10
KERAGAMAN SEMUT PADA EKOSISTEM TANAMAN KAKAO DI DESA BANJAROYA KECAMATAN KALIBAWANG YOGYAKARTA ANT DIVERSITY IN COCOA PLANTATION ECOSYSTEMS IN BANJAROYA VILLAGE, DISTRICT OF KALIBAWANG, YOGYAKARTA Moh. Ikbal 1) , Nugroho Susetya Putra 2) *, & Edhi Martono 2) 1) Universitas Muhammadiyah Palu Jln. Hang Tuah No. 29, Palu 94118 2) Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada Jln. Flora 1, Bulaksumur, Sleman, Yogyakarta 55281 *Penulis untuk korespondensi. E-mail: [email protected] ABSTRACT This study aims to determine the diversity of ants in cocoa (Theobroma cacao L.) ecosystems in six hamlets in the village of Banjaroya, District Kalibawang Yogyakarta. The sampling was carried out by the method of feeding ants using tuna and sugar solution, which is placed on the cacao tree and the ground surface; pit-fall traps; and direct- picking by hand. Six sub-family of ants, namely Cerapachynae, Dolichoderinae, Myrmicinae, Ponerinae, and Pseudomyrmicinae were found. Six of the most abundant genera found in each catchment were Dolichoderus sp., Anoplolepis sp., Paratrechina sp., Crematogaster sp., Pheidole sp., and Pheidologeton sp., which is known to be aggressive and invasive. The analysis showed that the diversity of ant communities in the Village Banjaroya categorized as medium (H ‘> 1-3), meaning that the overall state of the ecosystem of the cocoa crop was classified as stable or steady. Meanwhile, the results of the analysis of the dominance index (C) shows that the community of ants in each village tends was tended to be dominated by a single species (C close to 0). The relationship between habitat condition and the diversity of ant was discussed in this article. Key words: ant diversity, cocoa plantation INTISARI Penelitian bertujuan untuk mengetahui keragaman semut pada ekosistem kakao (Theobroma cacao L.) di 6 dusun di Desa Banjaroya, Kecamatan Kalibawang Yogyakarta. Pengambilan sampel semut dilakukan dengan metode pengumpanan menggunakan ikan tuna dan larutan gula yang diletakkan pada pohon kakao dan permukaan tanah; lubang perangkap; dan pemungutan dengan tangan. Enam subfamili semut, yaitu Cerapachynae, Dolichoderinae, Myrmicinae, Ponerinae, dan Pseudomyrmicinae telah ditemukan di lokasi pengambilan sampel. Enam genus yaitu Dolichoderus sp., Anoplolepis sp., Paratrechina sp., Crematogaster sp., Pheidole sp. dan Pheidologeton sp. yang dikenal agresif dan invasif, ditemukan paling melimpah di setiap dusun. Hasil analisis keragaman komunitas semut di Desa Banjaroya menunjukkan bahwa secara keseluruhan keadaan ekosistem pada tanaman kakao masih tergolong stabil atau mantap dikategorikan sebagai medium (H’>1-3). Sementara itu, hasil analisis indeks dominasi (C) menunjukkan bahwa komunias semut pada setiap dusun cenderung didominasi oleh satu spesies (C mendekati 0). Hubungan antara kondisi habitat dengan keragaman semut didiskusikan dalam tulisan ini. Kata kunci: ekosistem tanaman kakao, keragaman semut Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Vol. 18, No. 2, 2014: 79–88 PENGANTAR Kakao adalah salah satu komoditas ekspor andalan penyumbang devisa bagi Indonesia di sektor non- migas. Luas areal tanaman kakao di Indonesia pada tahun 2000 mencapai 588.311 ha, terdiri dari areal perkebunan rakyat [447.812 ha (76,12%)], areal perkebunan besar swasta [81.994 ha (13,94%)], dan areal perkebunan besar Negara [58.505 ha (9,94%)]. Produksi nasional pada tahun 2000 diperkirakan sebesar 471.336 ton, dengan rincian 391.124 ton (82,98%) berasal dari perkebunan rakyat, 35.609 ton (7,55%) berasal dari perkebunan besar swasta, dan 44.603 ton (9,46%) berasal dari perkebunan besar negara (Anonim, 2000). Dua hama utama pada tanaman kakao di Indonesia adalah Penggerek Buah Kakao (PBK) Conopomorpha cramerella Snell. dan pengisap buah Helopeltis antonii (Hemiptera; Miridae). Serangan PBK dapat menyebabkan kerusakan buah dan kehilangan produksi biji sebesar 82,20% (Depparaba, 2002). Sementara itu, H. antonii juga menyerang tunas- tunas muda atau pucuk, selain buah. Serangan berat dan berulang-ulang pada pucuk dapat menekan produksi kakao sekitar 36-75% (Atmadja, 2003). Program pengembangan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) lebih mengutamakan sistem pengendalian non-kimiawi termasuk pemanfaatan agens pengendalian

KERAGAMAN SEMUT PADA EKOSISTEM TANAMAN KAKAO DI …

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KERAGAMAN SEMUT PADA EKOSISTEM TANAMAN KAKAO DI …

KERAGAMAN SEMUT PADA EKOSISTEM TANAMAN KAKAODI DESA BANJAROYA KECAMATAN KALIBAWANG YOGYAKARTA

ANT DIVERSITY IN COCOA PLANTATION ECOSYSTEMS IN BANJAROYA VILLAGE, DISTRICT OF KALIBAWANG, YOGYAKARTA

Moh. Ikbal1), Nugroho Susetya Putra2)*, & Edhi Martono2)

