40
ANAMBAS- Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Kepulauan Anambas (KKA) akan menanam 958 titik rumpon (rumah ikan) di perairan daerah ini. Pembuatan rumpon ini dimaksudkan agar produksi nelayan KKA bisa terus meningkat. Jika program ini berjalan sesuai rencana, menurut Kepala DKP KKA, Zukhrin, pendapatan nelayan diperkirakan bisa meningkat secara drastis yakni mencapai Rp30 juta perhari. "Hal ini dapat terjadi apabila ikan-ikan terus bertambah dan terus dilestarikan dengan cara menanam rumpon. Dengan pembuatan rumpon, maka ikan tidak akan lari kemana- mana melainkan tetap berada di perairan Anambas yang berarti akan mempermudah nelayan untuk menangkapnya," kata Zukhrin, Senin (7/6). "Kita akan menggesa pelaksanaan sejumlah program DKP dan memaksimalkannya sebagai upaya membantu pertumbuhan pendapatan masyarakat nelayan di daerah ini. Dengan luas wilayah Anambas yang sekitar 98 persennya terdiri dari perairan, maka jika SDA (sumber daya alam) yang ada bisa benar-benar dimanfaatkan secara benar, kita yakin akan dapat menjadikan masyarakat Anambas lebih sejahtera dari sekarang," ujar dia lagi. Selain rumpon, lanjut Zukhrin, DKP juga sedang menggesa pembangunan Solar Paket Dealer Nelayan (SPDN) dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN). Dengan SPDN dan SPBN ini, diharapkan, masyarakat nelayan bisa lebih mudah mendapatkan bahan bakar untuk keperluan mencari ikan. "DKP akan segera membangun SPDN dan SPBN untuk mempermudah nelayan mendapatkan bahan bakar. Dan yang terpenting adalah bisa meningkatkan pendapatan nelayan yang ada di daerah ini," katanya. (sm/yd)

Kemi Skin An

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kemi Skin An

ANAMBAS- Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Kepulauan Anambas (KKA) akan menanam 958 titik rumpon (rumah ikan) di perairan daerah ini. Pembuatan rumpon ini dimaksudkan agar produksi nelayan KKA bisa terus meningkat. Jika program ini berjalan sesuai rencana, menurut Kepala DKP KKA, Zukhrin, pendapatan nelayan diperkirakan bisa meningkat secara drastis yakni mencapai Rp30 juta perhari.

"Hal ini dapat terjadi apabila ikan-ikan terus bertambah dan terus dilestarikan dengan cara menanam rumpon. Dengan pembuatan rumpon, maka ikan tidak akan lari kemana- mana melainkan tetap berada di perairan Anambas yang berarti akan mempermudah nelayan untuk menangkapnya," kata Zukhrin, Senin (7/6).

"Kita akan menggesa pelaksanaan sejumlah program DKP dan memaksimalkannya sebagai upaya membantu pertumbuhan pendapatan masyarakat nelayan di daerah ini. Dengan luas wilayah Anambas yang sekitar 98 persennya terdiri dari perairan, maka jika SDA (sumber daya alam) yang ada bisa benar-benar dimanfaatkan secara benar, kita yakin akan dapat menjadikan masyarakat Anambas lebih sejahtera dari sekarang," ujar dia lagi.

Selain rumpon, lanjut Zukhrin, DKP juga sedang menggesa pembangunan Solar Paket Dealer Nelayan (SPDN) dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN). Dengan SPDN dan SPBN ini, diharapkan, masyarakat nelayan bisa lebih mudah mendapatkan bahan bakar untuk keperluan mencari ikan.

"DKP akan segera membangun SPDN dan SPBN untuk mempermudah nelayan mendapatkan bahan bakar. Dan yang terpenting adalah bisa meningkatkan pendapatan nelayan yang ada di daerah ini," katanya. (sm/yd)

Page 2: Kemi Skin An

Analisa Penyebab Kemiskinan di Masyarakat

3 Votes

A. Pendahuluan

Salah satu masalah pembangunan yang dihadapi oleh negara yang sedang berkembang adalah kemiskinan. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga mengahadapi masalah yang sama. Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan klasik yang sudah ada sejak dulu kala. Sejak Pak Harto mendapat kepercayaan dan tanggung jawab memimpin pembangunan di Indonesia pada akhir tahun 1960-an, khususnya sejak Pelita I, disadari bahwa tingkat kemiskinan penduduk Indonesia sangat tinggi. Program-program utama pengentasan kemiskinan diprioritaskan pada upaya pemenuhan kebutuhan dasar, utamanya kebutuhan sembilan bahan pokok. diarahkan pada sasaran-sasaran pertumbuhan ekonomi yang signifikan agar penyerapan tenaga kerja bisa maksimal.

Rendahnya pertumbuhan ekonomi mengakibatkan semakin rendah dan menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat serta munculnya berbagai permasalahan sosial yang mendasar. Indikator yang paling jelas adalah jumlah pengangguran yang semakin bertambah dan tingkat kemiskinan yang semakin tinggi. Sementara itu, kesejahteraan masyarakat sangat dipengaruhi oleh kemampuan ekonomi untuk memenuhi kebutuhannya.Di dalam upaya mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur baik materiil maupun spiritual, pemerintah telah melakukan berbagai usaha pembangunan di berbagai bidang. Namun demikian, peningkatan kesejahteraan hidup tersebut belum dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Hal itu tercermin pada tahun 1999 diperkirakan 80.000.000 penduduk Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan. Hal itu menjadi tugas kita bersama untuk mengentaskan mereka dari kemiskinan dengan berbagai upaya. Penduduk yang miskin tersebut pada umumnya banyak terdapat di perkotaan maupun di pedesaan di seluruh Indonesia. Akan tetapi jumlah penduduk miskin ini sebagian besar bertempat tinggal di desa. Kemiskinan tersebut pada umumnya ditandai oleh ketidak bekerjaan seseorang pada usia kerja karena sulitnya mendapatkan pekerjaan atau karena terkena pemutusan hubungan kerja akibat krisis ekonomi.

Masalah yang cukup serius dalam masyarakat pedesaan adalah masalah pengangguran dan kemiskinan. Masalah pengangguran dan kemiskinan terutama diakibatkan oleh tingginya pertambahan penduduk, sedangkan kesempatan kerja terbatas.Masalah penting lainnya adalah tingkat pendidikan pada masyarakat pedesaan. Angkatan kerja aktif di pedesaan pada umumnya hanya memiliki pendidikan SD ke bawah. Sebagian angkatan kerja itu menyandang buta huruf atau mereka yang sama sekali tidak pernah merasakan atau menempati bangku sekolah. Tingkat pendidikan yang rendah pada masyarakat desa ini tentu sangat mempengaruhi keadaan sosial ekonomi. Usaha-usaha untuk melakukan perubahan tingkat pendidikan ekonomi yang lebih baik sering terhambat karena sikap warga masyarakat desa yang belum terbuka terhadap hal-hal atau inovasi baru.

B. Penyebab Kemiskinan

Ada dua faktor utama mengapa orang menjadi miskin, yakni sebab kultural dan sebab struktural. Secara kultural, kemiskinan dipicu oleh lemahnya etos kerja, sikap hidup yang

Page 3: Kemi Skin An

fatalis dan salah dalam memahami makna rizki, malas berusaha termasuk malas mengembangkan kemampuan diri serta terperangkap pada budaya miskin itu sendiri.Secara struktural, kemiskinan dipicu oleh setting sosial yang individualistik. Yakni ketika orang yang mampu (kaya) dengan egonya merasa acuh dengan kehidupan kemiskinan yang ada di sekitarnya, termasuk tidak adannya kesadaran bahwa banyaknya orang yang ada di sekitarnya yang membutuhkan uluran tanganya. Ia sibuk dengan dirinya sendiri, berlomba-lomba memenuhi semua keinginanya (bukan kebutuhan) yang tidak terbatas, sedangkan orang yang ada disekitarnya sedang kesulitan mencari makan.Tetapi yang paling utama, kemiskinan adalah produk dari sitem ekonomi kapitalistik yang melahirkan pola distribusi kekayaan yang tidak adil. Mengapa distribusi sangat buruk? karena sistem dan kebijakan pengambil keputusanlah yang membuat itu semua. Sementara itu, kaum kaya dengan sejumlah modal yang dimilikinya mampu menambah kekayaannya dengan seenaknya, dan yang lebih parah lagi mereka mampu masuk kedalam jantung dan darah para pengambil kebijakan. Sehingga sebagian besar produk kebijakan yang diambil adalah pesanan dari mereka kaum kaya agar dapat memenuhi kebutuhan usahanya untuk menumpuk kekayaan yang dimilikinya. Ditambah lagi dengan miskinnya solidaritas dan budaya miskin diatas maka lengkaplah penyebab kemiskinan.

