7
IJCCS ISSN: 1978-1520 Prosiding Semnas Hayati IV Universitas Nusantara PGRI Kediri 135 Keragaman 20 Aksesi Rami (Boehmeria nivea L. Gaudich) Koleksi Balittas di Cobanrondo, Malang Parnidi dan Untung Setyo-Budi Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat Malang Jl. Raya Karangploso Km 4 Kotak Pos 199 Malang Email: [email protected] Abstrak Karakterisasi sifat agronomi pada 20 aksesi rami yang ditanam di kebun Percobaan Cobanrondo, Malang, pada ketinggian 1,450 dpl. Setiap aksesi ditanam dalam petak percobaan dengan luas masing-masing aksesi 50 m 2 dengan jarak antar aksesi/petak 1 m. Dosis pupuk yang digunakan adalah 100 kg Urea + 200 kg Phonska per hektar + pupuk kandang dengan dosis 10 ton/ha. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengubin 1m 2 . Masing-masing petak diambil 3 ubinan. Karakter Tinggi tanaman, diameter batang, Bobot basah brangkasan per m2, Bobot Basah Batang tanaman 1 m2, jumlah tinggi tanaman > 1 m per meter, jumlah tinggi tanaman < 1 m per meter, bobot kering serat, dan rendemen serat. Tinggi tanaman setiap aksesi rami berkisar 136,90-221,90 cm dengan koefisien keragaman 12,99%, Diameter batang berkisar 6,51-9,97 mm dengan koefisien keragaman 11,80%, Bobot basah brangkasan 1 m 2 berkisar 2,30-5,56 kg dengan koefisien keragaman 24,36%, Bobot Basah Batang tanaman 1 m 2 berkisar 0,97-3,26 kg dengan koefisien keragaman 30,13%. Jumlah tinggi tanaman > 1 m per m 2 berkisar 15,00-48,61 batang dengan koefisien keragaman 27,81%, jumlah tinggi tanaman < 1 m per m 2 berkisar 11,00-29,67 batang dengan koefisien keragaman 30,57%, bobot kering serat berkisar 49,00-104,00 gr dengan koefisien keragaman 20,49% dan rendemen serat kering berkisar 2,85-5,76% dengan koefisien keragaman 20,49%. Terdapat 8 aksesi yang bobot basah batang per m 2 lebih besar dari 2 kg yaitu Lembang Hijau, Pujon 13, Japan 102, Jawa Timur, Medan, Philipina, Pujon 10 dan Jawa Timur 3-0. Terdapat 7 aksesi yang memiliki rendemen serat lebih dari 4% yaitu aksesi Bagiwachuco, Pujon G, Seiki Seiskin, Borneo, Florida, Philipina dan Indocina. Dengan mengetahui potensi rendemen serat, maka untuk perakitan varietas rami sebaiknya mempertimbangkan sifat ini. Kata kuncikeragaman, rami, plasma nutfah PENDAHULUAN Tanaman rami sudah dikenal manusia sejak kira-kira 2000 tahun Sebelum Masehi. Rami diduga berasal dari Negeri Cina bagian tengah dan barat [1], dan sampai sekarangpun rami berkembang sangat baik di negeri tirai bambu tersebut. Rami mulai ditanam di Indonesia sejak tahun 1937, yang mencakup wilayah pertanaman di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Utara, dan Sulawesi [2]. Perkembangan tanaman rami di Indonesia mengalami pasang surut, setelah beberapa tahun lamanya tidak ada perkembangan, maka pada tahun 1957-1990 dilakukan gerakan penanaman rami secara gencar, namun tidak mampu berkembang. Tahun 2003 pemerintah melalui Kementerian Usaha Kecil dan Menengah berusaha mengembangkan tanaman rami di beberapa daerah baik di Jawa maupun di Sumatra, yaitu di provinsi Lampung 80 ha, Sumatera Selatan 100 ha, Bengkulu 20 ha, Sumatera Utara 20 ha, dan Wonosobo 20 ha. Berhubung perkembangan tanaman rami belum terkoordinasi secara konkrit, maka data luas areal maupun produksinya sulit diperoleh kepastiannya [2].

