Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TESIS
KELAINAN KROMOSOM PADA ABORTUS SPONTAN BERDASARKAN USIA
PASANGAN SUAMI ISTRI DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
DAN RS. JEJARING FK-USU
Oleh:
ERROL HAMZAH
Pembimbing :
Prof. Dr. DAULAT. H. SIBUEA, Sp.OG(K)
Dr. SARMA. N. LUMBANRAJA, Sp.OG(K)
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP.H. ADAM MALIK/RS. PIRNGADI MEDAN
MEDAN 2011
Universitas Sumatera Utara
PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM-5
Pembimbing : Prof. Dr. Daulat H. Sibuea, SpOG.K
Dr. Sarma N. Lumbanraja , SpOG.K
Pembanding : Dr. Hotma Partogi Pasaribu, SpOG
Dr. Syamsul A. Nasution, SpOG.K
Dr. Hj.Sarah Dina, SpOG.K
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk mencapai keahlian dalam
bidang Obstetri dan Ginekologi
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.
Segala Puji dan Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala,
Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat Ridha dan Karunia-Nya penulisan tesis ini
dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu
syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi.
Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini banyak
kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan
saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah
perbendaharaan bacaan khususnya tentang :
“ KELAINAN KROMOSOM PADA ABORTUS SPONTAN DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN & RS. JEJARING FK USU”
Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan
rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang
terhormat :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada
saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas
Kedokteran USU Medan.
Universitas Sumatera Utara
2. Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG.K, Ketua Departemen Obstetri dan
Ginekologi FK-USU Medan ; dr. M. Fidel. G. Siregar, Sp.OG, Sekretaris
Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan ; dr. Henry Salim
Siregar, SpOG.K, Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan
Ginekologi FK-USU Medan ; dr. M. Riza. Z. Tala, SpOG.K, Sekretaris
Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan ;
dan juga Prof. dr. R. Haryono. R. Roeshadi, SpOG.K, selaku Kepala
Bagian Obstetri dan Ginekologi pada saat saya diterima untuk mengikuti
pendidikan spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU
Medan ; Prof. dr. Hamonangan Hutapea, SpOG.K ; Prof. DR. dr. M.
Thamrin Tanjung, SpOG.K ; Prof. dr. T. M. Hanafiah, SpOG.K ; Prof. dr.
Budi R. Hadibroto, SpOG.K ; dan Prof. dr. Daulat H. Sibuea, SpOG.K ;
Prof. dr. M. Fauzie Sahil, Sp.OG.K yang telah bersama-sama berkenan
menerima saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di Departemen
Obstetri dan Ginekologi.
3. Khususnya kepada Prof. dr. H. T. Bahri Djohan, Sp.JP.K ; yang telah
banyak sekali membantu saya pada waktu memasuki dan mengikuti
pendidikan S 1 kedokteran umum hingga saya dapat mengikuti Program
Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-
USU, semoga Allah SWT membalas kebaikan beliau
4. Kepada Prof. dr. R. Haryono. R. Roeshadi, Sp.OG.K & Prof. dr. Delfi
Lutan, MSc, SpOG.K yang telah banyak sekali membantu saya selama
Universitas Sumatera Utara
pendidikan. Semoga Allah SWT membalas kebaikan budi guru saya
tersebut.
5. Prof. dr. Daulat. H. Sibuea, SpOG.K dan dr. Sarma. N. Lumbanraja,
SpOG.K selaku pembimbing tesis saya, bersama dr. Hotma. P. Pasaribu,
SpOG; dr. Syamsul Arifin Nst, SpOG.K; dan dr. Hj. Sarah Dina, SpOG.K,
selaku penyanggah dan nara sumber yang penuh dengan kesabaran telah
meluangkan waktu yang sangat berharga untuk membimbing, memeriksa,
dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.
6. dr. Hotma. P. Pasaribu, SpOG, selaku pembimbing referat mini
fetomaternal saya yang berjudul ” Gangguan saluran kemih pada wanita
pasca persalinan” ; kepada dr. Aswar Aboet, SpOG.K selaku pembimbing
referat mini Fertilitas Endokrinologi dan Reproduksi saya yang berjudul
”Manajemen Mola Hidatidosa dalam mendeteksi Penyakit Trofoblas
Ganas” dan kepada dr. Deri Edianto, SpOG.K selaku pembimbing referat
mini Onkologi saya yang berjudul ” Tumor Marker Pada Kanker
Ovarium”.
7. dr. Hj. Sarah Dina, Sp.OG.K, selaku Ibu Angkat saya selama menjalani
masa pendidikan, yang telah banyak mengayomi, membimbing dan
memberikan nasehat-nasehat yang bermanfaat kepada saya dalam
menghadapi masa-masa sulit selama pendidikan.
8. dr. Rushakim Lbs, Sp.OG yang telah memberikan nasehat, mengayomi
serta membimbing saya sewaktu dalam senang dan masa-masa sulit
selama menjalani pendidikan
Universitas Sumatera Utara
9. Kepada dr. Surya Dharma, M.Kes, yang telah meluangkan waktu dan
pikiran untuk membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.
10. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU
Medan, yang secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik
saya sejak awal hingga akhir pendidikan.
11. Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan RI, Kepala Kantor Wilayah
Departemen Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, atas ijin yang telah
diberikan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter
Spesialis Obstetri dan Ginekologi di FK-USU Medan.
12. Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah memberikan
kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama
mengikuti pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi.
13. Direktur RSUD. Dr. Pirngadi Medan dan Kepala SMF Obstetri dan
Ginekologi RSUD. Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan
kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja selama mengikuti
pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi.
14. Direktur RS. PTPN 2 Tembakau Deli ; dr. Sofian Abdul Ilah, SpOG dan dr.
Nazaruddin Jaffar, SpOG.K ; beserta staf yang telah memberikan
kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja selama bertugas di
Rumah Sakit tersebut.
Universitas Sumatera Utara
15. Direktur RS Haji Mina Medan, beserta staf pengajar yang telah banyak
memberikan kesempatan dan sarana belajar selama saya pendidikan
16. Ka. RUMKIT Putri Hijau KESDAM I/BB & Ka. SMF OBSGYN Mayor. CKM.
dr. Gunawan Rusuldi, Sp.OG beserta staf yang telah banyak memberi
kesempatan dan membimbing saya selama saya pendidikan
17. Direktur RSU Sundari Medan, beserta staf yang telah memberi
kesempatan belajar dan bekerja selama saya pendidikan
18. Direktur RSUD Sipirok beserta staf, yang telah memberikan kesempatan
kerja dan bantuan moril selama saya bertugas di rumah sakit tersebut.
19. Ketua Departemen Anastesiologi dan Reanimasi FK USU Medan beserta
staf, atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama saya
bertugas di Departemen tersebut.
20. Ketua Departemen Patologi Anatomi FK-USU beserta staf, atas
kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama saya bertugas di
Departemen tersebut.
21. Kepada senior-senior saya, dr. Edwin Martin Asroel, SpOG, dr. Angel
Jelita, Sp.OG, dr. Haryanto Lumbanraja, Sp.OG, dr. Roy Yustin
Simanjuntak, Sp.OG, Dr. Johny Marpaung, Sp.OG, dr. Errysyahbani. S,
Sp.OG, dr. Melvin N.G. Barus, SpOG, dr. Miranda Diza, Sp.OG; dr. Dudi
Aldiansyah, SpOG, dr. Eka Purnama Dewi.R, Sp.OG, dr. M. Oky Prabudi,
Sp.OG, dr. Ujang Ridwan Permana, SpOG, dr. Hayu Lestari Haryono,
Sp.OG, dr. Abdul Hadi, dr. Renardy Riza.R, dr. Juni Hardi Tarigan, Sp.OG,
Universitas Sumatera Utara
dr. Mulda. F. Situmorang, dr. T.M. Rizki, Sp.OG, dr. P. Gottlieb. S, Sp.OG,
dr. Dwi Faradina, Sp.OG, dr. Alim Sahid, Sp.OG, dr. Sim Romi, Sp.OG, dr.
Ronny. P. Bangun, Sp.OG, dr David Luther Lbs, Sp.OG, dr. Siti Sylvia. S,
Sp.OG, dr. Gorga. I. V. W. Udjung, Sp.OG, dr. M. Ikhwan, Sp.OG, dr.
Edward Muldjadi, Sp.OG, dr. Riza. H. Nst, dr. Lili kuswani, dr. Ari. A. Lbs,
dr. T. Jeffrey. A, Sp.OG, dr. M. Rizky Yaznil, Sp.OG, dr. Made Surya.K,
Sp.OG, dr. M. Jusuf. R, dr. Sri jouhara, dr. Boy. R. P. Srg terimakasih
banyak atas segala bimbingan, bantuan dan dukungannya yang telah
diberikan selama ini.
22. Kepada dr. Alfian. Z. Srg, dr. Firman Alamsyah, dr. Aidil Akbar, Sp.OG, dr.
Andri. P. Aswar, dr. Hatsari. M. P. S.S, dr. Rizka Heriansyah, dr. Reynanta
saya menyampaikan terima kasih atas dukungan dan bantuan yang
diberikan selama ini serta kebersamaan kita selama pendidikan.
23. Kepada dr. Riske. E. Putri, dr. Hendri Ginting, dr. Sri Damayana, dr. M.
Wahyu Wibowo, dr. Fifianti Putri Adela, dr. Ivo Chanitry, dr. Arvita.M.Lbs,
dr. Johan Ricardo, dr. Aprizza. P, dr Hilma Putri Lbs, dr. Masitah
Taharudin, dr. Bandini, dr. Jesurun. B. D. Hutabarat, saya mengucapkan
terimakasih atas dukungan dan bantuan serta kebersamaan kita dengan
pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan selama pendidikan
sebagai tim jaga serta bantuan yang diberikan selama penelitian dan
pembuatan tesis saya ini
24. Kepada junior-junior saya dr. T. Johan. A, dr. Elvira. M. S, dr. Heika. N.
Silitonga, dr. Irwansyah. P, dr. Ali Akbar. Hsb, dr. Ismail Usman, dr. Aries.
M, dr. Arjuna. S, dr. Janwar. S, dr. M. Yusuf, dr. Meity Elvina, dr. Robby. P,
Universitas Sumatera Utara
dr. Eka Handayani, dr. Yudha sadewo, dan seluruh PPDS obstetri &
Ginekologi FK-USU yang tidak dapat saya ucapkan satu per satu, saya
menyampaikan terima kasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan
selama penelitian dan pembuatan tesis saya ini.
25. Dokter Muda, Bidan, Paramedis, karyawan / karyawati, serta para pasien
di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU / RSUP. H. Adam Malik –
RSU. Dr. Pirngadi Medan yang daripadanya saya banyak memperoleh
pengetahuan baru, terima kasih atas kerja sama dan saling pengertian
yang diberikan kepada saya sehingga dapat sampai pada akhir program
pendidikan ini.
Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan
kepada kedua Orang Tua saya yang tersayang ayahanda, dr. H. Ismet, Sp. B
dan Ibunda Mutia Farida, yang telah membesarkan, membimbing,
mendoakan, serta mendidik saya dengan penuh kasih sayang dari sejak kecil
hingga kini, memberi keteladanan yang baik dalam menjalani hidup serta
memberikan motivasi dan semangat kepada saya selama mengikuti pendidikan
ini.
Buat anakku tersayang dan selalu kurindukan M. Faisal Hamzah, doa ku selalu
menyertaimu dimana pun engkau berada.
Kepada kakak ku Novita indriani, SE, adik-adik ku Ella Miryanti, SH, Nadif
Hamzah, SH, dr. Metty Savitri, Mira Tania serta abang iparku Zulfikar Djufri,
ST, Adik iparku Kapten. KAL. Roni Navaron, SE, terima kasih atas doa,
dorongan, dan semangat yang diberikan kepada saya.
Universitas Sumatera Utara
Akhirnya kepada seluruh keluarga handai taulan yang tidak dapat saya
sebutkan namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung,
yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya
ucapkan banyak terima kasih.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkah-Nya kepada kita semua.
Amin Ya Rabbal ’Alamin.
Medan, 31 mei 2011
dr. Errol Hamzah
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Tujuan Penelitian :
Melihat gambaran kelainan kromosom janin dihubungkan dengan usia ibu dan suami pada abortus spontan.
Rancangan Penelitian :
Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional.
Hasil Penelitian :
Dari 30 subjek penelitian dengan abortus spontan pada kelompok usia istri 20-
35 tahun yang terbanyak yaitu sebesar 53.3%, dan pada kelompok usia suami
> 35 tahun sebesar 73,3%. Dari hasil pemeriksaan genetik didapati jaringan
hasil konsepsi yang menunjukkan kelainan kromosom adalah sebesar 60 %
(monosomi 23.3% dan trisomi 36.7%), sedangkan sisanya (40 %) tidak
menunjukkan kelainan kromosom. Dari hasil penelitian ini terdapat hubungan
yang bermakna secara statistik antara kelompok usia istri dengan kelainan
kromosom jaringan abortus spontan p <0,05 ( p = 0,024 ), tetapi tidak
ditemukan hubungan yang bermakna secara statistik antara kelompok usia
suami dengan kelainan kromosom jaringan abortus spontan.
Kesimpulan :
Kejadian kelainan kromosom jaringan abortus spontan lebih besar pada wanita
dengan usia > 20-35 tahun dibandingkan dengan usia dibawah 35 tahun.
Kelainan abnormalitas kromosom yang terbanyak adalah trisomi, kemudian
disusul oleh monosomi X.
