Upload
romaldosapo
View
90
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
rtr3y35
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Epidemiologi tidak berkembang dalam ruang hampa. Aneka ilmu dan
peristiwa, seperti kedok-teran, kedokteran sosial, revolusi mikrobiologi,
demografi, sosiologi, ekonomi, statistik, fisika, kimia, biologi molekuler, dan
teknologi komputer, telah mempengaruhi perkembangan teori dan metode
epidemiologi. Demikian pula peristiwa besar seperti The Black Death (wabah
sampar), pandemi cacar, revolusi industri (dengan penyakit okupasi), pandemi
Influenza Spanyol (The Great Influenza) merupakan beberapa contoh peristiwa
epidemiologis yang mempengaruhi filosofi manusia dalam memandang penyakit
dan cara mengatasi masalah kesehatan populasi. Sejarah epidemiologi perlu
dipelajari agar orang mengetahui konteks sejarah, konteks sosial, kultural, politik,
dan ekonomi yang melatari perkembangan epidemiologi, sehingga konsep, teori,
dan metodologi epidemiologi dapat diterapkan dengan tepat (Perdiguoero et al.,
2001).
“Epidemiologi” berasal dari dari kata Yunani epi= atas, demos= rakyat,
populasi manusia, dan logos = ilmu (sains), bicara. Secara etimologis
epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari faktor-faktor yang berhubungan
dengan peristiwa yang banyak terjadi pada rakyat, yakni penyakit dan kematian
yang diakibatkannya yang disebut epidemi. Kata “epidemiologi” digunakan
pertama kali pada awal abad kesembilanbelas (1802) oleh seorang dokter Spanyol
bernama Villalba dalam tulisannya bertajuk Epidemiología Española (Buck et al.,
1998). Tetapi gagasan dan praktik epidemiologi untuk mencegah epidemi
penyakit sudah dikemukakan oleh “Bapak Kedokteran” Hippocrates sekitar 2000
tahun yang lampau di Yunani. Hippocrates mengemukakan bahwa faktor
lingkungan mempengaruhi terjadinya penyakit. Dengan menggunakan Teori
Miasma Hippocrates menjelaskan bahwa penyakit terjadi karena “keracunan” oleh
zat kotor yang berasal dari tanah, udara, dan air. Karena itu upaya untuk
1
mencegah epidemi penyakit dilakukan dengan cara mengosongkan air kotor,
membuat saluran air limbah, dan melakukan upaya sanitasi (kebersihan). Teori
Miasma terus digunakan sampai dimulainya era epidemiologi modern pada paroh
pertama abad kesembilanbelas (Susser dan Susser, 1996).
Mula-mula epidemiologi hanya mempelajari epidemi penyakit infeksi.
Kini epidemiologi tidak hanya mendeskripsikan dan meneliti kausa penyakit
epidemik (penyakit yang “berkunjung” secara mendadak dalam jumlah banyak
melebihi perkiraan normal) tetapi juga penyakit endemik (penyakit yang “tinggal”
di dalam populasi secara konstan dalam jumlah sedikit atau sedang).
Epidemiologi tidak hanya mempelajari penyakit infeksi tetapi juga penyakit non-
infeksi. Menjelang pertengahan abad keduapuluh, dengan meningkatnya
kemakmuran dan perubahan gaya hidup, terjadi peningkatan insidensi penyakit
kronis di negara-negara Barat. Sejumlah riset epidemiologi lalu dilakukan untuk
menemukan kausa epidemi penyakit kronis. Epidemiologi penyakit kronis
menggunakan paradigma “Black box”, yakni meneliti hubungan antara paparan di
tingkat individu (kebiasaan merokok, diet) dan risiko terjadinya penyakit kronis,
tanpa perlu mengetahui variabel antara atau patogenesis dalam mekanisme kausal
antara paparan dan terjadinya penyakit (Susser dan Susser, 1996).
1.2 Rumusan Masalah
Apakah epidemiologi berpengaruh terhadap penyakit menular dan non
menular ?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui hubungan epidemiologi dalam bidang kesehatan.
2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epidemiologi
2.1.1 Pengertian Epidemiologi
Epidemiologi merupakan salah satu bagian dari Ilmu Kesehatan
Masyarakat yang menekankan perhatianya terhadap masalah
kesehatan baik penyakit maupun non penyakit yang terjadi dalam
masyarakat (Maryani, 2010)..
Perkembangan saat ini, epidemiologi diartikan sebagai ilmu tentang
frekuensi (jumlah), distribusi (penyebaran), dan determinan (faktor
penentu) masalah kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk
pembuatan perencanaan (development) dan pengambilan keputusan
dalam menanggulangi masalah kesehatan (Maryani, 2010).
1. Frekuensi masalah kesehatan
Menggarmbarkan besarnya masalah kesehatan yang
terdapat pada sekelompok manusia. Untuk mendapatkan
frekuensi suatu masalah kesehatan perlu dilakukan langkah-
langkah sebagai berikiut, diantaranya menemukan masalah
kesehatan yang dimaksud kemudian melakukan pengukuran atas
masalah kesehatan tersebut. Contohnya adalah Pada bulan Juli
2005 – Februari 2006, rata–rata semua kasus Flu Burung yang
menyerang penduduk pria dan wanita di Indonesia adalah 3,5
kasus/ bulan. Dari contih tersebut, yang menggambarkan
frekuensi adalah 3,5 kasus/bulan (Maryani, 2010).
2. Distribusi (penyebaran) masalah kesehatan
Distribusi menggambarkan pengelompokan masalah
kesehatan menurut suatu keadaan tertentu, yang dalam
3
epidemiologi dibedakan menurut ciri-ciri manusia (person),
menurut tempat (place), dan menurut waktu (time). Dari contoh
di atas, yang menggambarkan distribusi adalah penduduk pria dan
wanita (person), Indonesia (place), bulan Juli 2005 – Februari
2006 (time) (Maryani, 2010).
3. determinan (faktor–faktor yang mempengaruhi)
Determinan menggambarkan faktor penyebab suatu
masalah kesehatan. Ada tiga langkah yang dilakukan untuk
mengetahui determinan yaitu merumuskan dugaan tentang
penyebab yang dimaksud, melakukan pengujian terhadap
rumusan dugaan yang telah disusun dan menarik kesimpulan.
Setelah diketahui penyebab suatu masalah kesehatan, maka dapat
disusun langkah-langkah perencanaan (development) dan
pengambilan keputusan dalam menanggulangi masalah kesehatan
tersebut. Dari contoh di atas, determinan flu burung adalah virus
H1N1, riwayat kontak dengan unggas yang terinfeksi virus H1N1
(Maryani, 2010).
2.1.2 Fungsi Epidemiologi
Dibawah ini adalah beberapa fungsi epidemiologi (Timmreck, 2005):
1. Untuk mempelajari riwayat penyakit.
a) Epidemiologi mempelajari tren penyakit untuk
memprediksi tren penyakit yang akan mungkin terjadi.
b) Hasil penelitian epidemiologi dapat di gunakan dalam
perancanaan pelayanan kesehatan dan kesehatan
masyarakat.
2. Diagnosis masyarakat
Penyakit, kondisi, cedera, gangguan, ketidakmampuaan,
defek/cacat apa sajakah yang menyebabkan kesakitan,
4
4
masalah kesehatan, atau kematian di dalam suatu komunitas
atau wilayah?
3. Mengaji risiko yang ada pada setiap individu karena mereka
dapat memengaruhi kelompok maupun populasi.
a) Faktor risiko, masalah, dan perilaku apa sajakah yang
dapat mempengaruhi kelompok populasi?
b) Setiap kelompok dikaji dengan melakukan pengkajian
terhadap faktor resiko dan menggunakan teknik
pemeriksaan kesehatan, mis., resiko kesehatan,
pemeriksaan, skrening kesehatan, tes kesehatan,
pengkajian penyakit,dst.
4. Pengkajian evaluasi, dan penelitian
a) Sebaik apa pelayanan kesehatan masyarakat dan
pelayanan kesehatan dalam mengatasi masalah dan
memenuhi kebutuhan populasi atau kelompok.
b) Untuk mengkaji keefektifan; efisiensi; kualitas;
kuantitas; akses; ketersediaan pelayanan untuk
mengobati, mengembalikan atau mencegah penyakit;
cedera; ketidakmampuan atau kematian.
5. Melengkapi gambaran klinis
a) Proses identifikasi dan diagnosis untuk mendapatkan
bahwa suatu kondisi memang ada atau bahwa seseorang
memang menderita penyakit tertentu.
b) Menentukan hubungan sebab akibat, mis., radang
tenggorokan dapat menyebabkan demam rematik.
6. Identifikasi sindrom
Membantu menyusun dan menetapkan kriteria untuk
mendefinisikan sindrom, mis.,sindrom Down, fetal alcohol,
kematian mendadak pada bayi, dst.
5
5
7. Menetukan penyebab dan sumber penyakit
Temuan epidemiologi memungkinkan dilakukannya
pengendalian, pencegahan, dan pemusnaan penyebab
penyakit, kondisi, cedera, ketidakmampuan, atau kematian
(Timmrek, 2005).
2.1.3 Tujuan Epidemiologi
Menurut Lilienfeld (2005), ada tiga tujuan umum studi
epidemiologi:
1. Untuk menjelaskan etiologi (studi tentang penyebab
penyakit) satu penyakit atau sekelompok penyakit, kondisi,
gangguan, defek, ketidakmampuan, sindron atau kematian
melalui analisis terhadap data medis dan yang berasal dari
setiap bidang atau disiplin ilmu yang tepat, termasuk ilmu
sosial/ perilaku.
2. Untuk menentukan apakah data epidemiologi yang ada
memang konsisten dengan hipotesis yang diajukan dan
dengan ilmu pengetahuan, ilmu perilaku dan ilmu biomedis
yang terbaru.
