49
KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR CONTOH BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR (INNR) INSTALASI PENGUJIAN PASCA IRADIASI BAB I. PENDAHULUAN A. Pengantar Batasan dan Kondisi Operasi ini terdiri dari uraian mengenai Batas Keselamatan, Pengesetan Sistem Keselamatan, Kondisi Batas untuk Operasi Normal, persyaratan surveilan, dan persyaratan administrasi. Dokumen ini berisi Batasan dan Kondisi Operasi untuk digunakan dalam mengendalikan administrasi, ketersediaan peralatan, dan parameter operasi untuk menjamin operasi instalasi yang selamat dan untuk mengurangi potensi risiko bagi pekerja dan lingkungan dari lepasan zat radioaktif tak terkendali atau bahan berbahaya lainnya. Instalasi X ini merupakan instalasi pengujian pasca iradiasi yang digunakan untuk melaksanakan program pemeriksaan dan pengujian pasca iradiasi terhadap elemen bakar beserta komponen. Batasan dan Kondisi Operasi ini merupakan pemutakhiran dari dokumen Batasan dan Kondisi Operasi Nomor. yy/20xx yang diajukan untuk memperoleh izin konstruksi. Penyusunan …

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK … · yang diizinkan apabila jumlah bahan bakar yang ada di hotcell dapat dipertahankan lebih kecil atau sama dengan 5 rod bahan bakar

Embed Size (px)

Citation preview

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN II

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

NOMOR 4 TAHUN 2014

TENTANG

BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR

NONREAKTOR

CONTOH BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

(INNR)

INSTALASI PENGUJIAN PASCA IRADIASI

BAB I. PENDAHULUAN

A. Pengantar

Batasan dan Kondisi Operasi ini terdiri dari uraian mengenai Batas

Keselamatan, Pengesetan Sistem Keselamatan, Kondisi Batas untuk Operasi

Normal, persyaratan surveilan, dan persyaratan administrasi.

Dokumen ini berisi Batasan dan Kondisi Operasi untuk digunakan dalam

mengendalikan administrasi, ketersediaan peralatan, dan parameter operasi

untuk menjamin operasi instalasi yang selamat dan untuk mengurangi

potensi risiko bagi pekerja dan lingkungan dari lepasan zat radioaktif tak

terkendali atau bahan berbahaya lainnya.

Instalasi X ini merupakan instalasi pengujian pasca iradiasi yang digunakan

untuk melaksanakan program pemeriksaan dan pengujian pasca iradiasi

terhadap elemen bakar beserta komponen.

Batasan dan Kondisi Operasi ini merupakan pemutakhiran dari dokumen

Batasan dan Kondisi Operasi Nomor. yy/20xx yang diajukan untuk

memperoleh izin konstruksi.

Penyusunan …

- 2 -

Penyusunan Batasan dan Kondisi Operasi ini mengacu pada Peraturan

Kepala BAPETEN Nomor yy/20xx. Batasan dan Kondisi Operasi ini hanya

berlaku selama tahap operasi. Seluruh pelaksana kegiatan operasi Instalasi X

mulai dari tingkat manajerial sampai dengan pelaksana berkomitmen untuk

menerapkan Batasan dan Kondisi Operasi ini pada semua moda operasi

instalasi.

B. Moda Operasi

Moda operasi untuk instalasi pengujian pasca irradiasi adalah sebagai

berikut:

Moda Operasi : Pada moda ini instalasi sedang beroperasi sesuai

fungsi dan misinya baik secara keseluruhan

maupun sebagian.

Moda Shutdown : Pada moda ini instalasi tidak beroperasi sesuai

fungsi dan misinya, tidak terdapat bahan nuklir/

bahan berbahaya, dan tidak dapat berfungsi dalam

kondisi yang ada.

Moda Siaga : Pada moda ini instalasi tidak beroperasi tetapi

tetap mempertahankan kondisi yang

dipersyaratkan dalam operasi dan masih terdapat

inventori bahan nuklir/bahan berbahaya.

Moda Perbaikan/

Perawatan

: Pada moda ini instalasi sedang dalam kondisi

perbaikan/perawatan baik secara keseluruhan

maupun sebagian.

BAB II …

- 3 -

BAB II. BATAS KESELAMATAN

Hotcell instalasi mampu untuk menampung bahan bakar nuklir Low Water

Reactor (LWR), Material Testing Reactor (MTR) atau Pressurized Heavy Water

Reactor (PHWR) pasca iradiasi yang telah didinginkan untuk dilakukan

pengujian. Penggunaan masing-masing hotcell saling berhubungan. Hotcell

penerima dan pengeluaran dengan kapasitas tampung maksimum 10 bundel

MTR memberikan kondisi sub kritis. Hotcell pembongkaran dan pemotongan

(dismantling) dan Hotcell Uji Tak Rusak (NDT) sebagai tempat untuk melakukan

kegiatan pengujian sehingga jumlah bahan bakar yang ada di hotcell tersebut

lebih sedikit atau sama dengan kapasitas hotcell penerima. Oleh karena itu

penentuan Batas Keselamatan, Pengesetan Sistem Keselamatan dan Kondisi

Batas untuk Operasi Normal berdasarkan pada sub kritikalitas dan aktivitas.

A. Hotcell

1. Hotcell Penerima dan Pengeluaran

Untuk menjaga Kondisi Batas untuk Operasi Normal diatur di dalam

prosedur kerja dengan melakukan pembatasan Bahan Bakar Nuklir

Bekas yang diuji.

a. Tujuan

Mencegah paparan radiasi yang diterima pekerja dan kontaminasi

daerah kerja agar tidak melebihi batas yang diizinkan.

b. Keberlakuan

Moda Operasi dan Moda Siaga:

- Berlaku untuk spesifikasi 1

Moda Perbaikan/Perawatan:

- Berlaku untuk spesifikasi 2

c. Spesifikasi …

- 4 -

c. Spesifikasi

Batas keselamatan meliputi:

1)

Parameter Nilai/Jumlah

Bahan bakar MTR teriradiasi (dalam rak) 10 bundel

Bahan bakar PWR teriradiasi 5 rod

Bahan bakar PHWR teriradiasi 5 bundel

2) a) Tidak terdapat bahan bakar nuklir atau bahan teriradiasi; dan

b) Laju paparan paling tinggi 30 µSv/jam.

d. Dasar

Dasar penentuan batas keselamatan ini adalah untuk mencegah paparan

radiasi di daerah kerja melebihi batas yang diizinkan, seperti yang telah

ditunjukkan pada Bab II tentang Tujuan Keselamatan Nuklir dan

Persyaratan Desain Teknis, Bab V tentang Sistem Operasi dan Proses dan

Bab XIII tentang Analisis Keselamatan dalam dokumen Laporan Analisis

Keselamatan. Paparan radiasi di daerah kerja tidak akan melebihi batas

yang diizinkan apabila jumlah bahan bakar yang ada di hotcell dapat

dipertahankan lebih kecil atau sama dengan 5 rod bahan bakar PWR

teriradiasi atau 5 bundel bahan bakar PHWR teriradiasi atau 10 bundel

bahan bakar MTR teriradiasi (dalam rak).

2. Hotcell Pembongkaran dan Pemotongan (Dismantling)

a. Tujuan

Mencegah paparan radiasi yang diterima pekerja dan kontaminasi

daerah kerja agar tidak melebihi batas yang diizinkan.

b. Keberlakuan

Moda Operasi dan Moda Siaga.

- Berlaku untuk spesifikasi 1

Moda Perbaikan/Perawatan.

- Berlaku untuk spesifikasi 2

c . Spesifikasi…

- 5 -

c. Spesifikasi

Batas keselamatan meliputi:

1)

Parameter Nilai / Jumlah

Bahan bakar MTR teriradiasi (dalam rak) 10 bundel

Bahan bakar PWR teriradiasi 5 rod

Bahan bakar PHWR teriradiasi 5 bundel

2) a) Tidak terdapat bahan bakar nuklir atau bahan teriradiasi; dan

b) Laju paparan paling tinggi 30 µSv/jam.

d. Dasar

Dasar penentuan batas keselamatan ini adalah untuk mencegah paparan

radiasi di daerah kerja melebihi batas yang diizinkan, seperti yang telah

ditunjukkan pada Bab II tentang Tujuan Keselamatan Nuklir dan

Persyaratan Desain Teknis, Bab V tentang Sistem Operasi dan Proses dan

Bab XIII tentang Analisis Keselamatan dalam dokumen Laporan Analisis

Keselamatan. Paparan radiasi di daerah kerja tidak akan melebihi batas

yang diizinkan apabila jumlah bahan bakar yang ada di hotcell dapat

dipertahankan lebih kecil atau sama dengan 5 (lima) rod bahan bakar

PWR teriradiasi atau 5 (lima) bundel bahan bakar PHWR teriradiasi atau

10 (sepuluh) bundel bahan bakar MTR teriradiasi (dalam rak).

3. Hotcell Uji Tak Rusak

a. Tujuan

Mencegah paparan radiasi yang diterima pekerja dan kontaminasi

daerah kerja agar tidak melebihi batas yang diizinkan.

b. Keberlakuan

Moda Operasi dan Moda Siaga.

- Berlaku untuk spesifikasi 1

Moda Perbaikan/Perawatan.

- Berlaku untuk spesifikasi 2

c . Spesifikasi…

- 6 -

c. Spesifikasi

Batas keselamatan meliputi:

1)

Parameter Nilai / jumlah

MTR teriradiasi fuel (dalam rak) 10 bundel

PWR teriradiasi fuel 5 rod

PHWR teriradiasi fuel 5 bundel

2) a) Tidak terdapat bahan bakar nuklir atau bahan teriradiasi; dan

b) Laju paparan paling tinggi 30 µSv/jam.

d. Dasar

Dasar penentuan batas keselamatan ini adalah untuk mencegah paparan

radiasi di daerah kerja melebihi batas yang diizinkan, seperti yang telah

ditunjukkan pada Bab II tentang Tujuan Keselamatan Nuklir dan

Persyaratan Desain Teknis, Bab V tentang Sistem Operasi dan Proses dan

Bab XIII tentang Analisis Keselamatan dalam dokumen Laporan Analisis

Keselamatan. Paparan radiasi di daerah kerja tidak akan melebihi batas

yang diizinkan apabila jumlah bahan bakar yang ada di hotcell dapat

dipertahankan lebih kecil atau sama dengan 5 rod bahan bakar PWR

teriradiasi atau 5 bundel bahan bakar PHWR teriradiasi atau 10 bundel

bahan bakar MTR teriradiasi (dalam rak).