Keragaman 20 Aksesi Rami ( Boehmeria nivea L. Gaudich

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Keragaman 20 Aksesi Rami ( Boehmeria nivea L. Gaudich

IJCCS ISSN: 1978-1520

Prosiding Semnas Hayati IVUniversitas Nusantara PGRI Kediri

135

Keragaman 20 Aksesi Rami (Boehmeria nivea L. Gaudich) Koleksi Balittas di

Cobanrondo, Malang

Parnidi dan Untung Setyo-BudiBalai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat Malang

Jl. Raya Karangploso Km 4 Kotak Pos 199 Malang

Email: [email protected]

Abstrak

Karakterisasi sifat agronomi pada 20 aksesi rami yang ditanam di kebun Percobaan

Cobanrondo, Malang, pada ketinggian 1,450 dpl. Setiap aksesi ditanam dalam petak percobaan

dengan luas masing-masing aksesi 50 m2

dengan jarak antar aksesi/petak 1 m. Dosis pupuk

yang digunakan adalah 100 kg Urea + 200 kg Phonska per hektar + pupuk kandang dengan

dosis 10 ton/ha. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengubin 1m2. Masing-masing

petak diambil 3 ubinan. Karakter Tinggi tanaman, diameter batang, Bobot basah brangkasan

per m2, Bobot Basah Batang tanaman 1 m2, jumlah tinggi tanaman > 1 m per meter, jumlah

tinggi tanaman < 1 m per meter, bobot kering serat, dan rendemen serat. Tinggi tanaman setiap

aksesi rami berkisar 136,90-221,90 cm dengan koefisien keragaman 12,99%, Diameter batang

berkisar 6,51-9,97 mm dengan koefisien keragaman 11,80%, Bobot basah brangkasan 1 m2

berkisar 2,30-5,56 kg dengan koefisien keragaman 24,36%, Bobot Basah Batang tanaman 1 m2

berkisar 0,97-3,26 kg dengan koefisien keragaman 30,13%. Jumlah tinggi tanaman > 1 m per

m2

berkisar 15,00-48,61 batang dengan koefisien keragaman 27,81%, jumlah tinggi tanaman <

1 m per m2

berkisar 11,00-29,67 batang dengan koefisien keragaman 30,57%, bobot kering

serat berkisar 49,00-104,00 gr dengan koefisien keragaman 20,49% dan rendemen serat kering

berkisar 2,85-5,76% dengan koefisien keragaman 20,49%. Terdapat 8 aksesi yang bobot basah

batang per m2

lebih besar dari 2 kg yaitu Lembang Hijau, Pujon 13, Japan 102, Jawa Timur,

Medan, Philipina, Pujon 10 dan Jawa Timur 3-0. Terdapat 7 aksesi yang memiliki rendemen

serat lebih dari 4% yaitu aksesi Bagiwachuco, Pujon G, Seiki Seiskin, Borneo, Florida,

Philipina dan Indocina. Dengan mengetahui potensi rendemen serat, maka untuk perakitan

varietas rami sebaiknya mempertimbangkan sifat ini.

Kata kunci—keragaman, rami, plasma nutfah

PENDAHULUAN

Tanaman rami sudah dikenal manusia sejak kira-kira 2000 tahun Sebelum Masehi. Rami

diduga berasal dari Negeri Cina bagian tengah dan barat [1], dan sampai sekarangpun rami

berkembang sangat baik di negeri tirai bambu tersebut. Rami mulai ditanam di Indonesia sejak

tahun 1937, yang mencakup wilayah pertanaman di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,

Sumatra Utara, dan Sulawesi [2]. Perkembangan tanaman rami di Indonesia mengalami pasang

surut, setelah beberapa tahun lamanya tidak ada perkembangan, maka pada tahun 1957-1990

dilakukan gerakan penanaman rami secara gencar, namun tidak mampu berkembang. Tahun

2003 pemerintah melalui Kementerian Usaha Kecil dan Menengah berusaha mengembangkan

tanaman rami di beberapa daerah baik di Jawa maupun di Sumatra, yaitu di provinsi Lampung

80 ha, Sumatera Selatan 100 ha, Bengkulu 20 ha, Sumatera Utara 20 ha, dan Wonosobo 20 ha.

