7
UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS 3 ANALISIS PERTUMBUHAN KOTA DI KAWASAN KELAPA GADING JAKARTA UTARA Disusun Oleh: Ayu Steffina Oktavianti (1306501236) Deasy Srishantika (1406597633) Sukardi (1306501375) JENJANG MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS INDONESIA

Kelapa Gading

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tata Ruang

Citation preview

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS 3 ANALISIS PERTUMBUHAN KOTA DI KAWASAN KELAPA GADING JAKARTA UTARA

Disusun Oleh:Ayu Steffina Oktavianti (1306501236)Deasy Srishantika (1406597633)Sukardi (1306501375)

JENJANG MAGISTERPROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGANSEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS INDONESIAJAKARTA, FEBRUARI 2015

BAB 1 PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang Secara umum konsep pengembangan kota berkelanjutan didefinisikan sebagai penembangan kota yang mengedepankan adanya keseimbangan antara aspe kekonomi, sosial budaya dan lingkungan hidup. Keseimbangan ini penting untuk menjamin adanya keberlanjutan dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia, tanpa mengurangi peluang generasi yang akan datang untuk menikmati kondisi yang sama.Selama tiga dasawarsa terakhir ini, kota kota di pusat ibu kota Jakarta Raya mengalami penurunan kualitas lingkungan hidup yang luar biasa. Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan kita berkurang dari rata-rata 35% menjadi kurang dari 10%, lahan lahan produktif dan persawahan teknis kita mengalami alih fungsi menjadi pabrik-pabrik maupun rumah rumah hunian dengan laju diatas 50.000 ha per tahun.Kawasan kumuh menempati ruang-ruang yang bersifat lindung seperti bantaran sungai, dibawah Sutet, kolong jembatan dan kawasan, serta ruang-ruang lainnya yang tidak teralokasikan sebagai ruang hunian makin berkembang tak terkendali. Di sisi lain desakan pemilik modal juga memaksakan pengembangan kawasan-kawasan hunian pada lokasi-lokasi yang seharusnya kita lindungi sebagai sempadan pantai, kawasan rawa, dan kawasan genangan (retantion basin) seperti yang dapat dilihat di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.Kawasan kecamatan Kelapa Gading bertumbuh dengan pesat, apabila dilihat dari tingkat pertumbuhan penduduknya mencapai 3,9% dan jumlah penduduk yang mencapai 104.984 jiwa pada tahun 2004 serta berbagai property didalamnya yang bertumbuh dengan pesatKhusus Mal Kelapa Gading, saat ini mampu menarik tak kurang dari 30 juta pengunjung pertahunnya. Pada tahun 2003 lalu, menurut para agen dan broker property, nilai transaksi property di Kelapa Gading telah mencapai Rp 25 Trilyun per tahun, setara dengan seperempat total transaksi oleh seluruh agen property nasional (p.xviii, Creating Land of Golden Opportunity, Hermawan Kertajaya, MarkPlus&Co, 2005). Pertumbuhan ini juga menunjukan bahwa property di kecamatan Kelapa Gading Bertumbuh dengan pesat selama beberapa tahun terakhir. Pertumbuhan ini akhirnya akan membawa dampak pada permasalahan pengelolaan mau atau tidak mau harus dihadapi oleh pengembang maupun oleh pemerintah. Berbagai permasalahan pengelolaan yang terjadi di Kelapa Gading seperti biaya pengelolaan yang makin lama makin besar, permasalahan serah terima, permasalahan kerangka legal, dan kurangnya tenaga ahli yang berkecimplung di dalam bidang pengelolaan ini mengakibatkan banyak terjadi konflik di lapangan, baik antara pemerintah dan pengembang, antara pengembang dan warga, ataupun antara warga dan pemerintah. Imbasnya adalah kualitas lingkungan yang semakin menurun. Tahapan pengelolaan (post-construction) memang menjadi masalah klasik bagi para pengembang di Indonesia dan belum ditemukan jalan keluar konkrit untuk