Upload
pikep-ithuike
View
219
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sektor pariwisata dipercaya sebagai salah satu penyumbang devisa yang
tinggi bagi Nelayan Indonesia. Sejak tahun 2008, pemerintah Indonesia lebih
menggalakkan promosi tentang pariwisata di Indonesia melalui program Visit
Indonesia. Indonesia memiliki kekayaan dan keindahan alam yang tidak ternilai
harganya. Keanekaragaman dan keunikan lingkungan alam serta kebudayaan
Indonesia telah diakui secara internasional. Hal ini menjadikan promosi untuk
pengembangan pariwisata di Indonesia tidak terbatas.
Minat wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri, tidak terbatas di
objek-objek wisata yang terkenal dan ramai saja. Beberapa khalayak justru
memandang objek wisata yang terlalu ramai kurang memberikan kesan yang
berarti. Seiring dengan kecenderungan back to nature dan pergesaran paradigma
dari produk kayu ke non kayu, maka usaha ekowisata pada masa yang akan
datang memiliki kecenderungan permintaan yang semakin meningkat. Tidak
sekedar berwisata alam saja, dalam ekowisata selain memberikan kepuasan
pribadi juga dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran, pemahaman dan
dukungan terhadap usaha-usaha konservasi alam.
Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem hutan tropika yang unik
untuk dinikmati dan dipelajari. Didalamnya selain banyak didapati spesies
mangrove, juga banyak ditemukan berbagai spesies kepiting. Dibalik keunikan
ekosistem mangrove telah terbukti bahwa ekosistem mangrove mampu menjadi
sistem perlindungan pantai secara alami termasuk mengurangi resiko gelombang
pasang bahkan tsunami dan tempat perlindungan satwa. Mengingat besarnya
fungsi ekosistem mangrove dari segi ekonomi, edukasi dan ekologi, pemanfaatan
hutan mangrove sebagai objek ekowisata diharapkan dapat membantu
melestarikan hutan mangrove di Indonesia.
Ekowisata Mangrove di Wanasari, Tuban, Bali memiliki ekosistem
mangrove alami dengan di dalamnya terdapat sekat-sekat bambu yang berfungsi
sebagai pembatas kolam kepiting bakau yang keberadaannya tidak jauh dari pusat
kota. Pada lokasi ini mulai tahun 2010 dibangun beberapa gazebo yang nantinya
Laporan Praktikum Manajemen Marikultur | 2012 1
pada bulan Maret 2013 akan di lounching ekowisata mangrove. Dalam kegiatan
budidaya kepiting bakau di Wanasari, Tuban, Bali terdapat beberapa instalasi air
untuk pembenihan kepiting.
I.2 Tujuan
1. Mengkaji keberhasilan pembangunan ekowisata mangrove di Wanasari,
Tuban, Bali.
2. Mengkaji potensi ekowisata mangrove di Wanasari, Tuban, Bali.
3. Mengkaji instalasi air pada kegiatan budidaya kepiting bakau di Wanasari,
Tuban, Bali.
I.3 Manfaat
Hasil praktikum ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
perkembangan pembangunan ekowisata mangrove di daerah Wanasari, Tuban,
Bali serta instalasi air yang ada pada kegiatan budidaya kepiting bakau.
I.4 Waktu dan Tempat Praktikum
Waktu : 17 Desember 2012
Tempat : Kelompok Mangrove Wanasari, Tuban – Bali
Laporan Praktikum Manajemen Marikultur | 2012 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mangrove
2.1.1 Pengertian Ekositem Mangrove
Mangrove berasal dari kata mangal yang menunjukkan komunitas suatu
tumbuhan. Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah
pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan
gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya
mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas
(pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap
keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob. Hutan mangrove adalah
tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang
dipengaruhi oleh pasang surut.
Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah
pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna dan muara sungai yang
tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang
komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Menurut FAO, Hutan
Mangrove adalah Komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut.