Kata Kunci :
Abortus spontan, Kelainan kromosom, usia ibu.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI …………………………………………….……………………………. i
DAFTAR TABEL…………………..………………………………………………… iii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………………… iv
DAFTAR SINGKATAN ………………………………………………………… v
BAB 1. PENDAHULUAN ……………………………………………….………… 1
1.1 Latar Belakang ……………………………………….………………… 1
1.2 Perumusan masalah ………………………………………………….. 4
1.3 Hipotesis penelitian …………………………………………………… 4
1.4 Tujuan penelitian ………………………………………………………..4
1.4.1 Tujuan umum ……………………………………………………..4
1.4.2 Tujuan khusus ………………………………………………...... 4
1.5 Manfaat Penelitian …………………………………………………….. 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………… 5
2.1 Abortus
2.1.1 Defenisi …………………………………………………………… 5
2.1.2 Stadium klinik abortus ………………………………………...... 6
2.1.3 Patofisiologi ………………………………………………………. 7
2.1.4 Etiologi ……………………………………………………………. 8
2.1.5 Insidensi ………………………………………………………… 10
2.2 Kromosom ……………………………………………………………. 11
2.2.1 Struktur Kromosom ……………………………………………. 11
2.2.1.1 Kromosom pada Metafase …………………………… 12
2.2.1.2 Tipe Kromosom Metafase ……………………………. 13
2.2.1.3 Kariotipe ……………………………………………… 14
2.2.1.4 Susunan Kromosom ………………………………….. 15
2.2.2 Mitosis ………………………………………………………….. 18
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Meiosis ………………………………………………………….. 21
2.2.4 Kelainan Kromosom/Genetik …………………………………. 23
2.2.5 Kerangka Teori ……...…………………………………………. 31
2.2.6 Kerangka Konsep ……………………………………………… 31
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN …………………………………………… 32
3.1 Rancangan Penelitian ……………………………………………….. 32
3.2 Waktu dan tempat Penelitian ……………………………………….. 32
3.3 Populasi Penelitian …………………………………………………… 32
3.4 Jumlah Sampel Penelitian …………………………………………… 32
3.5 Kriteria Penelitian
3.5.1 Kriteria inklusi …………………………………………………… 33
3.5.2 Kriteria ekslusi ………………………………………………….. 33
3.6. Identifikasi variabel …………………………………………………... 33
3.7 Alur kerja penelitian ………………………………………………….... 34
3.8 Batasan Operasional ………………………………………………….. 35
3.9 Cara kerja ………………………………………………………………. 35
3.10 Analisa Data ………………………………………………………….. 42
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1 Karakteristik usia istri & usia suami Subjek Penelitian ……. 43
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Jenis kromosom jaringan plasenta
abortus spontan ……………………………………………….. 43
Tabel 4.3 Jenis kelainan kromosom pada usia istri yang mengalami
abortus spontan ……………………………………………….. 45
Tabel 4.4 Jenis kelainan kromosom pada usia suami yang istrinya
mengalami abortus spontan ……………………………….. 46
Tabel 4.5 Hubungan antara usia istri dan usia suami subjek penelitian
Universitas Sumatera Utara
dengan kromosom jaringan plasenta abortus spontan …….. 47
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………. 49
5.1 Kesimpulan ……………………………………………………………… 49
5.2 Saran …………………………………………………………………….. 49
Lampiran I : Data Identitas Subjek Penelitian ………………………………….. 50
Lampiran II : Lembar Penjelasan Kepada Subyek Penelitian ………………... 51
Lampiran III :Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan ……………………….. 52
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………. 53
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Karakteristik usia istri & usia suami Subjek Penelitian .…….. 43
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Jenis kromosom jaringan plasenta
abortus spontan ……………………………………………….. 43
Tabel 4.3 Jenis kelainan kromosom pada usia istri yang mengalami
abortus spontan ……………………………………………….. 45
Tabel 4.4 Jenis kelainan kromosom pada usia suami yang istrinya
mengalami abortus spontan ……………………………….. 46
Tabel 4.5 Hubungan antara usia istri dan usia suami subjek penelitian
dengan kromosom jaringan plasenta abortus spontan …….. 47
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pola pita yang disederhanakan pada kromosom 12 .…….. 12
Gambar 2. Gambaran mikroskopik kromosom pada fase metafase… 13
Gambar 3. Tipe kromosom metafase …………………………………… 13
Gambar 4. Kariogram kromosom metafase ……………………………. 15
Gambar 5. Tingkat organisasi kromosom ……………………………… 16
Gambar 6. Nukleosom, struktur dasar susunan DNA ………………… 17
Gambar 7. Struktur kromatin …………………………………………….. 17
Gambar 8. Segmen kromatin ……………………………………………. 18
Gambar 9. Mitosis ………………………………………………………… 20
Gambar 10. Meiosis ……………………………………………………….. 22
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN
WHO : World Health Organization
FISH : Fluorescent In Situ Hybridization
VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor
TORCH :Toxoplasma Rubella Cytomegalovirus Herpes simplex
TBC : Tuberculosa
DM : Diabetes Melitus
SLE : Systemic Lupus Eritematosus
ACA : Antibody Anticardiolipin
DNA : Deoxinucleus Acid
RNA : Ribonucleus Acid
ATP : Adenin Tri Phosfat
USG : UltraSonoGraphy
HPHT : Hari Pertama Haid Terakhir
CVS : Chorionic Villous Sampling
POC : Product Of Conception tissue
NCAM : Neural Cell Adhesion Molecule
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Tujuan Penelitian :
Melihat gambaran kelainan kromosom janin dihubungkan dengan usia ibu dan suami pada abortus spontan.
Rancangan Penelitian :
Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional.
Hasil Penelitian :
Dari 30 subjek penelitian dengan abortus spontan pada kelompok usia istri 20-
35 tahun yang terbanyak yaitu sebesar 53.3%, dan pada kelompok usia suami
> 35 tahun sebesar 73,3%. Dari hasil pemeriksaan genetik didapati jaringan
hasil konsepsi yang menunjukkan kelainan kromosom adalah sebesar 60 %
(monosomi 23.3% dan trisomi 36.7%), sedangkan sisanya (40 %) tidak
menunjukkan kelainan kromosom. Dari hasil penelitian ini terdapat hubungan
yang bermakna secara statistik antara kelompok usia istri dengan kelainan
kromosom jaringan abortus spontan p <0,05 ( p = 0,024 ), tetapi tidak
ditemukan hubungan yang bermakna secara statistik antara kelompok usia
suami dengan kelainan kromosom jaringan abortus spontan.
Kesimpulan :
Kejadian kelainan kromosom jaringan abortus spontan lebih besar pada wanita
dengan usia > 20-35 tahun dibandingkan dengan usia dibawah 35 tahun.
Kelainan abnormalitas kromosom yang terbanyak adalah trisomi, kemudian
disusul oleh monosomi X.
Kata Kunci :
Abortus spontan, Kelainan kromosom, usia ibu.
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Abortus spontan adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin mampu
bertahan hidup. Di Amerika Serikat definisi ini terbatas pada terminasi
kehamilan sebelum 20 minggu berdasarkan dari tanggal hari pertama haid
terakhir.1 Defenisi lain yang sering digunakan adalah keluarnya hasil konsepsi
yang berat badannya < 500gr.1
Warburton & Fraser pada tahun (1986) melaporkan frekuensi abortus
spontan yang secara klinis terdeteksi meningkat 12% pada wanita berusia
kurang dari 20 tahun, sedangkan pada wanita yang berusia 40 tahun insiden
meningkat menjadi 26%. Trisomi sering dijumpai pada kejadian abortus
spontan yaitu hampir 60%; trisomi yang sering dijumpai pada kromosom nomor
16, 22, 21, 15, 18, dan 13. Trisomi 16 mencapai 26% dari kejadian abortus
spontan pada usia kehamilan 11 minggu, sedangkan monosomi X berada
ditempat kedua pada kejadian abortus spontan.2
Harlap & Shiono (1980) melaporkan bahwa 80% kejadian abortus spontan
terjadi pada usia kehamilan 12 minggu pertama.3
Jauniaux & Burton yang melaporkan bahwa 2/3 kasus abortus spontan ( 66%
) mengalami defek plasentasi.4
Sedangkan Benirsche & Kaufmann menemukan kelainan vili plasenta pada
50-60% kasus abortus spontan.5
Menurut Hempstock sekitar 40% kasus abortus spontan tidak diketahui
penyebabnya terutama pada kasus abortus spontan berulang. Penyebab
abortus spontan lainnya berhubungan dengan kelainan kromosom, faktor
endokrin, faktor infeksi, faktor imunologi dan kelainan anatomi dari uterus.6
Menurut data resmi WHO ( 1994 ) abortus spontan terjadi pada 10% dari
seluruh kehamilan; Di Indonesia diperkirakan ada 5 juta kehamilan pertahun,
dimana 10-15% diantaranya atau sekitar 500.000-750.000 mengalami abortus
spontan setiap tahun.7,8
Universitas Sumatera Utara
Kehamilan tidak semuanya dapat berjalan dengan baik, Arias mengutip dari
Zinaman melaporkan dari semua konsepsi hanya sekitar 50-60% yang mampu
melewati usia kehamilan 20 minggu, sisanya berakhir dengan terjadinya
abortus spontan oleh karena kegagalan implantasi.8
Storm dkk (1996) menyampaikan bahwa kromosomal aneuploidi dijumpai
sebanyak 60% pada trimester pertama abortus spontan. Melalui penelitian
terhadap 545 wanita yang mengalami abortus spontan, sebanyak 154 kasus (
45 % ) memiliki kelainan kromosom yang diketahui melalui pemeriksaan
kariotip. Keguguran adalah salah satu komplikasi kehamilan yang tersering
dimana 15% kehamilan akan berakhir dengan keguguran. Penyebabnya
adalah faktor genetik atau perkembangan janin yang abnormal.9
Keguguran yang berulang sebanyak 3% dari populasi dan dikaitkan dengan
trombofilia, serviks yang lemah, infeksi, kelainan endokrinologi, faktor anatomi
dan kelainan imunitas. Riwayat ginekologi penting karena mungkin ada
perbedaan etiologi pada wanita dengan riwayat subfertil dengan keguguran
dibandingkan dengan wanita yang fertile lalu mengalami keguguran.10
Mune S dkk (1995) menyampaikan bahwa frekwensi kelainan kromosom pada
pre-implantasi embrio sangat tinggi kejadiannya. Pada pemeriksaan secara
Fluorescent In Situ Hybridization ( FISH ) pada kromosom 13, 18, dan 21
didapati 25-30% kejadian aneuploidi.11
Kebanyakan hasil konsepsi abnormal secara genetik pada manusia dapat
berakhir dengan terjadinya keguguran secara spontan, dimana hal ini
merupakan komplikasi yang sering pada usia kehamilan muda. Keguguran
merupakan komplikasi yang sering pada kehamilan dimana janin tidak
mencapai viabilitas dengan usia kehamilan 20 minggu. Sofia Doria dkk (2009), pada studi penelitian prospektif melaporkan usia ibu hamil merupakan
salah satu faktor resiko untuk terjadinya abortus spontan terutama yang
disebabkan kelainan kromosom. Resiko kematian janin meningkat drastis
setelah usia 35 tahun; 9% pada usia 20-24 tahun, dan 75% pada usia 45 tahun
ke atas.12
Resiko abortus spontan meningkat pada wanita usia diatas 35 tahun, dan pada
wanita yang folikel ovarium prematur. Hasil konsepsi yang abnormal secara
kromosom juga merupakan hasil dari fertilisasi oosit yang euploidi dengan
sperma yang aneuploidi. Sperma dari laki-laki yang mempunyai pasangan Universitas Sumatera Utara
wanita dengan riwayat abortus berulang menunjukkan insiden aneuploidi yang
tinggi. Insiden abortus spontan meningkat pada wanita muda dengan usia
suami yang lebih tua, dimana didapati kualitas semen yang jelek.13
Kebanyakan kasus abortus spontan terjadi karena kelainan kromosom embrio
dan janin. Hasil kariotip dari kultur jaringan konsepsi yang mengalami abortus
spontan ditemukan hampir 50% pada usia kehamilan trimester pertama, 30%
pada trimester kedua, 3% lahir mati oleh karena kelainan kromosom.13
Salim Daya (2004), mengatakan bahwa peningkatan resiko keguguran
mungkin sebagian terkait dengan usia ibu; wanita dengan kehamilan pada usia
lebih tua beresiko keguguran yang tinggi akibat dari konsepsi dengan kelainan
kromosom trisomi yang insidennya meingkat terutama setelah usia 35 tahun.
Bila dijumpai abortus spontan pada wanita setelah usia 35 tahun disarankan
melakukan pemeriksaan kromosom.14
Dan Diego Alvarez dkk (2005) melakukan penelitian kasus abortus spontan
dimana dijumpai 517 kasus keguguran spontan, dengan 321 kasus kelainan
kromosom dan sisanya 196 kasus infeksi. Dari 321 kasus kelainan kromosom
didapati 129 ( 40,2% ) kasus kromosom abnormal. Trisomi komplit tunggal
ditemukan pada 61,24% dari kariotip abnormal dan trisomi kombinasi ganda
dijumpai 3 kasus ( 48 XX+9+21, 48 XY+2+8, 48 XX+20+22 ); rata-rata usia
kehamilan adalah 9,4±2,1 minggu. Rata-rata usia ibu dan ayah adalah
39,7±3,4 dan 43,4±8,7, maka nilai P = 0,076.15
Mengingat tingginya kejadian abortus spontan yang disebabkan oleh kelainan
kromosom terutama yang berhubungan dengan faktor resiko usia ibu dan
suami, yang didapat dalam kepustakaan mendorong penelliti mencari
hubungan antara abortus spontan dengan kelainan kromosom yang dikaitkan
dengan usia ibu dan suami.
Universitas Sumatera Utara
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Apakah kejadian abortus spontan pada usia kehamilan kurang dari 12
minggu di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS. Jejaring FK-USU
berkaitan dengan kelainan kromosom dan usia pasangan suami istri.
1.3 HIPOTESIS PENELITIAN
Bahwa kelainan kromosom dari jaringan plasenta mengalami abortus
spontan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu ada hubungannya
dengan usia pasangan suami istri.
1.4 TUJUAN PENELITIAN
1.4.1 TUJUAN UMUM
Melihat gambaran kromosom jaringan plasenta dan hubungannya
dengan usia pasangan suami istri yang mengalami abortus spontan
pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu di RSUP. H. Adam Malik
Medan & RS jejaring FK-USU Medan
1.4.2 TUJUAN KHUSUS
1. Meneliti karakteristik usia ibu dan usia suami pada kasus abortus
spontan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu.
2. Meneliti hubungan kelainan kromosom jaringan plasenta dengan
usia ibu yang mengalami abortus spontan pada usia kehamilan
kurang dari 12 minggu.
3. Meneliti hubungan kelainan kromosom jaringan plasenta dengan
usia suami pada kejadian abortus spontan pada usia kehamilan
kurang dari 12 minggu.
