Upload
dana-santika
View
142
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
1 | K e p e m i m p i n a n
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kepemimpinan merupakan hal yang sangat urgen dalam suatu organisasi,
karena kepemimpinan merupakan kekuatan aspirasional, semangat dan kekuatan
moral yang mampu mempengaruhi anggota untuk merubah sikap, tingkah laku
kelompok atau organisasi menjadi searah dengan kemauan dan aspirasi pemimpin
terhadap anak buahnya (Kartono, 1998: 9). Bahkan menurut Courtois, organisasi
tanpa pemimpin seperti tubuh tanpa kepala, mudah menjadi sesat, panik, kacau,
dan anarkis (Sutarto, 2006: 1).
Setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda-beda. Gaya
kepemimpinan diartikan sebagai perilaku atau cara yang dipilih dan dipergunakan
pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap, dan perilaku
organisasinya (Nawawi, 2003: 113). Gaya kepemimpinan adalah cara seorang
pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja
secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi (Malayu, 2000: 167).
Motivasi merupakan sebab, alasan dasar, pikiran dasar, gambaran dorongan
seseorang untuk berbuat atau ide pokok yang berpengaruh besar sekali terhadap
segenap tingkah laku manusia (Kartono, 1994:17). Motivasi mempersoalkan
bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja
sama secara produktif sehingga berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang
telah ditentukan. Motivasi tidak hanya berwujud kebutuhan ekonomis yang
bersifat materil saja (berbentuk uang) akan tetapi motivasi bawahan juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor akan keberhasilan pelaksanaan bawahan dalam
bekerja, pengakuan akan keberhasilan dalam bekerja, tanggung jawab, dan
pengembangan bawahan.
Seorang pemimpin perlu mempertimbangkan upaya untuk memotivasi
bawahannya agar bekerja dengan baik. Apabila motivasi bekerja bawahan rendah
maka kinerja bawahan akan menyusut seakan-akan kemampuan yang mereka
miliki rendah. Motivasi dan pembangkitan motivasi merupakan sebuah fungsi
manajemen yang penting untuk dilakukan. Motivasi juga menggambarkan
2 | K e p e m i m p i n a n
hubungan antara harapan dan tujuan dengan hal yang dilakukan untuk mendorong
seseorang melakukan sesuatu dengan motivasi yang bersifat positif dan negatif
yang dapat digunakan seorang pemimpin agar bawahan mau bekerja giat dan
optimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan paparan tersebut, nampak dengan tegas bahwa kepemimpinan
merupakan masalah sentral dalam kepengurusan organisasi, maju mundurnya
organisasi, dinamis statisnya organisasi, tumbuh kembangnya organisasi, mati
hidupnya organisasi, senang tidaknya seseorang bekerja dalam suatu organisasi,
serta tercapai tidaknya tujuan organisasi, sebagian ditentukan oleh tepat tidaknya
kepemimpinan yang diterapkan dalam organisasi yang bersangkutan. Oleh karena
itu, dinilai perlu untuk mengkaji masalah kepemimpinan ini secara mendalam.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, dapat disampaikan
beberapa permasalahan yang akan dijadikan sebagai panduan dalam penulisan ini.
a. Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan?
b. Keterampilan apa saja yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin?
c. Pendekatan apa saja yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin?
1.3 Tujuan Penulisan
Sejalan dengan rumusan masalah yang telah disampaikan, maka tujuan dari
penulisan ini adalah sebagai berikut.
a. Mendeskripsikan definisi kepemimpinan.
b. Mendeskripsikan keterampilan kepemimpinan.
c. Mendeskripsikan pendekatan kepemimpinan (pendekatan teori sifat
pemimpin, pendekatan perilaku pemimpin, pendekatan kontingensi, serta
perubahan sosial dan gaya kepemimpinan).
3 | K e p e m i m p i n a n
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kepemimpinan
Istilah “kepemimpinan” berasal dari bahasa Inggris yaitu “Leadership” yang
dapat diartikan sebagai hubungan yang erat antara seorang dan kelompok manusia
yang dikarenakan memiliki kepentingan yang sama. Hubungan tersebut ditandai
oleh tingkah laku yang dituju dan terbimbing dari pemimpin dan yang dipimpin.
Beberapa ahli memberikan pendapat mereka tentang pengertian kepemimpinan.
Beberapa definisi kepemimpinan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Menurut Dubrin, A. J. (2001:3), kepemimipinan merupakan kemampuan
untuk menanamkan keyakinan dan memperoleh dukungan dari anggota
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
2. Menurut Jacobs dan Jacques (1990:281), kepemimipinan adalah sebuah
proses memberi arti ( pengarahan berarti) terhadap usaha kolektif, dan
yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan
untuk mencapai sasaran.
3. Menurut Kottler (1988:5), kepemimpinan adalah proses menggerakkan
seseorang atau sekelompok orang kepada tujuan-tujuan yang umumnya
ditempuh dengan cara-cara yang tidak memaksa.
Sehingga secara garis besar, kepemimpinan dapat terjadi apabila dalam
situasi tersebut terdapat seseorang yang lebih menonjol, dimana seseorang
tersebut mampu mempengaruhi prilaku orang lain baik secara perseorangan atau
kelompok sehingga orang-orang dapat mengikuti apa yang diinginkan pemimpin
dengan penuh kesadaran dalam mencapai tujuan bersama. Terkait dengan
pendidikan, terdapat pula kepemimpinan pendidikan yang didefinisikan sebagai
suatu proses mempengaruhi, mengkoordinasi, dan menggerakan perilaku orang
lain serta melakukan suatu perubahan ke arah yang lebih positif dalam
mengupayakan keberhasilan pendidikan.
4 | K e p e m i m p i n a n
2.2 Keterampilan Kepemimpinan
Di dalam memimpin suatu organisasi, tentunya diperlukan juga keahlian atau
ketrampilan dari seorang pemimpin untuk mengkoordinasikan bawahannya.
Dengan adanya skill atau ketrampilan yang dimiliki oleh seorang pemimpin,
diharapkan tujuan dari organisasi dapat berjalan dan tercapainya tujuan yang
diharapkan.
