Upload
others
View
25
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Kemiskinan dan Pengangguran (Arnia Fajarwati)
SOSIOHUMANITAS, XIV (2), Agustus 2012
184
KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN
Oleh:
Arnia Fajarwati Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Langlangbuana Bandung
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Masalah kemiskinan dan pengangguran di Indonesia bukan lagi masalah yang temporer, melainkan sudah terjadi dalam rentang waktu yang cukup panjang dan mencapai tingkat
yang mengkhawatirkan. Risalah islam diturunkan oleh Allah SWT untuk mengatur hidup
manusia guna mewujudkan ketentraman hidup, bukan sekedar memenuhi kebutuhan (atau keinginan), serta menjadikan perolehan kebahagian (Al-hasanaf) di dunia dan akhirat sebagai
nilai tertinggi yang hendak diwujudkan oleh manusia. Oleh karena itu, islam menjadikan
paradigma ekonomi berhubungan dengan perintah dan larangan-larangan Allah. Yakni dengan menghubungkan gagasan-gagasan yang menjadi dasar kepengurusan individu dan
masyarakat, serta menjadikan langkah-langkah ekonomi sesuai dengan pendapat (fara),
pemikiran (afkar) dan hukum (ahkam) islam. Menurut konsep islam, kemiskinan dapat
diatasi melalui beberapa cara yaitu dengan menggunakan ekonomi syariah, jaminan keluarga dekat, zakat dan sumbangan sukarela dari orang-orang yang mampu.
Kata Kunci: Kemiskinan, pengangguran, paradigma ekonomi Islam.
ABSTRACT
Problems of poverty and unemployment in Indonesia is no longer a temporary problem, but it has happened in a long enough time span and reach an alarming rate. Risalah of Islam
revealed by God to organize human life in order to realize the tranquility of life, not just to
meet the needs (or desires), and makes the acquisition of happiness (Al-hasanaf) in the world and the hereafter as the highest value to be realized by humans. Therefore, Islam makes
economic paradigm associated with commands and prohibitions of Allah. It is however by
connecting the ideas based on the management of the individual and society, as well as making economic measures in accordance with the opinion (fara), thinking (Afkar) and laws
(Ahkam) of Islam. According to the Islamic concept, poverty can be addressed in several
ways, namely Islamic economics, guarantees for family, charity and voluntary donations
from those who can afford.
Keywords: Poverty, unemployment, economic paradigm of Islam.
PENDAHULUAN
Kesejahteraan yang adil dan
makmur adalah cita-cita semua bangsa,
namun masih sedikit negara yang mampu
mewujudkannya. Oleh karena itu
pemberantasan kemiskinan dan
pengangguran masih merupakan salah
satu agenda dunia yang perlu segera
dituntaskan. Pelaksanaan berbagai
program penaggulangan kemiskinan
Kemiskinan dan Pengangguran (Arnia Fajarwati)
SOSIOHUMANITAS, XIV (2), Agustus 2012
185
selama ini, baik dalam skala nasional
maupun internasional, belum mendatang-
kan hasil yang memuaskan. Kesempatan
kerja dengan tingkat penghasilan yang
layak masih jauh di bawah jumlah
angkatan kerja yang membutuhkannya,
sehingga kelompok pengangguran dan
setengah pengangguran makin meningkat.
Kondisi seperti ini pada gilirannya juga
akan meningkatkan angka kemiskinan.
Masalah kemiskinan bukanlah
masalah yang baru bagi Indonesia. Pada
jaman kolonial, khususnya pada akhir
abad ke-19 dan awal abad ke-20,
keprihatinan terhadap luasnya kemiskinan
di Indonesia telah mendorong berbagai
pemikiran dan saran kebijaksanaan untuk
mengatasinya. Di mulai pelita I pada
Tahun 1969, orang mulai berdebat tentang
bagaimana sebaiknya memberikan
prioritas dalam pembangunan nasional,
apakah dengan cara melaksanakan
pertumbuhan ekonomi yang cepat lebih
dahulu atau dengan cara segera
melenyapkan kemiskinan yang diderita
sebagaian besar rakyat terutama di
daerah-daerah pedesaan.
