Upload
doanhanh
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
NEWSLETTERUSAID Adaptasi Perubahan Iklim dan Ketangguhan (APIK) Regional Maluku Edisi III/ 2017
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUPDAN KEHUTANAN Adaptasi Perubahan Iklim dan Ketangguhan (APIK)
Newsletter ini diproduksi dengan dukungan dari Rakyat Amerika melalui Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID). Konten yang terdapat dalam newsletter ini merupakan sepenuhnya tanggung jawab DAI dan tidak mencerminkan pandangan USAID
atau Pemerintah Amerika Serikat.
2
Newsletter edisi ketiga ini memuat berbagai kegiatan program USAID Adaptasi Pe r u ba h a n I k l i m d a n Keta n g g u h a n (APIK) Regional Maluku dari Juli hingga September 2017. Periode ini sekaligus akhir tahun kedua implementasi program USAID APIK di Indonesia. Tim kami menyongsong implementasi program tahun ketiga di bulan Oktober.
Banyak capaian dan pembelajaran dari implementasi program tahun kedua, mulai dari terbentuknya Forum dan Kelompok Kerja untuk Adaptasi Perubahan Iklim dan Pengurangan Risiko Bencana (API PRB) di Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, dan Kabupaten Kepulauan Aru; hingga di tingkat masyarakat, USAID APIK bekerja di 12 desa/negeri di Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, dan kelompok masyarakat yang mengampu upaya API PRB telah terbentuk dan terus bekerja untuk meningkatkan ketangguhan.
Selain itu, USAID APIK bersama tim fasilitator di tingkat kota/ kabupaten dan negeri juga telah memiliki baseline atau ukuran awal ketangguhan kota/kabupaten dan negeri. Dengan demikian, USAID APIK
PENGANTAR REDAKSI
Pasar ikan di Kota Ambon. Sektor perikanan menjadi salah satu bidang prioritas dalam kajian kerentanan dan risiko iklim yang difasilitasi oleh USAID APIK. © Oscar Siagian/USAID APIK
dan pemerintah setempat memiliki dasar yang kuat dalam menentukan prioritas pendampingan atau intervensi dalam membangun ketangguhan.
Kajian kerentanan iklim di tingkat provinsi, lanskap, dan tingkat negeri juga telah memasuki tahap akhir. Dokumen-dokumen kajian tersebut akan tersedia bagi para pengambil kebijakan sebagai salah satu rujukan dalam perencanaan pembangunan pada bulan November 2017 nanti.
Sebagai apresiasi bagi Pemerintah Provinsi Maluku dan Kabupaten Maluku Tengah yang telah meletakkan kajian kerentanan/ risiko dan perumusan strategi adaptasi sebagai acuan penting dalam rencana pembangunan daerah, dan penyediaan anggaran untuk penyusunan strategi dan aksi adaptasi di Provinsi dan Maluku Tengah, USAID APIK membantu penyusunan dokumen-dokumen kajian serta menyusun Peta Jalan (Roadmap) M i t i ga s i - A d a p ta s i Pe r u ba h a n I k l i m (Roadmap MAPI) dan Rencana Aksi Daerah Adaptasi Perubahan Iklim (RAD API) tingkat Provinsi dan Kabupaten Maluku Tengah. USAID APIK akan fokus pada finalisasi
dokumen tersebut selama Oktober hingga Desember 2017. Peta jalan dan rencana aksi daerah akan menjadi dasar penting dan acuan untuk aksi peningkatan ketangguhan masyarakat.
Sampai Jumpa, Isra Amin Ali!I s r a m e m u t u s k a n u n tu k s e ko l a h l a g i mengambil jenjang p e n d i d i k a n y a n g lebih tinggi, sehingga tugas beliau sebagai
Koordinator Lapangan untuk program USAID APIK selesai efektif pada akhir Agustus 2017. Sangat banyak kontribusi yang telah Isra berikan dalam memfasilitasi masyarakat membangun ketangguhan bersama tim USAID APIK Regional Maluku. Selamat menempa ilmu, semoga sukses dan sampai jumpa!
D www.apikindonesia.or.id
f USAID APIK–Adaptasi Perubahan Iklim dan Ketangguhan
t @USAID_APIK
i @USAID_APIK
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
0
1.46 0.80 2.07 0.57 1.75 0.00 1.00 2.11 0.73 0.75
2.69 2.33 2.36 2.86 3.17 2.45 2.21 1.89 1.20 1.75
2.77 1.13 1.93 2.93 2.33 2.09 1.85 2.33 1.27 2.00
LM1 LM2 LM3 LM4 LM5 LM6 LM7 LM8 LM9 LM10
Kepulauan Aru
Kota Ambon
Maluku Tengah
Adan
ya o
rgan
isas
i un
tuk
keta
nggu
han
terh
adap
ben
cana
Mem
perk
uat k
apas
itas
keua
ngan
unt
uk
mew
ujud
kan
keta
nggu
han
Men
gupa
yaan
pe
mba
ngun
an d
anra
ncan
gan
kota
ya
ng ta
nggu
h
Mel
indu
nggi
pen
yang
ga
alam
i unt
uk m
enin
gkat
an
fung
si p
erlin
dung
an
oleh
eko
sist
em
Mem
perk
uat k
apas
itas
kele
mba
ggan
unt
uk
keta
nggu
han
Mem
aham
i dan
mem
perk
uat
kem
ampu
an m
asya
raka
t un
tuk
mew
ujud
kan
keta
nggu
han
Men
ingk
atka
n ke
tang
guha
nin
frast
rukt
ur
Mem
astik
an k
esia
psia
gaan
da
n ta
ngga
p be
ncan
a ya
ng e
fekt
if
Mem
perc
epat
pem
ulih
an
dan
mem
bang
un k
emba
lide
ngan
bai
k
Men
gide
ntifi
kasi
, mem
aham
i da
n m
engg
unak
an sk
enar
io
risik
o sa
at in
i dan
mas
a m
enda
tang
Nilai Langkah Mendasar Membangun Ketangguhan
3
Melalui Surat Keputusan Walikota Ambon No. 902/2016, Forum Adaptasi Perubahan Iklim dan Pengurangan Risiko Bencana (API PRB) Kota Ambon secara resmi dibentuk dan diakui. Sejak dilantik pada Desember 2016, berbagai pertemuan dilakukan untuk merumuskan rencana kerja tahun 2017. Berlokasi di Kantor Walikota pada 25 Agustus 2017, anggota forum bertemu kembali untuk mengevaluasi kerja juga tugas advokasi yang harus dilakukan serta peran ke depan dalam upaya peningkatan ketangguhan.
Setiap bagian bidang forum menyampaikan perkembangan. Bidang partisipasi dan kemitraan misalnya, Desi Pattinaya salah satu anggota menyampaikan kelompok kerja di tingkat masyarakat (pokmas) telah dibentuk di Negeri Leahari, Passo, Soya, dan Hative Besar yang memiliki peran serupa dengan Forum API PRB Kota Ambon untuk mengadvokasi isu–isu API PRB kepada masyarakat negeri, termasuk melakukan aksi adaptasi perubahan iklim di tingkat negeri.