3. Untuk menentukan dasar bagi pengembangan langkah-
langkah pengendalian dan prosedur pencegahan bagi
kelompok dan populasi yang berisiko, dan untuk
pengembangan langkah-langkah dan kegiatan kesehatan
masyarakat yang diperlukan yang kesemuanya itu akan
digunakan untuk mengevaluasi untuk mengevaluasi
keberhasilan langkah-langkah kegiatan dan program
intervensi.
6
6
Host
LingkunganAgen
2.1.4 Konsep Dasar Epidemiologi Penyakit
A. Segitiga Utama Epidemiologi
Segitiga epidemiologi yang sering dikenal dengan istilah trias
epidemiologi merupakan konsep dasar yang memberikan gambaran tentang
hubungan antara 3 faktor utama yang berperan dalam terjadinya penyakit dan
masalah masalah lainnya yaitu host (tuan rumah/penjamu), agent (faktor
penyebab), dan environment (lingkungan). Hubungan antara penjamu, agen dan
lingkungan ini merupakan suatu kesatuan yang dinamis yang berada dalam
keseimbangan (disequilibrium) pada seseorang yang sehat. Jika terjadi gangguan
terhadapkeseimbangan hubungan segitiga inilah yang akan enimbulkan status
sakit. Hubungan keseimbangan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut
(Maryani, 2010) :
7
a. manusia dalam keadaan sehat
penjamu agen
lingkungan
b. manusia menderita penyakit karena daya tahan tubuh berkurang
penjamu bibit penyakit
lingkungan
c. manusia menderita penyakit karena kemampuan bibit penyakit meningkat
penjamu bibit penyakitlingkungan
d. manusia menderita penyakit karena perubahan lingkungan
penjamu lingkunganbibit penyakit
7
Komponen pada segitiga epidemiologi adalah (Maryani, 2010):
a. Faktor Penjamu (Host atau tuan rumah)
Penjamu adalah manusia atau makhluk hidup lainnya yang menjadi
tempat terjadi proses alamiah perkembangan penyakit. Yang termasuk
dalam faktor penjamu adalah (Maryani, 2010):
1. Genetika
Faktor keturunan dapat mempengaruhi status kesehatan,
misalnya buta warna, asma, hemofilia, sickle cell disease.
2. Umur
Umur juga mempengaruhi status kesehatan karena ada
kecenderungan penyakit menyerang umur tertentu misalnya
usia balita dan usia lanjut rentan tearhadap penyakit karena usia
balita sistem pertahanan tubuhnya belum stabil, sedangkan usia
lanjut sistem pertahanannya sudah menurun.
3. Jenis Kelamin (gender)
Jenis kelamin mempengaruhi status kesehatan karena ada
penyakit yang terjadi lebih banyak atau hanya ditemukan
mungkin pada wanita atau hanya pada laki-laki, misalnya pada
wanita terjadi kanker serviks, pada laki-laki kanker prostat.
4. Etnis/ras/warna kulit
Etnis/ras mempengaruhi status kesehatan karena terdapat
perbedaan antara ras kulit putih dengan orang kulit hitam,
misalnya ras kulit putih memiliki risiko lebih tinggi terkena
kanker kulit dibandingkan orang ras kulit hitam.
5. Keadaan Fisiologis tubuh
Keadaan Fisiologis tubuh merupakan keadaan tubuh yang
berfungsi normal. Keadaan Fisiologis tubuh mempengaruhi
status kesehatan misalnya kelelahan, kehamilan, pubertas,
stress, keadaan gizi.
8
8
6. Keadaan Imunologis
Keadaan imonologis merupakan keadaan pertahanan tubuh atau
kekebalan tubuh, di mana kekebalan di dapat secara aktif
maupun pasif, misalnya kekebalan yang diperoleh karena
adanya infeksi sebelumnya, memperoleh antibodi dari ibu atau
pemberian vaksinasi.
7. Perilaku/kebiasaan; gaya hidup, persional hygiene, hubungan
antar pribadi, rekreasi.
8. Penyakit sebelumnya
Penyakit sebelumnya mempengaruhi status kesehatan karena
ada penyakit yang jika sudah pernah terkena maka ketika
terjadinya serangan kedua menimbulkan kondisi yang lebih
parah atau ada juga jika penyakit sebelumnya telah sembuh
maka resiko terjadinya kekambuhan relatif lebih kecil atau
tidak terjadi (Maryani, 2010).
b. Faktor Agen
Agen (faktor penyebab) adalah suatu unsur, organisme hidup atau
kuman infektif yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit atau
masalah kesehatan lainnya. Yang termasuk faktor agen adalah
(Maryani, 2010):
1. Faktor nutrisi (gizi)
Nutrisi dapat menyebabkan penyakit dalam bentuk
kelebihan gizi dan kekurangan gizi. Bentuk kelebihan gizi
misalnya tingginya kadar glukosa, kolesterol, kelebihan
konsumsi vitamin tertentu. Bentuk kekurangan gizi misalnya
keadaan kurang gizi seperti defisiensi lemak, protein, vitamin.
9
9
2. Faktor Kimia
Dapat menyebabkan penyakit dalam bentuk keracunan
zat-zat berbahaya bagi tubuh, misalnya karbon monoksida,
asbes, kobalt atau zat alergen.
3. Faktor Fisik
Dapat menyebabkan penyakit dalam bentuk fisik atau
benda yang dapatt terlihat oleh mata juga terdefinisi oleh
pikiran, misalnya Suhu, Debu, radiasi, trauma mekanik (jatuh,
tabrakan, pukulan).
4. Faktor Biologis
Dapat menyebabkan penyakit, dimana faktor biologis ini
terdiri dari berbagai jenis, seperti (Maryani, 2010):
a. metazoa, seperti cacing tambang, cacing gelang,
Schistomiasis.
b. Protozoa, seperti disentri amoebae, plasmodium malariae.
c. Bakkteri, seperti treponema pallidum, streptococus
pneumoniae, mycobacterium tuberculosis.
d. Fungi (jamur), seperti Histoplasma capsulatum, Taeia pedis
e. Virus, seperti measels, mumps, smaallpox, polio.
Dari segi epidemiologi selain menggunakan konsep agen
sebagai penyebab penyakit juga menggunakan terminologi faktor
resiko. Dimana agen merupakan penyebab pasti suatu penyakit,
sedangkan faktor resiko merupakan seluruh faktor yang dapat
memberikan kemungkinan menyebabkan terjadinya penyakit. Hal
yang termasuk faktor resiko terjadinya penyakit diantaranya adalah
10
10
faktor gaya hidup, gangguan gizi, kemiskinan, perilaku tidak sehat,
kurang olah raga, dan lain-lain (Maryani, 2010).
c. Faktor lingkungan
Lingkungan adalah semua faktor di luar individu yang dapat berupa
lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi. Yang termasuk faktor
lingkungan adalah (Maryani, 2010):
1. Lingkungan Fisik, misalnya air, tanah, iklim, struktur bumi, dan
sebagainya.
2. Lingkungan Biologis, misalnya orang yang tinggal di lingkungan
yang padat, flora (sebagai bahan makanan) dan fauna (sebagai
sumber protein).
3. Lingkungan Sosial, misalnya a-sosial, urbanisasi, lingkungan kerja,
keadaan perumahan, keadaan sosial masyarakat (kekacauan, bencana
alam, perang, banjir).
4. Lingkungan Ekonomi, misalnya Status ekonomi, kemakmuran.
B. Konsep Sehat–Sakit
1. Pengertian Sehat
Pendekatan yang digunakan pada abad ke-21, sehat
dipandang dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya aspek itu
meliputi rasa memiliki kekuasaan, hubungan kasih sayang,
semangat hidup, jaringan dukungan sosial yang kuat, rasa berarti
dalam hidup, atau tingkat kemandirian tertentu (Maryani, 2010).
Menurut WHO (1947) sehat adalah keadaan yang sempurna
dari fisik, mental, sosial, tidak hanya bebas dari penyakit atau
kelemahan (Maryani, 2010).
11
11
Menurut UU No.36/2009, kesehatan itu mencakup 5 aspek, yakni
(Maryani, 2010):
a. Kesehatan Fisik
Kesehatan fisik mengandung arti bahwa seseorang
tidak merasa sakit dan memang secara klinis tidak ada
penyakit atau dengan kata lain semua organ tubuh normal
dan tidak ada gangguan fungsi tubuh.
b. Kesehatan Mental
Kesehatan Jiwa (Mental Health) adalah suatu
kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,
intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan
perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang-
orang lain (Pasal 1 UU No. 3 Tahun 1966 tentang
Kesehatan Jiwa).
c. Kesehatan Spiritual
Kesehatan spiritual mengandung arti bahwa
seseorang mampu mengekspresikan rasa syukur, pujian
atau penyembahan terhadap sang pencipta.
d. Kesehatan Sosial
Kesehatan sosial adalah peri kehidupan dalam
masyarakat sedemikian rupa sehingga setiap warga negara
mempunyai cukup kemampuan untuk memelihara dan
memajukan kehidupannya sendiri serta kehidupan
keluarganya dalam masyarakat yang memungkinnya
bekerja dan menikmati hiburan pada waktunya (Penjelasan
Pasal 3 UU No.9 Tahun 1960 tentang pokok-pokok
kesehatan)
e. Kesehatan Ekonomi
Kesehatan ekonomi dari produktivitas seseorang
yang sudah dewasa, mempunyai pekerjaan atau
12
12
menghasilkan secara ekonomi. Bagi yang belum memasuki
usia kerja, anak dan remaja atau bagi yang sudah pension
atau usia lanjut, sehat ekonomi terlihat dari perilaku
produktif secara sosial, yakni yang mempunyai kesehatan.