mewujudkan suatu kawasan yang sustainable. Masalah bagi para pengembang karena dengan asset lahan pengembangan yang makin terbatas, yang juga berarti pembangunan yang makin sedikit, penjualan produk property dari pengembang juga makin terbatas, yang berarti tingkat pendapatan yang makin menipis, sedangkanbiaya pengelolaan harus senantiasa di keluarkan pengembang jika belum menyerah-terimakan lahan fasum dan fasos nya kepada pemerintah daerah. Biaya pengelolaan ini semakin lama juga semakin besar. Biaya pengelolaan yang semakin lama semakin besar menjadi suatu hal yang musti dicari solusinya demi keberlangsungan hidup dan citra baik developer itu sendiri. Hal yang lebih berat lagi ialah apabila lahan pengembangan sudah habis. Darimana lagi bias diperoleh biaya pengolahan itu? Kerangka legal juga memegang peranan yang sangat penting. Paying hokum yang tegasdan adil, akan memudahkan mekanisme kerja pengolahan kawasanironisnya, kerangka legal yang ada di lapangan terlihat rancu. Lalu, langkah perbaikan dalam konteks kerangka legal apa yang bias dilakukan pengembang, untuk mewujudkan pengelolaan kawasan yang mendukung pengembangan kawasan yang berkelanjutan? Kendala lain yang menghambat pengelolaan kawasan adalah lemahnya kerjasama antar-stakeholder, hal ini dapat diindikasikan dari berbagai pelanggaran fasilitas umum dan sosial, serta perselisihan antar-stakeholder karena perbedaan kepentingan. Bagaimanakah cara mengatasi permasalahan-permasalahan di atas? Bagaimana mengatasi masalah biaya pengelolaan yang semakin lama semakin besar? Seberapa jauh kerangka-legal harus dibenahi agar pengelolaan kawasan tetap terjaga? Apakah Badan Pengelola yang ada sekarang cukup efektif? Seberapa penting peran para stake-holderdan kerjasama antar mereka terhadap pengelolaan kawasan? Konsep pendekatan yang diajukan dalam laporan tesis ini adalah konsep pengembangan berkelanjutan (sustsinable development), dimana proses pengelolaan merupakan suatu mata rantai dari proses peencanaan dan pembangunan, yang merupakan suatu siklus yang senantiasa berputar. Sector reklame diambil sebagai point pertama dalam suatu pengelolaan kawasan. Kelapa Gading terletak pada arah timur laut kota Jakarta. Wilayah Kelapa Gading terletak pada ketinggian kurang lebih 5 meter di atas permukaan laut , sehingga daerah ini sangat sering terkena banjir, terutama saat terjadi siklus banjir 5 tahunan. 1.2. Rumusan MasalahProvinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai representasi kota di Indonesia adalah salah satu kota dengan kondisi memprihatinkan. Bahkan ARCADIS telah membuat laporan mengenai Sustainable Cities Index (Indeks Kota Berkelanjutan) dengan menempatkan Jakarta sebagai salah satu kota paling tak lestari di dunia tahun 2015 dengan peringkat 46 dari 50 Negara. Hal tersebut berdasarkan survey yang dilakukan oleh Lembaga Center for Economic and Business Reseach (CEBR) dengan menggunakan tiga kategori penilaian yaitu People,Planet, danProfit. Ketiga kategori tersebut dijabarkan kedalam 20 indikator dengan 5 kunci utama yaitu ekonomi, bisnis, risiko, infrastruktur, dan keuangan.

1.3. Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah:a. Mengidentifikasi Permasalahan Tata Ruang Kota di Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan membandingkannya dengan kota lain yang menjadi bahan laporan Sustainable Cities Index ARCADIS,b. Memberikan solusi dalam mengatasi permasalahan tata ruang DKI Jakarta Jakarta.

1.4. ManfaatManfaat penulisah makalah ini adalah:a. Memberikan masukan bagi instansi terkait demi perkembangan kebijakan Tata Ruang dan Wilayah DKI Jakarta,b. Menginformasikan kepada masyarakat umum mengenai kondisi dan solusi yang bisa dilakukan dalam penataan ruang dan wilayah DKI Jakarta.