Upload
cunggang83
View
2.437
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
1. Shalat adalah Rukun Islam yang Paling Mulia
setelah Dua Kalimat Syahadat
Allah SWT. berfirman mengenai orang-orang Musyrik: “Apabila
mereka (orang-orang musyrik) bertaubat1, mendirikan shalat, dan
menunaikan zakat, maka mereka adalah saudara seagama kalian”
(At-Tawbah [9]: 11). Rasulullah saw. juga bersabda: “Islam
dibangun atas lima dasar; bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah
dan Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan
zakat, melaksanakan ibadah haji, dan berpuasa pada bulan
Ramadhan.”
Rasulullah juga berkata kepada Mu’az ketika beliau
mengutusnya ke Yaman: “Sesungguhnya kamu akan menghadapi
kaum ahli Kitab, maka hendaklah pertama kali kamu mengajak
mereka untuk menyembah Allah SWT., ketika mereka telah
mengenal Allah2, sampaikanlah bahwa Allah memerintahkan shalat
lima waktu siang dan malam.” (Muttafaq alaih).
Rasulullah saw. bersabda: “Saya diperintahkan untuk
memerangi manusia, sampai mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan
selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat,
dan menunaikan zakat. Apabila mereka telah melaksanakannya
maka darah dan harta mereka terlarang bagi saya kecuali untuk hak
agama Islam, dan balasan mereka ada di tangan Allah.” (Muttafaq
alaih).
1 Maksudnya: mereka bertaubat dari syirik, dan konsisten dengan hukum Islam2 Dalam satu riwayat: “Hendaklah yang pertama kali kalian serukan agar mereka mengesakan Allah SWT.” (Hadits). Dan hikmah di balik pendahuluan ini, sebagaimana disebutkan oleh Syekh Abu al-Hasan an-Nadawy, bahwa: (Sesungguhnya shalat adalah penghubung antara hamba dan pencipta, hubungan yang tiada bandingannya, tidak dijangkau kecuali orang yang mengetahui sifat hamba dan penciptanya, dan hubungan itu berasal dari sifat dan bersumber dari sifat; oleh karena itu Kitab Suci terlebih dahulu menyebutkan sifat-sifat sebelum menentukan hubungan-hubungan, mengajak untuk melaksanakan ibadah-ibadah, menetapkan kewajiban-kewajiban, mengarahkan untuk Ta’at. Maka dengan itu Aqidah mendahului Ibadah dan muamalah, Rasul mengajak untuk mengesakan Allah SWT. dalam nama-nama-Nya, sifat, dan perbuatan-Nya. Serta mensucikan, memuliakan, dan mengenal-Nya dengan benar sebelum menyeru kepada hal-hal yang lain. Al-Qur’an adalah bukti yang paling nyata akan hal itu).
Dan diriwayatkan dari Abu Sa’id ra. bahwasanya seorang laki-
laki berkata kepada Nabi saw. ketika beliau sedang membagi harta
rampasan perang: "Wahai Rasulullah, bertakwalah kepada Allah!",
Rasulullah saw. bersabda: “Celakalah kamu! Bukankah saya
penduduk bumi yang paling berhak untuk bertakwa kepada Allah?!”,
maka Khalid bin Walid ra. berkata: “bolehkah saya memukul
lehernya wahai Rasulullah!?”, Rasulullah berkata: “Tidak boleh,
semoga kelak dia menunaikan shalat” (Muttafaq alaih).
2. Shalat; Hal Terpenting dalam Agama
Shalat merupakan bagian tertinggi dalam agama setelah
tauhid. Ibarat kepala dalam susunan organ tubuh manusia, manusia
tidak bisa hidup tanpanya, begitu pula halnya dengan agama, ia
tidak bisa hidup tanpa shalat. Khalifah Umar bin Khattab ra. suatu
ketika menulis surat ke setiap penjuru dunia: “Urusan terpenting
bagi saya adalah shalat, barang siapa memelihara shalat maka dia
memelihara agamanya. Apabila dia kehilangan shalatnya maka dia
lebih kehilangan akan hal-hal lainnya. Tidak ada keberuntungan
bagi orang yang meninggalkan shalat dalam Islam”.
Shalat adalah penopang rukun Islam yang lain, shalat
mengingatkan hamba akan kemuliaan Tuhan dan kehinaan hamba,
tentang ganjaran dan hukuman. Dengan shalat, seorang hamba
semakin mudah untuk senantiasa taat kepada Allah, oleh karena itu
Allah berfirman: "Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan
sabar dan (mengerjakan) shalat" (Al-Baqarah [2]: 45).
Rasulullah juga bersabda: "Inti segala urusan adalah Islam,
dan tiangnya adalah Shalat, dan puncak kejayaannya adalah jihad
di jalan Allah." Shalat adalah tiang penopang agama layaknya tenda
yang berdiri di atas tiang-tiangnya, dan mampukah sebuah kemah
berdiri kokoh tanpa tiang penopang?.
Diriwayatkan dari Musawwar bin Mukhrimah ra. berkata: Saya
masuk hendak menemui Umar ra. dan beliau sementara tidur
terlentang, saya berkata kepada orang-orang yang ada di tempat
itu: "Bagaimana pendapat kalian?", Mereka menjawab:
"sebagaimana pendapatmu". Saya berkata: "Bangunkan beliau
untuk mendirikan shalat! Sekali-kali kalian tidak akan
membangunkan beliau kepada hal yang lebih menakutkan daripada
shalat", mereka berkata: "Shalat wahai Amirul Mukminin!", maka
beliau berkata: "Inilah perintah Allah, dan tidak ada hak dalam Islam
bagi siapa saja yang meninggalkan shalat." Kemudian beliau
melaksanakan shalat, sementara luka beliau terus mengucurkan3
darah.
3. Shalat Menyerupai Kewajiban dan Rukun-rukun yang Lain
Shalat merupakan ibadah yang paling sering disebutkan
dalam Al-Qur'an. Kadang-kadang dikhususkan seperti dalam firman
Allah: "Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan
petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam" (Hûd [11]:
114), dan kadang-kadang juga dibarengkan dengan kata "sabar",
seperti: "Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan
(kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat" (Al-Baqarah
[2]: 153), terkadang juga dengan kata "zakat" seperti: "Dan
dirikanlah shalat, dan tunaikanlah zakat" (Al-Baqarah [2]: 110).
Bahkan terkadang dibarengkan dengan kata "jihad", seperti:
"Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu,
sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu
mendapat kemenangan. Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah
dengan jihad yang sebenar-benarnya" (Al-Hajj [22]: 77).
Diriwayatkan dari Aisyah ra. bahwasanya Rasulullah saw.
bersabda: "Aku bersumpah atas tiga hal; Allah tidak memberikan
kepada mereka yang memiliki saham dalam Islam tapi seolah-oleh
mereka tidak memilikinya. Dan saham dalam Islam; Shalat, Puasa
dan Zakat" (Hadits Shahih).
3 Mengalir seperti air dan selainnya : mengucurkan darah, kemudian mengalir.
Dan kata "shalat" yang dibarengi dengan kewajiban-kewajiban
yang lain senantiasa didahulukan penyebutannya. Bahkan shalat
dijadikan sebagai pembuka dan penutup setiap amal kebajikan,
sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Mu’minûn dan Al-Ma'ârij.
4. Shalat Sumber Segala Ibadah
Seorang hamba harus menjadikan shalat sebagai pedoman
hidupnya, baik lahir maupun bathin. Dimana hati, lisan serta
perbuatannya menyatu dalam shalatnya. Allah SWT. berfirman:
"Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk" (Al-
Baqarah [2]: 238), dan Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya di
dalam shalat terdapat kesibukan-kesibukan" (Muttafaq alaih).
Bagi orang yang sedang melaksanakan shalat dilarang makan,
minum, menoleh dan bergerak-gerak. Berbeda dengan ibadah-
ibadah yang lain yang kadang-kadang mewajibkan melakukan
perbuatan-perbuatan tertentu tanpa melarang perbuatan yang lain.
Orang yang berpuasa misalnya, mereka masih dapat berbicara dan
bergerak, atau orang yang berjihad, mereka masih dapat bergerak-
gerak dan berbicara, dan begitu pula orang yang melaksanakan
haji, mereka masih dapat makan dan minum. Sementara di dalam
shalat terdapat semua warna dan corak ibadah yang mencakup
hati, akal, tubuh, dan lisan.
Adapun yang mencakup lisan seperti; dua kalimat syahadat,
takbir, ta'auz, basmalah, bacaan Al-Qur'an, tasbih, tahmid, istighfar
serta permohonan (doa). Adapun yang berkaitan dengan perbuatan
diantaranya; berdiri, rukuk, sujud, i'tidal, turun, naik, dan duduk.
Adapun yang berkaitan dengan akal diantaranya; tafakkur,
tadabbur, tafahhum serta tafaqquh, dan yang berkaitan dengan hati
diantaranya; khusyuk, riqqah (tenang), khauf (takut), tham'u
(tamak), iltizaz (kenikmatan), dhara'ah (rendah diri), dan buka'u
(tangis).
Ibnu Qayyim Al-Jauziah - semoga Allah merahmati beliau -,
berkata, "Dan ketika shalat itu mencakup setiap bacaan, dzikir dan
do'a, yaitu menghimpun seluruh bagian-bagian ibadah dalam
bentuk yang paling sempurna, sungguh ia lebih baik dibanding
semua bentuk bacaan, dzikir dan doa yang dilakukan secara
perorangan, karena shalat mencakup semua bentuk ibadah yang
diaplikasikan oleh semua anggota tubuh".
5. Shalat Merupakan Perintah Allah
Perintah Allah SWT. harus senantiasa dipatuhi dan segera
dikerjakan. Allah SWT berfirman: "Padahal mereka tidak
diperintahkan kecuali agar menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian itulah agama yang lurus" (Al-Bayyinah [98]: 5).
Dan Allah yang Maha Tinggi berfirman: "Katakanlah kepada
hamba-hamba-Ku yang telah beriman: "Hendaklah mereka
mendirikan shalat," (Ibrâhîm [14]: 37), dan firman-Nya: "Dan
dirikanlah shalat" (Al-Baqarah [2]: 43), dan firman-Nya: "Peliharalah
semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa (shalat yang di
tengah-tengah dan yang paling utama). Berdirilah untuk Allah
(dalam shalatmu) dengan khusyuk." (Al-Baqarah [2]: 238).
Diriwatkan dari Harits Al-Asy'ary ra. dari Rasulullah saw.
bahwasanya Yahya as. mengumpulkan Bani Israil dan berkata
kepada mereka: "Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadaku
lima kata agar aku menunaikannya, dan aku perintahkan pada
kalian agar supaya mengerjakannya" (Hadits) yaitu; "bahwasanya
Allah SWT. memerintahkan pada kalian untuk mendirikan shalat,
dan jika kalian shalat maka janganlah kalian berpaling (bergerak
gerak), karena sesungguhnya Allah SWT. menghadapkan wajah-Nya
pada wajah hamba-Nya yang sedang melaksanakan shalat dan tidak
berpaling (bergerak gerak)" (Hadits Shahih).
Dan Allah SWT. berfirman: "Dan tidaklah patut bagi laki-laki
mukmin dan tidak (pula) bagi wanita mukmin, apabila Allah dan
Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi
mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat,
sesat yang nyata." (Al-Ahzâb [33]: 36).
Dengan demikian, shalat merupakan perintah Allah dan Rasul-
Nya. Rasulullah saw. bersabda: "Dan sungguh kehinaan dan
kerendahan itu dijadikan bagi siapa saja yang menyalahi
perintahku" (Hadits Shahih).
6. Shalat; Wasiat Terakhir Rasulullah
Saat-saat menjelang meninggalnya Rasullah saw. beliau tidak
memiliki banyak waktu untuk menyampaikan banyak wasiat, namun
ketika beliau merasa semakin dekat dengan sakaratul maut, dengan
sangat lembut beliau menyampaikan wasiatnya; diriwayatkan dari
Imam Ali ra., beliau berkata: "Bahwasanya perkataan terakhir
rasululllah saw. adalah; "shalat, shalat, dan bertaqwalah kepada
Allah atas apa yang engkau miliki" (Hadits Shahih).
Dan diriwayatkan dari Anas bin Malik ra., beliau berkata:
"Sesungguhnya wasiat terakhir Rasulullah saw. dimana beliau
berusaha menggerakkan lidahnya adalah "shalat, shalat, dan
bertaqwalah pada Allah atas apa yang engkau miliki" (Hadits
Shahih).
7. Shalat adalah Cermin Perbuatan dan
Keagungan Agama dalam Hati Seorang Mukmin
Shalat merupakan tolak ukur amal perbuatan seseorang,
dengannya, manusia dapat mengetahui kadar imannya, seperti
halnya seorang dokter yang dapat mengukur panas badan orang
sakit dengan alat pengukur panas.