Mengingat analisa ini bersifat subjektif, diharapkan tidak ada prasangka buruk apabila menemui kondisi yang tujuannya berbeda atau memberi bobot yang berbeda pada tujuan yang sama atau menolak untuk menerima sudut pandang orang lain.

C. Pengentasan Kemiskinan

Masalah kemiskinan di Indonesia merupakan masalah yang menyesakkan dada bangsa ini, mengingat jumlah orang miskin di Indonesia semakin tahun semakin bertambah. Apabila dilihat dari penyebarannya, bahwa penduduk miskin di Indonesia lebih banyak dialami oleh orang-orang yang tinggal di pedesaan, wilayah kumuh perkotaan dan pesisir pantai, yang notabennya tingkat pendidikanya rendah dan memiliki produktifitas yang rendah, sehingga tidak mampu untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya yang layak. Kondisi tersebut terjadi sejak dekade 1997, yang merupakan warisan dari pemerintah masa lalu. Pengalami multi krisis yang dialami bangsa ini memberikan dampak yang memperihatinkan, seperti daya beli masyarakat yang rendah terhadap suatu barang, karena adanya inflasi bahan-bahan pokok, sedangkan masyarakat tidak memiliki sumber penghasilan yang memadai untuk membeli suatu barang.Dampak krisis ekonomi yang kita hadapi sejak dekade 1997, telah menimbulkan tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan terhadap masyarakat baik di wilayah perkotaan maupun di pedesaan. Dengan kata lain, bahwa multi krisis sebagai penyebab kemiskinan, sehingga negara mengalami kemunduran. Pengentasan kemiskinan masyarakat merupakan inti dari pemberdayaan masyarakat melalui perubahan sosial untuk mencapai kesejahteraan masyarakat yang di inginkan dengan bersandarkan pada norma dan etika yang berlaku, serta menjunjung tinggi kesejahteraan bersama sebagai warga negara.

Pengentasan kemiskinan secara keseluruhan sebetulnya inherent dengan perubahan sosial yang berlaku dalam masyarakat kita, dan setiap kali kita melakukan perubahan maka setiap kali itu kita akan menemukan fenomena yang baru, dimana adanya sikon baru yang harus dihadapi oleh bangsa ini. Dengan kata lain pilihan perubahan yang di kehendaki oleh bangsa kita saat ini dituntut untuk memberikan perubahan yang mendasar sehingga memberikan kesejahteraan bagi masyarakat bukan memberikan kemiskinan. Birokrasi merupakan institusi yang mendukung terjadinya perubahan untuk mengatasi kemiskinan, tetepi di Indonesia dan

Page 4: Kemi Skin An

di negara-negara dunia berkembang birokrasi merupakan sebagai sumber dan menjamurnya kemiskinan dan penindasan rakyatnya.

Program penangulangan kemiskinan bukan hanya pada tingkat perencanaan, tetepi harus adanya sasaran yang akan dicapai oleh pemerintah, baik di wilayah pedesaan maupun didaerah perkotaan dengan menyesuaikan karkteristik dari wilayah masing masing. Dalam rangka pembangunan masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera dan berkeadilan harus diupayakan oleh setiapa komponen dengan beroreantasi kepada kepentingan masyarakat secara keseluruhan sehingga pemerintah dapat berperan sebagai fasilitator untuk pengentasan kemiskinan masyarakat, dan masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaan mempunyai produktifitas yang tinggi dalam pengolahan sumber daya yang dimiliki sesuai dengan prinsip sustinable devlopment .

Dengan demikian ada benang merah yang jelas, bahwa peran pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah bukan seperti dilakukan selama ini dengan menimang bobo masyarakat dengan bahan-bahan sembako murah, tetapi pemerintah harus dapat memfasilitasi masyarakat dengan menciptakan produktifitas masyarakat melalui keterampilan dan pengetahuan. Hal ini bukan suatu usaha yang mudah, karena merupakan suatu paradigma yang baru yang harus diperankan oleh pemerintah untuk pengentasan kemiskinan.

Harus kita akui, bahwa perubahan paradigma serta peranan pemerintah dalam proses pengentasan kemiskinan masih jauh dari harapan. Namun dengan komitmen untuk meningkatkan dan mewujudkan masyarakat yang berdaya saing dalam pelaksanaan pembangunan, maka diperlukan langkah-langkan konkrit oleh pemerintah baik di tingkat pusat maupun di daerah. Selain itu prinsip ekonomi kerakyatan merupak salah satu solusi yang tepat bagi pengentasan kemiskinan, karena dengan ekonomi kerakyatan maka pemerintah akan mengurangi jumlah masyarakat miskin di Indonesia, karena ekonomi kerakyatan lebih mengarah kepada peningkatan produktifitas masyakat secara keseluruhan. Ini berarti sektor usaha kecil menengah lebih diandalkan dengan beroreantasi pengembangan mikro ekonomi.

D. Upaya Pengentasan Kemiskinan

Pertanyaan yang selanjutnya muncul adalah bagaimana mengidentifikasi kaum miskin yang membutuhkan pelayanan. Banyak kejadian yang dialami oleh lembaga-lembaga yang bergerak di bidang pengembangan masyarakat maupun pengembangan keuangan mikro bagi masyarakat miskin yang kurang atau bahkan tidak mampu menjangkau kaum miskin itu sendiri. Yang umum terjadi adalah bahwa kaum masyarakat termiskin sering menjadi eksponen paling akhir terjangkau oleh program-program pembangunan. Menilik dari pengalaman-pengalaman tersebut, dapat dilihat bahwa lembaga yang ingin melayani masyarakat miskin justru terjebak karena tidak dapat menjangkau sasaran yang tepat. Ini dikarenakan kekurang tepatan lembaga dalam melakukan identifikasi kemiskinan di masyarakat. Metode-metode yang jamak dilakukan dalam mengidentifikasi kemiskinan di masyarakat saat ini umumnya belum menjawab pertanyaan masyarakat mana yang akan dilayani.

Ketika sebuah identifikasi kemiskinan dilakukan tanpa melibatkan partisipasi warga masyarakat didalamnya lalu kemudian digulirkan sebuah program “bantuan” kepada orang-orang yang tergolong “miskin”, acap kali yang terjadi adalah kecemburuan sosial.Sebab dalam pandangan warga masyarakat setempat, warga yang memperoleh bantuan

Page 5: Kemi Skin An

bukanlah tergolong warga yang miskin di lingkungan tempat tinggal mereka. Masyarakat setempat memiliki pandangan atau konsep tersendiri mengenai kemiskinan di wilayah tinggal mereka. Inilah yang umum disebut sebagai “kearifan lokal”. Dalam mengidentifikasi kemiskinan di masyarakat, unsur kearifan lokal perlu dihargai. Masyarakatlah yang lebih mengetahui keadaan di wilayahnya daripada orang luar yang datang membawa seperangkat alat untuk melihat kemiskinan di wilayah mereka.

Bertolak dari kritik terhadap metode-metode identifikasi kemiskinan yang konservatif, telah dikembangkan metode-metode alternatif dalam melakukan kegiatan tersebut, yaitu CHI (Cashpoor House Index) dan PWR (Participatory Wealth Ranking). Kedua perangkat ini dipandang murah dan mudah diterapkan. CHI dilaksanakan dengan menguji rumah calon warga dampingan (calon penerima bantuan) untuk menentukan apakah keluarga itu tergolong miskin atau tidak.

Pengujian dilakukan dengan cara memeriksa ukuran, kualitas bangunan, dinding, dan atap setiap rumah serta menetapkan nilai-nilai tertentu pada setiap kondisi. Proses berikutnya dilakukan dengan tes aset sebagai cara untuk memverifikasi dan pemastian tingkat kemiskinan. PWR merupakan alternatif yang dipandang lebih partisipatif dengan mengedepankan partisipasi warga masyarakat dan kesetaraan gender. Metode ini diterapkan dengan melibatkan seluruh warga masyarakat di suatu dusun atau desa untuk terlibat didalamnya. Metode ini juga dipandang sebagai pengembangan mutakhir atas metode PRA (Participatory Rural Appraisal) yang selama ini banyak digunakan dalam memetakan permasalahan, potensi, dan kebutuhan masyarakat yang akan dilayani. Nilai lebih dari metode ini selain mengedepankan partisipasi dan kesetaraan gender adalah pengakuan dari 29 lembaga donor yang tergabung dalam CGAP (Consultative Group to Assist the Poorest). Ini menunjukkan bahwa lembaga-lembaga penting yang terlibat dalam pengambilan keputusan di tingkat dunia telah memandang penting adanya perangkat atau metode partisipatif untuk mengidentifikasi kemiskinan masyarakat.

E. Kesimpulan

Permasalahan kemiskinan di Indonesia harus segera ditangani. Beberapa ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin adalah tidak memiliki akses terhadap prasarana dan sarana dasar lingkungan yang memadai, dengan kualitas perumahan dan pemukiman yang jauh di bawah stamdar kelayakan, serta mata pencaharian yang tidak menentu. Permasalahan ini disadari betul oleh pemerintah dan masyarakat yang terkadang juga menjadi kelompok masyarakat miskin. Oleh karena itu, banyak program untuk mengentaskan permasalahan ini, baik yang ditawarkan oleh pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat.