Menurut Davis (1981:127), ketrampilan kepemimpinan dapat diidentifikasi
menjadi tiga kelompok yang meliputi :
1. Technical Skills
Dalam ketrampilan ini, pemimpin diharapkan mampu mengawasi dan
menilai pekerjaan sesuai dengan keahlian yang ditekuninya. Contohnya:
pemimpin pendidikan perlu menguasai cara-cara menyusun renstra,
seorang guru yang menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran perlu
mengetahui cara membuat silabus, memahami PBM, menguasai teknik
penilaian ( assesment ), dan sebagainya.
2. Human Skills
Pada ketrampilan ini, pemimpin harus mampu menjalin hubungan
kerjasama dengan orang lain dan dapat membangun relasi baik dalam
situasi formal maupun informal. Untuk membangun relasi yang baik harus
dikembangkan sikap resfek dan saling menghargai satu sama lain.
Contohnya : Dalam proses pembelajaran di dalam kelas, seorang guru
tentunya menjalin interaksi dengan siswa dalam memberikan materi
pembelajaran. Dengan adanya interaksi tersebut, tujuan pemerintah dalam
meningkatkan mutu pendidikan akan tercapai. Dalam berorganisasi tingkat
mahasiswa, seorang pemimpin tentunya memerlukan kinerja dari
bawahannya dalam meningkatkan dan mewujudkan tujuan dari setiap
kegiatan yang dilakukan oleh organisasi tersebut. Maka dari itu, perlu
adanya hubungan relasi dan koordinasi yang baik antara pemimpin dengan
bawahannya.
3. Conceptual Skills
Pada ketrampilan ini, seorang pemimpin harus mampu memberikan solusi
yang tepat terhadap suatu persoalan yang dihadapi di dalam organisasi
5 | K e p e m i m p i n a n
tersebut. Solusi yang diberikan pemimpin berasal dari pemikirannya yang
cerdas. Contohnya : misalkan seorang bawahan mengalami kesulitan atau
permasalahan dalam menjalankan suatu tugas dalam sebuah organisasi,
disinilah tugas dari seorang pemimpin untuk dapat memecahkan solusi
tersebut dengan pemikiran-pemikiran yang dimilikinya secara matang
serta rasional.
Selain itu, Tim Dosen MKDK (2006) menjelaskan bahwa pemimpin perlu
memiliki ketrampilan kepemimpinan yang meliputi :
1. Ketrampilan dalam memimpin
2. Ketrampilan dalam hubungan insan
3. Ketrampilan dalam proses kelompok
4. Ketrampilan dalam administrasi personil
5. Ketrampilan dalam menilai
2.3 Pendekatan Kepemimpinan
A. Pendekatan Teori Sifat Pemimpin
Dasar pemikiran dari teori ini adalah keberhasilan seorang ditentukan oleh
sifat-sifat atau watak, kualitas pribadi yang dimiliki seorang pemimpin.
Pemimpin yang memiliki ciri kepemimpinan adalah seseorang yang memiliki
kualitas diri yang baik tercermin dari sifat-sifat atau watak. Biasanya
sifat/watak yang diharapkan anggota dari pemimpinnya adalah cerdas, bijak,
semngat, tanggung jawab, dan dapat dipercaya.
Dalam pendekatan kepemimpinan, terdapat beberapa sifat yang harus
dimiliki oleh pemimpin. Davis mengikhtisarkan 4 sifat utama yang dapat
mempengaruhi keberhasilan pemimpin yaitu (1) kecerdasan, (2) kedewasaan
dan keluasan hubungan sosial, (3) motivasi dan dorongan berprestasi, (4)
sikap-sikap hubungan manusiawi. Hicks dan Gullet menunjukkan adanya 8
sifat kepemimpinan yang harus dimliki pemimpin:
1. Bersikap adil
2. Memberikan sugesti (Suggesting)
3. Mendukung tercapainya tujuan (Supplying Objectives)
4. Katalisator (Catalysing)
6 | K e p e m i m p i n a n
5. Menciptakan rasa aman ( Providing Security)
6. Sebagai wakil organisasi (Representing)
7. Sumber inspirasi (Inspiring)
8. Bersikap menghargai (Praising)
Sedangkan Ordway Tead memberikan pendapatnya mengenai peranan
pemimpin akan berhasil apabila memiliki 10 sifat kepemimpinan yang
meliputi :
1. Energi jasmaniah dan mental.
2. Kesadaran akan tujuan dan arah
3. Antusiame
4. Keramahan dan kecintaan
5. Integritas
6. Penguasaan Teknik
7. Ketegasan
8. Ketegasan dalam mengambil keputusan
9. Kecerdasan
10. Kepercayaan
B. Pendekatan Perilaku Pemimpin
Pendekatan ini memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajari dari
pola tingkah laku, bukan dari sifat-sifat pemimpin karena sifat seorang
kadang menipu penglihatan sehingga sulit diidentifikasi secara pasti. Frielder
(Mintorogo, 1996) menyatakan bahwa menjadi seorang pemimpin tidak
hanya ditentukan oleh kepribadiannya. Seseorang menjadi pemimpin karena
yang bersanggkutan berada pada tempat dan situasi yang tepat atau karena
berbagai faktor seperti umur, pendidikan, pengalaman, serta latar belakang
keluarga dan kekayaan. Perilaku seorang pemimpin akan sangat dipengaruhi
oleh latar belakang pengetahuan, nilai-nilai, dan pengalaman mereka.
Mintorogo (1996) menjelaskan bahwa perilaku kepemimpinan merupakan
tindakan-tindakan spesifik seorang pemimpin dalam mengarahkan dan
mengkoordinasikan kerja anggota kelompoknya. Perilaku kepemimpinan
dapat dipelajari, sebagaimana yang dikatakan oleh Hoy dan Miskel (1982).
7 | K e p e m i m p i n a n
Ini menjadikan dasar pemikiran bahwa individu yang dilatih dalam perilaku
kepemimpinan secara memadai akan mampu memimpin secara lebih efektif.
Perilaku kepemimpinan dapat diidentifikasi dari dua aspek yaitu dari
fungsi kepemimpinan yang dijalankan dan dari gaya yang ditunjukkan
pemimpin.