Universitas Sumatera Utara
1.5 MANFAAT PENELITIAN
Menambah pengetahuan bahwa penyebab abortus spontan terutama yang
disebabkan oleh kelainan kromosom jaringan plasenta berhubungan erat
dengan usia pasangan suami istri yang berumur diatas 35 tahun. Konseling
genetik pra-konsepsi pada pasangan suami istri khususnya yang istrinya usia
diatas 35 tahun.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ABORTUS
2.1.1 Definisi
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin dapat hidup diluar
rahim, atau sebelum kehamilan tersebut mencapai usia kehamilan 20 minggu (
dihitung dari Hari Pertama Haid Terakhir ) atau berat badan janin kurang dari
500 gram.1,2,3
Beberapa definisi lain tentang abortus antara lain; abortus sebagai terputusnya
kehamilan sebelum usia kehamilan mencapai 16 minggu dimana plasentasi
belum selesai.2,9
Eastman dkk menyatakan abortus adalah suatu keadaan dimana terhentinya
suatu kehamilan pada saat janin belum dapat bertahan hidup diluar uterus,
dengan berat badan janin antara 400-1000 gram atau saat usia kehamilan
kurang dari 28 minggu.2,9
Pada tahun 1977 WHO ( World Health Organisation ) mendefinisikan abortus
sebagai keluarnya janin dari rahim dengan berat janin kurang dari 500 gram,
atau usia kehamilan 20-22 minggu.7
Keguguran adalah salah satu komplikasi kehamilan yang tersering dimana
15% kehamilan akan berakhir dengan keguguran. Penyebabnya adalah faktor
genetik atau perkembangan janin yang abnormal. Keguguran yang berulang
terjadi 3% dari populasi ibu hamil dan dikaitkan dengan trombofilia, serviks
yang lemah, infeksi, kelainan endokrinologi, faktor anatomi dan kelainan
imunitas.9
Berdasarkan riwayat kehamilan, ada 3 kelompok wanita yang memiliki resiko
keguguran, yaitu.16
1. Kelompok keguguran kambuhan primer : kelompok ini terdiri dari
wanita dengan tiga kali atau lebih keguguran berturut-turut tanpa
adanya kehamilan yang terus berkembang hingga melewati usia
kehamilan 20 minggu Universitas Sumatera Utara
2. Kelompok keguguran kambuhan sekunder : kelompok ini terdiri dari
wanita yang mengalami tiga kali atau lebih keguguran menyusul
setidaknya satu kehamilan yang berkembang hingga lebih dari usia
kehamilan 20 minggu, dan kemungkinan berakhir dengan lahir hidup,
lahir mati atau kematian neonatus.
3. Kelompok keguguran kambuhan tertier : kelompok ini terdiri dari
wanita yang mengalami setidaknya tiga kali keguguran yang tidak
berturutan dan diselingi dengan kehamilan yang berkembang hingga
melewati usia kehamilan 20 minggu.
Bahwa seorang wanita bisa mengalami keguguran yang berulang dengan
seorang laki-laki dan tidak dengan laki-laki lainnya. Usia perempuan yang lebih
tua merupakan faktor resiko keguguran; resiko keguguran meningkat sesuai
dengan usia ibu, terutama setelah usia 35 tahun.16
2.1.2 Stadium Klinik Abortus :
1. Abortus imminens (Threatened Abortion) adalah peristiwa terjadinya
perdarahan dari uterus pada usia kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil
konsepsi masih dalam uterus, hidup, tanpa adanya dilatasi serviks dan
kehamilan masih dapat dipertahankan.1,9
2. Abortus insipiens (Inevitable Abortion) adalah peristiwa perdarahan
uterus pada usia kehamilan sebelum 20 minggu dimana kehamilan tidak dapat
dipertahankan lagi, dimana telah terjadi dilatasi serviks uteri namun hasil
konsepsi masih didalam uterus. Pengeluaran hasil konsepsi harus segera
dilakukan dengan dilatasi dan kuretase.1,9
3. Abortus Inkomplitus adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi dari
uterus pada usia kehamilan sebelum 20 minggu, dimana ada sisa jaringan
konsepsi (plasenta) yang tertinggal didalam uterus, mengakibatkan kontraksi
uterus disertai rasa nyeri dan perdarahan uterus. Pengeluaran sisa hasil
konsepsi harus segera dilakukan dengan dilatasi dan kuretase.1,9
Universitas Sumatera Utara
4. Abortus komplitus adalah pengeluaran seluruh hasil konsepsi dari uterus,
pada usia kehamilan sebelum 20 minggu.1,9
2.1.3 PATOFISIOLOGI :
Pada saat spermatozoa menembus zona pelusida terjadi reaksi korteks ovum.
Granula korteks didalam ovum atau oosit sekunder berfusi dengan membrane
plasma sel, sehingga enzim didalam granula-granula dikeluarkan secara
eksositosis ke zona pelusida. Hal ini menyebabkan glikoprotein di zona
pelusida berkaitan satu sama lain membentuk suatu materi yang keras dan
tidak dapat ditembus oleh spermatozoa lain.17
Kedua pronukleus saling mendekati membentuk zygot yang terdiri dari bahan
genetik perempuan dan laki-laki. Pada manusia terdapat 46 kromosom yaitu 44
kromosom autosom dan 2 kromosom kelamin.17
Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi, mulailah pembelahan zygot.
Hal ini dapat berlangsung oleh karena sitoplasma ovum mengandung banyak
zat asam amino dan enzim. Dalam 3 hari terbentuk suatu kelompok sel yang
sama besarnya, hasil konsepsi berada dalam stadium morula dimana
sebelumnya telah terjadi pembelahan-pembelahan yang di peroleh dari vitelus,
hingga volume vitelus ini makin berkurang yang akhirnya terisi seluruhnya oleh
morula.17
Selanjutnya pada hari keempat hasil konsepsi mencapai stadium blastula yang
disebut blastokista dimana bagian luarnya adalah jaringan tropoblas dan
dibagian dalamnya disebut massa sel dalam (inner cell mass) pada satu kutub.
Blastokista itu sendiri tertanam diantara jaringan sel epitel dari mukosa uterus
pada hari ke 6-7 setelah ovulasi. Kemudian terjadi diferensiasi menjadi masa
sinsitial. Pada hari ke-8, trofoblas berdiferensiasi menjadi lapisan luar (outer
multinucleated sintitiotrofoblast) dan membentuk lapisan dalam (primitive
mononuclear sytotrofoblast). Kemudian massa sinsitial berpenetrasi diantara
sel epitel dan akan segera menyebar ke stroma. Pada hari ke-9 vakuola atau
lakuna muncul pada sinsitial dan akan segera membesar kemudian akan
segera menyatu. Pembentukan dari sirkulasi uteroplasenta yang potensial
terjadi ketika kapiler vena ibu bersentuhan dengan sinsitial maka darah akan
dapat lewat melalui sistem lakuna. Lakuna akan menjadi daerah intervilus dari
Universitas Sumatera Utara
plasenta. Pada hari 12-13 setelah fertilisasi, blastokista sudah sepenuhnya
melekat pada stroma desidua sehingga epitel dari permukaan uterus akan
terus tumbuh. Hal ini menandakan bahwasanya tahap awal dari implantasi
akan disertai dengan sedikit nekrosis dari jaringan atau reaksi inflamasi dari
jaringan mukosa. Setelah fase inisial nidasi, diferensiasi dari trofoblas dapat
terjadi pada dua jalur utama yaitu villous dan ekstra villous. Hal ini berguna
untuk mempertimbangkan kedua jenis dari jalur diferensiasi yang dipisahkan
oleh kedua fungsi dari kedua trofoblas ini dan tipe dari sel maternal, dimana
masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda. Villus trofoblas sepenuhnya
menutupi seluruh villi chorialis plasenta dan berfungsi untuk transportasi nutrisi
dan oksigen dari ibu ke janin. Dalam 2 minggu perkembangan konsepsi,
trofoblas invasif telah melakukan penetrasi ke pembuluh darah endometrium,
kemudian terbentuk sinus intertrofoblastik yang merupakan ruangan yang
berisi darah maternal. Sirkulasi darah janin ini berakhir dilengkung kapiler (
capillary loops ) didalam vili korialis yang ruang intervilinya dipenuhi dengan
darah maternal yang dipasok oleh arteri spiralis dan dikeluarkan melalui vena
uterina. Vili korialis akan tumbuh menjadi suatu massa jaringan yaitu plasenta.
Hasil konsepsi diselubungi oleh jonjot-jonjot yang dinamakan vili korialis dan
berpangkal pada korion. Korion ini terbentuk oleh karena adanya chorionic
membrane. Selain itu, vili korialis yang berhubungan dengan desidua basalis
tumbuh dan bercabang-cabang dengan baik, korion tersebut dinamakan korion
frondosum. Darah ibu dan darah janin dipisahkan oleh dinding pembuluh darah
janin dan lapisan korion.18,19,20
Didapati bahwa trombosis dari pembuluh darah uteroplasenta akan
menyebabkan perfusi ke plasenta terganggu. Kegagalan pada endovaskular
dan interstisial dari diferensiasi extravillus trofoblas akan menyebabkan abortus
pada awal kehamilan. Pada kasus lain dari abortus spontan pada awal
kehamilan, sinsitial extravillous trofoblas tidak mencapai arteri spiralis. Hal ini
menyebabkan arteri tidak berpulsasi dan suplai darah yang melalui arteri
spiralis tidak akan adekuat sampai akhir kehamilan trimester pertama yang
menyebabkan terjadinya abortus spontan.18,19,20
2.1.4 Etiologi
Universitas Sumatera Utara
Lebih dari 80% kasus abortus spontan terjadi pada usia kehamilan 12 minggu,
setelah itu angka kejadiannya cepat menurun ( Harlap & Shiono, 1980 ). Kelainan kromosom merupakan penyebab terbanyak dari kasus abortus
spontan dini ini, dan setelah itu insidensinya juga menurun. Risiko terjadinya
abortus spontan meningkat seiring dengan meningkatnya paritas serta usia ibu
dan ayah.3
Mekanisme pasti dari abortus spontan tidak selalu jelas, tetapi pada bulan-
bulan awal kehamilan, ekspulsi ovum secara spontan hampir selalu didahului
oleh kematian mudigah atau janin. Karena itu, pertimbangan etiologi pada
abortus dini antara lain mencakup pemastian penyebab kematian janin. Pada
bulan-bulan selanjutnya, janin sering belum meninggal di dalam rahim sebelum
ekspulsi dan penyebab ekspulsi tersebut perlu diteliti.1
1. Faktor janin :
a. Perkembangan zigot abnormal
b. Aneuploidi
c. Euploid
d. Trisomi autosom
e. Monosomi X
f. Kelainan struktural kromosom
2. Faktor ibu :
a. Usia
b. Infeksi : TORCH, chlamidia trachomatis
c. Penyakit kronis : TBC, karsinoma
d. Kelainan endokrinologi : DM, defisiensi progesterone
e. Malnutrisi
f. Radiasi
g. Merokok, kafein Universitas Sumatera Utara
h. Trauma
i. Laparotomi
j. Kelainan struktur uterus
k. Penyakit autoimun : SLE ( systemic Lupus Eritematosus ), ACA (
antibody anticardiolipin )
l. Respon imunne abnormal
m. Toksin lingkungan
3. Faktor ayah
2.1.5 Insidensi
Di Indonesia diperkirakan abortus spontan terjadi sekitar 10-15% dari seluruh
kehamilan. Menurut data resmi WHO ( 1994 ) abortus spontan dilaporkan
terjadi pada 10% dari seluruh kehamilan. Lebih dari 80% abortus spontan
terjadi pada kehamilan trimester pertama dan angka kejadian ini akan sangat
menurun setelah itu. 21,22
Angka kejadian abortus spontan sukar ditentukan karena abortus provokatus
banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus
spontan dan tidak jelas usia kehamilannya yang hanya sedikit memberi gejala
atau tanda sehingga biasanya ibu tidak berobat. Sementara itu dari kejadian
yang diketahui 15-20% merupakan abortus spontan. Sekitar 5% dari pasangan
yang mencoba hamil akan mengalami keguguran yang berurutan, dan sekitar
1% dari pasangan mengalami 3 atau lebih keguguran yang berurutan.20,21
Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus spontan antara 15-20%
dari semua kehamilan. Bila dikaji lebih jauh kejadian abortus spontan bisa
mendekati angka 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical
pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi.
Sebagian besar kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet.23
Sofia Doria dkk (2008) melaporkan, dari 232 pasien yang didiagnosa dengan
abortus spontan, 147 (63,4%) kasus dengan kromosom yang normal, 85 Universitas Sumatera Utara
(36,6%) dengan kromosom abnormal. Dari 85 kasus kelainan kromosom
dimana 81 (95,3%) kasus berasal dari trimester pertama, 2 (2,4%) kasus
berasal dari trimester kedua dan 2 (2,4%) kasus terjadi pada trimester ketiga.
Pada 66 kasus abortus spontan dilakukan pemeriksaan kariotip; 62/66 ( 93,9%
) kasus abortus spontan menunjukkan abnormalitas; 36/62 dengan trisomi
tunggal, 5/62 dengan dua atau tiga trisomi, 6/62 dengan monosomi X, 13/62
dengan poliploidi, 9/62 dengan mosaik dan 1/62 dengan trisomi plus
translokasi seimbang.12
Garcia-Enguidanos (2002) menemukan resiko abortus spontan meningkat
dengan bertambahnya usia ibu dan meningkat tajam setelah usia 35 tahun
atau lebih.24 Andersen (2000) menjumpai resiko abortus spontan 11,1%-
15,0% pada usia dibawah 35 tahun dan bertambah menjadi 24,6% diatas usia
35 tahun. Hefner (2004) juga menjumpai hasil yang sama, dari 10%-14%
resiko abortus spontan pada usia 20-34 tahun, dan bertambah menjadi 24%
setelah 35 tahun, dan 50% setelah usia 40 tahun.25
2.2. KROMOSOM
2.2.1 STRUKTUR KROMOSOM
Manusia adalah eukariosit, organisme dengan sel-sel yang mempunyai
nukleus sejati yang dibatasi oleh membran nukleus, bermultiplikasi dengan
cara mitosis. Bakteri adalah prokariosit, organisme tanpa inti sejati,
bereproduksi dengan cara pembelahan sel. Dengan pengecualian DNA yang
ada dalam mitokondria, semua DNA kita disusun di dalam inti sel dikelilingi
oleh membran nukleus. Karena ovum kaya akan mitokondria, penyakit-
penyakit yang disebabkan oleh mitokrondria gen (contoh, Leber’s optic
neuropathy) ditransmisikan oleh ibu, karena mitokondria didalam sperma
tereliminasi sewaktu fertilisasi.26 Kromosom adalah kumpulan material genetik
yang terdiri dari molekul DNA (yang mengandung banyak gen) yang melekat
pada sejumlah besar protein yang mempertahankan struktur kromosom dan
berperan dalam ekspresi gen. Sel-sel somatik manusia mengandung
kromosom dengan 22 pasang autosom dan 1 pasang kromosom seks. Semua
sel-sel somatik adalah diploid-23 pasang kromosom. Hanya gamet yang
haploid, dengan 22 autosom kromosom dan 1 kromosom seks. Variasinya
Universitas Sumatera Utara
ukuran kromosom mulai dari 50 juta sampai 250 juta pasangan basa.