1)Universitas Muhammadiyah PaluJln. Hang Tuah No. 29, Palu 94118

2)Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah MadaJln. Flora 1, Bulaksumur, Sleman, Yogyakarta 55281

*Penulis untuk korespondensi. E-mail: [email protected]

ABSTRACTThis study aims to determine the diversity of ants in cocoa (Theobroma cacao L.) ecosystems in six hamlets in the

village of Banjaroya, District Kalibawang Yogyakarta. The sampling was carried out by the method of feeding antsusing tuna and sugar solution, which is placed on the cacao tree and the ground surface; pit-fall traps; and direct-picking by hand. Six sub-family of ants, namely Cerapachynae, Dolichoderinae, Myrmicinae, Ponerinae, andPseudomyrmicinae were found. Six of the most abundant genera found in each catchment were Dolichoderus sp.,Anoplolepis sp., Paratrechina sp., Crematogaster sp., Pheidole sp., and Pheidologeton sp., which is known to beaggressive and invasive. The analysis showed that the diversity of ant communities in the Village Banjaroya categorizedas medium (H ‘> 1-3), meaning that the overall state of the ecosystem of the cocoa crop was classified as stable orsteady. Meanwhile, the results of the analysis of the dominance index (C) shows that the community of ants in eachvillage tends was tended to be dominated by a single species (C close to 0). The relationship between habitat conditionand the diversity of ant was discussed in this article.

Key words: ant diversity, cocoa plantation

INTISARIPenelitian bertujuan untuk mengetahui keragaman semut pada ekosistem kakao (Theobroma cacao L.) di 6 dusun

di Desa Banjaroya, Kecamatan Kalibawang Yogyakarta. Pengambilan sampel semut dilakukan dengan metodepengumpanan menggunakan ikan tuna dan larutan gula yang diletakkan pada pohon kakao dan permukaan tanah;lubang perangkap; dan pemungutan dengan tangan. Enam subfamili semut, yaitu Cerapachynae, Dolichoderinae,Myrmicinae, Ponerinae, dan Pseudomyrmicinae telah ditemukan di lokasi pengambilan sampel. Enam genus yaituDolichoderus sp., Anoplolepis sp., Paratrechina sp., Crematogaster sp., Pheidole sp. dan Pheidologeton sp. yangdikenal agresif dan invasif, ditemukan paling melimpah di setiap dusun. Hasil analisis keragaman komunitas semut diDesa Banjaroya menunjukkan bahwa secara keseluruhan keadaan ekosistem pada tanaman kakao masih tergolongstabil atau mantap dikategorikan sebagai medium (H’>1-3). Sementara itu, hasil analisis indeks dominasi (C)menunjukkan bahwa komunias semut pada setiap dusun cenderung didominasi oleh satu spesies (C mendekati 0).Hubungan antara kondisi habitat dengan keragaman semut didiskusikan dalam tulisan ini.

Kata kunci: ekosistem tanaman kakao, keragaman semut

Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Vol. 18, No. 2, 2014: 79–88

PENGANTAR

Kakao adalah salah satu komoditas ekspor andalanpenyumbang devisa bagi Indonesia di sektor non-migas. Luas areal tanaman kakao di Indonesia padatahun 2000 mencapai 588.311 ha, terdiri dari arealperkebunan rakyat [447.812 ha (76,12%)], arealperkebunan besar swasta [81.994 ha (13,94%)], danareal perkebunan besar Negara [58.505 ha (9,94%)].Produksi nasional pada tahun 2000 diperkirakansebesar 471.336 ton, dengan rincian 391.124 ton(82,98%) berasal dari perkebunan rakyat, 35.609ton (7,55%) berasal dari perkebunan besar swasta,dan 44.603 ton (9,46%) berasal dari perkebunan besar

negara (Anonim, 2000). Dua hama utama pada tanamankakao di Indonesia adalah Penggerek Buah Kakao(PBK) Conopomorpha cramerella Snell. dan pengisapbuah Helopeltis antonii (Hemiptera; Miridae). SeranganPBK dapat menyebabkan kerusakan buah dankehilangan produksi biji sebesar 82,20% (Depparaba,2002). Sementara itu, H. antonii juga menyerang tunas-tunas muda atau pucuk, selain buah. Serangan beratdan berulang-ulang pada pucuk dapat menekan produksikakao sekitar 36−75% (Atmadja, 2003).Program pengembangan Pengendalian Hama Terpadu

(PHT) lebih mengutamakan sistem pengendaliannon-kimiawi termasuk pemanfaatan agens pengendalian

Page 2: KERAGAMAN SEMUT PADA EKOSISTEM TANAMAN KAKAO DI …

hayati. Pengendalian hama dengan menggunakanmusuh alami (predator, parasitoid, dan patogen)merupakan suatu alternatif strategi pengendalianhama yang saat ini tengah dikembangkan untukmenggantikan peran pestisida. Program GerakanNasional (Gernas) pada komoditas kakao adalahupaya untuk mewujudkan “Green Cocoa” yaituPeningkatan Produksi dan Mutu Kakao yang ramahlingkungan serta menunjang pertanian organik.Semut adalah salah satu kelompok artropoda

yang banyak ditemukan di ekosistem kakao, misalnyaDolichoderus bituberculatus maupun semut rangrangOecophylla smaragdina. Beberapa jenis semut dapatdimanfaatkan sebagai agens hayati untuk mengendali-kan hama pada tanaman kakao. Misalnya, semutIridomyrmex adalah pemangsa penting kepompongPenggerek Buah Kakao, Conopomorpha cramerella(Ditjenbun, 2010). Wielgoss et al, (2009) telah me-nunjukkan bahwa faktor bentang darat (landscape),lingkungan dan teknik manajemen lingkunganpertanaman mempengaruhi keragaman semut yanghidup pada pohon dan tanah di perkebunan kakaodi Sulawesi Tengah (Indonesia).Penelitian tentang peranan semut sebagai pengendali

Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), terutamaPBK dan Helopeltis pada kakao menjadi pentingkarena status semut sebagai musuh alami atausebaliknya, sebagai pengganggu pengendalian hayati(pesaing musuh alami hama) pada hama tanamankakao belum banyak diketahui, sehingga perlu diada-kan penelitian keragaman dan komposisi semut diekosistem tanaman kakao untuk mengetahui peranankomunitas semut pada pengelolaan hama kakao.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampaiMei 2011 di Desa Banjaroya, Kecamatan Kalibawang,Kabupaten Kulon Progo. Desa Banjaroya adalah satudari empat desa di wilayah Kecamatan Kalibawangyang terletak di ujung utara deretan PegununganMenoreh di wilayah Kabupaten Kulon Progo, ProvinsiDaerah Istimewa Yogyakarta.

Penentuan dan Desain Plot. Plot terdiri darikebun-kebun yang dipilih langsung di enam dusundengan luasan areal tanaman kakao yang paling luasdi antara 10 dusun di Desa Banjaroya. Pada masing-masing dusun diambil dua kebun sebagai perwakilan,sehingga plot pengamatan berjumlah 12 plot (kebun).Pada setiap plot dipilih sembilan pohon sampelyang kemudian diberi label nomor pohon.

Pengambilan Sampel. Pengambilan sampel dilaku-kan sebulan sekali sebanyak tiga kali dari Februarisampai Mei dengan menggunakan tiga cara yaitu:

Pemberian umpan. Pengambilan sampel semutyang ada di pohon kakao dan di permukaantanah dilakukan menggunakan umpan ikan tunadan umpan larutan gula 70% (Wielgoss et al.,2009). Umpan diletakkan pada piring datarberwarna putih dengan diameter 25 cm. Masing-masing satu piring diletakkan pada sembilanpohon sampel, dan empat piring lainnya diletak-kan di atas permukaan tanah. Pengamatan dimulaipada pukul 09.00−11.00 WIB sesuai waktuaktivitas semut. Pengamatan dilakukan pada menit15, 30, 45, dan 60 setelah peletakan piring denganmengambil sampel semut (satu ekor atau lebih)yang terdapat pada umpan dan dimasukan ketabung eppendorf yang telah berisi alkohol 70%.Pengambilan sampel tidak dapat dilakukan saathujan turun karena semut tidak mendatangipiring umpan. Penangkapan langsung. Pengambilan sampelsemut secara langsung dilakukan untuk mem-peroleh semut yang tidak tertarik oleh umpanikan tuna dan larutan gula. Pengambilan langsungdilakukan dengan mencari dan mengumpulkansebanyak-banyaknya jenis semut yang beradapada areal tanaman kakao, yaitu di serasah daundan permukaan tanah, pohon kakao dan pohonpelindung, bunga dan buah kakao, serta di dahan-dahan kayu lapuk. Pada saat menyusuri jalur salingsilang, spesies semut yang ditemukan dikoleksidengan menggunakan soft pinset yaitu jenispinset halus yang digunakan untuk mengoleksiserangga kecil sehingga anggota tubuhnya tidakrusak saat penangkapan. Spesimen selanjutnyadimasukkan ke dalam tabung eppendorf yangberisi cairan alkohol 70 %. Waktu yang digunakanuntuk pengambilan sampel langsung adalah satujam.Lubang perangkap. Perangkap berlubang (pit-fall bait trap) digunakan untuk memerangkapsemut yang aktif di permukaan tanah (Heong etal., 1991; Schoenly et al., 1998; Yaherwandi etal., 2006). Perangkap terbuat dari gelas plastikdengan volume 220 ml, diameter mulut 7 cm dantinggi 10 cm, yang diisi dengan larutan deterjensebanyak 25 ml. Pada perangkap ini juga diberiumpan larutan gula yang diletakkan pada kapasdengan cara digantung menggunakan kawat.Perangkap umpan jatuh diberi jembatan untukmemudahkan semut meraih umpan yang digantung.Pemasangan perangkap dilakukan pada pukul07.00 pagi hari dan pengambilan semut yangterperangkap dilakukan pada esok harinya padajam yang sama. Jumlah perangkap yang dipasangpada setiap kebun adalah 10 buah dan diletakkan

Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol. 18 No. 280

Page 3: KERAGAMAN SEMUT PADA EKOSISTEM TANAMAN KAKAO DI …

secara random tanpa mempertimbangkan jarakantar perangkap, namun disesuaikan dengan keadaanlahan. Semut yang didapatkan dibersihkandengan cara memisahkan larutan deterjen dansemut yang terperangkap menggunakan saringanyang selanjutnya dimasukan ke dalam tabungyang berisi cairan alkohol 70%.Pengamatan Kondisi Lingkungan dan Identifikasi

Semut. Faktor abiotik, seperti suhu, kelembapan, dancurah hujan juga dicatat menggunakan termohigrometerdan pengukur curah hujan yang dipasang di lokasipenelitian. Kondisi vegetasi juga dicatat di setiap plotpengamatan untuk menegaskan hubungan antaralingkungan dengan keragaman dan perilaku semut.Identifikasi semut dilakukan di LaboratoriumEntomologi Dasar Program Studi Ilmu HamaTumbuhan Fakultas Pertanian Universitas GadjahMada, Yogyakarta menggunakan Kunci DeterminasiSemut oleh Bolton (1994) sampai aras genus.