1. Fungsi Kepemimpinan
Kepemimpinan akan terjadi secara efektif apabila pemimpin dapat
menjalankan dua fungsi utama yaitu fungsi pemecahan masalah (yang
berkaitan dengan tugas) dan fungsi sosial (yang berkaitan dengan
pembinaan kelompok). Fungsi tugas memudahkan dan
mengkoordinasikan usaha kelompok dan memilih, mendefinisikan, dan
memecahkan masalah bersama. Fungsi social membantu kelompok
berjalan lebih lancar, menengahi perbedaan pendapat, meredam
konflik, dan dapat memancarkan persaan hangat dan empatik kepada
anggota.
2. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah norma atau dapat juga diartikan sebagai
pola perilaku dalam memperagakan kepemimpinannya. Terdapat dua
jenis gaya kepemimpinan, yaitu gaya dengan orientasi tugas dan gaya
dengan orientasi pada anggota. Gaya kepemimpinan yang berorientasi
pada tugas ingin pekerjaan selesai dengan memuaskan, tepat waktu,
dan sempurna sehingga ia betul-betul mengendalikan pegawai agar
konsisten dan serius dalam pekerjaannya, bahakan kadang-kadang
pemimpin tidak mau tahu dengan urusan pribadi karyawannya.
Sedangkan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada anggota
melaksanakan kepemimpinannya dengan berupaya memberikan
dorongan semangat, membimbing, dan mengarahkan secara empatik
dan memberikan kepercayaan kepada anggota untuk melaksanakan
suatu pekerjaan dengan karyanya sendiri.
a. Gaya Dasar Kepemimpinan
Terdapat beberapa gaya kepemimpinan yang sering muncul
dikalangan pemimpin.
8 | K e p e m i m p i n a n
1. Otoriter, adalah gaya kepemimpinan yang menekankan pada
kekuasaan dan kepatuhan anggota secara mutlak. Pemimpin
menjadi penguasa absolute yang selalu mendikte anggotanya untuk
melaksanakan sesuatu sesuai dengan kehendaknya. Ia tidak senang
didebat, tidak suka meminta pendapat anggota, yang ia sukai
adalah anggota melaksanakan tugas-tugas berdasarkan perintahnya
secara patuh tanpa banyak protes.
2. Pseudo Demokratis, adalah gaya kepemimpinan yang menekankan
pada penciptaan situasi yang member kesan demokratis, padahal
pemimpin sangat pandai menggiring pikiran/ide anggota untuk
mengikuti kehendaknya. Seringkali pemimpin mengadakan rapat
dan diskusi untuk meminta pendapat anggota, padahal ia sudah
memiliki pendapat sendiri yang akan dipakai dalam kebijakannya.
3. Laissez Faire, adalah gaya kepemimpinan yang tidak menunjukkan
kemampuan memimpin karena ia membiarkan organisasi dan
anggota melaksanakan kegiatannya masing-masing tanpa dalam
satu arah kebijakan yang jelas dari pemimpin.
4. Demokratis, adalah gaya kepemimpinan yang menekankan pada
hubungan interpersonal yang baik. Ia mengharapakan para anggota
organisasi berkembang sesuai potensi masing-masing. Untuk itu
pemimpin berupaya membimbing, mengarahkan dengan
mempartisipasikan dalam kegiatan dan mengakui karya mereka
secara proporsional.
b. Teori X dan Teori Y
Teori X dan teori Y dari McGregor adalah suatu kumpulan
anggapan tentang sifat-sifat manusia yang dikategorikan menjadi dua,
yaitu manusia tipe X dan manusia tipe Y. Kepemimpinan yang
didasarkan pada teori ini adalah gaya kepemimpinan yang dipengaruhi
oleh anggapan seorang pemimpin tentang sifat dasar manusia.
Manusia X dianggap sebagai manusia yang memiliki pembawaan
yang kurang baik karena ia malas bekerja dan tidak ada motivasi untuk
9 | K e p e m i m p i n a n
berprestasi. Sedapat mungkir ia hindari pekerjaan dan hindari tanggung
jawab dalam pekerjaan. Walaupun begitu mereka sangat menginginkan
kesejahteraan dan jaminan hidup. Agar manusia X ini mau melakukan
kerja maka harus dipaksa, diarahkan, dan bahkan diancam kalau tidak
melakukan akan dikenai sanksi yang tegas. Gaya kepemimpinan yang
cocok diterapkan untuk manusia X adalah gaya otoriter.
Manusia Y sebaliknya, ia adalah manusia yang memiliki tanggung
jawab dan tidak ingin membuat citra diri negative dengan tidak
terealisasikannya tugas tanggung jawab. Kerja adalah bentuk
aktualisasi diri sehingga ia akan berupaya melaksanakannya dengan
professional. Gaya kepemimpinan yang cocok diterapkan pada
manusia Y adalah gaya demokratis.
c. Sistem Manajemen Rensis Likert
Rensis Likert dalam penelitiannya menemukan bahwa pemimpin
yang berorientasi pada anggota mempunyai semangat kerja dan
produktifitas lebih baik daripada yang berorientasi pada pekerjaan.
Berdasarkan dua kategori gaya dasar tersebut, disusun model empat
tingkatan efektifitas manajemen.
1. Sistem 1, pemimpin membuat keputusan sendiri tentang
pekerjaan dan memerintah anggota untuk melaksanakannya
berdasarkan standard dan metode yang telah ditetapkan.
2. Sistem 2, Pemimpin membuat keputusan sendiri dan
memerintahkannya pada anggota tetapi sudah mulai member
kebebasan kepada anggota untuk memberikan komentar
terhadap perintah-perintah. Dalam batas tertentu, anggota
diberikan fleksibelitas dalam melaksanakan tugas-tugas.
3. Sistem 3, pemimpin membuat keputusan dan perintah setelah
dilakukannya diskusi. Pelaksanaan tugas dapat dilakukan
berdasarkan cara anggota sendiri. Penghargaan diberikan untuk
memotivasi kerja anggota.
