Click here to load reader
Upload
nurmalina-adhiyanti
View
4.156
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA FISIKA I
OLEH :
Nama :
1. Apria Damayanti (08121003044)
2. M. Amin Alfikri (08121003070)
3. Nurmalina Adhiyanti (08121003018)
4. Wulandari (08121003064)
5. Zultriana (08121003046)
Jurusan : KIMIA
Kelompok : VII
PERCOBAAN :KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LABORATORIUM KIMIA FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara zat yang melarut dengan zat
yang tidak melarut.Pada kesetimbangan ini kecepatan melarut sama dengan
kecepatan mengendap.Artinya konsentrasi zat dalam larutan akan selalu tetap. Jika
kesetimbangan diganggu,misalnya dengan menaikkan temperatur maka konsentrasi
larutan akan berubah. Menurut Van’t Hoff, pengaruh temperatur terhadap kelarutan
dapat dinyatakan sebagai berikut :
Ln S/T = H/RT2 atau ln S/(1/T) = -∆/R
Dimana :
S = Kelarutan (mol/100 per gram pelarut)
H = Kalor pelarutan
RT = Tetapan gas umum
T = Suhu(kelvin)
Jika kalor pelarutan adalah posotif,menurut Van’t Hoff makin tingggi
temperatur maka makin banyak zat yang larut dan sebaliknya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengaruh suhu terhadap kelarutan suatu zat dan menghitung kalor
pelarutan?
2. Bagaimana cara menentukan kalor pelarutan?
1.3 TUJUAN PERCOBAAN
Menenentukan pengaruh suhu terhadap kealarutan suatu zat dan menghitung
kalor pelarutan.
1.4 MANFAAT PERCOBAAN
1. Agar mahasiswa dapat menentukan pengaruh suhu terhadap kelarutan suatu zat.
2. Agar mahasiswa dapat menghitung kalor pelarutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Panas pelarutan didefinisikan sebagai perubahan entalpi yang terjadi bila 2 zat
atau lebih zat murni dalam keadaan standar dicampur pada tekanan dan temperature
tetap untuk membuat larutan. Panas pelarutan dalam banyak hal hamper sama dengan
panas reaksi. Jika reaksi kimia terjadi energi produk dapat berbeda dengan reaktan.
Pada tekanan dan temperature tetap inin disebabkan karena pembentukan ikatan
kimia baru dari asam- asam pelarutan, perubahan gaya antara molekul tak sejenis
dengan molekul sejenis. Panas pencampuran didefinisikan sebagai perubahan entalpi
yang terjadi bila dua atau lebih zat murni dicampur membentuk suatu larutan pada
temperature konstan dan tekanan 1 atm.
Panas pelarutan didefinisikan sebagai perubahan 1 mol zat dilarutkan dalam n
mol solvent pada temperatur dan tekanan yang sama, hal ini disebabkan hal ini
disebabkan adanya ikatan kimia baru dari atom-atom. Demikian juga pada peristiwa
pelarutan, kadang-kadang terjadi perubahan energi, hal ini disebabkan adanya
perbedaan gaya tarik-menarik antara molekul sejenis. Gaya ini jauh lebih kecil
daripada gaya tarik pada ikatan kimia, sehingga panas pelarutan biasanya jauh lebih
kecil daripada panas reaksi.
Efek panas pada pembentukan suatu larutan yang mengandung n mol solute
dan 1000 gram solvent adalah m.∆H digambarkan grafiknya vs mol solute m, jika
kemiringan grafiknya vs mol solute m, maka kemiringan grafik pada konsentrasi
tertentu harus menunjukan differensial pada konsentrasi tertentu.Jika penambahan
mol solute terjadi pada sejumlah tertentu larutan menghasilkan efek panas pada
temperatur dan tekanan konstan.
Penentuan kadar pelarutan zat yang akan diselidiki.Dalam penentuan ini
diusahakan agar volume solvent sama dengan volume solvent yang akan dikalibrasi.