4. Hotcell Uji Rusak

a. Tujuan

Mencegah paparan radiasi yang diterima pekerja dan kontaminasi

daerah kerja agar tidak melebihi batas yang diizinkan.

b. Keberlakuan

Moda Operasi dan Moda Siaga.

- Berlaku untuk spesifikasi 1

Moda Perbaikan/Perawatan.

- Berlaku untuk spesifikasi 2

c . Spesifikasi…

- 7 -

c. Spesifikasi

Batas keselamatan meliputi:

1)

Parameter Jumlah dan panjang

Potongan pelat bahan bakar MTR teriradiasi 10 potongan, dan 90 mm

Potongan bahan bakar PWR teriradiasi atau

PHWR teriradiasi

10 potongan, dan 75 mm

2) a) Tidak terdapat bahan bakar nuklir atau bahan teriradiasi; dan

b) Laju paparan paling tinggi 30 µSv/jam.

d. Dasar

Dasar penentuan batas keselamatan ini adalah untuk mencegah paparan

radiasi di daerah kerja melebihi batas yang diizinkan, seperti yang telah

ditunjukkan pada Bab II tentang Tujuan Keselamatan Nuklir dan

Persyaratan Desain Teknis, Bab V tentang Sistem Operasi dan Proses dan

Bab XIII tentang Analisis Keselamatan dalam dokumen Laporan Analisis

Keselamatan. Paparan radiasi di daerah kerja tidak akan melebihi batas

yang diizinkan apabila:

1) jumlah potongan bahan bakar MTR teriradiasi dapat dipertahankan

lebih kecil atau sama dengan 10 dan panjang potongan yang ada di

hotcell dapat dipertahankan lebih kecil atau sama dengan 90 mm; atau

2) jumlah potongan bahan bakar PWR atau PHWR teriradiasi dapat

dipertahankan lebih kecil atau sama dengan 10 dan panjang potongan

yang ada di hotcell dapat dipertahankan lebih kecil atau sama dengan

75 mm.

5. Hotcell Uji Mekanik

a. Tujuan

Mencegah paparan radiasi yang diterima pekerja dan kontaminasi

daerah kerja agar tidak melebihi batas yang diizinkan.

b. keberlakuan…

- 8 -

b. Keberlakuan

Moda Operasi dan Moda Siaga.

- Berlaku untuk spesifikasi 1

Moda Perbaikan/Perawatan.

- Berlaku untuk spesifikasi 2

c. Spesifikasi

Batas keselamatan meliputi:

1)

Parameter Nilai

Aktivitas sampel kelongsong dan komponen teras

teriradiasi.

4x1013 Bq

2) a) Tidak terdapat bahan bakar nuklir atau bahan teriradiasi; dan

b) Laju paparan paling tinggi 30 µSv/jam.

d. Dasar

Dasar penentuan batas keselamatan ini adalah untuk mencegah paparan

radiasi di daerah kerja melebihi batas yang diizinkan, seperti yang telah

ditunjukkan pada Bab II tentang Tujuan Keselamatan Nuklir dan

Persyaratan Desain Teknis, Bab V tentang Sistem Operasi dan Proses dan

Bab XIII tentang Analisis Keselamatan dalam dokumen Laporan Analisis

Keselamatan. Paparan radiasi di daerah kerja tidak akan melebihi batas

yang diizinkan apabila aktivitas kelongsong dan komponen teras

teriradiasi dapat dipertahankan lebih kecil atau sama dengan 4x1013 Bq.

B. Glove Boxes

a. Tujuan

Mencegah paparan radiasi yang diterima pekerja dan kontaminasi

daerah kerja agar tidak melebihi batas yang diizinkan.

b. Keberlakuan

Moda Operasi dan Moda Siaga.

- Berlaku untuk spesifikasi 1

Moda…

- 9 -

Moda Perbaikan/Perawatan.

- Berlaku untuk spesifikasi 2

c. Spesifikasi

Batas keselamatan meliputi:

1)

Parameter Nilai

Tekanan udara 10 mm H2O

2)

Parameter Nilai

Kecepatan alir udara 15 m/detik

d. Dasar

Dasar penentuan batas keselamatan ini adalah untuk mencegah

kontaminasi zat radioaktif di daerah kerja melebihi batas yang

diizinkan, seperti yang telah ditunjukkan pada Bab II tentang Tujuan

Keselamatan Nuklir dan Persyaratan Desain Teknis, Bab V tentang

Sistem Operasi dan Proses dan Bab XIII tentang Analisis Keselamatan

dalam dokumen Laporan Analisis Keselamatan. Kontaminasi zat

radioaktif di daerah kerja tidak akan melebihi batas yang diizinkan

apabila tekanan udara yang ada di Glove Boxes dapat dipertahankan

lebih kecil atau sama dengan 10 mm H2O dan kecepatan alir udara

lebih besar atau sama dengan 15 m/detik.

C. Fume Hood

1. Tujuan

Mencegah paparan radiasi yang diterima pekerja dan kontaminasi daerah

kerja agar tidak melebihi batas yang diizinkan.

2. Keberlakuan

Moda Operasi, Moda Siaga, dan Moda Perbaikan/Perawatan.

3. Spesifikasi…

- 10 -

3. Spesifikasi

Batas keselamatan meliputi:

Parameter Nilai

Kecepatan alir udara keluar 3 m/detik

4. Dasar

Dasar penentuan batas keselamatan ini adalah untuk mencegah

kontaminasi zat radioaktif dan zat berbahaya di daerah kerja melebihi

batas yang diizinkan, seperti yang telah ditunjukkan pada Bab II tentang

Tujuan Keselamatan Nuklir dan Persyaratan Desain Teknis, Bab V tentang

Sistem Operasi dan Proses dan Bab XIII tentang Analisis Keselamatan

dalam dokumen Laporan Analisis Keselamatan. Kontaminasi zat radioaktif

dan zat berbahaya di daerah kerja tidak akan melebihi batas yang

diizinkan apabila kecepatan alir udara keluar Fume Hood dapat

dipertahankan lebih besar atau sama dengan 3 m/detik.

BAB III. PENGESETAN SISTEM KESELAMATAN

Kegiatan yang dilakukan di dalam instalasi merupakan kegiatan pengujian,

maka tidak mempunyai nilai Pengesetan Sistem Keselamatan.

BAB IV. KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

A. Hotcell

1. Hotcell Penerima dan Pengeluaran

Untuk menjaga Kondisi Batas untuk Operasi Normal diatur di dalam

prosedur kerja dengan melakukan pembatasan bahan bakar yang diuji.

a. Tujuan

Mencegah paparan radiasi yang diterima pekerja di daerah kerja agar

tidak melebihi batas yang ditetapkan.

b. Keberlakuan

Moda Operasi dan Moda Siaga.

c. Spesifikasi

1) 4 (empat) bundel bahan bakar MTR teriradiasi (dalam rak);

2) 1(satu)…

- 11 -

2) 1 (satu) rod bahan bakar PWR teriradiasi; atau

3) 1 (satu) bundel bahan bakar PHWR teriradiasi.

d. Dasar

Dasar penentuan Kondisi Batas untuk Operasi Normal ini ditunjukkan

pada Bab V tentang Sistem Operasi dan Proses dalam dokumen

Laporan Analisis Keselamatan bahwa pada operasi rutin hotcell

penerima dan pengeluaran memiliki kapasitas 4 (empat) bundel bahan

bakar MTR teriradiasi (dalam rak), 1 (satu) rod bahan bakar PWR

teriradiasi, atau 1 (satu) bundel bahan bakar PHWR teriradiasi. Pada

saat kapasitas akan mencapai batas keselamatan, maka operator

memulai tindakan untuk mencegah nilai batas keselamatan tercapai.

2. Hotcell Pembongkaran dan Pemotongan (Dismantling)

a. Tujuan

Mencegah paparan radiasi yang diterima pekerja di daerah kerja agar

tidak melebihi batas yang ditetapkan.

b. Keberlakuan

Moda Operasi dan Moda Siaga.

c. Spesifikasi

1) 1 (satu) bundel bahan bakar MTR teriradiasi;

2) 1 (satu) rod bahan bakar PWR teriradiasi; atau

3) 1 (satu) bundel bahan bakar PHWR teriradiasi.

d. Dasar

Dasar penentuan Kondisi Batas untuk Operasi Normal ini ditunjukkan

pada Bab V tentang Sistem Operasi dan Proses dalam dokumen

Laporan Analisis Keselamatan bahwa pada operasi rutin hotcell

pembongkaran dan pemotongan (dismantling) memiliki kapasitas 1

(satu) bundel bahan bakar MTR teriradiasi, 1 (satu) rod bahan bakar

PWR teriradiasi, atau 1 (satu) bundel bahan bakar PHWR teriradiasi.

Pada saat kapasitas akan mencapai batas keselamatan, maka operator

memulai tindakan untuk mencegah nilai batas keselamatan tercapai.

3. Hotcell…

- 12 -

3. Hotcell Uji Tak Rusak

a. Tujuan

Mencegah paparan radiasi yang diterima pekerja di daerah kerja agar

tidak melebihi batas yang ditetapkan.

b. Keberlakuan

Moda Operasi dan Moda Siaga.

c. Spesifikasi

1) 1 (satu) bundel bahan bakar MTR teriradiasi;

2) 1 (satu) rod bahan bakar PWR teriradiasi; atau

3) 1 (satu) bundel bahan bakar PHWR teriradiasi.

d. Dasar

Dasar penentuan Kondisi Batas untuk Operasi Normal ini

ditunjukkan pada Bab V tentang Sistem Operasi dan Proses bahwa

pada operasi rutin hotcell Uji Tak Rusak memiliki kapasitas 1 (satu)

bundel bahan bakar MTR teriradiasi, 1 (satu) rod bahan bakar PWR

teriradiasi, atau 1 (satu) bundel bahan bakar PHWR teriradiasi. Pada

saat kapasitas akan mencapai batas keselamatan, maka operator

memulai tindakan untuk mencegah nilai batas keselamatan tercapai.