2. Pengertian Sakit
Menurut Parkins tahun 1937, sakit adalah suatu keadaan
yang tidak menyenangkan yang menimpa seseorang sehingga
menimbulkan gangguan aktifitas sehari-hari baik aktifitas
jasmani, rohani dan sosial (Maryani, 2010).
Menurut Bauman tahun 1965, seseorang menggunakan 3
kriteria untuk apakah mereka sakit (Maryani, 2010):
a. Adanya gejala seperti naiknya suhu, rasa nyeri, mual.
b. Persepsi tentang bagaimana mereka merasakan apakah baik,
buruk, atau sakit.
c. Kemampuan untuk melepaskan aktivitas sehari-hari apakah
mengganggu aktivitas bekerja, sekolah atau aktivitas sehari-
hari.
3. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular
A. Penyakit Menular
1) Defisi Penyakit menular
Penyakit menular adalah penyakit yang dapat berpindah
dari satu orang ke orang yang lain, baik secara langsung
maupun tidak langsung (Mariani, 2010).
Suatu penyakit dapat menular dari satu orang ke orang
yang lain ditentukan oleh tiga faktor, yakni (Mariani, 2010):
a. Agen (Penyebab penyakit)
b. Host (induk semang)
c. Route of transmission (jalannya penularan )
13
13
2) Agen-Agen Infeksi (etiologi atau penyebab infeksi)
Agen (faktor penyebab) adalah suatu unsur, organisme
hidup atau kuman infektif yang dapat menyebabkan
terjadinya penyakit atau masalah kesehatan lainnya. Agen-
agen infeksi dapat dikelompokkan menjadi (Mariani, 2010):
a. Golongan virus, misalnya arbovirus, adenovirus,
hemophilus influenza
b. Golongan riketsia, misalnya salmonella typhi,
salmonella paratyphi
c. Golongan bakteri, misalnya E. Coli, mycobacterium
tuberculosis, streptokokus, staphylokokus
d. Golongan protozoa, misalnya plasmodium malariae
e. Golongan jamur, yakni histoplasmosis capsulatum
f. Golongan cacing, yakni bermacam-macam cacing
perut seperti ascaris (cacing gelang), cacing
kremi,cacing pita, cacing tambang, dan sebagainya.
3) Reservoar
Reservoar adalah habitat atau tempat dimana bibit
penyakit mampu hidup dan berkembang biak. Reservoar
tersebut dapat berupa manusia, binatang atau benda-benda
mati (Mariani, 2010).
4) Sumber Infeksi dan Penyebaran Penyakit
Sumber infeksi adalah semua benda termasuk orang
atau binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada
orang. Untuk menularkan penyakit, kuman memulai
aksinya dengan memasuki pintu masuk tertentu (portal of
entry) calon penderita baru dan kemudian jika ingin
berpindah ke penderita baru lagi akan keluar melalui pintu
tertentu (portal of exit) misalnya kuman TBC keluar
melalui batuk maka penemuan kuman TBC dilakukan
14
14
dengan penemuan kumannya dibatuk atau dahaknya
(Mariani, 2010).
5) Macam-Macam Penularan
Route penularan adalah suatu mekanisme dimana
agen atau penyebab penyakit tersebut ditularkan dari satu
orang ke orang lain atau dari reservoar kepada host baru
(Mariani, 2010).
6) Faktor Host
Terjadinya suatu penyakit infeksi pada seseorang
ditentukan pula oleh faktor-faktor yang ada pada host itu
sendiri. Dengan kata lain, penyakit-penyakit dapat terjadi
pada seseorang tergantung oleh kekebalan atau resistensi
orang yang bersangkutan (Mariani, 2010).
7) Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular
Ada tiga pendekatan atau cara yang dapat dilakukan
untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit menular
yaitu (Mariani, 2010):
a)Pemberantasan Reservoir (sumber penyakit)
Pemberantasan reservoir manusia sebagai sumber
penyebaran penyakit dapat dilakukan dengan (Mariani,
2010):
Mengisolasi penderita (pasien), yaitu menempatkan
pasien ditempat yang khusus untuk mengurangi
kontak dengan orang lain.
Karantina adalah membatasi ruang gerak penderita
dan menempatkannya bersama-sama penderita lain
yang sejenis pada tempat yang khusus didesain untuk
itu. Biasanya dalam waktu lama, misalnya karantina
untuk penderita kusta.
15
15
Pemberantasan reservoir bintang sebagai sumber
penyebaran penyakit dapat dilakukan dengan (Mariani,
2010):
Memberantas sarang atau tempat hidup binatang,
misalnya pemberantasan sarang nyamuk ditempat air
yang tergenang dapat mencegah penyakit demam
berdarah atau malaria.
Melakukan vaksin binatang secara rutin.
Pemeliharaan kandang atau tempat hidup binatang yang
dipelihara.
b. Memutus Rantai Penularan
Upaya pencegahan penyakit melalui pemutusan
rantai penularan dapat dilakukan dengan cara (Mariani,
2010):
Memberikan penyuluhan tentang cara-cara penyebaran
penyakit menular
Meningkatkan sanitasi lingkungan dan hygiene
perorangan
B. Penyakit Tidak Menular
1) Pengerrtian Penyakit Tidak Menular
Penyakit tidak menular adalah penyakit yang tidak
pernah berpindah dari satu orang ke orang lain. Istilah
penyakit tidak menular kurang lebih mempunyai kesamaan
dengan sebutan (Mariani, 2010):
2) Penyakit Kronik
Penyakit kronik dapat dipakai untuk penyakit tidak
menular karena kelangsungannya biasanya bersifat kronik
16
16
(menahun) atau lama. Namun ada juga penyakit tidak
menular yang kelangsungannya yang mendadak atau akut,
misalnya keracunan (Mariani, 2010).
3) Penyakit Non-infeksi
Penyebab penyakit tidak menular biasa bukan
oleh mikro-organisme. Namun tidak berarti tidak ada
peranan mikroorganisme dalam terjadinya penyakit tidak
menular (Mariani, 2010).
4) Penyakit Degenerative
Kejadian penyakit tidak menular bersangkutan
dengan proses degenerasi atau penuaan, sehingga penyakit
tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Mariani,
2010).
5) New Communicable disease
Penyakit dianggap dapat menular melalui gaya
hidup atau life style. Gaya hidup dalam dunia modern dapat
menular dengan caranya sendiri, tidak seperti penularan
klasik penyakit menular yang melewati suatu rantai
penularan tertentu. Gaya hidup didalamnya menyangkut
pola makan, kehidupan sekssual, dan komunikasi global
(Bustan,2006).
C. Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular
Untuk faktor risiko penyakit tidak menular digunakan
sebutan faktor risiko (risk factors) hal ini untuk
membedakannya dengan istilah etiologi yang sering
dipergunakan dalam penyakit menular atau diagnosis klinik.
Contoh faktor risiko, merokok, alcohol, diet, gaya hidup,
17
17
obese, asbes, radiasi, sexual behavior, obat-obatan (Mariani,
2010).
2.1.5 Penelitian Epidemiologi
A. Sumber Masalah Penelitian
Masalah kesehatan pada dasarnya tersebar mengikuti pola
distribusi epidemiologis karena secara umum penyakit tersebar
menurut faktor penjamu, agen dan lingkungan. Oleh karebna itu,
penjelasan penyebaran penyakit dilakukan dengan menyatakan
karakteristik penderita, tempat kejadian dan waktu kejadiaanya
(Maryani, 2010).
B. Penemuan Masalah Penelitian
Karakteristik umum penilaian epidemiologis, adalah:
1. Penelitian ditunjukkan pada suatu pssopulasi atau kelompok
masyarakat tertentu
2. Umumnya bersifat observasional
3. Berusaha mencari hubungan sebab-akibat
Tahap-tahap yang dapat dilakukan dalam menemukan masalah
penelitian epidemiologi yang baik dan benar adalah (Maryani, 2010):
1. menentukan satu tema berkaitan dengan bidang epidemiologi
yang menyangkut beberapa aspek disiplin ilmu.
2. menguraikan topik tersebut dalam bentuk pernyataan dengan
membagi topik yang bersifat umum dalam beberapa bagian
sub topik
3. memilih satu dari daftar sub topik yang dianggap menarik
untuk diteliti
18
18
4. Mengevaluasi topik yang dianggap menarik
Pilihan yang sudah dibuat perlu untuk dievaluasi kembali. Untuk
mengevaluasi masalah penelitian yang telah dipilih, maka harus
didasarkan pada lima karakteristik berikut (Maryani, 2010):
1. Menarik
2. Masih baru
3. Aktual
4. Bermanfaat
5. Dapat dilaksanakan
6. Tidak melanggar etik
7. Sesuai dengan kemampuan penelitian
8. Sesuai dengan kebijakan pemerintah
2.1.6 Data Epidemiologi
A. Definisi Data
Data adalah gambaran dari sesuatu dan kejadian yang kita
hadapi.Dalam kehidupan sehari-hari datang merupakan fakta
tersurat dalam bentuk tulisan tentang suatu objek.Data
epidemiologi merupakan komponen dasar dari informasi
epidemiologi yang akan diproses lebih lanjut untuk menghasilkan
informasi epidemiologi.Dengan adanya data,epidemiologi dapat
melihat masalah kesehatan yang sedang terjadi (Maryani, 2010).