Ekosistem mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang
dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung. Santoso (2006),
menyatakan bahwa ruang lingkup mangrove secara keseluruhan meliputi
ekosistem mangrove yang terdiri atas :
1) Satu atau lebih spesies pohon dan semak belukar yang hidupnya terbatas di
habitat mangrove (exclusive mangrove).
2) Spesies tumbuhan yang hidupnya di habitat mangrove, namun juga dapat
hidup di habitat non-mangrove (non-exclusive mangrove).
3) Biota yang berasosiasi dengan mangrove (biota darat dan laut, lumut kerak,
cendawan, ganggang, bakteri dan lain-lain) baik yang hidupnya menetap,
sementara, sekali-sekali, biasa ditemukan, kebetulan maupun khusus hidup di
habitat mangrove.
Laporan Praktikum Manajemen Marikultur | 2012 3
4) Proses-proses dalam mempertahankan ekosistem ini, baik yang berada di
daerah bervegetasi maupun di luarnya.
5) Daratan terbuka atau hamparan lumpur yang berada antara batas hutan
sebenarnya dengan laut.
6) Masyarakat yang hidupnya bertempat tinggal dan tergantung pada mangrove.
2.1.2 Jenis-Jenis Mangrove
Indonesia memiliki sebanyak tidak kurang dari 89 jenis pohon mangrove,
atau paling tidak menurut FAO terdapat sebanyak 37 jenis. Dari berbagai jenis
mangrove tersebut, yang hidup di daerah pasang surut, tahan air garam dan
berbuah vivipar terdapat sekitar 12 famili. Dari sekian banyak jenis mangrove di
Indonesia, jenis mangrove yang banyak ditemukan antara lain adalah jenis api-api
(Avicennia sp.), bakau (Rhizophora sp.), tancang (Bruguiera sp.), dan bogem atau
pedada (Sonneratia sp.) merupakan tumbuhan mangrove utama yang banyak
dijumpai. Jenis-jenis mangrove tersebut adalah kelompok mangrove yang
menangkap, menahan endapan dan menstabilkan tanah habitatnya. Jenis api-api
(Avicennia sp.) atau di dunia dikenal sebagai black mangrove mungkin
merupakan jenis terbaik dalam proses menstabilkan tanah habitatnya karena
penyebaran benihnya mudah, toleransi terhadap temperartur tinggi, cepat
menumbuhkan akar pernafasan (akar pasak) dan sistem perakaran di bawahnya
mampu menahan endapan dengan baik. Mangrove besar, mangrove merah atau
Red mangrove (Rhizophora sp.) merupakan jenis kedua terbaik. Jenis-jenis
tersebut dapat mengurangi dampak kerusakan terhadap arus, gelombang besar dan
angin.
2.1.3 Fauna di Habitat Mangrove
Menurut Bengen (2001) komunitas fauna ekosistem mangrove membentuk
percampuran antara 2 (dua) kelompok :
1. Kelompok fauna daratan / terestrial yang umumnya menempati bagian
atas pohon mangrove, terdiri atas: insekta, ular, primata dan burung.
Kelompok ini tidak mempunyai sifat adaptasi khusus untuk hidup di dalam
Laporan Praktikum Manajemen Marikultur | 2012 4
hutan mangrove, karena mereka melewatkan sebagian besar hidupnya
diluar jangkauan air laut pada bagian pohon yang tinggi, meskipun mereka
dapat mengumpulkan makanannya berupa hewan laut pada saat air surut.
2. Kelompok fauna perairan / akuatik, terdiri atas dua tipe yaitu :
a. Yang hidup di kolom air, terutama berbagai jenis ikan dan udang;
b. Yang menempati substrat baik keras (akar dan batang mangrove)
maupun lunak (lumpur) terutama kepiting, kerang dan berbagai jenis
invertebrata lainnya.