Daftar Pustaka

———— Anjayani, Eni. 2007. Mengenal Beberapa Program Pembangunan. Klaten: Penerbit CEMPAKA PUTIH———— Haryanto, Tri. 2007. Menuju Masyarakat Swadaya dan Swakelola. Klaten: Penerbit CEMPAKA PUTIH———– Sudrajad. 2000. Kiat Mengentaskan Pengangguran melalui Wirausaha. Jakarta: Bumi Aksara———— www.darmawanachmad.blogspot.com———— www.antrounair.wordpress.com

Page 6: Kemi Skin An

———— www.pnpm-mandiri.org———— www.pidra-indonesia.org

Page 7: Kemi Skin An

Pendahuluan

“ Nenek Moyangku Seorang Pelaut….”. Nyanyian itu pastinya tidak lagi asing di telinga kita.

Betapa tidak, dari kecil kita sudah diajari oleh guru kita tentang dendangan lagu tersebut.

Tapi apakah kita sadar, ternyata nyanyian itu tidak hanya sekedar nyanyian belaka. Pelaut

sangat identik dengan orang-orang yang hidup di daerah perairan atau lebih tepatnya disebut

dengan laut. Indonesia, sebuah negara maritime yang lebih dari wilayah lautnya meliputi 2/3

dari seluruh luas wilayah Negara dan memiliki kekayaan bahari yang begitu melimpah,

layaknya menjadi surga setiap pelaut dan nelayan yang hidup di bumi ini. Namun apakah

kenyataannya seperti itu?

Rasanya sulit untuk sekedar menjawab iya atas pertanyaan tersebut. Kenyataannya, nelayan

yang mendiami pesisir lebih dari 22 persen dari seluruh penduduk Indonesia justru berada di

bawah garis kemiskinan dan selama ini menjadi golongan yang paling terpinggirkan karena

kebijakan dalam pembangunan yang lebih mengarah kepada daratan. Menurut data Badan

Pusat Statistik (BPS) tahun 2008, penduduk miskin di indonesia mencapai 34,96 juta jiwa

dan 63,47 persen % di antaranya adalah masyarakat yang hidup di kawasan pesisir dan

pedesaan. Di sisi lain pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumberdaya kelautan dan pesisir

selalu beriringan dengan kerusakan lingkungan dan habitat seperti terumbu karang dan hutan

mangrove, dan hampir semua eksosistim pesisir Indonesia terancam kelestariannya.

Hal tersebut menimbulkan sebuah ironi yang sangat bagi kita semua karena bagaimana bisa,

sebuah negeri dengan kekayaan laut yang begitu melimpah malah tidak memberikan

kesejahteraan bagi para nelayan? Apa sebetulnya yang menjadi masalah? Tulisan berikut ini

akan mencoba untuk menguraikan permasalahan tersebut secara lebih mendalam.

Kemiskinan dan Anekdot bernama Persamaan dan Kesamaan di Hadapan Hukum

Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara

dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu

memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Kemiskinan tidak

bisa hanya dilihat dari sudut ekonomi saja karena kemiskinan ternyata berkaitan dengan

berbagai aspek, diantaranya aspek sosial budaya, bahwa persoalan kemiskinan sangat erat

hubungannya dengan budaya. Dari sudut ini, kita dapat melihat bahwa budaya turut ambil

bagian dalam membuat seseorang menjadi miskin.

Page 8: Kemi Skin An

Menurut teori konservatif, kemiskinan berasal dari karakteristik khas orang-orang miskin.

Seseorang menjadi miskin bukan hanya karena masalah mental atau tiadanya kesempatan

untuk sejahtera, tetapi juga karena adanya perspektif masyarakat yang menyisihkan dan

memiskinkan orang.

Secara garis besar, dapat dikatakan bahwa penyebab kemiskinan setidaknya terkait dengan

tiga dimensi, yaitu :

Dimensi Ekonomi

Kurangnya sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan

orang, baik secara financial ataupun segala jenis kekayaan yang dapat meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

Dimensi Sosial dan Budaya

Kekurangan jaringan social dan struktur yang mendukung untuk mendapatkan

kesempatan agar produktivitas seseorang meningkat.

Dimensi Sosial dan Politik

Rendahnya derajat akses terhadap kekuatan yang mencakup tatanan sistem social

politik.

Di dunia bagian manapun, rasanya kita akan sulit menemukan ada suatu negara tanpa orang

miskin. Bahwa pengelompokkan golongan berdasarkan suatu kualifikasi miskin dan kaya

memang menjadi suatu fitrah dan oleh karenanya akan selalu ada dalam kehidupan manusia.

Namun, akan menjadi sebuah masalah apabila kemiskinan diartikan sedemikian rupa

sehingga menimbulkan perbedaan diantara para warga masyarakat secara tegas. Disinilah

diperlukan peran hukum untuk menjamin adanya suatu persamaan di hadapan hukum tanpa

memandang status dan derajat seseorang.

Ironisnya, lebih sering hukum berlaku yang sebaliknya. Kekayaan memberikan perlindungan

hukum yang lebih aman, malah sering juga melestarikan ketidakadilan hukum antara si kaya

dan si miskin. Hidup dibagi dalam beberapa kelas, dan mimpi kita tentang ”persamaan dan

kesamaan di hadapan hukum” semakin lama semakin memudar. Contoh yang sangat menarik

Page 9: Kemi Skin An

di kemukakan oleh C.J.M. Schuyt – dalam bukunya Keadilan dan Effektivitas dalam

Pembangunan Kesempatan Hidup – yaitu dalam peristiwa tragedi kapal Titanic yang

tenggelam di laut Atlantik. Kapal yang terdiri dari 3 kelas itu memberikan bukti, bahwa

penumpang kelas I lebih terjamin keselamatannya jika dibandingkan dengan penumpang

kelas II dan III, dan penumpang kelas II lebih terjamin dari penumpang kelas III. Contoh lain

dikemukakan oleh Todung Mulya Lubis, bahwa seseorang yang mampu membayar advokat

kelas satu akan mendapat harapan sukses yang lebih besar dibandingkan dengan seseorang

yang hanya mampu membayar seorang pengacara masyakat (pokrol bambu). Seorang yang

mampu membayar seorang dokter spesialis akan mempunyai harapan lebih besar untuk

sembuh ketimbang seseorang yang hanya mampu membayar seorang mantri biasa.

Melalui contoh-contoh tersebut, jelaslah bagi kita bahwa kelebihan uang atau kekayaan

ternyata memberikan jaminan keselamatan yang lebih baik. Pada akhirnya kita memang harus

mengakui bahwa pengkotak-kotakan memang telah jadi sifat kehidupan kita. Rasa hormat

atau kepercayaan terhadap ”persamaan” adalah omong kosong kaum intelektual. Dan ini

semua adalah contoh dari ketidakjujuran kita terhadap diri sendiri.

Kondisi Nelayan Indonesia

Bank Dunia memperhitungkan bahwa 108,78 juta orang atau 49 persen dari total penduduk

Indonesia dalam kondisi miskin dan rentan menjadi miskin. Kalangan tersebut hidup hanya

kurang dari 2 dollar AS atau sekitar Rp. 19.000,– per hari. Badan Pusat Statistik (BPS),

dengan perhitungan yang agak berbeda dari Bank dunia, mengumumkan angka kemiskinan di

Indonesia ‘hanya’ sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen). Angka tersebut diperoleh

berdasarkan ukuran garis kemiskinan ditetapkan sebesar 1,55 dollar AS. Namun, terlepas dari

perbedaan angka-angka tersebut, yang terpenting bagi kita adalah bukan memperdabatkan

masalah banyaknya jumlah orang miskin di Indonesia, tapi bagaimana menemukan solusi

untuk mengatasi masalah kemiskinan tersebut.

Dengan potensi yang demikian besar, kesejahteraan nelayan justru sangat minim dan identik

dengan kemiskinan. Sebagian besar (63,47 persen) penduduk miskin di Indonesia berada di

daerah pesisir dan pedesaan. Data statistik menunjukan bahwa upah riil harian yang diterima

seorang buruh tani (termasuk buruh nelayan) hanya sebesar Rp. 30.449,- per hari. Jauh lebih

rendah jika dibandingkan dengan upah nominal harian seorang buruh bangunan biasa (tukang

Page 10: Kemi Skin An

bukan mandor) Rp. 48.301,- per hari. Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat ada

keterkaitan erat antara kemiskinan dan pengelolaan wilayah pesisir.