Analisis Statistik. Pengukuran keragaman semutpada ekosistem kakao dilakukan menggunakan indekskeragaman Shannon-Wiener (H’) dengan persamaan:

(1)

Dominasi suatu jenis dalam komunitas dinyatakandengan besaran C (Odum, 1971) dengan persamaan:

(2)

Kemerataan kelimpahan individu dalam jenisnyadinyatakan sebagai besaran E (Ludwig & Reynolds,1988) dengan persamaan:

(3)

Pengolahan data penelitian dilakukan denganmenggunakan program Microsoft Office Excel 2007.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengambilan sampel dari enam dusun di DesaBanjaroya menemukan enam subfamili semut yaituCerapachynae, Dolichoderinae, Myrmicinae, Ponerinae,dan Pseudomyrmicinae yang terdiri dari 36 genus(Tabel 1). Jenis-jenis semut yang paling dominan dipohon kakao maupun di atas permukaan tanah adalahDolichoderus sp., Anoplolepis sp., Paratrechina sp.,Crematogaster sp., Pheidole sp. dan Pheidologetonsp.

Komposisi Semut di Desa BanjaroyaTabel 1 menunjukkan jenis semut Dolichoderus

sp. yang melimpah di Desa Banjaroya, dengan reratajumlah individu tertinggi (2164 ekor/ 58,66%) ditemu-kan di Dusun Slanden. Hal ini mungkin disebabkanoleh adanya pohon kelapa sebagai naungan, di samping

melimpahnya serasah daun kakao dan kelapa yangmerupakan habitat paling disukai sebagai tempatbersarang oleh Dolichoderus sp. Menurut Hosang(2004), semut Dolichoderus sp. lebih memilih sarangbuatan yang terbuat dari daun kelapa kering denganjumlah koloni semut dewasa, larva dan pupa lebihbanyak dibandingkan dengan bahan sarang buatanyang lainnya. Pengamatan perilaku menunjukkanbahwa spesies ini lebih agresif dalam pencarianmakan sehingga jumlah spesies Dolichoderus sp.lebih banyak mendatangi umpan dibandingkan spesiessemut lainnya. Analisis ini didukung oleh Anderson(1995), yang menyatakan bahwa spesies semut subfamili Dolichoderinae termasuk spesies denganaktivitas pencarian makan yang tinggi, jumlahnyamelimpah, dan dapat hidup di daerah panas sertahabitat yang terbuka. Subfamili Dolichoderinae terdiridari tiga genus yang dominan, yaitu Dolichoderus sp.,Tapinoma sp. dan Technomyrmex sp. Menurut Wilson(2000), subfamili Dolichoderinae tidak semuanyaterdistribusi secara menyeluruh, dan kadang-kadangtidak ditemukan pada habitat yang kurang kondusif.Anoplolepis sp. adalah spesies semut yang melimpah

di Dusun Pranan dengan jumlah individu yangditemukan sebesar 1171 ekor (36,83%), dan ditemu-kan dalam jumlah individu yang lebih kecil denganpenyebaran yang tidak merata di dusun lain. DiDusun Kempong dan Slanden, spesies ini bahkantidak ditemukan, meskipun berstatus sebagai predatordan penjelajah. Kelimpahan semut Anoplolepis sp.di Dusun Pranan diduga disebabkan oleh keberadaanseresah daun kakao hasil pemangkasan dan serasahdaun tanaman naungan di lantai kebun plot pengamatandi Dusun Pranan yang disukai oleh semut Anoplolepissp. untuk beraktivitas dan bersarang. Semut Anoplolepissp. diketahui memiliki perilaku agresif dan meng-ganggu jenis semut lain yang ada di sekitarnyaberdasarkan pada kajian agresivitas interspesifikoleh Fung (2008), sehingga dikategorikan sebagaispesies semut yang bersifat invasif dan dominanterhadap spesies organisme yang lain (Miller, 2004;Davis et al., 2008 cit Putra, 2009). Menurut Rianti(2009), Anoplolepis sp. menjadi predator bagiserangga serangga kecil seperti tirip (thrip) dan kutuputih. Alasan lain yang mendukung kelimpahansemut Anoplolepis sp. di Dusun Pranan didugakarena letak kebun kakao yang berdekatan denganpemukiman penduduk. Menurut Wilson (2002),Anoplolepis sp. adalah satu jenis semut tramp yanghidupnya dapat berasosiasi dengan manusia, danumumnya selalu membuat sarang di sekitar bangunanyang dibuat oleh manusia.Sementara itu, di Dusun Pantog Kulon terdapat