3. Karakteritik Ekosistem Mangrove
Karakteristik ekosistem mangrove menurut Bengen (2001) adalah :
1. Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berumpur,
berlempung atau berpasir
2. Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun
tergenang hanya saat pasang purnama. Frekuensi genangan menentukan
komposisi vegetasi hutan mangrove
3. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat
4. Terlindung dari gelombang dan arus pasang surut yang kuat. Air
bersalinitas payau (2-22 ‰) hingga asin (mencapai 38 ‰).
5. Banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuari, delta dan
daerah pantai yang terlindung.
2.1.4 Penyebaran Mangrove
Menurut Bengen (2001) dalam Rochana (2012), penyebaran dan zonasi
hutan mangrove tergantung oleh berbagai faktor lingkungan. Berikut salah satu
tipe zonasi hutan mangrore di Indonesia :
1. Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir,
sering ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa berasosiasi
Sonneratia spp. Yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya
bahan organik.
Laporan Praktikum Manajemen Marikultur | 2012 5
2. Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh
Rhizophora spp. Di zona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus
spp.
3. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.
4. Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa
ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya.
2.1.5 Fungsi Ekosistem mangrove
Hutan Mangrove memberikan perlindungan kepada berbagai organisme
baik hewan darat maupun hewan Mangorove dipenuhi pula oleh kehidupan lain
seperti mamalia, amfibi, reptil, burung, kepiting, ikan, primata, serangga dan
sebagainya. Selain menyediakan keanekaragaman hayati (biodiversity), ekosistem
Mangorove juga sebagai plasma nutfah (geneticpool) dan menunjang keseluruhan
sistem kehidupan di sekitarnya. Habitat Mangorove merupakan tempat mencari
makan (feeding ground) bagi hewan-hewan tersebut dan sebagai tempat
mengasuh dan membesarkan (nursery ground), tempat bertelur dan memijah
(spawning ground) dan tempat berlindung yang aman bagi berbagai ikan-ikan
kecil serta kerang (shellfish) dari predator. Beberapa manfaat hutan mangrove
dapat dikelompokan sebagai berikut:
A. Manfaat / Fungsi Fisik :
1. Menjaga agar garis pantai tetap stabil
2. Melindungi pantai dan sungai dari bahaya erosi dan abrasi.
3. Menahan badai/angin kencang dari laut
4. Menahan hasil proses penimbunan lumpur, sehingga memungkinkan
terbentuknya lahan baru
5. Menjadi wilayah penyangga, serta berfungsi menyaring air laut menjadi air
daratan yang tawar
6. Mengolah limbah beracun, penghasil O2 dan penyerap CO2.
B. Manfaat / Fungsi Biologik :
1. Menghasilkan bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan penting
bagi plankton, sehingga penting pula bagi keberlanjutan rantai makanan.
Laporan Praktikum Manajemen Marikultur | 2012 6
2. Tempat memijah dan berkembang biaknya ikan-ikan, kerang, kepiting dan
udang.
3. Tempat berlindung, bersarang dan berkembang.biak dari burung dan satwa
lain.
4. Sumber plasma nutfah & sumber genetik.
5. Merupakan habitat alami bagi berbagai jenis biota.
C. Manfaat / Fungsi Ekonomis :
1. Penghasil kayu : bakar, arang, bahan bangunan.
2. Penghasil bahan baku industri : pulp, tanin, kertas, tekstil, makanan, obat-
obatan, kosmetik, dll
3. Penghasil bibit ikan, nener, kerang, kepiting, bandeng melalui pola tambak
silvofishery
4. Tempat wisata, penelitian & pendidikan.
Ekosistem hutan mangrove bermanfaat secara ekologis dan ekonomis.
Fungsi ekologis dan ekonomis hutan mangrove adalah (Santoso dan H.W. Arifin,
1998 dalam Rochana (2012 ) :
1. Fungsi ekologis :
a. pelindung garis pantai dari abrasi,
b. mempercepat perluasan pantai melalui pengendapan,
c. mencegah intrusi air laut ke daratan,
d. tempat berpijah aneka biota laut,
e. tempat berlindung dan berkembangbiak berbagai jenis burung, mamalia,
reptil, dan serangga,
f. sebagai pengatur iklim mikro.