Diriwayatkan dari Anas ra., bahwasanya Rasulullah saw.
bersabda: "Hal pertama yang akan dihisab pada diri seorang hamba
pada hari kiamat adalah shalat, jika shalatnya bagus maka baguslah
semua amalannya, dan jika shalatnya rusak maka rusaklah seluruh
amalannya" (Hadits shahih).
(Dan manusia memperoleh kemuliaan lewat shalat sebelum
mereka memperoleh kemuliaan pada hal lain, –lewat ilmu atau
kecerdasan- dan itulah ukuran yang benar. Dengan ukuran tersebut,
agama dan kedudukan seseorang ditentukan dalam Islam. Dan
mereka yang telah diabadikan oleh sejarah, yang senantiasa
diagung-agungkan sepanjang masa, dan menjadi buah bibir setiap
orang bukan karena kecerdasaan mereka, tapi penghargaan
tersebut mereka peroleh karena keberhasilan mereka dalam shalat
hingga mampu mengungguli orang-orang sezamannya serta
mampu mencapai derajat "ihsan" dan memperoleh kedudukan yang
mulia).
Di sisi lain, karena setiap mereka yang menganggap remeh
shalat, maka berarti mereka juga meremehkan Islam. Karena pada
dasarnya, kredibiltas seseorang dalam Islam tergantung pada
sejauh mana nilai shalatnya.
Jika engkau ingin mengetahui sejauh mana ukuran cintamu
terhadap Islam, maka periksalah kecintaanmu pada shalat, karena
sesungguhnya nilai Islam di hatimu terngatung pada nilai shalatmu,
dan jika engkau ingin mengukur iman seorang hamba, maka
perhatikanlah sejauh mana ia memuliakan shalat.
Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang ingin
mengetahui apa yang ia miliki disisi Allah, maka lihatlah milik Allah
yang ada padanya" (Hadits Hasan). Dan dari Hasan, beliau berkata:
"Wahai anak cucu Adam, kemuliaan apa yang kamu miliki dalam
agamamu jika shalatmu menghinakanmu!?".
8. Shalat; Penopang Seluruh Syariat Samawi
Shalat merupakan ibadah paling pertama. Karena ia
merupakan kebutuhan pokok iman yang tidak pernah hilang dan
dihapus dari setiap syariat. Maka, setiap agama yang tidak terdapat
shalat di dalamnya, tidak akan pernah menemukan kebaikan. Atas
dasar itulah, shalat dianjurkan bagi setiap Rasul dan Nabi utusan
Allah dan atas nabi kita Muhammad saw.
Allah SWT. telah menceritakan tentang doa nabi Ibrahim as.:
"Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang
tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku."
(Ibrâhîm [14]: 40).
Dan Allah SWT. memuji nabi Ismail as. dalam firman-Nya:
"Dan ia menyuruh keluarganya untuk shalat dan menunaikan zakat,
dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya" (Maryam [19]:
55).
Allah SWT. juga berdialog langsung dengan nabi Musa as.:
"Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak)
selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk
mengingat Aku" ( Thâhâ [20]: 14).
Dan Malaikat menyeru kepada Maryam, ibu nabi Isa as.: "Hai
Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan rukuklah bersama
orang-orang yang rukuk." (Âli-Imrân [3]: 43)
Dan nabi Isa as. mengisahkan tentang nikmat Tuhannya yang
Suci: "dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja
aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat
dan (menunaikan) zakat selama aku hidup" (Maryam [19]: 31).
Dan Allah telah mengambil janji Bani Israil, dan menetapkan
shalat sebagai bagian terpenting di dalamnya, "Dan (ingatlah),
ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu
menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak,
kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta
ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat
dan tunaikanlah zakat." (Al-Baqarah [2]: 83).
Dan Allah SWT. befirman kepada nabi Muhammad saw.: "Dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan
bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta
rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan
akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa." (Thâhâ
[20]: 132).
Dan Nabi saw. bersabda: "Sesungguhnya kami para Nabi
diperintahkan... untuk meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri
kami dalam shalat" (Hadits Shahih).
9. Shalat adalah Inti Syiar Islam
Seseorang terbebas dari hukum kafir ketika ia telah berhasil
menunaikan shalatnya berdasarkan sabda Rasulullah saw.:
"Barangsiapa yang shalat dengan shalat kita, dan menghadap kiblat
kita4, serta makan hasil sembelihan kita, maka merekalah orang-
orang muslim yang memperoleh perlindumgan Allah dan Rasul-Nya,
maka sekali-kali janganlah kalian menghalang-halangi perlindungan
Allah (kepada kalian)" (HR. Al-Bukhari). Demikian halnya dengan
sebuah negara, ia juga terlepas dari hukum kafir ketika syiar dan
hukum Islam disebarkan di negara tersebut yang ditandai dengan
rutinitas shalat dan nuansa keislaman. Maka jika sebuah negeri
tidak terdapat di dalamnya mesjid berdiri dan suara adzan tidak
pernah terdengar, maka negeri tersebut adalah negeri kaum kafir.
Namun, apabila suara adzan senantiasa diperdengungkan, dan
mesjid-mesjid berdiri tegak hingga terasa nuansa keislaman
mengalir di negeri tersebut, maka itulah negara Islam.
Dan dari Anas bin Malik ra. berkata: "bahwasanya Rasulullah
saw. apabila menyerang suatu kaum bersama kami, beliau tidak
menyerbu hingga beliau mengamati dan memperhatikan, apabila ia
mendengar suara adzan, beliau menghentikan penyerangan, jika
tidak, beliau terus menyerbu mereka." (HR. Al-Bukhari).4 Dipahami dari hadits tersebut bahwa jika seseorang shalat menghadap ke arah timur, maka ia belum menjadi seorang muslim seutuhnya hingga ia shalat menghadap kiblat kaum Muslimin, dan bagaimana jika mereka meninggalkan shalat secara total!?.
Dan dari Isham Al-Muzniy ra., beliau berkata: "Bahwasanya
Rasulullah saw. apabila mengutus seorang mata-mata, beliau
mengatakan: "apabila kalian melihat mesjid, atau mendengar
seruan adzan, maka janganlah kalian membunuh seseorang".
10. Shalat adalah Iman
Allah SWT. telah menamakan shalat dengan iman. Allah
berfirman: "dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu" (Al-
Baqarah [2]: 143) yaitu; shalat kalian di rumah, sebagaimana yang
dilakukan oleh Rasululah saw. yang terungkap lewat sabdanya:
"Patuhilah empat perkara dan jauhilah empat perkara; yaitu
perintah untuk beriman kepada Allah yang Satu, apakah kamu tahu
apa itu iman kepada Allah yang Satu??? Yaitu bersaksi bahwa tiada
Tuhan selain Allah, dan bahwasanya Muhammad adalah utusan
Allah, dan mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa pada
bulan ramadhan, dan jika kalian menunaikan yang lima ini,
alangkah beruntungnya kalian” (Muttafaq alaih), maka shalat
merupakan bentuk aplikasi iman kepada Allah yang Satu.
Imam Al-Baihaqi berkata: "Dan tidak ada ibadah yang
dinamakan oleh Allah SWT. iman, dan dijuluki oleh Rasulullah saw.
bagi yang meninggalkannya sebagai orang kafir selain shalat".
Beliau juga berkata: "Dan Allah telah menyebut iman dan
shalat secara bersamaan, dan tidak menyebutkan selainya. Hal itu
menunjukan pengistimewaan shalat dengan iman, Allah berfirman:
"Dan ia tidak mau membenarkan (Rasul dan Al-Quran) dan tidak
mau mengerjakan shalat", (Al-Qiyâmah [75]: 31), artinya dan ia
tidak mau membenarkan Rasululah saw. dengan beriman
kepadanya, dan tidak mau mengerjakan shalat, dan Allah berfirman:
Dan apabila dikatakan kepada mereka; "Rukuklah, niscaya mereka
tidak mau rukuk" (Al-Mursalât [77]: 48), "Maka kepada perkataan
apakah sesudah Al-Quran ini mereka akan beriman?" (Al-Mursalât
[77]: 50). Dan Allah mencela mereka yang meninggalkan shalat
sebagaimana mereka dicela karena meninggalkan iman. Allah SWT.
juga telah menyebut kata shalat tanpa dibarengi kata yang lain. Ini
menunjukan bahwa shalat merupakan tiang segala amal perbuatan
dalam agama, hal itu ternukil dalam firman Allah: "Orang-orang
yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman
kepadanya (Al-Quran) dan mereka selalu memelihara shalatnya."
(Al-An’âm [6]: 92).
11. Shalat Membebaskan Diri dari Sifat Nifak
Rasululah saw. bersabda: "Barangsiapa yang melaksanakan
shalat karena Allah selama 40 hari dalam keadaan berjamaah dan
senantiasa mendapati takbir pertama, ditetapkan atasnya dua
kebebasan; bebas dari api neraka dan bebas dari nifak" (Hadits
Hasan).
Dan dari Abi Said ra. berkata: "Saya mendengar Rasululah
saw bersabda: Tuhan kami menyingkapkan betisnya, lalu
bersujudlah padanya orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan,
dan tinggallah mereka yang bersujud di dunia karena riya' dan
hanya mencari nama baik, maka setiap mereka pergi untuk sujud,
nampak ia kembali lagi ke tingkat pertama" (HR. Al-Bukhari).
Allah SWT. membedakan orang-orang mukmin dari orang-
orang munafik lewat sujud. Tentang hal itu Allah SWT. berfirman:
"Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud;
maka mereka tidak kuasa (dalam keadaan) pandangan mereka
tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan", (Al-Qalam [68]: 42-
43). Saat itu, ketika orang-orang mukmin bertemu Tuhannya,
mereka segera bersujud. Sementara orang-orang munafik ketika
dipanggil untuk bersujud, mereka sangat ingin namun tidak mampu
melakukannya. Itulah hukuman bagi mereka yang enggan bersujud
kepada Allah di dunia, "Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia)
diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera" (Al-
Qalam [68]: 43).
12. Shalat adalah Jalan Orang-orang Mukmin, dan Simbol
Aliran Allah yang Beruntung , dan Pengikut-Nya yang
Dirahmati
Barang siapa yang tidak melaksanakan shalat maka dia
termasuk dalam aliran setan yang merugi. Mereka adalah musuh-
musuh Allah dan Rasul-Nya serta musuh orang-orang Mukmin.
Karena orang-orang yang menjadikan Allah sebagai pelindungnya
senantiasa mendirikan shalat. Allah berfirman: "Dan orang-orang
yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar,
mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada
Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (At-Tawbah
[9]: 71).
Dan terhadap firman Allah, "Dan bersabarlah kamu bersama
orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari" (Al-
Kahfi [18]: 28) Ibrahim dan Mujahid menafsirkannya dengan "shalat
lima waktu".
Dan dari Amr bin Murath Al-Juhny ra., beliau berkata:
"Seorang laki-laki datang kepada Nabi saw. lalu berkata: "Wahai
Rasululah! Jika Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan
engkau adalah utusan Allah, dan Aku menjalankan shalat lima
waktu, menunaikan zakat serta berpuasa pada bulan Ramadhan,
maka aku termasuk golongan mana?", Rasulullah menjawab:
"engkau termasuk golongan para Shiddîqîn dan orang-orang yang
mati syahid" (Hadits Shahih).
Orang-orang yang mendirikan shalat adalah orang-orang yang
menjadikan Allah sebagai pelindungnya yang tidak pernah merasa
gentar dan bersedih hati, mereka adalah orang-orang yang
menangis di langit dan di bumi ketika terlupa dari Tuhannya, dan
mereka itulah orang-orang yang "dianugerahi nikmat oleh Allah,
yaitu; para Nabi, para Shiddîqîn, orang-orang yang mati syahid dan
orang-orang saleh" (An-Nisâ’ [4]: 69) yaitu mereka yang Allah
mewajibkan kepada kita agar senantiasa memohon 17 kali siang
dan malam agar diberi petunjuk menuju jalan mereka, yaitu; "
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang
telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan)
mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat"5 (
Al-Fâtihah [1]: 6-7).
13. Shalat; Ibadah Seluruh Mahluk
Allah SWT berfirman : “Tidakkah engkau (Muhammad) tahu
bahwa kepada Allah–lah bertasbih apa yang ada di langit dan di
bumi, dan juga burung yang mengembangkan sayapnya. Masing-
masing telah mengetahui apa yang mereka kerjakan”. Ayat tersebut
menjelaskan bahwa semua mahluk melaksanakan shalat dan
bertasbih, dan telah mengetahui tata cara shalat dan bertasbih
yang diperintahkan kepada mereka.
