14

Click here to load reader

kejang demam

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pediatri

Citation preview

Page 1: kejang demam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.1Kejang

demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas 39oC per rektal)

tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak

berusia 1 bulan dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.2

Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah

suatu kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun,

berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau

penyebab tertentu.3 Anak yang pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang demam

kembali tidak termasuk dalam kejang demam.1,3 Kejang disertai demam pada bayi

berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan) tidak termasuk kejang demam.1,3 Kejang demam

harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.2

Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,

ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis yang

berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai susunan

saraf pusat.3 Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun menaglami

kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi

yang kebetulan terjadi bersama demam. 2

2.2. Epidemiologi

Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan

dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan kejang

demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23

bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada laki-laki.3 Kejang demam terjadi pada 2-

4% anak berumur 6 bulan samapi 5 tahun.1Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada

anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.2

2.3. Klasifikasi

Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :

a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)

4

Page 2: kejang demam

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan

umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau

klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24 jam. Kejang

demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam.

b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)

Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan salah satu ciri

berikut ini :

1.) Kejang lama > 15 menit

2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang

parsial

3.) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5

2.4. Faktor Risiko

Faktor resiko kejang demam pertama yang paling penting adalah demam. Selain

itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,

perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan

kadar zat besi dan zinc rendah.6 Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan

mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali

rekurensi atau lebih.

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko

berulangnya kejang demam adalah:

1. Riwayat kejang demam dalam keluarga

2. Usia kurang dari 12 bulan

3. Temperatur yang rendah saat kejang

4. Cepatnya kejang setelah demam

Adapun faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah

1. Adanya kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang

demam pertama

2. Kejang demam kompleks

3. riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

2.5. Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu

energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang

terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan

5

Page 3: kejang demam

dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem

kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi

dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari

permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal

membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit

dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya

konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel

neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di

dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran

sel dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan

energi dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau

aliran listrik dari sekitarnya.

c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau

keturunan.6

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang

anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan

dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat

terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat

terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat

terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga

dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan

yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang.

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi

rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.

Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC

sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu

40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang

demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam

penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.

Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan tidak

6

Page 4: kejang demam

menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15

menit) biasanya disertai gejala apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk

kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat

disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang

tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh meningkatnya aktivitas otot

dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.

Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan

neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan

peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas

kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.

Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang

berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari, sehingga terjadi serangan

epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan

kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.6

2.6. Manifestasi Klinis

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan

kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan

saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain.

Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung

singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik, tonik, klonik, fokal atau

akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya

berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat

dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi

atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar

kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.1,3

Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi

reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan terbangun

dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung singkat

umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang

berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan

permanen dari otak.4

2.7.Diagnosis

a. Anamnesis

7

Page 5: kejang demam

1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat

kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab demam diluar susunan

saraf pusat.

2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam

keluarga.

3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya.

b. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda

peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.6

c. Pemeriksaan Penunjang

1.) Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang

demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi

penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi

disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya

darah perifer, elektrolit dan gula darah.5

1.) Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau

menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis

bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk

menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi

klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada ; bayi

kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan, bayi antara 12-18 bulan

dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara

klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. 5

2.) Elektroensefalografi (EEG)

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi

berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi

pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan.

Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam

tidak khas misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6

tahun atau kejang demam fokal.5

4.) Pencitraan

8

Page 6: kejang demam

Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan

(CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan,

tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang

menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papil edema.5

2.8.Diagnosis Banding

Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya

meningitis atau ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila ada kecurigaan klinis

meningitis. 2

2.9. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan saat kejang

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien

datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang

paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena adalah 0,3

-0,5 mg/kg perlahan –lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu

3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat

diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam rektal. Diazepam

rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan

berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg.

Atau Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun

atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.3

Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat

diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.

Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan

ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan Diazepam intravena dengan

dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara

intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1

mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis

selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila

dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang

rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung

dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan

faktor resikonya.3

b. Pemberian obat pada saat demam

9

Page 7: kejang demam

1. Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi

resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat

bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis Paracetamol yang

digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih

dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun

jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama

pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat

tidak dianjurkan.3,6

2. Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada saat

demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus,

begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada

suhu > 38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia,

iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital,

karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk

mencegah kejang demam.

c. Pemberian Obat Rumat

1. Indikasi Pemberian obat Rumat

Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri

sebagai berikut (salah satu) ;

- Kejang lama > 15 menit

- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,

misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,

hidrocephalus.

- Kejang fokal

Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali atau

lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan,

kejang demam ≥ 4 kali per tahun.3

2. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif

dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah

bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat

menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan

10

Page 8: kejang demam

terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital

setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar

pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada

sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam

valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat

15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari

dalam 1-2 dosis. Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas

kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.3

2.10.Edukasi Pada Orang Tua

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat

kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.

Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :

a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik

b. Memberitahukan cara penanganan kejang

c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus

diingat adanya efek samping obat.4,5

2.11. Vaksinasi

Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak

yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi jarang.

Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih

besar daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi

kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Angka

kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi,

Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya. Sedangkan setelah

vaksinasi MMR 25-34 per 100.000, resiko meningkat pada hari 8-14 setelah

imunisasi.7 Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak

demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak

merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.3

2.12. Prognosis

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah

dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada

pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan

kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi

11

Page 9: kejang demam

pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.

Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.3

12