Tekanan terhadap sumber daya pesisir sering diperberat oleh tingginya angka kemiskinan di

wilayah tersebut. Kemiskinan sering pula memicu sebuah lingkaran setan karena penduduk

yang miskin sering menjadi sebab rusaknya lingkungan pesisir, namun penduduk miskin

pulalah yang akan menanggung dampak dari kerusakan lingkungan. Dengan kondisi tersebut,

tidak mengherankan jika praktik perikanan yang merusak masih sering terjadi di wilayah

pesisir. Pendapatan mereka dari kegiatan pengeboman dan penangkapan ikan karang dengan

cyanide masih jauh lebih besar dari pendapatan mereka sebagai nelayan. Dengan besarnya

perbedaan pendapatan tersebut di atas, sulit untuk mengatasi masalah kerusakan ekosistem

pesisir tanpa memecahkan masalah kemiskinan yang terjadi di wilayah pesisir itu sendiri.

Analisa Penyebab Kemiskinan Nelayan

Masalah kemiskinan nelayan merupakan masalah yang bersifat multi dimensi sehingga untuk

menyelesaikannya diperlukan sebuah solusi yang menyeluruh, dan bukan solusi secara

parsial. Untuk kita, terlebih dahulu harus diketahui akar masalah yang menjadi penyebab

terjadinya kemiskinan nelayan.

Secara umum, kemiskinan masyarakat pesisir ditengarai disebabkan oleh tidak terpenuhinya

hak-hak dasar masyarakat, antara lain kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan,

pekerjaan, inftastruktur. Di samping itu, kurangnya kesempatan berusaha, kurangnya akses

terhadap informasi, teknologi dan permodalan, budaya dan gaya hidup yang cenderung boros,

menyebabkan posisi tawar masyarakat miskin semakin lemah. Pada saat yang sama,

kebijakan Pemerintah selama ini kurang berpihak pada masyarakat pesisir sebagat salah satu

pemangku kepentingan di wilayah pesisir.

1. Kondisi Alam

Kompleksnya permasalahan kemiskinan masyarakat nelayan terjadi disebabkan

masyarakat nelayan hidup dalam suasana alam yang keras yang selalu diliputi

ketidakpastian (uncertainty) dalam menjalankan usahanya. Musim paceklik yang selalu

datang tiap tahunnya dan lamanya pun tidak dapat dipastikan akan semakin membuat

Page 11: Kemi Skin An

masyarakat nelayan terus berada dalam lingkaran setan kemiskinan (vicious circle) setiap

tahunnya.

2. Tingkat pendidikan nelayan

Nelayan yang miskin umumnya belum banyak tersentuh teknologi modern, kualitas

sumber daya manusia rendah dan tingkat produktivitas hasil tangkapannya juga sangat

rendah. Tingkat pendidikan nelayan berbanding lurus dengan teknologi yang dapat

dihasilkan oleh para nelayan, dalam hal ini teknologi di bidang penangkapan dan

pengawetan ikan. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan

makanan lain disebabkan oleh bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan. Oleh karena itu,

diperlukan teknologi pengawetan ikan yang baik. Selama ini, nelayan hanya

menggunakan cara yang tradisional untuk mengawetkan ikan. Hal tersebut salah satunya

disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan pengusaaan nelayan terhadap

teknologi.

3. Pola kehidupan nelayan sendiri

Streotipe semisal boros dan malas oleh berbagai pihak sering dianggap menjadi penyebab

kemiskian nelayan. Padahal kultur nelayan jika dicermati justru memiliki etos kerja yang

handal. Bayangkan mereka pergi subuh pulang siang, kemudian menyempatkan waktunya

pada waktu senggang untuk memperbaiki jaring. Memang ada sebagian nelayan yang

mempunyai kebiasaan dan budaya boros dan hal tersebut menyebabkan posisi tawar

masyarakat miskin semakin lemah

4. Pemasaran hasil tangkapan

Tidak semua daerah pesisir memiliki Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Hal tersebut

membuat para nelayan terpaksa untuk menjual hasil tangkapan mereka kepada tengkulak

dengan harga yang jauh di bawah harga pasaran.

5. Program pemerintah yang tidak memihak nelayan

Salah satunya adalah dengan adanya kenaikan BBM yang merupakan momok bagi

nelayan, melihat tingginya ketergantungan mereka terutama pada jenis solar. Jika sampan

bermesin ukuran 5-12 PK membutuhkan rata-rata 10 liter solar sekali melaut, maka setiap

Page 12: Kemi Skin An

sampan akan mengelurakan biaya Rp.21.000 dalam kondisi harga normal atau di

pangkalan sebesar Rp.2100. Tetapi pada umumnya nelayan membeli harga solar

Rp.25.00-27.000, karena tergantung pada tingkatan agen yang bermain di lapangan.

Semakin banyak agennya maka semakin panjanglah rantai pasarnya dan semakin

tinggilah harga solar sampai ke tangan nelayan. Harga tersebut ‘terpaksa” dibeli, untuk

bisa melanjutkan hidup dengan melaut, meskipun dengan kondisi pas-pasan.

Selain itu, proses pemangkasan kekuatan rakyat pada masa orde baru, masih terasakan

dengan melemahnya kearifan-kearfian lokal. Dulu, tradisi jamu laut di Sumatera Utara

masih efektif terutama dalam hal pelarangan penangkapan ikan pada musim tertentu.

Biasanya setelah jamu laut, dilarang pergi melaut selama beberapa hari, dengan demikian

ada waktu pemulihan sumber daya ikan . Tak heran kalau sehabis jamu laut, dipercaya

ada berkah laut dengan hasil tangkapan yang banyak. Sayangnya, semuanya itu tidak lagi

seutuhnya terjadi hari ini, karena jamu lautpun sudah mulai pudar, dan hanya menjadi

ritus-ritus belaka. Potret kemiskinan struktural terjadi karena negara sejak lama

mengabaikan potensi bahari yang kaya raya ini sehingga hanya dikuasai segelinitir orang

termasuk sebagain besar oleh kapal-kapal asing.

Patron-Klien, sebuah Hubungan Simbiosis Mutualisme atau Parasitisme?

Tidak semua nelayan memiliki perahu sendiri. Nelayan yang tidak mempunyai modal untuk

membeli perahu, terpaksa meminjam uang kepada tengkulak. Pada umumnya para tengkulak

(tokeh/patron) memberikan pinjaman kalau hasil tangkapan nelayan (klien) minim atau

“nombok”. Ketergantungan nelayan pada tokehnya berawal dari utang/pinjaman, dan

biasanya dilakukaan pada saat paceklik atau memperbaiki kerusakan alat tangkap seperti

jaring dan menganti tali kajar. Meskipun demikian, ada juga pihak yang menilai bahwa

keberadaan para patron (tokeh) tersebut justeru menolong nelayan. Konon, selama ini negara

tidak mampu memberikan pinjaman lunak, dan kalaupun ada bank, mereka juga tidak bisa

mengaksesnya karena alat tangkap sebagai faktor produksi tak bisa jadi agunan.

Indikator ini memang tidak selalu sama di setiap daerah karena seperti di Pekalongan, banyak

juragan kapal yang mengeluh dengan sikap anak buah kapal (nelayan) yang cenderung terlalu

banyak menuntut sehingga keuntungan juragan kapal menjadi terbatas. Namun secara umum

terbatasnya kemampuan nelayan dalam mengembangkan kemampuan ekonominya karena

nelayan seperti ini telah terjerat oleh utang yang dipinjam dari para juragan. Konsekuensinya

Page 13: Kemi Skin An

adalah mereka harus menjual hasil tangkapan mereka kepada tengkulak/juragan tersebut yang

bisa memainkan harga ikan semaunya tanpa memperdulikan harga pasaran.

Dalam perspektif struktural kemiskinan nelayan tidak hanya disebabkan hubungan patron-

klien yang menimbulkan jeratan utang dan mengarah pada bentuk eksploitasi. Tetapi

kemiskinan nelayan juga terjadi karena keterbatsan akses nelayan terhadap hak pengusaan

sumberdaya perikanan. Penguasaan atas sumberdaya perikanan selama ini lebih banyak

dinikmati oleh kolaborasi pemilik modal dan birokrat. Sebagai fakta adalah masih

beroperasinya pukat harimau (trawl) di seluruh perairan Indonesia yang berakibat pada

penyerobotan terhadap wilayah tangkap nelayan tradisional (traditional fishing ground).

Bahkan adanya musim-musim tertentu dimana ikan jenis tertentu banyak dan sedikit

menggambarkan bahwa kehidupan mereka tergantung pada rejeki laut. Dalam satu daerah

dimana terdapat desa-desa pesisir juga memiliki perbedaan dalam tingkat kesurplusan

sumberdaya perikanan. Bahkan ukuran rumah yang terbuat dari bilik bambu dan sudah

condong belum tentu bisa menjadi ukuran miskin karena mungkin saja ditemukan barang

elektronik seperti TV. Pola hubungan patron klien memungkinkan mereka berutang dalam

artian digunakan pada tujuan yang baik maupun tidak semisal membeli suatu barang berharga

di rumah. Sehingga tak heran jika, umumnya nelayan berenang dalam kubangan utang.

