114
KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT LABORATORIUM FORENSIK TENTANG NARKOTIKA DI PERSIDANGAN (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor 22/Pid.Sus/2012/PN Purwokerto) SKRIPSI Oleh : RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2013

KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

  • Upload
    vunhu

  • View
    250

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT

LABORATORIUM FORENSIK TENTANG NARKOTIKA

DI PERSIDANGAN

(Tinjauan Yuridis Putusan Nomor 22/Pid.Sus/2012/PN Purwokerto)

SKRIPSI

Oleh :

RIZKI FEBRIAN SYAH

E1A008290

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2013

Page 2: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

ii

KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT

LABORATORIUM FORENSIK TENTANG NARKOTIKA

DI PERSIDANGAN

(Tinjauan Yuridis Putusan Nomor 22/Pid.Sus/2012/PN Purwokerto)

SKRIPSI

Oleh :

RIZKI FEBRIAN SYAH

E1A008290

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2013

Page 3: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

iii

LEMBAR PENGESAHAN ISI DAN FORMAT

SKRIPSI

KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT

LABORATORIUM FORENSIK TENTANG NARKOTIKA

DI PERSIDANGAN

(Tinjauan Yuridis Putusan Nomor 22/Pid.Sus/2012/PN Purwokerto)

Oleh :

RIZKI FEBRIAN SYAH

E1A008290

Diterima dan Disahkan

Pada Tanggal, Februari 2013

Para Penguji/Pembimbing

Mengetahui,

Dekan Fakultas Hukum

Universitas Jendral Soedirman

Dr. Angkasa, S.H.,M.Hum.

NIP. 19640923 198901 1 001

Penguji I/Pembimbing I Penguji II/Pembimbing II Penguji III

Pranoto. S.H., M.H.

NIP. 19540305 198901 1 001

Handri Wirastuti Sawitri. S.H., M.H.

NIP. 19581019 198702 2 001

Dr. Hibnu Nugroho. S.H., M.H.

NIP. 19640724 199002 1 001

Page 4: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

iv

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Rizki Febrian Syah

NIM : E1A008290

SKS : 2008

Program Studi : Ilmu Hukum

Bagian : Hukum Acara Pidana

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi ini benar-benar merupakan

hasil karya saya, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang

lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini

hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.

Purwokerto, Februari 2013

Yang Membuat Pernyataan,

Rizki Febrian Syah

NIM. E1A008290

Page 5: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

v

MOTO PENULIS

“Prestasi terbaik lahir dari semangat memenangkan persaingan. Sikap ksatria

kepada lawan dan patuh aturan main adalah ciri pemenang sejati”

“Bangunlah kekaguman bukan dengan

prestasi tapi dengan karakter”

-Bong Chandra-

" Sukses bukanlah akhir dari segalanya,

kegagalan bukanlah sesuatu yang fatal: namun

keberanian untuk meneruskan kehidupanlah yang

diperhatikan "

(Sir Winston Churchill)

“ Yang terpenting bukan siapa anda

sekarang, tetapi ingin seperti apa anda

besok “

Page 6: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

vi

LEMBAR PERSEMBAHAN

Kupersembahakan Skripsi ini Kepada :

Kedua Orang Tua Tercinta

Terima kasih kepada Ayahanda Musalim dan Ibundaku Tri Astuti,

S.Pd.AUD tercinta yang telah memberikan segala kasih sayang

kepada saya sebagai anak bungsu serta doa, nasehat, bimbingan dan

dukungan yang saya telah dapat menyelesaikan skripsi ini.

Tiga Orang Kakaku yang Keren-Keren

Mas Achmad Arifin,S.Pt, Mas Lutfian Dwi Antoro,A.Md, dan Mas

Yuniar Syarief,SP, terima kasih atas motivasinya selama ini yang

begitu luar biasa. SH sudah di tanganku mas.

Istri kakak-kakaku yang cantik-cantik dan keponakanku yang lucu-lucu

Terima kasih untuk Mba Whakhidah Kurniyati, A.Ma, Mba Esie

Diana, dan Mba Ratna Juwita, SP atas semua semangat yang

diberikan, doa, serta dukungannya. Buat fawwas, safa, nayla, dan

armita mutiara syarief yang selalu menjadi penghibur di kala jenuh

menyelesaikan skripsi. Hehehehe

Keluarga Dr. Ir Sakhidin, MP

Page 7: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

vii

Terima kasih atas doa, bimbingan, dorongan dan dukungan sehingga

saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih kepada teman-teman Mahasiswa Fakultas Hukum

UNSOED

Kepada para KIMCULERS 2008 Johan, Wisnu, Woko, Bayu, Anas,

Yanuar, bang Ardy, Si Ho, Dany Gendut, Azin, Sudrun,

Dony&Dany, Theo, Nunu, Anggoro, Akbar, Yogi, Aditya Dwi (acil),

Ajie Soeharto, Bojes Prastowo, Arinda, Djimboen, Deny, Kendar ,

Yogi, Aan yang senantiasa memberikan dukungan, hiburan, dan doa,

semoga sukses untuk kalian semua.

Teman-Teman lainnya yang ikut mendukung

Sofyan Arief, Dwi Nanda LLHNK, Joko Riyanto Andrian

Wicaksono, Marfita Kunto, Nurvita Dewi, Elisabet, Ahmad Alfi,

Mba Wulan, Tia, terima kasih atas segalanya. Buat Lina Budiyarti

terima kasih atas translate-nya.

Terima kasih kepada rekan-rekan Pattra Motor yang rutin cek mesin,

cuciin motor supaya tetap ok di jalanan, terima kasih pula buat

Galaxy Fitnes Centre, mas Adhi Dharmawan my personal trainer,

Mas Yaqub, Pak Roso, Pak Andi yang telah memberikan bimbingan

sehingga badan saya mampu bertranformasi dengan baik dan menjadi

SH.

Page 8: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

viii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan

rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

dengan judul KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT

LABORATORIUM FORENSIK TENTANG NARKOTIKA DI

PERSIDANGAN (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor 22/Pid.Sus/2012/PN

Purwokerto).

Berbagai kesulitan dan hambatan Penulis hadapi dalam penyusunan skripsi

ini. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini juga tidak lepas dari

bimbingan, dorongan, bantuan materiil dan moril serta pengarahan dari berbagai

pihak, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Maka dari itu, Penulis

ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Angkasa, S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Jenderal Soedirman yang telah memberikan izin terhadap penelitian ini.

2. Pranoto. S.H., M.H., selaku Pembimbing Skripsi I yang telah memberikan

bimbingan, petunjuk, kritik, arahan, dan saran yang sangat membangun

serta banyak menambah wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya dalam

lingkup Hukum Acara Pidana bagi penulis, sehingga penulis mendapatkan

kelancaran dan kemudahan dalam mengerjakan skripsi sampai selesai.

3. Handri Wirastuti Sawitri. S.H., M.H., selaku Pembimbing Skripsi II yang

telah memberikan bimbingan, petunjuk, kritik, arahan, dan saran yang

sangat membangun dalam penyusunan skripsi ini.

Page 9: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

ix

4. Dr. Hibnu Nugroho. S.H., M.H. selaku Dosen Penguji Skripsi yang turut

menilai dan memberi masukan pada skripsi penulis.

5. Tenang Haryanto, SH.MH., selaku Pembimbing Akademik.

6. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang

telah memberikan banyak ilmu kepada penulis selama mengikuti kuliah di

Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

7. Seluruh staf karyawan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

yang telah banyak membantu dalam proses menuju kelulusan.

8. Kedua orang tua tercinta, Musalim dan Tri Astuti,S.Pd. AUD yang selalu

mendoakan, memberi nasihat dan motivasi selama penulis mengerjakan

skripsi.

Penulis dalam penulisan skripsi ini telah berusaha dengan sebaik-baiknya,

namun mengingat keterbatasan yang ada pada diri penulis, maka penulis

menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, kritik dan

saran yang membangun sangat penulis harapkan dalam penyempurnaan skripsi

ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang

membutuhkan.

Purwokerto, Februari 2013

Penulis

Page 10: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

x

ABSTRAK

Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

memprihatinkan. Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang

bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan

ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang

sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan

pengawasan yang ketat dan saksama. Penyalahgunaan narkotika sangat

membahayakan masyarakat terutama generasi muda yang berakibat dapat

merusak moral bangsa.

Maka penulis melakukan penelitian dengan judul:

Kekuatan Pembuktian Alat Bukti Surat Laboratorium Forensik

Tentang Narkotika di Persidangan (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor

22/Pid.Sus/2012/PN Purwokerto)

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang

pertama, bagaimana kekuatan pembuktian alat bukti surat laboratorium forensik

tentang narkotika di persidangan dalam Putusan Nomor 22/Pid.Sus/2012/PN

Purwokerto? Kedua, Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan

Putusan Nomor 22/Pid.Sus/2012/PN Purwokerto?

Berdasarkan hasil penelitian terhadap Putusan Nomor 22/Pid.Sus/2012/PN

Purwokerto, hasil pemeriksaan laboratories kriminalistik No. Lab.: 124/NNF/2012

tanggal 30 Januari 2012 pusat Laboratorium Forensik Bareskrim Polri cabang

Semarang dalam Putusan Nomor: 22/Pid.Sus/2012/PN. PWT sebagai alat bukti

surat berdasarkan pada Pasal 184 Ayat (1) KUHAP dan Pasal 187 huruf c

KUHAP adalah alat bukti surat yang dibuat oleh pejabat yang berwenang

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pembuatan serta

keterangan yang terkandung di dalamnya yang dibuat diatas sumpah jabatan.

Maka alat bukti surat tersebut adalah alat bukti yang bernilai sempurna.

Alat bukti yang diajukan di sidang pemeriksaan oleh Penuntut Umum dan

keyakinan hakim yaitu keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, alat bukti

surat dan barang bukti berupa 1 (satu) bungkus kertas buku warna putih berisi

ganja, 1 (satu) buah botol plastik berisi urine, 1(satu) unit handphone merk Nokia

warna hitam type RH-105 No.085726003983. Alat bukti tersebut telah memenuhi

asas batas minimum pembuktian yang dirumuskan dalam Pasal 183 KUHAP.

Terdakwa juga telah terbukti secara sah dan meyakinkan memenuhi unsur-unsur

yang terdapat dalam Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika, yaitu unsur setiap orang, menanam, memelihara,

memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam

bentuk tanaman dan tanpa hak atau melawan hukum telah dapat dibuktikan di

persidangan. Majelis Hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan

dan meringankan terhadap terdakwa.

Kata kunci : Pembuktian, Alat Bukti Surat, Penyalahgunaan Narkotika.

Page 11: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

xi

ABSTRACT

Drug abuse problem in Indonesia, is very alarming nowdays. Narcotics is

an useful drug or substance in medicine or health care, and the development of

science but on the other hand can also cause dependency that is very detrimental

if abused or used without strict control and supervision and carefully. Drug abuse

is very dangerous to the public; especially the younger generation, it can lead to

moral ruin. The authors conducted a study with the title:

Proving the power of Evidence Forensic Laboratory Letter on Narcotics in Court

(Judicial Review Decision Number 22/Pid.Sus/2012/PN Purwokerto)

Based on the description above, can be formulated as the first problems:

how the power of documentary evidence proving the forensic laboratory of the

drug court in Decision No. 22/Pid.Sus/2012/PN Purwokerto. Second problem:

how to judge the legal considetations in decisions number 22/Pid.Sus/2012/PN

Purwokerto?

Based on the results of the Decision no. 22/Pid.Sus/2012/PNPurwokerto,

no. Criminality examination laboratories. Lab.: 124/NNF/2012, January 30, 2012

Criminal Investigation Police Forensic Laboratory center Semarang branch in

Decision No. 22/Pid.Sus/2012/PN. PWT as documentary evidence is based on

Article 184 Paragraph (1) Criminal Procedure Code and Code of Criminal

Procedure Article 187 c is documentary evidence made by the competent

authority based on legislation in force and manufacture as well as the information

contained in it is made on oath. So the documentary is perfect valuable evidence.

Evidence submitted at the hearing by the prosecution and conviction the

judge those are witnesses, defendant's testimony, documentary evidence and the

evidence of one (1) pack of white notebook paper containing marijuana, 1 (one)

plastic bottles containing urine , 1 (one) unit of black Nokia mobile type RH-105

No.085726003983. The evidence has to meet the minimum evidentiary principles

formulated in Article 183 Criminal Procedure Code. The defendant also has been

proven legally and convincingly meet the elements contained in Article 127

paragraph (1) letter a of Law No. 35 Year 2009 on Narcotics, the element of every

person, plant, maintain, possess, store, control or provide Narcotics Group I in

the form of plants and without rights or against the law have been proven in

court. Panel of Judges also consider the burdensome and relieve the defendant.

Keywords: Evidence, Letter ofEvidence, Narcotics Abuse.

Page 12: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………... ii

HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………. iii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI…………………………………...... vi

HALAMAN MOTTO…………………………………………………………. v

HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………………. vi

PRAKATA………………………………………………………………….. viii

ABSTRAK…………………………………………………………………….. ix

ABSTRACK…………………………………………………………………… x

DAFTAR ISI…………………………………………………………………… xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah…………………………………………… 1

B. Perumusan Masalah……………………………………………….. 5

C. Tujuan Penelitian………………………………………………….. 6

D. Kegunaan Penelitian…………………………………………….... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hukum Acara Pidana………………………………….. 7

B. Azas-azas Hukum Acara Pidana…………………………………… 9

C. Sistem Pembuktian dalam KUHAP……………………………….. 22

D. Alat-alat Bukti dalam KUHAP………………………………….... 30

E. Ilmu Bantu Laboratorium Forensik

1. Pengertian Ilmu Forensik……………………………………….. 54

Page 13: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

xiii

2. Jenis-Jenis Ilmu Forensik……………………………………….. 55

3. Kewenangan Laboratorim Forensik…………………………..... 56

F. Tindak Pidana Narkoba

1. Pengertian Narkoba……………………………………………… 58

2. Penyalahgunaan Narkoba……………………………………….. 60

3. Unsur-Unsur Tindak Pidana Narkoba…………………………... 61

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan………………………………………………... 65

B. Spesifikasi Penelitian………………………………………………. 66

C. Lokasi Penelitian…………………………………………………… 65

D. Sumber Data……………………………………………………….. 65

E. Metode Pengumpulan Data………………………………………… 66

F. Metode Penyajian Data…………………………………………….. 66

G. Metode Analisis Data……………………………………………… 66

H. Spesifikasi Penelitian Terdahulu…………………………………... 67

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian…………………………………………………….. 70

B. Pembahasan………………………………………………………… 85

BAB V PENUTUP

A. Simpulan…………………………………………………………… 96

B. Saran………………………………………………………………... 98

DAFTAR PUSTAKA

Page 14: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

memprihatinkan. Hal ini disebabkan beberapa hal antara lain karena Indonesia

yang terletak pada posisi di antara tiga benua dan mengingat perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, maka pengaruh globalisasi, arus transportasi yang

sangat maju dan penggeseran nilai matrialistis dengan dinamika sasaran opini

peredaran gelap. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk pengobatan sehingga

untuk memenuhi kebutuhan dalam bidang pengobatan dan studi ilmiah diperlukan

suatu produksi narkotika yang terus menerus untuk para penderita tersebut.

Dasar menimbang Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika disebutkan bahwa narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan

yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan

pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan

ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan

tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama.

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika menyebutkan bahwa :

“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang

dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam

Undang-Undang ini.”

Page 15: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

2

Narkotika apabila dipergunakan secara tidak teratur menurut takaran/dosis

akan dapat menimbulkan bahaya fisik dan mental bagi yang menggunakannya

serta dapat menimbulkan ketergantungan pada pengguna itu sendiri. Artinya

keinginan sangat kuat yang bersifat psikologis untuk mempergunakan obat

tersebut secara terus menerus karena sebab-sebab emosional.

Pengaruh narkotika selain terhadap individu itu sendiri, juga berpengaruh

pula bagi masyarakat luas, diantaranya akibat adanya pemakaian narkotika antara

lain meningkatkan kriminalitas, timbulnya usaha-usaha yang bersifat ilegal dalam

masyarakat, misalnya pasar gelap narkotika dan menyebarkan penyakit tertentu

seperti HIV/AIDS.1

Menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, penggolongan narkotika adalah sebagai berikut :

a. Narkotika Golongan I;

b. Narkotika Golongan II; dan

c. Narkotika Golongan III.

Penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika untuk pertama kali

ditetapkan sebagaimana tercantum dalam lampiran I dan merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari undang-undang ini. Pengertian dari masing-masing

golongan narkotika sebagaimana tersebut, terdapat pada penjelasan Pasal 6 ayat

(1) sebagai berikut:

1. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan

untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan

1 Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, Bandung: Mandar Maju,

2003, halaman 25.

Page 16: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

3

dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan

ketergantungan.

2. Narkotika Golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan

digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi

dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

3. Narkotika Golongan III adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan

ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan

ketergantungan.

Penggunaan narkotika telah diatur secara rigid dalam Pasal 7 Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika karena “narkotika hanya dapat

digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu

pengetahuan dan tekhnologi, bahkan Pasal 8 ayat (1) mengatur bahwa Narkotika

Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Contoh

Narkotika Golongan I ini adalah Heroin, Kokain, dan Ganja.2

Masyarakat Indonesia bahkan masyarakat dunia pada umumnya saat ini

sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan akibat maraknya

pemakaian secara illegal bermacam-macam jenis narkotika. Penyalahgunaan

Narkotika merupakan suatu bentuk penyimpangan perilaku.

Menurut pendapat Dr. Mardani3;

“Penyalahgunaan narkotika adalah pemakaian narkotika di luar indikasi

medik, tanpa petunjuk atau resep dokter, dan pemakainnya bersifat

patologik (menimbulkan kelainan) dan menimbulkan hambatan dalam

aktivitas di rumah, sekolah atau kampus, tempat kerja, dan lingkungan

sosial.”

Aparat penegak hukum mengalami kesulitan dalam mengatasi masalah

penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika ini, disisi lain masalah peredaran dan

2 Ar. Sujono, Bony Daniel, Komentar dan Pembahasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika, Jakarta : Sinar Grafika, 2011, halaman 72.

3 Mardani, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Pidana

Nasional, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2008, halaman 2.

Page 17: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

4

penyalahgunaan ini merupakan perbuatan terlarang dan sangat membahayakan

bagi yang mengkonsumsinya.

Menurut Dadang Hawari4

dampak yang sering terjadi di tengah

masyarakat dari penyalahgunaan/ketergantungan narkoba antara lain :

“Merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar dan

produktifitas kerja secara drastis, sulit membedakan mana perbuatan baik

maupun perbuatan buruk, perubahan perilaku menjadi perilaku anti sosial

(perilaku maladaptif), gangguan kesehatan (fisik dan mental),

mempertinggi jumlah kecelakaan lalulintas, tindak kekerasan, dan

kriminalitas lainnya”.

Melalui hukum acara pidana ini, maka bagi setiap individu yang

melakukan penyimpangan atau pelanggaran hukum, khususnya hukum pidana,

selanjutnya dapat diproses dalam suatu acara pemeriksaan di pengadilan, karena

menurut hukum acara pidana untuk membuktikan bersalah tidaknya seorang

terdakwa haruslah melalui pemeriksaan di depan sidang pengadilan, dan untuk

membuktikan benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan

diperlukan adanya suatu pembuktian.

Laboratorium forensik sebagai sarana Kepolisian khusus membantu

Kepolisian Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas mempunyai tanggung

jawab dan tugas yang sangat penting dalam membantu pembuktian untuk

mengungkap segala sesuatu yang berhubungan dengan segala jenis dan macam

Narkotika dan Psikotropika siapa pemakainya.5

Kasus narkotika dalam Putusan Nomor : 22/Pid.Sus/2012/PN.Purwokerto,

laboratorium forensik salah satunya melakukan pemeriksaan urin, dengan

4 Dadang Hawari, Konsep Islam Memerangi AIDS dan NAZA, Yogyakarta : Dhana Bakti

Priayasa, 1997, halaman 153.

5 http://lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=33&Itemid=33

diakses tanggal 13 September 2012.

Page 18: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

5

dikeluarkannya surat keterangan dari laboratorium forensik yang menerangkan

bahwa urin terdakwa positif mengandung Tetrahydrocannabinol yang termasuk

golongan I (satu) nomor urut 9 (sembilan) lampiran Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika. Hakim berkeyakinan terdakwa terbukti melakukan

tindak pidana penyalahgunaan narkotika dan surat laboratorium forensik itu

mempunyai kekuatan pembuktian karena memenuhi syarat hukum pidana formil

dan hukum pidana materiil yang sesuai dalam undang-undang.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian sebagai bahan penulisan skripsi dengan judul : “Kekuatan

Pembuktian Alat Bukti Surat Laboratorium Forensik Tentang Narkotika di

Persidangan (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor 22/Pid.Sus/2012/PN

Purwokerto).”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana kekuatan pembuktian alat bukti surat laboratorium forensik tentang

narkotika di persidangan dalam Putusan Nomor 22/Pid.Sus/2012/PN

Purwokerto ?

2. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan Putusan Nomor

22/Pid.Sus/2012/PN Purwokerto ?

Page 19: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

6

C. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui kekuatan pembuktian terhadap alat bukti surat laboratorium

forensik tentang narkotika di persidangan dalam Putusan Nomor

22/Pid.Sus/2012/PN Purwokerto.

b. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam dalam menjatuhkan

Putusan Nomor 22/Pid.Sus/2012/PN Purwokerto.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil penulis dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum,

khususnya yang berkaitan dengan masalah hukum pembuktian pidana serta

dapat menambah bahan-bahan kepustakaan.

b. Untuk mendalami dan mempraktekan teori-teori yang telah diperoleh

penulis selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman

Purwokerto.