Dalam larutan jenuh terjadi keseimbangan antara molekul zat yang larut dan yang
tidak larut. Keseimbangan itu dapat dituliskan sebagai berikut:
A(p) A(l) (persamaan 1)
dimana: A(l) = molekul zat terlarut
A(p)= molekul zat yang tidak larut
Tetapan keseimbangan pada proses pelarutan tersebut:
K=az
az¿ =
az
1=γ z mz
(persamaan 2)
dimana:
az = keaktifan zat yang larut
az¿
= keaktifan zat yang tidak larut, yang mengambil harga 1 untuk zat padat dalam
keadaan standar.
γ z = koefisien keatifan zat yang larut
m z = kemolalan zat yang larut karena larutan jenuh, disebut kelarutan.
Hubungan tetapan keseimbangan suatu proses dengan suhu diberikan oleh isobar
reaksi Van’t Hoff.
[∂ ln k∂T ]
P= ΔH0
RT 2(persamaan 3)
dimana:
ΔH 0= perubahan entalpi proses.
R = tetapan gas ideal.
Persamaan 2 dan 3 memberikan:
[∂ ln γ z mz
∂T ]P=
ΔH DS
RT 2(persamaan 4)
dimana: ΔH DS = kalor pelarutan diferensial pada konsentrasi jenuh.
Selanjutnya persamaan 4 dapat diuraikan menjadi:
∂ ln γ z m z
∂ ln mz
∂ ln mz
∂T=
ΔH DS
RT 2
∂ ln γ z
∂ lnm z
+1=ΔH DS
RT 2
(Ari Hendriana.2005)
Kelarutan adalah kuantitas maksimal suatu zat kimia terlarut (solut) untuk
dapat larut pada pelarut tertentu membentuk larutan homogen.Kelarutan suatu zat
dasarnya sangat bergantung pada sifat fisika dan kimia solut dan pelarut pada suhu,
tekanan dan pH larutan. Secara luas kelarutan suatu zat pada pelarut tertentu
merupakan suatu pengukuran konsentrasi kejenuhan dengan cara menambahkan
sedikit demi sedikit solut pada pelarut sampai solut tersebut mengendap (tidak dapat
larutlagi). Rentang kelarutan sangat bervariasi.Ada banyak sekali zat kimia yang
mempunyai kelarutan tak terbatas, dan hasilnya bercampur sempurna (miscible),
misalnya adalah etanol dalam air. Ada pula zat kimia yang sama sekali tidak larut,
sebagai contoh adalah perak klorida dalam air. Namun kebanyakan suatu zat dapat
terlarut dalam pelarut sampai tepat jenuh, setelah itu mengendap seperti NaCl dalam
air.
Maka dari itu, ilmuwan telah banyak meneliti kelarutan suatu solut pada
pelarut, yang dikenal denganaturan kelarutan.Pada keadaan tertentu, kesetimbangan
kelarutan dapat menjadi berlebih sehingga disebut dengan larutan superjenuh atau
metastabil.Pengertian kelarutan sebaiknya tidak dikacaukan dengan kemampuan
melarutkan atau mencairkan suatu zat, karena larutan juga dapat dibuat dengan
mereaksikan suatu zat.Sebagai contoh adalah zink yang tak dapat larut dalam asam
klorida.Tetapi karena adanya reaksi antara gas hidrogen dengan zink klorida
menyebabkannya seperti larut.Kelarutan tidak bergantung pada ukuran partikel atau
faktor kinetik lainnya, maupun waktu pelarutan.
Kelarutan suatu solut pada pelarut tertentu sangat bergantung pada suhu. Pada
sebagian besar padatan yang dapat larut dalam air, kelarutan akan semakin meningkat
jika suhu dinaikkan melebihi 100º C. Solut ionik yang terlarut pada air bersuhu tinggi
(mendekati suhu kritis) cenderung berkurang karena perubahan sifat dan struktur
molekul air. Selain itu, tetapan dielektrik menyebabkan pelarut kurang polar.
Kelarutan senyawa organik selalu meningkat dengan naiknya suhu.Inilah yang
mendasari teknik pemurnian dengan rekristalisasi yang memanfaatkan perbedaan
kelarutan solut pada suhu rendah dan tinggi.