Herlina yang juga merupakan staf Badan Meteorologi, Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mewakili bidang data dan sistem informasi menyampaikan upaya penyebaran informasi cuaca telah berjalan dengan baik melalui aplikasi Whatsapp. B M KG d a n B a d a n Pe n a n g g u l a n ga n B e n ca n a D a e ra h s e d a n g m e n j a j a k i kerja sama dengan Dinas Informasi dan
Komunikasi agar informasi mengenai cuaca dan ikl im dapat ditampilkan di videotron.
Anggota forum juga menyampaikan tantangan yang mereka hadapi dalam membagi waktu antara tugas utama di masing-masing instansi serta tanggung jawab untuk mengawal isu API PRB. Namun di tengah tantangan tersebut, mereka tetap melakukan tugasnya untuk menyisipkan agenda API PRB. Seperti yang di lakukan oleh Eva Tuhumur y yang sehari-hari bekerja sebagai Kepala Bidang Penanggulangan Kebencanaan di BPBD Kota Ambon, di mana dalam setiap kesempatan ia berbagi informasi mengenai Forum API PRB dan isu API PRB sekaligus memasukkannya dalam perencanaan kerja di lembaga. Hal itu tentu saja tidak cukup karena tidak dapat dipungkiri bahwa belum semua isu API PRB dimuat dalam perencanaan kerja Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sehingga upaya untuk penguatan kapasitas serta langkah-langkah peluang integrasi API PRB harus tetap dilaksanakan.
Selain itu masalah dokumentasi juga menjadi tantangan tersendiri bagi forum dalam bekerja dan bertugas. Meski masing-masing bidang telah bekerja sesuai program, sayangnya upaya ini tidak terdokumentasi dengan baik. Hal ini menjadi evaluasi forum untuk dapat menyusun dan berbagi laporan bulanan
“ Bapak dan ibu memang anggota Forum Adaptasi
Perubahan Iklim dan Pengurangan Risiko Bencana (API PRB) namun sekaligus
juga mewakili instansi masing-masing serta secara personal bertanggung jawab
untuk menginformasikan serta mengadvokasikan hal- hal terkait API PRB kepada
pemerintah dan masyarakat, termasuk untuk anak – anak sekolah lewat pendidikan.
”Justus Pattipawae, Wakil Ketua Forum API PRB
Kota Ambon
Para Pengawal Upaya Peningkatan Ketangguhan Masyarakat Oleh: Justus Pattipawae, Wakil Ketua Forum API PRB Kota Ambon
untuk mengukur keberhasilan kerja dengan mendokumentasikan upaya yang telah dilakukan.
Sementara untuk Forum Pengurangan Risiko Bencana Provinsi Maluku, Ketua Forum, Banjar mengingatkan peran dan kerja keras perlu ditingkatkan karena bencana hidrometeorologis terus terjadi. Program kerja yang jelas dan pemahaman akan apa yang harus dikerjakan oleh masing-masing anggota menjadi penting untuk memastikan forum dapat bekerja dengan efektif.
Sebagai tindak lanjut, anggota Forum API PRB Provinsi Maluku sepakat duduk bersama dan merumuskan program kerja agar prioritas kegiatan lebih terfokus dengan pembagian tugas yang jelas dan realistis, serta mendorong pemberdayaan masyarakat. Selain itu, upaya untuk menjangkau dunia pendidikan juga akan ditempuh agar kelompok anak-anak juga terlatih untuk menjadi siap siaga.
4
Sebagian besar wilayah Maluku merupakan pesisir pantai dan pulau-pulau kecil. Hal ini harus diperhatikan dalam kerangka penanganan r is iko bencana karena kondisi tersebut membuat Maluku semakin rentan terhadap bencana terkait iklim. Dari kajian risiko yang telah dilakukan, teridentifikasi bahwa kawasan di Maluku sangat rentan terhadap longsor, banjir, kenaikan air laut, badai, gelombang tinggi, abrasi pantai, dan kekeringan. Perubahan iklim juga memberikan tekanan pada infrastruktur fisik seperti transportasi, sistem penyediaan air bersih, penyediaan energi dan sektor pembangunan lainnya s e p e r t i p e r t a n i a n , p e r i k a n a n d a n pariwisata. Dampak perubahan iklim bisa jadi lebih parah mengingat masih minimnya infrastruktur dan akses terhadap pelayanan, penerapan rencana tata ruang yang tidak memperhatikan aspek mitigasi bencana, serta manajemen lahan yang lemah sehingga sering terjadi alih fungsi lahan. Selain itu kurangnya kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana dan situasi darurat menjadi salah satu faktor rentannya wilayah Maluku dalam menghadapi ancaman perubahan iklim. Ini merupakan tantangan pembangunan Maluku di masa yang akan datang. Disinyalir, perubahan iklim juga menjadi salah satu penyebab gagal panen di sektor perkebunan dengan mulai merebaknya hama penggerek batang yang mengancam produktivitas hasil perkebunan cengkeh dan pala, komoditas yang menjadi ciri khas dan karakter Maluku.
Kondisi di atas menyadarkan kita semua bahwa pengetahuan yang memadai tentang risiko bencana adalah sebuah keharusan yang tidak dapat ditunda lagi. Salah satu langkah penting adalah membangun kesiapan sebelum bencana terjadi (pra-bencana) yakni dengan membuat kajian risiko bencana yang akan memuat informasi penting terkait karakteristik sebuah wilayah, jenis-jenis bencana yang mengancam, wilayah yang terpapar, serta hal lainnya terkait pengurangan risiko bencana untuk masyarakat sekitar.
Tim USAID APIK regional Maluku bersama dengan Kelompok Kerja Masyarakat (Pokmas) di 12 negeri dampingan yakni Pokmas Negeri Soya, Leahari, Passo, Hative
Besar, Allang, Negeri Lima, dan Morella di Pulau Ambon dan Pokmas Negeri Haruku, Wassu, Ihamahu, Sirisori Islam, dan Ameth di Pulau-Pulau Lease telah melakukan rangkaian kegiatan Kajian Risiko Bencana Partisipatif Terintegrasi Iklim sejak Juli hingga September 2017.
Kaj ian di laksanakan langsung oleh Pokmas di masing-masing negeri dengan menggunakan beberapa alat kajian, seperti peta sumber daya dan ancaman bencana, peta transek, sejarah desa dan kebencanaan, kalender musim, analisis perubahan dan kecenderungan, dan aktivitas harian masyarakat. Dari kajian tersebut diketahui beberapa jenis ancaman bencana dan kerusakan lingkungan yang
Manggurebe Membangun Negeri melalui Kajian Risiko Bencana Partisipatif Oleh: Ahmad Sahubawa, Usman Laputi, Nurhanna
Upaya di bidang pendidikan telah dimulai melalui kegiatan Gubernur Mengajar dan Kompetisi Majalah Dinding untuk seluruh Sekolah Menengah Atas di Kota Ambon. Kegiatan tersebut menjadi pintu masuk upaya membangun ketangguhan di dunia pendidikan dengan harapan muatan API PRB dapat menjadi salah satu materi pembelajaran di sekolah.