Imam Azzumakhsyari berkata: “Bukanlah suatu hal yang
mustahil ketika Allah SWT. mengilhamkan kepada burung tata cara
berdo’a dan bertasbih sebagaimana Allah mengilhamkan semua
jenis ilmu yang telah ditemukan oleh para ilmuwan”. Ayat tersebut
5 Karena sesungguhnya syariat yang mulia menganjurkan kita untuk senantiasa memandang siapa yang berada di atas kita dalam hal ibadah, sebagaimana yang diriwayatkan dari Rasulullah dalam sabdanya: “Lihatlah orang yang berada di bawah kamu dalam hal keduniaan, dan lihatlah orang di atas kamu dalam hal keagamaan” (Hadits). Dan Allah SWT. berfirman: "Dan Ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara pada waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang yang lengah". Kemudian Allah SWT. menegaskan tentang anjuran berdzikir serta memberi motivasi untuk senantiasa berdzikir, yaitu lewat apresiasi yang diberikan kepada Malaikat yang senantiasa bertasbih siang dan malam, tanpa rasa lelah. Kemudian Allah SWT. berfirman: ”Sesungguhnya orang-orang yang ada di sisi Tuhanmu tidak merasa enggan untuk menyembah Allah dan mereka menyucikan-Nya dan hanya kepada-Nya mereka bersujud". Maksud dari ayat tersebut adalah sudah sepatutnya bagi kita untuk meneladani mereka (malaikat) dalam hal pengabdian kepada Allah dimana mereka memperoleh derajat yang tinggi dalam urusan ibadah.
menjelaskan bahwa burung juga melaksanakan shalat dan bertasbih
sesuai dengan cara shalat dan bertasbih yang diajarkan oleh Allah
SWT., namun kita tidak mengetahui bagaimana shalat dan tasbih
mereka sebagaimana ternukil dalam firman-Nya: "Dan tak ada
suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu
sekalian tidak mengerti tasbih mereka (Al-Isra’ [17]: 44).
Shalat juga diwajibkan atas Jin sebagaimana diwajibkan atas
manusia. Allah SWT. berfirman: “Tiadalah aku menciptakan manusia
dan jin kecuali hanya untuk menyembah kepada-Ku” (Adz-Dzâriyât
[51]: 56). Syekh Islam, Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa ibadah-
ibadah ushul (pokok) dan furu' (cabang) juga diwajibkan atas Jin
sesuai dengan keadaan mereka, akan tetapi mereka berbeda
dengan manusia dari segi batasan-batasan dan hakikat, jadi apa
yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah SWT. atas jin berbeda
dengan apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah SWT. atas
manusia, meskipun mereka memiliki kesamaan dari segi jenis
kewajiban perintah dan larangan, halal dan haram.6
Malaikat juga melaksanakan shalat sebagaimana yang
dijelaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an: "Jika mereka
menyombongkan diri, maka mereka (malaikat) yang di sisi
Tuhanmu bertasbih kepada-Nya di malam dan siang hari, sedang
mereka tidak jemu-jemu." (Fushshilat [41]: 38). Kemudian Allah juga
menceritakan ungkapan-ungkapan mereka di dalam Alqur’an: "dan
sesungguhnya Kami benar-benar bershaf-shaf (dalam menunaikan
perintah Allah)" (Ash-Shâffât [37]: 165).
Dan kemudian Rasulullah berkata kepada para sahabatnya:
"Tidakkah kalian ingin memiliki sifat seperti sifat malaikat pada
Tuhannya?", kemudian Rasulullah menceritakan bagaimana Allah
SWT. mensucikan para malaikat, Beliau berkata: “Mereka
menyempurnakan shaf pertama dan shaf-shaf berikutnya, dan
mereka merapatkan barisan” (HR. Al-Bukhari).
6 Majmu'ul Fatâwa, Jld. I h. 133
Allah SWT. telah memuliakan umat manusia atas umat-umat
yang lain dengan "menjadikan shaf mereka seperti shaf para
malaikat", sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab Shahih Muslim.
Diriwayatkan oleh Hakim Bin Hizam ra. beliau berkata: “Ketika
Rasulullah SAW berada di tengah-tengah para sahabatnya, beliau
berkata: “Apakah kalian mendengar apa yang aku dengar?", Mereka
menjawab: "Kami tidak mendengar apa-apa", lalu Rasulullah
berkata: “Aku mendengar langit bergemuruh dan sudah
sepantasnya bergemuruh dan tidak ada tempat sejengkal (tangan)
pun, melainkan ada malaikat yang senantiasa sujud atau berdiri
(Hadits Shahih).
Rasulullah saw. juga berkata: “Sungguh aku melihat apa yang
tidak kalian lihat, dan aku mendengar apa yang tidak kalian dengar,
langit berbunyi dan sudah sepantasnya berbunyi, tidak ada tempat
kosong melebihi 4 jari-jari melainkan para malaikat meletakan dahi
mereka sujud karena Allah semata ” (Hadits Shahih).
Dan tentang peristiwa Isra', Rasulullah saw. berkata: “...Maka
aku dibawa menuju Baitul Ma’mur, dan aku bertanya pada Jibril,
Jibril berkata: "ini adalah Baitul Ma’mur dimana setiap hari 70.000
malaikat shalat di dalamnya, dan jika mereka keluar mereka tidak
akan kembali lagi ke dalamnya” (HR. Al-Bukhari).
Dan Rasulullah SAW berkata: “Jibril turun kepadaku, dan dia
mengimamiku, lalu aku shalat bersamanya, kemudian aku shalat
bersamanya, kemudian aku shalat bersamanya, kemudian aku
shalat bersamanya, kemudian aku shalat bersamanya", beliau
(Rasulullah) menghitung dengan jari-jarinya sampai lima kali
shalat”. (HR. Al-Bukhari).
Dan mereka (malaikat) juga shalat bersama orang-orang
mukmin, Rasulullah saw. bersabda: “Ketika Imam mengucapkan
'amiin', mereka (malaikat) juga mengucapkan 'amiin', karena
barangsiapa yang 'amiinnya' sesuai dengan 'amiinnya' para
malaikat, maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu” (HR. Al-
Bukhari).
Dan mereka (malaikat) juga hadir pada shalat jum’at bersama
orang-orang mukmin, Rasululllah SAW bersabda: “Jika hari Jum’at
tiba, di setiap pintu-pintu mesjid terdapat malaikat, mereka menulis
nama-nama orang yang pertama datang dan yang berikutnya, dan
jika Imam telah duduk mereka mengelilingi shaf dan ikut
mendengarkan dzikir” (HR. Al-Bukhari).
14. Shalat Merupakan Ketetapan Terbaik Tuhan
Rasulullah saw. bersabda: “Shalat merupakan ketetapan
terbaik (Tuhan), barangsiapa yang mampu memperbanyak shalat,
hendaklah dia memperbanyaknya” (Hadits Hasan). Artinya shalat
adalah syariat terbaik yang ditetapkan oleh Allah SWT. di antara
semua bentuk ibadah yang lain, fardhunya shalat adalah sebaik-
baik fardhu, dan sunnatnya adalah sebaik-baik amalan sunnat.
Dan Rasulullah saw. bersabda: “Sebaik-baik pekerjaan adalah
mendirikan shalat pada waktunya” (HR. Muslim).
Beliau juga bersabda: "berdirilah dan jangan pernah kalian
menghitung-hitung (amalan) dan ketahuilah bahwa sebaik-baik
amal perbuatan kalian adalah shalat, dan tidak ada yang senantiasa
menjaga wudhu selain orang mukmin" (Hadits Shahih).
Diriwayatkan dari Ma'dan bin Abi Thalhah Al-Ya'mary, beliau
berkata: "Aku menemui Rasulullah saw. dan bertanya padanya:
"sampaikan padaku tentang amal perbuatan yang harus kukerjakan
agar Allah memasukanku ke dalam surga, atau amal perbuatan
yang paling dicintai Allah, lalu Rasulullah terdiam kemudian aku
bertanya lagi dan beliau tetap diam, kemudia aku bertanya lagi
untuk ketiga kalinya (tentang hal tersebut) dan beliau menjawab:
"perbanyaklah sujud kepada Allah, karena setiap engkau sujud,
Allah mengangkat bagimu satu derajat dan menghapus darimu satu
kesalahan" (HR. Muslim).
Dan dari Abi Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw.
melewati sebuah kuburan dan berkata: "siapa penghuni kubur ini?"
mereka menjawab: "si Fulan", lalu Rasul berkata: "dua raka'at shalat
orang ini lebih baik dari sisa hidup kalian di dunia", dan dalam
riwayat lain: "dua raka'at ringan yang kalian anggap remeh
menambah amal perbuatan orang ini dan itu lebih baik dari seluruh
sisa hidup kalian" (Hadits Shahih).
Tsabit bin Aslam mengatakan: "Shalat merupakan bentuk
pengabdian kepada Allah di dunia, seandainya ada yang lebih baik
dari shalat, Allah tidak akan mengatakan: "Kemudian Malaikat (Jibril)
memanggil Zakaria, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di
mihrab" (Âli-Imrân [3]: 39).
15. Shalat Mendekatkan Diri Kepada Allah SWT.
Shalat merupakan wasilah penghubung orang-orang Mukmin,
dan tempat bermunajat dengan Tuhan sang Pencipta alam semesta
secara langsung. Tidak ada penghalang antara hamba yang shalat
dengan Tuhannya, dengannya, pengaruh cinta nampak jelas, karena
tidak ada yang lebih nikmat bagi orang yang mencinta melebihi
nikmatnya berkhalwat bersama orang yang dicintai agar bisa
mendapatkan hasrat yang didambakannya.
Allah SWT. berfirman dalam sebuah hadits Qudsi: "dan
tiadalah hambaku mendekatiku dengan sesuatu yang lebih aku
cintai selain apa yang aku wajibkan atasnya, dan hambaku
senantiasa mendekatiku dengan amalan-amalan sunnah hingga aku
mencintainya, dan jika aku mencintainya, maka akulah
pendengaran yang selalu ia pakai untuk mendengar, penglihatan
yang selalu ia gunakan untuk melihat, tangan yang ia gunakan
untuk menggerakan segala sesuatu, kaki yang dia pakai berjalan,
dan apabila ia memohon kepadaku, aku berikan. Dan apabila ia
memohon perlindungan kepadaku, aku melindunginya" (HR. Al-
Bukhari).
Dan Rasulullah saw. berkata kepada Ka'ab bin Ujzah: "dan
Shalat itu mendekatkan diri (kepada Allah)" (Hadits Hasan). Beliau
juga bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu melaksanakan
shalat, jangalah kalian meludah di depannya selama ia masih
shalat, karena sesungguhnya ia sedang berdialog dengan Allah
SWT." (HR. Al-Bukhari). Dan diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud
ra., beliau berkata: "Barangsiapa yang mendirikan shalat maka ia
mengetuk pintu sang Raja, dan siapa yang mengetuk pintu sang
Raja, niscaya akan dibukakan untuknya".
Allah SWT. berfirman dalam sebuah hadits Qudsi: "Aku
bersama hambaku yang senantiasa mengingatku dan menggerakan
kedua bibirnya (berdzikir) untukku" (Hadits Shahih).
Inilah keistimewaan khusus yang dimiliki wali Allah yang
shaleh, dan hambanya yang senantiasa dekat kepadanya dengan
kemenangan, dukungan, penjagaan, cinta dan taufik hingga Allah
berkata: "Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang
seorang hamba ketika dia mengerjakan shalat," (Al-‘Alaq [96]: 9-10)
"sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya" yakni; apa
yang membuatmu meninggalkan shalat. "dan sujudlah", yakni;
shalatlah karena Allah, "dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)"
(Al-‘Alaq [96]: 19), yakni; dekatkanlah dirimu kepada Allah lewat
kepatuhan, ibadah dan doa. Karena sujud merupakan tempat yang
paling dekat antara seorang hamba dengan Tuhannya dan
merupakan hal yang paling dicintai oleh Allah. Rasulullah saw.
bersabda: "hamba yang paling dekat dengan Tuhannya adalah
ketika ia sujud, maka perbanyaklah doa" (HR. Muslim).
Maka, semakin banyak hamba bersujud semakin dekatlah ia
dengan Tuhannya, karena sujud merupakan puncak penyembahan
dan kerendahan, karena Allahlah pemilik segala kemuliaan,
kemuliaannya tidak terukur. Dan setiap kali ia menjauh dari sifat-
Nya, semakin dekat ia dengan surga-Nya dan dekat di samping-Nya.