2. Fungsi ekonomis :
a. penghasil keperluan rumah tangga (kayu bakar, arang, bahan bangunan,
bahan makanan, obat-obatan),
b. penghasil keperluan industri (bahan baku kertas, tekstil, kosmetik,
penyamak kulit, pewarna),
c. penghasil bibit ikan, nener udang, kepiting, kerang, madu, dan telur
burung,
Laporan Praktikum Manajemen Marikultur | 2012 7
d. pariwisata, penelitian, dan pendidikan.
2.2 Ekowisata
2.2.1 Pengertian Ekowisata
Ekowisata merupakan suatu konsep yang mengkombinasikan kepentingan
industry kepariwisataan dengan para pencinta lingkungan. Para pencinta
lingkungan menyatakan bahwa perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup
hanya dapat tercapai dengan melibatkan orang-orang yang tinggal dan
mengantungkan hidupnya pada daerah yang akan dikembangkan menjadi suatu
kawasan wisata dan menjadikan mereka partner dalam upaya pengembangan
wisata tersebut. Metode ini diperkenalkan oleh Presiden World Wild Fund (WWF)
pada konfrensi tahunan ke-40 Asosiasi Perjalanan Asia Pasifik (PATA).
Kegiatan ekowisata biasanya berada didaerah tropis yang mempunyai
keanekaragaman yang tinggi dan banyak flora dan fauna yang bersifat endemic
sehingga kondisi tersebut rentan untuk mengalami perubahan. Dari sisi nilai
tambah ekowisata, ada kemungkinan dalam implementasi program tersebut
apabila tidak direncanakan dengan baik maka akan sebaliknya yang asalnya
mendukung terhadap kelestarian lingkungan hidup malah menjadi mendorong
terjadinya kerusakan lingkungan hidup di daerah tersebut. Oleh karena itu dalam
pengembangan ekowisata perlu adanya rencana pengelolaan yang mengacu
kepada tujuan utama awalnya yaitu mendorong dilakukannya pengawetan
lingkungan hidup, sehingga ekowisata perlu di rencanakan pengelolaannya
dengan mengintergrasikan dalam pendekatan sistem untuk konservasi yang
menggunakan desain konservasi.
2.2.2 Potensi Ekowisata Mangrove
Potensi rekreasi dalam ekosistem mangrove menurut Bahar (2004) antara
lain :
a. Bentuk perakaran yang khas yang umum ditemukan pada beberapa jenis
vegetasi mangrove seperti akar tunjang (Rhizophora spp.), akar lutu
(Bruguiera spp.), akar pasak (Sonneratia spp., Avicenia spp.), akar papan
(Heritiera spp.).
Laporan Praktikum Manajemen Marikultur | 2012 8
b. Buah yang bersifat viviparious (buah berkecambah semasa masih
menempel pada pohon) yang terlihat oleh beberapa jenis vegetasi
mangrove seperti Rhizophora spp. dan Ceriops spp.
c. Adanya zonasi yang sering berbeda mulai dari pinggir pantai sampai
pedalaman (transisi zonasi).
d. Berbagai jenis fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove seperti
beraneka ragam jenis burung, serangga dan primata yang hidup di tajuk
pohon serta berbagai jenis fauna yang hidup di dasar mangrove seperti
babi hutan, biawak, buaya, ular, udang, ikan, kerang-kerangan, keong,
kepiting dan sebagainya.
e. atraksi adat istiadat masyarakat setempat yang berkaitan dengan
sumberdaya mangrove.
f. Hutan-hutan mangrove yang dikelola secara rasional untuk pertambakan
tumpang sari dan pembuatan garam, bisa menarik wisatawan. Potensi ini
dapat dikembangkan untuk kegiatan lintas alam, memancing, berlayar,
berenang, pengamatan jenis burung dan atraksi satwa liar, fotografi,
pendidikan, piknik dan berkemah, serta adat istiadat penduduk lokal yang
hidupnya bergantung pada keberadaan hutan mangrove.