Pelakasana Tugas Sekretaris Daerah Maluku Tengah, Dr. Rakib Sahubawa sekaligus Ketua Kelompok Kerja API PRB
Maluku Tengah menyatakan harapannya dalam diskusi rapat kerja. Ia berharap proses diskusi menghasilkan ide atau gagasan kegiatan yang dapat termuat di rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Maluku Tengah. Beberapa sektor strategis yang perlu diperhatikan antara lain risiko bencana dan iklim seperti banjir, longsor, abrasi, puting beliung, serta berbagai Peraturan Daerah/ Bupati terkait kawasan sumber air, serta pemberdayaan dan perlindungan nelayan.
Membangun ketangguhan baik di tingkat masyarakat hingga di kota/ kabupaten dan provinsi merupakan tugas bersama. Keterlibatan dan komitmen para pihak dalam Forum dan Pokja API PRB sangat strategis dalam mengarusutamakan ketangguhan bencana dan iklim ked ala instansi pemerintah. Mereka adalah para pengawal upaya membangun ketangguhan dan mendorong upaya adaptasi perubahan iklim di Maluku.
5
berpotensi terjadi adalah banjir, gempa bumi, tsunami, pencemaran lingkungan/ sampah, banjir rob, longsor, abrasi, kebakaran hutan/ lahan perkebunan, kekeringan dan kelangkaan air bersih. Jenis - jenis ancaman bencana yang teridentifikasi di 12 Negeri baik di Pulau Ambon maupun di Pulau-pulau Lease didominasi oleh ancaman bencana hidrometerologi yang secara langsung dipengaruhi oleh faktor perubahan iklim.
Setelah jenis-jenis ancaman bencana yang berpotensi terjadi di dua belas negeri tersebut terpetakan, Pokmas sebagai pelaksana kajian juga mengkaji kerentanan dengan mengidentifikasi
lokasi yang rawan bencana, siapa saja yang paling rentan ketika bencana terjadi diihat dari status sosial-ekonomi, gender, umur, dan lain-lain. Selain itu, kerentanan fisik serta sumber daya alam lainnya yang rentan terkena dampak bencana seperti keragaman hayati, dan lingkungan hidup juga diidentifikasi. Dilanjutkan dengan mengkaji kapasitas masyarakat terhadap antisipasi bencana yang mungkin datang. Proses kajian ini dilakukan untuk memetakan kekuatan dan sumber daya yang dimiliki oleh perorangan, rumah tangga, dan komunitas, yang membuat mereka mampu mencegah, mengurangi, siap siaga, menanggapi dengan cepat atau segera pulih dari bencana.
D ra f t h a s i l k a j i a n r i s i k o b e n c a n a selanjutnya didiskusikan dalam sebuah lokakarya dan disosialisasikan di masing-masing negeri agar masyarakat mengetahui hasil sementara kajian. Kegiatan ini juga menjadi peluang untuk mendapatkan saran dan masukan dari masyarakat dalam memperkaya hasil kajian. Perwakilan dari masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, perempuan, pemuda; sedangkan dari unsur pemerintah diwakili oleh Raja dan staf pemerintahan negeri terlibat dalam kegiatan ini.
Rangkaian kegiatan selanjutnya adalah mengomunikasikan hasil kajian dengan p i h a k- p i h a k ya n g b e r ko m p et e n d i bidangnya seperti Badan Pengelolaan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Maluku Tengah, BPBD Kota Ambon, BPBD Provinsi Maluku dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Kairatu, Stasiun Amahai serta BMKG Pattimura. Dengan mendiseminasikan hasil kajian pada lembaga tersebut, diharapkan data kajian yang didapat oleh masyarakat bisa terkonfirmasi sehingga lebih akurat dan kredibel. Selain itu, diharapkan hubungan antara Pokmas sebagai agen perubahan dengan pemerintah dapat terjalin erat dan sinergi yang berkelanjutan untuk set iap kegiatan peningkatan ketangguhan dapat terbangun.
1 2 3 4
Menyepakati konsep pelaksanaan dan
persiapan yang dibutuhkan (waktu, metode, dan teknik
pelaksanaan)
Melaksanakan kajian risiko secara partisipatif melalui
metode wawancara, diskusi kelompok terarah,
observasi, dan survei lapangan
Sosialisasi dan lokakarya hasil kajian kepada berbagai pemangku kepentingan seperti
pemerintah daerah dan masyarakat
Penyusunan dan finalisasi dokumen
kajian
Tahapan Kajian Kerentanan Risiko Bencana Partisipatif
6
Maluku dikenal dengan sebutan negeri Seribu Pulau dengan ragam sosial budaya dan kandungan sumber daya alam yang berlimpah. Itulah sebabnya di masa lampau, wilayah Kepulauan Maluku dilirik oleh berbagai negara asing. Kala itu, Maluku memiliki peran yang sangat strategis sebagai mata rantai perdagangan dunia dengan rempah-rempah yaitu cengkeh dan pala menjadi komoditas utama yang turut mewarnai sejarah dunia. Banyak literatur sejarah menyebutkan dari abad ke-7 pelaut China Dinasti Tang kerap berlayar ke Maluku mencari rempah-rempah. Begitu juga di abad ke-9 pedagang Arab menemukan Maluku setelah terombang-ambing mengarungi Samudera Hindia. Abad ke-14 merupakan era perdagangan rempah-rempah di Maluku. Berbagai negara seperti Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris berlomba-lomba merebut dan menguasai wilayah ini. Negeri sering disebut sebagai negeri yang dijanjikan ini
Cengkeh, Pala dan Perubahan Iklim di MalukuOleh: Maun Kusnandar disusun berdasarkan wawancara dengan Professor Max Pattinama dan Kewang Negeri Haruku, Elizza Kissya
mengundang banyak penggemar kekayaan berbondong-bondong menyerbu karena hasil alamnya yang berlimpah. Orang Belanda menyebutnya sebagai the three golden from the east, atau tiga emas dari timur. Tiga emas yang dimaksud adalah Ternate, Banda dan Ambon. Tome Pirez, penulis dan tabib berkebangsaan Portugis, dalam bukunya Summa Oriental memberi gambaran tentang tiga daerah yang disebut The Spices Island atau Pulau Rempah-rempah.
K e d a t a n g a n p e d a g a n g A ra b , C i n a d a n E r o p a p a d a m a s a i t u u n t u k memperdagangkan komoditas cengkeh (Eugenia aromatica O.K., Myrtaceae) dan pala (Myrist ica fragrans Houtt , Myristicaceae). Kedua komoditas tersebut mempunyai nilai ekonomi dan estetika yang tinggi layaknya emas dan minyak bumi pada masa sekarang. Karena ramainya pendatang dari luar, terjadi
interaksi budaya. Pergaulan dengan masyarakat nusantara lainnya seperti dari Kesultanan Buton, Bone, Melayu dan Jawa mulai terjalin. Pada periode itu pula ilmu pengetahaun mulai berkembang dengan berbagai penelitian yang dilakukan baik oleh bangsa Arab, Cina maupun Eropa. Salah satunya yang spektakuler di sekitar 1640-an tercatat Georgius Everhardus Rumphius, seorang imigran Jerman di Negeri Belanda yang pernah hidup dan meneliti kekayaan biodiversitas tanaman di kepulauan Maluku. Ia menulis buku yang sangat terkenal berjudul ”Het Amboinsche Kruid-book”. Dari tulisannya itulah, dunia i lmu pengetahuan tumbuhan mulai dikenal, sekaligus menambah referensi botani yang sangat dibutuhkan dunia pada masa itu hingga sekarang ini.