2. Manfaat Praktis

a. Mencari kesesuaian antara teori yang telah didapatkan di bangku kuliah

dengan kenyataan di lapangan.

b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak

yang terkait dengan masalah penelitian ini.

Page 20: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hukum Acara Pidana

Hukum acara pidana tidak dapat dilepaskan dari hukum pidana, karena

keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling terkait. Untuk

mengetahui arti hukum acara pidana maka harus mengetahui dahulu tentang

hukum pidana. Hukum pidana dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Hukum pidana materiil yang berisi petunjuk dan uraian tentang delik,

peraturan tentang syarat-syarat dapat dipidananya sesuatu perbuatan,

petunjuk tentang orang yang dapat dipidana dan aturan tentang

pemidanaan, dan mengatur kepada siapa dan bagaimana pidana itu dapat

dijatuhkan.

b. Hukum pidana formil yang mengatur bagaimana Negara melalui alat-

alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan pidana.6

Pengertian hukum acara pidana tidak secara jelas didefinisikan di dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), hanya memberikan

pengertian-pengertian mengenai bagian-bagian dari hukum acara pidana, seperti

penyelidikan, penyidikan, penangkapan, upaya hukum, penyitaan, penggeledahan,

dan lain-lain.

Untuk memahami apa hukum acara pidana itu, maka di bawah ini ada

beberapa definisi hukum acara pidana menurut para sarjana, diantaranya adalah

sebagai berikut :

6Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia (Edisi Revisi). Jakarta: Sinar Grafika. 2001.

Hal. 4.

Page 21: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

8

J. Dc Bosch Kemper7

Hukum Acara Pidana adalah sejumlah asas-asas dan peraturan-peraturan,

undang-undang yang mengatur hak Negara untuk menghukum bilamana

Undang-undang pidana itu dilanggar.

R. Soesilo8

Hukum Acara Pidana adalah hukum yang mengatur tentang cara

bagaimana mempertahankan atau menyelenggarakan hukum pidana

materiil, sehingga memperoleh kaputusan hakim dan cara bagaimana isi

putusan itu harus dilakukan.

“Menurut Van Bemmelen9

Seperti yang dikutip oleh R. Atang Ranoemihardjo menyatakan bahwa

kedua definisi di atas agak sempit dan kurang tepat, sebab keduanya

menitikberatkan kepada cara bagaimana hukum pidana materiil harus

dilaksanakan dan karenanya diabaikan tugas utama dari hukum acara pidana

yaitu mencari dan mendapatkan kebenaran selengkap-lengkapnya, tentang

apakah perbuatan itu terjadi dan siapakah yang dapat dipersalahkan. Jadi

dapat dikatakan tidak tepat karena hukum acara pidana tidak selalu dapat

melaksanakan hukum pidana materiil”.

Sedangkan menurut Van Bemmelen seperti yang dikutip Andi Hamzah,

mengatakan bahwa pengertian Hukum Acara Pidana adalah :

“Ilmu yang mempelajari peraturan-peraturan yang diciptakan Negara, karena

adanya dugaan terjadi pelanggaran Undang-Undang pidana, yaitu sebagai

berikut:

1. Negara melalui alat-alatnya menyidik kebenaran;

2. Sedapat mungkin menyidik pelaku perbuatan itu;

3. Mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menangkap si pembuat

dan kalau perlu menahannya;

4. Mengumpulkan bahan-bahan bukti (bewijsmateriaal) yang telah

diperoleh pada penyidikan kebenaran guna dilimpahkan kepada hakim

dan membawa terdakwa ke depan hakim tersebut;

5. Hakim memberikan keputusan tentang terbukti tidaknya perbuatan yang

dituduhkan kepada terdakwa dan untuk itu menjatuhkan pidana atau

tindakan tata tertib;

6. Upaya hukum untuk melawan keputusan tersebut;

7 Andi Hamzah, Bungan Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia,

1986,Hal 16.

8 R Soesilo, Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana menurut KUHAP

bagi penegak Hukum), Bogor: Politeria, 1982. Hal 3

9 R. Atang Ranoemihardjo. Ilmu Kedokteran Kehakiman (forensic Science). Bandung: Tarsito.

1983. Hal. 11.

Page 22: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

9

7. Akhirnya melaksanakan keputusan tentang pidana dan tindakan tata

tertib”.

Definisi yang diberikan oleh Van Bemmelen10

dikatakan lebih lengkap dan

tepat karena dalam definisi tersebut merinci pula substansi hukum acara

pidana seperti disebutkannya tahap penyelidikan, tahap penyidikan, tahap

penuntutan, sampai pada proses di pengadilan. Jadi bukan permulaan dan

akhirnya saja.

Pengertian hukurn acara pidana sebagaimana dikemukakan oleh para

sarjana, pada hakekatnya tujuan yang hendak dicapai oleh ketentuan hukum acara

pidana adalah mencari dan mendapatkan kebenaran dari suatu perkara pidana.

Menurut R. Soesilo11

, tujuan dari hukum acara pidana adalah sebagai

berikut:

“Tujuan hukum acara pidana pada hakekatnya memang mencari

kebenaran. Para penegak hukum mulai dari polisi, jaksa sampai pada

hakim dalam menyelidiki, menuntut dan mengadili perkara senantiasa

harus berdasarkan kebenaran, harus mendasarkan hal-hal yang sungguh-

sungguh terjadi. Untuk itu dibutuhkan petugas-petugas yang selain

berpengalaman luas, berpendidikan yang bermutu dan berotak yang

cerdas, juga berkepribadian yang tangguh, yang kuat mengelakkan dan

menolak segala godaan.”

B. Azas-azas Hukum Acara Pidana

Kitab Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) mengatur perlindungan terhadap keluhuran harkat serta

martabat manusia yang telah diletakkan di dalam undang-undang, baik pada

waktu pemeriksaan permulaan maupun pada waktu persidangan pengadilan.

Terdapat asas-asas dalam hukum acara pidana yang menjadi patokan hukum

10 Andi Hamzah. Opcit. Hal. 6.

11

Ibid. Hal. 19.

Page 23: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

10

sekaligus merupakan tonggak pedoman bagi instansi jajaran aparat penegak

hukum dalam menerapkan pasal-pasal KUHAP.

Makna asas-asas hukum itu sendiri merupakan ungkapan hukum yang

bersifat umum. Sebagian berasal dari kesadaran hukum serta keyakinan kesusilaan

atau etis kelompok manusia dan sebagian yang lain berasal dari pemikiran dibalik

peraturan undang-undang serta yurisprudensi. Rumusan pengertian asas-asas

hukum yang demikian itu konsekuensinya adalah kedudukan asas itu menjadi

unsur pokok dan dasar yang penting dari peraturan hukum.

Asas-asas penting yang terdapat dalam Hukum Acara Pidana

a. Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan

Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan adalah suatu asas

dimana suatu proses peradilan diharapkan dapat dilaksanakan secara cepat

dan sederhana sehingga biayanyapun ringan, sehingga tidak menghabiskan

anggaran Negara terlalu besar dan tidak memberatkan pada pihak yang

berperkara.

Tekanan pada peradilan cepat atau lazim disebut contante justitie

semakin ditekankan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (KUHAP), dalam penjelasan umum butir 3 e

dikatakan:

“Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya

ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara

konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan.” Ini dikutip dari Undang-

Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Kekuasaan Kehakiman.

Penjelasan umum tersebut dijabarkan dalam banyak pasal dalam

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Page 24: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

11

(KUHAP), misalnya Pasal-pasal 24 ayat (4), 25 ayat (4), 26 ayat (4), 27 ayat

(4), 28 ayat (4). Umumnya dalam pasal-pasal tersebut dimuat ketentuan

bahwa jika telah lewat waktu penahanan seperti tercantum dalam ayat

sebelumnya, maka penyidik, penuntut umum dan hakim harus sudah

mengeluarkan tersangka atau terdakwa dari tahanan demi hukum. Hal ini

mendorong penyidik, penuntut umum dan hakim untuk mempercepat

penyelesaian perkara tersebut.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) pasal 50 juga mengatur tentang hak tersangka dan terdakwa

untuk “segera” diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti

olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu di mulai

pemeriksaan, ayat (1), segera perkaranya diajukan ke pengadilan oleh

penuntut umum, ayat (2), segera diadili oleh pengadilan, ayat (3).

Pasal 102 ayat (1) KUHAP juga mengatakan penyelidik yang

menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang

patut diduga merupakan tindak pidana wajib “segera” melakukan tindakan

penyelidikan yang diperlukan. Selain bagi penyelidik berlaku juga bagi

penyidik dalam hal yang sama, penyidik juga harus segera menyerahkan

hasil penyidikannya kepada penuntut umum. Penuntut umumpun menurut

Pasal 140 ayat (1) diperintahkan untuk secepatnya membuat surat dakwaan.

Dari pasal-pasal tersebut dapat diketahui bahwa KUHAP menghendaki

peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan.

Page 25: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

12

Menurut Yahya Harahap12

menjabarkan mengenai asas sederhana

dan biaya ringan adalah sebagai berikut :

1.) Penggabungan pemeriksaan perkara dengan tuntutan ganti rugi

yang bersifat perdata oleh seorang korban yang mengalami

kerugian sebagai akibat langsung dari tindak pidana yang

dilakukan oleh terdakwa.

2.) Pembatasan penahanan dengan memberi sanksi dapat dituntut

ganti rugi pada sidang praperadilan, tidak kurang artinya sebagai

pelaksana dari prinsip menyederhanakan proses penahanan.

3.) Demikian juga peletakan asas diferensiasi fungsional, nyata-nyata

member makna menyederhanakan penanganan fungsi dan

wewenang penyidikan, agar tidak terjadi penyidikan bolak-balik,

tumpang tindih atau overlappingdan saling bertentangan.

b. Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of innocence).

Asas Praduga Tak Bersalah (presumption of innocence) adalah asas

yang wajib menganggap bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap,

ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan tidak

bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya

dan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Asas ini disebutkan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 48 Tahun

2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan juga dalam Penjelasan Umum

butir 3 huruf c yang merumuskan :

“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau

dihadapankan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah

sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan

memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Menurut M. Yahya Harahap13

menyatakan pendapatnya yaitu :

“Asas praduga tak bersalah ditinjau dari segi teknis yuridis ataupun

dari segi teknis penyidikan dinamakan “prinsip akusatur”. Prinsip

akusatur menemspatkan kedudukan tersangka/terdakwa dalam setiap

tingkat pemeriksaan adalah sebagai subjek, bukan objek pemeriksaan,

12 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP (Jilid I)., Jakarta :

Pustaka Kartini, 2001, Hal 54.

13

Ibid. Hal. 38.

Page 26: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

13

karena itu tersangka/terdakwa harus didudukan atau diperlakukan

dalam kedudukan manusia yang mempunyai harkat martabat harga

diri. Sedangkan yang menjadi objek pemeriksaan dalam prinsip

akusatur adalah kesalahan (tindakan pidana), yang dilakukan oleh

tersangka/terdakwa. Karena itulah pemeriksaan ditujukan”.

c. Asas Oportunitas

Hukum acara pidana mengenal suatu badan yang khusus diberi

wewenang untuk melakukan penuntutan pidana ke pengadilan yang disebut

penuntut umum. Hakim tidak dapat meminta supaya suatu delik diajukan

kepadanya, jadi hakim hanya menunggu saja penuntutan dari penuntut

umum karena penuntut umum memiliki hak penuntutan, dalam hubungan

dengan hak penuntutan dikenal dua asas yaitu asas legalitas dan asas

oportunitas.

Asas Oportunitas adalah adanya hak yang dimiliki oleh penuntut

umum untuk tidak menuntut ke Pengadilan atas seseorang. Di Indonesia

wewenang ini hanya diberikan pada kejaksaan (Pasal 6 butir a dan b serta

Pasal 137 sampai dengan Pasal 144 KUHAP).

Pasal 6 butir a dan b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan :

a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undangundang ini

untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan

putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

b. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-

undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan

penetapan hakim.

Pasal 137 sampai dengan Pasal 144 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan :

Pasal 137

Page 27: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

14

Penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun

yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya

dengan' melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang

mengadili.

Pasal 138

(1) Penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik

segera mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu tujuh hari

wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan

itu sudah lengkap atau belum.

(2) Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut

umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai

petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan

dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas,

penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu

kepada penuntut umum.

Pasal 139

Setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil

penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia segera, menentukan apakah

berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak

dilimpahkan ke pengadilan.

Pasal 140

(1) Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil

penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu

secepatnya membuat surat dakwaan.

(2) a. Dalam hal penuntut umum memutuskan untuk menghentikan

penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa

tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara

ditutup demi hukum, penuntut umum menuangkan hal tersebut

dalam surat ketetapan.

b. Isi surat ketetapan tersebut diberitahukan kepada tersangka dan

bila ia ditahan, wajib segera dibebaskan.

c. Turunan surat ketetapan itu wajib disampaikan kepada

tersangka atau keluarga atau penasihat hukum, pejabat rumah

tahanan negara, penyidik dan hakim.

d. Apabila kemudian ternyata ada alasan baru, penuntut umum

dapat melakukan penuntutan terhadap tersangka.

Pasal 141

Penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dan

membuatnya dalam satu surat dakwaan, apabila pada waktu yang

sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa berkas perkara

dalam hal:

Page 28: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

15

a. beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan

kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap

penggabungannya;

b. beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang

lain;

c. beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan

yang lain, akan tetapi yang satu dengan yang lain itu ada

hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi

kepentingan pemeriksaan.

Pasal 142

Dalam hal penuntut umum menerima satu berkas perkara yang

memuat beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang

tersangka yang tidak termasuk dalm ketentuan Pasal 141, penuntut

umum dapat melakukan penuntutan terhadap masing-masing terdakwa

secara terpisah.

Pasal 143

(1) Penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan negeri

dengan permintaan agar. segera mengadili perkara tersebut

disertai dengan surat dakwaan.

(2) Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan

ditandatangani serta berisi :

a. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis

kelamin,kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan

tersangka;

b. uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak

pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan

tempat tindak pidana itu dilakukan.

(3) Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum.

(4) Turunan surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan

disampaikan kepada tersangka atau kuasanya atau penasihat

hukumnya dan penyidik, pada saat yang bersamaan dengan

penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan

negeri.

Pasal 144

(1) Penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum

pengadilan menetapkan hari sidang, baik dengan tujuan untuk

menyempurnakan maupun untuk tidak melanjutkan

penuntutannya.

(2) Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu

kali selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai.

Page 29: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

16

(3) Dalam hal penuntut umum mengubah surat dakwaan ia

menyampai kan turunannya kepada tersangka atau penasihat

hukum dan penyidik.

Sebagai kebalikan dari asas ini adalah asas legalitas, asas ini

mengandung arti bahwa jaksa penuntut umum tidak diwajibkan untuk

melakukan penuntutan terhadap seseorang jika kepentingan umum akan

dirugikan.

A.Z. Abidin Farid14

memberi perumusan tentang asas oportunitas

sebagai berikut :

“Asas hukum yang memberikan wewenang kepada Penuntut Umum

untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat

seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi

kepentingan hukum.”

d. Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum

Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum ialah asas yang

memerintahkan bahwa dalam tahap pemeriksaan, pengadilan terbuka untuk

umum maksudnya yaitu boleh disaksikan dan diikuti oleh siapapun, kecuali

dalam perkara yang menyangkut kesusilaan dan perkara yang terdakwanya

anak-anak.

Asas ini terdapat dalam Pasal 153 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang merumuskan

sebagai berikut :

“Untuk keperluan pemeriksaan, Hakim Ketua Sidang membuka

sidang dan menyataka terbuka untuk umum kecuali dalam perkara

mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak”.

14 A.Z. Abidin Farid, Sejarah dan Perkembangan Asas Opportunitas di Indonesia, Ujung

Pandang: UNHAS, 1981. Hal. 12.

Page 30: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

17

Uraian di atas mengemukakan bahwa saat membuka sidang hakim

ketua harus menyatakan “sidang terbuka untuk umum”. Pelanggaran atas

ketentuan ini atau tidak dipenuhinya ketentuan ini mengakibatkan putusan

pengadilan “batal demi hukum” (Pasal 153 ayat (4) KUHAP) ada

pengecualian dalam ketentuan ini yaitu sepanjang mengenai perkara yang

menyangkut kesusilaan atau terdakwanya adalah anak-anak, yang dalam hal

ini persidangan dapat dilakukan dengan pintu tertutup.

Andi Hamzah15

berpendapat mengenai hal ini bahwa :

“Seharusnya kepada hakim diberikan kebebasan untuk menentukan

sesuai situasi dan kondisi apakah sidang terbuka atau tertutup untuk

umum. Sebenarnya hakim dapat menetapkan apakah suatu sidang

dinyatakan seluruhnya atau sebagiannya tertutup untuk umum yang

artinya persidangan dilakukan di belakang pintu tertutup.

Pertimbangan tersebut sepenuhnya diserahkan kepada hakim. Hakim

melakukan itu berdasarkan jabatannya atau atas permintaan penuntut

umum dan terdakwa. Saksi pun dapat mengajukan permohonan agar

sidang tertutup untuk umum dengan alasan demi nama baik

keluarganya. Misalnya dalam kasus perkosaan, saksi korban

memohon agar sidang tertutup untuk umum agar ia bebas memberikan

kesaksiannya”.

e. Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hukum

Asas semua orang diperlakukan sama di depan hukum maksudnya

ialah hukum tidak membeda-bedakan siapapun tersangkanya atau apapun

jabatannya dalam melakukan pemeriksaan.

Romli Atmasasmita 16

dalam bukunya mengatakan bahwa :

“Asas persamaan di muka hakim tidak secara eksplisit tertuang dalam

KUHAP, akan tetapi asas ini merupakan bagian yang tak terpisahkan

dari KUHAP. Ditempatkannya asas ini sebagai satu kesatuan

15 Andi Hamzah. Opcit. Hal. 18.

16

Romli Atmasasmita, Bunga Rampai Hukum Acara Pidana, Jakarta : Bina Cipta, 1983.hal.30.

Page 31: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

18

menunjukan bahwa betapa pentingnya asas ini dalam tata kehidupan

Hukum Acara Pidana di Indonesia.”

Asas yang umum dianut di negara-negara yang berdasarkan hukum ini

tegas tercantum pula dalam Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman

Pasal 5 ayat (1) dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) dalam penjelasan umum butir 3a. Pasal 5 ayat (1)

tersebut merumuskan :

“Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan

orang.”17

f. Asas Peradilan Dilakukan Oleh Hakim Karena Jabatannya dan Tetap

Asas ini berarti bahwa pengambilan keputusan salah tidaknya

terdakwa dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan bersifat tetap.

Hakim-hakim tersebut diangkat oleh kepala negara secara tetap. Ini disebut

dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman yang merumuskan :

“Sistem hakim yang tetap di Indonesia mengikuti sistem di negeri

Belanda yang dahulu menganut sistem juri, tetapi sejak tahun 1813

dihapuskan. Sebaliknya Perancis sejak revolusi meniru sistem itu dari

Inggris. Karena banyaknya kelemahan-kelemahan sistem itu maka

Jerman juga tidak menganutnya.”

Menurut D. Simons18

sebagaimana dikutip dalam bukunya Andi

Hamzah, menyatakan sebagai berikut:

“Sistem hakim yang tetap di Indonesia mengikuti sistem di Negara

Belanda yang dahulu juga menganut sistem juri pula, tetapi sejak tahun

1813 dihapuskan. Sebaliknya Perancis sejak revolusi meniru sistem itu

dari Inggris. Karena banyaknya kelemahan-kelemahan sistem tersebut

maka Jerman juga tidak menganutnya.”

17 Ibid. Hal. 20.

18

M Yahya Harahap. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyelidikan dan

Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika . 2001.hal. 22.

Page 32: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

19

g. Asas Tersangka / Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum

Asas berhak mendapat bantuan hukum bagi tersangka atau terdakwa

adalah suatu upaya yang secara filosifi melindungi hak asasi manusia dari

diri tersangka maupun terdakwa dalam suatu perkara untuk memperoleh

bantuan hukum dari seorang penasehat hukum.

Ketentuan Pasal 69 sampai dengan Pasal 74 Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diatur tentang

bantuan hukum dimana tersangka / terdakwa mendapat kebebasan-

kebebasan yang sangat luas. Kebebasan-kebebasan itu antara lain sebagai

berikut :

a.) Bantuan Hukum dapat diberikan sejak saat tersangka ditangkap atau

ditahan.

b.) Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan.

c.) Penasihat hukum dapat menghubungi tersangka / terdakwa pada semua

tingkat pemeriksaan pada setiap waktu.

d.) Pembicaraan antara penasihat hukum dan tersangka tidak didengar oleh

penyidik dan penuntut umum, kecuali pada delik yang menyangkut

keamanan negara.

e.) Turunan berita acara diberikan kepada tersangka atau penasihat hukum

guna kepentingan pembelaan.

f.) Penasihat hukum berhak mengirimkan dan menerima surat dari

tersangka / terdakwa.19

Pembatasan-pembatasan hanya dikenakan apabila penasihat hukum

menyalahgunakan hak-hak tersebut. Kebebasan-kebebasan ini hanya dari

segi yuridis semata-mata, bukan dari segi politis, social, dan ekonomi. Segi-

segi yang disebut terakhir ini juga menjadi penghambat pelaksanaan

bantuan hukum yang merata.