Pada fase terembun, tekanan sangat berpengaruh terhadap kelarutan; namun biasanya
lemah dan diabaikan pada praktiknya. Diasumsikan sebagai larutan ideal,
ketergantungan kelarutan pada tekanan diberikan diungkapkan dengan rumus:
dimana indeks i merupakan komponen, Ni adalah fraksi mol komponen ke i, P adalah
tekanan, indeks T menyatakan suhu kosntan, Vi,cr adalah volume molar parsial
komponen ke i, dan R merupakan tetapan gas universal(Dwi Winarto. 2010).
Jika kelarutan zat padat bertambah dengan kenaikan suhu, maka kelarutan gas
berkurang bila suhu dinaikkan, karena gas menguap dan meninggalkan pelarut. Ikan
akan mati dalam air panas karena kelarutan oksigen berkurang. Minuman akan
mengandung CO2 lebih banyak bila disimpan dalam lemari es dibandingkan di udara
terbuka. Pengadukan Pengadukan juga menentukan kelarutan zat terlarut.Semakin
banyak jumlah pengadukan, maka zat terlarut umumnya menjadi lebih mudah larut.
Luas Permukaan Sentuhan Zat Kecepatan kelarutan dapat dipengaruhi juga
oleh luas permukaan (besar kecilnya partikel zat terlarut). Luas permukaan sentuhan
zat terlarut dapat di diperbesar melalui proses pengadukan atau penggerusan secara
mekanis. Gula halus lebih mudah larut daripada gula pasir.Hal ini karena luas bidang
sentuh gula halus lebih luas dari gula pasir, sehingga gula halus lebih mudah
berinteraksi dengan air.
Dalam kehidupan sehari-hari mungkin Anda pernah menjumpai orang yang
kurang bertanggung jawab terhadap lingkungan, yaitu menangkap ikan dengan
menggunakan strom listrik.Dengan alat tersebut mereka memasukkan aliran listrik ke
dalam air sungai atau air laut.Mengapa air sungai tersebut dapat menghantarkan arus
listrik dan ikan dapat tertraik oleh aliran listrik tersebut?Dalam air sungai terdapat
zat-zat terlarut dan ternyata sebagian dari zat terlarut itu ada yang dapat
menghantarkan arus listrik.Hal itu terbukti dengan adanya ikan yang mati akibat
sengatan arus listrik.
Air murni merupakan penghantar listrik yang buruk. Akan tetapi jika dalam
air tersebut ditambahkan zat terlarut maka sifat daya hantarnya akan berubah sesua
dengan jenis zat yang dilarutkan. Contoh, jika dalam air ditambahkan garam dapur,
maka larutan ini akan dapat menghantarkan listrik dengan baik. Tetapi jika dalam air
ditambahkan gula pasir, maka daya hantar listriknya tidak berbeda dengan air
murni(Ratna. 2008).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 WAKTU DAN TEMPAT
Percobaan ini dilakukan pada hari Senin tanggal 25 November 2013 di
Laboratorium Kimia Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sriwijaya.