jenis semut yang sangat melimpah yaitu Paratrechina

Ikbal et al.: Keragaman Semut pada Ekosistem Tanaman Kakao 81

Page 4: KERAGAMAN SEMUT PADA EKOSISTEM TANAMAN KAKAO DI …

Tabel 1. Komposisi sem

ut pada ekosistem tanam

an kakao di Desa B

anjaroya

Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol. 18 No. 282

Page 5: KERAGAMAN SEMUT PADA EKOSISTEM TANAMAN KAKAO DI …

sp., dengan rerata jumlah individu pada pengambilansampel mencapai 1197 ekor (32,27%) dan Crematogastersp. [592,7 ekor (15,98%)]. Kedua jenis semut initersebar tidak secara merata di dusun lainnya. SemutParatrechina sp. juga melimpah di Dusun PantogKulon dan Kempong dengan rerata jumlah individusebesar 312,7 ekor (31,06%), yang kemungkinandisebabkan oleh adanya banyak serasah dan gulmadi kebun kakao yang merupakan kondisi habitatpaling disukai oleh semut ini untuk beraktivitas danbersarang, kondisi yang tidak jauh berbeda dengandi Dusun Pantog Wetan, sehingga spesies ini jugamelimpah. Semut Paratrechina sp. dapat ditemukanpada hampir semua tipe habitat, sedangkanCrematogaster sp. (Myrmicinae) umumnya ditemukanpada vegetasi (tumbuhan) walaupun ditemukan jugadi atas permukaan tanah (Rizali, 2006). MenurutNickerson (2009), semut pekerja Paratrechina sp.bersifat omnivora, memakan serangga hidup danmati, biji-bijian, melon, buah-buahan, eksudat tanaman,dan makanan rumah tangga. Selain itu, Paratrechinasp. tergolong spesies semut yang paling banyaktersebar dan terdistribusi secara luas baik di seluruhdunia lama dan dunia baru di belahan utara danselatan (Wetterer, 2008).Spesies semut yang melimpah di Dusun Pantog

Wetan adalah Pheidole sp. (565 ekor) dengan persen-tase 21,64% dari total individu semut yang ditemu-kan. Di dusun ini ditemukan beberapa sarang semutPheidole sp. yang berasal dari koloni yang berbeda,sehingga spesies ini tampaknya lebih mendominasidibandingkan dengan jenis semut Paratrechina sp.yang juga melimpah di dusun ini. Semut Pheidolesp. adalah jenis semut yang agresif sekaligus invasif.Pheidole sp. adalah omnivora pemanen biji (seedharvester) dan scavengers (pemakan sisa-sisa) (Wilson,2000). Faktor ketinggian tempat mungkin tidakberpengaruh terhadap keberadaan semut Pheidole sp.di lokasi pengambilan sampel karena semut iniditemukan di setiap dusun yang masing-masingmemiliki ketinggian yang bervariasi. Meski-pundemikian, menurut Bharti dan Sharma (2009),semut Pheidole indica Mayr. masih dapat ditemu-kan pada ketinggian 1000 meter dpl., namun tidaklagi ditemukan pada ketinggian 2000 meter dpl.Jenis semut yang paling dominan di Dusun

Banjaran adalah Pheidologeton sp. dengan reratajumlah individu sebesar 509,3 ekor atau 20% daritotal jumlah individu semut yang ditemukan.Kelimpahan semut Pheidologeton sp. di DusunBanjaran diduga karena keadaan vegetasi di sekitartanaman kakao yang rimbun, sehingga permukaantanah menjadi lembap. Kondisi ini mendukungperkembangan bekicot, cacing, dan serangga tanah

lain yang menjadi mangsa dari semut ini (Moffett,1988). Letak plot pengamatan yang berdekatandengan persawahan dan sungai kecil diduga jugamempengaruhi kelimpahan semut ini. Sementaraitu, ketidakhadiran jenis semut Pheidologeton sp. diDusun Pantog Kulon diduga karena terdapat jenisCrematogaster sp. dan Oecophylla sp. yang melimpahpada pohon kakao, sedangkan pada permukaantanah jenis Paratrechina sp. dan Odontomachus sp.yang diduga menjadi pesaing bagi Pheidologeton.Menurut Rizali (2006), semut Oecophylla smaragdinaumum ditemukan pada vegetasi (tumbuhan).Subfamili lain yang persentasenya tergolong rendah

yaitu Cerapachynae, Ponerinae dan Pseudomyrmicinae.Jenis Cerapachys sp. (Cerapachynae) adalah satu-satunya spesies semut yang ditemukan di DusunPranan, dan hanya ditemukan pada umpan tanah.Menurut Noor (2008), semut Cerapachys sp.ditemukan di ketinggian 1600 m dan termasuk jenisyang sulit didapatkan karena kebiasannya mengirimsatu semut pengintai (scout) dalam aktivitas mencarimakan. Cerapachynae adalah predator semut spesieslain dan memiliki anggota kurang lebih 200 spesiesyang terdistribusi ke seluruh daerah tropis (Anonim,2011). Subfamili Ponerinae terdiri dari beberapaspesies yang dominan yaitu Odontomachus sp. danOdontoponera sp. yang ditemukan pada habitattanah, dan tersebar ke seluruh dusun. Kedua spesiestersebut tergolong spesies cryptic yang hanya hidupdalam tanah atau serasah dan tidak muncul dipermukaan tanah (Rizali, 2006). SubfamiliPseudomyrmicinae yang ditemukan terdiri dari duaspesies, yaitu Tetraponera sp. dan Prionopelta sp.yang terdapat di Dusun Pantog Kulon. Umumnyaspesies Tetraponera sp. ditemukan pada ketinggian1500 m (Noor, 2008), berkoloni pada cabang, dahandan ranting pohon, meskipun sekitar 40 spesiesmempunyai hubungan yang obligate mutualisticdengan tanaman dormatia- bearing (Lach et al.2010). Keragaman, Keseragaman, dan Dominasi Semutdi Desa BanjaroyaIndeks keragaman (H’) sangat dipengaruhi oleh

jumlah individu (N) dan jumlah jenis (S). Jika jumlahindividu besar, biasanya H’ menjadi lebih kecil danjika jumlah jenis besar, biasanya indeks keragamansemakin tinggi (Lihawa, 2006). Keragaman jenis yangtinggi merupakan indikator kemantapan atau kestabilandari suatu ekosistem. Kestabilan yang tinggi menunjuk-kan tingkat kompleksitas yang tinggi akibat interaksiantar komponen ekosistem, sehingga mempunyaikemampuan yang lebih tinggi dalam menghadapigangguan terhadap komponen-komponennya (Walter,1971 cit. Suwena, 2007).