Merupakan kenyataan bahwa
masalah kemiskinan bukan hanya
dihadapi oleh Indonesia akan tetapi juga
negara industri maju seperti Amerika
Serikat (AS) sebagai salah satu Negara
terkaya di dunia masih menyimpan jutaan
penduduk yang tergolong miskin. Sharp.
et.al (1996) yang dikutip oleh Kuncoro
(1997) menyatakan sebagai berikut:
"Poverty amidst plenty" is a striking
feature of American scene. Our nation is
the richest in the world, yet millions of
people are poor, and millions more that
do not live in poverty are poor relative to
others. This is not the American dream, it
is the American paradox". Hal ini
menggambarkan, bahwa di AS ada
kelompok penduduk yang tergolong
miskin dan ada juga kelompok penduduk
yang relatif miskin dibanding dengan
penduduk lainnya.
Refleksi terhadap perkembangan
pendekatan pembangunan di Indonesia
dalam kaitannya dengan upaya
pengentasan dan penanggulangan
kemiskinan dan pengangguran, setidaknya
diketahui ada pendekatan pembangunan
yang berorientasi kepada "pertumbuhan
ekonomi" (paradigma pertumbuhan);
kemudian ada lagi yang dikenal dengan
konsep pembangunan yang berorientasi
kepada "pertumbuhan dan pemeratan
pembangunan" dan selanjutnya muncul
konsep "pembangunan berkelanjutan dan
pembangunan manusia" yang berorientasi
kepada "pembangunan manusia
seutuhnya". Pendekatan yang ketiga ini di
pandang sebagai paradigma baru
pembangunan karena telah berhasil
Kemiskinan dan Pengangguran (Arnia Fajarwati)
SOSIOHUMANITAS, XIV (2), Agustus 2012
186
mengintegrasikan proses dan tujuan dari
pendekatan pembangunan lainnya.
Seperti yang kita ketahui, tata cara
perencanaan kita jauh berbeda
dibandingkan dengan perencanaan kurun
waktu sebelum reformasi. Sistem politik
kita juga jauh berbeda, dahulu, Presiden
yang merupakan Mandataris MPR
diangkat untuk melaksanakan GBHN.
GBHN menjadi kunci arah pembangunan
kita. Perencanaan, baik yang lima tahunan
(REPELITA), maupun yang tahunan,
semua berpatokan kepada GBHN.
Sekarang kita hidup di jaman yang sangat
berbeda. Visi dan misi seorang calon
Presiden dan wakilnya, seandainya di
terpilih, maka visi dan misi Presiden
itulah yang merupakan arah kebijakan
pemerintah selama 5 tahun.
Lebih dari setengah abad para
ekonom berupaya keras memunculkan
berbagai teori untuk menghilangkan
kemiskinan dan kesenjangan
pembangunan ataupun mengatasi masalah
pengangguran. Di mulai dari teori
pertumbuhan sederhana, sampai pada teori
yang rumit dengan memunculkan
berbagai variabel baru seperti moral
hazard, korupsi, kelembagaan dan
sebagainya ke dalam model-model
ekonomi, namun solusi untuk bebagai
permasalahan ini tetap tidak tuntas.
Sangat wajar jika kemudian para ekonom
hanya mampu menjelaskan (explain)
keadaan yang terjadi, tanpa berdaya untuk
memberikan prediksi yang akurat apalagi
memunculkan solusi yang tepat.
Beranjak dari kenyataan tersebut,
tulisan ini mencoba mencarikan solusi dan
sumber yang sementara ini tidak banyak
digali orang yaitu sumber-sumber islami.
Sekalipun kondisi sosio-ekonomi Negara-
negara islam mayoritas tergolong negara
miskin dengan tantangan pendapatan
perkapita rendah dan pertumbuhan
penduduk yang tinggi, namun ini tidak
berarti islam sebagai suatu ajaran tidak
memiliki solusi masalah kemiskinan dan
pengangguran. Akan tetapi masalahnya
terletak pada ketidakseriusan dalam
mengadopsi dan sekaligus meng-
implementasikan solusi yang islami
tersebut.
Solusi Islam dalam Mengentaskan
Kemiskinan dan Pengangguran
Jika kemiskinan dan pengangguran
sudah terjadi maka bagaimapun harus
diatasi. Mengatasi kemiskinan dan
pengangguran dengan bekerja merupakan
andalan islam, karena dengan bekerja
orang akan menghasilkan harta benda
(kekayaan). Setiap muslim harus berusaha
untuk bekerja dalam bidang apapun
seperti pertanian, perdagangan,
administrasi perkantoran dan pekerjaan
Kemiskinan dan Pengangguran (Arnia Fajarwati)
SOSIOHUMANITAS, XIV (2), Agustus 2012
187
lain yang bias bermanfaat untuk dirinya atau
orang lain, baik secara individual maupun
kolektif dan tidak melanggar aturan
syariah.