Penghasilan Rp.175.000/bulan tidaklah susah diperoleh ketika musim ikan banyak. Bahkan

bisa tiga kali lipat, sekalipun dengan sistem bagi hasil dengan tokenya. Tapi besoknya,

mungkin hanya dapat Rp.10.000, lalu kemudian meminjam ke tokeh, begitu seterusnya.

Namun berdasarkan pandangan nelayan (perspektif emic), kuatnya pola patron-klien di

masyarakat nelayan disebabkan oleh kegiatan perikanan yang penuh resiko dan

ketidakpastian sehingga tidak ada pilihan lain bagi mereka selain bergantung pada pemilik

modal (patron). Dari hal tersebut, bisa dibayangkan apa yang akan diterima para nelayan

dengan sistem yang demikian, sehingga sangatlah wajar jika kemiskinan menjadi bagian yang

akrab dalam kehidupan mereka.

Masalah Kelautan dan Perikanan Indonesia di Mata Dunia

Walau sebagai negara maritim yang sejak zaman nenek moyang dikenal sebagai bangsa

pelaut yang ulung, Indonesia masih terlalu lemah poisisinya dalam “peta” kelautan dunia.

Persoalan tapal batas, pemetaan teritori garis pantai sampai penamaan pulau-pulau dan

Page 14: Kemi Skin An

kalkulasi jumlah pasti sebaran pulau Indonesia memang menjadi masalah sejak masa awal

Kemerdekaan Indonesia sampai saat ini. Sehingga friksi perbatasan laut menjadi rawan

konflik dan sengketa dengan negara-negara tetangga yang berbatas laut langsung dengan

Indonesia (terutama dengan Malaysia, Singapura, dan Australia). Hal ini juga bersinggungan

dengan faktor keamanan laut, illegal fishing (pencurian ikan), pelanggaran batas, dan tindak

kriminalitas kelautan lainnya. Data statistik menunjukan kerugian sekitar 1/2 (setengah)

milyar dollar sampai 4 (empat) milyar dollar per tahun akibat pencurian ikan oleh orang asing

. Persoalan ini masih ditambah dengan aspek lingkungan hidup kelautan kita yang jauh dari

kategori ideal. Padahal Indonesia punya potensi kelautan yang luar biasa besar dan posisi

tawar yang tinggi secara ekonomi, strategi dan politik.

Di tengah banyaknya persoalan dan masalah di bidang kelautan yang belum terselesaikan,

Inisiatif dan gagasan besar dari Indonesia demi lestarinya laut dan kesejahteraan masyarakat,

menciptakan acara konferensi internasional bertajuk “World Ocean Conference” dan “Coral

Triangle Initiative Summit” yang digelar sepanjang 11 hingga 15 Mei 2009 di Manado,

Sulawesi Utara. dihadiri oleh perwakilan dari 121 negara.

Agenda pokok yang akan dibahas dalam WOC dan CTIS tersebut adalah:

1.     Penentuan bentang laut (sea scapes) prioritas yang cukup luas untuk percontohan

pengelolaan yang baik dan berkelanjutan untuk setiap negara peserta.

2.   Pengembangan jejaring  kawasan konservasi laut.

3.   Pengelolaan perikanan berbasis ekosistem dan pengelolaan sumber daya hayati laut.

4.   Pengembangan pendanaan yang berkelanjutan, termasuk pengembangan kapasitas dan pelibatan sektor swasta.

5.   Penyesuaian terukur terhadap perubahan iklim.

6.   Memperbaiki status ancaman terhadap beberapa spesies laut.

Pentingnya WOC dan CTIS bagi Indonesia dan negara-negara peserta, juga dilatarbelakangi

kurangnya kepedulian dunia internasional terhadap pelestarian laut dan pengelolaan kekayaan

hayatinya. Selaku tuan rumah, diharapkan Indonesia dapat memegang peran penting dalam

isu di bidang kelautan sehingga posisi tawar dan eksistensi Indonesia sebagai negara dengan

garis pantai terpanjang keempat di dunia – setelah Amerika Serikat, Kanada dan Rusia –

Page 15: Kemi Skin An

dapat meningkat. Pada akhirnya, kita semua sama-sama berharap, dengan terselenggarannya

WOC dan CIT akan menjadi satu langkah besar yang positif untuk membenahi sektor

kelautan kita.

Langkah yang Harus Kita Ambil

Keterpaduan penanganan kemiskinan nelayan sangat dibutuhkan sekali, tujuannya adalah

untuk menghilangkan egosektor dari masing-masing pemangku kepentingan. Keterpaduan

tersebut adalah sebagai berikut : pertama, keterpaduan sektor dalam tanggung jawab dan

kebijakan. Keputusan penanganan kemiskinan nelayan harus diambil melalui proses

koordinasi diinternal pemerintah, yang perlu digaris bawahi adalah kemiskinan nelayan tidak

akan mampu ditangani oleh secara kelembagaan oleh sektor kelautan dan perikanan, mulai

dari pusat sampai kedaerah. Kedua, keterpaduan keahlian dan pengetahuan, untuk

merumuskan berbagai kebijakan, strategi, dan program harus didukung berbagai disiplin ilmu

pengetahuan dan keahlian, tujuannya adalah agar perencanaan yang disusun betul-betul

sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat nelayan. Ketiga, keterpaduan masalah dan

pemecahan masalah sangat diperlukan untuk mengetahui akar permasalahan yang

sesungguhnya, sehingga kebijakan yang dibuat bersifat komprehensif, dan tidak parsial. 

Keempat, keterpaduan lokasi, memudahkan dalam melakukan pendampingan, penyuluhan

dan pelayanan (lintas sektor), sehingga program tersebut dapat dilakukan secara efektif dan

efesien.

Kegagalan penanganan kemiskinan nelayan ini selama ini, disamping kurangnya

keterpaduan, juga terdapatnya berbagai kelemahan dalam perencanaan. Untuk itu dalam

proses perencanaan harus unsur-unsur sebagai berikut :

1. Perumusan sasaran yang jelas, berupa ; hasil akhir yang diharapkan dari kegiatan yang

dibuat, kelembagaan yang bertanggung jawab, serta objek dari kegiatan.

2. Pengidentifikasian situasi yang ada, yaitu dengan mempertimbangkan faktor internal

(kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman), tujuannya untuk

mengetahui kondisi sesungguhnya tentang objek yang akan ditangani. Selanjutnya akan

memudahkan dalam menyusun berbagai strategi yang mendukung penanganan

kemiskinan nelayan.

Page 16: Kemi Skin An

3. Penentuan tujuan harus bersifat spesifik (objek, kegiatan, dibatasi waktu dan terukur),

sehingga pengentasan kemiskinan nelayan jelas siapa sasarannya dan jenis kegiatan yang

akan dilakukan, dan selanjutnya berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam pencapaian

tujuan dapat ditentukan dengan jelas.

4. Menganalisa keadaan, pelaksanaan kegiatan harus disesuaikaan antara ketentuan yang telah

ditetapkan dengan realiatas yang ada dilapangan, dan apabila terjadi permasalahan diluar

dugaan, maka perlu segera dibuatkan stretegi dan tindakan baru untuk menutup jurang

perbedaan.

5. Pendampingan, monitoring dan evaluasi, pendampingan harus dilakukan awal kegiatan

dilaksanakan, sampai paca kegiatan, sehingga akan menjadi bahan evaluasi, apakah

kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Selanjutnya melalui konsep yang dikemukakan ini akan dapat dirumuskan berbagai strategi

pengentasan kemiskinan seperti: perluasan kesempatan kerja, pemberdayaan kelembagaan

masyarakat, peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM, perlindungan sosial, dan penataan

kemitraan global.

Menciptakan Program Pemerintah yang Memihak

Bahwa musim paceklik akan hadir dalam setiap tahunnya. Oleh karenanya berbagai strategi

adaptasi dilakukan masyarakat nelayan untuk bertahan hidup. Strategi adaptasi yang biasanya

dilakukan adalah memobilisasi peran perempuan (kaum istri) dan anak-anaknya untuk

mencari nafkah. Keterlibatan perempuan dalam mencari nafkah untuk keluarga di wilayah

pesisir atau desa-desa nelayan tidak terlepas dari sistem pembagian kerja secara seksual (the

division of labour by sex) yang berlaku pada masyarakat setempat.

Kaum perempuan biasanya terlibat penuh dalam kegiatan pranata-pranata sosial ekonomi

yang mereka bentuk, seperti arisan, kegiatan pengajian berdimensi kepentingan ekonomi,

simpan pinjam, dan jaringan sosial yang bisa mereka manfaatkan untuk menunjang

kelangsungan hidup keluarga. Hadirnya pranata-pranata tersebut merupakan strategi adaptasi

masyarakat nelayan dalam menghadapi kesulitan hidup yang dihadapinya. Strategi adaptasi

diartikan sebagai pilihan tindakan yang bersifat rasional dan efektif sesuai dengan konteks

lingkungan sosial, politik, ekonomi dan ekologi, dimana penduduk miskin itu hidup.