10 | K e p e m i m p i n a n
4. Sistem 4, pemimpin telah melibatkan anggota dalam
kepemimpinannya. Anggota dipasrtisipasikan secara penuh dan
diberikan kepercayaan untuk bersama-samamengembangkan
organisasi. Penghargaan terhadap anggota tidak semata-mata
dalam bentuk fisik tapi juga aktualisasi diri.
d. Kisi-kisi Manajerial Blake and Mouton
Gaya kepemimpinan dapat berorientasi pada anggota organisasi
dan pada produksi serta kombinasi antara kedua ekstrim. Blake dan
Mouton mengembangkannya dalam kisi-kisi manajerial yaitu suatu
diagram yang mengukur perhatian relative seorang pemimpin terhadap
manusia dan produksi.
e. Studi Ohio State
Penelitian yang dilakukan oleh Ohio State University
mengidentifikasi dua kelompok perilaku yang mempengaruhi
efektifitas kepemimpinan yaitu struktur kepemrakarsaan yang
berorientasi pada tugas dan pertimbangan yang berorientasi pada
manusia. Kepemrakarsaan menuntut pemimpin melakukan pengaturan
organisasi mulai dari penetapan arah sampai dengan berbagai prosedur
kerja. Sedangkan pertimbangan menggambarkan hubungan yang
hangat antara pemimpin dan anggota organisasi.
Gaya kepemimpinan yang efektif adalah tingkat pertimbangan
yang tinggi. Pemimpin yang memberikan tingkat pertimbangan yang
tinggi menimbulkan kepuasan pada karyawan sedangkan struktur
pemrakarsaan dan tingkat pertimbangan rendah menyebabkan banyak
karyawan yang mengeluh dan mengingkan adanya rotasi.
f. The 3D Theory oleh W.J Reddin
W.J. Reddin membagi gaya kepemimpinan dengan tiga orientasi
yaitu task oriented, relationship oriented, dan effectiveness oriented.
Kemudian pembagian ini dikenal sebagai Teori 3 Dimensi atau The 3-
11 | K e p e m i m p i n a n
D Theory. Tiga jenis orientasi tersebut menghasilkan delapan gaya
kepemimpinan, yaitu sebagai berikut.
1. The Deserter, tidak terlihat adanya perhatian dan pelaksanaan
terhadap tiga orientasi kepemimpinan.
2. The Bureaucrat, pemimpin yang hanya mempunyai sifat efektif
saja dengan orientasi tugas yang rendah.
3. The Missionary, pemimpin yang hanya menunjukkan orientasi
kepada hubungan saja sedangkan orientasi tugas dan keefektifan
organisasi rendah.
4. The Development, pemimpin yang menekankan efektivitas
organisasi dengan orientasi hubungan yang tinggi dan orientasi
tugas yang rendah.
5. The Autocrat, pemimpin yang hanya menekankan pada tugas,
sangat kurang memperhatikan karyawan dan efektivitas organisasi.
6. The Benevolent Autocrat, pemimpin yang menekankan pada
efektivitas organisasi dengan orientasi tugas cukup tinggi
sedangkan orientasi hubungan yang rendah.
7. The Compromiser, pemimpin yang kurang memperhatika
efektivitas pekerjaan tetapi mempunyai orientasi tugas dan
hubungan yang memadai.
8. The Executive, pemimpin yang melaksanakan ketiga orientasi
kepemimpinan.
C. Pendekatan Kontingensi
Studi kepemimpinan yang disebut pendekatan kontingensi merupakan suatu
studi kepemimpinan yang hakikatnya berusaha memenuhi jawaban atas
pertanyaan what makes the leader effective. Bahwa yang membuat kepemimpinan
itu efektif bukan hanya karena keberadaan pemimpinnya itu sendiri tetapi ada
variable lain yang turut menentukan.
Menurut Blanchard (1995) terdapat beberapa factor yang mempengaruhi
efektivitas kepemimpinan, yaitu (1) kepribadian, pengalaman masa lalu dan
harapan pemimpin, (2) harapan dan perilaku atasan, (3) tuntutan tugas yang
12 | K e p e m i m p i n a n
diberikan, (4) harapan dan perilaku rekan, (5) karakteristik, harapan, dan perilaku
bawahan, (6) kultur dan kebijaksanaan organisasi.
Para pemimpin tidak dapat meiliki seluruh sifat baik yang dipersyaratkan
pendekatan sifat dan juga tidak dapat berharap satu gaya dapat efektif untuk
semua situasi. Situasi dan kondisi yang dihadapi pemimpin mengharuskan
pemimpin menerapkan perilaku yang berbeda-beda dari satu situasi ke situasi lain.
Pola perilaku berbeda-beda disesuaikan dengan situasi dan kondisinya. Hersey,
Blanchard, dan Fielder adalah penganut teori pendekatan kontingensi dengan
mengembangkan kepemimpinan model situasional.
1. Model Kepemimpinan Situasional Hersey dan Blanchard
Menurut model ini, kepemimpinan yang paling efektif adalah sesuai dengan
kematangan anggota organisasi. Kematangan diartikan sebagai kesiapan
anggota organisasi dalam menerima tanggung jawab dan tugas serta memiliki
motivasi untuk berprestasi. Aplikasi model ini adalah pada hubungan
pemimpin dengan anggota dimana pemimpin menyesuaikan dengan
perkembangan dan kematangan anggota dengan mengikuti fase daur hidup.
Berdasarkan fase daur kehidupan, seorang pemimpin perlu mengubah gaya
kepemimpinan sesuai dengan perkembangan setiap tahap kematangan hidup
anggota.
a. Tipe Direktif (Telling), pemimpin menjadi seorang pengambil keputusan
dan memberikan komando kepada anggota untuk melaksanakan tugas.
Komunikasi hanya bersifat satu arah yaitu dari pemimpin yang
memberikan perintah kepada anggota yang menerima perintah.
b. Tipe Konsultatif (Selling), pemimpin sudah mulai membuka komunikasi
dua arah. Walaupun demikian, keputusan masih tetap berada pada
tanggung jawab pemimpin.
c. Tipe Partisipatif, pemimpin mulai melibatkan anggota dalam pengambilan
keputusan. Pemimpin percaya bahwa anggota organisasi sudah memiliki
kematangan untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya.
Pemimpin membangun komunikasi dua arah yang berlandaskan resfek dan
kepercayaan.
13 | K e p e m i m p i n a n
d. Tipe Delegatif, pemimpin melakukan sharing authority kepada anggota
untuk melaksanakan tugas organisasi. Pemimpin percaya bahwa anggota
organisasi lainnya memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah dan
mengambil keputusan yang tepat jika diberikan kepercayaan dan tanggung
jawab.