B. Sumber Data
Sumber untuk memperoleh data didapatkan dari (Maryani, 2010):
19
19
1. Data Kependudukan
Data yang menyagkut penduduk dengan berbagai
karateristiknya merupakan salah satu data pokok yang amat
diperlukan untuk perencanaan epidemiologi kependudukan,
dimana data dapat diperoleh dari (Maryani, 2010):
a. Sensus Penduduk
Berdasarkan undang–undang No.16 tahun 1997
tentang Statistik dan Peraturan Pemerintah No.51 tahun
1999 tentang penyelenggaraan statistik, sensus penduduk
dilaksanakan 10 tahun sekali pada tahun yang berakiran
sejak kemerdekaan telah diselenggarakan sensus penduduk
sebanyak enam kali, yaitu padsa tahun 1961,
1971,1980,1990,2000,2010. Sensus merupakan pencacahan
seluruh pendudukn pada suatu saat yang bersamaan dan
mencangkup seluruh wilayah geografis suatu negara/
daerah.Konsep yang dipakai di Indonesia adalah perpaduan
dari konsep dejure dan de facto.
b. Survei
Survei merupakan pengumpulan data dari sebagian
populasi yaitu dengan menarik sampel, dimana pemilihan
sampel dilakukan dengan menggunakan metode statistik
tertentu sehingga tetap dapat melakukan pendugaan atas
populasinya.
c. Registrasi penduduk
Registrasi pendududuk merupakan pencatatan dan
terus menerus mengenai peristiwa vital yang dialami
penduduk berupa kelahiran,kematian dan perpindahan.
20
20
2. Data Kelahiran dan Kematian
a. Data kelahiran
Data kelahiran dapat diperoleh dari pencatatan akte
kelahiran dan klinik/rumah bersalin serta pelayanan
kesehatan lainnya. Akta kelahiran adalah akta catatan sipil
hasil pencetakan hasil kelahiran seseorang.
b. Data kematian
Data kematian selalu diperoleh dari surat keterangan
meninggal dan tempat pelayanan kesehatan.
3. Data kesakitan
Data kesakitan dapat diperoleh dari (Maryani, 2010):
a. Rekam medis Rumah Sakit dan Puskesmas
b. Praktik dokter swasta
c. Pendataan dan penelitian khusus
4.Data Lainnya
Sumber data diperoleh juga dari data-data berikut, yaitu (Maryani,
2010):
a. Data sanitasi lingkungan
b. Laporan imunisasi
c. Pencacatan dan laporan KB.
C. Surveilans dan Pengambilan Data
1. Surveilans
a. Definisi Surveilans
Surveilans Epidemiologi merupakan pekerjaan praktis yang
utama dari ahli epidemoilogi. Seperti telah diketahui bahwa
“metode epidemiologi” mula-mula digunakan untuk
mempelajari epidemi, lalu meluas mempelajari penyakit
infeksi atau penyakit menular, dan kemudian semakin meluas
dengan mempelajari penyakit kronis termasuk penyakit
21
21
kekurangan gizi, kanker, kardiovaskuler, kecelakaan, dll.
(Maryani, 2010).
b. Unsur-unsur Surveilans Epidemiologi
Data yang dikumpulkan berasal dari bermacam-macam
sumber dan berbeda-beda antara satu negara dan negara lain.
Sumber-sumber tersebut disebut dengan unsur-unsur
surveilans epidemiologi. Unsur-unsur surveilans epidemiologi
untuk penyakit, khususnya penyakit menular adalah sebagai
berikut (Maryani, 2010).
c. Pencatatan kematian
Pencacatan kematian yang dilakukan di tingkat desa
dilaporkan ke tingkat kelurahan seterusnya ke tingkat
kecamatan dan puskesmas lalu selanjutnya dilaporkan ke
kabupaten daerah tingkat II(Maryani, 2010).
d. Laporan Penyakit
Bila terjadi lonjakan frakuensi penyakit melebihi ukuran
endemis berarti terjadi kejadian luar biasa pada daerah atau
lokasi tertentu. Macam data yang diperlukan sesederhana
mungkin, variabel “orang hanya diperlukan data mengenai
nama dan umurnya sedangkan variabel “tempat” hanya
diperlukan data mengenai alamanya, dan yang tidak boleh
dilupakan adalah diagnosis penyakit dan kapan mulai
timbulnya penyakit tersebut(Maryani, 2010).
e. Laporan Wabah
Laporan wabah dengan distribusi penyakit menurut waktu,
tempat, dan orang, penting artinya untuk menginterpretasikan
22
22
data dalam rangka mengetahui sumber dan penyebab wabah
tersebut(Maryani, 2010).
f. Pemeriksaan laboratorium
Laboratorium merupakan suatu sarana yang penting untuk
mengetahui kuman penyebab penyakit menular(Maryani,
2010).
g. Survei
Dengan pengukuran ini dapat diketahui luasnya masalah
penyakit tersebut. Bila setelah survei pertama dilakukan
pengobatan terhadap penderita, maka dengan survei kedua
dapat ditentukan keberhasilan pengobatan tersebut(Maryani,
2010).
h. Penyakit kasus
Penyakit kasus dimaksudkan untuk mengetahui riwayat
alamiah penyakit yang belum diketahui secara umum yang
terjadi pada seseorang atau lebih individu(Maryani, 2010).
i. Penyelidikan wabah atau kejadian luar biasa
Dalam hal ini diperlukan diagnosis klinik dan diagnosis
laboratoris di samping penyelidikan epidemi di lapangan.
Wabah yang terjadi sering dikenal dengan istilah kejadian luar
biasa (KLB)(Maryani, 2010).
j. keberhasilan pengobatan tersebut.
Penyelidikan tentang distribusi dari vektor dan reservoir
penyakit. Penyakit zoonosis terdapat pada manusia dan
binatang, dalam hal ini binatang dan manusia merupakan
reservoir(Maryani, 2010).
k. Penggunaan obat-obatan, serum, dan vaksin
Keterangan yang menyangkut penggunaan bahan-
bahan tersebut, yaitu mengenai banyak, jenis, dan waktu
23
23
pemberian petunjuk kepada kita mengenai masalah penyakit.
Di samping itu, dapat pula dikupulkan keterangan mengenai
efek samping dari bahan-bahan tersebut(Maryani, 2010).
l. Keterangan mengenai penduduk dan lingkungan
Persediaan bahan makanan penting diketahui apakah ada
hubungan dengan kekurangan gizi, faktor-faktor lain yang
berhubungan dengan kependudukan dan lingkungan ini perlu
selalu dipikirkan dalam rangka analis epidemiologi. Data ini
tentu harus didapat di lembaga-lembaga non-
kesehatan(Maryani, 2010).
m. Kegunaan surveilans epidemiologi:
mengetahui dan melengkapi gambaran epidemiologi dari
suatu penyakitmenentukan penyakit mana yang diprioritaskan
untuk diobati atau diberantasmeramalkan terjadinya
wabahmenilai dan memantau pelaksanaan program
pemberantasan penyakit menular dan program-program
kesehatan lainnya, seperti program mengatasi kecelakaan,
program kesehatan gigi, program gizi, dan lainnya.Mengetahui
jangkauan atau cakupan pelayanan kesehatan(Maryani, 2010).
2. Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel yang baik merupakan pondasi dari inti
semua penelitian ilmiah, tidak terkecuali epidemiologi.Ahli
epidemiologi harus mendapatkan jumlah sampel yang sebesar
mungkin.Semakin banyak banyak partisipan dalam survei, semakin
akurat temuannya(Timmrec, 2005).
a. Pengambilan sampel dan Penempatan Acak
Pengambilan sampel dan randomisasi atau penempatan
secara acak.Beberapa konsep dan tehnik random sampling
dapat digunakan(Timmrec, 2005).
24
24
b. Penempatan Acak/Randomisasi
Penempatan secara acak dan randomisasi merupakan
dua istilah yang digunakan secara bergantian.Randomisasi
adalah kegiatan seleksi dan penempatan seseorang ke dalam
kelompok tanpa bermaksud melakukan penempatan
berdasarkan kategori atau karakteristik apapun.Sampel acak
merupakan hasil proeses pengembilan sampel yang baik yang
menggabungkan randomisasi dengan prosedur pengambilan
sampel(Timmrec, 2005).
c. Pengambilan Sampel dan Seleksi Sampel
Pengambilan sampel harus mempertimbangkan jenis
survei dan pendekatan yang digunakan dan jenis temuannya
yang diharapkan.Alasan utama untuk menggunakan teknik
pengambilan sampel adalah untuk menghemat biaya dan
tenaga, serta untuk memprediksikan kebutuhan atau
menentukan masalah (berlawanan dengan yang terjadi pada
kegiatan survei seluruh populasi)(Timmrec, 2005).
d. Bias Sampel
Bias sampel penting untuk dipikirkan dan dihindari.
Banyak tipe bias yang dihadapi ahli epidemiologi. Salah
satunya adalah bias vasibilitas, hanya mereka yang dapat
diidentifikasi atau yang ditangani yang dilibatkan, sebaliknya
mereka yang tidak mudah diidentifikasi atau pun dijangkau
akan dikeluarkan. Tipe kedua adalah bias urutan, yaitu ketika
seseorang dipilih berdasarkan urutan abjad, urutan angka, jalan
rumahnya, atau urutan lainnya. Kecenderungannya adalah
terlalu sering menggunakan nama depan orang, sementara
nama belakang (nama keluarga), orang tersebut jarang
dimasukkan. Bias ketiga adalah bias eksesibilitas yang sering
terjadi jika pekerja lapangan diperbolehkan mengambil
sampel, maka mereka cenderung mengambil orang yang
25
25
paling mudah dijangkau. Keempat adalah bias klaser yang
terjadi saat klaser-klaser sebjek ditempatkan terlalu
berdekatan, misalnya , mereka yang tinggal berdekatan
mungkin akan berinteraksi dan berbagai informasi. Terakhir
adalah bias afinitas, yaitu saat penelitian mewawancarai
mereka yang memang cenderung dipilih sebagai sampel oleh
peneliti itu(Timmrec, 2005).
e. Studi Longitudinal
Metode studi longitudinal yang diterapkan sebagai
prospektif mengandung arti bahwa studi tersebut terjadi dalam
rentang waktu tertentu, dan sering kali berlangsung selama
periode waktu yang panjang(Timmrec, 2005).