Itulah sepenggal sejarah indah dan eloknya Kepulauan Maluku beserta dengan kisah romantis penuh pesona
Seorang ibu sedang mengangkat cengkeh yang kering setelah dijemur di atas terpal di halaman rumahnya. ©Oscar Siagian/ USAID APIK
7
tentang rempah-rempah. Namun saat ini , yang tersisa t inggal kesedihan. Cengkeh dan pala dengan beragam jenis yang khas dan kualitas yang kompetitif untuk diperdagangkan tidak lagi berjaya sebagai komoditas utama perdagangan dunia. Anomali iklim yang terjadi saat ini berdampak terhadap perkebunan di Maluku. Dengan meningkatnya curah hujan dalam kurun waktu 30 tahun terakhir dari 1987 hingga 2016, serta berubahannya variabel iklim yang lain seperti suhu dan kelembaban nisbih udara berpengaruh terhadap produksi tanaman cengkeh dan pala.
Sebagai contoh, hama penggerek batang (Nothopeus sp.), penggerek batang pala (Bactocera sp) dan penyakit busuk buah kering (Stigmina myristicae) mulai muncul (Pattinama, 2017). Selain itu, sistem dusung (agroforestry) dengan teknik budidaya yang belum intensif mengakibatkan rendahnya produktivitas. Perubahan iklim juga mempengaruhi sistem pengelolaan produk perkebunan pasca panen khususnya dalam sistem pengeringan. Hampir setiap tahun masyarakat Maluku dihadapkan pada ketidakpastian cuaca. Dahulu dengan pengetahuan lokal masyarakat yang biasa disebut Nanaku, dapat menentukan datangnya musim kemarau dan musim penghujan. Saat ini pengetahuan dan kearifan lokal tersebut sudah tidak lagi dapat diandalkan sepenuhnya. Situasi ini menyulitkan masyarakat Maluku, khususnya mereka yang bekerja dan hidup dari tanaman cengkeh dan pala.
Kini, the three golden from the east tidak lagi memantulkan sinar keemasan karena dilanda anomali iklim.
Selain memiliki nilai ekonomi yang tinggi dibanding tanaman lainnya, cengkeh dan pala juga menjadi identitas Maluku. Bagi masyarakat Maluku, cengkeh dan pala adalah jati diri mereka. Cengkeh dan pala adalah reperesentatif lelaki dan perempuan (Pattinama 2017) dan menjadi simbol kerja sama orang Maluku atau dalam bahasa lokal basudara orang Maluku. Mereka merasa lebih malu jika tidak mempunyai tanaman cengkeh dan pala dibandingkan jika tidak memiliki mobil, motor, ataupun bentuk harta benda lainnya. Bagi mereka, cengkeh adalah aset dan tabungan untuk kehidupan jangka panjang dan pala adalah sumber aset ekonomi penunjang kebutuhan sehari-hari.
Cengkeh akan berbuah dan panen dengan perbandingan 1:2. Artinya jika satu musim telah panen, maka tahun berikutnya tidak berbuah dengan baik dan setahun kemudian buahnya hanya sedikit. Barulah pada tahun berikutnya, masyarakat akan kembali memanen hasil yang melimpah. Ketika cengkeh tidak berbuah, masyarakat beralih ke tanaman pala yang tidak mengenal musim panen. Cengkeh dan pala bukanlah sekedar komoditas tetapi juga menjadi tradisi masyarakat, harapan menuju kesejahteraan. Cengkeh dan pala bisa menjadi kekuatan ekonomi, politik dan tradisi rakyat. Cengkeh dan pala adalah lokomotif komoditas Maluku
serta berperan sebagai basis ekonomi rakyat “tata niaga rumah tangga”. Hal ini tercermin dari hasil panennya yang digunakan untuk membiayai kebutuhan primer dan sekunder rumah tangga seperti membangun rumah, menyekolahkan anak, biaya pernikahan, kegiatan keagamaan serta biaya perayaan hari besar.
Petani sekaligus pemangku adat kewang dari Negeri Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Eliza Kissya, bercerita bahwa pada tahun 1990 harga cengkeh di Maluku anjlok hingga 2.000 Rupiah per kilogram. Eliza Kissya sebagai orang tua beserta masyarakat lain akhirnya tidak mampu membiayai sekolah anak-anaknya karena hasil cengkeh merugi. Banyak buah cengkeh dibiarkan di pohon dan tidak dipanen. Masyarakat memilih tidak melakukan aktifitas yang membutuhkan dana besar, dan hidup lebih sederhana dan irit. Kekhawatiran akan terulangnya kejadian itu diungkapan Elizza Kissya melihat kondisi iklim saat ini yang tidak menentu dan mempengaruhi produktivitas cengkeh dan pala.
Perubahan iklim secara perlahan telah mengancam tata niaga rumah tangga m a s y a ra k a t d a n b a h k a n m u n g k i n menggeser identitas orang Maluku. Saat ini petani khususnya di Pulau Haruku sedang mengembangkan varietas lokal tanaman cengkeh (raja, tae) dan pala (utan), dan memiliki potensi produksi yang relatif tinggi. Namun sayangnya masih terkendala dengan minimnya permintaan pasar.
Sesungguhnya kesejahteraan petani cengkeh dan pala dapat ditingkatkan dengan melakukan diversifikasi atau mengolah cengkeh dan pala. Kesadaran dan keinginan masyarakat untuk hal ini belum muncul. Di situlah pemerintah harusnya hadir untuk memotivasi para petani dan mengubah pola pikir mereka. Fasilitasi dan dampingan juga dibutuhkan, terlebih di bidang membentuk dan mencarikan pasar untuk produk olahan petani. USAID APIK akan terus bekerja meningkatkan ketangguhan masyarakat agar mereka mampu beradaptasi di tengah kondisi cuaca dan iklim yang tidak menentu. Karena pada akhirnya, cengkeh dan pala adalah identitas dan tanaman khas serta kebanggaan Maluku.Para penduduk Haruku sedang menuangkan hasil panen cengkeh ke dalam
karung untuk kemudian dikeringkan. ©Oscar Siagian/ USAID APIK
8
Itulah sepenggal l irik “Amang” yang diciptakan oleh Frans Korisen di tahun 2000. Franas adalah seorang putra Desa Kabalsiang yang prihatin dengan keberadaan Pulau Mami (Kul Mamoi), yang dari tahun ke tahun semakin menyusut. Dulu panjangnya mencapai hampir 2 kilometer namun sekarang hanya tersisa sekitar 400 meter. Mungkin sebentar lagi akan tenggelam dan tak terlihat lagi. Sebuah pulau yang memiliki nilai sejarah penting bagi masyarakat
di sekitar pulau itu. Selain keindahan yang mungkin akan sirna ditelan waktu karena abrasi, Pulau Mami memiliki nilai sejarah penting bagi masyarakat di sekitar pulau. Abrasi pantai di Pulau Mami sudah berlangsung lama. Pada tahun 1980-an, pulau ini merupakan tempat bertelurnya penyu hijau (Chelinus mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys i m b r i c a t a ) . J a n g a n k a n bertelur, saat ini penyu saja sulit dijumpai di sekitar pulau karena pendangkalan.