Berhubung perkembangan tanaman rami belum terkoordinasi secara konkrit, maka data luas

areal maupun produksinya sulit diperoleh kepastiannya [2].

Page 2: Keragaman 20 Aksesi Rami ( Boehmeria nivea L. Gaudich

ISSN: 1978-1520

Prosiding Semnas Hayati IVUniversitas Nusantara PGRI Kediri

136

Bila dilihat dari sejarah perkembangan tanaman rami di Indonesia, dari tahun ke tahun

tidak menunjukkan laju perkembangan yang positif tetapi justru cenderung semakin menurun

baik areal maupun produksinya. Menurut [2] menyatakan bahwa kurang berhasilnya

perkembangan rami di Indonesia disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1) Pasar, tidak jelasnya

pasar dan harga yang standar, menyebabkan kurangnya animo petani untuk mengusahakan

tanaman rami; 2) Kebutuhan serat, belum ada industri tekstil yang secara transparan

menggunakan bahan baku serat rami, hal ini menyebabkan tidak diketahuinya dengan pasti

sebenarnya berapa jumlah serat rami yang dibutuhkan oleh industri tekstil; 3) Lahan

pengembangan, pemilihan lahan yang kurang memenuhi persyaratan teknis, mengakibatkan

pertumbuhan tanaman rami tidak optimal sehingga produksi yang dihasilkan selalu rendah; 4)

Alat dekortikator, pengadaan mesin dekortikator di tingkat petani yang tidak pernah terIaksana,

menyebabkan panen terlambat sehingga produksi menjadi berkurang dan petani tidak mampu

untuk memproses secara manual; dan 5) Varietas, penggunaan varietas asalan (tidak jelas

varietasnya, mutu bibit rendah) menyebabkan pertumbuhan tidak seragam dan produktivitasnya

rendah.

Indonesia sebagai negara agraris dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, sampai saat

ini masih mengimpor kapas sebagai bahan baku industri tekstil sebanyak 99,5% dari kebutuhan

nasional, karena kapas dalam negeri hanya mampu memenuhi 25 ribu ton dari total kebutuhan

kapas sebanyak 550.000 ton [3]. Rendahnya produktivitas kapas di Indonesia disebabkan

beberapa factor diantaranya: rendahnya mutu genetik, mutu benih yang digunakan dan

lingkungan. Kehilangan hasil akibat mutu benih diperkirakan mencapai 30% yang disusul oleh

serangan hama penyakit dan kekeringan [4]. Salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan

pada kapas adalah penggunaan serat alami yang berasal dari tanaman rami (Boehmeria nivea L.

Gaudich). Serat rami memiliki karakteristik mirip kapas dan dapat digunakan sebagai bahan

baku tekstil. Serat rami tergolong dalam serat panjang, kuat, dan baik untuk bahan baku tekstil

karena memiliki struktur yang mirip dengan serat kapas [5]. Selain itu, rami memiliki

keunggulan dalam hal kekuatan dan daya serap air yang lebih tinggi dibandingkan kapas serta

memiliki warna dan kilau serat setara sutera alam. Keunggulan lain dari rami adalah

produktivitas per hektar yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kapas, yaitu 5,6:1 [6].

Sekarang ini busana berbahan baku rami mulai digunakan sebagai pengganti kapas oleh para

pengusaha tekstil. Serat rami digolongkan sebagai serat lunak yang tidak berlignin karena

sangat sedikit kadar ligninnya [7].

Rami sebagai salah satu sumber kenekaragaman hayati tanaman tropis yang sesuai dengan

iklim Indonesia dan menghasilkan serat. Rami dapat tumbuh di dataran rendah maupun

perbukitan dengan ketinggian 100 - 1.500 dpl. Dengan demikian, tanaman rami berpeluang

besar untuk membantu suplai serat untuk pabrik tekstil. Tanaman rami perlu mendapatkan

perhatian yang lebih guna memenuhi kebutuhan serat bagi perindustrian teksti di Indonesia.