Menurut Adnan Buyung Nasution20

19 Andi Hamzah. Opcit. Hal. 21.

Page 33: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

20

“setiap periode sejarah dengan sistem politiknya tersendiri, telah

banyak memberikan pengaruh atas masalah ini. Persoalannya

bertambah rumit apabila kita melihat dari sudut ekonomi, disebabkan

oleh kemiskinan yang merembes luas, tingkat tuna huruf tinggi dan

keadaan kesehatan yang memburuk.”

h. Asas Akusator dan Inkisitor (Accusatoir dan Inquisitor)

Asas akusator mempunyai arti bahwa menempatkan kedudukan

Terdakwa sebagai subyek pemeriksaan, terdakwa tidak lagi dipandang

sebagai obyek. Sedangkan pemahaman dalam asas inkisitor, terdakwa

dipandang sebagai obyek pemeriksaan. Asas inkisitor ini sesuai dengan

pandangan bahwa pengakuan tersangka merupakan alat bukti terpenting,

sehingga untuk mendapatkan pengakuan dari tersangka sering digunakan

tindakan kekerasan ataupun penganiayaan.

Asas akusatoir ini telah ditunjukkan dalam Pasal 54 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang berisi

ketentuan untuk memberikan kebebasan kepada tersangka maupun terdakwa

untuk mendapatkan penasehat hukumnya.

Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa :

“Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat

bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu

dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam

undang-undang ini.”

Sesuai dengan hak-hak asasi manusia yang sudah menjadi ketentuan

universal, maka asas inkisitor ini telah ditinggalkan oleh banyak negeri

beradab. Hal ini terbukti dengan adanya hak memperoleh bantuan hukum

20 Andi Hamzah. Loc.Cit. Hal. 21.

Page 34: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

21

sejak awal pemeriksaan ditingkat penyidikan. Selain itu juga dibuktikan

dengan berubahnya pola sistem pembuktian di mana alat-alat bukti berupa

pengakuan diganti dengan “keterangan terdakwa”.

Dalam bukunya, Andi Hamzah21

mengatakan bahwa:

“Kebebasan memberi dan mendapatkan nasihat hukum menunjukan

bahwa dengan KUHAP telah dianut asas akusator itu. Ini berarti

perbedaaan antara pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan sidang

pengadilan pada asasnya telah dihilangkan.”

i. Asas Pemeriksaan Hakim Yang Langsung dan Lisan

Asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan artinya yaitu, dalam

acara pemeriksaan pengadilan, pemeriksaan dilakukan oleh hakim secara

langsung kepada terdakwa dan saksi. Ini berbeda dengan acara perdata di

mana tergugat dapat mewakili oleh kuasanya. Sedangkan arti dari lisan

sendiri yaitu pemeriksaan hakim bukan dilakukan secara tertulis tetapi

secara lisan antara hakim dan terdakwa.

Asas ini diatur dalam Pasal 153 ayat (2) dalam Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan

bahwa :

a. Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan di sidang

pengadilan yang dilakukan secara lisan dalam bahasa Indonesia

yang dimengerti oleh terdakwa dan saksi.

b. Ia wajib menjaga supaya tidak dilakukan hal atau diajukan

pertanyaan yang mengakibatkan terdakwa atau saksi

memberikan jawaban secara tidak bebas.

Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara

langsung, artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi. Sedangkan

21Andi Hamzah. Loc.Cit. Hal. 21.

Page 35: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

22

pemeriksaan hakim dilakukan secara lisan, artinya bukan tertulis antara

hakim dan terdakwa.

Pengecualian dari asas langsung adalah kemungkinan putusan

dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa, yaitu putusan verstek atau in absentia.

Bambang Poernomo22

berpendapat bahwa :

“Pemeriksaan perkara pidana antara para pihak yang terlibat dalam

persidangan harus dilakukan tidak secara tertulis tetapi harus dengan

lisan atau satu sama lain agar dapat diperoleh keterangan yang benar

dari yang bersangkutan tanpa tekanan dari pihak manapun. Tata cara

pemeriksaan perkara pidana dengan mendengarkan keterangan

langsung adalah memberikan kesempatan terutama kepada terdakwa

untuk mengeluarkan pendapatnya atau jika perlu memberikan

keterangan ingkar karena pada waktu pemeriksaan permulaan tidak

bebas keterangannya yang diperiksa secara tertutup.”

C. Sistem Pembuktian dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Pembuktian menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah proses, perbuatan, cara

membuktian, suatu usaha menentukan benar atau salahnya si terdakwa dalam

sidang pengadilan.

Membuktikan menurut Martiman Prodjohamidjojo23

yaitu:

“Mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran adalah suatu

peristiwa, sehingga dapat diterima oleh akal terhadap kebenaran peristiwa

tersebut. Dalam hukum acara pidana, acara pembuktian adalah dalam

rangka mencari kebenaran materiil dan KUHAP menetapkan tahapan dalam

mencari kebenaran sejati yaitu melalui:

1. Penyidikan;

2. Penuntutan;

3. Pemeriksaan di persidangan;

22 Bambang Poernomo, Pola Teori dan Asas Umum Hukum Acara Pidana, Yogyakarta: Liberty,

1985.Hal. 79.

23

Martiman Prodjohamidjojo. Sistem Pembuktian dan Alat-Alat Bukti. Jakarta: Ghalia Indonesia.

1983. Hal. 12.

Page 36: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

23

4. Pelaksanaan, pengamatan, dan pengawasan.

Sehingga acara pembuktian hanyalah merupakan salah satu fase dalam

hukum acara pidana secara keseluruhan.”

1. Penyidikan

Pasal 102 ayat (1) Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

menyebutkan :

“Penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan

tentang terjadinya suatu peristiwa yang 'patut diduga merupakan tindak

pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan.”

2. Penuntutan

Pasal 137 Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

menyebutkan :

“Penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun

yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya

dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang

mengadili.”

3. Pemeriksaan di Persidangan

Pasal 145 ayat (1) Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

menyebutkan :

“Pemberitahuan untuk datang ke sidang pengadilan dilakukan secara

sah, apabila disampaikan dengan surat panggilan kepada terdakwa di

alamat tempat tinggalnya atau apabila tempat tinggalnya tidak diketahui,

disampaikan di tempat kediaman terakhir.”

4. Pelaksanaan, Pengawasan, dan Pengamatan Putusan Pengadilan

Page 37: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

24

Pelaksanaan putusan pengadailan diatur dalam pasal 270 Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyebutkan bahwa :

“Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan

salinan surat putusan kepadanya.”

Pengawasan, dan pengamatan putusan pengadilan diatur dalam pasal

277 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

yang menyebutkan bahwa :

(1) Pada setiap pengadilan harus ada hakim yang diberi tugas khusus

untuk membantu ketua dalam melakukan pengawasan dan

pengamatan terhadap putusan pengadilan yang menjatuhkan pidana

perampasan kemerdekaan.

(2) Hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang disebut hakim

pengawas dan pengamat, ditunjuk oleh ketua pengadilan untuk

paling lama dua tahun.

Sistem atau teori pembuktian dalam mengungkap tindak pidana di dalam

hukum acara pidana terdapat beberapa macam, antara negara yang satu dengan

yang lain berbeda-beda terutama di negara-negara Eropa Kontinental yang dianut

Belanda, Perancis, dan di Indonesia sendiri yang menekankan pada penilaian

pembuktian ada ditangan hakim berbeda dengan negara-negara Anglo Saxon yang

dianut oleh Amerika Serikat yang menggunakan sistem juri yang menentukan

salah tidaknya terdakwa sedangkan hakim hanya memimpin sidang dan

menjatuhkan pidana.

Beberapa ajaran mengenai teori atau sistem pembuktian dalam hukum acara

pidana, yaitu :

Page 38: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

25

a. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara

Positif (Positive Wettelijk Bewijs Theorie)

Sistem atau teori pembuktian ini juga sering disebut dengan teori

pembuktian formal (formele bewijstheorie), teori pembuktian ini dikatakan

secara positif karena didasarkan kepada alat-alat pembuktian yang berupa

undang-undang atau peraturan tertulis yang artinya jika telah terbukti suatu

perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti tersebut oleh undang-undang, maka

keyakinan hakim sudah tidak diperlukan lagi. Walau hakim tidak yakin

dengan kesalahan terdakwa tetapi perbuatannya sudah memenuhi syarat dan

ketentuan pembuktian menurut undang-undang maka sudah cukup untuk

menentukan kesalahan terdakwa. 24

Menurut D. Simons25

seperti yang dikutip oleh Andi Hamzah:

“Sistem atau teori pembuktian berdasar undang-undang secara positif

(positief wettelijk) ini berusaha untuk menyingkirkan semua pertimbangan

subyektif hakim dan mengikat hakim secara ketat menurut peraturan-

peraturan pembuktian yang keras. Dianut di Eropa pada waktu berlakunya

asas inkisitor (inquisitoir) dalam acara pidana.”

Teori ini menekankan pada ketentuan perundangan sehingga hakim hanya

sebagai corong undang-undang yang hanya mengucapkan sesuai dengan

bunyi undang-undang yang terkait. Keuntungan dari sistem ini adalah

pembuktian bersifat obyektif yang artinya hakim wajib benar-benar

menerapkan mencari dan menemukan kebenaran mengenai salah atau

tidaknya terdakwa sesuai dengan cara pembuktian dengan alat-alat bukti yang

telah ditentukan undang-undang.

24 Yahya Harahap. Op.cit. Hal.257.

25

Andi Hamzah. Op.cit. Hal.251.

Page 39: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

26

b. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Melulu

(Conviction-in Time)

M. Yahya Harahap26

berpendapat:

“Dalam sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim melulu atau yang

disebut juga sistem pembuktian conviction-in time, untuk menentukan salah

atau tidaknya terdakwa semata-mata ditentukan oleh penilaian “keyakinan

hakim”. Keyakinan hakim yang menentukan keterbuktian kesalahan

terdakwa. Keyakinan diambil oleh hakim secara langsung dengan

mengabaikan alat-alat bukti yang ada.”

Sistem pembuktian ini mendasarkan bahwa dalam memutus suatu

perkara pidana hakim mendasarkan pada hati nuraninya sendiri. Dalam hal ini

maka nilai pembuktian berada penuh ditangan hakim dan bersifat subyektif

karena segala sesuatunya itu hakim yang menentukan. Seorang hakim dapat

saja menjatuhkan putusan hanya dengan keyakinannya tanpa melihat

pembuktian melalui alat-alat bukti yang cukup dipersidangan sehingga dapat

timbul kemungkinan bahwa hakim dapat saja melepaskan terdakwa dari

tindak pidana yang dituduhkan kepadanya walaupun dipersidangan telah

cukup bukti kalau terdakwa benar-benar bersalah dan hakim bisa saja

memutus terdakwa bersalah atas dakwaan yang didakwakan kepadanya

walaupun dalam persidangan pembuktian terdakwa tidak terbukti bersalah

berdasarkan alat-alat bukti yang sah.

c. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim atas

Alasan yang Logis (Conviction Raisonee)

26 Yahya Harahap. Op.cit. Hal. 256.

Page 40: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

27

Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis

hampir sama dengan teori pembuktian keyakinan melulu, akan tetapi teori ini

faktor kebebasan hakim lebih dibatasi dimana setiap keyakinan hakim dalam

memutus suatu perkara pidana harus berdasarkan alasan-alasan yang jelas,

hakim wajib menguraikan dan menjelaskan alasan-alasan apa yang mendasari

keyakinannya atas kesalahan terdakwa sehingga bisa mengambil putusan

tersebut. Keyakinan hakim harus mendasar dengan alasan yang logis dan

benar-benar dapat diterima secara logika.

“Sistem atau teori pembuktian atas alasan yang logis merupakan jalan tengah

atau yang berdasar keyakinan hakim sampai batas tertentu ini terpecah kedua

jurusan. Pertama, sistem atau teori pembuktian bebas karena hakim bebas

untuk menyebut alasan-alasan keyakinannya (vreije bewijsheorie) yaitu

pembuktian berdasar keyakinan hakim atas alasan yang logis (conviction

raisonee) dan yang kedua teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara

negatif (negatief wettelijk bewijsteorie). Persamaan keduanya ialah keduanya

sama berdasar atas keyakinan hakim, artinya terdakwa tidak mungkin dipidana

tanpa adanya keyakinan hakim bahwa ia bersalah.sedangkan perbedaan

keduanya adalah jika keyakinan hakim atas alasan yang logis pangkal tolaknya

ada keyakian hakim sedangkan yang pembuktian berdasarkan undang-undang

secara negatif pada ketentuan undang-undang. Kemudian pada yang pertama

dasarnya ialah suatu konklusi yang tidak didasarkan undang-undang sedangkan

pada yang kedua didasarkan kepada ketentuan undang-undang yang disebut

secara limitatif.”27

d. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang secara

Negatif (Negatief wettelijk)

Sistem pembuktian negatif ini merupakan gabungan dari sistem pembuktian

menurut undang-undang dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau

conviction in time yang kemudian menimbulkan rumusan salah tidaknya

27 Yahya Harahap. Ibid. Hal. 257.

Page 41: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

28

seorang terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan kepada

cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.

Untuk menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa menurut sistem

pembuktian undang-undang secara negatif terdapat dua komponen yaitu :

1. Pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan alat-alat bukti

yang sah menurut undang-undang;

2. Dan keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas cara dan dengan

alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.

Dengan demikian, sistem ini memadukan unsur “obyektif dan subyektif”

dalam menentukan salah atau tidaknya terdakwa. Tidak ada yang paling

dominan di antara kedua unsur tersebu. Jika salah satu diantara dua unsur

itu tidak ada, tidak cukup mendukung keterbuktian kesalahan terdakwa.28

Dapat disimpulkan bahwa hakim dalam membuat keputusan harus

didasarkan dengan alat-alat bukti dipersidangan dan dengan alat bukti tersebut

menimbulkan keyakinan hakim tentang tindak pidana tersebut.

Sistem Pembuktian Menurut KUHAP

Sistem pembuktian yang dianut oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah sistem atau teori pembuktian

berdasarkan Undang-Undang Negatif (negatief wettelijke). Hal tersebut dapat

dilihat dalam Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) yang isinya :

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada orang kecuali apabila

dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh

keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa

terdakwa yang bersalah melakukannya.

28 Yahya Harahap. Op.cit. Hal.279.

Page 42: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

29

Dengan demikian Pasal 183 KUHAP mengatur untuk menentukan salah

atau tidaknya seorang terdakwa dan untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa,

harus :

a. Kesalahannya terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah

b. Dan atas keterbuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah,

hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi

dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.29

M. Yahya Harahap30

berpendapat :

“Alasan pembuat undang-undang merumuskan Pasal 183 KUHAP

ditujukan untuk mewujudkan suatu ketentuan yang seminimal mungkin

dapat menjamin “tegaknya kebenaran sejati” serta “tegaknya keadilan dan

kepastian hukum”. Dari penjelasan Pasal 183 KUHAP pembuat undang-

undang telah menentukan pilihan bahwa sistem pembuktian yang paling

tepat dalam kehidupan penegak hukum di Indonesia adalah sistem

pembuktian menurut undang-undang secara negatif demi tegaknya

keadilan, kebenaran, dan kepastian hukum.”

Wirjono Prodjodikoro seperti yang dikutip oleh Andi Hamzah31

:

“Bahwa sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif

sebaiknya dipertahankan berdasarkan dua alasan, Pertama memang sudah

selayaknya harus ada keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa untuk

dapat menjatuhkan suatu hukuman pidana, janganlah hakim terpaksa

memidana orang sedangkan hakim tidak yakin atas kesalahan terdakwa.

Kedua, ialah berfaedah jika ada aturan yang mengikat hakim dalam

menyusun keyakinannya, agar ada patokan-patokan tertentu yang harus

diturut oleh hakim dalam melakukan peradilan.”

R. Soesilo32

, berpendapat bahwa sehubungan dengan masalah kekuatan

pembuktian dari alat-alat bukti yang diajukan di persidangan, maka hakim dalam

29 Ibid. Hal. 280.

30

Ibid. Hal. 256-259.

31

Andi Hamzah. Opcit. Hal. 264.

32

R. Soesilo. Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana menurut KUHAP

bagi penegak Hukum). Bogor: Politeria. 1982. Hal. 109.

Page 43: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

30

memeriksa perkara pidana dalam sidang pengadilan senantiasa berusaha untuk

membuktikan :

a. Apakah betul suatu peristiwa itu terjadi;

b. Apakah betul suatu peristiwa tersebut merupakan tindak pidana;

c. Apa sebab-sebabnya peristiwa itu terjadi;

d. Siapakah orang yang bersalah melakukan peristiwa itu.

D. Alat-Alat Bukti Dalam KUHAP

Alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana, diatur dalam Pasal 184

ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), yaitu:

a. Keterangan Saksi;

b. Keterangan Ahli;

c. Surat;

d. Petunjuk;

e. Keterangan terdakwa.

Dari alat bukti di atas hakim memeriksa untuk memperoleh kebenaran

materiil dari kejadian yang terjadi dan hakim tidak boleh memeriksa selain alat

bukti tersebut.

Sebagaimana yang diuraikan terlebih dahulu, Pasal 184 ayat (1) KUHAP

telah menentukan secara limitatif alat bukti yang sah menurut undang-

undang. Diluar alat bukti itu,tidak dibenarkan dipergunakan untuk

membuktikan kesalahan terdakwa. Ketua sidang, penuntut umum, terdakwa

dan penasehat hukum terikat dan terbatas hanya diperbolehkan

mempergunakan alat-alat bukti itu saja. Mereka tidak leluasa mempergunakan

alat bukti yang dikehendakinya diluar alat bukti yang ditentukan Pasal 184

ayat (1). Yang dinilai sebagai alat bukti, dan yang dibenarkan mempunyai

kekuatan pembuktian hanya terbatas pada alat-alat itu saja. Pembuktian

Page 44: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

31

dengan alat bukti diluar jenis alat bukti tersebut pada Pasal 184 ayat (1), tidak

mempunyai nilai serta mempunyai kekuatan pembuktian yang mengikat.33

Tidak setiap hal harus dibuktikan dalam persidangan, Pasal 184 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

yang rumusan ini disebut sebagai notoire feiten notorious (generally known) yang

disebut sebagai hal yang sudah umum diketahui. Hal-hal yang bersifat umum

yang diketahui oleh setiap orang secara patut maka tidak perlu dibuktikan.

Biasanya dalam hal ini adalah berdasarkan pengalaman setiap manusia secara

umum karena hal ini sudah diketahui dan sudah menjadi kebiasaan sehari-hari.

Dari penjelasan Pasal 184 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) diterapkan :

1. Majelis hakim dapat menarik dan mengambilnya sebagai suatu kenyataan

yang dapat dijadikan sebagai fakta tanpa membuktikan lagi;

2. Akan tetapi kenyataan yang diambil hakim dari notoire feiten, tidak bisa

berdiri sendiri membuktikan kesalahan terdakwa. Tanpa dikuatkan oleh

alat bukti yang lain, kenyataan yang ditarik dan diambil hakim adri

notoire feiten tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan

kepada terdakwa. Bukankah pada hakikatnya notoire feiten tidak

tergolong alat-alat bukti yang diakui oleh undang-undang sebagaimana

disebutkan secara limitatif dalam Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hal yang

secara umum sudah diketahui hanyalah merupakan penilaian terhadap

sesuatu pengalaman dan kenyataan tertentu saja. Bukan sesuatu yang

dapat membuktikan kesalahan terdakwa secara menyeluruh.34

a. Keterangan Saksi

Menurut Pasal 1 butir (26) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) merumuskan bahwa:

33 M. Yahya Harahap. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta : Sinar

Grafika. 2002. Hal.252.

34

Ibid. Hal. 276.

Page 45: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

32

“Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan

penyidik, penuntutan dan pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia

dengar sendiri, ia lihat, dan ia alami sendiri.”

Aturan mengenai pembuktian saksi terdapat dalam Pasal 185 ayat 1 sampai

7 KUHAP. Keterangan saksi yang dimaksud dalam Pasal 184 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ini adalah saksi

sebagai alat bukti yang dihadirkan dalam sidang pengadilan agar hakim dapat

menilai keterangan-keterangan saksi itu, yang ditinjau dari sudut dapat atau tidak

dipercaya, berdasarkan tinjauan terhadap pribadi, gerak geriknya dan yang lain-

lain.

Saksi yang dihadirkan dalam persidangan nantinya akan disumpah agar

mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat dan nantinya dapat dijadikan

pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara pidana. Disebutkan dalam

Pasal 160 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) bahwa saksi wajib untuk disumpah atau janji dalam setiap akan

dimintai keterangannya di persidangan sesuai dengan agamanya masing-masing.

Kemudian lafal sumpah atau yang diucapkan berisi bahwa saksi akan memberikan

keterangan yang sebenar-benarnya dan tidak lain dari yang sebenarnya yang

dilakukan sebelum saksi memberikan keterangannya dalam persidangan dan jika

dalam keadaan perlu oleh hakim pengadilan sumpah atau janji ini dapat diucapkan

sesudah saksi memberikan keterangannya sesuai dengan Pasal 160 ayat (4)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Jika saksi yang dihadirkan tidak disumpah karena permintaan sendiri atau

pihak yang lain tidak bersedia saksi untuk disumpah karena saksi ditakutkan akan

Page 46: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

33

berpihak pada salah satu pihak, maka keterangan dari saksi tersebut tetap

digunakan, akan tetapi sifatnya hanya digunakan sebagai tambahan alat bukti sah

yang lain.

Selain itu saksi yang karena jabatannya tidak dapat menjadi saksi akan

tetapi mereka tetap bersedia menjadi saksi maka dapat diperiksa oleh hakim akan

tetapi tidak disumpah karena itu merupakan perkecualian relatif karena

menyimpan rahasia jabatan. Saksi yang dihadirkan diharapkan sudah dewasa

sehingga keterangannya bisa dipercaya dan dapat dipertanggung jawabkan.

Saksi yang menolak mengucapkan sumpah atau janji di depan pengadilan

saat akan diambil keterangannya tanpa suatu alasan yang sah maka saksi tersebut

dapat dikenakan sandera yang didasarkan penetapan hakim ketua sidang, paling

lama penyanderaan adalah empat belas hari (Pasal 161 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana).