2.1.7 Pengukuran Sumber Kesehatan
a. Ukuran Epidemiologis
Ukuran dasar yang digunakan dalam epidemiologi
mencakup angka (rate), rasio dan proporsi. Ketiga bentuk
perhitungan ini digunakan untuk mengukur dan menjelaskan
peristiwa kesakitan, kematian dan nilai statistik vital lainnya.
Mislanya kesakitan bisa diukur dengan angka insidensi,
prevalensi, dan angka serangan, sedangkan kematian bisa diukur
dengan angka kematian (Maryani, 2010).
Ukuran epidemiologis selalu dipengaruhi oleh berbagai
faktor, diantaranya faktor person atau orang, yang dinilai disini
adalah dari aspek jumlah atau frekuensi orang yang berkaitan
dengan suatu peristiwa, selain itu faktor place atau tempat adalah
faktor yang berkaitan dengan darimana orang-orang yang
mengalami peristiwa tersebut berasal. Faktor time atau waktu
adalah periode atau waktu kapan oarang-orang tersebut
mengalami suatu peristiwa (Maryani, 2010).
26
26
b. Angka (Rate)
Angka (rate) adalah suatu jumlah kejadian dihubugkan
dengan populasi yang bersangkutan. Peristiwa yang biasanya
diukur dalam bentuk angka diantaranya adalah kesakitan, dimana
yang digunakan untuk perhitungan kasus adalah insidence rate,
prevalence rate (point prevalence rate), periode prevelence rate,
attack rate dan dalam hubungan dengan kematian akan
dibicarakan crude death rate, age specific death rate, cause
disease specific death rate(Maryani, 2010).
1. Incidence Rate (Angka Insidensi)
Incidence Rate (Angka Insidensi) adalah jumlah
kasus baru penyakit tertentu yang terjadi di kalangan
penduduk pada suatu jangka waktu tertentu (umumnya satu
tahun) dibandingkan dengan jumlah penduduk yang
mungkin terkna penyakit baru tersebut pada pertengahan
tahun jangka waktu yang bersangkutan dalam persen atau
permil (Maryani, 2010).
Rumus:
Incidencerate=
Jumala h kasusbarusuatupenyakitselamaperiodetertentu
populasiyangmempunyairesikoxK
Untuk pengukuran incidenci diperlukan penentuan
waktu atau saat timbulnya penyakit. Penentuan incidence
rate ini tidak begitu sulit berhubung terjadinya dapat
diketahui pasti atau mendekati pasti, tetapi jika penyakit
timbulnya tidak jelas, disini waktu ditegakkan diagnosis
dapat diartikan sebagai waktu mulai penyakit.Kegunaan
incidence rate adalah dapat mempelajari faktor-faktor
penyebab dari penyakit yang akut maupun kronis. Incidence
27
27
rate adalah suatu ukuran langsung adri kemungkinan atau
probalitas untuk menjadi sakit (Maryani, 2010).
2. Attack Rate (Angka Serangan)
Angka serangan adalah jumlah penderita baru
suatu penyakit yang ditemukan pada satu saat tertentu
dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin
terkena penyakit tersebut pada saat yang sama dalam persen
atau permil. Angka serangan diterapkan terhadap populasi
yang sempit dan terbatas pada suatu periode, misalnya
dalam suatu wabah (Maryani, 2010).
Rumus :
AttackRate= jumla h kasusselamaepidemipopulasiyangmempunyairesiko−resiko
xK
3. Sekunder Attack Rate (Angka Serangan Sekunder)
Sekunder Attack Rate (Angka Serangan Sekunder)
adalah jumlah penderita baru suatu penyakit yang
mendapat serangan kedua dibandingkan dengan jumlah
penduduk dikurangi jumlah orang yang telah pernah
terkena pada serangan pertama dalam persen atau permil
(Maryani, 2010).
Rumus :
SekunderAttackRa te= jumlah penderitabaru pada serangan keduajumla h penduduk yang terkena serangan pertama
xK
4. Point Prevalence Rate
Prevalensi adalah gambaran tentang frekuensi
penderita lama dan baru yang ditemukan pada waktu
jangka tertentu disekelompok masyarakat tertentu. Point
Prevalence Rate mengukur jumlah penderita lama dan
baru yang ditemukan di sekelompok masyarakat tertentu
pada satu titik waktu tertentu dibagi dengan jumlah
28
28
penduduk ssaat itu dalam persen atau permil. Point
Prevalence Rate biasa juga disebut Prevalence Rate saja
(Maryani, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi prevalence rate, yaitu
(Maryani, 2010):
a. Frekuensi orang atau person yang telah sakit pada waktu yang
lalu.
b. Frekuensi orang atau person yang sakit yang baru ditemukan
c. Lamanya atau time menderita sakit.
Rumus :
PointPrevelenceRate=
jumla h kasuspenyakityangadapadasatutitikwaktu
jumla h pendudukseluru h nyaxK
5. Periode Prevalence Rate
Periode Prevalence Rate adalah jumlah penderita
lama dan baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu
waktu jangka tertentu dibagi dengan jumlah penduduk
pada pertengahan jangka waktu yang bersangkutan dalam
persen atau permil. Periode Prevalence terbentuk dari
Periode Prevalence Rate ditambah incidence rate dan
kasus-kasus yang kambuh selama periode observasi
(Maryani, 2010).
PeriodPrevalenceRate= jumlah penderitalamadanbarujumla h pendudukpertenga h an
xK
6. Crude Death Rate (Angka Kematian Kasar)
Crude Death Rate (Angka Kematian Kasar)
adalah jumlah semua kematian yang ditemukan pada satu
jangka waktu tertentu (satu tahun) dibandingkan dengan
29
29
30
jumlah penduduk pada pertengahan waktu yang
bersangkutan dalam persen atau permil. Crude Death Rate
digunakan untuk perbandingan angka kematian antar
berbagai penduduk yang mempunyai susunan umur yang
berbeda-beda tetapi tidak dapat secara langsung melainkan
harus melalui prosedur penyesuaian (adjusment). Crude
Death Rate digunakan secara luas karena sifatnya yang
merupakan summary rate dan dapat dihitung dengan
adanya informasi yang minimal (Maryani, 2010).
CrudeDeat h Rate=
jumlah kematiandikalanganpendudukdisuatudaerahdalam 1 tahunjumla h pendudukrata−rata ¿
¿¿
7. Cause Disease Specific Death Rate (Angka Kematian
Penyebab Khusus)
Cause Disease Specific Death Rate adalah jumlah
keseluruhan kematian karena suatu penyebab khusus
dalamsatu jangka waktu tertentu dibagi dengan jumlah
penduduk pada pertengahan waktu yang bersangkutan
dalam persen atau permil (Maryani, 2010).
CauseSpecificDeat h Rate=
Jumla h kematiankarenapenyebabk h usus
jumlah pendudukpertenga h anxK
8. Age Specific Death Rate (Angka Kematian Pada Umur
Tertentu)
Age Specific Death Rate adalah jumlah
keseluruhan kematian pada umur tertentu dalam satu
jangka waktu tertentu (satu tahun) dibagi dengan jumlah
penduduk pada umur yang bersangkutan pada daerah dan
30
31
tahun yang bersangkutan dalam persen atau permil
(Maryani, 2010).
AgeSpecificDeat h Rate=
jumla h kematianantaraumur 1−5ta hundisuatudaera hdalamwaktu1ta h un
jumlah pendudukberumurantara1−5 ta hunpadadaerah
danta hunyangsama
xK
9. Proporsi
Proporsi merupakan hubungan antar jumlah
kejadian dalam kelompok data yang mengenai masing-
masing kategori dari kelompok itu atau hubungan antara
bagian dari kelompok dengan keseluruhan kelompok yang
dinyatakan dalam persen. Proporsi umumnya digunakan
jika tidak mungkin menghitung angka indensi, karena itu
proporsi tidak dapat menunjukkan perkiraan peluang
keterpaparan atau infeksi, kecuali jika banyaknya orang
dimana peristiwa dapat terjadi adalah sama pada setiap sub
kelompok (Maryani, 2010).
10. Rasio
Rasio adalah suatu pernyataan frekuensi
perbandingan peristiwa atau orang yang memiliki
perbedaan antara suatu kejadian terhadap kejadian lainnya.
Dalam hal ini pernyataan yang penting dalam epidemiologi
adalah jumlah orang sakit dibandingkan dengan
jumlahorang sehat, misalnya: rasio orang sakit kanker
dibandingkan dengan orang sehat (Maryani, 2010).
2.2 Puskesmas
2.2.1 Azas dan Peran Puskesmas
A. Asas Puskesmas
31
32
32
Asas-asas puskesmas dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan dasar puskesmas berpedoman pada 4 asas pokok yaitu
(Departemen Kesehatan RI, 1991):
1. Asas pertanggungjawaban wilayah
Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar
puskesmas betanggung jawab terhadap semua masalah
kesehatan yang ada di seluruh wilayah kerjanya secara aktif.
2. Asas peran serta masyarakat
Puskesmas harus melibatkan masyarakat secara aktif dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar seperti dengan
Posyandu yang selama ini telah berjalan dengan baik.
3. Asas keterpaduan
Perpaduan kerja lintas sector dan lintas program akan
menjadikan pelayanan kesehatan dasar menjadikan
puskesmas lebih efektif dan efisien.
4. Asas rujukan
Untuk menangani kasus di luar kemampuan puskesmas harus
melakukan rujukan,dimana rujukan kasus kedokteran adalah
rumah sakit yang lebih mampu sedang rujukan masalah
kesehatan masyarakat adalah dinas kesehatan setempat.
B. Peran Puskesmas
1. Lintas Program
a) Upaya kesehatan wajib
Upaya kesehatan wajib adalah upaya yang ditetapkan
berdasarkan komitmen nasional, regional dan gelobal serta
yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan
derajat kesehatatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini
harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas, yang ada
diwilayah indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah
(Departemen Kesehatan RI, 1991):
32
a. Upaya promosi kesehatan
b. Upaya kesehatan lingkungan
c. Upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana
d. Upaya perbaikan gizi masyarakat
e. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit
menular
f. Upaya pengobatan.