Selain itu, guna meningkatkan produksi serat rami diperlukan bahan tanaman yang memiliki

produktivitas tinggi. Beberapa aksesi rami yang berpotensi produksi tinggi telah dimiliki oleh

Balittas, guna menjaga plasma nutfah rami yang ada perlu dilakukan konservasi plasmanutfah

rami. Pada makalah ini akan dipaparkan tentang keragaman 20 aksesi rami (Boehmeria nivea l.

Gaudich) koleksi Balittas di Cobanrondo, Malang.

METODE PENELITIAN

Kegiatan karakterisasi pada 20 aksesi rami yang ditanam di kebun Percobaan Cobanrondo,

Malang, pada ketinggian 1,450 dpl dilakukan pada bulan Januari-Desember 2014. Setiap aksesi

ditanam dalam petak percobaan dengan luas masing-masing aksesi 50 m2

dengan jarak antar

aksesi/petak 1 m. Dosis pupuk yang digunakan adalah 100 kg Urea + 200 kg Phonska per hektar

+ pupuk kandang dengan dosis 10 ton/ha. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara

mengubin 1m2. Masing-masing petak diambil 3 ubinan. Adapun variable pengamatan meliputi:

Karakter Tinggi tanaman, diameter batang, Bobot basah brangkasan per m2, Bobot Basah

Page 3: Keragaman 20 Aksesi Rami ( Boehmeria nivea L. Gaudich

IJCCS ISSN: 1978-1520

Prosiding Semnas Hayati IVUniversitas Nusantara PGRI Kediri

137

Batang tanaman 1 m2, Jumlah tinggi tanaman > 1 m per m

2, Jumlah tinggi tanaman < 1 m per

m2, Bobot kering serat, dan Rendemen serat. Data yang diperoleh dilakukan analisis deskriptif

kuantitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinggi Batang Tanaman

Tanaman rami pada keadaan normal tumbuh tegak, batangnya pada waktu masih muda

berwarna hijau dan batang tua berwarna coklat. Batang rami pada umunya berbulu. Tinggi

tanaman aksesi rami berkisar 136,90 - 221,90 cm dengan koefisien keragaman 12,99%, seperti

yang tersaji pada Tabel 1. Terdapat sebanyak 75 % aksesi kapas yang memiliki tinngi lebih dari

150 cm. Pada kondisi yang optimal tinggi tanaman rami dapat mencapai 12,5 m bahkan lebih

[8]. Lebih lanjut Setyo-Budi menjelaskan bahwa tinggi batang rami yang kurang dari 100 cm

kurang ekonomis karena kualitas serat yang rendah dan sulit untuk dilakukan penyeratan. Guna

dilakukan penyeratan dengan dekortikator batang tanaman rami harus memiliki panjang

minimal 100 cm.

Tinggi tanaman dikendalikan oleh gen aditif dan dominan parsial [9]. Selain itu menurut

[10] pertumbuhan berarti pertambahan ukuran. Pertambahan ukuran (volume) pada batang

merupakan hasil perbesaran ke satu arah, yaitu ke arah memanjangan, sehingga tanaman tampak

memanjang atau bertambah tinggi.

Pemanjangan batang sangat dipengaruhi oleh aktivitas kambium yang disebabkan oleh

peningkatan mitosis di daerah meristem sub apikal batang, sehingga jumlah sel pada masing-

masing internodus meningkat. Peningkatan jumlah sel menyebabkan pertumbuhan batang lebih

cepat, sehingga dihasilkan batang yang lebih panjang. Respon ini pada batang biasanya hanya

berupa peningkatan panjang internodus, dan umumnya tidak meningkatkan jumlah internodus

yang terbentuk [11]. Selain itu, adanya pembelahan sel pada meristem apical akibat dari auksin

yang menyebabkan pemanjangan batang tanaman [12]. Tinggi tanaman dan diameter batang

adalah komponen hasil yang penting bagi tanaman penghasil serat yang berasal dari batangnya.