Page 17: Kemi Skin An

Sedangkan strategi adaptasi yang dilakukan para nelayan (kaum suami) adalah diversifikasi

pekerjaan untuk memperoleh sumber penghasilan baru. Bahkan, strategi adaptasi tersebut

diselingi dengan menjual barang-barang berharga yang ada dan berhutang. Namun, kedua

strategi ini pun tidak mudah didapat karena berbagai faktor telah membatasi akses mereka.

Dengan segala keterbatasan yang ada, masyarakat nelayan mengembangkan sistem jaringan

social yang merupakan pilihan strategi adaptasi yang sangat signifikan untuk dapat

mengakses sumberdaya ikan yang semakin langka. Jaringan sosial diartikan oleh Mitchell

sebagai seperangkat hubungan khusus atau spesifik yang terbentuk di antara kelompok orang.

Oleh karena itu, diperlukan kebijakan pemerintah yang nyata dalam mengatasi masa pacaklik

ini, salah satunya jaminan sosial. Jaminan yang dibutuhkan masyarakat nelayan tidak muluk-

muluk, mereka hanya memerlukan tersedianya dana kesehatan dan dana paceklik. Sementara

itu, kebijakan tersebut harus disusun oleh struktur sosial budaya lokal, baik yang

berhubungan dengan masalah institusi maupun dengan sistem pembagian kerja yang berlaku

dalam masyarakat nelayan. Hal ini dikarenakan, pranata-pranata sosial budaya yang ada

merupakan potensi pembangunan masyarakat nelayan yang bisa dieksplorasi untuk mengatasi

kemiskinan dan kesulitas ekonomi lainnya.

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri di sektor kelautan dan

perikanan yang saat ini digalakkan oleh pemerintah, diharapkan bisa menurunkan angka

kemiskinan nelayan di Indonesia. Melalui pengembangan kegiatan perekonomian masyarakat

yang berbasis pada sumber daya lokal, baik masyarakat maupun sumber daya alamnya, para

nelayan dapat mengembangkan usaha sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya. Dengan

demikian, diharapkan dapat memberantas kemiskinan, menciptakan lapangan kerja dan

mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, khususnya di kalangan masyarakat nelayan.

Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong sektor perbankan untuk membuka kantor kasnya

di setiap Tempat Pemasaran Ikan (TPI) yang bisa mengatasi kesulitan para bakul untuk

menutup tagihannya. Termasuk fungsi perbankan disini adalah menyediakan dana yang

diperlukan nelayan untuk berlayar. Sayangnya dengan kondisi kehidupan nelayan yang pas-

pasan, tampaknya sangat sulit bagi perbankan untuk menjalankan fungsi tersebut tanpa

adanya agunan yang memadai dari para nelayan.

Page 18: Kemi Skin An

Di sini bila dimungkinkan pemerintah bisa menyediakan dana khusus sebagai jaminan

kepada perbankan untuk menyalurkan dananya kepada nelayan. Kalaupun perbankan tidak

mampu memenuhi peran tersebut, pemerintah bisa menempatkan dananya sebagai penyertaan

modal kepada KUD-KUD pengelola TPI. Memang, nada miring tentang KUD seringkali kita

dengar sehingga pemerintah pun cenderung berhati-hati bila ingin memberdayakan KUD.

Namun, pendapat ini tidak bisa digeneralisasi secara membabi buta, karena masih cukup

banyak pengurus KUD yang mempunyai hati nurani seperti KUD-KUD pengelola TPI. Tidak

ada salahnya, mulai sekarang pemerintah mulai mencoba mengalokasikan dana retribusi dari

transaksi di TPI untuk diarahkan kepada penyediaan modal bagi nelayan. Dengan demikian

misalokasi anggaran diharapkan tidak akan banyak terjadi, karena dengan memberdayakan

KUD berarti pula mendorong bangkitnya kekuatan ekonomi nelayan.

Selain mengambil kebijakan yang memihak, hukum juga harus difungsikan sebagai sarana

perubahan social. Kita bisa ambil contoh kebijakan pemerintah di Malaysia yang sangat

memihak kepada pribumi, dalam hal ini etnis Melayu. dalam regulasinya, pemerintah

Malayasia mendorong agar 20 – 25 persen kepemilikan saham-saham perusahaan dikuasai

oleh etnis Melayu. Bahkan pada tahun 2020, Malaysia menargetkan kepemilihan saham etnis

Melayu bertambah menjadi 30 persen. Dalam hal ini, Hukum dapat difungsikan sebagai alat

rekayasa social untuk mensejahterakan para nelayan.

Penutup

Kemiskinan merupakan masalah yang multidimensional sehingga pendekatan untuk

mengentaskan kemiskinan juga harus multidimensional. Dalam hal mengatasi kemiskinan

kaum nelayan, Setidaknya perlu mengagas dan mewujudkan harapan akan perkuatan sektor

kelautan dari semua aspek. Mulai dari gazetteer pulau, pemetaan wilayah terbaru, penegasan

tapal batas, perkuatan armada pertahanan lautan (penambahan jumlah kapal patroli laut

sampai jumlah ideal), pengembangan  dan kawal tetap pulau-pulau terluar, penertiban zona

tangkapan ikan dan aktivitas kelautan lain, sampai persoalan penyelamatan lingkungan

perairan. Ini juga termasuk perkuatan sektor perikanan, perjuangan nasib nelayan lokal

(dalam negeri), penegasan dan penegakan  hukum perairan dan kelautan, sampai pemanfaatan

berkelanjutan potensi laut yang ramah lingkungan. Begitu banyak “pekerjaan rumah” yang

harus diselesaikan Indonesia untuk bisa tegar perkasa sebagai satu negara maritim terbesar

dunia.

Page 19: Kemi Skin An

Dengan demikian mengatasi kemiskinan nelayan sebaiknya harus diawali dengan adanya data

akurat statistik. Selanjutnya ditindaklanjuti mengenai apa penyebab dari kemiskinan tersebut,

apakah karena jeratan utang atau faktor lain. Kemudian cara atau metode untuk

menaggulanginya lebih terfokus, pada nelayan-nelayan yang berada pada subordinasi tokeh.

Bagaimanpun juga bahwa penyebab kemiskinan tidaklah sama disemua wilayah, bahkan

ukurannyapun bisa berbeda-beda atau tergantung kondisi setempat. Sehingga formula

pengentasan kemiskinanpun tidak bisa digeneralisir pada semua wilayah atau semua sektor.

Kemiskinan yang dialami oleh nelayan tidak bisa disamamakan dengan ukuran kemiskinan

buruh di perkotaan. Bahkan dalam suatu di kabupaten yang sama belum tentu bisa diratakan

ukuranya pada desa-desa pesisir yang ada. Program pengentasan kemiskinan nelayan

membutuhkan strategi khusus yang mampu menjawab realitas yang terjadi hari ini. Selain itu,

peranan hukum juga menjadi sangat penting untuk mensejahterakan para nelayan.

Page 20: Kemi Skin An

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Arumbiang, Kasihono. Kiat Mengentaskan Kemiskinan di Pedesaan Tanpa Menggunakan

Dana APBN. Aliansi Koperasi Pertanian Indonesia. Jakarta : Delima Rimbun, 2008.

Mulya Lubis, Todung. Bantuan Hukum dan Kemiskinan Struktrural. Jakarta : LP3ES, 1986.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Cetakan 38. Jakarta : PT. Grafindo Persada,

2005.

Dr. Tellisa Aulia. F. “Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan dan Kemiskinan Aspek

Sosial Budaya”. Draft Laporan Final Hibah Multidisiplin UI. 2009.

Artikel :

Andini, Ayu. “Indonesia Gelar World Ocean Conference Pertama di Dunia”.

www.indofamilynet.com, 04-05-2009 18:43.

Bakara, Evin H. “Antara WOC dan Ruwetnya Persoalan Kelautan Indonesia”. www.harian-

global.com. 15-05-2009 10:39.

Himti, Ibrahim. “Wilayah Laut Indonesia”.

Marbun, Leonardo. “Kenaikan BBM dan Kemiskinan Nelayan”.

Samhadi, Sri Hartati., Ahmad Arif, dan Maria Hartiningsih. “Petani Berhadapan dengan

Kekuasaan”. Kompas, 11 April. 2008, 41.

Solihin, Akhmad. “Musim Paceklik Nelayan dan Jaminan Sosial“.

Solihin, Akhmad. “Mencermati Kontraversi HP3”. http://ikanbijak.wordpress.com. April 18,

2008.

Sudrajat, Ihwan. “Membangkitkan Kekuatan Ekonomi Nelayan”. Suara Merdeka, 13

Desember 2002.

Page 21: Kemi Skin An

____________.“Separuh Penduduk Masih Rentan Menjadi Miskin”, Kompas, 8 Desember

2006, halaman I.