Kromosom 1 mengandung paling banyak gen (2968 gen) dan kromosom Y
mengandung jumlah gen yang paling sedikit (231 gen). Semua kromosom
mengandung bagian penghubung/penjepit yang disebut sentromer, yang
membagi kromosom menjadi dua lengan, lengan pendek p dan lengan panjang
q. Dua anggota dari setiap pasang autosom adalah homolog yang masing-
masing berasal dari ayah dan ibu.26,27
Sebuah gen adalah sebuah unit DNA dalam sebuah kromosom yang dapat
diaktifkan untuk mentranskripsikan RNA spesifik. Lokasi dari sebuah gen
dalam kromosom menunjukkan lokusnya. Karena ada 22 pasang autosom,
kebanyakan gen tampil dalam pasangan. Pasangan tersebut adalah homozigot
bila sama dan heterozigot bila tidak sama.26
2.2.1.1 Kromosom Pada Fase Metafase Kromosom-kromosom pada fase metafase berbeda satu sama lain dalam hal
panjang, posisi sentromer, dan ukuran dan susunan pita transversal terang dan
gelap (banding pattern). Setiap kromosom dan bagian-bagiannya dapat
diidentifikasi dari pola pitanya (banding pattern). Dalam preparasi metafase
tipikal, ada 300-550 pita berbeda yang diketahui. Pada fase prometafase,
kromosom lebih panjang dari pada kromosom dalam fase metafase dan
menunjukkan lebih banyak pita. Dengan demikian, untuk tujuan tertentu
kromosom juga dipelajari dalam fase prometafase.27
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Pola pita yang disederhanakan pada kromosom 12
Gambar 2. Gambaran Mikroskopik Kromosom Pada Fase Metafase
2.2.1.2 Tipe Kromosom Metafase
Tiap kromosom diklasifikasikan sebagai submetasentrik, metasentrik, atau
akrosentrik menurut lokasi dari sentromer. Sentomer ini sebagai sebuah
konstriksi, titik perlekatan gelendong sewaktu mitosis. Sentromer membagi
kromosom submetasentrik menjadi lengan pendek (lengan p) dan lengan
panjang (lengan q). Pada kromosom metasentrik, panjang lengan pendek kira-
Universitas Sumatera Utara
kira sama dengan lengan panjang. Kromosom akrosentrik lengan pendeknya
sebatas tangan tambahan yang disebut satelit.27
Gambar 3. Tipe Kromosom Metafase
2.2.1.3 Kariotipe
Kariotipe adalah susunan lengkap kromosom dari sebuah sel dari individu atau
spesies. Kariotipe merupakan gambaran mikroskopik cahaya dari kromosom
pada fase metafase menurut morfologinya. Setelah pemberian proteolitik dan
pewarnaan Giemsa akan menghasilkan gambaran karakteristik dari semua
kromosom. Kariogram akan menunjukkan kromosom yang homolog, yang
berasal satu dari ibu dan satu dari ayah, disusun menurut panjang relatifnya
dan posisi dari sentomernya. Kromosom disusun dan dinomori menurut
konvensi. Ditulis pertama adalah jumlah kromosom yang diikuti susunan
kromosom seks. Semua turunan sel dijelaskan dalam abnormalitas mosaik.
Kromosom tambahan atau kromosom yang hilang dilambangkan dengan +
atau – untuk semua kromosom dengan indikasi jenis abnormalitas bila ada
kromosom cincin. Susunan struktural dijelaskan dengan lengan p atau lengan
q dan posisi pita.26,27,28,29
Tabel 1. Tatacara penulisan kariotipe dan interpretasinnya28
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. Kariogram Kromosom Metafase
2.2.1.4 Susunan Kromosom Kromosom dapat dilihat sebagai struktur-struktur yang terpisah hanya sewaktu
mitosis. Sewaktu interfase kromosom muncul sebagai massa yang tidak
beraturan dinamai kromatin. Densitas dari kromatin bervariasi, disebut
heterokromatin (berdensitas tinggi) dan eukromatin (berdensitas rendah).
Eukromatin mengandung gen aktif sedangkan heterokromatin mengandung
gen inaktif.27
Universitas Sumatera Utara
a. Tingkat struktur kromosom
Dari kromosom sampai kepada rantai DNAnya, dapat dilihat perbedaan
tingkat strukturnya Total panjang DNA haploid pada sel manusia yang
membelah adalah kira-kira 1 meter. Sewaktu mitosis, seluruh DNA ini
berada dalam 23 kromosom, yang panjang masing-masing kromosom 3-
7 µm. Bila satu bagian dari lengan kromosom yang panjang lebih kurang
10 % dari kromosom dengan pembesaran 10 kali, akan terlihat kira-kira
40 gen, dan tergantung pada segmen kromosom yang dipilih. Bila 10 %
dari bagian lainnya itu diperbesar 10 kali akan terlihat rata-rata 3-4 gen. Pembesaran 10 kali lagi akan memperlihatkan satu gen dengan struktur
ekson/intron. Terakhir adalah urutan nukleotida dari gen dan DNA
disekitarnya.27
Gambar 5. Tingkat Struktur Kromosom4
b. DNA dan Nukleosom
Sewaktu interfase, DNA dan protein-protein terkait (histon-histon) yang
terbungkus ketat dalam kromatin. Subunit struktur dasar dari kromatin
adalah nukleosom yang intinya terdiri dari 8 molekul histon nucleus, 2
salinan dari H2A, H2B, H3 dan H4 yang dibungkus oleh 140-150 pasang
basa DNA. Pasangan segmen 48-basa tambahan membentuk
hubungan dengan nukleosom berdekatan dan jenis histon lain (H1 atau
H5) yang terikat pada DNA ini. Nukleosom berdiameter 11 nm dengan
tinggi 6 nm berada disekitar inti. DNA memasuki dan meninggalkan Universitas Sumatera Utara
nukleosome pada titik-titik yang berdekatan. Untuk tujuan transkripsi dan
perbaikan DNA, hubungan yang erat antara DNA dan histon akan
dilonggarkan. Susunan kromosom ini disebut sebagai “untaian manik-
manik”.27,30
Gambar 6.Nukleosom, struktur dasar susunan DNA4
c. Struktur Kromatin
Kromatin berada dalam bentuk terkondensasi padat, kurang
terkondensasi dan tidak terkondensasi. Dengan konstruksi inti sel
kebanyakan kromatin tampak sebagai sebuah serat dengan diameter 30
nm.27,31
Gambar 7. Struktur kromatin4
d. Segmen Kromatin
Universitas Sumatera Utara
Struktur kromatin dibentuk oleh ketiga tingkat kromatin berupa susunan
serat 30-nm. Yang menyatu dalam satu gumpalan.27
Gambar 8. Segmen kromatin4
e. DNA dalam kromosom
Sebelum mitosis, kromosom-kromosom interfase dikondensasikan menjadi
kromosom mitosis. Perubahan dari kromosom interfase ke kromosom mitosis
membutuhkan sebuah klas protein yang disebut condensins; dibutuhkan energi
yang berasal dari hidrolisis ATP untuk merubah kromosom interfase menjadi
kromosom mitosis.27
DNA kromosom dilipat dan disusun, dikemas secara efisien. Keenam tingkat
DNA yang berurutan menurut strukturnya disusun, dikemas dalam kromosom
metafase.27,30
2.2.2 MITOSIS
Semua eukariotik dari jamur sampai manusia mengalami pembelahan dan
multiplikasi sel dengan cara yang sama. Proses pembelahan inti sel pada
semua sel somatik disebut mitosis. Dalam mitosis tiap kromosom dibagi
menjadi dua. Untuk pertumbuhan dan perkembangan normal, keseluruhan
informasi genom harus direproduksi dalam setiap sel.27
Mitosis terdiri dari fase-fase berikut ini:28,29,30
Interfase:
Universitas Sumatera Utara
Dalam fase ini, semua aktivitas sel normal terjadi kecuali pembelahan aktif.
Dalam fase ini kromosom X inaktif (badan Barr atau kromatin sex) dapat
terlihat pada sel-sel wanita.
Profase:
Saat pembelahan dimulai, kromosom berkondensasi, dan dua kromatid dapat
terlihat; masing-masing kromosom melipatgandakan DNAnya. Membran
nukleus hilang. Sentriol adalah organella dibagian luar nukleus yang
membentuk gelendong-gelendong untuk pembelahan sel, sentriol berduplikasi
sendiri, dan 2 sentriol bermigrasi ke kutub sel yang berlawanan.
Metafase:
Kromosom bermigrasi ke bagian tengah sel dan membentuk sebuah garis yang
menggambarkan bidang ekuatorial. Kromosom sekarang sudah terkondensasi
maksimal. Gelendong mikrotubulus dari protein yang asalnya dari sentriol
menyebar dan melekat ke sentromer.
Anafase:
Pembelahan terjadi pada bidang longitudinal dari sentomer. Dua kromatid baru
bergerak ke sisi berlawanan dari sel ditarik oleh kontraksi dari gelendong.
Telofase
Pembelahan sitoplasma bermula pada bidang ekuatorial, berakhir dengan
pembentukan 2 membran sel yang komplit. Dua kelompok kromosom dikelilingi
oleh membran nucleus yang menghasilkan nukleus baru. Setiap rantai DNA
berperan sebagai model, dan kandungan DNA dari sel bertambah dua kali
lipat. Setiap sel anak menerima separuh dari semua materi kromosom yang
telah berlipat dua tersebut, dengan demikian jumlah kromosom dipertahankan
seperti sel induknya.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 9 Mitosis4,7
2.2.3 MEIOSIS
Meiosis adalah pembelahan sel yang membentuk gamet-gamet, yang setiap
gamet memiliki jumlah kromosom haploid. Meiosis mempunyai dua tujuan,
yaitu reduksi dari jumlah kromosom dan rekombinasi untuk mentransmisi Universitas Sumatera Utara
informasi genetik. Pada meiosis I, pasangan kromosom homolog saling
menjauh . Meiosis II adalah mirip dengan mitosis yang membagi dua
kromosom, yang saling memisahkan diri dan terbentuk 2 sel baru.28,31
Pembelahan meiosis pertama (Meiosis I) 28,31
Proses Meiosis I dimulai dari fase profase yang terkondensasi.
Profase
Lepotene : Kondensasi dari kromosom
Zigotene : Kromosom homolog berpasangan (Synapsis)
Pakitene : Setiap pasangan kromosom menebal membentuk 4 rantai
kromatid. Ini adalah fase dimana dapat terjadi tukar silang (cross over) atau
rekombinasi (pertukaran DNA antara segmen homolog dari 2 rantai dari 4
rantai kromatid yang ada). Kiasmata adalah tempat-tempat kontak dimana
‘cross over’ terjadi dan dapat dilihat. Pergerakan blok DNA ini adalah suatu
cara menciptakan keragaman genetik.
Diplotene : Pemisahan longitudinal dari setiap kromosom
Metafase, Anafase, dan Telofase Meiosis I 28,31
Membran nukleus hilang dan kromosom bergerak ke tengah sel. Satu anggota
dari setiap pasangan kromosom bergerak menuju setiap kutub dan sel
membelah. Meiosis I sering disebut pembelahan reduksi karena setiap produk
baru sekarang memiliki jumlah kromosom haploid. Pewarisan Mendelian terjadi
pada meiosis I. Cross over yang terjadi sebelum metafase menghasilkan
kombinasi materi genetik yang baru, hasilnya bisa menguntungkan atau
merugikan.
Pembelahan meiosis kedua (Meiosis II) 28,31
Pembelahan meiosis II mengikuti pembelahan meiosis I tanpa replikasi DNA.
Pada oosit, meiosis II terjadi setelah fertilisasi. Hasil akhirnya adalah empat sel
haploid yang masing-masing mempunyai kromosom 22 + 1X atau 22 + 1Y
Universitas Sumatera Utara
Gambar 10. Meiosis
2.2.4 KELAINAN KROMOSOM/GENETIK :
Penyebab utama dari abortus spontan adalah kelainan kromosom dimana
hampir 50%. Pada pemeriksaan villi korionik yang sebelumnya telah dilakukan
konfirmasi dengan UltraSonoGraphy ( USG ) didapati angka kejadian dari
kelainan kromosom pada kehamilan yang tidak berkembang memiliki frekwensi
75-90%.9 Abnormalitas numerikal biasanya terjadi karena non-disjunction, yaitu
kegagalan pemisahan kromosom pada fase anafase baik selama mitosis dan
meiosis.
Gambar 9 Meiosis4
Universitas Sumatera Utara
Aneuploidi adalah deviasi jumlah kromosom yang menyebabkan hilangnya
atau bertambahnya satu atau beberapa kromosom individual dari jumlah
kromosom diploid, seperti monosomi (45,X sindrom Turner) atau trisomi
(trisomi 13, sindrom Patau, trisomi 18: sindrom Edward, trisomi 21 sindrom
Down, 47,XXY sindrom Klinefelter).
Mosaik menunjukkan satu atau lebih turunan sel dengan perubahan kariotipe,
biasanya meningkatkan kejadian non disjunction pada awal mitosis (dua
pasang kromoson gagal untuk berpisah).
Poliploidi, jumlah kromosom multipel dari jumlah kromosom haploid, adalah
penyebab bermakna dari abortus spontan. Frekuensi nondisjunction pada
manusia dipengaruhi oleh umur ibu pada waktu konsepsi.26,27,28 Nondisjunction
bisa terjadi selama meiosis I atau meiosis II. Selama meiosis I, satu sel anak
akan menerima dua kromosom (normalnya masing-masing sel anak menerima
1 kromosom) sedangkan sel anak lain tidak menerima kromosom. Akibatnya,
terbentuk gamet yang membawa 2 kromosom (disomi) atau tanpa kromosom
(nullisomi). Sewaktu pembelahan meiosis II, satu sel anak akan menerima 2
kromosom (menjadi disomi), sel anak yang lain tidak menerima kromosom
(nullisomi). Setelah terjadi fertilisasi, gamet disomi menghasilkan zigot trisomi
dan gamet nullisomi menghasilkan zigot monosomi. Pada beberapa kasus
monosomi X dapat dijumpai bayi lahir hidup.29
Yang termasuk aneuploidi adalah: (i) trisomi (tiga kromosom dalam satu
pasang) (ii) monosomi ( satu kromosom dalam satu pasang) (iii) triploidi dan
tetraploidi (semua kromosom berjumlah berlipat tiga atau berlipat empat).