Pengertian umum keterangan saksi ada dalam Pasal 1 butir 27 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang

merumuskan sebagai berikut :

"Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang

berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia

dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan

dari pengetahuannya itu".

Dengan demikian kesaksian yang didengar dari orang lain atau biasa disebut

dengan "testimonium de auditu" bukan merupakan keterangan saksi. Begitu pula

pendapat maupun rekaan yang diperoleh dari hasil pemikiran saja bukan

Page 47: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

34

merupakan keterangan saksi (Pasal 185 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Hukum Acara Pidana).

Dari penegasan rumusan Pasal 1 butir 27 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dihubungkan dengan Pasal 135

ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), Pidana dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

a. Setiap keterangan saksi di luar dari yang didengarnya sendiri dalam

peristiwa pidana yang terjadi atau di luar dari yang dilihat dan dialaminya

dalam peristiwa pidana yang terjadi, keterangan yang diberikan di luar

pendengaran, penglihatan atau pengalaman sadar mengenai suatu

peristiwa pidana terjadi, tidak dapat dijadikan dan dinilai sebagai alat

bukti. Keterangan semacam ini tidak memiliki kekuatan nilai

pembuktian.

b. Testimonium de auditu keterangan saksi yang diperoleh sebagai hasil

pendengarannya dari orang lain, tidak mempunyai nilai sebagai alat

bukti. Keterangan saksi di sidang pengadilan berupa keterangan ulang

dari yang didengarnva dari orang lain, keterangan saksi seperti ini tidak

dapat dianggap sebagai alat bukti.

c. Pendapat atau rekaan yang saksi peroleh dari pemikiran bukan

merupakan keterangan. Penegasan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 185

ayat (5) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Oleh karena itu

setiap keterangan saksi yang bersifat pendapat atau hasil pemikiran saksi

harus dikesampingkan dari pernbuktian dalam membuktikan kesalahan

terdakwa. Keterangan yang bersifat dan berwarna pendapat dan

pemikiran pribadi saksi tidak dapat dinilai sebagai alat bukti.35

Mengenai keterangan saksi de auditu ini, Mr. S.M. Amin36

dalam bukunya

"Hukum Acara Pengadilan Negeri" telah memberikan penjelasan sebagai berikut :

"Kesaksian de auditu adalah keterangan tentang kenyataan-kenyataan, dan

hal-hal yang didengar, dilihat atau dialami bukan oleh saksi sendiri akan

tetapi keterangan-keterangan yang disampaikan oleh orang lain kepadanya

mengenai kenyataan-kenyataan dan hal-hal yang didengar, dilihat atau

dialami sendiri oleh orang lain tersebut".

35 M. Yahya Harahap. Op.cit. Hal. 266.

36

Leden Marpaung. Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Ekonomi. Jakarta : Sinar

Grafika. Jakarta. 1994. Hal. 33.

Page 48: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

35

Tidak setiap orang dapat menjadi saksi dalam persidangan, selain karena

ketidak cakapannya menjadi saksi, yang tidak dapat menjadi terutama karena

mempunyai hubungan dekat dengan terdakwa karena cenderung tidak bernilai

obyektif dan cenderung membela terdakwa, diantaranya :

a. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus keatas atau ke bawah

sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai

terdakwa, (Pasal 168 butir a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana);

b. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara

ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena

perkawinan, dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga, (Pasal

168 butir b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana);

c. Suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-

sama sebagai terdakwa, (Pasal 168 butir c Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Hukum Acara Pidana);

d. Orang yang mempunyai hubungan pekerjaan, harkat, martabat, atau

jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia yang ditentukan undang-undang.

Kemudian dalam Pasal 171 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) ditentukan saksi yang tidak disumpah

yaitu:

a. Anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah

kawin;

Page 49: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

36

b. Orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun ingatannya baik kembali.

Dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan bahwa anak yang belum berumur

lima belas tahun, demikian juga orang yang sakit ingatan, sakit jiwa, sakit

gila meskipun kadang-kadang saja, yang dalam ilmu penyakit jiwa disebut

psychopaat, mereka ini tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sempurna

dalam hukum pidana maka mereka tidak dapat diambil sumpah atau janji

dalam memberikan keterangan, karena itu keterangan mereka hanya dipakai

sebagai petunjuk saja.

Keterangan saksi agar menjadi kuat maka harus dihadirkan saksi lebih dari

seorang dan minimal ada dua alat bukti karena keterangan dari seorang saksi saja

tanpa ada alat bukti yang lain tidak cukup membuktikan bahwa terdakwa benar-

benar bersalah terhadap dakwaan yang didakwakan kepadanya (unus testis nullus

testis).

Dalam hal terdakwa memberikan keterangan yang mengakui kesalahan yang

didakwakan kepadanya, keterangan seorang saksi sudah cukup untuk

membuktikan kesalahan terdakwa, karena disamping keterangan saksi tunggal

itu, telah terpenuhi ketentuan minimum pembuktian dan the degree of evidence

yakni keterangan saksi ditambah dengan alat bukti keterangan terdakwa.

Dengan ini dapat disimpulkan bahwa persyaratan yang dikehendaki Pasal 185

ayat (2) adalah :

1) Untuk dapat membuktikan kesalahan terdakwa paling sedikit harus

didukung oleh dua orang saksi;

2) Atau kalau saksi yang ada hanya terdiri dari seorang saja maka kesaksian

tunggal itu harus dicukupi atau ditambah dengan salah satu alat bukti yang

lain.37

Keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama dalam

pemeriksaan perkara pidana. Dalam Pasal 185 ayat (6) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk menilai kebenaran

keterangan saksi hakim harus memperhatikan:

a) Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lainnya;

b) Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti yang lain;

37 Ibid. Hal. 288.

Page 50: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

37

c) Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan

yang tertentu;

d) Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya

dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.

b. Keterangan Ahli

Keterangan ahli merupakan keterangan dari pihak diluar kedua pihak yang

sedang berperkara, dimana yang digunakan adalah keterangan berkaitan dengan

ilmu pengetahuannya dalam perkara yang dipersidangkan sehingga membuat

terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Keterangan ahli

sebagai alat bukti diatur dalam Pasal 186 KUHAP menunjukkan keterangan ahli

dari segi pembuktian, yaitu:

Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang Pengadilan

(Pasal 186 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana).

Penjelasan :

1. Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh

penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam bentuk laporan dan

dibuat dengan mengikat sumpah diwaktu ia menerima jabatan atau

pekerjaan.

2. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan di penyidik atau

penuntut umum, maka pada waktu pemeriksaan di sidang, diminta untuk

memberikan keterangan (ahli) dan dicatat dalam Berita Acara Pemeriksaan

(berita acara pemeriksaan persidangan) Pasal 179 ayat (1) dan (2) KUHAP.

Maka setiap orang yang diminta pendapatnya untuk memberikan keterangan

ahli secara lisan di persidangan jo. Pasal 180 ayat (1), Pasal 186 dan

penjelasan jo. Pasal 1 butir 28 KUHAP, jo. Pasal 184 ayat (1) sub b

KUHAP, jo. Stb. 1937 No.350, yang mendasarkan dari berbagai pasal

tersebut, berdasarkan fungsi dan tugas serta kewenangan yang dimiliki

masing-masing ahli itu, disebabkan alasan karena keahliannya itu, dapat

meliputi :

1. Ahli kedokteran forensik atau;

2. Dokter, bukan ahli kedokteran forensik (jo.Stb.1937 no.3500; atau;

3. Ahli lainnya, yaitu keterangan yang diberikan oleh orang yang memenuhi

syarat-syarat atau kriteria Pasal 1 butir 28 KUHAP; atau

Page 51: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

38

4. Saksi ahli yaitu keterangan orang ahli yang menyaksikan tentang suatu

hal (pokok soal, materi pokok) yang diperlukan, kemudian memeriksa

(meneliti, menganalisa) serta mengemukakan pendapatnya berdasarkan

keahliannya yaitu, selanjutnya dengan menarik kesimpulan daripadanya,

untuk membuat jelas suatu perkara pidana, yang berguna bagi

kepentingan pemeriksaan.38

Sedangkan dalam Pasal 1 angka 28 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menerangkan lebih lanjut mengenai

pengertian keterangan ahli, yaitu:

“Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang

memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat

terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.”

Pasal 184 (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana (KUHAP), pembentuk undang-undang meletakkan keterangan ahli

dalam urutan kedua hal ini dinilai bahwa dalam pemeriksaan perkara pidana

sangat dibutuhkan dikarenakan perkembangan ilmu dan teknologi telah

berdampak terhadap kualitas metode kejahatan yang memaksa para penegak

hukum harus bisa mengimbanginya dengan kualitas metode pembuktian yang

memerlukan pengetahuan, dan keahlian.

Pasal yang mengatur tentang keterangan ahli dalam Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terdapat dalam

Pasal 1 angka 28, Pasal 120, Pasal 133, Pasal 179, Pasal 180 dan Pasal 186.

Dikatakan, bahwa keterangan ahli amat diperlukan dalam setiap tahapan

pemeriksaan, oleh karena ia diperlukan baik dalam tahap penyidikan, tahap

penuntutan, maupun tahap pemeriksaan di sidang pengadilan. Jaminan

akurasi dari hasil-hasil pemeriksaan atas keterangan ahli atau para ahli

didasarkan pengetahuan dan pengalamannya dalam bidang-bidang

keilmuannya, akan dapat menambah data, fakta dan pendapatnya, yang dapat

38 Ibid. Hal. 72-73.

Page 52: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

39

ditarik oleh Hakim dalam menimbang-nimbang berdasarkan pertimbangan

hukumnya, atas keterangan ahli itu dalam memutus perkara yang

bersangkutan. Sudah tentu, masih harus dilihat dari kasus perkasus dari

perkara tindak pidana tersebut masing-masing, atas tindak pidana yang

didakwakan pada terdakwa dalam surat dakwaan dari penuntut umum di

sidang pengadilan.39

Keterangan yang diberikan oleh ahli harus diberikan di suatu persidangan

yang terbuka untuk umum. Salah satu syarat seorang ahli untuk memberikan

keterangan adalah disumpah dalam persidangan agar keterangan yang diberikan

sesuai dengan pengetahuannya dan syarat yang lainnya adalah ahli memberikan

keterangan berdasarkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Jika dalam

persidangan seorang ahli tidak dapat hadir, maka dapat memberikan

keterangannya dalam surat yang nantinya dibacakan disidang pengadilan yang

sebelumnya juga diangkat sumpah pada ahli.

Keterangan ahli dapat juga diberikan untuk membantu pada waktu

pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum sesuai dalam Pasal 120 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang

nantinya dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan ahli mengingat sumpah

jabatan waktu pertama menerima jabatannya dan diucapkan dimuka penyidik

bahwa ahli akan memberi keterangan menurut pengetahuannya sebaik-baiknya.

Akan tetapi ada pengecualian bagi ahli untuk tidak memberikan keterangannya

dalam pengadilan yaitu dalam suatu hal karena pekerjaan atau jabatan, harkat dan

martabat yang mewajibkan ahli menyimpan rahasia dapat menolak untuk

memberikan keterangan yang diminta.

39 R. Soeparmono. Keterangan Ahli & Visum Et Repertum dalam Aspek Hukum Acara Pidana.

Bandung: Mandar Maju. 2002. Hal. 3.

Page 53: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

40

Ahli dalam Pasal 133 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) menekankan kepada ahli dalam kedokteran

forensik yang menangani korban baik luka, keracunan ataupun mati yang

diakibatkan suatu tindak pidana. Untuk itu disetiap satuan kepolisian diperlukan

tim ahli dalam kedokteran forensik, psikiatri, antropologi forensik, ilmu kimia

forensik, fisika forensik dan lain sebagainya untuk membantu penyidikan dalam

mengungkap kasus dan mempermudah proses identifikasi korban, tersangka

ataupun barang bukti yang ada dalam tindak pidana. Tindakan yang dilakukan

oleh tim ahli disini harus dijalankan dengan baik dan penuh tanggung jawab

berdasarkan sumpah jabatan dan profesi yang diembannya.

I Ketut Martika dan Djoko Prakoso40

berpendapat, bahwa:

Keterangan ahli dalam KUHAP dapat dilakukan pemeriksaan ulang atau

penelitian ulang karena diperlukan/ dibutuhkan oleh hakim kepada ahli

apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat

hukum terhadap hasil keterangan ahli tersebut yang diatur dalam Pasal 180

(2),(3), dan (4) KUHAP.

Seorang ahli yang dihadirkan dipersidangan tidak hanya ahli dalam

kedokteran forensik saja akan tetapi juga ahli dalam bidang tertentu yang

berkaitan dengan pemeriksaan di persidangan sesuai dalam Pasal 179 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bisa

dihadirkan oleh hakim, penuntut umum, dan penasehat hukum. Ahli di

persidangan yang bertugas membantu hakim, penuntut umum, penasehat hukum

dan terdakwa mengenai segala sesuatu yang tidak diketahuinya yang dapat

40 I Ketut Martika & Djoko Prakoso. Dasar-dasar Ilmu Kedokteran Kehakiman. Jakarta: Rineka

Cipta. 1992. Hal. 66.

Page 54: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

41

diketahui mengenai keterangan ahli yang mempunyai keahlian khusus dalam

masalah yang hendak dibuat menjadi jelas dan terang, dan tujuan pemeriksaan

ahli ini untuk membuat terang perkara pidana yang sedang dihadapi. Sifat dari

keterangan ahli ini menunjukkan suatu keadaan tertentu atau suatu hal dan belum

menunjukkan mengenai siapa yang dapat dipersalahkan dalam suatu perkara

tindak pidana yang bersangkutan.

Yahya Harahap41

berpendapat:

Apa yang dapat diambil dari Pasal 1 angka 28, dikaitkan dengan ketentuan

Pasal 184 ayat (1) huruf b dan Pasal 186, agar keterangan ahli dapat bernilai

sebagai alat bukti yang sah :

1. Harus merupakan keterangan yang diberikan oleh seorang yang

mempunyai keahlian khusus tentang sesuatu yang ada hubungannya

dengan perkara pidana yang sedang diperiksa.

2. Sedang keterangan yang diberikan seorang ahli, tapi tidak mempunyai

keahlian khusus tentang suatu keadaan yang ada hubungannya dengan

perkara pidana yang bersangkutan, tidak mempunyai nilai sebagai alat

bukti yang sah menurut undang-undang.

Adanya tata cara pembuktian dari ahli sebagai alat bukti di tahap

penyidikan dengan menggunakan laporan atau dalam bentuk surat sesuai dalam

Pasal 133 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) dan meminta keterangan ahli secara lisan di sidang pengadilan

berdasarkan Pasal 179 dan 186 menimbulkan dualisme, terutama yang berasal dari

laporan atau visum et repertum yaitu :

a) Pada suatu alat bukti keterangan ahli yang berbentuk laporan atau visum et

repertum, tetap dapat dinilai sebagai alat bukti keterangan ahli;

b) Pada sisi lain alat bukti keterangan ahli yang berbentuk laporan, juga

menyentuh alat bukti surat yang terdapat dalam Pasal 187 huruf c KUHAP.42

41 Yahya Harahap. Op.cit. Hal. 299.

Page 55: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

42

Untuk menjawab dualisme di atas maka yang dapat dijadikan pedoman

adalah pendapat hakim akan mempergunakan nama alat bukti apa yang akan

diberikan karena keduanya sama-sama bersifat kekuatan pembuktian yang bebas

dan tidak mengikat, hakim bebas menentukan apakah akan membenarkan alat

bukti tersebut atau malah akan menolaknya.

Nilai kekuatan pembuktian dengan keterangan ahli tidak jauh berbeda

dengan keterangan saksi yaitu :

1. Mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang bebas atau vrij bewijskaracht

yang ditentukan oleh penilaian hakim apakah akan menerima keterangan

dari ahli tersebut atau akan menolaknya.

2. Keterangan ahli yang berdiri sendiri dan tidak didukung oleh alat bukti yang

lain tidak memadai untuk membuktikan tentang tidak atau bersalahnya

terdakwa. Oleh karena itu agar keterangan ahli dapat digunakan sebagai

dasar memutus perkara pidana oleh hakim harus disertai dengan alat bukti

yang lain.43

Suatu kasus akan sering terdapat dua keterangan ahli yang digunakan yaitu

keterangn ahli yang berupa laporan dan juga berasal dari keterangan yang

diberikan secara lisan di pengadilan. Jika keterangan ahli tersebut menjelaskan hal

yang sama maka alat bukti keterangan ahli masih bernilai satu alat bukti, akan

tetapi jika keterangan ahli ini yang berupa laporan dan juga dari keterangan lisan

di sidang pengadilan menunjukkan suatu keadaan yang berbeda dan menunjukan

hal yang berkesesuaian antara satu dengan yang lainnya maka dapat dinyatakan

bahwa keterangan ahli tersebut ada dua alat bukti keterangan ahli yang sah yang

masing-masing berdiri sendiri dan telah memenuhi batas minimum pembuktian

42 Ibid. Hal. 303.

43

Ibid. Hal. 253.

Page 56: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

43

berdasarkan Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana (KUHAP).

c. Surat

A Plito seperti yang dikutip oleh Martiman Prodjohamidjojo44

:

“Pengertian surat adalah pembawa tanda tangan bacaan yang berarti, yang

menterjemahkan suatu isi pikiran. Tidak termasuk kata surat, adalah foto

dan peta, sebab benda ini tidak memuat tanda bacaan, surat sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 187 KUHAP dimaksudkan adalah surat-surat yang

dibuat oleh pejabat-pejabat resmi yang terbentuk berita acara, akta, surat

keterangan ataupun surat yang lain yang mempunyai hubungan dengan

perkara yang sedang diadili.”

Surat sebagai alat bukti diatur dalam Pasal 187 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menurut

ketentuan ini:

“Surat yang dinilai dengan alat bukti yang sah di persidangan menurut

undang-undang yaitu surat yang dibuat atas sumpah jabatan dan atau surat

yang dikuatkan dengan sumpah. Alat bukti surat menurut definisi Asser-

Anema yaitu segala sesuatu yang mengandung tanda-tanda baca yang dapat

dimengerti, dimaksud untuk mengeluarkan isi pikiran.”45

Sebagai syarat dalam menentukan dapat atau tidaknya suatu surat itu

dapat dikategorikan sebagai suatu alat bukti yang sah ialah bahwa surat-surat itu

harus dibuat di atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah. Surat resmi

yang dimaksud dalam Pasal 187 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) berbentuk berita acara, akte, surat keterangan

ataupun surat lain yang mempunyai hubungan dengan perkara yang diadili.

Berdasarkan bunyi Pasal 187 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP):

44 Martiman Prodjohamidjojo. Komentar Atas KUHAP. Jakarta : Pradya Paramitha. 1983. Hal.

24.

45

Andi Hamzah. Op.cit. Hal. 276.

Page 57: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

44

“Surat sebagaimana dimaksud Pasal 184 ayat (1) huruf c Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dibuat atas

sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:

a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat

umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat

keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau

yang dialaminya sendiri disertai dengan alasan yang jelas dan tegas

tentang keterangan itu;

b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam

tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan

bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;

c. Surat keterangan dari seorang ahli yamng memuat pendapat

berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan

yang diminta secara resmi daripadanya;

d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi

dan alat pembuktian yang lain”.

Bunyi dalam Pasal 187 huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), berbeda dengan ketentuan dalam huruf

a,b dan c karena huruf d menunjukkan surat secara umum yang tidak berlandaskan

sumpah jabatan dan sumpah di sidang pengadilan yang bersifat resmi dan

cenderung bersifat pribadi. Penjelasan selanjutnya menyebutkan bahwa

berlakunya alat bukti surat lain harus mempunyai hubungan dengan alat bukti lain

agar mempunyai kekuatan pembuktian artinya alat bukti surat lain tidak dapat

berdiri sendiri secara utuh.

Bentuk surat lain yang diatur dalam huruf d “hanya dapat berlaku” jika

isinya mempunyai hubungan dengan alat pembuktian yang lain. Nilai

berlakunya masih digantungkan dengan alat bukti yang lain. Kalau isi

surat itu atau kalau alat pembuktian yang lain itu terdapat salng hubungan,

barulah surat itu berlaku dan dinilai sebagai alat bukti surat.46

Berdasarkan psssasal diatas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak mengatur tentang kekuatan pembuktian dari

46 Yahya Harahap. Op.cit. Hal. 309.

Page 58: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

45

surat lain karena tidak mempunyai bobot sebagai alat bukti hanya mengatur surat-

surat resmi saja. penerapan surat lain sebagai bentuk alat bukti surat terlihat ganjil

karena jika suatu alat bukti surat digantungkan dengan alat bukti yang lain yaitu

jika mempunyai hubungan isinya dengan alat bukti yang lain sehingga terkesan

tidak mempunyai nilai pembuktian bahkan cenderung menjadi alat bukti petunjuk

yang intinya saling menghubungkan antara alat bukti satu dengan yang lainnya

sehingga tercipta suatu urutan suatu peristiwa yang terjadi dalam perkara pidana

yang diperiksa di sidang pengadilan.

Pasal 187 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) dapat diartikan bahwa pejabat yang mempunyai wewenang

untuk membuat surat-surat tersebut, dibebaskan untuk menghadap sendiri

dipersidangan dan pembacaan surat-surat tersebut telah dianggap mempunyai

kekuatan bukti yang sama dengan apabila mereka menerangkan sendiri secara

lisan dihadapan persidangan pengadilan.