3.2 ALAT DAN BAHAN
Alat :
- Termometer
- Buret 50 ml
- Erlenmeyer 250 ml
- Gelas Kimia 250 ml
- Pengaduk Gelas
- Tabung Reaksi
- Pipet Volume
Bahan :
- Asam Oksalat
- Asam Borat
- Asam Benzoat
- NaOH 0,1 N
- Indikator PP
- Es batu ( garam )
3.3 PROSEDUR PERCOBAAN
dimasukan kedalam gelas beker
ditambahkan
diaduk sampai larut
didinginkan dalam
dipipet setiap penurunan 5oC
diencerkan dengan
dititrasi dengan
Sampel (Asam oksalat, Asam
benzoat ) Asam borat)
10 ml Aquadest
Tabung berisi es batu
0,5 ml larutan sampel
NaOH 0,1 N
5 mL Aquadest
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 DATA HASIL PENGAMATAN
No SampelT⁰C
T awal
V NaOH
T₁ T₂ T₃ V₁ V₂ V₃
1 Asam oksalat 30 25 20 15 2,9 3,8 3,3
2 Asam benzoat 30 25 20 15 0,7 0,5 0,2
3 Asam borat 30 25 20 15 1,8 1,5 2,0
4.2 REAKSI DAN PERHITUNGAN
Reaksi
1. Asam Oksalat + NaOH
C2H2O4 + 2NaOH Na2C2O4 + 2H2O
2. Asam Benzoat + NaOH
+ NaOH +H2O
3. Asam Borat + NaOH
H3PO3 + 3NaOH Na3PO3 + 3H2O
Perhitungan
1. Asam Oksalat
- Kelarutan
Sn = V NaOH
V Pengenceran . N NaOH
Sn1 = 2,95
.0,1=0,058
Sn2 = 3,85
.0,1=0,076
Sn3 = 3,35
.0,1=0,066
- Kalor Pembentukan ( ΔH)
ΔH = 2,303 x R x Tn (Tn−1)
Tn−(Tn−1)x log
SnSn−1
ΔH1= 2,303 x 8,315 x T 1(T 1−1)
T 1−(T 1−1)x log
S 1S 1−1
ΔH1 = 2,303 x 8,315 J/Kmol.K x 298(298−1)
298−(298−1)x log
0,0580,058−1
¿¿
ΔH1 = 2,303 x 8,315 x 298 x 297298−297
x log0,06157
= 19,149 x 88506 x (-1,21)
= - 2.050.709,68 J/mol
= - 2.050,70968 KJ/mol
ΔH = 2,303 x R x Tn (Tn−1)
Tn−(Tn−1)x log
SnSn−1
ΔH2 = 2,303 x 8,315 x T 2(T 2−1)
T 2−(T 2−1)x log
S 2S 2−1
ΔH2 = 2,303 x 8,315 J/Kmol.K x 293(293−1)
293−(293−1)x log
0,0760,076−1
¿¿
ΔH2 = 2,303 x 8,315 x 293 x 292293−292
x log 0,08225
= 19,149 x 85556 x (-1,08)
= - 1.769.376,79 J/mol
= - 1.769.37679 KJ/mol
ΔH3 = 2,303 x R x Tn(Tn−1)
Tn−(T n−1)x log
SnSn−1
ΔH3 = 2,303 x 8,315 x T 3(T 3−1)
T 3−(T 3−1)x log
S 3S 3−1
ΔH3 = 2,303 x 8,315 J/Kmol.K x 288(288−1)
288−(288−1)x log
0,0660,066−1
¿¿
ΔH3 = 2,303 x 8,315 x 288 x 287288−287
x log0,07066
= 19,149 x 82656 x (-1,15)
= - 1.820.196,70 J/mol
= - 1.820.19670 KJ/mol
No S T (ºK)X =
1T
Y =
¿ ln S∨¿¿
X. Y X2
1. 0,05 298 0,00335 2,8 0,0938 1,122 x 10-5
2. 0,076 293 0,00341 2,5 0,0852 1,162 x 10-5
3 0,066 288 0,00347 2,7 0,0936 1,204 x 10-5
Ʃ 0,2 879 0,01023 8 0,2726 1,046 x 10−4
Slope (A) = n .∑ xy−(∑ x . ∑ y)
n .∑ x2−¿¿
= 3 (0,2726 ) – (0,01023 x8)
3 ( 1,046 x10−4 ) – (0,01023 )²
= 0,8178 – 0,08184
3,138 x 10−−4−10,465 x10−4
= 0,73596
2,092 x 10−4