2. Lintas Sektor
Merupakan tanggung jawab puskesmas sebagai unit
pelaksana teknis adalah menyelenggarakan sebagai tugas
pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas
kesehatan kabupaten/kota.Untuk hasil yang
optimal,penyelenggaraan pembangunan kesehatan tersebut
harus dapat dikoordinasikan dengan berbagai lintas sektor
yang ada di tingkat kecamatan.Diharapakan disatu
pihak,penyelenggaraan pembangunan kesehatan di
kecamatan tersebut mendapat dukungan dari berbagai sector
terkait,sedangkan di pihak lain pembangunan yang
diselenggarakan oleh sektor lain di tingkat kecamatan
berdampak positif terhadap kesehatan Departemen
(Kesehatan RI, 1991).
Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya
kesehatan pokok puskesmas yang ada yakni Departemen
(Kesehatan RI, 1991):
a. Upaya kesehatan sekolah
b. Upaya kesehatan olahraga
c. Upaya perawatan kesehatan masyarakat
d. Upaya kesehatan kerja
e. Upaya kesehatan gigi dan mulut
f. Upaya kesehatan jiwa
g. Upaya kesehatan mata
33
34
h. Upaya kesehatan usia lanjut
i. Upaya pembinaan pengobatan tradisional
Sebagai lembaga kesehatan yang menjangkau
masyarakat wilayah terkecil dalam hal pengorganisasian
masyarakat, serta peran aktif masyarakat dalam
menyelenggarakan kesehatan mandiri Departemen
(Kesehatan RI, 1991).
Cara-cara yang di tempuh Puskesmas (Kesehatan RI, 1991):
1. Merangsang masyarakat termasuk swasta utuk
melaksanakan kegiatan dalam rangka menolong
dirinya sendiri.
2. Memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang
bagaimana menggunakan sumberdaya secara efisien
dan efektif.
3. Memberikan bantuan teknis.
4. Memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada
masyarakatKerjasama lintas sektor.
2.2.7 Program Puskesmas
Dalam melaksanankan pelayanan kesehatannya di
masyarakat, puskesmas mempunyai beberapa program yang harus
dilaksanakan, yaitu (Slamet, 1994):
1. Program Wajib
a. Promosi Kesehatan (Promkes) (Slamet, 1994):
a) Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
b) Sosialisasi Program Kesehatan
c) Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas)
b. Pencegahan Penyakit Menular (P2M) (Slamet, 1994):
a) Surveilens Epidemiologi
34
35
b) Pelacakan Kasus: TBC, Kusta, DBD, Malaria, Flu
Burung, ISPA, Diare, IMS (Infeksi Seksual
Menular), Rabies
c. Program Pengobatan (Slamet, 1994):
a) Rawat Jalan Poli Umum
b) Pengobatan Penyakit Gigi dan Mulut
c) Unit Rawat Inap: Keperawatan, Kebidanan
d) Unit gawat Darurat (UGD)
e) Puskesmas Keliling (Puskel)
d. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) (Slamet, 1994):
a) ANC (Antenatal Care), PNC (Post Natal Care), KB
(Keluarga Berencana)
b) Persalinan, Rujukan Bumil Resti, Kemitraan Dukun
e. Upaya Peningkatan Gizi (Slamet, 1994)::
Penimbangan, Pelacakan Gizi Buruk, Penyuluhan Gizi
f. Kesehatan Lingkungan (Slamet, 1994):
a) Pengawasan SPAL (saluran pembuangan air
limbah), SAMI-JAGA (sumber air minum-jamban
keluarga), TTU (tempat-tempat umum), Institusi
pemerintah
b) Survey Jentik Nyamuk
g. Pencatatan dan Pelaporan (Slamet, 1994):
Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP)
2. Program Inovatif
a. Usaha kesehatan sekolah meliputi pendidikan kesehtan,
pelayanan kesehatan, pembinaan lingkungan sehat
b. Perawatan kesehatan masyarakat
c. Usaha kesehatan gigi dan mulut
d. Usaha kesehatan jiwa
e. Laboratorium sederhana
f. Upaya kesehatan usia lanjut
35
36
g. Upaya kesehatan kerja
h. Upaya kesehatan mata
i. Usaha kesehatan olahraga
j. Pembinaan pengobatan
k. Sistem pencatat dan pelaksanaan
3. Program Tambahan atau Penunjang Kesehatan
Puskesmas mempunyai beberapa program tambahan yang
dilaksanakan sebagai kegiatan tambahan sesuai kemampuan
sumber daya manusia dan material puskesmas dalam melakukan
pelayanan. Program-program tersebut adalah (Slamet, 1994):
a. Kesehatan mata: pelacakan kasus, rujukan
b. Kesehatan jiwa: pendataan kasus, rujukan
c. Kesehatan lansia: pemeriksaan, penjaringan
d. Kesehatan reproduksi remaja : penyuluhan, konseling
e. Kesehatan sekolah: pembinaan sekolah sehat, pelatihan
dokter kecil
f. Kesehatan olahraga: senam, kesegaran jasmani
2.2.8 Peran Masyarakat dalam Mengatasi Masalah Kesehatan
Masyarakat
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.128 /
MENKES/SK/II/2004 tanggal 10 Februari 2004. Sebagai
penanggung jawab penyelenggaraan pembangunan kesehatan
diwilayah kerjanya,puskesmas memerlukan dukungan aktif dari
masyarakat sebagai objek dan subjek pembangunan. Dukungan
aktif tersebut diwujudkan melalui pembentukan Badan Penyantun
Puskesmas (BPP), yang menghimpunan berbagai potensi
masyarakat, seperti: Tokoh Masyarakat, Tokoh agama, LSM
(Lembaga Swadaya Masyarakat), Organisasi Kemasyarakatan,
serta dunia usaha,BPP tersebut berperan sebagai mitra Puskesmas
dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan (Menkes,2004).
a. Badan Penyantun Puskesmas (BPP)
36
37
Pengertian :
Suatu organisasi yang menghimpun tokoh-tokoh
masyarakat peduli kesehatan yang berperan sebagai mitra kerja
Puskesmas dalam menyelenggarakan upaya pembangunan
kesehatan di wilayah kerja Puskesmas (Menkes,2004).
Fungsi:
1. Melayani pemenuhan kebutuhan penyelenggara
pembangunan kesehatan oleh Puskesmas(to serve).
2. Memperjuangkan kepentingan kesehatan dan keberhasilan
pembangunan kesehatan oleh Puskesmas(to advocate).
3. Melaksanakan tinjauan kritis dan memberikan masukan
tentang kinerja Puskesmas(to watch)(Menkes, 2004)
Tujuan kesehatan masyarakat adalah baik dalam bidang
promotif,preventif,kuratif dan rehabilitatif adalah agar setiap warga
masyarakat dapat mencapai derajat kesehatan yang setingi-
tingginya baik fisik,mental,sosial, serta diharapkan berumur
panjang (Effendy,1998).
Untuk dapat mencapai tujuan tersebut Windslow
menetapkan suatu syarat yang sangat penting yaitu “Harus selalu
ada pengertian, bantuan dan partisipasi dari masyarakat secra
teratur dan terus menerus” (Effendy,1998).
b. Ruang lingkup Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan kesehatan masyarakat meliputi usaha-
usaha (Effendy, 1998):
37
38
1. Promotif (Peningkatan kesehatan)
Adalah usaha yang ditujukan untuk meningkatkan kesehatan
yang meliputi usaha-usaha,peningkatan gizi,pemeliharaan
kesehatan perseorangan,pemeliharaan
kesehatanlingkungan,olahraga secara teratur,istirahat cukup
dan rekreasi sehingga seseorang dapat mencapai tingkat
kesehatan yang optimal(Effendy,1998).
3. Preventif (Pencegahan penyakit)
Adalah usaha yang ditujukan untuk mencegah terjadinya
penyakit melalui usaha-usaha pemberian immunisasi pada
bayi dan anak,ibu hamil,pemeriksaan kesehatan secara
berkala untuk mendeteksi penyakit secara dini
(Effendy,1998)
3.Kuratif (Pengobatan)
Adalah usaha yang ditujukan terhadap orang yang sakit untuk
dapat diobati secara tepat dan kuat sehingga dalm waktu sikat
dapat dipulihkan kesehatannya (Effendy,1998).
4.Rehabilitatif ( Pemulihan kesehatan)
Adalah usaha yang ditujukan terhadap penderita yang baru
pulih dari penyakit yang di deritanya.Usaha pemulihan ini
ditujukan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan
fisik,mental,dan sosial pasien sebagai akibat dari penyakit
yang di deritanya melalui latihan-latihan yang telah
terprogram dan dapat pula dilakukan melalui latihan
fisioterapi(Effendy,1998).
Rehabilitasi terdiri dari :
38
39
a. Rehabilitasi fisik, yaitu agar bekas penderita memperoleh
perbaikan fisik denagn sebaik-baiknya, misalnya kaki patah
mendapat rehabilitasi dengan kaki buatan.
b. Rehabilitasi mental, yaitu agar bekas penderita dapat
menyesuaikan diri dalam hubungan perseorangan dan
sosial.
c. Rehabilitasi sosial, yaitu agar bekas penderita dapat kembali
menempati suatu pekerjaan atau jabatan dalam masyarakat
sesuai dengan kemampuannya. (Effendy,1998).
c. Prinsip-prinsip Dasar
Untuk melaksanakan suatu usaha kesehatan masyarakat
perlu memperhatikan beberapa prinsip pokok sebagai berikut:
a. Usaha kesehatan masyarakat lebih mengutamakan usaha
promotif dan preventif daripada kuratif.
b. Dalam melaksanakan usaha-usaha promotif dan preventif
selalu mempergunakan biaya serendah-rendahnya dengan
mengharapkan hasil yang sebaik-baiknya.
c. Usaha kesehatan masyarakat berlandaskan pada kegiatan
masyarakat sebagai pelaku(subjek) maupun sasaran (objek),
dengan kata lain dari, oleh dan untuk masyarakat.
d. Dalam usaha kesehatan masyarakat selalu melibatkan
masyarakat sebagai pelaku melalui kegiatan yang
terorganisasi.
e. Usaha-usaha kesehatan masyarakat yang dijalankan harus
diangkat dari masalah- masalah kesehatan yang ada di
masyarakat yang apabila tidak ditanggulangi akan
mengancam kesehatan dan keselamatan masyarakat itu
sendiri (Effendy,1998).