2.2.3 Sifat Pengunjung Ekowisata
Para ekowisatawan biasanya mempunyai rasa tanggung jawab sosial
terhadap daerah wisata yang dikunjunginya. Kunjungan yang terjadi dalam satu
satuan tertentu yang mereka lakukan tidak hanya terbatas pada sebuah kunjungan
dan wisata saja. Wisatawan ekowisata biasanya lebih menyukai perjalanan dalam
kelompok-kelompok kecil sehingga tidak mengganggu lingkungan disekitarnya.
Daerah yang padat penduduknya atau alternatif lingkungan yang serba buatan dan
prasarana lengkap kurang disukai karena dianggap merusak daya tarik alami.
2.3 Instalasi air
Instalasi air dalam kegiatan budidaya merupakan perencanaan pembangunan
alur air yang digunakan untuk budidaya dari sumber air melalui komponen
penyalur dan penyambungan ke bak-bak penampungan air yang berfungsi untuk
memenuhi kenutuhan air dala kegiatan budidaya.
Laporan Praktikum Manajemen Marikultur | 2012 9
Faktor-faktor penting dalam instalasi saluran air adalah :
1. Sumber air
2. Biaya
3. Model instalasi
4. Letak instalasi kolam
5. Ukuran kolam
Laporan Praktikum Manajemen Marikultur | 2012 10
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Keadaan Umum Lokasi Praktikum Lapang
3.1.1 Letak dan Luas
Ekowisata Mangrove dalam praktikum lapang terletak di Wanasari, Tuban,
Denpasar Bali. Kawasan ekowisata mangrove ini memiliki luas 1.370 ha dan 70
ha diantaranya merupakan kawasan kepiting bakau. Kawasan ini merupakan hutan
mini yang dipenuhi dengan tanaman mangrove. Tanaman mangrove di daerah ini
nampak hijau dan masih alami. Disana juga terdapat bambu untuk membuat jalan
setapak menuju hutan bakau dan mengembangkan usaha kepiting. Jalan setapak
yang terbuat dari bambu ini berbentuk melingkar dan mengelilingi kawasan bakau
di wilayah Tuban. Jalan dari bambu tersebut dibuat tidak hanya untuk mengawasi
kepiting, tapi juga digunakan sebagai jalur untuk melakukan pembersihan
kawasan hutan bakau.
Gambar 1. Kawasan Ekowisata Mangrove Wanasari
3.1.2 Kondisi Masyarakat Sekitar
Masyarakat di kawasan ekowisata mangrove Wanasari, Tuban, Denpasar
ini mayoritas beragama Hindu Dharma atau Agama Tirtha sebagaimana
merupakan sejenis agama Hindu yang umumnya diamalkan oleh kebanyakan
orang Bali di Indonesia. Kegiatan melaut bukan sebagai mata pencaharian utama.
Mereka melaut hanya sebagai hobi dan sebuah pekerjaan sampingan bila ada
Laporan Praktikum Manajemen Marikultur | 2012 11
yang mau sewa perahu untuk mancing. Untuk satu perahu sewanya mencapai Rp.
300.000. Masyarakat kelompok tani wanasari pada umumnya mata
pencahariannya budidaya kepiting bakau. Namun pada pembibitan Kepiting
Bakaupun juga terdapat banyak kendala, salah satunya ialah kesulitan dalam
memperoleh bibit kepiting bakau. Dalam budidaya inipun masyarakat sekitar juga
sangat memperhatikan aspek kelestarian lingkungan yakni dengan menjaga
keestarian hutan bakau yang dimanfaatkan sebagai aktifitas budidaya tersebut.
Selain itu, bentuk kepedulian masyarakat juga diwujudkan dengan memperhatikan
kaidah rehabilitas, yaitu dengan melakukan penanaman kembali pohon yang rusak
di kawasan hutan bakau tersebut. Hal ini menunjukkkan bahwa masyarakat sekitar
sangat peduli terhadap pelestarian lingkungan bakau. Kesadaran akan pelestarian
hutan bakau tersebut dikarenakan nelayan sudah menganggap hutan bakau di
wilayah Kelurahan Tuban itu milik mereka sendiri yang harus tetap dipelihara dan
dijaga.