= 3517,97
Intersept (B) = ∑ x2 . ∑ y−∑ xy . ∑ x
n . ∑ x2−¿¿
= 1,046 x10−4 .8 – 0,2726 .0,01023
3.1,0464 x 10−4 – 1,046.10−4
= −1,951898 x 10−3
2,092 x 10−4
= -9,3302
Y = AX + B
Y1 = AX1 + B
2,8 = 3517,97 X1 + (-9,3302)
Y2 = AX2 + B
2,5 = 3517,97 X2 + (-9,3302)
Y3 = AX3 + B
2,7 = 3517,97 X3 + (-9,3302)
0.00335 0.00341 0.003472.35
2.4
2.45
2.5
2.55
2.6
2.65
2.7
2.75
2.8
2.85
Asam Oksalat
X = 1/T
y =
|ln
S |
2. Asam Benzoat
- Kelarutan
Sn = V NaOH
V Pengenceran . N NaOH
Sn1 = 0,75
.0,1=0,0014
Sn2 = 0,55
.0,1=0,01
Sn3 = 0,25
.0,1=0,004
- Kalor Pembentukan ( ΔH)
ΔH = 2,303 x R x Tn (Tn−1)
Tn−(Tn−1)x log
SnSn−1
ΔH1= 2,303 x 8,315 x T 1(T 1−1)
T 1−(T 1−1)x log
S 1S 1−1
ΔH1 = 2,303 x 8,315 J/Kmol.K x 298(298−1)
298−(298−1)x log
0,0140,014−1
¿¿
ΔH1 = 2,303 x 8,315 x 298 x 297298−297
x log0,01419
= 19,149 x 88506 x (-1,84)
= - 3.118.434,56 J/mol
= - 3.118,43456 KJ/mol
ΔH2 = 2,303 x R x Tn (Tn−1)
Tn−(Tn−1)x log
SnSn−1
ΔH2 = 2,303 x 8,315 x T 2(T 2−1)
T 2−(T 2−1)x log
S 2S 2−1
ΔH2 = 2,303 x 8,315 J/Kmol.K x 293(293−1)
293−(293−1)x log
0,010,01−1
¿¿
ΔH2 = 2,303 x 8,315 x 293 x 292293−292
x log 0,01010
= 19,149 x 85556 x (-1,99)
= - 3.260.240,57 J/mol
= - 3.260,24057 KJ/mol
ΔH3 = 2,303 x R x Tn (Tn−1)
Tn−(Tn−1)x log
SnSn−1
ΔH3 = 2,303 x 8,315 x T 3(T 3−1)
T 3−(T 3−1)x log
S 3S 3−1
ΔH3 = 2,303 x 8,315 J/Kmol.K x 288(288−1)
288−(288−1)x log
0,0040,004−1
¿¿
ΔH3 = 2,303 x 8,315 x 288 x 287288−287
x log0,04016
= 19,149 x 82656 x (-4,01)
= - 6.346.946,77 J/mol
= - 6.346,94677KJ/mol
No S T (ºK)X =
1T
Y = ¿ ln S| X. Y X2
1. 0,014 298 0,00335 4,2 0,0140 1,122 x 10-5
2. 0,01 293 0,00341 4,6 0,0156 1,162 x 10-5
3 0,004 288 0,00347 5,5 0,0190 1,204 x 10-5
Ʃ 0,028 879 0,01023 14,3 0,0486 3,488 x 10−5
Slope (A) = n .∑ xy−(∑ x . ∑ y)
n .∑ x2−¿¿
= 3 (0,0486 ) – (0,01023 x14,3)
3 (3,488 x 10−5 ) – ( 0,01023 ) ²
= 0,8178 – 0,14628
10,464 x10−5−10,465 x10−5
= −48 x 10−5
– 0,001 x10−5
= 48.000
= 48 x103
Intersept (B) = ∑ x2 . ∑ y−∑ xy . ∑ x
n . ∑ x2−¿¿
= ( 3,488 x 10−5x (14,3) – (0,0486) (0,01023)
= 94,8784 x10−5 – 0,0497178
10,464 x10−5 – 10,465 x 10−5
= 94,828 x10−5
−0,001 x 10−5
= - 94,828
Y = AX + B
Y1 = AX1 + B
4,2 = 48.000 X1 + (-94,828)
Y2 = AX2 + B
4,6 =48.000 X2 + (-94,828)
Y3 = AX3 + B
5,5 = 48.000 X3 + (-94,828)
0.00335 0.00341 0.003470
1
2
3
4
5
6
Asam Benzoat
x = 1/T
y =
| ln
S |
3. Asam Borat
- Kelarutan
Sn = V NaOH
V Pengenceran . N NaOH
Sn1 = 1,85
.0,1=0,036
Sn2 = 1,55
.0,1=0,03
Sn3 = 2,05
.0,1=0,04