Dalam Bahasa Batuley, nama asli Pulau Mami adalah Kul Mamoi yang artinya bayangan pasir. Nama ini diberikan karena di balik pulau berpasir ini, para penduduk setempat biasanya berteduh dengan perahu-perahu mereka ketika angin timur sedang kencang-kencangnya bertiup. Pulau Mami terletak di antara Desa Kabalsiang dan Desa Kompane, Kecamatan Aru Utara Timur Batuley. Dari hasil wawancara dengan Simon Djoler pada tahun 2010
Pulau Mami (sebelah kiri) dan Pulau Rewang (sebelah kanan)
Pulau ini memiliki sejarah penting bagi desa-desa sekitar, pada masa lalu ketika terjadi peperangan antara orang Urlima di wilayah Batuley dan orang Ursia di wilayah Kola untuk merebut Desa Kompane sebagai bagian dari wilayah kekuasaan salah satu kelompok budaya di Kabupaten Kepulauan Aru
A p a y a n g t e r j a d i P u l a u M a m i m e n g g a m b a r k a n b a h w a a n c a m a n perubahan iklim bukanlah suatu bualan kosong semata tetapi merupakan ancaman nyata terhadap eksistensi pulau-pulau di Kabupaten Kepulauan Aru.
Kondisi Kepulauan AruKepulauan Aru memiliki luas wilayah daratan ± 6.426,77 km 2, atau hanya 11,63% dari total luas wilayah kabupaten. Luas daratan yang relatif kecil ini terbagi menjadi 547 buah pulau dan hanya 89 pulau yang berpenghuni. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia No. 41 tahun 2000, semua pulau di Kabupaten Kepulauan Aru termasuk pulau kecil karena berukuran kurang dari 10.000 km2. Hanya lima pulau yang relatif agak besar yaitu Pulau Wokam, Kobror, Maekor, Tarangan dan Pulau Kola.
Dampak Perubahan Iklim terhadap Pulau-pulau Kecil di Kabupaten Kepulauan AruOleh: Sonny Djonler, Ketua Tim Fasilitator Penilaian Ketangguhan Kabupaten Kepulauan Aru
Amang e ma korjaman, ra job-job I one
Gwari nen amurog, amurog e ula?
Amang e muja_tonger, nen amurog eg ula?
Ang komo korag moni, amang e ma korjaman
Kurengar amang aja, kul_mamoi nen amurog
Ra gwalei nal simerfin, mimai o mimai tei_fei ra on
Ayahku, aku mau bertanya satu cerita serius
Pulau itu menyusut, kenapa dia menyusut?
Ayahku tolong luruskan ceritanya, kenapa dia menyusut?
Saya tidak tahu apa-apa, oh Ayah saya mau bertanya
Saya dengar Ayah bilang, Pulau Mami menyusut
Ceritanya terkait Desa Kabalsiang, mari kita luruskan cerita ini
9
Sementara menurut UU No. 27 Tahun 2007 yang dikategorikan sebagai pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2000 km2 beserta kesatuan ekosistemnya. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar, ditetapkan 8 (delapan) pulau kecil terluar di Kabupaten Kepulauan Aru yaitu Pulau Ararkula, Karawira, Panambulai, Kultubai Utara, Kultubai Selatan, Karang, Enu dan Pulau Batu Goyang. Sebagian dari beberapa pulau terluar tersebut langsung berbatasan dengan Australia dan Papua Nugini.
Ancaman terhadap Eksistensi Pulau-pulau kecil di Kepulauan Aru akibat Perubahan IklimPulau-pulau berukuran kecil dan sangat rentan terhadap perubahan iklim seperti Pulau Mami dan pulau-pulau kecil (islet) lainnya terpapar dengan gelombang-gelombang laut yang tinggi. Tidak hanya risiko bencana abrasi yang merusak
Di Kabupaten Kepulauan Aru, berbagai dampak perubahan iklim sudah terasa mulai dari gelombang ekstrem, angin kencang, abrasi pantai, cuaca buruk, banjir rob, dan kekeringan. Semua hal tersebut bukan untuk ditakuti tetapi justru harus menjadi pendorong bagi masyarakat agar siap siaga menghadapi bencana dan beradaptasi.
Untuk mendorong aksi-aksi peningkatan ketangguhan, diperlukan sebuah wadah
infrastruktur fisik-seperti yang terjadi di Desa Durjela seperti yang dimuat dalam newsletter APIK edisi sebelumnya-proses perubahan ekologi di wilayah pesisir juga menjadi ancaman terhadap kedaulatan negara karena hilangnya satu pulau kecil berarti mengurangi luas wilayah negara secara signifikan.
Apa yang terjadi pada Pulau Mami menunjukan bahwa perubahan iklim tidak hanya mengancam masyarakat tetapi juga mempengaruhi semua sendi-sendi kehidupan masyarakat di pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir. Pulau-pulau kecil selain sebagai penopang ekologi di sekitarnya juga menjadi patokan-patokan wilayah (bearing point) dalam penentuan batas-batas wilayah laut. Hilangnya satu pulau kecil sangat berdampak pada masyarakat di sekitarnya.
Di pulau-pulau kecil ini banyak tersimpan cerita-cerita tua tentang perjalanan
masyarakt Aru dengan kaleimona (perahu). Misalnya kisah perjalanan orang Aru dari Pulau Eno dan Karang ketika kedua pulau itu terpisah karena naiknya permukaan air laut (cerita Eno Karan Dabasai). Perubahan iklim juga mengancam kebudayaan, s e j a ra h , e ko l o g i d a n a s p e k- a s p e k kehidupan lainnya.
Solusi dari perubahan iklim ini adalah k e b i j a k a n d a n p r o g r a m - p r o g r a m pembangunan yang responsif mengatasi dampak perubahan iklim terutama di pulau-pulau kecil di Maluku. Upaya adaptasi harus dilakukan agar keindahan pulau dan cerita sejarah budaya yang ada bisa tetap dilestarikan dan dinikmati oleh anak cucu di masa depan. Jangan sampai yang tersisa hanya nyanyian seperti “Amang” yang akan menjadi t i d a k b e r m a k n a ba g i m e re ka ya n g mendengarnya karena tidak merasakan dan mengerti apa yang sudah berubah.
Tekad Forum Adaptasi Perubahan Iklim dan Pengurangan Risiko Bencana di Bumi JargariaOleh: Janny Hattu
koordinasi dan komunikasi. Dibentuklah Forum Adaptasi Perubahan Iklim dan Pe n g u ra n ga n R i s i ko B e n ca n a ya n g anggotanya terdiri dari berbagai pihak. Forum ini berperan dalam advokasi p e n g a r u s u t a m a a n p e n i n g k a t a n k e t a n g g u h a n d a l a m m e n g h a d a p i risiko bencana dan iklim. Dukungan pemerintah melalui pengakuan legal forum ini semakin membuktikan adanya komitmen pemerintah sekaligus menjadi penyemangat bagi forum untuk bekerja.