3.1.3 Aksesbilitas
Aksesibilitas merupakan salah satu kunci utama yang akan mendukung
keberhasilan pengembangan pada suatu kawasan, karena akan menghubungkan
wilayah pengembangan dengan daerah luar. Sarana transportasi angkutan umum
di Wanasari, Tuban, Denpasar, Bali terdiri dari Truk, Bus, Mini Bus serta
Angkutan Desa/Kota. Saat ini di kawasan By Pas Ngurah Rai Tuban juga sedang
dilaksanakan pembangunan jalan tol. Sistem jalan tol sudah beroperasi nantinya
juga akan memberikan dampak positif pada kawasan ekowisata mangrove,
melalui jalan tol akan tampak indah melihat pemandangan laut lepas dan jalan
yang sehingga juga akan memberi pemasukan tambahan bagi kelompok nelayan.
3.1.4 Instalasi Listrik
Instalisi listrik di depan ekowisata mengrove sudah ada, namun untuk
menjangkau ke kawasan ekowisata belum maksimal.
Laporan Praktikum Manajemen Marikultur | 2012 12
3.1.4 Pasang Surut
Pasang surut adalah perubahan atau perbedaan permukaan laut yang terjadi
secara berulang dengan periode tertentu karena adanya gerakan dari benda-benda
angkasa yaitu rotasi bumi pada sumbunya, peredaran bulan mengelilingi bumi dan
peredaran bulan mengelilingi matahari. Bulan dan matahari keduanya
memberikan gaya gravitasi tarikan terhadap bumi, dimana gaya tarik bulan yang
mempengaruhi pasang surut adalah 2,2 kali lebih besar daripada gaya tarik
matahari. Secara statistik, Bulan menyebabkan hampir 70% efek pasang surut.
Sedangkan matahari memiliki pengaruh sebesar 30%. Pasang surut di daerahpun
juga terjadi setiap hari, tiap air pasang tidak jarang sampah kiriman kerap kali
nyangkut pada hutan.
3.2 Perencanaan Ekowisata Mangrove
Ekowisata di Wanasari menjadi salah satu pilihan dalam mempromosikan
lingkungan yang khas yang terjaga keasliannya sekaligus menjadi suatu kawasan
kunjungan wisata. Potensi yang ada adalah suatu konsep pengembangan
lingkungan yang berbasis pada pendekatan pemeliharaan dan konservasi alam.
Konsep ini sangat unik dengan pengembangan dan pelibatan sektor manajemen
yang terpadu serta seluruh stakeholders’ yang terkait. Namun pada prinsipnya
cukup sederhana dengan pola management lingkungan yang rill. Konsep tersebut
tidak akan terlepas dari :
1. Penataan Lingkungan Alami.
2. Nilai Pendidikan (Penelitian dan pengembangan).
3. Partisipasi Masyarakat Lokal dan Nilai Ekonomi.
4. Upaya Konservasi dan Pengelolaan Lingkungan.
5. Minimalisasi Dampak dan Pengaruh Lingkungan (tentunya dengan
beberapa strategi khusus).
Ekowisata Mangrove di kawasan ini direncakan akan launching pada
bulan Maret 2013. Pada daerah ekowisata mangrove ini akan dibangun tiga
gazebo, disana juga akan dibangun pos-pos kuliner Indonesia. Hal ini diharapkan
agar wisatawan dapat menikmati keindahan alam yang masih alami.
Laporan Praktikum Manajemen Marikultur | 2012 13
3.3 Instalasi Air Kolam Budidaya Kepiting Bakau
Pada kegiatan budidaya kepiting bakau di Wanasari, Tuban, Bali, bak
penampungan air yang digunakan untuk pemeliharaan larva berjumlah 3 kolam,
dengan bentuk persegi panjang yang berukuran 1,5 m x 2 m x 0,8 m, den volume
200 liter. Kolam ini berfungsi sebagai kolam penampungan air laut.