Barangsiapa yang rendah diri kepada Allah, akan diangkat
derajatnya. Dan setelah sujud tidak adal lagi rendah diri. Dan
sungguh indah orang yang berkata:
"Dan apabila seorang hamba dihinakan ia merendahkan diri demi
Allah
Karena kemuliaannya ada pada kehinaannya"
16. Shalat sebagai Wadah Pembinaan Akhlak
Allah SWT. berfirman: "Sesungguhnya manusia diciptakan
bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia
berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,
kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu
tetap mengerjakan shalatnya" (Al-Ma’ârij [70]: 19-23). Orang-orang
yang senantiasa menjaga shalat berbeda dengan orang-orang yang
memiliki akhlak tercela. Syekh Abu Hasan An-Nadawi menjelaskan
tentang pengaruh shalat terhadap akhlak dan kecenderungan
seseorang: "Shalat mempengaruhi jiwa seseorang agar senantiasa
menghindari akhlak tercela, kejahatan dan kemungkaran dan
kesenangan hawa nafsu, karena tidak ada lagi yang lebih berharga
setelah kalimat tauhid. Oleh karena itu Allah SWT. berfirman:
"Bacalah apa yang telah di wahyukan kepadamu, yaitu Al-kitab (Al-
Qur'an) dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah
dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya
mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaan dari
ibadah-ibadah yang lain) dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan" (Al-Ankabût [29]: 45), hal itu karena hamba yang
senantiasa mendirikan shalat akan mengalami perubahan dari suatu
sisi ke sisi yang lain, dari suatu rasa menuju rasa yang lain, dari
suatu keinginan menuju keinginan yang lain, dari satu pola pikir
menuju pola pikir yang lain, dan dari hal-hal buruk (hina) menuju
sesuatu yang tinggi dan mulia.7 Shalat juga menumbuhkan
7 Itu karena adanya kesiapan dan keinginan yang kuat sebelumnya untuk
senantiasa mendirikan shalat, kemudian dilanjutkan dengan menyibukkan diri
dengan dzikir dan berbagai amalan sunnah, dan berhasil memanfaatkan hampir
seluruh waktunya demi mencapai satu tujuan yang mulia yaitu mengingat
(berdzikir) kepada Allah yang Maha Mulia, seperti halnya jika seseorang tidur dan
sebelumnya ia meniatkan untuk bangun melaksanakan shalat malam, maka
hatinya selalu berusaha menjaga diri untuk senantiasa berdzikir kepada Allah
meskipun akhirnya ia terlelap dalam tidurnya. Dalam hal ini Rasulullah saw.
bersabda: "Barang siapa yang bangun dari tidur malamnya, dan ketika ia bangun
mengucapkan: (la ilaha illa allah wahdahu la syarikalah lahu al mulku wa lahu
alhamdu, yuhi wa yumit, wahua ala kulli syai'in qadir; Subhanallah walhamdulillah
wa la ilaha illa allah wa allahu akbar, wa la haula wa la quwata illa billah,
keimanan dalam jiwa dan menghiasai hati serta menjauhkan diri
dari kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan, itu apabila shalat benar-
benar terpancar dalam kehidupan seorang hamba yang
mengalirkan semangat dan kekuatan. Oleh karena itu, ketika Syuaib
menyeru kaumnya untuk berpaling menuju akidah tauhid,
keutamaan dan ketakwaan serta meninggalkan kedzaliman dan
kehinaan yang senantiasa mereka puja dahulu, mereka mau
menerima cara hidup Syuaib dan bersedia menjalani segala
perubahan tersebut, bahkan Syuaib lahir dan tumbuh di antara
mereka layaknya anak kepala suku atau anak pemilik negeri.
Sementara mereka yang menolak dakwahnya tidak menemukan
sesuatu yang lebih jelas dalam diri Syuaib selain shalat yang
senantiasa mereka saksikan dan mereka kagumi keindahan dan
lamanya, mereka berkata: "Wahaib Syuaib! apakah shalatmu yang
meyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh
bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami
kehendaki tentang harta kami, sesungguhnya engkau adalah orang
yang sangat penyantun lagi berakal"8 (Hûd [11]: 87).
Shalat merupakan wadah pembentukan akhlak yang murni,
yang menumbuhkan kedisiplinan dalam jiwa serta melatih diri untuk
selalu cinta pada aturan dan konsisten terhadap berbagai urusan
hidup. Shalat juga mengajarkan seseorang bagaimana meraih
impian, kesabaran, lemah lembut, ketabahan serta mendidik pikiran
kemudian ia berkata: "Allahummagfirli" atau ia berdoa, maka akan dikabulkan
doanya, dan jika sekiranya ia berdiri kemudian berwudhu lalu shalat, maka akan
diterima shalatnya" (HR. Al-Bukhari). Bahkan meskipun seseorang membagi
kepentingannya antara tujuan dunia dan tetap berusaha menjaga waktu-waktu
shalat atau terus mencari keinginan yang belum ia peroleh, hal tersebut tidak
berarti ia telah dijerumuskan oleh kepentingan duniawi atau terbebani oleh
urusan dunia, namun ia tetap berada dalam naungan Allah SWT., dan inilah
rahasia firman Allah: "Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak
(pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat" (An-Nûr
[24]: 37)
8 Al-Arkan Al-Arba'ah h. 49
untuk selalu terfokus pada hal-hal yang bermanfaat saja, terutama
terfokus pada waktu-waktu shalat, syarat-syaratnya, tata cara
bersuci, dan menghindari hal-hal yang membatalkannya dan
memusatkan perhatian pada makna ayat-ayat Al-Qur'an dan
keagungan Allah SWT. serta makna-makna yang terkandung dalam
shalat.
17. Shalat; Ketenangan, Kebahagian dan Penyejuk Hati
Shalat memberikan ketenangan jiwa dan menyelamatkan
manusia dari pelbagai kelalaian terhadap risalah Tuhan dalam hidup
ini. Dan seandainya para dokter kesehatan jiwa memahami dengan
benar hal tersebut, niscaya mereka akan menawarkan shalat
sebagai resep terbaiknya9, karena di dalam shalat terdapat jamuan
ruhani.
Persoalan kesehatan manusia telah digariskan oleh Tuhan
Sang Pencipta, dimana hanya Ia yang mengetahui rahasianya. Dan
shalat mampu menghilangkan dahaga jiwa dan mengobati
kerinduan akan ketenangan dan kedamaian yang tidak bisa
disembuhkan dengan obat. Namun, setiap generasi manusia, serta
9 Di dalam shalat terdapat obat atas berbagai macam penyakit jiwa, seperti 'perasaan resah dan cemas'. Allah SWT. berfirman: "Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan salat, yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya," (Al-Ma'ârij [70]: 19-23). Dan seperti 'perasaan bersalah'; Islam telah menawarkan obat yang mampu menghilangkan penyakit kronis tersebut. Allah SWT. berfirman: "Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang senantiasa mengingat." (Hûd [11]: 114). Shalat merupakan penebus kesalahan yang mensucikan dari berbagai dosa. Shalat juga menutupi segala bentuk kekurangan, dimana orang-orang yang mendirikan shalat memiliki derajat yang sama di sisi Tuhan, dan hanya taqwa yang membedakan mereka. Mereka senantiasa mengikuti ajaran Allah yang penuh kemenangan di setiap tempat dan waktu. Mereka yang mengatakan: "keselamatan bagi kami dan bagi hamba-hamba-Nya yang shaleh", yang menumbuhkan dalam jiwa mereka cita-cita dan keyakinan dan senantiasa bersama para hamba-hamba Allah yang shaleh dan para pelindung-Nya yang bertaqwa.
para pemilik akal sehat masih saja terus tunduk dengan anjuran dan
nasehat dokter manusia yang hanya melakukan percobaan-
percobaan terbatas dan berbagai terkaan yang kurang meyakinkan,
"Maka apakah anggapanmu terhadap Tuhan semesta alam?" (Ash-
Shâffât [37]: 87), "(Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap
sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk"
(Thâhâ [20]: 50), "Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak
mengetahui (yang kamu lahirkan dan rahasiakan); dan Dia Maha
Halus lagi Maha Mengetahui?" (Al-Mulk [67]: 14) di mana Allah
menyatakan dalam kitab sucinya, "Katakanlah: "Sesungguhnya
Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-
orang yang bertaubat kepada-Nya. (Yaitu) orang-orang yang
beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi
tenteram." (Ar-Ra’d [13]: 27-28). Shalat dipenuhi dengan dzikir dan
penyembahan kepada Allah. Dengannya, jiwa akan menjadi lapang
dan segala kesulitan akan hilang. Maka, bagi siapa yang
merenungkan firman Allah, "Dan Kami sungguh-sungguh
mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang
mereka ucapkan. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan
jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat)" (Al-Hijr
[15]: 97-98), ia akan memperoleh nikmat tersebut.
Sungguh, bagi siapa yang menunaikan shalat dengan benar,
ia akan senantiasa merasa kehilangan ketika dia terlupa darinya,
dan merasa ada beban berat dititipkan padanya. Maka, saat itu dia
akan berusaha menjadi orang yang tekun, tenang dan senantiasa
berharap tidak akan pernah melalaikannya lagi. Bahkan, shalat akan
menjadi penyejuk, penikmat jiwa dan surga hatinya dan hidup
damai di dunia. Tanpa shalat, ia akan merasa sempit bagai dalam
penjara dan akan merasa lapang ketika dia telah berhasil
menunaikannya. Ia akan merasakan kedamaian jiwa hingga enggan
berpaling darinya.
Para pecinta shalat mengatakan: "Kita shalat, dan merasakan
ketenangan dengan shalat", sebagaimana yang dikatakan oleh
imam, suri teladan dan nabi kita Muhammad saw. kepada
muadzzin-nya Bilal ra.: "Ya Bilal! dirikanlah shalat, damaikan kami
dengannya" (Hadits Shahih).
Dan Nabi saw. bersabda, "Dan aku menjadikan shalat sebagai
penyejuk jiwaku" (Hadits Shahih). Dan tiada yang lebih indah di
dalam jiwa orang yang mencinta melebihi indahnya (kurratu ain)
ketenangan jiwa".10
Oleh karena itu, shalat merupakan hal yang paling dirindukan
oleh setiap insan. Dia mempengaruhi segala bentuk cinta dalam diri
manusia. Bahkan, orang-orang Musyrik pun mengakui bagaimana
pengorbanan jiwa dan hidup mereka di jalannya. Dalam sebuah
hadits dikatakan: Dari Jabir ra., beliau berkata:"Kami memerangi
salah satu kaum Juhainah bersama Rasulullah saw., dan mereka
berperang dengan sangat dahsyat".
Dan dalam hadits, mereka – orang-orang Musyrik – berkata:
"Sungguh, mereka akan mencintai shalat mereka melebihi cinta
mereka terhadap anak-anak mereka".
Dan ketika shalat menjadi penyejuk jiwa Rasulullah saw.,
beliau senantiasa memperpanjang shalatnya dan bertahajjud,
bahkan beliau tidak sanggup memisahkan diri darinya.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan, dari Hudzaifah ra. berkata:
"Suatu malam, saya shalat bersama Rasulullah saw., Beliau
memulai dengan surah Al-Baqarah dan rukuk pada ayat ke 100
hingga selesai, dan beliau membacanya dalam satu raka'at hingga
selesai kemudian rukuk, kemudian memulai lagi dengan surah An-
Nisa dan memulai lagi dengan Al-Imran, beliau membacanya pelan-
pelan. Apabila sampai pada ayat-ayat tasbih, beliau bertasbih,
10 Bisa anda bayangkan bagaimana nikmatnya hati para pendiri shalat dan bahagianya ketika mengetahui bahwa Allah mencintainya setiap kali ia membaca bagian ayat dari surah al-Fatihah : "hamdanî abdî" (hambaku memujaku), "majjadanî abdî" (hambaku mengagungkanku), hingga ketika ia memohon petunjuk menuju jalan yang lurus Allah menjawab: "hâdzâ li abdî, wa liabdî mâ sa'alah" (ini untuk hambaku, dan bagi hambaku atas apa yang mereka minta).
apabila sampai pada ayat-ayat doa, beliau berdoa, dan apabila
sampai pada ayat-ayat perlindungan, beliau memohon perlindungan
kemudian rukuk dan berkata (Maha suci Rab-ku yang Maha Agung),
setelah rukuk beliau berdiri dan berkata (Allah Maha Mendengar
setiap yang memujinya, wahai Tuhan kami, hanya bagimu puji-
pujian) kemudian berdiri cukup lama hampir seperti rukuknya lalu
kemudian sujud dan berkata (Maha Suci Rab-ku yang Maha Tinggi)
dan sujudnya hampir sama dengan berdirinya" (HR. Muslim). Dan
dalam riwayat an-Nisai: "Tiadalah beliau melewatkan satu ayat
ancaman atau pengagungan Allah kecuali berdzikir atasnya". Inilah
yang kemudian diteladani oleh para ulama salaf. Dengan shalat,
jiwa mereka hanyut dalam cinta ilahi, mengalir memenuhi jiwa
hingga terlelap dari segala yang ada di sekelilingnya.