Menurut [12] dan [13] tinggi tanaman, jumlah batang perpetak, bobot total batang seagar

berkorelasi positif dengan hasil serat. Sedangkan menurut [14] terdapat interaksi yang signifikan

antara karakter tinggi, diameter batang, hasil serat kering dan semua parameter kualitas serat

dengan lingkungan.

Diameter Batang

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap diameter batang ke 20 aksesi rami yang

ditunjukkan pada Table 1. Rerata diameter aksesi rami berkisar 6,51-9,97 mm dengan koefisien

keragaman 11,80%. Menurut [7] menyatakan bahwa diameter batang tanaman rami dapat

mencapai antara 8-20 mm. Berdasarkan kriteria tersebut menunjukkan bahwa beberapa tanaman

rami pada percobaan ini mengalami pertumbuhan yang normal.

Diameter batang yang besar menunjukkan bahwa tanaman mengalami pertumbuhan yang

normal. Pertumbuhan tidak akan terlepas dari keberadaan nutrisi dalam tanah dan juga hormon

alami yang terdapat dalam tanaman. Adanya pembelahan dan pembesaran sel meristem apical

yang dipengaruhi oleh hormon auksin dan sitokinin yang menyebabkan terjadinya pertambahan

diameter batang [15]. Pembelahan sel yang terjadi pada meristem apikal dari kuncup terminal

menyebabkan meristem apikal secara langsung membentuk jaringan ikatan pembuluh yang

berupa xylem primer dan floem primer. Dengan demikian, diameter batang dapat menjadi

bertambah. Hal ini diperkuat oleh pendapat [16] yang menyatakan bahwa pertambahan lebar

batang juga disebabkan oleh aktivitas kambium dalam menghasilkan xilem dan floem sekunder.

Selain itu, perkembangan diameter batang dipengaruhi oleh fotosintesis dan akumulasi

fotosintat untuk pertumbuhan batang, baik ke arah longitudinal maupun ke arah radial. Batang

dikotil herba tidak setegar dan sekuat batang dikotil tumbuhan berkayu karena tidak

mengandung gelang-gelang xilem berkayu [17]. Dengan demikian, pembesaran batang ke arah

Page 4: Keragaman 20 Aksesi Rami ( Boehmeria nivea L. Gaudich

ISSN: 1978-1520

Prosiding Semnas Hayati IVUniversitas Nusantara PGRI Kediri

138

lateral. Tanaman rami termasuk tanaman dikotil herba terbatas, yaitu hanya bergantung pada

pembesaran yang terjadi karena diferensiasi sklerenkim (serat) dari kambium dan pembesaran

sel-sel nonmeristematik. Oleh karena itu, besarnya diameter batang banyak bergantung pada

dimensi besarnya kuncup terminal yang tumbuh dari rizom, sedangkan ukuran besarnya rizom

bergantung pada kesuburan tanah periode sebelumnya.

Tabel 1. Rata-rata tinggi, diameter, BB Brangkasan, BB batang, jumlah anakan produktif dan

jumlah anakan non produktif, BK serat, Rendemen serat 20 aksesi plasma nutfah rami.

Bobot Basah Brangkasan dan Bobot Basah BatangTanaman rami merupakan tanaman dikotil herba terbatas untuk memudahkan pemanenan

dilakukan pemotongan langsung pada batang tanaman dan daun tetap terikut pada batang. Bobot

basah brangkasan merupakan bobot basah batang dengan daun yang terikut. Untuk merontokkan

daun dapat dilakukan pemeraman selama 2-3 hari. Bobot basah brangkasan ke 20 aksesi

berkisar 230.000-556.000 gr dengan koefisien keragaman 24,36%. Bobot batang basah

merupakan bobot batang setelah dilakukan pemeraman. Bobot batang 20 aksesi rami berkisar

0,97-3,26 kg dengan koefisien keragaman 30,13%. Terdapat 8 aksesi yang bobot basah batang

per m2

yaitu Lembang Hijau, Pujon 13, Japan 102, Jawa Timur, Medan, Philipina, Pujon 10 dan

Jawa Timur 3-0.