Surat yang dijadikan sebagai alat bukti di pengadilan biasanya berasal dari

kedokteran forensik yang meneliti barang bukti yang ditemukan di tempat

kejadian perkara (TKP) yang kemudian diteliti dimana barang bukti mati

kemudian dituangkan dalam bentuk surat dan dapat dijadikan suatu pegangan bagi

hakim untuk memutus suatu tindak pidana yang bersangkutan karena barang bukti

mati tersebut tidak bisa berbohong dan terdakwa tidak bisa mengelak jika barang

bukti tersebut telah nyata menunjukkan bahwa terdakwa telah melakukan tindak

pidana yang dituntutkan kepadanya.

Page 59: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

46

Nilai kekuatan pembuktian surat menurut Yahya Harahap47

jika dinilai

dari segi teoritis serta dihubungkan dengan prinsip pembuktian dalam Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat

dibedakan menjadi 2, yaitu :

1. Ditinjau dari segi formal

Alat bukti yang disebut pada Pasal 187 huruf a,b dan c adalah alat bukti

yang sempurna sebab bentuk surat-surat ini dibuat secara resmi menurut

formalitas yang ditentukan peraturan perundang-undangan. Alat bukti

surat resmi mempunyai nilai pembuktian formal yang sempurna dengan

sendirinya bentuk dan isi surat tersebut :

a. Sudah benar, kecuali dapat dilumpuhkan dengan alat bukti yang lain;

b. Semua pihak tak dapat lagi menilai kesempurnaan bentuk dan

pembuatannya;

c. Juga tak dapat lagi menilai kebenaran keterangan yang dituangkan

pejabat yang berwenang didalamnya sepanjang isi keterangan tersebut

tidak dapat dilumpuhkan dengan alat bukti yang lain;

d. Dengan demikian ditinjau dari segi formal, isi keterangan yang tertuang

di dalamnya, hanya dapat dilumpuhkan dengan alat bukti lain, baik

berupa alat bukti keterangan saksi, keterangan ahli atau keterangan

terdakwa.

2. Ditinjau dari segi materiil

Alat bukti surat tidak mempunyai kekuatan mengikat sama dengan alat

bukti saksi, dan ahli yang sama-sama mempunyai nilai pembuktian yang

bersifat bebas yang penilaiannya digantungkan dari pertimbangan hakim.

Ketidakterikatannya hakim atas alat bukti surat tersebut didasarkan pada

beberapa asas, antara lain :

a. Asas proses pemeriksaan perkara pidana adalah untuk mencari

kebenaran materiil atau kebenaran sejati (materiel waarheid), bukan

mencari kebenaran formal. Nilai kebenaran dan kesempurnaan formal

dapat disingkirkan demi untuk mencapai dan mewujudkan kebenaran

materiil atau kebenaran sejati yang digariskan oleh penjelasan Pasal

183 KUHAP yang memikul kewajiban bagi hakim untuk menjamin

tegaknya kebenaran, keadilan, kepastian hukum bagi seseorang.

b. Asas keyakinan hakim sesuai yang terdapat dalam Pasal 183 KUHAP

yang menganut ajaran sistem pembuktian menurut undang-undang

secara negatif. Dimana hakim dalam memutus harus berdasarkan

sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, dan dengan alat bukti

tersebut hakim memperoleh keyakinan bahwa terdakwa itu bersalah

atau tidak. Hakim diberi kebebasan untuk menentukan putusan yang

diambilnya dengan tetap memperhatikan tanggung jawab dengan

47 Ibid. Hal. 309-312.

Page 60: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

47

moral yang tinggi atas landasan tanggung jawab demi mewujudkan

kebenaran sejati.

c. Asas batas minimum pembuktian yaitu sesuai dengan Pasal 183

KUHAP hakim dalam memberikan putusan harus berdasarkan

minimal dua alat bukti dan dengan alat bukti tersebut hakim

memperoleh keyakinan untuk memberikan keputusan dipersidangan.

d. Petunjuk

Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau karena keadaan yang karena

persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak

pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa

pelakunya. Alat bukti petunjuk diatur dalam Pasal 188 ayat (1), (2), (3) Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Dari bunyi Pasal 188 ayat (1) KUHAP dijumpai kata-kata “menandakan”

yang maksudnya adalah bahwa justru oleh karena tidak mungkin dapat

diperoleh oleh karena tidak mungkin dapat diperoleh kepastian mutlak

bahwa terdakwa benar-benar telah bersalah melakukan perbuatan yang

didakwakan kepadanya secara pasti, maka dari kata-kata demikian

dipergunakan kepadanya secara pasti, maka dari kata-kata demikian

dipergunakan, sehingga dari sekian banyak petunjuk yang ada telah dapat

terbukti. Bahwa perbuatan, kejadian atau keadaan yang dianggap sebagai

petunjuk haruslah ada kesesuaian antara satu dengan yang lain, karena justru

pada persesuaian itulah letak kekuatan utama dari petunjuk-petunjuk sebagai

sebagai alat bukti. Dan dari bunyi Pasal 188 (1), yang menyatakan bahwa

diantara petunjuk-petunjuk itu harus ada “persesuaian”, maka hal itu berarti

bahwa sekurang kurangnya harus ada dua petunjuk untuk memperoleh bukti

yang sah, namun kalau bunyi pasal itu lebih diteliti lagi ternyata satu satu

perbuatan saja yang ada persesuaiannya dengan tindak pidana itu, ditambah

dengan satu alat bukti yang lain dan yang berkesesuaian keseluruhannya,

maka sudah cukup alasan untuk menyatakan bahwa menurut hukum

perbuatan yang didakwakan telah terbukti.48

Pasal 188 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) menegaskan bahwa petunjuk itu diperoleh dari

keterangan saksi, surat, dan juga keterangan dari terdakwa dimana diantara

48 I Ketut Martika & Djoko Prakoso. Op.cit. Hal. 44.

Page 61: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

48

ketiganya harus ada kesesuaian dan saling berhubungan. Persesuaian antara

perbuatan, kejadian satu sama lain menunjukkan adanya suatu tindak pidana atau

tidak, jika tidak ada persesuaian diantara ketiga alat bukti diatas maka belum bisa

ditentukan itu merupakan petunjuk dan yang dapat melakukan penilaian itu

merupakan petunjuk dalam setiap keadaan atau bukan adalah hakim, dimana harus

melakukan pemeriksaan secara seksama dan cermat berdasarkan hati nuraninya.

Pasal 188 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) menerangkan bahwa:

Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan

tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia

mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan

berdasarkan hati nuraninya.

Bunyi pasal 188 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (KUHAP), sangat berpengaruh dalam setiap penggunaan

alat bukti petunjuk sebagai syarat dan dasar penilaian pembuktian kesalahan

terdakwa, karena nantinya akan berpengaruh terhadap tanggung jawab sebagai

seorang hakim yang merangkai alat bukti yang ada sehingga menjadi dasar

penjatuhan hukuman.

Syarat-syarat untuk dapat dijadikan petunjuk sebagai alat bukti haruslah:

a. Mempunyai persesuaian atau sama lain atas perbuatan yang terjadi.

b. Keadaan-keadaan perbuatan itu berhubungan satu sama lain dengan

sengaja kejahatan yang terjadi.

c. Berdasarkan pengamatan hakim baik dari keterangan terdakwa maupun

saksi di persidangan.49

49 Andi Hamzah dan Indra Dahlan. Perbandingan KUHP, HIR dan Komentar. Jakarta.: Ghalia.

Indonesia. 1984. Hal. 263.

Page 62: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

49

Penggunaan alat bukti petunjuk dalam praktek persidangan sangat dihindari,

bila perlu menggunakan alat bukti yang lainnya kecuali jika dalam keadaan yang

penting dan mendesak sekali maka alat bukti petunjuk dapat digunakan jika alat

bukti yang lain belum mencukupi untuk membuktikan kesalahan terdakwa.

Dinilai juga bahwa alat bukti petunjuk digunakan manakala alat bukti yang lain

belum mencukupi batas minimum pembuktian yang sesuai dala Pasal 183

KUHAP.

Alat bukti petunjuk dalam persidangan dilihat dari persesuaian antara alat

bukti satu dengan yang lainnya sehingga hakim memperoleh gambaran mengenai

proses terjadinya tindak pidana dan penyebab terjadinya tindak pidana. Sumber

dari alat bukti petunjuk diperoleh hakim dengan memperhatikan alat bukti yang

lain sehingga diperoleh persesuaian antara perbuatan, kejadian, atau keadaan yang

sebenarnya. Pasal 188 ayat (2) KUHAP ditentukan secara limitatif untuk mencari

bukti petunjuk yaitu diperoleh dari :

a) Keterangan saksi

b) Surat

c) Keterangan terdakwa

Alat bukti petunjuk tidak mencantumkan alat bukti ahli karena keterangan

ahli diperoleh dari keterangan dari pakar dalam bidang keilmuan yang terkait yang

bersifat subyektif dari pengetahuan masing-masing ahli dan dalam hal ini

kemungkinan besar sudah telah bercampur dengan nilai-nilai budaya, keyakinan,

latar belakang hidup, pendidikan dari ahli itu sendiri dan cenderung akan selalu

membenarkan pendapatnya sehingga tidak bernilai obyektif.

Page 63: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

50

Alat bukti petunjuk baru ada jika sudah ada alat bukti yang lain sehingga

sifatnya menggantungkan alat bukti yang lain atau “asessoir”. Dengan kata lain

alat bukti petunjuk tidak akan pernah ada jika tidak ada alat bukti lain.

Djisman Samosir50

berpendapat bahwa:

“Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap

keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana setelah ia

mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan hati

nuraninya.”

Menurut Yahya Harahap51

sendiri berpendapat bahwa nilai kekuatan

pembuktian petunjuk serupa dengan sifat dan kekuatan alat bukti yang lain yakni:

a) Hakim tidak terikat atas kebenaran persesuaian yang diwujudkan oleh

petunjuk, oleh karena itu hakim bebas menilainya dan

mempergunakannya sebagai upaya pembuktian.

b) Petunjuk sebagai alat bukti, tidak bisa berdiri sendiri membuktikan

kesalahan terdakwa, dia tetap terikat kepada prinsip batas pembuktian.

Oleh karena itu, agar petunjuk mempunyai nilai kekuatan pembuktian

yang cukup, harus didukung dengan sekurang-kurangnya satu alat bukti

yang lain.

e. Keterangan terdakwa

Pengertian keterangan terdakwa diatur dalam Pasal 189 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

merumuskan:

“Keterangan terdakwa ialah apa yang didakwakan di sidang tentang perbuatan

yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.”

50 C. Djisman Samosir. Jaksa dan Hakim dalam Proses Pidana. Bandung. Binacipta. 1985. Hal.

90.

51

Yahya Harahap. Op.cit. Hal.317.

Page 64: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

51

Keterangan terdakwa disini bukan berarti pengakuan terdakwa yang ada

dalam HIR, akan tetapi keterangan terdakwa bersifat lebih luas baik yang

merupakan penyangkalan, pengakuan, ataupun pengakuan sebagian dari perbuatan

atau keadaan. Suatu perbedaan yang jelas antara keterangan terdakwa dengan

pengakuan terdakwa sebagai alat bukti ialah keterangan terdakwa yang

menyangkal dakwaan, tetapi membenarkan beberapa keadaan atau perbuatan yang

menjurus kepada terbuktinya perbuatan sesuai alat bukti lain merupakan alat

bukti. Pengaturan tentang keterangan terdakwa terdapat dalam Pasal 189-193

KUHAP.

Dengan dilihat dengan jelas bahwa keterangan terdakwa sebagai alat bukti

tidak perlu sama atau berbentuk pengakuan. Semua keterangan terdakwa

hendaknya didengar. Apakah itu berbentuk penyangkalan, pengakuan, ataupun

pengakuan sebagai dari perbuatan atau keadan. Tidak perlu hakim

mempergunakan seluruh keterangan seorang terdakwa atau saksi, demikian

menurut HR dengan arrest-nya tanggal 22 Juni 1944, NJ.44/45 No.59.

sedangkan pengakuan sebagai alat bukti mempunyai syarat-syarat berikut.

a. Mengaku ia yang melakukan delik yang didakwakan

b. Mengaku ia bersalah.52

Menurut Memorie van Toelichting Ned Sv. Penyangkalan terdakwa atas

dakwaan yang ditujukan pada dirinya boleh menjadi alat bukti yang sah, hal ini

lah yang menjadi konsekuensi penggunaan kata keterangan terdakwa sehingga

hakim harus mendengarkan penyangkalan dan pengakuan dari terdakwa.

Keterangan terdakwa yang dapat diambil sebagai alat bukti yang sah harus

mengandung beberapa asas, yaitu :

1. Keterangan terdakwa dinyatakan disidang pengadilan.

52 Andi Hamzah. Op.cit. Hal.278.

Page 65: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

52

2. Keterangan terdakwa bisa menjadi alat bukti jika dikemukakan disidang

pengadilan, baik itu yang berbentuk penjelasan yang diutarakan sendiri,

penjelasan ataupun jawaban terdakwa yang diajukan kepadanya oleh hakim,

penuntut umum atau penasehat hukum baik yang berbentuk penyangkalan

ataupun pengakuan. Ada juga keterangan terdakwa yang dikemukakan diluar

persidangan seperti pada waktu penyidikan dan penyelidikan di kepolisian

dapat digunakan untuk membantu untuk menemukan bukti disidang asalkan

keterangan didukung oleh suatu alat yang sah sepanjang mengenai hal yang

didakwakan kepadanya (Pasal 189 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Hukum Acara Pidana) dan keterangan yang dinyatakan di luar

sidang sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya. Selain itu

keterangan yang diberikan haruslah dinyatakan di depan penyidik, dicatat

dalam berita acara penyidik, kemudian ditanda tangani oleh penyidik dan

terdakwa;

3. Keterangan terdakwa berisi tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia

ketahui sendiri atau alami sendiri;

4. Keterangan terdakwa hanya mempunyai alat bukti terhadap diri sendiri.

Mengenai kekuatan pembuktian keterangan terdakwa, bahwa seperti alat

bukti yang lainnya untuk menemukan kebenaran materiil maka harus memenuhi

Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), yaitu paling tidak harus memenuhi batas minimum pembuktian dengan

2 alat bukti yang sah, oleh karena itu pada Pasal 189 (4) Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), juga menjelaskan:

Page 66: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

53

Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah

melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai

dengan alat bukti yang lain.

Paling tidak dalam suatu tindak pidana selain keterangan terdakwa harus ada

satu alat bukti lain yang mendukung sehingga hakim dapat mengambil putusan,

selain itu dengan alat bukti tersebut timbul keyakinan hakim atas tindak pidana

tersebut bahwa terdakwa bersalah atau tidak atas dakwaan yang ditujukan

padanya. Kemudian sifat nilai kekuatan pembuktiannya adalah bebas, maka

dengan ini hakim tidak terikat pada nilai kekuatan pembuktian keterangan

terdakwa atau menyingkirkan kebenaran yang terkandung didalamnya, karena

segala sesuatunya harus ada alasan yang logis yang bisa diterima oleh hakim.

Alat bukti yang ada dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tersebut dapat dihadirkan oleh terdakwa

dan juga oleh pihak kejaksaan. Alat bukti yang dihadirkan oleh terdakwa biasanya

terkait untuk meringankan hukuman terdakwa yang sering disebut saksi yang

meringankan sedangkan alat bukti yang dihadirkan oleh jaksa terkesan

memberatkan atau untuk membuktikan bahwa benar telah terjadi tindak pidana

karena peran dari jaksa penuntut umum dalam persidangan adalah sebagai wakil

negara yang harus menyandarkan sikapnya kepada kepentingan masyarakat dan

negara sehingga sifatnya harus bersifat obyektif.

Selain itu dengan alat bukti tersebut hakim telah menemukan keyakinan

bahwa perbuatan tersebut merupakan tindak pidana dan terdakwalah yang

melakukan tindak pidana, jika dengan alat bukti tersebut hakim tidak menemukan

keyakinannya maka alat bukti tersebut tidak bisa dijadikan acuan untuk

Page 67: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

54

membuktikan bahwa itu merupakan tindak pidana. Dalam pemeriksaan perkara

pidana yang sifatnya ingin mengejar kebenaran materiil agar terdakwa diperiksa

jangan membawa-bawa orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya

dan untuk menghindari adanya fitnah terhadap diri orang lain yang tak bersalah.

E. Ilmu Bantu Laboratorium Forensik

1. Pengertian Ilmu Forensik

Forensik (berasal dari bahasa Yunani ’Forensis’ yang berarti debat atau

perdebatan) adalah bidang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk membantu

proses penegakan keadilan melalui proses penerapan ilmu (sains).

Ilmu Forensik adalah ilmu pengetahuan yang menggunakan multi disiplin

untuk menerapkan ilmu pengetahuan alam, kimia, kedokteran, biologi,

psikologi, dan kriminologi dengan tujuan membuat terang atau membuktikan

ada dan tidaknya kasus kejahatan pelanggaran dengan memeriksa barang bukti

atau "physical evidance" dalam kasus tersebut.53

Ilmu forensik (biasa disingkat forensik) merupakan sebuah penerapan dari

berbagai ilmu pengetahuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang

penting untuk sebuah sistem hukum yang mana hal ini mungkin terkait dengan

tindak pidana.

53 http://sirpetermarx.blogspot.com/2009/11/tentang-ilmu-forensik.html (Guru Pinandita

Sumbangsih untuk Prof. Djokosoetono, S.H. , hlm. 279). diakses tanggal 13 Desember 2012

Page 68: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

55

2. Jenis-Jenis Ilmu Forensik

Ilmu-ilmu forensik meliputi semua ilmu pengetahuan yang mempunyai

kaitan dengan masalah kejahatan. Menurut Musa Perdana Kusuma54

; ilmu-

ilmu forensik dapat dibagi menjadi tiga golongan, dilihat dari peranannya

dalam penyelesaian kasus kejahatan yaitu :

a. Ilmu-ilmu forensik yang menangani kejahatan sebagai masalah yuridis.

Dalam golongan ini termasuk hukum pidana dan hukum acara pidana.

b. Ilmu-ilmu forensik yang menangani kejahatan sebagai masalah teknis.

Dalam golongan ini termasuk dalam ilmu kedokteran forensik, ilmu kimia

forensik dan ilmu fisika forensik.

c. Ilmu forensik yang menangani kejahatan sebagai masalah manusia.

Dalam golongan ini termasuk ilmu kriminologi dan psikologi forensik

Sebagai sarana pembantu dalam pengusutan kejahatan, Laboratorium

Forensik merupakan tempat pemeriksaan dalam pengusutan bukti-bukti fisik.

Laboratorium forensik berperan untuk memecahkan masalah-masalah yang

terkandung dalam bukti fisik tersebut.

Criminalistics adalah subdivisi dari ilmu forensik yang menganalisa dan

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bukti-bukti biologis,

bukti jejak, bukti cetakan (seperti sidik jari, jejak sepatu, dan jejak ban mobil),

controlled substances (zat-zat kimia yang dilarang oleh pemerintah karena bisa

menimbulkan potensi penyalahgunaan atau ketagihan), ilmu balistik

(pemeriksaan senjata api) dan bukti-bukti lainnya yang ditemukan pada TKP.

Kemuadian, bukti-bukti tersebut diproses di dalam sebuah laboratorium (crime

lab).55

54 Musa Perdana Kusuma. Bab-Bab tentang Kedokteran Forensik. Jakarta: Ghalia Indonesia.

1983 hal 206

55

http://ozzieside.blogspot.com/2010/03/ilmu-forensik.html diakses tanggal 13 Desember 2012

Page 69: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

56

3. Kewenangan Laboratorium Forensik

Laboratorium Forensik bertugas menanggulangi kejahatan dengan

memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti tersebut di atas hanya

dapat ditanggulangi dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi

pula. Proses penyidikan kejahatan dengan menggunakan teknologi yang lazim

disebut penyidikan secara ilmiah atau “scientific crimeiInvestigation / SCI

penyidikan secara ilmiah) dimana peran dan fungsi tersebut sebagian diemban

oleh Laboratorium Forensik.

Kewenangan laboratorium forensik antara lain :

1. Laboratorium forensik berwenang dalam upaya mencari dan

mengumpulkan bukti dalam proses penyidikan seperti yang tercantum

dalam Pasal 7 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa :

“Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya

dengan pemeriksaan perkara”

2. Laboratorium forensik berwenang apabila penyidik menganggap perlu

untuk meminta pendapat ahli, sesuai dengan yang tercantum dalam

Pasal 120 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa :

“Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat

orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.”

Pengertian mendatangkan para ahli / memiliki keahlian khusus

tersebut salah satunya dapat dipenuhi oleh Laboratorium Forensik,

Page 70: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

57

sehingga Laboratorium Forensik dapat berperan dalam tiap tahapan

proses penegakan hukum.

3. Laboratorium forensik berwenang melakukan pemeriksaan

Psikotropika dan Narkotika telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 522/Menkes/SK/VI/2008

tentang Penunjukkan Laboratorium Pemeriksaan Narkotika dan

Psikotropika.

Proses penyelidikan, penyelidik mempunyai wewenang untuk mencari

keterangan dan barang bukti. Selain itu, penyelidik bersama-sama penyidik

yang telah menerima laporan segera datang ke TKP dan melarang setiap orang

untuk meninggalkan tempat itu selama pemeriksaan belum selesai untuk

menjaga status quo. Dalam rangka penanganan TKP ini, penyelidik maupun

penyidik berusaha mencari barang bukti yang nantinya akan dilakukan

pemeriksaan di Laboratorium.

Tugas mengenali, mencari, mengambil dan mengumpulkan barang

bukti tersebut diperlukan ketelitian, kecermatan dan pengetahuan atau keahlian

mengenai bahan atau barang bukti tersebut. Oleh karena itu, tahap ini perlu

melibatkan Laboratorium Forensik.

Sebagai contoh kasus narkotika, dimana barang buktinya sering bersifat

mikro yang keberhasilan penemuan dan pemeriksaan sangat tergantung

terhadap teknologi yang dipergunakan. Hasil pemeriksaan laboratorium

Page 71: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

58

tersebut nantinya dapat dijadikan petunjuk dalam proses penyelidikan/

penyidikan lebih lanjut.