4. Hotcell Uji Rusak

a. Tujuan

Mencegah paparan radiasi yang diterima pekerja di daerah kerja agar

tidak melebihi batas yang ditetapkan.

b. Keberlakuan

Moda Operasi dan Moda Siaga.

c. Spesifikasi

1) 5 (lima) potongan pelat bahan bakar MTR teriradiasi sepanjang 80

mm; atau

2) 5 (lima) potongan bahan bakar PWR teriradiasi atau PHWR

teriradiasi dengan panjang 40 mm.

d. Dasar…

- 13 -

d. Dasar

Dasar penentuan Kondisi Batas untuk Operasi Normal ini ditunjukkan

pada Bab V tentang Sistem Operasi dan Proses dalam dokumen

Laporan Analisis Keselamatan bahwa pada operasi rutin hotcell uji

rusak memiliki kapasitas 5 (lima) potongan pelat bahan bakar MTR

teriradiasi sepanjang 80 mm atau 1 (satu) rod bahan bakar PWR

teriradiasi, atau 5 (lima) potongan bahan bakar PWR teriradiasi atau

PHWR teriradiasi dengan panjang 40 mm. Pada saat kapasitas akan

mencapai batas keselamatan, maka operator memulai tindakan untuk

mencegah nilai batas keselamatan tercapai.

5. Hotcell Uji Mekanik

a. Tujuan

Mencegah paparan radiasi yang diterima pekerja di daerah kerja agar

tidak melebihi batas yang ditetapkan.

b. Keberlakuan

Moda Operasi dan Moda Siaga.

c. Spesifikasi

Aktivitas kelongsong dan komponen teras teriradiasi sebesar 2x1013 Bq

d. Dasar

Dasar penentuan Kondisi Batas untuk Operasi Normal ini ditunjukkan

pada Bab V tentang Sistem Operasi dan Proses dalam dokumen

Laporan Analisis Keselamatan bahwa pada operasi rutin hotcell uji

mekanik memiliki aktivitas kelongsong dan komponen teras teriradiasi

sebesar 2x1013 Bq. Pada saat aktivitas kelongsong dan komponen teras

teriradiasi akan mencapai batas keselamatan, maka operator memulai

tindakan untuk mencegah nilai batas keselamatan tercapai.

6. Hotcell

Untuk menjaga Kondisi Batas untuk Operasi Normal diatur di dalam

prosedur kerja dengan melakukan pembatasan paparan radiasi.

a. Tujuan…

- 14 -

a. Tujuan

Mencegah paparan radiasi yang diterima pekerja di daerah kerja agar

tidak melebihi batas yang ditetapkan.

b. Keberlakuan

Moda Perbaikan/Perawatan.

c. Spesifikasi

Laju paparan 15 µSv/jam.

d. Dasar

Dasar penentuan Kondisi Batas untuk Perbaikan/Perawatan ini

ditunjukkan pada Bab XI tentang Pelaksanaan Operasi dalam

dokumen Laporan Analisis Keselamatan bahwa pada moda

perbaikan/perawatan, laju paparan di daerah kerja harus lebih kecil

atau sama dengan 15 µSv/jam.

B. Glove Boxes

a. Tujuan

Mencegah paparan radiasi yang diterima pekerja di daerah kerja agar

tidak melebihi batas yang ditetapkan.

b. Keberlakuan

Moda Operasi dan Moda Siaga.

- Berlaku untuk spesifikasi 1

Moda Perbaikan/Perawatan.

- Berlaku untuk spesifikasi 2

c. Spesifikasi

1)

Parameter Nilai

Tekanan udara -5 mm H2O

2)…

- 15 -

2)

Parameter Nilai

Kecepatan alir udara 5 m/detik

d. Dasar

Dasar penentuan Kondisi Batas untuk Operasi Normal ini ditunjukkan

pada Bab V tentang Sistem Operasi dan Proses dalam dokumen

Laporan Analisis Keselamatan bahwa pada moda operasi Glove Boxes

memiliki tekanan udara sebesar -5 mm H2O. Pada saat tekanan udara

akan mencapai batas keselamatan, maka operator memulai tindakan

untuk mencegah nilai batas keselamatan tercapai. Sedangkan dasar

penentuan Kondisi Batas untuk Operasi Normal pada moda

perbaikan/perawatan Glove Boxes memiliki kecepatan alir udara

sebesar 5 m/detik. Pada saat kecepatan alir udara akan mencapai

batas keselamatan, maka operator memulai tindakan untuk mencegah

nilai batas keselamatan tercapai.

C. Fume Hood

a. Tujuan

Mencegah paparan radiasi yang diterima pekerja di daerah kerja agar

tidak melebihi batas yang ditetapkan.

b. Keberlakuan

Moda Operasi, Moda Siaga, dan Moda Perbaikan/Perawatan.

c. Spesifikasi

Kecepatan alir udara sebesar 5 m/detik.

d. Dasar

Dasar penentuan Kondisi Batas untuk Operasi Normal ini ditunjukkan

pada Bab V tentang Sistem Operasi dan Proses dalam dokumen

Laporan Analisis Keselamatan bahwa pada kegiatan operasi dan

perbaikan/perawatan Fume Hood memiliki kecepatan alir udara keluar

sebesar 5 m/detik. Pada saat kecepatan alir udara keluar akan

mencapai batas keselamatan, maka operator memulai tindakan untuk

mencegah nilai batas keselamatan tercapai.

D. Sistem…

- 16 -

D. Sistem Ventilasi

a. Tujuan

Untuk mencegah kontaminasi udara dari daerah dengan kontaminasi

udara tinggi ke daerah dengan kontaminasi udara rendah sehingga

tidak melampaui batas yang ditetapkan.

b. Keberlakuan

Semua moda

c. Spesifikasi

1) Daerah dengan tingkat kontaminasi lebih tinggi bertekanan udara

lebih negatif daripada daerah dengan tingkat kontaminasi lebih

rendah. Pengukuran perbedaan tekanan udara setiap daerah kerja

dilakukan satu kali dalam satu minggu.

2) 2 (dua) sistem ventilasi siap dioperasikan dengan komponen untuk

masing masing sistem:

a) 1 (satu) unit pemasok udara /supply fan

b) 2 (dua) unit exhaust fan

c) 1 (satu) unit filter charcoal

d) 1 (satu) unit filter HEPA pada exhaust fan

e) 1 (satu) unit instrumentasi aliran udara buang:

(1) 1 (satu) perangkat indikator aliran udara buang, dengan

alarm;

(2) 1 (satu) monitor radiasi beta-gamma, dengan alarm;

(3) 1 (satu) sensor temperatur gas; dan

3) 1 (satu) sistem ventilasi beroperasi.

d. Tindakan dalam hal spesifikasi tidak terpenuhi

Pengoperasian dihentikan dan sistem ventilasi diperbaiki.

e. Dasar

Dasar penentuan Kondisi Batas untuk Operasi Normal ini ditunjukkan

pada…

- 17 -

pada Bab IV tentang Gedung dan Struktur dalam dokumen Laporan

Analisis Keselamatan bahwa pada operasi rutin sistem VAC, daerah

dengan tingkat kontaminasi lebih tinggi bertekanan udara lebih negatif

daripada daerah dengan tingkat kontaminasi lebih rendah dengan 1

(satu) sistem ventilasi beroperasi dan 1 (satu) sistem ventilasi siap

dioperasikan.

E. Sistem Catu Daya Listrik

1. Catu Daya AC Normal

a. Tujuan

Untuk memastikan tersedia catu daya AC normal selama operasi

instalasi yaitu pemenuhan catu daya listrik untuk pengoperasian

instalasi.

b. Keberlakuan

Semua moda.

c. Spesifikasi

1 (satu) unit distribusi daya luar tapak yang terdiri dari 2 (dua) unit

transformator dalam keadaan beroperasi dan mampu mencatu daya

sebesar 1500 kVA.

d. Tindakan dalam hal spesifikasi tidak terpenuhi

Catu daya listrik darurat dioperasikan dalam waktu paling lambat 3

(tiga) menit setelah catu daya PLN terputus.

e. Dasar

Dasar penentuan Kondisi Batas untuk Operasi Normal ini ditunjukkan

pada Bab VI tentang Sistem Bantu dalam dokumen Laporan Analisis

Keselamatan bahwa pada operasi rutin catu daya AC normal, 1 (satu)

unit distribusi daya luar tapak yang terdiri dari 2 (dua) unit

transformator dalam keadaan beroperasi dan mampu mencatu daya

sebesar 1500 kVA.

2. Catu…

- 18 -

2. Catu Daya Listrik Darurat

a. Tujuan

Untuk memastikan tersedia catu daya listrik selama kehilangan catu

daya AC normal untuk pengoperasian exhaust fan untuk hotcell dan

penerangan darurat.

b. Keberlakuan

Semua moda.

c. Spesifikasi

Moda Operasi:

2 (dua) catu daya listrik darurat dalam keadaan siap beroperasi

dan mampu mencatu daya sebesar 500 kVA.

Moda Siaga:

Paling sedikit 1 (satu) dari 2 (dua) catu daya listrik darurat siap

beroperasi dan mampu mencatu daya sebesar 500 kVA dalam

interval waktu 5 (lima) menit setelah kehilangan catu daya AC

normal.

Moda Shutdown dan Moda Perbaikan/Perawatan:

Bahan bakar minyak setiap catu daya listrik darurat harus tersedia

untuk 24 (dua puluh empat) jam operasi.

d. Tindakan dalam hal spesifikasi tidak terpenuhi

Moda Operasi:

1) Apabila 1 (satu) catu daya darurat gagal, segera lakukan perbaikan;

2) Instalasi dihentikan operasinya apabila 2 (dua) catu daya listrik

darurat gagal; dan

3) Instalasi masih dapat dioperasikan jika 1 (satu) dari 2 (dua) catu

daya listrik darurat tidak pada posisi siap beroperasi.

Moda…

- 19 -

Moda Siaga:

Apabila lebih dari 1 (satu) catu daya listrik darurat tidak siap

beroperasi, maka semua kegiatan pengoperasian di daerah kerja

dihentikan.