- Kalor Pembentukan ( ΔH)
ΔH = 2,303 x R x Tn (Tn−1)
Tn−(Tn−1)x log
SnSn−1
ΔH1= 2,303 x 8,315 x T 1(T 1−1)
T 1−(T 1−1)x log
S 1S 1−1
ΔH1 = 2,303 x 8,315 J/Kmol.K x 298(298−1)
298−(298−1)x log
0,0360,036−1
¿¿
ΔH1 = 2,303 x 8,315 x 298 x 297298−297
x log0,03734
= 19,149 x 88506 x (-1,42)
= - 2.406.617,97 J/mol
= - 2.406,61797 KJ/mol
ΔH3 = 2,303 x R x Tn (Tn−1)
Tn−(Tn−1)x log
SnSn−1
ΔH3 = 2,303 x 8,315 x T 2(T 2−1)
T 2−(T 2−1)x log
S 2S 2−1
ΔH3 = 2,303 x 8,315 J/Kmol.K x 293(293−1)
293−(293−1)x log
0,030,03−1
¿¿
ΔH3 = 2,303 x 8,315 x 293 x 292293−292
x 0,03092
= 19,149 x 85556 x (-1,50)
= - 2.457.467,76 J/mol
= - 2.457.46776 KJ/mol
ΔH3 = 2,303 x R x Tn (Tn−1)
Tn−(Tn−1)x log
SnSn−1
ΔH3 = 2,303 x 8,315 x T 3(T 3−1)
T 3−(T 3−1)x log
S 3S 3−1
ΔH3 = 2,303 x 8,315 J/Kmol.K x 288(288−1)
288−(288−1)x log
0,040,04−1
¿¿
ΔH3 = 2,303 x 8,315 x 288 x 287288−287
x log0,04166
= 19,149 x 82656 x (-1,38)
= - 2.184.236,04 J/mol
= - 2.184.23604KJ/mol
No S T (ºK)X =
1T
Y =
¿ ln S∨¿¿
X. Y X2
1. 0,036 298 0,00335 3,3 0,0110 1,122 x 10-5
2. 0,03 293 0,00341 3,5 0,0119 1,162 x 10-5
3 0,04 288 0,00347 3,2 0,0111 1,204 x 10-5
Ʃ 0,106 879 0,01023 10 0,034 3,488 X 105
Slope (A) = n .∑ xy−(∑ x . ∑ y)
n .∑ x2−¿¿
= 3 (0,034 ) – (0,01023 x10)
3 ( 3,488 x 10−5 ) – (0,01023 ) ²
= 0,102 – 0,1023
10,464 x10−5−10,465 x10−5
= 0,0003
– 0,001 x10−5
= - 0,3 x 105
= - 30.000
Intersep (B) = ∑ x2 . ∑ y−∑ xy . ∑ x
n . ∑ x2−¿¿
= 3,488 x 10−5 x (10 ) – 0,034 (0,034 )(0,01023)
3 (10,464 x10−5 ) – (0,01023)2
= 34,88−0,034782
10,464 x10−5 – 10,465 x 10−5
= 34,845 x 10−5
0,001 x 10−5
= - 34,845
Y = AX + B
Y1 = AX1 + B
3,3 = - 30.000 X1 + 34,845
Y2 = AX2 + B
3,5 = - 30.000 X2 + 34,845
Y3 = AX3 + B
3,2 = - 30.000 X1 + 34,845
0.00335 0.00341 0.003473.053.1
3.153.2
3.253.3
3.353.4
3.453.5
3.55
Asam Borat
x = 1/T
y =
| ln
S |
4.3 PEMBAHASAN
Pengaruh suhu terhadap kelarutan dibahas pada percobaan kali ini, selain
mempelajari mengenai pengaruh suhu terhadap kelarutan, praktikum kali ini juga
membahas mengenai menghitung kalor pelarutan.Dalam praktikum ini kelarutan
didefinisikan sebagai jumlah maksimum zat terlarut yang dapat larut didalam suatu
pelarut tertentu.Kelarutan dikatakan sebagai fungsi suhu karena suhu merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi kelarutan. Jika suhu suatu campuran dinaikkan,
maka kelarutannya akan semakin besar dan juga sebaliknya, jika suhunya diturunkan
maka kelarutannya akan semakin mengecil.