Bobot basah tanaman menunjukkan besarnya kandungan air dalam jaringan atau organ

tumbuhan selain bahan organik [18]. Bobot basah tanaman menunjukkan aktivitas metabolisme

tanaman dan nilai bobot basah ini dipengaruhi oleh kadar air jaringan, unsur hara dan hasil

metabolism [19]. Hasil tanaman rami berupa bobot segar total tanaman merupakan produk

kumulatif pertumbuhan vegetatif jumlah batang, panjang batang, diameter batang, daun, serta

bunga. Bobot basah pada makalah ini meliputi bobot basah brangkasan dan bobot basah batang

rami.

Komponen pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor genotipa dan lingkungan

tempat hidupnya. Nutrisi yang tersedia, faktor lingkungan dan hormon alami berpengaruh

terhadap pembesaran sel (peningkatan ukuran) juga mempengaruhi pembelahan sel

(peningkatan jumlah). Adanya pembesaran sel mengakibatkan ukuran sel yang baru lebih besar

dari sel induk. Pertambahan ukuran sel menghasilkan pertambahan ukuran jaringan, organ dan

akhirnya meningkatan ukuran tubuh tanaman secara keseluruhan maupun bobot tanaman

tersebut. Peningkatan pembelahan sel menghasilkan jumlah sel yang lebih banyak. Jumlah sel

yang meningkat, termasuk di dalam jaringan pada daun, memungkinkan terjadinya peningkatan

fotosintesis penghasil karbohidrat, yang dapat mempengaruhi bobot tanaman [10].

Page 5: Keragaman 20 Aksesi Rami ( Boehmeria nivea L. Gaudich

IJCCS ISSN: 1978-1520

Prosiding Semnas Hayati IVUniversitas Nusantara PGRI Kediri

139

Jumlah Batang Produktif dan Non Produktif

Jumlah batang produktif merupakan batang aksesi rami yang memiliki panjang batang

lebih dari 1 meter. Batang non produktif merupakan batang rami yang panjangnya kurang dari 1

meter. Jumlah tinggi tanaman > 1 m (batang produktif) berkisar 15,00-48,61 batang dengan

koefisien keragaman 27,81%. Jumlah tinggi tanaman < 1 m (non produktif) berkisar 11,00-

29,67 batang dengan koefisien keragaman 30,57%. Tanaman rami merupakan tanaman yang

dimanfaatkan dari serat batang. Produktivitas serat rami tergantung dari tinggi dan diameter

batang, tebal-tipisnya kulit serta rendemen serat (kandungan serat per batang) dan juga jumlah

batang [7].

Tanaman rami pada kondisi normal yang memiliki tinggi batang kurang dari 1 meter

termasuk batang muda. Batang muda mutu seratnya kurang baik dan mudah putus. Selain itu,

untuk penentuan batang produktif dan non produktif berdasarkan pada kemampuan dekotikator

untuk menyerat, hal tersebut didasarkan pada alat penyerat (dekortikator) yang ada hanya dapat

melakukan penyeratan secara optimal terhadap batang rami yang memiliki panjang batang lebih

dari 1 m.

Dalam rangka mendapatkan hasil rami yang tinggi dengan kualitas yang baik, tinggi

tanaman merupakan faktor penting karena pertumbuhan tinggi tanaman yang terbaik akan

mempengaruhi bobot serat rami [20]. Disamping itu, [21] melaporkan bahwa tinggi tanaman

rami 168 cm menghasilkan bobot ribbon tertinggi sebesar 457.5 kg ha-1. Lebih lanjut [20]

menyatakan bahwa nitrogen sangat penting untuk meningkatkan hasil rami, kalium tidak hanya

meningkatkan hasil, tetapi juga memperbaiki kualitas serat, sedangkan fosfor dibutuhkan pada

awal pertumbuhan dan kurang berpengaruh terhadap hasil dan kualitas serat. Peningkatan hasil

harus dilihat dari peningkatan tinggi tanaman [22].