Motivasi dan reward untuk bekerja
ini cukup banyak diberikan Al-quran dan
Hadist. Dalam Al-quran (62;10),
disebutkan "Apabila telah ditunaikan
sholat, maka bertebaranlah di muka bumi,
dan carilah karunia Allah dan ingatlah
Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu
beruntung".
Kemudian dalam Al-quran (94;7),
juga dikatakan "Maka apabila kamu telah
selesai (dan suatu urusan), kenakanlah
dengan sungguh-sungguh urusan yang
lain". Dengan demikian jelaslah bahwa
dalam pandangan islam bekerja hanya
dihentikan ketika melakukan shalat,
istirahat dan jeda waktu yang penting
lainnya. Bukan berhenti karena malas.
Selain itu, bekerja adalah kewajiban
dimana setiap orang akan dimintai
pertanggung jawabannya. Al-quran
(53;39), menyebutkan; "... bahwa seorang
manusia tidak akan memperoleh sesuatu
selain apa yang dia kerjakan". Artinya
pendapatan seseorang haruslah bersumber
dari apa yang dikerjakannya. Imbalan
hasil kerja dalam islam, selain material,
terdapat pula ganjaran spiritual, karena
islam menganggap kerja sebagai bagian
dari ibadah.
Qardhawi (2004), dalam bukunya
"Daurul Qiyam Wal Akhlaq Fit Iqtishadil
Islam” yang diterjemahkan dengan judul
"Norma dan Etika Ekonomi Islam"
menyebutkan; "... tidak kita temukan
dalam ajaran manapun sanjungan
terhadap pekerjaan yang lebih tinggi
daripada dalam agama kita" demikian
kerasnya dorongan islam terhadap kerja,
belajar dan inovasi sehingga seharusnya
dalam komunitas seperti ini tidak akan
ditemukan pengangguran. Pengangguran
yang mungkin ada hanyalah apa yang
dalam buku teks disebut dengan
pengangguran friksi (frictional
unemployment).
Islam juga mengingatkan bahwa
dalam situasi yang sulit seseorang tidak
dibenarkan terlalu memilih-milih
pekerjaan karena pada prinsipnya semua
pekerjaan yang produktif dan tidak
menyalahi aturan itu adalah baik. Ada
Hadist yang menyebutkan; "sungguh
alangkah baiknya jika salah seorang
diantara kalian (umatku) yang mau
mencari kayu bakar dan mengikatnya,
kemudian memikul dan menjualnya
dengan membuka wajah (tanpa rasa malu)
karena Allah, daripada meminta-minta
kepada orang lain, baik diberi maupun
tidak". Apabila di suatu tempat sudah
tidak didapatkan lapangan kerja, maka
islam menganjurkan untuk mencari
Kemiskinan dan Pengangguran (Arnia Fajarwati)
SOSIOHUMANITAS, XIV (2), Agustus 2012
188
pekerjaan ke tempat lain (Qardhawi,
2004). Artinya islam tidak memperboleh-
kan seorang muslim untuk menyerah bila
di daerah tempat tinggalnya lapangan
kerja sudah tidak tersedia.
Menurut Qardhawi (2004), selain
menghindari masalah kemiskinan dengan
bekerja, upaya mengatasi kemiskinan
adalah mendorong kelompok kaya untuk
membantu orang-orang miskin. Al-quran
datang untuk mengajak para hartawan
agar menginfakan sebagian hartanya
untuk orang lain. Jadi di sini kebijakan
pemerintah diperlukan untuk
menjembatani berbagai aspek kesenjangan
ini, yaitu antara lain dengan:
1. Ekonomi Syariah
Risalah islam diturunkan oleh Allah
SWT untuk mengatur hidup manusia guna
mewujudkan ketentraman hidup, bukan
sekedar memenuhi kebutuhan (atau
keinginan), serta menjadikan perolehan
kebahagian (Al-hasanaf) di dunia dan
akhirat sebagai nilai tertinggi yang hendak
diwujudkan oleh manusia.
Oleh karena itu, islam menjadikan
paradigma ekonomi berhubungan dengan
perintah dan larangan-larangan Allah.
Yakni dengan menghubungkan gagasan-
gagasan yang menjadi dasar kepengurusan
individu dan masyarakat, serta
menjadikan langkah-langkah ekonomi
sesuai dengan pendapat fara), pemikiran
(afkar) dan hukum (ahkam) islam.