Ikbal et al.: Keragaman Semut pada Ekosistem Tanaman Kakao 83

Page 6: KERAGAMAN SEMUT PADA EKOSISTEM TANAMAN KAKAO DI …

Tabel 2 menunjukkan fakta bahwa keragamansemut yang menghuni pohon kakao di Dusun Slandenpaling rendah dibandingkan di dusun lain, namunmemiliki indeks dominasi yang lebih tinggi akibatkehadiran spesies Dolichoderus sp. Kriteria yangdigunakan untuk menginterpretasikan dominasispesies oleh Simpson (Ludwig & Reynold, 1998)yaitu apabila nilai indeks mendekati 0 atau indekssemakin rendah, berarti ada dominasi oleh satuspesies, sedangkan apabila mendekati nilai 1 atauindeks besar berarti ditemukan lebih banyak spesies. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa keragaman

semut di permukaan tanah di enam dusun yangdiamati cenderung tergolong sedang sampai tinggi,sedangkan indeks dominansi menunjukkan bahwakomunitas semut di lokasi pengamatan cenderungstabil, meskipun di Dusun Kempong dan PantogKulon berpotensi didominasi oleh spesies tertentu. Beberapa penelitian telah menjelaskan bahwa

keragaman dan komposisi semut pada sebuah habitatdipengaruhi oleh faktor abiotik maupun biotik.Misalnya, Lach et al. (2010) menyatakan bahwakomunitas dan spesies semut dipengaruhi oleh iklim,terutama suhu dan kelembapan. Volume curah hujandi Desa Banjaroya dari bulan Januari sampai Juni2011 mengalami penurunan yang signifikan. Penelitianini berlangsung dari Februari sampai Mei 2011,dengan intensitas curah hujan yang tinggi padabulan Februari (13,61mm), kemudian turun menjadi8,68 mm pada bulan Maret, dan naik kembali padabulan April menjadi 10,93 mm (Lampiran 1). Curahhujan yang tinggi ini menghalangi semut untukmencari pakan, termasuk umpan pada perangkap. Faktor suhu merupakan penentu keragaman dan

komposisi semut. Suhu rata-rata di Desa Banjaroya

pada bulan Februari hingga April adalah 23,93ºC(Lampiran 2). Hasil percobaan yang dilakukan olehStringer (2007) menunjukkan bahwa Pheidole rugosula(Myrmicinae) menyukai kondisi lingkungan dengansuhu di bawah 32ºC. Lain halnya dengan Monomoriumsydneyense (Myrmicinae), yang menyukai suhu lebihtinggi sekitar 36ºC. Menurut Bharti dan Sharma (2009)penurunan suhu dan kelembapan dapat memicuperubahan komposisi spesies. Pada kasus Myrmicinae,pergeseran komposisi semut oleh spesies tertentu,misalnya Myrmica dan Aphaenogaster, terjadi padatempat yang lebih tinggi. Jenis naungan dan tanaman yang ada di ekosistem

tanaman kakao juga erat kaitannya dengan keberadaansemut. Lampiran 3 memperlihatkan bahwa jenispohon dan tanaman yang penyebarannya merata(banyak ditemukan) di Desa Banjaroya adalah bambu,durian dan kelapa. Dari pengamatan di lapangan,tanaman kelapa disukai oleh semut jenis Dolichoderussp., yang memanfaatkan daun sebagai tempat bersarang.Sementara itu, jenis tanaman yang jarang ditemukanatau sedikit penyebarannya adalah duku, keladi,manggis, lamtoro, dan singkong. Jenis pohon yangberbeda tahap tumbuh dan keadaan keragaannya jugasecara langsung berpengaruh pada iklim mikro yangberpengaruh pada keragaman semut. Penelitian yangdilakukan oleh Wielgoss et al. (2009) memperlihatkanbahwa kelimpahan dan keagresifan semut Philidrissp. dapat mengurangi kekayaan spesies semutpepohonan, dan perilaku semut ini lebih sering terjadipada kebun yang sedikit dinaungi, dan ketiadaanpohon kakao yang lebih tua, yang berperan sebagaitempat bersarang. Oleh karena itu, kondisi iklimmikro dan kemunculan spesies semut yang dominandapat digunakan untuk menduga keragaman spesiespada ekosistem pertanian di daerah tropis.