Penyidik dapat meminta pendapat orang Ahli atau orang yang memiliki

keahlian khusus, sepanjang pendapat orang Ahli yang diminta penyidik

tersebut berhubungan dengan barang bukti, maka Ahli tersebut akan

melakukan pemeriksaan atau analisa barang bukti di laboratorium.

Sebagai contoh pemeriksaan kandungan zat aktif dalam narkotika,

pemeriksaan racun dalam organ tubuh, pemeriksaan keaslian tulisan tangan,

sidik jari pada senjata api dan sebagainya. Dimana hal-hal tersebut

memerlukan pemanfaatan teknologi yang dimiliki oleh Laboratorium Forensik.

F. Tindak Pidana Narkoba

1. Pengertian Narkoba

Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain

"narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen

Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari

Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini, baik "narkoba"

ataupun "napza", mengacu pada kelompok senyawa yang umumnya memiliki

risiko kecanduan bagi penggunanya.

Narkoba sebenarnya adalah senyawa-senyawa psikotropika yang biasa

dipakai untuk membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk

penyakit tertentu.

Page 72: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

59

Secara etimologis narkoba atau narkotika berasal dari bahasa Inggris

narcose atau narcosis yang berarti menidurkan dan pembiusan. Narkotika

berasal dari bahasa Yunani yaitu narke atau narkom yang berarti terbius

sehingga tidak merasakan apa-apa. Narkotika berasal dari perkataan narcotic

yang artinya sesuatu yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan dapat

menimbulkan efek stupor (bengong), bahan-bahan pembius dan obat bius.56

Secara terminologi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, narkoba atau

narkotika adalah obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa

sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau merangsang.57

Pengertian yuridis tentang narkotika diatur dalam ketentuan Pasal 1 butir 1

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika merumuskan:

“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan yang

dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam

undang-undang ini”.

Menurut istilah kedokteran, narkotika adalah obat yang dapat

menghilangkan terutama rasa sakit dan nyeri yang berasal dari daerah viresal

atau alat-alat rongga dada dan rongga perut, juga dapat menimbulkan efek

stupor atau bengong yang lama dalam keadaan masih sadar serta menimbulkan

adiksi atau kecanduan.58

56Mardani, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Pidana

Nasional, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2008,hal. 78.

57

Ibid.

58

Ibid, hal. 79.

Page 73: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

60

Menurut M. Ridha Ma’roef59

, narkotika adalah:

a. Bahwa narkotika ada dua macam, yaitu narkotika alam dan narkotika

sintetis. Narkotika alam ialah berbagai jenis candu, morphine, heroin,

ganja, hashish, codein, dan cocaine. Narkotika alam ini termasuk dalam

pengertian narkotika sempit. Narkotika sintetis adalah termasuk dalam

pengertian narkotika secara luas. Narkotika sintetis yang termasuk

didalamnya zat-zat (obat) yang tergolong dalam tiga jenis obat yaitu:

Hallucinogen, Depressant, dan Stimulant.

b. Bahwa narkotika itu mempengaruhi susunan syaraf sentral yang

akibatnya dapat menimbulkan ketidaksadaran atau pembiusan.

Berbahaya apabila disalahgunakan.

c. Bahwa narkotika dalam pengertian dalam pengertian ini adalah

mencakup obat-obat bius dan obat-obat berbahaya atau narcotic and

dangerous drugs.

2. Penyalahgunaan Narkoba

Penyalahgunaan narkoba atau narkotika adalah pemakaian narkoba di luar

indikasi medik, tanpa petunjuk atau resep dokter dan pemakaiannya bersifat

patologik dan menimbulkan hambatan dalam aktivitas di rumah, sekolah atau

kampus, tempat kerja dan lingkungan sosial.60

Hal-hal tentang bentuk penyalahgunaan narkotika sebagai berikut :

a. Narkotika apabila digunakan secara proporsional, artinya sesuai menurut

asas pemanfaatan, baik untuk kesehatan maupun untuk kepentingan

penelitian ilmu pengetahuan, maka hal tersebut tidak dapat dikwalifisir

sebagai tindak pidana narkotika. Akan tetapi apabila dipergunakan untuk

maksud-maksud yang lain dari itu, maka perbuatan tersebut dapat

dikategorikan sebagai perbuatan yang jelas sebagai perbuatan pidana dan

atau penyalahgunaan narkotika berdasarkan Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009.

b. Penyalahgunaan terhadap narkotika meliputi pengertian yang lebih luas,

antara lain :

1) Membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan-tindakan

berbahaya dan mempunyai resiko. Misalnya ngebut-ngebutan di

jalanan, berkelahi, bergaul dengan wanita, dan lain-lain;

59Ibid, hal. 34.

60

Mardani, Penyalahgunaan Narkoba dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Pidana

Nasional, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008, hal.2.

Page 74: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

61

2) Menentang suatu otoritas, baik terhadap guru, orang tua, hukum,

maupun instansi tertentu;

3) Mempermudah penyaluran perbuatan seks;

4) Melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman-

pengalaman emosional;

5) Berusaha agar menemukan arti dari pada hidup;

6) Mengisi kekosongan-kekosongan dan perasaan bosan karena tidak ada

kegiatan;

7) Menghilangkan rasa frustasi dan gelisah;

8) Mengikuti kemauan teman dan tata pergaulan lingkungan;

9) Hanya sekedar ingin tahu atau iseng.61

Menurut Moh. Taufik Makarao, S.H. MH62

bentuk-bentuk tindak

pidana narkotika yang umum dikenal antara lain sebagai berikut :

1. Penyalahgunaan/melebihi dosis

Hal ini disebabkan leh banyak hal antara lain :

a. melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman-

pengelaman emosional;

b. menghilangkan rasa frustasi dan gelisah;

c. mengikuti kemauan teman dan tata pergaulan lingkungan;

d. hanya sekedar ingin tahu atau iseng;

2. Pengedaran narkotika

Karena keterkaitan dengan sesuatu mata rantai peredaran narkotika, baik

nasional maupun internasional;

3. Jual beli narkotika

Pada umumnya dilatarbelakangi oleh motivasi untuk mencari

keuntungan materiil, namun ada juga karena motivasi untuk kepuasan.

3. Unsur-Unsur Tindak Pidana Narkoba

Menurut Komariah E. Sapardjaja63

menyatakan ;

“Tindak Pidana adalah suatu perbuatan manusia yang memenuhi perumusan

delik, melawan hukum dan pembuat bersalah melakukan perbuatan itu. “

61 Buku Pedoman 3, Petunjuk Khusus Tentang Operasi Penerangan Inpres No. 6 Tahun 1976.

hal. 8-9.

62

Moh. Taufik Makarao dkk, Tindak Pidana Narkotika, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003, hal

45.

63

Komariah E. Sapardjaja, Ajaran Melawan Hukum Materiil dalam Hukum Pidana Indonesia,

Studi Kasus Tentang Penerapan dan Perkembangannya dalam Yurisprudensi, Alumni, Bandung,

2002, hal. 22.

Page 75: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

62

Menurut Indriyanto Seno Adji64

menyatakan;

“Tindak Pidana adalah perbuatan seseorang yang diancam pidana,

perbuatannya bersifat melawan hukum, terdapat suatu kesalahan dan bagi

pelakunya dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya.”

Dengan demikian dapat dipahami, bahwa sutau tindak pidana

merupakan suatu tindakan yang dilarang atau di cela oleh masyarakat dan

dilakukan oleh orang yang bersalah yang dapat dikenakan sanksi pidana.

Unsur kesalahan atau pertanggung jawaban menjadi bagian pengertian

tindak pidana.

Moeljatno65 mengatakan tindak pidana adalah

“Perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa yang

melakukan”.

Unsur-unsur tindak pidana narkotika dalam Undang-Undang No. 35

Tahun 2009 tentang Narkotika, terdiri dari:

1. Unsur “setiap orang”

Adanya subyek hukum, yang dapat dijadikan subyek hukum hanyalah

orang;

2. Unsur “tanpa hak atau melawan hukum”

Adanya perbuatan yang dilarang, perbuatan yang dilakukan sesuai dengan

rumusan delik. Bersifat melawan hukum yaitu ;

64 Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan Hukum Pidana, Jakarta : Kantor Pengacara dan Konsultan

Hukum Prof Oemar Seno Adji dan Rekan,2002, hal. 155.

65

Moelyatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana, Jakarta:

Bina Aksara, 1983. hal 11.

Page 76: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

63

- Melawan hukum formal artinya apabila perbuatan yang dilakukan

sebelumnya telah diatur dalam undang-undang.

- Melawan hukum material artinya apabila perbuatan yang dilakukan

melanggar aturan atau nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat harus

adanya kesalahan. Kesalahan yang dimaksud adalah pencelaan dari

masyarakat apabila melakukan hal tersebut sehingga adanya hubungan

batin antara pelaku dengan kejadian yang nantinya akan menimbulkan

suatu akibat. Kesalahan itu sendiri dapat dibagi 2 yaitu kesengajaan/

dolus dan kealpaan;

3. Unsur “memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan”;

Sesuai dengan ketentuan Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun

2009 tentang Narkotika menyebutkan bahwa ;

“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,

menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman,

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling

lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit

Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).”

4. Unsur “narkotika golongan I berbentuk tanaman, golongan I bukan

tanaman, golongan II dan golongan III".

Penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 untuk pertama kali ditetapkan

Page 77: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

64

sebagaimana tercantum dalam lampiran I dan merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari undang-undang ini. Pengertian dari masing-masing

golongan narkotika sebagaimana tersebut, terdapat pada penjelasan Pasal 6

ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 sebagai berikut:

4. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan

untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan

dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan

ketergantungan.

5. Narkotika Golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan

digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi

dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

6. Narkotika Golongan III adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan

ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan

ketergantungan.

Page 78: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

65

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah yuridis

normatif yaitu pendekatan yang menggunakan konsep legistis positivis. Konsep

ini memandang hukum identik dengan norma tertulis yang dibuat dan

diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang. Selain itu, konsep ini

juga memandang hukum sebagai sistem normatif yang bersifat otonom tertutup

dan terlepas dari kehidupan masyarakat.

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu

penelitian yang bertujuan menggambarkan objek yang diteliti, yaitu objek tentang

kekuatan pembuktian alat bukti surat laboratorium forensik pada pemeriksaan di

persidangan yang digali secara mendalam aturan-aturannya (norma-normanya)

kemudian dideskripsikan tanpa maksud untuk mengambil suatu kesimpulan yang

berlaku secara umum.

C. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Pengadilan Negeri Purwokerto.

D. Sumber Data

a. Data sekunder, yaitu berupa literatur-literatur, buku-buku, peraturan

perundang-undangan serta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan materi

penelitian.

Page 79: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

66

b. Data primer, yaitu berupa wawancara dengan hakim Pengadilan Negeri

Purwokerto khususnya Majelis Hakim yang memimpin persidangan pada

perkara Nomor 22/Pid.Sus/2012/PN Purwokerto.

E. Metode Pengumpulan Data

a. Data sekunder, diperoleh melalui studi pustaka dengan cara mempelajari

buku-buku, literatur-literatur, peraturan perundang-undangan maupun

dokumen-dokumen yang terkait dengan materi penelitian.

b. Data primer, sebagai pendukung dari data sekunder diperoleh dengan

melakukan wawancara secara bebas terpimpin dengan hakim Pengadilan

Negeri Purwokerto.

F. Metode Penyajian Data

Data yang berupa bahan-bahan hukum yang telah diperoleh kemudian

disajikan dalam bentuk teks naratif, uraian-uraian yang disusun secara sistematis,

logis, dan rasional. Dalam arti keseluruhan data yang diperoleh akan dihubungkan

satu dengan yang lainnya disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti

sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh.

G. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara kualitatif,

yaitu pembahasan yang disusun secara logis dan sistematis berdasarkan data-data

Page 80: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

67

yang diperoleh di lapangan, kemudian dihubungkan dengan teori-teori hukum

yang ada.

H. Spesifikasi Penelitian Terdahulu

Berikut ini beberapa skripsi yang dibuat mahasiwa Fakultas Hukum

Universitas Jendral Soedirman bagian Hukum Acara Pidana:

1. Judul skripsi :Pembuktian Dalam Tindak Pidana

Penyalahgunaan Narkotika (Studi Putusan No :

147/Pid.B/2010/PN. Pbg)

Nama : Reza Febrian Pratama

NIM : E1A008260

Perumusan Masalah :

a. Apakah alat bukti surat dari hasil pemeriksaan Laboratorium

Kriminalistik mempunyai kekuatan pembuktian dalam Putusan

No:147/Pid.B/2010/PN.Pbg?

b. Bagaimana sitem pembuktian dalam tindak pidana penyalahgunaan

narkotika terhadap terdakwaq dalam Putusan No:147/Pid.B/2010/PN.Pbg?

Kesimpulan :

a. Surat termasuk alat bukti yang sah karena memenuhi syarat formil dan

materiil. Secara formil bahwa isi dari surat tersebut sudah sesuai dan

dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang yang dibuat secara resmi

menurut formal yang ditentukan undang-undang.

b. Menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa dan untuk menjatuhkan

pidana kepada terdakwa harus:

Page 81: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

68

1. kesalahannya terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang

sah.

2. Dan atas keterbuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang

sah, hakim “memperoleh keyakinan” bahw tindak pidana benar-benar

terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah.

Skripsi ini berbeda dengan skripsi penulis karena penulis meneliti tentang

kekuatan pembuktian alat bukti surat laboratorium forensik tentang narkotika di

persidangan dalam Putusan Nomor 22/Pid.Sus/2012/PN Purwokerto serta meneliti

pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan Putusan Nomor

22/Pid.Sus/2012/PN Purwokerto. Kemudian lokasi penelitian yang dilaksanakan

penulis adalah di Pengadilan Negeri Purwokerto, sedangkan Reza Febrian

Pratama melakukan penelitian di Pengadilan Negeri Purbalingga.

2. Judul skripsi : Kekuatan Pembuktian Hasil Laboratorium Forensik

Terhadap Pemeriksaan Urin Bagi Penyalahgunaan

Narkoba (Tinjauan Yuridis Pasal 183 KUHAP

Tentang Sistem Pembuktian)

Nama : Lisna Desianty Rachman

NIM : E1A001276

Perumusan Masalah :

a. Apakah pemeriksaan urin dapat digunakan sebagai satu-satunya alat bukti

untuk memvonis seseorang sebagai pengguna narkoba apabila ditinjau dari

Pasal 183 KUHAP?

Page 82: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

69

Kesimpulan :

Dalam proses penyidikan tindak pidana narkotika dan psikotropika,

pembuktian dapat dilakukan dengan meminta keterangan ahli dari Pusat

Laboratorium Forensik Polri yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan

Laboratorium Kriminalistik Barang Bukti (narkoba) dan Urin. Agar pengguna

narkoba dapat dijerat sesuai pasal 183 KUHAP, pemeriksaan urin yang

termasuk hasil keterangan surat yang dikeluarkan oleh Laboratorium Forensik

dapat menghadirkan keterangan ahli yang mengeluarkan keterangan surat

tersebut, disebabkan pemeriksaan urin tidak dapat digunakan sebagai satu-

satunya alat bukti dalm memvonis seseorang sebagai pengguna narkoba.

Skripsi ini berbeda dengan skripsi penulis, karena skripsi karya Lisna

Desianty Rachman memfokuskan penelitiannnya pada pemeriksaan urin apakah

dapat digunakan sebagai satu-satunya alat bukti untuk memvonis seseorang

sebagai pengguna narkoba apabila ditinjau dari Pasal 183 KUHAP. Sedangkan

penulis meneliti tentang kekuatan pembuktian alat bukti surat laboratorium

forensik tentang narkotika di persidangan dan pertimbangan hukum hakim dalam

menjatuhkan Putusan Nomor 22/Pid.Sus/2012/PN Purwokerto.

Page 83: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

70

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian

Hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti dalam Putusan Nomor :

22/Pid.Sus/2012/PN.Purwokerto, tentang Tindak Pidana Narkotika, diperoleh

sebagai berikut:

1. Duduk Perkara

Terdakwa ID pada hari Minggu, tanggal 22 Januari 2012 sekitar pukul

11.30 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Januari 2012

bertempat di rumah terdakwa beralamat Jalan Gunung Slamet III No. 158 RT

02 RW 04 Kelurahan Purwosari Kecamatan Baturraden Kabupaten

Banyumas. Terdakwa kedapatan tanpa hak atau melawan hukum menanam,

memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika

Golongan I dalam bentuk tanaman, yang dilakukan terdakwa dengan cara

sebagai berikut :

Ketika terdakwa hendak dilakukan pemeriksaan pada hari Minggu

tanggal 22 Januari 2012 sekitar pukul 11.10 WIB saksi ECS, saksi ABS dan

team (anggota Polri), lalu terdakwa berjalan ke depan rumah dan membuang

barang berupa bungkusan kertas buku berwarna putih ke dalam selokan.

Setelah itu terdakwa menyerahkan bungkusan kertas buku berwarna

putih tersebut kepada saksi ECS dan langsung dibuka, ternyata bungkusan

kertas buku warna putih tersebut berisikan daun ganja kering.

Page 84: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

71

Terdakwa mengakui ganja tersebut miliknya yang didapat dari H

(Daftar Pencarian Orang (DPO)/belum tertangkap) sejak hari Rabu tanggal 18

Januari 2012 sekitar pukul 18.00 WIB dan disimpan terdakwa di dalam almari

sampai pada hari Minggu tanggal 22 Januari 2012 sekitar pukul 11.00 WIB.

Barang bukti berupa : 1 (satu) bungkus kertas buku warna putih berisi

ganja, 1 (satu) unit handphone merk nokia warna hitam tipe RH-105

No.085726003983 ditemukan dari terdakwa, kemudian 1 (satu) buah botol

plastik berisi urine terdakwa dan telah dilakukan penyitaan sesuai penetapan

penyitaan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor : 25/Pen.Pid/2012/PN.Pwt

tanggal 31 Januari 2012. Terdakwa menyimpan, memiliki ganja tersebut tanpa

ada ijin dari pihak yang berwenang dengan tujuan untuk dimiliki atau dikuasai

secara pribadi.

2. Dakwaan Jaksa

Berdasarkan uraian di atas, terdakwa melakukan tindak pidana

penyalahgunaan narkotika menyimpan, memiliki ganja tanpa ada ijin dari

pihak yang berwenang dengan tujuan untuk dimiliki atau dikuasai secara

pribadi. Terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan berbentuk

alternatif yaitu :

1. Melanggar ketentuan Pasal 111 ayat (1) Undang-undang RI No. 35 Tahun

2009 tentang Narkotika atau ;

2. Melanggar ketentuan Pasal 127 huruf a Undang-Undang RI No. 35 Tahun

2009 tentang Narkotika.

Page 85: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

72

3. Barang Bukti

a. 1 (satu) bungkus kertas buku warna putih berisi ganja ;

b. 1 (satu) buah botol plastik berisi urine ;

c. 1(satu) unit handphone merk Nokia warna hitam type RH-105

No.085726003983 ;

4. Pembuktian

a. Keterangan Saksi

1. DA memberikan keterangan :

Saksi dipanggil Polres sebagai saksi perkara terdakwa menggunakan

ganja, saksi tahu terdakwa adalah bernama CR. Awalnya pada hari Rabu, tanggal

18 Januari 2012, pukul 21.00 WIB terdakwa bersama H datang ke warung saksi di

Jl. Mardikeyo Kranji Kec. Purwokerto Timur, Kab. Banyumas. Pada waktu itu

saksi mau menutup warung, sehingga saksi menawarkan kalau mau main ke

rumah saja, kemudian saksi pulang ke rumah dan sekitar pukul 22.00WIB

terdakwa dan H datang ke rumah.

Terdakwa dan H masuk ke rumah terdakwa tepatnya di ruang tamu

kemudian H mengeluarkan bungkusan kertas berisi ganja diletakan di atas meja.

Saksi, terdakwa dan H melinting sendiri-sendiri dan kemudian menghisap

bersama-sama sampai habis, tersisa satu lintingan dibawa pulang oleh H. Saksi

tidak tahu berapa kali terdakwa menghisap ganja dan saksi sudah beberapa kali

menghisap ganja bersama H, sedangkan dengan terdakwa baru sekali. Saksi baru

kenal dengan terdakwa dan yang mengenalkan adalah H. Menurut sepengetahuan

Page 86: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

73

saksi H sudah pulang ke Indramayu dan barang bukti tersebut adalah benar.

Setahu saksi, terdakwa beli ganja kepada H karena saksi pada waktu itu juga

ditawari oleh H dan H bilang terdakwa juga beli akan tetapi saksi jawab saksi

tidak punya uang. Ganja tersebut satu paket besar yang disebut satu garis

dibungkus kertas koran.

Ganja tersebut dilinting dengan papir dan papir tersebut yang membawa H

pada tanggal 18 Januari 2012 pukul 21.30 WIB, dari tiga linting sisa satu linting

diberikan H untuk saksi. Saksi menghisap ganja untuk menambah nafsu makan.

Terdakwa ditangkap seminggu berikutnya baru saksi yang ditangkap. Saksi kenal

H sejak H lulus dari Unsoed tahun 2010, selama ini saksi belum pernah beli akan

tetapi sering dikasih oleh H, diajak menghisap bersama-sama dan lamanya

menghisap kurang lebih setengah jam.

2. ECS memberikan keterangan :

Terdakwa diajukan ke persidangan karena kepemilikan ganja. Saksi

menangkap seorang laki-laki bernama ID (terdakwa) pada hari Minggu, tanggal

22 Januari 2012, pukul 11.30 WIB di rumah terdakwa di Jl. Gunung Slamet III

No. 158 Kel. Purwosari Rt.02/04 Kec. Baturaden Kab Banyumas. Saksi

menangkap terdakwa bersama Brigadir HD, Briptu PW dan Briptu ABS.