Membatasi perbuatan ekonomi
dengan syariah islam sebagai undang-
undang yang membolehkan apa yang
dibolehkan islam, melarang apa yang
harus dilarang dan membatasi apa yang
harus dibatasi. Jadi ekonomi dalam islam
digerakan di atas rel syariah. Inilah
pengertian kegiatan ekonomi dalam islam
sebagian dari ibadah kepada Allah yang
implikasinya tidak berhenti di dunia saja,
tapi sampai ke negeri akhirat karena
semua itu akan dimintai pertanggung
jawaban.
Keyakinan Islam juga mengatakan
bahwa syariah pastilah membawa rahmat.
Artinya, di dalam syariah pasti terkandung
kebaikan-kebaikan itu akan dirasakan oleh
individu maupun masyarakat. Dengan
keyakinan seperti itu, disimpulkan bahwa
kegiatan ekonomi yang baik adalah apa
yang dikatakan baik oleh syariah dan yang
buruk adalah apa yang dikatakan buruk
oleh syariah (al-hasan ma hassanahu al
syar'u, al-qabih ma qabbahahu al'syar'u).
Melaksanakan sistem ekonomi
islam di bidang ekonomi yang
dilandaskan pada syariah, bila
dilaksanakan dengan benar dan penuh
amanah oleh para pelaku ekonomi, pasti
dengan sendirinya akan tercipta tatanan
ekonomi yang berkeadilan. Sementara itu,
Kemiskinan dan Pengangguran (Arnia Fajarwati)
SOSIOHUMANITAS, XIV (2), Agustus 2012
189
agar syariah, dapat selalu menjawab
tantangan perkembangan ekonomi, ijtihad
di bidang ekonomi, khususnya tentang
perkara-perkara baru seperti tentang kartu
kredit, smart card, e-commerce, dan
sebagainya harus terus dilakukan.
Dalam upaya memposisikan
ekonomi syariah di Indonesia, maka harus
diperhatikan dari segi kualitas dan
kuantitas. Yang harus diperhatikan dari
segi kualitas adalah:
a. Berkaitan tentang konsep ekonomi
syariah, dimana perlu dirumuskan
konsep ekonomi syariah yang
komperehensip,
b. Regulasi, artinya pelaksanaan ekonomi
syariah di Indonesia harus diperkuat
dengan regulasi yang memadai, sebab
regulasi menjadi faktor terpenting
dalam melaksanakan ekonomi syariah
di Indonesia, seperti pengalaman
perbankan syariah, ketika regulasinya
belum memadai, perbankan syariah
stagnan, tetapi setelah amandemen UU
perbankan pada tahun 1998, maka
perbankan syariah dapat berkembang
dengan cepat.
c. Sosialisasi, ini menjadi penting karena
konsep ekonomi syariah di Indonesia
tergolong baru oleh itu perlu
sosialisasi.
d. Perlu adanya advokasi.
e. Implementasi.
Semua itu diperlukan dalam upaya
menunjang pelaksanaan ekonomi syariah
serta syariah bisnis di Indonesia. Selain
kualitas juga harus diperhatikan aspek
kuantitas yaitu dengan memperbanyak
Syariah Financial Institution (Money
Market & Capital Market), Syariah
Business Institution (Riel Market),
Syariah Sosial Institution (Social Market).
Alasan pemilihan Lembaga Keuangan
Syariah untuk solusi permasalahan
ekonomi, karena Lembaga Keuangan
Syariah mempunyai prinsip:
a. Menjawab permasalahan yang
dihadapi masyarakat misalnya Modal.
b. Bertumpu pada kegiatan sektor riil.
c. Berorientasi kepada membuka peluang
usaha, peluang kerja, keterampilan dan
pendapatan masyarakat, melalui
penggalian potensi lokal.
d. Pemberdayaan melalui peningkatan
kemampuan secara swadaya.
e. Mempunyai jaringan yang kuat antar
lembaga maupun non lembaga, serta
berbasiskan kepada informasi dan
teknologi.
f. Anti Maysir, Gharar, Riba, dan Bathil.
g. Ada linkage antara sektor moneter,
sektor riil dan sosial.
2. Zakat
Islam benar-benar tidak melupakan
nasib orang-orang miskin. Kelompok
Kemiskinan dan Pengangguran (Arnia Fajarwati)
SOSIOHUMANITAS, XIV (2), Agustus 2012
190
masyarakat yang tidak bekerja dan tidak
pula mempunyai famili yang mampu
untuk membantu, diberikan bantuan
dalam bentuk zakat.