Triploidi tidak hanya dikarenakan nondisjunction saat meiosis, dimana dua
sperma dapat mempenetrasi ovum (dispermia). Ovum atau sperma bisa
memiliki kromosom yang belum tereduksi sebagai akibat restitusi pada
pembelahan meiosis I atau II; atau badan polar kedua dapat bersatu dengan
nukleus sel telur haploid. Dengan dispermia, dua dari tiga set kromosom
adalah berasal dari paternal, menghasilkan 69,XYY, 69,XXY atau 69,XXX.
Dispermia adalah penyebab triploidi sebanyak 66% kasus dimana fertilisasi sel
telur haploid dengan sebuah sperma diploid terjadi pada 24% kasus
(kegagalan meiosis I) sedangkan sel telur diploid didapati 10%. Triploidi adalah
satu dari penyebab abrasi kromosom tersering pada laki-laki, menyebabkan
17% abortus spontan. Tetraploidi lebih jarang dari triploidi.26,29 Pada manusia,
hanya tiga trisomi autosom terjadi pada bayi lahir hidup: trisomi 13 dengan Universitas Sumatera Utara
kejadian 1 dalam 12.000 bayi lahir; trisomi 18 adalah 1 dalam 6000; dan trisomi
21 adalah 1 dalam 650. Kejadian trisomi autosom meningkat pada ibu yang
berusia lebih dari 35 tahun, mencapai 10 kali lipat dari insiden normal pada ibu
dengan usia lebih dari 40 tahun.26,29,31
Kromosom X atau Y tambahan terjadi pada 1 dalam 800 bayi lahir. Sejumlah
individu dengan abrasi ini rentan memiliki gangguan berbicara, kemampuan
belajar yang terbatas dan masalah sikap.26,29
Plachot dkk menyatakan kelainan kromosom memiliki frekwensi lebih banyak
dijumpai pada kelainan embrio, pada penelitian secara meta-analisis dijumpai
kelainan kromosom 78% embrio abnormal dibandingkan dengan 12,5% embrio
normal.32
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip embrio.
Paling sedikit 50% kejadian abortus spontan pada trimester pertama
merupakan kelainan sitogenetik. Kejadian tertinggi kelainan sitogenetik
konsepsi terjadi pada awal kehamilan. Kelainan sitogenetik embrio biasanya
berupa aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian nondisjunction meiosis atau
poliploidi dari fertilitas abnormal.33
Wanita yang usia 41 tahun dengan kelainan kromosom dan malformasi sangat
mungkin menjadi penyebab keguguran. Analisa sitogenetik perlu dilakukan
terhadap hasil konsepsi untuk melihat kelainan kromosom. Kultur dan analisa
trofoblas mahal, karenanya jarang di usulkan untuk wanita yang baru satu kali
keguguran, kariotip dilakukan pada kasus keguguran berulang penting untuk
mengetahui penyebab keguguran tersebut. Kariotip produk konsepsi dapat
memberi informasi berguna untuk konseling dan penanganan kehamilan
dimasa mendatang.34
Abnormalitas sitogenetik dapat dibagi menjadi abnormalitas numerik,
abnormalitas struktur kromosom dan mozaik. Abnormalitas numerik dapat
dibagi menjadi aneuploidi dan poliploidi; trisomi lebih banyak dijumpai, diikuti
poliploidi ( 21% ) dan monosomi X ( 13 % ).35
Dan Diego Alvarez dkk (2005) mendapati tujuh kasus trisomi ganda pada 321
pasien abortus spontan ( 21,8%). Frekuensi yang dilaporkan untuk kasus
trisomi ganda berkisar 0,21%-2,8%, dan dalam studi ini tidak terbatas pada
abortus trimester pertama. Usia kehamilan dari abortus spontan berkisar antara
Universitas Sumatera Utara
4 sampai 20 minggu. Usia kehamilan untuk kasus trisomi ganda adalah
9,4±2,1.15
Aneuploidi Autosomal :
Aneuploidi terjadi oleh karena kesalahan pada meiosis I, secara spesifik pada
perkembangan meisosis. Kesalahan pada meiosis I berhubungan dengan usia
lanjut pada wanita dan berkorelasi dengan penurunan rekombinasi meiotik.36
Kelainan kromosom sering dijumpai pada mudigah atau janin awal yang
mengalami abortus spontan dan menyebabkan sebagian besar abortus pada
awal kehamilan.
Jacobs & Hassold ( 1980 ) melaporkan bahwa sekitar ¼ dari kelainan
kromosom disebabkan oleh kesalahan gametogenesis ibu dan 5% oleh
kesalahan ayah.37
Robinson dkk ( 1996 ) dalam suatu studi terhadap janin dan bayi dengan
trisomi 13, melaporkan bahwa pada 21 dari 23 kasus, kromosom tambahan
berasal dari ibu.38
Aneuploidi janin penyebab terpenting dari keguguran sebelum usia kehamilan
10 minggu. Sekurang-kurangnya 50-60% dari seluruh penyebab keguguran itu
berkaitan dengan abnormalitas sitogenetik dan yang paling sering adalah
trisomi diikuti poliploidi dan monosomi X. Kebanyakan manusia aneuploidi
disebabkan dari kesalahan pada meiotik pertama dari oosit, dimana dimulai
pada masa pre-natal dan ini tidak lengkap sampai masa ovulasi. Hubungan
antara umur ibu yang lanjut dengan aneuploidi janin, menurut satu hipotesa Universitas Sumatera Utara
adalah merupakan pengurangan relatif dari kematangan oosit yang tergantung
pada wanita usia tua dan jumlah oosit terbatas.39
Aneuploidi adalah penyebab abortus spontan terbanyak yang merupakan
kelainan kromosom manusia. Aneuploidi itu bisa berupa trisomi 21, 18, 22, dan
kromosom seks yang terpisah. Kebanyakan 45 X konsepsi melibatkan
hilangnya kromosom X dari ayah dan trisomi terjadi akibat kesalahan pada ibu
yaitu pada meiosis I. Sebanyak 15% kehamilan berakhir dengan abortus
spontan oleh karena terjadinya kesalahan kombinasi kromosom pada ibu di
miosis I sehingga dijumpai trisomi 15, 16, 18 dan 21 serta Trisomi kromosom X
pada miosis I yang berasal dari pihak ayah.15 Konsepsi dikatakan sebagai
aneuploidi jika memiliki lebih sedikit atau lebih banyak kromosom dari
beberapa haploid. Jumlah ini sedikit melebihi setengah dari anomali kromosom
yang terjadi pada bayi lahir hidup. Aneuploidi yang paling sering adalah trisomi
( kromosom tambahan ), monosomi ( hilangnya kromosom ), dan mosaik (
adanya lebih dari satu sel, masing-masing memiliki nomor kromosom yang
berbeda). Dikatakan mosaik bila ada 2 kromosom atau lebih turunan sel pada
satu individu yang berbeda genotipnya, dimana genotip tersebut berasal dari
satu zygot.40
Trisomi autosom :
Gardner & Sutherland (1996) melaporkan kelainan jumlah paling sering
adalah disebabkan non-disjungsi yaitu kromosom berpasangan secara benar
tetapi kemudian gagal berpisah. Kelainan ini juga dapat terjadi setelah
pemisahan dini kromosom yang telah berpasangan, atau akibat kegagalan
membentuk pasangan. Resiko non-disjungsi meningkat seiring dengan usia
ibu. Oosit tertahan dalam midprofase dari miosis I yaitu sejak lahir sampai
ovulasi, yang pada sebagian kasus dapat berlangsung selama 50 tahun.
Universitas Sumatera Utara
Penuaan diperkirakan merusak kiasmata yang menjaga agar pasangan
kromosom tetap menyatu. Apabila miosis dilanjutkan hingga selesai pada
waktu ovulasi, non-disjungsi menyebabkan salah satu gamet anak
mendapatkan dua salinan dari kromosom yang bersangkutan sehingga
terbentuk trisomi.29
Trisomi 16 merupakan penyebab pada 16% dari semua keguguran trimester
pertama, tetapi kelainan ini belum pernah ditemukan pada kehamilan tahap
selanjutnya. Sedangkan trisomi 13, 18, 21 dapat menghasilkan kehamilan
viable aterm dengan presentase 57% pada trisomi 13, 14% trisomi 18, 70%
trisomi 21.1
Trisomi autosom dijumpai hampir 50% pada kejadian abortus spontan dimana
trisomi 16 lebih banyak dijumpai dan berhubungan dengan usia ibu dan
merupakan kelainan kromosom yang tersering dijumpai pada abortus spontan
trimester pertama. Translokasi dapat ditemukan pada kedua orang tua. Inverse
kromosom seimbang juga dapat dijumpai pada pasangan dengan abortus yang
berulang. Trisomi untuk semua autosom kecuali kromosom nomor 1 pernah
dijumpai pada abortus spontan, tetapi tersering adalah autosom 13, 16, 18, 21,
dan 22.36
Sekitar 30% dari kasus abortus spontan yang disebabkan trisomi dan 10%
adalah kromosom sex monosomi atau poliploidi. Insidensi dari trisomi
meningkat seiring dengan usia ibu, dimana kromosom sex monosomi dan
poliploidi tidak.1,22,23
Kebanyakan trisomi dipercaya adalah akibat non-disjunction sewaktu meiosis I
maternal. Trisomi 16 adalah trisomi yang paling sering dijumpai dan tidak
pernah mencapai kehamilan aterm.
Sebanyak 70% kelainan kromosom pada beberapa wanita yang menderita
abortus spontan yang berulang didapati trisomi pada pemeriksaan secara
FISH.23
Kelainan numerik yang paling sering adalah trisomi, dimana tiga salinan dari
satu kromosom yang diberikan ada di sel, bukan dua, menghasilkan total 47
kromosom pada tiap sel. Misalnya trisomi 21 menunjukan bahwa semua sel
orang tersebut memiliki 3 salinan kromosom 21. Hal ini dijelaskan oleh adanya
nomenklatur sebagai 47 XX +21 atau 47 XY + 21. Penyebab paling sering
Universitas Sumatera Utara
adalah trisomi non-disjunction, dimana kromosom pasangan gagal untuk
terpisah selama meiosis I atau II. Hasil ini dalam satu sel anak monosomik
memiliki 45 kromosom, Kondisi ini biasanya tidak kompatibel dengan viabilitas
seluler, dan sel anak lain memiliki ekstra kromosom (trisomi). Non disjunction
meiosis maternal terjadi dengan frekuensi secara eksponensional meningkat
dengan peningkatan usia maternal. Sebaliknya, non-disjunction meiosis
paternal tidak berhubungan dengan usia dan dengan demikian dapat
ditemukan dalam keturunan dari orang tua muda. Trisomi autosomal yang
paling sering ditemukan pada bayi lahir hidup adalah trisomi 21, 18, dan 13,
masing-masing trisomi autosomal lain seperti trisomi 16 dan 22, biasanya
tampak pada abortus spontan tetapi tidak pernah pada kelahiran hidup.40
Monosomi X ( 45 X ):
Non-disjunction menyebabkan gamet nulisomik dan disomik dan tidak ada
keterkaitan antara usia ibu dan monosomi yang diketahui secara klinis.
Kemungkinan besar karena monosomi hampir tidak memungkinkan hidup, dan
konseptus monosomi lenyap sebelum implantasi. Bagi suatu makhluk hidup,
kehilangan sepotong bahan kromosom biasanya jauh lebih merugikan daripada
mendapatkan tambahan kromosom. Salah satu pengecualian adalah
monosomi X atau sindroma Turner. Walaupun kelainan ini menyebabkan
sekitar 20% keguguran pada trimester pertama dan sebagian kecil janin dapat
bertahan hidup. Kelainan kromosom yang sering dijumpai dimana
kemungkinan melahirkan bayi perempuan hidup adalah sindroma Turner.
Monosomi X biasanya terjadi akibat hilangnya kromosom seks ayah,
monosomi loss autosomal terlihat jarang dari pada monosomi X pada
Universitas Sumatera Utara
keguguran. Dari hasil sitogenetik sebanyak 4.969 kasus keguguran dimana
dilaporkan pada 2319 kasus dijumpai kelainan kromosom, dari 2319 kasus
tersebut hanya lima kasus yang memiliki monosomi autosom (0,2%).13
Monosomi X adalah kelainan kromosom yang dijumpai pada abortus spontan
dengan frekuensi 15-20%. Embrio monosomi X biasanya memiliki kelainan
penyempitan pada tali pusat. Pada perkembangan kehamilan lanjut,
anomali/kelainan yang dijumpai dapat berupa sindroma Turner, lebih spesifik
kistik higroma dan edema anasarka. Meskipun lahir hidup dijumpai pada
individu tersebut dengan gambaran 45 X biasanya kurang struktur gen selnya.
Kekurangan dari germ selnya jarang berkembang pada tingkat primordial.
Patogenesis dari 45 X biasanya 80% terjadi oleh karena kehilangan sex
kromosom dari ayah.33
Kelainan struktural kromosom :
Kelainan struktural kromosom dapat dibagi atas delesi, translokasi, inverse,
dan duplikasi, hanya translokasi dan inverse yang berperan dalam kejadian
abortus spontan dan abortus yang berulang. Sebanyak 6% dari kasus abortus
spontan dengan kelainan kromosom penyebabnya adalah kelainan structural,
dan yang lainnya sebagian didapati dari ayahnya yaitu translokasi dan inversi.
Jika salah satu dari orang tua sebagai pembawa kelainan struktural kromosom
maka kehamilannya kemungkinan dengan anak lahir dengan kromosom
normal, anak lahir dengan kelainan kromosom dan anak dengan kelainan
struktural kromosom.39
Universitas Sumatera Utara
Abortus spontan yang disebabkan kelainan kromosom mulai teridentifikasi
setelah dikembangkannya teknik-teknik pemitaan ( banding ). Sebagian dari
bayi ini lahir hidup dengan translokasi seimbang dan mungkin normal.