Diriwayatkan bahwa ketika Abdillah ibn Zubair ra. sedang
shalat di sekitar ka'bah, beliau sedang dikepung oleh pasukan Abdul
Malik bin Marwan yang menyerang dengan menggunakan manjanik
(alat pelontar batu zaman dulu) dari atas bukit Abi Kubais. Mereka
ingin menundukan Abdillah bin Zubair dan para pengikutnya. Dan
ketika sebuah batu besar melesat di antara jenggot dan lehernya,
beliau tak bergeming dari tempatnya, tidak juga nampak
kecemasan atau merasa terusik, tidak juga menghentikan
bacaannya, dan tidak ada raka'at yang dia dilewatkan kecuali rukuk
hingga selesai dari shalatnya.
Bahkan beliau tetap melanjutkan shalat ketika serangan
menghujaninya, hingga burung-burung gereja kadang-kadang jatuh
di atas pundaknya dari puncak Haram. Naik turun dengan
tenangnya dan beliau mengira
itu .......................................................???????
Suatu ketika, beliau rukuk, dan salah seorang dari sahabatnya
membaca ayat al-Quran, beliau tidak berdiri dari rukuknya hingga
laki-laki tersebut selesai membaca surah Al-Baqarah, Al-Imran, An-
Nisa dan Al-Maidah.
Dan diriwayatkan, suatu ketika beliau shalat di rumahnya,
tiba-tiba seekor ular besar jatuh dari atap dan melilit di perut
anaknya, Hasyim. Para wanita berteriak dan seluruh penghuni
rumah kaget. Akhirnya, mereka berkumpul dan berhasil membunuh
ular tersebut dan anaknya selamat. Sementara ibn Zubair tetap
sibuk dengan shalatnya, tidak berpaling dari shalatnya dan tidak
mengetahui apa yang terjadi hingga selesai dari shalatnya.
Dan Abu Muslim al-Khaulani –rahimahullah- adalah orang yang
bersungguh-sungguh dalam beribadah, beliau berkata: "apakah
sahabat-sahabat Muhammad saw. mengira bahwa mereka dapat
berkuasa tanpa kita!?, demi Allah, sekali-kali tidak. Kita akan
mengerumuninya hingga mereka tahu bahwa mereka telah
digantikan oleh seorang laki-laki yang berada di belakang mereka".
Dan Uday bin Hatim ra. berkata: "Tiadalah masuk waktu
shalat, kecuali aku senantiasa merindukannya". Bagaimana tidak,
sementara Rasulullah saw. mengatakan: "Ada 7 golongan yang
berada dalam naungan Allah di hari dimana tidak ada naungan
kecuali naungan-Nya", dan dalam hadits tersebut dikatakan: "dan
laki-laki yang hatinya selalu terikat dengan mesjid ketika ia keluar
darinya hingga kembali ke dalamnya" (Muttafaq alaih).
Maksud dari hadits tersebut adalah seseorang yang
senantiasa istiqamah dengan mesjid di setiap waktu shalat. Ia tidak
shalat kecuali di mesjid dan tidak meninggalkan mesjid hingga
orang-orang datang kembali untuk shalat di dalamnya. Yaitu orang
yang hatinya senantiasa berada di mesjid meskipun tubuhnya
berada di luar mesjid. Ibarat ikan yang tidak bisa hidup kecuali di
dalam air. Apabila keluar dari air, ia tetap membutuhkan air, baik
dalam keadaan senang ataupun susah. Dan itulah makna "kurratu
ain" (penyejuk jiwa) dan "ketenangan" yang sebenarnya.
Oleh karena itu, seseorang tidak akan merasa rugi kehilangan
sesuatu setelah mati melebihi ruginya terputus dengan shalat. Abi
Darda ra. berkata: "Seandainya bukan karena tiga hal, Aku tidak
akan rela hidup walau sehari; menahan dahaga di terik panas
karena Allah, sujud di pertengahan malam, dan majlis orang-orang
yang mensucikan diri dengan kata-kata yang baik sebagaimana
lezatnya buah kurma". Dan ketika Amir bin Abdu Qais ra.
dihadirkan, beliau menangis, kemudian beliau ditanya: "Apa yang
membuatmu menangis?", beliau menjawab: "Saya tidak menangis
karena takut akan mati, bukan juga karena saya menginginkan
dunia, tapi saya menangis karena merindukan dahaga di terik panas
karena Allah dan mendirikan shalat di malam yang dingin".
Dan dari Abi Raja', beliau berkata: "Saya tidak mendapati
diriku besedih atas suatu urusan duniawi melainkan saya bersujud
di atas tanah 5 kali sehari karena Allah semata".
Bahkan Tsabit ra. berkata: "Demi Allah, jika engkau adzan
untuk seseorang agar ia shalat di dalam kuburnya, maka adzanlah
untuku".
Dan yang lain mengungkap tentang nikmat dan sejuknya jiwa
ini dengan mengingat Allah dan shalat, "Seandainya para raja dan
anak-anaknya tahu apa yang ada dalam diri kami, niscaya mereka
akan menguliti kami dengan pedang", dan yang lain mengatakan,
"Setiap waktu berlalu, saya selalu berkata, seandainya penghuni
surga seperti ini, sungguh mereka berada dalam kehidupan yang
baik", dan yang lain mengatakan, "Sungguh kasihan penduduk
dunia, mereka meninggalkannya tanpa pernah merasakan
nikmatnya hidup di dalamnya, dan merasakan keindahannya", yang
lain berkata, "Sesungguhnya di dunia ada surga, barangsiapa yang
belum pernah memasukinya, dia tidak akan memasuki surga
akhirat".
Hal itu tiada lain karena Allah memberikan jaminan kehidupan
yang baik hanya bagi orang-orang yang beriman kepadanya dan
melakukan amal shaleh, karena shalat merupakan penghulu semua
amal shaleh, Allah SWT. berfirman: "Barang siapa yang
mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa
yang telah mereka kerjakan" (An-Nahl [16]: 97).
Maka, bagi ahli Iman yang senantiasa melaksanakan amal
shaleh, mereka telah mendapatkan jaminan kehidupan yang baik di
dunia serta kenikmatan di akhirat kelak. Mereka adalah orang-orang
yang memperoleh kehidupan bahagia di dunia dan akhirat.
18. Shalat, Cahaya, Petunjuk dan Penerang Jiwa
Shalat adalah cahaya yang menyingkap gelapnya kesesatan
dan kebathilan, dia menerangi wajah orang-orang yang senantiasa
menjaganya di dunia. Shalat menghiasi jiwa dengan keindahan dan
kecantikan, menerangi hatinya. Karena shalat memancarkan sinar
pengetahuan yang akan menyinari gelapnya kubur sebagaimana
yang dikatakan oleh Abu Darda' ra., "shalatlah dua raka'at di
kegelapan malam untuk menerangi gelapnya kubur", dimana bekas
sujud orang-orang yang shalat akan berkilauan di hari kiamat.
Rasulullah saw. bersabda, "dan shalat adalah cahaya" (HR. Muslim).
Dan beliau juga berkata, "dan shalat adalah petunjuk", (Hadits
Shahih); yaitu petunjuk dan tanda atas keimanan seseorang.
Dan shalat juga membuat wajah seseorang bersinar dan
berseri-seri. Allah berfirman: "Muhammad itu adalah utusan Allah
dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap
orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu
lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridha'an-
Nya, tanda-tanda mereka tampak pada wajah mereka dari bekas
sujud" (Al-Fath [48]: 29).
Dan firman Allah SWT. "Tanda-tanda mereka tampak pada
wajah mereka dari bekas sujud" memiliki banyak penafsiran.
Dikatakan; "dengan shalat, wajah mereka menjadi baik". Sedangkan
Ibn Abbas menafsirkan dengan "jalan yang baik", sementara Mansur
bin Mujahid menafsirkannya dengan khusyuk, lalu aku berkata:
"Saya tidak melihat sesuatu kecuali bekas di wajah ini", dan dia
berkata: "Barangkali di antara kedua mataku ada yang lebih keras
hatinya daripada Fir'aun".
Tanda-tanda tersebut nampak jelas di wajah orang-orang
yang senantiasa menjaga shalat. Wajah mereka bersinar, berseri-
seri, bersih dan jernih. Hal itu adalah hasil dari khusyuknya hati dan
tenangnya jiwa yang memancarkan cahaya di wajah. Dengannya,
kesombongan dan keangkuhan tertutupi dengan kerendahan hati,
jiwa yang jernih dan cahaya yang tenang. Dengan kerendahan hati
akan menambah sinar wajah, keteduhan dan kesahajaan orang-
orang Mukmin.
Maka, orang-orang yang senantiasa mendirikan shalat
nampak seperti sosok manusia yang datang dari akhirat untuk
menceritakan kepada manusia atas apa yang dia saksikan di sana,
atau seperti sosok manusia yang melarikan diri dari generasi
pertama ke zaman kita untuk hidup di tengah-tengah kita.
Dari Buraidah ra., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda,
"Sampaikan kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan di
kegelapan menuju mesjid, dengan cahaya yang sempurna pada hari
kiamat".
Dan dari Abi Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw.
bersabda, "Sesungguhnya Allah akan menerangi orang-orang yang
bersusah-payah menuju mesjid di kegelapan malam dengan cahaya
terang-benderang di hari kiamat" (Hadits Hasan).
Dan dari Abdillah bin Amr ra., dari Nabi saw. bahwa suatu hari
beliau berbicara tentang shalat dan berkata: "Barangsiapa yang
menjaganya, maka dia akan memperoleh cahaya, petunjuk dan
keselamatan di hari akhirat, dan barangsiapa yang melalaikannya,
dia tidak akan memperoleh cahaya, tidak juga petunjuk ataupun
keselamatan, dan di hari kiamat mereka bersama Qarun, Haman,
Fir'aun dan Ubay bin Khalaf" (Hadits Shahih).
Dan Rasulullah saw. bersabda, "Tidak ada satupun umatku di
hari kiamat yang tidak Aku kenali", mereka berkata: "dan
bagaimana engkau mengenalinya ya Rasulullah di antara
banyaknya makhluk?", beliau menjawab: "ketika engkau memasuki
sebuah kandang hewan, di dalamnya ada kuda hitam pekat dan
kuda putih bersih, bisakah engkau mengenalinya?", mereka
berkata: "tentu saja". Rasul berkata: "sesungguhnya umatku saat
itu wajahnya bersinar karena sujud, putih bersih karena air wudhu'"
(Hadits Shahih).
19. Shalat, Salah Satu Sunanul Huda
Ibn Mas'ud ra. berkata, "Bahwasanya Rasulullah saw.
mengajarkan kita sunanul huda, dan di antara sunanul huda-nya
adalah shalat di mesjid yang dikumandangkan suara adzan di
dalamnya" (HR. Muslim).
Dan beliau juga mengatakan, "Barangsiapa yang merindukan
berjumpa dengan Allah besok dalam keadaan musilim, maka,
hendaklah ia senantiasa menjaga shalat lima waktu ketika ia diseru
dengannya, karena sesungguhnya, hal tersebut merupakan sunanul
huda11, dan sesungguhnya Allah telah mensyariatkan atas nabi-nabi
kamu sunanul huda. Demi umurku, seandainya kalian semua shalat
di rumah kalian, sungguh kalian telah meninggalkan sunnah nabi
kalian, dan apabila kalian meninggalkan sunnah nabi kalian berarti
kalian telah sesat. Dan kita semua tahu bahwa hanya orang-orang
munafiklah yang menyalahi sunnah. Dan sungguh saya telah
melihat seorang laki-laki berusaha menerobos di antara dua orang
laki-laki hingga ia masuk dalam (shaf) barisan" (Hadits Shahih).
20. Shalat Merupakan Anugerah Ilahi
11 Yang dimaksud dengan sunanul huda adalah jalan yang ditempuh oleh Rasulullah saw. serta syariat yang ditetapkan atas umatnya. Sunnah yang dimaksud di sini bukan sunnah dalam arti sesuatu yang boleh dilaksanakan, boleh juga ditinggalkan. Jadi, apabila ditinggalkan dia tidak berarti sesat, bukan juga merupakan tanda-tanda nifaq. Misalnya, shalat dhuha dan puasa sunnat. Wallahu a'lam.