Keterangan: N0=S: Jumlah jenis, H’: Indeks keragaman, C: Indeksa Dominasi, E: Indeks keseragaman

Tabel 2. Keragaman, keseragaman, dan dominasi semut di Desa Banjaroya

Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol. 18 No. 284

Page 7: KERAGAMAN SEMUT PADA EKOSISTEM TANAMAN KAKAO DI …

Peran Semut di Lokasi PengamatanPenelitian ini menunjukkan keragaman spesies

semut yang cukup tinggi dengan pola sebaran yangunik di lokasi penelitian. Beberapa spesies perludiwaspadai karena sifatnya yang invasif, misalnyaPheidole sp. (Dejean et al., 2008) dan Anoplolepissp. (Gerlach, 2004). Kecenderungan Anoplolepis sp.untuk menjadi dominan di Dusun Pranan harusdipantau, untuk memastikan keberadaannya tidakmenimbulkan masalah di kemudian hari. Apalagi,Anoplolepis sp. dianggap merupakan salah satu semutyang terbukti mampu merugikan artropoda lain(Gerlach, 2004; Mezger & Pfeiffer, 2011). Beberapapenelitian menyatakan bahwa A. gracilipes bersifatinvasive, mudah beradaptasi, dan sering menimbulkankerugian pada spesies fauna yang lain (sebagaipesaing atau pemangsa), sehingga dikhawatirkanmengganggu keberadaan spesies semut danorganisme yang lain. O’Dowd et al.melaporkan padatahun 1999 bahwa A. gracilipes telah menghancurkansepertiga populasi kepiting merah di pulau Christmassemenjak ditemukan tahun 1989. Selanjutnya, Daviset al. (2008) juga menunjukkan fakta bahwa invasispesies ini mengganggu pertumbuhan dan perkembanganpopulasi tiga spesies burung lokal di Pulau Christmas.Namun demikian, penelitian ini juga menemukan

spesies-spesies semut yang menguntungkan manusiakarena peranannya sebagai agens pengendali alamiartropoda herbivor. Salah satunya adalah Dolichoderussp. yang diketahui berperan sebagai pemangsa beberapajenis serangga herbivora yang makan pada kakao,misalnya Conopomorpha cramerella (Ai, 1996) danHelopelthis sp (Wiryadiputra, 2007), di sampingbeberapa jenis kutu-kutuan yang ditemukan padatanaman lain, misalnya sapodilla, Manilkara zapota(van Melle, 2001).

KESIMPULAN

Penelitian ini menunjukkan dampak kondisi habitatdan faktor cuaca pada keragaman dan komposisisemut di Desa Banjaroya. Pertama, jenis pepohonanberpengaruh pada iklim mikro dan ketersediaanpakan maupun organisme simbion, yang berpengaruhpada preferensi pemilihan habitat oleh semut.Kedua, musim hujan yang menghambat aktivitassemut, di samping secara tidak langsung membentukkondisi iklim mikro (suhu dan kelembapan) jugaberpengaruh pada komposisi semut yang hadir dilokasi pengamatan.

DAFTAR PUSTAKA

Ai, S.Y., 1996. Relationship between the Black CocoaAnt, Dolichoderus thoracicus Smith (Hymenoptera:Formicidae) and the Cocoa Pod Borer, Conopomorphacramerella Snellen (Lepidoptera: Gracillaridae) ina cocoa-coconut Ecosystem.Thesis. Universiti PutraMalaysia.Anderson, A.N. 1995. A Classification of AustralianAnt Communities, Based on Functional Groupswhich Parallel Plant Life-forms in Relation to Stressand Disturbance. Journal of Biogeography 22: 15−29.Anonim. 2000. Statistik Perkebunan Indonesia 1998–2000. Departemen Pertanian. Direktorat JenderalPerkebunan, Jakarta. Anonim. 2010. Jangan Remehkan Semut di KebunKakao. Departemen Pertanian. Direktorat JenderalPerkebunan, Jakarta. http://ditjenbun.deptan.go.id/perlindungan/index.php?option=com_content&view=article&id=49:jangan-remehkan-semut-di-kebun-kakao&catid=15:home, diakses 21/6/11.Anonim. 2011. Cerapachynae. http://en.wikipedia.org/wiki/Cerapachyinae, diakses 21/6/11.Atmadja, W.R. 2003. Status Helopeltis antonii sebagaiHama pada Beberapa Tanaman Perkebunan danPengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian 22: 57−63. Bharti, H. & Y.P. Sharma. 2009. Diversity and Abundanceof Ants Along an Elevational Gradient in Jammu-Kashmir Himalaya-I. Halteres 1: 10−24.Bolton, B. 1994. Identification Guide to the AntGenera of the World. Harvard University Press,London. 222 p.Davis, N.E., D.J. O’Dowd, P.T. Green, & R.M.Nally. 2008. Effects of an Alien Ant Invasion onAbundance, Behavior, and Reproductive Success ofEndemic Island Birds. Conservation Biology 22:1165−1176.Dejean, A., C.S. Moreau, M. Kenne, & M. Leponce.2008. The Raiding Success of Pheidole megacephalaon Other Ants in Both its Native and IntroducedRanges. Comptes Rendus Biologies 331: 631−635.Depparaba, F. 2002. Penggerek Buah Kakao danPenanggulangannya. Jurnal Litbang Pertanian 21:69−74.Fung, C.K. 2008. Food Preference, Foraging andControl of The Long Legged Ant, Anoplolepisgracilipes (Hymenoptera: Formicidae). Tesis. UniversitiSains Malaysia.Gerlach, J., 2004. Impact of the Invasive Crazy AntAnoplolepis gracilipes on Bird Island, Seychelles.Journal of Insect Conservation 8: 15−25.