Monosomi autosom sangat jarang dijumpai dan tidak memungkinkan untuk
hidup. Polisomi kromosom seks ( 47 XXX atau 47 XXY ) jarang dijumpai pada
abortus tetapi relatif sering pada bayi lahir hidup.1
47 XXY ( Sindroma Klinefelter ) merupakan salah satu penyebab paling umum
ketidak suburan laki-laki dengan angka kejadian sekitar 1 dari 1000 kelahiran
hidup laki-laki. Diperkirakan bahwa sekitar setengah dari konsepsi dengan 47
XXY mengalami abortus spontan. Kesalahan non-disjunctional tampaknya
karena meiosis paternal pada sekitar 50% dari kasus, non-disjunction meiosis I
pada sekitar 33% kasus, non-disjunction meiosis II 77% kasus. Sekitar 15%
dari Sindroma Klinefelter adalah mosaik, sebagian besar 47 XXY/ 46 XY. Ini
biasanya merupakan hasil dari mitosis non-disjunction pada tahap awal
embrio.40
Euploid :
Kaji dkk (1980) melaporkan bahwa ¾ dari abortus spontan adalah aneuploidi
terjadi sebelum minggu ke 8, sedangkan abortus spontan euploidi meningkat
pada usia kehamilan sekitar 13 minggu.(dikutip dari no.1)
Stein dkk (1980) membuktikan bahwa insiden abortus spontan euploid
meningkat secara drastis setelah usia ibu 35 tahun.
Universitas Sumatera Utara
Penyebab pasti abortus euploid umumnya tidak diketahui, kemungkinan
disebabkan oleh:(dikutip dari no 1)
1. Kelainan genetik
2. Berbagai faktor ibu
3. Beberapa faktor ayah
Universitas Sumatera Utara
2.2.5 Kerangka Teori
Abortus Spontan
Genetik/kelainan
kromosom Faktor Infeksi /Faktor
Endokrin/ Faktor imunologi
2.2.6 Kerangka Konsep
Aneuploidi Mosaik
Poliploidi Triploidi
Monosomi (45 X,
Sindrom Turner
Trisomi (13,16,18,21,22)
Usia pasangan suami istri > 35 tahun TORCH TBC DMKarsinoma
Malnutrisi Radiasi Trauma SLE
Kelainan struktural
USIA IBU DAN SUAMI PADA SAAT
KEJADIAN ABORTUS SPONTAN
KELAINAN KROMOSOM
JANIN
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 RANCANGAN PENELITIAN :
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross
sectional.
3.2 Waktu dan Tempat penelitian :
Penelitian ini dilakukan di Departemen Obstetri & Ginekologi/ SMF Obstetri &
Ginekologi; RSUP. H. Adam Malik Medan, RSU Dr Pirngadi Medan, RS Haji
Mina Medan, RS. PTPN II Tembakau Deli Medan, RSU. Sundari, dan RS.
KESDAM Tk. II BB Medan
Penelitian dimulai tanggal 20 September 2010 hingga tanggal 12 Februari 2011
3.3 Populasi Penelitian :
Sampel penelitian ini adalah semua pasien yang datang dengan diagnosa
Abortus spontan yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian
3.4 Jumlah sampel penelitian :
N = Z2 P Q
D2
N: jumlah sampel
Z : nilai baku normal pada table Z
P : proporsi kejadian abortus
Universitas Sumatera Utara
Q : 1-p
D : nilai proporsi yang diinginkan
N = 1,962x0,6x0,4 = 30 sampel
( 0,17 )2
3.5 Kriteria Penelitian :
3.5.1 Kriteria Inklusi :
1. Pasien dengan keguguran pada usia kehamilan ≤ 12 minggu
berdasarkan waktu haid terakhir yang jelas.
2. Pasien di diagnosa dengan abortus insipien, abortus inkomplit,
missed abortion atau Blighted Ova
3. Pasien tidak menderita penyakit seperti Infeksi, DM, TBC,
Hipertensi, Penyakit keganasan, tidak merokok, tidak ada riwayat
trauma yang didapat secara anamnesa.
4. Pasien bersedia ikut serta dalam penelitian dengan sukarela
3.5.2 Kriteria Eksklusi :
1. Pasien Abortus Provokatus illegal/ medisinalis
2. Pasien Abortus Septik/Infeksiosa
3. Pasien dengan menderita proses peradangan pada daerah cervix
(Cervisitis, erosi, hiperemis, ada cairan mukopurulen )
Universitas Sumatera Utara
3.6 Alur Kerja Penelitian :
Pasien dengan Dx abortus spontan di rawat inap obstetri & ginekologi
Pengambilan data berupa faktor resiko usia pasangan suami istri sewaktu kejadian abortus spontan.
Pengambilan sampel :
Memenuhi kriteria inklusi & dan tidak dijumpai kriteria eksklusi yang didapat secara anamnesa
Jaringan konsepsi abortus spontan yang didapat melalui kuretase pemeriksaan kariotipe/FISH di lembaga Eijkman Jakarta melalui laboratorium Prodia
Analisa data
Universitas Sumatera Utara
3.7 BATASAN OPERASIONAL :
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin dapat hidup diluar
rahim, usia kehamilan < 12 minggu ( dihitung dari Hari Pertama Haid Terakhir).
1. Kelainan kromosom adalah kelainan sitogenetik embrio biasanya
berupa aneuploidi ( trisomi autosom, monosomi X ).
2. Usia ibu adalah usia ibu hamil yang mengalami kejadian abortus
spontan.
3. Usia suami adalah usia suami pada waktu istrinya mengalami
kejadian abortus spontan.
3.8 CARA KERJA :
Penelitian ditujukan kepada pasien – pasien yang masuk kedalam kriteria
inklusi dan layak dimasukkan kedalam subjek penelitian. Pada pasien
diterangkan mengenai maksud, tujuan dan manfaat penelitian serta ditanyakan
kesediaan pasien untuk di ikut sertakan kedalam penelitian. Bila pasien
bersedia maka pasien masuk kedalam subjek penelitian dan diminta untuk
menandatangani formulir persetujuan penelitian ( informed consent ) & surat
ijin operasi.
Dilakukan pengambilan data berupa umur ibu, umur suami. Kemudian
ditanyakan tentang riwayat obstetri. Setelah semua data tentang pasien dan
kehamilannya terkumpul kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan ginekologi
dan pemeriksaan penunjang pada pasien. Setelah seluruh hasil pemeriksaan
dapat disimpulkan dan pasien diyakini memenuhi kriteria penelitian maka
pasien direncanakan untuk dilakukan kuretase. Jika pada pemeriksaan didapati
servik masih dalam keadaan tertutup maka pasien direncanakan dirawat untuk
dilatasi servik dengan batang laminaria dan kemudian kuretase. Tetapi jika
pasien didapati dengan keadaan servik yang terbuka maka pasien
direncanakan untuk kuretase segera. Jaringan konsepsi yang didapat dengan
tindakan kuretase, langsung dimasukkan ke wadah khusus yang telah
disediakan dan dijadikan sampel penelitian secara kariotipe/FISH. Kemudian
Universitas Sumatera Utara
dilanjutkan dengan pemeriksaan sampel jaringan tersebut. Sampel yang
digunakan untuk penelitian ini tidak boleh terlalu lama terpapar dengan udara
bebas, ataupun tidak boleh jatuh ke bak penampungan, untuk menghindari
terjadinya kontaminasi pada jaringan tersebut. Jaringan yang dikirim adalah
hasil kuretase.
Sampel jaringan konsepsi yang diambil sebanyak 10-15 Ml dimasukkan
kedalam wadah steril yang berisikan heparin 20µl + penstrep (penicillin +
streptomycin) 50 µl + PBS (Phospat Buffer Sulfat) 10 cc disimpan pada suhu
40C, kemudian diperiksakan ke laboratorium Eijkman melalui laboratorium
prodia, untuk pemeriksaan kromosom dari jaringan konsepsi tersebut.
Prosedur kultur Chorionic Villous Sampling dan Product Of Conception tissue :
1. Pemotongan dari jaringan Chorionic Villous Sampling ( CVS ) dan jaringan
hasil konsepsi ( Product Of Conception tissue ( POC ) )
Pemotongan jaringan CVS dan POC dilakukan pada wadah berlapis
dengan menggunakan mikroskop
a. Tuangkan preparat pada cawan petri steril yang sudah diberi identitas
pasien dan label nama
b. Sambungkan jarum dengan spuit , gunakan alat ini untuk memisahkan villi
dari bekuan darah, jaringan ibu, dan sebagainya
Universitas Sumatera Utara
c. Pindahkan villi yang tersaring sempurna ke cawan pentri steril lainnya yang
mengandung 1 x PBS PH 7,4 ( jangan biarkan villi terlalu panas dan
menjadi kering )
d. Cuci villi beberapa kali dengan menggunakan PBS ( penting untuk
membersihkan villi-villi yang terkontaminasi darah ibu apabila diperlukan
pemeriksaan yang menggunakan FISH )
2. Inisiasi CVS dan POC
a. Setelah diseksi, bersihkan semua PBS
b. Teteskan 2 tetes cairan tripsin 0,25% pada villi
c. Potong villi dengan menggunakan schapel dan pindahkan bagian villi yang
terpotong ke sisi cairan petri
Universitas Sumatera Utara
d. Tambahkan 0,5 ml cairan tripsin 0,25% pada jaringan villi yang mengalami
maserasi dengan menggunakan pipet yang steril
e. Secara hati-hati hisap dan pindahkan villi yang mengalami maserasi
kedalam cawan sentrifugasi sebanyak 10 ml
f. Goyangkan cawan secara berulang-ulang untuk menjaga jaringan maserasi
tidak sampai tumpah
g. Tempatkan cawan pada inkubator bersuhu 370C dengan 5% CO2 selama ±
30-45 menit
h. Goyangkan cawan kembali untuk menjaga jaringan maserasi tetap larut
i. Tambahkan 6 ml media pencuci CVS ( RPM 1 + FBS ) dan campurkan
material villi
j. Putar dengan alat centrifugasi dengan kecepatan 1800 rpm selama 6 menit
pada suhu kamar
k. Pisahkan supernatan
l. Larutkan lagi pada media dengan memberikan amniomax 2 ml
m. Labelkan cairan kultur dengan nama pasien, nomor laboratorium,
tanggal/nomor cawan kultur dan nama petugas. Wadah penutup dilabelkan
dengan C1, C2, C3 dan CSP ( CVS disebar sebagai simpanan )
n. Bagilah jumlah sampel secara seimbang ( ½ ml tiap coverslip )
o. Inkubasi pada suhu 370C dengan 5% CO2 dalam incubator
Universitas Sumatera Utara
Waktu/jadwal Perubahan Media & Tatalaksana Kultur :
SET UP TOP UP PERUBAHAN
MEDIA
PERTAMA
PERUBAHAN
MEDIA KEDUA
TATALAKSANA
PERTAMA
Senin Selasa Jumat Senin Jumat
Selasa Rabu Jumat Senin Jumat
Rabu Kamis Minggu Selasa Minggu/Senin
Kamis Jumat Senin Rabu Minggu/Senin
Jumat Minggu Senin Rabu Selasa
Villi korialis jaringan maternal Universitas Sumatera Utara
3. Pemeliharaan dan tindak lanjut dari kultur CVS dan POC :
Pemeliharaan :
a. Kultur jaringan pada preparat dituangi dengan cairan amniomax sehari
setelah pembuatan preparat
b. Kultur cadangan adalah perubahan media kultur pada hari ke 3-4 setelah
kultur pertama kali dibuat
c. Setelah perubahan media pertama, kultur harus tetap dirubah setiap 2-3
hari sampai mereka siap untuk dipanen/disubkulturkan
Penilaian :
Penilaian lanjut kultur biasanya dilakukan setelah 3-5 hari pembuatan kultur
pertama kali
a. Pindahkan kultur jaringan dari incubator dan periksa pertumbuhan sel
dibawah mikroskop
b. Usahakan waktu yang digunakan seminimal mungkin
Catat semua detail mengenai kultur CVS & POC pada lembar kerja
3 Proses sub kultur jaringan CVS ( dari kultur Csp ) dan POC ( dari PsP kultur
) :
a. Bersihkan media dari jaringan yang dikultur secara asepsis
b. Secara perlahan cuci sel dengan menggunakan 2 ml PBS 1 x yang
dihangatkan PH 7,4 dan dipindahkan
c. Tambahkan 2 cc tripsin hangat
d. Bersihkan preparat namun sisakan 3-4 tetes
e. Biarkan beberapa menit agar sel-sel tersebut terangkat. Periksa sel-sel
dengan menggunakan mikroskop
f. Tambahkan 2 ml media dengan amniomax, pipet digerakkan keatas dan
kebawah untuk memisahkan sel
Universitas Sumatera Utara
g. Ambil kira-kira 1 ml suspense sel dan tatahkan masing-masing ½ cc
pada kedua preparat ( C3 & C4 )
h. Tambahkan lagi 1 ml media amniomax pada permukaan kultur primer (
CsP atau PsP ) yang digunakan sebagai kultur cadangan
i. Inkubasi semua kultur pada suhu 370C dengan 5% CO2 pada incubator
j. Catat detail mengenai kultur jaringan CVS pada lembar kerja
k. Periksa kepadatan sel pada mikroskop cahaya untuk memeriksa
kepadatan sel, apakah sel sudah matang untuk dipanen
l. Kira-kira 5 jam, tambahkan media amniomax sebanyak 2 ml
m. Jika preparat kultur sudah siap untuk dipanen, bubuhkan huruf H pada
pinggiran cawan petri, catat pada lembar kerja CVS. Catat semua detail
mengenai kultur CVS & POC pada lembar kerja
Penuaian setempat dari kultur CVS & POC :
Aturan sebelum penuaian :
a. Pindahkan media dan tambahkan 2 cc medium segar ( kultur C1, C2, C3 )
sebelum menambahkan Brdu
b. Selama mungkin ( sekitar jam 5 sore ) tambahkan 1 tetes ( 33 µl ) dari
5,5 mg/ml Brdu kepada masing-masing dari kultur bertutup
c. Letakkan tulisan B pada cawan petri dan tuliskan pada lembar kerja CVS
d. Inkubasi semua kultur didalam incubator dengan suhu 370C dengan 5%
CO2
Aturan penuaian :
a. Pindahkan medium secepat mungkin ( kira-kira jam 7-8 pagi ) cuci
bersih Brdu dan tuliskan waktu pencucian didalam lembar kerja CVS
b. Kira-kira 6,5 jam setelah Brdu di cuci tambahkan 1 tetes ( kira-kira33 µl )
colchicines pada masing-masing kultur
c. Letakkan tulisan C diatas cawan petri dan tulis pada lembar kerja CVS
Universitas Sumatera Utara
d. Inkubasi semua kultur pada incubator dengan suhu 370C dengan 5%
CO2 selama 25 menit
e. Pindahkan cawan, angkat cawan dengan perlahan dan hati-hati
memindahkan media dengan menggunakan pipet plastik sekali pakai
f. Pindahkan dengan 2 ml larutan hipotonis, biarkan selama 20 menit
g. Dengan hati-hati tambahkan 5-6 tetes larutan fiksasi dan biarkan selama
5 menit
h. Pindahkan campuran larutan hipotonis dan fiksasi dengan sekitar 2 ml
dari larutan fiksasi dengan memegang cawan secara perlahan dan
tambahkan tetes demi tetes, biarkan selama 15 menit
i. Pindahkan larutan fiksasi dan pindah tempatkan dengan yang lain
setara 2 ml larutan fiksasi yang segar dengan mengangkat cawan
secara perlahan. Tambahkan tetes demi tetes dan biarkan selama 15
menit lagi
j. Pindahkan larutan fiksasi dan angkat penutup dari cawan dengan
sebuah penjepit
k. Keringkan kembali penutup cawan dengan sebuah kertas tissue dan
biarkan sampai kering cawan petri tersebut
l. Ketika penutup cawan kering, tandai/beri label dengan nama, nomor
laboratorium, tipe spesimen, jumlah kultur, tanggal dan inisial pemeriksa
m. Letakkan penutup cawan pada slide mikroskop yang cocok dengan
sedikit tetesan dari superglue
n. Selanjutnya letakkan slide dibawah mikroskop cahaya
o. Letakkan slide sepanjang malam didalam inkubator atau slide oven
dengan suhu 650C. catatan semua detail mengenai kultur jaringan CVS
dan POC pada lembar kerja
3.9 ANALISA DATA :
Universitas Sumatera Utara
Data yang diperoleh akan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi untuk
mengetahui hubungan antara usia suami dan istri dengan jenis kelainan
kromosom dengan menggunakan uji chi squere, apabila tidak memenuhi syarat
dengan menggunakan uji fischer exact test.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
TABEL 4.1 KARAKTERISTIK USIA SUAMI & USIA ISTRI DARI SUBJEK PENELITIAN ABORTUS SPONTAN
USIA ISTRI FREKUENSI
(n)
PERSENTASE
20-35 16 53.3%
>35 14 46.7%
USIA SUAMI
20-35 8 26.7%
>35 22 73.3%
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa subjek penelitian pada kasus abortus
spontan pada kelompok usia istri didapati kebanyakan pada usia 20-35 tahun
sebesar 53.3%. Pada kelompok usia suami lebih banyak dijumpai pada usia >
35 tahun sebesar 73,3%.