Awalnya saksi mendapat informasi, kemudian bergerak ke lokasi serta

mendapati terdakwa yang berada di dalam rumahnya sedang memegang

handphone, terdakwa keluar rumah dengan membawa bungkusan yang

selanjutnya bungkusan tersebut dibuang ke dalam got. Kemudian saksi

Page 87: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

74

memerintahkan agar terdawa mengambil lagi bungkusan tersebut dan ternyata

dalam bungkusan tersebut berisi ganja.

Saksi tahu bungkusan tersebut diambil dari saku celana terdakwa yang

kemudian dibuang kedalam got depan rumah terdakwa. Setelah dilakukan

pengembangan, maka diketahui paket ganja tersebut ternyata dari H yang telah

pulang ke Indramayu, sehingga saksi koordinasi dengan Polda Jawa Barat. Barang

bukti berupa paket ganja dan handphone merk Nokia type 105 berserta kartu

adalah milik terdakwa. Handphone tersebut ada hubungannya dengan perkara ini

karena digunakan untuk menghubungi H (DPO). Terdakwa bukan DPO dan baru

pertama kali ini mengkonsumsi ganja. Menurut penelitian dari hasil laboratorium,

tes urine mengandung positif tetrahydrocannabinol. Saat di rumah terdakwa,

hanya ada terdakwa dan tidak ada orang lain selain terdakwa.

Terdakwa menghubungi H akan tetapi sudah tidak bisa. Barang bukti yang

di dalam kotak masih utuh isi tiga linting dan terdakwa tidak melakukan

perlawanan ketika ditangkap, bahkan dia ketakutan. Kondisi rumah terdakwa

tidak ada bau ganja karena ganja belum dipergunakan. Bahwa dari hasil

pemeriksaan laboratorium forensik dari barang bukti perkara ini yaitu positif

narkotika.

3. ABS memberikan keterangan :

Terdakwa diajukan ke persidangan karena telah memiliki ganja. Saksi

menangkap terdakwa bersama Brigadir HD, Briptu PW dan ECS, pada hari

Minggu, tanggal 22 Januari 2012, pukul 11.30 WIB, di rumah terdakwa di Jl.

Gunung Slamet III No. 158 Kel. Purwosari RT 02/04 Kec. Baturaden, Kab

Page 88: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

75

Banyumas. Setelah menangkap terdakwa, dilakukan pengembangan, diketahui

paket ganja tersebut ternyata dari H yang telah pulang ke Indramayu sehingga

saksi koordinasi Polda Jawa Barat. Menurut pengakuan terdakwa sudah biasa

menggunakan ganja dengan DA dan PW. Sewaktu ditangkap terdakwa mengakui

termasuk pemain baru dan terdakwa mengakui sabu-sabu tersebut adalah milik

terdakwa.

4. PW memberikan keterangan:

Saksi PW mengetahui terdakwa pengguna ganja karena kalau tidak

menggunakan ganja, terdakwa susah tidur. Saksi pernah menggunakan ganja

bersama terdakwa kurang lebih 3 (tiga) kali, dengan cara menghisap bersama-

sama bergantian. Awalnya pada bulan Agustus 2011 saksi mendapatkan ganja dari

Jakarta, kedua, berselang 2 (dua) hari kemudian, saksi menghisap ganja bersama

terdakwa dan kemudian yang terakhir pada tanggal 21 Januari 2012, tertangkap.

Terdakwa mengisap ganja bersama saksi di rumah terdakwa karena rumah

terdakwa sepi dan penghuninya hanya terdakwa saja karena orang tua terdakwa

kerja di bengkel, pulangnya malam sedangkan ibunya sibuk di gereja dan

organisasi. Saksi menghisap ganja di dalam kamar rumah terdakwa, saksi

membawa dan memberikan ganja kepada terdakwa dengan rencana akan dihisap

bersama-sama.

Saksi PW tidak kenal dengan H, berdasarkan pengakuan terdakwa frustasi

tidak dapat pekerjaan sehingga pelariannya ke ganja. Saksi pernah mengajak

terdakwa untuk bekerja akan tetapi terdakwa tidak mau, katanya mau menunggu

Page 89: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

76

penerimaan PNS. Saksi tidak pernah janjian dengan terdakwa datang ke rumah

terdakwa untuk menghisap ganja, saksi datang ke rumah terdakwa dan kebetulan

rumah terdakwa selalu sepi.

Mengenai barang bukti tersebut saksi tidak tahu, saksi kenal dengan

terdakwa karena sama-sama sekolah di SD Santa Maria Purwokerto. Kemudian di

dalam kamar yang tidak terkunci saksi dan terdakwa duduk di atas kasur sambil

menghisap ganja sedangkan pintu utamanya yang dikunci. Setiap selesai

menghisap ganja, saksi langsung pulang ke rumah sekitar pukul 21.30 WIB.

Sepulang saksi belajar dari Singapura, saksi bertemu terdakwa di jalan

kemudian saksi main ke rumah terdakwa, dan terdakwa bercerita belum mendapat

pekerjaan sedang menunggu PNS, bahwa terdakwa kecanduan ganja karena kalau

tidak menghisap ganja tidak bisa tidur.

b. Surat

Berdasarkan berita acara pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik Nomor

Lab: 124/NNF/2012 tanggal 30 Januari 2012 pusat Laboratorium Forensik

Bareskrim Polri cabang Semarang yang ditandatangani oleh pemeriksa : Yayuk

Murthi Rahayu, B.Sc dan Ibnu Sutarto, ST dan diketahui Kepala Laboratorium

Forensik cabang Semarang Drs. Siswanto yang memuat:

A. Barang bukti :

Barang bukti yang diterima diberi No. Lab. 124/NNF/2012 berupa 1

(satu) bungkus plastik yang berlak segel dan berlabel barang bukti dan

1(satu) buah toples yang berlabel barang bukti berisi 5(lima) buah urine

setelah dibuka salah satunya diberi nomor barang bukti :

Page 90: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

77

1. BB-0213/2012/NNF berupa 1(satu) bungkus kertas berisi batang,

daun dan biji yang diduga ganja dengan berat 3,041 gram ;

2. BB-0214/2012/NNF berupa 1(satu) buah tube berisi urine. Barang

bukti tersebut di atas disita dari tersangka ID.

B. Kesimpulan:

Setelah dilakukan pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik disimpulkan:

1. Nomor BB-0213/2012/NNF berupa 1(satu) bungkus kertas berisi

batang, daun dan biji yang diduga ganja dengan berat 3,041 gram,

positif Derivat Cannabinoid.

2. Nomor BB-0214/2012/NNF berupa urine tersebut di atas adalah

mengandung Tetrahydrocannabinol dan terdaftar dalam golongan I

(satu) Nomor Urut 9 (sembilan) Lampiran Undang-Undang

Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

c. Keterangan Terdakwa

Terdakwa juga memberikan keterangan di muka persidangan yang pada

pokoknya adalah sebagai berikut :

Pada hari Minggu, tanggal 22 Januari 2012, pukul 11.00 WIB, terdakwa

menyimpan ganja di almari rumah terdakwa, Jalan Gunung Slamet III No. 158

RT. 02 RW. 04, Kelurahan Purwosari, Kecamatan Baturaden, Kabupaten

Banyumas. Terdakwa memperoleh ganja dari H (DPO) dengan cara membeli

seharga Rp. 50.000,-, beralamat di Indramayu Jawa Barat, pada hari Rabu, tanggal

Page 91: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

78

18 Januari 2012.Terdakwa tahu kalau H (DPO) datang dari Indramayu ke

Purwokerto pasti membawa ganja dan sekarang H sudah pulang ke Indramayu.

Pada waktu saksi ECS dan saksi ABS, petugas yang mengetuk pintu,

kemudian terdakwa mengambil bungkusan berisi ganja yang terdakwa simpan di

dalam almari kamar sambil menghubungi ibu terdakwa. Terdakwa membuang

bungkusan tersebut ke dalam selokan di depan rumah, akan tetapi perbuatan

terdakwa dilihat oleh saksi ECS, sehingga terdakwa disuruh mengambil

bungkusan tadi. Terdakwa bersama DA (diajukan dalam perkara lain) dan H

(DPO), pada hari Rabu, tanggal 18 Januari 2012, beralamat di Desa Karang

Salam, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas, dengan cara melinting

sendiri-sendiri kemudian secara bergantian menghisap ganja yang sudah dilinting

seperti menghisap rokok sampai habis.

Benar, selain dengan DA dan H (DPO), terdakwa juga bersama PW

(diajukan dalam perkara lain), menghisap ganja di rumah terdakwa pada hari

Sabtu, tanggal 21 Januari 2012, sekitar pukul 20.00 WIB, sebanyak 2 (dua) kali.

Ganja yang dibawa oleh H (DPO) ke rumah terdakwa dan sewaktu terdakwa

menghisap ganja dengan DA, yang membawa ganja H (DPO). Setiap

menggunakan ganja selalu di rumah karena rumah sepi, ibu terdakwa ada kegiatan

di Gereja sedangkan Ayah ada di bengkel. Terdakwa menggunakan ganja terakhir

di bulan Januari 2012.

Terdakwa belum sempat mempergunakan ganja yang terdakwa peroleh

dari H (DPO), namun sudah ditangkap Polisi. Terdakwa belum berkeluarga, anak

tunggal dan masih kuliah, sedang mengerjakan skripsi. Terdakwa menggunakan

Page 92: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

79

ganja karena frustasi orang tua sudah pensiun, terdakwa belum selesai kuliah dan

ingin mencari kerja jadi Pegawai Negeri akan tetapi belum mendapat kerjaan

sehingga pelariannya ke ganja sampai terdakwa kecanduan ganja.

Terdakwa telah menggunakan ganja setiap malam karena kalau tidak

menggunakan ganja badan terasa sakit dan tidak bisa tidur serta nafsu makan

hilang. Terdakwa mendapat uang saku dari orang tua sebanyak Rp. 10.000.-

(sepuluh ribu rupiah) setiap hari.

Benar, terdakwa pernah diperiksa oleh Dr. Abdurrahman AMA, MKes,

SpKJ pada tanggal 5 Maret 2012. Barang bukti berupa ganja akan dipergunakan

sendiri dan tidak untuk dialihkan dan atau diperjualbelikan kepada orang lain.

5. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum

Penuntut Umum menuntut supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri

Purwokerto yang memeriksan dan mengadili perkara ini memutus sebagai

berikut:

a. Menyatakan terdakwa ID bersalah melakukan tindak pidana

“Menyalahgunakan Narkotika Golongan I Bagi Diri Sendiri” sebagaimana

dakwaan kedua melanggar dalam Pasal 127 ayat(1) huruf (a) UU RI No.

35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa ID dengan pidana penjara selama :

1 (satu) tahun dan 2(dua) bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam

tahanan sementara dan perintah terdakwa tetap ditahan ;

Page 93: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

80

c. Menyatakan barang bukti berupa :

• 1(satu) bungkus kertas buku warna putih berisi ganja;

• 1(satu) buah botol plastik berisi urine terdakwa;

dirampas untuk dimusnahkan;

• 1(satu) unit handphone merk Nokia warna hitam tipe RH-105

No.085726003983 dirampas untuk Negara;

d. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000,-

(seribu rupiah).

6. Putusan Hakim Pengadilan Negeri

a. Pertimbangan Hukum Hakim

Menimbang, bahwa dalam perkara ini terdakwa diajukan oleh Penuntut

Umum ke persidangan dengan dakwaan Alternatif, yaitu Kesatu Pasal 111 Ayat

(1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, Kedua Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Menimbang, bahwa oleh karena dakwaan Penuntut Umum berbentuk

alternatif, maka Majelis akan mempertimbangkan dakwaan yang mendekati

dengan pembuktian/fakta di persidangan, dan apabila salah satu dakwaan telah

terbukti, maka dakwaan selebihnya tidak perlu dipertimbangkan.

Menimbang, bahwa dalam perkara ini Majelis akan mempertimbangkan

dakwaan kedua, yaitu pasal 127 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang unsur-unsurnya adalah sebagai

berikut : 1. Setiap penyalahguna ;

Page 94: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

81

2. Narkotika golongan I bagi diri sendiri ;

Ad.1 Setiap Penyalahguna

Pengertian “Penyalah Guna” pada pasal 1 angka 15 Undang-Undang RI

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu orang yang menggunakan

narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Orang yang diajukan ke persidangan

adalah ID, yang identitas lengkapnya termuat dalam surat dakwaan dan

dibenarkan berdasarkan keterangan saksi-saksi serta terdakwa bahwa terdakwa

adalah orang yang dimaksud dalam perkara ini, sehingga tidak terjadi kesalahan

menyangkut orang atau error in persona.

Selanjutnya dengan pekerjaan terdakwa tersebut, dihubungkan dengan

dakwaan Penuntut Umum, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan barang

bukti yang diajukan di persidangan berupa ganja yang termasuk golongan

Narkotika Golongan I Nomor Urut 8 Lampiran UU No. 35 Tahun 2009, maka

Majelis berpendapat, terdakwa bukan seorang ilmuwan yang mempunyai

kewenangan untuk mempergunakan narkotika golongan I sebagai obyek

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bukan sebagai peneliti ilmu

pengetahuan tertentu dan bukanlah seorang yang oleh karena itu memperoleh

persetujuan Menteri atau rekomendasi Kepala Balai Pengawasan Obat dan

Makanan.

Oleh karena itu terdakwa tidak berhak untuk memiliki ataupun

mempergunakan ganja yang termasuk Narkotika Golongan I, sebagaimana

ketentuan pasal 8 ayat (1) dan (2) UU No. 35 Tahun 2009. Menimbang, bahwa

Page 95: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

82

selama mengikuti persidangan, terdakwa dapat menjawab dengan baik setiap

pertanyaan yang diajukan kepadanya, sehingga terdakwa dalam keadaan sehat

jasmani dan rohani serta dapat mempertanggung jawabkan perbuatanya.

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka unsur setiap penyalahguna telah

terpenuhi.

Ad. 2. Narkotika golongan I bagi diri sendiri

Pada hari Minggu, tanggal 22 Januari 2012, pukul 11.00 WIB, terdakwa

menyimpan ganja di almari rumah terdakwa, Jalan Gunung Slamet III No. 158

RT. 02 RW. 04, Kelurahan Purwosari, Kecamatan Baturaden, Kabupaten

Banyumas. Terdakwa memperoleh ganja dari H (DPO) dengan cara membeli

seharga Rp. 50.000,-, beralamat di Indramayu Jawa Barat, pada hari Rabu, tanggal

18 Januari 2012 dan sebelumnya terdakwa tahu kalau H (DPO) datang dari

Indramayu ke Purwokerto, karena H telpon ke terdakwa, menawarkan ganja dan

terdakwa membeli, namun sekarang H sudah pulang ke Indramayu.

Terdakwa menggunakan ganja terakhir di bulan Januari 2012 dan

terdakwa belum sempat mempergunakan ganja yang terdakwa peroleh dari H

(DPO), namun sudah ditangkap Polisi.

Terdakwa telah menggunakan ganja setiap malam karena kalau tidak

menggunakan ganja badan terasa sakit dan tidak bisa tidur serta nafsu makan

hilang. Barang bukti yang diajukan di persidangan telah dilakukan pemeriksaan,

yaitu berdasarkan berita acara pemeriksaan laboratories kriminalistik No. Lab.:

124/NNF/2012, tanggal 30 Januari 2011, berupa 1 (satu) bungkus kertas berisi

Page 96: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

83

batang, daun dan biji, berat 3,041 gram, positif mengandung Derivat Cannabinoid

dan 1 (satu) buah tube berisi urin milik terdakwa, positif mengandung

Tetrahydrocannabinol, yang termasuk golongan I (satu) Nomor Urut 9 (sembilan)

Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang

Narkotika. Barang bukti berupa ganja akan dipergunakan sendiri dan tidak untuk

dialihkan dan atau diperjualbelikan kepada orang lain.

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka Majelis berpendapat

unsur narkotika golongan I bagi diri sendiri telah terpenuhi, sehingga

berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, ternyata perbuatan terdakwa

telah memenuhi seluruh unsur-unsur dari dakwaan kedua, sehingga Majelis

berkesimpulan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan tindak

pidana yang didakwakan kepadanya, yaitu melanggar Pasal 127 huruf a UU No.

35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Jenis dakwaan Penuntut Umum adalah alternatif, dan dalam perkara ini

dakwaan kedua telah terbukti, sehingga dakwaan kesatu, yaitu pasal 111 ayat (1)

UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tidak perlu dibuktikan lagi.

Untuk menjatuhkan pidana terhadap diri terdakwa, maka perlu

dipertimbangkan terlebih dahulu hal-hal yang memberatkan dan yang

meringankan.

Hal-hal yang memberatkan :

• Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat ;

Page 97: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

84

• Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka

memberantas peredaran dan penggunaan narkotika dan obat-obatan

terlarang.

Hal-hal yang meringankan :

• Terdakwa bersikap sopan, berterus terang, menyesali perbuatannya dan

berjanji tidak akan melakukan lagi ;

• Terdakwa belum pernah dihukum ;

b. Amar Putusan Pengadilan Negeri

Mejelis Hakim dalam perkara ini menjatuhkan putusan terhadap

terdakwa yaitu:

1. Menyatakan terdakwa ID terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana menyalahgunakan narkotika golongan I bagi diri

sendiri ;

2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana

penjara selama 1 (satu) tahun ;

3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan

seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ;

4. Menetapkan agar terdakwa tetap dalam tahanan ;

5. Menyatakan barang bukti berupa :

• 1(satu) bungkus kertas buku warna putih berisi ganja;

• 1(satu) botol plastik berisi urine milik terdakwa ;

dirampas untuk dimusnahkan ;

Page 98: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

85

• 1(satu) unit handphone merk Nokia warna hitam type RH-105

No.085726003983 dirampas untuk Negara ;

6. Membebankan terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.

1.000,- (seribu rupiah).

B. Pembahasan

1. Kekuatan Pembuktian Alat Bukti Surat Laboratorium Forensik Tentang

Narkotika Di Persidangan dalam Putusan Nomor 22/Pid.Sus/2012/PN

Purwokerto

Salah satu bentuk alat bukti yang sah diatur dalam Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah surat.

Menurut Pasal 187 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) mengatur mengenai alat bukti surat yang

merumuskan sebagai berikut :

“Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c KUHAP,

dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:

a.Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh

pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang

memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar,

dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas

dan tegas tentang keterangannya itu;

b.Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam

tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan

bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;

c.Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan

keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta

secara resmi dan padanya;

d.Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi

dari alat pembuktian yang lain.”

Page 99: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

86

Surat adalah alat komunikasi yang dibuat secara tertulis untuk

menyampaikan berita/informasi dari seseorang/lembaga/instansi kepada

seseorang/lembaga/instansi dengan mengikuti aturan dan bentuk tertentu.66

Alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana, diatur dalam Pasal

184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana (KUHAP), yaitu:

a. Keterangan Saksi;

b. Keterangan Ahli;

c. Surat;

d. Petunjuk;

e.Keterangan terdakwa.

Alat bukti surat merupakan urutan ke-3 dalam Pasal 184 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(KUHAP). Menurut Andi Hamzah67 ;

“Surat-surat ialah segala sesuatu yang mengandung tanda-tanda baca

yang dapat dimengerti, dimaksud untuk mengeluarkan pikiran.”

Pemeriksaan surat di persidangan langsung dikaitkan dengan

pemeriksaan saksi-saksi dan terdakwa, dan pada saat pemeriksaan saksi,

ditanyakan mengenai surat-surat yang ada keterkaitan dengan saksi yang

bersangkutan dengan terdakwa pada saat memeriksa terdakwa. Alat bukti

berupa surat diatur dalam Pasal 187 KUHAP, yang menyebutkan : Surat

sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dibuat atas sumpah

jabatan atau dikuatkan dengan sumpah.

66 http://www.scribd.com/doc/37855873/Pengertian-Surat-Dan-Jenis-jenis-Surat diakses tanggal

15 September 2012.

67

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, halaman 276.

Page 100: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

87

Alat bukti surat yang akan diteliti adalah alat bukti yang dibuat oleh

laboratorium forensik. Menurut Pasal 187 huruf c Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa :

“Surat dari seseorang keterangan ahli yang memuat pendapat

berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan

yang diminta secara resmi dari padanya”.

Surat yang ditanda tangani oleh ahli dan dibuat dengan mengingat

sumpah, cukup dibaca saja di persidangan, maka mempunyai kekuatan sama

dengan ahli yang menghadap di muka persidangan dan menceritakan hal

tersebut secara lisan.

Surat dapat digunakan sebagai alat alat bukti dan mempunyai nilai

pembuktian apabila surat tersebut dibuat sesuai dengan apa yang yang

diharuskan oleh undang-undang.

Adapun syarat sah surat supaya mempunyai kekuatan pembuktian

harus memiliki syarat formil dan syarat materiil. Surat mempunyai kekuatan

pembuktian yang sempurna dan mengikat bagi hakim dengan syarat:

1. Bentuk formil maupun materiil sudah sesuai dengan ketentuan yang

diatur oleh undang-undang.

2. Bahwa surat tersebut tidak ada cacat hukum

3. Tidak ada orang lain yang mengajukan bukti bahwa yang dapat

melemahkan bukti surat tersebut.

Dilihat dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan bahwa tujuan hukum acara

pidana adalah:

“Untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati

kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu

perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara

Page 101: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

88

jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat

didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya

meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan

apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah

orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan”.68

Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan

yang didakwakan, merupakan bagian yang terpenting acara pidana. Dalam hal

ini pun hak asasi manusia dipertaruhkan, sehingga bagaimana akibatnya jika

seseorang yang didakwa dinyatakan terbukti melakukan perbuatan yang

didakwakan akan tetapi hal tersebut tidak benar. Untuk inilah hukum acara

pidana berusaha mencari kebenaran materiil. Pembuktian juga merupakan

titik sentral hukum acara pidana.

Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan

pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan

kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan

ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang

yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan.

Persidangan pengadilan tidak boleh sesuka hati dan semena-mena

membuktikan kesalahan terdakwa.69

Putusan Nomor : 22/Pid.Sus/2012/PN.Purwokerto, hakim memeriksa

alat bukti yakni 4 orang saksi, keterangan ahli, dan surat pemeriksaan

laboratorium kriminalistik No. Lab: 124/NNF/2012 yang menerangkan

barang bukti bahwa:

68 Ibid. halaman 280

69

Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang

Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali), Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 273.

Page 102: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

89

1. Satu bungkus kertas berisi batang, daun, dan biji ganja dengan berat

3,041 gram, positif mengandung Derivat Cannabinoid;

2. Satu buah tube berisi urin milik terdakwa, positif mengandung

Tetrahydrocannabinol, yang termasuk golongan I (satu) Nomor Urut 9

(sembilan).

Alat bukti tersebut di atas memenuhi rumusan minimum pembuktian

dan memperoleh keyakinan bahwa terdakwa terbukti bersalah melakukan

tindak pidana penyalahgunaan narkotika golongan I yang dijatuhi putusan

pidana penjara selama 1 (satu) tahun.

Seseorang dapat dipersalahkan melakukan perbuatan sebagaimana

yang dirumuskan dalam delik kepemilikan narkotika apabila dapat dibuktikan

berdasarkan adanya minimal 2 (dua) alat bukti sah yang karenanya dapat

meyakinkan Majelis Hakim mengenai perbuatan terdakwa telah memenuhi

seluruh unsur-unsur delik yang terdapat dalam Pasal 111 ayat (1), dan Pasal

127 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,

yang terdiri dari:

1. Unsur “setiap orang”;

2. Unsur “tanpa hak atau melawan hukum”;

3. Unsur “memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan”;

4.Unsur “narkotika golongan I berbentuk tanaman, golongan I bukan

tanaman, golongan II dan golongan III".70

Menurut Moh. Taufik Makarao, S.H. MH71 bentuk-bentuk tindak

pidana narkotika yang umum dikenal antara lain sebagai berikut :

1. Penyalahgunaan/melebihi dosis

Hal ini disebabkan leh banyak hal antara lain :

a. melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman-

pengelaman emosional;

70 http://catatansangpengadil.blogspot.com/2010/06/kerangka-pikir-pembuktian-unsur-

tanpa.html diakses tanggal 12 November 2012

71

Moh. Taufik Makarao dkk, Tindak Pidana Narkotika, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003,

halaman 45.

Page 103: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

90

b. menghilangkan rasa frustasi dan gelisah;

c. mengikuti kemauan teman dan tata pergaulan lingkungan;

d. hanya sekedar ingin tahu atau iseng;

2. Pengedaran narkotika

Karena keterkaitan dengan sesuatu mata rantai peredaran narkotika, baik

nasional maupun internasional;

3. Jual beli narkotika

Pada umumnya dilatarbelakangi oleh motivasi untuk mencari

keuntungan materiil, namun ada juga karena motivasi untuk kepuasan.

Persidangan tindak pidana penyalahgunaan narkotika Nomor :

22/Pid.Sus/2012/PN.Purwokerto memeriksa alat bukti surat dari

Laboratorium Forensik Bareskrim Polri cabang Semarang menerangkan

bahwa :

“Berdasarkan berita acara pemeriksaan laboratories kriminalistik No. Lab.:

124/NNF/2012 tanggal 30 Januari 2012 pusat Laboratorium Forensik

Bareskrim Polri cabang Semarang yang ditandatangani oleh pemeriksa :

Yayuk Murthi Rahayu, B.Sc dan Ibnu Sutarto, ST dan diketahui Kepala

Laboratorium Forensik cabang Semarang Drs. Siswanto yang memuat:

A. Barang bukti :

Barang bukti yang diterima diberi No. Lab. 124/NNF/2012 berupa 1

(satu) bungkus plastik yang berlak segel dan berlabel barang bukti dan

1(satu) buah toples yang berlabel barang bukti berisi 5(lima) buah urine

setelah dibuka salah satunya diberi nomor barang bukti :

1. BB-0213/2012/NNF berupa 1(satu) bungkus kertas berisi batang,

daun dan biji yang diduga ganja dengan berat 3,041 gram ;

2. BB-0214/2012/NNF berupa 1(satu) buah tube berisi urine. Barang

bukti tersebut di atas disita dari tersangka ID.

B. Maksud Pemeriksaan :

Apakah barang bukti tersebut mengandung sediaan Narkotika ?

C. Pemeriksaan :

Barang Bukti Hasil Pemeriksaan

BB-0213/2012/NNF Positif Derivat Cannabinoid

BB-0214/2012/NNF Positif Tetrahydrocannabinol

D. Dalam Kesimpulan :

Setelah dilakukan pemeriksaan secara laboratories kriminalistik di

simpulkan: Nomor BB-0214/2012/NNF berupa urine tersebut di atas

adalah mengandung Tetrahydrocannabinol dan terdaftar dalam

golongan I (satu) Nomor Urut 9 (sembilan) Lampiran Undang-Undang

Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Perbuatan

terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal

Page 104: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

91

127 huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika.”72

Putusan Nomor : 22/Pid.Sus/2012/PN.Purwokerto, hakim yang

memeriksa alat bukti surat laboratorium forensik telah dipenuhi ketentuan

yang ditentukan oleh undang-undang dan substansi yang mengenai

pemeriksaan urin mengandung narkotika, sehingga alat bukti surat

laboratorium forensik mempunyai kekuatan pembuktian karena telah

memenuhi syarat formil dan materiil.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap Putusan Nomor:

22/Pid.Sus/2012/PN. Purwokerto terhadap alat bukti surat adalah yang

apabila ditinjau dari segi formal bahwa alat bukti surat tersebut merupakan

keterangan ahli yang dibuat oleh pejabat yang berwenang di atas sumpah

jabatan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka

kekuatan pembuktian alat bukti surat dalam putusan tersebut adalah bernilai

sempurna.

2. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim dalam Menjatuhkan Putusan

Pidana Terhadap Putusan Nomor: 22/Pid.Sus/2012/PN. Purwokerto

Pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan pidana

berdasarkan Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali

apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia

memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi

dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

72 Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor: 22/Pid.Sus/2012/PN.Pwt. halaman 10-11

Page 105: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

92

Adapun 2 hal yang penting yang terkandung dalam Pasal 183 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yakni:

1. Sekurang-kurangnya ada 2 (dua) alat bukti yang sah/minimum

pembuktian;

2. Adanya keyakinan hakim.

Pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam

sidang pengadilan. Menurut C. Djisman Samosir73 mengenai alat-alat bukti

dan pembuktian yaitu ;

”Dalam setiap pemeriksaan, apakah itu pemeriksaan dengan acara biasa,

acara singkat, maupun acara cepat, setiap alat bukti itu diperlukan guna

membantu hakim untuk pengambilan keputusannya. Alat-alat bukti ini

adalah sangat perlu, oleh karena hakim tidak boleh menjatuhkan pidana

kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat

bukti yang sah dan hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak

pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang melakukan perbuatan itu.

Dengan demikian alat bukti itu adalah sangat penting di dalam usaha

penemuan kebenaran atau dalam usaha menemukan siapakah yang

melakukan perbuatan tersebut”.

Sistem pembuktian yang dianut ketentuan Pasal 183 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) itu bermakna

bahwa keyakinan hakim ditemukannya dengan memeriksa minimal dua alat

bukti yang sah (menurut KUHAP ada lima alat bukti). Keyakinan hakim

ditujukan terhadap benar terjadinya tindak pidana dan benar bahwa terdakwa

yang melakukannya. Dengan demikian, titik tolak keyakinan hakim diperoleh

dari dua alat bukti terjadinya tindak pidana dan dua alat bukti itu juga

membenarkan pelakunya adalah terdakwa. 74

73 C. Djisman Samosir, Hukum Acara Pidana Dalam Perbandingan, Bandung: Bina Cipta,

1985. halaman 79.

74

Nikolas Simanjuntak , Acara Pidana Indonesia dalam Sirkus Hukum, Jakarta : Ghalia

Indonesia, 2009, halaman 244.

Page 106: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

93

Penjelasan secara singkat mengenai teori pembuktian berdasarkan

keyakinan hakim adalah “hakim dapat memutuskan seseorang bersalah sesuai

dengan keyakinannya, keyakinan yang didasarkan kepada dasar-dasar

pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan yang dilandaskan kepada

peraturan-peraturan pembuktian tertentu, jadi putusan hakim dijatuhkan

dengan suatu motivasi”.

Putusan Nomor : 22/Pid.Sus/2012/PN.Purwokerto bahwa majelis

hakim yang memeriksa perkara tersebut menyatakan :

“Menimbang, bahwa selain menghadirkan saksi, Penuntut Umum juga

telah mengajukan barang bukti berupa :

1 (satu) bungkus kertas buku warna putih berisi ganja ;

1 (satu) buah botol plastik berisi urine ;

1 (satu) unit handphone merk Nokia warna hitam type RH-105

No.085726003983

Bahwa barang bukti yang diajukan di persidangan telah dilakukan

pemeriksaan, yaitu berdasarkan berita acara pemeriksaan laboratories

kriminalistik No. Lab.: 124/NNF/2012, tanggal 30 Januari 2011, berupa 1

(satu) bungkus kertas berisi batang, daun dan biji, berat 3,041 gram, positif

mengandung Derivat Cannabinoid dan 1 (satu) buah tube berisi urin milik

terdakwa, positif mengandung Tetrahydrocannabinol, yang termasuk

golongan I (satu) Nomor Urut 9 (sembilan) Lampiran Undang-Undang

Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika”.75

Berdasarkan pemaparan di atas maka hakim yang memeriksa dan

mengadili perkara Putusan Nomor : 22/Pid.Sus/2012/PN.Purwokerto

menyatakan bahwa :

1. Menyatakan terdakwa ID terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana menyalahgunakan narkotika golongan I bagi

diri sendiri;

2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana

penjara selama 1 (satu) tahun;76

75 Op.cit. halaman 21-23

76

Ibid. halaman 32-33

Page 107: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

94

Keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan ini diperoleh dari

Keterangan saksi yang saling bersesuaian satu sama lain serta alat bukti surat

No. Lab.: 124/NNF/2012 tanggal 30 Januari 2012 pusat Laboratorium

Forensik Bareskrim Polri cabang Semarang yang bersesuaian pula dengan

keterangan para saksi, maka majelis telah mendapat bukti yang sah dan

merupakan sumber keyakinan hakim dalam memberikan putusan, bahwa

terdakwa terbukti bersalah dan hakim menjatuhkan putusan pidana bagi

terdakwa atas perbuatannya itu.

Sebelum menjatuhkan putusan maka hakim perlu mempertimbangkan

beberapa aspek. Pengertian pertimbangan hakim sendiri adalah pendapat

mengenai baik dan buruk dalam menjatuhkan putusan.

Penjatuhan putusan oleh hakim di pengadilan tergantung dari hasil

mufakat musyawarah hakim berdasarkan penilaian yang mereka peroleh dari

surat dakwaan dihubungkan dengan segala sesuatu yang terbukti di dalam

pemeriksaan dalam sidang pengadilan.

Pengertian putusan pengadilan dirumuskan dalam Pasal 1 butir 11

KUHAP yang merumuskan :

“Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang

pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari

segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-

undang ini.”

Laden Marpaung77 menyebutkan :

77 Laden Marpaung. Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Ekonomi. Sinar Grafika.

Jakarta. 1994. Hal. 36.

Page 108: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

95

“Putusan adalah hasil kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan

dan dinilai semasak-masaknya yang dapat berbentuk tertulis ataupun lisan.

Ada juga yang mengartikan putusan atau vonis sebagai vonis tetap (definitif),

mengenai kata “putusan” yang diterjemahkan dari vonis adalah hasil akhir

dari pemeriksaan perkara di sidang pengadilan.”

Putusan perkara Nomor: 22/Pis.Sus/2012/PN.PWT merupakan bentuk

putusan pemidanaan sebagaimana yang termuat dalam Pasal 193 ayat (1)

KUHAP menyebutkan bahwa :

“Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak

pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana.”

Berdasarkan Undang-Undang secara negatif yang dianut oleh KUHAP

serta berdasarkan alat bukti yang sah, maka hakim memberikan keputusan

dalam perkara ini bagi terdakwa (IDPO) dengan hukuman pidana penjara

selama 1 (satu) tahun karena terdakwa telah terbukti melanggar Pasal 127

ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Putusan perkara pidana Nomor: 22/Pis.Sus/2012/PN.PWT, dengan

penjatuhan pidana 1 (satu) tahun penjara dinilai sudah sesuai dengan

perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa sebagai pelaku penyalahguaan

narkotika golongan I.

Page 109: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

96

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap Putusan Pengadilan

Negeri Purwokerto Nomor: 22/Pid.Sus/2012/PN. PWT, maka dapat disimpulkan

bahwa:

1) Kekuatan pembuktian alat bukti surat laboratorium forensik tentang

narkotika di persidangan dalam Putusan Nomor 22/Pid.Sus/2012/PN

Purwokerto.

Hasil pemeriksaan laboratories kriminalistik No. Lab.:

124/NNF/2012 tanggal 30 Januari 2012 pusat Laboratorium Forensik

Bareskrim Polri cabang Semarang dalam Putusan Nomor:

22/Pid.Sus/2012/PN. PWT sebagai alat bukti surat berdasarkan pada

Pasal 184 Ayat (1) KUHAP dan Pasal 187 huruf c KUHAP adalah alat

bukti surat yang dibuat oleh pejabat yang berwenang berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pembuatan serta

keterangan yang terkandung di dalamnya yang dibuat diatas sumpah

jabatan. Maka alat bukti surat tersebut adalah alat bukti yang bernilai

sempurna.

Alat bukti surat merupakan alat bukti yang sah dan hakim bebas

memakai sebagai alat bukti surat untuk dasar pertimbangan hukum bagi

Page 110: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

97

hakim dalam menjatuhkan putusan pidana yakni pidana penjara selama 1

(satu) tahun terhadap terdakwa (Ignasius Dedy Primadi Octovianto).

Pertimbangan Hakim tersebut didasarkan pada :

a. Terpenuhinya syarat materiil yaitu substansi yang tercantum dalam

alat bukti surat No. Lab.: 124/NNF/2012 tanggal 30 Januari 2012

pusat Laboratorium Forensik Bareskrim Polri cabang Semarang sesuai

dengan fakta yang diperiksa oleh seorang ahli dan syarat formil yaitu

surat dibentuk secara resmi menurut formalitas yang ditentukan

peraturan perundang-undangan sebagai alat bukti surat yakni dibuat

secara tertulis dan dikuatkan dengan janji atau sumpah.

b. Kesesuaian alat bukti surat No. Lab.: 124/NNF/2012 tanggal 30

Januari 2012 pusat Laboratorium Forensik Bareskrim Polri cabang

Semarang dengan keterangan para saksi dan keterangan terdakwa.

2) Dasar Pertimbangan Hukum Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Pidana

Terhadap Putusan Nomor: 22/Pid.Sus/2012/PN PWT, didasarkan pada:

Alat bukti yang diajukan di sidang pemeriksaan oleh Penuntut Umum

dan keyakinan hakim yaitu keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa,

alat bukti surat dan barang bukti berupa 1 (satu) bungkus kertas buku

warna putih berisi ganja, 1 (satu) buah botol plastik berisi urine, 1(satu)

unit handphone merk Nokia warna hitam type RH-105

No.085726003983. Alat bukti tersebut telah memenuhi asas batas

Page 111: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

98

minimum pembuktian yang dirumuskan dalam Pasal 183 KUHAP.

Terdakwa juga telah terbukti secara sah dan meyakinkan memenuhi

unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu unsur setiap

orang, menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau

menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman dan tanpa hak

atau melawan hukum telah dapat dibuktikan di persidangan. Majelis

Hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan

meringankan terhadap terdakwa.

B. Saran

Berkenaan dengan tidak efektifnya tindakan hukum yang

beranggapan bahwa dengan diputus pidana akan menjadi lebih baik dan

jerah, karena dengan dipidana tidak memberi jaminan bahwa Negara

Indonesia ini bebas dari narkotika, maka dari itu dibutuhkanya tindakan

diluar jalur hukum (non penal).

Seorang saksi ahli belum tentu dapat menghadiri persidangan

karena satu dan lain hal terkait profesinya sebagai seorang ahli, maka dari

itu seorang hakim yang memeriksa dan memutus perkara penyalahgunaan

narkotika harus paham mengenai hasil dari pemeriksaan laboratorium

forensik tersebut.

Page 112: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

99

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku Literatur :

Adji, Indriyanto Seno. 2002. Korupsi dan Hukum Pidana, Jakarta : Kantor

Pengacara dan Konsultan Hukum Prof Oemar Seno Adji dan Rekan.

Atang Ranoemihardjo, R. 1983. Ilmu Kedokteran Kehakiman (forensic Science).

Bandung: Tarsito.

Atmasasmita, Romli. 1983. BungaRampaiHukumAcaraPidana. Jakarta

:BinaCipta.

Farid, A.Z. Abidin. 1981. Sejarah dan Perkembangan Asas Opportunitas di

Indonesia, Ujung Pandang: UNHAS.

Hamzah, Andi. 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika.

. 2001. Hukum Acara Pidana Indonesia (Edisi Revisi). Jakarta:

Sinar Grafika.

. 1986. Bungan Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Jakarta:

Ghalia Indonesia.

Hamzah, Andi dan Indra Dahlan. 1984. Perbandingan KUHP, HIR dan

Komentar. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Harahap, M. Yahya. 2001. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP

(Jilid I), Jakarta: Pustaka Kartini.

. 2001. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP

Penyelidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika.

. 2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP.

Jakarta : Sinar Grafika.

. 2008. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP

(Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan

Kembali). Jakarta: Sinar Grafika.

Hawari, Dadang. 1997. Konsep Islam Memerangi AIDS dan NAZA. Yogyakarta:

Dhana Bakti Priayasa.

Page 113: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

100

Kusuma, Musa Perdana.1983. Bab-Bab tentang Kedokteran Forensik. Jakarta:

Ghalia Indonesia.

Makarao, Moh Taufik dkk. 2003. Tindak Pidana Narkotika. Jakarta: Ghalia

Indonesia.

Mardani. 2008. Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam dan

Hukum Pidana Nasional. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Marpaung, Leden. 1994. Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana

Ekonomi. Sinar Grafika. Jakarta: Sinar Grafika.

Martika, I Ketut & Djoko Prakoso. 1992. Dasar-dasar Ilmu Kedokteran

Kehakiman. Jakarta: Rineka Cipta.

Moelyatno. 1983. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum

Pidana. Jakarta: Bina Aksara.

Poernomo, Bambang. 1985. Pola Teori dan Asas Umum Hukum Acara Pidana.

Yogyakarta: Liberty.

Prodjohamidjojo, Martiman. 1983. Sistem Pembuktian dan Alat-Alat Bukti.

Jakarta: Ghalia Indonesia.

. 1983. Komentar Atas KUHAP. Jakarta : Pradya

Paramitha.

Samosir, C. Djisman. 1985. Hukum Acara Pidana Dalam Perbandingan

Bandung: Bina Cipta.

. 1985. Jaksa dan Hakim dalam Proses Pidana. Bandung:

Binacipta.

Sasangka, Hari. 2003. Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana.

Bandung: Mandar Maju.

Simanjuntak, Nikolas. 2009. Acara Pidana Indonesia Dalam Sirkus Hukum.

Jakarta: Ghalia Indonesia.

Soeparmono, R. 2002. Keterangan Ahli & Visum et repertum dalam Aspek Hukum

Acara Pidana. Bandung: Mandar Maju.

Soesilo, R. 1982. Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana

menurut KUHAP bagi penegak Hukum). Bogor: Politeria.

Page 114: KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI SURAT …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/RIZKI FEBRIAN SYAH E1A008290.pdf · Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

101

Sujono, A.R, dan Bony Daniel. 2011. Komentar & Pembahasan Undanng-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta: Sinar Grafika.

Supardjaja, Komariah E. 2002. Ajaran Melawan Hukum Materiil dalam Hukum

Pidana Indonesia, Studi Kasus Tentang Penerapan dan Perkembangannya

dalam Yurisprudensi, Alumni, Bandung.

B. Peraturan Perundang-Undangan :

Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP).

________, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

522/Menkes/SK/VI/2008 tentang Penunjukkan Laboratorium Pemeriksaan

Narkotika dan Psikotropika.

Buku Pedoman 3, Petunjuk Khusus Tentang Operasi Penerangan Inpres No. 6

Tahun 1976.

C. Sumber Lain :

Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor: 22/Pid.Sus/2012/PN.Pwt.

http://lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=33&Item

id=33 diakses tanggal 13 September 2012.

http://www.scribd.com/doc/37855873/Pengertian-Surat-Dan-Jenis-jenis-Surat

diakses tanggal 15 September 2012.

http://catatansangpengadil.blogspot.com/2010/06/kerangka-pikir-pembuktian-

unsur-tanpa.html diakses tanggal 12 November 2012.

http://sirpetermarx.blogspot.com/2009/11/tentang-ilmu-forensik.html (Guru

Pinandita Sumbangsih untuk Prof. Djokosoetono, S.H. , hlm. 279). diakses

tanggal 13 Desember 2012

http://ozzieside.blogspot.com/2010/03/ilmu-forensik.html diakses tanggal 13

Desember 2012