Moda Operasi, Moda Shutdown, Moda Siaga, dan Moda

Perbaikan/Perawatan:

Apabila bahan bakar minyak setiap catu daya listrik darurat

tersedia kurang untuk 24 (dua puluh empat) jam operasi maka

harus disediakan kembali untuk cadangan.

e. Dasar

Dasar penentuan Kondisi Batas untuk Operasi Normal ini ditunjukkan

pada Bab VI tentang Sistem Bantu dalam dokumen Laporan Analisis

Keselamatan bahwa pada moda operasi, 2 (dua) catu daya listrik

darurat dalam keadaan siap beroperasi dan mampu mencatu daya

sebesar 500 kVA.

3. Catu Daya Listrik Tak Terputus

a. Tujuan

Untuk memastikan tersedia catu daya listrik untuk keperluan sistem

penerangan darurat area laboratorium, alarm kebakaran, dan kantor

selama kehilangan daya listrik dari catu daya listrik darurat.

b. Keberlakuan

Semua moda.

c. Spesifikasi

Moda Operasi:

1 (satu) catu daya listrik tak terputus dalam keadaan siap

beroperasi.

Moda Siaga:

1 (satu) catu daya listrik tak terputus siap beroperasi.

Moda…

- 20 -

Moda Shutdown dan Moda Perbaikan/Perawatan:

Baterai catu daya listrik tak terputus darurat harus tersedia untuk

20 jam operasi untuk keperluan sistem penerangan darurat area

laboratorium dan kantor, serta alarm kebakaran.

d. Tindakan dalam hal spesifikasi tidak terpenuhi

Moda Operasi, Moda Shutdown, Moda Siaga, dan Moda

Perbaikan/Perawatan:

Apabila baterai setiap catu daya listrik tak terputus tersedia kurang

untuk 20 (dua puluh) jam operasi maka harus diisi ulang untuk

cadangan.

e. Dasar

Dasar penentuan Kondisi Batas untuk Operasi Normal ini ditunjukkan

pada Bab VI tentang Sistem Bantu bahwa pada semua moda, 1 (satu)

catu daya listrik tak terputus harus tersedia untuk 20 (dua puluh) jam

operasi untuk keperluan sistem penerangan darurat area laboratorium

dan kantor, serta alarm kebakaran.

F. Sistem Pemantau Radiasi dan Efluen

a. Tujuan

1) mencegah tingkat radioaktivitas lingkungan agar tidak melampaui

nilai batas; dan

2) mencegah paparan radiasi yang diterima pekerja dan kontaminasi

daerah kerja agar tidak melebihi nilai yang ditetapkan.

b. Keberlakuan

Semua moda.

c. Spesifikasi

Semua peralatan pemantau radiasi dan efluen radioaktif harus dalam

keadaan beroperasi dan terkalibrasi. Peralatan pemantau radiasi dan

efluen radioaktif terdiri dari:

1) pemantau paparan radiasi dan kontaminasi daerah kerja; dan

2) pemantau radioaktivitas lingkungan.

d. Tindakan…

- 21 -

d. Tindakan dalam hal spesifikasi tidak terpenuhi

Semua moda:

Apabila terdapat alarm atau kegagalan pada salah satu peralatan

pemantau, maka hentikan semua kegiatan operasi.

e. Dasar

Dasar penentuan Kondisi Batas untuk Operasi Normal ini ditunjukkan

pada Bab VIII tentang Proteksi Radiasi dalam dokumen Laporan

Analisis Keselamatan bahwa pada semua moda, semua peralatan

pemantau radiasi dan efluen radioaktif harus dalam keadaan

beroperasi dan terkalibrasi.

BAB V. PERSYARATAN SURVEILAN

A. Hotcell

Untuk menjamin keselamatan radiasi di daerah kerja, maka dilakukan

pengukuran paparan radiasi dari luar hotcell minimal 1 (satu) kali dalam 1

(satu) minggu dengan menggunakan alat surveymeter yang terkalibrasi.

B. Fume Hood

Untuk menjamin keselamatan radiasi dan bahan berbahaya di daerah kerja,

maka dilakukan pengukuran kecepatan alir udara minimal 1 (satu) kali

dalam 1 (satu) minggu dengan menggunakan alat anemometer yang

terkalibrasi.

C. Glove Boxes

Untuk menjamin keselamatan radiasi di daerah kerja, maka dilakukan

pengukuran tekanan udara minimal 1 (satu) kali dalam satu minggu dengan

menggunakan alat pressure indicator.

D. Sistem VAC

Alat pengukur tekanan udara dikalibrasi 1 (satu) kali dalam tiga tahun.

Pengawasan operasi sistem chiller, dilakukan setiap hari dengan cara

pengamatan suhu air masuk dan keluar, pengamatan tekanan suction dan

discharge kompresor chiller, pengukuran kuat arus motor, pengamatan

kelainan suara, level pelumas, serta pemeriksaan tekanan air keseluruhan.

Jika…

- 22 -

Jika terjadi kelainan operasi senantiasa dilakukan tindakan perawatan,

penambahan air, penambahan freon dan penggantian komponen yang perlu.

Perawatan supply fan dan exhaust fan dilakukan 1 (satu) kali dalam satu

minggu. Perawatan supply fan dilakukan dengan pemeriksaan kuat arus

motor penggerak dan kelainan suara. Perawatan exhaust fan dilakukan

dengan cara pemeriksaan suhu motor penggerak, bearing, kelainan suara

dan kuat arus.

Pemeriksaan tekanan udara Filter HEPA dilakukan 1 (satu) kali dalam satu

minggu, apabila tekanan udara > 650 Pa maka dilakukan penggantian filter

HEPA.

Pengamatan pola alir udara dilakukan dengan cara memeriksa arah aliran

udara antar zona yang dilakukan 1 (satu) kali dalam satu minggu.

Perawatan terhadap alat pengukur tekanan udara portabel dilakukan 1 (satu)

kali dalam satu minggu yang dikalibrasi 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun.

Pemeriksaan hanya dilakukan terhadap tekanan negatif di dalam hotcell

menggunakan pressure gauge yang terpasang pada dinding luar hotcell, 1

(satu) kali dalam 1 (satu) minggu. Kalibrasi terhadap pressure gauge

dilakukan sekali dalam tiga tahun kecuali hotcell penerimaan menggunakan

alat ukur beda tekanan berupa alat ukur primer (manometer cairan) sehingga

tidak dikalibrasi.

Uji fungsi sistem ventilasi dilakukan 1 (satu) kali setiap 3 (tiga) bulan atau

ketika perbedaan tekanan melebihi harga tertentu, filter yang terkait diganti

dengan yang baru.

Pengujian filter sistem ventilasi meliputi:

1. uji filter aerosol dilakukan 1 (satu) kali/tahun;

2. uji perbedaan tekanan dengan udara luar (∆p) dilakukan 1 (satu)

kali/tahun untuk filter standby;

3. uji charcoal filter dilakukan 1 (satu) kali/tahun atau dilakukan

penggantian bila terdapat indikasi penurunan fungsi yaitu terdapatnya

perbedaan tekanan dengan udara luar (∆p) ≥ 1000 Pa; dan

E. Catu…

- 23 -

E. Catu Daya Listrik

1. Catu Daya Listrik Normal

Untuk menjamin keselamatan operasi sistem catu daya listrik normal

(transformator), dilakukan pengamatan visual kebocoran minyak trafo

pada bushing HV, LV dan cover atas serta pengamatan warna silica gel

setiap 6 (enam) bulan sekali. Selain pengamatan kebocoran dan

pengamatan silica gel, perlu juga dilakukan pengujian minyak trafo,

khususnya pengujian tegangan tembus dilakukan minimal sekali dalam 3

(tiga) tahun.

2. Catu Daya Listrik Darurat

Untuk menguji keandalan dan kesiapan operasi, maka catu daya listrik

darurat diuji dengan running tanpa beban satu kali dalam satu minggu

dengan durasi 10 (sepuluh) menit sampai dengan 15 (lima belas) menit.

3. Catu Daya Listrik Tak Terputus

Untuk menguji keandalan dan kesiapan operasi, maka catu daya listrik

tak terputus dilakukan uji tegangan tanpa beban 1 (satu) kali dalam 1

(satu) minggu.

F. Alat Pemantau Radiasi dan Efluen

Untuk menjamin kehandalan fungsi peralatan pemantau paparan radiasi dan

kontaminasi daerah kerja maka dilakukan perawatan terhadap peralatan

minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu) minggu dan dikalibrasi 1 (satu) kali

dalam setahun.

Untuk menjamin kehandalan fungsi peralatan pemantau radioaktivitas

lingkungan maka dilakukan perawatan terhadap peralatan paling lama 1

(satu) kali dalam 6 (enam) bulan dan dikalibrasi 1 (satu) kali dalam setahun.

Perawatan terhadap alarm peralatan keselamatan radiasi dilakukan sekali

dalam setahun pada saat alat dikalibrasi dengan cara melakukan uji fungsi

dengan sumber standar.

BAB VI…

- 24 -

BAB VI. PERSYARATAN ADMINISTRASI

A. Struktur Organisasi

1. Struktur

Organisasi Instalasi X memiliki 4 (empat) kelompok pelaksana, yang

meliputi: pelaksana operasi, pelaksana perawatan, pelaksana jaminan

mutu dan pelaksana keselamatan radiasi. Struktur organisasi dan alur

komunikasi antara elemen organisasi diberikan dalam Gambar 1.

: Garis operasi struktural

: Garis koordinasi

Gambar 1. Struktur Organisasi Instalasi X

2. Tanggung jawab

Pemegang izin Instalasi X mempunyai tugas dan bertanggung jawab atas

keselamatan pengoperasian instalasi, dan keselamatan dalam pelayanan

kegiatan pengujian.