Sumber air berasal dari laut. Air laut diambil ketika air laut mengalami
pasang tertinggi. Air laut diletakkan pada bak salinitas berukuran 1.5x2m dengan
volume 200L. pada bak tersebut diberi aerasi besar sehingga air teraduk terus
menerus. Bak tersebut berisi 80% air laut dan 20% air tawar. Air laut berasal dari
laut langsung sedang air tawar didapat dari air tanah. Air tersebut siap
dipindahkan pada bak larva maupun bak crabeta dengan luas bak masing-masing
1.5x2m bervolume 200L.
Pemindahan air dari bak salinitas ke bak larva maupun bak crabeta
dilakukan penyaringan. Penyaringan dilakukan didalam saluran pipa, pipa tersebut
diisi dengan kasa penyaringan yang biasa digunakan di akuarium sehingga ketika
air dipindahkan secara otomatis tersaring. Air pada bak larva dan crebeta lebih
jernih dibanding pada bak salinitas. Pada bak larva dan bak crabeta diberi aerasi
masing-masing berjumlah 10 buah. Tujuan diberi aerasi tersebut adalah untuk
mengupayakan oksigen tersuplay terus menerus bagi kehidupan larva dan crabeta.
Diluar ruang instalasi air terdapat dua bak induk, induk jantan dan betina
masing-masing berukuran 1.5x2m dengan volume 200L. Air untuk bak induk juga
berasal dari bak salinitas. Pergantian air dilakukan setiap air pasang tertinggi.
Sehingga masing-masing bak akan diganti airnya secara berkala. Sebelum bak
salinitas diisi kembali dengan air laut, bak terlebih dulu dibersihkan.
Air untuk keramba pembesaran merupakan air yang sama dengan perairan
laut sekitar. Hal tersebut karena keramba terletak diantara tanaman mangrove
sehingga pergantian air mengikuti pasang surut air laut. Pembersihan dilakukan
setiap air surut. Reruntuhan daun bakau yang terjatuh didalam keramba akan
terkumpul di salah satu sudut keramba mengikuti aliran surutnya air. Kotoran dari
Laporan Praktikum Manajemen Marikultur | 2012 14
laut tidak dapat masuk kedalam keramba karena terdapat jaring-jaring yang tinggi
sehingga kotoran hanya ada kerena daun yang jatuh di dalam keramba itu sendiri.
Sebagai sebuah sistem bangunan instalasi air juga membutuhkna biaya
yang tidak sedikit. Besar kecilnya biaya dipengaruh oleh modal instalasi, letak
instalasi kolam , jenis kolam dan ukuran kolam. Dana untuk pembangunan
instalasi ini didapatkan dari kerjasama dengan beberapa perushaan dan modal
pribadi para kelompik tani.
Laporan Praktikum Manajemen Marikultur | 2012 15
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Bahwa dalam suatu pengelolaan ekowisata dalam hal ini adalah ekowisata
mangrove diperlukan :
1. Persiapan keadaan lahan atau lokasi dengan kesesuaian tofografi yang ada
untuk kemudian ditinjau berdasar syarat – syarat aspek lokasi ekowisata.
2. Persiapan individu biakan (mangrove) beserta populasi yang menempati
dalam satu ekosistem mangrove tersebut. Seperti kepiting bakau, uca sp. dsb
Pemanfaatan lebih (optimalisasi) lahan mangrove selain sebagai ekowisata
juga dapat dimanfaatkan sebagai area budidaya (pembiakan) kepiting bakau.
1.2 Saran
Saran yang dapat kami sampaikan atas terlaksananya praktikum lapang ini
adalah, untuk kemudian bias mengkondisikan mahasiswa agar lebih benar – benar
fokus praktikum sehingga tidak banyak lagi mahasiswa yang tidak menjalan
praktikum dengan benar.
Laporan Praktikum Manajemen Marikultur | 2012 16