Sedangkan pada kelompok usia istri > 35 tahun yang mengalami keguguran
sebesar 46,7% dan kelompok usia suami 20-35 tahun yang istrinya mengalami
keguguran sebesar 26,7%.
TABEL 4.2 DISTRIBUSI FREKUENSI JENIS KROMOSOM JARINGAN PLASENTA ABORTUS SPONTAN
KELAINAN KROMOSOM
JUMLAH FREKWENSI
EUPLOIDI 12 40 %
Universitas Sumatera Utara
TRISOMI 11 36,7%
MONOSOMI X 7 23.3 %
TOTAL 30 100 %
Tabel diatas menunjukkan bahwa jaringan hasil konsepsi yang menunjukkan
kelainan kromosom adalah sebesar 60 % (monosomi 23.3% dan trisomi
36.7%), sedangkan sisanya (40 %) tidak menunjukkan kelainan kromosom.
Walaupun 3-4% sperma dan 10% oosit bersifat aneuploid akibat kesalahan
miosis, gamet-gamet abnormal ini kecil kemungkinan menghasilkan konsepsi
dibandingkan dengan gamet normal. Apabila tetap terjadi pembuahan, seleksi
menyebabkan sebagian besar hasil konsepsi aneuploidi akan lenyap.
Walaupun demikian, hanya sedikit trisomi yang biasanya teridentifikasi karena
trisomi yang menimbulkan kelainan berat akan terjadi kematian dini atau pada
praimplantasi. Trisomi 16 merupakan penyebab semua keguguran trimester
pertama sebanyak 16%, dari berbagai aneuploidi autosom yang
memungkinkan janin bertahan hidup melewati trimester pertama yaitu trisomi
13, 18, dan 21. Monosomi X terjadi paling sering karena non disjunction1.
Speroff dkk menyatakan bahwa 75% dari jaringan abortus menunjukkan
kelainan kromosom dan 25 % memiliki kariotip normal. Jadi terdapat proporsi
yang lebih besar terjadinya kelainan kromosom dibandingkan dengan kariotip
normal pada jaringan abortus. Lebih dari 90% abnormalitas kromosom yang
diteliti pada jaringan abortus adalah kelainan kromosom numerik ( aneuploidi,
poliploidi); sisanya terbagi menjadi abnormalitas struktural kromosom (
translokasi, inversi ) dan mozaik. Secara keseluruhan trisomi autosom adalah
abnormalitas kromosom yang paling umum ( biasanya melibatkan kromosom
13-16, 21, 22 ), diikuti oleh monosomi X ( 45 X ) dan poliploidi. Diantara wanita
yang mengalami abortus dengan usia <35 tahun didapati kromosom yang
normal (euploidi) pada jaringan konsepsi13. Sebanyak 30% dari kasus abortus
spontan disebabkan oleh trisomi dan 10% kejadian abortus spontan adalah
monosomi dan poliploidi. Kejadian dari trisomi meningkat pada wanita dengan
usia >35 tahun sedangkan monosomi dan poliploidi tidak dijumpai. Wanita
yang didapati jaringan konsepsinya trisomi selain berhubungan dengan usia
ibu juga dikarenakan pengurangan penerimaan dari ovarium dan sedang usia
Universitas Sumatera Utara
menuju menopause. Kebanyakan kejadian trisomi diakibatkan non-disjunction
sewaktu meiosis I maternal.1,22,23
TABEL 4.3 JENIS KELAINAN KROMOSOM PADA ABORTUS SPONTAN BERDASARKAN USIA ISTRI
Trisomi 15
Trisomi 16
Trisomi 22 Monosomi X
Monosomi 18
Total USIA
n % n % n % n % n % n % 20-35 1 50% 4 80% 1 33,3% 1 16,7% - - 7 41,2% >35 1 50% 1 20% 2 66,7% 5 83,3% 1 100% 10 58,8%
Pada wanita kelompok usia 20-35 tahun didapati yang terbanyak adalah kasus
Trisomi 16 yaitu sebanyak 4 (80%) pasien.
Pada wanita kelompok usia > 35 tahun didapati yang terbanyak adalah kasus
Monosomi X yaitu sebanyak 5 (83,3%) pasien.
Sofia Doria dkk (2008) melaporkan, dari 232 pasien yang didiagnosa dengan
abortus spontan, 147 (63,4%) kasus dengan kromosom yang normal, 85
(36,6%) dengan kromosom abnormal. Dari 85 kasus kelainan kromosom
dimana 81 (95,3%) kasus berasal dari trimester pertama, 2 (2,4%) kasus
berasal dari trimester kedua dan 2 (2,4%) kasus terjadi pada trimester ketiga.
Pada 66 kasus abortus spontan dilakukan pemeriksaan kariotip; 62/66 ( 93,9%
) kasus abortus spontan menunjukkan abnormalitas; 36/62 dengan trisomi
tunggal, 5/62 dengan dua atau tiga trisomi, 6/62 dengan monosomi X, 13/62
dengan poliploidi, 9/62 dengan mosaik dan 1/62 dengan trisomi plus
translokasi seimbang.12
Trisomi 16 merupakan penyebab pada 16% dari semua keguguran trimester
pertama, tetapi kelainan ini belum pernah ditemukan pada kehamilan tahap
selanjutnya. Sedangkan trisomi 13, 18, 21 dapat menghasilkan kehamilan
viable aterm dengan presentase 57% pada trisomi 13, 14% trisomi 18, 70%
trisomi 21.1
Universitas Sumatera Utara
Trisomi autosom dijumpai hampir 50% pada kejadian abortus spontan dimana
trisomi 16 lebih banyak dijumpai dan berhubungan dengan usia ibu dan
merupakan kelainan kromosom yang tersering dijumpai pada abortus spontan
trimester pertama. Translokasi dapat ditemukan pada kedua orang tua. Inverse
kromosom seimbang juga dapat dijumpai pada pasangan dengan abortus yang
berulang. Trisomi untuk semua autosom kecuali kromosom nomor 1 pernah
dijumpai pada abortus spontan, tetapi tersering adalah autosom 13, 16, 18, 21,
dan 22.36
Sekitar 30% dari kasus abortus spontan yang disebabkan trisomi dan 10%
adalah kromosom sex monosomi atau poliploidi. Insidensi dari trisomi
meningkat seiring dengan usia ibu, dimana kromosom sex monosomi dan
poliploidi tidak.1,22,23
TABEL 4.4 JENIS KELAINAN KROMOSOM PADA USIA SUAMI YANG ISTRINYA MENGALAMI ABORTUS SPONTAN
Trisomi 15
Trisomi 16 Trisomi 22
Monosomi X
Monosomi 18
Total USIA
n % n % n % n % n % n % 20-35 - - 4 80% - - 2 33,3% - - 6 35,3%>35 2 100% 1 20% 3 100% 4 66,7% 1 100% 11 64,7%
Pada suami kelompok usia 20-35 tahun didapati yang terbanyak adalah kasus Trisomi 16 yaitu sebanyak 4 (80%) pasien.
Pada suami kelompok usia > 35 tahun didapati yang terbanyak adalah kasus Monosomi X yaitu sebanyak 4 (66,7%) pasien.
Hasil konsepsi yang abnormal secara kromosom juga merupakan hasil dari
fertilisasi oosit yang euploidi dengan sperma yang aneuploidi. Sperma dari laki-
laki yang mempunyai pasangan wanita dengan riwayat abortus berulang
menunjukkan insiden aneuploidi yang tinggi. Insiden abortus spontan
meningkat pada wanita muda dengan usia suami yang lebih tua, dimana
didapati kualitas semen yang jelek.13
Universitas Sumatera Utara
Non disjunction meiosis maternal terjadi dengan frekuensi secara
eksponensional meningkat dengan peningkatan usia maternal. Sebaliknya,
non-disjunction meiosis paternal tidak berhubungan dengan usia dan dengan
demikian dapat ditemukan dalam keturunan dari orang tua muda.40
Patogenesis dari 45 X biasanya 80% terjadi oleh karena kehilangan sex
kromosom dari ayah.33
TABEL 4.5 HUBUNGAN ANTARA USIA ISTRI & USIA SUAMI SUBJEK PENELITIAN DENGAN KROMOSOM JARINGAN PLASENTA ABORTUS SPONTAN
VARIABEL KELAINAN KROMOSOM (+)
KELAINAN KROMOSOM (-)
P
USIA ISTRI 0.024
20-35 6 (37.5%) 10 (62.5%)
>35 11 (78.6%) 3 (21.4%)
USIA SUAMI 0.222
20-35 6 (75.0%) 2 (25.0%)
>35 11 (50.0%) 11 (50.0%)
Tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara
statistik antara kelompok usia istri dengan kelainan kromosom pada jaringan
abortus spontan yang dapat dilihat dari nilai p<0,05 ( p = 0,024 ), tetapi tidak
ditemukan hubungan yang bermakna secara statistik antara kelompok usia
suami dengan kelainan kromosom jaringan abortus
Usia ibu > 35 tahun, tidak terdapat keterkaitan antara aneuploidi dengan usia
ayah. Hal ini mungkin karena sperma aneuploidi tidak dapat membuahi sel
telur. Namun usia ayah yang > 35 tahu meningkatkan resiko mutasi baru yang
menyebabkan penyakit dominan autosom1.
Sofia Doria dkk (2009) pada studi penelitian prospektif menemukan usia ibu
hamil merupakan salah satu faktor resiko untuk terjadinya abortus spontan
Universitas Sumatera Utara
terutama yang disebabkan kelainan kromosom. Resiko kematian janin
meningkat drastis setelah usia 35 tahun; 9% pada usia 20-24 tahun, dan 75%
pada usia 45 tahun ke atas12.
Speroff dkk menyatakan resiko abortus meningkat pada usia 35 tahun,
beberapa wanita mengalami kerusakan folikel ovarium prematur dengan
ukuran ovarium yang kecil dibandingkan dengan ovarium yang normal. Hasil
konsepsi yang abnormal secara kromosom juga merupakan hasil dari fertilisasi
oosit yang euploid dengan sperma yang aneuploid. Sperma dari laki-laki yang
mempunyai pasangan wanita dengan riwayat abortus berulang menampilkan
gambaran insiden yang tinggi terhadap aneuploidi. Insiden abortus spontan
juga meningkat pada wanita usia muda dengan pasangan usia suami yang
lebih tua, dimana didapati kualitas semen yang jelek. Insiden aneuplodi pada
sperma hanya meningkat sedikit dengan peningkatan usia laki-laki.
Peningkatan aneuplodi sperma jarang melebihi 1-2%. Pengaruh aneuplodi
oosit lebih besar daripada aneuploidi sperma untuk menimbulkan resiko
abortus spontan13.
Salim Daya (2004), mengatakan bahwa peningkatan resiko keguguran
mungkin sebagian terkait dengan usia ibu; wanita dengan kehamilan pada usia
lebih tua maka resiko keguguran yang terjadi akibat dari konsepsi trisomik
meningkat sesuai usia ibu, terutama setelah usia 35 tahun14.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan :
1. Kelainan abnormalitas kromosom pada jaringan abortus adalah sebesar
60% yang terdiri dari trisomi ( 36,7% ) dan monosomi X ( 23,3% ) ,
sedangkan tanpa kelainan kromosom sebesar 40 %.
2. Persentasi kejadian kelainan kromosom pada jaringan abortus lebih
besar pada wanita dengan usia diatas 35 tahun dibandingkan dengan
usia dibawah 35 tahun. Terdapat hubungan yang bermakna secara
statistik antara variabel kelompok usia ibu dengan kelainan kromosom
pada jaringan abortus spontan.
3. Persentasi kejadian kelainan kromosom pada jaringan abortus lebih
kecil pada usia suami diatas 35 tahun dibandingkan dengan usia suami
dibawah 35 tahun. Tidak terdapat hubungan yang bermakna secara
statistik antara variabel kelompok usia suami dengan istri yang
mengalami kelainan kromosom pada abortus spontan.