PEMEGANG IZIN

INSTALASI - X

PELAKSANA OPERASI

PELAKSANA

PERAWATAN

PELAKSANA

JAMINAN MUTU

PELAKSANA KESELAMATAN

RADIASI

Panitia Penilai Keselamatan

B. Kualifikasi…

- 25 -

B. Kualifikasi dan Pelatihan Petugas Instalasi dan Bahan Nuklir

1. Kualifikasi

a. Manajemen Pelaksana Operasi Instalasi

Memiliki ijazah paling rendah sarjana atau diploma IV bidang ilmu

teknik, fisika, atau kimia, dan minimal 6 (enam) tahun berpengalaman

di bidang nuklir.

b. Supervisor

Memiliki ijazah paling rendah sarjana atau diploma IV bidang ilmu

teknik, fisika, atau kimia, minimal 4 (empat) tahun bekerja sebagai

operator instalasi, dan memiliki Surat Izin Bekerja (SIB) dari BAPETEN.

c. Operator

Memiliki ijazah paling rendah Sekolah Menengah Atas (SMA) jurusan

ilmu pengetahuan alam (IPA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

teknologi, 1 (satu) tahun berpengalaman magang sebagai operator, dan

memiliki Surat Izin Bekerja (SIB) dari BAPETEN.

2. Jenis dan Frekuensi Pelatihan

Kegiatan pelatihan meliputi:

a. pelatihan operator dan supervisor instalasi; dan

b. pelatihan penyegaran operator dan supervisor 1 (satu) kali dalam masa

izin petugas instalasi dan bahan nuklir.

Staf yang sudah mengikuti pelatihan akan dikualifikasi untuk memenuhi

persyaratan sebagai petugas instalasi dan bahan nuklir sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

C. Penilaian dan Audit

1. Penilaian

Panitia penilai keselamatan merupakan kelompok kerja yang independen

dan bertanggung jawab untuk melakukan penilaian, memberi nasehat dan

pertimbangan kepada pemegang izin Instalasi X dalam kaitannya dengan

semua aspek keselamatan instalasi. Panitia penilai keselamatan ini

dibentuk oleh pemegang izin dengan frekuensi minimum pertemuan

untuk…

- 26 -

untuk penilaian 2 (dua) kali setiap tahun. Personil panitia penilai

keselamatan memenuhi kualifikasi berdasarkan pendidikan, pengalaman

dan kompetensi profesional di bidang keselamatan nuklir dan radiasi.

2. Audit

Audit dilakukan secara internal dan eksternal. Audit eksternal dilakukan

secara independen dengan anggota diluar organisasi Pemegang Izin. Hasil

audit eksternal disampaikan kepada Pemegang Izin untuk dilakukan

tindakan perbaikan.

Audit internal dilakukan oleh Unit Jaminan Mutu (UJM) yang bertanggung

jawab kepada Pemegang Izin Instalasi X dengan frekuensi minimum

pertemuan untuk penilaian 2 (dua) kali setiap tahun. Pertimbangan

sebagai personil audit internal berdasarkan:

a. pengetahuan dan pengalaman khusus di bidang yang diaudit;

b. pengetahuan dan pengalaman dalam teknik audit; dan

c. pengetahuan standar dan code yang berlaku, prosedur, dan proses

industri.

Personil audit memenuhi kualifikasi berdasarkan pendidikan, pengalaman

dan kompetensi profesional.

D. Prosedur

Pemegang Izin dan seluruh manajer dan pelaksana kegiatan akan

melaksanakan kegiatan operasi, shutdown, perawatan/perbaikan, surveilan,

pelaksanaan program proteksi dan keselamatan radiasi, kesiapsiagaan nuklir

sesuai dengan prosedur. Pembuatan prosedur, revisi prosedur, dan

pengendalian prosedur mengacu pada sistem manajemen yang berlaku.

E. Rekaman

Pemegang Izin memastikan tersedianya rekaman desain dan konstruksi

instalasi X serta rekaman selama komisioning dan operasi.

Rekaman tersebut mencakup spesifikasi desain, analisis keselamatan, detail

peralatan dan material yang dipasok, gambar instalasi terpasang, rekaman

komisioning, termasuk laporan pengujian dan dokumen jaminan mutu yang

perlu untuk pengujian berkala, pengujian dan inspeksi selama operasi.

Semua…

- 27 -

Semua rekaman di atas terdokumentasi pada pelaksana Jaminan Mutu.

F. Pelaporan

1. Laporan Berkala

Pemegang Izin Instalasi X akan menyampaikan laporan operasi rutin 1

(satu) kali setiap 6 (enam) bulan kepada Kepala BAPETEN mengenai data

operasi, data bahan nuklir, perawatan dan perbaikan yang dilakukan,

proteksi radiasi, pemantauan lingkungan dan data limbah.

2. Laporan kecelakaan

Apabila terjadi kecelakaan, Pemegang izin segera menyampaikan laporan

kepada Kepala BAPETEN melalui telepon/faksimili/media elektronik

paling lambat 1 (satu) jam sejak terjadi kecelakaan. Sedangkan laporan

tertulis disampaikan paling lambat 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam

sejak terjadi kecelakaan sesuai dengan Peraturan Kepala BAPETEN.

G. Proteksi dan Keselamatan Radiasi

Pemegang Izin, seluruh manajer dan pelaksana kegiatan akan melaksanakan

seluruh kegiatan sesuai dengan program proteksi dan keselamatan radiasi

yang telah ditetapkan.

Petugas proteksi radiasi berwenang untuk melarang dan menghentikan

kegiatan yang berkaitan dengan keselamatan apabila ditemukan suatu

penyimpangan.

H. Modifikasi

Setiap kegiatan modifikasi akan dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang

telah ditetapkan.

I. Tindakan dalam Kejadian Operasi Terantisipasi dan/atau Penyimpangan

terhadap Batas Keselamatan, dan Kondisi Batas untuk Operasi Normal

Termasuk Shutdown.

Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap batas keselamatan maka kegiatan

operasi segera harus dihentikan dan Pemegang Izin melaporkan segera

kepada Kepala BAPETEN. Selanjutnya dilakukan penyelidikan mengenai

penyebab kejadian tersebut serta analisis terhadap kerusakan yang

ditimbulkannya. Langkah perbaikan akan diambil berdasarkan hasil

penyelidikan…

- 28 -

penyelidikan dan kemudian membuat rekomendasi mengenai tindakan untuk

mencegah atau mengurangi peluang terjadinya kejadian tersebut. Instalasi

hanya dapat dioperasikan kembali setelah dilakukan evaluasi dan tindakan

korektif yang tepat serta mendapat persetujuan dari Kepala BAPETEN.

Dalam hal terjadi kejadian operasi terantisipasi atau pelanggaran terhadap

Kondisi Batas untuk Operasi Normal, langkah pertama yang dilakukan yaitu

mengembalikan ke kondisi normal, atau bila tidak memungkinkan maka

kegiatan operasi dihentikan. Terhadap kejadian ini dilakukan review/evaluasi

secara internal dan berdasarkan hal tersebut disusun tindakan pencegahan

dan langkah untuk mengurangi peluang terulangnya kejadian tersebut dan

melaporkan kepada Kepala BAPETEN.

INSTALASI…

- 29 -

INSTALASI PENYIMPANAN SEMENTARA BAHAN BAKAR NUKLIR BEKAS

BAB I. PENDAHULUAN

A. Pengantar

Batasan dan Kondisi Operasi ini terdiri dari uraian mengenai Batas

Keselamatan, Pengesetan Sistem Keselamatan, Kondisi Batas untuk Operasi

Normal, persyaratan surveilan, dan persyaratan administrasi.

Dokumen ini berisi Batasan dan Kondisi Operasi untuk digunakan dalam

mengendalikan administrasi, ketersediaan peralatan, dan parameter operasi

untuk menjamin operasi instalasi yang selamat dan untuk mengurangi

potensi risiko bagi pekerja dan lingkungan dari lepasan zat radioaktif tak

terkendali atau bahan berbahaya lainnya.

Instalasi Y ini merupakan instalasi penyimpanan sementara Bahan Bakar

Nuklir Bekas yang memiliki fungsi utama untuk menerima dan menyimpan

bahan bakar nuklir bekas yang telah digunakan di reaktor atau instalasi

nuklir lain.

Batasan dan Kondisi Operasi ini merupakan pemutakhiran dari dokumen

Batasan dan Kondisi Operasi Nomor. yy/20xx yang diajukan untuk

memperoleh izin konstruksi.

Penyusunan Batasan dan Kondisi Operasi ini mengacu pada Peraturan

Kepala BAPETEN Nomor yy/20xx. Batasan dan Kondisi Operasi ini hanya

berlaku selama tahap operasi. Seluruh pelaksana kegiatan operasi Instalasi Y

mulai dari tingkat manajerial sampai dengan pelaksana berkomitmen untuk

menerapkan Batasan dan Kondisi Operasi ini pada semua moda operasi

instalasi.

B. Moda …

- 30 -

B. Moda Operasi

Moda operasi untuk instalasi penyimpanan sementara Bahan Bakar Nuklir

Bekas adalah sebagai berikut:

Moda Operasi : Pada moda ini instalasi sedang beroperasi sesuai

fungsinya baik secara keseluruhan maupun

sebagian.

Moda Shutdown : Pada moda ini instalasi tidak beroperasi sesuai

fungsinya, tidak terdapat bahan nuklir/bahan

berbahaya, dan tidak dapat berfungsi dalam

kondisi yang ada.

Moda Perbaikan/

Perawatan

: Pada moda ini instalasi sedang dalam kondisi

perbaikan/perawatan baik secara keseluruhan

maupun sebagian.

Bab II. …

- 31 -

BAB II. BATAS KESELAMATAN

Spesifikasi menjelaskan tentang kriteria yang tidak boleh dilampaui selama

operasi penyimpanan Bahan Bakar Nuklir Bekas. Batas keselamatan

dikendalikan dengan penetapan harga parameter penyimpanan, pengamatan

terhadap peralatan pengukuran parameter keselamatan serta menerapkan

prosedur sesuai dengan sistem manajemen yang berlaku di instalasi Y.

A. Rak Penyimpanan

1. Tujuan

Untuk mencegah terjadinya kekritisan.

2. Keberlakuan

Moda Operasi.