Shalat memiliki keistimewaan yang tak terhingga di antara
kewajiban-kewajiban yang lain. Bahkan, Allah SWT. sendiri yang
menjaganya sebagai bentuk pengagungan atasnya, serta
penghargaan atas nilainya. Dan nabi Muhammad saw. sendiri
menerima langsung amanah shalat dari Allah pada malam Isra'
tanpa melalui perantara. Shalat merupakan anugerah ilahi yang
dianugerahkan Allah kepada nabi dan kekasih-Nya Muhammad pada
malam yang agung sebagai bentuk penghargaan atas pelaksanaan
ubudiyah-nya yang tulus untuk Rabnya yang kekal abadi.
21. Shalat sebagai Bentuk Ungkapan Syukur Atas Nikmat
Allah
Orang-orang berakal sepakat bahwa segala bentuk ungkapan
syukur atas setiap nikmat adalah baik. Dan Allah telah menjadikan
ungkapan syukur sebagai jalan untuk memperoleh keutamaan-Nya,
serta menjaga keutuhan nikmat-Nya. Ungkapan syukur merupakan
perekat nikmat yang telah ada, dan mengejar nikmat yang hilang.
Dan setiap jiwa, sejatinya cenderung untuk mengakui keagungan
sang Pemilik keutamaan serta mengungkapkan rasa syukur pada-
Nya. Dan setiap kali nikmat bertambah, rasa syukur pun semakin
melimpah hingga keagungan sang Pemilik nikmat semakin terasa.
Dan tidak ada pemberi nikmat yang lebih mulia dari Allah SWT.
yang telah menganugerahi kita nikmat lahir maupun bathin, dan
kita diadakan dari ketiadaan. Allah SWT. berfirman: "Dan Allah
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur" (An-Nahl [16]: 78).
Dan Allah telah memuliakan kita dengan akal dan fitrah yang
sama serta menguatkan kita dengan Islam dan menuntun kita
menuju iman. Allah juga melimpahkan kepada kita pemberian,
anugerah dan kebaikan yang tak terhingga. "Dan jika kamu
menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat
menentukan jumlahnya" (An-Nahl [16]: 18).
Dan ketika nikmat Allah kepada kita tak terhingga jumlahnya,
karunia-Nya tak pernah terputus, dan anugerah-Nya mengalir deras
bagai hujan yang melimpah tanpa henti, maka, seharusnya kita
beribadah kepadanya terus-menerus, mengabdi kepadanya tanpa
henti dan menjadi seperti malaikat yang "Mereka selalu bertasbih
malam dan siang tiada henti-hentinya" (Al-Anbiyâ’ [21]: 20).
Namun, tugas khalifah di muka bumi kadang-kadang membuat kita
enggan untuk senantiasa rukuk dan sujud, bertasbih dan berdzikir.
Maka, shalat kemudian datang sejalan dengan keadaan kita, serta
posisi kita yang strategis di alam ini untuk membentuk bagian dari
ungkapan syukur yang sebenarnya atas segala nikmat yang
diberikan Allah.
Allah SWT. berfirman: "Dan sembahlah Dia dan bersyukurlah
kepada-Nya. Hanya kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan" (Al-
Ankabût [29]: 17). Dan firman Allah: "Dan syukurilah nikmat Allah
jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah" (An-Nahl [16]: 114).
Dan Allah berfirman: "Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur
(kepada Allah)." (Saba’ [34]: 13).
Shalat merupakan amalan yang paling mulia, yaitu sebagai
ungkapan syukur terbesar atas segala nikmat Allah. Dan ketika
Allah menyampaikan kabar gembira kepada kekasih-Nya
Muhammad saw. dan menetapkan padanya lewat firmannya,
"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang
banyak" (Al-Kautsar [108]: 1), yaitu -nikmat yang melimpah-, Allah
SWT. melanjutkan dengan petunjuk tentang bagaimana cara
mensyukuri nikmat tersebut dengan firmannya, "Maka dirikanlah
shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah" (Al-Kautsar [108]: 2), dan
ketika Allah menganugerahkan kepadanya (Muhammad)
kemenangan yang besar yaitu fathuh Mekah, beliau bergegas
mengungkapkan syukur atas nikmat yang luar biasa ini. Beliau
kemudian masuk di rumah Ummu Hani' binti Abi Thalib dan mandi,
kemudian shalat 8 raka'at (shalat fath) sebagai ungkapan syukur
kepada Allah (Muttafaq alaih).
Dari Mughirah bin Syu'bah ra., beliau berkata: Nabi saw.
melaksanakan shalat hingga kedua kakinya bengkak, dan dikatakan
kepadanya: "Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu
dan yang akan datang?", beliau berkata: "Apakah saya tidak boleh
menjadi hamba yang bersyukur".
Dan dari Atha' ra. berkata: Saya dan Ubaid bin Umair datang
kepada Aisyah ra., dan Ubaid bin Umair berkata kepadanya:
"Beritahukan kepada kami hal yang paling membuatmu takjub yang
engkau lihat dari Rasulullah saw.", Aisyah kemudian menangis dan
berkata: "Beliau senantiasa bangun shalat malam dan berkata:
(.........? apakah engkau menyembah tuhanku), Aisyah melanjutkan,
saya berkata: "demi Allah, sungguh saya lebih senang berada di
dekatmu, dan lebih senang terhadap apa yang menyenangkanmu",
Aisyah kemudian berkata: "beliau berdiri lalu bersuci, kemudian
shalat, dan masih menangis hingga kamarnya basah, dan terus
menangis hingga tanah menjadi basah, dan Bilal kemudian
mengumandangkan adzan untuk shalat, dan ketika ia melihat
Rasulullah saw. menangis, Bilal berkata kepadanya: "Wahai
Rasulullah, engkau menangis sementara Allah telah mengampuni
dosa-dosamu yang terdahulu dan yang akan datang?, Rasul
menjawab: "Apakah saya tidak boleh menjadi hamba yang
bersyukur? Malam ini, telah turun kepadaku beberapa ayat,
sungguh celaka orang-orang yang membacanya tapi tidak
merenungkannya, "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi..." (Âli-Imrân [3]: 190).
Dari Abi Dzar ra., dari Nabi saw. bahwasanya beliau bersabda:
"Setiap persendian jari kalian adalah sedekah, setiap tasbih adalah
sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah
sedekah dan setiap takbir adalah sedekah, menyeru kepada
kebaikan adalah sedekah dan mencegah kemungkaran adalah
sedekah, dan semua itu terpenuhi dengan shalat dua raka'at pada
waktu dhuha". (HR. Muslim dan selainnya).
Dan dari Abi Buraidah ra. berkata: Saya mendengar Rasulullah
saw. berkata: "Dalam diri manusia terdapat 360 persendian, dan
bagi setiap persendian satu sedekah", mereka berkata:"siapa yang
sanggup melakukan itu ya Rasulullah?", beliau berkata:
"...............................................................?, jika engkau tidak
sanggup, maka dua raka'at dhuha cukup bagimu" (Hadits Shahih).
Maka, wahai orang-orang yang melalaikan shalat karena sibuk
dengan urusan dunia, janganlah engkau terlelap atas segala nikmat
Allah kepadamu, baik itu nikmat kesehatan, rezki ataupun harta,
kenalilah kadar nikmat Allah kepadamu, dan bersyukurlah kepada-
Nya dengan syukur yang sebenar-benarnya: "Dan barang siapa
yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk
(kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar, maka
sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia" (An-Naml [27]:
40), dan pergunakanlah nikmat Allah untuk menta'ati-Nya dan
mencari keridha'an-Nya, "dan bersyukurlah kepada-Ku, dan
janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku (Al-Baqarah [2]: 152).
Sebagian ulama Salaf mengatakan: "Barangsiapa yang memikirkan
tentang penciptaan dirinya, dia akan tahu bahwa tulang
persendiaannya dilenturkan untuk beribadah", dan ia tidak akan
sanggup mendustai dan berpaling dari-Nya:
.......................................... ...............................................???
.......................................... ................................................???
22. Shalat, Membangkitkan Amarah Orang Kafir dan
Menghindari Musuh-Musuh Allah
Tidak ada yang lebih dicintai oleh Allah melebihi hijrahnya
para wali Allah dari musuh-musuhnya, dan membuat jengkel hati
mereka. Oleh karena itu, Allah SWT. berfirman: "Barangsiapa
berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini
tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak" (An-Nisâ’ [4]: 100).
Dan Allah juga berfirman: "dan tidak (pula) menginjak suatu tempat
yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak
menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan
dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal
saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-
orang yang berbuat baik" (At-Tawbah [9]: 120). Dan Allah
menggambarkan kekasih-Nya Muhammad saw. dan sahabat-
sahabatnya seperti sebuah tanaman, "...tanaman itu
menyenangkan hati penanam-penanamnya, karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-
orang mukmin)." (Al-Fath [48]: 29). Maka, membuat marah orang-
orang kafir adalah tujuan yang dituntut dan diinginkan oleh Allah
SWT. dan legitimasi Allah terhadap hal tersebut merupakan salah
satu bentuk kesempurnan ibadah.
Dan Nabi saw. mewajibkan bagi orang yang lupa dalam
shalatnya untuk sujud dua kali, beliau berkata: "Apabila shalatnya
sempurna, maka kedua sujudnya telah menghindari keangkuhan
para setan." (HR. Muslim dan selainnya), dan keduanya dinamakan
al-murgamatain. Maka, bagi siapa yang menyembah Allah untuk
untuk menghindari para musuh-Nya, ia telah memperoleh bagian
yang sempurna. Dan ukuran cinta seorang hamba kepada Rab-Nya
dalam menentang musuh-musuh-Nya adalah dengan menghindari
musuh-musuh-Nya. Dan demi menghindari orang kafir, maka
berlagak sombong di antara mereka adalah sesuatu yang terpuji, di
mana kesombongan tersebut merupakan kebenaran sebuah rahasia
yang hanya diketahui oleh Allah, yaitu menghindari musuh-musuh-
Nya dan mencurahkan segala cinta dalam dirinya demi Allah
semata.
Ini merupakan salah satu bentuk pengabdian -kepada Allah-
yang hanya diketahui oleh segelintir orang saja, dan barang siapa
yang telah merasakan nikmatnya, ia akan menangis pada hari-hari
pertamanya.12
Dan orang-orang yang mendirikan shalat, sungguh akan
membuat para setan marah karena senantiasa menjaga dan
menjalankan batasan-batasannya, maka menghindarinya
merupakan bentuk pengabdian yang lain.
Sesungguhnya setan itu sangat ingin memalingkan manusia
dari shalat13, Allah SWT. berfirman: "Sesungguhnya setan itu
bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di
antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka
berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)." (Al-Ma’idah [5]:
91). Dan alangkah marahnya setan ketika melihat seorang hamba
bersujud di hadapan Allah, ia iri padanya dan mengumumkan
permusuhan atasnya.
Dari Abi Hurairah ra., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda:
Apabila anak cucu Adam membaca ayat Sajadah, maka mereka
sujud, dan setan pun mengasingkan diri dan menangis sambil
berkata: "celakanya aku, anak cucu Adam diperintahkan untuk
sujud dan mereka sujud, maka baginya surga. Dan aku
diperintahkan untuk sujud tapi aku enggan, maka bagiku neraka."
(HR. Muslim).
Dan apabila setan tidak mampu memalingkan manusia dari
shalatnya, maka ia berusaha merusak atau mengurangi pahalanya.
Suatu ketika, seorang sahabat datang kepada Nabi dan berkata:
"Sesungguhnya setan telah memisahkan antara aku dan shalatku
dan bacaanku menjadi kabur", lalu Rasulullah mengatakan:
"katakan pada setan itu; 'khinzib', apabila engkau merasakannya,
maka berlindunglah kepada Allah darinya dan menolehlah ke
sebelah kiri tiga kali", dan ia berkata: "dan aku melakukan hal
tersebut, maka Allah menjauhkannya dariku." (HR. Muslim).
12 Dari kitab Midrâj al-Sâlikin jilid I h. 226-227.13 ................................................................................................................................................???
Apabila seorang hamba mulai melaksanakan shalat, setan pun
mulai membisikan (kejahatan) padanya, dan mengalihkan
perhatiannya dari Allah dengan urusan-urusan dunia. Rasulullah
saw. bersabda: "Sesungguhnya, apabila setan mendengar seruan
shalat (adzan), ia menutupinya dengan kentutnya hingga ia tidak
mendengar suara tersebut, dan apabila seruan itu selesai, setan
pun kembali membisikan (kejahatan), dan apabila ia mendengar
suara iqamat, setan pergi menjauh hingga ia tidak mendengar
suaranya, dan bila seruan itu selesai, setan pun kembali
membisikan (kejahatan)." (HR. Muslim). Dan dalam sebuah riwayat,
"Apabila seseorang mengerjakan sesuatu yang berpahala,
mendekatlah! hingga ia lalai, setan kemudian berkata padanya,
"ingat ini, ingat ini", dan membuat orang tersebut lupa atas apa
yang terjadi sebelumnya hingga ia nampak seperti tidak tahu bahwa
ia telah shalat".