Forum API PRB Kabupaten Kepulauan Aru dibentuk dari , oleh, dan untuk m a s ya ra k a t K a b u pa t e n K e p u l a u a n Aru untuk meningkatkan ketangguhan masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil di Kabupaten Kepulauan Aru. USAID APIK akan terus bekerja bersama dan memperkuat kapasitas forum, serta mengkatal is is transformasi menuju masyarakat yang lebih sejahtera dan tangguh dalam menghadapi perubahan iklim.
3 Februari 2017Sosialisasi Pembentukan Forum Adaptasi Perubahan Iklim dan Pengurangan Risiko Bencana
11 Juli 2017Rapat Kerja Forum menentukan visi misi, menyusun agenda kerja dan kegiatan
15 Juni 2017Bupati Kabupaten Kepulauan Aru mengeluarkan Surat Keputusan 360/170 mengenai Forum API PRB
10
Forum Adaptasi Perubahan Iklim dan Pengurangan Risiko Bencana Kabupaten Kepulauan Aru
Sosialisasi Mengenai Risiko Bencana dan Iklim Kepada Para
Pemangku Kepentingan
AGENDA KEGIATAN
Menguatkan Kapasitas dan Kelembagaan Masyarakat terhadap Risiko Bencana dan Dampak Perubahan Iklim
Meningkatkan Komunikasi dan Koordinasi antar Para Pemangku Kepentingan dalam Mewujudkan Ketangguhan Masyarakat terhadap Risiko Bencana dan Dampak Perubahan Iklim
Merumuskan Kebijakan di Bidang Kebencanaan terkait Risiko Bencana dan Dampak Perubahan Iklim.
Terwujudnya Masyarakat
Kabupaten Kepulauan Aru yang Tangguh terhadap Dampak Perubahan Iklim
VISI MISIKETUALusy Haumahu, S.P, M.Si
Kepala Bidang Sosial dan Budaya Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan(Bapelitbang)
Advokasidan Kebijakan
Data Komunikasidan Informasi
Penelitiandan Pengembangan
Kapasitas
Struktur Kepengurusan Forum:
√
√
√
Pembentukan dan Penguatan Kelompok Masyarakat
Menganalisis API PRB dari berbagai sudut pandang pemangku kepentingan dan multi sektor untuk menyusun
rekomendasi dalam perumusan kebijakanKampanyeAPI PRB
Simulasikecelakaan laut
Sosialiasi Penanggulangan Bencana
Fasilitasi Pelatihan Pemetaan
11
Dari hasil penilaian sementara 71 indikator, terlihat bahwa bidang prioritas penguatan kebijakan dan kelembagaan memperoleh indeks prioritas tertinggi dengan nilai 0,64. Sementara karena Kabupaten Kepulauan Aru belum memiliki peta bahaya, kerentanan, kapasitas dan kajian-kajian serta rencana penanggulangan bencana daerah, untuk pengkajian risiko dan perencanaan terpadu mendapatkan nilai paling rendah yaitu 0,2. Dari 7 bidang prioritas ini diperoleh indeks kapasitas daerah sebesar 0,36 dan termasuk dalam kategori rendah. Angka ini dapat berubah bergantung pada ada atau tidaknya bukti verifikasi yang tersedia.
Berdasarkan hasil penilaian 10 langkah mendasar (LM), Kabupaten Kepulauan Aru memperoleh nilai 1,11. Nilai tertinggi pada LM 8 tentang meningkatnya ketangguhan infrastruktur untuk rumah sakit dan sekolah yang berada pada wilayah aman. Nilai terendah pada LM 6 yang disebabkan karena tidak tersedianya data untuk diverifikasi dan ketidakhadiran perwakilan BPBD pada lokakarya penilaian ketangguhan kedua. Dari hasil sementara penilaian ketangguhan Kabupaten Kepulauan Aru, masih banyak hal yang harus dibenahi.
Inilah Skor Ketangguhan Kabupaten Kepulauan Aru Oleh: Janny Hattu
Bencana yang terjadi meninggalkan bekas – bekas kerugian dan trauma yang berkepanjangan. Kota yang tangguh t e r h a d a p b e n c a n a a d a l a h i m p i a n semua pemerintah daerah dan tentunya masyarakat. Kota tangguh dapat terwujud tidak hanya karena perencanaan dan pembangunan yang baik tapi juga harus ada kerja sama dan komunikasi antar para pemangku kepentingan. Sayangnya yang terjadi di hampir sebagian besar daerah adalah terkadang masing–masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD) bekerja hanya sesuai dengan Tugas, Pokok, dan Fungsinya (tupoksi) saja tanpa melihat sinergi program maupun kegiatan dengan OPD maupun mitra lainnya.
Itu pula yang dirasakan oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Aru saat melakukan penilaian ketangguhan. Dalam sambutan B u p a t i K a b u p a t e n K e p u l a u a n A r u yang dibacakan oleh Asisten I Bidang Pemerintahan, Drs. J. Notanubun, beliau mengatakan bahwa penilaian ketangguhan akan sangat membantu pemerintah daerah dalam meningkatkan ketangguhan terhadap dampak buruk perubahan iklim. Program ini merupakan program antisipasi yang dikembangkan agar daerah menjadi
“ Bencana yang terjadi selalu meninggalkan bekas-bekas
kerugian, kita harus waspada dan tidak menganggap
sepele lingkungan di mana kita tinggal.
”Dr. Johan Gonga, Bupati Kepulauan Aru
Hasil Penilaian Sementara 71 Indikator
mampu dan lebih tangguh menghadapi dampak perubahan iklim yang sedang dan mungkin terjadi. Pemerintah daerah sangat mengapresiasi kegiatan yang dilakukan oleh USAID APIK.
Peni laian Ketangguhan ini dihadir i perwakilan OPD yang ada pada lingkup pemerintah daerah, Lembaga Swadaya M a s y a r a k a t ( L S M ) , B a n k M a l u k u , Pertamina cabang Dobo serta organisasi – organisasi keagamaan.
PenguatanKebijakan danKelembagaan
Pengkajian Risikodan Perencanaan
Terpadu
PengembanganSistem
Informasi, Diklatdan Logistik
PenangananTematik KawasanRawan Bencana
PeningkatanEfektivitas
Pencegahan danMitigasi Bencana
PenguatanKesiapsiagaan dan
PenangananDarurat Bencana
PengembanganSistem Pemulihan
Bencana
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
1.00
12
Memanfaatkan Wahana Tanpa Awak untuk Memetakan Kawasan Bencana di Maluku TengahOleh: Imam Munandar
Beberapa hal yang direkomendasikan u n t u k m e n i n g k a t k a n keta n g g u h a n Kabupaten Kepulauan Aru antara lain disusunnya Peraturan Daerah mengenai Penanggulangan Bencana, rencana strategis kabupaten jangka 5 tahun yang
mempertimbangkan Pengurangan Risiko Bencana dan dapat direvisi kembali, serta adanya kajian terhadap aset-aset ekonomi. Penting bagi OPD, pihak swasta serta masyarakat untuk memperhatikan dan mengimplementasikan rekomendasi-
rekomendasi yang dihasi lkan serta b e r k o l a b o r a s i b a i k d a l a m p r o s e s perencanaan maupun penganggaran agar lebih tangguh menghadapi risiko bencana dan iklim di Bumi Jargaria.