3. Spesifikasi

Batas keselamatan meliputi:

Parameter Nilai/Jumlah

Bahan Bakar Nuklir Bekas 49 (empat puluh sembilan) elemen bakar

tiap rak

4. Dasar

Dasar penentuan batas keselamatan ini adalah untuk mencegah terjadinya

kekritisan, seperti yang telah ditunjukkan pada Bab X tentang Pencegahan

Kekritisan dalam dokumen Laporan Analisis Keselamatan. Kekritisan tidak

akan terjadi apabila 49 (empat puluh sembilan) elemen bakar nuklir bekas

ditempatkan dalam 1 (satu) rak penyimpan stainless steel dengan ukuran

rak 0,98 m x 0,98 m dan jarak antar bahan bakar 170 mm. Konfigurasi ini

akan menghasilkan harga keff < 0,97. Desain rak penyimpan didisain

sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kekritisan.

B. Sistem Pendingin

1. Tujuan

a. mengambil panas pembangkitan dari Bahan Bakar Nuklir Bekas

b. menjamin agar keutuhan Bahan Bakar Nuklir Bekas yang disimpan

dapat…

- 32 -

dapat dipertahankan sampai dengan waktu yang telah ditentukan; dan

c. mencegah paparan radiasi yang diterima pekerja agar tidak melebihi

batas yang diizinkan.

2. Keberlakuan

Moda Operasi dan Moda Perbaikan/Perawatan.

3. Spesifikasi

Batas keselamatan meliputi:

Parameter Nilai

Temperatur air kolam maksimal 40oC

Tinggi permukaan air kolam (dari permukaan

Bahan Bakar Nuklir Bekas)

minimal 2 m

4. Dasar

Dasar penentuan batas keselamatan ini adalah agar sistem pendingin

dapat mengambil panas pembangkitan dari Bahan Bakar Nuklir Bekas,

menjamin agar keutuhan Bahan Bakar Nuklir Bekas yang disimpan dapat

dipertahankan sampai dengan waktu yang telah ditentukan, dan

mencegah paparan radiasi yang diterima pekerja agar tidak melebihi batas

yang diizinkan, seperti yang telah ditunjukkan pada Bab II tentang Tujuan

Keselamatan Nuklir dan Persyaratan Desain Teknis, Bab V tentang Sistem

Operasi dan Proses dan Bab XIII tentang Analisis Keselamatan dalam

dokumen Laporan Analisis Keselamatan. Apabila dalam kolam

penyimpanan terdapat 49 elemen bakar dengan temperatur Bahan Bakar

Nuklir Bekas 55oC dengan sistem pendingin yang mempunyai tinggi air

kolam minimal 2 (dua) m dari permukaan Bahan Bakar Nuklir Bekas,

temperatur air kolam sebesar 39oC. Temperatur ini tidak akan melampaui

40oC.

BAB III…

- 33 -

BAB III. PENGESETAN SISTEM KESELAMATAN

Sistem Pendingin

1. Tujuan

Menjamin batas keselamatan operasi instalasi tidak dilampaui.

2. Keberlakuan

Moda Operasi.

3. Spesifikasi

Pengesetan Sistem Keselamatan meliputi:

Parameter Nilai

Temperatur air kolam 38 0C

Tinggi permukaan air kolam (dari permukaan bahan

bakar nuklir)

2,5 m

4. Tindakan dalam hal spesifikasi tidak terpenuhi

Jika nilai parameter Pengesetan Sistem Keselamatan di atas

tercapai/terlampaui dan sistem pendingin dan sitem penambah air (make

up) gagal beroperasi secara otomatis, maka operator segera melakukan

pengaktifan secara manual dan melakukan tindakan administratif

sebagaimana dinyatakan pada Bab VI tentang Sistem Bantu dan Sarana

Pendukung dalam dokumen Laporan Analisis Keselamatan.

5. Dasar

Dasar penentuan pengesetan sistem keselamatan ini adalah untuk

menjamin batas keselamatan tidak terlampaui.

Analisis pada Bab XIII tentang Analisis Keselamatan dalam dokumen

Laporan Analisis Keselamatan untuk berbagai kejadian awal terpostulasi

dan dengan asumsi pengesetan sistem keselamatan yang lebih konservatif

menunjukkan bahwa batas keselamatan tidak terlampaui.

Nilai Pengesetan Sistem Keselamatan di atas telah ditetapkan secara

konservatif dengan mempertimbangkan semua ketidakpastian dalam

analisis …

- 34 -

analisis keselamatan, misalnya ketidakpastian pengukuran, waktu

respons alat, dan ketidakpastian perhitungan.

Pada analisis kecelakaan akibat kehilangan pendingin karena kebocoran

kolam, di Bab XIII tentang Analisis Keselamatan dalam dokumen Laporan

Analisis Keselamatan, diasumsikan bahwa ketinggian air kolam berkurang

sebanyak 50 cm dari ketinggian normal.

Beberapa saat kemudian ketika permukaan air itu mencapai posisi 50 cm

di bawah normal, sistem penambah air memperoleh sinyal secara otomatis

untuk mulai mengaktifkan pompa pemasok air penambah dengan waktu

tunda 6 detik dan laju alir sebesar 0,5 liter per detik. Walaupun

permukaan air kolam masih terus turun namun ketinggian air kolam

masih dapat dijaga hingga > 2 (dua) m dari permukaan Bahan Bakar

Nuklir Bekas sehingga temperatur air kolam tidak akan mencapai 39oC.

Dengan demikian nilai pengesetan sistem keselamatan untuk parameter

temperatur air kolam sebesar 38oC sudah cukup konservatif.

BAB IV. KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

A. Sistem Pendingin

1. Tujuan

a. mengambil panas pembangkitan dari Bahan Bakar Nuklir Bekas;

b. menjamin agar keutuhan Bahan Bakar Nuklir Bekas yang disimpan

dapat dipertahankan sampai dengan waktu yang telah ditentukan; dan

c. mencegah paparan radiasi yang diterima pekerja agar tidak melebihi

batas yang diizinkan.

2. Keberlakuan

Moda Operasi.

3. Spesifikasi

a. maksimal 1300 bundel Bahan Bakar Nuklir Bekas;

b. tinggi permukaan air kolam minimal 3 (tiga) meter dari permukaan

Bahan Bakar Nuklir Bekas;

c. temperatur kolam penyimpanan maksimal sebesar 35oC;

d. pH…

- 35 -

d. pH air maksimal sebesar 7;

e. konduktivitas air maksimal sebesar 15 µS/cm;

f. konsentrasi radioaktivitas air pendingin maksimal sebesar 70 Bq/m3;

dan

g. kontaminasi udara maksimal sebesar 50 Bq/m3.

4. Dasar

Dasar penentuan Kondisi Batas untuk Operasi Normal ini ditunjukkan

pada Bab V tentang Sistem Operasi dan Proses dalam dokumen Laporan

Analisis Keselamatan bahwa pada operasi rutin, jumlah Bahan Bakar

Nuklir Bekas yang ada dalam kolam penyimpanan dapat dipertahankan

lebih kecil atau sama dengan 1300 bundel, tinggi permukaan air kolam

minimal 3 (tiga) meter dari permukaan Bahan Bakar Nuklir Bekas,

temperatur air kolam penyimpanan tidak lebih besar dari 35oC, pH air

maksimal sebesar 7, konduktivitas air maksimal sebesar 15 µS/cm,

konsentrasi radioaktivitas air pendingin maksimal sebesar 70 Bq/m3, dan

kontaminasi udara tidak lebih besar dari 50 Bq/m3. Pada saat nilai

Kondisi Batas untuk Operasi Normal terlampaui, maka operator memulai

tindakan untuk mengembalikan ke kondisi normal.

B. Sistem Purifikasi

1. Tujuan

Mempertahankan sifat-sifat kimia, kejernihan, dan kandungan zat

radioaktif yang terlarut dalam air pendingin pada batas yang diizinkan.

2. Keberlakuan

Moda Operasi.

3. Spesifikasi

a. laju paparan kolom filter purifikasi maksimal sebesar 1 (satu) µSv/jam;

dan

b. debit air minimal sebesar 6 (enam) m3/jam.

4. Dasar

Dasar penentuan Kondisi Batas untuk Operasi Normal ini ditunjukkan

pada…

- 36 -

pada Bab V tentang Sistem Operasi dan Proses dalam dokumen Laporan

Analisis Keselamatan bahwa pada operasi rutin, untuk mempertahankan

sifat-sifat kimia, kejernihan, dan kandungan zat radioaktif yang terlarut

dalam air pendingin pada batas yang diizinkan, maka laju paparan kolom

filter purifikasi maksimal sebesar 1 (satu) µSv/jam dan debit air minimal

sebesar 6 (enam) m3/jam. Pada saat nilai Kondisi Batas untuk Operasi

Normal terlampaui, maka operator memulai tindakan untuk

mengembalikan ke kondisi normal.

C. Sistem Ventilasi

1. Tujuan

Untuk menjamin agar kondisi udara pada ruang penyimpanan berada

pada kondisi batas operasi yang aman serta mencegah kontaminasi udara

dari daerah dengan kontaminasi udara tinggi ke daerah dengan

kontaminasi udara rendah sehingga tidak melampaui batas yang

ditetapkan.

2. Keberlakuan

Semua moda

3. Spesifikasi

a. daerah dengan tingkat kontaminasi lebih tinggi bertekanan udara lebih

negatif daripada daerah dengan tingkat kontaminasi lebih rendah.

Pengukuran perbedaan tekanan udara setiap daerah kerja dilakukan 1

(satu) kali dalam 1 (satu) minggu;

b. 2 (dua) sistem ventilasi siap dioperasikan dengan komponen untuk

masing-masing sistem:

1) 1 (satu) unit pemasok udara/supply fan;

2) 2 (dua) unit exhaust fan;

3) 1 (satu) unit filter HEPA pada exhaust fan;

4) 1 (satu) unit instrumentasi aliran udara buang:

a) 1 (satu) perangkat indikator aliran udara buang, dengan alarm;

b) 1 (satu) monitor radiasi beta-gamma, dengan alarm;

c) 1 (satu) …

- 37 -

c) 1 (satu) sensor temperatur gas; dan

d) 1 (satu) sensor kontaminasi udara ruang; dan

c. 1 (satu) sistem ventilasi beroperasi.

4. Tindakan dalam hal spesifikasi tidak terpenuhi

Menghentikan operasi dan perbaiki sistem ventilasi.