2. Model Kepemimpinan Situasional Fred E. Fiedler
Fiedler berpendapat bahwa tidak ada satupun gaya kepemimpinan yang cocok
untuk seluruh situasi. Namun juga tidak mudah mengganti gaya
kepemimpinan dari satu situasi ke sittuasi lainnya. Hal ini tergantung pada
motivasi seorang pemimpin. Fiedler beranggapan bahwa, (1) gaya
kepemimpinan sangat ditentukan oleh motivasi pemimpin, (2) kelompok akan
menjadi efektif apabila terjadi hubungan antara gaya kepemimpinan yang
sesuai dengan situasi kelompok yang menyenangkan.
D. Perubahan Sosial dan Gaya Kepemimpinan
Perjalanan hidup manusia mengisyaratkan adanya perubahan yang terus
menerus, sehingga filsafat “Perubahan merupakan sesuatu yang kekal” menjadi
karakteristik tetap dalam kehidupan manusia dan mahluk lainnya (the onlything of
permanent is change).
Perubahan sosial sebagaimana sifatnya yang abadi, akan selalu terjadi dan
pasti terjadi. Demikian pula halnya poda organisasi sebagai organisasi terbuka
yang memiliki cirri kumpulan orang-orang yang bekerja secara sinergi untuk
mencapai tujuan bersama, mengalami teori perubahan organisasi mulai dari
orientasi, teknologi, struktur, dan menejemennya. Margulies (1978:4) berpendapat
bahwa
Perubahan sosial yang sedang terjadi dan yang akan terjadi, sangat
mempengaruhi keadaan dan kehidupan organisasi. Hal itu antara lain
mencakup, 1) Perubahan peran dan tujuan organisasi 2) membesar dan makin
kompleksnya organisasi 3) Penggunaan teknologi yang lebih maju, 4)
Adanya bentuk organisasi baru, 5) Perubahan pandangan terhadap manusia.
Benis (1966) berpendapat bahwa “Perubahan itu akan memberikan pengaruh
yang kuat terhadap iklim organisasi”. Tilaar (1993:13) menunjukkan enam
14 | K e p e m i m p i n a n
komponen yang akan menentukan pengembangan perubahan, dan keberhasilan
kegiatan, yaitu 1) adanya suatu visi yang jelas, 2) misi, 3) merencanakan, 4)
sumber daya 5) keterampilan professional dan 6) motivasi dan insentif.
Salah satu perubahan yang mendasar dalam organisasi pendidikan adalah
system manajemen yang sentralistik diganti dengan system manajement
desentralistik melalui Undang-Undang No 22 Tahun 1999 yang direvisi menjadi
Undang-undang no 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menuntut
perubahan berbagai komponen dalam organisasi juga gaya kepemimpinan.
Artinya, dalam situasi yang tak menentu, penuh dengan perubahan dan
ketidakpastian diperlukan keahlian manajerial yang baik dan sekaligus dapat
mengembangkan keahliannya dalam bidang kepemimpinan.
Keahlian manajerial dengan kepemimpinan merupakan dua peran yang
berbeda. Seorang manajer yang baik adalah seorang yang mampu menangani
kompleksitas organisasi, dia adalah ahli perencanaan startegik dan operasional
yang hebat dan jujur, mampu mengorganisasikan aktivitas organisasi secara
terkoordinasi, dan mampu mengevaluasi secara reliable dan valid. Sedangkan
seorang pemimpin yang efektif mampu membangun motivasi staf, menentukan
arah, menangani perubahan secara benar dan memjadi katalisator yang mampu
mewarnai sikap dan perilaku staf. Dua peran ini dalam organisasi semestinya
seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, karena tanpa keahlian
manajerial, seorang pemimpin akan kesulitan menetapkan langkah-langkah kerja
rasional yang didasari oleh nilai-nilai teoritik pengembangan organisasi.
Sebaliknya jika seorang seorang manajer tidak memiliki sifat kepemimpinan,
maka lambat laun organisasi akan kehilangan pamornya karena tidak ada orang
yang akan dijadikan rujukan, member inovasi, dan menentukan arah organisasi.
Artinya dalam iklim organisasi yang “turbulance”, tidak cukup dengan langkah
kerja yang teliti, rasional, sistematis dan terprogram secara baik diperlukan
keahlian untuk mendorong para personil untuk bekerja penuh semangat, menjadi
katalisator yang mampu berperan mewarnai sikap dan perilaku orang kearah lebih
baik.
Era desentralisasi adalah era perubahan yang memberikan peluang besar
kepada para pemimpin mengembangkan nilai-nilai kepemiminan. Pada era ini
15 | K e p e m i m p i n a n
sebagai tantangan dan ancaman yang datang silih berganti memerlukan
ketangguhan sikap dan kecerdasan menangkap peluang dan merancang masa
depan. Oleh karena itu, diperlukan pemimpin yang yang sesuai dengan kondisi
yang memiliki komitmen yang berkualitas dan selalu memperbaharuinya sesuai
dengan tuntutan stakeholders. Di dalam era desentralisasi ini terdapat tiga jenis
kepemimpinan yang dipandang representative, dan kepemimpinan visioner.
Ketiga kepemimpinan ini memiliki titik konsentrasi yang khas sesuai dengan jenis
permasalahan dan mekanisme kerja yang disodorkan.
a. Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan yang transaksional adalah kepemimpinan yang menekankan
kepada tugas yang diemban bawahannya. Pemimpin adalah seseorang yang
mendisain pekerjaan beserta mekanismenya dan staf adalah seseorang yang
melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan dan keahlian. Peran
kepemimpinan transaksional lebih condong kepada peran sebagai manajer, karena
ia sangat terlibat pada aspek-aspek procedural manajerial yang metodelogis dan
fisik. Krena system kerja yang jelas merujuk pada tugasyang diemban dan
imbalan yang diterima sesuai dengan derajat pengorbanan dalam pekerjaan, maka
kepemimpinan transaksional sesuai diterapkan ditengah-tengah staf yang belum
matang dan menekankan pada pelaksanaan tugas untuk mendapatkan intensif
bukan pada aktualisasi diri. Oleh karena itu kepemimpinan transaksional
dihadapkan pada orang-orang yang ingin memenuhi kebutuhan hidupnya dari segi
sandang, pangan, dan papan.