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
0
1.46 0.80 2.07 0.57 1.75 0.00 1.00 2.11 0.73 0.75
LM1 LM2 LM3 LM4 LM5 LM6 LM7 LM8 LM9 LM10
Score
Adan
ya o
rgan
isas
i unt
ukke
tang
guha
n te
rhad
ap b
enca
na
Mem
perk
uat k
apas
itas k
euan
gan
untu
k m
ewuj
udka
n ke
tang
guha
n
Men
gupa
yaan
pem
bang
unan
dan
ranc
anga
n ko
ta y
ang
tang
guh
Mel
indu
nggi
pen
yang
ga a
lam
iun
tuk
men
ingk
atan
fung
sipe
rlind
unga
n ol
eh e
kosi
stem
Mem
perk
uat k
apas
itas
kele
mba
ggan
unt
uk k
etan
gguh
an
Mem
aham
i dan
mem
perk
uat
kem
ampu
an m
asya
raka
t unt
uk
mew
ujud
kan
keta
nggu
han
Men
ingk
atka
n ke
tang
guha
nin
frast
rukt
ur
Mem
astik
an k
esia
psia
gaan
dan
tang
gap
benc
ana
yang
efe
ktif
Mem
perc
epat
pem
ulih
an d
anm
emba
ngun
kem
bali
deng
an b
aik
Men
gide
ntifi
kasi
, mem
aham
i da
n m
engg
unak
an sk
enar
io ri
siko
sa
at in
i dan
mas
a m
enda
tang
Kabupaten Maluku Tengah menghadapi ancaman bencana yang beragam seperti banjir, longsor, kebakaran hutan, abrasi, gunung berapi, angin puting beliung, gelombang tinggi serta beberapa bencana lainnya. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Maluku Tengah bertugas m e n a n g a n i m a s a l a h ke b e n c a n a a n secara langsung dan berkoordinasi dengan dinas-dinas terkait . Selama ini, BPBD Maluku Tengah melakukan penilaian dan penggambaran potensi bencana mengandalkan survei lapangan menggunakan Sistem Pemosisi Global atau Global Positioning System (GPS) dan pencatatan secara manual. Hal tersebut menyebabkan data yang didapat kurang akurat karena proses penilaian tidak menyeluruh dan hanya dilakukan secara acak. BPBD Maluku Tengah menyadari pentingnya pemetaan wilayah dan semakin
inovatif dalam memetakan kawasan rawan bencana. Kepala Bidang Kesiapsiagaan, Zeth Salahessy mengatakan, “Pemetaan m e n j a d i s a l a h s a t u k u n c i d a l a m menentukan kebijakan dan perencanaan di wilayah bencana.”
D e n ga n s i s t e m p e m eta a n m a n u a l , jangkauan wi layah menjadi sangat terbatas apalagi jika terdapat medan yang sulit dilintas atau dijangkau. Selain itu, selama ini BPBD belum memiliki tenaga yang handal dalam pemetaan. Dengan kerja sama antara USAID APIK dan Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah melalui berbagai kegiatan pelatihan, perlahan tapi pasti, kemampuan para staf BPBD untuk memetakan wilayah semakin meningkat. USAID APIK telah memfasilitasi dua pelatihan untuk BPBD terkait dasar-dasar Sistem Informasi Geografis atau
Geographic Information System (GIS) dan dilanjutkan dengan pengunaan GPS. Setelah kegiatan pelatihan, BPBD semakin menyadari kebutuhan mereka akan data terbaru dan faktual, serta pemetaan yang lebih luas dan akurat.
Setelah kegiatan pelatihan pemetaan GIS dan GPS, BPBD Maluku Tengah menyadari fungsi drone sebagai sumber data peta dengan mengambil foto udara yang mudah, murah serta dapat dioperasikan dengan mudah. Pada 1-2 Agustus 2017, BPBD menyelenggarakan kegiatan pelatihan pemetaan menggunakan wahana tanpa awak atau yang biasa dikenal dengan sebutan drone.
Pelatihan ini sepenuhnya diinisiasi oleh BPBD dengan anggaran bersumber dari Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah.
13
USAID APIK menyediakan asistensi teknis dan dukungan tenaga ahli dalam menginstalasi hingga pengontrolan perangkat drone. Para peserta yang terdiri dari empat staf yang dilatih langsung menggunakan dan mengoperasikan drone untuk dapat melakukan pemetaan secara langsung dan tepat untuk wilayah-wilayah yang rawan bencana. Dengan menggunakan drone, wilayah-wilayah ya n g s e b e l u m n ya t i d a k te r j a n g ka u manusia dapat dipetakan secara langsung dan kemudian dianalisis secara langsung menggunakan piranti lunak GIS.
Salah satu peserta kegiatan pelatihan, staf BPBD Bidang Kesiapsiagaan, Tino R. Samory mengatakan, “Selama ini kami di BPBD melakukan survei ke wilayah potensi bencana secara manual dengan pencatatan dan foto digital. Dengan kegiatan [pelatihan] ini saya bersama teman-teman sangat berterima kasih kepada USAID APIK yang telah memberikan pelatihan penggunaan drone kepada kami. Semoga ke depan kami lebih akurat dalam melakukan survei wilayah potensi bencana.”
USAID APIK mengapresiasi BPBD yang berinisiasi dalam melakukan kajian bencana secara mandiri . Pembelian p e ra n g k a t d r o n e u n t u k p e m e t a a n menunjukkan keseriusan BPBD untuk peningkatan kapasitas staf BPBD. Selain itu hal ini menunjukkan tren positif serta meningkatnya kesadaran dan cara berpikir BPBD untuk menangani bencana. Selain itu, BPBD dapat lebih berperan dalam memberikan informasi dan menyediakan data yang terbaru dan faktual dan berkontribusi dalam upaya pengurangan risiko bencana yang lebih baik.
“ BPBD Maluku Tengah sangat terbantu dengan kehadiran
APIK Regional Maluku, terutama dalam membangun
kapasitas staf di bidang pemetaan. Saya selaku
kepala Bidang Kesiapsiagaan sangat berterima kasih kepada USAID APIK.
”Zeth Salahessy Kepala Bidang Kesiapsiagaan
BPBD Maluku Tengah
14
Tim USAID APIK menunjukkan peta yang dihasilkan oleh kelompok yang diwakili oleh salah satu peserta, Mama Ince.
Negeri Hutumuri, salah satu wilayah di Kecamatan Leitimur Selatan dengan luas wilayah 15 km2 dan memiliki ketinggian 0 – 50 Mdpl dan kemiringan lereng 6 derajat. Sekitar 5000 penduduk yang tinggal di Negeri Hutumuri bekerja sebagai nelayan dan petani. Kondisi bentang alam Negeri Hutumuri yang berbukit serta berbatasan langsung dengan laut membuat area tersebut menghadapi ancaman nyata perubahan iklim. Di bidang kesehatan, berubahnya kondisi suhu dan cuaca dapat menyebabkan nyamuk Anopelhes, pembawa penyakit malaria, berkembang biak dan wabah malaria berpotensi menyebar.