5. Dasar

Dasar penentuan Kondisi Batas untuk Operasi Normal ini ditunjukkan

pada Bab IV tentang Gedung dan Struktur dalam dokumen Laporan

Analisis Keselamatan bahwa pada operasi rutin sistem ventilasi, tekanan

udara negatif dijaga sebesar 100 Pa + 2 Pa, temperatur udara sebesar

25oC, kelembaban udara sebesar 75 % RH, serta daerah dengan tingkat

kontaminasi lebih tinggi bertekanan udara lebih negatif daripada daerah

dengan tingkat kontaminasi lebih rendah dengan 1 (satu) sistem ventilasi

beroperasi dan 1 (satu) sistem ventilasi siap dioperasikan. Pada saat nilai

Kondisi Batas untuk Operasi Normal terlampaui, maka operator memulai

tindakan untuk mengembalikan ke kondisi normal.

D. Sistem Catu Daya Listrik

1. Catu Daya AC Normal

a. Tujuan

Untuk memastikan tersedia catu daya AC normal selama operasi

instalasi yaitu pemenuhan catu daya listrik untuk pengoperasian

instalasi.

b. Keberlakuan

Semua moda.

c. Spesifikasi

1 (satu) unit distribusi daya luar tapak yang terdiri dari 2 (dua) unit

transformator dalam keadaan beroperasi dan mampu mencatu daya

sebesar 1000 kVA.

4. Tindakan…

- 38 -

d. Tindakan dalam hal spesifikasi tidak terpenuhi

Catu daya listrik darurat dioperasikan dalam waktu paling lambat 3

(tiga) menit setelah catu daya PLN terputus.

e. Dasar

Dasar penentuan Kondisi Batas untuk Operasi Normal ini ditunjukkan

pada Bab VI tentang Sistem Bantu dalam dokumen Laporan Analisis

Keselamatan bahwa pada operasi rutin catu daya AC normal, 1 (satu)

unit distribusi daya luar tapak yang terdiri dari 2 (dua) unit

transformator dalam keadaan beroperasi dan mampu mencatu daya

sebesar 1000 kVA.

2. Catu Daya Listrik Darurat

a. Tujuan

Untuk memastikan tersedia catu daya listrik selama kehilangan catu

daya AC normal untuk pengoperasian exhaust fan untuk ruang

penyimpanan dan penerangan darurat.

b. Keberlakuan

Semua moda.

c. Spesifikasi

Moda Operasi:

2 (dua) catu daya listrik darurat dalam keadaan siap beroperasi dan

mampu mencatu daya sebesar 400 kVA.

Moda Siaga:

Paling sedikit 1 (satu) dari 2 (dua) catu daya listrik darurat siap

beroperasi dan mampu mencatu daya sebesar 400 kVA dalam

interval waktu paling lama 3 (tiga) menit setelah kehilangan catu

daya AC normal.

Moda Shutdown dan Moda Perbaikan/Perawatan:

Bahan bakar minyak setiap catu daya listrik darurat harus tersedia

untuk 24 (dua puluh empat) jam operasi.

d. Tindakan…

- 39 -

d. Tindakan dalam hal spesifikasi tidak terpenuhi

Moda Operasi:

1) Apabila 1 (satu) catu daya listrik darurat gagal, segera dilakukan

perbaikan;

2) Pengoperasian instalasi dihentikan apabila 2 (dua) catu daya listrik

darurat gagal; dan

3) Instalasi masih dapat dioperasikan jika 1 (satu) dari 2 (dua) catu

daya listrik darurat tidak pada posisi siap beroperasi.

Moda Siaga:

Apabila lebih dari 1 (satu) catu daya listrik darurat tidak siap

beroperasi, maka semua kegiatan pengoperasian di daerah kerja

dihentikan.

Semua Moda:

Apabila bahan bakar minyak setiap catu daya listrik darurat

tersedia kurang untuk 24 (dua puluh empat) jam operasi maka

harus disediakan kembali untuk cadangan.

e. Dasar

Dasar penentuan Kondisi Batas untuk Operasi Normal ini ditunjukkan

pada Bab VI tentang Sistem Bantu dalam dokumen Laporan Analisis

Keselamatan bahwa pada moda operasi, 2 (dua) catu daya listrik

darurat dalam keadaan siap beroperasi dan mampu mencatu daya

sebesar 400 kVA.

3. Catu Daya Listrik Tak Terputus

a. Tujuan

Untuk memastikan tersedia catu daya listrik untuk keperluan sistem

penerangan darurat area laboratorium, alarm kebakaran, dan kantor

selama kehilangan daya listrik dari catu daya darurat.

b. Keberlakuan

Semua moda.

c. Spesifikasi…

- 40 -

c. Spesifikasi

Moda Operasi:

1 (satu) catu daya listrik tak terputus dalam keadaan siap

beroperasi.

Moda Siaga:

1 (satu) catu daya listrik tak terputus siap beroperasi.

Moda Shutdown dan Moda Perbaikan/Perawatan:

Baterai catu daya listrik tak terputus harus tersedia untuk 20 (dua

puluh) jam operasi untuk keperluan sistem penerangan darurat

area laboratorium dan kantor, serta alarm kebakaran.

d. Tindakan dalam hal spesifikasi tidak terpenuhi

Semua moda:

Apabila baterai setiap catu daya listrik tak terputus tersedia kurang

untuk 20 (dua puluh) jam operasi maka harus diisi ulang untuk

cadangan.

e. Dasar

Dasar penentuan Kondisi Batas untuk Operasi Normal ini ditunjukkan

pada Bab VI tentang Sistem Bantu bahwa pada semua moda, 1 (satu)

catu daya listrik tak terputus harus tersedia untuk 20 (dua puluh) jam

operasi untuk keperluan sistem penerangan darurat area laboratorium

dan kantor, serta alarm kebakaran.

E. Sistem Pemantau Radiasi dan Efluen

a. Tujuan

1) mencegah radioaktivitas lingkungan agar tidak melampaui nilai

batas; dan

2) mencegah paparan radiasi yang diterima pekerja dan kontaminasi

daerah kerja agar tidak melebihi nilai yang ditetapkan.

b. Keberlakuan

Semua moda.

c. Spesifikasi…

- 41 -

c. Spesifikasi

Semua peralatan pemantau radiasi dan efluen radioaktif harus dalam

keadaan beroperasi dan terkalibrasi. Peralatan pemantau radiasi dan

efluen radioaktif terdiri dari:

1) pemantau paparan radiasi dan kontaminasi daerah kerja; dan

2) pemantau radioaktivitas lingkungan.

d. Tindakan dalam hal spesifikasi tidak terpenuhi

Semua moda:

Apabila terdapat alarm atau kegagalan pada salah satu peralatan

pemantau, maka semua kegiatan operasi dihentikan.

e. Dasar

Dasar penentuan Kondisi Batas untuk Operasi Normal ini ditunjukkan

pada Bab VIII tentang Proteksi Radiasi dalam dokumen Laporan

Analisis Keselamatan bahwa pada semua moda, semua peralatan

pemantau radiasi dan efluen radioaktif harus dalam keadaan

beroperasi dan terkalibrasi.

BAB V. PERSYARATAN SURVEILAN

A. Sistem Pendingin

Untuk menjamin agar sistem pendingin mampu mengambil panas

pembangkitan dari Bahan Bakar Nuklir Bekas, menjamin agar keutuhan

Bahan Bakar Nuklir Bekas yang disimpan dapat dipertahankan sampai

dengan waktu yang telah ditentukan, dan mempertahankan sifat-sifat kimia,

kejernihan, dan mencegah paparan radiasi yang diterima pekerja agar tidak

melebihi batas yang diizinkan, maka dilakukan pemeriksaan dan pengukuran

sebagai berikut:

1. pemeriksaan jumlah Bahan Bakar Nuklir Bekas minimal 1 (satu) kali

dalam 1 (satu) minggu;

2. pengukuran tinggi permukaan air kolam dari permukaan Bahan Bakar

Nuklir Bekas minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu) minggu;;

3. pengukuran temperatur air kolam penyimpanan minimal 1 (satu) kali

dalam…

- 42 -

dalam 1 (satu) minggu;

4. pengukuran pH air minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu) minggu;

5. pengukuran konduktivitas air minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu) minggu;

6. pengukuran konsentrasi radioaktivitas air pendingin minimal 1 (satu) kali

dalam 1 (satu) minggu; dan

7. pengukuran kontaminasi udara minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu)

minggu.

B. Sistem Purifikasi

Untuk menjamin agar sifat-sifat kimia, kejernihan, dan kandungan zat

radioaktif yang terlarut dalam air pendingin pada batas yang diizinkan, maka

dilakukan pengukuran sebagai berikut:

1. laju paparan kolom filter purifikasi minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu)

bulan; dan

2. debit air minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu) minggu.

C. Sistem Ventilasi

Alat pengukur tekanan udara dikalibrasi 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun.

Pemeriksaan operasi sistem chiller, dilakukan setiap hari dengan cara

pengamatan suhu air masuk dan keluar, pengamatan tekanan suction dan

discharge kompresor chiller, pengukuran kuat arus motor, pengamatan

kelainan suara, level pelumas, serta pemeriksaan tekanan air keseluruhan.

Jika terjadi kelainan operasi senantiasa dilakukan tindakan perawatan,

penambahan air, penambahan freon dan penggantian komponen yang perlu.

Perawatan supply fan dan exhaust fan dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu)

minggu. Perawatan supply fan dilakukan dengan pemeriksaan kuat arus

motor penggerak dan kelainan suara. Perawatan exhaust fan dilakukan

dengan cara pemeriksaan suhu motor penggerak, bearing, kelainan suara

dan kuat arus.

Pemeriksaan tekanan udara filter HEPA dilakukan 1 (satu) kali dalam 1

(satu) minggu, apabila tekanan udara > 650 Pa maka dilakukan penggantian

filter HEPA.

Pengamatan…

- 43 -

Pengamatan pola alir udara dilakukan dengan cara memeriksa arah aliran

udara antar zona yang dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) minggu.

Perawatan terhadap alat pengukur tekanan udara portabel dilakukan satu

kali dalam satu minggu yang dikalibrasi 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun.

Uji fungsi sistem ventilasi dilakukan 1 (satu) kali setiap 3 (tiga) bulan atau

ketika perbedaan tekanan melebihi harga tertentu, filter yang terkait diganti

dengan yang baru.