Zakat adalah suatu kewajiban
pembayaran yang harus dikeluarkan oleh
seorang muslim karena ia telah memenuhi
persyaratan untuk dilakukannya
pembayaran tersebut. Zakat di dalam
islam merupakan manifestasi semangat
solidaritas sosial yang dibebankan kepada
orang-orang kaya atau orang-orang yang
memiliki kekayaan cukup. Sejatinya zakat
juga adalah pembayaran yang melibatkan
negara, akan tetapi jika negara secara
formal belum ada atau belum mengelola,
zakat tetap harus ditunaikan.
Zakat adalah sarana penunjang
ekonomi dalam mengumpulkan dana
untuk kemudian didistribusikan kepada
masyarakat yang berhak menerima,
khususnya kepada fakir miskin. Zakat
merupakan sarana untuk mempertautkan
hati antara orang-orang kaya dengan
orang-orang miskin. Zakat juga
merupakan bentuk ibadah untuk menjaga
agar hak-hak orang miskin tetap dapat
dipenuhi.
Karena zakat di sebagian kaum
muslimin di Indonesia masih dianggap
hubungan yang bersifat personal, maka
pengelolaan zakat juga belumlah optimal.
Zakat masih didekati dengan perspektif
individu, sehingga dampaknya secara
komunal belumlah nyata terlihat. Zakat
baru menyentuh lingkup yang sangat
terbatas dan cenderung hanya menjadi
media penolong atau bantuan bagi orang
miskin.
Tujuan pertama dari zakat adalah
memenuhi kebutuhan orang-orang miskin.
Fakir miskin adalah sasaran pertama dari
pengeluaran zakat. Zakat bukan
merupakan jumlah yang kecil dan sumber
yang bisa disepelekan. Jumlahnya
mencapai 5-10% dari hasil tani; biji-
bijian, buah-buahan dan daun-daunan.
Pada masa kini, ada beberapa hal
yang dapat dianalogikan pada pertanian,
yaitu industri-industri dan sejenisnya dari
berbagai potensi yang dapat memberikan
penghasilan tetap dan merupakan aset
yang besar bagi sejumlah orang.
Zakat adalah instrumen untuk
meningkatkan keadilan ekonomi. Yaitu
sarana bagi penciptaan keseimbangan
struktur ekonomi, sekaligus melakukan
distribusi kekayaan yang berpotensi
meningkatkan statu sosial ekonomi
sebuah masyarakat. Peran perwujudan
keadilan ekonomi yang dimainkan oleh
zakat antara lain:
a. Memangkas kekayaan yang dimiliki
orang-orang kaya untuk kemudian
didistribusikan kepada orang miskin,
Kemiskinan dan Pengangguran (Arnia Fajarwati)
SOSIOHUMANITAS, XIV (2), Agustus 2012
191
sehingga dapat mengurangi
kesenjangan ekonomi.
b. Menyediakan sumber dana untuk
kegiatan peningkatan ekonomi
masyarakat miskin, sehingga orang-
orang miskin dapat ditingkatkan strata
sosial ekonominya.
c. Membiayai penyediaan fasilitas umum
yang mendorong percepatan kegiatan
masyarakat secara keseluruhan,
khususnya percepatan kegiatan
ekonomi masyarakat miskin.
d. Peningkatan kapasitas dan kapabilitas
orang-orang miskin melalui berbagai
kegiatan pengembangan SDM,
sehingga dengan perbaikan kualitas
hidup, maka kesejahteraan ekonomi
orang miskin akan dapat ditingkatkan.
Zakat ini membuktikan bahwa
islam telah sejak dahulu memberikan
perhatian terhadap penyelesaian persoalan
kemiskinan dan memberikan
perlindungan terhadap fakir miskin, tanpa
harus ada revolusi atau tuntutan secara
personal atau komunal terhadap hak-hak
mereka. Kepedulian ini bukan jenis
perhatian dangkal, sampingan atau
sekunder dalam ajaran dan hukum-
hukumnya (Qardhawi, 2004).