Kepemmpinan ini tidak mengembangkan pola hubungan “laissez fair” atau
menentukan personil untuk menentukan sendiri pekerjaannya, karena
dikawatirkan dengan keadaan personil yang perlu pembinaan pola ini dapat
menyebabkan mereka menjadi pemalas dan tidak jelasmengerjakan apa. Adapun
pola hubungan yang dikembangkan dalam pola kepemimpinan transaksional
adalah berdasarkan suatu system timbal balik (transaksi) yang sangat
menguntungkan (mutual system of reinforcement) yaitu pemimpin memahami
kebutuhan dasar para pengikutnya dan pemimpin menemukan penyelesaian cara
kerja dari orang-oran tersebut.
16 | K e p e m i m p i n a n
Pemimpin transaksional ini merancang pekerjaan sedemikian rupa yang
disesuaikan dengan jenis dan jenjang jabatannya dan melakukan interaksi atau
hubungan mutualistik. Hoover (1991) dan Leitwood (1992) menjelaskan dengan
skematik model kepemmpinan transaksional sebagaimana ditunjukkan melalui
gambaran berikut:
Gambar Gaya Kepemimpinan Transaksional
Dalam teori X-Y McGregor, yaitu manusia yang berupaya menghindari
pekerjaan apabila ada kesempatan untuk itu, sehingga apabila dibiarkan mereka
akan merasa senang tanpa adanya pekerjaan atau tanggung jawab. Pemimpin
dalam praktek operasionalnya harus senantiasa mengontrol, mengarahkan dan jika
perlu memberikan ancaman, dalam upaya untuk memaksa individu menjadi
produktif.
Dalam melaksanakan peran kepemimpinannya, para pemimpin transaksional
percaya bahwa orang cendrung lebih senang diarahkan, menjadi pekerja yang
ditentukan prosedurnyadan pemecahan masalahnya daripada harus memikul
sendiri tanggungjawab atas segala tindakan dan keputusan yang diambil. Oleh
Pemimpin mengidentifikasi apa yang mesti
dikerjakan bawahannya untuk mencapai hasil
yang ingin dicapai.
Pemimpin mengidentifikasi apa yang
dibutuhkan bawahannya.
Pemimpin memperjelas peran bawahan. Pemimpin memperjelas bagaimana
kebutuhan bawahan akan dipenuhi, sebagai
imbalan atas apa yang dikerjakannya peran
dalam pencapaian hasil yang di targetkan
Bawahan merasa mampu memenuhi tuntutan
atas peranannya tersebut (probabilitas,
keberhasilan yang subjektif)
Bawahan menganggap imbalan tersebut
sepadan dengan pencapaian hasil.
Bawahan termotivasi untuk meraih
hasil yang diinginkan tersebut
(expected effort)
17 | K e p e m i m p i n a n
karena itu, para bawahan pada iklim transaksi tidak cocok diserahi anggungjawab
merancang pekerjaan secara inisiatif atau pekerjaan yang menuntut prakarsa.
Kepemimpinan transional juga dipandang sebagai contingent reinforcement
atau dorongan kontingen dalam bentuk reward dan punishment yang telah
disepakati bersama dalam kontrak kerja, bahwa manakala para staf menunjukkan
keberhasilan ataupun kemajuan dalam mencapai sasaran target yang diharapkan,
mereka mendapatkan contingent positif berupa imbalan (reward). Namun, apabila
staf menunjukkan kinerja sebaliknya, yaitu menunjukkan kegagalan atau
ditemukan berbagai kesalahan, maka didorong dengan kontingen nengatif atau
aversif dapat dikenakan hukuman (punishment) yang juga telah disepakati.
Pemimpin bercirikan transaksi, enggan membagi pengetahuan kepada staf
karena menganggap pengetahuan tersebut dapat dijadikan alat koreksi atau
menjadi pengkritik moral yang kuat bagi perbaikan iklim kerja yang terlalu
berorientasi tugas dan sedikit mengabaikan aspek-aspek kepribadian manusia.
b. Kepemimpinan Transformasional
Di era desentralisasi ini banyak pakar dan peneliti di bidang kepemimpinan
mengungkapkan bahwa tipe kepemimpinan yang sesuai untuk mengurangi banyak
kebijakan baru adalah tipe transformative. Hal ini berkaitan dengan
perkembangan zaman pengetahuan yang harus diinformasikan secara
komperhensif dan intensif pada bawahan. Luthans (2002:576) menegaskan bahwa
karakteristik pemimpin Abad XXI adalah:
1. Innovates (menciptakan sesuatu yang baru)
2. An Original (asli dari pemimpin)
3. Develops (mengembangkan)
4. Focuses on people (terkonsensentrasi pada manusia)
5. Inspires trust (menghidupkan rasa percaya)
6. Long range perspective (memiliki jangka panjang persefektif)
7. Asks what and why (ia menanyakan apa dan mengapa)
8. Eye on the horizon (berpandangan sama pada sesamanya)
9. Originates (memiliki keaslian)
10. Challenges the status quo (menentang kemapanan)
18 | K e p e m i m p i n a n
11. Own person (mengakui tanggungjawab ada pada pemimpin)
12. Does the right thing (mengerjakan yang bener)
Karakteristik tersebut sejalan dengan kemajuan pemikiran dan teknologi yang
mempengaruhi perilaku orang-orang termasuk prilaku kepemimpinan.
Kepemimpinan Transformasional hadir menjawab tantangan zaman yang penuh
dengan perubahan. Zaman yang dihadapi saat ini bukan zaman dimana manusia
menerima segala apa yang yang menimpanya, tetapi dapat mengkritik dan
meminta yang layak dari apa yang diberikannya secara kemanusiaan. Bahkan
dalam terminology motivasi Maslow, manusia di era ini adalah manusia yang
memiliki keinginan mengaktualisasikan dirinya, yang berimplikasi pada bentuk
pelayanan dan penghargaan terhadap manusia itu sendiri.
Kepemimpinan Transformasional tidak saja didasarkan pada kebutuhan akan
penghargaan diri, tetapi menumbuhkan kesadaran pada pemimpin untuk berbuat
yang terbaik sesuai dengan kajian perkembangan manajemen dan kepemimpinan
yang memandang manusia dan kinerja serta pertumbuhan organisasi adalah sisi
yang paling berpengaruh.
Istilah transformasi adalah “How the resources are transformed into one
another”, transformasi mengandung makna “menjadikan orang yang dipimpin
sebagai seorang pemimpin”, menimbulkan kepemimpinan kepada yang dipimpin.