Bobot serat kering dan Rendemen seratBobot kering serat dari ke 20 aksesi rami berkisar 49,00-104,00 gr dengan koefisien

keragaman 20,49% dan rendemen serat kering berkisar 2,85-5,76% dengan koefisien keragaman

20,49%. Terdapat 7 aksesi yang memiliki rendemen serat lebih dari 4% yaitu aksesi

Bagiwachuco, Pujon G, Seiki Seiskin, Borneo, Florida, Philipina dan Indocina. Menurut [6]

pada kondisi normal tanaman rami dapat menghasilkan 1.000-1.600 kg serat kering. Hasil

penelitian [23] terhadap tanaman rami yang dilakukan di tiga tempat (Wonosobo, Garut dan

Bendungan Saguling) menghasilkan serat rami halus 4-5%. Rendahnya hasil serat ke 20 aksesi

rami dapat diatasi dengan perakitan varietas unggul rami berpotensi tinggi yang didasarkan pada

ketersediaan keragaman sumber daya genetik plasma nutfah rami. Keberhasilan perakitan

varietas rami sangat ditentukan oleh besarnya variasi genetik dari plasma nutfah yang ada [2].

SIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada 20 aksesi plasma nutfah rami di Kebun

Percobaan Cobanrondo, Malang dapat disimpulkan, bahwa Tinggi tanaman setiap aksesi rami

berkisar 136,90-221,90 cm dengan koefisien keragaman 12,99%, Diameter batang berkisar

6,51-9,97 mm dengan koefisien keragaman 11,80%, Bobot basah brangkasan 1 m2

berkisar

2,30-5,56 kg dengan koefisien keragaman 24,36%, Bobot Basah Batang tanaman 1 m2

berkisar

0,97-3,26 kg dengan koefisien keragaman 30,13%. Jumlah tinggi tanaman > 1 m per m2

berkisar

15,00-48,61 batang dengan koefisien keragaman 27,81%, jumlah tinggi tanaman < 1 m per m2

berkisar 11,00-29,67 batang dengan koefisien keragaman 30,57%, bobot kering serat berkisar

49,00-104,00 gr dengan koefisien keragaman 20,49% dan rendemen serat kering berkisar 2,85-

5,76% dengan koefisien keragaman 20,49%. Terdapat 8 aksesi yang bobot basah batang per m2

yaitu Lembang Hijau, Pujon 13, Japan 102, Jawa Timur, Medan, Philipina, Pujon 10 dan Jawa

Timur 3-0. Terdapat 7 aksesi yang memiliki rendemen serat lebih dari 4% yaitu aksesi

Bagiwachuco, Pujon G, Seiki Seiskin, Borneo, Florida, Philipina dan Indocina.

Page 6: Keragaman 20 Aksesi Rami ( Boehmeria nivea L. Gaudich

ISSN: 1978-1520

Prosiding Semnas Hayati IVUniversitas Nusantara PGRI Kediri

140

DAFTAR PUSTAKA

[1] Vavilov, N, 1951. The origin, variation, and breeding of cultivated plants, Chron. Botan

13:21-26.

[2] Sudjindro, 2005. Pemuliaan Tanaman Rami (Boehmeria nivea [L.] Gaud), Rami,

Monograf Balittas No.8, Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat. Malang.

[3] Anonim, 2012. http://ekonomi.kompasiana: antara-ekspor-dan-impor-industri-kapas-

indonesia, diakses 2 Januari 2012, 10.15 WIB.

[4] Anonim, 2013. Karisma-1 pemuliaan tanaman kapas dengan teknik mutasi radiasi,

Media informasi ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir (Atomos). www.batan.go.id.

[5] Buxton, A., and P. Greenhalg, 1989. Ramie, short live curiosity or fibre, the future textile

outlook international. The Economist Intellegence Unit 5: 52-71.

[6] Sumarno, 1980. Suatu Studi Kemungkinan Penggunaan Serat Rami sebagai Bahan Baku

Tekstil, Bandung: Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Tekstil.

[7] Escobin, R.P. 2003. Boehmeria nivea [L.] Gaudich. PROSEA. Plant Resources of South-

East Asia 17: Fiber Plant. M. Brink & R.P. Escobin (eds.). Backhuys Publishers, Leiden.