____________. “Kepemilikan Saham untuk Etnis Melayu Ditingkatkan”. Kompas, 1 April

2006, halaman 8.

Soerjono Soekanto. “Sosiologi Suatu Pengantar”. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006). hal. 320.

Menurut Oscar Lewis (1966), kemiskinan bukanlah semata-mata kekurangan dalam ukuran ekonomi, tetapi juga melibatkan kekurangan dalam ukuran kebudayaan dan kejiwaan dan memberi corak tersendiri pada kebudayaan yang diwariskan dari generasi orang tua kepada anak melalui proses sosialisasi.

teori demikian disebut dengan teori cultural.

Dr. Tellisa Aulia. F. “Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan dan Kemiskinan dari Aspek Sosial Budaya”.

Todung M. Lubis, “Bantuan Hukum dan Kemiskinan Struktura”, (Jakarta: LP3ES, 1986). hal. 9.

Todung M. Lubis, “Pembangunan dan Hak-Hak Asasi Manusia” dalam Prisma, No. 12, Desember 1979, hal 11-20.

“Separuh Penduduk Masih Rentan Menjadi Miskin”, Kompas, 8 Desember 2006, hal. I.

Data Biro Pusat Statistik (BPS) per Maret 2008.

Ibid.

Berita Resmi Statistik No. 26/05/Th. XII, 1 Mei 2009

Ibid.

Leonardo Marbun. “Kenaikan BBM dan Kemiskinan Nelayan”.

Ibrahim Himti, “Wilayah Laut Indonesia”.

Azman, Syaiful. “Konsep Penanganan Kemiskinan Nelayan .“

Kusnadi. ”Nelayan : Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial” (2000).

ibid.

Ihwan Sudrajat. “Membangkitkan Kekuatan Ekonomi Nelayan”. Suara Merdeka, 13 Desember 2002.

Page 22: Kemi Skin An

“Kepemilikan Saham untuk Etnis Melayu Ditingkatkan”. Kompas. 1 April 2006, hal. 8.

http://mhs.blog.ui.ac.id/najmu.laila/archives/16

Page 23: Kemi Skin An

PNPM :

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Luas wilayah lautan sekitar 5,8 juta km2 atau sekitar 70% dari luas total teritorial Indonesia serta memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sekitar 81 ribu km. Kondisi ini tentunya menjadi potensi yang besar bagi negeri ini untuk mensejahterakan rakyatnya.

Namun sayang, potensi yang begitu melimpah belum mampu menjadikan negeri ini menjelma menjadi bangsa bahari besar dan mandiri. Ini ditunjukkan dengan kehidupan masyarakat kita yang berprofesi sebagai nelayan masih cukup banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Kita tentu tidak bisa menutup mata bahwa di tengah potensi lautan yang begitu besar justru kantong-kantong kemiskinan banyak terletak di pemukiman nelayan. Banyak faktor yang menjadi penyebab kemiskinan masih mendera para nelayan baik secara struktural, kultural, bahkan secara alami.

Nelayan kita masih terjerat oleh terbatasnya kemampuan modal, manajemen yang lemah, cengkraman tengkulak serta keterbatasan teknologi yang mereka miliki. Kondisi ini dipersulit oleh situasi alamiah laut yang seringkali sukar diprediksi seperti gelombang tinggi, angin dan badai, serta rusaknya alam yang mengakibatkan hasil tangkapan semakin berkurang.

Di samping itu, faktor kultural juga bisa menjerumuskan nelayan semakin terkungkung dalam kemiskinan. Begitu besarnya, kekayaan laut kita tanpa disadari justru meninabobokan. Akibatnya, tercipta ketergantungan yang besar terhadap sumber daya laut sehingga berakibat kurangnya montivasi dalam usaha meningkatkan usaha peningkatan sumber daya manusia.

Inilah yang membuat faktor penyebab kemiskinan nelayan menjadi sangat kompleks. Karenannya, dibutuhkan strategi kebijakan pembangunan yang efektif dan komprehensif. Begitu kompleksnya pemasalahan yang menyelimuti kemiskinan nelayan sehingga tak jarang muncul pertanyaan mungkinkah kemiskinan nelayan dapat dituntaskan mengingat masalah yang ada laksana benang kusut yang susah diuraikan?

Page 24: Kemi Skin An

Oleh karena itu, kita harus belajar dari pengalaman masa lalu. Kegagalan program pengentasan kemiskinan nelayan dinilai terjadi karena hanya menggunakan satu pendekatan yang bersifat projec oriented. Pengembangan ekonomi masyarakat pesisir lebih diarahkan pada peningkatan hasil penangkapan namun kurang memperhatikan sumberdaya lokal baik dari segi sumber daya manusia maupun sumber daya alamnya.

Pemerintah sekarang sebenarnya telah melaksanakan beragam program pemberdayaan masyarakat nelayan. Salah satunya program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang dijalankan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Ada tiga program PEMP yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir yaitu program Solar Packed Dealer untuk Nelayan (SPDN)/Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak Untuk Nelayan (SPBN), program kedai pesisir, dan program penguatan modal bagi masyarakat pesisir yang bekerjasama dengan lembaga keuangan. Di samping itu, dalam rangka menguatkan modal nelayan, PEMP bekerja sama dengan kalangan perbankan dan nonperbankan.

Untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan di kalangan nelayan dan masyarakat pesisir, maka pemerintah mulai tahun ini mengitegrasikan program-program pemberdayaan dilingkup DKP ke dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan (PNPM Mandiri KP).

Program ini telah diluncurkan di Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 17 Maret lalu. Sasaran program adalah masyarakat kelautan dan perikanan dengan skala usaha mikro. Melalui program ini diharapkan percepatan penanggulangan kemiskinan yang menimpa pada sekitar 32% dari 16,42 juta masyarakat pesisir dan nelayan bisa tercapai.

Untuk program ini pemerintah mengalokasikan Rp116 milyar, yang akan dialokasikan ke 120 kabupaten/kota. Dana tersebut akan dialokasikan sebagai Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dan sebagian untuk untuk dana sosialisasi, peningkatan kapasitas, termasuk pelatihan-pelatihan bagi masyarakat.

Page 25: Kemi Skin An

Dalam pelaksanaannya, PNPM Mandiri KP akan meliputi empat komponen yaitu pertama, perencanaan pembangunan wilayah dan sumberdaya kelautan dan perikanan berbasis desa. Kedua, pembangunan infrastruktur desa dan lingkungan. Ketiga, penguatan kapasitas sumberdaya manusia, kelembagaan dan keempat, pemberdayaan masyarakat.

Penutup

Beragam inisatif dalam memberdayakan masyarakat melalui PNPM Mandiri KP atau pun program lainnya merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menjadikan masyarakat yang sejahtera dan mandiri. Melalui program yang bersifat pemberdayaaan inilah diharapkan akan mampu mengurangi ketergartungan masyarakat terhadap bantuan pemerintah.

Keberadaan program PNPM Mandiri KP tentu dapat menjadi harapan besar bagi masyarakat nelayan dan pesisir untuk bisa membebaskan mereka dari kondisi kemiskinan. Di samping itu, program ini tentunya dapat memberikan manfaat terhadap terciptanya lapangan kerja serta mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di kalangan nelayan. Sehingga pada akhirnya, mampu menghilangkan stereotip sebagai masyarakat miskin yang mereka sandang selama ini. (dimuat di Majalah KOMITE edisi 1-15 Mei 2009)

Diposkan oleh Sujana Royat

0 komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Langgan: Poskan Komentar (Atom)

Page 26: Kemi Skin An

PNPM Perkotaan, Refleksi Kongkret Penanggulangan Kemiskinan

Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), yang kini telah dilebur dalam PNPM Mandiri Perkotaan, diluncurkan pada tahun 2007 dan dilaksanakan hingga sekarang di Provinsi Bali. Dalam perjalanannya, memang timbul berbagai hambatan maupun kekhawatiran negatif yang berkembang terhadap keberhasilan pelaksanaan program ini. Kekhawatiran pertama adalah kesulitan dalam mencari relawan yang bersedia tidak dibayar dan mau berpartisipasi dalam pelaksanaan program di desa/kelurahan. Kekhawatiran kedua, kemungkinan terjadinya penyimpangan-penyimpangan, baik menyangkut pengelolaan keuangan, ketepatan sasaran maupun penerima manfaat dari program tersebut. Jika penyimpangan terjadi, dikhawatirkan bukannya penduduk miskin yang menurun, malah akan semakin meningkat.