Pada percobaan ini digunakan metode titrasi, dimana titrasi didefinisikan
sebagai suatu metode yang digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu zat yang
belum diketahui dengan mereaksikannya dengan zat lain yang telah diketahui dengan
pasti konsentrasinya. Pada titrasi terdapat titran yang berupa larutan yang ada pada
buret, merupakan larutan standar, bisa primer maupun sekunder. Kemudian ada titrat,
suatu larutan yang akan dicari konsentrasinya.
Pada percobaan ini dilakukan titrasi pada tiga buah sampel, diantaranya asam
oksalat, asam benzoat, dan asam borat dengan menggunakan larutan standar natrium
hidroksida.Dilakukan tiga kali titrasi untuk penurunan suhu sebesar 50 C. Didapat
hasil bahwa pada sampel asam oksalat semakin rendah suhunya maka semakin sedikit
volume titran atau larutan standar natrium hidroksida yang digunakan.Sedangkan
untuk asam benzoat jumlah natrium hidroksida yang digunakan tidak stabil dengan
nilai penurunan suhunya.Berbeda lagi dengan asam borat, dimana semakin rendah
suhunya maka semakin banyak volume natrium hidroksida yang digunakan.Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa sifat kepolaran suatu zat dapat mempengaruhi
jumlah volume titran yang digunakan.
Dalam percobaan ini digunakan indikator phenolptalien (PP), indikator dapat
diartikan sebagai suatu senyawa organik asam atau basa lemah yang mempunyai
warna ion dan molekul yang berbeda. Trayek pH pada indikator ini 8,3 sampai 10,0
Pemberian indikator ini bertujuan agar kita dapat melihat kapan titik ekuivalen dan
titik akhir terjadi. Dari percobaan ini juga diketahui dua jenis reaksi, reaksi eksoterm
dan endoterm.Reaksi eksoterm dapat didefinisikan sebagai reaksi pelepasan kalor dari
sistem ke lingkungan, dimana didapat kalor penyerapan (∆H) negatif.Sedangkan
reaksi endoterm berupa reaksi penyerapan kalor dari sistem ke lingkungan, dengan
kalor penyerapan (∆H) positif, sehingga terasa dingin disekitar tabung reaksi.
Selain suhu, masih banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan,
diantaranya luas permukaan, tekanan, pengadukan, ion-ion sejenis, ion-ion asing,
prinsip like dissolve like, dan konsentrasi pelarut ataupun pelarutnya. Pada faktor
kelarutan yang berupa luas permukaan, dinyatakan semakin luas permukaan suatu zat
terlarut maka akan semkin besar kesempatan zat tersebut bertumbukan dengan zat
terlarutnya, sehingga kelarutan semakin besar. Ion sejenis dapat menghambat
kelarutan karena dapat mengganggu kesetimbangan.Prinsip like dissolve like
merpakan suatu pelarut polar melarutkan senyawa polar, begitu juga sebaliknya.
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
1. Semakin tinggi suhu, semakin cepat proses kelarutan.
2. Sifat kepolaran dari senyawa mempengaruhi jumlah volume titran yang
digunakan.
3. Faktor kelarutan berupa suhu, tekanan, luas penampang zat terlarut,
pengadukan, ion sejenis, ion asing, prinsip like dissolve like, dan konsentrasi
zat terlarut.
4. Kebanyakan reaksi yang terjadi dalam percobaan ini merupakan reaksi
endoterm.
5. Penurunan suhu mempengaruhi jumlah volume titran yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Hendriana , Ari. 2005. Kelarutan Sebagai Fungsi Suhu. (ebook).
(http://books.google.co.id ).Diakses tanggal 22 November 2013. Pukul 20:00
WIB.
Ratna. 2008. Faktor-faktor Kelarutan (Online). (http://www.chem-is-try.org).
Diakses pada tanggal 22 November 2013.Pukul 20:10 WIB.
Winarto, Dwi. 2010. Kelarutan (Online). (http://www.ilmukimia.org). Diakses pada
tanggal 22 November 2013. Pukul 20:00 WIB.