Zakat merupakan salah satu dari
lima pilar islam yang wajib untuk
ditegakkan. Zakat tersebut merupakan
instrumen perekonomian untuk
menegakkan kesejahteraan masyarakat
secara lebih merata. Zakat yang
dibayarkan akan dibelanjakan oleh yang
berhak menerima sehingga akumulasi
konsumsi ini akan memberikan efek
pengganda (multiplier effect) yang besar
dan berpengaruh positif bagi
pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian,
pada akhirnya manfaat zakat akan
dirasakan juga secara tidak langsung oleh
si pembayar zakat.
Perlu pula dicatat bahwa zakat
bukan sekedar kreativitas positif atau amal
shaleh yang bersifat individual. Lebih dari
itu, zakat adalah usaha membangun
tatanan masyarakat yang teratur di bawah
naungan Negara, dengan Departemen
khusus yang bertugas untuk menghimpun
dan mendistribusikannya. Menurut Idris
(1997:51), "zakat adalah rukun islam
yang memiliki potensi sangat besar untuk
mempersatukan umat islam dapat
menunjukan kebersamaan dan
kepeduliannya terhadap saudara seiman".
Zakat adalah simbol aktualisasi dari
solidaritas umat islam dan umat islam
akan sulit dipersatukan tanpa solidaritas
itu. Kebangkitan zakat adalah kebangkitan
kesadaran sosial ekonomi umat islam dan
kesadaran ini memiliki arti yang sangat
strategis bagi kebangkitan umat.
Kemiskinan dan Pengangguran (Arnia Fajarwati)
SOSIOHUMANITAS, XIV (2), Agustus 2012
192
Secara konseptual, zakat
disyariatkan untuk mengubah mustahik
menjadi muzakki, dengan kata lain, dari
miskin menjadi kaya atau berkecukupan
dan kemudian pada gilirannya mampu
pula mengeluarkan zakat. Karena itu,
petunjuk Al-quran memberikan rambu-
rambu yang relatif konkrit. Misalnya
tentang amil, "Ambilah zakat dari
sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan menyucikan
mereka". Artinya, pertama, diperintahkan
untuk mengambil harta secara proaktif
atau bahkan menurut para mufasir
dibolehkan mengambil harta secara
"paksa".
Perintah ini awalnya diujukan pada
Rasulullah SAW, yang waktu itu
berkapasitas sebagai rasul dan kepala
pemerintahan. Jadi, disini kebijakan
mengumpulkan zakat untuk memerangi
kemiskinan memang sudah digariskan
sejak awal.
Panitia (amil) yang mengurus zakat
harus bekerja secara proaktif karena amil
adalah mediator antara penerima dan
pembayar pajak. Hal ini dilakukan karena
secara normal, orang meminta kepada
orang lain atau menerima pemberian
orang lain secara psikologis akan merasa
malu. Amil pada zaman Rasulullah SAW
hingga pada masa Khalifah Utsman Bin
Affan ditangani pemerintah. Pemerintah
mempunyai kewenangan mengatur
efektivitas dan profesionalitas pengelolaan
zakat. Dengan keberadaan zakat sebagai
sedekah wajib, pemerintah dapat
memaksa rakyatnya yang mampu untuk
menyediakan dana bagi penanggulangan
kemiskinan melalui instrumen zakat
(Rofiq, 2003).
Di Indonesia dan kemungkinan
besar terjadi di Negara non islam lain
yang memiliki banyak penduduk muslim,
pengelolaan zakat ini belum berjalan
dengan baik. Potensi zakat yang besar
tidak termanfaatkan secara optimal,
sehingga masalah kemiskinan sulit
diatasi dan ketimpangan antar kelompok
masyarakat tetap terjadi. Diperkirakan
meskipun semua umat islam Indonesia
sudah membayarkan zakatnya, namun
tanpa pengelolaan yang benar dan terpadu
maka peranannya dalam pengentasan
kemiskinan tidak akan berhasil.
Masih besarnya potensi zakat di
Indonesia yang belum tergali,
mengharuskan kita untuk berupaya
meningkatkannya. Beberapa cara yang
bisa dilakukan untuk meningkatkan
penerimaan zakat adalah:
a. Melakukan sosialisasi tentang objek-
objek zakat, tarif zakat dan teknik
menghitung zakat kepada masyarakat.
b. Melakukan sosialisasi dan penyadaran
kepada masyarakat muslim agar
Kemiskinan dan Pengangguran (Arnia Fajarwati)
SOSIOHUMANITAS, XIV (2), Agustus 2012
193
membayarkan zakatnya melalui
lembaga. Sudah saatnya apabila umat
islam di Indonesia untuk
membayarkan zakatnya melalui
lembaga, tidak dilakukan secara
langsung atau sporadis kepada
masyarakat yang memerlukan. Untuk
dapat dimobilisasi dan menjadi sumber
daya ekonomi yang kuat, maka zakat
harus dibayarkan melalui lembaga.