Suatu proses edifikasi untuk menjadi seorang pemimpin dengan kemampuan
“menularkan” kemampuan kepemimpinan pada orang-orang disekitarnya. Burns
(1978) menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional sebagai suatu proses
yang pada dasarnya “Para pemimpin dan pengikut saling menaikan diri ketingkat
moralitas dan motivasi yang lebih tinggi”. Para pemimpin adalah seseorang yang
sadar akan prinsip perkembangan organisasi dan kinerja manusia, sehingga ia
berupaya mengembangkan segi kepemimpinannya secara utuh melalui
pemotivasian terhadap staf dan menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-
nilai moral seperti kemerdekaan, keadilan, dan kemanusiaan, bukan didasarkan
atas emosi, seperti halnya keserakahan, kecemburuan atau kebencian.
Pemimpin transformasional adalah pemimpin yang memiliki wawasan yang
jauh kedepan dan berupaya memperbaiki dan mengembangkan organisasi bukan
untuk saat ini saja tapi dimasa datang. Oleh karena itu, pemimpin
19 | K e p e m i m p i n a n
transformasional adalah pemimpin yang dapat dikatakan sebagai pemimpin yang
visioner. Pemimpin transformasional adalah agen perubahan, dan bertindak
sebagai katalisator yaitu yang memberi peran mengubah system kearah yang lebih
baik. Katalisator adalah sebutan lain untuk pemimpin tranformasional karena ia
berperan meningkatkan segala Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada. Berusaha
memberikan reaksi yang menimbulkan semangat dan daya kerja cepat dan
semaksimal mungkin, selalu tampil sebagai pelopor dan pembawa perubahan.
Menurut Covey (1989) dan Peters (1992) seorang pemimpin transformasional
memiliki visi yang jelas, memiliki gambaran holistic tentang bagaimana
organisasi di masa depan ketika semua tujuan dan sasarannya telah tercapai. Inilah
yang menegaskan bahwa pemimpin transformasional adalah pemimpin yang
mendasarkan dirinya pada cita-cita di masa depan, terlepas apakah visinya itu
visioner dalam arti diakui oleh semua orang sebagai visi yang hebat dan
mendasar.
Seorang pemimpin transformasional memandang nilai-nilai organisasi sebagai
nilai-nilai luhur yang perlu dirancang dan ditetapkan oleh seluruh staf sehingga
para staf memilikinya dan komitmen dalam pelaksanaannya. Sergiovanni
(1990,21) berargumentasi bahwa makna simbolis dari tindakan seorang pemimpin
transformasional adalah lebih penting dari tindakan actual. Nilai-nilai dasar yang
terpenting dan dijunjung tinggi pemimpin adalah segala-galanya dan dapat
dijadikan rujukan untuk dijadikan nilai-nilai dasar organisasi (basic values) yang
dijunjung oleh seluruh staf.
Menjadi tugas pemimpin untuk mentransportasikan nilai organisasi untuk
membantu mewujudkan visi organisasi. Seorang transformasional adalah sorang
yang mempunyai keahlian diagnosis, dan selalu meluangkan waktu dan
mencurahkam perhatian dalam upaya untuk memecahkan masalah dari berbagai
aspek.
Bass dan Aviolo (1994) mengusulkan empat dimensi dalam kadar
kepemimpinan transformasional dengan konsep “4I” yang artinya:
1. “I” pertama adalah idealized influence (Kharisma), yang dijlaskan sebagai
prilaku yang menghasilkan rasa hormat (respect) dan rasa percaya diri
(trust) dari orang yang dipimpinnya. Idealized influence mengandung
20 | K e p e m i m p i n a n
makna saling berbagi resiko, melalui pertimbangan atas kebuuhan para
staf, di atas kepentingan pribadi, dan perilaku moral secara etis.
2. “I” yang kedua adalah Inspirational Motivation, tercermin dalam perilaku
yang senantiasa menyediakan tantangan bagi pekerjaan yang dilakukan
staf dan memperhatikan maknapekerjaan bagi staf. Pemimpin
menunjukkan atau mendemontrasikan komitmen terhadp sasaran
organisasi melalui prilaku yang dapat diobservasi para staff Pemimpin
adalah seorang motivator yang bersemangat untuk terus membangkitkan
antusiasme dan optimisme staff.
3. “I” ketiga adalah Intellectual Stimulation. Pemimpin yang
mendemontrasikan tipe kepemimpinan senantiasa menggali ide-ide baru
dan solusi yang kreatif dari orang-orang yang dipimpinnya, ia selalu
mendorong pendekatan baru dalam melakukan pekerjaan. Sikap dan
perilaku kepemimpinannya didasarkan pada ilmu pengetahuan yang
berkembang dan secara intelektual ia mampu menerjemahkannya dalam
bentuk kinerja yang produktif.
4. “I” keempat Individualized Consideration, yang direfleksikan oleh
pemimpin yang selalu mendengarkan penuh perhatian, dan memberikan
perhatian khusus kepada kebutuhan prestasi dan kebutuhan dari para staf.
5. Kepemimpinan transformasional dapat dipandang secara makro dan
mikro, kepemimpinan transformasional sebagai proses mempengaruhi
antar individu, sementara secara makro merupakan proses memobilisasi
kekuatan untuk mengubah system social dan mereformasi kelembagaan.
c. Kepemimpinan Visioner
1. Kensepsi Kepemimpinan Visioner
Kepemimpinan yang relavan dengan tuntutan “school based
management” dan didambakan bagi kualitas pendidikan adalah
kepemimpinan yang memiliki visi (visionary leadership) yaitu
kepemimpinan yang kerja pokoknya difokuskan pada rekayasa masa
depan yang penuh tantangan, menjadi agen perubahan yang unggul
dan menjadi penentu Arah organisasi yang tahu prioritas, menjadi pelatih
21 | K e p e m i m p i n a n
yang provesional dan dapat membimbing personil lainnya ke arah
profesionalisme kerja yang diharapkan.
Kepemimpinan visioner adalah kemampuan pemimpin dalam mencipta,
merumuskan, mengkomunikasikan/mensosialisasikan/mentransformasikan dan
mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau
sebagai hasil interaksi social diantara anggota organisasi dan stakeholders yang
diyakini sebagai cita-cita organisasi di masa depan yang harus diraih atau
diwujudkan melalui komitmen semua personil.
a. Visionary Leadership Harus Memahami Konsep Visi.