S a d a r d e n ga n ko n d i s i d a n p o te n s i ancaman tersebut, Dinas Kesehatan Provinsi Maluku menginisiasi sebuah program untuk memberantas malaria di daerah-daerah endemik nyamuk malaria. Adalah program PAMERI yang bertujuan mendidik dan memperkuat kapasitas masyarakat dalam menangulangi wabah penyakit yang diakibatkan oleh nyamuk malaria. Pada 26 Agustus 2017, USAID APIK
Lebih Tangguh menghadapi Malaria dengan Pemetaan Partisipatif oleh MasyarakatOleh: Imam Munandar
merespon undangan dari Dinas Kesehatan Provinsi Maluku untuk melatih kader-kader kesehatan memetakan daerah potensi lokasi endemik nyamuk malaria di Negeri Hutumuri secara partisipatif.
Para peserta menggambar sketsa peta pada pelatihan pemetaan
Pelatihan pemetaan partisipatif dimulai dengan survei bersama tim PAMERI dan kader kesehatan ke wilayah-wilayah yang berpotensi terkena wabah malaria. Pada saat kunjungan ke lapangan, para kader
Mengamati jentik nyamuk di genangan air pada saat survei lapangan.
15
Hingga saat ini, masyarakat adat di Maluku masih memakai tradisi turun temurun dari para leluhur mereka. Adalah tradisi Nanaku atau menandai, yaitu tanda-tanda atau firasat yang berkaitan dengan suatu kejadian yang telah, sementara, dan bahkan yang akan terjadi nanti. Yang luar biasanya, tanda atau firasat yang termasuk dalam kategori tradisi Nanaku memiliki tingkat ketepatan yang akurat. Pengalaman yang telah membuktikan realitas hidup masyarakat Maluku terutama bagi masyarakat Lease dan Pulau Ambon. Dari hasil bacarita (berbincang-bincang) dengan para tetua adat, diketahui tradisi Nanaku masih dipakai oleh para nelayan untuk melaut dan petani untuk memulai awal musim tanam.
informasi tersebut. Satu-satunya informasi yang masih kami pakai untuk mencari ikan dan memulai masa tanam adalah Nanaku. Namun anak-anak muda banyak yang tidak lagi mampu membaca Nanaku.”
Masalah serupa juga terjadi di negeri lain dan hal ini menjadi tantangan bagi Ya ya s a n wa l a n g Pe re m p u a n d a l a m mendokumentasikan tradisi Nanaku. Kami juga mencoba menggali informasi dari sumber lain dan menemukan bahwa tradisi tersebut tidak pernah didokumentasikan dengan baik karena hukum adat bukanlah hukum yang sifatnya tertulis. Karena itu, referensi mengenai Nanaku semakin lama semakin hilang.
Melalui Dana Ketangguhan dari USAID APIK, Yayasan Walang Perempuan membantu upaya menjaga dan merawa kearifan lokal Nanaku yang berhubungan dengan cuaca dan iklim dan mengombinasikannya
Menjaga Kearifan Lokal Nanaku dan Mengenalkan Informasi Cuaca dan Iklim Oleh: Yayasan Walang Perempuan
24 Agustus 2017
25 Agustus 2017
Namun ada yang masih mengganjal di pikiran kami ketika bacarita. Apa benar masih ada masyarakat adat yang masih percaya dengan tradisi leluhur? Beberapa contoh tanda yang diyakini masyarakat seperti petir dan gemuruh yang berdurasi agak lama di musim panas pertanda pergantian musim; pergantin musim timur/ hujan ke musim barat/ kemarau ditandai dengan pohon gagala yang berbunga. Padahal di zaman yang sudah canggih seperti ini, informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah tersedia.
Namun menanggapi hal mengganjal yang kami utarakan, salah satu tokoh masyarakat di Negeri Lima, Saefudin Sunet yang akrab disapa Tete Haji mengatakan, “Kami tidak memakai informasi dari BMKG karena memang informasi itu tidak pernah sampai ke kami. Apalagi yang jauh dari akses, kami tidak memiliki telepon genggam yang dapat menyediakan
dengan data dan informasi dari BMKG. Dengan begitu, sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Kearifan masyarakat tetap terjaga dan informasi dari teknologi baru juga dapat dimaksimalkan demi meningkatkan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi cuaca yang semakin tidak menentu.
diajarkan untuk melihat dan menandai daerah-daerah potensi endemik nyamuk malaria seperti jumlah lokasi genangan air, daerah rawa, saluran drainase dan sungai serta lokasi bak-bak penampungan air.
Setelah data dari lapangan didapat, pelatihan dilanjutkan dengan pembuatan peta partisipatif. Peserta kegiatan dibagi menjadi beberapa kelompok dan diminta menggambar peta wilayah Hutumuri, lokasi sungai, bibir pantai, dan fasilitas umum serta informasi data lapangan. Para kader kesehatan yang rata-rata adalah ibu rumah tangga dapat memetakan dengan baik kawasan yang dikunjungi serta menandai lokasi-lokasi vital di Negeri Hutumuri.
Salah satu peserta pelatihan yang akrab disapa Mama Ince mengatakan di sela-sela sesi pelatihan, “Belum pernah ada yang masuk ke daerah kami dan mengajarkan hal [pemetaan] seperti ini. Saya sangat senang bisa hadir di kegiatan ini karena sekarang saya mengetahui cara memetakan kawasan lingkungan di sekitar saya.”
Pemetaan tidak selalu harus dilakukan oleh pemerintah dengan menggunakan dana yang besar. Melalui pemetaan partisipatif, masyarakat dapat secara swadaya dan mandiri melakukan pemetaan dengan lebih baik karena merekalah yang lebih mengenal daerah mereka dibandingkan orang lain. Memetakan kawasan endemik malaria yang dilakukan oleh kader-kader kesehatan di Negeri Hutumuri merupakan salah satu cara untuk menyebarluaskan informasi secara visual kepada masyarakat Hutumuri agar lebih waspada terhadap lokasi-lokasi yang berpotensi menjadi habitat nyamuk malaria. Dengan demikian, masyarakat menjadi lebih siap siaga, waspada, dan tangguh ketika cuaca tidak menentu dann berpotensi meningkatkan populasi nyamuk malaria.
U S A I D A P I K b e k e r j a m e n d u k u n g pemerintah dan menjawab kebutuhan yang ada dengan menyediakan asistensi teknis dan berbagi pengetahuan serta keterampilan yang dibutuhkan untuk menjawab risiko nyata yang ada demi meningkatkan ketangguhan masyarakat.
Yayasan Walang Perempuan merupakan organisasi mitra USAID APIK yang m e n g i m p l e m e n t a s i k a n p r o g r a m Peningkatan dan Penggunaan Kearifan Lokal untuk Membangun Ketangguhan Iklim di Pulau-pulau di Ambon melalui skema Dana Ketangguhan. Program ini berdurasi satu tahun hingga Mei 2018.