39
d. Tingkat-tingkat Pencegahan Penyakit
Kedokteran berdasarkan Bukti (Evidence Based
Medicine) adalah tindakan tangguhan yang dilakukan untuk
memberikan cara kerja yang efektif dan menggunakan metode
analisis ilmiah serta informasi sains yang global yang
modern.Paradigma baru Evidence Based Medicine comparises
yang berbeda asumsi (Friedland, 1998):
1. bila mungkin, dokter menggunakan informasi yang berasal
dari sistematis, studi direproduksi, dan unnbiased untuk
meningkatkan kepercayaan diri mereka dalam prognosis
benar, kemanjuran terapi, dan kegunaan dari tes diagnostik.
2. Pemahaman tentang patofisiologi itu perlu tetapi tidak
cukup untuk praktek kedokteran klinis
3. pemahaman tentang aturan-aturan tertentu bukti diperlukan
untuk mengevaluasi aand menerapkan literatur medis secara
efektif.
Dalam paradigma baru Evidence Based Medicine, keputusan
terutama didasarkan pada aturan-aturan tertentu bukti yang
diterapkan untuk studi sistematis.Evidence Based Medicine
merupakan praktek membuat keputusan medis melalui
identifikasi bijaksana, evaluasi, dan penerapan informasi yang
paling relevan(Friedland, 1998).
Sudah lebih dari 30 tahun kedokteran berbasis bukti
(Evidence Based Medicine/EBM) dipraktikkan di dunia
kedokteran, sementara baru tahun 1992 istilah kedokteran
berbasis bukti mulai secara resmi diperkenalkan. Sejak itu
materi kedokteran berbasis bukti mulai diajarkan terutama di
kurikulum fakultas kedokteran. Publikasi buku kedokteran
berbasis bukti juga mengalami perkembangan yang sangat pesat,
mulai dari satu publikasi pada tahun 1992 menjadi ribuan di
40
tahun 1998. Kedokteran berbasis bukti dikembangkan oleh para
klinisi yang prihatin akan praktik-praktik kedokteran saat
itu,yang dianggap belum memanfaatkan bukti-bukti ilmiah
secara optimal. Greenhalgh menggambarkan empat cara
pengambilan keputusan medis yang berlaku sebelum praktik
kedokteran berbasis bukti berkembang. Cara pertama adalah
pengambilan keputusan berdasarkan anekdot. Kasus yang
sedang dihadapi ditatalaksana berdasarkan
pengalamanmenangani kasus (skenario/anekdot) sebelumnya
yang mirip. Pengambilan keputusan berdasarkan anekdot kurang
memperhitungkan faktor-faktor yang mungkin saja berbeda dari
satu kasus ke kasus lain. Keberhasilan terapi pada satu pasien
belum tentu menjamin keberhasilan terapi pada kasus lain
karena mungkin saja terdapat variasi-variasi antara satu kasus
dengan kasus lainnya (Friedland, 1998).
Cara pengambilan keputusan lain adalah berdasarkanapa
yang pernah dibaca dan diingat. Beberapa klinisi mungkin
memiliki kebiasaan menyimpan jurnal atau kliping mengenai
artikel-artikel atau hasil-hasil penelitian yang dianggap menarik
dan akan dipakai di kemudian hari. Artikel atau hasil penelitian
terbaru yang dibaca dapat segera mengubah kebiasaan praktik
seorang klinisi. Dengan cara tersebut praktik kedokteran dapat
selalu diperbaharui dengan buktibukti terbaru(Friedland, 1998).
Cara pengambilan keputusan dengan membaca jurnal
memiliki beberapa kelemahan. Metodologi yang digunakan
sering terlewat dan tidak diperhatikan dengan benar karena
critical appraisal sering tidak dilakukan dengan benar.
Kelemahan lain adalah hasil yang ditemukan sering tidak
relevan dengan kasus yang dihadapi saat itu. Pencarian jurnal
yang tidak terarah menyebabkan artikel yang ditemukan menjadi
kurang kontekstual. Banyaknya publikasi artikel kedokteran
41
setiap harinya menimbulkan masalah baru. Yaitu kebingungan
dalam mencari artikel yang relevan. Ebell melaporkan lebih dari
750.000 artikel yang ditemukannya di pubmed pada tahun 2007
mencakup 70.000 tinjauan pustaka dan 30.000 uji klinis. Pada
tahun 2011, berdasarkan observasi yang dilakukan penulis di
pubmed, didapatkan sudah lebih dari 300.000 uji
klinis(Friedland, 1998).
Pengambilan keputusan berdasarkan pendapat ahli
merupakan suatu cara yang juga umum dilakukan. Para ahli
berkumpul dan berdiskusi sehingga akhirnya dicapai
kesepakatan mengenai sebuah keputusan. Harus selalu diingat,
konsensus para ahli tidak terlepas dari bias subjektif yang selalu
ada pada setiap ahli. Para ahli akan membuat kesimpulan
berdasarkan pengalaman pribadinya masingmasing yang
pastinya juga mempengaruhi objektivitas pengambilan
keputusan. Pengambilan keputusan berdasarkan biaya
merupakan suatu cara pengambilan keputusan yang disebutkan
juga oleh Greenhalgh, namun tentu saja merupakan cara yang
sangat tidak sesuai dengan kepentingan pasien(Friedland, 1998).
Pengambilan keputusan berdasarkan kedokteran berbasis
bukti merupakan sebuah metode yang diharapkan menjadi solusi
untuk kekurangan metode sebelumnya. Kedokteran berbasis
bukti selalu memiliki lima langkah yaitu merumuskan
pertanyaan klinis, mencari bukti-bukti hasil penelitian terbaru,
menilai keabsahan bukti terbaru, mengaplikasikan hasil temuan
dan mengevaluasi metodemetode kedokteran berbasis bukti
yang baru saja dilakukan. Kelima proses tersebut membuat
metode kedokteran berbasis bukti merupakan sebuah metode
yang terarah pada masalah, menjawab masalah tersebut
berdasarkan bukti hasil penelitian kedokteran terbaru.
Kedokteran berbasis bukti juga menilai metodologi penelitian
42
yang digunakan sehingga bukti yang dipakai dianggap sudah
sahih dan terpercaya. Selain itu, kedokteran berbasis bukti juga
melakukan pertimbangan aplikasi hasil penelitian terbaru
berdasarkan situasi dan kondisi katika sebuah praktik
kedokteran dijalankan(Friedland, 1998).
Kesalahan yang sering dilakukan dalam pengajaran dan
aplikasi kedokteran berbasis bukti adalah penekanan yang lebih
pada critical appraisal sehingga formulasi masalah sebagai
pencetus dan pencarian bukti-bukti menjadi kurang dikuasai dan
diaplikasikan. Kedokteran berbasis bukti tanpa langkah
formulasi pertanyaan dan pencarian bukti bukan sebuah
kedokteran berbasis bukti(Friedland, 1998).
Peningkatan kesehatan dan perlindungan umum dan
khusus terhadap penyakit tertentu adalah usaha-usaha yang
dilalkukan sebelumnya sakit (pre patogenesis), dan disebut
dengan pencegahan primer (Friedland, 1998).Penegakan
diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat,
pembatasan kecacatan dan pemulihan kesehatan adalah usaha-
usaha yang dilakukan pada waktu sakit (patogenesis).
Penegakan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan
tepat disebut pencegahan sekunder (seconder
preventive).Sedangkan pembatasan kecacatan dan pemulih
kesehatan disebut pencegahan tersier (tertiary prevention)
(Friedland, 1998).
e. Kegiatan pada Masing-masing Tingkat Pencegahan
1. Peningkatan kesehatan (health promotion(Effendy, 1998):
a) Perbaikan dan peningkatan gizi.
43
44
b) Perbaikan dan pemeliharaan kesehatan
perseorangan .
c) Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan,
misalnya penyediaan air bersih,perbaikan tempat
pembuangan sampah, dan perumahan sehat bebas
dari pembuangan tinja dan limbah.
d) Pendidikan kesehatan kepada masyarakat. Misal
untuk kalangan menengah ke atas di negara
berkembang terhadap resiko jantung koroner.
e) Olahraga secara teratur sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki oleh masing-masing individu.
f) Kesempatan memperoleh hiburan yang sehat untuk
memungkinkan perkembangan kesehatan
perkembangan mental dan sosial.
g) Nasehat perkawinan dan pendidikan seks yang
bertanggung jawab.
2. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit
tertentu (general and specific protection). Memberikan
immunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah
penyakit terhadap penyakit-penyakit tertentu.
a) Isolasi terhadap penderita penyakit menular, misal
yang terkena flu burung.
b) Perlindungan terhadap kemungkinan terjadinya
kecelakaan baik di tempat umum maupun tempat
kerja.
c) Perlindungan terhadap bahan-bahan yang bersifat
karsinogenik, bahan-bahan racun maupun alergi.
d) Pengendalian sumber-sumber pencemaran.
(Effendy,1998).