Ikbal et al.: Keragaman Semut pada Ekosistem Tanaman Kakao 85

Page 8: KERAGAMAN SEMUT PADA EKOSISTEM TANAMAN KAKAO DI …

Heong, K.L., G.B. Aquino, & A.T. Barrion. 1991.Arthropod Community Structures of the RiceEcosystems in the Philippines. Bulletin of EntomologyResearch 81: 407−416.Hosang, M. 2004. Interaksi antara Musuh Alami,Herbivora dan Tanaman Kakao di Lembah Palolo,Sulawesi Tengah. http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/377/1/2004mla_ abstract.pdf, diakses21/6/11.Lach, L, C.L. Parr & K.L. Abbott (eds). 2010. AntEcology. Oxford University Press, United Kingdom.402 p.Lihawa, A. 2006. Biodiversitas Artropoda padaPertanaman Padi Organik dan Non Organik. Tesis.Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ludwig, J.A. & J.F. Reynolds. 1988. StatisticalEcology. A Wiley-Interscience Publication. JohnWiley & Sons, New York. 337 p.Mezger, D., & M. Pfeiffer. 2011. Influence of theArrival of Anoplolepis gracilipes (Hymenoptera:Formicidae) on the Composition of an AntCommunity in a Clearing in Gunung Mulu NationalPark, Sarawak, Malaysia. Asian Myrmecology 4:89−98.Miller, C., 2004. Days Numbered for Yellow CrazyAnts. Frontiers in Ecology and the Environment 2:342.Moffett, 1988. Foraging Behavior in the MalayanSwarm-Raiding Ant Pheidologeton silenus(Hymenoptera: Formicidae: Myrmicinae). Annals ofthe Entomological Society of America 81: 356−361.Nickerson, J.C. 2009. Scientific Name: Paratrechinalongicornis (Latreille) (Insecta: Hymenoptera:Formicidae). Publication Number: EENY-142. http://entnemdept.ufl.edu/creatures/urban/ants/crazy_ant.htm, modified 21/6/11.Noor, M.F. 2008. Diversitas Semut (Hymenoptera,Formicidae) di Beberapa Ketinggian Vertikal diKawasan Cagar Alam Telaga Warna Jawa Barat.Tesis. Institut Pertanian Bogor. 80 p.Putra, N.S. 2009. Semut: Menguntungkan atauMerugikan? Majalah Serangga Online. http://ilmuserangga.wordpress.com/2009/12/15/, diakses 21/6/11.Rianti, P. 2009. Keragaman, Efektivitas dan PerilakuKunjungan Serangga Penyerbuk pada Tanaman JarakPagar (Jatropha curcas L.: Euphorbiaceae). Tesis.Institut Pertanian Bogor. 88 p.

Rizali, A. 2006. Keanekaragaman Semut di KepulauanSeribu, Indonesia. Tesis. Institut Pertanian Bogor.66 p.Schoenly, K.G., H.D. Justo, A.T. Barrion Jr., M.K.Harris, & D.G. Bottrell. 1988. Analysis of InvertebrateBiodiversity in a Philippine Farmers’ Irrigated RiceField. Environmental Entomology 27: 1125−1136.Stringer, L.D. 2007. Temperature Variation, ResourceConcentration, and Foranging Behaviour InfluencingThe Effect of Monomorium sydneyense (Hymenoptera:Formicidae) on The Ant Community of Tauranga,New Zealand. http://researcharchive.vuw.ac.nz/ handle/10063/145, modified 21/6/11.Suputa, 2010. (Wawancara langsung)Suwena, M. 2007. Keanekaragaman Tumbuhan LiarEdibel pada Ekosistem Sawah dan Sekitar KawasanHutan Gunung Salak. Tesis. Fakultas PertanianUniversitas Mataram. van Mele, P. & N.T.T. Cuc. 2001. Farmers’ Perceptionsand Practices in Use of Dolichoderus thoracicus(Smith) (Hymenoptera: Formicidae) for BiologicalControl of Pests of Sapodilla. Biological Control20: 23−29.Wetterer, J.K. 2008. Worldwide Spread of theLonghorn Crazy Ant, Paratrechina longicornis(Hymenoptera: Formicidae). Myrmecological News11: 137−149.Wielgoss, A, T. Tscharntke, D. Buchori, B. Fiala, &Y. Clough. 2009. Temperature and A DominantDolichoderine Ant Species Affect Ant Diversity inIndonesian Cacao Plantations. Journal Agriculture,Ecosystems and Environment 135: 253–259.Wilson, D.E. 2000. Ants: Standard Methods forMeasuring and Monitoring Biodiversity. SmithsonianInstitution Press, Washington and London. 280 p.Wiryadiputra, S., 2007. Pemapanan Semut Hitam(Dolichoderus thoracicus) pada Perkebunan Kakaodan Pengaruhnya terhadap Serangan Hama Helopelthisspp. Pelita Perkebunan 3: 57−71.Yaherwandi, S. Manuwoto, D. Buchori, P. Hidayat,& L. Budiprasetyo. 2006. Analisis Spasial LanskapPertanian dan Keanekaragaman Hymenoptera diDaerah Alisan Sungai Cianjur. Hayati 13: 137−144.

Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol. 18 No. 286

Page 9: KERAGAMAN SEMUT PADA EKOSISTEM TANAMAN KAKAO DI …

LAMPIRAN

Lampiran 1. Rata-rata curah hujan per bulan di Desa Banjaroya tahun 2011

Lampiran 2. Rata-rata suhu per bulan di Desa Banjaroya tahun 2011

Sumber: Stasiun klimatologi Kecamatan Kalibawang

Sumber: Stasiun klimatologi Kecamatan Kalibawang

Ikbal et al.: Keragaman Semut pada Ekosistem Tanaman Kakao 87

Page 10: KERAGAMAN SEMUT PADA EKOSISTEM TANAMAN KAKAO DI …

Lampiran 3. Jenis pohon naungan di ekosistem tanaman kakao di Desa Banjaroya

Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol. 18 No. 288