42: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

DAFTAR PUSTAKA

Asean Disaster Preparedness Center, 2011, The International Training Course on Climate Change and Climate Risk Management in a Changing Urban Environment, (Reference Reading), Bangkok.

ACCCRN, 2010. The Rockefeller Foundation, Mercycorps, URDI, ACCRN Newsletter, Edisi 1, Jakarta, . http://indonesia.mercycorps.org.

ACCCRN, 2011., Roadmap ACCCRN di Kota Semarang, ACCCRN News Letter, Edisi2, The Rockefeller Foundation, Mercycorps, URDI, Jakarta.

Boer, R., Heriansyah, A., Impron, Dasanto, B. D., Suciantini, Hartati, F., et al. 2009. Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Daerah Rawa yang Sudah Dikembangkan. Bogor: CCROM SEAP - Pusat Kajian Peluang dan Resiko Iklim Kawasan Asia Tenggara.

Buchori, I. 2009. Konsep Mitigasi Bencana Bagi Kota-kota yang Rawan Gempa dan Tsunami. Seminar Nasional 2009 Implikasi undang-undang Penataan Ruang no 26 tahun 2007 Terhadap Konsep Pengembangan Kota dan Wilayah Berwawasan Lingkungan, (pp. II-8).

June, Tania. 2010. Identifikasi Dampak dan Adaptasi terhada Perubahan Iklim, Bahan Kuliah Perubahan Lingkungan Global, Pasca Sarjana, IPB, Bogor.

Markum, Sutedjo, E. B., & Hakim, M. R. 2004. Dinamika Hubungan Kemiskinan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Pulau Kecil: Kasus Pulau Lombok. Mataram: WWF.

Numbery, F. 2009. Perubahan Iklim: Implikasinya Terhadap Kehidupan di Laut, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Jakarta: Fortuna.

Prasad, N. et all, 2010, Kota Berketahanan Iklim, Pedoman Dasar Pengurangan Kerentanan Terhadap Bencana, Terjemahan, Salemba Empat, Jakarta.

Susandi, A., Herlianti, I., Tamamadin, M., & Nurlela, I. (2008). Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ketinggian Muka Laut di Wilayah Banjarmasin. Jurnal Ekonomi Lingkungan Vol.12/No.2/2008, Bandung.

Susanti, Indah, 2006, Aspek Iklim dalam Perencanaan Perkotaan, Jurnal PPI Edisi 8/XVIII/ November 2006, LAPAN, Bandung.

Tanner, T., et.all, 2009, Urban Governance for Adaption: Assessing Climate Change Resilience in Ten Asian Cities, IDS Working Paper, Volume 2009, number 315.

Tompkins, E. L. 2004. Planning for Climate Change in Small Islands: Insight from National Hurricane Preparedness in the Cayman Islands. Global Environmental Change 15 (2005) 139-149.

United Nations Center for Human Settlement (Habitat), 1996, An Urbanizing World: Global Report on Human Settlements, Oxford University Press, Oxford.

United Nation Centre for Human Settlement . Global Report on Human Settlements, 2011 .

pg. 41

Page 43: Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global pada area Pemukiman dan Pesisir

Wardhana, W. A.(2010. Dampak Pemanasan Global. Yogyakarta: Penerbit Andi.

pg. 42