Pengujian filter sistem ventilasi meliputi:

1. uji filter aerosol dilakukan minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun;

dan

2. uji perbedaan tekanan dengan udara luar (∆p) dilakukan minimal 1 (satu)

kali dalam 1 (satu) tahun untuk filter standby;

D. Catu Daya Listrik

1. Catu Daya Listrik Normal

Untuk menjamin keselamatan operasi sistem catu daya listrik normal

(transformator), dilakukan pengamatan visual kebocoran minyak trafo

pada bushing high voltage (HV), low voltage (LV) dan cover atas serta

pengamatan warna silica gel setiap 6 (enam) bulan sekali. Selain itu

pengujian minyak trafo, khususnya pengujian tegangan tembus,

dilakukan paling sedikit sekali dalam 3 (tiga) tahun.

2. Catu Daya Listrik Darurat

Untuk menguji keandalan dan kesiapan operasi, maka catu daya listrik

darurat diuji dengan running tanpa beban 1 (satu) kali dalam satu minggu

dengan durasi 10 (sepuluh) menit sampai dengan 15 (lima belas) menit.

3. Catu Daya Listrik Tak Terputus

Untuk menguji keandalan dan kesiapan operasi, maka catu daya listrik

tak terputus dilakukan uji tegangan tanpa beban 1 (satu) kali dalam 1

(satu) minggu.

E. Alat…

- 44 -

E. Alat Pemantau Radiasi dan Efluen

Untuk menjamin keandalan fungsi peralatan pemantau paparan radiasi dan

kontaminasi daerah kerja maka dilakukan perawatan terhadap peralatan

paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) minggu dan dikalibrasi 1 (satu) kali

dalam setahun.

Untuk menjamin keandalan fungsi peralatan pemantau radioaktivitas

lingkungan maka dilakukan perawatan terhadap peralatan paling lama 1

(satu) kali dalam 6 (enam) bulan dan dikalibrasi 1 (satu) kali dalam setahun.

Perawatan terhadap alarm peralatan keselamatan radiasi dilakukan sekali

dalam setahun pada saat alat dikalibrasi dengan cara melakukan uji fungsi

dengan sumber standar.

BAB VI. PERSYARATAN ADMINISTRASI

A. Struktur Organisasi

1. Struktur

Organisasi Instalasi Y memiliki 4 (empat) kelompok pelaksana, yang

meliputi: pelaksana operasi, pelaksana perawatan, pelaksana jaminan

mutu dan pelaksana keselamatan radiasi. Struktur organisasi dan alur

komunikasi antara elemen organisasi diberikan dalam Gambar 2.

PEMEGANG …

- 45 -

: Garis operasi struktural

: Garis koordinasi

Gambar 2. Struktur Organisasi Instalasi Y

2. Tanggung jawab

Pemegang izin Instalasi Y mempunyai tugas dan bertanggung jawab atas

keselamatan pengoperasian instalasi, dan keselamatan dalam pelayanan

kegiatan pengujian.

B. Kualifikasi dan Pelatihan Petugas Instalasi dan Bahan Nuklir

1. Kualifikasi

a. Manajemen Pelaksana Operasi Instalasi

Memiliki ijazah paling rendah sarjana atau diploma IV bidang ilmu

teknik, fisika, atau kimia, dan minimal 6 (enam) tahun berpengalaman

di bidang nuklir.

b. Supervisor

Memiliki ijazah paling rendah sarjana atau diploma IV bidang ilmu

teknik, fisika, atau kimia, minimal 4 (empat) tahun bekerja sebagai

operator instalasi, dan memiliki Surat Izin Bekerja (SIB) dari BAPETEN.

PEMEGANG IZIN

INSTALASI - Y

PELAKSANA OPERASI

PELAKSANA

PERAWATAN

PELAKSANA

JAMINAN MUTU

PELAKSANA KESELAMATAN

RADIASI

Panitia Penilai Keselamatan

c. Operator…

- 46 -

c. Operator

Memiliki ijazah paling rendah Sekolah Menengah Atas (SMA) jurusan

ilmu pengetahuan alam (IPA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

teknologi, 1 (satu) tahun berpengalaman magang sebagai operator, dan

memiliki Surat Izin Bekerja (SIB) dari BAPETEN.

2. Jenis dan Frekuensi Pelatihan

Kegiatan pelatihan meliputi:

a. pelatihan operator dan supervisor instalasi; dan

b. pelatihan penyegaran operator dan supervisor 1 (satu) kali dalam masa

izin petugas instalasi dan bahan nuklir.

Staf yang sudah mengikuti pelatihan akan dikualifikasi untuk memenuhi

persyaratan sebagai petugas instalasi dan bahan nuklir sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

C. Penilaian dan Audit

1. Penilaian

Panitia penilai keselamatan merupakan kelompok kerja yang independen

dan bertanggung jawab untuk melakukan penilaian, memberi nasehat dan

pertimbangan kepada Pemegang Izin Instalasi Y dalam kaitannya dengan

semua aspek keselamatan instalasi. Panitia penilai keselamatan ini

dibentuk oleh Pemegang Izin dengan frekuensi minimal pertemuan untuk

penilaian 2 (dua) kali setiap tahun. Personil panitia penilai keselamatan

memenuhi kualifikasi berdasarkan pendidikan, pengalaman dan

kompetensi profesional di bidang keselamatan nuklir dan radiasi.

2. Audit

Audit dilakukan secara internal dan eksternal. Audit eksternal dilakukan

secara independen dengan anggota diluar organisasi Pemegang Izin. Hasil

audit eksternal disampaikan kepada Pemegang Izin untuk dilakukan

tindakan perbaikan.

Audit internal dilakukan oleh pelaksana Jaminan Mutu (UJM) yang

bertanggung jawab kepada Pemegang Izin Instalasi Y dengan frekuensi

minimal pertemuan untuk penilaian 2 (dua) kali setiap tahun.

Pertimbangan…

- 47 -

Pertimbangan sebagai personil audit internal berdasarkan:

a. pengetahuan dan pengalaman khusus di bidang yang diaudit;

b. pengetahuan dan pengalaman dalam teknik audit; dan

c. pengetahuan standar dan code yang berlaku, prosedur, dan proses

industri.

Personil audit memenuhi kualifikasi berdasarkan pendidikan, pengalaman

dan kompetensi profesional.

D. Prosedur

Pemegang Izin dan seluruh manajer dan pelaksana kegiatan akan

melaksanakan kegiatan operasi, shutdown, perawatan/perbaikan, surveilan,

pelaksanaan program proteksi dan keselamatan radiasi, kesiapsiagaan nuklir

sesuai dengan prosedur. Pembuatan prosedur, revisi prosedur, dan

pengendalian prosedur mengacu pada sistem manajemen yang berlaku.

E. Rekaman

Pemegang Izin memastikan tersedianya rekaman desain dan konstruksi

instalasi Y serta rekaman selama komisioning dan operasi.

Rekaman tersebut mencakup spesifikasi desain, analisis keselamatan, detail

peralatan dan material yang dipasok, gambar instalasi terpasang, rekaman

komisioning, termasuk laporan pengujian dan dokumen jaminan mutu yang

perlu untuk pengujian berkala, pengujian dan inspeksi selama operasi.

Semua rekaman di atas terdokumentasi pada pelaksana Jaminan Mutu.

F. Pelaporan

1. Laporan Berkala

Pemegang Izin Instalasi Y akan menyampaikan laporan operasi rutin 1

(satu) kali setiap 6 (enam) bulan kepada Kepala BAPETEN mengenai data

operasi, data bahan nuklir, perawatan dan perbaikan yang dilakukan,

proteksi radiasi, pemantauan lingkungan dan data limbah.

2. Laporan Kecelakaan

Apabila terjadi kecelakaan, Pemegang Izin segera menyampaikan laporan

kepada Kepala BAPETEN melalui telepon/faksimili/media elektronik

paling…

- 48 -

paling lambat 1 (satu) jam sejak terjadi kecelakaan. Sedangkan laporan

tertulis disampaikan paling lambat 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam

sejak terjadi kecelakaan sesuai dengan Peraturan Kepala BAPETEN.

G. Proteksi dan Keselamatan Radiasi

Pemegang Izin, seluruh manajer dan pelaksana kegiatan akan melaksanakan

seluruh kegiatan sesuai dengan program proteksi dan keselamatan radiasi

yang telah ditetapkan. Petugas proteksi radiasi berwenang untuk melarang

dan menghentikan kegiatan yang berkaitan dengan keselamatan apabila

ditemukan suatu penyimpangan.

H. Modifikasi

Setiap kegiatan modifikasi akan dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang

telah ditetapkan.

I. Tindakan dalam Kejadian Operasi Terantisipasi dan/atau Penyimpangan

terhadap Batas Keselamatan, dan Kondisi Batas untuk Operasi Normal

Termasuk Shutdown.

Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap batas keselamatan maka kegiatan

operasi segera harus dihentikan dan Pemegang Izin melaporkan segera

kepada Kepala BAPETEN. Selanjutnya dilakukan penyelidikan mengenai

penyebab kejadian tersebut serta analisis terhadap kerusakan yang

ditimbulkannya. Langkah perbaikan akan diambil berdasarkan hasil

penyelidikan dan kemudian membuat rekomendasi mengenai tindakan untuk

mencegah atau mengurangi peluang terjadinya kejadian tersebut. Instalasi

hanya dapat dioperasikan kembali setelah dilakukan evaluasi dan tindakan

korektif yang tepat serta mendapat persetujuan dari Kepala BAPETEN.

Dalam hal terjadi kejadian operasi terantisipasi atau pelanggaran terhadap

Kondisi Batas untuk Operasi Normal, langkah pertama yang dilakukan yaitu

mengembalikan ke kondisi normal, atau bila tidak memungkinkan maka

kegiatan operasi dihentikan. Terhadap kejadian ini dilakukan review/evaluasi

secara…

- 49 -

secara internal dan berdasarkan hal tersebut disusun tindakan pencegahan

dan langkah untuk mengurangi peluang terulangnya kejadian tersebut dan

melaporkan kepada Kepala BAPETEN.

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

ttd.

AS NATIO LASMAN