[8] Setyo-Budi. U., Hartati, S, dan R.D. Purwati, 2005. Biologi Tanaman Rami (Boehmeria

nivea [L.] Gaud), Rami, Monograf Balittas No.8, Balai Penelitian Tanaman Tembakau

Dan Serat, Malang.

[9] Sarwar, G. M. Baber. N.Hussain, I.A. Khan, M. Naeem, M.A. Ullah and A.A. Khan.

2011. Genetic dissection of yield and ist components in upland cotton (Gosypium

hirsutum L.). African Journal of Agricultural Research 6 (11): 2527-2531.

[10] Taiz, L. and E. Zeiger, 2006. Plant physiology, The Benjamin/Cumming Publishing Co.

Inc. California.

[11] Wareing, P.F. and I.D.J. Pillips, 1978. The Control of Growth and Differentiation in

Plants. Toronto: Pergamon Press.

[12] Heliyanto, B., U. Setyo- Budi dan H. Sudarmo, 1999. Selection criterion for rami

(Boehmeria nivea [L.] Gaud). http://agris.fao.org/agrissearch/search/display.do?

F=2000% 2FID00014.xml%3BID2000000419. diakses 20 Mei 2016.

[13] Ahmad, R.T, Malik, I.A. Khan and M.J. Jaskani, 2009. Genetic analisys of some morpho-

physiological traits related to drought stress in cotton (Gosypium hirsutum). International

journal of agriculture & biology. 1560-8530; ISSN: 1814-9596.08-303/AWB/2009/11-3-

235-240. http://www.fspublishers.org.

[14] La-Vina, H.C. 1993. Stability of Yield and fiber fineness in rami (Boehmeria nivea [L.]

Gaud). http://agris.fao.org/agrissearch/search/display.do? F=1994%

2FPH%2FPH94008.xml%3BPH9410635. diakses 20 Mei 2016.

[15] Gardner, F.P., R.B. Pearce, dan R.I. Mitchell, 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya,

Penerjemah: Susilo, H.. Jakarta: UI Press.

[16] Fahn, A., 1995. Anatomi Tumbuhan, Penerjemah: Soediarto, A. Yogyakarta: Universitas

Gadjah Mada Press.

[17] Cheadle, V.I., and K. Esau, 1964. Secondary phloem of liriodendron tulipifera.

Calif.Univ.Publ.Bot. 36, 143-252.

[18] Sitompul, S.M. dan B. Guritno, 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman, Yogyakarta:

Universitas Gadjah Mada Press.

[19] Salisbury, F.B. dan C.W. Ross, 1995. Fisiologi Tumbuhan, Biokimia Tumbuhan, jilid 2.

Penerjemah: Lukman, D.R. dan Sumaryono. Bandung: Penerbit ITB.

[20] Wan Qiang., Xiao Zehong, Wang Chuntao, and Li Tsongdao, 1989. Studies on Nutritive

Peculiarity and Fertilization of Fine Quality and High Yield Ramie, First Int. Sym. on

Ramie Profession, Changsa. Hunan, China.

[21] Hong, Y.C., Read, P.E., Harlander, SK., and Labuza, T.P., 1989. Development of a tissue

culture system from immature strawberry fruits, J. Food Sci, 54: 388-392.

Page 7: Keragaman 20 Aksesi Rami ( Boehmeria nivea L. Gaudich

IJCCS ISSN: 1978-1520

Prosiding Semnas Hayati IVUniversitas Nusantara PGRI Kediri

141

[22] Djumali, Mulyaningsih, S., dan Santoso, B., 2005. Respon tiga aksesi rami terhadap

appupuk p pada tahun pertama di wonosobo, Prosiding Lokakarya. Model

Pengembangan Agribisnis Rami, Garut -November -24 -2005. Puslitbang Perkebunan.

[23] Zubaidi-Kailani, 2012. Pemanfaatan limbah pengolahan serat alam (rami) untuk kain

non-woven dan komposit. Prosising Seminar Nasional Serat Alam. Balai Penelitian

Tanaman Pemanis dan Serat, Malang, hlm. 303-309.