c. Memberikan kemudahan dan
pelayanan yang berkualitas kepada
setiap pembayar zakat. Pembayar
zakat harus mendapatkan kemudahan-
kemudahan dalam pembayaran
zakatnya.
d. Memberikan rangsangan bagi
pembayar zakat dengan cara setiap
pembayaran zakat, maka pembayaran
zakatnya akan menjadi pengurang
pembayaran zakat. Rangsangan ini
akan mendorong pembayar zakat
untuk semakin meningkatkan
pembayaran zakatnya.
3. Sumber lain selain Zakat
Selain dari zakat, baitul maal (kas
islam) juga mempunyai sumber dana lain
yang dikelola dan dipergunakan untuk
kepentingan umum, baik dikelola sendiri,
disewakan atau dikelola pihak lain.
Misalnya, wakaf untuk kepentingan
umum, pertambangan dan kekayaan alam.
Sumber ekonomi itu tidak boleh dipegang
oleh indivdu, apalagi untuk kepentingan
sendiri, melainkan harus berada di tangan
Negara agar semua orang dapat
merasakan manfaatnya. Seluruh
pemasukan terhadap kas islam merupakan
sumber ekonomi bagi fakir miskin, ketika
perolehan zakat tidak mencukupi
permintaan (Qardhawi, 2004).
Selain zakat, ada juga hak-hak
material lain yang harus dipenuhi oleh
seorang muslim, karena sebab-sebab yang
beragam. Semuanya merupakan sumber
dana untuk memberikan bantuan terhadap
fakir miskin, sekaligus berfungsi sebgai
sarana untuk menghilangkan kemiskinan.
Hak-hak tersebut di antaranya; hak
bertetangga, Qurban pada Hari Raya Idul
Adha, sanksi pelanggaran sumpah
(memberikan makan kepada sepuluh
orang miskin), sanksi dhihar (memberi
makan 60 orang miskin), sanksi
melakukan hubungan suami istri dalam
bulan Ramadhan (sama dengan sanksi
dhihar), fidyah seorang jompo yang tidak
mampu lagi berpuasa, hady (pemberian
orang yang melakukan haji atau umrah
berupa unta, sapi atau kambing) akibat
melakukan sesuatu yang dilarang waktu
ihram, dan hak tanggungan fakir miskin
jika harta zakat tidak mencukupi
(Qardhawi, 2004).
Kemiskinan dan Pengangguran (Arnia Fajarwati)
SOSIOHUMANITAS, XIV (2), Agustus 2012
194
Di samping hak-hak yang
diwajibkan dan aturan-aturan yang telah
dijelaskan di atas, islam juga
mengupayakan pembentukan pribadi
luhur, dermawan dan rela berkorban.
Yaitu figur pribadi yang bisa memberikan
lebih banyak dari yang diminta,
menginfakkan lebih dari yang diwajbkan,
bahkan bisa memberi tanpa diminta
sekalipun, dalam setiap situasi dan kondisi
(Qardhawi, 2004).
Selain dari beberapa cara atau
instrumen yang dikemukakan oleh
Qardhawi, kita juga dapat melihat adanya
kegiatan sosial yang memberikan dampak
positif terhadap penanggulangan
kemiskinan. Kegiatan sosial tersebut
antara lain "orang tua asuh" yaitu turun
tangannya orang-orang yang mampu
untuk mendanai kebutuhan anak telantar
atau anak yang orang tuanya kurang
mampu. Dana yang ditanggung biasanya
untuk kebutuhan pendidikan dan
kebutuhan hidup.
Dan yang tak kalah penting adalah
adanya jaminan keluarga dekat yang
mampu. Di mana cengkeraman
kemiskinan dan lilitan kebutuhan hidup
yang tidak terpenuhi menurut islam juga
dapat diatasi dengan adanya jaminan dari
masing-masing anggota keluarga. Islam
menempatkan famili dekat atau posisi
kerabat sebagai orang yang harus peduli
dan saling membantu kesulitan kerabatan
yang lain.