Visi adalah idealisasi pemikiran tentang masa depan orgininisasi yang
merupakan kekuatan kunci bagi perubahan organisasi yang menciptakan
budaya dan prilaku organisasi yang maju dan antisipasif terhadap
persaingan global sebagai tantangan zaman. “Visionary leadership”
adalah visi kepemi mpinan yang arus dimiliki berdasarkan rambu-rambu
tersebut diatas untuk mewujudkan sekolah yang bermutu.
b. Visionary Leadership Harus Memahami Karakteristik dan Unsur Visi.
Suatu visi memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) memperjelas arah
dan tujuan, mudah di mengerti dan diartikulasikan, (2) mencerminkan cita-
cita yang tinggi dan menetapkan standard of excellence, (3
menumbuhkan inspirasi, semangat, kegairahan dan komitmen, (4)
menciptakan makna bagi anggota organisasi, (5) merefleksikan keunikan
atau keistimewaan organisasi, (6) menyiratkan nilai-nilai yang dijunjung
tinggi oleh organisasi, (7) konstektual dalam arti memperhatikan secara
seksama hubungan organisasi dengan lingkungan dan sejarah
perkembangan organisasi yang bersangkutan.
c. Visionary Leadership Harus Memahami Tujuan Visi.
Visi yang baik memiliki tujuan utama yaitu: (1) memperjelas arah umum
peubahan kebijakan organisasi, (2) memotivasi kayawan untuk bertindak
dengan arah yang benar, (3) membantu proses mengkoordinasikan
tindakan-tindakan tertentu dari orang yang berbeda-beda.
22 | K e p e m i m p i n a n
2. Langkah –langkah Visionary leadership
Visi harus disegarkan sehingga tetap sesuai dan sepadan perubahan –
perubahan yang terjadi dilingkungan. Karena itu visi dalam konteks ini
merupakan atribut utam seorang pemimpin. Adalah tugas dan tanggung jawab
pimpinan untuk melahirkan, memelihara, mengembangkan, menerapkan, dan
menyegarkan visi agar tetap memiliki kemampuan untuk memberikan respon
yang tepat dan cepat terhadap berbagai permasalahan dan tuntutan yang di hadapi
organisasi. Jelaslah bahwa visi itu ternyata berproses, dapat direkayasa, dan
ditumbuhkembangkan.
a. Penciptaan Visi
Visi tercipta dari hasil kreatifitas pikir pemimpin sebagai refleksi
propesionalisme dan pengalaman pribadi atau sebagai hasil elaborasi
pemikiran mendalam dengan pengikut / personil lain berupa ide-ide ideal
tentang cita-cita organisasi di masa depan yang ingin diwujudkan bersama.
b. Perumusan Visi
Kemampuan membangun kepercayaan melalui komunikasi yang intensif
dan efektif sebagai upaya shared vision pada stakeholders, sehinga
diperoleh sense of belonging and sense of ownership.
c. Transformasi Visi
Implementasi Visi merupakan kemampuan pemimpin dalam menjabarkan
dan menterjemahkan visi ke dalam tindakan. Visi merupakan peluru bagi
kepemimpinan visioner. Visi berperan dalam menentukan masa depan
organisasi apabila diimplementasikan secara komprehensif.
Kepemimpinan yang bervisi bekerja dalam empat pilar menurut Nanus
(2001) yaitu meliputi : (1) Penentu Arah, (2) Agen Perubahan, (3) Juru
Bicara, (4) Pelatih Dan Komunikator.
d. Implementasi Visi
Implementasi Visi merupakan kemampuan pemimpin dalam menjabarkan
dan menterjemahkan visi ke dalam tindakan. Visi merupakan peluru bagi
kepemimpinan visioner. Visi berperan dalam menentukan masa depan
organisasi apabila diimplementasikan secara komprehensif.
Kepemimpinan yang bervisi bekerja dalam empat pilar menurut Nanus
23 | K e p e m i m p i n a n
(2001) yaitu meliputi : (1) Penentu Arah, (2) Agen Perubahan, (3) Juru
Bicara, (4) Pelatih Dan Komunikator.
Sifat-sifat seorang visioner, selain mampu melihat dan memanfaatkan
peluang-peluang di masa depan juga memiliki prinsip kepemimpinan seperti yang
dikemukakan Stephen R.Covey (1997:27-37) tentang pemimpin yang berprinsip,
dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Selalu belajar ( terus menerus )
2. Berorientasi pada pelayanan
3. Memancarkan energi positif
24 | K e p e m i m p i n a n
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kepemimipinan merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi dan
menanamkan keyakinan kepada anggota organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi tersebut. Begitupula dalam dunia pendidikan, kepemimpinan
pendidikan dapat didefinisikan sebagai suatu proses mempengaruhi,
mengkoordinasi, dan menggerakan perilaku orang lain serta melakukan suatu
perubahan ke arah yang lebih positif dalam mengupayakan keberhasilan
pendidikan atau tujuan pendidikan.
Setiap pemimpin perlu memiliki berbagai ketrampilan kepemimpinan yang
dapat menjadikan panutan pada setiap bawahannya yaitu, pemimpin memiliki
ketrampilan dalam memimpin, pemimpin memiliki ketrampilan dalam hubungan
insan, pemimpin memiliki ketrampilan dalam proses kelompok, pemimpin
memiliki ketrampilan dalam administrasi personil, dan pemimpin memiliki
ketrampilan dalam menilai (Tim Dosen MKDK;2006).
Seorang pemimpin memiliki sifat dan sikap yang perlu menjadi panutan setiap
orang (bawahannya). Adapun cara yang dilakukan untuk menggali suatu sikap dan
sifat seorang pemimpin (pendekatan kepemimpinan), yaitu pendekatan teori sifat
pemimpin, pendekatan perilaku pemimpin, pendekatan kontingensi, dan
pendekatan perubahan sosial dan gaya kepemimpinan.
3.2 Saran
Jiwa kepemimpinan itu perlu dipupuk dan dikembangkan pada setiap diri
manusia, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri. Seorang pemimpin wajib
memiliki sifat kepemimpinan yan ideal. Diharapkan Negara Indonesia memiliki
pemimpin yang tangguh dan dapat mengayomi setiap warga maupun anggotanya,
mengingat jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin,
pengikut mengikuti.