Dalam tiga tahun berpartisipasi dalam PNPM Mandiri Perkotaan, banyak hal positif yang sangat bermanfaat dirasakan oleh masyarakat. Adanya peningkatan kemandirian masyarakat dalam melaksanakan program, meningkatnya kepedulian warga lain terhadap penduduk miskin, meningkatnya partisipasi, serta tumbuhnya pemahaman masyarakat dalam merumuskan program pembangunan hingga turunnya anggaran untuk pelaksanaannya. Sehingga kini, kelompok masyarakat yang mendapatkan alokasi bantuan program ini telah beranggapan bahwa PNPM Mandiri Perkotaan merupakan program yang paling tepat dilaksanakan untuk memberdayakan masyarakat serta lebih kongkret dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Beberapa manfaat nyata yang dinikmati masyarakat dalam pelaksanaan program PNPM Mandiri Perkotaan adalah:

1. Berkembangnya infrastruktur. Infrastruktur lingkungan yang ada di pedesaan selama ini sangat jarang tersentuh oleh program-program pemerintah. Karena, tanggung jawab pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam pembangunan dan perbaikan infrastruktur masih dibatasi pelayanan yang lebih luas dan regional. Dengan demikian, skala pelayanan lingkungan yang kecil mendapat prioritas kedua dan seterusnya. Berkat adanya PNPM Mandiri Perkotaan ini, banyak infrastruktur lingkungan bagi masyarakat miskin yang dapat dibangun, baik menyangkut pengaspalan jalan, pembuatan drainase, air bersih, jamban keluarga, maupun kegiatan bedah rumah.

2. Memberikan kesejahteraan. Selama ini banyak proyek yang dikerjakan pemerintah, namun belum mampu secara langsung dapat memberikan tambahan penghasilan bagi masyarakat di sekitarnya. Hal ini disebabkan kontraktor menggunakan lebih banyak tenaga kerja dari luar dibandingkan dengan masyarakat lokal. Biaya tenaga kerja luar daerah yang lebih murah menjadi prioritas bagi kontraktor bersangkutan guna meraih keuntungan yang maksimal. Hal ini benar-benar menunjukkan sifat kapitalisme dan ketidakpedulian terhadap buruh lokal yang makin miskin.

Page 27: Kemi Skin An

Keberadaan PNPM telah mengubah paradigma tersebut dan kegiatan pembangunan fisik lingkungan yang ada di wilayah kini dapat dinikmati, dan masyarakat pun berharap agar kegiatan ini selalu berlanjut.

3. Tingginya partisipasi. Program yang bertumpu pada masyarakat ini makin dipercaya, baik di lingkungan masyarakatnya sendiri maupun para pengusaha yang ada di lingkungannya, sehingga keberadaan program ini mampu membangun partisipasi yang lebih luas. Rata-rata partisipasi (berupa swadaya) mencapai antara 50-80% dari total biaya yang dibutuhkan. Kemampuan Koordinator Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dalam memasarkan maupun membangun jaringan kemitraan (channeling) telah mendorong tumbuhnya partisipasi asing dalam pembiayaan program, sebagaimana terjadi di Ubud.

4. Kepedulian terhadap orang miskin.Mungkin orang peduli dan tidak peduli terhadap orang miskin seimbang. Yang tidak peduli akan asyik berkutat dalam kesibukannya sendiri, sedangkan yang peduli tidak mampu dari mana harus memulai dan bagaimana mengapresiasikannya. Akhirnya si miskin tetap tidak mampu mengangkat derajat kehidupannya. Kondisi ini sangat berebda setelah PNPM Mandiri Perkotaan masuk ke desa sasaran/binaannya. Apalagi setelah kegiatan bedah rumah bagi masyarakat miskin menjadi target para pengelolanya (BKM), ternyata banyak warga kita yang sangat peduli dan kasih terhadap warga yang tertinggal dalam segala bidang tersebut. Banyak warga yang rela memberikan bantuan material dan memperbaiki rumah mereka, serta mendorong mereka untuk memanfaatkan fasilitas modal PNPM guna mendongkrak penghasilan dan kesejahteraannya.

Hambatannya Tidak Kecil

Walau program ini cukup berhasil di daerah, pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di tingkat kelurahan juga memiliki hambatan yang tidak kecil. Di antaranya:

1. Ketidaksabaran masyarakat dalam menjalankan siklus program. Siklus program yang wajib dilaksanakan di PNPM memang sangat luar biasa ruwet. Birokrasinya panjang, baik dari proses perencanaan di tingkat masyarakat maupun pada saat pelaksanaannya. Namun, sebenarnya di situlah letak pemberdayaannya. Sejatinya masyarakat disiapkan untuk menjadi pejuang yang lebih tangguh dalam memperjuangkan kepentingannya guna memperoleh program-program pemerintah, khususnya dalam menanggulangi kemiskinan.

Para pelaku PNPM di tingkat masyarakat harus menyadari bahwa dalam pelaksanaan pembangunan tidak ada yang serba instan. Tidak ada proses sehari dana sudah langsung bisa dicairkan. Warga yang duduk dalam kepengurusan BKM atau KSM harus memiliki kepedulian dan keikhlasan yang tinggi guna memperoleh hasil maksimal dalam mengentaskan masyarakat miskin di wilayahnya.

2. Masih ada yang belum peduli. Dalam kepengurusan BKM dan KSM di tingkat desa/kelurahan masih ditemukan beberapa yang belum peduli dan tidak memahami hakikat PNPM Mandiri Perkotaan dilaksanakan. Mereka tidak memahami PNPM tersebut diperuntukan untuk siapa. Akibatnya, dalam pelaksanaan program PNPM Mandiri Perkotaan, memang banyak infrastruktur lingkungan yang dibangun, namun target dan capaian sasaran masyarakat miskin secara maksimal.

Page 28: Kemi Skin An

Akibatnya, penurunan jumlah penduduk miskin di wilayah tersebut dipastikan tidak akan mengalami perubahan. Sehingga, bagi mereka yang duduk dalam kepengurusan BKM dan KSM dituntut perannya agar lebih memiliki kepedulian bagi masyarakat miskin, lebih arif dan bijaksana dalam menentukan prioritas program. Kadangkala pemerataan dalam pembagian anggaran di tingkat kelompok masyarakat bukan menjadi jaminan bagi sebuah keberhasilan dalam pelaksanaan program. Namun, penentuan pemilihan prioritas program dengan capaian manfaat yang lebih maksimal dapat menjadi alternatif pilihan.

Sebagai program yang baik dan bisa diterima segenap masyarakatnya, PNPM Mandiri Perkotaan dipastikan bukan merupakan program yang abadi dan dapat selalu memberikan dukungan dana bagi masyarakat di daerah. Mengingat sumber pendanaan ini juga berasal dari pinjaman Bank Dunia (World Bank) dan lembaga donor lainnya. Dipastikan, pelaksanaan program ini juga dibatasi target waktu penarikan pinjaman serta besaran nilai pinjaman yang dihibahkan bagi masyarakat.

Meski begitu, spirit dalam pemberdayaan masyarakat sangat luar biasa dan meningkatkan character building dengan mengedepankan pada kearifan lokal masyarakat. Sangat diharapkan pemprov dan kabupaten/ kota dapat mendukung kelanjutan program ini mengingat potensi yang dimiliki masyarakat telah dibangun kemandiriannya. Sehingga, mampu merealisasikan visi dan misi yang dimilikinya, baik dalam penyusunan program jangka menengah penanggulangan kemiskinan yang ada di wilayahnya maupun dalam merealisasikan perencanaan yang dimilikinya.

Yang tak kalah pentingnya dalam hal ini adalah membangun kemampuan channeling masyarakat dalam menggali sumber-sumber pendanaan. Sumber pendanaan pembangunan tidak hanya berasal dari pemerintah semata, tetapi juga dapat bersumber dari lembaga-lembaga donor yang memiliki komitmen tinggi dalam penanggulangan kemiskinan. Partisipasi swasta yang ada di wilayahnya maupun dukungan swadaya segenap masyarakat merupakan modal dasar dalam pembangunan di wilayah mereka sendiri.

Meski demikian, pemanfaatan anggaran pemerintah baik pusat, provinsi dan kabupaten memang harus diperjuangkan secara maksimal, karena hal tersebut merupakan hak segenap masyarakat untuk mendapatkannya. Untuk itu diperlukan kemampuan yang tinggi dari pelaku program di tingkat kelurahan, dalam meyakinkan pemerintah bahwa program pembangunan yang dimilikinya bermanfaat bagi masyarakat di wilayahnya, serta secara signifikan mampu mengentaskan masyarakat miskin, bukan program bagi segelintir orang atau orang-orang yang duduk sebagai pengurus atau pengelola program kerja. (I GNP Ariana, Kepala Satker PIP Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali/Tim CB OC-7 Provinsi Bali, PNPM Mandiri Perkotaan; Firstavina)

Catatan: - Penulis adalah PNS di Bappeda Gianyar, alumni MPKB UGM dan Satker PNPM Mandiri Perkotaan Kabupaten Gianyar.- Tulisan ini juga diterbitkan oleh media Suluh Indonesia (kelompok media Bali Post), edisi 25 Maret 2010.

(dibaca 231)

http://www.p2kp.org/wartadetil.asp?mid=3029&catid=2&