Dan apabila setan tidak mampu memalingkan seorang hamba
dari shalatnya, ia mendatangkan pasukan dan anak buahnya dan
mengerahkan golongan dan keluarganya dengan segenap
kekuatannya, dan setiap kali hamba tersebut semakin tekun dalam
mendirikan shalat, setan pun semakin sengit menggoda –agar
tersesat- orang-orang bodoh di antara mereka, "Dan apabila kamu
menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) shalat, mereka
menjadikannya buah ejekan dan permainan." (Al-Ma’idah [5]: 58),
sekali-kali mereka memandang rendah –orang-orang mukmin-, dan
terkadang mengolok-olok dan saling menebar fitnah di antara
mereka. "…Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan setan itulah
golongan yang merugi." (Al-Mujâdilah [58]: 19).
Ketahuilah, bahwa mendirikan shalat serta
menyebarluaskannya merupakan usaha untuk menuntun
masyarakat dengan tuntunan Ilahi sekaligus menyebarkan syiar
Islam. Dengan begitu, umat Islam akan bangga dengan
keislamannya, dan membuat para musuh Islam marah dan cemas
dengan kembalinya manusia kepada Tuhannya lewat deklarasi syiar
Islam.
Dari Aisyah ra., berkata: Rasulullah saw. bersabda, "Tiadalah
orang-orang Yahudi iri kepadamu melainkan mereka iri terhadap
kedamaian dan ketentraman kalian." (Hadits Shahih).
Bagaimana tidak, sementara mereka mengumandangkan
adzan, membangun mesjid dan mereka shalat dengan tertib. Rukuk,
sujud dalam keadaan khusyuk!?.
Filosof Prancis, Renan mengatakan: "Tak ada satu mesjid pun
yang aku singgahi melainkan aku selalu diguncang oleh suatu
perasaan hangat". Atau dengan kata lain, "namun sayang, aku
bukan seorang Muslim".
23. Shalat, Pembebasan Manusia
Saat ini, perbincangan tentang "kebebasan" semakin marak.
Kata tersebut selalu bergema dengan penuh antusias. Banyak
organisasi atau kelompok yang berusaha mewujudkan makna
"kebebasan" sesuai dengan pemahaman mereka tentang landasan
kebebasan. Dan pada dasarnya, manusia adalah mahluk yang fakir,
fitrahnya senantiasa menuntut kepatuhan dan kerendahan hati
serta pengabdian kepada sang Pencipta yang Maha Kaya dengan
dzat-Nya:
"......................................................................????
....................................................................????
Oleh karena itu, seseorang tidak akan menemukan jalan lurus,
serta ketenangan hati hingga ia kembali ke jalan Tuhannya,
menyerahkan segenap jiwanya dan mengabdi dengan tulus kepada-
Nya. Dan bentuk pengabdian seperti ini merupakan tingkat
kebebasan yang paling tinggi, karena seorang hamba, jika ia
menyerahkan segalanya kepada Rabnya semata, maka ia telah
terbebas dari segala bentuk kekuasaan. Hatinya tidak akan
berpaling, dan kepalanya tidak akan tunduk kecuali kepada sang
Pencipta langit dan bumi.
Pada dasarnya, manusia tidak bisa hidup tanpa "pengabdian",
dan ia harus meletakan pengabdian tersebut pada tempatnya. Jika
tidak, maka ia akan diperbudak oleh kekuasaan para setan. Dan
dengan Islam, seorang muslim akan terbebas dari kekuasaan hawa
nafsu, dan ia senantiasa berada dalam naungan kekuasaan agama
yang lurus. Allah SWT. berfirman: "Dan adapun orang-orang yang
takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan
hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya."
(An-Nâzi’ât [79] : 40-41). Jadi, kebebasan yang sebenarnya adalah
bentuk pengabdian kepada Allah semata. Dan manusia tidak akan
bisa "bebas" secarah utuh kecuali dengan merealisasikan makna
pengabdian tersebut.
Sesungguhnya, kebebasan di luar Islam adalah hampa tak
bermakna, ia merupakan bentuk perbudakan yang rendah dan hina.
Meskipun ia nampak dalam bentuk kebebasan, namun pada
dasarnya, ia adalah kebebasan yang dipoles dalam bentuk
perbudakan para penyembah berhala (thaghut), sistem serta
undang-undang yang dibangun atas dasar hawa nafsu, jauh dari
syariat sang Pencipta yang Maha Agung, yaitu, pengabdian kepada
selain Allah, dan bentuk pengabdian sepeti apa ini!?.
"Mereka lari dari bentuk penghambaan yang diciptakan untuknya,
Lalu kemudian hanyut dalam perbudakan setan."
Syekh DR. Sulaiman Umar al-Asyqar mengatakan:
"Pengabdian (penghambaan) kepada Allah dalam Islam berarti
kebebasan dalam bentuk yang paling tinggi dan sempurna. Dengan
pengabdian yang tulus kepada-Nya, kita akan terbebas dari segala
bentuk perbudakan dan kekuasaan mahluk. Seorang muslim akan
memandang segala sesuatunya lewat pandangan sang Pemilik
Kekuasaan. Dan Allah telah menciptakan segala sesuatunya untuk
hambanya, "Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang ada di
langit dan di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya" (Al-
Jâtsiyah [45]: 13).
Dengan pemahaman seperti ini, seorang muslim tidak akan
tunduk kepada mahluk dan tidak akan menjadikannya prioritas
utama. Dan seorang muslim tidak akan memperbudak sesamanya,
karena pada dasarnya, semua manusia adalah hamba Allah dan
sama di hadapan-Nya. Oleh karena itu, apabila ada orang yang
berusaha mendzalimi dan meyesatkan sesamanya, maka
seharusnya, seorang muslim menentang dan menyampaikan
kepadanya kalimatul haq. Berusaha mengingatkan mereka tentang
asal penciptaan mereka, serta takdir yang harus mereka jalani dan
mengingatkan kelemahan dan kekurangan mereka, yang barangkali
bisa membuat mereka sadar dan kembali ke jalan Allah.
Jadi, dengan pengabdian kepada Allah semata, manusia akan
terbebas dari kungkungan hawa nafsu, dimana hawa nafsu adalah
sejelek-jelek berhala yang disembah. "Terangkanlah kepadaku
tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya."
(Al-Furqân [25]: 43). Dan manusia kadang-kadang menjadikan hawa
nafss sebagai tuhan yang menguasai jiwanya, segala perbuatannya
bersumber dari hawa nafsunya dan hanya berusaha mewujudkan
apa yang sejalan dengan keinginannya. Dan Islam menganggap
tunduk pada hawa nafsu yang membawa kepada hal-hal yang
terlarang sebagai bentuk perbudakan. Adapun kebanggaan (at-
tasami) terhadap hal-hal yang terlarang – meskipun ia sesuai
dengan keinginan hawa nafsu – dalam Islam dianggap seperti
kebebasan yang ternoda, karena di satu sisi, meskipun ia diikat oleh
kebebasaanya – karena mampu meninggalkan hal-hal yang
diinginkannya – namun di sisi lain, ia terbebas dari kekuasaan hawa
nafsunya.
Dan orang-orang yang mengklaim bahwa mereka mampu
mewujudkan kebebasan tanpa menggunakan manhaj Allah adalah
keliru. Karena manusia, bahkan semua mahluk akan tetap menjadi
hamba Allah, suka ataupun tidak. Namun, apabila ia memilih tunduk
kepada selain Allah, maka ia akan menjadi budak mahluk
sesamanya yang tidak bisa memberi manfaat ataupun mudharat.
Bahkan, mungkin ia akan diperbudak oleh orang yang lebih rendah
darinya. Dan akhirnya, pengabdian diganti dengan perbudakan
yang tidak menuntunnya menuju kebebasan. Tapi, keluar dari
pengabdian kepada Allah menuju perbudakan thaghut, baik itu
berhala, patung, manusia, matahari ataupun bulan..., dan Allah
mencela orang-orang yang memiliki sifat seperti itu, "...di antara
mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang)
menyembah thaghut?..." (Al-Ma’idah [5]: 60), akibatnya, mereka
dijadikan hamba para thaghut sebagai balasan atas pengingkaran
mereka terhadap Allah sebelumnya.
Saat ini, kata "kebebasan" semakin sering didengungkan.
Bahkan mereka mengklaim bahwa revolusi Prancis adalah pencetus
prinsip kebebasan ini, dan PBB kemudian menetapkan "kebebasan"
sebagai ideologi. Namun kenyataannya tidak seperti itu. Apa yang
mereka lakukan, sesungguhnya mengeluarkan manusia dari
perbudakan aturan, undang-undang dan kelompok menuju aturan,
undang-undang dan kelompok yang lain. Namun, mereka tetap
menjadi budak meskipun mereka mengira bahwa mereka bebas.
Mereka tidak akan pernah terbebas dari kekuasaan dan perbudakan
manusia hingga mereka menjadi hamba Allah seutuhnya, dan hanya
Allah tujuannya. Saat itu, ia akan terbebas dari kekuasaan yang lain
bahkan dari hawa nafsu yang mengkungkung dalam tubuhnya.
Kemudian DR. Sulaiman Umar al-Asyqar mengungkap tentang
kebobrokan sistem Timur yang berantakan, dan sistem Barat yang
gagal membebaskan manusia seutuhnya. Beliau mengatakan,
"Mereka telah mengeluarkan manusia dari berbagai kedzaliman
menuju kedzaliman yang lebih dahsyat, dan membawa mereka dari
perbudakan menuju perbudakan yang lain, dan mereka tidak akan
tulus mengabdi kecuali dengan Islam. Dan benarlah utusan kaum
Muslimin ketika menghadapi pemimpin Persia, ketika ia
mengatakan, "Allah mengutus kami untuk mengeluarkan hamba-
hamba-Nya dari perbudakan hamba menuju pengabdian kepada
Allah, dari kedzaliman agama-agama menuju keadilan Islam, dari
sempitnya dunia menuju luasnya dunia dan akhirat", dan
barangsiapa yang tidak rela menjadikan Islam sebagai agamanya,
dan menjadikan hukumnya sebagai landasannya, maka mereka
akan tenggelam bersama kebusukan orang-orang Jahiliah: "Apakah
hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang
lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?"
(Al-Ma’idah [5]: 50). Dan bagi siapa yang menolak Allah sebagai
Tuhannya, maka mereka telah menempatkan diri mereka dalam
perbudakan para mahluk yang lebih rendah dan hina, dan mereka
dikungkung oleh hawa nafsunya. Dan Islam menganggap orang
yang menjadikan dinar, dirham, makanan dan muniman sebagai
kepentingan dan tujuannya sebagai budak yang menguasai jiwanya.
Dari Abi Hurairah ra., berkata, Rasulullah saw. bersabda: "Binasalah
para budak dinar, binasalah para budak dirham, binasalah para
budak ....................?, binasa dan hancurlah, dan apabila ..........?,
maka ia tidak ..............?" (HR. Al-Bukhari).
Adapun gambaran "kebebasan" yang sebenarnya lewat
perbuatan dan perkataan dalam shalat, Syekh Abu Hasan An-Nadwi
menjelaskan dengan sangat meyakinkan dalam salah satu
pembahasannya "al-Arkan al-Arba'ah". Salah satu ringkasannya
adalah sebagi berikut;
...Telah disyariatkan untuk memulai shalat dengan takbir,
dengan kata yang diriwayatkan secara mutawatir, yaitu أكبر" ,"الله
satu kata yang sangat jelas, dipahami di setiap tempat dan waktu
oleh setiap orang, masyarakat dan lingkungan, yang senantiasa
bergema dengan sangat keras. Satu kata yang mampu
menundukkan orang-orang yang keras kepala, menaklukan setiap
penyembah berhala, serta mampu menggoyah para thaghut, - jika
orang yang shalat mengucapkannya dengan penuh kesadaran dan
pemahaman, iman serta keyakinan, meskipun para penyimpang
mengklaim bahwa mereka memahami hakikatnya -. Sesungguhnya
nilai yang tergabung antara berhala yang disembah, sesorang yang
dipertuhankan, sesuatu yang disakralkan, tunduk pada satu
kekuatan, pemimpin dan penguasa yang ditaati secara buta, adalah
bentuk keangkuhan dan kesombongan. Oleh karena itu, kata yang
singkat dan penuh mukjizat ini datang lewat perintah Allah dalam
firmannya, "dan Tuhanmmu agungkanlah" (Al-Muddatstsir [74]: 3)
untuk membantah segala bentuk tuduhan dan sangkaan, khayalan
dan khurafat, serta berbagai bentuk kebodohan. Orang yang shalat
akan merasakan sebuah pergolakan yang nyata dan luar biasa,
univeral dan sempurna, dengan begitu, ia "tidak meninggalkan yang
kecil maupun yang besar melainkan diperhitungkannya", dan tidak
juga segala bentuk kerusakan dan kezaliman melainkan datang
kepadanya. Satu kata yang sangat jelas yang senantiasa diucapkan
oleh setiap muslim ketika memulai shalat.