4. Peran Pemerintah
Dalam mengatasi berbagai
permasalahan dalam bidang ekonomi
perlu terlebih dahulu dimulai dari
pembenahan perilaku individu. Perilaku
yang seirama dengan syariat islam dan
menyatu dalam diri individu
menyebabkan apapun posisi dan peran
yang dipegangnya akan berjalan sesuai
dengan norma yang islami. Konsumen
tidak akan mengkonsumsi secara
berlebihan dan sebagai produsen. Ia tidak
akan berinvestasi dalam bidang-bidang
terlarang dan akan memperlakukan tenaga
kerja sebagai mitra, sedangkan sebagai
penguasa ia akan senantiasa
mendahulukan kepentingan umum.
Jika saja para pelaku ekonomi dan
penguasa memiliki internalized-behaviour
semacam ini, maka permasalahannya akan
mudah dan sistem perekonomian akan
memberikan hasil yang terbaik karena
menjadi bekerjanya invisible-hand yang
islami. Kemiskinan dan pengangguran
tidak akan merebak di tengah-tengah
masyarakat.
Dalam kaitan ini, salah satu tugas
penting pemerintah dalam bidang jaminan
adalah membebaskan masyarakat dari
jerat kemiskinan dan meningkatkan
Kemiskinan dan Pengangguran (Arnia Fajarwati)
SOSIOHUMANITAS, XIV (2), Agustus 2012
195
kesejahteraan masyarakat secara adil.
Penanggulangan kemiskinan bertujuan
untuk melahirkan masyarakat yang
sejahtera (lahir bathin) dan berkeadilan.
Indikator kesejahteraan tersebut adalah
terbebas dari kekufuran, kemusyrikan,
kelaparan dan rasa takut. Sasaran yang
ingin dicapai tersebut mempunyai dimensi
yang cukup luas. Islam dari awal sudah
mengamanatkan bahwa pemerintah
berkewajiban untuk berupaya secara aktif
mengatasi kemiskinan dan pengangguran.
Dengan demikian, secara lebih
spesifik langkah-langkah yang dapat
diambil pemerintah dalam kerangka
ekonomi islam untuk mengatasi masalah
kemiskinan dan pengangguran antara lain
sebagai berikut:
a. Memposisikan Ekonomi Syariah.
b. Mengelola dana Zakat, Infak, Wakaf,
Sedekah dan Sumbangan Sukarela
untuk tujuan produktif.
c. Kebijakan fiskal untuk
menciptakan kesempatan kerja (full
employment)
d. Kebijakan jangka panjang.
KESIMPULAN
Secara universal pandangan
manapun tidak dapat menafikan adanya
kemiskinan, dan pada umumnya semua
orang berpendapat bahwa kemiskinan
harus diperangi atau di berantas.
Akar masalah kemiskinan dapat
ditelusuri dari berbagai sudut pandang.
Dari sisi individual, kemiskinan dapat
disebabkan oleh kemalasan. Buruknya
etos kerja ini berakibat pada titik
termanfaatkannya semua sumber daya
yang dimiliki secara optimal.
Kendati konsep penanggulangan
kemiskinan dan pengangguran sudah
banyak juga dikemukakan dan
sebagiannya telah diterapkan, namun
kenyataannya belum membawa hasil yang
efektif. Menurut konsep islam,
kemiskinan dapat diatasi melalui beberapa
cara yaitu dengan menggunakan ekonomi
syariah, bekerja, jaminan keluarga dekat
yang mampu, zakat dan sumbangan
sukarela dari orang-orang yang mampu.
Dan peran pemerintah yang sangat
penting dalam penanggulangannya.
DAFTAR PUSTAKA
……, 2006, Al- Qur’an Al-Karim wa
tafsiruhu (Al-Qur’an dan
Tafsirnya) Jilid 5, Departemen Agama.
Idris, S., 1997. Gerakan Zakat Dalam
Pemberdayaan Ekonomi Ummat. PT. Citra Bangsa;
Jakarta.
Kuncoro, M., 1997. Ekonomi Pembangunan Teori, Masalah,
dan Kebijakan. UPP AMP
YKPN, Yogyakarta.
Kemiskinan dan Pengangguran (Arnia Fajarwati)
SOSIOHUMANITAS, XIV (2), Agustus 2012
196
Qardhawi, Y., 2004. Norma dan Etika
Ekonomi Islam, Diterjemahkan
dari Daurul Qiyam Wal Akhlaq
Fil Iqtishadil Islami (1997). Gema Insani Press, Bandung.
Rofiq, A., 2003. Menakar Efektivitas
Zakat. Suara Merdeka, Jumat 14 November.