44
45
3. Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat
dan tepat (early diagnosis and prompt treatment)
a) Mencari kasus sedini mungkin (case finding).
b) Melakukan kesehatan umum secara rutin.
c) Pengawasan selektif terhadap penyakit tertentu
seperti penyakit kusta dan TBC.
d) Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap
penderita (case holding).
e) Mencari semua orang yang telah berhubungan
dengan penderita penyakit menular (contact person)
untuk diawasi agar bila penyakitnya timbul dapat
segera diberikan pengobatan.
f) Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap
penderita.
g) Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap
permulaan kasus.(Effendy,1998).
4. Pembatasan kecacatan (dissability limitation)
a) Penyempurnaan dan intensifikasi pengobatan
lanjutan agar terarah penderita dantidak
menimbulkan komplikasi.
b) Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan.
c) Perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang
untuk dimungkinkan pengobatan dan perawatan
yang lebih intensif.(Effendy,1998).
5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation)
a) Mengembangkan lembaga-lembaga rehabilitasi
dengan mengikutsertakan masyarakat.
45
46
b) Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka
kembali dengan memberikan dukungan moral
setidaknya bagi yang bersangkutan untuk bertahan.
c) Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial
sehingga setiap penderita yang telah cacat mampu
mempertahankan diri.
Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutan yang harus tetap
dilakukan seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit.
(Effendy,1998).
BAB III
KONSEP MAPPING
46
BAB IV
PEMBAHASAN
47
Epidemiologi
Agen
Data
Determinan
Penyakit
Seimbang Tidak Seimbang
Penyebaran
Host
Frekuensi
Lingkungan
Tindakan Penyalesaian masalah
Masalah Kesehatan
Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia harus berupaya untuk
melakukan perbaikan di segala bidang untuk menjadi lebih baik. Bidang
kesehatan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Seperti yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah, telah ditetapkan bahwa kesehatan merupakan bidang pemerintah yang
wajib dilaksanakan, sehingga seluruh potensi dari berbagai sektor pembangunan
dapat memberikan dampak optimal terhadap derajat kesehatan masyarakat.
Epidemiologi merupakan salah satu bagian dari Ilmu Kesehatan
Masyarakat yang menekankan perhatianya terhadap masalah kesehatan baik
penyakit maupun non penyakit yang terjadi dalam masyarakat. Secara etimologis,
epidomiologi berarti ilmu mengenai kejadian yang menimpa penduduk.
Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani, di mana Epi = upon (pada/tentang),
demos = people (penduduk/masyarakat), logia = knowledge (ilmu pengetahuan).
(Maryani, Rizki, 2010)
Menurut Maryani, Rizki (2010), perkembangan saat ini, epidemiologi
diartikan sebagai ilmu tentang frekuensi (jumlah), distribusi (penyebaran), dan
determinan (faktor penentu) masalah kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk
pembuatan perencanaan (development) dan pengambilan keputusan dalam
menanggulangi masalah kesehatan.
Secara khusus epidemiologi mempelajari konsep sehat dan sakit.
Yangmana menurut WHO (1947) sehat adalah keadaan yang sempurna dari fisik,
mental, sosial, tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Serta menurut
Parkins tahun 1937, sakit adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang
menimpa seseorang sehingga menimbulkan gangguan aktifitas sehari-hari baik
aktifitas jasmani, rohani dan sosial. Menurut Bauman tahun 1965, seseorang
menggunakan 3 kriteria untuk apakah mereka sakit: Adanya gejala seperti naiknya
suhu, rasa nyeri, mual. Persepsi tentang bagaimana mereka merasakan apakah
baik, buruk, atau sakit. Kemampuan untuk melepaskan aktivitas sehari-hari
48
apakah mengganggu aktivitas bekerja, sekolah atau aktivitas sehari-hari.
(Maryani, Rizki, 2010)
Dalam melihat masalah kesehatan yang sedang terjadi, epidemiologi
membutuhkan data. Data adalah gambaran dari sesuatu dan kejadian yang kita
hadapi. Dalam kehidupan sehari-hari data merupakan fakta tersurat dalam bentuk
tulisan tentang suatu objek. Data epidemiologi merupakan komponen dasar dari
informasi epidemiologi yang akan diproses. lebih lanjut untuk menghasilkan
informasi epidemiologi. Sumber untuk memperoleh data didapatkan dari : Data
Kependudukan, data Kelahiran dan Kematian , Data Kesakitan, Data Lainnya,
Data sanitasi lingkungan, Laporan imunisasi, Pencacatan dan laporan KB.
Epidemiologi dibutuhkan untuk menjelaskan etiologi (studi tentang
penyebab penyakit) satu penyakit atau sekelompok penyakit, kondisi, gangguan,
defek, ketidakmampuan, sindron atau kematian melalui analisis terhadap data
medis dan yang berasal dari setiap bidang atau disiplin ilmu yang tepat, termasuk
ilmu sosial / perilaku.
Segitiga epidemiologi yang sering dikenal dengan istilah trias
epidemiologi merupakan konsep dasar yang memberikan gambaran tentang
hubungan antara 3 faktor utama yang berperan dalam terjadinya penyakit dan
masalah masalah lainnya yaitu host (tuan rumah/penjamu), agent (faktor
penyebab), dan environment (lingkungan). Hubungan antara penjamu, agen dan
lingkungan ini merupakan suatu kesatuan yang dinamis yang berada dalam
keseimbangan (disequilibrium) pada seseorang yang sehat. Jika terjadi gangguan
terhadapkeseimbangan hubungan segitiga inilah yang akan enimbulkan status
sakit. (Maryani, Rizki, 2010)
Menurut Mubarak, Nurul (2008) ukuran dasar yang digunakan dalam
epidemiologi mencakup angka (rate), rasio dan proporsi. Ketiga bentuk
perhitungan ini digunakan untuk mengukur dan menjelaskan peristiwa kesakitan,
kematian dan nilai statistik vital lainnya. Misalnya kesakitan bisa diukur dengan
angka insidensi, prevalensi, dan angka serangan, sedangkan kematian bisa diukur
49
49
dengan angka kematian. Peristiwa yang biasanya diukur dalam bentuk angka
diantaranya adalah kesakitan, dimana yang digunakan untuk perhitungan kasus
adalah insidence rate, prevalence rate (point prevalence rate), periode prevelence
rate, attack rate dan dalam hubungan dengan kematian akan dibicarakan crude
death rate, age specific death rate, cause disease specific death rate. Proporsi
merupakan hubungan antar jumlah kejadian dalam kelompok data yang mengenai
masing-masing kategori dari kelompok itu atau hubungan antara bagian dari
kelompok dengan keseluruhan kelompok yang dinyatakan dalam persen. Proporsi
umumnya digunakan jika tidak mungkin menghitung angka indensi, karena itu
proporsi tidak dapat menunjukkan perkiraan peluang keterpaparan atau infeksi,
kecuali jika banyaknya orang dimana peristiwa dapat terjadi adalah sama pada
setiap sub kelompok. Sedangkan Rasio adalah suatu pernyataan frekuensi
perbandingan peristiwa atau orang yang memiliki perbedaan antara suatu kejadian
terhadap kejadian lainnya. Dalam hal ini pernyataan yang penting dalam
epidemiologi adalah jumlah orang sakit dibandingkan dengan jumlah orang sehat,
misalnya: rasio orang sakit kanker dibandingkan dengan orang sehat.
Masalah kesehatan pada dasarnya tersebar mengikuti pola distribusi
epidemiologis karena secara umum penyakit tersebar menurut faktor penjamu,
agen dan lingkungan. Oleh karena itu, penjelasan penyebaran penyakit dilakukan
dengan menyatakan karakteristik penderita, tempat kejadian dan waktu
kejadiaanya.(Maryani, Rizki, 2010)
Untuk menindaklanjuti berbagai permasalahan kesehatan masyarakat
diperlukan peran bersama antara masyarakat dan puskesmas. Seperti: Promotif
(Peningkatan kesehatan), Preventif (Pencegahan penyakit), Kuratif (Pengobatan),
Rehabilitatif ( Pemulihan kesehatan). (Effendy, 1998)
BAB V
PENUTUP
50
50
Kesimpulan
Epidemiologi sangat berperan dalam masalah kesehatan masyarakat,
dalam hal ini epidemiologi berfungsi untuk mempelajari penyebaran penyakit
baik menular dan tidak menular dan sebagai ilmu yang mendata frekuensi
besarnya masalah kesehatan pada masyarakat dalam suatu daerah.
DAFTAR PUSTAKA
51
Buck C, Llopis A, Nájera E, Terris M. 1998. The Challenge of Epidemiology:
Issues and Selected Readings. Washington: Scientific Publication Pan
American Health Organization. Page: 57-59.
Departemen Kesehatan RI. 1991.Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta. Hal: 56-66.
Efendi, Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori
dan Praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Hal: 56-60
Effendy, Nasrul. 1998. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Edisi:
2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 153 – 156.
Friedland, Daniel J. 1998. Evidence-based medicine: a framework for clinical
practice. USA: appleton and Lange. Page: 147.
Kumala, Poppy. 1995. Manajemen pelayanan kesehatan primer. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Hal: 8-9; 52-53.
Maryani, Lidya dan M. Rizki. 2010. Epidemiologi Kesehatan, Yogyakarta: Graha
Ilmu. Hal: 12; 25-30; 47-50; 89-95; 178-180; 250.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.128/MENKES/SK/II/2004.
Organisasi dan Tata Kerja Puskesmas. Jakarta. Hal: 116.
Perdiguero E, Bernabeu J, Huertas R, Rodriguez-Ocana E. 2001. History of
health, a valuable tool in public health. J Epidemiolo Community Health.
Page: 55.
Slamet, Juli. 1994. Kesehatan Lingkungan. Bandung: Erlangga. Hal: 66; 71.
Susser M, Ezra Susser. 1996. Choosing a future for epidemiology: II. F. USA.
Page: 80.Timmreck, Thomas C. 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar.
Edisi: 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 23-24.
52
53