Dan apabila seseorang meyakini kata tersebut, percaya dan
bersaksi atas kebesaran dan keagungan Allah, serta mengucapkan
dengan sungguh-sungguh kalimat "الله أكبر", dan senantiasa berada
dalam naungan akidah dan kesaksian ini hingga menembus ke
usus-ususnya, maka segala bentuk keangkuhan dan kesombongan
akan berkurang, layaknya para raja dan penguasa – seperti kata
orang -, dan kewibawaannya akan hilang dari hatinya hingga ia
nampak sepeti hewan yang hina, atau gambar dan boneka yang
kecil, dan ia akan berpaling dari keindahan dan kekuasaan
negerinya layaknya orang bodoh yang kerdil atau orang tua jompo
yang hanyut dalam ejekan para anak kecil.
Para sahabat Nabi ra. adalah contoh terbaik dalam hal
tersebut. Para ahli sejarah telah menceritakan banyak hal yang
menunjukan tentang kerendahan hati mereka terhadap kekuasaan
dan berbagai bentuk keindahan dunia. Di antaranya, kisah yang
diriwayatkan oleh Ibn Katsir dari Ruba'i bin Amir, beliau berkata:
"Sa'ad mengutus Ruba'i bin Amir kepada panglima sekaligus
pemimpin pasukan Persia, Rostem. Ketika ia masuk, istananya telah
dihiasi dengan bantal emas dan karpet sutra. Dan nampak berbagai
kenikmatan yang sangat berharga, perhiasan yang memukau serta
mahkota dan berbagai keindahan yang lain. Ia sedang duduk di atas
ranjang emas ketika Ruba'i masuk dengan pakaian tebal, pedang
dan perisai serta menunggangi seekor kuda pendek. Ia masih
menungganginya hingga menggilas ujung permadani, kemudian
turun dan mengikatkannya pada beberapa bantal. Ia masih
mengenakan senjata, baju baja serta topi di kepalanya ketika
bertemu dengan Rostem, mereka mengatakan kepadanya:
"letakkan senjatamu!", ia menjawab: "aku tidak seperti kalian, aku
datang jika kalian mengundangku dan membiarkan aku seperti ini,
jika tidak, maka aku akan kembali", maka Rostem berkata: "izinkan
dia, biarkan ia sandar dengan tombaknya di atas bantal itu dan
merobek semuanya".14
Keyakinan yang kuat seperti ini selalu menjadi keajaiban
sepanjang sejarah Islam. Mereka memilik kekuatan yang luar biasa
dalam menghadapi para raja dan penguasa yang tidak bisa dihadapi
oleh orang-orang lemah, mereka diagungkan di hadapan kebesaran
para raja, seolah-olah mereka tidak memiliki makna apa-apa. Di
antara kisah indah para pemilik iman yang kokoh serta keberanian
natural itu adalah apa yang diriwayakan oleh Al-Baji, salah seorang
sahabat Syekh Islam Izzuddin bin Abdul Salam, beliau berkata:
"Pada suatu hari Ied, Syekh Islam Izzuddin bin Abdul Salam
mendatangi Sultan di Benteng, beliau menyaksikan para tentara
berbaris rapi di hadapannya bersama Dewan Istana. Hari itu, Sultan
berpenampilan sangat megah, beliau keluar menemui rakyatnya
dengan megenakan pakaian kebesarannya layaknya tradisi para
Sultan kerajaan Mesir, dan para pemimpin menyambut
14 Contoh lain adalah apa yang terjadi pada syekh "Hasan at-Thawil", cendekiawan Azhar yang terkenal dengan ketawadhuan, penampilan dan cara berpakaiannya hingga ia nampak layaknya orang biasa yang lain. Suatu ketika, beliau dipanggil untuk menghadap Khudiyo di istana Abidin. Beliau datang menghadap dengan penampilan khasnya tanpa mempedulikan pakaiannya yang nampak biasa, seolah-olah beliau akan bertemu dengan orang biasa. Ketika beliau bertemu dengan pembesar istana, ia diminta untuk mengganti pakaiannya. Beliau berteriak dengan penuh harga diri dan berkata: "demi Allah, aku tidak akan menggantinya!! setiap hari aku memakainya untuk bertemu dengan Tuhanku, apakah dengan Khudiyo tidak bisa!?.
kedatangannya, tiba-tiba Syekh berpaling ke arah Sultan dan
memanggilnya, "ya Ayyub! Apa jawabanmu di hadapan Allah
apabila engkau ditanya, bukankah aku telah menganugerahkan
kepadamu kerajaan Mesir, namun engkau tetap membolehkan
khamar?", Sultan berkata: "apakah hal itu terjadi?", ia menjawab:
"ya! Kedai si Fulan menjual khamar dan berbagai barang terlarang,
sementara engkau bergelimang dalam kenikmatan kerajaan ini". Ia
berkata dengan nada tinggi sementara para tentara berdiri di
hadapannya. Sultan kemudian berkata: "wahai Tuanku! Ini aku yang
akan membereskannya, ini sejak zaman bapakku." Beliau berkata:
"engkau termasuk orang-orang yang mengatakan; sesungguhnya
kami mendapati leluhur kami berada di antara umat ini!". Kemudian
Sultan mengisyaratkan untuk menghancurkan kedai tersebut. Dan
aku kemudian bertanya kepada Syekh ketika beliau pulang, dan
berita tersebut telah tersebar, "wahai Tuanku, apa yang terjadi?"
Beliau menjawab: "wahai anakku, aku melihatnya dalam kebesaran
itu, dan aku ingin mengingatkannya agar supaya tidak sombong dan
meyakiti dirinya sendiri", lalu aku berkata: "wahai Tuanku! Apa
kelemahannya? Beliau menjawab: "wahai anakku, demi Allah aku
menghadirkan keagungan Allah dan sultan berlutut di hadapanku
seperti seekor kucing".
Sejarah dakwah dan keteguhan hati, iman dan akidah
senantiasa hidup, terlahir kembali di setiap masa dan liku-liku
perjalanan. Syekh Muhammad bin Mubarak al-Karmany, seorang
pengarang India menceritakan sebuah kisah teladan;
"Sultan Muhammad Tugluk meminta Syekh Qatbuddin al-
Munawwar datang ke Delhi untuk dimintai keterangan atas tidak
hadirnya beliau untuk memberi penghormatan kepada Raja. Dan
ketika ia datang ke (Balath) dan masuk ke dalam kantor, ia melihat
para pemimpin, menteri dan hakim serta para pengawal (Balath)
berdiri terpaku, lengkap dengan senjata di tempat yang membuat
hati terhenyak. Beliau datang bersama anaknya, Nuruddin. Ia masih
muda dan belum pernah berkunjung ke (Balath) Raja seumur
hidupnya, ia ketakutan melihat pemandangan tersebut. Syekh
Qatbuddin kemudian memanggil anaknya dengan suara tinggi:
"wahai anakku, kebesaran hanya milik Allah!, Nuruddin berkata:
"Aku merasakan kekuatan aneh dalam diriku setelah mendengar
panggilan ini, rasa takutku pun hilang dan mereka nampak seperti
sepotong domba atau kambing".
Dalam melaksanakan shalat, seseorang harus menunaikannya
dengan perlahan-lahan, dimulai dengan berdiri lalu rukuk kemudian
sujud, yaitu dalam keadaan tenang. Tidak langsung sujud setelah
rukuk, tapi berhenti sejenak lalu sujud dengan tenang agar ia benar-
benar merasakan khusyuk dalam jiwa, serta kerendahan dalam hati.
Begitu pula, ungkapan pengagungan diucapkan dengan
perlahan-lahan. Dalam rukuknya ia mengucapkan: "subhana rabbial
adzim", dan dalam sujud, ia mengucapkan: "subhana rabbial a'la"
dan ketika ia telah mencapai ketenangan dan kerendahan hati,
serta meletakkan anggota tubuh paling mulia – wajah - di atas
sesuatu yang paling rendah, - yaitu tanah tempat berpijaknya
telapak kaki yang merupakan perumpamaan paling rendah dan hina
-, ia mengucapkan kata paling mulia yang mengungkap keagungan
dan kekuasaan Allah; "subhana rabbial a'la". Saat itu, keindahan
lingkungan dan tempat menyatu dengan keindahan penjelasan dan
pernyataan. Dan di antara dua sujud diselingi dengan duduk sejenak
untuk kemudian memulai sujud kembali agar supaya kita tersadar
dari kelalaian dan kembali merasakan kenikmatan baru.
"Sujud yang khusyuk dan tenang, yang menggoncang seluruh alam"
Dan ketika sujud, ia telah memutus segala bentuk tradisi.
Yaitu, tradisi yang ditetapkan oleh masyarakat, adat istiadat dan
adab. Ia sujud karena Allah, perasaan bangga membasahi
wajahnya, melumuri dahinya dan menguatkan hatinya, menuntun
jiwanya menuju hakikatnya. Tidak ada penghalang untuk khusyuk,
dan tak ada teguran atas segala tetes air mata. Ruang jiwa begitu
berharga membanjiri seluruh hati. Oleh karena itu, para sahabat ra.
berkata: "dalam diri mereka ada suara seperti suara dengungan
periuk dalam tangis". Dan Amr bin Ash menceritakan bahwa
Rasulullah saw. melaksanakan shalat kusuf, ia berkata: "dan
kemudian Rasulullah meniup-niup di akhir sujudnya dan berkata,
uff.. uff.., lalu berkata :" wahai Tuhanku, bukan engkau berjanji
kepadaku tidak akan menyiksa mereka dan aku ada di antara
mereka, bukankah engkau berjanji tidak akan menyiksa mereka dan
mereka memohon ampun", dalam riwayat lain: "ketika beliau
meniup-niup, beliau menangis".
Hamba yang bersujud adalah orang yang paling dekat dan
paling dicintai oleh Allah. Dalam sebuah hadits shahih dikatakan,
"hamba yang paling dekat dengan Tuhannya adalah ketika ia sujud,
maka perbanyaklah doa". Maka seorang hamba harus
memanfaatkan kesempatan berharga tersebut dengan menabur
keteduhan hati lewat aliran doa dan penghambaan dan berkata,
"aku memohon kepadamu dengan permohonan orang yang tak
berpunya, dan dengan permohonan orang yang penuh dosa lagi
hina, yang memohon dengan penuh ketakutan dan keresahan,
yaitu doa orang yang tunduk patuh padamu, yang air matanya
mengalir deras dan tubuhnya penuh hina".
Inilah sujud yang mampu menggetarkan gunung dan bumi,
yang mampu mengguncang hati para pembangkang yang keras
kepala. Dan dalam sejarah, liku-liku serta perjuangan umat,
tersimpan banyak hal serta cerita-cerita aneh.
Shalat yang sebenarnya menentang segala bentuk
penyembahan kepada selain Allah, perbudakan manusia serta
kehidupan Jahiliah.
Dan salah satu bentuk shalat yang khusyuk dan ikhlas adalah
seorang muslim yang senantiasa menjaga ruh, hakikat, tata cara
dan waktu-waktu shalat, ia tidak sejalan dengan ibadah yang
mempersekutukan Allah - seperti; syirik, penyembah berhala dan
khurafat – dan pengabdian kepada selain Allah, - seperti;
pengagungan para pemimpin dan penguasa, atau para pemilik
kekuatan atau kekayaan – dan tidak meyakini bahwa mereka
mampu memberi manfaat dan mudharat, atau selalu merayu dan
mencari perhatian dengan pelbagai cara serta setia bersama
mereka dalam kedzaliman dan kejahatan. Atau bahkan mengajak
untuk mengikuti keyakinan dan suara hati seperti pada zaman
sistem kerajaan pertama dahulu dan zaman "kebebasan" dan
demokrasi saat ini.
Dengan seluruh rukun shalat, serta ucapan-ucapan seorang
hamba dalam shalat yang kemudian diyakini dan diikrarkan dalam
jiwa, sungguh telah menafikan dan menentang semua pernyataan
tersebut. Dengan kata pembuka dalam shalat, yaitu "Allahu Akbar",
semuanya terbantahkan. dan firman Allah "alhamdulillahi rabbil
alamin" menyatakan bahwa tidak Tuhan selainnya, dan hanya bagi-
Nya segala pujian.