5.2 SARAN : Pada ibu usia diatas 35 tahun perlu dilakukan konseling tentang kemungkinan
mengalami gangguan perkembangan kehamilan yang berhubungan dengan
masalah genetik yaitu kelainan kromosom, yang dapat berakhir dengan
keguguran dan dilakukan pemeriksaan jaringan plasenta pada kasus abortus
spontan sehingga dapat diketahui pasti penyebab abortus spontan pada wanita
tersebut.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham. F. Gary. MD, Gant. F. Norman. MD, Leveno. J.
Kenneth. MD, Gilstrap III. C. Larry. MD, Hauth. C. John. MD,
Wenstrom. D. Katharine. MD, Misscarriage, Obstetri Williams, Vol. 2,
Ed. 21. 950
2. Warburton D, Fraser FC : Spontaneous Abortion Risks in Man : data
from reproductive histories collected in a medical genetics unit.
American Journal Human Genetic 16:1. 1964
3. Harlap S, Shiono PH, Ramcharan S : A Life Table of Spontaneous
Abortions And The Effects of Age, Parity, And Other Variables. In
Porter IH, Hook EB (eds): Human Embryonic and Fetal Death. New
York, Academic Press, 1980. 145
4. Jauniaux E, Burton GJ. Pathophysiology of Histological Changes In
Early Pregnancy Loss. 2005, 114-123
5. Benirsche K, Kaufmann P. Early Development of The Human
Placenta. In pathology of the human placenta. 2nd ed. New York:
Springer-Verlag; 1990. 13-21
6. Hempstock J, Jauniaux E, Greenworld, Burton GJ. The Contribution
of Placental Oxidative Stress To Early Pregnancy Failure. In Human
Pathology 2003; 34. 1265-1275
7. World Health Organization: Task Force On Postovulatory Methods of
Fertility Regulation: Cervical ripening with mifepristone ( RU 486 ) in
late first trimester abortion. Contraception:50. 1994. 461
8. Arias F. Early Pregnancy Loss. In Practical Guide to High Risk
Pregnancy and Delivery; 2nd ed;. Saint Louis Mosby Year Book,
1993. 55-70
9. Strom C, Ginsberg N, Applebaum M, et al. : Analyses of 95 First
Trimester Spontaneous Abortions by Chorionic Villus Sampling And
Karyotipe. J assist reprod genet 9: 1992. 458.
Universitas Sumatera Utara
10. Hill A J, MD, Recurrent Pregnancy Loss. In Principle & Practice
Maternal-Fetal medicine, Chapter 32, Ed. 5th, Elsevier, USA, 2004.
579-95
11. Mune S, Alikani M, Tomkin G, et al: Embryo Morphology
Developmental Rates, And Maternal Age Are Correlated With
Chromosome Abnormalities. Fertility steril 64:,1995. 382
12. Sofia D, Filipa C, Carla R, Vera L, Tania F, Ana P, et.al. An Efficient
Protocol For The Detection Of Chromosomal Abnormalities In
Spontaneous Miscarriage or Foethal Deaths. In European journal of
obstetrics & gynaecology and reproductive biology, vol 147, 2009.
144-150
13. Quenby S, MD, Recurrent Miscarriage. In Obstetry & Gynaecology,
Reproductive Medicine, Elsevier journal, vol 17, 296-300
14. Daya S, MD, Evidence Based Management of Recurrent Miscarriage
: Optimal Diagnostic Protocol, International Congress Series
1266,2004. 318-327
15. Alvarez D, Ramos C, Hoyos M, Bustamante-aragones A, diego
cantalapeidra, et.al. Double Trisomy In Spontaneous Miscarriage:
Cytogenetic And Molecular Approach, Human Reproduction, vol 21,
2006. 958-966.
16. Speroff L, MD, Fritz A M, MD, recurrent early pregnancy loss, In
Clinical Gynaecology Endocrinology And Infertility; Chapter 28:, ed
7th, USA, 2005. 1069-1078
17. Moore KL, Persaud TVN. The developing human, 7th Ed, WB
Saunders Company, Philadelphia 2003.
18. Boyd JD, Hamilton WJ, The Human Placenta. W. Heffer & Sons, Ltd,
Cambridge. 1970
19. Burrows TD, King A, Loke YW. Expression Of Adhesion Molecules
By Endovascular Trophoblast And Decidual Endothelial Cells :
Implication For Vascular Invasion During Implantation. Placenta 15,
1994. 21-33.
Universitas Sumatera Utara
20. Khong, T. Y, Liddell, H. S, Robertson, W. B, Defective Haemochorial
Placentation As A Cause Of Misscarriage: A Preliminary Study. In
British Journal Of Obstetrics & Gynaecology 94, 1987. 649-655
21. Okonofua F. Abortion And Maternal Mortality In The Developing
World. J. Obstetric Gynaecology. 2006;28 (11). 974-979
22. Tang QS, Ho PC. Medical Management Of First-Trimester
Miscarriages. In Journal of Paediatrics, Obstetrics & Gynaecology.
2006;32(3). 102-105
23. Affandi BW, Adriaansz G, Paket Pelatihan Klinik Asuhan Pasca
Keguguran. Edisi 2. AVSC International. Jaringan Nasional Pelatihan
Klinik. Kesehatan Reproduksi Perkumpulan Obstetri dan ginekologi
Indonesia (JNPK-KR/POGI). Jakarta, 2002
24. Garcia-Enguidanos A, Calle, ME, Valero J, Luna S. Risk Factor In
Miscarriage : A Review. Eur J Obstet Gynaecol Reprod Biol 2002;
102. 111-119
25. Heffner LJ. Advanced Maternal Age-How Old Is Too Old. N Eng J
Med 2004; 351. 1927-1929
26. Speroff L., Fritz A.M, Molecular Biology for Clinicians. Clinical
Gynecologic Endocrinology and Infertility: 7 th edition. Lippincott
Williams & Wilkins. North Caroline: 2005, 1-22
27. Passarge Eberhard. Color Atlas of Genetics. 3 rd edition. Jurgen
Wirth. Stuttgart: 2007, 176-208
28. Kingston MH. ABC of Clinical Genetics: Clinical genetic service. 3 rd
edition. In British Medical Journal. London: 2002, 1-4
29. McKinlay G, Grant S. Chromosome Abnormalities and Genetic
Counselling. 3 rd edition. Oxford University Press. London: 2004. 22-
30
30. Carlos L, Carneiro J. Inti Sel , Teks & Atlas Histologi Dasar Edisi 10.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2007, 51-66
Universitas Sumatera Utara
31. Harper Joice C, Delhanty Joy D.A., Handyside Alan A.
Preimplantation Genetic Diagnosis: Genetic Basis Of Inherited
Disease. First Edition. Jhon Wiley & Son Ltd. New York: 2001, 13-27
32. Plachot M, Junca AM, Mandelbaum J, et al: Chromosome
Investigations In Early Life. Human Preimplantation Embryos. Human
Reprod 2: 1987. 29
33. Gabbe GS, Niebyl RJ, Simpson LJ, Monosomy X :Fetal Wastge;
Normal And Problem Pregnancy, Ed.4th, Vol 2, USA, 2001. 733
34. Raj R, Reccurrent Miscarriage; In Dewhurst’s textbook of Obstetrics
& Gynaecology; 4th ed, Blackwell publishing;2007, 94-104
35. Saifuddin AB, Adriaanz G, Winkjosastro H, Waspodo D, Buku acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta;
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo;2001; 145-150,440-
443
36. Hassold TJ: Non Disjunction In The Human Male. Curr top Dev Biol
37:1998 . 383
37. Jacobs PA, Hassold TJ: The Origin Of Chromosomal Abnormalities
In Spontaneous Abortion. In Porter IH, Hook EB(eds): Human
Embrionic And Fetal Death. New York, Academic Press, 1980. 289
38. Robinson WP, Bernasconi F, Dutly F, Lefort G, et.al. : Molecular
Studies of Translocation And Trisomy Involving Chromosome 13. In
Am J Med Gen.1996. 61:158
39. Goddijn M, Leschot NJ, Genetic aspects of miscarriage, In Bailliere’s
Clinical Obstetrics and Gynecology, Vol.14 No.5,2000,855-865
40. Norwitz ER, Schust DJ, Fisher SJ, Implantation And The Survival Of
Early Pregnancy. In N Engl J Med 2001; 349.1400-1408
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN I :
DATA IDENTITAS SUBJEK PENELITIAN
Nama :
Tempat/Tgl lahir :
Alamat :
Tanggal Masuk :
No. Rekam Medik :
Paritas : G…P…A…
Riwayat Abortus :
Diagnosa :
Usia kehamilan :
Riwayat Tindakan :
Nama suami :
Universitas Sumatera Utara
Usia suami :
Riwayat Penyakit Terdahulu :
Riwayat Penggunaan Obat :
Data Obstetri :
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN II :
LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBYEK PENELITIAN
Kepada Yth,
Nama saya Dr. Errol Hamzah, saat ini saya sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis Kebidanan & Penyakit Kandungan ( OBGYN ) FK-USU. Saya meneliti tentang Kelainan Kromosom Pada Ibu Hamil yang mengalami keguguran spontan.
Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah melihat gambaran kelainan kromosom janin pada keguguran spontan di RSUP. H. Adam Malik Medan & RS jejaring FK-USU Medan. Dengan melakukan pemeriksaan jaringan yang keluar sewaktu terjadi keguguran ataupun kehamilan yang tidak berkembang dimana dilakukan tindakan kuretase. Adapun manfaat penelitian ini adalah menambah pengetahuan serta mengetahui data pasti dari penyebab kejadian keguguran spontan terutama yang disebabkan oleh kelainan kromosom bayi sehingga kejadian keguguran spontan dapat dicegah sedini mungkin dengan konseling sebelum hamil.
Konseling genetik pra-nikah dan diagnosis sebelum hamil bagi pasangan yang beresiko tinggi atau rentan menderita kelainan genetik.
Partisipasi ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa paksaan maupun tekanan dari pihak manapun. Seandainya ibu menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, maka tidak akan hilang hak sebagai pasien. Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan ibu yang terpilih sebagai subjek sukarela dalam penelitian ini dapat mengisi lembar persetujuan turut serta dalam penelitian yang telah disiapkan.
Terima kasih saya ucapkan kepada ibu yang telah berpartisipasi didalam penelitian ini. Jika selama menjalani penelitian ini terdapat hal-hal yang kurang jelas maka ibu dapat menghubungi saya Dr. Errol Hamzah di Dept. Obstetri & Ginekologi FK-USU/RSUP. H. Adam Malik Medan no telp. 061-76221447/081361070808. Terima kasih.
Universitas Sumatera Utara
Medan, / / 2010
Hormat Saya,
Dr. Errol Hamzah
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN III :
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
Saya yang nama tersebut dibawah ini :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
No. Telp :
Setelah mendapatkan keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya menandatangani dan menyatakan bersedia berpartisipasi pada penelitian ini. Bila ingin mendapatkan penjelasan lebih lanjut saya akan bisa mendapatkannya dari dokter peneliti.
Medan, / / 2010
Peserta Penelitian
__________________
Universitas Sumatera Utara
Dokter Peneliti
Dr. Errol Hamzah
Dept. Obstetri & Gynecology FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan
No. telp 061-76221447/081361070808
Universitas Sumatera Utara
No Nama Ibu Umur Rumah Sakit Riwayat Paritas
Riwayat Abortus
Sebelumnya
Nama suami Umusuam
1 Ny. Ika wahyuni 25 RSPM G2P0A1 1x Abdurahman 30
2 Ny. Nurismawati 35 RS. Sundari G4P2A1 1x Sulaiman 48
3 Ny. Misyati 25 RS. Sundari G3P1A1 1x Markom 44
4 Ny. Maisaroh 35 RS. Putri Hijau G4P1A2 2x Sunardi 38
5 Ny. R. Veronica 34 RSHAM G7P5A1 1x Hercules Sitohang 48
6 Ny. Rahma Rizka 32 RSHAM G3P2A0 ‐ Ucok Samsudin 36
7 Ny. Maisarah 32 RS. Putri Hijau G2P1A0 ‐ Suparman 42
8 Ny. Legini 30 RSHAM G6P5A0 ‐ Sumarno 42
9 Ny. Siti Rohani 37 RS. Putri Hijau G3P2A0 ‐ Bomen Situmorang
36
10 Ny. Nurelida 32 RS. Sundari G3P2A0 ‐ Yatno 35
11 Ny. Erni 30 RS. Sundari G3P2A0 ‐ Akuang 40
12 Ny. Jamiyati tanjung 26 RS. Haji G1P0A0 ‐ Suhardi 30
13 Ny. Surmi 35 RS. Haji G4P2A1 1x Mulia 35
14 Ny. Sri Hendrawat 33 RS. Tembakau Deli
G2P1A0 ‐ Jerri 40
15 Ny. Pebrina Hsb 42 RSHAM G3P2A0 ‐ Irwan Nst 47
16 Ny. Ningsih 39 RS. Putri Hijau G6P4A1 1x Johari 46
17 Ny. Rosma Silaen 35 RS. Haji G6P5A0 ‐ Boimin Manulang 41
18 Ny. Marialis 39 RS. Putri Hijau G4P3A0 ‐ Bernard Harefa 42
19 Ny. Mijah 35 RS. Sundari G5P3A1 1x Syahbana Lubis 55
20 Ny. Lola Anggraini 36 RSPM G2P1A0 ‐ Mulyono 30
21 Ny. Dinda 24 RSPM G1P0A0 ‐ Budi 27
22 Ny. Putri 27 RSPM G2P1A0 ‐ Wahyudi 30
23 Ny. Ida 41 RSHAM G3P2A0 ‐ Ranto 43
24 Ny. Siti Maryam 42 RSPM G8P6A1 1x Amirudin 46
25 Ny. Hafni 21 RSHAM G1P0A0 ‐ Wahyu 26
26 Ny. Amelia 38 RSHAM G1P0A0 ‐ Sony 30
27 Ny. Saidah Indah Lina
28 RSPM G1P0A0 ‐ Tommy 21
28 Ny. Halimah 37 RS. Putri Hijau G2P1A0 ‐ budiman 37
29 Ny. Nirmala 31 RSPM G3P2A0 ‐ Mulyono 35
30 Ny. Ernalinda 34 RSPM G1P0A0 ‐ Beni 40
Universitas Sumatera Utara